irma kurniati

93
1 TESIS PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH IRMA KURNIATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012

Transcript of irma kurniati

Page 1: irma kurniati

1

TESIS

PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI

JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH

IRMA KURNIATI

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2012

Page 2: irma kurniati

2

TESIS

PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI

JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH

IRMA KURNIATI NIM 0990761016

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2012

Page 3: irma kurniati

3

PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI

JARINGAN LUKA PADA TIKUS PUTIH

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

IRMA KURNIATI NIM 0990761016

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

2012

ii

Page 4: irma kurniati

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 19 Maret 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. dr. A.A. Gd Budhiarta, Sp.PD-KEMD Prof. Dr.dr.Wimpie I.Pangkahila,Sp.And FAACS NIP : 194412211972061001 NIP: 194612131971071001

Mengetahui

Ketua Program Anti Aging Medicine Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana,

Page 5: irma kurniati

5

Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, Sp and FAACS Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP: 194612131971071001 NIP : 195902151985102001

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 19 Maret 2012

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No : 0144/UN14.4/HK/2012, Tanggal 16 Januari 2012

Ketua : Prof. Dr.dr. A. A. G. P. Budhiarta SpPD-KEMD

Anggota :

1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp And, FAAC

2. Dr.dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes

3. Prof. dr. I. G. Made Aman, Sp. Fk

4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc. Sp And

Page 6: irma kurniati

6

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan Kehadapan Tuhan Yang Maha

Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

dengan judul “Platelet Rich Plasma Meningkatkan Proses Regenerasi

Jaringan Luka Pada Tikus Wistar.”

Tesis ini dapat diselesaikan berkat dorongan dan bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Prof. Dr.dr.A.A.G.P Budhiarta Sp PD, selaku Pembimbing Utama

yang telah

memberikan petunjuk dan pengarahan serta bimbingan dalam

penyusunan tesis ini.

2. Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila,Sp.And.FAACS, selaku

Pembimbing kedua yang telah memberikan petunjuk dan pengarahan

serta bimbingan dalam penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc. Sp.And, Prof. dr.I.G.M.Aman

,Sp FK, dan dr. Ida Iswari yang telah banyak memberikan

bimbingan dan arahan serta masukan yang sangat bermanfaat dalam

penyusunan tesis ini.

4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang

telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan yang

tulus disertai penghargaan terbesar kepada seluruh guru-guru yang telah

membimbing penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

suami tercinta Yarra Rendy Fahrizal dan anak anakku tersayang Rama

Rizqullah Fahrizal dan Ghani Khairullah Fahrizal, memberi kesempatan

Page 7: irma kurniati

7

dan suport baik materiil maupun moril kepada penulis untuk mempercepat

penyelesaian tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, ............2012

Penulis

Irma Kurniati

Page 8: irma kurniati

8

ABSTRAK

PEMBERIAN PLATELET RICH PLASMA TOPIKAL MENINGKATKAN PROSES REGENERASI JARINGAN LUKA

PADA TIKUS PUTIH

Platelet rich plasma adalah suatu autologous dari trombosit manusia dalam volume yang kecil dalam plasma yang mengandung 1000.000 trombosit/µl dengan volume 5 ml plasma. Platelet rich plasma diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu : TGF-β, bFGF,PDGFa, PDGFb, EGF, VEGF, CTGF. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran growth factor dalam meningkatkan proses regenerasi jaringan luka dengan memeriksa epitelisasi, fibroblast, dan neovaskular jaringan menggunakan pemeriksaan histologi.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Randomized post test only control group design yang dilaksanakan di Laboratory Animal Unit bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Penelitian ini terdiri dari 2 kelompok tikus yaitu kontrol dan perlakuan. Tikus berjumlah 26 ekor, 6 ekor untuk pembuatan platelet rich plasma, 10 ekor untuk kontrol yang dibagi 5ekor pemeriksaan hari ke 7 dan 5 ekor untuk pemeriksaan hari ke 14 dan 10 ekor untuk perlakuan yang dibagi 5 ekor untuk pemeriksaan hari ke7 dan 5 ekor lagi untuk hari ke 14. Tikus dilukai didaerah punggung dengan panjang luka kurang lebih 1 cm dan kedalaman kurang lebih 0,2 cm kemudian dioleskan dengan platelet rich plasma untuk perlakuan dan aqua untuk kontrol.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat peningkatan neovscular bermakna pada hari ke 7 dan penurunan bermakna pada hari 14 pada yang mendapat PRP (p<0,05): (2) terdapat peningkatan fibroblast bermakna pada hari ke 7 dan penurunan bermakna pada hari ke 14 (p<0,05): (3) pada epitelisasi tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada hari ke7 maupun hari ke 14 (p>0,05).

Kesimpulan penelitian ini yaitu: (1) PRP meningkatkan proses penyembuhan luka dengan meningkatkan neovaskularisasi; (2) PRP meningkatkan proses penyembuhan luka dengan meningkatkan fibroblast ; (3) tapi PRP tidak mempengaruhi epitelisasi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk jenis luka yang lain.

Kata kunci : PRP; Tikus Wistar; Growth Factor; Regenerasi Jaringan

Page 9: irma kurniati

9

ABSTRACT

TOPICAL PLATELET RICH PLASMA MAKE INCREAS REGENERATION PROCCES WOUNDS

HEALING IN WHITE RATS

Platelet Rich Plasma (PRP) is an autologous of human platelet in a small volume of plasma containing 1.000.000 platelets / micro liter with a volume of 5 ml of plasma. Platelet rich plasma is known containing 7 different growth factors are: TGF-β, bFGF, PDGFa, PDGFb, EGF, VEGF, CTGF. This study aims to determine the role of growth factors in accelerating the regeneration of injured tissue by examining epitheliazation, fibroblast, and neovascularization tissue using histological examination.

This study is an experimental study using randomized designs post test only control group design conducted at the Animal Unit Laboratory of Pharmacology Department, Faculty of Medicine, Udayana University. The study consisted of two groups of rats, namely the control and treatment. Rats amounted to 26 rats, 6 rats for the preparation of PRP, 10 rats to control the examination 5 rats divided into 7th day and 5 rats to the examination day 14 and 10 rats for the treatment divided by 5 rats for 7th day of examination and 5 rats again to day 14. Incision rats in back approximaly 1 cm in lenght and depth 0,2 cm and then apply topical PRP for treatment and aqua for control.

The results showed that: (1) there is an increasing neovscular significantly at day 7 and decreased significantly at day 14 in who received PRP (p <0.05): (2) there is a significant increase in fibroblast at day 7 and decreased significantly on day to 14 (p <0.05): (3) on epithelialization there is no significant difference in the day 7th and day 14 (p> 0.05).

Conclusions of this study are: (1) PRP accelerates the healing process neovascularization (2) the PRP to accelerate the process of wound healing by increasing fibroblast, (3) but PRP did not affect epithelialization. The results of this study is expected to be used as a basis for further research to other types of injuries.

Key words: PRP; Wistar rats; Growth Factor; Tissue Regeneration

Page 10: irma kurniati

10

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... ii

KATA PENGANTAR............................................................................. iii

DAFTAR ISI............................................................................................ iv

DAFTAR TABEL.................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR............................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 7

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum ......................................................... 7

1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................ 7

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 7

1.4.1 Manfaat Teoritis ...................................................... 8

1.4.2 Manfaat Peraktis .................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Page 11: irma kurniati

11

2.1. Teori penuaan............................................................................... 9

2.2. Kulit normal ................................................................................. 9

2.3. Luka.............................................................................................. 12

2.3.1. Definisi Luka....................................................................... 12

2.3.2. Etiologi luka ....................................................................... 13

2.3.3. Fase – fase penyembuhan luka .......................................... 14

2.4. Platelet (trombosit) ........................................................................ 19

2.5. Platelet rich plasma ........................................................................ 26

2.6. Variabel pemeriksaan agregasi trombosit ....................................... 28

2.6.1.Vena punksi ........................................................................... 28

2.6.2. Anti koagulan ........................................................................ 28

2.6.3. Temperatur ............................................................................. 29

2.6.4. Kecepatan putaran ................................................................. 29

2.6.5. Waktu pemeriksaan ................................................................ 30

2.7. Agonist ............................................................................................. 30

2.7.1. ADP ........................................................................................... 30

2.7.2 Epinefrin ..................................................................................... 30

Page 12: irma kurniati

12

2.7.3. Kolagen ...................................................................................... 31

2.7.4. Asam arakhidonat ...................................................................... 31

2.7.5. Ristocetin ................................................................................... 31

2.7.6. Trombin ...................................................................................... 32

2.7.7. Trap ............................................................................................ 32

2.8. Tikus wistar (Ratus Norwegicus) ......................................................... 32

2.9. growth factor ........................................................................................ 33

2.9.1. VEGF ......................................................................................... 33

2.9.2. Expresi dari VEGF A sebagai reseptor pada luka kulit ............. 36

2.9.3. Peran VEGF dalam angiogenesis luka ....................................... 36

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir ................................................................... ........... ....39

3.2. Kerangka Konsep .....................................................................................40

3.3. Hipotesis Penelitian ..................................................................................40

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian ...............................................................................41

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................42

Page 13: irma kurniati

13

4.3. Populasi dan Besar Sampel ......................................................................42

4.4.Variabel Penelitian ....................................................................................44

4.4.1. Klasifikasi Variabel .............................................................. ......44

4.4.2. Kriteria Inklusi ...................................................................... ......44

4.4.3. Tehnik Pengambilan Sampel .................................................. ......44

4.4.4. Definisi Operasional Variabel ............................................. ......45

4.5. Prosedur Penelitian ..................................................................................47

4.5.1. Pembuatan Platelet rich plasma dengan konsentrasi 3 x

Whole blood .............................................................................47

4.5.2. Pemilihan dan pemeliharaan hewan uji ......................................48

4.5.3. Prosedur penelitian .....................................................................49

4.5.4. Evaluasi epitelisasi jaringan dengan pengamatan histologi.........50

4.5.5. Parameter yang diamati ..............................................................50

4.6. Instrumen penelitian ................................................................................52

4.7. Analisis Data ...........................................................................................52

BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................54

BAB VI PEMBAHASAN ..............................................................................62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...........................................................67

Page 14: irma kurniati

14

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................68

LAMPIRAN .....................................................................................................72

Page 15: irma kurniati

15

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1. Obat yang mempengaruhiAgregasi trombosit adalah Obat golongan

non steroid anti inflamasi dan suplemen diet........................................24

2.2 Interaksi suplemen- diet dengan obat ...................................................25

2.3 Synopsis of growth factors present in PRP ...........................................33

5.1 Hasil uji normalitas data Neovascularisasi, Fibroblast, dan Epitelisasi..54

5.2 Hasil uji homogenitas antar kelompok data Neovascularisasi,

Fibroblast dan Epitelisasi........................................................................55

5.3 Rereta Neovascularisasi antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari........56

5.4 Rerata Neovascularisasi antar kelompok sesudah perlakuan 14 hari......57

5.5 Rerata Fibroblast antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari...................58

5.6 Rerata Fibroblast kel sesudah perlakuan 14 hari ....................................59

5.7 Rerata Epitelisasi antar kelompok sesudah perlakuan 7 hari..................60

5.8 Rerata Epitelisasi antar kelompok sesudah perlakuan 14 hari................61

Page 16: irma kurniati

16

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Inlfammatory phase (day 3)........ ..........................................................19

2.2 Pembentukan sumbat trombosit..............................................................21

3.1 Kerangka konsep penelitian....................................................................40

4.1 Rancangan penelitian..............................................................................41

4.2 Alur penelitian........................................................................................50

Page 17: irma kurniati

17

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Uji normalitas data................................................................72

Lampiran 2. Uji t- independent..................................................................73

Lampiran 3. Uji Man – Whitney test.........................................................74

Lampiran 4. Uji t-paired test......................................................................75

Lampiran 5. Uji t – test .............................................................................76

Lampiran 6. Uji Wilcoxon Sign Ramk test................................................77

Lampiran 7. Gambaran histologi penelitian jaringan kulit

dengan Pewarnaan hematoksilin dan eosin...........................78

Lampiran 8. Gambar histologi dan tikus wistar dilukai............................79

Page 18: irma kurniati

18

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Saat ini ilmu pengetahuan berkembang pesat. Ilmu yang berkembang

mencakup seluruh bidang ilmu, mulai dari ilmu ekonomi, tehnik, kimia,

maupun kedokteran. Di bidang kedokteran ilmu berkembang dengan cepat, ini

dibuktikan dengan dapat diketahuinya berbagai penyebab penyakit,

pengobatannya serta pencegahannya, Begitu juga dengan kemajuan alat

penunjang diagnosis maupun alat untuk pengobatan.

