INOKULASI BAKTE RI FIKSASI N ITROGEN DAN BAKTERI …
Transcript of INOKULASI BAKTE RI FIKSASI N ITROGEN DAN BAKTERI …
INOKULASI BAKTERI FIKSASI NITROGEN
DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA MEDIA TANAM
TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN CABAI RAWIT
(Capsicum frutescens L.)
Fachrul Rahim
108095000041
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/ 1434 H
INOKULASI BAKTERI FIKSASI NITROGEN
DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA MEDIA TANAM
TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN CABAI RAWIT
(Capsicum frutescens L.)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fachrul Rahim
108095000041
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013 M/ 1434 H
INOKULASI BAKTERI FIKSASI NITROGEN
DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA MEDIA TANAM
TERHADAP PRODUKTIVITAS TANAMAN CABAI RAWIT
(Capsicum frutescens L.)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Fachrul Rahim
108095000041
Menyetujui,
Mengetahui,
PJS Program Studi Biologi,
Dr. Fahma Wijayanti, M.Si
NIP. 19690923 199903 2 002
Pembimbing I
Nani Radiastuti, M. Si
NIP. 19650902 200011 2 000
Pembimbing II
Dasumiati, M.Si
NIP. 19730923 199903 2 002
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, 8 Oktober 2013
Fachrul Rahim
108095000041
FACHRUL RAHIM
Inokulasi Bakteri Fiksasi Nitrogen
dan Bakteri Pelarut Fosfat Pada Media Tanam
terhadap Produktivitas tanaman Cabai Rawit
(Capsicum frutescens L.)
JAKARTA
2013 M/1434 H
i
ABSTRAK
Fachrul Rahim. Pengaruh Inokulasi Bakteri Fiksasi Nitrat dan Bakteri Pelarut Fosfat
Pada Media Tanam terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum
frutescens L.). Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
Bakteri fiksasi nitrogen (Rhizobium sp. dan Azotobacter sp.) dan bakteri pelarut fosfat
(BPF) dimanfaatkan sebagai bakteri penyubur tanah yang dapat meningkatkan
produktivitas tanaman. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh isolat
Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan BPF terhadap produktivitas tanaman cabai rawit.
Metode yang dilakukan adalah karakterisasi isolat dan diuji bersama antar isolat
berdasarkan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml dan 10
9 CFU/ 5 ml serta uji kemampuan
kombinasi isolat terhadap produktivitas tanaman cabai rawit varietas Sonar. Uji
bersama antar isolat terlihat pertumbuhan bakteri 105 CFU/ 5 ml dan 10
9 CFU/ 5 ml
saling sinergisme, dimana isolat BPF pertumbuhannya lebih optimal dibandingkan
isolat Rhizobium sp. dan Azotobacter sp. Kombinasi perlakuan Rhizobium sp. dan
BPF dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml serta Azotobacter sp. dengan konsentrasi
sel 109 CFU/ 5 ml dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai
rawit. Kombinasi perlakuan Rhizobium sp. dan BPF dengan konsentrasi sel 105
CFU/
5 ml dan Azotobacter sp. dengan konsentrasi sel 109
CFU/ 5 ml memiliki jumlah
serapan nitrogen dan fosfat tertinggi.
Kata kunci : Rhizobium sp., Azotobacter sp., Bakteri Pelarut Fosfat (BPF), cabai
rawit
ii
ABSTRACT
Fachrul Rahim. The Inoculation Effect of Bacteria Fixation Nitrogen and
Bacteria Solvent Phosfat on the Growing Media to the Productivity of Cayenne
Pepper Plant (Capsicum frutescens L.). Thesis. Biological Studies Program.
Faculty of Science and Technology. Islamic State University Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2013.
Bacteria fixation nitrogen (Rhizobium sp. and Azotobacter sp.) and Bacteria
Solvent Phosphate can be used as soil bacterial fertilizer which can increase crop
productivity. The purpose of this study was to find out the effect isolate of
Rhizobium sp., Azotobacter sp. and BPF to the cayenne pepper plants
productivity. Used method were the identification of the bacterial isolates and the
together test among isolates based on concentration cell 105 CFU/ 5 ml and 10
9
CFU/ 5 ml, and the capability test of the isolates combinations to the productivity
of cayenne pepper plants Sonar varieties. The together test among isolates showed
bacterial growth 105 CFU/ 5 ml and 10
9 CFU/ 5 ml was synergism, where BPF
isolate has more optimal growth than Rhizobium sp and Azotobacter sp. The
treatment combination of Rhizobium sp. and BPF with concentration cell 105
CFU/ 5 ml and Azotobacter sp. with concentration cell 109 CFU/ 5 ml
could
increase the growth and production of cayenne pepper plants. The combination
treatment Rhizobium sp. and BPF with concentration cell 105 CFU/ 5 ml and
Azotobacter sp. with concentration cell 109 CFU/ 5 ml have the highest absorption
of nitrogen and phosphate.
Keywords : Rhizobium sp., Azotobacter sp., Bacteria Solvent Phosphate,
cayenne pepper
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “ Pengaruh Inokulasi Bakteri Fiksasi Nitrogen dan Bakteri
Pelarut Fosfat Pada Media Tanam terhadap Produktivitas Tanaman Cabai
Rawit (Capsicum frutescens) “ yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana di Universitas Islam Negeri (UIN) syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu antara lain :
1. Kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, mendidik, menjaga dan
menghantarkan penulis hingga jenjang pendidikan yang tinggi dan selalu
mendoakan penulis agar selalu dalam lindungan Allah SWT.
2. Dasumiati, M.Si selaku dosen pembimbing II dan ketua program studi biologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dan saran bagi penulis.
4. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si, dan Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen penguji
yang telah memberikan banyak saran untuk kesempurnaan skripsi ini.
5. Narti Fitriana, M.Si dan Etyn Yunita, M.Si selaku dosen penguji sidang
skripsi.
6. Dosen-dosen biologi tercinta, terima kasih atas bekal ilmu bermanfaat yang
telah diberikan kepada penulis.
iv
7. Ir. Armaeni Dwi Humaerah, M.Si dan Iping Ruspendi, M.Si yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di rumah kaca UIN syarif
hidayatullah.
8. Novi Puspitasari, Mahmuddin Nurul Fajri, Puranto yang telah sangat
membantu dalam penulisan skripsi.
9. Seluruh teman biologi khususnya angkatan 2008 dan teman-teman KKN
Ceria yang selalu memberikan semangat dan dukungan hingga terselesainya
skripsi ini.
10. Semua pihak yang telah ikut membantu menyelesaikan ini.
Penulis menyadari bahwa selama dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun sehingga menjadi lebih baik lagi. Semoga proposal
penelitian ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Jakarta, 8 Oktober 2013
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................ i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cabai Rawit (C. frutescens) ............................................. 6
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman .................................................................. 8
2.2.1 Iklim ........................................................................................ 8
2.2.2 Tanah ...................................................................................... 9
2.3 Peran Biofertilizer Untuk Tanaman .................................................. 10
2.4 Inokulan Rhizobium sp. ..................................................................... 11
2.5 Inokulan Azotobacter sp. .................................................................. 14
2.6 Bakteri Pelarut Posfat (BPF) ............................................................ 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 17
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................. 17
3.3 Rancangan Penelitian ........................................................................ 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 18
3.4.1 Uji Karakterisasi Isolat ................................................................... 18
3.4.2 Uji Bersama Antar Isolat ......................................................... 19
vi
3.4.2 Persiapan Media Tanam ......................................................... 20
3.4.3 Inokulasi Bakteri dan Penanaman Benih ke Media Tanam .............. 20
3.5 Pemeliharaan dan Panen ................................................................... 21
3.6 Pengukuran kandungan N (%) dan P (ppm) Pada Media Tanam ….. 22
3.7 Parameter Pengamatan ...................................................................... 23
3.8 Analisis Data ..................................................................................... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Karakterisasi Isolat ..................................................................... 25
4.2 Uji Bersama Antar Isolat .................................................................. 26
4.3 Aplikasi Bakteri Fiksasi Nitrogen dan BPF terhadap Cabai Rawit ... 28
4.3.1 Kondisi Umum ........................................................................ 28
4.3.2 Tinggi Tanaman ..................................................................... 30
4.3.3 Jumlah Daun ........................................................................... 32
4.3.4 Diameter Batang ..................................................................... 35
4.3.5 Panjang Akar .......................................................................... 37
4.3.6 Bobot Basah Akar ................................................................... 39
4.3.7 Produksi per Tanaman ............................................................ 40
4.4 Kandungan Nitrogen Pada Media Tanam ........................................ 43
4.5 Kandungan Fosfat Pada Media Tanam ............................................ 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 47
5.2 Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Interaksi Rhizobium sp. dengan tanaman ............................................ 12
Gambar 2. Hasil uji bersama antar isolat 105
CFU/ 5 ml ..................................... 26
Gambar 3. Hasil uji bersama antar isolat 109
CFU/ 5 ml ..................................... 27
Gambar 4. Tanaman yang terserang kutu daun .................................................... 29
Gambar 5. Tanaman yang terserang trips dan virus mosaik ................................ 30
Gambar 6. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap tinggi tanaman ....... 31
Gambar 7. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap jumlah daun ........... 33
Gambar 8. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap diameter tanaman ... 35
Gambar 9. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap panjang akar .......... 37
Gambar 10. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap bobot basah akar .... 39
Gambar 11. Pengaruh kombinasi massa sel bakteri terhadap produksi per tanaman 41
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan kombinasi dari 3 faktor perlakuan ......................................... 53
Lampiran 2. Tabel analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL) .................. 54
Lampiran 3. Hasil uji BNJ 5% .............................................................................. 58
Lampiran 4. Uji karakterisasi isolat ...................................................................... 61
Lampiran 5. Hasil penelitian berdasarkan parameter ............................................ 62
Lampiran 6. Tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah ......................................... 64
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman cabai rawit (C. frutescens) merupakan salah satu tanaman budidaya
di Indonesia dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu dalam masakan dan
ramuan obat tradisional. Budidaya tanaman ini umumnya dilakukan di tanah lapang
seperti sawah ataupun kebun. selain itu penanaman cabai rawit juga dapat ditanam di
polybag sebagai alternatif yang baik dalam mengatasi kesulitan produksi cabai
berkualitas yang tidak berbeda dengan yang ditanam di lahan atau di kebun
(Rukmana, 2002). Dalam pembudidayaannya juga tidak terlepas dari pemupukan,
terutama pupuk kimia.
Aplikasi penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang tidak terkendali akan
menjadi penyebab turunnya produktivitas dan kualitas cabai rawit. Berdasarkan hal
tersebut, pengembangan inovasi budi daya perlu dilakukan tanpa menimbulkan
dampak negatif bagi sumber daya. Input yang digunakan lebih mengutamakan bahan
organik atau mikroorganisme sebagai sumber pupuk dan pestisida (Van keulen,
1995). Bakteri fiksasi nitrogen (Rhizobium sp. dan Azotobacter sp.) dan BPF pada
sistem pertanian organik dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman
dan upaya pengendalian beberapa jenis penyakit. Mikroorganisme tersebut dapat
dikembangkan menjadi biofertilizer atau pupuk hayati. Dalam peraturan kementrian
2
pertanian nomor 70/SR.140/10/2010 ditetapkan bahwa jumlah konsentrasi bakteri
penyubur tanah yang diinokulasikan ke media tanam yaitu 107
sel/ ml. Aplikasi
Bacillus megatherium dan Azospirillum sp. terhadap tanaman cabai (C. annum)
memberikan keuntungan terhadap produksi cabai sebesar 502.66 g/ pot
(Sriwuryandari, 2005).
