IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM...

93
IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Anggi Rahmadaniar 11140480000050 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018 M

Transcript of IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM...

Page 1: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM

MENUNAIKAN KEWAJIBAN PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG

NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Anggi Rahmadaniar

11140480000050

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/2018 M

Page 2: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

i

Page 3: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

ii

Page 4: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

iii

Page 5: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

iv

ABSTRAK

Anggi Rahmadaniar. NIM 11140480000050. IMPLEMENTASI

PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN

KEWAJIBAN PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36

TAHUN 2008 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. Program Studi Ilmu

Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439H/2018M. Ix + 83 Halaman +

Daftar Pustaka + 1 Halaman Lampiran.

Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah pengaturan perpajakan yang

dilakukan oleh perusahaan multinasional di Indonesia. Studi ini untuk

menjelaskan apa dan bagaimana faktor-faktor penunjang pengenaan pajak oleh

perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan bersifat empiris- normatif-

. empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma hukum

yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli, makalah-

makalah, dan bertitik tolak dari bahan-bahan pustaka. Juga, penulis melakukan via

interview kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam menjawab masalah pokok

masalah penelitian ini.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Perusahaan Multinasional

yang melakukan usaha atau kegiatan yang bersifat ekonomis dapat dikenakan

pajak selama perusahaan multinasional tersebut menjalankan status BUT (Bentuk

Usaha Tetap). Dalam pengertiannya, Bentuk Usaha Tetap mempunyai banyak

jenis, tetapi jika usaha tersebut memperoleh adanya penghasilan maka

penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak sesuai Pasal 5 Undang-Undang

Tentang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008. Bentuk Usaha Tetap ini juga

suatu alat penegakan pajak yang berdasarkan subjek pajak. Dalam kaitannya

dengan Perusahaan Multinasional, yaitu yang mempunyai pengertian perusahaan

yang menjalankan usahanya atau kegiatan di berbagai negara termasuk Indonesia.

Bahwa, perusahaan yang dari Indonesia pun dapat dikatakan perusahaan

multinasional jika mendirikan perusahaan itu di negara lain. Bagi seseorang/badan

dapat dikenakan pajak karena adanya dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat

objektif. Untuk kaitannya dengan penelitian ini, dimana syarat subjektif yaitu

siapa yang dibebani pajak adalah perusahaan multinasional tersebut. Dan, syarat

objektif alat apa yang menentukannya, yaitu adanya penghasilan.

Kata Kunci : Pajak Penghasilan, Bentuk Usaha Tetap, dan Perusahaan

Multinasional

Pembimbing : Syafrudin Makmur, S.H., M.H.

Daftar Pustaka : Tahun 1986 sampai 2015.

Page 6: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan

rahmat-Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI

PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN

PAJAK PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

TENTANG PAJAK PENGHASILAN” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun

terdapat beberapa kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini.

Hal ini tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan

bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, dengan

segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat,S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum

dan Drs. Abu Thamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya. Beserta Segenap Dosen Fakultas

Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Dosen

Program Studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang

sangat bermanfaat untuk peneliti.

4. Kepada Badan Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat yang sudah bersedia

untuk melakukan wawancara sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi

dengan baik.

5. Kepala dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Kepala dan Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas yang

Page 7: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

vi

memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan

skripsi ini.

6. Kepada orang tua Bapak Mastuki dan Ibu Asmiarsih yang sudah memberikan

doa, dukungan materi dan imateriil, serta telah mendidik dari kecil hingga

sekarang.

7. Kepada sahabat-sahabat peneliti Diana Yurika, Indriani, Astrid Rahma Ayu,

Nila Tari dan Senior Ilmu Hukum 2013 Ahmad Kandiaz yang sudah

menemani dan mendukung peneliti dari awal perkulihan.

8. Semua Pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Tidak ada

yang Peneliti bisa berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali doa dan

ucapan terima kasih. Akhir Kata, Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Terima kasih.

Jakarta, 30 Mei 2018

Anggi Rahmadaniar

Page 8: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... iii

ABSTRAK ........................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .......................................... 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7

D. Metode Penelitian ............................................................................................. 8

E. SistematikaPenulisan ...................................................................................... 13

BAB II HUKUM PAJAK DAN HUKUM PERUSAHAAN

MULTINASIONAL ............................................................................................... 15

A. Hukum Pajak .................................................................................................... 15

1. Pengertian Pajak .................................................................................... 15

2. Teori-Teori Pemungutan Pajak ............................................................. 20

3. Asas-Asas Pemungutan Pajak ............................................................... 23

B. Hukum Perusahaan Multinasional ................................................................... 27

1. Pengertian Hukum Perusahaan Multinasional ..................................... 27

2. Teori-Teori Perusahaan Multinasional ................................................. 28

3. Perusahaan Multinasional Sebagai Subjek Hukum.............................. 33

C. Kajian (Review) Studi Terdahulu ................................................................. 35

BAB III FAKTOR-FAKTOR HUKUM PAJAK DALAM PENGENAAN

PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL .......................... 37

A. Sejarah Pajak Di Indonesia ........................................................................... 37

B. Profil Lembaga Direktorat Jenderal Pajak ................................................... 40

1. Tugas Dan Fungsi .................................................................................. 40

2. Visi Misi Lembaga Direktorat Jenderal Pajak ...................................... 41

C. Faktor-Faktor Pendukung Pengenaan Pajak Terhadap Perusahaan

Multinasional ................................................................................................ 41

1. Bentuk Usaha Tetap .............................................................................. 41

2. Wajib Pajak ........................................................................................... 45

D. Kewajiban Perusahaan Multinasional Dalam Penetapan Pajak ................... 47

1. Ada Objek Pajak .................................................................................... 48

2. Bentuk Usaha Tetap .............................................................................. 49

Page 9: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

viii

BAB IV PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN

MULTINASIONAL OLEH DIREKTORAT JENDERAL

PAJAK ......................................................................................................... 50

A. Ketidakpatuhan Subjek Pajak Perusahaan Multinasional .......................... 50

B. Pengaturan Penetapan Pajak Penghasilan Terhadap Perusahaan

Multinasional ............................................................................................. 61

C. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Dalam Pengenaan Pajak

Terhadap Perusahaan Multinasional .......................................................... 68

D. Efektifitas Undang-Undang Pajak Penghasilan Dalam Perusahaan

Multinasional ............................................................................................. 73

BAB V PENUTUP ............................................................................................................ 78

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 78

B. Rekomendasi ................................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 80

Page 10: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara ekonomis pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan, pajak

dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah

daerah berdasarkan atas undang-undang serta aturan pelaksanaannya1.

Pada perusahaan-pun dapat dikenakan pajak, istilah Perusahaan lahir

karena adanya wujud perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha.2

Pendapat Polak dalam pengertian perusahaan, yaitu “Perusahaan adalah

setiap bentuk badan usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang

bersifat tetap dan terus-menerus didirikan, bekerja, serta berkedudukan

dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan.”3

Dalam masalah yang peneliti ambil, mengangkat permasalahan kepada

perusahaan multinasional Google di Indonesia yang berutang pajak di

Indonesia. Dasarnya, pada masa globalisasi ini, internet dan masyarakat

menjadi satu kesatuan dan kebutuhan satu sama lain. Internet dan

masyarakat dapat didefinisikan sebagai hubungan antara pengguna (user)

dengan suatu alat (computer) guna mencapai tujuan, sehingga akan dapat

meningkatkan efesiensi waktu dan tenaga serta mempermudah dalam

melakukan suatu pekerjaan, dengan tidak lagi menggunakan cara-cara

tradisional (manual)4.

Mekanisme yang terjadi di Marketplace pada hakikatnya merupakan

adopsi dari konsep pasar bebas dan pasar terbuka, yang mana siapa saja

dapat masuk ke arena tersebut dan bebas melakukan berbagai inisiatif

bisnis yang mengarah pada transaksi pertukaran barang atau jasa.

1 Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: PT. Indeks, 2015), h, 10.

2 Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia, (Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010), h, 3.

3 Asyhadie, H, Zaelani dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan,

(Mataram: Erlangga, 2012), h, 10.

4 Tata Sutabri, Komputer dan Masyarakat, (Yogyakarta: C.V Andi OFFSET, 2013), h, 2.

Page 11: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

2

Berkaitan dengan hubungannya dengan Sistem Pajak, hal ini dapat disebut

sebagai Objek Pajak dalam penghasilan dari suatu usaha (business income

atau business profits), dimana dalam kaitannya dengan hukum pajak ialah

menggunakan metode tax treaty untuk pembagian hak pemajakan dengan

menggolongkan suatu penghasilan yang dihasilkan dari penggolongan

penghasilan tersebut5.

Dengan demikian, hak pemajakan suatu Negara atas suatu jenis

penghasilan dengan jenis penghasilan lainnya dapat berbeda-beda,

misalnya pengalaman dibidang industry, atau bidang usaha lain. Ketika

dimana Negara sumber penghasilan dapat mengenakan pajak maka hak

pemajakan atas penghasilan yang bersumber di Negara tersebut dapat

diberikan dengan tanpa adanya pembatasan artinya, Negara sumber dapat

mengenakan pajak atas jenis penghasilan tersebut sesuai dengan ketentuan

domestiknya tanpa ada pembatasan (misalnya tanpa ada pembatasan tarif).

Karena adanya kegiatan penanaman modal di Indonesia, perusahaan

multinasional Google tersebut secara umum telah melibatkan kegiatan: (i)

tujuan memperoleh pendapatan regular (the purpose of regular income)6

Adapun jenis penghasilan atau pendapatan tersebut termasuk penghasilan

usaha (business profit) yang diatribusikan kepada Bentuk Usaha Tetap

(BUT)7. Dan dalam kaitannya dengan Subjek Pajak, kewajiban untuk

membayarkan pajak penghasilan ini timbul sejak saat orang pribadi atau

badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sehingga

memperoleh penghasilan8.

5 Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model

Tax Treaty, Ortax (Your Center of Excellent in Taxation), 10 November 2008, diakses 8 Januari

2018, Jam 17.32 WIB.

6 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, (Jakarta:

Kencana Prenadamedia Group, 2013), h, 19.

7 Pembagian Hak Pemajakan Atas Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model

Tax Treaty, Ortax (Your Center of Excellent in Taxation), 10 November 2008, diakses 8 Januari

2018, Jam 17.48 WIB

8 Djamaluddin Gade, Muhammad Gade, “Hukum Pajak”, Jakarta: LPFE-UI h. 79

Page 12: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

3

Bahwa negara dengan seluruh aparatur pemerintahnya telah

sedemikian rupa susunannya, sehingga dimana setiap instansi telah

disesuaikan dengan kapasitasnya dalam menunaikan tugasnya, juga

kapasitasnya dalam dedikasinya memungut pajak terhadap perusahaan

multinasional. Dari Pajak dan Pembangunan oleh Prof. Dr. Rochmat

Soemitro S.H dapat diketahui bahwa pembangunan ekonomi dilakukan di

Indonesia didasarkan kepada demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi

adalah kedaulatan rakyat di bidang ekonomi. Istilah kedaulatan rakyat itu

sendiri biasa dikembangkan oleh para ilmuwan sebagai konsep filsafat

hukum, karena lebih banuak digunakan dalam studi ilmu hukum.

Demokrasi ekonomi itu berkaitan dengan prinsip kekuasaan yang berasal

dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.9

Perusahaan multinasional ini sebagai laju dari sistem ekonomi

yang baik di Indonesia, sebagai subjek yang dapat membangun aktivitas-

aktivitas perekonomian di Indonesia untuk semakin pesat. Dan intinya,

dilaksanakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Bahwa pembangunan ekonomi kerakyatan

yang dimaksud ini menginginkan adanya partisipasi yang luas dari seluruh

masyarakat baik dalam hal ikut serta di dalam proses pembangunan

ekonomi itu sendiri maupun dalam hal ikut serta menikmati hasil

pembangunan ekonomi tersebut.10

Pengusaha perorangan melalui media internet (online) wajib membayar

pajak penghasilan sesuai aturan. Meskipun tidak memiliki tempat usaha

secara fisik. Secara payung hukum, Menteri Komunikasi dan Informatika

telah menerbitkan Surat Ederan Nomor 3 Tahun 2016 yang menyebutkan

bahwa perusahaan OTT (Over The Top) di Indonesia wajib membangun

BUT (Badan Usaha Tetap), sehingga bisa berstatus wajib pajak. Adanya,

9 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Refika Aditama,

20030, h,88.

10 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum…h,88.

Page 13: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

4

peraturan penetapan pajak ini didasarkan atas perhitungan pemasangan

iklan dari individu dan beberapa perusahaan Indonesia.

Pada tahun 2015 perputaran uang melalui internet khususnya iklan

mencapai 850 juta dollar AS, akan tetapi pungutan pajak tidak masuk

pemerintah11

. Kenapa Google diminta Pajak? Padahal Google

mendapatkan penghasilan dari Indonesia dan Google mempunyai server di

Indonesia atau sistem yang menyediakan jenis layanan (service) tertentu

dalam sebuah jaringan komputer. Dengan adanya Server termasuk dalam

bukti fisik, karena devinisi BUT (Badan Usaha Tetap) mengharuskan

adanya kehadiran fisik.

Menurut catatan DJP (Direktorat Jenderal Pajak). Google terdaftar

sebagai badan hukum dalam negeri di KPP (Kantor Pelayanan Pajak)

dengan status PMA (Penanaman Modal Asing) pada 15 September 2011.

Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia diatur di Undang-Undang

No. 25 Tahun 20007 Tentang Penanaman Modal12

. Yang dimaksud

dengan penanaman modal asing (foreign investment) atau biasa disebut

PMA merupakan suatu tindakan dari orang asing atau badan hukum asing

untuk melakukan investasi modal dengan motif untuk berbisnis dalam

bentuk apapun ke wilayah suatu Negara lain13

. Google juga mendapatkan

triliun rupiah dari iklan di Indonesia. Dan, menurut Undang-Undang Pajak

Penghasilan Nomor. 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (5) Google seharusnya

berstatus sebagai BUT (Badan Usaha Tetap) sehingga setiap pemasukan

dan pendapatan yang bersumber dari Indonesia dikenakan Pajak

Penghasilan.

Ada hal penting, Google dan Perusahaan Digital lainnya membayar

pajak seperti pengusaha sejenis di Indonesia. Menteri Keuangan, Sri

Mulyani untuk masalah pajak dengan Google, Dirjen Pajak menggunakan

11

Akhirnya Facebook dan Google Wajib Bayar Pajak Di Indonesia, Redaksi Klik Mania.

(Semarang), Diakses 6 Maret 2017, Jam 19.01 WIB.

12 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia…h, 11.

13 Munir Fuadi, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, h, 67.

Page 14: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

5

peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia untuk menyatakan

bahwa kegiatan atau aktifitas yang menggunakan online atau platform e-

commerce itu subjek pajak di Indonesia14

. BUT (Badan Usaha Tetap)

merupakan sarana yang digunakan oleh Negara untuk memperoleh hak

pemajakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak luar negeri di

Negara sumber. Melalui BUT (Badan Usaha Tetap), Negara memiliki hak

pemajakan atas penghasilan yang diterima WPLN (Wajib Pajak Luar

Negeri).

Ketika WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) melakukan kegiatan di

Indonesia melalui pemasangan server di Indonesia maka Negara sumber

(Indonesia) sudah memiliki hak pemajakan atas penghasilan yang diterima

oleh WPLN (Wajib Pajak Luar Negeri) karena server yang dipasang

tersebut sudah memenuhi ketentuan atau definisi BUT (Badan Usaha

Tetap) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat (5) bahwa termasuk dalam BUT (Badan

Usaha Tetap) yang mengandung pengertian suatu tempat usaha.

Bentuk Usaha Tetap ini sudah diatur di dalam Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, bahwa Bentuk Usaha

Tetap merupakan Subjek Pajak, sesuai dengan Pasal 2 ayat yang

menguraikan bahwa Bentuk Usaha Tetap masuk kedalam Subjek Pajak.

Dalam, prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Governace) sesuai

pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal

31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN salah satunya memuat

penerapan Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian dalam

pengelolaan perusahan terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat15

. Dimana dalam hal ini,

Negara Sumber (Indonesia) adalah tempat timbulnya penghasilan dalam

14

4 Tuntutan Komunikonten Ke Pemerintah Soal Pajak Google, Hukum Online (Jakarta),

03 Oktober 2016. Diakses 7 Maret 2017, Jam 18.44 WIB.

15 Syopiansyah Jaya Putra & Yusuf Durachman, “Etika Bisnis & Hak Kekayaan

Intelektual”, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 62.

Page 15: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

6

kegiatan Perusahaan Multinasional (Google), dengan menggunakan dua

Prinsip World Wide Income, yaitu prinsip pengenaan pajak yang

menentukan bahwa terhadap orang atau badan yang berdomisili disuatu

Negara akan dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang bersumber

dari berbagai Negara16

, dan Prinsip Domestic Income, yaitu prinsip

pengenaan pajak hanya terhadap penghasilan yang berasal dari Negara

sumber penghasilan saja17

.

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah diuraikan di

atas mengenai apa faktor-faktor perusahaan Multinasional Google Di

Indonesia dapat dikenakan pajak dan bagaimana peraturan pajak itu

sendiri dapat menguatkan pengenaan pajak terhadap perusahaan

multinasional tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul: “IMPLEMENTASI PERUSAHAAN

MULTINASIONAL DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN PAJAK

PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2008

TENTANG PAJAK PENGHASILAN”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka identifikasi

masalah dari penelitian ini adalah:

a. Bagaimana pemerintah dalam hal ini memberlakukan pengenaan

pajak terhadap perusahaan multinasional sebagai business profit .

b. Bagaimana pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) melindungi dan

menjalankan sistem pajak tersebut dalam kaitannya perusahaan

multinasional.

16

Vicensia Ardi P, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar

Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan Australia”,

(Depok: Universitas Indonesia, 2004), h, 14.

17 Vicensia Ardi P, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak Luar

Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan

Australia”…h, 14.

