interferensi gelombang bunyi

19
INTERFERENSI GELOMBANG BUNYI Seperti halnya pada cahaya, pada bunyi pun terjadi interferensi. Untuk membuktikan adanya interferensi gelombang bunyi dapat Anda lihat pada bagian kegiatan ilmiah dari buku ini. Bunyi kuat terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi pada suatu titik adalah sefase atau memiliki beda lintasan yang merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang bunyi. Bunyi kuat Δs = nλ; n = 0, 1, 2, 3, . . . n = 0, n = 1, dan n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. Bunyi lemah terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. Interferensi destruktif jika kedua gelombang yang bertemu pada suatu titik adalah berlawanan fase atau memiliki beda lintasan, Bunyi lemah Δs = λ; n = 0, 1, 2, 3, . . . n = 0, n = 1, n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. Dua sumber bunyi dari dua pengeras suara yang berasal dari sebuah audio generator akan menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang koheren, yaitu dua gelombang dengan frekuensi sama, amplitudo sama, dan beda fase tetap. Jika rapatan bertemu rapatan atau regangan bertemu regangan maka terjadi penguatan bunyi (konstruktif) sehingga bunyi terdengar semakin keras. Jika regangan bertemu rapatan maka terjadi pelemahan bunyi (destruktif) sehingga bunyi terdengar semakin lemah. Secara matematis penguatan terjadi jika selisih panjang gelombang sebesar 2nl dan pelemahan terjadi jika selisih panjang gelombang (2n+1)l. Pada kegiatan paduan suara, seorang konduktor memberikan aba menyamakan suara maksudnya menyamakan tinggi-rendahnya suara atau frekuensi sehingga terjadi interferensi bunyi. Tetapi kadang-kadang suara yang terdengar tidak tepat sama tinggi-rendahnya, berarti telah terjadi pelayangan bunyi yang frekuensi pelayangannya dapat dihitung dengan persamaan f pelayangan = f tinggi – f rendah Beberapa alat musik berbentuk pipa organa, misalnya seruling, terompet, drum, gitar akustik, dan lain-lain. Pipa organa adalah sebuah pipa yang berisi kolom udara. Terdapat dua jenis pipa organa yang masing-masing menimbulkan pola interferensi gelombang bunyi yang berbeda.

description

Gelombang Bunyi

Transcript of interferensi gelombang bunyi

INTERFERENSI GELOMBANG BUNYI

Seperti halnya pada cahaya, pada bunyi pun terjadi interferensi. Untuk membuktikan adanya interferensi gelombang bunyi dapat Anda lihat pada bagian kegiatan ilmiah dari buku ini. Bunyi kuat terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi pada suatu titik adalah sefase atau memiliki beda lintasan yang merupakan kelipatan bulat dari panjang gelombang bunyi.

Bunyi kuat ∆s = nλ; n = 0, 1, 2, 3, . . .

n = 0, n = 1, dan n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga.

Bunyi lemah terjadi ketika superposisi kedua gelombang bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga. Interferensi destruktif jika kedua gelombang yang bertemu pada suatu titik adalah berlawanan fase atau memiliki beda lintasan,

Bunyi lemah ∆s = λ; n = 0, 1, 2, 3, . . .

n = 0, n = 1, n = 2, berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua, dan bunyi kuat ketiga.

Dua sumber bunyi dari dua pengeras suara yang berasal dari sebuah audio generator akan menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang koheren, yaitu dua gelombang dengan frekuensi sama, amplitudo sama, dan beda fase tetap. Jika rapatan bertemu rapatan atau regangan bertemu regangan maka terjadi penguatan bunyi (konstruktif) sehingga bunyi terdengar semakin keras. Jika regangan bertemu rapatan maka terjadi pelemahan bunyi (destruktif) sehingga bunyi terdengar semakin lemah.

Secara matematis penguatan terjadi jika selisih panjang gelombang sebesar 2nl dan pelemahan terjadi jika selisih panjang gelombang (2n+1)l.

