Isi Radang (Repaired)
-
Upload
muhammad-ali-riswandi -
Category
Documents
-
view
183 -
download
9
description
Transcript of Isi Radang (Repaired)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah rangkaian reaksi yang terjadi
pada tempat jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi.
Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap
infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin,
serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan
sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar
dari penyebaran infeksi. 1
Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang
disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi,
pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah
infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan
tekanan darah terutama pada pembuluh kecil. Aktivasi molekul adhesi untuk
merekatkan endotelia dengan pembuluh darah. Kombinasi dari turunnya tekanan
darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke
endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.1
Perubahan sel karena rangsang nonletal yang bersifat reversible pada sel
disebut regenerasi. Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan
sel dan perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat
mengatur keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam
sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubaan perlemakan
dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolism lemak seperti sel hepatosit dan
sel miokard. 2
Nekrosis adalah salah satu dari dua pernyataan yang digunakan untuk sel
yang mati (lainnya adalah apoptosis), dan menunjukkan perubahan morfologi yang
terjadi pada kematian sel dalam jaringan hidup, yang umum disebabkan oleh
2
pengurangan progresif dan aksi enzim pada sel yang terpapar jejas. Nekrosis bersivat
ireversibel. 2
Untuk mengetahui perbedaan dari radang, degenerasi, dan nekrosis akan
dibahas pada makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Apa yang dimaksud dengan radang dan apa saja yang merupakan sel radang?
2) Apa yang dimaksud dengan degenerasi?
3) Apa yang dimaksud dengan nekrosis?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui tentang radang dan sel-sel yang berperan
2) Mengetahui tentang degenerasi
3) Mengetahui tentang nekrosis
3
BAB II
RADANG
Radang adalah reaksi setempat dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu
rangsang atau injury (cedera atu jejas). seperti karena terbakar, atau terinfeksi.
Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap
infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin, bradikinin,
serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel yang berperan
sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan sekitar
dari penyebaran infeksi. 2
A. Etiologi Radang
Terbagi dalam dua golongan yaitu: 2
A. Benda Mati
a. Rangsang fisis, contohnya trauma, benda asing, rangsang panas atau
dingin yang berlebihan, tekanan, listrik, sinar matahari, sinar rontgen, dan
radiasi.
b. Rahang kimia, contohnya asam dan basa yang kuat, juga keracunan obat
B. Banda Hidup. Contohnya, kuma pathogen, bakteri, parasit dan virus. Selain
itu menimbulkan juga reaksi imunologi dan gangguan vascular serta sel
humoral yang dapat menimbilkan kerusakan jaringan
Benda hidup, kuman, dan parasit mengiritasi jaringan melalui zat kimia yang
dilepaskan atau diproduksi berupa toksin, dan juga bertindak sebagai rangsang
mekanis akibat adanya benda tersebut dalam sel jaringan.
Reaksi tubuh terhadap rangsang tergantung dari:
a. Rangsang hidup atau mati
b. Intensitas rangsang
c. Lamanya rangsang
4
d. Keadaan tubuh, contohnya gizi. Jika gizi baik, indivisu menjadi sehat dan
jika terdapat rangsang maka reaksi radang yang timbul akan ringan
sehingga tubuh dapat mengatasi kuma patpgen tersebut.
Imunitas. Pada penyakit tertentu misalnya tifus, setelah individu sembuh tubuh akan
membentuk kekebalan terhadap penyakit sehingga jika indivisu terserang penyakit
yang akan sama kembali, daya tahan tubuhnya akan dapat mengatasi penyakit
tertentu.
Alergi. Individu yang pertama kali terinfeksi tuberculosis, reaksi tubuhnya akab
berbeda dengan individu yang pernah mederita tuberculosis, sembuh, dan terinfeksi
kedua kalinya.
B. Tanda Utama Radang
Tanda utama radang yang ditetapkan oleh Cornelius Celsus antara lain: 2
a. Rubor (merah), disebabkan karena adanya hyperemia aktif karena bertambah
banyaknya vaskularisasi di daeah cidera tersebut
b. Kalor (panas), disebabkan karena hyperemia aktif
c. Tumor (bengkak), sebagian disebabkan karena hyperemia aktif dan sebagian
lagi disebabkan karena edema setemoat serta stasis darah
d. Dolor (sakit) disebabkan karena terangsangnya serabut saraf pada daerah
radang. Belum jelas apakah kerna adanya edema atukah karena iritasi zat kimia
yang terlepas, misalnya asetilkolin dan histamine. Tetapi sesungguhnya rasa
nyeri ini mendahului proses radang. Hal ini mungkin karena terbentuknya suatu
zat oleh sel mast. Zat ini berguna untuk meningkatkan permeabilitas dinding
pebuluh darah. Bahan lain yang berperan penting adalah bradikinini, dimana
jika seseorang disuntik bradikinin tidak murni, zat ini akan menyebabkan rasa
nyeri pada permukaan kulit sebelum terjadi migrasi sel darah putih.
e. Fungtio laesa, yaitu berkurangnya fungsi karena adanya rasa sakit akibat saraf
yang terangsang sehingga bagian organ tubuh tidak berfungsi. Penyebab lain
penurunan fungsi tubuh adalah edema.
5
Radang merupakan proses yang kompleks, menyebabkan terjadinya perubahan
di dalam jaringan tubuh. Proses tersebut antara lain: 2
1. Proses penghancuran rangsang yang biasanya disertai dengan kerusakan
jaringan
2. Proses perbaikan jaringan yang rusak
C. Klasifikasi Radang
Klasifikasi radang menurut faktor klinis atau lamanya radang: 2
1. Radang Akut, timbul tiba-tiba, lamanya 1-3 minggu. Kemungkinan pasien akan
sembuh atau meninggal dunia.
2. Radang Subakut. Biasanya berlangsung berangsur-angsur dan berbulan-bulan .
3. Radang Kronis. Dapat berlangsung sampai bertahun-tahun, misalnya
tuberculosis.
