IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM...

140
ii IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMP NEGERI 1 TENGARAN KAB SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendididikan Oleh NURKHAYATI NIM 111 13 113 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2018

Transcript of IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM...

ii

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DI SMP NEGERI 1 TENGARAN KAB SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendididikan

Oleh

NURKHAYATI

NIM 111 13 113

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

iii

iv

v

vi

MOTTO

Jika kamu tidak pernah mengeluarkan potensi

Dirimu, maka kamu akan tidak

Bahagia seumur hidupmu.

(Abraham H. Maslow)

vii

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat Allah yang Maha Kuasa, penulisan

skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Kedua orang tuaku, Bapak Jumeri dan Ibu Siti Wasiroh, yang telah

mendidik serta membesarkanku dan selalu memberikan doa tanpa henti

untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari hari ke hari.

2. Adikku Aniyatul Mufidah serta keluarga dan saudara-saudara yang selalu

mendoakan dan memberikan motivasi sehingga skripsi ini selesai.

3. Institut Agama Islam Negeri Salatiga, dimana tempat yang penulis pilih

untuk menuntut ilmu. Semoga ilmu yang di peroleh penulis dapat

bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

4. Untuk Sahabat-sahabatku, Kurnia, Fina, Fitri, Putri, Atik, uswa, amah,

munawaroh. Yang selalu memberi semangat dan dengan ikhlas membantu

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh teman-teman seperjuangan, khususnya angkatan 2013.

6. Dan semua pihak yang membantu dalam terselesainya skripsi ini serta para

pembaca yang budiman.

viii

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi yang telah

memberikan taufik, hidayah, dan pertolongan-Nya kepada penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan slam penulis curahkan

kepada Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya.

Selanjutkan penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril maupun materiil,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

Keguruan IAIN Salatiga.

3. Ibu Hj. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama

Islam IAIN Salatiga yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan

penelitian dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini.

4. Ibu Dra Siti Asdiqoh, M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik

5. Bapak Dr. Fatchurrohman, M. Pd., selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

6. Kepada seluruh dosen Tarbiyah khususnya pada Jurusan Pendidikan

Agama Islam FTIK IAIN Salatiga.

ix

x

ABSTRAK

Nurkhayati, 2018. Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran

PAI di SMPN 1 Tengaran. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

(FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam

Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Fathchurrohman, M.Pd.

Kata kunci : Konsep humanistik, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kebanyakan peserta didik yang

berasal dari lingkungan keluarga kurang memperhatikan perkembangan anak dan

potensi yang dimiliki anakdikarenakan kesibukan pekerjaan, sehingga masih

banya anak-anak yang cenderung berperilaku menyimpang. Guru dituntut untuk

dapat memperbaiki kepribadian dan akhlak siswa melalui pembelajaran

pendidikan agama Islam dengan konsep memanusiakan manusia (humanis).

Tujuannya agar anak merasa diakui, diperhatikan, dan dikasihi. Sehingga peserta

didik akan dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab

rumusan masalah berikut: 1) Bagaimana penerapan teori belajar humanistik dalam

pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran?, 2) Bagaimana dampak penerapan

pembelajaran humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran PAI?, 3) Apa

problematika dalam penerapan pembelajaran humanistik pada siswa dan

bagaimana solusinya?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian

deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara, dan

dokumentasi. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan

metode triangulasi.

Implementasi konsep humanistik dalam pembelajaran Agama Islam

berupa model pembelajaran aktif, kegiatan sosial, pendampingan, dan pembinaan.

Ketiganya saling berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain untuk

mewujudkan konsep pendidikan humanistik. Dampak penerapan teori belajar

humanistik ini terlihat dari perilaku yang ditunjukkan siswa sehari-hari disekolah

dengan kebiasaan sholat berjamaah, hafalan al qur‟an, dan hubungan yang

harmonis antara siswa dengan siswa maupun siswa dengan guru. Siswa dapat

mengaplikasikan apa yang dipelajari dengan cukup baik. Sedangkan problematika

yang dihadapi ialah kurangnya waktu interaksi antara guru dan siswa sehingga

guru kurang maksimal dalam memahami siswanya, kurangnya sarana dan

prasarana untuk menunjang kegiatan pembelajaran, kemudian adanya sikap siswa

yang tertutup. Solusi untuk problematika tersrbut ialah dengan membangun

kerjasama antara sekolah dengan orang tua siswa dengan membuat paguyuban.

xi

DAFTAR ISI

JUDUL ....................................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................. iv

MOTTO ..................................................................................................... v

PERSEMBAHAN ....................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................ vii

ABSTRAK .................................................................................................. ix

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................. 1

B. Fokus Penelitian ............................................................................ 7

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8

E. Penegasan Istilah ........................................................................... 9

F. Kajian Penelitian Terdahulu ........................................................ 11

G. Sistematika Penulisan ................................................................. 13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Humanistik ................................................................. 15

1. Pengertian Pendidikan Humanistik .......................................... 15

2. Humanisme Religius ................................................................ 17

3. Tujuan Konsep Humanisme ..................................................... 18

B. Tokoh Dalam Pendidikan Humanistik ........................................... 25

1. Abraham Maslow ..................................................................... 25

xii

2. Carl Ronsom Rogers ................................................................ 27

3. John Dewey ............................................................................... 29

4. Arthur W.Combs ....................................................................... 31

C. Teori Humanistik Dalam Pembelajaran ......................................... 32

D. Implementasi Pembelajaran Humanistik Dalam Pendidikan Islam43

1. Aspek Pendidik ........................................................................ 44

2. Aspek Peserta Didik ................................................................. 46

3. Aspek Materi ............................................................................ 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................... 49

B. Lokasi dan Subyek Penelitian ....................................................... 50

1. WAKA Kurikulum .................................................................... 50

2. Guru PAI ................................................................................... 50

C. Sumber Data ................................................................................ 51

1. Data Primer ............................................................................... 51

2. Data Sekunder ........................................................................... 51

D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 52

1. Observasi ................................................................................... 52

2. Interview atau Wawancara ........................................................ 53

3. Dokumentasi ............................................................................. 53

E. Analisis Data ................................................................................. 54

1. Reduksi Data ............................................................................. 54

2. Model Data ................................................................................ 54

3. Penarikan atau Verivikasi Kesimpulan ..................................... 55

F. Pengecekan Keabsahan Data ........................................................ 56

1. Trianggulasi Sumber Data ........................................................ 56

xiii

2. Trianggulasi Metode ................................................................. 56

G. Tahap-tahap Penelitian .................................................................. 57

1. Tahap Pra Lapangan ................................................................. 57

2. Tahap Pekerjaan Lapangan ....................................................... 57

3. Tahap Analisa Data ................................................................... 57

4. Tahap Peneliti Laporan Penelitian ............................................ 57

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP N 1 Tengaran ........................................ 58

1. Letak Geografis ........................................................................ 58

2. Profil Sekolah dan Waktu Penelitian ....................................... 58

3. Visi dan Misi Sekolah .............................................................. 59

4. Data Sekolah ............................................................................ 66

5. Data Guru ................................................................................. 68

B. Temuan Hasil Penelitian ............................................................... 68

1. Implementasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran

PAI ........................................................................................... 68

2. Dampak Penerapan Pembelajaran Humanistik Terhadap

Siswa Dalam Pembelajaran PAI ............................................. 75

3. Problematika dan Solusi Penerapan Teori Belajar Humanistik

Dalam Pembelajaran PAI ........................................................ 77

C. Analisis Data ................................................................................. 80

1. Implementasi Teori Belajar Humanistik Dalam Pembelajaran

PAI ........................................................................................... 80

2. Dampak Penerapan Teori Belajar Humanistik Dalam

Pembelajaran PAI ...................................................................... 87

3. Problematika dan Solusi Penerapan Teori Belajar Humanistik

Dalam Pembelajaran PAI ........................................................ 88

xiv

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 92

B. Saran ............................................................................................. 93

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN – LAMPIRAN

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar riwayat hidup

Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian

Lampiran 3 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 4 Daftar SKK

Lampiran 5 Instrumen pengumpulan data

Lampiran 6 Pedoman Wawancara

Lampiran 7 Dokumentasi foto

xvi

DAFTAR TABEL

1. Tabel 4. 1 Data Siswa ...................................................................... 59

2. Tabel 4. 2 Data Ruang Kelas ........................................................... 59

3. Tabel 4. 3 Data Ruang ..................................................................... 60

4. Tabel 4. 5 Data Guru ....................................................................... 61

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan

manusia. Pendidikan dijaman ini semakin dituntut untuk lebih memberikan

kontribusi yang nyata bagi bangsa dan Negara. Pendidikan harus senantiasa

mengikuti perkembangan jaman yang dari waktu ke waktu semakin

berkembang dan maju.

Pendidikan juga merupakan suatu wadah untuk menghasilkan manusia-

manusia yang berpengetahuan. Pendidikan membawa andil besar bagi

kemajuan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan terjadi diberbagai

tempat. Bukan hanya disekolah formal saja, pendidikan dapat terjadi di

rumah, maupun dimasyarakat. Disekolah dididik oleh pendidik (guru),

dirumah dididik oleh orang tua, sedangakan dimasyarakat dididik oleh

lingkungan pergaulan individu tersebut. Namun pendidikan yang efekttif

ialah pendidikan formal disekolah.

Dalam undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional dikatakan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia serta ketrampilan yang perlukan dirinya, masyarakat, bangsa

2

dan Negara. Pendidikan akan lebih sempurna jika dibarengi dengan

pendidikan agama, dalam hal ini adalah pendidikan agama Islam.

Agama juga mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan,

hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam, dan

hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Oleh sebab itu pendidikan agama

memiliki peran penting dalam kehidupan manusia.

Sesungguhnya esensi dari pendidikan agama Islam terletak pada

kemampuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi

menusia yang beriman dan bertaqwa dan tampil sebagai khalifatullah fi al

ardh, dan esensi ini menjadi acuan terhadap metode pembelajaran untuk

mencapai tujuan yang maksimal.

Dalam suatu sistem pendidikan, pendidikan umum dan pendidikan

agama merupakan dua hal yang harus dikuasai oleh individu atau peserta

didik. Dalam suatu penyelenggaraan pendidikan hendaklah melaksanakan

proses pembelajaran yang mampu memberikan kesadaran kepada peserta

didik untuk belajar (learning know or learning to learn). Materi pelajaran

hendaknya dapat memberikan suatu pelajaran alternatif kepada peserta

didiknya (learning to do) dan mampu memberikan motifasi untuk hidup di

era sekarang dan memiliki orientasi hidup ke masa depan (learning to be).

Pembelajaran tidak cukup hanya dalam bentuk ketrampilan untuk dirinya

sendiri, akan tetapi juga untuk hidup bertetangga dan bermasyarakat (learning

to live together).

3

Pembelajaran pendidikan agama Islam disekolah pada umumnya masih

pada tataran penyampaian materi saja. Hal tersebut terlihat dari metode yang

digunakan oleh guru berupa ceramah. Dimana metode ini tidak melibatkan

peserta didik langsung dalam penyampaian materi dan proses belajar

mengajar, peserta didik terkesan pasif disini.

Di dalam dunia pendidikan, guru memegang peran yang sangat penting

bagi kegiatan belajar mengajar disekolah. Sebab ia bertanggung jawab atas

anak didiknya dan mengarahkan anak didiknya dalam hal penugasan dan

penerapan ilmu dalam kehidupan mereka, juga menanamkan dan memberikan

teladan yang baik terhadap anak didiknya kaitannya dengan Pendidikan

Agama Islam.

Maka dari itu guru harus aktif dan kreatif dalam setiap penyampaian

materi pelajaran, dengan menggunakan metode-metode dan model

pembelajaran yang aktif. Dengan membongkar pendidikan agama Islam yang

masih mengikuti model lama yang hanya menuntut peserta dituntut selalu

patuh dan tidak memberikan kebebasan untuk bersikap kritis dan rasional

menuju pendidikan agama Islam yang memerdekakan, mencerdaskan, dan

memanusiakan. Sehingga pendidikan agama Islam yang humanis akan

terwujud.

Tujuan dari pendidikan agama Islam sendiri adalah untuk

mengembangkan potensi peserta didik (manusia) secara maksimal, sehingga

pendidikan mampu berfungsi sebagai proses memanusiakan manusia

(humanisasi). Dengan memberikan kebebasan gerak pada peserta didik untuk

4

mengembangkan potensi yang dimiliki secara optimal, harapan pendidikan

agama Islam dapat kembali mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana

pemberdayaan dan humanisasi.

Psikologi humanistik membantu upaya perbaikan salah satunya dengan

pendekatan humanistik. Pendekatan humanistik dalam pendidikan

menekankan pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik pada siswa.

Dalam prekteknya siswa diberi pengalaman belajar, diakui, diterima, dan

dimanusiakan, sehingga pada akhirnya peserta didik menjadi optimis untuk

sukses.

Dalam menentukan metode pengajaran PAI disuatu sekolah diperlukan

beberapa hal yang perlu diperhatikan. Agar dalam pembelajaran lebih

bermakna, maka perlu adanya pengakuan peserta didik sebagai subyeknya

yaitu dengan melihat teori Humanistik. Peran guru dalam pengajaran ini

adalah fasilitator bagi para peserta didik, memberi motivasi. Dan peran guru

memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa serta mendampingi untuk

mencapai tujuan pembelajaran dan siswa berperan sebagai pelaku utama.

Pendidikan yang mencerminkan kemanusiaan tersebut adalah

pendidikan humanis. Dalam pendidikan humanis guru tidak tidak sekedar

melakukan transfer of knowledge atau transfer of values kepada murid, akan

tetapi mengharuskan seorang guru untuk mempersiapkan peserta didiknya

dengan penuh kasih sayang agar menjadi individu yang saleh dalam arti

memiliki tanggung jawab, religius, dan peka terhadap lingkungan hidup.

Dengan demikian, ucapan, cara bersikap, dan tingkah laku seorang guru

5

ditujukan agar siswa bisa menjadi insan kamil, yakni sempurna dalam

kacamata peradaban manusia dan sempurna dalam standar agama (Mas‟ud,

2002: 196).

Sebagian guru sekarang masih menggunakan metode-metode klasik yang

hanya menggunakan metode ceramah dan kurang mengkombinasikannya

dengan metode yang lain. Hal ini kurang memperhatikan potensi-potensi

kemanusiaan peserta didik, karena peserta didik cenderung hanya menerima

saja tanpa ada feedbeck tentang pelajaran. Akhirnya siswa hanya memperoleh

materi saja tanpa memahaminya secara mendalam, sedangkan dalam

berlangsungnya pelajaran mereka cenderung kurang berminat dan hadir

didalam kelas secara fisik saja, sementara pikirannya mengawang-awang

memikirkan hal yang lainnya, karena metode yang digunakan kurang

menarik.

Penelitian ini lebih mengarah kepada Implementasi dari pendidikan

humanistik yang dapat diterapkan dalam metode pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SMP N 1 Tengaran. Rogers memiliki implikasi yang

signifikan terhadap metode pembelajran PAI . Hal ini dapat dikembangkan

dalam mewarnai metode pembelajaran. Dengan adanya pendidikan

Humanistik diharapkan siswa memahami potensi diri, mengembangkannya

secara positif dan meminimalisir potensi negative dalam dirinya.

Selain hal tersebut, SMP N 1 Tengaran sendiri merupakan suatu lembaga

pendidikan yang berdiri dilingkungan masyarakat yang sebagian besar dari

mereka adalah pekerja pabrik, khususnya ibu-ibu, banyak dari siswa yang

6

orang tuanya bekerja di industri pabrik yang jam kerjanya mulai dari pagi

hingga malam hari sehingga nyaris tidak ada waktu untuk memperhatikan

perkembangan dan potensi yang dimiliki oleh anak karena sibuk dengan

pekerjan. Sehingga anak tumbuh dengan perhatian dan kasih sayang yang

terbatas, padahal anak-anak seusia mereka sangat rentan dengan kenalan-

kenakalan remaja, jika tidak diawasi dengan baik bukan tidak mungkin

mereka akan salah pergaulan.

Oleh sebab itu pendampingan dan pembinaan siswa-siswi ini sangatlah

penting. Terutama dalam bimbingan agama harus secara berkesinambungan,

agar tercipta pribadi yang baik, terlebih lagi akhlaknya. Sifat dan karakter

peserta didik yang berbeda-beda menghasilkan tingkah laku yang berbeda

pula. Anak yang berasal dari keluarga dan lingkungan yang kurang baik,

perilakunya cenderung kurang baik. Sebaliknya anak yang berasal dari

keluarga dan lingkungan yang baik, perilakunya akan cenderung baik pula.

Oleh karena itu pendidikan yang diberikan kepada anak-anak disekolah ini

tidak hanya pendidikan umum saja, namun juga pendidikan agama dan

pendidikan humanistik.

Dengan adanya pengimplementasian mengenai konsep pendidikan

humanistik ini, diharapkan peserta didik dapat memaknai dan menerapkannya

dalam kehidupan sehari-hari. Dapat menjunjung tinggi rasa tanggung jawab

terhadap sesama, bisa saling menghormati dan menjunjung nilai-nilai

pluralisme.

7

Berdasarkan uraian diatas peneliti termotivasi untuk mengetahui lebih

jauh lagi tentang teori belajar humanistik serta penerapannya dalam

pembelajaran, khususnya PAI. Walaupun guru memiliki teori yang baik akan

tetapi jika tidak didukung dengan metode yang baik pula maka mungkin

hasilnya tidak akan sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan paparan

latar belakang diatas peneliti tertarik mengadakan penelitian dengan judul

“IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR HUMANISTIK DALAM

PEMBELAJARAN PAI DI SMP NEGERI 1 TENGARAN”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis paparkan diatas, maka

permasalahan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana penerapan teori belajar Humanistik dalam pembelajaran

PAI di SMP N 1 Tengaran ?

2. Bagaimana dampak penerapan pembelajaran humanistik terhadap

siswa dalam pembelajaran PAI?

3. Apa problematika dalam penerapan pembelajaran humanistik pada

siswa dan bagaimana solusinya?

C. Tujuan Penelitian

Permasalahan tersebut diatas kemudian dijadikan pijakan penelitian dan

akan dijawab melalui proses penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

8

1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan teori belajar Humanistik

terhadap pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran.

2. Untuk mengetahui bagaimana dampak penerapan pembelajaran

humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran PAI.

3. Untuk mengetahui problematika dan bagaimana solusi dalam

penerapan pembelajaran humanistik pada siswa.

D. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi SMP N 1

Tengaran dan pembaca. Hasil ini mempunyai beberapa manfaat, antara lain :

1. Manfaat Teoritis

Dapat memperkaya khasanah kepustakaan dan menambah

khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang penerapan teori belajar

humanistik terhadap pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Lembaga

Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terhadap pola

pembinaan yang selama ini telah dilakukan dan sebagai acuan

untuk perkembangan pembinaan di masa yang akan datang.

b. Bagi Guru

Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam

mengajar dan memilih metode pembelajaran untuk Pendidikan

Agama Islam.

9

c. Bagi Penulis

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang

dapat digunakan ketika terjun ke dalam dunia pendidikan.

E. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui secara jelas dan untuk menghindari kesalahpahaman

pengertian terhadap judul skripsi yang penulis bahas, maka anak penulis

sampaikan batasan istilah yang terdapat dalam judul , yaitu :

1. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia implementasi berarti

pelaksanaan atau penerapan. Implementasi dapat diartikan sebagai suatu

proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam bentuk

tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan

pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap (Hamalik, 2013: 237).

2. Teori Belajar Humanistik

Humanis berasal dari kata human (inggris) yang berarti manusiawi.

Menurut Budiona (2005: 228) dalam kamus Ilmiah Populer Internasional,

menyebutkan bahwa human berarti mengenai manusia, cara manusia.

Sedangkan humanis berarti seseorag yang human, penganut aliran

humanisme. Humanisme adalah sebuah doktrin yang menekan

kepentingan manusia.

Definisi umum mengatakan bahwa pendidikan merupakan proses

pemanusiaan menuju lahirnya insan bernilai secara kemanusiaan. Agenda

10

utama pendidikan adalah proses memanusiakan manusia menjadi manusia

(Danim, 2006: 4). Pendidikan harus disertai kebijakan yang manusiawi,

tanpa kebijakan yang manusiawi, dunia pendidikan justru bisa mendorong

munculnya konflik eksternal dan konflik dari dalam diri seseorang

(Mulkhan, 2002: 90).

Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar

untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat

dianggap berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya

dan dirinya sendiri. Artinya peserta didik mengalami perubahan dan

mampu memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuikan diri

dengan lingkungannya (Sukardjo dan komarudin, 2009: 56).

Humanisme dalam pendidikan adalah proses pendidikan yang lebih

memperhatikan aspek potensi manusia sebagai makhluk sosial dan

makhluk religious, „abdullah dan Khalifatullah, serta sebagai individu

yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk mengembangkan potesi-

potensinya (Mas‟ud, 2002: 135). Jadi, humanis dalam penelitian ini adalah

proses pendidikan yang memperhatikan setiap karakteristik orang yang

berbeda-beda.

3. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat

sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan

(Notoatmodjo,2003:16).

11

Sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan

terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,

menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam

mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci

Alqur‟an dan Al hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan,

serta penggunan pengalaman (Majid, 2012: 11).

Tujuan pendidikan agama Islam pada hakikatnya sama dan sesuai

dengan tujuan diturunkannya agama Islam, yaitu untuk membentuk

manusia yang muttaqin yang rentangannya tidak terbatas menurut

manusia, baik secara lincar maupun secara algoritmik (berurutan secara

logis) berada dalam garis mukmin-Muslim-muhsin dengan perangkat

komponen, variabel, dan parameternya masing-masing yang secara

kualitatif bersifat kompetitif (Baharuddin, 2010: 192).

Dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam ialah Upaya

sadar dan terencana yang dilakukan oleh individu untuk mengenal,

memahami, menghayati, hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak

mulia dalam mempelajari dan mengamalkan Agama Islam itu sendiri

sesuai dengan pedomannya yaitu Al-Qur an dan Al-Hadist.

F. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menjadi salah satu acuan penulis dalam

melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang

digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan sebagai pembanding

yang tidak terlepas dari topik.

12

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fadhoil, 2015.

Implementasi pendidikan humanistik dan behavioristik dalam

pembelajaran Akidah Akhlak (Studi kasus di MI Al Islam Tonoboyo

Bandongan Magelang Tahun ajaran 2014/2015). Penerapan pembelajaran

humanistik dan behavioristik dapat dilihat dari pelaksanaan pembelajaran

yang sudah terdapat interaksi yang komunikatif antara guru dengan siswa

maupun siswa dengan siswa. Penciptaan suasana kelas yang nyaman tanpa

ancaman. Siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran,

sedangkan guru sebagai berpindah sebagai fasilitator dan siswa diberi

kebebasan untuk bependapat. Hal-hal tersebut merupakan hakekat dari

pembelajaran dengan konsep behavioristik dan humanistik.

Dalam Jurnal Uci Sanusi, 2013. Pembelajaran dengan pendekatan

Humanistik. Didasarkan pada asumsi bahwa pembelajaran harus

memperhatikan siswa sebagai manusia yang memiliki karakter dan

perbedaan individual. Siswa diarahkan untuk dapat mengembangkan

potensinya tanpa paksaan maupun kekerasan dari guru. Upaya

pengembangan pembelajaran humanistik yang dilakukan diantaranya: a)

Memperlakukan dan malayani siswa seperti anak kandung sendiri; b)

pemberian reward pada siswa yang berprestasi; c) pemberian santunan

pada siswa yang berlatarbelakang ekonomi lemah; d) pengembangan

budaya madrasah yang Islami; e) pengembangan lesson study diantara

guru mata pelajaran; f) pengembangan program ekstrakulikuler; dan g)

pemberlakuan peraturan akademik bagi guru dan siswa.

13

Maghfiroh, Hidayatul, 2016. Implementasi Pendidikan Humanis di

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah Salatiga Tahun 2016. Penelitian

mengkaji tentang penerapan pendidikan humanis disekolah alternatif

dalam pelaksanaan pembelajarannya. Konsep pembelajaran humanis

melalui metode pembelajran yang membebaskan siswa memilih apa yang

diinginkan, kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, gutu

yang seperti teman sendiri, dengan faktor-faktor pendukung yang meliputi

siswa yang tidak tertekan dengan peraturan-peraturan sekolah pada

umumnya, siswa merasa betah berlama-lama belajar, siswa belajar sesuai

keinginannya dan siswa senang dan nyaman disekolah. Sekolah disini

bersifat bebas karena merupakan sekolah alternatif yang tidak terikat

dengan kurikulum pemerintah seperti halnya dengan sekolah umum.

Perbedaan penelitian oleh Fadhoil dan uci sanusi yaitu pada fokus

penelitian yang dilakukan. Sedangkan penelitian Hidayatul Mghfiroh

dengan penulis yaitu pada penerapan pembelajaran humanistik yang

diterapkan oleh sekolah. Penelitian yang dilakukan penulis mengenai

konsep pembelajaran yang sesuai dengan teori belajar humanistik.

G. Sistematika Penulisan

Agar suatu penelitian dapat dengan mudah dipahami oleh orang yang

membacanya, maka selayaknya terdapat sistematika penulisan. Adapun

sistematika penulisan skripsi ini adalah:

14

BAB I: PENDAHULUAN, merupakan kerangka dasar yang berisi

Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

Kajian Teori, Penegasan Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika

Penulisan.

BAB II: KAJIAN TEORI, berisi tentang kajian pustaka, bab ini

mengurai teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian agar

didapat gambaran yang jelas mengenai penerapan pendidikan humanistik

terhadap pmbelajaran PAI. Adapun sumber teori-teori berasah dari

berbagai buku referensi, internet, dan sumber lain yang dianggap

representative sebagai pengayaan teori penelitian.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang pendekatan,

jenis penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, sumber data, metode

analisis data, analisis data, pengecekan keabsahan data, tahap-tahap

penelitian.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DN PEMBAHASAN, merupakan

pembahasan hasil penelitian di lapangan yang dipaparkan dalam bab III.

Pembahasan dilakukan untuk menjawab masalah penelitian yang

diintegrasikan ke dalam kumpulan pengetahuan yang sudah ada dengan

jalan menjelaskan temuan penelitian dalam konteks khasanah ilmu.

BAB V: PENUTUP, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan

dari pembahasan hasilpenelitian dan saran-saran dari penulis sebagai

sumbangan pemikiran berdasarkan teori dan hasil penelitian yang telah

diperoeh dan daftar pustaka.

15

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Humanistik

1. Pengertian Pendidikan Humanistik

Teori belajar humanistik pada dasarnya memiliki tujuan belajar untuk

memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses belajar dapat dianggap

berhasil apabila peserta didik telah memahami lingkungannya dan dirinya

sendiri. Artinya peserta didik mengalami perubahan dan mampu

memecahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Dengan kata lain peserta didik dalam proses belajarnya

harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri

dengan sebaik-baiknya (Sukardjo dan komarudin, 2009: 56). Tujuan

utama pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan

dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri

mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam

mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri peserta didik itu sendiri

(Dalyono, 2012: 43).

Menurut George F. Keller (dalam Suwarno, 2006: 20), pendidikan

memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas pendidikan diartikan

sebagai tindakan atau pengalaman mempengaruhi perkembangan jiwa,

watak, ataupun kemampuan fisik individu. Dalam arti sempit, pendidikan

adalah proses mentransformasi pengetahuan, nilai-nilai, dan ketrampilan

dari generasi ke generasi yang dilakukan oleh masyarakat melalui

16

lembaga-lembaga pendidikan seperti sekolah, pendidikan tinggi, atau

lembaga-lembaga lain.

Humanisme merupakan kesatuan dari manusia yang wajib

memanusiakan manusia lainnya. Memanusiakan manusia dalam

pendidikan berarti usaha memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan alat-alat potensialnya seoptimal mungkin untuk dapat

difungsikan sebagai sarana bagi pemecahan masalah-masalah hidup dan

kehidupan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta

budaya manusia, dan pengembangan sikap iman dan takwa kepada Allah

SWT (Muhaimin, 2007: 148).

Manusia sebagai makhluk yang dapat mendidik dan dididik

(homoeducabile) pada dimensi ini manusia berpotensi sebagai objek dan

subjek pengembangan diri. Oleh karena itu manusia tidak bisa

berkembang tanpa rangsangan dari luar, seperti pendidikan misalnya.

Maka, pendidikan harus berpijak pada potensi yang ada pada manusia

tersebut. Artinya, manusia sebagai makhluk yang berpikir, memiliki

kebebasan memilih, sadar diri, memiliki norma, dan kebudayaan.

Implementasinya sebagai berikut:

a. Pendidikan lebih bersifat menyediakan stimulus agar peserta didik

secara otomatis memberikan respon.

b. Pendidik tidak dapat memaksakan kehendak kepada peserta didik.

17

c. Demokratisi merupakan model pendidikan yang sangat relevan

untuk pengembangan potensi dasar manusia, sekaligus membantu

menanamkan sikap percaya diri dan tanggung jawab.

d. Proses pendidikan harus selalu mengacu pada sifat-sifat Ketuhanan

(Assegaf, 2004: 205).

2. Humanisme Religius

Humanisme religius ialah sebuah konsep keagamaan yang

memanusiakan manusia, serta upaya humanisasi ilmu-ilmu dengan tetap

memperhatikan tanggung jawab hablum minallah dan hablum minannas.

Sebagai makhluk yang multidimensional manusia mempunyai potensi

insaniah, serta bersosialisasi dengan nilai-nilai ketrampilan yang dimiliki

guna mengembangkan pola kehidupannya. Dengan mengembangkan

potensi tersebut perlu adanya sebuah praktek kegiatan pendidikan yang

menjunjung tinggi sebuah nilai kemanusiaan (humanistik) Mas‟ud (2002:

193).

Pendidikan Islam humanistik ialah pendidikan yang memandang

manusia sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan dengan fitrah-

fitrah tertentu, untuk dikembangkan secara optimal. Rasulullah bersabda :

”Tidak ada seorangpun yang dilahirkan kecuali dengan fitrah, maka

kadua orang tuanya yang menjadikan dia Yahudi, Nashrani, dan Majusi”.

(HR. Bukhari Muslim).

Dengan adanya humanisme religius dalam kegiatan pendidikan

diharapkan peserta didik dapat mengeksplore sendiri pengetahuan dengan

18

mempergunakan pemikiran sendiri, dengan demikian peserta didik dirasa

benar-benar diakui eksistensinya yang hakiki, dan sebagai kholifatullah

yakni pendidikan Islam humanistik pendidikan yang memanusiakan

manusia. Sehingga dapat melahirkan peserta didik yang sesuai dengan

tujuan pendidikan Islam humanistik, yaitu insan manusia yang memiliki

kesadaran, kebebasan, dan tanggung jawab sebagai insan manusia

individual, namun tidak terangkat dari kebenaran faktualnya bahwa

dirinya hidup ditengah masyarakat. Dengan demikian, ia memiliki

tanggung jawab moral kepada lingkungannya berupa keterpanggilan

untuk mengabdikan diri demi kemashlahatan masyarakat.

3. Tujuan Konsep Humanisme

a. Akal Sehat (common Sense)

Manusia merupakan makhluk yang mulia, makhluk yang

berbudaya. Manusia adalah makhluk pedagogik, juga sebagai

khalifah dimuka bumi. Dalam memanfaatkan akal sehat secara

proporsional dalam Islam, al-alim lebih utama dari al-abid. Dalam

firman Allah dijelaskan bahwasanya orang-orang yang berilmu

ditinggikan derajatnya oleh Allah dengan beberapa tingkatan

(Mas‟ud, 2002: 159). Dengan demikian jelas didalam konsep

humanisme religius sangat ditekankan, karena dalam proses

pembelajaran ruang berfikir peserta didik sangat luas untuk

menganalisis hal-hal yang terjadi disekitarnya. Artinya hal-hal

19

yang berhubungan dengan daya fikir sangat diminati oleh pendidik

maupun peserta didik.

b. Individualisme (kemandirian)

Pengembangan individu menjadi individu yang saleh “insan

kamil” dengan berbagai ketrampilan dan kemampuan serta

mandiri adalah sasaran utama pendidikan Islam. Mas‟ud (2002:

158) menyatakan, individualisme dalam konsep Barat yang

diwakili dalam sebuah syair bahasa Arab yang cukup popular

yaitu: “Sesungguhnya seorang pemuda adalah mengandalkan

dirinya sendiri, bukanlah seorang yang membanggakan

ayahnya”.

Kemandirian atau Self-reliance ialah tujuan utama dalam

konsep humanisme. Dalam Islam, individualisme bukanlah sebuah

larangan. Jika penekananannya pada kemandirian dan tanggung

jawab pribadi, justru menjadi seruan dalam Islam. Dalam surat

Yasin disebukan bahwa : “Pada hari itu (kiamat) Allah akan

menutup mulut mereka, dan berbicara tangan mereka, kakinya

akan menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan”

(Q.S. Yasin : 35).

Semua anggota badan manusia akan dimintai pertanggung

jawaban di depan sang pencipta, tentunya harus ditafsirkan

sebagai tugas pendidikan dalam mengembangkan tanggung jawab

pribadi, sosial, dan keagamaan individu (Mas‟ud, 2002: 114).

20

Dalam konsep individualisme Islam adalah pribadi yang

beriman dan bertakwa, dinamis, progresif, serta tanggap terhadap

lingkungan, perubahan dan perkembangan. Dengan demikian

konsep individualisme bermaksud membentuk insan manusia yang

memiliki komitmen. Humaniter sejati yaitu insan manusia yang

memiliki kesadaran, kebebasan, beriman dan bertakwa, dinamis,

progresif serta tanggung jawab terhadap perubahan dan

perkembangan lingkunganya.

c. Pengetahuan yang tinggi (thirs for knowledge)

Islam adalah agama yang jelas menempatkan ilmu

pengetahuan dalam posisi khusus. Allah akan mengangkat mereka

yang beriman dan yang berilmu diantara manusia pada posisi

mulia.

Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al-Mujadillah: 11.

لكم يا أيها الذيه آمىىا إذا قيل لكم تفسحىا في المجالس فافسحىا يفسح للا

الذيه آمىىا مىكم والذيه أوتىا العلم وإذا قيل اوشزوا فاوشزوا يزفع للا

بما تعم لىن خبيز درجات وللا

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila

dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majelis",

maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan

untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang

beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa

yang kamu kerjakan.”

21

Telah dijelaskan bahwasanya Allah SWT menjanjikan kepada

orang-orang yang berilmu, derajat yang lebih tinggi dengan

beberapa tingkatan. Berangkat dari konseptual bahwasanya

manusia merupakan makhluk pedagogik, makhluk yang sejak lahir

membawa potensi, dapat dididik sekaligus mendidik. Oleh karena

itu potensi dasar (fitrah) yang insaniah, perlu dikembangkan serta

sosialisasi dalam nilai-nilai ketrampilan. Selain itu konsep

humanisme religius, manusia memang merupakan makhluk

“curious” yang senantiasa ingin tahu. Rasa ingin tahu itu perlu

diolah dan diterapkan dalam kebaikan.

d. Pendidikan Pluralisme (menghargai orang lain)

Sebagaimana yang telah dipahami bersama, Islam sangat

menghargai dan menghormati keberagaman dan kebhinekaan.

Dalam konsep Humanisme menghargai dan menghormati adanya

perbedaan yang ada di sekitarnya baik dari segi sosial, ekonomi,

budaya dan keagamaannya dengan tujuan ketika dalam proses

pembelajaran tercipta lingkungan kondusif, damai serta

mengajarkan kepada peserta didik untuk selalu menghargai

pendapat orang lain (Mas‟ud, 2002: 167).

e. Kontektualisme lebih mementingkan fungsi dari symbol

Dalam realitas sering dijumpai orang yang memiliki

kualifikasi keilmuan yang bagus. Namun tidak dapat berbuat

banyak dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan yang

22

dihadapinya. Disisi lain, juga melihat ada orang yang kualitas

keilmuannya tidak begitu menakjubkan tetapi dalam rill

kehidupannya mereka begitu tangkas menjawab permasalahan

hidupnya.

Untuk itu dalam konsep kontektualisme yang dimaksud

dalam konsep huamanisme religius ini merupakan konsep belajar

yang membantu pendidik dalam mengaitkan antara materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan nyata sebagai anggota keluarga

dan masyarakat.

Hasil belajar peserta didik tidak hanya dilihat dari tampilan

kualitatif, melainkan lebih dilihat dari sisi kualitas penguasaan dan

aplikasinya dalam kehidupan yang nyata. Dengan adanya konsep

ini, hasil belajar tidak hanya sekedar wacana, akan tetapi

merupakan hal yang harus membumi dan bermakna bagi peserta

didik.

