INDONESIAN NAVAL MUSEUM Satria Phinandita 20304052
Transcript of INDONESIAN NAVAL MUSEUM Satria Phinandita 20304052
INDONESIAN NAVAL MUSEUM
Satria Phinandita
20304052 ABSTARKSI
Merupakan proyek tugas akhir yang mengangkat isu-isu yang beredar dimasyarakat, yaitu
penelusuran sejarah dunia pelayaran di Museum Bahari. Perancangan pada Proyek ini
merupakan sebuah upaya revitalisasi, dengan tujuan mengembalikan kawasan pelabuhan
Sunda Kelapa yang pada tahun 1717 adalah pusat pelabuhan bagi kota-kota pelabuhan di
Indonesia. Serta meningkatkan kualitas kawasan menjadi kawasan pariwisata sejarah.
Dengan penambahan daya tarik kawasan berupa Indonesian Naval Museum, dalam bentuk
bangunan dekonstruksi, sehingga memunculkan kesan unik pada kawasan pelabuhan tua
Sunda Kelapa.
Kata kunci: Naval Museum, Pelayaran, Indonesia
PENDAHULUAN
Dunia pelayaran Indonesia mulai
tercatat sejak abad ke-VII M. Dunia
pelayaran telah lama akrab dan menjadi
topik utama yang hangat di telinga kita.
Sejarah maupun eksistensinya sudah
menjadi bagian dari berdirinya republik
kita tercinta ini. Kebudayaan melaut
nenek moyang bangsa Indonesia
sangat tersohor di dunia, semua
berawal karena bentuk geograf is
Indonesia yang berbentuk kepulauan.
Kurang pengetahuan-nya masyarakat
akan dunia pelayaran nasional, serta
kebutuhan akan informasi pengetahuan
mengenai sejarah dunia pelayaran
nasional di perparah dengan keadaan
Museum Bahari Indonesia yang saat ini
makin tertelan peradaban modern, juga
rusak dimakan usia. Dan inilah yang
mendorong terciptanya suatu tempat
y a n g m a m p u m e n g g a n t i d a n
mengakomodir segala macam
kebutuhan tersebut
Oleh karena itu, dokumentasi
sejarah serta informasi mengenai dunia
pelayaran Indonesia membutuhkan
s u a t u t e m p a t y a n g m a m p u
mengakomodir segala macam keinginan
masyarakat akan kebutuhan informasi
mengenai dunia pelayaran nasional,
y a n g m a m p u s e c a r a l e n g k a p
memberikan informasi secara eksklusif
dan menyeluruh tentunya. Juga menjadi
ikon atas kebesaran kejayaan dunia
pelayaran Indonesia.
SITE
Kawasan Museum Bahari, Jakarta,
Indonesia
Luas lahannya 7 Hektar. Pemanfaatan
lahan sampai saat ini adalah daerah
Cagar Budaya Golongan I , yai tu
lingkungan yang memenuhi seluruh
kriteria, termasuk yang telah mengalami
sedikit perubahan, tetapi masih memiliki
tingkat keaslian yang utuh. (Sumber
www.pu.go.id)
• Kondisi Site
- Pemandangan
Secara estetis pemandangan
lingkungan depan sekitar site
berupa berupa kawasan kota tua
dengan arsitektural khas Belanda yang merupakan potensi bagi pariwisata, pendidikan dan daerah
konservasi.
Orientasi
Orientasi terhadap lingkungan
berbatasan langsung di jalan
konektor primer.
Karakter
Karakter lingkungan sangat
memungk inkan d ibuatnya
dermaga untuk persinggahan
kapal layar. Karena arus ombak
y a n g l e m b u t . S i t e i n i
mempunyai karakter tanah
keras, sehingga penanaman
pondasi dapat menggunakan
pondasi tiang pancang.
Diperlukan sedikit peroses
revitalisasi untuk menunjang
sebuah kawasan bersejarah.
- Batasan Site
- Utara : Pelabuhan Sunda
Kelapa
- Selatan: Galangan VOC
- Barat : Menara Mitra Bahari
- Timur : Muara Kali Besar dan
Muara Kali Ciliwung
- Peraturan Pembangunan
- Kondisi Lahan : Padat/Kumuh
- Luas Site : 7 Ha
- KDB : 50% 50/100 x 70.000= 35.000 m2
- KLB : 3,5
70.000/35.000 x 2 = 4
(jumlah lantai maksimal)
- Peruntukkan :KaryaPemerintah
- Fungsi Bangunan : Tunggal
- Lantai maksimal : 4
Gambar 1.1 Kawasan Sunda Kelapa
KESIMPULAN
Makro
Pada dasarnya alternatif pilihan site
memiliki beberapa aspek yang sama
ditinjau dari fisik, ketentuan peraturan
dan persyaratan ber laku, namun
terdapat perbedaan yang dapat
mempengaruhi kegiatan, yaitu estetika
view, ke-stabilan kawasan pantai, baik
ombak, angin, kebersihan laut dan
sejarah.