Pada kegiatan paduan suara, seorang konduktor memberikan aba menyamakan suara maksudnya menyamakan tinggi-rendahnya suara atau frekuensi sehingga terjadi interferensi bunyi. Tetapi kadang-kadang suara yang terdengar tidak tepat sama tinggi-rendahnya, berarti telah terjadi pelayangan bunyi yang frekuensi pelayangannya dapat dihitung dengan persamaan

fpelayangan = ftinggi – frendah

Beberapa alat musik berbentuk pipa organa, misalnya seruling, terompet, drum, gitar akustik, dan lain-lain. Pipa organa adalah sebuah pipa yang berisi kolom udara. Terdapat dua jenis pipa organa yang masing-masing menimbulkan pola interferensi gelombang bunyi yang berbeda.

Sebagaimana gelombang mekanik lainnya, interferensi gelombang bunyi terjadi jika dua atau lebih gelombang bunyi melewati tempat yang sama. Artinya, gelombang bunyi saling tumpang tindih ketika berpapasan.

Gelombang bunyi merambat ke segala arah. Garis yang tidak putus-putus mewakili rapatan (puncak) gelombang bunyi, sedangkan regangan (lembah) gelombang bunyi diwakili oleh garis putus-putus.

Interferensi konstruktif terjadi pada titik-titik berwarna merah… Interferensi konstruktif terjadi ketika rapatan (puncak) bertemu dengan rapatan (puncak) atau ketika regangan (lembah) bertemu dengan regangan (lembah). Apabila kedua loudspeaker tersebut menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang memiliki amplitudo yang sama maka amplitudo resultan pada titik di mana terjadi interferensi konstruktif menjadi dua kali amplitudo masing-masing gelombang bunyi. Amplitudo berkaitan dengan intensitas bunyi. Intensitas berkaitan dengan kenyaringan (keras atau lembutnya bunyi). Bisa dikatakan bahwa pada titik di mana terjadi interferensi konstruktif, bunyi akan terdengar dua kali lebih keras dibandingkan dengan bunyi yang dihasilkan oleh masing-masing loudspeaker.

Sebaliknya interferensi destruktif terjadi pada titik-titik berwarna putih. Interferensi destruktif terjadi ketika regangan (lembah) bertemu dengan rapatan (puncak). Apabila kedua loudspeaker tersebut menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang memiliki amplitudo yang sama maka amplitudo resultan pada titik di mana terjadi interferensi destruktif menjadi nol. Karena amplitudo sama dengan nol maka intensitas juga sama dengan nol. Dalam hal ini tidak ada bunyi yang terdengar pada titik di mana terjadi interferensi destruktif. Btw, apabila kedua loudspeaker menghasilkan gelombang-gelombang bunyi yang memiliki amplitudo yang berbeda maka amplitudo resultan pada titik di mana terjadi interferensi destruktif tidak sama dengan nol. Untuk kasus ini, tetap ada bunyi yang terdengar walaupun agak lemah.

\

Beda fase, panjang lintasan dan interferensi gelombang bunyi

Sebelumnya sudah dijelaskan secara panjang pendek mengenai interferensi gelombang bunyi. Berikut ini adalah hubungan antara fase gelombang bunyi, panjang lintasan gelombang bunyi dan interferensi yang dialami oleh gelombang bunyi. Sebelumnya, terlebih dahulu kita pahami istilah sefase dan tidak sefase/ berbeda fase.

Contoh gelombang bunyi yang sefase

Contoh 1

Contoh 2

Contoh gelombang bunyi yang tidak sefase alias berbeda fase

Contoh 1

Contoh 2

Interferensi yang dialami gelombang bunyi bisa saja berupa interferensi konstruktif atau bisa juga berupa interferensi destruktif. Terjadinya interferensi konstruktif atau interferensi destruktif dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain fase gelombang bunyi yang berinterferensi dan panjang lintasan antara sumber gelombang bunyi dan posisi di mana terjadi interferensi. Untuk memahami hal ini, cermati beberapa contoh berikut…

Contoh 1 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi sama (AC = BC).