Dalam konteks yang demikian ini, Baharudin & Makin

(2007: 210) berpendapat bahwa peserta didik perlu memahami apa

sesungguhnya makna belajar itu bagi peserta didik, serta dalam

status apa mereka dan bagaimana mencapainya. Sehubungan

dengan hal ini, peserta didik perlu memiliki komprehensif

mengenai tiga konsep yaitu: how to know (bagaimana

23

mengetahui), how to do (bagaimana mengerjakan atau

melaksanakan), dan how to be (bagaimana menjadi dirinya) .

Dengan demikian dalam konsep humanisme sebuah strategi

pembelajaran yang menghendaki keterkaitan antara pengetahuan

dan kehidupan nyata. Maka hal itu akan mempermudah peserta

didik untuk membuat formulasi atau batasan-batasan mengenai

pengetahuan yang dipelajari. Hal ini relevan dengan prinsip

pendekatan kontektual, yaitu: student learn best by antiviety

contructing their own understanding.

f. Keseimbangan antara reward dan punishment

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya “hadiah”.

Orang yang bekerja dengan orang lain hadiahnya upah/gaji, orang

yang menyelesaikan suatu pendidikan disekolah hadiahnya ijazah,

berprestasi dalam satu bidang olahraga tertentu hadiahnya

medali/tropi dan uang, tepuk tang memberi selamat sejatinya juga

merupakan hadiah. Pemberian hadiah tersebut secara psikologis

akan berpengaruh terhadap tingkah laku individu.

Demikian pula dengan hukuman yang diberikan seseorang

karena telah mencuri, menyontek, tidak mengerjakan tugas,

melanggar peraturan, dan lain-lain yang pada dasarnya juga akan

mempengaruhi tingkah laku orang yang menerimanya. Baik

pemberian hadiah maupun hukuman merupakan respon seseorang

kepada orang lain karena perbuatannya tersebut. Hanya saja

24

pemberian hadiah merupakan respon positif dan pemberian

hikuman merupakan respon negatif.

Reward (hadiah/penghargaan) sebenarnya adalah sesuatu

yang diberikan kepada seseorang karena sudah mendapatkan

prestasi dengan dikehendaki, yakni mengikuti peraturan yang

sudah ditentukan (Arikunto, 1990: 182). Sedangkan punishmen

adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan

sengaja oleh pendidik/orang lain sesudah terjadi suatu pelanggaran

(Purwanto, 2007: 186).

Namun kedua respon tersebut memiliki tujuan yang sama

yaitu ingin mengubah tingkah laku seseorang (anak didik). Respon

positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik menjadi lrbih

baik lagi. Sedangkan respon negative bertujuan agar tingkah laku

yang negative tersebut berkurang atau bahkan hilang, pemberian

respon yang demikian dalam proses interaksi edukatif disebut

“pemberian penguatan”.

Oleh karena itu dalam konsep pendidikan humanisme

keseimbangan antara reward dan punishment harus diterapkan

dalam proses belajar mengajar. Karena hal tersebut akan

membantu meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan kata lain,

pegubahan tingkah laku siswa (behavior modification) dapat

dilakukan dengan pemberian penguatan.

25

B. Tokoh dalam Pendidikan Humanistik

1) Abraham Maslow

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi

humanistik. Maslow percaya bahwa manusia bergerak untuk

memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Maslow

mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk

memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing

orang memiliki perasaan takut, seperti takut untuk berusaha atau

berkembang, takut untuk mengambil kesempatan dan sebagainya,

tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju

kearah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya semua

kemampuan, kearah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada

saat itu juga ia mampu menerima diri sendiri (self).

Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut

memiliki tingkatan atau hierarki, mulai dari yang paling rendah

(bersifat dasar/fisiologi) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri).

Teori Hierarchy of Needs (hirarki kebutuhan) yang dicetuskan oleh

Maslow adalah sebagai berikut:

a) Kebutuhan fisiologis/dasar/jasmaniah (Besic Needs), seperti

makan, minum, tidur.

b) Kebutuhan rasa aman (Safety Needs) seperti kesehatan,

keamanan lingkungan, dan lainnya.

26

c) Kebutuhan rasa kasih sayang (Belongingness Needs) seperti

keluarga, persahabatan, dan kelompok.

d) Kebutuhan untuk dihargai (Esteem Needs) seperti harga diri

dan penghargaan orang lain.

e) Kebutuhan utntuk aktualisasi diri (Self Actualization Needs)

seperti moralitas, ekspresi diri dan kreatifitas.

Implikasi teori ini terhadap pembelajaran sangatlah penting,

jika guru menemukan kesulitan memahami mengapa siswa tertentu

tidak mengerjakan tugas, mengapa siswa tidak tenang saat didalam

kelas atau bahkan tidak memiliki motivasi dalam belajar. Menurut

Maslow guru tidak dapat melimpahkan kesalahan ini terhadap si

anak, karena bisa jadi kebutuhan anak belum terpenuhi secara baik.

Guru haruslah dapat mengerti setiap karakter anak yang

berbeda-beda, jadi wajar jika setiap anak memiliki kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Dengan demikian anak akan

belajar dengan nyaman.

Dalam proses pembelajaran, maslow mengatakan bahwa

anaklah yang aktif. Jika kita aktif maka kita terlibat, kita mencoba,

kita berjuang, kita berusaha, kita dapat berhasil atau gagal, kita

mencoba mengingat, memahami memecahkan masalah. Ini semua

pengamalaman kehendak, pengalaman bertanggung jawab,

pengalaman menjadi penggerak pertama, pengalaman memerintah

27

diri sendiri, ditentukan sendiri bukan orang lain (Maslow, 2004:

77).

2) Carl Ransom Rogers

Rogers ialah seorang psikolog humanistik yang menekan perlunya

sikap saling menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu

individu atau klien mengatasi masalah-masalahnya. Rogers meyakini

bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban sendiri atas

permasalahannya dan tugas dari terapis hanya membimbing klien

menemukan jawaban yang benar. (Herpratiwi, 2009: 49).

Rogers membedakan dua tipe belajar, yakni kognitif

(kebermaknaan) dan esperiental (pengalaman atau signifikan). Guru

menghubungkan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan

terpakai, seperti mempelajari mesin mobil dengan tujuan untuk

memperbaiki mobil. Experiental learning menunjuk pada pemenuhan

kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiental learning

mencakup keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh

siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa. Menurut

Rogers hal yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah

pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran,

yaitu sebagai berikut:

a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk

belajar

b. Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.

28

c. pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan

bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.

d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern ialah belajar

tentang proses (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61).

Dari bukunya Freedom to learn, ia menunjukkan sejumlah

prinsip-prinsip dasar humanistik, diantaranya:

1. Manusia mempunyai kemampuan belajar secara alami.

2. Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran

dirasakan oleh murid memiliki relevansi dengan maksudnya

sendiri.

3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi

mengenai dirinya sendiri dianggap mengancam dan cenderung

akan ditolak.

4. Tugas-tugas belajar yang mengancam diri lebih mudah

dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari

luar itu semakin kecil

5. Apabila ancaman terhadap siswa rendah, pengalaman dapat

diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan

terjadilah proses belajar.

6. Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan

melakukannya.

29

7. Belajar diperlancar apabila siswa dilibatkan langsung dalam

proses belajar dan ikut bertanggung jawab dengan proses

belajar itu.

8. Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan siswa seutuhnya,

baik perasaan atau intelek, merupakan cara yang dapat

memberi hasil yang maksimal.

9. Kepercayaan terhadap diri sendiri, dan kreatifitas lebih mudah

dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan

mengkritik dirinya sendiri. Penilaian dari orang lain

merupakan cara kedua yang penting.

10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia

modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu

keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan

penyatuannya kedalam diri sendiri mengenai proses perubahan

itu (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 61-62).

Teori Rogers dalam bidang-bidang pendidikan, pendidikan

membutuhkan 3 (tiga) sikap yang harus dipahami oleh fasilitator

belajar, yaitu realitas (dalam fasilitator belajar, penghargaan,

penerimaan), kepercayaan, dan empati (Herpratiwi, 2009: 53).

3) John Dewey

Menurut John Dewey pendidikan merupakan perkembangan,

perkembangan sejak lahir sampai menjelang kematian, jadi,

pendidikan berarti sebuah kehidupan. Bagi Dewey, education is

30

growth, development, life. Proses pendidikan harus bersifat kontinu,

merupakan reorganisasi, rekonstruksi, dan perubahan pengalaman

hidup, pembentukan kembali pelngalaman hidup. Jadi pendidikan

merupakan organisasi pengalaman hidup, pembentukan kembai

pengalaman hidup, juga perubahan pengalaman hidup itu sendiri.

Beberapa ide Dewey (dalam Surna dan Pandeirot, 2014: 32) yang

memberi kontrubusi penting bagi pendidikan yaitu:

a. Anak sebagai pribadi yang aktif dalam belajar (child as an

active learner). Sebelumnya berkembang pandangan bahwa

anak adalah pribadi yang pasif (anak hanya duduk dan

mendengarkan penjelasan dari guru), Dewey dengan tegas

berpendapat bahwa belajar yang terbaik adalah “learn best by

doing”.

b. Dalam melaksanakan pengajaran, anak harus dipandang

sebagai pribadi yang utuh (whole child) dan menekankan

makna penyesuaian anak terhadap lingkungannya.

Pelaksanaan pembelajaran haruslah memberikan penekanan

pada upaya guru untuk mendorong bagaimana belajar untuk

berfikir dan beradaptasi dengan dunia diluar sekolah.

c. Dewey sangat percaya bahwa semua anak berhak mendapat

keahlian dan ketrampilan yang semestinya.

31

Peran guru tidak hanya berhubungan dengan pelajaran,

melainkan dia harus menempatkan dirinya pada seluruh

interaksinya dengan kebutuhan, kemampuan, dan kegiatan siswa. .

4) Arthur W. Combs

Arthur Combs (dalam Suwarno, 2006: 71-72) berpendapat bahwa

perilaku batiniah seperti perasaan, persepsi, keyakinan, dan maksud

menyebabkan seorang berbeda dengan orang lain. Pendidik dapat

memahami perilaku peserta didiknya jika ia mengetahui bagaimana

peserta didik mempersepsikan perbuatannya pada suatu situasi.

Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan

perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (Makna atau arti) adalah

konsep dasar yang sering digunakan dalam teori belajar humanistik.

Dengan demikian, belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu.

Pendidik tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai oleh

peserta didik. Inilah yang menjadi tantangan bagi pendidik, bagaimana

cara pendidik agar peserta didik menjadi tertarik untuk mempelajari

materi tersebut.

Seorang pendidik harus memahami perilaku siswa dengan

mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut, sehingga

apabila ingin merubah perilaku peserta didik tersebut, pendidik harus

merubah keyakinan atau pandangan peserta didik tersebut.

32

5) Paulo Fiere

Sebagian sekolah hanya berfokus pada targetkuantitatif yang bisa

diukur saja. Seperti misalnya peserta didik harus lulus dalam suatu

mata pelajaran yang dengan nilai minimal tertentu. Menurut Paulo

Freire dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kaum Tertindas

model pendidikan semacam itu ia sebut sebagai banking education

alias pendidikan bergaya bank.

“Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, di

mana para murid adalah celengan dan guru adalah penabungnya.

Yang terjadi bukanlah proses komunikasi,tetapi guru

menyampingkan pernyataan-pernyataan dan “mengisi tabungan”

yang diterima, dihafal dan diulangi dengan patuh oleh para murid

(Friere, 2008: 52).

Dalam pendidikan model ini, peserta didik hanya dijejali dengan

ilmu secara satu arah dengan tujuan mendapatkan nilai-nilai kuantitatif

yang dituju. Praktek pendidikan hanya dipahami sebatas sarana

pewarisanilmu. Pendidikan tidak dipahami sebagai transformasi ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai yang lebih menekan pada proses pendewasaan

pemikiran dan mengartikan belajar sebagai proses memaknai dan

mengkritisi realitas sosial yangada di lingkungan sekitar. Bukan hanya

sekedar mencari ijazah dengan nilai yang tinggimaupun sebagai sarana

meningkatkan status sosial.

Tujuan utama manusia adalah humanisasi yang ditempuh melalui

pembebasan. Proses untuk menjadi manusia secara panuh hanya mungkin

apabila manusia berintegrasi dengan dunia. Dalam kedudukannya sebagai

subjek, manusia senantiasa menghadapi berbagai ancaman dan tekanan,

33

namun ia tetap mampu terus menapaki dan menciptakan sejarah berkat

refleksi kritisnya (Murtiningsih, 2006: 55).

Pendidikan dengan pendekatan kemanusiaan sering diindentikkan

dengan pembebasan, yaitu pembebasan dari hal-hal yang tidak manusiawi.

Jadi, untuk mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia

dibutuhkan suatu pendidikan yang membebaskan dari unsur dehumanisasi.

Dehumanisasi tersebut bukan hanya memandai seseorang yang

kemanusiaanya telah dirampas, melainkan (dalam era yang berlainan)

manandai pihak yang telah merampas kemanusiaan itu, dan merupakan

pembengkokkan cita-cita untuk menjadi manusia yang lebih utuh.

C. Teori Humanistik dalam pembelajaran

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada roh atau spirit selama

proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan dalam

pembelajaran. Peran pendidik dalam pembelajaran humanistik adalah sebagai

fasilitator bagi para peserta didik dengan memberikan motivasi terkait dengan

kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta didik, guru

hanyalah sebagai pendamping peserta didik untuk memperoleh tujuan

pembelajaran (Sukardjo dan Komarudin, 2009: 64).

Pendidik sebagai fasilitator bukan berarti ia harus berfikir pasif akan tetapi

pendidik harus berperan aktif dalam suatu proses pembelajaran. Belajar

bermakna terjadi jika sesuai dengan kebutuhan peserta didik, disertai motivasi

intrinsik dan kurikulum yang tidak kaku. Belajar bermakna didorong oleh

34

hasrat dan intensitas keingintahuan peserta didik mempelajari bidang studi

tersebut. Pendidik harus aktif dan paham betul atas keunikan peserta didik

(Herpratiwi, 2009: 61).

Proses yang umumnya dilalui adalah sebagai berikut.

a. Merumuskan tujuan belajar dengan jelas.

b. Mengusahakan partisipasi peserta didik melalui kontrak belajar yang

bersifat jelas, jujur, dan positif.

c. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan untuk

belajar atas inisiatif sendiri.

d. Mendorong peserta didik untuk peka, berfikir kritis, memaknai proses

pembelajaran secara mandiri.

e. Peserta didik didorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih

pilihannya sendiri, melakukan apa yang diinginkan dan menanggung

resiko dari perilaku yang ditunjukkan.

f. Pendidik menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami

jalan pikiran peserta didik, tidak menilai secara normatif tetapi

mendorong peserta didik untuk bertanggung jawab atas segala resiko

perbuatan atau proses belajarnya.

g. Memberikan kesempatan peserta didik untuk maju sesuai dengan

kecepatannya.

h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi

peserta didik (Mulyati, 2005: 182).

35

Abraham H. Maslow dikenal sebagai salah satu tokoh psikologi

humanistik. Ia menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan

positif untuk tumbuh sekaligus kekuatan yang menghambat. Maslow

mengatakan bahwa ada beberapa kebutuhan yang perlu dipenuhi oleh

setiap manusia yang sifatnya hirarkis. Pemenuhan kebutuhan dimulai dari

kebutuhan terendah, selanjutnya meningkat pada kebutuhan yang lebih

tinggi, yaitu kebutuhan jasmaniah, kebutuhan keamanan, kebutuhan kasih

sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri.

Menurut ahli teori ini, hierarki kebutuhan manusia tersebut

mempunyai implikasi penting bagi individu peserta didik. Oleh karenanya,

pendidik harus memperhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu

beraktivitas di dalam kelas. Seorang pendidik dituntut memahami kondisi

tertentu, misalnya, ada peserta didik tertentu yang sering tidak

mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada yang berbuat gaduh, atau ada

yang tidak berminat belajar. Menurut maslow, minat atau motivasi untuk

belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokoknya tidak terpenuhi.

Peserta didik yang datang kesekolah tanpa persiapan, atau tidak dapat tidur

nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut, akan

memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan

yang dibawanya akan menganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.

Carl R. Rogers yang juga merupakan tokoh dari teori belajar

humanistik menyarankan adanya suatu gagasan yang berupaya menjadikan

36

belajar lebih manusiawi. Menurut Sri Rumini (1993: 110-112), gagasan

tersebut adalah:

a. Hasrat untuk belajar

Menurut Rogers manusia mempunyai hasrat untuk belajar.

Anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi ketika sedang

mengeksplorasi lingkungannya. Dorongan ingin tahu dan belajar

merupakan asumsi dasar dalam pendidikan humanistik. Didalam

kelas yang humanistik, peserta didik diberi kebebasan dan

kesempatan untuk memuaskan rasa ingin tahu dan minatnya

terhadap sesuatu yang menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya.

b. Belajar yang berarti

Prinsip ini menuntut adanya relevansi antara bahan ajar

dengan kebutuhan peserta didik. Anak akan belajar jika ada hal

yang berarti baginya. Sebagai contoh, anak akan cepat belajar

menghitung uang karena uang dapat dipergunakan untuk membeli

sesuatu yang dia inginkan.

c. Belajar tanpa ancaman

Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar ketika

peserta didik dapat menguji kemampuannya, mencoba

pengalaman-pengalaman baru, atau jika membuat kesalahan tidak

mendapat kecaman yang menyinggung perasaannya. Jika

kenyamanan sudah dia dapatkan, pembelajaran pun akan menjadi

37

kondusif, anak tidak merasa tertekan dan pendidik dianggapnya

sebagai fasilitator yang menyenangkan.

d. Belajar dengan inisiatif sendiri

Bagi para humanis, belajar akan sangat bermakna ketika

dilakukan atas inisiatif sendiri, sehingga memiliki kesempatan

untuk menimbang dan membuat keputusan serta menentukan

pilihan dan introspeksi diri. Dia akan bergantung pada dirinya

sendiri sehingga kepercayaan dirinya akan menjadi lebih baik.

e. Belajar dan perubahan

Prinsip terakhir yang dikemukakan Rogers adalah bahwa

belajar paling bermanfaat adalah belajar tentang proses belajar.

Menurutnya, di waktu lampau peserta didik belajar mengenal

fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis, dan apa yang didapat

disekolah dirasa sudah cukup untuk kebutuhan masa itu. Tetapi

sekarang, tuntutan menegubah pola pikir yang datang setiap waktu.

Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat mutlak dijadikan

pegangan untuk mencapai sukses di masa sekarang ini. Yang

dibutuhkan sekarang adalah orang-orang yang mampu belajar di

lingkungan yang sedang berubah dan terus akan berubah.

