ISI_PROPOSAL_Penelitian Unggulan _2013.pdf
-
Upload
eli-ell-ell-nurlaeli -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
description
Transcript of ISI_PROPOSAL_Penelitian Unggulan _2013.pdf
1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang telah
dilaksanakan di Sumatera Barat1 lebih diarahkan pada pengembangan kultur
kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan Mikro
(LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif
lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan. Dalam pelaksanaan
program tersebut sangat diperlukan upaya-upaya peningkatan kualitas SDM,
mendorong partisipasi masyarakat serta identifikasi potensi dan masalah, penyusunan
rencana program dan proposal rencana pengembangan usaha sampai dengan
pelaksanaannya.
Program PEMP memfasilitasi akses masyarakat terhadap sumber permodalan,
memperkuat kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir, meningkatkan kemampuan
masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut secara
optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan serta
pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah2.
Dalam proses pelaksanaannya dibentuk beberapa organisasi sebagai wadah untuk
pengembangannya, seperti didirikannya Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir
“Mikro Mitra Mina” (LEPP-M3) sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kemitraan
1 Program PEMP yang dilaksanakan di propinsi Sumatera Barat sendiri dilaksanakan pada tahun 2001-2008 di 4 Kabupaten/Kota, yaitu Pesisir Selatan, Pasaman, Padang Pariaman dan Kota Padang. Untuk pelaksanaan PEMP tahun 2001 di Kabupaten Pesisir Selatan dilaksanakan di 3 (t iga) nagari yang terdapat di Kecamatan Ranah Pesisir, yaitu kampung Nyiur Melambai, kampung Pasir Palangai dan kampung Pasir Harapan. Setiap lokasi yang dijad ikan sasaran program PEMP dibentuk kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) yang nantinya akan memperoleh bantuan dari program tersebut (Lebih lanjut baca Zamzami, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Unisba-Akreditas B Dikt i)
2 Program PEMP bertujuan untuk (1) meningkatkan part isipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawsan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat; (2) memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung pembangunan daerah; (3) memicu usaha ekonomi p roduktif d i desa pesisir; (4) mendorong terlaksananya mekanisme manajemen pembangunan masyarakat yang partisipatif dan transparan; (5) men ingkatkan kemampuan aparat dan masyarakat pesisir dalam mengelo la pembangunan di wilayahnya; dan (6) mereduksi pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak melalui penciptaan dan peningkatan usaha ekonomi produktif secara berkesinambungan tersebut (Lebih lan jut baca Zamzami, Lucky (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBA R Unisba-Akreditas B Dikti)
2
koperasi untuk wilayah pesisir yang dibentuk oleh masyarakat lokal sendiri dan
Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai objek dari program PEMP tersebut3.
Pencapaian pembangunan daerah pesisir melalui pengembangan kelembagaan
masyarakat pesisir yang berbasis pada sumberdaya lokal dalam program PEMP
bukanlah hal yang mudah selain adanya keterbatasan dalam mengakses sumber
permodalan, persoalan lain yang muncul adalah rendahnya Sumber Daya Manusia dan
lemahnya infrastruktur kelembagaan ekonomi kerakyatan di tingkat desa/nagari pesisir.
Kondisi seperti ini membuat masyarakat pesisir semakin tertinggal dan upaya
pembangunan ekonomi masyarakat pesisir menjadi tidak mudah dilaksanakan. Padahal
sebenarnya dengan adanya penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan terbuka
peluang besar bagi masyarakat untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di
daerahnya.
Untuk itu, maka pada bagian pertama akan dilakukan kajian dan perbandingan
kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro kemitraan koperasi “Mikro
Mitra Mina sebagai lembaga ekonomi kerakyatan ditinjau dari persepsi masyarakat
pengguna program PEMP, kelembagaan dan analisis finansial, dan mencoba
menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Model Lembaga Keuangan
Mikro kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”. Pada bagian berikutnya analisis akan
lebih diarahkan untuk mengetahui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan
masyarakat pesisir yang terbentuk akibat program PEMP sehingga menjadi formulasi
program pemberdayaan oleh pemerintah pusat dan daerah dan dapat diimplementasikan
selanjutnya.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan eksplanasi dan interpretasi terhadap kinerja PEMP dengan model
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”
yang ditinjau dari analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis
kelembagaan dan finansial.
3 Zamzami, Lucky. (2011). Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBA R Unisba Bandung (Akreditasi B-Dikt i)
3
2. Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina”.
3. Membangun desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat yang
terintegrasi dengan dukungan masyarakat dan pengembangan kultur
kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah
pesisir, yang dapat diimplementasikan oleh kabupaten/kota di Sumatera Barat.
3. Urgensi Penelitian
Kajian penelitian ini memberikan beberapa sumbangan besar dalam disiplin
ilmu Antropologi, khususnya kajian antropologi maritim, pemberdayaan masyarakat
dan pembangunan partisipatif. Studi dan implementasi program PEMP yang dikaji
untuk melengkapi analisis yang sudah dilakukan oleh para sarjana lain sebelum ini.
Pertama, ingin mereview kembali penelitian-penelitian terdahulu yang terkait dengan
program PEMP pada masyarakat pesisir, terutama yang berkaitan dengan implementasi
dan pengaruh program terhadap penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan
masyarakat pesisir, sehingga dengan demikian akan diperoleh kelemahan daripada
implementasi dan pengaruh program terhadap penguatan kelembagaan ekonomi
kerakyatan masyarakat pesisir tersebut. Dengan adanya hasil review tersebut, peneliti
akan dapat menemukan penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir
yang terkendala.
Kedua, penelitian ini ingin menjelaskan kinerja PEMP dengan model Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) kemitraan koperasi “Mikro Mitra Mina” yang dibentuk oleh
masyarakat sendiri dan berkorelasi antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat pesisir. Sehingga dengan adanya penjelasan tersebut
diharapkan akan terlihat sejauh mana peranan lembaga ekonomi lokal yang telah
terbentuk dalam rangka percepatan pembangunan daerah pesisir. Ketiga, penelitian ini
berusaha mengembangkan model baru dari implementasi program PEMP terutama
dalam melihat penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir,
sehingga akan menciptakan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), penggalangan
partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis
4
sumber daya lokal dan bersifat berkesinambungan. Dengan adanya pengembangan
model tersebut nantinya dapat diterapkan di masing-masing daerah pesisir yang
disesuaikan dengan karakteristik masng-masing daerah. Pengembangan model dari
implementasi program PEMP terutama dalam melihat penguatan kelembagaan ekonomi
kerakyatan masyarakat pesisir yang dibuat merupakan master plan bagi kebijakan dalam
sektor perikanan dan kelautan.
BAB II STUDI PUSTAKA
Pada bagian ini akan dibahas beberapa konsep yang berkaitan dengan konsep
pemberdayaan masyarakat dan pembangunan daerah pesisir, kelembagaan ekonomi
kerakyatan. Konsep-konsep tersebut akan mampu memberikan eksplanasi terhadap
pengembangan model program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir dalam hal
penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan. Untuk itu agar pembahasan ini menjadi
fokus maka bagian ini akan dibagi ke dalam beberapa bagian. Pertama, akan dibahas
beberapa kajian terdahulu yang sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terkait dengan
implementasi dan pengaruh program PEMP di Indonesia. Kedua, peneliti akan
membahas konsep pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat dan pembangunan daerah
pesisir, kelembagaan ekonomi kerakyatan serta implementasinya dalam penguatan
kelembagaan ekonomi kerakyatan di era otonomi daerah.
