Ip 032103hjhjd

18
ANALISIS EMPIRIS PENGGUNAAN INSEKTISIDA MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN 1) I Wayan Laba Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Jalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111 Telp. (0251) 8313083, Faks. (0251) 8336194, E-mail: [email protected] Pengembangan Inovasi Pertanian 3(2), 2010: 120-137 1) Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada tanggal 1 April 2009 di Bogor. PENDAHULUAN Pengendalian organisme pengganggu ta- naman (OPT) di Indonesia berkaitan de- ngan perkembangan sektor pertanian, sejak penjajahan Belanda sampai saat ini. Pada masa penjajahan Belanda, kegiatan per- tanian masih bersifat alami, bahkan di beberapa daerah masih berladang-pindah dan secara tradisional. Tujuan pembangunan pertanian nasio- nal adalah meningkatkan produksi menuju swasembada pangan, salah satunya beras, melalui empat pendekatan yaitu eksten- sifikasi, rehabilitasi, intensifikasi, dan di- versifikasi (Harahap et al. 1989; Oka dan Bahagiawati 1991). Intensifikasi pertanian diawali dengan Panca Usaha Pertanian, kemudian berkembang menjadi program Intensifikasi Massal, Intensifikasi Khusus, dan Supra Insus. Program tersebut dilak- sanakan melalui peningkatan penggunaan varietas unggul dan pupuk, iptek perta- nian, dan pestisida kimia, yang berakibat timbulnya kebergantungan petani pada pestisida kimia sintetis. Insektisida ikut menimbulkan masalah terhadap hama, yaitu timbulnya hama baru, resistensi, resurjensi, terbunuhnya musuh alami, pencemaran lingkungan, dan keracunan terhadap manusia (Sastrodihardjo dan Sastrosiswojo 1983; Laba 1986, 1998). Penggunaan varietas tahan ditanggapi oleh hama dalam bentuk perubahan ciri po- pulasi, yaitu timbulnya biotipe baru (Baha- giawati dan Oka 1987). Sementara itu, peng- gunaan insektisida mengakibatkan ter- ganggunya keseimbangan ekologi dan ke- ragaman hayati (Laba dan Soejitno 1987; Sutrisno 1987). Analisis empiris penggunaan insekti- sida merupakan analisis berdasarkan fakta dan pengalaman serta hasil penelitian penggunaan insektisida pada tanaman. Hasil analisis ini sangat relevan untuk mengantisipasi dampak internal dan eks- ternal penggunaan pestisida di Indonesia. Makalah ini lebih banyak mengulas analisis empiris penggunaan insektisida pada tanaman pangan dan sayuran karena kasus insektisida pada tanaman perkebunan lebih sedikit, bahkan beberapa kasus belum terungkap kinerjanya di lapangan. PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT: SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA Gangguan OPT dapat menyebabkan pe- nurunan kualitas dan kuantitas hasil serta

description

jjfjgfjh

Transcript of Ip 032103hjhjd

Page 1: Ip 032103hjhjd

120 I Wayan Laba

ANALISIS EMPIRIS PENGGUNAAN INSEKTISIDAMENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN1)

I Wayan Laba

Pusat Penelitian dan Pengembangan PerkebunanJalan Tentara Pelajar No. 1 Bogor 16111

Telp. (0251) 8313083, Faks. (0251) 8336194, E-mail: [email protected]

Pengembangan Inovasi Pertanian 3(2), 2010: 120-137

1) Naskah disarikan dari bahan Orasi ProfesorRiset yang disampaikan pada tanggal 1 April2009 di Bogor.

PENDAHULUAN

Pengendalian organisme pengganggu ta-naman (OPT) di Indonesia berkaitan de-ngan perkembangan sektor pertanian, sejakpenjajahan Belanda sampai saat ini. Padamasa penjajahan Belanda, kegiatan per-tanian masih bersifat alami, bahkan dibeberapa daerah masih berladang-pindahdan secara tradisional.

Tujuan pembangunan pertanian nasio-nal adalah meningkatkan produksi menujuswasembada pangan, salah satunya beras,melalui empat pendekatan yaitu eksten-sifikasi, rehabilitasi, intensifikasi, dan di-versifikasi (Harahap et al. 1989; Oka danBahagiawati 1991). Intensifikasi pertaniandiawali dengan Panca Usaha Pertanian,kemudian berkembang menjadi programIntensifikasi Massal, Intensifikasi Khusus,dan Supra Insus. Program tersebut dilak-sanakan melalui peningkatan penggunaanvarietas unggul dan pupuk, iptek perta-nian, dan pestisida kimia, yang berakibattimbulnya kebergantungan petani padapestisida kimia sintetis. Insektisida ikutmenimbulkan masalah terhadap hama,yaitu timbulnya hama baru, resistensi,

resurjensi, terbunuhnya musuh alami,pencemaran lingkungan, dan keracunanterhadap manusia (Sastrodihardjo danSastrosiswojo 1983; Laba 1986, 1998).

Penggunaan varietas tahan ditanggapioleh hama dalam bentuk perubahan ciri po-pulasi, yaitu timbulnya biotipe baru (Baha-giawati dan Oka 1987). Sementara itu, peng-gunaan insektisida mengakibatkan ter-ganggunya keseimbangan ekologi dan ke-ragaman hayati (Laba dan Soejitno 1987;Sutrisno 1987).

Analisis empiris penggunaan insekti-sida merupakan analisis berdasarkan faktadan pengalaman serta hasil penelitianpenggunaan insektisida pada tanaman.Hasil analisis ini sangat relevan untukmengantisipasi dampak internal dan eks-ternal penggunaan pestisida di Indonesia.Makalah ini lebih banyak mengulas analisisempiris penggunaan insektisida padatanaman pangan dan sayuran karena kasusinsektisida pada tanaman perkebunanlebih sedikit, bahkan beberapa kasusbelum terungkap kinerjanya di lapangan.

PENGENDALIAN HAMA DANPENYAKIT: SEJARAH DAN

PERKEMBANGANNYA

Gangguan OPT dapat menyebabkan pe-nurunan kualitas dan kuantitas hasil serta

Page 2: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 121

kematian tanaman. Adanya ancaman OPTterhadap tanaman budi daya mengharus-kan petani dan perusahaan pertanian mela-kukan berbagai upaya pengendalian. Se-jarah perkembangan pengendalian hamadan penyakit di Indonesia dimulai sejakperiode sebelum kemerdekaan, 1950-1960-an, 1970-an, dan 1980 sampai sekarang.

Pengendalian hama dan penyakit ber-dasarkan perspektif global terdiri atas be-berapa zaman, yaitu zaman prapestisida,zaman optimisme, zaman keraguan, danzaman PHT (Flint dan van den Bosch 1990;Norris et al. 2003). Zaman PHT dikelom-pokkan menjadi dua era, yaitu PHT ber-basis teknologi dan PHT berbasis ekologi.

Zaman Prapestisida

Pada zaman prapestisida, pengendalianhama dilakukan dengan cara bercocoktanam dan pengendalian hayati berdasar-kan pemahaman biologi hama. Cara initelah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari3000 tahun yang lalu. Pada tahun 2500 SM,orang Sumeria menggunakan sulfur untukmengendalikan serangga tungau (Flintdan van den Bosch 1990). Pengendaliansecara bercocok tanam dan hayati padatanaman padi telah dilakukan di Indonesiasejak zaman kerajaan di Nusantara, mulaidari Kerajaan Purnawarman, Mulawarman,Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai erapenjajahan Belanda.

Zaman Optimisme

Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai penggunaaninsektisida diklor difenol trikloroetan(DDT), fungisida ferbam, dan herbisida 2,4D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama

lebih kurang 10 tahun, penggunaan pesti-sida menjadi bagian rutin dari kegiatan budidaya tanaman, seperti halnya pengolahantanah dan pemupukan. Pada zaman opti-misme, pengendalian OPT tidak memer-hatikan perkembangan pemahaman biologihama. Petani ingin pertanamannya bebashama sehingga melakukan aplikasi pesti-sida secara berjadwal dan berlebihan.

Zaman Keraguan

Zaman keraguan diawali dengan terbitnyabuku Silent Spring oleh Carson (1962)yang membuka mata dunia tentang serius-nya pencemaran lingkungan yang disebab-kan oleh DDT. Buku tersebut merupakantangis kelahiran bayi dari gerakan pedulilingkungan. Hasil penelitian menunjukkanberbagai jenis pestisida merusak kelesta-rian lingkungan biotik dan abiotik di daerahberiklim sedang maupun tropik (Widi-anarko et al. 1994; Oka 1995). Salah satucontoh adalah lalat rumah menjadi resistenterhadap DDT sejak tahun 1946. Hal ter-sebut semakin menjadi perhatian pada eraini. Kurang berhasilnya pengendalianhama secara konvensional mendorongberkembangnya paradigma baru yangberusaha meminimalkan penggunaanpestisida serta dampak negatifnya. Para-digma tersebut dikenal dengan istilah PHTklasik atau PHT teknologi karena pende-katan paradigma ini berorientasi padateknologi pengendalian hama (Untung2006).