Ilmu baru yang saat ini mulai diminati adalah ilmu kedokteran anti

penuaan atau Anti Aging Medicine (AAM) yang awalnya diperkenalkan dan

dikembangkan oleh The American Academy of Antiaging Medicine (A4M)

pada tahun 1993 (Pangkahila, 2007). Kedokteran anti penuaan adalah bagian

ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu gabungan

pengetahuan dan tehnologi kedokteran terkini untuk melakukan deteksi dini,

pencegahan, pengobatan, dan perbaikan kekeadaan semula berbagai disfungsi,

kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan, yang bertujuan untuk

memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dari definisi diatas, ada tiga hal

yang harus dijadikan pegangan dalam penerapan kedokteran anti penuaan.

Pertama, berdasarkan ilmu pengetahuan dan kedokteran terkini. Kedua, melalui

cara deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan bahkan perbaikan disfungsi,

kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan proses penuaan kekeadaan

1

Page 19: irma kurniati

19

sebelumnya. Ketiga, bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat,

yang berarti juga dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Pada tahun 1961 Hayflick dan Moorehead ahli biologi sel memberikan

sumbangan tentang sejarah dari biologi sel. Teori Hayflick tentang aging

proses yang dikontrol oleh waktu biologi, berisi sel hidup dan mempunyai

batasan hidup. Perubahan terjadi didalam beberapa sel sebelum mencapai batas

pertumbuhannya. Fungsi dari sel yang rusak pada organ bertanggung jawab

pada proses aging. Kemajuan penelitian stem sel, terapi cloning, dan

nanotehnologi juga setuju dengan teori Hayflick ( Klatz dan Goldman, 2003).

Setelah mencapai usia dewasa, secara alamiah seluruh komponen

tubuh tidak dapat berkembang lagi. Sebaliknya justru terjadi penurunan karena

proses penuaan (Pangkahila, 2007). Perubahan terjadi pada tingkat seluler,

organ, maupun sistem karena proses penuaan (Goldman dan Klatz, 2007). Anti-

aging medicine menganggap dan memperlakukan aging sebagai suatu penyakit

yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali ke keadaan

semula. Dengan demikian manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja

dirinya menjadi tua dengan segala keluhan, dan bila perlu mendapatkan

pengobatan atau perawatan (Pangkahila, 2007).

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik

terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Berdasarkan kedalaman dan

luasnya, luka dapat dibagi menjadi:

1. Luka superfisial; terbatas pada lapisan dermis.

Page 20: irma kurniati

20

2. Luka “partial thickness”; hilangnya jaringan kulit pada lapisan epidermis

dan lapisan bagian atas dermis.

3. Luka “full thickness”; jaringan kulit yang hilang pada lapisan epidermis,

dermis, dan fasia, tidak mengenai otot.

4. Luka mengenai otot, tendon dan tulang (Tawi, 2008)

Penyembuhan luka adalah suatu istilah yang seharusnya hanya digunakan

sesuai dengan konteks regenerasi, dimana bentuk dan susunan asli dari suatu

organ atau bagian anatomi tubuh kembali seperti saat sebelum terjadinya luka

atau injury. Beberapa binatang yang primitif, seperti amphibi dan reptil tetap

mampu mengalami regenerasi seperti tersebut diatas. Pada binatang yang lebih

besar dan komplek, regenerasi tidak dapat dilakukan. Pada manusia dewasa

dengan pengecualian pada organ hati, regenerasi yang sebenarnya, tidak

mungkin terjadi. Oleh sebab itu pada manusia dan pada golongan vertebrata

yang lebih tinggi penyembuhan terjadi melalui suatu proses perbaikan dimana

hasil yang dicapai bukan berupa restorasi secara anatomi namun lebih kepada

hasil yang fungsional (Falanga, 2007).

Pada kebanyakan mekanisme perbaikan luka yang terjadi, tujuannya

adalah menghasilkan suatu penutupan pada daerah luka tersebut. Sekali lagi,

dari suatu proses terjadinya evolusi, maka manusia tidak seharusnya

mengalami suatu penyakit degeneratif atau hidup lebih lama serta

mempertahankan sistem arteri, vena, serta mencegah terjadinya dekubitus atau

ulkus neuropati dari suatu penyakit diabetes. Untuk itu manusia tidak

disiapkan untuk mengalami keadaan ini (luka kronik), dan tidak ada

Page 21: irma kurniati

21

mekanisme yang spesifik untuk mengatasinya secara efektif. Yang menjadi

perhatian penting dalam hal ini adalah adanya perluasan dan kedalaman luka.

Untuk itu, luka yang dangkal (luka saat bercukur) dimana komponen atau

adneksa kulit (folikel rambut, kelenjar keringat dll) masih terdapat, memiliki

kemampuan untuk sembuh karena keratinosit pada tempat tersebut masih ada.

Pada bagian lain, luka dengan fullthickness (punch biobsy) tergantung pada

migrasi keratinosit dan proliferasi pada bagian tersebut. Tidak mengherankan

bahwa pada luka fullthickness akan mengalami penyembuhan yang lama dan

sering timbul jaringan parut (Falanga, 2007).

Seperti sirkulasi sel di dalam darah,platelet dibentuk dari stem cell di

dalam bone marrow. Mereka memulai hidup sebagai suatu sel raksasa yang

disebut megakariosit. Platelet dan darah normal berisi antara 120.000 sampai

600.000 per microlitre. Mereka berbeda dengan sel darah putih mereka tidak

memiliki inti dan tidak bisa membagi. Bagaimanapun mereka mempunyai

peran yang utama di dalam banyak proses tubuh. Awal kerja menunjukkan

bahwa platelet darah adalah pusat proses pembekuan tetapi itu secara

berangsur-angsur menjadi jelas bahwa mereka mempunyai fungsi penting di

dalam mediasi inflamasi dan pendukung proses penyembuhan ( Roberts,

2010).

Platelet rich plasma atau plasma kaya trombosit adalah suatu autologous

dari trombosit manusia dalam volume yang kecil dalam plasma. Platelet

mengandung 7 protein growth factor yang aktif dikeluarkan pada proses

penyembuhan luka (Marx, 2004).

Page 22: irma kurniati

22

Untuk menguji apakah pemberian platelet rich plasma dapat

mempercepat proses penyembuhan luka, maka dilakukan penelitian pada tikus

putih yang dilukai lalu diberikan platelet rich plasma untuk melihat proses

regenerasi jaringan dengan melihat peningkatan neokapilerisasi, re-epitelisasi,

dan fibroblast dalam jaringan luka.

1.1.Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat dibuat rumusan masalah

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka

dapat meningkatkan epitelisasi?

2. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka

dapat meningkatkan fibroblast?

3. Apakah pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang luka

Dapat meningkatkan neovaskular?

1.2. Tujuan Penelitian

1.2.1.Tujuan Umum: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian

Platelet rich plasma topikal dapat meningkatkan epitelisasi, fibroblast,

neovaskular jaringan luka pada tikus putih.

1.2.2.Tujuan Khusus :

1. Untuk mengetahui pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus

putih yang luka dapat meningkatkan jaringan epitel dibandingkan

dengan aqua.

Page 23: irma kurniati

23

2. Untuk mengetahui pemberian platelet rich topikal plasma pada tikus

luka dapat meningkatkan fibroblast dibandingkan dengan pemberian

aqua.

3. Untuk mengetahui pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus

luka dapat meningkatkan neovaskuler dibandingkan dengan

pemberian aqua.

1.3. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.3.1. Manfaat ilmiah : Menambah wawasan pengetahuan tentang platelet rich

plasma topikal dalam dunia kedokteran.

1.3.2. Manfaat praktis:

a) Memberikan informasi kepada masyarakat umum bahwa pemberian

platelet rich plasma topikal dapat meningkatkan proses regenerasi

jaringan pada luka.

b) Hasil yang diharapkan, dipakai sebagai evaluasi pemakaian platelet

rich plasma topikal pada manusia yang menderita luka.

Page 24: irma kurniati

24

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Penuaan

Mengapa kita menua? Teori penuaan di tingkat seluler dan molekuler

secara umum didasari oleh dua pemikiran yaitu penuaan terprogram dan

penuaan secara tidak sengaja. Teori penuaan terprogram didasari pemikiran

bahwa sejak kita dalam kandungan, dilahirkan sampai akhirnya meninggal,

sudah diatur oleh jam biologis. Jam biologis ini mengatur bermacam kejadian

dalam tubuh kita sesuai dengan waktunya. Hilangnya kalsium dari tulang,

berkurangnya kemampuan mata untuk melihat, telinga untuk mendengar dan

kapasitas pernafasan yang menurun adalah contoh dari penuaan yang

terprogram. Dan teori penuaan sebagai kebetulan atau bukan terprogram adalah

bahwa manusia menjadi tua akibat banyak hal yang terjadi secara acak,

misalnya kerusakan DNA dan radikal bebas atau hanya akibat rusaknya organ

tubuh kita dengan bertambahnya waktu (Klatz dan Goldman, 2003).

2.2. Kulit

Fungsi terpenting dari kulit adalah membentuk barier yang efektif

antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu organisme. Hidup pada kondisi

yang kering memerlukan adanya suatu barier untuk mengatur kehilangan

cairan dan mencegah kekeringan, yang dikenal sebagai barier bagian dalam –

bagian luar (inside- outside barier). Kulit juga berfungsi sebagai barier antara

bagian luar dan dalam untuk melindungi dari agen – agen mekanik, kimia, dan

serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias dkk., 2007).

7

Page 25: irma kurniati

25

Untuk melaksanakan fungsi ini, epidermis akan mengalami keratinisasi,

yaitu suatu proses sel- sel epidermis secara progresif menjadi matang dimulai

dari sel basal, sampai menjadi skuama datar dan mati pada stratum korneum

(SC). Stratum korneum dan lapisan kulit yang dalam berfungsi melindungi

kulit dari radiasi ultra violet, trauma mekanik, dan temperatur dingin dan

panas. Untuk melaksanakan beraneka ragam fungsi ini, kulit mempunyai

berbagai jenis barier. Barier fisik terutama pada stratum korneum, tapi pada

bagian epidermis dengan sel berinti dengan ikatan yang kuat, juga merupakan

barier yang penting. Suatu barier kimia- biokimia (antimikrobial) terdiri dari

lemak, asam, lisosim, dan peptida antimikroba. Sistem imun humoral dan

selular memberikan fungsi barier terhadap penyakit infeksi, tetapi

hiperaktivitas imun dapat mengarah kepada suatu alergi (Elias dkk., 2007)

Selain stratum korneum, seluruh kulit, secara keseluruhan memberi

fungsi sebagai pelindung. Daerah paling dalam kulit manusia, yaitu lapisan

lemak sub kutan, melindungi tubuh dari goncangan mekanik, mengisolasi

tubuh melawan panas dan dingin dari luar, dan juga secara keseluruhan aktif

dalam metabolisme dan penyimpanan energi. Dermis terdiri dari serabut –

serabut kolagen dan serat serat elastis dan sangat penting untuk regangan

mekanik pada kulit. Serabut- serabut saraf bersifat kemosensitif dan bertindak

sebagai peringatan melawan adanya trauma eksternal (Elias dkk., 2007).

2.3. LUKA

2.3.1. Definisi Luka.

Page 26: irma kurniati

26

Secara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan

oleh karena adanya cedera atau pembedahan.

Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses

penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat yaitu : abrasi,

kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan

klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang

melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan

epidermis dan dermis; dan full thickness yang melibatkan epidermis, dermis,

lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Agustina, 2009)

2.3.3.Fase – Fase Penyembuhan Luka

Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu: fase koagulasi,

fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodeling. Fase koagulasi

dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan

mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping. Ini menunjukan

seluruh fase secara berurutan dan juga menerangkan hubungan secara linear

mengenai penyembuhan luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan

terjadinya perbaikan, dimana hal ini tidak terdapat pada luka yang kronis, serta

proses terjadinya melalui jalur yang pendek atau secara berulang.Yang menjadi

perhatian adalah

penjabaran mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau

digolongkan dalam fase- fase yang tepat/ pasti dan hal ini harus menjadi

pertimbangan karena fase–fase tersebut sering overlaping (Falanga, 2007).

Page 27: irma kurniati

27

Fase Inflamasi

Pertama fase penyembuhan luka dimulai dari segera

setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari (Broughton dkk.,2006).

