IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI …eprints.uny.ac.id/41591/1/Skripsi_Nuhraini...
Transcript of IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI …eprints.uny.ac.id/41591/1/Skripsi_Nuhraini...
i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH
INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA
YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Nuhraini Palipung
NIM 12110241055
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN
JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
SEPTEMBER 2016
v
“MOTTO”
“Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan
dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi
menciptakan kasih” – Lao Tse
“Hasil tertinggi dari pendidikan adalah toleransi, semakin seseorang paham
tentang perbedaan, dia akan mengerti makna kebersamaan”
vi
PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan,
kemampuan, dan petunjuk kepada saya dalam menyelesaikan tugas akhir skripsi
ini. Tugas akhir skripsi ini saya persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Bapak Martinus Kendek dan Ibu Rusnawati,
yang selalu ingin saya bahagiakan dan menjadi motivasi saya dalam
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Serta yang selalu mendoakan,
memberi semangat, perhatian, dan nasihat yang sangat berarti.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta.
vii
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI SEKOLAH
INKLUSI SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA
YOGYAKARTA
Oleh
Nuhraini Palipung
NIM 12110241055
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang implementasi
pendidikan multikultural, faktor pendukung dan penghambat, serta upaya
mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitian adalah
Kepala Sekolah, Guru, dan Siswa. Objek penelitian berupa strategi implementasi
pendidikan multikultural di sekolah, serta faktor pendukung dan penghambatnya.
Setting penelitian bertempat di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Yogyakarta. Pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis
deskriptif dengan tiga langkah, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan strategi yang dilakukan sekolah dalam
mengimplementasikan pendidikan multikultural melalui, (1) integrasi kedalam
kegiatan pengembangan diri secara terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan
pengembangan diri secara terprogram berupa ekstrakurikuler, dan kegiatan
pengembangan diri tidak terprogram terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan
secara terjadwal, kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. (2) integrasi
kedalam mata pelajaran PKn, IPS dan Ketamansiswaan. Pengintegrasian dalam
mata pelajaran dilakukan pada setiap pokok bahasan atau tema dalam
pembelajaran. Faktor pendukung yaitu iklim sekolah, kurikulum sekolah, sarana
dan prasarana, peran guru, program dan kegiatan sekolah, serta peserta didik.
Faktor penghambat yaitu sikap individu, kurangnya media keberagaman, poster-
poster tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural, dan kurangnya
sosialisasi. Selain itu pendidikan multikultural dalam bentuk kegiatan praktek di
luar sekolah secara khusus masih kurang dilakukan sekolah. Upaya untuk
mengatasi hambatan diantaranya dengan menekankan tentang nilai-nilai
menghargai, menghormati dan toleransi. Didukung dengan kebijakan sekolah
yang melaksanakan pendidikan budi pekerti luhur, menambah poster-poster
keberagaman, sosialisasi, melakukan kegiatan di luar sekolah dengan
mengikutsertkan siswa dalam berbagai kegiatan di luar sekolah.
Kata kunci : implementasi, pendidikan, multikultural
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa Yogyakarta”. Penyusunan skripsi ini
dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan
di Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta. Penyusunan skripsi
ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan izin
penelitian.
2. Bapak Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan
izin penelitian.
3. Bapak Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas Ilmu
Pendidikan.
4. Bapak L. Hendrowibowo, M.Pd, sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, kritik, dan saran yang mendukung, serta
memberikan arahan dan dorongan dalam penyusunan dan penyelesian
tugas akhir skripsi ini.
5. Bapak Drs. Petrus Priyoyuwono, M.Pd sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah membimbing dalam rencana studi selama
perkuliahan.
ix
6. Bapak dan Ibu Dosen Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah
memberikan bekal ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
7. Kepala Sekolah dan Bapak Ibu Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk
melakukan penelitian serta memberikan infomasi dan bantuan dalam
melaksanakan penelitian.
8. Seluruh Staf dan Siswa Siswi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa Yogyakarta.
9. Sahabat-sahabat tersayang, Farida Yuswardana, Alvira Pranata, Anggi
Wulandini, dan Asa Muharorroh, yang selalu mendukung dan memberi
semangat dalam menyusun tugas akhir skripsi ini.
10. Seluruh teman-teman Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta.
11. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan tugas akhir skripsi ini yang
belum disebutkan di atas.
Yogyakarta, 8 September 2016
Penulis,
x
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 9
C. Rumusan Masalah ..................................................................................... 10
D. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 10
E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Implementasi ............................................................................ 12
B. Pendidikan Multikultural ........................................................................... 13
1. Pendidikan .......................................................................................... 13
2. Pendidikan Multikultural ..................................................................... 16
3. Tujuan Pendidikan Multikultural ........................................................ 23
4. Pendidikan Multikultural dalam Dimensi Pendidikan Nasional ......... 29
5. Bentuk Pengembangan dan Pendekatan Pendidikan Nasional ........... 30
6. Program dan Dimensi Pendidikan Multikultural ................................. 33
a. Program Pendidikan Multikultural ................................................ 33
b. Dimensi Pendidikan Multikultural ................................................. 40
xi
7. Konsep Pembelajaran Multikultural ................................................... 42
a. Pengertian Pembelajaran Multikultural ......................................... 42
b. Tujuan Pembelajaran Multikultural ............................................... 44
c. Dasar-dasar Pembelajaran Multikultural ....................................... 45
8. Peranan Guru dan Sekolah dalam Penerapan Pendidikan
Multikultural ........................................................................................ 46
C. Penelitian yang Relevan .............................................................................. 50
D. Kerangka Berpikir ....................................................................................... 52
E. Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 53
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 54
B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 55
C. Instrumen Penelitian .................................................................................. 55
D. Subjek dan Objek Penelitian ..................................................................... 56
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 56
F. Teknik Analisis Data ................................................................................ 59
G. Keabsahan Data ........................................................................................ 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ................................. 63
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 68
1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa ........................................................................ 68
a. Pemahaman Warga Sekolah tentang Pendidikan Multikultural .... 68
b. Interaksi Warga Sekolah ............................................................... 73
c. Nilai-nilai yang Ditanamkan dalam Implementasi Pendidikan
Multikultural ................................................................................. 78
d. Strategi Implementasi Pendidikan Multikultural ........................... 91
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ........ 100
a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Multikultural ........ 100
b. Faktor Penghambat Implementasi Pendidikan Multikultural ...... 105
xii
C. Pembahasan ............................................................................................. 108
1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa .............................................................. 108
a. Pemahaman Tentang Pendidikan Multikultural dan Interaksi
Warga Sekolah ............................................................................ 108
b. Integrasi Pendidikan Multikultural dalam Kegiatan
Pengembangan Diri..................................................................... 116
c. Integrasi Pendidikan Multikultural dalam Mata Pelajaran ......... 122
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ....... 129
a. Faktor Pendukung Implementasi ............................................... 129
b. Faktor Penghambat Implementasi .............................................. 133
3. Upaya Mengatasi Hambatan dalam Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa ....... 135
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 138
B. Saran ....................................................................................................... 139
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 141
LAMPIRAN .................................................................................................... 143
xiii
DAFTAR TABEL
hal
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi .............................................................. 57
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ........................................................... 58
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi ........................................................ 59
Tabel 4. Rombongan Belajar ............................................................................ 65
Tabel 5. Jumlah Peserta Didik .......................................................................... 66
Tabel 6. Jumlah Tenaga Pendidik ..................................................................... 66
Tabel 7. Jumlah Tenaga Kependidikan ............................................................. 66
Tabel 8. Sarana dan Prasarana yang dimiliki Sekolah ..................................... 67
Tabel 9. Data Keragaman Siswa ....................................................................... 69
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal
Lampiran 1. Pedoman Wawancara ................................................................. 144
Lampiran 2. Pedoman Observasi .................................................................... 146
Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi ............................................................... 147
Lampiran 4. Transkrip Wawancara ................................................................. 148
Lampiran 5. Catatan Lapangan ....................................................................... 164
Lampiran 6. Profil Sekolah ............................................................................. 171
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian ................................................................... 180
Lampiran 8. Surat Keterangan Penelitian ....................................................... 181
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multikultural berasal dari adanya suatu kebudayaan. Secara etimologi,
multikultural terdiri dari multi yang berarti “banyak”, kultur yang berarti
“budaya”. Masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas banyak
struktur kebudayaan yang disebabkan oleh banyaknya suku bangsa yang memiliki
struktur budaya yang berbeda-beda. Namun pada kenyataannya kondisi demikian
tidak diiringi dengan keadaan sosial yang membaik. Bahkan banyak terjadinya
ketidak teraturan dalam kehidupan sosial di Indonesia pada saat ini yang
menyebabkan terjadinya berbagai ketegangan dan konflik. Terjadinya konflik
dalam negara yang majemuk atau multikultur merupakan hal yang tidak bisa
dipungkiri, karena dalam negara yang masyarakatnya multikultural pada satu sisi
menyimpan banyak kekuatan dari masing-masing kelompok, namun disisi lainnya
menyimpan benih perpecahan apabila tidak dikelola dengan baik dan rasional.
Sikap toleransi di Indonesia sebagai negara yang multikultural, dapat
terjadi jika terjalin komitmen untuk saling hidup rukun dan menghormati.
Penduduk Indonesia banyak yang belum sepenuhnya memiliki wawasan yang luas
tentang kebhinekaan di Indonesia sehingga gampang memunculkan konflik laten
yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Toleransi antar umat
beragama di masyarakat masih sangat minim, itulah fakta yang sekarang terjadi di
Indonesia. Sebuah ironi karena terjadi di negara yang dilandasi dengan
keberagaman, Bhinneka Tunggal Ika.
2
Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural baik dari aspek suku, ras,
agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap
perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi demikian
memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai
yang berlaku dalam masyarakat. Kasus-kasus menunjukkan kepada kita terkait
permasalahan yang disebabkan oleh keragaman di Indonesia, apabila hal ini terus
dibiarkan maka sangat memungkinkan untuk terciptanya disintegrasi bangsa. Di
Indonesia, kemajemukan suku merupakan salah satu diri masyarakat Indonesia
yang sering dibanggakan. Banyak orang belum juga menyadari bahwa
kemajemukan tersebut juga menyimpan potensi konflik yang dapat mengancam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, penting untuk menanamkan
nilai-nilai multikultural sejak awal pada masyarakat Indonesia agar mekanisme
dan nilai-nilai substantif dalam demokrasi memuat nilai humanisme
(kemanusiaan) seperti keadilan, empati, kebersamaan, dan mampu menerima
perbedaan.
Multikultural selalu ada didalam lingkungan masyarakat. Apalagi saat ini
teknologi transportasi dan teknologi informasi telah mencapai kemajuan yang
sangat pesat, kemajemukan merupakan inevitable destiny di tingkat global
maupun dalam suatu negara itu sendiri. “Secara teknis dan teknologis kita telah
mampu tinggal bersama dalam masyarakat majemuk, namun spiritual kita belum
memahami arti sesungguhnya dari hidup bersama dengan orang yang memiliki
perbedaan budaya, antara lain mencakup perbedaan agama, etnisitas dan kelas
sosial” (Khisbiyah, 2000 dalam Jurnal Ilmiah Farida Hanum). Seiring dengan
3
perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya globalisasi banyak terjadi
krisis sosial-budaya terjadi di masyarakat. Misalnya seperti merosotnya
penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial.
Semakin luasnya penyebaran narkotika, maraknya tawuran antar pelajar, bullying,
kenakalan remaja, dan penyakit sosial lainnya.
Dilihat dari berbagai kondisi dan konflik yang banyak terjadi terkait
dengan keberagaman, idealnya negara harus memiliki komitmen untuk bertindak.
Namun seringkali negara melalui aparat yang berwenang dinilai selalu hadir
terlambat sehingga kekerasan demi kekerasan terus berlangsung tanpa ada upaya
untuk mencegah sejak dini. Dalam konteks demikian, dibutuhkan pemaknaan
secara utuh terhadap nilai-nilai multikultural sejak dini, sehingga generasi masa
depan negeri ini bisa memandang perbedaan sebagai sebuah kelebihan bahkan
keunggulan, melihat keberagaman sebagai pola perilaku khas di tengah-tengah
negeri yang memang telah ditakdirkan sebagai bangsa multibudaya.
Gelombang demokrasi menuntut pengakuan perbedaan dalam tubuh
bangsa Indonesia yang majemuk. Sampai kapan pun, akar kekerasan akan menjadi
ancaman laten selama nilai-nilai primordialisme dipahami secara naif dan sempit.
Salah satu upaya strategis yang bisa dilakukan untuk membangun generasi masa
depan yang sadar budaya semacam itu adalah penanaman nilai keberagaman
melalui pendidikan multikultural di sekolah. Perlu disadari bahwa proses
pendidikan adalah proses pembudayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan
unsur budaya nasional. Pendidikan juga turut andil dalam pembentukan sikap
toleransi. Di tengah kompleksnya persoalan-persoalan pendidikan seperti saat ini,
4
memang bukan hal mudah untuk merevitalisasi dan mengokohkan pendidikan
multikultural dalam dunia persekolahan.
Pendididikan multikultural menawarkan alternatif melalui penerapan
strategi dan konsep pendidikan berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada di
masyarakat, khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya,
bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras. Pendekatan
melalui pendidikan multikultural yang terpenting, strategi pendidikan tidak hanya
bertujuan agar siswa mudah memahami pelajaran yang dipelajarinya, akan tetapi
juga untuk meningkatkan kesadaran siswa agar dapat menerima dan menghargai
perbedaan.
Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran
tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau
penghapusan berbagai jenis prasangka atau prejudice untuk membangun suatu
kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat
diartikan sebagai strategi untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan
seseorang terhadap bangsanya (the pride in ones’s home nation). Penerapan
pendidikan multikultural sangat penting untuk meminimalisasi dan mencegah
terjadinya konflik di beberapa daerah. Melalui pendidikan multikultural, sikap dan
mindset (pemikiran) siswa akan lebih terbuka untuk memahami dan menghargai
keberagaman.
Pendidikan merupakan wahana paling tepat untuk membangun kesadaran
multikultural. Karena, dalam tataran ideal, pendidikan seharusnya berperan
sebagai “juru bicara” bagi terciptanya fundamen kehidupan multikultural yang
5
terbebas dari kooptasi negara. Hal itu dapat berlangsung apabila ada perubahan
paradigma dalam pendidikan, yakni dimulai dari penyeragaman menuju identitas
tunggal, lalu kearah pengakuan dan penghargaan keragaman identitas dalam
kerangka penciptaan harmonisasi kehidupan.
Pendidikan multikultural di Indonesia relatif baru dikenal sebagai suatu
pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat indonesia yang
heterogen, plural, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru
diberlakukan sejak 1999 lalu hingga saat ini. Pendidikan multikultural harus
dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi sebagai
penyangga kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah (Syafiq A. Mughni, 2014
: viii dalam Choirul Mahfud).
Sekolah merupakan lembaga yang tepat dalam membumikan pendidikan
multikultural ditengah-tengah kekhawatiran akan bahaya disintegrasi bangsa.
Dalam pendidikan multikultural yang diselenggarakan disekolah, seluruh elemen
sekolah memiliki peran sentral. Seorang guru tidak hanya dituntut untuk
menguasai dan mampu secara profesional mengajarkan mata pelajaran yang
diajarkan. Lebih dari itu, seorang pendidik juga harus mampu menanamkan nilai-
nilai inti dari pendidikan multikultural seperti demokrasi, humanisme, dan
pluralisme atau menanamkan nilai-nilai keberagamaan yang inklusif pada siswa.
Selain guru, kepala sekolah juga mempunyai peranan cukup vital dalam
pendidikan multikultural dimana kebijakan-kebijakan yang dihasilkannya dapat
menuntun kedalam suatu kondisi yang sangat menuntut pemahaman kepada
perbedaan dan keragaman yang ada. Melalui pendidikan multikultural disekolah,
6
subjek belajar dapat mencapai kesuksesan dalam mengurangi prasangka dan
diskriminasi.
Pada beberapa kondisi, sekolah belum mampu menerapkan pendidikan
multikultural dengan seutuhnya. Wulandari (2013), dalam desertasinya
menyimpulkan bahwa setelah menggali kehidupan di kedua sekolah dari
perspektif pendidikan multikultural, baik kepala sekolah, guru, siswa, dan
orangtua siswa diperoleh gambaran bahwa pihak-pihak tersebut pada dasarnya
telah memiliki kesadaran dan pemahaman akan perbedaan-perbedaan yang
dimiliki oleh setiap orang.
Pemikiran dan praktik kepala sekolah sudah sesuai dengan nilai-nilai
multikultural, namun terdapat beberapa hal yang praktiknya tidak sesuai,
diantaranya tidak menyediakan guru agama Katolik. Pemikiran dan praktik guru
tentang pendidikan multikultural sudah sesuai, namun pemikiran siswa tidak
sesuai dengan konsep pendidikan multikultural. Tetapi dalam kesehariannya
keduanya telah mampu untuk menerapkan nilai-nilai multikultural dalam praktik
kehidupan disekolah.
Mengenai fokus pendidikan multikultural, H.A.R Tilaar (2002 : 179)
mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi
diarahkan semata-mata kepada kelompok sosial, agama, dan kultural mainstream.
Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti
ataupun pengakuan terhadap orang lain yang berbeda. Dalam konteks itu,
pendidikan multikultural melihat masyarakat secara lebih luas.
7
Berdasarkan pandangan dasar bahwa sikap indifference (ketidakacuhan)
dan non recognition (tiadanya pengakuan), tidak hanya berakar dari ketimpangan
struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup subjek-subjek
mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan, dan keterbelakangan kelompok-
kelompok minoritas dalam berbagai bidang, baik itu sosial, ekonomi, budaya,
pendidikan, dan sebagainya.
Dalam konteks dekriptif, pendidikan multikultural seyogyanya berisikan
tentang tema-tema mengenai toleransi, perbedaan ethno-cultural dan agama,
bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak asasi manusia,
demokratisasi, pluralitas, kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang
relevan. Adapun pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah harus mengubah
kurikulum. Pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata
pelajaran lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk
menerapkannya. Utamanya kepada para siswa perlu diajari mengenai toleransi,
kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai. Hal tersebut sangat
berharga bagi bekal hidup mereka di kemudian hari dan sangat penting untuk
tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.
Sekolah memegang peranan penting dalam menerapkan nilai multikultural
pada siswa sejak dini. Bila sejak awal mereka telah memiliki nilai-nilai
kebersamaan, toleran, cinta damai, dan menghargai perbedaan, maka nilai-nilai
tersebut akan tercermin pada tingkah laku mereka sehari-hari karena terbentuk
pada kepribadiannya. Bila hal tersebut berhasil dimiliki para generasi muda kita,
8
maka kehidupan mendatang dapat diprediksi akan relatif damai dan penuh
penghargaan antara sesama dapat terwujud.
Di Yogyakarta terdapat salah satu sekolah yaitu SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan. Sekolah ini termasuk sekolah inklusi yang memiliki beragam latar
belakang siswa dengan berbagai macam karakter anak, serta memiliki siswa
berkebutuhan khusus di dalamnya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan juga
merupakan sekolah yang berbasis seni dan budaya dan menerapkan pendidikan
budi pekerti luhur. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dijelaskan,
peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana implementasi pendidikan multikultural
di sekolah inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
9
B. Identifikasi Masalah
Dari pemaparan latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa
masalah, diantaranya :
1. Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat plural memungkinkan terjadinya
benturan antar budaya, ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam
masyarakat.
2. Terjadinya konflik dalam negara yang majemuk atau multikultur merupakan
hal yang tidak bisa dipungkiri.
3. Banyak kasus-kasus yang menunjukkan terkait permasalahan yang
disebabkan oleh keragaman misalnya meluasnya penyebaran narkotika,
maraknya tawuran antar warga maupun pelajar, kasus-kasus bullying,
kenakalan remaja dan penyakit-penyakit sosial lainnya.
4. Seiring dengan perkembangan zaman yang dipengaruhi oleh adanya
globalisasi banyak terjadi krisis sosial-budaya yang terjadi di masyarakat.
5. Sekolah merupakan lembaga yang tepat dalam membumikan pendidikan
multikultural namun beberapa sekolah belum mampu menerapkan
pendidikan multikultural secara utuh.
10
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah
yang dipilih dan akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi pendidikan
multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa?
3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan
multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
2. Mendeskripsikan faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi pendidikan multikultural di Sekolah Inklusi SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
3. Mendeskripsikan cara mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan
multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
11
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain :
Manfaat Teoritis :
1. Berupa penambahan teori, pengembangan ide dan konsep-konsep dasar
tentang kebutuhan terkait implementasi pendidikan multikultural.
Manfaat Praktis :
1. Temuan penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan evaluasi bagi sekolah
dalam upaya penerapan pendidikan multikultural yang telah dilakukan
sekolah.
2. Menambah pengetahuan pendidik tentang cara mengembangkan ide dan
konsep yang sesuai dengan kebutuhan setiap peserta didik dalam proses
pembelajaran.
3. Hasil penelitian ini bisa juga dipergunakan sebagai referensi bagi peneliti lain
yang ingin mengadakan penelitian tentang pendidikan multikultural.
4. Secara khusus hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dan referensi
teoritis-empiris bagi masyarakat dan pemerintah dalam mematangkan
kebijakan yang terkait dengan sosialisasi dan penyiapan pendidikan
multikultural di sekolah.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Implementasi
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks
Implementasi Berbasis Kurikulum, “Implementasi adalah bermuara pada
aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi
bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai
tujuan kegiatan” (Usman, 2002: 70). Pengertian implementasi yang dikemukakan
di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas,
tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena
itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi
Dalam Birokrasi Pembangunan, “Implementasi adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”
(Guntur Setiawan, 2004: 39). Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas,
dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan
ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat
menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya
suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
Dari pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme
13
mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu,
implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh obyek berikutnya.
B. Pendidikan Multikultural
1. Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata didik, mendidik berarti memelihara dan
membentuk latihan. Dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, “pendidikan diartikan
sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.
Poerbakawatja dan Harahap (Sugiyono, 2012: 3) menyatakan bahwa “pendidikan
merupakan usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk meningkatkan
kedewasaan yang selalu diartikan sebagai kemampuan untuk bertanggung jawab
terhadap segala perbuatannya”.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara.
T.Sulistyono dalam Dwi Siswoyo (2011: 1) menyatakan bahwa,
“pendidikan sebagai usaha sadar bagi pengembangan manusia dan masyarakat,
mendasarkan pada landasan pemikiran tertentu”. Dengan kata lain, upaya
memanusiakan manusia melalui pendidikan, didasarkan atas pandangan hidup
atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosiokultural tiap-tiap masyarakat, serta
14
pemikiran-pemikiran psikologis tertentu. Dasar pendidikan adalah landasan
berpijak dan arah bagi pendidikan sebagai wahana pengembangan manusia dan
masyarakat. Walaupun pendidikan itu universal, namun bagi suatu masyarakat
pendidikan akan diselenggarakan berdasarkan filsafat dan atau pandangan hidup
serta berlangsung dalam latar belakang sosial budaya masyarakat tersebut.
Pendidikan dalam pengertian maha luas, tempat berlangsungnya tidak
hanya terbatas dalam satu jenis lingkungan hidup tertentu dalam bentuk sekolah.
Tetapi berlangsung dalam segala bentuk lingkungan hidup manusia. Pendidikan
sebagai pengalaman belajar berlangsung baik dalam lingkungan budaya,
masyarakat hasil rekayasa manusia, maupun dalam lingkungan alam yang terjadi
dengan sendirinya tanpa rekayasa manusia.
Sementara itu, dalam pengertian sempit, pendidikan adalah sekolah atau
persekolahan. Sekolah adalah lembaga pendidikan formal sebagai salah satu hasil
rekayasa peradaban manusia. Sekolah sebagai hasil rekayasa manusia diciptakan
untuk menyelenggarakan pendidikan; penciptaannya berkaitan erat dengan
penguasaan ilmu pengetahuan, juga dengan berkembang dan tumbuhnya
kesadaran masyarakat yang semakin lama semakin meningkat.
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang diemban
dan harus dilaksanakan oleh pendidikan (Dirto Hadisusanto, 1995: 57). Tugas
atau misi pendidikan itu dapat tertuju pada diri manusia yang di didik maupun
kepada masyarakat bangsa di tempat ia hidup. Bagi dirinya sendiri, pendidikan
berfungsi menyiapkan dirinya agar menjadi manusia secara utuh, sehingga ia
15
dapat menunaikan tugas hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai
manusia.
Fungsi pendidikan terhadap masyarakat setidaknya ada dua bagian besar,
yaitu fungsi preserveratif dan fungsi direktif. Fungsi preserveratif dilakukan
dengan melestarikan tata sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat,
sedangkan fungsi direktif dilakukan oleh pendidikan sebagai agen pembaharuan
sosial, sehingga dapat mengantisipasi masa depan. Selain itu pendidikan
mempunyai fungsi (1) menyiapkan sebagai manusia, (2) menyiapkan tenaga kerja
dan (3) menyiapkan warga negara yang baik.
Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli, M.J.
Langeveld (Dwi Siswoyo, 2011: 26) mengemukakan ada enam macam tujuan
pendidikan, yaitu:
a. Tujuan umum, total atau akhir, adalah tujuan paling akhir dan merupakan
keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan. Bagi
Lavengeld tujuan umum atau tujuan akhirnya adalah kedewasaan yang salah
satu cirinya adalah tetap hidup dengan pribadi mandiri.
b. Tujuan khusus, adalah pengkhususan tujuan umum atas dasar berbagai hal,
misalnya usia, jenis kelamin, intelegensi, bakat, minat, lingkungan sosial
budaya, tahap-tahap perkembangan, tuntutan persyaratan pekerjaan dan
sebagainya.
c. Tujuan tak lengkap, adalah tujuan yang hanya menyangkut sebagian aspek
kehidupan manusia. Misalnya aspek psikologis, biologis, dan sosiologis saja.
Salah satu aspek psikologis misalnya hanya mengembangkan emosi atau
pikirannya saja.
d. Tujuan sementara, adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk sementara
saja, sedangkan kalau tujuan sementara itu sudah dicapai, lalu ditinggalkan
dan diganti dengan tujuan yang lain.
e. Tujuan intermedier, adalah tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang pokok.
f. Tujuan insidental, adalah tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu,
seketika, spontan.
16
2. Pendidikan Multikultural
Pendidikan multikultural (Multicultural Education) merupakan respon
terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan
persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan
multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan
untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap
orang-orang non Eropa. Sedangkan secara luas, pendidikan multikultural itu
mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya seperti
gender, etnis, ras, budaya, strata sosial dan agama.
James Banks (Choirul Mahfud,1993: 3) mendefinisikan :
Pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaan
(set of beliefs) dan penjelasan yang mengakui dan menilai
pentingnya keragaman budaya dan etnis dalam bentuk gaya hidup,
pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari
individu, kelompok, ataupun negara.
Ia mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai ide, gerakan,
pembaharuan pendidikan, dan proses pendidikan yang tujuan utamanya adalah
untuk mengubah struktur lembaga pendidikan agar siswa laki-laki dan perempuan,
siswa berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok
ras, etnis, dan kultur yang bermacam-macam memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai prestasi akademis di sekolah.
Dalam pendidikan multikultural, dapat diidentifikasikan perkembangan
sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam
masyarakat lokal sampai kepada masyarakat dunia global. James Banks (Choirul
Mahfud, 2014: 202) mengemukakan beberapa tipologi sikap seseorang terhadap
17
identitas etnik atau cultural identity, yaitu:
a. Ethnic Psychological Captivity. Pada tingkat ini, seseorang masih
terperangkap dalam stereotipe kelompoknya sendiri, dan menunjukkan rasa
harga diri yang rendah. Sikap tersebut menunjukkan sikap kefanatikan
terhadap nilai-nilai budaya sendiri dan menganggap budaya lainnya inferior.
b. Ethnic Encapsulation. Pribadi demikian juga terperangkap dalam kapsul
kebudayaannya sendiri terpisah dari budaya lain. Sikap ini biasanya
mempunyai perkiraan bahwa hanya nilai-nilai budayanya sendiri yang
paling baik dan tinggi, dan biasanya mempunyai sikap curiga terhadap
budaya atau bangsa lain.
c. Ethnic Identifities Clarification. Pribadi macam ini mengembangkan
sikapnya yang positif terhadap budayanya sendiri dan menunjukkan sikap
menerima dan memberikan jawaban positif kepada budaya-budaya lainnya.
Untuk mengembangkan sikap yang demikian maka sesorang lebih dahulu
perlu mengetahui beberapa kelemahan budaya atau bangsanya sendiri.
d. The Ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang menyenangkan terhadap
budaya yang datang dari etnis lain, seperti budayanya sendiri.
e. Multicultural Ethnicity. Pribadi ini menunjukkan sikap yang mendalam
dalam menghayati kebudayaan lain di lingkungan masyarakat bangsanya.
f. Globalism. Pribadi ini dapat menerima di berbagai jenis budaya dan bangsa
lain. Mereka dapat bergaul secara internasional dan mengembangkan
keseimbangan keterikatannya terhadap budaya bangsa dan budaya global.
Pendidikan multikultural memiliki beberapa dimensi yang saling berkaitan
satu dengan yang lain, yaitu : Pertama, Content Integration, yaitu
mengintegrasikan berbagai budaya dan kelompok untuk mengilustrasikan konsep
mendasar, generalisasi dan teori dalam mata pelajaran/disiplin ilmu. Kedua, the
knowledge construction process, yaitu membawa siswa untuk memahami
implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran (disiplin). Ketiga, an equity
paedagogy, yaitu menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar siswa
dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang beragam baik dari segi
ras, budaya, ataupun sosial. Keempat, prejudice reduction, yaitu mengidentifikasi
karakteristik ras siswa dan menentukan metode pengajaran mereka. Kemudian,
melatih kelompok untuk berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, berinteraksi
18
dengan seluruh staf dan siswa yang berbeda etnis dan ras dalam upaya
menciptakan budaya akademik yang toleran dan inklusif.
Trice dan Beyer (J.David Smith, 2015: 379) mengusulkan empat jenis
kebiasaan yang dapat membantu meningkatkan solidaritas kelompok dalam
sebuah organisasi yang dapat diterapkan dalam kelas. Inilah teknik yang dapat
membantu siswa merasa bersama yang dapat membentuk mereka satu kelompok,
meskipun setiap orang memiliki perbedaan khusus. Kebiasaan tersebut meliputi :
a. Rites of Enhancement: dikelas, kebiasaan ini dapat dicapai guru dan teman-
teman dengan mengenali pencapaian individu dan kelompok (misalnya,
mendorong siswa untuk memuji orang lain atas pekerjaan yang baik).
b. Rites of Conflict Reduction: temukan cara dalam mengatasi stres dan tekanan
serta aktivitas kelompok yang dapat dinikmati dan mendorong untuk tertawa.
c. Rites of Integration: aktivitas yang dapat membantu siswa belajar mengenai
nilai-nilai yang mereka bagi (misalnya, diskusi mengenai masalah-masalah
penting bagi kelompok seusianya, role-playing, membaca cerita, dan
menyuruh siswa mendiskusikan artinya).
d. Rites of Renewal: memberi bantuan siswa yang akan memotivasi mereka dan
membantu meningkatkan moral, misalnya tutorial satu per satu dengan materi-
materi yang sulit.
e. Rites of Passage: kelompok mengetahui hari ulang tahun dan peristiwa hidup
yang penting mengenai orang lain (misalnya, hari ulang tahun seseorang
saudara, prestasi di pramuka, dan sebagainya).
19
Menurut Prof. HAR Tilaar (Choirul Mahfud, 2014: 178) :
Pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan
kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai Perang Dunia (PD) kedua.
Kemunculan gagasan dan kesadaran “interkulturalisme” ini, selain terkait
dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM,
kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga
karena meningkatnya pluralitas (keberagaman) di negara-negara barat
sendiri sebagai akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru
merdeka ke Amerika dan Eropa.
Azra (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 197) menjelaskan:
Pendidikan multikultural sebagai pengganti dari pendidikan
interkultural diharapkan dapat menumbuhkan sikap peduli dan mau
mengerti atau adanya politik pengakuan terhadap kebudayaan kelompok
manusia, seperti toleransi, perbedaan etno-kultural dan agama,
diskriminasi, HAM, demokrasi dan pluralitas, kemanusiaan universal,
serta subjek-subjek lain yang relevan.
Pendidikan multikultural (multicultural education) tidak persis sama
dengan enkulturasi ganda (multiple enculturation). Sizemore (Yaya Suryana dan
H.A Rusdiana, 2015: 197) membedakan pendidikan multikultural dengan
enkulturasi ganda. Perbedaan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Enkulturasi lebih menekankan pada integrasi struktural yang mengaburkan
makna akulturasi dengan enkulturasi. Pendidikan multikultural merupakan
sebuah proses pemerolehan pengetahuan untuk dapat mengontrol orang lain
demi sebuah kehidupan (survival).
b. Pendidikan multikultural, sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau
mengerti (difference) atau politics of recognition, politik pengakuan
terhadap orang-orang dari kelompok minoritas.
