Interaksi antara Pembangunan Prasarana Jalan dan Tata Ruang.pdf

6
www.bktrn.org 1 PERSPEKTIF INTERAKSI DINAMIS ANTARA PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN DAN TATA RUANG NASIONAL Gandi Harahap 1 Pembangunan prasarana jalan merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pengembangan wilayah. Melalui pembangunan jalan, aksesibilitas suatu daerah dapat ditingkatkan dan pada akhirnya diharapkan perekonomian daerah bisa lebih dipacu. Tulisan ini membahas peran pembangunan jalan dalam pengembangan wilayah melalui wacana tata ruang nasional yang dinamik. Interaksi pembangunan prasarana jalan dan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya merupakan suatu keseimbangan yang dinamis, yang harus diakomodir di dalam tata ruang nasional. Secara skematis tulisan ini akan meninjau landasan teoritis terlebih dahulu melalui bahasan tentang interaksi prasarana jalan dan tata guna lahan ( land-use ) dan prasarana jalan dengan ekonomi lokal/regional. Selanjutnya, akan dibahas permasalahan yang terjadi saat ini dan upaya-upaya terobosan yang akan dilakukan dalam mengisi program pembangunan jaringan jalan mendatang. PRASARANA JALAN DAN TATA GUNA TANAH Pembangunan jalan-jalan utama, khususnya dalam membuka daerah-daerah baru, akan sangat mempengaruhi pola pembangunan daerah tersebut. Keterkaitan antara jaringan transportasi dan tata guna tanah telah menjadi subyek dari banyak penelitian di dunia (lihat misalnya Moore [1983] dan Boarnet [1995] untuk negara maju, dan Susantono [1998] untuk Indonesia). Salah satu dampak yang utama dari peningkatan aksesibilitas suatu daerah adalah peningkatan harga lahan di daerah sekitar koridor jalan. Beberapa penelitian tentang dampak pembangunan jalan terhadap peningkatan harga tanah di sekitarnya telah pernah dilakukan di Indonesia. Cervero (1991) misalnya, menyimpulkan bahwa pengembangan jaringan jalan di Bali meningkatkan harga lahan sebesar 32%, sedangkan proyek yang sama di daerah perdesaan di Jawa meningkatkan harga lahan hingga 83%. Pada penelitian lainnya di Jakarta, tingkat aksesibilitas yang diciptakan oleh jalan-jalan arteri Jakarta memiliki korelasi yang sangat erat dengan harga sewa properti perkantoran di koridor-koridor bisnis di Jakarta (Cervero & Susantono, 1997). Studi lainnya di Jakarta yang dilakukan oleh Dowall & Leaf (1992) menunjukkan bahwa ketersediaan dan peningkatan jalan di Jakarta telah meningkatkan harga tanah hingga 49%. Keuntungan dari peningkatan aksesibilitas ini memberikan peluang adanya pengenaan ataupun peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan atas daerah-daerah yang berkembang. Melalui mekanisme pajak ini sesungguhnya diharapkan dapat dilakukan berbagai kebijakan-kebijakan publik yang dapat menunjang ekonomi daerah ataupun fungsi sosial lainnya melalui instrumen fiskal, moneter dan subsidi. Apabila hal ini 1 Ir. Gandi Harahap, M.Eng. adalah Direktur Jenderal Pengembangan Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah.

Transcript of Interaksi antara Pembangunan Prasarana Jalan dan Tata Ruang.pdf

  • www.bktrn.org 1

    PERSPEKTIF INTERAKSI DINAMIS ANTARA PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN

    DAN TATA RUANG NASIONAL

    Gandi Harahap1

    Pembangunan prasarana jalan merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pengembangan wilayah. Melalui pembangunan jalan, aksesibilitas suatu daerah dapat ditingkatkan dan pada akhirnya diharapkan perekonomian daerah bisa lebih dipacu. Tulisan ini membahas peran pembangunan jalan dalam pengembangan wilayah melalui wacana tata ruang nasional yang dinamik. Interaksi pembangunan prasarana jalan dan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya merupakan suatu keseimbangan yang dinamis, yang harus diakomodir di dalam tata ruang nasional.

    Secara skematis tulisan ini akan meninjau landasan teoritis terlebih dahulu melalui bahasan tentang interaksi prasarana jalan dan tata guna lahan (land-use) dan prasarana jalan dengan ekonomi lokal/regional. Selanjutnya, akan dibahas permasalahan yang terjadi saat ini dan upaya-upaya terobosan yang akan dilakukan dalam mengisi program pembangunan jaringan jalan mendatang.

