INTENSITAS SERANGAN DAN POPULASI HAMA UTAMA PADA UBI KAYU ...digilib.unila.ac.id/29976/2/SKRIPSI...
Transcript of INTENSITAS SERANGAN DAN POPULASI HAMA UTAMA PADA UBI KAYU ...digilib.unila.ac.id/29976/2/SKRIPSI...
INTENSITAS SERANGAN DAN POPULASI HAMA UTAMA PADAUBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DENGAN PERLAKUAN PUPUK
ZINCMIKRO
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD RIZKI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
ABSTRAK
INTENSITAS SERANGAN DAN POPULASI HAMA UTAMA PADAUBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DENGAN PERLAKUAN PUPUK
ZINCMIKRO
Oleh
Muhammad Rizki
Hama utama yang menyerang ubikayu yaitu kutu putih dan tungau. Kutu putih
(Phenacoccus) dapat menurunkan produksi 30-80%, sedangkan tungau
(Tetranychus) dapat menurunkan produksi lebih dari 50% pada pertanaman
ubikayu. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui intensitas serangan kutu
putih dan tungau pada ubi kayu yang diberi perlakuan pupuk zincmikro; (2)
Mengetahui populasi kutu putih dan tungau pada ubi kayu yang diberi perlakuan
pupuk zincmikro. Penelitian ini dilakukan di Sulusuban, Seputih Agung,
Lampung Tengah. Pengamatan intensitas serangan dilakukan di lapangan dan
pengamatan populasi dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan dilakukan pada bulan November
2016 hingga Januari 2017. Percobaan dilakukan dengan pemberian pupuk
zincmikro terhadap 12 satuan percobaan yang terdiri dari perlakuan pupuk
zincmikro 0 kg ha-1, 20 kg ha-1 , dan 40 kg ha-1 dengan 4 ulangan. Setiap satuan
percobaan berukuran 23 m x 30 m. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
Intensitas serangan kutu putih pada petak dengan perlakuan pupuk zincmikro 20
kg ha-1 dan 40 kg ha-1 lebih rendah daripada intensitas serangan pada petak tanpa
pupuk zincmikro. Intensitas serangan pada petak yang diberi pupuk zincmikro 20
kg ha-1 dengan 40 kg ha-1 tidak berbeda; 2) Intensitas serangan tungau pada petak
dengan perlakuan pupuk zincmikro 20 kg ha-1 dan 40 kg ha-1 lebih rendah
daripada intensitas serangan pada petak tanpa pupuk zincmikro. Intensitas
serangan pada petak yang diberi pupuk zincmikro dan tanpa pupuk zincmikro
tidak berbeda; 3) Populasi kutu putih banyak ditemukan pada zona daun bagian
atas. Populasi tungau banyak ditemukan pada zona daun bagian bawah. Populasi
kutu putih dan tungau pada petak dengan perlakuan zincmikro 20 kg ha-1 dan 40
kg ha-1 lebih rendah daripada populasi kutu putih dan tungau pada petak tanpa
pupuk zincmikro. Populasi kutu putih dan tungau pada petak yang diberi pupuk
zincmikro dan tanpa pupuk zincmikro tidak berbeda.
Kata kunci : Kutu Putih, Pupuk zincmikro, Tungau, Ubikayu.
Muhammad Rizki
INTENSITAS SERANGAN DAN POPULASI HAMA UTAMA PADAUBI KAYU (Manihot esculenta Crantz) DENGAN PERLAKUAN PUPUK
ZINCMIKRO
Oleh
MUHAMMAD RIZKI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Kota Bandarlampung pada tanggal 22
Oktober 1995. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Mujiono dan Ibu Laminah. Penulis memiliki adik perempuan
bernama Atikah Nur’aini.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Alina,
Langkapura pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 02 Langkapura,
Bandarlampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP
Negeri 10 Bandarlampung pada tahun 2010, Sekolah Menengah Atas (SMA) di
SMAS Tri Sukses Natar, Lampung Selatan dan Pondok Pesantren Nurul Huda
Natar, Lampung Selatan pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis terdaftar
sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dibeberapa organisasi Lembaga
Kemahasiswaan yang ada di Universitas Lampung diantaranya organisasi Pansus
Pemira-U (Panitia Khusus Pemilihan Raya Universitas) tahun 2014, organisasi
FSB (Forum Sigap Bencana) tahun 2014, organisasi UKM-U Pencak Silat sebagai
wakil ketua umum periode (2015/2016), organisasi UKM-U Merpati Putih
sebagai ketua umum periode (2014-2016), dan Team Pencak Silat Universitas
Lampung. Selain itu, penulis juga aktif dibeberapa organisasi eksternal kampus
seperti Ketua Kelompok Latihan PPS Betako Merpati Putih Universitas Lampung
dan aktif dalam MITI-KM (Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia Klaster
Mahasiswa). Penulis juga aktif menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah
Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kelapa Sawit pada tahun 2015,
Klimatologi Pertanian pada tahun 2016 dan Bioekologi Hama Tumbuhan pada
tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai
Proteksi Tanaman Trimurjo, Lampung Tengah. Pada tahun 2017, penulis
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Ngesti Rahayu, Kecamatan
Punggur, Kabupaten Lampung Tengah.
