Inforwas Edisi III Final
-
Upload
sari-hendriastuti -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of Inforwas Edisi III Final
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
1/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 1
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
2/44
INFORWAS Edisi III Th 20122
Pengantar :Beranda dan Surat Pembaca
Laporan :Launching e-Regalkes dan Single SignOn (SSO)di Kementerian Kesehatan RI
Tulisan :Beradaptasi DenganLingkungan Kerja Baru
Penguatan Peran SPI Dalam Mewujudkan AkuntabilitasPengelolaan Keuangan danPeningkatan Kinerja BLU
Liputan :Komitmen RSCM Meraih WTP
Tulisan :Profesionalisme Auditor Dalam ReviuLaporan Keuangan
Pengawasan Program PengendalianPenyakit Kusta di Indonesia
Awas Anda Memasuki Zone Integritas
Itjen Kemenkes diantara Penjamin Kualitas (Quality Assurance) dan Layanan Jaminan (Assurance Services)
Etika Adalah Tanggung Jawab& Urusan Kita Bersama
Anugrahpun Datang Setelah KerjaKeras dan Pengabdian ProfesiTanpa Pamrih
3
6
10
19
21
24
26
31
35
38
40
Daftar IsiBerdasarkan SK Inspektur Jenderal
Kementerian Kesehatan RI
NO: 01T.PS.12.00.211.064.2012
Tgl: 4 Januari 2012Susunan Dewan Redaksi
Pelindung Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa
PenasehatDrs. Wiyono Budihardjo, MMdr. Zusy Arini Widyati, MMDra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.KesDrs. Mulyanto, MM
Drs. Wayan Rai Suarthana, MM
Penanggungjawab : drg. S.R. Mustikowati, M.Kes
Pemimpin Redaksi Irwansyah, SE, M.Kes., M.Ak.
Wakil Pemimpin Redaksi Sunaedi Pradja, SP, M.Kes.
Anggota Dewan Redaksi drg. Mirna Putriantiwi, M.QIH.Dede Sunardi, SH, MM.
dr. Doli Wilfried H. S., M.Kes.Dede Mulyadi, SKM, M.Kes.Eko Sanova, SKM, MM.Retno Budiarti, SST, MM.R. Sjaefudin, SKM, MKM.Rudi Supriatna N. S., S.Kp., M.Kep.
Penyunting/Editor Hendro Santoso, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom.drg. Lia Leita Kania AmaliaHotmedi Listia Doriana, SKM, M.Epid.dr. Merki Rundengan, MKM.Oong Rusmana, SKM.Tafsir Hanafi, SKM, M.Ak.Eka Widianti, SKM, MM.
Desain Grafis & Fotografer Wahono, ST, MM.Adhitya Andy Widyatmono, SE.Ario Agung Bramanthi, S.Kom.Rudiyanto, SE.Andri Rubiana, S.Kom.RD. Yandri Achmad Sariffudin, Apt.
SekretariatHidayanti, S.Sos,MM.Eko Haryanto, SE, M.AkWiji Lestari, SE.Rico Edra Saputra, SIP.
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
3/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 3
Pengantar
Pada edisi ini di
penghujung tahun 2012
yang akan segera berlalu,
berganti dengan tahun
yang baru, demikianlah
perputaran waktu. Kita
hidup dalam kerangka
dan frame waktu, ikut
berputar dan pasti ikut berganti, ada yang
datang dan ada yang pergi, hal ini juga terjadi
dalam dunia kerja, perubahan ini menuntut
kita untuk beradaptasi, untuk lebih pandai
membawa diri dan bersinergi, mempercepat
tercapainya tujuan organisasi.
Buletin Inforwas kali ini
menyampaikan tulisan tentang Capacity
Building dalam rangka meningkatkan
dan membangun sumber daya manusia dilingkungan Inspektorat Jenderal dimana
salah satunya untuk lebih pandai beradaptasi
dan membangun diri sebagai bagian dari
organisasi.
Ibu Rahmaniar sebagai salah satu
pimpinan di Itjen, menyempatkan menulis
untuk mengulas dan berbagi dengan para
pembaca Inforwas dan khususnya dengan paraauditor yang dalam menjalankan profesinya
selalu berpindah dan berubah dari auditee
satu ke auditee lainnya, dari satker satu ke
satker lainnya, hal ini menuntut keterampilan
auditor untuk beradaptasi guna mencapai
tujuan penugasan dari organisasi.
Pembaca Inforwas yang budiman,
Keterampilan ini dapat diperoleh
salah satunya dengan menata persepsi kita
tentang lingkungan baru kita dengan menata
diri, mempersiapkan mental, maka mari
mulailah beradaptasi menyongsong tahun
baru untuk lebih berprestasi.
Kami Redaksi Inforwas berharap
seluruh jajaran pimpinan dan keluarga besar
Kementerian Kesehatan, khususnya keluarga
besar itjen untuk berpartisipasi aktif dengan
mengirimkan tulisan-tulisan yang memberikan
motivasi, dan berbagi pengalaman untuk
pencerahan dalam pelaksanaan pekerjaan
sehari-hari.
Salam Inforwas........
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
4/44
INFORWAS Edisi III Th 20124
PENILAIAN KINERJA
Tim Redaksi Inforwas, perkenalkan saya
adalah salah satu staf keuangan di Dinkes
Provinsi Gorontalo, sebagai pengelola
keuangan melalui surat pembaca Buletin
Inforwas ini saya ingin mendapatkan informasi
apakah hasil pemeriksaan yang dilakukan
Itjen dipakai juga sebagai penilaian kinerjaSatuan Kerja dalam penetapan Unit Kerja
dengan WBK?
Ati, Dinkes Provinsi Gorontalo.
Jawab:
Betul, hasil pemeriksaan Itjen dapat
saja digunakan sebagai salah satu penilaian
kinerja Satker tetapi bukan sebagai indikator
mutlak/indikator utama karena terdapat
keterbatasan dari hasil laporan penugasan
audit/pemeriksaan tersebut. Audit
dilakukan tidak hanya semata-mata menilai
kinerja keuangan, namun bisa dilakukan
juga misalnya untuk audit kepatuhan.
Disamping hal lainnya seperti metode audit
yang dipakai, kebijakan pimpinan (auditorinternal), kompetensi/kemampuan auditor
itu sendiri.
Indikator lainnya di unit kerja adalah
hasil temuan Itjen, BPK dan BPKP, dimana
di dalam Indikator penilaian disebutkan
bahwa persentase kerugian negara (KN) yang
belum diselesaikan dalam 2 tahun terakhir
berdasarkan penilaian APIP, BPK atau
Keputusan Aparat penegak Hukum (APH)
harus 0%.
ZONA INTEGRITAS
Saya adalah staf di Dinkes Provinsi
Maluku, selama ini Kementerian Kesehatan
baik Pusat maupun daerah sedang gencar-gencarnya mencanangkan Zona Integritas,
namun sampai saat ini saya belum mengerti
apa sesungguhnya Zona Integritas itu,
kepada Tim Buletin Inforwas mohon kiranya
dijelaskan apa itu Zona Integritas?
Lamba, Dinkes Provinsi Maluku
Saya staf di Dinkes Provinsi Bengkulu
mohon penjelasannya apakah Pakta
Integritas yang telah ditanda tangani oleh
seluruh pegawai dapat digunakan sebagai
kriteria membangun Zona Integritas dalam
mewujudkan WBK?
Neli, Dinkes Provinsi Bengkulu
Jawaban.
Terima kasih atas perhatian saudara
Lamba dan Neli, perlu kami jelaskan memang
di tahun 2012 ini, Kementerian Kesehatan
sedang gencar-gencarnya melakukan
Reformasi Birokrasi, salah satunya adalah
dengan pencanangan Zona Integritas, yang
dimaksud dengan Zona Integritas adalah
Pengantar
Surat Pembaca
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
5/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 5
sebutan atau predikat yang diberikan
kepada K/L dan Pemda yang pimpinan dan
jajarannya mempunyai niat (komitmen)
untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari
Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM).
Sedangkan Pakta integritas yang telah
ditandatangani oleh seluruh pegawai
merupakan pernyataan tertulis atas komitmen
dan pernyataan sikap anti korupsi. Sedangkan
Wilayah Bebas Korupsi (WBK) merupakan
gambaran suatu lingkungan dengan perilaku
anti korupsi. Kedua hal tersebut terlihatberada pada tataran yang berbeda. Namun
demikian kedua hal tersebut merupakan
urutan tahapan untuk merubah perilaku yang
tentunya didahului dengan perubahan sikap.
TAHAPAN SPIP
Setelah mendapatkan sosialisasi tentang
SPIP, apa tahapan yang harus dilakukan agar
SPIP dapat diterapkan di Unit Kerja?
Hendra Hendrawan, Dinkes Cianjur
Jawab:
Menerapan SPIP dilakukan secara tone
from the top, dengan tahapan sebagai
berikut:a. Menetapkan Visi, Misi dan Tujuan
organisasi
yang saling menunjang/ berkaitan
b. Menyusun pogram kegiatan untuk
mewujudkan visi dan misi organisasi.
c. Menyusun juknis/juklak pelaksanaan
kegiatan.
d. Menyusun SOP kegiatan.
e. Melakukan identifikasi risiko pada setiap
kegiatan dalam bentuk daftar risiko
f. Melakukan klasifikasi risiko.
g. Menetapkan pengelolaan risiko.
h. Evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko
sebagai bahan perbaikan.
Penjelasan SPIP dapat dilakukan
dan disampaikan secara singkat, namun
penerapannya tidak dapat semudah
penjelasaannya. SPIP adalah suatu sistim
yang harus dibangun dikembangkan secaraberkelanjutan dan berkesinambungan
dimana SPIP hanya salah satu tools untuk
mencapai tujuan organisasi, namun
harus juga dipertimbangkan juga hal-
hal sepertinya kolusi, dan pengabaian
manajemen dan salah menterjemahkan
perintah.
Pengantar
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
6/44
INFORWAS Edisi III Th 20126
ebagai penutup tahun 2012, Kementerian
Kesehatan RI membukukan prestasi
yang cukup membanggakan melalui
Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, hari Jumat tanggal 21 Desember
2012 Kementerian Kesehatan menjadi
Institusi ke 3 dari 18 institusi di Republik
Indonesia yang meluncurkan e-Regristrasi
Alat Kesehatan dan PKRT (Sistim On -Line)
dan SSO (Single Single On) yang merupakan
bagian terintegrasi dari Indonesia National
Single Window.
Dalam Laporan penyelenggaran launchinge-Regalkes yang disampaikan oleh Ibu Dra.
Maura Linda Sitanggang,Apt., P.hD, Dirjen
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, bahwa
Kementerian Kesehatan sebagai salah satu
institusi pelayan publik telah berubah dari
paradigmanya dari yang bersifat direktif dan
birokratif menjadi pelayanan publik yang
terfokus dan berorientasi pada kepuasan
pengguna layanan (customer driven
government).
