Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

26
Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik pada Pembelajaran Luas Selimut Bola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanpa disadari, hampir setiap hari sejak kita bangun tidur, menjalankan aktivitas hingga menjelang tidur kembali, kita telah menggunakan matematika. Seorang pemulung pun yang tidak pernah sekolah, dan tidak pernah belajar matematika secara formal, tanpa ia sadari bahwa ia telah menggunakan matematika dalam profesinya. Mulai dari menentukan kapan ia harus berangkat bekerja, agar memperoleh banyak sampah sampai menghitung banyaknya hasil dari sampah yang telah ia kumpulkan. Seorang ibu rumah tangga pun yang juga tidak pernah bersekolah, tanpa ia sadari ia juga telah menggunakan matematika dalam kehidupannya. Ketika membuat kopi ataupun memasak, ia harus menentukan takaran gula, kopi, atau garam yang harus dimasukkan kedalam makanan atau minuman yang ia buat. Secara tidak sadar ternyata semua orang menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu matematika sangat bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari. Namun sampai saat ini matematika masih merupakan mata pelajaran yang dianggap sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan karakteristik matematika yang mempunyai objek yang bersifat abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Selain itu dalam pembelajaran matematika, guru di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa

Transcript of Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Page 1: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tanpa disadari, hampir setiap hari sejak kita bangun tidur, menjalankan aktivitas hingga menjelang tidur kembali, kita telah menggunakan matematika. Seorang pemulung pun yang tidak pernah sekolah, dan tidak pernah belajar matematika secara formal, tanpa ia sadari bahwa ia telah menggunakan matematika dalam profesinya. Mulai dari menentukan kapan ia harus berangkat bekerja, agar memperoleh banyak sampah sampai menghitung banyaknya hasil dari sampah yang telah ia kumpulkan. Seorang ibu rumah tangga pun yang juga tidak pernah bersekolah, tanpa ia sadari ia juga telah menggunakan matematika dalam kehidupannya. Ketika membuat kopi ataupun memasak, ia harus menentukan takaran gula, kopi, atau garam yang harus dimasukkan kedalam makanan atau minuman yang ia buat. Secara tidak sadar ternyata semua orang menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu matematika sangat bermanfaat sekali dalam kehidupan sehari-hari.

Namun sampai saat ini matematika masih merupakan mata pelajaran yang dianggap sebagian siswa sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Hal ini dikarenakan karakteristik matematika yang mempunyai objek yang bersifat abstrak ini dapat menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika. Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan. Kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan nyata. Hal ini yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa karena pembelajaran matematika kurang bermakna. Selain itu dalam pembelajaran matematika, guru di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide-ide matematika. Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas sangat penting dilakukan agar pembelajaran matematika bermakna.

Biasanya ada sebagian siswa yang menganggap belajar matematika harus dengan berjuang mati-matian dengan kata lain harus belajar dengan ekstra keras. Hal ini menjadikan matematika seperti “monster” yang mesti ditakuti dan malas untuk mempelajari matematika. Apalagi dengan dijadikannya matematika sebagai salah satu diantara mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional yang merupakan syarat bagi kelulusan siswa-siswi SMP maupun SMA, ketakutan siswa pun makin bertambah. Akibat dari pemikiran negatif terhadap matematika, perlu kiranya seorang guru yang mengajar matematika melakukan upaya yang dapat membuat proses belajar mengajar bermakna dan menyenangkan.

Page 2: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Ada beberapa pemikiran untuk mengurangi ketakutan siswa terhadap matematika. Salah satunya dengan cara penggunaan model pembelajaran matematika realistik dimana model pembelajaran ini mengaitkan dan melibatkan lingkungan sekitar, pengalaman nyata yang pernah dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadikan matematika sebagai aktivitas siswa. Dengan model pembelajaran matematika realistik, siswa tidak harus dibawa ke dunia nyata, tetapi pembelajaran dilakukan dengan menghubungkan materi dengan masalah situasi nyata yang ada dalam pikiran siswa. Jadi siswa diajak berfikir bagaimana menyelesaikan masalah yang mungkin atau sering dialami siswa dalam kesehariannya.

Salah satu materi yang kurang dipahami siswa SMP dalam pembelajaran matematika adalah pada pokok bahasan luas selimut bola. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran luas selimut bola guru tidak mengaitkan pembelajaran tersebut dalam kehidupan sehari-hari siswa, biasanya guru hanya menyampaikan materi secara langsung. Sehingga pembelajaran kurang bermakna bagi siswa.

Dari uraian diatas, penyusun ingin mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan atau menerapkan model pembelajaran matematika realistik pada pembelajaran luas selimut bola.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut:

a. Apa yang dimaksud model pembelajaran matematika realistik itu?

b. Bagaimana implementasi model pembelajaran matematika realistik pada pembelajaran luas selimut bola?

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah

Penyusunan makalah ini memiliki tujuan:

a. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan model pembelajaran realistik.

b. Agar dapat mengimplementasikan atau menerapkan model pembelajaran matematika realistik pada pembelajaran luas selimut bola.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakikat Matematika

A. Pengertian Matematika

Pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan matematika adalah pertanyaan yang sangat terbuka, sehingga bila pertanyaan tersebut dilontarkan akan didapat beragam jawaban, tergantung pandangan penjawab tentang matematika.

