Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...
Transcript of Institutional Repository UIN Syarif Hidayatullah Jakarta:...
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 1
KESEHATAN GIGI MASYARAKAT MUSLIM:
Studi Kasus Karies Gigi pada Santri di Madrasah Aliyah Keagamaan
Pesantren Darunnajah, Jakarta Selatan
TESIS
oleh
Rahaju Budiarti
NIM: 10.2.00.1.28.13.0119
Pembimbing
Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA
Dr. drg. Ella Nurlaela Hadi, M Kes
KONSENTRASI AGAMA DAN KESEHATAN
SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 /1435 H
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 3
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pengetahuan,
perilaku, keadaan lingkungan dan pelayanan kesehatan serta pengetahuan
tentang kebersihan menurut Islam yang baik dapat mempengaruhi status
kesehatan gigi santri di pondok pesantren Darunnajah. Asumsi yang muncul
adalah bila pemahaman keagamaannya tinggi maka kerusakan gigi akan
semakin berkurang atau kesehatan gigi santri akan semakin baik.
Pendapat dari L.Green, bahwa status kesehatan (gigi) seseorang
ditentukan oleh perilaku individu atau masyarakat, demikian juga
disampaikan oleh MacFarlene & Lowenfeld bahwa perilaku merupakan
faktor resiko yang menentukan status kesehatan (gigi) seseorang. Noviani dan
Ariningrum juga membuktikan bahwa perilaku yang baik akan meningkatkan
status kesehatan gigi.
Pendapat berbeda dikemukakan oleh HL Blum,yang menyatakan
bahwa status kesehatan seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Demikian juga dengan Petersen menyatakan bukan saja perilaku yang
mempengaruhi kesehatan seseorang tetapi ras/suku serta gender juga
menentukan tingkat kesehatan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Tauchid,SN dan Warni,L menyatakan bahwa antara pengetahuan yang
menjadi dasar pembentukan perilaku tidak ada hubungannya dengan status
kesehatan.
Menurut Oman & Thorensen, faktor lain yang dapat mempengaruhi
kesehatan adalah keyakinan/agama seseorang, karena pemahaman keagamaan
dapat melindungi dan meningkatkan perilaku hidup sehat.
Sumber utama yang digunakan adalah data status kesehatan gigi
(pengalaman karies/DMFT) santri Madrasah Aliyah Keagamaan Pondok
Pesantren Darunnajah berumur 15-20 tahun, berupa kuesioner dan hasil
wawancara mendalam yang kemudian di analisa untuk pembuktian.
Sumber lain: buku, jurnal dan artikel yang sesuai dengan tema penelitian.
Hasil tesis ini mendapatkan bahwa 44 santri (41,9%) dari 105 santri
yang diperiksa mempunyai status karies tinggi dan rata-rata DMF-T sebesar
2,16. Perilaku kesehatan gigi mempunyai hubungan signifikan dengan status
kesehatan gigi santri (DMF-T) dimana santri yang mempunyai perilaku
kesehatan giginya baik mempunyai risiko memiliki status karies rendah 3,5
kali dibanding santri yang perilakunya kurang baik, setelah dikontrol oleh
pengetahuan kesehatan gigi, pelayanan kesehatan dan dukungan lingkungan.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 4
Pengetahuan kesehatan dan lingkungan juga memberi pengaruh positif pada
rendahnya status karies gigi santri.
Penelitian ini membuktikan bahwa dalam bidang kesehatan gigi
pengetahuan keagamaan tidak berpengaruh secara signifikan dengan status
karies gigi karena belum adanya kesadaran bahwa bila ajaran agama
dijalankan dengan sungguh-sungguh akan memberi dampak positif pada
kesehatan.
Untuk memperbaiki status karies gigi santri perlu adanya usaha yang
komprehensif dan berkesinambungan melalui kerjasama santri, orang tua,
pengasuh pondok serta tenaga kesehatan.
Kata kunci: status kesehatan gigi, perilaku kesehatan gigi, pengetahuan
keagamaan, lingkungan, pelayanan kesehatan.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 6
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas
hidayah yang telah diberikanNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Rasulullah beserta
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya.
Tesis yang berjudul “Kesehatan Gigi Masyarakat Muslim” merupakan
salah satu prasyarat untuk menyelesaikan program magister dalam bidang
pengkajian Islam, konsentrasi Agama dan Kesehatan pada Sekolah
Pascasarjana (SPs) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapat banyak bantuan baik
secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak dalam bentuk
dukungan moril, arahan serta referensi yang dapat memperkaya wawasan
penulis. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
2. Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA selaku Direktur Sekolah Pasca sarjana
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta yang telah memberi kesempatan untuk
mengikuti pendidikan program magister ini serta memberi banyak
dukungan untuk dapat menyelesaikannya.
3. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya,MA dan Dr.Drg Nurlaela Hadi M.Kes selaku
pembimbing tesis yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan
arahan selama penulisan tesis ini sehingga dapat selesai dengan baik.
4. Kepala Badan PPSDM Kemenkes RI, yang telah memberi kesempatan
dan dukungan dana dalam mengikuti pendidikan ini.
5. Dr. Yusuf Rahman, MA, Dr. Fuad Jabali, Prof Suwito, MA, Dr. Phil.
Asep Saepuddin Jahar, MA dan semua dosen Sekolah Pascasarjana UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, atas segala bimbingan, tuntunan dan arahan
selama memberikan kuliah dan penyusunan tesis ini sehingga dapat
menambah keilmuan bagi penulis.
6. Ani Nuraeni Skp. MKes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Jakarta I
Kemenkes RI, Jakarta.
7. Seluruh pengurus Pondok Pesantren Darunnajah, Kepala Sekolah MA
Keagamaan, drg. Munifah sebagai penanggungjawab klinik serta tenaga
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 7
medis dan paramedis di klinik Darunnajah yang telah membantu
pengambilan data pada penelitian ini.
8. Seluruh civitas akademika, pegawai, karyawan dan staf yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu, namun tanpa mengurangi rasa hormat ,
semoga semua senantiasa dalam limpahan rahmat, karunia dan lindungan
Allah Swt.
9. Teman- teman sesama mahasiswa di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah, khususnya konsentrasi Agama dan Kesehatan yang telah
meningkatkan motivasi dalam penyelesaian tesis ini.
10. Ketua Jurusan Keperawatan Gigi Politeknik Kesehatan Jakarta I,
Kemenkes RI beserta seluruh jajarannya yang telah memberi dukungan
moril selama mengikuti pendidikan hingga selesai.
11. Keluarga tercinta, ibu, suami, anak-anak yang banyak memberi dukungan,
bantuan, motivasi dan pengorbanan serta pengertian yang begitu besar
selama penyelesaian tesis ini. Penulis tidak dapat membalasnya hanya
panjatkan do‟a semoga Allah melimpahkan keberkahan, kesehatan,
keselamatan dunia dan akhiratnya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini dan
berharap ada kritik dan masukan positif untuk kesempurnaan tulisan ini.
Semoga karya yang sederhana ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam
bidang agama dan kesehatan.