Zaman PHT Teknologi

Tahun 1970 merupakan awal dari revolusihijau pestisida, pupuk sintetis, dan varie-tas unggul (IR5, IR8, C4, Pelita I-1, dan

Page 3: Ip 032103hjhjd

122 I Wayan Laba

Pelita I-2), yang merupakan paket produksi.Teknologi baru ini mendorong timbulnyapermasalahan wereng coklat, yaitu mun-culnya biotipe baru. Revolusi hijau telahmendorong petani makin bergantung padapestisida dalam mengendalikan OPT.Kondisi ini telah menimbulkan dampaknegatif terhadap lingkungan dan kese-hatan manusia.

PHT diawali dengan terbentuknyaEnvironmental Protection Agency (EPA)di Amerika Serikat pada tahun 1972 danpengalihan wewenang registrasi pestisidadari Departemen Pertanian ke EPA. Padatahun 1980-1990, berbagai negara mene-tapkan PHT sebagai kebijakan nasional.Zaman PHT diperkuat oleh terbentuknyaKTT Bumi di Rio de Janeiro pada tanggal14 Juni 1992, mengadopsi seksi I IntegratedPest Management and Control in Agri-culture dari Agenda 21 Bab 14 tentangPromoting Sustainable Agriculture andRural Development (Norris et al. 2003).

PHT dicetuskan oleh Stern et al. (1959).Selanjutnya, paradigma PHT berkembangdan diperkaya oleh banyak pakar di duniaserta telah diterapkan di seluruh dunia. DiIndonesia, PHT didukung oleh UU No. 12tahun 1992 tentang Sistem BudidayaTanaman, Inpres No 3/1986 yang melarang57 jenis insektisida, dan PP No. 6 tahun1995 tentang Perlindungan Tanaman. Padatahun 1996 keluar keputusan bersamaantara Menteri Kesehatan dan MenteriPertanian tentang batas maksimum residu,serta UU No. 7 tahun 1996 tentang pangan.

Zaman PHT Berbasis Ekologi

Paradigma baru PHT menempatkan petanisebagai penentu dan pelaksana utama PHTdi tingkat lapangan. Kenmore (1996) me-nyatakan bahwa dalam perkembangan-

nya, PHT tidak terbatas sebagai teknologisaja, melainkan telah berkembang menjadisuatu konsep mengenai proses penyele-saian masalah OPT di lapangan. PHT ber-basis ekologi didorong oleh pengem-bangan dan penerapan PHT berdasarkanpengertian ekologi lokal hama dan pember-dayaan petani sehingga pengendalianhama disesuaikan dengan masalah yangada di tiap-tiap lokasi (local specific).

Paradigma PHT berbasis ekologi lebihmenekankan pengelolaan proses dan me-kanisme ekologi lokal untuk mengendali-kan hama daripada intervensi teknologi(Untung 2006). Ekologi lokal yang dike-mas ke dalam kearifan lokal (local wisdom)menjadi eco-farming melalui pemanfaatanmikroorganisme lokal untuk mendapatkanagens hayati yang sesuai untuk pengen-dalian hama. Selanjutnya, Sekolah LapangPengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dite-rapkan pada tanaman pangan, sayuran,dan perkebunan.

DAMPAK EX-POST PENGGUNAANINSEKTISIDA

Dampak Insektisida TerhadapHama Utama

Resistensi Serangga

Insektisida tidak lagi efisien untuk mengen-dalikan hama jika populasi hama menjadiresisten terhadap insektisida. Penggunaaninsektisida yang makin intensif akan me-ningkatkan biaya pengendalian, memper-tinggi mortalitas organisme bukan sasaran,dan menurunkan kualitas lingkungan.Sejak pertama kali Aspidiatus permiciosusresisten terhadap insektisida pada tahun1908, tercatat 428 artropoda yang resisteninsektisida (Georghiou and Melon 1983).

Page 4: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 123

Pada tahun 1986 dilaporkan serangga yangresisten meningkat menjadi 447 spesies, 60di antaranya adalah serangga hama perta-nian. Pada tahun 1993, serangga hamayang resisten bertambah menjadi 504 jenis.Selain itu, 150 jenis patogen tanaman dan273 jenis gulma resisten terhadap pestisida(Georghiou 1986)

Di Indonesia, resistensi hama terhadapinsektisida telah diketahui sejak tahun1953. Hama daun kubis, wereng coklat,wereng hijau, dan penggerek batang men-jadi tahan terhadap berbagai jenis insek-tisida dengan tingkat ketahanan 1,9-17,3kali (Sutrisno 1987; Sastrosiswojo 1992;Ankersmit dalam Oka 1995). Kesepakatanresistensi yang tinggi berkisar antara 4,0-10,0 kali (Brown 1958; FAO 1967). Populasihama kapas Heliothis spp. di SulawesiTenggara, misalnya, lebih tahan terhadapendosulfan dibandingkan populasi Asem-bagus, Jawa Timur (Soehardjan et al. 1987).

Resurjensi Serangga

Resurjensi adalah peningkatan populasihama setelah pemberian insektisida (Soe-karna 1978; Sosromarsono 1980). Huffakerdan Spitzer (1950) mengatakan bahwaaplikasi DDT pada tanaman pir di Californiamenyebabkan populasi tungau meningkat.Peristiwa yang sama juga terjadi padaPanonychus ulmi Koc. setelah penyem-protan pada pohon apel (Swiff 1968). Peris-tiwa resurjensi dijumpai pada berbagaiordo serangga, antara lain Coleoptera,Lepidoptera, dan Homoptera.

Faktor penyebab resurjensi antara lainadalah jenis dan frekuensi pemakaianinsektisida. Insektisida golongan organo-fosfat lebih cepat meningkatkan populasiwereng coklat dibandingkan golongan

karbamat. Residu insektisida pada tanam-an dengan dosis sublethal maupun dosislethal dapat menimbulkan resurjensiwereng coklat (Dittrich et al. dalamChelliah dan Heinrichs 1978). Mening-katnya populasi wereng coklat akibatperlakuan insektisida disebabkan oleh: (1)pengaruh langsung terhadap werengcoklat yaitu meningkatnya jumlah telur(Laba 1986, 1991a); (2) pengaruh tidaklangsung yaitu daur hidup nimfa werenglebih singkat; (3) wereng dewasa dapathidup lebih lama; (4) menambah aktivitasmakan; (5) wereng tertarik untuk meletak-kan telur; dan (6) terbunuhnya musuhalami (Mochida 1986; Laba 1992a).

Kasus resurjensi di Indonesia munculsebelum tahun 1980, dan paling banyakterjadi pada hama padi khususnya werengcoklat dan hama kedelai Spodoptera lituraF. Insektisida permetrin, dekametrin, iso-prokarb, karbaril, dan diazinon dengandosis sublethal meningkatkan keperidianS. litura (Harnoto et al. 1983). Residuinsektisida fenvalerat menyebabkan S.litura betina hidup lebih lama serta jumlahdan telur yang menetas lebih banyak(Harnoto dan Widodo 1991).

Varietas padi yang rentan lebih cepatmenimbulkan resurjensi wereng coklat(Laba dan Sumpena 1986; Laba dan Su-trisno 1992; Laba 1993). Beberapa jenisinsektisida menimbulkan resurjensi we-reng coklat, meningkatkan jumlah telur(Laba 1986; Laba dan Sutrisno 1993a) danreproduktivitas/keperidian, serta memper-panjang stadia nimfa (Laba 1989a, 1989b)dan imago (Chelliah dan Heinrichs 1978;Heinrichs dan Mochida 1984; Laba danSoekarna 1986; Laba 1987; Laba dan Kilin1995). Di dalam dan luar negeri, tercatatada 23 jenis insektisida yang menimbulkanresurjensi wereng coklat.

Page 5: Ip 032103hjhjd

124 I Wayan Laba

Terancamnya Musuh Alami danOrganisme Bukan Sasaran

Musuh Alami

Beberapa jenis musuh alami yang ber-potensi mengendalikan populasi werengcoklat adalah Anagrus sp., Gonatocerussp. (Laba dan Atmadja 1992; Laba et al.1996), dan parasitoid penggerek batangpadi Tetrastichus schoenobii Ferr., Tele-nomus rowani Gah., dan Trichogrammajavonica Ashm. (Laba et al. 1997; Laba1998). Predator wereng coklat adalahLycosa pseudoannulata, Paederus fus-cifes Curt (Laba 1999b), Cyrtorhinuslividipennis Reuter (Laba 1991b; Laba danSumpena 1992), serta Coccinella sp. danOphionea sp. (Laba 1992b; Laba et al. 1993;Laba 1994, 1999a).

