ILWI Buletin No 01-2010

download ILWI Buletin No 01-2010

of 13

Transcript of ILWI Buletin No 01-2010

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    1/13

    ILWI Buletin No 01-2010 1

    uletin

    ILWI ( Indonesian Land

    reclamation & Water management

    Institute), adalah sebuah lembaga kajian

    dibidang reklamasi dan pengelolaan air.

    Lembaga ini berupaya untuk

    menyebarkan informasi dan

    pengetahuan di bidang reklamasi &

    pengelolaan air kepada masyarakat.

    Salah satunya dengan penerbitan

    buletin.

    Buletin ini kami kirimkan

    secara gratis. Tulisan, saran dan

    pemberitaan media menjadi bagian dari

    isi buletin ini.

    Alamat :Jl. Rajawali II No. 5A

    Manukan, Condong Catur

    Yogyakarta 55283

    atau

    P.O. Box 7277/JKSPM

    Jakarta Selatan 12072

    Email :[email protected]

    No : 01 Tahun II

    Januari 2010

    BKT RAMPUNG, TAMATKAH RIWAYATBANJIR ?

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    2/13

    ILWI Buletin No 01-2010 2

    Pengantar Redaksi

    Pembaca yang budiman, masalah yang paling dikhawatirkan warga Jakarta diawal tahunadalah hujan yang semakin kerap turun. Hujan dengan intensitas cukup tinggi memang selalumewarnai aktivitas warga ibukota di bulan Januari dan Februari. Kita tentu saja berharap agarmusim hujan kali ini tak terlalu merepotkan. Jangan sampai musim hujan kali ini menimbulkanmusibah yang berat bagi warga Jakarta.

    Beberapa pengalaman yang pernah terjadi, banjir besar biasanya terjadi pada kedua bulanini. Meski tak setiap tahun banjir besar mendera Jakarta, tapi di bulan-bulan ini memang harustetap kita waspadai. Apa alasan kita mewaspadai bulan-bulan ini ? Nah, latar belakang tentangperlunya sedia payung diawal-awal tahun , yang akan kita bahas dalam Buletin kali ini.

    Maksud dari mengangkat topik ini tentu saja untuk memberikan masukan yang sedikitilmiah, berdasarkan pengalaman yang sudah pernah terjadi. Semoga saja dengan membaca

    Buletin ILWI, kali ini warga Jakarta bisa lebih mewaspadai terjadinya banjir. Masih berkaitandengan banjir, dalam buletin kali ini juga diangakat tentang bagaimana pengelolaan BKTseharusnya dan pembahasan mengenai sistem polder. Pembaca, selamat menikmati Buletin ILWI,edisi pertama di tahun kedua penerbitannya.

    Redaksi ILWI

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    3/13

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    4/13

    ILWI Buletin No 01-2010 4

    Setelah itu hampir setiap tahun terjadi banjir.

    Bahkan Tahun 1994, meluapnya Sungai Cipinang dan

    Sungai Sunter mengakibatkan banjir di daerah Pulo

    Gadung, Jl. Perintis Kemerdekaan, Kampung Kayu

    Putih, Komplek Perhubungan Jati Rawamangun,

    Cipinang Jaya termasuk Jalan Panjaitan. Bahkan

    Perumahan Sekretaris Negara RI, Jalan Bekasi Timur

    dan Jatinegara Pulo juga tergenang. Total kawasan

    yang terkena banjir sekitar 800 hektar. Kedalamangenangan air antara 40 sampai 100 sentimeter.

    BKB Tak Mampu Menahan Banjir 1996

    Dua tahun kemudian, Januari 1996, banjir

    kembali menggenangi Jakarta, kali ini lebih banyak

    lagi lahan permukiman yang terendam. Lebih dari

    3.000 hektar daerah permukiman sepanjang alur

    K.Ciliwung, BKB dan kali Anak Ciliwung tergenang.

    Ini disebabkan hujan yang tiada henti selama dua hari

    di hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung.

    Akibatnya Kali Ciliwung penuh air, mengalir

    ke hilir dan meluap melewati tebing-tebing sungai.

    Sepertiga dari daerah genangan diperkirakan berada di

    Jakarta Utara dan Jakarta Timur. Saat itu debit puncak

    Pintu Air Manggarai tercatat sebesar 500 - 550 m3/det .

    Ini berarti dua kali lebih besar daripada debit rencana

    yang digunakan oleh studi NEDECO tahun 1973.

    Banjir Kanal Barat (BKB) yang hanya dibuat

    sesuai banjir rencana, 290 m3/det untuk periode ulang

    100 tahun, tak mampu lagi menahan air yang melimpas.

    Debit banjir yang sangat besar ini sekaligus menjadi

    indikasi adanya perubahan yang terjadi pada rejim

    hidrologi Kali Ciliwung karena perubahan pada

    pemanfaatan lahan di DAS Ciliwung. Kala itu debit

    banjir mencapai 500 m3/det.

    Banjir yang terjadi bulan Januari itu , ternyata

    bukan yang terparah di tahun itu. Sebulan berselang, 10Februari 1996, curah hujan sebesar 250 mm selama 5

    jam kembali membuat Jakarta banjir. Kali ini daerah

    yang tergenang lebih banyak lagi, sekitar 5.000 hektar

    daerah permukiman di DKI digenangi air setinggi 1-2

    meter. Hujan satu hari itu sama dengan hujan ekstrim

    dengan periode ulang 100 tahun.

    Pelajaran yang dapat dipetik dari kedua

    kejadian banjir ini adalah bahwa kondisi kurang baik di

    gabungan DAS Sunter-Cipinang sebagai penyebab

    utama banjir di wilayah bagian timur Jakarta. Upaya

    pencegahan banjir di bagian timur Jakarta harus

    diarahkan pada penyelesaian masalah yang ditimbulkan

    oleh buruknya sistem sungai Sunter-Cipinang. Inimenunjukkan bahwa pembangunan Banjir Kanal Timur

    (BKT) merupakan komponen utama dalam

    penyelesaian masalah banjir di wilayah timur Jakarta.