Penulis
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Kesehatan Gigi “, yang ditulis oleh:
Nama : Rahaju Budiarti
NIM : 10.2.00. 1.28.13.0119
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 8
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman 1.1 Definisi Operasional 18
3.1 Distribusi Responden Menurut Hubungan Pengetahuan
Kesehatan Gigi dan Status Karies Gigi 74
3.2 Distribusi Responden Menurut Hubungan Perilaku
Kesehatan Gigi dan Status Karies Gigi 92
4.1 Distribusi Responden Menurut Hubungan Pengetahuan
Kesehatan Gigi Menurut Islam dan Status Karies Gigi 101
4.2 Distribusi Responden Menurut Hubungan Antara
Lingkungan dan Status Karies Gigi 111
4.3 Distribusi Responden Menurut Hubungan Pelayanan
Kesehatan dan Status Karies Gigi 116
4.4 Model Akhir Uji Interaksi Faktor yang Berhubungan
Dengan Status Karies Gigi 120
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 10
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
1.1 Kerangka Konsep Penelitian 17
2.1 Faktor yang Mempengaruhi Status Kesehatan (HL BLUM) 28
2.2 Tiga Faktor Utama yang Mempengaruhi Perilaku 33
2.3 Kayu Siwak 52
2.4 Sikat Gigi Tulang dan Bulu Hewan 57
3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Status Karies Gigi 66
3.2 Empat Faktor Penyebab Lubang Gigi 69
3.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Kesehatan Gigi 73
3.4 Cara Penyikatan Gigi 82
3.5 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku
Kesehatan Gigi 90
4.1 Distribusi Responden Berdasarkan
Pengetahuan/Pemahaman Tentang Kesehatan
Menurut Islam 99
4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Peranan Lingkungan 110
4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Peranan Pelayanan Kesehatan
114
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu cermin keadaan
kesehatan yang berkaitan dengan bagian tubuh yang lain. Beberapa laporan
kasus menunjukkan adanya hubungan antara rongga mulut dengan penyakit
di organ lain seperti kelainan pada jantung dan paru-paru. Penelitian yang
membuktikan adanya hubungan antara kondisi kesehatan mulut dengan
Penyakit Jantung Koroner (PJK) dilakukan antara lain oleh Geerts. SO et al,
di Belgia. Hasilnya menyatakan bahwa frekuensi penyakit penyangga gigi
(periodontitis)1 lebih banyak terjadi pada penderita penyakit arteri koroner
daripada yang tidak menderita penyakit arteri koroner, sehingga diambil
kesimpulan bahwa periodontitis merupakan faktor risiko yang bermakna
menimbulkan penyakit arteri koroner tersebut.2
Dampak sosial yang merugikan sebagai akibat buruknya kesehatan
rongga mulut adalah mulai hilangnya waktu belajar di sekolah dan di tempat
bekerja, rasa sakit, penampilan yang kurang baik, dan gangguan pada waktu
tidur.3 Bahkan penyakit jaringan penyangga gigi (periodontitis) dapat
menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dengan Bayi dengan Berat Lahir
Rendah (BBLR) bila terjadi pada wanita yang sedang hamil, juga penyakit
jantung dan stroke/serangan pada susunan syaraf yang berhubungan dengan
penyakit infeksi rongga mulut.4 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kesehatan rongga mulut dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Meski
sudah banyak bukti penelitian seperti tersebut di atas, tetapi masih banyak
1Antonio Nancy and Dieter D Bosshardt,”Structure of Periodontal Tissues in Health
and Disease ” dalam Journal Periodontology 2000 /2006, vol 40, 11-28. definisi jaringan
penyangga gigi ialah jaringan penyangga dan tempat melekatnya gigi terdiri dari sementum
pada akar gigi, serat periodontal,tulang alveolar dan sebagian gusi pada permukaan gigi.Bila
terjadi peradangan pada bagian ini bakteri akan masuk ke aliran darah dan menyebabkan
penyakit pada organ tubuh lain seperti jantung dan paru-paru. 2Sabine O Geerts et al, “Further Evidence of the Association Between Periodontal
Condition and Coronary Artery Disease,” dalam Journal of Periodontology, vol 75, no.9
(September 2004). 3Teresa A.Dolan, “Research Issues Related to Optimal Oral Health Outcomes”,
dalam Medical Care, vol 33, Number 11, 1995.
4Milestone, ”Oral Health, Looking Back”, pdf, www.asph.org/Milestone,/ doc/
Chaptertext / chapter 9/p: 167, diakses 11 Jan 2012.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 12
orang yang mengabaikan kebersihan dan kesehatan rongga mulutnya. Kondisi
kesehatan rongga mulut ditentukan oleh individu itu sendiri karena keadaan
tersebut tergantung dari bagaimana perilaku individu menjaga kesehatannya.
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati dari luar.
Sebagian besar perilaku manusia adalah respons yang timbul dan
berkembang karena adanya stimulus atau perangsang tertentu.5 Sedangkan
perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman, serta lingkungan. Ada beberapa tahap yang harus dilalui untuk
mendapatkan perubahan perilaku yang diinginkan seperti dinyatakan oleh
para ahli.
Tahap perubahan perilaku dimulai pada tahap awal dimana orang
tidak/belum mengetahui tentang sesuatu hal yang baik, setelah diberi
penjelasan/penyuluhan maka timbul kesadaran sehingga dapat membedakan
mana yang baik dan buruk. Dengan kesadaran yang dimiliki maka muncullah
perubahan sikap terhadap apa yang baru diketahuinya. Perubahan sikap ini
akan meningkatkan keyakinan dan kesepakatan untuk melakukan perubahan.
Keyakinan akan sesuatu hal akan menghasilkan perubahan perilaku yang
pada akhirnya akan menjadi kebiasaan.6
Jika ditinjau dari sisi keyakinan atau budaya serta nilai-nilai atau
norma dalam kehidupan, agama dapat menjadi salah satu unsur penting
meningkatkan sikap, motivasi dan perilaku seseorang sesuai dengan
kepercayaan yang dianutnya. Sebagait muslim seyogiyanya kita mempunyai
perilaku kesehatan yang baik karena dalam Islam terdapat ajaram yang
menganjurkan agar umatnya senantiasa mengamalkan kebersihan, tidak
hanya kebersihan pribadi tetapi juga kebersihan lingkungan yang akan
membentuk kehidupan sejahtera lahir dan batin.
Banyak ayat dalam al-Qur‟an yang menyampaikan cara untuk
menjaga kebersihan dan kesehatan, antara lain seperti disebut dalam surat Al-
Baqarah [2] : 222 yang mengingatkan manusia agar selalu menjaga
kebersihan dan kesucian.7
5Soekidjo N, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku (Jakarta: PT.Rineka Cipta,
2007). 6Jayaprakash, Text Book of Preventive & Community Dentistry, Dental Health
Education (New Delhi: Jaypee Brothers, Medical Publisher(P) LTD,2004), 77 7Surat al Baqarah (2; 222) :
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 13
Dalam setiap firman Allah Swt. pasti terdapat maksud dan tujuan yang
akan disampaikan sehingga apabila manusia mematuhi atau menjalankannya
pasti akan mendapatkan manfaat. Makna dari menyucikan diri dalam ayat ini
tidak semata-mata kebersihan jasmani tetapi juga kebersihan rohani atau
batin dari perbuatan tercela, munkar dan zalim. Kesempurnaan kualitas hidup
manusia akan semakin nyata bila mempunyai keseimbangan antara
kebersihan jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya kecenderungan
yang ada, manusia lebih mementingkan kebersihan jasmani daripada rohani.
Kebersihan jasmani adalah bebas dari kotoran ataupun penyakit
termasuk bebas dari penyakit rongga mulut/gigi. Seseorang akan merasa malu
bila terlihat kotor jasmaninya karena akan dianggap sebagai orang yang tidak
memperhatikan kebersihan dirinya, sedangkan untuk kebersihan rohani tidak
ada orang lain yang tahu selain diri sendiri. Menjaga kebersihan atau
kesucian rohani adalah salah satu cara mengukur potensi kepedulian
masyarakat untuk menerapkan niat dan motivasi dalam menjalankan
kehidupan yang nyaman dan juga menjadi bentuk perwujudan keteguhan
iman seseorang kepada Allah Swt. Beberapa hadis Nabi Saw. yang berkaitan
dengan kebersihan seperti diriwayatkan oleh Tirmizi8, yang pada intinya
menyatakan bahwa kebersihan, kesucian dan keindahan adalah sesuatu yang
disukai oleh Allah Swt. sehingga apabila manusia melakukan perbuatan yang
disukai tentu akan mendapatkan nilai pahala dariNya dan salah satu caranya
adalah selalu menjaga kebersihan di semua tempat atau lingkungan kita
berada.