Penggunaan Rhizobium sp. sebagai pupuk hayati memiliki prospek yang baik
karena dapat meningkatkan produktivitas tanah, membantu proses pelarutan hara, dan
meningkatkan daya dukung tanah. Rhizobium sp. yang berasosiasi dengan tanaman
legum mampu memenuhi 80% kebutuhan nitrogen (N) tanaman legum dan dapat
meningkatkan produksi mencapai 10-25% (Hardjowigeno, 2001).
Di alam Azotobacter sp. hidup bebas (non simbiotik) dan kemampuan fiksasi
N masih rendah. Upaya mempertahankan kesehatan tanah dan sekaligus produktivitas
tanaman dengan inokulasi Azotobacter sp. perlu dilakukan karena Rhizobakteri ini
selain menambat nitrogen juga mampu memproduksi fitohormon yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Pada penelitian Hindersah dkk (2003), terjadi
peningkatan panjang tajuk dan berat kering tajuk tanaman tomat setelah diinokulasi
Azotobacter sp. pada aplikasi 106
dan 108 CFU/ ml dengan dosis 2,5 dan 5 ml.
Azotobacter sp. yang diinokulasikan tanaman padi IR64 meningkatkan N2 berkisar
21,2 sampai 29,35 mg (Marhumah, 2005).
3
Fosfat (P) merupakan unsur hara makro essential untuk pertumbuhan tanaman
dan merupakan faktor pembatas dalam produksi tanaman. Penggunaan P secara
anorganik pada media tanam terus menerus akan menyebabkan defisiensi P pada
media tanam tersebut. Penggunaan pupuk P anorganik perlu dikurangi dengan
pemanfaatan bakteri pelarut fosfat (BPF) sebagai pupuk hayati. Beberapa mikroba
yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp., Penicillium sp.,
Pseudomonas sp., Bacillus megatherium, Fusarium sp. dan Sclerotium sp. (Rajankar
et al. 2007). Pada penelitian Gusti et al (2006), isolat Bacillus sp., Psedomonas sp.
dan Serratia sp. dengan kepadatan 109
CFU/ ml memberikan dampak positif terhadap
peningkatan pertumbuhan tanaman cabai. Penelitian Betty et al (2011), inokulasi
Pseudomonas sp. dan Penicillium sp. meningkatkan rata-rata kadar P yaitu 33,03 mg
kg-1
.
Berdasarkan uraian di atas dilakukan penelitian pengaruh pertumbuhan
tanaman cabai rawit varietas sonar terhadap inokulasi bakteri Azotobacter sp.,
Rhizobium sp. dan BPF dengan konsentrasi sel bakteri di bawah dan di atas
konsentrasi sel yang tercantum pada peraturan kementrian pertanian tersebut. Cabai
rawit varietas sonar memiliki karakter buah kecil berdiameter 0,6 cm dan panjang
sekitar 5,5 cm dengan tingkat produktivitas ± 20 ton/ hektar (Hidayat, 2000).
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana interaksi antara inokulasi Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan
BPF ?
2. Bagaimana pengaruh inokulasi Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan BPF pada
media tanam terhadap produktivitas tanaman cabai rawit ?
3. Apakah terjadi peningkatan kadar nitrogen dan fosfat pada media tanam ?
1.3 Hipotesis
1. Inokulum Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan BPF memiliki interaksi yang
sinergisme.
2. Inokulasi Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan BPF pada media tanam dapat
mempengaruhi produktivitas tanaman cabai rawit.
3. Inokulasi Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan BPF dapat meningkatkan kadar
nitrogen dan fosfat pada media tanam.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui interaksi antara inokulum Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan
BPF.
2. Mengetahui pengaruh inokulasi bakteri Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan
BPF pada media tanam terhadap produktivitas tanaman cabai rawit.
5
3. Mengetahui pengaruh inokulasi bakteri Rhizobium sp., Azotobacter sp. dan
BPF terhadap ketersediaan kadar N dan P pada media tanam untuk
produktivitas cabai rawit.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang inokulan
bakteri yang sesuai untuk menunjang kemampuan pelarutan fosfat dan fiksasi
nitrogen oleh BPF, Rhizobium sp. dan Azotobacter sp. sehingga dapat meningkatkan
produktivitas tanaman cabai rawit (C. frutescens).
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cabai Rawit (C. frutescens)
Cabai rawit merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan
(Solanaceae). Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang cukup rumit dan hanya
terdiri dari akar serabut. Pada akar biasanya terdapat bintil-bintil yang merupakan
hasil simbiosis dengan beberapa mikroorganisme. Meskipun tidak memiliki akar
tunggang, namun ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah yang berfungsi sebagai
akar tunggang semu. Perakaran tanaman tidak dalam sehingga tanaman hanya dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, porous dan subur
(Cahyono, 2003).
Batang tanaman cabai rawit memiliki struktur yang keras dan berkayu,
berwarna hijau gelap, berbentuk bulat halus dan bercabang banyak. Biasanya, batang
akan tumbuh sampai ketinggian berkisar antara 30-45 cm, kemudian membentuk
banyak percabangan. Untuk jenis-jenis cabai rawit, panjang batang biasanya tidak
melebihi 100 cm. Pada batang-batang yang telah tua (biasanya batang paling bawah),
akan muncul wama coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu, yang diperoleh
dari pengerasan jaringan parenkim (Cahyono, 2003).
7
Daun tanaman cabai rawit merupakan berdaun tunggal dengan kedudukan
agak mendatar, bertangkai dengan letak berselingan. Helaian daun bulat telur dengan
ujung meruncing, pangkal menyempit dan tepi rata. Pertulangan daun pada cabai
rawit menyirip. Tangkai tunggal tanaman cabai rawit melekat pada batang atau
cabang. Ukuran panjang daun cabai rawit dapat mencapai 5-9,5 cm dan lebar daun
mencapai 1,5-5,5 cm. Warna permukaan daun bagian atas biasanya hijau muda, hijau,
hijau tua, bahkan hijau kebiruan. Sedangkan permukaan daun pada bagian bawah
umumnya berwarna hijau muda, hijau pucat atau hijau. Permukaan daun cabai ada
yang halus adapula yang berkerut-kerut (Cahyono, 2003).
Buah cabai rawit merupakan buah buni dengan ujung meruncing atau bulat
pendek atau berbentuk kerucut. Buah cabai rawit memiliki ukuran bervariasi
bersadarkan verietasnya. Cabai rawit yang kecil-kecil memiliki ukuran panjang antara
2-2,5 cm dan lebar 5 mm, sedangkan cabai rawit yang agak besar memiliki ukuran
panjang mencapai 3,5 cm dan lebar 12 mm. Pada buah cabai rawit terdapat tangkai
sebagai penyangga buah (Cahyono, 2003). Warna buah cabai rawit saat muda hijau
tua; putih; putih kehijau-hijauan sedangkan warna saat tua berubah warna kuning
kemerah-merahan atau merah (Wiryanta, 2002).
Tubuh buah pada tanaman cabai rawit terdapat banyak biji sebagai
perbanyakan generatif tanaman cabai. Biji cabai rawit berbentuk bulat pipih dengan
diameter 2-2,5 mm. biji cabai rawit berwarna putih kekuning-kuningan, berbentuk
8
bulat pipih, tersusun berkelompok dan saling melekat pada empulur (Rukmana,
2002).
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman
2.2.1 Iklim
Tanaman cabai rawit mempunyai daya adaptasi luas terhadap lingkungan
tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Daerah tumbuh caba rawit yang paling cocok
yaitu dataran dengan ketinggian antara 0-500 m dpl (Rukmana, 2002).
Tanaman cabai tidak menghendaki curah hujan yang tinggi karena akan
mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan ataupun bakteri. Curah
hujan yang ideal selama pertumbuhan tanaman cabai rawit berkisar antara 600-1250
mm per tahun. Curah hujan berpengaruh terhadap pembungaan dan pembuahan. Pada
saat berbunga dan berbuah, tanaman cabai rawit tidak tahan terhadap curah hujan
yang tinggi (Cahyono, 2003).
Agar dapat tumbuh dengan baik dan produksi tinggi, tanaman cabai rawit
memerlukan suhu udara berkisar antara 18-300
C. Namun demikian, tanaman ini
memiliki toleransi yang tinggi terhadap suhu udara panas (dapat ditanam di daerah
kering) maupun suhu udara dingin (dapat ditanam di daerah dengan curah hujan
tinggi) (Wiryanta, 2002). Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman cabai rawit adalah 60-80%. Jika kelembaban udara terlalu rendah maka akan
berpengaruh terhadap proses penyerapan unsur hara, terutama N dan P. Demikian
9
pula, bila kelembaban tinggi maka pemanfaatan unsur hara dalam tanah tidak
seimbang, fosfat dapat diserap tetapi nitrogen sulit diserap oleh akar tanaman
sehingga pertumbuhan tanaman juga tetap akan terganggu (Wiryanta, 2002).
Penyinaran tanaman cabai rawit berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
pembentukan hasil pada tiap fase pertumbuhan tanaman. Pada awal pertumbuhan,
tanaman cabai rawit memerlukan penyinaran dengan intensitas kecil sehingga
tanaman harus diberi naungan. Saat dewasa, tanaman cabai rawit memerlukan
penyinaran penuh. Jika tanaman mendapatkan penyinaran kurang akan menyebabkan
tanaman tumbuh memanjang (etiolasi) dan mudah rebah, sebaliknya jika tanaman
mendapatkan penyinaran tinggi menyebabkan daun mengalami klorosis dan buah
menjadi kering (Wiryanta, 2002).
2.2.2 Tanah
Tanaman cabai rawit membutuhkan jenis tanah yang subur, gembur, kaya
akan organik, tidak menggenang, bebas nematoda dan penyakit tular tanah untuk
mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil yang tinggi. Tanah yang ideal bagi tanaman
cabai rawit yaitu kisaran pH 5.5-6.8, karena diluar dari pH tersebut akan
menghasilkan produksi yang sedikit (rendah)(Wiryanta, 2002).
Pada pH tanah asam, ketersediaan unsur-unsur fosfat, kalium, belerang,
kalsium, magnesium dan molibdinum menurun dengan cepat. Pada pH tanah basa
akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga dan seng
10
ketersediaannya relatif menjadi sedikit. Cabai yang ditanam pada tanah asam pada
umumnya keracunan unsur alumunium, besi dan mangan. Sebaliknya pada pH basa,
jumlah unsur bikarbonat cukup banyak untuk merintangi penyerapan ion lain,
sehingga dapat menghalangi pertumbuhan tanaman secara optimum (Wiryanta,
2002).
2.3 Peran Biofertilizer untuk Tanaman
Secara umum terdapat 16 unsur hara yang diakui sebagai unsur hara,
sedangkan dari segi pemupukan paling tidak terdapat 12 unsur hara yang penting bagi
tanaman. Ke-12 unsur terbagi menjadi dua kelompok yaitu unsur hara makro (6 unsur
hara) dan unsur hara mikro (7 unsur hara). Kebutuhan tersebut akan sangat
bermanfaat bila menggunakan pupuk biologi atau biasa disebut dengan biofertilizer
(Hindersah, 2004).
Pupuk hayati menggunakan mikroba dalam penyediaan unsur hara bagi
tanaman. Mikroba hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi
laboratorium menggunakan media buatan. Mikroba yang diinokulasi harus sesuai
dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi
kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing dengan mikroba asli (Hindersah, 2002).
Aplikasi dalam pertanian organik dosis biofertilizer dikombinasikan dengan
pupuk kimia 50% akan lebih ramah lingkungan tanpa mengurangi produktifitas
tanah. Manfaat dari penggunaan biofertilizer yaitu sebagai penyedia hara,
11
peningkatan ketersediaan hara, pengontrol organisme pengganggu tanaman, pengurai
bahan organik dan pembentuk humus, serta perombak persenyawaan agrokimia
(Guanalan, 1996).