Sementara Prof. DR. Dr. Ali Ghufron Mukti,
selaku Wakil Menteri Kesehatan pada
kesempatan yang sama menyatakan, bahwa
sebagaimana kita ketahui, dalam era
reformasi dan demokrasi sekaligus kemajuan
Iptek dan globalisasi sekarang ini, tuntutan
masyarakat terhadap transparansi dan
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan
yang baik atau Good Governance dan
Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN
atau Clean Goverment akan terus meningkat.
Dalam mengelola perizinan alat kesehatan
yang memerlukan konsistensi, efisiensi,
akurasi, simplisitas dan koordinasi lintas
sektor, Kementerian Kesehatan berkewajiban
melaksanakan keduanya sekaligus.
Indonesia National Single Window adalah
salah satu sistem yang dibangun untuk
menjawab implementasi ASEAN Single
Window dimana Indonesia merupakan salah
satu anggotanya, yang dipimpin oleh BapakEdy Putra Irawady selaku Deputi Menko
Perekonomian, Sistim ini sangat efektif
dan efisien dalam melakukan penyaringan
komoditi alkes dan PKRT yang masuk ke
Indonesia, dimana Kementerian Kesehatan
RI dapat terhubung dengan Kementerian/
Lembaga Lainnya, khususnya Ditjen Bea dan
Cukai yang menjadi lini pertama masuknya
komoditi ekspor dan impor terutama produk
yang masuk dalam Larangan Terbatas
(LarTas).
Selain itu penjelasan dari Ibu drg.
Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Bina
Pelayanan Kefarmasian; dan Distribusi Alat
Kesehatanmengatakan Kemenkes telah
berperan aktif di INSW sejak tahun 2008 dan
LAUNCHING e- REGALKES
DAN SINGLE SIGN ON(SSO)
DI KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Laporan
S
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
7/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 7
sejak bulan Agustus 2012 telah melakukan
soft launching e-Regalkes dan PKRT, sampai
saat ini telah tercatat 3.410 dokumen aplikasi
pemohon dari para produser, importir dan
distributor alkes dan PKRT.
Para produser, importir dan
distributor alkes dan PKRT, dapat melakukan
pendaftaran secara on line pada sistim
SSO, artinya mereka dapat mendaftarkan
produknya, secara on line pada situs http://
regalkes.depkes.go.id maka mereka tidak
perlu datang ke Kementerian Kesehatandi Jakarta, dan sekali mendapatkan user
name serta password , pada system INSW ini
langsung dapat mengakses pada fitur-fitur
lain yang dari institusi lain yang ada di INSW
seperti fitur dari Ditjen Bea Cukai, BPOM.
Launching e-Regalkes dan SSO ditandaipenekanan tombol oleh Bapak Prof. Ali
Gufron, Wakil Menteri Kesehatan, Dr. Ratna
Rosita, MPH, Sekretaris Jenderal, Bapak Yudhi
Prayudha Ishak Djuarsa, Inspektur Jenderal,
Dra. Maura Linda Sitanggang,Apt.P.hD
Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan,
dan Bapak Edy Putra Irawady Deputy Menko
Perekonomian serta dihadiri oleh para
pejabat publik dari beberapa kementerian
dan para produser, importer dan distributor
alat kesehatan.
Hal ini menjadi salah satu moment
penting di lingkungan Kementerian Kesehatan
yang terus secara berkesinambungan
meningkatkan kualitas dan pelayanannya
dengan mengedepankan keterbukaan,
konsistensi, efisiensi dengan lebih sederhana
melalui penggunaan teknologi terkini,
dan mengurangi terjadinya kemungkinan
terjadinya penyimpangan dan kemungkinangratifikasi pada pejabat publik pemberi
layanan dengan mengurangi frekwensi
pertemuan antara pemberi layanan publik
dan pengguna jasa.
Seperti telah kita ketahui pada
berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik
tahun 2012 yang dilakukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Indeks
Integritas Nasional (IIN) memberikan hasil
Pelayanan Registrasi dan Sertifikasi Alat
Kesehatan dan PKRT dalam urutan ke 5 dari
20 instansi pusat dan Nomor 8 dalam skala
Nasional dengan nilai integritas di atas 7,
diharapkan dengan launching e- Regalkes dan
PKRT akan memacu peningkatan pelayanan
public di Kementerian Kesehatan, untuklebih baik lagi, semoga !
(Liputan Tim Inforwas: Lia Leita dan Retno Budiarti)
Laporan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
8/44
INFORWAS Edisi III Th 20128
Laporan
Inspektorat Jenderal Kemenkes RI pada tanggal
28 sampai dengan 31 Agustus 2012 yang berlokasidi Cipayung Cipanas, menyelenggarakan suatu
kegiatan untuk dapat lebih meningkatkan
kebersamaan diantara staf, Auditor dan Jajaran
Pimpinan dilingkungan Inspektorat Jenderal
Kemenkes RI.
Untuk suatu organisasi seperti di Itjen Kemenkes
Capacity building ini merupakan suatu langkah
untuk membangun kapasitas organisasi;mengembangkan kerangka konseptual;
membentuk sikap organisasi; mengembangkan
visi dan strategi; mengembangkan struktur
organisasi; mendapatkan keterampilan dan
sumber daya.
Untuk lebih fun jajaran Sekretariat Itjen
Kemenkes mengemas kegiatan capacity building
ini dalam suatu acara di tempat yang nyaman
We are big and very happy family Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
berhawa sejuk dan indah di kawasan Cipanas
dengan acara yang cukup menggelitik dansayang bila ditinggalkan, karena acara dikemas
secara apik antara Itjen dan Kubik Leadership
dengan instruktur outbond Yasmin Hotel yang
seru…….
Paaaaakkkkkk…. Lagi nahannn apa tuh ?
MEMBANGUN KEBERSAMAAN
CAPACITY BUILDING :
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
9/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 9
Laporan
KubikLeadership mengusung tema Solusi Esensial
Meraih Sukses dan Hidup Mulia yang disampaikanoleh motivator-motivator yang cukup inspiratif.
yang mencoba menjawab pertanyaan umum
disekitar pekerjaan dan kehidupan keseharian
kita seperti; Kenapa karir saya tidak juga naik
? Kenapa saya tidak berkembang dengan lebih
baik ? Kenapa kehidupan keluarga saya tidak
kunjung harmonis ? Kenapa saya terus terjerat
dalam permasalahan yang sama dalam hidup
saya?
Jawaban yang disampaikan seputar pertanyaan
tersebut memberikan pencerahan dan solusi
yang sangat menyentuh atas permasalahan yang
mungkin ditemukan dalam perjalanan kehidupan
pegawai di lingkungan Itjen Kemenkes RI.
Kegiatan ini memberikan suatu pencerahan
melalui sebuah inspirasi solusi yang lain.
Sebuah solusi esensial yang langsung menyentuh
permasalahan dan memberikan kenyamanan
pada bathin pada diri kita masing-masing.
Melalui ceramah interaktif dan insipiratif
yang dilakukan oleh motivator-motivator
‘Kubik’ yang mampu mengeksplorasi pengaruh
kekuatan pimpinan di jajaran keluarga besar
Itjen, Kubik Leadership menguak rahasia alam
dan kehidupan dengan menyajikannya untuk
para pegawai itjen dalam sebuah rumusan yang
sederhana dan mudah. Apapun peran kita saat
ini, kita diajak untuk mampu menggunakannyauntuk meraih kehidupan yang lebih baik.Tidak
seperti kegiatan capacity building kebanyakan
yang banyak bicara tentang konsep dan ide,
Kubik Leadership menuntun kita selangkah
demi selangkah untuk dapat menggapai sukses
dan hidup mulia.
Ayo-ayo berlatih dan membangun kebersamaan untuk
mencapai tujuan...
Klimaks dari acara kebersamaan ini, adalah
dengan menampilkan aksi panggung dari setiap
kelompok,dan yang sangat mengejutkan adalah
ide dan aksi panggung dari seluruh pegawaikeluarga besar Itjen Kemenkes yang berupa
parodi atau scene kegiatan di kantor ataupun
kegiatan sewaktu dinas di daerah, semuanya
seru, memberikan darah baru menjelang tugas
yang baru dalam mencapai tujuan bersama.
(Liputan Tim Inforwas: Lia Leita, Hotmedi Lisdiana dan Eka
Widiati.)
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
10/44
INFORWAS Edisi III Th 201210
kali, lingkungan baru
dirasa cukup menakutkan
sehingga perasaan cemas
dan tidak nyaman menjadi
faktor penghambat untuk
bersosialisasi. Bagi mereka
yang memiliki konsep
hidup dan pola pikir yang
positif, lingkungan baru bukanlah sesuatu
yang perlu ditakuti. Apalagi bila orang
tersebut sudah menguasai keterampilan
berhubungan dan berkomunikasi dengan
orang lain (Interpersonel and communicationskills) yang baik, beradaptasi dengan
lingkungan baru bukanlah menjadi masalah
lagi.
Hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya
dalam beradaptasi adalah beradaptasi
dengan orang-orang yang lebih dulu berada
disana. Walaupun, kita berada pada posisi
yang lebih tinggi dari orang-orang ini, kitaharus pandai bagaimana menempatkan diri
pada posisi yang tepat. Mungkin ini adalah
hal yang paling menyakitkan dan hal yang
paling sulit jika lingkungan kerja baru
tidak mau menerima kita. Hanya ada dua
pilihan pada posisi ini, bertahan dengan
berkonfrontasi dengan orang-orang lama
yang lebih mengetahui medan, atau pindah.
Sikap maupun watak dari setiap individu
sangat mempengaruhi proses adaptasi itu
sendiri. Seringkali kita akan mengatakan, aku
ditempatkan disini bukan keinginanku, tetapi
pimpinan yang memilih aku ditempatkan
disini, padahal Tugas Pokok dan Fungsi unit ini
180 derajat, berbeda dari tempat kerja yang
lama. Tetapi, hidup harus dilanjutkan, tidak
ebagian orang menganggap bahwa hal
yang tersulit dalam pekerjaan adalah
beradaptasi dengan lingkungan kerja
baru. Besarnya kesulitan beradaptasi
pada beberapa orang terkadang dirasakan
melebihi beratnya tantangan pekerjaan itu
sendiri. Lingkungan pekerjaan yang baru akan
selalu menanti, karena kita tidak lepas daripekerjaan yang berhubungan dengan mutasi,
promosi jabatan, perpindahan tempat kerja
atau seseorang yang baru memasuki dunia
kerja.
Kemampuan dasar manusia, selain
kemampuan untuk menetapkan tujuan
dan melakukan evaluasi diri, manusia juga
memiliki kemampuan beradaptasi. Kekuatanmakhluk hidup yang bisa bertahan dengan
lingkungannya, yang menyebabkan manusia
hingga saat ini dapat bertahan hidup karena
kemampuan mereka dalam beradaptasi
dengan lingkungannya. Demikian juga saat
manusia menemukan lingkungan baru,
seperti pindah rumah, pindah kerja di
kantor baru, atau pindah sekolah. Sering
Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes.Inspektur III Itjen Kemenkes RI
BERADAPTASI
DENGAN
LINGKUNGAN
KERJA BARU
S
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
11/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 11
Tulisan
ada pilihan, kerja keras dengan “learning
by doing”, dan jadikan beradaptasi dengan
lingkungan kerja yang baru tersebut sebagai
tantangan.
