ISI KEL.1

download ISI KEL.1

of 13

description

Bab II

Transcript of ISI KEL.1

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pada hakikatnya ejaan itu tidak lain dari konvensi grafis, perjanjian di antara anggota masyarakat pemakai suatu bahasa untuk menuliskan bahasanya. Bunyi bahasa yang seharusnya diucapkan diganti dengan huruf-huruf dan lambang-lambang lainnya. Di kehidupan sehari-hari terkadang tanpa disadari kita menggunakan kata-kata yang salah alias tidak sesuai dengan ejaan dalam bahasa Indonesia. Ejaan kata dalam tulisan kita mungkin sah-sah saja bagi umum, namun tidak halnya bagi dosen atau guru bahasa Indonesia. Ejaan yang baku sangat penting untuk dikuasai dan digunakan ketika membuat suatu karya tulis ilmiah.

Kita menyadari bahwa sistem EyD masih ada rumpangnya dalam beberapa hal, seperti penulisan kata majemuk, huruf kapital, dan tanda-tanda baca. Oleh karena itu, wajarlah jika kemudian dirasakan kekurangannya di sana-sini ejaan sejak tahun 1972 yaitu, ejaan baku yang digunakan saat ini adalah ejaan bahasa Indonesia yang mengalami perubahan dari masa-kemasa dimulai dari Ejaan Van Ophuijsen, Ejaan Soewandi, Ejaan Pembaharuan, Ejaan Melindo, Ejaan LBK, hingga Ejaan yang Disempurnakan.1.2 Rumusan Masalah1. Mengapa ejaan yang digunakan di Indonesia perlu mengalami perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang Disempurnakan?2. Apa pengaruh Ejaan yang Disempurnakan bagi masyarakat Indonesia?

1.3 Tujuan1. Mahasiswa dapat menelusuri sejarah perkembangan ejaan di Indonesia

2. Untuk menjelaskan alasan perubahan ejaan hingga ditetapkannya EyD

3.Menjelaskan pengaruh Ejaan yang Disempurnakan bagi masyarakat

Indonesia.

BAB II

Sejarah Ejaan di Indonesia2.1 Pengertian Ejaan

Ejaan adalah kaidah tulis-menulis baku yang didasarkan pada penggambaran bunyi. Ejaan tidak hanya mengatur cara menulis huruf, tetapi juga cara menulis kata dan cara menggunakan tanda baca. Ada 4 prinsip dalam penyusunan ejaan, yaitu sebagai berikut:

a.Prinsip Kecermatan;Sistem ejaan tidak boleh mengandung kontrakdisi. Bila sebuah tanda sudah digunakan untuk melambangkan satu fonem, maka tanda itu seterusnya dipakai untuk fonem tersebut.b.Prinsip Kehematan;Diperlukan suatu standar yang mantap untuk menyusun suatu ejaan agar orang dapat menghemat tenaga dan pikiran dalam berkomunikasi.c.Prinsip Keluwesan ;Sistem ejaan harus terbuka bagi perkembangan bahasa di kemudian hari. Ejaan yang Disempurnakan (EyD) ditetapkan penggunaan f untuk aktif , sifat, fakultas, dsb. Ejaan Soewandi tidak ada ketepatan mengenai huruf f, vi, z, sj (EyD: sy), ch (EyD: kh), padahal selama ini lazim dipakai sifat, valuta, zeni, sjarat (EyD : syarat), chusus (EyD : khusus).

d.Prinsip Kepraktisan;Diusahakan untuk tidak menggunakan huruf-huruf baru yang tidak lazim agar tidak perlu mengganti mesin tik dan peralatan tulis lainnya. Penggunaan tanda diakritis lebih kurang praktis daripada penggunaan huruf ganda. Oleh karena itu, EyD mempertahankan huruf ganda ng, ny,sy,kh. Walaupun huruf-huruf ganda itu menggambarkan fonem tunggal. Pemakaian huruf ganda itu tetap dipertahankan mengingat prinsip kepraktisan untuk menggantinya dengan huruf baru atau menggunakan tanda diakritik.