Dalam literatur lain, fase penyembuhan diklasifikasikan menjadi empat tahap

dengan membedakan hemostasis sebagai fase pertama ( Chin dkk., 2005),

Sementara itu umumnya diketahui sebagai bagian dari fase inflamasi . Tahap

awal yang alami untuk mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang

invasif (Gurtner, 2007) dan ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskular

oleh hemostasis trombin berikut, sekresi sitokin chemotactic yang

memfasilitasi migrasi sel (Myers, 2007). Kolagen selama luka membentuk

pengaktivan kaskade pembekuan, baik intrinsik maupun jalur ekstrinsik

(Broughton dkk., 2006) yang memuncak dalam pembentukan gumpalan fibrin

dan hemostasis memulai fase inflamasi (Broughton dkk., 2006; Myers dkk.,

2007) bekuan fibrin berfungsi sebagai scaffolding untuk sampai sel, seperti

neutrofil, monosit, fibroblasts, dan endotel sel (Broughton dkk., 2006)

polimorfonuklear leukosit dan makrofag adalah dominan jenis sel selama fase

awal (Myers dkk., 2007) pembekuan fibrin /matriks sementara juga berfungsi

untuk memusatkan sitokin dan growth factor (Broughton dkk., 2006) yang

dilepaskan oleh trombosit, trombin, dan fibronectin. Penghapusan sementara

matriks fibrin akan mengganggu penyembuhan luka (Gurtner, 2007). Neutrofil

adalah respon pertama tekanan sinyal sel dan sinyal chemotactic (oleh sitokin)

tiba ke dalam pembekuan fibrin (Broughton dkk., 2006). Selanjutnya darah di

dekat pembuluh vasodilatasi dan neutrofil lebih ditarik ke daerah luka dengan

Page 28: irma kurniati

28

interleukin (IL) -1,tumor necrosis factor (TNF)-α, faktor trombosit (PF) -

4,mengubah faktor pertumbuhan (TGF)-β, trombosit berasal faktor

pertumbuhan (PDGF) (Broughton dkk., 2006; Chin dkk.,2005) dan "produk

bakteri"(Broughton dkk.,2006) Leukosit PMN mulai membersihkan

menyerang bakteri dan seluler debris(Broughton dkk., 2006) Monosit akan

tertarik ke daerah luka dan berubah menjadi makrofag dalam 48 sampai 72-96

jam setelah luka (Broughton dkk., 2006; Gurtner, 2007) Makrofag phagocytose

debris dan bakteri, tapi sangat penting untuk diatur produksi faktor

pertumbuhan yang diperlukan untuk produksi matriks ekstraselular oleh

fibroblasts dan produksi pembuluh darah (Gurtner, 2007) . Singkatnya, proses

penyembuhan dimulai dengan hemostasis, deposisi trombosit, dan interaksi

mediator larut dan faktor pertumbuhan dengan ekstraselular matrik (Chin dkk.,

2005)

Fase Proliferasi Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka,

terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblast, dan makrofag dalam pengaturan

struktur pendukung (Myers dkk., 2007). Selain pembentukan jaringan granulasi

dengan kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga

fase utama (Broughton dkk.,2006; Ueno dkk., 2006) proses ini bagian dari

penyembuhan luka. Fase kedua akan mulai pada hari 7-45 bersamaan dengan

memudarnya fase inflamasi dan terus sampai 146-215 hari setelah luka.

Angiogenesis ditandai dengan migrasi sel endotel dan pembentuk kapiler

(Broughton dkk., 2006) Ini adalah respon alami penyembuhan untuk

Page 29: irma kurniati

29

menggantikan mikrosirkulasi luka yang meliputi pergerakan sel endotel dalam

menanggapi ke tiga gelombang yaitu faktor pertumbuhan PDGF, TGF-β, insulin-like

growth factor selama fase inflamasi; fibroblast growth factor (FGF) dibebaskan

ikatannya pada molekul jaringan ikat sebagai gelombang kedua, dan vascular

endotelial growth factor (VEGF) disampaikan oleh makrofag sebagai yang ketiga

dan gelombang dominan (Ueno dkk., 2006). Angiogenesis berlangsung

proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Ueno dkk.,

2006). Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks kolagen dibentuk oleh

fibroblast

PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang berasal dari platelet dan

makrofag adalah sinyal utama ke fibroblasts (Broughton dkk., 2006; Gurtner,

2007). Fibroblast bermigrasi ke tempat luka dari jaringan sekitarnya, mulai

mensintesis kolagen dan berkembang biak. Respon PDGF, fibroblast sementara

mensintesis matriks terdiri dari kolagen tipe III, glycosaminoglycans, dan

fibronectin 1 yang menyediakan tempat untuk migrasi keratinosit

(Gurtner,2007) Tipe lain dari fibroblasts "luka fibroblasts" yang sudah ada di

luka. Jenis fibroblasts akan berubah menjadi myofibroblast yang memainkan

peranan pada kontraksi luka (Broughton dkk., 2006). Myofibroblast ada yang

lain dari fibroblast dengan intraseluler actin mikrofilamen yang mampu

meregenerasi matrik dan kontraksi (Gurtner, 2007). Kontraksi myofibroblast

luka melalui spesifik c integrin berinteraksi dengan matrix kolagen (Gurtner,

2007). Klinis, kontraksi luka adalah respon alami dari tubuh melokalisasi dan

membuat daerah lebih kecil melindungi dirinya dari semua dampak negatif

Page 30: irma kurniati

30

luka. Luka yang sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan khusus

menunjukkan ini kekuatan dari tindakan kontraksi luka.

Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah luka dan dirangsang oleh

cytokins inflammatory .1 IL-1 dan TGF-α upregulate growth factor

keratinocyite (KGF) ekspresi gen di fibroblast. Fibroblast kemudian akan

mensintesis dan mensekresikan KGF-1, KGF-2 (paling penting pada manusia),

dan IL-6 yang merangsang sekitar keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka,

berproliferasi dan berdiferensiasi di epidermis (Broughton dkk., 2006).

Terakhir, epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi.

Fase Remodelling

Merupakan fase terpanjang penyembuhan luka yaitu

pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada

jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan

tegangan pada luka (Ueno dkk., 2006). Fase ini diakui akan mulai tumpang

tindih dengan fase proliferatif 8 hari (Broughton dkk.,2006) sampai 21 hari

(Gurtner, 2007) setelah cedera sampai satu tahun setelah itu. Karakteristik

utama fase ini penting adalah deposisi kolagen pada tempatnya (Broughton

dkk., 2006) yang menyiratkan untuk memperbaiki kolagen dan kontraksi scar

( Gurtner, 2007). Gerakan fibroblasts menarik jaringan kolagen bersama

merangsang kontraksi jaringan scar(Ueno dkk., 2006).

Tipe III kolagen yang diproduksi dan disimpan oleh firoblast selama

fase proliferatif akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan

berikutnya melalui proses yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007).

Page 31: irma kurniati

31

Degradasi ini dimediasi melalui matriks metalloproteinase (MMP) yang

disekresikan oleh makrofag, fibroblast dan sel endotel (Gurtner, 2007).

Kekuatan regangan dari penyembuhan bekas luka meningkat lambat. Pada 3

minggu awalnya fase pematangan, luka hanya memiliki sekitar 20% (Gutrner,

2007) sampai 30% (Broughton dkk,2006) dari kekuatan kulit normal, dan pada

akhirnya hanya dimiliki 70% (Chin dkk., 2005) sampai 80% (Broughton

dkk.,2006) dari normal kekuatan pada akhir fase remodelling. Fase akhir juga

ditandai dengan keseimbangan antara deposisi kolagen dan degradasi. Ketika

deposisi kolagen atau sintesis gagal maka akan terjadi kekakuan jaringan parut. Luka

atropik mungkin hasil akhir setelah selesai dari fase maturasi. Sebaliknya,

ketika degradasi kolagen terganggu atau sintesis berlebihan, jaringan parut

dapat menjadi hyperthrophic atau bahkan keloid. Kondisi yang ideal akan

menjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis atau deposisi kolagen

untuk menghasilkan jaringan parut yang normal(Prasetyono, 2009).

Page 32: irma kurniati

32

Gambar 2.1 inflammatory phase (day 3)

2.4 . Platelet (Trombosit)

Platelet atau Trombosit merupakan salah satu komponen darah tepi yang

berbentuk diskoid tanpa inti dan berperan dalam berbagai proses hemostasis

dan pertahanan alami manusia.Platelet atau Trombosit mempunyai karakter

berbentuk bulat, berdiameter 2-4 µM, tidak mempunyai nukleus tetapi

memiliki banyak vesikel dan granula dan kadar normal 150.000-400.000 sel

setiap µL darah. Umur trombosit dalam darah adalah 5-9 hari. Dalam trombosit

dijumpai berbagai granula: seperti α granula padat, dan granula lisosomal,

Granula α merupakan granula yang terbanyak, berkisar, 50-80 granula per butir

trombosit dan menyusun 10% dari volume platelet ( Wijaya, 2010).

Permukaan trombosit diliputi oleh glikoprotein yang penting untuk reaksi

adhesi dan agregasi yang akan membentuk sumbat trombosit pada proses

hemostasis. Reseptor glikoprotein bereaksi dengan zat agregator, inhibitor dan

faktor pembekuan. Agregasi trombosit dengan kolagen difasilitasi oleh

glikoprotein Ia (GPIa) ) (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001).

Glikoprotein Ib yang terganggu pada sindrom Bernard- Soulier dan

glikoprotein IIb/IIIa yang terganggu pada thrombasthenia sangat penting untuk

pelekatan trombosit dengan faktor von Willebrand (vWF) dan subendotel

Page 33: irma kurniati

33

vaskuler. Glikoproten IIb/IIIa juga merupakan reseptor fibrinogen yang sangat

penting pada proses agregasi trombosit. Lapisan membran fosfolipid yang

dikenal sebagai platelet factor 3 penting untuk merubah faktor pembekuan X

menjadi Xa dan protrombin menjadi trombin. Dibagian dalam trombosit

terdapat dense granule electron dan granula α. Dense granule berisi ADP,

kalsium dan serotonin, sedangkan granula α berisi platelet factor 4,platelet

derived growth factor (PDGF), tromboglobulin b, fibrinogen, vWF, faktor

pembekuan fibrinogen dan V. Dense tubular system berisi kalsium dan diduga

merupakan tempat pembentukan prostaglandin dan tromboksan A (Hoffbrand

dkk., 2001).

Peran trombosit in vivo dalam hemostasis adalah membentuk sumbat

trombosit yang terjadi melalui 3 proses yaitu adhesi, aktivasi trombosit dan

agregasi. Perlekatan trombosit dengan pembuluh darah yang melibatkan

reseptor GPIb dan faktor von Willenbrand disebut sebagai proses adhesi.

Setelah itu terjadi aktivasi trombosit yang menimbulkan perubahan bentuk

trombosit yang menyebabkkan terjadinya penglepasan isi granula α dan dense

granules seperti ADP, serotonin, katekolanin serta ekspresi dari reseptor

GPIIb-IIIa. Tahap terakhir pada proses pembentukan sumbat trombosit adalah

terjadinya agregasi trombosit yang melibatkan fibrinogen/ faktor von

Willebrand (Yamanaka, 2000; Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001).

KERUSAKAN VASKULAR

Refleks vasokonstriksi

Page 34: irma kurniati

34

Pelekatan trombosit pada

Penglepasan faktor jaringn kolagen

Pelepasan ADP

vasokonstriksi

Jalur ekstrinsik Agregasi trombosit

Jalur intrinsik

Pembentukan fibrin sumbat trombosit semipermiabel

Sumbat trombosit nonpermiabel

Gambar 2.2: Pembentukan sumbat trombosit

Pelepasan zat yang berasal dari trombosit terjadi bila trombosit

dirangsang dengan asam arakhidonat, ADP, adrenalin, kolagen atau

ristosetin.Zat yang merangsang aktivitas trombosit dikenal sebagai platelet

agonist. Platelet agonist yang dipakai dapat berupa ADP, kolagen, epinephrin,

asam arakhidonat dan ristosetin (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz, 2001; Perry

dan Todd, 2011).

Proses agregasi adalah suatu proses yang menyebabkan trombosit

saling melekat satu sama lain. Pemeriksaan agregasi trombosit merupakan

Page 35: irma kurniati

35

salah satu uji dalam laborotorium untuk menilai faal trombosit, terutama pada

pasien yang jumlah trombosit yang normal tetapi disertai perdarahan atau

pasien dengan trombosit yang normal dengan kecendrungan mengalami

trombosis. (Gawaz ,2001)

Agregasi trombosit dapat meningkat pada beberapa keadaan seperti

kontrasepsi hormonal, perokok dan obat. Pada uremia dilaporkan terjadinya

perdarahan akibat gangguan fungsi trombosit yang disebabkan akumulasi

metabolik toksik (Yamanaka, 2000; Gawaz, 2001).

Peningkatan kadar imunoglobulin yang disebabkan paraproteinemia,

menyebabkan gangguan fungsi trombosit karena adanya interaksi antara

paraproteinemia dengan membran glikoprotein dari trombosit yang

mengakibatkan gangguan ikatan trombosit dengan fibrinogen dan faktor von

Willebrand (Yamanaka , 2000).

Hiperlipoproteinemia yang disebabkan peningkatan kadar kolesterol

dapat mengubah karakteristik trombosit menjadi lebih aktif. Kontrasepsi

hormonal meningkatkan agregasi trombosit yang kemungkinan disebabkan

oleh estrogen. Pada perokok, nikotin menghambat sintesis PGI₂ yang

menyebabkan hambatan terhadap agregasi trombosit (Gawaz, 2001).

