Inh
-
Upload
kamilah-abas -
Category
Documents
-
view
137 -
download
6
Transcript of Inh
Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, yang berisi seluruh
bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut, higienis (bebas cemaran) serta digunakan secara
tradisional. Jamu telah digunakan secara turun-temurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin
ratusan tahun, Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur.
Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan
bukti empiris turun temurun. Penandaan pada produk Jamu Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah
dibaca, dicetak dengan warna hitam diatas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras
dengan tulisan “JAMU” catatan : pada produk jamu dilarang mencampurkan atau terkandung bahan kimia
obat apapun. jamu adalah tingkat terendah dari strata obat herbal lainnya tingkatan selanjutnya
adalah Herbal Terstandar
Jamu http://farmatika.blogspot.com/p/jamu.html#ixzz2GnNHx9oG
Pengertian Jamu
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam (tumbuhan
dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar,
dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara
tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman
yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar
(Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan
bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan
peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-
penelitian pra klinik. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam
yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang
oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Namun ketiga jenis obat bahan alam tersebut
sering disebut juga sebagai jamu. Jamu adalah sebutan untuk obat tradisional dari Indonasia.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246 tahun 1992, pengertian
jamu adalah obat tradisional yang bahan bakunya simplisia yang sebagian besar belum mengalami
standarisasi dan belum pernah diteliti, bentuk sediaan masih sederhana berwujud serbuk seduhan,
rajangan untuk seduhan, dan sebagainya. Jamu merupakan obat yang berasal dari bahan tumbuh-
tumbuhan, hewan dan mineral atau sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
secara tradisional telah digunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman. Setiap daerah
memiliki ciri khas jamunya tersendiri yang memang bisa memiliki dasar ramuan dan falsafah saling
berbeda. Tetapi pada dasarnya sama yaitu semuanya mengandung ramuan alamiah yang terdiri dari
tumbuh-tumbuhan, mulai dari akar sampai ke bunga tanaman dapat dimanfaatkan. Ciri khas inilah yang
membedakan obat tradisional Indonesia dengan obat tradisional bangsa lain yang mempergunakan bahan
alami hewan atau mineral.
Proses Pembuatan Jamu
Proses produksi yang dilakukan pada industri kecil obat tradisional yang masih menggunakan teknologi
yang relatif sederhana atau tradisional karena produk jamu yang dihasilkan adalah berupa serbuk jamu.
Obat bahan alam termasuk jamu yang diproduksi oleh industri obat bahan alam (IOT) maupun industri
kecil obat bahan alam (IKOT) mempunyai persyaratan yang sama yaitu aman untuk digunakan,
berkhasiat atau bermanfaat dan bermutu baik. Oleh karena itu semua usaha dibidang industri obat bahan
alam harus dapat menerapkan Cara Pembuatan Obat bahan alam yang Baik (CPOTB) agar dapat
menghasilkan obat bahan alam yang memenuhi syarat. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
menerapkan CPOTB adalah : Personalia, Bangunan, Peralatan, Sanitasi dan higiene, Penyiapan bahan
baku.
Pengolahan dan pengemasan, Pengawasan mutu, Inspeksi diri, Dokumentasi, Penanganan terhadap hasil
pemantauan produk di peredaran. Secara umum proses produksi yang dilakukan menurut BPOM,
meliputi tahapan sebagai berikut:
1). Bahan baku datang dari pemasok dalam bentuk kering
2). Pengambilan sample bahan baku, jika kualitasnya cocok maka dibeli
3). Sortasi bahan baku
Sortasi bahan baku dilakukan untuk memisahkan bahan baku yang baik dengan yang tidak baik yang
terlihat secara fisik, misalnya daun yang sudah layu. Sortasi juga dilakukan untuk memisahkan benda
asing yang mungkin terdapat dalam bahan baku tersebut ,misalnya kotoran atau tanah.
4). Pengukuran kadar air
Sebaiknya simplisia kering yang akan digunakan untuk pembuatan jamu memiliki kadar air maksimal 11
persen . Jika ternyata kadar air simplisia tersebut di atas 11 persen maka dilakukan proses pengeringan
atau penjemuran.
