ISI referat

25
BAB I PENDAHULUAN 1. 1.Latar Belakang Meningitis adalah suatu penyakit dengan adanya infeksi selaput meningen. Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, viral, parasit, jamur. 1,2 Meningitis bakterial akut merupakan infeksi selaput meningen oleh bakteri, sering terjadi pada neonatus dan anak-anak. Infeksi ini menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pada anak-anak di seluruh dunia. 1,2,3 Pada negara berkembang, 95% kasus meningitis bakterial akut disebabkan oleh meningokokus dan pneumokokous pada anak- anak. Meningitis meningokokus dan pneumokokus terjadi pada 2,5 persen per 100.000 anak berusia di bawah lima tahun per tahun. 1 Menurut studi pustaka oleh Yogev dan Guzman, etiologi meningitis bakterial pada anak-anak adalah Haemophilus influenza type b, Streptokokus pneumoniae, Neisseria meningiditis, dan golongan Streptokokus β hemolitikus. 3 Streptokokus pneumoniae subtipe 80 adalah penyebab terjadinya meningitis pneumokokus sedangkan Neisseria meningiditis subtipe A, B, C, Y, W-135 adalah penyebab terjadinya meningitis meningokokus. 4,5 Anak-anak berusia kurang dari satu tahun dengan meningitis bakterial memberikan gambaran klinis yang nonspesifik seperti demam, hipermi, letargi, iritabel dan asupan gizi yang buruk. Selain hal itu, terdapat gejala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan inflamasi meningeal. 2 1

Transcript of ISI referat

Page 1: ISI referat

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Meningitis adalah suatu penyakit dengan adanya infeksi selaput meningen.

Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, viral, parasit, jamur.1,2 Meningitis bakterial

akut merupakan infeksi selaput meningen oleh bakteri, sering terjadi pada neonatus

dan anak-anak. Infeksi ini menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas pada

anak-anak di seluruh dunia.1,2,3

Pada negara berkembang, 95% kasus meningitis bakterial akut disebabkan

oleh meningokokus dan pneumokokous pada anak-anak. Meningitis meningokokus

dan pneumokokus terjadi pada 2,5 persen per 100.000 anak berusia di bawah lima

tahun per tahun.1

Menurut studi pustaka oleh Yogev dan Guzman, etiologi meningitis bakterial

pada anak-anak adalah Haemophilus influenza type b, Streptokokus pneumoniae,

Neisseria meningiditis, dan golongan Streptokokus β hemolitikus.3 Streptokokus

pneumoniae subtipe 80 adalah penyebab terjadinya meningitis pneumokokus

sedangkan Neisseria meningiditis subtipe A, B, C, Y, W-135 adalah penyebab

terjadinya meningitis meningokokus.4,5

Anak-anak berusia kurang dari satu tahun dengan meningitis bakterial

memberikan gambaran klinis yang nonspesifik seperti demam, hipermi, letargi,

iritabel dan asupan gizi yang buruk. Selain hal itu, terdapat gejala dan tanda

peningkatan tekanan intrakranial dan inflamasi meningeal.2

Dalam menegakkan diagnosis meningitis bakterial, berdasarkan dari tanda-

tanda klinis dan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium

(pemeriksaan cairan serebrospinal dan darah), pemeriksaan CT Scan kranial dan

pemeriksaan PCR cairan serebrospinal.4

Pilihan antibiotik untuk terapi tergantung pada bakteri yang menginfeksi

meningen. Terapi awal untuk meningitis bakterial adalah terapi empiris pada sebagia

besar kasus meningtis, namun tidak menutup kemungkinan pemberian terapi sesuai

dengan bakteri untuk setiap kelompok usia dan tingkat resistensi antibiotik lokal.

