Institusi institusi pendidikan islam di indonesia
-
Upload
sadiman-dimas -
Category
Education
-
view
1.141 -
download
6
Transcript of Institusi institusi pendidikan islam di indonesia
INSTITUSI-INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA: DAYAH, MEUNASAH, RANGKANG, SURAU, PESANTREN, MASJID, TAJUG DAN MADRASAH
OLEH SADIMAN UNIVERSITAS NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG2015
Pendahuluan Pendidikan berkembang sesuai dengan kebutuhan dengan
konsep yaitu transfer of knowledge, transfer of value, dan transfer of skill (Daulay, dkk, 2012: 19)
Diperlukan lembaga, dalam pendidikan Islam pernah tumbuh institusi pendidikan antara lain: Dayah, Meunasah, Rangkang, Surau, Pesantren, Masjid, Tajug dan Madrasah (Abudin Nata, 2012: 291)
Pendidikan sebagai institusi memiliki kurikulum sebagai pedoman dalam proses pembelajaran, Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu ( PP No. 19 tahun 2005).
Perkembangan institusi Islam dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain: 1) penguasa, 2) para kyai, dan 3) factor-factor local
Di Aceh Lahir Lembaga Pendidikan Islamnya antara lain: dayah, meunasah dan rangkang
Di Minangkabau Surau Di Jawa Pesantren Masjid Di Jawa Barat Tajug Madrasah
Lembaga Pendidikan Sebagai pranta Sosial dan Budaya Indonesia
Pertama: Berimplikasi dengan terbentuknya suasana keagamaan di Indonesia dengan beragamnya jenis instituasi yang ada.
Kedua: Terbentuknya toleransi yang ada karena berbedaan yang terjadi, yang merupakan salah satu keunggulan Indonesia.
Ketiga: Membuktikan bahwa peran masyarakat sangat besar dalam pendidikan institusi Islam dan
Keempat: Tidak lepasnya pengaruh paham dari pada pendirinya terhadap para murid.
Kelima: lembaga-lembaga pendidikan di nusantara tidak lepas dari pengaruh penguasa pada saat itu.
Institusi-Institusi Pendidikan Islam
Meunasah Meunasah berasal dari kata madrasah dalam bahasa Turki di
sebut Medrese dan merupakan lembaga pendidikan tradisional (Azra, 2012: 117)
Meunasah merupakan lembaga pendidikan Islam untuk tingkat dasar.
Meunasah, secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yakni madrasah, yang berarti tempat belajar.
Dalam perjalanan waktu kata Madrasah itu oleh masyarakat Aceh berubah menjadi Meunasah. Sedangkan menurut Haidar Putra Daulay: Meunasah berasal dari perkataan Madrasah, yaitu tempat belajar atau sekolah.
Ditinjau dari segi pendidikan, Meunasah adalah lembaga pendidikan awal bagi anak-anak yang dapat disamakan dengan tingkatan sekolah dasar. Meunasah dapat diartikan juga sebagai Langgar
Meunasah mempelajari tentang dasar-dasar Islam, seperti keterampilan membaca Al-quran, keterampilan melaksanakan ibadah, keterampilan membaca doa, praktek akhlak Islami, ilmu fiqih, dan sejarah Islam (Nata, 2012: 292).
Meunasah juga memiliki fungsi sosial bagi masyarakat Aceh. Kegiatan-kegiatan lain seperti: tempat bermusyawarah, mengumpulkan dan membagi zakat, mengadakan perdamaian jika terjadi perselisihan