Klasifikasi radang berdasarkan perubahan jaringan atau mikropis: 2
1. Radang eksudatif
Pada radang eksudatif, sebagian besar didominasi oleh eksudat radang, jaringan
mati hanya sedikit. Ada dua macam eksudat radang yaitu eksudat selular dan eksudat
humoral. Berdasarkan eksudat selularnya, radang dibagi menjadi radang akut, radang
subakut, dan radang kronis. Pada radang akut , sel yang terutama dijumpai adalah
PMN neutrophil, sedangkan limfosit dan monosit sedikit. Pada radang subakut yang
banyak adalah sel PMN eosinophil, sedangkan jumlah limfosit dan monosit
bertambah banyak. Pada radang kronis, yang paling banyak dijumpai adalah sel
limfosit dan monosit. Kadang-kadang dijumpai sel plasma dan sel PMN sedikit.
2. Radang degenerative atau nekrotik
Sebagian besar gambaran mikroskopisnya terdiri atas jaringan nekrosis dengan
sedikit sel radang misalnya difteri dan radang pada jantung.
3. Radang proriferatif
Secara mikroskopis dijumpai eksudat, radang juga terdiri atas jaringan yang
dapat berfroliferasi sehingga pertumbuhan jaringan akan membentuk tonjolan.
6
Jaringan granulasi yang berlebih akan membentuk tonjolan yang disebut granuloma,
yaitu suatu massa seperti tumor yang terdiri atas jaringan granulasi. Contohnya
tuberculosis, sifilis, lepra, sarkoidosis, limfogranuloma inguinal dan aktinomikosis.
Klasifikasi radang menurut lokalisasi: 2
1 Abses : radang bernanah yang berkumpul pada suatu tempat dalam tubuh
sehingga nanah itu berada dalam rongga yang secara anatomis tidak ada.
2 Celulitis : radang akut yang dijumpai pada jaringan penyambung, tersebar
merata dan luas serta sering ada di bawah kulit tanpa pembentukan nanah.
3 Ulkus : defek local dari suatu permukaan organ atau jaringan tubuh yang
disebabkan karena adanya jaringan nekrotik dari suatu radang yang tercurah ke
luar.
Klasifikasi radang menurut eksudat yang dibentuk: 2
1 Radang katarhalis : eksudat jernih berupa lender, dijumpai pada alat tubuh yang
memproduksi lender, seperti nasofaring, pariu, traktus intestinal dan Rahim.
Contoh : pilek dan kolera.
2 Radang fibrinosa : eksudat sebagian besar terdiri atas fibrin, biasanya sel radang
hanya sedikit.
3 Radang serosa : eksudat nampak serosa dan jernih. Fibrinnya sedikit sekali,
tetapi cair dan sering cairan itu harus disedot. Contoh : tuberculosis.
4 Radang purulenta/supuratif : eksudat sebagian besar terdiri atas nanah dijumpai
pada bisul dan bronkuspneumonia atau pneunomialobularis.
5 Radang hemorrhagic : eksudat berwarna merah karena banyak mengandung
eritrosit, biasanya banyak terjadi kerusakan jaringan sehingga akan dibentuk
kapiler dan saluran limpe baru. Namun jika radang sudah mereda atau sembuh
kapiler akan menyempit dan menghilang kembali.
6 Radang pseudomembranosa : ada pembentukan membrane palsu yang
terbentuk dari bekuan fibrin, epitel nekrotik dan sel leukosit mati. Radang ini
hanya dijumpai pada permukaan mukosa sehingga toksin akan masuk lebih
7
dalam dan menyebabkan permeabilitas kapiler meningkat dan eksudat plasma
bertambah banyak. Eksudat akan tercampur dengan kapiler yang nekrosis
kemudian membeku sehingga permukaan jaringan radang akan dilapisi oleh
lapisan yang nekrosis berwarna putih keabuabuan.. selaput ini disebut
pseudomembran.
Klasifikasi radang menurut etiologi: 2
1. Radang spesifik
2. Radang Nonspesifik
D. Perubahan Vaskular pada Radang
Urutan perubahan pada pembuluh darah karena pelepasan substansi vasoaktif
adalah sebagai berikut: 2
1. Dilatasi arteriol yang kadang-kadang didahului dengan vasokonstriksi singkat
2. Aliran darah menjadi cepat dalam arteriol, kapiler, dan venula
3. Dilatasi kapiler dan oeningkatan permebilitas kapiler
4. Eksudasi cairan (keluarnya cairan radang melalui membrane luka) termasuk
semua protein plasma (albumin, globulin, dan fibrinogen)
5. Konsentrasi sel darah merah dalam kapiler
6. Stasis (aliran darah menjadi lambat), kadang-kadang aliran darah berhenti
(stagnasi komplit)
7. Orientasi peripheral dari sel darah putih pada dinding kapiler (pavementing)
8. Eksudat dari sel darah putih dari dalam pembuluh darah ke focus radang. Yang
pertama keluar adalah polimorfonuklear, kemudian monosit, limfosit, dan sel
plasma
E. Eksudasi Cairan pada Radang
Pada keadaan normal, permeabilitas dinding kapiler terbatas sehingga dapat
dilalui oleh bermacam-macam zat tertentu, air, garam, asam amino, glukosa dan
8
molekul oleh bermacam-macam zat tertentu, air garam, asam amino, glukosa dan
molekul lain yang kecil. Sedangkan protein hanya dilepasan dalam jumlah sedikit
sekali, kecuali dalam usus halus dan hati. Protein kecil seperti albumin dan gamma-
globulin lebih mudah melewati porus endotel dibandingkan dengan protein yang
lebih besar misalnya lipoprotein dan fibrinogen. 2
Adanya tekanan yang seimbang antara tekanan hidrostatik (darah) dan tekanan
osmotic (protein plasma) di dalam pembuluh darah akan mengatur keluar masuknya
bermacam-macam cairan melalui membrane endotelnya. Jika endotel rusak misalnya
karena proses radang, protein besar akan lepas keluar dari aliran darah. Akibatnya
tekanan koloid osmotic dalam pembuluh darah menurun, karena hilangnya protein
tadi sehingga tekanan hidrostatiknya menjadi tambah tinggi. Menurunnya tekanan