Pemilihan antibiotik harus memiliki aktivitas bakterisidal di dalam cairan

serebrospinal.1,4

1

Page 2: ISI referat

1. 2. Rumusan masalah

2. 1. Kurangnya kepekaan dalam mengenali tanda dan gejala dari meningitis

bakterial

2. 2. Penanganan kegawatdaruratan kasus meningitis bakterial

1. 3. Tujuan penulisan referat

3. 1. Untuk mengetahui gejala awal (klinis) serta pendekatan diagnosis dari

meningitis bakterial

3. 2. Untuk mengtahui tatalaksana definitif dan kegawatdaruratan pada meningitis

bakterial

3. 3. Untuk memenuhi salah satu syarat kepaniteraan ilmu kesehatan anak

2

Page 3: ISI referat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Definisi meningitis baterial

Meningitis adalah inflamasi meningen atau selaput otak. Meningitis dapat

disebabkan oleh bakteri, virus, fungi maupun parasit. Meningitis bakterial merupakan

inflamasi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri. Penting untuk mengetahui

etiologi dari meningitis karena tingkat keparahan dan tatalaksana dari masing-masing

penyebab berbeda.6

2. 2. Epidemiologi meningitis bakterial

Faktor risiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap

patogen spesifik yang lemah yang terkait dengan umur muda. Risiko tambahan adalah

kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat (rumah, daycare centre, sekolah,

asrama tentara) dengan individu yang menderita penyakit invasif akibat Neisseria

meningitidis dan Haemophilus influenzae tipe b, penuh sesak, kemiskinan, ras kulit

hitam, jenis kelamin laki-laki. Cara penyebaran dari kontak orang ke orang melalui

sekresi atau tetesan saluran pernapasan (droplet). Risiko terbesar pada bayi antara usia

1-12 bulan; 95% kasus terjadi antara usia 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat

terjadi pada setiap usia.1 Insidens meningitis di Amerika Serikat sekitar 2 sampai 10

kasus per 100.000 populasi pertahun. Insidens paling besar terjadi pada populasi anak,

dengan tingkat serangan (attack rate) pada neonatus sekitar 400 per 100.000,

dibandingkan pada dewasa 1 sampai 2 per 100.000, dan 20 per 100.000 pada anak

usia dibawah 2 tahun.7

Agen penyebab meningitis bervariasi tergantung dari usia penderita. Pada bayi

dibawah usia 3 bulan penyebab tersering adalah E.coli, Listeria dan Streptokokus

grup B. Pada anak usia 3 bulan – 18 tahun penyebab tersering adalah S.pneumoniae

dan N.meningitidis. Dalam dekade terakhir ini mikrobiologi dari meningitis

bakterialis di Amerika Serikat telah beribah drastis akibat pengenalan vaksin

Haemophilus influenza.8

3

Page 4: ISI referat

Tabel 1. Penyebab umum meningitis bakterialis di Amerika Serikat8

2. 3. Etiologi meningitis bakterial

Berbagai agen infeksius dapat menyebabkan terjadinya meningitis, termasuk

bakteri, virus, jamur, dan parasit. Kebanyakan patogen spesifik untuk kelompok umur

tertentu, tergantung musim, letak geografi, dan keadaan umum penderita. Di negara-

negara maju, meningokokus dan pneumokokus merupakan penyebab 95% kasus

meningitis bakterialis akut pada anak-anak. Meningitis karena meningokokus dan

pneumokokus timbul dengan insidens pertahun sekitar 4 sampai 5 per 100.000 anak

usia kurang dari 5 tahun. Streptokokus grup B hingga kini masih merupakan bakteri

patogen terbanyak yang menyebabkan meningitis pada neonatus.2,9

Gambar 1. Agen patogen meningitis bakterial di Amerika Serikat sesuai kelompok

usia2

4

Page 5: ISI referat

2. 4. Patofisiologi meningitis bakterial

Bakteri yang umumnya menyebabkan meningitis adalah inhabitan di

nasofaring namun faktor predisposisi seperti infeksi saluran napas bagian atas harus

ada sebelum bakteri beredar dalam darah. Meningitis bakterialis juga dapat muncul

akibat infeksi telinga, gigi atau paraspinal (akibat trauma atau neurosurgery yang

merusak barrier anatomis).10

Gambar 2. Anatomi sistem saraf pusat7

Bakteri masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus choroideus atau area

dengan perubahan sawar darah otak. Bakteri bermultiplikasi di ruang subarachnoid.

