IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG...
Transcript of IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG...
IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS
KABUPATEN TANGERANG
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E.)
Oleh:
LUTHFI HIDAYAT
NIM. 1110046300009
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438 H / 2017 M
ABSTRAK
Luthfi Hidayat, NIM. 1110046300009. “Implementasi Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”,
Program Studi Ekonomi Syari’ah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H./2017 M.
Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui: (a) sistem pengelolaan zakat
menurut UU No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat; (b) sistem
pengelolaan zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat,
dan (c) pengaruh UU No. 23 Tahun 2011 terhadap Pengelolaan Zakat di
BAZNAS Kabupaten Tangerang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu
penelitian yang tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara
kuantifikasi lainnya, tetapi menggunakan prosedur analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa Sebelum
diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011, pengelolaan zakat diatur berdasarkan
UU No. 38 Tahun 1999. Meskipun harus diakui bahwa dalam peraturan-peraturan
tersebut masih banyak kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak
dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya, tetapi undang-
undang tersebut mendorong upaya pembentukan lembaga pengelola zakat yang
amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
Dalam UU No. 23 Tahun 2011 terdapat penambahan pasal-pasal yang
belum diatur dalam UU sebelumnya, perbedaan tersebut adalah : (1) Penambahan
ayat dan penjabaran definisi tentang pengelolaan zakat; (2) Pasal 5 ayat (1),
tentang pembentukan BAZNAS oleh Pemerintah; dan (3) Pasal 7 ayat (1). Salah
satu hal terpenting dalam UU No. 23 Tahun 2011 diantaranya adalah terkait
dengan penguatan kelembagaan, dimana BAZNAS disebutkan sebagai lembaga
pemerintah non struktural yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah.
Diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011 memberikan pencerahan baru
bagi BAZNAS pada semua tingkatan. Kehadiran UU No. 23 Tahun 2011 ini
berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum,
terintegrasi, dan akuntabilitas. Kehadiran UU tersebut telah memperkuat posisi
BAZNAS Kabupaten dalam sistem pengelolaan zakat yang lebih professional.
Bagi BAZNAS Kabupaten Tangerang, kehadiran UU ini memberikan dampak
positif dan telah menempatkan BAZNAS Kabupaten Tangerang sebagai lembaga
non struktural yang mendapatkan perhatian penuh dari Pemerintah Kabupaten
Tangerang, sehingga kinerjanya lebih efektif dan efesien.
Kata kunci : Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang
Pembimbing : Dr. H. Muhammad Maksum, M.A.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabby, Tuhan seru
sekalian alam, atas limpahkan rahmat dan karunia-Nya yang telah ditebarkan
kepada makhluk-makhluk-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada
junjungan Nabi Muhammad SAW., yang telah membimbing umat manusia
menuju jalan yang penuh dengan ridho-Nya.
Skripsi ini berjudul “Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”, ditulis sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.).
Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan semua pihak, Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. AM. Hasan Ali, M.A. Selaku Ketua Program Studi Ekonomi Syariah dan
Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A. Selaku Sekretaris Program Studi
Ekonomi Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu
penulis secara tidak langsung dalam menulis skripsi ini.
4. Arip Purkon, SHI, MA. Selaku Pembimbing Akademik yang juga
senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa melakukan
perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
ii
5. Bapak Dr. H. Muhammad Maksum, M.A., Sebagai dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya selama
membimbing penulis.
6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang mengajarkan ilmu yang tak ternilai harganya,
dan tak pernah lelah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan
studi di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Staf Perpustakaan
utama yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi.
8. Kepada Pihak BAZNAS Kota Tangerang yang telah bersedia memberikan
data dan informasi, semoga kedepannya menjadi lembaga yang
berkembang secara pesat dan dapat memajukan Kota Tagerang menjadi
kota yang lebih baik.
9. Ayahanda dan Ibunda tercinta (Bpk. Saduni Efendi dan Ibu Siti Hamidah)
serta saudara-saudariku tersayang yang telah memberikan dukungan baik
mpril maupum materil kepada saya.
10. Teman-teman seperjuangan , khususnya jurusan Manajemen Zakat
Angkatan 2010, dan kepada kawan–kawanku sekalian yang tidak bisa saya
ucapkan satu persatu yang selalu menghadirkan kehangatan kebersamaan,
serta perhatian dan kebaikan kalian semua tidak akan pernah terlupakan.
Akhir kata hanya kepada Allah penulis memanjatkan doa. Semoga Allah
memberikan balasan berupa amal, pahala, dan keberkahan kepada mereka atas
dorongan, dukungan dak kontribusi mereka, saya hanyalah hamba yang dhoif.
Semoga skripsi ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi banyak orang. Amiin
Jakarta, 20 Juli 2017
Luthfi Hidayat
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI .………………………………………............................................. iii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………………………………… 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………… 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………. 11
D. Metode Penelitian …………………………………………….. 12
E. Study Review Terdahulu ……………………………………… 16
F. Sistematika Penulisan ………………………………………… 19
BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG ZAKAT DAN
PROBLEMATIKANYA
A. Zakat dan Permasalahannya ………………………………….. 21
1. Pengertian Zakat …………………………………………… 21
2. Sejarah Disyari’atkannya Zakat …………………………… 25
iv
3. Macam-macam Zakat ……………………………………… 28
4. Muzakki dan Mustahiq Zakat ……………………………… 37
5. Hikmah Zakat ……………………………………………… 40
B. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 38
Tahun 1999 ………………………………….………………… 44
C. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 ………………………………….………………… 47
BAB III GAMBARAN UMUM BAZNAS KABUPATEN
TANGERANG
A. Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Tangerang .………... 51
B. Dasar Hukum Pendirian BAZNAS Kabupaten Tangerang ....... 52
C. Maksud dan Tujuan BAZNAS Kabupaten Tangerang ……….. 53
D. Visi, Misi dan Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang ……..... 54
E. Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang ............... 55
F. Fungsi Dan Tugas Pokok Organisasi ………..……………..…. 58
BAB IV PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN
2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS
KABUPATEN TANGERANG
A. Pengumpulan Zakat ………………………………………………..… 60
B. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat …………………………. 63
v
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS
Kabupaten Tangerang ………………………………………..….….. 70
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………………………..… 85
B. Saran ………………………………………………………………… 86
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..……… 89
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Pelaksana BAZNAS Kabupaten Tangerang Priode 2015-2020 ……. 56
Tabel 4.1 Rekapitulasi Pengumpulan Zakat Oleh BAZNAS
Kabupaten Tangerang Tahun 2012-2016 ……………………………………… 69
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang
Masa Khidmat 2015-2020 …………….……………………………………….. 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki penduduk beragama
Islam terbesar di dunia. Jumlah penduduk muslim yang sangat besar merupakan
salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengentaskan
kemiskinan yang saat ini sedang melanda bangsa Indonesia, karena dengan jumlah
penduduk muslim yang sangat besar 88 % sehingga melalui salah satu instrumen
keagamaan yaitu zakat dapat mengentaskan kemiskinan dan memperkecil
kesenjangan sosial yang ada di masyarakat.
Zakat merupakan kewajiban agama yang harus dikeluarkan bagi umat
muslim yang mampu sesuai dengan syariat agama Islam. Zakat merupakan ibadah
amaliyah yang menjurus ke aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia
dalam hubungannya dengan Allah, dan dalam hubungan dengan sesama manusia,
sehingga zakat memiliki fungsi secara vertikal dan horizontal karena sebagai
wujud ketaatan agama kepada Allah namun juga sebagai wujud kepedulian sosial
kepada sesamanya.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat
penting, strategis, dan menentukan,1 baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun
dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok, zakat
termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima,
1 Yusuf al-Qardhawi, Al-Ibadah fil-Islam, (Beirut: Muassasah Risalah, 1993), h 235
1
2
sebagaimana yang diungkapkan dalam berbagai hadist Nabi, sehingga
keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidhdharuurah atau
diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman
seseorang.2 Di dalam Al-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang mensejajarkan
kewajiban shalat dengan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata.3 Hal ini
menegaskan adanya kaitan komplementer antara ibadah shalat dan zakat. Jika
shalat berdimensi vertikal-ketuhanan, maka zakat merupakan ibadah yang
berdimensi horizontal-kemanusiaan.4 Di dalam Al-Qur’an terdapat pula berbagai
ayat yang memuji orang-orang yang secara sungguh-sungguh menunaikannya,
dan sebaliknya memberikan ancaman bagi orang yang sengaja meninggalkannya.
Zakat bukan sekadar kebaikan hati orang-orang kaya terhadap orang
miskin, tetapi zakat adalah hak Tuhan dan hak orang miskin yang terdapat dalam
harta orang kaya, sehingga zakat wajib dikeluarkan. Demikian kuatnya pengaruh
zakat, sampai Khalifah Abu Bakar Ashiddiq bertekad memerangi orang-orang
yang shalat, tetapi tidak mau mengeluarkan zakat dimasa pemerintahannya.
Ketegasan sikap ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat adalah
suatu kedurhakaan dan jika hal ini dibiarkan, maka akan memunculkan berbagai
kedurhakaan dan kemaksiatan lainnya.
Secara demografik dan kultural, bangsa Indonesia, khususnya masyarakat
muslim Indonesia, sebenarnya memiliki potensi strategis yang layak
dikembangkan menjadi salah satu instrument pemerataan pendapatan, yakni
2 Ali Yafie. Menggagas Fith Sosial, (Bandung, 1994), h. 231.
3 Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu Zakat, (Beirut: Muassasah Risalah, 1991), h. 42
4 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press, 2008), h.
90
3
institusi zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Karena secara demografik, mayoritas
penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dan secara cultural, kewajiban zakat,
dorongan berinfaq, dan bersedekah di jalan Allah telah mengakar kuat dalam
tradisi kehidupan masyarakat muslim. Dengan demikian, mayoritas penduduk
Indonesia, secara ideal, bisa terlibat dalam mekanisme pengelolaan zakat. Apabila
hal itu bisa terlaksana dalam aktivitas sehari-hari umat Islam, maka secara
hipotetik, zakat berpotensi mempengaruhi aktivitas ekonomi nasional, termasuk di
dalamnya adalah penguatan pemberdayaan ekonomi nasional.
Secara substantif, zakat, infaq, dan sedekah adalah bagian dari mekanisme
keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil
dari harta orang berkelebihan dan disalurkan kepada orang yang kekurangan.
Zakat tidak dimaksudkan untuk memiskinkan orang kaya, juga tidakuntuk
melecehkan jerih payah orang kaya.5 Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari
sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu yang wajib dizakati.
Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan
hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu.
Seperti halnya dengan zakat, walaupun infaq dan sedekah tidak wajib,
diinstitusi ini merupakan media pemerataan pendapatan bagi umat Islam
sangatdianjurkan. Dengan kata lain, infaq dan sedekah merupakan media untuk
memperbaiki taraf kehidupan, disamping adanya zakat yang diwajibkan kepada
orang Islam yang mampu. Dengan demikian dana zakat, infaq, dan sedekah bisa
diupayakan secara maksimal untuk memberdayakan ekonomi masyarakat.
5 Muhammad Nejatullah Siddiqi, Pemikiran Ekonomi Islam: Suatu Penelitian Kepustakaan
Masa Kini, (Jakarta: LPPW, 2001), h.134
4
Relevansi zakat di masa sekarang menjadi semakin penting, terlepas dari
pajak yang telah ada, karena tempat penyalurannya berbeda. Zakat merupakan
faktor utama dalam pemerataan harta benda di kalangan umat Islam, dan juga
merupakan sarana utama dalam menyebar luaskan perasaan senasib
sepenanggungan dan persaudaraan di kalangan umat Islam. Karena itu dapat
dikatakan bahwa zakat, kalau akan dinamakan pajak, maka ia adalah pajak dalam
bentuk yang sangat khusus.6
Pengembangan pemaknaan zakat semacam itu perlu dilakukan karena
pemaknaan zakat oleh seseorang atau lembaga dapat mempengaruhi orientasi dan
model pengelolaan dan zakat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Secara teologis, zakat akan mendorong seseorang untuk mengeluarkan sebagian
kekayaannya untuk orang lain atas dasar kepatuhannya kepada Allah SWT.
Sedangkan secara sosio ekonomi, zakat diharapkan dapat membantu dan
memperbaiki taraf sosial ekonomi penerimaannya serta mempererat hubungan si
kaya dan si miskin. Disamping itu, apabila zakat dimaknai secara politis strategis,
maka zakat diharapkan mampu memberikan implikasi yang besar pada penguatan
daya tahan bangsa dalam melangsungkan kehidupannya.
Dalam perspektif nasional, badan amil zakat atau lembaga amil
zakatdiharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri,
melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian
terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan
6 A.Rahman Zainuddin “Zakat Implikasinya pada Pemerataan” dalam Budhy Munawar-
Rachman
(Ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994),
Cet.ke-
1, h. 437
5
demikian, kehadiran badan amil zakat di samping bersifat keagamaan, juga
ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang
sejahtera, adil, dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna badan amil
zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti
dilakukan.
Pengelolaan zakat awalnya pada masa penjajahan dan kemerdekaan
memilki gambaran buram tentang fungsi zakat karena tidak ada pembayaran dan
penyaluran zakat secara baik sehingga pada masa orde baru pemerintah
mengeluarkan UU Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat dalam rangka
melembagakan pengelolaan zakat agar mempermudah dalam pengelolaan zakat
sehingga menunjang kebutuhan sosial untuk konsumtif maupun produktif serta
merupakan awal dari terbukanya keterlibatan publik secara aktif melalui BAZ
(Badan Amil Zakat). Namun Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dianggap belum mampu menjawab permasalahan pengelolaan
tersebut sehingga pemerintah merevisi UU Nomor 38 Tahun 1999 menjadi
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat agar dapat
memperbaiki undang-undang sebelumnya karena UU Nomor 38 Tahun 1999
sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dibuat dalam rangka
meningkatkan dayaguna dan hasil guna, zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat agama Islam yang bertujuan melakukan pengelolaan zakat.
Pengelolaan yang dimaksud meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
6
Namun dalam implementasinya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
mengalami banyak kontroversi karena dianggap mempersulit masyarakat dalam
mengumpulkan zakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat. Pada
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat pasal krusial yang menyalahi
norma dalam masyarakat, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dapat
mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat.
Selain itu, hasil revisi Undang-undang zakat tersebut, telah menghambat kinerja
dan menghambat peran lembaga-lembaga zakat yang telah ada. Disyahkannya
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dinilai belum
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dan belum menjawab permasalahan
perzakatan yang ada karena, di dalam Undang-undang tersebut terdapat pasal
yang multitafsir yang bisa menimbulkan pro dan kontra di kalangan pegiat zakat.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 dimaksudkan untuk memastikan
keteraturan dan akuntabilitas dalam perencanaan pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat; pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat. Akan tetapi adanya krisis kepercayaan masyarakat pada kinerja
pemerintah merupakan salah satu alasan mengapa banyak kontroversi mengenai
pengelolaan zakat yang langsung ditangani pemerintah, karena dikhawatirkan
akan muncul peluang timbulnya korupsi dan ketidakmerataan pendistribusian
zakat.
Sikap tradisional masyarakat juga mempengaruhi terhambatnya
pengaplikasian Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, karena para pemberi
7
zakat lebih mempercayakan penyaluran kepada masjid terdekat atau lembaga
lembaga penyalur lainnya yang ada di daerahnya, yang setiap tahun melakukan
pengumpulan dan penyaluran zakat. Penyaluran zakat melalui masjid didasari
kepraktisan dan kedekatan lokasi. Alasan lain mengapa masyarakat tidak
mempercayai lembaga yang dibentuk pemerintah diakibatkan sistem birokasi dan
good governance yang masih lemah didukung pula dengan tingkat korupsi yang
sangat tinggi di Indonesia, sehingga dikhawatirkan zakat yang merupakan salah
satu wujud ketaatan agama akan disalahgunakan oleh pemerintah untuk
kepentingan politis dan tidak sesuai dengan tujuan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011.
Selain itu dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat pasal-
pasal yang tidak berkesinambungan dengan kondisi masyarakat dan menghambat
kinerja pendistribusian zakat dari lembaga penyaluran zakat yang selama
bertahun-tahun melaksanakan penyaluran zakat karena kurang mendapat jaminan
dan pelindungan hukum yang memadai dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011.
Bila dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, maka
UU zakat yang baru ini memiliki banyak perbedaan. Perbedaan ini tidak hanya
bersifat asesoris, akan tetapi juga mencakup substansinya. Beberapa perbedaan
mendasar antara Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 dengan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 yang baru disahkan antara lain, dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 yang disahkan pada tanggal 27 Oktober 2011 terdapat 11
Bab dan 47 Pasal. Muatan yang terkandung dalam Undang-undang Zakat baru
8
tersebut adalah: 1). Pengelolaan zakat menjadi kewenangan Negara, masyarakat
diperkenankan ikut mengelola apabila ada izin dari pemerintah. 2). Pengelolaan
zakat dilakukan oleh BAZNAS yang beroperasi dari tingkat pusat sampai dengan
Kota/Kabupaten secara hirarkis (untuk selanjutnya BAZNAS dapat membentuk
UPZ (Unit Pengumpul Zakat). 3). Anggota BAZNAS terdiri dari delapan orang
perwakilan masyakat dan tiga orang perwakilan pemerintah. Perwakilan
masyarakat terdiri dari Ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat,
sedangkan perwakilan pemerintah dan unsur kementerian terkait. 4). LAZ
berperan membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat (untuk selanjutnya LAZ
dapat membentuk perwakilan). Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 secara
tersirat mengakomodasi keberadaan LAZ daerah.7
Jika melihat dari beberapa isi Undang-undang terbaru Nomor 23 Tahun
2011, ada beberapa poin penting yang mesti kita telaah lebih lanjut. Salah satunya
seperti persoalan mengenai pengelolaan zakat yang kini dipusatkan pada
Pemerintah atau sentralisasi zakat pada BAZNAS. Jika dilihat dari kenyataan
yang ada, lalu bagaimana dengan peran LAZNAS dalam mengelola zakat yang
sudah terlebih dahulu mengelola zakat itu sendiri sebelum terbentuknya
BAZNAS. Seharusnya dengan terbitnya undang-undang ini diharapkan dapat
menjadi acuan penting untuk pengelolaan zakat di Indonesia kedepannya. Tetapi
nyatanya dengan lahirnya Amandemen undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat ini, masih banyak menuai protes dan kecaman dari
berbagai elemen dan para praktisi zakat di Indonesia. Apalagi banyak munculnya
7 Undang-undang Republika Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
9
penafsiran atas isi Undang-undang Pengelolaan Zakat yang baru ini, sehingga
mengakibatkan banyaknya pro-kontra mengenai isi dari Undang-undang
Pengelolaan Zakat itu sendiri. Adanya Undang-Undang baru ini diharapkan dapat
menjawab masalah-masalah pengelolaan zakat di Indonesia, bukan malah
menambah permasalahan dalam pengelolaan zakat. Banyak harapan dari pihak
LAZ terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, sehingga dapat
memberikan solusi atas pengelolaan zakat yang sebelumnya diatur dalam Undang-
undang Nomor 38 Tahun 1999.