Obat yang menghambat agregasi trombosit antara lain aspirin,

sulphinpyrazon, thienopyridine, clopidogrel, glycoprotein blockers seperti

abciximab dan dextran. Aspirin dan sulphinpyrazon mengurangi aktivasi

trombosit dengan menghambat kerja siklooksigenase, sehingga sintesa

prostaglandin dan tromboksan A₂ menjadi terhambat. Hambatan yang terjadi

Page 36: irma kurniati

36

akibat pemakaian aspirin bersifat irreversible karena berlangsung seumur hidup

trombosit. Dextran dan abciximab menghambat agregasi trombosit dengan

menduduki reseptor glikoprotein (GP). Dipiridamol menghambat kerja

fosfodiesterase, sehingga terjadi peningkatan siklik AMP yang menghambat

reaksi penglepasan. Thienopiridiniclopidogrel bekerja menduduki reseptor

platelet adenosin (Hoffbrand dkk., 2001; Gawaz , 2001).

Tabel.2.1 Obat yang Mempengaruhi Agregasi Trombosit adalah Obat

Golongan non steroid anti inflamasi dan Suplemen Diet

Obat yang menghambat agregasi trombosit

Aminopyrine (Pyramidon)

Dextropropoxyphene (Doloxene)

Meclofenemic acid Mefenamic acid

A Amitriptyline Dipyridamol (Persantine)

Nitrofurantoin (furdantin)

Antruene (Sulfinpyrazone)

Furosemide (lasix) Glycerol-guaicolate

Paracetamol

Aspirin Heparin Phenilbutazone

Atromide (clofibrate)

Ibufenac (ditransin) Promethazine

Cloroquine Ibuprofen (motrin) Pyrinolcarbamate

Chlorpromazine Indomethacin (Indocin)

Sulfinpyrazone

Cyprohepatadine Imipramine

Dextran

Page 37: irma kurniati

37

Alpha- antagonis Chephalosporins Local anaesthetics (procain)

Adrenergic blocking agents

Clofibrate Non steroid anti-inflamatory drug

Corticosteroids

Adenosine Cyclic AMP Prostaglandine E

Aminophyline EDTA Prostanoids

Antihistamines Ethanol Sulphydril inhibitor

B-blocker Garlic Tricyclic antidepressants

Black tree fungus Volatile general anesthetics

Page 38: irma kurniati

38

Tabel 2.2 Interaksi suplemen- diet dengan obat

Suplemen-diet Obat Pengaruh

Alfalfa Walfarin Jamu mengandung vitamin K, decreased drug efficacy

Angelica sinensis (dong quai)

Warfarin Jamu mengandung coumarins

Barberis vulagaris (barberry)

Warfarin Jamu mengandung berberine, Antikoagulan

Bromelains Warfarin, aspirin,

dipiridamol,

Jamu masa protrombine memanjang, hambatan agregasi trombosit

Garlic Earfarin, Aspirin, Dipiridamol

Antikoagulan aditif, Efek anti trombosit

Ginggo biloba Warfarin, Aspirin, Dipiridamol

Antikoagulan aditif dan efek anti trombosit, dapat menimbulkan perdarahan spontan pada iris dan sub dural hematom

Hydrastis Canadensis (Goldenseal)

Warfarin Jamu mengandung berberine dan antikoagulan

Mahonia aguifolium Oregon grape)

Warfarin Jamu mengandung berberine dan antikoagulan

Salviae multiorrihizae (cinnabar root)

Warfarin Antikoagulan

Tanacetum parthenum (feverfew)

Warfarin, Aspirin, dipiridamol

Antikoagulan dan efek anti trombosit

Page 39: irma kurniati

39

Panax ginseng Warfarin Kemungkinan berinteraksi dengan warfarin

2.5 Platelet rich plasma

Normal trombosit darah berkisar antara 150.000/µL dan 350.000/µL dan

rata- rata sekitar 200.000/µL ( Marx, 2001)

Platelet Rich Plasma atau Plasma kaya trombosit bisa didefinisikan

sebagai plasma darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan

volume 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7

macam growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2,

VEGF, EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan

pembuatan plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya

trombosit dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah

sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat

delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk., 2009).

Platelet rich plasma pertama kali digunakan pada operasi jantung oleh

Ferrari et al tahun 1987 sebagai komponen transfusi autologus setelah operasi

terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh banyak spesialis seperti pada

operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic, dan penyembuhan luka secara

keseluruhan ( Crane dan Evert, 2008).

Kontraindikasi penggunaan Platelet rich plasma adalah :

Kontraindikasi absolut:

1. Sindrom dysfungsi platelet

2. Critical thrombocytopenia

Page 40: irma kurniati

40

3. Hypofibrinogenemia

4. Ketidakstabilan hemodinamik

5. Septikemia

6. Sensitif terhadap thrombine bovine (jika menggunakan bovine

thrombine dengan kalsium untuk membuat platelet gel) ( Crane

and Evert, 2008, Smith dkk, 2004).

Kontraindikasi relatif:

1. Konsisten menggunakan (anti inflamasi) dari NSAID dalam 48

jam saat prosedur.

2. Kortikosteroid injeksi pada saat terapi atau menggunakan

kortikosteroid selama 2 minggu sebelum terapi.

3. Panas yang baru atau sakit

4. Kanker

5. HGB<10g/dl

Jumlah platelet kurang dari 105/µL) (Crane dan Evert, 2008; Smith ,

2004).

2.6 Variabel Pemeriksaan Agregasi trombosit

2.6.1Venapunksi

Sampel pasien dewasa diambil dengan jarum 20-21 G dan syringe plastic.

Untuk kasus pediatric, dipakai jarum 23-25 G.

2.6.2 Antikoagulan

Sitrat

Page 41: irma kurniati

41

Sodium sitrat (0,102 M, 0,129 M sitrat buffered dan non buffered) dengan rasio 9

bagian darah dengan 1 bagian antikoagulan merupakn antikoagulan pilihan untuk

pemeriksaan agregasi trombosit. Sebaiknya tidak memakai Vacutainer karena

dikhawatirkan dapat terjadi aktivasi trombosit oleh tekanan shear vakum.

Beberapa laboratorium mengkoreksi hematokrit, terutama bila nilai hematokritnya

terlalu tinggi atau rendah. Hardisty dkk menemukan bahwa pada orang dengan

nilai hematokrit yang tinggi, diperlukan lebih banyak agonist oleh karena

kurangnya jumlah kalsium bebas yang terdapat di plasma (Wirawan, 2007).

Heparin

Heparin bekerja dengan cara menghentikan pembentukan dan aktivitas thrombin

dari prothrombine sehingga menghentikan pembentukan fibrin dari fibrinogen

(Riswanto, 2009).

EDTA

Agregasi trombosit tergantung adanya kalsium bebas di plasma, karena cara kerja

EDTA mencegah koagulasi dengan mengikat kalsium (Riswanto, 2009).

2.6.3 Temperatur

Pemeriksaan agregasi harus dilakukan pada suhu 37°C agar menyerupai suasana

in vivo(Jarvis, 2006; wirawan, 2007; Perry Todd , 2011).

2.6.4 Kecepatan Putaran Agregometer

Supaya terjadi agregasi, trombosit harus kontak satu sama lain. Bila ditambahkan

agonis pada trombosit yang tidak diputar, tidak akan terjadi agregasi. Kecepatan

putaran optimal berdasarkan tinggi kolum PRP, diameter kuvet dan ukuran stir bar

Page 42: irma kurniati

42

yang dipakai. Tiap pabrik memilki rekomendasi kecepatan putaran optimal

masing-masing (Jarvis, 2006).

2.6.5. Waktu Pemeriksaan

Sebaiknya pemeriksaan agregasi trombosit dikerjakan dalam 3 jam setelah sampel

diambil(Jarvis, 2006).

2.7.AGONIST1

2.7.1.ADP

Kadar 1-10 μM ADP sering dipakai pada pemeriksaan agregasi trombosit. Kadar

ADP yang rendah (1-3 μM) menghasilkan kurva tunggal (monofasik) atau kurva

bifasik. Pada kadar yang rendah, ikatan fibrinogen biasanya reversible dan

trombosit disagregasi. Kadar ADP yang lebih tinggi (10 atau 20 μM) dapat

menutupi respon bifasik oleh pelepasan ADP endogen. Ini masih dianggap respon

bifasik karena terjadi pelepasan ADP tetapi tidak tampak pada kurva. Aspirin

akan menghambat respon agregasi ADP kadar rendah, karena hambatan jalur

siklooksigenase dan pelepasan isi granul ( Jarvis, 2004; Wirawan, 2007; Shantsila

adan Watson, 2008 ).

2.7.2.Epinefrin

Biasanya dipakai epinefrin 5-10 μM untuk pemeriksaan agregasi. Dijumpai

gelombang pertama yang kecil, kadang diikuti respon sekunder yang lebih besar.

Gelombang kedua ini dihambat oleh aspirin, obat anti inflamasi non steroid,

antihistamin, beberapa antibiotik ( Jarvis, 2004; Shantsila dan Watson, 2008).

2.7.3.Kolagen

Page 43: irma kurniati

43

Biasanya dipakai kadar 1-5 μg/ml. Kolagen adalah agonist yang paling kuat.

Agregasi trombosit yang diinduksi kolagen menunjukkan lag phase sekitar 1

menit, dimana pada saat itu trombosit berikatan pada fibril kolagen, mengalami

perubahan bentuk dan reaksi pelepasan. Respon agregasi yang diukur adalah

gelombang kedua setelah aktivasi dan pelepasan trombosit. Pada kadar kolagen

yang rendah, respon agregasi trombosit dapat dihambat aspirin dan obat anti

trombosit lain ( Pagana, 2006; Shantsila dan Watson, 2008).

2.7.4.Asam Arakidonat

Dengan siklooksigenase, asam arakidonat diubah menjadi tromboksan A2.

Aspirin menghambat jalur siklooksigenase dan respon agregasi terhadap asam

arakidonat. Pasien yang mengkonsumsi aspirin atau anti trombosit lain, penderita

gangguan pelepasan atau Glanzman tromboastenia akan memberikan hasil

abnormal agregasi trombosit yang diinduksi asam arakidonat. Pasien dengan SPD

menunjukkan respon agregasi asam arakidonat yang normal ( Shantsila dan

Watson, 2008).

2.7.5.Ristocetin

Pada trombosit normal, antibiotik ristocetin dengan kadar 1,5 mg/ml,

menyebabkan agregasi trombosit yang trgantung GpIb/VWF. Bila responnya

abnormal, dicurigai penyakit von Willebrand atau sindroma Bernard Soulier

(tidak ada kompleks GpIb-IX-V) ( Shantsila dan Watson, 2008).

2.7.6.Trombin

Trombin adalah agonist trombosit yang sangat poten. Peptida sintetik Gly-Pro-

Arg-Pro (GPRP) menghambat polimerisasi fibrin yang diinduksi thrombin,

Page 44: irma kurniati

44

sehingga dapat terjadi agregasi trombosit yang diinduksi thrombin. α-trombin

dengan kadar 0,1-0,5 U/ml dapat dipakai untuk mengakivasi trombosit, baik yang

washed atau gel-filtered (Pagana, 2006; Shantsila dan Watson, 2008).

2.7.7. TRAP

Thrombin receptor activating peptide (TRAP) adalah peptide sintetik yang

berikatan dengan sekuens asam amino N-terminal dari “tethered ligand” yand

dibentuk setelah hidrolisis thrombin protease activatedreceptor (PAR1).

Penambahan TRAP 10 μM menyebabkan aktivasi respon trombin yang sangat

kuat tanpa pemecahan fibrinogen dan pembentukan clot. Pada umumnya

trombosit menunjukkan respon agregasi normal terhadap TRAP kecuali pada

Glanzmann thromboasthenia. Sekarang ini TRAP dipakai untuk memonitor efek

farmakodinamik anti trombosit baru yang menghambat ikatan fibrinogen dengan

trombosit atau yang mengganggu reseptor PAR di trombosit(Pagana, 2006;

Shantsila dan Watson, 2008).

2.8. Tikus Wistar (Rattus norvegicus)

Tikus liar, tikus norwegia, dan tikus coklat, adalah hewan semarga

dengan tikus laboratorium. Akan tetapi nama ilmiah tikus liar lain itu yaitu

tikus hitam adalah Rattus rattus. Tikus ini mirip dengan tikus norwegia dan

sering terdapat di kota-kota diseluruh dunia tetapi jarang dipakai sebagai

hewan laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Tikus laboratorium jantan jarang berkelahi seperti mencit jantan.

Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat melihat atau

mendengar tikus lain. Jika dipegang dengan cara yang benar, tikus- tikus ini

Page 45: irma kurniati

45

tenang dan mudah ditangani dilaboratorium. Pemeliharaan dan makanan

tikus lebih mahal daripada mencit tetapi tikus berbiak sebaik mencit.

Karena hewan ini lebih besar dari mencit, maka untuk beberapa macam

percobaan, tikus lebih menguntungkan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Umumnya berat badan tikus laboratorium lebih ringan dibandingkan

dengan berat badan tikus liar. Biasanya pada umur empat minggu beratnya

35-40 gram, dan berat dewasa rata- rata 200- 250 gram , tetapi bervariasi

tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai 500 gram tetapi

tikus betina jarang lebih dari 350 gram (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Ada dua sifat yang membedakan tikus dengan hewan coba yang

lain. Tikus tidak dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di

tempat esofagus bermuara kedalam lambung, dan tikus tidak mempunyai

kandung empedu (Smith dan mangkoewidjojo, 1988).

