IMPLIKATUR PADA KOLOM KARTUN MICE KORAN...
Transcript of IMPLIKATUR PADA KOLOM KARTUN MICE KORAN...
IMPLIKATUR PADA KOLOM KARTUN MICE KORAN KOMPAS
MINGGUAN DAN IMPLIKASINYA BAGI PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA KELAS X SMA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
(S. Pd)
Oleh
SOLIKAH
NIM 1110013000106
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Solikah (NIM: 1110013000106): “Implikatur pada Kolom Kartun Mice Koran
Kompas Mingguan dan Implikasinya Bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia
Kelas X SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Di
bawah bimbingan: Makyun Subuki, M. Hum, November 2014.
Implikatur merupakan salah satu kajian pragmatik yang menerangkan apa
yang mungkin diartikan, disarankan atau dimaksudkan oleh penutur. Hal ini berarti
informasi yang dituturkan olah penutur memiliki maksud terselubung. Oleh karena,
itu setiap lawan tutur harus dapat memahami situasi, maksud dan makna tuturan
yang diucapkan oleh penuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa
yang telah diujarkan oleh si penutur tetapi juga konteks yang digunakan dalam
ujaran tersebut. Namun, kadang kala lawan tutur tidak memahami maksud dari
tuturan penuturnya. Tujuan dari penelitian ini yakni mendeskripsikan implikatur
kolom kartun Mice Kompas Mingguan berdasarkan konteks yang menyertai
munculnya kolom kartun Mice tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian yakni penelitian kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa kolom kartun Mice Kompas Mingguan memiliki maksud terselubung.
Maksud terselubung tersebut berisikan kritikan-kritikan terhadap peristiwa yang
terjadi di masyarakat. Adanya implikatur pada kolom kartun Mice tentu saja
membuat kartun Mice dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran bahasa
Indonesia kelas X SMA pada materi anekdot.
Kata kunci: Implikatur, Konteks, dan Kritikan
vi
ABSTRACT
Solikah (NIM: 1110013000106): “Implicature At Kompas Newspaper Column
Weekly Cartoon Mice and Implications for Learning Indonesian Class X
Senior High School”. Department of Language Education and Sastra Indonesia,
Faculty of Tarbiyah and Teaching, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Under lead:
Makyun Subuki, M. Hum, November 2014.
Implicature is a pragmatic study that explains what might be interpreted,
recommended or intended by the speaker. This means that information if the
speaker has spoken covert intention. Therefore, it is every opponent said to be able
to understand the situation, the intent and meaning of utterances spoken by native
speakers. In this case not only understands what has been uttered by the speaker
but also the context used in the speech. However, sometimes the opponent said do
not understand the purpose of the speech of native speakers. The purpose of this
research is to describe implicature Weekly Compass Mice cartoon column based
on the context that accompany the emergence of the Mice cartoon column. The
method used in the study descriptive qualitative research. The results of this study
indicate that the Compass Weekly column Mice cartoons have veiled intent. The
covert intention contains criticisms of the events that occurred in the community.
The existence of implicature in cartoon column Mice Mice certainly make cartoons
can be used as a medium of learning Indonesian in class X Senior High School
anecdotal material.
Keywords: implicature, Context, and Criticism
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
atas berkat, rahmat, taufik dan hidayah-Nya. Penyusunan skripsi yang
berjudul “Implikatur Pada Kolom Kartun Mice Koran Kompas Mingguan
dan Implikasinya Bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas X SMA”.
Dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini
banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama
dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT. Kendala-kendala yang
dihadapi tersebut dapat diatasi. Penyusunan skripsi ini dapat penulis
selesaikan dengan baik karena adanya dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak kepada penulis. Oleh karena itu, sebagai ungkapan rasa hormat yang
tulus, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada;
1. Nurlena Rifa’i, MA. Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dra. Hindun, M. Pd selaku ketua jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang telah memberikan dorongan dan semangat untuk
segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
3. Makyun Subuki, M. Hum selaku dosen pembimbing pembimbing
skripsi yang telah dengan sabar, tekun, tulus dan ikhlas meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan,
dan saran-saran yang sangat berharga kepada penulis selama
menyusun skripsi.
4. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah memberi bekal ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi.
viii
5. Rekan-rekan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah banyak memberikan masukan kepada penulis baik selama dalam
mengikuti perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu dan Ayah (alm) tercinta yang sangat banyak memberikan bantuan
moril, material, arahan, dan selalu mendoakan keberhasilan dan
keselamatan selama menempuh pendidikan.
7. Kakak, Yuk, Adek, dan Ponakan tersayang yang selalu memberikan
motivasi, doa, dan kasih sayang kepada penulis.
8. Ayu Ria, Mbak Rini, dan Uus yang memberikan semangat, dukungan,
dan canda tawa.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari
masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, sehingga penulis
mengharapkan adanya saran dan kritikyang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
Jakarta, 10 November 2014
Penulis,
Solikah
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………. i
HALAMAN PERNYATAAN…………………………… ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………….. iii
PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI…………………… iv
ABSTRAK ……………………………………………….. v
KATA PENGANTAR…………………………………… vii
DAFTAR ISI ……………………………………………. ix
DAFTAR GAMBAR ……………………………………. xi
BAB I PENDAHULUAN………………………………… 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………… 1
B. Identifikasi Masalah ………………………… 4
C. Pembatasan Masalah ……………………………. 4
D. Perumusan Masalah …………………………….. 4
E. Tujuan Penelitian………………………………… 5
F. Manfaat Penelitian ………………………………. 5
G. Metode Penelitian……………………………….. 6
H. Teknik Pengumpulan Data ……………..……….. 7
I. Teknik Analisis Data …………………………… 8
BAB II KAJIAN TEORI…………………………………. 10
A. Deskripsi Teoretis …………………………. 10
1. Pengertian Pragmatik ………………….. 10
2. Pengertian Implikatur …………………….. 19
3. Pengertian Kolom ……………………… 27
4. Kritik dalam Kartun…………………….. 30
5. Profil Penulis Komik Mice ……………. 33
B. Penelitian yang Relevan ……………………….. 35
x
BAB III HASIL PENELITIAN ……………………………. 37
A. Analisis Implikatur Kartun Mice Kompas Minggu… 37
B. Hasil Penelitian dan Implikasinya Bagi Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas X SMA ………………….. 66
BAB IV PENUTUP……….………………………………… 69
A. Simpulan…………………………………………. 69
B. Saran……………………………………………… 70
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………… 71
LAMPIRAN ………………………………………………… 73
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1………………………………………………… 38
Gambar 2 ………………………………………………… 41
Gambar 3 ………………………………………………… 44
Gambar 4 ………………………………………………… 47
Gambar 5 ………………………………………………… 50
Gambar 6 ………………………………………………… 52
Gambar 7…………………………………………………. 54
Gambar 8 ………………………………………………… 57
Gambar 9 ………………………………………………… 59
Gambar 10………………………………………………… 62
Gambar 11 ………………………………………………… 65
2
pemakai bahasa menerapkan pengetahuan dunia untuk menginterpretasikan
ucapan-ucapan. Para pembicara kerap kali membuat asumsi-asumsi secara
eksplisit mengenai dunia nyata dan rasa suatu ucapan tergantung pada
asumsi tersebut (presuposisi). Kegiatan semacam ini dapat dianalisis dan
dipelajari dengan pragmatik dalam kajian implikatur.
Implikatur percakapan merupakan implikasi pragmatik yang terdapat
di dalam percakapan. Hal ini implikatur berarti apa yang mungkin diartikan,
disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur. Sperber dan Wilson
membedakan implikatur menjadi dua macam, yakni implicated premises dan
implicated conclusion. Implicated premises harus disediakan oleh pendengar
dari ingatannya kemudian menyusunnya dengan mengembangkan ancangan-
ancangan asumsi yang diperoleh dari ingatan lainnya. Berbeda halnya
dengan implicated conclusion yang diperoleh dengan cara menyimpulkan
keterangan tuturan melalui konteks yang menyertai tuturan.
Selain tuturan langsung sebuah komik juga dapat dianalisis
implikaturnya. Saat ini komik telah berkembang sebagai media dalam
mengontruksi wacana atau opini publik. Para komikus (sebutan untuk para
pembuat komik) sering kali menjadikan komik sebagai media alternatif
untuk menyampaikan pesan dalam sebuah surat kabar dikarenakan teknik
penyampaiannya yang luwes. Selain menyajikan visualisasai gambar yang
bernuansa humor, kartun dalam surat kabar juga mempunyai muatan kritik,
sindiran, dan harapan. Kartun yang terdapat dalam surat kabar juga
merupakan bentuk kartun yang memiliki karakteristik bersahaja yang tidak
hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual. Masyarakat pun dapat
menerima tanpa harus berbelit-belit dengan teori. Sebuah gambar atau
rangkaian gambar yang berisi cerita yang ditulis dan digambar oleh seorang
kartunis, dan diterbitkan secara teratur (biasanya harian atau mingguan)
disebut strip komik. Termasuk salah satunya kolom kartun Mice pada koran
kompas mingguan.
3
Pada awalnya kolom kartun Mice tampil dengan Benny, namun Pada
tanggal 4 Juli 2010 adalah episode terakhir Benny & Mice dan pada edisi
berikutnya (11 Juli 2010), Benny & Mice digantikan oleh Mice Cartoon.
Meskipun telah berpisah dengan Benny, komik tersebut masih
menyampaikan kritik dan juga menggambarkan fenomena kehidupan yang
begitu menyita perhatian masyarakat Indonesia. Komikus mengungkapkan
fakta yang terjadi di masyarakat dengan menggelitik, ringan namun
mengena. Melalui komik inilah penyampaian kritik menjadi lebih mudah
dimengerti.
Namun, kenyataannya kartun tidak hanya digunakan dalam
penyampaian pesan ataupun mengritik suatu keadaan. Dalam proses
pembelajaran juga diperlukan sebagai media pembelajaran. Dengan adanya
media yang sesuai diharapkan materi yang disampaikan dapat diterima
dengan baik oleh murid. Disamping itu, dari beberapa media pembelajaran,
media visual memiliki kelebihan dibandingkan media audio dalam hal
penyaluran materi kepada murid. Sebagai seorang guru hendaknya hal ini
menjadi pertimbangan dalam memilih dan menggunakan media
pembelajaran yang sesuai. Strip kartun dalam hal ini bisa dimanfaatkan guru
sebagai media pembelajaran terlebih lagi mata pelajaran bahasa Indonesia.
Berdasarkan keeratan hubungan antara implikatur, kartun dan media
pembelajaran maka peneliti tertarik untuk membahas mengenai implikatur
khususnya implikatur yang terdapat pada kolom kartun Mice koran Kompas
mingguan. Dengan demikian penelitian ini berjudul “Implikatur pada
Kolom Kartun Mice Koran Kompas Mingguan dan Implikasinya Bagi
Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas X SMA”.
4
B. Identifikasi Masalah
Merujuk apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,
maka peneliti membatasi penelitian tentang permasalahan sosial dan politik
dalam komik tersebut.
Berbagai macam permasalahan yang dapat diidentifikasi yaitu:
Analisis implikatur kolom kartun Mice Kompas mingguan, jenis implikatur
dari kolom kartun Mice Kompas mingguan, presentase dari masing-masing
jenis implikatur, ciri penulisan implikatur kolom kartun Mice Kompas
mingguan, cara pengungkapan kolom kartun Mice Kompas minggu
terhadap isu yang telah berkembang di masyarakat, implikasi kajian
implikatur tersebut bagi pendidikan, dan implikasi media kartun terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya permasalahan yang terdapat di identifikasi masalah,
penulis dalam hal ini membatasi permasalahan yang akan deteliti. Ruang
lingkup hanya dibatasi pada komik kartun Mice edisi Mingguan, 9
Februari 2014 sampai 27 April 2014, dalam hal ini peneliti hanya meneliti
dan menganalisis implikatur kolom tersebut.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi dan pembatasan masalah yang sudah
dipaparkan tersebut, terdapat rumusan masalah berikut;
1. Bagaimakah analisis implikatur kolom kartun Mice Kompas
mingguan?
2. Bagaimanakah implikasi media kartun Mice terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia pada materi teks anekdot kelas X?
5
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini
adalah
1. Untuk mendeskripsikan dan memahami pesan yang disampaikan
kolom melalui analisis implikatur kolom kartun Kompas minggu.
2. Untuk medeskripsikan implikasi media kartun terhadap pembelajaran
bahasa Indonesia pada materi teks anekdot kelas X.
F. Manfaat
Dari penelitian ini akan diperoleh beberapa manfaat antara lain:
1. Manfaat Teoretis
Adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan
pengetahuan terhadap ilmu kebahasaan, khususnya pragmatik dalam
mengembangkan ilmu dibidang tersebut.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan
memperkaya referensi keilmuan Bahasa dan Sastra Indonesia di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Penelitian ini dapat digunakan sebagi pendalaman materi bagi
pihak-pihak terkait.
c. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat memberikan gambaran
mengenai kajian implikatur dan bagaimana cara menganalisis
implikatur sebuah teks.
d. Memberikan informasi bagi guru terutama guru bahasa dan sastra
Indonesia dalam memilih media pembelajaran.
e. Memberikan pengetahuan bagi guru bahasa dan sastra Indonesia
pentingnya media kartun dalam proses pembelajaran.
6
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis yang bersifat kualitatif deskriptif. Metode kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang yang dapat diamati. Sementara itu, Kirk
Miller mengungkapkan bahwa metode kualitatif juga merupakan tradisis
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental
bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasanya sendiri
dan berhubungan dengan masyarakat tersebut melalui bahasanya, serta
peristiwanya.2 Metode kualitatif menjadi titik tolak dalam penelitian ini
karena menekankan kualitas (ciri-ciri data yang alami) sesuai dengan
pemahaman deskriptif. Di samping itu penelitian kualitatif lebih dapat
menyesuaikan diri penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai
yang dihadapi.3 Analisis yang digunakan dalam penelitian ini lebih bersifat
deskriptif analitik yang berarti bahwa interpretasi terhadap isi dibuat dan
disusun secara sistemik atau menyeluruh dan sistematis.4
Penelitian kualitatif juga memerlukan ketajaman analisis,
objektivitas, sistematik, dan sistemik sehingga diperoleh ketepatan dalam
interpretasi. Hakikat dari suatu fenomena atau gejala bagi penganut
penelitian kualitatif adalah totalitas. Misalnya saja analisis implikatur
sebagai upaya mengungkapkan maksud tersembunyi dari subjek (penulis)
yang mengemukakan suatu pernyataan. Pengungkapan dilakukan dengan
menempatkan diri pada posisi penulis, dengan mengikuti struktur makna
penulis sehingga distribusi pesan yang disamarkan dalam wacana dapat
diketahui.
2 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), Cet.8, h.
36.
3 Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik; Ancangan Metode Penelitian dan Kajian
(Bandung, PT Refika Aditama, 2006), h. 14.
4 S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, h. 37.
7
Penelitian kualitatif juga melakukan penelusuran terhadap berbagai
literatur dan studi lapangan. Pembahasannya dilakukan dengan metode
kualitatif, penggunaan sumber literatur yang memuat tentang komik, baik
berupa artikel, maupun tulisan lainnya untuk mengeksplorasi makna pesan
kolom kartun Mice melalui implikaturnya.
Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti tidak hanya membaca dan
mendeskripsikan (memaparkan atau menggambarkan dengan kata-kata
secara jelas dan terperinci) percakapan yang terdapat pada kolom kartun
Kompas mingguan. Hal lain yang juga dilakukan peneliti yaitu memahami
terlebih dahulu konteks tuturan, kemudian dilanjutkan dengan
menganalisis Implikatur percakapan atau makna yang tersirat dalam kolom
kartun tersebut, kemudian menggolongkan implikatur yang sudah
dianalisis ke dalam jenis implikatur. Termasuk jenis implikatur konklusi
ataukah implikatur premis.
H. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode dokumenter atau dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan
teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen
yang dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.5 Data yang dipakai
adalah kolom kartun mingguan Mice sehingga data penelitian diperoleh
peneliti dengan berlangganan koran kompas minggu, untuk soft copy
komiknya diperoleh dari sosial media facebook dengan nama akun Mice
Cartoon.
