IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT...

129
Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 http://tripholiday.net/bengawan-solo-river.html IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWA

Transcript of IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT...

Page 1: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

Dokumen Laporan2013

PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWAKEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP2013

http://tripholiday.net/bengawan-solo-river.html

IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWA

Page 2: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

Daftar Isi

I. Pendahuluan ………………………………………. I-1

1. Latar Belakang ………………………………. I-1

2. Tujuan ………………………………………. I-4

3. Ruang Lingkup ………………………………. I-4

II. Indikator dan Paramter IKLH berbasis DAS …… . II-1

1. Aspek Sumberdaya Air ………………………. II-1

a. Kualitas Air Sungai ………………………. II-1

b. Kekritisan Air ………………………. II-4

2. Aspek Udara ………………………………. II-8

a. Kualitas Udara Ambien ………………. II-8

b. Pengatur Kualitas Udara ………………. II-10

3. Aspek Vegetasi-Lahan ………………………. II-12

a. Kualitas Tutupan Vegetasi ………………. II-12

b. Kekritisan Lahan ………………………. II-23

4. Aspek Keamanan Kehati ………………………. II-25

III. Profil 9 DAS

1. DAS Bengawan Solo ………………………. III - 1

2. DAS Brantas ………………………………. III - 11

3. DAS Ciliwung ………………………………. III - 20

4. DAS Cisadane ………………………………. III - 26

5. DAS Cimanuk ………………………………. III - 32

6. DAS Citanduy ………………………………. III - 40

7. DAS Citarum ………………………………. III - 50

8. DAS Progo ………………………………. III - 60

9. DAS Serayu ………………………………. III - 67

Page 3: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV. Hasil Analisis dan Pembahasan ………… IV-1

1. Aspek Sumberdaya Air ……………………... IV-1

2. Aspek Udara ……………………………... IV-3

3. Aspek Vegetasi-Lahan ……………………... IV-5

4. Aspek Keamanan Kehati ……………………... IV-7

5. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 9 DAS…..... IV-9

6. IKLH dan Kependudukan ….. ……………… IV-10

V. Kesimpulan dan Rekomendasi ……………… V-1

1. Kesimpulan ……………………………… V-1

2. Rekomendasi ……………………………… V-3

Page 4: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

I - 1

BAB I

Pendahuluan

1. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu

wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan

anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut

secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan

batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan (PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS,

Pasal 1). Bagi keperluan Pengelolaan Lingkungan, DAS dapat

dijadikan sebagai satuan pengelolaan, dengan demikian DAS dapat

diukur secara mandiri kualitas lingkungannya. Selama ini untuk

mengukur kualitas lingkungan umumnya dilakukan secara parsial

berdasarkan media, yaitu air, udara, dan lahan sehingga sulit untuk

menilai apakah kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah bertambah

baik atau sebaliknya. Salah satu cara untuk mereduksi banyaknya data

dan informasi tersebut adalah dengan menggunakan indeks.

Di Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) sejak tahun 2007 telah

mengembangkan Indeks Kualitas Lingkungan (IKL) untuk 30 ibukota

provinsi. Selain itu pada tahun 2009 Kementerian Lingkungan Hidup

(KLH) bekerja sama dengan Dannish International Development

Agency (DANIDA) juga mulai mengembangkan indeks lingkungan

berbasis provinsi yang pada dasarnya merupakan modifikasi dari EPI.

Page 5: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

I - 2

Hingga saat ini Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) telah

digunakan KLH untuk mengetahui kualitas lingkungan hidup pada tiap-

tiap wilayah dengan basis administrasi dari tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota. IKLH yang dikembangkan KLH menggunakan tiga

komponen sebagai penentu nilai, yaitu kualitas udara, kaulitas air, dan

tutupan hutan.

Mengacu kepada konsep yang digunakan oleh KLH, untuk

kepentingan pelaksanaan koordinasi perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup di Ekoregion Jawa, Pusat Pengelolaan Ekoregion

Jawa (PPE Jawa) melakukan pengukuran Indeks Kualitas Lingkungan

Hidup (IKLH) berbasis Daerah Aliran Sungai. Ada beberapa

pertimbangan yang menjadi latar belakang mengapa dilakukan kajian

IKLH berbasis DAS ini;

Pertimbangan pertama adalah IKLH berbasis administrasi

mengandung kelemahan jika dibandingkan antara satu dengan yang

lain. Pada umumnya kabupaten/kota yang berada di kawasan hulu

cenderung memiliki nilai IKLH yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan wilayah hilir. Wilayah yang telah mengantongi nilai IKLH

tinggi akan bertindak seolah acuh tak acuh terhadap tetangganya yang

sedang kerepotan membenahi nilai IKLH yang rendah. Padahal

rendahnya nilai IKLH kabupaten/kota wilayah hilir bisa jadi sebagai

akibat dari aktivitas pembangunan di wilayah hulu. Oleh karena itu

pendekatan IKLH berbasis DAS akan lebih konfrehensif, dapat menjadi

perekat kerjasama antara hulu dan hilir, dengan berpegang pada satu

dasar niali IKLH yang sama.

Page 6: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

I - 3

Pertimbangan berikutnya adalah, bahwa IKLH berbasis

administrasi yang digunakan oleh KLH masih menggunakan aspek atau

komponen yang sedikit, hanya tiga komponen. Jumlah komponen yang

sedikit akan mengakibatkan bias yang besar. Oleh karena itu IKLH

berbasis DAS yang dikembangkan oleh PPE Jawa ini menggunakan

jumlah komponen yang lebih banyak, 7 (tujuh) komponen yaitu;

- Untuk pengukuran indeks kualitas pada aspek sumberdaya air, tidak

hanya kualitas air sungai yang dikaji, juga ditambahkan komponen

kekritisan air. Kekritisan air ini menyangkut besarnya perbandingan

antara ketersediaan dan kebutuhan akan sumberdaya air.

- Pada pengukuran indeks kualitas pada aspek udara, selain kualitas

udara ambien juga dihitung faktor pengatur kualitas udara yaitu

perbandingan tutupan vegetasi dan jumlah penduduk.

- Komponen yang berikutnya, dan ini sangat berbeda adalah

penggunaan komponen tutupan vegetasi untuk pengukuran indeks

kualitas vegetasi atau lahan, bukan menggunakan tutupan hutan

saja. Selain dari itu juga ditambahkan komponen lainnya yaitu

lahan kritis (kekritisan lahan).

- Komponen yang terakhir yang menjadi faktor penentu IKLH

berbasis DAS adalah keanekaragaman hayati. Dalam hal ini

penekanan pada aspek keamanan ekosistem yang menjadi tempat

mengamankan keanekaragaman hayati, flora dan fauna.

Pertimbangan terakhir adalah perlunya indikator atau pengukur

kinerja dalam pengelolaan lingkungan hidup. Setiap Instansi

Page 7: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

I - 4

Pemerintah (Pusat dan Daerah) atau Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) mempunyai program dan kegiatan sendiri-sendiri yang secara

langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kualitas

lingkungan suatu DAS. Untuk melihat sejauh mana dampak yang

terjadi atau pengaruh yang ditimbulkan oleh adanya Program dan

Kegiatan tersebut terhadap lingkungan secara menyeluruh, diperlukan

sebuah pengukur. Indeks kualitas lingkungan dapat dimanfaatkan untuk

mengukur keberhasilan program-program atau kegiatan pembangunan

dan/atau pengelolaan lingkungan tersebut. Selain sebagai sarana untuk

mengevaluasi efektifitas program-program pengelolaan lingkungan,

IKLH juga mempunyai peranan dalam hal membantu perumusan

kebijakan, membantu dalam mendisain program-program lingkungan,

serta mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan

kondisi lingkungan.

2. Tujuan

Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di

tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di suatu wilayah

tertentu -dalam hal ini DAS- dengan menampilkan nilai Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup (IKLH), khususnya pada 9 (Sembilan) DAS

prioritas yang ada di Pulau Jawa.

3. Ruang Lingkup

IKLH berbasis DAS yang dikerjakan oleh PPE Jawa dasar

teorinya menggunakan IKLH yang digunakan oleh KLH dengan sedikit

modifikasi. Modifikasi yang dimaksud meliputi indikator tutupan

Page 8: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

I - 5

vegetasi, kualitas udara dan kualitas air serta penambahan komponen

keanekaragaman hayati. Selain dari itu juga modifikasi dalam jumlah

komponen yang diukur.

Mengingat bahwa yang diukur adalah DAS maka pokok bahasan

sumberdaya air menjadi fokusnya. Oleh karena itu tutupan vegetasi

yang dimaksud adalah tutupan lahan oleh vegetasi dalam

penggunaanya sebagai lahan hutan (hutan primer dan hutan sekunder),

kebun campuran dan perkebunan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa

hutan, kebun campuran dan perkebunan mempunyai fungsi optimal

sebagai penyerap dan penyimpan air.

Sebagai pembanding atau target untuk setiap indikator adalah

standar atau ketentuan yang berlaku berdasarkan peraturan

perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti ketentuan

tentang baku mutu air dan baku mutu udara ambien. Sealin dari itu juga

digunakan literatur yang didapat dari hasil-hasil penelitian ilmiah.

Berdasarkan ketersediaan data untuk setiap indikator

sebagaimana tersebut di atas, maka indeks yang dihasilkan adalah

untuk 9 DAS prioritas yang ada di pulau Jawa yaitu; DAS Brantas,

DAS Bengawan Solo, DAS Progo, DAS Serayu, DAS Citanduy, DAS

Cimanuk, DAS Citarum, DAS Ciliwung dan DAS Cisadane. Data

utama yang dihimpun untuk melakukan kajian ini adalah Data sekunder

tahun 2011 s.d. 2012, dan paling rendah data tahun 2010. Hasil-hasil

kajian ini ditetapkan sebagai baseline kajian untuk Tahun 2012. Jadi

IKLH 9 DAS Prioritas Jawa yang dikeluarkan dari hasil kajian ini

adalah IKLH Tahun 2012.

Page 9: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 1

BAB II

Indikator dan Paramter IKLH berbasis DAS

1. Aspek Sumberdaya Air

Pada aspek sumberdaya air, ada dua indikator yang

digunakan untuk mengukur indeks kualitas lingkungannya, yaitu;

kualitas air sungai dan neraca air (water balance). Kualitas air

yang diukur hanya pada air sungai utama saja dengan sebaran

lokasi yang proporsional dari hulu hingga hilir, sedangkan air tanah

untuk saat ini belum dilakukan pengukuran. Neraca air dapat

diartikan pula sebagai evaluasi ketersediaan air, yang

mempertimbangkan antara air yang tersedia (suplay) dan

kebutuhan/permintaan (demand).

a. Kualitas Air Sungai

Air, terutama air sungai mempunyai peranan yang sangat

strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Air

sungai menjadi sumber air baku untuk berbagai kebutuhan lainnya,

seperti industri, pertanian dan pembangkit tenaga listrik. Di lain

pihak sungai juga dijadikan tempat pembuangan berbagai macam

limbah sehingga tercemar dan kualitasnya semakin menurun.

Karena peranannya tersebut, maka sangat layak jika kualitas

air sungai dijadikan indikator kualitas lingkungan hidup. Selain

kualitasnya, sebenarnya ketersediaan air sungai juga perlu

Page 10: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 2

dijadikan indikator. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan

mengukur daya dukung air (ketersediaan air).

Perhitungan indeks untuk indikator kualitas air sungai

dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status

Mutu Air. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain

mengenai penentuan status mutu air dengan metoda indeks

pencemaran (Pollution Index – PI).

Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi

peruntukan j yang merupakan fungsi dari Ci/Lij, dimana Ci

menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i dan Lij

menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan

dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukan yang akan

digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas II berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Formula penghitungan indeks pencemaran adalah:

√(

⁄ )

( ⁄ )

dimana:

(Ci/Lij)M adalah nilai maksimum dari Ci/Lij

(Ci/Lij)R adalah nilai rata-rata dari Ci/Lij

Evaluasi terhadap PIj adalah sebagai berikut:

Memenuhi baku mutu atau kondisi baik jika 0 PIj 1,0

Page 11: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 3

Tercemar ringan jika 1,0 < PIj

Tercemar sedang jika 5,0 < PIj

Tercemar berat jika PIj > 10,0.

Pada prinsipnya nilai PIj > 1 mempunyai arti bahwa air

sungai tersebut tidak memenuhi baku peruntukan air j, dalam hal

ini mutu air kelas II. Penghitungan indeks kualitas air dilakukan

dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Setiap lokasi dan waktu pemantauan kualitas air sungai dianggap

sebagai satu sampel;

Hitung indeks pencemaran setiap sampel untuk parameter

TSS, DO, BOD, dan COD;

Hitung persentase jumlah sampel yang mempunyai nilai PIj >

1, terhadap total jumlah sampel pada tahun yang bersangkutan.

Melakukan normalisasi dari rentang nilai 0% - 100% (terbaik

– terburuk) jumlah sampel dengan nilai PIj > 1, menjadi nilai

indeks dalam skala 0 – 100 (terburuk – terbaik).

Setiap DAS diwakili oleh sungai utama dan beberapa sungai

cabang (orde-1) yang dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Sungai tersebut ada di dalam wilayah suatu DAS.

Sungai prioritas untuk dikendalikan pencemarannya.

Keterwakilannya meliputi wilayah hulu, tengah dan hilir DAS.

Pemantauan setiap sungai paling sedikit dilakukan tiga kali

setahun pada tiga lokasi sehingga setidaknya ada sembilan sampel

Page 12: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 4

(data) kualitas air sungai setiap tahunnya. Pemilihan parameter

TSS, BOD, dan COD didasarkan pada ketersediaan data setiap

tahunnya.

b. Kekritisan Air

Sub indeks kualitas lingkungan berikutnya adalah evaluasi

kekritisan air, yaitu dengan membandingkan antara kebutuhan dan

ketersediaan air. Perhitungan estimasi jumlah air yang tersedia dan

jumlah kebutuhan air menggunakan metode yang dipakai dalam

Permen-LH No. 17 Tahun 2009. Evaluasi keritisan air ini dapat

disebut juga dengan penentuan daya dukung air. Indikator ini

penting untuk diukur mengingat pentingnya ketersediaan air dalam

sebuah DAS. Evaluasi ini dapat digambarkan secara skematis

seperti pada gambar 2.1. di bawah ini.

Gambar 2.1. Diagram Penentuan Daya Dukung Air

Evaluasi kekritisan Air ditentukan dengan menggunakan

metode koefisien limpasan berdasarkan informasi penggunaan

lahan serta data curah hujan tahunan. Sementara itu, kebutuhan air

dihitung dari hasil konversi terhadap kebutuhan hidup layak.

Penghitungan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

Page 13: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 5

1) Penghitungan Ketersediaan (Supply) Air

Perhitungan dengan menggunakan Metode Koefisien Limpasan

yang dimodifikasi dari metode rasional.

Keterangan:

SA = ketersediaan air (m3/tahun)

C = koefisien limpasan tertimbang

Ci = Koefisien limpasan penggunaan lahan i (lihat Tabel 2.1)

Ai = luas penggunaan lahan i (ha) dari Peta Tutupan Lahan.

R = rata-rata aljabar curah hujan tahunan wilayah (mm/tahunan)

Ri = curah hujan tahunan pada stasiun i

m = jumlah stasiun pengamatan curah hujan

A = luas wilayah (ha)

10 = faktor konversi dari mm.ha menjadi m3

Tabel 2.1. Koefisien Limpasan

Page 14: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 6

Sementara itu data mengenai penggunaan lahan diperoleh

dari Peta Tutupan Lahan yang dikeluarkan oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dalam Program MIH. Berdasarkan peta

tersebut, wilayah terbagi-bagi atas tutupan lahan untuk

penggunaan; hutan primer, hutan sekunder, kebun campuran,

perkebunan, tegalan/ladang, sawah, permukiman, lahan terbuka,

semak belukar dan tubuh air. Dengan mengacu pada koefisien

limpasan sebagaimana tabel di atas, maka ditetapkan koefisen

limpasan untuk kajian ini adalah sebagaimana tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2. Koefisien Limpasan (penyesuaian)

No. Deskripsi Permukaan Ci

1. Hutan primer 0,10

2. Hutan sekunder 0,18

3. Perkebunan 0,15

4. Kebun campuran 0,18

5. Permukiman 0,65

6. Sawah 0,30

7. Tegalan/ladang 0,25

8. Semak belukar 0,25

9. Tanah terbuka 0,35

10. Tubuh air 1,00

2) Penghitungan Kebutuhan (Demand) Air

Setelah diukur ketersediaan air (permukaan), selanjutnya dilakukan

pengukuran akan kebutuhan air, dengan rumus sebagai berikut:

DA = N x KHLA

Keterangan:

DA = Total kebutuhan air (m3/tahun)

Page 15: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 7

N = Jumlah penduduk (orang)

KHLA = Kebutuhan air untuk hidup layak

Besarnya kebutuhan air untuk hidup layak diperoleh dari tetapan

yang sudah ada sebagaimana tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3. Total Kebutuhan Air

Sumber: Permen-LH No. 17 Tahun 2009

3) Penentuan Kekritisan Air

Indeks kekritisan air merupakan perbandingan antara

kebutuhan dengan ketersediaan air, yang dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Indeks kekritisan = (kebutuhan air / ketersediaan air) x 100%

Klasifikasi yang digunakan disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 2.4. Klasifikasi Kekritisan Air menurut Notohadiprodjo

Indeks Klasifikasi

< 50 % Belum kritis

50 – 75 % Mendekati kritis

76 – 100 % Keadaan kritis

> 100 % Telah kritis Sumber : Notohadiprodjo, 1982

Page 16: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 8

Selanjutnya, untuk menentukan indeks kualitas air, faktor

kualitas air sungai sama pentingnya dengan faktor kekritisan air,

dengan demikian maka proporsi nilai kualitas air dan kekritisan air

masing-masing ditetapkan sebesar 50%.

2. Aspek Kualitas Udara

Pada aspek udara, ada dua indikator yang digunakan untuk

mengukur indeks kualitas lingkungannya, yaitu; kualitas udara

ambien dan pengatur kualitas udara. Berikut ini dijelaskan masing-

masing indikator yang akan dievaluasi.

a. Kualitas Udara Ambien

Kualitas udara, terutama di kota-kota besar dan metropolitan,

sangat dipengaruhi oleh kegiatan transportasi. Perhitungan indeks

untuk indikator kualitas udara dilakukan berdasarkan Keputusan

Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997 tentang Pedoman

Perhitungan dan Pelaporan serta Informasi Indeks Standar

Pencemar Udara (ISPU).

Nilai ISPU mempunyai rentang dari 0 (baik) sampai dengan

500 (berbahaya). Menurut pedoman tersebut di atas, parameter-

parameter dasar untuk ISPU adalah partikulat (PM10), sulfur

dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), ozon (O3), dan nitrogen

dioksida (NO2). Setiap nilai hasil pengukuran parameter-parameter

tersebut dikonversikan menjadi nilai ISPU dengan berpedoman

pada Tabel 2.4.

Page 17: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 9

Tabel 2.4. Batas Indeks Pencemar Udara

ISPU PM10 (24 jam) SO2 (24 jam) CO (8 jam) O3 (1 jam) NO2 (1 jam)

(μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3) (μg/m3)

0 0 0 0 0 0

50 50 80 5 120 282

100 150 365 10 235 565

200 350 800 17 400 1130

300 420 1600 34 800 2260

400 500 2100 46 1000 3000

500 600 2620 57,5 1200 3750

Penentuan indeks kualitas udara diolah dari data-data kualitas

udara dari hasil pemantauan yang dilakukan oleh kabupaten atau

kota-kota di seluruh Jawa. Di mana pada masing-masing

kabupaten/kota dipilih tiga lokasi yang mewakili wilayah padat

kendaraan bermotor (transportasi), wilayah industri, dan wilayah

permukiman. Pengukuran kualitas udara dilakukan empat kali

dalam setahun, masing-masing selama 12 hari dengan

menggunakan metoda passive sampler. Mengingat keterbatasan

data yang ada, maka parameter yang diukur adalah SO2 dan NO2.

Nilai ISPU dari kedua parameter tersebut, dapat dilihat pada Tabel

3 di atas. Sedangkan formula untuk menghitung indeks dari setiap

parameter adalah sebagai berikut (KLH, 2010):

IPNO2 = ( -0,2 x (0,177 x KonsentrasiNO2 )) + 100

IPSO2 = ( -0,2 x (0,625 x KonsentrasiSO2 )) + 100

Nilai indeks yang menggambarkan kualitas udara suatu wilayah

adalah nilai maksimum dari indeks semua parameter pada semua

lokasi pemantauan di wilayah tersebut.

Page 18: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 10

b. Pengatur Kualitas Udara

Pengatur kualitas udara yang utama adalah vegetasi. Pada

dasarnya semakin banyak jumlah vegetasi, kualitas udara ambien

semakin baik. Manusia, dalam keadaan istirahat, membutuhkan

oksigen (O2) sejumlah 1,8 – 2,4 gram per menit, atau sekitar 155,52

– 373,25 kg perhari (24 jam) (sumber: Wikipedia). Berdasarkan

hitungan (penelitian) Ikatan Arsitek Lansekap Indonesia-Jawa

Barat, 1 hektare area yang dipenuhi pohon, perdu, semak, dan

rumput akan menghasilkan kanopi seluas 5 hektare. Dalam 12 jam,

kanopi ini dapat menarik 1.800 kilogram karbon dioksida (CO2)

dan melepaskan 1.200 kilogram oksigen (O2). Dengan demikian

untuk kebutuhan oksigen yang cukup, setiap 1 orang manusia

membutuhkan sekitar 0,13 – 0,31 hektare (13 – 31 are) lahan

bervegetasi rapat.

Dalam banyak kasus yang terjadi, turunnya kualitas udara di

suatu wilayah, selain karena makin tingginya emisi gas buang, di

sisi lain juga karena makin berkurangnya lahan-lahan bervegetasi.

Lahan-lahan bervegetasi semakin terdesak dan berkurang

jumlahnya (luasnya) akibat dari pengalihan fungsi, terutama untuk

kebutuhan perumahan, perkantoran dan industri. Pertumbuhan

jumlah perumahan, perkantoran dan industri sangat berkorelasi

positif terhadap pertumbuhan penduduk. Oleh karena itu penting

untuk dievaluasi sejauh mana perbandingan antara luas kawasan

bervegetasi dan jumlah penduduk. Yang dimaksudkan sebagai

kawasan bervegetasi di sini adalah kawasan (lahan) yang tertutup

atau bisa tertutup vegetasi berupa; hutan (hutan primer dan

Page 19: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 11

sekunder), perkebunan, kebun campuran, mangrove, sawah, semak

belukar, tegalan/ladang dan lahan terbuka (dalam Peta Penggunaan

Lahan). Untuk melakukan evaluasi pengatur kualitas udara,

menggunakan formula sebagai berikut:

Keterangan:

PKU = pengendali kualitas udara

Ltv = luas tutupan vegetasi (Ha)

Pdd = jumlah penduduk (org)

100 = faktor konversi ke skala 100

Sebelum menjumlah luas semua tutupan vegetasi (Ltv), masing-

masing penggunaan lahan diberi skor sebagai berikut:

No. Penggunaan Lahan skor

1 Hutan primer 5

2 Hutan sekunder 4

3 Hutan mangrove 3

4 Kebun campuran 4

5 Perkebunan 3

6 Tegalan/ladang 2

7 Semak belukar 2

8 Sawah 2

9 Tanah/lahan terbuka 1

Luas tutupan vegetasi (Ltv) merupakan penjumlahan dari masing-

masing penggunaan lahan setelah dikalikan dengan bobot.

Untuk menentukan indeks kualitas udara, hasil pengukuran

kualitas udara ambien lebih dipentingkan ketimbang faktor

Page 20: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 12

pengatur kualitas udara, dengan demikian maka bobot kualitas

udara ambien lebih besar. Dalam hal ini proporsi nilai kualitas

udara ambien sebesar 60% dan pengatur kualitas udara diberikan

proporsi sebesar 40%.

3. Aspek Vegetasi-Lahan

Pada aspek vegetasi-lahan ada dua parameter yang

digunakan untuk pengukuran indeks kualitas lingkungannya, yaitu;

tutupan vegetasi dan lahan kritis. Metode perhitungan masing-

masing dari kedua parameter tersebut dijelaskan sebagaimana

uraian berikut ini.

a. Tutupan Vegetasi

Vegetasi atau tumbuhan merupakan salah satu komponen

yang penting dalam ekosistem. Selain berfungsi sebagai penjaga

tata air, vegetasi juga mempunyai fungsi mencegah terjadinya erosi

tanah, mengatur iklim, tempat tinggal bagi berbagai jenis fauna,

dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah yang sangat

berharga bagi kehidupan, kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

Pengukuran IKLH berbasis DAS, menggunakan tiga peta

utama yang dikeluarkan oleh KLH, yaitu: Peta batas wilayah DAS;

Peta Tutupan Lahan; dan Peta Ekoregion tingkat Pulau dan

Kepulauan, yang masing-masing berskala 1 : 500.000. Di dalam

Peta Tutupan Lahan, ada 13 (tiga belas) kategori tutupan yaitu;

hutan primer, hutan sekunder, kebun campuran, perekebunan,

sawah, permukiman, semak belukar, rawa, tambak/empang, tanah

Page 21: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 13

terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh air. Yang digunakan sebagai

parameter penentu indeks tutupan vegetasi disepakati hanya

menggunakan 4 (empat) macam saja yaitu: hutan primer, hutan

sekunder, kebun campuran dan perkebunan, dengan pertimbangan

bahwa keempat jenis tutupan lahan tersebut cukup baik bagi

kepentingan konservasi air.

Sedangkan pada peta ekoregion terdapat 15 (lima belas)

satuan yaitu; satuan dataran fluvial, dataran organik, dataran

pantai, dataran struktural, dataran vulkanik, dataran solusional

(krast), perbukitan denudasional, perbukitan organik/koral,

perbukitan solusional (karst), perbukitan struktural, perbukitan

vulkanik, pegunungan denudasional, pegunungan struktural,

pegunungan vulkanik dan danau. Satuan ekoregion ini

dipertimbangkan sebagai faktor koreksi bagi kepentingan

konservasi lahan. Ada tujuh macam satuan ekoregion yang

digunakan sebagai faktor koreksi tersebut yakni: perbukitan

vulkanik, perbukitan struktural, perbukitan denudasional,

perbukitan karst, pegunungan vulkanik, pegunungan denudasional,

dan pegunungan struktural.

Untuk menghitung indeks tutupan vegetasi, ada beberapa

langkah yang harus dilakukan yaitu:

Langkah-1. Menghitung luas (prosentase) tutupan vegetasi.

Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa yang dimaksud

tutupan vegetasi disini adalah tutupan lahan oleh hutan primer,

hutan sekunder, kebun campuran dan perkebunan. Tutupan

Page 22: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 14

vegetasi diukur dalam satuan prosen, yaitu perbandingan luas

tutupan vegetasi terhadap luas DAS.

Keterangan:

TV = tutupan vegetasi

LHP = luas hutan primer

LHS = luas hutan sekunder

LKC = luas kebun campuran

LP = luas perkebunan

LDAS = luas total DAS

Untuk menentukan indeks tutupan vegetasi, tidak cukup

hanya dengan mempertimbangkan tutupan vegetasi saja, akan

tetapi perlu dipertimbangkan faktor lain seperti; faktor kesesuaian

dan faktor kemanfaatan (koservasi lahan). Ada banyak lahan yang

karena kondisi/karakter lahannya semestinya harus tertutup oleh

vegetasi (berhutan) akan tetapi pada kenyataannya justru terbuka.