BAZNAS Kabupaten Tangerang merupakan salah satu lembaga pengelola
zakat di wilayah provinsi Banten yang dibentuk berdasarakan Surat Keputusan
Bupati Tangerang Nomor 451/Kep.459-Huk/2015. Keberadaan BAZNAS
Kabupaten Tangerang memiliki posisi yang cukup strategis terkait pengelolaan
zakat di wilayah Kabupaten Tangerang. Dengan diberlakukannya Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Indonesia,
termasuk didalamnya BAZNAS Kabupaten Tangerang, dituntut untuk lebih
optimal dalam melakukan tugas dan fungsinya. .
Sehubungan dengan hal itu, penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai implementasi pengelolaan zakat setelah berlakunya Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011. Hasil penelitian tersebut selanjutnya akan penulis
tuangkan dalam sebuah skripsi dengan judul: “Implementasi Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten
Tangerang”.
10
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di
atas, banyak masalah yang dapat dikaji dan diteliti. Namun agar penelitian
ini lebih terfokus dan sekaligus menghindari terjadinya kesimpang siuran
dalam pembahasan, maka masalah-masalah yang akan dikaji dan dianalisis
dibatasi seputar implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang. Pembatasan
tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran lebih konkrit tentang
upaya yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
mengimpelemtasikan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.
2. Perumusan Masalah
Zakat memiliki potensi yang cukup besar dalam upaya memecahkan
persoalan kemiskinan, jika mampu dikelola dan dimanage secara baik dan
benar oleh badan yang diberikan tugas dan kewenangan untuk itu.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian
ini penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun
1999 Tentang Pengelolaan Zakat ?
b. Bagaimana pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat ?
11
c. Bagaimana penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
a. Pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
Tentang Pengelolaan Zakat ?
b. Pengelolaan zakat menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat ?
c. Penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?
2. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan
pencerahan dan daya guna bagi pihak-pihak terkait, yakni sebagai berikut:
a. Bagi akademisi, dapat menambah khazanah pengetahuan serta ilmu yang
luas demi meningkatkan kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan
emosional dalam bidang ekonomi syariah, khususnya mengenai
pengelolaan dana zakat sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011.
b. Bagi praktisi, dapat menambah sumbangan wacana pemikiran serta
motivasi kepada praktisi dalam menerapkan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
12
c. Bagi masyarakat, dapat meningkatkan kesadaran dan keinginan
masyarakat untuk berzakat dan menambah pengetahuan tentang seputar
zakat di Indonesia.
Harapan utama penulis dengan adanya penulisan ini, dapat
memperkaya wawasan dalam ekonomi Islam pada umumnya dan khususnya
memperoleh bukti yang sangat signifikan terhadap masalah yang diteliti
serta memperoleh pengetahuan mengenai pengelolaan zakat di Indonesia
D. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis. Pendekatan yuridis
diartikan sebagai penelitian hukum dimana hukum tidak dikonsepsikan
suatu gejala normatif yang mandiri (otonom), tetapi sebagai suatu institusi
sosial yang dikaitkan secara riil dengan informan sosial yang lain. Menurut
pandangan penelitian ini, hukum dipelajari sebagai suatu peraturan yang
menimbulkan akibat-akibat pada berbagai segi kehidupan sosial.8 Sisi
yuridis dalam penelitian ini akan meninjau dua peraturan undang-undang
yaitu, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
yang akan menjadi dasar yuridis dalam penegelolaan zakat yang dilakukan
oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang.
8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001),
h. 6.
13
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Kualitatif yaitu
penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan
prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya.9
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data sebagai
berikut :
a. Sumber primer, adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang
otentik dalam bentuk perundang-undangan tentang zakat, dan subyek
penelitian sebagai sumber informasi yang dicari. Data primer adalah
“kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai”. 10
Sumber data primer penelitian ini, penulis peroleh baik melalui kegiatan
observasi dengan ikut terlibat langsung dalam mengamati proses
pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang, maupun dari hasil
wawancara dengan informan yang berkaitan. Adapun sumber data
sekunder diantaranya adalah:
1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat;
2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;
dan
3) Hasil wawancara dengan informan yang berkaitan.
b. Sumber sekunder, adalah data-data yang berasal dari orang kedua atau
bukan data yang datang langsung, namun data-data ini mendukung
pembahasan dari penelitian ini.
9 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ....., h. 6.
10 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ....., h. 157.
14
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini yaitu
dengan menggunakan metode dokumentasi dan metode interview/
wawancara.
a. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai variabel yang
berupa catatan, buku-buku, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
majalah, catatan harian, agenda, dan sebagainya. Metode dokumentasi ini
digunakan untuk mendapatkan data berupa tulisan yang sehubungan
dengan obyek penelitian yang akan di bahas dalam penelitian, serta
digunakan sebagai metode penguat dari hasil metode interview atau
wawancara. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang
menyangkut pembahasan yang penulis kaji atau teliti. Dalam hal ini,
dokumentasi yang dijadikan acuan berupa arsip atau dokumen dari
BAZNAS Kabupaten Tangerang.
b. Metode Interview
Yaitu usaha mengumpulkan informasi dengan menggunakan
sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula.
Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-
hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.11
Dengan
menggunakan metode ini diharapkan dapat memperoleh jawaban secara
langsung, jujur, dan benar serta keterangan lengkap dari informan
11
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1996),
cetakan-I, h. 59
15
sehubungan dengan obyek penelitian. Sehingga dapat diperoleh
informasi yang valid dengan bertanya langsung kepada informan. Dalam
hal ini informan adalah pengurus BAZNAS Kabupaten Tangerang.
Adapun informan yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah Bapak
K.H. Afif Afify, Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, Bapak Drs. H.
Yahya Erfan Ma’sum, Sekretaris BAZNAS Kabupaten Tangerang, dan
Bapak Drs. Nano Sumarno, Bendahara BAZNAS Kabupaten Tangerang.
4. Analisis Data
Menurut Moleong, analisa data merupakan tahap terpenting dari
sebuah penulisan. Sebab pada tahap ini data dapat dikerjakan dan
dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sebuah pemahaman
yang benar-benar dapat digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan
yang telah dirumuskan. Secara definitif, analisa data merupakan proses
pengorganisasian dan pengurutan data ke dalam pola kategori dan suatu
uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan
hipotesis kerja seperti yang dirumuskan oleh data.12
Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis atau
analisis isi, yakni pengolahan data dengan cara pemilahan tersendiri
berkaitan dengan pembahasan dari beberapa gagasan atau pemikiran para
tokoh yang kemudian dideskripsikan, dibahas dan dikritik. Selanjutnya
dikategorisasikan (dikelompokkan) dengan data yang sejenis, dan dianalisa
isinya secara kritis guna mendapatkan formulasi yang kongkrit dan
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2001),
h. 103.
16
memadai, sehingga pada akhirnya dijadikan sebagai langkah dalam
mengambil kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.13
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan, penulis menggunakan standar acuan Buku
Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun
2012 M.
E. Study Review Terdahulu
Sudah cukup banyak studi yang dilakukan seputar lembaga zakat, baik
tentang mekanisme pengumpulan, penyaluran maupun pendistribusiannya.
Namun, sepanjang yang penulis ketahui, belum ada seorangpun yang menulis
tentang manajemen pengelolaan zakat sebelum dan sesudah berlakunya Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, khususnya pada
BAZNAS Kabupaten Tangerang. Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, ada
beberapa karya ilmiah yang secara spesifik serumpun dengan judul yang diangkat
penulis. Walaupun obyek kajiannya sama, namun masih terdapat perbedaan yang
mendasar, seperti:
Skripsi yang berjudul “Pendistribusian Dana Zakat Untuk Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pada Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten
Karawang, yang disusun oleh Mukhlisin, Program Studi Muamalat (Ekonomi
13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 163.
17
Islam) Tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang mekanisme pendistribusian
zakat di Kabupaten Karawang.
Selain itu, skripsi yang berjudul: “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui
Zakat Produktif (Studi Kasus Pada Badan Amil Zakat Daerah/BAZDA Kota
Tangerang), yang disusun oleh M. Syahril Syamsuddin, Konsentrasi Perbankan
Syari’ah Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam), tahun 2010. Skripsi ini lebih
menitik beratkan pada pengelolaan zakat produktif.
Selain itu juga skripsi yang berjudul: “Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat
BAZDA Kota Tangerang Selatan Terhadap Pemberdayaan Pengusaha Kecil dan
Mikro”, yang disusun oleh Lisa Hafizah, tahun 2005. Skripsi ini membahas
tentang penghelolaan zakat pada BAZDA Kota Tangerang Selatan khususnya
dalam hal pemberdayaan pengusaha kecil dan mikro.
Penelitian yang dilakukan oleh Dzulfadli Nashby, Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Perbankan Syari’ah
dengan judul “Kajian Perubahan Undang-Undang No.38 tahun 1999 Tentang
Pengelolaan Zakat dan Pengaruhnya Terhadap Pengelolaan Zakat di Indonesia”.
Perbedaan mendasar dalam penulisan ini terdapat pada objek dan subjek
penelitian. Pada penelitian ini sodara Dzulfadli meneliti Undang-Undang No.38
tahun 1999 sedangkan Penulis mengkaji tentang pengelolaan zakat berdasarkan
UU No.23 Tahun 2011.
Skripsi dari Saudara M. Yusuf (2009), “Implementasi Undang-undang
No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat di Kota
Depok”. Pada penelitian ini membahas tentang implementasi dari Undang-
18
Undang No.38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, yang dilakukan Badan
Amil Zakat Kota Depok. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa hambatan yang
paling utama adalah adanya sifat keengganan atau menolak untuk membayar
kewajiban dari sebagian muzzaki dikarenakan kurangnya kepercayaan dari
sebagian masyarakat terhadap proses birokrasi. Untuk meningkatkan jumlah
pendapatan zakat yang diterima, BAZDA Kota Depok mengaggap perlu adanya
rgulasi laen selain Undang-Undang No.38 tahun 1999 yang lebih mengikat
umumnya kepada masyarakat Kota Depok dan khususnya kepada para Pegawai
Negri Sipil yang ada dilingkungan kota Depok. Regulasi tambahan tersebut
dimaksudkan agar kepada setiap PNS yang ada di Kota Depok dapat langsung
dipotong gajinya untuk disisihkan membayar zakat, sebagai bentuk dari zakat
profesi. Persamaan penelitian ini dengan yang penulis angkat ialah sama-sama
membahas penerapan UU mengenai zakat. Namun terdapat pula perbedaannya
yaitu dalam hal substansinya yang dibahas. Selain itu terdapat pula perbedaan dari
penelitian ini dengan penelitian yang penulis angkat, yaitu dari metode penelitian
yang digunakan.
Jurnal dari saudari Trie Anis Rasidah dan Asfi Manzilati, Mahasiswi
Universitas Brawijaya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (2014), “Implementasi
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat
Lembaga Amil Zakat (studi pada beberapa LAZ Di kota Malang)”. Perbedaan dari
penelitian ini ialah dari segi objek dan subjek penelitian. Pada penelitian ini
membahas implementasi undang-undang no.23 tahun 2011 terhadap legalitas
pengelolaan zakat suatu lembaga, studi kasus pada beberapa LAZ di Kota Malang.
19
Dengan menggunakan analisis kualitatif dan pendekatan content analysis sehingga
dapat menjawab rumusan masalah pada penelitian. Dari hasil penelitian ini,
diketahui bahwa dalam implementasi undang-undang nomor 23 tahun 2011
terhadap legalitas pengelolaan zakat oleh lembaga amil zakat (studi pada beberapa
LAZ di Kota Malang) belim tersosialisasi kepada masyarakat sehingga pihak
pengelola zakat dan masyarakat ragu bahwa undang-undang nomor 23 tahun 2011
tentang pengelola zakat benar-benar diterapkan hal ini dikarenakan masih
banyaknya pasal yang tidak sesuai dengan kodisi masyarakat sehingga
mengambat legalitas LAZ dalam mengelola zakat. Maka, diperlukan peninjauan
ulang dan sosialitas mengenai undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang
pengelolaan zakat.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dan konkrit tentang
penelitian ini, maka sistematika penulisannya disusun sebagai berikut:
Bab I, Pendahuluan, meliputi pembahsan tentang: Latar Belakang
Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Metode Penulisan, Study Review Terdahulu, dan Sistematika Penulisan.
Bab II, Kajian Teoritis Tentang Zakat dan Problematikanya, yang memuat
pembahasan tentang: Zakat dan Permasalahannya, Pengelolaan Zakat menurut
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, dan Pengelolaan Zakat menurut Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011.
20
Bab III, Gambaran Umum BAZNAS Kabupaten Tangerang, yang
pembahasannya terdiri atas: Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Tangerang,
Dasar Hukum Pendirian BAZNAS Kabupaten Tangerang, Maksud dan Tujuan
BAZNAS Kabupaten Tangerang, Visi, Missi, dan Motto BAZNAS Kabupaten
Tangerang, Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang, dan Fungsi dan
Tugas Pokok Organisasi
Bab IV, Penerapan Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang, yang memuat pembahasan
tentang: Pengumpulan Zakat, Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat, dan
Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang
Bab V, Penutup, memuat Kesimpulan dan Saran-saran.
21
BAB II
KAJIAN TEORITIS TENTANG ZAKAT
DAN PROBLEMATIKANYA
A. Zakat dan Permasalahannya
1. Pengertian Zakat
Zakat berasal dari bentukan kata “zakaa”, yang secara etimologi
berarti “suci”. “baik”, “berkah”, “tumbuh”, “berkembang”, “bertambah”,
dan “subur”.
Secara terminologi, zakat berarti nama bagi sejumlah harta tertentu
yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan
persyaratan tertentu pula.1
Selain itu zakat juga mempunyai beberapa nama di dalam Al-
Qur‟an, tetapi tetap mempunyai arti yang sama. Nama-nama tersebut antara
lain :
a. Zakat
Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 43:
ألا انصلح ءارا انضكبح و
اسكعا يع انشاكع
1 Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), h. 13.
22
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah kamu
bersama orang-orang yang rukuk” (QS. al-Baqarah : 43).2
b. Shodaqoh
خز ي أيانى صذلخ رطشى رضكى ثب صم عهى إ صلرك
سع عهى سك نى للا Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo‟alah
untuk mereka.(QS. at-Taubah : 103)3
أنى عها أ للا مجم ؤخز انصذلبد انزثخ ع عجبد
أ للا انزاة انشحى
Artinya: “Tidaklah mereka mengetahui bahwasanya Allah menerima
taubat dari hamba-hambanya dan menerima zakat, dan
bahwasanya Allah maha penerima taubat lagi Maha
penyayang” (QS. at-Taubah 104)4
c. Haq
انز أشؤ جبد يعششبد غش يعششبد انخم انضسع يخزهفب أكه انضز انشيب
يزشبثب غش
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon kurma, tanaman-tanaman yang bermacam-
macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan
warnanya), dan tidak sama (rasanya) makanlah dari buahnya
(yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah
haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada
fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan,
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-
lebihan” (QS. al-An‟am : 141).5
2 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Bumi Restu, 1976),
h. 16 3 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 298
4 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 297
5 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 212
21
23
d. Nafaqah
بأب انز ءايا إ كثشا ي الحجبس انشجب نؤكه أيال انبط ثبنجبطم صذ ع سجم للا انز كض انزت فمب ف سجم للا انفعخ ل
ى ثعزاة أنى فجشش
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya sebagian besar
dari orang-orang Yahudi dan Rahib-rahib Nasrani benarbenar
memakan harta orang dengan jalan yang bathil, dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-
orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada
mereka (bahwa mereka akan mendapat siksa yang pedih). (QS.
at-Taubah : 34)6
Dalam istilah fikih, zakat adalah sejumlah harta yang di keluarkan
dari jenis harta tertentu yang di serahkan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya dengan syarat yang telah di tentukan.7
Beberapa ahli fikih mendefinisikan zakat sebagai berikut:
a. Menurut Abi Syuja‟.8 Zakat adalah suatu nama tertentu yang di ambil
dari harta tertentu dan di berikan kepada golongan tertentu.
b. Menurut Sayyid Sabiq,9 zakat adalah nama suatu hak Allah yang
dikeluarkan seseorang kepada fakir miskin, dan dinamakan zakat karena
ada harapan untuk memperoleh berkah, membersihkan jiwa dan
tambahnya beberapa kebaikan.
6 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283
7 Lahmudin Nasution , Fiqh I, (Jakarta : Logos, 1995), h. 145.
8 Abi Syuja‟, Fath al-Qorib, (Bandung : Al-Maarif, t.th), h. 22
9 Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunah, juz lll, (Kuwait : Dar al-Bayan, 1968), h. 5
24
c. Menurut Yusuf Qardhawi,10
zakat adalah sejumlah harta tertentu yang
diwajibkan Allah dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak.
d. Menurut Didin Hafidhuddin,11
zakat adalah harta yang telah memenuhi
syarat tertentu yang dikeluarkan oleh pemiliknya kepada orang yang
berhak menerimanya.
e. Menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 1999, zakat adalah harta yang
wajib di sisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh
orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.
Selain itu, zakat dapat pula diartikan sebagai pemberian sesuatu yang
wajib diberikan dari sekumpulan harta tertentu, menurut sifat dan ukuran
tertentu, kepada golongan tertentu yang berhak menerimanya.12
Sayyid
Sabiq mendefinisikan zakat sebagai sebuah nama harta yang harus
dikeluarkan manusia dari hak Allah untuk diberikan kepada fakir miskin.13
Mahmud Syalthout, dalam Bukunya “Fatawa”, menyatakan bahwa
zakat secara terminologi adalah nama sebagian harta yang dikeluarkan oleh
hartawan untuk diberikan kepada saudaranya yang fakir-miskin dan untuk
kepentingan umum yang meliputi penertiban masyarakat dan peningkatan
taraf hidup umat.14
Sedangkan Hasby Ash-Shiddieqy menyatakan bahwa
10
Yusuf Qordhawi, Fiqh Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., (Jakarta: Litera Antar Nusa,
Cet. 6, 2002), h. 37 11
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani,
2002), h. 7 12
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqih Jilid I, (Jakarta: Dir.
PPTAI, 1983), h. 229. 13
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid I, h. 276. 14
Mahmud Syalthout, Fatawa, (Kairo: Darul Qolam, 1966), h. 114.
25
zakat secara terminologi adalah mengeluarkan sebagian dari harta guna
diberikan kepada mereka yang telah diterangkan syara‟, menurut aturan
yang telah ditentukan di dalam Kitabullah, Sunnah Rasul dan Undang-
undang Fiqih.15
Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Bab I Pasal 1 ayat 2, bahwa zakat
adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.16
Berdasarkan beberapa definisi yang telah penulis sebutkan di atas,
maka adapatlah disimpulkan bahwa zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seseorang atau badan karena telah memenuhi syarat-syarat
tertentu yang akan dibagikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya
berdasarkan ketentuan syari‟at agama Islam.
2. Sejarah Disyari’atkannya Zakat
Zakat bukanlah syari‟at baru yang hanya terdapat pada Syari‟at
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Akan tetapi zakat
merupakan bagian dari syari‟at yang dibawa oleh para Rasul dahulu, sebagai
rangkaian dari ibadah fardhu lainnya, seperti shalat, puasa dan haji.