Tehnik pengambilan darah: Cara memperoleh darah dari medial canthus

sinus orbitalis (Smith danMangkoewidjojo, 1988).

2.9. Growth factor

TABEL 2.3.SYNOPSIS OF GROWTH FACTORS PRESENT

IN PRP

Growth factor

Source Function

Transforming growth factor- beta, TGF-β

Platelet, extracellular matrix of bone, cartilage matrix, Activated TH1 cell and natural killer cells,

Stimulates undifferentiated mesenchymal cell proliferation; regulates endothelial,

Page 46: irma kurniati

46

macrophage/ monocytes and neutrophils

fibroblastic mitogenesis;regulates collagen synthesis and collagenase secretion; regulates mitogenic effects of growth factors; stimulates endothelial chemotaxis and angiogenesis; inhibits macrophage and lymphocyte proliferation

Basic Fibroblast Growth factor, bFGF

Platelet, macrophage, mesenchymal cell, chondrocytes, osteoblast

Promotes growth and differentiation of chondrocytes and osteoblasts; mitogenic for mesenchymal cells, chondrocytes and osteoblasts

Platelet Derived Growth Factor, PDGFa-b

Platelets,osteoblasts, endothelial cell, macrophage, monocytes, smooth muscle cells

Mitogenic for mesenchymal cells and osteoblasts, stimulates chemotaxis and mitogenesis in fibroblast/glial/smooth muscle cells, regulates collagenase secretion and collagen synthesis; stimulates macrophage and neutrophil chemotaxis

Epidermal Growth factor, EGF

Platelets, macrophage, monocytes

Stimulates endothelial chemotaxis/angiogenesis; regulates collagenase secretion; stimulates

Page 47: irma kurniati

47

epithelial/mesenchymal mitogenesis

Vascular Endothelial Growth Factor, VEGF

Platelets, endothelial cells

Increases angiogenesis and vessel permeability, stimulates mitogenesis for endothelial cells

Conective Tissue Growth Factor, CTGF

Platelet through endocytosis from extracellular environment in bone marrow

Promotes angiogenesis, cartilage regeneration, fibrosis and platelet adhesion

Table 2.3 synopsis of growth factor in PRP from Peter A.M.

Evert et al. Platelet –rich plasma and Platelet gel: A review ³

2.9.1 VEGF

Terdiri dari VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E dan

placenta growth faktor (PLGF). Mereka menggunakan fungsi biologi dengan

mengikat tiga reseptor transmembrane tirosine yang berbeda, VEGFR-1, VEGFR-

2, VEGFR-3. Fungsi biologi dari VEGF-A dan ini adalah reseptor VEGF-1 dan

VEGF2 mempunyai karakteristik lebih detail. VEGF-A diindentifikasi sebagai

mayor regulator dari vasculogenesis dan angiogenesis selama perkembangan,

menunjukan mungkin juga mempengaruhi dalam regulasi angiogenesis selama

proses penyembuhan luka (Warner dan Grose, 2003).

2.9.2. Expresi dari VEGF-A dan sebagai reseptor pada kulit luka

VEGF-A adalah yang terbaik dan paling spesifik sebagai regulator dalam

psisiologi dan patologi pada proses remodeling angiogenic (Roth dkk., 2006).

Page 48: irma kurniati

48

Peran dari VEGF-A pada perbaikan luka, expresi dari gen ini

memperlihatkan peningkatan yang kuat setelah luka kutaneus, dengan keratinosit

dan makrophage menjadi produsen utama. Sebagai tambahan reseptor di deteksi

pada pembuluh darah di jaringan granulasi. Expresi ini menggambarkan VEGF-A

merangsang luka angiogenesis didalam paracrine. Sangatlah penting peranan

VEGF-A dalam proses penyembuhan didukung oleh beberapa penelitian yang

memperlihatkan penurunan VEGF-A atau peningkatan degaradasi akan

menimbulkan defect pada penyembuhan luka. Selanjutnya terapi dari luka

iskemik dengan VEGF-A atau ekpresi berlebihan dari VEGF-A mempercepat

fibroblast pada proses luka (Warner dan Grose, 2003).

2. 9. 3. Peran VEGF-A dalam angiogenesis luka

Peran penting dari VEGF-A dalam penyembuhan luka baru-baru ini

diungkapkan dalam suatu penelitian dimana memperlihatkan penetralan antibodi

VEGF-A menyebabkan penurunan mencolok dalam angiogenesis luka, akumulasi

cairan dan formasi jaringan granulasi luka pada babi. Lebih lanjut, terjadinya

angiogenic yang terlihat pada luka manusia, saat pertama kali cairan luka ada

setelah luka terjadi Sudah ada penghambatan VEGF (Warner dan Grose, 2003).

VEGF merangsang perkembangan pembuluh darah vena yang baru, termasuk sel

otot polos ditemukan dalam dinding pembuluh darah vena. Pembuluh darah vena

membentuk dan saling menyambung untuk proses penyembuhan yang sempurna

dan penyediaan oksigen dan makanan yang baik akan membentuk jaringan yang

baru (Disease prevention and Treatment, 2003).

Neokapilerisasi

Page 49: irma kurniati

49

Neokapilerisasi merupakan pembuluh darah baru berupa tunas-tunas yang

terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi percabangan baru

pada jaringan luka. Neokapilerisasi akan saling beranastomosis dan membentuk

suatu jaringan sirkulasi darah yang padat pada jaringan luka. Pembuluh darah

memiliki peranan penting dalam perbaikan jaringan untuk memberikan asupan

nutrisi bagi jaringan yang sedang beregenerasi. Pembuluh darah juga

menghantarkan sel-sel radang yang dibentuk di dalam sumsum tulang untuk

mendekati jaringan yang terluka hingga sel radang tersebut melakukan emigrasi

(Singer dan Clark, 1999).

Re-epitelisasi

Re-epitelisasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi,

migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel. (Tahapan-tahapan ini akan

mengembalikan integritas kulit yang hilang. Penyembuhan luka sangat

dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses reepitelisasi semakin

cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan

dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat

yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan

penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel baru pada

kulit (Priosoryanto dkk., 2010).

Fibroblast (Jaringan Ikat)

Fibroblast memiliki tonjolan-tonjolan sitoplasma yang tidak teratur, inti bulat telur,

besar, kromatin halus, dan memiliki nukleulus yang jelas. Di dalam sitoplasma,terdapat R.E

granuler dan badan golgi yang berkembang dengan baik. Fibroblast berfungsi untuk mensintesis

Page 50: irma kurniati

50

matriks ekstraseluler seperti serabut kolagen, serabut elastis dan zat-zat amorf. Selain itu ia

berperan mengikat matriks ekstraseluler untuk membentuk jaringan dan mempercepat

penyembuhan luka. Bentuk fibroblast bervariasi. Pada jaringan ikat padat teratur. Fibroblas

tampak berbentuk fusiformis diantara serabut-serabut jaringan. Pada jaringan ikat longgar

dijumpai berbentuk bintang atau stellata sebagai akibat serabut-serabut jaringan ikat yang tidak

teratur. Fibroblast yang dewasa disebut fibrosit. Fungsi biologik fibroblast adalah

berdifferensiasi untuk mensintesis dan mensekresikan matriks ekstraseluler. Sintesis dan sekresi

fibroblast mencakup kolagen, fibronektin, glikoprotein dan proteoglikan. Fibroblast membantu

mensintesis glikokonyugat ekstraseluler. Fibroblast memiliki banyak mikrofilamen aktin serta

mikrotubul Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam

(Adnan, 2010) Fibroblast akan mengalami beberapa perubahan fenotip dan menjadi

myofibroblas yang berfungsi untuk retraksi luka (Kalangi, 2004).

Page 51: irma kurniati

51

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

3.1. Kerangka Berpikir

Kulit normal memiliki tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan

subkutis. Fungsi terpenting dari kulit adalah membentuk barier yang efektif antara

bagian dalam dan bagian luar dari suatu organisme mikroba untuk melindungi

diri dari serangan mikroba dilingkungan sekitar.

Luka diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat, proses

penyembuhan dan lamanya penyembuhan.

Pada regenerasi jaringan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi

proses regenerasi baik dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri. Proses yang

mempengaruhi regenerasi dari dalam bisa berupa faktor genetik seperti kelainan

darah atau kelainan metabolik seperti pada diabetes melitus dan lain -lain.

Sedangkan faktor dari luar yang bisa mempengaruhi proses regenerasi jaringan

antara lain seperti terjadinya infeksi pada luka sehingga mengakibatkan proses

penyembuhan menjadi lama atau bisa juga tergantung dengan luasnya luka,

Page 52: irma kurniati

52

bentuk luka serta dalamnya luka. Disamping faktor –faktor diatas yang

mempengaruhi proses penyembuhan luka maka Platelet rich plasma saat ini juga

diduga bisa meningkatkan proses regenerasi jaringan luka pada tikus melalui

proses peningkatan neovaskular, fibroblast dan epitelisasi jaringan yang lebih

cepat dan singkat dalam proses penyembuhan luka.

3.2. Konsep Penelitian

Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan Kerangka konsep maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:

1. Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai

meningkatkan epitelisasi dibandingkan dengan pemberian aqua.

Faktor Intrinsik:

- Genetik - Metabolik

Faktor ekstrinsik:

- Infeksi - Lama luka - Luas luka - Bentuk luka

Tikus dilukai

Regenerasi jaring an

Fibroblast

Epitelisasi

Neovascular

Platelet rich plasma

Page 53: irma kurniati

53

2. Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai

meningkatkan fibroblast dibandingkan dengan pemberian aqua.

3. Pemberian platelet rich plasma topikal pada tikus putih yang dilukai

Meningkatkan neovaskular dibandingkan dengan pemberian aqua.

Page 54: irma kurniati

54

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

rancangan Randomized post test only control group design (Pocock, 2008))

dimana pengelompokkan subyek dilakukan secara random. Subyek dibagi atas

dua kelompok perlakuan, yaitu Kelompok I dioleskan dengan aqua dan oral

amoksilin, Kelompok 2 diberikan dengan platelet rich plasma dan oral amoksilin.

Sebelum perlakuan kedua kelompok diperiksa tidak ada penyakit penyerta, tikus

dalam keadaan sehat usia disesuaikan. Setelah perlakuan, dinilai proses

regenerasi jaringan dilihat hasil penyembuhannya dengan melihat epitelisasi

jaringan dengan melakukan pemeriksaan Histologi.

Bagan rancangan penelitian tersebut seperti pada :

Kontrol Post Test

P O

...........................O1........................O2

P S R P 1

...........................O3........................O4

Page 55: irma kurniati

55

Gambar 4.1 rancangan penelitian

Keterangan Gambar :

P = populasi

S = Sampel

R = Random

O1 = Observasi hari 7 kelompok kontrol

O2 = Observasi hari 14 kelompok kontrol

O3 = Observasi post tes hari 7 kelompok perlakuan

O4 = Observasi post tes hari 14 kelompok perlakuan

P 0 = Perlakuan pada kontrol dengan aqua dan oral amoksilin

P 1 = Perlakuan pada platelet rich plasma dan oral amoksilin

4.2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Bagian Farmakologi Fakultas kedokteran

universitas udayana Denpasar Bali. Penelitian dilakukan bulan agustus -

september 2011.

4.3. Populasi dan Besar Sampel

Dalam penelitian ini digunakan tikus wistar dengan kriteria sebagai

berikut:

Tikus wistar jantan yang sehat, berat 150 gram- 180gram, umur empat bulan

Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini berdasarkan rumus (Pocock

2008),

37

Page 56: irma kurniati

56

2σ² n = ----------------f(α, β)

(µ₂ -µ1 )²

n = jumlah sampel

Ϭ = simpang baku

α = tingkat kesalahan I (α = 0,05)

β = tingkat kesalahan II (β = 0,1)

sehingga f (α,β) = 10,5 (tabel 9.1) (Pocock, 2008)

µɪ = rerata nilai pada kelompok kontrol

µ₂ = rerata nilai pada kelompok perlakuan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan didapatkan rerata kelompok kontrol

10,33 dengan simpang baku (SB) = 2,08 rerata kelompok perlakuan =15,33 .

Dengan menggunakan rumus diatas maka hasilnya adalah :

2 x (2.08 )² n = ----------------- x 10,5

(15.33 - 10.33)²

8.6528 n = ------------ x10.5

25 = 3.64 dibulatkan = 4

= 4 + 10% = 4,4

Besar sampel tiap kelompok dibulatkan menjadi 5

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1.Klasifikasi Variabel

Page 57: irma kurniati

57

a) Variabel bebas adalah variabel yang akan mempengaruhi hasil

penelitian secara langsung yaitu : Platelet rich plasma,

b) Variabel tergantung adalah variabel yang merupakan hasil

perlakuan variabel bebas yaitu Fibroblast, neovaskular, dan

epitelisasi

c) Variabel kendali adalah variabel yang dapat dikendalikan antara

lain Jenis tikus, umur, sehat, jenis kelamin yang sama, tempat

luka yang sama

1.4.2. Kriteria inklusi

1. Berat badan 150 -180 gr

2. Usia 4 bulan

3. Keadaan sehat

4. Jenis kelamin laki- laki

4.4.3.Tehnik pengambilan sampel

Tikus putih diambil dengan cara diacak sederhana dibagi menjadi dua kelompok.