Insektisida golongan organofosfat, kar-bamat, dan piretroid sintetis berpengaruhnegatif terhadap musuh alami wereng danpenggerek batang, yaitu laba-laba (Lycosasp.), Cyrtorhinus sp., Coccinella sp., Pae-derus sp., Ophionea sp. (IRRI 1978; Soe-karna 1979a; Soekarna 1979b; Kartohar-djono dan Soejitno 1987; Laba et al. 1988;Laba dan Sutrisno 1993b), serta parasitoidwereng coklat dan penggerek (Untung etal. 1988; Soejitno et al. 1988; Kilin et al.1993). Insektisida formulasi butiran mem-punyai efek yang lebih rendah dan lambatdibandingkan dengan formulasi cairan,tetapi karbofuran 3% sangat toksik ter-hadap Cyrtorhinus sp. karena pengaruhuap insektisida secara langsung terhadappopulasi Cyrtorhinus sp. (Mukidjo 1979;Sumantri 1988). Penggunaan insektisidapada tanaman kubis dapat memengaruhiaktivitas perkembangan dan peran para-sitoid hama Plutella xylostella, yaituDiadegma semiclausum dan P. xylostella(Sastrosiswojo 1992). Insektisida golong-

an karbamat, organofosfat, dan sintetikpiretroid dapat menurunkan populasi se-rangga penyerbuk (Elaeidobius kame-runicus) pada tanaman kelapa sawit, ber-kisar antara 80-90% (Pardede et al. 1996).

Fention berpengaruh negatif terhadapparasitoid pengisap buah lada (Anastatuspiperis, Hadronatus sp., dan Ooencyrtusmalayensis) (Laba et al. 2000). Pestisidaberspektrum luas dapat membunuh hamasasaran, parasitoid, predator, hiperparasit,serta makhluk bukan sasaran seperti lebah,serangga penyerbuk, cacing, dan seranggapemakan bangkai (Oka 1995). Insektisidaprofenofos, endosulfan, dan siflutrin ber-pengaruh negatif terhadap populasimusuh alami H. armigera pada tanamankapas, antara lain Paederus sp., Camphy-loma sp., Chrysopa sp., dan laba-laba(Nurindah dan Subiyakto 1993).

Organisme Bukan Sasaran

Penggunaan pestisida mengakibatkan ke-racunan akut, kronik, dampak jangka pan-jang seperti kanker, gangguan urat syaraf,kebutaan, dan kematian. Setiap tahun,sekitar satu juta orang keracunan pestisidadan yang meninggal sekitar 20.000 orang(Oka 1995). Keracunan pestisida padamanusia mencapai tiga juta kasus pertahun (FAO dalam Darmono 2002). Kasustersebut paling banyak terjadi di negaraberkembang. Hal ini disebabkan kurangnyakesadaran, keterampilan, dan pengetahuanpetani, serta lemahnya perundang-un-dangan pestisida. Di Indonesia, jumlahkasus keracunan atau kematian karenapestisida dilaporkan tidak kurang dari 2.705kecelakaan manusia yang mengakibatkan236 orang meninggal pada periode 1979-1986 (Mustamin 1988). Endosulfan sangattoksik terhadap berbagai jenis ikan, udang,

Page 6: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 125

dan kepiting (Gorbach dan Knauf 1970dalam Deciyanto 1980).

Dampak Residu Insektisidaterhadap Lingkungan

Pestisida berpengaruh terhadap makhlukhidup karena akumulasi dan absorpsi pes-tisida melalui rantai makanan sehingga da-pat mengganggu keseimbangan ekologi(Tarumingkeng 1977). Residu pestisida da-pat hilang atau terurai melalui proses dankadang-kadang berlangsung dengan de-rajat yang konstan. Residu pestisida dapatterjadi pada tanaman (daun, buah, cabang,akar), tanah, dan air. Residu insektisidajuga dipengaruhi oleh jenis insektisidayang digunakan, antara lain daya larutdalam air, polaritas, reaktif, dan stabilitaskimia.

Banyaknya residu insektisida yangmencapai tanah di Amerika Serikat berkisarantara 1-3 ppm DDT, 0,02-0,08 ppm hep-taklor, dan 0,03-0,10 ppm siklodien dandieldrin (Tarumingkeng 1977). Insektisidayang digunakan di Indonesia sejak tahun1950 sampai akhir 1960 adalah golonganhidrokarbon berklor seperti DDT, endrin,dieldrin, heptaklor, dan gama BHC. Ke-lompok senyawa organoklorin mempunyaitoksisitas dan persistensi yang sangattinggi, bahkan metabolitnya dapat lebihpersisten atau lebih beracun daripadainsektisidanya sendiri, seperti DDT men-jadi DDE (Soerjani 1990). Kelompokorganoklorin yang terdapat dalam air akanmengancam kehidupan ikan, udang,musuh alami serangga hama, dan manusia(Brown 1978). Penggunaan organoklorin25 tahun yang lalu di daerah Karawang,Kuningan, dan Cianjur (Jawa Barat) masihmeninggalkan residu di atas batas toleransi(Ardiwinata dan Djazuli 1992).

Residu insektisida asefat pada tanamankubis sebesar 0,02 mg/kg dianggap masihdi bawah toleransi yang diizinkan (Koes-toni et al. 1987). Residu deltametrin danpermetrin pada buah tomat serta siper-metrin, permetrin, deltametrin, dan profe-nofos pada tanaman kubis di KabupatenBandung dan Garut membahayakan kon-sumen (Soeriaatmaja dan Sastrosiswojo1988). Residu endosulfan, diazinon, be-nomil, dan ditiokarbamat berturut-turutpada wortel, bawang, kentang, dan tomatlebih tinggi dari batas maksimum residu(BMR) yang disarankan FAO dan WHO(Soekardi 1988).

Klorpirifos larut dalam air, sedangkanaldrin larut dalam pelarut organik. Aldrindapat tinggal di dalam tanah sampai ± 20tahun, sedangkan klorpirifos antara 2-3bulan (Kahn 1980 dalam Soejitno et al.1997).

Residu insektisida dalam tanah sangaterat kaitannya dengan kandungan bahanorganik tanah. Makin tinggi kandunganbahan organik tanah, makin tinggi kan-dungan insektisida. Insektisida cenderungmenumpuk pada lapisan tanah bagian ataspada kedalaman 10-20 cm. Hal ini karenalapisan tersebut mengandung bahan or-ganik sehingga insektisida mudah diab-sorpsi dan sukar untuk keluar (Connel danMiller 1995 dalam Soejitno et al. 1997).Keberadaan residu aldrin dalam berasbukan karena aplikasi pada tanaman, me-lainkan berasal dari dalam tanah sisa pe-makaian pada tahun-tahun silam karenasifatnya persisten dan sistemik sehinggadapat terabsorpsi melalui jaringan akartanaman padi (Soejitno et al. 1997). Residuinsektisida pada produk lada masih dibawah BMR, tetapi residu pada buah ladasebelum dipanen lebih rendah diban-dingkan setelah panen (Deciyanto et al.1999; Laba et al. 2000).

Page 7: Ip 032103hjhjd

126 I Wayan Laba

Hasil penelitian insektisida dan residuinsektisida terhadap resurjensi werengcoklat dan pengaruhnya terhadap musuhalami, sampai saat ini masih digunakansebagai acuan oleh Komisi Pestisida Ke-menterian Pertanian. Panduan tersebutmendukung program PHT untuk memba-tasi penggunaan insektisida. Kajian yangmengungkap faktor penyebab timbulnyaresurjensi, resistensi, dan residu dapat di-jadikan dasar ilmiah untuk mengurangidampak negatif penggunaan insektisida.

PENGENDALIAN HAMA TERPADUDAN INDIKATOR KEBERLANJUTAN

Pengendalian Hama Terpadu

Sejak satu abad yang lalu, para pakar per-lindungan tanaman telah mengetahui bah-wa pengendalian hama dapat dilakukandengan memanfaatkan musuh alami, ta-naman resisten, dan pengelolaan lingkung-an (rotasi tanaman, sanitasi, dan pengelo-laan tanah) (Sastrosiswojo 1989). Penger-tian PHT atau integrated pest control atauintegrated pest management adalah sis-tem pengambilan keputusan dalam memi-lih dan menerapkan taktik pengendalianOPT yang dipadukan ke dalam strategipengelolaan usaha tani dengan berdasar-kan pada analisis biaya/manfaat, denganmempertimbangkan kepentingan dan dam-paknya pada produsen, masyarakat, danlingkungan (Kogan 1998).