Dikepalai oleh seorang Teungku Imum
Teungku imum Meunasah juga memiliki tugas-tugas
1. Mengajar penduduk gampong agar mengenal ajaran agama dan taat ajaran agama Islam.
2. Membina dan mengajar anak-anak di Meunasah.3. Membantu dan membimbing calon pengantin baru yang mau berumah
tangga.4. Menyelesaikan krisis rumah tangga yang terjadi di Gampong bersama
dengan Geusyik dan Tuha Peut.5. Menyelesaikan silang-sangketa penduduk Gampong bersama dengan Geusyik dan
Tuha Peut.6. Mengurus kematian (pelaksanaan fardhu kifayah) di gampong7. Membina mental keagamaan masyarakat agar tidak berpengaruh dengan paham
yang sesat dan merusak.8. Memberi nasehat keagamaan bagi masyarakat yang membutuhkan.9. Menyelesaikan pembagian harta warisan (fara’id) di Gampong
Dayah
Dayah (dalam bahasa Arab; zawiyah). Arti harfiahnya adalah sudut, karena pengajian pada masa Rasulullah dilakukan di sudut-sudut masjid)
Menurut Abudin Nata, Dayah merupakan lembagan pendidikan tingkat menengah, lembaga ini merupakan kelanjutan dari Meunasah
Dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang
Keberadaan lembaga Dayah dan Meunasah bagi pengembangan pendidikan di Aceh sangatlah urgen, dan kebermaknaan kehadirannya sangat dibutuhkan dalam membentuk umat yang :1. berpengetahuan, 2. jujur, cerdas, 3. rajin dan 4. tekun beribadah yang kesemuanya itu sarat dengan nilai
Sultan membangun satu dayah yang diberi nama “Dayah Cot Kala” yang dipimpin oleh Teungku Muhammad Amin, belakangan dikenal dengan sebutan Teungku Chik Cot Kala. Lembaga ini merupakan lembaga pendidikan tinggi Islam pertama di kepulauan Nusantara. (Al Daud Husaini, http://makalahlaporanterbaru1.blogspot.com, diunduh 30/4/2015)
Rangkang
Istilah Rangkang merupakan Madrasah setingkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap pemukiman (http://pai.stainmal.com, diunduh 29/4/2015)
Dalam Rangkang dapat dipelajari berbagai Tafsir Al-qur’am, berbagai kitab hadist, berbagai aliran fikih, kalam, tasawuf, filsafat dan sebagainya. Selain itu, pada lembaga ini juga dipelajari sejarah dan kebudayaan Islam lebih komprehensif, ilmu bahasa Arab dengan berbagai cabangnya: Ilmu Nahwu, Ilmu sharaf, balaghah, Bade’, Ma’ani, Bayan, ilmu mantik, ilmu arud, ilmu astronomi, ilmu faradi, ilmu dan qira’at (Nata, 2012: 293)
pembangunan Rangkang berjauhan dengan kampung, peserta didik kebanyakan mondok di kawasan Rangkang
Surau
Surau merupakan pelengkap rumah gadang yang berfungsi sebagai tempat untuk bertemu, berkumpul, rapat dan tempat tidur anak-anak yang sudah akil baligh serta orang tua yang uzur (Azumardi Azra dalam Nizar, 2013: 56).
Surau banyak digunakan secara meluas di Tanah Minangkabau, Tanah Batak, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Semenanjung Malaya, dan Patani (Thailand Selatan) dalam arti yang sama yaitu sebagai “tempat” atau “tempat ibadah”.
Surau juga telah ada di masyarakat Sumatera Barat dan berperan sebagai lembaga untuk melakukan sosialisasi, komunikasi dan kegiatan adat lainnya
Surau memiliki fungsi yang vital dalam pembentukan adat kebiasaan dan budaya Minangkabau.
Adat Minangkabau menjadikan laki-laki bermalam di Surau untuk belajar agama, ilmu bela diri dan ilmu-ilmu lainnya.
Di Surau mereka bersosialisasi dengan orang lain, belajar mandiri. Hal ini menjadikan orang-orang Padang memiliki tradisi merantau, jika sudah berhasil mereka baru pulang untuk meminang gadis dikampungnya atau dari kampung lain.
