praktik media relations PR perusahaan multinasional terhadap Media lokal
IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM...
Transcript of IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM...
![Page 1: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/1.jpg)
IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM
MENUNAIKAN KEWAJIBAN PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG
NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Anggi Rahmadaniar
11140480000050
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2018 M
![Page 2: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/2.jpg)
i
![Page 3: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/3.jpg)
ii
![Page 4: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/4.jpg)
iii
![Page 5: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/5.jpg)
iv
ABSTRAK
Anggi Rahmadaniar. NIM 11140480000050. IMPLEMENTASI
PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN
KEWAJIBAN PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36
TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. Program Studi Ilmu
Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439H/2018M. Ix + 83 Halaman +
Daftar Pustaka + 1 Halaman Lampiran.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah pengaturan perpajakan yang
dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia. Studi ini untuk
menjelaskan apa dan bagaimana faktor-faktor penunjang pengenaan pajak oleh
perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat empiris- normatif-
. empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma hukum
yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli, makalah-
makalah, dan bertitik tolak dari bahan-bahan pustaka. Juga, penulis melakukan via
interview kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam menjawab masalah pokok
masalah penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Perusahaan Multinasional
yang melakukan usaha atau kegiatan yang bersifat ekonomis dapat dikenakan
pajak selama perusahaan multinasional tersebut menjalankan status BUT (Bentuk
Usaha Tetap). Dalam pengertiannya, Bentuk Usaha Tetap mempunyai banyak
jenis, tetapi jika usaha tersebut memperoleh adanya penghasilan maka
penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak sesuai Pasal 5 Undang-Undang
Tentang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Bentuk Usaha Tetap ini juga
suatu alat penegakan pajak yang berdasarkan subjek pajak. Dalam kaitannya
dengan Perusahaan Multinasional, yaitu yang mempunyai pengertian perusahaan
yang menjalankan usahanya atau kegiatan di berbagai negara termasuk Indonesia.
Bahwa, perusahaan yang dari Indonesia pun dapat dikatakan perusahaan
multinasional jika mendirikan perusahaan itu di negara lain. Bagi seseorang/badan
dapat dikenakan pajak karena adanya dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat
objektif. Untuk kaitannya dengan penelitian ini, dimana syarat subjektif yaitu
siapa yang dibebani pajak adalah perusahaan multinasional tersebut. Dan, syarat
objektif alat apa yang menentukannya, yaitu adanya penghasilan.
Kata Kunci : Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, dan Perusahaan
Multinasional
Pembimbing : Syafrudin Makmur, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1986 sampai 2015.
![Page 6: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/6.jpg)
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI
PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN
PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG PAJAK PENGHASILAN” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun
terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini.
Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat,S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. Dosen Pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya. Beserta Segenap Dosen Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Dosen
Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang
sangat bermanfaat untuk peneliti.
4. Kepada Badan Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat yang sudah bersedia
untuk melakukan wawancara sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik.
5. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang
![Page 7: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/7.jpg)
vi
memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan
skripsi ini.
6. Kepada orang tua Bapak Mastuki dan Ibu Asmiarsih yang sudah memberikan
doa, dukungan materi dan imateriil, serta telah mendidik dari kecil hingga
sekarang.
7. Kepada sahabat-sahabat peneliti Diana Yurika, Indriani, Astrid Rahma Ayu,
Nila Tari dan Senior Ilmu Hukum 2013 Ahmad Kandiaz yang sudah
menemani dan mendukung peneliti dari awal perkulihan.
8. Semua Pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada
yang Peneliti bisa berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan
ucapan terima kasih. Akhir Kata, Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.
Jakarta, 30 Mei 2018
Anggi Rahmadaniar
![Page 8: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/8.jpg)
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .......................................... 6
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Metode Penelitian ............................................................................................. 8
E. SistematikaPenulisan ...................................................................................... 13
BAB II HUKUM PAJAK DAN HUKUM PERUSAHAAN
MULTINASIONAL ............................................................................................... 15
A. Hukum Pajak .................................................................................................... 15
1. Pengertian Pajak .................................................................................... 15
2. Teori-Teori Pemungutan Pajak ............................................................. 20
3. Asas-Asas Pemungutan Pajak ............................................................... 23
B. Hukum Perusahaan Multinasional ................................................................... 27
1. Pengertian Hukum Perusahaan Multinasional ..................................... 27
2. Teori-Teori Perusahaan Multinasional ................................................. 28
3. Perusahaan Multinasional Sebagai Subjek Hukum.............................. 33
C. Kajian (Review) Studi Terdahulu ................................................................. 35
BAB III FAKTOR-FAKTOR HUKUM PAJAK DALAM PENGENAAN
PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL .......................... 37
A. Sejarah Pajak Di Indonesia ........................................................................... 37
B. Profil Lembaga Direktorat Jenderal Pajak ................................................... 40
1. Tugas Dan Fungsi .................................................................................. 40
2. Visi Misi Lembaga Direktorat Jenderal Pajak ...................................... 41
C. Faktor-Faktor Pendukung Pengenaan Pajak Terhadap Perusahaan
Multinasional ................................................................................................ 41
1. Bentuk Usaha Tetap .............................................................................. 41
2. Wajib Pajak ........................................................................................... 45
D. Kewajiban Perusahaan Multinasional Dalam Penetapan Pajak ................... 47
1. Ada Objek Pajak .................................................................................... 48
2. Bentuk Usaha Tetap .............................................................................. 49
![Page 9: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/9.jpg)
viii
BAB IV PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN
MULTINASIONAL OLEH DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK ......................................................................................................... 50
A. Ketidakpatuhan Subjek Pajak Perusahaan Multinasional .......................... 50
B. Pengaturan Penetapan Pajak Penghasilan Terhadap Perusahaan
Multinasional ............................................................................................. 61
C. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Dalam Pengenaan Pajak
Terhadap Perusahaan Multinasional .......................................................... 68
D. Efektifitas Undang-Undang Pajak Penghasilan Dalam Perusahaan
Multinasional ............................................................................................. 73
BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 78
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 78
B. Rekomendasi ................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 80
![Page 10: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/10.jpg)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara ekonomis pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan, pajak
dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya1.
Pada perusahaan-pun dapat dikenakan pajak, istilah Perusahaan lahir
karena adanya wujud perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha.2
Pendapat Polak dalam pengertian perusahaan, yaitu “Perusahaan adalah
setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang
bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta berkedudukan
dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan.”3
Dalam masalah yang peneliti ambil, mengangkat permasalahan kepada
perusahaan multinasional Google di Indonesia yang berutang pajak di
Indonesia. Dasarnya, pada masa globalisasi ini, internet dan masyarakat
menjadi satu kesatuan dan kebutuhan satu sama lain. Internet dan
masyarakat dapat didefinisikan sebagai hubungan antara pengguna (user)
dengan suatu alat (computer) guna mencapai tujuan, sehingga akan dapat
meningkatkan efesiensi waktu dan tenaga serta mempermudah dalam
melakukan suatu pekerjaan, dengan tidak lagi menggunakan cara-cara
tradisional (manual)4.
Mekanisme yang terjadi di Marketplace pada hakikatnya merupakan
adopsi dari konsep pasar bebas dan pasar terbuka, yang mana siapa saja
dapat masuk ke arena tersebut dan bebas melakukan berbagai inisiatif
bisnis yang mengarah pada transaksi pertukaran barang atau jasa.
1 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: PT. Indeks, 2015), h, 10.
2 Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), h, 3.
3 Asyhadie, H, Zaelani dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan,
(Mataram: Erlangga, 2012), h, 10.
4 Tata Sutabri, Komputer dan Masyarakat, (Yogyakarta: C.V Andi OFFSET, 2013), h, 2.
![Page 11: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/11.jpg)
2
Berkaitan dengan hubungannya dengan Sistem Pajak, hal ini dapat disebut
sebagai Objek Pajak dalam penghasilan dari suatu usaha (business income
atau business profits), dimana dalam kaitannya dengan hukum pajak ialah
menggunakan metode tax treaty untuk pembagian hak pemajakan dengan
menggolongkan suatu penghasilan yang dihasilkan dari penggolongan
penghasilan tersebut5.
Dengan demikian, hak pemajakan suatu Negara atas suatu jenis
penghasilan dengan jenis penghasilan lainnya dapat berbeda-beda,
misalnya pengalaman dibidang industry, atau bidang usaha lain. Ketika
dimana Negara sumber penghasilan dapat mengenakan pajak maka hak
pemajakan atas penghasilan yang bersumber di Negara tersebut dapat
diberikan dengan tanpa adanya pembatasan artinya, Negara sumber dapat
mengenakan pajak atas jenis penghasilan tersebut sesuai dengan ketentuan
domestiknya tanpa ada pembatasan (misalnya tanpa ada pembatasan tarif).
Karena adanya kegiatan penanaman modal di Indonesia, perusahaan
multinasional Google tersebut secara umum telah melibatkan kegiatan: (i)
tujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose of regular income)6
Adapun jenis penghasilan atau pendapatan tersebut termasuk penghasilan
usaha (business profit) yang diatribusikan kepada Bentuk Usaha Tetap
(BUT)7. Dan dalam kaitannya dengan Subjek Pajak, kewajiban untuk
membayarkan pajak penghasilan ini timbul sejak saat orang pribadi atau
badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sehingga
memperoleh penghasilan8.
5 Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model
Tax Treaty, Ortax (Your Center of Excellent in Taxation), 10 November 2008, diakses 8 Januari
2018, Jam 17.32 WIB.
6 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group, 2013), h, 19.
7 Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model
Tax Treaty, Ortax (Your Center of Excellent in Taxation), 10 November 2008, diakses 8 Januari
2018, Jam 17.48 WIB
8 Djamaluddin Gade, Muhammad Gade, “Hukum Pajak”, Jakarta: LPFE-UI h. 79
![Page 12: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/12.jpg)
3
Bahwa negara dengan seluruh aparatur pemerintahnya telah
sedemikian rupa susunannya, sehingga dimana setiap instansi telah
disesuaikan dengan kapasitasnya dalam menunaikan tugasnya, juga
kapasitasnya dalam dedikasinya memungut pajak terhadap perusahaan
multinasional. Dari Pajak dan Pembangunan oleh Prof. Dr. Rochmat
Soemitro S.H dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi dilakukan di
Indonesia didasarkan kepada demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi
adalah kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Istilah kedaulatan rakyat itu
sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai konsep filsafat
hukum, karena lebih banuak digunakan dalam studi ilmu hukum.
Demokrasi ekonomi itu berkaitan dengan prinsip kekuasaan yang berasal
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.9
Perusahaan multinasional ini sebagai laju dari sistem ekonomi
yang baik di Indonesia, sebagai subjek yang dapat membangun aktivitas-
aktivitas perekonomian di Indonesia untuk semakin pesat. Dan intinya,
dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa pembangunan ekonomi kerakyatan
yang dimaksud ini menginginkan adanya partisipasi yang luas dari seluruh
masyarakat baik dalam hal ikut serta di dalam proses pembangunan
ekonomi itu sendiri maupun dalam hal ikut serta menikmati hasil
pembangunan ekonomi tersebut.10
Pengusaha perorangan melalui media internet (online) wajib membayar
pajak penghasilan sesuai aturan. Meskipun tidak memiliki tempat usaha
secara fisik. Secara payung hukum, Menteri Komunikasi dan Informatika
telah menerbitkan Surat Ederan Nomor 3 Tahun 2016 yang menyebutkan
bahwa perusahaan OTT (Over The Top) di Indonesia wajib membangun
BUT (Badan Usaha Tetap), sehingga bisa berstatus wajib pajak. Adanya,
9 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama,
20030, h,88.
10 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum…h,88.
![Page 13: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/13.jpg)
4
peraturan penetapan pajak ini didasarkan atas perhitungan pemasangan
iklan dari individu dan beberapa perusahaan Indonesia.
Pada tahun 2015 perputaran uang melalui internet khususnya iklan
mencapai 850 juta dollar AS, akan tetapi pungutan pajak tidak masuk
pemerintah11
. Kenapa Google diminta Pajak? Padahal Google
mendapatkan penghasilan dari Indonesia dan Google mempunyai server di
Indonesia atau sistem yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu
dalam sebuah jaringan komputer. Dengan adanya Server termasuk dalam
bukti fisik, karena devinisi BUT (Badan Usaha Tetap) mengharuskan
adanya kehadiran fisik.
Menurut catatan DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Google terdaftar
sebagai badan hukum dalam negeri di KPP (Kantor Pelayanan Pajak)
dengan status PMA (Penanaman Modal Asing) pada 15 September 2011.
Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia diatur di Undang-Undang
No. 25 Tahun 20007 Tentang Penanaman Modal12
. Yang dimaksud
dengan penanaman modal asing (foreign investment) atau biasa disebut
PMA merupakan suatu tindakan dari orang asing atau badan hukum asing
untuk melakukan investasi modal dengan motif untuk berbisnis dalam
bentuk apapun ke wilayah suatu Negara lain13
. Google juga mendapatkan
triliun rupiah dari iklan di Indonesia. Dan, menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (5) Google seharusnya
berstatus sebagai BUT (Badan Usaha Tetap) sehingga setiap pemasukan
dan pendapatan yang bersumber dari Indonesia dikenakan Pajak
Penghasilan.
Ada hal penting, Google dan Perusahaan Digital lainnya membayar
pajak seperti pengusaha sejenis di Indonesia. Menteri Keuangan, Sri
Mulyani untuk masalah pajak dengan Google, Dirjen Pajak menggunakan
11
Akhirnya Facebook dan Google Wajib Bayar Pajak Di Indonesia, Redaksi Klik Mania.
(Semarang), Diakses 6 Maret 2017, Jam 19.01 WIB.
12 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia…h, 11.
13 Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, h, 67.
![Page 14: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/14.jpg)
5
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk menyatakan
bahwa kegiatan atau aktifitas yang menggunakan online atau platform e-
commerce itu subjek pajak di Indonesia14
. BUT (Badan Usaha Tetap)
merupakan sarana yang digunakan oleh Negara untuk memperoleh hak
pemajakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak luar negeri di
Negara sumber. Melalui BUT (Badan Usaha Tetap), Negara memiliki hak
pemajakan atas penghasilan yang diterima WPLN (Wajib Pajak Luar
Negeri).
Ketika WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) melakukan kegiatan di
Indonesia melalui pemasangan server di Indonesia maka Negara sumber
(Indonesia) sudah memiliki hak pemajakan atas penghasilan yang diterima
oleh WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) karena server yang dipasang
tersebut sudah memenuhi ketentuan atau definisi BUT (Badan Usaha
Tetap) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (5) bahwa termasuk dalam BUT (Badan
Usaha Tetap) yang mengandung pengertian suatu tempat usaha.
Bentuk Usaha Tetap ini sudah diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, bahwa Bentuk Usaha
Tetap merupakan Subjek Pajak, sesuai dengan Pasal 2 ayat yang
menguraikan bahwa Bentuk Usaha Tetap masuk kedalam Subjek Pajak.
Dalam, prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governace) sesuai
pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal
31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN salah satunya memuat
penerapan Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian dalam
pengelolaan perusahan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat15
. Dimana dalam hal ini,
Negara Sumber (Indonesia) adalah tempat timbulnya penghasilan dalam
14
4 Tuntutan Komunikonten Ke Pemerintah Soal Pajak Google, Hukum Online (Jakarta),
03 Oktober 2016. Diakses 7 Maret 2017, Jam 18.44 WIB.
15 Syopiansyah Jaya Putra & Yusuf Durachman, “Etika Bisnis & Hak Kekayaan
Intelektual”, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 62.
![Page 15: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/15.jpg)
6
kegiatan Perusahaan Multinasional (Google), dengan menggunakan dua
Prinsip World Wide Income, yaitu prinsip pengenaan pajak yang
menentukan bahwa terhadap orang atau badan yang berdomisili disuatu
Negara akan dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber
dari berbagai Negara16
, dan Prinsip Domestic Income, yaitu prinsip
pengenaan pajak hanya terhadap penghasilan yang berasal dari Negara
sumber penghasilan saja17
.
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah diuraikan di
atas mengenai apa faktor-faktor perusahaan Multinasional Google Di
Indonesia dapat dikenakan pajak dan bagaimana peraturan pajak itu
sendiri dapat menguatkan pengenaan pajak terhadap perusahaan
multinasional tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: “IMPLEMENTASI PERUSAHAAN
MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN PAJAK
PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008
TENTANG PAJAK PENGHASILAN”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi
masalah dari penelitian ini adalah:
a. Bagaimana pemerintah dalam hal ini memberlakukan pengenaan
pajak terhadap perusahaan multinasional sebagai business profit .
b. Bagaimana pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) melindungi dan
menjalankan sistem pajak tersebut dalam kaitannya perusahaan
multinasional.
16
Vicensia Ardi P, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan Australia”,
(Depok: Universitas Indonesia, 2004), h, 14.
17 Vicensia Ardi P, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar
Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan
Australia”…h, 14.