Bakteri atau toksinnya berfungsi sebagai iritan dan menyebabkan reaksi inflamasi di

meninges (piamater dan arachnoid), cairan serebrospinal dan ventrikel. Pembuluh

darah meningeal mengalami perubahan, menjadi hiperemis dan peningkatan

permeabilitas vaskular (vasogenic cerebral edema). Neutrofil bermigrasi ke dalam

ruang subarachnoid, memproduksi eksudat yang mengentalkan cairan serebrospinal

dan mengganggu aliran cairan serebrospinal yang normal di sekitar otak dan sumsum

tulang belakang (cytotoxic cerebral edema).10

Eksudat memiliki potensi untuk mengobstruksi vili arachnoid dan

menyebabkan hidrosefalus serta edema interstitial (interstitial cerebral edema).

Jumlah eksudat purulen meningkat dengan cepat (terutama di sekitar basis otak)

menyebabkan inflamasi lebih lanjut. Eksudat akan menyebar ke selubung saraf

kranial, spinal dan ke ruang perivaskular dari korteks. Sel meningeal menjadi edema.

Eksudat dan edema vasogenik meningkatkan tekanan intrakranial. Arteri, vena kecil

5

Page 6: ISI referat

dan sedang serta plexus choroideus mengalami perubahan akibat inflamasi dan

menjadi tersumbat, mengganggu aliran darah dan berpotensi menyebabkan

thrombosis. Infeksi sekunder dapat muncul di otak.10

Gambar 3. Patofisiologi meningitis bakterial11

2. 5 Manifestasi klinis meningitis bakterial

Mulainya meningitis akut mempunyai dua pola dominan. Muncul tiba-tiba dan

manifestasi yang berkembang cepat berupa syok, purpura, disseminated intravascular

coagulation (DIC) dan penurunan kesadaran yang sering berakhir pada koma atau

kematian dalam 24 jam. Meningitis, sering didahului oleh demam dan gejala saluran

napas atas atau gastrointestinal beberapa hari sebelumnya, diikuti oleh tanda

nosnspesifik dari infeksi sistem saraf pusat seperti letargi dan iritabel.1

Tanda-tanda nonspesifik seperti demam (90-95%), anoreksia, gejala infeksi

saluran napas atas, mialgia, arthralgia, ataksia, takikardi, hipotensi dan tanda-tanda

kulit (petekie, purpura atau ruam macular eritematosa).1,2

Iritasi meningeal tampak sebagai kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski sign,

fotofobia. Pada beberapa anak terutama usia dibawah 12-18 bulan, Kernig dan

Brudzinski sign bisa tidak muncul. Tanda neurologis berupa penurunan kesadaran,

cranial nerves palsies, deficit neurologis fokal (hemiparesis, hemiplegia, ataksia) dan

6

Page 7: ISI referat

kejang. Kenaikan tekanan intrakranial ditandai dengan nyeri kepala, muntah, fontanel

cembung atau diastasis (pelebaran) sutura, paralisis saraf okulomotor (anisokor,

ptosis) atau abdusens, hipertensi dengan bradikardi, apnea dan hiperventilasi, sikap

dekortikasi atau deserebrasi, stupor, koma atau tanda-tanda herniasi. Tanda-tanda

neurologis fokal seperti neuropati cranial saraf okuler, okulomotorius, abdusen,

fasialis dan auditorius juga dapat karena radang setempat. Keseluruhan sekitar 10-