    Tahun berikutnya, 13 Januari 1997, hujan deras

    selama 2 hari menyebabkan 4 kelurahan di Jaktim

    tergenang. Lagi-lagi diakibatkan oleh meluapnya

    Sungai Cipinang. Sedangkan Januari 1999, banjir

    kembali menggenangi Jakarta, Tangerang, dan Bekasi,

    ribuan rumah terendam, 6 korban tewas, 30.000 jiwa

    mengungsi.

    Banjir 2007

    Hulu dan Hilir Hujan Penyebab Banjir Besar 2002

    Banjir 2002 puncak banjir disebabkan oleh

    banjir dari Bogor ditambah dengan hujan yang turun

    cukup lebat di Jakarta, ini berlangsung dalam beberapa

    hari. Di awal bulan Januari hujan turun selama sepuluh

    hari di segitiga Bekasi, Tanjung Priok dan Halim PK.

    Hujan ini membawa kotoran dan material yang menjadi

    sedimen di dasar sungai. Meski dengan intensitas yang

    lebih rendah, hujan masih terus turun pada pertengahan

    Januari itu.

    Hingga intensitasnya kembali meningkat

    tanggal 30 Januari 2002, mencapai 250 mm.

    Akibatnya daerah-daerah yang berbatasan dengan

    sungai langsung dibanjiri air yang melimpas. Dalam

    kejadian banjir ini debit di Pintu air Manggarai

    mencapai 400 m3/det, lebih rendah dibandingkan debit

    pada saat banjir 1996.

    Curah hujan ekstrim terjadi tanggal 2 Februari

    2007 dimana kala itu ketinggian Kali Ciliwung

    mencapai puncaknya. Sampai tanggal 4 Februari

    banjir menggenangi permukiman seluas 10.000 hektar.

    Secara umum dampak banjir tahun 2002 ini dua kali

    lipat dari banjir 1996. Kedalaman genangan pada

    beberapa tempat bahkan mencapai 4 meter. NEDECO,

    menyimpulkan bahwa puncak banjir Kali Ciliwung

    disebabkan oleh hujan lebat di bagian tengah DAS

    (sepanjang alur Depok-Manggarai) dan menyebabkan

    banjir dengan periode ulang 20 tahun.

    2007 Banjir Tak Kalah Garang

    Genangan dalam jumlah besar kembali terjadi

    pada tahun 2007, sekitar 60% wilayah Jakarta

    mengalami banjir. Sebanyak 150.000 jiwa mengungsi,

    1379 gardu induk terganggu, 420.000 pelanggan listrik

    tertanggu.

    Banjir ini terjadi karena melimpasnya air di

    daerah hilir Sungai Ciliwung dan beberapa sungai

    lainnya. Luapan air pertama kali terjadi tanggal 2

    Februari 2007 disebabkan hujan yang sangat lebat di

    Jakarta. Saat itu ketinggian air di Sungai Ciliwung

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    5/13

    ILWI Buletin No 01-2010 5

    mencapai sekitar 9,5 meter. Banjir hari itu bukan

    berasal dari daerah hulu, sebab ketinggian air di Katu

    Lampa dan Depok tidak mengkhawatirkan.

    Dua hari kemudian tanggal 4 Februari hujan

    lebat terjadi daerah hulu, saat itu ketinggian air di Katu

    Lampa sudah menunjukan tanda-tanda akan meluap.

    Meski hujan di Jakarta tidak sebesar dua hari

    sebelumnya, akan tetapi banyaknya air dari daerah hulu

    tidak mampu ditampung di daerah hilir Ciliwung, saatitu tinggi air mencapai lebih dari 10,5 meter. Banjir

    pada tanggal 4 Februari tersebut lebih banyak

    disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di daerah

    hulu Katu Lampa dan Depok.

    Menurut catatan dari apa yang terjadi, banjir

    tahun 2002 dan 2007 disebabkan oleh curah hujan

    ektrim yang turun lebih dari dua hari. Hal ini

    menyebabkan tinggi muka air Sungai Ciliwung di

    daerah Manggarai mencapai puncaknya. Sedangkan

    khusus untuk tahun 2007 sekaligus terjadi kombinasi

    penyebab banjir akibat hujan di daerah hulu dan dan

    daerah hilir.

    Hujan yang turun berbarengan seperti ini

    membuat saluran-saluran air di Jakarta kewalahan

    menahan gempuran air. Akibatnya banjir tak bisa

    terelakan di dataran-dataran yang lebih rendah.

    Perkiraaan Banjir Masa Datang

    Diharapkan pada tahun 2010 pembangunan

    Banjir Kanal Timur sudah bisa diselesaikan dan

    pengerukan sungai bisa diintensifkan, sehingga sungai

    dan saluran untuk membuang air ke laut bisa lebih

    maksimal dalam bekerja. Jika ini berlangsung dengan

    baik, maka risiko banjir yang disebabkan oleh curah

    hujan akan berkurang.

    Meski demikian potensi banjir masih tetap

    ada, terutama yang diakibatkan curah hujan yang jatuh

    di atas Jakarta, apalagi terjadi pada saat masuknya air

    pasang dari laut. Banyaknya daerah yang berada

    dibawah permukaan laut, membuat Jakarta kembalitergenang. Hal ini diperparah lagi dengan adanya

    pemanasan global dimana intensitas curah hujan pada

    musim penghujan menjadi meningkat, naiknya

    permukaan laut, serta amblesnya tanah di Jakarta.

    Saluran-saluran makro yang masih belum

    optimal menjalankan perannya, juga menjadi hambatan

    dalam mengatasi banjir. Sampah-sampah yang masih

    menumpuk dan bangunan-bangunan yang menjorok ke

    daerah aliran sungai harus terus menerus dihilangkan.

    Pekerjaan ini juga tak mudah, karena para

    penghuninya tak mau beranjak begitu saja dari tempat

    itu. Demikian juga dengan persoalan sampah,

    kebiasaan membuang sampah kedalam sungai harus

    benar-benar diubah. Tentunya dengan memberi

    alternatif tempat pembuangan sampah.Bagiamanapun

    juga program naturalisasi aliran sungai harus didukung

    oleh semua pihak.

    Bangunan-bangunan yang menjorok ke

    sungai, mempersempit saluran.

    Masih banyak rumah yang menjorok ke aliran sungai

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    6/13

    ILWI Buletin No 01-2010 6

    Resah Di Bulan BasahDua bulan pertama setiap awal tahun, mengharuskan warga Jakarta untuk hati-hati terhadap terjadinyabanjir. Tingginya curah hujan,tak memadainya kapasitas saluran dan rendahnya wilayah daratan,menyebabkan air gampang tergenang.

    Banjir kerap terjadi di bulan Januari dan Februari

    Bagi warga Daerah Khusus Ibukota (DKI)

    Jakarta, menanti pergantian tahun baru 2010 tak

    melulu dilalui dengan rasa gembira. Perasaan cemas

    juga menghantui mereka, bayang-bayang akan

    terjadinya banjir menjadi penyebabnya. Masih lekatdalam ingatan mereka setiap kali memasuki bulan

    Januari dan Februari, diawal tahun, hujan lebat selalu

    merepotkan warga. Genangan air terjadi dimana-mana.

    Bahkan jika sungai sudah tak mampu lagi

    menahan limpasan air, banjir tak pelak lagi pasti akan

    menerjang kota kebanggaan masyarakat Indonesia ini.

    Dalam catatan sejarah, banjir besar di Jakarta selalu

    terjadi pada dua bulan pertama di awal tahun ini (lihat :

    Hikayat Banjir Tanah Betawi). Para pemerhati masalah

    banjir menyebut bulan-bulan ini sebagai bulan basah.

    Di negara yang memiliki dua musim seperti

    Indonesia, curah hujan sangat mempengaruhi jumlah

    air yang bisa langsung terserap oleh tanah. Jika

    klasifikasi hujan tersebut ringan dan sedang biasanya

    bisa langsung terserap. Meskipun harus melimpas, air

    tersebut masih mampu ditampung saluran yang ada,untuk dialirkan ke laut.

    Masalah timbul jika hujan merata turun lebat

    dan sangat lebat dan dalam waktu yang cukup lama.

    Tak hanya kemampuan tanah saja yang tak lagi bisa

    menyerap, saluranpun tak mampu menahan limpasan

    air. Bahkan saluran berkapasitas besar, makro dan sub

    makro sering tak mampu menanggung beban air yang

    terlalu banyak. Akibatnya air akan menggenangi

    rumah-rumah penduduk yang berada di dataran yang

    lebih rendah.

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    7/13

    ILWI Buletin No 01-2010 7

    Ironisnya, banyak wilayah di Jakarta yang

    posisinya sangat rendah berada di bawah permukaan

    laut, sehingga air tak mampu lagi bergerak. Perlu waktu

    beberapa jam, bahkan berhari-hari untuk membuang air

    tersebut atau membiarkannya terserap kedalam tanah.

    Kejadian semacam ini terjadi jika hujan dengan

    kapasitas besar terjadi terus menerus baik di daerah

    hulu maupun hilir sungai. Curah hujan dapat

    digolongkan sangat lebat apabila intensitasnyamencapai lebih dari 100 mm per hari.

    Klasifikasi Curah Hujan per hari

    Sangat Ringan < 5 mm

    Ringan 6 mm 20 mm

    Sedang 21 50 mm

    Lebat 51 100 mm

    Sangat Lebat >100 mm

    Di Jakarta hujan dengan klasifikasi sangat lebat

    memang sering terjadi ini terlihat dalam dalam angka

    curah hujan bulanan, baik di utara maupun selatanJakarta. Hujan dengan klasifikasi sangat lebat sering

    sekali terjadi di Jakarta. Untuk curah hujan dengan

    intensitas 100 mm, memang harus selalu diwaspadai,

    karena berpotensi menyebabkan banjir. Apalagi jika

    berlangsung cukup lama. Sebagai contoh banjir tahun

    1996 dan 2002, terjadi karena hujan dengan intensitas

    250 mm berlangsung selama 5 jam.

    Biasanya, hujan dengan intensitas tinggi ini

    memang paling sering terjadi pada dua bulan pertama,

    diawal tahun. Sehingga dalam dua bulan inilah ibukota

    paling sering diterjang banjir. Meski sebelum dan

    sesudah bulan-bulan itu hujan masih turun, tapi

    dampaknya tidak sedasyat di kedua bulan itu.

    Curah Hujan Bulanan di Utara Jakarta

    (Sumber : Jakarta Flood Management Project)

    Curah Hujan Bulanan di Selatan Jakarta(Sumber : Jakarta Flood Management Project)

    Topografi Jakarta Memperparah Genangan

    Jakarta dan juga beberapa kota besar lainnya di

    Indonesia berada pada dataran rendah di daerah pantai

    (coastal zone). Bahkan 40 % wilayahnya berada

    dibawah permukaan laut. Akibatnya, jika curah hujan

    tinggi, air tidak langsung bisa dibuang ke laut,

    genangan tidak terelakan terjadi di daratan.

    Terutama di wilayah yang berbatasan dengan

    pantai. Karena itu, dikala hujan lebat datang Jakarta

    Utara lah yang paling menjadi bulan-bulanan banjir.