Dalam hal menjaga kebersihan bukan saja bersih fisik atau badan saja
tetapi meliputi kebersihan jiwa atau rohani. Sebagai manusia yang taat
seharusnya kita melakukan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah Swt, seperti
yang tergambar dalam hadis Rasul riwayat Muslim9 yang maknanya adalah
Artinya: “Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang banyak bertaubat dan mengasihi
mengasihi orang-orang yang senantiasa menyucikan diri. 8 Hadits riwayat Tirmizi
ه عن النب صلى هللا عله وسلم، سعد بن أب وقاص عن ب : عن اب حب الط ب ط نظف , إن هللاحب الكرم , حب النظاا حب الجود , كرم كم , جواد (رواه ال رمذى) انظ وا أان
Artinya : “Diriwayatkan dari Sa‟ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah SAW. :
Sesungguhnya Allah Swt itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang
menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang
menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu.”
9Hadits rasul riwayat Muslim,( “Shahih Bukhari Muslim “ (Bandung: Penerbit
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 14
menjaga kebersihan merupakan salah satu bentuk keimanan kita kepada Allah
Swt. Salah satu bentuk manifestasi dari ayat tersebut dalam kehidupan sehari-
hari ialah ungkapan “Kebersihan adalah sebagian dari Iman“ dan
seyogyanya ini dapat memotivasi manusia untuk selalu menjaga kebersihan
untuk melengkapi serta menyempurnakan keimanan kepada Allah Swt
sehingga hidup menjadi lebih nyaman. Hadis di atas juga menyebutkan
bahwa selain kebersihan juga menyatakan bahwa menyebut “alhamdulillāh”,
”subhānallāh walhamdulillāh” pahalanya dapat memenuhi langit dan bumi,
shalat merupakan cahaya dan shadaqah adalah pelita bagi umat Islam, sabar
sebagai sinar dan al-Qur‟an sebagai pedoman, artinya secara tidak langsung
menandakan bahwa memelihara kebersihan termasuk sesuatu yang penting
seperti halnya zikir, shalat, shadaqah dan sabar.
Islam mengajarkan untuk selalu menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Anjuran ini menunjukkan bahwa kebersihan gigi termasuk hal yang penting,
semua yang diajarkan dalam Islam mempunyai tujuan yang baik dilihat dari
sisi kesehatan jasmani, terlebih lagi kalau ditinjau dari sisi rohani karena
semua hal untuk menjadikan manusia yang sehat dan memiliki iman yng
teguh.
Ajaran untuk menjaga kebersihan gigi terdapat dalam hadis Nabi
Saw. yang intinya mengingatkan agar manusia selalu dalam keadaan bersih
sebelum melakukan ritual ibadah wajib (shalat).10
Hadis ini menegaskan
betapa pentingnya manusia menjaga kebersihan (gigi) demi menghindarkan Jabal, 2007).
هور شطر المان والحمد لل ه وسلم الط صلى اللهم عل عن أب مالك الشعري قال قال رسول هللادق لة نور والص ماوات والرض والص ن الس ملن أو مل ما ب والحمد لل مل المزان وسبحان هللا
لك اء والقرآن حج بر ض (رواه مسلم)برهان والصArtinya: “Diriwayatkan dari Malik Al Asy‟ari dia berkata, Rasulullah Saw. bersabda :
Kebersihan adalah sebagian dari iman dan bacaan hamdalah dapat memenuhi mizan
(timbangan), dan bacaan subhanallahi walhamdulillah memenuhi kolong langit dan bumi,
dan shalat adalah cahaya dan shadaqah adalah pelita, dan sabar adalah sinar, dan Al Quran
adalah pedoman bagimu.” (HR. Muslim) 10
H.R. Al Bukhari dan Muslim, Shahih Bukhari Muslim (Bandung: Penerbit Jabal,
2007), 81.
لمر هم عن أب هررة رض هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عله وسلم قال لوالأن أشق على أمواك م كل صل (رواه البخاري)ة بالس
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah,katanya: Nabi Saw SAW telah bersabda: “
Sekiranya arahanku tidak akan memberatkan orang mukmin,niscaya aku akan
memerintahkan mereka bersiwak (menggosok gigi) setiap kali hendak mendirikan shalat”.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 15
dari berbagai penyakit, namun ada kekhawatiran dari Nabi Saw. dilihat
bahwa hadis ini akan memberatkan umat Islam sehingga beliau tidak
mewajibkannya walaupun dalam kehidupan sehari-hari beliau menggosok
gigi beberapa kali.
Beberapa tuntunan perilaku Nabi Saw. dalam menjaga kebersihan
rongga mulut antara lain ialah Nabi Saw menyikat gigi 3 kali setiap malam, 1
kali sebelum tidur, 1 kali ketika Nabi bangun untuk membaca al-Quran dan
sekali lagi sebelum pergi ke masjid untuk melaksanakan salat subuh. Adapun
alat yang digunakan Nabi untuk menyikat gigi adalah ranting kayu Arak/
siwak (salvadora persica) sebagaimana disampaikan oleh malaikat Jibril.11
Bahkan setiap akan memasuki rumah Nabi membersihkan gigi dengan
menggunakan siwak terlebih dahulu. Para sahabat menggambarkan keadaan
gigi Nabi Saw. adalah giginya teratur rapi, walaupun agak jarang tetapi
selalu bersih berkilau.12
Pada masa Nabi Saw. (sekitar abad ke 6 Masehi), Nabi
membersihkan gigi dengan menggunakan kayu Arak/siwak untuk
menghilangkan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi serta
menjaga kebersihan gigi dan mulutnya. Namun baru pada abad ke 20 ini
penelitian laboratorium membuktikan bahwa dalam kayu siwak terkandung
bahan alami yang berfungsi untuk mematikan kuman yang dapat
menyebabkan kerusakan gigi dan jaringan mulut lainnya.13
Dari kejadian ini harus diakui kenyataan bahwa 14 abad yang lalu
Nabi Saw. sudah mengajarkan tentang bagaimana menjaga kesehatan
khususnya kesehatan gigi dengan menganjurkan dan memberi teladan tentang
cara cara menjaga kesehatan/kesehatan gigi dengan tujuan umat yang
mengikuti dan meneladani sikap dan perilaku Nabi Saw. akan mempunyai
kesehatan yang baik. Bagaimana beliau tahu bahwa kayu siwak adalah baik
untuk kesehatan padahal Nabi tidak mengetahui zat/bahan yang terkandung di
dalamnya? Bahkan pada waktu itu tak ada seorang pun yang tahu akan
bahaya dari sisa makanan/kotoran yang tertinggal di dalam mulut. Sumber
11Husayn Ansaryan, The Islamic Family’s Structure, chapter(11) “Hygiene in the
Family structure, “ translated by Ms Lisa Zaynab Morgan & Ali Peiravi, (Qum, IR Iran:
Ansaryan Publication, 2003), 107 12
M.Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Saw Muhammad SAW, Dalam Sorotan
Al-Quran dan Hadits-Hadits Shahih (Jakarta: Lentera Hati, 2011), 277.
13
Zaghlul El-Naggar, Treasures in the Sunnah, A Scientific Approach (Cairo: Al-
Falah Foundation, 2004),75-77
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 16
pengetahuan yang beliau dapatkan semata-mata wahyu dari Allah Swt, sang
Pencipta.