Zakat merupakan suatu ibadah maliyah yang lebih menjurus kepada
aspek sosial, untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya
15
Hasby Ash-Shiddiey, Pedomna Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 5. 16
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Dirjen
Bimas Islam, 2003), h. 3
26
dengan Allah, dan dalam hubungannya dengan sesama manusia. Jika shalat
lebih menjurus kepada pembinaan kepribadian yang mulia, maka zakat lebih
menjurus kepada pembinaan kesejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu tidak
mengherankan jika ibadah zakat ini juga merupakan ibadah bagi umat-umat
sebelum Islam, sebagaimana yang diterangkan oleh Allah dalam Al-Qur‟an
bahwa Nabi Ibrahim dan anak cucunya telah diperintahkan oleh Allah untuk
menunaikan zakat, sebagaimana mereka diperintahkan mendirikan shalat.
Di antara ayat-ayat itu adalah sebagai berikut:
a. Firman Allah dalam Surat Al-Anbiya ayat 73 yang berbunyi:
جعهبى أئخ ذ ثؤيشب أحب إنى فعم انخشاد إلبو انصلح إزبء انضكبح
كبا نب عبثذ
Artinya: “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin, yang
memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan telah Kami
wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka
selalu menyembah”17
b. Firman Allah dalam Surat Maryam ayat 54-55 sebagai berikut:
م إ اركش ف انكزبة إسبع
كب صبدق انعذ كب سسل
كب ؤيش أه ثبنصلح .جب انضكبح كب عذ سث يشظ
Artinya: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka kisah
Ismail yang tersebut di dalam Al-Qur‟an, sesungguhnya ia
adalah seorang yang benar janjinya dan ia adalah seorang
Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (umatnya) untuk
17
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 504.
27
bershalat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang
diridhai di sisi Tuhannya”.18
c. Firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 12 yang berbunyi:
نمذ أخز للا يثبق ث إسشائم ثعثب يى اث عشش مجب لبل للا إ يعكى نئ ألزى انصلح ءارزى انضكبح ءايزى ثشسه عضسرى ألشظزى للا
حسب لكفش عكى سئبركى لشظبلدخهكى جبد رجش ي رحزب البس ف كفش ثعذ رنك يكى
فمذ ظم ساء انسجم
Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari)
Bani Israil, dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang
pemimpin dan Allah berfirman: „Sesungguhnya Aku beserta
kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat, serta beriman kepada rasul-rasul-Ku, dan
kamu bantu mereka, dan kamu pinjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-
dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam
surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Maka barang
siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, ssungguhnya ia telah
tersesat dari jalan yang lurus”.19
d. Firman Allah dalam Surat Mayam ayat 30-31 sebagai berikut:
لبل إ عجذ للا ءارب انكزبة .جعه جب جعه يجبسكب أ
أصب ثبنصلح انضكبح يب كذ بيب ديذ ح
Artinya: “Berkata Isa, „Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia
memberikau Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang
Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana
saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku
(mendirikan) shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup”.20
18
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 468 19
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 161 20
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 466
28
e. Firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 123 sebagai berikut:
ثى أحب إنك أ ارجع يهخ
إثشاى حفب يب كب ي انششك
Artinya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) „Ikutilah
agama Ibrahim, seorang yang hanif dan dia tidak termasuk
orang-orang yang musyrik”.21
f. Firman Allah dalam Surat Al-An‟am ayat 161 sebagai berikut:
ذا سث إن صشاغ لم إيسزمى دب لب يهخ إثشاى
فب يب كب ي انششك ح
Artinya: “Katakanlah: „Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh
Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar,
agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu tidak termasuk
orang-orang yang musyrik”.22
Demikianlah ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan bahwa zakat
telah diperintahkan oleh Allah Swt. kepada umat-umat sebelum Nabi
Muhammad Saw.
3. Macam-macam Zakat
Zakat merupakan shodaqoh wajib yang telah ditentukan macam dan
jenisnya. Dalam ilmu Fiqih zakat dibagi menjadi 2 macam, yaitu zakat fitrah
dan zakat maal.
a. Zakat Fitrah
Zakat fitrah adalah zakat yang dikeluarkan oleh setiap orang
Islam yang mempunyai kelebihan untuk keperluan keluarga yang wajar
21
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 420 22
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 216
29
pada malam hari raya Idul Fitri.23
Zakat ini dinamakan zakat fitrah
karena di kaitkan dengan diri (al-Fitrah) seseorang. Zakat fitrah
dibayarkan pada bulan Ramadhan hingga sholat Idul Fitri. Adapun
jumlah dan jenis zakat ini adalah 1 sha‟ tamar atau satu sha‟ gandum,24
tergantung jenis makanan pokok yang terdapat di daerah tertentu.25
Zakat fitrah ini dimaksudkan untuk membersihkan dosa-dosa
yang pernah dilakukan selama puasa Ramadhan, agar orang-orang itu
benar-benar kembali kepada keadaan fitrah, dan juga untuk
menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya idul fitri. Hal ini
sebagaimana tercantum dalam hadist Nabi SAW.26
عجذ انذيشم خبنذ ث يحد حذثب لبل انسشلذ انشح عجذ ث للا
اث اخجشب للا عجذ لبل يشا اخجشب كب صذق شخ كب انخل ضذ ث سبس اخجشب -ع ش ت اث ع انصذف يحد لبل انشح عجذ سسل فشض : لبل عجبط اث ع شيخعك طشح انفطش صكبح سهى عه للا صه للا
انشفث انهغ ي) نهصبئى (نهصبو لجم أداب ي نهسبك طعخ أداب ي يمجنخ صكبح ف انصلح .انصذلبد ي صذلخ ف انصلح ثعذ
Artinya: “Mahmud bin Kholid Adimaski dan Abdullah bin Abdurrahman
berkata : kami diceritakan oleh Marwan. Abdullah berkata :
kami diceritakan oleh abu zayid al Khouladani. Dia adalah
guru yang jujur. ibn wahab juga meriwayatkan darinya.
Diceritakan oleh sayyar bin Abdurrahman dari Mahmud asy
Shodafi dari Ikrimah dari ibn Addas berkata : Rasulullah SAW
23
Muhammad Daud Ali, Habibah Daud Ali, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), h. 244 24
Satu Sha‟ sama dengan ukuran takaran 2,304 Kg 25
Abu Dawud Sulaiman ibn Al-Asy‟as As-Sijistani. Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar al–
kutub al-ilmiyyah, 1996), h. 97 26
Abu Dawud Sulaiman ibn Al-Asy‟as as-Sijistani. Sunan abi Daud, h. 99
30
mewajibkan zakat fitrah sebagai upaya penyucian bagi puasa
(orang yang berpuasa) dari main-main (tidak serius) dan dosa,
serta upaya memberi makan kepada orang-orang miskin.
Barang siapa menyerahkan zakat sebelum salat ied, maka itu
dihitung sebagai zakat yang akan diterima. Tetapi barang siapa
menyerahlan sesudah salat ied maka itu dianggap sebagai
sedekah”.
b. Zakat Mal
Zakat mal adalah zakat yang berupa harta kekayaan yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan hukum dengan ketentuan telah
memenuhi satu nishab dan telah dimiliki selama satu tahun.27
Zakat maal disyariatkan berdasarkan firman Allah surat Al-
Baqarah : 267
فما ي بأب انز ءايا أطجبد يب كسجزى يب أخشجب
نكى ي السض ل را انخجث
ي رفم نسزى ثآخز إل أ
رغعا ف اعها أ للا غ
حذ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari
apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari
padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya, dan
ketahuilah bahwa Allah Maha kaya lagi Maha terpuji. (QS. Al-
Baqarah : 267).28
Dalam kitab fiqih klasik, harta kekayaan yang wajib dizakati
meliputi: binatang ternak, emas dan perak, barang perdagangan, hasil
27
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van
Hoeve, 1993), h. 224 28
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 67
31
bumi serta barang tambang dan rikaz. Pembahasan ini akan dibahas
dalam uraian sebagai berikut:
1) Binatang ternak
Dalam kelompok ini para fukaha sepakat bahwa binatang
ternak yang wajib dizakati meliputi unta, sapi, kambing dan
semisalnya.29
Para fuqaha mensyaratkan beberapa hal dalam pengeluaran
zakat untuk binatang ternak, meskipun masih ada perselisihan
pendapat di dalamnya. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:30
a) Binatang ternak itu unta, sapi, dan kambing yang jinak.
b) Jumlah binatang ternak itu hendaknya mencapai nisab
c) Pemilik binatang itu telah memilikinya selama satu tahun penuh
terhitung dari hari pertama ia memilikinya dan pemilikan itu tetap
tertahan selama masa kepemilikan.
d) Binatang itu termasuk binatang yang mencari rumput sendiri dan
bukan binatang yang diupayakan rumputnya dengan biaya
pemiliknya.
2) Zakat Emas dan Perak
Dasar diwajibkan zakat terhadap emas dan perak adalah sesuai
dengan firman Allah SWT Surat at-Taubah 34:
29
Abdurrahman al-Jaziri, Fiqh‟ Ala Madzhab al-Arba‟ah , Juz 1, (Beirut: Darul Fiqr,
1972), h. 542 30
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283
32
انزت انفعخ انز كضفمب ف سجم للا فجششى ل
ثعزاة أنى
Artinya: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan
tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukan
pada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang
pedih”(QS. At-Taubah : 34).31
Diwajibkan zakat atas emas dan perak baik berupa mata uang
kepingan atau bongkahan,32
dengan syarat emas dan perak tersebut
sudah sampai satu nishab serta telah dimiliki selama satu tahun. Jika
tidak sampai satu nishab, maka tidak wajib mengeluarkan zakat
kecuali emas tersebut diperdagangkan. Adapun zakat yang
dikeluarkan masuk dalam kategori zakat perniagaan.33
Ulama fiqih berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati
jika cukup nishabnya. Menurut pendapat mereka, nishab emas adalah
20 mitsqal, sedangkan perak adalah 200 dirham.34
Mereka juga
memberi syarat yaitu berlakunya waktu satu tahun. Dan zakat yang
wajib dikeluarkan adalah 2,5% dari harta yang dimiliki.35
3) Zakat Barang Tambang (Ma‟din) dan Barang Temuan (Rikaz)
Barang tambang adalah segala sesuatu yang berharga yang
ditemukan atau dikeluarkan dari dalam bumi, seperti : besi, timah dan
31
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 283 32
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, h. 34 33
Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 57 34
Menurut Jumhur, 20 Mithqal adalah sebesar 91 gram emas, sedangkan 200 Dirham
sama dengan 643 gram perak 35
. Jawad Mughniyah, al-Fiqih ala Madzabil al-Khamsah, Terj. Masykur AB, Fiqih Lima
Madzhab, (Jakarta: Lentera, 1996), h. 185
33
sebagainya.36
Sedangkan yang dimaksud dengan rikaz adalah harta
simpanan pada masa dahulu yang terpendam di dalam tanah dan tidak
ada yang memilikinya.37
Hasil tambang apabila telah sampai satu nishab, maka wajib
dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga dan tidak disyaratkan
sampai satu tahun. Adapun zakatnya sebanyak 2,5 %.38
Sedangkan
untuk rikaz, zakat yang dikeluarkan adalah 1/5. Sama halnya hasil
tanmbang, rikaz juga tidak disyaratkan sampai satu tahun melainkan
dikeluarkan zakatnya pada waktu itu juga.39
4) Harta Perdagangan
Harta perdagangan adalah harta yang berupa benda, tempat
tinggal, jenis-jenis binatang, pakaian, maupun barang-barang yang
lainnya yang disediakan untuk diperdagangkan. Termasuk dalam
kategori ini menurut Mazhab Maliki ialah perhiasan yang
diperdagangkan.40
Zakat atas barang-barang perniagaan didasarkan
pada firman Allah SWT:
فم ا بأب انز ءايا أي طجبد يب كسجزى يب
أخشجب نكى ي السض Artinya: ”Hai orang-orang yang beiman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. (QS. al-
Baqarah :267).41
36
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, jilid II, (Beirut: Daar al-Fiqr, 1980), h. 65 37
Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, h. 66 38
Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 106 39
Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 107 40
Wahbah Az-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995), h. 164 41
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 67
34
Zakat yang wajib dikeluarkan dari harta perdagangan ialah
2,5 % harga barang dagangan. Jumlah zakat yang wajib dikeluarkan
darinya sama dengan zakat emas dan perak.42
5) Tanam-tanaman dan Buah-buahan
Kewajiban zakat hasil tanaman dan buah-buahan ini terdapat
dalam firman Allah SWT:
انز أشؤ جبد يعششبد غش يعششبد انخم انضسع يخزهفب أكه انضز انشيب يزشبثب غش يزشبث كها ي و ثش إرا أثش ءارا حم
شفا إ ل حت حصبد ل رس انسشف
Artinya: “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung
dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanaman yang
bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa
(bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah,
dan tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan
disedekahkan kepada fakir miskin) dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orangorang yang berlebih-lebihan”. (QS. al-An‟am: 141)43
Zakat hasil bumi ini tanpa adanya syarat haul, sebab setiap kali
panen harus dikeluarkan zakatnya. Sedangkan hasil bumi ada yang
sekali setahun dan ada yang dua sampai tiga kali dalam satu tahun.
Jadi setiap kali panen jika hasilnya telah mencapai satu nishab, maka
wajib untuk dikeluarkan zakatnya. Para fuqaha sepakat bahwa zakat
42
Hasbi Ash-Shiddiqi, Pedoman Zakat, h. 104 43
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 212
35
hasil tanaman adalah 10 % untuk tanaman yang memperoleh siraman
dari air hujan. Sedangkan
Dewasa ini kita telah mengalami perubahan struktural
ekonomi, dari ekonomi agraris beralih ke ekonomi industri atau jasa,
seperti pegawai, dokter, dan pekerjaan lainnya yang memperoleh
pendapatan dari upah, gaji, honorarium, atau berbagai pungutan
tertentu atas jasa yang diberikan. Hasil profesi merupakan sumber
pendapatan atau kekayaan yang tidak banyak dikenal pada masa
lampau, oleh karenanya bentuk pendapatan ini tidak banyak dibahas,
khususnya yang berkaitan dengan zakat. Meskipun demikian bukan
berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari
zakat, sebab zakat pada hakekatnya adalah pungutan harta yang
diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang
miskin. Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah
memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk
menunaikan zakat.
Kewajiban zakat profesi ini berdasarkan pemahaman kembali
terhadap keumuman makna yang terkandung dalam surat al-Baqarah
267:
فما بأب انز ءايا أي طجبد يب كسجزى يب
ض أخشجب نكى ي الس
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian
dari sebagian usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
36
apa yang kamu keluarkan dari bumi untuk kamu. (QS. Al-
Baqarah : 267)”44
Zakat penghasilan bersih dari seorang pegawai atau dari
profesi tertentu dapat diambil dari dalam setahun penuh jika
pendapatan bersih setahun itu mencapai satu nishab. Zakat tersebut
hanya diambil dari pendapatan bersih, sedangkan gaji atau upah
setahun yang tidak mencapai nishab (setelah dikurangi biaya hidup)
tidak wajib dizakati.
Menurut Didin Hafidhuddin bahwa zakat profesi dapat
dianalogikan pada dua hal, yaitu pada zakat pertanian serta zakat emas
dan perak. Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka zakat profesi
tidak ada ketentuan haul. Dan nishabnya senilai 653 kilogram padi
dan waktu mengeluarkan zakatnya adalah pada saat menerima gaji.
Sedangkan bila dianalogikan dengan zakat emas dan perak, maka
zakat yang wajib dikeluarkan dari suatu profesi adalah seperempat
puluh atau 2,5%. Hal ini karena gaji, upah, atau yang lainnya pada
umumnya diterima dalam bentuk uang.45
Qiyas yang digunakan dalam
menentukan zakat profesi adalah qiyas syabah,46
yaitu qiyas yang
„illat hukumnya ditetapkan dengan metode syabah.
Sedangkan Dr. Amin Rais berpendapat bahwa zakat terhadap
profesi-profesi modern perlu di tingkatkan sekitar 10% atau 20%. Hal
44
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 212 45
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 97 46
Qiyas sabah adalah mempersamakan furu‟ (cabang atau yang di qiyaskan) dengan asal
(pokok masalah atau tempat bersandarnya qiyas) karena ada jaami‟ (alasan yang
mempertemukannya) yang menyerupainya
37
ini didasarkan dari begitu mudahnya seseorang dalam mendapatkan
rizki yang melimpah. Profesi-profesi yang mendapatkan rizki secara
gampang misalnya : dokter, komisaris perusahaan, konsultan, akuntan,
pengacara, notaris, importir, eksportir, dan masih banyak lagi profesi
modern yang lain. Semua ini demi kehidupan sosial yang lebih sehat
supaya jarak antara yang kaya dan miskin tidak semakin menganga
lebar.47
4. Muzakki dan Mustahiq Zakat
a. Muzakki
Seseorang yang wajib mengeluarkan zakat disebut muzakki.
Muzakki adalah orang Islam atau badan hukum yang memiliki kekayaan
yang cukup nishab. Memang orang yang tidak beragama Islam tidak
diwajibkan untuk mengeluarkan zakat sebagaimana tidak diwajibkan
untuk mendirikan shalat, puasa, dan kewajiban-kewajiban lainnya.48
Sebagaimana ibadah yang lainnya, zakat juga mempunyai syarat
wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat
adalah: merdeka, muslim, baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh,
mencapai nishab, dan haul. Adapun syarat sahnya adalah niat yang
menyertai pelaksanaan zakat.49
Namun demikian, sebagian ulama
berpendapat bahwa anak kecil yang belum baligh dan orang gila juga
wajib mengeluarkan zakat, yang dilaksanakan oleh walinya, karena dalil-
47
Amin Rais, Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta, (Mizan, Bandung : 1987), h.
58-61. 48
Syukri Ghazali dkk., Pedoman Zakat, (Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana Keagamaan
Islam, Zakat dan Wakaf, 1999), h. 117. 49
Wahbah Az-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, h. 98.
38
dalil tentang zakat baik dari Al-Qur‟an maupun Al-Hadits tidak
memberikan keterangan yang khusus.
b. Mustahiq Zakat
Mustahiq zakat artinya adalah orang-orang yang berhak
menerima zakat sesuai dengan ketentuan syari‟at Islam. Dalam Al-
Qur‟an Surat At-Taubah ayat 60 dijelaskan mengenai orang-orang yang
berhak menerima zakat (mustahiq zakat), yang terdiri dari delapan
golongan (al-ashnaf at-tsamaniyah), yaitu:
1) Fakir
Fakir adalah mereka yang berada di bawah garis kemiskinan
dan tidak memiliki mata pencaharian, sehingga mereka ditempatkan di
urutan pertama sebagai penerima zakat.
2) Miskin
Miskin adalah mereka yang memiliki mata pencaharian, tetapi
pengahsilannya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
3) Amil
Amil zakat adalah mereka yang terlibat dalam pengelolaan dan
manajemen zakat. Ruang lingkup pekerjaan mereka sekurang-
kurangnya meliputi empat hal, yaitu sebagai pengumpul, pencatat,
pengelola dan pendistribusi zakat.