Sesuai dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal

18) bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal

30% (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau

pulau dengan sebaran yang proporsional. Oleh karena itu perlu

dilakukan langkah berikutnya.

Langkah-2. Menghitung prosentase kecukupan luas kawasan

hutan.

Page 23: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 15

Yang dimaksud kawasan hutan di sini adalah kawasan berhutan

(secara kenampakan citra satelit mencirikan hutan), yang

dikategorikan sebagai hutan primer dan hutan sekunder. Langkah

kedua ini disebut dengan Faktor Pemenuhan Kecukupan

(memenuhi syarat cukup sesuai dengan ketentuan UU 41/1999,

bahwa luas hutan minimal 30%). Rumus yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Keterangan:

FCH = faktor kecukupan hutan

LHP = luas hutan primer

LHS = luas hutan sekunder

Langkah-3. Menghitung Tutupan Vegetasi Konservasi

Yang dimaksud sebagai tutupan vegetasi konservasi bagi

keperluan pengukuran IKLH berbasis DAS ini adalah besarnya

prosentase tutupan vegetasi pada satuan perbukitan dan

pegunungan vulkanik, struktural, denudasional dan solusional/karst

(berdasarkan peta ekoregion Pulau Jawa). Faktor ini

dipertimbangkan dengan tujuan untuk melindungi lahan

(konservasi lahan), dimana berdasarkan arahan pemanfaatan lahan,

satuan-satuan ini merupakan kawasan yang harus dikonservasi

untuk melindungi lahan/tanah dan sebagai resapan dan penyimpan

Page 24: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 16

air. Selanjutnya faktor ini disebut sebagai faktor konservasi lahan.

Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

TVKi = tutupan vegetasi untuk konservasi lahan i

TV i = tutupan vegetasi pada satuan ekoregion i

LS i = luas satuan ekoregion i

Selanjutnya dihitung faktor konservasi lahan dengan rumus sebagai

berikut:

Keterangan:

FKL = faktor konservasi lahan

TVK i = tutupan vegetasi konservasi lahan i

BSE i = bobot penilaian untuk satuan ekoregion i

Di bawah ini disajikan tabel nama untuk masing-masing

satuan ekoregion dengan penjelasan karakteristiknya sebagai dasar

penetapan skor. Besarnya skor ditentukan berdasarkan tutupan

vegetasi dominan dan arahan penggunaan lahan terbaik pada

masing-masing satuan ekoregion.

Page 25: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 17

Secara prinsip satuan ekoregion vulkanik merupakan lahan

yang penting untuk dikonservasi (dengan tutupan vegetasi yang

maksimal), hal ini dengan pertimbangan bahwa;

Kerapatan tutupan vegetasi sangat diperlukan sebagai

pengaman (buffering) dari bahaya letusan gunung berapi.

Tutupan vegetasi yang optimal juga penting artinya bagi

konservasi tanah (mempertahankan kesuburan) dan konservasi

air, mengingat kawasan ini merupakan satuan lahan yang

sangat subur dan penyuplai air untuk kawasan bawahnya.

Vegetasi vulkanik juga merupakan Bank KEHATI, sumber

plasma nutfah yang sangat kaya, sehingga tutupan vegetasi

harus dipertahankan secara maksimal.

Demikian pula satuan ekoregion solusional (karst), juga

merupakan bentangalam yang cukup penting untuk dikonservasi

dengan tutupan vegetasi yang optimal, dengan pertimbangan

bahwa;

Tutupan vegetasi yang optimal penting artinya untuk

mempertahankan sumberdaya air, berupa sungai-sungai bawah

tanah, yang merupakan ciri khas satuan ekoregion ini.

Kawasan ini juga sangat kaya dengan gua-guanya yang

menarik, atraktif, yang berfungsi sebagai obyek wisata

maupun obyek penelitian.

Page 26: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 18

Secara ringkas, karakteristik dan kepentingan dari masing-

masing satuan ekoregion tersebut dapat dilihat pada tabel berikut

ini.

Tabel 2.5. Penjelasan Karakteristik Satuan Ekoregion

No. Satuan

Ekoregion Karakteristik

1. Pegunungan Vulkanik

Topografi bergunung dengan lereng curam hingga sangat curam, dengan kemiringan lereng >30%. Pada umumnya mempunyai iklim basah (hujan tropis) dengan curah hujan tinggi (800 hingga >1.800 mm/tahun). Lereng curam hingga sangat curam, dan elevasi yang tinggi, maka tidak memungkinkan terdapatnya airtanah pada satuan ini. Namun lebih utama satuan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan (cathment area) dan peresapan air hujan (recharge area). Batuan didominasi oleh material hasil proses vulkanik, yang dapat berupa bahan-bahan piroklastik akibat aliran lahar, atau batuan dasar yang keras dan kompak

berupa aliran lava. Tanah sangat berkembang dengan baik, berwarna gelap yang menunjukkan kandungan air dan bahan-bahan organik tinggi sehingga menyebabkan tingkat kesuburan yang tinggi, yang sering disebut dengan tanah Andosol.

2. Pegunungan Struktural

Morfologi atau relief bergunung dengan lereng curam hingga sangat curam (40 - 65% atau >65%). Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah. Jalur utara tersusun atas material batugamping berselang-selang dengan lapisan lempung marin. Jalur selatan tersusun atas material volkanik tua yang terbentuk pada kala Oligosen yang membentuk

pegunungan blok patahan zona selatan Jawa, dan pada beberapa lokasi terdapat sisipan batuan metamorfik berupa sekis, filit, gneis, kuarsit, dan marmer. relatif termasuk wilayah yang miskin airtanah. Sumberdaya air kemungkinan berupa mataair yang muncul pada tekuk lereng kaki perbukitan berupa mataair kontak, atau mataair struktur akibat patahan atau retakan batuan. Jasa ekosistem sebagai kawasan konservasi tanah (erosi, longsor, dan rayapan atanah), dan biologis (konservasi hayati). Perlindungan plasma nutfah melalui zonasi kawasan hutan produksi terbatas, kawasan konservasi dan penyangga.

Page 27: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 19

3. Pegunungan Denudasional

Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut, dan batuan sedimen berupa batugamping napal. Morfologi bergunung dengan lereng curam (>40%), dengan proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah lanjut, erosi lereng dan gerakan massa batuan sangat potensial. Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Airtanah sulit didapatkan. Jasa ekosistem dapat sebagai penyedia bahan dasar mineral bangunan. Perlindungan plasma nutfah melalui zonasi kawasan lindung dan penyangga.

4. Perbukitan Vulkanik

Topografi berupa perbukitan, dengan kelerengan lebih dari 15% dengan amplitudo relief 0-300m. Terbentuk sebagai hasil proses erupsi (letusan) gunungapi yang penyebarannya dibantu oleh proses

aliran sungai (fluvial). Secara umum berpotensi sebagai kawasan lindung terhadap mataair, tanah, dan lahan-lahan di bawahnya, dan secara orohidrologis berfungsi sebagai kawasan tangkapan dan resapan air hujan, banyak dijumpai mata-mata air dan air terjun. Proses perkembangan tanah sangat intensif, yang dapat membentuk jenis tanah Latosol dan Andosol. Jasa lingkungan sebagai penyedia lahan pertanian, sumber air bersih, perlindungan sumberdaya alam dan plasma nutfah.

5. Perbukitan Denudasional

Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut, dan batuan sedimen berupa batugamping napal. Morfologi berbukit dengan lereng curam (30-40%), dengan proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan yang telah lanjut. Pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau. Airtanah relatif sulit didapatkan. Jasa ekosistem dapat sebagai penyedia bahan dasar mineral bangunan.

Page 28: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 20

6. Perbukitan Struktural

Topografi berupa perbukitan, dengan morfologi atau relief berbukit rendah (lereng 15-30%) hingga berbukit tinggi (lereng 30-40%). Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah. Terbentuk oleh proses pengangkatan tektonik yang membentuk struktur lipatan (antiklinal) pada zona utara Jawa akibat materialnya yang bersifat plastis; sedangkan pada zona selatan Jawa membentuk struktur blok patahan dengan bidang-bidang sesar (escarpment) yang tegak dan curam akibat material penyusunnya yang kompak dan keras. Relatif termasuk wilayah yang miskin airtanah. Sumberdaya air kemungkinan berupa mataair yang muncul pada tekuk lereng kaki perbukitan berupa mataair kontak. Umumnya terdapat tanah-tanah berlempung dengan indeks plastisitas yang tinggi berupa tanah Grumusol atau Vertisol.

7. Perbukitan Solusional (Karst)

Kemiringan lereng rendah (15-30%) hingga curam (30-40%). Material dominan adalah batuan sedimen organik atau non klastik, berupa batugamping terumbu (limestone, CaCO3), batugamping napal, atau batugamping dolomit. Menempati daerah dengan iklim basah bercurah hujan tinggi. Hidrologi permukaan berupa telaga-telaga karst (logva), dan

sungai bawah tanah dengan potensi aliran yang besar. Umumnya bertanah merah (terrarosa atau mediteran), dan tanah bersolum tipis yang disebut tanah litosol (rendzina). Pemanfaatan lahan secara umum berupa ladang tadah hujan dan kebun campuran. Jasa ekosistem sebagai pengatur tata air, budaya dan wisata minat khusus, penelitian dan pendidikan.

Sumber: Deskripsi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan

Untuk menentukan bobot tutupan vegetasi masing-masing

satuan ekoregion terlebih dahulu dilakukan analisis penggunaan

lahan. Diambil tiga (3) macam penggunaan lahan eksisting yang

paling dominan. Dari ketiga macam penggunaan lahan eksisting

tersebut kemudian ditetapkan nilai bobotnya. Secara umum

penentuan nilai bobot menggunakan tabel berikut ini (berdasarkan

expert judgement).

Page 29: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 21

No Satuan Ekoregion Bobot Penjelasan

1 Pegunungan

Vulkanik

90 Umumnya berupa hutan

dengan kerapatan 80 - 90%.

2 Pegunungan

Struktural

80 Umumnya berupa kebun

campuran, dengan

kerapatan 80% atau lebih

3 Perbukitan

Vulkanik

80 Minimal 80% kawasan

tertutup vegetasi

4 Perbukitan

Denudasional

70 Minimal 70% kawasan

tertutup vegetasi

5 Perbukitan

Struktural

70 Minimal 70% kawasan

tertutup vegetasi

6 Perbukitan Karst 70 Minimal 70% kawasan

tertutup vegetasi

Penjelasan atas penentuan besarnya bobot di atas, adalah

berdasarkan analisis penggunaan lahan eksisting. Penggunaan

lahan (atau land cover) satuan ekoregion pegunungan vulkanik

pada umumnya berupa hutan primer dan hutan sekunder dengan

kerapatan tegakan mencapai 90% atau lebih. Pada umumnya juga,

pegunungan vulkanik 90% atau lebih kawasannya tertutup oleh

vegetasi, baik berupa hutan primer, hutan sekunder, kebun

campuran, ataupun perkebunan.

Penjelasan yang sama juga berlaku untuk satuan ekoregion

yang lain, misal perbukitan karst. Hasil analisis penggunaan lahan

eksisting, kawasan ini pada umumnya berupa perkebunan dan

tegalan dengan kerapatan tegakan sekitar 70%, atau hanya sekitar

seluas 70% dari total luas kawasan tertutup oleh vegetasi.

Demikian juga untuk kawasan-kawasan perbukitan yang lainnya.

Page 30: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 22

Dengan demikian, artinya bahwa jika 90% dari wilayah

satuan ekoregion pegunungan vulkanik itu tertutup vegetasi, berarti

dinyatakan baik. Atau jika seluruh wilayah tertutup vegetasi yang

kerapatannya hanya 90% saja, sudah dianggap baik. Hal yang sama

berlaku untuk satuan ekoregion yang lain. Kawasan perbukitan

karst, yang memang merupakan daerah yang minim air permukaan,

dianggap cukup baik jika hanya memiliki vegetasi penutup

tanahnya hanya memiliki kerapatan tegakan 70%.

Langkah-4. Menjumlah semua faktor koreksi

Maksud dari Faktor Koreksi adalah menjumlahkan faktor

kecukupan hutan dan faktor konservasi, kemudian membagi

dengan banyaknya faktor tersebut, rumus yang digunakan adalah :

Keterangan:

FK = faktor koreksi

FCH = faktor kecukupan hutan

FKL= faktor konservasi lahan

Langkah-5. Menghitung Indeks Tutupan Vegetasi

Indeks tutupan vegetasi dihitung dengan cara mengalikan hasil

perhitungan tutupan vegetasi dengan faktor koreksi.

ITV = TV x FK

Keterangan:

Page 31: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 23

ITV= indeks tutupan vegetasi

TV = tutupan vegetasi

FK = faktor koreksi

b. Kekritisan Lahan

Data lahan kritis yang digunakan untuk pengukuran

parameter kekritisan lahan adalah data-data lahan kritis yang

dikeluarkan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS).

Pembagian kekritisan lahan meliputi kategori; sangat kritis, kritis,

agak kritis, potensial kritis dan tidak kritis. Untuk keperluan

pengukuran indeks kualitas lingkungan DAS ini hanya digunakan

kategori sangat kritis dan kritis saja.

Pada prinsipnya pengukuran kekritisan lahan adalah

mengkaji seberapa besar (proporsi) luas lahan yang terkategori

kritis jika dibandingkan dengan luas DAS-nya. Metode yang

digunakan dalam pengukuran parameter ini adalah dengan cara

membandingkan luas lahan kritis (kategori sangat kritis dan kritis)

dengan luas DAS. Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan:

PLK = Porsi Lahan kritis

LSK = luas lahan sangat kritis

LK = luas lahan kritis

LDAS= luas DAS

Page 32: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 24

Asumsi dasarnya adalah bahwa semakin besar prosentase

luas lahan kritis suatu DAS berarti semakin buruk, dan sebaliknya

semakin kecil berarti semakin baik. Akan tetapi, tidaklah mungkin

bisa ditolerir jika lahan kritis di suatu DAS bisa mencapai 100%,

oleh karena itu perlu ditetapkan toleransi maksimal jumlah lahan

kritis adalah 70%. Toleransi ini dipertimbangkan dengan asumsi

bahwa minimal 30% luas lahan dalam suatu DAS yang harus

dipertahankan sebagai hutan (sesuai amanat UU 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan). Oleh karena itu perhitungan IKL (indeks

kekritisan lahan) diperoleh dengan rumus:

IKL = {1 – (PLK/70)} x 100

Dimana:

IKL = Indeks Kekritisan Lahan

PLK= Porsi Lahan Kritis

Berdasarkan asumsi ini maka, jika suatu DAS terdapat 70%

berupa lahan kritis artinya ia mendapatkan nilai kekritisan lahan 0.

70% lahan kritis sebagai batas paling buruk. Dan jika tidak

terdapat lahan kritis (lahan kritis mendekati 0) maka nilainya 100.

Terakhir, untuk menentukan indeks kualitas lahan, hasil

pengukuran tutupan vegetasi lebih dipentingkan ketimbang faktor

lahan kritis, dengan demikian maka proporsi nilai tutupan vegetasi

lebih besar. Dalam hal ini nilai tutupan vegetasi diberi bobot

sebesar 60%, dan kekritisan lahan diberi bobot sebesar 40%.

Page 33: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 25

4. Aspek Keamanan Keanekaragaman Hayati

Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas

tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan

konservasi terdiri atas Kawasan Suaka Alam (KSA), yang terdiri

dari Hutan Cagar Alam (CA), dan Hutan Suaka Margasatwa (SM);

dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), yang terdiri dari Hutan

Taman Nasional (TN), Hutan Taman Wisata Alam (TWA), dan

Hutan Taman Hutan Raya (Tahura); serta Taman Buru (TB)

(pasal 27 UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan).

Kawasan konservasi merupakan kawasan yang memiliki

keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang

tergabung dalam suatu tipe ekosistem atau secara fisik masih asli

dan belum terganggu, juga merupakan komunitas tumbuhan

dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau

keberadaannya terancam punah. Kawasan ini sangat penting untuk

dilindungi dan dipertahannkan keberadaannya.

Selain kawasan konservasi, terdapat juga kawasan hutan

yang memiliki arti yang sangat penting dalam mempertahankan

keanekaragaman hayati, yaitu hutan lindung. Hutan lindung adalah

kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,

mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut,

dan memelihara kesuburan tanah. Dari pengertian di atas tersirat

bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai

(termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan

Page 34: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

II - 26

hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai bilamana

dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau),

dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan.

Oleh karena itu kawasan konservasi dan hutan lindung

dipertimbangkan sebagai indikator bagi penentuan keaneka-

ragaman hayati. Namun yang perlu diketahui adalah bahwa

kawasan-kawasan ini pada kenyataannya tidak semuanya dalam

kondisi berhutan yang masih baik. Bisa saja terdapat daerah yang

berupa tegalan, semak belukar, kebun campuran, bahkan sawah

dan permukiman.

Mengingat kondisi yang demikian, maka metode yang

digunakan untuk mengukur indeks kehati adalah dengan

membandingkan luas hutan primer dan hutan sekunder

(berdasarkan peta penggunaan lahan) yang berada di dalam

kawasan koservasi dan hutan lindung dengan luas kawasan

koservasi dan hutan lindung itu sendiri (berdasarkan TGHK).

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

IKH = indeks keanekaragaman hayati

LHp = luas hutan primer (berdasar data Peta LC)

LHs = luas hutan sekunder (berdasar data Peta LC)

LKK = luas hutan konservasi (berdasar TGHK)

LHL = luas hutan lindung (berdasar TGHK)

Page 35: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 1

BAB III

Profil Lingkungan 9 DAS

1. DAS Bengawan Solo

Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo merupakan DAS terbesar di Pulau

Jawa, terletak di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan luas wilayah 1.529.568

Ha. Lokasi DAS Bengawan Solo berada pada posisi 110o18’ BT sampai 112

o45’ BT

dan 6o49’LS sampai 8

o08’ LS. DAS Bengawan Solo dibagi ke dalam tigaSub DAS,

yang meliputi SubDAS Bengawan Solo Hulu, Sub DAS Kali Madiun dan Sub DAS

Bengawan Solo Hilir. DAS Bengawan Solo berbatasan dengan:

a. Bagian barat : berbatasan dengan DAS Serang dan DAS Progo

b. Bagian selatan : berbatasan dengan DAS Grindulu dan DAS Lorong

c. Bagian timur : berbatasan dengan DAS Brantas

d. Bagian utara : berbatasasn dengan Laut Jawa

Gambar 3.1. Peta DAS Bengawan Solo(Sumber: PPE Jawa, 2013)

Page 36: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 2

1.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karatkeristik Fisik

Karakteristik fisik lingkungan dapat digambarkan dari satuan-satuan

ekoregion yang ada di dalamnya. Satuan ekoregion terluas di DAS Bengawan Solo

yaitu dataran vulkanik jalur Gunung Karang - Merapi - Raungseluas 21.19%.

Sebaran ekoregion DAS Bengawan Solo terlihat pada Gambar 3.2. berikut:

Gambar 3.2. Peta Ekoregion DAS Bengawan Solo

Secara lebih rinci, satuan-satuan ekoregion yang terdapat di dalam DAS Bengawan

Solo dan luas masing-masingnya, dapat dilihat pada Tabel 3.1. berikut ini.

Tabel 3.1. Luas masing-masing Ekoregion di DAS Bengawan Solo

Ekoregion KODE Luas (ha) (%)

Danau

5.955 0,39%

Dataran Fluvial Jawa F 198.591 12,98%

Dataran Struktural Blok Selatan Jawa S31 5.393 0,35%

Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S32 255.318 16,69%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 324.126 21,19%

Page 37: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 3

Ekoregion KODE Luas (ha) (%)

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 62.662 4,10%

Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng - Rembang K2 20.470 1,34%

Perbukitan Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong -

Gunungsewu – Blambangan

K1 26.181 1,71%

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa S21 109.452 7,16%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 236.918 15,49%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 284.336 18,59%

Jenis tanah terbesar berupa grumusol kelabu tua sebesar 23,45%. Sebaran

jenis tanah yang terdapat di DAS Bengawan Solo dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Sedangkan besarnya luasan masing-masing jenis tanah, secara rinci disajikan pada

Tabel 3.2.

Gambar 3.3. Peta Jenis Tanah DAS Bengawan Solo

Tabel 3.2. Luas Masing – Masing Jenis Tanah di DAS Bengawan Solo

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Mediteran Coklat Kemerahan dan Grumusol Kelabu 90.937 5,96%

Aluvial Kelabu 42.227 2,77%

Aluvial Kelabu Tua 94.228 6,17%

Aluvial Coklat Kekelabuan 31.773 2,08%

Page 38: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 4

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Hidromorf 14.544 0,95%

Aluvial Kelabu 8.557 0,56%

Aluvial Kelabu dan Aluvia Coklat Kekelabuan 21.760 1,43%

Andosol Coklat 2.202 0,14%

Andosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan 6.774 0,44%

Andosol Coklat, Andosol Coklat Kekuningan, Litosol 16.166 1,06%

Asoiasi Andosol Kelabu dan Regosol Kelabu 9.460 0,62%

Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat KekelabuanAsosi 34.975 2,29%

Asosiasi Litosol dan Grumusol Kelabu Tua 1.335 0,09%

Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat 22.737 1,49%

Asosiasi Litosol dan Mediteran Coklat Kemerahan 743 0,05%

Asosiasi Mediteran Coklat Litosol 30.568 2,00%

Grumusol Coklat Kekelabuan dan Kelabu Kekuningan 18.373 1,20%

Grumusol Kelabu 74.025 4,85%

Grumusol Kelabu Tua 354.769 23,23%

Kompleks Andosol Kelabu Tua dan Litosol 3.328 0,22%

Kompleks Grumusol Hitam dan Litosol 3.497 0,23%

Kompleks Grumusol Kelabu dan Litosol 27.484 1,80%

Kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol 10.598 0,69%

Kompleks Litosol, Mediteran dan Renzina 169.195 11,08%

Kompleks Mediteran Coklat dan Litosol 13.524 0,89%

Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 44.873 2,94%

Kompleks Mediteran Merah dan Litosol 20.890 1,37%

Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol Kelabu Tua 24.340 1,59%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 9.693 0,63%

Latosol Coklat 25.835 1,69%

Latosol Coklat Kemerahan 19.114 1,25%

Latosol Coklat dan Regosol Kelabu 2.515 0,16%

Latosol Merah Kekuningan 3.748 0,25%

Litisol 4.681 0,31%

Litosol 72.555 4,75%

Mediteran Coklat 7.841 0,51%

Mediteran Coklat Kemerahan 86.662 5,68%

Mediteran Merah Tua dan Regosol 9 0,00%

Regosol Coklat Kekelabuan 18.201 1,19%

Regosol Kelabu 82.155 5,38%

Penggunaan lahan terbesar DAS Bengawan Solo berupa sawah. Berdasarkan

data curah hujan, curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.245 mm/tahun. Curah

hujan minimum sebesar 1.415 mm/tahun dan curah hujan maksimum 3.034

Page 39: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 5

mm/tahun. Gambaran secara spasial penggunaan lahan di DAS Bengawan Solo

dapat dilihat pada Gambar 3.4. sedangkan rincian luas masing-masing penggunaan

lahan dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Gambar 3.4. Peta Penggunaan Lahan DAS Bengawan Solo

Tabel 3.3. Luas Penggunaan Lahan DAS Bengawan Solo

PENGGUNAAN LAHAN LUAS (HA) (%)

Hutan Primer 921 0,06%

Hutan Sekunder 58.077 3,80%

Kebun Campuran 193.531 12,65%

Perkebunan 222.447 14,54%

Permukiman 184.335 12,05%

Rawa 144 0,01%

Sawah 483.162 31,59%

Semak/Belukar 23.994 1,57%

Tambak/Empang 16.686 1,09%

Tanah Terbuka 41.869 2,74%

Tegalan/Ladang 292.612 19,13%

Tubuh Air 11.789 0,77%

Page 40: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 6

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS BengawanSolo tahun 2012 sebesar

16.394.053 jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk

tahun 2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah

dan Jawa Timur. Dengan luas DAS sebesar 1.529.568 Ha, maka kepadatan

penduduk di DAS Solo adalah 10,72 Jiwa/Ha atau sekitar 1.072 Jiwa/Km2.

Tabel 3.4. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Bengawan Solo Tahun 2012

Provinsi Kabupaten/

Kota

% Luas Dalam

DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk

(%)

Jumlah Penduduk

2012

DI Yogyakarta Gunung Kidul 0.07 675,382 0.06 47,505

DI Yogyakarta Sleman 0.01 1,093,110 1.92 14,624

Jawa Tengah Blora 0.53 829,728 0.10 440,538

Jawa Tengah Boyolali 0.60 930,531 0.27 564,602

Jawa Tengah Grobogan 0.01 1,308,696 0.21 15,643

Jawa Tengah Karanganyar 1.00 813,196 0.60 822,984

Jawa Tengah Klaten 0.97 1,130,047 0.07 1,098,875

Jawa Tengah Kota Surakarta 1.00 499,337 0.08 500,136

Jawa Tengah Magelang 0.00 118,227 0.62 327

Jawa Tengah Rembang 0.11 591,359 0.48 66,129

Jawa Tengah Semarang 0.05 930,727 1.02 48,770

Jawa Tengah Sragen 0.96 858,266 0.05 820,598

Jawa Tengah Sukoharjo 1.00 824,238 0.51 832,667

Jawa Tengah Wonogiri 0.99 928,904 -0.44 907,134

Jawa Timur Bojonegoro 1.00 1,209,973 0.38 1,219,186

Jawa Timur Gresik 0.44 1,177,042 1.60 529,063

Jawa Timur Kota Madiun 0.90 170,964 0.42 154,698

Jawa Timur Lamongan 0.82 1,179,059 -0.02 970,356

Jawa Timur Madiun 0.87 662,278 0.35 582,655

Jawa Timur Magetan 1.00 620,442 0.08 621,435

Jawa Timur Nganjuk 0.01 1,017,030 0.44 11,208

Jawa Timur Ngawi 1.00 817,765 0.06 818,747

Jawa Timur Pacitan 0.06 540,881 0.29 34,001

Jawa Timur Ponorogo 0.90 855,281 0.16 770,718

Jawa Timur Trenggalek 0.01 674,411 0.37 3,553

Jawa Timur Tuban 0.62 1,118,464 0.62 698,190

Jumlah Penduduk 16.394.053

Page 41: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 7

1.2. Permasalahan Lingkungan

Berbagai masalah lingkungan telah terjadi di DAS Bengawan Solo.