Kelompok 1 Tikus dilukai di punggung lalu diolesi dengan aqua dan diberi

antibiotik oral amoksilin selama tiga hari sehari 3 kali. Kelompok 2 dilukai

ditempat yang sama lalu diberi platelet rich plasma dan diberi antobiotik oral

amoksilin selama 3 hari sehari 3 kali.

4.4.4 Definisi Operasional variabel

1. Platelet Rich Plasma atau Plasma kaya trombosit bisa didefinisikan

sebagai plasma darah yang mengandung 1,000,000 trombosit/microliter

dengan volume 5 ml plasma. Secara luas plasma kaya trombosit

Page 58: irma kurniati

58

diketahui mengandung 7 macam growth factor yaitu: PDGF-AA,

PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF, EGF. Dan kadar

growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan plasma

kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit

dapat meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah

sehingga kadar growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga

meningkat delapan kali kecuali IGF-1 (Greene dkk., 2009).

2. Tikus wistar yang sehat dilukai didaerah punggung dengan panjang

luka kurang lebih 1 cm dan kedalaman kurang lebih 0,2 cm kemudian

dioleskan dengan Platelet rich plasma.

3. Pemeriksaan histologi dilakukan pada hari ke 7 dan hari ke 14 dengan

mengambil jaringan untuk melihat epitelisasi, neovaskularis, dan

fibroblast jaringan dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin dan

eosin.

4. Amoksilin adalah suatu antibiotik dari golongan penisilin yang

digunakan untuk mengobati infeksi bakteri yang disebabkan oleh gram

negatif dan gram positif (Harianto, dkk., 2006) . Pada penelitian ini

amoksilin dipakai sebagai propilaksis untuk pencegahan infeksi

sekunder.

Dosis konversi adalah 70/50 bb x1500 mg amoksilin x 0.018 (untuk

200 gr tikus) = 37.8 mg.

Tikus yang dipakai 150 gr jadi dosis yang dipakai adalah

150 gr -------- x 37.8mg = 28.35mg : 3

Page 59: irma kurniati

59

200 gr

= 9.45 mg sehari 3 kali

5. Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang berpengaruh dalam

proses penyembuhan luka (kalangi, 2004). Dihitung jumlahnya.

6. Re-epitelissasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi

mobilisasi, migrasi, mitsis dan diferensiasi sel epitel (tahapan- tahapan

ini akan mengembalikan integritas kulit yang hilang (priosoryanto

dkk., 2010). Dihitung tingkat kerapatannya.

7. Neokapilerisasi merupakan pembuluh darah baru berupa tunas- tunas

yang terbentuk dari pembuluh darah dan akan berkembang menjadi

percabangan baru pada jaringan luka (Singer dan Clark, 1999).

Dihitung jumlahnya

8. Jenis tikus yang digunakan: tikus Wistar.

a. Umur tikus Wistar: empat bulan.

b. Berat badan tikus Wistar: 150 gr – 180gr

c. Jenis kelamin tikus Wistar: jantan

4.5 Prosedur Penelitian

4.5.1 Pembuatan Platelet Rich Plasma dengan konsentrasi 3x whole

blood

1. Darah diambil dari medial canthus sinus orbitalis tikus wistar dengan

menggunakan pipet kapiler hematokrit sebanyak kurang lebih 1.5 cc.

Sehingga membutuhkan kurang lebih 6 tikus untuk mencapai darah 9 ml.

Darah yang menetes ditampung menggunakan tabung evendof yang sudah

Page 60: irma kurniati

60

mengandung sitrat. Campur dengan baik Masukkan dalam tabung

sentrifuge dan putar dengan kecepatan 200g selama 10 menit, alat

sentrifuge dibuat seimbang dengan memasukkan 2 tabung dengan isi air

dengan berat sama dengan tabung darah. Ambil tabung dari sentrifuge

,akan tampak 3 lapisan yaitu bagian atas berupa plasma, di bagian tengah

terdapat daerah cincin berwarna putih yaitu buffy coat yang kaya akan

trombosit dan lekosit, serta bagian bawahnya adalah sel darah merah.

2. Ambil dengan pipet atau spuit injeksi cairan plasma bagian atas sampai 1-

2 mm di atas sel darah merah dan masukkan ke tabung yang baru.

3. Masukkan tabung berisi cairan plasma dan buffy coat tersebut ke dalam

sentrifuge dan putar dengan kecepatan 1000 g selama 7 menit.

4. Ambil tabung dari mesin sentrifuge, akan tampak bagian atas berupa

cairan yaitu plasma dan di bagian bawah terdapat pellet yang merupakan

endapan kaya trombosit.

5. Ambil supernatan (cairan bagian atas) dan sisakan cairan plasma beserta

Pellet yang kaya akan trombosit.

6. Pellet bersama plasma itulah yang disebut plasma kaya trombosit (PRP).

7. Sebelum digunakan plasma kaya trombosit harus diaktivasi dengan

diagitasi/vortex sampai tercampur baik. Plasma kaya trombosit siap

dipakai.

4.5.2 Pemilihan dan Pemeliharaan Hewan Uji

Pemilihan tikus Wistar yang akan dijadikan sampel percobaan dengan cara

memilih tikus Wistar jantan yang sehat. Adanya penyakit dalam hewan uji dapat

Page 61: irma kurniati

61

menyebabkan hasil tidak dapat dipercaya. Dalam hubungannya dengan ini

pemeliharaan hewan uji harus diperhatikan. Makanan yang memenuhi syarat

untuk masing- masing jenis hewan uji merupakan faktor penting disamping

lingkungan yang sehat, penggunaan insektisida dan sebagainya (Ngatidjan,

2006).

Prinsip kandang mencit laboratorium sama dengan kandang tikus

laboratorium tetapi kandang tikus perlu sedikit lebih besar. Semua jenis kandang

digunakan dengan maksud sama yaitu dipakai untuk mengkandangkan hewan

untuk percobaan, untuk menternakkan atau untuk hewan persediaan (hewan stok).

Kandang harus cukup kuat tidak mudah rusak, dan tahan disteril ulang dengan

suhu hingga mencapai 120⁰ C dan tahan di steril dengan bahan kimia. Kandang ini

harus dibuat dari bahan yang baik dan mudah dibongkar, mudah dibersihkan dan

mudah dipasang lagi. Kandang harus tahan gigitan, hewan tidak mudah lepas, tapi

hewan harus tampak jelas dari luar (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

4.5.3 Prosedur Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan 26 ekor tikus Wistar jantan yang sehat.

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan adaptasi terhadap seluruh tikus

wistar selama tujuh hari. Pada hari kedelapan dilakukan pengambilan

darah terhadap 6 tikus untuk dibuat Platelet Rich Plasma melalui medial

canthus sinus orbitalis. Tikus yang 20 dibagi menjadi 2 kelompok untuk

selanjutnya dilukai di bagian punggung. Kelompok 1 dilukai dipunggung

dengan panjang 1 cm dalam 0,2cm lalu diberikan platelet rich plasma dan

Page 62: irma kurniati

62

kelompok 2 diberikan aqua. Selanjutnya ke 20 tikus tersebut diberikan

antibiotik oral amoksilin selama 3 hari sehari 3 kali.

2. Amoksilin diberikan peroral dengan alat suntik sonde. Sonde dimasukkan

hati- hati kira-kira sampai dilambung. Setelah yakin jarum masuk dalam

lambung dan tidak ke paru, barulah amoksilin didalamnya dipompakan

keluar (Ngatidjan, 2006).

Bagian I

20 ekor tikus wistar jantan sehat adaptasi tujuh hari

Hari kedelapan 20 ekor tikus dilukai, dibagi ke dalam dua kelompok

Kelompok Perlakuan Kelompok kontrol

PRP + amoksilin 3hari Aqua + Amoksilin 3 hari

Bagian II

Hari ke 7 diambil 5 ekor tikus tiap kelompok, diperiksa

(neokapilerisasi,fibroblast,re-epitelisasi)

Hari 14 diambil 5 ekor tikus tiap kelompok sisanya dan diperiksa

( neokapilerisasi, fibroblast, re-epitelisasi)

Gambar 4.2 Alur penelitian

Page 63: irma kurniati

63

4.5.4 Evaluasi Epitelisasi Jaringan dengan Pengamatan Histopatologi.

Pengamatan histopatologi menggunakan metode penghitungan menurut

cara (Priosoeryanto dkk., 2006) dan (Low dkk., 2001) dengan menghitung jumlah

sel yang diamati. Parameter yang digunakan adalah pembentukan neokapiler

yang ada dalam luka. Pengamatan histologi dilakukan menggunakan mikroskop

cahaya (Olympus tipe BH-2, Olympus Corp, Jepang) (Prasetyo dkk., 2010).

Pengambilan jaringan untuk pemeriksaan histologi diambil pada jaringan

yang dilukai dilakukan dengan aseptik dengan menggunakan gunting. Jaringan

yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam larutan pengawet netral buffer

formalin 10%.

4.5.5 Parameter yang Diamati

Penilaian regenerasi jaringan luka tikus wistar yang diberi Platelet rich

plasma dan aqua dapat dilihat dengan pemeriksaan histologi jaringan.

Parameter yang digunakan adalah merapatnya lapis epidermis (re-epitelisasi),

peningkatan neokapiler dan sel-sel fibroblas yang ada dalam luka. Pengamatan

histologi dilakukan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus tipe BH-2,

Olympus Corp, Jepang) (Priosoeryanto dkk, 2010).

Pewarnaan hematoxylin - Eosin :

- Deparafinasi dengan xylene

- Kelebihan xylene dihisap dengan kertas filter melalui tepi gelas benda

- Celup sebentar dalam alkohol 96%, kemudian 80%, 70%, 50%,30%,Aquadest

Page 64: irma kurniati

64

- Masukkan kedalam larutan hematoxylin dengan waktu tertentu 3-7 detik.

- Air mengalir : 10 menit. Cuci aquadest sebentar.

- Masukkan sebentar saja berturut- turut mulai dari alkohol 30%, 50%,70%.

- Kemudian kedalam larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) 1-3 menit

pewarnaan selesai, tetapi jaringan tidak dapat ditutup langsung dengan Canada

balsam, karena Canada balsam dilarutkan dalam xylene, sedangkan jaringan

masih berada dalam media alkohol 70% sehingga jaringan harus dibawa ke media

xylene dulu.

- Dari larutan eosin 0,5% (dalam alkohol 70%) selanjutnya berturut-turut

masukkan ke alkohol 70%, 80%, 96%, alkohol absolut, masing-masing

sebentar saja

- Masukkan xylene ± 10 menit (xylene berfungsi untukl mengantar ke canada

balsam juga berfungsi untuk menjernihkan jaringan yang sudah terpulas).

- Jaringan ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan Canada balsam

terlebih dulu.

- Pelabelan

Label dituliskan : nama spesies, nama organ / jaringan, potongan melintang /

membujur, pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan.

4.6 Instrumen Penelitian

1. Pewarnaan Hematoxilin dan eosin

2. pisau

3. Alat tulis

4. Penggaris

Page 65: irma kurniati

65

5. Evendof

6. Mikroskop elektron

7. Pipet kapiler hematokrit

8. centrifugasi

9. Jarum suntik untuk sonde

4.7 Analisis Data

Dalam penelitian ini seluruh data hasil penelitian dianalisis dengan

menggunakan program SPSS for windows Versi 16.0. Analisis data dalam

penelitian ini meliputi:

1. Mendeskripsikan rerata dan standar deviasi terhadap variabel

2. Uji normalitas tiap kelompok dengan Shapiro Wilk Test, hasil tidak semua

data berdistribusi normal.

3. Uji homogenitas varian antar kelompok dengan Levene Test.. Variabel

yang diuji adalah, fibroblast, neovaskular,dan epitelisasi, hasil

menunjukan data homogen p>0,05.

4. Uji t-berpasangan (t-paired) untuk mengetahui regenerasi jaringan pada

masing- masing kelompok distribusi data normal. Pada hari ke 7 dan 14.

5. Uji t-independent (t- group) untuk mengetahui perbedaan rerata regenerasi

jaringan pada kedua kelompok, distribusi data normal. Distribusi data

tidak normal dipakai uji Mann- Whitney.

Page 66: irma kurniati

66

BAB V

HASIL PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan tikus wistar jantan, umur empat bulan,

berat 150 gram, dan sehat sebagai sampel, yang terbagi menjadi 2 kelompok

masing-masing berjumlah 5 ekor, yaitu kelompk kontrol (aqua dan oral

amoksilin) dan kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin. Dalam

pembahasan ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, dan uji

efek perlakuan.

