INTEGRASI IMTAQ DAN IPTEK DALAM PENDIDIKAN
Transcript of INTEGRASI IMTAQ DAN IPTEK DALAM PENDIDIKAN
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
147
INTEGRASI IMTAQ DAN IPTEK DALAM PENDIDIKAN
Imam Hidayat*
ABSTRACT
General knowledge and religious knowledge are the two main points of science
that support each other in order to create a generation of superior. Then
approach the integration of the science of religion with the science of general be
one solution and it is important done. With the approach of such integration can
be understood that between the Islamic religious education with general science
is essentially one or is bound by faith and tawheed so that learners have a
personality that faith and piety (IMTAQ) as well as master the development of
science and technology (SCIENCE and technology).And will ultimately create a
balance between the needs of the education world and the hereafter.
Keywords : Integration, IMTAQ, SCIENCE and technology, Education
ABSTRAK
Pengetahuan umum dan pengetahuan agama adalah dua poin utama sains yang
saling mendukung untuk menciptakan generasi yang unggul. Maka pendekatan
integrasi ilmu agama dengan ilmu umum menjadi salah satu solusi dan itu penting
dilakukan. Dengan pendekatan integrasi tersebut dapat dipahami bahwa antara
pendidikan agama Islam dengan ilmu umum pada dasarnya adalah satu atau
terikat oleh iman dan tauhid sehingga peserta didik memiliki kepribadian yang
beriman dan bertakwa (IMTAQ) serta menguasai pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (ILMU dan teknologi). Dan pada akhirnya akan
menciptakan keseimbangan antara kebutuhan dunia pendidikan dan akhirat.
Kata kunci: Integrasi, IMTAQ, ILMU dan teknologi, Pendidikan
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
148
A. Urgensi Integrasi Ilmu Agama dan
Ilmu Umum
Islam sebagai agama yang
hanif, telah memberikan perhatian
yang besar terhadap ilmu
pengetahuan. Bahkan, perintah
pertama sekaligus wahyu yang
diterima oleh Nabi Muhammad
SAW adalah perintah iqra’ atau
membaca. Lalu perintah membaca
itu dibarengi dengan bismi
rabbikalladzi khalaq ,yaitu َ dengan
menyebut nama Tuhanmu.
Penggalan ayat yang mengiringi
perintah iqra’ ini menunjukkan
bahwa umat Islam harus
mengembangkan ilmu pengetahuan,
tetapi ilmu itu harus dilandasi oleh
iman yang kuat kepada Allah SWT.1
Namun salah satu persoalan
dalam dunia pendidikan Islam
dewasa ini adalah adanya dikotomi
antara ilmu agama dengan ilmu
umum. Dualisme dikotomik ini,
nampaknya sudah berkembang dan
dianggap sebagai sistem pendidikan
1 Lihat Muhammad Abduh, Tafsir juz
‘Amma, Penj. Muhammad Bagir,
(Bandung: Mizan, 1999), cet. ke-5,
hal. 247-250 dan Hamka, Tafsir al-
Azhar juz XXX, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2002), hal. 214-216
modern yang sesuai dengan zaman,
terutama di era globalisasi ini.2
Pada era awal hingga abad
pertengahan, sistem pendidikan
yang dikembangkan oleh umat
Islam sesungguhnya tidak mengenal
adanya dikotomi antara ilmu agama
Islam dengan ilmu umum.
Pendidikan Islam yang
dikembangkan justru mengemban
misi untuk mengantarkan peserta
didiknya agar dapat mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat
secara seimbang dan integral. Hal
ini sesuai dengan konsep dasar
pendidikan Islam itu sendiri, yang
tidak mengenal dikotomi ilmu.