Page 3: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Menurut Arifin (2010:10), matematika merupakan ilmu tentang bagaimana menentukan ukuran-ukuran, bentuk-bentuk, struktur-struktur, pola maupun hubungan objek-objek maupun fenomena di alam semesta, serta penalaran logis yang pengembangannya berdasarkan pola pikir deduktif. Dengan kata lain, matematika adalah ilmu tentang segala sesuatu yang terkait dengan pengukuran (termasuk kalkulasi), bentuk-bentuk, pola-pola dan struktur-struktur, serta penalaran logis yang dikembangkan secara deduktif.

Di sisi lain Hudoyo (dalam arifin, 2010) menyatakan, matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Hans Freudenthal (dalam arifin, 2010) juga mengemukakan bahwa matematika adalah pikiran sehat (common sense) dan aktifitas manusia (human activity).

Menurut Ruseffendi (dalam Muslim, 2011), kata “matematika” berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Secara Etimologi, Kata “matematika” berasal dari bahasa Yunani Kuno μάθημα (máthēma), yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan “matematika” berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.

Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai global (universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu logika adalah dasar terbentuknya matematika.

Pada awalnya cabang matematika yang ditemukan adalah Aritmatika atau Berhitung, Aljabar, Geometri setelah itu ditemukan Kalkulus, Statistika, Topologi, Aljabar Abstrak, Aljabar Linear, Himpunan, Geometri Linier, Analisis Vektor, dll.

B. Obyek Kajian Matematika

Menurut Arifin dalam bukunya yang berjudul “Membangun Kemampuan Pedagogis Guru Matematika (Landasan Filosofi, Histori, Dan Psikologi)”, objek kajian matematika dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu konsep, fakta, prinsip, serta prosedur dan operasi.

1. Konsep adalah suatu objek dasar, baik dapat didefinisikan atau tidak, dinyatakan dalam ide abstrak yangmemungkinkan seseorang menggolongkan objek.

2. Fakta adalah kesepakatan atau perjanjian yang dibuat dalam matematika, baik secara regional, nasional, maupun internasional.

3. Prinsip adalah suatu pernyataan yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dan pernyataan itu telah dibuktikan kebenarannya.

4. prosedur dan operasi adalah langkah-langkah pengerjaan dan pengerjaan suatu masalah matematika.

Page 4: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

C. Karakteristik Matematika

Ada empat karakteristik dalam pembelajaran matematika, yaitu matematika sebagai ilmu deduktif, matematika sebagai ratu dan pelayan ilmu, matematika sebagai ilmu abstrak, dan matematika sebagai ilmu yang terstruktur.

1. Matematika Sebagai Ilmu Deduktif

Secara umum matematika dikembangkan melalui kajian mendalam terhadap obyek-obyek matematika yang sudah ada dengan merumuskan konjektur atau dugaan sementaa dan membuktikan kebenarannya berdasarkan obyek-obyek kajian matematika sebelumnya. Pengembangan ilmu semacam ini dikenal dengan istilah pengembangan secara deduktif, sehingga matematika disebut sebagai ilmu deduktif.

2. Matematika Sebagai Ratu dan Pelayan Ilmu

Carrl Friederich Gauss (dalam Arifin, 2010:25) pernah mengatakan bahwa matematika adalah ratunya ilmu pengetahuan, hal ini dikarenakan tidak sedikit ilmu pengetahuan lain berkembang melalui konsep-konsep matematika. Matematika sendiri dikembangkan berdasarkan dua kemungkinan, yaitu untuk pengembangan ilmu matematika itu sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan (melayani) umat manusia dalam memecahkan permasalahan (termasuk dalam pengembangan ilmu-ilmu lain) dalam kehidupan.

3. Matematika Sebagai Ilmu Abstrak

Ditinjau dari obyek yang dikaji, matematika termasuk dalam ilmu abstrak, karena obyek-obyek yang dikaji bersifat abstrak. Bell (dalam Arifin, 2010:27) menegaskan bahwa obyek-obyek kajian dalam matematika bersifat abstrak. Ini berarti yang dibahas dalam pembelajaran matematika bukanlah obyek-obyek konkrit, obyek yang bisa dilihat langsung, diraba, atau ditangkap oleh panca indera lainnya.

4. Matematika Sebagai Ilmu yang Terstruktur

Matematika merupakan ilmu terstruktur yang terorganisasikan. Hal ini karena matematika dimulai dari unsur yang tidak didefinisikan, kemudian unsur yang didefinisikan ke aksioma/postulat dan akhirnya pada teorema. Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benar-benar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.

Contoh seorang siswa yang akan mempelajari sebuah volume kerucut haruslah mempelajari mulai dari lingkaran, luas lingkaran, bangun ruang dan akhirnya volume kerucut. Untuk dapat mempelajari topik volume balok, maka siswa harus mempelajari rusuk/garis, titik sudut, sudut, bidang datar persegi dan persegi panjang, luas persegi dan persegi panjang, dan akhirnya volume balok.