5.1 Uji Normalitas Data

Data neovaskuler, fibroblast, dan epitelisasi baik pada hari ketujuh

maupun hari ke 14 pada masing-masing kelompok diuji normalitasnya dengan

menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak semua data

berdistribusi normal. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Neovaskuler, Fibroblast, dan Epitelisasi

Kelompok Perlakuan N P Keterangan

Neovaskuler kontrol 7 hr Neovaskuler perlakuan 7 hr Neovaskuler kontrol 14 hr Neovaskuler perlakuan 14 hr Fibroblast kontrol 7 hr Fibroblast perlakuan 7 hr Fibroblast kontrol 14 hr Fibroblast perlakuan 14 hr Epitelisasi kontrol 7 hr Epitelisasi perlakuan 7 hr

5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

0,154 0,201 0,492 0,314 0,135 0,758 0,233 0,222 0,146 0,000

Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Tidak Normal Tidak Normal

Page 67: irma kurniati

67

Epitelisasi kontrol 14 hr Epitelisasi perlakuan 14 hr

5 5

0,006 0,000

Tidak Normal Tidak Normal

49

5.2 Uji Homogenitas Data antar Kelompok

Data neovaskuler, fibroblast, dan epitelisasi antar kelompok diuji homogenitasnya

dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen

(p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2

Hasil Uji Homogenitas antar Kelompok Data Neovaskuler, Fibroblast, dan Epitelisasi

Variabel F P Keterangan

Neovaskuler 7 hr

Neovaskuler 14 hr

Fibroblast 7 hr

Fibroblast 14 hr

1,481

1,252

2,354

3,919

0,258

0,296

0,164

0,083

Homogen

Homogen

Homogen

Homogen

5.3 Neovaskuler

5.3.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari

Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

neovaskuler antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral

Page 68: irma kurniati

68

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada

Tabel 5.3 berikut.

Tabel 5.3

Rerata Neovaskuler antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Neovaskuler SB T P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

8,00

15,60

3,54

1,34 4,49 0,002

Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 8,003,54 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan orak amoksilin adalah 15,601,34. Analisis kemaknaan dengan uji t-

independent menunjukkan bahwa nilai t = 4,49 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata neovaskulernya berbeda secara bermakna (p <

0,05).

5.3.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari

Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

Page 69: irma kurniati

69

neovaskuler antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada

tabel 5.4 berikut:

Tabel 5.4

Rerata Neovaskuler antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Neovaskuler SB T P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

4,40

0,80

1,52

0,84 4,65 0,002

Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 4,401,52 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan oral amoksilin adalah 0,800,84. Analisis kemaknaan dengan uji t-

independent menunjukkan bahwa nilai t = 4,65 dan nilai p = 0,002. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata neovaskulernya berbeda secara bermakna (p <

0,05).

5.4 Fibroblast

5.4.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari

Page 70: irma kurniati

70

Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

fibroblast antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada

Tabel 5.5 berikut.

Tabel 5.5

Rerata Fibroblast antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Fibroblast SB T P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

76,20

120,00

29,64

8,60 3,17 0,013

Tabel 5.5 di atas, menunjukkan bahwa rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 76,2029,64 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan oral amoksilin adalah 120,008,60. Analisis kemaknaan dengan uji t-

independent menunjukkan bahwa nilai t = 3,17 dan nilai p = 0,013. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara bermakna (p <

0,05).

5.4.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari

Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

fibroblast antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral

Page 71: irma kurniati

71

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-independent disajikan pada

Tabel 5.6 berikut.

Tabel 5.6

Rerata Fibroblast antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Fibroblast SB T P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

67,60

15,00

19,46

3,00 5,97 0,001

Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 67,6019,46 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan oral amoksilin adalah 15,003,00. Analisis kemaknaan dengan uji t-

independent menunjukkan bahwa nilai t = 5,97 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara bermakna (p <

0,05).

5.5 Epitelisasi

5.5.1 Uji Efek Perlakuan Sesudah 7 Hari

Page 72: irma kurniati

72

Uji efek perlakuan sesudah 7 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

epitelisasi antar kelompok sesudah 7 hari berupa platelet rich plasma dan oral

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada

Tabel 5.7 berikut.

Tabel 5.7

Rerata Epitelisasi antar Kelompok Sesudah Perlakuan 7 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Epitelisasi SB U P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

2,00

2,20

1,23

0,45 9,00 0,548

Tabel 5.7 di atas, menunjukkan bahwa rerata epitelisasi kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 2,001,23 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan oral amoksilin adalah 2,200,45. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-

Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 9,00 dan nilai p = 0,548. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 7 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya tidak berbeda (p > 0,05).

5.5.2 Uji Efek Perlakuan Sesudah 14 Hari

Uji efek perlakuan sesudah 14 hari bertujuan untuk membandingkan rerata

Page 73: irma kurniati

73

epitelisasi antar kelompok sesudah 14 hari berupa platelet rich plasma dan oral

amoksilin. Hasil analisis kemaknaan dengan uji Mann-Whitney disajikan pada

Tabel 5.8 berikut.

Tabel 5.8

Rerata Epitelisasi antar Kelompok Sesudah Perlakuan 14 Hari

Kelompok Subjek N Rerata Epitelisasi SB U P

Aqua dan oral amoksilin platelet rich plasma dan oral amoksilin

5 5

3,60

3,80

0,55

0,45 10,00 0,690

Tabel 5.8 di atas, menunjukkan bahwa rerata epitelisasi kelompok kontrol (aqua

dan oral amoksilin) adalah 3,600,55 dan rerata kelompok platelet rich plasma

dan oral amoksilin adalah 3,800,45. Analisis kemaknaan dengan uji Mann-

Whitney menunjukkan bahwa nilai U = 10,00 dan nilai p = 0,690. Hal ini berarti

bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa platelet rich

plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya tidak berbeda (p > 0,05).

Page 74: irma kurniati

74

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Subyek Penelitian

Untuk menguji pemberian platelet rich plasma terhadap peningkatan

neovaskuler dan fibroblast serta epitelisasi digunakan tikus wistar jantan, umur

empat bulan, berat 150 - 180gram, dan sehat sebagai sampel, yang terbagi

menjadi 2 kelompok masing-masing berjumlah 5 ekor, yaitu kelompok kontrol

(aqua dan oral amoksilin) dan kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin.

6.2 Platelet Rich Plasma Meningkatkan proses Regenerasi jaringan Luka

Hasil penelitian dan analisis data neovaskuler dan fibroblast pada kelompok

kontrol dan kelompok perlakuan menunjukkan bahwa hasil uji normalitas (Uji

Shapiro Wilk) dan homogenitas (Levene’s test) untuk kelompok 7 hari dan 14

hari masing-masing kelompok berdistribusi normal dan homogen (p > 0,05).

Page 75: irma kurniati

75

Uji perbandingan sesudah 7 hari diberikan perlakuan antara kedua

kelompok menggunakan uji t-independent. Rerata neovaskuler kelompok kontrol

(aqua dan oral amoksilin) adalah 8,003,54 dan rerata kelompok platelet rich

plasma dan oral amoksilin adalah 15,601,34. Sedangkan sesudah 14 hari

diberikan perlakuan rerata neovaskuler kelompok kontrol (aqua dan oral

amoksilin) adalah 4,401,52 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral

amoksilin adalah 0,800,84. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent

menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa

platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata neovaskulernya berbeda secara

bermakna (p < 0,05).

Rerata fibroblast sesudah 7 hari diberikan perlakuan pada kelompok

kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 76,2029,64 dan rerata kelompok

platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 120,008,60. Sedangkan sesudah

14 hari diberikan perlakuan rerata fibroblast kelompok kontrol (aqua dan oral

amoksilin) adalah 67,6019,46 dan rerata kelompok platelet rich plasma dan oral

amoksilin adalah 15,003,00. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent

menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan perlakuan berupa

platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata fibroblastnya berbeda secara

bermakna (p < 0,05).

Berdasarkan epitelisasinya, sesudah 7 hari diberikan perlakuan rerata

epitelisasi kelompok kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 2,001,23 dan

rerata kelompok platelet rich plasma dan oral amoksilin adalah 2,200,45.

Sedangkan sesudah 14 hari pemberian perlakuan rerata epitelisasi kelompok

57

Page 76: irma kurniati

76

kontrol (aqua dan oral amoksilin) adalah 3,600,55 dan rerata kelompok platelet

rich plasma dan oral amoksilin adalah 3,800,45. Analisis kemaknaan dengan uji

Mann-Whitney menunjukkan bahwa kedua kelompok sesudah 14 hari diberikan

perlakuan berupa platelet rich plasma dan oral amoksilin, rerata epitelisasinya

tidak berbeda (p > 0,05). Hal ini disebabkan karena platelet rich plasma

merupakan suatu autologous dari trombosit manusia dalam volume yang kecil

dalam plasma. Platelet mengandung 7 protein growth factor yang aktif

dikeluarkan pada proses penyembuhan luka (Marx, 2004). Diketahui bahwa

trombosit darah dalam keadaan normal berkisar antara 150.000/µL dan

350.000/µL dan rata-rata sekitar 200.000/µL (Marx, 2001). Platelet Rich Plasma

mengandung 1,000,000 trombosit/microliter dengan volume 5 ml plasma. Lebih

lanjut diketahui bahwa plasma kaya trombosit diketahui mengandung 7 macam

growth factor yaitu: PDGF-AA, PDGF-BB, PDGF-AB, TGF-β1, TGF-β2, VEGF,

EGF. Dan kadar growth factor in-vivo tetap terjaga setelah dilakukan pembuatan

plasma kaya trombosit. Konsentrasi trombosit dalam plasma kaya trombosit dapat

meningkat delapan kali dari kadar trombosit di dalam darah sehingga kadar

growth factor di dalam plasma kaya trombosit juga meningkat delapan kali

kecuali IGF-1 (Greene dkk, 2009). Platelet rich plasma pertama kali digunakan

pada operasi jantung oleh Ferrari et al tahun 1987 sebagai komponen transfusi

autologus setelah operasi terbuka pada jantung. Sekarang banyak diikuti oleh

banyak spesialis seperti pada operasi maxillofacial, kosmetik, spine, orthopedic,

dan penyembuhan luka secara keseluruhan ( Crane and Evert, 2008). Fungsi

biologi VEGF-A adalah sebagai reseptor, dimana VEGF-1 dan VEGF2

Page 77: irma kurniati

77

mempunyai karakteristik lebih detail. VEGF-A diindentifikasi sebagai mayor

regulator dari vasculogenesis dan angiogenesis selama perkembangan,

menunjukkan mungkin juga mempengaruhi dalam regulasi angiogenesis selama

proses penyembuhan luka (Warner and Grose, 2003). VEGF-A adalah yang

terbaik dan paling spesifik sebagai regulator dalam psiologi dan patologi pada

proses remodeling angiogenic (Roth dkk, 2006). Peran dari VEGF-A pada

perbaikan luka, expresi dari gen ini memperlihatkan peningkatan yang kuat

setelah luka kutaneus, dengan keratinosit dan makrophage menjadi produsen

utama. Sebagai tambahan reseptor di deteksi pada pembuluh darah di jaringan

granulasi. Expresi ini menggambarkan VEGF-A merangsang luka angiogenesis

didalam paracrine. Sangatlah penting peranan VEGF-A dalam proses

penyembuhan didukung oleh beberapa penelitian yang memperlihatkan penurunan

VEGF-A atau peningkatan degaradasi akan menimbulkan defect pada

penyembuhan luka. Selanjutnya terapi dari luka iskemik dengan VEGF-A atau

ekpresi berlebihan dari VEGF-A mempercepat fibroblast pada proses luka

(Warner and Grose, 2003). Peran penting dari VEGF-A dalam penyembuhan luka

baru-baru ini diungkapkan dalam suatu penelitian dimana memperlihatkan

penetralan antibodi VEGF-A menyebabkan penurunan mencolok dalam

angiogenesis luka, akumulasi cairan dan formasi jaringan granulasi luka pada

babi. Lebih lanjut, terjadinya angiogenic yang terlihat pada luka manusia, saat

pertama kali cairan luka ada setelah luka terjadi Sudah ada penghambatan VEGF

(Warner and Grose, 2003). VEGF merangsang perkembangan pembuluh darah

vena yang baru, termasuk sel otot polos ditemukan dalam dinding pembuluh darah

Page 78: irma kurniati

78

vena. Pembuluh darah vena membentuk dan saling menyambung untuk proses

penyembuhan yang sempurna dan penyediaan oksigen dan makanan yang baik

akan membentuk jaringan yang baru (Disease prevention and Treatment, 2003).