2.4 Inokulan Rhizobium sp.
Bakteri Rhizobium sp. merupakan salah satu kelompok bakteri berkemampuan
sebagai penyedia hara bagi tanaman khususnya nitrogen. Bila bersimbiosis dengan
tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan
membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium sp. akan memfiksasi nitrogen dari
atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan Rhizobium sp.
terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan
hara bagi tanaman inangnya (Sutedjo et al. 1991).
Peristiwa pembentukan bintil akar tersebut dimulai dari masuknya bakteri ke
dalam rambut-rambut akar yang masih muda dengan jalan mencari bagian yang
lunak, terutama pada jaringan kulit luar yang telah rusak, namun ada kalanya bakteri
menembus jaringan kulit luar yang masih utuh. Kemampuan ini dikarenakan
Rhizobium sp. mempunyai zat-zat triptofan, yang selanjutnya diubah menjadi indol
asetat yang menyebabkan rambut akar mengeriting. Selain menghasilkan triptofan,
Rhizobium sp. juga menghasilkan enzim pelarut senyawa pektat yang mengikat
selulosa sehingga rambut akar mudah ditembus oleh Rhizobium sp. Bakteri ini hanya
mengikuti aliran cairan sel yang membawanya dan dengan demikian akan
12
memperoleh tempat yang baik kemudian bakteri tersebut akan menetap dan membuat
bintil-bintil akar (Sutedjo et al. 1991).
Gambar 1. Interaksi Rhizobium sp. dengan tanaman (Encyclopedia Britannica, 1996)
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya bintil akar pada tanaman
Leguminosae adalah temperatur dan cahaya, nitrogen terkombinasi, konsentrasi ion
nitrogen, nutrisi mineral, zat tumbuh, faktor genetik, faktor ekologis, Rhizobiotoksin,
serta salinitas dan alkalinitas. Di dalam bintil akar diantara bakteroid dan selubung
membran yang mengelilinginya terdapat suatu pigmen merah yang disebut
leghemoglobin. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan
langsung dengan jumlah nitrogen yang di fiksasi (Rao, 1994). Leghemoglobin
berfungsi mengatur ketersediaan O2 dari luar ke dalam bakteroid dan menyerap
karbohidrat dalam pembentukan ATP untuk proses fiksasi nitrogen (Gardner, 1991).
Keseluruhan reaksi kimia penambatan nitrogen adalah sebagai berikut.
N2+8-+ 6 Mg ATP + 16 H20 2 NH3 + H2 16 Mg ADP + 16 PI + 8 H+
13
Proses tersebut membutuhkan sumber elektron dan proton, molekul ATP, kompleks
enzim nitrogenase. Sumber elektron dan proton berasal dari karbohidrat yang
ditranslokasikan dalam daun kemudian di respirasikan oleh bakteri. Respirasi
karbohidrat dalam bakterioid yang menyebabkan reduksi NAD+ menjadi NADH atau
NADP+ menjadi NADPH dan juga terjadi reduksi flavoduksin. NADH, NADPH dan
flavodoksin kemudian mereduksi feredoksin atau protein yang sama yang efektif
mereduksi N2 menjadi NH3+
(Simanungkalit et al, 2006).
NH4+ yang terbentuk akan ditranlokasikan dari bakterioid sebelum dapat
dimetabolisme dan digunakan oleh tanaman inang. Dalam sel-sel yang mengandung
bakteroid, NH4+ diubah menjadi glutamin, asam glutamat, dan asparagin, sedangkan
pada beberapa spesies tertentu NH4+
dapat diubah menjadi senyawa-senyawa kaya
nitrogen yang disebut ureida. Dua macam ureida pokok pada tanaman legume adalah
alantoin dan asam allantoik. Asparagin dan ureida, lewat sel transfer masuk ke dalam
saluran xylem kemudian diangkat ke akar dan batang. Pada akar dan batang senyawa-
senyawa tersebut dipecahkan kembali menjadi NH4+, dan secara cepat diubah
menjadi asam-asam amino, amida dan protein (Simanungkalit et al. 2006).
Sejak terbentuknya akar, bakteri Rhizobium sp. melakukan proses
pembentukan bintil akar sekitar 4-5 Hari Setelah Tanam (HST) dan bintil akar dapat
mengikat nitrogen dari udara pada umur 10-12 HST. Perbedaan warna hijau daun
pada awal pertumbuhan (10-15 HST) merupakan indikasi efektivitas Rhizobium
japonicum (Adisarwanto, 2005).
14
2.5 Inokulan Azotobacter sp.
Bakteri Azotobacter pertama kali ditemukan oleh Beijerinck tahun 1901,
merupakan genus dari famili Azotobactericeae. Bakteri ini tersebar luas di alam,
bersifat aerobik heterotrof (memerlukan O2 dan karbohidat) dan ditemukan pada pH
tanah 4,5-9,0. Azotobacter sp. merupakan bakteri yang hidup bebas di dalam tanah,
non simbiotik pada tanaman leguminosa tidak terbentuk bintil akar (Hindersah et al.
2004).
Sumbangan bakteri ini dalam memfiksasi N masih rendah apabila
dibandingkan dengan Rhizobium sp. Hal tersebut antara lain disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu populasi mikroba ini di dalam tanah (umumnya sedikit sekitar
103 – 10
4/ g tanah), efisiensi fiksasi rendah, sumber karbon dan energi di dalam tanah
sedikit, dan adanya mikroba tanah lainnya sebagai saingan (Arief, 1980).
Bakteri ini selain menambatkan nitrogen, juga berkemampuan memproduksi
fitohormon seperti sitokinin dan auksin jika tidak ada nitrogen yang tersedia
(Vancura, 1988). Namun dalam penelitian Hindersah et al. (2002) suatu isolat
azotobacter dari rizosfir tomat yang dikulturkan selama 72 jam pada suhu kamar di
dalam media 3 ml/ L pupuk organik cair yang mengandung nitrogen kurang dari 1%
dapat memproduksi hormon yaitu giberelin dan auksin. Meskipun demikian
Azotobacter sp. dapat dimanfaatkan juga sebagai fitohormon eksogen selain
pemanfaatan dalam menambatkan nitrogen (Hindersah et al, 2002).
15
Hasil penelitian laksmikumari (1972) dan Singh (1977) dalam Rao (1994)
menunjukkan bahwa genus Azotobacter dapat pula menekan beberapa patogen tanah,
karena dapat menghasilkan eter yang dapat melarutkan mikroba yang bersifat
fungistik. Kenaikan hasil tanaman setelah diinokulasi Azotobacter sp. sudah banyak
diteliti, di India inokulasi Azotobacter sp. pada tanaman jagung, gandum, cantel, padi,
bawang putih, tomat terong dan kubis ternyata mampu meningkatkan hasil tanaman
tersebut (Sutanto, 2002).
2.6 Bakteri Pelarut Posfat
Mineral bentuk fosfat merupakan reservoir terbesar dari fosfor, terutama
terdeposit oleh batuan. Sebagian besar fosfat anorganik terlarut diterapkan untuk
tanah pertanian sebagai pupuk kimia, setelah aplikasi hanya sedikit yang tersedia
untuk tanaman. Komponen utama kedua dari tanah P adalah bahan organik, sebagian
besar hadir dalam bentuk fosfat inositol (fitat tanah), hingga 50% dari total organik P.
P organik lainnya di tanah adalah dalam bentuk phosphomonoesters, phosphodiesters
termasuk fosfolipid dan asam nukleat. Selain itu, sejumlah besar fosfonat xenobiotic
dilepaskan ke dalam lingkungan. Meskipun begitu kaya, konsentrasi P terlarut
biasanya sangat rendah di tanah karena fenomena fiksasi kimia fosfat (Gover, 2008).
Peningkatan fosfor di dalam tanah dapat memanfaatkan mikroba pelarut fosfat
(BPF) yang mampu mengubah P anorganik menjadi P organik sehingga dapat
16
dimanfaatkan oleh tanaman. Dalam proses pelarutan P oleh mikroba ini berhubungan
sangat erat dengan dalam produksi asam (Prihatini et al. 1996).
Bakteri Pelarut Fosfat akan menghasilkan asam-asam organik diantaranya
adalah asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat,
tartarat, dan α-ketobutirat selama dalam aktivitasnya (Rao, 1994). Asam-asam
organik ini akan bereaksi dengan FePO4, yang dapat membentuk khelat (kompleks
stabil) dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Fe3+
. Akibatnya dapat
menurunkan reaktivitas ion-ion dan menyebabkan pelarutan yang efektif sehingga P
yang terfiksasi dapat tersedia untuk tanaman. Meningkatnya asam-asam organik
tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH (Rao, 1994).
Fosfor terdapat pada tanaman dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatida yang
merupakan bagian dari protoplasma dan inti sel. Sebagai bagian dari inti sel sangat
penting dalam pembelahan sel, demikian pula bagi perkembangan jaringan meristem.
Menurut sutejo (2002), fungsi dari P dalam tanaman yaitu mempercepat pertumbuhan
akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa pada umumnya, mempercepat pembungaan dan pemasakan biji dan
buah, meningkatkan produksi biji-bijian.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian persiapan inokulum dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu
(PLT). Aplikasi inokulum terhadap cabai rawit dilakukan di Rumah Kaca UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2012 sampai
Maret 2013.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Rhizobium sp.,
Azotobacter sp., dan Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) yang merupakan hasil dari
inventarisasi praktikum sebelumnya dengan menggunakan medium spesifik, media
NA, media NB, methylene blue, NaCl 0,85%, kertas cakram, media tanam, benih
cabai rawit varietas sonar, dursban 250 18 EC, dithane M-45, larutan dekstruksi,
NaOH 30%, asam borat 4%, indikator Conway, bubuk selenium, H2SO4 pekat, HCl,
pengekstrak olsen, dan pereaksi pewarna fosfat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, ose, bunsen,
laminar air flow cabinet, cawan petri, erlenmeyer, shaker, haemocytometer,
mikroskop, autoklaf, cangkul, polybag, handsprayer, timbangan presisi, labu
18
kjeldahl, labu ukur, destilator, botol kocok 50 ml, kertas saring W91, pipet 2 ml,
dispenser 20 ml & 10 ml, spektofotometer UV-VIS.
3.3 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 27
perlakuan. Perlakuan berupa kombinasi dari tiga jenis bakteri yaitu Rhizobium sp.,
Azotobacter sp. dan BPF yang terdiri dari tiga taraf konsentrasi sel yaitu 0 (tanpa
isolat), 105 CFU/ 5 ml dan 10
9 CFU/ 5ml. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga
ulangan, sehingga terdapat 81 unit satuan percobaan (Lampiran 1).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Uji Karakterisasi Isolat
Sebelum digunakan untuk pengujian, bakteri Azotobacter sp., Rhizobium sp.
dan BPF diremajakan terlebih dahulu menggunakan media NA miring lalu diinkubasi
pada suhu 300
C selama 1-2 hari. Selanjutnya inokulum Rhizobium sp., Azotobacter
sp. dan BPF diencerkan untuk memperoleh konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml dan 10
9
CFU/ 5 ml. Untuk mengetahui konsentrasi sel bakteri tersebut maka dilakukan
inokulasi isolat ke media NB pada tabung erlenmeyer masing-masing sebanyak 100
ml/ L kemudian dishaking pada kecepatan 120 rpm. Setiap 3 jam sampel diambil
sebanyak 0,1 ml/ L lalu diteteskan pada parit kaca haemocytometer lalu dihitung
dibawah mikroskop. Jika sampel terlihat bertumpuk dalam satu kotak sedang saat
19
penghitungan maka perlu dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan
cara mengambil masing-masing sampel diambil 1 ml lalu diteteskan pada tabung
berisi NaCl 0,85% 9 ml.
Jika inokulum-inokulum tersebut telah pada konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml
dan 109
CFU/ 5 ml
lalu dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis.