4) Muallaf
Muallaf adalah mereka yang perlu dita‟lif (didekatkan) hatinya
kepada Islam. Mereka antara lain: orang Islam yang belum kokoh
39
keimanannya karena baru masuk Islam, juga non Islam yang
diharapkan masuk Islam atau mengajak koleganya untuk masuk Islam,
atau diharapkan akan membantu orang-orang Islam, minimal tidak
mengganggu orang-orang Islam.
5) Riqab
Riqab artinya ialah budak belian yang diberi kebebasan usaha
mengumpulkan kekayaan agar ia dapat menebus dirinya. Pada zaman
dahulu, riqab disediakan untuk membebaskan budak. Untuk zaman
sekarang digunakan untuk membebaskan tawanan kaum muslimin
yang berada di tangan musuh.
6) Gharim
Gharim artinya adalah orang-orang Islam yang dihimpit
(dililit) hutang dan tidak sanggup membayarnya.
7) Sabilillah
Sabilillah artinya dalah jalan yang dapat menyampaikan
sesuatu karena ridho Allah, baik berupa ilmu maupun amal. Jumhur
Ulama mengartikan fi sabilillah di sini adalah perang. Bagian
sabilillah (dari zakat) itu diberikan kepada para angkatan bersenjata
yang lillahi ta‟ala, artinya tidak mendapat gaji dari pemerintah. Pada
zaman sekarang yang paling penting bagian fi sabilillah itu ialah guna
membiayai para propagandis Islam dan mengirim mereka ke negara-
negara non Islam guna pensyiaran agama Islam oleh lembaga-lembaga
Islam yang cukup teratur dan terorganisir. Termasuk sabilillah ialah
40
nafkah para guru yang mengajarkan ilmu syari‟at dan ilmu-ilmu
lainnya yang diperlukan oleh masyarakat umum.
8) Ibnu Sabil
Ibnu Sabli artinya adalah orang musafir muslim yang berada di
tengah perjalanan, yang bukan untuk tujuan maksiat, dan kehabisan
bekal.50
5. Hikmah Zakat
Kesenjangan penghasilan, rezeki dan mata pencaharian di kalangan
manusia merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Dalam
kehidupan bermasyarakat, kedudukan setiap orang tidak sama, ada yang
mendapat karunia Allah lebih banyak, ada yang sedikit, dan bahkan ada
yang untuk makan sehari-hari pun sangat susah untuk mendapatkannya. Hal
ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 71 yang berbunyi:
للا فعم ثععكى عه ثعط ف انشصق شاد سصلى فب انز فعها ث
بى فى ف عه يب يهكذ أ ساء أفجعخ للا جحذ
Artinya: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain
dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya
itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak
yang mereka miliki, agar mereka sama-sama (merasakan) rezeki
itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.51
Kesenjangan itu perlu didekatkan, dan sebagai salah satu caranya
adalah dengan zakat. Orang yang kaya harta berkewajiban mendekatkan
kesenjangan itu, karena memang ada hak fakir miskin dalam harta orang
50
Muhammad Ridwan Yahya, 2006, Buku Pintar Praktis Fiqih dan Amaliyah Zakat,
Jakarta: Pustaka Nawaitu, h. 107-123. 51
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 412.
41
kaya itu, sebagaimana firman Allah dalam Surat Ad-Dzariyat ayat 19
sebagai berikut:
ف أيانى حك نهسبئم انحشوArtinya: “Dan pada harta mereka ada hak orang miskin yang meminta dan
orang yang hidup kekurangan”.52
M. Ali Hasan menyatakan bahwa di antara hikmah zakat itu adalah:
mensucikan harta, mensucikan jiwa si pemberi zakat dari sifat kikir,
membersihkan jiwa si penerima zakat dari sifat dengki, dan membangun
masyarakat yang lemah.53
Wahbah Al-Zuhayly menyatakan bahwa di antara hikmah zakat
adalah sebagai berikut:
a. menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan pada
pendosa dan pencuri;
b. merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang yang
sangat membutuhkan bantuan;
c. mensucikan jiwa dari penyakit kikir; dan
d. sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat harta yang telah diberikan oleh
Allah.54
Menurut Didin Hafidhuddin, di antara hikmah zakat adalah sebagai
berikut:
a. sebagai perwujudan keimanan kepada Allah Swt., mensyukuri nikmat-
Nya, menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusiaan yang tinggi,
52
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 859. 53
M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 18-22. 54
Wahbah Az-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, h. 86-88.
42
menghilangkan sifat kikir, rakus dan materialistis, menumbuhkan
ketenangan hidup, sekaligus membersihkan dan mengembangkan harta
yang dimiliki.
b. karena zakat hak mustahiq, maka zakat berfungsi untuk menolong,
membantu dan membina mereka terutama fakir-miskin, ke arah
kehidupan yang lebih baik dan lebih sejahtera, sehingga mereka dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak, dapat beribadah kepada
Allah Swt., terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan
sifat iri dengki dan hasad yang mungkin timbul dari kalangan mereka,
ketika mereka melihat orang kaya memiliki harta yang cukup banyak;
c. sebagai pilar amal bersama (jama‟i) antara orang-orang kaya yang
berkecukupan hidupnya dan para mujahid yang seluruh waktunya
digunakan untuk berjihad di jalan Allah, yang karena kesibukannya
tersebut ia tidak memiliki waktu dan kesempatan untuk berusaha dan
berikhtiar bagi kepentingan nafkah diri dan keluarganya. Selain itu, zakat
juga berfungsi sebagai salah satu bentuk konkrit dari jaminan sosial yang
disyari‟atkan oleh ajaran Islam;
d. sebagai salah satu sumber dana bagi pembangunan sarana maupun
prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana ibadah,
pendidikan, kesehatan, sosial, maupun ekonomi, sekaligus sarana
pengembangan kualitas sumberdaya manusia muslim;
e. untuk memasyarakatkan etika bisnis yang benar, sebab zakat itu
bukanlah membersihkan harta yang kotor, akan tetapi mengeluarkan
43
bagian dari hak orang lain dari harta yang diusahakan dengan baik dan
benar sesuai dengan ketentuan Allah;
f. dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu
instrument pemerataan pendapatan;
g. dorongan ajaran islam yang begitu kuat kepada orang-orang yang
beriman untuk berzakat, berinfak dan bersedekah menunjukkan bahwa
ajaran Islam mendorong umatnya untuk mampu bekerja dan berusaha
sehingga memiliki harta kekayaan yang disamping dapat memenuhi
kebutuhan hidup diri dan keluarganya, juga berlomba-lomba menjadi
muzakki. Zakat yang dikelola dengan baik, akan mampu membuka
lapangan kerja dan usaha yang luas sekaligus penguasaan aset-aset oleh
umat Islam.55
B. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan
zakat. Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan dan kepastian
hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Menurut pasal 5 UU Nomor 38 Tahun 1999 Pengelolaan zakat bertujuan:
55
Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak dan Sedekah, Kami
Menjawab, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 2006), h. 20-25.
44
1. Meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntunan agama;
2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
Organisasi pengelolaan zakat terkandung dalam pasal 6 UU Nomor 38
Tahun 1999:
1. Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh
pemerintah.
2. Pembentukan badan amil zakat:
a. Nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b. Daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen
agama propinsi;
c. Daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau wali kota atas usul
kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
d. Kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
45
3. Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat
koordinatif, konsultatif dan informatif.
4. Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang
memenuhi persyaratan tertentu.
5. Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas
dan unsur pelaksana.
Pengumpulan zakat terkandung dalam pasal 11, 12, 13, 14, 15, UU Nomor
38 Tahun 1999.
Pasal 11
(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai zakat adalah;
a. emas, perak, dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangan;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz.
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan
berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara mnerima
atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat
harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq,
shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
berdasarkan hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan
46
kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada
muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri.
Pendayagunaan Zakat terkandung dalam pasal 16 dan 17 UU Nomor 38
Tahun 1999.
Pasal 16
(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan
ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas
kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang
produktif.
Pengawasan pengelolaan zakat tekandung dalam pasal 18 dan 19 UU
Nomor 38 Tahun 1999.
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh
unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas
dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Sanksi bagi pelanggar UU Nomor 38 Tahun 1999 terkandung dalam pasal
21:
47
Pasal 21
(1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat
dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan
kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam
undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
(3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang
melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
C. Pengelolaan Zakat Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Gagasan besar penataan pengelolaan zakat yang tertuang dalam Undang-
Undang No 23 Tahun 2011 dan menjiwai keseluruhan pasalnya adalah pengelolaan
yang terintegrasi. Kata terintegrasi menjadi asas yang melandasi kegiatan pengelolaan
zakat di negara ini, baik yang dilakukan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) di
semua tingkatan maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat legalitas sesuai
kebutuhan perundang-undangan.
Menurut ketentuan undang-undang, zakat yang terkumpul disalurkan
berdasarkan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Integrasi pengelolaan
zakat menempatkan BAZNAS sebagai koordinator. Peran koodinator merupakan satu
kesenyawaan dengan integrasi.
Pasal 6 dan 7 Undang-Undang No. 23 tahun 2011 sebagai dasar hukum yang
memberikan ruang terbuka kepada BAZNAS untuk menjalankan fungsi koordinasi.
Ketika LAZ menjadi bagian dari sistem yang dikoordinasikan BAZNAS, maka
posisinya secara hukum menjadi kuat, sehingga prinsip tuntunan syariah dalam Al-
Qur‟an (At Taubah ayat 103 dan 60) dapat terpenuhi.
48
Undang-Undang No. 23 tahun 2011 sejatinya bertujuan untuk menata
pengelolaan zakat yang lebih baik. Penataan sebagaimana dimaksud tidak terlepas
dari kepentingan untuk menjadikan amil zakat lebih profesional, memiliki legalitas
secara yuridis formal dan mengikuti sistem pertanggungjawaban kepada pemerintah
dan masyarakat. Tugas dan tanggung jawab sebagai amil zakat tidak bisa dilepaskan
dari prinsip syariah yang mengaitkan zakat dengan kewenangan pemerintah (ulil
amri) untuk mengangkat amil zakat.
BAZNAS dan LAZ harus bersinergi dalam satu tujuan besar, yaitu
mengoptimalkan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunakan zakat untuk
meningkatkan kesejahteraan umat dan bangsa. Peningkatan kinerja, pembenahan alur
pelaporan dan pertanggungjawaban BAZNAS dan LAZ harus menjadi perhatian
bersama.56
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan
zakat secara nasional dan berkedudukan di ibu kota negara. Dalam melaksanakan
tugasnya, BAZNAS menyelenggarakan fungsi, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian pengumpulan, pendistribusikan dan pendayagunaan zakat juga
melakukan pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
BAZNAS dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dapat bekerjasama dengan pihak
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
Undang-Undang No. 23 tahun 2011 pada Bab III diatur tentang
pengumpulam, pedistribusian, pendayagunaan zakat dan pelaporan. Muzakki
56
M. Fuad Nasar, Integrasi Pengelolaan Zakat dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011,
http://pusat.baznas.go.id/berita-artikel/integrasi-pengelolaan-zakat-dalam-uu-no-23-tahun-2011/,
diakses 4 Juni 2017.
49
melakukan penghitungan sendiri terhadap harta wajib zakatnya. Kalaupun muzakki
tidak bisa menghitung sendiri, maka BAZNAS bisa membantu menghitung kewajiban
zakat yang harus ia bayar.
Pasal 22 UU No 23 tahun 2011 menyebutkan bahwa zakat yang dibayarkan
melalui BAZNAS atau LAZ dapat mengurangi kewajiban membayar pajak dari
penghasilan kena pajak. Untuk itu BAZNAS dan LAZ berkewajiban memberikan
bukti setoran zakat kepada muzakki. Bukti setoran itu digunakan sebagai pengurang
penghasilan kena pajak.
Zakat yang terkumpul wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai syariat
Islam, dan pendistribusiannya dilakukan berdasarkan skala priorotas, dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan (pasal 25 dan 26).
Zakat yang terkumpul didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Namun, pendayagunaan
untuk usaha produktif jikalau kebutuhan dasar mustahik sudah terpenuhi.
BAZNAS dan LAZ tidak hanya menerima zakat, tetapi juga diberi
kewenangan oleh Undang-Undang untuk mengelola infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaannya dilakukan sesuai dengan
syariat Islam dan dilakukan sesuai peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi, dan
harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Agar pengelolaan zakat infak, sedekah dan dana sosial lainnya yang dikelola
oleh BAZNAS transparan dan akuntabel maka BAZNAS kabupaten/kota wajib
melaporkan pelaksanaan pengelolaannya ke BAZNAS provinsi dan pemerintah
daerah secara berkala, begitu pula BAZNAS provinsi. Sedangkan LAZ wajib
melaporkan kegiatannya kepada BAZNAS dan pemerintah secara berkala.
50
BAZNAS wajib menyampaikan laporan kegiatannya kepada menteri secara
berkala. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cteak atau
media elektronik.57
Dalam Al-Qur‟an, Allah Swt. telah memerintahkan kepada kaum
muslimin untuk memungut/mengambil Zakat dari sebagian harta para muzakki
untuk diberikan kepada mustahik Zakat. Zakat ini dipergunakan selain untuk
dimensi ibadah yaitu sebagai salah satu rukun Islam juga sebagai dimensi sosial
yaitu untuk memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan si miskin,
mengembangkan solidaritas sosial, menghilangkan sikap materialisme dan
individualisme.
Dalam hal pengumpulan, pendayagunaan, pengawasan dan sanksi atas
pelanggaran pengelolaan zakat ini pemerintah telah membuat aturan atau tata cara
Pengelolaan Zakat yang dimuat dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2011 yang
menyempurnakan Undang-undang mengenai Zakat sebelumnya yaitu Undang-
undang No. 38 Tahun 1999. Undang-undang No. 38 Tahun 1999 masih berlaku
selagi tidak bertentangan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 2011.
57
Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
51
BAB III
GAMBARAN UMUM BAZNAS KABUPATEN TANGERANG
A. Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu Kabupaten di wilayah
Provinsi Banten dengan jumlah penduduk muslim mencapai 2.667.088 (Dua Juta
Enam Ratus Enam Puluh Tujuh Ribu Delapan Puluh Delapan) jiwa dari total
jumlah penduduk sebanyak 2.834.376 (Dua Juta Delapan ratus Tiga Puluh Empat
Ribu Tiga Ratus Tujuh Puluh Enam) jiwa. Ini berarti lebih dari 90% penduduk
Kabupaten Tangerang beragama Islam. Jumlah tersebut sangat potensial bagi
pengelolaan dana zakat di Kabupaten Tangerang.
Sebelum diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, Kabupaten Tangerang telah memiliki sebuah lembaga khusus
yang berfungsi melakukan pengelolaan zakat di wilayah Kabupaten Tangerang.
Lembaga tersebut bernama BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Shadaqah).
Lembaga ini bertugas mengelola zakat, infaq dan shadaqah di wilayah Kabupaten
Tangerang. Dalam perjalanannya, BAZIS Kabupaten Tangerang berubah nama
menjadi BAZDA (Badan AMil Zakat Daerah) Kabupaten Tangerang.
BAZDA Kabupaten Tangerang didirikan berdasarkan ketentuan Undang-
undang Nomor 38 Tahun 1999. Keberadaan BAZDA Kabupaten Setelah
diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZDA Kabupaten
Tangerang berubah nama menjadi BAZNAS Kabupaten Tangerang, berdasarkan
Surat Keputusan Bupati Tangerang Nomor 451/Kep.459-Huk/2015. Sejak saat itu,
51
52
lembaga resmi yang berfungsi melakukan pengelolaan zakat di wilayah
Kabupaten Tangerang bernama BAZNAS Kabupaten Tangerang.
B. Dasar Hukum Pendirian BAZNAS Kabupaten Tangerang
Dasar hukum yang dijadikan landasan pengolaan zakat oleh BAZNAS
Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 25 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat;
3. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan
Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara,
Sekjen Komisi Negara, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD melalui
Badan Amil Zakat Nasional;
4. Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 118 Tahun 2014
tentang Pembentukan BAZNAS Propinsi;
5. Peraturan Menteria Agama Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014
tentang Syarat dan Tatacara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta
Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif;
6. Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 903/2017/SJ
Tanggal 22 April 2015 Tentang Dukungan Pembiayaan BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota dalam APBD;
7. Kesepakatan Bersama Menteri Agama RI, Menteri Keuangan RI dan Ketua
Umum KADIN Indonesia Nomor 17 Tahun 2003, Nomor 29/KMK.01/2003,
53
Nomor 001/DP/I/2003 tentang Sosialisasi dan Penggalangan Zakat di
Kalangan DUnia Usaha Nasional Untuk Meningkatkan Kesejahteraan
Masyarakat;
8. Keputusan Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Nomor DJ.II/568
Tahun 2014 tentang Pembentukan BAZNAS Kabupaten/Kota seluruh
Indonesia;
9. Peraturan daerah Provinsi Banten Nomor 24 Tahun 2004 tentang Pengelolaan
Zakat;
10. Instruksi Gubernur Banten Nomor 451/1122/Kesra/2005 tentang Zakat, Infak
dan Shadaqoh;
11. Peraturan daerah Kabupaten Tangerang Nomor 24 tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Zakat, Infak dan SHodaqoh;
12. Surat Keputusan Bupati Tangerang Nomor 451/Kep.459-Huk/2015 Tanggal
24 Agustus 2015 tentang Pengangkatan Pimpinan Badan Amil Zakat nasional
Kabupaten Tangerang Periode 2015-20120; dan
13. Surat keputusan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang Nomor
16/BAZNAS-KAB/X/2015 Tanggal 01 Oktober 2015 tentang Pengangkatan
Pelaksana BAZNAS Kabupaten Tangerang Periode 2015-2020.1
C. Maksud dan Tujuan BAZNAS Kabupaten Tangerang
Adapun maksud dan tujuan BAZNAS Kabupaten Tangerang adalah
sebagai berikut:
1 Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
54
1. Terciptanya tertib administrasi pengelolaan zakat, infak dan shodaqoh di
Kabupaten Tangerang;
2. Terciptanya sumber daya manusia yang professional dan pengelolaan zakat,
infaq dan shodaqoh di Kabupaten Tangerang;
3. Optimalisasi pengelolaan zakat, dana ZIS harus dikelola oleh Lembaga
(amylin) dan UPZ (Unit Pengumpul Zakat) di seluruh Kecamatan se-
Kabupaten Tangerang;
4. Terciptanya perencanaan pendistribusian dan pendayagunaan yang tepat bagi
mustahik berdasarkan data akurat;
5. Terciptanya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat, infak dan
shodaqoh di Kabupaten Tangerang;
6. Terwujudnya masyarakat Kabupaten Tangerang yang cerdas, makmur,
religious dan berwawasan lingkungan melalui apengelolaan zakat, infak dan
shodaqoh di Kabupaten Tangerang yang maksimal dan professional; dan
7. Terjalinnya hubungan yang harmonis antara BAZNAS Kabupaten dan UPZ
Kecamatan se-kabupaten Tangerang sehingga dapat terwujud satu kesatuan
yang utuh “One Team, One Spirit, One Goal” untuk mewujudkan Kabupaten
Tangerang GEMILANG.