Taktik pengendalian OPT meliputi: (1)penggunaan varietas tahan atau toleran;(2) mengusahakan pertumbuhan tanamanyang sehat dengan berbagai kultur teknik;(3) memanfaatkan agens hayati yaitu pre-dator, parasitoid, dan patogen serangga;(4) menerapkan pengendalian secara fisik-mekanik; (5) menggunakan zat-zat kimia

semio seperti hormon/feromon, pengen-dalian secara genetik dengan teknik jantanmandul; dan (6) menggunakan pestisidabila diperlukan. PHT bukan tujuan, me-lainkan suatu pendekatan ilmiah untuk me-ncapai sasaran, yaitu pengendalian hamaagar secara ekonomis tidak merugikan,mempertahankan kelestarian lingkungan,serta menguntungkan petani dan konsu-men (Sastrosiswojo 1989; Oka 1992).

PHT pada awalnya adalah perpaduanantara pengendalian secara hayati dan pe-ngendalian kimiawi. Konsepsi tersebut ke-mudian berkembang menjadi perpaduansemua cara pengendalian dalam satu ke-satuan untuk mencapai hasil panen yangoptimal dan dampak eksternal terhadaplingkungan yang minimal (Smith dan vanden Bosch 1967; Galagher 1996; Sastro-siswojo dan Oka 1997). Dengan demikian,falsafah PHT adalah suatu pendekatanpertanian berkelanjutan dengan landasanekologi yang kokoh, bukan melakukanpemberantasan atau pemusnahan hamadan penyakit, tetapi mengelola atau me-ngendalikan tingkat populasi hama ataupenyakit agar tetap berada di bawah am-bang kerusakan secara ekonomis (Zadoksdan Schein 1979; Untung 1984).

Meningkatnya populasi hama dise-babkan oleh berkurangnya musuh alamiserta timbulnya resistensi dan resurjensi.Sebagai contoh adalah kasus meningkat-nya populasi wereng coklat (Laba 1986;Laba dan Soekarna 1986; Laba, 1987; Labadan Soejitno 1987; Laba dan Sumpena1988). PHT wereng coklat merupakankonsep pengendalian untuk mengurangipopulasi dengan menerapkan komponenPHT, yaitu varietas tahan, pergiliran ta-naman, dan memanfaatkan musuh alami.Mencegah atau memperlambat resistensidan resurjensi wereng coklat adalah de-ngan menghindari penggunaan insektisida

Page 8: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 127

dan bahan aktif yang sama secara terus-menerus (Laba 1988).

Penerapan PHT memberikan nilai posi-tif terhadap peningkatan produksi sertaketerampilan dan pengetahuan petani se-hingga dapat mengurangi penggunaan in-sektisida. Hasil pengkajian penguranganinsektisida pada tanaman padi saja men-capai Rp19.000/ha (Oka 1995). Luas panenpada tahun 2008 sebesar 12,38 juta ha(http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/table.shtml). Pada saat sekarang, hargapestisida rata-rata Rp100.000/liter dan tidakada subsidi pestisida dari pemerintah se-hingga pengurangan biaya produksi tidakkurang dari Rp1,2 triliun/musim tanam.Penghematan penggunaan insektisidadalam satu tahun (dua kali tanam) adalahRp2,4 triliun.

Penerapan PHT dalamPengelolaan Tanaman Terpadu

Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) ber-tujuan untuk meningkatkan produktivitassecara berkelanjutan dan efisiensi produksidengan memerhatikan sumber daya dankemampuan petani. PTT dapat ditempuhmelalui empat prinsip, yaitu: (1) PTTmerupakan suatu pendekatan dalam budidaya tanaman yang menekankan padapengelolaan tanaman, lahan, air, dan PHT;(2) PTT secara sinergis memanfaatkankomponen teknologi; (3) PTT memerha-tikan kesesuaian teknologi dengan ling-kungan fisik dan sosial ekonomi petani;dan (4) PTT bersifat partisipatif, yang ber-arti petani berperan aktif dalam memilihteknologi yang sesuai dengan keadaan se-tempat dan memiliki kemampuan melaluiproses pembelajaran (Badan Penelitian danPengembangan Pertanian 2007). Kompo-nen teknologi yang diterapkan melalui PTT

adalah: (1) penggunaan varietas unggulbaru spesifik lokasi; (2) penggunaan benihbermutu; (3) penanaman 1-3 bibit perlubang; (4) peningkatan populasi tanamanmelalui sistem tegel 20 cm x 20 cm atau jajarlegowo; (5) penyiangan menggunakanrotary weeder atau landak; (6) PHT; dan(7) panen menggunakan mesin thresher(Las et al. 2003; Zaini et al. 2003).

Di sisi lain, pertanian berkelanjutan da-pat memperbaiki kualitas hidup umat ma-nusia karena pertanian berkelanjutan me-rupakan pengelolaan, konservasi sumberdaya alam, orientasi perubahan teknologidan kelembagaan sehingga dapat menja-min pemenuhan dan pemuasan kebutuhanmanusia secara berkelanjutan untuk gene-rasi sekarang dan yang akan datang (FAO1989 dalam Untung 2007). Integrasi pe-nerapan PHT dalam PTT sebagai upayapengembangan pertanian berkelanjutansaling mendukung dan saling melengkapi.PHT mempunyai tujuan utama untuk mem-pertahankan hasil panen dan mengurangipenggunaan pestisida, sedangkan PTT me-nekankan produksi meningkat. Kedua pen-dekatan tersebut mempunyai tujuan akhiryang sama, yaitu melestarikan lingkunganhidup dan memberikan manfaat ekonomikepada petani dan masyarakat.

Penerapan PHT dalam SistemPertanian Organik

Pertanian organik adalah teknik budi dayapertanian tanpa menggunakan bahan-bahan sintetis, tunduk kepada hukum alamyaitu saling melengkapi, melayani, meng-hargai keragaman hayati dan keseim-bangan ekologi sehingga menghasilkankeseimbangan yang optimal, menghidupiuntuk semua, serta berkelanjutan. Pene-rapan PHT sejalan dengan pertanian or-

Page 9: Ip 032103hjhjd

128 I Wayan Laba

ganik karena PHT juga mempertahankandan meningkatkan keragaman hayati, ke-seimbangan ekologi, dan mengurangi pen-cemaran lingkungan untuk mencapai per-tanian berkelanjutan. Implementasi PHTpada tanaman pangan, sayuran, dan per-kebunan masih terbatas. Penerapan PHTmenggunakan musuh alami dan varietastahan mengurangi penggunaan pestisida,tetapi belum mempertimbangkan peng-gunaan pupuk kimia. Pertanian organiktidak membolehkan penggunaan pupukkimia maupun pestisida sintetis sehinggapenggunaan varietas tahan, musuh alami,dan pestisida nabati melengkapi pertanianorganik (Budianto 2002). Pertanian ber-kelanjutan dapat diukur melalui beberapaindikator.

Indikator Lingkungan

Pembangunan mempunyai tujuan jangkapanjang dalam arti membangun untukgenerasi sekarang dan yang akan datang.Bumi harus dikembalikan kepada generasiberikutnya dalam keadaan yang lebih baikuntuk mendukung tahapan pembangunanyang akan datang. Pembangunan harusmenaikkan mutu hidup dan sekaligus men-jaga dan memperkuat lingkungan untukmendukung pembangunan berkelanjutan.Pengelolaan lingkungan banyak mendapatperhatian, antara lain yang disebabkan olehkegiatan pertanian, yaitu pencemaran aki-bat penggunaan pestisida. Ukuran untukmenentukan lingkungan yang tidak berke-lanjutan adalah menurunnya kualitas ling-kungan melalui interaksi antara masyara-kat dan alam di sekitarnya, antara lain me-ningkatnya polusi udara, yang berdampaknegatif terhadap makhluk hidup (Soemar-woto 2004).

Indikator Keragaman Hayati

Sistem pendukung kehidupan yang harusdipelihara adalah keanekaragaman hayati.Mengendalikan siput, nyamuk malaria,tikus, inang penyakit pes, hama wereng,dan hama lainnya pada berbagai jenistanaman harus diusahakan agar burung,predator, serangga penyerbuk, lebah ma-du, ikan yang menjadi makanan dan sum-ber pendapatan rakyat, cacing yang me-nyuburkan tanah, serta serangga bergunalainnya tidak ikut terbunuh. Di sawah pe-tani yang tidak menggunakan insektisida,kepadatan populasi semua jenis predatorwereng coklat selalu lebih tinggi diban-dingkan dengan populasi wereng, mes-kipun ditanam varietas yang rentan sepertiKrueng Aceh dan Pelita (Untung 1992).Data tersebut mengindikasikan bahwatanpa penggunaan insektisida, populasimusuh alami melebihi inangnya sehinggadapat mengendalikan hama. Meningkatnyakeanekaragaman hayati merupakan indi-kator penting dalam sistem pertanian ber-kelanjutan.