Struktur matematika adalah sebagai berikut:

a. Unsur-unsur yang tidak didefinisikan, yaitu Unsur-unsur yang ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya. Misalnya: titik, garis, bidang, bilangan, dll.

b. Unsur-unsur yang didefinisikan, yaitu unsur yang terbentuk dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan. Misalnya: sudut, segitiga, pecahan desimal, balok, dll.

Page 5: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

c. Aksioma dan postulat, yaitu unsur yang terbentuk dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang didefinisikan. Unsur ini biasanya berupa argumen.

Misalnya:

1. Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis.

2. Semua sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar.

3. Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang tegak lurus ke sebuah garis yang lain.

d. Dalil atau Teorema, yaitu unsur yang tersusun dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan aksioma. Teorema-teorema atau dalil-dalil merupakan unsur yang kebenarannya harus dibuktikan dengan cara deduktif.

Misalnya:

1. Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap.

2. Jumlah ketiga sudut pada sebuah segitiga sama dengan 180º.

3. Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku sama dengan kuadrat sisi miringnya.

D. Kegunaan Matematika

Sesuai dengan karakteristik matematika yang kedua bahwa matematika merupakan ratu dan pelayanan ilmu, maka kegunaan atau fungsi matematika dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Matematika sebagai pelayan ilmu lain

Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung dari matematika.

Contoh:

a. Penemuan dan pengembangan Teori Mendel dalam Biologi melalui konsep Probabilitas.

b. Perhitungan dengan bilangan imajiner digunakan untuk memecahkan masalah tentang kelistrikan.

c. Dengan matematika, Einstein membuat rumus yang dapat digunakan untuk menaksir jumlah energi yang dapat diperoleh dari ledakan atom.

d. Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.

e. Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk dll.

f. Dalam seni grafis, konsep transformasi geometrik digunakan untuk melukis mosaik.

g. Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang alat musik.

h. Teori Ekonomi mengenai Permintaan dan Penawaran dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial dan Integral.

2. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

Page 6: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Contoh:

a. Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan operasi hitungnya.

b. Menghitung luas daerah.

c. Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang lain.

d. Menghitung laju kecepatan kendaraan.

e. Membentuk pola pikir orang yang mempelajarinya menjadi orang yang berpola pikir matematis, kritis, sistimatis, dan logis.

f. Menggunakan perhitungan matematika baik dalam pertanian, perikanan, perdagangan, dan perindustrian.

2.2 Pengertian Pembelajaran Matematika

Menurut Sagala (dalam Yunanda, 2011), pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, yaitu mengajar dan belajar. Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.

Mengajar merupakan suatu proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Sedangkan belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh siswa untuk memperoleh kepandaian atau ilmu, berusaha merubah tingkah laku atau tanggapan yang diperolehnya melalui pengalaman.

Selain itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga dijelaskan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Melalui interaksi antar individu dan lingkungannya maka siswa memperoleh pengalaman yang selanjutnya mempengaruhi kelakuannya sehingga berubah dan berkembang. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar lainnya yang menyebabkan perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, dan daya pikir.

Berkaitan dengan matematika, Nikson (dalam Yunanda, 2011) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkonstruksikan sikap konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi. Sehingga konsep atau proses itu terbangun kembali. Hal ini menjelaskan bahwa pembejaran lebih menekankan pada bagaimana upaya guru mendorong dan menfasilitasi siswa belajar bukan pada apa yang dipelajari siswa. Istilah pembelajaran lebih menggambarkan bahwa siswa lebih banyak berperan dalam menkonstruksikan pengetahuan bagi dirinya dan bahwa pengetahuan itu bukan hasil proses transformasi dari guru.

Pada prinsipnya strategi yang digunakan dalam pembelajaran matematika adalah memberikan kemungkinan seluas-luasnya kepada para siswa untuk berpartisipasi aktif berfikir dalam belajar.

Page 7: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

2.3 Landasan Teori Pembelajaran Matematika

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada empat paham utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, Humanisme, dan Konstruktivisme.

Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri.

Namun hal ini tidak perlu diperdebatkan. Yang lebih penting untuk dipahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan atau wilayah perkembangan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan atau wilayah perkembangan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

A. Behaviorisme

Behaviorisme berasal dari kata ‘behave’ yang berarti berperilaku dan ‘isme’ berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah.

Dalam melakukan penelitian, behavioris (orang yang beraliran behaviorisme) tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri orang tersebut.

Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning, John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Effect), dan B. F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant conditioning.

B. Kognitivisme

Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu itu yang berpendapat behaviorisme terlalu focus pada respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang dapat diamati.

Kognitivis (orang menganut paham kognitivisme) mengalihkan perhatiannya pada “otak”. Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan menyimpan informasi sangat penting dalam proses belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang menjadi focus baru mereka.

Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya, khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang bias mempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan proses mental yang kompleks, termasuk memori, perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses informasi dan membentuk representasi mental dari orang lain, objek, dan kejadian.

Page 8: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Tokoh dari kognitivisme antara lain adalah Edward C. Tolman, Jerome Bruner, Avram Noam Chomsky, Jean Piaget, dan Lev Vygotsky.