D. Visi, Misi dan Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang
1. Visi BAZNAS Kabupaten Tangerang
Visi BAZNAS Kabupaten Tangerang adalah “Terwujudnya
masyarakat sadar zakat dan berkurangnya kesenjangan sosial para
mustahik”.
55
2. Misi BAZNAS Kabupaten Tangerang
Adapun misi BAZNAS Kabupaten Tangerang adalah sebagai
berikut:
a. Optimalisasi pengumpulan dan pendayagunaan zakat, infaq, shodaqoh
(ZIS) sesuai ketentuan Syari’at islam.
b. Meningkatkan kesadaran muzakki melalui BAZNAS, dan memperkecil
kesenjangan sosial para mustahik.
c. Melaksanakan ibadah ijtima‟iyah (sosial) berbasis ukhuwwah islamiyah
untuk kesejahteraan umat.
3. Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang
Adapun Motto BAZNAS Kabupaten Tangerang adalah sebagai
berikut: “Bersama BAZNAS menuju soleh individual dan soleh social”.2
E. Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang
Struktur organisasi pengelolaan zakat di tingkat Kabupaten Tangerang
terdiri dari unsur Dewan Pertimbangan, unsur Komisi Pengawas dan unsur Badan
Pelaksana/Pengurus Baznas.
Adapun susuna organisasi Badan AMil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Tangerang sesuai dengan Surat Keputusan Bupati Nomor
541/Kep.459-Huk/2015 Tanggal 24 Agustus 2015 tentang Pengangkatan
Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Tangerang Periode 2015-2020
adalah sebagai berikut:
2 Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
56
Ketua : K.H. Afif Afify
Wakil Ketua I : K.H. Djasmaryadi
Wakil Ketua II : H. Ihsan Nur Alam Jaelani, MA.
Wakil Ketua III : K.H. Afif Asytari
Selanjutnya Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang mengangkat Pelaksana
BAZNAS Kabupaten Tangerang. Adapun Surat Keputusan Ketua BAZNAS
Kabupaten Tangerang Nomor 16/BAZNAS-KAB/X/2015 Tanggal 01 Oktober
2015 tentang Pengangkatan Pelaksana BAZNAS Kabupaten Tangerang Periode
2015-2020 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1.
Pelaksana BAZNAS Kabupaten Tangerang Periode 2015-2020
No Nama Jabatan
1 Drs. H. Yahya Erfan Ma’sum Sekretaris
2 Drs. Nano Sumarno Bendahara
3 H. Hanafi Edi, S.Ag. Auditor Internal
4 H. Acang Amil Zakat Bid. Pengumpulan
5 Abdul Mufti Amil Zakat Bid. Pengumpulan
6 Dra. Hj. Khaeroyaroh Amil Zakat Bid. Pendistribusian dan
Pendayagunaan
7 A. Zaky Yudhistira, S.E., M.H. Amil Zakat Bid. Pendistribusian dan
Pendayagunaan
8 Hj. Siti Umroh, S.Pd.I., M.M. Amil Zakat Bag. Perencanaan,
Keuangan dan Laporan
9 M. Sumarlin, S.E. Amil Zakat Bag. Perencanaan,
Keuangan dan Laporan
10 Arwati Amil Zakat Bag. Perencanaan,
Keuangan dan Laporan
11 Fahmi, S.H.I. Amil Zakat Bag. SDM dan Umum
12 Siti Aisyah Amil Zakat Bag. SDM dan Umum
13 M. Aju Amil Zakat Bag. SDM dan Umum
57
Adapun Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang Masa
Khidmat 2015-2020 adalah sebagai berikut:
Gambar 3.1.
Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Tangerang
Masa Khidmat : 2015-2020
KETUA
K.H. Afif Afify
WAKIL
KETUA III
K.H. Afifi Asytari
Amil Zakat Bidang
Pendistribusian dan
Pendayagunaan
Dra. Hj. Khaeroyaroh
A. Zaky Yudhistira,
SE, MH.
WAKIL
KETUA II
H. Ihsan Nur Alam
J.
WAKIL
KETUA I
K.H. Djasmaryadi
BENDAHARA
Drs, Nano Sumarno
Amil Zakat Bidang
Pengumpulan
H. Acang
Abdul Mufti
Amil Zakat Bagian
Perencanaan,
Keuangan dan
pelaporan
Hj. Siti Umroh,
MM. M.
Sumarlin, SE
Arwati
Amil Zakat Bagian
ADM, SDM dan
Umum
Fahmi, S.H.I. Siti Aisyah
M. Aju
SEKRETARIS
Drs. H. Yahya Erfan
Ma’sum.
AUDITOR
INTERNAL
H. Hanafi Edi, S.Ag.
58
F. Fungsi dan Tugas Pokok Organisasi
1. Dewan Pertimbangan
Berfungsi memberikan pertimbangan, fatwa, saran kepada Badan
Pelaksana/Pengurus Baznas dalam pengelolaan ZIS menyangkut aspek
hukum syariah dan aspek managerial.
Tugas Pokok Dewan Pertimbangan meliputi :
Memberikan garis-garis kebijakan umum kepada Pengurus Baznas.
Mengesahkan rencana kerja Pengurus Baznas yang telah disetujui
Komisi Pengawas.
Mengeluarkan fatwa baik diminta maupun tidak diminta.
Memberikan pertimbangan, persetujuan/rekomendasi atas rencana dan
laporan kerja Pengurus Baznas.
Menunjuk akuntan publik apabila diperlukan.
2. Komisi Pengawas
Berfungsi sebagai internal Baznas melakukan pengawasan terhadap
seluruh aktivitas/operasional Baznas.
Tugas Pokok Komisi Pengawas meliputi :
Mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan.
Mengawasi pelaksanaan kebijakan umum yang ditetapkan Dewan
Pertimbangan.
Mengawasi operasional pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan ZIS.
Melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap kinerja Pengurus Baznas.
59
3. Badan Pelaksana/Pengurus BAZNAS
Berfungsi sebagai pelaksana dan pengelola dana Zakat, Infak dan
Shadaqoh.
Tugas Pokok Badan Pelaksana/Pengurus Baznas meliputi :
Membuat rencana kerja BAZNAS sesuai kebijakan umum Dewan
Pertimbangan.
Melaksanakan pengumpulan segala macam zakat, infaq dan shodaqoh
(ZIS) dari masyarakat, termasuk para pegawai di lingkungan pemerintah
Kabupaten Tangerang.
Mendayagunakan hasil pengumpulan dana ZIS kepada mustahiq sesuai
ketentuan syariah.
Menyalurkan dana ZIS kepada masyarakat mustahiq sesuai dengan hasil
musyawarah yang disahkan oleh Dewan Pertimbangan dan Komisi
Pengawas.
Membuat dan menyampaikan laporan hasil kerja tahunan kepada Bupati
Tangerang sebagai pertanggung jawaban Pengurus BAZNAS Kabupaten
Tangerang.3
3 Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
60
BAB IV
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN TANGERANG
A. Pengumpulan Zakat
Al-Qur’an mengamanatkan kepada amylin zakat untuk mengambil zakat
dari harta orang-orang Islam. Hal tersebut ditegaskan oleh Allah Swt. dalam Al-
Qur’an Surat At-Taubah Ayat 103 sebagai berikut:
خذ مه أمىالهم صدقة تطهزهم وتزكيهم بها وصل عليهم إن صلتك
سكه لهم وللا سميع عليم
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk
mereka.(QS. at-Taubah : 103)1
Firman Allah Swt. tersebut memerintahkan kepada semua mahluk-Nya
untuk memungut/mengambil zakat dari sebagian harta para muzakki untuk
diberikan kepada mustahik zakat. Zakat ini dipergunakan selain untuk dimensi
ibadah yaitu sebagai salah satu rukun Islam juga sebagai dimensi sosial yaitu
untuk memperkecil jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, mengembangkan
solidaritas sosial, menghilangkan sikap materialisme dan individualisme.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
hal tersebut dijelaskan dalam BAB III yang terdiri dari beberapa pasal-pasal
sebagai berikut :
Pasal 21
1 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Bumi Restu, 1976),
h. 298
60
61
1. Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri
atas kewajiban zakatnya
2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat
meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak
Pasal 23
1. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap
muzaki
2. Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.2
Pengumpulan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang dibagi menjadi
dua kategori, yaitu pengumpulan zakat fitrah dan pengumpulan zakat mal. Dalam
upaya pengumpulan zakat fitrah, BAZNAS Kabupaten Tangerang membentuk
Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di tingkat Kecamatan se-Kabupaten Tangerang
sebanyak 29 UPZ, sesuai dengan jumlah kecamatan yang ada di wilayah
Kabupaten Tangerang. Selain itu, BAZNAS Kabupaten Tangerang juga
membentuk UPZ di setiap SKPD, Dinas/Instansi dan lembaga lainnya yang
berada di lingkungan wilayah kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang.
Pada setiap akhir Bulan Sya’ban, atau selambat-lambatnya awal Bulan
ramadhan, BAZNAS Kabupaten Tangerang mengumpulkan UPZ Kecamatan UPZ
pada setiap SKPD, Dinas/Instansi untuk melakukan sosialisasi tentang kisaran
zakat fitrah yang harus dikeluarkan oleh muzakki pada tahun berjalan, yang
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang. Selanjutnya,
2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
62
BAZNAS Kabupaten Tangerang membagian kupon zakat yang telah dicetak
kepada setiap UPZ Kecamatan, SKPD, dan Dinas/Instansi untuk disebarkan di
lingkungannya masing-masing. Para UPZ di lingkungan SKPD dan DInas/Instansi
menyebarkan kupon zakat kepada para pegawai yang ada di lingkungannya,
sedangkan UPZ Kecamatan mendistribusikan kupon zakat ke desa/kelurahan yang
ada di wilayahnya untuk dibagikan kepada masyarakat.
Hasil perolehan zakat fitran dari seluruh UPZ Kecamatan, SKPD dan
Dinas/Instansi selanjutnya disetorkan ke BAZNAS Kabupaten Tangerang sebesar
25,5% (sesuai Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang), dan sisaanya
didistribusikan di lingkungan UPZ masing masing.3
Dalam hal pengumpulan zakat mal, BAZNAS Kabupaten Tangerang melakukan
pendataan para calon muzakki (agniya) yang ada di wilayah Kabupaten
Tangerang. Selanjutnya BAZNAS Kabupaten Tangerang memberikan brosur
yang isinya adalah ajakan untuk berzakat kepada para calon muzakki. BAZNAS
Kabupaten Tangerang merespon sekaligus membantu para calon muzakki dari
mulai penghitungan nishab dan haul, sampai pada penyalurannya. Diantara para
calon muzakki, ada yang menyerahkan secara langsung zakat mal mereka ke
Kantor BAZNAS Kabupaten Tangerang, dan ada pula yang meminta pengurus
BAZNAS Kabupaten Tangerang untuk mengambil zakat mal di kediaman calon
3 Wawancara dengan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, K.H. Afif Afify tanggal 03
Mei 2017.
63
muzakki. Pada tahun 2016, BAZNAS Kabupaten Tangerang telah dapat
mengumpulkan dana zakat sebesar Rp. 3.063.244.046.4
B. Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat
Pendistribusian adalah penyaluran/pembagian/pengiriman barang-barang dan
sebagainya kepada orang banyak atau beberapa tempat,5 Sedangkan pendayagunaan
zakat adalah bentuk pemanfaatan dana zakat secara maksimum tanp mengurangi
nilai dan kegunaannya, sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan umat.6
Jadi pendistribusian zakat adalah penyaluran zakat kepada orang yang berhak
menerima (mustahiq zakat) baik secara konsumtif ataupun produktif. Di dalam surat
At-taubah ayat 60 disebutkan delapan kategori kelompok yang berhak menerima
zakat (mustahiq).
إوما الصدقات للفقزاء والمساكيه هم والعامليه عليها والمؤلفة قلىب
وفي الزقاب والغارميه وفي سبيل للا وابه السبيل فزيضة مه للا وللا عليم
حكيم
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.7
4 Wawancara dengan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, K.H. Afif Afify tanggal 03
Mei 2017. 5 Meity Taqdir Qadratillah, et al., Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), h.
100 6 Kementrian Agama RI, Pedoman Zakat Sembilan Seri, (Jakarta: Proyek Peningkatan
Zakat dan Wakaf Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2002), h. 95-96 7 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, h. 196
64
Dari ayat ini cukup jelas bahwa pendistribusian zakat harus sampai kepada
delapan kelompok yang telah disebutkan, walaupun dalam perkembangannya
mengalami perluasan makna karena menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan
kondisi modern.
Mengenai pendistribusian dan pendayagunaan zakat menurut Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 Bab III, Bagian Kedua Pasal 25 dan 26, dan
Bagian Ketiga Pasal 27 sebagai berikut:
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan
berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan,
dan kewilayahan
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Adapun bentuk pendistribusian dan pendayagunaan zakat di BAZNAS
Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Program Pemberdayaan Ekonomi BAZNAS Kabupaten Tangerang
a. Asnaf Fakir/Miskin, Mualaf dan Riqob
1) Program Indonesia Peduli
65
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Langsung Tunai
sebesar Rp. 250.000 / keluarga kepada 1540 keluarga pra sejahtera
di kecamatan, dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 385.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Langsung Tunai
sebesar Rp. 100.000/keluarga kepada keluarga pra sejahtera dan anak
yatim melalui dinas / instansi dan di lingkungan Baznas, dengan
jumlah anggaran mencapai Rp. 53.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Peningkatan Kesejahteraan
Mualaf, dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 46.264.209.
2) Progam Indonesia Makmur
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Modal Bergulir dan
Keterampilan Usaha, dengan jumlah anggaran mencapai Rp.
50.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pengembangan serta
Pemutakhiran Data Mustahik dan Muzaki dengan cara melaksanakan
identifikasi dan verifikasi pada lembaga/ perorangan yang akan
mendapat bantuan serta melakukan pendekatan kepada calon muzaki
dan mustahik di 29 kecamatan, dengan jumlah anggaran Rp.
55.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Dana Bencana
Alam dan Kegiatan pada Pergeseran Aqidah, dengan jumlah anggaran
mencapai Rp. 100.000.000.
3) Program Indonesia Sehat
66
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pelayanan Kesehatan
Masyarakat dengan memberikan Bantuan Pengobatan Cuma-Cuma
kepada keluarga pra sejahtera dan lansia melalui rumah sehat, dengan
jumlah anggaran mencapai Rp. 80.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Biaya Pengobatan
melalui pengajuan permohonan proposal, dengan jumlah anggaran
mencapai Rp. 20.000.000.
4) Program Indonesia Cerdas
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pelatihan Kader untuk
Pendidik dan deteksi dini anak berkebutuhan khusus (bagi guru Tk,
Ra dan Paud), dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 30.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pelaksanaan Pendidikan
anak berkebutuhan khusus, dengan jumlah anggaran mencapai Rp.
80.000.000.8
b. Asnaf Fisabilillah dan Ghorimin
1) Program Indonesia Taqwa
Program yang berbentuk kegiatan berupa Peningkatan Sarana dan
Prasarana Ibadah dengan memberikan Bantuan Pembangunan Masjid
kategori A sebesar @ Rp. 5.000.000. kepada 12 masjid, dan
Masjid kategori B dan C sebesar @ Rp. 4.000.000. kepada 71
masjid, dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 344.000.000.
8 Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
67
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Marbot Masjid
sebesar Rp. 500.000/orang kepada 116 orang, dengan jumlah
anggaran mencapai Rp. 58.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pemberian Insentif kepada
guru ngaji, guru TPA/TPQ, guru/pengasuh pondok pesantren
tradisional / majlis talim sebesar Rp. 500.000 / orang kepada 380
orang, dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 190.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Pengadaan Mobelair untuk
madrasah / sekolah sebesar Rp. 6.500.000 / unit kepada 42 madrasah /
sekolah, dengan jumlah anggaran mencapai Rp. 273.000.000.9
c. Asnaf Ibnu Sabil
1) Program Indonesia Peduli
Program yang berbentuk kegiatan berupa Menyalurkan Bantuan
Sarana Ibadah, Sarana Pendidikan dan Kegiatan Keagamaan melalui
pengajuan proposal, dengan jumlah anggaran mencapai Rp.
100.000.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Membantu Dana
Transportasi kepada orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan,
orang yang terlantar dan orang yang kehilangan, dengan jumlah
anggaran mencapai Rp. 10.000.000.
2) Program Indonesia Cerdas
9 Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
68
Program yang berbentuk kegiatan berupa Membantu meringankan
beban biaya pendidikan kepada siswa dan santri kurang mampu
dengan memberikan Bantuan Bea Siswa tingkat SD/Ibtidaiyah,
SMP/Tsanawiyah dan Santri Salafi/Ponpes Kobong sebesar Rp.
400.000/orang kepada 522 orang, dengan jumlah anggaran mencapai
Rp. 208.800.000.
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Bea Siswa tingkat
SLA/Aliyah sebesar Rp. 600.000/orang kepada 353 orang, dengan
jumlah anggaran mencapai Rp. 211.800.000.10
d. Asnaf Amilin
Program yang berbentuk kegiatan berupa Memberikan Hak Amilin
sesuai dengan Asnaf kepada seluruh komponen yang terlibat dalam
pengelolaan dana ZIS dan kegiatan penunjang lainnya, dengan jumlah
anggaran mencapai Rp. 218.305.728.11
e. Pengalokasian Dana Infaq, Shodaqoh dan Jasa Bank
1) Program Indonesia Peduli
Publikasi, Sosialisasi dan Pemahaman akan sadar zakat dengan
Pembuatan Spanduk/Baliho, Kalender, Buletin dan Iqro, dengan
jumlah anggaran mencapai Rp. 85.000.000. Percetakan dan
Pendistribusian Kupon Zakat Fitrah dengan jumlah anggaran
mencapai Rp. 70.000.000.
10
Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016 11
Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
69
Peningkatan Etos Kerja BAZ Kecamatan/UPZ Dinas/Instansi dengan
Bantuan Pendanaan dan Pengembangan Dana ZIS untuk BAZ di
29 Kecamatan dengan jumlah anggaran mencapai Rp.
48.500.000. Pemberian Penghargaan/hadiah berupa Laptop dengan
jumlah anggaran mencapai Rp. 77.000.000. Pengadaan 2 Unit
Sepeda Motor dengan jumlah anggaran mencapai Rp.
29.000.000.
Penyediaan Dana Antisipasi kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan dana ZIS yang bersifat insidentil dengan jumlah anggaran
mencapai Rp. 69.800.341.12
Adapun rekapitulasi pengumpulan zakat oleh BAZNAS
Kabupaten Tangerang Tahun 2012-2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Rekapitulasi Pengumpulan Zakat oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang
Tahun 2012-2016
No Tahun Target (%) Realisasi (%)
1 2012 Rp. 1.690.000.000,-
(33,80%)
Rp. 1.940.071.238,-
(38,80%)
2 2013 Rp. 1.940.000.000,-
(38,80%)
Rp. 2.393.717.972,-
(47,87%)
3 2014 Rp. 2.190.000.000,-
(48,30%)
Rp. 2.847.720.686,-
59,95%)
4 2015 Rp. 2.440.000.000,-
(48,80%)
Rp. 2.892.470.278,-
(57,85%)
5 2016 Rp. 2.690.000.000,-
(53,80%)
Rp. 3.063.244.046,-
(61,26%)13
12
Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016 13
Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
70
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten
Tangerang
Dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolan Zakat tersebut menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap
pengelolaan zakat di Indonesia, akan tetapi hal ini perlu untuk dicermati ulang
oleh pemerintah, karena di dalam Undang-undang tersebut terdapat beberapa
pasal yang harus diperbaiki demi kemajuan pengelolaan zakat kedepannya.