Budaya Minangkabau yang memasukan Surau sebagai pranata social dan bagian dari kehidupan laki-laki
Pesantren
Menurut Sutan Takdir Alisyabaha, system pendidikan tradisional harus ditinggalkan atau setidaknya ditranspormasikan sehingga mampu mengantarkan kaum muslimin ke gerbang rasionalitas dan kemajuan, jika pesantren tetap dipertahankan berarti mempertahankan keterbelakangan dan kejumudan kaum muslimin (Azra, 2012: 121)
Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri
Lembaga pendidikan Islam tradisional yang dilengkapi dengan: 1. pondokan, 2. masjid, 3. kitab kuning, 4. rumah guru dan 5. santri itu sendiri (Nata, 2012: 296)
Abudin Nata Menuliskan melalui pesantren ini dapat dilakukan tiga hal yaitu: 1. melahirkan para ulama, 2. transfer agama ilmu Islam, 3. dan memelihara tradisi Islam
Pesantren-pesantren telah mengalami perkembangan yang luar biasa, dilengkapi dengan system madrasah diniyah, madrasah sekolah umum yang bercirikan agama, sekolah umum, sekolah bercirikan agama, sekola umum sekolah kejuruan, perguruan tinggi, ma’had ali, boarding school.
Lulusan pesantren juga bukan hanya dapat memasuki sekolah agama ata perguruan tinggi agama saja, tetapi dapat memasuki sekolah dan perguruan tinggi papan atas, baik di dalam maupun di luar negeri (Nata, 2012: 298).
Menurut Zapin: pesantren memiliki beberapa bagian yang tidak terpisahkan yaitu: kyai, pondokan, santri, masjid, kitab kuning
Pesantern Gontor sudah melakukan moderisasi, sehingga Lulusan Pesantren Gontor di terima di Universitas Al-Azhar diterima, sedangkan di Indonesia pada saat itu tidak diterima. Lulusan Pesantren Gontor mahir juga berbahasa Arab, Inggris dan mahir ilmu-ilmu umum lainnya.
Pesantren Gontor dengan Panca Jiwa Pesantren Gontor yaitu: Jiwa Keikhlasan, Jiwa Kesederhaan, Jiwa berdikari, ukuwah Islamiyah dan Jiwa Bebas
Beberapa proses yang berkaitan dengan pesantren yang ada pada saat ini antara lain:
1. Diniyah selama 6 tahun, Diniyah 3 MTS, 3 MA menjadi ahli agama, tafakur Fiddin, untuk menghasilkan ahli-ahli agama.
2. Salafiyah Murni: Mengaji, tidak memperhatikan yang lain baik waktu, tidak memerlukan ijazah. Orang-orang dan tradisi ini harus tetap ada karena orang-orang tamatan dari salafiah ini yang dapat melakukan kegiatan yang tidak dilakukan oleh pesantren modern, seperti mengurus jenazah, kegiatan keagamaan, cemarah, kutbah.
3. Salafiyah, diniyah sekolah agama bercirikan agama.4. Institut, Akademi, Sekolah Tinggi, dan Universitas bercirikan agama. 5. Pesantren sudah berubah konsepnya, yang dulunya yang masuk
adalah orang-orang kampung, sekarang sudah banyak orang-orang kota dan kaya masuk ke pesantren.
Masjid
Secara bahasa kata Masjid berasal dari bahasa Arab yangg berarti tempat sujud. Secara harfiah didefinisikan sebagai tempat untuk melakukan ritual ibadah bagi umat Islam seperti ibadah sholat jama`ah, dan tempat zikir.
Menurut Muhammad Solikhin: Masjid dalam pengertian (QS. Al-Isra [17]: 1) merupakan setiap tempat yang ditempati untuk bersujud kepada Allah. Mereka juga membuat istilah “masjid kepunyaan Allah”. Jadi kata-kata masjid itu datangnya bukan cuma bersama-sama dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, namun sejak sebelum diutusnya beliau, bahkan masjid sudah ada sejak zaman Nabi Adam, di mana Kabah sudah dibangun dan di sekitarnya sudah digunakan untuk bersujud, atau tempat sujud (Solikhin, 2013: 148-149).