Aliran dan teori pendidikan ini menjadi warna yang dominan di

dunia pendidikan. Meski tidak dianut seluruhnya, minimal ada aliran

yang diikuti dan teori yang digunakan sebagai upaya pegembangan

pendidikan (Suwarno, 2006: 71-76).

38

Dalam praktiknya, teori ini terwujud dalam pendekatan yang

diusulkan oleh Ausubel (1968) yang disebut “belajar bermakna” atau

Meaningful Learning (Sebagai catatan teori Ausebel juga dimasukkan

ke dalam aliran kognitif). Teori ini terwujud dalam teori Bloom dan

Krathwohl dalam bentuk Taksonomi Blomm. Dalam hal ini, Bloom

dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari)

oleh siswa, yang mencakup pada tiga kawasan berikut.

a. Kognitif

Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu:

1) Pengetahuan (mengingat, menghafal)

2) Pemahaman (Menginterpretasikan)

3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecah suatu masalah)

4) Analisis (menjabarkan suatu konsep)

5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu

konsep utuh)

6) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode, dan sebagainya).

b. Psikomotor

Psikomotor terdiri dari lima tingkatan, yaitu

1) Peniruan (meniru gerak)

2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak)

3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar)

4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan

benar)

39

5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar)

c. Afektif

Afektif terdiri dari lima tingkatan, yaitu

1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu)

2) Merespons (aktif berpartisipasi)

3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai

tertentu)

4) Pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang dipercayai)

5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola

hidup) ( B.Uno, 2008: 13-14).

Dalam penerapan teori pembelajaran humanistik ini mengacu pada

beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan konsep pembelajaran

humanistik. Metode tidak hanya diartikan sebagai cara mengajar dalam

proses pembelajaran, Tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan

komprehensif dari semua elemen pendidikan sehingga menjadi pendukung

tercapainya tujuan pendidikan. Secara teknis guru harus menggunakan

metode sebagai berikut :

a. Role Model

Guru sebagai suri tauladan bagi kehidupan sosial akademis

murid, baik didalam kelas maupun diluar kelas.

b. Kasih sayang

Guru harus memiliki rasa kasih sayang, antusiasisme, dan

ikhlas mendengar atau menjawab pertanyaan. Serta menjauhkan

40

sikap emosional dan foedal, seperti mudah marah dan mudah

tersinggung.

c. Adult Education

Menekankan belajar mandiri, kemampuan membaca, dan

berfikir kritis. Menerapkan proses pembelajaran yang dialog dan

interaktif.

d. Promotor Of Learning

Membimbing, menumbuhkan kreatifitas, interaktif, dan

komunikatif dengan siswa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan

feedback dari siswa baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dibawah ini adalah model pembelajaran humanistik:

a) Student Centered Learning

Konsep ini diajukan oleh Carl Rogers, yang isinya adalah:

1) Kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi hanya

memfasilitasi saja.

2) Seseorang akan belajar secara signifikan hanya pada

hal-hal yang memperkuat dirinya.

3) Manusia tidak bisa belajar jika dibawah tekanan.

b) Humanizing Of The Classroom

Dicetuskan oleh Jhon P. Miller yang terfokus pada

pengembangan model pendidik afektif. Pendidikan model

ini bertumpu pada tiga hal, yaitu: Menyadari diri sebagai

suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus

41

berubah, mengenali konsep dan identitas diri, dan

menyatukan kesadaran hati dan pikiran. Perubahan yang

dilakukan terbatas pada substansi materi saja, tetapi lebih

penting pada aspek metodologis yang dipandang sangat

manusiawi.

c) Active Learning

Dicetuskan oleh Melvin L. Siberman, asumsi dasar

yang dibangun dari model pembelajaran ini ialah bahwa

belajar merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian

informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan

mental dan tindakan. Pada saat kegiatan belajar aktif, siswa

melakukan sebagian besar pekerjaan belajar. Mereka

mempelajari gagasan-gagasan, memecahkan masalah dan

menerapkan apa yang mereka pelajari. Dalam Active

Learning cara belajar dengan mendengarkan saja akan

sedikit materi yang bisa diingat oleh siswa, sedangkan

dengan cara mendengar, melihat, dan berdiskusi dengan

siswa lain maka tingkat pemahaman siswa akan lebih besar.

Dalam kaitannya dengan penentuan strategi belajar, maka

pendekatan humanistik lebih menekankan kepada active

learning (pembelajaran aktif), yang memiliki semboyan

sebagi berikut:

42

1) What I hear, I forget, yakni apa yang saya dengar

dengan mudah saya lupakan, karena guru berbicara

100-200 kata per menit, sedangkan peserta didik

mendengar 50-100 kata per menit, lama kelamaan

semakin berkurang.

2) What I hear and see, I remember a little, apa yang saya

dengar dan saya lihat akan saya ingat sedikit atau

sebentar, lama kelamaan lupa lagi.

3) What I hear, see, and ask question about or discuss with

someone else, I begin to understand, yakni apa yang

saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan, dan

laksanakan, maka saya memperoleh pengetahuan dan

ketrampilan

4) When I teach to another, I master, yakni ketika saya

bisa mengajari orang atau teman lain, berarti saya

menguasai.

Selain itu kegiatan pembelajaran harus dilandasi oleh

prinsip-prinsip: (1) berpusat pada peserta didik; (2)

mengembangkan kreatifitas peserta didik; (3)

menciptakan kondisi yang menyenangkan dan

menantang; (4) mengembangkan beragam kemampuan

yang bermuatan nilai; dan (5) menyediakan

43

pengalaman belajar yang beragam serta belajar memulai

berbuat (Muhaimin, 2007: 162-163).

d) Quantum Learning

Dalam prakteknya quantum learning menggabungkan

teknik pemercepatan belajar dan neurologuistik dengan

teori keyakinan dan metode tertentu. Quantum learning

mengasumsikan bahwa jika siswa mampu menggunakan

potensi nalar dan emosinya secara jitu akan membuat

loncatan prestasi yang tidak terduga sebelumnya. Dengan

metode belajar yang tepat, siswa bisa meraih prestasi

belajar secara berlipat ganda. Salah satu konsep dasar dari

metode ini adalah belajar itu harus mengasikkan dan

berlangsung dalam suasana gembira, sehingga pintu masuk

untuk informasi akan lebih besar dan terekam dengan baik.

e) The Accelerated Learning

Merupakan, pembelajaran yang dipercepat. Konsep

dasar dari pembelajaran ini berlangsung dengan cepat,

menyenangkan, dan memuaskan. Pemilik konsep ini Dave

Meiver menyarankan kepada guru dalam mengelola kelas

menggunakan pendekatan somantic, auditory, visual, dan

intellectual (SAVI). Somantic dimaksudkan sebagai

learning by moving and doing (belajar dengan bergerak dan

berbuat). Auditory adalah learning by talking and hearing

44

(belajar dengan bergerak dan berbuat). Visual diartikan

learning by observing and picturing (belajar dengan

mengamati dan mengambarkan). Intelectual maksudnya

ialah learning by problem solving and reflecting (belajar

dengan pemecahan masalah dan melakukan refleksi). Bobbi

De Porter menganggap accelerated learning dapat

memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang

mengesankan, dengan upaya yang normal dan dibarengi

dengan kegembiraan. Cara ini menyatukan unsur-unsur

yang sekilas tampak berbeda namun semua unsur ini

bekerja sama untuk menghasilkan pengalaman yang efektif.

D. Implementasi Pembelajaran Humanistik Dalam Pendidikan Islam

Ciri khas teori humanistik adalah berusaha untuk mengamati

perilaku seseorang dari sudut si pelaku dan bukan si pengamat. Tujuan

utama para pendidik ialah membantu siswa untuk mengembangkan

dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri

mereka sebagai manusia yang unik dan membantunya mewujudkan

potensi-potensi yang ada pada dirinya.

Perhatian teori humanistik adalah ada pada masalah setiap individu,

bagaimana individu menghubungkan pengalaman-pengalaman dan

maksud-maksud pribadi mereka. Menurut aliran ini, penyusunan dan

penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian

45

siswa. Hal ini mempunyai kesesuaian dengan ilmu pendidikan Islam yang

bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitmen

humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memiliki kesadaran,

kebebasan, dan tanggung jawab sebagai insan manusia individual dan

memiliki tanggung jawab moral kepada lingkungannya, berupa

keterpanggilannya untuk mengabdikan dirinya demi kemaslahatan

lingkungannya (Baharuddin, 2007: 23).

Implikasinnya bagi pendidikan adalah pendidikan humanistik

mampu memperkenalkan apresiasinya yang tinggi kepada manusia

sebagai makhluk Allah yang mulia dan bebas dalam batas-batas

eksistensinya yang hakiki dan juga sebagai khalifah. Pendidikan ini

memandang manusia sebagai manusia, yakni makhluk ciptaan Tuhan

dengan fitrah-fitrah tertentu untuk dikembangkan secara maksimal

(Baharuddin, 2010: 171).

1. Aspek Pendidik

Psikologi Humanistik memberi perhatian bahwa pendidik/guru

adalah fasilitator. Pendidik harus berupaya untuk memberikan

kemudahan belajar. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu

diperhatikan pendidik.

1) Memberikan perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi

kelompok, atau pengalaman kelas.

46

2) Membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan

perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang

bersifat lebih umum.

3) Mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk

melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai

kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang

bermakna.

4) Mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang

paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu

mencapai tujuan mereka.

5) Menempatkan dirinya sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk

dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6) Menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas dan

menerima baik isi yang bersifat intekstual maupun sikap-sikap,

perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai,

baik bagi individu maupun kelompok.

7) Bilamana situasi kelas telah kondisional, Fasilitator dapat berperan

sebagai seorang peserta didik/siswa yang turut berpartisipasi,

sebagai anggota kelompok, dan turut menyatakan pandangannya

sebagai seorang individu, seperti peserta didik/siswa yang lain.

8) Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok.

Perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga

47

tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang

boleh digunakan atau ditolak oleh peserta didik.

9) Didalam berperan sebagai fasilitator, pendidik harus mencoba

untuk mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya.

Menurut Hamacheek, guru-guru yang efektif adalah guru-guru

yang “manusiawi”. Mereka memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih

demokratis, dan mereka mampu berhubungan dengan mudah dengan

peserta didik, baik secara perorangan atau kelompok. Ruang kelas

tampak seperti perusahaan kecil dengan pengertian bahwa mereka

lebih terbuka, spontanitas, dan mampu menyesuaikan diri kepada

perubahan. Sebaliknya, guru yang tidak efektif jelas kurang memiliki

rasa humor, mudah marah atau tidak sabar, menggunakan komentar-

komentar yang melukai, cenderung bertindak agak otoriter, dan kurang

peka terhadap kebutuhan-kebutuhan siswa mereka.

Menurut Combs dan kawan-kawan, ciri-ciri pendidik/guru yang

baik adalah sebagai berikut :

1. Pendidik yang mempunyai anggapan bahwa orang lain/peserta

didik itu memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah

mereka sendiri dengan baik.

2. Pendidik yang melihat bahwa orang lain/peserta didik

memiliki sifat ramah, bersahabat, dan memiliki sifat untuk

berkembang.

48

3. Pendidik yang melihat orang lain/peserta didik sebagai orang

yang sepatutnya dihargai.

4. Pendidik yang menganggap bahwa orang lain/peserta didik

pada dasarnya dipercaya dan dapat diandalkan, dalam

pengertian dia akan berperilaku menurut aturan yang ada.

5. Pendidik yang melihat orang lain/peserta didik dapat

memenuhi dan meningkatkan dirinya, bukan menghalangi

apalagi mengancam (Ahmadi dan Widodo , 2004: 235-238).

2. Aspek peserta didik

Peserta didik ialah setiap orang yang menerima pengaruh dari

seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan

pendidikan. Disini peserta didik merupakan “kunci” yang menentukan

terjadinya interaksi edukatif.

Aliran humanistik membantu peserta didik untuk

mengembangkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

Peserta didik merupakan pelaku utama (subyek) dalam proses kegiatan

belajar mengajar. Kolb (dalam Uno, 2008: 15) dalam aliran humanistik

peserta didik memiliki 4 siklus belajar. Pertama, peserta didik hanya

mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, dia belum mempunyai

kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut, dia pun belum mengerti

bagaimana dan mengapa kejadian tersebut bisa terjadi. Kedua, peserta

didik tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif

terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan

49

memahaminya. Ketiga, peserta didik mulai belajar untuk membuat

teori tentang suatu hal yang pernah dialami. Pada tahap ini peserta

didik diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum

dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda tetapi

memiliki landasan aturan yang sama. Terakhir, peserta didik mampu

mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Siklus

tersebut terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung diluar

kesadaran peserta didik. Meskipun dalam teorinya mampu membuat

garis tegas antara tahap satu dengan tahap yang lain, namun dalam

peralihan dari satu tahap ke tahap yang lain seringkali terjadi begitu

saja.

3. Aspek Materi

Materi merupakan komponen yang memainkan peran penting

dalam sebuah proses kependidikan. Pada dasarnya materi merupakan

sekumpulan pengetahuan (nilai) yang ingin disampaikan oleh pendidik

kepada peserta didik, tanpa materi tidak akan ada pembelajaran,

permasalahan yang perlu disadari adalah bahwa materi bukanlah

tujuan, keberhasilan pendidik tidak semata-mata diukur dengan proses

transmisi nilai-nilai, (dalam hal ini materi pelajaran yang terformat

kedalam kurikulum), melainkan lebih dari itu.

Pendidikan humanistik menganggap materi pendidikan lebih

kepada merupakan sarana yakni sarana untuk membentuk pematangan

humanisasi peserta didik, jasmani dan rohani. Karena sarat dengan

50

nilai-nilai (sosial, budaya, ekonomi, etika, dan religius) dan nilai-nilai

kependidikan itu sendiri. Maka dari itu materi merupakan komponen

yang cukup penting sebagai alat membina kepribadian peserta didik.

Namun semuanya tergantung pada metode yang digunakan dalam

pembelajaran (Baharudin dan Moh. Makin, 2007: 192).

51

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan jenis penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif,

pendekatan ini disebut juga dengan naturalistik (alamiah). Disebut kualitatif

karena sifat data yang dikumpulkan yang bercorak kualitatif, bukan

kuantitatiif, karena tidak menggunakan alat pengukur. Disebut naturalistik,

karena situasi lapangan penelitian bersifat “natural” atau wajar, sebagaimana

adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau test (Nasution,

2003: 18).

Menurut Lexy Moleong, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, gambar bukan

angka, yang mana data diperoleh dari narasumber atau obyek penelitian dan

perilaku yang diamati dilapangan. Dengan penelitian kualitatif, peneliti dapat

memperoleh data secara detail tentang hal-hal yang diteliti, karena adanya

hubungan langsung dengan responden atau obyek penelitian. Penelitian ini

bersifat kualilatif dengan metode deskriptif. Permasalahan yang dibahas

dalam skripsi ini yaitu Implementasi teori belajar humanistik dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP N 1 Tengaran, kec Tengaran,

Kab Semarang.

52

Jenis penelitian skripsi ini adalah field research (penelitian lapangan)

yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh data-data melalui

penyelidikan berdasarkan obyek lapangan, daerah atau lokasi guna

memperoleh data yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran

atau lukisan secara sistemiatis, factual, akurat, mengenai faktor-faktor, sifat

serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian

Sesuai dengan judul skripsi ini, peneliti memilih lokasi penelitian di

SMP Negeri 1 Tengaran, yang beralamat di Masjid Besar Tengaran Kab.

Semarang, karena dianggap sesuai dengan pembahasan dalam skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis melibatkan beberapa subyek penelitian untuk

mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Subyek-subyek penelitian tersebut

adalah:

1. WAKA Kurikulum

WAKA kurikulum menjadi sumber data untuk digali informasinya

terkain dengan manajemen kurikulum yang telah dilaksanakan disekolah.

2. Guru Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Guru PAI sangat penting dalam penelitian ini, karena sangat

mempengaruhi materi atau pembahasan dalam skripsi ini.

53

C. Sumber Data

Pada tahap ini peneliti berusaha mencari dan mengumpulkan berbagai

sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Penelitian itu

sendiri merupakan suatu kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan

yang benar tentang sesuatu hal dengan menggunakan prosedur penelitian

yang baik.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti

dari sumber pertama atau sumber-sumber dasar yang terdiri dari bukti-

bukti atau saksi utama dari kejadian (fenomena) obyek yang diteliti dan

gejala yamg terijadi di lapangan (Suryabrata, 1995: 84).

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melakukan penggalian data dari implementasi atau penerapan

teori belajar humanistik di SMP Negeri 1 Tengaran dengan mencari

keterangan dari pihak-pihak yang terlibat terutama kepala sekolah, staff,

guru pendidikan agama Islam, .;dan peserta didik, sebagai sumber untuk

menggali informasi terkait dengan fokus penelitian. Untuk mendapatkan

informasi atau data tersebut penulis melakukan wawancara dengan

narasumber/subjek penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang dapat direroleh secara

tidak langsung, data sekunder mencakup data yang diperoleh dari arsip-

arsip, dokumen, catatan dan laporan data sekolah.

54

Data sekunder dibutuhkan karena data atau informasi yang didapat

harus valid sehingga peneliti harus melakukan pengamatan secara

langsung dan mengobservasi di lapangan yang menghasilkan data yang

lengkap dan dapat dipertanggung jawabkan. Disini peneliti menggunakan

data sekunder untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi

yang telah dikumpulkan melalui wawancara tersebut.

D. Teknik Pengumpulan Data

Langkah-langkah yang digunakan penulis dalam pengumpulan data

adalah dengan metode observasi, interview atau wawancara, dan

dokumentasi.

1. Observasi

Menurut M.Q Patton, observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat

dan terinci mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia, dan situasi

sosial, serta konteks kegiatan-kegiatan itu terjadi. Data itu diperoleh

berkat adanya peneliti dilapangan dengan mengadakan pengamatan secara

langsung (Nasution, 2003:59).

Dengan observasi dapat dijadikan sebagai dasar untuk memperoleh

data atau informasi sebanyak-banyaknya, utuh, dan menyeluruh mengenai

Implementasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran PAI di SMP N

1 Tengaran. Observasi yang penulis lakukan ialah dengan cara melihat

langsung proses belajar mengajar mata pelajaran pendidikan agama Islam

didalam kelas.

55

2. Interview atau wawancara

Metode wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang

mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai atau narasumber yang

memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011: 186).

Metode ini digunakan untuk mengetahui informasi apa saja yang

diperlukan. Dengan metode wawancara peneliti dapat memperoleh

informasi lebih mendalam dengan sumber penelitian dan kearah fokus

penelitian.