Mungkin ada gunanya kita membahas
beberapa hal yang sebaiknya dipersiapkan
dalam menghadapi tantangan beradaptasi
tersebut, antara lain:
1. Menata Persepsi Kita Tentang
Lingkungan Baru Kita
Untuk menghindari persepsi yang salah,
sebelumnya kita harus membekali diri dengan
informasi yang benar dan terpercaya tentang
lingkungan baru tersebut, dengan memahami
Tugas Pokok dan Fungsinya, tata hubungan
kerja di masing-masing unit yang ada di
institusi tersebut, Anggaran belanjanya,
Sumber Daya Manusianya baik jumlah dan
distribusi latar belakang pendidikannya,
fasilitas perangkat kerja yang dimiliki dansebagainya. Dengan demikian, sedikit banyak
kita tahu dan mempunyai gambaran dengan
lingkungan baru tersebut. Bagaimanapun,
akan lebih nyaman berada di lingkungan
baru yang kita sudah tahu dari pada sibuk
menerka dan menjadikan lingkungan baru
tersebut sebagai misteri.
2. Menata Diri
Persiapkan diri menghadapi lingkungan baru
tersebut. Secara fisik, jika lingkungan baru
kita membutuhkan persiapan ekstra, maka
persiapkan fisik kita. Jika lingkungan baru
kita sangat menghargai intelektualitas,
persiapkan juga itu dengan mulai mempelajari
berbagai rujukan yang sesuai dengan Tupoksi
di unit tersebut.
3. Persiapkan Mental
Intinya adalah kita menanamkan kepada diri
bahwa kita adalah orang baru, yang harus
berlaku profesional dan memiliki komitmen
kuat pada diri sendiri untuk membantu dan
segera menyesuaikan diri dengan Tupoksi
intitusi tersebut. Janganlah segan menyapa.
Jangan pula takut bertanya. Apabila dirasakan
canggung berbasa-basi, cukup tersenyum,
simpel, dan menggunakan bahasa universal.
Kita memiliki kelebihan yg tidak dimiliki
orang lain, begitu pula orang lain memiliki
kekurangan yang tidak kita ketahui, jadi bisasaja rasa memiliki kekurangan juga dirasakan
oleh orang-orang yang akan kita kenali.
4. Mulailah Beradaptasi
Sebagus apapun persiapan yang kita lakukan,
tetaplah kita harus beradaptasi dengan
lingkungan. Bahkan ketika kita sudah masuk
ke dalam lingkungan tersebut, adaptasi
mutlak tetap dilakukan. Suasana lingkungan
terus berubah, maka ikutlah berubah agar
tidak terkena seleksi alam. Janganlah takut
ditolak karena tantangan akan selalu ada
di setiap lingkungan yang akan kita masuki.
Rajin-rajinlah memulai pembicaraan, rajin-
rajinlah menyapa atau mengobrol dengan
teman-teman baru kita. Dengan membuka
pembicaraan terlebih dahulu berarti kitasedang menunjukkan bahwa kita memiliki
pribadi yang hangat dan terbuka terhadap
lingkungan baru. Yang pasti kita harus
jadi orang yang murah senyum dan senang
menyapa orang-orang di sekitar lingkungan
baru kita.
5. Hargailah Budaya dan Aturan di
Lingkungan Baru
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
12/44
INFORWAS Edisi III Th 201212
Jika kita memasuki suatu lingkungan, pastilah
kita berhadapan dengan peraturan. Peraturan
ini mutlak diperlukan agar kehidupan dalam
lingkungan tersebut berjalan teratur.
Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti
peraturan yang ada di lingkungan baru
tersebut. Baik peraturan yang sifatnya
tertulis, maupun peraturan tidak tertulis
tapi bersifat mengikat. Pada awalnya
mungkin kita akan merasa canggung. Namun
begitu, kita harus tetap mengikuti budaya
dan aturan yang diterapkan di lingkungan
yang baru itu.
6. Open Mind
Kita masih sangat banyak membutuhkan
bantuan dan belajar dari para senior di
lingkungan baru. Janganlah menutup
diri, terima kritikan orang lain. Jika kita
bekerja sebagai tim, cobalah untuk meraih
kepercayaan di dalam tim. Dan akan lebihbaik lagi bila kita langsung mendapat
kepercayaan untuk bertanggung jawab
terhadap tugas tim.
7. Jangan Malu Bertanya
Segeralah bertanya bila ada sesuatu yang
sekiranya kita rasa masih kurang jelas.
Bertanya tidak harus pada orang yang
lebih tua, akan tetapi bertanya juga dapatdilakukan pada yang staf yang lebih muda
dan pada orang-orang yang sudah cukup
berpengalaman di institusi tersebut.
Setidaknya, untuk urusan teknis orang itu
lebih berpengalaman daripada kita. Selain
itu, hal yang terpenting adalah selalu
meminta pengarahan kepada atasan langsung
atau rekan satu level.
8. Keingintahuan
Rasa keingintahuan akan membuat kita
bersemangat dalam bekerja. Bila dari awal
saja kita sudah tidak memiliki rasa ingin tahuterhadap bidang pekerjaan yang menjadi
tanggung jawab kita, bukan tidak mungkin
kita pun akan malas untuk mengerjakan apa
pun. Keingintahuan tentang pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita akan memotivasi
untuk mengeksplorasi kemampuan kita lebih
dalam.
9. Mintalah Penilaian dari Orang-orang diSekitar Kita
Cobalah minta penilaian terhadap apa yang
sudah kita lakukan. Baik dan buruknya mesti
kita terima, sehingga kita bisa meningkatkan
kualitas diri kita di lingkungan baru.
Organisasi yang besar dan maju, takkan
melupakan roda sejarah yang lalu. Ia bukan
terbius sejarah, namun ia harus belajar dari
sejarah. Tidak ada kemajuan hari ini bila
tidak ada kemarin, tidak akan ada masa
depan, bila hari ini telah hancur berantakan.
Orang-orang datang dan pergi adalah hal
biasa. Bukan harus ditakuti apalagi di sesali.
Orang-orang datang dan pergi juga bukanlah
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
13/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 13
Tulisan
hal istimewa. Semuanya punya hak sama.
Yang lama bisa pergi, yang baru apalagi.
Yang punya sejarah bisa merasa susah ada
di dalamnya, apalagi yang merasa punya
masa depan yang cerah. Buat apa bergabung
dengan sesuatu yang tak jelas, tak ada
kombinasi menarik terlihat menyongsong
masa depan, begitu pikir mereka yang baru
datang dan tak tahan melihat perubahan yang
terus terjadi. Di sinilah peranan adaptasi
teruji. Bukan lama atau sebentar seseorang
harus ada dalam lembaga. Tapi bagaimana ia
mampu menyumbangkan karya terbaiknya.Yang lama atau baru hanyalah masalah
waktu. Di dalam urusan ikhtiar dan karya
amal nyata, bukan banyak atau sedikit yang
akan menemani kita di alam kubur nanti,
namun dari kualitas dan kesinambungan-lah
amal itu akan dirasakan.
Orang-orang datang dan pergi, bukan tabu.
Apalagi harus malu. Mereka semua, termasuk
kita, punya hak untuk juga datang dan pergi.
Lembaga bukan milik pribadi, bukan pula
warisan dari kakek dan nenek kita semua.
Lembaga apapun, asal ia berkontribusi bagi
umat dan bangsa, sesungguhnya ia
milik masa depan.
Umat berhak
memiliki lembaga ini, ada atau tidak ada
kita di dalamnya.
Bersinergi berarti menyediakan diri dalam
sejumlah perbedaan yang dileburkan. Bukan
menuju satu bentuk, tapi merekatkan dan
memfasilitasi agar menjadi satu arah dan
tujuan. Bukankah kesediaan kita di lembaga
adalah untuk bersatu dalam langkah?
Kesediaan bersinergi berarti kesediaan untuk
menyesuaikan dengan gerak dan dinamika
internal maupun eksternal organisasi. Sinergi
ada pada kesatuan, bukan pada kehebatan
personal. Sinergi ada pada kesediaan
adaptasi sekaligus berbagi.
Dalam adaptasi, kita bukan saja harus
banyak bergerak dan beraksi, saat yang sama
kita juga harus mampu mendengar dengan
peka. Tanpa pretensi dan tanpa praduga.
Dengan mengasah kepekaan, akan muncul
kesadaran utuh untuk memahami diri dan
lingkungan organisasi. Dengan mendengar,
kita menyerap sejumlah energi yang beredar
di lingkaran demi lingkaran yang terjadi.
Adaptasi bukan semata berorientasi pada
kemampuan dan kapasitas diri. Adaptasi
melatih kita untuk dengan santun merasa
satu bagian diri. Yang satu merendah,yang lain harus mengalah. Yang satu butuh
bantuan, yang lain membuka diri. Itulah
indahnya sinergi. Ada kesadaran yang
utuh bahwa tanpa kebersamaan,
siapapun bukanlah apa-apa. Hingga
tak perlu ancaman beredar dalam
lingkaran-lingkaran aturan yang
dipertontonkan. Hingga tak perlu
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
14/44
INFORWAS Edisi III Th 201214
memamerkan kehebatan di lingkungan
dimana orang menghargai esensi daripada
hal-hal yang sifatnya basa-basi.
Adaptasi dalam kerangka sinergi ujungnya
akan mengantarkan kita pada kesanggupan
melihat masalah di hadapan, tanpa takut
tanpa khawatir menemukan kegagalan.
Adaptasi dalam sinergi juga, akan mendorong
lahirnya prestasi yang sejati. Bukan sekedar
artifisial dan normatif.
Sebuah prestasi suatu organisasi yang
terbangun dari kebersamaan dari para
pemimpin dan staf yang dilandasi dengan
kebersahajaan, akan jauh lebih indah
daripada prestasi tinggi namun menyisakan
konflik dan barisan sakit hati.
Sebuah prestasi suatu organisasi yang lahir
dari kebersahajaan akan mengantarkan kita
semua melintasi kesulitan demi kesulitan
yang terbentang di hadapan.
Sebuah prestasi suatu unit, instansi
atau lembaga yang diukir dari semangat
kebersamaan adalah prestasi yang
membanggakan para pelaku dan yang
melihatnya, siapapun itu.
Manusia pada dasarnya makhluk sosial, ia
akan merasakan sentuhan yang amat dalam
begitu dirinya ternyata bergabung dengan
orang-orang yang mendorong siapapun untuk
meraih prestasi secara bersama. Ia bukan
saja akan bangga karena dianggap dirinya
berharga, lebih dari sekedar itu, ia kini
menjadi haus untuk menciptakan amal-amal
terbaik lain dalam menghias dirinya.
