INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING
-
Upload
dhira-ayu-laksmita -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
description
Transcript of INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING
WIRO
KUNING as healthy
city
27
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
LATAR BELAKANG Paradigma yang berkembang saat ini adalah mengenai Abad Kota, abad dimana orang kini dominan untuk memilih tinggal di kota. Keberadaan magnet pusat pemerintahan, perekonomian, dan peradaban yang cenderung berada di pusat kota menjadi faktor penarik yang kuat disamping faktor pendorong seperti perkembangan desa yang lambat. Masyarakat dari luar kota berbondong-bondong pergi ke kota berharap akan dapat hidup sejahtera dengan bekerja di kota. Hal ini menyebabkan kota menjadi semakin padat dan pembangunan pun melebar ke segala arah. Pembangunan fungsi lahan baru di kota dan sekitarnya merupakan masalah yang dilematis, di satu sisi m e r u p a k a n s i g n a l p o s i t i f t e r h a d a p perkembangan ekonomi yang dinamis, namun di sisi lain memberi konstribusi pada buruknya perkembangan struktur kota dan sistem transportasinya (Jamal, 2013). Struktur ruang kota terencana mengalami banyak perkembangan dan perubahan sejalan dengan dibukanya banyak sistem jaringan jalan baru guna mengkoneksikan area aglomerasi dengan kota. Fenomena bottle neck pada jam – jam sibuk pagi dan sore hari pada ruas jalan menuju kota, padatnya jalan oleh kendaraan merupakan cerminan kondisi kota-kota besar kini. Pergerakan kendaraan dalam kota kini justru mengarah kepada perlambatan dan stagnasi berupa kemacetan (Jamal, 2013). Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota bersejarah di Indonesia yang telah lama lahir dengan konsep penataan kota yang terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi hingga rencana rencana tata ruang semua terencana dengan baik. Civic center (CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai pusat berbagai
macam kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual, ekonomi, pertahanan, dan rekreasi (Spiro Kostof, 1992). Hal tersebut berdampak terhadap arus urbanisasi di Yogyakarta yang disebabkan oleh daya tarik yang dimiliki kota Yogyakarta seperti pusat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar yang senantiasa be rkembang da r i wak tu ke wak tu . Perkembangan secara terus-menerus ini mengakibatkan menurunnya kual i tas lingkungan hidup di kawasan perkotaan dan di lingkungan permukiman warga, pencemaran udara yang semakin meningkat dengan semakin tingginya laju pertumbuhan kendaraan. Pada umumnya orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kedaraan umum sebagai media transpotasi karena dinilai lebih praktis. Namun pada kenyataannya hal ini justru menyebabkan kemacetan di beberapa ruas di kota Yogyakarta. Pembangunan jalan - jalan baru dan flyover demi kelancaran sirkulasi kota, justru dijadikan peluang bagi pengguna kendaraan pribadi sebagai kesempatan untuk menurunkan kendaraanya ke jalan. Jalan yang seharusnya berfungsi sebagai sarana pemindah pergerakan manusia justru menjadi sarana pemindah kendaraan. Terjadi okupansi jalan yang berlebih sehingga menimbulkan kemacetan dan mengganggu fungsi kota. Lambat laun hal ini menimbulkan banyak kerugian baik secara fisik maupun material. Salah satu cara untuk menarik minat masyarakat kepada penggunaan fasilitas transportasi publik, oleh karena itu perlu diciptakan suasana pergerakan yang menyenangkan dan menjaga struktur ruang kota yang dikenal dengan konsep Transit
ABSTRAK
Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan koridor yang memiliki potensi untuk berkembang dalam jangka waktu ke depan. Hal ini disebabkan karena koridor Wirokuning memiliki fasilitas publik dan infrastruktur penunjang yang beragam seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, residensial, dan cagar budaya. Di kawasan KH Ahmad Dahlan saja sudah begitu banyak terdapat bangunan cagar budaya yaitu bangunan dengan arsitektur Cina namun masih kurang mendapat perhatian. Selain itu, wadah bagi pedestrian yang sudah tersedia namun masih jauh dari standar yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat untuk melintasi koridor ini dengan berjalan kaki. Jika potensi-potensi ini dikembangkan, koridor Wirokuning dapat berpotensi menjadi koridor wisata. Melalui tulisan ini penulis mencoba untuk menganalisa infrastruktur dan fasilitas publik di koridor Wirokuning dengan menggunakan indikator healthy city dan menemukan sintesa atas permasalahan yang ada.
INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNINGDHIRA AYU LAKSMITA 12512183
WIRO
KUNING
as healthy
28
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
arta
in sy
stem
he
alth
yc
ity
syste
m
city
Oriented Development (TOD). Banyak kota-kota di dunia mampu menyelesaikan permasalahan kota dan transportasinya melalui pengaplikasian system tranportasi massal dan TOD yang baik. Dalam menghubungkan fungsi-fungsi strategis dalam area TOD , Walkability adalah elemen kunci sukses efektivitas TOD yag sangat penting. Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan salah satu contoh koridor dengan permasalahan infrastruktur yang kompleks khususnya dalam hal walkability. Ruas jalan yang sempit ditambah dengan banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang melintas di koridor ini serta letak lampu APILL yang berdekatan menyebabkan sering terjadi kemacetan. Trotoar yang menjadi wadah bagi pedestrian beralih fungsi menjadi lahan sektor informal bagi PKL. Banyak kendaraan pribadi yang diparkir di bahu jalan sehingga menyebabkan ruas jalan menjadi sempit. Selain itu sarana utilitas jalan seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan jalan, maupun vegetasi belum di ta ta dengan baik sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat kota untuk menggunakan fasilitas di koridor ini. Di luar dari permasalahan tersebut, koridor Wirokuning merupakan koridor yang memiliki fungsi fasilitas publik yang beragam yaitu, pemerintahan, pendidikan, komersial, cagar budaya, residensial, dll. Namun sangat disayangkan beberapa dari fasilitas ini tidak dikembangkan dengan baik padahal memiliki potensi yang sangat besar bagi koridor Wirokuning ini. Sebagai contoh, Jogya sangat kaya dengan Benda Cagar Budaya, namun sangat kurang mendapat perhatian. Di Jalan KH Ahmad Dahlan banyak bangunan yang telah banyak mengalami perubahan. Padahal pada kawasan ini sangat banyak terdapat bangunan asli arsitektur China. Namun dalam perkembangannya, bangunan asli arsitektur China hanya tersisa beberapa saja, jika dikelola dengan baik kawasan ini bisa menjadi objek wisata. Pengunjung bisa menikmati keindahan bangunan asli arsitektur China di Kawasan Jogja. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana kondisi infrastruktur di koridor Wirokuning khususnya kondisi walkability yang sesuai dengan TOD? Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi walkability di Wirokuning berbasis TOD? Fasilitas publik apa saja yang berpotensi
untuk dikembangkan pada koridor Wirokuning sehingga berpengaruh terhadap kondisi walkability? Bagaimana strategi meningkatkan potensi fasilitas publik di koridor Wirokuning dan walkability yang berbasis TOD?
KAJIAN PUSTAKA
Pengertian Infrastruktur Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional. Dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk sekolah dan rumah sakit.
Enam kategori besar infrastruktur (Grigg):1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan);2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara);3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air);4. Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat);5. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar;6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas);
Fasilitas fisik Infrastruktur (Grigg):1. Sistem penyediaan air bersih, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment, dan fasilitas distribusi;2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, treatment, pembuangan, dan sistem pemakaian kembali;3. Fasilitas manajemen limbah padat;4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara. Termasuk di dalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas kontrol;5. Sistem transit publik;6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi;
-
WIRO
KUNING as healthy
city
29
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
7. Fasilitas pengolahan gas alam;8. Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi;9. Fasilitas navigasi dan lalu lintas/jalan air;10. Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam kebakaran;11. Fasilitas perumahan;12. Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion.
Infrastruktur sendiri dapat dipilah menjadi tiga bagian besar sebagai berikut :
1. Infrastruktur keras ( physical hard infrastructure). Meliputi jalan raya dan kereta api , bandara, dermaga , pelabuhan dan saluran irigasi.2. Infrastruktur keras non-fisik (non-physical hard infrastructure). Berkaitan dengan fungsi utilitas umum seperti ketersediaan air bersih berikut instalasi pengolaan air dan jaringan pipa penya lu r ; pasokan l i s t r ik , j a r ingan telekomunikasi (telepon dan internet) dan pasokan energi mulai dari minyak bumi , biodesel dan gas berikut pipa distribusinya.3. Infrastruktur lunak (soft infrastructure). Biasa pula disebut kerangka institusional atau kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma (khusunya yang telah dikembangkan dan dikodifikasikan menjadi peraturan hukum dan perundang-undangan) .serta kualitas pelayanan umum yang disediakan oleh berbagai pihak terkait, khususnya pemerintah .
Penyediaan InfrastrukturDasar Pertimbangan:1. Tipologi Kota (Besar, Sedang, Kecil) dalam sistem perkotaan regional/nasional2. Struktur Tata Ruang Kota3. Ketersediaan Lahan
Faktor Pertimbangan Penyediaan Prasarana JalanŸ Tipologi Kota (Besar, Sedang, Kecil)Ÿ Struktur Tata Ruang KotaŸ Ketersediaan Lahan Ratio luas lahan 5 % dari luas wilayahŸ Klasifikasi fungsi jalan Ratio panjang jalan / jumlah penduduk panjang 0,6 Km/ 1000 jiwa Secara global, kondisi penyediaan infrastruktur di Indonesia berada di peringkat
54 di bawah India, Iran, Vietnam, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Afrika Selatan dan lainnya. Baik untuk general infrastructure, electricity output, electricity consumption, dan logistic performance.
http://www.slideshare.net/sangnandar/program-infrastruktur- perkotaan
Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah Yogyakarta
Menururt simreg.bappenas.go.id, pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan prasarana perhubungan yang baik khususnya mempelancar lalu lintas penduduk dan distribusi barang. Salah satu prasarana utama adalah jalan. Secara keseluruhan wilayah DI Yogyakarta dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 4.592 km. Jika dilihat dari sisi kuantitas sebenarnya ketersediaan jaringan jalan di Yogyakarta cukup baik. Hal ini terlihat dari indikator kerapatan jalan, yang menunjukkan rasio panjang jalan dalam kilometer terhadap luas wilayah dalam kilometer persegi, dan dinyatakan dalam persen (Tabel 6). Angka kerapatan jalan (road density) di wilayah ini lebih jauh tinggi dari angka nasionaldan berada di peringkat 2 nasional.
