Infark Cerebri.docx
-
Upload
megan-watson -
Category
Documents
-
view
1.621 -
download
0
Transcript of Infark Cerebri.docx
DEFINISI
Infark Cerebri adalah Pembentukan daerah nekrosis di otak yang disebabkan oleh
iskemia yang berkepanjangan.
ETIOLOGI
Infark cerebri dapat disebabkan oleh :
1. Trombosis otak
Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi karena proses oklusi pada satu
pembuluh darah lokal atau lebih. Trombosis otak umumnya terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami artherosklerosis yang mula-mula akan menyempitkan lumen
pembuluh darah (stenosis) yang kemudian dapat berkembang menjadi sumbatan
(oklusi) yang menyebabkan terjadinya infark
2. Emboli otak
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler dan
tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah.
Penyebab emboli otak pada umumnya berhubungan dengan kelainan kardiovaskuler
antara lain :
a. Fibrilasi atrial
b. Penyakit katub jantung
c. Infark miokard
d. Penyakit jantung rematik
e. Lepasnya plak aterosklerosis pembuluh darah besar intra / ekstra cranial
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik. Pengurangan perfusi ini
dapat disebabkan karena :
a. Kegagalan pompa jantung
b. Proses perdarahan yang masif
c. Hipovolemik
PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya terjadinya infark cerebri meliputi dua proses yang saling terkait, yaitu:
1. Perubahan vaskuler, hematologik atau kardiologik yang menyebabkan terjadinya
kekurangan aliran darah ke bagian otak yang terserang.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak
Keadaan pembuluh darah, menyempit akibat stenosis atau ateroma maupun
tersumbat oleh trombus/embolus
Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
(polisitemia) menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat
menyebabkan oksigenasi ke otak menurun
Kelainan jantung, menyebabkan menurunnya curah jantung, dan lepasnya
embolus dari jantung yang dapat menimbulkan iskemia otak
Tekanan perfusi yang sangat menurun akibat sumbatan di proksimal pembuluh
arteri cerebri, seperti sumbatan pada arteri karotis, atau vertebrobasiler
Infark cerebri diawali dengan terjadinya penurunan Cerebral Blood Flow (CBF)
yang menyebabkan suplai oksigen ke otak akan berkurang. Derajat dan durasi
penurunan Cerebral Blood Flow (CBF) kemungkinan berhubungan dengan jejas
yang terjadi. Jika suplai darah ke otak terganggu selama 30 detik, maka metabolisme
di otak akan berubah. Setelah satu menit terganggu, fungsi neuron akan berhenti.
Bila 5 menit terganggu dapat terjadi infark. Bagaimanapun, jika oksigenasi ke otak
dapat diperbaiki dengan cepat, kerusakan kemungkinan bersifat reversibel.
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemia hingga terjadi nekrosis
sel neuron, glia dan sel otak yang lain.
Dalam keadaan iskemik, kadar kalium akan meningkat disertai penurunan ATP dan
kreatin fosfat. Akan tetapi, perubahan masih bersifat reversibel apabila sirkulasi
dapat kembali normal. Ion kalium yang meninggi di ruang ekstraseluler akan
menyebabkan pembengkakan sel astroglia, sehingga mengganggu transport oksigen
dan bahan makanan ke otak. Sel yang mengalami iskemia akan melepaskan
glutamat dan aspartat yang menyebabkan influx natrium dan kalsium ke dalam sel.
Kalsium yang tinggi di intraseluler akan menghancurkan membran fosfolipid
sehingga terjadi asam lemak bebas, antara lain asam arakhidonat. Asam arakhidonat
merupakan prekursor dari prostasiklin dan tromboksan A2. Prostasiklin merupakan
vasodilator yang kuat dan mencegah agregasi trombosit, sedangkan tromboksan A2
merangsang terjadinya agregasi trombosit. Pada keadaan normal, prostasiklin dan
tromboksan A2 berada dalam keseimbangan sehingga agregasi trombosit tidak
terjadi. Bila keseimbangan ini terganggu, akan terjadi agregasi trombosit.