Sebab secara normatif-konseptual,
dalam Islam tidak dijumpai adanya
dikotomi tersebut.3
2 Muslih Usa, "Pendidikan Islam di
Indonesia Antara Cita dan Fakta;
Suatu Pengantar" dalam Syafi'i
Ma'arif, Pendidikan Islam di
Indonesia; Antara Cita dan Fakta,
(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1991), hal. 3
3 Banyak ayat-ayat al-Qur'an yang
menjelaskan bahwa pada hakikatnya
semua ilmu berasal dari Allah semata,
sehingga semua ilmu tersebut
berbasiskan kepada tauhid (Qs. al-
Baqarah/2: 32). Surat al-‘alaq ayat 5
juga mengisyaratkan bahwa semua
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
149
Dalam Islam, digunakan
paradigma tauhid dimana semua
ilmu pada hakekatnya berasal dari
Allah. Ilmu-ilmu umum yang dikenal
dewasa ini basis kajiannya lebih
menekankan pada ayat-ayat
kauniyah. Sebaliknya ilmu-ilmu
agama lebih menekankan pada ayat-
ayat qauliyah. Kedua bentuk ayat-
ayat tersebut merupakan ayat-ayat
Allah yang mesti dibaca setiap
muslim sesuai dengan
kemampuannya.4 Namun dalam
perkembangan selanjutnya, umat
Islam mulai terjebak pada system
pendidikan yang dikotomis.5
ilmu yang diperoleh oleh manusia
juga berasaldari Allah SWT
4 Muhammad Kosim, Integrasi Ilmu
Umum dan Agama, (Padang: Harian
Haluan, 23 September 2005), hal. 5
5 Munculnya dikotomi ilmu ini dapat
dilihat dari dua faktor, yaitu internal
dan eksternal. Faktor internal adalah
terjadinya stagnasi pemikiran di
dunia Islam, terutama sejak abad ke
XVI hingga XVII. Sedangkan faktor
eksternal meliputi: 1) pengaruh
peradaban Barat yang bercorak
sekuler, 2) penjajahan Barat atas
dunia muslim sejak abad XVIII
hingga XIX, 3) modernisasi atas
dunia muslim. Lihat Abdul Hamid
Dikotomi yang paling menonjol
adalah di dikotomi ilmu. Selama
beberapa dekade persoalan dikotomi
ilmu yang dihadapi dunia Islam tidak
pernah berhenti dan selalu
dihadapkan pada pembedaan antara
apa yang disebut ilmu Islam dan non
Islam, ilmu barat dan ilmu timur.
Bahkan tampak lebih parah ketika
dikotomi tersebut menjalar sebagai
satu bentuk dikotomi antara ilmu
pengetahuan dan teknologi.6Bentuk
Abu Sulaiman, Krisis Pemikiran
Islam, Penj. Rifyal Ka'bah(Jakarta:
Media Dakwah, 1994), hal. 40; Abd.
Rachman Assegaf, "Kata Pengantar",
dalam Jasa Ungguh Muliawan,
Pendidikan Islam Integratif, Upaya
Mengintegrasikan Kembali Dikotomi
Ilmu dan Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. viii-ix; Ikhrom, "Dikhotomi
Sistem Pendidikan Islam (Upaya
Mengungkap Sebab-sebab dan
Penyelesaiannya)",dalam Ismail SM,
et. al. (ed.), Paradigma Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hal. 84; Ziauddin Sardar,
Rekayasa Masa Depan Peradaban
Muslim, Penj. Rahma Astuti,
(Bandung: Mizan, 1986), hal. 75
6 Jasa Ungguh Muliawan, Pendidikan
Islam Integratif, Upaya
Mengintegrasikan Kembali Dikotomi
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
150
dikotomi lain juga terjadi berupa
adanya pengelompokan antara
pendidikan umum di satu pihak dan
pendidikan agama di pihak lain.
Dalam sejarah pendidikan
Islam, dikotomi ilmu ke dalam ilmu
agama dan ilmu non-agama (umum)
sudah lama terjadi dan telah dikenal
dalam karya-karya klasik. Al-
Ghazali, misalnya, dalam kitabnya
Ihya' Ulum al-Din menyebut kedua
jenis ilmu tersebut sebagai 'Ulm
syar'iyyah dan ghairsyar'iyyah.