Lalu aksesibilitas, sarana dan
prasarana, juga pusat keramaian publik
maka site yang mampu menampung
keg iatan Museum Pelayaran.
Mikro
Kawasan Museum Bahari lama
meru pakan pusat keg iatan pelaya ran
sejak zaman kerajaan Padjajaran,
Pemerintahan Kolonial Belanda, Hingga
saaat ini. Dengan demikian nilai sejarah
yang terkandung sangat besar dan
menarik jika kawasan ini di kemas
dengan konsep revitalisasi.
Startegis dilalui jaringan jalan-jalan
utama (primer dan sekunder) & Jakarta
Over Ring Road.
Disekitar kawasan banyak terdapat
bangunan kuno yang potensial bagi
bidang pariwisata, pendidikan dan
daerah konservasi..
Aspek lingkungan sangat mendukung adanya pusat pendidikan
yang menghibur dan inovatif.
TEMA “A HISTORICAL DIRECTION”
Tema yang diangkat dalam proyek ini
adalah “a Historical Direction”,
pengartian tema ini adalah :
1. Historical
Melambangkan adanya nilai
sajarah budaya pelayaran kerajaan-
kerajaan terdahulu di Indonesia
yang tercatatan atau dengan ada
bukti-bukti sejarah. Atau diperlukan
adanya pengalaman turun temurun
dalam berlayar.
Historical juga berhubungan
dengan petuah-petuah, pendidikan,
dan catatan sejarah yang nantinya
mejadi ilmu yang dapat diterapkan
dalam berlayar.
2. Direction
Arah dapat di analogikan seperti
compass, merupakan elemen yang
mutlak dikuasai oleh pengendali
( n ahk o da ) pe l a y a r a n d a l am
m e n e n t u k a n wa k t u t e m p u h ,
hembusan angin, cuaca dan arus.
Atau bagaimana kapal-kapal
mengantar para awak pada tujuan
atau arah tertentu.
Adapun alasan pemilihan tema
tersebut:
Gedung Museum Pelayaran
indonesia ini bertujuan melestarikan
benda-benda sejarah terutama pada
bidang pelayaran yang peran serta
andilnya tidak bisa dilepaskan begitu
saja terhadap sejarah berdirinya Negara
ini. Tema ini memiliki 2 (dua) arti yang
berbeda namun menjadi suatu kesatuan
b a h a s a p s i k o l o g i s y a n g d a p a t
mencakup berbagai macam konsep
yang berhubungan dengan dunia
pelayaran serta di dunia arsitektural.
“ h i s t o r i c a l d i r e c r i o n ”
merupakan konotasi suatu pengarah
haluan berdasarkan sejarah, yang dapat
dijadikan oleh bangsa ini sebagai acuan
kebangkitan dunia pelayaran dan
A r s i t e k t u r I n d o n e s i a . D i m a n a
diharapkan bangunan museum ini
berfungsi seperti “Cand i Borobudur”
yang dapat merekam sejarah pelayaran
yang dituangkan dalam ornament
arsitektural, dan menjadi saksi sejarah,
sehingga dapat menceritakan kejayaan
pelayaran Indonesia.
KONSEP PERANCANGAN
1. Garis Aksis Pembentuk Pola Site
dan Bangunan
Konsep dasar bangunan ini berorientasi
pada sumbu aksis dari pusat-pusat
kebesaran sejarah pelayaran di
Indonesia. Ada empat titik yang menjadi
arah acuan bagi site, yaitu ;
a.Kerajaan Samudra Pasai, Banda Ace h.
Samudera Pasai, juga dikenal
dengan Samudera, Pasai, atau
Samudera Darussalam, adalah
kerajaan Islam yang terletak di
pesisir pantai utara Sumatera,
kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe, Aceh Utara
sekarang.
b. Kerajaan Sriwijaya, Palembang.
Berdasarkan Prasasti Kedukan
Bukit pada tahun 683 kerajaan
Sriwijaya telah memiliki armada laut
yang besar dan telah memilik i
hubungan yang ba ik denagn
kerajaan China dan sebagian Afrika
c. Batavia
Pada mulanya Batavia atau
sunda kelapa merupakan daerah
pemerintahan Kerajaan Padjajaran,
dan telah lama menjadi tempat
persinggahan kapal-kapal yang
berlayar di perairan Indonesia.
d. Suku Bugis, Sulawesi Selatan.