20% anak dengan meningitis bakterialis mempunyai tanda-tanda setempat. Kejang

karena serebritis, infark atau gangguan elektrolit ditemukan pada 20-30% penderita

dengan meningitis. Manifestasi tambahan meningitis adalah tache cérébrale yang

diperoleh dengan mengusap kulit dengan objek tumpul dan mengamati corengan

merah yang muncul dalam 30-60 detik.1,12

2. 6. Diagnosis meningitis bakterial

Untuk penegakan diagnosis meningitis bakterial akut, tidak cukup hanya

berdasarkan tanda dan gejala yang mengarah ke proses patologis dari mengingeal atau

intrakranial. Karena terdapat beberapa penyakit yang memiliki tanda dan gejala yang

serupa sehingga untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan penunjang

seperti pemeriksaan cairan serebrospinal (lumbal pungsi).5

Penegakan diagnosis dan penatalaksaan secara dini dapat mengurangi angka

kematian serta kecacatan dari kasus ini. Oleh karena itu, ahli medis harus segera

melakukan lumbal pungsi pada anak yang memiliki riwayat anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang mendukung ke arah diagnosis. Kecuali jika terdapat

kontraindikasi dari tindakan seperti peningkatan tekanan intrakranial, uncorrected

coagulopathy, dan terdapat gangguan kardiopulmoner.2

Jika ada pasien yang memiliki tanda peningkatan tekanan intrakranial, lumbal

pungsi ditunda hingga dilakukan pemeriksaan CT Scan. Hasil dari CT Scan yang

normal belum tentu menyingkirkan adanya peningkatan tekanan intrakranial dan bila

hasil CT scan terdapat kelainan, maka lumbal pungsi ditunda dan terapi antimikrobial

dapat langsung dimulai.2

Dalam pemeriksaan cairan serebrospinal, beberapa komponen yang penting

adalah differential count, konsentrasi glukosa, dan protein. Komponen ini

dinterpretasi berdasarkan usia, karena terdapat perbedaan nilai normal yang signifikan

antara dewasa dan infant.2

7

Page 8: ISI referat

Meningitis bakterial memiliki karakteristik seperti cairan serebrospinal

pleositosis dimana WBC biasanya > 1000/mcL, dengan predominansi leukosit PMN.

Konsentrasi glukosa biasanya setengah dari glukosa dalam darah dan kadar protein

lebih besar dari 1 g/dL.2

Angka normal cairan serebrospinal pada anak usia 3 bulan atau lebih tua

adalah kurang dari 6 WBCs/mm3. Sembilan puluh lima persen anak yang lebih tua

dari 3 bulan tidak memiliki leukosit PMN di cairan serebrospinal. Jika terdapat

leukosit PMN maka dapat dikatakan sebagai suatu bentuk abnormalitas. Protein pada

cairan serebrospinal harus diukur karena pada meningitis bakterial, nilai protein

biasanya meningkat dan konsentrasi glukosa pada cairan serebrospinal harus

dibandingkan dengan konsentrasi glukosa dalam darah. Pada pasien dengan bakteria

meningitis, penurunan dari glukosa cairan serebrospinal dan ratio antara serebrospinal

dengan glukosa darah (sekitar 66%) adalah acuannya.2

Tabel 2. Analisis cairan serebrospinal2

Serum elektrolit perlu diukur karena SIADH (syndrome of inappropriate

antidiuretic hormone) sering terjadi pada meningitis bakterial walaupun hiponatremia

tercatat hanya terjadi pada 35% kasus. Leukopenia, trombositopenia dan koagulopati

dapat terjadi di infeksi meningococcal dan rickettsial. Pemeriksaan leukosit periferal

pada pneumococcal meningitis dan viral meningitis biasanya masih dalam range

normal namun pada beberapa kasus, terdapat peningkatan.1,2

Kultur cairan serebrospinal merupakan gold standard untuk penegakan

diagnosis meningitis bakterial. Data yang didapat dari kultur cairan serebrospinal