5). Penimbangan bahan baku sesuai kebutuhan menggunakan timbangan duduk
6). Penggilingan simplisia menjadi serbuk
Simplisia yang telah ditimbang digiling dengan menggunakan mesin penggiling yang digerakkan oleh
mesin penggerak. Jenis atau ukuran pisau pada mesin penggiling yang digunakan untuk menggiling daun
dan rimpang berbeda. Pisau pada mesin penggiling harus selalu diganti setiap 3 bulan untuk menjamin
hasil gilingan selalu dalam ukuran yang seharusnya.
7). Penyaringan atau pengayakan dengan saringan 120 mesh.
Proses penyaringan dilakukan untuk menghasilkan serbuk dengan ukuran yang halus dan seragam. Dari
proses penyaringan ini, pada umumnya serbuk yang tidak lolos adalah sekitar 15 - 20 persen.
8). Peramuan atau pencampuran sesuai kombinasi yang diinginkan
Serbuk jamu yang telah disaring kemudian diramu dengan jumlah dan komposisi yang disesuaikan
dengan jenis jamu yang akan dihasilkan. Proses peramuan atau pencampuran ini dilakukan secara
manual.
9). Pengukuran kadar air serbuk jamu
Sebelum dikemas, dilakukan pengukuran kadar air serbuk jamu untuk menjamin tingkat kekeringan
serbuk tersebut. Kualitas serbuk yang baik adalah yang memiliki kadar air tidak lebih dari 5 persen.
10). Pengemasan dalam bentuk sachet dan pak
Serbuk jamu dimasukkan dengan ukuran rata-rata 7 - 8 gram ke dalam kemasan sachet kemudian dipres
dengan alat pengepres. Setiap 10 sachet dipak dalam kemasan plastik. Beberapa pak jamu dikemas lagi
dalam plastik bening dengan ukuran besar. Beberapa jenis serbuk jamu tidak dikemas dalam bentuk
sachet, tetapi dikemas secara kiloan dengan kemasan plastik yang lebih besar.
11). Penyimpanan produk jadi sebelum dijual
Jamu yang siap dijual disimpan terlebih dahulu dalam rak-rak besar secara teratur. Gudang penyimpanan
jamu harus kering dan tidak lembab sehingga tidak menurunkan kualitas jamu yang telah dihasilkan. Rak-
rak penyimpanan tidak boleh menempel pada dinding, tetapi harus ada sedikit jarak sehingga jamu
tersebut tidak menjadi lembab.
12). Distribusi produk jadi pada konsumen
Merupakan proses penyampaian jamu dari produsen ke konsumen. Pada tahap ini pun harus diperhatikan
aspek higienis dan pengaturan peletakannya, baik pada saat pengangkutan maupun penyimpanan di kios
atau toko. Kualitas bahan baku atau simplisia akan sangat menentukan kualitas jamu yang dihasilkan.
Oleh karena itu, pemilihan bahan baku yang berkualitas baik sangat penting untuk diperhatikan, dan tidak
hanya semata didasarkan atas harga yang murah. Secara umum, kualitas simplisia yang baik dapat dilihat
dari parameter atau kriteria sebagai berikut : tingkat kebersihan, tingkat kekeringan, warna, tingkat
ketebalan, dan keseragaman ukurannya. Proses pengolahan jamu dalam bentuk serbuk menghasilkan
limbah berupa limbah padat dan gas. Limbah padat adalah ampas jamu yang dihasilkan dari proses
penggilingan simplisia maupun penyaringan serbuk jamu. Sedangkan limbah berupa gas adalah asap yang
dikeluarkan dari mesin penggerak pada saat proses penggilingan dilakukan. Dari proses pengolahan jamu
ini tidak dihasilkan limbah cair karena bahan baku simplisia sudah diterima dalam bentuk kering sehingga
tidak perlu dicuci lagi. Dampak lingkungan lain yang terjadi adalah suara bising (polusi suara) yang
diakibatkan oleh mesin penggerak yang sedang dijalankan. Ampas jamu yang dihasilkan tidak mencemari
lingkungan sekitar karena dimasukkan ke dalam karung. Ampas ini dapat dijual kembali (untuk pakan
ternak atau pemanfaatan lain). Limbah asap dan suara bising yang dihasilkan oleh mesin penggerak dapat
dikurangi dengan membuat pipa cerobong yang tinggi sekitar 5 meter sehingga tidak mengganggu
masyarakat sekitar. Kenyataannya asap yang dihasilkan tidak pekat dan suara yang ditimbulkan pun tidak
terlalu bising. Pada lokasi usaha tercium aroma jamu dari proses penggilingan dan ceceran serbuk jamu
yang senantiasa dibersihkan secara berkala. Secara umum, industri ini tidak memberikan dampak
lingkungan yang mengganggu ataupun berbahaya bagi masyarakat sekitar lokasi usaha. Sebelum
pendirian usaha ini pun pengusaha harus mendapatkan izin HO yang dikeluarkan oleh Pemda setempat
yaitu izin gangguan yang mendapatkan persetujuan dari tetangga kanan, kiri, depan dan belakang.