5 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), h. 221-222.
8
I. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data peneliti menggunakan metode simak,
karena analisis data dilakukan dengan cara menyimak seluruh implikatur
dalam percakapan tokoh komik Mice. Istilah menyimak di sini tidak hanya
berkaitan dengan penggunaan bahasa secara lisan tetapi juga penggunaan
bahasa secara tertulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud
teknik sadap. Teknik sadap disebut sebagai teknik dasar dalam metode
simak, karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan
penyadapan. Hal ini berarti dalam mendapatkan data dilakukan dengan
menyadap pengguanaan bahasa seseorang yang menjadi informan.6
Dalam analisis selanjutnya menggunakan teknik lanjutan berupa
teknik simak bebas libat cakap (teknik SBLC). Dalam teknik SBLC ini
peneliti tidak bertindak sebagai tokoh yang turut berbicara, melainkan
sebagai pengamat pengguna bahasa oleh para penuturnya. Peneliti tidak
terlibat dalam peristiwa tuturan yang diteliti.7 Teknik lanjutan lain yang
digunakan oleh peneliti yakni teknik catat. Peneliti mencatat seluruh data
yang diperoleh dari sumber data.
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melalui
beberapa tahap. Antara tahap satu dengan tahap berikutnya berurutan dan
merupakan satu rangkaian. Tahap pertama, pendeskripsian data. Dalam
pendeskripsian data, tuturan yang masih dalam bentuk gambar, harus
dialihkan dari bentuk tuturan dalam bentuk balon percakapan menjadi dalam
bentuk dialog. Adapun urutan dalam membaca tuturan dimulai dari sisi kiri
menuju sisi kanan. Setelah satu gambar selesai, pembacaan dilakukan
dengan cara yang sama pada baris di bawah berikutnya. Bila suatu kotak
gambar terdiri dari lebih dari satu balon percakapan, maka penentu balon
percakapan tersebut ditentukan dengan melihat letak balon percakapan
yanng lebih dekat dengan tokoh atau penuturnya.
6 Mahsun, Metode Penelitian Bahasa; Tahapan strategi, metode, dan tekniknya (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2011), h. 92.
7 Ibid., h. 93.
9
Kedua, tahap klasifikasi. Data yang telah dideskripsikan
diklasifikasikan berdasarkan eksplikatur yang muncul. Tahap ketiga,
analisis. Pada tahap ini berusaha menganalisis data dengan cara memahami
implikatur percakapan tokoh. Tahap Keempat evaluasi, tahap ini peneliti
melakukan evalusi data secara menyeluruh.
Selanjutnya terdapat tahap pemahaman implikatur percakapan.
Pemahaman implikatur dapat dilakukan dengan tahap berikut: Pertama,
memahami implikatur percakapan tokoh komik Mice. Kedua, mencocokkan
konteks yang menyertai percakapan tersebut. Ketiga, mengubah
pemahaman terhadap proposisi sesuai dengan konteks terutama respon yang
diharapkan penutur dengan cara mencari makna ujaran.
10
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teoretis
1. Pengertian Pragmatik
Pragmatik merupakan salah satu studi mengenai tuturan bah
asa manusia. Pragmatik sebagai bagian cabang ilmu linguistik yang
mengkhususkan bidang bahasan mengenai bahasa tuturan dengan
melibatkan seluruh konteks yang melengkupi tuturan tersebut. Bagi
pragmatik konteks menjadi sesuatu yang penting karena konteks inilah
yang menentukan maksud suatu tuturan. Keterikatan terhadap konteks
ini yang menjadikan maksud menjadi berbeda walaupun bentuk
tuturannya sama.
Pragmatik didefinisikan oleh Morris sebagai suatu cabang
semiotik, ilmu tentang tanda. Morris memandang semiosis (proses di
mana sesuatu berfungsi sebagai tanda) mempunyai 4 bagian. Tanda
(sign) merupakan seperangkat tindakan sebagai tanda; penanda
(designatum) merupakan kepada apa tanda tersebut mengacu;
interpretant adalah efek dari tanda; interpreter adalah individu yang
berpengaruh dengan tanda tersebut. Menurut Morris “semiosis adalah
… sesuatu yang ditandai penanda definite. Mediator adalah sarana
tanda; penerima yang memperhatikan tanda adalah interpretan;
perantara dari proses adalah interpreter; apa yang diperhatikan adalah
designata. 1
Dengan demikian, pragmatik adalah studi tentang bagaimana
interpreter menggunakan atau mengikutsertakan pemakai tanda atau
penerima tanda pada saat memaparkan (pengonstruksian dari
interpretan) tanda itu sendiri.
1 Deborah Schiffrin, Ancangan Kajian Wacana (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007), h.
269.
11
Menurut parker dalam bukunya yang berjudul Linguistics for
Non-Linguists menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu
bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal. Adapun
yang dimaksud dengan hal tersebut adalah bagaimana satuan lingual
tertentu dapat digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Pakar
bahasa ini dengan tegas membedakan pragmatik dengan studi tata
bahasa yang dianggapnya sebagai studi seluk beluk bahasa secara
internal. Menurutnya, studi tata bahasa itu tidak perlu dikaitkan dengan
konteksnya, sedangkan studi pragmatik mutlak harus dikaitkan dengan
konteksnya. Berkenaan dengan hal itu, maka studi tata bahasa dapat
dianggap sebagai studi bahasa yang bebas konteks atau tidak terikat
konteks (context independent).
Definisi yang disampaikan oleh Parker tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut: “ Pragmatics is distinct from grammar, which is
the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study
of how language is used to communicate”.2
Jacob L. Mey mendefinisikan pragmatik sebagai berikut.
Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as
these are determinet by the context of society. Dari batasan yang
disampaikan ini dapat disimpulkan prakmatik adalah ilmu bahasa yang
mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, pada dasarnya
sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu.
Konteks yang dimaksud dapat mencakup dua macam hal, yakni
konteks yang bersifat sosial dan konteks yang bersifat societal.
Konteks sosial adalah konteks yang timbul sebagai akibat dari
munculnya interaksi antaranggota masyarakat dalam suatu masyarakat
sosial dan budaya tertentu. Adapun yang dimaksud dengan konteks
societal adalah konteks yang faktor penentunya adalah kedudukan
2 Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, (Jakarta: Erlangga. 2009), h.21.
12
(rank) dari anggota masyarakat dalam intuisi-intuisi sosial yang ada di
dalam masyarakat sosial dan budaya tertentu. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa dasar dari munculnya konteks societal adanya
kekuasaan (power), sedangkan dasar dari kemunculan konteks sosial
adanya solidaritas (solidarity).3
Pragmatik bertugas mengkaji maksud penutur dalam
menuturkan satuan lingual tertentu pada sebuah praktik berbahasa.
Dalam banyak hal pragmatik dikatakan sejajar dengan semantik karena
sama-sama mengkaji tentang makna. Perbedaan antarkeduannya yakni
pragmatik mengkaji makna satuan lingual asecara eksternal sedangkan
semantik secara internal.
Pragmatik merupakan salah satu cabang linguistik yang
mempelajari bahasa dari struktur eksternal. Termasuk di dalamnya
hubungan bahasa dengan konteks ujaran. Pragmatik mendasarkan
pijakan analisisnya pada konteks. Konteks yang dimaksud adalah
segala latar belakang pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur
dan lawan tutur serta yang mewadahi sebuah pertuturan. Dengan
mendasarkan pada gagasan Leech, Wijana menyatakan bahwa konteks
yang semacam ini dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech
situational context). Konteks situasi tutur, mencakup aspek-aspek
berikut: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks tuturan, (3) tujuan
tuturan, (4) tuturan sebagai tindakan atau aktifitas, dan (5) tuturan
sebagai produuk tindak verbal.4
Dalam rangka memahami sesuatu yang dimaksudkan oleh
seorang penutur, petutur harus selalu melakukan interprestasi pada
tuturan-tuturan si penutur. Leech menyebutkan hal yang hampir sama
dengan hal tersebut yakni “interpreting an utterance is ultimately a
3 Ibid., h.21.
4 Ibid., h. 22.
13
matter of guesswork”. Artinya adalah menginterprestasikan suatu
tuturan sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk menduga. Menduga
“guessing” tergantung pada konteks yang mencakup permasalahan,
peserta pertuturan, dan latarbelakang si penutur serta lawan tuturnya.
Semakin dalam konteks dipahami, semakin kuat dasar dugaan tersebut.
Yule memberikan dua definisi yang terkait dengan implikatur
dalam komik. Pertama, pragmatik adalah stusi makna kontekstual. Studi
pragmatik membutuhkan interpretasi maksud seseorang pada konteks
tertentu dan bagaimana konteks mempengaruhi maksud ujaran. Interpretasi
ini perlu melihat pada cara penutur mengatur apa yang dikatakannya
dengan melihat lawan bicara, waktu, tempat, dan ruang lingkupnya.
Kedua, pragmatik adalah studi cara lebih komunikatif dalam
menyampaikan sesuatu dari yang dikatakan. Artinya, dengan kata-kata
tertentu dicapai kualitas komunikasi yang maksimal. Komunikasi dua arah
ini enjadikan mitra tutur berusaha memahami atau menarik simpulan dari
tuturan penutur. Apa yang tidak dikatakan dapat dikenali sebagai bagian
dari maksud tuturan. Maksud tidak slalu dikatakan, tetapi dapat diketahui.
Studi pragmatik memungkinkan untuk membahas maksud, asumsi,
tujuan, dan perbuatan (misalnya meminta) yang ditunjukkan ketika
seseorang berbicara. Dua orang yang telah saling mengenal tidak perlu
berbicara dengan maksud yang jelas secara eksplisit. Dengan sedikit kata-
kata, mereka telah berkomunikasi dengan baik. Pesan dipertukarkan tanpa
terjadi salah tangkap maksud.
Sehubungan dengan macam-macam maksud yang mungkin
dikomunikasikan dalam penuturan sebuah tuturan, Leech mengemukakan
sejumlah konteks situasi tutur (speech situasional contexts) yang harus
14
senantiasa dipertimbangkan dalam studi pragmatik.5 Konteks-konteks
tersebut adalah:
a. Penutur dan lawan tutur
Di dalam beberapa literatur, khususnya dalam Searle, lazim
dilambangkan S (speaker) yang berarti pembicara atau penutur dan H
(hearer) yang dapat diartikan pendengar atau mitra tutur.
Digunakannya lambang A dan H itu tidak dengan sendirinya
membatasi cakupan ragam bahasa lisan saja, melainkan juga dapat
mencakup bahasa tulis. Penutur dan lawan tutur dalam studi implikatur
komik ini berarti tokoh-tokoh yang berada dalam komik. Bingkai
komik menjadi pembatas antara pembaca atau penulis komik. Secara
tidak langsung komik memutuskan hubungan antara pembaca dan
penulisnya. Kimik berdiri sebagai individu yang mandiri.
b. Konteks tuturan
Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para
linguis. Konteks dapat mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan
baik secara fisik maunpun nonfisik. Konteks yang bersifat fisik
disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial disebut konteks.
Dalam pragmatik, pada hakikatnya konteks adalah seluruh latar
belakang pengetahuan (background knowledge) yang dipahami
bersama oleh penutur dan lawan tutur serta yang mendukung
interpretasi lawan tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di
dalam proses bertutur. Berkenaan dengan hal tersebut Leech
menyatakan sebagai berikut. “I shail consider context to be any
background konowledge assumed to be shared by S and H and which
contribbutes to H’s interpretation of what S means by a given
utterance.”
Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu; (1) Konteks fisik (phisical context) yang meliputi
5 Geoffrey Leech, Prinsip-prinsip Pragmatik (Jakarta: UI Press, 2011), h. 19-20.
15
tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek
yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau
perilaku dari peran dalam peristiwa komunikasi itu; (2) konteks
epistemis (epistemic context) atau latar belakang pengetahuan yang
sama-sama diketahui oleh pembicara maupun pendengar; (3) konteks
linguistik (linguistics cotext) yang terdiri kalimat-kalimat atau tuturan-
tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam
peristiwa komunikasi; (4) konteks sosial (social context) yaitu relasi
sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara pembicara
(penutur) dengan pendengar (lawan tutur).6
Maksut setiap tuturan sangat ditentukan oleh konteks yang
berada di sekitar tuturan. Dell Hymes memberikan 8 ciri konteks yang
relevan. Berikut ciri konteks yang dimaksud: (1) penutur (advesser),
(2) pendengar (advessee), (3) topik pembicaraan, (4) latar (waktu,
tempat) , (5) saluran (channel), (6) kode (dialektika, stailnya), (7)
pesan (message), dan (8) peristiwa tutur (events).7 Berikut penjelasan
lebih detailnya.
Penutur adalah orang yang terlibat dalam pembicaraan.
Penutur dalam komik adalah tokoh-tokoh yang ada di dalam komik.
Dalam hal ini komik berdiri sebagai entitas yang independen terlepas
dari peran penngarangnya. Penutur dalam percakapan berarti orang
yang mengatakan sesuatu atau pembicara. Sedang lawan bicaranya
disebut dengan mitra tutur, atau pendengar. Mengenai penuturnya,
latar belakang sosial, kedudukan, dan sebagainnya sangat perlu
diperhatikan. Cara bertutur juga sangat diperhatikan. Mengetahui
latar belakang penutur akan sangat membantu dalam memahami
tuturan mereka.
6 Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik, (Bandung: Angkasa, 1993), h. 58.
7 Ibid., h. 84-85 195.
16
Mitra tutur adalah lawan bicara dari penutur. Komik
sebagai entitas yang independen, ia terlepas dari pengarang atau pun
pembaca. Bila dalam komik terdapat tokoh-tokoh
yang berdialog, maka tokoh yang diajak berbicara berlaku sebagai
mitra tutur pembicara. Penutur akan memperhatikan mitra tuturnya.
Tidak jauh dengan penutur, mitra tutur pun menentukan arti sebuah
tuturan.
Topik pembicaraan mencirikan isi percakapan. Percakapan
umumnya mempunyai tema yang spesifik dengan sasaran
tuturannya. Mengetahui topik pembicaraan akan lebih memudahkan
menerima pesan yang disampaikan. Topik yang berbeda
mengandung makna yang berbeda pula.
Latar peristiwa mempunyai banyak macam. Latar
peristiwa diantaranya, tempat, suasana, kondisi psikologis, atau
kondisi yang lain. Latar ynag telah diketahui akan memudahkan
peserta tutur untuk memahami isi percakapan. Tuturan yang sama
memungkinkan untuk mempunyai maksud yang berbeda bila
dituturkan pada latar yang berbeda pula.
Saluran yang digunakan dalam wacana sangat
mempengaruhi wacana itu sendiri. Saluran menunjukkan cara
wacana tersebut disampaikan. Saluran juga menunjukkan kepada
siapa pesan yang terkandung dalam wacana tersebut ditujukan.
Untuk memberikan informasi seorang pembicara dapat
mempergunakan berbagai cara, bisa lisan, tulisan, telegram, dll.
Cara itulah yang dimaksud sebagai saluran. Pemilihan saluran tentu
tergantung pada beberapa faktor; kepada siapa ia berbicara, dalam
situasi yang bagaimana (dekat atau Jauh).
Kode, pemilihan kode mempengaruhi efektifitas atau
kelancaran komunikasi. Komunikasi yang tidak efektif justru dapat
17
mengakibatkan terjadi kesalah pahaman atau salah dalam menerima
pesan. Terdapat kemungkinan timbulnya ambiguitas. Misalnya,
pemilihan kode pada alih kode antara pembicara dengan mitra
bicara. Jika salah satu, baik penutur maupun pendengar, tidak
memahami kode yang dipakai oleh lawan bicaranya, keduanya akan
mengalami kesulitan satu sama lain untuk memahami pesan yang
disampaikan. Jika hal ini terjadi, akan timbul gangguan dalam
komunnikasi dan pesan tidak akan tersampaikan dengan baik.
Pesan adalah hal yang sesungguhnya ingin disampaikan dari
orang satu dengan orang lain. Pesan adalah inti dalam komunikasi.