Wahai orang – orang yang beriman! Jika kamu menolong agama ALLAH, niscaya
Dia akan menolong mu dan meneguhkan kedudukan mu”
(QS. Muhammad [47]:7)
“Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan ALLAH. Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(QS. AT – Taubah [9]: 41)
“Barang siapa bertakwa kepada Allah maka Dia akan menjadikan jalan keluar
baginya, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak ia sangka, dan barang siapa
yang bertawakkal kepada Allah maka cukuplah Allah baginya, Sesungguhnya Allah
melaksanakan kehendak-Nya, Dia telah menjadikan untuk setiap sesuatu kadarnya”
(Q.S. Ath-Thalaq [65]: 2-3)
Kupersembahkan karya sederhana iniUntuk Kedua Orang Tuaku Tercinta
Atas limpahan kasih sayang yang tiada hentinyaUntuk Adik ku tercinta sebagai sumber semangatku selama ini
SertaAlmamater Tercinta
UNIVERSITAS LAMPUNG
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang karena atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis sanjung agungkan
kepada Baginda Rasulullah SAW yang selalu istiqomah dalam menyiarkan agama
Islam sampai akhir hayatnya. Penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan penelitian maupun
dalam penulisan hasil penelitian, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S., selaku Pembimbing Utama atas
bimbingan, arahan, saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan,
2. Bapak Ir. M. Syamsoel Hadi, M. Sc., selaku Pembimbing Kedua atas arahan,
saran, motivasi, dan ilmu yang diberikan,
3. Bapak Dr. Ir. I Gede Swibawa, M. S., selaku Pembahas atas ilmu, saran,
nasehat, dan pengarahan yang diberikan,
4. Bapak Mujiono, S. IP dan Ibu Laminah, serta adik ku tercinta Atikah
Nur’aini atas doa, kasih sayang, kesabaran dan selalu memberikan semangat
kepada penulis
5. Ibu Dr. Ir. Maria Viva Rini, M. Sc., selaku Pembimbing Akademik atas
bimbingan, arahan, dan nasehat yang diberikan,
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M. Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Universitas Lampung,
7. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung,
8. Bapak Heri Sukamto, Amd. Pd dan Ibu Prayumi, S. Pd yang telah memberikan
sumbangsih dan semangat kepada penulis,
9. Teman-teman dan pegawai Laboratorium Ilmu Tanaman, Laboratorium
Hama Tumbuhan, Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Laboratorium Lapang
Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanah, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan,
10. Keluarga Besar Agroteknologi tahun 2011, 2012, 2013, dan 2014 atas bantuan
dan kerjasamanya,
11. Teman-teman di UKM-U Merpati Putih Unila, Jamaah Masjid Al-Hidayah
dan Seluruh Organisasi UKM-U Unila yang selalu memberikan motivasi dan
dorongan.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan serta
pengetahuan bagi semua pihak yang membaca. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan di ridhoi Allah SWT.
Bandarlampung, 14 Desember 2017
Penulis
Muhammad Rizki
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
I. PENDAHULUAN .......................................................................................... xv
1.1 Latar Belakang dan Masalah .................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian...................................................................................... 4
1.3 Kerangka Pikir.......................................................................................... 4
1.4 Hipotesis ................................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 7
2.1 Kutu Putih Pada Ubi Kayu ....................................................................... 8
2.2 Tungau Pada Ubi Kayu ............................................................................ 11
III. BAHAN DAN METODE ........................................................................... 14
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 14
3.2 Bahan dan Alat ......................................................................................... 14
3.3 Metodologi Penelitian .............................................................................. 14
3.4 Prosedur Penelitian................................................................................... 15
3.4.1 Pengamatan Populasi Tungau dan Kutu Putih ............................... 16
3.4.2 Pengamatan Intensitas Serangan Tungau dan Kutu Putih.............. 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 20
4.1 Intensitas Serangan Kutu Putih (Phenacoccus)........................................ 20
4.2 Populasi Kutu Putih (Phenacoccus) Pada Zona Daun Bagian Bawah..... 22
4.3 Populasi Kutu Putih (Phenacoccus) Pada Zona Daun Bagian Tengah .... 23
4.4 Populasi Kutu Putih (Phenacoccus) Pada Zona Daun Bagian Atas......... 24
4.5 Intensitas Serangan Tungau (Tetranychus) .............................................. 26
4.6 Populasi Tungau (Tetranychus) Pada Zona Daun Bagian Bawah ........... 27
xiii
4.7 Populasi Tungau (Tetranychus) Pada Zona Daun Bagian Tengah........... 28
4.8 Populasi Tungau (Tetranychus) Pada Zona Daun Bagian Atas ............... 30
V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 31
5.1 Simpulan................................................................................................... 32
5.2 Saran......................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 34
LAMPIRAN....................................................................................................... 37
Tabel 3-10....................................................................................................... 38
Gambar 11-15................................................................................................. 44
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skoring intensitas kerusakan tanaman akibat serangan tungau ........... 18
2. Skoring intensitas kerusakan tanaman akibat serangan kutu putih...... 19
3. Data pengamatan intensitas serangan hama utama ubi kayu ............... 38