Keempat prinsip itu berurutan, tetapi pelaksaannya saling melengkapi. Prinsip di atas diterapkan dalam penyusunan EyD. Hal itu merupakan salah satu kelebihan EyD bila dibandingkan dengan sistem ejaan yang lain.2.2 Sejarah Ejaan di Indonesia

Sistem ejaan di Indonesia yang menggunakan huruf latin dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke nusantara. Ejaan latin yang dipakai untuk bahasa Melayu dan bahasa Indonesia sejak abad ke-16 mengalami perubahan berkali-kali. Mula-mula setiap penulis buku mempunyai aturan sendiri untuk menuliskan vokal, konsonan, kata, kalimat, jeda, dan sebagainya. Jadi, membayangkan betapa sulitnya mengajarkan bahasa Melayu dengan sistem ejaan yang berlainan itu. Hal itu menjadi lebih ruwet lagi karena bahasa Melayu di Hindia-Belanda (Indonesia) yang dijajah Belanda, dan Tanah Semenanjung (Malaysia) yang dijajah Inggris. Dengan demikian, cara mengeja bahasa Melayu pun dipengaruhi oleh bahasa penjajahnya, yaitu bahasa Belanda dan bahasa Inggris. Oleh karena itu, pada tahun 1897 A.A. Fokker, Sr. mengusulkan penyeragaman ejaan Melayu dengan huruf latin di dua daerah jajahan tersebut. Pada tahun 1901 Ch. A. Van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi Gelar Soetan Mamur dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim menyusun sebuah sistem ejaan guna mengakhiri kekacauan ejaan sampai saat itu di Hindia-Belanda. Ejaan itu dimuat dalam buku Kitab Logat Melajoe. Ejaannya dikenal dengan nama Ejaan Van Ophuijsen.

Dua tahun setelah Kemerdekaan RI Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Soewandi, menetapkan penyusunan ejaan yang lebih sederhana dari pada Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan itu diberi nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Inisiatif Soewandi untuk menyederhanakan dan menyelaraskan ejaan dengan perkembangan bahasa mendapat sambutan yang baik.Ada empat ejaan yang sudah diresmikan pemakaiannya yaitu :1. Ejaan Van Ophuijsen (1901);2. Ejaan Soewandi (1947);3. Ejaan yang Disempurnakan (1972); dan4. Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (1975).Sistem ejaan yang belum atau tidak sempat diresmikan oleh pemerintah adalah :

1. Ejaan Pembaharuan (1957);2. Ejaan Melindo (1959); dan3. Ejaan LBK (1966).2.2.1 Ejaan Van Ophuijsen 1901 Penulisan Ejaan yang Disempurnakan pada masa ke masa mengalami perubahan yang dimulai dari Ejaan Van Ophuijsen yang terdengar dalam Kongres Bahasa Indonesia I pada tahun 1983 di Solo. Ejaan Van Ophuijsen ini merupakan ejaan yang pertama kali berlakudalam bahasa Indonesia yang ketika itu masih bernama bahasa Melayu. 2.2.2 Ejaan Soewandi 1947Setelah perubahan ejaan yang ini yang dikenal dengan Ejaan Soewandi, muncullah reaksi setelah pemulihan kedaulatan (1949) yang melahirkan ide yang muncul dalam Kongres Bahasa Indonesia II di Medan (1954). Waktu itu pejabat Mentri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Mr. Muh. Yamin yang memutuskan :

a. ejaan sedapat-dapatnya menggambarkan satu fonem dengan satu huruf;b. penetapan hendaknya dilakukan oleh suatu badan yang kompeten; danc. ejaan itu hendaknya praktis tetapi ilmiah.Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan menggantikan Ejaan Van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui sehubungan dengan pergantian ejaan itu adalah sebagai berikut:

a. Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu, umur;b. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k, seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat;c. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti anak2, ber-jalan2, ke-barat2-an; dand. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.Van Ophuijsen 1901Soewandi 1947

BoekoeBuku

MalumMaklum

adilAdil

PendePendek

2.2.3 Ejaan Pembaharuan 1957Perubahan selanjutnya ialah Ejaan Pembaruan oleh Prijono sebagai Dekan Fakultas Universitas Indonesia yang menonjolkan beberapa huruf baru. Kemudian pada Kongres II di Singapura dicetuskan suatu resolusi untuk menyatukan ejaan bahasa Melayu di semenanjung Melayu dengan bahasa Indonesia di Indonesia.