![Page 16: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/16.jpg)
7
c. Apakah alasan pemerintah memberlakukan pajak untuk perusahaan
multinasional.
d. Apa payung hukum dari pajak tersebut.
e. Bagaimana perusahaan multinasional dari luar negeri tersebut
dapat menguntungkan dan memberi pendapatan bagi Negara.
f. Apa itu perusahaan multinasional
g. Bentuk pengaturan nasional pada perusahaan multinasional.
h. Perusahaan multinasional yang tidak mengakui sebagai Bentuk
Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
2. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka
pembahasan penelitian yaitu pada bagaimana pemerintah melalui
Direktorat Jenderal Pajak Indonesia dapat mengenakan pajak terhadap
perusahaan multinasional dan pengertian dari perusahaan
multinasional.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan
masalah tersebut, sebagai berikut:
a. Bagaimana pengaturan dan penetapan pajak penghasilan untuk
perusahaan multinasional?
b. Apa faktor-faktor pengenaan pajak pada perusahaan multinasional
oleh Direktorat Jenderal Pajak?
c. Apa subjek hukum pada bisnis perusahaan multinasional?
d. Kasus terhadap perusahaan multinasional tidak mengakui sebagai
Bentuk Usaha Tetap?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah bagaimana perusahaan
multinasional dalam pengenaan pajak di Indonesia, dan dapat peneliti
simpulkan tujuan dari penelitian skripsi ini ke dalam dua hal, yaitu:
![Page 17: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/17.jpg)
8
a. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak
mengatur penghasilan kepada perusahaan multinasional.
b. Untuk mengetahui apa saja upaya dan aspek-aspek pengenaan pajak
terhadap perusahaan multinasional
c. Untuk menganalisis subjek hukum pada perusahaan multinasional di
Indonesia
2. Manfaat Penelitian
Penelitian perihal Kepatuhan Perusahaan Multinasional Dalam
Menunaikan Kewajiban Pajak (Studi Terhadap Pengenaan Pajak Google
Di Indonesia) ini, diharapkan dapat memberikan nilai guna bagi penelitian
baik dalam segi praktis maupun segi teoritis, penulis dalam melakukan
penelitian diharapkan membawa manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat teoritis memberikan sumbangsih keilmuan hukum bisnis di
bidang hukum pajak dan hukum multinasional yang mana memberikan
sumbangsih keilmuan bisnis yang berkembang secara dinamis.
b. Manfaat praktis membentuk keilmuan di bidang hukum perusahaan
multinasional dan hukum pajak dalam bahasannya pemilik perusahaan
multinasional yang masih perlu diperhatian proseduralnya dalam
bekerja dan melakukan usaha untuk dapat ditetapkannya dengan
mudah bagaimana pajak penghasilan itu berjalan dan diharapkan dapat
mendeskripsikan perihal Bentuk Usaha Tetap yang dilakukan oleh
Perusahaan Multinasional kepada Direktorat Jenderal Pajak ditinjau
dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
D. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Di dalam proposal skripsi yang diusung, terdapat tiga metode
penelitian hukum yang penulis aplikasikan, yaitu: penelitian hukum
![Page 18: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/18.jpg)
9
normatif, penelitian kepustakaan, dan penelitian hukum studi kasus
(empiris).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif,
yang mana penulis mengacu pada kemanfaatan suatu produk hukum
untuk diterapkan dalam kehidupan. Bersifat penelitian kepustakaan
dengan meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder yang mencakup
asas-asas hukum khususnya yang terkait dengan hukum pajak,
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan urgensi pengenaan
pajak pada perusahaan multinasional, buku-buku bacaan terkait dengan
judul penelitian, masalah-masalah, dan dokumen-dokumen lainnya.
Serta menggunakan tipe penelitian studi kasus (case method) atau
(field study) yang mana dengan penelitian melalu studi kasus penulis
akan mempelajari secara internsif tentang latar belakang masalah
keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini.
2. Pendekatan Penelitian
Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah:
a. Pendekatan perundang-undangan (statue approach)
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Peraturan
Perundang Undangan diterapkan guna memahami bagaimana
kedudukan hukum dalam kegiatan pajak pada perusahaan
multinasional dalam hal ini pada UU. RI Nomor. 36 Tahun 2008.
Pendekatan peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh
penulis, di antaranya:
1) Undang-undang Dasar 1945
2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahaan
Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan.
![Page 19: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/19.jpg)
10
4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-12/PJ/2015
Tentang Penetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi dan
Tempat Kedudukan Badan.
b. Pendekatan kasus
Pendekatan kasus digunakan untuk memahami konsep apa
yang berkaitan dengan pajak penghasian dalam bentuk perusahaan
multinasional di Indonesia. Pendekatan kasus diterapkan dalam
mengamati kasus yang telah menjadi publik yang berhubungan
dengan permasalahan yang diangkat. Antara lain mengenai:
1) Google Asia Pasific Pte Ltd melakukan pengelakan pajak di
Indonesia, dimana ada kewajiban pajak yang harus dibayar
kepada pemerintah Indonesia karena perusahaan ini
mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnis di Indonesia,
tetapi Google di Indonesia menolak untuk melakukan
komunikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dan, Google
juga menolak untuk ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap
(BUT). Sedangkan, pemerintah Indonesia menilai Google
harus menjadi BUT karena selama ia didirikan di Indonesia,
perusahaan ini menerima penghasilan dari dalam negeri,
terutama dari iklan-iklan perusahaan lain. Dimana, di
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 4 ayat (1),
Objek Pajak adalah Penghasilan. Maka dengan adanya
penghasilan yang diterima dari Google Indonesia, seharusnya
Google patuh dan melakukan kewajibannya sebagai Subjek
Pajak.18
2) Usaha dari Direktorat Jenderal Pajak ini berhasil, pada pada
Maret-April 2017 Google membayar pajaknya di Indonesia.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, di Indonesia,
18
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3399907/menelisik-rute-kasus-
google-hingga-menghadap-ditjen-pajak. Detik Finance, 19 Januari 2017. Diakses pada 21 May
2018, 11.10
![Page 20: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/20.jpg)
11
perusahaan Google telah terdaftar sebagai badan hukum
dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai
Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 15 September 2011
dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte
Ltd di Singapura19
. Dan, dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (5) butir
(n) yang berbunyi, bahwa Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang
tergolong bisnis di Indonesia: (n) orang atau badan yang
bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.
Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT) mencakup pula orang
pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang
pribadi/badan yang tidak bertempat tinggal dan atau tidak
bertempat kedudukan di Indonesia.
3) Dan, jelas bahwa syarat-syarat pengenaan pajak kepada
Google Indonesia terdapat didalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:
a) Melakukan kegiatan Penanaman Modal Asing (direct
investment) di Indonesia pada 15 September 2011.
b) Memperoleh penghasilan sesuai didalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan.
c) Mendirikan kantor dan diakui sebagai agen yang
menjalankan kantor atau bisnisnya di Indonesia.
3. Data dan Sumber Data
Berdasarkan sumbernya maka penulisan ini disusun berdasarkan:
19
https//m.cnnindonesia.com/ekonomi/20170319141842-78-201163/ditjen-pajak-google-
bayar-pajak-maret-april-2017. CNN Indonesia: Ekonomi, 19 Maret 2017. Diakses pada 21 May
2018, 11.29.
![Page 21: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/21.jpg)
12
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer antara lain bahan hukum utama dalam
penelitian hukum normative yang berupa peraturan perundang-
undangan. Bahan hukum primer yang digunakan ialah Undang-
Undang Nomor. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan
Instrumen-Intrumen penunjang adanya perusahaan multinasional
dapat dikenakan pajak oleh Pemerintah/Negara.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai
kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik
terkait dengan penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam
majalah/media elektronik, laporan penelitian atau jurnal hukum,
makalah yang disajikan dalam pertemuan kuliah dan catatan
kuliah20
.
c. Bahan non hukum (tersier)
Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan
bermakna terhadap adanya bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang
diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat
normative empiris, maka teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library
research) yakni upaya untuk memperoleh data atau upaya mencari dari
penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan,
artikel dan jurnal hukum yang relevan dengan penelitian agar dapat
dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecah suatu
20
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003), h, 13-14.
![Page 22: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/22.jpg)
13
masalah.21 Untuk data lainnya, dengan via interview dengan
narasumber dari Lembaga Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta.
5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis
kualitatif adalah data yang diedit dan dipilih menurut kategori masing-
masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan
dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian. Penelitian ini
dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan melakukan yang
bersifat normatif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan faktor-
faktor pengenaan pajak kepada perusahaan multinasional dan
memberikan pemaparan yang jelas bagaimana faktor-faktor tersebut
mempengaruhi dalam mengatur pengenaan pajak di Indonesia.
Kemudian di analisis untuk menemukan permasalahan hukumnya serta
jawaban dari permasalahan tersebut.
6. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode
penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, dimana pada setiap
bab akan dibahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian
ini. Sistematika uraiam proposal ini adalah sebagai berikut:
BAB I Dalam bab ini berisi sekilas pengantar untuk memahami garis
besar dari seluruh pembahasan. Dalam bab ini diuraikan
mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah,
pembatasan masalah yang akan dibahas, identifikasi masalah,
tujuan penulisan skripsi, manfaat dari penulisan skripsi,
21
Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Bumi Intitama Sejahtera,
2009), hal. 56.
![Page 23: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/23.jpg)
14
metode penelitian serta sistematika dalam penulisan
penelitian.
BAB II
Bab ini berisikan tinjauan umum mengenai gambaran umum
tentang keseluruhan pengertian, teori-teori tentang hukum
pajak, teori-teori pemungutan pajak, asas-asas pemungutan
pajak serta terkait hukum perusahaan multinasional
melingkupi pengertian perusahaan multinasional, teori-teori
perusahaan multinasional, dan perusahaan multinasional
sebagai subjek hukum.
BAB III Bab ini berisikan tentang sejarah pajak di Indonesia, faktor-
faktor pendukung pengenaan pajak terhadap perusahaan
multinasional meliputi bentuk usaha tetap dan wajib pajak.
Penjelasan perusahaan multinasional sebagai penanam modal
asing di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari
usahanya.
BAB IV Bab ini berisi tentang analisa peran Ditjen Pajak RI dalam
pengenaan terhadap perusahaan multinasional dan bagaimana
pengaturan di dalam undang-undang untuk melihat apakah
peraturan ini dapat efektif dalam pengenaan pajak terhadap
perusahaan multinasional.
BAB V Bab ini adalah penutup dari penelitian-penelitian yang
menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan serta
rekomendasi dari penelitian
![Page 24: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/24.jpg)
15
BAB II
HUKUM PAJAK DAN HUKUM PERUSAHAAN MULTINASIONAL
A. Hukum Pajak
1. Pengertian Pajak
Pada dasarnya pajak merupakan pungutan atau iuran secara resmi
yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya yang dilindungi oleh
Undang-Undang dan buat khusus oleh pemerintah itu sendiri.22
Undang-undang pajak tidak memerlukan dan melibatkan rakyat karena
hakikatnya peraturan ini untuk melindungi rakyat yang memiliki
kepentingan berbeda-beda. Dimana negara adalah masyarakat yang
mempunyai tujuan tertentu, kesejahteraan dan kepentingan negara juga
berarti berpengaruh pada kelangsungan hidup masyarakat. Untuk
kelangsungan hidup masyarakat pada suatu negara diperlukan biaya,
biaya hidup individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan
dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup suatu negara
adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, adminstrasi negara,
lembaga negara, yang harus dibiayai dari penghasilan negara.23
Untuk pendekatan pajak ada 5 (pendekatan dari berbagai ilmu,
diantaranya):
a. Pandangan dari sisi ekonomi
b. Pandangan dari sisi pembangunan
c. Pandangan dari sisi pelaksaan teknis
d. Pandangan dari sisi hukum
e. Pandangan dari sisi sosial dan budaya.
dari berbagai pandangan peneliti mengambil pendekatan pajak
pandangan dari sisi hukum, yaitu:24
“Menurut pandangan dari sisi hukum tentang pajak yaitu menitik
beratkan pada keamanan dan kenyamanan rakyat yang membayar pajak
22
Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015) h, 4.
23 Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak… h, 9.
24 Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 16.
![Page 25: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/25.jpg)
16
maupun pemerintah dalam memungut pajak dari rakyat, hal ini
dipandang perlu agar tidak terjadi kesemenaan dan ketidakadilan dalam
bidang perpajakan. Salah satu yang menjadi pokok perhatian adalah
pada saat pemerintah salah dalam menerapkan peraturan perpajakan dan
bagaimana penyelesaiannya begitu juga sebaliknya pada saat rakyat
keliru dalam melaksanakan peraturan perpajakan dan bagaimana
penyeselesaiannya.”
Pajak sendiri sudah diterapkan pada zaman dahulu, pada zaman itu
pajak pada mulanya ketika rakyat memberikan upeti kepada seorang Raja
atau Penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak dan hasil tanaman
lainnya. Dan dalam perkembangannya, sifat pemberian pajak tersebut
dilakukan kepada rakyat kepada Raja atau Penguasa dan digunakan untuk
kepentingan umum25
. Adanya perkembangan. maka akhirnya suatu negara
membentuk ketentuan berupa undang-undang dengan dilandasi unsur
keadilan dalam pemungutan pajak.
Pengertian pajak lebih luas, ”Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam
bukunya „Pengantar Ilmu Hukum Pajak‟ seperti dikutip Ilyas B. Wirawan
dan Richard Burton menjelaskan beberapa pendapat pakar tentang
definisi pajak, diantara beberapa kutipan dalam bukunya, peneliti
mengambil satu defisi pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja,
yaitu:26
“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut
oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum”.
Definisi pajak menurut Prof. Dr. PJa Adriani, beliau memberikan
definisi yang berbunyi sebagai berikut:27
25
B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. 2007.
h, 1.
26 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak… h,5
27 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 25.
![Page 26: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/26.jpg)
17
“Pajak adalah iuran kepada negara (sifatnya dapat dipaksakan dan
terutang dengan tidak mendapat prestasi kembali atau langsung
yang dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas
kepemerintahan”.
Definisi pajak lain menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro tentang
pajak ialah:28
”Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-
undang sifatnya dapat dipaksakan, yang langsung dapat ditunjuk
dan digunakan untuk membiayai pembangunan”.
Definisi pajak lain menurut Prof. Dr. M.H.J. Smeets29
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum dan hukum yang dapat dipaksakan tanpa ada
kontraprestasi yang dapat ditujukkan secara individual, maksudnya
adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”
Dengan kita melihat definisi-definisi diatas maka terdapat unsur-unsur
didalam definisi tersebut, yaitu:30
a. Bahwa pajak itu dasarnya adalah suatu iuran kepada negara.
b. Bahwa penyerahan iuran itu adalah wajib dilakukan.
c. Pengenaan ini adalah didasari undang-undang atau peraturan yang
dibuat sendiri oleh pemerintah dan berlaku umum.
d. Tidak ada jasa timbal balik langsung, artinya bahwa antara
pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak dapat dinikmati
langsung oleh masyarakat.
e. Iuran yang dari wajib pajak tersebut dikumpulkan oleh negara untuk
membiayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat, seperti
pembuatan jalan, jembatan, gaji untuk pegawai negeri dsb.
28
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 25.
29 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h,
125.
30 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 25.
![Page 27: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/27.jpg)
18
Selain itu, ada definisi Hukum Pajak yaitu, suatu kumpulan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.31
Dengan
kata lain, hukum pajak menerangkan tentang:
a. Siapa-siapa wajib pajak (subyek pajak);
b. Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak (obyek pajak);
c. Kewajiban pajak terhadap pemerintah;
d. Timbulnya dan hapusnya hutang pajak;
Dalam kaitannya dengan apa yang akan peneliti bahas, peneliti lebih
meneliti kaitannya terhadap wajib pajak, obyek pajak, kewajiban dan
timbulnya pajak pada pengantar skripsi bab III dan IV.
Ada hal lain dalam pengenaan pajak, pajak itu sendiri dapat diterapkan
kepada masyarakat (rakyat) negara itu sendiri. Setiap masyarakat yang
mempunyai penghasilan atau pendapatan dari negara sumber yang ia
tinggali, masyarakat ini berkewajiban untuk mengikuti peraturan
perundang-undangan yang berlaku di negara tempat iat tinggal. Lalu
bagaimana jika masyarakat itu bukanlah masyarakat (rakyat) dari negara
itu? Disini ada istilah tentang pengenaan hukum pajak terhadap orang-
orang atau badan-badan hukum luar negeri, yaitu pengertian tentang
Hukum Pajak Internasional. Pengertian tentang Hukum Pajak
Internasional menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani, Prof. Mr. h.J. Hofstra
dan Prof. Dr. Rochmat Soemitro (Guru Besar Universitas Padjajaran)
seorang ahli yang menulis buku tentang Perpajakan, Prof. Dr. P.J.A
Adriani mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Pajak
Internasional, seperti dikutip Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton
yaitu;32
31
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 28.
32 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h, 143.
![Page 28: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/28.jpg)
19
“Suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur
dalam undang-undang nasional mengenai perpajakan terhadap orang-
orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan
pajak ganda dan traktat-traktat”.
