Ileum Perforasi Peritonitis Referat
-
Upload
adhi-nugroho-latief -
Category
Documents
-
view
47 -
download
3
description
Transcript of Ileum Perforasi Peritonitis Referat
Oleh : Adhi N. Latief, S. Ked, MH. Kes
Konsulen : dr. H. Yarie H. Hudly, Sp. B-FINACS
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. PERITONITIS
1.1 PERITONEUM
Peritoneum adalah selaput dinding dalam rongga abdomen dan
membungkus sebagian organ tertentu, mulai diafragma, dinding perut, rongga
pelvis, dan membentuk rongga peritoneum. Bagian yang melekat pada dinding
perut disebut peritoneum parietale, dan yang membungkus organ disebut
viscerale. Peritoneum berasal dari sel-sel mesotelial dengan membran basal yang
ditunjang jaringan ikat longgar dan kaya pembuluh darah.
Luas peritoneum kira-kira 1,8 meter kuadrat, sama dengan luas permukaan
kulit orang dewasa. Fungsi peritoneum adalah setengah bagiannya memiliki
mmembran basal semipermiabel yang berguna untuk difusi air, elektrolit, makro,
maupum mikro sel. Oleh karena itu peritoneum punya kemampuan untuk
digunakan sebagai media cuci darah yaitu peritoneal dialisis dan menyerap cairan
otak pada operasi ventrikulo peritoneal shunting dalam kasus hidrochepalus.
1.2 DEFINISI
1
Peritonitis merupakan keradangan akut maupun kronis pada peritoneum
parietale, dapat terjadi secara lokal (localized peritonitis) ataupun menyeluruh
(general peritonitis).
Peritoneum sebenarnya tahan terhadap infeksi, bila kedalam rongga
peritoneum disuntikkan kuman maka dalam waktu yang cepat akan diceranakan
oleh fagosit dan akan segera dibuang. Juga bila disuntikkan sejumlah bakteri
subkutan atau retroperitoneal maka akan terjadi pembentukan abses ataupun
selulitis.
Suatu peritonitis dapat terjadi oleh karena kontaminasi yang terus menerus
oleh kuman, kontaminasi dari kuman dengan strain yang ganas, adanya benda
asing ataupun cairan bebas seperti cairan ascites akan mengurangi daya tahan
peritoneum terhadap bakteri. Omentum juga merupakan jaringan yang penting
dalam penmgontrolan infeksi dalam rongga perut.
1.3 PATOGENESIS
Reaksi awal keradangan peritoneum adalah keluarnya eksudat fibrinosa
diikuti terbentuknya nanah dan perlekatan-perlekatan fibrinosa untuk melokalisisr
infeksi. Bila infeksi mereda, perlekata akan menghilang, tetapi bila proses akan
berlanjut terus maka pita-pita perlengketan peritoneum akan sampai ke bagian
lengkung usus ataupu organ-organ. Eksudasi cairan dapat berlebihan hingga
menyebabkan dehidrasi yang terjadi penumpiukan cairan di rongga peritoneal.
Cairan dan elektrolit tadi akan masuk kedalam lumen usus dan
menyebabkan terbentuknya sekuestrasi. Dengan disertai perlekatan-perlekatan
2
usus, maka dinding usus menjadi atonia. Atonia dinding usus menyebabkan
permeabilitas dinding usus terganggu mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, oliguri. Sedangkan perlekatan-perlekatan menyebabkan ileus paralitik
atau obstruksi. Ileus menyebabkan kembung, nausea, vomitting, sedangkan reaksi
inflamasi menyebabkan febris.
1.4 ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
Peritonitis dapat digolongkan menjadi 2 kelompok berdasarkan dari
penyebabnya:
1. Peritonitis Primer (Spontaneus)
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung
dari rongga peritoneum. Banyak terjadi pada penderita :
- sirosis hepatis dengan asites
- nefrosis
- SLE
- bronkopnemonia dan TBC paru
- pyelonefritis
- benda asing dari luar
2. Peritonitis Sekunder
Disebabkan oleh infeksi akut dari organ intraperitoneal seperti :
1) Iritasi kimiawi
3
Perforasi gaster, pankreas, kandung empedu, hepar, lien, kehamilan
extra tuba yang pecah.