Perubahan ejaan ini melakukan perubahan penting pada huruf (e) dengan pemberian tanda aigu, bunyi (ng), (tj), (nj), (dj) diganti dengan lambing (), (tj), (), dan (j), huruf (j) diganti dengan (y), vocal rangkap ai, au, dan oi

2.2.4 Ejaan Melindo 1959Perkembangan selanjutnya ialah disetujinya perjanjian Persekutuan Tanah Melayu dan Republik Indonesia yang menghasilkan konsep Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Konsep ini telah memunculkan huruf-huruf baru. Dengan munculnya huruf baru ini menjadi suatu kendala karena pada huruf baru ini tidak ditemukannya dalam mesin tik (kecuali c dan j), sehingga huruf tersebut tidak jadi dipakai atau diciptakannya.2.2.5 Ejaan LBK 1966 Ketidaksetujuan atas konsep Melindo, maka munculah konsep baru yaitu konsep LBK. Konsep ini sama sekali tidak menggunakan huruf-huruf baru, dan konsepnya akan menyusun ejaan yang standar semakin penting. Penyusunan ini dituliskan dalam Seminar Sastra 1968 dengan konsep Ejaan Earu. Konsep tersebut dinamakan Ejaan Lembaga dan Kesusastraan (LBK).

2.2.6 Ejaan yang Disempurnakan 1972Ejaan yang Disempurnakan (EyD) adalah ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57 Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.

Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972 No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Sejak saat itulah konsep ini diberi nama Ejaan yang Disempurnakan. Jika dianalogkan dengan Ejaan Van Ophuijsen dan Ejaan Soewandi, Ejaan yang Disempurnakan dapat disebut sebagai Ejaan Mashuri karena Mashurilah yang dengan sepenuh tenaga sebagai Mentri pendidikan dan kebudayaan, memperjuangkan sampai diresmikan oleh Presiden.

Perbedaan-perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah:

a) 'tj' menjadi 'c': tjutji cuci;b) 'dj' menjadi 'j': djarak jarak;c) 'j' menjadi 'y': sajang saying;d) 'nj' menjadi 'ny': njamuk nyamuk;e) 'sj' menjadi 'sy': sjarat syarat; danf) 'ch' menjadi 'kh': achir akhir.Awalan 'di-' dan kata depan 'di' dibedakan penulisannya. Kata depan 'di' pada contoh "di rumah", "di sawah", penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara 'di-' pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.

Sebelumnya "oe" sudah menjadi "u" saat Ejaan Van Ophuijsen diganti dengan Ejaan Republik. Jadi sebelum EyD, "oe" sudah tidak digunakan.2.3 Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Ejaan di Indonesia

Faktor-faktor yang menyebabkan ejaan yang digunakan di Indonesia perlu mengalami perubahan-perubahan hingga ditetapkannya Ejaan yang Disempurnakankan

Ejaan digunakan dalam bahasa tulis, di dalamnya berisi kaidah yang mengatur:a. Bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi ujaran;b. Bagaimana menggambarkan hubungan antara lambang-lambang itu, baik pemisahan atau penggabungan dalam suatu bahasa.Secara teknis ejaan yang dimaksud sebagai cara penulisan huruf, penulisan kata, penulisan kalimat. Penulisan tanda-tanda baca atau pungtuasi. Seperti yang telah dijelaskan di pembahasan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai sistem ejaan di antaranya Ejaan Van opuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan Ejaan yang Disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Pertimbangan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf;2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti mesin tulis atau keadaan percetakan;3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku;4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi itu menunjukkan perbedaan makna;5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah; serta6. Banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.