Adapun beberapa pasal krusial menurut penulis diantaranya sebagai
berikut:14
Pasal 5 ayat (1). Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah
memebentuk BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). Seperti diketahui
pengakuan terhadap pengelolaan zakat oleh BAZNAS dan LAZNAS. Akan tetapi
dengan pasal 5 ayat 1 ini menandakan bahwasannya pemerintah akan melakukan
sentralisasi zakat nasional.
Dalam pasal ini dijelaskan dimana semua pengelolaan zakat nasional
dilakukan satu pintu melalui BAZNAS, artinya yang memiliki tangung jawab dan
wewenang penuh dalam pengelolaan zakat Nasional adalah BAZNAS.
Pasal 7 ayat (1). Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a) perencanaan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat; (b) pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunan zakat; (c) pengendalian pengumpulan,
14
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengeloaan Zakat
71
pendistribusian dan pendayagunaan zakat; (d) pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksaan pengelolaan zakat.
Dalam pasal tidak dijelaskan secara spesifik, apakah BAZNAS sebagai
regulator ataukah sebagai operator (pelaksana) pengelolaan zakat nasional.
Tentunya ini membuat tumpang tindih antara fungsi BAZNAS dan LAZ.
Pasal 17 ayat (1). Untuk membantu BAZNAS dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Dalam hal ini LAZNAS diposisikan dibawah BAZNAS dan bertugas membantu
pengelolaan BAZNAS.
Seperti yang kita ketahui bahwa LAZNAS telah berdiri jauh sebelum
keluarnya Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999, dan sekarang LAZNAS
diposisikan sebagai pembantu BAZNAS dalam pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.
Pasal 18 ayat (2). Pemeberian izin bagi LAZ yang harus mempersyaratkan
LAZ harus berbentuk ormas. Dengan Undang- Undang seperti ini tentunya akan
menyulitkan perkembangan LAZ kedepannya karena untuk mendapatkan izin
LAZ harus berbentuk ormas. Karena tidak semua LAZ yang ada terbentuk dari
sebuah ormas.
Pasal 29. Menjelaskan tentang “koordinasi” BAZNAZ dan BAZNAS
Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota serta antara BAZNAS dan LAZ, perlu
dijelaskan secara rinci mekanismenya.15
15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
72
Pasal ini menurut penulis masih umum, karena kata “koordinasi” dalam
hal ini masih multitafsir. Tentunya hal ini akan menimbulkan kebingungan dalam
pelaksanaannya. Seharusnya dirinci saja dalam pasal tersebut, supaya langsung
jelas pelaksanaannya seperti yang diharapkan.
Pasal 38. Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin
pejabat yang berwenang.
Pasal ini sebenarnya tidak salah secara hukum Islam, akan tetapi jika
dilihat dari sudut pandang ke Indonesiaan tentunya hal ini akan banyak
berbenturan dengan pihak-pihak lain. Seperti yang kita ketahui Indonesia
bukanlah negara Islam, akan tetapi negara hukum. Maka dari itu mewajibkan
pemeluk Islam untuk menunaikan zakatnya, tapi kenyataannya masih sangat sulit
untuk memberikan ketertarikan dan pemahaman untuk berzakat. Sehingga
kewajiban zakat ini masih bersifat ajakan tanpa disertai hukuman bagi yang tidak
menunaikan zakat. Dengan adanya pasal 38 diatas, tentunya hal ini akan
menurunkan minat masyarakat untuk melakukan pengumpulan zakat, karena
peraturan yang ditetapkan. Misalnya pengumpulan zakat di masjid- masjid, panti
asuhan, yayasan, dan lain- lain yang akan terkena dampak atas berlakunya
Undang-Undang ini jika mereka tidak mempunyai regulasi dan badan hukum
yang sah.
Pasal 41. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dipidana dengan
73
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun, dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).16
Dengan adanya hukuman denda seperti ini alangkah baiknya jika dialihkan
bagi orang yang tidak membayar zakat, padahal ia mampu dan memiliki
penghasilan yang masuk dalam kriteria wajib zakat. Tentunya hal tersebut lebih
tepat guna peningkatan pengumpulan zakat dibandingkan dengan memberikan
denda kepada yang melakukan pengelolaan zakat.
Tidak cukup banyak perbedaan dalam peraturan Undang-Undang
Pengelolaan Zakat yang lama Nomor 38 Tahun 1999 dengan Undang-Undang
Pengelolaan Zakat yang baru Nomor 23 Tahun 2011. Hanya saja dalam Undang-
Undang pengelolaan zakat yang baru telah memberikan kepastian dan tanggung
jawab baru kepada sebuah lembaga yang dipandang dapat mengkordinir
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh Lembaga Amil Zakat dan dapat
mengkordinasikan kepentingan stakeholders dan pilihan tersebut jatuh kepada
BAZNAS.
Setelah dikeluarkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011, BAZNAS
cukup memiliki kewenangan yang lebih. Kalau ada yang meragukan kemampuan
BAZNAS pada masa lalu itu karena mereka memiliki kewenangan yang terbatas
sehingga dari sisi pengumpulan maupun pendistrbusian kalah jauh dengan LAZ.
Tetapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang mereka akan sangat leluasa
karena memiliki keluluasaan dan jejaring hingga tingkat struktur yang paling
16
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
74
bawah sampai dengan lembaga pemerintahan seperti perusahaan BUMN dan
Swasta. 17
BAZNAS sebagai lembaga yang diatur secara definitif dalam Undang-
Undang juga memiliki sifat mandiri. Sifat mandiri tersebut diatur dalam pasal 5
ayat (3) Undang-Undang Pengelolaan Zakat, ada dua unsur lain yang diatur dalam
pasal tersebut, yaitu BAZNAS sebagai lembaga pemerintah non-struktural, dan
BAZNAS yang bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri (dalam hal
ini Menteri Agama). Sifat mandiri dari lembaga yang dibentuk secara definitif
dari suatu undang-undang adalah lepas dari kekuasaan eksekutif, legeslatif,
maupun yudikatif.18
Namun kedudukan presiden dalam pasal 5 ayat (3) sebagai
kepala pemerintahan bukan kepala negara, karena dibantu oleh Menteri dalam
pelaksanaan tugasnya. Sehingga, dengan adanya ketentuan BAZNAS bertanggung
jawab terhadap presiden melalui menteri, ini sudah menkonstruksikan bahwa
kedudukan BAZNAS berada dibawah kekuasaan Eksekutif. Hal ini secara
otomatis mereduksi makna dari sifat mandiri pada BAZNAS itu sendiri.
Pada tanggal 16 Agustus 2012 lalu, Koalisi Masyarakat Zakat (KOMAZ)
telah mendaftarkan gugatan terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang pengelolaan Zakat, Gugatan tersebut didaftarkan dengan empat isu utama
yaitu :19
1. Adanya sentralisasi pengelolaan zakat di tangan BAZNAS, dan pasal yang
digugat adalah pasal 6 dan 7 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
17
Media Informasi Organisasi Pengelolaan Zakat, Edisi 16 TH VII Januari-Februari
2012, h. 4 18
Media Informasi Organisasi Pengelolaan Zakat, h. 5 19
Kamal, “Catatan Terhadap Uji Materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 10
75
2. Terjadinya pelemahan terhadap LAZ, dan pasal yang digugat adalah pasal 16,
17, dan 18 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
3. Adanya persyaratan LAZ sebagai ormas, dan pasal yang digugat adalah pasal
17 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
4. Adanya potensi kriminalitas terhadap Amil-Amil tradisional, dan pasal yang
digugat adalah pasa 38 dan 48 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
Berdasarkan beberapa gugatan yang diajukan oleh Koalisi Masyarakat
Zakat (KOMAZ) di atas menggambarkan, munculnya Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dirasakan ada ketidak adilan antara
Lembaga Amil Zakat yang didirikan oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat
yang didirikan oleh swata. Adanya diskriminasi, subkordinasi, antara LAZ dan
BAZNAS misalnya karena BAZNAS memiliki tanggung jawab penuh terhadap
pengelolaan zakat, sehingga memungkinkan BAZNAS masuk ke ranah operator
Lembaga Amil Zakat. Akibatnya terjadi satu fungsi antara LAZ dan BAZNAS
dan ini sangat disayangkan karena posisi BAZNAS masuk ke ranah operator
bukan menjadi regulator seperti yang diharapkan oleh Lembaga Amil Zakat pada
umumnya,
Berdasarkan hasil pengamatan yang penuli lakukan, sekaligus wawancara
yang dilakukan dengan Pengurus BAZNAS Kabupaten Tangerang, diperoleh
informasi tentang factor pendukung dan penghambat pelaksanaan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat sebagai berikut:
76
1. Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat sebagai berikut:
a. Adanya undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat, sehingga
pengurus memilki kekuatan hukum dalam mengambil, menetapakan dan
menyalurkan zakat. Keberadaan undang-undang tersebut menambah
keyakinan para pengurus untuk mengelola zakat.
b. Dukungan dan bantuan dari pemerintah, pembentukan BAZNAS Kabupaten
Tangerang sangat dipengaruhi dengan keterlibatan Pemerintah Kabupaten
Tangerang, hal ini dibuktikan dengan peran pemerintah Kabupaten
Tangerang dalam memberikan dana operasional kepada pengurus BAZNAS
Kabupaten Tangerang yang terus mengalami peningkatan beberapa tahun
terakhir ini walaupun masih belum memenuhi semua kebutuhan BAZNAS
itu sendiri.
c. Memiliki sumber daya manusia yang berpengalaman, pengurus BAZNAS
Kabupaten Tangerang juga merupakan faktor pendukung yang kuat untuk
mengoptimalisasikan pelaksanaan zakat dengan memberikan pelayanan
yang terbaik terhadap muzakki maupun mustahik zakat.
d. Memiliki lokasi yang strategis, keberadaan BAZNAS Kabupaten Tangerang
yang strategis yakni di komplek Perkantoran Islamic Center Citra Raya
Kabupaten Tangerang menjadikan informasi mengenai zakat lebih akurat
77
dan mudah disampaikan kepada siapapun terutama kepada muzakki dan
mustahik zakat.20
2. Faktor Penghambat
Dari pengamatan penulis dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2011, terdapat faktor penghambat. Adapun faktor penghambat dalam
hal ini, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dana operasional yang minim, walaupun beberapa tahun terakhir ini
pemerintah Kabupaten Tangerang meningkatkan jumlah dana operasional
BAZNAS tapi itu belum mampu untuk memenuhi seluruh dana operasional
BAZNAS Kabupaten Tangerang, sehingga BAZNAS harus berhemat-hemat
dalam menggunakan anggaran dana dan kas yang ada.
b. Kurangnya Kesadaran berzakat lewat lembaga, kesadaran masyarakat untuk
berzakat saat ini terus mengalami peningkatan, tapi kegiatan berzakat
tersebut tidak disalurkan melalui lembaga resmi yang dibentuk oleh
pemerintah, hal ini terjadi karena kurangnya kepercayaan kepada lembaga
zakat sehingga mereka lebih yakin dengan menyalurkan zakat mereka
langsung kepada mustahik.
c. Sosialisasi undang-undang yang belum tepat sasaran, dengan adanya
undang-undang zakat diharapkan mampu menggugah kesadaran masyarakat
untuk berzakat, karena undang-undang mempunyai kekuatan hukum yang
sah dan memberikan keyakinan kepada muzakki. Namun sosialisasi yang
belum mengena kepada target dan sasaran zakat maka menjadikan undang-
20
Wawancara dengan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, K.H. Afif Afify tanggal 03
Mei 2017.
78
undang zakat seolah-olah hanya sebagai aturan yang tertulis dan tidak
terlalu penting untuk dilaksanakan.21
2. Langkah-Langkah Untuk Menyelesaikan Hambatan dalam Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Ketua BAZNAS Kabupaten
Tangerang tentang langkah-langkah yang diambil dalam upaya menyelesaikan
hambatan dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat adalah sebagai berikut:
a. BAZNAS Kabupaten Tangerang akan membentuk organisasi yang
mengkoordinasi seluruh UPZ yang ada di Kabupaten Tangerang. Salah satu
sebab tidak terlaksananya tugas dan tanggung jawab UPZ dalam Undang-
Undang tersebut adalah tidak adanya kesepahaman bersama tentang metode
dalam pengelolaan zakat termasuk didalamnya tidak satu pendapat dalam
menerima dan memahami tugas dan tanggung jawab UPZ dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat tersebut. Hal ini
berdampak pada kesenjangan dalam melakukan kegiatan pengelolaan zakat.
Oleh karena itu masyarakat perlu membentuk organisasi koordinasi UPZ di
Kabupaten Tangerang. Tujuannya ialah bagaimana antara masjid yang satu
dengan masjid yang lain dapat berkoordinasi dengan daerah pengumpulan
dan penyaluran zakat. Semua masjid mempunyai jamaah tetap, untuk itu
dalam pengelolaan database, upaya pengumpulan dan penyaluran zakat
sudah seharusnya dibuat aturan koordinasi khusus antara satu masjid dengan
21
Wawancara dengan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, K.H. Afif Afify tanggal 03
Mei 2017.
79
masjid lainnya. Selanjutnya Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang
menambahkan di Kabupaten Tangerang ada Dewan Masjid Indonesia (DMI)
sebagai organisasi pembinaan profesi pengelola masjid. Kemudian beliau
menambahkan bahwa di Kabupaten Tangerang sebelumnya sudah ada
wacana untuk membuat forum seperti itu. Waktu itu dalam pengelolaan
dana infak anak yatim yang ada di masjid-masjid, namun belum sempat
terlaksana karena kurangnya tenaga yang mau mengelola. Adanya wadah
ini akan mempermudah dan dipandang efektif dalam upaya efektifitas
sosialisasi peraturan pengelolaan zakat, dan sosialisasi yang diberikan akan
lebih mudah untuk ditindak lanjuti. Selama ini yang menjadi kendala tidak
satu persepsinya bahkan menjadi saingan antara masjid yang satu dengan
masjid tetangganya. Menurut penulis tidak terlaksananya wacana ini selain
karena tenaga juga tidak adanya koordinasi dengan pemerintah, sehingga
terkesan pengelolaan coba-coba, wadah ini tidak ada pengukuhan yang
jelas.
b. Membentuk jaringan kerja sama BAZNAS, LAZ dan UPZ yang ada,
cakupan wilayah kerja BAZNAS biasanya sangat terbatas, disamping
jumlah anggotanya yang kurang ditambah dengan alokasi dana yang
terbatas, artinya budget akan sangat terkuras bila harus menjaring daerah-
daerah pelosok yang justru menuntut perhatian lebih. Oleh karena itu untuk
kasus di Kabupaten Tangerang, BAZNAS harus kembali menghubungi
pengelola UPZ setempat untuk membuat jaringan kerja sama. Selanjutnya
BAZNAS mengeluarkan surat keputusan pembentukan UPZ dengan
80
komposisi pengurus yang diusulkan oleh pengurus masjid setempat. Hal ini
dikarenakan posisi sentral pengelolaan zakat adalah masjid, karena masjid
adalah tempat berkumpul umat Islam dalam beribadah. Masjid seharusnya
bukan hanya tempat ibadah ritual saja tetapi juga ibadah sosial. Bagaimana
memakmurkan masjid yang berdampak kepada kemakmuran bagi jamaah
sekitarnya.
c. Sosialisasi peraturan pengelolaan zakat harus berorientasi kemasyarakatan,
selama ini sosialisasi peraturan pengelolaan zakat dengan dibentuk wadah
komunikasi BAZNAS se-Kabupaten Tangerang, sekecamatan, sekelurahan,
dan seterusnya, ini dimanfaatkan untuk sosialisasi perundang-undangan
zakat
d. Kelemahan Undang-Undang zakat, menunjukkan Undang-Undang ini harus
diamandemen atau dipertegas dalam petunjuk pelaksanaannya di lapangan.
Untuk itu pentingnya ada Peraturan Daerah tentang pengelolaan zakat.22
Berdasarkan uraian di atas, dapat diilustrasikan bahwa terwujudnya
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini
berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hokum,
terintegrasi, dan akuntabilitas. Dari asas ini dapat diketahui bahwa
kemunculan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat ini dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, hal
22
Wawancara dengan Ketua BAZNAS Kabupaten Tangerang, K.H. Afif Afify tanggal 03
Mei 2017.
81
tersebut tercemin dari tujuan pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini.23
Dalam Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat juga dibahas beberapa
catatan mengenai ruang lingkup dan komoditas yang harus dizakati dan
beberapa aktifitas ekonomi yang mengharuskan pelakunya untuk
mengeluarkan, hal tersebut tercermin dalam pasal 4 (empat), walaupun
keterangan lebih lanjut atau teknis operasionalnya akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
lebih banyak mengatur tentang; pertama, keberadaan amil zakat (yang dalam
hal ini diperankan oleh BAZNAS dan LAZ), kedua, mengatur tentang
sistematika dan cara pengelolaan zakat yang profesional. Pernyataan ini bukan
tanpa alasan, bayangkan dari 47 pasal yang ada pada UU Zakat ini, hampir
separo lebih mengatur tentang BAZNAS/LAZ dan mekanisme tentang
Pengelolaan zakat.
Disamping itu, dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 ini juga
mengatur mekanisme pembentukan Badan atau Lembaga Zakat melalui surat
keputusan Menteri dan persyaratan pemberian izin bagi Lembaga Amil Zakat
(LAZ) sehingga memudahkan BAZNAS mengontrol dan mengawasi LAZ
yang tumbuh dan berkembang secara liar ditengah-tengah masyarakat.24
Sehingga Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak sebagai amil zakat
23
Pasal 2 dan 3 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. 24
Pasal 18 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
82
dengan melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat
tanpa izin pejabat yang berwenang dan akan dikenakan sanksi.25
Bila dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999,
maka Undang-undang zakat yang baru ini memiliki banyak perbedaan.
Perbedaan ini bukan hanya bersifat asesoris, akan tetapi juga mencakup
substansinya. Beberapa perbedaan mendasar antara Undang-undang Nomor 38
Tahun 1999 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 antara lain
adalah:
a. Pada Undang-undang lama, namanya adalah Undang-undang Tentang
Pengelolaan Zakat, sementara Undang-undang Zakat baru namanya adalah
UU Zakat, Infak dan Sedekah. Namun Ketika diasahkan tetap menjadi
Undang-Undang Tentang Pengelolaan Zakat.
b. Pada Undang-undang lama, posisi pemerintah dan masyarakat sejajar
dalam pengelolaan zakat, sementara dalam Undang-undang zakat baru
posisi pemerintah dan atau badan zakat pemerintah (BAZNAS) lebih
tinggi.
c. Pada Undang-undang lama, masyarakat dibebaskan untuk mengelola zakat,
pada Undang-undang baru, hanya yang diberi izin saja yang boleh
mengelola zakat.
d. Pada Undang-undang lama, pengaturan Lembaga Amil Zakat (LAZ) hanya
dalam dua pasal, sementara pada UU baru, LAZ diatur dalam 13 pasal.