Permasalahan tersebut berupa banjir, lahan kritis, pencemaran air, erosi,

sedimentasi dan permasalahan sosial lainnya.

a. Banjir

Banjir besar di DAS Bengawan Solo Hulu pernah terjadi pada tahun 1966. Puncak

banjir diperkirakan sebesar 4.000 m3/det di Wonogiri, 2.000 m

3/det di Surakarta dan 1.850

m3/det di Ngawi. Luas daerah genangan banjir di sebelah hulu Kota Surakarta sekitar

18.000 ha dan di Sragen sekitar 10.000 ha. Pemerintah telah banyak membangun fasilitas

pengendali banjir. Fasilitas pengendalian banjir yang terutama dalam Wilayah DAS

Bengawan Solo adalah Bendungan Serbaguna Wonogiri (Waduk Gajah Mungkur) yang

terletak sekitar 55 km disebelah hulu Kota Surakarta.

b. Erosi dan Sedimentasi

Erosi lahan terutama terjadi di wilayah hulu DAS yaitu SubDAS Bengawan

Solo Hulu dan SubDAS Madiun. Selanjutnya erosi akan mengakibatkan

sedimentasi di daerah bawahnya hingga ke muara Sungai Bengawan Solo di Selat

Madura. Besarnya laju erosi permukaan yang terjadi di tiap-tiap daerah aliran

(catchment area) dalam wilayah DAS Bengawan Solo secara rinci dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 3.5.Produksi Sedimen Erosi Lahan Sub-DAS Bengawan Solo Hulu dan Kali Madiun

No. Catchment Area Luas

(km2)

Volume Erosi

Permukaan (m3/th)

No. Catchment

Area Luas

(km2)

Volume Erosi

Permukaan (m3/th)

1 K. Keduang 421 1.684.000 17 K. Ketonggo 477 1.908.000

2 Waduk Wonogiri 1.006 4.024.000 18 K. Gurdo 121 484.120

3 K. Walikan 137 548.000 19 K. Winongo 155 620.000

4 K. Juranggempol 107 428.000 20 K. Muneng 106 424.000

5 K. Jlantah 190 760.000 21 K. Kedung 112 448.000

6 Hilir K.Dengkeng 130 520.000 22 K. Jeroan 446 1.784.000

7 Hulu K.Dengkeng 355 1.420.000 23 K. Banjarsari 76 304.000

8 K. Gawe 269 1.076.000 24 K. Gandong 146 584.000

9 K. Brambang 263 1.052.000 25 K. Catur 186 744.000

10 Hilir K. Samin 63 252.000 26 K. Jati 81 324.000

11 Hulu K. Samin 275 1.100.000 27 K. Gede 156 624.000

12 K. Jurug 108 432.000 28 K. Gonggang 356 1.424.000

13 K. Pepe 543 2.172.000 29 K. Asin 303 1.212.000

Page 42: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 8

14 K. Mungkung 549 2.196.000 30 K. Tempuran 354 1.416.000

15 K. Pondok 232 928.000 31 K. Kenyang 285 1.140.000

16 K. Sawur 1,34 5.360.000 32 K. Plapar 304 1.216.000

Sumber:Pola Pengelolaan SDA Bengawan Solo, 2010

Untuk mengatasi masalah sedimentasi yang terjadi di Selat Madura,

pemerintah Belanda telah membuat sudetan sungai kearah utara melalui daerah

rawa menuju Laut Jawa, menghubungkan DAS Bengawan Solo dengan laut di

sebelah timur perkampungan nelayan Ujung Pangkah pada tahun 1890-an. Sampai

saat ini arah (alignment) saluran tersebut masih tetap seperti kondisi awal

dikarenakan oleh material lempung padat yang terdapat di daerah rawa tersebut,

tetapi telah terjadi perubahan di muara sungai.

Perkembangan perubahan muara sungai menunjukkan perubahan

memanjang sekitar 11 km kearah utara menuju Laut Jawa selama kurun waktu 110

tahun sejak dibangunnya saluran tersebut. Pada sekitar tahun 1922, telah terjadi

perubahan muara sepanjang 9 km ke arah utara sepanjang saluran memotong

endapan pasir dangkal sampai ke garis pantai. Pada tahun 2000, di muara telah

terbentuk tiga alur ke arah samping, dan tidak terjadi perubahan pada saluran

utama yang akhirnya tertutup. Ketika salah satu alur kearah samping berubah

menjadi lebih panjang dari yang lainnya, ada kecenderungan akan tertutup akibat

peningkatan endapan sedimen. Pada saat yang bersamaan, alur yang lain menjadi

besar karena ada tambahan debit yang masuk. Muara tersebut telah berkembang

membentuk beberapa alur melalui proses yang sama dan berulang seperti di atas.

Proses tersebut di atas merupakan proses yang normal dimana terjadi

gerusan dan endapan pada dasar sungai dan tidak terpengaruh oleh perubahan

akibat proses yang terjadi di pantai. Tidak terjadi endapan pasir di muara sehingga

tidak akan terjadi penyumbatan muara yang dapat menyebabkan banjir. Studi

mengenai teknik pantai dalam studi CDMP menyimpulkan bahwa tidak akan

terjadi pergerakan muara kearah utara, tetapi akan melebar kearah timur dan barat

dan dengan volume angkutan sedimen pada kondisi saat ini, maka Selat Madura

akan tertutup dalam waktu 200 tahun.

c. Lahan Kritis

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Pengelolaan DAS

Page 43: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 9

Bengawan Solo (tahun 2010) disebutkan bahwa lahan yang terkategori sangat

kiritis mencapai luas 770,21 Ha dan lahan yang terkategori kritis mencapai luas

48.056,47 Ha. Tabel berikut ini menjelaskan secara rinci proporsi masing-masing

sesuai dengan tingkat kekritisannya.

Tabel 3.6. Lahan Kritis di DAS Bengawan Solo

No. Kategori Luas (Ha) (%)

1 Sangat Kritis 770,21 0,05

2 Kritis 48.056,47 3,01

3 Agak Kritis 478.753,89 30,02

4 Potensial Kritis 462.759,36 29,02

5 Tidak Kritis 604.374,67 37,90

Total 1.594.714,59 100,00 Sumber : BPDAS Bengawan Solo, 2010

d. Pencemaran

Selain menghadapi persoalan kerusakan lingkungan, DAS Bengawan Solo juga

mengalami pencemaran air sungai-sungainya. Pencemaran lingkungan yang terjadi di

Sungai Bengawan Solo disebabkan oleh limbah industri maupun limbah domestik.

Adanya pencemaran oleh limbah cair ini telah mengakibatkan penurunan kualitas air

sungai. Kualitas air terus menurun dari tahun ke tahun, hal ini tergambar dari hasil

pengukuran beban pencemaran untuk BOD, COD dan NH3-N yang dilakukan dalam

Prokasih Jawa Tengah. Berikut ini tertera tabel beban pencemaran Sungai Bengawan Solo,

segmen Jawa Tengah.

Tabel 3.7. Beban Pencemaran Sungai Bengawan Solo

Parameter (kg/th)

Tahun I (1989/90)

Tahun II (1990/91)

Tahun XV (2003)

Tahun XVI (2004)

Tahun XVII (2005)

BOD 22.966,0 5.936,180 347.682,89 414.071,63 241.305,27

COD 181.937 26.958,81 1.018.598,12 1.344.496,89 899.338,88

TSS 6.622,19 6.952,838 304.843,97 837.087,92 214.835,30

NH3-N - - 89.594,69 22.746,13 20.536,72 Sumber: PROKASIH Jawa Tengah, 2005

Sumber data lain juga memberikan gambaran bahwa kualitas air Sungai

Bengawan Solo telah mengalami pencemaran lingkungan. Data hasil pengukuran kualitas

air oleh Perum Jasa Tirta yang tercantum di dalam statistik lingkungan hidup berikut ini

memberikan gambaran hal tersebut. Dari tabel tersebut tertulis bahwa parameter kunci

(BOD, COD dan DO) di beberapa titik sampel telah melampaui baku mutu lingkungan.

Page 44: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 10

Tabel 3.8. Kualitas Air Sungai Bengawan Solo, Segmen Jawa Tengah

1.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Sebagai upaya pengendali banjir telah dibangun waduk Gadjah Mungkur

mencakup daerah seluas 1.350 Ha. Waduk tersebut mempunyai kapasitas tampungan

sebesar 220 juta m3 untuk mereduksi puncak banjir sebesar 4.000 m

3/det menjadi 400

m3/det. Fasilitas lain yang berfungsi untuk mengurangi kerusakan akibat banjir adalah

Flood Forecasting and Warning System (FFDAS). FFDAS yang berada di Bendungan

Wonogiri adalah satu-satunya yang ada dalam wilayah studi. Sistim tersebut telah dipasang

pada tahun 1982 sebagai peralatan tambahan bendungan untuk memantau dan

memperkirakan banjir yang masuk ke dalam waduk dan memberikan peringatan dini di

daerah disebelah hilir. Namun demikian, FFDAS dalam seluruh basin sungai yang akan

memberikan peringatan dini dan informasi banjir kepada penduduk dan instansi terkait

yang berwenang masih sangat dibutuhkan dalam BBDAS Bengawan Solo. Selebihnya,

juga terdapat sejumlah bangunan-bangunan sungai yang lain seperti bendungan dan

embung untuk penyediaan air irigasi dan keperluan lain. Berikut ini disajikan daftar waduk

atau embung yang terdapat di DAS Bengawan Solo.

Page 45: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 11

Tabel 3.9. Waduk atau Embung di DAS Bengawan Solo

Kabupaten Waduk/Embung Kabupaten Waduk/Embung

Sub DAS Bengawan Solo Hulu Sub DAS Bengawan Solo Hilir

Wonogiri Nawangan Bojonegoro Pacal

Ngancar Lamongan Prijetan

Parangjoho Gondang

Plumbon Blora Embung Jegong

Song Putri Sub DAS Kali Madiun

Wonogiri Magetan Telogo Pasir

Kedungguling Embung Nglompang

Klaten Jombor Embung Taman Arum

Sukoharjo Mulur Embung Titang Krajan

Karanganyar Lalung Ponorogo Telogo Ngebel

Delingan Madiun Dawuhan

Boyolali Cengklik Notopuro

Sragen

Ketro Ngawi Pondok

Embung Pare Sangiran

Embung Kedungsono

2. DAS Brantas

DAS Brantas terletak di Provinsi Jawa Timur dan secara geografis berada pada

110°30′ BT-112°55′ BT dan 7°01′ LS - 8°15′ LS. DAS Brantas memiliki luas

1.194.593 ha dengan panjang sungai utama 320 Km.DAS Brantas berbatasan dengan:

DAS Bengawan Solo di bagian barat; DAS Lamongan dan Selat Madura di bagian

utara; DAS Welang di bagian timur; dan DAS – DAS kecil di bagian selatan. Secara

spasial DAS Brantas dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Secara administrasi, DAS Brantas mencakup 16 Kabupaten dan 6 Kota dimana

persentase luas kabupaten dan Kota dalam DAS paling besar berada pada Kabupaten

Kediri, Kota Batu, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Nganjuk, dan Kabupaten Sidoarjo dimana 100% wilayahnya berada pada

DAS Brantas, menyusul Kabupaten Jombang yaitu 96,29 % dan Kabupaten Blitar yaitu

94,65% dan kabupaten/kota lainnya seperti terlihat pada tabel 3.10. dan peta

administrasi dapat dilihat pada Gambar 3.6.

Page 46: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 12

Gambar 3.5. Peta Batas DAS Brantas

Tabel 3.10. Persentase Luas Kabupaten dalam DAS Brantas

No Kabupaten Luas

Kabupaten (Ha)

Luas Kabupaten dalam DAS (Ha)

% luas dalam DAS

1 Blitar 133.648 126.494,44 94,65%

2 Bojonegoro 219.879 654,18 0,30%

3 Gresik 119.125 12.084,88 10,14%

4 Jombang 111.509 107.373,39 96,29%

5 Kediri 138.605 138.605 100,00%

6 Kota Batu 13.674 13.674 100,00%

7 Kota Blitar 3.257 3.257 100,00%

8 Kota Kediri 6.340 6.340 100,00%

9 Kota Malang 14.528 7.376,01 50,77%

10 Kota Mojokerto 1.647 1.647 100,00%

11 Kota Surabaya 35.054 27.154,84 77,47%

12 Lamongan 178.205 188,03 0,11%

13 Lumajang 179.090 458,18 0,26%

14 Madiun 103.758 19.968,61 19,25%

15 Malang 353.065 229.390,82 64,97%

16 Mojokerto 71.783 71.783 100,00%

17 Nganjuk 122.425 122.425 100,00%

18 Pasuruan 147.402 41.153,55 27,92%

19 Ponorogo 130.570 8.588,85 6,58%

20 Sidoarjo 63.438 63.438 100,00%

21 Trenggalek 114.722 97.705,08 85,17%

22 Tulungagung 105.565 94.364,46 89,39%

Page 47: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 13

Gambar 3.6. Peta Administrasi DAS Brantas

2.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Brantas terdiri dari 13 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran Organik/Koral Jawa, Dataran Pantai Utara Jawa, Dataran Struktural Blok

Selatan Jawa, Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng – Rembang, Dataran

Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung, Pegunungan Struktural Blok

Selatan Jawa, Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung,

Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng – Rembang, Perbukitan Karst Jalur

Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu – Blambangan, Perbukitan Struktural

Blok Selatan Jawa, Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng – Rembang dan

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung. Sebaran satuan

ekoregion dalam DAS Brantas dapat dilihat pada Gambar peta ekoregion DAS

Brantas.

Page 48: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 14

Gambar 3.7. Peta Ekoregion DAS Brantas

Satuan ekoregion terluas di DAS Brantas berupa Dataran Vulkanik Jalur

Gunung Karang - Merapi - Raung (V3) yaitu seluas 456.071 Ha (38.18%)

menyusul Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung (V2)

seluas 229.127 Ha (19.18%). Masing-masing luasan ekoregion dalam DAS Brantas

dapat dilihat pada Tabel ekoregion DAS Brantas berikut.

Tabel 3.11. Luas Satuan Ekoregion DAS Brantas

NAMA KODE LUAS (ha) (%)

Danau 2.452 0,21%

Dataran Fluvial Jawa F 120.860 10,12%

Dataran Organik/Koral Jawa O2 28 0,00%

Dataran Pantai Utara Jawa M1 20.364 1,70%

Dataran Struktural Blok Selatan Jawa S31 36.858 3,09%

Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S32 28.350 2,37%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 456.071 38,18%

Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa S11 2.166 0,18%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 155.806 13,04%

Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng - Rembang K2 4.317 0,36%

Perbukitan Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu - Blambangan

K1 33.495 2,80%

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa S21 53.729 4,50%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 50.969 4,27%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 229.127 19,18%

Page 49: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 15

Jenis tanah pada DAS Brantas sangat bervariasi yaitu terdiri dari 32 jenis

tanah dimana jenis tanah Regosol Coklat Kekelabuan menempati luasan yang

tertinggi yaitu 174.150,15 Ha (14,01%) dan menyusul jenis tanah Aluvial Kelabu

dengan luas 140.466,83 Ha (11,30%). Untuk melihat sebaran jenis tanah pada DAS

Brantas dapat dilihat pada gambar peta jenis tanah DAS Brantas.

Gambar 3.8. Peta Jenis Tanah DAS Brantas

Penggunaan lahan pada DAS Brantas dibagi ke dalam 11 penggunaan lahan

yaitu Hutan Primer, Hutan Sekunder, Kebun Campuran, Perkebunan, Permukiman,

Rawa, Sawah, Semak/Belukar, Tambak/Empang, Tanah Terbuka, Tegalan/Ladang.

Sebaran penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar peta penggunaan lahan

DAS Brantas.

Page 50: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 16

Gambar 3.9. Peta Penggunaan Lahan DAS Brantas

Penggunaan lahan untuk sawah menempati luasan terbesar yaitu 384.720,12

Ha (30,90%) menyusul tegalan/ladang 301.991,79 Ha (24,26%). Luasan tiap-tiap

penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel penggunaan lahan DAS Brantas

berikut.

Tabel 3.12. Luas Penggunaan Lahan DAS Brantas

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Primer 72.073 6,03%

Hutan Sekunder 55.113 4,61%

Kebun Campuran 49.541 4,15%

Mangrove 114 0,01%

Perkebunan 155.241 13,00%

Permukiman 153.865 12,88%

Rawa 141 0,01%

Sawah 377.601 31,61%

Semak/Belukar 1.379 0,12%

Tambak/Empang 21.073 1,76%

Tanah Terbuka 6.234 0,52%

Tegalan/Ladang 297.840 24,93%

Tubuh Air 4.377 0,37%

Page 51: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 17

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Brantas tahun 2012 kurang lebih adalah

15.021.100jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun

2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk Provinsi JawaTimur. Dengan

luas DAS sebesar 1.194.593 Ha, maka kepadatan penduduk di DAS Citarum

adalah 12.57 Jiwa/Ha atau sekitar 1.257 Jiwa/Km2. Pertumbuhan penduduk dan

jumlah penduduk pada DAS Brantas dapat dilihat pada Tabel perkiraan jumlah

penduduk DAS Brantas.

Tabel 3.13. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Brantas Tahun 2012

No Provinsi Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk

(%)

Jumlah Penduduk DAS Tahun

2012

1 Jawa Timur Blitar 94,65% 1116639 0,48 1.067.041

2 Jawa Timur Bojonegoro 0,30% 1209973 0,38 3.627

3 Jawa Timur Gresik 10,14% 1177042 1,60 123.259

4 Jawa Timur Jombang 96,29% 1202407 0,66 1.173.146

5 Jawa Timur Kediri 100,00% 1499768 0,64 1.519.026

6 Jawa Timur Kota Batu 100,00% 190184 1,25 194.968

7 Jawa Timur Kota Blitar 100,00% 131968 1,02 134.674

8 Jawa Timur Kota Kediri 100,00% 268507 0,95 273.633

9 Jawa Timur Kota Malang 50,77% 820243 0,81 423.219

10 Jawa Timur Kota Mojokerto 100,00% 120196 1,00 122.612

11 Jawa Timur Kota Surabaya 77,47% 2765487 0,62 2.168.952

12 Jawa Timur Lamongan 0,11% 1179059 -0,02 1.244

13 Jawa Timur Lumajang 0,26% 1006458 0,42 2.597

14 Jawa Timur Madiun 19,25% 662278 0,35 128.352

15 Jawa Timur Malang 64,97% 2446218 0,87 1.617.114

16 Jawa Timur Mojokerto 100,00% 1025443 1,23 1.050.824

17 Jawa Timur Nganjuk 100,00% 1017030 0,44 1.026.000

18 Jawa Timur Pasuruan 27,92% 1512468 1,03 431.013

19 Jawa Timur Ponorogo 6,58% 855281 0,16 56.440

20 Jawa Timur Sidoarjo 100,00% 1941497 2,21 2.028.259

21 Jawa Timur Trenggalek 85,17% 674411 0,37 578.633

22 Jawa Timur Tulungagung 89,39% 990158 0,64 896.467

Total Jumlah Penduduk 15.021.100

Page 52: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 18

2.2. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan di DAS Brantas dapat dilihat dari 2 kondisi yaitu

kondisi DAS Brantas hulu dan kondisi DAS Brantas tengah-hilir. Penjabaran

mengenai kondisi dan permasalahan lingkungan yang terdapat di DAS Brantas

hulu adalah sebagai berikut:

a. Kota Batu terdapat lahan kritis di dalam kawasan hutan + 925 Ha dan diluar

kawasan hutan + 1.899 Ha;

b. Kabupaten Malang lahan kritis di dalam kawasan hutan seluas 10.473 Ha dan

diluar kawasan hutan sebesar 46.315 Ha;

c. DAS Brantas hulu erosi mencapai 2,268 ton/ha/tahun terjadi peningkatan 300%;

d. Kondisi Mata Air terutama di enam gunung yang menjadi hulu mata air DAS

Brantas telah hilang sebanyak 200 titik mata air dari 421 mata air, di Batu

sebanyak 109 mata air atau tinggal 57 mata air;

e. Alih fungsi lahan yang mempunyai kemiringan lereng lebih dari 45%

seharusnya merupakan kawasan lindung saat ini sudah beralih fungsi dengan

pola tanam tanaman semusim.

Sedangkan permasalahan dan kondisi DAS Brantas bagian tengah-hilir

digunakan untuk mencuci dan mandi walaupun dengan kondisi sungai sudah

tercemar, drainase tersumbat oleh sampah, MCK langsung dialirkan ke sungai,

industri terletak di sempadan sungai, jamban yang letaknya dibantaran sungai,

serta pembuangan liar lumpur tinja.

2.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pengendalian pencemaran

lingkungan di DAS Brantas sebagai berikut :

Sosialisasi dan pendampingan pemberdayaan masyarakat dalam pengendalian

pencemaran;

Perencanaan dan pembangunan IPAL Komunal sistem Cluster;

Bimbingan teknis program produksi bersih/ produktivitas ramah lingkungan dan

demplot sarana pengolahan limbah;

Page 53: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 19

Evaluasi kinerja sarana pengolahan limbah/ IPAL industri dan domestik serta

pemanfaatannya untuk masyarakat;

Penerapan audit lingkungan dan Sistem Manajemen Lingkungan bagi industri

potensi pencemaran dan penegakan hukum lingkungan bagi industri;

Program patroli air dan garda lingkungan wilayah DAS Brantas;

Monitoring kualitas air, perhitungan daya tampung dan indeks biodiversitas

DAS Brantas.

Sebagai indikator terjadinya penurunan beban pencemaran air DAS Brantas adalah

Hasil penelitian terhadap biodiversitas/keanekaragaman jenis biota air di DAS

Brantas tahun 2012 semakin meningkat yang diperoleh jumlahspesies 42 jenis,

Hasil pengamatan Tim Patroli Air pada kondisi saat ini, semakin meningkatnya

masyarakat memanfaatkan air sungai Brantas sebagai sarana memancingan

Hasil pengujian kandungan logam berat pada air badan air dan sedimen di Kali

Surabaya pada 10 titik lokasi (stasiun Kedung klinter s/d Gunungsari) secara

umum memenuhi Baku Mutu Lingkungan antara lain : pada ABA -Chrom

(Cr)=0.02 mg/l; Tembaga (Cu) = 0,0169 mg/l; Air Raksa (Hg) = 0.0002 mg/l,

Pada sedimen : Chrom (Cr)=0.02 mg/l; Tembaga (Cu)= 0,291 mg/l; Air Raksa

(Hg) = 0.0002 mg/l.

Sementara upaya yang telah dilakukan dalam rangka pengendalian kerusakan

lingkungan di DAS Brantas sebagai berikut :

Rencana tindak vegetatif dimana arahan lokasi kegiatan adalah sasaran lokasi

hanya yang terdapat di dalam Sub-DAS prioritas. Dilakukan pada area dengan

tingkat kelerengan kurang dari 40% atau area-area yang masih dapat dijangkau

dalam operasional kegiatan vegetatif, sedangkan selebihnya dibiarkan terjadi

suksesi secara alami. Tidak dilakukan di dalam taman nasional dan cagar alam.

Di luar kawasan hutan hanya dilakukan di area lahan terbuka dan semak

belukar, lainnya diharapkan muncul sebagai inisiatif masyarakat melalui

kegiatan pendampingan yang mendorong untuk alih komoditas dari tanaman

musiman ke tanaman tahunan terutama di area lahan kritis. Tidak hanya

dilakukan di lahan kritis melainkan juga di areal-areal yang mempunyai tutupan

Page 54: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 20

lahan terbuka dan semak belukar untuk di luar kawasan hutan dan ditambah

dengan pertanian lahan kering untuk area kawasan hutan.

Rencana tindak sipil teknis untuk DAM pengendali pada 59 lokasi di 9

kabupaten. DAM penahan 162 unit berada di dlm kawasan dan dan 243 di luar

kawasan hutan. Embung ada 547 embung. Program sumur resapan dan biopori

ada 119.120 buah.

3. DAS Ciliwung

DAS Ciliwung merupakan salah satu pemasok air yang penting bagi DKI Jakarta.

Disisi lain, apabila DAS Ciliwung meluap dampak yang ditimbulkannya akan langsung

mengenai jantung Ibukota dan pusat-pusat ekonomi yang penting di DKI Jakarta.Luas

areal DAS Ciliwung sebesar 44.007 Ha. Panjang sungai utamanya adalah kurang lebih

117 km.DAS Ciliwung berbatasan dengan:

a. Bagian barat : berbatasan dengan DAS Angke dan DAS Krukut

b. Bagian selatan : berbatasan dengan DAS Citarum dan DAS Citarik

c. Bagian timur : berbatasan dengan DAS Bekasi dan DAS Sunter

d. Bagian utara : berbatasasn dengan Laut Jawa

Gambar 3.10. Peta Batas DAS Ciliwung Gambar 3.11. Peta Administrasi DAS Ciliwung

Page 55: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 21

Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung mencakup dalam 2 provinsi

yang terdiri dari 10 kota/kabupaten. Secara rinci, besarnya kota/kabupaten yang masuk

dalam DAS Ciliwung dapat terlihat pada Tabel berikut:

Tabel 3.14. Persentase Luas Kota/Kabupaten dalam DAS Ciliwung

No. Kabname Luas (Ha) Luas Kab.

(Ha) (%)

1 Bogor 20.421 271.062 7,53%

2 Cianjur 390 384.016 0,10%

3 Kota Bogor 3.068 11.850 25,89%

4 Kota Depok 5.815 20.029 29,03%

5 Kota Jakarta Barat 575 12.444 4,62%

6 Kota Jakarta Pusat 3.810 5.238 72,74%

7 Kota Jakarta Selatan 3.996 15.432 25,89%

8 Kota Jakarta Timur 2.817 18.270 15,42%

9 Kota Jakarta Utara 3.070 13.999 21,93%

10 Sukabumi 44 414.570 0,01%

3.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Ciliwung terdiri dari 4 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran vulkanik jalur Gunung Karang-Merapi-Raung, Perbukitan vulkanik jalur

Gunung Karang-Merapi-Raung, dan Pegunungan vulkanik jalur Gunung Karang-

Merapi-Raung. Sebaran satuan ekoregion dalam DAS Ciliwung dapat dilihat pada

Gambar peta ekoregion DAS Ciliwung.

Tabel 3.15. Luas Satuan Ekoregion DAS Ciliwung

NAMA KODE LUAS (ha) (%)

Dataran Fluvial Jawa F 8.494 19,30%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung

V3 14.492 32,93%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung

V1 8.735 19,85%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung

V2 12.284 27,92%

Page 56: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 22

Gambar 3.10. Peta Ekoregion DAS Ciliwung Gambar 3.11. Peta Tanah DAS Ciliwung

Tanah yang terbentuk pada umumnya berasal dari bahan induk abu volkan

dan batuan piroklastik. Berdasarkan Peta Tanah Semi Detil Tahun 1992 skala

1:50.000 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, jenis

tanah yang terdapat di daerah penelitian meliputi order Aluvial, Andosol, Regosol

dan Latosol.Andisol terbentuk dari pelapukan bahan induk volkan yang

menghasilkan bahan amorf. Bahan amorf terdiri dari alofan, ferrihidrit, dan

senyawa kompleks humus-aluminium. Tanah ini berwarna hitam kelam, berbobot

isi rendah (<0,85g/cm3), dan dikenal terasa berminyak (smeary) bila diremas

karena mengandung 36 bahan organik antara 8 hingga 30%. Andisol banyak

ditemukan di daerah berelevasi tinggi seperti lereng atas dan sekitar puncak

Gunung Mandalawangi, Gunung Joglog, Gunung Sumbul, dan Gunung Mas.

Umumnya Andisol berada dalam bentuk Konsosiasi Typic Hapludands, dan

Asosiasi Typic Hapludands dan TypicTropopsamments. Luas masing-masing jenis

tanah DAS Ciliwung dan persebarannya dapat dilihat pada Tabel 3.16 dan Gambar

3.11.