Tingkat defisiensi infrastruktur wilayah dapat dianalisis dengan membandingkan tingkat pendapatan perkapita dan kerapatan jalan antarprovinsi di Indonesia. Hal ini didasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian. Dengan menggunakan data seluruh provinsi di
WIRO
KUNING
as healthy
30
UD
UDy
og
ya
ka
rta in
syste
mh
ea
lthy
city
sy
stem
city
per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 11). Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu perekonomian, maka kerapatan jalannya cenderung semakin tinggi pula. Provinsi provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi DI Yogyakarta relatif lebih baik dibandingkan perekonomian dengan tingkat pendapatan per kapita yang sama. Dengan demikian panjang jalan bukanlah masalah utama bagi DI Yogyakarta.
Secara kualitas, terlihat bahwa lebih dari 80 persen panjang jalan di DI Yogyakarta memiliki permukaan beraspal (Tabel 7). Namun hanya 39 persen jalan negara dalam kondisi baik, sisanya dalam kondisi sedang dan rusak. Demikian pula kondisi jalan provinsi dan kabupaten, masing-masing hanya 51 persen dan 36 persen dalam kondisi baik. Tingginya tingkat kerusakan jalan ini tentu menjadi penghambat peningkatan p roduk t iv i t a s s ek to r pe r t an i an dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi pengembangan industri lokal dan jasa.
Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Di Yogyakarta termasuk rendah dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 753,7 kWh (Gambar 11). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita.
KONSEP KOTA SEHAT
Menurut Sari (2014), pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun 1980-an sebagai strategi menyongsong Ottawa-Charter. Konsep kab/kota sehat tidak hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan yang lebih menekankan kondisi sehat dan sakit saja secara medis saja, tetapi kepada aspek menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat baik jasmani maupun rohani. Pada tahun 1996 WHO menetapkan hari kesehatan sedunia dengan tema “Healthy Cities For Better ,ife". Perkembangan gerakan kota sehat di setiap negara berbeda satu sama lain tergantung permasalahan yang ada dan tidak bisa diperbandingkan. Kesamaan konsep kota sehat diseluruh negara adalah berasal dari, oleh dan untuk masyarakat, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. Yang lebih unik dari konsep kota sehat ini adalah lebih mengutamakan pendekatan proses daripada target, tidak mempunyai batas waktu dan tidak ada status mati atau berhenti, berkembang secara dinamik dan sesuai dengan keinginan masyarakat yang di&apai se&ara bertahap. Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemer in tah daerah . Penyelenggaraan Kota Sehat adalah berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat, melalui pemberdayaan masyarakat dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum adalah wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi. Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya.
Pengembangan kawasan transit atau Transit Oriented Development (TOD).
Menurut Calthorpe dalam Raniasta (2015) TOD didefinisikan sebagai kawasan dengan tata guna lahan bercampur (mixed-use) dalam jarak tempuh rata-rata berjalan kaki sejauh ±2000 ft menuju fasilitas transit dan pusat komersial kawasan. Tata guna lahan pada
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-
Core
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
Center
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
Village
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
Destination
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
kawasan TOD terdiri dari area permukiman campuran, pertokoan, perkantoran, ruang terbuka, dan fasilitas publik dalam lingkungan yang walkable, dan nyaman untuk bergerak baik dengan fasilitas transit, sepeda, berjalan kaki, maupun mobil. Pada kawasan beriklim tropis, termasuk kota Yogyakarta, standar kenyamanan berjalan kaki adalah area dalam radius 400-500 meter dengan jangkauan waktu +/-10 menit.
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
Sebuah TOD yang terdiri dari mixed use, yang terdiri dari inti komersial dengan kepadatan yang tinggi dan area residensial dalam jarak berjalan dari sebuah stasiun transit. Area sekitarnya mengandung sebuah masa yang kritis orang-orang untuk mendukung stasiun transit dan area inti. Kegunaan publik dan taman yaitu harus berada di lokasi-lokasi kunci dalam masyarakat.
http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types
Ketika TOD yang berbatasan dengan batas fisik atau dipisahkan oleh penghalang fisik di satu sisi, sebuah TOD 180 derajat dapat dikembangkan.