    PRASARANA JALAN DAN TATA GUNA TANAH

    Pembangunan jalan-jalan utama, khususnya dalam membuka daerah-daerah baru, akan sangat mempengaruhi pola pembangunan daerah tersebut. Keterkaitan antara jaringan transportasi dan tata guna tanah telah menjadi subyek dari banyak penelitian di dunia (lihat misalnya Moore [1983] dan Boarnet [1995] untuk negara maju, dan Susantono [1998] untuk Indonesia).

    Salah satu dampak yang utama dari peningkatan aksesibilitas suatu daerah adalah peningkatan harga lahan di daerah sekitar koridor jalan. Beberapa penelitian tentang dampak pembangunan jalan terhadap peningkatan harga tanah di sekitarnya telah pernah dilakukan di Indonesia. Cervero (1991) misalnya, menyimpulkan bahwa pengembangan jaringan jalan di Bali meningkatkan harga lahan sebesar 32%, sedangkan proyek yang sama di daerah perdesaan di Jawa meningkatkan harga lahan hingga 83%. Pada penelitian lainnya di Jakarta, tingkat aksesibilitas yang diciptakan oleh jalan-jalan arteri Jakarta memiliki korelasi yang sangat erat dengan harga sewa properti perkantoran di koridor-koridor bisnis di Jakarta (Cervero & Susantono, 1997). Studi lainnya di Jakarta yang dilakukan oleh Dowall & Leaf (1992) menunjukkan bahwa ketersediaan dan peningkatan jalan di Jakarta telah meningkatkan harga tanah hingga 49%.

    Keuntungan dari peningkatan aksesibilitas ini memberikan peluang adanya pengenaan ataupun peningkatan Pajak Bumi dan Bangunan atas daerah-daerah yang berkembang. Melalui mekanisme pajak ini sesungguhnya diharapkan dapat dilakukan berbagai kebijakan-kebijakan publik yang dapat menunjang ekonomi daerah ataupun fungsi sosial lainnya melalui instrumen fiskal, moneter dan subsidi. Apabila hal ini 1 Ir. Gandi Harahap, M.Eng. adalah Direktur Jenderal Pengembangan Prasarana Wilayah, Departemen Permukiman dan Pengembangan Wilayah.

  • www.bktrn.org 2

    diinginkan maka diperlukan administrasi pertanahan dengan manajemen yang profesional sehingga pengumpulan pajak atas tanah dan bangunan dapat dilaksanakan secara optimal.

    TRANSPORTASI DAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

    Pembangunan jaringan jalan tidak secara langsung dapat meningkatkan aktivitas ekonomi suatu daerah. Walau demikian, ketersediaan jaringan jalan yang ada dapat menimbulkan efek yang memberikan stimulan terhadap pertumbuhan suatu daerah (growth-inducing effects). Ketersediaan suatu jaringan jalan dapat meningkatkan aksesibilitas suatu daerah terhadap pusat-pusat produksi dan distribusi regional. Dengan terbukanya kesempatan (opportunities) daerah tersebut untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pasar, maka bila terdapat suatu iklim berusaha (business climate) yang sesuai dengan peningkatan ekonomi lokal, akan terjadi kegiatan-kegiatan yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah.

    Secara skematis dapat diterangkan bahwa pembangunan jaringan jalan dapat meningkatkan aksebilitas suatu daerah yang juga dapat berupa keunggulan kompetitif (competitive advantage) daerah tersebut. Keunggulan kompetitif berupa aksesibilitas ini dapat menstimulasi pertumbuhan dari potensi-potensi ekonomi lokal yang ada (local firms). Pada akhirnya pertumbuhan para pelaku ekonomi lokal dan keterkaitannya dengan ekonomi regional, dapat menggerakkan roda ekonomi daerah.

    Dari sudut pandang ekonomi daerah, pembangunan jaringan jalan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya (net economic growth) hanya bila jaringan jalan tersebut dapat menurunkan biaya-biaya produksi (production costs) dari para pelaku ekonomi di daerah tersebut. Suatu unit usaha lokal, misalnya, akan bergantung kepada jaringan jalan untuk mendapatkan bahan-bahan dasarnya dan mendistribusikan produknya. Pada situasi umum, perusahaan tidak akan membayar apapun dalam pemakaian jalan dan ketersediaan jalan tersebut. Dengan demikian maka suatu pembangunan jalan di satu daerah dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi pelaku ekonomi di daerah tersebut.

