Isi

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu dan 10% dalam bentuk lain seperti tauco, kecap dan lain-lain. Akan tetapi, belakangan ini pasokan kedelai yang ada tidak bisa memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan tempe. Kondisi ini memaksa pemerintah untuk mengimpor kedelai guna memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya harga tempe dipasaran menjadi mahal. Beberapa waktu yang lalu keberadaan tempe ini menjadi langka. Perlu adanya suatu inovasi dalam pembuatan tempe dengan menggunakan bahan baku lain guna memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia akan makanan yang disebut tempe ini. Nangka merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah beriklim topis. Tanaman ini berasal dari India bagian selatan kemudian menyebar ke darerah tropis lainnya termasuk Indonesia. Di Indonesia, tanaman nangka ini dapat tumbuh hampir disetiap daerah. Selama ini buah nangka hanya dimanfaatkan

description

isi

Transcript of Isi

Page 1: Isi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara produsen tempe terbesar di dunia dan

menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi

kedelai di Indonesia dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu dan 10%

dalam bentuk lain seperti tauco, kecap dan lain-lain. Akan tetapi,

belakangan ini pasokan kedelai yang ada tidak bisa memenuhi kebutuhan

bahan baku industri pengolahan tempe. Kondisi ini memaksa pemerintah

untuk mengimpor kedelai guna memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya

harga tempe dipasaran menjadi mahal. Beberapa waktu yang lalu

keberadaan tempe ini menjadi langka.

Perlu adanya suatu inovasi dalam pembuatan tempe dengan

menggunakan bahan baku lain guna memenuhi kebutuhan masyarakat

Indonesia akan makanan yang disebut tempe ini. Nangka merupakan salah

satu tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah beriklim topis. Tanaman

ini berasal dari India bagian selatan kemudian menyebar ke darerah tropis

lainnya termasuk Indonesia. Di Indonesia, tanaman nangka ini dapat

tumbuh hampir disetiap daerah. Selama ini buah nangka hanya

dimanfaatkan buahnya saja, sedangkan bijinya sering terbuang walaupun

masih ada sebagian kecil masyarakat yang menjadikan biji nangka ini

sebagai makanan. Namun dalam pengolahannya biji nangka lebih sering

hanya direbus atau digoreng sebagai camilan. Di dalam biji nangka

terdapat kandungan gizi yang baik untuk tubuh terutama protein. Oleh

karena itu biji nangka ini bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku alternatif

untuk pembuatan tempe. Metode pembuatan tempe biji nangka ini tidak

jauh berbeda dengan metode pembuatan tempe dari kedelai. Tempe Biji

Nangka merupakan suatu inovasi dalam pembuatan tempe dengan bahan

baku biji nangka yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk

mengatasi permasalahan industri dalam memenuhi kebutuhan masyarakat

akan tempe.

Page 2: Isi

2

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah biji nangka (beton) dapat diolah menjadi tempe?

2. Bagaimana cara mengolah biji nangka dapat menjadi tempe?

3. Berapa berat optimal ragi yang digunakan dalam pembuatan tempe dari

biji nangka?

4. Berapa lama waktu optimum fermentasi dalam pembuatan tempe dari

biji nangka?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh berat ragi dan waktu fermentasi pada pembuatan

tempe dari biji nangka.

2. Mengetahui kondisi optimum pada pembuatan tempe dari biji nangka.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan adalah :

1. Dapat memberikan informasi dan solusi kepada masyarakat bahwa

tempe tidak hanya bisa dibuat dengan menggunakan kedelai tetapi ada

bahan lain yang dapat digunakan yaitu biji nangka.

Page 3: Isi

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tempe

Tempe merupakan salah satu produk fermentasi tradisional yang

cukup terkenal dan merupakan sumber protein nabati yang sangat

potensial bagi penduduk khususnya Indonesia. Menurut SNI No. 01-

3144-1992 tempe didefinisikan sebagai produk makanan hasil

fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berbentuk padatan

kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-

abuan. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe

menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai,

menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak

dapat disimpan lama, karena tempe hanya tahan selama 2 x 24 jam dan

lewat masa itu kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh

bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk

(Sarwono, 2005).

Menurut Hidayat (2008), selain jenis tempe kedelai ada jenis tempe

yang lain, yakni tempe leguminosa non kedelai dan tempe non

leguminosa. Tempe leguminosa non kedelai diantaranya adalah tempe

benguk, tempe kecipir, tempe kedelai hitam, tempe lamtoro, tempe

kacang hijau, tempe kacang merah dan lain-lain. Sedangkan jenis

tempe non leguminosa diantaranya adalah tempe gandum, tempe

sorghum, tempe campuran beras dan kedelai, tempe ampas tahu, tempe

bongkrek, tempe ampas kacang, tempe tela dan lain-lain.