2.1 Studi Pendahuluan Yang Relevan
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan
untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan
pengggalangan partisipasi masyarakat yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan
dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pelaksanaan program masih menghadapi sejumlah masalah, baik bersifat konseptual
maupun masalah faktual seperti lemahnya kemampuan masyarakat pesisir dalam
manajemen usaha yang disebabkan oleh tingkat pendidikan dan kewirausahaan.
Program PEMP merupakan upaya untuk menjawab persamasalahan di atas karena
melalui PEMP, masyarakat pesisir (dengan wadah kelompok) mempunyai kebebasan
untuk memilih, merencanakan dan menetapkan kegiatan ekonomi yang dibutuhkan
berdasarkan musyawarah sehingga masyarakat merasa memiliki dan bertanggung
jawanb atas pelaksanaan, pengawasan dan keberlanjutannya.
5
Penelitian tentang pelaksanaan dan dampak program PEMP terhadap
kesejahteraan masyarakat pesisir pernah dilakukan oleh Zamzami4 dalam kajiannya
tentang Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
(PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera,
Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Ada 4 kendala yang
mempengaruhi pelaksanaan dan dampak program PEMP terhadap kesejahteraan
masyarakat pesisir, yaitu prosedur yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, yaitu
verifikasi terhadap calon anggota kelompok pemanfaat dimana verifikasi yang
digunakan tidak berdasarkan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam Pedoman
Umum PEMP. Sanksi yang diberikan kepada anggota KMP yang menunggak
menimbulkan dampak yang negatif, karena sanksi yang diberikan adalah penarikan
bantuan beserta dengan jaminannya. Tidak adanya monitoring dan evaluasi dari Dinas
Kelautan dan Perikanan untuk mengetahui perkembangan kesejahteraan nelaya buruh
dan pelaksana program PEMP yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Akibat dari
tidak adanya monev tersebut maka pihak dinas tidak mengetahui masalah apa saja yang
muncul dalam program PEMP. Belum berfungsinya LEPP-M3 sebagai lembaga yang
berperan memberikan dukungan operasional bagi anggota KMP dengan memberikan
pembinaan karena dalam struktur kepengurusan LEPP-M3 yang lebih banyak berparan
adalah sekretaris yang hanya mengurus laporan kepada LEPP-M3 yang sifatnya hanya
administratif. Faktor eksternal seperti penghasilan yang tidak tetap yang dipengaruhi
faktor alam atau cuaca, kerusakan mesin bantuan dan faktor internal yaitu seperti malas
membayar karena kecewa bantuan yang diterima tidak sesuai dengan yang diminta.
Dalam penelitiannya Zamzami menemukan bahwa kemampuan Sumber Daya
Manusia yang rendah menyebabkan belum memperkuat kelembagaan ekonomi
kerakyatan yang menopang keberhasilan program tersebut sehingga program
pemberdayaan dan pembangunan partisipatif masyarakat tidak berjalan dengan
semestinya. Hal ini terlihat dari peran pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan
dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
4 Zamzami, Lucky. 2010. Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda Tahun 2010. Padang: Lembaga Penelit ian Universitas Andalas. Tidak Dipublikasikan.
6
organisasi tertinggi dalam program PEMP yang mengatasnamakan masyarakat, yaitu
LEPP-M3 yang masih belum maksimal.
Razak Miraza juga pernah melakukan penelitian tentang implementasi program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura,
Kabupaten Langkat5 dimana penelitian ini menceritakan bahwa implementasi program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dilihat dari peran Koperasi
Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina. Dari hasil penelitian yang didapat
bahwa koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan mampu memberikan permodalan
dengan tingkat suku bunga yang ringan dan dengan pinjaman yang transparan. Dalam
penelitian juga diperoleh bahwa fungsi kontrol ataupun monitoring pinjaman masih
lemah, minimnya informasi kepada anggota koperasi mengenai siapa yang berhak
menerima bantuan kredit dan keterlambatan atas pengembalian dana pinjaman yang
diperoleh oleh masyarakat.
Sedangkan dalam penelitiannya Lestari (2005) bahwa berdasarkan hasil analisis
kualitatif diketahui implementasi program PEMP belum berhasil secara maksimal,
tingkat komunikasi kurang mendukung implementasi program PEMP, kemampuan
kerja pelaksana program masing kurang baik dalam mendukung implementasi program
PEMP dan sikap kerja pelaksana program kurang baik dalam mendukung implementasi
program PEMP di lapangan. Permasalahan yang mucul dalam implementasi program
terlihat belum kuatnya kelembagaan ekonomi kerakyatan yang dimiliki oleh unit
Koperasi melalui Unit Usaha Swamitra Mina sehingga tunggakan kredit dan
penggunaan dana pinjaman menjadi persoalan yang pelik bagi penerima manfaat
program itu sendiri.
2.2 Paradigma Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Kebutuhan lain masyarakat yang selama ini tidak dipenuhi, yaitu kurang
dilibatkannya masyarakat pesisir dalam pembangunan. Keterlibatan yang dimaksudkan
di sini adalah keterlibatan secara total dalam semua aspek program pembangunan yang
menyangkut diri mereka, yaitu sejak perencanaan program, pelaksanaannya,
evaluasinya, serta perelevansiannya. Dengan kata lain, kekurangan yang dimiliki selama
5 Razak Miraza. 2009. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Skripsi S1 Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Medan. Tidak Dipublikasikan
7
ini yaitu tidak atau kurang partisipasi masyarakat dalam pembangunan diri mereka
sendiri. Padahal partisipasi itu begitu perlu karena bagaimanapun juga, dan dengan
dengan segala jenis upaya, tidak ada seorang miskinpun yang bisa keluar dari
kemiskinannya dengan bantuan orang lain, bila dia tidak membantu dirinya sendiri. Di
Sri Lanka, misalnya, pembangunan untuk mengatasi kemiskinan nelayan begitu
signifikan hasilnya karena prinsip program pembangunan yang dianut adalah helping
the poor to help themselves6.
Program pemberdayaan masyarakat telah menjadi mainstream upaya
peningkatan kesejahteraan serta pengengentasan kemiskinan. Dengan pemberdayaan
masyarakat maka pembangunan tidak mulai dari titik nadir, tetapi berawal dari sesuatu
yang sudah ada pada masyarakat. Pemberdayaan berarti apa yang telah dimiliki oleh
masyarakat adalah sumberdaya pembangunan yang perlu dikembangkan sehingga
makin nyata kegunaannya bagi masyarakat sendiri.