Titik C adalah posisi di mana terjadi interferensi. Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan B, memiliki panjang gelombang, amplitudo dan frekuensi yang sama (bisa bandingkan dengan gambar di atas). Tahu dari mana kalau frekuensinya sama ? perhatikan gambar di atas, panjang gelombangnya sama, gelombang juga merambat melalui medium yang sama (udara) sehingga lajunya sama. Karena laju (v) dan panjang gelombang (lambda) sama maka frekuensinya (f) juga sama… ingat bahwa rumus cepat rambat gelombang — v = (f)(lambda).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan B sefase. Yang dimaksudkan dengan sefase di sini adalah ketika puncak gelombang bunyi meninggalkan pengeras suara A, pada saat yang sama puncak gelombang bunyi yang lain meninggalkan pengeras suara B… Ketika tiba di titik C, puncak gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan puncak gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi konstruktif).

Contoh 2 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama (AC tidak sama dengan BC).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B pada mulanya sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama. BC lebih jauh dibandingkan dengan AC. Dalam hal ini, kedua gelombang bunyi berbeda panjang lintasan sebesar setengah panjang gelombang (½ lambda)

Walaupun kedua gelombang bunyi pada mulanya sefase, tetapi karena berbeda panjang lintasan sebesar setengah panjang gelombang maka ketika tiba di titik C kedua gelombang menjadi tidak sefase (berbeda fase ½ panjang gelombang). Dalam hal ini, lembah gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan puncak gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi destruktif).

Contoh 3 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama (AC tidak sama dengan BC).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama. BC lebih jauh dibandingkan dengan AC. Dalam hal ini, kedua gelombang bunyi berbeda panjang lintasan sebesar satu panjang gelombang (lambda)

Ketika tiba di titik C, puncak gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan puncak gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi konstruktif).

Contoh 4 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya tidak sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi sama (AC = BC).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B tidak sefase Yang dimaksudkan dengan tidak sefase di sini adalah ketika puncak gelombang bunyi meninggalkan pengeras suara A, pada saat yang sama lembah gelombang bunyi meninggalkan pengeras suara B. Perbedaan fase antara kedua gelombang bunyi sebesar setengah panjang gelombang (½ lambda atau 180o).

Ketika tiba di titik C, puncak gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan lembah gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi destruktif).

Contoh 5 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya tidak sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama (AC tidak sama dengan BC).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B pada mulanya tidak sefase Perbedaan fase antara kedua gelombang bunyi sebesar setengah panjang gelombang (½ lambda atau 180o). Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama. BC lebih jauh dibandingkan dengan AC. Kedua gelombang bunyi berbeda panjang lintasan sebesar setengah panjang gelombang (½ lambda)

Walaupun kedua gelombang bunyi pada mulanya tidak sefase, tetapi karena berbeda panjang lintasan sebesar setengah panjang gelombang maka ketika tiba di titik C kedua gelombang menjadi sefase. Dalam hal ini ketika tiba di titik C, puncak gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan puncak gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi konstruktif).

Contoh 6 : Kedua gelombang bunyi pada mulanya tidak sefase. Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama (AC tidak sama dengan BC).

Kedua gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B pada mulanya tidak sefase Perbedaan fase antara kedua gelombang bunyi sebesar setengah panjang gelombang (½ lambda atau 180o). Panjang lintasan kedua gelombang bunyi tidak sama. BC lebih jauh dibandingkan dengan AC. Kedua gelombang bunyi berbeda panjang lintasan sebesar satu panjang gelombang (lambda)

Ketika tiba di titik C, puncak gelombang bunyi yang dipancarkan pengeras suara A berpapasan dengan lembah gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara B (terjadi interferensi destruktif).

Dari beberapa contoh di atas bisa disimpulkan bahwa gelombang gelombang bunyi yang pada mulanya sefase bisa menjadi tidak sefase sehingga berinterferensi destruktif jika panjang lintasannya berbeda sebesar ½ panjang gelombang, 1 ½ panjang gelombang, 2 ½ panjang gelombang dstnya… Demikian juga gelombang gelombang bunyi yang pada mulanya berbeda fase sebesar ½ panjang gelombang bisa menjadi sefase sehingga berinterferensi konstruktif jika panjang lintasannya berbeda sebesar ½ panjang gelombang, 1 ½ panjang gelombang, 2 ½ panjang gelombang dan seterusnya.