Dari pengertian oleh Prof. Dr. P.J.A Hukum Pajak Internasional
merupakan penerapan dari Hukum Pajak Nasional yang hanya didalamnya
mengatur tentang hukum pajak dan pengenaannya terhadap orang dan
badan asing/luar negeri. Seperti yang diuraikan diatas tentang Hukum
Pajak yang dikenakan oleh orang atau badan asing/luar negeri, dapat
disimpulkan bahwa Hukum Pajak Internasional juga termasuk dalam
Peraturan Hukum Pajak Nasional, adanya subjek atau objek yang saling
berkaitan atau berhubungan sepanjang terdapat hubungan ekonomis atau
hubungan kenegeraan dengan Indonesia.
Dalam buku Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton yang berjudul
Hukum Pajak, penulis memberikan contoh bagaimana warna negara
asing/luar negeri itu dapat berpengaruh dan mempunyai hubungan
terhadap Peraturan Perpajakan di Indonesia. Misalnya, Tuan Albert (warna
negara Amerika Serikat dan tinggal di Amerika) mempunyai suatu usaha
di Indonesia, maka Hukum Pajak Internasional Indonesia dapat berlaku
terhadap Tuan Albert karena Tuan Albert dan atas penghasilan yang ia
peroleh dari usahanya di Indonesia, dan dapat dikatakan ia mempunyai
hubungan ekonomis berupa pendapatan dari Indonesia.33
Hukum Pajak Nasional juga mengatur tentang unsur asing, dalam
Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Bentuk Usaha
Tetap menjelaskan yang menjadi Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap, yaitu
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, dikenakan pajak di
Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.
33 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,144.
![Page 29: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/29.jpg)
20
2. Teori-Teori Pemungutan Pajak
Apa dasarnya orang/badan dapat dikenakan pemungutan pajak?
Dalam teorinya, ada 5 teori yang memberikan dasar pemungutan
pajak, diantaranya:34
a. Teori Asuransi
Menurut teori ini, negara dalam melaksanakan
tugasnya/fungsinya, mencakup juga tugas untuk melindungi
terhadap jiwa dan harta benda perseorangan. Dengan karena itu,
negara bekerja atau bertindak seakan-akan dia adalah perusahaan
asuransi. Untuk melindungi suatu negara, orang/badan hukum
diminta untuk membayar premi, dan pembayaran pajaklah yang
dapat dianggap sebagai premi.
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini pajak mempunyai kepentingan individu yang
diperoleh dari pekerjaan negara. Artinya semakin banyak individu
mengenyam dan menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin
besar juga pajak yang tertanggung.
c. Teori Gaya Pikul
Teori ini mengajarkan bahwa pemungutan pajak harus sesuai
dan berdasarkan kepada kemampuan dari si wajib pajak (individu).
Semua subjek pajak harus diperlakukan sama yaitu sesuai dengan
gaya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya
penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja wajib pajak
tersebut.
Gaya pikul ini dipengaruhi oleh macam-macam unsur, yaitu:
1) Pendapatan;
2) Kekayaan;
34
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 35.
![Page 30: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/30.jpg)
21
3) Susunan dari keluarga wajib pajak dengan memperhatikan
faktor-faktor keadaan wajib pajak tersebut
Prof. W.J. Langen memberikan arti dari gaya pikul sebagai
berikut: gaya pikul adalah kekuatan untuk membayar uang kepada
Negara, jadi untuk mebayar pajak, setelah dikurangi dengan
minimum kebutuhan hidup (basic needs). Minimum kebutuhan
hidup atau kebutuhan dasar individu adalah hal yang pokok dan
tidak bisa ditunda-tunda.
A.J. Cohan Stuart, mengemukakan bahwa: Gaya Pikul adalah
sama dengan sebuah jembatan, yang pertama harus dapat
menopang kebutuhannya sendiri.
d. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti
Teori ini berpangkal tolak dari ajaran Organik Kenegaraan
(Organische Staatsleer) dan mempunyai pendirian bahwa tanpa
negara maka individu tidak mungkin bisa hidup atau melakukan
suatu usaha dalam negaranya. Oleh karena itu, negara mempunyai
hak mutlak untuk memungut pajak di negaranya. Karena, pada
teori ini mempunyai sudut pandang tanpa negara, maka individu
pun tidak adam dan pembayaran pajak oleh individu kepada
negara adalah dipandang sebagai tanda pengorbanan atau tanda
baktinya kepada negaranya.
e. Teori Gaya Beli
Menurut teori ini, bahwa fungsi pemungutan pajak dipandang
sebagai pompa atau sebagai gejala dalam masyarakat, yaitu
mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk
rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan kembali ke
masyarakat dengan tujuan untuk memelihara kehidupan
masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan.
Teori ini dianggap sangat berpengaruh dan mempunyai banyak
penganut, karena kepraktisannya. Teori ini berlaku sepanjang
![Page 31: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/31.jpg)
22
masa. Pada teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara yang
memungut pajak, melainkan melihat kepada efek yang baik
sebagai dasar keadilannya. Dalam teori ini, maka penyelenggara
pemungutan pajak kepada kepentingan masyarakat dianggap
sebagai dasar keadilan, artinya pada teori ini bukan kepentingan
individu atau bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan
keduanya. Dengan demikian teori ini menitikberatkan kepada
fraksi mengatur (regulerend).
Teori-teori diatas merupakan pemecahan atas dasar menyatakan
keadilannya dalam pemungutan pajak oleh negara, sehingga para ahli
dibidang keuangan negara khususnya dibidang perpajakan
menamakannya sebagai asas menurut falsafah hukum, yang oleh
Adam Smith dimasukan dalam maxim pertama dalam ajarannya “The
Four Maxims” atau (empat aksioma/asas dalam pemungutan pajak).35
Ke-5 teori tersebut, peneliti mengambil dua teori yang mempunyai
pendekatan dengan masalah skripsi yang telah diambil. Berikut
penjelasan dari teori kepentingan dan teori kewajiban mutlak menurut
buku Erly Suandy yang berjudul Hukum Pajak: Teori Kepentingan
adalah teori tentang pembayaran pajak yang mempunyai hubungan
dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara.
Makin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari
pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya.36
Dan Teori
Kewajiban Mutlak, teori ini didasari paham bahwa negara menjadikan
dirinya sebagai organisasi yang mempunyai tugas untuk
menyelenggarkan kepentingan umum. Dimana negara atau pemerintah
harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan di bidang
35
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 39.
36 Erly Suandy. Hukum Pajak. (Jakarta: Salemba Empat. 2011) h, 26.
![Page 32: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/32.jpg)
23
pajak. Dengan dasar itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk
memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak.
Negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban
membayar pajak. Pada dasarnya teori-teori tersebut dasar bagi
pemerintah untuk melegalkan tindakan pemerintah dalam memungut
pajak dari masyarakat sehingga meminimalkan perlawanan atas
pemungut pajak dan sekaligus untuk memaksimalkan penerimaan
negara dari sektor pajak, karena penerimaan pendapatan negara dapat
membantu dan mempengaruhi kestabilan ekonomi disuatu negara.37
Teori ini juga didukung oleh Yuridiksi Pemungutan Pajak yang akan
dibahas selanjutnya.
3. Asas-Asas Pemungutan Pajak
Hakikatnya, pajak dipungut berdasarkan ketentuan undang-undang
sehingga dapat dipaksakan terhadap siapapun. Ciri-ciri pajak itu sendiri
peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah. Pajak juga berguna
sebagai alat untuk mencapai tujuan pemerintah dalam kepentingan
umum dan melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi.38
Negara membutuhkan pembiayaan untuk mencapai usaha dan tujuan
tersebut, dan untuk melakukan usaha-usaha tersebut negara membuat
peraturan dan terobosan untuk kelangsungan kehidupan warga
negaranya. Adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah
dalam menciptakan pendapatan membiayai aparatur dan pembangunan
untuk kepentingan umum.
”Dalam buku An Ingury into the Nature and Causes of The Wealth
of Nations yang ditulis Adam Smith pada abad ke 18 menjelaskan
tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama The
37
Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 35.
38 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 13.
![Page 33: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/33.jpg)
24
Four Cannos and The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut
seperti dikutip Roristua Pandiangan”, sebagai berikut:39
1. Equality
Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang
dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan yang
dinikmatinya dibawah pemerintah. Dalam buku Hukum Pajak
Penulis Ilyas B, Irawan dan Richard Burton, juga menjelaskan
equality ini tidak diizinkan dan tidak diperbolehkan dalam suatu
negara mengadakan diskriminasi terhadap sesama wajib pajak.
Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama.40
2. Certainly
Pajak yang dibayar wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal
kompromi, dalam hal ini kepastian hukum adalah mengenai subjek
pajak, objek pajak, tarif pajak dan ketentuan mengenai
pembayarannya.
3. Convenience of Payment
Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib
pajak, yaitu disaat yang paling dekat dengan saat diterimanya
penghasilannya.
4. Economic of Collection
Pemungutan pajak hendaknya dilakukan seefisien mungkin.
“Asas pemungutan pajak menurut pakar lainnya yakni menurut W.J.
Langen seperti dikutip Roristua Pandiangan”, sebagai berikut:41
1. Asas Daya Pikul
Besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan penghasilan
wajib pajak. Dimana semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan,
39
Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 31.
40 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak. h,25.
41 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak, h…32.
![Page 34: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/34.jpg)
25
2. Asas Manfaat
Pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan dalam kegiatan-
kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan umum.
3. Asas Kesejahteraan
Pajak yang dipungut oleh negara untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
4. Asas Kesamaan
Dalam kondisi yang sama setiap wajib pajak yang satu dengan
yang lainnya harus sama-sama dikenakan pajak atau diperlakukan
sama.
5. Asas Beban Yang Sekecil-Kecilnya
Pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya atau serendah-
rendahnya sehingga jika dibandingkan dengan nilai obyek pajaknya
tidak memberatkan wajib pajak.
“Ada asas pemungutan pajak lainnya, menurut Adolf Wagner dikutip
Roristua Pandiangan, sebagai berikut:42
”
1. Asas Politik Finansial
Pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat
membiayai dan mendorong semua kegiatan negara.
2. Asas Ekonomi
Penentuan obyek pajak ini harus tepat, misalnya pajak apa yang
dikenakan terhadap obyek pada ini, misalnya apakah pajak
penghasilan, pajak pendapatan atau pajak untuk barang-barang
mewah.
3. Asas Keadilan
Artinya pungutan pajak ini berlaku secara umum tanpa adanya
diskriminasi, dan berlaku juga diperlakukan sama pula.
4. Asas Adminstrasi
42 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 32.
![Page 35: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/35.jpg)
26
Lebih pada menyangkut masalah bagaimana cara membayarnya
dan besarnya biaya pajak.
5. Asas Yuridis
Segala pemungutan pajak yang berdasarkan Undang-Undang.
Pada penjelasan Teori-Teori Pemungutan Pajak, peneliti menuliskan
bahwa teori-teori itu saling berpengaruh dan berkesinambungan terutama
terhadap penjelasan Asas-Asas Pemungutan Pajak, yaitu salah satunya
Yuridiksi Pemungutan Pajak. Yuridiksi Pemungutan Pajak merupakan
juga salah satu syarat yang harus diperhatikan bagi kemampuan wajib
pajak dalam membayar pajak. Yuridiksi Pemungutan Pajak mempunyai
pengertian sebagai berikut:43
Yuridiski Pemungutan Pajak merupakan salah satu cara pemungutan
pajak yang didasarkan pada tempat tinggal seseorang atau berdasarkan
kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan
diperoleh.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai
kewenangan kuat dalam pemungutan pajak terhadap orang/badan baik
warga negara (rakyat)/asing. Yuridiksi Pemungutan Pajak ini mempunyai
tiga asas, yaitu:44
1. Asas Tempat Tinggal
Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat
tinggal dan domisili seseorang. Dalam hal ini, faktor warga negara
dan penghasilan yang didapat sangat mempengaruhi adanya
kewenangan negara dalam pemungutan pajak tersebut. Suatu
negara memungut pajak terhadap warga negaranya yang bertempat
tinggal, berdomisili dan mendapatkan penghasilan di neggara
tersebut. Dan suatu negara juga dapat memungut pajak terhadap
bukan warganya yang tidak bertempat tinggal, dan berdomisili
tetapi mendapatkan penghasilan di negara tersebut.
43 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,17.
44 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,18.
![Page 36: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/36.jpg)
27
2. Asas Kebangsaan
Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang
mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun
orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang
bersangkutan,
3. Asas Sumber
Merupakan asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber
atau tempat penghasilan itu berada. Apabila suatu sumber
penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut berhak
memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh
penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut.
B. Hukum Perusahaan Multinasional
1. Pengertian Perusahaan Multinasional
Istilah multinasional diperkenalkan pertama kali oleh David E.
Lilienthal pada bulan April tahun 1960 dalam makalahnya tentang
manajemen dan perusahaan yang diperuntukkan untuk acara
pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Carnegie Institute of
Technology on „Management and Corporations‟. Makalah Lilienthal
kemudian dipublikasikan dengan istilah The Multinationals.45
Lilienthal memberi pengertian dari perusahaan multinasional (MNCs)
sebagai perusahaan yang mempunyai kedudukan di suatu negara tetapi
beroperasi atau menjalankan perusahaannya berdasarkan hukum-
hukum dan kebiasaan-kebiasaan dari negara lain.
Dari definisi itu sebuah perusahaan multinasional merupakan
perusahaan yang mempunyai nasionalitas dengan menjalankan
perusahaannya di berbagai negara. Begitu banyak pengertian dari
perusahaan multinasiona, tetapi peneliti mengambil sebuah pengertian
dari The Un Group of Eminent Person yang menyatakan pengertian
45
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 151.
![Page 37: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/37.jpg)
28
perusahaan multinasional itu suatu perusahaan yang memiliki atau
mengontrol produk-produk dan fasilitas di luar negaranya tempat
perusahaan tersebut mempunyai kantor pusat (kantor kedudukan).46
Jenis-jenis perusahaan ini dapat berupa badan hukum/perorangan atau
perusahaan swasta atau perusahaan milik negara. Artinya perusahaan
multinasional ini mempunyai kemampuan dari untuk
mengkordinasikan atau mengawasi aktivitas-aktivitas antara
perusahaan-perusahaan di lebih satu negara.47
Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya
perusahaan multinasional mendirikan beberapa anak perusahaan di
beberapa negara dan mempunyai aktivitas di negara-negara tersebut.
Perusahaan-perusahaan ini menjual atau mendirikan pabrik-pabrik di
beberapa negara hingga kepemasaran atau jasa-jasa dan dengan ini
sebuah perusahaan multinasional melakukan penanaman modal di
negara tersebut dengan begitu perusahaan ini mendapatkan penghasilan
di negara tersebut.48
2. Teori-Teori Perusahaan Multinasional
Seperti telah dikemukakan, suatu perusahaan multinasional (MNCs)
adalah perusahaan yang memiliki dan mengontrol aktivitas-aktivitas
kegiatan bisnis di beberapa negara49
. Teori perusahaan multinasional
merupakan teori yang mencoba untuk menjelaskan strategi-strategi
paling tepat untuk memasukkan atau memasarkan barang ke suatu
negara dan melakukan penanaman modal asing melalui anak-anak
perusahaan-perusahaan multinasional. Ahroni dan Perlmulster
46
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 153.
47 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 153.
48 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 159.
49 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.
![Page 38: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/38.jpg)
29
merumuskan teori-teori yang menjelaskan alasan-alasan mengapa
perusahaan multinasional melakukan penanaman modal asing.50
Terdapat beberapa teori dalam penanaman modal asing yang juga
merupakan teori perusahaan multinasional, yaitu:51
a. Teori Penanaman Modal melalui Pembelian Saham (International
Fortofolio Investment)
b. Teori Keuntungan Monopoli dari Penanaman Modal Asing
Langsung (The Monopolistic Theory of Foreign Direct Investment)
c. Teori Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization
Theory of Foreign Direct Investment).
Berikut diuraikan pengertian-pengertian dari teori-teori diatas:52
4) Teori Penanaman Modal melalui PembelianSaham (International
Fortofolio Investment)
Teori ekonomi konvensional ini merupakan suatu model
dari perusahaan dengan penanaman modal asing melalui
pembelian saham-saham di bursa saham (fortofolio investment).
5) Teori Keuntungan Monopoli dari Penanaman Modal Asing
Langsung (The Monopolistic Advantage Theory of Foreign
Direct Investment)
Teori keuntungan melakukan monopoli menyatakan bahwa
perusahaan yang melakukan penanaman modal asing mempunyai
keuntungan dengan keuntungan yang didapat dari aktivitas-
aktivitas anak-anak perusahaan di luar negeri yang lebih
menguntung ketimbang mendirikan perusahaan di negara asal,
karena melakukan usaha ditempat negara lain lebih
50
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.
51 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal… h, 169.
52 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 170.
![Page 39: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/39.jpg)
30
menguntungkan dibanding perusahaan-perusahaan lokal
pesaingnya.
6) Teori Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization
Theory of Foreign Direct Investment)
Teori Internalisasi atau bisa disebut teori biaya produksi transaksi
(transaction cost theory) menjelaskan mengapa penanaman modal
aisng merupakan cara mudah dan efektif untuk mengeksploitasi
kekayaan diluar negeri dan terkait pemasaran-pemasaran daripada
mengekspor barang dari negara penerima modal dengan
memberikan lisensi.