Pesan adalah bentuk makna yang ingin disampaikan. Pesan sebagai
komunikasi manusia berbentuk makna yang saling dipertukarkan.
Pertukaran yang terjadi itu menghasilkan pemhaman dan terjadilah
apa yang kita sebut sebagai komunikasi. Keberhasilan komunikasi
ini salah satu indikasinya adalah adanya makna-makna yang
dipertukarkan. Namun demikian, keberhasilan komunikasi ini
mengharuskan sekian banyak peranan faktor. Baik itu faktor cara
menyampaikan, isi pesan, hingga tujuan pesan. Pesan yang tidak
disampaikan pada waktu yang tepat, isi pesan yang tidak sesuai
dengan situasi dan kondisi, serta cara penyampaian yang tepat
mengakibatkan komunikasi tidak berjalan dengan lancar.
Unsur-unsur konteks tutur di atas mempunyai keterikatan
satu sama lain terdapat hubungan saling melengkapi. Dalam satu
wacana mungkin terdapat lebih dari satu unsure. Sebaliknya,
kemungkinan yang lain adalah dalam satu wacana tidak
mengandung unsur tertentu. Ini berarti bahwa unsur-unsur dalam
tuturan tidak harus semuanya hadir bersama-sama, melainkan ada
kemungkinan suatu komponen tidak hadir atau tidak berpengaruh.
18
c. Tujuan tuturan
Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang.
Dikatakan demikian, karena pada dasarnya tuturan itu terwujud
karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan
tertentu sifatnya. Satu bentuk tutur dapat memiliki maksud dan
tujuan yang bermacam-macam. Demikian sebaliknya, satu maksud
atau tujuan tuturdapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang
berbeda-beda. Secara pragmatic, berbicara merupakan aktivitas
yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities).
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas
Tuturan sebagai entitas yang konkret karena jelas
keberadaan siapa peserta tuturnya, di mana tempat tuturnya, kapan
waktu tuturanya, dan seperti apa konteks situasi tuturnya secara
keseluruhan.
e. Tuturan sebagai produk tindakan verbal
Tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk tindak tutur.
Fungsi tindak tutur meliputi tindakan sebagai permintaan, perintah,
bertanya, dan menginformasika. Pada umumnya jenis tindakan yang
ditunjukkan oleh pennutur ini dapat dikenali. Namun, dalam
penggunaan fungsi tuturan tidaklah selalu sebagaimana bentuknya.
Tindak tutur yang berupa pertanyaan tak selalu merupakan
pertanyaan, berikut contohnya.
(7) Bisakah kamu mengambilkan garam?
Tuturan (7) di atas tentu dipahami bahwa itu bukan tuturan
yang berfungsi untuk bertanya. Siapapun paham bahwa tuturan
tersebut adalah tuturan yang berupa permintaan tolong untuk
diambilkan garam.
19
2. Pengertian Implikatur
Levinson dalam F.X. Nadar menyebutkan implikatur sebagai
salah satu gagasan yang terpenting dalam pragmatik (one of the single
most important ideas in pragmatics). Salah satu alasan penting yang
diberikannya adalah implikatur memberikan penjelasan eksplisit
tentang bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa
yang dituturkan “provides some explicit account of how it is possible
to mean more than what is actually said”.8
Istilah implikatur (implicature) adalah derivasi dari kata
implicate, yang semula bermakna “menuduh seseorang terlibat dalam
perbuatan yang melanggar hukum.” Makna ini diubah oleh Grice
menjadi “sinonim” kata imply. Bedanya adalah bahwa imply
bermakana “menyiratkan secara umum”. Sedangkan implicate
bermakna “menyiratkan secara kebahasaan.” Istilah implikatur hampir
selalu dikaitkan dengan Grice, yang menyebutkan bahwa di dalam
berkomunikasi orang hendaklah bekerja sama dengan mitra tuturnya,
supaya komunikasi efisien dan efektif. Dengan kata lain, lawan tutur
harus mematuhi prinsip kerja sama (Cooperative Principle).9 Tidak
berbeda jauh dengan pendapat tersebut Leech menyebutkan bahwa
interpreting an utterance is ultimately a matter of gueeswork, or (to
use a more dignified term) hypothesis formation (menginterpretasikan
suatu tuturan sebenarnya merupakan usaha-usaha untuk menduga,
yang dalam bahasa lain merupakan pembuatan hipotesa)”.10
8 F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009) h.
61.
9 Asim Gunawan, “Implikatur dan Kesantunan Berbahasa: Beberapa Tilikan dari
Sandiwara Ludruk” PELLBA: Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya:
Kedelapan Belas (Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya bekerjasama dengan
Yayasan Obor Indonesia), h. 86-87.
10 F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, h. 60.
20
Menurut James R. Hurford, Brendan Heasley, dan Michael B.
Smith mengungkapkan implikatur sbb: “Implicature is a concept of
utterance meaning as opposed to sentence meaning, but is parallel in
many ways to the sense relation. Futhermore, implicature is related to
the method by which speakers work out the indirect illocutions of
utterances.”11
“Implikatur adalah konsep makna ucapan yang
bertentangan dengan makna kalimat, namun banyak cara yang sama
untuk menghubungkan makna tersebut. Selanjutnya, implikatur
berkaitan dengan metode penutur mengeluarkan ilokusi tuturan tidak
langsung.”
Lebih lanjut Sperber dan Wilson berpendapat bahwa implikatur
dari sebuah ujaran digali dengan merujuk pada pengharapan yang
diekspresikan penutur tentang bagaimana ucapannya harus dipahami
oleh lawan tuturnya. Seoranng penutur punya alasan untuk percaya
bahwa ada beberapa informasi yang akan relevan bagi pendengarnya
tanpa tahu sedikitpun bagaimana relevansinya itu nanti. Misalnya ada
orang lewat yang menanyakan waktu kepada Anda: anda tahu bahwa
saat itu waktu menunjukkan jam lima sore. Fakta bahwa dia
menanyakan waktu merupakan alasan bagi Anda uuntuk meyakini
bahwa informasi tentang jam lima itu memang relevan baginya, tapi
Anda tidak punya cara untuk mengetahui apakah informasi itu benar-
benar relevan bagi dia, Anda tidak tidak tahu dalam konteks apa
informasi itu akan diproses dan apa dampak kontekstual nantinya.
Secara intuitif, dalam situasi ini, sekedar jawaban “Jam 5 sore” tidak
akan memiliki implikatur sama sekali. Niat anda dalam memberikan
informasi itu hanyalah sekedar untuk menyatakan bahwa saat itu
waktu menunjukkan jam 5 sore. Hal ini merupakan interpretasi
11
James R, dkk., Semantics A Coursebook (New York: Cambridge University Press,
2007), h. 314.
21
pertama yang bisa disimpulkan yang konsisten dengan prinsip
relevansi.12
Pada umumya di dalam sebuah tuturan, penutur dan lawan tutur
dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka memiliki semacam
kesamaan latar belakang pengetahuan tentang suatu yang dituturkan.
Di antara penutur dan lawan tuturterdapat semacam kontrak
percakapan yang tidak tertulis bahwa apa yang sedang dituturkan itu
saling dimengerti. Grice di dalam artikelnya yang berjudul “Logic and
Conersation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat
mengimplikasikan proposisi yang bukan merupakan bagian dari
tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan itu yang disebut
implikatur percakapan.13
Berikut contoh agar lebih jelasnya.
“Bapak datang, jangan menangis!”
Tuturan tersebut tidak semata-mata dimaksudkan untuk
memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari tempat teretentu.
Si penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur bahwa sang ayah
yang bersikap keras dan sangat kejam itu akan melakukan sesuatu
terhadapnya apabila ia masih terus menangis. Dengan kata lain,
tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang
keras dan sangat kejam dan sering marah-marah pada anaknya yang
sedang menangis.
Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang
sesungguhnya dengan maksud tuturan itu harus didasarkan pada
konteks situasi tutur yang mewadahi munculnya tuturan tersebut, agar
sesuai dengan maksud penutur. Namun, adakalanya percakapan
12
Dan Sperber dan Deirdre Wilson, Teori Relevansi Komunikasi dan Kognisi
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. 1, h. 283-284.
13 Kunjana Rahardi, Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia (Jakarta:
Erlangga, 2000), h. 43.
22
memiliki banyak tafsiran, karena terbentuk dari kombinasi antara
bahasa dengan situasi. Sebuah bahasa yang sama ketika diucapkan
dalam situasi yang berbeda bisa menghasilkan implikatur yang
berbeda pula. Implikatur sangat tergantung pada situasi di mana ia
muncul.14
Jadi implikatur merupakan salah satu istilah terpenting dalam
pragmatik yang menerangkan apa yang mungkin diartikan, disarankan
atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa yang
sebenarnya dikatakan oleh penutur. Dalam suatu tindak percakapan,
setiap bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya mengimplikasikan
sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang biasanya
tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan, dan bukan merupakan
bagian dari tuturan tersebut. Pada gejala demikian tuturan berbeda
dengan implikasi. Adanya perbedaan antara tuturan dan implikasi
kadang-kadang dapat menyulitkan mitra tutur untuk memahaminya,
namun pada umumnya antara penutur dan mitra tutur sudah saling
berbagi pengalaman dan pengetahuan sehingga percakapan dapat
berjalan dengan lancar. Dengan demikian, implikatur mengisyaratkan
adanya perbedaan antara tuturan dengan maksud yang ingin
disampaikan.
Jenis-jenis Implikatur
Ada dua teori utama implikatur yang perlu kita ketahui. Teori
tersebut dari Speber dan Wilson, dan Grice. Teoti yang akan dipakai
dalam penelitian ini yaitu teori implikatur Sperber dan Wilson. Hal ini
karena, teori implikatur tersebut lebih kuat daripada teori implikatur
Grice. Dengan perspektif Sperber dan Wilson dapat dibedakan
implikatur kuat dan lemah. Sementara perspektif Grice perbedaan itu
tidak dapat dibuat: Semua implikatur yang dapat ditarik dari suatu
14
Elizabeth Black, Stalistika Pragmatis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet.1, h. 54.
23
ujaran adalah tidak pasti, yang mana yang sebenarnya dimaksudkan
penutur.15
Sperber dan Wilson membedakan implikatur menjadi dua
macam, yakni implikatur premis (implicated premises) dan implikatur
konklusi (implicated conclusion). Implicated premises harus
disediakan oleh pendengar dari ingatannya kemudian menyusunnya
dengan mengembangkan ancangan-ancangan asumsi yang diperoleh
dari ingatan lainnya “Implicated premises must be supplied by the
hearer, who must either retrieve them from memory”. Sedangkan
implicated conclusion diperoleh dengan cara menyimpulkan
keterangan tuturan dengan konteksnya “Implicated conclusions are
deduced from the explicatures of the utterance and the context”. 16
Ilustrasi mengenai perbedaan implicated premises dan
implicated conclusion sbb:
Perter : “Would you drive a Mercedes?”
“ Maukah Anda mengendarai Mercedes?”
Mary : “I wouldn’t drive any expensive car.”
“ Saya tak mau mengendarai mobil mewah manapun.”
Sebagaimana dapat dilihat, jawaban Mary bukanlah merupakan
jawaban yang langsung terhadap pertanyaan pertanyaan Peter. Namun
demikian, Peter, melalui ingatan dan pengetahuannya dapat
menyimpulkan sebuah informasi, yaitu: A Mercedes is an expensive
15
Asim Gunawan, “Implikatur dan Kesantunan Berbahasa: Beberapa Tilikan dari
Sandiwara Ludruk” PELLBA: Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya:
Kedelapan Belas, h., 92-93
16 F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, h. 62.
24
car. Pemahaman Peter bahwa A Mercedes is an expensive car inilah
yang disebut dengan implicated premises. Peter terus melanjutkan
proses berpikirnya, mengapa jawaban Mary seperti itu, yaitu I
wouldn’t drive any expensive car dan menggabungannya dengan
pengetahuannya bahwa A Mercedes is an expensive car. Proses ini
melahirkan penyimpulan bahwa Mary wouldn’t drive a Mercedes,
yang disebut sebagai implicated conclusion.
Wijana menjelaskan bahwa sebuah tuturan memang dapat
mengimplikasikan proporsi yang bukan merupakan bagian dari
tuturan yang bersangkutan. Karena implikatur bukan merupakan
bagian tuturan yang mengimplikasikannya, hubungan kedua proposisi
itu bukan merupakan konsekuensi mutlak. Contoh yang dipergunakan
untuk memperjelas pernyataan bahwa implikatur bukan merupakan
bagian dari tuturan yang mengimplikasikannya sbb:
(+) Ali sekarang memelihara kucing
(-) Hati-hati menyimpan daging
Tuturan (-) bukan merupakan bagian dari tuturan (+) karena
tuturan (-) muncul akibat inferensi yang didasari oleh latar belakang
pengetahuan tentang kucing dengan segala sifatnya. Adapun salah
satunya senang memakan daging.
Teks humor sebagai salah satu bentuk komunikasi juga dapat
dianalisis implikaturnya. Apakah teks tersebut termasuk implicated
premises atau implicated conclusion, tetapi secara umum teks humor
mengaandung implicated conclusion karena biasanya dalam sebuah
teks atau percakapan humor tergantung konteksnya sehingga terdapat
implikasi pragmatik yang tersirat di dalamnya.
Menurut Levinson, ada 4 macam faedah implikatur, yaitu: (a)
dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan
yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (b) memberikan penjelasan
25
yang tegas terhadap perbedaan lahiriah dari yang dimaksud oleh
pemakai bahasa, (c) memberikan pemerian semantik yang sederhana
tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata-kata
penghubung yang sama, dan (d) Memerikan berbagai fakta yang
secara lahiriah tampak tidak berkaitan, justru berlawanan seperti
metafora.17
Proses Terjadinya Implikatur
Sperber dan Wilson melihat bidal relasi sangat penting dalam
menghasilkan implikatur. Bahkan sampai pentingnya mereka
mengelevasikannya menjadi prinsip, yaitu prinsip relevansi. Jadi,
menurut kedua pakar ini implikatur dapat dicari dan diinferensikan
berdasarkan atau dengan pedoman prinsip relevansi itu. Faktor utama
yang memungkinkan komunikasi berhasil adalah adanya relevansi
optimal: penutur mengungkapkannya dan pendengar mencarinya.
Seperti yang telah disinggung di depan, suatu ujaran dikatakan
mempunyai relevansi optimal jika dan bila: (1) ujaran itu
memungkinkan lawan tutur menemukan atau memahami makna atau
maksud ujaran penutur tanpa usaha berlebihan yang tidak perlu. (2)
jika dan bila lawan tutur tahu atau merasa bahwa makna (maksud)
penutur itu patut diproses, di dalam arti patut “dibiayai” dengan
usaha, agar ia memperoleh manfaat. Manfaat ini menurut Gutt bersifat
psikologis, yaitu terjadinya modifikasi pengetahuan pada lawan tutur
di dalam bentuk efek kontekstual yang positif. Modifikasi itu terjadi
karena adanya; penamabahan informasi baru, pengetahuan informasi
lama, pelemahan informasi lama atau pembatalan informasi lama.
Teori relevansi bertujuan menerangkan komunikasi (yakni
komunikasi ostensif) secara keseluruhan secara eksplisit maupun yang
implisit. Dalam teori relevansi ini semakin banyak efek kontekstual,
17
Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik (Bandung: Angkasa, 1993), h. 70.
26
makin besarlah relevansi ujarannya (makin besarlah relevansi
informasi yang disampaikan oleh penutur atau penulis). Mengenai
usaha untuk memproses informasi yang masuk, makin kecil usaha
yang diperlukan untuk mengaksesnya, makin besarlah relevansinya.