4. Standar deviasi intensitas serangan hama utama ubi kayu .................. 39
5. Data pengamatan populasi hama utama ubi kayu zona daun bawah ... 39
6. Standar deviasi populasi hama utama ubi kayu zona daun bawah ...... 40
7. Data pengamatan populasi hama utama ubi kayu zona daun tengah ... 40
8. Standar deviasi populasi hama utama ubi kayu zona daun tengah ...... 41
9. Data pengamatan populasi hama utama ubi kayu zona daun atas ....... 42
10. Standar deviasi populasi hama utama ubi kayu zona daun atas........... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak percobaan ............................................................................ 15
2. Penentuan 10 baris subsampel pada plot percobaan ........................... 16
3. Diagram batang intensitas serangan kutu putih................................... 21
4. Diagram batang populasi kutu putih pada zona daun bagian bawah ... 22
5. Diagram batang populasi kutu putih pada zona daun bagian tengah... 24
6. Diagram batang populasi kutu putih pada zona daun bagian atas ....... 25
7. Diagram batang intensitas serangan tungau......................................... 26
8. Diagram batang populasi tungau pada zona daun bagian bawah......... 28
9. Diagram batang populasi tungau pada zona daun bagian tengah ........ 29
10. Diagram batang populasi tungau pada zona daun bagian atas............. 30
11. A. Hama tungau pada mikroskop stereo perbesaran 4X...................... 44
B. Hama tungau pada mikroskop stereo perbesaran 2,5X ................... 44
12. A. Empodium (perbesaran 40X) .......................................................... 44
B. Morfologi tarsus genus Tetranychus ............................................... 44
13. A. Duplex setae .................................................................................... 44
B. Tenent Hairs .................................................................................... 44
14. A. Pengamatan kutu putih pada mikroskop stereo perbesaran 4X ...... 46
B. Pengamatan anterior pada kepala .................................................... 46
15. Pengamatan tungka yang terletak pada submedial .............................. 46
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan bahan pangan yang berdaya
guna. Tanaman ubi kayu banyak dibudidayakan karena memiliki keunggulan
agronomis yang dapat memberikan hasil tinggi walaupun ditanam pada lahan
yang kurang subur atau pada lahan dengan curah hujan yang rendah. Lampung
merupakan daerah sentra produksi ubi kayu terbesar di Indonesia. Produksi ubi
kayu di Provinsi Lampung tahun 2015 mencapai 7.387.084 ton (Badan Pusat
Statistik, 2016).
Saat ini ubi kayu sudah dikembangkan sebagai komoditas agroindustri, seperti
produk tepung tapioka, industri fermentasi, dan berbagai industri makanan.
Dengan semakin berkembangnya olahan agroindustri, maka diperlukan introduksi
teknologi budidaya ubi kayu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ubi kayu
(Wardani, 2015).
Ubi kayu banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan.
Selain digunakan untuk pangan dan pakan, ubi kayu juga dikembangkan sebagai
sumber energi alternatif yaitu dengan cara memanfaatkan bioetanol sebagai
2
campuran premium untuk transportasi. Bioetanol dapat dihasilkan dari tanaman
berpati dan bergula potensial seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, dan tebu.
Biaya produksi untuk tiap liter etanol dari ubi kayu lebih murah dibandingkan
dengan bahan baku lainnya, sehingga pengembangan industri bioetanol berbasis
ubi kayu cukup prospektif (Rozi dan Heriyanto, 2009).
Peningkatan kebutuhan akan pemanfaatan hasil olahan ubi kayu yang tinggi harus
diimbangi dengan produksi yang tinggi. Terdapat banyak kendala dalam
peningkatan produksi yaitu faktor bibit dan luasan lahan pertanaman yang
terbatas. Selain itu, faktor budidaya serta serangan hama dan penyakit juga
(Adriani, 2016).
Salah satu faktor utama yang berperan dalam peningkatan produksi ubi kayu
adalah pemupukan. Kebutuhan unsur hara tanaman ubi kayu sangat tinggi untuk
proses pembentukan umbi, batang, daun, maupun ketahanan terhadap serangan
hama dan penyakit. Unsur hara dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur hara
makro dan unsur hara mikro. Peranan unsur hara mikro dalam proses
metabolisme tanaman yaitu, a) unsur Fe menjadi bagian sitokrom dan nonheme Fe
protein terkait dengan fotosintesis, fiksasi gas N2, dan respirasi; b) unsur Zn
merupakan bagian enzim alkohol dehidrogenase, glutamat dehidrogenase, dan
karbonik anhidrase; c) unsur Mo merupakan bagian enzim nitrogenase, nitrat
reduktase, dan xanthine dehidrogenasi; d) unsur Cu menjadi bagian dari asam
askorbat oksidase, tirosinase, monoamin oksidase, uricase, sitokrom oksidase,
fenolase, laccase, dan plastosianin; e) unsur Mn merupakan pendukung aktivitas
3
enzim dehidrogenase, dekarboksilasi, kinase, oksidase, dan peroksidase. Berperan
serta dalam enzim yang diaktivasi kation dan fotolisis; f) unsur boron (B)
membentuk kompleks dengan manitol, manan, asam polimanuronat, dan senyawa
lain penyusun dinding sel, berperan dalam pemanjangan sel dan metabolisme
asam nukleat (Fadila, 2015).
Serangan hama dan penyakit dapat mempengaruhi produksi ubi kayu. Hama
utama pada pertanaman ubi kayu adalah kutu putih (Phenacoccus) dan tungau
(Tetranycus) (Saputro, 2013). Kutu putih dapat menurunkan hasil 30-80%,
sedangkan tungau dapat menurunkan hasil lebih dari 50% (Indiati, 1999).
Penelitian ini adalah mengenai ubi kayu yang diberikan pupuk zincmikro
dengan kandungan Zeng (Zn), Mangan (Mn), Boron (B), Cuprum (Cu), Cobalt
(Co), Molibden (Mo) serta sebagai pembanding yaitu kontrol. Berdasarkan latar
belakang yang telah diutarakan, maka penelitian dilakukan untuk mendapatkan
jawaban dari masalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian pupuk zincmikro berpengaruh terhadap intensitas
serangan kutu putih dan tungau pada ubi kayu?