Ada 4 (empat) faktor yang memudahkan dalam melakukan teori
internalisasi ini, yaitu dengan faktor:
a) Industry Specific Factors
Faktor kekhususan yang dimiliki oleh industri itu), yaitu
faktor industry ini mempunyai faktor khusus terakit dengan
sifat dari produksi dan struktur dari pasar eksternal.
b) Region Specific Factors
Faktor kekhususan yang dimiliki oleh daerah yang akan
dilakukan penanaman modal, yaitu faktor yang berhubungan
dengan keadaan geografi disuatu negara dan faktor
masyarakat di suatu negara atau daerah-daerah yang terakait
dengan pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan
tersebut.
c) Nation Specific Factors
Faktor kekhususan dari negara penerima modal, yaitu suatu
faktor yang berkaitan dengan hubungan politik dan
perpajakan antara kedua negara baik home country (negara
pemilik modal) dan host country (negara penerima modal).
d) Firm Specific Factors
![Page 40: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/40.jpg)
31
Faktor khusus yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yaitu
faktor yang menentukan kemampuan dari manajemen untuk
mengatur dan membuat suatu pasar internal disuatu negara.
Berdasarkan teori-teori perusahaan multinasional, dapat diambil tiga
gagasan yang mudah diterima, diantaranya:53
(1) Perusahaan-perusahaan multinasional memaksimalkan atau
memperbesar keuntungan serta pendapatan dalam pasar-pasar
yang tidak sempurna;
(2) Perusahaan multinasional menciptkan kegiatan ekonomis dan
pasar-pasar baru;
(3) Dalam internalisasi dari pasar-pasar yang melewati batas-batas
nasional suatu negara merupakan perpanjangan tangan dari
perusahaan multinasional.
Dari tiga teori perusahaan multinasional, peneliti mengambil satu
teori yang berdekatan dengan masalah yang peneliti tulis, yaitu Teori
Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization Theory of
Foreign Direct Investment) dimana yang dimaksud dengan Teori
internalisasi ini atau biasa disebut juga teori biaya transaksi lebih
menjelaskan kenapa penanaman modal asing merupakan cara yang
lebih efektif terutama dalam pemasaran-pemasaran.54
Dalam teori ini
terdapat empat faktor utama sebagai acuan untuk melakukan
penanaman modal asing disuatu negara, keempat faktor tersebut
adalah:55
Industry Specific Factors (Faktor ke-khususan yang dimiliki
oleh industri tersebut:
53
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.
54 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 171.
55 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.
![Page 41: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/41.jpg)
32
a. Region Specific Factor (Faktor khusus yang dimiliki oleh daerah
yang akan dilakukan penanaman modal)
b. Nation Specific Factor (Faktor ke-khususan dari negara penerima
modal)
c. Firm Specific Factor (Faktor khusus yang dimiliki oleh suatu
perusahaan)
Dan, peneliti lebih mengerucu kepada dua faktor Region Specific
Factor (faktor khusus yang dimiliki oleh daerah yang akan dilakukan
penanaman modal) dan Nation Specific Factor (faktor ke-khususan
dari negara penerima modal) untuk hal ini, faktor ini sangat kuat
sebagai faktor dalam menentukan hukum karena yang dimaksud
Region Spesific Factor (faktor khusus yang dimiliki oleh daerah yang
akan dilakukan penanaman modal), adalah faktor yang berhubungan
dengan keadaan geografi dan ciri masyarakat dari negara-negara atau
daerah-daerah yang terkait dengan pemasaran.56
Sedangkan, yang dimaksud dengan Nation Specific Factor (faktor
ke-khususan dari negara penerima modal), adalah faktor yang
berkaitan dengan hubungan politik dan perpajakan antara kedua negara
baik home country (Negara pemilik modal) maupun host country
(Negara penerima modal).57
Dari kedua faktor tersebut jelas faktor-
faktor ini memudahkan dalam menentukan dan menetapkan hukum
pajak kepada sebuah perusahaan multinasional, bila dilihat dari faktor
Region Specific Factor yang menjelaskan bahwa masyarakat di negara
sumber penghasilan juga mempunyai andil penting dalam kegiatan
mengembangkan perusahaan tersebut untuk meningkatkan kemajuan
dan bertambahnya keuntungan dari perusahaan multinasional tersebut.
56
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.
57 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.
![Page 42: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/42.jpg)
33
Teori ini juga didukung oleh Hukum Tempat terletaknya benda (lex
situs, lex sitae). Pasal 17 AB Status Kenyataan/Rill Status, yaitu
mengenai benda-benda yang harus dinilai menurut hukum dimana
negara atau tempat dimana benda itu terletak (lex recital). Dan, pasal
18 AB Status Campuran, yaitu bentuk tindakan hukum dinilai menurut
hukum dimana tindakan itu dilakukan (Locus Regit Actum).
Sehingga dalam hukum perdata internasional pun diatur bagi suatu
benda (badan hukum) yang melakukan kegiatan bisnis di suatu negara
seharusnya mengikuti pengertian lex situs dan lex sitae. Tetapi dalam
praktiknya perusahaan multinasional di Indonesia (badan hukum)
masih melakukan celah hukum untuk mengelakkan pajak di Indonesia,
padahal sudah jelas regulasi-regulasi mengenai hal ini.
3. Perusahaan Multinasional Sebagai Subjek Hukum
Pada zaman modern perusahaan-perusahaan multinasional secara
ekonomi tumbuh menjadi perusahaan-perusahaan yang berperan aktif
dalam ekonomi internasional, perusahaan multinasional ini tampak
sebagai pelaku utama dalam kekuataan ekonomi pada suatu negara.
Dalam perkembangannya semakin tingginya peran perusahaan
multinasional sebagai pelaku ekonomi dan politik dalam lingkup
internasional bukan hanya menghasilkan perubahan-perubahan. Disatu
sisi perusahaan multinasional adalah pelaku non negara, Karena
potensinya dapat mempengaruhi negara penananam modal dan negara
penerima modal dan tentu hal ini mempengaruhi ekonomi dan
kegiataan politik pada negara tersebut begitu juga dengan kegiatan
politik yang juga akan mempengaruhi pada kepentingan negara dan
masyarakat.58
Perusahaan multinasional mempunyai peranan yang besar dalam
transaksi bisnis, pendapatan penghasilan di lintas negara, perusahaan
58
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 178.
![Page 43: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/43.jpg)
34
multinasional mempunyai tanggung jawab sehingga baik tertulis
maupun tidak tertulis mendorong globalisasi ekonomi.59
Pada awal
abad ke- 21 perusahaan multinasional telah dipertimbangkan secara
yuridis untuk mempunyai hak dan kewajiban (artificial person) yang
diciptakan oleh hukum dan mempunyai hak dalam proses hukum.
Menurut Cynthia Day Wallace, dalam beberapa hal perusahaan
multinasional juga mempuanyai hak untuk menuntut dan hak subjek
yang dapat dituntut sebagai subjek hukum internasional (the principal
of international legal personal).60
Karena pada dasarnya perusahaan multinasional ini mengandung
arti perusahaan-perusahaan berupa pendirian anak atau cabang
perusahaan dimana akan dilakukannya penentuan negara yang akan
dijadikan lokasi penanaman modal asing langsung tersebut, beberapa
anak perusahaan ini biasanya berada di lokasi yang berbeda. Anak-
anak perusahaan tersebut berhubungan langsung dengan anak-anak
perusahaan lain atau cabang perusahaan lain karena adanya saling
membutuhkan baik untuk keperluan produksi, modal, teknologi dan
juga manajemen.61
Maka dari itu, perusahaan multinasional ini tidak
terlepas dari masalah-masalah hukum dan manajemen yang juga
dimiliki oleh perusahaan domestik. Menurut pernyataan Phillip C.
Jessup adanya upaya oleh perusahaan multinasional untuk
menyesuaikan diri dalam kegiatan bisnisnya terhadap berbagai sistem
hukum. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting, karena
perusahaan multinasional sebagai perusahaan yang dalam menjalankan
bisnisnya yang kompleks secara bersamaan harus berdasarkan suatu
59
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 179.
60 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 180.
61 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 183.
![Page 44: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/44.jpg)
35
sistem hukum, berbeda-beda menempatkan masalah-masalah khusus
bagi pemusatan suatu manajemen perusahaan multinasional.62
C. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Penelitian ini memiliki tinjauan kajian terdahulu, yakni:
a. Skripsi disusun oleh Vicensia Ardi P Fakultas Hukum Universitas
Indonesia Depok 2004. Berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri Berdasarkan Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan Australia”.
Penelitian ini lebih menjelaskan tentang penghindaran pajak
berganda (P3B) antara RI dan Australia dalam kegiatan usaha di
Indonesia dan bagaimana pengenaan WPLN (Wajib Pajak Luar
Negeri) untuk Negara Australia dan faktor- faktor pendukung
dalam teori Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
b. Skripsi disusun oleh Ayu Anggaraini Prodi Ilmu Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta
2012. Berjudul “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem
Peradilan Di Indonesia”. Penelitian ini menjelaskan tentang
peradilan pajak di Indonesia bagaimana pandangan peradilan pajak
sebagai peradilan khusus menurut pasal 27 Undang-Undang No. 48
Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan pandangan
peradilan pajak sebagai bukan peradilan khusus menurut
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara63
.
c. Buku yang berjudul “Hukum Pajak”, pengarang Erly Suandy.
Penerbit Salemba Empat pada tahun 2011. Buku ini menjelaskan
tentang Pajak dalam kaitannya dengan Hukum Pajak, Teori-Teori
Pemungutan Pajak, segala hal mengenai Perpajakan di Indonesia
62
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 181.
63 Ayu Anggaraini, “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h, 84.
![Page 45: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/45.jpg)
36
dan Internasional. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana
penetapan dan ketetapan pajak serta subjek-subjek pajak tersebut
dengan pembahasan yang luas dan sesuai dengan hukum yang ada.
Dalam buku segala aspek penunjang hukum pajak dijelaskan
secara luas seperti mengenai peradilannya dalam hukum pajak,
dalam hal hukum administrasi, hukum pidana, panitera, dll. Dan
juga dijelaskan pengertian umum hukum pajak tersebut, teori-teori,
asas-asas dan syarta-syarat dalam pemungutan pajak.
d. Jurnal hukum yang berjudul “Hukum Pajak dan Implementasinya
Bagi Kesejahteraan Rakyat”, pengarang Dwi Sulastyawati, jurnal
hukum yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Curup Bengkulu, tahun 2014. Pada jurnal ini membahas
tentang pengertian hukum pajak di Indonesia, bagaimana pajak
mempengaruhi sendi-sendi kesejahteraan masyarakat di Indonesia,
juga pajak sebagaimana instrument perekonomonian Negara dan
kontribusi utama pemasukan pemerintah. Tarif-tarif pajak yang
ditetapkan pemerintah dalam mengkategorikan setiap wajib pajak,
serta adanya saran upaya reformasi untuk perpajakan di Indonesia.
![Page 46: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/46.jpg)
37
BAB III
FAKTOR-FAKTOR HUKUM PAJAK DALAM PENGENAAN PAJAK
TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL
A. Sejarah Pajak Di Indonesia
Sejarah singkat pemungutan pajak berbeda pada setiap generasi,
umumnya difaktori dalam bidang kenegaraan maupun di bidang ekonomi
dan sosial. Pada mulanya, sistem pajak belum merupakan suatu pungutan,
hanya berdasarkan pemberian sukarela dari rakyat kepada raja dalam
kaitannya untuk memelihara dan menjaga kepentingan negara seperti,
menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar, membuat
jalan untuk umum, atau membiayai pegawai-pegawai kerajaan. Dan, bagi
penduduk yang tidak mampu membayar pajak mereka diwajibkan
melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa
hari lamanya dalam satu tahun.64
Pada awalnya, pajak dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa sekitar
abad XIX. Bukan dengan bentuk uang dan pungutan, tetapi dengan
menggunakan tenaga dari rakyat yang ditarik sebagai pajak oleh raja
dengan istilah kerja bakti atau gotong royong. Konon salah satu sejarah
mengenai adanya pengenaan pajak di Indonesia salah satunya sejarah
Pemberontakan Diponogoro, hal ini karena penyebab timbulnya
pemberontakan Diponogoro adalah beban pajak yang tinggi yang
dilakukan oleh Raja-raja di Jawa Tengah. Yaitu, seorang Sultan ke-2
Yogyakarta terkenal sebagai raja yang banyak mengumpulkan harta. Pos-
pos bea cukai (toll gatest) berdiri dimana-mana dan disewakan pada orang
China dan Eropa yang seenaknya memungut pajak atas barang-barang
yang keluar masuk.
Pangeran Diponogoro yang sangat memperhatikan nasib rakyatnya itu
melakukan protes dengan diangkatnya para pengumpul pajak dan
mengusulkan pada raja untuk mengurangi beban pajak pada rakyat. Pada
64
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 1.
![Page 47: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/47.jpg)
38
akhirnya pemberontakan Diponogoro meletus pada tahun 1825 dan
berlangsung sampai tahun 1830.65
Baru setelah terbentuknya negara-negara nasional dan adanya
pemisahan antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja,
pajak mendapat tempat yang lebih baik di antara pendapatan negara. Maka
dari itu, bertambahnya tugas-tugas negara utamanya untuk
mempertahankan hukum, ketertiban dan pertahanan, maka negara harus
mempekerjakan pegawai-pegawai seperti, tentara, polisi, hakim dan
pegawai sipil lainnya. Karena timbulnya peperangan antar negara maka
negara memerlukan biaya yang cukup besar. Sehubung dengan itu maka
pungutan yang bersifat sukarela ini berubah menjadi pungutan yang
ditetapkan secara sepihak oleh negara dan dapat dipaksakan.66
Pada hakikatnya pengaturan pajak akan berubah dari zaman ke zaman,
hal ini didasari keadaan baru yang sesuai dengan perkembangan
masyarakat. Bahkan dalam menentukan asas-asasnya pun sukar
ditentukan, tetapi bukan berarti termasuk perubahan dalam arti asas-
asasnya, hanya menyempurnakan pajak yang ada dan disesuaikan dengan
keadaan baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat khususnya
masyarakat wajib pajak. Apabila merombak sampai keakar-akarnya suatu
susunan pajak dan menggantinya dengan yang baru dengan tanpa
menimbulkan suatu akibat dalam bidang ekonomi keuangan adalah hal
yang sangat sulit dilakukan.67
Sebagian besar dari Undang-Undang Pajak yang berlaku sebelum
berlakunya undang-undang pajak nasional, adalah berasal dari Undang-
Undang pajak produk pemerintah Hindia Belanda. Undang-undang ini
banyak mengalami perubahan atau tambahan yang disusun dalam bahasa
Indonesia, mengingat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:
65
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 2.
66 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 2.
67 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.
![Page 48: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/48.jpg)
39
“Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.68
Pemerintah pada saat dulu menyadari bahwa Undang-Undang Pajak
peninggalan Hindia Belanda kala itu terlalu menitikberatkan pada hukum
barat dan sedikit sekali bahkan bisa dikatakan sedikit sekali tidak memuat
ketentuan-ketentuan Hukum Adat yang berlaku pada masa itu. Kemudian
pada tahun 1950, pemerintah membentuk “panitia perubahan sistem
pajak”. Panitia itu sendiri terdiri dari anggota-anggota parlemen dan
pejabat dari Departemen Keuangan dan dibantu oleh beberapa tenaga ahli.
Hasil kerja dari penitia tersebut tidak pernah diumumkan sampai
keluarnya Undang-Undang Pajak Nasional pada masa itu.69
Dalam pertimbangan yang dibuat oleh Undang-Undang Pajak
Nasional itu, bahwa ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh Pemerintah
Indonesia lewat undang-undang tersebut, yaitu sebagai berikut:70
1. Untuk meningkatkan sumber penerimaan negara dalam rangka
pembiyaan pembangunan pada masa itu, dimana sumber
penerimaan negara yang paling pokok adalah diharapkan dari
pungutan pajak.
2. Menggerakan masyarakat pada masa itu untuk turut berpartisipasi
dalam semua lapisan pajak. Dengan adanya gerakan partisipasi
tersebut diharapkan pemerintah Indonesia dapat mengumpulkan
wajib pajak apabila masih ada yang tidak atau belum
berpartisipasi, dimana wajib pajak tersebut seharusnya dapat
dikenakan berdasarkan undang-undang pajak kala itu.
3. Adanya penyederhanaan struktur pajak yang berlaku agar lebih
mudah pelaksanaannya dan juga penerapannya akan menjadi lebih
adil serta merata.
68
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.
69 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.
70 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 6.
![Page 49: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/49.jpg)
40
Salah satu lembaga di Indonesia yang mengatur penetapan pajak yaitu
Direktorat Jenderal Pajak Indonesia. Sebuah lembaga dibawah naungan
Kementerian Keuangan di Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan,
mengatur dan melaksanakan standardisasi teknis di bidang perpajakan.71
Lembaga ini juga memberikan fasilitas bagi masyarakat Indonesia dalam
menunaikan pajak-pajaknya. Dibantu oleh Kementerian Keuangan,
lembaga ini mempunyai wewenang kuat dalam menagih dan memberikan
SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) kepada wajib pajak dalam negeri
atau luar negeri menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
B. Profil Lembaga Direktorat Jenderal Pajak
Berikut adalah profil lemabaga Direktorat Jenderal Pajak Indonesia, fungsi
dan tugas lembaga tersebut:
1. Tugas dan Fungsi
Tugas Direktorat Jenderal Pajak seperti yang tertulis di Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan
Tata Cara Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.