Dengan demikian usaha jamu tradisional masih baik untuk dilakukan ditinjau dari aspek lingkungan
karena tidak ada dampak lingkungan yang berarti.
ISONIAZID (INH)
Rumus Struktur : N
Rumus molekul : C6H7N3O
Nama kimia : Asam isonikotinat hidrazida [54-85-3]
Berat molekul : 137,14
Pemerian : Hablur putih atau tidak berwarna atau serbuk hablur putih; tidak
berbau, perlahan-lahan dipengaruhi oleh udara dan cahaya.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut
dalam kloroform dan dalam eter (Ditjen POM, 1995).
Farmakologi
Derivat asam isonikotinat ini berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap M. tuberkulosae dan bersifat
bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat. Aktif terhadap kuman yang berada intraseluler
dalam makrofag maupun di luar sel (ekstraseluler).
Mekanisme kerjanya berdasarkan terganggunya sintesa mycolic acid, yang diperlukan untukmembangun
dinding bakteri. Isoniazid masih tetap merupakan obat kemoterapi terpenting terhadap berbagai tipe
tuberkulosa dan selalu dalam bentuk multiple terapi dengan rifampisin dan pirazinamid. Resorpsinya dari
usus sangat cepat, difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh baik sekali, bahkan menembus jaringan
yang sudah mengeras. Penetrasi yang cepat ini sangat penting dalam pengobatan tuberculous meningitis.
Di dalam hati, isoniazid diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. Plasma t1/2
nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi. Ekskresinya melalui ginjal (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Efek Samping
Gatal-gatal, ikterus, polineuritis, perasaan tidak sehat, letih dan lemah, anoreksia, kadang-kadang terjadi
kerusakan hati dengan hepatitis dan ikterus yang fatal (Tjay dan Rahardja, 2002).
Dosis
Oral/i.m. dewasa dan anak-anak 1 dd 4-8 mg/kg/hari sehari atau 1 dd 300-400 mg, atau sebagai single
dose bersama rifampisin, pagi hari a.c. atau sesudah makan bila terjadi gangguan lambung (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Spektrofotometri Ultraviolet
Teori Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan
molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi
spektrofotometri ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang
untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm, daerah inframerah dekat
780-3000 nm, dan daerah inframerah 2,5-40 µm atau 4000-250 cm-1(Ditjen POM, 1995).Sinar ultraviolet
dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Transisi-transisi
elektronik akan meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi
tereksitasi. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan
menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi
elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi.
Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang
terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan pita spektrum. Terjadinya
dua atau lebih pita spektrum diberikan oleh molekul dengan struktur yang lebih kompleks karena terjadi
beberapa transisi sehingga mempunyai lebih dari satu panjang gelombang (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gugus fungsi yang menyerap radiasi di daerah ultraviolet dekat dan daerah tampak disebut gugus
kromofor dan hampir semua gugus ini mempunyai ikatan tak jenuh. Pada kromofor jenis ini transisi
terjadi dari π → π*, yang menyerap pada panjang gelombang maksimum kecil dari 200 nm (tidak
terkonyugasi), misalnya pada >C=C< dan –C ≡ C –. Kromofor ini merupakan tipe transisi dari sistem
yang mengandung elektron π pada orbital molekulnya. Untuk senyawa yang mempunyai sistem
konyugasi, perbedaan energi antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil sehingga
penyerapan terjadi pada panjang gelombang yang lebih besar (Dachriyanus, 2004).Gugus fungsi seperti –
OH, -O, -NH2, dan –OCH3 yang memberikan transisi n → π* disebut gugus auksokrom. Gugus ini
adalah gugus yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat
pada gugus kromoformengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang lebih besar
(pergeseranbatokromik) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis spektrofotometri ultraviolet:
a. Pemilihan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi
serapan maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang maksimum, dilakukan dengan membuat
kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi
tertentu.