Jika gelombang gelombang bunyi pada mulanya sefase dan panjang lintasannya berbeda sebesar 1 panjang gelombang, 2 panjang gelombang dst maka gelombang gelombang bunyi tersebut akan tetap sefase sehingga berinterferensi konstruktif. Demikian juga jika gelombang gelombang bunyi pada mulanya berbeda fase sebesar ½ panjang gelombang dan panjang lintasannya berbeda sebesar 1 panjang gelombang, 2 panjang gelombang dst maka gelombang gelombang bunyi tersebut akan tetap berbeda fase sebesar ½ panjang gelombang sehingga berinterferensi destruktif.

Perlu diketahui bahwa jika beda fase gelombang gelombang bunyi selalu konstan ataupun tidak berubah-ubah maka bentuk interferensi juga akan selalu konstan. Misalnya kita tinjau contoh 6 sebelumnya (terjadi interferensi destruktif pada titik C). Interferensi destruktif akan selalu terjadi di titik C apabila beda fase gelombang gelombang bunyi yang dipancarkan oleh pengeras suara A dan pengeras suara B harus selalu seperti pada gambar… tidak boleh berubah. Jika berubah-ubah maka pada titik C tidak hanya terjadi interferensi destruktif saja tetapi bisa berubah menjadi interferensi konstruktif. Gelombang bunyi yang mempunyai beda fase konstan disebut sebagai gelombang bunyi koheren. Sebaliknya gelombang bunyi yang mempunyai frekuensi, amplitudo dan beda fase selalu beubah-ubah disebut sebagai gelombang bunyi tidak koheren. Contoh sumber bunyi yang menghasilkan gelombang bunyi koheren adalah garputala, pengeras suara yang mempunyai amplifier (penguat) yang sama dan lain-lainya.

Peristiwa interferensi gelombang bunyi dapat diamati dengan percobaan sebagai berikut: Dua buah pengeras suara berdekatan dihubungkan dengan pembangkit frekuensi audio Jika kita melintas di depan kedua pengeras suara itu pada kedudukan-kedudukan tertentu dapat didengar bunyi yang paling kuat dan bunyi yang paling lemah. Kuat lemahnya bunyi ini dihasilkan oleh interferensi dua gelombang. Interferensi konstruktif (saling menguatkan) menghasilkan bunyi keras dan interferensi destruktif (saling melemahkan) menghasilkan bunyi lemah. Gelombang-gelombang bunyi yang dihasilkan oleh kedua pengeras suara dari sebuah audio generator adalah gelombang-gelombang bunyi yang koheren yaitu dua gelombang yang mempunyai frekuensi sama, amplitudo sama dan beda fase yang tetap.

Lembar Kerja Siswa

PERCOBAAN PIPA KUNDT

I. TUJUAN

1. Penentuan panjang gelombang bunyi dengan menggunakan serbuk dalam sebuah

pipa kundt terbuka.

2. Penentuan panjang gelombang bunyi dengan menggunakan serbuk dalam sebuah

pipa kundt tertutup

3. Penentuan frekuensi gelombang bunyi yang dihasilkan oleh peluit dalam sebuah

pipa kundt terbuka.

4. Penentuan frekuensi gelombang bunyi yang dihasilkan oleh peluit dalam sebuah

pipa kundt tertutup.