Dalam menjalankan tugas pajak tersebut, fungsi Direktorat Jenderal
Pajak, yaitu:72
a. Perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;
c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pajak;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan;
e. Pelaksanaan administrasi DJP.
71
https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Pajak. Terakhir diakses 19 Maret
2018. 10.50 WIB.
72 http://www.pajak.go.id/content/tugas-dan-fungsi. Terakhir diakses pada 20 Maret
2018. 15.34 WIB
![Page 50: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/50.jpg)
41
2. Visi Misi Lembaga Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:73
a. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela
yang tinggi dan penegakan hukum yang adil;
b. Pelayanan berbasis teknologi modern untuk memudahkan
pemenuhan kewajiban perpajakan;
c. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten, dan professional; dan
d. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.
C. Faktor-Faktor Pendukung Pengenaan Pajak Terhadap Perusahaan
Multinasional
1. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah salah satu alat penegakan pajak yaitu
dilihat berdasarkan subjek pajak, Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai
pengertian yang tertulis di:
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan dalam:
a. Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi;
Yang menjadi subjek pajak adalah:‟
1) a) Orang pribadi
a. Warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan
yang berhak
2) badan;
3) bentuk usaha tetap
b. Pasal 2 ayat 1(a) yang berbunyi:
“Bentuk Usaha Tetap adalah subjek pajak yang perlakuan
perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan”.
c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (3):
73
http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi. Terakhir diakses pada 20 Maret 2019. 15.48
![Page 51: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/51.jpg)
42
“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
d. Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi:
“Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan
subjek pajak luar negeri”.
e. Pasal 2 ayat (3) butir (a) yang berbunyi:
“Subjek Pajak dalam negeri adalah: Orang pribadi yang bertempat
tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 (serratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak
berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal”
f. Pasal 2 ayat (3) butir (b) yang berbunyi:
“Subjek Pajak dalam negeri adalah: Badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2) Pembiayaannya bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah); dan
3) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
g. Pasal 2 ayat (4) butir (a) yang berbunyi:
![Page 52: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/52.jpg)
43
“Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat tinggal atau kedudukan di Indonesia,
tapi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap di Indonesia”.
h. Pasal 2 ayat (4) butir (b) yang berbunyi:
“orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal atau
kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia”.
i. Pasal 2 ayat (5) yang berbunyi:
“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal atau
kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan di Indonesia, seperti sesuai yang peneliti bahas, berikut
beberapa faktor bentuk usaha tetap yang tergolong bisnis:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;
![Page 53: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/53.jpg)
44
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
i. Pertambangan dan penggalian minyak dan gas bumi;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang
lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari
dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang
kedudukannya tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang
dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi
elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
j. Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-
12/PJ/2015 Tentang Penetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi
dan Tempat Kedudukan Badan:
“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan tempat
tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.”
Adanya suatu usaha dengan berbentukan badan tetap
mempermudahkan para aparatur penarikan pajak dalam menatapkan
Wajib Pajak pada orang/badan tersebut. Sesuai dengan teori asas
pemungutan pajak yaitu asas yuridis, hukum pajak harus berdiri atas
undang-undang. Dalam teori Adam Smith (1723-1790)74
. Dasar
74
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003), h, 27.
![Page 54: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/54.jpg)
45
orang/badan itu dapat dikenakan harus terang menderang, apa
subjeknya, objek, kepastian hukum ini sangat penting.
2. Wajib Pajak
Perpajakan merupakan sesuatu instrument negara yang bersifat
dinamis. Penerapannya harus senantiasa mengikuti perekonomian baik
dalam negeri ataupun internasional. Menurut Simon (2003) pengertian
kepatuhan pajak (wajib pajak) adalah wajib pajak mempunyai
kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.75
Kewajiban pajak tercapai dengan adanya teori tiga tahap, dari teori
ini dikenal pengertian sebagai berikut:76
a. Kewajiban pajak subjektif, artinya ia dapat dikenakan pajak karena
berdomisili di Indonesia.
b. Kewajiban pajak rill, artinya bentuk objek pajak yang dikenakan
memang terlihat atau nyata, objek itu memang kuat dan terdapat
diperundang-undangan, jika objek itu bukan termasuk golongan
objek pajak rill, artinya kewajiban pajak tidak bisa diterapkan pada
orang/badan tersebut.
c. Pajak akhirnya timbul setelah adanya pernyataan Surat Ketetapan
Pajak, baru disini akan timbul kewajiban orang/badan untuk
membayar pajak.
Wajib pajak mempunyai dua bentuk yaitu, kewajiban pajak
subjektif dan kewajiban pajak objektif. Berikut akan dijelaskan
pengertian-pengertiannya:77
1) Kewajiban Pajak Subjektif
Kewajiban ini merupakan kewajiban yang melekat pada diri
seseorang/badan, dimana timbul dan hapusnya tergantung pada
75
Erwin Harinurdin, “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”, Bisnis dan Birokrasi,
Jurnal Ilmu Adminstrasi dan Organisasi, XVII, 2 (Mei – Agustus, 2009), h, 96.
76 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum…h, 86.
77 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 87.
![Page 55: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/55.jpg)
46
domisilinya apakah di dalam negerti atau di luar negeri. Dalam hal
ini dapat diketahui bahwa Kewajiban Pajak Subjektif juga
berkesinambung dengan Asas Tempat Tinggal dan Asas
Kebangsaan. Pajak selalu kaitannya dengan sifat ekonomis, artinya
dimana orang/badan mendapatkan penghasilan dari usaha atau
pekerjaan yang ia terima di Negara Sumber dan ia memperoleh
harta kekayaan, kedua Asas ini sama-sama mengedepankan bahwa
orang/badan dapat dikenakan pajak karena jelas nyata orang/badan
tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Sumber (Indonesia).
Pada kaitannya dengan yang peneliti bahas, perusahaan
multinasional dasarnya adalah perusahaan asing, sistem dari
pendirian perusahaan karena adanya kegiatan Penanaman Modal
Asing di wilayah Indonesia, bagi perusahaan multinasional, jelas
status perusahaan tersebut merupakan Wajib Pajak Luar Negeri,
karena adanya suatu aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang
bukan uang dan mempunyai nilai ekonomis.
Mengenai wajib pajak luar negeri, orang/badan bisa dikenakan
pajak karena:78
a) memperoleh hasil dan barang tak bergerak yang terletak di
Indonesia.
b) Menjalakan sebuah perusahaan di Indonesia dengan status
pendirian tetap, tempat usaha tetap.
c) Mempunyai hak atas hasil barang tak bergerak di Indonesia.
Kewajiban pajak subjektif luar negeri ini mulai aktif pada saat
orang/badan tersebut mempunyai sumber-sumber seperti yang
diatas, atau karena adanya hubungan ekonomi yang lahir.
2) Kewajiban Pajak Objektif
Kewajiban ini timbul pada suatu objek dimana ditentukan di
Undang-Undang. Jika diperoleh hasil dari sumber yang berada di
78
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,, h…88.
![Page 56: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/56.jpg)
47
Indonesia sehingga karenanya lahir ekonomi dengan negara
tersebut. Pajak objektif pertama-tama melihat kepada objeknya
yang selain benda dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar
pajak. Kemudian akan dicari subjek nya untuk dapat menetapkan
orang/badan tersebut.
D. Kewajiban Perusahaan Multinasional Dalam Penetapan Pajak
Salah satunya ada faktor kenapa perusahaan multinasional itu dapat
dikenakan pajak karena adanya nilai ekonomi dari kegiatan perusahaan
tersebut, dimana perusahaan itu seperti yang sudah dibahas sebelumnya
melakukan usaha yang menyebabkan perusahaan tersebut mendapatkan
penghasilan dari Indonesia. Apabila diuraikan bagaimana perusahaan
multinasional dapat ditetapkan pajak, karena ada kegiatan penanaman
modal asing. Di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (6),
Penanaman Modal Asing mempunyai pengertian, perseorangan warga
negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang
melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.
Penanaman modal asing ini memberikan sebuah modal, dalam
bentuknya modal bisa apa saja, uang atau yang bukan uang. Tujuan
orang/badan melakukan penanaman modal asing ialah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini ada kaitannya dengan asas hukum
pajak, yaitu Asas Ekonomi. Yang dimaksud dengan Asas Ekonomi
Hukum Pajak artinya suatu asas yang mempunyai nilai dan adanya
pendapatan yang diterima oleh si Wajib Pajak orang/badan usaha tersebut.
Negara mempunyai suatu hak untuk mengawasi masuknya suatu
penanaman modal asing. Pada saat orang/badan asing masuk ke suatu
negara, baik itu perusahaan maupun perorangan beserta harta kekayaan
![Page 57: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/57.jpg)
48
maka ia seharusnya tunduk pada hukum negara penerima modal.79
Artinya, hal itu membentuk hukum dan sistem pajak yang secara
bersamaan dapat mendorong tumbuhnya ekonomi.
Yang menjadi objek pajak pada kegiatan perusahaan multinasional
atau disini melakukan kegiatan penanaman modal asing ialah penghasilan,
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa:
Pasal 4 ayat (1), yang menjadi objek pajak adalah suatu penghasilan, yaitu
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh
Wajib Pajak. baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
(orang/badan asing). Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
bentuk apapun, termasuk (dalam butir d ayat (1)) “d. keuntungan karena
penjualan atau karena pengalihan harta dalam (1). Keuntungan karena
pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
sebagai pengganti saham atau penyertaan modal”.
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang
menjalankan usahanya atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia.
Syarat-syarat atau pendukung orang/badan asing dapat dikenakan pajak
adalah sebagai berikut:
1. Ada Objek Pajak
Objek pajak ini merupakan objek yang mempunyai nilai ekonomis
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, kegiatan ini bisa berasal dari
Indonesia atau dari luar wilayah Indonesia. Objek ini bisa merupakan
uang atau yang bukan uang, seperti: jasa, royalty, bunga, dll. Dalam
hal ini pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tidak memperhatikan adanya
79
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, (Bandung: PT Alumni Bandung,
2011) h, 70.
![Page 58: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/58.jpg)
49
penghasilan dari sumber tertentu, asalkan ada kegiatan penghasilan
dari usaha yang dijalankan untuk menambah kemampuan ekonomis
Wajib Pajak.
2. Bentuk Usaha Tetap
Yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap ialah penghasilan
dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai. Jenis-jenis kegiatan bentuk usaha tetap ini bisa
dikategorikan kegiatan bentuk usaha dalam kegiatan penjualan barang,
atau pemberian suatu jasa di wilayah Indonesia dan dijalankan atau
dilakukan dalam bentuk usaha tetap di Indonesia.
Apabila ada orang/badan yang tidak membayar pajak, terutama
bagi para orang/badan wajib pajak luar negeri, yang mendirikan,
menjalankan, serta memiliki suatu usaha di Indonesia, bahkan
mendapatkan banyak penghasilan yang bersumber dari kegiatan
masyarakat Indonesia sebagai konsumen atau pengguna usaha tersebut.
Maka dari itu, adanya jenis-jenis objek yang bisa dijadikan sebagai alat
oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) dan status suatu usaha
sebagai Badan Usaha Tetap sangat mempengaruhi, karena pemerintah
dalam hal ini mempunyai fungsi budgeter.
Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya untuk sektor publik,
dan pajak-pajak disini adalah suatu alat (atau suatu sumber) agar para
pemilik perusahaan multinasional menunaikan kewajibannya untuk
membayar pajak ke kas negara. Pajak-pajak ini terutama akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran atau membiayai
investasi pemerintah yang nantinya akan menciptakan kesejahteran di
negara host country (negara penerima modal) dalam hal dimaksud
adalah Indonesia.80
80
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 212.
![Page 59: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/59.jpg)
50
BAB IV
PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL
OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
A. Ketidakpatuhan Subjek Pajak Perusahaan Multinasional
Subjek Pajak merupakan orang/badan hukum yang mempunyai
kewajiban dan hak dalam proses dan sistem hukum di Indonesia.
Pengertian subjek pajak adalah orang yang dituju atau jelas terdapat di
Undang-Undang yang dapat dikenakan pajak.
Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan
penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam Tahun Pajak.
Pengertian subjek pajak meliputi:81
1. Orang pribadi
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau
berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.
2. Badan
Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang KUP (Ketentuan
Umum Perpajakan), bahwa pengertian badan adalah sekumpulan
orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan
usaha maupun tidak melakukan usaha meliputi Perseroan Terbatas,
Perseroan Komanditer, dan Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Firma,
Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan,
Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau
Organisasi Sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan Badan
lainnya. Khusus masalah Subjek Pajak adalah perkumpulan yang
menjalankan usaha atau tidak menjalankan usaha tetapi
mempunyai kegiatan memperoleh penghasilan.
81
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002),
h, 55.
![Page 60: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/60.jpg)
51
3. Bentuk Usaha Tetap
Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk
usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini
ditentukan atau dianggap sebagai Subjek Pajak tersendiri yang
terpisah dari badan, tetapi perlakuan perpajakannya disamakan
dengan Subjek Pajak Badan Hukum. Walau begitu, Badan Hukum
dan Bentuk Usaha Tetap memperoleh pengertian yang berbeda.
Pada pengertian Hukum Bisnis, Subjek Hukum adalah sesuatu yang
bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban (memiliki hak dan
kewajiban), dan yang dinamakan subjek hukum antara lain:82
1. Manusia atau orang pribadi (naturlijke person)
2. Badan Hukum (rechts person)
Subjek Hukum orang akan berkaitan dengan syarat orang tersebut
harus mempunyai kedewasaan untuk menentukan kemampuannya
bertindak secara hukum atau dengan kata lain, Subjek Hukum Orang harus
mempunyai syarat dirinya cakap hukum.
Sedangkan, Badan Hukum (recht person) dianggap sebagai Subjek
Hukum dan boleh melakukan perbuatan hukum sesuai dengan Undang-
Undang Badan Hukum tersebut. Misalnya, suatu perseroan terbatas
dianggap mampu melakukan perbuatan hukum untuk mendirikan
perusahaannya. Terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku untuk Subjek
Pajak Badan Hukum, seperti perseroan. Yang berlaku baik terhadap warga
negara Indonesia maupun warga negara asing (yang tinggal lebih dari 183
82
Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis,
(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), h, 5.
![Page 61: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/61.jpg)
52
hari dan atau menetap di Indonesia). Jenis-jenis pajak yang dipungut untuk
Subjek Pajak Badan Hukum, antara lain:83
1. Pajak Perseroan dan termasuk Badan-badan Hukum lainnya
Terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku untuk perseroan,
badan-badan lainnya, dan juga bentuk usaha tetap (BUT) baik resident
maupun non-resident. Jenis pajak yang dipungut:
a. Pajak atas keuntungan
Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 5 yaitu
yang menjadi Objek Pajak pada Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu:84
a. Penghasilan yang diperoleh dari kegiataan-kegiatan dari Bentuk
Usaha Tetap dari harta yang dimiliki, tak pandang dimana
penghasilan itu diperoleh. Karena Bentuk Usaha Tetap
merupakan wajib pajak negeri maka dengan sendirinya semua
hasil yang diperoleh dari kegiatan Bentuk Usaha Tetap baik yang
diperoleh dari Indonesia maupun yang diperoleh dari luar negeri
merupakan penghasilan kena pajak. Penghasilan yang diperoleh
di Indonesia lebih mudah dijelaskan jika dikaitkan dengan sumber
penghasilan yang diperoleh atau diterima di Indonesia. Demikian
juga berlaku penghasilan yang diperoleh atau diterima dari luar
negeri.
b. Dianggap sebagai penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia ialah penghasilan yang didapatkan:
1) Induk perusahaan di luar negeri.
2) Badan lain di luar negeri yang mempunyai hubungan dengan
induk perusahaan dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia dari kegiatan atau penjualan barang atau pemberian
83
Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung
Di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h, 77.
84 Rochmat Soemitro, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, (Bandung: PT Eresco, 1993), h,73.
![Page 62: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/62.jpg)
53
jasa yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) di
Indonesia.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, terkait kepada kasus Perusahaan
Multinasional Google Asia Pasific Pte Ltd di Indonesia bahwa Perusahaan
Multinasional Google merupakan Subjek Pajak dilihat dari peraturan-
peraturan perpajakan di Indonesia.
Melakukan kegiatan usaha di Indonesia dengan melakukan kegiatan
Penanaman Modal Asing pada September 2011, mendapatkan penghasilan
dari kegiatan bisnisnya di Indonesia yaitu penghasilan dari pemasaran
iklan-iklan di Indonesia. Dan adanya, kantor perwakilan Google di Jakarta.
Google mengelakkan pajak dengan tidak membayar pajak atas
usahanya. Tetapi pada pada tahun 2017, Google menyetujui kesepakatan
terhadap Direktorat Jenderal Pajak untuk membayar pajak, jenis pajak
yang dibayar adalah Pajak Penghasilan.