Pengamatan bertujuan untuk keseragaman isolat yang nantinya akan digunakan
sebagai bakteri penyubur untuk tanaman cabai rawit. Hal ini dikarenakan inokulum
BPF yang digunakan masih belum dikelompokkan berdasarkan morfologi maka perlu
dilakukan uji karakterisasi isolat. Pengamatan makroskopis dengan cara
menginkubasi isolat bakteri selama 2 hari lalu diamati warna, bentuk tepi, bentuk
koloni, dan sudut elevasi bakteri pada cawan petri. Pengamatan mikroskopis adalah
dengan pewarnaan gram. Diambil 1 ose biakan murni isolat bakteri kemudian
digoreskan pada object glass, difiksasi di atas api bunsen kemudian diwarnai dengan
pewarnaan gram.
3.4.2 Uji Bersama Antar Isolat
Uji bersama antar isolat ini bertujuan untuk melihat apakah ketiga isolat
tersebut antara Rhizobium sp., bakteri pelarut posfat dan Azotobacter sp. dapat
memberikan hasil yang maksimal terhadap produksi tanaman. Uji bersama antar
isolat menggunakan metode uji kertas cakram yaitu isolat Rhizobium sp., BPF dan
Azotobacter sp. dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml dan 109
CFU/ 5 ml ditetesi ke
20
kertas cakram sebanyak 10 µl lalu dibiarkan agak mengering. Setelah agak
mengering, masing-masing cakram ditempelkan pada petri yang sama yang
sebelumnya telah dibuat tiga garis pembatas. Sebagai kontrol untuk uji ini
menggunakan 10 µl air steril pada cakram, lalu ditempelkan pada petri bersama
cakram yang telah ditetesi salah satu inokulum. Sampel uji beserta kontrol diinkubasi
selama 18 jam pada suhu 370
C dan diulang sebanyak 3 kali.
3.4.3 Persiapan Media Tanam
Media tanam berupa campuran tanah dan sekam bakar (1:1). Media tanam
dikemas ke dalam plastik tahan panas kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada
suhu 1210C selama 20 menit.
3.4.4 Inokulasi Bakteri dan Penanaman Benih ke Media Tanam
Inokulasi bakteri ke media tanam dilakukan dengan cara menyuntikkan
masing-masing isolat sebanyak 5 ml ke plastik yang berisi media tanam sesuai
dengan kombinasi perlakuan dan diberikan kode (Lampiran 1). Tahap inokulasi
dilakukan sebelum proses penyemaian dan sebelum pemindahan tanaman ke polybag.
Setelah inokulasi perlakuan, media tanam diinkubasi selama 5-7 hari pada temperatur
ruang kemudian media tanam dipindahkan ke polybag.
21
Penanaman dilakukan dengan cara merendam benih cabai rawit dalam air
selama 1-2 hari untuk mempercepat proses perkecambahan dan menghilangkan hama
benih tersebut. Setelah benih direndam kemudian benih ditanam pada polybag
sebanyak 5 benih untuk masing-masing polybag.
3.5 Pemeliharaan dan Panen
Pemiliharaan yang dilakukan terhadap tanaman cabai rawit meliputi
penyiraman, penyiangan, pengajiran, perempelan, dan pengendalian hama dan
penyakit. Penyiraman dilakukan 3-4 kali dalam sehari yang disesuaikan dengan
kondisi di lapangan. Penyiraman diusahakan tidak menggenangi media tanam di
polybag. Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di
sekitar pertanaman. Pengajiran dengan menggunakan bambu yang dipasang pada saat
tanaman berumur 5-6 minggu setelah tanam di polybag. Perempelan dilakukan
dengan cara membuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada batang utama atau di
setiap ketiak daun dan membuang bunga pemula. Dalam pengendalian hama dan
penyakit digunakan curracron 18 EC dengan konsentrasi 2 ml/ L dan dithane M-45
dengan dosis 2-3 g/ L. Aplikasi dilakukan selang 1 minggu sejak umur 20 HST
hingga 60 HST.
Pemanenan buah cabai rawit dilakukan setelah buah matang pada umur 74-80
HST. Panen dilakukan dengan interval 3 hari sekali. Buah cabai rawit dipetik
bersama tangkainya secara hati-hati di saat cuaca cerah.
22
3.6 Pengukuran kandungan N (%) dan P (ppm) Pada Media Tanam
Pengukuran kadar N yaitu timbang tanah sebanyak 100 mg, lalu dimasukkan
ke dalam labu kjedahl 100 ml. Sampel ditambahkan 10 ml larutan dekstruksi atau
campuran selen dan H2SO4 sebanyak 100 ml. Larutan dipanaskan perlahan-lahan
kemudian didihkan di ruang asam sampai warna jernih kehijau-hijauan. Larutan
didinginkan dan ditambahkan 10 ml air suling. Dipindahkan larutan tersebut ke dalam
labu ukur 100 ml hingga sampai tanda garis batas dengan air suling. Dipipet 5 ml
larutan ke dalam alat destilasi. Tambahkan 10 ml larutan NaOH 30% lalu dibilas
dengan air kemudian disulingkan. Ammonia yang tersuling ditampung dalam 5 ml
asam borat 4% dengan indikator Conway (bromo kresol hijau dan merah metil)
selama 10 menit. Setelah selesai destilasi, ujung kondensor dibilas dengan air suling
lalu dititrasi dengan HCl 0,01 N.
Perhitungan :
% Total Nitrogen = mL sampel x N HCl x fp x 14 x 100%
mg bobot sampel
Keterangan :
fp = faktor pengenceran
Pengukuran kadar P menggunakan metode olsen dengan menimbang 1,000 g
sampel tanah < 2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 20 ml
pengekstrak Olsen, kemudian dikocok selama 30 menit. Saring dan bila larutan
keruh dikembalikan lagi ke atas saringan semula. Ekstrak di pipet 2 ml ke dalam
tabung reaksi dan selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 ml pereaksi
23
pewarna fosfat, kocok hingga homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan
diukur dengan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 693 nm.
Perhitungan :
Kadar P2O5 tersedia (ppm) = ppm kurva x 20 x 142/90 x fk x fp
Keterangan:
ppm kurva = kadar contoh yang didapat dari kurva hubungan antara kadar deret
standar dengan pembacaannya setelah dikoreksi blanko.
Fp = faktor pengenceran (bila ada)
142/190 = faktor konversi bentuk PO4 menjadi P2O5
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air)
3.7 Pengamatan Parameter
Pengamatan parameter yang penulis lakukan berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Saragih (2008). Parameter-parameter yang dilakukan oleh penulis
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi tanaman (cm), diukur dari leher akar sampai titik tumbuh tanaman,
diukur mulai dari 4 minggu dengan interval pengukuran 1 minggu hingga
panen pertama.
2. Jumlah daun, dimulai dari 4 minggu dengan interval pengukuran 1 minggu
hingga panen pertama.
3. Diameter batang (cm), diukur dengan mengukur diameter pangkal batang
yang dilakukan mulai dari 4 minggu dengan interval pengukuran 2 minggu
hingga panen pertama.
24
4. Panjang akar (cm), diukur dari pangkal hingga ujung akar utama setelah
panen terakhir.
5. Bobot basah akar (g), diukur dengan cara menimbang akar-akar tanaman
sampel yang telah dipotong dan dibersihkan.
6. Produksi per tanaman (g), dihitung dengan menimbang produksi setiap
tanaman kemudian ditotalkan hingga panen terakhir. Proses pemanenan
dilakukan sebanyak tiga kali.
3.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan akan dianalisis dengan
menggunakan program SPSS 19 berupa annova satu arah (one way method annova)
sesuai Rancangan Acak Lengkap (RAL). Apabila berbeda nyata dilakukan analisis
lanjutan dengan uji BNJ dengan taraf 5% (α = 0,05).
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Uji Karakterisasi Isolat
Uji karakterisasi isolat dilakukan dengan pengamatan makroskopis dan
mikroskopis. Pengamatan makroskopis untuk melihat karakter morfologi sedangkan
pengamatan mikroskopis untuk melihat bentuk sel dan pewarnaan gram. Hal ini
dilakukan untuk menguji keseragaman morfologi dari isolat yang akan digunakan,
karena isolat BPF belum dimurnikan berdasarkan uji biokimia.
Berdasarkan uji karakterisasi isolat Azotobacter sp. memiliki ciri makroskopis
bentuk koloni bulat berwarna kuning transparan dengan tepi rata dan berelevasi
konveks, dan ciri mikroskopisnya adalah gram negatif dengan bentuk sel ovoid
(Lampiran 4). Isolat Rhizobium sp. dalam penelitian ini memiliki ciri makroskopis
bentuk koloni bulat berwarna putih dengan tepi datar dan berelevasi cembung, dan
ciri mikroskopis berbentuk sel basil dan gram negatif (Lampiran 4). BPF yang
digunakan sebagai sampel memiliki ciri makroskopis bentuk koloni bulat transparan
dengan tepi rata dan permukaan halus mengkilap serta berelevasi cembung, dan ciri
mikroskopis yaitu bentuk sel basil dan gram negatif (Lampiran 4).
26
4.2 Uji Bersama Antar Isolat
Gambar 2. Hasil uji antagonis 105 CFU/ 5 ml (a= Uji bersama antar isolat, b= Kontrol
Rhizobium sp., c= Kontrol BPF, d= Kontrol Azotobacter sp.) (dok pribadi)
(Ket: R= Rhizobium sp., A= Azotobacter sp., P= BPF, K= air steril)
Sebelum diinkubasikan pada media tanam, dilakukan uji bersama antar isolat
berdasarkan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml dan 109
CFU/ 5 ml yang ditujukan untuk
melihat pertumbuhan dari ketiga inokulan pada satu media tumbuh yang sama. Hasil
uji menunjukkan bahwa ketiga sampel dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml
pertumbuhannya lambat sehingga tidak melewati batas garis (Gambar 2). Namun dari
ketiga isolat tersebut, isolat BPF pertumbuhannya terlihat optimal (Gambar 2 a dan
c). Pada uji ini dapat disimpulkan jika isolat diaplikasikan pada media tanam maka
akan bersifat neutralisme sehingga dapat meningkatkan aktivitas masing-masing
b
c
a
d
27
bakteri dalam memfiksasi nitrogen dan melarutkan fosfat untuk pertumbuhan dan
produksi tanaman cabai rawit.
Gambar 3. Hasil uji antagonis 109 CFU/ 5 ml (a= Uji bersama antar isolat, b= Kontrol
Rhizobium sp., c= Kontrol BPF, d= Kontrol Azotobacter sp.) (dok pribadi)
(Ket: R= Rhizobium sp., A= Azotobacter sp., P= BPF, K= air steril)
Uji bersama antar isolat bakteri dengan konsentrasi sel 109 CFU/ 5 ml
menunjukkan hasil dari ketiga sampel pertumbuhannya cepat sehingga melewati garis
batas yang dibuat pada cawan petri (Gambar 3). Pertumbuhan bakteri Rhizobium sp.,
Azotobacter sp. dan BPF secara in vitro lebih cepat pada uji ini. Hal ini menunjukkan
bahwa adanya kemampuan dari masing-masing isolat untuk saling sinergisme,
masing-masing isolat dengan konsentrasi 109
CFU/ 5 ml pertumbuhannya lebih
optimal terutama isolat BPF.
a b
d c
28
Populasi mikroorganisme yang mendiami tanah, bersama dengan berbagai
bentuk binatang dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu
sistem kehidupan yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan sisa-sisa bahan
organik yang ada dalam tanah. Unsur-unsur organik dan anorganik di tanah
dimanfaatkan sebagai bahan nutrisi bagi mikroba untuk meningkatkan keragaman
dan populasi mikroba di dalam tanah. Kombinasi perlakuan yang masing-masing
bakteri berkonsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml dimungkinkan akan meningkatkan
produktivitas cabai rawit optimal.