Page 16: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

7

c. Apakah alasan pemerintah memberlakukan pajak untuk perusahaan

multinasional.

d. Apa payung hukum dari pajak tersebut.

e. Bagaimana perusahaan multinasional dari luar negeri tersebut

dapat menguntungkan dan memberi pendapatan bagi Negara.

f. Apa itu perusahaan multinasional

g. Bentuk pengaturan nasional pada perusahaan multinasional.

h. Perusahaan multinasional yang tidak mengakui sebagai Bentuk

Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan batasan masalah diatas, maka

pembahasan penelitian yaitu pada bagaimana pemerintah melalui

Direktorat Jenderal Pajak Indonesia dapat mengenakan pajak terhadap

perusahaan multinasional dan pengertian dari perusahaan

multinasional.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah diatas, maka peneliti merumuskan

masalah tersebut, sebagai berikut:

a. Bagaimana pengaturan dan penetapan pajak penghasilan untuk

perusahaan multinasional?

b. Apa faktor-faktor pengenaan pajak pada perusahaan multinasional

oleh Direktorat Jenderal Pajak?

c. Apa subjek hukum pada bisnis perusahaan multinasional?

d. Kasus terhadap perusahaan multinasional tidak mengakui sebagai

Bentuk Usaha Tetap?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah bagaimana perusahaan

multinasional dalam pengenaan pajak di Indonesia, dan dapat peneliti

simpulkan tujuan dari penelitian skripsi ini ke dalam dua hal, yaitu:

Page 17: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

8

a. Untuk mengetahui peran pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak

mengatur penghasilan kepada perusahaan multinasional.

b. Untuk mengetahui apa saja upaya dan aspek-aspek pengenaan pajak

terhadap perusahaan multinasional

c. Untuk menganalisis subjek hukum pada perusahaan multinasional di

Indonesia

2. Manfaat Penelitian

Penelitian perihal Kepatuhan Perusahaan Multinasional Dalam

Menunaikan Kewajiban Pajak (Studi Terhadap Pengenaan Pajak Google

Di Indonesia) ini, diharapkan dapat memberikan nilai guna bagi penelitian

baik dalam segi praktis maupun segi teoritis, penulis dalam melakukan

penelitian diharapkan membawa manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat teoritis memberikan sumbangsih keilmuan hukum bisnis di

bidang hukum pajak dan hukum multinasional yang mana memberikan

sumbangsih keilmuan bisnis yang berkembang secara dinamis.

b. Manfaat praktis membentuk keilmuan di bidang hukum perusahaan

multinasional dan hukum pajak dalam bahasannya pemilik perusahaan

multinasional yang masih perlu diperhatian proseduralnya dalam

bekerja dan melakukan usaha untuk dapat ditetapkannya dengan

mudah bagaimana pajak penghasilan itu berjalan dan diharapkan dapat

mendeskripsikan perihal Bentuk Usaha Tetap yang dilakukan oleh

Perusahaan Multinasional kepada Direktorat Jenderal Pajak ditinjau

dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan.

D. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Di dalam proposal skripsi yang diusung, terdapat tiga metode

penelitian hukum yang penulis aplikasikan, yaitu: penelitian hukum

Page 18: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

9

normatif, penelitian kepustakaan, dan penelitian hukum studi kasus

(empiris).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif,

yang mana penulis mengacu pada kemanfaatan suatu produk hukum

untuk diterapkan dalam kehidupan. Bersifat penelitian kepustakaan

dengan meneliti bahan pustaka dan bahan sekunder yang mencakup

asas-asas hukum khususnya yang terkait dengan hukum pajak,

peraturan perundang-undangan yang terkait dengan urgensi pengenaan

pajak pada perusahaan multinasional, buku-buku bacaan terkait dengan

judul penelitian, masalah-masalah, dan dokumen-dokumen lainnya.

Serta menggunakan tipe penelitian studi kasus (case method) atau

(field study) yang mana dengan penelitian melalu studi kasus penulis

akan mempelajari secara internsif tentang latar belakang masalah

keadaan dan posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah:

a. Pendekatan perundang-undangan (statue approach)

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Peraturan

Perundang Undangan diterapkan guna memahami bagaimana

kedudukan hukum dalam kegiatan pajak pada perusahaan

multinasional dalam hal ini pada UU. RI Nomor. 36 Tahun 2008.

Pendekatan peraturan perundang-undangan yang digunakan oleh

penulis, di antaranya:

1) Undang-undang Dasar 1945

2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan

Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

3) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahaan

Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang

Pajak Penghasilan.

Page 19: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

10

4) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-12/PJ/2015

Tentang Penetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi dan

Tempat Kedudukan Badan.

b. Pendekatan kasus

Pendekatan kasus digunakan untuk memahami konsep apa

yang berkaitan dengan pajak penghasian dalam bentuk perusahaan

multinasional di Indonesia. Pendekatan kasus diterapkan dalam

mengamati kasus yang telah menjadi publik yang berhubungan

dengan permasalahan yang diangkat. Antara lain mengenai:

1) Google Asia Pasific Pte Ltd melakukan pengelakan pajak di

Indonesia, dimana ada kewajiban pajak yang harus dibayar

kepada pemerintah Indonesia karena perusahaan ini

mendapatkan keuntungan dari aktivitas bisnis di Indonesia,

tetapi Google di Indonesia menolak untuk melakukan

komunikasi kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dan, Google

juga menolak untuk ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap

(BUT). Sedangkan, pemerintah Indonesia menilai Google

harus menjadi BUT karena selama ia didirikan di Indonesia,

perusahaan ini menerima penghasilan dari dalam negeri,

terutama dari iklan-iklan perusahaan lain. Dimana, di

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, Pasal 4 ayat (1),

Objek Pajak adalah Penghasilan. Maka dengan adanya

penghasilan yang diterima dari Google Indonesia, seharusnya

Google patuh dan melakukan kewajibannya sebagai Subjek

Pajak.18

2) Usaha dari Direktorat Jenderal Pajak ini berhasil, pada pada

Maret-April 2017 Google membayar pajaknya di Indonesia.

Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak, di Indonesia,

18

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3399907/menelisik-rute-kasus-

google-hingga-menghadap-ditjen-pajak. Detik Finance, 19 Januari 2017. Diakses pada 21 May

2018, 11.10

Page 20: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

11

perusahaan Google telah terdaftar sebagai badan hukum

dalam negeri di KPP Tanah Abang III dengan status sebagai

Penanaman Modal Asing (PMA) sejak 15 September 2011

dan merupakan dependent agent dari Google Asia Pacific Pte

Ltd di Singapura19

. Dan, dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat (5) butir

(n) yang berbunyi, bahwa Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang

tergolong bisnis di Indonesia: (n) orang atau badan yang

bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas.

Pengertian Bentuk Usaha Tetap (BUT) mencakup pula orang

pribadi atau badan selaku agen yang kedudukannya tidak

bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang

pribadi/badan yang tidak bertempat tinggal dan atau tidak

bertempat kedudukan di Indonesia.

3) Dan, jelas bahwa syarat-syarat pengenaan pajak kepada

Google Indonesia terdapat didalam Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan, yaitu:

a) Melakukan kegiatan Penanaman Modal Asing (direct

investment) di Indonesia pada 15 September 2011.

b) Memperoleh penghasilan sesuai didalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan.

c) Mendirikan kantor dan diakui sebagai agen yang

menjalankan kantor atau bisnisnya di Indonesia.

3. Data dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya maka penulisan ini disusun berdasarkan:

19

https//m.cnnindonesia.com/ekonomi/20170319141842-78-201163/ditjen-pajak-google-

bayar-pajak-maret-april-2017. CNN Indonesia: Ekonomi, 19 Maret 2017. Diakses pada 21 May

2018, 11.29.

Page 21: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

12

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer antara lain bahan hukum utama dalam

penelitian hukum normative yang berupa peraturan perundang-

undangan. Bahan hukum primer yang digunakan ialah Undang-

Undang Nomor. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan

Instrumen-Intrumen penunjang adanya perusahaan multinasional

dapat dikenakan pajak oleh Pemerintah/Negara.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang tidak mempunyai

kekuatan mengikat tetapi membahas atau menjelaskan topik

terkait dengan penelitian berupa buku-buku terkait, artikel dalam

majalah/media elektronik, laporan penelitian atau jurnal hukum,

makalah yang disajikan dalam pertemuan kuliah dan catatan

kuliah20

.

c. Bahan non hukum (tersier)

Merupakan bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan

bermakna terhadap adanya bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang

diteliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat

normative empiris, maka teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan penelitian kepustakaan (library

research) yakni upaya untuk memperoleh data atau upaya mencari dari

penelusuran literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan,

artikel dan jurnal hukum yang relevan dengan penelitian agar dapat

dipakai untuk menjawab suatu pertanyaan atau untuk memecah suatu

20

Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), h, 13-14.

Page 22: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

13

masalah.21 Untuk data lainnya, dengan via interview dengan

narasumber dari Lembaga Direktorat Jenderal Pajak di Jakarta.

5. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis

kualitatif adalah data yang diedit dan dipilih menurut kategori masing-

masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan

dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian. Penelitian ini

dilakukan untuk menjawab permasalahan dengan melakukan yang

bersifat normatif analitis yaitu dengan memberikan penjelasan faktor-

faktor pengenaan pajak kepada perusahaan multinasional dan

memberikan pemaparan yang jelas bagaimana faktor-faktor tersebut

mempengaruhi dalam mengatur pengenaan pajak di Indonesia.

Kemudian di analisis untuk menemukan permasalahan hukumnya serta

jawaban dari permasalahan tersebut.

6. Metode Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta, tahun 2017.

E. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, dimana pada setiap

bab akan dibahas secara rinci sebagai bagian dari keseluruhan penelitian

ini. Sistematika uraiam proposal ini adalah sebagai berikut:

BAB I Dalam bab ini berisi sekilas pengantar untuk memahami garis

besar dari seluruh pembahasan. Dalam bab ini diuraikan

mengenai latar belakang penulisan, rumusan masalah,

pembatasan masalah yang akan dibahas, identifikasi masalah,

tujuan penulisan skripsi, manfaat dari penulisan skripsi,

21

Nomensen Sinamo, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Bumi Intitama Sejahtera,

2009), hal. 56.

Page 23: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

14

metode penelitian serta sistematika dalam penulisan

penelitian.

BAB II

Bab ini berisikan tinjauan umum mengenai gambaran umum

tentang keseluruhan pengertian, teori-teori tentang hukum

pajak, teori-teori pemungutan pajak, asas-asas pemungutan

pajak serta terkait hukum perusahaan multinasional

melingkupi pengertian perusahaan multinasional, teori-teori

perusahaan multinasional, dan perusahaan multinasional

sebagai subjek hukum.

BAB III Bab ini berisikan tentang sejarah pajak di Indonesia, faktor-

faktor pendukung pengenaan pajak terhadap perusahaan

multinasional meliputi bentuk usaha tetap dan wajib pajak.

Penjelasan perusahaan multinasional sebagai penanam modal

asing di Indonesia yang mendapatkan penghasilan dari

usahanya.

BAB IV Bab ini berisi tentang analisa peran Ditjen Pajak RI dalam

pengenaan terhadap perusahaan multinasional dan bagaimana

pengaturan di dalam undang-undang untuk melihat apakah

peraturan ini dapat efektif dalam pengenaan pajak terhadap

perusahaan multinasional.

BAB V Bab ini adalah penutup dari penelitian-penelitian yang

menguraikan secara singkat mengenai kesimpulan serta

rekomendasi dari penelitian

Page 24: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

15

BAB II

HUKUM PAJAK DAN HUKUM PERUSAHAAN MULTINASIONAL

A. Hukum Pajak

1. Pengertian Pajak

Pada dasarnya pajak merupakan pungutan atau iuran secara resmi

yang dibuat oleh pemerintah terhadap rakyatnya yang dilindungi oleh

Undang-Undang dan buat khusus oleh pemerintah itu sendiri.22

Undang-undang pajak tidak memerlukan dan melibatkan rakyat karena

hakikatnya peraturan ini untuk melindungi rakyat yang memiliki

kepentingan berbeda-beda. Dimana negara adalah masyarakat yang

mempunyai tujuan tertentu, kesejahteraan dan kepentingan negara juga

berarti berpengaruh pada kelangsungan hidup masyarakat. Untuk

kelangsungan hidup masyarakat pada suatu negara diperlukan biaya,

biaya hidup individu menjadi beban dari individu yang bersangkutan

dan berasal dari penghasilannya sendiri. Biaya hidup suatu negara

adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, adminstrasi negara,

lembaga negara, yang harus dibiayai dari penghasilan negara.23

Untuk pendekatan pajak ada 5 (pendekatan dari berbagai ilmu,

diantaranya):

a. Pandangan dari sisi ekonomi

b. Pandangan dari sisi pembangunan

c. Pandangan dari sisi pelaksaan teknis

d. Pandangan dari sisi hukum

e. Pandangan dari sisi sosial dan budaya.

dari berbagai pandangan peneliti mengambil pendekatan pajak

pandangan dari sisi hukum, yaitu:24

“Menurut pandangan dari sisi hukum tentang pajak yaitu menitik

beratkan pada keamanan dan kenyamanan rakyat yang membayar pajak

22

Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015) h, 4.

23 Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak… h, 9.

24 Rotistua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 16.

Page 25: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

16

maupun pemerintah dalam memungut pajak dari rakyat, hal ini

dipandang perlu agar tidak terjadi kesemenaan dan ketidakadilan dalam

bidang perpajakan. Salah satu yang menjadi pokok perhatian adalah

pada saat pemerintah salah dalam menerapkan peraturan perpajakan dan

bagaimana penyelesaiannya begitu juga sebaliknya pada saat rakyat

keliru dalam melaksanakan peraturan perpajakan dan bagaimana

penyeselesaiannya.”

Pajak sendiri sudah diterapkan pada zaman dahulu, pada zaman itu

pajak pada mulanya ketika rakyat memberikan upeti kepada seorang Raja

atau Penguasa berbentuk natura berupa padi, ternak dan hasil tanaman

lainnya. Dan dalam perkembangannya, sifat pemberian pajak tersebut

dilakukan kepada rakyat kepada Raja atau Penguasa dan digunakan untuk

kepentingan umum25

. Adanya perkembangan. maka akhirnya suatu negara

membentuk ketentuan berupa undang-undang dengan dilandasi unsur

keadilan dalam pemungutan pajak.

Pengertian pajak lebih luas, ”Santoso Brotodihardjo, S.H., dalam

bukunya „Pengantar Ilmu Hukum Pajak‟ seperti dikutip Ilyas B. Wirawan

dan Richard Burton menjelaskan beberapa pendapat pakar tentang

definisi pajak, diantara beberapa kutipan dalam bukunya, peneliti

mengambil satu defisi pajak menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja,

yaitu:26

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut

oleh Penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya

produksi barang-barang dan jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum”.

Definisi pajak menurut Prof. Dr. PJa Adriani, beliau memberikan

definisi yang berbunyi sebagai berikut:27

25

B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat. 2007.

h, 1.

26 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak… h,5

27 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 25.

Page 26: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

17

“Pajak adalah iuran kepada negara (sifatnya dapat dipaksakan dan

terutang dengan tidak mendapat prestasi kembali atau langsung

yang dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas

kepemerintahan”.

Definisi pajak lain menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro tentang

pajak ialah:28

”Pajak adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-

undang sifatnya dapat dipaksakan, yang langsung dapat ditunjuk

dan digunakan untuk membiayai pembangunan”.

Definisi pajak lain menurut Prof. Dr. M.H.J. Smeets29

“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui

norma-norma umum dan hukum yang dapat dipaksakan tanpa ada

kontraprestasi yang dapat ditujukkan secara individual, maksudnya

adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah”

Dengan kita melihat definisi-definisi diatas maka terdapat unsur-unsur

didalam definisi tersebut, yaitu:30

a. Bahwa pajak itu dasarnya adalah suatu iuran kepada negara.

b. Bahwa penyerahan iuran itu adalah wajib dilakukan.

c. Pengenaan ini adalah didasari undang-undang atau peraturan yang

dibuat sendiri oleh pemerintah dan berlaku umum.

d. Tidak ada jasa timbal balik langsung, artinya bahwa antara

pembayaran pajak dengan prestasi dari negara tidak dapat dinikmati

langsung oleh masyarakat.

e. Iuran yang dari wajib pajak tersebut dikumpulkan oleh negara untuk

membiayai pengeluaran umum yang berguna untuk rakyat, seperti

pembuatan jalan, jembatan, gaji untuk pegawai negeri dsb.

28

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 25.

29 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h,

125.

30 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 25.

Page 27: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

18

Selain itu, ada definisi Hukum Pajak yaitu, suatu kumpulan

peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah

sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak.31

Dengan

kata lain, hukum pajak menerangkan tentang:

a. Siapa-siapa wajib pajak (subyek pajak);

b. Obyek-obyek apa yang dikenakan pajak (obyek pajak);

c. Kewajiban pajak terhadap pemerintah;

d. Timbulnya dan hapusnya hutang pajak;

Dalam kaitannya dengan apa yang akan peneliti bahas, peneliti lebih

meneliti kaitannya terhadap wajib pajak, obyek pajak, kewajiban dan

timbulnya pajak pada pengantar skripsi bab III dan IV.

Ada hal lain dalam pengenaan pajak, pajak itu sendiri dapat diterapkan

kepada masyarakat (rakyat) negara itu sendiri. Setiap masyarakat yang

mempunyai penghasilan atau pendapatan dari negara sumber yang ia

tinggali, masyarakat ini berkewajiban untuk mengikuti peraturan

perundang-undangan yang berlaku di negara tempat iat tinggal. Lalu

bagaimana jika masyarakat itu bukanlah masyarakat (rakyat) dari negara

itu? Disini ada istilah tentang pengenaan hukum pajak terhadap orang-

orang atau badan-badan hukum luar negeri, yaitu pengertian tentang

Hukum Pajak Internasional. Pengertian tentang Hukum Pajak

Internasional menurut Prof. Dr. P.J.A Andriani, Prof. Mr. h.J. Hofstra

dan Prof. Dr. Rochmat Soemitro (Guru Besar Universitas Padjajaran)

seorang ahli yang menulis buku tentang Perpajakan, Prof. Dr. P.J.A

Adriani mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Pajak

Internasional, seperti dikutip Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton

yaitu;32

31

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 28.

32 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h, 143.

Page 28: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

19

“Suatu kesatuan hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur

dalam undang-undang nasional mengenai perpajakan terhadap orang-

orang luar negeri, peraturan-peraturan nasional untuk menghindarkan

pajak ganda dan traktat-traktat”.