    Meski demikian, banjir pun dipastikan akan melanda

    wilayah lain di Jakarta. Utamanya daerah-daerah

    rendah, yang dilalui oleh luapan air sungai.

    Masalah banjir, ini menjadi lebih ironis karena

    masih banyak wilayah di seluruh DKI yang tak

    memiliki sistem drainase lingkungan yang baik. Hujan

    yang turun di lokasi tertentu, tak langsung bisa

    dialirkan ke saluran pembuangan. Ini tentu

    menyebabkan kawasan tersebut menjadi tergenangdan warga hanya bisa menunggu air tersebut surut

    terserap tanah.

    Untuk permasalahan seperti ini memang sulit

    melakukan tindakan yang cepat untuk menanganinya.

    Seandainya air yang tergenang dipompakan ke saluran

    makro, maka air itu akan masuk kembali ke daerah

    rendah tersebut, karena terlanjur tidak dibuatkan

    tanggul. Sejauh ini kawasan-kawasan rendah semacam

    itu, bisa efektif menyelesaikan persoalan banjirnya

    dengan membuat sistem polder. Seperti yang dilakukan

    di Belanda (lihat : Pengendali Banjir dengan Sistem

    Polder).

    Sistem Polder Belum Memasyarakat

    Sejauh ini ada 78 lokasi yang gampang sekali

    mengalami gnangan di Jakarta. Meski yang terbanyak

    berada di Jakarta Utara, tapi lokasi genangan relatif

    merata ada di empat wilayah lainnya di DKI Jakarta.

    Bahkan di Jakarta Selatan juga tak sedikit kawasan

    yang terganggu genangan jika terjadi hujan yang

    lumayan lebat di wilayah ini. Seperti daerah Pondok

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    8/13

    ILWI Buletin No 01-2010 8

    Sebagian ruas Jalan Sudirman yang tergenang air di kala hujan

    Pinang, IKPN Bintaro, Setia Budi Barat,

    Kalibata dan Tegal Parang.Kejadian banjir di tempat ini tak lepas dari

    sistem drainase kawasan yang tak berfungsi dengan

    baik. Apalagi banyak daerah di Jakarta yang terus

    menerus disedot air tanahnya, sehingga banyak daerah

    mengalami amblesan (land subsidence).

    Ini artinya limpasan air yang terjadi di

    kawasan yang mengalami penurunan tak bisa lagi

    dialirkan melalui sistem drainase yang

    mengandalkan gaya gravitasi dalam mengalirkan

    airnya. Seharusnya air-air tersebut dikumpulkan

    terlebih dahulu dalam satu penyimpanan (storage) ,

    setelah itu baru dipompakan ke saluran-saluran

    makro.

    Sistem pengelolaan air menggunakan sistem

    polder seperti ini, sangat efektif untuk

    menanggulangi banjir di kawasan semacam ini.

    Sayangnya sistem semacam ini belum memasyarakat

    di Jakarta, memang ada beberapa daerah yang

    membuat sistem ini. Sayangnya, dibanyak tempat

    polder yang dibuat tak dirawat secara rutin sehingga

    tak berfungsi dengan baik.

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    9/13

    ILWI Buletin No 01-2010 9

    Pengelolaan BKT :

    Tak Sekedar Urusan Air

    Meski belum sempurna Banjir Kanal Timur (BKT) telah berhasil menembus laut. Bagaimana BKT ini akandikelola ? Ini menjadi pertanyaan penting, mengingat pentingnya peran dari saluran ini.

    Meski oleh banyak pihak pembangunan BKT

    dianggap terlambat, tembusnya kanal yang mempunyai

    panjang hampir 23,6 kilometer ini pantas diapresiasi.

    Bukan perkara mudah bagi Pemerintah Daerah (Pemda)

    DKI Jakarta untuk membebaskan tanah selebar seratus

    meter sepanjang saluran tersebut.

    Perlu kerja keras dan dana yang tidak sedikit.

    Belum lagi tantangan dari warga yang tak senang

    rumahnya dipindahkan atau warga yang merasa tanah

    yang dibebaskan masih dalam sengketa. Masalah-

    masalah semacam itu tak bisa dipandang enteng. Meski

    perjalanan masih panjang, akan tetapi langkah awal

    yang sangat strategis telah berhasil dilewati.

    Banjir kanal timur

    Persoalan berikutnya adalah bagaimana BKT

    ini harus dikelola ? Apakah nasibnya akan sama dengan

    saudara tuanya Banjir KanaL Barat (BKB), yang

    sekarang kondisinya cukup mengenaskan. Walaupun

    masih berfungsi dengan baik dalam membuang air

    langsung ke laut, sehari-hari BKB ibarat tempat limbah

    raksasa, semua limbah cair terkumpul di saluran ini.Dari limbah industri hingga limbah domestik, sama

    seperti kebanyakan sungai lain yang melalui Jakarta.

    Akibatnya kondisinya menjadi, kotor, berbau dan tak

    enak dipandang. Tentu saja kita tidak berharap hal

    yang sama terjadi pada BKT.

    Penataan BKT, haruslah lebih bersifat modern

    layaknya merawat satu kawasan penting yang berada di

    satu kota metropolitan. Saluran air ini mestinya bisa

    jadi pemandangan yang menarik bagi warga Jakarta,

    yang sekaligus bisa dijadikan obyek untuk

    mempercantik ibukota, sebagai satu ibukota yang bisa

    dibanggakan.

    Disamping itu kawasan BKT yang cukup luas

    ini, juga bisa digali potensi ekonominya. Misalnya

    menjadi pusat rekreasi, pemandangannya bisa dipakai

    para investor disekitar daerah itu untuk membangun,

    misalnya, tempat wisata kuliner, pengembangkan

    olahraga yang berbasis air, dipinggir saluran dibuat

    jogging track, dan lain-lain. Semua hal tersebut perlu

    dikembangkan, sehingga banyak keuntungan yang

    dicapai, diluar sekedar menjadi saluran penyelamat

    banjir saja.

    Tentu saja semua hal tersebut harus dilakukan

    secara terintegrasi sehingga tak menganggu fungsi

    utama dari keberadaan BKT itu sendiri. Jika ini bisa

    dilaksanakan dengan baik bukan tidak mungkin

    kawasan ini menjadi ikon baru dari sebuah kota

    megapolitan yang modern, bersih dan tertata.

    Mumpung, masih baru dibangun dan baru akan ditata,

    sebaiknya Pemda DKI benar-benar mengambil

    kesempatan ini.

    Pengelolaan BKT tak bisa diserahkan pada satu

    instansi saja, karena jika mengganggap BKT adalah

    satu kawasan, maka banyak pihak yang mempunyaikepentingan terhadap daerah ini. Karena itu

    pengelolaannya harus benar-benar profesional dan

    lintas instansi. Banyak pihak yang terlibat disana

    seperti Dinas Pekerjaan Umum,Dinas Perhubungan,

    Perindustrian, Perdagangan, Swasta, kelompok-

    kelompok masyarakat dan sebagainya.

    Pengelola BKT nantinya, harus bisa mengatur

    dan mengoordinasikan semua pembangunan di

    kawasan ini secara benar, terarah dan teratur. Karena itu

    mereka yang dipilih sebagai pengelola, haruslah orang

    profesional yang bisa bekerja secara efektif. Sehingga

    dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama BKT bisa

    menjadi kawasan yang benar-benar tertata danmembanggakan.

    Masyarakat tidak saja bisa merasakan fungs

    BKT ini sebagai saluran pembuang air ke laut, akan

    tetapi juga mendapatkan satu tempat yang indah, teratur

    dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Hal ini

    bisa dicapai, hanya dengan menyerahkan kawasan ini

    pada satu sistem pengelolaan yang benar-benar

    berwawasan kedepan.

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    10/13

    ILWI Buletin No 01-2010 11

    KLIPING KORAN JAKARTA (14 Juli 2009)

    Pengendali Banjir dengan Sistem PolderBanjir di Jakarta sering mengejutkan. Tinggi air mampu menenggelamkan perumahan. Namun adaperumahan yang bisa mengendalikannya dengan sistem polder.

    Daerah rendah rawan banjir perlu sistem polder

    Banjir yang terjadi Februari 2002 benar-benar

    mengejutkan warga Jakarta, sekitar 10.000 hektar

    permukiman warga digenangi banjir. Ibukota lumpuh,

    bahkan dibeberapa tempat kedalaman air hingga

    empat meter. Korban jiwa yang ditimbulkannya

    mencapai delapan puluh orang, dengan kerugian

    ekonomi langsung sekitar Rp. 5,4 triliun. Belum lagi

    dampak ekonomi yang tidak langsung, diperkirakan

    mencapai Rp. 4,5 triliun.

    Banjir dengan skala luas kembali berulang

    tahun 2007. Meski tak separah tahun 2002, tapi akibat

    yang ditimbulkannya cukup luas. Setidaknya 60 %

    wilayah Jakarta digenangi air, 150.000 jiwa warga

    harus meninggalkan rumahnya untuk mengungsi.

    Kejadian ini benar-benar merepotkan warga, mereka tak

    dapat bergerak akibat terjangan banjir.

    Banjir semacam ini memang semakin kerapmengunjungi kota metropolitan ini, merata hampir di

    seluruh kota. Maklum, disamping dekat dengan pantai,

    tinggi muka tanah di daerah ini juga berada dibawah

    permukaan laut. Akibatnya mengalirkan air secara

    normal, dengan mengandalkan gravitasi bumi, tak bisa

    dilakukan di tempat ini.

    Untuk menyelesaikan masalah banjir di Jakarta

    memang bukan perkara mudah. Sejak jaman Belanda,

    pemerintahan kolonial sudah sering diganggu oleh air.

    Dalam catatan sejarah, Jakarta sudah merasakan banjir

    besar pada tahun 1621, diikuti tahun 1654 dan 1876.

    Kerepotan mengurusi banjir, tahun 1922 pemerintah

    Belanda merasa perlu untuk membangun Banjir Kanal

    Barat. Sayangnya semakin hari, masalah banjir

    semakin kompleks saja. Penyelesaian yang diambil

    selalu kalah cepat dengan permasalahan yang muncul.

    Melihat dari meratanya banjir di Jakarta, ada

    fenomena yang cukup menarik, yaitu adanya salah satu

    daerah di Jakarta Utara yang dalam beberapa tahun

    terakhir ini tak mengalami banjir, sebuah kawasan

    perumahan elit, Pantai Indah Kapuk. Masyarakat

    sempat menuding salah satu penyebab banjir adalah

    karena kawasan perumahan ini meninggikan seluruh

    lahan di tempat itu sehingga air sama sekali tak bisa

    masuk.

    Belakangan memang pendapat itu berhasil

    ditepis, karena daerah ini menggunakan Sistem Polderdalam usaha pengendalian banjirnya. Bagaimana

    sebenarnya sitem ini bekerja, sehingga banjir tak

    pernah lagi menjangkau kawasan ini. Polder adalah

    satu daerah tertutup yang tinggi muka airnya selalu

    dikontrol, kata Sawarendro, Ketua Indonesia Land

    reclamation and Water management Institute (ILWI)-

    sebuah lembaga nirlaba yang bergerak dibidang

    pengelolaan air dan reklamasi-.

    Dengan menggunakan sistem ini satu kawasan

    akan terjaga jumlah airnya meskipun di musim

    ....

    t0

    t1

    t2

    t3

    UPSTREAM

    (Puncak-Bogor)

    MIDDLESTREAM

    (Bogor-Depok-Jaksel)

    DOWNSTREAM

    (Jaksel-Jakut)

    2000m+M

    SL

    .

    t4Pesisir

    Sistim

    polderEvaporasi

    Waduk/situ

    Evapotranspirasi

    Evapotranspirasi

    Resapan air

    Hujan

    Banjir kanal

    Gravitasi Polder

    HULU KE HILIRHULU KE HILIR

    ....

    t0

    t1

    t2

    t3

    UPSTREAM

    (Puncak-Bogor)

    MIDDLESTREAM

    (Bogor-Depok-Jaksel)

    DOWNSTREAM

    (Jaksel-Jakut)

    2000m+M

    SL

    .

    t4Pesisir

    Sistim

    polderEvaporasi

    Waduk/situ

    Evapotranspirasi

    Evapotranspirasi

    Resapan air

    Hujan

    Banjir kanal

    Gravitasi Polder

    HULU KE HILIRHULU KE HILIR

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    11/13

    ILWI Buletin No 01-2010 11

    penghujan. Kondisi seperti ini sekaligus membebaskan

    wilayah tersebut dari ancaman banjir. Disisi lain di saat

    musim kemarau kawasan polder justru tetap

    menyimpan air, karena sistem ini mengharuskan

    tersedianya waduk penahan air. Dengan adanya air

    tersebut menyebabkan kandungan air tanah di daerah

    ini masih terjaga di musim kemarau.

    Bagaimana sistem polder bekerja ? Sistem

    polder bisa dibuat untuk satu kawasan dengan luasanyang bervariasi dari puluhan hingga ratusan hektar.

    Kawasan yang berpotensi banjir tersebut diberi batas

    keliling yang juga berfungsi sebagai tanggul. Jalur yang

    tidak dapat dilalui air itu berfungsi sebagai batas

    hidrologi. Dengan adanya tanggul ini air dari daerah

    lain tidak bisa masuk ke daerah polder.

    Meski disebelahnya laut atau sungai, yang

    tinggi muka airnya melebihi dataran yang berada di

    kawasan polder, daerah tersebut tetap aman dari

    limpasan air. Dalam kenyataanya, tanggul tersebut

    bisa dibuat nyaris tak terlihat sama sekali. Karena batas

    hidrologinya bisa dengan memfungsikan jalan raya dan

    rel kereta api. Di kawasan perumahan biasanya para

    pengendara mobil tak pernah tahu bahwa jalan yang

    mereka gunakan berfungsi sebagai tanggul.

    Meski demikian air tak seluruhnya bisa

    ditahan, karena disamping kemungkinan air limpasantentu ada pula air rembesan (seepage) yang masuk ke

    kawasan tersebut. Air ini juga harus dikelola, karena

    jika permukaan air disebelah kawasan polder tinggi

    tentu jumlah air rembesan juga banyak. Ini dapat pula

    menyebabkan tejadinya genangan. Melalui drainasi

    bawah tanah (sub surface drain) air dialirkan ke dalam

    waduk penahan air, yang telah dibuat di kawasan

    tersebut.

    Sumber air lain yang bisa menyebabkan banjir

    di daerah tersebut adalah air hujan. Dalam sistem ini

    air hujan yang menggenangi permukaan kawasan

    dialirkan melalui drainasi permukaan ke dalam waduk.

    Sehingga setinggi apapun curah hujan air tidak sampai

    tergenang di permukaan kawasan. Karena melalui

    drainasi permukaan air langsung dialirkan ke waduk.

    Untuk air yang berasal dari limbah rumah

    tangga, air tak boleh langsung disalurkan ke waduk.

    Air limbah harus terlebih dahulu diolah sebelum

    dialirkan ke waduk. Ini dilakukan untuk menjaga agar

    waduk tidak tercemar. Setelah diolah air dialirkan

    langsung ke saluran pemompaan atau ke waduk

    melalui saluran.

    Saat musim hujan waduk harus dikontrol

    ketinggiannya. Jika air sudah melebihi batas toleransi

    maka air tersebut harus dialirkan ke laut atau ke

    saluran makro/sungai. Jika melalui saluran

    makro/sungai, maka saluran tersebut harus mengalir

    langsung ke laut. Untuk mengeluarkan air dari kawasan

    tersebut maka polder mempunyai struktur keluar

    (outlet structure). Struktur ini berupa pompa air dan

    bisa juga dilengkapi dengan pintu air. Dengan kontrol

    seperti ini maka kawasan akan terbebas dari banjir.

    Jika sistem ini bisa berjalan dengan baik, makaair tak akan membanjiri kawasan tersebut, walaupun

    tinggi air di sekitar kawasan jauh melebihi tinggi muka

    tanah di wilayah polder. Dimusim hujan tinggi air terus

    dimonitor sehingga setiap kali air melebihi ambang

    batas maka air segera dibuang ke luar.

    Sistem ini menuntut adanya petugas yang terus

    menerus memonitor tinggi air, terutama dikala musim

    hujan. Sehingga kawasan akan terus terbebas dari

    genangan air. Sedangkan dimusim kemarau

    pengontrolan relatif lebih longgar, karena ancaman air

    tak begitu besar. Sebaliknya air yang berada di dalam

    waduk justru menjadi penyeimbang kandungan air

    tanah di kawasan tersebut. Waduk penahan air tersebut,

    juga bisa dijadikan daerah untuk wisata

    keluarga,bahkan bisa juga untuk pemancingan.

    Sistem seperti inilah yang banyak digunakan di

    kota-kota besar di Belanda, termasuk untuk Bandara

    Schiphol, Amsterdam. Salah satu pelabuhan udara

    tersibuk di dunia ini memakai sistem polder, karena

    posisinya yang berada dibawah permukaan air laut.

    Sejarah perkembangan sistem ini sendiri sudah ada

    sejak seribu tahun lalu, kata Sawarendo.

    Awalnya ketika para petani di Belanda ingin

    menggarap lahan pertanian yang mereka miliki, para

    petani itu mengolah tanah gambut miliknya dengan

    membuat parit dan kanal. Tapi, kenyataannya sistem

    drainase kanal terbuka buatan manusia tersebut ternyatamemicu penurunan muka tanah (subsidens). Ini tentu

    mengancam kawasan-kawasan yang berbatasan dengan

    laut. Karena permukaan tanah yang semakin menurun

    maka kawasan tepi pantai semakin tenggalam karena

    dibanjiri air laut.

    Agar tak terjadi banjir para petani berpikir

    sederhana yaitu dengan membangun tanggul. Pertama

    kali bangsa Belanda mengenal tanggul tersebut kira-

    kira 1000 tahun yang lalu. Perlahan-lahan penahan air

    sistem tanggul tersebut berkembang menjadi sistem

    polder yang disempurnakan terus menerus serta

    diperluas penggunaannya. Kini semakin lama sistem

    polder semakin diakui sebagai suatu solusi untukmenghindari satu kawasan dari bencana banjir.

    Di Jakarta sistem seperti ini sangat cocok, karena

    ancaman penurunan tanahnya juga cukup besar, ujar

    lulusan Technische Universiteit Delft, Belanda ini.

    Karena itu disamping penanggulangan banjir juga harus

    ada upaya meminimalisasi berkurangnya air tanah di

    daerah ini. cit/L-1

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    12/13

    ILWI Buletin No 01-2010 1

    Mengatur Air Masuk dan Keluar

    Mencegah air masuk ke kawasan, mengalirkan

    air permukaan dan rembesan ke waduk, dan menjagaketinggian air di waduk, adalah prinsip sederhana

    untuk menjalankan sistem polder. Meski prinsipnya

    sederhana, tapi dalam pelaksanaan tidak begitu saja bisa

    diterapkan dengan mudah.

    Harus ada perhitungan-perhitungan yang cukup

    cermat untuk membangun kawasan tersebut. Sebagai

    contoh untuk membuat tanggulnya saja, perlu

    pertimbangan dan pengukuran yang cermat untuk

    menentukan tingginya. Untuk itu mesti diketahui

    seberapa tinggi limpasan air dari luar yang mungkin

    masuk ke kawasan, berapa besar kekuatan ombak yang

    mungkin meruntuhkan tanggul, berapa besar soliditas

    tanah yang bisa menahan tanggul untuk tetap tegak

    berdiri dan lain-lain.Butuh perhitungan cermat untuk membuat

    sebuah kawasan polder, yang bisa menjamin bahwa

    daerah itu akan bebas banjir selama berpuluh-puluh

    bahkan hingga ratusan tahun yang akan datang. Ada

    lima elemen penting dalam sebuah sistem porder yaitu

    adanya tanggul penahan air, kanal atau sungai, stasiun

    pemompaan air, waduk penahan air, sistem drainasi

    permukaan dan sistem drainasi bawah tanah.

    Sungai/Kanal ini digunakan untuk membuang

    kelebihan air yang ada di dalam kawasan polder. Jika

    langsung berbatasan dengan laut, bisa juga airnya

    langsung dipompakan ke laut, kata Sawarendro, ahli

    sistem polder dari ILWI. Air tersebut berasal darihujan dan rembesan (seepage) yang masuk ke

    dalamnya. Ini disalurkan ke waduk melalui drainasi

    sistem drainasi yang ada.

    Sistem drainase suatu polder terdiri atas sistem

    drainase permukaan dan drainase bawah-tanah.

    Drainase permukaan adalah saluran yang menampung

    pelimpasan air hujan di permukaan tanah. Sedangkandrainase bawah tanah berfungsi untuk menyalurkan air

    yang berasal dar rembesan air yang terjadi dibawah

    tanah.

    Air yang terkumpul di waduk ini harus

    dikontrol dengan memompanya keluar jika tingginya

    sudah melebihi toleransi. Air itu dikeluarkan melalui

    stasiun pemompaan yang ada. Untuk itu di stasiun

    pemompaan ini harus tetap ada petugas yang menjaga.

    Jika sewaktu-waktu air melimpas bisa segera dibuang

    ke luar.

    Tanggul sendiri posisinya mengelilingi

    kawasan, yang berfungsi untuk menahan limpasan air

    yang datang dari daerah lain. Dalam sistem polder

    tanggul yang dibuat jangan dibayangkan seperti dindingpenahan air yang lazim kita lihat. Tanggul bisa berupa

    jalan yang mengelilingi kawasan tersebut, sehingga

    secara kasat mata orang tidak tahu bahwa jalan tersebut

    adalah tanggul penahan air yang akan melimpas ke

    kawasan tersebut.

    Sistem polder ini harus ada orang yang

    mengelolanya secara teratur. Sehingga kontrol

    terhadap tinggi permukaan air yang berada di kawasan

    bisa terus menerus dijaga. Para petugas disini ditunjuk

    oleh para pemangku kepentingan yang berada di

    kawasan tersebut. Kontrol terhadap sistem polder ini

    harus dilaksanakan berkelanjutan, selama kawasan ini

    masih diharapkan untuk terbebas dari masalah banjir.Untuk itu harus diingat jika ingin tetap tinggal di

    dataran rendah yang mudah tergenang, maka perlu

    persiapan terus menerus agar dapat survive . Salah

    satu caranya adalah dengan membuat sistem

    polder.cit/L-1

  • 8/3/2019 ILWI Buletin No 01-2010

    13/13

    ILWI Buletin No 01-2010 13

    Penanganan Sungai Di Jakarta

    TAK SEKEDAR BUTUH REVITALISASIBelum lagi revitalisasi sungai berjalan dengan baik, tuntutan yang lain mulai muncul. Perbaikan aliran sungaitak hanya terbatas pada peningkatan kuantitas, kualitaspun harus segera diperbaiki. Membuat program yangmendukung, penegakan aturan dan konsistensi menjadi kunci keberhasilan.