4.3 Aplikasi Bakteri fiksasi N dan BPF terhadap Cabai Rawit
4.3.1 Kondisi Umum
Terdapat beberapa kendala pada penelitian ini, terutama pada pertumbuhan
cabai rawit di rumah kaca. Tanaman terserang hama dan penyakit di di rumah kaca
yang mungkin disebabkan oleh kondisi rumah kaca yang rusak. Beberapa jenis hama
yang menyerang tanaman cabai rawit ini adalah kutu daun (Myzus persicae Sulz.),
dan thrips (Thrips parvispinus Karny) dan penyakit yang menyerang tanaman cabai
rawit adalah penyakit mosaik. Serangan hama dan penyakit mulai nampak pada 34
HST (Hari Setelah Tanam).
Setiap hama yang menyerang tanaman memiliki tanda-tanda yang berbeda.
Pada gambar 4 menunjukkan bahwa tanaman terserang oleh hama kutu daun yang
ditandai dengan adanya kerusakan pada daun muda yang menyebabkan bentuk daun
29
keriput menghadap ke bawah kemudian timbul bercak kekuningan (klorosis) lalu
daun gugur. Tanaman yang terkena hama ini, pertumbuhannya menjadi terhambat
(kerdil) (Sisca, 2010).
Gambar 4. Kondisi tanaman yang terserang M. persicae (dok. pribadi)
Pada gambar 5 a dan b tanaman cabai rawit terserang hama trips. Ciri-ciri
tanaman yang terserang oleh hama trips yaitu mula-mula daun yang terserang oleh
hama trips memperlihatkan gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat
adanya luka dari cara makan hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan
tersebut berubah menjadi kecoklatan terutama pada bagian tepi tulang daun. Ciri
khusus tanaman yang terserang hama ini adalah daun-daun mengeriting ke arah atas
(Sisca, 2010).
Pada gambar 5c menunjukkan tanaman terkena virus mosaik. Penyakit
mosaik pada cabai disebabkan oleh Cucumber Mosaic Virus (CMV). Terkenanya
penyakit ini pada tanaman mungkin disebabkan oleh vektor serangga kutu daun M.
persicae dan bersinggungan antara tanaman sakit dengan yang sehat. Tanaman yang
terinfeksi akan menjadi kerdil, warna daun belang hijau muda dan hijau tua, ukuran
30
daun lebih kecil daripada daun yang sehat. Pada tulang daun terdapat jaringan
tanaman yang menguning atau hijau gelap dengan tulang daun yang tumbuh lebih
menonjol, serta pinggiran daun bergelombang (Sisca, 2010).
Gambar 5. Tanaman yang terserang trips (a & b), dan penyakit mosaik (c) (dok.
pribadi)
4.3.2 Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan indikator pengukuran kuantitatif terhadap
pertumbuhan cabai rawit. Perlakuan kombinasi konsentrasi sel bakteri berpengaruh
terhadap tinggi tanaman (α < 0,05) (Lampiran 2). Minggu ke-8 pada perlakuan tanpa
inokulum bakteri (R0P0A0) yang sebagai kontrol menghasilkan rata-rata tinggi
terendah sebesar 27,03 cm sedangkan R1P1A2 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105
c
b a
31
CFU/ 5 ml, BPF 105 CFU/ 5 ml dan Azotobacter sp. 10
9 CFU/ 5 ml) yaitu 53,5 cm
menghasilkan tinggi tanaman tertinggi (Gambar 6). Namun perlakuan R1P1A2 tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan R0P1A2, R1P1A1, R1P2A1, R1P2A2, R2P2A0,
R2P2A2 pada akhir pengamatan yaitu minggu ke-8 (Lampiran 3). Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan tersebut mampu memberikan pertumbuhan optimal
tanaman cabai rawit.
Tinggi tanaman terjadi sebagai akibat adanya pembelahan jaringan
meristematik yang merupakan organ vegetatif pada awal pembelahan. Menurut
Subhan dan Nikardi (1998) tinggi tanaman banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan
vegetatif akibat pengaruh dari unsur N. Dalam hal ini inokulum Rhzobium sp. dan
Azotobacter sp. sebagai penyedia N pada kombinasi perlakuan yang mempengaruhi
pertambahan tinggi tanaman. Namun, asosiasi antara Rhizobium sp. dengan tanaman
sangat rendah atau mungkin tidak berasosiasi. Sejalan dengan itu, menurut
Mairusmianti (2011) Pertumbuhan vegetatif tanaman sangat dipengaruhi oleh proses
fotosintesis, namun proses tersebut tidak optimal jika kekurangan N. bahan organik
mempunyai pengaruh nyata terhadap auksin, dan vitamin. Senyawa-senyawa tersebut
berasal dari eksudat tanaman, sisa tanaman dan juga berasal dari hasil aktifitas
mikroba dalam tanah (Atmojo, 2003).
32
Gambar 6. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap tinggi tanaman
4.3.3 Jumlah Daun
Jumlah daun digunakan untuk mengukur kualitas tanaman dalam melakukan
fotosintesis untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berdasarkan hasil
analisa ragam menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi sel bakteri berpengaruh
nyata (α < 0,05) terhadap jumlah daun cabai rawit (Lampiran 2).
33
Perlakuan yang memberikan rata-rata jumlah daun paling besar adalah
kombinasi perlakuan Rhizobium sp. dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml, BPF
dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. dengan konsentrasi sel 109
CFU/ 5 ml (R1P1A2) pada umur 8 MST yaitu 105,67 cm (Gambar 7). Namun pada
uji BNJ 5%, minggu ke-6 menunjukkan setiap kombinasi perlakuan tidak berbeda
nyata terhadap jumlah daun (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi
perlakuan tersebut dapat meningkatkan jumlah daun sehingga tanaman dapat
melakukan proses fotosintesis secara optimal.
Gambar 7. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap jumlah daun
34
Menurut Setyamidjaja (1989), kekurangan N dan P dapat mempengaruhi
jumlah daun. Prasetiyo (1997) menjelaskan juga bahwa jumlah daun berhubungan
erat dengan produktivitas tanaman dalam menghasilkan fotosintetat yang sangat
dibutuhkan oleh tanaman, dalam fase vegetatif dari suatu perkembangan tanaman
menggunakan sebagian karbohidrat. Dalam hal ini bakteri dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml (BPF dan Rhizobium sp.) dan 109 CFU/ 5 ml (Azotobacter sp.) merupakan
jumlah sel yang cukup untuk menghasilkan jumlah nitrogen dan fosfat pada
perlakuan pembentukan daun tanaman cabai rawit. Selain unsur nitrogen dan fosfat,
OPT pada rumah kaca juga mempengaruhi jumlah daun yang menyebabkan
terganggunya hasil tanaman dari proses fotosintesis.
Daun termasuk organ vegetatif tanaman yang mengandung klorofil, yaitu
tempat berlangsungnya proses fotosintesis. Semakin banyak jumlah daun maka
semakin banyak jumlah cahaya yang diserap untuk proses fotosintesis sehingga
karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman juga semakin banyak (Indriatama, 2009).
Bertambahnya jumlah daun dan luas daun akan mengakibatkan naiknya kapasitas
fotosintesis namun tidak mempengaruhi fase generatif tanaman (Salisbury dan Cleon,
1995).
35
4.3.4 Diameter Batang
Pembesaran diameter batang tanaman terjadi karena pembelahan meristem
interkalar pada batang. Kombinasi konsentrasi sel tidak berpengaruh (α > 0,05)
terhadap diameter tanaman pada umur 4 MST dan 6 MST, namun pada umur 8 MST
konsentrasi sel menunjukkan hasil berpengaruh terhadap diameter batang (α < 0,05)
(Lampiran 2).
Gambar 8. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap diameter tanaman
36
Perlakuan yang memberikan diameter batang paling besar adalah kombinasi
perlakuan Rhizobium sp. dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml, BPF dengan
konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. dengan konsentrasi sel 109 CFU/
5 ml (R1P1A2) pada umur 8 MST yaitu sebesar 1,07 cm dibanding Pada perlakuan
tanpa kombinasi perlakuan (R0P0A0) sebagai kontrol memberikan hasil diameter
batang yaitu 0,8 cm (Gambar 8). Perlakuan R1P1A2 dengan umur tanaman 8 MST
pada uji BNJ 5% terlihat bahwa tidak berbeda nyata dengan perlakuan R0P0A1,
R0P1A0, R0P2A0, R0P1A2, R0P2A1, R0P2A2, R1P1A1, R1P2A1, R1P2A2,
R2P1A1, R2P1A2, dan R2P2A1 (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa R1P1A2
perlakuan tersebut mampu meningkatkan diameter batang secara optimal pada
tanaman cabai rawit.
Peningkatan diameter batang sejalan dengan pertambahan tinggi tanaman
cabai rawit yang disebabkan oleh terjadi diferensiasi kambium pembuluh pada
pertumbuhan sekunder. Diferensiasi memerlukan sintesis dan degradasi dari bahan
organik dan anorganik. Bahan organik dapat berupa hasil fotosintesa tanam. Dalam
hal ini bakteri Azotobacter sp. dan Rhizobium sp. yang berpengaruh dalam
penyediaan hara nitrogen untuk pertumbuhan tanaman cabai. Tersedianya unsur
nitrogen dari bakteri fiksasi nitrogen tersebut membuat proses fotosentesis menjadi
maksimal sehingga tanaman menjadi tidak mudah rebah dan tahan dari hama dan
penyakit akibat dari penebalan dinding sel tanaman cabai rawit. Gardner (1991)
37
menyatakan faktor hasil fotosintesis yang berlebih menyebabkan penebalan dinding
sel pada batang karena akumulasi karbohidrat.
4.3.5 Panjang Akar
Kombinasi konsentrasi sel bakteri berpengaruh nyata terhadap panjang akar
tanaman (α < 0,05) (Lampiran 2). Pada kontrol R0P0A0 (tanpa inokulum)
menghasilkan rata-rata panjang akar terendah yaitu 21,67 cm sedangkan inokulan
R1P1A2 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5 ml, BPF 10
5 CFU/ 5 ml, dan
Azotobacter sp. 109 CFU/ 5 ml) menghasilkan rata-rata tertinggi yaitu 81,07 cm
(Gambar 9) dan berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan
kombinasi perlakuan R1P1A2 dapat meningkatkan panjang akar tanaman cabai rawit.
Pemanjangan akar bertujuan dalam proses penyerapan nutrien yang ada pada
tanah untuk pertumbuhan. Panjang akar disebabkan akibat dari pembelahan meristem
pada pertumbuhan primer kemudian terdiferensiasinya epidermis dalam pertumbuhan
sekunder akar untuk menjangkau sumber hara. Pertumbuhan akar dipengaruhi oleh
unsur P sehingga inokulan BPF yang berperan dalam persediaan P (Hardjowigeno,
2007). Dalam hal ini inokulan BPF dalam kombinasi berperan dalam melarutkan P
hingga dapat diserap oleh tanaman cabai. selain itu pertumbuhan akar juga
dipengaruhi oleh Azotobacter sp. Bakteri Azotobacter sp. selain dapat menambat N,
juga menghasilkan senyawa thiamin, riboflavin, nicotin indol acetic acid dan
giberelin yang dapat mempercepat perkecambahan bila diaplikasikan pada benih dan
38
merangsang regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar
menjadi optimal (Gardner, 1991).
Gambar 9. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap panjang akar
4.3.6 Bobot Basah Akar
Kombinasi inokulasi bakteri berpengaruh nyata (α < 0,05) terhadap bobot
basah akar tanaman cabai rawit (Lampiran 2). Inokulasi R0P0A0 (tanpa inokulum)
memiliki rata-rata bobot basah akar terendah yaitu 8 g sedangkan pemberian inokulan
R1P1A2 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5 ml, BPF 10
5 CFU/ 5 ml, dan
Azotobacter sp. 109 CFU/ 5 ml) memiliki rata-rata bobot basah akar tertinggi yaitu
39
54,5 g dibanding dengan kombinasi konsentrasi sel inokulan lainnya (Gambar 10).