Tods direncanakan dan didistribusikan untuk memaksimalkan akses ke pusat-pusat k o m e r s i a l d a n p e k e r j a a n i n t i d a r i pengembangan lingkungan sekitarnya. Ada banyak jenis Tods yang menampung berbagai kegunaan dan moda transportasi. Berikut diagram dan tabel yang menggambarkan dan menjelaskan kualitas dan karakteristik empat jenis TOD - Core, Center, Village, and Destination::
WIRO
KUNING as healthy
city
31
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
WIRO
KUNING
as healthy
32
UD
UDy
og
ya
ka
rta in
syste
mh
ea
lthy
city
sy
stem
city
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, penyediaan prasarana jaringan pejalan kaki berbasis TOD harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:1. Mempertimbangkan aspek keamanan,
kenyamanan, keindahan, dan kemudahan interaksi sosial bagi semua pejalan kaki termasuk pejalan kaki berkebutuhan khusus;
2. Sebaiknya diterapkan pada ¼ bahu jalan dan dapat diakses langsung oleh pejalan kaki;
3. Melayani pejalan kaki untuk dapat mencapai halte dengan jarak maksimal 400 meter atau dengan waktu tempuh maksimal 10 menit;
4. Memiliki hirarki penggunaan dengan mempertimbangkan volume pejalan kaki. Pada umumnya berawal dari satu titik ke titik lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan akhir dan sebaliknya;
5. Memiliki fasilitas untuk membantu mobilitas, seperti ramp pejalan kaki untuk memberikan kenyamanan dalam berjalan serta membantu pejalan kaki berkebutuhan khusus untuk dapat dengan mudah melintas;
6. Terhubung dengan prasarana jaringan pejalan kaki lain yang berseberangan melalui penyediaan penyeberangan sebidang, jembatan penyeberangan, atau terowongan penyeberangan;
7. Terhubung dengan tempat pergantian moda transportasi seperti halte atau shelter kendaraan umum;
8. Disesuaikan dengan kebutuhan;9. Memenuhi standar penyediaan pelayanan
prasarana jaringan pejalan kaki yang bervariasi sesuai dengan ukuran dan dimensi berdasarkan tingkat v o l u m e pergerakan di ruang pejalan kaki;
10. Mempertimbangkan tipologi jalur pejalan kaki sesuai dengan peruntukan ruang;
11. Menyediakan rambu dan marka yang menyatakan peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan;
12. Mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah, kecuali terowongan; dan memperhatikan peruntukan bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus dalam perencanaan teknis lebar lajur dan spesifikasi teknik.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, jalur untuk pejalan kaki harus memperhatika ketentuan sebagai berikut :Ÿ Lebar jalur pejalan kaki bergantung pada
i n t e n s i t a s p e n g g u n a a n n y a u n t u k perhitungan lebar efektifnya. Jalur pejalan kaki ini setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Lebar minimum untuk kawasan pertokoan dan perdagangan yaitu 2 meter. Kondisi ini dibuat untuk memberikan kesempatan bagi para pejalan kaki yang berjalan berdampingan atau bagi pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah satu sama lain.
Ÿ Jalur yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor adalah 1,2 meter, sedangkan jalan arteri adalah 1,8 meter. Ruang tambahan diperlukan untuktempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter X 2,4 meter.
Ÿ Jalur pejalan kaki tidak boleh kurang dari 1,2 meter yang merupakan lebar minimumyang dibutuhkan untuk orang yang membawa seekor anjing, pengguna alat bantujalan, dan para pejalan kaki.
Ÿ Jalur pejalan kaki memiliki perbedaan ketinggian dengan jalur kendaraan bermotor. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur p e j a l a n k a k i d e n g a n j a l u r kendaraanbermotor adalah 20 centimeter.
Jalur Bagian Depan GedungŸ Jarak minimum setidaknya berjarak 0,75
meter dari jarak sisi gedung atau tergantung pada penggunaan area ini.
Ÿ Bagi orang yang memiliki keterbatasan indera penglihatan dapat menggunakan suara dari gedung yang berdekatan sebagai orientasi, atau bagi tuna netra pengguna tongkat dapat berjalan dengan jarak antara 0,3 meterhingga 1,2 meter dari bangunan.
Jalur Perabot JalanŸ Jalur perabot jalan ini berfungsi sebagai
tempat untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan (hidran air, kios, box telepon umum, bangku taman, penanda, dan lainlain).
Ÿ Lebar minimal jalur perabot jalan ini paling sedikit 0,6 meter.