Prostaglandin, leukotrien, dan radikal bebas terakumulasi. Protein dan enzim
intraseluler terdenaturasi, setelah itu sel membengkak (edema seluler).
Akumulasi asam laktat pada jaringan otak berperan dalam perluasan kerusakan sel.
Akumulasi asam laktat yang dapat menimbulkan neurotoksik terjadi apabila kadar
glukosa darah otak tinggi sehingga terjadi peningkatan glikolisis dalam keadaan
iskemia.
KLASIFIKASI
The Oxford Community Stroke Project classification (OCSP) juga dikenal sebagai
Banford atau Oxford klasifikasi mengelompokkan infark cerebri ke dalam 4 kelompok
yaitu:
1. Infark Sirkulasi Anterior Total (TACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
anterior total, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT
Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
2. Infark Sirkulasi Anterior Parsial (PACI)
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
anterior parsial, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya
CT Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
3. Infark Lacunar (LACI)
Infark lacunar adalah jenis infark yang dihasilkan dari oklusi salah satu arteri
penetrasi yang menyediakan darah ke struktur-struktur otak bagian dalam. Lacunes
(bahasa latin untung ruang kosong) disebabkan oleh oklusi satu arteri penetrasi
mendalam yang muncul langsung dari konstituen Lingkaran Willis, arteri cerebellar,
dan arteri basilar. Lesi yang sesuai terjadi pada inti yang mendalam dari otak (37%
putamen, 14% thalamus, dan 10% caudatus) serta pons (16%) atau posterior limb
dari kapsul internal yang (10%), jarang terjadi pada substansia putih, anterior limb
kapsul internal dan cerebellum.
4. Infark Sirkulasi Posterior (POCI).
mengacu pada gejala pasien yang secara klinis tampak menderita infark sirkulasi
posterior, tetapi belum mendapatkan pencitraan diagnostik apapun (misalnya CT
Scan) untuk mengkonfirmasi diagnosis
MANIFESTASI KLINIS
1. TACI (Infark Sirkulasi Anterior Total)
Hemiparesis dengan atau tanpa gangguan sensorik (kolateral sisi lesi)
Hemianopia (kolateral sisi lesi)
Gangguan fungsi luhur, misalnya afasia, gangguan visuospasial, hemineglect,
agnosia, apraxia.
2. PACI (Infark Sirkulasi Anterior Parsial)
Defisit motorik / sensorik + hemianopia
Defisit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur
Gejala fungsi luhur + hemianopia
Defisit motorik / sensorik murni
Gangguan fungsi luhur saja
3. LACI ( Infark Cerebri Lacunar)
Pure motor stroke/hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata
Gejala: Hemiparesis/hemiplegia yang mempengaruhi wajah, lengan, tungkai
Ataxic hemiparesis
Lokasi: posterior limb kapsula interna, basis pontis, corona radiata, red nucleus,
lentiform nucleus
Gejala: merupakan kombinasi gejala cerebelar dan gejala motoris
Dysarthria/clumsy hand
Lokasi: basis pontis, anterior limb kapsula interna, corona radiata, basal ganglia,
thalamus, cerebral peduncle
Gejala: gejala utama adalah disartria dan kelemahan tangan, yang terlihat jelas
saat pasien menulis
Pure sensory stroke
Lokasi: contralateral thalamus, capsula interna, corona radiata, midbrain
Gejala: mati rasa, kesemutan dan sensasi tidak nyaman pada salah satu sisi tubuh
Mixed sensorimotor stroke
Lokasi: thalamus and adjacent posterior internal capsule, lateral pons
Gejala: kombinasi hemiparesis/hemiplegia dengan gangguan sensoris ipsilateral
4. POCI (Infark Sirkulasi Posterior)
Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral, dan gangguan motorik,
sensorik kontralateral
Gangguan motorik / sensorik bilateral
Gangguan gerakan konjungat mata ( horisontal et vertical)
Disfungsi serebral
Isolated hemianopia atau buta kortikal
DIAGNOSIS
CT scan kepala non kontras baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan
pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari infark dan mengeliminasi kemungkinan
adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma,
abses).
Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12
jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya
edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya
stroke non hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.
PERUBAHAN GAMBARAN CT SCAN KEPALA PADA STROKE ISKEMIK
Infark Hiperakut
Pada kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT scan biasanya tidak
sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada >50% pasien; tetapi
cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain
yang merupakan kriteria eksklusi terapi trombolitik.
Gambaran CT scan yang khas untuk iskemia serebri hiperakut adalah sebagai berikut:
Gambaran pendangkalan sulcus serebri (sulcal effacement)
Gambaran ini tampak akibat adanya edema difus di hemisfer serebri. Infark serebral
akut menyebabkan hipoperfusi dan edema sitotoksik. Berkurangnya kadar oksigen
dan glukosa seluler dengan cepat menyebabkan kegagalan pompa natrium-kalium,
yang menyebabkan berpindahnya cairan dari ekstraseluler ke intraseluler dan edema
sitotoksik yang lebih lanjut. Edema serebri dapat dideteksi dalam 1-2 jam setelah
onset gejala. Pada CT scan terdeteksi sebagai pembengkakan girus & pendangkalan
sulcus serebri.
Menghilangnya batas substansia alba dan substansia grisea serebri Substansia grisea
merupakan area yang lebih mudah mengalami iskemia dibandingkan substansia
alba, karena metabolismenya lebih aktif. Karena itu, menghilangnya diferensiasi
substansia alba dan substansia grisea merupakan gambaran CT scan yang paling
awal didapatkan. Gambaran ini disebabkan oleh influks edema pada substansia
grisea. Gambaran ini bisa didapatkan dalam 6 jam setelah gejala muncul pada 82%
pasien dengan iskemia area arteri serebri media.
Tanda insular ribbon
Gambaran hipodensitas insula serebri cepat tampak pada oklusi arteri serebri media
karena posisinya pada daerah perbatasan yang jauh dari suplai kolateral arteri
serebri anterior maupun posterior
Hipodensitas nukleus lentiformis
Hipodensitas nukleus lentiformis akibat edema sitotoksik dapat terlihat dalam 2 jam
setelah onset. Nukleus lentiformis cenderung mudah mengalami kerusakan
ireversibel yang cepat pada oklusi proksimal arteri serebri media karena cabang
lentikulostriata arteri serebri media yang memvaskularisasi nukleus lentiformis
merupakan end vessel.
Tanda hiperdensitas arteri serebri media
Gambaran ekstraparenkimal dapat ditemukan paling cepat 90 menit setelah gejala
timbul, yaitu gambaran hiperdensitas pada pembuluh darah besar, yang biasanya
terlihat pada cabang proksimal (segmen M1) arteri serebri media, walaupun
sebenarnya bisa didapatkan pada semua arteri. Peningkatan densitas ini diduga
akibat melambatnya aliran pembuluh darah lokal karena adanya trombus
intravaskular atau menggambarkan secara langsung trombus yang menyumbat itu
sendiri. Gambaran ini disebut sebagai tanda hiperdensitas arteri serebri media
(Gambar 4).
Tanda Sylvian dot menggambarkan adanya oklusi distal arteri serebri media (cabang
M2 atau M3) yang tampak sebagai titik hiperdens pada fisura Sylvii (Gambar 5).