Teori relevansi juga memungkinkan lawan tutur atau
pendengar merasa yakin bahwa ia telah menarik implikatur yang
benar-benar disiratkan oleh penutur. Caranya dengan mencari makna
yang paling relevan dari semua siratan yang secara potensial dapat
timbul. Pedoman penutur yakni makna mana yang paling banyak
mengandung efek kontekstual (paling cepat “nyambung”) yang dapat
diakses dengan mengeluarkan usaha yang paling sedikit, itulah makna
implikatur yang dimaksud oleh penutur. Pemahaman lawan tutur atas
ujaran penutur dipandu oleh prinsip relevansi, yang bukan norma dan
karenanya tidak dapat dilanggar walaupun seandainya penutur
bermaksud melanggarnya. Prinsip ini hanya menuntun proses
pencarian inferensi, dan semua orang mempunyai kemampuan untuk
memproses kata-kata agar diperoleh inferensi.
Bagaimana lawan tutur sampai pada suatu inferensi atau
simpulan? Menurut Sperber dan Wlison, ada tiga cara untuk itu, yaitu:
(1) Menarik eksplikatur (pada tataran ujaran)
(2) Menarik eksplikatur pada tataran yang lebih tinggi, dan
(3) Mencari implikatur.
Eksplikatur ini penting karena di dalam praktik penggunaan
bahasa, apa yang dikatakan atau ditulis orang itu hampir selalu tidak
pasti atau menurut istilah Sperber dan Wilson underspecified.
Perhatikan contoh kalimat berikut; “Parkir untuk Dosen UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta”. Bagi yang suka mengkritik, ia akan
mempertanyakan “Dosen kok diparkir?” atau yang diparkir itu
kendaraan dosen kampus tersebut atau dosen dari kampus lainnya?
Agar tidak menyebabkan salah paham bentuk ujaran penuhnya yakni
Tempat parkir untuk kendaraan mobil (bukan kuda, andong, dan
27
sebagainya) milik dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan
mengelaborasikan kata-kata tanda parkir di atas kita menjadi tahu
persis apa maknanya dan kita tahu persis eksplikaturnya.
Menarik makna penutur tidak hanya cukup memperhatikan
makna proposisinya saja. Karena pragmatik merupakan kajian tentang
maksud penutur, untuk memahami makna ujaranya kita harus tahu
sikap penutur. Inilah yang dimaksud dengan higher-order explicature.
Dalam mencari inferensi implikatur lawan tutur atau
penerjemah harus memperoleh perpadanan fungsional. Perpadanan ini
tercapai jika pada intinya implikatur di dalam bahasa sasaran sepadan
dengan implikatur di dalam bahasa sumber.
Jadi dalam teori relevansi, implikatur diidentifikasi melalui
proses inferensi dengan pedoman prinsip relevansi. Yakni informasi
mana yang paling optimal terdeteksi dengan mengeluarkan biaya
(dalam bentuk usaha dengan indikator waktu) paling sedikit. Itulah
implikatur yang dimaksud penutur.
3. Pengertian Kolom
Kolom merupakan ruang antara dua garis tegak pada lembar
kertas atau halaman buku. Kolom juga diartikan sebagai bagian
vertikal pd halaman cetak yg dipisahkan oleh garis tebal atau ruang
kosong, seperti dalam surat kabar.18
Setiap surat kabar memiliki
kolom khusus yang menjadi ciri bagi media massa masing-masing,
misalnya „Pojok‟ Kompas, „Ole-Ole‟ Pikiran Rakyat, „Rehat‟
Republika.
Kolom khusus di dalam surat kabar biasanya berisi komentar
anonim atas perkembangan terakhir atau yang menyangkut situasi
politik dan ekonomi. Isinya biasanya berupa kiasan, sindiran,
sarkasme, kejutan, olok-olok yang terkadang terkesan agak „nakal‟.
18
http://kbbi.web.id/kolom
28
Pada umumnya, kolom khusus terdiri atas dua bagian. Bagian pertama
berupa pernyataan (biasanya dari pejabat, birokrat, tokoh, dan orang
terkenal lainnya), sedangkan bagian kedua merupakan tanggapan dari
redaksi media massa yang bersangkutan. Kolom yang berupa
komentar pembaca mengenai perkembangan terakhir yang
menyangkut situasi di masyarakat ini disebut kolom pembaca.
Selain kolom pembaca sebuah surat kabar biasanya juga
memiliki kolom kartun. Kolom kartun merupakan ilustrasi atau
gambar satu momen yang didominasi oleh humor dan berfungsi untuk
menghibur. Kartun juga menjadi dasar dalam pembuatan komik. Hal
ini karena dalam sebuah komik berisikan ilustrasi yang berbentuk
cerita bergambar dengan narasi yang cenderung panjang bahkan
sampai bersambung dan berfungsi sebagai hiburan. Ilustrasi yang
panjang dalam komik biasanya dipisahkan oleh sebuah panel
berurutan yang dilengkapi dengan balon kata dan keterangan di atas
gambar.
Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat terlihat dengan jelas
adanya perbedaan kartun dan komik, namun banyak orang
menganggap keduanya sama. Mereka melihat bahwa kartun dan
komik itu adalah sebuah hal yang tidak berbeda, padahal pada
dasarnya keduanya memiliki arti yang berbeda, kesamaannya
hanyalah komik dan kartun berupa gambar. Komik sebagaimana yang
terlihat diuraikan sebagai sebuah cerita yang bergambar. Sedangkan
kartun adalah gambar itu sendiri (tanpa harus memiliki sebuah cerita).
Menurut Mc Cloud di dalam sebuah komik ada beberapa istilah yang
harus dipahami, yakni:
a. Panel : Kotak yang berisi ilustrasi dan teks yang nantinya
membuat sebuah alur cerita. Panel bisa dikatakan sebagai frame
atau representasi dari kejadian-kejadian utama dari cerita yang
terdapat dalam komik tersebut. Biasanya dalam suatu halaman
29
terdapat beberapa panel sekaligus. Umumnya bentuk panel
adalah persegi empat, namun sering kali ditemukan berbagai
bentuk variasi panel. Urutan dalam membaca panel adalah dari
kiri ke kanan, atas ke bawah. Urutan pembacaan ini searah
jarum jam yakni dari kiri ke kanan.
b. Sudut pandang dan ukuran gambar dalam panel
Komik dikatakan sebagai citra visual yang filmis, hal ini karena
rangkaian gambar yang tercipta memakai pola yang dipakai
dalam film. Artinya logika gerak-gerik kamera film bisa
diterapkan dalam visualisai komik. dengan demikian, aspek
kekayaan bahasa penuturan secara dramatis mampu dihasilkan
jika pemilihan sudut pandang sesuai dengan adegan yang
muncul dalam panel komik tersebut. Dalam bahasa film sudut
pandang disebut camera angle. Ukuran gambar dalam panel
dikemas berdasarkan kebutuhan adegan yang ditampilkan, hal
ini karena masing-masing gambar yang dihasilkan memiliki
maksud maupun makna tertentu.
c. Parit : Istilah parit merujuk pada ruang di antara panel.
Parit atau ruang panel inilah yang menumbuhkan imajenasi
pembaca. Dua gambar yang terpisah dalam panel diubah
pembaca untuk menjadi sebuah gagasan yang sesuai dengan
interpretasi pembaca.
d. Balon kata : Sering disebut “balon ucapan”. Balon kata
merupakan representasi dari pembicaraan ataupun narasi dari
peristiwa yang sedang terjadi atau keadaan yang digambarkan
dalam panel. Menurut Boneff balon ucapan merupakan fungsi
bahasa dari komik, bahasa tersebut merupakan ungkapan
sekaligus monolog, ataupun dialog adegan komik.
e. Bunyi huruf : Bunyi huruf disebut juga sound lettering. Bunyi
huruf ini digunakan untuk mendramatisis sebuah adegan.
Bentuknya bermacam-macam, karena setiap komikus memiliki
30
gaya ekspresi masing-masing. Bunyi huruf disebut juga
onomatope. Kata ini diambil dari bahasa Yunani yang merujuk
kepada kata maupun sekelompok kata yang menirukan sumber
yang mewakilinya.
f. Ilustrasi : Ilustrasi merupakan seni gambar yang dipakai
untuk membeeri penjelasan atas suatu tujuan atau maksut
tetentu secara visual. Ilustrasi terdiri dari beberapa gambar
yang melukiskan isi dari suatu cerita. Melalui ilustrasi pesan
yang disampaikan akan lebih berkesan karena pembaca akan
mudah mengingat gambar daripada kat-kata.
g. Cerita : Komik juga dikatakan sebagai sastra gambar, hal
ini berarti yang menjadi dasar terbentuknya komik yakni
gambar dan narasi atau cerita.
h. Garis gerak : Efek gerakan yang ditimbulkan oleh gesture atau
pergerakan karakter-karakter yang muncul dalam ilustrasi
komik. garis gerak berfungsi mewakili gerakan dari sebuah
obyek, baik gerakan cepat tau lambat.
i. Symbolia : Representasi ikon yang digunakan dalam komik
dan kartun. Symbolia tervisual dalam benda ataupum huruf.
j. Kop komik : Bagian dari halaman komik yang berisi judul dan
nama pengarang.19
4. Kritik dalam Kartun
Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat representasi dan
simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun
biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering
menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun, masalah
sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat
kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai
19
Indiria Maharsi, Komik; Dunia kreatif Tanpa Batas (Yogyakarta: Kata Buku, 2011), h.
75-104.
31
kepribadian sesorang. Dengan kata lain kartun merupakan metafora
visual hasil ekspresi dan interprestasi atas lingkungan sosial politik
yang tengah dihadapi seniman pembuatnya.
Kritik kartun sebenarnya hanya usaha menyampaikan masalah
aktual ke permukaan, sehingga muncul dialog antara yang dikritik dan
yang mengkritik, serta dialog antar masyarakat itu sendiri, dengan
harapan akan adanya perubahan. Aspek pertentangan dalam tradisi
penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri
untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis
bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang
modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan.
Kartun lebih mengedepankan pesan dan situasi penggambaran kartun
daripada figur atau tokoh yang dimunculkan. Mengenai kandungan
kritiknya, kartun sering lugas, tegas kadangkala pedas, tampaknya
dipengaruhi oleh situasi dalam menyikapi kebijakan atau peristiwa
yang sedang terjadi.20
Selain kartun wahana kritik sosial seringkali dijumpai di
berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid.
Seperti layaknya fungsi media massa, kritik dan kontrol sosial biasa
dikemas dalam rubrik atau artikel berita. Media cetak terutama surat
kabar berfungsi memberikan informasi turut menggunakan
pendekatan humor dalam menyampaikan pesannya kepada pembaca.
Bentuk pesan yang disampaikan dengan pendekatan humor dalam
surat kabar diantarannya karikatur.
Karikatur disajikan sebagai suatu bentuk kritik sosial yang
memiliki kadar humor, estetika, serta pesan kritik yang tepat sasaran.
20
Anonim, Kajian Makna Kartun. http://basnendar.dosen.isi-
ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/. Diakses Pada 18/06/2014. Pukul
21:05 WIB.
32
GM Sudarta memberikan karikatur sebagai deformasi berlebih atas
wajah seseorang, biasanya orang terkenal, dengan mempercantiknya
melalui ciri khas lahiriahnya untuk tujuan mengejek. Sedangkan
menurut T. Susanto, gambar kartun atau karikatur merupakan alat
yang paling mudah dan cocok untuk mennggambarkan realitas yang
terjadi dalam masyarakat. Maka tidaklah heran apabila dalam media
cetak dapat kita jumpai karikatur dengan halaman untuk
mengutarakan suatu opini. Pesan yang disampaikan dalam karikatur
mempunyai ungkapan yang kritis terhadap berbagai permasalahan,
baik itu yang tersamar maupun yang tersembunyi. Dari sini, dapat kita
ketahui bahwa karikatur dan kartun dapat dikatakan sebagai sarana
kritik sosial. Informasi bergambar lebih disukai dibandingkan
informasi tertulis, karena menatap gambar jauh lebih mudah dan
sederhana.
Gambar merupakan media yang paling cepat untuk
menanamkan pemahaman jika dibandingkan dengan media verbal,.
Gambar berdiri sendiri, memiliki subjek yang mudah dipahami dan
merupakan “simbol” yang jelas dan mudah dikenal. Pembuatan
“gambar komunikasi” dimaksudkan untuk mendukung suatu pesan.
Ada beberapa bentuk gambar komunikasi, antara lain: ilustrasi, logo,
dan karikatur. Gambar karikatur adalah media penyampaian pesan
yang digambar secara sederhana dan menyalahi anatomi. Walaupun
sesungguhnya untuk mencapai kesederhanaan tersebut perlu
mempelajari secara tekun dan jeli, sekaligus dituntut memiliki
wawasan humoristik yang cukup.
Ini berarti bahwa untuk menggoreskan kartun yang sederhana
ternyata tidak sesederhana yang dipikirkan orang. Belum lagi masalah
“mengisi” karya tersebut agar mempunyai pesan dan visi yang
mantap. Ibarat masakan, diolah dengan bumbu yang pas dan
disuguhkan dalam warna yang menarik dan mengundang selera. Jika
33
karya kartun yang sederhana diberi “isi”, ia akan menjelma menjadi
apa yang disebut dengan karikatur. Arti karikatur yang sebenarnya
adalah “potret wajah yang diberi muatan lebih” yang berkesan
didestorsi ataupun deformatif. Namun secara visual masih bisa
dikenali objeknya. Karikatur yang biasa kita lihat disurat kabar,
menggambarkan pula wajah-wajah tokoh tertentu yang dikenal, yang
dilakonkan keterlibatannya dalam suatu peristiwa atau masalah.
Karikatur atau wajah deformatif yang tergambar di dalamnya
hanyalah alemen yang dimaksud untuk memperjelas pesan yang
hendak disampaikan.
Jadi, peran yang diharapkan dari komik di era modern ini,
bukanlah sebagai media fantasi. Namun secara nyata diharapkan
sumbangsihnya untuk lebih mengisi dan mengkritisi secara etik dan
estetik terhadap perkembangan bangsa ini. Dengan demikian, komik
mempunyai kekuatan dalam memberikan informasi yang mendidik,
menghibur sekaligus mempengaruhi seperti hakekat komunikasi.
Meskipun begitu harus dalam rangka etik dan estetik. Sehingga tidak
meninggalkan kebudayaan yang bersifat luhur. Dengan adanya ktitik
tersebut diharapkan dapat memberikan kepekaaan bagi semua pihak.
5. Profil Penulis Komik Mice
Muhammad Misrad (Mice), lahir di Jakarta 23 Juli 1970. Dia
menyelesaikan kuliahnya di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Fakultas
Seni Rupa. Ia menyebut dirinya sebagai kartunis, hobinya berawal dari
kecil yang sangat suka membaca komik. Salah satu inspirasi Mice
yakni kumpulan kartun karya Lat, yaitu kartunis asal Malaysia. Ia
menggemari karya Lat yang berjudul “Kampung Boy” dan “Mat Som.
Sekarang ini, selain sebagai kartunis, ia juga sebagai pengajar (dosen)
di kampus tempat menimba ilmunya dulu.
Awal karir kepenulisan Mice dimulai ketika di IKJ. Bersama
teman seperjuangannya Benny Rachmady (Benny) yang kuliah di
34
Desain Grafis. Mereka mengerjakan kartun untuk koran dinding di
IKJ. Awalnya koran itu berupa tulisan ilmiah akan tetapi ketika
mereka yang membuat, temanya diubah menjadi kejadian sehari-hari.
Dari koran dinding inilah hobi usil dengan kartun dimulai.
Benny dan Mice banyak juga melahirkan karya-karya,
diantaranya: Lagak Jakarta: Trend & Perilaku (1997), Lagak Jakarta:
Transportasi (1997), Lagak Jakarta: Profesi (1997), Lagak Jakarta:
Krisis Oh Krisis (1998), Lagak Jakarta: Reformasi (1998), Lagak
Jakarta: Huru Hara Pemilu ‟99 (1999), Kartun Benny & Mice: Jakarta
Luar Dalem (2007), 100 Tokoh yang mewarnai Jakarta (2008), Benny
& Mice: Talk Abaut Hape (2008).21
Kartun Benny & Mice merupakan cikal bakal Kartun Mice
yang terbit di Kompas Minggu. Awalnya mereka berdua membuat
kartun bersama yang terbit di Kompas Mingg semenjak 2003, namun
sekarang sudah berpisah. Benny dan Mice, selalu memberikan
pandangan yang unik, berbeda, dan unpredictable. Bahkan, Sosiolog
dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, mengatakan bahwa kartun
Benny & Mice sebenarnya adalah bagian dari tradisi kritik
kebudayaan yang disampaikan dengan bahasa sopan namun
menggelitik dan membuat orang berpikir. Benny dan Mice berpisah
tanggal 4 Juli 2010 adalah episode terakhir Benny & Mice dan pada
minggu berikutnya (11 Juli 2010), Benny & Mice digantikan oleh
Mice Cartoon yang hanya digambar oleh Muhammad “Mice” Misrad.