Dari pengertian oleh Prof. Dr. P.J.A Hukum Pajak Internasional

merupakan penerapan dari Hukum Pajak Nasional yang hanya didalamnya

mengatur tentang hukum pajak dan pengenaannya terhadap orang dan

badan asing/luar negeri. Seperti yang diuraikan diatas tentang Hukum

Pajak yang dikenakan oleh orang atau badan asing/luar negeri, dapat

disimpulkan bahwa Hukum Pajak Internasional juga termasuk dalam

Peraturan Hukum Pajak Nasional, adanya subjek atau objek yang saling

berkaitan atau berhubungan sepanjang terdapat hubungan ekonomis atau

hubungan kenegeraan dengan Indonesia.

Dalam buku Ilyas B. Wirawan dan Richard Burton yang berjudul

Hukum Pajak, penulis memberikan contoh bagaimana warna negara

asing/luar negeri itu dapat berpengaruh dan mempunyai hubungan

terhadap Peraturan Perpajakan di Indonesia. Misalnya, Tuan Albert (warna

negara Amerika Serikat dan tinggal di Amerika) mempunyai suatu usaha

di Indonesia, maka Hukum Pajak Internasional Indonesia dapat berlaku

terhadap Tuan Albert karena Tuan Albert dan atas penghasilan yang ia

peroleh dari usahanya di Indonesia, dan dapat dikatakan ia mempunyai

hubungan ekonomis berupa pendapatan dari Indonesia.33

Hukum Pajak Nasional juga mengatur tentang unsur asing, dalam

Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Bentuk Usaha

Tetap menjelaskan yang menjadi Objek Pajak Bentuk Usaha Tetap, yaitu

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, dikenakan pajak di

Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.

33 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,144.

Page 29: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

20

2. Teori-Teori Pemungutan Pajak

Apa dasarnya orang/badan dapat dikenakan pemungutan pajak?

Dalam teorinya, ada 5 teori yang memberikan dasar pemungutan

pajak, diantaranya:34

a. Teori Asuransi

Menurut teori ini, negara dalam melaksanakan

tugasnya/fungsinya, mencakup juga tugas untuk melindungi

terhadap jiwa dan harta benda perseorangan. Dengan karena itu,

negara bekerja atau bertindak seakan-akan dia adalah perusahaan

asuransi. Untuk melindungi suatu negara, orang/badan hukum

diminta untuk membayar premi, dan pembayaran pajaklah yang

dapat dianggap sebagai premi.

b. Teori Kepentingan

Menurut teori ini pajak mempunyai kepentingan individu yang

diperoleh dari pekerjaan negara. Artinya semakin banyak individu

mengenyam dan menikmati jasa dari pekerjaan pemerintah, makin

besar juga pajak yang tertanggung.

c. Teori Gaya Pikul

Teori ini mengajarkan bahwa pemungutan pajak harus sesuai

dan berdasarkan kepada kemampuan dari si wajib pajak (individu).

Semua subjek pajak harus diperlakukan sama yaitu sesuai dengan

gaya pikul si wajib pajak dengan memperhatikan pada besarnya

penghasilan dan kekayaan, juga pengeluaran belanja wajib pajak

tersebut.

Gaya pikul ini dipengaruhi oleh macam-macam unsur, yaitu:

1) Pendapatan;

2) Kekayaan;

34

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 35.

Page 30: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

21

3) Susunan dari keluarga wajib pajak dengan memperhatikan

faktor-faktor keadaan wajib pajak tersebut

Prof. W.J. Langen memberikan arti dari gaya pikul sebagai

berikut: gaya pikul adalah kekuatan untuk membayar uang kepada

Negara, jadi untuk mebayar pajak, setelah dikurangi dengan

minimum kebutuhan hidup (basic needs). Minimum kebutuhan

hidup atau kebutuhan dasar individu adalah hal yang pokok dan

tidak bisa ditunda-tunda.

A.J. Cohan Stuart, mengemukakan bahwa: Gaya Pikul adalah

sama dengan sebuah jembatan, yang pertama harus dapat

menopang kebutuhannya sendiri.

d. Teori Kewajiban Mutlak atau Teori Bakti

Teori ini berpangkal tolak dari ajaran Organik Kenegaraan

(Organische Staatsleer) dan mempunyai pendirian bahwa tanpa

negara maka individu tidak mungkin bisa hidup atau melakukan

suatu usaha dalam negaranya. Oleh karena itu, negara mempunyai

hak mutlak untuk memungut pajak di negaranya. Karena, pada

teori ini mempunyai sudut pandang tanpa negara, maka individu

pun tidak adam dan pembayaran pajak oleh individu kepada

negara adalah dipandang sebagai tanda pengorbanan atau tanda

baktinya kepada negaranya.

e. Teori Gaya Beli

Menurut teori ini, bahwa fungsi pemungutan pajak dipandang

sebagai pompa atau sebagai gejala dalam masyarakat, yaitu

mengambil gaya beli dari rumah tangga dalam masyarakat untuk

rumah tangga negara dan kemudian menyalurkan kembali ke

masyarakat dengan tujuan untuk memelihara kehidupan

masyarakat atau untuk kesejahteraan masyarakat secara

keseluruhan.

Teori ini dianggap sangat berpengaruh dan mempunyai banyak

penganut, karena kepraktisannya. Teori ini berlaku sepanjang

Page 31: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

22

masa. Pada teori ini tidak mempersoalkan asal mula negara yang

memungut pajak, melainkan melihat kepada efek yang baik

sebagai dasar keadilannya. Dalam teori ini, maka penyelenggara

pemungutan pajak kepada kepentingan masyarakat dianggap

sebagai dasar keadilan, artinya pada teori ini bukan kepentingan

individu atau bukan kepentingan negara, melainkan kepentingan

keduanya. Dengan demikian teori ini menitikberatkan kepada

fraksi mengatur (regulerend).

Teori-teori diatas merupakan pemecahan atas dasar menyatakan

keadilannya dalam pemungutan pajak oleh negara, sehingga para ahli

dibidang keuangan negara khususnya dibidang perpajakan

menamakannya sebagai asas menurut falsafah hukum, yang oleh

Adam Smith dimasukan dalam maxim pertama dalam ajarannya “The

Four Maxims” atau (empat aksioma/asas dalam pemungutan pajak).35

Ke-5 teori tersebut, peneliti mengambil dua teori yang mempunyai

pendekatan dengan masalah skripsi yang telah diambil. Berikut

penjelasan dari teori kepentingan dan teori kewajiban mutlak menurut

buku Erly Suandy yang berjudul Hukum Pajak: Teori Kepentingan

adalah teori tentang pembayaran pajak yang mempunyai hubungan

dengan kepentingan individu yang diperoleh dari pekerjaan negara.

Makin banyak individu mengenyam atau menikmati jasa dari

pekerjaan pemerintah, makin besar juga pajaknya.36

Dan Teori

Kewajiban Mutlak, teori ini didasari paham bahwa negara menjadikan

dirinya sebagai organisasi yang mempunyai tugas untuk

menyelenggarkan kepentingan umum. Dimana negara atau pemerintah

harus mengambil tindakan atau keputusan yang diperlukan di bidang

35

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 39.

36 Erly Suandy. Hukum Pajak. (Jakarta: Salemba Empat. 2011) h, 26.

Page 32: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

23

pajak. Dengan dasar itu maka negara mempunyai hak mutlak untuk

memungut pajak dan rakyat harus membayar pajak.

Negara berhak memungut pajak dan rakyat berkewajiban

membayar pajak. Pada dasarnya teori-teori tersebut dasar bagi

pemerintah untuk melegalkan tindakan pemerintah dalam memungut

pajak dari masyarakat sehingga meminimalkan perlawanan atas

pemungut pajak dan sekaligus untuk memaksimalkan penerimaan

negara dari sektor pajak, karena penerimaan pendapatan negara dapat

membantu dan mempengaruhi kestabilan ekonomi disuatu negara.37

Teori ini juga didukung oleh Yuridiksi Pemungutan Pajak yang akan

dibahas selanjutnya.

3. Asas-Asas Pemungutan Pajak

Hakikatnya, pajak dipungut berdasarkan ketentuan undang-undang

sehingga dapat dipaksakan terhadap siapapun. Ciri-ciri pajak itu sendiri

peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah. Pajak juga berguna

sebagai alat untuk mencapai tujuan pemerintah dalam kepentingan

umum dan melaksanakan kebijakan dibidang social dan ekonomi.38

Negara membutuhkan pembiayaan untuk mencapai usaha dan tujuan

tersebut, dan untuk melakukan usaha-usaha tersebut negara membuat

peraturan dan terobosan untuk kelangsungan kehidupan warga

negaranya. Adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah

dalam menciptakan pendapatan membiayai aparatur dan pembangunan

untuk kepentingan umum.

”Dalam buku An Ingury into the Nature and Causes of The Wealth

of Nations yang ditulis Adam Smith pada abad ke 18 menjelaskan

tentang asas-asas pemungutan pajak yang dikenal dengan nama The

37

Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 35.

38 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 13.

Page 33: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

24

Four Cannos and The Four Maxims dengan uraian sebagai berikut

seperti dikutip Roristua Pandiangan”, sebagai berikut:39

1. Equality

Pembebanan pajak diantara subjek pajak hendaknya seimbang

dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan yang

dinikmatinya dibawah pemerintah. Dalam buku Hukum Pajak

Penulis Ilyas B, Irawan dan Richard Burton, juga menjelaskan

equality ini tidak diizinkan dan tidak diperbolehkan dalam suatu

negara mengadakan diskriminasi terhadap sesama wajib pajak.

Dalam keadaan yang sama wajib pajak harus diperlakukan sama.40

2. Certainly

Pajak yang dibayar wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal

kompromi, dalam hal ini kepastian hukum adalah mengenai subjek

pajak, objek pajak, tarif pajak dan ketentuan mengenai

pembayarannya.

3. Convenience of Payment

Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib

pajak, yaitu disaat yang paling dekat dengan saat diterimanya

penghasilannya.

4. Economic of Collection

Pemungutan pajak hendaknya dilakukan seefisien mungkin.

“Asas pemungutan pajak menurut pakar lainnya yakni menurut W.J.

Langen seperti dikutip Roristua Pandiangan”, sebagai berikut:41

1. Asas Daya Pikul

Besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan penghasilan

wajib pajak. Dimana semakin tinggi penghasilan maka semakin

tinggi pajak yang dibebankan,

39

Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 31.

40 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak. h,25.

41 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak, h…32.

Page 34: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

25

2. Asas Manfaat

Pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan dalam kegiatan-

kegiatan yang bermanfaat bagi kepentingan umum.

3. Asas Kesejahteraan

Pajak yang dipungut oleh negara untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

4. Asas Kesamaan

Dalam kondisi yang sama setiap wajib pajak yang satu dengan

yang lainnya harus sama-sama dikenakan pajak atau diperlakukan

sama.

5. Asas Beban Yang Sekecil-Kecilnya

Pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya atau serendah-

rendahnya sehingga jika dibandingkan dengan nilai obyek pajaknya

tidak memberatkan wajib pajak.

“Ada asas pemungutan pajak lainnya, menurut Adolf Wagner dikutip

Roristua Pandiangan, sebagai berikut:42

1. Asas Politik Finansial

Pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat

membiayai dan mendorong semua kegiatan negara.

2. Asas Ekonomi

Penentuan obyek pajak ini harus tepat, misalnya pajak apa yang

dikenakan terhadap obyek pada ini, misalnya apakah pajak

penghasilan, pajak pendapatan atau pajak untuk barang-barang

mewah.

3. Asas Keadilan

Artinya pungutan pajak ini berlaku secara umum tanpa adanya

diskriminasi, dan berlaku juga diperlakukan sama pula.

4. Asas Adminstrasi

42 Roristua Pandiangan, Hukum Pajak…h, 32.

Page 35: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

26

Lebih pada menyangkut masalah bagaimana cara membayarnya

dan besarnya biaya pajak.

5. Asas Yuridis

Segala pemungutan pajak yang berdasarkan Undang-Undang.

Pada penjelasan Teori-Teori Pemungutan Pajak, peneliti menuliskan

bahwa teori-teori itu saling berpengaruh dan berkesinambungan terutama

terhadap penjelasan Asas-Asas Pemungutan Pajak, yaitu salah satunya

Yuridiksi Pemungutan Pajak. Yuridiksi Pemungutan Pajak merupakan

juga salah satu syarat yang harus diperhatikan bagi kemampuan wajib

pajak dalam membayar pajak. Yuridiksi Pemungutan Pajak mempunyai

pengertian sebagai berikut:43

Yuridiski Pemungutan Pajak merupakan salah satu cara pemungutan

pajak yang didasarkan pada tempat tinggal seseorang atau berdasarkan

kebangsaan seseorang atau berdasarkan sumber dimana penghasilan

diperoleh.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa negara mempunyai

kewenangan kuat dalam pemungutan pajak terhadap orang/badan baik

warga negara (rakyat)/asing. Yuridiksi Pemungutan Pajak ini mempunyai

tiga asas, yaitu:44

1. Asas Tempat Tinggal

Merupakan suatu asas pemungutan pajak berdasarkan tempat

tinggal dan domisili seseorang. Dalam hal ini, faktor warga negara

dan penghasilan yang didapat sangat mempengaruhi adanya

kewenangan negara dalam pemungutan pajak tersebut. Suatu

negara memungut pajak terhadap warga negaranya yang bertempat

tinggal, berdomisili dan mendapatkan penghasilan di neggara

tersebut. Dan suatu negara juga dapat memungut pajak terhadap

bukan warganya yang tidak bertempat tinggal, dan berdomisili

tetapi mendapatkan penghasilan di negara tersebut.

43 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,17.

44 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton. Hukum Pajak…h,18.

Page 36: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

27

2. Asas Kebangsaan

Suatu negara akan memungut pajak kepada setiap orang yang

mempunyai kebangsaan atas negara yang bersangkutan sekalipun

orang tersebut tidak bertempat tinggal di negara yang

bersangkutan,

3. Asas Sumber

Merupakan asas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber

atau tempat penghasilan itu berada. Apabila suatu sumber

penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut berhak

memungut pajak kepada setiap orang yang memperoleh

penghasilan dari tempat atau sumber penghasilan tersebut.

B. Hukum Perusahaan Multinasional

1. Pengertian Perusahaan Multinasional

Istilah multinasional diperkenalkan pertama kali oleh David E.

Lilienthal pada bulan April tahun 1960 dalam makalahnya tentang

manajemen dan perusahaan yang diperuntukkan untuk acara

pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh Carnegie Institute of

Technology on „Management and Corporations‟. Makalah Lilienthal

kemudian dipublikasikan dengan istilah The Multinationals.45

Lilienthal memberi pengertian dari perusahaan multinasional (MNCs)

sebagai perusahaan yang mempunyai kedudukan di suatu negara tetapi

beroperasi atau menjalankan perusahaannya berdasarkan hukum-

hukum dan kebiasaan-kebiasaan dari negara lain.

Dari definisi itu sebuah perusahaan multinasional merupakan

perusahaan yang mempunyai nasionalitas dengan menjalankan

perusahaannya di berbagai negara. Begitu banyak pengertian dari

perusahaan multinasiona, tetapi peneliti mengambil sebuah pengertian

dari The Un Group of Eminent Person yang menyatakan pengertian

45

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 151.

Page 37: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

28

perusahaan multinasional itu suatu perusahaan yang memiliki atau

mengontrol produk-produk dan fasilitas di luar negaranya tempat

perusahaan tersebut mempunyai kantor pusat (kantor kedudukan).46

Jenis-jenis perusahaan ini dapat berupa badan hukum/perorangan atau

perusahaan swasta atau perusahaan milik negara. Artinya perusahaan

multinasional ini mempunyai kemampuan dari untuk

mengkordinasikan atau mengawasi aktivitas-aktivitas antara

perusahaan-perusahaan di lebih satu negara.47

Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada umumnya

perusahaan multinasional mendirikan beberapa anak perusahaan di

beberapa negara dan mempunyai aktivitas di negara-negara tersebut.

Perusahaan-perusahaan ini menjual atau mendirikan pabrik-pabrik di

beberapa negara hingga kepemasaran atau jasa-jasa dan dengan ini

sebuah perusahaan multinasional melakukan penanaman modal di

negara tersebut dengan begitu perusahaan ini mendapatkan penghasilan

di negara tersebut.48

2. Teori-Teori Perusahaan Multinasional

Seperti telah dikemukakan, suatu perusahaan multinasional (MNCs)

adalah perusahaan yang memiliki dan mengontrol aktivitas-aktivitas

kegiatan bisnis di beberapa negara49

. Teori perusahaan multinasional

merupakan teori yang mencoba untuk menjelaskan strategi-strategi

paling tepat untuk memasukkan atau memasarkan barang ke suatu

negara dan melakukan penanaman modal asing melalui anak-anak

perusahaan-perusahaan multinasional. Ahroni dan Perlmulster

46

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 153.

47 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 153.

48 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 159.

49 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.

Page 38: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

29

merumuskan teori-teori yang menjelaskan alasan-alasan mengapa

perusahaan multinasional melakukan penanaman modal asing.50

Terdapat beberapa teori dalam penanaman modal asing yang juga

merupakan teori perusahaan multinasional, yaitu:51

a. Teori Penanaman Modal melalui Pembelian Saham (International

Fortofolio Investment)

b. Teori Keuntungan Monopoli dari Penanaman Modal Asing

Langsung (The Monopolistic Theory of Foreign Direct Investment)

c. Teori Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization

Theory of Foreign Direct Investment).

Berikut diuraikan pengertian-pengertian dari teori-teori diatas:52

4) Teori Penanaman Modal melalui PembelianSaham (International

Fortofolio Investment)

Teori ekonomi konvensional ini merupakan suatu model

dari perusahaan dengan penanaman modal asing melalui

pembelian saham-saham di bursa saham (fortofolio investment).

5) Teori Keuntungan Monopoli dari Penanaman Modal Asing

Langsung (The Monopolistic Advantage Theory of Foreign

Direct Investment)

Teori keuntungan melakukan monopoli menyatakan bahwa

perusahaan yang melakukan penanaman modal asing mempunyai

keuntungan dengan keuntungan yang didapat dari aktivitas-

aktivitas anak-anak perusahaan di luar negeri yang lebih

menguntung ketimbang mendirikan perusahaan di negara asal,

karena melakukan usaha ditempat negara lain lebih

50

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.