Paling tidak ada lima pendekatan pemberdayaan masyarakat pesisir yang baru
saja diimplementasikan. Dengan adanya kelima pendekatan ini tidak berarti bahwa
pendekatan lain tidak ada. Selama ini, baik lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan
maupun instansi pemerintah lainnya, pemerintah daerah, dan khususnya lembaga
swadaya masyarakat dalam bentuk yayasan dan koperasi telah banyak yang melakukan
kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kelima pendekatan tersebut adalah: (1) penciptaan
lapangan kerja alternatif sebagai sumber pendapatan lain bagi keluarga, (2)
mendekatkan masyarakat dengan sumber modal denganpenekanan pada penciptaan
mekanisme mendanai diri sendiri (self financing mechanism), (3) mendekatkan
masyarakat dengan sumber teknologi baru yang lebih berhasil dan berdaya guna, (4)
mendekatkan masyarakat dengan pasar, serta (5) membangun solidaritas serta aksi
kolektif di tengah masyarakat. Kelima pendekatan ini dilaksanakan dengan
memperhatikan secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan,
dan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat. Pemberdayaan masyarakat secara
khusus dan eksistensi masyarakat secara umum perlu diinternalisasikan dalam
pengembangan, perencanaan, serta pelaksanaan pengelolaan sumberdaya pesisir secara
terpadu. Beberapa aspek yang berkenan dengan masyarakat adalah kekuatan penentu
(driving forces) status dan eksistensi suatu kawasan pesisir. Kekuatan tersebut perlu
6 BOBP. (Bay of Bengal Program). 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves. A Study in People’s Partic ipation. BOBP. 182 p.
8
dilibatkan atau diperhitungkan dalam menyusun konsep pengelolaan sumberdaya secara
terpadu7.
Program PEMP ini bisa dikatakan sebagai suatu program usaha perikanan
terpadu, mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi. Keterpaduan
juga terwujud dalam hal kegiatan ekonomi produktif yang dilakukan masyarakat yang
memang tidak terfokus pada kegiatan tertentu namun tersebar ke dalam kelompok
kegiatan yang saling terkait. Demikian pula keterpaduan diwujudkan melalui pelibatan
stakeholder yang berasal dari berbagai pihak, instansi pemerintah, masyarakat dan
swasta.
2.3 Kelembagaan Ekonomi Kerakyatan Daerah Pesisir
Konsep “ekonomi kerakyatan” atau adakalanya disebut “ekonomi rakyat” yang
kini dikenal luas telah menapaki jalan panjang yang berliku. Selain Bung Hatta,
beberapa pemikir yang belakangan gencar memperkenalkan dan memperjuangkan
“ekonomi kerakyatan” antara lain adalah Mubyarto, Kwik Kian Gie, dan kemudian
meluas dalam kalangan LSM. Meski demikian, eksistensi konsep ekonomi rakyat
sebagai suatu kebijakan resmi pemerintah hingga kini timbul tenggelam karena ketidak
pastian komitmen rezim yang berkuasa.
Dari sisi etimologis, menutut Mubyarto, ekonomi rakyat bukan berasal dari dua
kata yang terpisah, yakni “ekonomi” dan “rakyat” tetapi muncul sebagai lawan dari
“ekonomi konglomerat”. Intinya, ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang berbasis
pada kekuatan rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 45 dan sila ke-4 Pancasila.
Artinya, rakyat harus berpartisipasi penuh secara demokratis dalam menentukan
kebijaksanaan ekonomi dan tidak menyerahkan begitu saja keputusan ekonomi kepada
kekuatan atau mekanisme pasar. Ukuran apakah sistem ekonomi rakyat telah dijalankan
atau tidak, terletak pada implementasinya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam
ekonomi rakyat, aturan mainnya adalah keadilan ekonomi, yaitu aturan main tentang
ikatan- ikatan ekonomi yang didasarkan pada etika. Ekonomi rakyat muncul sebagai
akibat adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat. Kegiatan ekonomi
7 Victor P.H. Nikiju luw. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu dalam Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001
9
masyarakat lapisan bawah inilah yang disebut ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat dapat
dikenal dari ciri-ciri pokoknya yang bersifat tradisional, skala usaha yang kecil, dan
kegiatan atau usaha ekonomi bersifat sekedar untuk bertahan hidup (survival).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi rakyat adalah ekonomi
partisipatif yang memberikan akses wajar dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat
dalam memperoleh input, proses produksi, distribusi, dan konsumsi tanpa ada hambatan
masuk ke pasar, serta dalam pengelolaannya menjamin kelestarian sumberdaya alam
pendukungnya8.
Lebih jauh, pengertian “jaringan ekonomi kerakyatan” adalah sistem susunan
dan hubungan antara berbagai kelembagaan ekonomi baik secara horisontal maupun
secara vertikal yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, transformasi
kelembagaan tradisional untuk memperkuat jaringan ekonomi kerakyatan di pedesaan
menyangkut transformasi dari beberapa jenis kelembagaan yang ada serta menyangkut
aspek struktur kelembagaan, tugas pokok dan fungsi yang dijalankan, serta sistem tata
hubungan antar kelembagaan baik secara horisontal maupun secara vertikal.
Kesenjangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat sulit dihilangkan,
bahkan ada kecenderungan melebar. Kesenjangan yang ada disebabkan adanya
perbedaan dalam: pemilikan sumberdaya produktif (lahan dan modal), penguasaan
teknologi, akses ke pasar dan kepada sumber-sumber informasi, keterampilan
manajemen, serta adanya dampak globalisasi ekonomi. Meskipun integrasi sistem
ekonomi tradisional ke dalam sistem ekonomi modern sudah berlangsung, namun
hasilnya menambah jurang kesenjangan yang ada. Kondisi di atas menjadikan sulitnya
melakukan transformasi dari struktur masyarakat agraris menjadi struktur yang
berdasarkan perkembangan industri dan pertanian secara seimbang9. John Commons
mengakui prinsip ekonomi neoklasik tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi
untuk mengatasinya, tetapi berbeda dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara
mencapai “harmoni” atau “keseimbangan”. Bukan dengan menyerahkannya pada
mekanisme pasar melalui persaingan (competition), tetapi melalui kerjasama
8 Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor.9 Tjondronegoro, SMP. 1999. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa. Dalam: Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
10
(cooperation) dan tindakan bersama (collective action). Diharapkan akan tercapai
keseimbangan antara pertumbuhan dalam jangka pendek di satu sisi dan aspek
pemerataan dan sustainabilitas dalam jangka panjang di sisi lain10.
Neng Kamarni pernah melalukan penelitian mengenai pengembangan
kelembagaan dan pemberdayaan rumah tangga miskin di daerah pesisir yang
dihubungkan dengan peranan modal sosial yang mengambil studi kasus rumah tangga
miskin di Kecamatan Koto IV Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa indikator variabel kelembagaan sebesar 83,67%. Hasil ini juga
didukung oleh pengujian hipotesis dimana diperoleh korelasi antara persatuan dengan
kesejahteraan masyarakat adalah signifikan. Hasil yang dicapai dari indikator variabel
adat-istiadat/budaya sebesar 91,33% berada pada taraf baik. Walaupun masyarakat
pesisir di Kec. Koto XI Tarusan memiliki taraf hidup yang kurang memadai namun
masih tetap menjunjung tinggi adat istiadanya. Hasil ini juga didukung oleh pengujian
hipotesis dimana diperoleh korelasi antara adat dan budaya dengan kesejahteraan
masyarakat adalah signifikan. Faktor trust atau kepercayaan terhadap pemimpin, baik
terhadap pemerintah maupun terhadap pemimpin informal dan juga sesama anggota
masyarakat berada pada keadaan kurang baik dengan hasil pencapaian 48,23%. Hasil ini
juga didukung oleh pengujian hipotesis dimana diperoleh korelasi antara kepercayaan
dengan kesejahteraan masyarakat adalah tidak signifikan. Kesimpulan dari hasil
pembahasan yang telah dilakukan adalah dalam mencapai pembangunan yang lebih
baik sangat diperlukan kepercayaan, baik kepercayaan diantara masyarakat, pemimpin
informal maupun terhadap pemerintah. Ketidakpercayaan dan saling mencurigai
terhadap masyarakat lain akan merugikan kedua belah pihak, karena dapat menghambat
jalannya pembangunan yang membawa dampak terhadap sosial ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat11.