Tajug
Tajug merupakan tempat untuk melaksanakan ibadah Sholat secara terbatas (Nata, 2012: 302), hal ini karena bangunan Tajug yang tidak terlalu besar dan berada pada daerah-daerah kecil dengan jumlah penduduk dan sarana yang terbatas. Tajug umumnya berada di pinggiran desa di Jawab Barat, di Jawa Tengah Tajug biasa disebut dengan Langgar atau Mushola
Madrasah
Madrasah berasal dari kata Arab, darasa, yadrusu, darsan, madrasah yang berarti tempat ibadah. (Nata, 2012: 298), madrasah selanjutkan berkembang menjadi sekolah umum bercirikan agama.
Madrasah merupakan sekolah umum bercirikan agama dengan jenjang pendidikan tingkat dasar, menengah dan atas (Nata, 2012: 204)
Pada tahun 1905 Perkumpulan Jami’at Khair mendirikan sekolah dan madrasah. Tujuan dari pendirian sekolah ini sebagai respon atas pendirian sekolah Belanda yang cenderung deskriminatif dan netral agama.
Langkah Jami’at Kahir mendirikan madrasah dan sekolah agama tersebut diikuti oleh Muhammadiyah (1912), Al-Irsyad (1913), Persyarikatan Ulama (1916) dan kemudian Persis (1920) dengan tujuan yang tak jauh berbeda. (Jalaluddin, 1990: hal 3-4).
Para Nasionalis, juga tergerak mendirikan sekolah umum, sehingga lahir Taman Siswa (1922) dan Indonesische Nederland School (INS).
Dalam Globalisasi ada 5 hal:1. Persaingan bebas, hanya dapat dilawan dengan mutu, dengan mutu
dapat bersaing dan menjadi pemenang2. Tuntutan masyarakat agar dapat dilakukan lebih adil, lebih egaliter
dan menuntuk layanan yang sama. Dunia pendidikan menempatkan pelajar sebagai custumer, sehingga pola pembelajaran yang ada juga harus melakukan perubahan.
3. Membawa hegemoni Negara-negara besar dengan ekonomi kuat untuk mengintervensi ekonomi Negara lain.
4. Hight teknologi, mengharuskan semua orang menguasai teknologi. Tidak ada tempat bagi orang yang tidak menguasai teknologi. Semua menggunakan teknologi.
5. Budaya baru, nilai-nilai pandangan yang cenderung materialistik, materialistik sehingga menggeser nilai-nilai persaudaraan, nilai tolong-menolong sehingga terjadi sockcultur, yang paling terkena adalah para pelajar. Karena perubahan ini mengakibatkan perubahan moral, dan pendidikan agama menjadi taruhannya. Hanya dengan pendidikan agama maka dapat menyelamatkan anak-anak bangsa dari efek negative globalisasi
KESIMPULAN Pertama: kebutuhan akan pendidikan yang berkualitas akan terus
terjadi dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Pendidikan mampu menjawab tantangan yang terjadi di masyarakat. Demikian juga dengan lembaga juga mengalami perkembangan dengan semakin kompleknya masalah didunia Pendidikan. Dikontomi ilmu dunia dan ilmu akhirat, Ilmu Barat dan Ilmu Islam harus terus dipersempit kesenjangannya karena akan menjadi penghambat bagi kemajuan institusi pendidikan Islam itu sendiri. Hal ini tentu tidak mudah dan membutuhkan waktu agar tidak menimbulkan masalah dan pertentangan di kalangan Islam itu sendiri
Kedua: Institusi pendidikan Islam harus membenahi semua aspek yang berkaitan dengan pengelolaan lembaga seperti administrasi, sarana prasana dan tenaga pengelola pendidikan.
Ketiga: Institusi pendidikan Islam harus dapat mengadopsi ilmu pengetahuan dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, bahasa inggris sebebagai bahasa internasional serta bahasa arab agar dapat mempelajari Islam dari sumbernya.
Terima Kasih