Dari beberapa proses perubahan ejaan bahasa Indonesia dari ejaan Van Ophuijsen ke Ejaan yang Disempurnakan, dapat disimpulkan:1. Pada ejaan Van Ophuijsen. Pada ejaan ini perlu diubah karena masih kurang praktis pada penggunaan bahasa. Bahasa pada Van Ophuijsen masih menggunakan nama bahasa Melayu. Selain itu penggunaan tanda diakritik masih menimbulkan kesulitan bagi pemakainya;2. Pada ejaan Soewandi masih melakukan pengubahan pada tanda diakritik atau bahkan dihilangkan, akan tetapi, ada lambang hamzah yang diganti dengan huruf (k). Ejaan Soewandi ternyata masih kurang praktis karena belum ada penggantian bunyi pada huruf-huruf koma wasla dan koma ain pada kata-kata yang berbunyi sentak.Ejaan berikutnya adalah Ejaan Pembaharuan yang diubah karena kekurangannya pada penggunaan huruf-huruf baru. Kemudian muncullah Ejaan Melindo, yang ternyata sama halnya pada ejaan pembaharuan yang masih menggunakan huruf baru. Namun huruf baru yang digunakan ini terdapat beberapa huruf yang tidak dapat dituliskan pada mesin tik. Sehingga pada Ejaan LBK muncullah konsep baru dengan menghilangkan tanda-tanda diakritik agar huruf dapat ditulis dan diketik dengan mudah.Dari beberapa sebab pengubahan ejaan diatas yang diciptakan melalui berbagai pertemuan, perjanjian, kongres-kongres,maupun dalam seminar, tidak memunculkan konsep yang praktis jadi salah satu tujuan pengubahan ini, agar masyarakat Indonesia dapat bersatu. Maksudnya dengan Ejaan yang Disempurnakan dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu masyarakat bahasa. Yang kedua, pemberi kekhasan agar dapat menjadi pembeda dengan masyarakat pemakai bahasa lainnya. Ketiga, pembawa kewibawaan yang dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya.

\

2.4 Pengaruh Penggunaan EyD bagi Masyarakat IndonesiaSemenjak menjadi Ejaan yang Disempurnakan (EyD) Bahasa Indonesia semakin memperkaya khasanah khas yang dimiliki. Perkembangannya dimulai dari Ejaan van Ophuijsen (1901) menjadikan bentuk ejaan yang khas seperti jang, sajang, pajah, goeroe, oemar, itoe, mamur (ada tanda diakritik). Bergulirnya waktu 46 tahun kemudian Ejaan Soewandi atau masyarakat waktu itu lebih mengenalnya dengan nama ejaan Republik menggantikan ejaan sebelumnya. Penyempurnaan dilakukan terhadap ejaan sebelumnya dengan mengganti ejaan oe dengan u seperti goeroe menjadi guru, itu, umur. Pada kata dengan diakritik (tanda:) diganti dengan huruf k seperti pada mamur menjadi makmur. Semakin berkembangnya penggunaan bahasa Indonesia saat itu dan bukan hanya Indonesia namun bangsa melayu juga mulai mengadakan kerjasama. Dari kerja sama tersebut pada akhir 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu (Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, Ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan Melindo. Perkembangan bahasa Indonesia semakin pesat seiring perkembangan karya sastra dan revolusinya menjadi angkatan-angkatan sastra makin memperkaya bahasa Indonesia. Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu. Kemudian makin dilengkapi melalui Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan sampai saat iniBahasa Indonesia adalah bahasa yang unik, bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu secara bersama-sama kita harus bersama-sama membangun kembali bahasa yang Indonesia yang berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter bangsa yang benar-benar menunjukkan kita sebagai sebuah bangsa beradab dan memiliki nilai-nilai yang luhur. Adapun faktor-faktor yang akan membuat kita menjadi bangsa yang berkarakter melalui penggunaan bahasa adalah dengan cara menanamkan sikap positif berbahasa. Sikap positif berbahasa itu perlu dilakukan agar kita memiliki cerminan karakter bangsa melalui bahasa. Dengan sikap positif berbahasa karakter bangsa yang berbudi luhurpun akan terbentuk.

Di samping sebagai bahasa negara dan bahasa resmi. Hubungannya sebagai bahasa budaya, bahasa Indonesia merupakan satu-satunya alat yang memungkinkan untuk membina dan mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga bahasa Indonesia memiliki ciri-ciri dan identitas sendiri, yang membedakannya dengan kebudayaan daerah. Saat ini bahasa Indonesia dipergunakan sebagai alat untuk menyatakan semua nilai sosial budaya nasional. Pada situasi inilah bahasa Indonesia telah menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya. Di samping itu, dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuna dan teknologi (iptek) untuk kepentingan pembangunan nasional. Penyebarluasan iptek dan pemanfaatannya kepada perencanaan dan pelaksanaan pembangunan negara dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Penulisan dan penerjemahan buku-buku teks serta penyajian pelajaran atau perkuliahan di lembaga-lembaga pendidikan untuk masyarakat umum dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Dengan demikian, masyarakat Indonesia tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada bahasa-bahasa asing (bahasa sumber) dalam usaha mengikuti perkembangan dan penerapan iptek. Pada tahap ini, bahasa Indonesia bertambah perannya sebagai bahasa ilmu. Bahasa Indonesia pun dipakai bangsa Indonesia sebagai alat untuk mengantar dan menyampaian ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat pendidikan. 2.5 Perbandingan Ejaan di Indonesia dari waktu ke waktuVan Ophuysen (1901)Soewandi