Ÿ Jika jalur perabot jalan dimanfaatkan sebagai jalur hijau yang berfungsi sebagai
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-
SMAN 6 YK
SMPN 8 YK
SMPN 1 YK
SMPN 5 YK
SMPN 6 YK
SMAN 11 YK
SMK 2&3 YK
SMAMUH 1
YK
SMAN 4 YK
UGM
UNY
UIIPASCA
UIIEKONOMI
ISI
UMY
SMAN 1 YK
SMAN 2 YK
SMAN 3 YK
SMAN 5 YK
SMAN 7 YK
SMAN 8 YK
SMPN 3 YK
SMAN 10 YK
SMPN 2 YK
SMPN 7 YKSMPN
11 YK
SMPN 9 YK
SMPN 10 YK
SMPN 14 YKSMPN
12 YK
UII
Stasiun Lempu-yangan
Stasiun Tugu
StasiunMaguwo
Bandar UdaraAdisutjipto
HalteAdisutjipto
HalteMaguwo
HaltePrambanan
HalteKalasan
Halte 1Alfa
Halte 2Alfa
Halte 1Makro
Halte 2Makro
Halte 1UPN
Halte 2UPN
Halte 1 Kentungan
Halte Condongcatur
Halte 2 Kentungan
Halte 2 Monjali
Halte 1 Monjali
Halte Jombor
Halte 1Jetis
Halte 2Jetis
Halte 2UGM Halte 1
UGM
Halte 1UNY
Halte 2UNY
Halte 1Panti RapihHalte 2
Panti RapihHalte 1
Cik Ditiro Halte 2Cik Ditiro
Halte 1Sudirman
Halte 2Sudirman
Halte 1Mangkubumi
Halte 2Mangkubumi
Halte 1Samsat
Halte 2Samsat
Halte 1MalioboroHalte 2
Malioboro
Halte 3Malioboro
HalteBethesda
HalteKridosono
HalteSumoharjo
Halte 1Batas Kota
Halte 2Batas Kota
Halte 1Ambarukmo
Halte 2Ambarukmo
Halte 1Janti
Halte 2Janti
Halte 1JEC
Halte 2JEC
Halte 1Gembira Loka
Halte 2Gembira Loka
Halte 1SGM
Halte 2SGM
Halte 1Kusumanegara
Halte 2Kusumanegara
Halte 2Mandala Krida
Halte 1Mandala Krida
Halte 1Suronatan
Halte 2Suronatan
Halte 1Senopati
Halte 2SenopatiHalte
Gondomanan HaltePurawisata
Halte 1Museum Perjuangan
Halte 2Museum Perjuangan
Halte 1Pugeran
Halte 2Pugeran
Halte 1Sorosutan
Halte 2Sorosutan
Halte Gedongkuning
Halte Basen
Halte 1 Diklat PU
Halte 2 Diklat PU
Halte 1 Kotagede
Halte 2 Kotagede
Halte Giwangan
Halte 1Kedaulatan Rakyat
Halte 2Kedaulatan Rakyat
TerminalJombor
TerminalCondongcatur
TerminalGiwangan
DATAData yang dikumpulkan berupa data tentang jumlah persebaran penduduk, fasilitas transportasi, sebaran bangunan komersial, sebaran kantor pemerintahan, dan sebaran bangunan pendidikan / sekolah.
Kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di pusat Kota Yogyakarta. Untuk itu perlu adanya penyebaran ke kawasan dengan kepadatan penduduk yang rendah. Jumlah penduduk di Propinsi Yogyakarta mencapai 3.594.854 jiwa dengan jumlah penduduk paling banyak yaitu terdapat di Kabupaten Sleman mencapai 1.141.684 jiwa. (Sumber : Daerah Istimewa Dalam Angka 2014)
Yogyakarta memiliki beberapa fasilitas transportasi umum yaitu Trans Jogja yang tersebar di Kota Yogyakarta, 3 buah terminal yaitu Terminal Giwangan, Terminal Jombor dan Terminal Condong Catur, 3 buah stasiun yaitu Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan dan Stasiun Maguwo, dan 1 buah bandar udara yaitu Adi Sutjipto. Jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta mencapai 1.702.332 sampai Maret 2014. (Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY)
Sebaran bangunan pemerintahan terdapat di Kota Yogyakarta yaitu di kawasan Malioboro, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
KEPADATAN PENDUDUK
penyangga yang ditanami dengan pohon dan tanaman hias maka lebar minimalnya 1,50 meter. Jalur ini disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Ÿ Jalur perabot jalan memiliki perbedaan ketinggian dengan jalur pejalan kaki. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur perabot jalan dengan jalur pejalan kaki adalah 15 centimeter.
Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat , tempat perhent ian kendaraan penumpang umum (TPKPU) terdiri dari halte dan tempat perhentian bus. Penentuan jarak antara halte dan/atau TPB dapat dilihat pada tabel berikut :
WIRO
KUNING as healthy
city
33
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
FASILITAS TRANSPORTASI
SEBARAN PENDIDIKAN
Hotel Inna Garuda
Hotel IbisMalioboro
Mall
Hotel Mutiara
Pasar BeringharjoPasar Sore
Pasar Senthir
Benteng Vredeburg
Hotel Cavinton
Pasar Serangan
Pasar Klitikan Hotel Melia Purosani
Toko Progo
Hotel Grand ZuriHotel BhinnekaHotel Batik Hotel Arjuna
Hotel Harper Hotel 101
Pasar Kranggan
Hotel Phoenix
Hotel Santika
Hotel POPHotel Trim 3 Hotel Citra Dream
Paparons Pizza
Mc Donald
Wisma Hartono
Pizza Hut
Toko Buku Gramedia
Galeria Mall
Hotel Grand Aston
Pasar Demangan
Yogyakarta Plaza Hotel
Giant Supermarket
Mirota PasarayaSuperindoIndogrosir
Jogja City Mall
Borobudur Plaza
Pasar Tajem
Superindo
Hotel WillisPasar Sentul
Jogjatronik
Ross In Hotel
Winotosastro Garden Hotel
Hotel Matahari
SuperindoPasar Hewan
Empire XXILippo Mall
Hotel Saphir
Ambarukmo PlazaHotel Royal Ambarukmo
Hotel Paku MasHotel Sriwedari
Museum Affandi
Pasar Pingit
Superindo
Giant Supermarket
Lotte Mart
Inside Condotel
Bangunan komersial mayoritas banyak terdapat di pusat kota Yogyakarta yaitu Malioboro dan sekitarnya sehingga terjadi kepadatan di kawasan Malioboro. Oleh karena itu perlu adanya pemerataan di kawasan yang belum berkembang.