Page 57: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 23

Tabel 3.16. Luas Masing – Masing Jenis Tanah DAS Ciliwung

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Hidromorf 936 2,15%

Aluvial Kelabu Tua 3.533 8,10%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 5.180 11,87%

Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 161 0,37%

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat 5.150 11,80%

Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan 21.242 48,69%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 229 0,52%

Latosol Coklat 4.626 10,60%

Latosol Coklat Tua Kemerahan 2.548 5,84%

Regosol Coklat 23 0,05%

Tingkat penggunaan lahan (land cover) merupakan indikator penting dalam

mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya

daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat

musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau. Jenis dan luas

penggunaan lahan yang terdapat di DAS Ciliwung dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.17. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung

LC_2011 LUAS (ha)

(%)

Hutan Primer 312 0,71%

Hutan Sekunder 3.055 6,94%

Kebun Campuran 11.263 25,59%

Perkebunan 2.228 5,06%

Permukiman 23.686 53,81%

Rawa 45 0,10%

Sawah 183 0,41%

Semak/Belukar 106 0,24%

Tanah Terbuka 20 0,05%

Tegalan/Ladang 3.035 6,89%

Tubuh Air 85 0,19%

Tabel 3.12. Penggunaan Lahan DAS Ciliwung

Page 58: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 24

Berdasarkan tabel diatas penggunaan lahan di DAS Ciliwung dibedakan

menjadi 8 kelas penggunaan lahan yaitu; perkebunan, permukiman, rawa, sawah,

semak/belukar, tanah terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh air. Tutupan lahan di DAS

Ciliwung sebagian besar merupakan permukiman yang mencakup kawasan seluas

23.686 Ha atau meliputi 53.81%. Penggunaan lahan terbesar kedua adalah

tegalan atau ladang seluas 3.035 ha atau sebesar 6.89%.

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Ciliwung tahun 2012 kurang lebih

adalah 7.370.265 jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk

tahun 2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk masing-masing

kabupaten/kota yang berada di dalam DAS. Dengan luas DAS sebesar 44.007 Ha,

maka kepadatan penduduk di DAS Citarum adalah 168jiwa/ha. Pertumbuhan

penduduk dan jumlah penduduk pada DAS Citarum dapat dilihat pada Tabel

perkiraan jumlah penduduk DAS Citarum.

Tabel 3.18. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Ciliwung

Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

jumlah penduduk DAS 2010

Pertumbuhan Penduduk (%)

Jumlah Penduduk DAS Tahun

2012

Bogor 0,08 4771932 366.602 3,15 390.062

Cianjur 0,00 2171281 2.211 1,11 2.261

Kota Bogor 0,30 950334 280.869 2,40 294.512

Kota Depok 0,52 1738570 908.903 4,32 989.128

Sukabumi 0,00 2341409 1.571 1,22 1.609

Kota Jakarta Barat 0,06 2.281.945 136.434 1,82 141.446

Kota Jakarta Pusat 0,82 902.973 744.288 0,31 748.909

Kota Jakarta Selatan 0,34 2.062.232 692.097 1,45 712.313

Kota Jakarta Timur 1,00 2.693.896 2.693.896 1,38 2.768.761

Kota Jakarta Utara 0,78 1.645.659 1.282.753 1,49 1.321.264

Jumlah Penduduk 7.370.265

3.2. Permasalahan Lingkungan

Berdasarkan paparan BPLHD Prov. Jawa Barat permasalahan yang terdapat

di DAS Ciliwung lebih disebabkan oleh adanya perubahan tata guna lahan

sehingga menimbulkan degradasi DAS. Dampak dari adanya degradasi lahan

terlihat pada menurunnya debit mata air, berkurangnya jumlah dan fungsi situ.

Page 59: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 25

Permasalahan lain diangkat oleh BPLHD Prov. Jawa Barat di dalam DAS

Ciliwung adalah adanya ketidaktaatan industri pada pengelolaan limbah B3 yang

tidak sesuai.

Hasil analisa permasalahan di DAS Ciliwung sebagaian besar dalam kondisi

rusak dengan ditandai seringnya terjadi bencana alam banjir, longsor dan

kekeringan sebagai konsekwensi dari penurunan kualitas lingkungan sehingga

menyebabkan kerugian yang sangat luas bagi kepentingan hidup manusia baik

yang hidup di daerah hulu maupun hilir DAS.

Kejadian banjir yang diartikan sebagai luapan air hujan dari penampungan

merupakan fenomena alam sebagai akibat hujan tidak tertampung oleh tanah dan

penampungan permukaan baik dalam bentuk kolam, danau/situ, badan sungai dan

saluran drainase. Faktor yang berpengaruh terhadap fenomena alam banjir ini dapat

dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu faktor bentukan alam, yang

dipengaruhi tidak hanya oleh kondisi lokal tetapi juga kondisi global (iklim,

pasang surut muka laut, morfologi) dan faktor bentukan manusia (penggunaan

lahan, saluran drainase buatan).

Permasalahan yang terjadi di DAS Ciliwung tidak hanya mengenai banjir

tetapi juga kualitas air yang kurang baik. Hasil laporan tahun 2010 mengenai

kualitas air sungai yang dilakukan oleh Badan pengelola lingkungan hidup daerah

Provinsi DKI Jakarta secara umum diperoleh bahwa kondisi air sungai di DKI

Jakarta dari hulu menuju ke hilir telah buruk kualitasnya, baik itu kualitas fisik,

kualitas kimia maupun kualitas biologi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran

di lapangan yang dilakukan oleh BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada 13 sungai

dengan pengambilan 45 titik pengambilah sempel yang meliputi; 3 peruntukan air

baku air minum (golongan B), peruntukan perikanan dan peternakan (golongan C)

serta peruntukan pertanian dan usaha perkotaan (golongan D). 13 sungai tersebut

yaitu Sungai Ciliwung, Cipinang, Angke, Mookervart, Grogol, Sunter,

Pesanggrahan, Krukut, Tarum Barat, Cengkareng, Kali Baru Timur, Buaran,

Cakung Drain, Blencong, Petukangan dan Kamal.

Dalam menentukan beban pencemar, pengelola lingkungan hidup daerah

Provinsi DKI Jakarta menggunakan parameter yang sesuai dengan SK Gubernur

Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 582 tahun 1995 tentang penetapan

Page 60: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 26

peruntukan dan baku mutu air sungai/ badan air serta baku mutu limbah cair di

wilayah DKI Jakarta yang meliputi faktor fisik, kimia dan biologi. Parameter yang

diukur meliputi; Parameter Fisik (DHL, TDS, TSS, Kekeruhan, DO, PH),

Parameter Kimia (Hg, Fe, PB, Cl, NO3, SO4, BOD, COD, dll) dan Parameter

Biologi (bakteri coli dan bakteri coli tinja). Dari seluruh parameter yang diukur,

berdasarkan Indeks Pencemar Sungai, disimpulkan bahwa seluruh sungai di

wilayah DAS Ciliwung (segmen hilir/Wilayah Jakarta) berada dalam kisaran

Cemar Sedang hingga Cemar Berat. Data selengkapnya mengenai kualitas air

sungai-sungai di DAS Ciliwung, dilaporkan secara lengkap dalam Laporan Tahun

2010 Peningkatan Kualitas Air Sungai Provinsi DKI Jakarta.

4. DAS Cisadane

DAS Cisadane secara geografis terletak pada posisi 106028’50” - 106

056’0” BT

dan 600’59”- 6

047’02” LS. Secara administratif DAS Cisadane terletak di 3 Kabupaten

dan 2 Kota yaitu Kab. Bogor, Kab. Sukabumi, Kab. Tangerang, Kota Bogor dan Kota

Tangerang dengan luasan areal DAS Cisadane sebesar 138.308 ha. Persentase masing-

masing luas kabupaten dan kota dalam DAS terlihat pada Tabel 3.19. DAS Cisadane

berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, DAS Citarik bagian selatan, DAS

Ciliwung dan DAS Kali Angke di sebelah timur dan DAS Ciujung, DAS Cimanceri,

DAS Cirarab dan DAS Ciasin dibagian baratnya (Gambar 3.14.).

Tabel 3.19. Presentase Luas Kabupaten dalam DAS

KABNAME LUAS (ha) (%)

Bogor 106.464 76,98%

Kota Bogor 5.193 3,75%

Kota Tangerang 6.771 4,90%

Sukabumi 930 0,67%

Tangerang 18.938 13,69%

Page 61: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 27

Gambar 3.14. Peta Batas DAS Cisadane Gambar 3.15. Peta Administrasi DAS Cisadane

4.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Cisadane terdiri dari 5 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran Pantai Utara Jawa, Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi –

Raung, Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung dan

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung. Sebaran satuan

ekoregion dalam DAS Cisadane dapat dilihat pada Gambar 3.16. Sedangkan luas

masing-masing Ekoregion dalam DAS Cisadane terlihat pada Tabel 3.20.

Tabel 3.20. Satuan Ekoregion DAS Cisadane

Nama Kode Luas (Ha) (%)

Dataran Fluvial Jawa F 5.065 3,66%

Dataran Pantai Utara Jawa M1 1.058 0,76%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 40.751 29,46%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 59.878 43,29%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 31.557 22,82%

Page 62: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 28

Gambar 3.16. Peta Ekoregion DAS Cisadane Gambar 3.17. Peta Tanah DAS Cisadane

Berdasarkan jenis tanahnya, DAS Cisadane memiliki 15 jenis tanah. Data

luasan masing-masing jenis tanah disajikan dalam Tabel 3.21. Dominasi luas jenis

tanah yang terbesar di DAS Cisadane adalah jenis Asosiasi Latosol Merah, Latosol

Coklat Kemerahan dengan luas 30.337 ha. Persebaran jenis tanah ini berada

disepanjang wilayah timur Sub-DAS Cisadane bagian hulu. Latosol coklat

merupakan jenis tanah pegunungan yang berbahan induk Tuf Volkan Intermedier

yang termasuk dalam golongan ultisol.

Tabel 3.21. Luas masing-masing Jenis Tanah DAS Cisadane

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Hidromorf 133 0,10%

Aluvial Kelabu Tua 90 0,07%

Andosol Coklat Kekuningan 2.769 2,01%

Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat 12.146 8,80%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 4.857 3,52%

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Cokl 5.541 4,01%

Asosiasi Latosol Coklat dan Latosol Coklat Kekunin 9.696 7,03%

Asosiasi Latosol Coklat dan Regosol Kelabu 17.351 12,57%

Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan d 30.337 21,98%

Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat 8.078 5,85%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 6.859 4,97%

Latosol Coklat 12.140 8,80%

Page 63: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 29

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Latosol Coklat Kekuningan 2.100 1,52%

Latosol Coklat Tua Kemerahan 19.677 14,26%

Podsolik Merah 6.237 4,52%

Penggunaan lahan di DAS Cisadane dibedakan 12 kelas penggunaan lahan

yaitu hutan primer, sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, rawa,

sawah, semak/belukar, tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh

air. Secara spasial penggunaan lahan DAS Cisadane terlihat pada Gambar 3.20.

Penggunaan lahan di DAS Cisadane sebagian besar merupakan kebun campuran

yang mencakup kawasan seluas 70.908 Ha atau meliputi 51.27%. Penggunaan

lahan terbesar kedua adalah permukiman seluas 16.329 atau 11.81 %.Berikut ini

disajikan tabel penggunaan lahan di DAS Cisadane.

Tabel 3.22. Penggunaan Lahan DAS Cisadane

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Primer 7.416 5,36%

Hutan Sekunder 11.501 8,32%

Kebun Campuran 70.908 51,27%

Perkebunan 13.255 9,58%

Permukiman 16.329 11,81%

Rawa 179 0,13%

Sawah 12.138 8,78%

Semak/Belukar 2.725 1,97%

Tambak/Empang 972 0,70%

Tanah Terbuka 277 0,20%

Tegalan/Ladang 1.804 1,30%

Tubuh Air 808 0,58%

Jumlah 138.312 100,00%

Gambar 3.20. Peta Penggunaan Lahan DAS Cisadane

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah penduduk di DAS Cisadane tahun 2012 kurang lebih

adalah 4.164.964jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk

tahun 2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk masing-masing

Page 64: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 30

kabupaten/kota yang berada di dalam DAS. Dengan luas DAS sebesar 138.308 Ha,

maka kepadatan penduduk di DAS Cisadane adalah 30jiwa/ha. Pertumbuhan

penduduk dan jumlah penduduk pada DAS Cisadane dapat dilihat pada Tabel

perkiraan jumlah penduduk DAS Cisadane.

Tabel 3.23. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Cisadane

Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

jumlah penduduk DAS 2010

Pertumbuhan Penduduk

(%)

Jumlah Penduduk DAS

Tahun 2013

Kota Tangerang 0.50 1.798.601 894.205 3.12 950.874

Tangerang 0.26 2.834.376 749.322 4.02 810.778

Bogor 0.39 4.771.932 1.868.856 3.15 1.988.448

Kota Bogor 0.40 950.334 384.541 2.4 403.220

Sukabumi 0.00 2.341.409 11.365 1.22 11.644

Jumlah Penduduk 3.908.289

4.164.964

4.2. Permasalahan Lingkungan

Kualitas air sungau Cisadane tidak semuanya digunakan untuk memenuhi

kebutuhan air domestik, peternakan, industri, perikanan, pemeliharaan sungai dan

pertanian. Berdasarkan PP nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air

dan pengendalian pencemaran air maka sebagian besar sungai dilakukan

pemantauan. Berdasarkan titik-titik pantau kualitas air DAS Cisadane diketahui

bahwa Sungai Cisadane mengalami permasalahan kualitas air.

Kualitasair sub-DAS Cisadane bagian hulu dipantau dari titik pantau air Pasir

Buncir, Muara Jaya, Cimande Hilir, Batu beulah 1 dan Batu beulah 2. Kualitas air

Sub-DAS Cisadane tengah dipantau dari titik pantau air Putat Nutug, Kerihkil,

Pabuaran, PDAM, Gading Serpong dan Bendung Pasar. Sedangkan kualitas air

Sub-DAS Cisadane hilir dipantau dari titik pantau air di Kali Baru.

Tabel3.24. Permasalahan Kualitas Air di Sungai Cisadane

No Titik Pantau BOD COD DO Koliform Fecal Coli

Bulan Agustus 2005

1 Pasir Buncir IV ^ ^ ++ ++

2 Muara Jaya IV ^ ^ ++ III

3 Cimande Hilir ++ III ^ III ^

4 Legok Muncang III ^ ^ ^ ^

5 Batu beulah 1 ^ ^ ^ ^

6 Batu beulah 2 IV ^ ^ ^ ^

7 Karihkil IV ^ ^ ++ ++

Page 65: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 31

No Titik Pantau BOD COD DO Koliform Fecal Coli

8 Putat nutung IV ^ ^ ++ ++

9 Pabuaran ++ III ^ III ^

10 Gunung sindur IV ^ ^ III ^

Bulan April 2005 & 2006

11 PDAM ^ III III ++ ^^

12 Gading Serpong ^ III III ++ ^^

13 Bendung Pasir Batu ^ III III ++ ^^

14 Kali Baru ^ III ^ ^ v

Bulan Desember 2005

1 Pasir Buncir IV ^ ^ ++ ++

2 Muara Jaya IV ^ ^ ++ III

3 Cimande Hilir ++ III ^ III III

4 Legok Muncang III ^ ^ ^ ^

5 Batu beulah 1 III ^ ^ ^ ^

6 Batu beulah 2 III III ^ ^ ^

7 Karihkil IV - ^ ++ ++

8 Putat nutung IV - ^ ++ ++

9 Pabuaran ++ III ^ ++ ^

10 Gunung sindur IV ^ ^ III ^

Bulan November 2005 & 2006

11 PDAM ^ ^ IV ^ ^^

12 Gading Serpong ^ ^ IV ++ ^^

13 Bendung Pasir Batu ^ ^ IV ++ ^^

14 Kali Baru ^ ^ ^ III ^^

Sumber : Pramesti (2007)

Keterangan

Angka romawi : kualitas ke – i

(++) : Melebihi ambang batas

(^) : Memenuhi syarat kualitas air 1 atau 2

(^^) : Tidak ada data

Kualitas air sungai berdasarkan titik pantau Sub-DAS Cisadane bagian hulu

mengalami permasalahan pencemaran karena BOD yang tinggi. Dimulai dari titik

pantau awal kualitas air di Sb-DAS bagian hulu yaitu di Pasir Buncir, sudah

mengalami pencemaran BOD, koliform dan fecal coli. Hal tersebut akan

berdampak pada kualitas air sungai pada bagian bawahnya. Pencemaran

disebabkan oleh beberapa sumber pencemar, diantaranya adalah penduduk, ternak,

industri dan lahan kritis yang berupa erosi dan zat organik serta kegiatan pertanian.

Secara umum permasalahan dalam pengelolaan sumber daya air dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Ketersediaan air di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane secara umum telah

sangat kritis,

Page 66: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 32

2. Belum terkendalinya pemanfaatan ruang baik di sepanjang sempadan sungai

maupun pengelolaan di badan sungainya,

3. Ketersediaan air yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan semakin

mahal dan langka baik kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan

berbagai konflik antar sektor maupun antar wilayah,

4. Fluktuasi ketersediaan air permukaan sangat tinggi, sehingga sering terjadi

kebanjiran di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Hal tersebut

merupakan wujud dari hulu DAS yang fungsi konservasinya telah jauh

berkurang,

5. Belum adanya kesinergian antar wilayah dalam bentuk role sharing antara

Propinsi/Kabupaten/Kota Propinsi/Kabupaten/Kota di daerah hilir dalam rangka

penanganan hulu DAS.

6. Kondisi tersebut memberikan gambaran tentang telah terjadinya kerusakan DAS

yang berdampak terhadap permasalahan surplus/defisit neraca air sepanjang

tahun

5. DAS Cimanuk

DAS Cimanuk memiliki panjang 337,67 km merupakan sungai terpanjang kedua

di Jawa Barat yang mampu menyediakan 2,2 miliar m3 air per tahun, yang sebagian

besar di digunakan untuk irigasi lahan pertanian. DAS Cimanuk terbentang dari 9

Kabupaten yakni Bandung, Ciamis, Cirebon, Garut, Indramayu, Kuningan,

Majalengka, Sumedang dan Tasikmalaya seperti terlihat pada Gambar 3.22.

DAS Cimanuk berbatasan dengan Laut Jawa di bagian utara, DAS Ciwulan dan

DAS Cikandang bagian selatan, DAS Citanduy dan DAS Cisanggarung di sebelah

timur dan DAS Citarum di sebelah baratnya.DAS Cimanuk merupakan penopang

utama sumberdaya air di Jawa Barat (Gambar 3.21.). Luas DAS Cimanuk 374.153 ha.

Page 67: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 33

Gamba3 3.21. Peta Batas DAS Cimanuk Gambar 3.22. Peta Administrasi DAS Cimanuk

Tabel 3.25. Presentase Luas Kabupaten/Kota dalam DAS Cimanuk

KABNAME LUAS (ha) (%)

Bandung 1.527 0,41%

Ciamis 854 0,23%

Cirebon 141 0,04%

Garut 116.621 31,18%

Indramayu 50.576 13,52%

Kuningan 234 0,06%

Majalengka 97.853 26,17%

Sumedang 105.657 28,25%

Tasikmalaya 503 0,13%

5.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Cimanuk terdiri dari 8 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran Organik/Koral Jawa, Dataran Pantai Utara Jawa, Dataran Vulkanik Jalur

Gunung Karang - Merapi – Raung, Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa,

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung, Perbukitan

Struktural Jalur Bogor - Kendeng – Rembang dan Perbukitan Vulkanik Jalur

Gunung Karang - Merapi – Raung. Sebaran satuan ekoregion DAS Cimanuk dapat

Page 68: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 34

dilihat pada Gambar 3.23. Sedangkan luas masing-masing Ekoregion dalam DAS

Cisadane terlihat pada Tabel 3.26.

Gambar 3.23. Peta Ekoregion DAS Cimanuk Gambar 3.24. Peta Jenis Tanah DAS Cimanuk

Tabel 3.26. Satuan Ekoregion DAS Cimanuk

NAMA KODE LUAS (ha) (%)

Dataran Fluvial Jawa F 60.221 16,10%

Dataran Organik/Koral Jawa O2 18 0,00%

Dataran Pantai Utara Jawa M1 9.713 2,60%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 51.016 13,64%

Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa S11 3.334 0,89%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 89.324 23,87%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 62.109 16,60%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 98.418 26,30%

Jenis tanah DAS Cimanuk bagian hulu lebih kurang dari 32% adalah

Regosol. Jenis tanah yang ada berupa Regosol Abu-abu hingga Regosol Coklat

Abu-abu, yang memiliki kedalaman sedang hingga dalam dan bertekstur lempung

(Loam) hingga lempung berpasir (Sandy Loam). Jenis tanah lain yang ada berupa

Latosol (25%). Andosol merupakan jenis tanah lain yang banyak ditemui, dengan

sebaran luasan 17%, berupa tanah coklat dengan kedalaman sangat dalam dan

bertekstur lempung.

Page 69: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 35

Pada ruas DAS bagian Tengah hampir 70% berupa tanah Latosol. Pada

daerah sekitar sungai dan tributary, tanah yang ditemui adalah Aluvial dengan

kedalaman agak dalam dan tekstur tanah liat berat berwarna keabu-abuan. Pada

DAS Cimanuk bagian Hulu dan Tengah, jenis tanah yang banyak dijumpai adalah

Latosol, Regosol, dan Andosol. Jenis tanah yang ada di bagian hilir pada umumnya

adalah Tanah Gley (78%) dan Alluvial (18%) sedangkan sisanya berupa tanah

Mediteran dan Podzolik.

Tabel 3.27. Luas masing-masing Jenis Tanah DAS Cimanuk

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Coklat Kelabu 11.809 3,18%

Aluvial Hidromorf 3.630 0,98%

Aluvial Kelabu Tua 2.803 0,76%

Andosol Coklat 5.563 1,50%

Andosol Coklat Kekuningan 3.609 0,97%

Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat 45.662 12,30%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 54.300 14,63%

Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 22.604 6,09%

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Cokl 39.133 10,54%

Asosiasi Latosol Coklat dan Regosol Kelabu 8.289 2,23%

Asosiasi Mediteran Coklat dan Litosol 7.458 2,01%

Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu 6.191 1,67%

Asosiasi Podsolik Kuning dan Regosol 175 0,05%

Grumusol Kelabu 2.758 0,74%

Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 26.878 7,24%

Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 6.155 1,66%

Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kunin 18.148 4,89%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 5.761 1,55%

Kompleks Regosol dan Litosol 20.721 5,58%

Latosol Coklat 35.691 9,62%

Latosol Coklat Kekuningan 338 0,09%

Latosol Coklat Kemerahan 31.731 8,55%

Latosol Coklat Tua Kemerahan 7.541 2,03%

Regosol Coklat 3.908 1,05%

Regosol Kelabu 319 0,09%

Penggunaan lahan di DAS Cimanuk dibedakan 12 kelas penggunaan lahan

yaitu hutan primer, sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, rawa,

sawah, semak/belukar, tambak/empang, tanah terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh

Page 70: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 36

air. Secara spasial pemggunaan lahan yang terdapat di DAS Cimanuk terlihat pada

Gambar 3.25. Penggunaan lahan di DAS Cimanuk sebagian besar merupakan

sawah yang mencakup kawasan seluas 122.436 ha atau meliputi 32.72%.

Penggunaan lahan terbesar kedua adalah Kebun Campuran seluas 70.765 ha atau

18.91 %. Berikut ini disajikan Tabel penggunaan lahan di DAS Cimanuk.

Tabel 3.28. Luas Penggunaan Lahan DAS Cimanuk

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Primer 1.548 0,41%

Hutan Sekunder 33.078 8,84%

Kebun Campuran 70.765 18,91%

Perkebunan 1.110 0,30%

Permukiman 14.781 3,95%

Rawa 6 0,00%

Sawah 122.436 32,72%

Semak/Belukar 6.306 1,69%

Tambak/Empang 1.605 0,43%

Tanah Terbuka 5.938 1,59%

Tegalan/Ladang 114.782 30,68%

Tubuh Air 1.797 0,48%

Jumlah 374.153 100,00%

Gambar 3.25. Peta Penggunaan Lahan DAS Cimanuk

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Cimanuk tahun 2012 sebesar 3.263.247

jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun 2010

dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk kabupaten/kota yang berada di

DAS Cimanuk.

Tabel 3.29. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Citanduy Tahun 2012

Provinsi Kabupaten % luas

dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk (%)

Jumlah Penduduk DAS Tahun

2012

Jawa Barat Bandung 0.01 3178543 2.57 39,135

Jawa Barat Ciamis 0.01 1532504 0.47 9,572

Page 71: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 37

Provinsi Kabupaten % luas

dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk (%)

Jumlah Penduduk DAS Tahun

2012

Jawa Barat Garut 0.37 2404121 1.61 922,680

Jawa Barat Indramayu 0.26 1663737 0.46 442,495

Jawa Barat Kuningan 0.00 1035589 0.51 4,048

Jawa Barat Majalengka 0.90 1166473 0.4 1,054,971

Jawa Barat Sumedang 0.70 1093602 1.23 786,661

Jawa Barat Tasikmalaya 0.00 1675675 1.15 3,684

Jumlah Penduduk 3,263,247

5.2. Permasalahan Lingkungan

Degradasi kualitas lingkungan DAS Cimanuk ditengarai dengan tingginya

prosentasi lahan kritis (di dalam maupun diluar kawasan hutan) sehinga laju erosi

lahan dan sedimentasi disungai meningkat, yang selanjutnya akan mempercepat

sedimentasi di danau, waduk dan saluran-saluran irigasi. Secara umum,

permasalahan lingkungan yang terjadi di DAS Cimanuk berupa:

1. Salah satu indikator yang menjadikan DAS Cimanuk sebagai DAS yang paling

kritis adalah fluktuasi debit pada saat musim kemarau dan musim hujan.

Fluktuasi debit pada saat musim kemarau dan musim hujan terlihat pada

Gambar berikut:

(Sumber : Balai Data dan Informasi SDA, PSDA Jawa Barat)

2. Kekeringan sering terjadi di pantura Ciayu pada musim kemarau yang

mengancam lahan pertanian. Disisi lain, banjir mengancam lahan pertanian dan

perekonomian daerah pada saat musim hujan. Bencana kekeringan pada musim

kemarau selalu melanda daerah Pantura Cirebon – Indramayu. Di Kabupaten

Indramayu terdapat 13 lokasi rawan banjir seluas 8.834 ha yang perlu mendapat

perhatian dan penanganan lebih lanjut. Sedang lokasi kritis sungai-sungai di

Page 72: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 38

wilayah Indramayu mencapai 30 tempat. Di daerah hilir terutama di musim

hujan S. Cimanuk sering meluap dan menggenangi lahan persawahan.

3. Neraca air pada periode bulan Januari - Oktober 2013 berdasarkan data

menunjukkan neraca air maksimum tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan

nilai 523,93 dan neraca air minimum terendah terjadi pada bulan Oktober

dengan nilai 17,36. Nilai Q rata-rata tertinggi pada bulan Januari yaitu 330,93

dan Q rata-rata minimum terendah pada bulan September yaitu 46,17.

4. Daerah Tangkapan air sepanjang DAS Cimanuk banyak terdapat lahan kritis,

disertai peningkatan erosi lahan. Kerusakan dan lahan kritis pada daerah aliran

sungai atau DAS Cimanuk, yang melintas dari Kabupaten Garut hingga

Indramayu, ternyata relatif parah.

5. Berdasarkan data BPDAS Cimanuk Citanduy terkait dengan perubahan tutupan

lahan dianggap menjadi salah satu permasalahan yang benimbuklan dampak

yang sangat besar terhadap kerusakan lingkungan. Gambar perubahan tutupan

lahan tahun 1999, 2005 dan 2011 terlihat pada Gambar Berikut.