Menurut Kasmidjo (1990) tempe yang baik harus memenuhi syarat

mutu secara fisik maupun kimiawi. Tempe dikatakan memiliki mutu

fisik jika tempe itu memenuhi ciri-ciri tertentu. Ciri-ciri tersebut

adalah:

a. Warna Putih

Warna putih ini disebabkan adanya miselia kapang yang tumbuh

pada permukaan biji kedelai.

Page 4: Isi

4

b. Tekstur Tempe Kompak

Tempe yang baik mempunyai bentuk kompak yang terikat oleh

miselium sehingga terlihat berwarna putih dan bila diiris terlihat

keeping kedelainya (Lestari, 2005).

c. Aroma dan Rasa Khas Tempe

Aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya

degradasi komponen-komponen dalam tempe selama

berlangsungnya proses fermentasi.

Syarat mutu tempe yang berlaku di Indonesia berdasarkan SNI 01-3144-2009,

seperti tercantum pada table berikut :

Tabel 2.1 Syarat Mutu Tempe

Sedangkan untuk komposisi kimia tempe seperti yang tercantum dalam tabel

berikut:

Page 5: Isi

5

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Tempe

2.2 Biji Nangka

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan salah satu

jenis tanaman buah tropis yang multifungsi dan dapat ditanam di

daerah tropis pada ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut yang

berasal dari India Selatan. Buah nangka banyak mengandung gizi

cukup tinggi dan berkhasiat sebagai obat anti kanker dan mencegah

sembelit.

Saat ini, pemanfaatan nangka masih terbatas sehingga masyarakat

hanya mengkonsumsi daging buahnya saja dan keberadaan biji nangka

sendiri belum banyak dimanfaatkan atau dibuang begitu saja sebagai

limbah.

Biji nangka di daerah Jawa biasanya disebut beton. Biji ini

berbentuk bulat lonjong sampai jorong agak gepeng, panjang 2-4 cm,

berturut-turut tertutup oleh kulit biji yang tipis coklat seperti kulit,

endokarp yang liat keras keputihan, dan eksokarp yang lunak. Keping

bijinya tidak setangkup.

Manfaat biji nangka ini yaitu membantu mengurangi rasa gelisah

atau ketegangan, berkhasiat menyembuhkan mual-mual atau sembelit,

dapat mengurangi ketidakstabilan sistem pencernaan, sumber protein,

dan kaya akan gizi. Zat-zat yang terkandung dalam biji nangka yaitu

Page 6: Isi

6

karbohidrat kompleks, serat makanan, vitamin seperti A, B dan C, dan

mineral seperti kalsium, seng dan fosfor.

Komposisi kimia dari biji nangka seperti yang tercantum dalam

tabel berikut :

Tabel 2.3 Kandungan Gizi dalam 100 g Biji NangkaKomponen Kandungan

Karbohidrat

Protein

Lemak

Energi

Fosfor

Kalsium

Besi

Air

36,7 g

4,2 g

0,1 g

165 cal

200 mg

33 mg

1 mg

56,7 g

Sumber: Astawan, 2007; Fairus dkk., 2010

2.3 Rhizophus oligosporus

Rhizopus oligosporus merupakan kapang dari filum Zygomycota

yang banyak menghasilkan enzim protease. R. oligosporus banyak

ditemui di tanah, buah, dan sayuran yang membusuk, serta roti yang

sudah lama. R. oligosporus termasuk dalam Zygomycota yang sering

dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari proses fermentasi kacang

kedelai, karena R. oligosporus yang menghasilkan enzim fitase yang

memecah filtrat membuat komponen makro pada kedelai dipecah

menjadi komponen mikro sehingga tempe lebih mudah dicerna dan zat

gizinya lebih mudah terserap tubuh. Fungi ini juga dapat

memfermentasi substrat lain, memproduksi enzim. dan mengolah

limbah. Salah satu enzim yang diproduksi tersebut adalah dari

golongan protease.

Page 7: Isi

7

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian sains tentang inovasi baru dalam

proses pembuatan tempe berbahan dasar beton (biji nangka) serta penelitian

yang bergerak untuk menguji kandungan gizi tempe yang dibuat.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Waktu fermentasi

2. Perbandingan ragi tempe

3.3 Teknik Pengumpulan Data

1. Studi pustaka, yaitu penggunaan literatur (buku, internet, narasumber, dll).

2. Eksperimen yaitu memberikan perlakuan terhadap obyek yang diteliti.

Faktornya adalah lamanya waktu proses fermentasi dan perbandingan ragi

tempe. Data dianalisis dilihat dari hasil parameter uji.

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

I. Bahan

a. Biji nangka (beton)

b. Ragi tempe

c. Daun pisang dan koran

II. Alat

a. Panci

b. Dandang

c. Pisau

d. Baskom

e. Tanpah

f. Serbet

Page 8: Isi

8

Metode penelitian yang akan dilakukan meliputi beberapa tahap, yaitu:

I. Tahap Persiapan

a. 100 gram biji nangka dicuci dengan air bersih terlebih dahulu untuk

menghilangkan kotoran.

b. Biji nangka direbus selama 15 menit untuk menghilangkan getahnya.

c. Biji nangka direndam dalam air selama 24 biji nangka direbus selama

15 menit untuk menghilangkan getahnya.

d. Biji nangka direndam dalam air selama 24 jam.