Berdasarkan naskah Lontarak i
Badab La Lagaligo, prototipe kapal
Phinisi telah di baut oleh suku Bugis
di Sulawesi sejak abad ke-14, dan
telah melakukan penjelajahan
samudra hingga ke Madagaskar.
e. Candi Borobudur, Jawa
Tengah.
Pada abad ke-8, Kerajaan
Majapahit telah mempunyai armada
laut yang menguasai sebagian besar
wi layah Asia tenggara, hal ini
terbukt i dengan adanya rel ief
pahatan kapal protot ipe mi l ik
Majapahit pada Candi Borobudur
yang terletak 6600 Km dari pantai
utara jawa dan 5500 Km dari pantai
selatan pulau jawa. dibangun pada
tahun 700 - 800 masehi.
f. Pertempu ran Laut Aru.
Pertempuran Laut Aru adalah suatu
pertempuran yang terjadi di Laut
Aru, Maluku, pada tanggal 15
Januari 1962, Armada Indonesia di
bawah pimpinan Yos Sudarso, yang
saat itu berada di KRI Macan Tutul
diserang pihak Belanda, KRI Macan
Tutul berhasil melakukan manuver
untuk mengalihkan perhatian musuh
sehingga hanya memusatkan
penyerangan ke KRI Macan Tutul.
Gam bar 1.2 Peta Arah
2. Kontras Konservasi
Indonesian Naval Museum
direncanakan di bangun pada kompleks
bersejarah Museum Bahari, Jakarta
Utara, maka perlu rancangan bangunan
yang merangkul bangunan Gedung
Rempah VOC yang lebih dahulu berdiri,
maka bangunan yang d ibangun
m e n e r a p k a n k o n s e p ” C o n t r a s
Conversation”.
Konsep ini mempunyai fungsi melestarikan bangunan lama, dengan
merubah fungsi bangunan lama yang
pada awalnya sebagai museum bahari,
menjad i cafe dan restoran. Dan
sebagiannya lagi di fungsikan menjadi
Galeri Koleksi Kedatangan Bangsa
Eropa dan Deorama suasana Aktifitas
pergudangan VOC, juga kantor dagang
VOC. Tetapi kedua bangunan ini tetap
terhubung sebagai sarana sirkulasi tour
dalam bangunan juga sebagai deorama
1:1 koleksi bangunan baru untuk
mengenang benda sejarah yaitu
Gudang Rempah VOC.
Gambar 1.3. Gudang rempah VOC
Bangunan yang dipertAhankan merupakan bangunan yang paling
pertama berdiri pada site yaitu, Gedung
Rempah VOC (westdjiz Pakhuizen)
yang dibangun pada tahun 1717 yang
d i p e r g u n a k a n s e b a g a i t e m p a t
penyimpanan rempah. Bangunan yang
kedua adalah menara Syeh Bandar,
bangunan yang dahulunya berfungsi
sebagai menara pengatur lalu lintas
bagu kapal yang keluar dan masuk
Pelabuhan Sunda Kelapa.
Gambar 1.4. Menara Syeh Bandar Tahun 1717
2. Struktur Bangunan. Penggunaan Sistem Struktur dan
penggunaan Bahan Pada
Bangunan.Penggunaan kombinasi
bahan pembentuk struktur antara baja
profil H yang di lapisi (Cladding) dengan
material penutup berupa Alcopanel
dengan struktur dinding geser yang
menggunakan Reinforce Concrete untuk
mengatasi bentuk dari gubahan massa
y a n g d i r e n c a n a k a n d i m a n a
berpedoman pada beberapa aksis yang
telah di tentukan. Penggunaan kolom-
kolom konfensional bertujuan untuk
penopang plat lantai sekaligus sebagai
pengikat antara dinding-dinding geser
yang di rencanakan miring. Penggunaan
struktur sekunder sebagai struktur
penutup atap skylight menggunakan
jenis truss system untuk mengatasi
bentangan yang lebar,
Gam bar 1.5 Pola Struktur
3. Pola Sirkulasi Dalam Bangunan
Pola sirkulasi yang dirancang dalam
bangunan menggunakan pola berputar,
sehingga pengunjung di ajak untuk
mengeli l ingi lantai museum untuk
memperlihatkan benda sejarah yang
d isusu n berdasarkan waktu kejad ian.
S e h i n g g a p e n g u n j u n g d e n g a n
sendirinya akan mengikuti perkembangan sejarah dalam
penjelajahan di dalam gedung baru.
Gambar 1.6 Pola Sirkulasi
4. Pola Skylight Pola Skylight digunakan untuk
memasukkan sinar matahari kedalam
bangunan sehingga dapat menghemat
penggunaa listrik pada siang hari.
Skylight mempunyai 2 konsep
rancangan. Pada bangunan utama
skylight berbentuk melingkar mengikuti
jalur sirkulasi lantai 4 dan bukaan lebar
pada bag ian a tas vo id sebaga i
penerang pada siang hari.