2) Iritasi bakteriil
Perforasi kolon, usus halus, appendix, kista ovarii pecah, ruptur buli
dan ginjal.
3. Peritonitis Tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan
akibat tindakan operasi sebelumnya
1.5 GEJALA
Pada gejala akan didapatkan berupa nyeri perut hebat (nyeri akan
menyeluruh pada seluruh lapangan abdomen bila terjadi peritonitis generalisata),
mual muntah, dan demam. Namun gejala yang timbul pada setiap orang dapat
sangat bervariasi.
Pada gejala lanjutan, maka perut menjadi kembung, terdapat tanda-tanda
ileus sampai dengan syok. Serta hipotensi.
1.6 PEMERIKSAAN FISIK
Secara sistematis maka pemeriksaan fisik abdomen akan menampakkan :
Inspeksi :
Pernapasan perut tertinggal atau tak bergerak karena rasa nyeri.
Palpasi :
Defans muskuler, nyeri tekan seluruh otot perut
4
Perkusi :
Nyeri ketok seluruh perut, pekak hati menghilang
Auskultasi :
Bising usus menurun sampai hilang
1.7 LABORATORIUM
Akan didapatkan leukositosis, hemokonsentrasi, metabolik asidosis,
alkalosis respiratorik.
1.8 RADIOLOGIS
Pada pemeriksaan BOF akan menunjukkan diustensi usus besar dan usus
halus dengan permukaan cairan. Pada diafragma foto akan ditemukan air sickle
cell dibawah diafragma kanan (30% false negatif).
1.9 PEMERIKSAAN KHUSUS
Dialisis Peritoneal Lavage
Sangat berguna untuk mengetahui perdarahan intraperitoneal atau
peritonitis akibat rudapaksa (tapi tak menembus peritoneum).
1.10 PERFORASI ILEUM
Pada perforasi ileum, maka feses cair dan kuman-kuman segera
mengkontaminir peritoneum dan setelah melewati masa inkubasi (rata-rata 6-8
jam) baru menimbulkan gejala peritonitis. Tetapi ileum sebenarnya memiliki sifat
5
”protective mechanism” yaitu sifat bila suatu segemen ileum mengalami perforasi
maka akan segera segemen tadi kaan berkontraksi sedemikian rupa sehingga
menutup lubang perforasi.
Sifat ini berlangsung selama 1-4 jam tergantung keadaan umum dan juga
keadaan usus itu sendiri. Misalkan penderita dengan keadaan umum jelek (KP,
kakeksia) maka sifat ini berlangsung 1 jam atau kurang bahakan tak ada sama
sekali. Juga pada usus yang sakit misalkan pada tifus abdominalis maka
mekanisme ini juga akan berkurang.
Secara ringkas disimpulkan bila ileum mengalami perforasi maka gejala
peritonitis timbul sesudah 8-12 jam kemudian. Penderita harus diobservasi ketat
selama minimal 24 jam pertama pada kasus trauma tumpul abdomen.
2. DEMAM TIFOID
2.1 DEFINISI
Infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh karena mikroba
Salmonella typhii.
2.2 PATOGENESIS
Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi kedalam
tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terinfeksi kuman. Sebagian kuman
akan dimusnahkan dalam lambung, tetapi sebagian lagi akan lolos dan memasuki
usus serta berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig A) usus
6
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina
propria.
Di lamina propria maka kuman akan dimakan oleh sel – sel makrofag.
Kuman yang termakan sel makrofag sebagian masih bertahan hidup dan akan
terbawa ke bagian Peyer Patch di ileum distal dan kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus toraksikus maka kuman ini akan dibawa
masuk kedalam sirkulasi darah (menyebabkan bakterimia asimptomatis) dan
menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh dan mengakibatkan
bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala sistemik.