2. Apakah pemberian pupuk zincmikro berpengaruh terhadap populasi kutu
putih dan tungau pada ubi kayu?
1.2 Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui intensitas serangan kutu putih dan tungau pada ubi kayu yang
4
diberi perlakuan pupuk zincmikro,
2. Mengetahui populasi kutu putih dan tungau pada ubi kayu yang diberi
perlakuan pupuk zincmikro.
1.3 Kerangka pikir
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas yang
banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan maupun bahan baku
industri. Meningkatnya pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan pangan merupakan
indikasi yang menunjukkan tercapainya upaya diversifikasi pangan dalam
mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Selain berperan sebagai bahan untuk
diversifikasi pangan, ubi kayu juga dimanfaatkan sebagai sumber pakan dan
bahan baku bioetanol.
Peningkatan produksi dapat dilakukan dengan manajemen budidaya yang baik.
Salah satu faktor penting dalam budidaya ubi kayu adalah pemupukan karena
tanaman ubi kayu memerlukan unsur hara yang tinggi (Howeler, 2014). Unsur
hara dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro.
Kedua unsur hara tersebut sangat penting dalam proses budidaya ubi kayu.
Produksi tanaman tidak ditentukan oleh unsur hara makro yang diperlukan dalam
jumlah banyak tetapi oleh unsur hara mikro yang diperlukan dalam jumlah sedikit
oleh tanaman. Unsur hara makro sering digunakan dalam proses budidaya
sedangkan unsur hara mikro kurang diperhatikan. Pemenuhan kebutuhan unsur
hara dengan cara pemupukan merupakan cara yang paling praktis dalam
5
pengendalian hama terpadu (PHT) sebagai komponen budidaya tanaman sehat
(Sucherman, 2014).
Terdapat dua hama penting yang menyerang ubi kayu yaitu kutu putih dan tungau.
Serangan kutu putih menunjukkan gejala pada bagian atas tanaman menjadi kerdil
atau “bunchy top”, daun bagian atas akan mengeriting dan distorsi batang.
Sedangkan pada tungau menunjukkan gejala klorotik pada daun yaitu tampak
bintik kuning seperti karat yang tersebar pada permukaan di dekat tulang daun
(Nurmasari, 2015).
Penggunaan pupuk merupakan salah satu cara pengendalian hama secara bercocok
tanam. Pengendalian hama secara bercocok tanam atau pengendalian agronomik
bertujuan untuk mengelola lingkungan tanaman atau menjadikan tanaman kurang
cocok bagi kehidupan hama. Pengendalian secara bercocok tanam merupakan
usaha pengendalian yang bersifat preventif yang dilakukan sebelum terjadi
serangan hama. Pemberian pupuk dapat menunjang kesehatan tanaman (Untung,
1993).
1.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, hipotesis yang disusun
adalah sebagai berikut:
1. Pemberian pupuk zincmikro dapat mempengaruhi intensitas serangan kutu
putih dan tungau pada ubi kayu.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang dapat tumbuh dan berproduksi pada
lahan yang kurang subur atau lahan dengan curah hujan yang rendah. Meskipun
demikian, untuk dapat tumbuh, berkembang dan menghasilkan umbi dengan baik,
ubi kayu menghendaki kondisi lingkungan tertentu, baik pada kondisi lingkungan
di atas permukaan tanah (iklim) maupun di bawah permukaan tanah.
Tanaman ubi kayu dapat tumbuh dengan baik apabila curah hujan cukup, tetapi
tanaman ubi kayu juga dapat tumbuh pada curah hujan rendah (<500 mm),
ataupun tinggi (5000 mm). Curah hujan optimum untuk ubi kayu berkisar antara
760-1015 mm per-tahun. Curah hujan terlalu tinggi mengakibatkan terjadinya
serangan jamur dan bakteri pada batang, daun dan umbi apabila drainase kurang
baik (Suharno et al., 1999).
Tanaman ubi kayu memerlukan struktur tanah yang gembur untuk pembentukan
dan perkembangan umbi. Pada tanah yang berat, perlu ditambahkan pupuk
organik. Ubi kayu memiliki batang berkayu, beruas-ruas, dan panjang. Tinggi
batang ubi kayu dapat mencapai 3 meter. Warna batang tergantung kulit luar
tetapi batang yang masih muda pada umumnya berwarna hijau dan setelah tua
8
berubah menjadi keputih-putihan, kelabu, hijau kelabu, atau cokelat kelabu.
Empulur batang berwarna putih, lunak dan strukturnya empuk seperti gabus.
Daun ubi kayu mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai.
Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru, terutama
daun yang masih muda. Ubi yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk
dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk ubi
biasanya bulat memanjang, daging ubi mengandung zat pati, berwarna putih gelap
atau kuning gelap dan tiap tanaman dapat menghasilkan 5 sampai 10 stek ubi kayu
(Rukmana, 1997). Terdapat dua hama penting yang menyerang ubi kayu yaitu
kutu putih dan tungau (Indiati, 1999).
2.1 Kutu Putih Pada Ubi Kayu
Kutu putih ubi kayu merupakan serangga yang termasuk dalam ordo Hemiptera.
Kutu putih dari famili Pseudococcidae ini mempunyai alat mulut bertipe
menusuk-mengisap yang terdiri dari sebuah rostrum, sepasang stilet mandibel,
sepasang stilet maksila dan sebuah labrum kecil. Serangga ini disebut kutu putih
karena hampir seluruh tubuhnya dilapisi lilin yang berwarna putih, lilin tersebut
dikeluarkan dari porus trinokuler pada kutikula melalui proses ekskresi (Wardani,
2015).