2.4 Ekonomi Kerakyatan dalam Otonomi Daerah
Kebijakan pembagunan seimbang dapat mengandung makna sebagai
pembangunan yang bukan saja menitik beratkan pada pengembangan ekonomi, tetapi
juga menumpahkan perhatian yang sama pentingnya pengembangan pada aspek sosial,
10 Ibid11 Neng Kamarni. 2010. Peranan Modal Sosial Melalui Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Penelitian DIPA Unand. Tidak Dipublikasikan
11
politik dan budaya. Dalam kerangka inilah, ketika keputusan politik-ekonomi telah
diturunkan dari pusat ke pemerintah daerah di tingkat kabupaten-kota dalam legalitas
otonomi daerah, maka pengembangan ekonomi kerakyatan memperoleh lingkungan dan
harapan baru. Dengan otonomi daerah diharapkan dapat dirumuskan suatu tata ekonomi
yang khas untuk daerah tersebut, baik ideologinya, tata perilakunya, serta
kelembagaannya.
Dalam tataran operasional pelaksanaan otonomi daerah haruslah mempunyai
makna pemberdayaan rakyat baik yang menyangkut aspek ekonomi, politik (sistem
pengambilan keputusan), dan sosial (kelembagaan yang mewadainya) hingga pada
tingkat desa. Dengan mendekatkan pemerintah daerah kabupaten atau kota pada rakyat
di tingkat desa, maka pemerintah daerah akan lebih mampu untuk menilai potensi dan
kapasitas baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia yang ada di wilayahnya,
sehingga pemberdayaan ekonomi rakyat dapat dioptimalkan. Pemberdayaan rakyat dari
aspek politik juga harus mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap sistem
pengambilan keputusan pada tingkat daerah otonom. Di samping itu, pengembangan
kelembagaan di tingkat lokal haruslah didasarkan atas usaha pemberdayaan
kelembagaan lokal yang telah eksis dan diterima masyarakat, bukan merupakan
kelembagaan yang diintroduksikan dari luar. Sehingga nilai-nilai positif yang ada dalam
masyarakat dapat dijadikan energi dan kohesi sosial dalam pengembangan
kelembagaan. Dengan demikian pemberdayaan SDM dan kelembagaan lokal
dipedesaan dapat dipandang sebagai pengembangkan budaya non-material untuk
meningkatkan daya saing modal sosial (social capital) di pedesaan, yang pada
gilirannya dapat meningkatkan daya saing produk yang dihasilkan oleh masyarakat
desa. Sesuai dengan prinsip otonomi daerah, tranformasi kelembagaan perekonomian
rakyat juga akan dilakukan dalam level tersebut yang cenderung bersifat lokalitas.
Dalam konteks ini, Esman dan Uphoff (1984) dan Uphoff (1992)
mengklasifikasikan kelembagaan lokal ke dalam enam kategori, yaitu:
1. Administrasi lokal (local administration/LA), yang terdiri dari agen-agen lokal
(local agencies) dan staff pemerintah pusat yang ada di daerah (staff of central
goverment minintries), yang bertanggung jawab kepada birokrasi di pusat.
2. Pemerintah lokal (local government/LG), yang merupakan kelembagaan politik
yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan pembangunan dan bertugas
12
mengeluarkan peraturan-peraturan serta bertanggung jawab kepada pemerintah
daerah.
3. Organisasi-organisasi yang beranggotakan komunitas masyarakat (membership
organizations/MOs), yang merupakan asosiasi-asosiasi lokal yang bertujuan
untuk menolong diri sendiri.
4. Kerjasama usaha (cooperative), semacam organisasi lokal yang mempunyai
anggota dalam rangka pengelolaan sumberdaya ekonomi untuk tujuan
memperoleh keuntungan, seperti asosiasi pemasaran, gabungan kredit,
masyarakat konsumen, atau kerjasama usaha diantara produsen.
5. Organisasi-organisasi pelayanan (Service Organizations/SOs), merupakan
organisasi-organisasi lokal yang dibentuk dengan tujuan utama untuk membantu
anggota-anggota yang dapat memberikan manfaat.
6. Bisnis swasta (Private Business/PBs), yang merupakan pelaku ekonomi yang
mengoperasionalkan usahanya secara independen yang dapat bergerak pada
produksi primer, industri pengolahan, pedagang atau usaha jasa pelayanan.
Pengembangan ekonomi kerakyatan hanya dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan konfigurasi dari keenam bentuk kelembagaan di atas, yang pada
hakikatnya terdiri dari tiga bentuk kelembagaan pokok dalam masyarakat, yaitu:
komunitas, negara, dan pasar. Salah satu jalan yang dapat digunakan untuk
melakukannya adalah dengan melakukan tranformasi kelembagaan, yaitu masing-
masing kelembagaan di atas secara internal, serta tranformasi tata hubungan di antara
mereka, khususnya aspek struktur dan perilaku, agar pengembangan ekonomi di tingkat
lokal dapat berjalan. Selain melalui jalur kelembagaan, perubahan dapat pula dilakukan
dengan jalur individual. Hagen menyatakan bahwa faktor personalitas menjadi penentu
kemajuan ekonomi suatu masyarakat, sejauh pada saat yang sama sistem masyarakat
tidak menghambat secara serius perwujudan tatanilai maju yang dibawa oleh individu
masyarakat tadi12.
Secara umum, kinerja ekonomi daerah pesisir yang didominasi usaha perikanan
dan kelautan cenderung lemah yang, salah satunya diindikasikan oleh rendahnya
kapasitas kelembagaannya. Hal ini disebabkan antara lain oleh pelaksanaan program
12 Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu . Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor
13
pembangunan perikanan dan kelautan yang tidak berbasiskan kelembagaan lokal yang
telah ada, sehingga kondisinya semkain memudar. Introduksi kelembagaan dari luar
yang terasa asing bagi masyarakat berimplikasi kepada lemahnya partisipasi masyarakat
dalam kelembagaan tersebut. Akibatnya, partisipasi masyarakat secara keseluruhan
lemah dalam aktfitas pembangunan.
Kelembagaan ekonomi di daerah pesisir yang dibentuk dari nilai-nilai tradisional
memiliki akses yang kecil terhadap kelembagaan modern, sehingga interaksi antar
kelembagaan rendah. Karena itulah, tranformasi kelembagaan tradisional menjadi suatu
yang esensial, demi tercapainya sinergi otpimum dalam aktivitas jaringan ekonomi di
tingkat lokal. Usaha tranformasi perikanan dan kelautan tradisional ke arah perikanan
dan kelautan modern, yang merupakan perubahan perilaku, tidak hanya melalui
perubahan struktur tapi juga menyangkut perubahan berbagai aspek abstrak yang
membentuk perilaku tersebut, yaitu berupa perubahan sistem nilai, norma, orientasi,
tujuan, dan lain- lain. Disisi lain, kebijakan otonomisasi daerah yang dimulai tahun 2001
saat ini baru sampai pada bagaimana struktur dan tata hubungan pemerintahan tingkat II
dengan struktur di atasnya. Lebih jauh dari itu, yaitu bagaimana tata hubungannya ke
bawah, baik dari sisi sosial, ekonomi maupun politik tampaknya masih kurang. Tataran
ini menjadi penting dirumuskan, khususnya dalam konteks pengembangan ekonomi
kerakyatan yang tentunya akan sangat spesifik lokal. Bagaimana masyarakat lokal ikut
terlibat dalam memaknai (mengisi) otonomi daerah tersebut, khususnya untuk
kepentingan ekonominya sendiri, masih merupakan bidang yang perlu ditemukan model
pengembangannya.