Re-epitelisasi merupakan tahapan perbaikan luka yang meliputi mobilisasi,

migrasi, mitosis, dan diferensiasi sel epitel. (Tahapan-tahapan ini akan

mengembalikan integritas kulit yang hilang. Penyembuhan luka sangat

dipengaruhi oleh re-epitelisasi, karena semakin cepat proses reepitelisasi semakin

cepat pula luka tertutup sehingga semakin cepat penyembuhan luka. Kecepatan

dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi dari zat-zat yang terdapat dalam obat

yang diberikan, jika obat tersebut mempunyai kemampuan untuk meningkatkan

penyembuhan dengan cara merangsang lebih cepat pertumbuhan sel-sel baru pada

kulit (Priosoryanto dkk, 2010). Fibroblast merupakan sel pada jaringan ikat yang

berpengaruh dalam proses penyembuhan luka (Adnan, 2010). Fibroblast akan

mengalami beberapa perubahan fenotip dan menjadi myofibroblas yang berfungsi

untuk retraksi luka (Kalangi, 2004).

Page 79: irma kurniati

79

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan:

Pemberian platelet rich plasma topikal dan pemberian amoksilin oral dapat

mempercepat proses regenerasi jaringan luka dibandingkan dengan luka yang

diberikan aqua dan pemberian amoksilin oral.

7.2 Saran

Sebagai saran dalam penelitian ini adalah :

1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui mekanisme kerja platelet

rich plasma dalam penyembuhan luka yang lebih detail.

2. Lakukan penelitian pada manusia.

Page 80: irma kurniati

80

DAFTAR PUSTAKA

Adnan. 2010, jaringan ikat, Biolagi FMIPA UNM Anonym. 2003, Trombosis Prevention, Disease Prevention and

Treatment,Fourth Edition, p 1528, Life Extention Media, USA. Broughton II,G., Janis, J.E dan Attiger,C.E. 2006. Wound healing: an overview. Plast Reconstr Surg. 117 (suppl) : 1 eS-32eS Chin,G.A., Diegelmenn, R.A., Schultz, G.S. 2005. Celullar and Molecular

Regulation of Wound Healing. In: Falabella, A.F., Kiersner, R.S. Editor. Wound Healing. Boca raton: Taylor dan Francis Group; 2005.P. 17-38.

Chrono-Par and Chrono-Lume Reagents for Platelet Function Testing and

secretion Studies in Whole Blood and Platelet Rich Plasma, e-mail: [email protected].

Crane, D,dan Evert, P .A. M,januari/februari 2008, Platelet Rich Plasma (PRP)

Matrix Grafts. Practical Pain Management. Elias, P. M., Feingold K. R dan Flurh. J.W, 2007. Skin As an Organ of Protection,

Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition, p 107-111.

Falanga, V. 2007. Wound Repair: Mechanisms and Practical Consideration, Fitzpatrick`s Dermatology in General Medicine, Sixth Edition p 236- 242.

62

Page 81: irma kurniati

81

Gawaz, M. 2001. Blood Platelet.1 ed.Stuttgart; Georg Thieme Verlag; p.42-9;92- 3 Gurtner, G.C. 2007. Wound Healing : Normal and Abnormal. In Thorne,

C.H.,Beasley,R.W.,Aston, S.J., Barlett,S.J.,Gurtner, G.c, dan Spear, S.L. Editor. Grabb dan Smith’s Plastic surgery.6 th ed Philadelphia: Lippincott William dan Wilkin; .p. 15-22.

Hoffbrand, A.V.,Pettit, J.E dan Moss, P.A.H. 2001. Essential Haematology.4th

ed. Oxfort Blackwell Science ; p 286-7. Jarvis, G.E. 2004. Platelet Agregation. New Jersey, Humana Pres. Kalangi, S. J. R. 2004. Peran kolagen pada persembuhan luka

http;//www.dexamedika. com/tes/htdocs/dexamedika/ article files/kolagen pdf html (15/12/2006).

Klatz and Goldman, 2003, Theory on aging, Anti Aging Revolution, Third Edition; p 25-26.

Low Q.E.H., Drugea,I.A.,Duffner, L.A., Quinn,D.G.G., Cock,D.N., Rollins, B.J.,

Kovacs, E.J, dan Dipietro, L.A. 2001, Wound healing in MIP- alpha⁺ and MCP-1⁺ Mice . American journal of Pathology 159: 457- 463

Marx, R.E. 2001. Platelet- Rich Plasma (PRP): What is PRP and What is Not

PRP?. Implant Dentistry, volume 10, no 4.

Marx, R.E. 2004. Platelet-Rich Plasma: Evidence to Support its Use.Journal of Oral and Maxillofacial Surgery, Vol 62, p 4.

Myers, W.T., Leong, M., Phillips,L.G.2007. Optimizing the Patient for Surgical

Treatmen of the Wound. Clin Plast Surg; 34(4) : 607-20 Ngatidjan. 2006. Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Metode uji Toksisitas. Hal : 86 – 13. Pagana, K. D. 2006. Platelet Agregation Manual Diagnosis and Laboratorium

Mosby Tes, Elsevier USA. Pangkahila, W. 2007. Anti Aging Medicine, Memperlambat Penuaan

Page 82: irma kurniati

82

Meningkatkan Kualitas Hidup. 1 Ed, Jakarta, Kompas. Perry, J. P, dan Todd, T. 2011. A Practical Guide to laboratory Haemostasis.

Royal Devon And Departement of Haematology, Exeter Hospital Addenbrooke`s Hospital

Pocock, S.J, 2008. Clinical Trial.A Practical Approach,New York: Jonh Wiley & Sons.p.127-128

Prasetyo, B. F., Wientarsih I, dan Priosoeryanto, B.P. 2010,.Aktivitas sediaanEkstra Batang pisang Ambon dalam proses penyembuhan luka pada mencit, Jurnal Veteriner. Vol.11. p:70-73.

Prasetyono, T. O. H, 2009. General Concept of Wound Healing. Med J Indonesia. Vol.18 , p: 207-209

Priosoeryanto B.P. dkk.,2006. Aktivitas Getah Batang Pohon Pisang Dalam Proses Persembuhan Luka Dan Efek Kosmetiknya pada hewan , Lembaga

Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor.

Robert, J. R. 2010. What is Platelet Rich Plasma Therapy. http;//www, suite101.com

Roth,D., Piekarek, M., Poulsson, M., Christ, H., Krieg,T., Bloc,.W., Davidson, J.

M M, dan Eming. S. A. 2006. Plasmin Modulates Vascular Endothelial Growth Factor – A- Mediated Angiogenesis During Wound Repair, American journal of Pathology, vol 168 p 670-672.

Shantsila, E., Watson, T, dan Lip, G.Y.H. 2008. Lab Investigation of Platelet in Platelet Haematologic and KV Disorder, Cambridge University Press, 128-131

Smith, G. R., Gassmann, J.C, dan Campbell, M.S. 2007. Platelet rich plasma

Properties and Aplication. The journal of Lancester General Hospital, Vol, 2 p 2.

Smith, J.B dan Mangkoewidjojo, S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakann dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia.

Tawi, M ,2008. Proses penyembuhan luka. Konsep model self care.

Page 83: irma kurniati

83

Pemerdayaan masyarka dalam promke. Ueno,C., Hunt,T.K.,dan Hopf, H.W. 2006. Using Physiology To Improve Surgical Wound Outcomes. Plast Reconstr Surg; 117 (suppl): 59S-71S Werner, S dan Grose, R. 2003. Regulation of Wound Healing by Growth Factor and Cytokines, Institute of Cell Biology, Depertement of biology,

ETH,Zurich,Switzerland and Cancer Research UK, London Research Institute, London United Kingdom, p 16

Wijaya, L. 2010. Plasma Kaya Trombosit Menurunkan Ekspresi Senescene-

Assosiated- β Galactosidase Sel Fibroblast. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Wirawan, R. 2007. Nilai Rujukan Pemeriksaan Agregasi Trombosit Dengan Adenosin Difosfatat pada Orang Indonesia Dewasa Normal di Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia.Volume 57 no 7, hal 216-218.

Page 84: irma kurniati

84

Lampiran 1 Uji Normalitas Data

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Neovaskuer_7

Kontrol .300 5 .161 .836 5 .154

Perlakuan .273 5 .200* .852 5 .201 Neovaskuler_14

Kontrol .254 5 .200* .914 5 .492 Perlakuan .231 5 .200* .881 5 .314

Fibroblast_7

Kontrol .324 5 .093 .828 5 .135 Perlakuan .164 5 .200* .953 5 .758

Fibroblast_14

Kontrol .288 5 .200* .861 5 .233 Perlakuan .300 5 .161 .858 5 .222

Epitelisasi_7

Kontrol .300 5 .161 .833 5 .146 Perlakuan .473 5 .001 .552 5 .000

Epitelisasi_14

Kontrol .367 5 .026 .684 5 .006 Perlakuan .473 5 .001 .552 5 .000

a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.

Page 85: irma kurniati

85

Lampiran 2 Uji t-independent

Group Statistics Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean Neovaskuer_7 Kontrol 5 8.00 3.536 1.581

Perlakuan 5 15.60 1.342 .600 Neovaskuler_14 Kontrol 5 4.40 1.517 .678

Perlakuan 5 .80 .837 .374 Fibroblast_7 Kontrol 5 76.20 29.643 13.257

Perlakuan 5 120.00 8.602 3.847 Fibroblast_14 Kontrol 5 67.60 19.463 8.704

Perlakuan 5 15.00 3.000 1.342

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean Differe

nce

Std. Error

Difference

95% Confidence

Interval of the Difference

Lower Upper Neovasku

Equal variances assumed 1.481 .258 -4.494 8 .002 -7.600 1.691 -

11.500 -3.700

Page 86: irma kurniati

86

er_7 Equal variances not assumed

-4.494 5.129 .006 -7.600 1.691 -11.915 -3.285

Neovaskuler_14

Equal variances assumed 1.252 .296 4.648 8 .002 3.600 .775 1.814 5.386

Equal variances not assumed

4.648 6.228 .003 3.600 .775 1.721 5.479

Fibroblast_7

Equal variances assumed 2.354 .164 -3.173 8 .013 -

43.800 13.804 -75.631

-11.969

Equal variances not assumed

-3.173 4.669 .027 -43.800 13.804 -

80.054 -7.546

Fibroblast_14

Equal variances assumed 3.919 .083 5.973 8 .000 52.600 8.807 32.291 72.909

Equal variances not assumed

5.973 4.190 .003 52.600 8.807 28.579 76.621

Lampiran 3 Uji Mann-Whitney Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std.

Deviation Std. Error

Mean Epitelisasi_7 Kontrol 5 2.00 1.225 .548

Perlakuan 5 2.20 .447 .200 Epitelisasi_14 Kontrol 5 3.60 .548 .245

Perlakuan 5 3.80 .447 .200

Ranks Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks Epitelisasi_7 Kontrol 5 4.80 24.00

Perlakuan 5 6.20 31.00 Total 10

Epitelisasi_14 Kontrol 5 5.00 25.00 Perlakuan 5 6.00 30.00 Total 10

Test Statisticsb Epitelisasi_7 Epitelisasi_14

Page 87: irma kurniati

87

Mann-Whitney U 9.000 10.000 Wilcoxon W 24.000 25.000 Z -.827 -.655 Asymp. Sig. (2-tailed) .408 .513 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .548a .690a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Kelompok Lampiran 4 Uji t-Paired Test

Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Fibroblast_7 98.10 10 30.924 9.779

Fibroblast_14 41.30 10 30.674 9.700

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Fibroblast_7 & Fibroblast_14 10 -.412 .237

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Fibroblast_7 - Fibroblast_14

56.800 51.751 16.365 19.779 93.821 3.471 9 .007

Page 88: irma kurniati

88

T-Test

Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Neovaskuer_7 11.80 10 4.733 1.497

Neovaskuler_14 2.60 10 2.221 .702

Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 Neovaskuer_7 &

Neovaskuler_14 10 -.474 .167

Paired Samples Test Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Pair 1

Neovaskuer_7 - Neovaskuler_14

9.200 6.106 1.931 4.832 13.568 4.764 9 .001

Page 89: irma kurniati

89

Lampiran 5 Uji Wilcoxon Sign Ramk Test

Ranks N Mean Rank Sum of Ranks Epitelisasi_14 - Epitelisasi_7

Negative Ranks 1a 2.00 2.00

Positive Ranks 9b 5.89 53.00 Ties 0c Total 10

a. Epitelisasi_14 < Epitelisasi_7 b. Epitelisasi_14 > Epitelisasi_7 c. Epitelisasi_14 = Epitelisasi_7

Test Statisticsb

Epitelisasi_14 - Epitelisasi_7 Z -2.668a Asymp. Sig. (2-tailed) .008 a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

Page 90: irma kurniati

90

LAMPIRAN GAMBAR I Gambaran Histologi Penelitian Jaringan Kulit dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin Kontrol hari ke 7, Pembesaran 400 x

Kontrol hari ke 14

Page 91: irma kurniati

91

Perlakuan PRP hari ke 7

LAMPIRAN GAMBAR II Perlakuan PRP hari 14

Adaptasi tikus Pembuatan PRP

Page 92: irma kurniati

92

Saat dilukai Proses penyembuhan

Page 93: irma kurniati

93