8

Page 9: ISI referat

penting untuk menentukan terapi yang adekuat serta identifikasi bakteri patogen

spesifik. Pemeriksaan penunjang lainnya dilakukan tergantung dari manifestasi klinis

keadaan pasien dan karakteristik dari pemeriksaan cairan serebrospinal.2

Gambar 2. Algoritma suspek meningitis bakterial2

2. 7. Tatalaksana meningitis bakterial

A. Terapi empiris meningitis bakterial

1. Kultur cairan serebrospinal

Kultur cairan serebrospinal dilakukan sebelum terapi antibiotik empiris

diberikan. Pada pasien dengan kontraindikasi prosedur pungsi lumbal dapat

dilakukan terapi antibiotik empiris terlebih dahulu. Setelah keadaan pasien

stabil, pungsi lumbal dapat dilakukan kemudian dilakukan kultur. Apabila

terdapat pertumbuhan bakteri setelah pemberian antibiotik empiris maka

9

Page 10: ISI referat

antibiotik harus diganti sesuai dengan hasil kultur. Sedangkan bila tidak

terdapat pertumbuhan bakteri, pemberian antibiotik empiris dilanjutkan hingga

7 sampai 10 hari.1

2. Antibiotik empiris

Pengobatan antibiotik sesuai dengan bakteri terisalasi. Vancomycin

adalah antibiotik empiris yang terpilih karena banyaknya bakteri

S.pneumoniae yang resisten terhadap antibiotik β-lactam. S. pneumoniae, N.

meningitidis, and H. influenzae type b sensitif terhadap Ceftriaxone dan

Cefotaxime (Cephalosporin golongan 3). Chloramphenicol (100 mg/kg/hari,

q6h) diberikan kepada pasien yang berumur lebih dari satu bulan dan alergi

terhadap antibiotik β-lactam.1

Tabel 2. Antibiotik yang spesifik untuk golongan usia tertentu1

Antibiotik

NEONATUS

0–7 hari 8–28 hari Infant dan Anak

Amikacin 15–20 mg/kg/hari

(q12h)

20–30 mg/kg/hari

(q8h)

20–30 mg/kg/hari

(q8h)

Ampicillin 200–300 mg/kg/hari

(q8h)

300 mg/kg/hari (q4h)

atau (q6h)

300 mg/kg/hari q4–

6h

Cefotaxime 100 mg/kg/hari

(q12h)

150–200 mg/kg/hari

(q8h) atau (q6h)

200–300 mg/kg/hari

(q8h) atau (q6h)

Ceftriaxone — — 100 mg/kg/hari

(q12h) atau q24h

Ceftazidime 150 mg/kg/hari

(q12h)

150 mg/kg/hari (q8h) 150 mg/kg/hari (q8h)

Gentamicin 5 mg/kg/hari (q12h) 7.5 mg/kg/hari (q8h) 7.5 mg/kg/hari (q8h)

10

Page 11: ISI referat

Antibiotik

NEONATUS

0–7 hari 8–28 hari Infant dan Anak

Meropenem — — 120 mg/kg/hari (q8h)

Nafcillin 100–150 mg/kg/hari

(q8h) atau (q12h)

150–200 mg/kg/hari

(q8h) atau (q6h)

150–200 mg/kg/hari

(q4h) atau (q6h)

Penicillin G 250,000–450,000

U/kg/hari (q8h)

450,000 U/kg/hari

(q6h)

450,000 U/kg/hari

(q4h) atau (q6h)

Rifampin — — 20 mg/kg/hari (q12h)

Tobramycin 5 mg/kg/hari (q12h) 7.5 mg/kg/hari (q8h) 7.5 mg/kg/hari (q8h)

Vancomycin 30 mg/kg/hari (q12h) 30–45 mg/kg/hari

(q8h)

60 mg/kg/hari (q6h)

B. Terapi definitif meningitis bakterial

Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur cairan serebrospinal, yaitu:1

1. Meningitis S. pneumoniae tanpa komplikasi yang sensitif terhadap penicillin

dapat diberikan Cephalosporin generasi ketiga atau Penicillin IV (400,000

U/kg/hari, dapat diberikan 4-6 kali/ hari, selama 10-14 hari.

2. Meningitis S. pneumoniae yang resisten terhadap Penicillin dan Cephalosporin

generasi ketiga dapat diberikan vancomycin selama 10-14 hari.