Selain Indonesia yang mampu menetapkan pajak terhadap perusahaan
asing/perusahaan multinasional Google, beberapa negara yang juga
berhasil menetapkan pajaknya terhadap Perusahaan Google adalah Inggris,
India dan Australia.85
Diketahui bahwa Perusahaan Google di Indonesia mempunyai kantor
perwakilan di Indonesia, PT Google Indonesia yang berada dibawah
Google Asia Pasific Pte. Ltd.
Perusahaan Google di Indonesia mengelak melakukan pajak kepada
pemerintah Indonesia karena enggan untuk dianggap sebagai Bentuk
Usaha Tetap. Yang dimana Bentuk Usaha Tetap ini jelas tertulis di
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Keinginannya untuk tidak membayar pajak karena Perusahaan Google
beralasan bahwa kantornya berada di Singapura.
85
Google Akhirnya Bayar Pajak Sesuai Aturan Indonesia, CNN Indonesia; Ekonomi
https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20171130155839-532-259271/google-akhirnya-bayar-pajak-
sesuai-aturan-indonesia. Diakses pada 21 May 2018. 15.39.
![Page 63: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/63.jpg)
54
Sejumlah laman media dan internet, sudah memastikan bahwa Google
mempunyai kantor perwakilan yang berlokasi di Pacific Century Place
Tower Level 45 SCBD Jl. Jend. Sudirman, No. 53, RT.5/RW.3. Senayan,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kantor perwakilan ini pun sudah dianggap sebagai adanya bentuk atau
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh Perusahaan Google di Indonesia.
Selain faktor adanya Kantor Perwakilan juga adanya status Perusahaan
Google sebagai PT di Indonesia.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Perseroan Terbatas
(PT) adalah atau yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-
undang serta peraturan pelaksanannya.
Pada hukum perseroan pun dibahas tentang Tempat Kedudukan (Zetel,
Domicile), karena tempat kedudukan hukum melekat kepada ketentuan
hukum itu sendiri, Tempat kedudukan perseroan terbatas harus berada
dalam “wilayah” Negara Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini,
tidak diperbolehkan tempat kedudukan Perseroan di luar wilayah negara
Republik Indonesia. Yang diperbolehkan didirkan di luar wilayah Negara
Republik Indonesia adalah cabang atau kantor perwakilan
(representative).86
Di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara perpajakan PT (Perseroan Terbatas) termasuk
kategori Subjek Pajak Badan. Perseroan Terbatas (PT) dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT) sekali lagi mempunyai pengertian yang berbeda tetapi dalam
menetapkan pajaknya dipersamakan.
86
M. Yahya Harapah, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h, 102.
![Page 64: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/64.jpg)
55
Google menolak untuk menjadi BUT (Bentuk Usaha Tetap)
sebagaimana perusahaan Indonesia yang seharusnya. Sedangkan didalam
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal
2 ayat (5) butir (c), berbunyi: (c) kantor perwakilan.
Tidak semua kantor, gedung atau tanah dapat dikenakan pajak.
Pengenaan pajak itu dapat bekerja jika terdapat atau diketahui memperoleh
penghasilan di wilayah Negara Republik Indonesia. Maka, perpajakannya
terhadap perusahaan-perusahaan yang membangun/menyewa kantor
perwakilan, gedung kantor, cabang perusahaan hanya bisa dikenakan pajak
jika memperoleh atau mendapatkan penghasilan di Indonesia, juga
menjalankan kegiatan bisnisnya yang bersifat ekonomis di Indonesia.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan pun dituliskan bahwa Penghasilan merupakan suatu Objek
dalam Pajak. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
berbunyi: “Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak. Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang
dapat dipakai untuk Konsumsi atau menambah Kekayaan Wajib Pajak
yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Undang-
Undang Pajak Penghasilan ini menganut prinsip perpajakan atas
penghasilan dalam pengertiannya yang luas, yaitu Pajak dikenakan atas
setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat digunakan untuk konsumsi
atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Selain Penghasilan yang
dijadikan tolak ukur dalam pengenaan pajak ini, ada hal lain yaitu
kemampuan ekonomis yang diterima Subjek Pajak. Arti dari kemampuan
ekonomis ini merupakan tambahan penghasilan yang diterima atau
diperoleh yang dapat digunakan untuk Subjek Pajak. Berikut apa saja
tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak penghasilan dapat
dikelompokkan menjadi:
![Page 65: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/65.jpg)
56
1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan
bebas seperti, Gaji, Honorarium, Penghasilan dari Praktek Dokter,
Notaris, Aktuaris, Akuntan, Pengacara, dan sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak
bergerak, seperti Bunga, Dividen, Royalti, Sewa dan Keuntungan
Penjualan Harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.
4. Penghasilan lain-lain, seperti Pembebasan Utang dan Hadiah.
Jadi, jika Subjek Pajak (dalam hal ini Perusahaan Google di
Indonesia) dan Objek Pajak (dalam hal ini Penghasilan) terpenuhi maka
kedua syarat itu dianggap dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak.
Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan, Pasal 1 ayat (2) berbunyi:
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayaran pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008
Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 2 ayat (1)
berbunyi:
Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Kasus lain yang menguatkan bahwa banyaknya perusahaan
multinasional di Indonesia yang melakukan celah hukum untuk tidak
membayar pajak adalah perusahaan Over The Top (OTT), pada perusahaan
Google pun, perusahaan ini juga bagian dari Over The Top (OTT). Surat
Edaran Nomor 3 Tahun 2016 Terkait Penyediaan Layanan Aplikasi
![Page 66: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/66.jpg)
57
dan/atau Konten Melalui Internet atau dapat disebut sebagai (Over The
Top). Menurut Kominfo, berikut definisi-definisi tentang Over The Top:
Definisi Penyediaan Layanan Aplikasi Dan/Atau Konten Melalui
Internet (Over The Top):
5.1.1 Layanan Aplikasi Melalui Internet adalah pemanfaatan jasa telekomunikasi melalui jaringan
telekomunikasi berbasir protokol internet yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam
bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, dan daring percakapan (chatting), transaksi
finansial dan komersial, penyimpanan (game), jejaring dan media sosial, dan turunannya.
5.1.2 Layanan Konten Melalui Internet adalah penyediaan semua bentuk informasi digital yang terdiri dari
tulisan, suara, gambar, animasi, music, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian
dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download)
dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasis protokol
internet.
5.2 Penyedia Layanan Over The Top berbentuk perorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha
Indonesia yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.
5.3 Penyedia Layanan Over The Top ketentuan sebagaimana disebut dalam pada angka 5.2, Layanan
Over The Top dapat disediakan oleh perorangan atau badan usaha asing dengan ketentuan wajib
mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap didirkan berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Sejenis dengan perusahaan Google, Facebook pun juga merupakan
perusahaan Over The Top. Facebook sendiri diketahui mulai membuka
kantor perwakilannya di Indonesia sejak Maret 2014. Kantor perwakilan
facebook di Mal Pasific Place yang berlokasi di Sudirman Central
Business District (SCBD), Jakarta Selatan.
Perusahaan Facebook sendiri jenisnya masih kantor perwakilan
atau repsentative office (rep office)87
. Perusahaan Facebook sudah
terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing, namun hanya sebagai „rep
office‟ dari perusahaaan Facebook di Singapura. Perusahaan Facebook
87
Menkeu: Yahoo dan Google Sudah Berbentuk BUT, Facebook dan Twitter Masih „Rep
Office‟https://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/06/1915115026/Menkeu.Yahoo.dan.Goo
gle.Sudah.Berbentuk.BUT.Facebook.dan.Twitter.Masih.Rep.Office. Diakses pada 22 May 2018.
05.15
![Page 67: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/67.jpg)
58
terdaftar sebagai „rep office‟ di Indonesia pada 10 Februari 2014. Dalam
menjalankan usahanya atau bisnisnya, perusahaan Facebook bertindak
sebagai dependent agent dari Facebook Singapura. Penghasilan yang
diperoleh dari perusahaan Facebook dari jasa periklanan, tetapi perusahaan
masih dalam pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak.
Sejalan dengan regulasi atau peraturan-peraturan yang terdapat di
Undang-Undang, disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) yang menguraikan
Bentuk Usaha Tetap yang tergolong bisnis, yaitu:
1. Tempat kedudukan manajemen;
2. Cabang perusahaan;
3. Kantor perwakilan;
4. Gedung kantor;
5. Pabrik;
6. Bengkel;
7. Gudang;
8. Ruang untuk promosi dan penjualan;
9. Pertambangan dan penggalian minyak dan gas bumi;
10. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan;
11. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
12. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka
wakti 12 (dua belas) bulan;
13. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya
tidak bebas;
14. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia;
15. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,
disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk
menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
![Page 68: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/68.jpg)
59
Uraian-uraian Bentuk Usaha Tetap yang tergolong bisnis ini sudah
diatur di dalam Undang-Undang kepada setiap orang pribadi atau badan
yang melakukan kegiatan bisnis di Indonesia yang bersifat ekonomis.
Tetapi, Bentuk Usaha Tetap ini dapat dikenakan pajak jika terjadi atau
jelas menjalankan usaha dan memperoleh penghasilan darimana pun
asalnya.
Untuk jenis-jenis badan yang dianggap sebagai Subjek Pajak
adalah suatu bentuk usaha atau bentuk non-usaha meliputi:
1. Perseroan Terbatas;
2. Perseroan Komanditer;
3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun;
4. Persekutuan;
5. Perseroan atau perkumpulan lainnya;
6. Firma;
7. Kongsi;
8. Perkumpulan Koperasi;
9. Yayasan;
10. Lembaga;
11. Dana Pensiun;
12. Bentuk Usaha Tetap;
13. Bentuk Usaha Lainnya.
Dan pada akhirnya jelas, terkait Perusahaan Multinasional Google
dan Facebook di Indonesia melakukan pengelakkan pajak atau celah
hukum agar perusahaannya tidak membayar pajak di Indonesia.
Untuk sebagai Orang Pribadi saja kita dimintakkan kewajiban
untuk membayar pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak
Kendaraan Bermotor (untuk Subjek Pajak yang mempunyai kendaraan),
dan Pajak Penghasilan (PPh) pada NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).
Maka sudah sangat jelas jika kepada perusahaan asing dan
perusahaan besar dimintakkan pertanggungjawaban lebih sebagai pelaku
![Page 69: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/69.jpg)
60
usaha, perusahaan yang berbentuk Bentuk Usaha Tetap, dan masih banyak
badan-badan hukum yang dapat dikenakan pajak.
Sudah sewajarnya untuk perusahaan Google dan Facebook
mentaati peraturan-peraturan atau regulasi yang ada di Indonesia, sebagai
Subjek Hukum yang kuat harus sepatutnya mengikuti dimana
perusahaan/Subjek Hukum itu berdiri.
Pada Asas Yuridiksi Pemungutan Pajak jelas diuraikan terkait
Subjek Pajak, orang pribadi/badan yang dapat dikenakan pajak pada BAB
II penelitian ini. Yuridiksi Pemungutan Pajak merupakan salah satu alat
penegakkan pajak yang dilihat dari dan berdasarkan pada tempat tinggal
seseorang/badan, berdasarkan kebangsaan seseorang/badan, dan
berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh.
Dan, perusahaan Google juga perusahaan Facebook sudah
mengikuti atau memenuhi syarat-syarat sebagai Subjek Pajak Badan di
Indonesia. Dimana perusahaan Google melakukan Penanaman Modal
Asing (melakukan investasi modal), mendapatkan penghasilan dari
pemasaran iklan di Indonesia (sesuai dengan Teori Internaliasasi
Penanaman Modal Asing), mempunyai kantor perwakilan di Jakarta, sudah
berbentuk sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan sudah berbentuk
sebagai PT Google Indonesia atau anak perusahaan dari perusahannya di
Singapura, Googlr Asia Pasific Pte Ltd. Dan perusahaan Facebook tercatat
sebagai „rep office‟ atau kantor perwakilan pada 2014 di Jakarta,
memperoleh penghasilan dari iklan-iklan Indonesia.
Maka sudah sepatutnya perusahaan-perusahaan multinasional ini
untuk patuh terhadap regulasi atau peraturan-peraturan Negara Republik
Indonesia jika dilihat dengan Asas Sumber, yaitu merupakan asas
pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan
itu berada atau diperoleh. Apabila suatu sumber penghasilan berada di
suatu negara (dalam hal ini di Indonesia) maka negara tersebut berhak
memungut pajak kepada setiap orang pribadi/badan yang memperoleh
![Page 70: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/70.jpg)
61
penghasilan dari tempat (negara) atau sumber penghasilan tersebut
diperoleh dan diterima.
B. Pengaturan Penetapan Pajak Penghasilan Terhadap Perusahaan
Multinasional
Dasar hukum bagi perusahaan multinasional dapat ditetapkan pajak
karena perusahaan tersebut mendapatkan suatu penghasilan atau adanya
nilai ekonomi dari kegiatan usaha tersebut. Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,
menyebutkan:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (3) dijelaskan bahwa:
“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,
firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,
yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.
b. Dan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan Pasal 5 dijelaskan bahwa:
“Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan atau melakukan kegiatan di
Indonesia”.
![Page 71: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/71.jpg)
62
Yang dimaksud bentuk usaha tetap dalam Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan ialah bentuk usaha tetap
mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business),
objek yang dapat berupa tanah atau gedung termasuk juga mesin-mesin,
peralatan-peralatan, gudang atau komputer atau agen elektronik atau
peralatan otomatis yang dimiliki maupun disewakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan atau aktivitas usaha
melalui internet. Tempat usaha tersebut bisa bersifat permanen dan untuk
menjalankan usaha bagi orang pribadi/badan yang tidak didirikan dan
tidak berkedudukan di Indonesia.
Prinsip-prinsip dalam sistem pemungutan pajak menurut Undang-
Undang Pajak Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata
Cara Perpajakan, menyebutkan prinsip-prinsip itu adalah:88
1. Bahwa pemungutan pajak berdasarkan undang-undang pajak
nasional (dalam hal ini yang berlaku Undang-Undang Pajak
Nomor 28 Tahun 2007) merupakan perwujudan dan
pengabdian dan adanya peran serta wajib pajak untuk secara
langsung melaksanakan kewajibannya untuk pembiayaan
negara dan pembangunan. Adanya hak mencari dan
memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa
kewajiban itu dalam bentuk pajak untuk membangun negara
dalam meningkatkan kesejehateraan umum.
Dalam penafsiran hukum pajak, bahwa barang siapa ingin
melaksanakan berlakunya peraturan-peraturan hukum, ia pertama-tama
harus memperhatikan dua hal yang sangat penting. Yaitu pengetahuan
tentang peristiwa-peristiwa dan pengetahuan tentang kaidah hukum itu
sendiri. Kaidah hukum merupakan segala peraturan yang ada dibuat secara
resmi oleh pembuat undang-undang tersebut, dan sifatnya mengikat dan
memaksa, bagi setiap orang harus ditaati jika tidak seseorang tersebut akan
88
H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 7.
![Page 72: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/72.jpg)
63
dikenakan sanksi. Mungkin telah diketahui oleh umum bahwa setiap
kaidah hukum itu selalu mengandung arti yang dalam; dan barang siapa
hendak mengetahui dengan sungguh-sungguh arti yang terkandung
didalamnya, ia dapat menempuh dua cara. Cara pertama ialah harus
berusaha mencoba menyelami, gambaran apakah yang (pada waktu
dibuatnya Undang-Undang tersebut), penjelasan ini ada pada mereka yang
membentuk Undang-Undang itu, untuk dapat mengusut apa yang
sebenarnya dimaksud dengan Undang-Undang tersebut yaitu dengan
mengusut sejarahnya atau yang disebut Interprestasi Subjektif. Cara ini
tidak bekerja bila tidak ada Interpestasi Objektif. Interprestasi Objektif
adalah menelaah arti dari undang-undang itu menurut bahasa lazim yang
dipergunakan. Jadi, cara pemakaian cara subjektif dan cara objektif ini
bersama-sama, jadi bukan hanya subjektifnya saja, atau objektifnya
masing-masing tersendiri. Dan, undang-undang bisa menjadi merupakan
suatu peristiwa baru. Oleh karena kaidah-kaidah hukum yang dinyatakan
dalam suatu pasal dari sebuah undang-undang itu satu sama lain
mempunyai hubungan yang erat, sebagaimana juga halnya dengan apa
yang ditulis dalam undang-undang, sehingga kesemua ini merupakan
keseluruhan yang sistematis. Atau bisa disebut Penafsiran Secara
Sistematis.
Penafsiran secara sistematis merupakan cara bagi kita untuk
melihat undang-undang dengan sebuah peraturan. Kata-kata dalam sebuah
peraturan ditafsirkan dalam hubungannya dengan kalimat yang
bersangkutan (tulisan di undang-undang tersebut). Jadi, penafsiran ini
ialah suatu cara yang berdasarkan atas kenyataan, bahwa undang-undang
merupakan suatu sistem, bahwa kaidah-kaidahnya mempunyai hubungan
satu sama lain yang logis, dan bahwa undang-undang itu sendiri
mempunyai hubungan yang erat pula dengan yang lain-lain sehingga
seluruh perundang-undangan merupakan suatu sistem juga.89
89
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003), h, 165
![Page 73: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/73.jpg)
64
Kembali kepenjelasan awal, bahwa secara harfiah pengenaan pajak
terhadap orang/badan karena bisa ditentukan apa objek pajaknya
(Peraturan Undang-Undang) dan syarat subjektif (siapa yang dibebani
dalam kewajiban ini).
