isip.usni.ac.idisip.usni.ac.id/jurnal/6. amel.docx · Web viewKONTRUKSI MAKNA DEMOKRASI DALAM...
Transcript of isip.usni.ac.idisip.usni.ac.id/jurnal/6. amel.docx · Web viewKONTRUKSI MAKNA DEMOKRASI DALAM...
KONTRUKSI MAKNA DEMOKRASI DALAMKEBEBASAN BERAGAMA DI INDONESIA
(Analisis Wacana Kritis Pemberitaan Peristiwa Tolikara dan Singkil pada Harian Kompas dan Republika Periode Juli 2015 dan Oktober 2015)
AmalliahAkademi Komunikasi Bina Sarana Informatika Jakarta
Jl. Kayu Jati V, No. 2, Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur
ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan di Harian Kompas dan Republika ini menganalisis teks berita insiden Tolikara dan Singkil yang terjadi pada bulan Juli 2015 dan Oktober 2015 dalam kontruksi demokrasi dalam kebebasan beragama di Indonesia dimana memaknai demokrasi kebebasan beragama dengan melihat peristiwa atau insiden Tolikara dan Singkil. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui kontruksi realitas demokrasi kebebasan beragama pada pemberitaan peristiwa Tolikara dan Singkil Aceh di Kompas dan Republika; (2) Untuk mengetahui makna demokrasi dalam kebebasan beragama pada pemberitaan peristiwa Torikala dan Singkli dimedia Kompas dan Republika Teori dalam penelitian ini menggunakan model analisis wacana kritis Van Dijk dan teori hirarki pengaruh isi media Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese. Metode Penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini yakni analisis wacana kritis yang dikembangkan oleh teknik analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk. Paradigma penelitian adalah Kritis. Kesimpulan: (1) Demokrasi dalam kebebasan beragama adalah peluang yang di ciptakan dari pemberitaan, hal ini ditemukan didalam pemberitaan insiden Tolikara dan Singkil dimana kedua media tersebut memberikan saran dan dorongan kepada pemerintah untuk kembali menata arti kebebasan beragama yang harmonis melalui ketegasan pemerintah dan regulasi peraturan sesuai dengan perkembangan kehidupan beragama di Indonesia, (2) Media yang professional menjadikan media sebagai Public Relation pemerintah dengan memberitakan peran pemerintah dalam menangani penyelesaian persoalan Tolikara dan Singkil hal ini ditemukan pada pemberitaan Kompas dan Republika yang menampilkan kinerja aparat keamanan dalam menyelidiki kasus tersebut dan juga bantuan pemerintah dalam memperbaiki sarana dan prasarana yang diakibatkan oleh insiden tersebut, (3) Harian Kompas dalam mengkontruksikan realitas demokrasi dalam kasus insiden Tolikara dan Singkil, bukan sebagai kekerasan beragama melainkan menilai adanya permasalahan kemajemukan di Tolikara dan Singkil yang akhirnya menjadi kesalah pahaman dalam komunikasi diantara kelompok masyarakat. Dan kurangnya peran negara didalam permasalahan kemajemukan ataupun perbedaan di tengah masyarakat, terutama permasalahan rumah ibadah dan kegiatan agama. Kompas dalam setiap pemberitaannya selalu berusaha berdiri di tengah dengan memperjuangkan filosofinya yakni memperjuangkan amanat suara hati nurani rakyat dengan mengangkat setiap pemberitaannya melalui human trasendental atau kemanusiaan, (4) Harian Republika dalam mengkontruksikan realitas demokrasi terhadap kebebasan beragama dalam kasus
insiden Tolikara dan Singkil, bukan karena konflik rumah ibadah melainkan adanya unsur perbedaan kesenjangan dan ekonomi diantara kelompok masyarakat yakni pendatang dan tempatan atau mayoritas dan minoritas sertalemahnya peran pemerintah daerah dalam melihat perbedaan ini sehingga konflik dapat muncul di berbagai daerah. Republika berupaya berada di tengah walaupun harus tetap melaksanakan ideologis sebagai media umat Islam dan menjadi corong suara umat muslim dengan menjalankan semangat untuk membuat perdamaian disetiap pemberitaan terutama pemberitaan seperti pemberitaan Tolikara dan Singkil ini, (5) Harian Kompas dan Republika, dalam setiap pemberitaanya sebagai media yang membawa panji perdamaian , dalam memuat pemberitannya memberikan dorongan dan saran kepada pemerintah agar dapat menyelesaikan kasus-kasus yang berbau SARA, karena masih lemahnya peran pemerintah dalam memberikan solusi, (6) Teori Hirarki Pengaruh isi media yang diperkenalkan oleh Pamela J Shoemaker dan Stephen D. Reese tidak adanya kesesuaian didalam pemberitaan insiden Tolikara dan Singkil yang menyatakan bahwa dimana hasil dari penelitian yang tidak menunjukan keberpihakan, kepentingan bahkan ideology dari kedua media tersebut didalam pemberitaan insiden Tolikara dan Singkil, karena insiden ini merupakan insiden yang memang sangat rawan akan konflik yang berkepanjangan dan meluas karena permasalahan kebebasan beragama di Indonesia masih sangat rawan, rapuh bahkan sangat sensitive. Tidak semuanya pemberitaan dapat dipengaruhi oleh teori hirarki isi media, hal ini tergantung dari kasus atau peristiwa yang terjadi di masyarakat. Kata kunci: Kontruksi, makna demokrasi, kebebasan beragama, wacana kritis, media
ABSTRACT