Upaya penguatan jaringan ekonomi kerakyatan di daerah pesisir perlu dipandang
sebagai suatu keharusan, dimana penguatannya merupakan salah satu titik perhatian dari
studi kelembagaan. Membangun kelembagaan untuk memperkuat jaringan ekonomi
kerakyatan di daerah pesisir yang berbasis sumberdaya perikanan dan kelautan setempat
adalah juga berarti mengembangkan budaya non-material untuk meningkatkan daya
saing modal sosial (social capital) di daerah pesisir. Dari kacamata ekonomi, penguatan
kelembagaan daerah pesisir harus mempunyai makna peningkatan daya saing ekonomi
perikanan dan kelautan di daerah pesisir.
Tujuan program PEMP adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan
14
Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan
usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan
berkesinambungan untuk menciptakan sistem produksi serta pengelolaan sumberdaya
perikanan yang menjamin kelangsungan ketersediaan sumberdaya serta kelangsungan
usaha perikanan yang berbasis masyarakat. PEMP memiliki 4 kegiatan utama yaitu: (1)
Pengembangan lembaga keuangan mikro di tingkat masyarakat yang bernama lembaga
Mikro Mitra Mina (M3). Lembaga ini pada awalnya adalah lembaga informal yang
didirikan sendiri oleh masyarakat serta dijalankan atau diorganisir oleh mereka sendiri.
(2) Pengembangan usaha ekonomi produktif oleh kelompok pemanfaat yang merupakan
kelompok-kelompok kecil yang memiliki kesamaan usaha, aspirasi dan tujuan. Kegiatan
ekonomi produktif yang dilakukan tentu saja berdasarkan atas potensi sumberdaya alam
yang tersedia, peluang pasar, kemampuan dan penguasaan teknologi oleh masyarakat,
serta dukungan adat dan budaya. Bentuk-bentuk kegiatan ekonomi produktif meliputi
usaha budidaya ikan, penangkapan ikan, pengolahan ikan, pemasaran ikan, serta usaha
jasa yang mendukung seperti perbengkelan atau penyediaan sarana produksi lainnya. (3)
Pelatihan dan pengembangan kapasitas kelembagaan masyarakat lokal. Kegiatan ini
dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat menjalankan program yang dilaksanakan.
Agenda pelatihan lebih banyak bermuatan non-teknis seperti peningkatan motivasi,
kerjasama kelompok, serta bagaimana merumuskan masalah dan menyampaikan
pendapatan secara tertulis maupun tidak tertulis. (4) Pengembangan model
pemberdayaan pasca program yang diarahkan pada pengembangan jaringan usaha
antara masyarakat sasaran dengan kelompok lain, LSM, swasta, serta pemerintah
daerah.
BAB III PETA JALAN PENELITIAN
3.1 Kegiatan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya
Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan serangkaian kegiatan penelitian
yang telah didahului oleh penelitian-penelitian berskala kecil dalam artian lokus dan
cakupan penelitian masih terbatas kepada salah satu daerah yang ada di Sumatera Barat.
Untuk itu penelitian yang telah dilakukan tentang budaya lokal teknologi penangkapan
ikan pada masyarakat nelayan dan juga pelaksanaan beserta dampak program PEMP
15
terhadap kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan penelitian yang baru di danai oleh
Skim Penelitian Dosen Muda DIPA Univeritas Andalas. Namun dapat disyukuri juga
walapun skim yang mendanai tergolong kecil, akan tetapi tulisan-tulisan tentang kondisi
sosial ekonomi masyarakat nelayan, pelaksanaan dan dampak program PEMP ini juga
sudah dimuat di artikel ilmiah nasional, baik dalam jurnal yang terakreditasi (Jurnal
MIMBAR Unisba Akreditasi B-Dikti) ataupun jurnal yang belum terakreditasi (jurnal
FENOMENA DPPM UII, Yogyakarta). Selain itu, topik tentang paradigma
pemberdayaan masyarakat pesisir ini juga pernah diseminarkan dalam acara Konferensi
Internasional di Yogyakarta dan Malaysia pada tahun 2009.
16
Diagram III.1
Roadmap Penelitian terdahulu
.
Penelitian 1
Eksplanasi dan interprestasi proses
dari program PEMP yang dija lankan
pemerintah, dalam hal in i DKP
Analisa faktor-faktor penghambat dalam men jalankan program PEMP selama pelaksanaannya pada masyarakat pesisir
Mengkonseptualiasikan program
pembangunan masyarakat
berdasarkan konsep
pemberdayaan berbasis
komunitas lokal yang tidak melupakan aspek pemberdayaan
masyarakat dilihat dari aspek
sosial dan budaya.
Roap Map / Model
Penelitian tahun II Menguji Model
Eksplanasi dan interpretasi terhadap kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari analisis
persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelembagaan dan finansial
Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga Keuangan
Mikro (LKM)
Membuat Peta penelit ian perjalanan dan
perkembangan model pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir dengan dukungan masyarakat dan
pengembangan kultur kewirausahaan
(entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan
daerah pesisir
Desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan
ekonomi kerakyatan dalam mendukung pembangunan daerah pesisir di Sumatera
Barat
17
3.2 Kegiatan penelitian yang direncanakan dalam Penelitian ini
Tahun pelaksanaan Fokus penelitian Output yang dihasilkan
Tahun I40%
Eksplanasi dan inter-pretasi terhadap kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelemba-gaan dan finansial.
Desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat
pesisir yang memberikan gambaran kepada masing-masing daerah khususnya
di Sumatera Barat terhadap kebijakan
perikanan dan kelautanyang ada di masing-
masing daerah.
Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sehingga model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir didukung oleh masyarakat dalam pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah pesisir
Tahun II60%
Eksplanasi dan interprestasi terhadap desain pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatanmasyarakat pesisir yang telah dibuat untuk diimplementasikan .
Model pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat
yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing
daerah
Menguji pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat guna menciptakan suatu kebijakan yang dapat
Roadmap pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat
dalam mencapai paradigma pemberdayaan
18
dirumuskan dengan baik sehingga melahirkan sua-tu kebijakan yang baik pula.
sosial ekonomi masyarakat yang
berkualitas sehingga tercipta kesejahteraan ekonomi masyarakat
pesisir.
BAB IV MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat secara keilmuan, mengaplikasikan atau menerapkan teori ilmu
Antropologi Maritim, khususnya kajian-kajian pemberdayaan masyarakat dan
pembangunan partisipatif dalam penelitian-penelitian ilmu sosial sehingga dapat
dijadikan sebagai bahan kajian untuk melaksanakan riset atau penelitian selanjutnya
serta pengembangan untuk artikel ilmiah dalam jurnal akreditasi, baik nasional
maupun internasional dan bahan Buku Ajar Pembangunan Masyarakat Desa dan
Antropologi Maritim.