Indikator Tanah dan Air

Pencemaran insektisida pada tanah danperairan merupakan risiko kimia buatanmanusia. Pencemaran berbagai jenis insek-tisida di dalam tanah di Jawa Barat, JawaTengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, danSumatera Selatan berkisar antara 0,001-0,100 ppm untuk golongan organofosfatdan 0,013-0,080 ppm untuk golonganorganoklorin. Angka tersebut sudah mele-wati BMR (Soekardi 1988).

Hasil identifikasi menunjukkan bahwapada contoh tanah, beras, dan air di semualokasi di Jawa Barat ditemukan residu

Page 10: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 129

klorpirifos, BPMC, DDE, endosulfan, dankarbofuran di atas batas toleransi (BalaiPenelitian Bioteknologi Tanaman Pangan1995). Kisaran konsentrasi residu klor-pirifos dan aldrin pada beras di Jawa Te-ngah melampaui BMR, sedangkan diazinondan BHC telah mendekati BMR. Datatersebut menunjukkan bahwa residu insek-tisida pada tanah dan air tidak mencermin-kan pertanian berkelanjutan.

STRATEGI DAN PROGRAMKE DEPAN

Strategi

Strategi untuk mengatasi pengaruh peng-gunaan insektida terhadap hama adalahmengimplementasikan konsep PHT, ber-basis pada keseimbangan ekologi, melaluibeberapa strategi sebagai berikut:a. Pengembangan teknologi. Penggu-

naan teknologi yang tepat sedikit men-datangkan dampak buruk terhadaplingkungan, kesehatan masyarakat danmeminimalkan timbulnya reaksi seleksidari hama sasaran. Teknologi haruslebih memanfaatkan berfungsinyaproses pengendali alami, memanfaatkansumber daya alam setempat, dan mu-dah dilaksanakan petani.

b. Jaringan informasi. Informasi dimulai ditingkat pusat sampai daerah agar pro-sesnya lancar, cepat, dan efisien se-hingga pengendalian dapat dilakukansecara cepat dan tepat.

c. Proses pengambilan keputusan. Ber-bagai faktor dapat memengaruhi pe-ngambilan keputusan dalam pengen-dalian hama, yaitu tujuan petani, ke-tersediaan tenaga, modal dan luaslahan, tingkat pengetahuan petanitentang serangan hama dan kerusakan,

serta efektivitas metode pengendalian.Pengambil keputusan harus memilikipengetahuan dan kemampuan yangcukup tentang berbagai aspek penge-lolaan hama sehingga keputusan yangdiambil tepat (Norton 1976).

d. Pemberdayaan petani. Lebih dari 80%lahan pertanian di Indonesia dikerjakanoleh petani kecil dengan luas areal,modal, dan sumber daya manusia yangterbatas. Tingkat produktivitas dankualitas produk pertanian sangat di-tentukan oleh kemampuan dan keman-dirian petani dalam mengelola lahanusahanya secara profesional, termasukdalam menerapkan dan mengembang-kan PHT. Oleh karena itu, peningkatankemampuan dan keterampilan petanisangat diperlukan.

e. Penelitian pendukung PHT. Sistem PHTakan selalu diperbaiki dan disesuaikandengan dinamika ekologi dan sistemsosial ekonomi melalui penelitian, se-dangkan peneliti akan menerima ma-sukan dari pelaksanaan PHT di lapang-an sebagai masalah yang harus diteliti(Untung 2006).

f. Pelarangan penggunaan 57 jenis insek-tisida pada tanaman padi, sesuai de-ngan Inpres No. 3 tahun 1986

Program ke Depan

Implementasi dan penyempurnaan prog-ram PHT di tingkat petani harus terus di-lakukan melalui: (1) pelembagaan PHTsebagai bagian dari kegiatan berproduksidan bagian dari PTT. Pelembagaan PHTdimulai dari pengorganisasian, perenca-naan produksi, evaluasi dan penggaliandana; (2) penerapan PHT pada sistem per-tanian organik untuk mempercepat pe-nyeberluasan dan adopsi oleh petani. Pe-

Page 11: Ip 032103hjhjd

130 I Wayan Laba

manfaatan agens hayati sebagai bahandasar formulasi biopestisida adalah men-dekatkan PHT kepada kearifan lokal yangnyata berperan dalam pengembangansistem pertanian; (3) peningkatan penga-wasan pestisida mulai dari tingkat pusat,daerah sampai petani; (4) pendidikan danpelatihan PHT, sebagai pakar, peneliti,praktisi, tenaga teknis dan penyuluh PHT,merupakan pengembangan sumber dayamanusia; (5) penyuluhan untuk menyebar-luaskan PHT; dan (6) penelitian dan pe-ngembangan berdasarkan masalah yangada di lapangan yang bersifat spesifiklokasi karena setiap wilayah mempunyaijenis tanaman dan OPT yang spesifik.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASIKEBIJAKAN

Kesimpulan

1. Masalah dalam perlindungan tanamanantara lain menurunnya kualitas ling-kungan, residu pestisida, terbunuhnyaorganisme bukan sasaran, dan kera-cunan pada manusia.

2. PHT merupakan konsep pengendalianOPT secara ekologis dan teknologisdengan memanfaatkan berbagai kom-ponen pengendalian yang kompatibeldalam satu kesatuan koordinasi sistempengendalian yang berwawasan ling-kungan dan berkelanjutan. KonsepPHT sejalan dengan PTT dan pertanianorganik.

3. Implementasi PHT memerlukan du-kungan berbagai pihak, antara lain pe-tani, peneliti, penentu kebijakan, pe-merhati lingkungan, dan politisi. Im-plementasi PHT menghadapi berbagaitantangan, antara lain kelembagaan,pendidikan dan pelatihan yang berpe-

ran sebagai pakar, teknisi, praktisi,tenaga teknis, dan penyuluh PHT.

4. Strategi untuk mengatasi pengaruhpenggunaan insektisida terhadap OPTadalah penerapan PHT melalui pe-ngembangan teknologi, jejaring infor-masi, proses pengambilan keputusan,pemberdayaan petani, dan penelitianpendukung PHT yang diwadahi olehkearifan lokal yang tetap eksis di ma-sing-masing daerah di Indonesia.

5. SLPHT telah berhasil membina petanidalam mengurangi penggunaan pesti-sida, mengubah sikap petani untukmenentukan pengendalian dengan pes-tisida, meningkatkan pengetahuan ten-tang bioekologi hama, penyakit danmusuh alami, serta mengerti bahayapestisida.

Implikasi Kebijakan

1. Fungsi Balai Pengkajian Teknologi Per-tanian (BPTP) sebagai ujung tombakBadan Litbang Pertanian dan DinasPertanian di daerah sebagai pelaksanaDirektorat Perlindungan Tanaman ada-lah: (a) dalam konteks nasional turutserta dalam meneruskan kegiatanSLPHT untuk meningkatkan pengeta-huan petani tentang pengendalianhama dan penyakit tanaman, (b) dalamkonteks daerah, mengembangkan hasilpenelitian, merakit, dan mendisemi-nasikan paket PHT spesifik lokasi.

2. Dalam upaya meningkatkan produksiberas nasional, pemerintah telah meng-adopsi PTT sebagai pendekatan disentra-sentra produksi melalui sekolahlapang PTT (SLPTT). SLPHT hendak-nya menjadi komponen penting dalamSLPTT agar pembangunan pertaniantetap ramah lingkungan.

Page 12: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 131

3. Revitalisasi dan pengembangan kelem-bagaan PHT di semua tingkat, dari pu-sat sampai petani sesuai kebutuhan lo-kal spesifik.

4. Revitalisasi dan tindak lanjut yang le-bih jelas tentang Keputusan MenteriPertanian No. 517/Kpts/TP 270/9/2002yang mengatur pengawasan pestisidayang beredar di Indonesia.

5. Peninjauan kembali kebijakan subsididan harga hasil panen, terutama dalamimplementasinya, agar menguntung-kan petani sehingga mampu mening-katkan produksi secara nyata sesuaiharapan pemerintah.