3. Meningitis N. Meningitidis tanpa komplikasi dapat diberikan Penicillin IV

(400,000 U/kg/hari, diberikan 4-6 kali/ hari, selama 5-7 hari.

4. Meningitis H. influenzae type b tanpa komplikasi dapat diberikan

Cephalosporin generasi ketiga selama 7-10 hari.

5. Meningitis E.coli atau P. aeruginosa (Gram negatif) dapat diberikan

Cephalosporin generasi ketiga selama 2-10 hari lalu dilanjutkan selama 2-3

11

Page 12: ISI referat

minggu setelah kultur cairan serebrospinal tidak ditemukan pertumbuhan

(steril).

C. Terapi suportif meningitis bakterial

1. Terapi cairan

Pemberian terapi cairan terdiri dari dua jenis yaitu restriksi cairan dan

cairan rumatan. Restriksi cairan dilakukan karena terjadi SIADH (syndrome of

inapropiate antidiuretic hormone) pada meningitis bakterial yang mengurangi

pengeluaran cairan dari tubuh melalui urin. Sedangkan pemberian cairan

rumatan diberikan dengan alasan untuk menjaga perfusi jaringan tetap terjaga.

Menurut penelitian Baumer et al., ditemukan tidak ada perbedaan

mortalitas yang bermakna antara restriksi cairan dan pemberian cairan

rumatan. Masing-masing cara pemberian cairan memiliki efek samping.

Restriksi cairan dapat mengakibatkan hipotensi, hiponatremia, dan syok.

Sedangkan pemberian cairan maintenance atau berlebih dapat memperparah

edema serebri.13 Oleh karena itu monitoring tanda-tanda vital, urine output,

pemeriksaan neurologis, dan elektrolit serum harus rutin dilakukan.1

2. Kortikosteroid

Pada meningitis bakterial, terdapat pembentukan sitokin dan mediator

inflamasi yang berlebih pada ruang subarachnoid karena lisis bakteri dan sel,

hal ini menyebabkan edema dan peningkatan infiltrasi netrofil. Hal ini

memperburuk keadaan neurologis pada pasien. Deksametason via intravena

(0,15 mg/kg/dosis dalam 4 dosis/ hari) diberikan selama dua hari. Periode

terbaik pemberian kortikosteroid adalah 1-2 jam sebelum pemberian

antibiotik. Pada pasien dengan meningitis karena H. Influinzae hasil yang

didapat adalah periode demam yang lebih singkat, protein cairan serebrospinal

yang lebih rendah, dan menurunnya gangguan pendengaran.1,14

D. Terapi kagawatdaruratan meningitis bakterial

1. Airway management and mechanical ventilation

Intubasi, ventilator, dan posisi (kepala menghadap ke depan dan

dinaikkan hingga 30o) untuk menjaga PaCO2 tetap pada 30–35 mm Hg.

Hiperventilasi ringan (tidak kurang dari 25 mmHg) dapat mengurangi TIK

karena vasokonstriksi pembuluh darah di otak.1

12

Page 13: ISI referat

2. Evaluasi kardiovaskular

Bila terjadi perfusi yang menurun (syok) lakukan resusitasi cairan,

setelah stabil, lakukan restriksi cairan. Restriksi cairan mengurangi

hipervolemia dan mencegah efek SIADH yang menimbulkan hiponatremia.

Monitoring diuresis dan elektrolit serum harus dilakukan. Gunakan dopamin

atau epinefrin bila diperlukan.1

3. Pembedahan saraf

Peningkatan TIK, hipertensi, bradikardia, respirasi ireguler, penekanan

nervus kranial III dan VI.1

4. Peningkatan tekanan intrakranial

Ditandai dengan kesadaran somnolen, stupor, koma karena

peningkatan TIK menyebabkan perfusi jaringan otak berkurang. Sedasi untuk

meminimalkan gerakan pasien dengan infus intermittent atau kontinu

Benzodiazepine, golongan narkotika, atau muscle relaxant (Vecuronium).