C. Humanisme

Dihadapkan pada dua pilihan antara behaviorisme dan psikoanalisis yang termasuk kognitivisme banyak pakar psikologi di era tahun 1950-an dan 1960-an yang memilih ke alternatif konsepsi psikologis sifat dasar manusia. Freud telah memusatkan perhatian pada kekuatan sisi gelap ketidaksadaran, dan Skinner hanya tertarik pada pengaruh penguatan dari perilaku yang dapat diamati. Lahirlah Psikologi Humanistik untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang kesadaran pikiran, kebebasan kemauan, martabat manusia, kemampuan untuk berkembang dan kapasitas refleksi diri. Karena menjadi alternatif terhadap behaviorisme dan kognitivisme, Psikologi humanistik atau humanisme menjadi lebih terkenal sebagai “kekuatan ketiga.”

Humanisme dipelopori oleh pakar psikologi Carl Rogers dan Abraham Maslow. Menurut Rogers (dalam S., Fajar, 2010), semua manusia yang lahir sudah membawa dorongan untuk meraih sepenuhnya apa yang diinginkan dan berperilaku dalam cara yang konsisten menurut diri mereka sendiri. Hampir pada saat yang bersamaan, Maslow (dalam S., Fajar, 2010) mengemukakan teorinya bahwa semua orang memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya yang bersifat hierarkis.

D. Konstruktivisme

Dalam perkembangan selanjutnya, arus utama kognitivisme bergeser ke konstruktivisme. Para kognitivis pun mengikuti dinamika perubahan menuju konstruktivis.

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu. Dengan kata lain, “belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang realistis.

Konstruktivisme juga dikenal dalam konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses sosial. Kita dapat melakukan klarifikasi dan mengorganisasi gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi terbuka terhadap pandangan orang lain. Hal ini juga memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan inconsistention karena dengan belajar kita bisa mendapatkan hasil terbaik.

Konstruktivisme membangkitkan kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau struktur.

Dalam sudut pandang lainnya, konstruktivisme merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan. Nilai-nilai konstruktivisme berkembang dalam pembelajaran yang didukung oleh guru secara memadai berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa sendiri.

Page 9: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Model Pembelajaran Matematika Realistik

Pendidikan Matematika Realistik (PMR) atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah model pembelajaran yang sejak tahun 1971 dikembangkan di Freudenthal Institute, yaitu sebuah institut atau lembaga penelitian dan pengembangan pendidikan matematika di University of Ultrecth. Institut ini didirikan pada tahun 1971. Nama institut ini diambil dari nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda.

Model pembelajaran realistik pada dasarnya menganut paham kontruktivisme dalam konsep maupun implementasinya. Hal ini dapat dilihat dari prinsip-prinsip dasar dan karakteristik yang dijadikan acuan dalam pembelajaran matematika realistik.

Pendidikan matematika realistik menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan.

Pendidikan matematika realistik ini dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal (dalam Hadi, 2010) yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas manusia (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Dan yang dapat digolongkan sebagai human activities yaitu meliputi aktivitas pemecahan masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Menurut Freudenthal (dalam Hadi, 2010) aktivitas-aktivitas itu disebut matematisasi. Terkait dengan aktivitas matematisasi dalam belajar matematika, Freudenthal (dalam menyebutkan dua jenis matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal dengan penjelasan seperti berikut ini:

“Horizontal mathematization involves going from the world of life into the world of symbol, while vertical mathematization means moving within the world of symbol”

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa matematisasi horisontal menyangkut proses transformasi masalah nyata (real) atau masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk simbol, sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses yang terjadi dalam lingkup simbol matematika itu sendiri. Yang dimaksud proses yang terjadi dalam lingkup simbol itu sendiri adalah tahap penggunaan atau pengoperasian simbol (lambang) kaidah-kaidah matematika yang berlaku secara umum. Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pemvisualisasian masalah dengan cara-cara yang berbeda oleh siswa. Sedangkan contoh matematisasi vertikal adalah presentasi hubungan-hubungan dalam rumus, menghaluskan dan menyesuaikan model matematika, penggunaan model-model yang berbeda, perumusan model matematika dan penggeneralisasian.

Selain itu dalam Ramadhan (2011), Freudenthal berkeyakinan bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive received of ready made matematics (penerima pasif matematika yang sudah jadi). Menurutnya pendidikan harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari berbagai konteks (situasi) yang dirasakan bermakna sehingga dapat menjadi sumber belajar. Dalam PMR, siswa dianggap sebagai seseorang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman sebagai hasil

Page 10: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

interaksi dengan lingkungannya sehingga siswa dapat mengembangkan pengetahuan tersebut apabila diberikan kesempatan untuk mengembangkannya. Dengan demikian, siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan.

Teori RME atau di Indonesia dikenal dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realististik Indonesia) sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti Contextual Teaching and Learning (CTL). Namun, model CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan secara khusus untuk matematika.

A. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Matematika Realistik

Dalam pembelajaran matematika realistik ada tiga prinsip kunci yang dapat dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran, yaitu: guided reinvention and progressive mathematization, didactical phenomenology, dan self developed models.

1. Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Terbimbing dan Matematisasi Progresif)

Dalam mempelajari matematika siswa perlu diupayakan agar dapat mempunyai pengalaman dalam menemukan sendiri berbagai konsep, prinsip matematika, dan lain sebagainya di bawah bimbingan guru dengan melalui proses matematisasi horisontal dan vertikal.

Menurut Gravemijer (dalam Ramadhan, 2011), berdasar prinsip reinvention, para siswa semestinya diberi kesempatan untuk mengalami proses yang sama dengan proses saat matematika ditemukan. Sejarah matematika dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam merancang materi pelajaran. Selain itu prinsip reinvention dapat pula dikembangkan berdasar prosedur penyelesaian informal. Dalam hal ini strategi informal dapat dipahami untuk mengantisipasi prosedur penyelesaian formal. Untuk keperluan tersebut maka perlu ditemukan masalah kontekstual yang dapat menyediakan beragam prosedur penyelesaian serta mengindikasikan rute pembelajaran yang berangkat dari tingkat belajar matematika secara nyata ke tingkat belajar matematika secara formal (progressive mathematizing).

2. Didactical Phenomenology (Fenomologi Didaktis)

Fenomologi didaktis mengandung arti bahwa dalam mempelajari konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan materi-materi lain dalam matematika, para siswa perlu bertolak dari masalah-masalah (fenomena-fenomena) kontekstual yaitu, masalah-masalah yang berasal dari dunia nyata atau setidaknya dari masalah-masalah yang dapat dibayangkan sebagai masalah-masalah nyata.

Gravemeijer (dalam Ramadhan, 2011) menyatakan, berdasar prinsip ini penyajian topik-topik matematika yang termuat dalam pembelajaran matematika realistik disajikan atas dua pertimbangan yaitu memunculkan ragam aplikasi yang harus diantisipasi dalam proses pembelajaran dan kesesuaiannya sebagai hal yang berpengaruh dalam proses progressive mathematizing.

3. Self Developed Model (Pengembangan Model Sendiri)

Artinya bahwa dalam mempelajari konsep-konsep dan materi-materi matematika yang lain, dengan melalui masalah-masalah yang kontekstual, siswa perlu mengembangkan sendiri model-model atau cara-cara menyelesaikan masalah tersebut. Model-model tersebut dimaksudkan sebagai wahana untuk mengembangkan proses berfikir siswa yang mungkin masih bersifat intuitif ke arah proses berpikir yang

Page 11: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

lebih formal. Proses yang diharapkan terjadi adalah, pertama siswa dapat membuat model situasi yang dekat dengan alam siswa. Kemudian dengan proses generalisasi dan formalisasi, model dibawa menjadi model tentang masalah (model of). Setelah itu, dengan proses matematisasi horisontal model tentang berubah menjadi model untuk (model for) pengetahuan matematika formal. Proses berikutnya adalah dengan proses matematisasi vertikal model untuk berubah menjadi model pengetahuan matematika formal.

Gravemeijer (dalam Ramadhan, 2011) menjelaskan, berdasar prinsip ini saat mengerjakan masalah kontekstual siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan model mereka sendiri yang berfungsi untuk menjembatani jurang antara pengetahuan informal dan matematika formal. Pada tahap awal siswa mengembangkan model yang diakrabinya. Selanjutnya melalui generalisasi dan pemformalan akhirnya model tersebut menjadi sesuatu yang sungguh-sungguh ada (entity) yang dimiliki siswa.

B. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik

Untuk kepentingan di tingkat operasional, tiga prinsip pembelajaran matematika realistik di atas selanjutnya dijabarkan menjadi lima karakteristik pembelajaran matematika sebagai berikut ini:

1. Penggunaan Konteks dalam Eksplorasi Fenomologis

Penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomologis artinya dalam pembelajaran matematika realistik, lingkungan keseharian atau pengetahuan yang telah dimiliki siswa dapat dijadikan sebagai bagian materi belajar yang kontekstual bagi siswa.

Pembelajaran diawali dengan masalah konstekstual (dunia nyata), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.

Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari.

2. Penggunaan Model untuk Mengkonstruksi Konsep

Penggunaan model untuk mengkonstruksi konsep berarti permasalahan atau ide dalam matematika dapat dinyatakan dalam bentuk model, baik model dari situasi nyata maupun model yang mengarah ke tingkat abstrak.

Dikarenakan dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika. Dengan konstruksi model-model yang mereka kembangkan dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika.

3. Penggunaan Kreasi dan Kontribusi Siswa

Penggunaan kreasi dan konstribusi siswa memiliki makna bahwa pemecahan masalah atau penemuan konsep didasarkan pada sumbangan gagasan siswa.

Page 12: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Pembelajaran dilaksanakan dengan melibatkan siswa dalam berbagai aktivitas yang diharapkan memberikan kesempatan, atau membantu siswa, untuk menciptakan dan menjelaskan model simbolik dari kegiatan matematis informalnya.

Streefland (dalam sugiman, 2010) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

4. Sifat Aktif dan Interaktif dalam Proses Pembelajaran

Yang dimaksud dengan sifat aktif dan interaktif dalam proses pembelajaran adalah aktivitas proses pembelajaran dibangun oleh interaksi siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan sebagainya.