Begitu juga Ibn Khaldun, menyebut
keduanya sebagai al-'Ulum al-
Naqliyyah dan al-'Ulum al-'Aqliyah.
Akan tetapi dikotomi ini tidaklah
menimbulkan problem dalam sistem
pendidikan Islam ketika itu, sebab
dikotomi yang dimaksud hanyalah
pemilahan atau pengklasifikasian
ilmu, bukan pemisahan antara
keduanya sehingga yang satu
menolak kebenaran yang lainnya.7
Ilmu dan Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. 1
7 Mulyadi Kartanegara, Integrasi
Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik
(Bandung: Mizan, 2005), hal. 19 dan
45
Jika pengelompokan itu
hanya sekedar "pemilahan"
spesifikasi ilmu pengetahuan seperti
yang dijelaskan di atas, tidaklah
menjadi persoalan. Tetapi yang
menjadi permasalahan selanjutnya
adalah pengelompokan pendidikan
itu justru berimplikasi kepada
adanya dikotomi ilmu pengetahuan
dalam artian terjadinya pembagian
atas dua konsep yang saling
bertentangan,8 sebagaimana yang
terjadi di dunia Barat. Dikotomi
ilmu yang terjadi di Barat
mengakibatkan sains modern Barat
sering menganggap rendah status
keilmuan ilmu-ilmu keagamaan,
sebab dianggap tidak ilmiah karena
objek-objeknya tidak empiris.9
Dikotomi ilmu ini juga dapat
dilihat dari kurikulum pendidikan
yang dikembangkan, terutama pada
bidang studinya. Dalam kurikulum
tersebut dikenal pelajaran pendidikan
agama Islam yang mencakup
pendidikan agama di sekolah umum,
8Mujamil Qomar, Epistemologi
Pendidikan Islam dari Metode
Rasional hingga Metode Kritik,
(Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 74
9 Mulyadi Kartanegara, Ibid , hal. 20
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
151
sedangkan di madrasah pelajaran ini
meliputi fiqh, al-Qurân hadis, sejarah
kebudayaan Islam, aqidah akhlak,
dan bahasa arab. Sementara bidang
studi lain, seperti matematika,
bahasa, IPA, IPS, tidaklah dianggap
sebagai ilmu agama. Tampaknya
istilah ini hanya pengelompokan
saja. Disebut pelajaran agama Islam
mengingat bahwa bidang studi ini
hanya dipelajari oleh umat Islam
saja, sementara agama lainnya
tidaklah mempelajarinya. Tetapi
pengistilahan ini dapat
mempengaruhi persepsi masyarakat
bahwa pelajaran umum bukanlah
bagian dari ilmu yang diperintahkan
dalam Islam. Akhirnya muncullah
paradigma yang dikotomis terhadap
ilmu pengetahuan. Jika hal ini
terjadi, maka dikotomi dalam arti
pengelompokan ini dapat
mengantarkan peserta didik kepada
dikotomi dalam artian
mempertentangkan setidaknya
memisahkan antara ilmu agama dan
ilmu umum sebagaimana yang telah
dilakukan.
Adanya pembagian ilmu
tersebut dapat mengakibatkan
hubungan antara keduanya tidak
harmonis dan dikotomis sehingga
menimbulkan bahaya bagi peradaban
umat Islam pada masa-masa
selanjutnya. Menurut Abuddin Nata,
dkk, orang-orang Islam yang hanya
mengandalkan ilmu agama Islam
dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya menyebabkan ia kurang
mampu menghadapi tantangan
zaman serta merebut peluang dalam
persaingan global. Akibatnya,
mereka kalah bersaing yang pada
gilirannya membawa kemunduran
dan keterbelaka-ngan sebagaimana
yang terjadi pada masa imperialisme
Belanda dan Jepang di Indonesia
atau pada masa penjajahan Barat atas
dunia Islam pada umumnya.
Sebaliknya, jika ilmu umum yang
tidak berdasarkan pada agama
tersebut menyebabkan terjadinya
kemajuan yang luas dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tetapi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang tidak didasarkan pada
ilmu agama tersebut menyebabkan
terjadinya penyalahgunaan iptek
untuk tujuan-tujuan yang
menghancurkan umat manusia.10
Dengan demikian, ketika
ilmu umum dipisahkan dari ilmu
agama, maka ilmu umum tersebut
akan kehilangan daya
spiritualitasnya. Ilmu semacam ini
juga akan berkembang secara bebas
nilai sehingga apa yang dihasilkan
bisa menimbulkan mudharat yang
10 Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu
Agama dan Ilmu Umum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005),hal. 6
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
152
lebih besar dari pada manfaat.
Sebaliknya, ketika ilmu agama
dipahami tanpa mengintegrasikannya
dengan ilmu umum maka ilmu
agama tersebut akan "melangit",
dipahami bersifat transcendental dan
sangat abstrak sehingga tidak mampu
diterapkan dalam action yang nyata.
Penyakit dikotomis keilmuan
seperti ini menjadi salah satu
penyebab kemunduran umat Islam.
Ajaran kitab suci ayat al-Qurân yang
kaya akan pesan-pesan moral dan
ilmu pengetahuan hanya dipahami
secara parsial. Akibatnya, sistem
pendidikan Islam--sebagai
manifestasi daripada pesan-pesan
tersebut yang berlangsung selama ini
mengalami alienasi dan bahkan
terkesan under class dibandingkan
dengan lembaga-lembaga
kependidikan lainnya.11
Berangkat dari persoalan di
atas, maka pendekatan integrasi ilmu
agama dengan ilmu umum menjadi
salah satu solusi dan penting
dilakukan. Dengan pendekatan
integrasi tersebut dapat dipahami
bahwa antara pendidikan agama
Islam dengan ilmu pengetahuan
11 Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela
Pendidikan; Mengurai akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan
Pendidikan Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
hal. 26-27
umum pada dasarnya adalah satu
atau terikat oleh keimanan dan tauhid
sehingga peserta didik memiliki
kepribadian yang beriman dan
bertaqwa (IMTAQ) serta menguasai
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK).12
B. Peranan Ilmu Umum Terhadap
Peningkatan Iman dan Taqwa
Meskipun istilah ”ilmu
umum” masih digunakan sebagai
bentuk klasifikasi keilmuan, akan
tetapi dalam perspektif Islam jenis
ilmu ini tetap diyakini sebagai
anugerah dan berasal dari Allah.
Jenis ilmu umum yang bersifat
ilmiah, yang mengkaji alam semesta,
atau biasanya disebut dengan
science, dapat dikelompokkan
kepada ayat- ayat kauniyah.
Sementara al-Qurân sendiri disebut
sebagai kelompok ayat-ayat
qauliyah, al-Qurân sebagai ayat-ayat
qauliyah juga memotivasi umat
Islam untuk memahami ayat-ayat
kauniyah tersebut. Hal itu dapat
dilihat dari besarnya perhatian al-
Qurân terhadap ilmu pengetahuan.
Bahkan tidak kurang dari 750 ayat
yang berbicara tentang ilmu atau
12 Abuddin Nata, Paradigma Pendidikan
Islam, (Jakarta: Grasindo bekerja sama
dengan IAIN Syarif Hidayatullah, 2001),
hal 239
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
153
keharusan mencari ilmu, termasuk
ilmu-ilmu umum tersebut. Ayat-ayat
tersebut antara lain terkait dengan
perintah menggunakan akal
(la’allakum ta’qilun), agar
memperhatikan jagad raya (afala
yanzhurun), mendalami dan
memahami ajaran agama
(yatafaqqahun), merenungkan tanda-
tanda kekuasaan Allah
(yatadabbarun) dan perintah
membaca (iqra’).13
Ayat-ayat tersebut secara
keseluruhan berkaitan dengan
aktivitas mengembangkan ilmu
pengetahuan. Seluruh istilah tersebut
dapat dipergunakan sesuai dengan
bidang ilmu yang akan
dikembangkannya. Untuk
mengembangkan ilmu agama,
misalnya digunakan kata
yatafaqqahun. Untuk
mengembangkan ilmu-ilmu yang
bersifat filosofis dan humaniora
digunakan kata la’allakum ta’qilun.
Untuk mengembangkan ilmu-ilmu
alam (natural sciences) digunakan
kata-kata afala yanzhurun.
Sedangkan untuk mengembangkan
ilmu yang berkaitan dengan
13 Abuddin Nata, Pendidikan dalam Perspektif
al-Qur’an, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
hal. 81
pengembangan ruhani manusia
digunakan kata yatadabbarun.
Dengan demikian munculnya
berbagai istilah yang amat beragam
dalam al-Qurân menunjukkan adanya
keragaman dalam ilmu pengetahuan.
Hal ini sekaligus memberi isyarat
bahwa al-Qurân mengakui eksistensi
fan fungsi dari berbagai macam ilmu
pengetahuan tersebut dalam
kehidupan umat manusia.14
Ilmu-ilmu umum yang
tergolong kepada ayat-ayat kauniyah
tersebut juga turut berperan dalam
meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan seorang hamba. Dalam
surat al-Anfal/8 ayat 2 juga
ditegaskan: ....apabila dibacakan
ayat-ayatNya bertambahlah iman
mereka (karenanya)….
Ayat-ayat Allah tersebut
tentu tidak hanya ayat-ayat qauliyah,
akan tetapi juga termasuk ayat-ayat
kauniyah. Dengan pemahaman
seperti itu, maka ilmu-ilmu umum
tersebut sejatinya mampu
meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan peserta didik kepada
Allah SWT serta memiliki sikap
keberagamaan secara baik. Untuk
itu, mata pelajaran umum yang ada
di sekolah perlu mengintegrasikan
14 Ibid , hal. 81-82
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
154
PAI sehingga eksistensinya mampu
memenuhi konsep di atas.
C. Secara Yuridis Formal, Iman
dan Taqwa Merupakan Inti
Dari Tujuan Pendidikan Nasional
Peningkatan Keimanan dan
Ketaqwaan (Imtaq) Terhadap Tuhan
Yang Maha Esa merupakan amanat
UUD 1945 (amandemen) Pasal 31
ayat (3) yaitu: ”Tujuan Pendidikan
Nasional meningkatkan keimanan
dan ketaqwaan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional
juga ditegaskan bahwa peningkatan
Imtaq merupakan salah satu tujuan
pendidikan nasional, yaitu
”mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, akhlak mulia sehat,
beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan
warga warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Selanjutnya dalam Visi
Depdiknas yang tertuang dalam
Rencana Strategis Depdiknas 2005 –
2009 disebutkan “Insan Indonesia
Cerdas dan Kompetitif (Insan
Kamil/Insan Paripurna)”. Untuk
mencapai visi tersebut Depdiknas
telah merumuskan misi
”mewujudkankan pendidikan yang
mampu membangun insan Indonesia
cerdas komprehensif dan kompetitif
dengan melaksanakan misi
pendidikan nasional”. Dalam
pengertian ini yang menjadi core
(inti) tujuan pendidikan nasional
adalah manusia yang beriman dan
bertaqwa.15
Implementasinya, dalam PP
Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan
disebutkan: “Kurikulum untuk jenis
pendidikan umum, kejuruan, dan
khusus pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah terdiri atas: (1)
kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia, (2) kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian, (3) kelompok
mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi,
(4) kelompok mata pelajaran
estetika, dan (5) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan. Khususnya untuk
Kelompok mata pelajaran agama dan
akhlak mulia dilaksanakan melalui
15 Depag RI, Pemberdayaan Sekolah
Berwawasan IMTAQ, Departemen
Agama Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Pembinaan Pendidikan
Agama dan Akhlak Mulia, Jakarta :
2007
(http://man2madiun.net/userfiles/file/
IMTAQ.pdf)
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
155
muatan dan/atau kegiatan agama,
akhlak mulia, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani,
olahraga, dan kesehatan.” Dengan
demikian setiap lembaga pendidikan,
baik madrasah maupun sekolah,
seyogyanya memberikan perhatian
yang amat besar terhadap
peningkatan keimanan dan
ketaqwaan tersebut. Alasan yuridis
formal ini juga turut memperkuat
pentingnya pengintegrasian PAI ke
dalam mata pelajaran umum. Mata
pelajaran PAI mesti mewarnai dan
menjadi ruh/jiwa dari mata pelajaran
umum tersebut.