The research conducted in Kompas and Republika daily analyzed the Tolikara and Singkil incident news text that occurred in July 2015 and October 2015 in the construction of democracy in freedom of religion in Indonesia where interpreting the democracy of freedom of religion by seeing the events or incidents Tolikara and Singkil. The purpose of this study are: (1) To find out the construction of democracy reality of freedom of religion on the news of Tolikara and Singkil Aceh events in Kompas and Republika; (2) To know the meaning of democracy in freedom of religion on the news of Torikala and Singkli events published by Kompas and Republika The theory in this research uses Van Dijk critical discourse analysis model and hierarchy theory of media content influence Pamela J Shoemaker and Stephen D. Reese. The research method used in this research is critical discourse analysis developed by critical discourse analysis technique Teun A. Van Dijk. The research paradigm is Critical. Conclusion: (1) Democracy in freedom of religion is an opportunity created from preaching, it is found in the news of Tolikara and Singkil incidents where both media provide advice and encouragement to the government to re-arrange the meaning of harmonious religious freedom through government assertiveness and regulation in accordance with the development of religious life in Indonesia, (2) Media professionals make the media as Public Relation of the government by preaching the role of the government in handling the settlement of Tolikara and Singkil
issues found in Kompas and Republika reporting showing the performance of the security apparatus in investigating the case and also government assistance in improving the facilities and infrastructure caused by the incident, (3) Kompas daily in constructing the reality of democracy in the case of Tolikara and Singkil incident, not as religious violence but rather assessing the existence of pluralism problem in Tolikara and Singkil which finally become misunderstanding in communication among community groups. And the lack of the role of the state in the pluralistic or the differences in society, especially the problems of places of worship and religious activities. Compass in every news always strives to stand in the middle by fighting for the philosophy of fighting for the voice of conscience of the people by lifting every news through human trasendental or humanity, (4) Republika daily in berkontruksikan reality democracy against religious freedom in the case of Tolikara and Singkil incident, conflicts of houses of worship but of an element of gap and economic disparity between groups of people that are immigrants and local or majority and minority and the role of local government in viewing these differences so that conflicts can arise in various regions. Republika strives to be in the middle although must remain ideological as the media of Muslims and the mouthpiece of the voice of Muslims by running the spirit to make peace in every news, especially news such as the news Tolikara and Singkil, (5) Daily Kompas and Republika, in each pengitaanya as media which carries the banner of peace, in issuing its giving of encouragement and advice to the government in order to solve cases of racial intolerance, (6) Hierarchy Theory The influence of media content introduced by Pamela J Shoemaker and Stephen D .The lack of conformity in the reporting of the Tolikara and Singkil incidents stating that where the results of the research did not show the alignment, the interests and even the ideology of both media in the coverage of Tolikara and Singkil incidents, because this incident is an incident that indeed very vulnerable to prolonged and widespread conflict because the issue of religious freedom in Indonesia is still very vulnerable, fragile and even very sensitive. Not all news can be influenced by the hierarchy theory of media content, this depends on the case or events that occur in society.Keywords: Construction, meaning of democracy, freedom of religion, critical discourse, media
PENDAHULUAN
Kebebasan beragama
di Indonesia masih belum
terimplementasikan dengan
baik di Indonesia seperti
kesulitan mendirikan rumah
ibadah tak hanya dialami satu
agama saja, hampir seluruh
agama di Indonesia pernah
mengalami sulitnya
mendirikan rumah ibadah.
Biasanya, persoalan yang
muncul dalam sulitnya
pendirian rumah ibadah
adalah masalah penerimaan
masyarakat di sekitar rumah
ibadah. Bila mayoritas warga
di sekitar rumah ibadah
beragama yang sama dengan
jamaah rumah ibadah itu,
pendiriannya tak akan terlalu
sulit. Namun bila jamaah
rumah ibadah itu beragama
minoritas dengan masyarakat
sekitar, pendirian rumah
ibadah bisa lebih sulit.
Konflik akibat pendirian
rumah ibadah kerap kali
berujung pada kekerasan,
penyerangan dan penyegelan
rumah ibadah oleh
masyarakat sekitar atau
aparat setempat. Masyarakat
saat ini hanya memahami
bahwa rumah ibadah adalah
untuk beribadah, perbedaan
istilah di antar umat
beragama menjadikan
kesalahpahaman atau
miskomunikasi, hal ini
menjadi seringkali menjadi
dasar, sehingga berpotensi
menimbulkan kekerasan
antarumat beragama,
perbedaan pemahaman dan
tafsir itu, seringkali menjadi
pemicu kekerasan agama.
Dan itu terjadi pada peristiwa
di Tolikara dan Singkil Aceh,
dimana daerah tersebut
memiliki aturan-aturan yang
harus ditaati oleh kaum
minoritas yang dinyatakan
oleh kaum mayoritas tanpa
ada campur tangan atau peran
tegas pemerintah khususnya
pemerintah daerah walaupun
peraturan rumah ibadah
sudah ditetapkan.