koloid osmotic menyebabkan permeabilitas kapiler bertambah besar sehingga cairan
eksudat akan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul di dalam jaringan sekitar
pembuluh darah, menimbulkan edema yang disebut oedema inframatoir. 2
Protein yang terlepas ini sebagian akan hancur dan mengakibatkan tekanan
osmotic jaringan bertambah besar sehingga cairan plasma tidak dapat mengalir masuk
ked ala pembuluh darah. Akibatnya tekanan osmotic dalam darah makin menurun,
sedangkan tekanan hidrostatsinya bertambah tinggi selama berlangsungnya kongesti
radang. 2
F. Eksudasi Selular pada Radang
Adanya perubahan pada endotel kapiler juga akan menyebabkan keluarnya sel
darah ke daerah cidera. Pavementing dari sel darah putih terjadi karena aliran darah
yang lambat, sehingga sebagian besar merupakan sel neutrofil granulosit. Sel ini
melekat karena bertambah kentalnya darah dan juga karena perubahan muatan listrik
dari endotel. Setelah menempel pada dinding kapiler, leukosit akan mengeluarkan
pseudopodia, kemudian akan bergerak secara amuboid menembus dinding kapiler
keluar ke jaringan, proses ini disebut emigrasi. 2
9
Sel monosit pergerakannya lebih lambat, karena itu, sel ini pada radang akut
tidak terlihat banyak sampai hari kesatu atau kedua setelah radang. 2
Sel darah merah juga dapat keluar dari pembuluh darah, tetapi tidak bergerak
secara amuboid, melainkan secara pasif, disebut diapedesis. Keluarnya sel darah
merah terjadi karena bertambah besarnya tekanan hidrostatik dari darah dan
bertambah besarnya porositas dinding kapiler. 2
Setelah keluar dari pembuluh darah, sel darah putih akan bergerak kearah
tertentu. Pergerakan ini disebabkan karena zat kimia tertentu dan prosesnya
dinamakan kemotaksis (kemotropisme). 2
Eksudat radang yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulen (misalnya
antrax) memang hampir tidak mengandung leukosit, karena leukosit menjadi lumpuh
akibat yzat yang dilepaskan kuman virulen tersebut. 2
G. Macam-macam Sel Radang
Sel eksudat yang terkumpul di daerah mengalami iritasi sebagian berasal dari
darah (hematogen) dan sebagian lagi berasal dari jaringan (histogen).Bermacam-
macam bentuk dari leukosit bermigrasi dari pembuluh darah.Plasma darah yang
keluar dari pembuluh darah memungkinkan terjadinya pembentukan fibrin dan sel
yang bergerak dari jaringan semuanya terkumpul pada daerah yang mengalami
iritasi.Ketiga komponen inilah yang membentuk eksudat rahang.2
Dikenal beberapa tipe sel yang mengambil bagian dalam proses radang:
1. Sel polimononuklear/PMN (granulosit): neutrofil, eusinofil, basofil
2. Limfosit
3. Monosit/makrofag
4. Sel plasma
Jumlah normal sel leukosit di dalam darah berkisar 5000-8000/mm2
Neutrofil: 50-70% dari jumlah sel darah putih
Limfosit: 25-33% dari jumlah sel darah putih
10
Monosit: 4-6% dari jumlah sel darah putih
Eosinofil: 1-2% dari jumlah sel darah putih
Basofil: 0-1% dari jumlah sel darah putih
1. Neutrofil
Ketiga sel polimononuklear leukosit dibedakan satu sama lain karena adanya
granula yang dijumpai dalam sitoplasmanya. Biasanya yang dimaksud dengan
polimononuklear (PMN) adalah sel neutrophil, walaupun basofil dan eosinophil juga
termasuk dalam sel PMN.Sel neutrofil yang masih muda, tidak bersegmen dan
jumlahnya hanya sedikit, yaitu 3-6% dari seluruh leukosit dewasa.Sel dewasa
mempunyai initi bersegmen dengan bentuk bermacam-macam, seperti kacang, tapal
kuda, dan lain-lain.segmen/lobus dari inti berkisar 2-4 buah. Ranula di dalam
sitoplasma berukuran kecil, nampak hanya sebagai bintik-bintik kecil saja.Besarnya
10-12 mikron.Dengan pewarnaan metilen biru-eosin, tidak memberikan warna merah
(eosinofilik) maupun biru (basofilik), karena itu disebut neutrophil.Sel ini dibentuk
oleh mielosit sumsum tulang. 2
Figure 1: Netrofil
Fungsi utamanya adalah fagositosis. Daya fagositosis berbeda-beda,
tergantung dari jenis rangsang atau bakterinya.Ada kuman yang langsung dapat
difagositosis dengan mudah, adapula kuman yang sukar difagositosis.Kuman yang
11
resisten juga dapat difagostosis yaitu dengan jalan mengubah permukaan bakteri
dengan melepaskn enzim lisosom atau opsonin. Kedua enzim ini akan melapisi
bakteri terseut sehingga dapat difagositosis, kemudian akan dicerna oleh enzim dalam
sel dari sel leukosit. 2,3
Namun kadang-kadang sel leukosit kalah dan mati. Sel yang mati masih dapat
berguna bagi tubuh yaitu akan melepaskan enzim proteolitik yang akan
menghancurkan dan melarutkan sel yang sudah mati, kuman maupun jaringan
sehingga cairan bisa diresorbsi dan akan mempercepat proses penyembuhan. 2
Umur sel neutrophil dalam keadaan normal hanya kira-kira 4 hari, dan pada
pH kira-kira 6,8 sel ini akan mati. 2
2. Eosinofil
Disebut demikian karena sitplasmanya mengandung granula yang kasar dan
berwarna merah terang.Banyak dan besarnya mirip dengan neutrophil, tetapi intinya
lebih sederhana, sering hanya berlobus dua (Seperti kaca mata). Sel ini dapat terlihat
dalam sirkulasi darah hanya beberapa jam dan cepat sekali tertarik untuk bermigrasi
ke jaringan dengan meningkatnya konsentrasi histmain yang terlepas. Sel ini dibentuk
di dalam sumsum tulang dan dilepaskan dalam alirah darah jika
diperlukan.Peningkatan jumlah sel ini dalah darah dapat disebabkan karena infeksi
parasit. 2