Perlakuan R1P1A2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan kecuali perlakuan
R1P1A1 tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Dalam hal ini perlakuan tersebut dapat
meningkatkan bobot akar tanaman cabai rawit sehingga penyerapan unsur hara dan
mineral optimal di tanah.
Gambar 10. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap bobot basah akar
Bobot basah akar yang tinggi menandakan kapasitas serapan akar yang tinggi.
Perkembangan akar terjadi sebagai akibat hasil pembesaran sel meristem lateral atau
pembentukan kambium. Pembesaran dipengaruhi oleh jumlah penyerapan dan hasil
40
produk dari fotosintesis (Gardner, 1991). Oleh karena itu, peran fotosintesis
mempengaruhi bobot basah akar. Proses fotosintesa ini dipengaruhi oleh ketersediaan
unsur nitrogen yang bisa didapatkan dari bakteri Azotobacter sp. yang berperan lebih
dalam menyediakan nitrogen dengan cara memfiksasi N2 dari udara.
Salah satu unsur hara yang paling penting untuk mengindikasi bintil akar
adalah unsur nitrogen. Dalam penelitian ini, diketahui morfologi disekitar perakaran
tanaman cabai rawit tidak mengindikasikan adanya bintil akar yang merupakan tanda
terinfeksinya akar oleh Rhizobium sp. Hal ini menunjukkan bahwa Rhizobium sp.
bersifat asosiatif pada perakaran cabai rawit.
4.3.7 Produksi per Tanaman (g)
Kombinasi konsentrasi sel bakteri berpengaruh nyata (α < 0,05) terhadap
produksi buah per tanaman cabai rawit (lampiran 2). Rata-rata produksi tanaman
bahwa perlakuan tanpa kombinasi bakteri (R0P0A0) memiliki rata-rata produksi buah
terendah yaitu 20,6 g sedangkan R1P1A2 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5
ml, BPF 105 CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. 10
9 CFU/ 5 ml) merupakan kombinasi
perlakuan yang memiliki rata-rata produksi buah tertinggi yaitu 78,63 g (Gambar 11).
Perlakuan R1P1A2 berbeda nyata terhadap semua perlakuan kecuali pada perlakuan
R1P1A1 tidak berbeda nyata (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan
ketiga kombinasi jumlah sel bakteri tersebut mempengaruhi produksi per pohon
terhadap tanaman cabai rawit.
41
Gambar 11. Pengaruh kombinasi konsentrasi sel bakteri terhadap produksi per
tanaman
Unsur hara fosfat mempengaruhi jumlah produksi buah cabai rawit. Unsur
hara P dibutuhkan oleh tanaman dalam produksi buah. Meskipun didalam hasil
produksi per buah dan jumlah daun tinggi pada perlakuan R1P1A2, akan tetapi unsur
N yang merupakan hasil fiksasi dari Azotobacter sp. dan Rhizobium sp. tidak
mempengaruhi produksi per pohon pada cabai rawit tersebut. Pada penelitian
supriyanto dkk (2012) menyimpulkan bahwa dalam optimalisasi produktivitas
tanaman diperlukan pengurangan dosis pupuk unsur N, karena jika tidak dihentikan
maka pertumbuhan vegetatif akan tumbuh terus menerus, sehingga akan menghambat
42
pertumbuhan generatif. Dalam hal ini BPF pada perlakuan R1P1A2 merupakan
konsentrasi sel yang optimum untuk proses pembuahan.
Hasil produksi per pohon yang tinggi dan rendahnya tersebut diduga karena
jumlah konsentrasi sel masing-masing sampel bakteri pada perlakuan di tanah
menyebabkan adanya persaingan nutrisi untuk perkembangan bakteri tersebut.
Didalam peraturan permenpan nomor 70/SR.140/10/2010 ditetapkan bahwa jumlah
konsentrasi sel biofertilizer yaitu antara 107
CFU/ ml hingga 10
9 CFU/ ml. Namun
ternyata pada perlakuan kombinasi dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml dan 10
9
CFU/ 5 ml ini cukup untuk menyediakan unsur fosfat dan nitrogen di tanah. Selain
konsentrasi sel bakteri, faktor tersedianya salah satu hara makro yaitu nitrogen dan
fosfat yang dihasilkan oleh ketiga bakteri tersebut juga mempengaruhi produksi cabai
rawit. Nasahi (2010) menyatakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mikroba
tanah melakukan immobilisasi unsur hara diubah sebagai massa sel mikroba dan akan
kembali lagi tersedia untuk tanaman setelah terjadi mineralisasi yaitu apabila mikroba
mati.
Faktor terpenting selain kandungan fosfat di media tanam dalam pembentukan
buah yaitu penyerbukan tanaman cabai rawit. Selama kemunculan bunga pada
tanaman, proses penyerbukan terjadi karena adanya serangga polinator yang masuk
pada celah-celah rumah kaca dan angin. Serangga polinator yang sering terlihat yaitu
lebah (Apis sp.), kupu-kupu (Lepidoptera) dan tawon (Vespa sp.). Budidaya tanaman
berbuah di greenhouse, pada umumnya penyerbukan bunga dengan memanfaatkan
43
lebah madu atau dengan cara penyerbukan buatan Beberapa kendala pada
pembentukan buah pada rumah kaca disebabkan karena keterbatasan penyerbukan,
keterbatasan hara dalam tanaman, dan keguguran buah yang baru terbentuk (Sumeru,
1995).
4.4 Kandungan Nitrogen Pada Media Tanam
Nitrogen merupakan unsur hara makro yang termasuk dalam komponen
utama pada tanaman. Dalam pengujian serapan nitrogen dengan mengambil tiga
sampel tanah dengan pertumbuhan cabai rawit tertinggi. Sampel tanah yang akan
diujikan adalah saat sebelum dikecambahkan tanaman cabai rawit dan sesudah panen
cabai rawit.
Berdasarkan tabel 1 jumlah N yang terkandung di tanah sebelum diserap oleh
tanaman pada perlakuan R1P1A2 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5 ml, BPF
105 CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. 10
9 CFU/ 5 ml) kandungan nitrogennya sedang
(35%), perlakuan R1P1A1 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5 ml, BPF 10
5
CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. 105 CFU/ 5 ml) kandungan nitrogennya sedang pada
media tanam (0,27%), perlakuan R0P1A2 (tanpa inokulum Rhizobium sp.,
konsentrasi sel BPF 105 CFU/ 5 ml, dan Azotobacter sp. 10
9 CFU/ 5 ml) tergolong
kandungan N sedang pada media tanam (0,18%) dan perlakuan tanpa kombinasi
konsentrasi sel bakteri (R0P0A0) memiliki kandungan N rendah (0,50%) (Lampiran
6). Setelah ditanami dengan tanaman cabai rawit, persentase kandungan N di tanah
44
berkurang menjadi rendah unsur N, karena unsur N telah digunakan oleh tanaman
untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan R1P1A2 menghasilkan kadar N tertinggi dalam mempengaruhi
produktivitas tanaman cabai rawit.
Tabel 1. Kandungan nitrogen pada media tanam
Perlakuan % kandungan unsur N
Sebelum Sesudah
R0P0A0 0,50 0,40
R0P1A2 0,18 0,80
R1P1A1 0,27 0,12
R1P1A2 0,35 0,13
Berdasarkan hasil kandungan nitrogen pada media tanam menunjukkan bahwa
bakteri fiksasi nitrogen Azotobacter sp. dan Rhizobium sp. dengan konsentrasi sel 105
CFU/ 5 ml yaitu pada perlakuan R1P1A1 sudah mampu meningkatkan kadar nitrogen
sehingga menandakan adanya interaksi positif (Tabel 1). Namun bakteri Rhizobium
sp. di dalam kombinasi perlakuan dimungkinkan hidup bebas dan sedikit berperan
dalam memfiksasi nitrogen karena bakteri ini umumnya bersimbiosis dengan
tanaman legume. Menurut Simanungkalit dan Saraswati (2006) jumlah minimal
Rhizobia yang diperlukan untuk menjamin terjadinya nodulasi yang baik adalah
107 CFU/ ml inokulan. Azotobacter sp. dalam kombinasi perlakuan sangat berperan
besar dalam memfiksasi nitrogen pada media tanam sehingga menyebabkan proses
penyerapan nitrogen menjadi optimal untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
cabai rawit. Azotobacter sp. melakukan fiksasi nitrogen dengan bantuan kompleks
enzim nitrogenase. Berikut adalah reaksi dari fiksasi (Gardner et al, 1991) :
45
N2 + 6e– → 2NH3 (DG’0 = +150 kkal/ mol = +630 kJ/ mol)
Aplikasi bakteri Azotobacter dengan konsentrasi 107 CFU sebanyak 5 ml
dapat memperbaiki perkembangan akar dan tajuk bibit tomat (Hindersah, 2003)
Menurut Hindersah et al. (2002) juga menyatakan bahwa dosis inokulan yang terlalu
tinggi dapat menurunkan populasi di dalam tanah dibandingkan dengan tanaman yang
diberi dosis rendah maupun tanpa inokulan.
4.5 Kandungan Fosfat Pada Media Tanam
Fosfat adalah unsur hara makro yang termasuk dalam komponen utama pada
tanaman. Dalam pengujian serapan fosfat dilakukan dengan mengambil tiga sampel
tanah yang termasuk pertumbuhan cabai rawit tertinggi. Sampel tanah yang akan
diujikan adalah sampel tanah saat sebelum dikecambahkan tanaman cabai rawit dan
sesudah panen cabai rawit.
Tabel 2. Kandungan fosfat pada media tanam
Perlakuan Kandungan Unsur P (ppm)
Sebelum Sesudah
R0P0A0 12,02 3,27
R0P1A2 29,48 7,47
R1P1A1 33,22 5,58
R1P1A2 34,95 3,04
Berdasarkan tabel 2 jumlah P yang terkandung di tanah sebelum diserap oleh
tanaman pada perlakuan R0P0A0 (tanpa inokulum) kandungan P rendah yaitu sebesar
12,02 ppm. Pada perlakuan R0P1A2 (tanpa inokulum Rhizobium sp., konsentrasi sel
BPF 105 CFU/ 5 ml dan Azotobacter sp. 10
9 CFU/ 5 ml) kandungan P sedang yaitu
46
sebesar 19,48 ppm. Sedangkan perlakuan R1P1A1 (konsentrasi sel Rhizobium sp. 105
CFU/ 5 ml, BPF 105 CFU/ 5 ml dan Azotobacter sp. 10
5 CFU/ 5 ml) dan R1P1A2
(konsentrasi sel Rhizobium sp. 105 CFU/ 5 ml, BPF 10
5 CFU/ 5 ml dan Azotobacter
sp. 109 CFU/ 5 ml) tergolong kandungan P sedang pada media tanam yaitu 33,22 ppm
dan 34,95 ppm (Lampiran 6). Setelah ditanami dengan tanaman cabai rawit,
persentase kandungan P di tanah menjadi berkurang. Hal ini menunjukkan bahwa
perlakuan R1P1A1 dan R1P1A2 menghasilkan kadar P tertinggi dalam
mempengaruhi produktivitas tanaman cabai rawit.