2. Manfaat praktisnya dalam memecahkan masalah stategis yang berskala nasional
adalah yaitu ada pemecahan masalah dan solusi baru bagi Pemerintah pusat dan
daerah, (khususnya oleh Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat
jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ) ketika memberikan kewenangan
kepada daerah dalam mengelola program pemberdayaan ekonomi masyarakat
pesisir. Pengelolaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di daerah
diharapkan akan meningkatkan kualitas pembangunan fisik dan mental masyarakat
pesisir sehingga perlu adanya pengembangan model yang tepat dalam mendisain
model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan
ekonomi kerakyatan yang telah dilaksanakan sebelumnya sehingga akan mampu
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat pesisir.
3. Dapat menjadi acuan dan pedoman oleh pemerintah kabupaten dan kota khususnya
Departemen Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil yang ada di Indonesia dalam mengembangkan model terbaru
dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan
kelembagaan ekonomi kerakyatan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah
pesisir masing-masing.
19
BAB V METODE PENELITIAN
5.1 Pendekatan Penelitian
Pada hakekatnya penelitian sosial merupakan suatu upaya untuk
mengungkapkan fenomena sosial tertentu dan pembentukan kesimpulan teoritis tentang
jalin-menjalinnya gejala atau fenomena sosial tersebut, seperti juga pengembangan
model Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir melalui penguatan
kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam mendukung pembangunan daerah pesisir di
Sumatera Barat
Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif digunakan
metode deskriptif interpretatif13. Pilihan terhadap pendekatan kualitatif ini di dasarkan
pada rumusan dan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini14. Oleh karena
luasnya cakupan dan teknik dalam pendekatan kualitatif, maka penelitian ini cenderung
menggunakan teknik penelitian grounded theory. Teknik grounded theory ini
memungkinkan peneliti mengkaji secara mendalam apa yang terjadi. Berdasarkan
fenomena yang diteliti, teknik ini mampu membuat model kategorisasi, proposisi dan
dalil yang ditemukan guna mengembangkan konsep-konsep baru15.
5.2. Jenis dan Sumber Data
Untuk memberi penjelasan yang rinci terhadap masalah yang diteliti, perlu
dikumpulkan data dari berbagai sumber Data primer yaitu data yang diperoleh melalui
wawancara mendalam (indepth interview) dengan informan dan dari hasil pengamatan
yang dilakukan dilapangan terhadap fenomena-fenomena empiris yang terjadi berkaitan
dengan pelaksanaan PEMP terhadap masyarakat pesisir. Sedangkan data sekunder, yaitu
data yang diperoleh sudah diolah, seperti dokumen-dokumen tertulis dan studi
kepustakaan. Data sekunder yang dibutuhkan merupakan data mengenai gambaran
umum atau deskripsi wilayah penelitian yang dalam hal ini meliputi: (a) Keadaan
lingkungan dan keadaan demografis, (b) keadaan ekonomi dan keadaan Sosial Budaya.
13 Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed), (1994), Handbook of Qualitative Research , USA: Sage Publicat ions hal 26614 Lawrence Neu man, W. (1997), Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon hal 15-1815 Earl Babbie, 1983. The Practice of Social Research . Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Baca juga Lawrence Neuman, W. (1997), Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon, Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed), (1994), Handbook of Qualitative Research , USA: Sage Publications
20
Sedangkan data sekunder lainnya yang dijadikan acuan adalah data-data yang
didokumentasikan dalam bentuk pedoman PEMP dan data lain yang terdokumentasikan
yang terkait dengan pencapaian maksud dari penelitian yang dilakukan ini.
5.3 Unit Analisis dan Pemilihan Informan
Unit analisis yang dipakai dalam penelitian ini adalah (1) Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) “Mikro Mitra Mina” yang dibentuk oleh masyarakat lokal sendiri yang
berwenang dalam implementasi program PEMP terutama penguatan kelembagaan
ekonomi kerakyatan dalam masyarakat sehingga memberikan kemudahan-kemudahan
ekonomis kepada masyarakat; (2) Keluarga-keluarga penerima manfaat dari program
PEMP yang berkaitan dengan penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam
masyarakat. Dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) akan didapatkan data tentang
pelaksanaan program PEMP selama ini yang sudah atau sedang berjalan. Sedangkan
untuk pengambilan informan dilakukan secara purposive sampling dan Snowball
sampling. Oleh karena penelitian ini ingin menemukenali pengembangan model
program PEMP melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan dalam
masyarakat, maka penggunaan teknik ini dianggap sesuai dengan tujuan penelitian.
Informan penelitian dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan kedudukan mereka
dalam Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan penerima manfaat program PEMP.
Dengan demikian jumlah informan pada akhirnya sangat ditentukan oleh orang-orang
yang akan dijadikan informan. Untuk tokoh masyarakat (wali nagari/wali kampung)
yang nantinya akan memberikan penjelasan tambahan tentang pelaksanaan program
PEMP selama ini maka proses penarikan informan dilakukan dengan menggunakan
teknik snowball dan berakhir hingga pada titik jenuh tertentu dengan ditemukannya
suatu pola yang berulang atas jawaban dari pertanyaan yang diajukan ke informan
tersebut.
5.4 Tehnik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang valid dan reliabel maka dipilihlah tehnik yang
tepat dan benar. Menurut Vredenbregt16, teknik umum yang digunakan dalam studi
kasus adalah observasi langsung, observasi partisipasi dan wawancara bebas. Tetapi
16 Vredenbregt, (1983), Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramed ia hal 72-90
21
dalam penelitian ini digunakan tehnik wawancara bebas (interview) sebagai tehnik
umum dengan maksud untuk menjaga data primer yang relevan terhadap setiap variabel
penelitian maka wawancara yang akan dilakukan didasarkan pada pedoman wawancara
yang berisikan pertanyaan terbuka (open ended question), dengan demikian diharapkan
informan akan dapat menjawab dengan leluasa dan bebas dalam memberikan berbagai
alternatif jawaban.
Langkah-langkah mengumpulkan/memperoleh data di lapangan atau lokasi
penelitian digunakan tehnik:
1. Observasi, merupakan suatu pengamatan yang sistimatis yang bersifat fisik
maupun non fisik dengan menggunakan indera atau nalar, terutama dalam
mengamati dan menafsirkan gejala – gejala yang akan berhubungan dengan
objek penelitian.
2. Wawancara (Interview). Dalam tehnik ini menempatkan informan sebagai guru
dan peneliti sebagai murid. Informan adalah warga negara yang mengungkapkan
sistem pengetahuan lokal milik masyarakatnya. Maka wawancara yang
mendalam menjadi sangat penting karena validitasnya terletak pada pedoman
wawancara akan mencakup (1) pertanyaan deskriptif (2) pertanyaan komparatif
dan (3) pertanyaan analisis. Tahapan wawancara dilakukan pada beberapa
informan yang dinilai mampu memberikan informasi mengenai permasalahan
yang akan diteliti yang dipilih secara purposive sampling sesuai dengan daerah
penelitian yang dipilih yaitu: Bupati/Walikota, Kepala Departemen Kelautan dan
Perikanan melalui Direktorat jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Pengurus LKM “Mikro Mitra Mina”, penerima manfaat program PEMP (KMP)
dan Tokoh Masyarakat di daerah.