Sejumlah besar sel ini dapat dijumpai dalam jaringan dimana terdapat
parasit.Juga dapat dijumpai dalam jumlah besar pada penyakit asma bronkial.Pada
kedua keadaan ini, adanya eosinophilia mungkin karena adanya reaksi terhadap
protein asing. Biasanya sel ini akan bermigrasi dari pembuluh darah dalam jumlah
besar jika ada proses penyembuhan dari suatu radang yang nonspesifik. Oleh karena
itu, pertambahan jumlah sel ini pada focus radang juga merupakan suatu indikasi
adanya proses resolusi atau penyembuhan. 2
Eosinofilia yang terjadi di dalam jaringan maupun di dalam pembuluh darah
sering berhubungan dengan adanya reaksi alergi. 2,3
12
Jika sel ini pecah, akan melepaskan histamine yang menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga banyak antibody yang keluar dan
berguna untuk menetralisasi antigen. Pendapat bahwa ada hubungan antara eosinophil
dan histamine dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa eosinophilia karena
suntikan ekstrak cacing askaris dapat dicegah dengan pemberian obat antihistamin. 2
Penggunaan kortison atau ACTH dapat menyebabkan sel ini hilang dari
darah.Fungsi eosinophil masih belum jelas, walaupun daya kemotaksis dan
fagostosisnya seperti neutrophil. Bila trombosit, basofil, eosinophil, dan sel mast
pecah akan mengeluarkan histamine. 2
Figure 2 Eusinofil
3. Basofil
Dengan pewarnaan jaringan, sel ini nampak bergranula kasar dan berwarna biru
kehitaman, karena itu disebut basofil.Mirip neutrophil dan jarang dijumpai dalam
sirkulasi darah, dapat berasal dari sel mast yang banyak dijumpai di sekitar pembuluh
darah dan merupakan sumber utama dari histamine dan heparin. Kedua mediator
kimia ini dilepaskan jika sel mast dan basofil hancur, dan kedua zat ini memegang
peranan dalam pengontrolan radang.Jumlah sel basofil dapat meningkat misalnya
pada leukemia mielogen. 2
Basofil hanya terlihat kadang-kadang dalam darah tepi normal. Diameter
basofil lebih kecil dari neutrofil yaitu sekitar 9-10 µm. Jumlahnya 1% dari total sel
13
darah putih. Basofil memiliki banyak granula sitoplasma yang menutupi inti dan
mengandung heparin dan histamin.Dalam jaringan, basofil menjadi “mast cells”.
Basofil memiliki tempat-tempat perlekatan IgG dan degranulasinya dikaitan dengan
pelepasan histamin.Fungsinya berperan dalam respon alergi. 2,4,5
Figure 3 Basofil
4. Limfosit
Limfosit adalah leukosit ditemukan dalam sistem getah bening. Limfosit
memainkan peran penting dalam fungsi dari sistem kekebalan tubuh. 3
Sel limfosit lebih kecil dari sel PMN, tetapi lebih besar dari sel darah merah.
Besarnya sekitar 8-10 mikron.Didominasi oleh nucleus yang besar dan bulat yang
mengandung kromatin padat, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.Nukleusnya
pucat dan tidak bergranul.Sel ini berbentuk dalam limfonodus dan kadang-kadang
pada folikel limfoid yang kecil, misalnya tuberculosis dan infeksi mononucleosis. 2
14
Figure 4 Limfosit
Kemungkinan, fungsi utama sel ini adalah melepaskan zat antibody.Akan
tetapi masih diperdebatkan apakah sel ini memang memproduksi zat tersebut ataukah
hanya mentransformasikan ke daerah cidera.Sirkulasi dari sel ini juga dipengaruhi
oleh hormone steroid adrenal.Pada keadaan tertentu, sel ini dapat berubah menjadi
mononukleus dengan daya fagositosis yang besar seperti magrofag jaringan. 2
5. Mononuklear Fagosit
Dikenal dua golongan mononuclear fagosit yaitu:
1. Makrofag jaringan
2. Monosit darah
Nama lain dari magrofag adalah histosit, plasmatosit, sel retikuloendotelial
(reticuloendothelial cell/RES). RES merupakan sel yang melapisi sinus dari kelenjar
getah bening, sumsum tulang, dan limfe.Makrofag yang melapisi sinus sel hati
disebut sel Kupfer. Makrogaf biasanya lebih panjang umurnya disbanding sel PMN,
yaitu beberapa minggu hingga beberapa buland an dijumpai pada jaringam. 2
Monosit darah juga dapat berubah menjadi makrofag. Dengan pulasan darah
kering (dry blood smear), nukleusnya Nampak seperti biji kacang, disekitarnya ada
granula kecil, sedang sitoplasmanya berwarna abu-abu.Besar monosit 17-20 mikron. 2
15
Figure 5 Monosit Figure 6 Makrofag
Monosit menghasilkan reaksi oksidasi (+) sedangkan magrofag (-).Fungsi
utama kedua sel ini adalah fagositosis. Selain ini, morfologi kedua sel ini saling
berhubungan erat sekali, meski sumber dan pemunculannya berbeda tempat. Kedua
sel ini penting sebagai daya pertahanan tubuh, misalnya terhadap kuman tuberculosis
dan parasite malaria yang dapat fagositosis. 2
Baik magrofag maupun monosit merupakan daya pertahanan tubuh dn
munculnya lebih lambat dari neutrophil leukosit. Sel-sel ini masih dapat aktif pada
pH 6,8 yaitu pada pH ini PMN sudah mati karena keasaman bertambah. 2
Sel RES juga aktif pada saat radang akan beralih dari akut menjadi kronis. Sel
mononuclear ini dapat membentuk dua macam sel datia yaitu:2
a. Sel datia Langhanz intinya banyak dan susunannya bermacam-macam,
seperti cincin terbuka, tapal kuda, berkelompok pada satu sisi atau kedua
sisi sel atau lingkaran. biasanya dijumpai pada radang tuberculosis, meski
juga dapat dijumpai pada infeksi bukan tuberculosis
16
Figure 7 Sel Langhanz
b. Sel datia benda asing biasanya mempunyai inti yang tersebar. Sel datia
benda asing dapat dijumpai pada tuberculosis.