6. Data BPDAS Cimanuk Citanduy Menunjukkan bahwa kondisi lahan sangat

kritis seluas 1.137,20 Ha dan luas lahan kritis seluas 13.532,20 Ha yang

seluruhnya menjadi prioritas untuk perbaikan tutupan vegetasi. Sedangkan data

tahun 2013 menunjukkan perluasan lahan kritis yaitu luasan lahan sangat kritis

1.966,39 Ha, luas lahan kritis 14.854,88 Ha. Namun terjadi penurunan luas

lahan agak kritis yaitu 77.250 ha. Beberapa program dan kegiatan terkait

rehabilitasi hutan dan lahan yang telah dilakukan pada DAS Cimanuk berupa;

Page 73: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 39

reboisasi kawasan konservasi, rehabilitasi kawasan fungsi lindung, rehabilitasi

hutan dan lahan melalui kebun bibit rakyat, rehabilitasi lahan melalui

pembangunan hutan kota, rehabilitasi mangrove dan hutan pantai,

pengembangan hutan kemitraan, pembangunan infrastruktur untuk konservasi

tanah dan air.

7. Erosi di DAS Cimanuk menimbulkan sedimentasi di Sungai Cimanuk. Erosi

banyak terjadi di bagian hulu sungai dan sedimentasi terjadi di bagian tengah

maupun hilir sungai. Data BPDAS Cimanuk Citanduy menujukkan bahwa

tingginya tingkat erosi pada DAS Cimanuk disebabkan akibat penggunaan lahan

di wilayah hulu tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah. Juga akibat

kawasan lindung yang dijadikan pertanian intensif. Selain erosi praktek ini juga

menyebabkan sedimentasi dan banjir.

8. Kajian kebutuhan komposting untuk timbulan sampah 2,5 L/orang/hari dengan

komposisi 60% sampah organik, pada segmen Majalengka diperlukan 164 unit,

Garut 112 unit, Indramayu 21 unit, Sumedang 24 unit

9. Kualitas air di DAS Cimanuk dapat dikategorikan buruk karena hal-hal sebagai

berikut:

a) Hampir semua sungai membawa zat padat terlarut dalam alirannya, dengan

kadar yang tinggi, sebagai indikasi adanya erosi lahan di DAS.

b) Parameter COD dan BOD melebihi baku mutu yang disyaratkan.

c) Parameter Phosfat (PO4) dan Chlorida (Cl) melebihi baku mutu yang

disyaratkan, kemungkinan dari limbah pertanian dan perkebunan.

Page 74: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 40

d) Hampir seluruh aliran sungai tercemar sulfat (SO4), sulfida (H2S), besi (Fe),

mangaan (Mn) dan seng (Zn) secara berlebihan.

Data BPLHD Jabar menunjukkan bahwa status mutu air rata-rata DAS

Cimanuk pada tahun 2012 berdasarkan hasil evaluasi dengan menggunakan

metode Storet berdasarkan BMA PP nomor 82 tahun 2001 pada kelas II

menunjukkan bahwa seluruh lokasi tercemar berat. Segmentasi DAS Cimanuk

terdiri segmen 1 yaitu bagian hulu meliputi kabupaten Garut, segmen 2 di

kabupaten Sumedang, segmen 3 kabupaten Majalengka, segmen 4 atau bagian

hilir di kabupaten Indramayu. Berdasarkan Pergub Jabar Nomor 12 tahun 2013

BMA DAS Cimanuk ditetapkan bahwa segmen 1 sampai segmen 3 ditetapkan

sebagai klas II dan segmen 4 ditetapkan sebagai klas 3. Kondisi BMA DAS

Cimanuk saat ini segmen 1 sampai segmen 4 adalah cemar berat atau masuk klas

IV. Sedangkan telah ditetapkan mutu air sasaran DAS Cimanuk untuk segmen 1

dan 2 adalah klas II serta segmen 3 dan 4 adalah klas III.

Berdasarkan hasil uji kualitas Air pada beberapa segmen, terdapat beberapa

parameter yang melebihi baku mutu berdasar BMA PP 82/2001 yaitu BOD, COD,

Nitrat, Sulfida, Koli Tinja dan Koli Total di lokasi Boyongbong, Sukaregang,

Wado, Tomo, Jatibarang. Upaya mitigasi yang dilakukan untuk memperbaiki

kualitas air DAS Cimanuk akibat limbah domestik antara lain melalui intervensi

pembangunan IPAL komunal dan komposting. Kajian terhadap kebutuhan IPAL

untuk skala 250 orang atau 50 KK masing-masing 5 jiwa pada segmen

Majalengka diperlukan 230 unit, segmen Garut 405 unit, Indramayu 120 unit,

Sumedang 144 unit.

6. DAS Citanduy

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citanduy terletak di Provinsi Jawa Tengah dan

Jawa Barat dengan luas wilayah365.172 Ha. DAS Citanduy mencakup 11

kabupaten/kota yaitu Kab. Banyumas, Kab. Brebes, Kab. Ciamis, Kab. Cilacap, Kab.

Garut, Kota Banjar, Kota Tasikmalaya, Kab. Kuningan, Kab.Majalengka, Kab.

Sumedang dan Kab. Tasikmalaya. DAS Citanduy berbatasan dengan Samudera Hindia

dibagian selatan, dengan DAS Pemali dan DAS Cibeureum di bagian timur, DAS

Cimanuk dan DAS Cisanggarung di bagian utara dan DAS Cimanuk di bagian barat.

Page 75: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 41

Gambar 3.26. Peta Batas DAS Citanduy

Gambar 3.27. Peta Administrasi DAS Citanduy

Page 76: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 42

Tabel 3.30. Presentasi Luas Kabupaten/Kota dalam DAS Citanduy

KABNAME LUAS (ha) (%)

Banyumas 332 0,09%

Brebes 48 0,01%

Ciamis 178.939 49,00%

Cilacap 95.612 26,18%

Garut 1.956 0,54%

Kota Banjar 12.812 3,51%

Kota Tasikmalaya 13.374 3,66%

Kuningan 11.917 3,26%

Majalengka 575 0,16%

Sumedang 3 0,00%

Tasikmalaya 49.601 13,58%

6.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

Gambar 3.28. Peta Ekoregion DAS Citanduy

DAS Citanduy terdiri dari 11 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran Pantai Selatan Jawa, Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng –

Rembang, Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung, Pegunungan

Struktural Blok Selatan Jawa, Pegunungan Struktural Jalur Bogor - Kendeng –

Page 77: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 43

Rembang, Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung,

Perbukitan Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu – Blambangan,

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa, Perbukitan Struktural Jalur Bogor -

Kendeng – Rembang, Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi –

Raung. Sebaran satuan ekoregion DAS Citanduy dapat dilihat pada Gambar 3.28.

Sedangkan luas masing-masing Ekoregion dalam DAS Citanduy terlihat pada

Tabel 3.31 berikut

Tabel 3.31. Satuan Ekoregion DAS Citanduy

NAMA KODE LUAS (ha)

(%)

Dataran Fluvial Jawa F 46.183 12,65%

Dataran Pantai Selatan Jawa M2 36 0,01%

Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S32 10.339 2,83%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 45.324 12,41%

Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa S11 12.695 3,48%

Pegunungan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S12 44.574 12,21%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 31.529 8,63%

Perbukitan Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu - Blambangan

K1 421 0,12%

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa S21 36.469 9,99%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 82.045 22,47%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 55.573 15,22%

Secara umum jenis tanah dominan yang terdapat di DAS Citanduy berupa

latosol dengan bahan induk Tuff Vilkan yang sangat peka erosi. Jenis tanah ini

mendominasi luasan Sub-DAS. Jenis tanah akan berbeda sejalan dengan relief atau

topografi yang berbeda. Tanah pada lahan atas DAS Citanduy terdiri dari residu

incesed yang terbentuk dari bahan vulkanis. Debu vulkanis dan debris dari hasil

letusan Gunung Galunggung tercampur dengan tanah ini. Jenis tanahnya berupa

kambisol, gleisol, latosol mediteran dan pedsolik merah kuning. Jenis tanah pada

elevasi yang lebih tinggi adalah andosol, sedangkan pada elevasi yang lebih rendah

berupa tanah latosol. Jenis tanah ini merupakan batuan induk yang selama ini

tererosi dan terangkut oleh aliran sungai dan akhirnya terendapkan di Segara

Anakan.

Tanah latosol merupakan tanah dengan tingkat perkembangan sedang-lanjut

(virile-senile stage), dicirikan oleh solum tanah yang dalam, berwarna coklat

Page 78: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 44

kemerahan-coklat kekuningan, mempunyai horizon kambik atau oksik, bertekstur

liat –lempung berliat, kandungan aluminum dan besi oksida yang cukup tinggi dan

kesuburannya relative rendah.

Gambar 3.29. Peta Jenis Tanah DAS Citanduy

Tanah podsolik merupakan tanah dengan tingkat perkembangan lanjut,

mempunyai horizon timbunan liat (argilik), kejenuhan basa yang rendah (< 30%),

kandungan bahan organik dan unsur hara yang rendah sehingga tingkat

kesuburannya rendah. Karena kesuburan tanahnya maka penggunaan tanah

tersebut untuk lahan pertanian harus disertai dengan pemupukan untuk

mempertahankan dan meningkatkan produktivitas tanaman yang diusahakan.

Tanah alluvial merupakan tanah yang terbentuk akibat proses fluvial yang

terbentuk pada wilayah tanggul sungai (kanan kiri sungai) dan dataran banjir. Karena

terbentuk dari bahan yang baru diendapkan tanah ini biasanya mempunyai kesuburan

tanah yang tinggi dan banyak dimanfaatkan untuk lahan persawahan. Tanah andosol

terbentuk dari bahan abu volkan hasil letusan gunung api, bertekstur lempung berdebu –

lempung berpasir, dan terdapat pada wilayah dataran tinggi dan perbukitan. Tanah

tersebut mempunyai kandungan mineral yang cukup baik, terletak pada wilayah dataran

Page 79: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 45

tinggi, dan mempunyai tekstur tanah ideal untuk menunjang pertumbuhan dan produksi

tanaman hortikultura. Tanah litosol merupakan tanah dengan solum yang dangkal

(biasanya < 25 cm), sehingga tanah tersebut langsung duduk diatas bahan induk tanah atau

batuan keras baik batu kapur, batu liat maupun batuan vulkanik.

Grumusol adalah tanah yang berbentuk dari batuan kapur pada wilayah yang

mempunyai curah hujan tidak terlalu tinggi dan memungkinkan terbentuk mineral

montmorilonit (liat tipe 2:1). Tanah ini mempunyai kemampuan mengembang dan

mengkerut yang tinggi sehingga akan retak pada musim kemarau. Organosol merupakan

tanah yang terbentuk dari bahan organik pada kondisi tergenang (jenuh) air. Karena

terbentuk dari bahan organik, tanah tersebut mempunyai kapasitas tukar kation yang

tinggi, kejenuhan basa yang rendah dan kandungan unsur hara yang rendah.

Tabel 3.32. Luas masing-masing Jenis Tanah DAS Citanduy

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Kelabu Tua 3.698 1,01%

Aluvial Coklat Kekelabuan 4.975 1,36%

Aluvial Coklat Kelabu 1.103 0,30%

Aluvial Hidromorf 11.827 3,23%

Aluvial Kelabu Kekuningan 9.226 2,52%

Aluvial Kelabu dan Aluvia Coklat Kekelabuan 5.232 1,43%

Andosol Coklat Kekuningan 7.643 2,09%

Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat 14.229 3,89%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 11.603 3,17%

Asosiasi Glei Humus dan Aluvial Kelabu 8.603 2,35%

Asosiasi Podsolik Kuning dan Regosol 22.621 6,19%

Grumusol Hitam 10.607 2,90%

Grumusol Kelabu 6.273 1,72%

Grumusol Kelabu Tua 2.434 0,67%

Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, 29.402 8,04%

Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 6.602 1,81%

Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kunin 18.578 5,08%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 8.009 2,19%

Kompleks Regosol dan Litosol 7.391 2,02%

Kompleks Resina, Litosol Batukapur dan Brown Fores 86 0,02%

Latosol Coklat 70.477 19,27%

Latosol Coklat Kemerahan 4.012 1,10%

Latosol Coklat Tua Kemerahan 79.775 21,81%

Mediteran Merah Tua dan Regosol 19.203 5,25%

Organosol 2.093 0,57%

Page 80: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 46

Penggunaan lahan di DAS Citanduy dibedakan 9 kelas penggunaan lahan

yaitu Hutan Sekunder, Kebun Campuran, Perkebunan, Permukiman, Sawah,

Semak/Belukar, Tanah Terbuka, Tegalan/Ladang dan Tubuh Air. Secara spasial

penggunaan lahan yang terdapat di DAS Citanduy terlihat pada Gambar 3.30.

Penggunaan lahan di DAS Citanduy sebagian besar merupakan kebun campuran

yang mencakup kawasan seluas 234.502 ha atau meliputi 64,21%, selengkapnya

penggunaan lahan di DAS Citanduy dapat dilihat pada Tabel 3.33.

Gambar 3.30. Peta Penggunaan Lahan DAS Citanduy

Tabel 3.33. Luas Penggunaan Lahan DAS Citanduy

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Sekunder 38.280 10,48%

Kebun Campuran 234.502 64,21%

Perkebunan 11.674 3,20%

Permukiman 4.879 1,34%

Sawah 38.362 10,50%

Semak/Belukar 4.089 1,12%

Tanah Terbuka 76 0,02%

Tegalan/Ladang 32.676 8,95%

Tubuh Air 650 0,18%

Page 81: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 47

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Citanduy tahun 2012 sebesar 3.263.247

jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun 2010

dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk kabupaten/kota yang berada di

DAS Citanduy.

Tabel 3.34. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Citanduy 2012

Provinsi Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

jumlah penduduk DAS 2010

Laju Pertumbuhan

(%)

Jumlah Penduduk DAS Tahun

2013

Jawa Barat Ciamis 76,09% 1.532.504 1.166.033 0,47 1.177.020

Jawa Barat Garut 0,51% 2.404.121 12.201 1,61 12.597

Jawa Barat Kota Banjar 100,00% 175.157 175.157 1,14 179.173

Jawa Barat Kota Tasikmalaya 80,89% 635.464 514.045 1,13 525.728

Jawa Barat Kuningan 10,47% 1.035.589 108.465 0,51 109.574

Jawa Barat Majalengka 0,02% 1.166.473 267 0,4 269

Jawa Barat Tasikmalaya 19,60% 1.675.675 328.364 1,15 335.960

Jawa Tengah Banyumas 0,15% 1.554.527 2.290 0,59 2.317

Jawa Tengah Brebes 0,18% 1.733.869 3.125 0,11 3.132

Jawa Tengah Cilacap 40,59% 1.642.107 666.454 0,2 669.122

Jumlah Penduduk

3.014.892

6.2. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang terjadi di DAS Citanduy salah satunya adalah

penggunaan pupuk buatan yang mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi.

Selain itu, adalah pencemaran air oleh limbah domestik dari rumah tangga.

Berdasarkan pengamatan BBWS Citanduy tahun 2008 terhadap 3 lokasi yang

berada di DAS Citanduy yaitu Pataruman, Tunggilis dan Panumbangan selama

pemantauan, tidak satu lokasipun yang kualitas airnya memenuhi kriteria baku

mutu air kelas II, karena tingginya kandungan koli tinja. Parameter lainnya yang

tidak memenuhi kriteria umumnya adalah kadar BOD. Kualitas air yang sudah

tidak sesuai untuk digunakan pada kelas 1 dan kelas 2.

Berdasar data BPLHD Jawa Barat 2012, Status mutu air di DAS Citanduy

dengan metode Storet berdasar BMA PP 82/2001 seluruh lokasi tercemar berat.

Data kualitas air Citanduy berdasar PP 82/2001 Klas II yang tidak memenuhi baku

mutu adalah TSS, BOD, COD, Nitrat, Sulfida, Koli tinja, Koli total.

Page 82: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 48

Perubahan tata guna lahan di DAS terutama di daerah catchment area tidak

diimbangi dengan usaha dan upaya konservasi menyebabkan erosi dan

sedimentasi. Serta menambah jumlah kategori luas lahan kritis di DAS. Terjadinya

lahan-lahan kritis di DAS tidak saja menyebabkan penurunan produktivitas tanah,

tetapi juga menyebabkan rusaknya fungsi hidrologis DAS.

Berdasarkan data BPDAS Citanduy tahun 2012 luas lahan sangat kritis

terbesar berada di wilayah kabupaten Ciamis seluas 1.090,08 ha dan luas lahan

kritis seluas 6.118,57 ha. Wilayah kedua terbesar adalah kabupaten Cilacap dengan

luas lahan sangat kritis seluas 700,29 Ha dan lahan kritis seluas 7.571,99 Ha.

Berdasar data BPDAS 2012, beberapa kawasan sepanjang DAS Citanduy

yang merupakan daerah rawan banjir meliputi Kota Banjar terdiri dari Kecamatan

Purwaharja seluas 210 Ha, Kecamatan Pataruman seluas10 Ha. Kabupaten Ciamis

meliputi Kecamatan Pamarican seluas 400 Ha, Kecamatan Banjarsari seluas 450

Ha, Kecamatan Lakbok seluas 800 Ha, Kecamatan Padaherang seluas 1.200 Ha,

Kecamatan Kali pucang seluas 403 Ha. Di Kabupaten Cilacap meliputi Kecamatan

Dayeuh luhur seluas 80 Ha,Kecamatan Wanareja seluas 750 Ha, Kecamatan

Majenang seluas 300 Ha, Kecamatan Cipari seluas 260 Ha, Kecamatan Cimanggu

seluas 20 Ha, Kecamatan Karangpucung seluas 10 Ha, Kecamatan Lumbir seluas

10 Ha, Kecamatan Kawunganten seluas 1.050Ha, Kecamatan Bantarsari seluas 700

Ha, Kecamatan Gandrungmangu seluas 500 Ha, Kecamatan Sidareja seluas 540

Ha, Kecamatan Kedungreja seluas 95 Ha, Kecamatan Patimuan seluas 300 Ha.

Page 83: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 49

Berdasar data BPDAS Citanduy tahun 2012, akibat erosi dan sedimentasi

menyebabkan terjadinya perubahan terhadap luasan Segara Anakan sebagai muara

dari DAS Citanduy. Tahun 1903 luas Segara Anakan sebesar 6.450 Ha, pada

tahun 1939 menyusut menjadi 6.060 Ha, tahun 1971 berkurang menjadi 4.290 Ha,

tahun 1986 terus menyusut menjadi 2.700 Ha, tahun 1992 menjadi 1.800 Ha,

tahun 2000 menjadi 600 ha, dapat dipastikan luas segara anakan pada tahun 2013

lebih kecil dibandingkan luas tahun 2000.

Berdasar data BBWS 2012Di Wilayah Sungai Citanduy sering terjadi krisis

ketersediaan air di beberapa wilayah tertentu mengingat kondisi sarana dan

prasarana yang ada tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi. Dimana pada saat debit

maksimum dapat terjadi banjir untuk kondisi lokasi – lokasi yang rawan banjir, dan

pada saat debit minimum dapat terjadi kekeringan. Sehingga perlu adanya strategi

dalam pengelolaan Sumber Daya Air untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi

di Wilayah Sungai Citanduy.

Beberapa kawasan DAS Citanduy yang merupakan daerah rawan kekeringan

KABUPATEN KECAMATAN DESA

Cilacap a. Kedungreja Sidanegara (40 Ha)

Cisumur (131 Ha) Gandrungmangu (43 Ha) Bulusari (30 Ha) Gandrungmanis (76 Ha)

b. Sidareja Tegalsari (19 Ha)

Margasari (11 ha) Sidamulya (7 Ha) Sidareja (32 Ha) Kunci (32 ha) Tinggarjaya (52 Ha) Karanganyar (31 ha)

c. Patimuan Bulu Payung (290 Ha)

Patimuan (69 Ha) Rawa Apu (303 Ha) Purwodadi (35 Ha) Sidamukti (388 Ha) Cimrutu (15 Ha)

d. Lakbok Selatan

Paledah (404 Ha) Sindangwangi (241,84 Ha) Sukanegara (496 Ha) Ciganjeng (174,79 ha)

e. Lakbok Utara Sindang Angin (209,76 Ha) Tambakreja (190 Ha)

f. Rawa Onom Randegan II ( 40 Ha)

Sumber: BBWS Citanduy 2012

Page 84: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 50

6.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Upaya mengatasi masalah telah dan akan dilakukan oleh instansi terkait

seperti Dinas Kehutanan, BBWS, BPDAS, BLH. Secara umum strategi dan arah

penanganan masalah-masalah tersebut dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu

aspek ekologis melalui rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan, aspek sosial

ekonomi antara lain melalui pemberdayaan kelompok masyarakat /kelompok tani

dalam kegiatan rehabilitasi dan konservasi, meningkatkan peran masyarakat dalam

pengelolaan /penataan kawasan Lindung DAS Citanduy. Meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan bagi masyarakat melalui kegiatan vegetatif yaitu

Rehabilitasi Kawasan Hutan, Hutan Rakyat, Rehabilitasi areal bakau/ pesisir,

Penghijauan Kota/ Penghijauan Lingkungan, Turus Jalan. Serta kegiatan sipil

teknis yaitu pembangunan Dam Penahan/ Pengendali, Pengendali Jurang (Gully-

Plug), Sumur Resapan, Embung.

Rencana pengembangan infrastruktur sumberdaya air, meliputi:

pembangunan waduk Cibatarua di Kabupaten Garut, pembangunan waduk

Lapangan Gagah Jurit, waduk Sukahurip, waduk Hyang, waduk Cikembang

dan waduk Leuwikeris di Kabupaten Ciamis, dan Waduk Ciwulan di Kabupaten

Tasikmalaya; rencana revitalisasi dan optimalisasi fungsi waduk dan danau/situ;

Pengembangan infrastruktur pengendali banjir; Pembangunan Daerah Irigasi,

Leuwigoong di Kabupaten Garut; dan Peningkatan kondisi jaringan irigasi.

7. DAS Citarum

Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum merupakan DAS terbesar dan terpanjang

di Provinsi Jawa Barat, secara geografis berada pada 106°51’36” - 107°51’ BT dan

7°19’ - 6°24’ LS. Daerah Aliran Sungai Citarum memiliki luas 661.015 Ha dengan

panjang sungai utama 269 Km ini terdapat 12 Sub DAS yang terdiri dari Sub DAS

Citarum Hilir, Sub DAS Cibeet, Sub DAS Cikaso, Sub DAS Cikundul, Sub DAS

Cisokan, Sub DAS Cimeta, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Ciminyak, Sub DAS

Ciwidei, Sub DAS Citarik/Cikeruh, Sub DAS Cisangkuy dan Sub DAS Citarum Hulu.

DAS Citarum berbatasan dengan Laut Jawa dibagian utara, DAS Bekasi dan

DAS Ciliwung dibagian barat, DAS Cibuni dan DAS Cimanuk di bagian selatan, DAS

Page 85: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 51

Cimalaya dan DAS Cikarokrok di bagian timur seperti terlihat pada Gambar 3.31. DAS

Citarum mencakup 10 Kabupaten dan 2 Kota dimana persentase luas kabupaten dan

Kota dalam DAS paling besar berada pada Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi yaitu

100% wilayahnya berada pada DAS Citarum, menyusul Kota Bandung pada 90,02%

dan kabupaten/kota lainnya seperti terlihat pada tabel persentase luas kabupaten dalam

DAS Ciatrum. Sedangkan kabupaten yang berpengaruh sangat besar dilihat dari luas

daerah dalam DAS terbesar adalah Kabupaten Bandung yaitu sebanyak 40,10%.

Gambar 3.31. Peta Batas DAS Citarum Gambar 3.32. Peta Administrasi DAS Citarum

Tabel 3.35. Presentase Luas Kabupaten/Kota dalam DAS Citarum

KABNAME LUAS (ha) (%)

Bandung 265.101 40,10%

Bekasi 46.752 7,07%

Bogor 43.828 6,63%

Cianjur 130.278 19,71%

Garut 1.718 0,26%

Karawang 76.041 11,50%

Kota Bandung 15.093 2,28%

Kota Cimahi 4.064 0,61%

Purwakarta 65.205 9,86%

Subang 77 0,01%

Sukabumi 168 0,03%

Sumedang 12.736 1,93%

Page 86: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 52

7.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Citarum terdiri dari 9 satuan ekoregion yaitu satuan Dataran Fluvial

Jawa, Dataran Pantai Utara Jawa, Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi

– Raung, Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa, Pegunungan Vulkanik Jalur

Gunung Karang - Merapi – Raung, Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng –

Rembang, Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa, Perbukitan Struktural Jalur

Bogor - Kendeng – Rembang, Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi

– Raung. Sebaran satuan ekoregion dalam DAS Citarum dapat dilihat pada

Gambar peta ekoregion DAS Citarum.

Gambar 3.33. Peta Ekoregion DAS Citarum Gambar 3.34. Peta Jenis Tanah DAS Citarum

Ekoregion terluas terdapat pada Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang -

Merapi - Raung yaitu seluas 158.616 Ha (23.99%) menyusul Perbukitan Struktural

Jalur Bogor - Kendeng - Rembang yaitu seluas 154.358 Ha (23.34%). Masing-

masing luasan ekoregion dalam DAS Citarum dapat dilihat pada table ekoregion

DAS Citarum.

Page 87: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 53

Tabel 3.36. Satuan Ekoregion DAS Citarum

NAMA KODE LUAS (ha) (%)

17.758 2,69%

Dataran Fluvial Jawa F 71.762 10,85%

Dataran Pantai Utara Jawa M1 8.830 1,34%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 75.597 11,43%

Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa S11 8.355 1,26%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 94.807 14,34%

Perbukitan Karst Jalur Bogor - Kendeng - Rembang K2 4.503 0,68%

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa S21 66.620 10,08%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 154.358 23,34%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 158.616 23,99%

Jenis tanah pada DAS Citarum sangat bervariasi yaitu terdiri dari 29 jenis

tanah dimana jenis tanah Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat menempati

luasan yang tertinggi yaitu 83.060Ha (12,57%) dan menyusul jenis tanah Asosiasi

Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat dengan luas 69.594 Ha (10,53%). Untuk

melihat sebaran jenis tanah pada DAS Citarum dapat dilihat pada Gambar 3.34.

Tabel 3.37. Luas Masing-Masing Jenis Tanah DAS Citarum

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Coklat Kelabu 50.810 7,69%

Aluvial Hidromorf 3.771 0,57%

Aluvial Kelabu Tua 13.603 2,06%

Andosol Coklat 21.405 3,24%

Asosiasi Aluvial Coklat Kelabu dan Aluvial Coklat 69.594 10,53%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 83.060 12,57%

Asosiasi Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 7.303 1,10%

Asosiasi Glei Humus dan Aluvial Kelabu 8.371 1,27%

Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Cokl 17.355 2,63%

Asosiasi Latosol Coklat dan Regosol Kelabu 2.796 0,42%

Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan d 19.248 2,91%

Asosiasi Podsolik Kuning dan Hidromorf Kelabu 8.969 1,36%

Grumusol Kelabu 648 0,10%

Grumusol Kelabu Tua 5.705 0,86%

Kompleks Grumusol, Regosol dan Mediteran 35.574 5,38%

Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat 30.922 4,68%

Kompleks Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, 12.271 1,86%

Kompleks Latosol Merah dan Latosol Coklat Kemeraha 36.973 5,59%

Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 3.247 0,49%

Page 88: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 54

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Kompleks Podsolik Merah Kekuningan, Podsolik Kunin 59.511 9,00%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 11.622 1,76%

Kompleks Regosol dan Litosol 2.549 0,39%

Kompleks Resina, Litosol Batukapur dan Brown Fores 2.372 0,36%

Latosol Coklat 69.289 10,48%

Latosol Coklat Kekuningan 5.048 0,76%

Latosol Coklat Kemerahan 14.779 2,24%

Latosol Coklat Tua Kemerahan 52.174 7,89%

Podsolik Kuning 12.033 1,82%

Regosol Kelabu 14 0,00%

Penggunaan lahan pada DAS Citarum dibagi ke dalam 12 penggunaan lahan

yaitu Hutan Primer, Hutan Sekunder, Kebun Campuran, Perkebunan, Permukiman,

Rawa, Sawah, Semak/Belukar, Tambak/Empang, Tanah Terbuka, Tegalan/Ladang

dan Tubuh Air. Penggunaan lahan untuk sawah menempati luasan terbesar yaitu

226.537 Ha (34,26%) menyusul tegalan/ladang 107.863 Ha (16,31%). Sebaran

penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 3.35. sementara luasan tiap-tiap

penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.38.