Di era reformasi,
media menyajikan produk-
produk jurnalistiknya dengan
cara yang lebih lugas dan
terang-terangan. Media
semakin berani menulis dan
membangun sebuah realitas
sosial di luar sumber-sumber
formal kekuasaan. Tidak ada
lagi syarat ketat dalam
mengelola dan menerbitkan
media massa seperti yang
terjadi di masa lalu, dengan
kata lain, siapa yang memiliki
modal dan kemampuan
berhak mengelola penerbitan
media massa sebanyak yang
diizinkan. Pemberitaan oleh
media menjadi subjektif,
karena isi media ditentukan
oleh pemodal, bukan fakta-
fakta di lapangan. Media
menjadi corong kepentingan-
kepentingan tertentu
(terkadang bisnis atau bahkan
politik) sehingga muatannya
cenderung tidak netral, dan
berpotensi menimbulkan
konflik di masyarakat
(Yursak, 2007, hal. xix-xxi) .
Media dewasa ini semakin
memiliki peranan yang
penting dalam demokrasi,
karena kini kehidupan politik
diera mediasi, terutama media
massa, harian Kompas dan
Republika dalam kaitan ini
menjadi arena wacana
mengenai berbagai hal, dan
dalam arena tersebut menjadi
pertarungan untuk menguasai
makna dari banyak partisipan,
termasuk dari lingkungan
media itu sendiri. Dalam
konteks ini wacana dimaknai
sebagai pernyataan-
pernyataan yang tidak hanya
mencerminkan atau
merepresentasikan melainkan
juga mengkonstruksi dan
membentuk entitas dan relasi
sosial. Dalam pemberitaan
insiden Tolikara dan Singkil
harian Kompas dan
Republika berupaya
menceritakan makna
demokrasi kebebasan
Beragama di Indonesia
melalui teks berita mengenai
peritiwa Tolikara dan Singkil.
PERTANYAAN PENELITIAN
1. Bagaimana kontruksi makna
demokrasi kebebasan beragama
di Indonesia pada pemberitaan
peristiwa Tolikara dan Singkil
Aceh di Kompas dan Republika?
2. Apakah makna demokrasi
dalam kebebasan beragama pada
pemberitaan peristiwa Torikala
dan Singkli dimedia Kompas
dan Republika?
KERANGKA TEORITIS
Teori Hirarki Pengaruh Isi Media
Teori Hirarki Pengaruh isi media
diperkenalkan oleh Pamela J
Shoemaker dan Stephen D. Reese.
Teori ini menjelaskan tentang
pengaruh terhadap isi dari dari suatu
pemberitaan media oleh pengaruh
internal dan eksternal. Asumsi dari
teori ini adalah bagaimana isi pesan
media yang disampaikan kepada
khalayak adalah hasil pengaruh dari
kebijakan internal organisasi media
dan pengaruh dari eksternal media
itu sendiri. Pengaruh internal pada
konten media sebenarnya
berhubungan dengan kepentingan
dari pemilik media, individu
wartawan sebagai pencari berita,
rutinitas organisasi media.
Sedangkan faktor eksternal yang
berpengaruh pada konten media
berhubungan dengan para pengiklan,
pemerintah masyarakat dan faktor
eksternal lainnya. Berikut Shoemaker
dan Reese membagi 5 level
pengaruh isi media yakni:
1. Level Pengaruh Individu
Pekerja Media
Pemberitaan suatu
media dan pembentukan
konten media tidak terlepas
dari faktor individu seorang
pencari berita atau jurnalis.
Yaitu :
a. Faktor Latar Belakang dan
Karakteristik.
Faktor latar belakang dan
karakteristik dari seorang
pekerja media menurut
Shoemaker dan Reese dibentuk
oleh beberapa faktor yaitu
masalah gender atau jenis
kelamin dari jurnalis, etnis,
orientasi seksual, faktor
pendidikan dari sang jurnalis dan
dari golongan manakah jurnalis
tersebut, orang kebanyakan atau
golongan elit.
b. Faktor Nilai-nilai dan
Kepercayaan.
Faktor-faktor ini sangat
mempengaruhi sebuah
pemberitaan yang dibentuk oleh
seorang juranalis. Karena segala
pengalaman dan nilai-nilai yang
didapatkan secara tidak langsung
dapat berefek pada pemberitaan
yang dikonstruk oleh seorang
jurnalis.Walaupun aspek
kepercayaan, nilai-nilai tidak
bisa terlalu kuat membentuk
efek kepada seorang jurnalis
dikarenakan kekuatan aspek
organisasi dan rutinitas media
yang lebih kuat.
2. Level Rutinitas Media
Rutinitas media
adalah kebiasaan sebuah
media dalam pengemasan dan
sebuah berita. Media rutin
terbentuk oleh tiga unsur
yang saling berkaitan yaitu
sumber berita (suppliers),
organisasi media (processor),
dan audiens (consumers)
a. Audiens ( Consumer)
Unsur audiens ini turut
berpengaruh pada level media
rutin, dikarenakan pemilihan
sebuah berita yang akan
ditampilkan sebuah media yang
pada gilirannya akan
disampaikan pada audiens. Jadi
pemberitaan sebuah media juga
tidak selalu mengikuti apa
kemauan dari audiens tapi juga
mengikuti fakta-fakta apa saja
yang berkembang di lapangan,
dan inilah yang membentuk
pembentuk pemberitaan sebuah
media pada unsur audiens di
level media rutin.
b. Organisasi Media ( Proccesing)
Unsur yang paling berpengaruh
pada organisasi media adalah
editor media atau yang biasa
disebut sebagai “gatekeeper”.