Figure 8 Sel Datia Benda Asing
Kedua sel ini harus dibedakan dengan sel datia tumor yang biasanya ditemukan
pada tumor-tumor ganas, misalnya osteogenik sarcoma dan rabdomiosarkoma (tumor
ganas otot lurik).Sel datia Rees Sternberg ditemukan pada penyakit Hodgkin. 2
6. Sel Plasma
Asal sel plasma berhubungan erat dengan sel limfosit.Sel dari jaringan limfoid
dapat berdiferensiasi membentuk plasmablas yang dapat membentuk sel plasma.Sel
ini juga dapat berasal dari limfosit dan RES. 2
Besar sel ini lebih besar sedikit dari limfosit (10-12 mikron). Gambaran sel
sangat karakteristik di dalam jaringan, Nampak intinya eksentrik dengan struktur
seperti roda dan sitoplasma yang basofilik. Fungsi sel belum jelas, tetapi ada
17
pendapat yang mengatakan bahwa sel ini merupakan sumber yang penting dari
gamma globulin yang sangat penting untuk membentuk antibody.Sel dalam jumlah
banyak dapat dijumpai pada radang kronis, misalnya sifilis dan arttritis rheumatoid. 2
Figure 9 Sel Plasma
H. Radang Akut dan Radang Kronis
1. Radang Akut (Proses Eksudatif)
Adalah respon segera dan dini terhadap jejas yang dirancang untuk
mengirimkan leukosit ke tempat jejas. Sesampainya di tempat jejas, leukosit
membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses penguraian
jaringan nekrosis. 4,5
Manifestasi local:4,5
a. Dilatasi pembuluh darah
b. Ekstravasasi cairan plasma dan protein
c. Emigrasi dan akumulasi leukosit ditempat jejas
Mikroskopik:4,5
a. Dilatasi pembuluh darah seingga memberikan manifestasi hyperemia
b. Oedema (timbunan cairan interstisial)
c. Migrasi sel radang akut seperti PMN, netrofil, sedikit makrofag, dan sedikit
limfosit.
18
Apendiksitis Akut
Makroskopik:4,5
a. Appendiks membesar
b. Dinding oedematik dan mukosa perdarahan
c. Lumen melebar, dinding tipis dan berisi pus
Mikroskopik:4,5
a. Pelebaran pembuluh darah yang didalamya penuh dengan eritrosit
b. Stroma sembab karena proses oedema
c. Sebukan sel radang akut PMN dn sedikit makrofag dan limfosit
Figure 10: Apendiksitis akut, 1: Oedema, 2: Sel radang akut PMN, B: Vasodilatasi pembuluh darah kapiler
2. Radang Kronis
Merupakan radang yang terjadi dalam waktu yang lama. Terjadi inflamasi aktif,
jejas jaringan, dan penyembuhan secara serentak.
Manifestasi local:4,5
a. Infiltrasi sel mononuclear yang mencakup makrofag, limfosit dan se plasma
b. Destruksi jaringan
c. Repair, melobatkan pembuluh darah baru (angiogenesis) dan fibrosis
Mikroskopis:4,5
a. Proliferasi endotel dari pembuluh darah muda
19
b. Proliferasi sel fibroblast
c. Sebukan sel-sel radang kronis: limfosit, makrofag, monosit, dan sedikit PMN
Apendiksitis Kronis
Makroskopis:4,5
a. Dinsing apendiks menebal dan kaku (karena fibrosis)
b. Lumen mengecil
c. Tidak ada tanda-tanda perdarahan
Mikroskopis:4,5
a. Proliferasi pembuluh darah muda/kapiler
b. Proliferasi fibroblast (jaringan ikat muda)
c. Sebukan sel radang kronis: limfosit, monosit, makrofag, sel plasma dan
beberapa PMN
Figure 11 Apendiksitis Kronis, 1: Proliferasi sel fibroblas, 2: proliferasi pembuluh darah muda, 3: Sel radang kronis
I. Radang Granulomatik
20
Merupakan radang kronis yang menunjukkan suatu proliferasi dan
pertumbuhan jaringan. 4,5
Figure 12 Jaringan Granulasi. 1: proliferasi sel fibroblas, 2: proliferasi pembuluh darah muda, 3: sel radang kronis
Macam-macam radang granulomatik:
1. Tuberkulosa
Jaringan granulasi pada TBC disebut tuberkel. Tuberkel secara mikroskopik
terdiri dari 3 zona:4,5
i. Zona perkejuan (nekrosis): terletak pada bagian tengah dan
merupakan suatu massa yang amorph, homogeny eosinofilik, tidak
Nampak asanya sisa-sisa inti/jaringan
ii. Zona epiteloid: berasal dari sel monosit, tampak sebagai sel yang besar,
sitoplasma pucat berbusa seperti epitel
iii. Zona limfosit: terletak pada bagian luar dan pada lapangan pandang
tampak gambaran lebih gelap disbanding zona epiteloid
21
2. Sifilis Stadium III
Jaringan granulasi pada sifilis disebut gumma. Secara mikroskopik terdiri dari
dua zona: 4,5
i. Zona nekrosis : terletak pada bagian tengah dan masih tampak
bayangan sisa inti/jaringan
ii. Zona epitheloid dan zona limfosit bercampur menjadi satu yang kadang
dijumpai sel datia benda asing dan pembuluh darah
3. Actynomycosis
Disebabkan jamur Actynomices bovies. Secara klinis pembengkakkan terjadi
pada region angulus mandibula dengan masa jaringan granulasi yang terdiri dari
dungkul yang kadang tampak bernanah dan komponen abses serta granula
kekuningan (granula sulfur). Secara radiografis tidak tampak faktor penyebab yang
berasal dari gigi posterior region yang bersangkutan.4,5
Secara mikroskopik terdapat gambaran abses yang terdiri dari sel radang yang
hidup dan mati, dengan koloni jamur yang tampak berbatas tegas dengan bentuk yang
bervariasi dan homogeny yang berwarna merah muda atau ungu.4,5
22
Figure 13 Aktinomikosis. 1: Pus (nanah) tampak sel radang + jaringan yang nekrotik, 2 kumpulan jamur Actinomyces bovies
BAB III
DEGENERASI
Perubahan sel karena rangsang nonletal yang bersifat reversible pada sel
disebut regenerasi. Istilah ini tidak lagi digunakan, tetapi kini digunakan istilah baru
yaitu jejas reversible atau perubahan reversible. 2
Degenerasi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu pembengkakan sel dan
perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat mengatur
keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan
perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan
terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubaan perlemakan dijumpai pada sel
yang tergantung pada metabolism lemak seperti sel hepatosit dan sel miokard. 2
A. Degenerasi Lemak
23
Semua jenis lipid dapat ditimbun dalam sel, antara lain trigliserida, kolesterol
atau ester kolesterol atau ester kolesterol dan fosfolipid, sedangkan lipid kompleks
yang abnormal dan karbohidrat ditimbun dalam sel pada genetic storage disease,
seperti mukopolisakaridosis dan penyakit Gaucher. 2
Steatosis dahulu dikenal sebagai degenerasi lemak. Istilah steatosis dan
perubahan perlemakan (fatty change) menggambarkan adanya penimbunan abnormal
trigliserid dalam sel parenkim. Perubahan perlemakan sering kali terjadi di hepar
karena hepar merupakan organ utama dalam metabolisme lemak selain organ
jantung,otot, dan ginjal. 2
Etiologi stealosis adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus, obesitas,
dan anoksia. Di Negara maju, penyebab utama perubahan perlemakan adalah
ketergantungan alcohol. Lemak atau lipid berasal dari jaringan adipose dan diet
dibawa ke hepar. Dari jaringan adiposa, lipid dilepaskan dan dibawa sebagai asam
bebas dan dari diet sebagai asam lemak bebas. Asam lemak bebas akan masuk
menuju hepar dan sebagian besar asam ini akan diesterisasi menjadi trigliserid.
Sebagian asam lemak bebas diubah menjadi kolesterol, bergabung menjadi fosfolipid
atau dioksidasi di mitokondria menjadi badan keton. Sisa asam lemak disintesa asetat.
Agar dapat disekresikan oleh hati, trigliserida intraseluler harus berikatan dengan
molekul apoprotein spesifik yang disebut lipid acceptor protein menjadi lipoprotein. 2
Jika terjadi ganguan dalam proses metabolism lemak, akan timbul
penimbunan trigliserida yang berlebihan dalam hepar. Gangguan ini dapat disebabkan
oleh alcohol, hepatotoksin yang menghambat fungsi mitokondria dan mikrosom, CCl4
dan malnutrisi protein menyebabkan penurunan sintesis lipid acceptor protein,
anoksia menghambat oksidasi asam lemak serta kelaparan yang akan meningkatkan
mobilisasi jaringan adiposa sehingga terbentuk banyak trigliserid. Akibat dari
perubahan perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu
banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika
timbunan lemak berlebihan dalam hati, terjadi perubahan perlemakan yang nantinya
dapat menyebabkan nekrosis. 2
Morfologi
24
Perubahan perlemakan sering dijumpai di hati dan jantung. Pada semua organ,
perubahan perlemakan nampak sebagai vakuola-vakuola cerah dalam sel parenkim.
Keadaan ini harus dibedakan dengan timbunan air atau polisakarida dalam sel yang
juga memberikan gambaran vakuola-vakuola jernih.2
1. Perubahan Perlemakan di Hepar (Degenerasi Lemak di Hepar)
Degenerasi lemak pada hepar dijumpai pada penyakit sirosis hepatitis.
Makroskopik
Perubahan perlemakan ringan pada hepar tidak akan menunjukkan perubahan
makroskopik. Pada keadaan penyakit yang berat, hepar menjadi besar dan berwarna
kuning, berat hepar dapat mencapai 3-6 kg ( normal ± 1,5 kg ) dan perabaan lunak.
Mikroskopik
Perubahan perlemakan awalnya nampak vakuola kecil dalam sitoplasma di
sekitar inti. Jika proses patologik ini berlanjut, vakuola-vakuola akan bersatu
membentuk vakuola besar dan mendorong inti ke tepi, kadang-kadang sel pecah dan
membentuk kista lemak. 2
2. Perubahan Perlemakan pada Jantung
Lipid sebagai lemak netral kadang-kadang dijumpai di otot jantung dalam
bentuk butir-butir kecil. Pada hipoksia sedang yang berkelanjutan, contoh pada
anemia, menyebabkan timbunan lemak intraseluler. Pada jantung nampak garis-garis
kuning berselang-seling dengan miokard yang normal berwarna merah coklat.
Jantung yang memiliki gambaran seperti ini disebut trust breast atau tigroid
(triggered effect).2
25
Figure 15 Perlemakan
Pada hipoksia berat atau beberapa bentuk miokarditis contoh pada difteri,
seluruh miokard mengalami perlemakan secara merata sehingga jantung seluruhnya
menjadi kuning.2
B. Kristal Kolesterol
Kristal kolesterol adalah gambaran mikroskopis celah – celah kosong berbentuk
jarum – jarum panjang dengan ujung nya yang runcing di antara jaringan granulasi,
bentuk lonjong terjadi karena lemak tertimun dalam jaringan ikat.4,5
26
Figure 15 Kristal kolesterol
Kristal kolesterol terbentuk dari sel makrofag yang memfagosit lipid (ester
kolesterol). Sel makrofag yg bermuatan penuh lipid pecah, dan melepaskan ester
kolesterol tesebut, dan tertimbun di sel fibroblast yg kemudian mengkristal
membentuk jarum – jarum panjang atau celah - celah.4,5
C. Degenerasi Hialin
Istilah hialin digunakan hanya untuk istilah deskriptif histologik dan bukan
sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hialin merupakan perubahan
dalam sel dan rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran homogeny, cerah dan
berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin. Keadaan ini terbentuk
akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang
spesifik.2
27
Figure 16 Degerasi Hialin. 1 masa hialin. 2: sel fibroblast
1. Degenerasi Hialin Seluler
Adanya timbunan hialin seluler yang sebenarnya adalah timbunan protein.