Tabel 3.38. Penggunaan Lahan di DAS Citarum

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Primer 5.430 0,82%

Hutan Sekunder 43.726 6,61%

Kebun Campuran 94.124 14,24%

Perkebunan 75.576 11,43%

Permukiman 60.372 9,13%

Rawa 428 0,06%

Sawah 226.537 34,26%

Semak/Belukar 11.837 1,79%

Tambak/Empang 11.530 1,74%

Tanah Terbuka 6.099 0,92%

Tegalan/Ladang 107.863 16,31%

Tubuh Air 17.684 2,67%

Gambar 3.35. Peta Penggunaan Lahan DAS Citarum

Page 89: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 55

b. Karaktreistik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Citarum tahun 2012 kurang lebih adalah

11.508.480jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun

2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Barat. Dengan

luas DAS sebesar 719.406 Ha, maka kepadatan penduduk di DAS Citarum adalah

16 Jiwa/Ha atau sekitar 1.600 Jiwa/Km2. Pertumbuhan penduduk dan jumlah

penduduk pada DAS Citarum dapat dilihat pada table perkiraan jumlah penduduk

DAS Citarum.

Tabel 3.38. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Citarum Tahun 2012

Provinsi Kabupaten % luas

dalam DAS

Jumlah

Penduduk

2010

Pertumbuhan

Penduduk (%)

Jumlah

Penduduk

DAS 2012

Jawa Barat Bandung 100,00% 3.178.543 2,57 3.344.020

Jawa Barat Bekasi 53,75% 2.630.401 4,7 1.549.998

Jawa Barat Bogor 12,84% 4.771.932 3,15 651.888

Jawa Barat Cianjur 34,23% 2.171.281 1,11 759.880

Jawa Barat Garut 1,32% 2.404.121 1,61 32.838

Jawa Barat Karawang 75,04% 2.127.791 1,17 1.634.374

Jawa Barat Kota Bandung 90,02% 2.394.873 1,16 2.206.135

Jawa Barat Kota Cimahi 100,00% 541.177 2,06 563.703

Jawa Barat Purwakarta 76,05% 852.521 2,01 674.646

Jawa Barat Subang 0,04% 1.465.157 0,98 625

Jawa Barat Sukabumi 0,10% 2.341.409 1,22 2.504

Jawa Barat Sumedang 7,84% 1.093.602 1,23 87.869

Total 11.508.480

7.2. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan DAS Citarum terbagi ke dalam 6 permasalahan

yaitu sosial ekonomi, perubahan tata guna lahan, lahan kritis, pencemaran, banjir,

kehati dan abrasi. Permasalahan yang terjadi di DAS Citarum pada dasarnya

diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali yang berakibat pada

meningkatnya eksploitasi ruang dan sumber daya alam. Penduduk di Cekungan

Bandung tumbuh pada kisaran 3% pertahun, sebagai pengaruh migrasi ke daerah

dengan pertumbuhan yang cepat. Berdasarkan Land-use change – Urbanization

(ADB-Package B) 2000 – 2025 in JanJaap Brinckman, Deltares 2010, diprediksi

pengembangan perkotaan tahun 2025 adalah 50% penduduk tinggal di urban.

Page 90: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 56

Tingginya tekanan kependudukan ini menyebabkan terjadinya peningkatan

lahan kritis akibat perubahan tata guna lahan sehingga Citarum termasuk DAS

utama di Jawa Barat yang memiliki luasan lahan kritis yang tinggi. Dimana tahun

2000-2009 telah terjadi laju penurunan luas hutan sebesar 86%, laju peningkatan

kawasan permukiman sebesar 115 (Sumber : BPDAS CC dan BBWS) dan masih

tersisa lahan kritis seluas 117.246,52 ha Sumber : BPLHD, 2012). Lahan kritis

DAS Citarum terdiri dari agak kritis dengan luas 23.200,3 Ha, potensial kritis

dengan luas 54.115,6 Ha, kritis dengan luas 36.505,07 Ha dan sangat kritis dengan

luas 3.429,7 Ha (Sumber : BPLHD, 2012). Dampak dari lahan kritis adalah

terjadinya sedimentasi dengan laju sedimentasi sebesar 112,3 juta ton/tahun dan

mengendap di bendungan Saguling 2,8 juta ton/tahun (BPDAS CC, 2010).

Untuk sumber pencemaran organik sungai Citarum adalah berasal dari

limbah domestic, industry, pertanian dan peternakan dimana limbah domestic dan

industry lebih mendominasi (Sumber : RIRW). Produksi sampah DAS Citarum

tahun 2013 adalah 500.000 m3 (BBWS Citarum,2013). Sementara hasil

pemantauan tahun 2012, nilai coli dan COD rata-rata berada di atas Baku Mutu.

Pencemaran limbah pertanian berasal dari petani yang cenderung menggunakan

pestisida untuk membasmi hama dimana 76% petani menggunakan pestisida secara

berlebihan dan 89,2% petani tidak membuang wadah pestisida secara benar

(BPLHD 2004). Pencemaran limbah peternakan diakibatkan dari sekitar 1.800 ton

kotoran hewan berpotensi masuk ke sungai setiap hari (KPBS, 2010).

Daerah banjir Citarum hulu berada pada daerah banjir Bandung Selatan yaitu

daerah Ciputat, Citepus, Cieunteung dan Parung halang. Sementara daerah banjir

Citarum hilir seperti terjadi pada banjir Karawang 2013 dimana 16.587 rumah

tergenang dan 50.813 jiwa terdampak. Sementara permasalahan kehati dan abrasi

berdampak kepada kerusakan mangrove, berkurangnya habitat burung, mamalia,

dan ikan serta abrasi garis pantai.Untuk memudahkan identifikasi terhadap semua

permasalahan yang ada di Daerah Aliran Sungai Citarum tersebut, maka DAS

Citarum dibagi menjadi 3 zona wilayah yaitu Zona Citarum Hulu (Hulu sungai di

Gunung Wayang – Ujung Saguling), Zona Citarum Tengah (Saguling – Cirata –

Jatiluhur) dan Zona Citarum Hilir (Citarum Hilir – Muara Citarum)

Page 91: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 57

Permasalahan di Zona Citarum Hulu

Permasalahan di daerah Citarum Hulu disebabkan oleh berkurangnya fungsi

kawasan lindung (hutan dan non hutan), berkembangnya permukiman tanpa

perencanaan yang baik, dan budi daya pertanian yang tidak sesuai dengan kaidah

konservasi yang menyebabkan banyaknya lahan kritis, kadar erosi yang semakin

tinggi yang mengakibatkan sedimentasi di palung sungai, waduk, bahkan masuk ke

jaringan prasarana air.

Zona Citarum Hulu memiliki potensi erosi lahan sebesar 112,35 juta

ton/tahun dimana wilayah yang sangat buruk berada pada Sub DAS Cirasea,

Ciwidey dan Cisangkuy sementara wilayah yang buruk adalah pada Sub DAS

Ciminyak, Cikapundung, Citarik, Cihaur dan Cikeruh (BPDAS CC).

Sungai tercemar limbah permukiman, industri dan pertanian karena perilaku

masyarakat. Baik industri ataupun rumah tangga yang menjadikan sungai sebagai

tempat pembuangan air limbah dikarenakan pengelolaan limbah belum tertata

dengan baik sehingga sungai Citarum dominan akan genangan banjir, sampah, dan

limbah industri dan domestik. Permasalahan utama lainnya di bagian hulu DAS

Citarum meliputi degradasi fungsi konservasi sumber daya air seperti luas lahan

kritis mencapai 26.022,47 ha, yang mengakibatkan run off aliran permukaan

sebesar 3.632,50 juta m3 /tahun serta sedimentasi sebesar 7.898,59 ton/ha.

Page 92: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 58

Permasalahan lainnya adalah tingkat pengambilan air tanah yang diluar

kendali dimana sebagian besar pengambilan air tanah tidak teregistrasi.

Diperkirakan pengambilan air tanah mencapai tiga kali lipat dari jumlah yang

dilaporkan oleh pemerintah. Diperkirakan 90 % penduduk dan 98 % industri di

Cekungan Bandung menggantungkan kebutuhan air sehari - hari pada air tanah.

Pengambilan air tanah yang berlebih dan tidak terkendali dapat mengakibatkan

penurunan muka tanah dan kerusakan struktur pada bangunan gedung serta

memperbesar potensi daerah rawan banjir.Semua permasalahan di Citarum Hulu

tersebut berakibat hampir setiap tahun luapan Sungai Citarum menyebabkan banjir.

Banjir-banjir besar di Bandung dan sekitarnya tercatat pada tahun 1931, 1945,

1977, 1982, 1984, 1986, 1998, 2005, 2010 dan akan tetap terjadi pada tahun

berikutnya bila tidak segera dilakukan penanganan.

Permasalahan di Zona Citarum Tengah

Zona Citarum tengah juga masih terlihat potensi erosi lahan dimana terjadi

pada daerah tangkapan air waduk Cirata dengan erosi lahan sebesar 16,5 juta

ton/tahun. Erosi lahan sangat buruk banyak ditemukan di sekitar bantaran sungai

Cimeta, bagian hulu Sub DAS Cimeta dan Cikundul (BPDAS CC).

Tingginya pertumbuhan penduduk di Cekungan Bandung berdampak

terhadap bertambahnya pembuangan limbah domestik tanpa pengolahan,

pembuangan sampah dan limbah industri yang menambah beban pencemaran ke

Sungai Citarum. Berdasarkan PD Kebersihan Kota Bandung rata-rata produksi

sampah sebesar 6.500 m3/hari, dimana1.500 m3 diantaranya tidak dikumpulkan

dan dibuang secara benar.

Dengan demikian sampah yang tidak terkumpul dengan benar akan masuk ke

sistem drainase dan sungai sebesar 500.000 m3 pertahun. Berdasarkan kantor

pengelola Waduk Saguling diperkirakan jumlah sampah yang masuk ke Waduk

Saguling adalah sebesar 250.000 m3 per tahun.Kualitas air yang masuk ke Waduk

Saguling memiliki rata-rata kandungan BOD lebih dari 300 mg/liter. Pada tahun

2004 dilaporkan konsentrasi BOD sebanyak 55 mg/liter dan meningkat menjadi

130 mg/liter pada musim kemarau.

Pencemaran waduk akibat sampah rumah tangga, sampah padat, dan industri,

serta adanya penambangan pasir menyebabkan terjadinya pendangkalan waduk

Page 93: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 59

akibat adanya sedimentasi. Selain itu, maraknya usaha keramba jaring apung

memperburuk pencemaran air di Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang

disebabkan oleh pemberian makanan ikan jarring apung yang tidak tepat dan

berlebihan sehingga menambah beban limbah yang menumpuk di dasar waduk

serta membahayakan kelangsungan instalasi PLTA akibat korosif.

Permasalahan di Zona Citarum Hilir

Zona Citarum hilir juga masih terlihat potensi erosi lahan sebesar 112,85 juta

ton/tahun. Potensi sangat jelek banyak ditemukan di bagian hulu Sub DAS Cikao

dan Cibeet. Di Sub DAS Citarum hilir banyak terdapat lahan terbangun dan

persawahan (Sumber : BPDAS CC).

Permasalahan di Citarum Hilir dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan dari

lahan pertanian menjadi permukiman akibat berkembangnya permukiman tanpa

perencanaan yang baik. Terjadinya degradasi prasarana pengendali banjir,

menurunnya fungsi prasarana jaringan irigasi, kurangnya prasarana pengendali

banjir di muara, dan terjadinya abrasi pantai di muara. Semua hal tersebut

menyebabkan daerah Citarum Hilir pun merupakan daerah rawan banjir. Banjir

terakhir yang terjadi di bagian hilir Sungai Citarum disebabkan oleh curah hujan

tinggi yang berlangsung terus menerus, Waduk Jatiluhur tidak mampu menampung

debit banjir sehingga limpas di pelimpah dengan tinggi maksimum 141 cm.

akibatnya aliran keluar dari waduk mengalir ke Sungai Citarum adalah sebesar 700

m3 /detik. Bersamaan dengan meluapnya Sungai Cikao di Purwakarta

mengakibatkan banjir Sungai Cibeet di Karawang yang mengalir ke Sungai

Citarum, sehingga alur Sungai Citarum di Karawang tidak mampu lagi

menampung debit banjir dari hulu, sehingga terjadi banjir di Teluk jambe,

Karawang Kulon, Karawang Wetan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.

7.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Solusi penanganan DAS Citarum dilakukan melalui pendekatan struktural

dan non-struktural serta sosio-kultural simultan hulu-hilir dengan sinergi multi

sector bersama masyarakat secara terintegrasi dalam wadah koordinasi badan

strategis pengelolaan DAS Citarum. Pendekatan non-struktural meliputi

manajemen hulu DAS, penataan ruang, pengendalian erosi dan alih fungsi lahan,

Page 94: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 60

perijinan pemanfaatan lahan, pemberdayaan masyarakat kawasan hulu, manajemen

daerah rawan banjir, sistem peringatan dini ancaman dan evakuasi banjir,

peningkatan kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat untuk

penanggulangan banjir, pengendalian penggunaan air tanah, pengelolaan dan

perbaikan kualitas air sungai.

Pendekatan struktural meliputi normalisasi sungai, tanggul penahan banjir,

kolam penampungan banjir, sistem polder dan sumur-sumur resapan,pembangunan

waduk dan embung, penyediaan prasarana air baku, pengembangan sistim

penyediaan air minum dan air kotor, rehabilitasi jaringan irigasi, pengembangan

pembangkitan tenaga listrik.Sejak beberapa tahun lalu, sejumlah instansi

pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berpartisipasi dalam serangkaian

dialog yang menghasilkan Citarum Roadmap yaitu suatu rancangan strategis berisi

hasil identifikasi program-program utama untuk meningkatkan sistem pengelolaan

sumber daya air terpadu dan memperbaiki kondisi di sepanjang Daerah Aliran

Sungai Citarum.

8. DAS Progo

Daerah Aliran Sungai (DAS) Progo merupakan kesatuan ekosistem yang

meliputi wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta. Luas DAS Progo mencapai 245.854 ha. DAS Progo terdiri dari

5 Sub DAS yaitu Sub DAS Krasak, Sub DAS Tingal, Sub DAS Tangsi, Sub DAS Elo

dan Sub DAS Bedog. Secara geografis Das Progo terletak pada 109o

59' BT - 110

o291

'

BT dan 07o12

' LS - 08

o04

' LS. Batas DAS Progo sebelah utara berbatasan dengan DAS

Bodri, sebelah timur berbatasan dengan DAS Tuntang, sebelah selatan berbatasan

dengan Samudera Hindia dan sebelah barat berbatasan dengan DAS Bogowonto dan

DAS Serang seperti terihat pada Gambar 3.36.

DAS Progo mencakup 11 Kabupaten/kota, diantaranya adalah Kab. Bantul,

Kab. Boyolali, Kota Magelang, Kab. Kota Yogyakarta, Kab. Kulon Progo, Kab.

Magelang, Kab. Purworejo, Kab. Semarang, Kab. Sleman, Kab. Temanggung dan Kab.

Wonosobo seperti terlihat pada Gambar 3.37. untuk lebih jelasnya, presentase luas

masing-masing kabupaten/kota terhadap luas DAS tersaji pada Tabel 3.39.

Page 95: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 61

Gambar 3.36. Peta Batas DAS Progo Gambar 3.37. Peta Administrasi DAS Progo

Tabel 3.39. Presentase Masing-Masing Kabupaten/Kota dalam DAS Progo

KABNAME LUAS (ha) (%)

Bantul 12.133 4,94%

Boyolali 3.135 1,28%

Kota Magelang 963 0,39%

Kota Yogyakarta 27 0,01%

Kulon Progo 35.013 14,25%

Magelang 109.353 44,49%

Purworejo 188 0,08%

Semarang 2.124 0,86%

Sleman 23.917 9,73%

Temanggung 58.282 23,71%

Wonosobo 647 0,26%

8.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Progo terdiri dari 10 satuan ekoregion yaituDataran Fluvial Jawa,

Dataran Pantai Selatan Jawa, Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi –

Raung, Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa, Pegunungan Vulkanik Jalur

Gunung Karang - Merapi – Raung, Perbukitan Denudasional Jawa, Perbukitan

Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu – Blambangan, Perbukitan

Struktural Blok Selatan Jawa, Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng –

Page 96: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 62

Rembang, Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung. Sebaran

satuan ekoregion dalam DAS Progo dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.38. Peta Ekoregion DAS Progo Gambar 3.39. Peta Jenis Tanah DAS Progo

Ekoregion terluas terdapat pada Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang -

Merapi - Raung yaitu seluas 124.924 Ha (50.81%) menyusul Dataran Vulkanik

Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung yaitu seluas 39.907 Ha (16.23%). Masing-

masing luasan ekoregion dalam DAS Progo dapat dilihat pada Tabel 3.40.

Tabel 3.40. Satuan Ekoregion DAS Progo

NAMA KODE LUAS (ha)

(%)

Dataran Fluvial Jawa F 7.630 3,10%

Dataran Pantai Selatan Jawa M2 1.370 0,56%

Dataran Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V3 39.907 16,23%

Pegunungan Struktural Blok Selatan Jawa S11 11.644 4,74%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 33.422 13,59%

Perbukitan Denudasional Jawa D2 17.796 7,24%

Perbukitan Karst Jalur Pangandaran - Karangbolong - Gunungsewu - Blambangan

K1 362 0,15%

Perbukitan Struktural Blok Selatan Jawa S21 3.132 1,27%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 5.668 2,31%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 124.924 50,81%

Page 97: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 63

Jenis tanah pada DAS Progo sangat bervariasi yaitu terdiri dari 18 jenis tanah

dimana jenis tanah Asosiasi Mediteran Coklat Litosol menempati luasan yang

tertinggi yaitu 71.946 Ha (29,33%) dan menyusul jenis tanah Regosol Coklat

Kekelabuan dengan luas 36.359 Ha (14,82%). Untuk melihat sebaran jenis tanah

pada DAS Progo dapat dilihat pada gambar peta jenis tanah DAS Progo.

Tabel 3.41. Luas Jenis Tanah di DAS Progo

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Mediteran Coklat Kemerahan dan Grumusol Kelabu 1.277 0,52%

Aluvial Coklat Kekelabuan 14.057 5,73%

Aluvial Kelabu dan Aluvia Coklat Kekelabuan 10.357 4,22%

Andosol Coklat 10.649 4,34%

Andosol Coklat dan Latosol Coklat Kemerahan 2.469 1,01%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 20 0,01%

Asosiasi Mediteran Coklat Litosol 71.946 29,33%

Grumusol Kelabu 6.220 2,54%

Kompleks Andosol Kelabu Tua dan Litosol 1.371 0,56%

Kompleks Grumusol Hitam dan Litosol 3.710 1,51%

Kompleks Litosol, Mediteran dan Renzina 10.089 4,11%

Kompleks Regosol Kelabu dan Grumusol Kelabu Tua 6.140 2,50%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 19.451 7,93%

Kompleks Regosol dan Litosol 6.273 2,56%

Latosol Coklat 33.837 13,79%

Mediteran Merah Tua dan Regosol 10.092 4,11%

Regosol Coklat Kekelabuan 36.359 14,82%

Regosol Kelabu 975 0,40%

Penggunaan lahan pada DAS Progo dibagi ke dalam 9 penggunaan lahan

yaitu Hutan Sekunder, Kebun Campuran, Perkebunan, Permukiman, Sawah,

Semak/Belukar, Tanah Terbuka, Tegalan/Ladang. Penggunaan lahan untuk

tegalan/ladang menempati luasan terbesar yaitu 83.509 Ha (33,97%) menyusul

penggunan lahan untuk sawah yaitu 71.254 Ha (28,98%). Sebaran penggunaan

lahan dapat dilihat pada gambar peta penggunaan lahan, sementara luasan tiap-tiap

penggunaan lahan dapat dilihat pada table penggunaan lahan DAS Progo.

Page 98: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 64

Tabel 3.42. Luas Penggunaan Lahan DAS Progo

LC_2011 LUAS (ha) (%)

Hutan Sekunder 17.327 7,05%

Kebun Campuran 17.365 7,06%

Perkebunan 4.295 1,75%

Permukiman 47.537 19,34%

Sawah 71.254 28,98%

Semak/Belukar 2.138 0,87%

Tanah Terbuka 1.490 0,61%

Tegalan/Ladang 83.509 33,97%

Tubuh Air 940 0,38%

Gambar 3.40. Peta Penggunaan Lahan DAS Progo

b. Karakteristik Sosial

Perkiraan jumlah Penduduk di DAS Progo tahun 2012 kurang lebih adalah

3.336.814jiwa. Jumlah ini dihitung berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tahun

2010 dengan memperhatikan pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah dan

Daerah Istimewa Yogyakarta. Dengan luas DAS sebesar 245.854 Ha, maka

kepadatan penduduk di DAS Progo adalah 14 Jiwa/Ha. Pertumbuhan penduduk

dan jumlah penduduk pada DAS Progo dapat dilihat pada table perkiraan jumlah

penduduk DAS Progo.

Tabel 3.43. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Progo Tahun 2012

Provinsi Kabupaten % luas

dalam DAS

Jumlah

Penduduk

2010

Pertumbuhan

Penduduk (%)

Jumlah

Penduduk

DAS Tahun

2012

DIY Bantul 48,19% 911.503 1,55 452.997

DIY Kota Yogyakarta 66,64% 388.627 -0,22 257.856

DIY Kulon Progo 64,96% 388.869 0,47 254.997

DIY Sleman 52,19% 1.093.110 1,92 592.581

Jawa Tengah Boyolali 1,29% 930531 0,27 12.058

Jawa Tengah Kota Magelang 59,96% 118227 -0,05 70.824

Page 99: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 65

Provinsi Kabupaten % luas

dalam DAS

Jumlah

Penduduk

2010

Pertumbuhan

Penduduk (%)

Jumlah

Penduduk

DAS Tahun

2012

Jawa Tengah Magelang 98,00% 1181723 0,62 1.172.439

Jawa Tengah Purworejo 0,65% 695427 -0,24 4.476

Jawa Tengah Semarang 1,21% 930727 1,02 11.474

Jawa Tengah Temanggung 69,21% 708546 0,59 496.166

Jawa Tengah Wonosobo 1,45% 754883 0,15 10.947

Total 3.336.814

8.2. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan di DAS Progo meliputi:

Permasalahan erosi : Tingkat erosi di DAS Progo terdiri dari tingkatan sedang,

agak tingi, tinggi dan sangat tinggi. Tingkat erosi dengan kriteria agak tinggi

menempati luasan tertinggi yaitu 372,66 km2 (15,30%) menyusul kriteria

tingkat erosi sedang dengan luas 116,35 km2 (4,78%) (BPDAS).

Permasalahan banjir : Banjir terjadi di 12 kecamatan, 23 Desa. Terutama di

wilayah kab. Kulonprogo & kab. Bantul. Total genangan 12.437 Ha (Dinas PU).

Permasalahan kekeringan : Kekeringan terjadi di 14 Kecamatan, 47 Desa.

Terutama di wilayah Kabupaten Gunungkidul, Sleman, dan Kulon Progo

(Sumber : Dinas PU).

Permasalahan lahan kritis : Lahan kritis di DAS Progo terdiri dari agak kritis,

kritis dan sangat kritis. Untuk lahan sangat kritis terdapat di Kabupaten Boyolali

dengan luas 88,33 Ha, Kabupaten Magelang dengan luas 335,77 Ha dan

Kabupaten Sleman dengan luas 38,18 Ha. Sementara dari total luas lahan kritis,

Kabupaten Magelang adalah yang menempati luasan lahan kritis yang terluas

yaitu 33.103,24 Ha, menyusul Kabupaten Temanggung yaitu 20.948,10 Ha dan

kabupaten Kulonprogo yaitu 10.303,07 Ha (BPDAS).

Pelanggaran terhadap sempadan sungai dan irigasi, Penambangan bahan

mineral, Kemiskinan dan kerawanan pangan pada wilayah hulu, Pertumbuhan

penduduk tinggi, Kontaminasi bahan organik dari pasar kota dan permukiman

sepanjang sungai.Limbah industri dari jenis industri pabrik gula, tepung tapioka,

pabrik tekstil, pabrik susu, pabrik tahu dan kecap. Lahan pertanian yang

menghasilkan sisa pupuk dan pestisida hanyut terbawa air ke sungai.

Page 100: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 66

8.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Dalam pengendalian tata air DAS, upaya yang dilakukan dengan :

Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana konservasi sumber daya air untuk

kelestarian air dan sumber air;

Pengelolaan lahan kritis secara sipil teknis sederhana, gully plug, rorak, secara

vegetatif serta sistem agronomi dan managemen lahan;

Rehabilitasi Hutan dan Lahan;

Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam.

Dalam pengembangan kondisi lahan yang produktif sesuai daya dukung dan

daya tampung secara berkelanjutan, upaya yang dilakukan dengan :

Koordinasi dan fasilitasi dalam rangka sinkronisasi dan sinergitas antara

RTRWN, RTRW Provinsi Jawa Tengah dan RTRW Kab/Kota (Jateng dan

DIY)

Pendekatan pengembangan dan pengelolaan wilayah sungai berbasis

penataan ruang, yang sinergis antar sektor, antar daerah dan antar pemangku

kepentingan (pemerintah, masyarakat dan swasta)

Optimalisasi peningkatan kesadaran para pihak atas rencana tata ruang

melalui pendekatan normatif dan partisipatif

Meningkatkan kerjasama dan sinergitas perencanaan pembangunan antar daerah

Kabupaten/Kota dan Provinsi

Mengembangkan perencanaan wilayah strategis dan cepat tumbuh

Pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas, penataan fisik lahan dan

lingkungan sosial masyarakat

Dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, upaya yang dilakukan dengan :

Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan

Peningkatan produksi hasil hutan non kayu untuk kesejahteraan masyarakat

sekitar hutan

Fasilitasi dan sosialisasi pengembangan Penyuluhan dalam paket teknologi

pembangunan kehutanan

Page 101: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 67

Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia, membangun kesadaran

dan kepedulian masyarakat untuk berperan aktif dalam penanganan dan

melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan lingkungan

Peningkatan dukungan swadaya masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya

alam dan lingkungan hidup

Peningkatan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan

melibatkan partisipasi masyarakat

Dalam pengembangan kelembagaan masyarakat, upaya yang dilakukan dengan

Koordinasi lintas sektor dan dengan lembaga non formal lainnya

Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pedesaan, perkotaan dalam

basis sistem agrobisnis Koperasi dan Usaha Kecil Menengah

Mengendalikan kerusakan lingkungan melalui upaya pengawasan dan

penegakan hukum lingkungan serta fasilitasi penanganan pemulihan kerusakan

lingkungan

Membangun kerjasama keterpaduan dengan stakeholders untuk menangani

sumber penyebab permasalahan lingkungan

9. DAS Serayu

DAS Serayu terletak dibagian selatan Jawa Tengah dengan luas sebesar 373.800ha.

Secara geografis berada pada koordinat 07o05’ - 07

o4’ LS dan 108

o56

’ - 110

o05

’ BT.