Hasil pencarian berita oleh
wartawan diputuskan oleh editor
di meja redaksi. Jadi editor lah
yang menetukan mana berita
yang layak terbit. Kebijakan dari
editor lah yang menentukan
rutinitas sebuah media dalam
menentukan pemberitaan.
c. Sumber Berita ( Suppliers)
Biasanya terjadi simbiosis
mutualisme antara antara sumber
berita dengan media yang
mencari berita.Sebuah media
mendapatkan bahan berita
dengan mudah sedangkan
sebuah lembaga mendapatkan
pencitraan yang baik tentang
lembaganya. Dan pengaruh
rutinitas ini berpengaruh secara
alami karena bersifat keseharian
dan terkesan tidak memaksa
pekerja media. Pengaruh
rutinitas ini berpengaruh secara
alami karena bersifat keseharian
dan terkesan tidak memaksa
pekerja media.
3. Level Pengaruh Organisasi
Level organisasi ini
berkaitan dengan struktur
manajemen organisasi pada
sebuah media, kebijakan
sebuah media dan tujuan
sebuah media. Ini
dikarenakan kebijakan
terbesar dipegang oleh
pemilik media melalui editor
pada sebuah media. Jadi
penentu kebijakan pada
sebuah media dalam
menentukan sebuah
pemberitaan tetap dipegang
oleh pemilik media. Ketika
tekanan datang untuk
mendorong, pekerja secara
individu dan rutinitas mereka
harus tunduk pada organisasi
yang lebih besar dan
tujuannya.
4. Level Pengaruh Luar
Organisasi Media
Level pengaruh dari
luar organisasi media atau
yang biasa disebut extra
media level. Extra media
level sendiri adalah
pengaruh-pengaruh pada isi
media yang berasal dari luar
organisasi media itu sendiri.
Pengaruh-pengaruh dari
media itu berasal dari sumber
berita, pengiklan dan
penonton, kontrol dari
pemerintah, pangsa pasar dan
teknologi.
5. Level Pengaruh Ideologi
Pembahasan pada
level ini adalah mempelajari
hubungan antara
pembentukan sebuah konten
media nilai-nilai, kepentingan
dan relasi kuasa media. Pada
level ideologi ini kita melihat
lebih dekat pada kekuatan di
masyarakat dan mempelajari
bagaimana kekuatan yang
bermain di luar media. Kita
berasumsi bahwa ide
memiliki hubungan dengan
kepentingan dan kekuasaan,
dan kekuasaan yang
menciptakan simbol adalah
kekuasaan yang tidak netral.
Tidak hanya berita tentang
kelas yang berkuasa tetapi
struktur berita agar kejadian-
kejadian diinterpretasi dari
perspektif kepentingan yang
berkuasa.
a. Media dan Kontrol Sosial
Media sebagai salah
satu agen perubahan sosial,
juga memiliki kemampuan
untuk memberikan penafsiran
atau dapat mendefinisikan
situasi yang membuatnya
memiliki kekuatan ideologi.
Ini sangat berkaitan dengan
hubungan media dengan
kekuasaan, karena media
dapat mentransmisikan
bahasa yang dapat
melanggengkan kelompok
yang berkuasa.
b. Kekuasaan dan Ideologi
Media memiliki andil
besar dalam menyalurkan
gagasan-gagasan kelas yang
dominan sebagai cara untuk
mengusai kelas yang
tertindas. Situasi ini terjadi
karena media memiliki kuasa
di balik media yang
mempengaruhi sebuah
pemberitaan. (Shoemaker and
Reese, 1996:228)
Analisis Wacana Kritis Teun Van
Dijk
Model analisisnya
melibatkan suatu proses yang
disebut “kognisi sosial”,
menurut Van Dijk penelitian
atas wacana tidak cukup
hanya di dasarkan pada
analisis atas teks semata,
karena teks hanya hasil dari
suatu praktik produksi yang
harus juga di amati. Kalau
ada suatu teks yang
memarjinalkan wanita,
dibutuhkan suatu penelitian
yang melihat bagaimana
produksi teks itu bekerja,
kenapa teks tersebut
memarjinalkan wanita. Proses
produksi itu dan pendekatan
ini sangat khas Van Dijk,
melibatkan suatu proses yang
disebut sebagai kognisi
sosial. Titik perhatian Van
Dijk terutama pada studi
mengenai rasialisme, suatu
teks yang memarginalkan
penganut agama atau
keyakinan tertentu, misalnya
karena kognisi atau kesadaran
mental yang berkembang di
ranah publik, bahkan
kesadaran penguasa yang
memandang penganut agama
atau keyakinan tertentu
secara berbeda, sehingga teks
di sini hanya merupakan
bagian terkecil saja dari
praktik wacana yang
membedakan penganut
agama atau keyakinan
tertentu. Pendekatan yang
dikenal sebagai “kognisi
sosial” ini membantu untuk
menentukan bagaimana
produksi teks yang
melibatkan proses yang
kompleks dapat dipelajari dan
dijelaskan. Teks dibentuk
dalam suatu praktik
diskursus, yaitu suatu praktik
wacana.