PENUTUP

Penggunaan insektisida secara rasionaldapat mengurangi dampak negatif sepertiresistensi, resurjensi, residu insektisida,dan pengaruh negatif terhadap musuhalami hama dan organisme bukan sasaranserta keracunan bagi manusia. Alam me-rupakan suatu kesatuan ekologi yang ter-diri atas banyak komponen. Setiap kom-ponen memiliki peran masing-masing yangsaling melengkapi secara optimal danberkelanjutan. Falsafah ini sejalan denganajaran religius “Tri Hita Karana” dan “TatTwam Asi”. Tri berarti tiga unsur, yaituSang Pencipta - manusia - alam lingkungan;Hita artinya baik, senang, menguntungkan,lestari; dan Karana adalah sumbernyasegala sebab, ialah Sang Pencipta. Ajaranreligius ini menekankan kepada keseim-bangan tiga hubungan yang harmonis,yaitu: (1) manusia dengan Sang Pencipta,Tuhan Yang Maha Esa (Parahyangan); (2)manusia dengan sesamanya (Pawongan);dan (3) manusia dengan lingkungan(palemahan) untuk mencapai kebahagia-an dunia (skale) dan akhirat (niskale). Tat

Twam Asi artinya dia adalah aku dan akuadalah dia. Berdasarkan ajaran tersebut,manusia berkewajiban untuk mengelola isialam secara lestari untuk dimanfaatkansecara berkesinambungan, sebagai wujudsarada dan bakti kepada-Nya. Sebagaipenutup:

“Kita tidak boleh merusak dan me-nista lingkungan, tetapi juga kita tidakboleh melupakan kemiskinan, kepapaan,dan kelaparan yang menimpa begitu ba-nyak umat manusia (masyarakat). Ling-kungan tidak akan dapat diperbaiki da-lam kondisi masyarakat yang lapar.Kemiskinan tidak dapat dihilangkantanpa aplikasi ilmu pengetahuan danteknologi dalam bidang pertanian”(Indira Gandhi).

“PHT oleh petani, bukan PHT untukpetani. Petani menjadi ahli PHT” (I. N.Oka)

DAFTAR PUSTAKA

Ardiwinata, A.N. dan M. Djazuli. 1992.Dampak penggunaan insektisida orga-noklorin di masa silam di daerah JawaBarat. Prosiding Simposium PenerapanPHT. hlm. 313-317

Badan Penelitian dan Pengembangan Per-tanian. 2007. Petunjuk Teknis LapangPengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitiandan Pengembangan Pertanian, Jakarta.38 hlm.

Bahagiawati, A.H. dan I.N. Oka. 1987.Perkembangan biotipe wereng coklat,Nilapavarta lugens Stal. di Indonesia.hlm. 31-42. Dalam J. Soejitno, Z. Ha-rahap, dan H.S. Suprapto (Ed.). WerengCoklat. Edisi Khusus No. 1. Balai Pene-litian Tanaman Pangan Bogor.

Page 13: Ip 032103hjhjd

132 I Wayan Laba

Balai Penelitian Bioteknologi TanamanPangan. 1995. Hasil penelitian tekno-logi padi selama Repelita V. Disampai-kan pada Seminar Apresiasi PenelitianPadi, Sukamandi, 23-25 Agustus 1995.24 hlm. Balai Penelitian BioteknologiTanaman Pangan, Bogor.

Brown, A.W.A. 1958. Insecticides Resis-tance in Arthopods. WHO, Geneva. 240pp.

Brown, A.W.A. 1978. Ecology of Pesti-sides. A Wiley Interscience Publica-tion. John Willey and Sons. p. 136-168.

Budianto, J. 2002. Kebijakan penelitian danpengembangan pertanian organik. Pro-siding Seminar Nasional dan PameranPertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli2002. hlm. 1-12.

Carson, R. 1962. Silent Spring. Houghton-Miffin, Boston. 368 pp.

Chelliah, S. and E.A. Heinrichs. 1978.Resurgence of the brown planthopper,Nilaparvata lugens (Stal), followinginsecticide application. Paper presen-ted at the Ninth Annual Conference ofthe Pest Control Council of the Phi-lippines International Convention Cen-ter. Manila, 3-6 May 1978. p 1-10.

Darmono, T.W. 2002. Menuju pertanianorganik berbekalkan pengalaman im-plementasi pengendalian hama terpadu(PHT) pada perkebunan rakyat. Pro-siding Seminar Nasional dan PameranPertanian Organik, Jakarta, 2-3 Juli2002. hlm. 77-89.

Deciyanto, S. 1980. Pengaruh endosulfanterhadap jasad hidup bukan sasarandan metabolismenya. Makalah Pasca-sarjana Institut Pertanian Bogor. 24hlm.

Deciyanto, S., C. Indrawanto, dan I.W.Laba. 1999. Dampak pestisida terhadapmusuh alami dan analisa residu pada

pertanaman dan produk lada. LaporanTeknis, Balai Penelitian Tanaman Rem-pah dan Obat 1998/1999. No. II: 149-155.

FAO. 1967. Report of the first session ofthe FAO working party of expert onresistance of pest to pesticide. FAOMeeting Rep. PL/1966/M13. p. 1-8.

Flint, M.K. and van den Bosch. 1990. Intro-duction to Integrated Pest Manage-ment (Pengendalian Hama Terpadu).Indah K. Priyadi, J. (Penerjemah). Kani-sius, Yogyakarta.

Galagher, K.D. 1996. Konsep PHT lama danbaru. hlm. 25-32. Dalam M. Syai danI.D.M. Rahman (Ed.). Kapita SelektaSLPHT, Kumpulan Beberapa Makalahdan Laporan SLPHT. Program NasionalPHT, Jakarta.

Georghiou, G.P. and R.B. Melon. 1983.Pesticide resistance in time and space.p. 1-46. In Georghiu and Saito (Eds.).Pest Resistance to Pesticide. PlenumPress, New York and London.

Georghiou, G.P. 1986. The magnitude ofresistance problem. In Pesticide Re-sistance Strategies and Tactics for Ma-nagement. National Academic Press,Washington, DC.

Harahap, Z., M. Ismunadji, J. Soejitno,A.M. Fagi, dan D. Damardjati. 1989.Perkembangan dan sumbangan pene-litian untuk pelestarian swasembadaberas. hlm.135-185. Dalam M. Syam,M. Ismunadji, dan A. Widjono (Pe-nyunting). Risalah Simposium II Pene-litian Tanaman Pangan, Ciloto, 21-23Maret 1988. Buku I. Pusat Penelitiandan Pengembangan Tanaman Pangan,Bogor.

Harnoto, Mujiono, dan A. Naito. 1983.Pengaruh insektisida pada konsentrasisublethal terhadap keperidian Spodop-

Page 14: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 133

tera litura Fabricius. Kongres Entomo-logi II, Jakarta, 24-28 Januari 1983.

Harnoto dan K. Widodo. 1991. Pengaruhresidu klorfluazuron, diflubenzuron,fenvalerat, dan sihalotrin terhadapbeberapa aspek biologi Spodoptoralitura. Seminar Hasil Penelitian Tanam-an Pangan, Balittan Bogor III: 443-448.

Heinrichs, E.A. and O. Mochida. 1984. Fromsecondary to major pest status. Thecase of insecticide induced rice brownplanthopper, Nilaparvata lugensresurgence. Protection Ecology. Else-vier Science Publisher B.V. Amsterdam.p. 201-218

Huffaker, C.B. and C.H. Spitzer Jr. 1950.Some factors affecting red mite popu-lation on pear in California. J. Econ.Entomol. 43: 819-831.

IRRI. 1978. Research Highlights for 1979.IRRI, Los Banos, Manila, Philippines.133 pp.

Kartohardjono, A. dan J. Soejitno, 1987.Musuh alami wereng coklat, Nilapar-vata lugens Stal pada tanaman padi.Dalam Wereng Coklat. Edisi KhususBalai Penelitian Tanaman PanganBogor No. 1: 43-45.

Kenmore, P.E. 1996. Integrated pest ma-nagement in rice. p. 76-97. In G.J. Parsely(Ed.). Biotechnology and IntegratedPest Management. CAB International,Cambridge.

Kilin, D., I W. Laba, dan P. Pamudju. 1993.Penelitian dampak negatif penggunaaninsektisida. Laporan Penelitian 1992/1993. Balai Penelitian Tanaman PanganBogor.

Koestoni, T.M., I. Sulastrini, dan S. Sosro-siswojo. 1987. Pengaruh tingkat kon-sentrasi penyemprotan insektisidaasefat, kuinalfos dan triazofos terhadapresidu pestisida tanaman kubis. Bulle-tin Penelitian Hortikultura 15(4): 87-91.

Kogan, M. 1998. Ecological Theory andIntegrated Pest Management Practice.Wiley Intersci Publ., New York.

Laba, I W. 1986. Pengaruh insektisidaterhadap kemampuan bertelur werengcoklat, Nilaparvata lugens Stal. Se-minar Hasil Penelitian Tanaman PanganBogor.