Kutu putih merupakan hama yang bersifat partenogenetik telitoki, yaitu semua
keturunan yang dihasilkan adalah betina. Siklus hidup kutu putih berlangsung
sekitar 21 hari, dengan perinci telur 7-8 hari, nimfa-1 4,58 hari, nimfa-2 4,2 hari,
dan imago-3 4,58 hari. Rataan lama hidup imago-3 4,38 hari, dengan keperidian
9
570 butir telur. Koloni kutu putih biasanya berada pada bagian bawah daun ubi
kayu dan terutama menyerang bagian pucuk tanaman, sehingga mengakibatkan
distorsi pada tanaman ubi kayu (Saputro, 2013).
Pada saat menetap di permukaan daun, kutu putih mengangkat dan menurunkan
antena dan tungkainya secara berulang-ulang, kemudian labium dibiarkan
menempel pada permukaan daun agar beradaptasi dengan phylloplane. Sebelum
stilet melakukan penetrasi ke dalam jaringan tanaman, kutu putih mengevaluasi
kualitas gizi tanaman dengan cara melakukan kontak berulang-ulang
menggunakan organ gustatori dan organ penciuman yang terletak di bagian
labium dan antena (Adriani, 2016).
Potensi peningkatan populasi hama kutu putih di lapangan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti iklim, suhu, tanaman inang, dan musuh alami. Faktor iklim
yang diperkirakan berpengaruh kuat terhadap perkembangan populasi kutu putih
adalah curah hujan. Semakin tinggi curah hujan di lapangan, maka semakin
rendah populasi dari kutu putih karena kutu putih akan terjatuh ke tanah karena
hujan (Wardani, 2015).
Kutu putih mampu hidup pada temperatur udara yang rendah yaitu 14,7 oC dan
dapat berkembang secara optimal pada suhu 28oC serta mampu menghasilkan 500
butir telur. Serangga ini tidak dapat bertahan pada suhu di atas 35oC. Umur
tanaman tidak mempengaruhi siklus hidup kutu putih, namun siklus hidup
serangga ini dapat mempengaruhi varietas tanaman (Herren, 1990).
10
Kutu putih pertama kali ditemukan pada tahun 1973 yang menyerang pertanaman
ubi kayu di Kongo. Setelah melalui proses eksplorasi dan taksonomi yang
intensif, pada tahun 1981 diketahui bahwa kutu putih ubi kayu berasal dari
wilayah Amerika Selatan. Pada akhir tahun 1960-an atau awal 1970-an secara
tidak sengaja terintroduksi ke wilayah Afrika dan berkembang secara cepat karena
tidak adanya musuh alami (Herren, 1990).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh kutu putih pada tanaman ubi kayu pada bagian
pucuk daun. Pada keadaan serangan berat, kutu putih dapat ditemukan menyerang
permukaan bawah daun yang sudah tua. Bagian bawah daun yang terserang akan
ditutupi oleh populasi kutu putih yang mengeluarkan embun madu hasil ekskresi.
Selanjutnya, bagian tersebut akan diserang oleh fungi yang menyebabkan embun
jelaga sehingga mampu mengurangi fotosintesis. Gejala serangan kutu putih yaitu
pada bagian atas tanaman menjadi kerdil atau “bunchy top” dan distorsi batang,
sehingga memiliki kualitas buruk sebagai bibit ubi kayu yang berdampak pada
tanaman berikutnya (Nurhayati, 2012). Hama ini merupakan salah satu jenis
hama yang memiliki kisaran inang yang cukup luas. Menurut Miller dan Miller
(2002), dalam Wardani (2015), hama ini memiliki lebih dari 25 suku tanaman
yang bernilai ekonomi sebagai inangnya, diantaranya tanaman pepaya, ubi kayu,
jarak pagar, alpukat, melon, dan kembang sepatu. Selain itu, hama ini juga
menyerang tanaman jambu, jagung, dan akasia.
Musuh alami kutu putih dari jenis parasitoid yaitu Acerophagus sp., Allotropa sp.,
Anagrus sp. (Hymenoptera: Encyrtidae), dan predator Plesiochrysa ramburi,
11
Mallada basalis (Neuroptera: Chrysopidae), Spalgis epius (Lepidoptera :
Lycaenidae), Brumoides sp., Chilomenes sexmaculatus, Micraspis discolor,
Nephus sp. (Coleoptera : Coccinellidae) (Nurhayati, 2012). Selain musuh alami
yang digunakan untuk mengendalikan populasi hama kutu putih, penggunaan
pupuk kandang dapat mengakibatkan penurunan populasi kutu putih karena hasil
peningkatan unsur hara tanaman. Tanaman yang sehat juga akan berpengaruh
pada musuh alami, karena akan meningkatkan reproduksi parasitoid dengan
tingkat kesuburan tinggi (Howeler, 2014). Penggunaan mulsa dan pupuk kandang
juga akan meningkatkan ketahanan tanaman ubi kayu terhadap serangan kutu
putih (Wardani et al., 2014).