II. ALAT DAN BAHAN

1. Glass Tube

2. Corong

3. Whistle / Peluit

4. Penggaris

5. Tempat untuk meletakkan Glass Tube / penyangga.

6. Serbuk Gergaji

7.Botol serbuk

8. plunger atau piston

III. DASAR TEORI

Gejala mengenai gerak gelombang banyak kita jumpai sehari-hari. Kita tentu

mengenal gelombang yang dihasilkan oleh sebuah benda yang dijatuhkan ke dalam

air, sebab hal itu mudah kita amati. Di dalam perambatannya ada gelombang yang

memerlukan medium perantara, misalnya gelombang air, gelombang bunyi. Tetapi

ada juga yang tidak memerlukan medium perantara, misalnya gelombang cahaya dan

gelombang elektromagnet. Di dalam bab ini dibahas hanyalah gelombang di dalam

medium yang lenting yang disebut : Gelombang Mekanis. Karena sifat kelentingan

dari medium maka gangguan keseimbangan ini dirambatkan ketitik lainnya.Jadi

gelombang adalah usikan yang merambat dan gelombang yang bergerak akan

merambatkan energi (tenaga).

Sifat umum gelombang , antara lain :

a. dapat dipantulkan (refleksi)

b. dapat dibiaskan (refraksi)

c. dapat dipadukan (interferensi)

d. dapat dilenturkan (defraksi)

e. dapat dipolarisasikan (diserap arah getarnya)

Berdasarkan arah getaran partikel terhadap arah perambatan gelombang dapat

dibedakan menjadi Gelombang Transversal dan Gelombang Longitudinal.

Gelombang Transversal ialah gelombang yang arah perambatannya tegak lurus pada

arah getaran partikel. misalnya : gelombang pada tali, gelombang permukaan air,

gelombang elektromagnetik. Gelombang Longitudinal ialah gelombang yang arah

perambatannya searah dengan arah getaran partikel.

misalnya : gelombang pada pegas, gelombang bunyi. Bila sebuah partikel yang

bergetar menggetarkan partikel-partikel lain yang berada disekitarnya, berarti getaran

itu merambat. Getaran yang merambat disebut Gelombang Berjalan. Jarak yang

ditempuh getaran dalam satu periode disebut Panjang Gelombang ( λ ). Untuk lebih

jelasnya lihat animasi di WWW.Stevanus_fisika.homestead.com

Bila cepat rambat gelombang V dan periode getarannya T maka :

λ λ= =v T atauV

f.

GETARAN KOLOM UDARA

PIPA ORGANA TERBUKA.

Kolom udara dapat beresonansi, artinya dapat bergetar. Kenyataan ini digunakan pada

alat musik yang dinamakan Organa, baik organa dengan pipa tertutup maupun pipa

terbuka. Dibawah ini adalah gambar penampang pipa organa terbuka.

Jika Udara dihembuskan kuat-kuat melalui lobang A dan diarahkan ke celah C,

sehingga menyebabkan bibir B bergetar, maka udarapun bergetar. Gelombang getaran

udara merambat ke atas dan oleh lubang sebelah atas gelombang bunyi dipantulkan ke

bawah dan bertemu dengan gelombang bunyi yang datang dari bawah berikutnya,

sehingga terjadilah interferensi. Maka dalam kolom udara dalam pipa organa timbul

pola gelombang longitudinal stasioner. Karena bagian atas pipa terbuka, demikian

pula celah C, maka tekanan udara di empat tersebut tentulah sama dan sama dengan

tekanan udara luar, jadi tekanan di tempat tersebut timbulah perut.

Pada gambar (b) di atas terlihat 1 simpul diantara 2 perut. Ini berarti pipa organa

bergetar dengan nada terendah yang disebut nada dasar organa. Frekwensi nada dasar

dilambangkan fo, jadi L = 12 λ o atauλ o = 2L, sehingga fo=

v

L2.

Pada gambar (c) memperlihatkan dua simpul dan satu perut diantara kedua perut,

dikatakan udara dalam pipa organa bergetar dengan nada atas pertama dan

dilambangkan dengan f1. Pada pola tersebut sepanjang kolom udara dalam pipa terjadi

1 gelombang.