Dalam pelaksanaan ketiga prinsip tersebut, siswa harus terlibat secara interaktif, menjelaskan, dan memberikan alasan pekerjaannya memecahkan masalah kontekstual (solusi yang diperoleh), memahami pekerjaan (solusi) temannya, menjelaskan dalam diskusi kelas sikapnya setuju atau tidak setuju dengan solusi temannya, menanyakan alternatif pemecahan masalah, dan merefleksikan solusi-solusi itu. Interaksi antarsiswa, atau antara siswa dan guru serta campur tangan, diskusi, kerja sama, evaluasi dan negosiasi eksplisit adalah elemen-elemen esensial dalam proses pembelajaran.

Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam PMR. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.

5. Penggunaan Intertwinement (Saling Keterkaitan) antara Aspek-Aspek atau Unit-Unit Matematika

Artinya topik-topik yang berbeda dapat dikaitkan (interwtin) atau diintegrasikan sehingga dapat memunculkan pemahaman tentang suatu konsep secara serentak.

Struktur dan konsep-konsep matematis yang muncul dari pemecahan masalah realistik itu mengarah ke intertwining (pengaitan) antara bagian-bagian materi.

Dalam PMR pengintegrasian unit-unit matematika adalah hal yang perlu atau bersifat dasar (essential), jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmatika, aljabar atau geometri tetapi juga bidang lain.

Integrasi antar unit atau bagian matematika yang menggabungkan aplikasi menyatakan bahwa keseluruhannya saling berkaitan dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah di kehidupan nyata.

C. Peran Guru dan Konsepsi Tentang Siswa dalam Pembelajaran Matematika Realistik

Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika realistik peran guru berubah. Guru tidak lagi memberi informasi sebanyak-banyaknya tentang ilmunya tetapi harus mencari upaya untuk semakin mendekatkan matematika dengan realitas dan lingkungan kehidupan siswa. Konsep tentang guru dalam PMR adalah sebagi berikut:

Page 13: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

1. Guru lebih ditekankan sebagai fasilitator belajar

2. Guru harus mampu membangun pengajaran yang interaktif

3. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan real

4. Guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum, melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia real, baik fisik maupun sosial.

Sedangkan siswa dalam pembelajaran matematika realistik dikonsepsikan sebagai berikut:

1. Siswa memiliki seperangkat konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar selanjutnya.

2. Siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk pengetahuan untuk dirinya sendiri

3. Pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan, penyusunan kembali dan penolakan.

4. Pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman.

5. Setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan mengerjakan matematika.

D. Langkah-Langkah Pembelajaran Matematika Realistik

Berdasar prinsip dan karakteristik pembelajaran matematika realistik maka langkah-langkah dalam pembelajaran kosep dasar matematika yang mengacu pada PMR adalah sebagai berikut:

1. Langkah Pertama: Memahami Masalah Kontekstual

Pada tahap ini guru memberikan masalah kontekstual (masalah dalam kehidupan sehari-hari) dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.

Langkah ini mengacu pada prinsip prinsip kedua serta karakteristik pertama PMR, yaitu Didactical phenomenology dan penggunaan konteks dalam eksplorasi fenomologis sebagai starting point dalam pembelajaran.

2. Langkah Kedua: Menjelaskan Masalah Kontekstual

Setelah siswa memahami masalah kontekstual yang diberikan guru, pada langkah ini siswa diberi kesempatan untuk mendiskripsikan masalah kontekstual tersebut kemudian mengembangkan atau menciptakan suatu strategi untuk menyelesaikan masalah, dalam bentuk matematika informal (dapat berupa diagram, gambar, simbol dan lainnya) atau juga matematika formal seperti konsep-konsep yang telah mereka pelajari sebelumnya.

3. Langkah Ketiga: Menyelesaikan Masalah Kontekstual

Pada tahap ini siswa didorong menyelesaikan masalah kontekstual secara individual berdasar kemampuannya dengan memanfaatkan petunjuk-petunjuk yang telah disediakan. Siswa mempunyai

Page 14: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

kebebasan menggunakan caranya sendiri. Cara pemecahan dan jawaban masalah berbeda lebih diutamakan. Dalam proses memecahkan masalah, sesungguhnya siswa dipancing atau diarahkan untuk berfikir menemukan atau mengkostruksi pengetahuan untuk dirinya.

Pada tahap ini dimungkinkan bagi guru untuk memberikan bantuan seperlunya (scaffolding) kepada siswa yang benar-benar memerlukan bantuan.

Pada tahap ini , dua prinsip pembelajaran matematika realistik yang dapat dimunculkan adalah guided reinvention and progressive mathematizing dan self-developed models. Sedangkan karakteristik dari PMR yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik kedua yaitu penggunaan model untuk mengkontruksi konsep, serta karakteristik keempat yaitu mengenai adanya interaksi antara siswa dan guru, jika memang benar-benar diperlukan.