Secara operasional, pendidikan multikultural pada dasarnya adalah program
pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar
(multiple learning environments) dan yang sesuai dengan kebutuhan akademis
ataupun sosial anak didik.
20
Adapun definisi pendidikan multikultural yang diadopsi dari Suzuki dan
Pramono (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 198) didasarkan pada asumsi
awal bahwa sekolah dapat memainkan peran besar dalam mengubah struktur
sosial sebuah masyarakat. Hal ini tidak berarti bahwa sekolah satu-satunya
lembaga sosial yang dapat mengubah struktur sosial sebuah masyarakat, tetapi
sekolah dapat menjadi wahana atau alat bagi perubahan sosial dari masyarakat.
Berdasarkan pemahaman tersebut dapat dimaknai hal-hal sebagai berikut.
a. Guru-guru dapat membantu siswanya mengonseptualisasi dan menumbuhkan
aspirasi tentang struktur sosial alternatif serta memungkinkan siswa
memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk berubah. Definisi dan
tujuan inilah yang akan dikembangkan menjadi program pendidikan
multikultural di sekolah-sekolah yang memiliki latar belakang dan
kebhinnekaan sosio-historis, budaya, ekonomi dan psikologi.
b. Pendidikan multikulturalisme dalam konteks Indonesia penting untuk
dikembangkan. Hal ini mengingat faktor kebhinekaan bangsa Indonesia dan
faktor-faktor lain yang menjadi pengalaman bangsa Indonesia.
c. Terjadinya peristiwa disintegrasi sosial dan konflik selama ini, semakin perlu
untuk diantisipasi secara tepat. Hal yang paling memungkinkan adalah melalui
program pendidikan multikulturalisme.
d. Kesungguhan dalam merumuskan pendidikan multikulturalisme dalam
konteks Indonesia yang tepat semangat dan tepat tujuan (Yaya Suryana dan
H.A Rusdiana, 2015: 198).
Pendidikan multikultural (multicultural education) merupakan respon
terhadap perkembangan keragaman hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi
lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas
pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian
terhadap orang-orang non-Eropa. Adapun secara luas, pendidikan multikultural
mencakup seluruh siswa tanpa membedakan kelompok-kelompoknya, seperti
gender, etnis, ras, budaya, strata sosial, dan agama.
21
Pendidikan multikulturalisme biasanya mempunyai ciri-ciri :
a. Tujuannya membentuk “manusia budaya” dan menciptakan
“masyarakat berbudaya” (berperadaban).
b. Materinya mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, nilai-nilai
bangsa, dan nilai-nilai kelompok etnis (kultural).
c. Metodenya demokratis, yang menghargai aspek-aspek perbedaaan dan
keberagaman budaya bangsa dan kelompok etnis (multikulturalis).
d. Evaluasinya ditentukan pada penilaian terhadap tingkah laku anak
didik yang meliputi persepsi, apresiasi, dan tindakan terhadap budaya
lainnya.
Mengenai fokusnya, fokus pendidikan multikultural tidak lagi diarahkan
hanya pada kelompok rasial, agama, dan kultural domain atau mainstream.
Pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi
individual yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream
yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok
minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream.
Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap “peduli” dan mau
mengerti (difference) atau politics of recognition (politik pengakuan terhadap
orang-orang dari kelompok minoritas). Dalam konteks itu, pendidikan
multikultural melihat masyarakat secara lebih luas. Berdasarkan pandangan dasar
bahwa sikap “indifference” dan “non-recognition” tidak hanya berakar dari
ketimpangan struktur rasial, tetapi paradigma pendidikan multikultural mencakup
22
subjek-subjek mengenai ketidakadilan, kemiskinan, penindasan dan
keterbelakangan kelompok-kelompok minoritas dalam berbagai bidang.
Apa yang dipikirkan oleh seseorang tentang dirinya berjalin dengan
penerimaan dan dukungan yang dirasakan dari orang lain. Kehidupan internal
seseorang tidak dapat dipisahkan dari lingkungan eksternal. Siccone (J.David
Smith, 2015: 379) membuat konsep interaksi antara diri sendiri dan orang lain
dengan dimensi-dimensi berikut ini :
a. Independence, ini adalah pengalaman menganggap dirinya berharga, ini
menyangkut perasaan bahwa seseorang adalah mandiri dan unik di dunia ini.
Meliputi persoalan siapa dan apa membuat saya istimewa.
b. Interdependence, inilah pengakuan bahwa saya perlu orang lain. Inilah rasa
yang dibutuhkan untuk dimiliki keluarga, komunitas, sekolah, dan masyarakat,
meliputi kebutuhan persahabatan, afiliasi, dan hubungan.
c. Personal Responsibility, inilah pengakuan untuk melakukan kontrol dalam
kehidupan seseorang. Menyangkut rasa, mampu meraih tujuan, pengarahan
diri, dan kemampuan.
d. Tanggung jawab Sosial, adalah kemampuan untuk bergerak pada kepentingan
sendiri dan mau menerima tanggung jawab kehidupan di sekitar. Ini
merupakan suatu keyakinan yang bukan saja pentingnya menerima orang lain,
tapi juga sanggup bahwa saya harus menolong orang lain.
Tilaar (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 202) menegaskan
bahwa:
Pengertian tentang multikultural mencakup pertimbangan
terhadap kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan
dalam masyarakat multikultural harus mencakup subjek-subjek,
seperti toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural dan
agama, bahaya diskriminasi, penyelesaian konflik dan mediasi, hak
asasi manusia, demokrasi dan pluralitas, multikulturalisme,
kemanusiaan universal, dan subjek-subjek lain yang relevan.
Dalam konteks teoritis, belajar dari model-model pendidikan multikultural
yang pernah ada dan sedang dikembangkan oleh negara-negara maju, ada
beberapa pendekatan yaitu :
23
a. Pendidikan tentang perbedaan kebudayaan atau multikulturalisme
b. Pendidikan tentang perbedaan kebudayaan atau pemahaman kebudayaan
c. Pendidikan bagi pluralisme kebudayaan
d. Pendidikan dwi budaya
e. Pendidikan multikultural sebagai pengalaman moral manusia.
3. Tujuan Pendidikan Multikultural
Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah pendekatan
pelajaran dan pembelajaran ke arah memberikan peluang yang sama pada setiap
anak. Jadi, tidak ada yang dikorbankan demi persatuan. Untuk itu, kelompok-
kelompok harus damai, saling memahami, mengakhiri perbedaan, tetapi tetap
menekankan pada tujuan umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan
pemikiran lateral, keanekaragaman dan keunikan itu dihargai. Hal ini berarti harus
ada perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai khususnya civitas akademika
sekolah.
Tujuan pendidikan multikultural adalah untuk membantu siswa:
a. Memahami latar belakang diri dan kelompok dalam masyarakat;
b. Menghormati dan mengapresiasi kebhinnekaan budaya dan sosio-historis
etnik;
c. Menyelesaikan sikap-sikap yang terlalu etnosentris dan penuh purbasangka;
d. Memahami faktor-faktor sosial, ekonomis, psikologis, dan historis yang
menyebabkan terjadinya polarisasi etnik ketimpangan dan keterasingan etnik;
24
e. Meningkatkan kemampuan menganalisis secara kritis masalah-masalah rutin
dan isu melalui proses demokratis melalui sebuah visi tentang masyarakat
yang lebih baik, adil dan bebas;
f. Mengembangkan jati diri yang bermakna bagi semua orang.
Perbedaan pada diri anak didik yang harus diakui dalam pendidikan
multikultural, antara lain mencakup penduduk minoritas etnis dan ras, kelompok
pemeluk agama, agama, jenis kelamin, kondisi ekonomi, daerah/asal-usul,
ketidakmampuan fisik dan mental, kelompok umur dan lain-lain (Baker, dalam
Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 199).
Pendidikan multikultural lebih tepat diarahkan sebagai advokasi untuk
menciptakan masyarakat yang toleran. Untuk mencapai sasaran tersebut,
diperlukan sejumlah pendekatan. Ada beberapa pendekatan dalam proses
pendidikan multikultural. Pertama, tidak lagi menyamakan pandangan pendidikan
(education) dengan persekolahan (schooling), atau pendidikan multikultural
dengan program-program sekolah formal.
Pandangan yang lebih luas mengenai pendidikan sebagai transmisi
kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi keliru bahwa tanggung jawab
primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di kalangan anak didik semata-
mata berada di tangan mereka, tetapi justru semakin banyak pihak yang
bertanggung jawab, karena program-program sekolah seharusnya terkait dengan
pembelajaran informal diluar sekolah.
Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan
kelompok etnik. Artinya, tidak perlu lagi mengasosiasikan kebudayaan semata-
mata dengan kelompok-kelompok etnik sebagaimana yang terjadi selama ini.
Secara tradisional, para pendidik lebih mengasosiasikan kebudayaan dengan
25
kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah
orang yang secara terus-menerus dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam
satu atau lebih kegiatan.
Dalam konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat
mengilhami para penyusun program pendidikan multikultural untuk melenyapkan
kecenderungan memandang anak didik secara stereotipe menurut identitas etnik
mereka, sebaliknya mereka akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih
besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai
kelompok etnik.
Ketiga, karena pengembangan kompetensi alam suatu “kebudayaan baru”
biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah
memiliki kompetensi, maka dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya untuk
mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik merupakan antitesis
terhadap tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas
solidaritas kelompok akan menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru.
Pendidikan bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat
disamakan secara logis.
Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam
beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi, itu ditentukan oleh
situasi dan kondisi secara proporsional. Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan
(baik formal maupun non formal) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi
dalam beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan
kita dari konsep dwi budaya atau dikotomi antar pribumi dan non pribumi.
26
Dikotomi semacam ini akan membatasi individu untuk sepenuhnya
mengekspresikan diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran
akan multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini
mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk
menghindari dikotomi dan mengambangkan apresiasi yang lebih baik melalui
kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik.
Dalam aktivitas pendidikan mana pun, peserta didik merupakan sasaran
(objek) sekaligus sebagai subjek pendidikan. Oleh sebab itu, dalam memahami
hakikat peserta didik, para pendidik perlu memahami ciri-ciri umum peserta didik,
antara lain:
a. Dalam keadaan sedang berdaya. Maksudnya, peserta didik dalam keadaan
berdaya untuk menggunakan kemampuan, kemauan dan sebagainya.
b. Memiliki keinginan untuk berkembang ke arah dewasa.
c. Memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
d. Melakukan penjelajahan terhadap alam sekitarnya dengan potensi-potensi
dasar yang dimiliki secara individual.
Menurut Farida Hanum (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 200),
nilai-nilai inti dari pendidikan multikulktural berupa demokratis, humanisme, dan
pluralisme.
a. Nilai Demokratisasi atau keadilan, merupakan sebuah istilah yang
menyeluruh dalam segala bentuk, baik keadilan budaya, politik, maupun
sosial. Keadilan merupakan bentuk bahwa setiap insan mendapatkan
sesuatu yang dibutuhkan, bukan yang diinginkan.
b. Nilai Humanisme atau kemanusiaan manusia pada dasarnya adalah
pengakuan akan pluralitas, heterogenitas, dan keragaman manusia.
Keragaman itu dapat berupa ideologi, agama, paradigma, suku bangsa, pola
pikir, kebutuhan, tingkat ekonomi dan sebagainya.
27
c. Nilai Pluralisme bangsa, adalah pandangan yang mengakui adanya
keragaman dalam suatu bangsa, seperti yang ada di Indonesia. Istilah plural
mengandung arti berjenis-jenis, tetapi pluralisme bukan berarti sekedar
pengakuan terhadap hal-hal tersebut, melainkan memiliki implikasi-
implikasi politis, sosial, dan ekonomi. Oleh sebab itu, pluralisme berkaitan
dengan prinsip-prinsip demokrasi. Banyak negara yang menyatakan dirinya
sebagai negara demokrasi, tetapi tidak mengakui adanya pluralisme dalam
kehidupannya sehingga terjadi berbagai segregesi. Pluralisme berkenaan
dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat yang ada dalam suatu
komunitas.
Ada tiga persepektif multikulturalisme dalam sistem pendidikan, yaitu
perspektif cultural assimilation, perspektif cultural pluralism, dan perspektif
cultural synthesis.
a. Perspektif Cultural Assimilation
Cultural assimilation merupakan model transisi dalam sistem pendidikan
yang menunjukkan proses asimilasi anak atau subjek didik dari berbagai
kebudayaan atau masyarakat subnasional ke dalam suatu “core society”.
b. Perspektif Cultural Pluralism
Cultural pluralism merupakan suatu sistem pendidikan yang menekankan
pada pentingnya hak bagi semua kebudayaan dan masyarakat subnasional
untuk memelihara dan mempertahankan identitas kultural masing-masing.
c. Perspektif Cultural Synthesis
Cultural synthesis merupakan sintesis dari perspektif asimilasionis dan
pluralis yang menekankan pentingnya proses terjadinya elektisisme dan
sintesis dalam diri anak atau subjek didik dan masyarakat serta terjadinya
perubahan dalam berbagai kebudayan dan masyarakat subnasional.
28
Dalam mayarakat Indonesia yang sangat majemuk, diperlukan aplikasi
pilihan perspektif pendidikan yang ketiga. Perspektif pendidikan yang demikian
memberikan peran pada pendidikan multikultural sebagai instrumen bagi
pengembangan eksistensisme dan sintesis beragam kebudayaan subnasional pada
tingkat individual dan masyarakat serta bagi promosi terbentuknya suatu melting
pot dari beragam kebudayaan dan masyarakat subnasional.
“Pilihan perspektif pendidikan sintesis multicultural memiliki rasional
paling dasar dalam hakikat tujuan suatu pendidikan multikultural yang dapat
diidentifikasi melalui tiga tujuan ekstrand, yaitu tujuan attitudinal, tujuan kognitif,
dan tujuan instruksional”, Nasikun (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 210).
a. Pada Tingkat Attitudinal
Pendidikan multikultural berfungsi untuk menyemai dan
mengembangkan sensitivitas kultural, toleransi kultural, penghormatan pada
identitas kultural, pengembangan sikap budaya responsif serta keahlian
untuk melakukan penolakan dan resolusi konflik.
b. Pada Tingkat Kognitif
Pendidikan multikultural memiliki tujuan bagi pencapaian kemampuan
akademis, pengembangan pengetahuan tentang kemajemukan kebudayan,
kompetensi untuk melakukan analisis dan interpretasi perilaku kultutral, dan
kemampuan membangun kesadaran kritis tentang kebudayaan sendiri.
c. Pada Tingkat Instruksional
Pendidikan multikultural bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
melakukan koreksi atas distorsi-distorsi, stereotipe-stereotipe, peniadaan dan
mis-informasi tentang kelompok-kelompok etnis dan kultural yang dimuat
dalam buku dan media pembelajaran, menyediakan strategi-strategi untuk
melakukan hidup dalam pergaulan multikultural, mengembangkan
keterampilan komunikasi interpersonal, menyediakan teknik-teknik untuk
melakukan evaluasi dan membentuk menyediakan klarifikasi dan penjelasan
tentang dinamika perkembangan kebudayaan.
29
4. Pendidikan Multikultural dalam Dimensi Pendidikan Nasional
Menurut Tilaar (2004) dan Benni (2006) (Yaya Suryana dan H.A
Rusdiana, 2015: 208), pendidikan multikultural memiliki dimensi sebagai berikut:
a. Right to culture dan identitas budaya lokal
Multikulturalisme didorong oleh pengakuan terhadap hak asasi
manusia. Akan tetapi, akibat globalisasi pengakuan tersebut diarahkan juga
pada hak-hak lain, yaitu hak akan kebudayaan (right to culture). Lahirnya
identitas kesukuan sebagai perkembangan budaya mikro di Indonesia
memerlukan masa transisi, yaitu seakan-akan menurunnya rasa kebangsaan
dan persatuan Indonesia. Hal ini dapat dimengerti karena yang disebut
budaya Indonesia sebagai budaya mainstream belum jelas bagi kita.
Identitasi budaya makro, yaitu budaya Indonesia yang sedang menjadi harus
terus-menerus dibangun atau merupakan proses yang tanpa ujung.
b. Kebudayaan indonesia yang menjadi
Maksud kebudayaan Indonesia yang menjadi adalah suatu pegangan
dari setiap insan dan setiap identitas budaya mikro Indonesia. Hal tersebut
merupakan sistem nilai baru yang kemudian memerlukan proses yang
perwujudannya melalui proses dalam pendidikan nasional. Oleh sebab itu, di
tengah-tengah maraknya identitas kesukuan, sekaligus ditekankan sistem
nilai baru yang akan diwujudkan, yaitu sistem nilai keindonesiaan. Hal
tersebut tidak mudah karena memerlukan paradigm shift dalam proses
pendidikan bangsa Indonesia.
c. Pendidikan multikultural yang normatif
Konsep pendidikan multikultural normatif adalah konsep yang dapat
dibunakan untuk mewujudkan cita-cita. Konsep pendidikan multikultural
normatif diharapkan mampu memperkuat identitas suatu suku yang
kemudian dapat menyumbangkan bagi terwujudnya kebudayaan Indonesia
yang dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia.
d. Pendidikan multikultural rekonstruksi sosial
Suatu rekonstruksi sosial, artinya upaya untuk melihat kembali
kehidupan sosial yang ada saat ini. Salah satu masalah yang timbul akibat
berkembangnya rasa kedaerahan, identitas kesukuan, dari perseorangan
ataupun suatu suku bangsa Indonesia telah menimbulkan rasa kelompok
yang berlebihan. Semua ini akan menyebabkan pergeseran-pergeseran
horizontal yang tidak dikenal sebelumnya.
e. Pendidikan multikultural di indonesia memerlukan pedagogik baru
Pedagogik tradisional membatasi proses pendidikan dalam ruangan
sekolah yang sarat dengan pendidikan intelektualistik. Adapun kehidupan
sosial-budaya di Indonesia menuntut pendidikan hati (pedagogy of heart),
yaitu diarahkan pada rasa persatuan dari bangsa Indonesia yang pluralistis.
30
f. Pendidikan multikultural bertujuan untuk mewujudkan visi indonesia
masa depan serta etika berbangsa.
TAP/MPR RI Tahun 2001 No. VI dan VII mengenai visi Indonesia
masa depan serta etika kehidupan berbangsa perlu dijadikan pedoman yang
sangat berharga dalam pengembangan konsep Pendidikan Multikultural.
Dalam hal ini perlu dipertimbangkan menghidupkan kembali pendidikan
budi pekerti terutama ditingkat pendidikan dasar, melengkapi pendidikan
agama yang sudah ditangani dengan UU No. 20 Tahun 2003 (UUSPN
2003).
5. Bentuk Pengembangan dan Pendekatan Pendidikan Multikultural
Bentuk pengembangan pendidikan multikultural di setiap negara berbeda-
beda sesuai dengan permasalahan yang dihadapi setiap negara. Banks (1993)
(Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 211) mengemukakan empat pendekatan
yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum
ataupun pembelajaran di sekolah yang jika dicermati relevan untuk
diimplementasikan di Indonesia.
a. Pendekatan kontribusi (the contributions approach)
Level ini yang paling sering dilakukan dan paling luas digunakan dalam
fase pertama dari gerakan kebangkitan etnis. Cirinya adalah dengan
memasukkan pahlawan-pahlawan dari suku bangsa/etnis dan benda-benda
budaya ke dalam pelajaran yang sesuai. Hal inilah yang selama ini telah
dilakukan di Indonesia.
b. Pendekatan aditif (aditif approach)
Pada tahap ini dilakukan penambahan materi, konsep, tema, perspektif
terhadap kurikulum tanpa mengubah struktur, tujuan, dan karakteristik
dasarnya. Pendekatan aditif ini sering dilengkapi dengan buku, modul, atau
bidang bahasan terhadap kurikulum tanpa mengubah secara substansif.
Pendekatan aditif merupakan fase awal dalam melaksanakan pendidikan
multikultural karena belum menyentuh kurikulum utama.
c. Pendekatan transformasi (the transformation approach)
Pendekatan transformasi berbeda secara mendasar dengan pendekatan
kontribusi dan aditif. Pendekatan transformasi mengubah asumsi dasar
kurikulum dan menumbuhkan kompetensi dasar siswa dalam melihat
konsep, isu, tema, dan problem dari beberapa perspektif dan sudut pandang
etnis. Perspektif berpusat pada aliran utama yang mungkin dipaparkan
dalam materi pelajaran. Siswa boleh melihat dari perspektif yang lain.
Banks (1993) (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 212), menyebut
ini sebagai proses multiple acculturation, sehingga rasa saling menghargai,
31
kebersamaan, dan cinta sesama dapat dirasakan melalui pengalaman belajar.
Konsepsi akulturasi ganda (multiple acculturation conception) dari
masyarakat dan budaya negara mengarah pada perspektif bahwa
memandang peristiwa etnis, sastra, musik, seni, dan pengetahuan lainnya
sebagai bagian integral dari yang membentuk budaya secara umum. Budaya
kelompok dominan hanya dipandang sebagai bagian dari keseluruhan
budaya yang lebih besar.
d. Pendekatan aksi sosial (the social action approach)
Pendekatan aksi sosial mencakup semua elemen dari pendekatan
transformasi, tetapi menambah komponen yang mempersyaratkan siswa
membuat aksi yang berkaitan dengan konsep, isu, atau masalah yang
dipelajari dalam unit. Tujuan utama dari pembelajaran dan pendekatan ini
adalah mendidik siswa melakukan kritik sosial dan mengajarkan
keterampilan membuat keputusan untuk memperkuat siswa dan membantu
mereka memperoleh pendidikan politis, sekolah membantu siswa menjadi
kritikus sosial yang reflektif dan partisipan yang terlatih dalam perubahan
sosial. Siswa memperoleh pengetahuan, nilai, dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial sehingga kelompok-
kelompok etnis, ras dan golongan yang terabaikan dan menjadi korban dapat
berpartisipasi penuh dalam masyarakat.
“Peran pendidikan dalam multikulturalisme hanya dapat dimengerti dalam
kaitannya dengan falsafah hidup, kenyataan sosial, yang akan meliputi disiplin-
disiplin ilmu yang lain, seperti ilmu politik, filsafat, khususnya falsafah
posmodernisme, antropologi, dan sosiologi” (Dawam, Ainur Rafiq, dalam Yaya
Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 206).
Dalam hal ini dimaksudkan agar dalam perjalanan sejarah pendidikan
multikultural tidak akan kehilangan arah atau berlawanan dengan nilai-nilai dasar
multikulturalisme. Karena hegemoni bukan hanya di bidang politik, melainkan
juga dibidang pelayanan terhadap masyarakat.
Dengan demikian, orientasi yang seharusnya dibangun dan diperhatikan
antara lain meliputi hal-hal berikut.
32
a. Orientasi Kemanusiaan
Kemanusiaan atau humanisme merupakan sebuah nilai kodrati yang
menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusiaan bersifat
universal, global, di atas semua suku, aliran, ras, golongan, dan agama.
b. Orientasi Kebersamaan
Kebersamaan atau kooperativisme merupakan sebuah nilai yang sangat
mulia dalam masyarakat yang plural dan heterogen. Kebersamaan yang hakiki
juga akan membawa pada kedamaian yang tidak ada batasannya.
Kebersamaan yang dibangun di sini adalah kebersamaan yang terlepas dari
unsur kolutif ataupun koruptif. Intinya kebersamaan yang dibangun adalah
kebersamaan yang masing-masing pihak tidak merasa dirugikan dirinya
sendiri, orang lain, lingkungan, serta negara.
c. Orientasi Kesejahteraan
Kesejahteraan atau welvarisme merupakan suatu kondisi sosial yang
menjadi harapan semua orang. Kesejahteraan selama ini hanya dijadikan
sebagai slogan kosong. Kesejahteraan sering diucapkan, tetapi tidak pernah
dijadikan orientasi oleh siapapun. Konsistensi terhadap sebuah orientasi harus
dibuktikan dengan perilaku menuju terciptanya kesejahteraan masyarakat.
d. Orientasi Profesional
Profesional merupakan sebuah nilai yang dipandang dari aspek apapun
adalah sangat tepat. Tepat landasan, tepat proses, tepat pelaku, tepat ruang,
tepat waktu, tepat anggaran, tepat kualitatif, tepat kuantitatif, dan tepat tujuan.
33
e. Orientasi Mengakui Pluralitas dan Heterogenitas
Pluralitas dan heterogenitas merupakan kenyataan yang tidak mungkin
ditindas secara fasis dengan memunculkan sikap fanatisme terhadap
kebenaran yang diyakini oleh banyak orang.
f. Orientasi Anti Hegemoni dan Anti Dominasi
Hegemoni dan dominasi hegemoni adalah dua istilah yang sangat
populer bagi kaum tertindas. Akan tetapi, kedua istilah tersebut tidak pernah
digunakan, bahkan dihindari oleh para pengikut paham liberalis, kapitalis,
globalis, dan neoliberalis.
6. Program dan Dimensi Pendidikan Multikultural
a. Program Pendidikan Multikultural
1) berorientasi pada materi (content-oriented programs)
Berorientasi pada materi (content-oriented programs) merupakan
bentuk pendidikan multikultural yang paling umum dapat cepat dipahami.
Tujuan utamanya adalah memasukkan materi tentang kelompok budaya
yang berbeda dalam kurikulum dan materi pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa tentang kelompok-kelompok tersebut.
Dalam bentuknya yang paling sederhana bentuk program ini
menambahkan aspek multikultural ke dalam kurikulum yang standar. Versi
yang lebih canggih dari bentuk ini, yaitu mengubah kurikulum secara aktif
dengan tiga tujuan berikut :
a) Mengembangkan muatan multikultural melalui berbagai disiplin.
b) Memasukkan sejenis sudut pandang dan perspektif yang berbeda
dalam kurikulum.
34
c) Mengubah aturan, yang pada akhirnya mengembangkan paradigma
baru bagi kurikulum.
2) berorientasi pada siswa (student-oriented programs)
Program yang berorientasi pada siswa (student-oriented programs)
bertujuan untuk meningkatkan prestasi akademik kelompok siswa yang
berbeda meskipun pada saat itu tidak memberikan perubahan besar dalam
muatan kurikulum. Beberapa program ini tidak dirancang untuk mengubah
kurikulum atau konteks sosial pendidikan, tetapi membantu siswa dengan
budaya dan bahasa yang berbeda untuk menciptakan perubahan dalam
mainstream pendidikan. Terdapat beberapa kategori program yang khas:
a) Program yang menggunakan riset dalam model belajar yang berbasiskan
budaya (culturally-based learning styles) dalam menentukan gaya
mengajar yang digunakan pada kelompok siswa tertentu;
b) Program dua bahasa (bilingual) atau dua budaya (bicultural);
c) Program bahasa yang mengandalkan bahasa dan budaya sekelompok
siswa minoritas.
3) berorientasi sosial (sosially-oriented programs)
Program yang berorientasi sosial (sosially-oriented programs)
berupaya mereformasi pendidikan ataupun konteks politik dan budaya
pendidikan. Program ini bertujuan bukan untuk meningkatkan prestasi
akademis atau menambah sekumpulan pengetahuan multikultural,
melainkan memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam meningkatkan
toleransi budaya dan ras serta mengurangi bias.
35
Kategori program ini juga tidak hanya meliputi program yang
dirancang untuk menstrukturkan kembali dan menyatukan sekolah, tetapi
juga program ini dirancang untuk meningkatkan semua bentuk hubungan di
kalangan kelompok etnik dan ras dalam program belajar bersama tanpa
membedakan perbedaan yang ada pada setiap individu. Bentuk pendidikan
multikultural ini menekankan “hubungan manusia” dalam semua bentuknya
dan menggabungkan beberapa karakteristik dua bentuk program lainnya,
yaitu program yang menuntut perbaikan kurikulum untuk menekankan
kontribusi sosial yang positif dari kelompok etnis dan budaya sambil
menggunakan riset tentang model belajar untuk meningkatkan prestasi siswa
dan mengurangi ketegangan dalam ruang kelas.
Selain program-program tersebut, menurut Iis Arifudin (2007: 220)
implementasi pendidikan multikultural dapat dilakukan di sekolah melalui
beberapa cara yaitu :
a. Implementasi pendidikan multikultural terintegrasi dengan mata
pelajaran
Pelaksanaan pendidikan multikultural tidaklah perlu mengubah
kurikulum, pelajaran pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada
mata pelajaran yang lainnya. hanya saja diperlukan pedoman bagi guru
untuk menerapkannya. yang utama kepada para siswa perlu diajari
mengenai toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling
menghargai. Hal tersebut sangat berharga bagi bekal hidup mereka
36
dikemudian hari dan sangat penting untuk tegaknya nilai-nilai
kemanusiaan.
Jadi implementasi dan pengembangan pendidikan multikultural
terintegrasi melalui mata pelajaran dapat dilakukan oleh perguruan
tinggi atau sekolah dasar dan menengah sebagai berikut, 1) perguruan
tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural dapat
diintegrasikan misalnya melalui mata kuliah umum, seperti
kewarganegaraan, agama, dan bahasa. 2) tingkat SD, SLTP, atau
sekolah menengah (SMA), pendidikan multikultural dapat
diintegrasikan dalam mata pelajaran dan bahan ajar seperti agama,
sosiologi, dan antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran
seperti diskusi kelompok atau kegiatan lainnya.
b. Implementasi pendidikan multikultural melalui kegiatan
pengembangan diri.
Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai
dengan kebutuhan, kemampuan, bakat, minat peserta didik, dan
kondisi sekolah.
1) Pengembangan diri terprogram
Pengembangan diri terprogram untuk pendidikan
multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut
ini:
37
a) kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler
Kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah
meliputi Organisasi Siswa Intra Sekolah, Pramuka, Kegiatan
Olahraga dan lain-lain yang tentunya akan diikuti oleh siswa
yang berasal dari berbagai etnis, budaya. Dalam komposisi
kepengurusan OSIS juga melibatkan siswa dari berbagai unsur
etnis. Agar terjadi kontak fisik alamiah dan melahirkan
pemahaman yang baik antar sesama maka perlu diadakan
berbagai kegiatan yang berorientasi kelompok. Dimana tanpa
disadari kegiatan tersebut melibatkan berbagai etnis seperti tim
bola basket, voli, pentas drama, vokal grup, pramuka dan
sebagainya.
Kegiatan ekstrakurikuler hendaknya juga multinilai. Sikap
menghargai orang yang berbeda dari budaya lain akan lebih
berkembang bila siswa mempraktikkan dan mengalami sendiri,
maka model live-in, tinggal di tengah orang yang berbudaya
lain dapat membantu siswa menghargai budaya lain. Misalnya
siswa dari Bali ikut live-in satu minggu di tengah orang Sunda,
mereka akan dapat lebih menghargai budaya Sunda. Proyek
dan kepanitiaan di sekolah juga sebaiknya diatur dengan lebih
bervariasi dan beragam. Setiap panitia terdiri dari aneka macam
siswa dari berbagai suku, ras, agama, budaya, dan gender. Ini
38
akan lebih menumbuhkan semangat kesatuan dalam perbedaan
yang ada.
b) layanan konseling
Pembina layanan konseling dalam melaksanakan
kegiatan tidak boleh bersikap diskriminatif pada peserta didik,
darimana pun asal usul peserta didik ketika mengalami
kesulitan dalam pengembangan diri, pengembangan sosial,
pengembangan kemampuan belajar dan pengembangan karir
harus dilayani secara optimal. Dengan demikian tindakan dan
sikap layanan konseling telah mencerminkan layanan yang
berbasis multikultural karena sesuai dengan fungsi layanan
konseling.
2) pengembangan diri tidak terprogram
Pengembangan diri tidak terprogram untuk pendidikan
multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan
pembiasan, spontanitas dan pembinaan disiplin seperti bersalam-
salaman antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan siswa
dengan tata usaha. Bentuk-bentuk keteladanan seperti sikap saling
menghormati yang ditunjukan oleh guru maupun warga sekolah
lainnya.
c. Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal
Muatan lokal merupakan mata pelajaran yang dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan. Satuan pendidikan dapat
39
menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan lokal setiap semester.
Ini berarti bahwa dalam satu tahun pelajaran, satuan pendidikan dapat
menyelenggarakan lebih dari satu mata pelajaran muatan lokal untuk
setiap tingkat.
Implementasi pendidikan multikultural melalui muatan lokal
dapat dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan
kaidah-kaidah pengembangan muatan lokal maksudnya muatan lokal
pendidikan multikultural disesuaikan dengan potensi daerah tempat
sekolah berada seperti keterkaitan muatan lokal dengan sumber daya
alam (SDA), keterkaitan muatan lokal dengan sumber daya manusia
(SDM), keterkaitan muatan lokal dengan geografis, keterkaitan muatan
lokal dengan budaya, dan keterkaitan muatan lokal dengan historis.
d. Implementasi pendidikan multikultural melalui pendidikan lingkungan
Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan melalui
pendidikan lingkungan dengan maksud agar peserta didik lebih dekat
dengan keadaan lingkungan sebenarnya sehingga menumbuhkan rasa
memiliki lingkungan, mencintai lingkungan dan menghargai eksistensi
lingkungan yang juga bagian dari ekosistem dan mempengaruhi
kehidupan manusia.