Tulisan
Mudah-mudahan dengan kekuatan adaptasi
dibalut dengan kebersamaan dalam sinergi
mampu terus melahirkan karya monumental
yang bukan artifisial. Sebuah karya terbaik,
yang di dalamnya penuh energi dan semangat
mengabdi.
Semoga Inspektorat Jenderal Kemenkes,
dengan semangat Reformasi Birokrasi di
Kementerian Kesehatan dapat menjadi
pendamping unit utama di Kemenkes menuju
Birokrat yang Bersih Kompeten dan Melayani.
Semoga.
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
15/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 15
Tulisan
untuhnya rezim orde baru pada
tahun 1998 merupakan tonggak
awal terjadinya reformasi sistem
politik dan pemerintahan di
Indonesia. Eporia reformasi sistem politik
dan pemerintahan ini diikuti juga denganpelaksanaan reformasi di bidang keuangan
Negara. Tahun 2003 dan 2004 adalah awal
tahun reformasi keuangan, hal ini ditandai
dengan dikeluarkannya 3 produk Undang-
Undang yang menyangkut keuangan negara
yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU No.1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tahun
2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.Meskipun sudah hampir satu dasawarsa
reformasi keuangan dilaksanakan namun
sampai saat ini keinginan untuk menciptakan
good governace and clean government masih
terasa jauh dari harapan.
Dalam Undang Undang Nomor 1 tahun
2004 tentang Pembendaharaan Negara,
Pasal 58 ayat 1 mengamanatkan kepada
seluruh kementerian negara atau lembaga
pemerintahan untuk menerapkan sistem
pengendalian intern. Secara rinci pasal
tersebut berbunyi; “Dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,
Presiden selaku Kepala Pemerintahan
mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan
pemerintahan secara menyeluruh”. Artinya
UU tersebut mengamanahkan kepada seluruh
lembaga pemerintah termasuk Kementerian
Kesehatan untuk melaksanakan sistem
pengendalian intern dalam pelaksanaan tata
kelola organisasinya.
Meskipun dalam pasal 58 ayat 2 UU
Pembendaharaan Negara menyatakan bahwa
Sistem Pengendalian Intern ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah namun butuhwaktu hampir 4 tahun untuk keluarnya
PP No.60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) ini
Apa SPIP itu?
Secara mendasar SPIP adalah sistem
pengendalian internal yang diadopt dan
diadapt dari teori Internal Control yang
dikeluarkan oleh The Committee ofSponsoring Organizations (COSO) pada tahun
1992.
COSO sebuah organisasi nirlaba yang didirikan
pada tahun 1985 ini disponsori bersama
oleh lima assosiasi profesional besar yang
berkantor pusat di Amerika Serikat. Lima
perusahaan besar yang mensponsori COSO
adalah; the American Accounting Association
(AAA), the American Institute of Certified
Public Accountants (AICPA), FinancialExecutives International (FEI), The Institute
of Internal Auditors (IIA), and the National
Association of Accountants (sekarang
bernama the Institute of Management
Accountants [IMA]). Selain focus pada kajian
tentang kecurangan pelaporan keuangan
yang terjadi di Amerika Serikat , COSO juga
melakukan kajian tentang Internal control.
Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM
(Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)
MAMPUKAH SPIP MEMBAWA
KEMENKES MERAIH WTP ?
R
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
16/44
INFORWAS Edisi III Th 201216
Pada tahun 1992 COSO menerbitkan Internal
Control – Integrated Framework. Kemudian,
pada tahun 1996 COSO mengeluarkan
Internal Control Issues in Derivatives Usage.
Pada tahun 2006 COSO menerbitkan Internal
Control over Financial Reporting – Guidance for Smaller Public Companies-, diikuti
dengan Guidance on Monitoring Internal
Control Systems yang diterbitkan pada tahun
2009. Pada akhir 2010, COSO mengumumkan
sebuah proyek untuk memperbarui
Pengendalian Internal yang disusun pada
tahun 1992.
Pengertian Internal Control menurut
COSO adalah suatu proses yang dilakukanoleh manajemen dan personil lain
dalam organisasi, yang dirancang untuk
mendapatkan keyakinan yang memadai
bahwa akan terdapat perbaikan dalam
pencapaian tujuan-tujuan: efektivitas dan
efisiensi operasi, keandalan pelaporan
keuangan, dan kepatuhan terhadap
peraturan yang berlaku.
SPIP yang diambil dari teori COSO ini
memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda
bahkan hampir sama dengan pengertian
SPIP dalam PP 60 tahun 2008. Dalam PP
60 tahun 2008 pada pasal 1 butir 1, Sistem
Pengendalian Intern diartikan sebagai
suatu proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melaluikegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Jadi SPIP adalah
suatu sistem yang berkelanjutan yang
tidak berhenti dalam satu fase tertentu
untuk menjamin bahwa tujuan organisasi
dapat tercapai. Bisa diartikan bahwa SPIP
merupakan produk “pabrikan” atau label
yang diberikan pemerintah terhadap teori
internal control yang dikembangkan oleh
COSO.
Apa Saja Unsur SPIP ?
Dalam sistem Pengendalian Internal yangberdasarkan pada Peraturan Pemerintah
No. 60 Tahun 2008, terdapat 5 unsur yang
saling terkait satu sama lainnya. Kelima
unsur tersebut adalah :
1. Lingkungan Pengendalian
2. Penilaian Resiko
3. Aktifitas Pengendalian
4. Informasi dan Komunikasi
5. Pemantauan Dari kelima unsur tersebut, unsur
Lingkungan Pengendalian dan Penilaian resiko
merupakan unsur yang paling mendasar yang
membedakan antara SPIP dengan sistem
pengendalian sebelumnya yang kita kenal
dengan sistem pengawasan melekat yang
sering disingkat menjadi waskat.
Apa Tujuan SPIP ?
Meskipun SPIP diambil dan kembangkan
dari Internal control COSO, namun ada
salah satu tujuan yang berbeda diantara
keduanya. Dalam PP 60 Tahun 2008 tujuan
SPIP adalah memberikan keyakinan yang
memadai bagi tercapainya efektivitas dan
efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan asset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam Internal Control COSO
tidak ada tujuan mengenai masalah
pengamanan aset.
Tujuan SPIP yang dituangkan dalam pasal
2 ayat (3) tersebut hakikinya merupakan
tujuan antara dan bukan tujuan akhir yang
ingin dicapai. Tujuan akhir dari penerapan
SPIP ini adalah terwujudnya tata kelola yang
baik dan pemerintahan yang bersih ( good
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
17/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 17
governace and clean government).
Untuk meraih opini WTP (wajar tanpa
pengecualian) terhadap laporan
keuangannya, bukanlah suatu hal yang
mudah bagi Kementerian Kesehatan. Bahkan
beberapa kali laporan keuangan Kemenkes pernah dinyatakan disclaimer oleh BPK
termasuk pada laporan keuangan tahun
anggaran 2010, namun akhirnya di tahun
2012 Kemenkes berhasil memperoleh opini
WDP (wajar dengan pengecualian) untuk
laporan keuangan tahuan anggaran 2011.
Hal ini merupakan suatu kemajuan luar
biasa dan bukti kesungguhan Kemenkes
dalam memperbaharui kinerjanya dandalam menyajikan laporan keuangan sesuai
dengan ketentuan yang ada. Tinggal satu
langkah lagi dari opini WDP yang telah kita
raih menuju opini WTP yang kita harapkan.
Untuk itu perlu ditingkatkan lagi program
atau kegiatan yang mendukung pencapaian
target tersebut, salah satunya adalah
pelaksanaan SPIP yang baik dan konsisten di
lingkungan kementerian kesehatan baik di
tingkat pusat maupun pada tingkat satuan
kerja di daerah-daerah. Lalu apakah ada
hubungan antara penerapan SPIP dengan
opini WTP yang kemenkes harapkan ?
Hubungan antara penerapan SPIP dengan
opini WTP
Kehandalan pelaporan keuangan merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari
penerapan SPIP. Seperti yang telah diuraikan
di atas, dari 4 tujuan antara SPIP salahsatunya adalah memberikan keyakinan yang
memadai terhadap keandalan pelaporan
keuangan. Dengan kata lain, pelaksanaan
pengendalian yang baik dan konsisten
sesuai dengan muatan yang ada dalam
SPIP akan mengarahkan secara langsung
suatu organisasi dalam penyajian laporan
keuangan yang handal. Meskipun SPIP tidak
memberikan keyakinan mutlak, namun
apabila seluruh satuan kerja yang ada di
lingkungan Kementerian Kesehatan mulai
saat ini melaksanakan SPIP secara baik dan
konsisten, maka kita bisa berkeyakinan
bahwa opini Laporan Keuangan Kemenkes
TA 2012 dan selanjutnya akan memperolehOpini WTP.
Masukan dan Saran
SPIP merupakan konsep yang diambil dari
teori pengendalian yang telah teruji dan
terbukti dipakai di beberapa negara-
negara maju. Hal ini memberikan keyakinan
bahwa sistem pengendalian ini memiliki
kehandalan yang tidak perlu diragukan lagi.Namun suatu sistem tidak akan ada artinya
apabila pelaksana sistem tersebut tidak
mau melaksanakannya dengan kemauan dan
niat yang baik. Yang penting dari sebuah
sistem adalah “ men behind the gun”, yaitu
manusia yang menjalankan sistem tersebut.
Salah satu prinsip dasar dari SPIP adalah
“tone of the top”, meskipun tanggung jawab
pelaksanaan sistem ini ada pada seluruh
anggota organisasi, namun keberhasilan dari
sistem ini tergantung dari contoh dan suri
tauladan para pimpinannya.
Kita berharap seluruh karyawan Kementerian
Kesehatan baik di Pusat maupun Daerah
mampu memerankan “men behind the gun”
secara baik dan bertanggung jawab, dan
para memimpinnya mampu member contoh
dan suri tauladan yang baik pula seperti apa
yang dituntut dalam sistem yang kita namaiSPIP. Adios…..
Tulisan
Refrensi :
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara.
2. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 60 tahun 2008 tentang
sistem pengendalian intern pemerintah.
3. Modul Diklat Penjenjangan Auditor Ketua
Tim, TPSPM BPKP edisi V tahun 2008.
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
18/44
INFORWAS Edisi III Th 201218
alam era reformasi
dewasa ini fungsipengawasan kerap
menjadi perhatian
masyarakat, terutama
menyangkut peran lembaga-
lembaga fungsional
bidang pengawasan; baik
pengawasan Internal maupun eksternal yang
melaksanakan tugasnya dalam manajemen
organisasi.
Salah satu lembaga pengawasan Internal
yang diatur secara formal yaitu Satuan
Pengawasan Internal pada Satuan Kerja BLU
Kementerian Kesehatan yang merupakan unit
kerja yang berkedudukan langsung di bawah
Direksi BLU.