2.2 Tungau Pada Ubi Kayu
Salah satu famili dari ordo Acarina, yaitu Tetranychidae (tungau merah). Tungau
ini tidak semuanya merah. Namun, akibat serangan tungau merah, umumnya
daun-daun akan berubah menjadi merah karat. Ukuran tungau merah kurang dari
1 mm. Ada yang berwarna kuning cokelat, kehijauan, atau merah, tergantung dari
jenis tungau, jenis pakan, atau tingkat perkembangannya. Tungau merupakan
binatang kecil dan berkulit lunak dengan kerangka kitin. Ukuran tungau yang
besar atau lebih dari 0,5 mm sangat jarang. Warnanya bermacam-macam, mulai
dari hijau sampai merah. Abdomen tidak beruas (Segmen) dan menyerupai
kantung. Bagian mulutnya menonjol. Kepalanya menjadi satu dengan abdomen.
Bagian-bagian mulut dapat disesuaikan untuk menggigit, menggergaji, mengisap,
atau menusuk.
12
Perkembangan tungau relatif cepat dan siklus hidupnya relatif singkat, tetapi
keperidiannya tidak tinggi untuk golongan arthropoda. Oviposisi pada
Tetranychidae didahului oleh masa oviposisi yang singkat dan mencapai
puncaknya secara cepat dan diikuti penurunan oviposisi secara perlahan. Seekor
betina akan menghasilkan sekitar 15-20 telur per-hari. Karena jumlah generasinya
yang tinggi dalam satu musim menyebabkan kerusakan yang ditimbulkannya juga
besar. Serangan tungau merah dapat merusak karena baik nimfa maupun imago
menghisap cairan dari daun, cabang muda, dan buah dari inangnya. Tungau
merah juga mengeluarkan toksik pada waktu makan sehingga mengganggu proses
metabolisme tanaman yang berakibat pada pengurangan serat, biji dan buah serta
menyebabkan daun menjadi kuning, kering, dan akhirnya gugur. Pada serangan
yang berat dapat menyebabkan kematian tanaman. Cuaca dengan kombinasi suhu
tinggi dan kelembaban yang rendah berkorelasi dengan meledaknya tetranychid
(Mamahit, 2011).
Tungau ini banyak ditemukan pada bagian permukaan daun, hidup berkoloni di
bawah jaring yang dibuatnya. Hama ini menghisap pada bagian permukaan
bawah daun sehingga menyebabkan gejala klorotik pada daun dan gugur daun
sehingga menurunkan buah yang dihasilkan. Musuh alami tungau merah yaitu
tungau predator (Phytoscilus persimis dan Neoseiulus caifornis) (Mamahit, 2011).
Iklim yang kering merupakan faktor yang membantu dalam perkembangbiakan
tungau. ketika tungau tertiup angin dapat mudah berjatuhan ke tanah sehingga
13
hujan dapat berpengaruh dalam intensitas serangan tungau. Intensitas serangan
tungau dapat menurunkan hasil hingga lebih dari 50% (Rismunandar, 1981).
14
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sulusuban, Seputih Agung, Lampung Tengah.
Pengamatan populasi dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 bulan yaitu
dimulai dari bulan Agustus 2016 hingga Maret 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu stek ubi kayu klon UJ-3, pupuk zincmikro dengan
kandungan Zn, Mn, B, Cu, Co, Mo, unsur hara makro berupa urea, SP-36, KCl,
herbisida, kantong plastik dengan ukuran satu kilo, alkohol 70%, aquades,
glycerine, karet gelang, dan label. Sedangkan alat yang digunakan yaitu cangkul,
sprayer, kuas, botol vial, mikroskop stereo binokuler, mikroskop majemuk
binokuler, kamera, dan alat tulis.
3.3 Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung yaitu dengan skoring
tingkat serangan hama pada pertanaman ubi kayu. Pengamatan populasi dan
15
identifikasi dilakukan di laboratorium. Satuan percobaan berupa petak dengan
ukuran 23 m x 30 m.
P1U1 P2U1 P3U1
P1U2 P2U2 P3U2
P1U3 P2U3 P3U3
P1U4 P2U4 P3U4
Gambar 1. Tata Letak Percobaan
Keterangan :P1 = Perlakuan 1 (Pupuk zincmikro 0 kg ha-1)P2 = Perlakuan 2 (Pupuk zincmikro 20 kg ha-1)P3 = Perlakuan 3 (Pupuk zincmikro 40 kg ha-1)U1 = Ulangan 1U2 = Ulangan 2U3 = Ulangan 3U4 = Ulangan 4
3.4 Prosedur Penelitian
Varietas ubi kayu yang ditanam adalah klon UJ-3. Olah tanah dilakukan dengan
cara dibajak sebanyak 2 kali dengan interval waktu antara bajak pertama dan
kedua yaitu 14 hari. Ubi kayu ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 60 cm dan
ukuran panjang stek 25 cm. Pemupukan dilakukan pada 4 MST dengan pupuk
makro berupa urea 100 kg ha-1, SP-36 100 kg ha-1, dan KCl 100 kg ha-1, serta
pupuk zincmikro 0 kg ha-1, 20 kg ha-1, dan 40 kg ha-1. Pemupukan kedua
dilakukan pada 12 MST dengan pupuk makro berupa urea 100 kg ha-1, dan KCl
69 m
120 m
16
100 kg ha-1. Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal di samping tanaman
dengan kedalaman 10 cm. Penyemprotan herbisida dilakukan dengan herbisida
sistemik pada 12 MST dan 24 MST. Pemanenan dilakukan pada 28 MST.
Pengamatan dilakukan pada saat ubi kayu berusia 18 MST sampai 26 MST.