Pelajaran yang terpenting yang dapat dimaknai peserta didik dari
pendidikan lingkungan, jika dikorelasikan dengan hakikat pendidikan
multikultural bahwa alam lingkungan tidak pernah melakukan
diskriminasi pada siapapun yang berinteraksi dengan alam seperti
40
mengeluarkan oksigen untuk dihirup siapapun tanpa membedakan
suku, ras, agama dan budaya. Makna ini menjadi titik tolak bagi
peserta didik bahwa pendidikan multikultural melalui pendidikan
lingkungan dapat menjadi acuan dalam mengembangkan sikap-sikap
yang bernuansa multikulturalisme.
Pendidikan lingkungan hidup berupa “out door activities” yang
dikaitkan dengan penyadaran bahwa sesungguhnya alam juga tidak
pernah melakukan diskriminasi terhadap apapun. Pohon di hutan yang
senantiasa menghasilkan oksigen yang sama banyaknya untuk dihirup
oleh manusia dan hewan tanpa ada batasan dan diskriminasi. Lalu
mengapa manusia yang memiliki akal budi tidak melakukan hal yang
sama, memberi dan membantu tanpa ada diskriminasi dan pembedaan
antar satu dengan lainnya.
Pelajaran yang berharga dari perilaku dan interaksi lingkungan
menumbuhkan pikiran positif pada peserta didik dimana peserta didik
akan memiliki pikiran positif terhadap lingkungan maka rasa peduli
akan lingkungan yang lestari akan tertanam dan sikap selalu mencegah
agar lingkungan alam tetap lestari menjadi perhatian peserta didik.
b. Dimensi pendidikan multikultural
Dimensi–dimensi pendidikan berbasis multikultural Menurut Banks
(2002), pendidikan multikultural adalah cara memandang realitas, dan cara
berfikir, dan bukan hanya konten tentang beragam kelompok etnis, ras, dan
41
budaya. Secara spesifik, Banks menyatakan bahwa pendidikan multikultural
dapat dikonsepsikan atas lima dimensi yaitu:
1) dimensi integrasi isi/materi (content integration)
Dimensi ini berkaitan dengan upaya untuk menghadirkan aspek
kultur yang ada ke ruang-ruang kelas. Seperti pakaian, tarian,
kebiasaan, sastra, bahasa, dan sebagainya. Dengan demikian,
diharapkan akan mampu mengembangkan kesadaran pada diri siswa
akan kultur milik kelompok lain. Konsep atau nilai-nilai tersebut dapat
diintegrasikan ke dalam materi-materi, metode pembelajaran, tugas
atau latihan, maupun evaluasi yang ada dalam buku pelajaran.
2) dimensi konstuksi pengetahuan (knowledge construction)
Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk
memahami dan merekonstruksi berbagai kultur yang ada. Pendidikan
multikultural merupakan pendidikan yang membantu siswa untuk
mengembangkan kemampuan mengenal, menerima, menghargai,dan
merayakan keragaman kultural.
3) dimensi pendidikan yang sama/adil (an equity paedagogy)
Dimensi ini menyesuaikan metode pengajaran dengan cara belajar
siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik siswa yang
beragam baik dari segi ras, budaya (culture) ataupun sosial (social).
4) dimensi pengurangan prasangka (prejudice reduction)
Dimensi ini sebagai upaya agar para siswa menghargai adanya
berbagai kultur dengan segala perbedaan yang menyertainya. Sangat
42
penting adanya refleksi budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas,
agama, status sosial ekonomi, dalam proses pendidikan multikultural.
5) dimensi pemberdayaan budaya sekolah dan stuktur sosial
(empowering school culture and social stucture)
Dimensi ini merupakan tahap dilakukannya rekonstruksi baik
struktur sekolah maupun kultur sekolah. Hal tersebut diperlukan untuk
memberikan jaminan kepada semua siswa dengan latar belakang yang
berbeda agar mereka merasa mendapatkan pengalaman dan perlakuan
yang setara dalam proses pembelajaran di sekolah. Dari paparan di atas
tentang dimensi-dimensi pendidikan berbasis multikultural dapat
disimpulkan, pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang
membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan mengenal,
menerima, menghargai, dan merayakan keragaman kultural dengan
segala perbedaan yang menyertainya setra perlakuan proses belajar
yang sama, sehingga diharapkan anak dapat memiliki karakter yang
baik saat dewasa nanti.
7. Konsep Pembelajaran Multikultural
a. Pengertian Pembelajaran Multikultural
“Pembelajaran multikultural adalah kebijakan dalam praktik pendidikan
dalam mengakui, menerima dan menegaskan perbedaan dan persamaan
manusia yang dikaitkan dengan gender, ras, dan kelas” (Sleeter dan Grant,
dalam Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282). Pembelajaran
multikultural merupakan strategi pendidikan yang menfaatkan keberagaman
43
latar belakang kebudayaan dari para peserta didik sebagai salah satu kekuatan
untuk membentuk sikap multikultural. Strategi ini sangat bermanfaat,
sekurang-kurangnya bagi sekolah sebagai lembaga pendidikan dapat
membentuk pemahaman bersama atas konsep kebudayaan, perbedaan budaya,
keseimbangan, dan demokrasi dalam arti yang luas.
“Pembelajaran multikultural pada dasarnya merupakan program
pendidikan bangsa agar komunitas multikultural dapat berpartisipasi dalam
mewujudkan kehidupan demokrasi yang ideal bagi bangsanya” (Banks, dalam
Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282). Dengan demikian,
pembelajaran multikultural adalah proses pendidikan yang dapat
membimbing, membentuk, dan mengondisikan siswa agar memiliki mental
atau karakteristik terbiasa hidup di tengah-tengah perbedaan yang sangat
kompleks, baik perbedaan ideologi, sosial, ekonomi maupun perbedaan
agama.
Syafiq A. Mughni (Yaya Suryana dan H.A Rusdiana, 2015: 282)
menjelaskan bahwa inti pembelajaran pendidikan multikultural, yaitu sebagai
berikut:
1) Adanya dialog secara aktif dan partisipatoris. Artinya, selama proses
pembelajaran harus dibiasakan berdialog secara intensif dan partisipatoris
sehingga siswa mampu mengembangkan pengetahuannya secara bebas
dan independen.
2) Adanya toleransi antar siswa, antara siswa dan guru, serta antar guru.
Toleransi ini bertujuan membudayakan sikap saling menghormati dan
menghargai perbedaan, baik perbedaan pendapat maupun ideologi yang
dilakukan oleh guru ataupun siswa.
44
b. Tujuan Pembelajaran Multikultural
Berdasarkan tujuan pendidikan multikultural, terdapat tiga macam
tujuan, yaitu tujuan yang berkaitan dengan sikap, pengetahuan, dan
pembelajaran.
1) Aspek sikap, yaitu untuk mengembangkan kesadaran dan kepekaan
kultural, toleransi kultural, penghargaan terhadap identitas kultural, sikap
responsif terhadap budaya, keterampilan untuk menghindari dan
meresolusi konflik.
2) Aspek pengetahuan, yaitu untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa
dan budaya orang lain, dan kemampuan untuk menganalisis dan
menerjemahkan perilaku kultural, serta pengetahuan tentang kesadaran
perspektif kultural.
3) Aspek pembelajaran, yaitu untuk memperbaiki distorsi, stereotip, dan
kesalahpahaman tentang kelompok etnik dalam buku teks dan media
pembelajaran; memberikan berbagai strategi untuk mengarahkan
perbedaan di depan orang, memberikan alat-alat konseptual untuk
komunikasi antar budaya; mengembangkan keterampilan interpersonal;
memberikan teknik-teknik evaluasi; membantu klarifikasi nilai;
menjelaskan dinamika kultural (Lawrence J. Saha dalam Yaya Suryana
dan H.A Rusdiana, 2015: 283). Pendidikan multikultural membantu siswa
mengerti, menerima, dan menghargai orang dari suku, budaya, dan nilai
berbeda.
45
c. Dasar-dasar Pembelajaran Multikultural
1) Unsur kebudayaan
Pembelajaran tidak terlepas dari usur kebudayaan karena :
a) Kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks
b) Kebudayaan merupakan prestasi manusia yang material
c) Kebudayaan dapat berbentuk fisik
d) Kebudayaan dapat berbentuk perilaku
e) Kebudayaan merupakan realitas yang objektif
f) Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang terasing.
Berdasarkan nilai-nilai kebudayaan yang beragam, kompleks dan
terintegrasi, proses pembelajaran harus menggunakan multidisipliner,
seperti filsafat, sosiologi, antropologi, biologi, psikologi, dan komunikasi.
2) Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat
Keanekaragaman budaya yang ada di masyarakat harus dijadikan
dasar pengayaan dalam pembelajaran sehingga guru harus menciptakan
“belajar untuk hidup bersama dalam damai dan harmoni” sesuai dengan
salah satu pilar belajar dan UNESCO, yaitu learning to live together.
3) Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan
Peran guru dalam menerapkan nilai-nilai sebagai inti kebudayaan
adalah :
a) menjadi model,
b) menciptakan masyarakat bermoral,
c) mempraktikkan disiplin moral,
46
d) menciptakan situasi demokrasi,
e) mewujudkan nilai-nilai melalui kurikulum,
f) menciptakan budaya kerjasama,
g) menumbuhkan kesadaran karya,
h) mengembangkan refleksi moral,
i) mengajarkan revolusi konflik.
8. Peranan Guru dan Sekolah dalam Penerapan Pendidikan Multikultural
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan berfungsi menanamkan
kesadaran di kalangan generasi muda akan identitas dirinya, identitas kolektifnya,
serta menumbuhkan calon warga negara yang baik dan terpelajar dalam
masyarakat yang homogen atau mejemuk. Sementara itu, guru berfungsi untuk
melatih dan mendisiplinkan pikiran peserta didik, memberikan pendidikan moral
dan agama, menanamkan kesadaran nasionalisme dan patriotisme, menjadi warga
negara yang baik. Untuk itu, peran guru dan pihak sekolah diperlukan memenuhi
berbagai kebutuhan peserta didik, antara lain sebagai berikut:
a. Membangun Paradigma Keberagaman
Guru memiliki paradigma pemahaman keberagaman yang moderat
akan mampu mengajarkan dan mengimplementasikan nilai-nilai
keberagaman kepada peserta didik di sekolah. Peran guru dalam hal ini,
yaitu sebagai berikut:
1) Guru harus mampu bersikap demokratis. Artinya, dalam segala tingkah
lakunya, baik sikap maupun perkataannya tidak diskriminatif (bersikap
47
tidak adil atau menyinggung) peserta didik yang menganut agama
yang berbeda dengannya.
2) Guru seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kejadian-
kejadian tertentu yang berhubungan dengan agama.
b. Menghargai Keragaman Bahasa
Guru harus memiliki sikap menghargai “keragaman bahasa” dan
mempraktikkan nilai-nilai tersebut di sekolah sehingga dapat membangun
sikap peserta didik agar mereka selalu menghargai orang lain yang
memiliki bahasa, aksen, dan dialek yang berbeda. Oleh karena itu, guru
harus menunjukkan sikap dan tingkah laku yang selalu menghargai
perbedaan bahasa yang ada.
c. Membangun Sensitivitas Gender
Guru dituntut untuk memiliki peran dalam membangun kesadaran
peserta didik terhadap nilai-nilai kesadaran gender dan sikap anti
diskriminasi terhadap kaum perempuan di sekolah dengan cara berikut:
1) Guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang kesetaraan gender.
2) Guru harus mampu mempraktikkan nilai-nilai keadilan gender secara
langsung di kelas atau di sekolah.
3) Sensitif terhadap permasalahan gender di dalam ataupun di luar kelas.
d. Membangun Sikap Kepedulian Sosial
Guru dan sekolah berperan mengembangkan sikap peduli dan kritis
siswa terhadap segala bentuk ketidakadilan sosial, ekonomi dan politik
yang ada di dalam maupun di luar lingkungan sekolah.
48
1) Guru harus memiliki wawasan yang cukup tentang berbagai macam
fenomena sosial yang ada di lingkungan para peserta didiknya,
terutama yang berkaitan dengan masalah kemiskinan, pengangguran,
para siswa yang tidak dapat melanjutkan sekolah, korupsi,
penggusuran, dan lain-lain.
2) Guru dapat menerapkan sikap tersebut di sekolah atau di kelas, dengan
cara bersikap adil kepada seluruh siswa tanpa harus mengistimewakan
salah satu dari mereka meskipun latar belakang status sosial berbeda.
e. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Etnis
Guru berperan dalam menumbuhkan sensitivitas anti diskriminasi
terhadap etnis lain di sekolah. Oleh sebab itu guru dituntut untuk :
1) Memiliki pemahaman dan wawasan yang cukup tentang sikap anti
diskriminasi etnis sehingga dapat memberikan contoh secara langsung
melalui sikap dan perilakunya.
2) Memberikan perlakuan adil terhadap seluruh peserta didik yang ada.
f. Membangun Sikap Anti Diskriminasi terhadap Perbedaan Kemampuan
Pada aspek ini guru sebagai penggerak utama kesadaran peserta
didik agar selalu menghindari sikap yang diskriminatif terhadap perbedaan
kemampuan peserta didik, baik di dalam maupun di luar kelas dengan
memberikan contoh langsung kepada peserta didik.
Demikian pula, sekolah harus mampu menjadi institusi yang
membangun sikap peserta didik yang selalu menghargai orang lain yang
memiliki kemampuan berbeda dengan cara:
49
1) Membuat dan menerapkan peraturan sekolah yang menekankan
bahwa sekolah menerima para peserta didik yang “normal” dan
memiliki kemampuan berbeda.
2) Menyediakan pelayanan khusus, seperti guru dengan keterampilan
khusus untuk menangani peserta didik yang memiliki perbedaan
kemampuan dan menyediakan fasilitas khusus, seperti ruangan
khusus, tempat duduk khusus atau fasilitas khusus lainnya.
3) Memberikan pelatihan bagi guru-guru dan staf tentang cara bersikap
dan cara menghadapi peserta didik yang memiliki perbedaan
kemampuan di sekolah tersebut.
g. Membangun Sikap Anti Diskriminasi Umur
Sekolah seharusnya menerapkan peraturan yang intinya
menyatakan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap umur tentu
dilarang keras di sekolah dan mewajibkan kepada peserta didik untuk
selalu saling memahami dan menghormati perbedaan umur yang ada di
sekitar mereka. Sekolah sebaiknya tidak memberikan batasan umur
tertentu bagi seseorang yang akan masuk dan belajar di sekolah tersebut
apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan dan kemauan seperti
yang telah diatur dalam undang-undang sekolah atau negara.
50
C. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah pertama, penelitian
skripsi oleh Siti Rochmaniyah (2014) yang berjudul Implementasi Pendidikan
Multikultural di Sekolah Inklusi SMP Tumbuh Yogyakarta. Penelitian ini
merupakan penelitian lapangan dengan objek penelitian SMP Tumbuh
Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi dengan
tujuan menyajikan kegiatan belajar mengajar di SMP Tumbuh Yogyakarta secara
komprehensif. Hasil penelitian menjelaskan tentang inovasi-kritis yang dilakukan
sekolah dalam mengimplementasi pendidikan multikultural, menjelaskan tentang
faktor-faktor pendukung implementasi, dan menjelaskan tentang sarana dan
prasarana di sekolah.
Kedua, penelitian oleh Ana Farkhana Laila Luthfiana (2014) yang berjudul
Implementasi Pendidikan Multikultural Dalam Pembelajaran IPS di SMP Budi
Mulia 2 Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif naturalistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi
pendidikan multikultural dalam pembelajaran IPS di SMP Budi Mulia 2
Yogyakarta diawali dengan perencanaan, tujuan, materi, media, metode dan
evaluasi yang akan digunakan yang menghargai peserta didik karena berpusat
pada peserta didik. Pelaksanaan bersifat terbuka, demokratis, berpusat pada
peserta didik yang menekankan pada kesetaraan dan keadilan peserta didik serta
menghargai masing-masing individu dengan metode pembelajaran yang
bervariasi.
51
Ketiga, penelitian oleh Nur Faiqoh (2015) yang berjudul Implementasi
Pendidikan Berbasis Multikultural Sebagai Upaya Penguatan Nilai Karakter
Kejujuran, Toleransi, dan Cinta Damai Pada Anak Usia Dini di Kiddy Care, Kota
Tegal. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Penelitian
ini membahas tentang dasar acuan dalam implementasi pembelajaran berbasis
multikultural di lembaga Kiddy Care, serta hasil pengimplementasian pendidikan
berbasis multikultural dalam pembelajaran dan proses penanaman nilai-nilai
karakter pada anak kelas Kindy dan keterlibatan orang tua dalam pemantauan
perkembangan anak saat dirumah.
Dari beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam
mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah di perlukan
perencanaan, tujuan, materi, media, metode dan evaluasi yang menghargai peserta
didik karena pendidikan harus berpusat pada peserta didik. Pelaksanaan
pendidikan harus bersifat terbuka, demokratis, berpusat pada peserta didik yang
menekankan pada kesetaraan dan keadilan peserta didik serta menghargai masing-
masing individu dengan metode pembelajaran yang bervariasi. Serta dibutuhkan
inovasi-inovasi kritis dan lingkungan yang mendukung dalam
mengimplementasikan pendidikan multikultural.
Pemaparan penelitian relevan dalam penelitian ini digunakan untuk
mencari persamaan dan perbedaan antara penelitian yang lain dengan penelitian
yang akan dilakukan. Persamaan penelitian ini dengan beberapa penelitian relevan
yang dipaparkan diatas adalah kesamaan variabel penelitian, yaitu terkait dengan
implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Sedangkan perbedaannya
52
terletak pada pendekatan penelitian yang digunakan, karena penelitian ini akan
menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Selain itu, penelitian yang relevan
yang disajikan dalam penelitian ini juga ditujukan agar dapat memberikan
gambaran yang lebih luas dan jelas bagi peneliti tentang variabel penelitian yang
ingin diteliti dalam penelitian ini.
D. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka Berpikir
Implementasi Pendidikan Multikultural
Pendidikan
Multikultural
Kurikulum &
Proses
Pembelajaran
Program dan
Kegiatan Peran Guru dan
Sekolah
Faktor
Pendukung &
Penghambat
SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Taman Siswa
53
E. Pertanyaan Penelitian
a. Upaya apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan
multikultural di sekolah ?
b. Program apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan
multikultural di sekolah ?
c. Kegiatan apa yang dilakukan sekolah dalam melaksanakan pendidikan
multikultural di sekolah ?
d. Apa saja faktor pendukung pelaksanaan pendidikan multikultural di
sekolah ?
e. Apa saja faktor penghambat pelaksanaan pendidikan multikultural di
sekolah ?
f. Bagaimana upaya mengatasi hambatan dalam pelaksanaan pendidikan
multikultural di sekolah ?
54
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu lebih
menekankan realitas sosial sebagai sesuatu yang utuh, kompleks, dinamis dan
bersifat interaktif untuk meneliti obyek yang alamiah. Penelitian ini
memanfaatkan paradigma penelitian interpretatif dengan tujuan membangun
makna berdasarkan data-data lapangan. Metode penelitian kualitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci. Penelitian ini dikategorikan
penelitian lapangan (field research) yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati (di observasi). Peneliti memilih jenis
penelitian ini karena peneliti beranggapan bahwa suatu penelitian atau suatu
keadaan dapat terlihat keasliannya ketika diamati dan dideskripsikan.
b. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif mempelajari masalah-
masalah yang ada serta tata cara kerja yang berlaku. Pendekatan deskriptif
kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku.
Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi yang ada atau sedang terjadi. Dengan kata lain
55
penelitian deskriptif kualitatif bertujuan untuk memperoleh informasi-
informasi mengenai keadaan yang ada atau keadaan yang sementara
berlangsung. Dalam penelitian ini, pendekatan deskriptif kualitatif digunakan
untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan multikultural di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tentang Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang terletak di Jalan Tamansiswa No.25,
Yogyakarta. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan salah satu
sekolah yang termasuk sekolah inklusi dan memiliki berbagai macam latar
belakang siswa dan karakter anak, di sekolah tersebut juga memiliki siswa
berkebutuhan khusus maupun bertalenta. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan juga
merupakan sekolah berbasis seni dan budaya dan menerapkan pendidikan budi
pekerti luhur. Oleh karena itu, peneliti tertarik memilih SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan sebagai lokasi penelitian. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan
April 2016 sampai dengan Juni 2016.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data atau informasi yang bermanfaat untuk menjawab
permasalahan penelitian. Instrumen dalam penelitian kualitatif merupakan peneliti
sendiri. Peneliti kualitatif berusaha berinteraksi dengan subjek penelitiannya
secara alamiah dan dengan cara tidak memaksa. Didalam penelitian ini, peneliti
sebagai instrumen penelitian berusaha mencari informasi dari subjek sebagai
orang yang dijakdikan informan.
56
Peneliti sadar bahwa tujuan utama dalam penelitian adalah mencari
informasi bukan menilai suatu situasi. Sehingga, analisis datanya juga berupa
deskripsi tentang data yang diperoleh. Selain peneliti sebagai instrumen, dalam
pengumpulan data peneliti dibantu pedoman wawancara, pedoman observasi, tape
recorder/alat rekam, kamera dan alat tulis.
D. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian sangat penting karena pada subjek data terdapat data
tentang variabel yang akan diteliti. Untuk memperoleh data yang tepat maka perlu
ditemukan informan yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan kebutuhan data
(purposive). Oleh karena itu peneliti memilih subjek dalam penelitian ini adalah
Kepala Sekolah, Guru dan Siswa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
sebagai yang paling mengetahui tentang kondisi sekolah, interaksi yang terjadi di
sekolah dan yang melaksanakan kegiatan di sekolah.
Sedangkan objek penelitian merupakan situasi sosial penelitian yang ingin
diketahui. Pada obyek penelitian ini, peneliti mengamati secara mendalam
aktivitas orang-orang yang ada di tempat tertentu. Objek dari penelitian ini adalah
mengenai strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah serta faktor
pendukung dan faktor penghambatnya.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2012: 203), “observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting
adalah proses-proses pengamatan dan ingatan”. Kegiatan observasi dalam
57
penelitian ini yaitu kegiatan yang meliputi pencatatan secara sistematik,
kejadian-kejadian, perilaku, objek- objek yang dilihat dan hal lain yang
mendukung dalam penelitian. Observasi dalam penelitian ini melihat
secara langsung bagaimana implementasi pendidikan multikultural di
sekolah.
Kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Observasi No. Aspek
yang
diamati
Indikator yang dicari Sumber
data
1.
2.
Observasi
fisik
sekolah
Observasi
kegiatan
a. Keadaan sekolah/lokasi
b. Sarana dan prasarana sekolah
c. Alat dan Kelengkapan Sekolah
d. Fasilitas penunjang
a. Pelaksanaan pembelajaran
b. Alat dan media pembelajaran
c. Aktivitas siswa
d. Interaksi antara guru dan siswa
e. Interaksi antar siswa
f. Interaksi antar guru
g. Kegiatan pendidikan multikultural di
sekolah
Lingkungan
sekolah
Lingkungan
sekolah dan
Kelas
2. Wawancara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang
mendasarkan diri pada laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi. Wawancara berupa proses
percakapan yang bermaksud mengkonstruksikan mengenai orang,
kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan dan sebagainya yang
dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan
dengan yang diwawancarai berdasarkan tujuan tertentu.
58
Wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara terpimpin,
dimana pewawancara terlebih dahulu mempersiapkan pertanyaan yang
diajukan kepada informan, tetapi penyampaian pertanyaan bisa secara
bebas. Informan dalam penelitian ini diantaranya kepala sekolah, wali
kelas, guru mata pelajaran, dan beberapa siswa kelas IV dan V.
Kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara No. Subjek Aspek Rincian
1. Kepala
Sekolah
Kegiatan
pendidikan
multikultural
di sekolah
1. Program pendidikan multikultural
2. Kegiatan pendidikan multikultural
3. Strategi pendidikan multicultural
2. Guru Implementasi
pendidikan
multikultural
di sekolah
1. Peran guru dalam implementasi
pendidikan multikultural
2. Proses belajar mengajar dengan
pendidikan multikultural
3. Strategi implementasi pendidikan
multikultural
3. Siswa Pemahaman
tentang
pendidikan
multikultural
1. Sikap dan pandangan terhadap perbedaan
2. Nilai-nilai multikultural yang dipelajari
3. Kegiatan pendidikan multikultural
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam
penelitian dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen
untuk memperoleh data-data yang bentuknya catatan, transkip, buku, surat
kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, gambar dan data-data lain
yang dapat menguatkan hasil penelitian ini.
59
Kisi-kisi pedoman analisis dokumen yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Analisis Dokumen No Aspek Yang Dikaji Indikator yang Dicari Sumber Data
1. Profil Sekolah a. Visi dan Misi Sekolah
b. Sejarah Sekolah
c. Tenaga Pendidik dan
Kependidikan
d. Sarana dan Prasarana
sekolah
e. Kurikulum sekolah
f.
Administrasi
Sekolah
2. Strategi Pendidikan
Multikultural di
Sekolah, meliputi:
1. Cara
2. Teknik
3. Proses
a. Dokumen program dan
kegiatan terkait
pendidikan
multikultural dan
laporan pelaksanaanya.
b. Foto-Foto kegiatan
Kepala
Sekolah/ Wakil
Kepala Sekolah.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari dan membuat kesimpulan. Analisis data dalam penelitian
kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan
setelah selesai di lapangan. Menurut Nasution (Sugiyono, 2012: 336), “analisis
telah mulai dilakukan sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum
terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian”.
Untuk menganalisis data yang diperoleh, peneliti menggunakan analisis
deskriptif yang dikembangkan oleh Miles dan Hubberman dengan tiga langkah
sebagai berikut :
60
a. Reduksi data
Reduksi data merupakan kegiatan pemilihan, penyederhanaan dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan,
sehingga menjadi lebih fokus sesuai dengan objek penelitian. Reduksi data
dilakukan dengan merangkum maupun memilih hal-hal yang pokok,
kemudian memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya.
Data yang telah direduksi memberi gambaran yang jelas dan
mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data dan
mencarinya bila diperlukan. Reduksi data berlangsung selama proses
penelitian sampai tersusunnya laporan akhir penelitian.
b. Penyajian data
Penyajian data merupakan penyajian informasi untuk menarik
kesimpulan dalam pengambilan data. Dengan penyajian data, maka data
dapat terorganisasi dan dapat tersusun dalam pola dan dapat mudah
dipahami. Dalam penyajian data terdapat dua hal yang dilakukan, yaitu:
a. Transkripsi Data
Transkripsi data yaitu pengubahan data lisan menjadi
bentuk tulisan yang didapat dari hasil wawancara yang telah
dilakukan.
b. Interpretasi Data
Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari
serangkaian data yang telah tersaji, lebih kepada memahami dan
menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data. Peneliti
61
menyajikan data yang berupa proses implementasi pendidikan
multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa,
faktor pendukung dan penghambat, serta upaya mengatasinya.
c. Penarikan kesimpulan
Tahap ini merupakan penarikan kesimpulan dari data-data yang
telah dianalisis. Penarikan kesimpulan merupakan suatu kegiatan
konfigurasi yang utuh. Setelah analisis dilakukan maka peneliti dapat
menyimpulkan masalah yang telah ditetapkan. Pengumpulan data berakhir
saat peneliti sudah dapat menjawab rumusan masalah yang telah
dirumuskan kemudian membentuk pembahasan untuk menarik simpulan
dan sajian data.
Berikut adalah komponen-komponen dalam analisis data yang
digambarkan dalam siklus :
Gambar 2. Siklus Komponen Dalam Analisis Data
Pengumpulan
Data
Penarikan
Kesimpulan
Penyajian
Data
Reduksi
Data
62
G. Pengujian Keabsahan Data
Uji keabsahan data dalam penelitian terkait dengan uji validitas dan
reliabilitas. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada
objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data
yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh
peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Dalam
penelitian ini teknik yang digunakan adalah triangulasi, yaitu triangulasi sumber
dan teknik pengumpulan data untuk menguji kredibilitas data.
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber.
Dalam hal ini peneliti melakukan triangulasi dengan narasumber-
narasumber yang di wawancarai yaitu kepala sekolah, wali kelas, guru
mata pelajaran dan beberapa siswa yang menjadi subjek penelitian. Data
yang telah dianalisis oleh peneliti hingga menghasilkan suatu kesimpulan
selanjutnya dimintakan kesepakatan dengan berbagai sumber data tersebut.
b. Triangulasi teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Pertama menggunakan teknik observasi dan kedua menggunakan
teknik wawancara dan dokumentasi. Apabila menghasilkan data yang
berbeda maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data
yang bersangkutan, untuk memastikan mana yang dianggap benar.
63
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
1. Deskripsi Lokasi
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa terletak di Jalan
Tamansiswa Nomor 25, Desa Wirogunan, Kecamatan Mergangsan,
Kotamadya Yogyakarta. Sekolah ini merupakan sekolah dasar swasta dari
yayasan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang telah berdiri sejak tahun
1922 dan mulai beroperasi pada tahun 1923. Sekolah ini berada pada
kawasan yang kental nuansa pendidikan dan seni budaya. SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa berada satu kompleks dengan Taman
Indriya (TK) dan Taman Madya (SMP) dari yayasan yang sama serta
gedung kuliah Jurusan Seni Rupa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Selain itu, di kompleks perguruan Tamansiswa ini juga terdapat Museum
Budaya Dewantara Kriti Griya dan Pendopo Agung Tamansiswa yang
biasa digunakan masyarakat umum.
Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang dibangun langsung
atas prakarsa Ki Hadjar Dewantara sebagai bapak pendidikan Indonesia
setelah pendirian Taman Indria Ibu Pawiyatan Tamansiswa (TK). Taman
Muda merupakan nama unik sekolah Tamansiswa yang merupakan
tingkatan sekolah dasar. Pendidikan dilaksanakan berdasarkan sistem
among berupa keseimbangan peran orang tua/keluarga, keguruan dan
masyarakat. Sistem among ini merupakan pendidikan yang berjiwa
64
kekeluargaan dan bersendikan pada kodrat alam. Sekolah ini menerapkan
pembelajaran budi pekerti melalui olah rasa dan seni budaya. Meskipun
berstatus sebagai sekolah swasta, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa ini merupakan salah satu sekolah swasta yang memiliki
akreditasi A sejak tahun 2009 dan memperhatikan kualitas peserta
didiknya terutama dalam hal budi pekerti dan nilai-nilai budaya.
2. Visi, Misi, dan Tujuan
Visi : Menjadi Sekolah Bermutu, Berbasis Seni Budaya Dan Pendidikan
Budi Pekerti Luhur
Misi :
1) Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan
terukur untuk mewujudkan pendidikan bermutu
2) Menyelenggarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai–nilai
budaya untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya
3) Menerapkan “sistem among” dengan tekanan keteladanan silih asah,
silih asih dan silih asuh untuk implementasi pendidikan budi pekerti
luhur
Tujuan:
1) Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatkan
kemampuan pamong, baik kompetensi akademik maupun
profesionalismenya, yang diharapkan pada gilirannya mampu
meningkatkan prestasi belajar siswa.
65
2) Memenuhi 8 (delapan) aspek standar nasional pendidikan secara
bertahap, dengan tekanan melengkapi sarana dan prasarana
pendidikan, tersedianya dana operasional yang cukup, serta
membuka peluang peran serta masyarakat secara proporsional.
3) Implementasi secara intergral nilai-nilai budi pekerti luhur dan
konsep-konsep ketamansiswaan dalm pembelajaran khususnya, dan
pendidikan pada umumnya.