25
Pasal 38 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
83
e. Pada Undang-undang lama, LAZ dibentuk oleh masyarakat, sementara
pada UU baru, LAZ dibentuk oleh organisasi kemasyarakatan Islam yang
bergerak di bidang dakwah, sosial dan pendidikan, ketentuan ini kemudian
ditiadakan, karena termasuk materi yang digugat oleh sebagian organisasi
LAZ, yang kemudian juga termasuk bagian yang dikabulkan oleh
Mahkamah Konstitusi pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
86/PUU-X/2012 Tanggal 31 Oktober 2013.
f. Pada Undang-undang lama, aturan lanjutan Undang –undang semuanya
akan diatur dalam Peraturan Menteri, sementara pada Undang-undang baru,
sebagian besar diatur pada Peraturan Pemerintah.26
Salah satu hal terpenting dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat di antaranya adalah terkait dengan penguatan
kelembagaan. Dalam Undang-undang ini BAZNAS (Badan Amil Zakat
Nasional) disebutkan sebagai lembaga pemerintah non struktural yang
merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah. Dalam hal ini secara teknis
BAZNAS di bawah koordinasi Kementerian Agama. Jika pada Undang-
Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang duduk di BAZNAS disebut sebagai
pengurus, maka di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, sebutan mereka tidak lagi sebagai pengurus, tapi anggota
komisioner.
Selain itu, dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 pasal 6 dan 7
ayat 1 dijelaskan, peran BAZNAS menjadi lembaga yang berwenang
26
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
84
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Fungsi BAZNAS
disebutkan sebagai perencanaan, pelaksana, pengendalian baik dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selain itu,
pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat. Dalam hal
ini BAZNAS cukup punya kewenangan yang lebih. Jika kemampuan
BAZNAS pada Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 memiliki kewenangan
yang terbatas sehingga dari sisi pengumpulan maupun pendistribusian kalah
jauh dengan LAZ. Akan tetapi dengan kewenangan yang diberikan sekarang
BAZNAS akan sangat leluasa dengan memiliki hirarki dan jaringan hingga
tingkat struktur yang paling bawah.
BAZNAS sebagai lembaga yang diatur secara definitif dalam undang-
undang juga memiliki sifat mandiri28. Namun, selain sifat mandiri, ada dua
unsur lain yang diatur dalam Pasal tersebut, yaitu BAZNAS sebagai lembaga
pemerintah non-struktural, dan bertanggungjawab kepada Presiden melalui
Menteri Agama.
Disamping itu BAZNAS juga berfungsi unutuk mengawasi LAZ agar
lebih transparan dan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh muzaki
sehingga memang harus ada verifikasi secara lebih ketat dan profesional
dalam menjalankan fungsinya.
85
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uaraian pada bab-bab sebelumnya, dapatlah ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat, pengelola zakat diatur berdasarkan Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama
(KMA) Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat. Meskipun harus diakui bahwa dalam peraturan-peraturan
tersebut masih banyak kekurangan yang sangat mendasar, misalnya tidak
dijatuhkannya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya (tidak mau
berzakat), tetapi undang-undang tersebut mendorong upaya pembentukan
lembaga pengelola zakat yang amanah, kuat dan dipercaya oleh masyarakat.
2. Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 terdapat penambahan pasal-
pasal yang belum diatur dalam Undang-undang Nomor. 38 Tahun 1999,
perbedaan tersebut adalah : (1) Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi
yang terkait dengan pengelolaan zakat; (2) Pasal 5 ayat (1), untuk
melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah membentuk BAZNAS; dan (3)
Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
85
86
Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi: (a) perencanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; (b) pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,dan pendayagunaan zakat; (c) pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat; (d) Pasal 17, untuk
membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ; (e) Pasal 38, setiap
orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan
pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat
yang berwenang; dan (f) Pasal 41, setiap orang yang dengan sengaja dan
melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Selanjutnya
ada empat hal pokok yang dilakukan dalam sistem Lembaga Amil Zakat pada
umumnya, yaitu Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaan, dan
Pelaporan.
3. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat memberikan pencerahan baru bagi BAZNAS pada semua tingkatan.
Kehadiran Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
ini berasaskan syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian
hokum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Dari asas ini dapat diketahui bahwa
kemunculan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
ini dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
87
pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, hal tersebut
tercemin dari tujuan pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ini. Selain itu, kehadiran Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat telah memperkuat
posisi BAZNAS Kabupaten dalam manajemen pengelolaan zakat yang lebih
professional.
B. Saran
Adapun saran-saran yang penulis berikan kepada Baznas Kota Pekanbaru
adalah sebagai berikut:
1. BAZNAS kabupaten Tangerang hendaknya melakukan pembinaan lebih
intensif kepada Unit Pengumpul Zakat di Kecamatan/SKPD/Dinas Instansi se-
kabupaten Tangerang, serta memberikan ide-ide pembaharuan dalam
pelaksanaan zakat.
2. BAZNAS Kabupaten Tangerang agar dapat melakukan pendataan yang lebih
kongkrit tentang keberadaan mustahik zakat di seluruh pelosok daerah
Kabupaten Tangerang.
3. BAZNAS Kabupaten Tangerang bisa memberikan bantuan pemikiran kepada
mustahik yang akan mendapatkan bantuan zakat, supaya mereka mampu
memanfaatkan dana tersebut dengan sebaik-baiknya serta mampu mengelola
dana yang mereka dapatkan dari harta zakat (zakat produktif).
88
4. Kepada semua masyarakat muslim hendaknya menyalurkan zakatnya kepada
pengurus badan amil zakat untuk dikelola dan diberdayakan, sehingga zakat
tersebut tersalurkan kepada orang yang benar-benar berhak menerimanya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Imam, Ihya Ulumuddin, jilid II, (Beirut: Daar al-Fiqr, 1980)
Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI
Press, 2008)
Al-Jazairi, Abubakar Jabir, Minhaful Muslim, (Beirut: Daar El-Fikr, 1076)
Al-Jaziri, Abdurrahman, Fiqh’ Ala Madzhab al-Arba’ah , Juz 1, (Beirut: Darul
Fiqr, 1972)
Al-Qardawi, Yusuf, Hukum Zakat, (Jakarta: Lentera Antar Nusa, 2002)
--------------------, Yusuf, Al-Ibadah fil-Islam, (Beirut: Muassasah Risalah, 1993)
--------------------, Fiqhu Zakat, (Beirut: Muassasah Risalah, 1991)
--------------------, Fiqh Zakat, Terj. Salman Harun, et.al., (Jakarta: Litera Antar
Nusa, Cet. 6, 2002)
Al-Qurtubi, Al-jami’ Li Ahkam Al-Qur’an, (Beirut Libanon: Daar el-Kutub
„Ilmiyyah 1413 H/1993M Jilid VII-VIII)
Al-Sarakhshi, Syam al-Din, Al-Mabsuth, Juz. III, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993
Ash-Shiddieqy, Hasby, Pedomna Zakat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987)
Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, PT Rineka Cipta, 1996)
As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman Ibn Al-Asy‟as. Sunan Abi Daud, (Beirut: Dar
al–kutub al-ilmiyyah, 1996)
Az-Zuhayli, Wahbah, Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, Juz II (Beirut: Dar al-Fikr,
1997)
--------------------, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1995)
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Jakarta: PT Bumi Restu,
1976)
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Manajemen
Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Depag R.I., 2007)
89
90
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
van Hoeve, 1993)
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999, tentang
Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam, 2003)
Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam, Ilmu Fiqih Jilid I, (Jakarta:
Dir. PPTAI, 1983)
Dokumen Program kerja BAZNAS Kabupaten Tangerang Tahun 2016
Ghazali, Syukri dkk., Pedoman Zakat, (Jakarta: Proyek Peningkatan Sarana
Keagamaan Islam, Zakat dan Wakaf, 1999)
Hafidhuddin, Didin, Anda Bertanya Tentang Zakat, Infak dan Sedekah, Kami
Menjawab, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), 2006)
--------------------, Mimbar Agama & Budaya, (Jakarta : UIN Jakarta, Volume
XIX, No.3, 2002)
--------------------, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak, Sedekah, (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998)
--------------------, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta : Gema Insani,
2002)
Hasan, M. Ali, Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006)
Ja‟far, Muhammadiyah, Tuntunan Ibadat Zakat, Puasa dan Haji, (Jakarta: Kalam
Mulia, 2005)
Kamal, “Catatan Terhadap Uji Materi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012)
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Rosdakarya,
2001)
Mughniyah, Jawad, al-Fiqih ala Madzabil al-Khamsah, Terj. Masykur AB, Fiqih
Lima Madzhab, (Jakarta: Lentera, 1996)
Nasution, Lahmudin, Fiqh I, (Jakarta : Logos, 1995)
Rais, Amin, Cakrawala Islam : Antara Cita Dan Fakta, (Mizan, Bandung : 1987)
91
Ridha, Rasyid, Imam Muhammad, Tafsir al-Qur`an al-Hakim al-Syahir bi Tafsir
al-Manar, juz. 10. (Bierut: Dar al-Fikr)
Rosyidah, Trie Anis, “Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2011
Terhadap Legalitas Pengelolaan Zakat Oleh Lembaga Amil Zakat”,
Jurnal, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunah, juz lll, (Kuwait : Dar al-Bayan, 1968)
Siddiqi, Muhammad Nejatullah, Pemikiran Ekonomi Islam: Suatu Penelitian
Kepustakaan Masa Kini, (Jakarta: LPPW, 2001)
Syalthout, Mahmud, Fatawa, (Kairo: Darul Qolam, 1966)
Syuja‟, Abi, Fath al-Qorib, (Bandung : Al-Maarif, t.th)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
Yafie, Ali. Menggagas Fith Sosial, (Bandung, 1994)
Yahya, Muhammad Ridwan, Buku Pintar Praktis Fiqih dan Amaliyah Zakat,
(Jakarta: Pustaka Nawait, 2006)
Zainuddin, A. Rahman “Zakat Implikasinya pada Pemerataan” dalam Budhy
Munawar-Rachman (Ed), Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam
Sejarah, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1994)
Lampiran
PEDOMAN WAWANCARA
Assalamu’alaikum Waahmatullahi Wabaakatuh.
Perkenalkan nama saya LUTFHI HIDAYAT, saya mahasiswa Universitas
Islam SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta, Fakultas Syari’ah dan Hukum,
Jurusan Manajemen Zakat dan Wakaf. Sekarang ini saya sedang menyusun skripsi
dengan judul : “Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang”..
Pada kesempatan ini saya memohon kiranya bapak dapat memberikan
informasi tekait dengan penelitian yang saya tulis:
Saya memiliki beberapa pertanyaan yang akan saya ajukan kepada Bapak.
Saya harap bapak bisa memberikan jawabannya.
1. Pada saat ini pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dimana sebelumnya diatur oleh
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Menurut
Bapak, apa perbedaan yang paling mendasar dari kedua Undang-undang Zakat
ini ?
2. Bagaimana sistem pengelolaan zakat yang diterapkan di BAZNAS Kabupaten
Tangerang ?
3. Apa saja program-porogram unggulan BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
pengelolaan zakat ?
4. Apakah BAZNAS Kabupaten Tangerang pernah menerima laporan dari
Lembaga Zakat swasta yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang ? Lembaga
mana saja ?
5. Apakah pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang sudah
memenuhi target sesuai yang diharapkan ?
6. Apa saja langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten
Tangerang dalam upaya optimalisasi p[engelolaan zakat di wilayah Kabupaten
Tangerang ?
7. Apa saja kendala yang dihadapi oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
pengelolaan zakat di Kabupaten Tangerang ?
8. Apa saja upaya yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
meminimalisir hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengelolaan zakat ?
9. Apa upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dalam membantu
mensukseskan pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?
HASIL WAWANCARA
DENGAN PENGURUS BAZNAS KABUPATEN TANGERANG
Pertanyaan 1
Pada saat ini pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, dimana sebelumnya diatur oleh
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. Menurut
Bapak, apa perbedaan yang paling mendasar dari kedua Undang-undang Zakat
ini ?
Jawaban 1
Pada prinsipnya, kdua undang-undang tersebut saling melengkapi. Artinya ada
pasal-pasal yang tidak ditemukan pada Undang-undang Nomor 38 tahun 1999
kemudian disempurnakan oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat. Tapi jika dicermati lebih mendalam, ternyata Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat jauh lebih memberikan ruang
gerak yang cukup luas kepada BAZNAS Kabupaten/Kota untuk merealisasikan
program-programnya dengan baik.
Pertanyaan 2
Bagaimana sistem pengelolaan zakat yang diterapkan di BAZNAS Kabupaten
Tangerang ?
Jawaban 2
Sistem pengelolaanya insyaallah sudah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh undang-undang, dan tentunya juga disesuaikan dengan kebijakan Pemerintah
daerah Kabupaten Tangerang.
Pertanyaan 3
Apa saja program-porogram unggulan BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
pengelolaan zakat ?
Jawaban 3
Program unggulan yang diterapkan di BAZNAS Kabupaten Tangerang
diantaranya adalah:
a. Asnaf Fakir/Miskin, Mualaf dan Riqob
1) Program Indonesia Peduli, yaitu program yang berbentuk Bantuan
Langsung Tunai dan Peningkatan Kesejahteraan Mualaf.
2) Progam Indonesia Makmur, yaitu program yang berbentuk Bantuan Modal
Bergulir dan Keterampilan Usaha, Pengembangan serta Pemutakhiran Data
Mustahik dan Muzaki dengan cara melaksanakan identifikasi dan verifikasi
pada lembaga/perorangan yang akan mendapat bantuan serta melakukan
pendekatan kepada calon muzaki dan mustahik di 29 kecamatan, program
yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Dana Bencana Alam dan Kegiatan
pada Pergeseran Aqidah.
3) Program Indonesia Sehat, yaitu program yang berbentuk Pelayanan
Kesehatan Masyarakat dengan memberikan Bantuan Pengobatan Cuma-
Cuma kepada keluarga pra sejahtera dan lansia melalui rumah sehat, dan
Program yang berbentuk kegiatan berupa Bantuan Biaya Pengobatan
melalui pengajuan permohonan proposal.
4) Program Indonesia Cerdas, yaitu program Pelatihan Kader untuk Pendidik
dan deteksi dini anak berkebutuhan khusus (bagi guru Tk, Ra dan Paud).
b. Asnaf Fisabilillah dan Ghorimin
Program Indonesia Taqwa, yaitu program Program dalam bentuk
Peningkatan Sarana dan Prasarana Ibadah dengan memberikan Bantuan
Pembangunan Masjid, Bantuan Marbot Masjid, Pemberian Insentif kepada
guru ngaji, guru TPA/TPQ, guru/pengasuh pondok pesantren tradisional /
majlis talim, dan Pengadaan Mobelair untuk madrasah / sekolah.
c. Asnaf Ibnu Sabil
1) Program Indonesia Peduli, yaitu Program berupa Menyalurkan Bantuan
Sarana Ibadah, Sarana Pendidikan dan Kegiatan Keagamaan melalui
pengajuan proposal, dan Membantu Dana Transportasi kepada orang yang
kehabisan bekal dalam perjalanan, orang yang terlantar dan orang yang
kehilangan.
2) Program Indonesia Cerdas, yaitu Program berupa bantuan meringankan
beban biaya pendidikan kepada siswa dan santri kurang mampu dengan
memberikan Bantuan Bea Siswa tingkat SD/Ibtidaiyah, SMP/Tsanawiyah
dan Santri Salafi/Ponpes Kobong,
d. Asnaf Amilin
Program yang berbentuk kegiatan berupa Memberikan Hak Amilin
sesuai dengan Asnaf kepada seluruh komponen yang terlibat dalam
pengelolaan dana ZIS dan kegiatan penunjang lainnya.
Pertanyaan 4
Apakah BAZNAS Kabupaten Tangerang pernah menerima laporan dari Lembaga
Zakat swasta yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang ? Lembaga mana saja ?
Jawaban 4
Sampai saat ini BAZNAS Kabupaten Tangerang belum pernah menerima laporan
secara resmi dari Lembaga Zakat swasta yang ada di wilayah Kabupaten.
Tangerang
Pertanyaan 5
Apakah pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang sudah memenuhi
target sesuai yang diharapkan ?
Jawaban 5
Jujur, bahwa target yang ditetapkan belum bias tercapai. Tapi Alhamdulillah
setiap tahun pengumpuylan dana zakat dari setiap kecamatan di wilayah
Kabupaten Tangerang selalu ada peningkatan.
Pertanyaan 6
Apa saja langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten
Tangerang dalam upaya optimalisasi pengelolaan zakat di wilayah Kabupaten
Tangerang ?
Jawaban 6
Banyak, diantaranya melakukan:
- Melakukan evaluasi terhadap program kerja tahunan yang dilakukan bersama
antara Pengurus BAZNAS Kabupaten Tangerang dengan UPZ Kecamatan dan
DInas Instansi.
- Melakukan sosialisasi tentang pentingnya zakat di setiap even tingkat
Kabupaten maupun tingkat Kecamatan.
- Memasang beberapa spanduk anjuran zakat. Dll.
Pertanyaan 7
Apa saja kendala yang dihadapi oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
pengelolaan zakat di Kabupaten Tangerang ?
Jawaban 7
Diantara kendala yang dihadapi adalah:
- Pengetahuan masyarakat terhadap kewajiban zakat masih kurang.
- Tradisi lama yang masih melekat di beberapa wilayah, dimana masih terdapat
masyarakat yang berpendirian bahwa menyalurkan zakat secara langsuang
kepada mustahiq lebih baik daripada menyalurkan kepada badan resmi yang
ada.
- Adanya unsur kurang percaya dari masyarakat terhadap pengelola zakat di
tingkat bawah.
Pertanyaan 8
Apa saja upaya yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Tangerang dalam
meminimalisir hambatan-hambatan yang terjadi dalam pengelolaan zakat ?
Jawaban 8
Diantaranya adalah:
- Memberikan pembekalan kepada Pengurus UPZ Kecamatan/Dinas dan Instansi
untuk modal sosialisasi di tingkat bawah.
- Tidak bosan-bosannya melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam
berbagai kesempatan.
- Mengajak para Kyai, Ustadz dan tokoh masyarakat untuk berpartisipasi aktif
memberikan pengertian kepada masyarakat tentang kewajiban berzakat.
Pertanyaan 9
Apa upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang dalam membantu
mensukseskan pengelolaan zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang ?
Jawaban 9
Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam membantu mensukseskan pengelolaan
zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang sudah cukup baik. Langkah-langkah
yang telah ditempuh diantaranya:
- Bekerjasama dengan BAZNAS Kabupaten Tangerang melakukan sosialisasi di
tingkat kecamatan dan desa/kelurahan.
- Memberikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh BAZNAS Kabupaten
Tangerang.
- Memberikan anggaran operasional bagi kegiatan BAZNAS Kabupaten
Tangerang.