Hanya Mice, tanpa ada Beni di dalam cerita maupun judulnya.22
21
Amir Sodikin, Benny dan Mice, http://nalar.co.id/kritik-ketawa-ala-benny-mice-
335.php. Diakses pada 18/06/2014 Pukul 21:24 WIB.
22 Iden Wildensyah. Mice Cartoon,
http://lifestyle.kompasiana.com/urban/2011/03/01/mice-tanpa-benny-343608.html. Diakses pada
18/06/2014 Pukul 21:37 WIB.
35
B. Penelitian yang Relevan
Dalam menentukan judul skripsi ini penulis sudah mengadakan
tinjauan pustaka ke perpustakaan yang terdapat di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguguran maupun perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah. Penulis belum menemukan skripsi mahasiswa/i yang
meneliti tentang judul ini. Ada beberapa skripsi mahasiswa/i yang
hampir serupa, namun berbeda dengan yang diteliti, diantaranya:
Analisis Semiotik Kritik Sosial Handphone Dalam Komik Kartun
Benny & Mice Talk About HP karya Nurma Wazibali dari Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam
skripsinya penulis mengungkapkan bahwa selain unik dan lucu komik
juga bisa dijadikan sebagai sarana oleh masyarakat dalam menuangkan
kritik mengenai apa yang terjadi di masyarakat. Komik kartun Benny &
Mice Talk About Hape, menjadi salah satu bentuk wujud kritik sosial
yang ada mengenai apa yang menjadi kegemaran masyarakat.
Dengan mengambil contoh-contoh apa yang sedang terjadi di
kalangan masyarakat pada umumnya komik ini bisa menjadi
cermin bagi para pembacanya. Selain kritikan komik kartun Benny
& Mice juga menggambarkan jenis-jenis masyarakat yang
menggunakannya, jenis-jenis handphone yang sedang berkembang,
serta baik buruknya perkembangan teknologi tersebut bagi
masyarakat.
Implikatur Komik Doraemon: Pendekatan Pragmatik Karya
Fadilah Rahmawati Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas
Maret. Dari analisis yang telah dilakukan oleh penulis implikatur komik
Doraemon terjadi karena adanya maksim yang mengambang. Adapun
latar belakang terjadinya pengambangan maksim karena adanya
praanggapan yang sama antara penutur dan mitra tutur mengenai
refernsi, common knowledge, inferensi, dan prinsip analogi.
36
Ada pula Tesis karya Nur Alfi Laelah yang berjudul “The Humor
and Non Humor of Grice’s Conversational Implicature in the
Transcript of Bridesmaids Movie” Fakultas Adab dan Humaniora UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam analisisnya penulis mengungkapkan
bahwa implikatur yang terjadi dalam teks humor dan non humor dalam
film Bridesmaids terjadi karena adanya pelanggaran maksim kerjasama.
Dengan begitu maka penulis mengambil kesimpulan bahwa
belum ada mahasiswa/i yang meneliti tentang Implikatur Kolom
Kartun Koran Kompas Mingguan dan Implikasinya Bagi Pembelajaran
Bahasa Indonesia Kelas X SMA” di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
37
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Implikatur Kolom Kartun Mice Kompas Minggu
Ada pepatah mengatakan “Tulisan lebih tajam dari pada
pedang.” Adakah yang lebih tajam dari tulisan? Fakta menunjukkan
bahwa gambar dapat lebih tajam daripada tulisan. Sebuah kartun atau
karikatur yang tampil di sebuah halaman media lebih langsung
merangsang mata. Gambar itu tak mudah dilewatkan dibandingkan
dengan artikel atau tulisan lainnya. Karikaturis Amerika di
pertengahan abad ke-19, Thomas Nast, dengan ketajaman goresan
penanya mampu memotivasi opini masyarakat. Akibatnya seorang
politikus New York yang korup, terlempar dari kedudukannya yang
sangat kokoh. Itu membuktikan bahasa visual mempunyai kelebihan
dalam kecepatan berkomunikasi, yakni dapat menyampaikan informasi
secara langsung serta melibatkan emosi pengamat. 1
Nampaknya, yang menjadi inti persoalan dalam sebuah komik
atau pun kartun adalah cara pengungkapan gagasan. Seni kartun lebih
condong ke penyampaian gagasan atau lebih spesifik proses
komunikasi. Implikatur komunikasi inilah yang menarik untuk diteliti.
Implikatur dapat didefinisikan sebagai apa yang mungkin diartikan,
disarankan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dengan apa
yang sebenarnya dikatakan oleh penutur. Dalam suatu tindak
percakapan, setiap bentuk tuturan (utterance) pada dasarnya
mengimplikasikan sesuatu. Implikasi tersebut adalah proposisi yang
biasanya tersembunyi di balik tuturan yang diucapkan, dan bukan
merupakan bagian dari tuturan tersebut. Saat ini kartun juga bisa
dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Media pembelajaran visual
1 Kumpulan Karikatur Priyanto S. di Majalah Tempo, 1972-1974 (Jakarta: PT Tempo Inti
Media Tbk., 2001), h.3
38
juga dianggap lebih efektif ketimbang media audio dalam
penggunaanya.
Kolom kartun yang dianalisis dalam penelitian ini yakni kartun
Mice yang terbit pada kompas minggu edisi 2 Februari sampai 27
April 2014. Saat ini selain menghibur para pembacanya, kartun juga
digunakan sebagai sarana untuk mengkritik peristiwa yang terjadi di
masyarakat, termasuk juga kartun Mice. Melalui implikaturlah kritikan
itu dituangkan dalam bentuk percakapan antar tokoh kartun. Meskipun
menggunakan kartun sebagai media menuangkan kritikan tetapi
kritikan tersebut tidak akan kehilangan ketajaman dan keakuratan
dalam mengkritik. Berikut analisis penelitiannya:
Data 1
Konteks umum dalam masyarakat yang menjadi latar
belakang munculnya komik ini yaitu banyak sekali pemberitaan
adanya tindak kekerasan yang terjadi di ruang lingkup sekolah.
Tindak kekerasan ini dilakukan oleh guru maupun orang di
Gambar 1 (2 Februari 2014)
39
lingkungan sekolah terhadap siswa. Kondisi yang seperti itu, kerap
kali menjadi topik dalam pemberitaan di media massa, yang tentu
saja mengundang keprihatinan para orang tua siswa dan juga
masyarakat. Berikut beberapa pemberitaan di media massa
mengenai kekerasan guru terhadap siswanya. Pemberitaan di koran
Sindo edisi 10 November 2014 dengan judul “Tak Ikut Yasinan, 8
Siswa SMPN Dipukuli Guru”, Merdeka.com pada Senin, 17
November 2014 dengan Judul “Tak Ikut Upacara Siswa SMP
Dilempar Tempat Sampah Oleh Guru”. Bukan hanya pemberitaan
buruknya perilaku guru maupun staf sekolah terhadap siswa yang
menjadi topik utama media massa, kasus pelecehan seksual juga
banyak terjadi. Seperti halnya kasus pelecahan seksual terhadap
siswa di sekolah bertaraf internasional (Jakarta Internasional
School) yang diberitakan banyak media massa. Kasus kekerasan di
sekolah tidak berhenti begitu saja, karena di internet kita dapat
dengan mudah mengakses video kekerasan tersebut. Tindak
kekerasan inilah yang kemudian menjadi inspirasi pembuat komik
ini.
Peristiwa dalam komik tersebut terjadi di sekolah. Pada saat
itu seorang guru sedang menghukum muridnya. Hukuman itu
bermacam-macam bentuknya. Pada panel pertama berupa menarik
jambang siswa, panel kedua menyubit perut siswa dan memutarnya
sampai 180 derajat, panel ketiga memukul dengan mengguanakan
penggaris, yang keempat melempar penghapus siswa yang sedang
gaduh, dan panel yang terakhir menjemur siswa di halaman
sekolah dengan posisi hormat ke bendera ketika sedang terik
matahari. Dari situasi komik tersebut terlihat dengan jelas beberapa
siswa sedang menerima hukuman dari guru ketika pelajaran
berlangsung. Secara kontekstual tidak mungkin seorang murid
menerima hukuman bila tidak melakukan kesalahan. Hal ini
39
berarti, siswa yang menerima hukuman tersebut melakukan
kesalahan ketika jam pelajaran berlangsung. Misalnya saja gaduh
saat jam pelajaran, tidak memperhatikan ketika guru menjelaskan,
berbicara dengan temannya saat jam pelajaran, dan sebagainnya.
Eksplikatur yang muncul ketika seseorang membaca komik
ini, pasti menganggap guru yang bersangkutan galak dan tidak
sabar menghadapi murid-muridnya. Hingga akhirnya melakukan
hukuman seperti yang tertera di atas. Namun, mungkin saja ada
yang beranggapan sebaliknya, yang menganggap murid-murid itu
saking bandelnya sehingga guru yang bersangkutan sampai harus
memberikan hukuman.
Terlepas dari kedua sisi pandangan eksplikatur di atas. Kita
ketahui bersama bahwa seorang guru bertugas mengajar dan
mendidik siswa. Selain itu, guru juga bertindak sebagai wakil
orang tua ketika di sekolah. Jadi, wajar ketika guru yang bertugas
mengajar dan mendidik siswa menghukum siswa tersebut. Jika
memang siswa itu melanggar aturan atau melakukan kesalahan.
Ucapan “Terima kasih Bapak dan Ibu Guru, teguran dirasa kurang
hukuman kecil dirasa perlu”. Ucapan tersebut memberikan
gambaran bahwa siswa tak lagi menghiraukan teguran dari guru
sehingga salah satu cara untuk menyadarkan siswa yang tidak taat
dengan menggunakan sedikit kekerasan. Hal ini diharapkan supaya
siswa tersebut jera dan tidak melakukan kesalahan yang sama.
Implikatur komik ini yaitu menyadarkan siswa agar tak
lagi berbuat onar ketika di sekolah, mereka harus sadar tugas
mereka untuk belajar bukan berbuat kerusuhan. Sementara itu, bagi
seorang guru, hendaknya lebih sabar ketika menghadapi siswa
yang nakal dan jangan sampai memberikan hukuman fisik yang
berat. Tugas guru bukanlah menghukum melainkan mengajar dan
40
mendidik. Berdasarkan jenisnya implikatur ini termasuk implikatur
konklusi (implicated conclusion). Karena dibentuk dari
serangkaian konteks yang ada dalam komik. Selain implikatur
komik ini juga mengandung kritikan terhadap dunia pendidikan.
Lembaga yang seharusnya mendidik para generasi bangsa justru
melakukan tindak kekerasan.
Data 2
Konteks umum munculnya data 2 dilatar belakangi oleh
keadaan masyarakat yang mulai jenuh dan kecewa dengan janji-
janji presiden yang memimpin sekarang (SBY), kekecewaan itu
diungkapkan dengan membandingkan kesejahteraan rakyat di
jaman Soeharto dengan Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Perbandingan itu dilakukan karena ketika pemerintahan Soeharto
rakyat mengaku sejahtera hidupnya, karena sembako dan
kebutuhan hidup murah. Rakyat yang membandingkan kedua
kepemimpinan presiden tersebut semakin santer lantaran kenaikan
harga BBM di massa pemerintahan SBY. Kenaikan harga BBM
ini tentu saja berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan
Gambar 2 (9 Februari 2014)
41
pokok. Adanya kenaikan harga kebutuhan pokok inilah yang
membuat masyarakat berpendapat bahwa lebih enak ketika massa
kepemimpinan Soeharto. Konteks inilah yang melatar belakangi
muncuknya komik ini secara umum.
Komik ini menggambarkan percakapan antara Mice dan
temannya terjadi di jalan ketika ada sebuah truk yang melintas.
Mice : “Baik Pak de! Hehehe yaaa, gitu deeeh,,, . Kayak sekarang
ini, ada enaknya ada nggak enaknya juga…”.
Teman :” Ngomong sama siapa Lo? Wah udah stress….
Mice : “Sama itu tuh!”
Teman : “Ooooo… Lo kenal sama supirnya?”
Lazimnya sebuah komunikasi pasti ada penutur dan lawan
tutur, hal itulah inferensi yang ada dalam pikiran semua orang.
Inferensi yang samalah yang ada dalam pikiran teman Mice. Pada
panel pertama memunculkan Inferensi dalam benak teman Mice
yakni Ia mengira Mice sedang gila karena berbicara sendiri.
Padahal ia tidak melihat orang lain di sekitarnya kecuali mereka
berdua sehingga ia bertanya kepada Mice dengan siapa ia
berbicara. Kemudian pada panel kedua, Mice menanggapi
pertanyaan temanya dengan siapa ia berbicara. Namun ketika Mice
menunjuk pada gambar Mural yang ada di sebuah truk yang sedang
melintas, lagi-lagi teman Mice mengira supir truk itulah yang
dianggap orang yang sedang berbicara dengan Mice.
Dari percakapan tersebut terdapat perbedaan inferensi
antara penutur dan lawan tutur mengenai siapa yang berbicara
dengan mice. Inferensi dalam pemikiran teman Mice hanya
oranglah yang biasa dijadikan lawan bicara. Namun, konsep
inferensi teman Mice mengenai hanya oranglah yang menjadi
42
lawan tutur akhirnya melemah. Hal ini karena tidak selamanya
lawan bicara itu manusia. Hal ini dibuktikan Mice dengan
menjawab tulisan yang berada di truk.
Jawaban Mice “Baik Pak de! Hehehe yaaa, gitu deeeh,,, .
Kayak sekarang ini, ada enaknya ada nggak enaknya juga…”.
Jawaban ini memiliki beberapa Eksplikatur. Yang pertama, Mice
mengakui memang pada masa Soeharto lebih enak ketimbang
sekarang. Hal ini bisa ditelusuri dari ketawa Mice yang seakan-
akan memang mengakui hal itu. Kedua, Mice merasa pada masa
Soeharto sama enaknya dengan sekarang. Hal ini karena Mice
mengungkapkan ada enaknya dan ada tidaknya. Ketiga, Mice
Menganggap masa sekarang lebih enak.
“ Piye kabare? Uenak jaman ku to!” Ungkapan yang tertulis
di truk tersebut berasal dari bahasa Jawa yang berarti “Bagaimana
kabarnya? Enak jamanku kan?”. Ungkapan tersebut sangat familiar
di masyarakat kita. Ungkapan tersebut menjadi jargon presiden
Soeharto dalam pemerintahannya. Banyak orang mengakui merasa
sejahtera pada pemerintahan Soeharto. Meskipun dalam
pemerintahanya Negara memiliki utang luar negeri yang banyak.
Implikatur dalam komik ini, tuturan Mice yang menjawab
tulisan mural di truk berusaha membandingkan kepemimpinan
presiden sekarang (SBY) dengan kepemimpinan presiden
Soeharto. Banyak orang yang mengaku merasa sejahtera hidupnya
ketika masa kepemimpinan presiden Soeharto. Dari paparan
implikatur tersebut dapat diketahui komik tersebut termasuk
implikatur konklusi. Karena implikatur tersebut disimpulkan dari
inferensi-inferensi perbandingan kepemimpinan Soeharto dan
pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudoyono. Kritikan yang
terdapat dalam komik ini yaitu berusaha untuk mengingatkan
43
kepada pemerintah yang berkuasa supaya memperhatikan dan
mementingkan rakyat dalam mengambil keputusan.