4) Menyiapkan peserta didik dengan bekal yang cukup untuk
melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
3. Sumber Daya yang Dimiliki SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa
a. Peserta didik
Tabel 4. Rombongan Belajar
NO Tahun
Pelajaran
Rombongan Belajar Kelas
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2009/2010 2 1 1 1 1 1 7
2 2010/2011 1 2 1 1 1 1 7
3 2011/2012 1 1 2 1 1 1 7
4 2012/2013 1 1 1 1 1 1 6
5 2013/2014 1 1 1 1 1 1 6
6 2014/2015 1 1 1 1 1 1 6
7 2015/2016 1 1 1 1 1 1 6
Tabel 5. Jumlah Peserta Didik
NO Tahun
Pelajaran
Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2007/2008 18 28 18 17 24 37 142
2 2008/2009 21 15 24 18 17 25 120
3 2009/2010 37 20 17 26 17 18 135
4 2010/2011 11 30 24 16 26 16 123
5 2011/2012 10 9 31 25 17 27 119
6 2012/2013 17 12 12 34 26 20 121
7 2013/2014 20 17 15 12 34 29 127
8 2014/2015 22 23 16 15 15 34 125
9 2015/2016 10 23 26 17 17 16 109
66
b. Tenaga pendidik dan kependidikan
Tabel 6. Jumlah Tenaga Pendidik
No Jabatan Status Pegawai
JUMLAH PNS GTY GTT
1 Kepala Sekolah 1 1
2 Guru Kelas 1 2 3 6
1. 3 Guru Agama 3 2 5
2. 4 Guru Penjas 1 1
3. 5 Guru Mulok 2 2 4
4. 6 Guru Inklusi 2 2
Jumlah 5 4 10 19
Tabel 7. Jumlah Tenaga Kependidikan
No Jabatan Status Pegawai
Jumlah PTY PTT
1 Administrasi 2 2
2 Bendahara Sekolah 1 1
3 Petugas Perpustakaan 1 1
4 Petugas Kebersihan /
Caraka
1 1 2
Jumlah 1 5 6
c. Sarana Prasarana
Tabel 8. Sarana Prasarana yang Dimiliki Sekolah
No. Jenis Ruang
Kondisi Sub
Jumlah Baik
Rusak
Ringan
Rusak
Berat
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Ruang Kelas
6 6
2. Ruang Perpustakaan
1 1
3. Laboratorium IPA
1 1
4. Ruang Kepala
Sekolah 1
1
5. Ruang Guru 1
1
6. Ruang Komputer 1
1
7. Tempat Ibadah 1
1
8
Ruang Kesehatan
(UKS) 1
1
9
Kamar Mandi / WC
Guru 1
1
10
Kamar Mandi / WC
Siswa 3
3
11 Gudang
1 1
12
Tempat Bermain /
Tempat Olahraga 1
1
67
B. Hasil Penelitian
1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
a. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang di
dalamnya memberikan nilai-nilai yang membina siswa untuk
berdampingan dengan keberagaman di dalamnya. Proses pendidikan
merupakan suatu kegiatan dalam rangka untuk membentuk perilaku
manusia dengan nilai yang berlaku. Pendidikan multikultural sebagai
upaya dalam menghadapi kondisi siswa yang beragam baik dari segi
suku, agama, dan budaya.
Pendidikan multikultural secara eksplisit mengakui dan
menyambut keragaman dari warisan etnik yang ditemukan dalam diri
setiap orang yang disebut “orang Indonesia” sehingga menolak
pandangan bahwa sekolah harus berupaya mencairkan perbedaan
kultural atau sebaiknya hanya menoleransi pluralism budaya.
Pendidikan multikultural mengakui pentingnya semua anak memiliki
banyak kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan personal
dengan anak-anak dari berbagai latar belakang sosioekonomi dan
warisan budaya.
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan
sekolah yang terdiri dari peserta didik yang tidak hanya berasal dari
satu daerah. Peserta didik tersebut berasal dari agama, suku, daerah
asal dan latar belakang yang berbeda sehingga bahasa, budaya bahkan
68
kemampuan peserta didik berbeda dan beragam. Apalagi SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerima Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Berikut adalah gambaran keragaman siswa yang
digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 9. Data Keragaman Siswa
Kela
s
Agama Daerah Asal
ABK
Jumlah
siswa
kelas Islam Krist
en
Katho
lik
Hindu Bud
ha
Jog
ja
Luar
Jogja
I 7 - 2 - 1 7 2 6 10
II 20 1 2 - - 18 4 11 23
III 22 1 2 1 - 22 4 11 26
IV 13 3 1 - - 12 5 5 17
V 14 2 - 1 - 13 4 6 17
VI 13 1 2 - - 13 3 10 16
Beberapa kekhasan sekolah yang peneliti temukan dalam
penelitian ini diantaranya iklim sekolah yang sangat kekeluargaan,
penerapan sistem among dengan keteladanan, dan implementasi
pendidikan budi pekerti luhur. Ketiga hal tersebut juga mendukung
implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Iklim sekolah yang
kekeluargaan memudahkan untuk saling berinteraksi dengan akrab dan
mengaburkan perbedaan yang ada. Hubungan antara guru dengan
siswa, guru dengan guru, maupun dengan kepala sekolah, terjalin
sangat akrab dan kekeluargaan.
Kondisi sekolah yang multikultur dan merupakan sekolah
inklusi memiliki siswa dengan berbagai karakteristik dan kemampuan.
Namun sekolah mampu mengakomodir kebutuhan siswa, misalnya
tersedianya guru pendamping bagi siswa berkebutuhan khusus, dan
tersedianya guru pendamping untuk masing-masing lima agama yang
berbeda yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Hal tersebut
69
juga didukung dengan sikap siswa yang mampu menerima perbedaan
siswa berkebutuhan khusus. Dikarenakan sekolah selalu mengajarkan
dan menekankan nilai-nilai budi pekerti luhur yang juga terlaksana
melalui sistem among dengan keteladanan oleh guru/pamong.
Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, kebijakan
mengenai pendidikan multikultural diterapkan melalui kurikulum dan
dilakukan dengan penanaman nilai-nilai multikultural yang terintegrasi
di dalam pembelajaran. Pemahaman warga sekolah mengenai
pendidikan multikultural sangat diperlukan, hal ini untuk mengetahui
sejauh mana sekolah memahami apa yang dimaksud dengan
pendidikan multikultural. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan kepala sekolah dan beberapa guru dan siswa di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dapat diketahui mengenai
pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural,
pemahaman tentang pendidikan multikultural dapat dideskripsikan
sebagai berikut.
Kepala sekolah sendiri sudah memiliki pemahaman tentang
pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan sebuah
keragaman yang bersifat plural dan dikemas menjadi satu dengan satu
tujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan belajar bersama-sama
tanpa ada suatu perbedaan yang menjadi masalah. Sesuai dengan
pernyataan beliau mengenai pendidikan multikultural, beliau
mengatakan bahwa :
70
“Pendidikan multikultural itu pendidikan yang bermacam-
macam dan bisa membaur anak-anak agar anak bisa mengetahui
pribadi-pribadi orang lain, dan anak itu “aku harus mengerti dari
anak-anak tersebut”. Dari bahasa, dari daerahnya, dari agamanya, dari
sosialnya itu anak bisa membaur, bisa menjadi satu” (AR,30/05/2016).
Begitu pula pernyataan narasumber berikut selaku wali kelas,
terkait pendidikan multikultural, beliau mengatakan :
“Pendidikan multikultural itu berbagai aspek, bisa dilihat dari
peserta didiknya, bisa dilihat dari keadaan sekolah itu sendiri, ataupun
alat-alat yang digunakan untuk mengajar siswa. Jadi misalnya
multikultural untuk kebudayaan itu juga bisa. Jadi peserta didiknya
tidak hanya asli dari jogja saja, tetapi ada yang dari sorong, ada yang
dari berbagai suku dijadiin satu, tetapi basicnya nanti dijadiin satu
tetapi pengembangannya dengan berbagai macam cara dan
pendekatan” (L,23/05/2016).
Keragaman yang ada di Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa baik agama, bahasa, suku, dan karakter maupun
kemampuan siswa sudah menjadi hal yang biasa. Semua warga
sekolah sudah terbiasa dan menerima keberagaman yang ada di
lingkungan sekolah, di dalam maupun diluar kelas. Kebiasaan dan
pemahaman mengenai pendidikan multikultural menjadikan warga
sekolah mampu berbaur menjadi satu dan bersikap positif menyikapi
keberagaman yang ada.
Selain pemahaman yang dimiliki tentang pendidikan
multikultural, sekolah juga mengupayakan mewujudkan keberagaman
yang ada menjadi suatu kebhinnekaan. Dengan kondisi yang
multikultural, sekolah mewujudkan kebhinnekaan yang sudah menjadi
semboyan negara Indonesia. Perwujudan pendidikan multikultural
dapat dilakukan dengan sikap saling menghargai, menghormati dan
71
toleransi antar sesama. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan
multikultural juga dapat terlihat dari pemahaman guru-guru dan siswa
tentang bagaimana menyikapi perbedaan yang ada di lingkungan
sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut :
“Kita disini saling mengerti tentang budaya anak, saling
mengerti agama, tidak membeda-bedakan, jadi anak-anak saling
berbagi” (AS,07/05/2016)
“Untuk kepedulian mereka dengan teman-temannya,
kekompakan mereka tanpa memandang apapun, agama apa
ataupun dari mana, sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak.
Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok biasa, tapi tidak terus
itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak seperti itu” (ESR,
11/05/2016).
“Kita harus menghargai, tidak mengejek sesama, antar suku,
tidak mengejek ras, agama” (EPN,10/05/2016).
Berdasarkan pada pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan
beberapa siswa, dapat diketahui bahwa pendidikan multikultiral
merupakan sebuah pendidikan yang mengajarkan sikap toleransi,
menerima, dan menghargai terhadap perbedaan yang ada di dalam
lingkungan sekolah. Pendidikan multikultural juga mengandung nilai-
nilai yang ditanamkan dan membentuk perilaku siswanya.
Multikultural sendiri merupakan kondisi keberagaman yang tidak
menghiraukan perbedaan yang ada, melainkan terciptanya sikap saling
menghargai. Dalam upaya mewujudkan pendidikan multikultural
dilakukan penanaman nilai yang bersumber dari pancasila serta nilai-
nilai yang mendukung. Hal tersebut dilakukan untuk memberi batasan
pada siswa terhadap perilaku mereka kepada siswa lainnya yang
memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
72
Dalam mewujudkannya bukan hanya menjadi tanggung jawab
pihak sekolah saja, melainkan juga membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak, misalnya lingkungan keluarga atau orangtua dan
masyarakat juga memberi pengaruh penting dalam membentuk
perilaku siswa. Sekolah merupakan bagian dari sarana yang
memberikan pemahaman serta penanaman nilai-nilai multikultural
kepada siswa yang kemudian didukung oleh lingkungan keluarga dan
masyarakat.
b. Interaksi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, interaksi kepala
sekolah, interaksi antar siswa, interaksi antar guru, maupun interaksi
siswa dengan guru sangat baik, akrab, dan kekeluargaan, terkesan tidak
kaku dan menyenangkan. Terlihat sikap yang tidak membeda-bedakan
antar satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga sesuai dengan
pernyataan guru sebagai berikut :
“Dikalangan guru-guru, semua berbeda-beda tapi tetap jalan
satu misi, tetap akrab, karna satu tujuan. Kalau kebiasaan berbeda-
beda tapi semuanya maklum, yang penting saling memahami”
(AFH, 10/05/2016).
“Interaksi antara guru-guru baik, tidak ada masalah atau
kesulitan, baik komunikasi atau apa, kita semuanya sama, tidak ada
masalah, tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Kita saling
mendukung satu sama lain, terus teman-teman juga
seperti”(MCS,11/05/2016).
“Interaksinya bagus, termasuk diantaranya sini sudah bener-
bener termasuk berbaurnya luar biasa, anak-anak bisa menerima
bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak
ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak
tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia
langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu, juga
temannya saling mengingatkan misalnya pelajaran agama, itu pada
73
sholat. Itu diantara anak dengan anak. Kalau dengan guru-guru ya
luar biasa guru-guru disini otomatis sudah bisa untuk menjalankan
semua dari kegiatan tersebut sebagai pendamping iya seperti saya,
sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk
sebagai orang tua juga” (AR,30/05/2016).
Begitu pula dengan pernyataan siswa berikut :
“Tidak ada saling membedakan, anggap teman aja. Sama
semuanya ya akrab, tidak ada tidak enak atau membuat malas
untuk berteman, semuanya akrab, biasa saja” (DAP, 10/05/2016).
Sesuai dengan kondisi sekolah yang merupakan sekolah inklusi,
di dalam kelas terdapat beberapa anak dengan kondisi berkebutuhan
khusus, sehingga membutuhkan penanganan lebih dari siswa lainnya.
Hal tersebut membuat sebuah perbedaan yang terlihat di dalam kelas.
Namun perbedaan tersebut tidak menghalangi seluruh siswa untuk
dapat berinteraksi, belajar bersama dan bermain bersama-sama. Siswa
yang lain memahami dan menghargai keadaan siswa yang
berkebutuhan khusus. Mereka tidak membeda-bedakan antara satu
dengan yang lainnya. Justru saling membantu apabila ada teman yang
membutuhkan bantuan (obs/28/04/2016). Sikap tersebut dibuktikan
dari observasi serta hasil wawancara dengan guru kelas sebagai
berikut:
“Di kelas IV sendiri kebetulan anak-anak sangat amat
menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa
memiliki teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis
temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun
bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka dengan
senang hati membantu” (ESR, 11/05/2016).
“Anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu
berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak
ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak
yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak
diambilkan minumnya, seperti itu” (AR,30/05/2016).
74
“Saya juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk
mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus, saya menawarkan
siapa yang mau jadi pamong cilik itu pasti anak-anak langsung
mengajukan diri” (AR,30/05/2016).
Begitu juga pernyataan dari siswa siswa sebagai berikut :
“Kita sering membantu teman yang ABK. Membantu
mereka, misalnya pelajaran kita membantu tentang caraya
gimana, terus biasanya kalo yang paling susah matematika”
(EPN, 10/05/2016).
“Menurut saya kepada teman yang ABK harus menasehati,
menghargai, harus menasehati dan sabar” (PAD, 10/05/2016).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan observasi bahwa siswa
tidak memilih-milih dalam berteman. Hal tersebut dapat dibuktikan
bahwa selama observasi peneliti melihat siswa-siswa tersebut setiap
istirahat tidak hanya berkumpul dengan siswa yang sama setiap
harinya. Mereka dapat berkumpul dengan yang lainnya. Bahkan para
siswa juga bergaul dengan siswa ABK misalnya yang tunarungu,
tunagrahita ringan, maupun yang hiperaktif. Siswa non ABK mau
bergaul dengan siswa ABK dan apabila berpapasan di jalan juga saling
menyapa. Ketika jam istirahat mereka dapat makan bersama,
berkumpul dan bermain bersama (obs/02/05/2016).
Begitu pula dengan guru, guru pada saat mengajar di kelas juga
menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap
saling menghargai satu sama lain, menciptakan suasana kelas yang
demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan pendapat
secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada yang
dibeda-bedakan. Guru mengajarkan kebiasaan-kebiasaan seperti
75
menghargai pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa
membeda-bedakan (obs/05/05/2016). Guru memberi contoh dan
teladan kepada siswa. Sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut :
“Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda-
bedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalau guru tidak
langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu
apa, jadi memberi contoh, karena kalau anak-anak SD harus diberi
contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya,
menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan
contoh” (AS, 07/05/2016).
“Kalau yang selalu ditanamkan, sikap selalu menghargai,
saling menghormati, kita tidak boleh meremehkan orang lain,
selalu saya tekankan dengan siapapun kita harus saling
menghormati, karena kita tidak tau kedepannya akan seperti apa,
apa yang terjadi” (ESR, 11/05/2016).
“Sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya,
sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga iya,
kalau meluruskan anak-anak kalau dia berbuat tidak baik, atau ada
yang melenceng kata-katanya dan sebagainya, juga dia sebagai
orang tua menasehati dan yang memberi contoh dan sebagainya”
(AR,30/05/2016).
Serta pernyataan siswa seperti :
“Pernah sama bu Achib diajarin menghargai, menasehati.
Diajarin waktu pelajaran Kewarganegaraan atau IPS. Juga waktu
lagi kerja kelompok gak boleh bilang “aku mau aku mau”, harus
menghargai pendapatnya orang lain juga” (EPN,10/05/2016).
Berdasarkan observasi terlihat interaksi antara kepala sekolah
dan guru juga terjalin akrab, selalu bertegur sapa dan mengobrol setiap
ada kesempatan maupun keperluan. Interaksi antar guru terlihat akrab
dan tidak canggung ataupun kaku dan tidak ada pembedaan antara
guru yang satu dengan yang lainnya. Sesama guru saling berbagi
pengetahuan, mengingatkan dan membantu apabila ada yang
mengalami kesulitan (obs/05/05/2016). Hal tersebut juga di perkuat
oleh pernyataan guru pada saat wawancara sebagai berikut :
76
“Karna saya baru disini, guru-guru disini itu mengajarkan
kepada saya, kalau misalnya mereka (siswa) seperti ini, caranya
seperti apa, seperti itu, kalau mereka bandel ya di tegur saja, kalau
kepala sekolah itu lebih banyak mengajarkan saya bagaimana
caranya menghadapi siswa” (D, 12/05/2016).
“Sebagai guru selain mengajarkan kita memberi contoh. Kita
pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh,
bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan
mencontoh kita, kalau kita pamongnya aja tidak rukun, anak-
anaknya juga tau, itu memberi pelajaran dengan memberi contoh,
juga lebih banyak saling komunikasi dan menyapa”
(CITR,12/05/2016).
Secara keseluruhan interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa dapat dikatakan komunikatif, karena seluruh warga
sekolah selalu interaktif satu sama lain dan bersikap tidak membeda-
bedakan dari segi apapun. Walaupun di lingkungan siswa dan guru
banyak yang berbeda-beda latar belakang, baik agama dan sukunya.
Namun semuanya menjalin hubungan yang baik, interaktif, dan saling
bekerja sama untuk menciptakan suasana yang kondusif di sekolah.
c. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam implementasi pendidikan
multikultural
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
peneliti, nilai-nilai pendidikan multikultural menjadi bagian penting
untuk ditanamkan kepada warga sekolah terutama siswa. Nilai-nilai
yang dikembangkan antara lain tanggung jawab, kedisiplinan,
toleransi, saling menghormati, peduli sesama, demokrasi, dan
kerjasama. Nilai-nilai tersebut tercermin dari kegiatan yang dilakukan
di sekolah dan beberapa poster yang dipasang di sekolah yang terlihat
pada saat observasi dilakukan.
77
Di sekolah terlihat ada poster yang bertuliskan pembiasaan di SD
Taman Muda yang isinya antara lain adalah berbaris di depan kelas
sebelum masuk kelas yang menunjukkan kedisiplinan dan pembiasaan
peduli terhadap sesama yang menunjukkan nilai kepedulian. Selain itu
juga terdapat tulisan-tulisan di anak tangga yang ada di sekolah yang
menunjukkan penanaman nilai-nilai di atas, diantaranya toleransi dan
demokratis. Sementara nilai kerja sama, saling menghormati dan
toleransi juga tercermin dalam kegiatan pembelajaran dan aktivitas
siswa maupun guru (obs/27/04/2016).
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan guru bahwa :
“Karena memang disini ada lima agama, sejak dini
memang anak-anaknya sudah diperkenalkan dengan itu, jadi
belajar untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain.
Karena perbedaan-perbedaan yang ada kita juga menanamkan
kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai,
toleransi, menghormati, seperti itu kalau masalah agama.
Kemudian, yang berbeda disini tidak hanya agama, suku-
sukunya juga, ada beberapa anak yang memang dari luar
daerah, itu juga awalnya kita minta teman-temannya membantu
dia untuk istilahnya merangkul dia dan juga membantu dia
kalau dia kesulitan dalam menggunakan bahasa jawa. Itu juga
kita menanamkan “temanmu kan dari luar jawa, tidak bisa
bahasa jawa, jadi kalau kamu bicara sama dia gunakan
bahasa Indonesia”, kemudian juga anak-anak yang tidak bisa
bahasa jawa kita beri pemahaman” (ESR,11/05/2016).
“Disini siswanya berbagai jenis, anak-anak harus mampu
berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi,
kalau saya mengajarkan seperti itu dan anak-anak tidak boleh
memandang jelek ABK, saya tidak mengajarkan seperti itu,
karena kita semua sama, hanya saja teman kita perlu bantuan,
misalnya seperti itu. Jadi anak-anak nanti sudah bisa membantu
teman-temannya yang kekurangan, maksudnya yang
kekurangan kemampuannya secara akademik ataupun yang
lain, nanti yang bisa itu membantu” (AS,07/05/2016).
78
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menyadari
pentingnya menerapkan pendidikan multikultural kepada siswa,
terutama sekolah tersebut merupakan sekolah inklusi yang berbasis
budaya dan pendidikan budi pekerti luhur. Sehingga penting bagi
siswa untuk memahami keberagaman dan bagaimana menyikapi
keberagaman tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi siswa yang
heterogen, banyak memiliki keragaman mulai dari agama, suku,
budaya dan karakter maupun kemampuan siswa. Perlunya penanaman
nilai-nilai pendidikan multikultural di sekolah ini adalah untuk
membentuk perilaku siswanya sejak dini. Seperti yang dikatakan
dalam wawancara sebagai berikut :
“Pendidikan multikultural sangat bagus, karna semuanya
mengajarkan kebersamaan, untuk kebersamaan, jadi kita bisa
tidak memilah-milah yang lebih bagus atau yang bagaimana,
kita disini juga kan ada lima agama, jadi lima agama itu saling
“guyub”, itu sudah ditanamkan, juga sudah dari dulu seperti itu,
jadi tidak ada yang ini membedakan, begitu juga dengan guru-
gurunya” (MCS,11/05/2016).
“Di kelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan
berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka
yang ada dirumah, tentunya di kelas pembelajarannya lebih
kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik,
lebih kepada menjaga sikap-sikap saja, jadi multikultural itu
diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang baik, jadi
walaupun mereka itu berbeda dari segi agama, kebudayaan,
apapun, tapi diharapkan perbedaan itu menjadikan mereka itu
belajar, bahwa ternyata saya harus menghargai, menghormati,
seperti itu”(AS,07/05/2016).
Selain itu berdasarkan hasil observasi dari kegiatan pembelajaran
di kelas dan kegiatan pengembangan diri, terdapat nilai-nilai yang
dapat dijabarkan sebagai berikut:
79
1) Tanggung Jawab
Di SD Taman Muda ditanamkan nilai tanggung jawab
melalui kegiatan, kegiatan tersebut berupa pemberian tugas-tugas
seperti pekerjaan rumah maupun tugas piket kelas dan
melaksanakan organisasi kelas, artinya mereka bertanggung jawab
pada apa yang menjadi kewajiban mereka. Siswa juga bertanggung
jawab untuk menaati peraturan kelas yang dibuat wali kelas dan
disetujui bersama. Selain itu di kelas juga ditanamkan nilai
tanggung jawab melalui materi dalam mata pelajaran
Kewarganegaraan dan mata pelajaran lainnya seperti memberikan
pekerjaan rumah ataupun tugas lainnya kepada siswa. Hal tersebut
akan membantu siswa untuk memiliki dan menanamkan sikap
tanggung jawab kepada siswa (obs/09/05/2016).
2) Kedisiplinan
Nilai kedisiplinan ditanamkan melalui proses pembelajaran
dengan materi kedisiplinan di mata pelajaran Kewarganegaraan,
dalam proses pembelajaran juga dilaksanakan dengan tepat waktu,
artinya guru memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan
waktu yang ditentukan. Sekolah juga memiliki pembiasaan yaitu
berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas. Selain itu dapat
dilihat juga dari aktivitas siswa, misalnya ketika bel masuk, siswa
langsung bergegas untuk masuk kelas dan mengikuti pembelajaran.
Meskipun pada saat jam belajar guru tidak bisa masuk kelas atau
80
mengajar, siswa tetap tertib di dalam kelas dan tidak bermain-main
di luar kelas (obs/11/05/2016). Hal tersebut sudah menjadi
kebiasaan yang ditanamkan sekolah untuk selalu disiplin dan
memanfaatkan waktu dengan baik.
3) Kerjasama
Nilai kerjasama terlihat dalam berbagai aktivitas yang
dilakukan siswa baik di dalam kelas maupun diluar kelas, secara
terprogram maupun tidak. Salah satunya nilai kerja sama
ditanamkan dalam kegiatan pengembangan diri yaitu
ekstrakurikuler pramuka.
Untuk kegiatan yang tidak terprogram, contohnya pada saat
siswa melaksanakan piket kebersihan kelas di jam pulang sekolah,
mereka bekerja sama dan saling membantu membersihkan kelas.
Juga pada saat jam pelajaran kosong, semua siswa dalam satu kelas
melakukan latihan karawitan secara mandiri tanpa guru
pendamping, terlihat siswa bekerjasama dan saling membantu
siswa yang mengalami kesulitan memainkan alat sehingga dapat
memainkan tembang dengan baik secara mandiri (obs/03/05/2016).
Begitu pula yang dilakukan oleh guru-guru, mereka bekerjasama
memberi contoh dan teladan pada siswa, saling membantu dan
berbagi ilmu tentang bagaimana menghadapi siswa.
81
4) Saling menghormati
Nilai saling menghormati ditanamkan melalui kegiatan
keteladan yang dilakukan di sekolah. Aktivitas yang
mencerminkan saling menghormati diantara sikap mendahulukan
yang lebih tua dan wanita, siswa menghormati guru dan bersikap
sopan terhadap guru, serta saling menghormati antar penganut
agama. Misalnya, saling menghormati pada saat siswa dan guru
yang beragama non muslim sedang beribadah begitu juga
sebaliknya, siswa dan guru yang beragama non muslim
menghargai yang muslim ketika sedang beribadah maupun pada
saat melakukan perayaan hari besar agamanya masing-masing.
“Kita mengajarkan tentang perbedaan seperti misalnya pada
pelajaran agama seperti ini, ada beberapa agama, selain Kristen
ada Hindu dan Katholik juga, kita mengajarkan bahwa kita
tidak boleh membeda-bedakan, jadi pada waktu ada hari raya
kita memberikan mereka selamat, terus misalnya yang Islam
ada kegiatan misalnya puasa, kita memberitahu mereka agar
mereka makannya tidak didekat yang berpuasa atau bisa di
ruang agama” (MCS,11/05/2016).
“Kita disini juga ada lima agama, jadi lima agama itu saling
“guyub”, kalau ada acara, apalagi saat misalnya kelas enam ada
acara doa bersama, semua kita melakukan, kita membuat
doanya masing-masing sesuai dengan agama masing-masing,
itu sudah ditanamkan, juga sudah dari dulu seperti itu, jadi
tidak ada yang ini membedakan. Seperti kita juga guru-gurunya
juga misalnya guru yang agama lain juga merayakan hari besar
agamanya, kita juga memberikan selamat seperti itu”
(MCS,11/05/2016).
5) Peduli sesama
Nilai kepedulian terhadap sesama ditunjukkan dengan
kegiatan spontan yang dilakukan, seperti pembiasaan senyum
82
salam dan sapa, menolong orang dalam kesulitan baik diminta
ataupun tidak, melayat, mengunjungi orang sakit, mengunjungi
korban musibah, mengunjungi panti jompo/panti asuhan dan lain-
lain seperti yang tertera dalam kegiatan pengembangan diri secara
tidak terprogram dalam kurikulum sekolah. Dalam aktivitas di
kelas, sikap peduli terhadap sesama juga ditanamkan oleh guru
dengan mengingatkan siswa untuk membantu teman yang
berkebutuhan khusus agar dapat menyesuaikan pelajaran dan tidak
bersikap membeda-bedakan (obs/07/05/2016).
6) Demokrasi
Nilai demokrasi terlihat di dalam kelas pada saat setiap
pengambilan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah,
misalnya pada saat pembagian kelompok dan tugas untuk
penampilan drama kelas IV. Guru menciptakan suasana kelas yang
demokratis dengan memberi kesempatan yang sama kepada
seluruh siswa, guru mendengarkan dan menerima pendapat siswa
dengan baik. Siswa juga dibiasakan untuk menghargai pendapat
orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, menghargai
teman yang berprestasi, dan mendahulukan kepentingan bersama
daripada kepentingan pribadi dan kelompoknya (obs/03/05/2016).
7) Toleransi
Nilai toleransi adalah nilai yang paling penting ditanamkan
di sekolah ini, dengan adanya toleransi antar warga sekolah maka
83
akan tercipta suasana yang harmonis di dalam keberagaman yang
ada. Nilai toleransi ditanamkan dimulai pada saat sebelum jam
belajar berlangsung, dimana masing-masing melakukan doa
sebelum belajar sesuai dengan agamanya masing-masing
(obs/28/04/2016).
Toleransi juga terlihat dari lingkungan sekolah yang
menyediakan ruang agama dan guru pendamping agama lain untuk
siswa yang beragama non muslim. Sehingga pada saat pelajaran
agama maupun kegiatan TPA, semua siswa dapat belajar sesuai
dengan agamanya masing-masing dengan guru pendamping
(obs/11/05/2016).
Selain itu, nilai toleransi juga ditanamkan melalui beberapa
mata pelajaran seperti Kewarganegaraan dan Agama, serta
kegiatan ekstrakurikuler pramuka. Dalam praktiknya sendiri nilai
toleransi di kelas juga terihat dari cara guru mengajar di kelas yang
siswanya memiliki kemampuan dan karakter yang berbeda-beda.
Guru mengajarkan kepada siswa sesuai dengan kemampuan siswa,
terutama kepada siswa yang berkebutuhan khusus, selain dibantu
oleh guru pendamping khusus, guru kelas juga membantu siswa
dan memberi pengertian khusus kepada siswa berkebutuhan khusus
dan siswa yang lainnya untuk membantu siswa yang berkebutuhan
khusus dalam memahami pelajaran.
84
Seperti kutipan pernyataan dalam wawancara berikut :
“Di kelas sendiri ada beberapa anak yang ABK
dengan bermacam-macam jenis, tapi mereka dengan
adanya perbedaan seperti itu tidak digunakan untuk bahan
ejekan, seperti salah satu anak yang gangguan pendengaran,
kebetulan dia terpilih dengan anak yang satunya untuk
lomba menggambar, kemudian dari sekolah
memberitahukan ke anak yang satunya, latihan gambarnya
hari ini jam sekian, lalu dia memberitahukan kepada anak
yang gangguan pendengaran itu, karena kalau ngomong
biasa begini dia kurang jelas, jadi dia ngasih tau dengan
gerak mulutnya yang lebih jelas, kalau tidak dia tulis kalau
kira-kira temannya belum paham. Dia tanpa saya suruh,
sudah tau seperti itu, jadi sudah tau temannya
membutuhkan penanganan seperti apa, itu tanpa saya suruh
dia sudah tau seperti itu” (ESR,11/05/2016).
Selain nilai-nilai di atas, ada nilai-nilai multikultural yang
juga bersumber dari Pancasila dan merupakan nilai pokok yang
ditanamkan pada warga sekolah, berdasarkan hasil observasi nilai-
nilai yang ditanamkan adalah sebagai berikut :
1) Nilai Religius
Nilai religius yang ada di sekolah ini dilakukan dengan
kegiatan TPA yang menjadi kegiatan ekstrakurikuler sekolah
yang dilaksanakan oleh setiap kelas pada hari tertentu yang
sudah dijadwalkan. Sekolah memfasilitsi guru di masing-
masing agama untuk membimbing siswanya pada saat jam
TPA berlangsung. Dalam agama Islam satu guru ditugaskan
untuk mengampu satu kelas siswa dan pembelajaran dilakukan
di ruang kelas, kemudian bagi yang beragama Katholik,
Kristen, Hindu dan Budha masing-masing satu guru dan
85
melakukan kegiatan di ruang agama ataupun diruangan yang
sedang kosong (obs/18/05/2016).
2) Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan di SD Taman Muda ditanamkan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dibuktikan dengan hasil
observasi bahwa antar warga sekolah dapat berdampingan
dengan baik dan menghargai perbedaan yang ada, sehingga
tercipta kerukunan dan suasana sekolah yang kondusif. Selain
itu nilai kemanusiaan juga diajarkan dalam pembelajaran
Kewarganegaraan, siswa diajarkan untuk selalu menghargai
hak setiap orang.
3) Nilai Persatuan
Nilai persatuan timbul dengan sendirinya seiring dengan
kondisi sekolah yang terbiasa dan menerima keberagaman yang
ada. Warga sekolah berusaha untuk menjadi satu dan
membangun rasa kekeluargaan sehingga tidak memiliki
masalah yang terkait dengan perbedaan. Justru dengan adanya
perbedaan ataupun keberagaman menjadi kekuatan tersendiri
dalam mencapai tujuan pendidikan karena perbedaan tersebut
juga disatukan oleh satu tujuan yang sama. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu narasumber berikut:
“Dikalangan guru-guru, kita berbeda-beda tapi tetap
jalan satu misi, tetap akrab, karna satu tujuan. Kalau
kebiasaan berbeda-beda tapi semuanya maklum, yang
penting saling memahami” (AFH,10/05/2016).
86
Selanjutnya, nilai persatuan juga ditanamkan di sekolah ini
dengan melakukan kegiatan rutin seperti upacara yang
dilakukan setiap hari-hari tertentu. Berdasarkan observasi, SD
Taman Muda melakukan upacara setiap hari senin di halaman
sekolah, hal itu berarti sekolah telah menanamkan jiwa
persatuan, nasionalisme kepada siswanya. Selain itu sekolah
juga memiliki kegiatan rutin seperti Kamis Pahing yang
mewajibkan semua guru-guru perempuan memakai kebaya dan
batik untuk guru laki-laki tanpa terkecuali (obs/19/05/2016).
4) Nilai Demokrasi
Nilai demokrasi ditanamkan di dalam kelas dengan cara
guru memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh siswa.
Contohnya ketika awal memasuki kelas seperti pemilihan ketua
kelas dengan cara musyawarah. Dengan begitu siswa juga
terlatih untuk selalu mengambil keputusan secara bersama-
sama dengan menerima pendapat atau masukan dari orang lain.