Menyimak kedudukannya sebagai Satuan
Pengawasan Internal (SPI) pada Satuan Kerja
BLU Kementerian Kesehatan dapat dikatakan
bahwa SPI sangat diperlukan selain bertugas
melakukan penilaian sistem pengendalian
manajemen, SPI juga melakukan
pemeriksaan internal pengelolaan keuangan
dan operasional BLU Kementerian Kesehatan.
Dengan dilaksanakannya fungsi pengawasan
dalam manajemen oleh SPI, maka Direksi
dapat berkonsentrasi mencurahkan
perhatiannya dalam menjalankan tugas-
tugas pengelolaan instansi.Untuk dapat menghasilkan laporan hasil
pengawasan yang berkualitas dan memberikan
saran yang perlu dilaksanakan oleh pimpinan
Satker, maka unit SPI harus memiliki tenaga
pengawas yang berpendidikan dan atau
keahlian yang memenuhi persyaratan yang
memadai sebagai pengawas Internal/Auditor,
obyektif dan berdedikasi tinggi.
Kewajiban Direksi BLU untuk memberikan
perhatian terhadap laporan hasil pengawasan
SPI sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 60 tahun 2008 yang
menunjukkan pentingnya hasil pengawasan
yang dilaporkan oleh SPI kepada Direksi BLU
untuk ditindaklanjuti atau dimanfaatkan oleh
manajemen BLU dalam rangka memperbaiki
dan atau meningkatkan kinerja BLU yang
bersangkutan.
Dalam rangka memperkuat dan menunjang
efektivitas penyelenggaraan pelayanan
serta akuntabilitas pengelolaan keuangan
di lingkungan Kementerian Kesehatan,
terutama pada Satuan Kerja yang sudah
ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum
Penguatan Peran SPI Dalam
Mewujudkan Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan dan
Peningkatan Kinerja BLU oleh : Retno Budiarti SST,MM(Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)
D
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
19/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 19
Tulisan
(BLU), maka diperlukan penguatan dan
pemberdayaan peran Satuan Pengawas
Internal BLU mengingat mereka sebagai
“mata” dan “telinga” dan “ujung tombak”
manajemen dalam menjamin tercapainyatujuan organisasi.
Memberdayakan peran SPI dimaksudkan
dalam upaya untuk membangun daya, yang
berarti mengembangkan kemandirian,
yang dilakukan dengan menimbulkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta
dengan mengembangkan kompetensi yang
mendukung pengembangan kemandirian SPI.
Sejalan dengan hal tersebut, maka Inspektorat
Jenderal sebagai institusi pembina SPI, dalam
rangka peningkatan kompetensi SDM SPI
telah memfasilitasi melalui penyelenggaraan
kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan
yang diharapkan akan berdampak terhadap
peningkatan kualitas pelaporan keuangan
Kementerian Kesehatan sehingga dapat
dicapai opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian
(WTP) sebagai salah satu indikator tata
kelola pemerintahan yang baik.
Rapat Koordinasi Pengawasan ini bertemakan
“Penguatan Peran Satuan Pengawas Internal
Dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan
Keuangan dan Peningkatan Kinerja BadanLayanan Umum” dan diselenggarakan di
2 (dua) tempat yang berbeda. Rakorwas
pertama diselenggarakan di Medan yang
dihadiri oleh Satuan Pengawas Internal
BLU dilingkungan Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan. Pada kesempatan ini,
Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan
berkesempatan membuka langsung
Rakorwas yang dilaksanakan mulai 11
September s/d 14 September 2012 tersebut.
Sedangkan Rakorwas kedua diselenggarakan
di Yogyakarta, dilaksanakan mulai 1 sd 4
Oktober 2012, dan dihadiri oleh SatuanPengawas Internal BLU dilingkungan Badan
Pemberdayaan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kesehatan (BPPSDMK).
Rapat koordinasi Pengawasan terlaksana
atas dasar belum adanya hubungan
kemitraan/kerjasama secara formil antara
Inspektorat Jenderal dan SPI. Selain itu
kenyataan di lapangan selama ini, bahwa SPI
sudah dilibatkan dalam berbagai kegiatan
Inspektorat Jenderal antara lain : dalam
melaksanakan audit di satker dengan
mengikutkan/melibatkan sebagian SPI dalam
pendampingan, pemeriksaan Jamkesmas,
pemetaan SPIP, dan kegiatan-kegiatan
lain terkait peningkatan kompetensi SDM
Auditor.
Kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan
Rakorwas di Medan dan Yogyakarta antara
lain menyepakati adanya upaya peningkatan
peran SPI guna mendorong peningkatan kinerja
dan akuntabilitas keuangan satker yang
diawali dengan identifikasi permasalahan,
perumusan upaya dan langkah-langkah
operasional antara SPI dengan InspektoratJenderal Kementerian Kesehatan.
Identifikasi permasalahan yang terungkap
dari Rakorwas di Medan dan Yogyakarta
antara lain :
1. Belum optimalnya dukungan dari pimpinan
Satker BLU
2. Potensi realisasi pembinaan dari
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
20/44
INFORWAS Edisi III Th 201220
Inspektorat Jenderal kurang optimal
3. Kurangnya Anggaran untuk pemenuhan
peningkatan kompetensi SDM SPI
4. Belum adanya keseragaman SOP SPI
5. Adanya keterbatasan pengetahuan dalamhal membuat program pemeriksaan
(teknis dan adminstratif)
6. Ketidakjelasan kewenangan dan
tanggungjawab SPI dalam organisasi
Rumusan kesepakatan terkait upaya
peningkatan hubungan kerjasama/kemitraan
antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada
Satker BLU di masa mendatang:
1. Legalitas kemitraan / kerjasama antara
Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker
BLU dalam bentuk Permenkes;
2. Adanya program pembinaan teknis
SPI oleh Inspektorat Jenderal secara
berkesinambungan;
3. Penyusunan SOP dan IK SPI;
4. Mewujudkan status jabatan fungsional
SPI dan Grade Remunerasi;
5. Mewujudkan Pemenuhan kompetensi SDM
SPI;
6. SPI memfasilitasi dan mendampingi
Inspektorat Jendral dalam melakukan
pemeriksaan di Satker BLU;
7. SPI membantu Direktur dalam
melaksanakan tindak lanjut LHP (Laporan
Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Jenderal;8. Perlunya SPI diangkat dan dilantik serta
menadatangani pakta integritas.
Langkah-langkah operasional (Plan of Action)
antara SPI dengan Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan:
1. Melakukan kemitraan/kerjasama antara
Inspektorat Jenderal dan SPI secara formil
yang dituangkan dalam Peraturan Menteri
Kesehatan;
2. Inspektorat Jenderal melakukan
pembinaan teknis secara
berkesinambungan;
3. Inspektorat Jenderal membantu kejelasanstatus SPI dalam hal jabatan fungsional
auditor dan grading remunerasi;
4. Adanya pertemuan koordinasi secara
rutin antara Inspektorat Jenderal dengan
SPI dalam rangka pembinaan;
5. Adanya komitmen pimpinan dan
jajarannya terhadap SPI difasilitasi
oleh Eselon I terkait dan Inspektorat
Jenderal.
Dengan adanya rumusan kesepakatan antara
Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU
dan Plan of Action (POA) di masa mendatang
maka diharapkan keberadaan SPI dalam
organisasi semakin kuat dan mendapatkan
kewenangan penuh untuk melakukan
kegiatan audit pada seluruh area audit sesuai
kaidah dan relevansi pemeriksaan internal
dan hasil kerjanya dimasukkan sebagai Key
Performance Indicator (KPI) BLU.
Referensi :
1. Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;
2. Peraturan Pemerintah RI No.60 Tahun2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah;
3. Laporan Hasil Rapat Koordinasi Pengawasan
Bidang Kesehatan Inspektorat Jenderal
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012 di
Medan dan Yogyakarta.
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
21/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 21
arapan masyarakat akan sebuah
pelayanan publik yang berkualitas
sepertinya sudah menjadi syarat mutlakyang harus dipenuhi oleh institusi publik
di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.
Meskipun masih belum optimal namun
berbagai langkah-langkah menuju perubahan
untuk memberikan yang terbaik bagi
masyarakat telah dilakukan oleh segenap
jajaran pimpinan dan staf institusi publik
Kementerian Kesehatan diantaranya RSUP
tertua di Indonesia yaitu RSCM.
Jajaran pimpinan RSCM dengan cepat dan
tanggap melakukan beberapa kegiatan
strategis secara komprehensif dalam
rangka pemberian pelayanan yang cepat,
tepat dan akurat kepada masyarakat yang
membutuhkannya.
Sejalan dengan telah ditetapkannya opini
Wajar Dengan Pengecualian atau WDP untuk
pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan
tahun 2012 maka selanjutnya menjadi tugas
berat bersama seluruh anggota organisasi
Kementerian Kesehatan menuju Wajar Tanpa
Pengecualian/WTP tahun 2012.
“Meraih status WTP tahun 2012 dan
meninggalkan WDP merupakan impian yang
harus diwujudkan bersama, meskipun tidak
mudah untuk mencapainya, hal ini diakui
Dr. Moh. Ali Toha,MARS salah satu pimpinan
RSCM selaku Ketua Pelaksana Percepatan
raih WTP dan Direktur Keuangan RSCM, saat
ditemui redaksi Inforwas.
Diungkapkan oleh Dr. Moh. Ali Toha lebih
lanjut, bahwa jajaran pimpinan RSCM
telah melakukan beberapa kegiatan yang
bersinergi untuk meraih opini lebih baik dancepat dengan melakukan pemetaan atau
mapping kegiatan SPIP yang merupakan
sistim pengendalian yang harus segera
diterapkan diseluruh unit kerja di lingkungan
RSCM. Untuk percepatan SPIP bahkan telah
terbentuk Tim SPIP sesuai Surat Keputusan
Direktur Utama tanggal 1 Agustus 2011,
dengan Dr. Moh. Ali Toha selaku Penanggung
Jawab Pelaksanaan SPIP dan dibantu oleh
Nurhayati,SE.,MM selaku Kepala SPI Rumah
Sakit.
Dr. Moh. Ali Toha juga mengutarakan
bahwa salah satu hambatan dan kendala
yang dihadapi jajaran pimpinan RSCM
dalam pelaksanaan SPIP adalah budaya
kerja pegawai (habit/kebiasaan, perilaku)yang belum tertib. Hambatan dan kendala
tersebutlah yang menjadi perhatian jajaran
pimpinan dalam mengawal penerapan SPIP di
lingkungan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
berupa pencanangan dan sosialisasi SPIP
pada semua bagian terkait.
Dalam kegiatan bisnisnya, RSCM membagi
KOMITMEN
R S C M
MERAIH WTP
Oleh: Retno Budiarti,SST (Auditor Inspektorat II ItjenKemenkes) Drg.Lia Leita Kania Amalia (Auditor InspektoratIII Itjen Kemenkes)
H
Liputan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
22/44
INFORWAS Edisi III Th 201222
atau memetakan bisnisnya menjadi 3 jenis
kegiatan yang harus berjalan bersama-
sama/sinergi dan harus terstandarisasi serta
terjaga pengendaliannya. Pengendalian
Intern secara manajemen mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang SPIP, sedangkan Untuk keamanan
pasien disesuaikan dengan standar IPSG/
International Patient Safety Goal dan
Keselamatan Rumah Sakit/Hospital Safety,
secara keseluruhan merupakan bentuk
penerapan SPIP yang dilakukan oleh jajaran
pimpinan RSCM.