Suatu wacana
digambarkan oleh Van Dijk
mempunyai tiga dimensi,
yaitu teks, kognisi sosial, dan
konteks sosial. Model analisis
Van Dijk menggabungkan
tiga dimensi wacana tersebut
ke dalam suatu kesatuan
analisis. Pertama, “teks”,
yang diteliti adalah
bagaimana struktur teks dan
strategi wacana dipakai untuk
menegaskan suatu tema
tertentu. Kedua, “kognisi
sosial”, mempelajari proses
induksi teks (berita) yang
melibatkan kognisi individu
dari wartawan. Ketiga,
“konteks sosial”, yang
mempelajari bangunan
wacana yang berkembang
dalam masyarakat terhadap
suatu masalah.
Kontruksi
Karena sifat dan
faktanya bahwa pekerjaan
media massa adalah
menceritakan peristiwa-
peristiwa, maka kesibukan
utama media massa adalah
mengkonstruksi berbagai
realitas yang akan disiarkan.
Media menyusun realitas dari
berbagai peristiwa yang
terjadi hingga menjadi cerita
atau wacana yang bermakna.
Dengan demikian seluruh isi
media tiada lain adalah
realitas yang telah
dikonstruksikan (Constructed
reality) dalam bentuk wacana
yang bermakna. Dalam
proses konstruksi
realitas,bahasa adalah unsur
utama. Ia merupakan
instrument pokok untuk
menceritakan realitas.
Sederhananya, setiap
upaya “menceritakan”
(konseptualisasi) sebuah
peristiwa, keadaan, benda
atau apapun juga adalah
usaha mengkontruksikan
realitas. Seseorang yang
menceritakan keadaan dirinya
atau pengalamannya pada
dasarnya ia
mengkontruksikan realitas
dirinya sendiri. Pekerjaan
utama para wartawan adalah
menceritakan hasil
repotasenya kepada khalayak,
dengan demikian mereka
selalu terlibat dengan usaha-
usaha mengkontruksikan
realitas.Yakni menyusun
fakta yang dikumpulkannya
kedalam satu bentuk laporan
jurnalistik, entah itu berita
(news) atau berita khas
(feature), karena sifat dan
faktaya bahwa tugas
redaksional media massa
adalah menceritakan
peristiwa-peristiwa, maka
tidak berlebihan bila
dikatakan bahwa seluruh isi
media adalah realitas yang
telah dikontruksikan. Banyak
faktor yang mempengaruhi
kontruksi oleh media,
mengingat media massa
sesungguhnya tidak hidup
dalam situasi yang vakum.
Faktor eksternal maupun
internal media ikut
menentukan struktur
penampilan isi media.
Realitas merupakan
kontruksi sosial yang
diciptakan individu namun
demikian kebenaran suatu
realitas sosial yang bersifat
nisbi, yang berlaku sesuai
konteks spesifik yang dinilai
relefan oleh pelaku social,
(Burhan, 2003:3) Realitas
sosial ‘ada’dilihat dari
subyektivitas ‘ada’ itu sendiri
dan dunia obyektif
disekeliling realitas sosial itu.
Individu tidak hanya dilihat
sebagai “kesendiriannya,
namun juga dilihat dari mana
kesendirian itu hadir,
bagaimana ia menerima dan
mengaktualisasikan dirinya
serta bagaimana pula
lingkungan menerimanya.
(Burhan, 2003:3)
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang di
gunakan dalam penelitian ini
yakni analisis wacana kritis
yang dikembangkan oleh
teknik analisis wacana kritis
Teun A. Van Dijk. Model
analisis wacana kritis model
Van Dijk ini digunakan untuk
mengkaji maksud-maksud
tersembunyi yang ada dalam
wacana berita insiden
Tolikara dan Singkil dengan
elemen analisis Van Dijk
yakni struktur makro,
superstruktur dan struktur
mikro yang terdapat di dalam
Surat Kabar Kompas dan
Republika.
Analisis wacana kritis
dirasakan tepat untuk
digunakan sebagai metode
penelitian ini, karena analisis
wacana kritis tidak hanya
menyingkap makna dan
maksud tersembunyi dari
suatu wacana saja, tetapi
dengan pendekatan analisis
wacana kritis kita dapat
mengetahui ada atau tidaknya
dominasi dari mayoritas
terhadap minoritas pada
masyarakat.
Analisis wacana kritis
adalah suatu model yang
digunakan untuk mengkritisi
suatu wacana sosial dengan
cara menganalisa aspek
kebahasaannya. Selain
mengkritisi, analisis wacana
kritis pun berfungsi untuk
mencari maksud dan pesan
terselubung dibalik gaya
bahasa yang digunakan oleh
jurnalis pada teks jurnalistik
tersebut dan metode analisis
wacana kritis Van Dijk
merupakan metode analisis
wacana kritis yang paling
tepat untuk digunakan
membedah teks media massa.