Jadi :

λ 1 = L

f1 . λ1 = f1 . L = v

f1 = v

L=

2

2

v

L

Pada gambar (d) memperlihatkan 3 simpul dan dua perut di antara kedua perut, dan

bunyi yang ditimbulkan merupakan nada atas kedua dilambangkan f2. Pada pola

tersebut dalam pipa organa terbuka tersebut terjadi 1 12 gelombang,

jadi :

L = 32 λ2 atau λ2 = 2

3 L

f2 . λ2 = f2 . 23 L = v

f2 = 3

2

v

L

Secara berturut-turut peristiwa di atas dapat kita amati sebagai berikut :

fv

L0 2= ( 2 perut dan 1 simpul )

fv

L1

2

2= ( 3 perut dan 2 simpul )

fv

L2

3

2= ( 4 perut dan 2 simpul )

fv

L3

4

2= ( 5 perut dan 4 simpul )

Pada nada atas ke-n terdapat : ( n+2 ) perut dan ( n+1 ) simpul sehingga secara umum

dapat dirumuskan sebagai :

fn

Lvn = +

1

2

λ n

L

n=

+2

1

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa :

fo : f1 : f2 : f3 : . . . = 1 : 2 : 3 : 4 : . . .

Ungkapan tersebut dinamakan Hukum Bernoulli ke I, yaitu : Frekwensi nada-nada

yang dihasilkan oleh pipa organa terbuka berbanding sebagai bilangan asli.

PIPA ORGANA TERTUTUP

Apabila pada ujung atas pipa organa tertutup, maka dinamakan pipa organa tertutup,

sehingga gelombang longitudinal stasioner yang terjadi pada bagian ujung tertutup

merupakan simpul dan pada bagian ujung terbuka terjadi perut.

Gambar berikut menunjukkan berbagi pola getaran yang terjadi pada pipa organa

tertutup.

Pada (a) memberikan nada dasar dengan frekwensi fo. Pada panjang kolom udara L

terjadi 1/4 gelombang, karena hanya terdapat 1 simpul dan 1 perut.

Jadi :

L = 12 λ o ; λ o = 4L

f0 . λ0 = f0. 4L = v

f0 = v

L4

Pada pola ( b ) memberikan nada atas pertama dengan Frekwensi f1. Sepanjang kolom

udara pipa organa tertutup terjadi 2 simpul dan 2 perut, sehingga panjang pipa =

34 panjang gelombang.

Jadi :

L = 34 λ 1 atau λ 1 = 4

3 L

f1 . λ1 = f1 . 43 L = v

f1 = 3

4

v

L

Pada pola ( c ) memberikan nada atas kedua dengan dengan frekwensi f2 pada panjang

kolom udara pipa organa tertutup terjadi 3 simpul dan 3 perut, sehinga panjang pipa =

54 panjang gelombang.

Jadi :

L = 54 λ2 atau λ2 = 4

5 L

f2 . λ2 = f2 . 45 L = v

f2 = 5

4

v

L

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan :

Pada nada atas ke-n terdapat ( n+1 ) simpul dan ( n+1 ) perut.

fo : f1 : f2 : f3 : . . . = 1 : 3 : 5 : 7 : . . .

Ungkapan ini dinamakan Hukum Bernoulli ke II : Frekwensi nada pipa organa

tertutup berbanding sebagai bilangan-bilangan ganjil.

Secara umum dirumuskan :

fn

Lvn = +

2 1

4

Sehingga untuk panjang gelombangnya :

λ n

L

n=

+4

2 1

SIFAT-SIFAT GELOMBANG.

1. Pemantulan.

Sifat ini digunakan untuk mengukur kedalaman laut.

h = ½ v. tpp ( tpp = waktu pergi-pulang)

2. Resonansi.

Yaitu ikut bergetarnya suatu benda. Syarat : frekwensinya sama.

Kolom udara

ln ln = (2n – 1) ¼ λ

n mulai 1, 2, 3 …… resonansi ke-1 � n = 1 dan seterusnya.