Untuk mendapatkan informasi data terkait dengan pembahasan dalam

skripsi ini, wawancara dilakukan kepada Kepala Sekolah, WAKA

Kurikulum, guru mata pelajaran pendidikan Islam yang dilakukan di

sekolah yaitu SMP N 1 Tengaran.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode yang digunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

notulen, agenda, buku nilai siswa, buku nilai guru, dan sebagainya

(Arikunto, 2002: 206). Dokumentasi disini digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai keadaan sekolah dan proses pembelajaran

di sekolah itu sendiri untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam

penelitian.

Adapun sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari kepala

sekolah, guru, dokumen atau arsip sekolah dan pihak-pihak lain yang

56

dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu

dokumen-dokumen terkait lainnya yaitu Rencana Pelaksaan Pembelajaran

(RPP) yang diperoleh dari guru mata pelajaran PAIdan rekapan daftar

nilai siswa.

E. Analisis Data

Analisis data adalah proses pencarian dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,

dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan

kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun dalam pola, memilih mana

yang penting untuk dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah

dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain (Sugiyono, 2009: 244).

Menurut Miles dan Hubermen (dalam Emzir, 2011: 129) ada tiga macam

kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data

Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemfokusan,

penyederhanaan, abstraksi, dan transformasi data mentah yang terjadi

dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Reduksi data adalah suatu bentuk

analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan, membuang, dan

menyusun data dalam suatu cara dimana kesimpulan akhir dapat

digambarkan dan diverifikasikan.

b. Model Data

Model data adalah suatu kesimpulan informasi tersusun yang

membolehkan pendeskripsian dan pengambilan tindakan. Bentuk paling

57

sering dari model data kualitatif adalah teks naratif. Teks naratif adalah

tulisan yang berisi rangkaian peristiwa dari waktu ke waktu yang

dijabarkan dengan urutan awal, tengah, dan akhir. Selain dalam bentuk

teks naratif, bentuk lain dari model data kualitatif adalah matrik, grafik,

jaringan kerja, dan bagan.

c. Penarikan atau Verifiasi Kesimpulan

Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus menerus

selama berada dilapangan. Sejak permulaan pengumpulan data, peneliti

mulai mencari arti berbeda-beda, mencacat keteraturan pola-pola (dalam

catatan teori), penjelasan-penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang

mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi.

Kesimpulan diverifikasikan selama penelitian berlangsung dengan

cara: memikir ulang selama penulisan, tinjauan ulang catatan lapangan,

tinjauan kembali dan tukar pemikiran antar teman sejawat, dan upaya-

upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam

seperangakat data yang lain. Setelah kesimpulan diperoleh, penulis juga

menyajikan data menggunakan metode analisis deskriptif yaitu

memaparkan gambaran mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian

naratif.

58

F. Pengecekan Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

trianggulasi sumber data. Teknik trianggulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2009: 331).

Ada dua macam trianggulasi yang digunakan disini, yaitu :

1. Trianggulasi sumber data

Trianggulasi sumber data berarti untuk mendapatkan data dari sumber

yang berbeda-beda dengan teknik yang sama (Sugiyono, 2011: 241).

2. Trianggulasi metode

Trianggulasi metode dilakukan dengan cara mengecek derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan dan

pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama (Moleong, 2011: 331).

Sebagai upaya membuktikan bahwa data yang diperoleh benar-benar

valid, maka peneliti menggunakan cara trianggulasi metode, yakni

menggali data atau informasi yang diperoleh dari satu pihak kemudian di

cek kebenarannya dengan memperoleh data itu dari sumber lain. Hal ini

bertujuan membandingkan informasi tentang hal yang sama yang

diperoleh dari berbagai pihak, agar data yang diperoleh benar-benar valid

dan terhindar dari subyektivitas.

59

G. Tahap-tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang digunakan dalam peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Tahap pra lapangan

1) Mengajukan judul penelitian

2) Membuat proposal penelitian

3) Konsultasi penelitian kepada pembimbing

b. Tahap pekerjaan lapangan

1) Persiapan diri untuk memasuki lapangan penelitian

2) Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus penelitian

3) Pencatatatn data yang telah dikumpulkan

c. Tahap analisa data, meliputi :

1) Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian

2) Pengecekan keabsahan data

d. Tahap peneliti laporan penelitian

1) Penulisan hasil penelitian

2) Konsultasi hasil penelitian kepada pembimbing

3) Perbaikan hasil konsultasi

4) Pengurusan kelengkapan persyaratan ujian

5) Ujian munaqosah skripsi

60

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Gambaran umum SMP Negeri 1 Tengaran

1. Letak Geografis

SMP Negeri 1 Tengaran merupakan sekolah menengah pertama yang

terletak di Kecamatan Tengaran tepatnya dijalan Masjid Besar Tengaran,

kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang berada di titik koordinat, garis

lintang 7⁰25'9 83"S dan garis bujur 110⁰31'19 28"E, dengan luas bangunan

sekitar 3425 m2 dan status tanah 5000 m; 4360 m

2 Hak Milik, 640 m

2

masih dalam proses. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1979 dan sekarang

telah berstatus Sekolah Standar Nasional. Letak sekolah ini bisa dibilang

strategis karena berada dipusat penenrintahan kecamatan Tengaran, berada

diantara kantor-kantor pemeritahan kecamatan Tengaran dan jaraknya

tidak jauh dengan jalan raya senhingga memudahkan untuk mengakses

angkutan umum.

2. Profil SMP Negeri 1 Tengaran dan Waktu Penelitian

Waktu Penelitian : 6 Desember 2017 – 20 Januari 2018

Tempat Penelitian : SMP Negeri 1 Tengaran

1. Nama Sekolah : SMP Negeri 1 Tengaran

2. Alamat Jalan : Masjid Besar Tengaran

3. Desa : Tengaran

4. Kecamatan : Tengaran

5. Kabupaten : Semarang

61

6. No. Telp. : (0298) 610231

7. NSS : 201032202001

8. NPSN : 20320302

9. Jenjang Akreditasi : A

10. Tahun didirikan : 1979

11. Tahun Beroperasi : 1979

12. Kepemilikan Tanah : Pemerintah

a) Status tanah : Hak Pakai

b) Luas tanah : 5000 m;4360m2 Hak Milik,640

m2 masih dalam proses

13. Status Bangunan milik : Pemerintah

14. Luas seluruh Bangunan : 3.425 m2

3. Visi dan Misi SMP Negeri 1 Tengaran

a. Visi Sekolah

Visi dari SMP Negeri 1 Tengaran adalah terwujudnya karakter

CINTA ILMU (Cerdas – Inovatif – Nasionalis – Taqwa – Adil – Ikhlas

– Logis – Mandiri - Unggul) segenap warga SMP Negeri 1 Tengaran

b. Misi Sekolah

Untuk mencapai visi SMP Negeri 1 Tengaran perlu dirumuskan

misi. Dalam setiap kinerja SMP Negeri 1 Tengaran selalu

menumbuhkan sikap dan perilaku budaya mutu dengan karakter CINTA

ILMU. Penjabaran misi tersebut meliputi:

1) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran Dokumen 1;

62

2) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran Dokumen 2;

3) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran Dokumen 3;

4) Mewujudkan RPP semua mata pelajaran dan untuk semua

tingkatan;

5) Mewujudkan perangkat kurikulum yang lengkap, mutakhir, dan

berwawasan kedepan;

6) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara aktif dan efektif

sehingga setiap peserta didik memiliki kompetensi yang

diharapkan;

7) Melaksanakan kegiatan pengembangan diri secara aktif dan efektif

sehingga setiap peserta didik menemukan potensi dirinya;

8) Mendorong dan membantu setiap peserta didik untuk mengenali

potensi dirinya melalui kegiatan ekstra kurikuler, sehingga dapat

berkembang secara optimal;

9) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

budaya sekolah untuk dapat memiliki karakter cinta ilmu;

10) Menumbuhkan dan mendorong penerapan ilmu pengetahuan,

teknologi dan seni budaya di lingkungan SMP Negeri 1 Tengaran

melalui pembelajaran dan pengembangan diri;

11) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

kegiatan akademik untuk memiliki karakter cerdas;

63

12) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

kegiatan akademik dan non akademik untuk memiliki karakter

Inovatif;

13) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

kegiatan akademik dan non akademik untuk memiliki karakter

nasionalis;

14) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut

melalui pendidian agama dan budaya bangsa sehingga terbangun

peserta didik yang taqwa dan berakhlak mulia;

15) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

budaya sekolah untuk memiliki karakter adil;

16) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

budaya sekolah untuk memiliki karakter ikhlas;

17) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

budaya sekolah untuk selalu berpikir logis;

18) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

budaya sekolah untuk memiliki karakter mandiri;

19) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada

seluruh warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui keikutsertaan pada

berbagai kegiatan lomba.

20) Mewujudkan sekolah inovatif;

21) Mewujudkan nilai-nilai solidaritas bagi kehidupan sekolah;

64

22) Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai, wajar dan

adil;

23) Mewujudkan manajemen berbasis sekolah yang tangguh;

24) Mewujudkan organisasi sekolah yang terus belajar (learning

organization).

c. Tujuan SMP Negeri 1 Tengaran

Tujuan SMP Negeri 1 Tengaran dideskripsikan sebagai berikut.

Mengacu pada indikator visi:

1. Terwujudnya Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran.

SMP Negeri 1 Tengaran mampu:

a) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran

Dokumen 1 secara aplikatif.

b) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran

Dokumen 2 dengan lengkap.

c) Mewujudkan Kurikulum SMP Negeri 1 Tengaran

Dokumen 3 dengan lengkap.

d) Mewujudkan RPP semua mata pelajaran dan untuk

semua tingkatan kelas dengan lengkap.

e) Mewujudkan perangkat kurikulum yang lengkap,

mutakhir, dan berwawasan kedepan secara aplikatif.

65

2. Terwujudnya lulusan yang Cerdas-Inovatif-Nasionalis-Taqwa-

Adil Ikhlas-Logis-Mandiri-Unggul. SMP Negeri 1 Tengaran

mampu:

a) Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara aktif

dan efektif;

b) Melaksanakan kegiatan pengembangan diri secara aktif dan

efektif;

c) Mendorong dan membantu setiap peserta didik untuk

mengenali potensi dirinya melalui kegiatan ekstra

kurikuler secara optimal;

d) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui budaya sekolah untuk dapat memiliki karakter

cinta ilmu secara konsisten;

e) Menumbuhkan dan mendorong penerapan ilmu

pengetahuan, teknologi dan seni budaya di lingkungan

SMP Negeri 1 secara konsisten;

f) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui kegiatan akademik untuk memiliki karakter cerdas

secara konsisten;

g) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui kegiatan akademik dan non akademik untuk

memiliki karakter Inovatif;

66

h) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui kegiatan akademik dan non akademik untuk

memiliki karakter nasionalis secara konsisten;

i) Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang

dianut melalui pendidian agama dan budaya bangsa

sehingga terbangun peserta didik yang taqwa dan

berakhlak mulia secara konsisten;

j) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui budaya sekolah untuk memiliki karakter adil

secara konsisten;

k) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui budaya sekolah untuk memiliki karakter ikhlas;

l) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui budaya sekolah untuk selalu berpikir logis secara

konsisten;

m) Menumbuhkan perilaku warga SMP Negeri 1 Tengaran

melalui budaya sekolah untuk memiliki karakter mandiri

secara konsisten;

n) Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif

kepada seluruh warga SMP Negeri 1 Tengaran melalui

keikutsertaan pada berbagai kegiatan lomba dengan

kemampuan berkompetisi.

67

3. Terwujudnya budaya mutu sekolah.

SMP Negeri 1 Tengaran mampu:

a) Mewujudkan sekolah inovatif;

b) Mewujudkan nilai-nilai solidaritas bagi kehidupan

sekolah;

c) Mewujudkan pembiayaan pendidikan yang memadai,

wajar dan adil;

d) Mewujudkan manajemen berbasis sekolah yang

tangguh;

e) Mewujudkan organisasi sekolah yang terus belajar

(learning organization).

Tujuan SMP Negeri 1 Tengaran tersebut secara bertahap dilakukan

monitoring dan evaluasi utamanya untuk mencapai Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) Sekolah Menengah Pertama yang ditetapkan secara

nasional.

68

4. Data Sekolah

1. Data Siswa dalam 5 (lima) tahun terakhir

Tabel 4.1

Data Siswa

Th. Ajaran Jml

Pendaftar

Kls VII Kls VIII Kls IX Jumlah

Jml

Siswa

Jml

Rom

Bel

Jml

Siswa

Jml

Rom

bel

Jml

Siswa

Jml

Rom

bel

Sisw

a

Rom

bel

2010/2011 354 279 8 253 7 224 7 756 22

2011/2012 375 283 8 294 8 265 7 250 24

2012/2013 360 294 8 265 8 250 8 809 24

2013/2014 365 272 8 248 8 272 8 792 24

2014/2015 321 270 8 267 8 246 8 783 24

2. Data Ruang Kelas

Tabel 4.2

Data Runag Kelas

Ruang

Jumlah ruang kelas asli (d) Jumlah ruang

lainnya yg

digunakan utk

R.Kelas (e)

Jumlah

ruang yg

digunakan

utk R.Kelas

(f)=(d+e)

Ukuran

7x9 m2

(a)

Ukuran

>63 m2

(b)

Ukuran

<63 m2

(c)

Jumlah

(d)

=(a+b+c)

Kelas 22 - - 22

2 ruang ( ruang

praktek )

24 uang

69

3. Data Ruang Lain

Tabel 4.3

Data Ruang

Jenis Ruang

Jumlah

(buah)

Ukuran

(m2)

Jenis Ruang

Jumlah

(buah)

Ukuran

(m2)

1. R. Kelas 24 7 x 9 10.R. Guru 1 14 x 7

2.Perpustakaan 1 7 x 9 11.R. UKS 2 3 x 3

3. Lab. IPA 1 16 x 8 12.R Kopsis 1 7 x 3

4. Ketrampilan 1 19 x 9 13.R. Osis 0

5. Lab. Bahasa 1 8 x 15 14.R.Ibadah/

Mushola

1 7 x 9

6.Lab.Komputer 1 8 x 12 15.R. Media 1 7 x 9

7.R. Tata Usaha 1 7 x 7 16. Gudang 3 4 x 2

8.BP /Bk 1 7 x 3

9.R. Kepala Sek 1 7 x

7

70

5. Data Guru

Tabel 4.5

Data Guru

Jumlah Guru/Staf Jumlah

Jumlah Personil (Guru

dan TU)

Guru Tetap (PNS) 36 Org

47 Org

Guru Kontrak - Org

Guru Honor 3 Org

Staf Tata Usaha 7 Org (3 PNS, 4 PTT)

Pesuruh / Penjaga 5 ( 5 PTT )

B. Temuan Hasil Penelitian

a. Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam

Seperti yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya bahwa teori

belajar humanistik dirasa penting untuk diterapkan dalam proses belajar

mengajar disekolah, dan telah sedikit banyak diterapkan oleh pendidik

dalam mengajar baik secara langsung/terencana maupun secara tidak

langsung/mengalir begitu saja, karena sebenarnya pada dasarnya setiap

pembelajaran menganut aliran teori belajar humanistik. Konsep belajar

dengan teori humanistik efektif diterapkan untuk pembelajaran dengan

materi-materi pelajaran yang bersifat membentuk kepribadian, hati nurani,

perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial, salah satunya

71

adalah mata pelajaran Pendididikan Agama Islam, karena agama

merupakan salah satu pondasi pembentukan kepribadian dan akhlak

manusia.

Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang pembelajaran dengan

konsep humanistik, kita perlu mengetahui konsep atau pengertian

pendidikan humanistik itu sendiri. Sesuai dengan hasil observasi,

wawancara dan dokumentasi dilapangan yaitu di SMP N 1 Tengaran

peneliti menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan pembahasan

dalam skripsi ini. Konsep pembelajaran humanistik menurut ibu W selaku

Wakil Kepala Bagian Kurikulum ialah:

“Human disini menurut saya pribadi lebih mengedepankan sisi kebutuhan

dari anak itu sendiri. Karena disini anak didik itu unik, tidak bisa kita

paksakan dia harus suka pelajaran ini pelajaran itu, masing-masing punya

ciri sendiri dimana kita mencoba ikuti arusnya tetapi tentu saja dengan

kondisi sekolah disini.” (wawancara tanggal 14 Desember 2017)

Begitu pula Pendapat dari bapak NK selaku guru mata pelajaran PAI:

“Menurut saya, pembelajaran humanistik ialah pembelajaran yang

membebaskan anak untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya, jadi disini

guru berusaha memfasilitasi dan mengembangkannya tanpa adanya

paksaan, dengan konsep memanusiakan manusia dan menganggap bahwa

setiap peserta didik itu memiliki keunikan tersendiri, baik cara belajar

maupun yang lainnya”. (wawancara tanggal 07 Desember 2017)

Pernyataan yang sama pula diungkapkan oleh ibu SNR, selaku guru

Pendidikan Agama Islam:

“Pembelajaran dengan konsep humanistik menurut saya ialah

pembelajaran yang menganut konsep memanusiakan manusia, tidak

memaksakan kehendak guru terhadap siswa, tidak menjugde anak bodoh

dan sebagainya, karena siswa bukan mesin yang bisa kita gerakkan semau

kita. Disini kita membebaskan siswa untuk belajar sesuai dengan

72

kemampuan dan dengan cara mereka sendiri, kita buat pembelajaran itu

enjoy dan menyenangkan mungkin dengan metode dan model

pembelajaran tertentu yang sesuai dengan kebutuhan materi, maka dengan

begitu materi bisa maksimal diserap oleh siswa.” (wawancara tanggal 9

januari 2018)

Dengan bekal pemahaman tersebut sekolah ini berusaha menerapkan

sistem pembelajaran dengan mengacu pada konsep humanistik, khususnya

pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Hal ini dikemukakan oleh

bapak NK selaku guru pendidikan agama Islam:

“Iya, sekolah ini telah menerapkan konsep pembelajaran humanistik, pada

mata pelajaran PAI sendiri. Perwujudannya berupa mengajarkan siswa

untuk aktif dalam pembelajaran, melatih siswa untuk bersikap mandiri,

bertanggung jawab, belajar memahami keadaan disekitar, dan berusaha

menciptakan suasana belajar yang tidak kaku dan tidak membosankan,

belajar secara lebih santai sehingga jika suasananya saja sudah kondusif

siswa akan lebih bisa menyerap materi pelajaran” (wawancara tanggal 7

desember 2017).