    TATA RUANG NASIONAL: TANTANGAN DAN PERMASALAHANNYA

    Prasarana jalan merupakan salah satu komponen dari Tata Ruang Nasional. Sebagai kebijaksanaan yang memayungi pembangunan (the umbrella of development policies) semua sektor, Tata Ruang Nasional harus bersifat holistik, komprehensif dan integral, dengan selalu memperhatikan kondisi dinamis dari komponen -komponen yang ada di dalamnya. Karena sifatnya sebagai payung kebijakan maka konsistensi antara tata ruang nasional dan implementasi pembangunan yang merupakan derivasinya harus selalu dijaga.

    Pada kenyataannya Tata Ruang Nasional dan berbagai instrumen tata ruang turunannya yang berada pada tingkat regional dan lokal, tidak selalu dapat menjawab tuntutan dari perubahan pembangunan yang terjadi dengan cepat. Pola Tata Ruang yang ada selalu ketinggalan dengan pembangunan yang ada di lapangan. Ironisnya, pembangun an yang ada di lapangan di Indonesia, umumnya tidak mereprentasikan rencana-rencana pembangunan yang diturunkan dari pola tata ruang yang ada. Berbagai penyimpangan pembangunan yang ada di lapangan disebabkan (di

  • www.bktrn.org 3

    antaranya) oleh bentuk-bentuk KKN di masa pemerintahan yang lalu. Absennya pengawas pembangunan di daerah dan di kota yang selalu memegang teguh Rencana Tata Ruang yang ada di daerahnya, telah mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya daerah -daerah yang menyimpang dari peruntukannya (land-use). Akibatnya maka banyak daerah yang bertumbuh secara organik dengan mengikuti kekuatan utama pasar yang ada (dominant market forces) tanpa mengindahkan keterkaitan, keselarasan dan keseimbangannya dengan daerah lainnya, serta tidak jarang mengabaikan daya dukung lingkungan yang ada.

    Perubahan fungsi suatu daerah lokal ini sangat mempengaruhi kinerja (performance) dan tingkat pelayanan (level of services) prasarana jalan yang di daerah tersebut. Pada akhirnya perubahan tingkat pelayanan dan kinerja ini membutuhkan pengembangan prasarana jaringan jalan yang baru, yang kemudian juga memacu kembali pertumbuhan daerah tersebut yang sesuai dengan kekuatan utama pasar yang ada. Hal ini lazim disebut sebagai lingkaran setan (vicious circle) yang sangat menghambat proses pembangunan di suatu daerah.

    Konsistensi antara pembangunan prasarana dan Tata Ruang Nasional juga disebabkan oleh kurang berfungsinya lembaga yang ada, yang bertugas untuk melaksanakan penyesuaian -penyesuaian (constant and dynamic adjustments) atas rencana yang ada. Badan di tingkat nasional seperti Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN) perlu lebih aktif di dalam melakukan revisi dan penyesuaian atas Strategi Nasional Pembangunan Pola Tata Ruang (SNPPTR) serta memberikan saran-saran atas pelaksanaan tugas yang sama di tingkat regional dan lokal. Sebagai institusi di tingkat nasional maka BKTRN harus melihat pola pembangunan yang terjadi secara bottom-up dengan memperhatikan pembangunan yang terjadi di tingkat regional dan lokal, dengan selalu memperhatikan strategi global yang mencerminkan perimbangan antar wilayah dan kepentingan nasional dalam kerangka internasional.

    PRASARANA JALAN SEBAGAI KOMPONEN DARI TATA RUANG

    Strategi pengembangan prasarana jalan sebagai bagian dari pembangunan sektor transportasi merupakan derivasi dari Pola Tata Ruang yang ada. Penyiapan Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) merupakan kebutuhan untuk menerjemahkan kerangka tata ruang nasional dan regional ke dalam pembangunan subsektor jalan. Pengalaman pembangunan jalan di masa lalu menunjukkan betapa banyak daerah yang berubah fungsinya dengan dibangunnya prasarana jalan. Peningkatan aksesibilitas suatu daerah tidak hanya memacu pertumbuhan ekonomi lokal tetapi juga dapat mengubah peruntukan lahan yang cukup signifikan. Dibangunnya jaringan jalan tol antara Jakarta dan Bandung misalnya, telah mengubah peruntukan lahan di daerah sepanjang jalur Pantura maupun jalur Jakarta-Puncak-Cianjur-Bandung. Contoh lainnya adalah pembangunan jaringan jalan di Jakarta (JORR) yang telah mengubah peruntukan di koridor-koridor terkait dan memacu timbulnya spekulasi tanah (Susantono, 1998).