Interval waktu pengamatan yaitu 14 hari. Pengambilan sampel dilakukan dengan
cara menentukan 10 baris tanaman sebagai subsampel menurut arah diagonal pada
setiap petak percobaan (Gambar 2). Tiap subsampel terdiri dari 10 sampel.
Penentuan subsampel dilakukan secara acak sistematis. Penentuan baris pertama
dilakukan secara acak, baris selanjutnya diselang menyesuaikan jarak tanam dan
luas petak percobaan.
Gambar 2. Penentuan 10 Baris Subsampel pada Plot Percobaan
3.4.1 Pengamatan Populasi Tungau dan Kutu Putih
Pengamatan populasi tungau dan kutu putih dilakukan pada satu tanaman sampel
yang dipilih dari baris subsampel, setelah itu diambil daun ubi kayu bagian atas,
17
tengah, bawah dengan masing-masing 3 daun. Tiga daun ubi kayu bagian atas,
tengah, dan bawah dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat dengan karet
gelang dan diberi label. Sampel daun dibawa ke laboratorium dan dihitung
jumlah individu tungau dan kutu putih dengan menggunakan mikroskop stereo
pada perbesaran 2,5 kali – 4 kali. Selain itu, dilakukan pengamatan terhadap
populasi predator, parasitoid, dan hama lainnya pada sampel yang dibawa ke
laboratorium.
3.4.2 Pengamatan Intensitas Serangan Tungau dan Kutu putih
Pengamatan intensitas serangan dilakukan secara visual berdasarkan gejala
serangan tungau dan kutu putih. Tungau menunjukkan gejala klorotik yaitu pada
bagian permukaan bawah daun tampak bintik kuning seperti karat yang berada di
dekat tulang daun. Gejala serangan tungau pada bagian daun bawah dan tengah.
Sedangkan untuk kutu putih menunjukkan gejala pada bagian atas tanaman
menjadi kerdil atau “bunchy top”, daun bagian atas akan mengeriting dan distorsi
batang (Wardani et al., 2014).
Pengamatan intensitas serangan tungau dan kutu putih dilakukan pada setiap
sampel yang berada pada subsampel. Pada pengamatan intensitas kerusakan
tanaman yang disebabkan oleh tungau diberi skor 0-5 seperti pada Tabel 1.
Sedangkan pada kutu putih diberi skor 0-2 seperti pada Tabel 2. Intensitas
kerusakan dihitung dengan menggunakan rumus:
I = Σni x vi/(N x V) x 100%
18
I = intensitas serangan
ni = jumlah daun dalam setiap kategori skor
vi = kategori skor (0 sampai 5)
N = jumlah daun dalam satu tanamam
V = nilai skor tetinggi (dalam hal ini 5)
Tabel 1. Skoring intensitas kerusakan tanaman akibat serangan tungau
berdasarkan Indiati (2012).
Skor Besarnyakerusakan (%)
Keterangan
0 0 Daun sehat (tidak ada bercak)
1 0 < x ≤ 10 Ada awal bercak kekuningan (sekitar 10%) padabeberapa daun bawah dan atau daun tengah.
2 10 < x ≤ 20 Bercak kekuningan agak banyak (11-20%) pada daunbawah dan tengah.
3 20 < x ≤ 50 Kerusakan yang jelas, banyak bercak kuning (21-50%), sedikit daerah yang tidak mengalami nekrotik(<20%), khususnya daun bawah dan tengah agakmengerut, sejumlah daun menjadi kuning dan rontok.
4 50 < x ≤ 75 Kerusakan parah (51-75%) pada daun bagian bawahdan tengah, populasi tungau melimpah dan dijumpaibenang-benang putih seperti jaring laba-laba.
5 x > 75 Kerontokan daun total, pucuk tanaman mengecil,benang putih semakin banyak, dan kematiantanaman.
19
Tabel 2. Skoring intensitas kerusakan tanaman akibat serangan hama kutu putih
Skor Keterangan Gambar0 Tanaman sehat,
Tidak terdapat gejalaserangan hama kutuputih pada daunbagian atas
1 Gejala seranganringan. Terdapatbeberapa bagian daunatas tanaman sedikitmengeriting.
2 Gejala seranganberat. Pada bagianatas tanaman menjadikerdil atau “bunchytop”, daun bagianatas akanmengeriting dandistorsi batang
32
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Intensitas serangan kutu putih pada petak dengan perlakuan pupuk zincmikro
20 kg ha-1 dan 40 kg ha-1 lebih rendah daripada intensitas serangan pada petak
tanpa pupuk zincmikro. Intensitas serangan pada petak yang diberi pupuk
zincmikro 20 kg ha-1 dengan 40 kg ha-1 tidak berbeda.
2. Intensitas serangan tungau pada petak dengan perlakuan pupuk zincmikro 20
kg ha-1 dan 40 kg ha-1 lebih rendah daripada intensitas serangan pada petak
tanpa pupuk zincmikro. Intensitas serangan pada petak yang diberi pupuk
zincmikro dan tanpa pupuk zincmikro tidak berbeda.
3. Populasi kutu putih banyak ditemukan pada zona daun bagian atas. Populasi
tungau banyak ditemukan pada zona daun bagian bawah. Populasi kutu putih
dan tungau pada petak dengan perlakuan zincmikro 20 kg ha-1 dan 40 kg ha-1
lebih rendah daripada populasi kutu putih dan tungau pada petak tanpa pupuk
zincmikro. Populasi kutu putih dan tungau pada petak yang diberi pupuk
zincmikro dan tanpa pupuk zincmikro tidak berbeda.