Dibuktikan dengan kondisi didalam kelas selama pelajaran sesuai

dengan observasi yang dilapangan. Sebelum pelajaran dimulai siswa

diminta mengamati lingkungan tempat duduknya apakah sudah bebas dari

sampah-sampah kertas dan lainnya, jika masih terdapat sampah, peserta

didik memungutnya dan membuangnya ketempat sampah, sehingga

kondisi lingkungan belajar menjadi bersih dan nyaman. Setelah itu

pelajaran diawali dengan bersholawat, membaca asmaul husna, kemudian

doa-doa sehari-hari. Hal ini dilakukan untuk merangsang peserta didik dan

untuk memperkuat hafalan peserta didik baik surat-surat dalam Al qur‟an,

doa sehari-hari, maupun sholawat-sholawat nabi, agar siswa terbiasa

dengan bersholawat.

73

Penyataan serupa pun diungkapkan oleh ibu SNR:

“Iya sudah, konsep pembelajaran humanistik ini sudah diterapkan

disekolah ini. Sebenarnya saya rasa konsep pendidikan humanistik ini

secara disadari maupun tidak, ada dalam setiap pembelajaran, apalagi

dengan kurikulum 2013 ini, anak diajarkan untuk lebih aktif dalam

pembelajaran.” (wawancara tanggal 9 januari 2018).

Dengan memberikan ruang bebas kepada peserta didik dalam

pembelajaran dapat lebih meningkatkan pemahaman anak terhadap materi

yang disampaikan, disini anak diajarkan untuk berani berpendapat,

percaya diri, dan tanggung jawab. Anak juga dapat mengekplore lebih

dalam tentang materi yang disampaikan. Seperti halnya model

pembelajaran active learning, yang memiliki 4 semboyan, yaitu apa yang

saya dengar dengan mudah saya lupakan, apa yang saya dengan dan saya

lihat akan saya ingat sedikit atau sebentar, apa yang saya dengar, lihat, dan

tanyakan atau diskusikan, dan laksanakan, maka saya memperoleh

pengetahuan dan ketrampilan, dan ketika saya bisa mengajari orang lain,

berarti saya menguasai. Seperti halnya yang disampaikan oleh ibu W:

“Ya, disekolah ini sudah menerapkan pembelajaran dengan konsep

humanistik. Disini kita membebaskan anak dan mencoba

memfasilitasinya, sehingga ia bisa meraih apa yang diharapkan. Kita disini

juga mengacu pada kurikulum dan tujuan pendidikan saat ini dimana

akhlak dan budi pekerti menjadi yang utama. Dengan kurikulum 2013

yang sebenarnya sangat menyenangkan, melatih keaktifan dan

kemandirian anak dalam belajar, anak bisa berkreasi didalamnya,

menumbuhkan semangat solidaritas, komunikasi, nasionalisme dan juga

semangat juang diajarkan, meskipun agak sedikit repot bagi para guru

untuk menerapkannya, karena mungkin keterbatasan waktu.” (wawancara

tanggal 14 desember 2017)

74

Dalam pelaksanaan pembelajaran humanistik perlu adanya kegiatan

yang nyata. Sekolah ini berusaha mewujudkan kegiatan-kegiatan yang

mendukung penerapan konsep pembelajaran humanistik seperti yang

disampaikan oleh ibu SNR :

“Perwujudan dari konsep pembelajaran humanistik itu sendiri disini

khususnya dalam konteks keagamaan adalah dengan dilaksanakannya

sholat dhuha berjamaah sebelum mulai pelajaran dan sholat dzuhur

berjamaah, namun untuk kegiatan disini butuh perhatian khusus dalam

pelaksanaanya masih belum berjalan secara rutin, lalu pada setiap bulan

ramadhan ada penarikan zakat, bakti sosial dibeberapa wilayah sekitar

yang dirasa membutuhkan, dan juga qurban bersama-sama dengan

bapak/ibu guru setiap tahunnya. Maka dari sini anak bisa belajar secara

nyata melalui kegiatan-kegiatan tersebut untuk kemudian bisa

memahaminya.” (wawancara tanggal 9 januari 2018)

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh bapak NK :

“Disekolahan ini sudah rutin dilaksanakan bakti sosial setiap bulan

ramadhan, siswa diajak untuk peduli terhadap lingkungan sekitar, lalu juga

zakat setiap bulan ramadhan dan qurban bersama bapak ibu guru setiap

idul adha.” (wawancara tanggal 7 Desember 2017)

Bukan hanya kegiatan-kegiatan tersebut saja siswa-siswa yang tidak

mematuhi peraturan seperti halnya membolos, terlambat, berambut

gondrong bagi laki-laki dan pelanggaran-pelanggaran lainnya juga

diberikan peringatan dan hukuman. Seperti penuturan bapak NK berikut

ini:

“Ya, dalam suatu pembelajaran perlu adanya reward dan panishment untuk

memberikan semangat belajar kepada siswa dan juga mengajarkan

kedisiplinan kepada siswa.” (wawancara tanggal 7 desember 2017).

Sejatinya reward dan panishment itu dirasa penting dalam suatu

pembelajaran, reward dan panishment melatih siswa tentang tanggung

75

jawab dan kedisiplinan, memotivasi siswa, hal serupa ditegaskan oleh ibu

SNR:

“Dalam pembelajaran memang harus ada yang namanya reward dan

panishment tersebut saya rasa. Seperti yang saya lakukan dikelas, dengan

memberikan penghargaan berupa tambahan nilai kepada siswa yang berani

menjawab pertanyaan yang saya ajukan, dengan begitu anak akan

terpancing dan memiliki semangat dalam belajar. Lalu sebelum memulai

pelajaran saya selalu memeriksa kerapian anak-anak dan kebersihan kelas

untuk kenyamanan jalannya pelajaran.” (wawancara tanggal 9 januari

2018)

Hal tersebut terlihat didalam kelas ketika pelajaran PAI dimulai, guru

masuk kedalam ruangan, lalu memperhatikan kebersihan lingkungan kelas,

menyuruh siswa untuk memungut setiap sampah yang ada dibawah tempat

duduk mereka dan membuangnya kedalam tempat sampah. Begitu pula

dengan kerapian baju peserta didik. Terdapat beberapa peserta didik yang

tidak taat peraturan, yaitu tidak memakai ikat pinggang dan siswa yang

rambutnya tidak rapi atau gondrong, guru memanggil anak-anak tersebut

kedepan dan menanyakan satu persatu mengapa mereka tidak memakai

ikat pinggang. Setelah siswa mengemukakan alasan masing-masing,

kemudian guru menasehati siswa agar tidak mengulanginya lagi dan

segera memotong rambut bagi siswa yang rambutnya tidak rapi. Jika

peserta didik yang sudah dinasehati tetapi enggan mengindahkannya guru

pun mengambil tindakan tegas dengan memotong sendiri rambut siswa

tersebut, untuk memberikan efek jera.

Bukan hanya pendisiplinan siswa saja, akan tetapi ketika

pembelajaran berlangsung, Untuk memancing agar peserta didik aktif,

76

guru memberikan penghargaan kepada setiap siswa yang berani menjawab

pertanyaan yang diajukan dengan memberikan tambahan point, siswa akan

berebut untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Dengan demikian

melatih keberanian siswa untuk berpendapat dan rasa percaya dirinya akan

terus meningkat.

Selain menumbuhkan semangat belajar peserta didik didalam kelas,

peserta didik juga diajarkan kemandirian dengan model pembelajaran yang

mengacu pada guru sebagai fasilitator. Seperti pernyataan ibu W :

“Dengan mengacu kepada kurikulum 2013, disini anak diajarkan untuk

belajar mandiri, dengan metode-metode pembelajaran yang sangat

beragam dan menyenangkan menurut saya. Jadi anak diharuskan untuk

aktif disini. (wawancara tanggal 14 Desember 2017)

Pernyataan tersebut diperkuat oleh ibu SNR, beliau mengatakan

bahwa:

“Dalam setiap pembelajaran saya selalu menggunakan metode

pembelajaran yang berbeda tentunya sesuai dengan materi itu sendiri.

Misalnya dengan menyuruh anak membuat main map, dengan membuat

main map mau tidak mau anak harus membaca dan memahami materi

tersebut, dengan membaca dan memahaminya maka proses belajar

berjalan disini, dan anak pun akan lebih memahaminya daripada hanya

mendengarkan keterangan dari guru, meskipun ada materi yang

membutuhkan metode ceramah misalnya materi tentang akhlak yang

membutuhkan metode ceramah agar anak bisa memahaminya dengan

benar karena ini akan membentuk kepribadian siswa.” (wawancara tanggal

9 Januari 2018)

Adapun hasil penelitian menunjukkan dalam dalam pelaksanaan

pembelajaran PAI di SMP N 1 Tengaran dalam perencanaanya dapat

dilihat dari kegiatan pembelajaran melalui RPP dan pelaksanaan

pembelajran yang dilaksanakan oleh guru. Dalam pengelolaan

77

pembelajaran PAI guru menerapkan beberapa metode, diantaranya:

ceramah, diskusi dan presentasi, main maping, demostrasi.

b. Dampak Penerapan Pembelajaran Humanistik Terhadap Siswa

dalam Pembelajaran PAI

Suatu pembelajaran akan dirasa berhasil jika setiap tujuan dari

pembelajaran itu sendiri telah tercapai. Untuk mencapai tujuan-tujuan dari

pembelajaran itu sendiri perlu adanya strategi dalam pembelajaran, baik

dari segi metode dan model pembelajaran yang diterapkan maupun dari

segi sumber daya manusianya. Dalam pembelajaran dengan konsep

humanistik ini kedua aspek tersebut saling berkaitan, agar apa yang

diharapkan dalam pembelajaran dapat terwujud dengan hasil yang

maksimal. Dalam hal ini bapak NK selaku guru mata pelajaran pendidikan

agama Islam mengemukakan:

“Siswa itu harus terus dimotivasi ketika belajar, didorong untuk terus

semangat dalam belajar, dengan menciptakan suasana yang menyenangkan

dalam belajar maka anak akan nyaman dan cenderung lebih bisa menerima

apa yang disampaikan. Sejauh ini dalam pembelajaran PAI khususnya

sudah berjalan secara baik dan hasilnya pun saya rasa sudah memenuhi

apa yang menjadi tujuan dari pembelajaran itu sendiri, hal ini terlihat pada

perilaku sehari-hari siswa. Menurut saya pribadi konsep pembelajaran

humanistik ini sangat baik diterapkan disekolah.” (wawancara 7 Desember

2017)

Pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan didalam kelas, dimana

ketika pelajaran berlangsung peserta didik menunjukkan antusias dan

semangatnya dengan berebut menjawab pertanyaan yang diajukan oleh

guru. Sebelum pelajaran dimulai biasanya guru melakukan beberapa

78

peregangan untuk sekedar memberikan semangat untuk peserta didik agar

mereka fresh kembali dan tidak loyo dan mengantuk, jika suasana tubuh

dan lingkungan sudah nyaman maka belajar pun akan menyenangkan dan

lebih maksimal.

Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru sering kali mengkaitkan

dengan pengalaman dan kehidupan sehari-hari ataupun diselingi dengan

cerita-cerita yang berhubungan dengan materi yang dipelajari, sehingga

peserta didik akan lebih memahami apa yang disampaikan.

Seperti yang dikemukakan oleh ibu SNR selaku guru agama:

“Sejauh ini tidak ada kendala yang berarti dalam proses belajar mengajar,

khususnya PAI. Anak-anak mampu memahami apa yang disampaikan dan

mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, seperti contoh

misalnya sholat berjamaah, membaca alqur‟an, hafalan, toleransi antar

umat beragama, menghormati orang yang lebih tua, dan lain sebagainya.”

(wawancara tanggal 9 Januari 2018)

Dalam kegiatan belajar mengajar metode dan model pembelajaran

juga memiliki peran penting didalamnya, untuk mempermudah siswa

dalam memahami materi yang disampaikan. Ibu W berpendapat bahwa:

“Dengan guru sebagai fasilitator belajar, memfasilitasi anak untuk

bertanya, mengemukakan pendapatnya, hal-hal tersebut akan membuat

anak menjadi lebih berani dan percaya diri, dengan anak bertanya,

berpendapat, ini akan memancing anak untuk berfikir tidak hanya

menerima saja apa yang disampaikan oleh guru maka tingkat pemahaman

siswa akan lebih tinggi. Anak-anak pun mulai memahaminya dengan

menggunakan tekhnologi dalam menunjang belajarnya, seperti

menggunakan laptop untuk mengakses materi pelajaran yang

dibutuhkan.Mereka mulai belajar mandiri.” (wawancara tanggal 14

desember 2017)

79

Peserta didik mampu memahami apa yang disampaikan oleh guru,

dibuktikan dengan perilaku sehari-hari yang ditunjukkan, yaitu saling

menghormati, mulai membiasakan diri sholat berjamaah, menghafal,

toleransi, danperubahan sikap yang berangsur-angsur membaik. Bukan

hanya itu nialai-nilai pelajaran pun juga semakin meningkat. Hasil

evaluasi yang peroleh peserta didik sebagian besar telah mencapai KKM.

c. Problematika dan Solusi Penerapan Teori Belajar Humanistik dalam

Pembelajaran PAI

Dalam penerapan konsep pembelajaran humanistik ini tentunya tidak

lepas dari problematika atau faktor-faktor yang menghambatnya. Faktor

penghambat tersebut bisa datang dari pendidik itu sendiri, peserta didik,

maupun lembaga sekolah. Faktor yang datang dari diri sendiri misalnya

kurangnya pemahaman tentang konsep humanistik itu sendiri. Sedangkan

faktor yang berasal dari lembaga, misalnya terbatasnya sarana dan

prasarana yang menunjang penerapan pembelajaran dengan konsep

humanistik, kurangnya jumlah guru pendidikan agama Islam. Seperti

halnya pernyataan ibu W:

“Faktor yang menjadi penghambat dalam menerapkan konsep humanistik

ini adalah terbatasnya guru untuk berinteraksi dengan siswa, sehingga

pemahaman terhadap siswaitu tidak maksimal, menginggat tugas bapak

ibu guru yang banyak , lalu juga untuk guru yang sudah senior yang

kurang menguasai IT itu sedikit menghambat” (wawancara tanggal 14

Desember 2017).

80

Seperti halnya ibu W, bapak NK pun memberikan pernyataan yang

demikian:

“Terbatasnya ruang untuk guru bisa memahami siswa satu per satu karena

jumlah siswa yang sebegitu banyaknya sedangkan jumlah bapak ibu guru

yang terbatas, apalagi untuk guru agama. Membuat kita kurang maksimal

dalam hal pengawasan kepada siswa sendiri. Disini dibutuhkan guru yang

tidak hanya memahami materi pembelajaran saja, tetapi guru yang peka

terhadap keadaan siswanya, perhatian terhadap siswa itu penting.”

(wawancara tanggal 7 desember 2017).

Tidak hanya dari sisi guru saja, akan tetapi dari sisi siswanya pun

juga mempengaruhi penerapan pembelajaran yang sesuai dengan konsep

humanistik ini. Hal ini disampaikan oleh WAKA Kurikulum ibu W:

“Anak, antara satu dengan yang lainnya kan berbeda. Terkadang ada

siswa yang memiliki sikap tertutup kepada gurunya. Hal ini menyulitkan

kita dalam upaya untuk membantu anak menyelesaikan masalah yang

sedang dihadapi. Untuk itu biasanya untuk mengatasinya kita dekati

terlebih daluhu anak tersebut,kita berusaha memasuki dunianya.Biasanya

dalam agenda juma‟at sehat kan dalam keadan yang santai sehabis kita

olahraga kita mencoba untuk bermain dengan anak-anak, mencipakan

suasana yang nyaman, dari situ pelan-pelan kita dekati dan kita pancing

dia untuk bercerita tentang keluh kesahnya, ya semacam menjelma

menjadi teman curhatnya, seperti itu.” (wawancara tanggal 14 desember

2017).

Ibu SNR selaku guru mata pelajaran pendidikan agama Islam,

mengatakan:

“Terkadang anak itu ketika datang kesekolah dia sudah membawa masalah

dari rumahnya, masalah dengan orangtua, dengan teman, dan lain

sebagainya. Hal-hal semacam itu akan mengganggu pikiran anak tersebut

sehingga ketika menerima pelajaran tidak akan maksimal. Lalu dengan

banyaknya orang tua yang sibuk dalam bekerja sehingga anak menjadi

kurang perhatian, kurang kasih sayang, kurang komunikasi dengan orang

tua, sedangkan anak-anak usia smp itu masih labil pola pikirnya, sehingga

perlu diberikan perhatian yang khusus sebenarnya. Seperti contoh

misalnya dalam hal mengaji jika tidak diperhatikan oleh orang tuanya,

anak akan mengalami kesulitan bahkan mungkin cenderung malas. Untuk

81

itu disini setiap pelajaran PAI anak diharuskan membaca al-qur an,atau

sekedar surat pendek, doa sehari-hari, kemudian juga hafalan jus 30

dengan system setoran hafalan, dengan begitu diharapkan kemampuan

bacaan al qur‟an dan kemampuan menghafal anak akan

bertambah.”(wawancara tanggal 9 Januari 2018)

Dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dibutuhkan sarana dan

prasarana yang mendukung, seperti halnya ketika materi sholat atau

wudhu yang membutuhkan alat praktek yaitu tempat wudhu dan mushola

atau alat lain untuk penunjang penerapan konsep pembelajaran humanistik

sendiri. Hal ini sesuai dengan penuturan bapak NK:

“Untuk sarana penunjang pembelajaran sendiri disini dirasa masih kurang

maksimal, seperti air yang terkadang tidak mengalir, ketersediaan tempat,

kesadaran dari individu itu sendiri. Hal tersebut sedikit menghambat

jalannya pembelajaran. Maka dari itu dibutuhkan pembenahan, dalam hal

ini komunikasi antara sekolah, masyarakat dan wali murid menjadi sangat

penting.” (wawancara tanggal 7 desember 2017)

Konsep humanistik dalam pembelajaran yang diterapkan oleh guru

dapat berhasil dengan adanya faktor yang mendukung. Faktor pendukung

penerapan konsep humanistik dalam pembelajaran pendidikan agama

Islam diantaranya adalah dari pola pikir siswa. Pola fikir terutama

semangat dan kemauan berfikir untuk belajar dan mengikuti

perkembangan jaman menjadi salah satu modal terwujudnya pembelajaran

yang humanis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari guru pendidikan

agama Islam sendiri, ibu SNR:

“Semangat belajar siswa, semangat untuk maju mengikuti perkembangan

zaman, karena sekarang tekhnologi sudah berkembang pesat, seperti

laptop, internet, gedjet sehingga memudahkan siswa dalam belajar dan

mengakses meteri pelajaran.” (wawancara tanggal 9 Januari 2018).