Berdasarkan hasil kandungan fosfat pada media tanam menunjukkan bahwa
bakteri pelarut fosfat dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml yaitu pada perlakuan
R1P1A1 dan R1P1A2 sudah mampu meningkatkan kadar fosfat yang tinggi sehingga
menandakan adanya interaksi positif (Tabel 2). Kandungan fosfat yang tinggi pada
media tanam menyebabkan proses penyerapan fosfatnya menjadi optimal untuk
meningkatkan produktivitas tanaman cabai rawit. Menurut Rodriguez dan Fraga
(1999) dari beberapa strain bakteri, ternyata genus Pseudomonas dan Bacillus
mempunyai kemampuan yang tinggi dalam melarutkan fosfat. Elfiati (2001) dalam
hasil penelitiannya pemberian P. flourescens 109 CFU/ ml yang ditambahkan jamur
Trichoderma harzianum dan seresah daun jati memberikan hasil kandungan P yang
tertinggi pada media tanam tanah kapur.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Uji bersama antar isolat menunjukkan bahwa adanya kemampuan dari
masing-masing isolat untuk hidup bersama (saling sinergisme) baik isolat
dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml maupun 10
9 CFU/ 5 ml, dimana isolat
BPF pertumbuhannya lebih optimal dibandingkan isolat Rhizobium sp. dan
Azotobacter sp.
2. Inokulasi bakteri Azotobacter sp., Rhizobium sp. dan BPF mampu
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit (C. frutescens).
Pertumbuhan dan produksi tertinggi yaitu kombansi perlakuan Rhizobium sp.
dan BPF dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml, serta Azotobacter sp. dengan
konsentrasi sel 109 CFU/ 5 ml.
3. Terjadi peningkatan kadar nitrogen dan fosfat setelah diinokulasikan bakteri
Azotobacter sp., Rhizobium sp. dan BPF. Kombinasi perlakuan Rhizobium sp.
dan BPF dengan konsentrasi sel 105 CFU/ 5 ml, serta Azotobacter sp. dengan
konsentrasi sel 109 CFU/ 5 ml menghasilkan kadar nitrogen dan fosfat
tertinggi pada media tanam untuk pertumbuhan dan produksi tanaman cabai
rawit (C. frutescens).
48
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebi lanjut dengan bahan hayati lain yang meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman cabai rawit.
2. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kemampuan Azotobacter
sp., Rhizobium sp. dan BPF terhadap tanaman uji yang berbeda.
3. Perlu melakukan pengendalian hama dan penyakit secara intensif pada tempat
yang banyak hama dan penyakit.
49
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Arief, D.H. 1980. Sumbangan Mikroorganisme Non Simbiotik terhadap Pertanian.
Bahan Seminar Bagian Produksi Tanaman Hal 12. Fakultas Pertanian Unpad.
Bandung.
Atmojo, H.T. 2003. Pemanfaatan Bakteri Azotobacter sp. Pada Tanaman Terong di
Lahan Lebak. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10(2): 57.
Betty, N., Yuniarti A., dan Mulyani O. 2011. Peningkatan P Tanah dan Produksi Padi
Gogo Melalui Pemanfaatan Mikroba Pelarut Fosfat Penghasil Fosfatase Pada
Tanah Marginal. Bahan Seminar Antarbangsa Hal 8. Universiti Kebangsaan
Malaysia. Bangi.
Cahyono, Bambang. 2003. Cabai Rawit, Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius. Yogyakarta.
Departemen Pertanian. 2011. Dosis Penggunaan Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan
Pembenah Tanah. Departemen Pertanian. Jakarta.
Elfiati, Deni. 2001. Pengaruh Pseudomonas flourescens yang Ditambahkan Jamur
Trichoderma harzianum dan Seresah terhadap Pertumbuhan Jati Dengan Media
Tanam Tanah Kapur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran.
Bandung
Gardner F.P., Pearce R.B., Mitchel R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan: Herawati Susilo. Universitas Indonesia.
Gover, C.H. and George, T.S. 2008. Phoshatase Activity and Organic Acids in Th
Rhizosphere of Potential Agroforestry Species and Maize. Soil Biology and
Biochemistry, 34: 1487-1494.
Guanalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat Pada Bioteknologi Tanah
Berwawasan Lingkungan. Majalah Sriwijaya, Vol. 32. No. 2. Universitas
Sriwijaya.
Gusti, Suliasih, A. Sugiharto dan S.H. Rahayu. 2006. Pengaruh Perlakuan Rizo-
Bakteri Pemacu Pertumbuhan terhadap Viabilitas Benih serta Pertumbuhan Bibit
Tanaman Cabai. Jurnal Bul. Agron. 34 (1) 46 – 54.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Edisi Baru. Akademika Pressindo. Jakarta
50
Hardjowigeno, S. dan Widiamaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tataguna Tanah. IPB Press. Bogor.
Hidayat, herman. 2000. Deskripsi Cabai Rawit var Sonar di Pasar. Agro Tani Vol. 12
No. 2 Edisi XLII. Tersedia: http://www.tanindo.com (27 Agustus 2013)
Hindersah, R., setiawati, M.R. dan Fitriatin, B.N. 2002. Penentuan Sumber Karbon
dan Nitrogen Untuk Meningkatkan Kualitas Inokulan Azotobacter sp. Sebagai
Pupuk Biologis Pada Pembibitan Tomat. Laporan Penelitian. Bandung:
Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran.
_____________. 2003. Azotobacter sp. Application in Agricultural Soil Management.
Proceeding International Conference on Environment and Urban Management.
Mataram.
Hindersah, R. dan Simarmata, T. 2004. Potensi Rizobacter Azotobacter Dalam
Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natur Indonesia, 5(2): 127-133.
Mairusmianti. 2011. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Akar dan Pupuk Daun terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Bayam (Amaranthus hybridus) Dengan Metode
Nutrient Film Technique (NFT). Skripsi. Jurusan Biologi. UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta
Marhumah. 2005. Peranan Azotobacter spp. Mendukung Pertumbuhan Awal Padi
IR64 di Lahan Pasang Surut. Skripsi. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian.
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru.
Nasahi, Ceppy. 2010. Peran Mikroba Dalam Pertanian Organik. Skripsi. Program
Studi Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.
Prasetiyo, S. 1997. Pengaruh Dosis Urea Tablet dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Kultivar Sindoro. Jurnal Agrosains, 2(2): 45.
Prihatini, T., A. Kentjanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer Untuk
Peningkatan Produktivitas Lahan Pertanian. Jurnal Litbang Pertanian XV (1).
Rajankar, P.N, Tambekar, D.H and Wate, S.R. 2007. Study of Phosphate
Solubilization Efficiencies of Fungi and Bacteria Isolated from Saline Belt of
Purna River Basin. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences,
3(6): 701-703.
Rao, N.S.S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Rodriguez, H. and R. Fraga. 1999. Phospate solubilizing Bacteria and Their Role in
Plant Growth Promotiont. Journal Biotech, 17: 319-339.
51
Rukmana, R.H. 2002. Usaha Tani Cabai Rawit. Kanisius. Yogyakarta.
Salysbury F.B. and Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan, Jilid dua. Terjemahan
Plant Physiology, 4th
edition, oleh: Diah R. Lukmana dan Samaryono. 1992.
Bandung. Penerbit ITB Bandung.
Saragih, C. Winda. 2008. Respon Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Solanum
licopersicum Mill.) terhadap Pupuk Posfat dan Berbagai Bahan Organik. Skripsi.
Program Studi Agronomi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Simanungkalit, R.D.M, T. Hutagalung, R.D. Hastuti, E. Pratiwi, and R.J.K. Myers.
1990. The Relative roles Of N Fixation, Fertilizer, Crop residues and Soil in
Supplying N in Multiple Cropping System in Humid Tropical Upland System.
Journal Plant Soil, 121: 73-82.
Sisca, P.S. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah (Capsicum annum L.).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Sriwuryandari, L dan Susilorukmi, A. 2005. Aplikasi Biofertilizer Untuk
Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum). Jurnal Teknologi Indonesia
28: 39-45.
Subhan, A.H dan G. Nikardi. 1998. Penggunaan Pupuk Nitrogen dan Pupuk Kandang
Ayam pada Tanaman Cabai di Lahan Kering. Jurnal Hortikultura. 9(2):1178-
1181.
Supriyanto, A., Umah Fita K., Surtiningsih, T. 2012. Pengaruh Pemberian Pupuk
Hayati (Biofertilizer) dan Media Tanam yang Berbeda Pada Pertumbuhan dan
Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) di Polybag.
Jurnal Bul. Agron 23(1) 42-49.
Sumeru, A. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Sutedjo, M.M, Kartasapoetra, A.G dan Sastroatmodjo, R.D.S. 1991. Mikrobiologi
Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Sutejo, M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Syukur, A dan E.S. Harsono. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan NPK
terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Fisika Tanah Pasir Pantai Samas Bantul.
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 8(2):138-145.
52
Vancura, V. 1988. Microorganisms, Their Mutual Relation and Functions the
Rhizosphere. Di dalam Vancura, V. and kunc, F. (eds). Soil microbial
association. Praha: elsevier.
Van Keulen, H. 1995. Sustainability and long term dynamic of soil organic matter
and nutrient under alternative management strategies. P. 353-375. In J. Bouma et
al. (Eds). Ecoregional Approach of Sustainable Land Use and Food Production.
Wiryanta, W.T.B. 2004. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Kombinasi dari 3 Faktor Perlakuan
Pola Penanaman Cabai Rawit di Rumah Kaca UIN Syarif Hidayatullah
Keterangan :
R = Rhizobium sp. 0 = Tanpa Isolat
P = Pseudomonas sp. 1 = Konsentrasi sel 105
CFU/ 5ml
A = Azotobacter sp. 2 = Konsentrasi sel 109
CFU/ 5ml
R0A0P0
R0A0P1
R0A0P2
R0A1P0
R0A1P1
R0A1P2
R0A2P0
R0A2P1
R0A2P2
R1A0P0 R1A0P1
R1A0P2
R1A2P1
R1A2P0
R1A1P2
R1A1P1
R1A1P0
R1A2P2
R2A0P0
R2A0P2
R2A0P1
R2A1P0
R2A1P2
R2A1P1
R2A2P0
R2A2P2
R2A2P1
R0A0P0 R0A0P1
R0A0P2
R0A1P0
R0A1P1
R0A1P2
R0A2P0
R0A2P1 R0A2P2
R1A0P0
R1A0P1
R1A0P2
R1A2P1
R1A2P0
R1A1P2
R1A1P1 R1A1P0
R1A2P2
R2A0P0
R2A0P2
R2A0P1
R2A1P0
R2A1P2
R2A1P1 R2A2P0
R2A2P2
R2A2P1 R0A0P0
R0A0P1
R0A0P2
R0A1P0
R0A1P1
R0A1P2
R0A2P0
R0A2P1
R0A2P2
R1A0P0
R1A0P1
R1A0P2
R1A2P1
R1A2P0
R1A1P2
R1A1P1
R1A1P0
R1A2P2 R2A0P0
R2A0P2
R2A0P1
R2A1P0
R2A1P2
R2A1P1
R2A2P0
R2A2P2
R2A2P1
54
Lampiran 2. Tabel analisis sidik ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
1. Tinggi Tanaman
Umur tanaman 4 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 465.921 17.92 5.348 0.000*
Galat 54 180.94 3.351
Total 80 646.861
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 5 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 1070.487 41.173 7.03 0.000*
Galat 54 316.247 5.856
Total 80 1386.734
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 6 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 2326.4 89.477 5.37 0.000*
Galat 54 899.753 16.662
Total 80 3226.153
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 7 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 2214.203 85.162 3.522 0.000*
Galat 54 1305.533 24.177
Total 80 3519.737
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
55
Umur tanaman 8 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 2833.624 108.986 4.316 0.000*
Galat 54 1363.58 25.251
Total 80 4197.204
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
2. Diameter Tanaman
Umur tanaman 4 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 0.182 0.007 1.831 0.031tn
Galat 54 0.207 0.004
Total 80 0.389
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 6 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 0.323 0.012 0.959 0.533tn
Galat 54 0.7 0.013
Total 80 1.023
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 8 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 1.402 0.054 2.468 0.003*
Galat 54 1.18 0.022
Total 80 2.582
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
56
3. Jumlah Daun
Umur tanaman 4 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 40.099 1.542 2.468 0.003*
Galat 54 90.667 1.679
Total 80 130.765
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 5 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 236.099 9.081 2.468 0.003*
Galat 54 457.333 8.469
Total 80 693.432
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 6 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 1704.222 0.054 2.468 0.003*
Galat 54 3942 0.022
Total 80 5646.222
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
Umur tanaman 7 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 16787.136 0.054 2.468 0.003*
Galat 54 9960 0.022
Total 80 26747.136
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
57
Umur tanaman 8 MST
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 31074.099 0.054 2.468 0.003*
Galat 54 11998 0.022
Total 80 43072.099
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
4. Panjang Akar
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 11434.44 439.786 8.59 0.000*
Galat 54 2764.613 51.197
Total 80 14199.05
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
5. Bobot Basah Akar
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 12945.88 497.918 17.04 0.000*
Galat 54 1577.88 29.22
Total 80 14523.76
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
6. Produksi per Pohon
SV Db JK KT F
hitung Sig.