Infark Akut
Pada periode akut (6-24 jam), Hilangnya batas substansia alba dan substansia grisea
serebri, pendangkalan sulkus, hipodensitas ganglia basalis, dan hipodensitas insula
serebri makin jelas. Distribusi pembuluh darah yang tersumbat makin jelas pada fase ini
Infark Subakut dan Kronis
Selama subakut (1-7 hari), edema meluas & didapatkan efek massa yang menyebabkan
pergeseran jaringan infark ke lateral dan vertikal. Hal ini terjadi pada infark yang
melibatkan pembuluh darah besar. Infark kronis ditandai dengan hipodensitas dan
berkurangnya efek massa. Densitas infark = cairan serebrospinal (Gambar 6).
PENATALAKSANAAN
Target managemen pada infark akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
1. Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS ≤ 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau paten
memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari
intubasi. Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka
target pCO2 arteri adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena
untuk mengurangi edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen
jika pulse oxymetri atau pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya
hipoksia. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non
hemoragik adalah adanya obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis
ataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan infark akut membutuhkan terapi intravena dan pengawasan
jantung. Pasien ini berisiko tinggi mengalami aritmia jantung dan peningkatan
biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat menyebabkan
terjadinya stroke.
c. Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan prognosis
yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien dengan
normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan
memicu iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan
secara ketat dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai
adalah 90-140 mg/dl. Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan
hingga pasien pulang untuk mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat
pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial padahal hal tersebut tidak
dianjurkan pada kasus stroke. Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan
telentang dengan kepala ditinggikan sekitar 30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
Pada keadaan dimana aliran darah kurang seperti pada stroke atau peningkatan
TIK, pembuluh darah otak tidak memiliki kemampuan vasoregulator sehingga
hanya bergantung pada maen arterial pressure (MAP) dan cardiac output (CO)
untuk mempertahankan aliran darah otak. Oleh karena itu, usaha agresif untuk
menurunkan tekanan darah dapat berakibat turunnya tekanan perfusi yang
nantinya akan semakin memperberat iskemik. Di sisi lain didapatkan bahwa
pemberian terapi anti hipertensi diperlukan jika pasien memiliki tekanan darah
yang ekstrim (sistole lebih dari 220 mmHg dan diastole lebih dari 120 mmHg)
atau pasien direncanakan untuk mendapatkan terapi trombolitik.
Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non
hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk
mendapatkan terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg,
dan tekanan darah diastolik kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan
organ end-diastolic maka tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi)
dan gejala stroke serta komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau diastolik antara 120-
140 mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2
menit jika tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap
10 menit hingga mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai alternatif dapat
diberikan nicardipine (5 mg/jam IV infus awal) yang dititrasi hingga mencapai
efek yang diinginkan dengan menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga
mencapai dosis maksimal 15 mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan
nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV via syringe pump. Target pencapaian
terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang 10-15 persen.
Pada pasien yang akan mendapatkan terapi trombolitik, TD sistolik lebih 185
mmHg, dan diastolik lebih dari 110 mmHg maka dibutuhkan antihipertensi.
Pengawasan dan pengontrolan tekanan darah selama dan setelah pemberian
trombolitik agar tidak terjadi komplikasi perdarahan. Preparat antihipertensi
yang dapat diberikan adalah labetolol (10-20 mmHg/IV selama 1-2 menit dapat
diulang satu kali). Alternatif obat yang dapat digunakan adalah nicardipine
infuse 5 mg/jam yang dititrasi hingga dosis maksimal 15 mg/jam.
Pengawasan terhadap tekanan darah adalah penting. Tekanan darah harus
diperiksa setiap 15 menit selama 2 jam pertama, setiap 30 menit selama 6 jam
berikutnya, dan setiap jam selama 16 jam terakhir. Target terapi adalah tekanan
darah berkurang 10-15 persen dari nilai awal. Untuk mengontrol tekanan darah
selama opname maka agen berikut dapat diberikan
1. TD sistolik 180-230 mmHg dan diastolik 105-120 mmHg maka dapat
diberikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit yang dapat diulang selama
10-20 menit hingga maksimal 300 mg atau jika diberikan lewat infuse
hingga 2-8 mg/menit.