82

Selain dari sisi diri siswa, adanya peran serta dari pihak wali siswa

pun turut mendukung terwujudnya pembelajaran yang sesuai dengan

konsep humanistik ini,hal tersebut dikemukakan oleh WAKA Kurikulum

SMP Negeri 1 Tengaran, ibu W:

“Disini pihak sekolah bekerja sama dengan komite dan wali siswa dengan

mengadakan paguyuban yang nanti didalam paguyuban tersebut kita

sharing dengan orang tua tentang keadaan putra putrinya di sekolah dan

apa yang dibutuhkan untuk menunjang kemajuan sekolah dan kemajuan

siswa.” (wawancara 14 Desember 2017).

Selain itu peserta didik diharapkan dapat menumbuhkan sikap

mandiri, bertanggung jawab pada setiap perbuatan yang dilakukan,

menghargai serta selalu menjaga hubungan baik dengan sesama teman

maupun dengan guru. Akan tetapi jika hanya mengandalkan guru saja

tanpa adanya dukungan dari pihak lain maka konsep humanistik ini tidak

akan berhasil diterapkan. Untuk itu perlu dijalin kerjasama antara guru

dengan pihak-pihak terkait.

C. Analisis Data

1. Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SMP Negeri 1 Tengaran

Berbicara tentang pendidikan, tentunya tak lepas dari hakikat

manusia. Sebab manusia merupakan subjek sekaligus objek dalam

pendidikan. Dalam pandangan psikologi, “pandangan manusia terhadap

dirinya sangat mempengaruhi pendidikannya”. Demikian halnya

dengankajian filsafat pendidikan, manusia merupakan kajian ontology

83

yang mesti jelas sehingga konsep pendidikan yang ditawarkan dan

dikembangkan jelas pula. Ibn Khaldun, dalam kitab Muqaddimah-nya

mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk berfikir. Hal ini

membedakannnya dari hewan dan makhluk lainnya. Kesanggupan berfikir

ini merupakansumber dari segala kesempurnaan, puncak dari segala

kemuliaan, dan ketinggian di atas makhluk lain (Kosim, 2012: 42).

Konsep pendidikan Humanistik merupakan teori belajar yang pada

dasarnya memiliki tujuan memanusiakan manusia, yang meliputi tujuan

hidup manusia, hak dan kewajiban hidup manusia, serta potensi-potensi

yang dimiliki manusia itu sendiri. Dalam pendidikan agama Islam konsep

pembelajaran humanistik ini sangat berkaitan erat, karena agama Islam

yang menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang paling sempurna

dimuka bumi ini diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah lainnya.

Aplikasi teori belajar humanistik ini sebenarnya lebih menunjuk

pada roh atau spirit selama pembelajaran yang mewarnai penerapan

metode-metode pembelajaran. Peran pendidik dalam pembelajaran

humanistik adalah sebagai fasilitator dengan memotivasi peserta didik

terkait dengan kesadaran mengenai makna belajar, guru hanyalah sebagai

pendamping untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Namun bukan

berarti disini pendidik bertindak pasif karena hanya sebagai pendamping

peserta didik saja, akan tetapi pendidik juga harus berperan aktif dalam

suatu proses pembelajaran melalui metode-metode pembelajaran yang

digunakan.

84

Guru yang fasilitatif dipandang mampu mengurangi angka

membolos, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik,

mengurangi tingkat masalah yang berkaitan dengan disiplin, serta

menjadikan siswa lebih spontan dan menggunakan daya pikir yang lebih

tinggi (Sukardjo dan komarudin, 2009: 63).

Guru yang professional bukanlah hanya untuk satu kompetensi saja

yaitu kompetensi professional, tetapi guru profesional semestinya meliputi

semua kompetensi. Sebagaimana UU 14/2005 dan PP 19/2005 agar guru

dan dosen memahami, menguasai, dan terampil menggunakan sumber-

sumber belajar baru dan menguasai kompetensi pedagogik, kompetensi

kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial sebagai

bagian dari kemampuan profesionalisme guru (Syaiful, 2013: 30).

Faktor lain yang mempengaruhi minat belajar peserta didik yaitu

motivasi. Tanpa motivasi yang besar peserta didik akan mengalami

kesulitan dalam belajar. Karena motivasi merupakan faktor pendorong

dalam kegiatan belajar. Menurut Ngalim purwanto (2004: 73). Motivasi

adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan

menjaga tingkah laku seseorang agar dirinya terdorong untuk bertindak

melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Motivasi dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrisik dan

motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal dari dalam diri siswa sendiri

yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan

motivasi ekstrinsik berasal dari luar individu siswa yang mendorongnya

85

untuk melakukan kegiatan belajar. Motivasi yang dipandang lebih esensial

adalah motivasi intrinsik, karena lebih murni dan langgeng serta tidak

tergantung pada dorongan atau pengaruh orang lain.

Untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar siswa

disekolah diantaranya dengan memberi nilai-nilai, hadiah (reward),

Saingan/kompetisi, kerja kelompok, pujian dan film pendidikan.

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas

dan menerimanya sebagi tantangan sehingga bekerja keras dengan

mempertaruhkan harga diri adalah sebagai bentuk motivasi yang cukup

penting (Arief S. Sadiman 2003: 91).

Penerapan konsep pembelajaran humanistik di SMP Negeri 1

Tengaran sangat baik. Dengan konsep humanistik dalam pembelajaran

agama Islam peserta didik dapat memaksimalkan potensi atau kemampuan

yang dimilikinya secara bebas. Menggunakan model-model belajar seperti

Active learning seperti diskusi dan demonstrasi, Accelerated learning yaitu

pembelajaran yang menyenangkan melalui pendekatan SAVI, belajar

dengan bergerak dan berbuat, belajar dengan mengamati dan menggambar,

belajar dengan memecahkan masalah dan refleksi.

Sesuai dengan pengertian teori belajar humanistik menurut ibu W,

yakni konsep pembelajaran yang mengedepankan sisi kebutuhan siswa,

karena siswa dipandang berbeda memiliki keunikan sendiri-sendiri tidak

bisa dipaksakan mengingat kemampuan siswa yang beragam. Dalam hal

ini sekolah berusaha memfasilitasi tetapi menyesuaikan dengan keadaan

86

sekolah sendiri. Siswa harus memperolah haknya sebagai peserta didik dan

diperlakukan sebagai manusia yang seutuhnya, tidak dibeda-bedakan

antara satu dengan yang lainnya.

Dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban siswa, SMP Negeri 1

Tengaran menerapkan konsep humanistik dalam pembelajaran pendidikan

agama Islam, berdasarkan data yang peneliti peroleh dari lapangan

disimpulkan bahwa implementasi teori belajar humanistik dalam

pembelajaran pendidikan agama Islam dapat dilihat dari beberapa kegiatan

yang dilakukan ketika proses belajar mengajar.

a) Model pembelajaran aktif

Melalui model-model pembelajaran yang aktif, seperti Active

Learning, Accelerated Learning dan juga quantum learning dalam

proses pembelajaran, diharapkan peserta didik dapat belajar dengan

nyaman dan menyenangkan sehingga prosentase materi yang diserap

oleh siswa lebih besar. Seperti melalui metode dengan diskusi dan

presentasi. Dengan metode ini peserta didik diajarkan untuk belajar

secara mandiri, membaca materi kemudian menganalisnya bersama

teman, disini tercipta pertukaran pendapat antara satu siswa dengan

siswa yang lain, kemudian mempresentasikan dan memecahkan

permasalahan yang mungkin didapati, secara tidak langsung siswa

diajarkan sikap tanggung jawab, berusaha keras dengan berfikir,

menghargai pendapat orang lain, mandiri, serta berusaha memecahkan

masalahnya sendiri. Pendidik disini hanya bertindak sebagai fasilitator

87

saja, yang membantu peserta didik jika menemukan kesulitan yang

berarti. Disini pendidik dan peserta didik dapat bertukar pikiran untuk

mendiskusikan materi yang sedang dipelajari.

b) Kegiatan sosial

SMP Negeri 1 Tengaran mempunyai kegiatan rutin setiap

tahunnya, yaitu bakti sosial yang diadakan diderah-daerah sekitar

sekolah yang dirasa membutuhkan. Peserta didik diajarkan untuk peka

terhadap lingkungannya melalui hal-hal sederhana yaitu menyisihkan

sebagian uang saku mereka untuk berinfak, mengumpulkan baju yang

masih sangat pantas pakai, sembako, dan lain sebagainya untuk

masyarakat yang membutuhkan, mereka diajak untuk terjun langsung

kelapangan, sehingga mereka betul-betul memahami dan bisa

merasakan. Melalui kegiatan ini peserta didik diharapkan memiliki

rasa solidaritas, tolong menolong, menghormati orang lain, dan

senantiasa bersyukur dengan apa yang dimiliki.

c) Pendampingan siswa

Pendampingan terhadap siswa dilakukan untuk membantu siswa

dalam memecahkan masalahnya, sesuai dengan konsep humanistik

yaitu memanusiakan manusia. Selain untuk membantu siswa dalam

memecahkan masalah yang dihadapinya, pendampingan disini tidak

hanya untuk membantu memecahkan masalah saja akan tetapi juga

berguna untuk merangsang dan menumbuhkan semangat belajar

88

siswa. Dengan terciptanya semangat belajar maka diharapkan tujuan

dari pembelajaran itu sendiri dapat tercapai dan memperoleh hasil

yang maksimal. Tidak hanya melakukan pendampingan, pembinaan

(konseling) juga dilakukan untuk mengetahui secara lebih dalam

masalah yang dihadapi oleh peserta didik, dengan demikian pendidik

atau pendamping dapat membantu siswa mencari solusi untuk

mengatasi masalah yang sedang dihadapi. Baik permasalahan yang

berhubungan dengan pelajaran maupun masalah yang bersifat pribadi.

Pembinaan yang dilakukan disekolah ini dengan cara melakukan

pendekatan dengan siswa melalui kegiatan diluar pelajaran, seperti

jum‟at sehat yaitu olahraga bersama seluruh siswa dan guru, dalam

keadaan yang santai semacam itu anak-anak yang agak menyimpang

atau yang sering melakukan pelanggaran, seperti halnya suka

membolos dan tidak menati peraturan-peraturan yang ada mencoba

untuk didekati diajak mengobrol sehingga lambat laun siswa tersebut

akan menceritakan atau terbuka mengenai apa yang sedang dirasakan

dan dialaminya, yang membuatnya menjadi trouble.

Pembinaan tidak hanya kepada siswa-siswa yang melakukan

pelanggaran saja, akan tetapi kepada siswa-siswa yang memiliki

potensi tertentu, mereka dibantu untuk mengembangkan bakatnya,

melalui kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang ada disekolah. Dalam

pembinaan ini guru sering memberikan motivasi kepada siswa, terus

89

memupuk semangat kepada siswa agar terus berusaha dan tak mudah

putus asa.

Sesuai dengan temuan data dilapangan, pendidik menerapkan konsep

reward dan panishman dalam pembelajaran. Dimana reward dan

panishman tersebut memiliki peran yang juga penting dalam proses belajar

mengajar. Reward (penghargaan) adalah sesuatu yang diberikan kepada

seseorang karena sudah mendapatkan prestasi sesuai dengan apa yang

dikehendaki, yakni mengikuti peraturan yang sudah ditentukan.

Sedangkan panishmen adalah penderitaan yang diberikan atau di

timbulkan dengan sengaja oleh pendidik sesudah terjadi suatu pelanggaran

aturan (Arikunto, 1990: 182).

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal adanya “hadiah”, seperti

misalnya orang yang memenangkan perlombaan dalam bidang olahraga,

hadiahnya adalah mendali atau trofi, tepuk tangan dan pujian pada

dasarnya juga merupakan suatu hadiah juga. Pemberian hadiah atau

reward tersebut secara psikologis akan berpengaruh terhadap tingkah laku

seseorang yang menerimanya. Demikian juga dengan hukuman

(panishmen) yang diberikan seseorang karena suatu pelanggaran yang

dilakukan pada dasarnya juga akan berpengaruh terhadap tingkah lakunya.

Baik pemberian reward ataupun panismen merupakan respon seseorang

kepada orang lain karena perbuatannya. Hanya saja pemberian reward

merupakan respon yang positif sedangkan panishmen merupakan respon

negatif.

90

Namun Bahridjamarah menjelaskan bahwa kedua respon tersebut

mempunya tujuan yang sama, yaitu ingin mengubah tingkah laku

seseorang (peserta didik). Reward bertujuan agar perilaku yang sudah baik

(belajar, bekerja, berprestasi, dan lainya) akan semakin baik dan terus

ditingkatkan. Sedangkan panishmen bertujuan agar perilaku yang kurang

baik tersebut berangsur-angsur diperbaiki dan lama kelamaan akan hilang

atau ditinggalkan. Pemberian respon tersebut dalam proses interaksi

edukatif disebut dengan “pemberian penguatan”. Oleh sebab itu, dalam

konsep pendidikan humanistik keseimbangan antara reward dan

panishmen harus ditetapkan dalam proses belajar mengajar. Karena hal

tersebut membantu dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Dengan kata lain, perubahan tingkah laku peserta didik dapat dilakukan

dengan pemberian penguatan

2. Dampak penerapan teori humanistik terhadap siswa dalam pembelajaran

PAI

Suatu pembelajaran dapat dikatakan berhasil jika peserta didik

menunjukkan perubahan dalam dirinya, mampu memahami dengan benar

apa yang disampaikan dan dapat mengaplikasikannya kedalam kehidupan

sehari-hari. Dalam pembelajaran PAI peserta didik diajarkan membaca

alqur an, sholat berjamaah, hafalan surat-surat dalam al quran, membaca

asmaul husna, menghormati orang lain, utamanya yang lebih tua, toleransi.

Dengan model pembelajaran kurikulum 2013 yang menuntut peserta didik

harus aktif, kreatif, dan berani berpendapat membantu melatih anak

91

menjadi mandiri, berani mengungkapkan pendapatnya, saling bertukar

pikiran dengan teman, dan menyelesaikan masalah yang muncul dalam

belajar. Melalui pelajaran agama Islam diharapkan dapat mengurangi

angka kenakalan-kenakalan siswa, mengingat agama adalah salah satu

komponen yang penting dalam pembentukan karakter dan akhlak siswa.

Tujuan pendidikan agama Islam sendiri pada hakikatnya sama dan

sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam, yaitu untuk membentuk

manusia yang muttaqin yang rentangannya tidak terbatas menurut

manusia, baik secara lincar maupun secara algoritmik (berurutan secara

logis) berada dalam garis mukmin-Muslim-muhsin dengan perangkat

komponen, variabel, dan parameternya masing-masing yang secara

kualitatif bersifat kompetitif (Baharuddin, 2010: 192).

Hasil dari penerapan pendidikan humanistik ini di SMP Negeri 1

Tengaran bisa dilihat dari perilaku siswa sehari-hari yang sudah

mencerminkan pemahaman tentang konsep humanistik. Dalam konteks

pendidikan agama Islam ditunjukkan dengan kebiasaan-kebiasaan yang

mulai melekat pada diri setiap peserta didik, seperti kebiasaan membaca

alqur‟an yang dilakukan sedikitnya setiap pembelajaran agama Islam dan

setiap kegiatan Jum‟at agama, Hafalan surat-surat dalam al qur‟an, doa-

doa pendek, sholawat-sholawat nabi, serta rasa solidaritas melalui

kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan. Hubungan antara guru dan siswa

pun semakin erat dan tidak kaku, hal ini membantu guru dalam proses

92

pendampingan belajar maupun penyelesaian masalah yang dihadapi oleh

siswa.

3. Problematika dan solusi dalam penerapan pembelajaran humanistik pada

pembelajaran PAI

Dalam penerapan teori belajar ini pastilah terdapat problematika atau

faktor yang menghambatnya, faktor penghambat tersebut muncul dari

berbagai lini. Yakni faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsiknya berupa pemahaman pendidik tentang teori belajar humanistik

yang masih kurang, lalu terbatasnya jumlah guru dan waktu interaksi

antara guru dan siswa karena tanggungan atau pekerjaan sampingan guru

yang banyak yaitu terkait dengan administrasi sekolah seperti nilai dan

lain sebagainya sehingga membuat guru tidak maksimal dalam

memahami karakter dan kebutuhan siswa.

Selain itu sikap siswa yang tertutup terhadap gurunya menjadi salah

satu dari beberapa kendala yang muncul. Banyak pula dari siswa yang

orang tuanya terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga anak menjadi

kurang perhatian dan pengawasannya ketika dirumah. Dalam segi

pendidikan agama misalnya, masih banyak diantara siswa-siswa yang

belum bisa mengaji secara benar, melaksanakan sholat secara tertib,

pelanggaran tata tertib, kenakalan-kenalakan remaja.

Hal-hal tersebut menuntut guru untuk membuat strategi belajar yang

baik supaya tepat sasaran. Maka dari itu diperlukan kerjasama antara

sekolah dengan wali murid, dengan membentuk suatu paguyupan yang

93

didalamnya berisi atau membahas tentang keadaan siswa disekolah dan

apa saja langkah yang harus ditempuh untuk menyelesaikan masalah

tersebut. Sebagaimana yang telah diterapkan di SMP Negeri 1 Tengaran.

Sekolah berupaya membangun komunikasi dan kerjasama dengan wali

murid dan komite sekolah dalam rangka memantau perkembangan dan

kemajuan peserta didik.

Faktor penghambat yang lainnya adalah mengenai sarana dan

prasarana yang menunjang penerapan konsep pembelajaran humanistik.

Sarana dan prasarana adalah salah satu komponen yang mendukung

dalam penyampaian pembelajaran seperti LCD dan alat-alat peraga

lainnya yang dibutuhkan dalam pembelajaran, terutama dalam

pembelajaran PAI, namun sesuai dengan keadaan yang peneliti temukan

dilapangan sarana dan prasarana di SMP Negeri 1 Tengaran ini masih

terbatas.

Seperti yang dikemukakan Ibn Khaldun. Beliau mengemukakan

bahwa kemampuan anak didik biasanya diawali dengan hal-hal yang

empiris baru kemudian diarahkan kepada hal-hal yang rasional atau

abstrak. Oleh karena itu, dalam mengajar pun hendaknya sarana atau alat

peraga yang bersifat kongkret digunakan oleh guru sehingga membantu

pemahaman peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Beliau

menambahkan bahwa pada umumnya para pelajar tidak sanggup

menyerap definisi tentang suatu ilmu yang sebenarnya, kecuali beberapa

orang saja. Oleh karena itu pendidik harus memberikan contoh-contoh

94

yang mudah dipahami. Dianyata contoh tersebut tentunya berupa alat-alat

penaga yang mudah dimengerti peserta didik (Kosim, 2012: 98).