b. Pembuatan kurva kalibrasi
Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing
absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi diukur, kemudian dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Bila hukum Lambert-Beer terpenuhi maka kurva
kalibrasi merupakan garis lurus.
c. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan
Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2-0,6. Anjuran ini berdasarkan
anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut, kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling
minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan
menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi, ini berlaku untuk radiasi monokromatis
dalam larutan yang sangat encer. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-Beer,
sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, yang dapat
ditulis dengan persamaan :
A= a.b.c (g/liter) atau A= ε. b. c (mol/liter)
Dimana: A = serapan
a = absorptivitas
b = ketebalan sel
c = konsentrasi
ε = absorptivitas molar
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif spektrofotometri dimana konsentrasi dapat
dihitung berdasarkan rumus di atas. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik untuk setiap
molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu.
Menurut Roth dan Blaschke (1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan untuk menggantikan
absorptivitas. Harga ini, memberikan serapan larutan 1 % (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm, sehingga dapat
diperoleh persamaan:
A = A11. b. c
Dimana :A11= absorptivitas spesifik
b = ketebalan sel
c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan)
Penggunaan Spektofotometri Ultraviolet
Analisis kualitatif
Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya radiasi yang diserap oleh suatu molekul
sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap
dengan frekuensi (atau panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi. Transisi yang
dibolehkan untuk suatu molekul dengan struktur kimia yang berbeda adalah tidak sama sehingga
spektrum absorpsinya juga berbeda. Dengan demikian, spektrum dapat digunakan sebagai bahan
informasi yang bermanfaat untuk analisis kualitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).
Analisis kuantitatif
Penggunaan utama spektrofotometri ultraviolet adalah dalam analisis kuantitatif. Apabila dalam alur
spektrofotometer terdapat senyawa yang mengabsorpsi radiasi, akan terjadi pengurangan kekuatan
radiasi yang mencapai detektor. Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah
absorban (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan banyaknya molekul yang
mengabsorpsi radiasi. Senyawa yang tidak mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga
ditentukan dengan spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat
mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu pereaksi kromofor
(Satiadarma,2004).Analisis kuantitatif secara spektrofotometri ultraviolet dapat dilakukan dengan metode
regresi dan pendekatan.
1. Metode Regresi
Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan persamaan regresi yang didasarkan
pada harga serapan dan konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling sedikit
menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat memberikan serapan yang linier,
kemudian diplot menghasilkan suatu kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu
sampel dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.
2. Metode Pendekatan
Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan serapan standar yang
konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel. Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus
perbandingan
C = As. Cb / Ab
dimana As = serapan sampel,
Ab = serapan standar,
Cb = konsentrasi standar, dan
C = konsentrasi sampel (Holme dan Peck, 1983).
Peralatan Untuk Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau serapan suatu sampel sebagai fungsi
panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari
spektrometer yang menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer
sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi (Day dan Underwood,
1981).
Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari
190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada
panjang gelombang antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma maupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan
dari hasil penguraian.
3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam berkas cahaya
spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan.
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk
pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya
pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia
kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 milimeter sampai 10 cm
bahkan lebih.
4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik (Day and Underwood, 1981).
Validasi
Validasi adalah suatu tindakan terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk
membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (WHO, 1992).
Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, kespesifikan, limit deteksi, limit
kuantitasi, linieritas dan rentang.Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (% recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan melalui dua cara yaitu metode
simulasi (spiked placebo recovery) dan metode penambahan bahan baku (standard addition method).