DAS Serayu berbatasan dengan Rangkaian Gunung api Sumbing dan Gunung api

Sindorodi sebelah timur, sebelah utara berbatasan dengan Pegunungan Besar,

pegunungan Rogojembangan, Gunungapi Slamet, sebelah selatan berbatasan dengan

Pegunungan Serayu Selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Perbukitan yang

melintang sepanjang perbatasan Banyumas dan Cilacap.

DAS Serayu mencakup 13 kabupaten yang terdiri dari 5 kabupaten dengan

persentase besar dan 8 kabupaten lain dengan persentasi luas yang lebih kecil. Secara

lebih rinci, besarnya persentase luas kabupaten yang masuk dalam DAS Serayu terlihat

pada Tabel berikut:

Page 102: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 68

Tabel 3.42. Persentase Luas Kabupaten dalam DAS Serayu

No Provinsi Kabupaten

Luas

Kabupaten

(Ha)

Luas Kab.

dalam DAS

(Ha)

% luas

dalam DAS

1 Jawa tengah Banjarnegara 102.373 102.373 100,00%

2 Jawa tengah Purbalingga 67.755 67.755 100,00%

3 Jawa tengah Banyumas 133.530 115.962 86,84%

4 Jawa tengah Wonosobo 98.141 52.587 53,58%

5 Jawa tengah Cilacap 212.447 17.950 8,45%

6 Jawa tengah Pemalang 111.803 863 0,77%

7 Jawa tengah Brebes 190.237 1.043 0,55%

8 Jawa tengah Kebumen 121.174 414 0,34%

9 Jawa tengah Pekalongan 83.700 211 0,25%

10 Jawa tengah Batang 78.865 72 0,09%

11 Jawa tengah Temanggung 83.771 23 0,03%

12 Jawa tengah Tegal 87.610 6 0,01%

13 Jawa tengah Kendal 111.813 8 0,01%

Sumber : Analisis data PPE Jawa, 2013

Gambar 3.40. Peta Admisnitrasi DAS Serayu

Page 103: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 69

Gambar 3.41. Peta Administrasi DAS Serayu

9.1. Karakteristik Lingkungan

a. Karakteristik Fisik

DAS Serayu terdiri dari 7 satuan ekoregion yaitu Dataran Fluvial Jawa,

Dataran Pantai Selatan Jawa, Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng –

Rembang, Pegunungan Struktural Jalur Bogor - Kendeng – Rembang, Pegunungan

Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi – Raung, Perbukitan Struktural Jalur

Bogor - Kendeng – Rembang, Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi

– Raung. Sebaran satuan ekoregion dalam DAS Serayu dapat dilihat pada Gambar

peta ekoregion DAS Serayu.

Tabel 3.43. Satuan Ekoregion DAS Serayu

NAMA KODE LUAS (ha) (%)

Dataran Fluvial Jawa F 81.612 21,83%

Dataran Pantai Selatan Jawa M2 3.301 0,88%

Dataran Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S32 1.080 0,29%

Pegunungan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S12 50.780 13,58%

Pegunungan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V1 46.764 12,51%

Perbukitan Struktural Jalur Bogor - Kendeng - Rembang S22 120.230 32,16%

Perbukitan Vulkanik Jalur Gunung Karang - Merapi - Raung V2 70.034 18,74%

Page 104: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 70

Gambar 3.42. Peta Ekoregion DAS Serayu

Satuan-satuan tanah yang ada di DAS Serayu menurut Mangunsukardjo

(1984) adalah sebagai berikut :

a. Aluvialberasal dari proses pengendapan dengan periode yang berbeda. Macam-

macam tanah aluvial di DAS Serayu adalah Aluvial Hidromorf, Aluvial Kelabu

Kekuningan dan Aluvial Coklat Kelabu Gelap.

b. Regosol berasal dari bahan induk yang baru diendapkan atau karena ada proses-

proses geomorfologi yang bekerja intensif sehingga proses pembentukan tanah

tidak berlangsung. Regosol di DAS Serayu berkembang di tepian pantai dan di

kerucut Gunung api Slamet, Sumbing, dan Sindoro.

c. Litosol merupakan tanah yang tipis dengan solum < 50 cm dan mengalami

kontak langsung dengan batuan induk yang keras yang ada di bawahnya.

d. Andosols merupakan tanah yang terbentuk dari bahan induk abu gunung api.

Tanah ini berwarna hitam kelam seperti arang sebagai akibat dari pelapukan

dari material abu gunungapi yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan tingkat

pelapukan ini adalah sebagai akibat dari suhu yang cenderung sejuk-dingin

dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun.

Page 105: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 71

e. Latosolmerupakan tanah yang telah berkembang dibawah pengaruh iklim yang

basah dengan membetuk profil tanah yang dalam. Latosol terbentuk pada bahan

induk volkanik yang terletak pada kondisi relief yang memungkinkan

terbentuknya drainase baik. Latosol merupakan tanah yang potensial untuk

pengembangan pertanian, namun juga menyimpan potensi erosi yang besar

sebagai akibat dari posisinya pada lereng-lereng perbukitan dan pegunungan.

f. Grumusol merupakan tanah lempungan yang mempunyai daya kembang kerut

tinggi sebagai akibat dari adanya tipe lempung smectite. Lempung tipe ini

adalah spesifik terbentuk di bawah iklim tropik. Persebaran Grumusol di daerah

kajian terdapat di bagian hilir dari Sungai Klawing, Pekacangan dan Merawu.

g. Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan tanah yang telah berkembang sangat

lanjut dengan hanya menyisakan unsur-unsur resisten dan sedikit unsur besi

yang memberikan warna merah kekuningan PMK merupakan tanah yang

kurang produktif sebagai akibat dari miskinnya kandungan unsur hara dan

tingkat kelolosan air yang tinggi.

Sebaran jenis tanah berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Puslitbangtanak

terlihat pada Gambar 3.43. sedangkan luasan masing-masing jenis tanah disajikan

pada tabel 3.45.

Gambar 3.43. Peta Jenis Tanah DAS Serayu

Page 106: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 72

Tabel 3.45. Luas Masing-Masing Jenis Tanah DAS Serayu

MACAM_TANA LUAS (ha) (%)

Aluvial Coklat Kekelabuan 17.313 4,63%

Aluvial Hidromorf 2.389 0,64%

Aluvial Kelabu Kekuningan 18.673 5,00%

Aluvial Kelabu dan Aluvia Coklat Kekelabuan 14.810 3,96%

Andosol Coklat Kekuningan 7.745 2,07%

Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat 36.707 9,83%

Asosiasi Mediteran Coklat Litosol 47.255 12,65%

Glei Humus Rendah dan Aluvial Kelabu 77 0,05%

Glei Humus dan Aluvial Kelabu 7.593 2,03%

Grumusol Hitam 44.211 11,83%

Kompleks Mediteran Coklat Kemerahan dan Litosol 33.218 8,89%

Kompleks Mediteran Merah dan Litosol 14.228 3,81%

Kompleks Regosol Kelabu dan Litosol 18.306 4,90%

Kompleks Regosol dan Litosol 837 0,22%

Latosol Coklat 41.363 11,07%

Latosol Coklat Kemerahan 34.318 9,19%

Litosol 2.728 0,73%

Mediteran Merah Tua dan Regosol 26.163 7,00%

Organosol Eutrop 2.732 0,73%

Regosol Coklat 1.308 0,35%

Regosol Kelabu 1.498 0,40%

Penggunaan lahanberdasarkan data Menuju Indonesia Hijau (MIH) 2011, DAS

Serayu dibedakan menjadi10 kelas penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan

sekunder, kebun campuran, perkebunan, permukiman, sawah, semak/belukar,

tanah terbuka, tegalan/ladang, dan tubuh air. Penggunaan lahan DAS Serayu

sebagian besar merupakan tegalan/ladang yang mencakup kawasan seluas

141.223 Ha atau meliputi 37.78%. Tutupan lahan terbesar kedua adalah sawah

seluas 78.191 Ha atau 20,92 %. Berikut ini disajikan Tabel penggunaan lahan di

DAS Serayu serta Gambar sebaran penggunaan lahan DAS Serayu.

Tabel 3.45. Penggunaan Lahan DAS Serayu

LC_2011 LUAS (ha)

(%)

Hutan Primer 11.456 3,06%

Hutan Sekunder 32.096 8,59%

Kebun Campuran 45.692 12,22%

Perkebunan 20.572 5,50%

Permukiman 40.473 10,83%

LC_2011 LUAS (ha)

(%)

Sawah 78.191 20,92%

Semak/Belukar 1.221 0,33%

Tanah Terbuka 162 0,04%

Tegalan/Ladang 141.223 37,78%

Tubuh Air 2.713 0,73%

Page 107: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 73

Gambar 3.44. Peta Penggunaan Lahan DAS Serayu

b. Karakteristik Sosial

Jumlah penduduk DAS Serayu pada tahun 2012 diperkirakan sebanyak

3.637.429 jiwa. Jumlah tersebut dihitung dengan menggunakan data jumlah

penduduk kabupaten/kota tahun 2010 yang diproyeksikan pada masing-masing

kabupaten yang terdapat dalam DAS dengan mempertimbangkan luas

kabupaten/kota dalam DAS tersebut. Banyaknya jumlah penduduk DAS di

masing-masing kabupaten terdapat pada Tabel di bawah ini. Berdasarkan

klasifikasi kepadatan penduduk dalam undang-undang nomor 56/PRP/1960

kepadatan penduduk DAS Serayu termasuk dalam kategori sangat padat yaitu

sebesar 973 jiwa/km2.

Tabel 3.46. Perkiraan Jumlah Penduduk DAS Serayu Tahun 2012

Provinsi Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk

(%)

jumlah penduduk DAS 2012

JAWA TENGAH BANJARNEGARA 100,00% 868.913 0,31 868.913

JAWA TENGAH BANYUMAS 86,84% 1.554.527 0,59 1.350.006

JAWA TENGAH BATANG 0,09% 706.764 0,57 649

JAWA TENGAH BREBES 0,55% 1.733.869 0,11 9.507

Page 108: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 74

Provinsi Kabupaten % luas dalam DAS

Jumlah Penduduk

2010

Pertumbuhan Penduduk

(%)

jumlah penduduk DAS 2012

Jawa Tengah Cilacap 8,45% 1.642.107 0,2 138.743

Jawa Tengah Kebumen 0,34% 1.159.926 -0,15 3.964

Jawa Tengah Kendal 0,01% 900.313 0,48 62

Jawa Tengah Pekalongan 0,25% 838.621 0,39 2.116

Jawa Tengah Pemalang 0,77% 1.261.353 -0,11 9.737

Jawa Tengah Purbalingga 100,00% 848.952 0,7 848.952

Jawa Tengah Tegal 0,01% 1.394.839 -0,02 93

Jawa Tengah Temanggung 0,03% 708.546 0,59 193

Jawa Tengah Wonosobo 53,58% 754.883 0,15 404.494

Jumlah Penduduk

3.637.429 Sumber : Analisis Data PPE Jawa, 2013

9.2. Permasalahan Lingkungan

a. Pencemaran lingkungan

Sumber Pencemar Domestik

Limbah domestik terutama dihasilkan oleh masyarakat yang berasal dari

tempat tinggal masyarakat. Limbah domestik terdiri dari Buangan manusia (tinja

dan urin) dan limbah cair meliputi tinja dan disebut sebagai "black water". Limbah

cair yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga seperti mencuci, mandi, memasak,

membersihkan dan sejenisnya dimasukan ke dalam kelompok "gray water".

Kuantitas limbah domestik ditentukan oleh kenaikan jumlah penduduk sepanjang

pengaliran sungai, dimana diasumsikan pembuangannya tidak menggunakan

treatment terlebih dahulu.

Sumber Point Source

Sumber pencemar berupa point source menunjukkan buangan polutan yang

ditimbulkan oleh sumber spesifik atau lokasi tertentu. Pada Sungai Serayu, sumber

point source berasal dari pabrik atau industri. Untuk studi ini estimasi beban

limbah industri besar menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil sampling

beberapa industri di wilayah DAS Serayu dan data sekunder yang diperoleh dari

pengukuran efluent limbah (after treatment) yang dilakukan BLH Provinsi Jawa

Tengah. Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan yaitu perhitungan

untuk aktivitas domestik, pertanian dan industri, kondisi beban cemaran terbesar

berasal dari aktivitas domestik yang memberikan masukkan terbesar ke dalam

badan Sungai Serayu.

Page 109: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

III - 75

Kondisi tersebut didukung dengan adanya peningkatan jumlah penduduk

dari tahun ke tahun pada setiap Kabupaten, antara lain Kabupaten Wonosobo,

Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, dan

Kabupaten Cilacap. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan

jumlah penduduk maka beban cemaran baik debit limbah maupun konsentrasi

limbah juga akan mengalami peningkatan sehingga masukkan beban cemaran

BOD ke dalam badan sungai akan meningkat pula.

9.3. Upaya yang Telah Dilakukan

Upaya yang dilakukanoleh BBWS Serayu Opak dalam mengatasi permasalahan

banjir yaitu dengan:

Bangunan Pengendalian Banjir (tanggul, klep, Krib,dll);

Bangunan Pengendali Erosi dan Sedimentasi;

Bangunan Pelindung Tebing;

Normalisasi Sungai;

Penyusunan RPSDA (masterplan pengendali banjir);

Early Warning System;

Penataan daerah lingkungan sungai seperti: penerapan garis sempadan sungai,

peruntukan lahan di kanan kiri sungai dan penrtiban bangunan di sepanjang

sungai.

Page 110: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 1

BAB IV

Hasil Analisis dan Pembahasan

1. Aspek Sumberdaya Air

Setelah dilakukan analisis data dan normalisasi terhadap nilai-nilai kualitas air

dengan skala 0 – 100 (terburuk s.d. terbaik), maka diperoleh nilai masing-masing indeks

kualitas air sebagaimana Tabel 4.1. berikut ini. Berdasarkan tabel tersebut diperoleh

bahwa nilai indeks kualitas air yang terbaik adalah Sungai Progo dengan nilai 50,33

sedangkan yang terburuk ada di Sungai Ciliwung dengan nilai 12,28. Secara nilai,

Sungai Progo dan Sungai Serayu memiliki nilai yang hampir sama, berarti kedua sungai

ini secara relatif sama baiknya, walaupun berdasarkan skala seratus masih berada di

kategori pertengahan (sedang). Demikian pula untuk Sungai Ciliwung dan Sungai

Bengawan Solo, keduanya memiliki nilai yang relatif sama, sama buruknya masing-

masing dengan nilai 12.28 dan 12.68. Sungai Ciliwung dan Bengawan Solo nampaknya

telah mengalami tekanan yang cukup berat, beban pencemaran air di kedua sungai ini

sudah cukup tinggi.

Tabel 4.1. Nilai Indeks Kualitas Air Sungai

No. Para-meter

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 DO 18.92 14.18 12.12 91.50 23.84 22.06 20.56 26.38 23.35

2 BOD 11.02 29.95 13.60 6.99 50.94 42.72 41.56 79.69 27.76

3 COD 18.77 31.56 12.65 13.58 17.08 18.94 32.11 86.97 64.02

4 TSS 2.00 6.57 10.75 24.80 1.71 8.63 3.98 8.28 85.83

Rerata 12.68 20.56 12.28 34.22 23.39 23.09 24.55 50.33 50.24

Selanjutnya nilai indeks kualitas air yang relatif sama juga dialami oleh Cimanuk

(23.39) dan Citanduy (23.09). Kedua DAS atau sungai ini saling berdekatan, hanya saja

Cimanuk alirannya ke arah pantai utara sedangkan Citanduy mengarah ke pantai

selatan. Berdasarkan data visual peta penggunaan lahan, kedua DAS ini didomnasi oleh

lahan-lahan pertanian, sehingga diprediksi kualitas air sungainya banyak dipengaruhi

oleh limbah-limbah pertanian. Nilai yang hampir sama juga dialami oleh DAS Citarum

dengan nilai 24.55.

Page 111: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 2

Penetapan nilai komponen selanjutnya adalah Indeks Kekritisan Air, yaitu

mengukur/membandingkan ketersediaan air (water supply) dan permintaan (water

demand). Hasil perhitungan diperoleh bahwa DAS Serayu mengalami surplus air yang

paling besar, dan mendapatkan nilai indeks kekritisan sebesar 56.80, namun demikian

ia berada pada kondisi mendekati kritis. Sementara DAS Ciliwung mengalami defisit

paling besar, mendapatkan nilai indeks sebesar 4.77 dan menempatkannya pada posisi

telah kritis. Menarik untuk dicermati adalah DAS Serayu dan DAS Progo, di satu sisi,

DAS Serayu memiliki potensi air yang berlimpah, sedangakn DAS Progo yang

bersebelahan mengalami defisit, dengan nilai indeks sebesar 24.42, dengan demikian

ada potensi pengaliran sumberdaya air dari DAS Serayu ke DAS Progo.

Sementara itu, DAS Ciliwung yang mengalami defisit sangat besar akan kesulitan

jika mengharap tambahan suplai dari Citarum dan Cisadane yang juga mengalami

defisit. Cisadane mendapatkan nilai indeks kekritisan air hanya sebesar 8.09 dan

menempatkannya pada status telah kritis, dan Citarum hanya mendapatkan nilai indeks

sebesar 17.34 juga menjadikannya berada pada pasisi telah kritis. Walaupun ada masa

dimana air mengalami kelebihan, terutama di saat musim hujan, namun kondisi

lingkungan (terutama tutupan vegetasi) dan sistem penyimpanan air yang kurang

maksimal, akan membuat ketiga DAS vital ini (Cisadane, Ciliwung, Citarum) selalu

menghadapi masalah. Secara lengkap, besarnya nilai indeks kekritisan air dari 9

(sembilan) DAS besar Jawa dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Nilai Indeks Kekritisan Air

Indikator B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 4 5 6 7 8 10 11

Suplay (x 1.000.000 M3) 11364.26 8398.14 580.87 1103.21 2773.51 2436.32 6212.78 2536.55 4330.01

Demand (x 1.000.000 M3) 9802.81 11691.67 3047.19 3409.07 2539.95 2346.64 8957.63 2597.21 2858.50

Demand/suplai 86.26 139.22 524.59 309.01 91.58 96.32 144.18 102.39 66.02

Status keadaan kritis

telah kritis

telah kritis

telah kritis

keadaan kritis

keadaan kritis

telah kritis

telah kritis

mendekati kritis

ITA 28.98 17.96 4.77 8.09 27.30 25.96 17.34 24.42 56.80

Berdasarkan nilai indeks dua komponen (kualitas air sungai dan kekritisan air)

dapat ditetapkan nilai indeks kualitas lingkungan pada komponen sumberdaya air.

Kedua komponen ini diberikan bobot yang berbeda, komponen kualitas air lebih

Page 112: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 3

dipentingkan dengan nilai bobot sebesar 60%, sedangkan komponen kekritisan air

diberi bobot 40%. Setelah dilakukan pembobotan tersebut diperoleh indeks kualitas

aspek sumberdaya air adalah sebagaimana tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Indeks Kualitas Sumberdaya Air

Indikator DAS

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

a. Indeks Kualitas Air (IKA) 6.34 10.28 6.14 17.11 11.69 11.54 12.28 25.16 25.12

b. Indeks Kekritisan Air (ITA) 14.49 8.98 2.38 4.05 13.65 12.98 8.67 12.21 28.40

Indeks kualitas SD-Air 20.83 19.26 8.52 21.15 25.34 24.52 20.94 37.37 53.52

Berdasarkan tabel 4.3. terlihat bahwa DAS Ciliwung memiliki nilai kualitas

sumberdaya air yang paling rendah, hanya sebesar 8.52. Artinya DAS ciliwung di satu

sisi tengah mengalami kualitas air sungai yang buruk, di sisi lain juga tengah

mengalami masalah kekritisan (ketersediaan) airnya. Kondisi yang demikian sangat

tidak menguntungkan, mengingat DAS Ciliwung merupakan kawasan yang terpadat

penduduknya. Sedangkan nilai indeks kualitas sumberdaya air tertinggi berada di DAS

Serayu dengan nilai 53.52. Artinya, sementara ini DAS Serayu masih dalam kondisi

lebih baik dari sisi kualitas dan kuantitas airnya, walaupun masih berada dalam nilai

sedang (pertengahan). Menarik untuk diperhatikan adalah dua pasang DAS yang saling

berdekatan, Bengawan Solo dengan Brantas dan Cimanuk dengan Citanduy, dua pasang

DAS ini memiliki nilai yang relatif sama. Bengawan Solo mendapat nilai 20.83 dan

Brantas mendapat nilai 19.26, sementara Cimanuk mendapat nilai 25.34 dan Citanduy

mendapat nilai 24.52. Kesamaan ini diprediksi sebagai akibat dari kesamaan pola

tekanan penduduk terhadap DAS.

2. Aspek Udara

Pada penilaian indeks kualitas udara, ada 2 (dua) komponen yang digunakan yaitu

kualitas udara ambien dan pengatur kualitas udara sebagaimana yang telah dijelaskan

dalam bab metode. Berdasarkan ketersediaan data hanya dua parameter kualitas udara

ambien yang digunakan yaitu SO2 dan NO2. Dari hasil perhitungan nilai kualitas udara

(berdasarkan dua parameter) diperoleh nilai yang sangat tinggi di seluruh wilayah dari

Page 113: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 4

sembilan DAS yang dikaji, dengan nilai di atas 95, berarti kondisi kualitas udara masih

sangat baik.

Tabel. 4.4. Indeks Kualitas Udara Ambien

No. Parameter B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 SO2 99.04 100.00 97.12 97.48 95.95 97.76 94.25 94.25 97.95

2 NO2 99.50 100.00 98.72 99.61 98.52 99.06 97.95 97.95 96.56

Rerata 99.27 100.00 97.92 98.54 97.24 98.41 96.10 96.10 97.25

Sebenarnya dengan hanya menggunakan parameter SO2 dan NO2 sebagai penentu

kualitas udara, masih kurang baik. Masih banyak parameter udara penting yang

mestinya dapat dipertimbangkan sebagai penentu kualitas udara. Akan tetapi, mengingat

sangat menimnya data sekunder yang tersedia beserta kelengkapannya, maka untuk

sementara kedua parameter tersebut yang digunakan. Dengan demikian, indeks kualitas

udara ini dianggap masih lemah, terlalu besar biasnya (kurang menggambarkan kondisi

sesungguhnya). Untuk mengatasi bias tersebut kemudian dipertimbangkan faktor

penentu kualitas udara, dalam hal ini jumlah penduduk dan tutupan vegetasi. Hasil

perhitungan pengukuran komponen pengatur kualitas udara didapatkan bahwa DAS

Ciliwung memiliki nilai indeks yang terendah (5,50) sedangkan nilai tertinggi ditempati

oleh DAS Citanduy (86,78). Artinya bahwa DAS Ciliwung memiliki luas vegetasi yang

sangat kecil untuk mencukupi kebutuhan suplai udara bersih (oksigen) kepada

penduduk yang jumlahnya begitu besar, sedangkan DAS Citanduy justru sebaliknya.

Hasil perhitungan selengkapnya tertera pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Indeks Pengatur Kualitas Udara

Parameter B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

TV/Jml Pdd. 0.28 0.18 0.03 0.11 0.29 0.43 0.14 0.15 0.24

Nilai indeks 56.02 36.56 5.50 21.02 58.20 86.78 27.44 29.37 47.84

Selanjutnya, berdasarkan nilai indeks komponen kualitas udara ambien (IKU

ambien) dan nilai indeks pengatur kualitas udara (IAU), dengan dilakukan pembedaan

pembobotan, didapatlah hasil perhitungan indeks kualitas udara (IKU) sebagaimana

tertera pada Tabel 4.6.

Page 114: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 5

Tabel 4.6. Indeks Kualitas Udara

Indikator DAS

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

a. IKUA 59.56 60.00 58.75 59.13 58.34 59.05 57.66 57.66 58.35

b. IAU 22.41 14.63 2.20 8.41 23.28 34.71 10.98 11.75 19.13

IKU 81.97 74.62 60.95 67.53 81.62 93.76 68.63 69.41 77.49

Berdasarkan tabel 4.6. diperoleh gambaran bahwa kualitas udara paling buruk ada

di DAS Ciliwung, dengan nilai indeks sebesar 60.95. Sedangkan kualitas udara yang

masih terbaik berada di DAS Citanduy, dengan nilai indeks sebesar 93.76. Baiknya

kondisi udara di wilayah DAS Citanduy tidak lain karena kawasan ini masih cukup luas

daerah yang bervegetasi. DAS Cisadane dan DAS Citarum, nampaknya juga memiliki

indeks kualitas udara yang tidak jauh berbeda dengan DAS Ciliwung, hal ini mengingat

kedua kawasan ini tengah menghadapi masalah pembukaan lahan yang sangat intensif.

3. Aspek Vegetasi-Lahan

Untuk menilai indeks kualitas aspek vegetasi dan kaitannya dengan perlindungan

lahan dibawahnya, digunakan dua komponen penting yaitu tutupan vegetasi dan lahan

kritis. Hasil perhitungan yang didasari pada peta penggunaan lahan tahun 2011, dari

sembilan DAS besar yang ada di Jawa, DAS Citanduy merupakan DAS yang masih

memiliki tutupan vegetasi (tumbuhan berkayu) yang paling besar (78,77%). Sedangkan

DAS yang tutupan vegetasinya paling sedikit/kecil adalah DAS Progo (14,73%). Secara

lengkap, besarnya prosentase masing-masing DAS dapat dilihat pada Tabel 4.7. Dari

sejumlah/besarnya tutupan vegetasi tersebut, yang masih dikategorikan sebagai hutan

(hutan primer dan hutan sekunder), DAS Cisadane menempati urutan pertama yang

terbesar (13,22%), sedangkan DAS Bengawan Solo menempati urutan terakhir/terkecil

(3,58%). Jika dipersyaratkan berdasarkan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (pasal

18) bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30% (tiga puluh

persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional,

maka seluruh DAS yang dikaji, hanya memiliki hutan yang jauh dari kata cukup.

Masing-masing memiliki kecukupan yang kurang dari 50% (0,50), bahkan DAS

Bengawan Solo hanya memiliki kecukupan hutan sebesar 12% saja, jadi masih kurang

88% lagi.

Page 115: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 6

Tabel 4.7. Indeks Tutupan Vegetasi 9 DAS Prioritas

Indikator B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tutupan Vegetasi 30.35 29.11 35.73 68.24 28.53 78.77 30.16 14.73 30.16

Tutupan Hutan 3.58 12.34 6.76 13.22 8.82 10.43 7.05 6.62 11.84

Kecukupan hutan 0.12 0.41 0.23 0.44 0.29 0.35 0.23 0.22 0.39

Konservasi 0.65 0.72 0.80 0.97 0.43 1.08 0.67 0.60 0.41

ITV 11.69 16.41 18.26 48.25 10.32 56.38 13.69 6.01 12.12

Selain faktor kecukupan hutan, besarnya tutupan vegetasi yang ada di masing-

masing DAS juga perlu dipertimbangkan kemanfaatannya bagi kepentingan konservasi

lahan, terutama lahan-lahan yang memiliki kemiringan lereng tinggi. Dalam konsep

ekoregion, kawasan yang sangat penting untuk dikonservasi terutama adalah satuan

ekoregion Perbukitan dan Pegunungan (Vulkanik, Struktural dan Denudasional).

Keberadaan vegetasi di masing-masing DAS tersebut ternyata tidak sepenuhnya

menutupi (melindungi) satuan ekoregion ini. Hanya DAS Citanduy dan DAS Cisadane

yang tutupan vegetasinya sangat baik melindungi kawasan yang harus dikonservasi ini,

masing-masing dengan nilai sebesar 0.97 dan 1.08.