Data 3
Berdasarkan konteks yang terjadi di masyarakat. Panggilan
dengan sapaan tertentu sedang tren di masyarakat. Salah satu yang
tren tersebut yakni panggilan dengan sapaan bos. Pada dasarnya
panggilan tersebut digunakan untuk menyapa orang lain untuk
mengakrabkan diri dengan orang yang dipanggil. Hal lain yang
ingin ditunjukkan pemanggil kepada orang di sekitarnya, bahwa
orang yang memanggil tersebut tidak ketinggalan zaman. Konteks
umum yang terjadi di masyarakat itulah yang berusaha
digambarkan komikus melalui komik ini dengan tokoh Mice yang
dipanggil bos oleh berbagai orang dalam berbagai situasi.
Gambar 3 (23 Februari 2014)
44
Sebagai makhluk sosial, interaksi antar individu-individu
lazim dilakukan begitu halnya apa yang terjadi di dalam Gambar 3.
Ketika proses komunikasi itulah sering muncul sanjungan entah itu
disengaja maupun tidak. Salah satu motif dari sanjungan itu yakni
menyenangkan dan memperoleh empati lawan tutur, sehingga
lawan tutur dapat luluh hatinya dan merasa dihargai lawan
tuturnya. Sajungan tersebut biasanya dibarengi dengan maksud
terselubung dari orang yang menyanjung. Perhatikan percakapan
komik tersebut:
Pada panel pertama, terjadi percakapan antara tukang parkir
alfamart dengan tokoh Mice. Percakapan terjadi setelah Mice
memberikan biaya parkir.
Tukang parkir liar : “Terimakasih Boss!”
Mice : “Boss Pale lo peyang!”
Panel kedua terjadi ketika Mice membeli mie ayam di
pedagang kaki lima. Percakapan terjadi ketika penjual menawarkan
sambal pada Mice.
Penjual mie ayam : “Pakai sambal gak nih Boss?”
Mice : “Hehe Boss??”
Panel ketiga terjadi di kompleks tempat Mice tinggal.
Ketika itu Mice sedang santai di depan rumah pada waktu yang
sama tetangganya lewat. Tetangganya yag lewatpun menyapanya.
Tetangga : “Nyantai nih Boss??”
Mice : “Mampir pak?! Ngopi!!”
Panggilan Boss yang diucapkan tetangga Mice, seabagai bentuk
keakraban hubungan keduanya.
45
Penel keempat terjadi di kantor tempat Mice bekerja.
Ketika itu Mice dipanggil oleh Bossnya, Boss di sini berarti atasan
kerja Mice.
Boss : “Miceeee, mana Mice!?”
Teman kantor Mice : “Ppppsssst! Woi dipanggil Boss,
lo?”
Mice : “Waduh, semoga nggak lembur!”
Panggilan Boss dalam panel empat berarti atasan kerja. Panggilan
ini sebagai bentuk penghormatan terhadap atasan.
Dari panel 1,2,3, dan 4 memiliki perbedaan Inferensi
terhadap konsep Bos. Bos yang dianggap mice merupakan orang
yang memiliki jabatan tinggi di dalam sebuah perusahaan.
Sementara bos yang dianggap tukang parkir, penjual mie ayam,
dan tetangga Mice berarti lain dari apa yang dipikirkan Mice.
Panggilan bos yang diucapkan tukang parkir, penjual mie ayam,
dan tetangga Mice memiliki banyak eksplikatur. Eksplikatut yang
pang pertama, bertujuan untuk menarik empati orang yang
dipanggil bos tersebut. Bagi tukanng parkir liar panggilan tersebut
sebagai strategi supaya pelanggan memberikan uang parkirnya, hal
yang sama juga dilakukan penjual mie ayam kepada pelanggannya
agar nyaman dan menjadi pelanggan setia. Kedua, untuk
menunjukkan bahwa antara penutur dan lawan tutur mengenal
bahkan dekat. Ketiga, sang penutur belum mengenal dan berusaha
menjadi dekat dengan lawan tutur.
Eksplikatur juga muncul dari orang yang dipanggil bos.
Pertama, ada orang yang senang dipanggil bos karena memang
semestinya dipanggil bos. Kedua, merasa tidak nyaman karena
46
merasa diledek dengan panggilan tersebut. Ketiga, tidak merasakan
apapun dan penganggap panggilan itu biasa saja.
Implikatur percakapan dalam komik ini yakni adanya
perluasan makna dalam hal pemakaian kata panggilan bos dan
implikatur komik ini yakni jangan memanggil orang lain dengan
panggilan yang tidak semestinya. Karena belum tentu orang yang
kita panggil dengan panggilan yang kita utarakan merasa senang.
Bahkan bisa jadi orang tersebut merasa marah kepada kita.
Implikatur ini muncul dari berbagai eksplikatur yang ada. Dengan
demikian, implikatur ini termasuk implikatur konklusi.
Data 4
Gambar 4 (25 Februari 2014)
47
Berdasarkan konteks yang terjadi di masyarakat, kondisi
yang digambarkan dalam komik tersebut menunjukkan adanya
kejenuhan rakyat terhadap musibah banjir yang terus saja
menggenangi area pemukiman di Jakarta ketika curah hujan tinggi.
Pemimpin daerah Jakarta telah bergonta-ganti namun mukiman
warga terus saja kebanjiran ketika musim pengujan. Padahal, para
pemimpin daerah memiliki janji yang sama untuk mengatasi
masalah banjir tersebut. Kenapa harus tokoh yang mirip Jokowi
yang digambarkan dalam komik ini? Hal ini karena Jokowi
merupakan Gubernur yang memimpin Jakarta pada saat itu, selain
itu Jokowi juga dikenal sebagai pemimpin yang sering blusukan
sehingga rakyat mengadukan masalahnya kepada Jokowi. Hal
itulah konteks umum yang menjadi latar data empat.
Situasi percakapan dalam komik tersebut terjadi ketika
seorang pejabat daerah Jakarta sedang memikirkan masalah
terhadap permasalahan daerah yang dipimpinnya. Ketika
melalukan blusukan di masyarakat ia melalukan percakapan
dengan masyarakatnya. Pada musim penghujan masalah utama
yang menjadi keluhan masyarakat adalah banjir kiriman dari hulu
sungai. Keluhan itu pulalah yang diadukan masyarakat kepada
pemimpinya.
Pada panel pertama terdapat keluhan pemimpin terhadap
musibah banjir yang terus terjadi padahal segala cara telah
diupayakan.
Pemimpin : “Banjir lagi… banjir lagi… padahal segala cara
sudah saya upayakan!! Jika masalah „Banjir
kiriman‟ ini tidak segera dicari solusinya. Hmmmm
saya juga bohong!”
48
Pada panel dua kemudian salah satu rakyat menjawab sang
keluhan sang pemimpin.
Rakyat : “Kalau masalah banjir kiriman bisa terpecahkan,
banjir Jakarta nggak akan parah-parah banget kan
Pak?”
Pemimpin : “Iya, betul itu…!”
Pada panel tiga terjadi komunikasi yang lebih intensif.
Sehingga antara pemimpin dan rakyat saling berinteraksi satu sama
lain. Hingga saatnya sang pemimpin menanyakan solusi yang
dimaksudkan rakyat.
Rakyat : “Mau tahu solusi yang jitu?? Gampang dan
sederhana saja kok Pak!!”
Pemimpin : “Wah, apa itu??”
Pada panel keempat tibalah saatnya rakyat
memberikan jawaban kepada pemimpin. Namun rakyat itu
menjawabnya dengan guyonan. Dan pemimpin itu menjadi jengkel.
Rakyat : “Pssst, kasih Alamat Palsu saja Pak!”
Pemimpin : “Guyon?”
Dari percakapan tersebut penutur memiliki inferensi bahwa
masalah banjir kiriman yang terjadi ketika musim penghujan
merupakan masalah serius, sehingga ia berupaya mendiskusikan
masalah tersebut kepada siapa saja termasuk rakyatnya. Namun
berbeda dengan lawan tuturnya yang memiliki inferensi bahwa
masalah itu sebagai lulucon. Tanggapan lelucon ini tentu dapat
ditelusuri ekspliksturnya. Pertama, rakyat merasa kecewa dengan
kinerja pemerintah dalam hal mengatasi masalah banjir, karena
bertahun-tahun masalah tersebut tidak terselesaikan dan akhirnya
49
membuat masyarakat resah terhadap janji-janji pemimpin untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Kekecewaan itu diluapkan ketika
pemimpinya menanyakan pemecahan masalah dari masalah banjir
susulan, ia menjawabnya dengan “kasih alamat palsu saja Pak!”.
Kedua, rakyat tersebut ingin menghibur pemimpinya yang pusing
memikirkan permasalahan tersebut.
Implikatur percakapan dalam komik ini yakni jangan
mudah tersinggung ketika orang lain memberikan goyunan, dan
ketika tersindir harus melakukan koreksi terhadapa apa yang telah
diperbuat. Sementara itu implikatur komik berupa kritikan terhadap
para pemimpin untuk menepati janji-janjinya, supaya tak
mengecewakan rakyat yang. Dari paparan tersebut dapat diketahui
implikatur tersebut termasuk jenis implikatur konklusi (implicated
conclusion).
Data 5
Gambar 5 (2 Maret 2014)
50
Saat ini banyak sekali orang asing berbondong-bondong
datang ke Indonesia dalam rangka tujuan wisata. Tujuan wisata
itulah yang kemudian membawa mereka mempelajari budaya
masyarakat Indonesia. Salah satu bagian dari budaya yaitu
makanan khas daerah, hal ini juga yang membuat wisatawan asing
tertarik memakan makanan khas kita. Ketika mereka makan di
restoran padang mereka tampak kebingungan melihat semua lauk
pauk disediakan di meja, padahal ia tidak memesan semua lauk
tersebut. Konteks umum itulah yang ada pada data lima.
Tempat terjadinya data 5 terjadi di rumah makan padang.
Di dalam situasi ini terdapat perbedaan inferensi mengenai konsep
makanan yang disajikan dan makanan yang dibeli. Pada saat itu,
ada pria bule yang kebigungan melihat banyak makanan yang
disajikan ketika ia makan di restoran padang. Ia pun menanyakan
rekan yang ada di depannya “Apakah kita memesan semua
makanan ini?” Inferensi yang ada dalam pikiran pria bule yakni
apa yang dipesan pembelilah yang dihidangkan di meja makan.
Berbeda halnya di rumah makan ataupun di restoran padang.
Semua menu dihidangkan di meja makan, sementara makanan
yang dimakan pembelilah yang dibeli bukan semua makanan yang
disajikan.
Dari inferensi di atas muncul beberapa eksplikatur, karena
lawan tutur bule tidak menjawab pertanyaan bule tersebut yang
menanyakan apakah makanan yang dihidangkan dibeli atau tidak.
Eksplikatur yang pertama, makanan yang dihidangkan di meja
memang benar-benar dipesan oleh mereka. Hal ini biasanya
seorang akan menjamu tamu atau rekannya dengan senang hati.
Dengan cara menghidangkan banyak makanan sebagai salah satu
caranya. Eksplikatur yang kedua, mungkin saja sistem pelayanan
51
restoran padang di tempat tersebut memang demikian. Hal ini
berarti apa yang mereka makanlah yang mereka beli atau bayar.
Hal ini berarti percakapan dalam komik tersebut
memberikan pengetahuan baru kepada pria bule bahawa ada sistem
pelayanan restoran yang berbeda dari pelayanan restoran yang
pada umumnya. Dapat diketahui pula Gambar 4 termasuk jenis
Implikatur premis (implicated premises). Hal ini karena implikatur
tersebut harus disediakan pria bule itu sendiri dengan
membandingkan asumsi yang ada di memorinya dengan asumsi
baru yang ditemui.
Data 6
Gambar 6 (9 Maret 2014)
52
Konteks gambar 6 terjadi di rumah pada jam 8 malam.
Aktifitas rutin yang terjadi setiap hari yakni orang tua tepatnya
ayah yang selalu mengerjakan PR sekolah anaknya yang duduk di
bangku sekolah kelas 3 dasar. Dari komik tersebut
menggambarkan peristiwa yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat, bahwasanya PR anak sekolah tak lagi menjadi
tugasnya melainkan menjadi tugas orang tuanya. Orang tua pun
saat ini kesulitan dalam mengerjakan soal dan merasa soal yang
dikerjakan pantas menjadi mata pelajaran satuan sekolah tingkat di
atasnya. Di tambah lagi dengan diterapkannya kurikulum 2013
yang menyesuaikan pelajaran dengan standar olimpiade. Peristiwa
susahnya mata pelajaran anak sekolah inilah yang mencoba
dipaparkan komik ini. Berikut percakapan yang terdapat pada data
enam.
Anak : “Ayo Paa! Tinggal soal nomor 13 tuh…!”
Papa : “Dibagi 4 orang? Bagian yang dapat ¾? Busyet! Waktu
jaman gua, ini mah soal anak SMP!” (Baru pulang dari
kantor berjam-jam menerjang macet, belum mandi lagi)
“Maa!! Bikinin kopi doong!” (Ada belasan soal essay yang
harus dikumpulkan besok)
Eksplikatur yang muncul dari komik ini yakni; Pertama,
lantaran diterapkannya kurikulum baru membuat materi pelajaran
semakin susah. Kedua, anak tersebut memang bodoh sehingga
tidak bisa mengerjakan PRnya sendiri. Ketiga, anak tersebut malas
dan manja dalam kesehariaan, sehingga apapun tergantung kepada
orang tuanya termasuk mengerjakan PR. Keempat, orang tua anak
tersebut kurang pandai dalam mengerjakan soal tersebut. Dan yang
terakhir, orang tua tersebut capek karena baru saja pulang kerja.
53
Implikatur di dalam komik tersebut terdapat kritikan
terhadap dunia pendidikan mengenai kasus materi pelajaran yang
terlalu sulit. Kritikan juga ditujukan kepada orang tua untuk tidak
mengerjakan PR anaknya. Hal ini supaya, anaknya menjadi anak
yang mandiri, dan rajin. Ketika orang tua tidak mengerjakan PR
anak maka tidak ada pergeseran konsep PR yang menjadi tugas
anak sekolah ketika di rumah menjadi PRnya orang tua. Jenis
implikatur komik ini implicated conclusion.
Data 7
Konteks peristiwa umum yang berusaha diangkat dalam
komik ini yakni adanya kegiatan yang berusaha mendapatkan
keuntungan pribadi melalui momen tertentu. Contoh paling umum
telah digambarkan dalam komik tersebut melalui pesta ulang tahun
kedua anak yang dirayakan menjadi satu. Hal ini tentu saja
menguntungkan bagi orang yang bersangkutan karena dengan
biaya yang minimal mereka mendapatkan keuntungan yang
Gambar 7 (16 Maret 2014)
54
optimal. Orang yang merasa dirugikanpun sekarang sudah tidak
kehilangan akal, mereka memilih memberikan sesuatu yang tidak
berharga pada seseorang yang mencoba memanfaatkanya.
Sebenarnya setiap naluri semua manusia sama, yaitu tidak mau
dirugikan. Konteks komik ini terjadi di dalam keluarga betawi
yang tengah pusing menyelenggarakan pesta ulang tahun ke-2
putrinya. Kebetulan ulang tahun kedua putrinya berdekatan. Hana
yang merupakan putri pertama berulang tahun ke-4 pada 11 Maret
2014. Sementara Safa Putri ke-2 berulang tahun ke-2 pada 16
Maret 2014.
Pada panel pertama, papa dan mama sedang pusing karena
memikirkan perayaan ulang tahun kedua putrinya. Manakah
diantara kedua putrinya yang akan dirayakan.
Mama : “Yang dirayain Hana apa Safa nih Pa? Soalnya Angggaran
lagi tipis nih!!”
Panel kedua diskusi mengenai perayaan ulang tahun
berlanjut. Akhirnya ayah memiliki ide yang cukup bagus yakni
merayakan ulang tahun kedua putrinya bersamaan. Dan sang istri
senang dengan ide tersebut.
Papa : “Yess! Aku ad aide! Hanna ikut Safa aja! Sekali
tepok dapat dua… ! He
Mama : “Gua demen nih… kalau suami gua ad aide, pasti
jadi duit! He he he.”