(1947)Pembaruan (1957)Melindo (1959)Ejaan Baru (1966)Ejaan Yang Disempurnakan (1972)

J j Y y y Y

Dj dj J J j J

Nj nj ny Ny

Sj - sy Sy

Tj tj C c C

Ch - - - kh Kh

Ng ng ng ng

Z - Z Z z Z

F - F F F F

- - V V V V

e e E

E e e E e E

Oe u u u u U

Ai ai ay ay ai Ai

Au au aw aw Au Au

Oi oi oy oy oi oi

Masalah ejaan muncul kembali ketika diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia Kedua di Medan pada tahun 1954. Pada kongres itu diputuskan membentuk sebuah panitia yang menyusun peraturan ejaan bahasa Indonesia yang praktis. Pada tahun 1957 panitia ini berhasil menyusun sebuah ejaan yang dinamakan Ejaan Pembaharuan.

Ejaan Pembaharuan 1957 dan Ejaan Melindo 1959 serta Ejaan Baru 1966 belum pernah diresmikan. Antara Ejaan Baru 1966 dan EYD 1972 terdapat persamaan dalam pemakaian huruf, perbedaan antara keduanya hanya terletak pada perincian kaidah-kaidahnya saja.BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bahasa Indonesia pernah merumuskan berbagai sistem ejaan di antaranya Ejaan Van Opuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1947), Ejaan Pembaharuan (1957), Ejaan Melindo (1972), Ejaan LBK (1966), dan Ejaan yang Disempurnakan (1972). Perubahan itu disebabkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut

1. Pertimbangan teknis, yang menghendaki agar setiap fonem dilambangkan oleh satu huruf.2. Pertimbangan praktis, yang menghendaki agar disesuaikan dengan keperluan seperti mesin tulis atau keadaan percetakan.

3. Pertimbangan ilmiah, yang menghendaki agar perlambangan mencerminkan studi yang mendalam tentang kenyataan linguistik maupun sosial yang berlaku.4. Pertimbangan konotatif, yang menghendaki bagaimana bunyi itu menunjukkan perbedaan makna.5. Pertimbangan politis, karena ada kepentingan-kepentingan di dalamnya, karena pemerintah pada waktu itu mengharuskan untuk menertibkan penggunaan tata istilah, serta6. Banyaknya elemen yang sulit direalisasikan oleh bangsa Indonesia.3.2 Saran

Bahasa Indonesia adalah bahasa yang unik, bahasa yang memiliki ciri khas dan identitas. Untuk itu kita harus membangun kembali bahasa Indonesia yamg berciri khas dan beridentitas guna membangun karakter bangsa yang benar-benar menunjukkan kita sebagai bangsa yang beradap dan memiliki nilai-nilai yang luhur dengan cara menanamkan sikap positif berbahasa.DAFTAR PUSTAKAChape, Wallace. 2006. Meaning and The Structure of Language. Chicago: University of Go Press.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Hasyim,Munira.2011.Sejarah Pengkajian Bahasa Indonesia.Makassar:Universitas Hasanuddin.Hariyatmo,Sri.2009.Panduan Mengajar Bahasa Indonesia.Buku Panduan Kuliah B. Indo.Diakses pada tanggal 24 april 2011.Muslich, Masnur. 2011. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Sapto, Dwi Aji.2011. Dari Ejaan van Ophuijsen Hingga EyD.Dwiajisapto.Di- akses pada tanggal 10 Februari 2013.Widodo,Rachmad.2009.PenyempurnaanEYD.Penyempurnaan EyD .Diakses pada tanggal 24 April 2011.Yamila,M dan Slamet Samsoerizal.1992.Bahasa Indonesia Untuk Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta:Buku Kedokteran EGC.13