Dalam kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara hasil yang
diperoleh dengan hasil yang sebenarnya.
% Perolehan Kembali = x %100 C− BA
Keterangan :
A = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku
B = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku
C = konsentrasi baku yang ditambahkan
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai relatif standar
deviasi (RSD) dari sejumlah sampel yang berbeda secara signifikan secara statistik.
Batas deteksi (limit of detection) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
masih dapat terdeteksi. Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Batas deteksi = Slope 3xSB
Batas kuantitasi (limit of quantitation) didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel
yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode
yang digunakan.
Batas Kuantitasi = Slope 10xSB
Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil uji langsung
atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas
rentang konsentrasi tertentu.Rentang suatu metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi
tertinggi dan konsentrasi terendah analit yang dapat ditentukan dengan presisi, akurasi dan kelinieran
(Rohman, 2007; Satiadarma, 2004).
INH
Sinonim : Isonicotinathidrazid/Isoniazid
Organoleptis : hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa agak pahit,terurai
perlahan-lahan oleh udara dan cahaya.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%), sukar larut dalam kloroform dan
eter
Reaksi identifikasi kualitatif :
- Isoniazid + AgNO3= mereduksi
- Isoniazid + Ag ammoniakal = mereduksi
- Reaksi Luf dan Fehling positif (+)
- Isoniazid + vanillin + methanol + HCl = kuning hijau (spesifik)
- Isoniazid + salisilaldehid = kuning muda
- Isoniazid + asam fosfomolibdat + NH4OH = warna biru
- Jika dipijar, menimbulkan bau piridin, meleburkan uapnya kuning muda
- Isonitril = (+)
- Isoniazid + CaOCl3+ CHCl3= lapisannya merah
Identifikasi
A. Spectrum serapan inframerah zat yang dikeringkan dan didispersikan dalam kalium bromide P
menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada isoniazid BPFI.
B. Masukkan lebih kurang 50 mg ke dalam labu ukur 500ml, tambahkan air sampai batas tanda.
Masukkan 19,0ml larutan ini ke dalam labu ukur 100ml, tambahkan 2,0ml asam klorida 0,1 N,
encerkan dengan air sampai tanda; spectrum serapan ultraviolet larutan menunjukkan maksimum
dan minimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti pada isoniazid BPFI.
Penetapan kadar
Fase gerak
Larutkan 4,4g natrium dokusat P dalam 600ml methanol P, tambahkan 400ml air, atur hingga pH 2,5
dengan asam sulfat 2N. Jika perlu lakukan penyesuaian menurut Kesesuaian system seperti yang tertera
pada Kromatografi.
Larutan baku
Timbang seksama sejumlah isoniazid BPFI, larutkan dan encerkan dengan fase gerak hingga kadar lebih
kurang 0,32mg/ml.
Larutan uji
Timbang seksama lebih kurang 16mg, masukkan dalam labu tentukur-50ml, larutkan dan encerkan
dengan fase gerak sampai tanda.
Sistem Kromatografi
Lakukan seperti yang tertera pada Kromatografi (931). Kromatografi cair kinerja tinggi dilengkapi
dengan detector 254nm dan kolm 4,6mm x 25cm berisi bahan pengisi L1. Laju aliran lebih kurang 1,5ml
per menit. Lakukan kromatografi terhadap Larutan baku, rekam respons puncak seperti yang tertera pada
Prosedur: efisiensi kolom dihitung dari puncak isoniazid tidak kurang daRI 1800 lempeng teoritis, factor
ikutan tidak lebih dari 2,0 dan simpangan bau relative pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0%.
Prosedur
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10µl) Larutan baku dan larutan uji ke
dalam kromatograf, ukur respons puncak utama. Hitung jumlah mg, C6H7N3O dengan rumus :
50C (rurs
)
C adalah kadar isoniazid BPFI dalam mg per ml Larutan baku; ru dan rs berturut-turut adalah respons
puncak Larutan uji dan Larutan baku.
Spektro
Sebanyak 100 mg timbang seksama,larutkan 50 ml etanol, masukin labu 100 ambil 0,5 ml masukan kedalam labu 100
Abs 270mm, blank etanol