Perlakuan 26 23185.488 891.75 6.41 0.000*
Galat 54 7512.72 139.124
Total 80 30698.208
Ket : * berbeda nyata tn
tidak berbeda nyata
58
Lampiran 3. Hasil Uji BNJ 5%
1. Tinggi tanaman
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST
R0P0A0 6.43 a 12.6
abc 18.4
a 23.57
a 27.03
a
R0P0A1 7.23 ab
14.5 abcdef
24.67 abc
31.57 abc
35.7 ab
R0P0A2 7.83 abc
13.37 abcd
24.4 abc
32.03 abcd
36.47 bc
R0P1A0 6.47 a 11.53
ab 23.8
ab 29.27
abc 34.17
ab
R0P2A0 7.3 ab
10.8 a 22.6
ab 31.37
abc 35.8
ab
R0P1A1 9.2 abcde
13.27 abcd
23.27 ab
32.27 abcde
37.33 bc
R0P1A2 13.9 ghi
24.33 k 35
fg 42
efgh 48.77
fgh
R0P2A1 10.77 bcdefg
13.73 abcde
25.2 abcd
34.87 bcdefg
38.97 bcde
R0P2A2 9.97 bcdef
14.77 abcdefg
25.7 abcd
34.17 bcdef
38.3 bcde
R1P0A0 8.77 abcd
13.03 abcd
21.5 ab
28.93 ab
34.73 ab
R1P0A1 11.23 cdefgh
14.3 abcdef
24.63 abc
33.37 bcde
37.53 bcd
R1P0A2 11.77 defgh
16.47 cdefghi
27 bcde
34.63 bcdefg
39.57 bcdef
R1P1A0 10.23 bcdef
16.27 cdefgh
26 abcd
35.6 bcdefg
39 bcde
R1P2A0 10.23 bcdef
16.93 cdefghi
27.3 bcdef
35.63 bcdefg
39.77 bcdef
R1P1A1 14.43 hi 22.4
jk 39
g 45.3
h 49.83
gh
R1P1A2 16.1 i 24.97
k 37.9
g 41.37
defgh 53.5
h
R1P2A1 11.23 cdefgh
17.73 defghi
34 efg
42 efgh
47.9 efgh
R1P2A2 12 defgh
19.77 hij
35 fg
44.03 gh
48.87 fgh
R2P0A0 11.3 cdefgh
16.37 cdefghi
23.03 ab
30.9 abc
34.93 ab
R2P0A1 12.57 efgh
18.53 fghij
32.4 cdefg
38.77 cdefgh
43.27 bcdefg
R2P0A2 13.2 fghi
19.43 ghij
31.9 cdefg
37.73 bcdefgh
43.4 bcdefg
R2P1A0 12.63 efgh
19.27 ghij
29.3 bcdef
37.1 bcdefgh
41.03 bcdefg
R2P2A0 12.8 efghi
19.53 hij
35.1 fg
43.5 fgh
47.4 defgh
R2P1A1 13 fghi
21.03 ijk
26.03 abcd
32.67abcde
38.33 bcde
R2P1A2 10.33 bcdefg
15.73 bcdefgh
24.4 abc
32.77abcde
37.67 bcd
R2P2A1 10.47 bcdefg
18.33 efghij
32 cdefg
38.97 cdefgh
43.57 bcdefg
R2P2A2 11.43 defgh
18.37 efghij
32.7 defg
41.37 defgh
46.3 cdefgh
Keterangan : Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNJ.
59
2. Jumlah daun dan diameter batang
Perlakuan Jumlah Daun Diameter Batang (cm)
4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 4 MST 6 MST 8 MST
R0P0A0 7.33 ab
8.67 ab
17 a 26.33
a 54
bcdefg 0.23
ab 0.4
a 0.8
abcde
R0P0A1 8 ab
8.33 a 15.67
a 27
a 32.33
abc 0.2
a 0.4
a 0.6
abc
R0P0A2 7.67 ab
9.33 ab
12.33 a 30.33
abc 30.67
ab 0.2
a 0.37
a 0.57
a
R0P1A0 6.33 a 8.67
ab 24.67
a 39.33
abcd 41
abcdef 0.23
ab 0.57
a 0.87
bcde
R0P2A0 7.67 ab
11.33 abc
16 a 41.67
abcd 41.67
abcdef 0.2
a 0.4
a 0.8
abcde
R0P1A1 8 ab
9.67 abc
19.67 a 43.33
abcd 40.67
abcdef 0.27
abc 0.47
a 0.77
abcd
R0P1A2 7.33 ab
8.67 ab
19.67 a 72.67
fg 88.33
hij 0.23
ab 0.47
a 0.9
cde
R0P2A1 9 b 10
abc 24.33
a 51.67
abcdef 51.33
abcdefg 0.27
abc 0.47
a 0.9
cde
R0P2A2 7.67 ab
9.67 abc
23.33 a 57
cdef 56.33
bcdefg 0.23
ab 0.43
a 0.9
cde
R1P0A0 6.33 a 9
ab 15.67
a 32.33
abc 34.33
abcd 0.2
a 0.43
a 0.63
abc
R1P0A1 8.67 ab
9.33 ab
28.67 a 47.33
abcdef 40.33
abcdef 0.23
ab 0.5
a 0.77
abcd
R1P0A2 8.33 ab
9.67 abc
13.33 a 45.33
abcd 50
abcdefg 0.3
abc 0.43
a 0.7
abc
R1P1A0 8.33 ab
8.33 a 13.67
a 52
abcdef 22.67
a 0.27
abc 0.4
a 0.7
abc
R1P2A0 8.33 ab
11 abc
20.67 a 55
bcdef 51.33
abcdefg 0.3
abc 0.47
a 0.9
cde
R1P1A1 9 b 9.33
ab 16.33
a 72.33
efg 96
ij 0.3
abc 0.5
a 0.87
bcde
R1P1A2 8.33 ab
9.67 abc
24.67 a 86.33
g 105.67
j 0.33
bc 0.57
a 1.07
e
R1P2A1 8 ab
15.33 c 26
a 55.33
bcdef 61
cdefgh 0.3
abc 0.53
a 1.03
de
R1P2A2 8.67 ab
10.33 abc
19.67 a 64
defg 67.33
fgh 0.3
abc 0.53
a 0.87
bcde
R2P0A0 7.33 ab
8.33 a 13.67
a 29.33
ab 36.67
abcde 0.27
abc 0.4
a 0.57
a
R2P0A1 8.33 ab
10.33 abc
16.67 a 44.67
abcd 51.33
abcdefg 0.3
abc 0.43
a 0.7
abc
R2P0A2 8.33 ab
11 abc
23.33 a 47.67
abcdef 59
bcdefg 0.33
bc 0.57
a 0.73
abc
R2P1A0 7.33 ab
8a 12.33
a 59.33
def 74.33
ghi 0.27
abc 0.4
a 0.73
abc
R2P2A0 7 ab
8a 20.67
a 62
defg 74
ghi 0.23
ab 0.47
a 0.7
abc
R2P1A1 8.67 ab
14.33 bc
19.33 a 59.33
def 63.67
defgh 0.3
abc 0.57
a 0.9
cde
R2P1A2 7.67 ab
9.67 abc
13.67 a 45.67
abcde 47
abcdefg 0.27
abc 0.37
a 0.83
abcde
R2P2A1 7 ab
10.33 abc
14.33 a 60.67
def 66
efgh 0.37
c 0.53
a 0.83
abcde
R2P2A2 8 ab
8a 14.67
a 52.33
abcdef 60.33
cdefgh 0.37
c 0.5
a 0.57
a
Keterangan : Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNJ.
60
3. Produksi per pohon, bobot basah akar dan panjang akar
Perlakuan Panjang
Akar
Bobot
Basah Akar
Produksi per
Pohon
R0P0A0 21.67 a 8
a 20.6
abcde
R0P0A1 28.67 ab
8.67 a 4.43
a
R0P0A2 31.8 abc
10.53 ab
6.7 ab
R0P1A0 38.6 bcde
11.77 abc
23.3 abcdef
R0P2A0 42.87 cdefgh
12.43 abc
23.13 abcdef
R0P1A1 40.23 bcdef
11.2 abc
21.27 abcde
R0P1A2 59.2 ij 43.87
ij 54.83
gh
R0P2A1 45.57 cdefghi
13.73 abc
26.27 abcdef
R0P2A2 46.97 defghi
15.13 abcd
29.73 bcdef
R1P0A0 33.07 a 10.2
ab 11.63
ab
R1P0A1 45.37 cdefghi
12.23 abc
22.47 abcde
R1P0A2 40.33 bcdef
11.97 abc
19.13 abcde
R1P1A0 47.5 efghi
18.23 abcde
12.1 ab
R1P2A0 48.87 efghi
21.17 cdef
21.37 abcde
R1P1A1 68.73 j 50.4
jk 61.17
hi
R1P1A2 81.07 k 54.5
k 78.63
i
R1P2A1 54.93 ghi
24.47 defg
35.83 cdefg
R1P2A2 56.6 hij
27 efg
39.6 defg
R2P0A0 39.7 bcdef
15.67 abcd
10.57 ab
R2P0A1 42.4 cdefg
25.07 defg
19.57 abcde
R2P0A2 46.6 defghi
27 efg
15.1 abc
R2P1A0 50.17 efghi
31.1 fgh
42.5 efgh
R2P2A0 53.3 fghi
39.33 hi 45.87
fgh
R2P1A1 58.77 ij 33
gh 38.3
cdefg
R2P1A2 42.7 cdefgh
13.33 abc
16.7 abcd
R2P2A1 48.53 efghi
19.67 bcde
25.03 abcdef
R2P2A2 48.73 efghi
21.33 cdef
27.13 abcdef
Keterangan : Angka rataan yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji BNJ.
61
Lampiran 4. Uji karakterisasi isolat
1. Inokulum bakteri
Azotobacter sp. Rhizobium sp. Bakteri Pelarut Fosfat
2. Hasil mikroskopis
Azotobacter sp. (dok. pribadi) BPF (dok. pribadi)
Rhizobium sp. (dok. pribadi)
62
Lampiran 5. Hasil penelitian berdasarkan parameter
1. Hasil produksi cabai rawit
Perlakuan R0P0A0 Perlakuan R0P1A2
Perlakuan R1P1A1 Perlakuan R1P1A2
2. Hasil akar tanaman cabai rawit
Perlakuan R0P0A0 Perlakuan R0P1A2
63
Perlakuan R1P1A1 Perlakuan R1P1A2
3. Hasil pertumbuhan tanaman cabai rawit
Perlakuan R0P0A0 Perlakuan R0P1A2
Perlakuan R1P1A1 Perlakuan R1P1A2
64
Lampiran 6. Tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah