IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM...
Transcript of IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM...
i
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK
MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
(Studi kasus di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
NURUL QOMARIYAH
11111184
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2016
ii
iii
iv
MOTTO
Selama tangan dan kaki masih bisa bergerak
Selama mulut masih bisa bicara
Selama mata masih bisa berkedip
Selama nadi masih berdenyut
“Hiasilah selalu dengan akhlak yang baik”
هى عن الفحشاء والمنكر إن الل يمر بلعدل واإلحسان وإيتاء ذي القرب وي ن رون والب غي يعظكم لعلكم تذك
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (An-Nahl: 90)
v
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan Skripsi ini untuk. . .
Bapakku Yasak, dan Ibuku Siti Sulimah;
“Yang senantisa mencurahkan kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi dan doa untuk anak-anaknya tanpa henti”
“Jasa-jasa dan pengorbanan kalian tidak akan pernah bisa aku balas, Terimakasih untuk segalanya”
Kakak-ku Latif Sa’dullah, Adik-ku Ahmad Kholidun
Naja, Kakak Ipar-ku Ayu Lestari dan Keluarga-ku
semuanya;
“Yang membuatku semangat untuk menuju langkah kesuksesan ”
Teman-teman PAI E (ExcLusive) dan Sahabat”ku
“Untuk teman-teman PAI E angakatan 2011 yang selalu membantu dan memberi semangat hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini, khususnya sahabat-sahabatku yang rela berbagi pengalaman, keceriaan dan melewati bersama setiap suka maupun duka, terimakasih banyak. "
~~~»Dunia tak akan berwarna tanpa kalian semua«~~~
*Terimakasih Semuanya*
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah, kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya. Sholawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW., sehingga
penyusunan skripsi yang berjudul IMPLEMENTASI NILAI-NILAI
PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK
MENUMBUHKAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) di IAIN Salatiga dapat
terselesaikan.
Dalam penyelesaian penelitian ini penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik berupa materi maupun
spiritual. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis hanya bisa mengucapkan
banyak terima kasih dan dengan diiringi doa semoga amal baik yang telah di
berikan, mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT.
Untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama
Islam.
3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA. selaku Pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan fikiranya dengan penuh kesabaran dan
kebijaksanaan dalam memberikan bimbingan pengarahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini.
vii
4. Bapak, Ibu dan segenap keluarga yang telah memberikan doa restunya kepada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
5. Rekan-rekan yang telah membantu penulis hingga terselesainya penelitian ini.
Karena keterbatasan penulis, penulis menyadari dalam penulisan
penelitian ini masih banyak kekurangannya dan penulis berharap saran dan
masukan dari para pembaca demi kebaikan penelitian ini.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya serta dapat menunjang pengembangan ilmu
pengetahuan.
Salatiga, 15 Maret 2016
Penulis
viii
ABSTRAK
Qomariyah, Nurul. 2016. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM TRADISI MERTI DUSUN UNTUK MENUMBUHKAN
KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (Studi kasus di dusun Kedakan desa
Kenalan kec. Pakis kab. Magelang) Dosen Pembimbing: Dr. Phil. Asfa
Widiyanto, MA.
Kata kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, Tradisi Merti Dusun, dan Kerukunan
Umat yang Berbeda Agama
Tradisi Jawa akan selalu berhubungan dengan ritual. Namun ritual yang
dilaksanakan secara Islami akan bermanfaat sebagai penyebaran Islam, dan dapat
menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat. Begitu pula dengan
nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi Merti Dusun di dusun
Kedakan, diantaranya adalah nilai toleransi, saling membantu, persatuan dan
kesatuan. Di dusun Kedakan terdapat keyakinan yang berbeda yaitu Islam dan
Kristen, sehingga akan sangat bermanfaat apabila diterapkan nilai-nilai yang
terdapat dalam tradisi Merti Dusun tersebut. Masyarakat dusun Kedakan akan
memiliki kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat
beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara warga muslim dan non-
muslim. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah makna tradisi
Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 2)
Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?, 3) Bagaimana implementasi
nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan
kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab.
Magelang?
Tujuan penelitian ini adalah: untuk mengetahui makna tradisi Merti Dusun di
dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, upaya untuk
menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec.
Pakis kab. Magelang, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi
Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan
desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
antropologi agama dan untuk mendapatkan data maka digunakan metode
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian ini adalah warga
muslim dan Kristen. Setelah dianalisis dan disimpulkan bahwa perbedaan
keyakinan di dusun Kedakan tidak dipermasalahkan. Bahkan saat acara tradisi
Merti Dusun yang seharusnya berbeparan di dalamnya hanya orang Islam saja,
namun warga Kristen suka rela membantu dengan bergotong-royong untuk
menyiapkan tempat yang akan dijadikan acara tersebut dan ikut meramaikan
bersama-sama pada saat pementasan pagelaran wayang. Hal itu didasarkan oleh
nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun yang diterapkan dalam
masyarakat dusun Kedakan, yaitu: (1) Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan
ix
pendidikan etika, bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku rendah dan
menghiasi diri dengan perilaku terpuji. (2) Amaliyyah, yang berkaitan dengan
pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan
ibadah maupun muamalah. Pendidikan ibadah memuat hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan nazar yang bertujuan
untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah. Sedangkan pendidikan muamalah itu
memuat hubungan antar-manusia, baik secara individual maupun institusional.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
PENGESAHAN.................................................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL..............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ...................................................................... 6
F. Studi Kepustakaan .................................................................... 10
G. Metode Penelitian ..................................................................... 18
H. Sistematika Penulisan................................................................ 23
xi
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tradisi Merti Dusun .................................................................. 25
B. Pendidikan Islam ......................... ............................................ 36
C. Kerukunan Umat Beragama ..................................................... 40
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis Dusun Kedakan .............................................. . 52
B. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Agama ................................. . 57
C. Kegiatan Bersama Antara Umat Islam dan Kristen ................. . 60
D. Kerukunan Umar Beragama di dusun Kedakan ....................... . 61
E. Temuan Penelitian .................................................................... . 64
BAB IV ANALISIS DATA
A. Makna Tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan ....................... . 69
B. Upaya untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama........ 74
C. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Merti
Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama........ 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 90
B. Saran ........................................................................................ 92
C. Penutup ..................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Daftar Riwayat Hidup
3. Daftar Nilai SKK
4. Lembar Konsultasi
5. Surat Pembimbing
6. Surat Ijin Penelitian
7. Data Penduduk dusun Kedakan
8. Dokumentasi
xiii
DAFTAR TABEL
1. Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
2. Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama
3. Tabel 3.3 Pendidikan Masyarakat
4. Tabel 3.4 Sarana Pendidikan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki banyak pulau dengan berbagai ragam suku dan
budaya. Masing-masing suku bangsa memiliki tradisi, kebiasaan, adat
istiadat, dan budaya tersendiri yang mempengaruhi kehidupan mereka.
Budaya itu harus dilestarikan supaya menjadi pribadi yang dapat
menemukan jati diri bangsa. Budaya merupakan bentuk cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang yang diwariskan
dari generasi ke generasi selanjutnya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Syam (2009: 68-69) “kebudayaan merupakan produk atau hasil aktifitas
nalar manusia, dimana ia memiliki kesejajaran dengan bahasa yang juga
merupakan produk dari aktifitas nalar manusia tersebut”.
Diantara banyak pulau di Indonesia, Jawa termasuk pulau yang
memiliki berbagai ragam budaya. Kebudayaan Jawa menurut Roqib (2007:
36) “merupakan kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat Jawa
dengan beberapa variasi dan heterogenesis masyarakat yang berkembang
baik di wilayah Jawa Tengah, Yogyakarta, maupun Jawa Timur”.
“Kebudayaan akan menjadi sebuah tradisi atau adat istiadat apabila
dilakukan secara terus-menerus” (Yahya, 2009: 2). Nilai-nilai yang ada
2
pada suatu tradisi apabila diterapkan di dalam masyarakat akan
memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat. Dalam
pelaksanaan tradisi akan selalu berhubungan dengan ritual atau upacara
tradisional. Namun ritual yang dilaksanakan secara islami akan bermanfaat
sebagai penyebaran Islam, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan
dalam masyarakat. Dalam pelaksanaan tradisi juga dapat dijadikan sarana
untuk penanaman nilai-nilai pendidikan Islam dalam masyarakat.
“Tradisi berarti suatu tatanan eksistensi manusia dan bagaimana
masyarakat mempresentasikannya di dalam kehidupannya” (Syam, 2009:
71). Tradisi merupakan suatu hal yang tertata sejak zaman dahulu, tinggal
bagaimana masyarakat sekarang melaksanakannya, begitu pula tentang
tradisi Jawa.
Menurut Saksono (2014: 120-121) menyatakan bahwa:
Tradisi Jawa adalah tradisi yang amat kaya dan dihimpun dari
kesusastraan yang merentang dari sumber-sumber kuno Sansekerta
hingga kisah-kisah babad dan legenda-legenda kerajaan, yang
ditafsirkan oleh pementasan wayang kulit. Tradisi Jawa dapat
menanamkan hubungan kekerabatan perilaku kehidupan sehari-hari
antara diri terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar menjadi lebih
dekat.
Tradisi Jawa yang dilaksanakan oleh kebanyakan masyarakat desa
masih kental dengan acara-acara yang dijalankan oleh leluhurnya. Seperti
halnya masyarakat yang ada di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang masih menjunjung tinggi tradisi Jawa, misalnya tradisi
Merti Dusun atau disebut juga bersih desa. Tetapi masyarakat di dusun
3
Kedakan tetap berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama Islam dalam
melaksanakan tradisi tersebut. Tradisi Merti Dusun biasa dikenal oleh
masyarakat sekitar sebagai selametan desa dalam mewujudkan rasa syukur
mereka terhadap rezeki yang telah dilimpahkan oleh Allah SWT. dan
bentuk keselarasan mereka terhadap alam karena alam dan manusia saling
melengkapi satu sama lainnya. Dalam tradisi Merti Dusun terkandung
nilai-nilai pendidikan Islam yang akan menjadikan masyarakat lebih dekat
dengan Allah SWT., dan menjadikan kehidupan bermasyarakat yang
aman, damai, tenteram, dan sejahtera. Tradisi Merti Dusun dilaksanakan
dalam sekali satu tahunnya yang bertepatan pada bulan Safar dalam
kalender Islam yang berdasarkan tahun Qomariyah. Dalam tradisi Merti
Dusun, masyarakat biasanya mengadakan acara-acara kesenian, misalnya
wayangan.
Tradisi Merti Dusun dipimpin oleh tokoh terkemuka di dalam
masyarakat, seperti kepala dusun. Acara merti dusun bisa jadi lebih ramai
dibandingkan pada hari raya Idul Fitri. Keramaian terjadi karena adanya
antusias dari masyarakat sekitar. Masyarakat dusun Kedakan mempercayai
bahwa semakin ramai acara Merti Dusun dan banyaknya saudara,
tetangga, dan teman yang berkunjung ke tempat mereka, akan semakin
bertambah dan berlipat ganda pula rezeki yang akan diberikan Allah SWT.
kepada mereka. Dengan adanya tradisi yang berpengaruh besar bagi
masyarakat dusun Kedakan yang mengajarkan tentang nilai-nilai
4
pendidikan Islam berupa tatakrama, kerukunan dan keselarasan, tradisi
tersebut memiliki hubungan yang kuat terhadap agama.
Menurut Joachim Wach, “agama adalah problem pemikiran yang
utama, agama adalah perbuatan manusia yang paling mulia dalam
kaitannya dengan Tuhan Maha Pencipta, kepada-Nya lah manusia
memberikan kepercayaan dan membangun keterikatan yang
sesungguhnya” (Fauzi, 2007: 3). Agama adalah suatu kepercayaan yang
dimiliki seseorang terhadap Tuhan Maha Pencipta untuk melakukan
ibadah, sehingga seseorang dapat berhubungan yang lebih dekat dengan
Tuhannya.
“Hubungan agama dan kebudayaan itu dapat terjadi karena adanya
agama yang mempengaruhi kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya
adalah agama, tapi simbolnya adalah agama; kebudayaan dapat
mempengaruhi simbol agama; kebudayaan dapat menggantikan sistem
nilai dan simbol agama” (Roqib, 2007: 6). Agama tidak akan tersebar
tanpa adanya budaya. Sehingga kebudayaan tidak akan terlepas
hubungannya dari agama, karena dalam masyarakat Jawa masih
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang sesuai dengan ajaran-ajaran
agama.
Merti Dusun juga merupakan acara yang dapat menumbuhkan
kerukunan, tali silaturrahmi, dan saling menghormati antar umat
beragama. Sebagaimana yang diungkapkan Hadziq (2009: 381) bahwa
5
“Kerukunan adalah cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur
hubungan luar antara orang yang tidak seagama dalam proses sosial
kemasyarakatan”. Dengan begitu, dalam kehidupan bermasyarakat
diperlukan komunikasi antar sesama masyarakat, baik seagama maupun
beda agama. Komunikasi antar masyarakat beragama akan mewujudkan
kehidupan yang tenteram, bebas dari ancaman, konflik antar umat
beragama dan terhindar dari terjadinya kekerasan diantara satu sama lain.
Masyarakat juga akan menjadi kuat atau kokoh dengan tali persaudaraan
dan persatuan yang ada diantara mereka.
Oleh karena itu, berawal dari latar belakang tersebut peneliti
mengajukan sebuah penelitian dengan judul “Implementasi Nilai-nilai
Pendidikan Islam Dalam Tradisi Merti Dusun Untuk Menumbuhkan
Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa
Kenalan kec. Pakis kab. Magelang).
B. Rumusan Masalah
1. Apakah makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan
kec. Pakis kab. Magelang?
2. Bagaimana upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di
dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?
3. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi
Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang?
6
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang:
1. Makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang
2. Upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang
3. Implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun
untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan
desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis, diantaranya sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan manfaat
bagi lembaga IAIN Salatiga berupa ilmu pengetahuan sosial; agama;
dan budaya, serta sebagai mahasiswa dapat menerapkan nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam lingkungan masyarakat agar tercipta
kerukunan dan kedamaian pada kehidupan masing-masing.
2. Manfaat praktis
Manfaat penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi masyarakat
agar lebih taat kepada Tuhannya, tetap menjaga tradisi-tradisi yang
telah ada, menyambung silaturrahmi, dan menanamkan nilai-nilai
7
Pendidikan Islam, serta menumbuhkan kerukunan baik sesama agama
maupun berbeda agama dalam kehidupan bermasyarakat.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami pengertian
dari judul tersebut, penulis menjelaskan pengertian istilah-istilah yang
terdapat di dalamnya hingga menjadi pengertian yang utuh sebagai
berikut:
1. Implementasi
“Implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga
memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan,
keterampilan maupun nilai, dan sikap” (Kunandar, 2011:233).
Implementasi dapat berarti sebagai suatu pelaksanaan dan penerapan
dalam suatu kegiatan yang terencana dan didasarkan pada acuan norma
untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Nilai
“Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu
baik atau buruk” (Ali, 2007: 46). Nilai berarti rujukan yang dapat
menentukan suatu pilihan baik atau buruk.
3. Pendidikan
“Pendidikan merupakan latihan mental, moral, dan fisik yang
menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas
8
kewajiban, menumbuhkan kepribadian, dan tanggungjawab dalam
masyarakat selaku hamba Allah” (Uhbiyati, 1997: 12). Pendidikan
adalah suatu proses mendapatkan ilmu yang menjadikan seseorang
lebih berharga dan memiliki pengetahuan lebih luas.
4. Islam
“Islam adalah agama yang berasal dari Allah SWT. yang
diturunkan melalui utusan-Nya, Muhammad saw. Ajaran-ajaran Islam
tertuang dalam Al-Qur’an dan sunnah, berupa petunjuk-petunjuk,
perintah-perintah, dan larangan-larangan demi kebaikan manusia”
(Hamid, 2008: 17). Islam merupakan petunjuk, perintah, dan larangan
bagi penganutnya yang akan menjadikan pribadi yang baik menuju
ridlo-Nya.
5. Pendidikan Islam
“Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang dapat
memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya
sesuai dengan cita-cita Islam, karena nilai-nilai Islam telah menjiwai
dan mewarnai corak kepribadiannya” (Uhbiyati, 1997: 13). Pendidikan
Islam yaitu sistem pendidikan yang memberikan ilmu pengetahuan
tentang Islam, yang menjadikan seseorang memiliki kepribadian yang
sesuai dengan norma-norma Islam.
9
6. Tradisi
Menurut Mujib (2006: 42) menyatakan bahwa tradisi atau
‘uruf/adat adalah:
Kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan maupun
perbuatan yang dilakukan secara kontinu dan seakan-akan
merupakan hukum tersendiri, sehingga jiwa merasa tenang
dalam melakukannya karena sejalan dengan akal dan diterima
oleh tabiat yang sejahtera.
Tradisi berarti segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan
masyarakat untuk melakukan suatu hal yang sesuai dengan aturan
dalam masyarakat.
7. Merti Dusun
Menurut Khalil (2008: 292) menyatakan bahwa:
Merti Dusun atau bersih dusun adalah sebuah selametan
yang melibatkan seluruh warga dusun dan dilaksanakan sekali
dalam setahun. Dalam melaksanakan bersih desa, secara
spiritual masyarakat membersihkan diri dari kejahatan, dosa,
dan segala yang menyebabkan kesengsaraan.
Tradisi Merti Dusun yaitu bentuk pembersihan diri masyarakat
dari hal-hal buruk yang dilakukan sekali dalam setahun, yaitu pada
bulan Sapar atau Safar dalam kalender Qomariyah.
8. Kerukunan
Berkaitan dengan kerukunan, Hadziq dkk (2009: 379-381)
menyatakan sebagai berikut:
Kerukunan berasal dari bahasa Arab “ruknun” yang
berarti tiang, dasar atau sila. ....Dalam pengertian sehari-hari
rukun dan kerukunan berarti damai dan perdamaian. .... Rukun
10
dan damai dapat disebut kerukunan sementara, kerukunan
politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara adalah
kerukunan yang dituntut oleh situasi. .... Kerukunan politis sama
dengan kerukunan sementara yang digunakan sebagai taktik atau
alat untuk mencapai tujuan tertentu. .... Sedangkan kerukunan
hakiki yaitu kerukunan yang didorong oleh kesadaran dan hasrat
bersama demi kepentingan bersama. Kerukunan hakiki adalah
kerukunan murni mempunyai harga dan nilai yang tinggi dan
bebas dari segala pengaruh dan hipokrisi.
9. Umat
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 988) kata umat
berarti “para penganut (pemeluk atau pengikut) suatu agama”. Umat
adalah sekelompok orang yang menganut suatu agama dan mengikuti
ajaran agama tersebut yang dibawa oleh Nabi.
10. Agama
“Menurut pernyataan Thomas Luckman, agama merupakan
kapasitas organisme manusia untuk memuliakan hakikat biologisnya
melalui pembangunan semesta-semesta makna yang obyektif,
mengikat secara moral, dan meliputi budaya” (Ilyas, 2012: V). Agama
merupakan pedoman bagi seluruh penganutnya untuk menjalankan
ajaran-ajaran yang ada di dalamnya.
11. Kerukunan Umat Beragama
“Kerukunan umat beragama yaitu kehidupan beragama yang
rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang berbeda
agama atau keyakinan” (Ilyas, 2012: 221, 242). Kerukunan umat
beragama yaitu perwujudan dari kehidupan bermasyarakat yang damai,
11
rukun, tenteram, dan sejahtera baik sesama agama maupun berbeda
agama.
F. Studi Kepustakaan
Untuk mengetahui tentang penelitian ini yang lebih jelas, maka perlu
kiranya mengkaji hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa studi yang
serupa tentang nilai-nilai pendidikan dalam merti dusun dan kerukunan
antar umat beragama yang dapat dijadikan rujukan oleh penulis,
diantaranya:
Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran Semarang yang ditulis oleh
Puniatun, yang berjudul “Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai
Upaya Untuk Memelihara Kebudayaan Nasional”. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga dapat menghasilkan data
deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dihadapi. Berasal dari sumber data yang akurat berdasarkan
informasi dari masyarakat, sehingga menghasilkan data bahwa tradisi
sedekah bumi berarti perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan
Yang maha Esa dalam rangka sedekah bumi. Dalam pelaksanaan sedekah
bumi dipentaskan sebuah kesenian yang berupa wayang kulit. Dalam
cerita wayang kulit, dapat dijadikan sebagai alat propaganda yang baik
untuk menyampaikan sebuah pendidikan. Misalnya pendidikan anti
korupsi, sifat kesatria yang memiliki kejujuran, tanggung jawab, disiplin
dan kerja keras. Karena pendidikan merupakan sarana untuk mengetahui
kebudayaan yang menyangkut bahasa, tingkah laku, dan budi pekerti
12
manusia dalam bermasyarakat. Dalam tradisi sedekah bumi sangat
berperan dalam perkembangan moral karena di dalamnya terkandung
nilai-nilai kepahlawanan, kesetiaan, kejujuran, kerja keras, rela berkorban
dan sebagainya.
Jurnal pengetahuan dan pemikiran seni yang ditulis oleh Wahyu
Lestari sebagai staf pengajar Jurusan Sendratasik FBS Universitas Negeri
Semarang, yang berjudul “Ruwatan (Merti Desa) Masyarakat
Gunungkidul Pasca Gempa Bumi Tektonik di Daerah Istimewa
Yogyakarta”. Merti desa merupakan salah satu upacara ritual yang sudah
mentradisi pada masyarakat Jawa khususnya. Merti Desa sebagai bentuk
upacara ritual oleh masyarakat Gunungkidul dilaksanakan pada setiap
tahun sekali, sebagai tradisi dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Merti Desa dilaksanakan dalam berbagai rangkaian acara
seperti upacara yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dipimpin oleh
Pemerintah daerah pada wilayah desa tertentu, diikuti oleh warga
masyarakat setempat, oleh pemerintah atau pamong desa. Upacara Merti
Desa juga sekaligus dapat digunakan sebagai wahana mengajak
masyarakat melestarikan dan nguri-uri tradisi warisan nenek moyang serta
mengajak masyarakat mengambil hikmah dan nilai-nilai yang terkandung
dalam upacara tradisi Merti Desa. Diharapkan masyarakat dapat
menikmati hiburan atau tontonan serta mendapat tuntunan dan mengambil
nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, diantaranya manusia harus
selalu eling lan waspodho, mengingat dan mengucapkan terimakasih
13
kepada Bumi yang telah memberi segalanya untuk kebutuhan kehidupan
manusia. Merti Desa merupakan salah satu tradisi Jawa yang memiliki
nilai-nilai religius, yang dapat dijadikan untuk perantara sebuah harapan,
doa, dan cita-cita agar mendapat kebaikan, keselamatan, dan kesejahteraan
dalam menjalankan hidup.
Jurnal yang ditulis oleh Amalia Septi Puspitasari Fakultas
Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas Muhammadiyah
Purworejo Tahun 2012, yang berjudul “Kajian Folklor Tradisi Merti
Dhusun di Dusun Tugono Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing
Kabupaten Purworejo”. Yang membahas tentang prosesi tradisi merti
dhusun, fungsi tradisi merti dhusun, dan makna simbolik yang terkandung
dalam tradisi merti dhusun di dusun Tugono. Jenis penelitian yang
digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan emik,
dimana peneliti mendasarkan sudut pandang partisipan. Dalam prosesi
merti dhusun hal yang dilakukan adalah membersihkan dusun dan bersih
kubur, ziarah kubur, tayub siang, mengumpulkan jolen, kirab dilanjutkan
hiburan tayub sampai pagi hari. Dan fungsi yang terdapat dalam tradisi
merti dhusun yaitu sebagai fungsi sosial, fungsi ritual, fungsi pelestarian
tradisi, fungsi hiburan, fungsi pendidikan baik pendidikan ketuhanan
maupun budi pekerti, dan fungsi ekonomi. Sedangkan makna yang
terkandung dalam ubarampe meliputi tumpeng robyong, tumpeng tunjung,
tumpeng rasul dan ayam ingkung, boning baning, jenang abang putih, sega
golong lima, ambeng kalih, sekul sepuh, jajan rekan, dan jajan pasar.
14
Skripsi yang ditulis oleh AA Ihyauddin Al- Mahali Jurusan tarbiyah,
Program Studi Pendidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga Tahun 2012, yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan
Islam yang Terkandung dalam Tradisi Merti Desa (Studi di Dusun
Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang)”, yang membahas
tentang nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi Merti
Desa di dusun Bawang. Tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk
mengetahui nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam Tradisi
Merti Desa di dusun Bawang. Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif kualitatif, dan metode dalam pengumpulan data peneliti
menggunakan studi dokumentasi, wawancara, dan observasi. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan merti desa yaitu pada
waktu penduduk tani selesai melaksanakan panen padi raya secara
serentak, yang biasanya bertepatan pada bulan Juni atau Juli pada hari
Rabu Wage, yang diyakini bahwa hari tersebut merupakan hari lahirnya
Dusun Bawang. Merti desa dimaksudkan untuk mengungkapkan rasa
syukur masyarakat terhadap Dewi Sri (Dewi Padi) sebagai penjaga
keamanan para tani, dan wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah mengabulkan panen hasil tanaman padi tersebut. Merti Desa
memberikan nilai-nilai yang baik bagi masyarakat, pertama nilai aqidah
yaitu suatu bentuk keyakinan masyarakat terhadap Allah SWT yang telah
memberikan keselamatan atas hasil panennya. Kedua, nilai ibadah yang
berupa pembacaan doa atau tahlilan untuk mendoakan keselamatan warga
15
dan arwah sebagai wujud ibadah. Ketiga, nilai gotong royong atau
kerjasama yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti
membersihkan makam dan membuat umbul-umbul. Keempat, nilai syukur
yaitu mensyukuri nikmat Tuhan Yang Maha Esa dengan memberikan
sebagian dari apa yang telah diperolehnya, seperti memberikan makanan.
Skripsi yang ditulis Natalia Tri Andyani Jurusan Sosiologi dan
Antropologi, Fakultas Imu Sosial Universitas Negeri Semarang Tahun
2013, yang berjudul “Eksistensi Tradisi Saparan pada Masyarakat Desa
Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”, yang membahas
tentang pelaksanaan tradisi saparan dan sebab-sebab masyarakat desa
sumberejo masih melaksanakan tradisi Saparan, serta eksistensi Saparan di
desa Sumberejo. Tradisi Saparan merupakan tradisi yang bermula dari
bentuk merti desa yang dilaksanakan oleh penduduk desa Sumberejo
setiap bulan Sapar. Merti desa merupakan upacara syukuran atau slametan
atas keberkahan dan kelimpahan yang telah di dapat oleh warga.Ada tiga
bentuk perayaan dalam pelaksanaan Saparan yang berupa perayaan
komunal, individu, dan hiburan. Perayaan komunal yaitu doa bersama di
rumah kepala dusun, doa tersebut memiliki tujuan kemakmuran dan
keselamatan desa serta untuk memperkuat solidaritas diantara warga.
Perayaan individu dilaksanakan di rumah masing-masing warga dengan
tujuan untuk mempererat tali kekerabatan. Sedangkan perayaan hiburan
bertujuan untuk meramaikan suasana Saparan. Masyarakat desa
Sumberejo masih mempertahankan tradisi Saparan karena tradisi Saparan
16
ternyata masih sangat fungsional dalam kehidupan sosial masyarakat desa
Sumberejo. Diantaranya adalah berfungsi sebagai pembawa kemakmuran,
menjaga ikatan kekerabatan, menjaga ikatan solidaritas dan kerukunan
warga, hiburan, serta menjaga warisan budaya.
Skripsi yang ditulis oleh Lina Kurniawati Jurusan Tarbiyah, Program
Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga Tahun 2013, yang berjudul “Slametan dalam Perspektif
Pendidikan Islam”, yang membahas tentang nilai yang terkandung dalam
tradisi slametan, konsep pendidikan Islam menurut para tokoh pendidikan
Islam, dan slametan dalam perspektif pendidikan Islam. Skripsi ini
menggunakan metode yang bersifat literatur (kepustakaan), dan observasi
kepustakaan. Membahas tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang
terkandung dalam tradisi slametan. Pertama, nilai tauhid yang berarti
bahwa manusia harus mempercayai adanya Tuhan yang Maha Esa dengan
cara beriman dan bertakwa kepadaNya. Kedua, nilai kemanusiaan yang
berarti bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia diantara
makhluk-makhluk lainnya yang memiliki akal untuk berfikir, belajar,
memahami, dan merenung. Ketiga, nilai kesatuan umat manusia yang
merupakan prinsip untuk memelihara keutuhan sosial dalam menentukan
nasib umat manusia. Keempat, nilai keseimbangan yang berarti bahwa
umat manusia diajak untuk hidup yang seimbang agar tidak terjebak dalam
kehidupan duniawi yang materialis dan sekuler. Kelima, nilai rahmatan lil
17
alamin yaitu Allah mengutus Rasulullah tidak hanya untuk segolongan
umat saja, melainkan seluruh isi semesta alam.
Jurnal At-Tafkir pada tahun 2014 yang ditulis oleh Syamsul Rizal
yang berjudul “Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon”. Dalam penelitian ini membahas
tentang nilai-nilai kearifan lokal yang ada di desa tersebut yang terwujud
dalam sebuah acara, misalnya sedekah bumi. Dalam sedekah bumi sudah
menjadi kegiatan ritual secara turun-temurun yang bertujuan agar tanaman
yang mereka tanam menghasilkan hasil yang melimpah. Dan ada pula
acara sabtuan dan tahlilan, yang dijadikan masyarakat sebagai kontrol
terhadap dampak negatif yang diakibatkan oleh modernisasi dan
globalisasi dalam masyarakat. Dalam acara sedekah bumi mereka saling
menanamkan nilai-nilai dalam bermasyarakat yang baik, maka tidaklah
dibedakan dalam pelaksanaan sedekah bumi antara umat Islam dan
Kristen. Sehingga dapat menumbuhkan sikap bermasyarakat yang rukun
tanpa adanya konflik antar umar berbeda agama.
Dalam hal ini penulis akan membahas tentang Implementasi nilai-
nilai pendidikan Islam dalam Tradisi Merti Dusun untuk Menumbuhkan
Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus di dusun Kedakan desa Kenalan
kec. Pakis kab. Magelang). Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah
metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan antropologi agama.
Menurut penulis penelitian yang lebih lanjut perlu dilakukan, karena
adanya suatu tradisi merti dusun di dalamnya terdapat nilai-nilai
18
pendidikan Islam yang dapat menimbulkan dan menubuhkan kerukunan
dalam masyarakat yang berbeda keyakinan di dusun Kedakan. Dalam
pelaksanaan upacara tradisi merti dusun, masyarakat dapat menjalin
hubungan kehidupan yang rukun, saling menghormati dan orang yang
berbeda agama ikut serta dalam meramaikan upacara tersebut. Dengan
dilakukan penelitian, penulis dapat mengetahui makna tradisi Merti
Dusun, nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun, upaya
untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama, serta cara penerapan
nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk
menumbuhkan kerukunan umat beragama.
G. Metode Penelitian
“Metode penelitian merupakan pisau bedah untuk mengetahui
permasalahan yang diajukan dalam penelitian. Metode penelitian memuat
tentang metode yang digunakan dalam penelitian secara rinci” (Maslikhah,
2013: 318). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif.
Menurut Emzir (2014: 174) tentang metode tersebut adalah:
Metode ini mencakup masalah deskripsi murni tentang
program dan/atau pengalaman orang di lingkungan penelitian.
Tujuan deskripsi ini adalah untuk membantu pembaca
mengetahui apa yang terjadi di lingkungan di bawah
pengamatan, seperti apa pandangan partisipan yang berada di
latar penelitian, dan seperti apa peristiwa atau aktivitas yang
terjadi di latar penelitian.
19
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan antropologi agama. “Antropologi agama yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang manusia yang menyangkut
agama dengan pendekatan budaya” (Hadikusuma, 1993: 9).
Pendekatan antropologi agama dilakukan untuk mengetahui berbagai
hal tentang suatu acara dan upacara keagamaan, misalnya untuk
mengetahui kapan acara dan upacara agama dilaksanakan, tempat
pelaksanaan, alat perlengkapan, maksud dan tujuan pelaksanaan, tata-
tertib dan tata-cara pelaksanaan, serta orang-orang yang bertindak
dalam pelaksanaan upacara keagamaan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Kedakan Desa Kenalan
Kec. Pakis Kab.Magelang.
3. Sumber Data
Sumber data yang akan diperoleh dalam penelitian ini
menggunakan subyek sebanyak 10 sampel, yang terdiri dari 2
perangkat desa yaitu kepala dusun dan modin, 3 orang tokoh
masyarakat, dan 5 orang warga. Subyek yang telah dipilih diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai keadaan yang sebenarnya.
4. Metode Pengumpulan Data
“Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya. Metode
20
pengumpulan data dapat berupa angket, wawancara, pengamatan atau
observasi, tes, dan dokumentasi (Arikunto: 2010: 203). Dalam
penelitian kualitatif yang memerlukan banyak sumber data agar
hasilnya dapat dipertanggungjawabkan, maka metode pengumpulan
data yang peneliti gunakan adalah:
a. Wawancara
“Wawancara adalah diskusi antara dua orang atau lebih dengan
tujuan tertentu (Kahn dan Cannel 1957). Wawancara
memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari
para responden dalam berbagai situasi dan konteks” (Sarosa, 2012:
45). Wawancara dilaksanakan menggunakan dua langkah, yang
pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang
masalah dan subyek yang dikaji. Kedua, peneliti melakukan
wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih
banyak dan penting sampai menemukan inti dari permasalahannya.
b. Observasi
“Menurut Hughes (2005), observasi atau studi lapangan yaitu
pengamatan akan mausia pada ‘habitatnya’” (Sarosa, 2012: 56).
Observasi dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap
proses maupun tahapan dalam pelaksanaan tradisi merti dusun di
Dusun Kedakan Desa Kenalan Kecamatan Pakis Kabupaten
Magelang.
21
c. Dokumentasi
“Esterberg (2002) menyatakan bahwa dokumen adalah segala
sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia”
(Sarosa, 2012: 61). Dokumentasi digunakan sebagai alat untuk
pelengkap data dalam penelitian, bersumber dari manusia baik
berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik
(softcopy) yang berupa buku, foto, dan lain-lain. Fokus penelitian
sebagai sumber data yang ada di dokumentasi adalah pelaksanaan
tradisi merti dusun dan kerukunan antar umat beragama.
5. Analisis Data
Moleong (2009: 248) menyatakan bahwa analisis data kualitatif
adalah:
Upaya yang dilakukan dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.
“Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka
digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan
verifikasi” (Maslikhah, 2013: 323). Yaitu sebagai berikut:
a. Reduksi Data
Tahap ini dilakukan proses pemilihan dan pemusatan dengan
menelaah seluruh data dari berbagai sumber baik dari wawancara,
22
observasi, maupun dokumentasi. Sehingga dapat memperoleh hal-
hal pokok dari data atau informasi yang diperoleh di lapangan.
b. Penyajian Data
Pada tahap ini, peneliti melakukan pengelompokan atau
merangkum informasi tersusun. Dari pengelompokan dan
rangkuman informasi tersebut, dapat menjadi kesimpulan yang
singkat, padat, dan bermakna. Sehingga penelitiannya dapat
diketahui dengan mudah.
c. Verifikasi Data
Pada tahap ini peneliti melakukan pencarian makna dari setiap
gejala yang diperoleh dari lapangan. Makna yang telah diperoleh
dibandingkan dengan buku penunjang hingga mendapat
kesimpulan. Kemudian dilakukan pengujian terhadap kesimpulan
yang telah diambil. Kesimpulan itu dihubungkan dengan hasil
penelitian dengan teori para ahli dengan cara member-check.
Sehingga peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian untuk
dilaporkan.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengecek keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi dengan beberapa langkah pengujian, yaitu uji derajat
kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Dengan
pengujian itu, peneliti perlu melakukan observasi secara terus-menerus
23
hingga memperoleh pembuktian terhadap sesuatu yang diteliti,
membuat uraian laporan berdasarkan data yang diperoleh secara jelas,
menentukan konsultan peneliti yang sesuai bidangnya, dan yang
terakhir adalah mengkonfirmasikan data yang telah diperoleh kepada
para ahli.
7. Tahap-tahap Penelitian
Tahap-tahap yang diambil peneliti untuk memulai penelitian
yaitu dengan menentukan judul atau topik penelitian, pengkajian buku-
buku yang berkaitan dengan Pendidikan Islam, tradisi Merti Dusun dan
kerukunan umat beragama, pencarian informasi mengenai topik
penelitian, menentukan lokasi yang akan diteliti, menentukan subyek
yang akan diteliti untuk memperoleh suatu data, pencarian terhadap
prosedur pengumpulan data, dan menganalisis data yang ada, serta
melakukan pengecekan terhadap keabsahan data.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian skripsi ini dipakai sebagai aturan yang saling
terkait dan saling melengkapi, adapun sistematika penulisan sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan, menjelaskan secara umum tentang arah
penelitian yang dilakukan, yang mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan
24
kegunaan penelitian, penegasan istilah, studi kepustakaan,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Kajian Teori, bab ini membahas tentang tradisi Merti
Dusun, pendidikan Islam, dan kerukunan umat beragama di
dusun Kedakan desa Kenalan kec.Pakis kab.Magelang.
BAB III Laporan Hasil Penelitian, yang berisi letak geografis,
keadaan sosial kemasyarakatan agama, kegiatan bersama
antara umat Islam dan Kristen di dusun Kedakan desa
Kenalan kec. Pakis kab. Magelang, dan temuan penelitian.
BAB IV Analisis Data, berisi analisis tentang makna tradisi Merti
Dusun, upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat
beragama, dan implementasi nilai-nilai pendidikan Islam
dalam tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan
umat beragama di dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis
kab. Magelang.
BAB V Penutup, bab ini akan disampaikan tentang kesimpulan,
saran dan penutup.
Diakhiri dengan daftar pustaka, dan lampiran-lampiran yang dapat
mendukung laporan penelitian ini.
25
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tradisi Merti Dusun
1. Pengertian Tradisi Merti Dusun
Merti Dusun adalah suatu kegiatan yang dilakukan masyarakat
dusun dengan bergotong-royong tanpa melihat status, baik itu orang
Islam maupun Kristen. Walaupun dalam acara Merti Dusun yang
sangat berperan adalah masyarakat Islam, namun masyarakat Kristen
pun ikut membantu misalnya dengan ikut serta menyiapkan tempat
yang akan dijadikan acara Merti Dusun.
Menurut Koentjaraningrat (1999) dalam skripsi Al-Mahali
(2012: 30) menyatakan bahwa:
Merti Dusun, Memetri Dusun, Kadeso, Tu deso, bersih
dusun atau kalau jaman sekarang orang menyebut Ulang Tahun
Dusun kesemua kosa kata tersebut mempunyai arti yaitu suatu
bentuk syukur masyarakat dusun dimana mereka tinggal dengan
suatu rangkaian kegiatan diantaranya; melakukan Merti Dusun,
selamatan bersama dan pagelaran wayang semalam suntuk
(tradisi) kesemua kegiatan memiliki arti yang signifikan dalam
menata system kemasyarakatan ala adat Jawa (salah satu
penjabaran ajaran dalam kitab Rojo Niti).
Merti Dusun merupakan sebuah tradisi, budaya, selamatan, dan
bentuk ritual yang telah ada sejak zaman dahulu dan hingga sekarang
masih terlaksana dengan baik. Merti Dusun dilaksanakan oleh seluruh
26
warga desa, baik laki-laki maupun perempuan, tua muda, bersama
pamong desa dan sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat. Dan
bahkan warga tetangga juga ikut meramaikannya. Dengan adanya
gotong royong antar warga biaya yang dihabiskan dalam acara Merti
Dusun, ditanggung bersama berapapun totalnya. Berasal dari arti
sebuah Merti Dusun, maka akan lebih jelas apabila dijelaskan secara
terperinci.
a. Tradisi
“Tradisi merupakan khasanah yang terus hidup dalam
masyarakat secara turun-temurun yang keberadaannya akan selalu
dijaga dari satu generasi ke generasi berikutnya” (Yahya, 2009: 2).
Tradisi merupakan suatu hal yang dilaksanakan dengan meniru dari
generasi sebelumnya, dan sebagai generasi berikutnya harus
melestarikannya dengan baik.
Berkaitan dengan hal itu, Sujamto (1992: 185) menyatakan
bahwa “tradisi atau adat merupakan aturan yang lazim dilakukan
sejak dahulu kala, kebiasaan, cukai, dan wujud gagasan
kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma, hukum, dan
aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem”. Adat merupakan kebiasaan dan wujud gagasan dari
masyarakat yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebudayaan,
sehingga masyarakat akan lebih banyak bermakna dan hidup
menjadi lebih sejahtera.
27
b. Kebudayaan
Dalam teori Antropologi, “kebudayaan adalah seluruh sistem
gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia
dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan
belajar” (Koentjaraningrat, 2011: 72). Kebudayaan merupakan
suatu tindakan yang dilakukan manusia sejak zaman dahulu hingga
sekarang masih dijalankan dan dijadikan sebuah pendidikan dalam
kehidupan.
Menurut M.M. Djojodiguno dalam buku Widagdho (1994:
20-21) mengatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya
dari budi, yang berupa:
1) Cipta, yaitu kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia
segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi
pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu
pengetahuan.
2) Karsa, yaitu kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal
“sangkan paran”. Darimana manusia sebelum lahir (sangkan),
dan kemana manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa
norma-norma keagamaan atau kepercayaan. Timbullah
bermacam-macam agama, karena kesimpulan manusiapun
bermacam-macam pula.
3) Rasa, yaitu kerinduan manusia akan keindhaan, sehingga
menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia
28
merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.
Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai
norma keindahan yang kemudian menghasilkan macam
kesenian.
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara yaitu buah budi
manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang
merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi
berbagai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat
tertib dan damai. Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan
adalah gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya
dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budi pekertinya
(Widyosiswoyo, 1996: 33-34). Jadi, kebudayaan adalah suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh manusia dalam menyampaikan
bentuk kebahagiaan dan rasa syukur terhadap apa yang telah
diberikan oleh Sang Pencipta dengan menanamkan nilai-nilai
pendidikan yang berupa budi pekerti luhur sebagai manusia.
“Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, adat, dan
berbagai kemampuan maupun kebiasaan yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat” (Khalil, 2008: 130). Dalam
kebudayaan Jawa ada beberapa budaya yang masih dikembangkan
oleh masyarakat. Diantaranya tradisi yang berkaitan dengan
29
lingkaran hidup dan upacara yang berkenaan dengan kekeramatan
bulan-bulan Islam, misalnya pada bulan Safar atau Saparan. Pada
bulan Safar masyarakat menyebut acara tersebut dengan merti
dusun atau bersih desa.
c. Ritual
“Ritual dipandang sebagai konsensus simbolik (secara khas
mencerminkan proses sosial) menuju pengakuan lebih besar atas
improvisasi, atau penggunaan kreatif simbol-simbol dan
fragmentasi makna” (Beatty, 2001: 37). Sebagaimana yang
dijelaskan oleh Sutrisno (2005: 96) menyatakan bahwa “Ritual
merupakan sebuah bentuk dari perayaan-perayaan, festival, dan
acara-acara budaya dalam masyarakat”.
Ritual berarti sebuah bentuk atau simbol dari pelaksanaan
budaya yang sudah dirancang sedemikian rupa untuk dilaksanakan
oleh masyarakat yang tidak dapat berubah untuk menuju tujuan
tertentu. Simbol-simbol dalam ritual dimaksudkan sebagai sarana
atau media untuk menitipkan pesan-pesan atau nasihat-nasihat bagi
masyarakat.
d. Selametan
“Selametan merupakan bentuk penerapan sosio-religius orang
Jawa, praktek perjamuan yang dilaksanakan bersama-sama dengan
para tetangga, sanak keluarga, teman, dan sahabat” (Yana, 2012:
30
47). Selametan dimaksudkan sebagai bentuk rasa syukur
masyarakat dusun terhadap apa yang ada di alam semesta,
disamping itu juga sebagai bentuk permohonan maaf atas
kesalahan dan dosa yang telah mereka lakukan beserta para leluhur
mereka. Selametan juga bermaksud untuk mendekatkan antar
sesama warganya agar semakin mengenal satu sama lainnya,
menjaga silaturrahim, dan menumbuhkan kerukunan dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (2004: 348) menyatakan bahwa
upacara selamatan dapat digolong-golongkan ke dalam empat
macam sesuai dengan peristiwa atau kejadian kehidupan manusia
sehari-hari, yaitu:
a) Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang, misalnya
hamil tujuh bulan, kelahiran, upacara potong rambut pertama,
upacara menyentuh tanah untuk pertama kali, upacara menusuk
telinga, sunat, kematian, serta saat-saat setelah kematian.
b) Selamatan yang bertalian dengan bersih desa, penggarapan
tanah pertanian, dan setelah panen padi.
c) Selamatan berhubungan dengan hari-hari serta bulan-bulan
besar Islam.
d) Selamatan pada saat-saat yang tidak tertentu, berkenaan dengan
kejadian-kejadian, seperti perjalanan jauh, menempati rumah
31
kediaman baru, menolak bahaya (ngruwat), janji kalau sembuh
dari sakit (khaul), dan lain-lain.
2. Tujuan Tradisi Merti Dusun
Merti Dusun dilaksanakan dalam mewujudkan rasa syukur atau
penghormatan terhadap alam semesta dengan diadakannya selametan
dan pagelaran wayang. Tradisi Merti Dusun merupakan tradisi Islam
Jawa, sehingga masyarakat memanfaatkan acara tersebut sebagai
penanaman nilai-nilai pendidikan Islam terhadap generasi penerus
bangsa. Jika nilai-nilai pendidikan Islam itu tertanam dengan baik,
maka masyarakat akan lebih dekat dengan Allah SWT., serta memiliki
sifat dan sikap yang baik terhadap lingkungan sekitar, misalnya
manusia. Masyarakat akan menjadi satu kesatuan dalam kehidupan
bermasyarakat dengan hidup saling rukun, toleransi, menghargai, dan
menghormati kepada siapa saja walaupun berbeda agama.
Merti Dusun memiliki maksud untuk menumbuhkan kerukunan
antar umat manusia baik sesama agama maupun berbeda agama, baik
yang kaya maupun miskin, dan yang memiliki kasta maupun orang
biasa. Sebagai pembelajaran bagi generasi muda agar tidak lupa akan
sejarah budaya Jawa, khususnya budaya yang ada di desa. Tradisi
Merti Dusun berfungsi sebagai proses mendekatkan diri kepada Allah
dan menuju jalan-Nya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan sebagai
sarana silaturrahim antar warga, saudara, dan teman. Agar antar warga,
saudara, dan teman terjalin persatuan dan kesatuan yang kokoh dan
32
dapat menjalankan suatu tradisi sebagai pelestarian budaya Jawa.
Acara Merti Dusun bertujuan agar dusunnya menjadi tenteram, bersih,
terib, teratur, indah, dan nyaman sehingga tetap terjaga ketahanan dan
kekokohan dusunnya. Tradisi Merti Dusun juga bertujuan agar
lingkungan masyarakatnya mendapat keselamatan dan kebahagiaan di
dunia maupun akhirat.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 dijelaskan bahwa
manusia diciptakan berbagai bangsa untuk saling kenal, yang
berbunyi:
م من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوبا وق بائل لت عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناك
أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبي
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Terjemah surat Al-
Hujurat ayat 13)
3. Materi Tradisi Merti Dusun
Materi yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun berupa nilai-
nilai pendidikan Islam. Nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi Merti
Dusun sangatlah bermanfaat bagi masyarakat. Karena dalam tradisi
Merti Dusun merupakan wujud syukur kepada Tuhan yang telah
melimpahkan rejeki. Kemudian Merti Dusun diungkapkan sebagai rasa
33
persaudaraan terhadap sesama warga yang dimaksudkan untuk saling
gotong-royong, toleransi, guyup rukun antar masyarakat dusun
Kedakan.
4. Pendidik dalam Tradisi Merti Dusun
Sebagai pendidik yang ada dalam tradisi Merti Dusun ini berasal
dari tokoh masyarakat dan tokoh agama. Sebagai tokoh pemuka dalam
masyarakat akan menjadi panutan bagi warganya. Maka dari itu,
sebagai seorang pemuka berperan penting dalam menanamkan sikap-
sikap positif agar kehidupan dalam masyarakat menjadi damai,
tenteram, dan nyaman.
5. Peserta Didik dalam Tradisi Merti Dusun
Seluruh warga dusun Kedakan merupakan peserta didik yang
akan mentaati dan menghormati semua perintah pendidiknya. Sebagai
warga dusun hanya akan mengikuti hal-hal yang positif, menurut
mereka baik bagi diri mereka sendiri dan bagi warga lainnya. Sebagai
warga dusun yang taat, akan mengikuti dan menghormati
pemimpinnya sebagaimana mengikuti dan menghormati orang tuanya
sendiri.
6. Metode dalam Tradisi Merti Dusun
Menanamkan sikap toleransi, menghormati, dan kerukunan
merupakan bentuk metode dalam tradisi Merti Dusun. Dengan sikap
toleransi, masyarakat akan memiliki kehidupan yang damai tanpa
34
membeda-bedakan antara agama yang satu dengan lainnya.
Menghormati, baik kepada pemimpin maupun kepada rang yang
sederajat, pada bawahan, bahkan menghormati pada orang yang
memiliki keyakinan berbeda akan menumbuhkan sifat saling
mengasihi antar sesama warga. Kerukunan akan menjadikan warganya
hidup secara damai tanpa adanya suatu perselisihan dan permusuhan.
7. Lembaga dalam Tradisi Merti Dusun
Lembaga yang digunakan dalam acara Merti Dusun adalah
masyarakat. Di dalam masyarakat, seluruh warga akan terbentuk
sebuah kebiasan-kebiasaan, pengetahuan sikap, dan keagamaan yang
dimiliki akan terbentuk sesuai dengan keyakinan masing-masing tanpa
adanya suatu paksaan dari luar.
8. Proses dalam Tradisi Merti Dusun
Menurut Bratasiswara dalam skripsi Al-Mahali (2012: 32)
menyatakan bahwa dalam kegiatan merti dusun adalah sebagai berikut:
a. Penataan hunian keluarga, kebersihan lingkungan rumah,
pekarangan, kebun, halaman, selokan, penerangan, dan sebagainya.
b. Kerja bakti atau gotong royong membenahi tempat umum, jalan,
makam, sumber air, sungai, telaga, tempat ibadah, balai desa,
petilasan, dan sebagainya.
c. Kenduri atau selamatan yang disebut juga sedekahan dalam
berbagai bentuk: arak-arakan gunungan, barisan ancak, ambengan,
35
dan berbagai sebutan lain yang berisikan makanan sebagai wujud
rasa syukur.
d. Pentas seni atau hiburan sebagai kegiatan akhir atau hiburan bagi
warga, seperti wayangan, reyog, jatilan, tayub atau hiburan lain
yang lazim diselenggarakan dalam acara merti desa.
Acara Merti Dusun biasanya dimulai dengan bersih-bersih
lingkungan yang dilaksanakan oleh semua warga, dilanjutkan kerja
bakti atau gotong royong untuk membenahi tempat-tempat umum yang
ada di dusun, kemudian selametan diiringi dengan tahlilan, kemudian
makan bersama, yang terakhir adalah pentas atau pagelaran, seperti
wayangan.
Acara yang menjadi puncak kegiatan adalah wayangan. Menurut
Woodward (2004: 329) menyatakan bahwa:
Tradisi wayang adalah salah satu komponen kebudayaan
Jawa yang paling kompleks dan canggih. Kebanyakan muslim
kejawen menganggap wayang bisa mewujudkan hakikat
kebenaran filosofis dan etika. Selain itu, wayang bisa lebih
jernih mendefinisikan, dibandingkan hal apapun, apa artinya
menjadi orang Jawa.
Tradisi wayangan dilaksanakan sebagai bentuk kesenian yang
harus dilestarikan oleh generasi muda, agar kesenian-kesenian yang
ada di Indonesia tidak hilang begitu saja. Wayangan memberikan
makna yang bersifat positif bagi masyarakat, karena nilai yang
36
terkandung dalam pagelaran wayang memiliki nilai-nilai pendidikan
yang berupa perilaku dan sikap baik yang dimiliki para tokoh wayang.
9. Media dalam Tradisi Merti Dusun
Media dalam tradisi Merti Dusun yaitu seluruh masyarakat,
materi yang berupa nilai-nilai pendidikan Islam, dan kejadian dalam
acara Merti Dusun, misalnya tahlilan bersama, wayangan, serta
gotong-royong. Media yang digunakan bertujuan agar dapat mencapai
suatu tujuan tertentu yaitu menjadi warga yang hidup dalam
kerukunan, tanpa adanya suatu konflik antar sesama warga.
10. Lingkungan dalam Tradisi Merti Dusun
Lingkungan masyarakat merupakan sebuah ruang yang dapat
mempengaruhi seluruh warga baik itu hal baik maupun buruk. Apabila
dalam masyarakat ditanamkan sikap positif, maka seluruh warga akan
memiliki sifat dan sikap yang positif pula. Dalam masyarakat akan
memberikan penyesuaian terhadap sekitar, memperkenalkan
kehidupan bermasyarakat, memberi kebebasan dalam memilih sebuah
prinsip, menanamkan hubungan yang baik antar sesama manusia.
B. Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Mengenai hal pendidikan Islam, Achmadi (2010: 26-27)
menyatakan bahwa di dalam Al Qur’an dan Hadits yang menjadi
sumber utama ajaran Islam, dapat ditemukan kata kerja yang
37
pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu rabba, ‘allama, dan
addaba. Rabba yang masdarnya tarbiyyatan memiliki arti mengasuh,
mendidik, dan memelihara. Kemudian ‘allama yang masdarnya
ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau
penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan
addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang secara
sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan
peradaban.
Pendidikan Islam pada dasarnya adalah proses pembentukan
pribadi manusia sesuai dengan ajaran Islam, yang terwujud dalam amal
perbuatan dan tingkah laku. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Muhammad SA. Ibrahimi bahwa “pendidikan Islam adalah suatu
sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan
kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam, sehingga dengan mudah
ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam” (Mujib,
2006: 25).
Pendidikan Islam berfungsi sebagai cara untuk memelihara dan
mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya
makhluk Tuhan yang berkualitas sesuai dengan pandangan Islam, agar
tercapainya keselarasan dan kesempurnaan hidup di dunia maupun
akhirat.
38
2. Sejarah Pendidikan Islam
Beberapa kisah Nabi di dalam Al Qur’an yang berkaitan dengan
pendidikan, Mujib (2006: 34) menceritakan tentang kisah Nabi Nuh as.
yang berisi bahwa:
Nabi Nuh as. mampu mendidik dan mengentaskan
masyarakat dari banjir kemaksiatan melalui perahu keimanan,
tidak membela dengan membabi buta kepada keluarga yang
salah, dan menjadi pemula dalam mengembangkan teknologi
perkapalan.
Dalam Al Qur’an dijelaskan tentang kisah tersebut dalam surat
Al Ankabut ayat 14 yang berbunyi:
ا ا إل ق ومه ف لبث فيهم ألف سنة إال خسني عاما ولقد أرسلنا نوحا
فأخذهم الطوفان وهم ظالمون
Artinya:“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun
kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar,
dan mereka adalah orang-orang yang dlalim”. (Terjemah
surat Al Ankabut ayat 14)
Pendidikan Islam yang terkandung dalam kisah Nabi Nuh as.
berarti mengajarkan kepada manusia untuk berbuat adil, dan memberi
contoh kepada orang lain untuk mengembangkan teknologi
perkapalan, serta menunjukkan bahwa orang yang memiliki keimanan
terhadap Allah SWT. akan diberi keselamatan baik di dunia maupun
akhirat.
3. Tujuan Pendidikan Islam
39
“Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta
mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal
untuk mencapai tujuan-tujuan lain” (Mujib, 2006: 71). Tujuan
merupakan titik akhir dari proses pencapaian yang dilalui dalam suatu
hal tertentu.
Tujuan pendidikan Islam ditujukan hanya untuk mengabdi
kepada Allah SWT.. Dalam hal ini Zakiyah Daradjat mengemukakan
bahwa “tujuan pendidikan Islam yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi insan kamil dengan pola takwa, insan kamil
artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang
secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.”
(Uhbiyati, 1997: 41). Ada beberapa pembagian dan tahapan dalam
tujuan pendidikan, yaitu tujuan tertinggi atau terakhir, tujuan umum,
tujuan khusus. Menurut Achmadi (2010: 97-106) menyatakan bahwa:
a. Tujuan tertinggi atau terakhir
Tujuan tertinggi atau terakhir merupakan tujuan mutlak yang tidak
mengalami perubahan pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup
manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah agar menjadi
hamba Allah yang bertakwa, menjadi khalifatullah fil ardl (wakil
Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya, memperoleh
kesejahteraan hidup dan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
40
b. Tujuan umum
Tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik yang berfungsi
sebagai arah dalam taraf pencapaiannya dapat diukur karena
menyangkut perubahan sikap, perilaku, dan kepribadian subjek
didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah
pribadi yang utuh. Tujuan umum yang berasal dari pendekatan
empiris dalam perspektif qur’ani yaitu mengenalkan manusia akan
peranannya diantara makhluk dan tanggungjawab pribadinya
dalam hidup, mengenalkan manusia akan hubungannya dengan
lingkungan sosialnya dan tanggungjawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat, mengenalkan manusia dengan alam ini dan
mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptanya serta
memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil
manfaatnya, serta mengenalkan manusia dengan pencipta alam
(Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.
c. Tujuan khusus
Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan atau terakhir
dan tujuan umum. Pengkhususan tersebut dapat didasarkan pada
kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu
diselenggarakan, minat, bakat, dan kesanggupan, tuntunan situasi,
serta kondisi pada kurun waktu lama.
Menurut Uhbiyati (1997: 53-54) menyatakan bahwa tujuan khusus
diantaranya adalah:
41
Memperkenalkan akidah-akidah Islam, dasar-dasarnya,
asal-usul ibadat, dan cara-cara melaksanakannya;
menumbuhkan kesadaran yang betul pada pribadi seseorang
terhadap agama; menanamkan keimanan kepada Allah SWT.,
malaikat-malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari akhir;
menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al Qur’an,
membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasad, iri hati,
benci, kekasaran, kedzaliman, egoisme, tipuan, khianat,
nifak, ragu, perpecahan, dan perselisihan.
C. Kerukunan Umat Beragama
1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Dalam memahami pengertian tentang kerukunan umat
beragama, Hadziq (2009: 380-381) menyatakan bahwa kerukunan
berarti “tiang, dasar atau sila”. Sedangkan menurut istilah kerukunan
berarti suatu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan,
dan setiap unsur tersebut saling menguatkan. Rukun atau damai
memiliki penafsiran menurut tujuan, kepentingan dan kebutuhan
masing-masing, sehigga dapat disebut kerukunan sementara,
kerukunan politik, dan kerukunan hakiki. Kerukunan sementara yaitu
kerukunan yang dituntut oleh situasi, seperti menghadapai musuh
bersama. Kerukukunan politik yaitu sebagai taktik atau alat untuk
mencapai tujuan tertentu. Sedangkan kerukunan hakiki yaitu
kerukunan hidup umat beragama yang secara konvensional biasanya
dipakai untuk kerukunan antar umat beragama, yaitu sebagai cara atau
sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang
yang tidak seagama dalam proses kemasyarakatan.
42
Kerukunan merupakan segala bentuk usaha untuk
mempertemukan hal yang barlainan menuju suatu tujuan tertentu di
dalam masyarakat agar terjadi keselarasan antar sesama umat manusia.
Kemajemukan bangsa Indonesia yang terdiri atas puluhan etnis,
budaya, suku, dan agama, membutuhkan konsep yang memungkinkan
terciptanya masyarakat yang damai dan rukun. Pemerintah Indonesia
menggulirkan konsep yang berupa tri kerukunan umat beragama dalam
menciptakan kehidupan masyarakat atau antar umat beragama yang
rukun. Tri kerukunan ini meliputi; (a) kerukunan intern umat beragama
yang disebut juga ukhuwah Islamiyah dalam Islam (salah satu sarana
mengurangi ketegangan intern umat Islam agar tidak mengarah pada
konflik), (b) kerukunan antar umat beragama (kehidupan beragama
yang rukun, tenteram, dan damai antar anggota masyarakat yang
berbeda agama atau keyakinan), (c) kerukunan antara umat beragama
dan pemerintah (sebuah sarana untuk menciptakan stabilitas, persatuan
dan kesatuan bangsa). Tri kerukunan umat beragama bertujuan agar
masyarakat Indonesia bisa hidup dalam kebersamaan, sekali pun
banyak perbedaan (Ilyas, 2012: 241).
Kerukunan ada apabila ada suatu keharmonisan, yang
merupakan sebuah kondisi ideal dalam tatanan masyarakat (Jawa)
dimana setiap individu dituntut untuk menjaga kerukunan (rukun)
dengan sebisa mungkin menghindari adanya konflik terbuka di antara
mereka (Ilyas, 2012: 227). Keharmonisan dalam kehidupan masyarakat
43
sangatlah penting dan berharga dengan menjaga kerukunan agar tidak
terjadi konflik antar sesama warga.
Dalam keharmonisan sosial pada masyarakat Jawa ditopang oleh
dua prinsip utama, yaitu prinsip hormat dan prinsip rukun. Prinsip
hormat, merupakan kesadaran dari tiap individu manusia Jawa
mengenai kedudukannya dalam masyarakat yang hierarkis dimana
seseoarang harus bisa menghormati orang lain yang lebih tua atau
lebih tinggi derajatnya dengan menerapkan unggah-ungguh dan
kawruh basa pada dasarnya adalah sebuah cara untuk menjaga
kerukunan sebagai pencapaian harmoni dalam masyarakat. Sedangkan
prinsip rukun, yaitu sebuah kondisi untuk mempertahankan kondisi
masyarakat yang harmonis, tenteram, aman, tanpa perselisihan, dan
bersatu dalam maksud untuk saling membantu (Ilyas, 2012: 227).
Dengan adanya prinsip hormat dan prinsip rukun, kehidupan
masyarakat akan menjadi rukun, damai, tenteram, dan tanpa adanya
suatu perselisihan, serta dapat terjaga keharmonisannya.
Ilyas (2012: 271-272) mengungkapkan bahwa di dalam Serat
Wuruk Respati bait 21-22 berbunyi sebagai berikut ini:
“…yen wong apasanakan// prasanakan aja nguciwani/
nora kandel sira pawong sanak/ aja dursila manahe/ ing wong
amitra karuh/ tatakrama dipun abecik/ amitra pawong sanak/
aja salah ukur/ aja watek adodora/ mitra karuh aja sira
ambaseni/ miwah ing wong atuwa//”
Terjemahan: “Apabila menjalin persaudaraan, hubungan persaudaraan
itu jangan saling membuat kecewa. Tidak lebih hebat
44
dirimu dari yang lain. Jangan memiliki hati jahat kepada
teman atau saudara. Tatakrama dijaga. Jangan salah
sangka. Jangan suka berdusta. Jangan mengecewakan
sahabat karib dan orang tua”.
Hubungan persaudaraan baik sesama manusia, seagama,
sebangsa, sesuku, berbeda agama, beda bangsa, dan beda suku.
Tidaklah ada pertentangan atau perselisihan, karena dapat
mengakibatkan kehidupan yang tidak rukun dan tidak nyaman.
Menurut Ilyas (2012: 277-279) menyatakan tentang kehidupan
bermasyarakat harus memiliki sikap sebagai berikut:
Watak(sikap) yang perlu dimiliki setiap orang Jawa di
dalam upaya melestarikan harmoni dengan Tuhan, alam, dan
lingkungan sebagai dasar keharmonisan hubungan antar umat
beragama, diantaranya adalah lila (rela atau ikhlas), narima
(menerima atas apa yang sudah diberikan Tuhan kepadanya),
temen (menepati janji), sabar (kuat menghadapi cobaan), dan
budi Luhur (berbudi luhur).
Keharmonisan dapat terwujud dalam bentuk toleransi kepada
sesama manusia. Toleransi merupakan bentuk kebebasan yang
diberikan kepada sesama manusia dalam memiliki suatu keyakinan dan
mengatur hidupnya agar terjalin kehidupan masyarakat yang rukun dan
damai. Menurut Hadziq (2009: 5), “toleransi merupakan sikap lapang
dada atau kesabaran dalam memberikan kebebasan kepada sesama
manusia sebagai warga masyarakat untuk menjalankan keyakinan dan
mengatur hidupnya”.
Ada beberapa ruang lingkup dalam toleransi yang harus
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Hadziq (2009: 5-6)
45
menyatakan bahwa ruang lingkup toleransi dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Mengakui hak orang lain, yaitu suatu sikap mental yang mengakui
hak setiap orang di dalam menentukan sikap atau tingkah laku dan
nasibnya masing-masing.
b. Menghormati keyakinan orang lain, yaitu keyakinan seseorang
telah tertanam dalam hati dan dikuatkan dengan landasan tertentu,
maka kita perlu adanya kesadaran untuk menghormati keyakinan
orang lain.
c. Agree In Disagreement (setuju dalam perbedaan), yaitu suatu
perbedaan selalu ada dimanapun, maka dengan perbedaan itu kita
harus menyadari adanya keanekaragaman kehidupan ini.
d. Saling mengerti, merupakan salah satu unsur toleransi yang paling
penting, apabila tidak adanya saling pengertian itu tentu tidak akan
terwujud toleransi.
e. Kesadaran dan kejujuran, yang menyangkut sikap, jiwa dan
kesadaran bathin seseorang yang sekaligus juga adanya kejujuran
dalam bersikap, sehingga tidak terjadi pertentangan antara sikap
yang dilakukan dengan apa yang terdapat dalam bathinnya.
f. Falsafah Pancasila, merupakan suatu landasan yang telah diterima
oleh segenap manusia Indonesia, yang merupakan tata hidup bagi
mereka.
46
Berkaitan dengan sikap toleransi, Hadziq (2009: 13)
menyatakan bahwa:
Dalam kitab Hindhu yaitu kitab suci Veda dinyatakan
sebuah kalimat “Tat Tvam Asi” yang mempunyai makna
Engkau, Dia adalah kamu, Aku adalah Dia, Engkau adalah Aku.
Kalimat ini menjelaskan bahwa manusia pada dasarnya adalah
saudara dari manusia lain dan teman dari insan ciptaan-Nya.
Walaupun manusia dilahirkan di tempat yang berbeda dengan
agama atau keyakinan yang berbeda pula, manusia itu tetap saudara
satu sama lain yang sama-sama diciptakan oleh Tuhan. Dalam Al-
Qur’an surat An-Nisa’ ayat 131, Allah berfirman:
نا الذين أوتوا الكتاب من ي ماوات وما ف األرض ولقد وص ولل ما ف الس
كم أن ات قوا الل وإن تكفروا فإن لل ما ف ماوات وما ف األرض ق بلكم وإي الس
ا يدا غنيا ح وكان الل
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di
bumi, dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-
orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga) kepada
kamu; bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir,
maka (ketahuilah), sesungguhnya apa yang di langit dan apa
yang di bumi hanyalah kepunyaan Allah dan Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji”. (Terjemah surat An-Nisa’ ayat
131)
“Manusia dilahirkan dengan adanya suatu agama, yang akan
menentukan mereka dalam melakukan suatu perbuatan. Istilah agama
berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti menemukan adanya
kepercayaan manusia berdasarkan wahyu dari Tuhan” (Hadikusuma,
1993: 16). “Agama mengajarkan nilai-nilai, dan nilai-nilai itu
47
melahirkan prosedur-prosedur yang mengatur tingkah laku para
pemeluknya” (Soeriawidjaja-Roring, 1990: 113). Agama mengajarkan
norma-norma yang mengatur kehidupan manusia, agar menjadi
manusia yang tertata dengan baik dan menjadikan adanya
keharmonisan antar sesama manusia. Dalam Al-Qur’an surat Al-
Baqarah: 213; Allah berfirman:
نا به ي نا إليك وما وص ا والذي أوحي ين ما وصى به نوحا شرع لكم من الد
ين وال ت ت فرقوا فيه كب ر على المشركني ما إب راهيم وموسى وعيسى أ ن أقيموا الد
يتب إليه من يشاء وي هدي إليه من ينيب تدعوهم إليه الل
Artinya: ”Dia telah mensyariatkan kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi
orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama) -
Nya orang yang kembali (kepada-Nya)”. (Terjemah surat Al-
Baqarah: 213)
Menurut Setiadi (2010: 101) menyatakan bahwa agama tidak
akan terlepas dari kehidupan masyarakat, sehingga memiliki fungsi
sebagai berikut:
a. Berfungsi edukatif: ajaran agama secara yuridis berfungsi
menyuruh dan melarang
b. Berfungsi penyelamat
48
c. Berfungsi sebagai perdamaian
d. Berfungsi sebagai social control
e. Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
f. Berfungsi transformative
g. Berfungsi kreatif
h. Berfungsi sublimatif
“Kerukunan umat beragama dalam pandangan Islam
(seharusnya) merupakan suatu nilai yang terlembagakan dalam
masyarakat. Islam mengajarkan bahwa agama Tuhan adalah universal
karena Tuhan telah mengutus Rasul-Nya kepada setiap umat manusia”
(Ilyas, 2012: 221). Agama apa saja yang telah dipegang seseorang
hendaknya ditegakkan, tidak adanya perpecahan antar umat. Karena
semua yang ada di alam semesta hanyalah milik Allah SWT.
2. Sejarah Agama Islam
Mengenai agama Islam, Respati (2014: 96-98) menyatakan
bahwa:
Islam dibawa oleh Muhammad yang merupakan putra
Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibunya bernama Siti
Aminah.Muhammad lahir pada hari Senin 12 Rabiul Awal tahun
Gajah atau 20 April 571 Masehi. Sewaktu kelahiran
Muhammad, Makkah tengah berada di dalam zaman Jahiliyah
yang sering pula disebut dengan zaman kegelapan atau zaman
kebodohan.Semenjak lahir, Muhammad telah menjadi anak
yatim.Karena Abdullah ayahnya telah wafat, ketika Muhammad
masih di dalam kandungan.
Muhammad tumbuh dengan sifat kejujuran hingga
mendapat gelar Al-Amin.Disamping sifat jujur, Muhammad
49
juga memiliki sifat-sifat lainnya yang patut untuk diteladani bagi
setiap manusia yaitu Shiddiq (benar), Amanah (dapat
dipercaya), dan Tabligh (menyampaikan).
Pada saat usia 25 tahun Muhammad menjadi suami Siti
Khodijjah yaitu wanita yang telah berusia 40 tahun. Setelah lima belas
tahun menikah, Muhammad didatangi oleh Malaikat Jibril. Kepada
Muhammad, Jibril menyampaikan amanat dari Allah SWT. untuk
mengangkatnya sebagai rasulullah yang berupa wahyu. Melalui wahyu
yang berupa Al-Qur’an, Muhammad diperintahkan untuk menyebarkan
Islam kepada seluruh manusia. Berawal secara diam-diam atau
sembunyi-sembunyi, Muhammad menyebarkan Islam kepada orang
terdekatnya terlebih dahulu, karena banyak pertentangan dari kaum
kafir Quraisy. Dengan bertambahnya waktu, Muhammad akhirnya
memberanikan diri untuk menyebarkan Islam secara terang-terangan.
Dan kini islam telah tersebar di berbagai manca Negara.
3. Prinsip-prinsip Kerukunan Agama Islam dan Kristen
a. Prinsip Kerukunan Agama Islam
Menurut Muhaimin (2004: 116-120) menyatakan bahwa
“umat Islam meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang
terakhir. Islam juga mengakui Nabi-Nabi sebelum Muhammad
SAW. serta agama-agama yang diturunkan melalui Nabi-Nabi itu”.
Dengan adanya keberagaman agama dan golongan, maka Allah
berfirman sebagai perintah untuk menunjukkan prinsip kerukunan
50
Agama Islam yang terdapat dalam Surat Al-Hujurat ayat 13 yang
berbunyi:
ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوبا وق بائل لت عارفوا إن
ن الل عليم خبي أكرمكم عند الل أت قاكم إ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (Terjemah surat Al-Hujurat ayat 13)
Firman Allah SWT. juga menegaskan bahwa di dalam
beragama tidak ada paksaan, baik berasal dari agama, bangsa,
suku, bahasa, dan warna kulit yang berbeda. Yang ditegaskan
dalam Surat Ar-Rum ayat 22 yang berbunyi:
ماوات واألرض واختالف ألسنتكم وألوانكم إن ف ذلك ومن آيته خلق الس
آليت للعالمني
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan
bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang mengetahui”. (Terjemah surat Ar-Rum
ayat 22)
51
Firman Allah SWT. dalam Surat An-Nisa’ ayat 36 juga
memerintahkan untuk berbuat kebaikan dan menegakkan tali
persaudaraan kepada siapa saja dari berbagai bangsa dan agama,
yang berbunyi:
ئاا وبل والدين إحسانا وبذي القرب والي تامى واعبدوا الل وال تشركوا به شي
بيل والمساكني والار احب بلنب وابن الس ذي القرب والار النب والص
ب من كان متاال فخوراا وما ملكت أيانكم إن الل ال ي
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-
Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada
dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga
yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu.Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.
(Terjemah surat An-Nisa’ ayat 36)
b. Prinsip Kerukunan Agama Kristen
Menurut Muhaimin (2004: 135-140) menyatakan bahwa
prinsip kerukunan atau kedamaian Agama Kristen yaitu terdapat
pada ajaran yang dibawa oleh Yesus, yang berbunyi:
1) Berbahagialah orang yang membawa damai karena mereka
akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:8)
2) Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti
gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: janganlah kamu melawan
orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang
52
menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.
Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena
mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun
yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah
bersama dia sejauh dua mil.
3) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan. Yang dapat dijabarkan dengan
tindakan-tindakan sebagai berikut:
a) Menggunakan kekuatan moral ketimbang kekuatan fisik
b) Mencari alternatif lain ketimbang kekerasan
c) Mempertahankan kemanusiaan dan harga diri sebagai
manusia
d) Menolak menerima posisi inferior (direndahkan)
e) Buka (singkapkan) ketidakadilan sistem yang ada
f) Permalukan para penindas supaya bertobat
g) Rela menderita ketimbang membalas dendam
h) Siap menerima hukuman karena melanggar hukum yang
tidak adil
53
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Letak Geografis Dusun Kedakan Desa Kenalan
1. Keadaan Monografi
Salah satu dari beberapa dusun yang ada di desa Kenalan yaitu
dusun Kedakan. Dusun Kedakan adalah sebuah dusun yang terletak di
desa Kenalan kecamatan Pakis kabupaten Magelang. Adapun daerah-
daerah yang berbatasan dengan dusun Kedakan adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Genikan
b. Sebelah Timur : Gunung Merbabu
c. Sebelah Barat : Kebun
d. Sebelah Selatan : Gesingan
Luas dusun Kedakan ±20ha yang terdiri dari 3 RT yaitu RT 01,
RT 02, RT 03.Luas dusun tersebut merupakan lahan perkebunan,
makam, tanah waqaf, dan pertanian, serta rumah warga yang dimiliki
dusun Kedakan.
Dusun Kedakan terletak jauh dari keramaian dan jalan raya,
lebih tepatnya di lereng gunung Merbabu. Dengan kondisi seperti itu,
tidak membuat warganya putus asa dalam membangun sebuah usaha.
Karena masih luas lahan pertaniannya mereka memanfaatkan lahan
54
tersebut untuk bertani, dengan begitu mereka dapat menghasilkan
sayur-sayuran untuk lauk sehari-hari, selain itu juga dapat dijual dan
mereka akan mendapatkan penghasilan.
2. Keadaan Demografi
Menurut data yang dihasilkan, penduduk dusun Kedakan terdiri
dari 85 kepala keluarga. Di bawah ini adalah deskripsi penduduk
dusun Kedakan desa Kenalan kec. Pakis kab. Magelang berdasarkan
data yang diperoleh dari kantor kelurahan desa Kenalan.
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
No Uraian/Jenis Data Jumlah Satuan
1. Jumlah Penduduk 275 Orang
a. Laki-laki 141 Orang
b. Perempuan 134 Orang
No Kelompok Umur Jumlah Satuan
1. 0-5tahun 16 Anak
2. 6-10 tahun 16 Anak
3. 11-15 tahun 18 Anak
4. 16-20 tahun 19 Anak
5. 21-25 tahun 14 Orang
6. 26-30 tahun 19 Orang
55
7. 31-35 tahun 30 Orang
8. 36-40 tahun 21 Orang
9. 41-45 tahun 21 Orang
10. 46-50 tahun 17 Orang
11. 51-55 tahun 26 Orang
12. 56-60 tahun 24 Orang
13. 61-65 tahun 10 Orang
14. 66-70 tahun 12 Orang
15. 71 tahun ke atas 12 Orang
Jumlah 275 Orang
Sumber: Dokumen Dusun Kedakan
3. Keadaan Keagamaan
Masyarakat dusun Kedakan terdapat dua keyakinan yang
berbeda tentang agama, yaitu Islam dan Kristen. Adapun keyakinan
tentang agama yang dianut oleh masyarakat dusun Kedakan adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.2
Data Pemeluk Agama
No. Agama Prosentase
1 Islam 75%
2 Kristen 25%
Sumber: Dokumen Dusun Kedakan
56
Adanya perbedaan keyakinan di dusun Kedakan tidak
membuat warganya melakukan hal-hal yang melanggar norma-
norma agama dan pemerintah. Mereka justru saling membangun
sikap toleransi, menghormati, tolong-menolong. Mereka
melakukan hal tersebut demi kebaikan bersama dan menjadikan
kehidupan bermasyarakat yang damai, tenteram, dan sejahtera
tanpa adanya suatu ancaman.
4. Keadaan Pendidikan dan Mata Pencaharian
Dusun Kedakan sangatlah jauh dari perkotaan, letaknya berada
di lereng Gunung Merbabu. Namun demikian, masyarakat dusun
Kedakan tetap memberikan motivasi kepada anak-anak mereka untuk
memperoleh pendidikan, walaupun sekolah yang harus ditempuh jauh.
Para orang tua juga memiliki kemauan untuk memasukkan anak-
anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi sampai ke luar kota.
Para orang tua memiliki tujuan agar nasib anak-anaknya di masa depan
menjadi baik.
Pendidikan sangatlah penting bagi seluruh manusia untuk
memajukan kesejahteraan hidup dan perekonomian pada masyarakat.
Dengan pendidikan seseorang akan lebih maju dalam hal berfikir,
karena adanya pengalaman yang telah didapat pada saat mencari ilmu.
Dengan pendidikan pula pola pikir seseorang akan lebih mudah
menerima informasi dan tidak akan gagap teknologi di zaman era
57
globalisasi ini. Menurut tingkat pendidikan yang ditempuh masyarakat
dusun Kedakan dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.3
Pendidikan Masyarakat
No. Jenis Pendidikan Jumlah
1 Universitas DI/ DII/ DIII/ D4/ S1/ S2 1
2 SMA/ Sederajat 4
3 SMP/ Sederajat 42
4 SD/ Sederajat 163
5 Belum Tamat SD 25
6 Tidak/ Belum Sekolah 39
Sumber: Dokumen Dusun Kedakan
Adapun sarana pendidikan yang ada di dusun Kedakan yaitu:
Tabel 3.4
Sarana Pendidikan
No. Jenis Sarana Jumlah Jumlah Murid
1 RA 1 ±20 anak
Sumber: Dokumen dusun Kedakan
Perekonomian yang ada di dusun Kedakan sangatlah maju
dalam hal pertanian, hal itu diwujudkan sebagian besar masyarakatnya
memiliki lahan pertanian. Adapula yang memiliki pekerjaan selain
58
petani yaitu swasta dengan prosentase hanya 5%, tetapi mereka masih
juga mengelola lahan pertanian. Sehingga masyarakat dusun Kedakan
dapat dikatakan mata pencahariannya adalah dengan bertani.
B. Keadaan Sosial Kemasyarakatan Agama
1. Keadaan Masjid
Masjid di dusun Kedakan bernama Masjid Nurul
Hudha.Sebelumnya di dusun Kedakan belum ada tempat ibadah yang
khusus, sehingga pelaksanaan ibadah seperti sholat 5 waktu
dilaksanakan di rumah Bapak Miftah. Setelah itu, pada tahun 1984
masyarakat dusun Kedakan mendirikan sebuah Mushola dan sekitar 5
tahunan dari sekarang barulah berdiri sebuah Masjid yang telah
dibangun oleh masyarakat dusun Kedakan secara bersama-sama.
Pelaksanaan Tradisi Merti Dusun dahulu sebelum adanya
masjid berada di Padepokan atau yang disebut dengan lapangan.
Sempat juga dilaksanakan di tempat Pak Dusun, dilanjutkan
pelaksanaan tersebut di Mushola, dan kemudian setelah berdirinya
Masjid acara tersebut dilaksanakan di sana. Saat acara Tradisi Merti
Dusun dilaksanakan di lapangan, warga Kristen ada yang mengikuti
acara tersebut, walaupun tidak ikut tahlilan. Seperti halnya yang
diungkapkan oleh Bapak Miftah:
59
“dulu ya mbak sebelum adanya Mushola dan Masjid, warga
Kristen juga ada yang ikut acara Merti Dusun, saat itu
pelaksanaannya masih di Padepokan atau lapangan. Ya bisa
dibilang warga sini itu termasuk Islam abangan mbak. Warga
Islam juga tidak ada masalah dengan hal tersebut, karena
warga dusun Kedakan itu sangat menjunjung nilai kerukanan.”
2. Keadaan Gereja
Gereja di dusun Kedakan bernama Gereja Kristen Jawa (GKJ),
gereja ini termasuk Pepanthan atau yang disebut anak, sedangkan
induknya berada di Ngablak. Gereja yang dimiliki dusun Kedakan
sudah lama berdiri, gereja ini lebih dahulu berdiri dibandingkan
Masjid. Gereja ini kira-kira berdiri sudah sekitar 25 tahunan yang saat
ini pemimpinnya baru kosong. Yang digantikan atau didatangkan dari
Pendeta Magelang yang bernama Bapak Saryono.
3. Struktur Organisasi Islam dan Kristen
Dalam mewujudkan tujuan dalam melaksanakan tugas yang
akan dicapai perlu adanya suatu organisasi yang baik. Organisasi
dalam arti luas adalah badan pengatur segala hal dalam mewujudkan
suatu tujuan. Maka dari itu, agar tercapai tujuan tersebut perlu adanya
organisasi yang teratur. Adapun struktur organisasi Islam dan Kristen
yang ada di dusun Kedakan adalah:
60
Struktur Organisasi Islam di dusun Kedakan
Ta’mir Masjid Nurul Hudha
Penasehat
Bp. Sudiyono
Ketua
1. Bp. Sudarno
2. Bp. Muhlisun
Sekretaris Bendahara
Bp. Muryono Bp. Sutrimo
Pendikdak Bazis Pembangunan RemajaMasjid
Bp. Wahono Subardi AA Bp. Bambang Rohmatullah
Sugiyanto Widodo Bp. Samsu Budi Santoso
Suyono Muryadi
Struktur Organisasi Kristen di dusun Kedakan
Ketua
Bp. Marmin
Sekretaris Bendahara
Bp. Suyanto Bu. Parti
Kelompok
Kel.Anak-anak Kel.Bapak-bapak Kel.Ibu-ibu Kel. Pemuda
Bu Maryani Bp. Subardi Bu Sumani JokoPrasetyo
61
C. Kegiatan Bersama Antara Umat Islam dan Kristen di Dusun
Kedakan
1. Kegiatan Sosial Masyarakat Dusun Kedakan
Adapun kegiatan sosial di dusun Kedakan antara lain:
a. Kerja bakti dusun Kedakan
b. Gotong royong membuat rumah warga, baik rumah orang Islam
maupun Kristen
c. Gotong royong membuat rumah ibadah
d. Basecamp pendakian yang dikelola bersama antar remaja Islam
dan Kristen. Kegiatan ini dinamakan Grabupal, yang dibagi
menjadi 7 kelompok untuk jaga basecamp secara bergantian
e. Kelompok tani warga Islam dan Kristen, kelompok tani untuk
bapak-bapak bernama Suka Tani yang diselenggarakan pada Rabu
Kliwon. Sedangkan kelompok tani ibu-ibu bernama Mekar Tani
yang diselenggarakan pada Rabu Legi
2. Kegiatan Keagamaan Umat Islam
Kegiatan keagamaan Umat Islam antara lain:
a. Fatayat dan Muslimat setiap selapanan atau sebulan lebih sepuluh
hari
b. Tahlilan pada setiap hari Kamis malam Jum’at setelah sholat
Maghrib
c. Tradisi Merti Dusun pada bulan Safar tiap setahun sekali
62
3. Kegiatan Keagamaan Umat Kristen
Kegiatan keagamaan Umat Kristen antara lain:
a. Hari Senin jam 18.00-selesai persekutuan ibu-ibu yang
dilaksanakan di rumah warga secara bergilir
b. Hari Kamis jam 17.00-selesai persekutuan semua warga Kristen di
dusun Kedakan
c. Hari Jum’at jam 19.00-selesai persekutuan bapak-bapak di rumah
warga secara bergilir
d. Hari Sabtu jam 18.00-selesai persekutuan anak-anak
e. Hari Minggu jam 07.00-selesai kebaktian orang tua dan anak yang
dipimpin pendeta secara bergilir
D. Kerukunan Umat Beragama di dusun Kedakan
Kondisi keagamaan di dusun Kedakan memiliki dua keyakinan
yang berbeda, yaitu Islam dan Kristen. Namun di dalam sosial
kemasyarakatan, tidak ada masalah antara satu sama lain. Mereka bisa
saling menghormati keyakinan yang berbeda, dengan begitu masyarakat
dusun Kedakan sangatlah baik dalam hal kerukunan. Keduanya dapat
menciptakan kondisi masyarakat yang aman, damai, dan harmonis tanpa
adanya suatu permusuhan.
1. Tokoh masyarakat dusun Kedakan
Sebagai seorang tokoh masyarakat yang menjadi kepala dusun,
sangatlah berperan penting di tengah-tengah masyarakat dalam hal
kerukunan. Kepala dusun yang menjadi pemimpin atau kepala
63
keluarga dalam dusunnya akan menjadi sorotan dan panutan bagi
warganya. Sebagai seorang pemimpin juga akan memberi pengaruh
yang tinggi. Apabila memberi contoh yang baik, maka akan menjadi
pemimpin yang dihormati, dipatuhi, disegani, dan dihargai oleh
warganya.
Kehidupan kemasyarakat di dusun Kedakan terbentuk adanya
suatu kerukunan yang baik dalam hal sosial, kerukunan itu berasal dari
faktor kerjasama berupa kerja bakti dan gotong royong, serta
musyawarah bersama antar warga tanpa memandang status agama.
Tokoh masyarakat berperan untuk memberi contoh yang baik, dan
memberikan arahan untuk menjaga kerukunan yang ada di dusun
Kedakan, agar tidak terjadi permusuhan dalam perbedaan pendapat
tentang agama.
Dalam kehidupan masyarakat, sosok tokoh masyarakat adalah
figur yang menjadi panutan untuk memberikan contoh yang baik bagi
warganya, dan memperlakukan warganya dengan sama tanpa
membeda-bedakan satu dengan lainnya. Seperti halnya yang
dinyatakan oleh bapak Suroyo:
“Kerukunan di sini itu harus selalu dijaga mbak, walaupun di
dusun Kedakan memiliki dua agama yang berbeda yaitu Islam
dan Kristen. Kita kan sama saja beribadah, hanya saja tempat
dan caranya yang berbeda. Diantara kita ya tidak boleh
bermusuh-musuhan, malah justru harus saling membantu siapa
saja jika ada yang membutuhkan.”
64
Dalam agama baik dalam Islam maupun Kristen diajarkan untuk
saling berbuat baik pada sesama manusia. Sehingga kerukunan di
dusun Kedakan antara pemimpin dan warganya, serta antar warga
berjalan dengan baik.
2. Tokoh agama masyarakat dusun Kedakan
Dalam agama Islam dan Kristen mengajarkan kepada
pengikutnya untuk saling berbuat baik, toleransi, dan menghormati
kepada sesama manusia, serta tidak boleh adanya suatu permusuhan
diantara keduanya. Sebagai sesama manusia hendaknya saling tolong-
menolong tanpa melihat status, dengan tidak adanya permusuhan dan
perselisihan maka hidup dalam bermasyarakat akan tenteram, damai,
dan nyaman.
Seperti halnya yang dinyatakan oleh tokoh agama Islam:
“Sama-sama makhluk Tuhan ya sudah seharusnya untuk saling
menyayangi mbak yaitu misalnya dengan cara saling
membantu. Kita tidak boleh merasa benar dan salah, kita hanya
perlu menjalankan keyakinan masing-masing saja. Saat ada
warga Kristen yang perlu bantuan, ya kita sebagai tetangga
sudah seharusnya membantu mbak.”
Sebagaimana yang dinyatakan oleh tokoh agama Kristen adalah:
“Dalam pembangunan Masjid warga Kristen juga ikut kerja
bakti mbak, kita niatnya hanya untuk saling membantu saja.
Hidup bermasyarakat sudah seharusnya untuk saling tolong-
menolong mbak.”
65
3. Kerukunan masyarakat dusun Kedakan
Kerukunan merupakan ajaran yang diterapkan dalam agama
Islam maupun Kristen. Hubungan yang baik antar sesama manusia
akan menciptakan suasana kedamaian dan ketentraman dalam
kehidupan bermasyarakat. Untuk menjaga hubungan yang baik di
dusun Kedakan dengan adanya keyakinan yang berbeda, maka perlu
adanya sikap saling tenggang rasa, toleransi, menghormati,
menghargai, dan tidak memaksakan seseorang untuk masuk ke dalam
agama tertentu. Walaupun tujuan yang dicapai adalah sama, diantara
keduanya memiliki tempat dan cara yang berbeda dalam beribadah.
Seperti halnya yang dinyatakan oleh bapak Mukhlisun:
“Karena di sini terdapat dua agama yaitu Islam dan Kristen,
saya sebagai warga muslim ya harus menghargai saja mbak.
Tujuan kita sama kok, hanya saja dalam beribadah tempat dan
caranya yang berbeda.”
Kerukunan di dusun Kedakan terjadi karena adanya hal yang
melatarbelakangi yaitu kegiatan sosial kemasyarakatan. Misalnya,
kerja bakti membangun Masjid atau Gereja yang dilakukan oleh warga
Islam dan Kristen, mendirikan tenda dalam acara tradisi Merti Dusun
atau acara keagamaan lainnya, dan kelompok tani, serta basecamp
pendakian yang dilaksanakan oleh para remaja. Dengan kegiatan-
kegiatan tersebut, kerukunan dan tali persaudaraan di dusun Kedakan
terjalin dengan baik tanpa membedakan status agamanya.
66
E. Temuan Penelitian
Setelah melaksanakan wawancara dengan beberapa informan, maka
peneliti mendapatkan data sebagai berikut:
Keadaan masyarakat dusun Kedakan sangatlah baik dalam hal
kerukunan, karena hidup di desa itu warganya masih memegang erat tali
persaudaraan walaupun berbeda dalam hal keyakinan. Kerukunan di dusun
Kedakan terbentuk adanya sosial kemasyarakatan yang terkandung melalui
pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun. Tokoh masyarakat misalnya
kepala dusun yang berperan menjadi pemimpin dan panutan. Sebagai
masyarakat akan mengikuti perintahnya dan menghormati sebagaimana
seorang anak yang mengikuti perintah dan menghormati orang tuanya.
Maka pemimpin yang menjadi sebagai orang tua harus memberikan
contoh yang baik kepada anak-anaknya agar dalam rumah tangga
terbentuk kehidupan yang damai, tenteram dan nyaman.
Selain kepala dusun, tokoh masyarakat lainnya adalah tokoh
agama. Tokoh agama baik dalam Islam maupun Kristen hendaknya
memberikan pemahaman kepada umat masing-masing untuk tidak saling
memusuhi. Mereka hendaknya saling menghormati, tolong-menolong, dan
bersama-sama membangun kehidupan bermasyarakat yang sejahtera.
Dalam kegiatan tradisi Merti Dusun dapat menumbuhkan
kerukunan yang ada di dusun Kedakan. Tradisi Merti Dusun dilaksanakan
oleh warga muslim di Masjid dengan membawa makanan dan berkumpul
67
bersama untuk tahlilan, yang kemudian dilanjutkan dengan makan
bersama. Setelah itu, warga muslim bergantian berkunjung ke rumah
warga muslim lainnya. Dan acara yang terakhir adalah menyaksikan
pementasan wayang di rumah bapak kadus, yang disaksikan oleh warga
Islam dan Kristen. Tradisi itu sudah ada sejak zaman dahulu, dengan
begitu sebagai masyarakat tinggal meneruskan saja. Tradisi atau budaya
tidak dapat dipisahkan dengan agama, karena keduanya saling berkaitan.
Dalam tradisi terdapat nilai-nilai pendidikan Islam yang berupa pendidikan
keimanan, etika, dan tingkah laku sehari-hari, yang akan menjadikan
masyarakatnya hidup tenteram, nyaman, dan damai.
Nilai-nilai pendidikan yang berupa pendidikan keimanan, memiliki
tujuan agar warganya lebih taat kepada Allah. Kemudian pendidikan yang
berupa etika melatih masyarakat menjadi pribadi yang memiliki akhlak
terpuji. Sedangkan nilai pendidikan tingkah laku menjadikan manusia
berperilaku yang baik, seperti memiliki sikap toleransi, mengormati, dan
rukun terhadap masyarakat sekitarnya. Toleransi yaitu sikap menerima dan
menghargai perbedaan yang ada, baik secara agama atau keyakinan, sosial,
ekonomi maupun pendidikan. Toleransi sangat dibutuhkan dalam hidup
bermasyarakat untuk membangun kedamaian. Menghormati yaitu sikap
menghormati kepada sesama manusia misalnya menghormati kepada
pemimpin, orang yang lebih tua, termasuk dalam menghormati keyakinan
yang berbeda. Kerukunan yaitu sikap hidup rukun dengan tidak adanya
suatu perselisihan dan permusuhan antara perbedaan yang ada di dusun
68
Kedakan. Dengan tertanamnya nilai-nilai pendidikan Islam dalam
masyarakat, maka hidup akan lebih bermakna dan berkualitas.
Berasal dari pengamatan penulis, pergaulan masyarakatyang ada di
dusun Kedakan antara warga Islam dan Kristen dalam sehari-harinya
adalah baik dan rukun. Mereka bergaul dengan tidak memandang apakah
seseorang berasal dari umat Islam atau Kristen, mereka hidup menjadi
keluarga dalam satu kesatuan yang utuh dengan saling menjaga
talisilaturrahim diantara mereka. Hal yang mendorong mereka untuk hidup
rukun adalah menjalin dan mempererat tali persaudaraan mereka walaupun
berbeda keyakinan. Mereka saling berbagi dalam hal apapun baik senang
maupun susah, misalnya ketika ada orang sakit. Semua warga ikut
berpartisipasi dalam menjenguk orang yang sakit, bahkan dalam
membangun masjid tidak hanya warga muslim saja namun warga Kristen
juga ikut kerja bakti.
Masyarakat dusun Kedakan pada kenyataannya dapat hidup
bersama walaupun terdapat perbedaan dalam keyakinan atau agama. Dan
ketika mereka dihadapkan dalam suatu masalah, mereka dapat
memecahkan masalah tersebut dengan kepala dingin dan terselesaikan
dengan cara damai, ditandai bahwa dahulu masyarakat Kristen juga ikut
serta melaksanakan tradisi Merti Dusun, saat itu pelaksanaannya berada di
lapangan. Tetapi setelah pelaksanaan tradisi berada di Masjid, warga
Kristen tidak ikut karena tempat pelaksanaannya di rumah ibadah warga
Islam. Terjadinya kejadian tersebut, tidak membuat warga dusun Kedakan
69
saling bermusuhan. Justru warga Kristen ikut bergotong-royong
membersihkan dan menyiapkan tempat yang akan dijadikan acara tersebut.
Warga dusun Kedakan memiliki dua keyakinan yang berbeda, tempat
ibadah yang berbeda pula. Namun tujuan yang dimiliki keduanya sama,
yaitu untuk menjadi insan yang sempurna terhadap Allah.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai
pendidikan Islam dalam tradisi merti dusun untuk menumbuhkan
kerukunan antar umat beragama didasarkan pada nilai-nilai Islam yang
terbentuk dalam sikap rasa toleransi, saling menghormati, tolong-
menolong, tenggang rasa, dan tidak ada paksaan antara satu sama lainnya.
Dengan sikap toleransi, dapat menumbuhkan kerukunan antar umat
beragama, solidaritas yang tinggi, mempererat tali persaudaraan dan
menjadikan hidup yang harmonis, damai, tenteram, dan nyaman.
70
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Makna Tradisi Merti Dusun di Dusun Kedakan
1. Makna Tradisi Merti Dusun
Tradisi merupakan bentuk ritual keagamaan yang tidak hanya
sebagai pewarisan semata dari leluhur. Namun, tradisi harus ada
tujuannya yaitu untuk menanamkan nilai-nilai atau norma-norma
pendidikan Islam melalui pengulangan hal-hal yang telah ada pada
masa lalu. Tradisi dapat disebut juga dengan selamatan yang dihadiri
oleh semua warga seperti tradisi Merti Dusun. Menurut Khalil ( 2008:
49) menyatakan bahwa “dalam selamatan terungkap nilai-nilai yang
dirasakan sangat mendalam oleh orang Jawa, yaitu nilai kebersamaan,
persaudaraan, dan kerukunan”.
Menurut Yana (2012: 48) menyatakan bahwa:
Ritual selamatan merupakan cerminan bahwa manusia
hendaknya memiliki hubungan erat yang harmonis dengan
lingkungan masyarakat dan alam sekitar. Bahwa manusia wajib
memelihara kerukunan, saling menjaga dan berintrospeksi
dengan masyarakat dan alam sebagai sebuah hal yang tidak
dapat ditinggalkan. Apabila masyarakat saling menjaga
kerukunan terhadap sesama umat beragama maupun berbeda
agama, lingkungan masyarakat akan terjaga dengan baik,
tenteram, dan nyaman.
71
Seperti halnya yang diungkapkan oleh Bapak Suroyo:
“Merti Dusun itu disebut ulang tahun dusun yang dilaksanakan
dalam 1 tahun sekali setiap bulan Sapar mbak. Acara ini
termasuk turun-temurun yang menjadi adat istiadat dan tidak
akan mungkin berubah. Sejak saya masih kecil, tradisi Merti
Dusun sudah ada yang menjadi bentuk syukuran atau rasa
syukur oleh warga Islam, dan juga untuk menanamkan
kerukunan antar umat. Walaupun warga Kristen tidak ikut ke
Masjid, tapi mereka ikut membantu merayakan dan sebelum
acara juga ikut gotong royong seperti mendirikan tratak.”
Menurut Yahya (2009: 3) menyatakan bahwa:
Dalam masyarakat Jawa, filsafat hidup mereka berpusat
pada konsep harmoni. Konsep yang dibangun dari dua landasan
pokok. Pertama, perlunya seseorang menghindari konflik dan
menjaga sikap hidup rukun. Kedua, sikap hidup ini harus
dilakukan dengan dilandasi sikap hormat yang bertujuan pada
terciptanya keselarasan hidup. Masyarakat Jawa
mengungkapkan dengan istilah rukun agawe sentosa, crah
agawe bubrah, artinya ‘rukun akan menjadikan kuat, sedangkan
perselisihan hanya akan mendatangkan kehancuran.
“Kebudayaan Jawa pada dasarnya bersifat momot, sejuk dan non
sektaris, yang akan menunjang semangat gotong-royong dan
kerukunan yang amat diperlukan dalam memupuk persatuan dan
kesatuan Bangsa” (Sujamto, 1992: 37). Untuk itu, budaya Jawa harus
tetap dilestarikan agar masyarakat saling mengenal satu sama lainnya
lebih dekat sehingga menjadi rukun dan sejahtera.
Menurut Saruan (2003: 50) menyatakan bahwa kebudayaan
yang diterapkan atau dijalankan oleh masyarakat memiliki banyak
manfaat, diantaranya:
72
a. Sebagai usaha manusia (daya kreativitas dan inventivitas atau
penemuan yang menghasilkan sesuatu)
b. Sebagai proses belajar berdasarkan kecakapan manusia
c. Sebagai fungsi normatif yang berstruktur dan berunsur
d. Sebagai nilai-nilai yang menentukan martabat manusia
e. Sebagai lambang-lambang dan gambar-gambar yang mempunyai
sistem arti dan nilai
f. Sebagai proses tindakan, yaitu interaksi sosial dengan
perubahannya melestarikan kehidupan manusia
“Selamatan bertujuan untuk menciptakan keadaan sejahtera,
aman, dan bebas dari gangguan makhluk yang nyata maupun halus
yang menjadikan suatu keadaan slamet” (Beatty, 2001: 43). Sehingga
keadaan yang ada dalam tradisi terjaga dengan baik, tidak adanya
gangguan baik dari makhluk yang nyata maupun halus terhadap
masyarakat yang menjadikan satu sama lainnya berpecah belah dan
keadaan lingkungan menjadi tidak nyaman dan tenteram.
Seperti halnya yang dinyatakan oleh Bapak Mukhlisun:
“Dalam Merti Dusun itu ya mbak ada tujuannya, yaitu untuk
keselamatan. Baik keselamatan untuk desanya, warganya, dan
juga dalam hasil panennya. Manfaatnya juga ada mbak, yaitu
untuk mempererat tali silaturrahim antar warganya. Pada saat
Merti Dusun warga Kristen kalau masih saudara juga dapat
undangan untuk hadir ke rumah mbak.”
“Sikap-sikap yang harus dikembangkan dari kebudayaan yaitu
untuk menumbuhkan kesadaran beragama dan untuk menumbuhkan
73
kesadaran spiritualitas” (Saruan, 2003: 64). Sehingga dengan
perkembangan kebudayaan, suatu kesadaran beragama dan spiritualitas
masyarakat dapat berkembang dengan lebih baik dan sesuai dengan
ajaran-ajaran agama.
“Aspek budaya Jawa yaitu toleransinya amat besar terhadap hal-
hal yang berbeda serta sifatnya sejuk yang dilandasi oleh rasa asih ing
sesami (mencintai sesama) dan menghormati semua agama dengan
tulus” (Sujamto, 1991: 39). Toleransi yang diterapkan dalam budaya
Jawa akan membawa manfaat yang banyak bagi masyarakat,
diantaranya adalah menumbuhkan kerukunan masyarakat itu sendiri,
baik masyarakat sesama agama maupun yang berbeda agama.
Menurut Saruan (2003: 64) menyatakan bahwa kebudayaan dan
agama tidak dapat dipisahkan yang keduanya saling memberi nilai
tambah, yaitu:
1) Bahwa tiap agama mempunyai cara pandangnya sendiri terhadap
kebudayaan, yang berkaitan erat dengan sejarah dalam konteks
situasi dan kondisi agamanya, yang membawa implikasi dalam
operasionalnya
2) Bahwa salah satu contoh dari implikasi positif ini ialah bagaimana
Negara kita masih tetap menjadi Negara kesatuan dengan satu
bangsa dan bahasa yang satu.
74
Nilai-nilai positif yang ada dalam suatu agama banyak
diterapkan dalam kebudayaan, seperti nilai kerukunan, kehormatan,
dan sosial kemasyarakatan. Oleh karena itu kebudayaan dan agama
yang memiliki hubungan erat antara satu sama lain tidak dapat
dipisahkan. Agama memiliki cara pandang tersendiri terhadap
kebudayaan, dan kebudayaan juga menjadi peran untuk menyatukan
antar warga, bangsa, dan bahasa menjadi satu kesatuan tanpa adanya
suatu perselisihan.
2. Peran Masyarakat dalam Pelaksanaan Tradisi Merti Dusun
Kegiatan tradisi Merti Dusun dilaksanakan di Masjid dengan
dimulai tahlilan bersama oleh warga muslim. Warga muslim
berbondong-bondong berangkat bersama menuju Masjid membawa
makanan yang akan dimakan bersama-sama. Seperti halnya yang
dinyatakan oleh ibu Mukaromah:
“Tradisi Merti Dusun pelaksanaannya itu pada Rabu Kliwon
setiap bulan Sapar mbak, warga muslim kumpul bareng
membawa makanan di Masjid untuk melaksanakan tahlilan
terus makan bersama. Kegiatan itu dilaksanakan pada jam
09.00 yang akan dipimpin oleh tokoh agama.”
Tradisi Merti Dusun awalnya dilaksanakan di padepokan atau
lapangan. Tradisi ini dihadiri oleh warga dari beberapa dusun,
diantaranya dusun Kedakan. Sebelum adanya Mushola dan Masjid
tradisi Merti Dusun dilaksanakan di rumah pak kadus. Seperti halnya
yang dinyatakan oleh bapak Miftah:
75
“Sebelum ada Mushola dan Masjid dulunya tradisi Merti Dusun
dilaksanakan di padepokan atau lapangan, terus di tempat pak
kadus. Setelah ada Mushola ya dilaksanakan disitu, dan
sekarang dilaksanakan di Masjid karena sudah ada Masjid
mbak. Dulu saat masih dilaksanakan di padepokan, warga
Kristen juga ada yang mengikuti acara Merti Dusun.”
Masyarakat dusun Kedakan bersama-sama memperingati tradisi
Merti Dusun khususnya bagi warga muslim. Walaupun bagi warga
Kristen hanyalah sekedar membantu membangun tenda untuk
pelaksanaan tradisi tersebut dan ikut meramaikan saat pementasan
wayang, namun apabila warga Kristen memiliki saudara muslim maka
akan mendapat undangan untuk hadir berkunjung ke rumah saudaranya
yang melaksanakan tradisi Merti Dusun. Karena berkunjung antar
rumah merupakan serangkaian acara dalam tradisi Merti Dusun.
B. Upaya untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama di Dusun
Kedakan
Menurut Hadziq (2009: 54-59) menyatakan bahwa untuk menopang
agama-agama dapat damai, maka diperlukan perhatian terhadap empat
pokok yaitu:
1. Membina jalinan relasi antar agama, memiliki posisi dasar yang
pertama adalah bahwa tidak ada agama yang benar, kedua hanya ada
satu agama yang benar dan agama lain tidak benar, ketiga semua
agama sama-sama benar, keempat yaitu bahwa ada satu agama yang
benar dan semua agama memiliki andil kebenaran dalam agama yang
benar tersebut.
76
2. Mendasari kehidupan agama dalam konstitusi Indonesia, yaitu dengan
adanya Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa Indonesia dalam sila
pertama yang berbunyi Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Membuktikan
bahwa suatu agama mengajarkan nilai-nilai untuk saling menghargai,
menghormati, dan dapat bekerja sama. Tidak ada klaim dalam
membenarkan salah satu agama.
3. Memelihara kerukunan antar agama, yaitu memelihara hidup dalam
suasana baik dan damai, tidak bertengkar, bersatu hati dan bersepakat
antar umat yang berbeda-beda agamanya. Kerukunan antar umat yang
berbeda-beda agama didasarkan pada bangsa Indonesia merupakan
satu keluarga besar (familia Dei). Sebagai keluarga besar hubungan
satu terhadap yang lain didasarkan pada kasih, kebenaran, keadilan,
dan kebebasan.
4. Melaksanakan dialog antar agama, yang dilaksanakan secara terbuka
dan tulus akan menghasilkan kerukunan antar-sesama. Melalui dialog
yang mampu memahami dan menghormati satu terhadap yang lain,
kedamaian akan tercipta.
Upaya dalam menumbuhkan kerukunan di dalam masyarakat dusun
Kedakan sebagai tokoh masyarakat memiliki prinsip yang berbeda,
misalnya kepala dusun dan tokoh agama pasti memiliki cara yang berbeda
dalam meningkatkan kerukunan, diantaranya:
a. Upaya dalam menumbuhkan kerukunan yang dilakukan oleh kepala
dusun
77
Sebagai kepala dusun, bapak Suroyo memiliki usaha untuk
meningkatkan kerukunan kepada warganya dengan cara menjalin tali
silaturahmi dan membantu warganya yang membutuhkan baik pada
warga yang seagama maupun berbeda agama. Usaha lain yang
diterapkan dalam warganya adalah kerja bakti bersama dengan seluruh
warga dusun Kedakan.
“Sebagai seorang pemimpin, itu memang seharusnya memberi
contoh yang baik mbak. Dengan begitu, saya ikut kerja bakti
bersama dengan warga baik dalam pembangunan rumah
warga, rumah ibadah juga mbak dengan kata lain Masjid atau
Gereja, karena kebetulan disini ada dua agama. Jadi kerukunan
itu harus tetap dijaga, walaupun tempat dan caranya berbeda
dalam hal ibadah.”
Dengan upaya yang dilakukan tersebut, maka kerukunan yang
ada di masyarakat dusun Kedakan sangatlah baik, dapat mempererat
hubungan, memiliki sikap tenggang rasa, menghargai, dan toleransi
antar sesama warga tanpa membedakan status baik Islam maupun
Kristen.
b. Upaya dalam menumbuhkan kerukunan yang dilakukan oleh tokoh
agama Islam
Untuk menumbuhkan kerukunan di dalam masyarakat dusun
Kedakan, sebagai tokoh agama Islam melakukan hubungan yang baik
sebagaimana mestinya. Seperti yang diungkapkan oleh bapak Miftah:
“Ketika ada orang yang meninggal saya ikut takziyah mbak,
walaupun yang meninggal itu orang Kristen, tujuannya ya
sebagai rasa toleransi dan menghargai saja mbak antar sesama
warga.”
78
c. Upaya dalam menumbuhkan kerukunan yang dilakukan oleh tokoh
agama Kristen
Upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan kerukunan oleh
tokoh agama Kristen yaitu dengan mengikuti kegiatan sosial bersama,
sebagaimana yang diungkapkan oleh ibu Sumani:
“Masyarakat dusun Kedakan akan selalu rukun mbak, jika
warganya selalu bergotongroyong tanpa melihat status agama,
yaitu dengan kerja bakti mbak misalnya, membangun rumah,
membangun Masjid dan Gereja, adanya kegiatan kelompok tani,
serta camp pendakian yang dijalankan oleh remaja baik Islam
maupun Kristen.”
Menurut Hadziq (2009: 386-392) menyatakan bahwa ada beberapa
paham (teori) tentang cara mewujudkan kerukunan antar umat beragama,
yaitu:
1) Sinkritisme, yaitu paham yang menginginkan dan berusaha untuk
melebur berbagai agama kepada satu totalitas dengan agama-agama
yang ada sebagai madzhab atau sekte dari agama totalitas tersebut.
Yang beranggapan bahwa agama memiliki dasar yang sama, sedang
perbedaan antara satu dengan lainnya terletak bukan pada hakikat
tetapi pada penafsiran hakikat agama.
2) Resconception, bertujuan untuk mewujudkan satu agama baru yang
dapat menampung kebutuhan semua manusia dengan cara mempelajari
atau meninjau kembali ajaran agama yang dianutnya dalam rangka
berhubungan dengan pemeluk agama lain untuk mencari persamaan-
79
persamaan. Sehingga dapat dipupuk ikatan baru yang membentuk
humanisme universal.
3) Conversion, yaitu menghendaki saling tukar agama antara pemeluk
agama yang satu dengan lainnya agar dapat rukun.
4) Pluralisme Agama, yaitu suatu paham yang mengajarkan bahwa semua
agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah
relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim
bahwa hanya satu agamanya saja yang benar sedangkan agama yang
lain salah.
5) Agree In Disagreement, yaitu bahwa semua penganut agama setuju
rukun dengan berprinsipkan pada pemeliharaan eksistensi semua
agama yang ada. Tiap penganut agama harus meyakini bahwa agama
yang ia anut itulah agama yang benar, tetapi disamping itu ia
menghormati eksistensi agama-agama lain dengan segala hak asasi
pemeluknya, termasuk kebebasan untuk mengekspresikan keyakinan
agamanya tersebut.
C. Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Merti
Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat Beragama di Dusun
Kedakan
Nilai merupakan tolak ukur kebenaran dalam menentukan sesuatu.
Nilai dapat menjadikan manusia miliki konsep, gagasan, ide, perilaku,
serta memunculkan budaya-budaya. Nilai mempunyai tingkatan-tingkatan
80
yang menentukan kepentingan dari nilai itu. Menurut Ali (2007: 53)
menyatakan bahwa nilai dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu:
1. Nilai dasar, yaitu merupakan hakekat, esensi, intisari atau makna yang
terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal
karena menyangkut hakekat kenyataan objektif segala sesuatu
misalnya hakekat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya.
2. Nilai instrumental, merupakan suatu pedoman yang dapat diukur atau
diarahkan. Misalnya nilai instrmental yang berkaitan dengan tingkah
laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal itu akan
merupakan suatu norma moral.
3. Nilai praksis, pada hakikatnya merupakan penjabatan lebih lanjut dari
nilai instrumental dalam suatu kehidupan nyata. Sehingga nilai praksis
ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental.
Nilai juga sangat berperan dalam suatu budaya, misalnya budaya
Jawa Islam. Nilai yang terdapat dalam budaya Jawa Islam itu
“memberikan arah pembentukan sistem budaya (gagasan atau konsep),
sosial (pola tingkah laku), dan hasil kebudayaan fisik (artifacts) yang
bercorak Jawa Islam” (Amin, 2002: 281).
Dalam tradisi Jawa Islam terdapat banyak nilai-nilai pendidikan
Islam di dalamnya. Dalam Al Qur’an memuat nilai normatif yang menjadi
acuan dalam pendidikan Islam, yaitu (Mujib, 2006: 36):
81
a. I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti
percaya kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir,
yang bertujuan untuk menata kepercayaan individu.
b. Khuluqiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan etika, bertujuan untuk
membersihkan diri dari perilaku rendah dan menghiasi diri dengan
perilaku terpuji.
c. Amaliyyah, yang berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-
hari, baik yang berhubungan dengan pendidikan ibadah maupun
muamalah. Pendidikan ibadah memuat hubungan antara manusia
dengan Tuhannya, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan nazar yang
bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai ubudiyah. Sedangkan pendidikan
muamalah itu memuat hubungan antar-manusia, baik secara individual
maupun institusional.
Nilai-nilai dalam tradisi Merti Dusun itu mencerminkan keunikan
masyarakat yang dijadikan sebagai sarana pembelajaran bagi kehidupan
masyarakat. Seperti halnya yang telah diungkapkan oleh bapak Whn:
“Dalam tradisi merti dusun itu ada nilai yang harus disalurkan
untuk anak cucu kita selanjutnya mbak, seperti mengingat bahwa
bumi itu ciptaan Allah, mengenang jasa para leluhur kita yang telah
meninggal, dan meningkatkan kerukunan yang ada di desa sini
mbak”.
Berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan Islam, bapak Syn
mengungkapkan:
“Karena Merti Dusun itu tradisi Jawa Islam, nilai yang ada di
dalamnya juga ada pendidikan Islamnya mbak, misalnya ya kita
82
disuruh untuk mengingat Allah, mengajarkan untuk berperilaku
baik, membangun solidaritas antar sesama manusia, dan
menerapkan kerukunan serta tolong-menolong sama siapa saja,
jangan membeda-bedakan diantara perbedaan keagamaan yang ada
di dusun sini mbak”.
Islam mengajarkan tentang pendidikan, dan di dalam pendidikan
Islam terdapat sebuah nilai-nilai yang melahirkan prosedur-prosedur, yang
akan mengatur tingkah laku para pemeluknya. Begitu pula dalam tradisi
Merti Dusun, terdapat sebuah nilai-nilai pendidikan Islam yang harus
diterapkan dalam masyarakat agar menumbuhkan kerukunan di dalam
kehidupan. Berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan Islam, telah
dikemukakan bahwa pendidikan Islam itu berlandaskan humanisme, maka
terdapat nilai-nilai sebagai berikut:
1) Kemanusiaan
“Kemanusiaan ialah pengakuan akan hakekat dan martabat
manusia. Setiap manusia memiliki hak-hak tertentu yang harus
dihargai dan dilindungi, yang membedakan antara orang yang satu
dengan lainnya hanyalah ketaqwaannya” (Achmadi, 2010: 89).
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Hujurat ayat 13, yang
berbunyi:
اكم شعوبا وق بائل لت عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلن
أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبي
83
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Terjemah surat Al
Hujurat ayat 13)
Nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi merti dusun di dusun
Kedakan tentang nilai kemanusiaan yaitu suatu hal yang dapat
memanusiakan manusia, yang dapat diwujudkan dengan sikap
toleransi dalam hal beragama, saling membantu antar sesama.
2) Kesatuan umat manusia
“Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit bukan halangan untuk
mewujudkan prinsip persatuan dan kesatuan, karena pada dasarnya
mereka memiliki tujuan hidup yang sama yakni mengabdi kepada
Allah” (Achmadi, 2010: 90). Yang ditegaskan dalam surat Al Anbiya’
ayat 92 yang berbunyi:
ةا واحدةا وأن ربكم فاعبدون تكم أم إن هذه أم
Artinya: “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu
semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka
sembahlah Aku”. (Terjemah surat Al Anbiya’ 92)
Tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan terdapat nilai pendidikan
Islam, yaitu kesatuan umat beragama. Tradisi tersebut melibatkan
semua warga di dusun Kedakan baik yang beragama Islam maupun
84
yang beragama non-Islam. Semua warga saling membantu dan bekerja
sama dalam melaksanakan tradisi Merti Dusun tersebut.
3) Keseimbangan
Achmadi (2010: 91) berpendapat bahwa:
Prinsip keseimbangan itu terlihat pada penciptaan alam.
Prinsip keseimbangan yang harus diperjuangkan dalam
kehidupan, melalui pendidikan yaitu keseimbangan antara
kepentingan dunia dan akhirat, kebutuhan jasmani dan rohani,
kepentingan individu dan sosial, serta keseimbangan antara ilmu
dan amal. Prinsip keseimbangan itu akan terwujud sebagai
keadilan, adil terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang
lain.
Keseimbangan merupakan salah satu nilai pendidikan Islam
dalam tradisi Merti Dusun di dusun Kadakan. Keseimbangan ini
diterapkan dalam perbuatan yaitu perbuatan secara vertical yaitu
hubungan dengan Allah berupa ritual dalam tradisi tersebut. Selain itu
perbuatan secara horizontal yaitu hubungan dengan warga sekitar
dusun Kedakan yang saling membantu antar sesama dalam
melaksanakan tradisi tersebut.
4) Rahmat bagi seluruh alam (rahmatan li- al-‘alamin)
Achmadi (2010: 92) mengemukakan bahwa:
Aktivitas pendidikan sebagai transformasi nilai, ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dilakukan dalam rangka
rahmatan lil’alamin. Semua usaha pendidikan bertujuan untuk
membawa kemajuan hidup tidak lain hanya merupakan nilai
instrumental untuk menuju rahmatan lil’alamin.
85
Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al Anbiya’ ayat 107,
berbunyi:
للعالمني وما أرسلناك إال رحةا
Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Tradisi Merti Dusun ini merupakan wujud kasih sayang antar
semua manusia, baik yang beragama Islam maupun yang beragama
non-Islam, karena setiap golongan merasakan tradisi tersebut dengan
penuh kebahagiaan.
Dalam masyarakat Jawa tradisi merupakan merupakan sebuah adat
istiadat yang sudah turun-temurun, di mana tradisi tersebut mempunyai
makna tersendiri serta memberikan kebanggaan atas ragam kekayaan
budaya di negeri ini. Seperti halnya tradisi Merti Dusun yang merupakan
simbol rasa syukur masyarakat dusun Kedakan atas apa yang dilimpahkan-
Nya, seperti kelimpahan rezeki, keselamatan, dan ketentraman warga
bersama.
Implementasi atau penerapan nilai-nilai pendidikan Islam dalam
tradisi Merti Dusun untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama dapat
dilakukan melalui nilai I’tiqadiyyyah, Khuluqiyyah dan Amaliyyah, yang
dapat ditunjukkan dengan cara:
a) Wujud Syukur
86
Wujud syukur warga dusun Kedakan merupakan bentuk
terimakasih kepada Allah SWT., syukur itu dapat direalisasikan
dengan cara bersedekah, karena telah diberi rezeki melimpah yang
diwujudkan dalam tradisi Merti Dusun, yaitu dengan cara saling
berbagi makanan kepada warga lain. Orang Jawa pun percaya bahwa
ketika manusia itu tertimpa musibah atau bencana, mereka tetap
berfikiran bahwa ada hikmah dibalik musibah tersebut. Disini terbesit
bahwa dalam pemikiran orang Jawa masih ada rasa syukur.
b) Sikap toleransi antar umat beragama
Sikap toleransi dapat diterapkan dalam berbagai hal, misalnya
tidak menjauhi dan melarang orang Kristen untuk tinggal bersama di
lingkungan warga Islam. Dengan sikap toleransi yang menjadi sebuah
prinsip maka akan terbangun kerukunan antar umat beragama , dan
mereka sadar bahwa kerukunan beragama dalam masyarakat itu adalah
milik bersama yang menjadi tanggung jawab mereka dan harus dijaga.
Karena kerukunan antar umat beragama itu bukan hanya kerukunan
sementara, namun menjadi kerukunan hakiki yang harus dilandasi dan
dijiwai oleh agama masing-masing.
Dalam acara Merti Dusun ini partisipasi masyarakat dalam
memelihara tradisi Merti Dusun ini sangatlah guyup, mereka baik
muslim maupun non muslim tidak pernah membawa agamanya,
misalnya dalam pembangunan masjid Nurul Huda non muslim pun
juga ikut serta untuk membangun masjid.
87
Seperti halnya yang dikatakan Bu Sumani,
“saya orang Kristen mbak, tapi ketika ada orang muslim yang
sedang membangun masjid, saya beserta suami ikut serta tanpa
membawa atribut agama saya. Begitu pula orang muslim ketika
ada pembangunan gereja mereka juga ikut berpartisipasi dalam
pembangunan gereja”.
Dusun kedakan ini saat bekerja tidak ada lagi sekat dan
pembeda, semua warga berkumpul bekerja tak ada yang membawa
atribut agama karena mereka sangat menjaga kerukunan dusun
kedakan. Membangun masjid atau gereja yang dilakukan semua warga
dusun kedakan baik muslim maupun non muslim ini merupakan salah
satu bukti kuatnya kerukunan dan toleransi antar warga.kerukunan ini
tercipta sudah turun temurun dari nenek moyang terdahulu, mereka
saling menghormati dan menghargai dari anak-anak hingga orang
dewasa. Urusan agama adalah urusan pribadi urusan hambanya dengan
tuhan-Nya.
Seperti yang dikatakan Bu Mukaromah:
“disini itu tidak pernah memandang agama mbak, karena kami
sudah terbiasa dari dulu hidup rukun-rukun saja tanpa
mempermasalahkan agama Kristen maupun agama Islam. Yang
mana butuh pertolongan ya kita bantu gitu saja mbak. Disini
kan daerah pendakian mbak jadi rumah-rumah kami pun
terbuka lebar untuk orang yang mau menginap sebelum
mendaki, nah disini pun kami juga tidak memandang agamanya,
orang-orang mendaki itukan agamanya berbeda-beda ada yang
Islam, Kristen, Budha, Hindhu, dll dan ketika mau menginap
dirumah kami pun tidak pernah kami Tanya kamu agamanya
apa mbak, mas.. ga mungkin kan mbak, ya kami hanya
memberikan bantuan bagi yang membutuhkan”.
88
Disini dapat diambil kesimpulan bahwa toleransi warga dusun
Kedakan ini sangat bagus karena semua warga selain berpartisipasi
dalam desa juga mempunyai rasa toleransi yang tinggi bagi orang luar
desa Kedakan.
c) Saling menghormati dan menghargai
Untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, maka perlu
adanya sikap saling menghormati dan menghargai. Sikap itu dapat
diwujudkan dalam hal kehidupan sehari-hari, misalnya ikut bela
sungkawa meskipun orang yang meninggal dari warga berbeda agama,
dan tidak saling menyinggung terhadap agama mereka yang berbeda.
d) Membantu siapa saja yang membutuhkan
Manusia itu tidak dapat hidup sendiri, mereka saling bergantung
satu dengan lainnya, karena itu manusia disebut dengan makhluk
sosial. Dengan membantu orang lain dalam hal apapun dan tanpa
memandang status ekonomi, sosial, dan agama itu merupakan bentuk
pemanfaatan secara baik. Membantu dalam hal kesusahan malah
membuat persatuan dan persaudaraan mereka semakin kuat dan kokoh.
e) Kebersamaan antar umat beragama
Dengan adanya dua perbedaan keyakinan di dusun Kedakan,
bisa jadi ada hal kecil yang dapat memecahkan persatuan diantara
mereka misalnya dengan kegigihan dalam mempertahankan prinsip-
89
prinsip sendiri. Namun, hal itu tidak dapat menghalangi mereka dalam
menegakkan toleransi secara bersama tanpa memandang agama yang
dianutnya, yang terpenting bagi mereka adalah dapat menjadikan hidup
masyarakat dusun Kedakan semakin rukun hingga akhir zaman.
Dengan hidup rukun, warga Islam maupun Kristen juga bersama-sama
ikut serta dalam memperlancar acara Merti Dusun karena toleransi
merupakan tujuan yang diharapkan oleh seluruh manusia dalam
kehidupan bermasyarakat dan sikap saling menghormati serta
menghargai terhadap sesama manusia dalam masyarakat termasuk
pondasi utama guna memperkokoh kerukunan dalam kehidupan
mereka.
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan
bantuan orang lain dalam memenuhi kehidupannya. Ajaran Islam juga
menganjurkan untuk saling tolong-menolong antar sesama, dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan
dengan siapa saja tanpa memandang ras, bangsa, dan agama, begitu
pula sebaliknya. Kerjasama antara umat beragama di dusun Kedakan
ini cukup baik, terutama dalam mengurus dusun Kedakan, mereka
bersama-sama bergotong-royong membangun dusun Kedakan,
memelihara dusun tersebut agar nyaman dan tentram, serta
melestarikan budaya yang sudah ada.
90
f) Cara pandang yang baik
Islam dan Kristen adalah dua keyakinan yang memiliki
pendapat, tempat, dan cara beribadah yang berbeda. Namun diantara
keduanya memiliki kesamaan dalam tujuan beribadah yaitu semata-
mata untuk Tuhan, dan mereka tidak saling menyalahkan, serta tidak
saling memusuhi terhadap satu sama lainnya. Mereka hidup dengan
rukun dan saling toleransi terhadap agama masing-masing. Apabila
dari pihak warga Islam memiliki hajatan atau acara misalnya dalam
acara tradisi Merti Dusun, dari pihak warga Kristen ikut membantu
dengan mendirikan tenda untuk acara tersebut, dan begitu sebaliknya
jika dari warga Kristen membutuhkan bantuan maka warga Islam
bersama-sama bergotong royong untuk membantu.
Sebagai peneliti berpendapat bahwa cara pandang keagamaan di
dusun Kedakan adalah baik dan rukun. Mereka tidak saling ikut
campur terhadap agama mereka yang berbeda, mereka justru saling
toleransi dan menghormati terhadap berbedaan itu. Mereka juga tidak
pandang bulu untuk membantu kepada siapa saja, bahkan dalam
pembangunan tempat ibadah untuk warga yang berbeda agama.
g) Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
Sejak lahir manusia itu sudah dibawa oleh orang tuanya untuk
memeluk agamanya masing-masing. Namun tidak boleh ada paksaan
dari orang tuanya sendiri terlebih lagi dari orang lain, karena hal itu
menyangkut HAM (Hak Asasi Manusia). Jadi, seseorang itu diberi
91
kebebasan untuk memilih agama sesuai yang diinginkannya dan
dianggapnya benar.
92
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dari bab-bab sebelumnya, sebagai
peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil penelitian tentang implementasi
nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk
menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan, yaitu:
Makna tradisi Merti Dusun di dusun Kedakan merupakan acara ritual
Jawa Islam yang sudah ada sejak zaman dahulu, masyarakat sekarang
hanya menjalankannya sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Pelaksanaan
tradisi Merti Dusun merupakan acara yang dimiliki warga muslim, namun
bagi warga Kristen ikut kerja bakti dalam menyiapkan tempat
pelaksanaan, memeriahkan waktu pagelaran wayang, dan hadir ke rumah
warga muslim apabila mendapat undangan, dengan kata lain warga Kristen
ikut berperan dalam pelaksanaan tersebut.
Upaya untuk menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun
Kedakan dilakukan dengan adanya sikap: 1) Adanya kebersamaan dalam
hal sosial, misalnya gotong royong membangun Masjid atau Gereja,
membangun rumah warga, basecamp pendakian, dan juga kelompok tani
bagi bapak-bapak dan ibu-ibu, termasuk dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun. 2) Adanya tenggang rasa, menghargai, dan toleransi, yaitu
93
menghargai agama yang berbeda dengan tidak mengolok-olok dan
memusuhi, serta saling membantu bagi yang membutuhkan. 3) Adanya
cara pandang yang tidak fanatik, yaitu memberi kebebasan untuk
beribadah karena tujuannya sama yaitu menuju kepada Allah. Namun
dalam pelaksanaan, cara, dan tempatnya saja yang berbeda. Bagi antar
warga tidak boleh adanya paksanaan untuk mengikuti keyakinan yang
dimiliki masing-masing.
Tradisi Merti Dusun mengandung nilai-nilai sebagai berikut: a)
I’tiqadiyyah, yang berkaitan dengan pendidikan keimanan, seperti percaya
kepada Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir, yang bertujuan
untuk menata kepercayaan individu. b) Khuluqiyyah, yang berkaitan
dengan pendidikan etika, bertujuan untuk membersihkan diri dari perilaku
rendah dan menghiasi diri dengan perilaku terpuji. c) Amaliyyah, yang
berkaitan dengan pendidikan tingkah laku sehari-hari, baik yang
berhubungan dengan pendidikan ibadah maupun muamalah. Pendidikan
ibadah memuat hubungan antara manusia dengan Tuhannya, seperti shalat,
puasa, zakat, haji, dan nazar yang bertujuan untuk aktualisasi nilai-nilai
ubudiyah. Sedangkan pendidikan muamalah itu memuat hubungan antar-
manusia, baik secara individual maupun institusional.
Melalui nilai I’tiqadiyyah, Khuluqiyyah, dan Amaliyyah,
implementasi nilai-nilai pendidikan Islam dalam tradisi Merti Dusun untuk
menumbuhkan kerukunan umat beragama di dusun Kedakan dapat
dilakukan dengan cara penanaman sikap: (1) wujud syukur, wujud syukur
94
warga dusun Kedakan merupakan bentuk terimakasih kepada Allah SWT.,
syukur itu dapat direalisasikan dengan cara bersedekah, (2) toleransi, dapat
diterapkan dalam berbagai hal misalnya tidak menjauhi dan melarang
orang Kristen untuk tinggal bersama di lingkungan warga Islam, (3)
saling menghormati dan menghargai, (4) membantu siapa saja yang
membutuhkan, (5) kebersamaan antar umat beragama, (6) cara pandang
yang baik, (7) tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama
tertentu.
B. Saran
Saran yang dapat peneliti berikan khususnya masyarakat dusun
Kedakan yaitu menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam dengan baik yang
bertujuan bagi masyarakatnya untuk lebih taat kepada Allah, menjaga
tradisi Jawa, tetap menjaga kerukunan antara warga Islam dan Kristen
walaupun banyak perbedaan pendapat tentang kepercayaan masing-
masing. Masyarakat dusun Kedakan harus bisa menjaga dan
mempertahankan kerukunan yang terjalin dengan baik agar tidak
menyebabkan konflik-konflik yang tidak diinginkan, dan juga akan
menjadikan kemajuan dalam Negara. Dan seharusnya bagi sesama
manusia saling menghormati, menghargai, dan tolong-menolong, karena
tujuan yang dicapai adalah sama untuk menuju Tuhan.
95
C. Penutup
Peneliti menyadari bahwa penelitian skripsi ini belum mencapai
tahap kesempurnaan.Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan
peneliti.Oleh karena itu, demi kesempurnaan skripsi ini peneliti sangat
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, semoga dengan kritik
dan saran dari para pembaca berikan dapat membangun skripsi ini untuk
menuju tahap kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 2010. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Ali, Mohammad. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT IMTIMA
Al-Mahali, AA Ihyauddin. 2012. Skripsi. NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
YANG TERKANDUNG DALAM TRADISI MERTI DESA (Studi di Dusun
Bawang Desa Tukang Kec. Pabelan Kab. Semarang). Salatiga: STAIN
Salatiga
Amin, Darori. 2002. Islam & Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media
Andyani, Natalia Tri. 2013. Skripsi. EKSISTENSI TRADISI SAPARAN PADA
MASYARAKAT DESA SUMBEREJO KECAMATAN NGABLAK,
KABUPATEN MAGELANG. Semarang: UNNES
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Beatty, Andrew. 2001. Variasi Agama di Jawa: Suatu Pendekatan Antropologi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Emzir. 2014. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif.
Jakarta: Rajawali Pers
Fauzi, Muhammad. 2007. Agama dan Realitas Sosial Renungan & Jalan Menuju
Kebahagiaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Hadikusuma, Hilman. 1993. Antropologi Agama. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti
Hadziq, Abdullah. 2009. Kapita Selekta Kerukunan Umat Beragama. Semarang:
FKUB
Hamid, Syamsul Rijal. Buku Pintar Agama Islam. Bogor: LPKAI “Cahaya
Salam”
Ilyas, Hamim. 2012. Harmonisasi Umat Beragama. Yogyakarta: CV. Arti Bumi
Intaran
Khalil, Ahmad. 2008. Islam Jawa, Sufisme dalam Etika dan Tradisi Jawa.
Malang: UIN-Malang Press
Koentjaraningrat. 2011. Pengantar Antropologi 1. Jakarta: Rineka Cipta
Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Kurniawati, Lina. 2013. Skripsi. Slametan dalam Perspektif Pendidikan Islam.
Salatiga: STAIN Salatiga
Lestari, Wahyu. Ruwatan (Merti Desa) Masyarakat Gunungkidul Pasca Gemba
Bumi Tektonik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Semarang: UNNES
Maslikhah. 2013. Melejitkan Kemahiran Menulis Karya Ilmiah Bagi Mahasiswa.
Yogyakarta: Trustmedia
Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya
Muhaimin. 2004. Damai di Dunia Damai Untuk Semua Perspektif Berbagai
Agama. Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajijan Kerukunan Hidup Umat
Beragama
Mujib, Abdul. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana
Puniatun. Pelaksanaan Tradisi Sedekah Bumi Sebagai Upaya Untuk Memelihara
Kebudayaan Nasional. Jurnal Ilmiah PPKN IKIP Veteran: Semarang
Puspitasari, Amalia Septi. 2012. Jurnal. Kajian Folklor Tradisi Merti Dhusun di
Dusun Tugono Desa Kaligono Kecamatan kaligesing Kabupaten
Purworejo. Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Universitas
Muhammadiyah Purworejo
Respati, Djenar. 2014. Sejarah Agama-agama di Indonesia. Yogyakarta: Araska
Rizal, Syamsul. 2014. Kerukunan Antar Umat Beragama di Desa Sidawangi
Kecamatan Sumber Kabupaten Cirebon. Jurnal At-Tafkir
Roqib, Moh. 2007. Harmoni dalam Budaya Jawa (Dimensi Edukasi dan Keadilan
Gender). Yogyakarta: STAN Purwokerto Press & Pustaka Pelajar
Saksono, Gatot. 2014. Tuhan dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Kaliwangi
Sarosa, Samiaji. 2012. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar. Jakarta: PT Indeks
Setiadi, Elly M. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Soeriawidjaja-Roring, Iskandar. 1990. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia
(Beberapa Permasalahan). Jakarta: INIS
Sujamto. 1992. Refleksi Budaya Jawa: Dalam Pemerintah dan Pembangunan.
Semarang: Dahara Prize
Sutrisno, Mudji. 2005. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius
Syam, Nur. 2009. Madzhab-madzhab Antropologi. Yogyakarta: LKIS Printing
Cemerlang
Uhbiyati, Nur. 1997. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia
Widagdho, Djoko. 1994. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara
Widyosiswoyo, Supartono.1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Ghalia Indonesia
Woodward, Mark R. 2004. Islam Jawa: Kesalehan Normatif Versus Kebatinan.
Yogyakarta: LKIS
Yahya, Ismail. 2009. Adat-adat Jawa dalam Bulan-bulan Islam: Adakah
Pertentangan?. Jakarta: Inti Medina
Yana. 2012. Falsafah dan Pandangan Hidup Orang Jawa. Yogyakarta: Bintang
Cemerlang
LAMPIRAN - LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apa makna tradisi Merti Dusun menurut anda ?
2. Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti Dusun ? Jika ada,
bagaimana sejarahnya ?
3. Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam acara Merti Dusun?
4. Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Merti
Dusun?
5. Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan Merti Dusun ?
6. Kapan acara tersebut dilaksanakan ?
7. Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam pemilihan
waktu tersebut ?
8. Sejak kapan masyarakat Dusun Kedakan melaksanakan acara Merti
Dusun?
9. Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun ini?
10. Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun ?
11. Apakah dari pihak agama non muslim juga ikut berpartisipasi ?
12. Bagaimana pandangan anda terhadap umat yang berbeda ?
13. Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama dalam waktu
sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun ?
14. Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam menjalankan
kerukunan di bawah perbedaan?
15. Bagaimana upaya agar kerukunan di Dusun ini tetap terjaga hingga ke
generasi berikutnya ?
Pengumpulan Data
No Metode Pengumpulan
Data
Sumber Data Jenis Data
1.
Wawancara
Tokoh masyarakat
Pemuka Agama Islam
dan Kristen
Masyarakat Islam dan
Kristen
Makna Tradisi
Merti Dusun
Upaya untuk
menumbuhkan
kerukunan umat
beragama
Implementasi nilai-
nilai pendidikan
Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk
menumbuhkan
kerukunan umat
beragama
2.
Observasi
Dusun Kedakan
Pengurus Islam
Pengurus Kristen
Masyarakat
Letak geografis
Keadaan sosial
kemasyarakatan
agama
Kegiatan bersama
antara warga Islam
dan Kristen
Kerukunan umat
beragama
3.
Dokumentasi Foto kegiatan
Catatan Wawancara
Informan : Bds (Islam)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 10.20 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : selamatan desa mbak, yang dilakukan pada bulan Sapar, biasanya
warga saling mengundang sanak saudaranya untuk datang
kerumah.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun tersebut? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : saya kurang tahu mbak tentang sejarahnya, kan itu sudah
merupakan adat yang sudah menjadi turun-temurun.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam acara
Merti Dusun?
Informan : ada nilai agamany dan akhlak mbak, di dalam acara tersebut kita
kan melakukan tahlilan sebagai doa, dan kita diminta untuk
membawa makanan ke masjid dengan tujuan untuk berbagi dengan
yang lain.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun terhadap masyarakat?
Informan : menanamkan nilai-nilai pendidikan akhlak yaitu toleransi,
persaudaraan, dan kebersamaan.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan Merti
Dusun?
Informan : tujuannya ya untuk keselamatan dusun, manfaatnya sebagai
mempererat tali silaturahim sesama saudara dan masyarakat secara
umum.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : bulan Sapar, tapi setiap dusun berbeda-beda mbak.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah menjadi menjadi ketentuan sesepuh dari zaman dahulu dan
kesepakatan bersama masyarakat, untuk pemilihan waktu tidak
dapat diubah-ubah mbak, kita tinggal melaksanakannya saja,.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak dulu sudah ada kok mbak, sudah lama sekali.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : pagi itu berkumpul di Masjid dengan membawa ambengan, terus
doa bersama, setelah itu kembali kerumah menunggu sanak saudara
berkunjung. Kemudian, pementasan wayang.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan :masyarakat dusun, karena semua disamaratakan dalam
keterlibatan acara.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : iya, tapi saat berkumpul ke Masjid tidak ikut mbak.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : saling menghormati saja mbak, dan saling membantu, kita kan
sama-sama manusia.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik-baik saja, kita itu saling membantu tidak membeda-bedakan
mbak.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : saling mengenal satu sama lainnya, toleransi dan menghormati.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : kita harus tetap saling bekerja sama dalam semua hal, dan
menjaga silaturahim.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat
dalam tradisi Merti Dusun berupa nilai agama dan akhlak, yang dapat diterapkan
dalam hal toleransi, saling membantu, dan saling menghormati. Sehingga
kerukunan yang ada di dalam dusun Kedakan dapat terwujud dengan baik.
Catatan Wawancara
Informan : MKN (Islam)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 11.30
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti :Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan :Merti Dusun itu ya adat ndeso, bisa dibilang slametan mbak,
semua warga kumpul bareng, melaksanakan tahlilan bersama di
Masjid.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang meletarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : berasal dari wayang jimat, tapi saya kurang tahu pasti bagaimana
mbak.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam acara
Merti Dusun?
Informan : nilai akidah dan gotong-royong. Kita tahlilan di Masjid bisa
disebut dengan nilai akidah, kalau dalam melaksanakan acara ini
kan kita saling bergotong-royong bersama.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : kita terapkan saja sikap toleransi, tolong-menolong, dan saling
menghormati kepada sesama manusia.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan Merti
Dusun?
Informan : untuk syukuran mbak, biar diberi keselamatan oleh Allah.
Peneliti : Kapan acara tersebut di laksanakan?
Informan : acara itu dilaksanakan pada Rabu Kliwon, pada bulan Sapar
dimulai jam 09.00 WIB.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan :dalam pemilihan waktu itu sudah menjadi ketentuan dari dulu,
saya kurang tahu pasti kenapa mbak.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak dulu sudah ada mbak, kita tinggal mengikutinya saja.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun?
Informan : yang pertama ya kita tahlilan bersama di Masjid, setelah itu kita
menonton bersama dalam pementasan wayang.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : saat acara di Masjid ya tentu Islam saja, karena saat natalan Islam
juga tidak ikut.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : kalau dalam bergotong-royong, semua warga pasti ikut.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : sae, tidak ada masalah.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik-baik saja mbak, hidup di desa ya harus menjaga tali
persaudaraan dan tetap berhubungan baik dengan tetangga.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : sikap saling menghormati mbak.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : dengan menanamkan prinsip tadi mbak, ya dengan menanamkan
sikap saling menghormati.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat
dalam tradisi Merti Dusun ialah sikap toleransi, tolong-menolong, dan saling
mneghormati. Kerukunan yang ada di dusun Kedakan terjadi karena adanya
penenrapan dari sikap yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun.
Catatan Wawancara
Informan : MKH (Islam)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 11.45 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut ibu?
Informan : Merti Dusun itu sama saja dengan slametan ndeso mbak.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : sejarahnya itu dari wayang mbak, tapi saya kurang tahu
bagaimana sejarahnya.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam acara
Merti Dusun?
Informan : menurut saya ada nilai toleransi, jadi kita disuruh untuk tidak
memusuhi warga Kristen, kita juga tidak boleh melarang warga
Kristen untuk tinggal bersama di lingkungan warga muslim.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : saling membantu siapa saja mbak, bahkan orang luar dusun yang
belum kenal. Misalnya ada orang yang akan mendaki atau sudah
dalam perjalanan pulang, saat mereka menumpang ke kamar mandi
bahkan membutuhkan tempat untuk tinggal sementara, saya
membantunya saja. Padahal kan saya juga tidak tahu agama apa
yang mereka anut.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan Merti
Dusun?
Informan : sebagai wujud rasa syukur atau syukuran warga dusun.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : Rabu Kliwon mbak, setiap bulan Sapar, acara ini dilaksanakan
hanya satu kali dalam setahun.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : untuk pemilihan waktu sudah menjadi ketentuan dari zaman dulu,
kita hanya menjalankan adat yang sudah ada.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak nenek moyang sudah ada, kita ya tinggal meniru dan
mengikuti saja mbak.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : pertama kita tahlilan bersama di Masjid, terus makan apa yang
sudah mereka bawa dari rumah secara bersama, yang terakhir
wayangan.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : warga Islam saja, tapi warga Kristen ikut berpartisipasi dalam hal
bantu-membantu dan menonton pertunjukan wayang.
Peneliti : Bagaimana pandangan ibu terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik-baik saja mbak, tidak ada masalah.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : sae-sae saja mbak, kita itu tidak pernah menganggap yang
bagaimana-mana sama warga yang berbeda agama.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : sikap toleransi dan saling menghormati itu harus selalu
ditegakkan dalam masyarakat sini, agar tetap terjaga kerukunannya.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : membantu sesama manusia, siapa saja yang membutuhkan baik
itu orang yang sudah kita kenal atau belum, penganut agama apa
saja, dari warga mana saja tidak menjadi penghalang untuk berbuat
baik.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat
dalam tradisi Merti Dusun berupa nilai toleransi, dan terdapat sikap saling
membantu supaya antar sesama warga terjalin hubungan yang erat, baik sesama
warga sekitar maupun warga asing.
Catatan Wawancara
Informan : SRY (Kristen)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 12.30 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : ulang tahun dusun yang sudah menjadi adat kebiasaan, secara
turun-temurun.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanakan Merti
Dusun?
Informan : untuk menanamkan kerukunan dalam kehidupan masyarakat.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : pada bulan Sapar yang dilaksanakan sekali dalam satu taun.
Tetapi ada juga yang Sapar, Rajab, Suro.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah menjadi kesepakatan bersama oleh warga muslim.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak saya masih kecil tradisi ini itu sudah ada.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : ini merupakan bentuk syukuran warga muslim, jadi warga Kristen
tidak ikut ke Masjid.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : ikut, tapi dalam hal bergotong-royong saja.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik saja tidak ada perbedaan, hanya saja tempat dan caranya
yang berbeda.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : rukunnya bagus, tidak bermasalah.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : gotong-royong bersama antar warga Islam dan Kristen, sehingga
diantara mereka akan menjalin hubungan yang lebih baik, dan
mereka juga akan memiliki sikap untuk bersatu.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : berpartisipasi dalam gotong-royong, misalnya kerja-bakti dalam
membangun rumah, membangun Masjid warga Kristen juga ikut
membantu.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kerukunan dapat tumbuh
karena adanya sikap gotong-royong yang dibangun dalam masyarakat dusun.
Catatan Wawancara
Informan : MFH (Islam)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 13.00 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : selamatan dusun, yang sebelumnya dilaksanakan di Padepokan
atau lapangan, setelah itu di rumah kepada dusun, terus ada
Mushola ya di Mushola, sejak ada Masjid acara itu dijalankan di
Masjid sampai sekarang.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : sudah ada sejak dulu, saya tidak tahu sejarahnya.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam acara
Merti Dusun?
Informan : sikap toleransi, dan menghargai.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : misalnya ikut takziyah walaupun yang meninggal itu dari warga
Kristen.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan Merti
Dusun?
Informan : syukuran, dan mempererat tali persaudaraan yang ada diantara
warga dusun.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : dulu Kamis Kliwon, tapi sekarang jadi Rabu Kliwon.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah menjadi ketentuan dari sesepuh.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak dulu, acara itu peninggalan nenek moyang.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : tahlilan bersama di Masjid, pertunjukan wayang.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : sebelum berdirinya Masjid, warga Kristen ikut acara saat itu
dilaksanakan di Padepokan.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : ikut, tapi dalam gotong-royong bersama.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik, dengan kerukunan yang terjaga dari dulu sampai sekarang.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : rukun, baik, dan saling membantu antar sesama warga.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bahwah perbedaan?
Informan : toleransi terhadap warga Kristen untuk tidak memusuhi, dan
menghargai apa yang sudah menjadi keyakinan masing-masing.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : ikut takziyah tadi misalnya, dan saling tolong-menolong terhadap
siapa saja yang membutuhkan.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terdapat
dalam tradisi Merti Dusun yaitu nilai toleransi, dan menghargai. Masyarakat
dusun diminta untuk saling membantu siapa saja yang membutuhkan tanpa
melihat status agama.
Catatan Wawancara
Informan : SMN (Kristen)
Hari, tanggal : 25 November 2015
Jam : 13.30 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut ibu?
Informan : sedekah dusun, yang dilaksanakan sekali dalam setahun.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : ya kita sebagai warga Kristen ikut membantu persiapannya saja,
dan ikut meramaikan saat pementasan wayang.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : tidak mbak, kan tempat beribadah kita berbeda.
Peneliti : Bagaimana pandangan ibu terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik, antara warga Islam dan Kristen tidak saling membedakan
untuk saling membantu, kita juga saling menghargai dan
menghormati dalam keyakinan yang dimiliki masing-masing.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik juga, kita itu tidak pandang bulu antar semua warga, kalau
mau membantu ya tinggal melakukan saja.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : saling gotong-royong mbak, misalnya kerja bakti yang
dilaksanakan secara bersama akan menumbuhkan kerukunan.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : dengan kerja bakti, dalam pembangunan Masjid misalnya. Warga
Kristen ikut membantu dalam pembangunan Masjid tanpa
membawa atribut agama.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa kerukunan dusun
Kedakan dapat terwujud karena adanya suatu sikap saling memantu siapa saja
tanpa melihat status dan tanpa membawa kebenaran masing-masing dari suatu
keyakinan.
Catatan Wawancara
Informan : SYN (Islam)
Hari, tanggal : 29 November 2015
Jam : 11.00 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : acara dalam rangka keselamatan dusun yang dilaksanakan warga
muslim.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : saya tidak tahu sejarahnya mbak.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi
Merti Dusun?
Informan : ada nilai keimanan, dan pendidikan etika yang sangat bermanfaat
bagi seluruh masyarakat dari anak-anak hingga orang tua.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : dengan mengingat Allah sebagai Sang Pencipta seluruh alam,
berperilaku baik terhadap semua makhluk hidup, tolong-menolong
pada siapa saja yang membutuhkan, dan membengun solidaritas.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun?
Informan : agar diberi keselamatan, keberkahan dalam bumi yang ditinggali,
dan mempererat tali persaudaraan.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : besok itu pada Rabu Kliwon, setiap bulan Sapar.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah dari dulu begitu, tidak bisa diganti-ganti.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak zaman dahulu, kita hanya mewarisi dan menjalankannya
saja.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : doa bersama yang dipimpin oleh pemuka agama, makan bersama,
kemudian masyarakat bersama-sama melihat pertunjukan wayang.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : warga Islam saja.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : ikut, tapi hanya dalam persiapannya dan ikut meramaikan acara
tersebut.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik mbak, kita tidak saling memdakan antara satu dengan
lainnya, kita satu dusun ya satu keluarga.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : sama baiknya, tidak ada yang membedakan diantara perbedaan
yang ada.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : harus menegakkan sikap toleransi baik kepada orang Islam
maupun Kristen, dan saling membantu kepada siapa yang
membutuhkan bantuan kita.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : tidak perlu membeda-bedakan antar umat yang satu dengan
lainnya, karena kita itu sama-sama makhluk ciptaan Allah.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan
yang terdapat dalam tradisi Merti Dusun berupa nilai keimanan dan pendidikan
etika. Kita disuruh untuk mengingat Allah, berperilaku yang baik, tolong-
menolong, dan membangun solidaritas hingga kita dapat membangun sebuah
kehidupan yang rukun, dan damai.
Catatan Wawancara
Informan : WHN (Islam)
Hari, tanggal : 29 November 2015
Jam : 11.30 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : selamatan desa, yang dilaksanakan hanya sekali dalam setahun.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : tidak ada yang tahu pasti mbak, bagaimana sejarahnya.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi
Merti Dusun?
Informan : nilai akidah, kemanusiaan, dan gotong-royong.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : mengingat Allah, mengenang dan melaksanakan tradisi yang
dijalankan sesepuh dahulu, meningkatkan kerukunan antar warga.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun?
Informan : ya dapat digunakan sebagai keselamatan dusun, kebersamaan,
gotong-royong, keakraban, dan persatuan.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : pada bulan Sapar mbak.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah menjadi adat secara turun-temurun, hingga tidak bisa
diubah lagi.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : saya tidak ingat, karena sudah lama sekali.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : tahlilan, doa bersama, makan bersama, terus dilanjut pementasan
wayang.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : seluruh warga, namun Kristen tidak ikut ke Masjid.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : ikut, hanya saja dalam hal gotong-royong, ketika warga Islam
melaksanakan acara di Masjid warga Kristen tidak ikut.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik saja, mereka baik sama kita ya kita juga harus baik sama
mereka. Walaupun mereka tidak baik sama kita, kita juga harus
tetap baik sama mereka.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik-baik saja mbak.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : saling bergotong-royong, dan saling menghormati antar warga.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : menanamkan sikap yang baik, dengan memberi contoh tidak
saling bermusuhan antar beda agama.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang
terkandung dalam tradisi Merti Dusun yaitu nilai akidah, kemanusiaan, dan
gotong-royong. Selain untuk mengingat Allah, kita juga harus berbuat baik
kepada ciptaan-Nya baik sesama manusia maupun terhadap alam sekitar.
Catatan Wawancara
Informan : BMB (Islam)
Hari, tanggal : 29 November 2015
Jam : 12.15 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : selamatan dusun yang dilaksanakan oleh warga setempat.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : tidak ada yang mengetahui sejarah Merti Dusun, karena acara ini
sudah ada dari zaman dulu saat saya masil kecil.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi
Merti Dusun?
Informan : nilai kemanusiaan, kebersamaan dan gotong-royong
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : membantu siapa saja yang membutuhkan tanpa membawa nama
agama, tanpa membawa ego masing-masing.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun?
Informan : keselamatan desa, kebersmaan, gotong-royong, keakraban, dan
persatuan.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : pada tiap bulan Sapar.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : karena sudah menjadi adat istiadat yang waktunya sudah
ditentukan sejak dahulu, sekarang tidak bisa diganti.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak zaman dahulu mbak, saya tidak mengetahuinya.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : tahlilan, doa bersama, kemudian makan bersama.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : seluruh warga masyarakat dusun.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : ikut, tapi warga Kristen ikut mempersiapkan dan meramaikan
acara saja mbak, mereka tidak ikut ke Masjid.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik sih mbak, tidak ada masalah diantara kita.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik juga, kita itu tidak mempermasalahkan dalam hal keyakinan,
malah Kristen itu lebih awal ada dibandingkan Islam, jadi kita
harus menghargainya.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : sikap toleransi dan saling menghormati.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : tidak boleh membeda-bedakan antar Islam dan Kristen, kita itu
sama-sama makhluk ciptaan Allah.
Dari wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi Merti Dusun
memiliki banyak manfaat bagi masyarakat dusun Kedakan. Mereka bisa saling
menjaga hubungan mereka dengan baik, dapat menanamkan sikap kebersamaan,
gotong-royong, dan mereka memiliki sikap persatuan untuk membangun dusun
mereka yang damai dan aman.
Catatan Wawancara
Informan : SAM (Islam)
Hari, tanggal : 29 November 2015
Jam : 12.45 WIB
Fokus : Implementasi Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Merti Dusun untuk Menumbuhkan Kerukunan Umat
Beragama
Peneliti : Apa makna tradisi Merti Dusun menurut bapak?
Informan : ulang tahun dusun yang diperingati oleh seluruh warga, setiap
satu tahun sekali pada hari dan bulan yang sama.
Peneliti : Apakah ada sejarah yang melatarbelakangi acara Merti
Dusun? Jika ada, bagaimana sejarahnya?
Informan : sudah dari dahulu yang menjadi turun-temurun, hingga saya tidak
tahu pasti sejarahnya.
Peneliti : Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam tradisi
Merti Dusun?
Informan : nilai syukur, dan persatuan.
Peneliti : Bagaimana penerapan nilai-nilai yang terkandung dalam
tradisi Merti Dusun?
Informan : bertingkah-laku yang baik kepada siapa saja, apalagi terhadap
Allah, dan mempererat tali persaudaraan baik sesama Islam
maupun Kristen.
Peneliti : Apakah tujuan dan manfaat dalam pelaksanaan tradisi Merti
Dusun?
Informan : keselamatan dusun, momen untuk kebersamaan dengan saudara,
dan mempererat tali persatuan antar warga.
Peneliti : Kapan acara tersebut dilaksanakan?
Informan : pada hari Rabu Kliwon, tiap bulan Sapar.
Peneliti : Mengapa memilih waktu tertentu? Apakah ada makna dalam
pemilihan waktu tersebut?
Informan : sudah menjadi adat setiap tahun, sehingga tidak bisa diubah lagi.
Peneliti : Sejak kapan masyarakat dusun Kedakan melaksanakan
acara Merti Dusun?
Informan : sejak dahulu sudah ada, kita hanya nguri-nguri budaya sesepuh.
Peneliti : Bagaimana susunan acara dalam pelaksanaan Merti Dusun
ini?
Informan : doa bersama, tahlilan, makan bersama, wayangan.
Peneliti : Siapa saja yang ikut berpartisipasi dalam Merti Dusun?
Informan : seluruh warga masyarakat dusun.
Peneliti : Apakah dari pihak agama non-muslim juga ikut
berpartisipasi?
Informan : warga Kristen hanya ikut membantu-bantu saja istilahnya ya ikut
meramaikan acara.
Peneliti : Bagaimana pandangan bapak terhadap umat yang berbeda?
Informan : baik-baik saja.
Peneliti : Bagaimana hubungan masyarakat antar umat beragama
dalam waktu sehari-hari dan ketika acara Merti Dusun?
Informan : baik juga mbak, kita tidak boleh mengintimidasi pada orang yang
berbeda.
Peneliti : Apa yang menjadi prinsip masing-masing agama dalam
menjalankan kerukunan di bawah perbedaan?
Informan : toleransinya mbak, dengan sikap toleransi kita dapat memiliki
sikap saling menghormati antar sesama manusia.
Peneliti : Bagaimana upaya agar kerukunan di dusun ini tetap terjaga
hingga ke generasi berikutnya?
Informan : gotong-royong bersama dalam segala hal dengan melibatkan satu
sama lainnya, dan menjaga silaturrahim misalnya ya kita sebagai
warga muslim ikut menjenguk apabila ada warga Kristen ada yang
sakit.
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang
terdapat dalam tradisi Merti Dusun itu nilai syukur dan persatuan. Kita sebagai
warga muslim harus selalu bersyukur atas apa yang sudah Allah berikan pada kita,
dan kita tidak boleh saling bermusuhan terhadap sesama makhluk ciptaan Allah,
walaupun keyakinan kita berbeda.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Nurul Qomariyah
Tempat/tanggal lahir : Grobogan, 17 September 1993
NIM : 11111184
Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)
Alamat Asal : Ngambakrejo RT 04 / RW III Kecamatan
Tanggungharjo Kabupaten Grobogan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Jenjang Pendidikan :
1. SDN 02 Ngambakrejo Grobogan lulus tahun
2005
2. MTs N Jeketro Grobogan lulus tahun 2008
3. MA Tajul Ulum Brabo Grobogan lulus tahun
2011
4. S1 Jurusan PAI Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga tahun 2016
Demikian riwayat hidup ini dibuat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 15 Maret 2016
Penulis
Nurul Qomariyah
Data Penduduk Dusun Kedakan Desa Kenalan Kec. Pakis Kab.
Magelang
Kedakan, Rt 01 Rw 04
No Nama Tgl. Lahir Usia Lk/
Pr
Pendidikan Agama
1 Budi 04-05-1986 29 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
2 Rahayu 17-04-1986 29 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
3 Dani Agus Pratama 18-08-2007 8 Lk Tidak/ belum Sekolah Islam
4 Agus Samidi 17-04-1977 38 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
5 Sumani 07-05-1972 43 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
6 Wahyu Setiawan 01-07-1999 16 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
7 Sukiyem 31-12-1932 83 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
8 Sayudi 02-02-1985 31 Lk SLTP/ Sederajat Islam
9 Nuryani 15-01-1981 35 Pr SLTP/ Sederajat Islam
10 Lina Nafisa 07-02-2009 6 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
11 Sumini 28-04-1977 38 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
12 Kharisma Wulandari 30-04-2002 13 Pr Tidak/ Belum Sekolah Kristen
13 Agung Setyawan 10-04-2004 11 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
14 Supanggih 03-11-1980 35 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
15 Tukini 11-09-1980 35 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
16 Novi Ayu Lestari 27-11-1996 19 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
17 Ica Amelia 07-06-2007 8 Pr Tidak/ Belum Sekolah Kristen
18 Purwadi 08-06-1980 35 Lk SLTP/ Sederajat Islam
19 Istikomah 20-06-1984 31 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
20 Arika Anifaturrohmah 21-04-2003 12 Pr Belum Tamat SD Islam
21 Wahyu Alvian N 12-03-2012 3 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
22 Subardi 27-11-1970 45 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
23 Siti Anifah 07-05-1973 42 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
24 Ardiyanto 14-11-1998 17 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
25 Maryono Muhammad T 12-05-1969 46 Lk SLTP/ Sederajat Islam
26 Trimah 08-03-1970 45 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
27 Lutfiyati 08-05-1998 17 Pr Belum Tamat SD Islam
28 Naela Fitriyana 11-09-2010 5 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
29 Daniel Sutrisno 09-07-1975 40 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
30 Martinah 12-01-1982 34 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
31 Agus Samuel 25-12-2002 13 Lk Belum Tamat SD Kristen
32 Subadi 10-12-1969 46 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
33 Sugini 12-11-1976 39 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
34 Siti Kholifah 06-07-1989 26 Pr SLTP/ Sederajat Islam
35 Umi Khasanah 23-06-2000 15 Pr Belum Tamat SD Islam
36 Nurul Khovivah 11-12-2010 5 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
37 Daniel Suwahdi 25-07-1975 40 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
38 Parti 08-12-1973 42 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
39 Intan Ariska Susanti 05-01-2003 13 Pr Belum Tamat SD Kristen
40 Widodo Slamet 22-08-1984 31 Lk SLTP/ Sederajat Islam
41 Sri Sulistiyani 15-02-1985 30 Pr SLTA/ Sederajat Islam
42 Sandi Bagus N 18-03-2005 10 Lk Belum Tamat SD Islam
43 Niti Rejo 11-06-1944 71 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
44 Parni 23-03-1945 70 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
45 Tubar Al Barjo 10-09-1955 60 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
46 Suyami 11-07-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
47 Sumarni 28-06-1981 34 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
48 Mariyam 15-07-1983 32 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
49 Joko Prastyo 22-02-1993 22 Lk SLTA/ Sederajat Kristen
50 Jumari 25-01-1966 50 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
51 Priyanti 08-05-1974 41 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
52 Petra Azareel Sumadi 09-11-1974 41 Lk Diploma IV/ Strata I Kristen
53 Wahyuti 04-11-1980 35 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
54 Miracle Uno Gamaliel 18-03-2010 5 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
55 Tiyoso 13-02-1949 66 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
56 Sulami 24-07-1952 63 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
57 Yoso Parmin 08-09-1947 68 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
58 Suyanto 24-12-1973 42 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
59 Ani 24-05-1977 38 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
60 Yeremia Antono W 04-05-2014 1 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
61 Handhyka Wahyu N 13-07-2006 9 Lk Belum Tamat SD Kristen
62 Supoyo 12-03-1958 57 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
63 Rumini 27-06-1963 52 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
64 Yoso Suardi 10-07-1944 71 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
65 Parmi 12-03-1942 73 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
66 Sumarno 05-06-1962 53 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
67 Crobo 10-07-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
68 Tugi 11-02-1945 70 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
69 Tumari 09-05-1960 55 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
70 Sulastri 13-08-1997 18 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
71 Tubar 10-09-1954 61 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
72 Surati 13-10-1955 60 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
73 Heri Suwarno 14-12-1963 52 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
74 Warti 03-10-1971 44 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
75 Eka Fitri Aningrum 14-02-1996 19 Pr SLTP/ Sederajat Islam
76 Sutrisno 09-02-1984 31 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
77 Setyaningsih Oktavia 01-10-1983 32 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
78 Yoel Christo Octavia 02-10-2013 2 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
79 Yudha Marcellino 25-03-2003 12 Lk Belum Tamat SD Kristen
80 Suroyo 26-08-1965 50 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
81 Barmini 08-11-1968 47 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
82 Sudarno 18-08-1961 54 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
83 Darti 11-05-1975 40 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
84 Istiana 31-05-2010 5 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
85 Suheni 07-02-1985 30 Lk SLTP/ Sederajat Islam
86 Healimatuy Yhuhriah 27-08-1989 26 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
87 Yunita Firda 06-01-2012 4 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
88 Diharjo 13-05-1948 67 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
89 Crobo 05-03-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
90 Tarmin 06-07-1957 58 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
91 Suminem 08-05-1959 56 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
92 Saleh 31-12-1957 58 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
93 Surati 31-12-1958 57 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
94 Leharjo 04-04-1932 83 Lk Tamat SD/ Sederajat Kriten
95 Warni 10-01-1932 84 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
96 Sulasih 31-12-1955 60 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
Kedakan, Rt 02 Rw 04
No Nama Tgl. Lahir Usia Lk/
Pr
Pendidikan Agama
1 Siyah 17-11-1940 75 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
2 Juminem 16-12-1970 45 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
3 Samsu 09-04-1952 63 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
4 Watini 07-09-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
5 Masiem 28-09-1940 75 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
6 Sumardi 23-06-1980 35 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
7 Lilik Susanti 01-02-1979 37 Pr Belum Tamat SD Islam
8 Iwan Adi Saputra 01-07-2004 11 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
9 Ngatemi 01-06-1942 73 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
10 Sudarno B 25-04-1949 66 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
11 Samsu 15-06-1969 46 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
12 Sriatun 15-03-1977 38 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
13 Hidayati 11-06-1996 19 Pr SLTP/ Sederajat Islam
14 Esty Farida 15-03-1998 17 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
15 Sharif Hidayatullah 13-08-1999 16 Lk Belum Tamat SD Islam
16 Nur Inayah 17-06-2001 14 Pr Belum Tamat SD Islam
17 Turut 21-07-1960 55 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
18 Crobo 20-06-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
19 Wahono 28-07-1981 34 Lk SLTP/ Sederajat Islam
20 Wahyuningsih 22-08-1984 31 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
21 Ahmad Al Aziz 24-10-2004 11 Lk Belum Tamat SD Islam
22 Thoriq 25-06-2004 11 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
23 Sugiyanto 14-05-1982 33 Lk SLTP/ Sederajat Islam
24 Rahayu 15-07-1984 31 Pr SLTP/ Sederajat Islam
25 Arina Zuunatul M 20-10-2007 8 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
26 Ainunnuha Nida Fitriya 01-05-2015 0,7 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
27 Suyatno 01-07-1963 52 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
28 Sumarni 13-11-1974 41 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
29 Lisa Arifathurohmah 08-01-2002 14 Pr Belum Tamat SD Islam
30 Slamet Kabul 13-02-1983 32 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
31 Marwati 12-08-1984 31 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
32 Helmi Yahya 15-05-2004 11 Lk Belum Tamat SD Islam
33 Suparno 01-01-1986 30 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
34 Puji Lestari 06-08-1982 33 Pr SLTP/ Sederajat Kristen
35 Galih Wahyu Widayat 02-09-2007 8 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
36 Sabar 21-12-1955 60 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
37 Sarni 23-05-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
38 Gimin 09-06-1952 63 Lk Belum Tamat SD Islam
39 Giyem 11-08-1963 52 Pr Belum Tamat SD Islam
40 Mujiyono 08-07-1983 32 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
41 Harianto 11-02-1994 21 Lk SLTP/ Sederajat Islam
42 Rebo 26-09-1947 68 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
43 Wasiyem 21-03-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
44 Sukimin 07-11-1978 37 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
45 Suyono 10-12-1957 58 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
46 Sutini 11-08-1967 48 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
47 Nurkholis 18-04-1992 23 Lk SLTP/ Sederajat Islam
48 Mujiyono 11-02-1962 53 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
49 Sukini 02-04-1964 51 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
50 Subardi 15-12-1985 30 Lk Belum Tamat SD Islam
51 M. Miftahuddin 27-12-1968 47 Lk SLTP/ Sederajat Islam
52 Tatik Maryati 22-06-1970 45 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
53 Abu Musa Al Anshory 15-08-1993 22 Lk SLTP/ Sederajat Islam
54 Gus Hanif Ashidiqy 19-08-2003 12 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
55 Kamari 02-06-1958 57 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
56 Muryani 25-02-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
57 Purwanti 05-05-1979 36 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
58 Ridwanto 17-06-1981 34 Lk SLTP/ Sederajat Islam
59 Ashif Jauhari 13-01-1999 17 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
60 Rifki Dwi Fajar 01-05-2008 7 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
61 Masiem 01-02-1912 104 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
62 Tumar 27-08-1955 60 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
63 Jumini 12-04-1961 54 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
64 Ahmad Tolib 17-02-1984 31 Lk SLTP/ Sederajat Islam
65 Suyani 14-06-1986 29 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
66 Dina Cahyati 13-10-2006 9 Pr Belum Tamat SD Islam
67 Pasimin 08-09-1942 73 Lk Belum Tamat SD Islam
68 Surami 02-06-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
69 Muchlisyun 17-06-1969 46 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
70 Mukarohma 08-07-1970 45 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
71 Imam Zaenal Arifin 06-01-1992 24 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
72 Miftah Kurohman 14-07-1990 25 Lk SLTP/ Sederajat Islam
73 Siti Nurjanah 11-06-1994 21 Pr SLTP/ Sederajat Islam
74 Rafardan Atthala 14-07-2014 1 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
75 Abdulloh 20-05-1961 54 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
76 Yasmini 10-07-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
77 Supar 13-07-1987 28 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
78 Trimah Wulandari 30-01-1994 22 Pr SLTP/ Sederajat Islam
79 Rahma Hamida 30-05-2012 3 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
80 Kadar 04-09-1957 58 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
81 Tukinem 07-06-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
82 Hoirul Anwar 08-09-1986 29 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
83 Sumitro Als Ngatemin 10-12-1950 65 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
84 Suratmi 13-11-1955 60 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
85 Triyono 28-10-1978 37 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
86 Erna Tri Widyastuti 29-08-1982 33 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
87 Sinta Dewi Maharani 13-12-2014 1 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
88 Sumarmin 27-11-1965 50 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
89 Harmini 09-07-1967 48 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
90 Dwi Pramudianto 03-03-1993 22 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
91 Ngatini 10-02-1970 45 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
Kedakan, Rt 03 Rw 04
No Nama Tgl. Lahir Usia Lk/
Pr
Pendidikan Agama
1 Jumari 09-07-1966 49 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
2 Rubini 02-09-1972 43 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
3 Didik Yulianto 23-07-1995 20 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
4 Andrye Prasetiyo 06-01-2002 14 Lk Belum Tamat SD Kristen
5 Sodikin 28-06-1983 32 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
6 Sri Yuliana 20-06-1984 31 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
7 Dwi Puji Lestari 25-01-2005 11 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
8 Nur Fuadi 15-11-2010 5 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
9 Tupan 23-10-1953 62 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
10 Giyem 11-02-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
11 Rohman Pawit 07-04-1988 27 Lk SLTP/ Sederajat Islam
12 Sumarmin 02-08-1981 34 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
13 Parini 20-10-1987 28 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
14 Rizqi Bima Putra 21-05-2010 5 Lk Tidak/ Belum Sekolah Kristen
15 Gupak 10-11-1967 48 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
16 Wariyem 02-05-1964 51 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
17 Jumar 10-07-1954 61 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
18 Yami 12-06-1958 57 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
19 Suyidi 06-04-1985 30 Lk SLTP/ Sederajat Islam
20 Nur Cholifah 14-05-1990 25 Pr SLTP/ Sederajat Islam
21 Muhklasin 15-04-1986 29 Lk SLTP/ Sederajat Islam
22 Mariah 05-04-1987 28 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
23 Ahma Nur Hasan 08-04-2007 8 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
24 Pardi 04-06-1946 69 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
25 Subardi 01-07-1972 43 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
26 Heri Setiyawan 16-01-2003 13 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
27 Wartoyo 10-02-1952 63 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
28 Sukarmi 12-02-1957 58 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
29 Wahyuni 02-12-1971 44 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
30 Rudyi Nugroho 24-12-1994 21 Lk SLTP/ Sederajat Islam
31 Sudiyono 08-07-1957 58 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
32 Asri 09-12-1962 53 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
33 Mustofa 06-02-1998 17 Lk Belum Tamat SD Islam
34 Trimo 07-06-1963 52 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
35 Yatini 04-07-1965 50 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
36 Ahmad Habibullah 01-01-1995 21 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
37 Sarju 15-01-1952 64 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
38 Wartini 10-12-1954 61 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
39 Suyati 08-12-1972 43 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
40 Akhmad Fauzan S 11-09-2005 10 Lk Belum Tamat SD Islam
41 Wasito 05-10-1960 55 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
42 Sugeng 02-05-1963 52 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
43 Solikah 01-01-1988 28 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
44 Suhardjo 03-03-1945 70 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
45 Muntianah 03-04-1961 54 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
46 Sutrisno 04-09-1990 25 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
47 Purwanto 16-06-1977 38 Lk SLTA/ Sederajat Islam
48 Partini 06-07-1975 40 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
49 Rita 30-10-1996 19 Pr SLTP/ Sederajat Islam
50 Della Larasati 16-04-2010 5 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
51 Suyono 23-07-1975 40 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
52 Maryani 15-06-1977 38 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
53 Linda Ristiana 24-01-1998 18 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
54 Abdul Latif 09-05-1968 47 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
55 Sumarni 01-07-1976 39 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
56 Asroni 01-07-1998 17 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
57 Maryono 07-04-1942 73 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
58 Mukimin 09-03-1963 52 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
59 Ngatemi 04-06-1962 53 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
60 Muryadi 03-03-1984 31 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
61 Trimani 17-06-1977 38 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
62 Ari Widhiyanto 16-06-2005 10 Lk Belum Tamat SD Islam
63 Suyadi 13-03-1975 40 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
64 Hartini 16-03-1981 34 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
65 Ayuni 06-03-2000 15 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
66 Indah Putri S 13-06-2008 7 Pr Tidak/ Belum Sekolah Islam
67 Wakinem 05-04-1947 68 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
68 Sutrisno 04-04-1965 50 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
69 Sugeng 07-08-1964 51 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
70 Turdiyanto 09-02-1996 19 Lk SLTP/ Sederajat Islam
71 Juwanti 01-07-1996 19 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
72 Arif Efendi 20-10-2014 1 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
73 Citro 07-05-1948 67 Lk Tamat SD/ Sederajat Islam
74 Tuminem 05-08-1947 68 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
75 Subardi 04-11-1973 42 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
76 Sunarti 24-12-1973 42 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
77 Mika Aprilia 10-04-1999 16 Pr Belum Tamat SD Kristen
78 Teguh 16-03-1966 49 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
79 Pawit 10-06-1970 45 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
80 Pardono 05-08-1990 25 Lk SLTA/ Sederajat Kristen
81 Khristina Dwi K 01-07-1997 18 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
82 Natael Mulyo Budi 29-12-1975 40 Lk SLTP/ Sederajat Kristen
83 Yanti 10-05-1979 36 Pr Tamat SD/ Sederajat Kristen
84 Petra Permana P 01-07-2005 10 Lk Tamat SD/ Sederajat Kristen
85 Nilam Dwi Putri 16-12-2006 9 Pr Belum Tamat SD Kristen
86 Budi Santoso 03-4-1988 27 Lk SLTP/ Sederajat Islam
87 Sri Lestari 07-08-1989 26 Pr Tamat SD/ Sederajat Islam
88 Zaki Romandhoni 01-07-2006 9 Lk Tidak/ Belum Sekolah Islam
DOKUMENTASI
Masjid Nurul Huda
Gereja Kedakan
Acara Merti Dusun
Pagelaran Wayang