4. Langkah Keempat: Membandingkan dan Mendiskusikan Jawaban

Pada tahap ini guru menyediakan waktu dan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban masalah secara berkelompok. Diskusi ini adalah wahana bagi kelompok siswa untuk mendiskusikan jawaban masing-masing. Dari diskusi ini diharapkan muncul jawaban yang dapat disepakati siswa. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membandingkan dan mendiskusikan jawaban yang mereka sepakati dalam diskusi kelas dan mendorong siswa yang lain untuk mencermati dan menanggapi jawaban yang muncul di depan kelas.

Langkah ini akan melatih siswa untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dan berinteraksi antar siswa maupun dengan guru sebagai pembimbing untuk mengoptimalkan pembelajaran.

5. Langkah Kelima: Menyimpulkan

Guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan suatu konsep atau prosedur pemecahan masalah yang telah dibangun bersama. Karakteristik dari pendidikan matematika realistik yang muncul pada langkah ini adalah karakteristik keempat, yaitu adanya interaksi antara siswa dengan guru sebagai pembimbing.

E. Kebihan dan Kekurangan Pembelajaran Matematika Realistik

Beberapa kelebihan dari Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) antara lain sebagai berikut:

1. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari (kehidupan dunia nyata) dan kegunaan matematika pada umumnya bagi manusia.

2. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa tidak hanya oleh mereka yang disebut pakar dalam bidang tersebut.

3. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa cara penyelesaian suatu soal atau masalah tidak harus tunggal dan tidak harus sama antara orang yang satu dengan yang lain. Setiap orang bisa menemukan atau menggunakan cara sendiri, asalkan orang itu bersungguh-sungguh dalam mengerjakan soal atau masalah tersebut. Selanjutnya dengan membandingkan cara penyelesaian yang satu dengan cara penyelesaian yang lain, akan bisa diperoleh cara penyelesaian yang paling tepat, sesuai dengan proses penyelesaian soal atau masalah tersebut.

Page 15: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

4. PMR memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika, proses pembelajaran merupakan sesuatu yang utama dan untuk mempelajari matematika orang harus menjalani proses itu dan berusaha untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika, dengan bantuan pihak lain yang sudah lebih tahu (misalnya guru). Tanpa kemauan untuk menjalani sendiri proses tersebut, pembelajaran yang bermakna tidak akan terjadi.

5. Pelajaran menjadi cukup menyenangkan bagi siswa dan suasana tegang tidak tampak.

6. Materi dapat dipahami oleh sebagian besar siswa.

7. Alat peraga adalah benda yang berada di sekitar, sehingga mudah didapatkan.

8. Guru ditantang untuk mempelajari bahan.

9. Guru menjadi lebih kreatif membuat alat peraga.

10. Siswa mempunyai kecerdasan cukup tinggi tampak semakin pandai.

Sedangkan kekurangan atau kendala dari penerapan PMR antara lain sebagai berikut:

1. Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan pandangan yang sangat mendasar mengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan, misalnya mengenai siswa, guru, peranan soal kontekstual, peranan alat peraga dan lain-lain.. Di dalam PMR siswa tidak lagi dipandang sebagai pihak yang mempelajari segala sesuatu yang sudah “jadi”, tetapi sebagai pihak yang aktif mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Guru dipandang lebih sebagai pendamping bagi siswa. Perubahan itu mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dipraktekkan. Peranan masalah kontekstual tidak sekedar dipandang sebagai wadah untuk menerangkan aplikasi dari matematika tetapi justru digunakan sebagai titik tolak untuk mengkonstruksi konsep-konsep matematika itu sendiri. Alat peraga tidak terutama dipandang sebagai sesuatu yang mengkonkretkan konsep-konsep matematika yang sudah ada dan bersifat abstrak, tetapi dipakai sebagai alat untuk membantu proses berpikir siswa dalam membangun konsep-konsep mateatika tersebut.

2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut PMR tidak selalu mudah untuk setiap topik matematika yang perlu dipelajari siswa, terlebih lagi karena soal-soal tersebut harus bisa diselesaikan dengan bermacam-macam cara.

3. Upaya mendorong siswa agar bisa menemukan berbagai cara untuk menyelesaikan soal, juga bukanlah hal yang mudah bagi seorang guru.

4. Proses pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui soal-soal kontekstual, proses pematematikaan horisontal dan proses pematematikaan vertikal juga bukan merupakan sesuatu yang sederhana, karena proses dan mekanisme, berpikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep-konsep matematika tertentu.

5. Pemilihan alat-alat peraga harus cermat agar bisa membantu proses berpikir siswa sesuai dengan tuntutan PMR.

6. Kepadatan materi pembelajaran dalam kurikulum perlu dikurangi secara substansial, agar proses pembelajaran siswa bisa berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip PMR.

Page 16: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

7. Untuk kelas dengan jumlah siswa yang cukup banyak dan belum terbiasa untuk berpikir mandiri dan berinteraksi dengan siswa lain maka akan memerlukan waktu yang cukup banyak dalam berinteraksi/berdiskusi.

8. Siswa yang mempunyai kemampuan rendah memerlukan waktu cukup lama dalam menyelesaikan masalah secara individu, sedangkan siswa yang pandai tidak sabar untuk menunggu teman yang belum selesai.