Menurut para pakar ada 12 kebaikan dan manfaat dalam menyikat gigi
yang menghubungkan antara kebersihan fisik dan hubungannya dengan
ketakwaan kepada Allah Swt yaitu sesuai dengan ajaran agama, menguatkan
gusi, membersihkan mulut, memperbaiki selera makan, memperbaiki rupa,
menghilangkan lendir dari saluran pencernaan, menyenangkan Allah,
memperbaiki daya ingat, mencerahkan gigi. menambah kebaikan,
melindungi dari kerusakan gigi serta menyenangkan malaikat.14
Dengan
penghayatan dan pengamalan nilai-nilai agama Islam dalam perilaku sehari-
hari secara tidak disadari merupakan upaya pencegahan penyakit termasuk
menjaga kesehatan rongga mulut.
Pendekatan yang paling tepat untuk mengetahui apakah nilai-nilai
yang terdapat dalam ajaran Islam telah diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari dalam hal menjaga kebersihan rongga mulut adalah di lingkungan
pesantren. Pada penelitian ini sebagai responden dipilih para santri yang
mengikuti pendidikan di Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta. Pendidikan di
Pondok Pesantren Darunnajah khususnya para santri yang dalam menuntut
ilmu serta kehidupan sehari-hari diwarnai oleh nilai-nilai keagamaan
diharapkan mengetahui dan memahami tentang sunah dan hadis (sumber
kedua setelah al-Quran) yang didapat dari kitab-kitab yang dipelajarinya.
Diharapkan para santri yang menuntut ilmu di Darunnajah mempunyai
perilaku sesuai dengan ajaran yang mereka dapatkan, termasuk perilaku
yang berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Agama Islam tradisional
yang telah lama tumbuh dan berkembang di Indonesia. Beberapa konsep yang
digunakan untuk memahami pengertian “Islam Tradisional”, yaitu bahwa
secara konsisten berpegang pada tradisi Nabi Muhammad Saw, dan para
sahabat (hadis/sunnah), keterikatan pada ulama, tradisi tasawuf dan juga
metode atau sistem pengajaran pondok pesantren.15
Demikian juga dengan
bentuk pendidikan di Pesantren Darunnajah yang intinya adalah mengajarkan
ajaran Islam dan ditambah dengan keilmuan lain seperti matematika, fisika
serta ilmu-ilmu lain demi meningkatkan kemampuan intelegensianya.
Para santri yang mengikuti pendidikan di pesantren merupakan
14
Husayn Ansaryan, The Islamic Family’s Structure,108.
15
Ahmad Syafi‟i Noor, Orientasi Pengembangan Pendidikan Pesantren
Tradisional (Jakarta: Prenada, 2009).
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 17
generasi penerus bangsa yang seyogyanya adalah orang-orang yang akan
memiliki kualitas baik dalam segi fisik, mental dan spiritual, sehingga dapat
menjadi pemimpin masa depan yang kuat dan tahan uji. Para santri juga
diyakini mempunyai pemahaman lebih baik tentang ajaran Islam serta
mempunyai tingkat keimanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan
siswa pada pendidikan umum.
Satu hal yang juga penting untuk mendapat perhatian adalah
kebersihan dan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut para santri.
Kesehatan gigi merupakan salah satu bagian penting dalam meningkatkan
status kesehatan secara keseluruhan karena gigi mempunyai peranan penting
dalam membantu fungsi bicara untuk berkomunikasi dan sebagai penyangga
struktur wajah. Tanpa adanya gigi geligi yang sehat akan menghambat proses
pengunyahan sehingga akan mempengaruhi sistem pencernaan yang pada
akhirnya akan berdampak pada kesehatan secara keseluruhan. Oleh sebab itu
menjaga kesehatan gigi menjadi suatu hal yang penting agar didapatkan
kualitas hidup yang baik pula.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui tingkat/status
kesehatan gigi di pesantren, antara lain hasil penelitian Noviani (2010); di
Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman Parung. Hasil penelitian ini ditemukan
angka pengalaman karies (DMFT)16
4,81 pada santri yg berusia 12 tahun.
Angka tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan target WHO 2010
untuk indeks DMFT adalah 1, artinya status kesehatan gigi santri buruk.
Penelitian ini juga membuktikan bahwa para santri yang pengetahuannya
kurang mempunyai resiko pengalaman karies lebih tinggi 2,9 kali dibanding
yang mempunyai pengetahuan kesehatan gigi yang baik.17
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan oleh
Departemen Kesehatan pada tahun 2007 diketahui bahwa indeks DMF-T
provinsi DKI Jakarta sebesar 3,7. Ini berarti rata-rata kerusakan gigi pada
16
Edwina A.M. Kidd and Sally Joyston-Bechal, Essential of Dental Caries, The
Disease and it’s Management, 2nd ed (NewYork: Oxford University Press, Inc,1997)
Indeks DMFT adalah pengukuran indeks aritmatik penyebaran karies/ lubang gigi
yang kumulatif pada sekelompok masyarakat, yang meliputi D (Decay): jumlah gigi
berlubang yang tidak diobati, M (Missing): jumlah gigi yang telah dicabut dan tidak ada, F
(Filling): jumlah gigi yang sudah ditambal, T: Teeth. 17
Nita Noviani, “ Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Status Karies Gigi
(DMFT) Santri Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman,Parung Bogor,” (Tesis, FKM UI,
2010).
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 18
penduduk DKI adalah 3,7 gigi per orang.18
Berdasarkan hasil penelitian Nadia Khalifa et al di Sudan, ada
beberapa hal yang menyebabkan orang tidak mempedulikan kesehatan rongga
mulutnya atau tidak melakukan perawatan penyakit dalam rongga mulutnya
antara lain karena kurangnya pengetahuan tentang kesehatan, rendahnya
pendapatan serta gaya hidup tidak sehat merupakan faktor resiko terjadinya
penyakit rongga mulut.19
Penelitian di atas sesuai dengan teori Green yang
menyatakan bahwa status kesehatan seseorang dipengaruhi oleh perilaku
(behavior causes) seperti pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, nilai dan
lain sebagainya serta pengaruh di luar perilaku (non behavior causes) seperti
lingkungan, pelayanan kesehatan dan keturunan.20
Penelitian lain dilakukan oleh Gilbert et al di negara bagian Florida
menyatakan bahwa sikap terhadap pemeliharaan kesehatan rongga mulut
dipengaruhi oleh ras/bangsa dan kemiskinan. Bangsa berkulit hitam dan
miskin memiliki sikap yang negatif terhadap pemeliharaan kesehatan giginya
dibandingkan dengan orang berkulit putih. Demikian pula dengan
pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan sangat kurang.21
Mereka hanya
pergi ke klinik gigi apabila mendapatkan masalah, bahkan kadang tidak
berobat walaupun ada masalah. Hal ini disebabkan karena kurang
pengetahuan dan tidak adanya biaya untuk berobat, sehingga menyebabkan
rendahnya status kesehatan gigi mereka. Apabila mereka mempunyai cukup
pengetahuan banyak hal yang dapat dilakukan untuk pencegahan sehingga
tidak sampai mengalami masalah/penyakit di rongga mulut/giginya.
Menurut Boedihardjo, dalam penelitian Ristya Widi, bahwa yang
terpenting dalam menjaga/memelihara kebersihan gigi adalah kesadaran dan
perilaku individu itu sendiri karena tindakan pembersihan gigi biasanya
dilakukan di tempat tertutup sehingga benar-benar tergantung dari
pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kemauan dari individu itu sendiri.22
18
Departemen Kesehatan, “Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun
2007” (Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
2008). 19
Nadia Khalifa and others, “ A Survey of Oral Health in Sudanese population, “
dalam BMC Oral Health, 12:5 (2012).
20
Soekidjo N, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni, 18.
21
Gregg H.Gilbert et al, “ Dental Health Attitude Among Dentate Black and White
Adults”, Medical Care, vol 35, no 3 ( 1997), 255-271.