51 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal… h, 169.

52 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 170.

Page 39: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

30

menguntungkan dibanding perusahaan-perusahaan lokal

pesaingnya.

6) Teori Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization

Theory of Foreign Direct Investment)

Teori Internalisasi atau bisa disebut teori biaya produksi transaksi

(transaction cost theory) menjelaskan mengapa penanaman modal

aisng merupakan cara mudah dan efektif untuk mengeksploitasi

kekayaan diluar negeri dan terkait pemasaran-pemasaran daripada

mengekspor barang dari negara penerima modal dengan

memberikan lisensi.

Ada 4 (empat) faktor yang memudahkan dalam melakukan teori

internalisasi ini, yaitu dengan faktor:

a) Industry Specific Factors

Faktor kekhususan yang dimiliki oleh industri itu), yaitu

faktor industry ini mempunyai faktor khusus terakit dengan

sifat dari produksi dan struktur dari pasar eksternal.

b) Region Specific Factors

Faktor kekhususan yang dimiliki oleh daerah yang akan

dilakukan penanaman modal, yaitu faktor yang berhubungan

dengan keadaan geografi disuatu negara dan faktor

masyarakat di suatu negara atau daerah-daerah yang terakait

dengan pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan

tersebut.

c) Nation Specific Factors

Faktor kekhususan dari negara penerima modal, yaitu suatu

faktor yang berkaitan dengan hubungan politik dan

perpajakan antara kedua negara baik home country (negara

pemilik modal) dan host country (negara penerima modal).

d) Firm Specific Factors

Page 40: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

31

Faktor khusus yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yaitu

faktor yang menentukan kemampuan dari manajemen untuk

mengatur dan membuat suatu pasar internal disuatu negara.

Berdasarkan teori-teori perusahaan multinasional, dapat diambil tiga

gagasan yang mudah diterima, diantaranya:53

(1) Perusahaan-perusahaan multinasional memaksimalkan atau

memperbesar keuntungan serta pendapatan dalam pasar-pasar

yang tidak sempurna;

(2) Perusahaan multinasional menciptkan kegiatan ekonomis dan

pasar-pasar baru;

(3) Dalam internalisasi dari pasar-pasar yang melewati batas-batas

nasional suatu negara merupakan perpanjangan tangan dari

perusahaan multinasional.

Dari tiga teori perusahaan multinasional, peneliti mengambil satu

teori yang berdekatan dengan masalah yang peneliti tulis, yaitu Teori

Internalisasi Penanaman Modal Asing (The Internalization Theory of

Foreign Direct Investment) dimana yang dimaksud dengan Teori

internalisasi ini atau biasa disebut juga teori biaya transaksi lebih

menjelaskan kenapa penanaman modal asing merupakan cara yang

lebih efektif terutama dalam pemasaran-pemasaran.54

Dalam teori ini

terdapat empat faktor utama sebagai acuan untuk melakukan

penanaman modal asing disuatu negara, keempat faktor tersebut

adalah:55

Industry Specific Factors (Faktor ke-khususan yang dimiliki

oleh industri tersebut:

53

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 168.

54 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 171.

55 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.

Page 41: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

32

a. Region Specific Factor (Faktor khusus yang dimiliki oleh daerah

yang akan dilakukan penanaman modal)

b. Nation Specific Factor (Faktor ke-khususan dari negara penerima

modal)

c. Firm Specific Factor (Faktor khusus yang dimiliki oleh suatu

perusahaan)

Dan, peneliti lebih mengerucu kepada dua faktor Region Specific

Factor (faktor khusus yang dimiliki oleh daerah yang akan dilakukan

penanaman modal) dan Nation Specific Factor (faktor ke-khususan

dari negara penerima modal) untuk hal ini, faktor ini sangat kuat

sebagai faktor dalam menentukan hukum karena yang dimaksud

Region Spesific Factor (faktor khusus yang dimiliki oleh daerah yang

akan dilakukan penanaman modal), adalah faktor yang berhubungan

dengan keadaan geografi dan ciri masyarakat dari negara-negara atau

daerah-daerah yang terkait dengan pemasaran.56

Sedangkan, yang dimaksud dengan Nation Specific Factor (faktor

ke-khususan dari negara penerima modal), adalah faktor yang

berkaitan dengan hubungan politik dan perpajakan antara kedua negara

baik home country (Negara pemilik modal) maupun host country

(Negara penerima modal).57

Dari kedua faktor tersebut jelas faktor-

faktor ini memudahkan dalam menentukan dan menetapkan hukum

pajak kepada sebuah perusahaan multinasional, bila dilihat dari faktor

Region Specific Factor yang menjelaskan bahwa masyarakat di negara

sumber penghasilan juga mempunyai andil penting dalam kegiatan

mengembangkan perusahaan tersebut untuk meningkatkan kemajuan

dan bertambahnya keuntungan dari perusahaan multinasional tersebut.

56

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.

57 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 172.

Page 42: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

33

Teori ini juga didukung oleh Hukum Tempat terletaknya benda (lex

situs, lex sitae). Pasal 17 AB Status Kenyataan/Rill Status, yaitu

mengenai benda-benda yang harus dinilai menurut hukum dimana

negara atau tempat dimana benda itu terletak (lex recital). Dan, pasal

18 AB Status Campuran, yaitu bentuk tindakan hukum dinilai menurut

hukum dimana tindakan itu dilakukan (Locus Regit Actum).

Sehingga dalam hukum perdata internasional pun diatur bagi suatu

benda (badan hukum) yang melakukan kegiatan bisnis di suatu negara

seharusnya mengikuti pengertian lex situs dan lex sitae. Tetapi dalam

praktiknya perusahaan multinasional di Indonesia (badan hukum)

masih melakukan celah hukum untuk mengelakkan pajak di Indonesia,

padahal sudah jelas regulasi-regulasi mengenai hal ini.

3. Perusahaan Multinasional Sebagai Subjek Hukum

Pada zaman modern perusahaan-perusahaan multinasional secara

ekonomi tumbuh menjadi perusahaan-perusahaan yang berperan aktif

dalam ekonomi internasional, perusahaan multinasional ini tampak

sebagai pelaku utama dalam kekuataan ekonomi pada suatu negara.

Dalam perkembangannya semakin tingginya peran perusahaan

multinasional sebagai pelaku ekonomi dan politik dalam lingkup

internasional bukan hanya menghasilkan perubahan-perubahan. Disatu

sisi perusahaan multinasional adalah pelaku non negara, Karena

potensinya dapat mempengaruhi negara penananam modal dan negara

penerima modal dan tentu hal ini mempengaruhi ekonomi dan

kegiataan politik pada negara tersebut begitu juga dengan kegiatan

politik yang juga akan mempengaruhi pada kepentingan negara dan

masyarakat.58

Perusahaan multinasional mempunyai peranan yang besar dalam

transaksi bisnis, pendapatan penghasilan di lintas negara, perusahaan

58

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 178.

Page 43: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

34

multinasional mempunyai tanggung jawab sehingga baik tertulis

maupun tidak tertulis mendorong globalisasi ekonomi.59

Pada awal

abad ke- 21 perusahaan multinasional telah dipertimbangkan secara

yuridis untuk mempunyai hak dan kewajiban (artificial person) yang

diciptakan oleh hukum dan mempunyai hak dalam proses hukum.

Menurut Cynthia Day Wallace, dalam beberapa hal perusahaan

multinasional juga mempuanyai hak untuk menuntut dan hak subjek

yang dapat dituntut sebagai subjek hukum internasional (the principal

of international legal personal).60

Karena pada dasarnya perusahaan multinasional ini mengandung

arti perusahaan-perusahaan berupa pendirian anak atau cabang

perusahaan dimana akan dilakukannya penentuan negara yang akan

dijadikan lokasi penanaman modal asing langsung tersebut, beberapa

anak perusahaan ini biasanya berada di lokasi yang berbeda. Anak-

anak perusahaan tersebut berhubungan langsung dengan anak-anak

perusahaan lain atau cabang perusahaan lain karena adanya saling

membutuhkan baik untuk keperluan produksi, modal, teknologi dan

juga manajemen.61

Maka dari itu, perusahaan multinasional ini tidak

terlepas dari masalah-masalah hukum dan manajemen yang juga

dimiliki oleh perusahaan domestik. Menurut pernyataan Phillip C.

Jessup adanya upaya oleh perusahaan multinasional untuk

menyesuaikan diri dalam kegiatan bisnisnya terhadap berbagai sistem

hukum. Hal ini merupakan sesuatu yang sangat penting, karena

perusahaan multinasional sebagai perusahaan yang dalam menjalankan

bisnisnya yang kompleks secara bersamaan harus berdasarkan suatu

59

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 179.

60 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 180.

61 An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 183.

Page 44: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

35

sistem hukum, berbeda-beda menempatkan masalah-masalah khusus

bagi pemusatan suatu manajemen perusahaan multinasional.62

C. Kajian (Review) Studi Terdahulu

Penelitian ini memiliki tinjauan kajian terdahulu, yakni:

a. Skripsi disusun oleh Vicensia Ardi P Fakultas Hukum Universitas

Indonesia Depok 2004. Berjudul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak

Penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri Berdasarkan Persetujuan

Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Antara RI dan Australia”.

Penelitian ini lebih menjelaskan tentang penghindaran pajak

berganda (P3B) antara RI dan Australia dalam kegiatan usaha di

Indonesia dan bagaimana pengenaan WPLN (Wajib Pajak Luar

Negeri) untuk Negara Australia dan faktor- faktor pendukung

dalam teori Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

b. Skripsi disusun oleh Ayu Anggaraini Prodi Ilmu Hukum Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Hidayatullah Jakarta

2012. Berjudul “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem

Peradilan Di Indonesia”. Penelitian ini menjelaskan tentang

peradilan pajak di Indonesia bagaimana pandangan peradilan pajak

sebagai peradilan khusus menurut pasal 27 Undang-Undang No. 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan pandangan

peradilan pajak sebagai bukan peradilan khusus menurut

lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara63

.

c. Buku yang berjudul “Hukum Pajak”, pengarang Erly Suandy.

Penerbit Salemba Empat pada tahun 2011. Buku ini menjelaskan

tentang Pajak dalam kaitannya dengan Hukum Pajak, Teori-Teori

Pemungutan Pajak, segala hal mengenai Perpajakan di Indonesia

62

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal…h, 181.

63 Ayu Anggaraini, “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem Peradilan Di

Indonesia”, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h, 84.

Page 45: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

36

dan Internasional. Buku ini menjelaskan tentang bagaimana

penetapan dan ketetapan pajak serta subjek-subjek pajak tersebut

dengan pembahasan yang luas dan sesuai dengan hukum yang ada.

Dalam buku segala aspek penunjang hukum pajak dijelaskan

secara luas seperti mengenai peradilannya dalam hukum pajak,

dalam hal hukum administrasi, hukum pidana, panitera, dll. Dan

juga dijelaskan pengertian umum hukum pajak tersebut, teori-teori,

asas-asas dan syarta-syarat dalam pemungutan pajak.

d. Jurnal hukum yang berjudul “Hukum Pajak dan Implementasinya

Bagi Kesejahteraan Rakyat”, pengarang Dwi Sulastyawati, jurnal

hukum yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri

(STAIN) Curup Bengkulu, tahun 2014. Pada jurnal ini membahas

tentang pengertian hukum pajak di Indonesia, bagaimana pajak

mempengaruhi sendi-sendi kesejahteraan masyarakat di Indonesia,

juga pajak sebagaimana instrument perekonomonian Negara dan

kontribusi utama pemasukan pemerintah. Tarif-tarif pajak yang

ditetapkan pemerintah dalam mengkategorikan setiap wajib pajak,

serta adanya saran upaya reformasi untuk perpajakan di Indonesia.

Page 46: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

37

BAB III

FAKTOR-FAKTOR HUKUM PAJAK DALAM PENGENAAN PAJAK

TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL

A. Sejarah Pajak Di Indonesia

Sejarah singkat pemungutan pajak berbeda pada setiap generasi,

umumnya difaktori dalam bidang kenegaraan maupun di bidang ekonomi

dan sosial. Pada mulanya, sistem pajak belum merupakan suatu pungutan,

hanya berdasarkan pemberian sukarela dari rakyat kepada raja dalam

kaitannya untuk memelihara dan menjaga kepentingan negara seperti,

menjaga keamanan negara terhadap serangan musuh dari luar, membuat

jalan untuk umum, atau membiayai pegawai-pegawai kerajaan. Dan, bagi

penduduk yang tidak mampu membayar pajak mereka diwajibkan

melakukan pekerjaan-pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa

hari lamanya dalam satu tahun.64

Pada awalnya, pajak dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Jawa sekitar

abad XIX. Bukan dengan bentuk uang dan pungutan, tetapi dengan

menggunakan tenaga dari rakyat yang ditarik sebagai pajak oleh raja

dengan istilah kerja bakti atau gotong royong. Konon salah satu sejarah

mengenai adanya pengenaan pajak di Indonesia salah satunya sejarah

Pemberontakan Diponogoro, hal ini karena penyebab timbulnya

pemberontakan Diponogoro adalah beban pajak yang tinggi yang

dilakukan oleh Raja-raja di Jawa Tengah. Yaitu, seorang Sultan ke-2

Yogyakarta terkenal sebagai raja yang banyak mengumpulkan harta. Pos-

pos bea cukai (toll gatest) berdiri dimana-mana dan disewakan pada orang

China dan Eropa yang seenaknya memungut pajak atas barang-barang

yang keluar masuk.

Pangeran Diponogoro yang sangat memperhatikan nasib rakyatnya itu

melakukan protes dengan diangkatnya para pengumpul pajak dan

mengusulkan pada raja untuk mengurangi beban pajak pada rakyat. Pada

64

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 1.

Page 47: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

38

akhirnya pemberontakan Diponogoro meletus pada tahun 1825 dan

berlangsung sampai tahun 1830.65

Baru setelah terbentuknya negara-negara nasional dan adanya

pemisahan antara rumah tangga negara dan rumah tangga pribadi raja,

pajak mendapat tempat yang lebih baik di antara pendapatan negara. Maka

dari itu, bertambahnya tugas-tugas negara utamanya untuk

mempertahankan hukum, ketertiban dan pertahanan, maka negara harus

mempekerjakan pegawai-pegawai seperti, tentara, polisi, hakim dan

pegawai sipil lainnya. Karena timbulnya peperangan antar negara maka

negara memerlukan biaya yang cukup besar. Sehubung dengan itu maka

pungutan yang bersifat sukarela ini berubah menjadi pungutan yang

ditetapkan secara sepihak oleh negara dan dapat dipaksakan.66

Pada hakikatnya pengaturan pajak akan berubah dari zaman ke zaman,

hal ini didasari keadaan baru yang sesuai dengan perkembangan

masyarakat. Bahkan dalam menentukan asas-asasnya pun sukar

ditentukan, tetapi bukan berarti termasuk perubahan dalam arti asas-

asasnya, hanya menyempurnakan pajak yang ada dan disesuaikan dengan

keadaan baru yang sesuai dengan perkembangan masyarakat khususnya

masyarakat wajib pajak. Apabila merombak sampai keakar-akarnya suatu

susunan pajak dan menggantinya dengan yang baru dengan tanpa

menimbulkan suatu akibat dalam bidang ekonomi keuangan adalah hal

yang sangat sulit dilakukan.67

Sebagian besar dari Undang-Undang Pajak yang berlaku sebelum

berlakunya undang-undang pajak nasional, adalah berasal dari Undang-

Undang pajak produk pemerintah Hindia Belanda. Undang-undang ini

banyak mengalami perubahan atau tambahan yang disusun dalam bahasa

Indonesia, mengingat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi:

65

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 2.

66 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 2.

67 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.

Page 48: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

39

“Segala Badan Negara dan peraturan yang ada masih tetap berlaku,

selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.68

Pemerintah pada saat dulu menyadari bahwa Undang-Undang Pajak

peninggalan Hindia Belanda kala itu terlalu menitikberatkan pada hukum

barat dan sedikit sekali bahkan bisa dikatakan sedikit sekali tidak memuat

ketentuan-ketentuan Hukum Adat yang berlaku pada masa itu. Kemudian

pada tahun 1950, pemerintah membentuk “panitia perubahan sistem

pajak”. Panitia itu sendiri terdiri dari anggota-anggota parlemen dan

pejabat dari Departemen Keuangan dan dibantu oleh beberapa tenaga ahli.

Hasil kerja dari penitia tersebut tidak pernah diumumkan sampai

keluarnya Undang-Undang Pajak Nasional pada masa itu.69

Dalam pertimbangan yang dibuat oleh Undang-Undang Pajak

Nasional itu, bahwa ada tiga tujuan yang ingin dicapai oleh Pemerintah

Indonesia lewat undang-undang tersebut, yaitu sebagai berikut:70

1. Untuk meningkatkan sumber penerimaan negara dalam rangka

pembiyaan pembangunan pada masa itu, dimana sumber

penerimaan negara yang paling pokok adalah diharapkan dari

pungutan pajak.

2. Menggerakan masyarakat pada masa itu untuk turut berpartisipasi

dalam semua lapisan pajak. Dengan adanya gerakan partisipasi

tersebut diharapkan pemerintah Indonesia dapat mengumpulkan

wajib pajak apabila masih ada yang tidak atau belum

berpartisipasi, dimana wajib pajak tersebut seharusnya dapat

dikenakan berdasarkan undang-undang pajak kala itu.

3. Adanya penyederhanaan struktur pajak yang berlaku agar lebih

mudah pelaksanaannya dan juga penerapannya akan menjadi lebih

adil serta merata.

68

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.

69 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 4.

70 H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak…h, 6.

Page 49: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

40

Salah satu lembaga di Indonesia yang mengatur penetapan pajak yaitu

Direktorat Jenderal Pajak Indonesia. Sebuah lembaga dibawah naungan

Kementerian Keuangan di Indonesia yang mempunyai tugas merumuskan,

mengatur dan melaksanakan standardisasi teknis di bidang perpajakan.71

Lembaga ini juga memberikan fasilitas bagi masyarakat Indonesia dalam

menunaikan pajak-pajaknya. Dibantu oleh Kementerian Keuangan,

lembaga ini mempunyai wewenang kuat dalam menagih dan memberikan

SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) kepada wajib pajak dalam negeri

atau luar negeri menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.

B. Profil Lembaga Direktorat Jenderal Pajak

Berikut adalah profil lemabaga Direktorat Jenderal Pajak Indonesia, fungsi

dan tugas lembaga tersebut:

1. Tugas dan Fungsi

Tugas Direktorat Jenderal Pajak seperti yang tertulis di Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan

Tata Cara Kementerian Keuangan adalah merumuskan dan

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang perpajakan.

Dalam menjalankan tugas pajak tersebut, fungsi Direktorat Jenderal

Pajak, yaitu:72

a. Perumusan kebijakan di bidang perpajakan;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

pajak;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan;

e. Pelaksanaan administrasi DJP.

71

https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Pajak. Terakhir diakses 19 Maret

2018. 10.50 WIB.

72 http://www.pajak.go.id/content/tugas-dan-fungsi. Terakhir diakses pada 20 Maret

2018. 15.34 WIB

Page 50: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

41

2. Visi Misi Lembaga Direktorat Jenderal Pajak, yaitu:73

a. Mengumpulkan penerimaan berdasarkan kepatuhan pajak sukarela

yang tinggi dan penegakan hukum yang adil;

b. Pelayanan berbasis teknologi modern untuk memudahkan

pemenuhan kewajiban perpajakan;

c. Aparatur pajak yang berintegritas, kompeten, dan professional; dan

d. Kompensasi yang kompetitif berbasis sistem manajemen kinerja.

C. Faktor-Faktor Pendukung Pengenaan Pajak Terhadap Perusahaan

Multinasional

1. Bentuk Usaha Tetap

Bentuk usaha tetap adalah salah satu alat penegakan pajak yaitu

dilihat berdasarkan subjek pajak, Bentuk Usaha Tetap ini mempunyai

pengertian yang tertulis di:

Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008

Tentang Pajak Penghasilan dalam:

a. Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi;

Yang menjadi subjek pajak adalah:‟

1) a) Orang pribadi

a. Warisan yang belum terbagi satu kesatuan menggantikan

yang berhak

2) badan;

3) bentuk usaha tetap

b. Pasal 2 ayat 1(a) yang berbunyi:

“Bentuk Usaha Tetap adalah subjek pajak yang perlakuan

perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan”.

c. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan

Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (3):

73

http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi. Terakhir diakses pada 20 Maret 2019. 15.48

Page 51: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

42

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.

d. Pasal 2 ayat 2 yang berbunyi:

“Subjek Pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan

subjek pajak luar negeri”.

e. Pasal 2 ayat (3) butir (a) yang berbunyi:

“Subjek Pajak dalam negeri adalah: Orang pribadi yang bertempat

tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih

dari 183 (serratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12

(dua belas) bulan atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak

berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal”

f. Pasal 2 ayat (3) butir (b) yang berbunyi:

“Subjek Pajak dalam negeri adalah: Badan yang didirikan atau

bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan

pemerintah yang memenuhi kriteria:

1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

2) Pembiayaannya bersumber dari APBN (Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah); dan

3) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional

negara.

g. Pasal 2 ayat (4) butir (a) yang berbunyi:

Page 52: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

43

“Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak

bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di

Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak

didirikan dan tidak bertempat tinggal atau kedudukan di Indonesia,

tapi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk

usaha tetap di Indonesia”.

h. Pasal 2 ayat (4) butir (b) yang berbunyi:

“orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal atau

kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh

penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia”.

i. Pasal 2 ayat (5) yang berbunyi:

“Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan

oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat tinggal atau

kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan

kegiatan di Indonesia, seperti sesuai yang peneliti bahas, berikut

beberapa faktor bentuk usaha tetap yang tergolong bisnis:

a. Tempat kedudukan manajemen;

b. Cabang perusahaan;

c. Kantor perwakilan;

d. Gedung kantor;

e. Pabrik;

f. Bengkel;

g. Gudang;

Page 53: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

44

h. Ruang untuk promosi dan penjualan;

i. Pertambangan dan penggalian minyak dan gas bumi;

j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;

k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;

l. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang

lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari

dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan;

n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang

kedudukannya tidak bebas;

o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak

didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang

menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia;

p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang

dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi

elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

j. Pasal 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-

12/PJ/2015 Tentang Penetapan Tempat Tinggal Orang Pribadi

dan Tempat Kedudukan Badan:

“Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan tempat

tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh

Direktorat Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya.”

Adanya suatu usaha dengan berbentukan badan tetap

mempermudahkan para aparatur penarikan pajak dalam menatapkan

Wajib Pajak pada orang/badan tersebut. Sesuai dengan teori asas

pemungutan pajak yaitu asas yuridis, hukum pajak harus berdiri atas

undang-undang. Dalam teori Adam Smith (1723-1790)74

. Dasar

74

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2003), h, 27.

Page 54: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

45

orang/badan itu dapat dikenakan harus terang menderang, apa

subjeknya, objek, kepastian hukum ini sangat penting.

2. Wajib Pajak

Perpajakan merupakan sesuatu instrument negara yang bersifat

dinamis. Penerapannya harus senantiasa mengikuti perekonomian baik

dalam negeri ataupun internasional. Menurut Simon (2003) pengertian

kepatuhan pajak (wajib pajak) adalah wajib pajak mempunyai

kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya.75

Kewajiban pajak tercapai dengan adanya teori tiga tahap, dari teori

ini dikenal pengertian sebagai berikut:76

a. Kewajiban pajak subjektif, artinya ia dapat dikenakan pajak karena

berdomisili di Indonesia.

b. Kewajiban pajak rill, artinya bentuk objek pajak yang dikenakan

memang terlihat atau nyata, objek itu memang kuat dan terdapat

diperundang-undangan, jika objek itu bukan termasuk golongan

objek pajak rill, artinya kewajiban pajak tidak bisa diterapkan pada

orang/badan tersebut.

c. Pajak akhirnya timbul setelah adanya pernyataan Surat Ketetapan

Pajak, baru disini akan timbul kewajiban orang/badan untuk

membayar pajak.

Wajib pajak mempunyai dua bentuk yaitu, kewajiban pajak

subjektif dan kewajiban pajak objektif. Berikut akan dijelaskan

pengertian-pengertiannya:77

1) Kewajiban Pajak Subjektif

Kewajiban ini merupakan kewajiban yang melekat pada diri

seseorang/badan, dimana timbul dan hapusnya tergantung pada

75

Erwin Harinurdin, “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”, Bisnis dan Birokrasi,

Jurnal Ilmu Adminstrasi dan Organisasi, XVII, 2 (Mei – Agustus, 2009), h, 96.

76 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum…h, 86.

77 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 87.

Page 55: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

46

domisilinya apakah di dalam negerti atau di luar negeri. Dalam hal

ini dapat diketahui bahwa Kewajiban Pajak Subjektif juga

berkesinambung dengan Asas Tempat Tinggal dan Asas

Kebangsaan. Pajak selalu kaitannya dengan sifat ekonomis, artinya

dimana orang/badan mendapatkan penghasilan dari usaha atau

pekerjaan yang ia terima di Negara Sumber dan ia memperoleh

harta kekayaan, kedua Asas ini sama-sama mengedepankan bahwa

orang/badan dapat dikenakan pajak karena jelas nyata orang/badan

tersebut dapat dikenakan pajak oleh Negara Sumber (Indonesia).

Pada kaitannya dengan yang peneliti bahas, perusahaan

multinasional dasarnya adalah perusahaan asing, sistem dari

pendirian perusahaan karena adanya kegiatan Penanaman Modal

Asing di wilayah Indonesia, bagi perusahaan multinasional, jelas

status perusahaan tersebut merupakan Wajib Pajak Luar Negeri,

karena adanya suatu aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang

bukan uang dan mempunyai nilai ekonomis.

Mengenai wajib pajak luar negeri, orang/badan bisa dikenakan

pajak karena:78

a) memperoleh hasil dan barang tak bergerak yang terletak di

Indonesia.

b) Menjalakan sebuah perusahaan di Indonesia dengan status

pendirian tetap, tempat usaha tetap.

c) Mempunyai hak atas hasil barang tak bergerak di Indonesia.

Kewajiban pajak subjektif luar negeri ini mulai aktif pada saat

orang/badan tersebut mempunyai sumber-sumber seperti yang

diatas, atau karena adanya hubungan ekonomi yang lahir.

2) Kewajiban Pajak Objektif

Kewajiban ini timbul pada suatu objek dimana ditentukan di

Undang-Undang. Jika diperoleh hasil dari sumber yang berada di

78

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak,, h…88.

Page 56: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

47

Indonesia sehingga karenanya lahir ekonomi dengan negara

tersebut. Pajak objektif pertama-tama melihat kepada objeknya

yang selain benda dapat pula berupa keadaan, perbuatan atau

peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar

pajak. Kemudian akan dicari subjek nya untuk dapat menetapkan

orang/badan tersebut.

D. Kewajiban Perusahaan Multinasional Dalam Penetapan Pajak

Salah satunya ada faktor kenapa perusahaan multinasional itu dapat

dikenakan pajak karena adanya nilai ekonomi dari kegiatan perusahaan

tersebut, dimana perusahaan itu seperti yang sudah dibahas sebelumnya

melakukan usaha yang menyebabkan perusahaan tersebut mendapatkan

penghasilan dari Indonesia. Apabila diuraikan bagaimana perusahaan

multinasional dapat ditetapkan pajak, karena ada kegiatan penanaman

modal asing. Di Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (6),

Penanaman Modal Asing mempunyai pengertian, perseorangan warga

negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang

melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

Penanaman modal asing ini memberikan sebuah modal, dalam

bentuknya modal bisa apa saja, uang atau yang bukan uang. Tujuan

orang/badan melakukan penanaman modal asing ialah meningkatkan

pertumbuhan ekonomi, dalam hal ini ada kaitannya dengan asas hukum

pajak, yaitu Asas Ekonomi. Yang dimaksud dengan Asas Ekonomi

Hukum Pajak artinya suatu asas yang mempunyai nilai dan adanya

pendapatan yang diterima oleh si Wajib Pajak orang/badan usaha tersebut.

Negara mempunyai suatu hak untuk mengawasi masuknya suatu

penanaman modal asing. Pada saat orang/badan asing masuk ke suatu

negara, baik itu perusahaan maupun perorangan beserta harta kekayaan

Page 57: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

48

maka ia seharusnya tunduk pada hukum negara penerima modal.79

Artinya, hal itu membentuk hukum dan sistem pajak yang secara

bersamaan dapat mendorong tumbuhnya ekonomi.

Yang menjadi objek pajak pada kegiatan perusahaan multinasional

atau disini melakukan kegiatan penanaman modal asing ialah penghasilan,

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan, Pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa:

Pasal 4 ayat (1), yang menjadi objek pajak adalah suatu penghasilan, yaitu

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh

Wajib Pajak. baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia

(orang/badan asing). Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

bentuk apapun, termasuk (dalam butir d ayat (1)) “d. keuntungan karena

penjualan atau karena pengalihan harta dalam (1). Keuntungan karena

pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya

sebagai pengganti saham atau penyertaan modal”.

Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri yang

menjalankan usahanya atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk

usaha tetap di Indonesia.

Syarat-syarat atau pendukung orang/badan asing dapat dikenakan pajak

adalah sebagai berikut:

1. Ada Objek Pajak

Objek pajak ini merupakan objek yang mempunyai nilai ekonomis

untuk menambah kekayaan Wajib Pajak, kegiatan ini bisa berasal dari

Indonesia atau dari luar wilayah Indonesia. Objek ini bisa merupakan

uang atau yang bukan uang, seperti: jasa, royalty, bunga, dll. Dalam

hal ini pengertian penghasilan dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tidak memperhatikan adanya

79

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, (Bandung: PT Alumni Bandung,

2011) h, 70.

Page 58: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

49

penghasilan dari sumber tertentu, asalkan ada kegiatan penghasilan

dari usaha yang dijalankan untuk menambah kemampuan ekonomis

Wajib Pajak.

2. Bentuk Usaha Tetap

Yang menjadi objek pajak bentuk usaha tetap ialah penghasilan

dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap dan dari harta yang

dimiliki atau dikuasai. Jenis-jenis kegiatan bentuk usaha tetap ini bisa

dikategorikan kegiatan bentuk usaha dalam kegiatan penjualan barang,

atau pemberian suatu jasa di wilayah Indonesia dan dijalankan atau

dilakukan dalam bentuk usaha tetap di Indonesia.

Apabila ada orang/badan yang tidak membayar pajak, terutama

bagi para orang/badan wajib pajak luar negeri, yang mendirikan,

menjalankan, serta memiliki suatu usaha di Indonesia, bahkan

mendapatkan banyak penghasilan yang bersumber dari kegiatan

masyarakat Indonesia sebagai konsumen atau pengguna usaha tersebut.

Maka dari itu, adanya jenis-jenis objek yang bisa dijadikan sebagai alat

oleh pemerintah (Direktorat Jenderal Pajak) dan status suatu usaha

sebagai Badan Usaha Tetap sangat mempengaruhi, karena pemerintah

dalam hal ini mempunyai fungsi budgeter.

Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya untuk sektor publik,

dan pajak-pajak disini adalah suatu alat (atau suatu sumber) agar para

pemilik perusahaan multinasional menunaikan kewajibannya untuk

membayar pajak ke kas negara. Pajak-pajak ini terutama akan

digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran atau membiayai

investasi pemerintah yang nantinya akan menciptakan kesejahteran di

negara host country (negara penerima modal) dalam hal dimaksud

adalah Indonesia.80

80

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 212.

Page 59: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

50

BAB IV

PEMUNGUTAN PAJAK TERHADAP PERUSAHAAN MULTINASIONAL

OLEH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

A. Ketidakpatuhan Subjek Pajak Perusahaan Multinasional

Subjek Pajak merupakan orang/badan hukum yang mempunyai

kewajiban dan hak dalam proses dan sistem hukum di Indonesia.

Pengertian subjek pajak adalah orang yang dituju atau jelas terdapat di

Undang-Undang yang dapat dikenakan pajak.

Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak berkenaan dengan

penghasilan yang diterima dan diperolehnya dalam Tahun Pajak.

Pengertian subjek pajak meliputi:81

1. Orang pribadi

Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau

berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2. Badan

Pengertian badan mengacu pada Undang-Undang KUP (Ketentuan

Umum Perpajakan), bahwa pengertian badan adalah sekumpulan

orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan

usaha maupun tidak melakukan usaha meliputi Perseroan Terbatas,

Perseroan Komanditer, dan Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik

Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Firma,

Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan,

Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau

Organisasi Sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap, dan Badan

lainnya. Khusus masalah Subjek Pajak adalah perkumpulan yang

menjalankan usaha atau tidak menjalankan usaha tetapi

mempunyai kegiatan memperoleh penghasilan.

81

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2002),

h, 55.

Page 60: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

51

3. Bentuk Usaha Tetap

Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk

usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat

tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183

hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan

dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, untuk menjalankan

usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha tetap ini

ditentukan atau dianggap sebagai Subjek Pajak tersendiri yang

terpisah dari badan, tetapi perlakuan perpajakannya disamakan

dengan Subjek Pajak Badan Hukum. Walau begitu, Badan Hukum

dan Bentuk Usaha Tetap memperoleh pengertian yang berbeda.

Pada pengertian Hukum Bisnis, Subjek Hukum adalah sesuatu yang

bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban (memiliki hak dan

kewajiban), dan yang dinamakan subjek hukum antara lain:82

1. Manusia atau orang pribadi (naturlijke person)

2. Badan Hukum (rechts person)

Subjek Hukum orang akan berkaitan dengan syarat orang tersebut

harus mempunyai kedewasaan untuk menentukan kemampuannya

bertindak secara hukum atau dengan kata lain, Subjek Hukum Orang harus

mempunyai syarat dirinya cakap hukum.

Sedangkan, Badan Hukum (recht person) dianggap sebagai Subjek

Hukum dan boleh melakukan perbuatan hukum sesuai dengan Undang-

Undang Badan Hukum tersebut. Misalnya, suatu perseroan terbatas

dianggap mampu melakukan perbuatan hukum untuk mendirikan

perusahaannya. Terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku untuk Subjek

Pajak Badan Hukum, seperti perseroan. Yang berlaku baik terhadap warga

negara Indonesia maupun warga negara asing (yang tinggal lebih dari 183

82

Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis,

(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), h, 5.

Page 61: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

52

hari dan atau menetap di Indonesia). Jenis-jenis pajak yang dipungut untuk

Subjek Pajak Badan Hukum, antara lain:83

1. Pajak Perseroan dan termasuk Badan-badan Hukum lainnya

Terdapat beberapa jenis pajak yang berlaku untuk perseroan,

badan-badan lainnya, dan juga bentuk usaha tetap (BUT) baik resident

maupun non-resident. Jenis pajak yang dipungut:

a. Pajak atas keuntungan

Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) diatur di dalam Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pasal 5 yaitu

yang menjadi Objek Pajak pada Bentuk Usaha Tetap (BUT), yaitu:84

a. Penghasilan yang diperoleh dari kegiataan-kegiatan dari Bentuk

Usaha Tetap dari harta yang dimiliki, tak pandang dimana

penghasilan itu diperoleh. Karena Bentuk Usaha Tetap

merupakan wajib pajak negeri maka dengan sendirinya semua

hasil yang diperoleh dari kegiatan Bentuk Usaha Tetap baik yang

diperoleh dari Indonesia maupun yang diperoleh dari luar negeri

merupakan penghasilan kena pajak. Penghasilan yang diperoleh

di Indonesia lebih mudah dijelaskan jika dikaitkan dengan sumber

penghasilan yang diperoleh atau diterima di Indonesia. Demikian

juga berlaku penghasilan yang diperoleh atau diterima dari luar

negeri.

b. Dianggap sebagai penghasilan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di

Indonesia ialah penghasilan yang didapatkan:

1) Induk perusahaan di luar negeri.

2) Badan lain di luar negeri yang mempunyai hubungan dengan

induk perusahaan dengan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di

Indonesia dari kegiatan atau penjualan barang atau pemberian

83

Ida Bagus Rahmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung

Di Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2006), h, 77.

84 Rochmat Soemitro, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, (Bandung: PT Eresco, 1993), h,73.

Page 62: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

53

jasa yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) di

Indonesia.