33
5.2 Saran
Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pupuk
mikro terhadap intensitas serangan dan populasi kutu putih dan tungau pada ubi
kayu (Manihot esculenta Crantz)
34
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, E. 2016. Preferensi, Kesesuaian dan Parasitisme Anagyrus lopezi (DeSantis) (Hymenoptera: Encrytidae) Pada Berbagai Instar Kutu PutihSingkong, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera:Pseudococcidae). [Tesis]. Fakultas Pertanian – IPB, Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2016. Provinsi Lampung Dalam Angka. BPS ProvinsiLampung. Lampung.
Fadila, R. 2015. Respon Padi Sawah Varietas IF8 dan Lentera Terhadap AplikasiPupuk Organo Mineral dan Pupuk Hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor.IPB. Bogor.
Hasibuan, S. 2009. Kajian Ketahanan Beberapa Varietas Padi (Oryzae sativa L.)Terhadap Penggerek Batang Padi Putih Scirpophaga innotata Wlk.(Lepidoptera ; Pyralidae) Di Rumah Kasa. [Tesis]. Fakultas Pertanian –USU, Medan.
Herren, H. R. 1990. The use of natural enemies to control cassava pest in Africa.Di dalam: Petersen JB (ed). The Use of Natural Enemies to ControlAgricultural Pest. Proceedings of The International Seminar “The Use ofParasitiods and Predators to Control Agricultural Pest”; Jepang, 2-7Oktober 1989. Taiwan : Food and Fertilizer Technology Center for Asianand Pacific Region. Hlm 60-70.
Howeler, R. 2014. Sustainable Soil And Crop Management of Cassava In Asia.CIAT. Vietnam.
Indiati. 1999. Status Tungau Merah Pada Tanaman Ubi Kayu. Di dalam:Rahmianna, editor. Pemberdayaan Tepung Ubikayu Sebagai SubsidiTerigu, dan Potensi Kacang-Kacangan untuk Pengayaan Kualitas Pangan.Edisi Khusus Balitkabi N. 15-1999. Malang : Balitkabi. Hlm 122-126.
35
Mamahit, J. M. E. 2011. Biologi dan Demografi Tungau Merah Tetranychusspp. (Acari : Tetranychidae) Pada Tanaman Kedelai. Fakultas PertanianUniversitas Sam Ratulangi. Manado.
Nurhayati, A. 2012. Insidensi Cendawan Entomophthorales Pada Kutu PutihPepaya dan Singkong (Hemiptera : Pseudococcidae) di Wilayah Bogor.IPB. Bogor.
Nurmasari, F. 2015. Keanekaragaman Kutu Putih dan Musuh Alami PadaTanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz). [Tesis]. UniversitasJember. Jawa Timur.
Rismunandar. 1981. Hama Tanaman Pangan dan Pembasmiannya. Sinar Baru.Bandung.
Rozi, F. Heriyanto. 2009. Ubi Kayu Sebagai Komoditas Ekonomi dalamUbikayu Inovasi Teknologi dan Kebijakan Pengembangan. Badan LitbangPertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 363 hal.
Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius :Yogyakarta.
Sadeghi, E. Shoushtari, R. V. Madani, H. 2016. The Influence of Tetranychusurticae Koch (Acari : Tetranychidae) Life Table and ReproductiveParameters by Applying Si on Bean at Library Condition. Department ofEntomology-Arak University of Iran. Iran.
Samsudin. 2011. Uji Patologi dan Perbanyakan Kinerja Spodoptera exiguaNucleopolyhedro Virus (seNPV). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor.
Saputro, A. R. 2013. Biologi dan Potensi Peningkatan Populasi Kutu PutihSingkong (Phenacoccus manihoti) Matile-Ferrero (Hemiptera:Pseudococcidae) : Hama Pendatang Baru di Indonesia. [Skripsi]. FakultasPertanian – IPB, Bogor.
Sari, M. 2014. Identifikasi Kutu Putih Pada Tanaman Rosella (Hibiscussabdariffa). Universitas Lancang Kuning. Riau.
Sucherman, O. 2014. Pengaruh Pemupukan Kalium Terhadap PerkembanganPopulasi Hama Tungau Jingga (Brevipalpus phoenicis Geijskes) padaTanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze). Hlm 39-46.
Suharno, Djasmin, Rubiyo, Dasiran. 1999. Budi Daya Ubi Kayu. Badan Penelitidan Pengembangan Pertanian. Kendari.
36
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Wardani, N. Rauf, A. Winasa, I. W. Santoso, S. 2014. Parameter NeracaHayati dan Pertumbuhan Populasi Kutu Putih Phenacoccus manihotiMatile-Ferrero (Hemiptera : Pseudococcidae) Pada Dua Varietas Ubi Kayu.IPB. Bogor.
Wardani, N. 2015. Kutu Putih Ubikayu, Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero(Hemiptera: Pseudococcidae), Hama Invasif Baru di Indonesia. [Disertasi].Fakultas Pertanian – IPB, Bogor.
_________. 2015. Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera :Pseudococcidae), Mealybug Invasif Baru di Indonesia. Prosiding SeminarNasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian. Balai PengkajianTeknolog Pertanian. Lampung.
Wijaya, S. Y. 2007. Kolonisasi Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus smith)Pada Tanaman Kakao (Theobroma cacao L.) Dengan Pemberian PakanAlternatif. [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Wolff, G. Bech, R. A. Arriaga, J. S. 2014. Morphological Identification ofSpider Mites (Tetranychidae) Affecting Imported Fruits. North AmericanPlant Protection Organization. 34 Hlm.