Pada panel ketiga perayaan ulang tahun kedua putrinya
dilaksanakan. Di atas kuenya pun bertuliskan angka 4 dan 2 sesuai
usia Hana dan Safa.
(Seminggu Kemudian … 16 Maret 2014)
55
Ibu1 : “Pssst! Bisaan aja, sekali hajatan kadonya dobel!”
Ibu2 : “Hehe… Makanya saya beliin kado yang murah aja!”
Papa : Hehehe… Makasih ya Bu!”
Secara umum perayaaan ulang tahun biasa dilakukan untuk
satu anak itulah inferensi semua tokoh yang ada pada gambar
tersebut. Berdasarkan situasi itu maka dapat diruntut
eksplikaturnya. Pertama, keluarga mereka sedang mengalami
masalah ekonomi sehingga tidak bisa merayakan ulang tahun
putrinya satu per satu. Kedua, adanya alasan hemat. Ketiga, ingin
mencari keuntungan, karena dengan mengadakan pesta bersamaan
maka kedua putrinya akan menerima kado masing-masing padahal
hanya mengeluarkan biaya untuk satu pesta. Berdasarkan
eksplikatur tersebut akhirnya orang tua Safa dan Hana kemudian
memiliki inferensi bahwa perayaan ulang tahun bisa dilaksanakan
untuk merayakan ulang tahun ke-2 putrinya yang berulang tahun
berdekatan hari. Diluar eksplikatur tiga tersebut ada eksplikatur
yang lainnya yakni yang berulang tahun bukanlah kedua putrinya
melainkan sang ayah yang berulang tahun. Lantaran di kuenya
bertuliskan 42. Disamping itu, yang menerima kado ulang tahun
dan menggunakan topi ulang tahun adalah sang Papa.
Sementara itu implikatur yang muncul dari situasi komik
tersebut yakni orang tua dari teman Safa dan Hana merasa
keberatan harus meghadiri pesta dengan membawa dua kado,
sehingga ada orang tua lain dari teman Safa dan Hana membelikan
kado yang murah. Untuk implikatur komik ini sendiri janganlah
memikirkan kepentingan diri tanpa memikirkan orang lain. Karena
mungkin saja orang lain juga mengalami kesulitan yang sama
seperti yang kita alami. Ketika hal itu terjadi bisa saja orang lain
akan mencurangi kita. Seperti halnya dalam komik ini para orang
56
tua membelikan kado yang murah kepada putrinya saat menghadiri
ulang tahun Safa dan Hana. Implikatur ini termasuk implikatur
konklusi (implicated conclusion). Karena dibentuk dari sejumlah
asumsi yang disimpulkan dan juga dilihat dari konteksnya.
Kritikan dari komik ini terhadap fenomena sosial yang terjadi,
yakni sebagai makhluk sosial tidak boleh merugikan satu sama
lain, karena kita saling membutuhkan.
Data 8
Berdasarkan konteks umum yang terjadi di masyarakat,
komik ini menunjukkan sangat pentingnya sebuah Hp bagi hidup
manusia. Bisa dikatakan seseorang tidak bisa hidup tanpa sebuah
benda yang bernama Hp. Setiap menit pasti kita menyempatkan
diri untuk memegang Hp. Di mana pun tempatnya kita pasti selalu
membawanya. Fenomena tersebut menunjukkan Hp sudah
Gambar 8 (23 Maret 2014)
57
menjelma menjadi kebutuhan primer dalam hidup sampai-sampai
dalam aktifitas lainnya banyak orang yang masih saja
menyempatkan diri menggunakan Hp, walaupun itu berbahaya dan
bisa membuat mereka celaka. Contoh yang paling sering kita temui
di jalan yaitu para pengguna motor yang menelefon ketika
menyetir dengan cara menyisipkan Hp di helm. Tidak jarang pula
kita melihat orang mengendarai kendaran sambil mendengarkan
musik.
Konteks percakapan dalam komik ini penggunaan hp
(handphone) sebagai sarana berkomunikasi. Pada panel pertama,
ada seorang pria sedang mengendarai motor ia mendapat
panggilan telepon dari istrinya di rumah. Hal yang lebih menarik di
sini ketika menelepon telepon genggam tidak lagi dipegang tangan.
Pada panel dua juga ada seorang ibu yang menerima telepon
dengan menyelipkan telepon di kerudungnya. Karena ada
pekerjaan lain yang sedang dikerjakan yakni menggendong
anaknya yang sedang menangis. Berikut percakapan yang terjadi:
Suami : “Udah jalan nih Ma, kenapa?!”
Istri : “Susunya Afwan habis! Nanti mampir beliin ya!
Rasa Vanila untuk 1-3… .”
Suami : “Busyet! Udah habis baru tiga hari lho!”
Inferensi dalam komik ini yakni pergeseran konsep
handphone menjadi hands free. Hp pada dasarnya merupakan alat
komunikasi yang dipegang tangan (hand) tetapi saat ini alat
komunikasi tersebut tidak lagi harus dipegang tangan ketika
digunakan. Sehingga muncul konsep hands free. Dalam komik
tersebut kita melihat tokoh istri yang menelepon dengan
menyelipkan hp di kerudungnya. Konsep hands free juga
58
diterapkan suami yang menelepon dengan menjepit hpnya di helm.
Konsep hands free juga ditunjang peralatan yang disebut headset.
Inferensi tersebut berasal dari eksplikatur berikut ini.
Pertama, penutur dan lawan tutur sedang tidak bisa memegang hp
secara langsung karena ada pekerjaan lain yang dilakukan. Kedua,
penutur dan lawan tutur sedang terburu-buru. Ketiga, sebenarnya
mereka tidak mau menelepon atau meneima telepon karena sedang
sibuk tetapi karena ada hal yang mendesak maka hal itu mereka
lakukan. Meskipun menelepon dan menerima telepon tersebut
kegiatan atau tindakan yang dinomor duakan.
Berdasarkan inferensi dan eksplikatur tersebut maka
implikatur komik ini adalah janganlah menelepon bila sedang
melakukan hal lainnya. Karena itu sangat mengganggu apalagi hal
itu juga mengancam keselamatan. Misalnya sang ayah yang
menelepon sambil mengendarai motor. Sang Ibu yang menelepon
dengan menggendong bayinya yang sedang menangis. Ketika bayi
menangis dikhawatirkan sang ibu merasa gugup dan menjatuhkan
bayinya. Berdasarkan uraian tersebut implikatur komik ini
merupakan implikatur konklusi.
59
Data 9
Konteks yang terjadi di masyarakat pada komik ini yakni
gambaran para caleg yang biasa mengobral janji dan suapan
kepada rakyat. Hal itu para caleg lakukan supaya memilih caleg
tersebut. Namun, rakyat saat ini sudah bisa menilai dan memilih
caleg mana yang benar-benar bisa memperjuangkan dirinya. Jadi,
tidak heran kalau rakyatlah yang membohongi caleg ketika musim
pemilu. “Ambil uangnya, pilih yang lainnya” itulah jargon rakyat
ketika musim pemilu. Tidak jarang pula terdapat pemberitaan
seorang caleg yang tidak jadi menjabat masuk rumah sakit jiwa
karena mengalami kerugian. Salah satu pemberitaan di media
massa mengenai caleg yang gagal terpilih yakni pemberitaan di
Suara Merdeka, edisi 14 April 2014 dengan judul “Lima Aksi Gila
Para Caleg yang Gagal di Pileg 2014”.
Gambar 9 (13 April 2014)
60
Komik di atas mendeskripsikan caleg yang mendekati dan
bertanya pada rakyat untuk memperoleh simpati rakyat agar
memilihnya di pemilu nanti. Tidak hanya janji-janji yang
diobralnya, saat pemilu tiba pun para caleg masih saja mendekati
rakyat dan mempertanyakan apakah sudah memilih atau belum.
Yang dimaksudkan di sini sudah memilih caleg tersebut atau
belum hal inilah situasi yang terjadi pada panel satu. Berikut
percakapan dalam komik:
Pak Caleg : “Udah pada nyoblos belum nih?”
Mice : “Hehehehe , udah dong!” (Di kotak suara belum
tentu nyoblos… Mungkin aja cuma ngrusak surat suara).
Pada panel dua si gendut dengan perasaan jengkelnya
menunjukan bukti bahwa ia sudah menggunakan haknya untuk
memilih dengan menunjukkan jarinya yang terkena tinta disertai
dengan upil. Hal ini tentu membuat caleg kebingungan dan marah.
Gendut : “Saya juga nyoblos lho… Nih buktinya!! Hehehe
keren kan?” (mengancungkan jari yang terkena tinta disertai
dengan upil dari hidungnya).
Saat menjelang pemilu para caleg kerap mendekati rakyat
supaya memilihnya. Akan tetapi rakyat saat ini sudah cerdas dan
tidak lagi tertipu apa yang dijanjikan para caleg. Bahkan saat ini
rakyatlah yang berbalik mempermainkan para caleg. Dari jawaban
rakyat ketika ditanya caleg tersebut mengandung beberapa
eksplikatur. Pertama, mereka benar-benar memilih caleg tersebut
karena sudah berjanji. Kedua, hanya secara lisan mereka memilih
caleg tersebut tetapi ketika di bilik suara mereka memilih caleg
lain. Ketiga, mereka menggunakan hak suaranya dengan masuk ke
bilik suara tetapi tidak memilih siapapun bahkan merusak surat
61
suara. Hal ini mereka lakukan lantaran kecewa dengan para caleg
yang hanya mengumbar janji ketika masa kampanye.
Berdasarkan eksplikatur tersebut, implikatur percakapan
tersebut yakni janganlah terlalu memaksakan kehendak pada orang
lain bila orang tersebut tidak mau. Karena hal itu bisa memicu
kemarahan orang yang kita paksa. Kemudian implikatur dalam
komik ini terbentuk dari perbedaan inferensi antara Mice dan Caleg
mengenai kata “sudah memilih”. Ketika caleg menanyakan apakah
Mice dan temanya sudah nyoblos yang dimaksudkan adalah
memilih caleg tersebut. Sementara itu Mice mamaknai dengan
situasi ketika ia sudah menggunakan hak pilihnya. Apakah ia
memilih caleg lain atau bahkan merusak hak suara itu merupakan
hak pilihnya, yang terpenting jarinya jarinya sudah terkena tinta
sebagai bukti nyoblos. Jadi implikatur komik ini yakni sebagai
caleg janganlah mencurangi rakyat bila tak mau dicurangi rakyat
saat proses pemilihan. Untuk jenisnya implikatur ini termasuk
implikatur konklusi. Kritik dalam komik ini. kaitanya dengan
bidang politik.
62
Data 10
Konteks yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat yaitu
adanya budaya tamasya atau liburan yang melanda semua lapisan
golongan masyarakat ketika musim libur. Ketika musim libur tiba
jalan menuju tempat wisata dan tempat wisatanya sendiri penuh
dengan pengunjung. Namun, budaya liburan tersebut juga
dibarengi dengan tumbuhnya rasa gengsi masyarakat. Mereka tidak
mau terlihat menggunakan barang-barang jelek di hadapan orang
lain, terlebih tetangga mereka. Misalnya saja kendaraan dan
pakaian yang mereka gunakan ketika berlibur ataupun dalam
keseharian.
Konteks dalam gambar 10 berlatarkan dua buah keluarga
yang sedang berada di kendaraan menuju tempat liburan.
Kendaraan yang dipakai ke-2 keluarga tersebut adalah bajaj.
Gambar 10 (20 April 2014)
63
Namun masing-masing memiliki keluhan yang berbeda. Berikut
keluhan dalam percakapan komik ini:
Pada panel satu, terjadi situasi yang tidak mengenakkan
karena sang Ibu menggerutu ketika di dalam Bajaj. Hal ini lantaran
sudah bosen naik Bajaj dan berupaya membujuk suami untuk
membeli mobil. Berikut percakapan sang Ibu di dalam Bajaj:
Ibu keluarga 1 : “Bilang sama Bapak Nak, kredit mobil
doong! Kan ada mobil-mobil murah tuh… masa sih, tiap jalan-
jalan kita naik bajaj melulu niiih!”
Panel dua terjadi situasi yang bahagia. Karena keluarga ini
belum pernah menaiki Bajaj. Sehingga menaiki Bajaj dianggap
rekreasi tersendiri bagi keluarga ini di samping tempat rekreasi
yang dituju. Bahkan sang ibu berniat untuk naik transportasi umum
lainnya dengan keluarganya.
Ibu keluarga 2 : “Serukan Dek?! Sekali-kali jalan-jalan naik
bajaj! Masak naik mobil melulu?! Kapan-kapan kita cobain naik
bis, metro mini, terus kereta ya?!”
Antara keluarga 1 dan 2 memiliki perbedaan referensi
mengenai naik bajaj ketika tamasya. Keluarga 1 dalam
kesehariannya bisa saja memakai bajaj sehingga tokoh ibu dalam
keluarga satu menyuruh anaknya untuk meminta sang ayah
membeli mobil, apa lagi ditunjang dengan banyaknya mobil murah
keluaran luar negeri. Keluarga 2 memiliki anggapan dengan
menggunakan bajaj sebagai sarana transportasi ketika tamasya
bertujuan untuk mengajarkan sang anak untuk menggunakan
transportasi umum, bahkan tokoh ayah mengajak untuk menaiki
transportasi lain sperti bis dan kereta. Tentu saja sang ayah berfikir
untuk mengurangi kemacetan kota.
64
Inferensi tersebut tentu dapat dilihat eksplikaturnya.
Berdasarkan konteknya komik ini memiliki eksplikatur yakni
pertama, keluarga satu berasal dari keluarga menengah ke bawah
sehingga belum mempunyai mobil dan menggunakan bajaj ketika
tamasya. Kedua, menaiki bajaj merupakan hal yang biasa
dilakukan keluarga satu. Sehingga merasa bosan menggunakan
baja. Ketiga, merasa malu dengan orang di sekelilingnya karena
harus bertamasya menggunakan bajaj. Sementara itu, eksplikatur
keluarga dua yakni: Pertama, keluarga dua berasal dari keluarga
yang perekonomiannya menengah ke atas, dalam kesehariannya
pun menggunakan mobil. Sehingga ketika bertamasya memilih
menggunakan saran transportasi yang jarang dinaiki. Kedua,
mereka ingin mengajarkan pada anaknya untuk menggunakan
transportasi umum sehingga turut andil mengurangi kemacetan.
Ketiga, ingin mencoba hal-hal yang baru karena bosan menaiki
mobil.
Jadi implikatur komik ini yakni mengajarkan kepada kita
agar selalu mensyukuri dan menikmati apa yang kita punya dan
apa yang bisa kita gunakan. Jenis implikaturnya yakni implikatur
konklusi. Kritikan yang dituangkan dalam komik tersebut yaitu
seharusnya setiap orang mensyukuri apa yang dimiliki. Bentuk rasa
syukur yang paling sederhana yaitu menggunakan apa yang
dimiliki tanpa perasaan malu dan gengsi.
65
Data 11
Konteks dalam komik ini yakni merindukan situasi yang
sedang tidak atau jarang terjadi. Tepatnya merindukan musim
berganti. Pada panel satu ada seorang yang merindukan matahari
terbit “matahari… nongol dooong… pleassse…”. Ucapan tersebut
diutarakan tokoh dalam panel satu, karena melihat situasi musim
hujan yang menyebabkan banjir hingga ke lantai dua atap
rumahnya. Sementara itu, kondisi yang berlawanan dialami Mice
dalam panel dua. Ketika itu Mice sedang beraktifitas dengan
membuka bajunya. Hal ini dikarenakan keringat yang bercucuran
saat matahari terik pada musim kemarau. Hal itulah yang terjadi
pada diri manusia. Mereka selalu mengeluh terhadap segala
sesuatunya. Ketika musin hujan ingin berganti musim kemarau,
mereka mengeluh dengan alasan becek, jemuran tidak kering,
sampai tidak bisa aktifitas karena banjir. Sebaliknya ketika musim
kemarau, manusia meminta hujan dengan alasan tanah gersang,
Gambar 11 (27 April 2014)
66
panasnya menyengat, dan debu berterbangan. Konteks di dalam
masyarakat itulah yang terdapat pada data 11.