GEDUNGAGUNG
PEMDADIY
DINASPARIWISATA
DPRDDIY
BALAIKOTA
YK
DINASPERHUBUNGAN,
KOMUNIKASI,INFORMATIKA
DINASKESEHATAN
DINASPERINDUSTRIAN
DANPERDAGANGAN
DINASKIMPRASWIL
DINASPU
DINASPUP-ESDM
BNN
DINASKESENIAN
DINASPERIZINAN
KANTORBPN
BAPPEDABANTUL
BLHBANTUL
BKKPPKBBANTUL
SEBARAN KANTOR PEMERINTAHAN
WIRO
KUNING
as healthy
34
UD
UD
city
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-
SEBARAN KOMERSIAL
ANALISIS
Sebaran bangunan pemerintahan terdapat di Kota Yogyakarta yaitu di kawasan Malioboro, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.
Latar belakang Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar menyebabkan Kampus UII dan UGM memiliki magnet yang kuat bagi perkembangan kawasan di sekitarnya. Adanya perkembangan pemukiman teratur yang didominasi oleh kaum menengah ke atas serta adanya industri pasar sehingga untuk kawasan Ringroad bagian utara berpotensi untuk menjadi kawasan Hi-Tech.
TemonSentoloGamping
KlatenPrambananSolo
UII
UGM
Fast Medium Low
1
23
yo
gy
ak
arta
in sy
stem
he
alth
yc
ity
syste
m
UD
TemonSentoloGamping
KlatenPrambananSolo
UII
UGM
1. KAWASAN MAGUWOHARJA Pada kawasan ini terdapat pemukiman teratur sebagai pengembangan dari stadion Maguwoharjo, Candi Gebang, dan Embung Tambakboyo. Sehingga kawasan ini akan berpotensi untuk dikembangkan sebagai satellite city dengan indikator sustainable city.
2. KAWASAN MALIOBORO Kawasan Malioboro merupakan pusat dari Kota Yogyakarta dan merupakan area perdagangan serta kawasan pariwisata sehingga kawasan berpotensi untuk menjadi tourism city dengan indikator liveable city.
3. KAWASAN WIRO-KUNING
Koridor Wirokuning merupakan salah satu koridor yang memiliki berbagai macam fungsi bangunan diantaranya bangunan pemerintahan, cagar budaya, komersial, pendidikan, dll. Sehingga untuk kedepannya koridor ini dapat berkembang menjadi kawasan historical dengan indikator healthy city.
FAST STORYFast Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan cepat dalam sebuah perjalanan. Ringroad yang berfungsi sebagai jalur untuk mengurangi kemacetan dan kepadatan yang ada di pusat kota dapat dikategorikan sebagai fast strory karena pada umumnya pengendara kendaraan bemotor akan melaju dengan cepat pada saat berada di Ringroad. Selain itu, fast story berfungsi sebagai penghubung antara old city dengan new city.
MEDIUM STORYMedium Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan tidak cepat dan juga tidak lambat pada suatu kawasan. Jalan Solo yang merupakan penghubung antara area luar dan dalam Yogyakarta dan merupakan area komersial dapat dijadikan sebagai kawasan medium story. Banyaknya bangunan perbelanjaan akan membuat pengunjung berjalan santai untuk menikmati suasana yang ada di kawasan tersebut.
LOW STORYSlow Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan lambat pada suatu kawasan. Area pada slow story terbentuk atas berbagai area penting seperti area cagar budaya, komersial, pemerintahan, pendidikan, dll. Area ini akan menjadi area dengan tema budaya dan perbelanjaan sehingga suasana yang tercipta pada daerah tersebut adalah Dramatical Story sehingga orang dapat menikmati area Malioboro, Keraton seta Koridor Wirokuning dengan santai dan nyaman.