- Membuka diri untuk menerima berbagai masukan yang disampaikan oleh
BAZNAS Kabupaten Tangerang demi perbaikan dan kemajuan pengelolaan
zakat di BAZNAS Kabupaten Tangerang.
MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 1999
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta
pendayagunaan zakat.
2. Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya.
3. Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang
berkewajiban menunaikan zakat.
4. Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat.
5. Agama adalah agama Islam.
6. Manteri adalah Menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi bidang agama.
Pasal 2
Setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban menunaikan zakat.
Pasal 3
Pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan, pembinaan, dan
pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dan amil zakat.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 4
Pengelolaan zakat berasaskan iman dan takwa, keterbukaan, dan kepastian
hokum sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 5
Pengelolaan zakat bertujuan :
1. meningkatnya pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntutan agama;
2. meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial;
3. meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.
BAB III
ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT
Pasal 6
(1) Pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang dibentuk oleh
pemerintah.
(2) Pembentukan badan amil zakat:
a. nasional oleh Presiden atas usul Menteri;
b. daerah propinsi oleh gubernur atas usul kepala kantor wilayah departemen
agama propinsi;
c. daerah kabupaten atau daerah kota oleh bupati atau walikota atas usul
kepala kantor departemen agama kabupaten atau kota;
d. kecamatan oleh camat atas usul kepala kantor urusan agama kecamatan.
(3) Badan amil zakat di semua tingkatan memiliki hubungan kerja yang bersifat
koordinatif, konsultatif, dan informatif.
(4) Pengurus badan amil zakat terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah yang
memenuhi persyaratan tertentu.
(5) Organisasi badan amil zakat terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas,
dan unsur pelaksana.
Pasal 7
(1) Lembaga amil zakat dilakukan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah.
(2) Lembaga amil zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan yang diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Pasal 8
Badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan lembaga amil
zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 mempunyai tugas pokok
mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan
ketentuan agama.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugasnya, badan amil zakat dan lembaga amil zakat
bertanggungjawab kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja badan
amil zakatditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB IV
PENGUMPULAN ZAKAT
Pasal 11
(1) Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai zakat adalah;
a. emas, perak, dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan;
d. hasil pertambangan;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz.
(3) Penghitungan zakat mal menurut nishab, kadar, dan waktunya ditetapkan
berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
(1) Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat dengan cara mnerima
atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
(2) Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat
harta muzakki yang berada di bank atas permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil zakat dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq,
shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat.
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
berdasarkan hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartanya dan kewajiban zakatnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat meminta bantuan
kepada badan amil zakat atau badan amil zakat memberikan bantuan kepada
muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena pajak dari wajib pajak yang
bersangkutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh badan amil zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri.
BAB V
PENDAYAGUNAAN ZAKAT
Pasal 16
(1) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan
ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas
kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif.
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk usaha yang
produktif.
BAB VI
PENGAWASAN
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil zakat dilakukan oleh
unsur pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5).
(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil zakat.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil zakat, unsur pengawas
dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil zakat memberikan laporan tahunan pelaksanaan tugasnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil zakat dan
lembaga amil zakat.
BAB VII
S A N K S I
Pasal 21
(1) Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat
dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan
kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam
undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan pelanggaran.
(3) Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang
melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
BAB VIII
KETENTUAN-KETENTUAN LAIN
Pasal 22
Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan
zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik
Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat nasional.
Pasal 23
Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan
amil zakat.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
1. Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan zakat masih
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan
peraturan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.
2. Selambat-lambatnya dua tahun sejak diundangkannya undang-undang ini,
setiap organisasi pengelolaan zakat yang telah ada wajib menyesuaikan
menurut ketentuan Undang-undang ini.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
MATERI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat
2. Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan
usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam
3. Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar
zakat untuk kemaslahatan umum
4. Sedekah adalah harta maupun nonharta yang dikeluarkan oleh seorang
muslim atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum
5. Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha yang berkewajiban
menunaikan zakat
6. Mustahik adalah orang yang berhak menerima zaka
7. Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah
lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional
8. Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang
dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
9. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan
organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu mengumpulkan
zakat
10. Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan
organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS untuk membantu pengumpulan zakat
11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum
12. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk
biaya operasional dalam pengelolaan zakat sesuai syariat Islam
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang agama
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
1. Syariat Islam
2. Amanah
3. Kemanfaatan
4. Keadilan
5. Kepastian hukum
6. Terintegrasi
7. Akuntabilitas
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan :
1. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat
2. meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan
Pasal 4
1. Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah
2. Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. Emas, perak, dan logam mulia lainnya
b. Uang dan surat berharga lainnya
c. Perniagaan
d. Pertanian, perkebunan, dan kehutanan
e. Peternakan dan perikanan
f. Pertambangan
g. Perindustrian
h. Pendapatan dan jasa
i. Rikaz.
3. Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki
oleh muzaki perseorangan atau badan usaha
4. Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan
sesuai dengan syariat Islam
5. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara penghitungan zakat mal
dan zakat fitrah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan
Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
1. Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS
2. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di ibu kota
negara
3. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga
pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri
Pasal 6
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas
pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
1. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS
menyelenggarakan fungsi :
a. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
b. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
c. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
d. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat
2. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama
dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3. BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada
Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
1. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota
2. Keanggotaan BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8
(delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah
3. Unsur masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur
ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam
4. Unsur pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari
kementerian/instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat
5. BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat
dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
Pasal 10
1. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri
2. Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul
Menteri setelah mendapat pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia
3. Ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota
Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat sebagai anggota BAZNAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit harus :
a. Warga negara Indonesia
b. Beragama Islam
c. Bertakwa kepada Allah SWT
d. Berakhlak mulia
e. Berusia minimal 40 (empat puluh) tahun
f. Sehat jasmani dan rohani
g. Tidak menjadi anggota partai politik
h. Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; dan
i. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
a. Meninggal dunia
b. Habis masa jabatan
c. Mengundurkan diri
d. Tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus
e. Tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai, tata cara pengangkatan dan pemberhentian
anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 14
1. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu oleh sekretariat
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
1. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
2. BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS
3. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk
atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
4. Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan
BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang
ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS
5. BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota melaksanakan tugas dan
fungsi BAZNAS di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing
Pasal 16
1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan
BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ pada instansi pemerintah,
badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada
tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
1. Pembentukan LAZ wajib mendapat izin menteri atau pejabat yang ditunjuk
oleh menteri
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi
persyaratan paling sedikit:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan islam yang mengelola bidang
pendidikan, dakwah, dan sosial
b. Berbentuk lembaga berbadan hukum
c. Mendapat rekomendasi dari baznas
d. Memiliki pengawas syariat
e. Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya
f. Bersifat nirlaba
g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi, mekanisme
perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ
diatur dalam Peraturan Pemerintah
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
1. Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan penghitungan sendiri
atas kewajiban zakatnya
2. Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat
meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak
Pasal 23
1. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap
muzaki
2. Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan Pemerintah
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan
berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan,
dan kewilayahan
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
1. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28
1. Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya
2. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat
Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi
3. Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat
dalam pembukuan tersendiri
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
1. BAZNAS kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada
BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara berkala
2. BAZNAS provinsi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
dan pemerintah daerah secara berkala
3. LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah
daerah secara berkala
4. BAZNAS wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala
5. Laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau media
elektronik
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan BAZNAS kabupaten/kota,
BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam Peraturan Pemerintah
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil
Pasal 31
1. Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil
2. Selain pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk membiayai kegiatan
operasional
Pasal 33
1. Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
1. Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS,
BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ
2. Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai
dengan kewenangannya
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi
fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
1. Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan terhadap
BAZNAS dan LAZ
2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rangka :
a. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menunaikan zakat melalui
BAZNAS dan LAZ
b. Memberikan saran untuk peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk :
a. Akses terhadap informasi tentang pengelolaan zakat yang dilakukan oleh
BAZNAS dan LAZ
b. Penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam pengelolaan
zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.2
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal
23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki, menjaminkan,
menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau
dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku amil zakat
melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin
pejabat yang berwenang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan
pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40
merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan
pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum Undang-Undang ini
berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS berdasarkan
Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang baru sesuai dengan
Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Badan Amil Zakat Daerah
kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap
menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum Undang-Undang ini
berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling
lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-
undangan tentang Pengelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 38
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling
lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Lampiran 3
PERBEDAAN REGULASI PENGELOLAAN ZAKAT BERDASARKAN
KETENTUAN UU NOMOR 38 TAHUN 1999 DAN UU NOMOR 23
TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
1. Pengaturan Pengumpulan Zakat
Pengaturan pengumpulan Zakat ini diatur dalam Bab IV tentang
Pengumpulan Zakat Pasal 11-15 dan Pasal 22 Undang-undang No. 38 Tahun
1999 dan Bab III Bagian Kesatu Tentang Pengumpulan Pasal 21-24 Undang-
undang No. 23 Tahun 2011. Berikut bunyi pengaturan Zakat dalam kedua
Undang-undang tersebut.
Pengaturan Pengumpulan Zakat dalam UU No. 38 Tahun 1999
Pasal 11
(1) Zakat terdiri atas Zakat mal dan Zakat fitrah.
(2) Harta yang dikenai Zakat adalah :
a. emas, perak dan uang;
b. perdagangan dan perusahaan;
c. hasil pertanian, perkebunan dan perikanan;
d. hasil pertambangan;
e. hasil peternakan;
f. hasil pendapatan dan jasa;
g. rikaz
(3) Penghitungan Zakat mal menurut nishab, kadar dan waktunya
ditetapkan berdasarkan hukum agama.
Pasal 12
(1) Pengumpulan Zakat dilakukan oleh badan amil Zakat dengan cara
menerima atau mengambil dari muzakki atas dasar pemberitahuan
muzakki.
(2) Badan amil Zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam
pengumpulan Zakat harta muzakki yang berada di bank atas
permintaan muzakki.
Pasal 13
Badan amil Zakat dapat menerima harta selain Zakat seperti infaq,
shadaqah, wasiat waris dan kafarat.
Pasal 14
(1) Muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya dan kewajiban
Zakatnya berdasarkan hukum agama.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri hartaya dan kewajiban
Zakatnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), muzakki dapat
meminta bantuan kepada badan amil Zakat atau badan amil Zakat
memberikan bantuan kepada muzakki untuk menghitungnya.
(3) Zakat yang telah dibayarkan kepada badan amil Zakat atau
lembaga amil Zakat dikurangkan dari laba/pendapatan sisa kena
pajak dari wajib pajak yang bersangkutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 15
Lingkup kewenangan pengumpulan Zakat oleh badan amil Zakat
ditetapkan dengan keputusan menteri.
Pasal 22
Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan
Zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul Zakat pada perwakilan
Republik Indonesia, yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil
Zakat nasional.
Pengaturan Pengumpulan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
Pasal 21
(1) Dalam rangka pengumpulan Zakat, muzaki melakukan
penghitungan sendiri atas kewajiban Zakatnya.
(2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban Zakatnya,
muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
(1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran Zakat kepada
setiap muzaki.
(2) Bukti setoran Zakat sebagaimana dimaksud pada Ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan Zakat oleh BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
Mengatur mengenai penghitungan Zakat dimana penghitungan harta
untuk diambil Zakatnya oleh muzakki sendiri namun jika muzakki
merasa bingung menghitung Zakat yang harus dikeluarkan hartanya
maka muzakki berhak untuk meminta bantuan kepada BAZNAS
(Badan Amil Zakat Nasional) selaku lembaga pemegang otoritas
mengenai urusan Zakat ini.
Pasal 22
Mengatur mengenai keringanan dari negara bagi muzakki yang telah
membayar Zakat dalam hal pembayaran pajak kepada negara karena
pembayaran Zakat ini dapat mengurangi wajib pajak dalam
membayarkan pajak kepada Negara
Pasal 23
Mengatur mengenai pengurangan wajib pajak dalam membayarkan
pajak kepada negara dengan membayarkan Zakat harus disertai bukti
pembayaran Zakat yang telah diberikan oleh BAZNAS (Badan Amil
Zakat Nasional) atau LAZ (Lembaga Amil Zakat).
Pasal 24
Mengatur mengenai hak BAZNAS mengenai kewenangan
pengumpulan Zakat ini diatur oleh peraturan pemerintah.
2. Pengaturan Pendayagunaan Zakat
Peraturan mengenai pendayagunaan Zakat ini diatur dalam Bab V
tentang Pendayagunaan Zakat Pasal 16 dan 17 Undang-undang No. 38 Tahun
1999 dan Bab III Bagian Ketiga tentang Pendayagunaan Pasal 27 Ayat 1-3
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 mengenai Pengelolaan Zakat, bunyi Pasal
tersebut adalah sebagai berikut:
Pengaturan Pendayagunaan Zakat Menurut UU No. 38 Tahun 1999
Pasal 16
(1) Hasil pengumpulan Zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai
dengan ketentuan agama.
(2) Pendayagunaan hasil pengumpulan Zakat berdasarkan skala
prioritas kebutuhan mustahiq dan dapat dimanfaatkan untuk usaha
yang produktif.
(3) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan Zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan
menteri.
Pasal 17
Hasil penerimaan infaq, shadaqah, wasiat, waris dan kafarat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 didayagunakan terutama untuk
usaha yang produktif.
Pengaturan Pendayagunaan Zakat Menurut UU No. 23 Tahun 2011
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan Zakat untuk usaha produktif sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan Zakat untuk usaha
produktif sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 27
Mengatur mengenai pendayagunaan Zakat dimana apabila kebutuhan
mustahik Zakat telah terpenhi maka harta Zakat dapat didayagunakan
untuk usaha produktif dalam rangka penangan pengentasan kemiskinan
dan peningkatan kualitas umat. Harta Zakat juga dapat didayagunakan
untuk kepentingan publik seperti untuk membangun saran ibadah,
sarana transportasi, sarana pendidikan, sarana kesehatan sepanjang
tidak melanggar ketentuan syariat Islam.
3. Pengawasan Pengelolaan Zakat
Mengenai pengawasan Pengelolaan Zakat ini diatur dalam Bab VI
Tentang Pengawasan Pasal 18-20 Undang-undang No. 38 Tahun 1999 dan Bab
V tentang Pembinaan dan Pengawasan Pasal 35 Ayat 1 dan 3 Undang-undang
No. 23 Tahun 2011. berikut bunyi Pasal tersebut.
Pengawasan Zakat Menurut UU No. 38 Tahun 1999
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas badan amil Zakat
dilakukan oleh unsur pengawassebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (5).
(2) Pimpinan unsur pengawas dipilih langsung oleh anggota.
(3) Unsur pengawas berkedudukan di semua tingkatan badan amil
Zakat.
(4) Dalam melakukan pemeriksaan keuangan badan amil Zakat, unsur
pengawas dapat meminta bantuan akuntan publik.
Pasal 19
Badan amil Zakat memberikan laporan Tahunan pelaksanaan tugasnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan tingkatannya.
Pasal 20
Masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan badan amil Zakat
dan lembaga amil Zakat.
Pengaturan pengawasan Zakat menurut UU No. 23 Tahun 2011
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan
LAZ.
(2) Gubernur dan bupati/walikota melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan dan pengawasan
terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan dalam
bentuk:
a. akses terhadap informasi tentang Pengelolaan Zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam
Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
Dalam hal pengawasan ini Undang-undang menyebutkan bahwa
pengawasan Pengelolaan Zakat ini masyarakat dapat ikut berperan aktik
mengawasi Pengelolaan dana Zakat yang telah mereka keluarkan kepada
BAZNAS dan LAZ melalaui akses terhadap informasi tentang Pengelolaan
Zakat yang telah dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
4. Sanksi Atas Pelanggaran Pengelolaan Zakat
Aturan mengenai sanksi jika terjadi pelanggaran mengenai pengolaan
harta Zakat ini dijelaskan dalam Bab VII tentang Sanksi Pasal 21 Undang-
undang No. 38 Tahun 1999 dan Bab VII Tentang Sanksi Administratif Pasal 36
dan Bab IX tentang Ketentuan Pidana Pasal 39-42 Undang-undang No. 23
Tahun 2011. berikut bunyi Pasal Pasal sebagaimana di atas
Pengaturan Sanksi Pelanggaran Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 38
Tahun 1999
Pasal 21
(1) Setiap pengelola Zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat
atau mencatat dengan tidak benar harta Zakat, infaq, shadaqah,
wasiat, hibah, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13, dalam Undang-undang ini diancam
dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
(2) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) di atas merupakan
pelanggaran.
(3) Setiap petugas badan amil Zakat dan petugas lembaga amil Zakat
yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengaturan sanksi pelanggaran Pengelolaan Zakat menurut UU No. 23
Tahun 2011
Pasal 36
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19, Pasal 23 Ayat (1), Pasal 28 Ayat (2) dan Ayat (3), serta
Pasal 29 Ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. pencabutan izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah
Pasal ini menjelaskan mengenai penetapan sanksi administratif bagi
LAZ yang melanggar Pasal 19 (LAZ wajib melaporkan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan Zakat yang telah
diaudit kepada BAZNAS secara berkala.), Pasal 23 Ayat 1 (BAZNAS
atau LAZ wajib memberikan bukti setoran Zakat kepada setiap
muzaki), Pasal 28 Ayat 2 (Pendistribusian dan pendayagunaan infak,
sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud
pada Ayat (1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan
sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.) dan Ayat 3
(Pengelolaan infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya harus
dicatat dalam pembukuan tersendiri.) dan Pasal 29 Ayat 3 (LAZ wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan Pengelolaan Zakat, infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah
daerah secara berkala.)
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum tidak melakukan
pendistribusian Zakat sesuai dengan ketentuan Pasal 25 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal ini menjelaskan mengenai sanksi pidana jika terjadi
pelanggaran/tidak memenuhi ketentuan Pasal 25 yaitu Zakat wajib
didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Jika ini
tidak direalisasikan oleh LAZ/orang yang mengelola Zakat maka yang
bertanggung jawab atas LAZ yang melakukan pelanggaran ini akan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal ini menjelaskan mengenai sanksi pidana jika terjadi pelanggaran
pada Pasal 37 yaitu Setiap orang dilarang melakukan tindakan
memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau
mengalihkan Zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan
lainnya yang ada dalam Pengelolaannya. Jika LAZ atau seseorang yang
mengelola Zakat melanggar ketentuan ini maka akan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) Tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) Tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal ini menjelaskan mengenai sanksi pidana jika terjadi pelanggaran
pada Pasal 38 yaitu Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak
selaku amil Zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau
pendayagunaan Zakat tanpa izin pejabat yang berwenang. dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) Tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40
merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 merupakan
pelanggaran.
Pasal ini menjelaskan mengenai pelanggaran yang terjadi pada Pasal 39
dan 40 adalah sebuah kejahatan karena pelanggaran terhadap Pasal
tersebut merugikan mustahik Zakat karena tidak menutup kemungkinan
akan adanya kedzoliman karena pelanggaran Pasal-Pasal itu, dan
pelanggaran pada Pasal 41 hanya sebuah pelanggaran karena pada
esensinya tujuan utama Zakat tercapai namun ada sedikit kerugian bagi
muzakki karena tidak mendapat bukti pembayaran yang nantinya dapat
digunakan sebagai pengurang waijb pajak dalam membayarkan
pajaknya bagi negara.