Guru juga membiasakan siswa bersikap terbuka dan
menghargai pendapat orang lain pada saat melakukan
musyawarah dan tidak mementingkan ataupun mengutamakan
pendapat pribadi. Seperti yang diungkapkan oleh narasumber
berikut :
“Pernah, sama bu Achib diajarkan menghargai,
menasehati. Diajarin waktu pelajaran Kewarganegaraan dan
IPS, sosial. Saat kerja kelompok tidak boleh bilang “aku
87
mau aku mau”, tapi harus menghargai pendapatnya orang
lain juga” (PAD,10/05/2016).
Selanjutnya, ketika dalam pembelajaran di kelas, siswa
selalu diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat,
bertanya serta menjawab pertanyaan.
5) Nilai Keadilan
Nilai keadilan juga ditanamkan kepada siswa. Saat
pembelajaran guru berlaku adil dengan siswa, tidak
membedakan antara yang satu dengan yang lain tidak ada yang
diperlakukan dengan istimewa. Namun ada pengecualian
terhadap siswa yang berkebutuhan khusus karena memang
siswa tersebut membutuhkan bantuan lebih dari guru.
Begitu pula dengan siswa, siswa yang satu dengan yang
lain berbaur bersama dan tidak terlihat bergerombol. Mereka
tidak memilih teman, hanya bersama-sama tidak peduli dengan
latar belakang, agama, suku, budaya dan kemampuan masing-
masing. Di dalam kelas guru menekankan kepada siswa untuk
berlaku adil kepada siapapun dan menghargai teman
bagaimanapun keadaannya. Seperti yang diungkapkan
narasumber dalam wawancara berikut:
“Di kelas sendiri kebetulan anak-anak sangat
menghargai perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki
teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis
temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun
bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka
dengan senang hati membantu. Kemudian untuk kepedulian
mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka
88
tanpa memandang apapun, agama apa ataupun dari mana,
sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya
anak-anak kalau kurang cocok kan biasa, tapi tidak terus itu
dibuat menjadi suatu masalah itu tidak” (ESR,11/05/2016).
“Siswa berkebutuhan khusus yang kurang akrab
dengan anak-anak yang lain karena memiliki gangguan
emosi di kelas selalu saya ikutkan dalam berbagai
kelompok-kelompok, jadi anak yang tidak suka itu
walaupun tidak suka atau malas, di kelas itu semuanya
harus berkelompok apapun kalo sudah ditentukan dengan
kesepakatan dengan musyawarah maka tidak bisa tidak
setuju lagi, harus setuju semua. Kalau di kelas itu
multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai
macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang
ada dirumah, tentunya di kelas pembelajarannya lebih
kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang
baik” (AS,07/05/2016).
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sudah menanamkan
nilai-nilai multikultural yang meliputi tanggung jawab, disiplin,
toleransi, peduli sesama, demokrasi, kerjasama dan saling
menghormati. Selain itu juga ada nilai-nilai yang bersumber
dari pancasila diantaranya nilai religius, kemanusiaan,
persatuan, demokrasi dan keadilan. Selain melakukan kegiatan
atau aktivitas yang menanamkan nilai-nilai tersebut juga
ditanamkan melalui pembelajaran ketika di dalam kelas dan
kegiatan pengembangan diri baik secara terprogram maupun
yang tidak terprogram.
89
d. Strategi implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang
menyediakan sumber belajar yang jamak bagi pembelajar dan yang
sesuai dengan kebutuhan akademis maupun sosial anak didik. Dengan
pendidikan multikultural peserta didik mampu menerima perbedaan,
kritik, dan memiliki rasa empati serta toleransi pada sesama tanpa
memandang golongan, status, gender, dan kemampuan akademis.
Tujuan utama pendidikan multikultural adalah mengubah
pendekatan pelajaran dan pembelajaran kearah memberikan peluang
yang sama pada setiap anak. Jadi, tidak ada yang dikorbankan demi
persatuan. Untuk itu, kelompok-kelompok harus damai, saling
memahami, mengakhiri perbedaan, tetapi tetap menekankan pada tujuan
umum untuk mencapai persatuan. Siswa ditanamkan pemikiran lateral,
keanekaragaman, dan keunikan itu dihargai. Hal ini berarti harus ada
perubahan sikap, perilaku, dan nilai-nilai, khususnya civitas akademika
sekolah. Ketika siswa berada di antara sesamanya yang berlatar belakang
berbeda, mereka harus belajar satu sama lain, berinteraksi, dan
berkomunikasi sehingga dapat menerima perbedaan diantara mereka
sebagai sesuatu yang memperkaya mereka.
Terkait dengan implementasi pendidikan multikultural di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa berdasarkan observasi dan
studi dokumentasi, implementasi dilakukan dengan mengintegrasi nilai-
nilai multikultural kedalam kurikulum yang dilaksanakan dengan
90
pembelajaran yang mengintegrasi, serta kedalam program dan kegiatan
di sekolah. Sekolah memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan
multikultural di sekolah mengingat peserta didiknya yang bersifat
heterogen.
Sesuai dengan visi sekolah untuk menjadi sekolah bermutu,
berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur, pendidikan
multikultural dilaksanakan agar siswa selain dapat memahami seni dan
budaya tapi juga mampu menerima dan menghargai kebudayaan yang
sangat beragam. Pendidikan budi pekerti luhur yang dilaksanakan di
sekolah juga mengandung implementasi pendidikan multikultural karena
mengajarkan nilai-nilai multikultural seperti menghargai dan
menghormati perbedaan dan bersikap adil, dan perduli terhadap sesama.
Berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan studi
dokumentsi, implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa ini dilakukan dengan cara pembiasaan yang
dilakukan dalam kegiatan pembelajaran dan kegiatan pengembangan diri
yang dilakukan di sekolah. Sedangkan berdasarkan wawancara dengan
guru, diperoleh data bahwa cara lain yang dilakukan guru untuk
melaksanakan pendidikan multikultural adalah dengan mengintegrasikan
ke dalam mata pelajaran.
Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan di setiap pokok
bahasan atau tema dalam pembelajaran. Selain itu berdasarkan studi
dokumen pendidikan multikultural di sekolah dapat terlihat dalam
91
struktur dan muatan kurikulum sekolah. Beberapa mata pelajaran dalam
muatan kurikulum yang mengintegrasi pendidikan multikultural yaitu
Ketamansiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan
Sosial. Sedangkan untuk pendidikan multikultural di dalam kegiatan
pengembangan diri yang juga bentuk dari pendidikan multikultural di
sekolah adalah kegiatan ekstrakurikuler yang dilaksanakan sekolah.
Hal tersebut juga dijelaskan oleh narasumber dalam kutipan
wawancara berikut :
“Pembelajaran dan kegiatan yang khusus multikultural itu tidak
ada mata pelajarannya, jadi langsung terserap diberbagai mata
pelajaran, misalnya Kewarganegaraan, IPS dan Ketamansiswaan”
(AS,07/05/2016).
Pendidikan multikultural dalam pembelajaran Ketamansiswaan
mengintergrasikan pendidikan multikultural di dalamnya berdasarkan
studi dokumentasi, hal tersebut dapat dilihat di dalam tujuan
pendidikannya yaitu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab,
dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat tertib damai dan manusia
salam bahagia. Salah satu narasumber juga mengatakan bahwa:
“Tamansiswa memang identik dengan kebudayaan, budaya
Jawanya, itu memang kita ada kurikulumnya sudah masuk kesitu,
untuk tentang kebudayaan memang sudah ada disitu, jadi
tamansiswa memang mendukung tentang multikultural, bagaimana
kita harus melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada,
kita tidak boleh menuntut semua harus sama, kita harus
menghormati perbedaan itu” (CITR,12/05/2016).
“Contohnya tembang dan sopan santun, misalnya kita
ngomong sama orang itu harus adabnya seperti apa, adab bertamu
itu juga ada disitu, terus untuk seorang guru itu didepan,
disamping, dibelakang itu perannya sebagai apa, banyak banget.
92
Juga ada kata-kata semboyan yang nanti berguna bagi dunia
pendidikan juga” (L,23/05/2016).
“Misalnya sistem pamong itu ngemong anak itu kan ngemong
dari keseluruhan, tidak ada yang memilih-milih, dalam hal apapun
itu kan terkait. Namanya keluarga itu satu keluarga kalau di
tamansiswa adalah kekeluargaan yang nomer satu, itu ya otomatis
mau yang cacat, yang cantik, yang ganteng, yang pintar, semuanya
sama satu keluarga, yang penting kita melihat menganggapnya
sebagai anak. Tapi begitu dia punya keinginan kita rangkul dia
sebagai teman, kita rangkul dia supaya dia mencapai apa yang dia
inginkan, kita ikuti dia dari belakang, itulah yang tut wuri
handayani, dia terus kita dorong supaya bisa mencapai dari cita-
cita anak tersebut, itu kan menjadi satu dari kesatuan tamansiswa
seperti itu, makanya kenapa tamansiswa juga multikultural karena
dia sudah bersumber seperti itu dari ajaran Ki Hajar Dewantara,
jadi erat sekali ajaran damai di dalamnya” (AR,30/05/2016).
Implementasi pendidikan multikultural di dalam Pendidikan
Kewarganegaraan yang dilaksanakan sekolah dicerminkan dengan
kesesuaiannya dengan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang meliputi aspek-aspek diantaranya persatuan
bangsa yang meliputi hidup rukun dalam perbedaan, hidup gotong
royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama.
Dalam praktiknya, integrasi pendidikan multikultural juga
didukung dengan sikap dan contoh-contoh yang diberikan guru secara
nyata sesuai dengan keadaan di lingkungan sekolah disertai dengan
pembiasaan yang dilakukan bersama dengan siswa di kelas, sesuai
dengan pernyataan narasumber dalam kutipan wawancara berikut :
“Di kelas menanamkan multikultural itu, kita beri contoh
yang real, yang simple saja, seperti antara laki-laki dan perempuan,
itu kan multikultural yang simple tidak usah sampai ke agama,
kalau ke agama nanti untuk ke anak-anak cukup beda cara
sembahyangnya, tapi untuk laki-laki dan perempuan kita harus
93
saling menghormati, beda kekuatannya antara laki-laki dan
perempuan, contohnya seperti itu. Jadi kita berikan contoh-contoh
ke suatu yang real, sesuatu yang nyata, kita saling menghormati,
menghargai” (ESR,11/05/2016).
“Seorang guru biasanya mencontohkan realnya, suatu
realnya. Misalkan di dalam pembelajaran teorinya seperti ini,
karena di dalam teori hanya disebutkan ini contohnya, tetapi untuk
di kehidupan sehari-hari harus tau diterapkannya seperti apa atau
untuk apa, misalnya seperti itu. Jadi guru itu sebagai motornya”
(L,23/05/2016).
Sesuai dengan tujuannya, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
mengintegrasi pendidikan multikultural dengan pembelajaran-
pembelajaran terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat yang membantu siswa untuk memahami kehidupan di
lingkungan yang multikultural dan mampu menerima keberagaman.
Melalui pembelajaran tersebut siswa diharapkan memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya.
Sekolah juga memiliki kegiatan pengembangan diri yang juga
mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya. Kegiatan
pengembangan diri mencakup 2 (dua) program kegiatan, yaitu kegiatan
terprogram dan kegiatan tidak terprogram. Dalam kegiatan terprogram
terdapat kegiatan bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler
yang mengintegrasi pendidikan multikultural di dalamnya, sedangkan di
dalam kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram terdiri dari
94
kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan spontan dan
kegiatan keteladanan, dapat dijabarkan sebagai berikut.
Berdasarkan dokumentasi dan wawancara, pengembangan diri
terprogram yang dilakukan di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa yang mengintegrasi pendidikan multikultural adalah
bimbingan konseling dan kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut sesuai
dengan kegiatan dan strategi yang dilakukan dalam pembentukan
karakter atau kepribadian yang dilakukan dalam kegiatan bimbingan dan
konseling, serta latihan kepemimpinan dan berorganisasi dalam kegiatan
ekstrakurikuler pramuka.
Di dalam tahapan-tahapan dalam kegiatan pramuka di sekolah
mengandung berbagai tujuan yang sesuai dengan pendidikan
multikultural, diantaranya pada bidang spiritual yaitu, memahami dan
melaksanakan aturan agama dan kepercayaan yang dianut dengan
toleransi, menghormati penganut agama lain, dan mampu hidup rukun
dalam keberagaman tanpa ada diskriminasi. Pada bidang sosial, yaitu
siswa diajarkan agar mampu mengetahui aturan sosial, menerima dan
mendorong orang lain untuk menaati norma-norma dan nilai-nilai yang
berada di masyarakat dan lingkungan.
Selain itu di dalam kurikulumnya, juga disebutkan beberapa nilai-
nilai yang ditanamkan di dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, antara
lain disiplin, jujur, demokratis, peduli sosial dan lingkungan, kerjasama,
semangat kebangsaan, toleransi, cinta damai, kerja keras, tanggung
95
jawab, tekun, dan sportif. Dilihat dari nilai-nilai tersebut, sebagian besar
sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan
multikultural, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrakurikuler menjadi
strategi implementasi pendidikan multikultural di sekolah
(obs/21/05/2016).
Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa
pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan
konseling. Sedangkan strategi dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
baik pramuka, olahraga dan seni budaya yaitu berupa latihan dan
pertandingan/perlombaan persahabatan, serta latihan dan pentas seni
baik perlombaan maupun unjuk kebolehan.
Sementara itu, berdasarkan hasil observasi, kegiatan
pengembangan diri secara tidak terprogram yang dilakukan sekolah yang
mengintegrasikan pendidikan multikultural dapat dibagi dalam tiga
kegiatan, yaitu kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal, kegiatan
spontan yang tidak terjadwal dalam kejadian khusus dan keteladanan.
Kegiatan rutin yang dilakukan diantaranya upacara bendera setiap hari
senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum
masuk kelas, semutlis (sepuluh menit membersihkan lingkungan
sekolah), Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan
sesudah pelajaran. Hal tersebut juga dinyatakan oleh salah satu
narasumber dalam kutipan wawancara berikut :
“Dengan upacara, sosialisasi, di kelas juga sudah jelas,
terus ditanamkan di tangga-tangga, terus gambar-gambar, terus kita
96
ada lomba, ada peringatan agama, ada peringatan hari-hari daerah,
itu termasuk juga, antara lain itu dan masih banyak lagi”
(AR,30/05/2016).
“Contohnya bahasa, melalui bahasa. Misalnya anak-anak
dari rumah mungkin dengan bahasa masing-masing, contohnya
murid pindahan yang dari Kalimantan, NTB, tetapi nanti setiap
hari jumat diwajibkan menggunakan bahasa Jawa, karena disini
tamansiswa sekolahnya bertepatan kedudukannya di Jawa. Atau
nanti harus kita orang Jogja nanti dapat materi tari nya dari luar
daerah, itu juga sudah termasuk multikultural tetapi hanya dalam
satu aspek” (L,23/05/2016).
“Karena disini sekolahnya mengedepankan kebudayaan,
seperti kayak kamis pahing ini, kayak gitu kan kita juga
mengajarkan anak-anak bahwa misalnya kebudayaan Jogja itu
seperti apa, misalnya kalau Kartini-an ya pakai baju adat, kalau
misalnya kamis pahing ya seperti ini menggunakan kebaya Jogja,
seperti itu” (D,12/05/2016).
Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud implementasi
pendidikan multikultural di sekolah diantaranya pembiasaan senyum,
sapa, dan salam, meminta maaf, berterima kasih, peduli terhadap
sesama, dan menolong orang yang dalam kesulitan baik diminta atau
tidak. Sedangkan untuk kegiatan keteladan yang dilakukan sekolah
diantaranya mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan
diri dan kelompok, mendahulukan yang lebih tua, wanita dan anak-anak,
menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat,
santun dalam bertindak dan berbicara, dan menghargai orang lain.
Berdasarkan studi dokumentasi dan observasi yang dilakukan
peneliti, peneliti memperoleh data tentang strategi lain yang dilakukan
sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural, yaitu
dengan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Guru
97
dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
kedalam silabus dan RPP.
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa mengandung
nilai-nilai yang terkait dengan multikultural diantaranya religius,
toleransi, demokratis, cinta tanah air, cinta damai,
bersahabat/komunikatif, peduli sosial, dan lain-lain. Penjelasan tersebut
diperoleh dari studi dokumentasi yang dilakukan, yaitu pada kurikulum
sekolah. Berdasarkan penjelasan di
atas dapat dilihat bahwa sekolah sudah menerapkan pendidikan
multikultural dengan metode pengintegrasian kedalam kegiatan sekolah
dan mata pelajaran serta pembiasaan-pembiasaan dalam proses
pembelajaran di kelas.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
a. Faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural menjadi suatu strategi dalam
melaksanakan pembelajaran yang ada di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa, dikarenakan kondisi yKewarganegaraanang
beranekaragam di sekolah ini, mulai dari suku, agama, budaya, dan
karakter siswa. Dalam pelaksanaan pendidikan multikultural sekolah
selalu memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh siswanya baik dari
tenaga pendidik, sarana prasarana, dan kegiatan. Berdasarkan
wawancara dengan beberapa narasumber dapat diperoleh data terkait
98
faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah,
sesuai dengan beberapa kutipan wawancara sebagai berikut :
“Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-
pihak sekolah mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat
mendukung untuk pendidikan multikultural” (AS,07/05/2016).
“Sarana prasarana, kalau untuk masjid kita ada, terus kita
agama ada lima itu ada ruangan khusus, di perpustakaan juga bisa
buat anak untuk multikultural, kita di lapangan-lapangan untuk
anak-anak bermain juga bisa untuk banyak hal, bisa berbaur, ada
pendopo, ada gedung, untuk lomba-lomba, tergantung
lombanya,nanti bisa di kelas juga” (AR,30/05/2016).
“Pendukungnya, sekolah sendiri. Sekolah itu menerapkan
sekolah yang menerima berbagai siswa, jadi anak-anak disini lebih
mudah untuk mengetahui bahwa ternyata selain saya masih ada
orang yang seperti itu, itu menyebabkan anak-anak mudah untuk
menghargai orang lain” (ESR,11/05/2016).
“Faktor pendukungnya, karna di sini ciri khasnya tamansiswa,
jadi sudah ada istilah menerima manusia seutuhnya, memanusiakan
manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran Ki Hajar yang istilahnya
membebaskan. Selain itu lingkungan sekitar juga, lingkungan
disini sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan, itu
karena sudah terbiasa, kita kesulitan ada tapi saya lihat tidak
separah yang dialami di sekolah-sekolah negeri”
(CITR,12/05/2016).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dideskripsikan bahwa sekolah
menjadi faktor pendukung yang banyak berpengaruh dalam
implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Hal tersebut
dikarenakan sekolah memiliki iklim yang menerima dan menghargai
perbedaan, sehingga warga sekolah juga bersikap terbuka terhadap
perbedaan dan menjadi lebih mudah untuk terbiasa dengan
keberagaman yang ada di sekolah.
Selain itu, berdasarkan observasi dan studi dokumentasi, diperoleh
data bahwa sekolah juga menerapkan pendidikan multikultural di
sekolah dengan cara memfasilitasi atau memberikan sarana prasarana
99
yang dibutuhkan dalam menunjang implementasi pendidikan
multikultural. Fasilitas dan sarana prasarana yang terdapat di sekolah
antara lain tersedianya guru pendamping untuk siswa berkebutuhan
khusus, tersedianya tulisan-tulisan yang menggambarkan keragaman
dan sikap menghargai keragaman, seperti poster-poster dengan tulisan
nilai-nilai seperti demokratis, semangat kebangsaan, kejujuran,
disiplin, tut wuri handayani, dan lain-lain. Maupun gambar-gambar
seperti tokoh pahlawan, tokoh pewayangan, rumah adat, simbol-simbol
keagamaan dan rumah ibadah untuk 5 (lima) agama, contoh kerukunan
dan toleransi dalam beragama, batik, ragam profesi, tersedianya ruang
agama untuk siswa beragama non muslim, dan guru pendamping
masing-masing untuk setiap agama yang mencakup agama Islam,
Kristen, Katholik, Hindu dan Budha (obs/04/05/2016).
Sekolah juga melaksanakan kegiatan-kegiatan mengintegrasi nilai-
nilai multikultural yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswanya,
agar tidak terjadi diskriminasi antara siswa dengan disertai bimbingan
masing-masing kepada siswa. Program dan kegiatan sekolah
dilaksanakan dalam nuansa multikultural yang adil, setara dan
demokratis sehingga seluruh peserta didik dapat ikut andil dalam
program dan pendidikan tersebut.
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memberikan
pelayanan kebutuhan dengan memberikan kebebasan peserta didiknya
untuk memilih satu bidang yang disukainya sesuai dengan
100
kemampuannya. Bidang kegiatan tersebut disebut ekstrakurikuler.
Peserta didik bebas memilih minat bakat yang disukainya. SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa telah memiliki serangkaian kegiatan
sekolah dan program sekolah yang dapat memfasilitasi peserta
didiknya yang beragam.
Sekolah memiliki kegiatan pengembangan diri yang mencakup dua
program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan tidak terprogram.
Kegiatan terprogram diantaranya bimbingan dan konseling, dan
ekstrakurikuler yang terdiri dari berbagai macam pelaksanaan seperti
Pramuka, TIK, Bahasa Inggris, Baca Tulis Huruf Al-Quran,
Menari/Dolanan anak, Drum Band/Essembel Musik, Bela Diri,
Sepakbola/Futsal, Vokal/Musik, Karawitan, dan PKS (Patroli
Keamanan Sekolah). Berbagai macam pelaksanaan tersebut mencakup
berbagai bidang yang dapat pilih siswa secara bebas sesuai
kemampuannya dan boleh diikuti seluruh siswa tanpa terkecuali.
“Ekstra-ekstra itu banyak yang mengandung pendidikan
multikultural, misalnya itu ada karawitan, dolanan anak, tari, kan
disini semua kebudayaan ada semua. Kalau dolanan anak itu
sendiri menggali pembelajaran yang terdahulu tetapi di aplikasikan
di dunia yang modern seperti ini. Jadi misalkan nilai
kebersamaannya yang diambil. Kalau untuk masa sekarang kan
anak-anak pintar, cerdas, tetapi untuk nilai sosialnya nol, tetapi
kalau kita ambil yang dulu di aplikasikan sekarang jadi di mix itu
lebih bagus lagi, jadi tradisional tetapi dikemas dalam
modern”(L,23/05/2016).
Kegiatan-kegiatan tersebut mengandung nilai-nilai diantaranya
yang berkaitan dengan pendidikan multikultural yaitu kerjasama,
demokratis, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli sosial, toleransi,
101
cinta damai, sportivitas, jujur, peduli budaya dan menghargai prestasi.
Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa
pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan
layanan konseling. Sedangkan startegi dalam kegiatan ekstrakurikuler
berupa latihan dan pertandingan/perlombaan persahabatan, dan latihan
dan pentas seni baik perlombaan maupun unjuk kebolehan
(obs/23/05/2016).
Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram yang
dilaksanakan sekolah terdiri dari kegiatan rutin yang contohnya
upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris
didepan kelas sebelum masuk kelas, semutlis, Java day dan English
day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan sesudah belajar. Selain itu
ada kegiatan spontan seperti mengunjungi korban musibah,
mengunjungi panti jompo/panti asuhan, dan kegiatan keteladanan
seperti mendahulukan kepentingan bersama, mendahulukan yang lebih
tua, wanita dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran
terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara,
dan lain-lain.
Sekolah juga mengadakan beberapa kegiatan diluar sekolah
yang dapat membantu siswa untuk belajar tentang keberagaman, hal
tersebut diungkapkan oleh salah satu narasumber sebagai berikut :
“Kita ada lomba kalau seperti acara kedaerahan misalnya di
Jogja itu, berarti dia yang bukan orang jawa pun harus bisa nyanyi
jawa, itu sudah multi juga, terus kita ke museum-museum, terus
kita perjalanan rohani, perjalanan rohani itu kita tidak hanya ke
102
masjid saja, tetapi di vihara di klenteng di gereja, tempat-tempat
ibadah keseluruhan, jadi tahu, oh berarti sama, kami menyembah
satu Tuhan, jadi seperti itu, banyak hal termasuk outbond, outday
dan sebagainya, itu bisa untuk satu pengetahuan bahwa kita itu
beragam dan bisa bersatu” (AR,30/05/2016).
Berdasarkan kegiatan keteladanan, terlihat juga bahwa peran
guru dan pamong yang di sekolah menjadi faktor pendukung lainnya
dalam implementasi pendidikan multikultural. Selain mengintegrasi
pendidikan multikultural dalam setiap proses pembelajaran guru juga
berperan aktif memberi teladan atau contoh kepada siswa untuk
menanamkan nilai-nilai multikultural. Hal tersebut juga didukung oleh
pernyataan narasumber dalam kutipan wawancara berikut :
“Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda-
bedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalo guru tidak
langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu
apa, jadi memberi contoh, kalo anak-anak SD harus diberi contoh,
jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya,
menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan
contoh” (AS,07/05/2016).
“Selain mengajarkan, guru memberi contoh. Karena kita
pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh,
bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan
mencontoh kita” (CITR,12/05/2016).
b. Faktor penghambat implementasi pendidikan multikultural
Implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa selain didukung oleh berbagai faktor juga
memiliki faktor-faktor yang menghambat, beberapa faktor tersebut
seperti yang dinyatakan oleh narasumber dalam kutipan wawancara
berikut :
“Kalau faktor penghambatnya, itu ya ada biasanya orang
tua, ya kalau orang tua kan biasanya membela anak yang benar ya,
itu ada, tapi ya tidak semuanya, karna kita disini sudah terbiasa
103
dengan anak-anak yang seperti itu, jadi pada maklum, tapi kadang
juga kurang berkenan, kok anaknya seperti itu, nanti takut
mempengaruhi seperti itu juga ada, ya mungkin cuma itu aja
hambatannya, tidak ada, karna dari sekolah semua mendukung
sepenuhnya untuk hal multikultural” (ESR,11/05/2016).
“Faktor penghambat biasanya terhambat waktu dan biaya,
anggaran. Kalau kesulitan komunikasi tidak ada sama sekali”
(AFH,10/05/2016).
“Hambatannya itu kadang dari waktu. Kadang waktu kita
mengajari atau memberi contoh anak itu tidak harus dengan satu
kali atau dua kali, dan dengan kedisiplinan, berkali-kali dengan
kebiasaan, kalau sekali kadang tidak dengar,sudah dengan contoh,
sudah diberi nasehat, sudah di beri dengan kita melakukannya, itu
kan berproses, tidak hanya sekali dua kali, jadi waktu perlu proses
waktu itu dibutuhkan, tidak bisa langsung instan, langsung jadi
sempurna” (AR,30/05/2016).
“Faktor penghambatnya, kesempatan untuk lebih
memperkenalkan anak masih kurang misalnya, lebih kepada
mempraktikkan diluar, di lingkungan luar terkait pendidikan
multikultural” (AS,07/05/2016).
“Faktor penghambatnya, disini itu setau saya belum ada
sosialisasi tentang pendidikan multikultural itu sendiri untuk guru-
guru” (D,12/05/2016).
“Tetapi kalau penghambatnya itu tadi kita dari suku yang
berbeda, agama yang berbeda, manusia yang berbeda, ataupun
jenjang sosial yang berbeda, sehingga itu pasti ada ketidak
sinkronan, apalagi kalau kita sudah membuat satu kelompok yang
membedakan satu sama lain. Hambatannya lebih kepada
individunya masing-masing” (L,23/05/2016).
Berdasarkan beberapa pernyataan dalam wawancara di atas
terkait faktor penghambat dalam implementasi pendidikan
multikultural, dapat dideskripsikan bahwa yang menjadi faktor
penghambat salah satunya adalah masih kurangnya media yang
mendukung implementasi pendidikan multikultural, hal tersebut juga
sesuai dengan data yang diperoleh melalui observasi. Kekurangan
yang dimaksud seperti kurangnya media yang bisa digunakan untuk
104
mengajarkan tentang keberagaman misalnya media yang dapat
digunakan untuk mengajarkan tentang budaya lain.
Media yang digunakan harus terdapat contoh-contoh media
baik berupa gambar, film, maupun video yang dipaparkan agar dapat
menambah wawasan peserta didik tentang keragaman. Sehingga
peserta didik akan lebih mudah mengetahui wujud dari keragaman
tersebut. Sekolah masih minim dengan ketersediaan media keragaman.
Faktor lain yang menjadi penghambat adalah sikap sebagian
individu baik dari siswa yang belum bisa menerima dan menyesuaikan
dengan baik perbedaan yang ada di lingkungan kelas maupun di
lingkungan sekolah. Serta dari pihak orang tua, masih ada yang belum
bisa memahami siswa lain terutama siswa yang berkebutuhan khusus
dengan alasan takut mempengaruhi anaknya, meskipun secara
keseluruhan lingkungan sekolah sudah mendukung terutama dari pihak
kepala sekolah dan guru-guru.
Faktor kurangnya waktu juga menjadi penghambat bagi
sekolah dikarenakan banyaknya kegiatan dan hari libur terkadang
membuat peserta didik kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran
dan waktu yang terbatas di sekolah juga belum cukup untuk dapat
melaksanakan sepenuhnya pendidikan multikultural kepada siswa.
Selain itu, faktor lain yang menjadi penghambat implementasi
pendidikan multikultural berikutnya menurut salah seorang guru
105
adalah belum adanya sosialisasi untuk guru-guru secara langsung
terkait pendidikan multikultural di sekolah.
C. Pembahasan
1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa
a. Pemahaman tentang pendidikan multikultural dan interaksi warga
sekolah
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah
swasta dibawah yayasan Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa. SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah yang memiliki
nuansa multikultural, dikarenakan siswanya sangat beragam mulai dari
latar belakang, suku, budaya, agama serta karakter, karena sekolah ini
juga merupakan sekolah inklusi yang menerima siswa berkebutuhan
khusus. Lingkungan sekolah yang multikultur seperti ini sangat
membutuhkan adanya pendidikan multikultural untuk membantu
mendorong siswa agar dapat membangun sikap toleransi dan menerima
segala perbedaan.
Pendidikan multikultural sendiri secara operasional merupakan
program pendidikan yang menyediakan sumber belajar yang jamak bagi
pembelajar (multiple learning environments) dan yang sesuai dengan
kebutuhan akademis maupun sosial anak didik. Pendidikan multikultural
sebenarnya merupakan sikap “peduli”, mau mengerti, dan pengakuan
terhadap orang-orang yang berasal dari kelompok minoritas.
Pelaksanaan pendidikan multikultural secara implisit sesuai dengan pasal
106
4 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
pasal itu dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demokratis, tidak diskriminatif, dengan menjunjung HAM, nilai
keagamaan, nilai multikultural, dan kemajemukan bangsa.
Berdasarkan hasil penelitian, SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa mengimplementasi pendidikan multikultural dengan cara
mengintegrasikan kedalam kurikulum sekolah dengan menanamkan
nilai-nilai multikultural baik dalam pembelajaran maupun kegiatan-
kegiatan sekolah. Hal tersebut juga didasarkan pada prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum sekolah yang salah satunya adalah prinsip
beragam dan terpadu. Artinya, kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah,
jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif
terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi dan gender.
Implementasi pendidikan multikultural di sekolah tentu
membutuhkan pemahaman warga sekolah terkait pendidikan
multikultural itu sendiri agar dapat berjalan sesuai dengan makna dan
tujuannya. Warga SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sebagian
besar telah memahami tentang pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural merupakan sebuah keragaman yang bersifat plural dan
dikemas menjadi satu dengan satu tujuan untuk memperoleh ilmu
107
pengetahuan dan belajar bersama-sama tanpa ada suatu perbedaan yang
menjadi masalah.
Para guru yang memberikan pendidikan multikultural harus
memiliki keyakinan bahwa perbedaan budaya memiliki kekuatan dan
nilai. Sekolah harus menjadi teladan untuk ekspresi hak-hak manusia
dan penghargaan untuk perbedaan budaya dan kelompok. Keadilan dan
kesetaraan sosial harus menjadi kepentingan utama dalam kurikulum.
Sekolah dapat menyediakan pengetahuan, keterampilan, dan karakter
yaitu nilai, sikap, dan komitmen untuk membantu siswa dari berbagai
latar belakang. Sekolah bersama keluarga dan komunitas dapat
menciptakan lingkungan yang mendukung multikultural.
Menurut Stephen Hill, pendidikan multikultural dikatakan berhasil
apabila prosesnya melibatkan semua elemen masyarakat. Hal itu
dikarenakan adanya multidimensi aspek kehidupan yang tercakup dalam
pendidikan multikultural. Penyelenggaraan pendidikan multikultural dari
aspek lain juga dapat dikatakan berhasil apabila terbentuk pada diri
setiap peserta didik sikap saling toleransi, tidak bermusuhan, dan tidak
berkonflik yang disebabkan oleh perbedaan budaya, suku, bahasa, dan
lain sebagainya. Hal itulah yang terjadi di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan, berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara yang
dilakukan dengan siswa terkait dengan interaksi dan pandangan maupun
sikap siswa terhadap berbagai perbedaan yang ada di lingkungan
sekolah.