    Hilangnya kawasan -kawasan lindung menjadi kawasan budidaya harus dicermati dan ditelaah lebih lanjut untuk menentukan apakah perubahan ini merupakan hal yang terbaik bagi kesinambungan pembangunan di daerah tersebut, maupun secara regional dan nasional. Perubahan peruntukan lahan -lahan pertanian di daerah Pantura perlu juga dicermati lebih lanjut implikasinya bagi pembangunan

  • www.bktrn.org 4

    regional dan nasional. Untuk itu maka monitoring dan sistem informasi pembangunan di daerah merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi untuk menciptakan konsistensi antara pembangunan jalan dan tata ruang yang ada.

    Pembangunan jaringan jalan, baik jalan nasional, propinsi, kabupaten/ kotamadya di masa lalu juga banyak dipengaruhi oleh sistem keuangan pusat-daerah (intergovernmental transfers). Bentuk-bentuk pendanaan seperti block grant (INPRES Dati II) dan specific grant (IPJK/ IPJP) telah mengakibatkan ketidakleluasaan pemerintah daerah untuk membangun bidang-bidang atau sektor lainnya yang seharusnya merupakan prioritas di daerahnya. Tidak jarang ditemukan bahwa pembangunan suatu ruas jalan terjadi bukan karena merupakan kebutuhan (needs) daerah tersebut, tetapi lebih mer upakan proyek yang diusulkan sesuai dengan dana yang tersedia. Hal ini mengakibatkan peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan dari prasarana jalan yang sudah dibangun. Terlebih lagi, pembangunan ruas-ruas jalan akibat ketersediaan dana ini dapat mengak ibatkan perubahan-perubahan pola peruntukan lahan yang tidak konsisten dengan tata ruang yang ada di daerah tersebut.

    PRASARANA JALAN DAN PERSPEKTIFNYA DI ERA REFORMASI

    Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi telah mengakibatkan sangat terbatasnya kemampuan pendanaan pemerintah dan turunnya kemampuan ekonomi masyarakat. Terbatasnya dana pemerintah yang diejawantahkan dalam APBN 2000 akan mengakibatkan turunnya kondisi fisik jalan nasional menjadi maksimal hanya 85%, jalan propinsi dan kota sebesar maksimal hanya 87-90%, dan jalan kabupaten menjadi maksimal hanya 27% (catatan: hasil studi SPEM). Penurunan tingkat pelayanan jalan ini diprediksi akan mengurangi dinamika aktivitas ekonomi wilayah dan dapat mengakibatkan perubahan fungsi lahan di sekitar jaringan jalan, yang sesuai dengan kondisi dan kekuatan pasar yang ada.

    Di lain pihak, tuntutan masyarakat atas kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas, khususnya di dalam menanggulangi krisis ekonomi dan menggerakkan kembali roda perekonomian nasional, menyebabkan masih tingginya ekspektasi atas tingkat pelayanan jaringan jalan. Untuk itu, mau tidak mau, harus dicari upaya-upaya terobosan untuk menyelenggarakan pembangunan jaringan jalan melalui cara-cara non-konvensional, di antaranya dengan sedapat mungkin melibatkan dunia usaha dan swadaya masyarakat. Dalam hal ini maka konsep user-pays principle dengan memperhatikan tingkat kemampuan (affordability) segmen masyarakat yang ada, merupakan salah satu metode yang dapat dikembangkan dalam pembiayaan prasarana jalan. Penerapan prinsip ini tentunya tidak mengabaikan kemungkinan adanya cross-subsidy untuk masyarakat tertentu (the transportation disadvantages groups) dan prinsip -prinsip ekuitabel lainnya.

    Penerapan UU 22/1999 dan UU 25/1999 tentang otonomi daerah dan hubungan keuangan pusat dan daerah, akan memberikan implikasi yang cukup luas bagi pembangunan prasarana jalan. Sistem transportasi jalan yang berupa jaringan (network) akan selalu terkait erat tanpa memperhatikan sekat-sekat kekuasaan ataupun batas-batas administratif yang ada. Untuk itu maka disamping adanya kebutuhan atas pengembangan suatu SISTRANAS, juga diperlukan derivasinya yang berupa SISTRAREG (regional). Studi Java Arterial Network mungkin dapat direplikasikan untuk

  • www.bktrn.org 5

    daerah lainnya sehingga terdapat suatu payung atas pengembangan jaringan jalan yang ada di suatu region.