22
Ristya Widi E, “Hubungan Perilaku Membersihkan Gigi Terhadap Tingkat
Kebersihan Mulut Siswa SDN di Wilayah Puskesmas Gladak, Pakem, Kab. Jember,” dalam
Jurnal Kedokteran Gigi Indonseia,10:3, ( 2003) , 9-14.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 19
Perilaku individu mempunyai pengaruh potensial untuk menjadikan
status kesehatan lebih baik atau lebih buruk, namun kehidupan dan suasana
kerja, makanan, kemudahan untuk mendapatkan kebutuhan pokok, ekonomi,
budaya dan kondisi lingkungan berpengaruh lebih luas pada kesehatan
individu maupun masyarakat.
Adanya hubungan antara status kesehatan rongga mulut dengan
keyakinan dan nilai kebudayaan pada berbagai ras/etnik juga telah banyak
diteliti oleh para ahli, yang menyatakan bahwa adanya perbedaan status
kesehatan rongga mulut di antara suku bangsa/ras yang berbeda disebabkan
karena adanya sifat karakteristik dari masing-masing ras tsb. Keyakinan dan
perilaku antara lain pola makan, kebiasaan dalam pemeliharaan kesehatan
serta sikap terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan hal yang
dapat mempengaruhi status kesehatan.
Dahlgren dan Whitehead berkesimpulan bahwa selain faktor perilaku,
lingkungan dan pelayanan kesehatan ada elemen lain yang perlu dicermati
karena juga dapat mempengaruhi status kesehatan yaitu usia, jenis kelamin
dan genetik.23
Makin bertambah usia akan lebih rentan terhadap penyakit
degeneratif, karena mulai menurunnya fungsi sel dan organ-organ tubuh.
Peneliti lain yang mendukung bahwa perilaku mempengaruhi status
kesehatan adalah Macfarlane & Lowenfels yang mengemukakan bahwa gaya
hidup merupakan faktor resiko perilaku yang dapat menentukan status
kesehatan seseorang.24
Beliau menyatakan bahwa kebiasaan berolahraga dan
aktivitas fisik sangat bermanfaat dan efektif untuk mengurangi resiko
terjadinya penyakit. Orang yang tidak memperhatikan perilaku hidup sehat
seperti makan berlebihan, kurang olahraga, merokok akan mudah terserang
penyakit
Dengan adanya penelitian- penelitian terdahulu tentang pengaruh
perilaku terhadap status kesehatan, maka dirasakan penting untuk
mengetahui perilaku kesehatan para santri dalam upaya meningkatkan
status/derajat kesehatan giginya karena data menunjukkan bahwa ternyata
status kesehatan gigi masih perlu mendapatkan perhatian.
B. Permasalahan
1. Identifikasi masalah
23
Leiyu Shi and Douglas A Singh, Delivering Health Care in America: a system
Approach (Ontario: John and Bartlett Inc, 2008), 54 . 24
Shi and Singh, Delivering Health Care in America: a system Approach, 53.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 20
Berdasarkan latar belakang masalah di atas kita ketahui bahwa
kebersihan/ kesehatan rongga mulut merupakan hal yang penting baik
ditinjau dari sisi kesehatan maupun dari sisi ibadah. Beberapa masalah yang
dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
a. Status kesehatan gigi masyarakat maupun individu dipengaruhi oleh
perilaku, sistem sosial, budaya, keyakinan.
b. Adanya kelompok masyarakat (termasuk di pesantren) yang kurang
pengetahuan tentang bagaimana cara pemeliharaan kesehatan rongga
mulut yang benar.
c. Ditemukan akibat buruk baik fisik maupun sosial sebagai akibat
dari penyakit yang terjadi dalam rongga mulut.
d. Telah adanya nilai-nilai /norma tentang kebersihan dalam ajaran Islam
tetapi masih banyak masalah kesehatan yang berhubungan dengan
kebersihan pada para santri yang mengikuti pendidikan di pesantren
(antara lain penyakit kulit/scabies, tingginya angka penyakit gigi).
Adanya beberapa fakta berdasarkan penelitian tentang tingginya
angka status karies gigi pada anak anak dan orang dewasa serta beberapa
analisa tentang penyebabnya maka penelitian ini layak dilakukan untuk
menganalisa faktor – faktor yang mempengaruhi status kesehatan gigi pada
santri di pesantren Darunnajah.
2. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti membatasi permasalahan tentang
peranan agama Islam dalam hubungannya dengan kesehatan gigi, tingkat
pengetahuan santri tentang pemeliharaan kesehatan gigi, serta peranan
pelayanan kesehatan dan keadaan lingkungan dalam menentukan status
kesehatan gigi santri pada Madrasah Aliyah Keagamaan Pesantren
Darunnajah..
3. Rumusan Masalah
Mencermati latar belakang tentang pentingnya kesehatan gigi dimana
pengetahuan pemeliharaan gigi, pemahaman agama, perilaku kesehatan gigi,
keadaan lingkungan dan juga keberadaan fasilitas kesehatan dapat
mempengaruhi kesehatan gigi maka rumusan masalah pada penelitian ini
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 21
adalah : Bagaimana pengetahuan tentang kebersihan menurut Islam dapat
mempengaruhi kesehatan gigi yang berdampak pada status karies gigi pada
santri Madrasah Aliyah Keagamaan Darunnajah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk membuktikan bagaimana pengetahuan
kesehatan gigi, perilaku, pengetahuan keagamaan tentang kebersihan gigi
dalam Islam, pelayanan kesehatan dan lingkungan berperan dalam
meningkatkan kesehatan/ status karies gigi santri Madrasah Aliyah
Keagamaan di Pesantren Darunnajah.
2. Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi tentang keadaan kesehatan gigi di lingkungan
Madrasah Aliyah Pesantren Darunnajah.
b. Menambah khasanah ilmiah mengenai pengaruh agama Islam pada
status kesehatan/ status karies gigi.
c. Menjadi bahan pemikiran bagi institusi terkait untuk meningkatkan
status kesehatan gigi di lingkungan pesantren.
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Bedi.R, melakukan penelitian epidemiologis di Inggris tentang karies
gigi pada anak anak Asia berumur 5 tahun yang tinggal di daerah
kekurangan.25
Dia memilih 2 indikator sosial untuk perbandingan yaitu
anak anak dengan latar belakang agama (muslim dan non muslim) dan
kemampuan ibu untuk berbahasa Inggris. Anak-anak Asia yang dimaksud
adalah dari etnis India, Pakistan dan Bangladesh dan ditemukan adanya
interaksi yang signifikan secara statistik antara agama dan bahasa pada angka
rata-rata pengalaman karies/lubang gigi (dmft) dimana pada anak muslim
yang ibunya tidak dapat berbahasa Inggris dmft lebih tinggi/lebih buruk
daripada anak non muslim yang ibunya dapat berbahasa Inggris.
25
Bedi.R, “Ethnic indicators of dental health for young Asian schoolchildren
resident in areas of multiple Deprivation,” British Dental Journal, 1989 May 6,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2713182, diakses 15 Nov 2010.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 22
Dari hasil penelitian ini ternyata ada pengaruh sosial seperti agama,
kemampuan berbahasa, pengetahuan ibu terhadap angka pengalaman karies
pada anak usia 5 tahun. Pada ibu-ibu yang tidak dapat berbahasa Inggris
diperlukan penyuluhan yang lebih intensif dengan menterjemahkan kedalam
bahasa mereka sehingga mereka memahami tentang bagaimana memberikan
makanan bayi yang baik dan benar, sedang untuk ibu-muslim diperlukan
pemilihan makanan bayi yang lebih tepat karena mungkin ada beberapa jenis
makanan sehat yang biasa diberikan di Inggris tetapi ternyata kurang tepat
menurut Islam (adanya makanan yang halal dan haram).