Contohnya :2
a. Jisim Russel
Jisim inklusi homogeny pada sitoplasma yang merupakan immunoglobulin
yang dihasilkan reticulum endoplasmic dari sel plasma pada radang
b. Jisim Mallory
Jisim inklusi yang terdiri dari protein berupa inklusi eosinofilikdalam
sitoplasma yang ditemukan pada penyakit alkoholik hepatitis dan karsinoma
hati.
c. Corpora amylacea
Protein yang berupa benda hialin bentuk bulat dengan lamina konsentrik.
Benda ini terbentuk karena pengentalan sekresi kelenjar prostat pada keadaan
prostatitis dan hyperplasia prostat.
28
2. Degenerasi Hialin Ekstraseluler
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya hialin ekstraseluler agak sulit dilakukan.
Jaringan ikat kolagen pada bekas luka yang sudah lama akan mengalami hialinisasi,
tetapi mekanisme fisio-kimia yang mendasari perubahan tersebut belum diketahui
secara jelas.2
Pada penderita hipertensi yang lama dan pada penderita diabetes mellitus akan
terjadi hialinisasi dinding arteri terutama di ginjal. Hal ini disebabkan oleh
ekstravasasi protein plasma dan bahan dari membran basalis dengan pewarnaan
hematoksilin eosin, amiloid protein akan memberikan gambaran yang serupa dengan
hialin. Amiloid dibedakan dengan hialin yang menggunakan pewarnaan merah
Kongo, dimana amiloid memberikan warna merah muda hingga merah.2
D. Degenerasi Mukoid ( Degenerasi Miksomatosa)
Mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental dan berlendir dengan
komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel
serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu. 2
Musin dapat dijumpai dalam sel dan dapat mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster
yang bersifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke
tepi sehingga sel menyerupai cincin dan dinamakan signed ring cell.2
Contoh lain adalah sel epitel yang mengandung musin pada kistadenoma ovarii
musinosum, dimana kista dibatasi oleh sel epitel torak tinggi yang sudah tidak bersilia
dan mengandung musin dibagian apical sel sehingga inti terdorong ke basal. Musin di
jaringan ikat dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa. Keadaan ini menunjukkan
musin di daerah interseluler dan memisahkan sel-sel stelata.2
29
Figure 17 Degnerasi mukoid terdapat signet ring cell
E. Degenerasi Myxomatik
Secara makroskopik organ membesar, konsistensi lunak, pada irisan tampak
lendir putih. Sedangkan secara mikroskopik, terdapat timbunan lendir protein
mukopolisakarida, dan tampak gambaran sel berupa star cell/stellate cell.4,5
Figure 18 Degnerasi miksomatik, terdapat star cell. l
30
F. Perkapuran
Ada tiga macam:4,5
1. Kalsifikasi yang distropik: terjadi pada jaringan yang mati
2. Perkapuran yang metastatic: kalsifikasi pada jaringan normal
3. Kalsinosis:pengendapan kalsium di bwah kulit/scleroderma
Secara mikroskopik bahan kapur ditandai dengan bentukan yang ireguler
bewarna biru sampai biru-kehitaman diantara sel-sel jaringan ikat (warna tergantung
kepadatan/kalsium yang mengendp/erajat kalsifikasi)
Figure 19 Perkapuran
31
BAB IV
NEKROSIS
Nekrosis adalah salah satu dari dua pernyataan yang digunakan untuk sel yang
mati (lainnya adalah apoptosis), dan menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi
pada kematian sel dalam jaringan hidup, yang umum disebabkan oleh pengurangan
progresif dan aksi enzim pada sel yang terpapar jejas. 2
Sel yang diawetkan dalam larutan fiksatif adalah sel yang mati, tetapi tidak
mengalami nekrosis, sebab sel tersebut tidak menunjukkan perubahan morfologi sel.
Dua proses utama yang terjadi secara bersama yang meyebabkan perubahan pada
nekrosis adalah pencernaan oleh enzim yang ada dalam sel dan denaturasi protein. 2
Enzim katalik berasal dari lisosom sel itu sendiri yang mati, kemudian
mencerna selnya sendiri, proses ini disebut autolysis. Selian autolysis, dapat pula
terjadi heterolysis, yaitu sel yang mati akibat dicerna oleh enzim yang berasal dari
lisosom sel leukosit yang datang ke daerah nekrotik. Proses morfologi nekrosis
tergantung pada daerah mana yang lebih berpengaruh pada nekrosis tersebut apakah
pencernaan oleh enzim atau denaturasi protein. Jika denaturasi protein lebih
berpengaruh pada proses nekrosis, maka terjadi jenis nekrosis yang disebut nekrosis
koagulativa. Namun, sebaliknya jika pencernaan oleh enzim katalitik pada struktur
sel yang lebih berpengaruh, terjadi nekrosis yang disebut nekrosis liquefaktif atau
nekrosis kolikuativa. 2
a. Morfologi
Perubahan pada sel
Sel yang nekrotik menunjukkan warna yang lebih eosinofil karena hilangnya
warna basofilia yang dihasilkan oleh RNA pada sitoplasma, serta meningkatnya
pengikatan eosin oleh protein intrasitoplasmik yang rusak. Sel menjadi lebih
mengkilap homogen dibandingkan sel normal, kemudian karena hilangnya partikel
glikogen. Jika enzim sudah mencerna organel sitplasma, sitoplasma akan mengalami
32
vakuolisasi dan memberikan gambaran seperti ngengat dan selanjutnya terjadi
kalsifikasi sel yang mati.2
Perubahan pada nucleus
Perubahan pada nucleus sel yang mati dapat memberikan gambaran sebagai
berikut :4,5
1. Kariolisis. Basoilia dan kromatin yang menghilang, kemungkinan karena
aktifitas DNA
2. Kariopiknosis. Nukleus menjadi menyisut dan terjadi peningkatan warna
basofislia. Pada keadaan ini nampak menjadi padat dan menjadi arna basofil
yang solid dan melisut.
3. Kariorheksis. Nekrosis yang piknotik atau sebagian piknotik mengalami
fragmentasi.