Dalam hal kepemimpinan yang kondusif,
dimana segala sesuatu keputusan
dipertimbangkan resikonya maka RSCM yang
diproyeksikan sebagai Rumah sakit berstandar
internasional, memilih acuan standar diatas
telah sesuai pula dengan fungsi tertentu
dalam penerapan SPIP.
Penerapan SPIP tersebut diantaranya di
tingkat supervisor jaga melalui pertemuan
‘morning report” dihadiri para Kepala Bagian
yang terkait dengan layanan
pasien.Rapat Pimpinan Lintas
Direktorat dilakukan seminggu
sekali dihadiri seluruh Kepala
Bagian dan Kepala Departemenmembahas segala permasalahan
yang terjadi pada masing-masing
Departemen dan mencari solusi
pemecahan masalahnya. Terkait
dengan monitoring dan supervisi
laporan keuangan, pimpinan
RSCM telah menetapkan adanya
laporan berjenjang yaitu
Kasir setiap hari harus membuat laporan
realisasi penerimaan melalui Koordinator
Kasir, laporan realisasi anggaran dilaporkan
ke Direktur Keuangan sebulan sekali,
sedangkan pertemuan ditingkat Direktorat
Keuangan dilakukan seminggu sekali
dipimpinolehDirekturKeuangan, dihadiri
Kepala Bagian Keuangan dan Para Koordinator
Dijelaskan oleh Dr. Moh. Ali Toha “Saat
ini di instansi kami (RSCM) sedang
dilakukan “transformasi budaya kerja”
yang merupakan bagian dari LingkunganPengendalian (Control Environment) dengan
cara menegakan integritas dan nilai etika,
menyusun dan menerapkan aturan perilaku
seperti membangun budaya kerja yang
tertib, tertib administrasi untuk semua
jajaran, dari pucuk pimpinan sampai dengan
pegawai bawahan. Selain itu di RSCM saat ini
juga ada kebijakan tertib waktu pada setiap
rapat ataupun pertemuan, walaupun hanya
2 orang yang hadir sesuai waktu undangan,
rapat tetap dimulai tepat waktu”.
Beberapa unit layanan di RSCM juga
Liputan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
23/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 23
telah meraih ISO seperti layanan Rawat
Inap,PelayananJantungTerpadu dan
beberapa lainnya, sementara beberapa
bagian penunjang dan manajemen sedang
dalam persiapan.Dengan ISO diharapkan akan
terbangun Sistim Pengendalian Internal yang
lebihbaiklagi, karena dengan ISO pelaksanaan
sehinggaakanmeningkatkankepuasanpasien.
Pegawai yang diberikan tanggung jawab
harus memahami bahwa wewenang yang
diberikan terkait dengan pihak lainnyadalam organisasi, misalnya, bila terkait
masalah manajemen rumah sakit, direksi
melakukan pembinaan kepada para kepala
bagian; sedangkan kepala bagian melakukan
pembinaan kepada para koordinator.
Demikian pula halnya terkait masalah
Liputan
pelayanan terhadap pasien, prosedur
pelayanan pasien dilakukan secara berjenjang.
Saat ini dengan adanya transformasi budaya,
semua prosedur administrasi harus dilakukan
secara tertibdenganmenerapkanprinsip 5R
(ringkas,rapi,resik,rawat, rajin).
Pada akhir perbincangan dengan Direktur
Keuangan selaku penanggungjawab
pelaksanaan raih WTP dan SPIP tersebut,
dapat disimpulkan adanya kerja keras yang
sedang dilakukan oleh seluruh jajaran
pimpinan dan pegawai di RSCM yangberkomitmen untuk meraih WTP Tahun
2012, seperti yang telah dicanangkan dan di
dengungkan di Kementerian Kesehatan.Selain
itu sebagai perwujudan komitmen bersama
maka Jajaran pimpinan RSCM mewajibkan
semua direksi dan seluruh pegawai untuk
memakai PIN Rencana Aksi Perbaikan ”RAIH
WTP”.
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
24/44
INFORWAS Edisi III Th 201224
dan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor: 8 tahun2006 mewajibkan laporan
keuangan direviu oleh
Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) sebelum diserahkan
kepada BPK untuk diaudit. Reviu atas
laporan keuangan kementerian dilakukan
oleh Inspektorat Jenderal Kementerian yang
bersangkutan, melalui para auditornya.
Dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah
tersebut, dinyatakan bahwa reviu atas
laporan keuangan oleh APIP dalam rangka
meyakinkan keandalan informasi yang
disajikan didalam laporan keuangan
tersebut. Reviu tersebut dimaksudkan untuk
memberikan keyakinan akurasi, keandalan,
dan keabsahan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan sebelum disampaikan oleh
pejabat pengelola keuangan kepada Menteri
yang selanjutnya Menteri menandatangani
surat pernyataan tanggung jawab (Statement
of Resposibility/ SOR).
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan adalah
PMK No. 41/PMK.09/2010 tentang Standar
Reviu Laporan Keuangan dan Perdirjen
Oleh: drg. Lia Leita Kania Amalia,M.Ak(Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes RI)Homedi D.Listiana,SKM.,M.Kes(Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)
PROFESIONALISME AUDITOR
DALAM REVIU LAPORAN
KEUANGAN
da beberapa macam
terminologi reviu
laporan keuangan,
seperti pada StandarProfesional Akuntansi
Publik (SPAP), tetapi karena
Inspektorat Jenderal selaku
APIP maka memakai terminologi ‘Reviu’
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006,
yaitu suatu:
Prosedur penelusuran angka-angka dalam
laporan keuangan, permintaan keterangan,dan analitik yang harus menjadi dasar
memadai bagi Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) untuk memberi keyakinan
terbatas bahwa tidak ada modifikasi material
yang harus dilakukan atas laporan keuangan
agar laporan keuangan tersebut sesuai
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Laporan keuangan yang disajikan oleh Menteri
Kesehatan sebagai pertanggungjawaban
pelaksanaan anggaran merupakan tanggung
jawab Menteri yang disusun oleh Sekretaris
Jenderal melalui Biro Keuangan dimana
secara tertulis Menteri Kesehatan harus
membuat pernyataan bahwa laporan
keuangan yang disajikan berdasarkan Sistem
Pengendalian Internal yang memadai
A
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
25/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 25
Perbendaharaan No. 65/PB/2010 tentang
Pedoman Pelaksanaan Penyusunan Laporan
Keuangan.
Profesionalisme adalah tuntutan kemampuanserta kompetensi suatu profesi yang
dilakukan seseorang dalam pekerjaannya.
Profesionalisme auditor harus menjadi acuan
dalam pelaksanaan fungsi internal audit
termasuk reviu laporan keuangan.
Untuk dapat mewujudkan profesionalisme,
auditor Inspektorat Jenderal didorong baik
secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama
untuk terus mengembangkan:
1. Pengetahuan yang memadai dalam
pelaksanaan tugas-tugasnya seperti
mengembangkan pengetahuan mengenai
teknis audit dan disiplin ilmu lain yang
berhubungan dengan latarbelakang
pendidikan dan tugas yang diembannya;
2. Berperilaku jujur, obyektif, tekun, loyal,
serta memelihara independesinya;
3. Meningkatkan kemampuan serta
profesionalismenya melalui
pendidikan profesi lanjutan yang
berkesinambungan,
4. Memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dan berkomunikasi secara lisan dan
tulisan secara efektif.
Auditor Inspektorat Jenderal harus memiliki
sikap mental dan etika serta tanggung
jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas
kerjanya dapat dipertanggungjawabkan
serta dapat digunakan untuk membantu
terwujudnya perkembangan institusi untuk
lebih baik. Auditor Inspektorat Jenderal
juga harus memiliki sikap mental yang baik
dapat dilihat dari komitmen, kejujuran,
obyektivitas, ketekunan dan loyalitasnya
kepada profesi.
Auditor Inspektorat Jenderal harus mampu
mengemukakan pendapat secara jujur danbijaksana, sesuai dengan hasil penugasannya
dan juga harus selalu dapat mempertahankan
sikap obyektif, dalam mengkomunikasikan
serta mengemukakan hasil kerjanya
berdasarkan bukti-bukti serta fakta-fakta
yang lengkap serta sah.
Dengan demikian hasil penugasannya menjadi
lengkap dan didasarkan pada analisis yang
obyektif sehingga merupakan suatu dokumen
yang dapat dipertanggungjawabkan, baik
oleh pimpinan maupun institusi.
Profesionalisme inilah yang menjadi dasar
dalam mencapai tujuan pelaksanaan Reviu
Laporan Keuangan di Kementerian Kesehatan,
dalam rangka pertanggung jawaban keuangan
Kementerian Kesehatan serta bahan dan
masukan untuk memperbaiki opini BPK
terhadap Laporan Keuangan Kementerian
Kesehatan pada tahun-tahun mendatang.
Referensi:
1. Standar Profesional Akuntansi
Publik (SPAP).
2. Peraturan Pemerintah Nomor: 8
tahun 2006.
3. Petunjuk teknis Reviu Laporan
Keuangan yang terkini adalahPer 65/PB/2010 tentang Pedoman
Pelaksanaan Penyusunan Laporan
Keuangan 2010.
4. Standar Akuntansi Pemerintahan,
Peraturan Pemerintah RI Nomor 24
Tahun 2005.
5. Wikipedia Indonesia
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
26/44
INFORWAS Edisi III Th 201226
A. Pendahuluan
Pembangunan kesehatan diarahkan
untuk meningkatkan derajat kesehatan
yang besar artinya bagi pengembangan
dan pembinaan sumber daya manusia
Indonesia, dan sebagai modal bagi
pelaksana pembangunnan nasional yang
pada hakekatnya adalah pebangunan
manusia Indonesia.
Derajat kesehatan di Indonesia saat ini
telah mengalami kemajuan yang cukup
bermakna, hal ini ditunjukkan dengan
makin menurunnya angka kematian
bayi dan kematiam ibu, menurunnyaprevalensi gizi buruk pada balita, serta
meningkatnya umur harapan hidup.
Namun demikian Indonesia masih
menghadapi beban ganda, karena
munculnya beberapa penyakit menular
baru, sementara penyakit menular lain
belum dapat dikendalikan sebagai contoh
salah satunya adalah penyakit kusta. Penyakit kusta merupakan salah satu
penyakit menular yang menimbulkan
masalah yang sangat kompleks. Masalah
yang dimaksud bukan hanya dari segi
medis, tetapi meluas sampai masalah
sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional.