108
Keragaman yang ada di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
baik agama, bahasa, suku, dan karakter maupun kemampuan siswa
sudah menjadi hal yang biasa. Berdasarkan observasi dan wawancara,
sebagian besar warga sekolah sudah terbiasa dan menerima
keberagaman yang ada di lingkungan sekolah, di dalam maupun diluar
kelas. Kebiasaan dan pemahaman mengenai pendidikan multikultural
menjadikan warga sekolah mampu berbaur menjadi satu dan bersikap
positif menyikapi keberagaman yang ada.
Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural juga
dapat terlihat dari pemahaman guru-guru dan siswa berdasarkan
wawancara yang dilakukan tentang bagaimana mereka menyikapi
perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. Guru dan siswa sudah
mampu saling mengerti tentang perbedaan budaya, agama, tidak
membeda-bedakan, dan siswa juga mampu untuk saling berbagi. Sikap
kepedulian juga ditunjukkan oleh siswa satu dengan yang lainnya.
Kekompakan siswa tanpa memandang apapun, agama, suku
maupun asalnya, walaupun sesama siswa pernah terjadi kesalahpahaman
yang disebabkan adanya perbedaan namun tidak dijadikan
permasalahan. Sebagian besar siswa juga memahami sikap-sikap seperti
menghargai dan tidak mengejek antar sesama, antar suku, tidak
mengejek ras maupun agama.
Berdasarkan pada pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan
beberapa siswa, dapat diketahui bahwa pendidikan multikultural
109
merupakan sebuah pendidikan yang mengajarkan sikap toleransi,
menerima, dan menghargai terhadap perbedaan yang ada di dalam
lingkungan sekolah. Pendidikan multikultural juga mengandung nilai-
nilai yang ditanamkan dan membentuk perilaku siswanya. Multikultural
sendiri merupakan kondisi keberagaman yang tidak menghiraukan
perbedaan yang ada, melainkan terciptanya sikap saling menghargai.
Selain pemahaman yang dimiliki warga sekolah, interaksi yang
dibangun juga mempengaruhi implementasi pendidikan multikultural.
Interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa terbilang baik.
Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti, tidak terlihat adanya
sikap saling membedakan antara satu dengan yang lain. Dikalangan
guru-guru dan kepala sekolah interaksinya terbilang baik, karena setiap
guru memahami dan menerima perbedaan yang ada diantara mereka, dan
menyadari peran mereka sebagai teladan bagi siswa dan memahami
bahwa mereka memiliki visi, misi dan tujuan yang sama di sekolah,
sehingga mampu berjalan bersama dan mengesampingkan perbedaan
yang ada.
Interaksi antara kepala sekolah dan guru juga terjalin akrab, selalu
bertegur sapa dan mengobrol setiap ada kesempatan maupun keperluan.
Interaksi antar guru terlihat akrab dan tidak canggung ataupun kaku dan
tidak ada pembedaan antara guru yang satu dengan yang lainnya. Kepala
sekolah dan guru juga saling membantu, saling berbagi pengetahuan, dan
110
saling mengingatkan satu sama lain apabila mengalami kesulitan
terutama yang terkait dengan tugas-tugas.
Sesuai dengan kondisi sekolah yang merupakan sekolah inklusi, di
dalam kelas terdapat beberapa anak dengan kondisi berkebutuhan
khusus, sehingga membutuhkan penanganan lebih dari siswa lainnya.
Hal tersebut membuat sebuah perbedaan yang terlihat di dalam kelas.
Namun perbedaan dikalangan siswa tersebut tidak menghalangi seluruh
siswa untuk dapat berinteraksi, belajar bersama dan bermain bersama-
sama. Siswa yang lain memahami dan menghargai keadaan siswa yang
berkebutuhan khusus. Mereka tidak membeda-bedakan antara satu
dengan yang lainnya. Justru saling membantu apabila ada teman yang
membutuhkan bantuan.
Setiap jam istirahat siswa tidak hanya berkumpul dengan siswa
yang sama setiap harinya. Mereka dapat berkumpul dengan yang
lainnya. Bahkan para siswa juga bergaul dengan siswa berkebutuhan
khusus. Walaupun ada beberapa siswa berkebutuhan khusus yang lebih
suka bermain sendiri, karena siswa tersebut memiliki gangguan emosi,
dan hal tersebut membuat dia sulit untuk mudah berkomunikasi dan
bergaul dengan siswa lainnya.
Interaksi antara guru dengan siswa juga terbilang baik. Hal tersebut
terlihat pada saat guru mengajar di kelas. Guru menciptakan suasana
kelas yang demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai
multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan
111
pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada
yang dibeda-bedakan. Begitu pula diluar kelas, interaksi antara guru
dengan siswa terlihat baik, antara guru dan siswa tidak ada jarak namun
dibatasi dengan sopan santun dan sikap siswa terhadap guru. Di dalam
kelas maupun diluar kelas, disetiap kesempatan guru mengajarkan
kebiasaan-kebiasaan seperti menghargai pendapat, menghargai dan
menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan. Guru juga
menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap saling
menghargai satu sama lain dengan memberi contoh dan teladan kepada
siswa.
Pembahasan di atas sesuai dengan teori menurut Syafiq A. Mughni
(Yaya Suryana, 2015: 282) terkait dengan konsep pembelajaran
multikultural yang menjelaskan bahwa inti pembelajaran multikultural
adalah adanya dialog secara aktif dan partisipatoris. Artinya, selama
pembelajaran antara guru dan siswa harus dibiasakan berdialog secara
intensif dan partisipatoris sehingga siswa mampu mengembangkan
pengetahuannya secara bebas dan independen. Selain itu adanya
toleransi antarsiswa, antara siswa dan guru, serta antar guru juga menjadi
hal yang peru diperhatikan. Toleransi ini bertujuan membudayakan sikap
saling menghormati dan menghargai perbeaan, baik perbedaan pendapat
maupun ideologi yang dilakukan oleh guru maupun siswa.
Secara keseluruhan interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa tergolong komunikatif, karena seluruh warga sekolah selalu
112
interaktif satu sama lain dan bersikap tidak membeda-bedakan dari segi
apapun. Walaupun di lingkungan siswa dan guru banyak yang berbeda-
beda latar belakang, baik agama dan sukunya. Namun semuanya
menjalin hubungan yang baik, interaktif, dan saling bekerja sama untuk
menciptakan suasana yang kondusif di sekolah.
Untuk menciptakan suasana yang harmonis dalam pelaksanaan
pendidikan multikultural ditanamkan juga nilai-nilai terkait dengan
multikultural. Nilai-nilai yang ditanamkan antara lain tanggung jawab,
kedisiplinan, toleransi, peduli sesama, demokrasi, kerjasama, dan saling
menghormati. Nilai-nilai tersebut selalu ditanamkan kepada siswa dalam
setiap kesempatan, baik di dalam proses pembelajaran di kelas ataupun
saat kegiatan diluar kelas. Disamping itu, terdapat pula nilai-nilai yang
ditanamkan yang bersumber dari Pancasila, seperti nilai religius,
kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan. Nilai-nilai tersebut
ditanamkan selain pada saat melakukan kegiatan atau aktivitas diluar
kelas, nilai-nilai tersebut juga ditanamkan melalui pembelajaran ketika
di dalam kelas dan kegiatan pengembangan diri baik secara terprogram
maupun yang tidak terprogram.
b. Integrasi pendidikan multikultural dalam kegiatan pengembangan
diri
Strategi implementasi pendidikan multikultural di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Taman Siswa dilakukan dengan pembiasaan-
pembiasaan dan mengintegrasi nilai-nilai multikultural kedalam
kurikulum yang dilaksanakan dengan pembelajaran, serta kedalam
113
program dan kegiatan di sekolah. Sekolah memiliki kesadaran akan
pentingnya pendidikan multikultural di sekolah mengingat peserta
didiknya yang bersifat heterogen. Berdasarkan observasi dan studi
dokumentasi, pengembangan pembiasaan merupakan kegiatan yang
dilakukan secara terus-menerus dan ada dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga menjadi kebiasaan yang baik.
Sesuai dengan teori menurut Gay, tentang bentuk pendidikan
multikultural yang mengatakan bahwa pendidikan multikultural harus
memiliki prinsip fleksibilitas. Ia mengatakan bahwa sangat keliru jika
melaksanakan pendidikan multikultural harus dalam bentuk mata
pelajaran yang terpisah atau monopolitik. Ia mengusulkan agar
pendidikan multikultural diperlakukan sebagai pendekatan untuk
memajukan pendidikan secara utuh dan menyeluruh. Sekolah harus
dipandang sebagai suatu masyarakat kecil. Artinya, yang ada di
masyarakat harus ada pula di sekolah. Perspektif sekolah sebagai
masyarakat kecil memiliki implikasi bahwa siswa dipandang sebagai
individu yang memiliki karakteristik yang terwujud dalam bakat dan
minat serta aspirasi yang menjadi hak siswa.
Berkaitan dengan itu, proses pembelajaran diarahkan pada
pengembangan individu secara utuh yang mencakup intelektual, sosial,
dan moral spiritual. Hal tersebut telah sesuai dengan strategi-strategi
yang dilakukan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dalam
melaksanakan pendidikan multikultural. Salah satunya adalah adanya
114
kegiatan pengembangan diri yang juga mengintegrasi pendidikan
multikultural di dalamnya. Kegiatan pengembangan diri mencakup 2
(dua) program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan kegiatan tidak
terprogram.
Dalam kegiatan terprogram terdapat kegiatan bimbingan konseling
dan ekstrakurikuler yang mengintegrasi pendidikan multikultural di
dalamnya, sedangkan di dalam kegiatan pengembangan diri secara tidak
terprogram terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal,
kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. Jenis-jenis pengembangan
diri yang dilakukan sekolah antara lain Bimbingan dan Konseling,
Kegiatan Ekstrakurikuler Pramuka dan PKS, Kegiatan Ekstrakurikuler
Olahraga, dan Kegiatan Ekstrakurikuler Seni dan Budaya.
Apabila dikaitkan dengan teori implementasi multikultural yang
menjelaskan bahwa implementasi pendidikan multikultural dapat
dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri. Pengembangan diri
terdiri dari pengembangan diri terprogram yang dapat dilakukan melalui
kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler, dan kegiatan layanan
Konseling. Seperti yang telah dilaksanakan oleh SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa. Pembina layanan konseling dalam
melaksanakan kegiatan tidak bersikap diskriminatif pada peserta didik,
darimana pun asal usul peserta didik ketika mengalami kesulitan dalam
pengembangan diri, pengembangan sosial, pengembangan kemampuan
belajar dan pengembangan karir, dan dilayani secara optimal. Dengan
115
demikian tindakan dan sikap layanan konseling yang dilakukan sekolah
telah mencerminkan layanan yang berbasis multikultural karena sesuai
dengan fungsi layanan konseling.
Sedangkan untuk kegiatan pengembangan diri tidak terprogram
untuk pendidikan multikultural dapat dilakukan melalui kegiatan-
kegiatan pembiasan, spontanitas dan pembinaan disiplin seperti
bersalam-salaman antar siswa dengan guru, siswa dengan siswa dan
siswa dengan tata usaha. Bentuk-bentuk keteladanan seperti sikap saling
menghormati yang ditunjukan oleh guru maupun warga sekolah lainnya.
Hal tersebut sesuai dengan yang dilakukan di SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa.
Menurut teori Zamroni, sekolah harus berperan menanamkan
kesadaran hidup dalam masyarakat multikultural serta mengembangkan
sikap tenggang rasa dan toleransi untuk mewujudkan kebutuhan serta
kemampuan bekerja sama dengan segala perbedaan yang ada. Hal
tersebut sesuai dengan kegiatan dan strategi yang dilakukan dalam
pembentukan karakter atau kepribadian yang dilakukan dalam kegiatan
bimbingan dan konseling, serta latihan kepemimpinan dan berorganisasi
dalam kegiatan ekstrakurikuler.
Contohnya di dalam tahapan-tahapan dalam kegiatan pramuka di
sekolah mengandung berbagai tujuan yang sesuai dengan pendidikan
multikultural, diantaranya pada bidang spiritual yaitu memahami dan
melaksanakan aturan agama dan kepercayaan yang dianut dengan
116
toleransi, menghormati penganut agama lain, dan mampu hidup rukun
dalam keberagaman tanpa ada diskriminasi. Pada bidang sosial, yaitu
siswa diajarkan agar mampu mengetahui aturan sosial, menerima dan
mendorong orang lain untuk menaati norma-norma dan nilai-nilai yang
berada di masyarakat dan lingkungan.
Selain itu di dalam kurikulumnya, juga disebutkan beberapa nilai-
nilai yang ditanamkan di dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka dan
PKS, antara lain disiplin, jujur, demokratis, peduli sosial dan
lingkungan, kerjasama, semangat kebangsaan, toleransi, cinta damai,
kerja keras, tanggung jawab, tekun, dan sportif. Dilihat dari nilai-nilai
tersebut, sebagian besar sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan multikultural, sehingga dapat dikatakan bahwa
ekstrakurikuler menjadi strategi implementasi pendidikan multikultural
di sekolah.
Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa
pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan
konseling. Sedangkan strategi dalam kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler
baik pramuka, olahraga dan seni budaya yaitu berupa latihan dan
pertandingan/perlombaan persahabatan, serta latihan dan pentas seni
baik perlombaan maupun unjuk kebolehan.
Berbagai kegiatan tersebut tentunya dapat mewujudkan bakat dan
minat serta aspirasi sebagai hak dari siswa seperti teori yang
dikemukakan oleh Gay. Pada prinsipnya pendidikan harus dapat
117
memenuhi kebutuhan siswa, antara lain kebutuhan perkembangan yang
berbeda-beda termasuk kebutuhan personal dan sosial, kebutuhan vokasi
dan karier, dan kebutuhan psikologi dan perkembangan moral spiritual.
Sekolah harus dapat dijadikan tempat yang aman, memiliki suasana
kekerabatan, dan terdapat semangat saling mendukung. Berdasarkan data
yang diperoleh melalui penelitian SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa sudah melaksanakan hal tersebut dengan memfasilitasi
segala kebutuhan siswa dengan berbagai kebutuhan.
Sementara itu, kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram
yang dilakukan sekolah yang mengintegrasikan pendidikan multikultural
dapat dibagi dalam tiga kegiatan, yaitu kegiatan rutin yang dilakukan
secara terjadwal, kegiatan spontan yang tidak terjadwal dalam kejadian
khusus dan keteladanan. Kegiatan tidak terprogram ini dapat
dilaksanakan sebagai pembiasaan yang berupa proses pembentukan,
penanaman, dan pengamalan nilai-nilai luhur untuk menuntun sikap dan
perilaku budi pekerti luhur. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut
Wuryanano tentang pendidikan multikultural berbasis karakter. Ia
mengatakan bahwa karakter dapat dibentuk melalui tahap pembentukan
pola pikir, sikap, tindakan, dan pembiasaan.
Kegiatan rutin yang dilakukan diantaranya upacara bendera setiap
hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum
masuk kelas, semutlis (sepuluh menit membersihkan lingkungan
sekolah), Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan
118
sesudah pelajaran. Kegiatan spontan yang dilakukan sebagai wujud
implementasi pendidikan multikultural di sekolah diantaranya
pembiasaan senyum, sapa, dan salam, meminta maaf, berterima kasih,
peduli terhadap sesama, dan menolong orang yang dalam kesulitan baik
diminta atau tidak. Sedangkan untuk kegiatan keteladan yang dilakukan
sekolah diantaranya mendahulukan kepentingan bersama daripada
kepentingan diri dan kelompok, mendahulukan yang lebih tua, wanita
dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap
perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan
menghargai orang lain.
Seluruh kegiatan tersebut terdapat dalam kurikulum sekolah yang
memang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan,
bakat dan minat. Hal tersebut sesuai dengan teori tentang strategi
implementasi pendidikan multikultural dan teori Zamroni yang
memandang sekolah sebagai masyarakat kecil dan berimplikasi bahwa
siswa dipandang sebagai individu yang memiliki karakteristik yang
terwujud dalam bakat, minat, dan aspirasi yang menjadi hak siswa.
Sehingga kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikatakan sebagai strategi
sekolah dalam mengimplementasi pendidikan multikultural di sekolah,
dan kegiatan tersebut sudah terlaksana dengan baik.
119
c. Integrasi pendidikan multikultural dalam mata pelajaran
Pengintegrasian dalam mata pelajaran dilakukan pada setiap pokok
bahasan atau tema dalam pembelajaran. Selain itu berdasarkan studi
dokumen pendidikan multikultural di sekolah dapat terlihat dalam
struktur dan muatan kurikulum sekolah. Beberapa mata pelajaran dalam
muatan kurikulum yang mengintegrasi pendidikan multikultural yaitu
Ketamansiswaan, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan
Sosial.
Sesuai dengan tujuannya, mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
mengintegrasi pendidikan multikultural dengan pembelajaran-
pembelajaran terkait dengan sistem dan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat yang membantu siswa untuk memahami kehidupan di
lingkungan yang multikultural dan mampu menerima keberagaman.
Melalui pembelajaran tersebut siswa diharapkan memiliki komitmen dan
kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya. Pada mata pelajaran ini, guru dapat memanfaatkan
keberagaman yang ada atau masalah-masalah yang ada di lingkungan
sekitar kelas sebagai contoh nyata yang lebih mudah untuk dipahami
siswa, dan diikuti dengan menanamkan sikap untuk menerima,
menghormati, menghargai dan bertoleransi terhadap keragaman.
Penanaman tersebut dilakukan melalui pemberian nasihat saat
pembelajaran.
120
Implementasi pendidikan multikultural di dalam Pendidikan
Kewarganegaraan yang dilaksanakan sekolah dicerminkan dengan
kesesuaiannya dengan ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan yang meliputi aspek-aspek diantaranya persatuan
bangsa yang meliputi hidup rukun dalam perbedaan, hidup gotong
royong, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat,
menghargai keputusan bersama. Implementasi juga didukung dengan
tujuan pembelajaran yang salah satunya adalah berkembang secara
positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-
bangsa lainnya. Dalam praktiknya, integrasi pendidikan multikultural
juga didukung dengan sikap dan contoh-contoh yang diberikan guru
secara nyata sesuai dengan keadaan di lingkungan sekolah disertai
dengan pembiasaan yang dilakukan bersama dengan siswa di kelas.
Pendidikan multikultural dalam pembelajaran Ketamansiswaan
mengintergrasikan pendidikan multikultural di dalamnya berdasarkan
studi dokumentasi, hal tersebut dapat dilihat di dalam tujuan
pendidikannya yaitu berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab,
dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara untuk mewujudkan masyarakat tertib damai dan manusia
salam bahagia, yang berarti Pendidikan Ketamansiswaan berusaha
mewujudkan pendidikan multikultural melalui upayanya mencapai
tujuan Ketamansiswaan yang salah satunya adalah untuk mewujudkan
121
masyarakat tertib damai dan manusia salam bahagia, manusia salam
bahagia maksudnya disesuaikan dengan salam khas di sekolah yang
disebut salam bahagia.
Metode pengintergasian dalam mata pelajaran ini juga sesuai
dengan teori menurut Iis Arifudin yang mengatakan adapun pelaksanaan
pendidikan multikultural tidaklah perlu mengubah kurikulum, pelajaran
pendidikan multikultural dapat terintegrasi pada mata pelajaran yang
lainnya. Hanya saja diperlukan pedoman bagi guru untuk
menerapkannya. yang utama kepada para siswa perlu diajari mengenai
toleransi, kebersamaan, HAM, demokratisasi, dan saling menghargai.
Selain integrasi di dalam mata pelajaran yang disebutkan di atas, di
dalam proses pembelajaran juga terdapat nilai-nilai multikultural yang
ditanamkan oleh guru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Diantaranya nilai demokrasi yang terlihat di dalam kelas pada saat setiap
pengambilan keputusan yang dilakukan dengan musyawarah, misalnya
pada saat pembagian kelompok dan tugas untuk penampilan drama
kelas. Guru mendengarkan dan menerima pendapat siswa dengan baik.
Siswa juga dibiasakan untuk menghargai pendapat orang lain, toleran
terhadap perbedaan pendapat, menghargai teman yang berprestasi, dan
mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi dan
kelompoknya.
Selain itu nilai toleransi juga ditanamkan dalam pada saat proses
pembelajaran, dimulai pada saat sebelum jam belajar berlangsung,
122
dimana masing-masing melakukan doa sebelum belajar sesuai dengan
agamanya masing-masing. Toleransi juga terlihat dari lingkungan
sekolah yang menyediakan ruang agama dan guru pendamping agama
lain untuk siswa yang beragama non muslim. Sehingga pada saat
pelajaran agama maupun kegiatan TPA, semua siswa dapat belajar
sesuai dengan agamanya masing-masing dengan guru pendamping.
Dalam praktiknya sendiri nilai toleransi di kelas juga terlihat dari
cara guru mengajar di kelas yang siswanya memiliki kemampuan dan
karakter yang berbeda-beda. Guru mengajarkan kepada siswa sesuai
dengan kemampuan siswa, terutama kepada siswa yang berkebutuhan
khusus, selain dibantu oleh guru pendamping khusus, guru kelas juga
membantu siswa dan memberi pengertian khusus kepada siswa
berkebutuhan khusus dan siswa yang lainnya untuk membantu siswa
yang berkebutuhan khusus dalam memahami pelajaran.
Nilai lain yang ditanamkan saat proses pembelajaran adalah nilai
keadilan, hal tersebut tercermin dari sikap guru saat pembelajaran
berlangsung, guru berlaku adil dengan siswa, tidak membedakan antara
yang satu dengan yang lain tidak ada yang diperlakukan dengan
istimewa. Namun ada pengecualian terhadap siswa yang berkebutuhan
khusus, karena memang siswa tersebut membutuhkan bantuan lebih dari
guru. Begitu pula dengan siswa, siswa yang satu dengan yang lain
berbaur bersama dan tidak terlihat bergerombol. Mereka tidak memilih
teman, hanya bersama-sama
123
tidak peduli dengan latar belakang, agama, suku, budaya dan
kemampuan masing-masing. Di dalam kelas guru menekankan kepada
siswa untuk berlaku adil kepada siapapun dan menghargai teman
bagaimanapun keadaannya.
Metode pembelajaran merupakan salah satu kunci untuk mencapai
keberhasilan pembelajaran karena metode digunakan untuk membantu
pembelajaran mencapai tujuan pembelajaran. Metode yang dipilih
berdasarkan dinamika peserta didik, santai dan tidak menekan peserta
didik. Pada saat mengajar di kelas guru juga menerapkan pendidikan
multikultural dengan membiasakan sikap saling menghargai satu sama
lain, menciptakan suasana kelas yang demokratis, serta menanamkan
secara rutin nilai-nilai multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa
dapat mengemukakan pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan
sama dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Guru mengajarkan kebiasaan-
kebiasaan seperti menghargai pendapat, menghargai dan menghormati
orang lain tanpa membeda-bedakan. Guru memberi contoh dan teladan
kepada siswa.
Berdasarkan studi dokumentasi dan observasi yang dilakukan
peneliti, peneliti memperoleh data tentang strategi lain yang dilakukan
sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural, yaitu
dengan pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Guru
dan sekolah mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
kedalam silabus
124
dan RPP. Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa
mengandung nilai-nilai yang terkait dengan multikultural diantaranya
religius, toleransi, demokratis, cinta tanah air, cinta damai,
bersahabat/komunikatif, peduli sosial, dan lain-lain.
Pembelajaran pendidikan budaya dan karakter bangsa dilaksanakan
menggunakan pendekatan proses belajar aktif berpusat pada anak,
dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, di sekolah, dan di
masyarakat. Di kelas dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa
dilakukan guru dengan cara integrasi. Di sekolah dikembangkan dengan
upaya pengkondisian atau perencanaan sejak awal tahun pelajaran, dan
dimasukkan dalam kalender pendidikan dan perencanaan yang dilakukan
sehari-hari sebagai bagian dari budaya sekolah sehingga peserta didik
memiliki kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Di masyarakat dikembangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler
dengan melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang menumbuhkan
rasa cinta tanah air dan melakukan pengabdian masyarakat untuk
menumbuhkan kepedulian dan kesetiakawanan sosial. Berdasarkan
penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sekolah sudah menerapkan
pendidikan multikultural dengan metode pembiasaan dan juga
mengintegrasikan kedalam kegiatan sekolah dan juga pembelajaran di
kelas.
125
Implementasi pendidikan multikultural dengan sistem integrasi ini
sesuai dengan teori prinsip dasar pengembangan model pembelajaran
berbasis pendidikan multikultural keindonesiaan, prinsip-prinsip tersebut
diantaranya adalah; pendidikan multikultural sebaiknya dimulai dari diri
sendiri, pendidikan multikultural hendaknya tidak mengembangkan
sikap etnosentris kesukuan, pendidikan multikultural dikembangkan
secara integratif, pendidikan multikultural harus menghasilkan
perubahan, dan pendidikan multikultural harus mencakup realitas sosial.
Dapat dikatakan bahwa implementasi pendidikan multikultural di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa sudah berjalan dengan baik
dan sesuai dengan tujuan serta prinsip-prinsip implementasi dan
pengembangan pendidikan multikultural.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
a. Faktor Pendukung Implementasi Pendidikan Multikultural
Dengan adanya pendidikan multikultural, sekolah berusaha untuk
mewujudkan pendidikan yang selalu mengedepankan sikap toleransi,
sikap saling menghargai, dan menghormati satu sama lain. Dalam
pelaksanaan pendidikan multikultural, sekolah selalu memfasilitasi
segala kebutuhan siswa baik dari tenaga pendidikan, serta sarana
prasarana dan kegiatan yang diadakan sekolah.
Dalam pelaksanaannya tentu terdapat faktor-faktor yang menjadi
pendukung, berikut peneliti menjelaskan beberapa faktor-faktor
126
pendukung dalam implementasi pendidikan multikultural di SD Taman
Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa:
1) iklim sekolah.
Sebagai sekolah yang menerapkan pendidikan budi pekerti luhur,
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menekankan nilai-nilai
budi pekerti dan sopan santun kepada seluruh warga sekolah.
Sehingga iklim sekolah terbangun menjadi lingkungan yang
memiliki kesadaran dan mampu menerima segala perbedaan, saling
menghargai dan menghormati, dan bersikap toleransi terhadap
perbedaan yang ada, dengan rasa kekeluargaan yang dimiliki antar
warga sekolah.
2) kurikulum sekolah.
Sesuai dengan visinya yaitu menjadi sekolah bermutu, berbasis
seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur, SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan Tamansiswa menerapkan pendidikan konsep-konsep
ketamansiswaan dan nilai-nilai budi pekerti luhur secara integral
dalam pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umunya. Selain
itu kurikulum SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
dikembangkan dengan prinsip beragam dan terpadu.
Kurikulum sekolah memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta
menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Kurikulum
127
sekolah juga memuat pendidikan kecakapan hidup dan
pengembangan pendidikan budaya dan karakter. Muatan dalam
kurikulum sekolah tersebut memudahkan sekolah untuk
melaksanakan pendidikan dan menanamkan nilai-nilai multikultural.
3) sarana prasarana.
Sarana prasarana yang dimiliki SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa meskipun terbilang sederhana, tetapi sudah mampu
memenuhi dan memfasilitasi berbagai kebutuhan siswa serta
memfasilitasi perbedaan yang ada. Contohnya sekolah menyediakan
ruang agama dan guru pendamping untuk masing-masing agama lain
yang non muslim yaitu agama Kristen, Katholik, Hindu dan Budha,
dan sekolah juga menyediakan guru pendamping bagi siswa
berkebutuhan khusus. Selain itu, sekolah juga memiliki alat-alat
musik tradisional untuk pendidikan seni budaya dan berbagai
kebutuhan untuk olahraga dengan masing-masing guru
pembimbingnya.
4) peran guru.
Sekolah menerapkan sistem among dengan tekanan keteladanan
silih asah, silih asih, dan silih asuh untuk implementasi pendidikan
budi pekerti luhur. Sehingga seluruh guru memiliki kesadaran akan
perannya sebagai teladan dan contoh bagi siswa di sekolah dalam
menanamkan dan melaksanakan nilai-nilai pendidikan multikultural.
128
Guru juga melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan siswa, tanpa membeda-bedakan.
5) program dan kegiatan sekolah.
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa telah memiliki
serangkaian kegiatan sekolah dan program sekolah yang dapat
memfasilitasi peserta didiknya yang beragam. Sekolah memiliki
kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler yang memberikan
kesempatan untuk siswa mengembangkan dan mengekspresikan diri
sesuai dengan kebutuhan, bakat dan minat, untuk seluruh siswa tanpa
terkecuali. Pada pelaksanaan kegiatan seperti latihan,
pertandingan/perlombaan, pentas seni maupun unjuk kebolehan
dapat diikuti oleh seluruh siswa tanpa terkecuali. Sekolah juga
memiliki kegiatan pembiasaan yang dijadikan proses pembentukan,
penanaman, dan pengamalan nilai-nilai budi pekerti luhur yang
tentunya juga mendukung penanaman nilai-nilai multikultural.
6) peserta didik.
Siswa sudah memiliki kesadaran dari dalam dirinya untuk
menghargai perbedaan yang ada disekitarnya. Semua siswa mampu
berbaur dengaan siswa yang lain tanpa ada masalah dengan
perbedaan yang ada, baik dari segi agama, suku, budaya sampai
dengan kemampuannya. Siswa memiliki kesadaran dan kemauan
untuk saling membantu teman yang memiliki kesulitan terutama
dalam pelajaran tanpa memilih-milih dan tanpa diperintah oleh guru.
129
Sehingga sekolah terutama guru-guru lebih mudah untuk
mengarahkan dan menanamkan kepada siswa terkait nilai-nilai
dalam pendidikan multikultural.
b. Faktor penghambat implementasi pendidikan multikultural di SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
1) sikap individu
Sikap individu merupakan salah satu masalah yang umum terjadi
dalam berbagai implementasi kebijakan. Dalam implementasi
pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa faktor penghambat individu yang sering terjadi adalah
masih adanya beberapa siswa yang belum bisa berkomunikasi
dengan baik dengan siswa lain terutama siswa yang berkebutuhan
khusus, beberapa siswa juga kurang menghargai perbedaan pendapat
dan berdebat tentang perbedaan-perbedaan pendapat.
2) media keberagaman.
Media yang digunakan guru belum terdapat media yang
berwawasan keragaman. Guru kekurangan media tentang
keragaman, meskipun guru mengajarkan dengan memberikan
contoh-contoh yang nyata terutama yang ada di lingkungan sekitar.
Media yang digunakan harus terdapat contoh-contoh media baik
berupa gambar, film, maupun video yang dipaparkan agar dapat
menambah wawasan peserta didik tentang keragaman. Peserta didik
akan lebih mudah mengetahui wujud dari keragaman tersebut.
Sekolah masih minim dengan ketersediaan media keragaman.
130
3) poster-poster tentang keberagaman
Di sekolah poster-poster, tulisan, maupun gambar yang
menunjukkan tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural
masih kurang. Media seperti tulisan dan gambar-gambar tersebut
juga dapat membantu pelaksanaan pendidikan multikultural dan
dapat membantu mengingatkan siswa tentang nilai-nilai
kebersamaan di dalam keberagaman.
4) belum ada sosialisasi dan kegiatan praktik diluar lingkungan sekolah
masih kurang
Sekolah belum mengadakan sosialisasi mengenai pendidikan
multikultural, terutama untuk guru-guru. Sosialisai dapat membantu
guru dapat lebih memahami pendidikan multikultural dan bagaimana
perannya sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan
multikultural. Selain itu sarana untuk dapat lebih memperkenalkan
anak dengan lingkungan diluar sekolah dan praktik-praktik kegiatan
pendidikan multikultural secara langsung diluar sekolah masih
kurang.
3. Upaya Mengatasi Hambatan dalam Implementasi Pendidikan
Multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Dari beberapa faktor penghambat yang ada dalam implementasi
pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa,
maka upaya mengatasi hambatan yang dapat dilakukan sekolah adalah
sebagai berikut :
131
1) Guru selalu berupaya untuk selalu mengingatkan dan menegur siswa
apabila ada siswa yang bersikap membeda-bedakan. Setiap guru juga
selalu menekankan tentang nilai-nilai kebaikan pada saat proses belajar
mengajar di kelas. Sehingga sikap siswa yang melanggar nilai, dalam hal
ini nilai-nilai terkait multikultural dapat di minimalisir sekecil mungkin.
Apalagi sekolah juga mengintegrasikan pendidikan budi pekerti luhur
yang membantu untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa.
Begitu pula dengan orang tua, guru selalu memberi pengertian
terhadap orang tua terkait dengan keberagaman siswa di kelas, terutama
tentang adanya siswa berkebutuhan khusus di kelas. Agar orang tua tidak
khawatir terhadap perkembangan anaknya. Masing-masing kelas di
sekolah juga memiliki paguyuban orang tua, sehingga memudahkan
komunikasi antara sekolah maupun guru dengan orang tua siswa.