Untuk penelitian ini, peneliti
hanya akan menganalisis teks
pemberitaan berdasarkan
aspek keabahasaannya saja.
Analisis Van Dijk
memfokuskan penelitian
terhadap analisis gaya bahasa
dan struktur bahasa yang
terdapat pada wacana.
Dengan menggunakan
analisis Van Dijk peneliti
dapat lebih fokus
menganalisis teks berita
dengan melihat sisi
kebahasaannya saja. Karena
bahasa dalam media massa
merupakan rekonstruksi dari
penulis teks (wartawan).
Untuk itu melalui
analisis wacana kritis peneliti
mencoba menelisik dan
memlihat lebih lanjut
bagaimana bentuk
pemberitaan kontruksi
pemberitaan konflik rumah
ibadah pada pemberitaan
insiden di Torikala Papua dan
di Singkil Aceh di media
Kompas dan Republika edisi
Juli dan Oktober 2015. Dan
jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah kualitatif.
Teknik Analisis Data
Analisis data yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah analisis data secara
kualitatif, dimana langkah
kerjanya adalah menelaah
seluruh data yang telah
diperoleh dan dikumpulkan
melalui wawancara, analisis
teks pemberitaan dan kajian
pustaka yang telah dilakukan.
Analisis data untuk teks
menggunakan analisis
tekstual berdasar model
analisis wacana kritis Van
Dijk, seluruh isi pemberitaan
akan dibaca dan ditentukan
bagian atau uraian sebagai
berikut;
Pertama, melakukan analisis teks
terhadap pemberitaan di surat kabar
Harian Kompas dan Republika pada
kasus Tolikara-Papua periode Juli
2015 dan kasus Singkil-Aceh
periode Oktober 2015 yang terkait
pada berita utama pada rubrik
nasional mengenai peristiwa Tolikara
dan Singkil dengan menggunakan
elemen-elemen analisis wacana
model Van Dijk yaitu Struktur
Makro, Super Struktur, dan Struktur
Mikro.
Kedua, melakukan analisis kognis
sosial, menganalisis bagaimana
kognisi wartawan dalam memahami
peristiwa tertentu yang akan ditulis,
dalam penelitian ini menulis berita
insiden Tolikara dan Singkil Aceh
oleh media Kompas dan Republika
periode Juli 2015 dengan melakukan
wawancara kepada pihak Kompas
dan Republika.
Ketiga, melakukan analisis sosial
berupa studi kepustakaan yakni
Wahid Institute dan SETARA
Insitute untuk mendalami bagaimana
kebebasan beragama yang berkaitan
dengan masalah di Tolikara-Papua
dan Singkil Aceh pada bulan Juli
2015 dan Oktober 2015. Analisis
sosial diarahkan pada titik penting
untuk menunjukkan bagaimana
konteks keberadaan rumah ibadah
dapat memunculkan konflik antar
agama yang secara tidak murni
bukan dari unsur agama tetapi dari
unsur atau motif lainnya yang
berperan dalam mengatas namakan
agama.
Penelitian akan
mengamati bagaimana
pemahaman masyarakat
terhadap wacana yang di
sajikan oleh media cetak atau
surat kabar harian dengan
menggunakan analisis
wacana Van Dijk dengan
fokus analisis sosial
menggunakan dua dimensi,
yaitu kekuasaan (power) dan
akses (access).
HASIL PENELITIAN
Dari analisis teks
yakni berita-berita insiden
Tolikara dan Singkil,serta
kognisi sosial dengan
melakukan wawancara
dengan pihak media Kompas
dan Republika serta tokoh
agama yakni ketua MUI
Papua dan hasil dari konteks
sosial yakni study pustaka
laporan wahid Institute dan
SETARA Institute yang
ditampilkan dalam peritiwa
Tolikara dan Singkil pada
harian Kompas dan
Republika di temukan kedua
media tersebut dalam memuat
pemberitaan penuh dengan
kehati-hatian dan lebih
banyak menghimbau untuk
tidak terprovokasi dan juga
memberikan dorongan
kepada pemerintahan dalam
menangani penyelesaian
insiden Tolikara dan Singkil
karena peritiwa serupa yang
sering terjadi didaerah-daerah
di Indonesia masih lemahnya
peran Negara, pemerintah
khususnya pemerintah daerah
dalam menangani kebebasan
beragama di Indonesia .
PEMBAHASAN
Kontruksi makna demokrasi
dalam kebebasan beragama di
Indonesia
Hasil yang ditemukan
melalui analisis wacana kritis
Van Dijk melalui analisis teks
berita, kognisi social dan
konteks social pada media
Kompas dan Republika,
ditemukan kontruksi makna
demokrasi yang semu dan
belum terimplementasikan
dengan baik di daerah-daerah
di Indonesia dikarenakan
ketidakhadiran Negara atau
pemerintah khususnya
pemerintah daerah atau tidak
adanya ketegasan pemerintah
dalam permasalahan yang
terkait dengan kebebasan
beragama. Kompas
melakukannya dengan
mengangkat kemanusian
dalam setiap pemberitaan,
dengan prinsip human
trasendental dan Indonesia
Mini inilah Kompas
berusaha berada di posisi
tengah didalam setiap
pemberitaan terutama yang
berbau SARA.