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, terkait kepada kasus Perusahaan

Multinasional Google Asia Pasific Pte Ltd di Indonesia bahwa Perusahaan

Multinasional Google merupakan Subjek Pajak dilihat dari peraturan-

peraturan perpajakan di Indonesia.

Melakukan kegiatan usaha di Indonesia dengan melakukan kegiatan

Penanaman Modal Asing pada September 2011, mendapatkan penghasilan

dari kegiatan bisnisnya di Indonesia yaitu penghasilan dari pemasaran

iklan-iklan di Indonesia. Dan adanya, kantor perwakilan Google di Jakarta.

Google mengelakkan pajak dengan tidak membayar pajak atas

usahanya. Tetapi pada pada tahun 2017, Google menyetujui kesepakatan

terhadap Direktorat Jenderal Pajak untuk membayar pajak, jenis pajak

yang dibayar adalah Pajak Penghasilan.

Selain Indonesia yang mampu menetapkan pajak terhadap perusahaan

asing/perusahaan multinasional Google, beberapa negara yang juga

berhasil menetapkan pajaknya terhadap Perusahaan Google adalah Inggris,

India dan Australia.85

Diketahui bahwa Perusahaan Google di Indonesia mempunyai kantor

perwakilan di Indonesia, PT Google Indonesia yang berada dibawah

Google Asia Pasific Pte. Ltd.

Perusahaan Google di Indonesia mengelak melakukan pajak kepada

pemerintah Indonesia karena enggan untuk dianggap sebagai Bentuk

Usaha Tetap. Yang dimana Bentuk Usaha Tetap ini jelas tertulis di

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Keinginannya untuk tidak membayar pajak karena Perusahaan Google

beralasan bahwa kantornya berada di Singapura.

85

Google Akhirnya Bayar Pajak Sesuai Aturan Indonesia, CNN Indonesia; Ekonomi

https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20171130155839-532-259271/google-akhirnya-bayar-pajak-

sesuai-aturan-indonesia. Diakses pada 21 May 2018. 15.39.

Page 63: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

54

Sejumlah laman media dan internet, sudah memastikan bahwa Google

mempunyai kantor perwakilan yang berlokasi di Pacific Century Place

Tower Level 45 SCBD Jl. Jend. Sudirman, No. 53, RT.5/RW.3. Senayan,

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kantor perwakilan ini pun sudah dianggap sebagai adanya bentuk atau

kegiatan bisnis yang dilakukan oleh Perusahaan Google di Indonesia.

Selain faktor adanya Kantor Perwakilan juga adanya status Perusahaan

Google sebagai PT di Indonesia.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Perseroan Terbatas

(PT) adalah atau yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum

yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian,

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi

dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-

undang serta peraturan pelaksanannya.

Pada hukum perseroan pun dibahas tentang Tempat Kedudukan (Zetel,

Domicile), karena tempat kedudukan hukum melekat kepada ketentuan

hukum itu sendiri, Tempat kedudukan perseroan terbatas harus berada

dalam “wilayah” Negara Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini,

tidak diperbolehkan tempat kedudukan Perseroan di luar wilayah negara

Republik Indonesia. Yang diperbolehkan didirkan di luar wilayah Negara

Republik Indonesia adalah cabang atau kantor perwakilan

(representative).86

Di dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara perpajakan PT (Perseroan Terbatas) termasuk

kategori Subjek Pajak Badan. Perseroan Terbatas (PT) dan Bentuk Usaha

Tetap (BUT) sekali lagi mempunyai pengertian yang berbeda tetapi dalam

menetapkan pajaknya dipersamakan.

86

M. Yahya Harapah, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2013) h, 102.

Page 64: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

55

Google menolak untuk menjadi BUT (Bentuk Usaha Tetap)

sebagaimana perusahaan Indonesia yang seharusnya. Sedangkan didalam

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal

2 ayat (5) butir (c), berbunyi: (c) kantor perwakilan.

Tidak semua kantor, gedung atau tanah dapat dikenakan pajak.

Pengenaan pajak itu dapat bekerja jika terdapat atau diketahui memperoleh

penghasilan di wilayah Negara Republik Indonesia. Maka, perpajakannya

terhadap perusahaan-perusahaan yang membangun/menyewa kantor

perwakilan, gedung kantor, cabang perusahaan hanya bisa dikenakan pajak

jika memperoleh atau mendapatkan penghasilan di Indonesia, juga

menjalankan kegiatan bisnisnya yang bersifat ekonomis di Indonesia.

Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan pun dituliskan bahwa Penghasilan merupakan suatu Objek

dalam Pajak. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan

berbunyi: “Yang menjadi Objek Pajak adalah Penghasilan, yaitu setiap

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak. Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang

dapat dipakai untuk Konsumsi atau menambah Kekayaan Wajib Pajak

yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”. Undang-

Undang Pajak Penghasilan ini menganut prinsip perpajakan atas

penghasilan dalam pengertiannya yang luas, yaitu Pajak dikenakan atas

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat digunakan untuk konsumsi

atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut. Selain Penghasilan yang

dijadikan tolak ukur dalam pengenaan pajak ini, ada hal lain yaitu

kemampuan ekonomis yang diterima Subjek Pajak. Arti dari kemampuan

ekonomis ini merupakan tambahan penghasilan yang diterima atau

diperoleh yang dapat digunakan untuk Subjek Pajak. Berikut apa saja

tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak penghasilan dapat

dikelompokkan menjadi:

Page 65: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

56

1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan

bebas seperti, Gaji, Honorarium, Penghasilan dari Praktek Dokter,

Notaris, Aktuaris, Akuntan, Pengacara, dan sebagainya.

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan

3. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak

bergerak, seperti Bunga, Dividen, Royalti, Sewa dan Keuntungan

Penjualan Harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha.

4. Penghasilan lain-lain, seperti Pembebasan Utang dan Hadiah.

Jadi, jika Subjek Pajak (dalam hal ini Perusahaan Google di

Indonesia) dan Objek Pajak (dalam hal ini Penghasilan) terpenuhi maka

kedua syarat itu dianggap dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak.

Pengertian Wajib Pajak menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan, Pasal 1 ayat (2) berbunyi:

Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan , meliputi pembayaran pajak,

pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan

kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2008

Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pasal 2 ayat (1)

berbunyi:

Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib

mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan

kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.

Kasus lain yang menguatkan bahwa banyaknya perusahaan

multinasional di Indonesia yang melakukan celah hukum untuk tidak

membayar pajak adalah perusahaan Over The Top (OTT), pada perusahaan

Google pun, perusahaan ini juga bagian dari Over The Top (OTT). Surat

Edaran Nomor 3 Tahun 2016 Terkait Penyediaan Layanan Aplikasi

Page 66: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

57

dan/atau Konten Melalui Internet atau dapat disebut sebagai (Over The

Top). Menurut Kominfo, berikut definisi-definisi tentang Over The Top:

Definisi Penyediaan Layanan Aplikasi Dan/Atau Konten Melalui

Internet (Over The Top):

5.1.1 Layanan Aplikasi Melalui Internet adalah pemanfaatan jasa telekomunikasi melalui jaringan

telekomunikasi berbasir protokol internet yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam

bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, dan daring percakapan (chatting), transaksi

finansial dan komersial, penyimpanan (game), jejaring dan media sosial, dan turunannya.

5.1.2 Layanan Konten Melalui Internet adalah penyediaan semua bentuk informasi digital yang terdiri dari

tulisan, suara, gambar, animasi, music, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian

dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download)

dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi berbasis protokol

internet.

5.2 Penyedia Layanan Over The Top berbentuk perorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha

Indonesia yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum.

5.3 Penyedia Layanan Over The Top ketentuan sebagaimana disebut dalam pada angka 5.2, Layanan

Over The Top dapat disediakan oleh perorangan atau badan usaha asing dengan ketentuan wajib

mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap didirkan berdasarkan pada

ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Sejenis dengan perusahaan Google, Facebook pun juga merupakan

perusahaan Over The Top. Facebook sendiri diketahui mulai membuka

kantor perwakilannya di Indonesia sejak Maret 2014. Kantor perwakilan

facebook di Mal Pasific Place yang berlokasi di Sudirman Central

Business District (SCBD), Jakarta Selatan.

Perusahaan Facebook sendiri jenisnya masih kantor perwakilan

atau repsentative office (rep office)87

. Perusahaan Facebook sudah

terdaftar di KPP Badan dan Orang Asing, namun hanya sebagai „rep

office‟ dari perusahaaan Facebook di Singapura. Perusahaan Facebook

87

Menkeu: Yahoo dan Google Sudah Berbentuk BUT, Facebook dan Twitter Masih „Rep

Office‟https://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/06/1915115026/Menkeu.Yahoo.dan.Goo

gle.Sudah.Berbentuk.BUT.Facebook.dan.Twitter.Masih.Rep.Office. Diakses pada 22 May 2018.

05.15

Page 67: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

58

terdaftar sebagai „rep office‟ di Indonesia pada 10 Februari 2014. Dalam

menjalankan usahanya atau bisnisnya, perusahaan Facebook bertindak

sebagai dependent agent dari Facebook Singapura. Penghasilan yang

diperoleh dari perusahaan Facebook dari jasa periklanan, tetapi perusahaan

masih dalam pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak.

Sejalan dengan regulasi atau peraturan-peraturan yang terdapat di

Undang-Undang, disebutkan di dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun

2008 Tentang Pajak Penghasilan, Pasal 2 ayat (5) yang menguraikan

Bentuk Usaha Tetap yang tergolong bisnis, yaitu:

1. Tempat kedudukan manajemen;

2. Cabang perusahaan;

3. Kantor perwakilan;

4. Gedung kantor;

5. Pabrik;

6. Bengkel;

7. Gudang;

8. Ruang untuk promosi dan penjualan;

9. Pertambangan dan penggalian minyak dan gas bumi;

10. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan;

11. Proyek kontruksi, instalasi, atau proyek perakitan;

12. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain

sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka

wakti 12 (dua belas) bulan;

13. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya

tidak bebas;

14. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan

tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi

atau menanggung risiko di Indonesia;

15. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki,

disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk

menjalankan kegiatan usaha melalui internet.

Page 68: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

59

Uraian-uraian Bentuk Usaha Tetap yang tergolong bisnis ini sudah

diatur di dalam Undang-Undang kepada setiap orang pribadi atau badan

yang melakukan kegiatan bisnis di Indonesia yang bersifat ekonomis.

Tetapi, Bentuk Usaha Tetap ini dapat dikenakan pajak jika terjadi atau

jelas menjalankan usaha dan memperoleh penghasilan darimana pun

asalnya.

Untuk jenis-jenis badan yang dianggap sebagai Subjek Pajak

adalah suatu bentuk usaha atau bentuk non-usaha meliputi:

1. Perseroan Terbatas;

2. Perseroan Komanditer;

3. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun;

4. Persekutuan;

5. Perseroan atau perkumpulan lainnya;

6. Firma;

7. Kongsi;

8. Perkumpulan Koperasi;

9. Yayasan;

10. Lembaga;

11. Dana Pensiun;

12. Bentuk Usaha Tetap;

13. Bentuk Usaha Lainnya.

Dan pada akhirnya jelas, terkait Perusahaan Multinasional Google

dan Facebook di Indonesia melakukan pengelakkan pajak atau celah

hukum agar perusahaannya tidak membayar pajak di Indonesia.

Untuk sebagai Orang Pribadi saja kita dimintakkan kewajiban

untuk membayar pajak, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Pajak

Kendaraan Bermotor (untuk Subjek Pajak yang mempunyai kendaraan),

dan Pajak Penghasilan (PPh) pada NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak).

Maka sudah sangat jelas jika kepada perusahaan asing dan

perusahaan besar dimintakkan pertanggungjawaban lebih sebagai pelaku

Page 69: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

60

usaha, perusahaan yang berbentuk Bentuk Usaha Tetap, dan masih banyak

badan-badan hukum yang dapat dikenakan pajak.

Sudah sewajarnya untuk perusahaan Google dan Facebook

mentaati peraturan-peraturan atau regulasi yang ada di Indonesia, sebagai

Subjek Hukum yang kuat harus sepatutnya mengikuti dimana

perusahaan/Subjek Hukum itu berdiri.

Pada Asas Yuridiksi Pemungutan Pajak jelas diuraikan terkait

Subjek Pajak, orang pribadi/badan yang dapat dikenakan pajak pada BAB

II penelitian ini. Yuridiksi Pemungutan Pajak merupakan salah satu alat

penegakkan pajak yang dilihat dari dan berdasarkan pada tempat tinggal

seseorang/badan, berdasarkan kebangsaan seseorang/badan, dan

berdasarkan sumber dimana penghasilan diperoleh.

Dan, perusahaan Google juga perusahaan Facebook sudah

mengikuti atau memenuhi syarat-syarat sebagai Subjek Pajak Badan di

Indonesia. Dimana perusahaan Google melakukan Penanaman Modal

Asing (melakukan investasi modal), mendapatkan penghasilan dari

pemasaran iklan di Indonesia (sesuai dengan Teori Internaliasasi

Penanaman Modal Asing), mempunyai kantor perwakilan di Jakarta, sudah

berbentuk sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan sudah berbentuk

sebagai PT Google Indonesia atau anak perusahaan dari perusahannya di

Singapura, Googlr Asia Pasific Pte Ltd. Dan perusahaan Facebook tercatat

sebagai „rep office‟ atau kantor perwakilan pada 2014 di Jakarta,

memperoleh penghasilan dari iklan-iklan Indonesia.

Maka sudah sepatutnya perusahaan-perusahaan multinasional ini

untuk patuh terhadap regulasi atau peraturan-peraturan Negara Republik

Indonesia jika dilihat dengan Asas Sumber, yaitu merupakan asas

pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau tempat penghasilan

itu berada atau diperoleh. Apabila suatu sumber penghasilan berada di

suatu negara (dalam hal ini di Indonesia) maka negara tersebut berhak

memungut pajak kepada setiap orang pribadi/badan yang memperoleh

Page 70: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

61

penghasilan dari tempat (negara) atau sumber penghasilan tersebut

diperoleh dan diterima.

B. Pengaturan Penetapan Pajak Penghasilan Terhadap Perusahaan

Multinasional

Dasar hukum bagi perusahaan multinasional dapat ditetapkan pajak

karena perusahaan tersebut mendapatkan suatu penghasilan atau adanya

nilai ekonomi dari kegiatan usaha tersebut. Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,

menyebutkan:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum

Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (3) dijelaskan bahwa:

“Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif dan bentuk usaha tetap”.

b. Dan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan Pasal 5 dijelaskan bahwa:

“Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh

orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang

pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus

delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan,

dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di

Indonesia untuk menjalankan atau melakukan kegiatan di

Indonesia”.

Page 71: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

62

Yang dimaksud bentuk usaha tetap dalam Undang-Undang Nomor

36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan ialah bentuk usaha tetap

mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place of business),

objek yang dapat berupa tanah atau gedung termasuk juga mesin-mesin,

peralatan-peralatan, gudang atau komputer atau agen elektronik atau

peralatan otomatis yang dimiliki maupun disewakan oleh penyelenggara

transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan atau aktivitas usaha

melalui internet. Tempat usaha tersebut bisa bersifat permanen dan untuk

menjalankan usaha bagi orang pribadi/badan yang tidak didirikan dan

tidak berkedudukan di Indonesia.

Prinsip-prinsip dalam sistem pemungutan pajak menurut Undang-

Undang Pajak Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata

Cara Perpajakan, menyebutkan prinsip-prinsip itu adalah:88

1. Bahwa pemungutan pajak berdasarkan undang-undang pajak

nasional (dalam hal ini yang berlaku Undang-Undang Pajak

Nomor 28 Tahun 2007) merupakan perwujudan dan

pengabdian dan adanya peran serta wajib pajak untuk secara

langsung melaksanakan kewajibannya untuk pembiayaan

negara dan pembangunan. Adanya hak mencari dan

memperoleh penghasilan sebanyak-banyaknya membawa

kewajiban itu dalam bentuk pajak untuk membangun negara

dalam meningkatkan kesejehateraan umum.

Dalam penafsiran hukum pajak, bahwa barang siapa ingin

melaksanakan berlakunya peraturan-peraturan hukum, ia pertama-tama

harus memperhatikan dua hal yang sangat penting. Yaitu pengetahuan

tentang peristiwa-peristiwa dan pengetahuan tentang kaidah hukum itu

sendiri. Kaidah hukum merupakan segala peraturan yang ada dibuat secara

resmi oleh pembuat undang-undang tersebut, dan sifatnya mengikat dan

memaksa, bagi setiap orang harus ditaati jika tidak seseorang tersebut akan

88

H. Bohari, Pengantar Hukum Pajak,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h, 7.

Page 72: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

63

dikenakan sanksi. Mungkin telah diketahui oleh umum bahwa setiap

kaidah hukum itu selalu mengandung arti yang dalam; dan barang siapa

hendak mengetahui dengan sungguh-sungguh arti yang terkandung

didalamnya, ia dapat menempuh dua cara. Cara pertama ialah harus

berusaha mencoba menyelami, gambaran apakah yang (pada waktu

dibuatnya Undang-Undang tersebut), penjelasan ini ada pada mereka yang

membentuk Undang-Undang itu, untuk dapat mengusut apa yang

sebenarnya dimaksud dengan Undang-Undang tersebut yaitu dengan

mengusut sejarahnya atau yang disebut Interprestasi Subjektif. Cara ini

tidak bekerja bila tidak ada Interpestasi Objektif. Interprestasi Objektif

adalah menelaah arti dari undang-undang itu menurut bahasa lazim yang

dipergunakan. Jadi, cara pemakaian cara subjektif dan cara objektif ini

bersama-sama, jadi bukan hanya subjektifnya saja, atau objektifnya

masing-masing tersendiri. Dan, undang-undang bisa menjadi merupakan

suatu peristiwa baru. Oleh karena kaidah-kaidah hukum yang dinyatakan

dalam suatu pasal dari sebuah undang-undang itu satu sama lain

mempunyai hubungan yang erat, sebagaimana juga halnya dengan apa

yang ditulis dalam undang-undang, sehingga kesemua ini merupakan

keseluruhan yang sistematis. Atau bisa disebut Penafsiran Secara

Sistematis.