Kembali pada teori pajak yang digunakan yaitu, Teori Kewajiban
Mutlak dimana negara adalah organisasi yang mempunyai hak dan tugas
untuk menyelenggarakan kepentingan umum untuk masyarakat. Salah
satunya, dengan pembayaran pajak yang dilakukan oleh para pemilik
perusahaan multinasional. Ini jelas merupakan kegiatan ekonomi dimana
perusahaan-perusahaan tersebut melakukan usaha yang mengakibatkan
adanya keuntungan yang diperoleh di Indonesia. Berkaitan dengan Asas-
Asas Pemungutan Pajak, yaitu Asas Yuridis segala pemungutan pajak
harus didasarkan oleh Undang-Undang. Dengan begitu, Undang-Undang
tersebut diatas dapat dijadikan suatu alat oleh pemerintah dalam
menetapkan pajak kepada wajib pajak.
Didalam pembahasan ini, peneliti lebih mengerucu terhadap
Undang-Undang yang mendukung bagaimana penetapan perusahaan
multinasionalnya itu dapat berlaku, seperti dijelaskan sebelumnya,
bahwasannya pengertian perusahaan multinasional ialah perusahaan yang
menjalankan usahanya atau kegiatan di berbagai negara termasuk di
Indonesia. Artinya, kegiatan perusahaan multinasional ini mempunyai
kemampuan untuk mengkordinasikan atau mengawasi aktivitas-aktivitas
antara perusahaan-perusahaan di lebih satu negara.90
Jadi, sudah
selayaknya jika perusahaan multinasional ini diberikan pengenaan pajak
dari pemerintah jika dilihat dari penjelasan Yuridiksi Pemungutan Pajak,
yaitu Asas Sumber dimana:91
90
An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, (Bandung: PT. Alumni Bandung
2011) h, 153.
91 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta: Salemba Empat, 2007)
h, 18.
![Page 74: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/74.jpg)
65
“Asas Sumber merupakan asas pemungutan pajak yang didasarkan
pada sumber atau tempat penghasilan itu berada. Apabila suatu sumber
penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut berhak
memungut pajak kepada setiap orang/badan yang memperoleh penghasilan
dari tempat atau sumber penghasilan tersebut”.
Oleh karena penjelasan diatas, adanya Asas Sumber dari Yuridiksi
Pemungutan Pajak bisa dijadikan suatu alat bagi Fiskus untuk menetapkan
pajak kepada perusahaan multinasional. Dalam Pajak Penghasilan harus
dicari subjeknya (siapa yang dibebani dalam pajak ini) dan harus pula
ditentukan apa objek pajaknya (Peraturan Perundang-undangan); ialah
karena suatu peraturan menentukan, bahwa keharusan membayar pajak
penghasilan dibebankan kepada setiap orang yang memenuhi dua syarat,
yaitu:92
1. Subjektif:
Jadi, siapa yang dibebani keharusan ini. Yang dinamakan pajak
subjektif ialah pajak yang memperhatikan pertama-tama
keadaan pribadi Wajib Pajak.
2. Objektif:
Apakah Wajib Pajak orang/badan tersebut berpenghasilan
seperti yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Penghasilan.
Alat objektif adalah untuk menentukan pajaknya, apakah
penghasilan, kekayaan seseorang atau keduanya.93
Bagi pajak objektif pertama-tama melihat kepada objeknya
yang selain benda, dapat pula berupa, suatu keadaan,
perbuatan, atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya
kewajiban membayar, barulah dapat dicari subjeknya
(orang/badan hukum tersebut yang berkewajiban membayar
92
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 47.
93 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 76.
![Page 75: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/75.jpg)
66
pajak), dengan tidak membedakan apakah subjek ini
berkediaman di Indonesia ataupun tidak.94
Seperti yang dipaparkan diatas, bahwa tidak perduli siapa
subjeknya, orang/badan yang berkedudukan di Indonesia maupun tidak,
tetap dapat dikenakan pajak asalkan ada suatu objek yang mempunyai
nilai ekonomi di Indonesia, dan atas objek tersebut tercapailah suatu
penghasilan kepada subjek tadi. Jika, salah satu dari kedua syarat ini
terpenuhi, maka timbulah kewajiban membayar pajak penghasilan kepada
yang bersangkutan. Bila, dalam pajak penghasilan terdapat ketentuan-
ketentuan bahwa Wajib Pajak baru dapat dikenakan pajak atas
penghasilannya bila memenuhi syarat-syarat diatas. Fiskus (Orang yang
memungut pajak) dapat berkerja bilamana ia mempunyai alat-alat
keterangan tentang hal ini semua, misalnya faktor dimana Wajib Pajak
tersebut tinggal atau apakah ia mempunyai penghasilan yang memenuhi
syarat-syarat tadi.
Pajak Objektif menguraikan faktor-faktor Pajak Subjektif dapat
dikenakan pajak, berikut uraiannya:95
1. Keadaan
Adanya peraturan dalam negara tersebut yang menimbulkan
orang/badan (subjek pajak) dikenakan pajak penghasilan.
Dalam hal yang dimaksud adalah Undang-Undang. Yang
sering terjadi adalah karena keadaan, seperti pajak-pajak yang
sangat penting untuk dipungut (Pajak Penghasilan atau atas
suatu kekayaan), dikenakan atas keadaan-keadaan ekonomis si
wajib pajak.96
\
2. Perbuatan-perbuatan
Dalam pajak penghasilan, adanya usaha yang menimbulkan
kegiatan ekonomi yang dilakukan wajib pajak, sehingga
94
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 90.
95 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 91.
96 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 116.
![Page 76: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/76.jpg)
67
orang/badan tersebut menghasilkan suatu pendapatan untuk
kekayaan dirinya/usahanya.
3. Peristiwa
Kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan perusahaan
multinasional menyebabkan adanya peristiwa yang akhirnya
home country (negara pemilik modal) harus membayar pajak di
host country (negara penerima modal).
Pembagian Pajak Subjektif dan Pajak Objektif ini juga suatu ajaran
menurut Prof. Adriani penting dalam hukum pajak untuk dapat menjawab
pertanyaan sampai batas-batas apa mengenai kekuasaannya dalam
memungut pajak pada wajib pajak. Dapat juga dirumuskan sebagai
berikut: Pajak Subjektif titik tangkap utamanya adalah orang/badan; untuk
Pajak Objektif titik tangkap utamanya adalah kebendaan/objek (benda,
keadaan, peristiwa, keadaan).
Adapun keuntungan dari pembedaan ini terletak dalam:97
1. Bidang Penaksiran, yaitu karena diketahui titik tangkapnya,
maka maksud pembuat undang-undang mudah ditafsirkan.
2. Bidang Yuridiksi, yaitu bila ada soal tentang “Termasuk dalam
kompetensi apa negara suatu pajak dapat dipungut?
Jawabannya setiap negara memungur pajak subjektif dari
penduduk, juga bukan dari penduduk yang mempunyai
kewarganegaraan negara itu (asalkan undang-undang yang
bersangkutan menganut asas kebangsaan); sedangkan dapat
dipungut oleh suatu negara jika objeknya (perbuatan, peristiwa,
keadaan) yang berlangsung di dalam wilayah negara itu, tanpa
harus mempersoalkan dimana orang/badan/subjeknya tinggal.
Apa yang terjadi terhadap perusahaan multinasional yang
dikenakan pajak, karena di Indonesia ada istilah tentang Hukum Positif
yang berarti hukum yang berlaku pada waktu sekarang (dan hal ini di
97
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 93.
![Page 77: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/77.jpg)
68
Indonesia).98
Di dalam kedaulatan dalam lapangan pajak pun ada terdapat
suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai
kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-
kepentingan rumah tangganya sendiri.99
C. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Dalam Pengenaan Pajak
Terhadap Perusahaan Multinasional
Dalam aktivitas ekonomi, pemasukan pajak kepada kas negara
sangat berpengaruh terhadap pembangunan-pembangunan bagi
kepentingan umum. Pada dasarnya, untuk Wajib Pajak (Orang/Badan)
yang tidak mematuhi atau mengelakkan suatu pajak, dengan alasan Wajib
Pajak tersebut mengira bahwasannya negara mengambil keuntungan dari
penghasilan yang diterimanya. Padahal sebenarnya, dialah yang
mengambil uang dari warga-warga lain sehingga terciptalah sebuah
kegiatan ekonomi keuntungan dan pemasukan ke usahanya. Oleh karena
itu, negara sebagai pengatur yang berdasarkan Undang-Undang harus
memintakan pengorbanan lain kepada Wajib Pajak tersebut dengan cara
memungut pajak yang ke-sejehteraannya kembali untuk masyarakat.
Maka bagi Wajib Pajak (orang/badan) kewajiban-kewajiban yang
timbul dalam hukum pajak harus dipenuhinya. Penagihan pajak yang
dilakukan oleh Fiskus (orang yang memungut pajak) juga sering sekali
mengalami penghambatan, dimana pembuat undang-undang pajak harus
memperhatikan bila ada kemungkinan, bahwa tidak semua wajib pajak
bisa memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dengan baik dan
sukarela. Dengan demikian, jika peraturan tersebut ingin dipenuhi dengan
itikad baik dari wajib pajak, harus berupaya tegas dalam peraturan-
peraturan tentang tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh Fiskus (orang
yang memungut pajak) bilamana diperlukan untuk memaksa bagi Wajib
98
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 60.
99 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 226.
![Page 78: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/78.jpg)
69
Pajak (orang/badan) yang tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya yang
timbul dari undang-undang.
Secara filosofis hukum hadir sebagai aturan-aturan yang terjadi
ditengah masyarakat, hukum diciptakan sebagai pengatur kehidupan
masyarakat, agar masyarakat dapat merasa adil dan dilindungi dalam
kepentingannya. Hukum juga bertujuan untuk memberikan manfaat
kepada warganya. Dalam perspektif hukum lain, yaitu hukum di dalam
syariat islam, pengaturan tentang pajak ini juga diatur pada Al-Qur‟an
surat At-Taubah ayat 29 mengenai pajak
Allah Subhanahu wata‟ala berfirman:
ورسوله ول يدينون دين الحق هن قاتلوا الذين ل يؤهنون ب م للا هون ها حز ول باليوم الخز ول يحز الل
الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهن صاغزون
Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada
Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak
mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang)
yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah
dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”
Kata ”Jizyah” pada kalimat diatas sama dengan artinya dengan
“Pajak”. Jika dilihat Al-Qur‟an dan terjemahannya oleh Departemen
Agama RI terbitan PT. Syaamil Bandung. Walau begitu, tidak semua
ajaran menyebutkan bahwa “Jizyah” adalah “Pajak”.
Selain sebagai fungsi “burgeter” atau yang sudah penulis uraikan
bahwa fungsi burgeter atau fungsinya untuk sektor publik. Sektor publik
sendiri mengandung pengertian di KKBI; lingkungan sesuatu usaha (bila
dalam kaitannya dengan ekonomi). Maka dari arti publik, menjelaskan
adanya masyarakat atau khalayak umum.
Pada pemungutan pajak, dijelamakan sebagai cara untuk mencapai
maksud sosial atau ekonomis tertentu, yaitu dalam hal ini khusus ditujukan
![Page 79: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/79.jpg)
70
kepada pelaku usaha.100
Tentang hal ini, dipelopori oleh Ajaran Adolf
Wagner, seorang guru besar di Berlin (±1880), ia mengatakan pada pajak
yang diundang-undangkan suatu negara dengan maksud semata-mata
untuk mencapai tujuan ekonomis tertentu.101
Selanjutnya diketahui, bahwa selain itu kaidah-kaidah hukum
seperti yang sudah dijelaskan diawal, hal itu mempunyai hubungan yang
erat dengan kehidupan masyarakat. Harus diingat, bahwa bahwa
kehidupan masyarakat ini mempunyai sifat dinamis. Artinya pada kegiatan
yang dilakukan oleh perusahaan multinasional bisa saja ada kaitannya
dengan sistem pajak di Indonesia,
Tujuan hukum pajakpun, adalah karena keadilan yang merata pada
setiap pengusaha yang menjalankan bisnisnya di Indonesia. Jadi,
pemungutan pajak yang dilakukan Fikus (orang yang memungut pajak)
tidak dapat terlepas dari prinsip keadilan. Hanya keadilanlah yang dapat
menyiptakan keseimbangan sosial, yang bertujuan untuk kesejahteraan
umum (masyarakat Indonesia).
Semua subjek hukum berdomisili di Indonesia dapat dijadikan
subjek pajak, sedangkan yang berdomisili di luar negeri (Wajib Pajak Luar
Negeri) hanya dapat dijadikan subjek jika mempunyai hubungan ekonomi
dengan Indonesia. Mengenai Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang
bertempat kediaman di luar negeri (bukan di Indonesia) memenuhi
kewajiban pajak subjektif Indonesia apabila ia mempunyai hubungan
ekonomi di Indonesia, yaitu melakukan perusahaan di Indonesia dengan
suatu permanent establishment (pendirian tetap, tempat usaha tetap).102
Perusahaan multinasional dalam stigma masyarakat mempunyai
ketentuan atau peraturan tersendiri. Kaitannya dengan hukum
internasional, di dalam hukum internasional tentu saja ada yang dianggap
sebagai subjek huku. Dalam hukum internasional pun, subjek hukum ada 2
100
R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 220.
101 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 220.
102 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 88.
![Page 80: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/80.jpg)
71
(dua) yaitu, Subjek Hukum Pribadi dan Badan Hukum. Dan bentuk
perusahaan multinasional di Indonesia ada 2 (dua) jenis, ada yang
berbentuk badan hukum (PT) dan ada yang tidak berbentuk badan hukum
(CV, Firma). Perusahaan multinasional dalam penelitian ini berbentuk
perusahaan Go International artinya berbentuk PT. Bahwa dalam masalah
perusahaan multinasional Google tidak mengakui sebagai Subjek Hukum
karena menganggap perusahaannya hanya anak perusahaan dari Google
Asia Pasific Pte Ltd di Singapura, sehingga Google Indonesia enggan
untuk ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) seperti yang sudah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan Pasal 2 ayat (2) butir (a), Bentuk Usaha Tetap adalah Subjek
Pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak
Badan. Dan, pada pengertian Subjek Pajak Badan bahwa, diantara Subjek
Pajak Badan tertulis PT, CV, Firma salah satunya.
Pada hukum internasional terbagi menjadi dua hukum
internasional, yaitu Hukum Publik Internasional dan Hukum Perdata
Internasional. Diantara dua jenis itu, subjek hukumnya sama dan tidak
dibedakan lagi. Yang membedakan diantara jenis hukum internasional itu
adalah kepentingan. Dan, untuk perusahaan multinaisonal masuk kepada
Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional adalah
hubungan hukum atau peristiwa hukum yang mempunyai hubungan
dengan perdata yang mempunyai unsur subjek hukum asing.
Pajak timbulnya bukan karena ketetapan dari Fiskus (orang yang
memungut pajak) melainkan karena undang-undang. Dan pekerjaan ini
menjadi tugas inpeksi-inpeksi pajak sebagai aparatur dari Direktorat
Jenderal Pajak. Apakah sebetulnya peradilan bagi perusahaan
multinasional dalam hukum pajak ini? Jawabannya, salah satu pendapat
dari Sinninghe Damste, adalah sebagai berikut: adalah sangat keliru jika
mendasarkan dengan ketidakpercayaan, apabila ada seseorang yang
berpikir begitu tidak tahu dasar yang dipergunakan pada setiap
pelaksanaan Undang-Undang Pajak. Sebab fikus (orang yang memungut
![Page 81: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/81.jpg)
72
pajak), dengan aparaturnya mempunyai tugas untuk melaksanakan setiap
peraturan-peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang. Fiskus tidak
diperkenankan bertindak sewenang-wenang walaupun niatnya dengan
maksud untuk menguntungkan negara dengan cara memaksa para pemilik
perusahaan multinasional untuk membayar pajak.
Dalam hukum internasional pun terdapat suatu norma yang
menetapkan, bahwa pemerintah suatu negara (dalam hal ini Indonesia)
dapat mengatur sesuatu wilayahnya jika ada satu titik hubungannya
dengan negaranya itu (Indonesia). Titik hubungan yang dimaksud disini
dapat bersifat perorangan (kebangsaan atau tempat tinggal wajib pajak),
atau bersifat kebendaan (seperti sumber suatu penghasilan atau benda
kekayaan). Titik hubungan ini harus bersifat ekonomi dan dapat
dimasukkan ke dalam empat golongan yang berbeda sifat, yaitu dalam
penjelasan ini penulis hanya mengambil dua golongan yang menurut
penulis ada kaitannya dengan penelitian yang penulis ambil, dua golongan
itu adalah:103
1. Karena dalam wilayah suatu negara (orang/badan asing
tersebut) terdapat sumber pendapatan seseorang (pendapat dari
Indonesia)
2. Karena dalam wilayah suatu negara terdapat suatu kekayaan
seseorang (yang berdomisili di negara lain). Artinya,
orang/badan asing mempunyai suatu kekayaan dari Indonesia
tetapi ia berdomisili di negara lain.