II. Tahap Pembuatan

a. Setelah 24 jam direndam, biji nangka dicuci kembali hingga bersih di

air yang mengalir.

b. Biji nangka dikupas kulitnya hingga bersih dan dipotong kira-kira

ukurannya sama seperti kedelai kemudian dicuci kembali.

c. Biji nangka yang sudah bersih tadi, dikukus selama 45 menit.

d. Biji nangka yang sudah matang ditiriskan dan dibiarkan dingin terlebih

dahulu.

e. Setelah tiris dan dingin biji nangka diberi ragi yang telah divariasikan

(1 gram, 1,5 gram, 2 gram, 2,5 gram, 3 gram).

f. Biji nangka yang sudah diberi ragi kemudian dibungkus menggunakan

daun pisang dan koran lalu difermentasi sesuai dengan waktu yang

sudah divariasikan (24 jam, 36 jam, 48 jam, 60 jam, 72 jam).

III. Tahap Analisis Produk

Untuk mengetahui kualitas produk dilakukan analisis meliputi :

a. Analisa Organoleptik

Dilakukan untuk tempe mentah dan tempe yang dimasak. Dari segi

warna, aroma, rasa, dan tekstur.

b. Analisa Kadar air

Dua gram bahan yang telah dihaluskan lalu ditimbang dengan botol

yang sudah diketahui beratnya. Setelah itu dikeringkan dalam oven

selama 3-4 jam pada suhu 100 0C, kemudian dimasukkan kedalam

eksikator dan ditimbang. Perlakuan diulang hingga mencapai berat

konstan.

Page 9: Isi

9

c. Analisa Kadar Protein

Untuk menentukan kadar protein pada tempe biji nangka

digunakan metode Kjeldahl. Dasar perhitungan penentuan protein

menurut Kjeldahl adalah hasil penelitian dan pengamatan yang

menyatakan bahwa pada umumnya protein alamiah mengandung unsur

N rata-rata 16% (dalam protein murni). Apabila jumlah unsur N dalam

bahan makanan telah diketahui maka jumlah protein dapat

diperhitungkan.

- Tahap destruksi : Protein dilarutkan dalam asam sulfat pekat

yang dipanasi.

- Tahap destilasi : Ammonium sulfat direaksikan dengan

NaOH kemudian didestilasi

- Tahap titrasi : Kelebihan H2SO4 dititrasi dengan NaOH 0,1 N.

- Perhitungan : % Nitrogen x factor biji-bijian = 6,25 setara

dengan selisih pemakaian NaOH dengan contoh dan blanko (tanpa

contoh) adalah persen protein dalam contoh.

d. Analisa Kadar Serat

Di dalam analisis penentuan kadar serat diperhitungkan banyaknya

zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dengan

kondisi tertentu. Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis kadar

serat yaitu:

1. Deffatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam

TEBINA menggunakan pelarut lemak.

2. Digestion, terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan

pelarutan dengan basa. Kedua proses digesti ini dilakukan dalam

keadaan tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat

mungkin dihilangkan dari pengaruh suhu luar. Penyaringan harus

dilakukan setelah digestion selesai, karena penundaan penyaringan

dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisis akibat terjadi

perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai.

Page 10: Isi

10

e. Uji Untuk Cek Kelayakan/Ketahanan

Uji kelayakan produk ini dilihat dari kondisi tempe biji nangka

setelah diolah yaitu dengan dipotong/disayat dan digoreng.

Page 11: Isi

11

DAFTAR PUSTAKA

Adnan M. 1987. Aktivitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Pusat Antar

Universitas Ilmu Pangan dan Gizi. UGM: Yogyakarta.

Astawan, M. (2007). Nangka Sehatkan Mata,

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutri

ion&y=cybermed|0|0|6|414(diakses 10 Nopember 2015 jam

16.00 WIB)

Effendi, Supli. 2009. Teknologi Pengolahan dan Pengawetan Makanan. Alfabeta:

Jakarta

Fairus, S., Haryono, Miranthi, A., dan Apriyanto, A. (2010). Pengaruh

Konsentrasi HCl dan Waktu Hidrolisis terhadap Perolehan

Glukosa yang Dihasilkan dari Pati Biji Nangka, Prosiding

Seminar Nasional Teknik Kimia ‘Kejuangan’ UPN Veteran

Yogyakarta.

Hayati, S. (2009). Pengaruh Waktu Fermen-tasi terhadap Kualitas Tempe Dari

Biji Nangka (Artocarpus hetero-phyllus) dan Penentuan Kadar

Zat Gizinya, Skripsi, Departemen Kimia, FMIPA, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, (1997), Prosedur Analisa Bahan Makanan

dan Pertanian, Edisi keempat, Liberty, Yogyakarta.