Oleh : Heni Hernawati, S.Si, M.Kes(Auditor Inspektorat IV Itjen Kemenkes RI)
Penyakit kusta pada
umumnya terdapat
di negara-negara
berkembang, sebagai
akibat keterbatasan
kemampuan negara
tersebut dalam
memberikan pelayanan
yang memadai dalam bidang kesehatan,
pendidikan dan kesejahteraan sosial
ekonomi pada masyarakat.
Berdasarkan laporan WHO pada tahun
2005 Indonesia masih menempati urutan
ketiga sebagai negara penyumbang
penderita baru terbanyak, setelah India
dan Brazil. Pada tahun 2006 jumlah
penderita baru yang ditemukan sebanyak
17.927 orang.
Pada tingkat nasional ada 15 provinsi yang
belum mencapai eliminasi, yaitu Provinsi
NAD, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, NTT, Sulawesi Selatan, SulawesiUtara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi
Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara,
Irianjaya Barat.
Selain itu ada 2 Provinsi yang masih
mempunyai penderita lebih dari 1000,
yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa
Tengah dan masih 140 Kabupaten yang
PENGAWASAN PROGRAM PENGENDALIAN
PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
27/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 27
belum mencapai eliminasi, dimana
angka kesakitannya lebih dari 1/10.000
penduduk.
Sampai saat ini penyakit kusta masih
merupakan salah satu masalah kesehatanmasyarakat di Indonesia, meskipun pada
pertengahan tahun 2000 Indonesia sudah
dapat mencapai eliminasi kusta.
Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana
penderita kusta tercatat (angka
prevalensi) kurang dari 1 per 10.000
penduduk, diperkirakan penyakit
tersebut akan hilang secara alamiah.
Penyakit kusta sampai saat ini masih
ditakuti masyarakat, keluarga,
termasuk sebagian petugas kesehatan.
Hal ini disebabkan masih kurangnya
pengetahuan/pengertian, kepercayaan
yang keliru terhadap kusta dan cacat
yang ditimbulkannya.
Dengan demikian tantangan yang
dihadapi adalah bagaimana menjaga
kesinambungan pelayanan kusta
dimanapun berada mempunyai
kesempatan yang sama untuk
mendapatkan diagnosis dan pengobatan
oleh petugas kesehatan yang kompeten,
termasuk sistem rujukan yang efektif.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2008
tentang Sistem pengendalian Intern
Pemerintah dinyatakan bahwa :
1. Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah, selanjutnya disingkat
SPIP adalah sistem pengendalian
intern yang diselenggarakan secara
menyeluruh di lingkungan pusat dan
pemerintah daerah
2. Inspektorat Jenderal atau nama lain
yang secara fungsional melaksanakan
pengawasan intern adalah aparat
pengawasan intern pemerintah yangbertanggung jawab langsung kepada
Menteri/Pimpinan Lembaga.
3. Instansi pemerintah adalah
unsur penyelenggara pemerintah
pusat atau unsur penyelenggara
pemerintah daerah.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 1144/Permenkes/XI/2010Bab VIII Bagian Pertama – bagian Sembilan
pasal 628 s.d. 671 tentang Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Tugas Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kementerian Kesehatan yang ditetapkan
adalah melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan
Kementerian Kesehatan RI. Sedangkan fungsi
dari Inspektorat Jenderal adalah penyiapan
perumusan kebijakan pengawasan,
pelaksanaan pengawasan kinerja,
operasional, keuangan dan pengawasan untuk
tujuan tertentu atas petunjuk Menteri dan
pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat
Jenderal.
Tuntutan organisasi yang semakin tinggi
mendorong dibuatnya pedoman pengawasan
pelaksanaan program penanggulangan
penyakit Kusta yang dapat dipergunakan
oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah
(Auditor) dalam melaksanakan pengawasan
bagi para pelaksana program di tingkat pusat
maupun daerah.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh
adalah adanya pemahaman yang sama
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
28/44
INFORWAS Edisi III Th 201228
antara Pengawas dan Pengelola Program
dalam pelaksanaan dan pengawasan agar
tidak menimbulkan kesalahan persepsi
didalam menentukan identifikasi masalah
dan alternatif pemecahan masalah.
Tujuan pengawasan adalah untuk
mewujudkan hasil pelaksanaan program
pengendalian penyakit kusta yang efektif dan
efisien, sehingga penyakit kusta tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia dan secara khusus adalah untuk
memeriksa, menguji dan menilai teknis
pengendalian penyakit kusta, apakah telahsesuai dengan buku pedoman nasional
pengendalian kusta, memeriksa dan menguji
kehematan penggunaan sumber daya yang
dipergunakan dalam pengendalian penyakit
kusta dan mengusut penyimpangan yang
terjadi dalam pelaksanaan program
Organisasi pelaksana program pengendalian
penyakit Kusta, meliputi 4 (empat) tingkatan
yaitu Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota dan
Unit pelayanan Kesehatan.
B. Kegiatan-Kegiatan Pada Program
Pengendalian kusta, antara lain :
1. Pelatihan Pengendalian Penyakit Kusta
bagi Pengelola Program/Wasor Kusta
tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
2. Implementasi Pedoman RR Elektronik &
Logistik Kusta
3. Monev Ketersediaan & Pemanfaatan
Obat Kusta MDT
4. Pemetaan Penderita Cacat Kusta
Tingkat-2
5. Pertemuan Sentinel Surveilans Kusta
6. Pemantauan dan Evaluasi Pengendalian
Penyakit Kusta
7. Pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi
Kusta (ANEK)
8. Pertemuan Aliansi Daerah Eliminasi
kusta (ADEK)
9. Review Program Kusta10. Bimbingan Teknis dan Supervisi
13. Survey Desa Cepat
14. Survei Kontak Penderita
C. Faktor Risiko Pada Pelaksanaan
Pengawasan Program Pengendalian
Penyakit kusta antara lain :
1. Pelacakan ke rumah pasien yang
Default2. Bimbingan Teknis dan Supervisi
3. Pelatihan bagi Pengelola Program/
Wasor Kusta
4. Pelatihan bagi Petugas Kusta
D. Ruang Lingkup Pengawasan
Ruang lingkup pedoman pengawasan
pelaksanaan program pengendalian
penyakit kusta, mencakup seluruh aspek
kegiatan yang pelaksanaannya terdapat
di tingkat Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten/Kota dan Unit Pelayanan
Kesehatan, antara lain pelaksanaan
pengendalian kusta, hubungannya dengan
mutu pelayanan, penggunaan obat yang
rasional dan pemeriksaan manajerial yang
menyangkut kepegawaian, keuangan,
perlengkapan sesuai dengan tugas pokok
dan peraturan yang berlaku.
E. Persiapan Pengawasan
Dengan memperhatikan gambaran umum
Program Penanggulangan kusta, perlu
dilakukan persiapan atau langkah awal
yang mencakup penyusunan program
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
29/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 29
pengawasan dan pengumpulan informasi
umum agar pelaksanaan pengawasan
dapat lebih terarah sesuai sasaran yang
telah ditetapkan.
Tentative Audit Objective (TAO), antara
lain :
a. Tidak dibuatnya laporan hasil
bimbingan teknis/supervisi,
sehingga tidak teridentifikasi
permasalahan pada pelaksanaan
program pengendalian kusta di
daerah tersebut
b. Belum dilatihnya PengelolaProgram Kusta/Wasor, karena
Wasor Kusta yang telah mendapat
pelatihan mutasi
c. Belum dilatihnya petugas kusta,
karena petugas kusta yang telah
mendapat pelatihan mutasi
d. Petugas tidak memantau dengan
baik kasus gagal pengobatan
kusta
e. Tidak dilakukannya pelacakan
terhadap pasien default,
sehingga pasien menjadi kebal
ganda terhadap obat
F. INDIKATOR
Untuk menilai kemajuan atau
keberhasilan program pengendalin Kusta
digunakan beberapa indikator.
Indikator pengendalian Kusta secara
umum ada 3, yaitu :
1. Indikator Utama
2. Indikator lain yang bermanfaat
3. Indikator tatalaksana penderita
G. Pelaksanaan Pengawasan
Pelaksanaan pengawasan meliputi
pengujian sistem pengendalian
manajemen dan program kerja
pengawasan yang menjadi acuan minimal
bagi Tim Pengawasan dalam melakukan
pengawasan di lapangan dan dapatdikembangkan sesuai dengan keadaan di
lapangan.
1. Pengujian Sistem Pengendalian
Intern
Sistem pengendalian intern adalah
proses yang integral pada tindakan
dan kegiatan yang dilakukan secara
terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai, untuk memberikankeyakinan yang memadai atas
tercapainya tujuan organisasi
melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan aset negara
dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Untuk memperoleh informasi
terhadap keandalan sistem
pengendalian intern tersebut,
perlu dilakukan pengujian untuk
menentukan luasnya audit.
Dalam hal ini metode pendekatan
yang digunakan adalah metode
pendekatanCommittee of Sponsoring
Organizations of the Treadway
Commission (COSO), sebagaimana
diatur dalam Peraturan pemerintah
Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah.
Pengujian sistem pengendalian
intern dilakukan, untuk memperoleh
informasi mengenai sistem
pengendalian auditan, untuk
menentukan kedalaman audit yang
diperlukan.
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
30/44
INFORWAS Edisi III Th 201230
2. Aspek Pengawasan
Aspek pengawasan Program
Pengendalian Kusta, secara garis
besar meliputi :
a. Di Pusat, kegiatan pengawasandiutamakan pada perencanaan,
daftar-daftar usulan kegiatan
yang dibiayai oleh APBN dan
PHLN, penetapan sasaran/target
suspek, wasor dan petugas kusta,
rencana kebutuhan obat kusta
dan pendistribusiannya, rencana
supervisi petugas beserta
pelaksanaannya, masalah yangditemukan sudah ditindak
lanjuti, laporan kegiatan
pengendalian Kusta.
b. Di Provinsi, kegiatan pengawasan
diutamakan pada daftar-daftar
usulan kegiatan yang dibiayai
oleh APBN, APBD dan PHLN,
usulan perencanaan kegiatan
dari Kabupaten/Kota, rencana
penetapan sasaran/target
suspek di tiap Kabupaten/
Kota, Wasor dan petugas Kusta,
rencana kebutuhan obat Kusta
dan pendistribusiannya, laporan
kegiatan, proporsi penderita
baru Kusta,
c. Di Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK), kegiatan pengawasan
diutamakan pada data
ketenagaan dan jumlah tenaga
yang mengelola program
Kusta, pelatihan dalam rangka
pengendalian program Kusta,
penempatan tenaga yang telah
dilatih, stock obat kusta,
J. Penutup
Untuk bisa melakukan pemeriksaan
program pengendalian penyakit kustayang efektif dan efisien diperlukan
Pedoman Pengawasan Pengendalian
Kusta.
Penyusunan pedoman pengawasan ini,
seperti halnya penyusunan pedoman
pengawasan program-program kesehatan
lainnya, disusun bersama Pengawas
dengan Pengelola Program,sehingga
dapat diperoleh kesamaan pandangantara Pengelola Program dan Pengawas
dalam upaya mengurangi kelemahan
dan meningkatkan cakupan program.