Penafsiran secara sistematis merupakan cara bagi kita untuk

melihat undang-undang dengan sebuah peraturan. Kata-kata dalam sebuah

peraturan ditafsirkan dalam hubungannya dengan kalimat yang

bersangkutan (tulisan di undang-undang tersebut). Jadi, penafsiran ini

ialah suatu cara yang berdasarkan atas kenyataan, bahwa undang-undang

merupakan suatu sistem, bahwa kaidah-kaidahnya mempunyai hubungan

satu sama lain yang logis, dan bahwa undang-undang itu sendiri

mempunyai hubungan yang erat pula dengan yang lain-lain sehingga

seluruh perundang-undangan merupakan suatu sistem juga.89

89

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, (Bandung: PT. Refika

Aditama, 2003), h, 165

Page 73: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

64

Kembali kepenjelasan awal, bahwa secara harfiah pengenaan pajak

terhadap orang/badan karena bisa ditentukan apa objek pajaknya

(Peraturan Undang-Undang) dan syarat subjektif (siapa yang dibebani

dalam kewajiban ini).

Kembali pada teori pajak yang digunakan yaitu, Teori Kewajiban

Mutlak dimana negara adalah organisasi yang mempunyai hak dan tugas

untuk menyelenggarakan kepentingan umum untuk masyarakat. Salah

satunya, dengan pembayaran pajak yang dilakukan oleh para pemilik

perusahaan multinasional. Ini jelas merupakan kegiatan ekonomi dimana

perusahaan-perusahaan tersebut melakukan usaha yang mengakibatkan

adanya keuntungan yang diperoleh di Indonesia. Berkaitan dengan Asas-

Asas Pemungutan Pajak, yaitu Asas Yuridis segala pemungutan pajak

harus didasarkan oleh Undang-Undang. Dengan begitu, Undang-Undang

tersebut diatas dapat dijadikan suatu alat oleh pemerintah dalam

menetapkan pajak kepada wajib pajak.

Didalam pembahasan ini, peneliti lebih mengerucu terhadap

Undang-Undang yang mendukung bagaimana penetapan perusahaan

multinasionalnya itu dapat berlaku, seperti dijelaskan sebelumnya,

bahwasannya pengertian perusahaan multinasional ialah perusahaan yang

menjalankan usahanya atau kegiatan di berbagai negara termasuk di

Indonesia. Artinya, kegiatan perusahaan multinasional ini mempunyai

kemampuan untuk mengkordinasikan atau mengawasi aktivitas-aktivitas

antara perusahaan-perusahaan di lebih satu negara.90

Jadi, sudah

selayaknya jika perusahaan multinasional ini diberikan pengenaan pajak

dari pemerintah jika dilihat dari penjelasan Yuridiksi Pemungutan Pajak,

yaitu Asas Sumber dimana:91

90

An An Chandrawulan, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, (Bandung: PT. Alumni Bandung

2011) h, 153.

91 B. Ilyas, Wirawan dan Richard Burton, Hukum Pajak, (Jakarta: Salemba Empat, 2007)

h, 18.

Page 74: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

65

“Asas Sumber merupakan asas pemungutan pajak yang didasarkan

pada sumber atau tempat penghasilan itu berada. Apabila suatu sumber

penghasilan berada di suatu negara maka negara tersebut berhak

memungut pajak kepada setiap orang/badan yang memperoleh penghasilan

dari tempat atau sumber penghasilan tersebut”.

Oleh karena penjelasan diatas, adanya Asas Sumber dari Yuridiksi

Pemungutan Pajak bisa dijadikan suatu alat bagi Fiskus untuk menetapkan

pajak kepada perusahaan multinasional. Dalam Pajak Penghasilan harus

dicari subjeknya (siapa yang dibebani dalam pajak ini) dan harus pula

ditentukan apa objek pajaknya (Peraturan Perundang-undangan); ialah

karena suatu peraturan menentukan, bahwa keharusan membayar pajak

penghasilan dibebankan kepada setiap orang yang memenuhi dua syarat,

yaitu:92

1. Subjektif:

Jadi, siapa yang dibebani keharusan ini. Yang dinamakan pajak

subjektif ialah pajak yang memperhatikan pertama-tama

keadaan pribadi Wajib Pajak.

2. Objektif:

Apakah Wajib Pajak orang/badan tersebut berpenghasilan

seperti yang dimaksudkan dalam Undang-Undang Penghasilan.

Alat objektif adalah untuk menentukan pajaknya, apakah

penghasilan, kekayaan seseorang atau keduanya.93

Bagi pajak objektif pertama-tama melihat kepada objeknya

yang selain benda, dapat pula berupa, suatu keadaan,

perbuatan, atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya

kewajiban membayar, barulah dapat dicari subjeknya

(orang/badan hukum tersebut yang berkewajiban membayar

92

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 47.

93 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 76.

Page 75: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

66

pajak), dengan tidak membedakan apakah subjek ini

berkediaman di Indonesia ataupun tidak.94

Seperti yang dipaparkan diatas, bahwa tidak perduli siapa

subjeknya, orang/badan yang berkedudukan di Indonesia maupun tidak,

tetap dapat dikenakan pajak asalkan ada suatu objek yang mempunyai

nilai ekonomi di Indonesia, dan atas objek tersebut tercapailah suatu

penghasilan kepada subjek tadi. Jika, salah satu dari kedua syarat ini

terpenuhi, maka timbulah kewajiban membayar pajak penghasilan kepada

yang bersangkutan. Bila, dalam pajak penghasilan terdapat ketentuan-

ketentuan bahwa Wajib Pajak baru dapat dikenakan pajak atas

penghasilannya bila memenuhi syarat-syarat diatas. Fiskus (Orang yang

memungut pajak) dapat berkerja bilamana ia mempunyai alat-alat

keterangan tentang hal ini semua, misalnya faktor dimana Wajib Pajak

tersebut tinggal atau apakah ia mempunyai penghasilan yang memenuhi

syarat-syarat tadi.

Pajak Objektif menguraikan faktor-faktor Pajak Subjektif dapat

dikenakan pajak, berikut uraiannya:95

1. Keadaan

Adanya peraturan dalam negara tersebut yang menimbulkan

orang/badan (subjek pajak) dikenakan pajak penghasilan.

Dalam hal yang dimaksud adalah Undang-Undang. Yang

sering terjadi adalah karena keadaan, seperti pajak-pajak yang

sangat penting untuk dipungut (Pajak Penghasilan atau atas

suatu kekayaan), dikenakan atas keadaan-keadaan ekonomis si

wajib pajak.96

\

2. Perbuatan-perbuatan

Dalam pajak penghasilan, adanya usaha yang menimbulkan

kegiatan ekonomi yang dilakukan wajib pajak, sehingga

94

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 90.

95 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 91.

96 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 116.

Page 76: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

67

orang/badan tersebut menghasilkan suatu pendapatan untuk

kekayaan dirinya/usahanya.

3. Peristiwa

Kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan perusahaan

multinasional menyebabkan adanya peristiwa yang akhirnya

home country (negara pemilik modal) harus membayar pajak di

host country (negara penerima modal).

Pembagian Pajak Subjektif dan Pajak Objektif ini juga suatu ajaran

menurut Prof. Adriani penting dalam hukum pajak untuk dapat menjawab

pertanyaan sampai batas-batas apa mengenai kekuasaannya dalam

memungut pajak pada wajib pajak. Dapat juga dirumuskan sebagai

berikut: Pajak Subjektif titik tangkap utamanya adalah orang/badan; untuk

Pajak Objektif titik tangkap utamanya adalah kebendaan/objek (benda,

keadaan, peristiwa, keadaan).

Adapun keuntungan dari pembedaan ini terletak dalam:97

1. Bidang Penaksiran, yaitu karena diketahui titik tangkapnya,

maka maksud pembuat undang-undang mudah ditafsirkan.

2. Bidang Yuridiksi, yaitu bila ada soal tentang “Termasuk dalam

kompetensi apa negara suatu pajak dapat dipungut?

Jawabannya setiap negara memungur pajak subjektif dari

penduduk, juga bukan dari penduduk yang mempunyai

kewarganegaraan negara itu (asalkan undang-undang yang

bersangkutan menganut asas kebangsaan); sedangkan dapat

dipungut oleh suatu negara jika objeknya (perbuatan, peristiwa,

keadaan) yang berlangsung di dalam wilayah negara itu, tanpa

harus mempersoalkan dimana orang/badan/subjeknya tinggal.

Apa yang terjadi terhadap perusahaan multinasional yang

dikenakan pajak, karena di Indonesia ada istilah tentang Hukum Positif

yang berarti hukum yang berlaku pada waktu sekarang (dan hal ini di

97

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 93.

Page 77: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

68

Indonesia).98

Di dalam kedaulatan dalam lapangan pajak pun ada terdapat

suatu asas mengenai kedaulatan negara yang dinyatakan sebagai

kedaulatan setiap negara untuk dengan bebas mengatur kepentingan-

kepentingan rumah tangganya sendiri.99

C. Kewenangan Direktorat Jenderal Pajak Dalam Pengenaan Pajak

Terhadap Perusahaan Multinasional

Dalam aktivitas ekonomi, pemasukan pajak kepada kas negara

sangat berpengaruh terhadap pembangunan-pembangunan bagi

kepentingan umum. Pada dasarnya, untuk Wajib Pajak (Orang/Badan)

yang tidak mematuhi atau mengelakkan suatu pajak, dengan alasan Wajib

Pajak tersebut mengira bahwasannya negara mengambil keuntungan dari

penghasilan yang diterimanya. Padahal sebenarnya, dialah yang

mengambil uang dari warga-warga lain sehingga terciptalah sebuah

kegiatan ekonomi keuntungan dan pemasukan ke usahanya. Oleh karena

itu, negara sebagai pengatur yang berdasarkan Undang-Undang harus

memintakan pengorbanan lain kepada Wajib Pajak tersebut dengan cara

memungut pajak yang ke-sejehteraannya kembali untuk masyarakat.

Maka bagi Wajib Pajak (orang/badan) kewajiban-kewajiban yang

timbul dalam hukum pajak harus dipenuhinya. Penagihan pajak yang

dilakukan oleh Fiskus (orang yang memungut pajak) juga sering sekali

mengalami penghambatan, dimana pembuat undang-undang pajak harus

memperhatikan bila ada kemungkinan, bahwa tidak semua wajib pajak

bisa memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak dengan baik dan

sukarela. Dengan demikian, jika peraturan tersebut ingin dipenuhi dengan

itikad baik dari wajib pajak, harus berupaya tegas dalam peraturan-

peraturan tentang tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh Fiskus (orang

yang memungut pajak) bilamana diperlukan untuk memaksa bagi Wajib

98

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 60.

99 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 226.

Page 78: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

69

Pajak (orang/badan) yang tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya yang

timbul dari undang-undang.

Secara filosofis hukum hadir sebagai aturan-aturan yang terjadi

ditengah masyarakat, hukum diciptakan sebagai pengatur kehidupan

masyarakat, agar masyarakat dapat merasa adil dan dilindungi dalam

kepentingannya. Hukum juga bertujuan untuk memberikan manfaat

kepada warganya. Dalam perspektif hukum lain, yaitu hukum di dalam

syariat islam, pengaturan tentang pajak ini juga diatur pada Al-Qur‟an

surat At-Taubah ayat 29 mengenai pajak

Allah Subhanahu wata‟ala berfirman:

ورسوله ول يدينون دين الحق هن قاتلوا الذين ل يؤهنون ب م للا هون ها حز ول باليوم الخز ول يحز الل

الذين أوتوا الكتاب حتى يعطوا الجزية عن يد وهن صاغزون

Artinya: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada

Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak

mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak

beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang)

yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah

dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”

Kata ”Jizyah” pada kalimat diatas sama dengan artinya dengan

“Pajak”. Jika dilihat Al-Qur‟an dan terjemahannya oleh Departemen

Agama RI terbitan PT. Syaamil Bandung. Walau begitu, tidak semua

ajaran menyebutkan bahwa “Jizyah” adalah “Pajak”.

Selain sebagai fungsi “burgeter” atau yang sudah penulis uraikan

bahwa fungsi burgeter atau fungsinya untuk sektor publik. Sektor publik

sendiri mengandung pengertian di KKBI; lingkungan sesuatu usaha (bila

dalam kaitannya dengan ekonomi). Maka dari arti publik, menjelaskan

adanya masyarakat atau khalayak umum.

Pada pemungutan pajak, dijelamakan sebagai cara untuk mencapai

maksud sosial atau ekonomis tertentu, yaitu dalam hal ini khusus ditujukan

Page 79: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

70

kepada pelaku usaha.100

Tentang hal ini, dipelopori oleh Ajaran Adolf

Wagner, seorang guru besar di Berlin (±1880), ia mengatakan pada pajak

yang diundang-undangkan suatu negara dengan maksud semata-mata

untuk mencapai tujuan ekonomis tertentu.101

Selanjutnya diketahui, bahwa selain itu kaidah-kaidah hukum

seperti yang sudah dijelaskan diawal, hal itu mempunyai hubungan yang

erat dengan kehidupan masyarakat. Harus diingat, bahwa bahwa

kehidupan masyarakat ini mempunyai sifat dinamis. Artinya pada kegiatan

yang dilakukan oleh perusahaan multinasional bisa saja ada kaitannya

dengan sistem pajak di Indonesia,

Tujuan hukum pajakpun, adalah karena keadilan yang merata pada

setiap pengusaha yang menjalankan bisnisnya di Indonesia. Jadi,

pemungutan pajak yang dilakukan Fikus (orang yang memungut pajak)

tidak dapat terlepas dari prinsip keadilan. Hanya keadilanlah yang dapat

menyiptakan keseimbangan sosial, yang bertujuan untuk kesejahteraan

umum (masyarakat Indonesia).

Semua subjek hukum berdomisili di Indonesia dapat dijadikan

subjek pajak, sedangkan yang berdomisili di luar negeri (Wajib Pajak Luar

Negeri) hanya dapat dijadikan subjek jika mempunyai hubungan ekonomi

dengan Indonesia. Mengenai Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang

bertempat kediaman di luar negeri (bukan di Indonesia) memenuhi

kewajiban pajak subjektif Indonesia apabila ia mempunyai hubungan

ekonomi di Indonesia, yaitu melakukan perusahaan di Indonesia dengan

suatu permanent establishment (pendirian tetap, tempat usaha tetap).102

Perusahaan multinasional dalam stigma masyarakat mempunyai

ketentuan atau peraturan tersendiri. Kaitannya dengan hukum

internasional, di dalam hukum internasional tentu saja ada yang dianggap

sebagai subjek huku. Dalam hukum internasional pun, subjek hukum ada 2

100

R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 220.

101 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 220.

102 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak…h, 88.

Page 80: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

71

(dua) yaitu, Subjek Hukum Pribadi dan Badan Hukum. Dan bentuk

perusahaan multinasional di Indonesia ada 2 (dua) jenis, ada yang

berbentuk badan hukum (PT) dan ada yang tidak berbentuk badan hukum

(CV, Firma). Perusahaan multinasional dalam penelitian ini berbentuk

perusahaan Go International artinya berbentuk PT. Bahwa dalam masalah

perusahaan multinasional Google tidak mengakui sebagai Subjek Hukum

karena menganggap perusahaannya hanya anak perusahaan dari Google

Asia Pasific Pte Ltd di Singapura, sehingga Google Indonesia enggan

untuk ditetapkan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) seperti yang sudah

diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak

Penghasilan Pasal 2 ayat (2) butir (a), Bentuk Usaha Tetap adalah Subjek

Pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak

Badan. Dan, pada pengertian Subjek Pajak Badan bahwa, diantara Subjek

Pajak Badan tertulis PT, CV, Firma salah satunya.

Pada hukum internasional terbagi menjadi dua hukum

internasional, yaitu Hukum Publik Internasional dan Hukum Perdata

Internasional. Diantara dua jenis itu, subjek hukumnya sama dan tidak

dibedakan lagi. Yang membedakan diantara jenis hukum internasional itu

adalah kepentingan. Dan, untuk perusahaan multinaisonal masuk kepada

Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional adalah

hubungan hukum atau peristiwa hukum yang mempunyai hubungan

dengan perdata yang mempunyai unsur subjek hukum asing.

Pajak timbulnya bukan karena ketetapan dari Fiskus (orang yang

memungut pajak) melainkan karena undang-undang. Dan pekerjaan ini

menjadi tugas inpeksi-inpeksi pajak sebagai aparatur dari Direktorat

Jenderal Pajak. Apakah sebetulnya peradilan bagi perusahaan

multinasional dalam hukum pajak ini? Jawabannya, salah satu pendapat

dari Sinninghe Damste, adalah sebagai berikut: adalah sangat keliru jika

mendasarkan dengan ketidakpercayaan, apabila ada seseorang yang

berpikir begitu tidak tahu dasar yang dipergunakan pada setiap

pelaksanaan Undang-Undang Pajak. Sebab fikus (orang yang memungut

Page 81: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

72

pajak), dengan aparaturnya mempunyai tugas untuk melaksanakan setiap

peraturan-peraturan yang terdapat dalam Undang-Undang. Fiskus tidak

diperkenankan bertindak sewenang-wenang walaupun niatnya dengan

maksud untuk menguntungkan negara dengan cara memaksa para pemilik

perusahaan multinasional untuk membayar pajak.

Dalam hukum internasional pun terdapat suatu norma yang

menetapkan, bahwa pemerintah suatu negara (dalam hal ini Indonesia)

dapat mengatur sesuatu wilayahnya jika ada satu titik hubungannya

dengan negaranya itu (Indonesia). Titik hubungan yang dimaksud disini

dapat bersifat perorangan (kebangsaan atau tempat tinggal wajib pajak),

atau bersifat kebendaan (seperti sumber suatu penghasilan atau benda

kekayaan). Titik hubungan ini harus bersifat ekonomi dan dapat

dimasukkan ke dalam empat golongan yang berbeda sifat, yaitu dalam

penjelasan ini penulis hanya mengambil dua golongan yang menurut

penulis ada kaitannya dengan penelitian yang penulis ambil, dua golongan

itu adalah:103

1. Karena dalam wilayah suatu negara (orang/badan asing

tersebut) terdapat sumber pendapatan seseorang (pendapat dari

Indonesia)

2. Karena dalam wilayah suatu negara terdapat suatu kekayaan

seseorang (yang berdomisili di negara lain). Artinya,

orang/badan asing mempunyai suatu kekayaan dari Indonesia

tetapi ia berdomisili di negara lain.