3.2 Implementasi Model Pembelajaran Matematika Realistik pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

A. Materi

Bola adalah bangun ruang tiga dimensi yang dibentuk oleh tak hingga lingkaran berjari-jari sama panjang dan berpusat pada satu titik yang sama. Suatu lingkaran dapat membentuk bola dengan memutar lingkaran tersebut sampai setengah lingkaran dengan diameter sebagai sumbu putarnya.unsur-unsur bola bola adalah bangun ruang yang hanya memiliki satu sisi dan tidak memiliki satu rusuk.

Dengan melihat gambar disamping unsur-unsur bola dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Text Box:

Gambar 3.2.1 Bola

Titik O dinamakan titik pusat bola.

2. Ruas garis OA dinamakan jari-jari bola ruas.

3. Garis AB dinamakan diameter bola.

4. Sisi bola adalah kumpulan titik yang mempunyai jarak sama terhadap titik O.

Sisi tersebut dinamakan selimut atau kulit bola.

5. Ruas garis ACB dinamakan tali busur bola.

6. Ruas-ruas garis pada selimut bola yaitu ACBDA dinamakan garis pelukis bola.

Setelah mengetahui unsur-unsur bola, maka dapat diketahui sifat-sifat bola sebagai berikut

1. Hanya memiliki 1 sisi

2. Semua titik pada bola berjarak sama ke titik pusatnya

B. Langkah-Langkah PMR untuk Menemukan Kembali Rumus Luas Selimut Bola

Alat dan bahan:

1. 1 buah jeruk yang bentuknya mendekati bola

2. Kertas

3. Penggaris

4. Jangka

Page 17: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

5. Lem/perekat

6. Pisau/cutter

7. Pulpen/spidol/pensil

Langkah-langkah:

1. Menyiapkan sebuah jeruk yang bentuknya mendekati bola.

Gambar 3.2.3 Jeruk yang Bentuknya Menyerupai Bola

2. Mula-mula jeruk dipotong membagi dua sama besar (di usahakan memotong tepat pada tengah bagian jeruk

Gambar 3.2.4 Pemotongan Jeruk Menjadi Sama Besar

3. Mengukur panjang diameter jeruk (garis tengah belahan jeruk)

Gambar 3.2.5 Pengukuran Panjang Diameter Jeruk

4. Membuat lingkaran dengan diameter adalah garis tengah belahan jeruk menggunakan jangka. (membuat lima buah lingkaran)

Gambar 3.2.6 Lingkaran dengan Diameter Sama dengan Diameter Jeruk

5. Mengupas kulit jeruk, kemudian memotongnya kecil-kecil secara cermat.

Gambar 3.2.7 Kulit Jeruk yang Dipotong Kecil-Kecil

6. Menempelkan potongan kulit jeruk pada lingkaran yang telah dibuat dengan lem/perekat secara cermat.

Gambar 3.2.8 Penempelan Kulit Jeruk pada Lingkaran

7. Memeriksa apakah kulit-kulit tersebut sudah menutupi daerah lingkaran.

8. Mengamati hasil percobaan.

9. Penarikan kesimpulan, yaitu:

Luas kulit jeruk

=

Page 18: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

.........

x

luas lingkaran dengan diameter garis tengah belahan jeruk.

Luas kulit bola

=

..........

x

luas lingkaran yang diameternya sama dengan diameter bola.

Luas kulit bola

=

..........

x

Text Box: ..... πr^2Jadi, rumus luas kulit atau selimut bola adalah

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Pembelajaran Matematika Realistik (PMR) adalah padanan Realistic Mathematics Education (RME), sebuah model pembelajaran yang sejak tahun 1971 dikembangkan oleh Profesor Hans Freudenthal (1905-1990) di Freudenthal Institute Belanda.

Model pembelajaran realistik pada dasarnya menganut paham kontruktivisme dalam konsep maupun implementasinya. Dalam PMR, matematika merupakan aktivitas manusia (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Yang didalamnya memuat aktivitas matematisasi, baik matematisasi horisontal maupun matematisasi vertikal.

Pembelajaran matematika realistik memiliki tiga prinsip kunci yang dijadikan dasar dalam merancang pembelajaran, yaitu: guided reinvention and progressive mathematization, didactical phenomenology, dan self developed models. PMR memiliki konsepsi bahwa siswa memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan peran guru dalam pembelajaran hanyalah sebagai motivator dan fasilitator.

4.2 Saran

Page 19: Implementasi Pembelajaran Matematika Realistik Pada Pembelajaran Luas Selimut Bola

Sesuai dengan simpulan diatas, penyusun menyarankan:

1. Kepada pakar atau pecinta pendidikan matematika untuk melakukan penelitian-penelitian yang berorientasi pada pembelajaran matematika realistik sehingga diperoleh global theory pembelajaran matematika realistik yang sesuai dengan sosial budaya Indonesia.

2. Kepada pihak sekolah untuk mendukung dan memberikan fasilitas maupun pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran matematika realistik.

3. Kepada guru untuk mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik, dan hendaknya guru dapat membimbing dan tetap memberikan kesempatan kepada siswa agar mampu menemukan sendiri gagasan yang berkaitan dengan konteks nyata yang hendak diselesaikan.

klik link berikut untuk mndapatkan file lengkapnya