Pada bangunan penghubung.
Skylight mempu nya i bentu k kotak-kotak
random yang mempunyai efek jatuhnya
cahaya pada bangunan lama, juga
sebagai penerang pada siang hari.
5. Peninggian Muka tanah.
Peninggian muka tanah dimaksudkan
agar air rob sulit masuk ke bangunan
lama. Karena kini bangunan lama telah
l e b i h r e n d a h d a r i j a l a n m a k a
pengo lahan s i te yang meng i tar i
bangunan lama ditinggikan 2 sampai 4
m e te r . Se la i n un t uk m enc eg ah
m as uk nya a i r r ob , ha l i n i j ug a
dimaksudkan untuk mendapatkan view
yang baik di dalam site.
Gambar 1.8 Peninggan Tanah
6. Pembukaan Kawasan Dermaga
Pembukaan Kawasan Dermaga Sunda
Kelapa merupakan pengembalian fungsi
kawasan ini pada sekitar tahun 1717,
ya i t u s ebag a i k awas an tem pat
bersandarnya kapal-kapal besar yang
akan mengangkut rempah-rempah dari
Gudang Rempah VOC ke Eropa.
Gambar 1.9 Kawasan Dermaga
7. Pola Penataan Site
Pola penataan site tetap mempunyai
cirr i aksis, tetapi pada site dapat
ditemukan pola pelembut gubahan
bangunan, yaitu dengan pembuatan
pola lingkaran dan liukan sebagai
Gambar 1.7 Pola Sky Light
penyeimbang bentuk bangunan yang
dekonstru ksi.
Gambar 1.10. Pola Penataan Site
Gambar 1.13. Interior Galeri Temporer (Void
Utama).
Gambar 1.11. Pola Lingkar dan Liukan Gambar 1.14. View “Bridge” 1 & Skylight.
HASIL PERANCANGAN
Gambar 1.15. View dari Lobby Auditorium (lantai 4)
Gambar 1.12. Interior Lobby Utama.
Gambar 1.16. Interior pada lantai 4 (skylight & gubahan jendela).
Gambar 1.19. Interior Join Bangunan dan Pola Jatuhnya Cahaya dari skylight.
Gambar 1.20. Interior Bangunan Lama (Café).
Eksterior
Gambar 1.17. Pola Gabungan Struktur.
Gambar 1.21. Plaza masuk Pejalan kaki.
Gambar 1.18. Interior Auditorium & Layar Proyektor.
Gambar 1.22. Plaza Pintu Masuk Utama.
Gambar 1.27. Perspektif Mata Burung
Gambar 1.28. Perspektif mata Burung, dari utara.
Gambar 1.24. Dermaga Sunda Kelapa Open Space. FOTO MAKET
Gam bar 1.25. Dermaga.
Perspektif
Gambar. 1.23. Plaza Bangunan Lama.
Gam bar 1.29. Foto Maket 1.
Gambar.1 .26. Dermaga Open Space.
Gambar 1.30. Foto Maket 2.
DAFTAR PUSTAKA WAD and KEN. “Kedaulatan Bangsa - Di Laut Kita Jaya?” .Kompas. 2008. hlm 42
Edward, Allen. Iano, Joseph. 2004
“Fudanmentals Of Building Construction
4th ed. John Miley & Sons. Inc. New
Jersey.
http:/www.wikipedia.com/bahasaindone
sia/pelayaran .html
http:/dkijakarta.go. id
http:/www.pu .go. id/revitalisasi
http:/www. museumbahari.co. id
http:/www. kamusbesarbahasaindonesia
online.com
http :/www.austral ianational maritimemus
eum.com
http :/www.gm mb .com
http:/www.nationalmaritimemuseum .uk
http:/www.cornwallmaritimemuseum.uk
http:/www.danielibeskind .com Kelompok Kerja TN I-AL & Yayasan
Hang Tuah Jalasenastri. (2000).
Pelajaran Kebaharian SMU/SMK
kelas1,2 dan 3. Jakarta; Yayasan Hang
Tuah.
Putri and Pandu. “Seharusnya Di
Laut Kita Jaya”. Kompas. 2008. hlm 56.
(Edisi Jum’at, 15 Agustus 2008)
WAD and KEN. “Sriwijaya Sang
Pemula” .Kompas. 2008. hlm 41
WAD and KEN. “Negara Kepulauan –
Laut yang Ditaburi Sekumpulan Pulau”
.Kompas. 2008. hlm 43
(Edisi Jum’at, 5 September 2008)
KEN. “Intrik Di Jantung Melayu”.
Kompas. 2009. Hlm 33.
(Edisi Kamis, 16 Januari 2009)