2) Media keberagaman yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran
masih kurang dikarenakan keterbatasan biaya. Namun sekolah sudah
mengupayakan dengan menyediakan media yang sederhana melalui
masing-masing guru, semua tergantung pada kreatifitas guru dalam
mengembangkan media yang digunakan untuk pembelajaran.
3) Poster-poster keberagaman yang dipasang di sekolah masih minim,
namun sekolah berupaya menambah dengan cara memasang hasil-hasil
karya siswa, misalnya gambaran siswa. Siswa diberi tema-tema tertentu,
misalnya tema budaya dan keagamaan, lalu hasilnya di pasang di mading
sekolah maupun di dalam kelas.
132
4) Sosialisasi dilakukan secara tidak langsung dengan memberikan
masukan dari kepala sekolah kepada guru-guru, misalnya tentang
bagaimana mengatasi dan menghadapi siswa dengan bermacam karakter
dan perbedaan. Selain itu juga dengan diskusi antar guru, saling berbagi
pengetahuan antar guru.
Kegiatan praktik di luar sekolah diupayakan sekolah melalui
mengikutsertkan siswa dalam berbagai kegiatan di luar sekolah seperti
perlombaan-perlombaan diluar sekolah, perjalanan rohani ke semua
tempat ibadah masing-masing agama, belajar ke museum-museum.
Sekolah mengikutsertakan siapapun siswa yang memiliki kemampuan,
dan tidak membedakan siswa yang berkebutuhan khusus selama siswa
tersebut bisa mengikuti, karena sekolah memfasilitasi guru pendamping.
Sekolah selalu mendukung kegiatan siswa, misalnya kelas mau
melakukan kegiatan atau program apapun yang berhubungan dengan
multikultural pasti selalu didukung hanya tinggal bagaimana
mengkoordinasikannya.
133
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan, dan pertanyaan penelitian yang
telah dibuat, kesimpulan penelitian yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan
Tamansiswa dilakukan dengan beberapa strategi, pertama, integrasi ke dalam
mata pelajaran Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Ketamansiswaan
serta penanaman nilai-nilai dalam kegiatan pembelajaranya. Pengintegrasian
pada mata pelajaran dilakukan disetiap pokok bahasan atau tema dalam
pembelajaran. Kedua, integrasi kedalam kegiatan pengembangan diri secara
terprogram yaitu melalui ekstrakurikuler dan kegiatan yang tidak terprogram
atau pembiasaan terdiri dari kegiatan rutin yang dilakukan secara terjadwal,
kegiatan spontan dan kegiatan keteladanan. Kegiatan pembiasaan berupa
proses pembentukan, penanaman dan pengamalan nilai-nilai budi pekerti
luhur.
2. Faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda
Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah iklim sekolah, kurikulum sekolah, sarana
dan prasarana, peran guru, program dan kegiatan sekolah. Sedangkan faktor
penghambatnya diantaranya sikap individu kurang bisa menerima perbedaan,
kurangnya media pembelajaran tentang keberagaman, kurangnya poster-poster
yang menggambarkan tentang keberagaman dan nilai-nilai multikultural, dan
kurangnya sosialisasi terutama untuk guru-guru. Selain itu pendidikan
134
multikultural dalam bentuk kegiatan praktik di luar sekolah secara khusus
masih kurang.
3. Upaya untuk mengatasi hambatan dalam implementasi pendidikan
multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa diantaranya
guru selalu menekankan tentang nilai-nilai menghargai, menghormati dan
toleransi. Hal tersebut juga didukung dengan kebijakan sekolah yang
melaksanakan pendidikan budi pekerti luhur, menambah poster-poster
keberagaman yang dipasang disekolah dengan cara memasang hasil-hasil
karya siswa dengan tema budaya dan keagamaan, melakukan sosialisasi secara
tidak langsung melalui diskusi antar guru dan kepala sekolah, melakukan
kegiatan di luar sekolah dengan mengikutsertkan siswa dalam berbagai
kegiatan di luar sekolah seperti perlombaan-perlombaan diluar sekolah.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan, maka dapat diberikan beberapa
saran, sebagai berikut:
1. Bagi Sekolah
Sekolah hendaknya lebih meningkatkan pemantauan pelaksanaan
pendidikan multikultural agar tercapai secara optimal. Sekolah juga
hendaknya memfasilitasi media-media yang berhubungan dengan keragaman,
menambah poster-poster tentang nilai-nilai dan keberagaman di lingkungan
sekolah, dan mengembangkan materi dan tema-tema tentang keberagaman di
sekolah, juga melengkapi sarana serta fasilitas yang masih belum ada tau
masih kurang. Selain itu hendaknya dalam melaksanakan pendidikan
multikultural, sekolah tidak hanya melaksanakan melalui interaksi dan nilai-
135
nilai saja, namun juga memberikan pengertian secara langsung kepada siswa
agara siswa lebih memahami dan dapat melaksanakan, menjadikan kebiasaan
yang baik dengan kesadaran sendiri untuk memahami orang lain disekitarnya.
2. Bagi guru
Guru harus diberikan sosialisasi khusus mengenai pendidikan
multikultural agar guru lebih memahami tentang pendidikan multikultural dan
dapat menerapkan pembelajaran berbasis multikultural di kelas, juga agar guru
dapat mengintegrasikan pendidikan multikultural ke dalam semua mata
pelajaran dengan berbagai metode sehingga siswa lebih mudah menerima dan
memahami apa yang disampaikan oleh guru.
136
DAFTAR PUSTAKA
Ana Farkhana. (2014). Implementasi Pendidikan Multikultural dalam
Pembelajaran IPS di SMP Budi Mulia 2 Yogyakarta. Skripsi. FIS UNY.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Arikunto, S. (1989). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
_________. (2006). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Bina Aksara
Choirul Mahfud. (2014). Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dadang Garnida. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung: Refika
Aditama.
Daniel P. Hallahan, dkk.(2009). Exceptional Learners: An Introduction to Special
Education. Boston: Pearson Education Inc, Cet ke-10.
Dirto Hadisusanto. (1995). Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas
Ilmu Pendidikan, IKIP Yogyakarta.
Dwi Siswoyo,dkk. (2011). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Farida Hanum. (2010). Pentingnya Pendidikan Multikultural Dalam Mewujudkan
Demokrasi di Indonesia. Artikel. Yogyakarta.
Guntur Setiawan. (2004). Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Iis Arifudin. (2007). Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah.
Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan P3M STAIN Purwokerto
INSANIA/Vol. 12 No. 2. Jurnal. Purwokerto
J. David Smith. (2015). Sekolah Untuk Semua, Teori dan Implementasi Inklusi.
Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.
Lexi J. Moleong. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Moedjiono dan Moh. Dimyati. (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.
Nazir. (1998). Metode Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ngainun, dkk. (2008). Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Aruzz Nesia.
Nur Faiqoh. (2015). Implementasi Pendidikan Berbasis Multikultural Sebagai
Upaya Penguatan Nilai Karakter Kejujuran, Toleransi, dan Cinta Damai
pada Anak-anak Usia Dini di Kiddy Care, Kota Tegal. Skripsi. FIP
UNNES. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
137
Nurdin Usman. (2002). Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum.Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Oemar Hamalik. (2007). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sanapiah. (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Malang: YA3.
Sugihartono, dkk. (2012). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Cet. Ke-14. Bandung: Alfabeta.
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.
Sumanto. (1990). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Yogyakarta:
Andi Offset.
Tilaar.,H.A.R. (2002). Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik
Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
__________. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-tantangan Global Masa
Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
__________. (2004). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Warnaen. (2002). Stereotip Etnis dalam Masyarakat Multietnis. Yogyakarta:
Matabangsa.
Wenni Wahyuandari Dan Desi Rahmawati. (2014). Pendidikan Multikultural
(Studi Kasus di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Di
Tulungagung). Jurnal. Universitas Tulungagung Bonorowo Vol. 2.No.1
Tahun 2014. Tulungagung.
Wertheim.,W.F. (1999). Masyarakat Indonesia dalam Transisi: Kajian
Perubahan Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Wildan Nurul Fajari dan Banani Ma’mur. (2015). Pelaksanaan Pendidikan
Multikultural Di Sekolah (Studi Deskriptif Di Sman 1 Purwokerto).
Purwokerto: Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian.
LPPM Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Yaya Suryana dan H.A Rusdiana. (2015). Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya
Penguatan Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip, dan Implementasi.
Bandung: Pustaka Setia.
138
LAMPIRAN
139
PEDOMAN WAWANCARA
No. Subjek Aspek Rincian
1. Kepala Sekolah Pendidikan
multikultural di
sekolah
1. Upaya yang dilakukan sekolah dalam
melaksanakan pendidikan multikultural
2. Peran kepala sekolah dalam
implementasi pendidikan multikultural di
sekolah
3. Program yang dilakukan sekolah dalam
melaksanakan pendidikan multikultural
(program unggulan, strategi)
4. Kegiatan yang dilakukan sekolah dalam
melaksanakan pendidikan multikultural
5. Sarana yang mendukung pelaksanaan
pendidikan multikultural di sekolah
6. Faktor pendukung pelaksanaan
pendidikan multikultural di sekolah
7. Faktor penghambat pelaksanaan
pendidikan multikultural di sekolah
8. Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan
pendidikan multikultural di sekolah
2. Guru Implementasi
pendidikan
multikultural di
sekolah
1. Peran guru dalam melaksanakan
pendidikan multikultural
2. Strategi pelaksanaan pendidikan
multikultural oleh guru
3. Proses belajar mengajar pendidikan
multikultural di kelas
4. Metode yang digunakan dalam
pembelajaran pendidikan multikultural
5. Faktor pendukung pelaksanaan
pendidikan multikultural di kelas
maupun sekolah
6. Faktor penghambat pelaksanaan
pendidikan multikultural di kelas
maupun sekolah
7. Upaya mengatasi hambatan pelaksanaan
pendidikan multikultural di kelas
maupun sekolah
3. Siswa Pemahaman
tentang
pendidikan
multikultural
1. Bagaimana siswa menyikapi perbedaan
agama, suku, dan kemampuan yang ada
diantara siswa
2. Apakah guru pernah mengajarkan
tentang multikultural
3. Kegiatan yang dilakukan untuk belajar
tentang budaya orang lain
4. Nilai-nilai yang dipahami terkait dengan
multikultural
140
PEDOMAN OBSERVASI
No. Aspek yang
diamati
Indikator yang dicari Sumber data
1.
2.
Observasi fisik
sekolah
Observasi
kegiatan
c. Keadaan sekolah/lokasi
d. Sarana dan prasarana
sekolah
e. Alat dan Kelengkapan
Sekolah
f. Fasilitas penunjang
g. Pelaksanaan pembelajaran
h. Alat dan media
pembelajaran
a. Aktivitas siswa
b. Interaksi antara guru dan
siswa
c. Interaksi antar siswa
d. Interaksi antar guru
e. Pelaksanaan pendidikan
multikultural di sekolah
Lingkungan
sekolah
Lingkungan
sekolah dan
Kelas
141
PEDOMAN DOKUMENTASI
No Aspek Yang Dikaji Indikator yang Dicari Sumber Data
1. Profil Sekolah a. Visi dan Misi Sekolah
b. Sejarah Sekolah
c. Tenaga Pendidik dan
Kependidikan
d. Sarana dan Prasarana
sekolah
e. Alat dan kelengkapan
sekolah
Administrasi
Sekolah
2. Strategi Pendidikan
Multikultural di
Sekolah
a. Dokumen program dan
kegiatan terkait pendidikan
multikultural dan laporan
pelaksanaanya.
b. Foto-Foto kegiatan
Kepala
Sekolah.
142
TRANSKRIP HASIL WAWANCARA
Identitas Narasumber :
Nama : AR
Tempat,tanggal lahir : Yogyakarta, 08/04/1964
Alamat : Kumendaman
Agama : Katholik
1. Pertanyaan :
Apakah pengertian pendidikan multikultural menurut pandangan anda ?
Jawaban :
Pendidikan yang bermacam-macam dan bisa membaur anak-anak supaya
anak bisa mengetahui pribadi-pribadi orang lain, dan anak itu “aku harus
mengerti dari anak-anak tersebut”. Dari bahasa, dari daerahnya, dari
agamanya, dari sosialnya itu anak bisa membaur, bisa menjadi satu.
2. Pertanyaan :
Menurut anda, apakah pentingnya melaksanakan pendidikan multikultural
disekolah ?
Jawaban :
Penting banget,karena itu kita bisa membuat anak sederajat dan sama
menjadi satu kesatuan dari bangsa Indonesia yang benar-benar mentaati
pancasila.
3. Pertanyaan :
Bagaimana upaya yang dilakukan sekolah dalam mengimplementasi
pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Dengan upacara, sosialisasi, dikelas juga sudah jelas, terus ditanamkan di
tangga-tangga, terus gambar-gambar, terus kita ada lomba, ada peringatan
agama, ada peringatan hari-hari daerah, itu termasuk juga, antara lain itu
dan masih banyak lagi. Sosialisasi dengan anak-anak misalnya pada waktu
upacara, anak-anak menjadi petugas, pada awalnya anak-anak protes,
memilih-milih mau berpasangan sama siapa, terus kita mengatasi dengan
cara kita, kita rangkul anak tersebut, terus kita ceritakan bahwa kita adalah
satu dari bangsa Indonesia, terutama kita adalah SD Taman Muda Ibu
Pawiyatan, SD pawiyatan itu adalah satu pokok dari tubuh kita, satu pokok
itu kan saling membutuhkan, kalo yang ini tidak membutuhkan berarti
yang lain membutuhkan, artinya saling membutuhkan. Jadi keluarga
disitu, kita bisa membuat anak berpikir bahwa dia sama dengan anak yang
lain dengan anak tersebut.
4. Pertanyaan :
143
Bagaimana peran anda sebagai kepala sekolah dalam melaksanakan
pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Saya sebagai ibu, sebagai teman, sebagai pembantu, sebagai yang
momong, sebagai pendidik, sebagai yang mendampingi, hampir semuanya
saya perankan.
5. Pertanyaan :
Adakah kegiatan sekolah yang dilakukan diluar sekolah atau di
masyarakat yang mendukung implementasi pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Banyak, hampir semuanya. Kita ada lomba kalau seperti acara
kedaeraahan misalnya di Jogja itu, berarti dia yang bukan orang jawa pun
harus bisa nyanyi jawa, itu sudah multi juga, terus kita ke museum-
museum, terus kita perjalanan rohani, perjalanan rohani itu kita tidak
hanya ke masjid saja, tetapi di vihara di klenteng di gereja, tempat-tempat
ibadah keseluruhan, jadi tahu, oh berarti sama, kami menyembah satu
Tuhan, jadi seperti itu, banyak hal termasuk outbond, outday dan
sebagainya, itu bisa untuk satu pengetahuan bahwa kita itu beragam dan
bisa bersatu.
6. Pertanyaan :
Apa saja sarana prasarana yang dimiliki sekolah yang mendukung
implementasi pendidikan multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Banyak, kalau untuk masjid kita ada, terus kita agama ada lima itu ada
ruangan khusus, di perpustakaan juga bisa buat anak untuk multikultural,
kita di lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain juga bisa untuk
banyak hal, bisa berbaur, ada pendopo, ada gedung, untuk lomba-lomba,
tergantung lombanya,nanti bisa dikelas juga.
7. Pertanyaan :
Menurut pandangan anda saat ini bagaimana interaksi yang terjalin antara
guru, dan antara siswa ?
Jawaban :
Interaksinya bagus, termasuk diantaranya sini sudah bener-bener termasuk
berbaurnya luar biasa, anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut
itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada
kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau
bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya,
seperti itu, juga temannya saling mengingatkan misalnya pelajaran agama,
itu pada sholat. Saya juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk
mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus, saya menawarkan siapa
144
yang mau jadi pamong cilik itu pasti anak-anak langsung mengajukan diri.
Itu diantara anak dengan anak. Kalau dengan guru-guru ya luar biasa guru-
guru disini otomatis sudah bisa untuk menjalankan semua dari kegiatan
tersebut sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai
teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga iya, kalau
meluruskan anak-anak kalau dia berbuat tidak baik, atau ada yang
melenceng kata-katanya dan sebagainya, juga dia sebagai orang tua
menasehati dan yang memberi contoh dan sebagainya.
8. Pertanyaan :
Apakah ada kaitan antara pedidikan ketamansiswaan yang diterapkan
sekolah dengan pelaksanaan pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Ada, misalnya sistem pamong itu ngemong anak itu kan ngemong dari
keseluruhan, tidak ada yang memilih-milih, dalam hal apapun itu kan
terkait. Namanya keluarga itu satu keluarga kalau di tamansiswa adalah
kekeluargaan yang nomer satu, itu ya otomatis mau itu yang cacat, itu
yang cantik, itu yang ganteng, yang pintar, semuanya sama satu keluarga,
yang penting kita melihat menganggapnya sebagai anak. Tapi begitu dia
punya keinginan kita rangkul dia sebagai teman, kita rangkul dia supaya
dia mencapai apa yang dia inginkan, kita ikuti dia dari belakang, itulah
yang tut wuri handayani, dia terus kita dorong supaya bisa mencapai dari
cita-cita anak tersebut, itu kan menjadi satu dari kesatuan tamansiswa
seperti itu, makanya kenapa tamansiswa juga multikultural karena dia
sudah bersumber seperti itu dari ajaran Ki Hajar Dewantara, jadi erat
sekali ajaran damai didalamnya.
9. Pertanyaan :
Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
impelementasi pendidikan multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Kalau pendukung hampir semuanya mendukung semuanya karena itu kan
pelaku ya. Hambatannya itu kadang dari waktu. Kadang waktu kita
mengajari atau memberi contoh anak itu tidak harus dengan satu kali atau
dua kali, dan dengan kedisiplinan, berkali-kali dengan kebiasaan, kalau
sekali kadang tidak dengar,sudah dengan contoh, sudah diberi nasehat,
sudah di beri dengan kita melakukannya, itu kan berproses, tidak hanya
sekali dua kali, jadi waktu perlu proses waktu itu dibutuhkan, tidak bisa
langsung instan, langsung jadi sempurna, jadi Indonesia yang hebat.
10. Pertanyaan :
Sejauh ini bagaimana upaya sekolah dalam mengatasi hambatan yang ada
dalam implementasi pendidikan multikultural ?
145
Jawaban :
Otomatis kita harus sabar, dan harus telaten sebagai sikap keibuan. Kalau
tidak fokus-fokus banget kadang kita sering marah, sering tidak cocok,
kalau yang tidak terbiasa pasti ada yang tidak sesuai dan sebagainya, pasti
butuh kesabaran, ketelatenan, keibuan, yang paling penting cinta
kasih.kalau tidak seperti itu kita juga akan kesulitan sendiri, kalau hanya
dengan suara yang lantang, kita menasehati tetapi kita sendiri tidak
melakukan, itu kan akan sulit, seperti itu. Disini juga memang ada satu dua
yang belum baik, tapi untuk selama ini keseluruhan sudah melaksanakan
tugas dengan baik.
146
TRANSKRIP HASIL WAWACARA
Identitas Narasumber :
Nama : CITR
Tempat,tanggal lahir : Yogyakarta, 22/06/1978
Alamat : Kadipaten Kulon KP I/308
Agama : Katholik
- Pertanyaan :
Bagaimana upaya sekolah dalam melaksanakan pendidikan multikultural
disekolah ?
Jawaban :
Kalau disini karna memang disini kan lima agama, sejak dini memang
anak-anaknya sudah diperkenalkan dengan itu, jadi belajar untuk
menerima perbedaan dari teman-teman yang lain. Jadi kalau kita awal
tahun ajaran baru, itu kita akan masuk ke kelas-kelas untuk
memperkenalkan guru-guru agama dan kita memberikan arahan-arahan.
Terus karena perbedaan-perbedaan yang ada kita juga menanamkan
kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai, toleransi,
menghormati, jadi kalau bulan puasa gitu, anak-anak sudah tau, jadi kalau
makan itu larinya ke ruang agama,biar gak ada yang liat, seperti itu kalau
masalah agama.
Kemudian, kan yang berbeda disini gak hanya agama ya, suku-sukunya
juga, ada beberapa anak yang memang dari luar daerah, itu juga awalnya
kita minta teman-temannya itu membantu dia untuk istilahnya merangkul
dia dan juga membantu dia kalau dia kesulitan dalam menggunakan
bahasa jawa. Itu juga kita menanamkan “temanmu kan dari luar jawa,
tidak bisa bahasa jawa, jadi kalau kamu bicara sama dia gunakan bahasa
Indonesia”, kemudian juga anak-anak yang gak bisa bahasa jawa kita beri
pemahaman kalau ada teman-teman ngomong itu belum tentu
membicarakan kamu, kan kadang-kadang anak gak tau yang dibicarakan,
nah itu kita memberitahu kalau ada teman yang seperti itu, gunakan bahasa
Indonesia, sambil dia diajarin pelan-pelan.
- Pertanyaan :
Bagaimana peran anda sebagai guru dalam menanamkan pendidikan
multikultural disekolah ?
Jawaban :
Selain mengajarkan, memberi contoh. Kan kita pamongnya dari lima
agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling
menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita, kalau kita
147
pamongnya aja gak rukun ya anak-anaknya juga tau, itu kan memberi
pelajaran dengan memberi contoh, juga lebih banyak komunikasi,
menyapa seperti itu.
- Pertanyaan :
Menurut pandangan anda, sejauh ini bagaimana interaksi siswa satu sama
lain ?
Jawaban :
Kalau anak-anak kan sudah gaul ya, anak-anak sudah bergaul gak ada
batasan dintara anak-anak itu. Kalau anak-anak saya rasa gak ada problem.
Untuk komunikasi untuk mereka belajar bersama disini, hidup bersama,
gak ada masalah. Memang awal-awalnya kalau ada anak baru, terutama
yang pindahan ya, namanya juga anak baru, kalo yang anak lama kan
biasanya lebih “terpadu?”. Kalo anak baru yang dari luar daerah yang gak
bisa bahasa jawa itu kadang-kadang memang membutuhkan bantuan kita
supaya mengingatkan anak-anak supaya lebih menghormati.
- Pertanyaan :
Apakah ada hal khusus yang selalu ditanamkan atau ditekankan kepada
siswa dalam melaksanakan pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Kalau saya, yang selalu saya tekankan ada dua, yang kesatu itu bahwa kita
semua berbeda,latar belakangnya, agamanya juga berbeda-beda, tapi kita
menyembah Tuhan yang sama, jadi semuanya agama mengajarkan
kebaikan, itu yang saya selalu tanamkan dengan anak-anak yang saya
dampingi. Kemudian yang kedua, karna kita sudah boleh bebas memilih
agama, kita juga harus saling menghormati, kalau saya gitu sih, dua itu,
pokoknya agama itu hak asasi, semuanya mengajarkan kebaikan, terus itu
saling menghormati tidak membeda-bedakan.
- Pertanyaan :
Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi pendidikan multikultural disekolah?
Jawaban :
Kalau saya melihat kesulitannya, gini, misalnya kalau masalah agama,
pihak agama, itu masalahnya adalah ada beberapa anak yang orang tuanya
beda agama, jadi bapaknya kristen ibunya katholik, anaknya bingung mau
masuk Kristen apa katholik, bapaknya islam ibunya Kristen, anaknya
kadang ikut pelajaran agama islam kadang ikut pelajaran agama Kristen,
jadi dua-duanya ikut, kadang kalo jumatan juga ikut. Seperti itu kita
ngasih taunya pelan-pelan dan harus hati-hati, karna itu agama masalah
yang kritis. Itu kita ngucapinnya pelan-pelan, udah sekarang agama ibu
bapak semuanya baik, kamu mau milih yang bapak apa ibu, itu juga kita
148
tidak hanya tanya anak-anak, kita juga tanya orang tua, orang tua maunya
anak disekolah mengikuti pelajaran agama apa, dan kalau memang sudah
maunya ikut agama apa, kalo Kristen yasudah Kristen karena anak-anak
yang meminta, tinggal mereka harus tanda tangan diatas materai, agar
tidak mengikuti pelajaran agama yang lain. Itu kalau yang masalah agama
yang Kristen.
Kemudian yang budaya juga, kalau kita menanamkan kebudayaan-
kebudayaan itu, untuk saling menghargai seperti itu, kita menerangkan
semuanya adalah bangsa Indonesia, terus dari suku apapun kita tetap
warga negara Indonesia, kadang yang biasanya yang jadi ejekan itu kan
warna kulit, warna kulit, rambut, itu kan yang biasanya jadi ejekan, nah itu
biasanya yang coba kita uraikan perlahan-lahan biar anak-anak
mengetahui itu semua, dan saling menghormati antar suku yang ada. Tapi
biasanya itu cuma berjalan satu atau dua minggu awal saja, biasanya
setelah itu anak kan sudah membaur juga, cuma memang kadang-kadang
kita memang masih harus mengingatkan “ayo, gak bicara soal suku, gak
bicara soal agama”, biasanya kalau kita dengar sepintas anak-anak, kita
mengingatkan saja.
Kalau faktor pendukungnya, karna di sini ciri khasnya kan tamansiswa,
jadi sudah ada istilah menerima manusia seutuhnya, memanusiakan
manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran ki hajar yang istilahnya
membebaskan. Selain itu ya lingkungan sekitar juga, lingkungan disini
sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan, itu karena sudah
terbiasa itu kita kesulitan ada tapi saya lihat tidak separah yang dialami di
sekolah-sekolah negeri, karena di sekolah negeri kan untuk ruangan
belajar yang non islam aja gak punya, seperti itu, tapi kalau disini kan
memang sudah disediakan. Dan untuk anak-anak yang disini memang ada
yang khusus dari jawa, karawitan, tembang, tetapi selain itu kalau ada
dolanan anak itu juga kita juga mengajarkan dolanan anak yang juga tidak
hanya khusus jawa, anak-anak juga dikenalkan dengan budaya lain.
- Pertanyaan :
Apakah ada kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pelaksanaan
pendidikan multikultural disekolah?
Jawaban :
Kalau tamansiswa kan memang identic dengan kebudayaan, budaya
jawanyanya, itu memang kita ada kurikulumnya sudah masuk kesitu,
untuk tentang kebudayaan memang sudah ada disitu, jadi tamansiswa
memang mendukung tentang multikultural, bagaimana kita harus
melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada, kita tidak boleh
menuntut semua harus sama, kita harus menghormati perbedaan itu, ada
149
sih ajaran-ajaran ki hajar yang, tapi kalau saya gak hapal, ada tri dharma,
ada panca dharma, kayak gitu. Kalau untuk mendalami satu-persatu
memang gak hapal tapi memang disini itulah saling dukung itu ya, saling
mengerti saling mendukung.
150
TRANSKRIP HASIL WAWACARA
Identitas Narasumber :
Nama : ESR
Tempat,tanggal lahir : Sleman, 14/10/1981
Alamat : Jalan Magelang Rogoyudan
Agama : Islam
- Pertanyaan :
Bagaimana upaya sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan
multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Kalau untuk pendidikan multikulturalnya sendiri kami pamong berusaha
memahami karakter anak, jadi untuk anak yang satu dengan anak yang lain
berbeda. Seperti karena kita tinggal di jogja, kita mata pelajarannya bahasa
daerahnya jogja, jawa. Sementara ada anak pindahan dari luar, dia
mengalami kesulitan dalam hal bahasa jawa, saya memberikan batasan
untuk anak itu beda dengan anak-anak yang lainnya, sementara kelas iv
sudah harus bisa aksara jawa sedangkan dia tidak, jadi saya sesuaikan
dengan kemampuan anak itu sampai dimana, disesuaikan dengan
kemampuan anak saja, untuk anak ABK juga seperti itu, kita memberikan
sesuai dengan kemamppuan anak.
- Pertanyaan :
Bagaimana peran anda sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan
multikultural ?
Jawaban :
Kalau dikelas menanamkan multikultural itu, kita beri contoh yang real,
yang simple saja, seperti antara laki-laki dan perempuan, itu kan
multikultural yang simple tidak usah sampai ke agama, kalau ke agama
kan nanti untuk ke anak-anak cukup beda cara sembahyangnya, tapi untuk
laki-laki dan perempuan kita harus saling menghormati, beda kekuatannya
antara laki-laki dan perempuan, contohnya seperti itu. Jadi kita berikan
contoh-contoh ke suatu yang real, sesuatu yang nyata, kita saling
menghormati, menghargai.
- Pertanyaan :
Apakah siswa diajarkan bertukar pengetahuan budaya antara siswa satu
dengan yang lain ?
Jawaban :
Kalau mengajari kebiasaan atau budaya itu biasanya yang dari daerah sini
mengajari yang dari luar tapi kalau yang dari luar kesini, itu sekedar cukup
tau saja, misalnya kalau kita ,kebiasaan budaya seperti upacara adat,
151
misalnya ada orang Jakarta apa contohnya, kalau ditempat kita dikenalkan,
di Jogja seperti ini, hanya untuk mereka tau saja, tapi tidak terus dikupas
sampai detail, karna kita memang harus tau adat orang lain, tapi karna kita
orang jawa jadi anak-anak lebih ditekankan ke yang Jogja, untuk orang
yang dari luar jogja mereka saling membantu untuk mereka yang dari luar
jogja untuk memahami adatnya jogja seperti itu.
- Pertanyaan :
Bagaimana integrasi pendidikan multikultural dalam pembelajaran yang
dilakukan di sekolah? melalui pelajaran apa saja ?
Jawaban :
Semuanya ya, semuanya bisa. Kalau IPS jelas disitu ada, PKn juga bisa
kita terapkan, trus IPA juga bisa kita terapkan, misalnya kalau IPA itu
pemanfaatan SDA, misalnya kalau orang jogja itu biasa dengan padi orang
luar biasa dengan sagu, diberikan contoh-contoh dan alasannya kenapa,
dan seperti apa. Jadi semua pelajaran bisa diintegrasikan, bahasa Indonesia
juga jelas bisa.
- Pertanyaan :
Menurut pandangan anda sejauh ini bagaimana interaksi diantara siswa?
Jawaban :
Kalau dikelas IV sendiri kebetulan anak-anak sangat amat menghargai
tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang
seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis temannya yang autis, mereka
sangat menghargai, walaupun bercanda biasa, tapi ketika diminta
membantu mereka dengan senang hati membantu. Kemudian untuk
kepedulian mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka tanpa
memandang apapun, agama apa ataupun dari mana, sukunya apa, dia
tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok
kan biasa, tapi tidak terus itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak.
Dikelas sendiri ada empat anak yang ABK dengan bermacam-macam
jenis, tapi mereka dengan adanya perbedaan seperti itu tidak digunakan
untuk bahan ejekan, seperti salah satu anak yang gangguan pendengaran,
kebetulan dia terpilih dengan anak yang satunya untuk lomba
menggambar, kemudian dari sekolahan memberitahukan ke anak yang
satunya, latihan gambarnya hari ini jam sekian, terus dia memberitahukan
ke anak yang gangguan pendengaran itu, karna kalau ngomong biasa
begini dia kurang jelas, jadi dia ngasih taunya pake gerak mulutnya yang
lebih jelas, kalau gak dia tulis kalau kira-kira temannya belum paham. Dia
tanpa saya suruh, sudah tau seperti itu, jadi sudah tau temannya
membutuhkan penanganan seperti apa, itu tanpa saya suruh dia sudah tau
seperti itu.
152
- Pertanyaan :
Sebagai guru, adakah hal khusus yang selalu ditanamkan atau ditekankan
kepada siswa ?
Jawaban :
Kalau yang selalu ditanamkan, sikap selalu menghargai, saling
menghormati, kita tidak boleh meremehkan orang lain, selalu saya
tekankan dengan siapapun itu kita harus saling menghormati, karena kita
tidak tau kedepannya itu akan seperti apa, apa yang terjadi, mungkin
temanmu yang seperti ini kamu anggap anaknya kurang atau bagaimana,
belum tau besok dia lebih baik dari kita, suatu saat kita membutuhkan dia,
kalau kita bebuat baik kita tidak akan masalah, tapi kalau kita pernah tidak
menghargai atau pernah berbuat sesuatu pasti kita akan sungkan seperti
gak enak. Tapi kalau tidak ada apa-apa, baik dengan semua orang, ketika
kita membutuhkan dia, karna dulu anaknya seperti ini ternyata setelah
besar dia lebih sukses, dia lebih berhasil dengan kita, kita ketika
membutuhkan kita tidak sungkan atau istilahnya tidak ada rasa hutang
budi, kalau kita pernah berbuat baik ternyata dia jadi orang yang lebih
tinggi dari kita, kita akan rugi sendiri, selalu itu saya tekankan seperti itu,
tidak hanya dengan anak-anak tapi dengan siapapun, semua orang. Jangan
menganggap orang lain sepele, siapapun itu.