Dapat terlihat bahwa problematika yang dihadapi sekolah dalam

melaksanakan atau menerapkan pembelajaran dengan konsep humanistik

ini datang dari kurangnya waktu interaksi antara guru dan siswa karena

tugas guru sendiri bisa dibilang banyak, sikap siswa yang tertutup,

kurangnya pemahaman guru terhadap pendidikan humanistik,

keterbatasan penguasaan IT oleh guru serta sarana dan prasarana yang

belum mendukung jalannya pembelajaran yang humanistik.

Maka dari itu dibutuhkan pembenahan, seperti sosialisasi untuk

meningkatkan pemahaman para guru terhadap konsep pembelajaran

humanistik, dibutuhkan kegiatan-kegiataan yang menunjang

terselenggaranya pembelajaran dengan konsep humanistik tersebut, serta

guru-guru yang tidak hanya baik secara penguasaan meteri saja tetapi

guru yang dapat memahami lingkungan sekitarnya, terutama keadaan

siswanya. Selain itu kerja sama antara sekolah dengan komite sekolah,

wali murid, dan masyarakat juga penting dilakukan.

95

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mendeskripsikan pembahasan secara menyeluruh

sebagaimana terlihat dalam bab-bab sebelumnya, dari pembahasan mengenai

“Implementasi Teori Belajar Humanistik dalam Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam di SMP Negeri 1 Tengaran” maka penulis dapat menyimpulkan

sebagai berikut:

1. Implementasi teori belajar humanistik dalam pembelajaran PAI di SMP

Negeri 1 Tengaran dilaksanakan melalui model pembelajaran aktif salah

satunya dengan metode diskusi dan presentasi, yang bertujuan untuk

melatih kemandirian dan keberaniaan peserta didik untuk mengemukakan

pendapatnya. Kegiatan sosial masyarakat, yang bertujuan untuk melatih

sosialisasi dan empati siswa terhadap lingkungannya. Pendampingan dan

pembinaan, yang bertujuan untuk membentuk karakter dan memperbaiki

akhlak peserta didik, mengurangi kenakalan remaja, serta meningkatkan

prestasi siswa.

2. Dampak atau hasil yang diperoleh dalam penerapan pendidikan humanistik

dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam:

Kemampuan siswa dalam mengaji, kedisplinan siswa dalam menjalankan

sholat, kemampuan hafalan al qur‟an siswa, semangat belajar dan antusias

yang tinggi ditunjukkan oleh siswa selama berlangsungnya pelajaran.

96

Semangat belajar siswa serta perilaku sehari-hari siswa yang menunjukkan

sikap yang baik, sopan, menjaga tingkah lakunya.

3. Problematika yang ditemui dalam penerapan pembelajaran dengan konsep

humanistik dan solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, yaitu :

Kurangnya pemahaman sebagian guru tentang konsep pendidikan

humanistik, keterbatasan penguasaan IT. Terbatasnya interaksi antara guru

dan murid disekolah serta perhatian orang tua yang kurang. Serta sarana

dan prasarana yang belum memadai.

Solusi yang ditempuh untuk menyelesaikan maslah tersebut diatas

adalah dengan dibentuknya paguyuban wali murid sebagai wadah

penyampaian kondisi siswa disekolah, kebutuhan yang diperlukan oleh

peserta didik untuk menunjang perkembangan belajaranya, serta sarana

untuk mencari solusi untuk mengatasi setiap permasalahan yang muncul.

B. Saran

1. Kepada peneliti lain untuk bisa mengkaji dan meneliti ulang masalah ini,

sebab hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini

dikarenakan semata-mata keterbatasan pengetahuan dan metodologi

penulis, namun demikian semoga hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan

untuk penelitian selanjutnya.

2. Bagi peserta didik diharapkan untuk terus semangat dalam belajar serta

memanfaatkan perkembangan terknologi yang amat pesat ini untuk

membantu menunjang pembelajaran dan terus meninglatkan prestasinya.

97

3. Kepada para pendidik (guru) di harapkan untuk dapat menambah

pengetahuan mengenai konsep pembelajaran humanistik serta harus

menampakkan dan menjalankan figur yang tidak hanya mengajar (transfer

of knowledge) tetapi juga harus mendidik dengan mentransfer nilai-nilai

budi pekerti atau akhlak yang baik.

4. Kepada lembaga diharapkan untuk dapat memberikan perhatian khusus

mengenai penerapan pembelajaran dengan konsep humanistik, serta terus

mendukung dan memfasilitasi sebisa mungkin siswa dan guru untuk

meningkatkan mutu dan prestasi.

98

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta.

Assegaf, Abd Rachman. 2014. Filsafat Pendidikan Islam (Paradigma Baru

Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif). Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Baharuddin. 2010. Pendidikan Psikologi Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Baharudin, dan Moh. Makin. 2007. Pendidikan Humanistik;Konsep, Teori, dan

Aplikas, Praktis, dalam Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Budiona. Kamus Ilmiyah Populer Internasional, Surabaya: Alumni Surabaya.

Dalyono, M. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Damin, Sudarwan. 2006. Agenda Pembaharuan sistem pendidikan. Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Emzir. 2011. Metode Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Press.

Friere, Paulo. 2008. Pendidikan Kaum Tertindas. Penerjemah: Tim LP3ES.

Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Hamalik Oemar. 2013. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya Offset.

Herpratiwi. 2009. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandar lampung : Universitas

Lampung.

Kosim, Muhammad. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam IBN KHALDUN. Jakarta:

Rineka Cipta.

Majid, Abdul. 2012. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Mansour Fakih dkk. 2001. Pendidikan Popular Membangun Kesadaran

Kritis,Yogyakarta: Insist.

99

Maslow, Abraham. 2004. Psikologi Saint (Tinjauan Kritis terhadap Psikologi

Ilmuwan dan Ilmu Pengetahuan Modern). Tejemahan oleh Hani‟ah.

Bandung: Teraju.

Mas‟ud Abdurrahman. 2002. Menggagas Format Pendidikan Nondikomotomik:

Humanisme Religius sebagai Paradigma Pendidikan Islam.

Yogyakarta: Gama Media.1

Muhaimin. 2007. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam: di

Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Mulkhan, Abdul Munir. 2002. Nalar Spiritual Pendidikan (Solusi Problem

Filosofis Pendidikan Islam ). Yogyakarta: PT TiarabWacana Yogya.

Mulyati, 2005. Psikologi Belajar. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Murtiningsih, Siti. 2006. Pendidikan Alat Perlawanan: Teori Pendidikan Radikal

Paulo Friere. Yogyakarta: Resist Book.

Moleong, Lexy J. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Nasution. 2003. Metode Naturalistik – Kualitatif. Bandung: PT Tarsito.

Purwanto, Ngalim. 1990. Psikologi Pendidikan Islam, Jakarta: PT Remaja

Rosyada

, 2010, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,

Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Rumini, Sri, 1993, Psikolog Pendidikan, Yogyakarta: UPP IKIP Yogyakarta.

Sagala, Syaiful. 2013. Etika dan Moralitas Pendidikan. Jakarta: Kencabna

Prenadanedia Group.

Sadiman, A. S, 2003, Media Pendidikan Pengertian, pengembangan dan

Pemanfaatannya, Jakarta: Rjagrafindo Persada. Journal Of

Arabic Education And Literature, (Online), Vol.1, No. 1,

(http://lisania.iainsalatiga.ac.id/index.php/lisania, diakses pada

29 Maret 2018)

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sukardjo, dan Komariddin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan (Konsep dan

Aplikasinya). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

100

Suryabrata, Sumadi. 1995. Metode Penelitian. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan.Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

101

102

103

104

DAFTAR NILAI

SATUAN KREDIT KEGIATAN

Nama :Nurkhayati

NIM : 111-13-113

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dosen Pembimbing Akademik :Dra. SitiAsdiqoh, M.Si

No

. Nama Kegiatan Pelaksanaan Sebagai Nilai

1.

1.

OPAK STAIN SALATIGA

2013“Rekonstruksi Paradigma

Mahasiswa yang Cerdas, Peka,

dan Peduli”.

26-27 Agustus

2013

Peserta 3

2. OPAK TARBIYAH 2013 “

Menjunjung Tinggi Nilai-Nilai

Kearifan Lokal Sebagai Identitas

Pendidikan Indonesia”

29 Agustus

2013

Peserta 3

3. “LIBRARY USER

EDUCATION (Pendidikan

Pemakai Perpustakaan)” oleh

UPT PERPUSTAKAAN STAIN

SALATIGA.

16 September

2013

Peserta 2

4. MAPABA I (Masa Penerimaan

Anggota Baru pmii)

“Menemukan Jati Diri Menuju

Mahasiswa Yang Peka dan

Peduli” oleh Pergerakan

Mahasiswa Islam Indonesia

PMII Komisariat Djoko Tingkir

4-5 Oktober

2013

Peserta 2

105

Kota Salatiga.

5. Training Jurnalistik yang

diselenggarakanolehDepartemen

KebijakanPublik (KP) ,

KesatuanAksiMahasiswa Muslin

Indonesia (KAMMI) Komisariat

Umar Bin Khattab

27 Oktober 2013 Peserta 2

6. „SIBA-SIBI Training UAS

Semester ganjil 2013-2014”

diselenggarakanoleh CEC dan

ITTAQO

10-11Januari

2014

Peserta 2

7. Dialog Interaktif & Edukatif

yang dengantema “ DIASPORA

POLITIK INDONESIA di

Tahun 2014, MEMILIH

UNTUK SALATIGA

BERIMAN”

1 April 2014 Peserta 2

8. Orientasi Dasar Keislaman

(ODK) “Pemahaman Islam

Rahmatan Lil „Alamin sebagai

Langkah Awal Menjadi

Mahasiswa Berkarakter” LDK

STAIN Salatiga dan ITTAQO

STAIN Salatiga

21 Agustus 2014 Peserta 2

106

9. PERBASIS (Perbandingan

Bahasa Arab Bahasa Inggris) /

CEA (Comparison English

Arabic) diselenggarakan oleh

CEC dan ITTAQO

27 November

2014

Peserta 2

10. Workshop Nasional

“SuksesAkademik, Sukses

Bakat, dan Hidup Bermartabat

dengan Karya” Oleh Himpunan

Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Agama Islam

bekerjasama dengan Talents

Center Nusantara

16 Desember

2014

Peserta 8

11. SEMINAR NASIONAL

KEWIRAUSAHAAN

bersama Dinas Perindustrian,

Perdagangan dan koperasi

(Disperindagkop) Salatiga “

Jiwa Muda, Berani

Berwirausaha”

30 Oktober 2015 Peserta 8

12. SEMINAL NASIONAL

“Musik, Islam, & Nusantara”

olehSeniMusik Club (SMC)

IAIN Salatiga

5 Desember

2015

Peserta 8

13. PengajianPeringatanMaulidNabi

Muhammad SAW 1437 H “Kita

TingkatkanImandanTaqwauntuk

MembentukPribadi yang

AkhlakulKarimah

26 Desember

2015

Panitia 3

14. Bengkel Sastra “Penulisan 20-22 April Peserta 4

107

Naskah dan Pementasan Teater”

oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa

Tengah dan Sanggar Belajar

Teras Sabin Salatiga

2016

15. Sabhagiriwana‟17 National

Orienteering Competition VII

2016

7-8 Mei 2016 Pointer 8

16. SEMINAR NASIONAL

“ Nasionalisme sebagai Benteng

dalam Menghadapi Proxy War

di Indonesia” oleh MENWA

Yon 953 – K IAIN Salatiga

18 Mei 2016 Peserta 8

17. Sosialisasi Regulasi Terkait

Kerukunan Umat Beragama

Kepada Mahasiswa oleh Pusat

Kerukunan Umat Beragama

30 Mei 2016 Peserta 2

18. SEMINAR INTERNASIONAL

“Petani Untuk Negeri” Dalam

rangka kegiatan FESTIVAL

SOLIDARITAS UNTUK

PETANI INDIONESIA

24 September

2016

Peserta 2

19.

Fragmantasi Treatikal

“Pertempuran Lima Hari Di

Semarang”

14 Oktober 2016 Peserta 2

20. WORKSHOP NASIONAL

PASAR MODAL SYARIAH

“Peran Pasar modal Syari‟ah

Bagi Mahasiswa Ekonomi untuk

Menyongsong Indonesia

Sejahtera”

19 Oktober 2016 Peserta 8

108

21. SEMINAR NASIONAL

“Revitalisasi Budaya Filsafat

Dalam Pemikiran Islam

Kontemporer” Oleh HMJ

Jurusan Filsafat Agama Fakultas

Ushuluddin, Adab dan

Humaniora IAIN Salatiga

03 November

2016

Peserta 8

22. TRAINING HYPNOTHERAPY

“Selangkah Lebih Baik Dengan

Hipnosis” oleh Biro Konsultasi

Psikologi Tazkia IAIN Salatiga

26 November

2016

Peserta 2

23. SEMINAR NASIONAL ANAK

BERKEBUITUHAN KHUSUS

“Melejitkan Potensi ABK” Oleh

Pusat Studi Gender dan Anak

IAIN Salatiga Special Needs

School Talenta Kids Salatiga.

1 Desember

2016

Peserta 8

24. SEMINAL INTERNASIONAL

“Menjadi Mobile preuner dalam

Era E-commerce”

25 April 2017 Peserta 4

25. TERAPI HATI 2

“Menjemput Kebahagiaan

dengan Cinta dan Syukur” oleh

PIK “SAHAJASA” IAIN

Salatiga

10 Juni 2017 Peserta 2

26. Pentas Seni dalam rangka

Memeriahkan Hari

Kemerdekaan RI Ke-72

19 Agustus 2017 Panitia 3

109

110

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

NO Rumusan

Masalah

Pertanyaan Penelitian Observasi Dokumentas

i

1. Bagaimana

penerapan teori

belajar

Humanistik

dalam

pembelajaran

PAI di SMP N

1 Tengaran?

1. Apakah yang

dimaksud

dengan

pembelajaran

humanistik

menurut

bapak/ibu?

2. Bagaimana

konsep

pendidikan

humanistik

disekolah ini?

3. Apakah

sekolah ini

sudah

menerapkan

konsep

pendidikan

humanistik?

4. Bagaimana

hubungan

antara guru

dan siswa di

sekolah ini?

Kegiatan

Belajar

Mengajar

PAI

RPP

(Rencana

Pelaksanaan

Pembelajara

n)

111

5. Metode

pembelajaran

apakah yang

efektif

diterapkan

dalam

pembelajaran

PAI?

6. Bagaimana

cara

mengembangk

an potensi

yang dimiliki

oleh para

peserta didik,

khususnya

dalam bidang

agama Islam?

7. Bagaimana

upaya yang

dilakukan

ketika

membantu

anak

menyelesaikan

masalah yang

dihadapinya?

2. Bagaimana

Efektifitas

1. Apakah siswa

dapat

Kegiatan

belajar

Hasil

evaluasi

112

penerapan

pembelajaran

Humanistik

terhadap siswa

dalam

pembelajaran

PAI?

mengikuti alur

pembelajaran

dengan baik?

2. Kendala

apakah yang

ditemui dalam

pembelajaran?

3. Apakah ada

perubahan

perilaku yang

ditunjukkan

oleh siswa,

sebagai hasil

dari

pembelajaran

yang telah

dilakukan?

mengajar pembelajara

n

3. Apakah

problematika

dalam

penerapan

pembelajaran

dengan konsep

humanistik dan

bagaimana

solusi

pemecahannya?

1. Apakah ada

faktor yang

menghambat

penerapan

pembelajaran

dengan konsep

humanistik di

sekolah ini?

2. Bagaimana

solusi untuk

memecahkan

Kegiatan

belajar

mengajar

113

masalah

tersebut?

3. Adakah

faktor-faktor

yang

mendukung

penerapan

pembelajaran

dengan konsep

humanistik

disekolah ini?

114

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : WAKA Kurikulum

Judul Penelitian : IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR

HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PAI

DI SMP NEGERI 1 TENGARAN

Identitas Diri

Nama :

Jenis Kelamin :

Asal :

Jabatan :

1. Apakah yang dimaksud dengan konsep pembelajaran humanistik

menurut bapak?

2. Apakah disekolah ini sudah menerapkan konsep pendidikan

humanistik?

3. Bagaimana konsep pendidikan humanistik disekolah ini?

4. Apakah bapak/ibu guru disini sudah memahami arti humanistik itu

sendiri?

5. Bagaimana cara memberikan pengarahan terhadap guru-guru disekolah

ini untuk menerapkan pembelajaran dengan konsep humanistik?

6. Apakah ada faktor yang menghambat penerapan pembelajaran dengan

konsep humanistik di sekolah ini?

7. Bagaimana solusi dari problematika tersebut?

8. Apakah ada faktor yang mendukung penerapan pembelajaran

humanistik di sekolah ini?

115

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber : Guru mata pelajaran PAI

Judul Penelitian : IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR

HUMANISTIK DALAM PEMBELAJARAN PAI

DI SMP NEGERI 1 TENGARAN

Identitas Diri

Nama :

Jenis Kelamin :

Asal :

Jabatan :

1. Apakah disekolah ini sudah menerapkan konsep pendidikan

humanistik?

2. Apakah yang dimaksud dengan pembelajaran dengan konsep

humanistik?

3. Bagaimana konsep pendidikan humanistik disekolah ini?

4. Apakah ada faktor yang menghambat penerapan pembelajaran

dengan konsep humanistik di sekolah ini?

5. Bagaimana solusi dari problematika tersebut?

6. Bagaimana hubungan komunikasi antara guru dengan murid di

sekolah ini?

7. Apakah ada faktor yang mendukung penerapan pembelajaran

humanistik di sekolah ini?

8. Konsep pembelajaran atau metode pembelajaran yang

bagaimanakah yang efektif diterapkan dalam pembelajaran PAI?

9. Bagaimana menciptakan suasana belajar yang nyaman di dalam

kelas?

10. Bagaimana cara untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada

pada peserta didik?

116

Lampiran Foto-foto kegiatan penelitian

117

(Wawancara dengan guru mata pelajaran PAI )

(Wawancara dengan WAKA Kurikulum)

118

(Kegiatan belajar mengajar)

119

(pengkondisian peserta didik sebelum mulai pelajaran untuk

mengembalikan semangat belajar anak-anak)

(Pembinaan terhadap anak yang melanggar tata tertib sekolah)

120

121

122

(Peserta didik membuat main map terkait dengan materi yang

dipelajari)

123

(peserta didik menunjukkan respon aktifnya dengan

mengemukakan pendapatnya terkait dengan pembahasan)

124

(kegiatan olahraga)

125

(gedung sekolah SMPN 1 Tengaran)