Laba, I W. dan D. Soekarna. 1986. Resur-jensi pada wereng coklat (Nilaparvatalugens Stal) akibat perlakuan beberapainsektisida pada padi. Risalah SeminarHasil Penelitian Tanaman Pangan,Sukamandi, 16-18 Januari 1986. hlm.329-332.

Laba, I W. dan T. Sumpena. 1986. Re-surjensi wereng batang coklat (Nila-parvata lugens Stal) karena perlakuaninsektisida pada varietas Pelita 1-1,Cisadane dan IR 36. Prosiding SeminarBalittan Bogor tahun 1986. Padi, Pala-wija (1): 256-263.

Laba, I W. 1987. Pengaruh beberapa teknikperlakuan dan jenis insektisida ter-hadap kepadatan populasi wereng cok-lat, Nilaparvata lugens Stal (Homop-tera: Delpachidae). Kongres Entomo-logi III, 30 September-2 Oktober 1987.12 hlm.

Laba, I W. dan Soejitno. 1987. Resurjensipada wereng coklat, Nilaparvatalugens Stal. hlm. Dalam Wereng Coklat.Edisi Khusus Balai Penelitian TanamanPangan Bogor No. 1: 69-76.

Laba, I W. 1988. Masalah resurjensi werengcoklat dan penanggulangannya. JurnalPenelitian dan Pengembangan Perta-nian 3(4): 93-97.

Laba, I W. dan T. Sumpena. 1988. Pengaruhinsektisida terhadap resurjensi danpredator wereng coklat (Nilarparvatalugens Stal). Penelitian Wereng Coklat1987/1988. Edisi Khusus Balai Pene-litian Tanaman Pangan Bogor. 2: 86-90.

Page 15: Ip 032103hjhjd

134 I Wayan Laba

Laba, I W., D. Sukarna, dan J. Soejitno.1988. Pengaruh insektisida terhadapwereng coklat (Nilaparvata lugensStal) dan predatornya pada varietasCipunagara. Penelitian Pertanian 8(2):64-67.

Laba, I W. 1989a. Biologi wereng coklat,Nilaparvata lugens Stal. setelah per-lakuan insektisida organofosfat. Pro-siding Seminar Biologi Dasar I. PerananBiologi Dasar dalam PengembanganIlmu Pengetahuan dan Teknologi. Bo-gor, 14 Februari 1989. hlm. 8-17.

Laba, I W. 1989b. Keperidian wereng coklat,Nilaparvata lugens Stal., setelah per-lakuan insektisida di laboratorium.Prosiding Seminar Hasil PenelitianTanaman Pangan, Balittan Bogor, 13-14 Februari 1989. hlm. 767-776.

Laba, I W. 1991a. Pengaruh beberapa insek-tisida terhadap keperidian werengcoklat (Nilaparvata lugens Stal) (Ho-moptera: Delphacidae) pada varietaspadi Pelita I-1. Buletin Pertanian, Fa-kultas Pertanian Universitas Islam Su-matera Utara 10(2): 12-16.

Laba, I W. 1991b. Predation of Cyrtorhinuslividipennis Reuter on Eggs of plant-hopper. Master Thesis, Department ofEntomology, UPLB, Philippines. 45 pp.

Laba, I W. 1992a. Reproduksi wereng coklatsetelah perlakuan insektisida padavarietas Pelita I-1. Kongres EntomologiIV, Yogyakarta, 28-30 Januari 1992. 10hlm.

Laba, I W. 1992b. Bionomics and predationof Cyrtorhinus lividipennis Reuter onplanthopper in rice. Indon. Agric. Res.Dev. J. 14(1): 1-6.

Laba, I W. dan T. Sumpena. 1992. PotensiCyrtorhinus lividipennis Reuter danLycosa pseudoannulata Boesenbergand Stand menekan populasi werengcoklat. Prosiding Simposium Penerapan

Pengendalian Hama Terpadu. Perhim-punan Entomologi Indonesia CabangBandung, Sukamandi, 3-4 September1992. hlm. 213-217.

Laba, I W. dan W.R. Atmadja. 1992. Potensiparasit dan predator dalam mengen-dalikan wereng coklat, Nilaparvatalugens Stal pada tanaman padi. JurnalPenelitian dan Pengembangan Per-tanian 11(4): 65-71.

Laba, I W. dan Sutrisno. 1992. Biologi we-reng batang coklat Nilaparvata lugensStal. pada varietas Pelita I-1 dan Cisa-dane yang diperlakukan insektisida.Prosiding Seminar Hasil PenelitianTanaman Pangan, Balittan Bogor, 29Februari-2 Maret 1992. hlm. 733-743.

Laba, I W. 1993. Bionomi wereng batangcoklat biotipe I pada berbagai varietaspadi. Buletin Penelitian Balittan Bogor6: 25-29.

Laba, I W., H.H. Emma, dan J. Soejitno.1993. Kemampuan pemangsaaanCyrtorhinnus lividipennis Reuter danLycosa pseudoannulata Boes Et Str.terhadap wereng batang coklat padatanaman padi. Seminar Balai PenelitianTanaman Pangan Bogor, 15 Januari1993. 20 hlm.

Laba, I W. dan Sutrisno. 1993a. Pengaruhdosis aplikasi insektisida terhadaptingkat resurjensi wereng batang cok-lat. Risalah Seminar Hasil PenelitianTanaman Pangan, Balittan Bogor No.3. hlm. 64-69.

Laba, I W. and Sutrisno. 1993b. Effect ofinsecticides to brown planthopper (Ni-laparvata lugens Stal) population andits predator. Proc. Symposium onIntegrated Pest Management ControlComponent, Bogor, 21-23 January 1992.Biotrop Special Publ. No. 50: 203-210.

Laba, I W. 1994. Potensi musuh alamiwereng coklat, Nilaparvata lugens

Page 16: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 135

Stal. (Homoptera: Delphacidae). BuletinPenelitan Balittan Bogor No. 9 tahun1994. 13 hlm.

Laba, I W. dan D. Kilin. 1995. Dampakpenggunaan insektisida terhadap daurhidup wereng coklat, Nilaparvatalugens Stal (Homoptera: Delphacidae).Seminar Ilmiah dan Kongres Biologi XI,Depok, 24-27 Juli 1995. 7 hlm.

Laba, I W., D. Kilin, dan W.R. Atmadja.1996. Pendayagunaan parasitoid danpredator untuk mengendalikan werengcoklat (Nilaparvata lugens Stal). TemuTeknologi dan Pemasyarakatan Pe-ngendalian Hama Terpadu, Lembang,27-29 Mei 1996. 23 hlm.

Laba, I W., A. Kartohardjono, dan D. Kilin.1997. Potensi Tetrastichus schoenobiiFerr., Telenomus rowani Gah. dan Tri-chogramma japonicum Ashm. sebagaiparasitoid telur penggerek batang padikuning (Scirpophaga incertulasWalker). Prosiding Seminar NasionalTantangan Entomologi pada AbadXXI. Perhimpunan Entomologi Indo-nesia Cabang Bogor bekerja samadengan Program Nasional PHT. Bogor,8 Januari 1997. hlm. 62-73.

Laba, I W. 1998. Prospek parasitoid telursebagai pengendali alami penggerekbatang padi. Jurnal Penelitian dan Pe-ngembangan Pertanian 17(1): 14-22.

Laba, I W. 1999a. Aspek biologi Paederusfuscifes Curt sebagai predator werengcoklat, Nilaparvata lugens Stal (Ho-moptera: Delpachidae). Seminar Na-sional Biologi Menuju Millenium III,Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta, 20November 1999. 17 hlm.

Laba, I W. 1999b. Aspek biologi dan po-tensi beberapa predator hama wereng.Jurnal Penelitian dan PengembanganPertanian 18(2): 56-62.

Laba, I W., D. Soetopo, dan C. Indrawanto.2000. Dampak pestisida terhadapmusuh alami dan analisis residu padapertanaman dan produk lada. LaporanTeknis, Balai Penelitian Tanaman Rem-pah dan Obat 1999/2000. No. II: 157-164.

Las, I., A.K. Makarim, H.M. Toha, A. Gani,H. Pane, dan S. Abdulrachman. 2003.Panduan Teknis Pengelolaan Tanamandan Sumberdaya Terpadu Padi SawahIrigasi. Departemen Pertanian, Jakarta.30 hlm.

Mochida, O. 1986. A review of BPHresurgence induced by application ofinsecticide. IRRI, Manila, Philippines.

Mukidjo, A. 1979. Pengaruh beberapamacam insektisida terhadap Coccinelaarcuata F. predator pada hama wereng,Nilaparvata lugens Stal. Kongres En-tomologi I, Jakarta, 9-11 Januari. 8 hlm.