2. TD sistolik lebih dari 230 mmHg atau diastolik 121-140 mmHg dapat
diberikan labetolol dengan dosis diatas atau nicardipine infuse 5 mg/jam
hingga dosis maksimal 15mg/jam.
3. Penggunaan nifedipin sublingual untuk mengurangi TD dihindari karena
dapat menyebabkan hipotensi ekstrim.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan
trauma neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa
hipotermia otak ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan intrakranial
dengan cepat.
h. Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel
kejang dengan menggunakan preparat antiepileptik tetap direkomendasikan.
2. Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara intravena
akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and
Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam
setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1
jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat
atau hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika
Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.(15)
Tetapi pada penelitian random dari European Coorperative Acute Stroke Study
(ECASS) pada 620 pasien dengan dosis t-PA 1,1 mg/kg (maksimal 100 mg)
diberikan secara IV dalam waktu tidak lebih dari 6 jam setelah onset.
Memperlihatkan adanya perbaikan fungsi neurologik tapi secara keseluruhan
hasil dari penelitian ini dinyatakan kurang menguntungkan. Tetapi pada
penelitian kedua (ECASS II) pada 800 pasien menggunakan dosis 0,9 mg/kg
diberikan dalam waktu tidak lebih dari 6 jam sesudah onset. Hasilnya lebih
sedikit pasien yang meninggal atau cacat dengan pemberian rt-PA dan
perdarahan intraserebral dijumpai sebesar 8,8%. Tetapi rt-PA belum mendapat
ijin untuk digunakan di Eropa.(15)
Kontroversi mengenai manfaat rt-PA masih berlanjut, JM Mardlaw dkk
mengatakan bahwa terapi trombolisis perlu penelitian random dalam skala besar
sebab resikonya sangat besar sedang manfaatnya kurang jelas. Lagi pula jendela
waktu untuk terapi tersebut masih kurang jelas dan secara objektif belum
terbukti rt-PA lebih aman dari streptokinase. Sedang penelitian dari The
Multicenter Acute Stroke Trial-Europe Study Group (MAST-E) dengan
menggunakan streptokinase 1,5 juta unit dalam waktu satu jam. Jendela waktu 6
jam setelah onset, ternyata meningkatkan mortalitas. Sehingga penggunaan
streptokinase untuk stroke iskemik akut tidak dianjurkan.(15)
b. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke
telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah
trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotisdan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya
perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.(15)
1) Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma.
Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin.
Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari,
tergantung PT. Reaksi yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan
gastrointestinal.
2) Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat
pada mast cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam
proses pembekuan darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan.
Heparin melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat
urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus
kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50 mg
diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose. Dosis
disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit,
dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi:
sesuai dengan antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala
sesuatunya dapat kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi
protamine sulphute dengan intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam
setengah jam pertama, 1 mg protamin diperlukan untuk tiap 1 mg heparin
(100 unit).
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi
hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah. Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,
maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1) Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane
A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang
dipakai bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300
mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Suatu
penelitian di Eropa (ESPE) memakai dosis aspirin 975 mg/hari dikombinasi
dengan dipiridamol 225 mg/hari dengan hasil yang efikasius.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi
puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di
otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan
protein plasma: 50-80 persen. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang
diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan:
nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.
Alasan mereka yang tidak menggunakan dosis rendah aspirin antara lain
adalah kemungkinan terjadi “resistensi aspirin” pada dosis rendah. Hal ini
memungkinkan platelet untuk menghasilkan 12-hydroxy-eicosatetraenoic
acid, hasil samping kreasi asam arakhidonat intraplatelet (lipid –
oksigenase). Sintesis senyawa ini tidak dipengaruhi oleh dosis rendah
aspirin, walaupun penghambatan pada tromboksan A2 terjadi dengan dosis
rendah aspirin.