3. Telaah Dokumen dan Studi Kepustakaan, tehnik ini mengumpulkan data
yang diperoleh melalui bahan yang tertulis seperti dokumen-dokumen yang
berupa pedoman PEMP, dan ataupun literatur berupa buku, jurnal dan makalah-
makalah seminar yang membahas tentang hal itu.
5.5 Lokasi dan Batasan Penelitian
Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Propinsi Sumatera Barat khususnya
di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten Agam sebagai daerah pesisir yang
22
telah memiliki kelembagaan ekonomi kerakyatan yang telah mengakar dalam
masyarakat, namun dalam pelaksanaannya bahwa dalam implementasi program PEMP
selalu menghadapi hambatan-hambatan terutama peranan lembaga ekonomi yang belum
maksimal dan belum memiliki kualitas manajemen usaha sehingga setiap daerah
kabupaten/kota memiliki penerapannya masing-masing. Adapun batasan penelitian
dikarenakan luasnya aspek model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, maka
dalam penelitian ini akan membatasi dengan hanya melihat penguatan kelembagaan
ekonomi kerakyatan berdasarkan pengembangan model pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir tersebut.
5.6 Tahapan Penelitian
Untuk menggambarkan tahapan penelitian tersebut dapat dilihat kerangka
berikut ini:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
5.7 Triangulasi Data
Salah satu permasalahan dalam penelitian ilmu sosial adalah bagaimana tetap
menjaga reliabilitas dari data yang diperoleh sebagai bahan analisis. Untuk itu
Penyamaan persepsi tim peneliti
Pembuatan dan uji instrumen penelitian
Pengembangan model PEMP(Metode Grounded Theory)
Pembuatan desain pengembangan model PEMP melalui penguatan
kelembagaan sosial ekonomi (Metode Kualitatif Deskriptif)
Analisis data kualitatif(Draft laporan awal)
Seminar hasil penelitian
Pelaporan dan rekomendasi kebijakan
23
penelitian ini menggunakan teknik triangulasi data agar validitas dan reliabilitas
terhadap data yang diperoleh tercapai.
5.8 Tehnik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif yang digunakan
untuk menjelaskan berbagai hal yang terkait dengan implementasi program
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir yang selama ini diterapkan di di daerah
pesisir kabupaten/kota di Sumatera Barat. Analisis dilakukan berdasarkan pandangan-
pandangan informan (emik) yang sudah divalidasi dengan menggunakan metode
triangulasi data. Kesimpulan dari analisis yang dilakukan terkait pada gabungan data
yang didapat dari informan (emik) dan interpretasi peneliti (etic) terhadap data lapangan
tersebut. Data-data sudah dianalisis tersebut disusun dalam satuan-satuan yang
dikategorikan untuk lebih mudah di coding serta mengadakan pemeriksaan keabsahan
data yang selanjutnya dilengkapi dengan data analisis statistik deskriptif guna penulisan
laporan 17.
BAB VI. INDIKATOR CAPAIAN TAHUNAN
Indikator capaian penelitian yang akan ditelurkan per tahun sesuai tahapan
penelitian yang direncanakan adalah:
(1) Indikator Capaian Program, yaitu (a) secara eksplanasi dan interpretasi terhadap
kinerja PEMP dengan model Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang ditinjau dari
analisis persepsi masyarakat pengguna program, analisis kelembagaan dan
finansial. (b) Menganalisis korelasi deskriptif antara program PEMP terhadap
tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir menggunakan model
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sehingga model pemberdayaan ekonomi
masyarakat pesisir didukung oleh masyarakat dalam pengembangan kultur
kewirausahaan (entrepreneurship) untuk pencapaian pembangunan daerah pesisir.
(c) Menguji pengembangan model pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
melalui penguatan kelembagaan ekonomi kerakyatan masyarakat guna menciptakan
17 Matthew B Miles And Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. (Tjmhn), Jakarta: UI Press, 1992, hal. 16
24
suatu kebijakan yang dapat dirumuskan dengan baik sehingga melahirkan suatu
kebijakan yang baik pula.
(2) Indikator Input Kegiatan adalah desain dan roadmap pengembangan model
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan
ekonomi kerakyatan masyarakat pesisir yang memberikan gambaran kepada
masing-masing daerah khususnya di Sumatera Barat terhadap kebijakan perikanan
dan kelautan yang ada di masing-masing daerah
(3) Indikator Output Kegiatan adalah pengembangan untuk artikel ilmiah dalam jurnal
akreditasi, baik nasional maupun internasional dan bahan Buku Ajar Pembangunan
Masyarakat Desa dan Antropologi Maritim.
DAFTAR PUSTAKA
BOBP. (Bay of Bengal Program). 1990. Helping Fisherfolk to Help Themselves. A Study in People’s Participation. BOBP.
Denzim Norman K. and Yvonna S. Lincoln (ed).1994. Handbook of Qualitative Research. USA: Sage Publications.
Earl Babbie, 1983. The Practice of Social Research. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.
Lawrence Neuman, W. 1997. Social Research Methods: Qualitative and quantitative approaches. London: Allyn and Bacon.
Matthew B Miles And Michael Huberman.1992. Analisis Data Kualitatif. (Tjmhn), Jakarta: UI Press.
Neng Kamarni. 2010. Peranan Modal Sosial Melalui Pengembangan Kelembagaan dan Pemberdayaan Rumah Tangga Miskin di Daerah Pesisir. Penelitian DIPA Unand. Tidak Dipublikasikan
Razak Miraza. 2009. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Skripsi S1 Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU. Medan. Tidak Dipublikasikan
Saptana, Dkk. 2003. Transformasi Kelembagaan Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan Di Pedesaan: Studi Kasus di Propinsi Bali dan Bengkulu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, DEPTAN, Bogor.
Tjondronegoro, SMP. 1999. Revolusi Hijau dan Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa. Dalam: Keping-Keping Sosiologi dari Pedesaan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Vredenbregt. 1983. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia.Victor P.H. Nikijuluw. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta
Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu dalam Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir
25
Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata, Bogor, 29 Oktober 2001.
Zamzami, Lucky. 2011. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Amping Perak, Sumatera Barat dalam Jurnal MIMBAR Volume XXVII, No. 1 (Juni 2011) ISSN 0215-8172, Hal. 1-124, Bandung: Unisba
Zamzami, Lucky. 2010. Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) pada Masyarakat Nelayan Buruh di Nagari Ampiang Perak, Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. Laporan Akhir Penelitian Dosen Muda Tahun 2010. Padang: Lembaga Penelitian Universitas Andalas. Tidak Dipublikasikan.
BAB VI REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN
4.1. Rekapitulasi Anggaran Tahun 2013 dan Tahun 2014
No Uraian Kegiatan Biaya yang Diusulkan (Rp x 1000)
Tahun 1 Tahun 21 Gaji dan Upah 15.000.000,- 15.000.000,-2 Bahan/Perangkat Penunjang 17.500.000,- 17.500.000,-3 Seminar/Perjalanan 10.000.000,- 10.000.000,-4 Pengolahan data, Laporan, Publikasi
Jurnal7.500.000,- 7.500.000,-
Total Biaya 50.000.000,- 50.000.000,-
Total Pembiayaan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi tahun 2013 dan 2014 adalah
sebesar Rp. 50.000.000,- + Rp. 50.000.000,- = Rp. 100.000.000,- Terbilang ( Seratus
Juta Rupiah)
26
JADWAL KEGIATAN
NoKEGIATAN /
PENANGGUNG JAWABBulan
1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Eksplorasi Situasi dan Peninjauan Lokasi Penelitian
2. Penyusunan Instrumen dan Daftar Pertanyaan
3. Penentuan Informan dan Pemilihan Sampel Penelitian
4. Pengambilan Data Primer dan Sekunder: Kualitatif
5. Analisis Tahap I: data kualitatif
6. Verifikasi Prototipe
7. Analisis Tahap II: data kualitatif
8. Diskusi Terbatas Hasil sementara penelitian
9. Proses Rancang Bangun Model
10 Analisis Akhir dan Penulisan Laporan Akhir
11. Penggandaan laporan dan pengiriman
LAMPIRAN 2.