    INTERAKSI DINAMIS PEMBANGUNAN JARINGAN JALAN DAN TATA RUANG

    Uraian di atas menunjukkan bahwa terdapat dua kebutuhan yang saling melengkapi antara penyusunan pola sistem jaringan jalan dan tata ruangnya. Kedua sistem yang berbeda dalam pendekatan ini merupakan komplementer antara satu dan lainnya, dan juga memiliki interaksi di namis diantara keduanya. Yang terpenting harus diingat dari kedua pendekatan ini adalah kenyataan bahwa dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian yang berkala (constant adjustments) atas kondisi riil pembangunan yang terjadi di lapangan dan konsistensinya dengan rencana jaringan jalan dan tata ruang yang ada. Untuk itu sangat diperlukan adanya suatu pengembangan institusi dan kapasitasnya (institutional and capacity building) dari unsur-unsur pelaksananya.

    Secara khusus maka terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera ditangani dalam pelaksanaan pembangunan mendatang:

    - Dibutuhkan adanya konsistensi tata ruang dengan derivasinya, serta pelaksanaan pembangunan aktual yang terjadi di lapangan. Untuk itu perlu secara berkala dilaksanakan pengkajian, pemutakhiran dan penyesuaian tata ruang sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat di tingkat lokal dan regional.

    - Perencanaan jaringan jalan harus benar-benar didasarkan kepada suatu kebutuhan daerah, regional maupun nasional. Penyusunan sistem transportasi nasional dan regional diharapkan dapat menjadi acuan bagi pengembangan jaringan jalan di masing -masing daerah dan region.

    - Terbatasnya dana publik di satu sisi dan tingginya tuntutan masyarakat atas pelayanan jalan menuntut upaya-upaya terobosan yang inovatif dan kreatif di dalam penyediaan prasarana jalan. Di dalam mencari mencari solusi-solusi alternatif pembiayaan tersebut harus selalu dicarikan keseimbangan antara prinsip efisiensi ekonomi dengan ekuiti (pemerataan dan keadilan).

    Proses pemulihan ekonomi yang tercermin di dalam program-program dalam RAPBN 2000 mensyaratkan adanya suatu tingkat koordinasi y ang tinggi diantara para pelaku pembangunan. Mengatasi kebutuhan atas suatu prasarana tidak dapat diatasi oleh satu institusi tanpa melibatkan institusi lainnya, baik di pemerintahan, swasta ataupun di dalam masyarakat. Tanpa adanya interaksi dan partisipasi dinamis antar pelaku pembangunan maka pola tata ruang yang ada tidak dapat diejawantahkan sesuai dengan aspirasi dan tuntutan masyarakat. Karenanya maka koordinasi merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya satu pembangunan prasarana yang holistik, efisien dan ekuitabel.

  • www.bktrn.org 6

    REFERENSI

    Moore, Terry. (1994). The Transportation and Land Use Connections. The American Planning Associations: Planning Advisory Service. Report no. 448/449. Chicago, IL.

    Dowall, David and Michael Leaf. (1990). The Price of Land for Housing in Jakarta and Analysis of the Effect of Location, Urban Infrastructure, and Tenure on Residential Plot Prices. Berkeley: IURD Paper

    Cervero, Robert. and Bambang Susantono (1997). Rent Capitalization and Transportation Infrastructure in Jakarta, Indonesia. Review of Urban and Regional Studies Journal, March 1999.

    Boarnet, Marlon. (1995). New Highways and Economic Growth: Rethinking the Link. Access no. 7. Fall 1995. University of California at Berkeley

    Susantono, Bambang. (1998). Transportation and Land Use Dynamic in Metropolitan Jakarta. Berkeley Planning Journal. 50th Years Anniversary Edition. Volume 12, Spring 1998. Berkeley, California.

    Dimitriou, Harry, T. (1998). Land-use/transport planning in Hong Kong : the end of an era : a review of principles and practices /, edited by Harry T. Dimitriou, Alison H.S. Cook. Aldershot, Hants, England ; Brookfield, USA : Ashgate.

    Dimitriou, Harry, T (1995). A developmental approach to urban transport planning : an Indonesian illustration. Aldershot ; Bro okfield, USA : Avebury.

    Study on Expenditures and Planning Model (SEPM). Direktorat Jenderal Bina Marga. Results of Models Runs.

    Dari sudut pandang ekonomi daerah, pembangunan jaringan jalan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang sesungguhnya (net economic growth ) hanya bila jaringan jalan tersebut dapat menurunkan biaya-biaya produksi (production costs) dari para pelaku ekonomi di daerah tersebut.

    Sebagai kebijaksanaan yang memayungi pembangunan (the umbrella of development policies) semua sektor, Tata Ruang Nasional harus bersifat holistik, komprehensif dan integral, dengan selalu memperhatikan kondisi dinamis dari komponen-komponen yang ada di dalamnya. Karena sifatnya sebagai payung kebijakan maka konsistensi antara tata ruang nasional dan implementasi pembangunan yang merupakan derivasinya harus selalu dijaga.