Penelitian relevan yang telah dilakukan untuk mengetahui
tingkat/status kesehatan gigi di pesantren antara lain hasil penelitian Noviani
(2010); di Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman Parung. Hasil penelitian ini
ditemukan angka rata-rata karies gigi 4,81 pada santri yg berusia 12 tahun.
Angka tersebut sangat tinggi bila dibandingkan dengan target WHO 2010
yaitu DMFT adalah 1, artinya status kesehatan gigi santri buruk. Penelitian ini
juga membuktikan bahwa para santri yang pengetahuannya kurang
mempunyai resiko pengalaman karies lebih tinggi 2,9 kali dibanding yang
mempunyai pengetahuan kesehatan gigi yang baik.26
Penelitian lain untuk melihat adanya pengaruh ras/etnik dan budaya
terhadap perilaku pemeliharaan rongga mulut yang dilakukan oleh Yogita
Butani, JA Weintraub dan JC Barker di Amerika. Mereka meneliti sumber
pengetahuan/literatur/artikel tentang kesehatan rongga mulut pada etnik yang
berbeda. Penelitian dilakukan pada etnik African-American, China, Filipina
dan Spanyol/Latin dikaitkan dengan pengetahuan tentang kesehatan rongga
mulutnya. Literatur tentang kesehatan rongga mulut ditulis dalam bahasa
mereka masing-masing. Hasil penelitian menyebutkan bahwa literatur yang
ada hanya menjelaskan secara epidemiologis terutama tentang faktor
penyebab kelainan rongga mulut dan kurang menjelaskan tentang bagaimana
tindakan pemeliharaan yang disesuaikan dengan keyakinan dari masing-
masing etnis/ras tersebut.27
Karena kurangnya informasi yang berhubungan
26
Nita Noviani, “ Faktor Faktor yang Berhubungan Dengan Status Karies Gigi
(DMFT) Santri Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman,Parung Bogor,” (Tesis, FKM UI,
2010). 27
Yogita Butani et al, “Oral Health-related cultural beliefs for four racial/ethnic
groups: Assesment of the literatur” BMC Oral Health, 8:26 (2008).
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 23
dengan keyakinan yang mereka anut menyebabkan tindakan yang kurang
baik dalam hal pemeliharaan rongga mulut/giginya, berarti bukan perbedaan
agama yang menyebabkan tinggi rendahnya status kesehatan rongga
mulutnya.
Hasil survey kesehatan rumah tangga di Indonesia pada tahun 2001
mencatat bahwa perilaku masyarakat tentang pemeliharaan gigi masih
rendah, sehingga prevalensi karies aktif pada anak usia 10 tahun ke atas 52%
dan pada usia 45-54 tahun meningkat 63% .28
Riset Kesehatan Dasar 2007
menyatakan bahwa prevalensi karies gigi aktif pada usia 12 tahun sebesar
29,8% dan indeks DMF-T mencapai 4,46 pada usia 35-44 tahun.29
Ariningrum melakukan penelitian pada siswa SD Penjaringan, Jakarta
Utara, pada tahun 2006 mendapatkan hasil adanya hubungan yang bermakna
antara pengetahuan kesehatan (salah satu aspek perilaku) dengan pengalaman
karies.30
Petersen et al mendapatkan hasil penelitian bahwa faktor sosial
seperti ethnik dan gender mempengaruhi resiko terjadinya karies gigi.31
Pendapat ini sesuai dengan penelitian Kallestal yang menyatakan bahwa
karies gigi lebih banyak terdapat pada anak perempuan dibandingkan dengan
anak laki-laki.32
Hal ini dapat disebabkan karena rata-rata gigi permanen anak
perempuan lebih dahulu tumbuh dibandingkan anak laki-laki.
Penelitian oleh Linda Warni tentang Hubungan perilaku murid kl V
dan Kl VI pada kesehatan gigi terhadap status karies gigi di wilayah
kecamatan Delitua Kabupaten Deliserdang th 2009, menunjukkan tidak
adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
status/pengalaman karies, berarti anak dengan pengetahuan tentang
28
Survey Kesehatan Nasional, Badan Litbang Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
(Jakarta, Departemen Kesehatan, 2002). 29
Departemen Kesehatan, “ Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun
2007” ( Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI,
2008). 30
Ariningrum,R & Rusiawati,Y, “Hubungan Pengetahuan , Sikap dan Perilaku
Tentang Karies Terhadap Index DMF T pada siswa SD Kecamatan Penjaringan,” Indonesian
Journal of Dentistry, 2006. 31
Petersen et al, “Oral Health status and oral health behavior of urban and rural
schoolchildren in Southern Thailand,” International Dental Journal,vol 51, ApriL 2001, 95-
102. 32
Kallestal C and Woll S, “Socio-economic Effect on Caries, Incidence Data Among
Sweddish 12-14 Year-Olds” Community Dent. Oral Epidemio,2000, 30,108-114.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 24
pemeliharaan kesehatan baik tetapi angka karies tetap tinggi.33
Penelitian Siti Nurbayani Tauchid pada siswa SD Kecamatan Cibodas,
Tangerang juga menyatakan tidak adanya hubungan bermakna antara
pengetahuan dan status/ pengalaman karies.34
W Keung Leung, CH Chu, yang melakukan penelitian untuk
mendapatkan gambaran tentang status karies dan jaringan periodontal pada
anak usia 12 tahun yang tinggal di desa Qinghai untuk membedakan
kesehatan mulut antara suku Han dan kelompok anak minoritas ( anak
muslim dan anak suku Tibet).35
Kesimpulannya adalah prevalensi status
karies pada anak-anak suku Han lebih baik daripada anak-anak muslim dan
suku Tibet. Karies gigi dan kebutuhan perawatan rendah namun keadaan
kesehatan jaringan periodontal kurang baik sehingga dibutuhkan perhatian
lebih banyak untuk kesehatan jaringannya.
Petersen, Hoerup, Poomviset, Promajan, dan Watanapa telah
melakukan penelitian untuk mendapatkan gambaran tingkatan penyakit mulut
pada anak sekolah di pedesaan dan perkotaan di Thailand Selatan. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa praktik pelihara diri dan kebiasaan
mengunjungi dokter gigi pada usia 12 tahun serta menilai pengaruh faktor
sosial dan perilaku yang diukur dari angka pengalaman karies.36
Hasil
penelitian menemukan bahwa tingginya angka karies disebabkan karena
kurangnya kunjungan ke klinik gigi dan konsumsi makanan manis yang
banyak. Pada anak muslim dan anak perempuan mempunyai resiko lebih
rendah karena mempunyai sikap positif terhadap kesehatan mulutnya.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian
Pada penelitian ini digunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif
33
Linda Warni, “Hubungan Perilaku Murid SD kl V dan VI pada Kesehatan Gigi
dan Mulut terhadap status karies gigi di wilayah Kecamatan Delitua Kabupaten
DeliSerdang”, (Tesis, USU Medan, 2009). 34
Siti N Tauchid , “Hubungan perilaku kesehatan gigi dengan status Karies pada
murid SD kls VI di wilayah Kecamatan Cibodas Kota Tangerang,,” (Tesis, FKMUI, 2008). 35
W Keung Leung, C H Chu,” Int Dent J. 2003 Apr ;53 (2):73-8 12731693
Cit:4,http://leung.wk.lib.bioinfo.pl/auth:leung,wk, di akses 5 Jan 2012. 36
Petersen et al ,”Oral Health Status and Oral Health Behavior of Urban and Rural
Schoolchildren in Southern Thailand,” Int Dental Journal, vol 51, ApriL 2001: 95-102.
http://www.who.int/oral health/publications/idj51/en/index/html, di akses 29 Jan
2012.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 25
karena selain untuk mengetahui status karies gigi santri juga untuk
mengetahui pengaruh pengetahuan kebersihan menurut Islam pada perilaku
kesehatan giginya. Untuk mengetahui status kesehatan gigi/ karies gigi dan
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya karies pada santri dibuatlah
kerangka kosep/kerangka berpikir dan definisi operasional.