Keuntungan lain yang dapat diperoleh
adalah adanya pemahaman yang sama
antara Pengawas dan Pengelola Program
dalam pelaksanaan dan pengawasan agar
tidak menimbulkan kesalahan persepsi
didalam menentukan identifikasi masalah
dan alternatif pemecahan masalah.
Referensi:
1. BPKP, 2005 Buku Sistem Pengendalian
Manajemen, Edisi Keempat Pusdiklat
BPKP, Ciawi Bogor
2. Universitas Indonesia, 2003 Kusta, Edisi
Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta.
3. Departemen Kesehatan R.I, 2007 Buku
Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit
Kusta, Ditjen P2PL Jakarta
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
31/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 31
Pada tanggak 18 Juli 2012, Menteri
Kesehatan Republik Indonesia secara
resmi telah mencanangkan Zona Integitas,
ditandai dengan penandatanganan Dokumen
Pakta Integritas. Acara tersebut dihadiri
secara langsung oleh Menteri PAN dan RB,
perwakilan dari Ombusman serta pejabat
struktural di lingkungan Kementrian
Kesehatan. Kegiatan pencanangan Zone
Integritas tersebut disiarkan secara live
ke kebeberapa daerah dengan melibatkanbeberapa satuan kerja vertikal di lingkunagn
Kementerian Kesehatan yang ada di
daerah dengan menggunakan teknologi
teleconference jaringan PT Telkom.
Apa itu Zone Integritas ?
Pemberantasan korupsi membutuhkan
keberanian dan komitmen yang sungguh-
sungguh dari seluruh aparatur negara di
Pusat maupun di Daerah. Komitmen bersih
dari korupsi harus dimulai dari pimpinan
puncak di seluruh Kementerian, Lembaga
Negara dan Pemerintahan Daerah. Keinginan
untuk memberantas korupsi di lingkungan
Kementerian, Lembaga dan Pemerintah
Daerah sudah dicanangkan jauh-jauh hari,
bahkan sejak era reformasi
dimulai. Instruksi Presiden
No 5 tahun 2004, Presiden
telah memberikan 12
instruksi kepada seluruh
Menteri Kabinet Indonesia
Bersatu dalam rangka
percepatan pemberantasan
korupsi. Namun sampai saat ini, instruksi
tersebut belum diimplementasikan secara
maksimal, khususnya instruksi ke 5 yaitu
instruksi agar seluruh pimpinan instansi
pemerintah di pusat dan daerah untukmelaksanakan program wilayah bebas dari
korupsi (WBK).
Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh
Kementerian PAN&RB diketahui bahwa WBK
hanya dapat terwujud apabila didahului
dengan adanya komitmen pemberantasan
korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi
pemerintah baik kementerian, lembaga
maupun pemerintah daerah (K/L/Pemda).
Adanya Komitmen pemberantasan korupsi
itulah yang kemudian diwujudkan dalam
bentuk Zona Integritas. Jadi Zone Integritas
adalah sebutan atau predikat yang diberikan
kepada Kementerian/Lembaga/Pemda yang
pimpinan dan jajarannya mempunyai niat
(komitmen) untuk mewujudkan birokrasiyang bersih dan melayani. Zona Integritas
ini merupakan langkah awal untuk menuju
terwujudkan Wilayah Bebas Korupsi maupun
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM).
Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM.(Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)
A WA SANDA
MEMASUKI ZONEINTEGRITAS !!!
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
32/44
INFORWAS Edisi III Th 201232
Indikator WBK atau WBBM
Meraih predikat WBK bukanlah pekerjaan
mudah namun juga bukan sesuatu yang
mustahil untuk kita raih. Komitmen bersama
adalah kunci dari keberhasilan kita meraih
predikat WBK tersebut. Pimpinan sesuai
prinsip Tone of the Top merupakan factor
utama dalam mewujudkan WBK dan WBBK,
karena pimpinanlah yang memiliki otoritas
dalam membuat dan mempengaruhi sebuah
kebijakan. Namun demikian, kesadaran dan
kemauan untuk hidup bersih dari korupsi juga
harus menjadi kesadaran kolektif seluruhpersonal yang ada di sebuah organisasi
termasuk di Kementerian Kesehatan.
Keberhasilan Kementerian Kesehatan meraih
opini WDP terhadap laporan keuangan TA
2011 merupakan modal awal yang seharusnya
bisa menjadi motivasi seluruh satuan kerja
di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam
meraih predikat WBK maupun WBBM.
Sesuai Permen PAN & RB Nomor 60 tahun 2012,
yang dimaksud Wilayah Bebas Korupsi adalah
sebutan atau predikat yang diberikan kepada
suatu unit kerja (satker) yang memenuhi
syarat Indikator Hasil WBK dan memperoleh
hasil penilaian indikator proses diatas 75
pada ZI yang telah memperoleh opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK ataslaporan Keuangannya. Sedangkan WBBM
adalah sebutan atau predikat yang diberikan
kepada suatu unit kerja (satker) yang
memenuhi syarat Indikator Hasil WBBM dan
memperoleh hasil penilaian indikator proses
diatas 75 pada ZI yang telah memperoleh
opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari
BPK atas laporan keuangannya.
Jadi ada dua indikator yang dipakai dalam
menilai satuan kerja untuk memperoleh
predikat Satuan Kerja WBK atau WBBM, yaitu
Indikator Hasil yang terdiri dari 8 Unsur dan
indikator proses yang terdiri dari 20 Unsur.
Indikator Hasil sifatnya wajib terpenuhi,
karena salah satu saja dari 8 unsur yang
tidak terpenuhi sesuai kriteria penilaian yang
ada, maka satuan kerja tersebut langsung
dinyatakan gugur atau tidak lulus.
Indikator Hasil meliputi ;1. Nilai indeks integritas
2. Nilai kinerja unit pelayanan publik
3. Persentase kerugian negara yang
belum diselesaikan
4. Persentase temuan in-efektif
5. Persentase temuan in-efisien
6. Persentase pegawai yang dijatuhi
hukuman disiplin;
7. Persentase pengaduan masyarakat
yang belum diselesaikan
8. Persentase pegawai yang dijatuhi
hukuman karena KKN
Sedangkan Indikator Proses terdiri dari 20
unsur, setiap unsur terdiri dari 3 subunsur,
yaitu Subunsur Pemenuhan dengan bobot
penilaian 20%, Subunsur Kualitas denganbobot 50% dan subunsur Implementasi
dengan bobot 30%.
Presedur Penilaian WBK/WBBM
Penilaian untuk meraih predikat WBK/WBBM
bisa dilakukan pada Kementerian yang telah
mencanangkan Zone Integritas, dan telah
memperoleh opini minimal Wajar Dengan
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
33/44
INFORWAS Edisi III Th 2012 33
Pengecualian (WDP). Penilaian ini bisa
dilakukan pada tingkat eselon I, eselon II
atau satuan kerja setingkat eselon III.
Satuan kerja yang akan dinilai layak atau
tidaknya memperoleh predikat WBK/WBBM
terlebih dahulu diusulkan oleh masing-
masing eselon I. Satuan kerja yang diusulkan
adalah satuan kerja yang dinilai memiliki
peran strategis dalam penyelenggaraan
fungsi pelayanan masyarakat. Peran strategis
tersebut dapat dilihat dari besarnya jumlah
asset yang dikelola oleh satker tersebut danjasa yang dihasilkan memiliki pengaruh besar
terhadap kepentingan masyarakat.
Satuan kerja yang diusulkan tersebut
sebaiknya satuan kerja yang telah
memperoleh bimbingan dan pembinaan
dari Unit Penggerak Integritas (UPI) dan
Unit Pembangun Integritas (UPbI), sehingga
telah memiliki kesiapan untuk dilakukan
penilaian.
Prinsip dasar penilaian WBK adalah penilaian
diri sendiri atau self assessment, yang
dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang
dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.
TPI terdiri dari unsur-unsur yang ada dalam
kementrian/lembaga sendiri, dan bekerja atastugas yang diberikan oleh menteri/pimpinan
lembaga. TPI menilai semua indikator baik
Indikator Hasil dan Indikator Proses dengan
menggunakan perangkat penilaian atau
template kertas kerja penilaian yang telah
disusun dan disiapkan oleh Kementerian
PAN&RB. Hasil self assessment tersebutlah
yang kemudian direviu oleh Tim Penilai
Nasional (TPN). TPN merupakan unsur di
luar kementerian/lembaga yang dinilai yang
dibentuk oleh Menteri PAN& RB yang terdiri
dari unsur KemenPAN&RB, unsur KPK,
unsur ORI dan lembaga negara yang terkait
.TPN melakukan revieu terhadap hasil self
assessment yang dilakukan oleh TPI dengan
menelaah bukti-bukti yang ada tanpa harus
menilai kebenaran materialnya. Dari hasil
reviu TPN, TPI mengusulkan kepada menteri /
pimpinan lembaga untuk menetapkan satuan
kerja yang telah dinilai dan dianggap layak
menjadi satuan kerja WBK. Selanjutnya,lewat Surat keputusan Menteri, satuan kerja
tersebut ditetapkan menjadi Satuan Kerja
dengan predikat WBK.
Apa Peran Auditor Inspektorat Jenderal
Kemenkes dalam ZI ?
Pengejawantahan terhadap komitemen bebas
dari korupsi yang tergambar dalam deklerasi
Zona Integritas membutuhkan dorongan
dan dukungan yang nyata dan konkrit agar
bisa terujud sesuai harapan. Pendampingan
satuan kerja dalam memperoleh predikat
WBK/WBBM dilakukan oleh Unit Penggerak
Integritas (UPI). UPI adalah unit kerja yang
ditugaskan untuk memberikan dorongan
dan dukungan administratif dan teknis
kepada satuan kerja dalam melaksanakankegiatan pencegahan korupsi. Tugas UPI di
Kementerian Kesehatan secara ex-officio
dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP), dalam hal ini adalah
auditor Inspektorat Jenderal Kementerian
Kesehatan. Bentuk konkrit pendampingan
yang dilakukan oleh UPI adalah memberikan
sosialisasi, pelatihan, coaching, kajian
Tulisan
-
8/15/2019 Inforwas Edisi III Final
34/44
INFORWAS Edisi III Th 201234
sistem, fasilitasi, atau bentuk-bentuk
pembinaan teknis lainnya. Pencanangan Zone
Integritas ini juga merupakan momentum
yang pas bagi auditor Itjen Kemenkes untuk
mengembangkan fungsi dan perannya yang
bukan lagi hanya sebagai watch dog, namun
juga sudah dituntut untuk mampu berperan
sebagai quality asurance dan consulting.
Pendekatan bukan lagi hanya pada aspek
kuratif atau penanganan kasus-kasus yang
telah terlanjur terjadi tetapi sudah mulai
berorientasi pada pendekatan preventif atau
pencegahan dengan meningkatkan peranpendampingan terhadap satuan wilayah
kerja yang ada dilingkungan Kementerian
Kesehatan.
Semoga pen