Inferensi dari kedua tokoh ini sama, konsep rindu dipakai
untuk mengungkapkan rasa yang tidak bisa ditemui atau dijumpai
dalam waktu lama. Dalam komik ini hal yang dirindukan adalah
musim. Meskipun musim yang dirindukan berbeda, yakni musim
hujan dan kemarau. Hal ini tentu bisa ditelusuri eksplikaturnya.
Pertama, baru saja musim di tempat mereka berganti sehingga
mereka belum terbiasa untuk menyesuaikan dengan musim baru.
Kedua, musim yang terjadi saat ini bisa jadi sudah berlangsung
lama, sehinngg mereka sudah mulai bosan.
Implikatur komik ini mengisyaratkan bahwa sebagai
manusia, kita tidak pernah puas untuk menerima apa yang telah
diberikan kepada kita. Itulah sifat manusia yang menjadi kritikan
sekaligus implikatur dalam komik ini. Untuk jenis implikaturnya
termasuk implikatur konklusi.
B. Hasil Penelitian dan Implikasinya Bagi Pembelajaran
Berdasarkan analisis komik Mice diatas. Implikatur
berpedoman dari efek kotekstual. Implikatur diidentifikasi melalui
proses inferensi dengan pedoman prinsip relevansi. Selain itu
dalam teori relevansi implikatur komik ini dicari berdasarkan
inferensi. Inferensi itu sendiri bisa ditelusuri dengan menarik
eksplikatur, eksplikatur dalam tataran yang tinggi, dan mencari
implikatur itu sendiri.
Eksplikatur merupakan apa yang dikatakan atau ditulis
orang itu hampir selalu tidak pasti (underspecified). Eksplikatur
pada tataran yang lebih tinggi selain harus memperhatikan
67
ujarannya juga harus memperhatikan sikap penutur komik.
sementara itu implikatur dicari berdasarkan informasi mana yang
paling optimal terdeteksi dengan mengeluarkan biaya (dalam
bentuk usaha dengan indikator waktu) paling sedikit.
Implikatur komik ini ada beberapa yang berbentuk kritik
terhadap realitas sosial. Ada yang berupa kritik dalam dunia
pendidikan, politik, kritik terhadap sifat manusia, dll. Berdasarkan
jenisnya, implikatur dari komik ini mayoritas termasuk implikatur
konklusi (implicated conclusion). Sementara itu, hanya satu yang
berjenis implikatur premis (implicated premises).
Saat ini, kartun tidak hanya digunakan dalam penyampaian
pesan ataupun mengritik suatu keadaan. Dalam proses
pembelajaran juga dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran. Dengan adanya media yang sesuai diharapkan
materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh murid.
Disamping itu, dari beberapa media pembelajaran, media visual
seperti komik memiliki kelebihan dibandingkan media audio dalam
hal penyaluran materi kepada murid. Sebagai seorang guru
hendaknya hal ini menjadi pertimbangan dalam memilih dan
menggunakan media pembelajaran yang sesuai. Strip kartun dalam
hal ini bisa dimanfaatkan guru sebagai media pembelajaran terlebih
lagi mata pelajaran bahasa Indonesia agar pembelajaran lebih
menarik.
Penggunaan media pembelajaran komik tentu harus
disesuaikan dengan materi pembelajaran tentunya. Misalnya materi
yang dianggap sesuai dengan implikatur yakni materi teks anekdot
pada kelas X SMA sederajat untuk kurikulum 2013. Teks anekdot
merupakan cerita singkat dan lucu atau menarik, yang mungkin
menggambarkan kejadian atau orang sebenarnya. Cerita yang lucu
dan menarik inilah yang bisa muncul dari implikatur sebuah
68
tuturan antar tokoh. Dengan demikian maka komik Mice bisa
digunakan media pembelajaran teks anekdot. Mengingat selama ini
media pembelajaran teks anekdot yang digunakan hanya dalam
bentuk teks percakapan. Melalaui komik Mice ini diharapkan siswa
lebih tertarik dan antusias dalam belajar serta tujuan pembelajaran
dapat mudah dipahami siswa. Dalam lampiran juga disajikan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran mata pelajaran bahasa
Indonesia kelas X SMA sederajat.
69
BAB IV
PENUTUP
Pada bab ini akan diuraikan simpulan sebagai hasil
penelitian atau jawaban bagi rumusan masalah yang dipaparkan
pada BAB I dan saran dari kacamata hasil penelitian, serta
implikasi penelitian ini terhadap dunia pendidikan.
A. Simpulan
Berikut simpulan penelitian ini:
Pencarian implikatur komik Mice berpedoman dari efek
kotekstual. Implikatur diidentifikasi melalui proses inferensi
dengan pedoman prinsip relevansi. Jenis implikatur dari komik
Mice Kompas mingguan sebagian besar termasuk implikatur
konklusi (implicated conclusion). Untuk jenis implikatur premis
(implicated premises) hanya ada satu implikatur yakni pada data
lima.
Saat ini komik memiliki manfaat dan fungsi yang variatif.
Selain menghibur para pembacanya, kartun juga digunakan sebagai
sarana untuk mengkritik peristiwa yang terjadi di masyarakat,
termasuk juga kartun Mice, sebagai sarana menuangkan kritik
masyarakat tentu saja komik ini memiliki konteks peristiwa yang
terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kritikan di dalam komik
dituangkan melalui implikatur dalam bentuk percakapan antar
tokoh kartun. Meskipun kartun digunakan sebagai media
menuangkan kritikan tetapi kritikan tersebut tidak akan kehilangan
ketajaman dan keakuratan dalam mengkritik.
Fakta menunjukkan bahwa gambar dapat lebih tajam
daripada tulisan. Hal ini berarti komik dapat dimanfaatkan oleh
para guru dalam mengajar sebagai media pembelajaran.
Penggunaan media pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar
70
70
mengajar diharapkan materi yang disampaikan guru dapat diterima
dengan baik oleh murid. Seorang guru hendaknya memilih dan
menggunakan media pembelajaran yang mendukung tingkat
pemahaman siswa. Misalnya menggunakan media pembelajaran
visual seperti komik dalam materi teks anekdot kelas X pelajaran
bahasa Indonesia kurikulum 2013.
B. Saran
Saran yang menjadi pertimbangan dalam penelitian ini
yakni:
1. Komik-komik sekarang menjadi semakin baik dari segi
gambar, tema yang diangkat, dan muatan pesan yang bervariatif.
Hal inilah yang seharusnya dimanfaatkan oleh berbagai kalangan
dalam setiap hal. Termasuk salah satunya sebagai sarana
menyampaikan kritik terhadap fenomena yang terjadi di
masyarakat.
2. Dalam dunia pendidikan, komik juga bisa dikembangkan
manfaatnya sebagai sumber belajar. Lebih spesifik sebagai media
pembelajaran. Hal ini tentu saja sebagai media pembelajaran untuk
mencapai tujuan belajar. Komik juga berfungsi sebagai sarana
rekreatif agar media pembelajaran yang digunakan tidak terlalu
monoton dan membosankan.
3. Penggunakan komik sebagai media pembelajaran juga
harus mempertimbangkan tujuan pembelajaran.
71
DAFTAR PUSTAKA
Black, Elizabeth. Stalistika Pragmatis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Cet.1, 2011.
Dardjowidjojo, Soenjono. Psikolinguistik; Pengantar Pemahaman
Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.
Djajasudarma, Fatimah. Metode Linguistik; Ancangan Metode
Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Gunawan, Asim. “Implikatur dan Kesantunan Berbahasa: Beberapa
Tilikan dari Sandiwara Ludruk” PELLBA: Pertemuan
Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma Jaya:
Kedelapan Belas. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya bekerjasama dengan Yayasan Obor Indonesia,
2007.
Kumpulan Karikatur Priyanto S. di Majalah Tempo, 1972-1974.
Jakarta: PT Tempo Inti Media, 2001.
Laelah, Nur Alfi. “The Humor and Non Humor of Grice’s
Conversational Implicature in the Transcript of
Bridesmaids Movie”. Tesis pada Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: 2012.
Leech, Geoffrey. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: UI Press, 2011.
Lubis, Hamid Hasan. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa,
1993.
Maharsi, Indiria. Komik; Dunia kreatif Tanpa Batas. Yogyakarta: Kata
Buku, 2011.
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa; Tahapan strategi, metode, dan
tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011.
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Cet.8, 2010.
Nadar, F.X.. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009.
72
Rahardi, Kunjana. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009.
--------------------. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia.
Jakarta: Erlangga, 2000.
Rahmawati, Fadilah. “Implikatur Komik Doraemon: Pendekatan
Pragmatik” Skripsi pada Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret: 2009.
R, James, dkk., Semantics A Coursebook. New York: Cambridge
University Press, 2007.
Schiffrin, Deborah. Ancangan Kajian Wacana. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Sperber, Dan dan Deirdre Wilson. Teori Relevansi Komunikasi dan
Kognisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet. 1, 2009.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Wazibali, Nurma. “Analisis Semiotik Kritik Sosial Handphone Dalam
Komik Kartun Benny & Mice Talk About HP” Skripsi pada
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta: 2011.
Anonim, Karikaturis.
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=201005140
05602AAYl1Ga. Diakses 05/20/2014 Pukul 08:30 WIB.
Anonim. Kajian Makna Kartun. http://basnendar.dosen.isi-
ska.ac.id/2010/07/26/kajian-makna-kartun-editorial-melalui/.
Diakses Pada 18/06/2014. Pukul 21:05 WIB.
Sodikin, Amir. Benny dan Mice, http://nalar.co.id/kritik-ketawa-ala-
benny-mice-335.php. Diakses pada 18/06/2014 Pukul 21:24
WIB.
73
73
LAMPIRAN
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : SMK Link and Matxh
Kelas/Semester : X/2
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia
Topik : Kritik dan Humor dalam
Layanan Publik
Alokasi Waktu : 2xPertemuan
A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun,
responsif dan proaktif dan menunjukan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan masalah.
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
74
B. Kompetensi Dasar
1. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannnya sesuai dengan kaidah dan konteks untuk
mempersatukan bangsa.
2. Menunjukkan sikap tanggung jawab, peduli, responsif, dan santun dalam
menggunakan bahasa Indonesia untuk membuat anekdot mengenai
permasalahan sosial, ingkungan, dan dan kebijakan publik.
3. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, dan proaktif
dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk menceritakan hasil
observasi.
4. Mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan
menggunakannya sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar,
dan menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks anekdot, laporan
hasil observasi, prosedur kompleks, dan negosiasi.
5. Memahami struktur dan kaidah teks anekdot baik melalui lisan maupun
tulisan.
6. Menginterpretasi makna teks anekdot baik secara lisan maupun tulisan.
7. Membandingkan dan menganalisis teks anekdot baik melalui lisan
maupun tulisan.
8. Menyunting teks anekdot sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik
secara lisan maupun tulisan.
9. Mengidentifikasi teks anekdot secara lisan maupun tulisan.
10. Mengabstraksi teks anekdot baik secara lisan maupun tulisan.
11. Mengevaluasi teks anekdot baik melalui lisan maupun tulisan.
12. Mengonversi teks anekdot ke dalam bentuk yang lain sesuai dengan
struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
1. Memahami struktur dan kaidah teks anekdot baik melalui lisan maupun
tulisan.
2. Menginterpretasi makna teks anekdot baik secara lisan maupun tulisan.
75
3. Membandingkan dan menganalisis teks anekdot baik melalui lisan
maupun tulisan.
4. Menyunting teks anekdot sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik
secara lisan maupun tulisan.
5. Mengidentifikasi teks anekdot secara lisan maupun tulisan.
6. Mengabstraksi teks anekdot baik secara lisan maupun tulisan.
7. Mengevaluasi teks anekdot baik melalui lisan maupun tulisan.
8. Mengonversi teks anekdot ke dalam bentuk yang lain sesuai dengan
struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan.
D. Materi Pembelajaran
1. Pengenalan struktur isi teks anekdot
2. Pengenalan cirri bahasa teks anekdot
3. Pemahaman isi teks anekdot
4. Makna kata, istilah, ungkapan dalam teks anekdot
E. Kegiatan Pembelajaran
KEGIATAN
DESKRIPSI KEGIATAN
ALOKASI
WAKTU
Pendahuluan 1. Siswa merespon salam dan
pertanyaan dari guru berhubungan
dengan kondisi dan pembelajaran
sebelumnya.
2. Siswa menerima informasi tentang
keterkaitan pembelajaran
sebelumnya dengan pembelajaran
yang akan dilaksanakan.
10 menit
76
3. Siswa menerima informasi
kompetensi, materi, tujuan, dan
langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
Inti Mengamati, Mempertanyakan
1. Membaca contoh teks anekdot
2. Mencermati uraian yang
berkaitan dengan struktur isi teks
anekdot (abstrak, orientasi, krisis,
respon, coda)
3. Membaca contoh teks anekdot
yang lain (komik Mice)
4. Membuat pertanyaan yang
berhubungan dengan isi teks anekdot
Mengeksplorasi
5. Menemukan struktur isi teks
anekdot (abstrak, orientasi, krisis,
respon, coda)
6. Menemukan ciri bahasa teks
anekdot (pertanyaan retoris, proses
material, dan konjungsi temporal)
7. Menjelaskan makna kata, istilah,
ungkapan dalam teks anekdot
Mengasosiasi
8. Mendiskusikan dan menyimpulkan
hasil temuan terkait dengan struktur isi
(abstrak, orientasi, krisis, respon,
coda) dan ciri bahasa teks anekdot
(pertanyaan retoris, proses material,
60 menit
77
dan konjungsi temporal).
9. Mendiskusikan dan menyimpulkan
makna kata, istilah, ungkapan teks
anedot dalam diskusi kelas dengan
saling menghargai
Mengomunikasikan
10. Mengomunikasikan dan saling
menilai kebenaran/ketepatan
kesimpulan antar kelompok
11. Mempresentasikan makna kata,
istilah, ungkapan teks anedot dengan
rasa percaya diri menanggapi
presentasi teman/kelompok lain
secara santun
Mengamati
12. Membaca dua teks anekdot
(komik Mice)
13. Mengamati peristiwa/kejadian
yang unik atau aneh
Menanya
14. Mempertanyakan persamaan
dan perbedaan dua teks anekdot
15. Membuat pertanyaan tentang
peristiwa unik atau aneh yang diamati
Mengeksplorasi
16. Mengidentifikasi persamaan
struktur isi dua teks anedot yang
dibaca.
17. Mengidentifikasi persamaan ciri
bahasa dua teks anedot yang dibaca.
78
18. Mengidentifikasi perbedaan
struktur isi dua teks anedot yang
dibaca
19. Mengidentifikasi perbedaan ciri
bahasa dua teks anedot yang dibaca
Mengasoasiasi
20. Mendiskusikan dan menyimpulkan
persamaan dan perbedaan dua teks
anekdot
21. Mencari hubungan antara topik
dengan struktur isi teks anekdot
Penutup 1. Siswa bersama guru menyimpulkan
pembelajaran
2. Siswa melakukan refleksi terhadap
kegiatan yang sudah dilakukan.
3. Siswa dan guru merencanakan tindak
lanjut pembelajaran untuk pertemuan
selanjutnya.
10 menit
79
F. Penilaian
Indikator Pencapaian
Kompetensi
Teknik Penilaian
Bentuk Instrumen
a. Mengamati kegiatan
peserta didik dalam
proses pembelajaran
Penilaian Observasi Lembar penilaian
sikap
b. Pemahaman peserta
didik terhadap
materi teks anekdot
Tugas Individu Rubrik penilaian
kinerja.
c. Menilai kemampuan
peserta didik dalam
memahami materi
(Post tes)
Tes tertulis Lembar penilaian
tugas
G. Sumber Belajar
a. Kemendikbud. Bahasa Indonesia Ekspresi Diri dan Kebudayaan. 2013.
Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Media cetak dan elektronik (internet) lainnya.
Tangerang Selatan, 12 Januari 2015
Mengetahui,
Kepala Sekolah, Guru Mata Pelajaran,
Leo Narzan Pakpahan,S.kom Solikah, S.Pd