D. Tanggung Jawab Setiap Guru
Muslim Dalam Mendidik
Keislaman Peserta Didik
Dalam Perspektif pendidikan
Islam, guru disebut sebagai abu al-
ruh, yaitu orang tua spiritual. Artinya
setiap guru, khususnya yang
beragama Islam terlepas apakah dia
guru bidang studi agama atau tidak
bertugas dan memiliki tanggungjaab
dalam membimbing dan mendidik
sikap keberagamaan peserta didik
sehingga melahirkan akhlakul
karimah. Guru membawa misi
penyempurnaan akhlak, sebagaimana
misi diutusnya Rasulullah
Muhammad SAW. Nabi sendiri
dengan tegas pernah bersabda:
Innama buitstu liutammima
makaarima al-akhlaq, artinya
sesungguhnya aku diutus adalah
untuk menyempurnakan akhlak
(manusia). Lantaran itu, tidak salah
jika Ahmad Tafsir mengatakan
bahwa posisi guru setingkat di bawah
Nabi, sebagaimana yang ia pahami
dalam sabda Nabi, al-Ulama'u
waratsatu al-Anbiya', (Ulama
[menurutnya termasuk guru] adalah
pewaris para nabi).16 Guru dalam
pemahaman seperti ini tidak hanya
dibatasi pada guru yang mengajarkan
mata pelajaran PAI an sich. Sebab,
setiap ilmu yang dimiliki oleh setiap
guru, baik di bidang sains, sosial dan
lainnya pada hakikatnya bersumber
dari Yang Maha Esa, yaitu Allah
SWT, sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas. Selain itu, secara
yuridis formal juga telah
dikemukakan di atas bahwa
keimanan dan ketakwaan merupakan
inti dari tujuan pendidikan nasional.
Sementara dalam UU No 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pada pasal 6 bahwa "kedudukan guru
dan dosen sebagai tenaga
professional bertujuan untuk
16 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), cet. ke-4, hal. 67
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
156
melaksanakan sistem pendidikan
nasional dan mewujudkan tujuan
pendidikan Nasional". Jadi, setiap
guru dituntut untuk berperan aktif
dalam mendidik sikap keberagamaan
setiap peserta didiknya. Setidaknya
sikap keberagamaan itu berkenaan
dengan mata pelajaran yang diasuh
oleh guru tersebut, sehingga guru
agama tidak lagi menjadi satu-
satunya guru yang bertanggung
jawab dalam mendidik sikap
keberagamaan peserta didiknya, baik
berkenaan dengan aqidah, ibadah,
maupun akhlak. Ketika terjadinya
penyimpangan akhlak terjadi pada
siswa, maka yang
dikambinghitamkan tidak saja guru
PAI. Misalnya, ketika seorang anak
yang juga siswa diberikan
orangtuanya uang sebesar
Rp10.000,00 untuk membeli seliter
beras seharga Rp8.000,00 si anak
hanya mengembalikan uang
Rp1000,00. Dalam kasus ini, yang
dipersoalkan bukan guru agama saja,
tetapi yang lebih dipersoalakan
adalah guru matematika, sebab
10.000 – 8.000 = 2.000, lalu kenapa
si anak hanya mengembalikan
Rp1000,00? Jadi, guru matematika
bertanggungjawab dalam mendidik
akhlak siswanya agar tidak curang
dalam takaran; guru bahasa
bertanggungjawab mendidik akhlak
siswanya dalam berbicara, sehingga
tidak mengucapkan kata-kata kotor
(mencarut); guru IPA
bertanggungjawab mendidik akhlak
siswa agar tidak melakukan
pencemaran terhadap alam; demikian
juga untuk guru-guru bidang studi
lainnya akan bertanggungjawab
dalam mendidik akhlak peserta
didiknya, setidaknya yang
berhubungan dengan bidang studi
yang diasuhnya.17
Untuk itu setiap guru
diharapkan mampu melakukan
pendekatan keagamaan dan
pendekatan integral dalam konteks
keagamaan ketika melakukan proses
pembelajaran kepada siswanya,
khususnya guru yang beragama
Islam berhadapan dengan peserta
didik yang beragama Islam. Artinya
pengintegrasian PAI ke dalam mata
pelajaran umum penting dilakukan.