Pemberian diuretik seperti Mannitol (0,25-0,5 g/kg/dosis) atau Furosemide

juga berguna untuk mengurangi TIK.1

5. Barbiturat-induced coma dengan monitor ketat EEG

Pasien diinduksi dengan Barbiturat sehingga pasien koma. Hal ini

dilakukan bila kejang tidak dapat ditangani dengan diazepam dan fenitoin.

Barbiturat-induced coma dilakukan karena menurunkan metabolisme yang

terjadi di cerebral dan menurunkan TIK dapat terjadi hipotensi dan turun

cardiac output yang perlu bantuan obat-obat inotropik.1

13

Page 14: ISI referat

Gambar 3. Algoritma tatalaksana untuk bayi dan anak-anak dengan suspek meningitis

bakterial15

2. 8. Komplikasi dari meningitis bakterial

A. Syok

Komplikasi sistemik meningitis sering terjadi pada anak-anak dengan

meningitis bakterial. Hal ini mengakibatkan sekitar 70% anak-anak yang

menderita meningitis membutuhkan resusitasi cairan selama evaluasi awal dan

stabilisasi. Resusitasi dapat menggunakan cairan Lactated Ringer atau Normal

Saline.2

B. Kejang dan komplikasi fokal

Komplikasi neurologi dari meningitis bakterial seharusnya diantisipasi.

Komplikasi neurologi yang sering terjadi seperti gangguan kesadaran, kejang,

peningkatan tekanan intrakranial, efusi subdural, dan defisit neurologi fokal.

Dampak neurologi yang diderita pasien bermanifestasi seperti palsi saraf kranial,

monoparesis, hemiparesis, defek lapangan pandang, afasia dan ataksia. Pada

defisit neurologi memiliki konsekuensi terhadap trauma vaskular.2

Kejang terjadi pada 20-30% anak-anak dengan meningitis bakterial,

dengan tipe general dan terjadi dalam 72 jam. Kejang yang berdurasi lebih dari 72