Aspirin mengurangi agregasi platelet dosis aspirin 300-600 mg (belakangan
ada yang memakai 150 mg) mampu secara permanen merusak pembentukan
agregasi platelet. Sayang ada yang mendapatkan bukti bahwa aspirin tidak
efektif untuk wanita.
2) Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan
mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet,
mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan ikatan
fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.
Menurut suatu studi, angka fatalitas dan nonfatalitas stroke dalam 3 tahun
dan dalam 10 persen untuk grup tiklopidin dan 13 persen untuk grup aspirin.
Resiko relatif berkurang 21 persen dengan penggunaan tiklopidin.
Setyaningsih at al, (1988) telah melakukan studi meta-analisis terhadap
terapi tiklopidin untuk prevensi sekunder stroke iskemik. Berdasarkan
sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih
baik daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan
ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4
persen). Bila obat dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih
tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang,
adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.
e. Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang iskemik
dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan
jendela waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka
berbagai terapi neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun
pada manusia.
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi pasien
semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang
hingga berat maka kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure
that cleans out plaque and opens up the narrowed carotid arteries in the
neck.endarterektomi dan aspirin lebih baik daripada penggunaan aspirin saja
untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke
di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas
akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2) Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis
arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa
angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun
juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aliah A, Kuswara F F, Limoa A, Wuysang G. Gambaran umum tentang gangguan peredaran darah otak dalam Kapita selekta neurology cetakan keenam editor Harsono. Gadjah Mada university press, Yogyakarta. 2007. Hal: 81-115.
2. Sutrisno, Alfred. Stroke? You Must Know Before you Get It!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2007. Hal: 1-13
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
5. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.
6. Giraldo, Elias. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086c.html
7. D. Adams. Victor’s. Cerebrovasculer diseases in Principles of Neurology 8 th
Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67
8. Chung, Chin-Sang. Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology editor Christopher G. Goetz. W.B Saunders Company: 1999. Hal: 10-3
9. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-diagnosis
10. Li, Fuhai, dkk. Neuroimaging for Acute Ischemic Stroke. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.emedmag.com/html/pre/fea/features/039010009.asp
11. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 966-71.
12. Hassmann KA. Stroke, Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-treatment
13. Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. Penyakit peredaran darah otak dalam Dasar-dasar ilmu penyakit saraf. Penerbit Airlangga University Press. Hal: 245-58.
14. Hughes, Mark. Miller, Thomas. Nervous System Third Edition. University of Edinburgh, Edinburgh, UK.
15. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 158-67.
16. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer dan prevensi sekunder dalam Farmakoterapi dalam Neurologi. Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.
17. Josephson, S. Andrew. Ischemic Stroke. San Fransisco. CA. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://knol.google.com/k/s-andrew-josephson/ischemic-stroke/BF8MGEYK/bAWc9g#
18. Simon, Harvey. Stroke – Surgery. Harvard Medical School. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.umm.edu/patiented/articles/what_drugs_used_ treat_stroke_patients_prevent_recurrence_000045_8.htm
19. Barnett, Henry dkk. Drugs and Surgery in the Prevention of Ischemic Stroke. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://content.nejm.org/cgi/content/ full/332/4/238
20. Aziz, Faisal M.D. Rethinking The Six Weeks Waiting Approach To Carotid Intervention After Ischemic Stroke . The Internet Journal of Surgery. 2007 Volume 11 Number 1. Department of General Surgery. New York Medical College. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.ispub.com/journal/the _internet_journal_of_surgery/volume_11_number_1/article/rethinking_the_six_weeks_waiting_approach_to_carotid_intervention_after_ischemic_stroke.html
21. Hassmann KA. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://emedicine.medscape.com/article/793904-followup
22. Giraldo, Elias. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.merck.com/mmpe/sec16/ch211/ch211b.html
23. Goldstein LB. Stroke Ischemic. [Online]. Cited 2010 May 1st available from: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000726.htm