3. Interferensi 2 gelombang berfrekuensi berbeda sedikit menimbulkan layangan.

Layangan adalah interferensi dua getaran harmonis yang sama arah getarnya, tetapi

mempunyai perbedaan frekwensi sedikit sekali. Misalnya dua getaran A dan N

berturut-turut mempunyai frekwensi f1 = 4 Hz dan f2 = 6 Hz

Mula-mula kedua sumber getar bergetar dengan fase sama, jadi superposisi

gelombang saling memperkuat atau terjadi penguatan. Setelah beberapa saat getaran

B mendahului 12 getaran dari pada A, sehingga fasenya berlawanan, jadi saat ini

superposisi saling menghapus. Beberapa saat kemudian B bergetar satu getaran lebih

dahulu dari A, maka saat ini fase A dan B sama lagi dan terjadi superposisi saling

memperkuat lagi, artinya terjadi terjadi penguatan lagi dan seterusnya. Dari grafik di

atas terlihat bahwa amplitudo dari superposisi adalah y = y1 + y2 yang harganya

bertambah besar dari nol sampai maksimum dan kemudian menjadi kecil lagi dari

maksimum sampai nol. Pada saat terjadi amplitudo maksimum, maka interferensi

mencapai terkuat atau terjadi penguatan dan pada saat amplitudo minimum terjadi

interferensi pelemahan. Yang dimaksud dengan satu layangan ialah bunyi yang

terdengar keras- lemah - keras atau lemah - keras - lemah, seperti yang terlihat pada

grafik. Jika untuk terjadi satu layangan diperlukan waktu 1

ndetik, maka dalam satu

detik terjadi layangan. Bilangan ini ternyata sama dengan selisih frekwensi antara

sumber bunyi yang menimbulkannya.

Jadi :

δ = / f1 - f2 /

δ = jumlah layangan.

f1 dan f2 adalah frekwensi-frekwensi yang menimbulkan layangan.

4. Berinterferensi.

Interferensi ini dibuktikan dengan Pipa Qiunke.

Beda fase interferensi kuat dan lemah adalah ½

IV. CARA KERJA

1. Rangkailah alat

2. Masukkan serbuk ke dalam pipa kundt usahakan serbuk tersebut merata dalam

pipa kundt.

3. Tempatkan pipa gelas tersebut pada penyangga pipa kundt dan sedikit diputar

sehingga serbuk berada pada satu sisi.

4. Jangan masukkan piston terlebih dahulu ( kedua ujung pipa terbuka ).

5. Gelombang bunyi dipantulkan diujung pipa kundt baik tertutup maupun terbuka.

Interaksi dua gelombang yang menjalar dengan arah yang berlawanan akan

menghasilkan gelombang berdiri atau gelombang stasioner.

Tujuan apa yang bisa anda jelaskan dibalik penggunaan serbuk.

6. Penggan peluit tegak lurus dengan pipa gelas dan tiup secara langsung didepan

funnel ( lubang ) amati apa yang terjadi ?Jelaskan !

7. apa yang bisa anda katakan jika peluit ditiup pada posisi yang tidak tegak lurus ?

8. Hitung berapa simpul dan perut yang terjadi didalam pipa ?

9. Jarak antara dua simpul atau dua puncak berkaitan dengan ½ panjang gelombang

∆x = ½ λ . Jadi dari jarak d antara pertama sampai ke-n simpul, dapat kita hitung

panjang gelombang λ sesuai dengan formula:

λ = 2d/n-1 Keterangan :d : jarak

n : jumlah simpul

10. Dari hasil percobaan hitung nilai λ dengan menghitung nilai n dan jarak d pada

pipa.

11. Ulangi percobaan anda dan sekarang salah satu ujung pipa ditutup dengan sebuah

piston. Indentik dengan tabung terbuka, tentukan variabel-variabel yang berpengaruh

baik dari nilai d, n, c, dan frekuensi.

12. Ulangi percobaan anda dengan menggeser jarak piston.

13. Dengan memperhatikan hasil perhitungan 12, bandingkan dengan perhitungan

hasil 13, bagaimana komentar anda ?.

14. Apa yang bisa anda kemukakan dari hasil percobaan anda baik pipa terbuka

maupun pipa tertutup ?.

DAFTAR PUSTAKA

www.gurumuda.com

www.fisikaasik.com

www.physiccommunity.com