    Kondisi sungai di Jakarta memang sudah

    semakin parah, disamping kewalahan menerima

    limpasan air di musim hujan, kini hanya sedikit bagian

    (segmen) dari sungai yang bisa dijadikan sumber air

    oleh PAM Jaya. Secara umum peran sungai tak lagi

    bisa berjalan sebagaimana mestinya. Oleh warga

    Jakarta , fungsi sungai justru diubah menjadi jamban

    dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah raksasa.

    Kebiasaan warga inilah menjadi awal mula

    segala permasalahan berkenaan tak berfungsinya sungai

    dengan baik. Ditambah lagi dengan keberanian warga

    untuk mendirikan rumah dibantaran-bantaran sungai,

    yang seharusnya menjadi daerah bebas bangunan.Kondisi ini membuat sungai menjadi kesulitan

    melaksanakan fungsinya dengan baik.

    Ini bisa dimengerti karena dengan adanya

    rumah penduduk yang didirikan secara sembarangan

    ditepi-tepi sungai, otomatis juga pembangunannnya

    tidak menuruti aturan yang benar. Tak heran, jika

    banyak jamban-jamban warga dibangun langsung di

    atas kali-kali tersebut. Maksudnya, tentu saja agar

    kotoran dari jamban-jamban itu bisa langsung dibuang

    ke dalam sungai.

    Jika hanya satu dua rumah saja mungkin tak

    begitu mencemari sungai, tapi kalau sudah sepanjang

    sungai warga membangun jamban, maka pencamaran

    yang diakibatkannya cukup parah. Kotoran sungaiakibat tinja diperkirakan mencapai 6 ton per hari.

    Belum lagi urusan sampah permukaan, yang dibuang

    ke sungai jumlahnya juga cukup tinggi sekitar 66 ton

    per hari. Sepanjang 250 kilometer panjang saluran yang

    ada di DKI Jakarta, hampir seluruhnya mengalami

    pencemaran semacam ini.

    Kondisi ini masih diperparah lagi dengan

    adanya limbah cair yang dibuang ke aliran sungai, baik

    itu limbah domestik maupun industri. Permasalahan

    semacam ini membuat sungai-sungai di Jakarta semakin

    hari semakin terbebani. Semakin sulit menahan

    gempuran banjir dan airnya pun semakin tak mungkin

    untuk diolah sebagai air bersih. Ironisnya sangking jeleknya kualitas air, banyak sungai yang airnya tak

    bisa digunakan untuk apapun, termasuk menyiram

    tanaman atau sekedar untuk menyuci mobil. Ini

    menunjukan bahwa sungai-sungai di Jakarta tak mampu

    lagi menopang kehidupan warga ibukota ini.

    Untuk itu perlu ada pembenahan terhadap

    sungai-sungai di Jakarta secara mendasar. Upaya

    revitalisasi sungai memang tengah berjalan. Kapasitas

    saluran yang berkurang menyebabkan air dengan

    mudah melimpas ke luar sungai di kala musim

    penghujan tiba. Upaya pengerukan harus dilakukan

    secara berkelanjutan dan harus pula diikutin dengan

    pembebasan lahan-lahan di bantaran sungai.

    Ini bukan masalah gampang, bertahun-tahun

    pemerintah DKI berkutat di masalah ini, tapi masalah

    sosial yang berkaitan dengan penggusuran warga

    memang selalu akan menanggung biaya dan risiko

    yang besar. Padahal, meskipun itu bisa dilaksanakan

    baru sebagian masalah sungai bisa diselesaikan. Yaitu

    yang berkaitan dengan meningkatkan kembali kapasitas

    aliran sungai.

    Masih ada masalah lain, yaitu pengembalian

    kualitas air agar tidak tercemar berat seperti sekarangini. Satu-satunya upaya yang harus dilakukan adalah

    melarang warga dan kalangan industri membuang

    limbah dan sampah padat ke aliran sungai. Jika ada air

    kotor yang ingin dibuang harus terlebih dahulu

    dialirkan ke tempat pengolahan limbah. Memang untuk

    itu diperlukan investasi yang cukup mahal. Namun bagi

    Jakarta, hal ini sudah merupakan suatu keharusan. Ini

    harus segera dilaksanakan di kota ini.

    Aturan untuk melarang pembuangan sampah

    padat ke dalam sungai juga harus segera diterapkan.

    Hukuman harus diberikan pada yang melanggarnya.

    Akan tetapi, disisi lain pemda juga harus memperbaiki

    manajemen sistem persampahannya. Untuk mengatasi

    masalah ini diperlukan manajemen persampahan yangkompleks, melibatkan seluruh warga masyarakat dari

    tingkat provinsi, kotamadya, kecamatan, RT/RW dan

    bahkan rumah tangga.

    Kita memang agak pesimis usaha-usaha ini

    bisa dilakukan. Beberapa tahun terakhir ini memang

    kita sudah melihat adanya upaya revitalisasi sungai

    yang lebih menekakankan kepada upaya peningkatan

    kembali kapasitas aliran sungai. Belakangan memang

    masalah sungai semakin banyak, persoalan peningkatan

    kualitas air juga tak bisa dikesampingkan. Untuk itu

    tampaknya tak cukup hanya revitalisasi, kini Jakarta

    perlu melakukan Revolusi terhadap aliran sungainya.