Didalam hati, kuman akan masuk dalam kandung empedu, berkembang
biak dan bersama dengan cairan empedu disekresikan secara intermittent kedalam
lumen usus. Proses yang sama selanjutnya akan terulang kembali, berhubung
makrofag sudah aktif dan teraktifasi serta hipertrofi maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menyebabakan reaksi infeksi sistemik perut seperti demam, malaise, mual,
muntah, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.
Didalam Peyer Patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi
jaringan (S. Thypi intramakrofag akan menimbulkan reski hipersensitivitas tipe
lambat, hiperplasi organ, serta nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat
terjadi akibat akumulasi sel-sel mononuklear dalam dinding usus. Proses patologi
jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
dapat mengakibatkan perforasi.
7
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya komplikasi seperti neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan
gangguan orga lainnya.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Penegakkan diagnosis sedini mungkin sangat bermanfaat agar dapat
diberika terapi yang ideal dan meninimalisir komplikasi yang akan terjadi.
Anamnesa, pemeriksaan fisik, serta ditambah dengan pemeriksaan penunjang
seperti laboratorium yang baik maka merupakan dasar menegakkan diagnosa
demam tifoid. Pemeriksaan laboratorium meliputi uji widal, darah lengkap, dan
kultur darah.
2.4 GEJALA KLINIK
Masa tunas demam tifoid sekitar 10 sampai 14 hari. Gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi mulai yang ringan, sedang, sampai yang berat. Dari yang
asimptomatis hingga yang khas dan bahkan disertai dengan komplikasi hingga
kematian.
Pada minggu pertama perjlaanan penyakit ditemukan keluhan dan gejala
serupa dengan infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, mual,
muntah, obstipasi atau diare bahakan rasa tidak nyaman pada perut. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat, sifatnya meningkat
perlahan – lahan terutama di sore hari dan petang hari. Dalam minggu kedua
8
gejala semakin bertambah jelas, berupa demam, bradikardi relatif, lidah kotor
berselaput, hingga hepatosplenomegali, meteorismus, gangguan mental.
2.5 KOMPLIKASI
A. INTESTINAL
Pada Peyer Patch yang terinfeksi dapat terbentuk luka atau tukak
yang berbentuk lonjong atau memanjang dalam sumbu usus. Bila luka
menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan dari kedua faktor. Sekitar
25 % penderita tifoid menderita perdarahan minor yang tidak membutuhkan
transfusi darah. Secara klinis, perdarahan akut darurat bedah, ditegakkan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/ jam dengan faktor hemostasis
dalam batas normal.
Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% penderita yang dirawat. Biasanyan timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain
gejala umum demam tifoid yang umum terjadi, maka penderita demam
tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di derah
kuadran kanan bawah yang menyebar ke seluruh perut dan akan disertai
dengan tanda-tanda ileus obstruksi. Bila pada foto polos abdomen 3 posisi,
detemukan udara bebas pada rongga peritoneum atau subdiafragma maka
9
cukup untuk menegakkan perforasi usus. Bising usus melemah, pekak hati
mengilang, ditemukan adanya udara bebas intraabdomen. Tanda perforasi
lain adalah nadi cepat lemah, tekanan darah turun bahkan syok, leukositosis
dengan pergeseran ke kiri juga menuokong perforasi.
Beberapa faktor yang meningkatkan kejadian perforasi adalah
umur (biasanya 20 sampai 30 tahun), lama demam, medalitas terapi,
beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengatasi
S. Thypi saja tetapi juga untuk mangatasi kuman yang bersifat fakultatif dan
anaerob pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas
dengan kombinasi kloramfenikol dan penisilllin intravena. Untuk
kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin atau metronidazol. Cairan
harius diberikan dalam jumlah yang cukup dan pasien dipuasakan dan
dipasang NGT. Transfusi darah diberikan bila terdapat perdarahan hebat
akibat perforasi.
B. EKSTRA INTESTINAL
Meliputi komplikasi hematologik, hepatitis tifosa, pankreatitis
tifosa, miokarditis, neuropsikiatrik, serta sepsis.
10