E. Upaya Integrasi Imtaq dan Iptek
dalam Sistem Pendidikan Nasional
17 Muhammad Kosim, Tanggung Jawab Guru
dalam Mendidik Akhlak Siswa, Padang: Harian
Padang Ekspres, 23 Maret 2007;
Gagasan ini juga pernah disampaikan
oleh Prof. Ramayulis ketika penulis
mengikuti perkuliahan mata kuliah
“Ilmu Pendidikan Islam” di tingkat
Program Magister PPs.
IAIN Imam
Bonjol Padang pada tahun 2005.
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
157
Pentingnya upaya
pengintegrasian ilmu agama (PAI)
dengan ilmu umum juga disadari
oleh pemerintah melalui Departemen
Pendidikan Nasional dan
Departemen Agama. Pada era 1990-
an Ditjen Dikdasmen telah
melaksnakan satu kegiatan dengan
nama Peningkatan Wawasan
Kependidikan bagi Guru Agama
(PWKGA) untuk meningkatkan
wawasan kependidikan bagi guru
Pendidikan Agama Islam (PAI).
Kegiatan ini dilaksanakan melalui
kerjasama antara Depdikbud dengan
Departemen Agama berdasarkan
Keputusan Bersama Dirjen
Kelembagaan Agama Islam dan
Dirjen Dikdasmen tanggal 5 Mei
1992 Nomor: 20/E/92 dan
157/C/Kep/PG/1992 tentang
Pembentukan Tim Nasional
Peningkatan Wawasan Kependidikan
Guru Agama Bidang Pendidikan
Agama Islam TK, SD, SMP dan
SLTA. Kegiatan ini memperoleh
respon yang sangat positif dari para
guru agama, karena melalui program
ini, kedudukannya kini menjadi
sejajar dengan guru mata pelajaran
umum di sekolah. Guru PAI bukan
hanya telah memperoleh wawasan
yang lebih luas tentang pendidikan,
tetapi juga merasa memperoleh
perhatian yang sama dengan guru-
guru yang lain di sekolah.18
Setelah sasaran program
PWKGA dinilai telah dapat dicapai,
maka sejak tahun 1994 bidang
garapan program ini kemudian
diarahkan untuk meningkatkan
wawasan keagamaan bagi guru-guru
non-PAI. Kegiatan ini dikenal
dengan nama PWKG (Peningkatan
Wawasan Keagamaan bagi Guru).
Dalam perkembangkan selanjutnya,
program PWKG kemudian
dikembangkan menjadi program
peningkatan Imtaq dengan sasaran
untuk melibatkan seluruh komponen
pendidikan di sekolah. Program ini
kemudian dikenal dengan nama
Peningkatan Imtaq Siswa.
Mengingat kelahiran Ditjen
Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (PMPTK)
yang antara lain bertanggung jawab
mengenai kebijakan mutu pendidik
18 Depag RI, Pemberdayaan Sekolah
Berwawasan IMTAQ, Departemen
Agama Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Pembinaan Pendidikan
Agama dan Akhlak Mulia, Jakarta :
2007
(http://man2madiun.net/userfiles/file/
IMTAQ.pdf)
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
158
dan tenaga kependidikan, maka
program peningkatan Imtaq siswa
kemudian tidak lagi terlalu
berorientasi kepada pelatihan guru
atau pendidik, tetapi lebih
berorientasi pada upaya
pemberdayaan lembaga pendidikan
sekolah berwawasan Imtaq.