- Pertanyaan :
Apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dan penghambat dalam
melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Pendukungnya, sekolah sendiri. Sekolah itu menerapkan sekolah yang
menerima berbagai siswa, jadi anak-anak disini lebih mudah untuk
mengetahui bahwa ternyata selain saya masih ada orang yang seperti itu,
itu menyebabkan anak-anak mudah untuk menghargai orang lain, apalagi
sudah terbiasa dari kelas I, kalau kelas I mungkin mereka belum begitu
tau,anak kelas I kan masih polos, misalnya seperti itu, nanti semakin besar
mereka semakin tau, semakin dewasa, beda kalau yang terbiasa dengan
teman yang “tidak apa-apa” apalagi dengan lingkungan yang sedikit-
sedikit ada yang kurang terus dikeluarkan nanti ketika dia di sekolah lain
atau di universitas atau ditempat lain melihat orang yang “kurang” atau
berbeda langsung keliatan jadi, ini kok orang kayak gini, padahal gak tau
bahwa dibagian lain itu banyak sekali orang-orang seperti itu, itu yang dari
sekolahan. Kemudian dari siswa-siswa mereka kebetulan disini siswa-
siswa diajarkan ketamansiswaan, jadi anak-anak mudah untuk
mengarahkan ke segi itu, jadi mereka itu di kasih tau, kecuali anak kelas 6,
kalau anak kelas 6 kan memang anaknya over gitu, karna anaknya seperti
153
itu. Tapi kalau anak kelas I-V ini, kalau kita kasih tau sedikit aja,
contohnya nyentil masalah ibu aja mereka sudah bilang “bu jangan dong”
seperti itu, beda dengan sekolah lain, saya kan juga ngajar di sekolah lain,
itu biar dikasih tau gimana pun keliatannya seperti gak masalah, kalau
disini, diajarkan sedikit saja, karna diajarkan budi pekerti dan
ketamansiswaan, itu anaknya itu jadi enak diajak ke hal-hal seperti itu.
Terus yang lainnya ya temen-teman yang lain dengan mereka kita saling
membantu, misalnya ada anak yang seperti ini bagaimana cara
menanganinya, kita saling sharing aja.
Kalau faktor penghambatnya, itu ya ada biasanya orang tua, ya kalau
orang tua kan biasanya membela anak yang benar ya, itu ada, tapi ya tidak
semuanya, karna kita disini sudah terbiasa dengan anak-anak yang seperti
itu,jadi pada maklum, tapi kadang juga kurang berkenan, kok anaknya
seperti itu, nanti takut mempengaruhi seperti itu juga ada, ya mungkin
cuma itu aja hambatannya, tidak ada, karna dari sekolah semua
mendukung sepenuhnya untuk hal multikultural.
154
TRANSKRIP HASIL WAWACARA
Identitas Narasumber :
Nama : AS
Tempat,tanggal lahir : Gunung Kidul, 21/06/1991
Alamat : Nglampar
Agama : Islam
1. Pertanyaan :
Bagaimana upaya sekolah dalam mengimplementasikan pendidikan
multikultural disekolah ?
Jawaban :
Kita disini saling mengerti tentang budaya anak, saling mengerti agama,
tidak membeda-bedakan , jadi anak-anak saling berbagi, orang jawa, yang
bukan orang jawa mengajari anak-anak budayanya mereka, kalo disini
biasanya yang mudah nyanyiannya, biasanya nyanyiannya, diajarkan. Kalo
yang asli jawa, mengajari yang luar jawa, jadi saling tukar-menukar.
2. Pertanyaan :
Bagaimana praktek pendidikan multikultural dalam pembelajaran ?
Jawaban :
Kalo pembelajaran multikultural itu tidak ada mata pelajaran nya, jadi
langsung terserap diberbagai mata pelajaran, misalnya PKn, sama IPS, dan
ketamansiswaan.
3. Pertanyaan :
Bagaimana anda mengimplementasikan pendidikan multikultural di dalam
kelas ?
Jawaban :
Kalau dikelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai
macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang ada dirumah,
tentunya dikelas pembelajarannya lebih kepada saling bertukar pikiran,
memberikan contoh yang baik, lebih kepada menjaga sikap-sikap saja, jadi
multikultural itu diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang baik, jadi
walaupun mereka itu berbeda dari segi agama, kebudayaan, apapun, tapi
diharapkan perbedaan itu menjadikan mereka itu belajar, bahwa ternyata
saya harus menghargai, menghormati, seperti itu.
4. Pertanyaan :
Adakah kegiatan khusus yang dilakukan sekolah sebagai bentuk
pelaksanaan pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Kalo untuk kegiatan khususnya belum ada.
155
5. Pertanyaan :
Bagaimana peran anda sebagai guru dalam melaksanakan pendidikan
multikultural ?
Jawaban :
Perannya tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda-bedakan. Lebih
ke pemberian contoh, kalo guru kan tidak langsung hanya memberi
pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, kalo
anak-anak SD kan harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan
anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu
diajarkan dengan contoh, jadi tidak langsung diajarkan ke materi.
6. Pertanyaan :
Menurut pandangan anda, sejauh ini bagaimana interaksi siswa antara satu
sama lain ?
Jawaban :
Semuanya sangat baik dan akrab, namun ada anak yang tidak akrab,
karena anak tersebut berkebutuhan khusus dalam hal emosi, jadi karena
dari kelas 1-kelas 5 emosinya itu emosi sekali, jadi anak-anak itu kurang
menyukai anak tersebut karena anak tersebut punya gangguan emosi, tapi
saya dikelas itu tetap ada apa, kalo bisa itu diikutkan dalam berbagai
kelompok-kelompok, jadi anak yang tidak suka itu walaupun tidak suka
atau malas, dikelas itu semuanya harus berkelompok apapun kalo sudah
ditentukan dengan kesepakatan dengan musyawarah maka tidak bisa tidak
setuju lagi, harus setuju semua.
7. Pertanyaan :
Apa sajakah kegiatan yang dilakukan sekolah yang mendukung
pelaksanaan pendidikan multikultural ?
Jawaban :
Misalnya terkait kebudayaan dan keagamaan, kalo kebudayaan disini
karena ada anak-anak yang dari luar jawa diajarkan tembang, itu kan
mereka sudah multikultural juga, kalo disini seperti itu. Kalo agamanya,
setiap pelajaran agama islam, yang agama berbeda belajar diruang agama
sendiri, ada pendampingnya masing-masing untuk mengajari agama
mereka. Kalo ABK tetap dikelas, karena inklusi jadi tidak boleh
dipisahkan atau dibedakan, jadi tetap berbaur disitu (dikelas) mereka
sama-sama. Jadi multikulturalnya disitu, kalo disini kan siswanya berbagai
jenis,anak-anak harus mampu berbaur dengan yang ABK, bisa
menghargai, saling berbagi , kalo saya mengajarkan seperti itu dan anak-
anak tidak boleh memandang jelak ABK, saya tidak mengajarkan seperti
itu, karena kita semua sama, hanya saja teman kita perlu bantuan, misalnya
seperti itu. Jadi anak-anak nanti sudah bisa membantu teman-temannya
156
yang kekurangan, maksudnya yang kekurangan kemampuannya secara
akademik ataupun yang lain, nanti yang bisa itu, membantu. Kalau disini
ABK belum ada kelas khusus, disini ada istilahnya sistem full out. Full out
itu untuk siswa yang benar-benar tidak bisa diatur didalam kelas, itu ada
nanti sistem full out. Sistem full out itu ditaruh di ruangan sendiri itu nanti
untuk siswa yang memang perlu pembimbingan khusus, jadi kalau ada
siswa yg bermasalah biasannya dengan guru pendamping biasanya
diruangan agama atau diruangan yang tidak terpakai, itu nanti pendamping
memberikan masukan, motivasi, atau biasanya juga diruang guru. Dikelas
V sendiri ada 4 orang siswa, semuanya termasuk Slow Learner. Jadi lemah
dalam pelajaran akademik.
8. Pertanyaan :
Adakah kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan
multikultural ? contohnya seperti apa ?
Jawaban :
Itu tentang budaya tamansiswa, misalnya sopan santun, kalo taman siswa
itu salamnya seperti apa, nyanyiannya, lambangnya, kemudian bentuk-
bentuk kebudayaan, seperti memanggil pamong, kemudian wilayah-
wilayah taman muda dan lain-lain, seputar itu, karna anak SD, jadi belum
sampai ke sistem amongnya. Kan sistem among itu untuk pamong, kalo
siswa baru sekitar kayak nyanyian, lingkungan sekitar, kebudayaan jawa.
Sistem among, sistem yang diterapkan untuk pembelajaran, seperti siswa
yang aktif, guru mengikuti saja, cuma mengawasi saja, kalo misalnya anak
maunya seperti ini, guru memfasilitasi seperti itu.
9. Pertanyaan :
Bagaimana pendidikan budi pekerti luhur dilaksanakan di sekolah ?
Jawaban :
Budi pekerti luhur, menyapa, sapaan, salam sama pamong, mau ke kamar
mandi, ya seperti itu, kejujuran anak, kalau pas ulangan juga kejujuran
anak dengan tidak mencontek itu kan termasuk budi pekerti juga, hormat
pada guru,pada pamongnya, jadi lebih kepada contohnya. Jadi tidak dalam
bentuk pembelajaran, karena kalau dalam pembelajaran misalnya budi
pekerti itu apa, seperti itu, anak-anak akan bosan , jadi memberi
pengertian, nanti kalau misalnya ada anak yang melanggar peraturan,
dikasih pengertian bahwa ini baik atau tidak, mereka bisa menilai, berarti
kita gunakan contoh real, jadi anak-anak bisa mengerti budi pekerti itu
seperti ini. Jadi mereka mencontoh. Kalo ada anak-anak melakukan hal
yang tidak baik, kita memberi pengertian itu baik atau tidak, jadi kita
mencontohkan apa yang ada disekitar. Tidak langsung seperti budi pekerti
itu apa dan lain-lain.
157
10. Pertanyaan :
Apa sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam
mengimplementasikan pendidikan multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-pihak sekolah
mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk
pendidikan multikultural. Penghambatnya, sarana dan prasarana, masih
kurang, lebih memperkenalkan anak misalnya, lebih kepada
mempraktekkan diluar, di lingkungan luar terkait pendidikan
multikultural.
11. Pertanyaan :
Sampai saat ini bagaimana upaya sekolah dalam mengatasi hambatan
dalam melaksanakan pendidikan multikultural di sekolah ?
Jawaban :
Sekolah selalu mendukung kegiatan, misalnya kelas mau melakukan
kegiatan atau program apapun yang berhubungan dengan multikultural
pasti selalu didukung. Upayanya seperti itu, jadi tinggal bagaimana untuk
mengkoordinasikannya saja.
158
CATATAN LAPANGAN I
Metode Pengumpulan Data: Wawancara
Hari/Tanggal : Sabtu, 07 Mei 2016
Lokasi : Ruang Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Sumber Data : Wali Kelas V
Deskripsi data :
Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara,
menghasilkan jawaban sebagai berikut :
1. Mengimplementasikan dengan saling mengerti tentang budaya siswa,
saling mengerti agama, tidak membeda-bedakan, saling berbagi, yang
bukan orang jawa mengajari budayanya. Kalo yang asli jawa, mengajari
yang luar jawa, jadi saling tukar-menukar.
2. Pembelajaran multikultural langsung terserap diberbagai mata pelajaran,
misalnya PKn, IPS, dan Ketamansiswaan.
3. Di kelas multikultural dilakukan dengan berbaur dengan berbagai macam
karakter, kebudayaan, agama, budaya siswa yang ada dirumah,
pembelajaran dikelas dilkukan dengan saling bertukar pikiran,
memberikan contoh yang baik, dan menjaga sikap-sikap.
4. Peran guru yaitu memberikan contoh. Bersikap tidak membeda-bedakan
dalam memperlakukan siswa satu dan lainnya, menghormati agama, dan
kebudayaan siswa.
5. Interaksi siswa sangat baik dan akrab, namun ada siswa yang tidak akrab,
karena siswa tersebut berkebutuhan khusus dalam hal emosi.
6. Terkait kebudayaan dan keagamaan, siswa yang dari luar jawa diajarkan
tembang. Kalau agamanya, setiap pelajaran agama islam, yang agama
berbeda belajar diruang agama sendiri, dengan guru pendamping masing-
masing. Karena disekolah siswanya berbagai jenis, siswa harus mampu
berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi. Jadi siswa
sudah bisa membantu teman-temannya yang kekurangan kemampuannya
secara akademik.
7. Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-pihak sekolah
mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk
pendidikan multikultural.
8. Penghambatnya, sarana untuk lebih memperkenalkan, mempraktekkan, di
lingkungan luar terkait pendidikan multikultural masih kurang.
159
CATATAN LAPANGAN II
Metode Pengumpulan Data: Wawancara
Hari/Tanggal : Rabu, 11 Mei 2016
Lokasi : Ruang guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Sumber Data : Wali Kelas IV
Deskripsi data :
Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara,
menghasilkan jawaban sebagai berikut :
1. Pendidikan multikultural diwujudkan dengan sikap pamong yang berusaha
memahami karakter masing-masing anak.
2. Dikelas guru menanamkan multikultural dengan memberi contoh yang
nyata, seperti antara laki-laki dan perempuan saling menghormati dan
menghargai.
3. Siswa saling belajar tentang kebiasaan atau budaya jawa dan luar jawa.
Contohnya kebiasaan, budaya seperti upacara adat.
4. Semua mata pelajaran bisa diintegrasi. IPS, PKn, maupun IPA juga bisa
kita terapkan, misalnya IPA itu pemanfaatan SDA. Semua pelajaran bisa
diintegrasikan, termasuk Bahasa Indonesia.
5. Siswa sangat menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah
terbiasa memiliki teman yang seperti berbeda-beda, siswa yang ABK,
maupun jenis teman yang autis, siswa sangat menghargai.
6. Guru selalu menanamkan sikap menghargai, saling menghormati, dan
tidak boleh meremehkan orang lain.
7. Faktor pendukung adalah sekolah sendiri. Sekolah menerapkan sekolah
yang menerima berbagai siswa, jadi siswa di sekolah lebih mudah untuk
menerima dan menghargai orang lain. Siswa juga diajarkan
ketamansiswaan sehingga lebih mudah untuk menanamkan nilai-nilai
multikultural.
8. Faktor penghambatnya adalah adanya sikap beberapa orang tua yang
khawatir dengan adanya siswa ABK didalam satu kelas.
160
CATATAN LAPANGAN III
Metode Pengumpulan Data: Wawancara
Hari/Tanggal : Kamis, 12 Mei 2016
Lokasi : Ruang Guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Sumber Data : Guru Agama Katholik
Deskripsi data :
Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara,
menghasilkan jawaban sebagai berikut :
1. Siswa dikenalkan dengan lima agama yang ada di sekolah dan
diajarkan untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain.
Sekolah juga menanamkan kepada anak-anak bagaimana untuk saling
menghargai, toleransi, menghormati, dan merangkul siswa yang
berasal dari luar jawa.
2. Peran guru adalah selain mengajarkan yaitu juga memberi contoh.
3. Interaksi siswa sudah baik, tidak ada batasan dintara siswa. Tidak ada
masalah dalam berkomunikasi dan belajar bersama.
4. Guru selalu menekankan bahwa semua berbeda latar belakangnya,
agamanya, tetapi semuanya mengajarkan kebaikan. Karena semua
sudah boleh bebas memilih agama sebagai hak asasi, maka siswa juga
harus saling menghormati.
5. Faktor penghambat, adanya siswa yang memiliki orang tua yang
berbeda agama, membuat siswa dan sekolah bingung untuk mengikuti
dan mengajarkan agama kepada siswa. Serta sikap beberapa siswa
yang membuat perbedaan suku menjadi bahan candaan.
6. Faktor pendukung adalah ciri khas sekolah yang bercirikan tamansiswa
yang sudah ada ajaran menerima manusia seutuhnya, memanusiakan
manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran ki hajar yang istilahnya
membebaskan. Selain itu lingkungan sekolah yang sudah terbiasa
untuk menerima perbedaan-perbedaan.
7. Didalam ketamansiswaan yang identik dengan kebudayaan didalam
kurikulumnya sudah mendukung tentang multikultural, bagaimana
sekolah harus melestarikan kebudayaan yang ada, perbedaan yang ada,
tidak boleh menuntut semua harus sama, dan harus menghormati
perbedaan.
161
CATATAN LAPANGAN IV
Metode Pengumpulan Data: Wawancara
Hari/Tanggal : Selasa, 10 Mei 2016
Lokasi : Ruang administrasi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Sumber Data : Kepala Sekolah
Deskripsi data :
Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara,
menghasilkan jawaban sebagai berikut :
1. Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang bermacam-macam
bahasa, daerah, dan agama, dan bisa membaur agar bisa mengetahui
pribadi-pribadi orang lain.
2. Pendidikan multikultural sangat penting karena melalui pendidikan
multikultural dapat membuat anak sederajat dan sama menjadi satu
kesatuan dari bangsa Indonesia yang benar-benar mentaati pancasila.
3. Pendidikan multikultural di sekolah dilakukan dengan upacara, sosialisasi,
ditanamkan dan dijajarkan dikelas, ditanamkan melalui gambar-gambar
dan tulisan-tulisan di tangga-tangga, melalui lomba-lomba, peringatan hari
besar agama-agama, peringatan hari-hari daerah, dan lain-lain.
4. Peran kepala sekolah sebagai ibu, sebagai teman, sebagai pembantu,
sebagai yang momong, sebagai pendidik, sebagai yang mendampingi.
5. Kegiatan sekolah yang mendukung contohnya lomba-lomba seperti acara
kedaeraahan misalnya di Jogja, berarti siswa yang bukan orang jawa pun
harus bisa nyanyi jawa. Studi ke museum-museum, perjalanan rohani yang
tidak hanya ke masjid saja, tetapi ke Vihara, Klenteng, Gereja, tempat-
tempat ibadah keseluruhan. Kegiatan Outbond, Outday dan sebagainya,
untuk memberi pengetahuan bahwa walaupun beragam tetapi bisa bersatu.
6. Sarana yang mendukung antara lain masjid, untuk agama lain disediakan
ruangan khusus yaitu ruang agama, perpustakaan juga bisa untuk siswa
belajar multikultural, lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain dan
berbaur, pendopo, dan gedung untuk kegiatan luar kelas dan lomba-lomba.
7. Interaksi diantara siswa sangat baik. Siswa sudah dapat berbaur, siswa bisa
menerima bahwa siswa yang lainnya berbeda dan tidak ada kata-kata
mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga
anak-anak yang tau bahwa dia cacat langsung di rangkul dan diajak untuk
bersama-sama. Siswa juga saling mengingatkan misalnya pada pelajaran
agama, maupun saat ibadah. Kepala sekolah juga biasa meminta bantuan
anak-anak untuk mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus untuk
menjadi pamong cilik dan antusias siswa sangat baik. Interaksi antara
162
guru-guru juga sudah baik. Guru menjalankan tugas dengan baik sebagai
pendamping, sebagai pelayan, sebagai teman, sebagai orang tua juga,
meluruskan anak-anak yang berbuat tidak baik, menasehati dan memberi
contoh.
8. Kaitan pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan multikultural
misalnya sistem pamong yang membimbing anak dari keseluruhan, tidak
ada yang memilih-milih, dalam hal apapun. Di tamansiswa adalah
kekeluargaan yang utama. Bagaimanapun keadaan siswa adalah dianggap
anak. Pada saat siswa punya keinginan, siswa dirangkul sebagai teman
agar dapat mencapai apa yang dia inginkan, diikuti dari belakang, seperti
tut wuri handayani, dan sekolah terus mendorong agar bisa mencapai cita-
cita siswa. Ajaran Ki Hajar Dewantara dalam tamansiswa erat sekali
dengan ajaran damai dan persatuan didalamnya.
9. Hambatan terkadang adalah dari segi waktu. Perlu proses dan waktu untuk
mengajarkan kepada siswa tentang nilai-nilai multikultural.
10. Upaya mengatasi hambatan dengan kesabaran, dan harus telaten dengan
sikap keibuan. Karena untuk menanamkan kepada siswa butuh kesabaran,
ketelatenan, keibuan, dan yang paling penting cinta kasih.
163
CATATAN LAPANGAN V
Metode Pengumpulan Data: Wawancara
Hari/Tanggal : Senin, 16 Mei 2016
Lokasi : Ruang guru SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Sumber Data : Wali Kelas VI
Deskripsi data :
Dari pertanyaan-pertanyaan yang peneliti tanyakan dalam wawancara,
menghasilkan jawaban sebagai berikut :
1. Pendidikan multikultural dapat dilihat dengan berbagai aspek, peserta
didik, keadaan sekolah, maupun alat-alat yang digunakan untuk mengajar
siswa. multiku. Disekolah siswa dengan berbagai suku dijadikan satu,
tetapi dasar pengembangannya dengan berbagai macam cara dan
pendekatan.
2. Sekolah berupaya melaksanakan pendidikan multikultural misalnya
melalui bahasa. Contohnya siswa dari luar jawa setiap hari jumat
diwajibkan menggunakan bahasa Jawa dikarenakan sekolah dibawah
yayasan tamansiswa dan kedudukannya di Jawa. Juga siswa yang dari
jawa diajarkan materi tari dari luar daerah, itu adalah contoh multikultural
dari satu aspek.
3. Peran guru adalah sebagai penggerak dan memberikan contoh yang nyata.
4. Banyak kaitan antara pendidikan ketamansiswaan dengan pendidikan
multikultural, contohnya tembang dan materi-materi tentang sopan santun,
adab berbicara, adab bertamu, dan lain-lain. Terkait tentang peran guru,
yaitu didepan, disamping dan dibelakang.
5. Banyak ekstrakurikuler yang mengandung pendidikan multikultural,
misalnya itu ada karawitan, pramuka, dolanan anak, tari, dan lain-lain.
6. Interaksi guru sangat baik. Guru-guru saling berbagi apabila mendapat
sesuatu, dan kebersamaan dibangun agar bisa berjalan satu misi satu visi.
7. Sekolah menekankan sopan santun yang utama. Untuk membangun
kesadaran siswa, guru berusaha mengembangkan kemampuan dan
kepekaan siswa dengan menenkankan bahwa siswa adalah manusia sosial
yang membutuhkan orang lain.
8. Interaksinya baik, tetapi belum seratus persen seperti yang diharapkan,
karena disini sekolah inklusi. Kalau inklusi pasti ada perbedaan-
perbedaan. Sehingga pasti ada kendala yang dialami.
9. Faktor pendukungnya adalah implementasi dari guru ke siswa, kebiasaan,
penekanan, peraturan, yang sudah berjalan. Sarana yang dimiliki sekolah
164
sudah banyak yang mendukung, dan fasilitas sudah termasuk lengkap,
walaupun masih sederhana.
10. Faktor yang menjadi penghambat adalah sikap individu masing-masing.
Upaya mengatasi hambatan yang ada dengan selalu mengumpulkan orang
tua, dan berdiskusi, melalu paguyuban orang tua yang ada disetiap kelas.
165
PROFIL SEKOLAH
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA
JL TAMANSISWA NO 25 WIROGUNAN MERGANGSAN
YOGYAKARTA
PROFIL SEKOLAH
SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN
166
VISI
Menjadi Sekolah Bermutu, Berbasis Seni Budaya Dan Pendidikan Budi Pekerti Luhur
MISI
a. Melaksanakan kegiatan pembelajaran yang efektif, efisien dan terukur untuk
mewujudkan pendidikan bermutu
b. Menyelenggarakan pendidikan kesenian dan penanaman nilai – nilai budaya
untuk mewujudkan pendidikan berbasis seni budaya
c. Menerapkan “among system” dengan tekanan keteladanan silih asah, silih asih
dan silih asuh untuk implementasi pendidikan budi pekerti luhur
TUJUAN
1. Meningkatkan mutu pembelajaran dengan meningkatkan kemampuan pamong,
baik kompetensi akademik maupun profesionalismenya, yang diharapkan pada
gilirannya mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Memenuhi 8 (delapan) aspek standar nasional pendidikan secara bertahap,
dengan tekanan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, tersedianya dana
operasional yang cukup, serta membuka peluang peran serta masyarakat secar
proporsional.
3. Implementasi secara intergral nilai-nilai budi pekerti luhur dan konsep-konsep
Ketamansiswaan dalm pembelajaran khususnya, dan pendidikan pada
umumnya.
4. Menyiapkan peserta didik dengan bekal yang cukup untuk melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
167
A. Identitas Sekolah
Nama : SD TAMAN MUDA IBU PAWIYATAN TAMANSISWA
NSS : 102046012006
NPSN : 20403357
Status : Swasta
Jenjang akreditasi/tahun : A / 2009
Tahun berdiri : 1922
Tahun beroperasi : 1923
Alamat sekolah : Jl. Tamansiswa No 25 Yogyakarta 55151
No. Telp : ( 0274 ) 388546
E-mail : [email protected]
Desa / Kelurahan : Wirogunan
Kecamatan : Mergangsan
Kabupaten/kota : Yogyakarta
Propinsi : Daerah Istimewa Yogyakarta
B. Kepala Sekolah
Nama Lengkap : Nyi Anastasia Riatriasih, M.Pd
Tempat, Tanggal Lahir : Yogyakarta, 8 April 1964
Jenis Kelamin : Perempuan
Masa Kerja Menjadi Guru : 27 tahun
Pengalaman Sebagai Kepala Sekolah : 5 tahun
Pendidikan terakhir : S – 2
Jurusan / Program : Manajemen Pendidikan
168
C. Yayasan
Nama Yayasan : Majelis Ibu Pawiyatan Tamansiswa
Ketua Yayasan : Ki H. Prof. Dr. Sri-Edi Swasono
Alamat : Jl. Rr. Mendut Wirogunan Mg. II/784 Yogyakarta 55151
Telp. : ( 0274 ) 385234
D. Keadaan Siswa
Jumlah Rombongan Belajar
NO Tahun
Pelajaran
Rombongan Belajar Kelas
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2007/2008 1 1 1 1 1 1 6
2 2008/2009 1 1 1 1 1 1 6
3 2009/2010 2 1 1 1 1 1 7
4 2010/2011 1 2 1 1 1 1 7
5 2011/2012 1 1 2 1 1 1 7
6 2012/2013 1 1 1 1 1 1 6
7 2013/2014 1 1 1 1 1 1 6
8 2014/2015 1 1 1 1 1 1 6
9 2015/2016 1 1 1 1 1 1 6
Jumlah Peserta Didik
NO Tahun
Pelajaran
Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 Jumlah
1 2007/2008 18 28 18 17 24 37 142
2 2008/2009 21 15 24 18 17 25 120
3 2009/2010 37 20 17 26 17 18 135
169
4 2010/2011 11 30 24 16 26 16 123
5 2011/2012 10 9 31 25 17 27 119
6 2012/2013 17 12 12 34 26 20 121
7 2013/2014 20 17 15 12 34 29 127
8 2014/2015 22 23 16 15 15 34 125
9 2015/2016 10 23 26 17 17 16 109
E. Keadaan Pendidik
No Jabatan Status Pegawai
JUMLAH PNS GTY GTT
5. Kepala Sekolah 1 1
6. Guru Kelas 1 2 3 6
7. Guru Agama 3 2 5
8. Guru Penjas 1 1
9. Guru Mulok 2 2 4
10. Guru Inklusi 2 2
Jumlah 5 4 10 19
F. Keadaan Tenaga Kependidikan
No Jabatan Status Pegawai
Jumlah PTY PTT
1. Administrasi 2 2
2. Bendahara Sekolah 1 1
3. Petugas Perpustakaan 1 1
170
4. Petugas Kebersihan / Caraka 1 1 2
Jumlah 1 5 6
G. Keadaan ruangan
No. Jenis Ruang
Milik
Baik Rusak Ringan
Rusak Berat
Sub-Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Ruang Kelas 6 6
2. Ruang Perpustakaan 1 1
3. Laboratorium IPA 1 1
4. Ruang Kepala Sekolah 1 1
5. Ruang Guru 1 1
6. Ruang Komputer 1 1
7. Tempat Ibadah 1 1
8 Ruang Kesehatan (UKS) 1 1
9 Kamar Mandi / WC Guru 1 1
10 Kamar Mandi / WC Siswa 3 3
11 Gudang 1 1
12 Tempat Bermain / Tempat Olahraga 1 1
H. Angka Mengulang (Tidak Naik Kelas) Peserta Didik
No
Tahun Pelajaran
Jumlah Siswa Mengulang
Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
1 2006/2007 - - - - - -
2 2007/2008 - - - - - -
171
3 2008/2009 - - - - - -
4 2009/2010 1 1 - - - -
5 2010/2011 - - - - - -
6 2011/2012 - - - - - -
7 2012/2013 - - - - - -
8 2013/2014 - - - - - -
9 2014/2015 - - 1 - - -
I. Kelulusan
Tahun Pelajaran
Jumlah Rata - rata UASBN/UN
Presentase Melanjutkan
Peserta Lulus Jumlah Target Jumlah Target
2008/2009 26 26 7,60 100 % 26 100 %
2009/2010 18 18 6,50 100 % 18 100 %
2010/2011 16 16 7,55 100 % 16 100 %
2011/2012 26 26 6,96 100 % 26 100 %
2012/2013 20 20 7,02 100% 20 100%
2013/2014 30 30 6,03 100% 30 100%
2014/2015 34 34 6,67 100% 34 100%
J. Prestasi Siswa
No. Tahun Jenis Kejuaraan Tingkat Juara ke-
1. 2008 Seni Suara Keagamaan (MTQ) Kota Juara III putri
2. 2008 Futsal Kota Harapan I, Juara III
3. 2008 POR Dini Kecamatan Juara I
4. 2008 Sepak takraw Kota Juara III
172
5. 2008 Nyanyi tunggal Kota Harapan I
6. 2008 Cerita rakyat UPT Harapan II
7. 2008 Cerita rakyat bergambar Kecamatan Juara I
8. 2008 Hasta karya UPT Juara I
9. 2008 Seni suara (nyanyi tunggal) UPT Juara I
10. 2008 MTQ :
- Menyanyi - Seni Lukis - Adzan - Tartil
Kecamatan
- Juara I putri, Juara II putra
- Juara II putra
- Harapan I - Harapan I
11. 2008 Permainan rakyat :
- Lepetan - Benthik
Propinsi
- Juara III - Juara II
12. 2008 Langen carita Kota Harapan I
13. 2008 Transliterasi Kota Juara III
14. 2008 Panembromo Kota Juara I
15. 2008 Mocopat Kota Juara II
16. 2009 MTQ Kecamatan Juara III
17. 2009 Seni Musik Tradisional Propinsi Juara III
18. 2009 Lomba permainan rakyat ( Lomba lompatan
Propinsi Juara I
19. 2009 Lomba permainan rakyat ( Lomba lompatan
Propinsi Juara Harapan II
20. 2009 Lomba tari dolanan anak Propinsi Juara I
21. 2009 Pekan Etika Budaya Pelajar ( Macapat putra SD )
Kota Juara I
22. 2009 Pekan Etika Budaya Pelajar ( Panembromo )
Propinsi Juara III
23. 2010 Modelling Propinsi Juara I putri
173
24. 2010 Drumband Propinsi Juara I Paramanandi
25. 2010 Drumband Propinsi Juara III
26. 2010 Modelling Kota Juara harapan I putra
27. 2010 Panembromo,macapat,pidato basa jawa
Kota Juara I panembromo
28. 2010 Lomba daur ulang Kota - Juara 2 (kelas I)
- Juara 3 (kelas II)
- Juara harapan I (kelas V)
29. 2011 Drumband Propinsi Juara harapan I
30. 2011 Menyanyi solo propinsi Juara I
31. 2011 Kria nusantara Nasional Juara II lomba bakiak
32. 2011 Dolanan anak Kota Juara II ( penyanyi terbaik II )
33. 2011 Macopat UPT Juara II
34. 2011 Pidato bahasa jawa UPT Juara I
35. 2011 Panembromo Kota Juara I
36. 2012 Perkusi Propinsi Juara I
37. 2012 Panembromo Kota Juara I
38. 2013 Festival Lomba Siswa Seni Nasional (FLS2N)
UPT Harapan II Pidato
39. 2013 Mocopat Kota Juara III
40. 2013 Panembromo Kota Juara III
41. 2013 Panembromo UPT Juara I
42. 2013 Mocopat putra UPT Juara II
174
43. 2013 Pidato bahasa indonesia UPT Juara harapan II
44. 2013 Mocopat putri UPT Juara harapan I
45. 2013 Bercerita agama hindu Propinsi Juara I
46. 2014 Futsal dalam rangka HAORNAS Propinsi Juara III
47. 2014 MTQ Kecamatan Juara III Puitisasi
48. 2014 MTQ Kecamatan Harapan I Pildacil
49. 2014 MTQ Kecamatan Harapan 1 Tartil
50. 2015 Lomba CCA Agama kristen Kota Juara harapan I
51. 2015 Lomba menyanyi ( siswa ABK) Kota Juara II
K. KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
1. Bahasa Inggris
2. Bahasa Jawa
3. Pramuka
4. Pencak silat
5. Drum band
6. Dolanan Anak
7. Pianika
8. Komputer
9. Seni lukis
10. TPA