I. Justifikasi Anggaran Penelitian
Anggaran penelitian yang diajukan bertujuan untuk membiayai seluruh kegiatan
yang dilaksanakan di beberapa lokasi penelitian yang berjarak cukup jauh dari pusat
kota Padang. Pembiayaan kegiatan dengan jelas mencakup adanya gaji/upah,
bahan/Perangkat Penunjang, perjalanan dan pengolahan data, Laporan, Publikasi dalam
jurnal dan juga menghadiri seminar, pendaftaran HKI dan lain-lain. Alasan pengajuan biaya
disesuaikan dengan kegiatan penelitian se lama1-2 tahun.
27
Rincian Anggaran Tahun 2013
1. Gaji dan Upah
No Pelaksana Jumlah Personil
Upah (Rp/Jam)
Jumlah Minggu
(10 bulan)
Total Biaya (Rp)
1 Periset Utama 1 75.000,-/jam 40 minggu 3.000.000,-2 Anggota Peneliti 2 50.000,-/jam 40 minggu 4.000.000,-3 Pembantu Peneliti/
Tenaga Pendukung 5 40.000,-/jam 40 minggu 8.000.000,-
JUMLAH BIAYA 15.000.000,-
2. Bahan/Perangkat PenunjangNo Nama Bahan Volume Biaya Satuan
(Rp)Biaya (Rp)
1 Flash Disk 9 buah 100.000 900.000,-2 Book Note 18 buah 15.000 270.000,-5 Tas Lapangan 9 buah 300.000 2.700.000,-6 MP4 9 buah 500.000 4.500.000,-7 Kertas HVS 10 rim 30.000 300.000,-8 Pena/Pensil/Penghapus (kotak) 1/1/1 buah 100.000 100.000,-9 Tinta Printer Laser 3 buah 600.000 1.800.000,-10 Film (dokumentasi data) 1 paket 330.000 330.000,-11 Akomodasi pengumpulan data
lapangan1 paket 3.500.000 3.500.000,-
12 Konsumsi 1 paket 2.000.000 1.000.000,-13 Cuci Cetak Film 1 paket 700.000 700.000,-
JUMLAH BIAYA 17.500.000,-
3. Seminar/Perjalanan
No Kota/Tempat Tujuan Volume Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
1 Sewa Kendaraan untuk pengumpulan data primer dan sekundera. Sewa Mobil (bulan/Unit)b. Beli Bensin (bulan/liter)
2/12/450
3.000.0005.000
6.000.0004.000.000
JUMLAH BIAYA 10.000.000
4. Pengolahan data, Laporan, Publikasi Jurnal
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
1 Perizinan 1 paket 500.000 500.000,-2 Perbanyak Laporan 15 buah 100.000 1.500.000,-
28
3 Biaya Komunikasi 9 300.000 2.700.000,-4 Publikasi 2 jurnal 1.000.000 2.000.000,-5 Fotocopy data 1 paket 200.000 200.000,-6 Seminar / Diskusi Hasil 1 paket 500.000 500.000,-
JUMLAH BIAYA 7.500.000,-
Rincian Anggaran Tahun 2014
1. Gaji dan Upah
No Pelaksana Jumlah Personil
Upah (Rp/Jam)
Jumlah Minggu
(10 bulan)
Total Biaya (Rp)
1 Periset Utama 1 75.000,-/jam 40 minggu 3.000.000,-2 Anggota Peneliti 2 50.000,-/jam 40 minggu 4.000.000,-3 Pembantu Peneliti/
Tenaga Pendukung 5 40.000,-/jam 40 minggu 8.000.000,-
JUMLAH BIAYA 15.000.000,-
2. Bahan/Perangkat Penunjang
No Nama Bahan Volume Biaya Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
1 Flash Disk 9 buah 100.000 900.000,-2 Book Note 18 buah 15.000 270.000,-5 Tas Lapangan 9 buah 300.000 2.700.000,-6 MP4 9 buah 500.000 4.500.000,-7 Kertas HVS 10 rim 30.000 300.000,-8 Pena/Pensil/Penghapus (kotak) 1/1/1 buah 100.000 100.000,-9 Tinta Printer Laser 3 buah 600.000 1.800.000,-10 Film (dokumentasi data) 1 paket 330.000 330.000,-11 Akomodasi pengumpulan data
lapangan1 paket 3.500.000 3.500.000,-
12 Konsumsi 1 paket 2.000.000 1.000.000,-13 Cuci Cetak Film 1 paket 700.000 700.000,-
JUMLAH BIAYA 17.500.000,-
3. Seminar/Perjalanan
No Kota/Tempat Tujuan Volume Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
1 Sewa Kendaraan untuk pengumpulan data primer dan sekunderc. Sewa Mobil (bulan/Unit)d. Beli Bensin (bulan/liter)
2/12/450
3.000.0005.000
6.000.0004.000.000
JUMLAH BIAYA 10.000.000
29
4. Pengolahan data, Laporan, Publikasi Jurnal
No Uraian Kegiatan Volume Biaya Satuan (Rp)
Total Biaya (Rp)
1 Perizinan 1 paket 500.000 500.000,-2 Perbanyak Laporan 15 buah 100.000 1.500.000,-3 Biaya Komunikasi 9 300.000 2.700.000,-4 Publikasi 2 jurnal 1.000.000 2.000.000,-5 Fotocopy data 1 paket 200.000 200.000,-6 Seminar / Diskusi Hasil 1 paket 500.000 500.000,-
JUMLAH BIAYA 7.500.000,-
Dukungan dana penelitian bagi para peneliti utama, baik dari dalam maupun luar
negeri termasuk dana yang sedang berjalan dijelaskan tidak ada. Untuk publikasi
ilmiah dari hasil penelitian tersebut berdasarkan kepada usulan yang sedang
direncanakan atau dalam taraf persiapan.
2. Dukungan Sarana dan Prasarana Penelitian
Penelitian unggulan perguruan tinggi bercorak penelitian sosial sehingga tidak
ada sarana fisik yang dimiliki untuk menunjang penelitian ini.
3. Susunan Organisasi Tim Peneliti Dan Pembagian Tugas
No. Nama NIDN AlokasiWaktu
(jam/minggu)
Uraian Tugas
1 Dra. Ermayanti, M.Si 0014016310 18 Mengkoordinir Penelitian, Pengumpul Data
2 Neng Kamarni, S.E, M.Si 0027067106 18 Pengumpul Data
3 Lucky Zamzami, S.Sos, M.Soc.Sc 0005057808 18 Pengumpul Data
4. Nota kesepahaman / MOU dari mitra / stake holders
Nota kesepahaman / MOU dari mitra / stake holders tidak ada