Adapun variabel-variabel yang diukur adalah status karies (DMF-T)
sebagai variabel terikat/dependen dan perilaku pemeliharaan gigi,
pengetahuan, pemahaman/pengetahuan agama, lingkungan serta pelayanan
kesehatan sebagai variabel bebas.
a. Kerangka Konsep
STATUS KARIES
(DMF-T)
Perilaku Kesehatan Gigi: Menyikat gigi: Frekuensi dan waktu Cara penyikatan gigi
Diet makanan kariogenik Kunjungan ke klinik gigi
Pengetahuan/Pemahaman
NilaiKebersihan Dalam
Ajaran Islam
Pengetahuan tentang kesehatan gigi secara umum
Lingkungan Pelayanan Kesehatan
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 26
Gambar 1.1.
Kerangka Konsep Penelitian
Merujuk kepada konsep yang dikemukakan oleh HL Blum dan Green yang
menyatakan bahwa status kesehatan seseorang/sekelompok masyarakat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu : lingkungan, perilaku masyarakat, peranan pelayanan
kesehatan dan keturunan.37
Perilaku sebagai variabel independen pada penelitian
ini dapat dipengaruhi oleh pengetahuan yang merupakan faktor internal (yang
berasal dari dalam diri orang itu sendiri) sedangkan sebagai faktor eksternal (berasal
dari luar) adalah lingkungan, pelayanan kesehatan serta nilai budaya/keyakinan yang
dapat mempengaruhi perilaku tsb. Dalam penelitian ini tidak dibahas tentang
pengaruh faktor keturunan terhadap status karies gigi, karena untuk
membuktikannya diperlukan penelitian eksperimental.
Dengan kerangka konsep di atas peneliti ingin menjelaskan bagaimana
perilaku pemeliharaan kesehatan, lingkungan dan pelayanan kesehatan dapat
mempengaruhi status kesehatan gigi dan bagaimana pengetahuan dan pemahaman
nilai-nilai keagamaan ada pengaruhnya terhadap status karies gigi. Untuk mendapat
gambaran yang jelas tentang variabel yang akan diteliti maka ditentukan definisi
operasional dari masing-masing variabel tersebut.
b. Definisi Operasional
Tabel 1.1
Definisi Operasional
37
Shi and Singh, Delivering Health Care in America: a system Approach, 43.
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 27
No Variabel Definisi
operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
1 Pengalaman
karies gigi
(DMFT)
Indeks untuk
mengukur gigi
tetap yang
mengalami karies
atau tumpatan
rusak
(D=Decayed),
gigi yang dicabut
karena karies
(M=Missing),
gigi dengan
tambalan baik
F=Filling)
Menghitung
jumlah gigi
yang pernah
mengalami
karies
(berlubang),
pencabutan
dan
penambala.
Pemeriksaa
n langsung
pada gigi
dengan alat
diagnostik
dan dicatat
pada kartu
pemeriksaan
0 =Tinggi bila
>1
1 = rendah bila
≤ 1
Target WHO
2010, indeks
DMFT adalah 1
2 Pengetahuan
kesehatan
gigi
Pengetahuan
responden
tentang lubang
gigi dan cara
pencegahan
nya
Wawancara Kuesioner
pengetahuan
no1 – 8
0 =pengetahuan
kurang ( bila ≤
mean)
1=pengetahuan
baik (bila >
mean)
3 Pengetahuan
tentang nilai
kebersihan
dalam Islam
Pengetahuan
responden
tentang
kebersihan dalam
ajaran Islam
Wawancara Kuesioner
no 9 – 12
0 =pengetahuan
kurang ( bila ≤
mean)
1=pengetahuan
baik (bila >
mean)
4 Perilaku
kesehatan
gigi
Perbuatan sehari-
hari dalam
melakukan
pencegahan
lubang gigi
Wawancara
dan
observasi
Kuesioner
no 14 – 24
Baik :
Bila > mean
Kurang :
Bila ≤ mean
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 28
No Variabel Definisi
operasional Cara ukur Alat ukur Hasil ukur
5
Pelayanan
kesehatan
Program promosi
kesehatan oleh
fasilitas layanan
kesehatan
Wawancara Kuesioner
no 25
0= tidak pernah
1= pernah
6 Lingkungan Persepsi santri
terhadap
peraturan
pesantren yang
mendukung
perilaku bersih
sehat
Wawancara Kuesioner
no 30 dan
31
1 = Baik, bila
ada tata tertib
dalam pondok
yang mengatur
Perilaku Hidup
Sehat dan
menjaga
kebersihan gigi
0 = Kurang
Baik, bila tidak
ada tata tertib
dalam pondok
yang mengatur
PHBS dan
kebersihan gigi.
Metodologi kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata lisan dan tertulis dari orang-orang dan perilaku yang
diamati dalam hal ini peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci, sebagaimana
dikatakan oeh Bogdan & Taylor dalam buku L. Moleong .38
Wawancara mendalam juga dilakukan pada pengasuh santri dan petugas
kesehatan pada klinik Darunnajah sebagai informan.
Hasi penelitian merupakan gabungan antara analisis data kuantitatif dan kualitatif.
2. Sumber Data
Sumber primer pada penelitian ini adalah para santri MA Keagamaan
Pondok Pesantren Darunnajah dan dari populasi tersebut telah ditentukan jumlah
sampel yang digunakan sebagai subyek penelitian sedangkan sebagai sumber
sekunder didapat dari informan yaitu pengasuh para santri serta buku referensi dan
dokumen lain yang dibutuhkan untuk melengkapi data. Sumber ini dibutuhkan untuk
memperkuat hasil penelitian tentang pengaruh pemahaman/ pengetahuan kebersihan
dalam Islam terhadap perilaku kesehatan gigi dan status karies gigi santri.
38
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, Rosada Karya, 2001)
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 29
3. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di pesantren Modern Darunnajah pada santri tingkat
Aliyah bidang keagamaan dengan alasan bahwa pesantren tersebut berlokasi di
perkotaan dan diasumsikan mempunyai fasilitas pendidikan yang memadai, metode
pendidikan dengan berbagai bentuk dan tingkat keimanan para santri cukup baik
sehingga memiliki perilaku kesehatan yang baik sesuai dengan pemahaman
keislamannya.
Pertimbangan lain pengambilan sasaran penelitian ini adalah karena santri
tingkat tsb sudah dapat berkomunikasi dengan baik, sesuai dengan persyaratan
pemilihan sampel menurut Spradley, sebagaimana dijelaskan oleh Iskandar dalam
bukunya, dimana disebutkan bahwa pemilihan sampel harus sederhana, karena
terdapat dalam satu situasi sosial tunggal, mudah untuk berkomunikasi karena
kemungkinan ada kegiatan berulang-ulang.39
4. Populasi dan Sampel Penelitian
Untuk mendapatkan data tentang status karies gigi dan faktor yang
mempengaruhinya digunakan pendekatan kuantitatif sehingga diperlukan jumlah
sampel tertentu untuk mewakili populasi yang ada. Adapun populasi pada penelitian
ini adalah para santri dan santriwati MA Keagamaan kelas 4 dan 5 (setara dengan
kelas 1 dan 2 tingkat SMU) pada Pondok Pesantren Darunnajah berjumlah 298
santri/santriwati.