Mustamin, M. 1988. Health hazards due tothe use of pesticides in Indonesia. Datacollection and surveys. In Teng andHeong (Eds.). Pesticide Managementand Integrated Pest Management inSoutheast Asia. p. 301-309.

Norris, R.F., E.P. Caswell-Chen, and M.Kogan. 2003. Concepts in IntegratedPest Management. Prentice Hall, NewJersey.

Norton, G.A. 1976. Analysis of decisionmaking in crop protection. Agro-Ekologi 3: 27-44.

Nurindah dan Subiyakto. 1993. Pengaruhpenyemprotan insektisida terhadappopulasi musuh alami serangga hamakapas. Buletin Tumbuhan Serat No. 02/09/1993: 12-16.

Oka, I.N. 1992. Program nasional pelatihandan pengembangan pengendalianhama terpadu sebagai salah satu usahamengembangkan tenaga manusia da-

Page 17: Ip 032103hjhjd

136 I Wayan Laba

lam menuju pertanian tangguh. Maka-lah Kongres Entomologi IV, Yogya-karta, 26-29 Januari 1992. ProgramNasional PHT, Jakarta. hlm. 1-11.

Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Ter-padu dan Implementasinya di Indo-nesia. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta. 255 hlm.

Oka, I.N. dan A.H. Bahagiawati. 1991.Pengendalian hama terpadu. hlm. 653-680. Dalam E. Soenarjo, D.S. Damardjatidan M. Syam (Penyunting). Padi, Buku3. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan, Bogor.

Pardede, D., C.U. Ginting, dan H. Wibowo.1996. Dampak berbagai insektisida pe-ngendali hama ulat api terhadap kum-bang Elaeidobius kamerunicus padaperkebunan kelapa sawit. Warta PusatPenelitian Kelapa Sawit 4(3): 143-148.

Sastrodihardjo, S. dan S. Sastrosiswojo.1983. Kembali mencari bahan aktif darialam. Media Pestisida 28: 25-36.

Sastrosiswojo, S. 1989. Konsepsi pengen-dalian hama terpadu dan penerapan-nya di Indonesia. Latihan MetodologiPenelitian Pengendalian Terpadu Hamadan Penyakit, Sukamandi, 17 Juli-12Agustus 1989. Balai Penelitian Horti-kultura, Lembang. hlm. 1-32.

Sastrosiswojo, S. 1992. Penggunaan pes-tisida pada tanaman sayuran berda-sarkan konsepsi pengendalian hamaterpadu. Rapat Komisi PerlindunganTanaman, Cipanas, 19-21 Maret. 12 hlm.

Sastrosiswojo, S. dan I.N. Oka. 1997. Im-plementasi pengelolaan seranggasecara berkelanjutan. hlm. 47-58. DalamHidayat et al. Pengelolaan SeranggaSecara Berkelanjutan. Prosiding Kong-res Entomologi Indonesia V dan Simpo-sium Entomologi, Bandung, 24-26 Juni1997.

Smith, R.F. and R. van den Bosch. 1967.Integrated Control, Biological, Physicaland Selected Chemical Methods. NewYork Academic Press.

Soehardjan, M., S. Hadiyani, dan Soeban-drijo. 1987. Resistensi serangga hamakapas terhadap insektisida. ProsidingKongres Entomologi III, Jakarta, 30 Sep-tember-2 Oktober 1987. hlm. 789-800.

Soejitno, J., M. Iman, and I W. Laba. 1988.Judicious use of insecticides to sup-press the brown planthopper, Nila-parvata lugens Stal on three rice va-rieties. Proc. XVIII InternationalCongress of Entomology, Vancouver,Canada. 3-9 July 1988. 12 pp.

Soejitno, J., S.Y. Jatmiko, A. Nugraha, danD. Kusdiaman. 1997. Pencemaran pes-tisida pada agroekologi lahan irigasidan tadah hujan. Laporan Hasil Pene-litian Loka Penelitian Tanaman Pangan,Jakenan, Pati. 16 hlm.

Soemarwoto, O. 2004. Ekologi LingkunganHidup dan Pembangunan. Jambatan,Jakarta. 381 hlm.

Soekarna, D. 1978. Masalah resurjensisebagai akibat dari aplikasi pestisida.Lembaga Penelitian Pertanian Bogor.

Soekarna, D. 1979a. Pengaruh pestisidabentuk EC dan WP terhadap beberapapredator wereng coklat, Nilaparvatalugens. Kongres Entomologi I, Jakarta,9-11 Januari 1979. 17 hlm.

Soekarna, D. 1979b. Waktu pemberianpestisida terhadap wereng coklat, Ni-laparvata lugens Stal berdasarkankepadatan populasi dan timbulnya re-surjensi. Kongres Entomologi I, Jakar-ta, 9-11 Januari 1979. 12 hlm.

Soerjani, M. 1990. Perlindungan tanamanmenunjang pertanian tangguh dan ke-lestarian lingkungan. Dalam 20 tahunPT Agricon. Bogor.

Page 18: Ip 032103hjhjd

Analisis empiris penggunaan insektisida ... 137

Soekardi, M. 1988. Pesticide residuecontrol and monitoring in Indonesia.Proc. Sea. Pesticide Management andIntegrated Pest Management Work-shop, Pattaya, Thailand, 23-27 February1987. p. 373-378.

Soeriaatmaja, R.E. dan S. Sastrosiswojo.1988. Pemeriksaan residu insektisidadalam buah tomat dan tanaman kubisdi Kecamatan Lembang, Pangalengan.Media Penelitian Sukamandi 6: 13-21.

Sosromarsono, S. 1980. Pestisida danpengendalian hama tanaman. LatihanAgronomis III, Departemen Pertanian,BLPP, PT Pusri, Fakultas PertanianInstitut Pertanian Bogor. 24 hlm.

Sumantri, D. 1988. Pengaruh InsektisidaButiran Terhadap Perkembangan Po-pulasi wereng coklat, Nilaparvatalugens Stal (Homoptera: Delphacidae)dan Predatornya, Cyrtorhinus livi-dipennis Reuter (Hemiptera: Miridae).Skripsi Universitas Nasional, Jakarta.73 hlm.

Swiff, F.C. 1968. Population densities ofthe European red mite and the pre-daceus mite Typhlodromus (A) fallacison apple foliage following treatmentwith various insecticides. J. Econ.Entomol. 61: 1489-1491.

Stern, V.W., R.F. Smith, R. van den Bosch,and K.S. Hagen. 1959. The integratedcontrol concept. Hilgardia 29(2): 81-101.

Sutrisno. 1987. Resistensi wereng coklat,Nilaparvata lugens (Stal) terhadapinsektisida di Indonesia. hlm. 55-68.Dalam J. Soejitno, Z. Harahap, danSuprapto H.S. (Ed.). Wereng Coklat.Edisi Khusus No. 1. Balai PenelitianTanaman Pangan, Bogor.

Tarumingkeng, R. 1977. Dinamika pestisidadalam lingkungan. Dalam Aspek Pesti-sida di Indonesia. Edisi Khusus Lem-baga Pusat Penelitian Pertanian BogorNo. 3: 52-58.

Untung, K. 1984. Pengantar Analisis Eko-nomi Pengendalian Hama Terpadu.Andi Offset, Yogyakarta.

Untung, K., E. Mahrub, S. Sudjono, K.Ananda, Rosdiman, dan A. Trisyono.1988. Studi populasi, distribusi, danmigrasi wereng coklat (Nilaparvatalugens Stal) dan musuh alaminya. La-poran Penelitian. Kerja sama Balai Pe-nelitian Tanaman Pangan Bogor de-ngan Fakultas Pertanian UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta.

Untung, K. 1992. Konsep dan strategipengendalian hama terpadu. MakalahSimposium Penerapan PHT. Sukaman-di, 3-4 September 1992. PerhimpunanEntomologi Indonesia Cabang Ban-dung. 17 hlm.

Untung, K. 2006. Pengantar PengelolaanHama Terpadu. Gadjah Mada Univer-sity Press, Yogyakarta. 348 hlm.

Untung, K. 2007. Kebijakan PerlindunganTanaman. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta. 256 hlm.

Widianarko, B., K. Vink, and N.M. vanStraalen. 1994. Environmental Toxi-cologi in South and Southeast Asia.VU Univ. Press, Amsterdam. 352 pp.

Zadoks, J.C. and R.D. Schein. 1979.Epidemiology and Plant Disease Ma-nagement. Oxford Univ. Press.

Zaini, Z., I. Las, Suwarno, B. Haryanto,Suntoro, dan E.E. Ananto. 2003. Pe-doman Umum Kegiatan PercontohanPeningkatan Produktivitas Padi Ter-padu 2003. Departemen Pertanian, Ja-karta. 25 hlm.