Republika sangat
menekankan bahwa insiden
Tolikara dan Singkil
bukanlah konflik agama
tetapi adanya kriminalitas
yang terjadi, maka Republika
didalam pemberitaannya
banyak mendorong atau
memberikan saran pada
hukum, pemerintah dan juga
aparat keamanan.Walupun
begitu Kompas dan
Republika dalam
pemberitaannya sama-sama
mempunyai tujuan agar
insiden tidak meluas dan
insiden tersebut dapat
terselesaikan atau dihentikan
serta menjaga perdamaian,
walaupun mereka memiliki
perbedaan filosofi, karakter
dan prinsip yang berbeda.
Hal ini tidak sesuai
dengan teori Hirarki
Pengaruh isi media yang
diperkenalkan oleh Pamela J
Shoemaker dan Stephen D.
Reese, dimana hasil dari
penelitian yang tidak
menunjukan keberpihakan,
kepentingan bahkan ideology
dari kedua media tersebut
didalam pemberitaan insden
Tolikara dan Singkil, karena
insiden ini merupakan insiden
yang memang sangat rawan
akan konflik yang
berkepanjangan dan meluas
karena permasalahan
kebebasan beragama di
Indonesia masih sangat
rawan, rapuh bahkan sangat
sensitive. Kedua media
menyadari bahwa
pemberitaan yang dibuat
haruslah menjadikan media
yang membawa perdamaian
bahkan bisa menghentikan
konflik yang sedang terjadi.
Makna demokrasi dalam
kebebasan beragama di indonesia
Hasil penelitian
ditemukan makna demokrasi
dalam kebebasan beragama
bahwa peraturan dan undang-
undang mengenai mengatur
kehidupan beragama di
Indonesia belum sepenuhnya
di jalankan oleh semua pihak,
peraturan dan undang-undang
hanya menjadi semata
wacana yang belum
sempurna karena tidak
diterapkan dalam kehidupan
nyata.
Kekuasaan antara
mayoritas dan minoritas
masih mendominasi di
seluruh daerah di Indonesia,
pemerintah daerah masih
berpihak dalam kelompok
mayoritas dan minoritas serta
negara gagal membangun
ruang komunikasi yang saling
menguatkan antara kelompok
penganut agama yang
berbeda, bagi negara
sesungguhnya selalu tersedia
ruang untuk menyelesaikan
persoalan konflik dan
kekerasan bernuansa agama
atau keyakinan dengan
memanfaatkan kearifan lokal.
KESIMPULAN
Media yang
professional menjadikan
media sebagai Public
Relation pemerintah dengan
memberitakan peran
pemerintah dalam menangani
penyelesaian persoalan
Tolikara dan Singkil hal ini
ditemukan pada pemberitaan
Kompas dan Republika yang
menampilkan kinerja aparat
keamanan dalam menyelidiki
kasus tersebut dan juga
bantuan pemerintah dalam
memperbaiki sarana dan
prasarana yang diakibatkan
oleh insiden tersebut.
Harian Kompas dalam
mengkontruksikan realitas
demokrasi dalam kasus
insiden Tolikara dan Singkil,
bukan sebagai kekerasan
beragama melainkan menilai
adanya permasalahan
kemajemukan di Tolikara dan
Singkil yang akhirnya
menjadi kesalah pahaman
dalam komunikasi diantara
kelompok masyarakat. Dan
kurangnya peran Negara
didalam permasalahan
kemajemukan ataupun
perbedaan di tengah
masyarakat, terutama
permasalahan rumah ibadah
dan kegiatan agama. Kompas
dalam setiap pemberitaannya
selalu berusaha berdiri di
tengah dengan
memperjuangkan filosofinya
yakni memperjuangkan
amanat suara hati nurani
rakyat dengan mengangkat
setiap pemberitaannya
melalui human trasendental
atau kemanusiaan.
Harian Republika
dalam mengkontruksikan
realitas demokrasi terhadap
kebebasan beragama dalam
kasus insiden Tolikara dan
Singkil, bukan karena konflik
rumah ibadah melainkan
adanya unsur perbedaan
kesenjangan dan ekonomi
diantara kelompok
masyarakat yakni pendatang
dan tempatan atau mayoritas
dan minoritas serta lemahnya
peran pemerintah daerah
dalam melihat perbedaan ini
sehingga konflik dapat
muncul di berbagai daerah.
Republika berupaya berada di
tengah walaupun harus tetap
melaksanakan ideologis
sebagai media umat Islam
dan menjadi corong suara
umat muslim dengan
menjalankan semangat untuk
membuat perdamaian disetiap
pemberitaan terutama
pemberitaan seperti
pemberitaan Tolikara dan
Singkil ini.
Harian Kompas dan
Republika, dalam setiap
pemberitaanya sebagai
media yang membawa panji
perdamaian, dalam memuat
pemberitannya memberikan
dorongan dan saran kepada
pemerintah agar dapat
menyelesaikan kasus-kasus
yang berbau SARA, karena
masih lemahnya peran
pemerintah dalam
memberikan solusi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Novel, 1999, Peradaban Komunikasi Politik, Potret Manusia Indonesia, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Altheide, L. David. 1996. Qualitative Media Analysis. California:Sage Publications.
Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Alef Theria Wasim (eds) 2005, Harmoni Kehidupan Berigama: problem,praktik dan pendidikan, Yogyakarta : oasis publisher.
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak 2006, Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Jakarta: ICCE UIN Syarif
Hidayatullah, Adian, Donny Gahral. 2006. Percik
Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.2.
Chomsky, Noam. 2006. Politik Kuasa media terjemahan dari Media Control : The Spectacular Achievements of Propaganda oleh Aan Mansyur.Edisi Revisi.
Yogyakarta:Pinus Book Publisher.
Davis, Howard dan Paul Walton. 2010. Bahasa, Citra, Media. Yogyakarta: Jalasutra.
Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, Jakarta , Gramedia
Eriyanto. 2003. Analisis Wacana Suatu Pengantar. Yogyakarta. LkiS.
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
----------.2010. Komunikasi Sebagai Wacana. Jakarta: La Tofi Enterprise.
Gorge Ritzer dan Douglas J Goodman, 2009 Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik sampai perkembangan mutahir teori sosial modern, Yogyakarta, kreasi wacana.
Guillermo O’Donnell dan Philippe C. Schmitter,Transisi Menuju Demokrasi Rangkaian Kemungkinan dan Ketidakpastian, cet. I (Jakarta: LP3ES, 1993)
Hamad, Ibnu. 2004, Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-berita Jakarta: Granit.
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, Metedologi Penelitian Sosial, Bumi Aksara Jakarta, 1998
Hardiman, F. Budi. 2007. Filsafat Fragmentaris Yogyakarta: Penerbit Kanisius.3.
Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosoph. Oxford/NewYork: Oxford University Press.4.
Jeffrey Z Rubin , Dean G Pruit dan Sung Hee Kim 1994, Sosial Conflict: Escalation,Stalemate and Settlement, united States of America : Mc Graw-Hill,inc
Jocobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, 2006.
Littlejohn, Stephen W, 1992. Theories of Human Communication. New Mexico: Wadsworth Company, Sixth Edition.
------------------------- Theories of Human Communication,9thed. Belmont: Thomson Wadsworth, 2005; reprint, Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Lubis, Akhyar Yusuf. 2006. Dekonstruksi Epistemologi Modern: Dari Posmodernisme, Teori Kritis, Poskolonialisme, Hingga Cultural Studies Jakarta: Pustaka Indonesia Satu.
McQuail, Dennis. 2000. Mass Communication Theory, London: Sage Publication.
Miles, Matthews B. Dan Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif : Buku sumber tentang metode-metode baru.Cet.1. Jakarta:UI Press.
Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communications: Rethinking and Renewal., Sage Publications
Mohtar Maso'ed, Negara, Kapital, dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999)
Moleong, J, Lexy. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remadja Karya CV
Morissan. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Mulyana, Deddy dan Solatun. 2008. Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian Kualitatif dengan Pendekatan Praktis. Bandung: Rosdakarya.
Murdock, Golding. 2006. "Redrawing the map of communication industries". Dalam M. Ferguson (ed), Public Communication, London: Sage.
Magnis-Suseno, Franz. 2005. Pijar-Pijar Filsafat: Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Muller ke Postmodernisme. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.6.
Nurtjahjo, Hendra. 2006. Filsafat Demokrasi Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Oetama, Jacob, 2001. Pers Indonesia, Jakarta: PT Kompas Gramedia Group
Severin, Werner J dan James W. tankard, Jr. 2005. Teori Komunikasi : Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta : Kencana
Sobur, Alex, (2001), Analisis Teks Media, Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Straubhaar and LaRose. 1999. Media Now, Understanding Media, Culture and Technology. Wadsworth Thomson
Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKIS.
Stef slembrauck,What is meant by discourse analysis,Belgium: Ghen University 2006
Shoemaker, Pamela J. dan Reese, Stephen D. Mediating The Message. New York, Longman Publisher : 1996.
Schudson, Michael. Discovering The News. New York: Basic Books, 1978
Rapar, J.H (1988) Seri Filsafat Politik 1; Filsafat Politik Plato. Jakarta: CV. Rajawali,
Russell, Bertrand. 1948. History of Western Philosophy and Its Connectionwith Political and Social Circumstances from the Earliest Times to the Present Day. London: George Allen and Unwin Ltd.8.
The Republic By Plato Circa 360 BCE Translated by Benjamin Jowett plato_the Republic
Sumber LainBrooks, Thom.-Knowledge and
Power in Plato's Political Thought, dalam International Journal of Philosophical Studies, Volume 14, No. 1, No.1/Maret 2006,
http://www.iep.utm.edu/p/platopol.htm12.
http://plato.stanford.edu/entries/plato-ethics-politics/#4.113.
http://www.ingentaconnect.com/content/routledg/riph/2006/00000014/000000 01/ art00003
Hady Nasution “Peranan pers dalam masyarakat demokrasi di Indonesia pada masa Orde baru dan Reformasi”Artikel diakses pada 5 Juni 2016 pukul 21.05 dari http://Shvoong.co
www.bookzz.org-6/7/2016www.SETARA Institute.orgwww.Wahid Institute.orgwww.litbangkemag.co.i
d