Untuk memenuhi jumlah sample minimal yang diperlukan untuk penelitian
ini ditentukan berdasarkan rumus besar sample uji hipotesis dua proporsi adalah
sebagai berikut40
:
n = [ Z1-α/2√2P( 1- P) +Z1-β√P1(1-P1) +P2(1-P2)]2
(P1-P2)2
Keterangan :
n : jumlah sampel minimal yang dibutuhkan
39
Iskandar,Metodologi Penelitian Kualitatif, 114 40
I Ariawan, “Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan” (Jurusan
Biostatistik dan Kependudukan, FKM UI, 1998).
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 30
Z1-α/2 : derajat kemaknaan = 95% = 1,96 (sesuai tabel)41
P : P1 + P2
2
Z1-β : Kekuatan uji= 80% = 0,84 (sesuai tabel)
P1 : Proporsi santri yang suka makanan manis dengan status karies
rendah = 31 % ( penelitian Noviani, 2010)
P2 Proporsi santri yang tidak suka makanan manis dengan status karies
rendah = 58,5 % (penelitian Noviani, 2010)
Berdasarkan perhitungan di atas maka jumlah sampel yang dibutuhkan
adalah 47 santri untuk 1 kelompok proporsi, sehingga untuk 2 kelompok proporsi
dibutuhkan 2 x 47 = 94 ditambah 10% (9) dan digenapkan sehingga jumlah seluruh
sampel adalah 105 santri.
5. Metode Pemilihan Sampel
Setelah kita dapatkan jumlah sampel, kita melakukan pemilihan sampel yang
akan digunakan untuk penelitian ini yaitu dengan cara Simple Random Sampling
(sampel random sederhana) dimana setiap anggota populasi (298 santri) mempunyai
kesempatan yang sama untuk menjadi sampel kemudian masing-masing diberi
nomor dan dipilih secara acak sejumlah 105 santri
6. Pengumpulan Data.
Ada beberapa cara untuk mengumpulkan data pada penelitian ini yaitu :
Pertama, Pemeriksaan klinis untuk mengetahui status kesehatan gigi (DMF-T),
pemeriksaan dilakukan pada rongga mulut responden dengan menggunakan alat
diagnostik untuk mengidentifikasi gigi yang mengalami karies dan hasil
pemeriksaan dicatat pada kartu status. Pemeriksaan dilakukan oleh peneliti dibantu
oleh 1 drg dari klinik Darunnajah dan 2 orang perawat gigi.
41
Stanley Lemeshow et al, Adequacy of Sample Size in Health Study (John Wiley &
Sons,1993)
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 31
Kedua, pengisian kuesioner yang dilakukan dengan wawancara untuk mengetahui
seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman responden dalam hal pemeliharaan
kesehatan gigi. Kuesioner akan diisi dengan cara mewawancarai para responden
yaitu siswa MA yang dipilih sebagai sampel setelah dilakukan pemeriksaan klinis.
Sebelum pengumpulan data untuk penelitian ini dilaksanakan, untuk mengetahui
apakah instrumen pedoman wawancara dapat digunakan sesuai dengan tujuan dan
juga untuk melatih peneliti dalam melakukan wawancara dilakukan uji coba pada
orang yang mempunyai kriteria sama dengan subyek penelitian.
Wawancara untuk mendapat informasi yang lebih terperinci terutama
tentang pemahaman keagamaan yang ada kaitannya dengan kesehatan gigi untuk
memperkuat jawaban pada kuesioner dan wawancara ini tidak dilakukan pada
semua responden tetapi pada beberapa orang saja yang dipilih secara acak untuk
mendukung analisis hasil kuesioner.
Ketiga, melakukan observasi/pengamatan untuk lebih meyakinkan apakah memang
tingkah laku pemeliharaan kesehatan gigi para responden sesuai dengan apa yang
mereka nyatakan.
Sebelum dilakukan pemeriksaan dilakukan koordinasi antara peneliti
dengan tenaga dokter gigi dan perawat gigi yang akan mengambil data agar
didapatkan persamaan persepsi tentang cara pemeriksaan dan pelaksanaan
wawancara agar didapatkan hasil yang lebih akurat. Persamaan persepsi perlu
dilakukan untuk memperjelas apa yang dimaksud dengan Decayed, Missing dan
Filling dari gigi yang diperiksa agar tidak terdapat perbedaan hasil pemeriksaan dari
tiap operator.
Untuk mengukur perilaku ada dua cara:42
pengukuran secara langsung
dengan melakukan pengamatan atau observasi (direct observation), atau secara tidak
langsung dalam bentuk wawancara dengan mengajukan pertanyaan (kuesioner).
7. Pengolahan Data
Setelah dilakukan pengumpulan data dilakukan pengolahan data meliputi
beberapa tahap yaitu Editing; memeriksa lembar kuesioner dan kartu hasil
pemeriksaan apakah sudah terisi lengkap dan jelas, dilanjutkan dengan Coding ialah
mengubah data dari bentuk huruf menjadi bentuk angka dengan tujuan untuk
memudahkan dan mempercepat pada waktu memasukkan data/entry data.
42
Guilbert dalam Notoatmojo, Kesehatan Masyarakat, Ilmu dan Seni,101
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 32
Tahap selanjutnya adalah Entry data : memasukkan data ke komputer
dengan menggunakan SPSS Windows version 14 dan sebagai tahap akhir adalah
analisis data yaitu melakukan analisa dari data-data yang ada, untuk dapat dibuat
suatu kesimpulan dengan menggunakan uji statistik.
Data data yang telah terkumpul diolah dan dianalisa secara kuantitatif yang
kemudian didukung oleh analisa kualitatif menjadi data sistematik, teratur,
terstruktur dan mempunyai makna.
Langkah-langkah pada analisa data adalah pengorganisasian data;
membuat kategori dengan mengelompokkan data dalam tema masing-masing
sehingga pola data menjadi jelas; menguji hipotesa menggunakan data yang ada,
dan memberikan penjelasan/keterangan tentang makna data tersebut.43
Dengan
demikian akan didapatkan jawaban dari permasalahan dalam penelitian ini.
Dalam teknik wawancara diperlukan keterampilan/ kemampuan peneliti
untuk menggali data atau informasi yang ingin diketahui. Wawancara dimulai
dengan topik yang umum kemudian difokuskan pada hal yang ingin diketahui oleh
peneliti, sehingga peneliti dapat memahami perspektif dari subyek penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu pembahasan yang terarah dan dapat dipahami
maka disusunlah sistimatika penulisan sebagai berikut:
Bab pertama adalah bab pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar
belakang masalah berkaitan dengan kesehatan rongga mulut, perilaku kesehatan dan
nilai-nilai Islam tentang kebersihan/kesehatan, alasan pemilihan judul tesis, tujuan,
manfaat serta metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua menguraikan tentang perdebatan ilmiah tentang yang status
kesehatan dan pembahasan tentang pandangan agama terhadap kesehatan dan
kesehatan gigi. Bab ini juga menjelaskan tentang tradisi kesehatan gigi dalam agama
Islam.
Bab ketiga, bab ini menguraikan tentang bagaimana gambaran keadaan
kesehatan pada umumnya dan kesehatan gigi khususnya pada santri MA Keagamaan
Pesantren Darunnajah.
Bab keempat berisi pembahasan hasil penelitian tentang faktor yang
43
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, 226
Kesehatan Gigi pada Masyarakat Muslim 33
berhubungan dengan status karies gigi tersebut yaitu faktor perilaku, pengetahuan
kesehatan gigi dan lingkungan serta program institusi pelayanan kesehatan dalam
upaya meningkatkan status kesehatan gigi santri.
Bab kelima berisi kesimpulan hasil penelitian tentang faktor yang paling
berpengaruh dalam menentukan status karies para santri serta hal-hal lain yang
berkaitan dengan perilaku kesehatan serta saran –saran yang perlu disampaikan
untuk dapat meningkatkan kualitas hidup melalui perbaikan status kesehatan gigi
para santri dan merupakan saran yang dapat ditindaklanjuti.