WIRO
KUNING as healthy
city
35
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
JL. Sultan Agung
JL. M
ayor
Sur
yoto
mo
JL. B
rigje
n K
atam
so
JL. G
ajah
Mad
a
JL. B
inta
ran
Kul
on
JL. B
inta
ran
Wet
an
JL. T
aman
Sis
wa
JL. S
uryo
Pra
noto
CV Kondang
Jaya
JL. H
OS
Cok
roam
inot
o
JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata
JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya
JL. P
rofe
sor D
okto
r Ki A
mri
Yahy
a
JL. L
etje
n S
upra
pto
JL. K
yai H
aji W
ahid
Has
yim
JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan
JL. B
haya
ngka
ra
JL. M
argo
mul
yo
JL. T
rikor
a
JL. Panembahan Senopati
JL. Kusumanegara JL. Wonocatur
JL. S
ri W
edan
i
JL. B
atik
an
JL. M
ngun
sark
oro
JL. K
enar
i
JL. K
erto
JL. T
imoh
o
JL. M
ilira
n
JL. C
enda
na
JL. K
apas
JL. S
ukon
andi
JL. K
ukilo
JL. S
awit
JL. G
ajah
Mad
a
JL. G
laga
hsar
i
JL. V
eter
an
JL. K
ebun
Ray
a
JL. G
edon
g K
Uni
ngJL
. Ged
ong
KU
ning
A B C D E F
ANALISIS KORIDOR WIROKUNING
WALKER LINE
INDIKATORMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum standar jalur pejalan kaki setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Selain itu memeiliki jarak minimum jalur depan bangunan setidaknya berjarak 0,75 meter dari jarak sisi gedung. Dan jalur perabot jalan minimal 0,6 meter.
ANALISA
TRANSIT
INDIKATORMenurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat jarak antar halte bis danTPB adalah sebagai berikut :
WIRO
KUNING
as healthy
36
UD
UD
city
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-
yo
gy
ak
arta
in sy
stem
he
alth
yc
ity
syste
m
1
2
3
48
9
JL. Sultan Agung
JL. M
ayor
Sur
yoto
mo
JL. B
rigje
n K
atam
so
JL. G
ajah
Mad
a
JL. B
inta
ran
Kul
on
JL. B
inta
ran
Wet
an
JL. T
aman
Sis
wa
JL. S
uryo
Pra
noto
CV Kondang
Jaya
JL. H
OS
Cok
roam
inot
o
JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata
JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya
JL. P
rofe
sor D
okto
r Ki A
mri
Yahy
a
JL. L
etje
n S
upra
pto
JL. K
yai H
aji W
ahid
Has
yim
JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan
JL. B
haya
ngka
ra
JL. M
argo
mul
yo
JL. T
rikor
a
JL. Panembahan Senopati
JL. Kusumanegara JL. Wonocatur
JL. S
ri W
edan
i
JL. B
atik
an
JL. M
ngun
sark
oro
JL. K
enar
i
JL. K
erto
JL. T
imoh
o
JL. M
ilira
n
JL. C
enda
na
JL. K
apas
JL. S
ukon
andi
JL. K
ukilo
JL. S
awit
JL. G
ajah
Mad
a
JL. G
laga
hsar
i
JL. V
eter
an
JL. K
ebun
Ray
a
JL. G
edon
g K
Uni
ngJL
. Ged
ong
KU
ning
76
5
ZONA
Lebar Jalur TrotoarJalur Bagian
Depan GedungJalur Perabot
Jalan Utara
12
3
4
5
6
7
8
9
< 1,8 meter < 1,8 meter < 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
± 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
< 1,8 meter < 1,8 meter
--
-
-
-
-
-
-
-
--
√
√
-
-
-
-
-
Selatan Keterangan
- Banyak terdapat parkir liar.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.
A B - = ±780 meter - tidak sesuai standar - = ±750 meter - B C tidak sesuai standar - = ±600 meter - C D tidak sesuai standar - = ± 780 meter - D E tidak sesuai standar - = ± 780 meteE F r - tidak sesuai standar
ANALISAJarak antar halte Trans Jogja :
JL. Sultan Agung
JL. M
ayor
Sur
yoto
mo
JL. B
rigje
n K
atam
so
JL. G
ajah
Mad
a
JL. B
inta
ran
Kul
on
JL. B
inta
ran
Wet
an
JL. T
aman
Sis
wa
JL. S
uryo
Pra
noto
CV Kondang
Jaya
JL. H
OS
Cok
roam
inot
o JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata
JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya
JL. P
rofe
sor D
okto
r Ki A
mri
Yahy
a
JL. L
etje
n S
upra
pto
JL. K
yai H
aji W
ahid
Has
yim
JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan
JL. B
haya
ngka
ra
JL. M
argo
mul
yo
JL. T
rikor
a
JL. Panembahan Senopati
JL. Kusumanegara JL. Wonocatur
JL. S
ri W
edan
i
JL. B
atik
an
JL. M
ngun
sark
oro
JL. K
enar
i
JL. K
erto
JL. T
imoh
o
JL. M
ilira
n
JL. C
enda
na
JL. K
apas
JL. S
ukon
andi
JL. K
ukilo
JL. S
awit
JL. G
ajah
Mad
a
JL. G
laga
hsar
i
JL. V
eter
an
JL. K
ebun
Ray
a
JL. G
edon
g K
Uni
ngJL
. Ged
ong
KU
ning
STREET SCAPE
Sarana jaringan pejalan kaki terbagi menjadi :1. Jalur hijau ditempatkan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter.2. Lampu penerangan terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antarlampu
penerangan yaitu 10 meter dengan tinggi maksimal 4 meter.3. Tempat duduk terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartempat duduk yaitu
10 meter. Tempat duduk dibuat dengan dimensi lebar 0,4-0,5 meter dan panjang 1,5 meter.4. Pagar pengaman dibuat dengan tinggi 0,9 meter.5. Tempat sampah terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartempat sampah
yaitu 20 meter.6. Marka, perambuan, dan papan informasi terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki, pada titik
interaksi sosial, dan pada jalur pejalan kaki dengan arus padat.7. Halte/shelter bus dan lapak tunggu terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak
antarhalte/shelter bus dan lapak tunggu pada radius 300 meter dan pada titik potensial kawasan.8. Telepon umum terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartelepon umum pada
radius 300 meter dan pada titik potensial kawasan. ANALISA Pada koridor Wirokuning hampir seluruh ruas pejalan kaki di sisi bangunan tidak memiliki jalur bagian depan gedung dan jalur perabotan jalan. Pada umumnya pada bagian depan gedung langsung m e n g a r a h k e trotoar. Lebar trotoar juga kurang memenuhi standar yaitu > 1,8 meter. Dan tidak semua jalan memiliki jalur perabotan jalan, padahal jalur ini sangat penting sebagai area peletakan infrastruktur jalan. Di beberapa zona belum terdapat tempat duduk, tempat sampah, telpon umum dan lain-lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Terlihat pada jalan tidak terdapat jalur perabotan sehingga infrastruktur kawasan seperti lampu tidak tertata dengan baik. Selain itu tidak ada jalur depan bangunan dan trotoar yang sempit.
WALKER LINE
Fasilitas untuk pejalan kaki di koridor ini perlu disesuaikan kembali dalam hal tingkat kenyamanan ruang gerak. Perlu adanya jalur pejalan kaki yang sesuai dengan standarnya serta jalur perabot jalan untuk infrastruktur jalan sehingga akan memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan. Pohon eksisting yang ada di site tetap dipertahankan keberadaannya serta merelokasi para pedagang kaki lima ke area yang sesuai untuk berdagang.TRANSIT
Fasilitas untuk area transit seperti halte Trans Jogja ini perlu disesuaikan kembali dalam hal standar jarak antar halte. Halte Trans Jogja di koridor ini masih belum sesuai dengan standar yang ada (lebih dari 400 meter antar halte). Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna Trans Jogja karena mereka harus berjalan jauh untuk mencapai halte dan membutuhkan waktu yang lama. STREET SCAPE
Fasilitas untuk koridor Wirokuning masih kurang memadai . Banyak trotoar yang belum didesain sesuai dengan standar sehingga belum memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Infrastruktur yang terdapat d koridor ini juga tidak tertata dengan rapi akibat tidak adanya jalur perabotan jalan.SINTESA
Perlu dilakukan penataan pada koridor Wirokuning untuk menciptakan kenyamanan bagi pedestrian karena pedestrian menjadi tujuan utama pada koridor ini karena memiliki lebih beragam potensi yang masih dapat berkembang dalam jangka waktu yang panjang. Rencana untuk pengembangan koridor ini adalah membuat suasana Dramatical Story dengan menciptakan suasana lambat sehingga pengunjung dapat menikmati suasana di koridor ini dengan menghidupkan kembali bangunan-bangunan historical yang sudah lama tidak terpakai tetapi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
WIRO
KUNING as healthy
city
37
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
art
a in
syst
em
he
alth
y c
ity
sy
ste
m
WIRO
KUNING
as healthy
38
UD
YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wirokuning . maguwoharjoUD
yo
gy
ak
arta
in sy
stem
he
alth
yc
ity
syste
m
city
DAFTAR PUSTAKA
Gusti, S. (2014). Membangun Sistem Penyediaan Infrestruktur Perkotaan. http://www.slideshare.net/sangnandar/program-infrastruktur- perkotaan. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.
Jamal, L.Z. (2013). WALKABILITY PADA KAWASAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED D E V E L O P M E N T S T U D I K A S U S : K AWA S A N S TA S I U N L E M P U YA N G A N . http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=66238. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015.
Kostof, Spiro, 1992, The City Assembled: Elements of Urban Form through History, Little Brown, Boston 1992; second printing Thames & Hudson New York 2005.
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN
PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT
Raniasta, Y.S. (2015). PENGEMBANGAN KAWASAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA BERBASIS T R A N S I T D E N G A N P E N D E K A T A N A K S E S I B I L I T A S . https://www.academia.edu/13600036/Pengembangan_Kawasan_Stasiun_Tugu_Berbasis_Transit_dengan_Pendekatan_Aksesibilitas. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.
Sari, I. (2014). KONSEP KOTA SEHAT. http://www.scribd.com/doc/217929767/Konsep-Kota-Sehat#scribd. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.
https://id.wikipedia.org/wiki/Infrastruktur. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.
https://www.academia.edu/7350296/4_INFRASTRUKTUR_DALAM_PENGEMBANGAN_WILAYAH. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.
http://simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/04.%20Anprov%20D.I%20Yogyakarta.pdf. Diakses pada tangga l 18 Oktober 2015.