Bahwasannya, setiap perusahaan multinasional dapat dikenakan
pajak tergantung pada objek usaha pada perusahaan multinasional
tersebut.
Berikut akibat-akibat dari pengelakaan pajak kepada Direktorat Jenderal
Pajak, yaitu:104
1. Dalam bidang keuangan
103 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, h, 227.
104 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, h, 19.
![Page 82: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/82.jpg)
73
Pengelakaan pajak dalam bidang keuangan berarti akan
mengakibatkan kerugian bagi negara, dapat menyebabkan
keseimbangan anggaran atau konsekuensi-konsekuensi lain seperti
penarikan tarif pajak, dan keadaan inflatoir.
2. Dalam bidang ekonomi
a. Pengelakan pajak dalam bidang ekonomi sangat
berpengaruh dalam kegiatan persaingan sehat di antara para
pengusaha, dimana jika ada suatu perusahaan yang
mengelakaan pajak dengan menekankan utang pajaknya
(biayanya) secara tidak legal, mempunya posisi yang lebih
menguntungkan daripada saingan-saingannya yang tidak
berbuat demikian.
b. Pengelakan pajak dalam bidang ekonomi menyebabkan
adanya stagnansi perputaran roda ekonomi apabila suatu
perusahaan berusaha untuk mencapai tambahan atau
penghasilan dengan mengelakan pajak (tidak membayar
pajak), hal ini tidak dibenarkan, karena tidak efektifnya
peningkatan produktivitas bagi masyarakat.
c. Pengelakan pajak termasuk juga menyebabkan langkanya
modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan
penghasilannya terpaksa berusaha keras untuk menutup-
nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus (orang
yang mempunyai kepentingan memungut pajak).
D. Efektifitas Undang-Undang Pajak Penghasilan Dalam Perusahaan
Multinasional
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 adalah
suatu peraturan untuk mengatur penghasilan-penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini wajib pajak adalah
perusahaan multinasional.
![Page 83: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/83.jpg)
74
Jika menanyakan apakah Undang-Undang Pajak Penghasilan
efektif terutama dalam prakteknya untuk diterapkan dalam penetapan
pajak terhadap perusahaan multinasional, kita harus melihat bahwa
Undang-Undang sudah sedemikian rupa rapih untuk mengatur persoalan
yang ada di masyarakat, dengan juga melihat penafsiran dalam pajak,
bahwa penafsiran pajak dilihat dengan 2 (dua) cara yaitu, peristiwa yang
terjadi dan kaidah hukum pajak itu sendiri. Peristiwa dalam perusahaan
multinasional adalah adanya perbuatan perusahaan multinasional yaitu
melakukan kegiatan bisnis yang bersifat ekonomis di Indonesia sehingga
menciptakan suatu keadaan (mendapat penghasilan dari usahanya). Kaidah
hukum mempunyai pengertian segala peraturan perundang-undangan yang
dibuat resmi oleh pembuat undang-undang, dalam hal ini undang-undang
pajak penghasilan. Sehingga peristiwa dari adanya kegiatan usaha
perusahaan multinasional sangat berkaitan dan berhubungan dengan
kaidah hukum itu sendiri.
Lalu ada hal lain dalam melihat kaidah hukum, yaitu dengan
interprestasi subjektif dan interprestasi objektif. Hal ini akan dibahas pada
materi selanjutnya.
Bahwa bisa diketahui pemerintah sudah mengatur dan mempunyai
regulasi dalam penetapan pajak kepada perusahaan multinasional, tetapi
masih adanya celah hukum yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.
Tentu perusahaan multinasional bukan perusahaan kecil, perusahaan
multinasional perusahaan besar sehingga perusahaan ini dapat mendorong
dan menggagas proses globalisasi ekonomi pada negara penerima modal.
Direktorar Jenderal Pajak bekerja dengan melakukan pemberitahuan
penunggakkan pajak dengan Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan
mempunyai pengertian di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (11) yang
berbunyi:
![Page 84: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/84.jpg)
75
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam kasus Google Indonesia pun, perusahaan ini mendapatkan
Surat Perintah Pemeriksaan (SPP). Surat Perintah Pemeriksaan adalah
surat yang memuat sekurang-kurangnya jumlah peredaran, jumlah
penghasilan, jumlah penghasilan kena pajak, jumlah pajak yang terhutang,
jumlah pajak yang telah dilunasi dalam tahun yang berjalan dan jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak yang dapat diminta pengembaliannya.105
Ketika Direktorat Jenderal Pajak memberikan Surat Perintah
Pemeriksaan (SPP) kepada Google, perusahaan Google justru
mengembalikan lagi ke Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga dengan cara
hukum yaitu yang sudah tertulis dalam undang-undang sudah dilakukan
oleh Direktorat Jenderal Pajak, tetapi tidak ada tanggapan, maka dari
Direktorat Jenderal Pajak melakukan komunikasi pribadi dengan
perusahaan Google di Indonesia untuk mendapatkan jalan keluar.
Ternyata dalam praktiknya Undang-Undang Pajak Penghasilan
bisa efektif dan juga tidak efektif tergantung seberapa bertanggungjawab
subjek pajak itu menataati peraturan. Tetapi aturan adalah aturan, aturan
dibuat untuk dipatuhi dan jika tidak dipatuhi mendapatkan sanksi.
Dalam Hukum Internasional, dibahas pula tentang pengertian suatu
badan hukum dalam pandangan internasional, sistem di Indonesia
memiliki syarat badan-badan hukum asing/luar negeri yaitu didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dari peraturan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal
3 ditentukan bahwa: perusahaan-perusahaan yang hendak terhitung
sebagai kategori perusahaan-perusahaan yang melakukan penanaman
modal diselenggarakan berdasarkan:
1. Kepastian hukum;
105
Rochmat Soemitro, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, (Bandung: PT Eresco, 1993),
h,127.
![Page 85: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/85.jpg)
76
2. Keterbukaan;
3. Akuntabilitas;
4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;
5. Kebersamaan;
6. Efisiensi berkeadilan;
7. Berkelanjutan;
8. Berwawasan lingkungan;
9. Kemandirian;
10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Pada poin 4 (empat): perlakuan yang sama dan tidak membedakan
asal negara. Sukardono, dalam bukunya “Hukum Dagang Indonesia”
berpendapat bahwa pada umumnya tempat suatu kediaman PT ditentukan
oleh tempat dimana perbuatan-perbuatan dan pengurusan dilakukan.
“perseroan-perseroan terbatas, perkumpulan-perkumpulan, Yayasan-
yayasan, dan badan hukum lainnya, tunduk kepada hukum dari tempat
badan-badan hukum itu telah didirikan. Apabila badan hukum
bersangkutan melaksanakan kegiatan utamanya di wilayah Indonesia, akan
berlakulah hukum Indonesia”106
.
Selanjutnya dijelaskan juga penunjang bahwa perusahaan asing/luar
harus mematuhi peraturan tempat dimana perushaan itu bekerja, dalam
Hukum Perdata Internasional, Masmuim merumuskan Hukum Perdata
Internasional adalah segala ketentuan hukum yang menentukan hukum
perdata dari negara mana yang harus diterapkan sesuai dengan suatu
perkara.107
Keefektifan hukum pajak ini juga tidak terlepas kepada asas-asas
yang mendukung hukum pajak ini berhasil diterapkan pada kenyatannya,
106
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: P.T Alumni,
2010), h, 361.
107 H. Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012), h, 221
![Page 86: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/86.jpg)
77
berikut asas-asas pemungutan pajak yang dapat dilihat kepada subjek
pajak agar pemungutan ini berjalan efektif, diantara lain:108
a. Asas Wilayah (Teritorial)
Pemungutan pajak yang dilihat dan berdasarkan atas domisil, dimana
subjek pajak (orang/badan hukum) bertempat tinggal.
b. Asas Kebangsaan (Nasionalitas)
Pemungutan pajak yang berdasarkan dimana pun seseorang/badan
hukum berada dapat ditunjuk sebagai wajib pajak, apakah di Indonesia
atau diluar wilayah Indonesia.
c. Asas Sumber
Pemungutan pajak didasarkan pada adanya sumber di suatu negara.
Dalam asas ini negara berhak memungut pajak adalah negara dimana
sumber penghasilan diperoleh.
d. Asas Umum
Pemungutan pajak hendaknya menganut keadilan, artinya peraturan-
peraturan pajak dengan praktik sehari-hari yang terjadi dalam
pelaksaannya harus melaksanakan keadilan.
Hukum pajak tercipta dan dibuat dengan tugas untuk menelaah
keadaan-keadaan dalam masyarakat dan negara yang berkaitan dengan
penetapan pajak, kemudian merumuskannya dalam peraturan hukum dan
menafsirkannya dengan memperhatikan latar belakang ekonomis.109
108
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h,
130.
109 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia…h, 131.
![Page 87: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/87.jpg)
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik
kesimpulan dari permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini,
yaitu sebagai berikut:
1. Secara harfiah pajak dipungut kepada wajib pajak jika adanya kegiatan
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak tersebut darimana pun asalnya yang dapat digunakan untuk
konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.
2. Sifat pemungutan yang dilakukan kepada Perusahaan Multinasional
adalah dasarnya karena adanya syarat yaitu rangkaian dari perbuatan-
perbuatan, keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa. Jika diuraikan,
peristiwa, seperti: perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan
usaha atau kegiatan melalui sarana perusahaan dengan mengakibatkan
adanya keuntungan atau penghasilan. Keadaan, seperti: adanya
peraturan di negara tersebut, adanya suatu tempat usaha (objeknya).
Perbuatan, seperti: atas usahanya tersebut seseorang menimbulkan
kegiatan ekonomi menghasilkan suatu pendapatan untuk kekayaan
dirinya/usahanya.
3. Faktor adanya perusahaan multinasional dapat dikenakan pajak karena
Bentuk Usaha Tetap yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun
2008 dalam Pasal 2 ayat 1(a) yang berbunyi: “Bentuk Usaha Tetap
adalah subjek yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan
subjek pajak badan”. Artinya, setiap subjek pajak (orang/badan)
selama subjek pajaknya melakukan kegiatan usaha di Indonesia, ia
dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak.
![Page 88: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/88.jpg)
79
B. Rekomendasi
Berdasarkan semua penjelasan tersebut, penulis memberikan beberapa
rekomendasi
1. Adanya peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dan khusus
dalam pengenaan untuk pajak perusahaan multinasional. Kegiatan
perusahaan multinasional juga merupakan Subjek Hukum, yaitu
dimana secara ekonomi tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan-
perusahaan yang aktif dalam ekonomi.
2. Memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang mendapatkan
penghasilan dan mentargetkan masyarakat Indonesia sebagai
konsumen dari produk/jasa usahanya tersebut. Karena, ia mengambil
keuntungan dari masyarakat Indonesia sehingga tercipta suatu kegiatan
ekonomi yang keuntungan dan pemasukannya masuk ke usahanya.
3. Negara sebagai pengatur yang berdasarkan atas Undang-Undang harus
memintakan pengorbanan lain kepada pelaku usaha tersebut dengan
cara memungut iuran pajaknya yang dapat digunakan kembali untuk
kepentingan-kepentingan umum dan masyarakat.
4. Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengatur pelaksanaannya perpajakan
di Indonesia diharapkan dapat lebih maksimal dalam menindak tegas
pelaku usaha sebagai Subjek Pajak yang mengelak pajak, terkait dalam
hal ini perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan
bisnis di Indonesia sesuai diatur didalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
![Page 89: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/89.jpg)
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Akbar Silondae, Arus dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dan
Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.
Asikin, Zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012.
Asyhadie, H. Zaeni dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan,
Mataram, Erlangga, 2012.
Chandrawulan, An An, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum
Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung: P.T.
Alumni Bandung, 2011.
Bagus Rahmadi S, Ida, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung Di
Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.
Durachman, Syopiansyah, Jaya, Putra, dan Yusuf, Etika Bisnis & Hak Kekayaan
Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.
Gade, Djamaluddin Gade dan Muhammad, Hukum Pajak, Jakarta: LPFE-UI,
1995.
Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: P.T
Alumni, 2010.
Gunadi, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Jakarta: Bee Media
Indonesia, 2013.
Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
H, Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Kansil, C.S.T “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Cet. VII”,
Jakarta: Balai Pustaka, 1986.
Kairupan, David, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Jakarta:
Kencana Prenadamedia Gruoup, Cet. I, 2013.
![Page 90: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/90.jpg)
81
Masriani, Yulies Tiena, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,
2008.
Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Usaha Di Indonesia, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010.
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,
Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.
Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2003.
Pandiangan, Rotistua, Hukum Pajak, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
Santoso, R, Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika
Aditama, 2003.
Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Bumi Intitama Sejahtera,
2009.
Suandy, Erly, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Soemitro, Rochmat, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, Bandung: PT Eresco, 1993.
Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2003.
T. Muchlinski, Peter, Multinational Enterprise and The Law, The Oxford
International Law Library/Oxford Univ; Press, Oxford, 2007).
Tata Sutabri, Komputer dan Masyarakat, Yogyakarta: C.V Andi OFFSET, 2013.
Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, Jakarta: PT. Indeks, 2015.
Wirawan, B. Ilyas, dan Richard Burton, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat,
2007.
Jurnal:
Harinurdin, Erwin. “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”. Bisnis dan
Birokrasi, Jurnal Ilmu Adminstrasi dan Organisasi. Vol.16, 2, (2009): 96-
104.
![Page 91: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/91.jpg)
82
Nurullah. ”Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi Indonesia”. Jurnal
Hikamuna, Vol, 1, 1, (2006): 17-33.
Internet:
http://eprints.uny.ac.id/7889/3/BAB%202-09409134015.pdf. Artikel diakses pada
23 April 2017.
CNN Indonesia: Ekonomi, “Ditjek Pajak: Google Bayar Pajak Maret-April 2017,
Jakarta, 19 Maret 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018 dari
https//m.cnnindonesia.com/ekonomi/20170319141842-78-201163/ditjen-
pajak-google-bayar-pajak-maret-april-2017.
CNN Indonesia, Ekonomi, “Google Akhirnya Bayar Pajak Sesuai Aturan
Indonesia, Jakarta 30 November 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018
dari https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20171130155839-532-259271/google-
akhirnya-bayar-pajak-sesuai-aturan-indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak, “Belajar Pajak”, Jakarta, 2012. Artikel diakses pada 1
Januari 2018 dari http://www.pajak.go.id/content/belajar-pajak.
Detik Finance, “Menilisik Rute Kasus Google Hingga Menghadap Ditjen Pajak,
Jakarta, 19 Januari 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018 dari
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3399907/menelisik-
rute-kasus-google-hingga-menghadap-ditjen-pajak.
Hukum Online, “4 Tuntutan Komunikonten Ke Pemerintah Soal Pajak Google”,
Jakarta, 2016. Artikel diakses pada 7 Maret 2017 dari
http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt57f1e75f5f2b6/4-tuntutan
komunikonten-ke-pemerintah-soal-pajak-google.
Kompas.com, “Menkeu: Yahoo dan Google Sudah Berbentuk BUT, Facebook dan
Twitter Masih „Rep Office‟, Jakarta, 6 April 2016. Artikel diakses pada 22
May 2018 dari
https://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/06/1915115026/Menkeu.Yahoo.
dan.Google.Sudah.Berbentuk.BUT.Facebook.dan.Twitter.Masih.Rep.Office.
Redaksi Klik Mania, “Akhirnya Facebook dan Google Wajib Bayar Pajak Di
Indonesia”, Semarang, Artikel diakses pada 6 Maret 2017 dari
https://www.klikmania.net/facebook-dan-google-membayar-pajak/
![Page 92: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/92.jpg)
83
Tugas dan Fungsi, http://www.pajak.go.id/content/tugas-dan-fungsi. Artikel
diakses pada 20 Maret 2018.
Universitas Diponegoro, Institusional Repository, “Definisi Pajak”, h, 8. Artikel
diakses pada 23 April 2017 dari
http://eprints.uny.ac.id/7889/3/BAB%20209409134015.pdf.
Ortax Your Center of Excellence in Taxation, “Pembagian Hak Pemajakan Atas
Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model Tax Treaty, ---, 2008.
Artikel diakses pada 8 Januari 2018 dari http://www.ortax
.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=35.
https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Pajak. Artikel diakses pada 19
Maret 2018.
Visi dan Misi. http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi. Artikel diakses pada 20
Maret 2018.
Skripsi:
Ardi, P, Vicensia, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Luar Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B) Antara RI dan Australia.” Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas
Indonesia, 2004.
Ayu, Anggaraini, “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem Peradilan
Di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Jakarta, 2012.
Undang-Undang:
UU. No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
UU. No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-12/PJ/2015 Tentang Penetapan
Tempat Tinggal Orang Pribadi dan Tempat Kedudukan Badan
![Page 93: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma](https://reader038.fdocuments.net/reader038/viewer/2022103013/5cc590a388c993722e8e052d/html5/thumbnails/93.jpg)