Dalam waktu satu atau dua hari, nucleus dan sel mengalami nekrosis akan
menghilang total. Jika sel mengalami nekrosis menunjukkan perubahan yang telah
disebutkan di atas, massa yang terdiri dari sel-sel nekrotik akan menunjukkan
gambaran morfoligi, antara lain :2
A. Nekrosis koagulativa
Pada keadaan ini, jejas atau peningkatan asidosis intraseluler tidak hanya
merusak protein struktural, tetapi juga merusak protein enzim sehingga juga
menghambat proteiolisis sel. Gambaran dasar sel yang mengalami nekrosis
koagulativa masih akan bertahan selama beberapa jangka waktu. Jadi pada nekrosis
koagulativa, arsistektur sel yang nekrosis dalam suatu jaringan dapat dilihat dalam
beberapa waktu.2
Nekrosis koagulativa khas terjadi pada semua macam sel dalam jaringan yang
matikarena hipoksia, kecuali otak,. Contohnya pada infark miokard, yang
menunjukkan gambaran sel-sel tanpa inti yang mengalami koagulasi. Kemudian sel
miokard yang nekrosis akan menghilang karena akan terjadi fragmentasi atau
fagositosi sisa sel-sel oleh makrofak, serta aktifitas enzim proteolitik yang berasal
dari lisosom sel leukosit.2
33
Figure 20 Nekrosis Koagulativa
B. Nekrosis liquefaktif atau nekrosis kolikuativa
Nekrosis jenis ini terjadi sebgai hasil sel autolysis dan heterolysis, terutama
pada infeksi bakteri (terutama organisme piogenik) karena bakteri merupakan
stimulus kuat yang dapat mengumpulkan sel leukositf. Contoh lain nekrosis
kolikuativa pada jaringan otak yang mengalami hipoksia.2
C. Nekrosis kaseosa
Nekrosis kaseosa adalah nekrosis koagulativa yang khas, dan sering dijumpai
pada infeksi tuberkulosa. Intilah kaseosa disebabkan oleh gambaran makroskopis dari
daerah yang mengalami nekrosis berarna putih dan menyerupai keju (disebut juga
perkejuan).2
Gambaran mikroskopis pada infeksi tuberkulosa memperlihatkan fokus-fokus
nekrosis yang menunjukkan debris granular amorf, terdiri atas sel-sel yang pecah dan
mengalami koagulasi. Daerah nekrosis ini dibatasi oleh daerah peradangan yang
34
menunjukkan reaksi granulomatosa yang terdiri dari sel-sel epiteloid, sel datia
langhanz dan dikelilingi oleh sel limfosit.2
Figure 21 Nekrosis Kaseosa
D. Nekrosis enzimatik lemak
Nekrosis enzimatik lemak terjadi penghancuran lemak lokal sebagai hasil
pengeluaran lipase pancreas aktif secara abnormal dalam subtansi pancreas dan
rongga peritonium. Hal ini jarang terjadi dan merupakan keadaan abdomen akut yang
dikenal sebagai nekrosis pancreas akut.enzim aktif dari pancreas dilepas dari sel asini
pancreas dan duktusnya, menghancurkan membrane sel lemak. Asam lemak yang
dilepas bereaksi dengan kalsium sehingga menghasikan daerah putih berkapur, hal ini
dapat dideteksi oleh dokter bedah patologis untuk mengindentifikasi penyakit saat
pemeriksaan di daerah lemak dilakukan operasi.2
Secara histology nekrosis menunjukkan fokus-fokus dengan batas tidak jelas
dari sel emak dengan endapan kalsium basofilik dan dikelilingi reaksi radang.2
35
E. Nekrosis gangrenosa
Istilah nekrosis gangrenosa digunakan untuk nekrosis yang terjadi pada bagian
oklusal kaki, atau nekrosis pada seluruh tebal dinding saluran cerna atau organ dalam
abdomen atau nekrosis yang berhubungan dengan infeksi massif.2
Gangren pada Saluran Cerna
Gangren pada saluran cerna terjadi pada seluruh tebal dinding saluran
terutama usus halus.Nekrosis ini dapat terjadi pada segmen usus ataupun sepanjang
usus. Nekrosis disebabkan oleh iskemia akibat gangguan peredaran darah arteri
maupun vena ataupun keduanya.Jaringan nekrotik nampak mengalami
pembengkakan, terjadi edema dan gerakan peristaltic hilang, serta jaringan berwarna
hitam.Jika bakteri koli yang ada di dalam kolon. Dalam beberapa jam, infeksi akan
menyebar ke rongga peritoneum menyebabkan peritonitis. Jaringan yang mengalami
gangrene akan menjadi lunak dan mudah mengalami perforasi. Bila tindakan
perawatan bedah tidak segera dilakukan, dapat menyebabkan kematian.Keadaan
serupa juga dapat ditemukan pada apendisitis dan kolekisititis.2
36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh yaitu:
1. Radang merupakan adalah satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi, sel-sel radang terdiri dari: netrofil, eusinofil, basofil, limfosit, monosit, sel plasma
2. Degenerasi adalah perubahan sel karena rangsang nonletal yang bersifat reversible pada sel. Degenerasi dibagi menjadi; degenerasi lemak, Kristal kolesterol, degenerasi hialin, degenerasi mukois dan myxomatosa, serta perkapuran
3. Nekrosis ialah kematian sel yang bersifat irreversible dan teradi perubahan dalam inti. Nekrosis dibagi menjadi: nekrosis koegulativa, nekrosis kaseosa, nekrosis liquefaktif, nekrosis enzimatik lemak, dan nekrosis ganggrenosa.
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Guyton et al. Textbook of Mdical Physiology. 11th ed. Philaddelphia. Elsevier,
2006
2. Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan Adhy, Djimantoro B. Ilmu Patologi..
Jakarta: EGC, 2003. Page: 14-26,81-106
3. DeLong L, Burkhart N. General and Oral Pathology for the Dental Hygienist.
Philadelphia. Thepoint. 2008. page 47
4. Kumar et al. Buku Ajar Patologi Volume 1. Edisi 7. EGC. Jakarta. 2007
5. Pringgoutomo, S, et al. Buku Ajar Patologi I. FK UI.Jakarta. 2002