Bahwasannya, setiap perusahaan multinasional dapat dikenakan

pajak tergantung pada objek usaha pada perusahaan multinasional

tersebut.

Berikut akibat-akibat dari pengelakaan pajak kepada Direktorat Jenderal

Pajak, yaitu:104

1. Dalam bidang keuangan

103 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, h, 227.

104 R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, h, 19.

Page 82: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

73

Pengelakaan pajak dalam bidang keuangan berarti akan

mengakibatkan kerugian bagi negara, dapat menyebabkan

keseimbangan anggaran atau konsekuensi-konsekuensi lain seperti

penarikan tarif pajak, dan keadaan inflatoir.

2. Dalam bidang ekonomi

a. Pengelakan pajak dalam bidang ekonomi sangat

berpengaruh dalam kegiatan persaingan sehat di antara para

pengusaha, dimana jika ada suatu perusahaan yang

mengelakaan pajak dengan menekankan utang pajaknya

(biayanya) secara tidak legal, mempunya posisi yang lebih

menguntungkan daripada saingan-saingannya yang tidak

berbuat demikian.

b. Pengelakan pajak dalam bidang ekonomi menyebabkan

adanya stagnansi perputaran roda ekonomi apabila suatu

perusahaan berusaha untuk mencapai tambahan atau

penghasilan dengan mengelakan pajak (tidak membayar

pajak), hal ini tidak dibenarkan, karena tidak efektifnya

peningkatan produktivitas bagi masyarakat.

c. Pengelakan pajak termasuk juga menyebabkan langkanya

modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan

penghasilannya terpaksa berusaha keras untuk menutup-

nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus (orang

yang mempunyai kepentingan memungut pajak).

D. Efektifitas Undang-Undang Pajak Penghasilan Dalam Perusahaan

Multinasional

Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 adalah

suatu peraturan untuk mengatur penghasilan-penghasilan yang diterima

atau diperoleh oleh Wajib Pajak. Dalam hal ini wajib pajak adalah

perusahaan multinasional.

Page 83: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

74

Jika menanyakan apakah Undang-Undang Pajak Penghasilan

efektif terutama dalam prakteknya untuk diterapkan dalam penetapan

pajak terhadap perusahaan multinasional, kita harus melihat bahwa

Undang-Undang sudah sedemikian rupa rapih untuk mengatur persoalan

yang ada di masyarakat, dengan juga melihat penafsiran dalam pajak,

bahwa penafsiran pajak dilihat dengan 2 (dua) cara yaitu, peristiwa yang

terjadi dan kaidah hukum pajak itu sendiri. Peristiwa dalam perusahaan

multinasional adalah adanya perbuatan perusahaan multinasional yaitu

melakukan kegiatan bisnis yang bersifat ekonomis di Indonesia sehingga

menciptakan suatu keadaan (mendapat penghasilan dari usahanya). Kaidah

hukum mempunyai pengertian segala peraturan perundang-undangan yang

dibuat resmi oleh pembuat undang-undang, dalam hal ini undang-undang

pajak penghasilan. Sehingga peristiwa dari adanya kegiatan usaha

perusahaan multinasional sangat berkaitan dan berhubungan dengan

kaidah hukum itu sendiri.

Lalu ada hal lain dalam melihat kaidah hukum, yaitu dengan

interprestasi subjektif dan interprestasi objektif. Hal ini akan dibahas pada

materi selanjutnya.

Bahwa bisa diketahui pemerintah sudah mengatur dan mempunyai

regulasi dalam penetapan pajak kepada perusahaan multinasional, tetapi

masih adanya celah hukum yang dilakukan oleh perusahaan multinasional.

Tentu perusahaan multinasional bukan perusahaan kecil, perusahaan

multinasional perusahaan besar sehingga perusahaan ini dapat mendorong

dan menggagas proses globalisasi ekonomi pada negara penerima modal.

Direktorar Jenderal Pajak bekerja dengan melakukan pemberitahuan

penunggakkan pajak dengan Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan

mempunyai pengertian di Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (11) yang

berbunyi:

Page 84: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

75

Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau

pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dalam kasus Google Indonesia pun, perusahaan ini mendapatkan

Surat Perintah Pemeriksaan (SPP). Surat Perintah Pemeriksaan adalah

surat yang memuat sekurang-kurangnya jumlah peredaran, jumlah

penghasilan, jumlah penghasilan kena pajak, jumlah pajak yang terhutang,

jumlah pajak yang telah dilunasi dalam tahun yang berjalan dan jumlah

kekurangan atau kelebihan pajak yang dapat diminta pengembaliannya.105

Ketika Direktorat Jenderal Pajak memberikan Surat Perintah

Pemeriksaan (SPP) kepada Google, perusahaan Google justru

mengembalikan lagi ke Direktorat Jenderal Pajak. Sehingga dengan cara

hukum yaitu yang sudah tertulis dalam undang-undang sudah dilakukan

oleh Direktorat Jenderal Pajak, tetapi tidak ada tanggapan, maka dari

Direktorat Jenderal Pajak melakukan komunikasi pribadi dengan

perusahaan Google di Indonesia untuk mendapatkan jalan keluar.

Ternyata dalam praktiknya Undang-Undang Pajak Penghasilan

bisa efektif dan juga tidak efektif tergantung seberapa bertanggungjawab

subjek pajak itu menataati peraturan. Tetapi aturan adalah aturan, aturan

dibuat untuk dipatuhi dan jika tidak dipatuhi mendapatkan sanksi.

Dalam Hukum Internasional, dibahas pula tentang pengertian suatu

badan hukum dalam pandangan internasional, sistem di Indonesia

memiliki syarat badan-badan hukum asing/luar negeri yaitu didirikan

menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Dari peraturan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Pasal

3 ditentukan bahwa: perusahaan-perusahaan yang hendak terhitung

sebagai kategori perusahaan-perusahaan yang melakukan penanaman

modal diselenggarakan berdasarkan:

1. Kepastian hukum;

105

Rochmat Soemitro, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, (Bandung: PT Eresco, 1993),

h,127.

Page 85: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

76

2. Keterbukaan;

3. Akuntabilitas;

4. Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;

5. Kebersamaan;

6. Efisiensi berkeadilan;

7. Berkelanjutan;

8. Berwawasan lingkungan;

9. Kemandirian;

10. Keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Pada poin 4 (empat): perlakuan yang sama dan tidak membedakan

asal negara. Sukardono, dalam bukunya “Hukum Dagang Indonesia”

berpendapat bahwa pada umumnya tempat suatu kediaman PT ditentukan

oleh tempat dimana perbuatan-perbuatan dan pengurusan dilakukan.

“perseroan-perseroan terbatas, perkumpulan-perkumpulan, Yayasan-

yayasan, dan badan hukum lainnya, tunduk kepada hukum dari tempat

badan-badan hukum itu telah didirikan. Apabila badan hukum

bersangkutan melaksanakan kegiatan utamanya di wilayah Indonesia, akan

berlakulah hukum Indonesia”106

.

Selanjutnya dijelaskan juga penunjang bahwa perusahaan asing/luar

harus mematuhi peraturan tempat dimana perushaan itu bekerja, dalam

Hukum Perdata Internasional, Masmuim merumuskan Hukum Perdata

Internasional adalah segala ketentuan hukum yang menentukan hukum

perdata dari negara mana yang harus diterapkan sesuai dengan suatu

perkara.107

Keefektifan hukum pajak ini juga tidak terlepas kepada asas-asas

yang mendukung hukum pajak ini berhasil diterapkan pada kenyatannya,

106

Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Bandung: P.T Alumni,

2010), h, 361.

107 H. Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), h, 221

Page 86: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

77

berikut asas-asas pemungutan pajak yang dapat dilihat kepada subjek

pajak agar pemungutan ini berjalan efektif, diantara lain:108

a. Asas Wilayah (Teritorial)

Pemungutan pajak yang dilihat dan berdasarkan atas domisil, dimana

subjek pajak (orang/badan hukum) bertempat tinggal.

b. Asas Kebangsaan (Nasionalitas)

Pemungutan pajak yang berdasarkan dimana pun seseorang/badan

hukum berada dapat ditunjuk sebagai wajib pajak, apakah di Indonesia

atau diluar wilayah Indonesia.

c. Asas Sumber

Pemungutan pajak didasarkan pada adanya sumber di suatu negara.

Dalam asas ini negara berhak memungut pajak adalah negara dimana

sumber penghasilan diperoleh.

d. Asas Umum

Pemungutan pajak hendaknya menganut keadilan, artinya peraturan-

peraturan pajak dengan praktik sehari-hari yang terjadi dalam

pelaksaannya harus melaksanakan keadilan.

Hukum pajak tercipta dan dibuat dengan tugas untuk menelaah

keadaan-keadaan dalam masyarakat dan negara yang berkaitan dengan

penetapan pajak, kemudian merumuskannya dalam peraturan hukum dan

menafsirkannya dengan memperhatikan latar belakang ekonomis.109

108

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h,

130.

109 Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia…h, 131.

Page 87: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik

kesimpulan dari permasalahan yang telah dikemukakan dalam skripsi ini,

yaitu sebagai berikut:

1. Secara harfiah pajak dipungut kepada wajib pajak jika adanya kegiatan

tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak tersebut darimana pun asalnya yang dapat digunakan untuk

konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut.

2. Sifat pemungutan yang dilakukan kepada Perusahaan Multinasional

adalah dasarnya karena adanya syarat yaitu rangkaian dari perbuatan-

perbuatan, keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa. Jika diuraikan,

peristiwa, seperti: perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan

usaha atau kegiatan melalui sarana perusahaan dengan mengakibatkan

adanya keuntungan atau penghasilan. Keadaan, seperti: adanya

peraturan di negara tersebut, adanya suatu tempat usaha (objeknya).

Perbuatan, seperti: atas usahanya tersebut seseorang menimbulkan

kegiatan ekonomi menghasilkan suatu pendapatan untuk kekayaan

dirinya/usahanya.

3. Faktor adanya perusahaan multinasional dapat dikenakan pajak karena

Bentuk Usaha Tetap yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun

2008 dalam Pasal 2 ayat 1(a) yang berbunyi: “Bentuk Usaha Tetap

adalah subjek yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan

subjek pajak badan”. Artinya, setiap subjek pajak (orang/badan)

selama subjek pajaknya melakukan kegiatan usaha di Indonesia, ia

dapat dikatakan sebagai Wajib Pajak.

Page 88: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

79

B. Rekomendasi

Berdasarkan semua penjelasan tersebut, penulis memberikan beberapa

rekomendasi

1. Adanya peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dan khusus

dalam pengenaan untuk pajak perusahaan multinasional. Kegiatan

perusahaan multinasional juga merupakan Subjek Hukum, yaitu

dimana secara ekonomi tumbuh dan berkembang menjadi perusahaan-

perusahaan yang aktif dalam ekonomi.

2. Memberikan sanksi tegas bagi pelaku usaha yang mendapatkan

penghasilan dan mentargetkan masyarakat Indonesia sebagai

konsumen dari produk/jasa usahanya tersebut. Karena, ia mengambil

keuntungan dari masyarakat Indonesia sehingga tercipta suatu kegiatan

ekonomi yang keuntungan dan pemasukannya masuk ke usahanya.

3. Negara sebagai pengatur yang berdasarkan atas Undang-Undang harus

memintakan pengorbanan lain kepada pelaku usaha tersebut dengan

cara memungut iuran pajaknya yang dapat digunakan kembali untuk

kepentingan-kepentingan umum dan masyarakat.

4. Direktorat Jenderal Pajak sebagai pengatur pelaksanaannya perpajakan

di Indonesia diharapkan dapat lebih maksimal dalam menindak tegas

pelaku usaha sebagai Subjek Pajak yang mengelak pajak, terkait dalam

hal ini perusahaan-perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan

bisnis di Indonesia sesuai diatur didalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Page 89: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

80

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Akbar Silondae, Arus dan Andi Fariana, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Dan

Bisnis, Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010.

Asikin, Zainal, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012.

Asyhadie, H. Zaeni dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan Dan Kepailitan,

Mataram, Erlangga, 2012.

Chandrawulan, An An, Hukum Perusahaan Multinasional, Liberalisasi Hukum

Perdagangan Internasional dan Hukum Penanaman Modal, Bandung: P.T.

Alumni Bandung, 2011.

Bagus Rahmadi S, Ida, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung Di

Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

Durachman, Syopiansyah, Jaya, Putra, dan Yusuf, Etika Bisnis & Hak Kekayaan

Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.

Gade, Djamaluddin Gade dan Muhammad, Hukum Pajak, Jakarta: LPFE-UI,

1995.

Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: P.T

Alumni, 2010.

Gunadi, Panduan Komprehensif Pajak Penghasilan, Jakarta: Bee Media

Indonesia, 2013.

Harahap, Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

H, Bohari, Pengantar Hukum Pajak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Kansil, C.S.T “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Cet. VII”,

Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Kairupan, David, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Jakarta:

Kencana Prenadamedia Gruoup, Cet. I, 2013.

Page 90: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

81

Masriani, Yulies Tiena, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2008.

Mulhadi, Hukum Perusahaan Bentuk-Bentuk Usaha Di Indonesia, Bogor: Ghalia

Indonesia, 2010.

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global,

Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.

Nurmantu, Safri, Pengantar Perpajakan, Jakarta: Granit, 2003.

Pandiangan, Rotistua, Hukum Pajak, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.

Santoso, R, Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Bandung: PT. Refika

Aditama, 2003.

Sinamo, Nomensen, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Bumi Intitama Sejahtera,

2009.

Suandy, Erly, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat, 2011.

Soemitro, Rochmat, Pajak Penghasilan Edisi Revisi, Bandung: PT Eresco, 1993.

Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003.

T. Muchlinski, Peter, Multinational Enterprise and The Law, The Oxford

International Law Library/Oxford Univ; Press, Oxford, 2007).

Tata Sutabri, Komputer dan Masyarakat, Yogyakarta: C.V Andi OFFSET, 2013.

Thomas Sumarsan, Perpajakan Indonesia, Jakarta: PT. Indeks, 2015.

Wirawan, B. Ilyas, dan Richard Burton, Hukum Pajak, Jakarta: Salemba Empat,

2007.

Jurnal:

Harinurdin, Erwin. “Perilaku Kepatuhan Wajib Pajak Badan”. Bisnis dan

Birokrasi, Jurnal Ilmu Adminstrasi dan Organisasi. Vol.16, 2, (2009): 96-

104.

Page 91: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

82

Nurullah. ”Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi Indonesia”. Jurnal

Hikamuna, Vol, 1, 1, (2006): 17-33.

Internet:

http://eprints.uny.ac.id/7889/3/BAB%202-09409134015.pdf. Artikel diakses pada

23 April 2017.

CNN Indonesia: Ekonomi, “Ditjek Pajak: Google Bayar Pajak Maret-April 2017,

Jakarta, 19 Maret 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018 dari

https//m.cnnindonesia.com/ekonomi/20170319141842-78-201163/ditjen-

pajak-google-bayar-pajak-maret-april-2017.

CNN Indonesia, Ekonomi, “Google Akhirnya Bayar Pajak Sesuai Aturan

Indonesia, Jakarta 30 November 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018

dari https://m.cnnindonesia.com/ekonomi/20171130155839-532-259271/google-

akhirnya-bayar-pajak-sesuai-aturan-indonesia.

Direktorat Jenderal Pajak, “Belajar Pajak”, Jakarta, 2012. Artikel diakses pada 1

Januari 2018 dari http://www.pajak.go.id/content/belajar-pajak.

Detik Finance, “Menilisik Rute Kasus Google Hingga Menghadap Ditjen Pajak,

Jakarta, 19 Januari 2017. Artikel diakses pada 21 May 2018 dari

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-3399907/menelisik-

rute-kasus-google-hingga-menghadap-ditjen-pajak.

Hukum Online, “4 Tuntutan Komunikonten Ke Pemerintah Soal Pajak Google”,

Jakarta, 2016. Artikel diakses pada 7 Maret 2017 dari

http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt57f1e75f5f2b6/4-tuntutan

komunikonten-ke-pemerintah-soal-pajak-google.

Kompas.com, “Menkeu: Yahoo dan Google Sudah Berbentuk BUT, Facebook dan

Twitter Masih „Rep Office‟, Jakarta, 6 April 2016. Artikel diakses pada 22

May 2018 dari

https://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/06/1915115026/Menkeu.Yahoo.

dan.Google.Sudah.Berbentuk.BUT.Facebook.dan.Twitter.Masih.Rep.Office.

Redaksi Klik Mania, “Akhirnya Facebook dan Google Wajib Bayar Pajak Di

Indonesia”, Semarang, Artikel diakses pada 6 Maret 2017 dari

https://www.klikmania.net/facebook-dan-google-membayar-pajak/

Page 92: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma

83

Tugas dan Fungsi, http://www.pajak.go.id/content/tugas-dan-fungsi. Artikel

diakses pada 20 Maret 2018.

Universitas Diponegoro, Institusional Repository, “Definisi Pajak”, h, 8. Artikel

diakses pada 23 April 2017 dari

http://eprints.uny.ac.id/7889/3/BAB%20209409134015.pdf.

Ortax Your Center of Excellence in Taxation, “Pembagian Hak Pemajakan Atas

Suatu Jenis Penghasilan Berdasarkan OECD Model Tax Treaty, ---, 2008.

Artikel diakses pada 8 Januari 2018 dari http://www.ortax

.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=35.

https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_Pajak. Artikel diakses pada 19

Maret 2018.

Visi dan Misi. http://www.pajak.go.id/visi_dan_misi. Artikel diakses pada 20

Maret 2018.

Skripsi:

Ardi, P, Vicensia, “Tinjauan Yuridis Terhadap Pajak Penghasilan Wajib Pajak

Luar Negeri Berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

(P3B) Antara RI dan Australia.” Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas

Indonesia, 2004.

Ayu, Anggaraini, “Kedudukan Hukum Peradilan Pajak Dalam Sistem Peradilan

Di Indonesia.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri Jakarta, 2012.

Undang-Undang:

UU. No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan

UU. No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-12/PJ/2015 Tentang Penetapan

Tempat Tinggal Orang Pribadi dan Tempat Kedudukan Badan

Page 93: IMPLEMENTASI PERUSAHAAN MULTINASIONAL DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44051/1/ANGGI... · . empiris-normatif adalah yang mana penulis mengacu pada norma-norma