jam lebih memiliki tipe kejang fokal. Ketika seorang anak mengalami kejang

fokal, defisit neurologi fokal atau adanya tanda dan gejala peningkatan tekanan

intrakranial, maka indikasi dilakukan CT Scan kepala sebelum dilakukan pungsi

lumbal. Indikasi lain untuk dilakukan CT Scan kepala adalah trauma kepala,

adanya coma dan meningitis rekuren (berulang). Pemberian antibiotik tidak boleh

ditunda dalam keadaan seperti ini. Selain CT Scan kepala, dapat dipertimbangkan

menggunakan MRI apabila meningitis dengan komplikasi dan adanya defisit

neurologi atau kejang fokal atau terhadap pasien yang tidak memberikan respon

postitif terhadap pengobatan yang telah diberikan.2

Edema serebral merupakan suatu komplikasi dari penyakit meningitis

bakterial yang disebabkan oleh mekanisme yang megakibatkan terjadinya

peningkatan cairan intrakranial. Edema serebral dan peningkatan tekanan

intrakranial menyebabkan tanda dan gejala yang bervariasi daari sakit kepala,

14

Page 15: ISI referat

mual, muntah hingga status mental terganggu, palsi saraf kranial, Chiusing triad

(bradikardi, hipertensi dan pola respirasi abnormal) dan herniasi tonsil. Terapi

pasien dengan suspek menderita edema serebri tergantung dengan derajat

keparahannya dan terapi diawali dengan restriksi cairan. Apabila edema serebri

diserati dengan peningkatan tekanan intrakranial, terapi menggunakan diuretik,

manitol dan kortikosteroi dapat dipertimbangkan.2

Efusi subdural merupakan komplikasi yang berkisar 10-40% anak-anak

dengan meningitis bakterial. Apabila ditemukan tanda peningkatan kranial karena

adanya efusi subdural, maka indikasi dilakukan drainase neurologi.2

C. Syndrom of Inappropriate Antidiuretik Hormon Hypersecretion (SIADH)

Komplikasi ini diderita 7 hingga 98% pasien dengan meningitis

bakterial. Diagnosis SIADH adalah konsentrasi serum sodium kurang daru

135mEq/L, serum osmolalitas kurang dari 270 mOsm/ kg, osmolaritas urin lebih

besar dua kali lipat dari osmolalitas serum, sodium urine lebih besar dari 30

mEq/L.1,2

15

Page 16: ISI referat

BAB III

PENUTUP

3. 1. Kesimpulan

Meningitis adalah suatu penyakit infeksi selaput meningen. Meningitis

bakterial memberikan gejala dan tanda yang hampir dapat ditemukan pada semua

penyakit infeksi. Namun ada beberapa gejala yang perlu diwaspadai pada pasien

dengan suspek meningitis bakterial yaitu adanya tanda iritasi meningeal seperti kaku

kuduk, Kernig sign, Brudzinski sign dan fotofobia. Selain itu, adanya demam dan

penurunan kesadaran dapat menjadi gejala awal dari meningitis bakterial.

Meningitis dapat mengakibatkan berbagai macam komplikasi baik secara

neurologis atau bukan. Komplikasi neurologis yang dapat terjadi seperti kejang dan

kelainan fokal sedangkan komplikasi bukan neurologis seperti syok dan SIADH.

Pengobatan meningitis bakterial tergantung pada etiologi yang mendasarinya.

Pengobatan ini bersifat empiris pada awalnya dan berlanjut berdasarkan hasil pungsi

lumbal.

16

Page 17: ISI referat

DAFTAR PUSTAKA

1. Prober CG. Central nervous system infection. Dalam: Bechman RE, Kliegman

RM, Jenson HB, Stanton BF. Newborn textbook of pediatric. Edisi

kedelapanbelas. Philadelphia, PA: W.B. Saunders; 2003. h. ??-??.

2. American Academy of Pediatrics, Subcommittee on Infection disease.

Meningitis. Pediatrics. 2008;20:417-31.

3. Yogev R, Guzman J. Bacterial meningitis in children. Drugs 2005;65:1097-112.

4. Bashir HE, Laudy M, Booy R. Diagnosis and treatment of bacterial meningitis.

Arch Dis Child 2003;88:615-20.

5. Feigin RD, Cutrer WB. Central nervous system infection. Dalam: Feigin RD,

Harrison GJ, Cherry JD, Kaplan SL. Feigin & Cherry’s textbook of pediatric

infection disease. Edisi keenam. Philadelphia: W. B. Sauders; 2004. h. 439-65.

6. Hoffman O, Weber JR. Pathophysiology and treatment of bacterial meningitis.

Ther adv beurol diord 2009;26:401-12

7. Mace SE, FACEP, FAAP. Acute bacterial meningitis. Emerg Med Clin N Am

2008;38:281-317.

8. McPhee SJ, Hammer GD. Infectious disease. Dalam: Bloch KC.

Pathophysiology of disease: An introduction to clinical medicine. Edisi keenam.

NewYork: McGraw Hill; 2010. h. 72-6.

9. Marji S. Bacterial meningitis in children. Rawal Med J 2007;32:109-11.

10. McCance KL, Hueter SU. Alteration of neurologic function. Dalam: Boss BJ.

Pathophysiology the biologic basis for disease in adult and children. Edisi

kelima. Philadelphia: Elseiver; 2006. h. 584-5.

11. Koedel U et al. Pathogenesis and pathophysiology of manengitis pneumokokus.

Lancet Inf Dis 2001;2:731.

12. Maconochie IK, Baumer JH. Fluid therapy for acute bacterial meningitis. Cochrane

Database of Systematic Reviews 2008, 4.

13. Oostenbrink R, Moons KG, Theunissen CC. Sign of meningeal irritation at the

emerdency department: how often bacterial meningitis?. Pediatric Emergency

Care 2001;17:161-64.

17

Page 18: ISI referat

14. Alistair GS. Neonatal meningitis in the new millenium. Neoreviews 2003;4:73-

80.

15. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL. Practice guidelines for the management of

bacterial meningitis. CID 2004;39:1267-84.

18