Ada lima strategi yang
dikembangkan oleh Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam upaya
peningkatan keimanan dan
ketaqwaan tersebut, yaitu: (1)
optimalisasi pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam, (2) integrasi Iptek dan
Imtaq dalam proses pembelajaran,
(3) pelaksanaan kegiatan ekstra
kurikuler berwawasan Imtaq, (4)
penciptaan situasi yang kondusif
dalam kehidupan sosial di sekolah,
dan (5) melaksanakan kerjasama
antara sekolah dengan orang tua dan
masyarakat. Dari lima strategi
tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa dalam metodologi
pembelajaran, integrasi mata
pelajaran PAI ke dalam mata
pelajaran umum dapat dijadikan
sebagai salah satu pendekatan untuk
meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan peserta didik. Dalam hal
ini diperlukan beberapa keterampilan
dan kerja sama guru agama dan guru
umum.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, dkk, Integrasi Ilmu
Agama dan Ilmu Umum,
(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2005),hal. 6
Abuddin Nata, Paradigma
Pendidikan Islam, (Jakarta:
Grasindo bekerja sama
dengan IAIN Syarif
Hidayatullah, 2001), hal 239
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan
dalam Perspektif Islam,
(Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2004), cet. ke-4,
hal. 67
Depag RI, Pemberdayaan Sekolah
Berwawasan IMTAQ,
Departemen Agama
Direktorat Jenderal
Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Pembinaan
Pendidikan Agama dan
Akhlak Mulia, Jakarta : 2007
(http://man2madiun.net/userfi
les/file/IMTAQ.pdf)
Imam Tolkhah dan Ahmad Barizi,
Membuka Jendela
Pendidikan; Mengurai akar
Tradisi dan Integrasi
Keilmuan Pendidikan Islam,
(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004), hal. 26-27
Jasa Ungguh Muliawan,
Pendidikan Islam Integratif,
Upaya Mengintegrasikan
Kembali Dikotomi Ilmu dan
Pendidikan Islam,
Volume 1, Edisi 5, Januari 2018 ISSN: 2302-0547
Integrasi IMTAQ.......(Imam Hidayat)
159
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hal. 1
Muhammad Abduh, Tafsir juz
‘Amma, Penj. Muhammad
Bagir, (Bandung: Mizan,
1999), cet. ke-5, hal. 247-250
dan Hamka, Tafsir al-Azhar
juz XXX, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 2002), hal. 214-216
Muhammad Kosim, Integrasi Ilmu
Umum dan Agama, (Padang:
Harian Haluan, 23 September
2005), hal. 5
Muhammad Kosim, Tanggung
Jawab Guru dalam Mendidik
Akhlak Siswa, Padang: Harian
Padang Ekspres, 23 Maret
2007; Gagasan ini juga
pernah disampaikan oleh
Prof. Ramayulis ketika
penulis mengikuti
perkuliahan mata kuliah
“Ilmu Pendidikan Islam” di
tingkat Program Magister
PPs. IAIN Imam Bonjol
Padang pada tahun 2005.
Mujamil Qomar, Epistemologi
Pendidikan Islam dari
Metode Rasional hingga
Metode Kritik, (Jakarta:
Erlangga, 2005), hal. 74
Mulyadi Kartanegara, Integrasi
Ilmu: Sebuah Rekonstruksi
Holistik (Bandung: Mizan,
2005), hal. 19 dan 45
Muslih Usa, "Pendidikan Islam di
Indonesia Antara Cita dan
Fakta; Suatu Pengantar" dalam
Syafi'i Ma'arif, Pendidikan
Islam di Indonesia; Antara Cita
dan Fakta, (Yogyakarta: Tiara
Wacana Yogya, 1991), hal. 3