Berdasarkan pertimbangan faktor kecukupan hutan dan faktor perlindungan

terhadap lahan (konservasi lahan), maka masing-masing DAS mendapatkan nilai

Indeks Tutupan Vegetasi (ITV) yang berbeda-beda, dimana DAS Citanduy menempati

urutan pertama dengan nilai 56.38, sedangkan DAS Progo menempati urutan terakhir

dengan nilai 6.01 dalam skala 0 – 100 (terburuk s.d. terbaik).

Komponen berikutnya yang dinilai adalah kekritisan lahan. Pengukuran kekritisan

lahan digunakan data lahan kritis yang dikeluarkan oleh BP-DAS. Dalam menilai

kekritisan lahan, kategori lahan kritis yang digunakan adalah lahan kategori kritis dan

sangat kritis. Asumsi dasarnya adalah DAS yang memiliki nilai/prosentase luas lahan

kritis paling tinggi akan diberikan nilai indeks paling rendah, demikian juga sebaliknya.

Dari hasil perhitungan, diperoleh bahwa nilai indeks kekritisan lahan yang tertinggi

adalah DAS Progo (97.84), dengan demikian berarti secara prosentase terhadap luas

DAS, lahan kritis di DAS Progo jumlahnya paling kecil. Sedangkan nilai kekritisan

lahan paling kecil dipegang oleh DAS Citarum dengan nilai 75.04, hal ini berarti DAS

Page 116: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 7

Citarum memiliki jumlah (prosentase) lahan kritis paling besar. Data selengkapnya

mengenai nilai indeks kekritisan lahan (IKL) dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Indeks Kekritisan Lahan

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Lahan kritis (%) 4.80 7.83 2.14 8.35 4.34 9.59 17.47 1.51 2.61

IKL 93.14 88.81 96.95 88.08 93.80 86.30 75.04 97.84 96.27

Setelah mendapatkan masing-masing nilai indeks (atau sub indeks) dari

komponen tutupan vegetasi dan kekritisan lahan, maka diperolehlah nilai indeks

kualitas vegetasi-lahan. Masing-masing komponen diberikan bobot penilaian yang

berbeda, dimana komponen tutupan vegetasi mendapat bobot 60%, dan komponen

kekritisan lahan 40%. Hasil perhitungan diperoleh nilai indeks kualitas vegetasi-lahan

tertinggi ada pada DAS Citanduy dengan nilai 68.34. Artinya secara kualitas tutupan

vegetasi dan besarnya lahan kritis, untuk saat ini Citanduy masih yang terbaik.

Sedangkan nilai indeks vegetasi-lahan yang terkecil ada pada DAS Citarum dengan

nilai 38.23. Artinya dari segi vegetasi dan lahan kritis, secara umum DAS Citarum

masih paling buruk. Secara lebih lengkap, nilai-nilai indeks kualitas vegetasi-lahan

masing-masing DAS dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Indeks Kualitas Vegetasi-Lahan

No Indikator DAS

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

a. Indeks Tutupan Vegetasi (ITV) 7.01 9.84 10.96 28.95 6.19 33.83 8.21 3.61 7.27

b. Indeks Kekritisan Lahan (IKL) 37.26 35.52 38.78 35.23 37.52 34.52 30.02 39.13 38.51

Indeks kualitas vegetasi - lahan 44.27 45.37 49.74 64.18 43.71 68.34 38.23 42.74 45.78

4. Aspek Keamanan Keanekaragaman Hayati

Komponen penentu nilai IKLH yang terakhir adalah keamanan keanekaragaman

hayati. Dalam hal ini, yang dilakukan adalah penilaian terhadap sejauh mana

keanekaragaman hayati yang ada di masing-masing DAS akan terpelihara/teramankan.

Keanekaragaman hayati yang paling diharapkan adalah terpeliharanya kawasan hutan

negara yang dikelompokkan dalam hutan/kawasan konservasi dan hutan lindung.

Page 117: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 8

Dengan mengiriskan peta DAS dan peta TGHK, dapat diperoleh luasan masing-masing

kawasan konservasi.

Pada kenyataannya walaupun sebuah lahan berstatus sebagai kawasan konservasi,

bukan berarti ia dalam kondisi berhutan rapat, bahkan banyak diantaranya bisa berupa

lahan pertanian, ladang, bahkan permukiman. Keberadaan lahan budidaya ini akan

sangat mengancam terhadap pengawetan keanekaragaman hayati. Sejauh mana

keberadaan lahan-lahan budidaya yang berada di dalam kawasan konservasi ini akan

adapat dilihat dari hasil kajian ini (Tabel 4.10.).

Tabel 4.10. Indeks Keamanan Kehati

(berdasar Tutupan Hutan pada Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung)

Luas Kawasan (Ha)

DAS

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

Kws konservasi + Ht Lindung 48028.06 112510.30 2529.52 27326.10 53676.45 11174.20 88188.89 9551.94 24114.07

Tutupan hutan 20381.72 90289.15 2003.50 16404.30 26156.69 10038.34 38157.80 5018.90 19627.99

Prosentase (= IKH) 42.44 80.25 79.20 60.03 48.73 89.83 43.27 52.54 81.40

Pada tabel 4.10. dapat dilihat bahwa DAS Bengawan Solo mendapat nilai paling

rendah dari aspek keamanan Keanekaragaman Hayati yaitu 42.44. Walaupun DAS Solo

memiliki kawasan konservasi dan hutan lindung yang cukup luas (48.026,06 Ha) akan

tetapi hanya seluas 20.381,72 Ha (42,44%) yang dalam kondisi berhutan (hutan primer

dan hutan sekunder). Demikian pula DAS Citarum yang memiliki kawasan koservasi

dan hutan lindung seluas 88.188,941 Ha, ternyata hanya sebesar 43,27% saja yang

masih terlihat sebagai kawasan berhutan. Berarti keduanya hanya memiliki kurang dari

50% yang diharapkan sementara ini sebagai tempat pengawetan keanekaragaman

hayati, dan selebihnya terancam karena penggunaan lahannya dalam bentuk lain (seperti

kebun campuran, permukiman, semak belukar, tanah terbuka bahkan permukiman).

Sedangkan DAS yang memiliki nilai tertinggi adalah DAS Citanduy, sebesar 89.83.

Artinya, untuk saat ini (Tahun 2012) DAS Citanduy merupakan DAS yang dianggap

masih memiliki tingkat keamanan kehati yang baik, masih banyak kawasan konservasi

dan hutan lindung dalam bentuk hutan.

Penting untuk diperhatikan adalah DAS Ciliwung, walaupun secara luasan ia

memiliki kawasan perlindungan Kehati yang kecil (2.529,52 Ha), akan tetapi lahan yang

kecil itu hampir seluruhnya tertutup hutan (79,20%), sehingga membuat posisi nilainya

Page 118: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 9

cukup tinggi, bahkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan DAS Citarum, Cimanuk dan

Bengawan Solo. Ini artinya masalah penggunaan kawasan koservasi untuk penggunaan

fungsi budidaya (mal fungsi) di Ciliwung jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan

Citarum, Cimanuk dan Bengawan Solo. Demikian pula yang terjadi di DAS Serayu,

walaupun secara luasan ia memiliki kawasan konservasi yang kecil (24.114,07 Ha),

namun demikian kondisinya cukup baik, 81,40% tertutup sebagai kawasan berhutan.

Yang sangat menggembirakan adalah DAS Brantas, secara luasan ia memiliki kawasan

koservasi dan hutan lindung yang terbesar (112.510,30 Ha), demikian pula kondisi

tutupan hutannya juga masih tinggi (80,25%).

5. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) 9 DAS

Setelah dilakukan pengukuran indeks atas masing-masing komponen, maka

dengan melalui pembobotan yang berbeda diperoleh nilai total indeks yang disebutnya

sebagai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sembilan DAS Besar Jawa. Dalam

penilaian IKLH ini, aspek vegetasi-lahan dan aspek sumberdaya air mendapat bobot

sama, yakni masing-masing sebesar 40%, sedangkan aspek udara hanya mendapat

proporsi bobot penilaian sebanyak 20%.

Hasil perhitungan menyeluruh, diperoleh nilai IKLH terendah ada pada DAS

Ciliwung, dengan IKLH sebesar 42,13. Sedangkan nilai IKLH tertinggi ada pada DAS

Citanduy dengan nilai sebesar 68,85. Nilai IKLH secara keseluruhan dapat dilihat pada

Tabel 4.11. Cukup menarik untuk diperhatikan adalah dua DAS penting yang saling

berdekatan yakni DAS Ciliwung dan DAS Citarum. Dua DAS yang keberadaanya

sangat vital untuk menopang kota metropolitan Jakarta dan Bekasi ini tengah

mengalami kualitas lingkungan hidup yang buruk. Secara kualitas air, DAS Ciliwung

lebih buruk dari DAS Citarum, akan tetapi dari segi vegetasi-lahan DAS Ciliwung lebih

baik dari DAS Citarum. Hal ini karena DAS Ciliwung mendapat nilai lebih baik dari

komponen kekritisan lahan dan komponen keamanan kehati. DAS Ciliwung memiliki

lahan kritis dengan prosentase yang lebih kecil dari DAS Citarum. Di sisi lain DAS

Ciliwung memiliki nilai keamanan kehati yang lebih besar, artinya bahwa kawasan

konservasi dan hutan lindung yang dimiliki DAS Ciliwung kondisinya lebih baik

(prosentase tutupan hutannya lebih besar) ketimbang DAS Citarum.

Page 119: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 10

Tabel 4.11. IKLH 9 DAS Besar di Jawa

No Indikator DAS

B Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 Aspek SD Air

a. IKA 6.34 10.28 6.14 17.11 11.69 11.54 12.28 25.16 25.12

b. ITA 14.49 8.98 2.38 4.05 13.65 12.98 8.67 12.21 28.40

Indeks kualitas

SD-Air 20.83 19.26 8.52 21.15 25.34 24.52 20.94 37.37 53.52

2 Aspek Udara

a. IKU 59.56 60.00 58.75 59.13 58.34 59.05 57.66 57.66 58.35

b. IAU 22.41 14.63 2.20 8.41 23.28 34.71 10.98 11.75 19.13

Indeks kualitas

Udara 81.97 74.62 60.95 67.53 81.62 93.76 68.63 69.41 77.49

3 Aspek Lahan & Vegetasi

a. ITV 7.01 9.84 9.88 28.95 6.19 33.83 8.21 3.61 7.27

b. IKL 37.26 35.52 38.78 35.23 37.52 34.52 30.02 39.13 38.51

Indeks kualitas

lahan - vegetasi 44.27 45.37 48.66 64.18 43.71 68.34 38.23 42.74 45.78

4 Aspek KEHATI

a. IKH 42.44 80.25 82.35 60.03 48.73 89.83 43.27 52.54 81.40

Indeks Keama-

nan Kehati 42.44 80.25 82.35 60.03 48.73 89.83 43.27 52.54 81.40

Indeks Kualitas

Lingkungan Hidup (IKLH)

44.59 46.88 42.13 51.53 46.28 62.43 39.63 47.44 58.01

Jika dilakukan perengkingan terhadap nilai IKLH dengan pembagian kedalam

lima kelompok mulai dari; sangat buruk (0 – 20), buruk (20 – 40), sedang (40 – 60),

baik (60 – 80) dan sangat baik (80 – 100), maka terdapat satu DAS pada kategori buruk

yaitu DAS Citarum, dan terdapat satu DAS yang berada pada kategori baik yaitu DAS

Citanduy. Semenetara itu sejumlah tujuh DAS berada pada kategori sedang yaitu DAS

Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, Cisadane, Cimanuk, Progo dan Serayu.

6. IKLH dan Kependudukan

Analisis lebih lanjut dari nilai IKLH 9 DAS adalah melihat keterkaitannya dengan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kepadatan penduduk. Hasil pengolahan data

IPM tahun 2004 - 2011 seluruh kabupaten/kota yang ada di masing-masing DAS,

diperoleh IPM rata-rata pada setiap DAS, sebagaimana tertera pada Tabel 4.12.

Page 120: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

IV - 11

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa IPM di DAS Ciliwung paling tinggi yakni

sebesar 76,69, sedangkan IPM terendah berada di DAS Serayu sebesar 69,66.

Hubungan antara IPM dan IKLH ternyata tidak berbanding lurus ataupun berbanding

terbalik, artinya tidak terkait. Sementara itu, jika dilihat dari kepadatan penduduk, DAS

Ciliwung menempati posisi pertama sebagai DAS dengan kepadatan penduduk paling

tinggi, sebesar 76,69 jiwa/ha. Sedangkan DAS Bengawan Solo merupakan DAS dengan

kepadatan penduduk yang paling rendah, yakni sebesar 7,70 jiwa/ha. Ada sedikit

korelasi bahwa dengan kepadatan penduduk tinggi, cenderung IKLH menjadi rendah,

sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah cenderung IKLH menjadi tinggi.

Contohnya jika kita membandingkan antara DAS Ciliwung dan DAS Progo atau DAS

Serayu. Tetapi korelasi ini tidak terlalu signifikan, ada juga kepadatan penduduk rendah

tetapi IKLH juga rendah seperti yang terjadi di DAS Solo jika membandingkannya

dengan DAS Cisadane. Korelasi positif akan semakin nampak jika kedua hal (IPM dan

kepadatan penduduk) dipadukan. Dengan memadukan keduanya, nampak bahwa DAS

dengan IPM tinggi berkepadatan penduduk rendah memiliki IKLH yang tinggi,

sedangkan DAS dengan IPM rendah berkepadatan penduduk tinggi menunjukkan

kecenderungan IKLH-nya rendah. Kesimpulan ini nampaknya akan jauh lebih baik jika

diberikan faktor lain sebagai tambahan untuk melihat korelasinya dengan IKLH. Hal-

hal lain yang mungkin bisa dipertimbangkan sebagai faktor yang mempengaruhi

misalnya; kebijakan pemerintah, partisipasi masyarakat, budaya masyarakat dan lain-

lain.

Tabel 4.12. IKLH, IPM dan Kepadatan Penduduk

No. Perihal DAS

Solo Brantas Ciliwung Cisadane Cimanuk Citanduy Citarum Progo Serayu

1 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH)

44.59 46.88 42.13 51.53 46.28 62.43 39.63 47.44 58.01

2 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 70.40 70.51 76.14 73.25 70.03 70.21 70.96 73.14 69.66

3 Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha) 7.70 12.07 76.69 28.71 8.42 8.35 16.00 12.53 9.83

Page 121: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 1

BAB V

Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

Berdasarkan nilai IKLH masing-masing dari Sembilan DAS yang dikaji, dapat

disimpulkan bahwa;

Kualitas air sungai dari 9 DAS yang dikaji, nilai terendah adalah Sungai Ciliwung,

dan yang tertinggi adalah Sungai Progo.

Kekritisan air permukaan, berdasarkan skala nilai, DAS Serayu yang trtinggi dan

DAS Ciliwung yang terrendah.

Secara keseluruhan, berdasarkan nilai indeks aspek sumberdaya air, DAS Ciliwung

yang mendapat nilai terrendah, dan DAS Serayu yang tertinggi.

Kualitas udara ambien, secara umum baik, namun untuk komponen pengatur

kualitas udara, DAS Ciliwung yang mendapat nilai terrendah sedangkan yang

tertinggi adalah DAS Citanduy. Sehingga dengan demikian, indeks kualitas udara

terrendah ada di DAS Ciliwung, sedangkan yang tertinggi ada di DAS Citanduy.

Selanjutnya, untuk komponen tutupan vegetasi, nilai indeks yang tertinggi ada di

DAS Citanduy, dan yang terrendah berada di DAS Progo.

Untuk komponen kekritisan lahan, nilai tertinggi ada di DAS Progo sedangkan nilai

terrendah ada di DAS Citarum.

Berdasar kedua komponen diatas, maka nilai kualitas aspek lahan, nilai tertinggi ada

di DAS Citanduy, dan yang terrendah ada di DAS Citarum.

Komponen keanekaragam hayati, nilai tertinggi berada di DAS Citanduy dan yang

terrendah berada di DAS Bengawan Solo.

Akhirnya, secara keseluruhan, berdasarkan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

(IKLH) tahun 2012 dari sembilan DAS besar yang ada di Pulau Jawa ini, DAS

Citarum merupakan DAS yang mendapat nilai paling rendah, dengan nilai 39,63.

Sementara itu DAS Citanduy merupakan DAS yang mendapat nilai paling tinggi

dengan nilai IKLH sebesar 68,85.

Page 122: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 2

Pada aspek sumberdaya air, delapan DAS mengalami masalah kualitas dan kuantitas

kecuali DAS Serayu yang dinilai masih cukup baik.

Pada aspek kualitas udara, kawasan DAS Ciliwung, Cisadane dan Citarum yang

dinilai masih pada nilai di bawah rata-rata.

Pada aspek tutupan vegetasi, hanya DAS Citanduy dan Cisadane yang dinilai masih

cukup baik, sedangkan enam DAS lainnya dalam kondisi yang kurang baik.

Pada aspek pengamanan keanekaragaman hayati, kawasan yang dinilai buruk adalah

DAS Bengawan Solo, Citarum, Cimanuk dan Progo.

Jika diberikan rentang nilai dan kategorinya sebagaimana berikut ini, maka rengking

secara keseluruhan, dari yang nilai IKLH terkecil hingga terbesar tergambar di tabel

rengking berikut ini.

DAS Citarum Ciliwung B Solo Cimanuk Brantas Progo Cisadane Serayu Citanduy

1 2 3 4 5 6 7 8 9

IKLH 39.63 42.56 44.59 46.28 46.88 47.44 51.53 58.01 62.43

Kategori Buruk Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Baik

Kategori Rentang Nilai Gradasi Warna dan

Rentang Nilai

Sangat baik 80 - 100

93.33 - 100

86.67 - 93.33

80 - 86.67

Baik 60 - 80

73.33 - 80

66.67 - 73.33

60 - 66.67

Sedang 40 - 60

53.33 - 60

46.67 - 53.33

40 - 46.67

Buruk 20 - 40

33.33 - 40

26.67 - 33.33

20 - 26.67

Sangat buruk 0 - 20

13.33 - 20

6.67 - 13.33

0 - 6.67

Page 123: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 3

2. Rekomendasi

IKLH sembilan DAS besar Jawa ini adalah hasil pengukuran/analisis sebagai

baseline Tahun 2012. Di masa yang akan datang perlu dilakukan pengukuran kembali

untuk melihat sejauh mana perubahan nilai IKLH tersebut. Mengingat bahwa

sensitifitas nilai ini sangat kecil, dalam waktu satu tahun kondisi lingkungan tidak

terlalu signifikan berubah, maka pengukuran kembali IKLH sebaiknya paling cepat lima

tahun. Sebelum dilakukan pengukuran kembali IKLH, berbagai kebijakan, program dan

kegiatan harus dilakukan dengan fokus dan sinergitas yang tepat, supaya benar-benar

dapat mempengaruhi nilai IKLH. Berdasarkan nilai-nilai penentu IKLH focus utama

kegiatan pada masing-masing DAS adalah sebagai berikut:

1. DAS Bengawan Solo

Perlu ditingkatkan pengendalian pencemaran air untuk menurunkan beban

pencemarannya. Untuk hal ini diperlukan pendataan dan pemetaan sumber-

sumber pencemaran air.

Tutupan vegetasi, terutama di kawasan-kawasan resapan air (daerah

perbukitan dan pegunungan) perlu dijaga dan ditingkatkan. Wilayah-wilayah

yang termasuk dalam wilayah hutan Negara harus dijaga dari penebangan

liar, juga dikembalikan fungsinya sebagai hutan bagi daerah yang berfungsi

lindung.

Lahan-lahan yang telah dimanfaatkan untuk fungsi budidaya yang tidak

sesuai dengan karakter lahannya atau tidak sesuai dengan arahan tataruang

supaya dikembalikan sesuai dengan fungsinya.

Kawasan hutan konservasi dan hutan lindung yang pemanfaatannya tidak

sesuai, yang difungsikan sebagai lahan budidaya, agar dikembalikan sesuai

peruntukannya.

2. DAS Brantas

Peningkatan upaya pengendalian pencemaran air baik dari sumber-sumber

industri, limbah pertanian maupun limbah domestik, untuk meningkatkan

kualitas air sungainya.

Penambahan tutupan vegetasi terutama pada kawasan yang berfungsi sebagai

resapan air. Mengupayakan untuk merubah atau memperkaya dengan

Page 124: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 4

tanaman tahunan pada lahan-lahan pertanian semusim yang berada di

kawasan berfungsi lindung atau resapan air.

Peningkatan upaya pemanenan air, dengan memperbaiki kualitas lahan

dengan tutupan vegetasi, juga dengan membangun sarana penyimpan air

seperti sumur resapan, embung, kolam, danau, dll.

3. DAS Ciliwung

Sangat mendesak untuk terus dilakukan upaya peningkatan kualitas air

melalui berbagai bentuk kegiatan pengendalian pencemaran air. Penanganan

limbah domestik menjadi prioritas untuk ditingkatkan.

Perlu ditingkatkan upaya pemanenan air dengan menambah kawasan resapan

air bervegetasi, membangun embung atau danau, membangun sumur-sumur

resapan atau biopori.

Perlu ditingkatkan pengamanan kawasan hutan untuk mempertahankan

keberadaanya, mengingat kawasan ini sangat besar jumlah penduduknya.

Untuk menambah tutupan vegetasi, perlu ditingkatkan kawasan hutan kota,

mendayagunakan lahan-lahan nganggur, dan memperbaiki pemanfaatan

lahan-lahan di sempadan sungai.

4. DAS Cisadane

Perlu ditingkatkan kemampuan system penyerapan dan penyimpanan air

pada kawasan ini, mengingat kondisinya yang sudah defisit. Peningkatan

kemampuan tersebut bisa melalui vegetative maupun sipil teknis dengan

membangun embung, danau, situ, sumur-sumur resapan dan lain-lain.

5. DAS Cimanuk

Prioritas pada upaya peningkatan tutupan vegetasi dan menyelesaikan

masalah pemanfaatan lahan pada kawasan konservasi dan hutan lindung

yang banyak digunakan sebagai lahan budidaya.

6. DAS Citanduy

Pentingnya menjaga kelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung di

kawasan ini dengan mempertahankan tutupan hutan pada wilayah hutan

Negara.

Page 125: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 5

Mengingat wilayah ini didominasi oleh kegiatan olah lahan (pertanian) maka

perlunya upaya pengendalian pencemaran air dari sektor pertanian dan

penerapan teknologi untuk mengurangi sedimentasi.

7. DAS Citarum

Prioritas utama pada DAS ini adalah penanganan masalah kualitas air,

dengan meningkatkan kegiatan pengendalian pencemaran air, baik dari

sumber domestik maupun industri.

Mengingat status kekritisan airnya telah kritis, maka juga sangat penting

dilakukan berbagai kegiatan dalam rangka pemanenan dan penyimpanan air,

dengan mengutamakan perluasan kawasan-kawasan berhutan. Memperkecil

lahan-lahan pertanian semusim pada kawasan resapan air.

8. DAS Progo

Perlu dilakukan upaya peningkatan luas tutupan hutan dan mempertahankan

atau menghentikan laju pembukaan wilayah-wilayah bervegetasi rapat untuk

meningkatkan sistem penyimpanan air.

Tingkatkan kegiatan reboisasi untuk menurunkan jumlah lahan-lahan kritis.

Diperlukan juga kegiatan-kegiatan pengendalian pencemaran air, terutama

yang bersumber dari limbah domestik dan pertanian.

9. DAS Serayu

Di wilayah ini yang penting untuk dilakukan adalah mempertahankan

kawasan-kawasan hutan dan meningkatkan luas daerah-daerah bervegetasi

rapat dengan tanaman tahunan.

Secara spesifik penanganan permasalahan lingkungan di masing-masing DAS telah

diungkapkan di atas. Berikut ini dijelaskan secara lebih umum teknologi atau cara

bagaimana melakukan usaha-usaha peningkatan kualitas lingkungan yang terkait

dengan masalah DAS di atas.

Mengatasi masalah Sedimentasi:

Penanggulangan sedimen dapat digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu:

1. Menanggulangi terjadinya erosi permukaan.

Page 126: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 6

Usaha untuk menanggulangi terjadinya erosi permukaan dapat dilakukan

dengan cara vegetasi dan cara sipil teknis. Cara vegetasi atau bioteknik

adalah mencegah kerusakan dan memperbaiki vegetasi penutup permukaan

lahan, sehingga dapat mengurangi terjdinya erosi. Usaha yang dilakukan dalam

penanggulangan erosi dengan cara vegetasi adalah sebagai berikut :

Penghijauan lahan atau penghutanan kembali (reboisasi), terutama di

kawasan perbukitan dan pegunungan, yang memiliki kelerengan tinggi,

dan pada lahan-lahan yang kritis dan sangat kritis.

Pembuatan penghalang sedimen dari vegetasi, pembuatan pagar hidup

terutama di kawasan lahan pertanian intensif.

Melindungi kawasan hutan dari kegiatan peladangan berpindah, dan

kebakaran hutan yang dapat merusak hutan.

Mengatur sistem penebangan pohon terutama di daerah-daerah yang perlu

dikonservasi, tidak diperbolehkan sistem tebang habis, yang dapat

menyebabkan kerusakan hutan, hilangnya humus dan kestabilan tanah.

Cara yang berikutnya adalah sipil teknis (konstruksi), yaitu penanggulangan

erosi dan sedimentasi guna memperlambat aliran permukaan dengan

memperkecil kemiringan/lereng melalui pembuatan terasering. Pembuatan

saluran dan pematang sejajar garis kontur.

2. Pengendalian angkutan sedimen.

Pada prinsipnya pengendalian angkutan sedimen adalah mengusahakan agar

sedimen dapat terbawa aliran air sungai sampai ke tempat tertentu yang tidak

merugikan. Beberapa cara mengendalikan angkutan sedimen antara lain :

Bottom control structure untuk mengatur kemiringan dasar sungai

sedemikian rupa sehingga aliran masih mampu membawa sedimen tanpa

mengikis alur sungai.

Pembuatan bangunan-bangunan sipil teknis seperti; dam penahan sedimen,

ground sill, sabo dam dan pembuatan kantong-kantong lumpur.

Page 127: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 7

3. Pengendalian sedimentasi.

Pengendalian sedimentasi pada alur sungai dimaksudkan untuk mengusahakan

terjadinya pengendapan pada tempat-tempat yang dikehendaki juga

mengurangi besarnya sedimentasi. Usaha yang dilakukan berada di alur sungai

seperti :

Pembuatan dam pengendali sedimen di alur anak sungai di daerah hulu.

Pembuatan kantong lumpur di waduk (reservoir).

Penyediaan tempat-tempat khusus di tepi sungai untuk pengendapan

sedimen pada saat aliran sungai membawa muatan sedimen banyak.

Penambangan bahan galian golongan C untuk mengurangi pendangkalan

sungai, dengan pengaturan.

Pengerukan sedimen pada muara sungai

Mengatasi masalah kuantitas air sungai

Penyimpanan air yang efektif adalah dengan sistem vegetasi, dengan prinsip dasar

bahwa semakin luas daerah bervegetasi rapat, semakin baik sebuah kawasan atau

DAS menyimpan air. Perlu difikirkan sistem atau aturan penggunaan tanah milik.

Sistem itu bisa berupa aturan bahwa setiap pemilik lahan di kawasan/zona tertentu

hanya boleh 2/3 nya sebagai lahan pertanian intensif dan sisanya (1/3) sebagai

lahan berhutan/tanaman keras tahunan. Selain vegetasi, pemanenan dan

penyimpanan air dapat dilakukan melalui pembangunan waduk, dam, bendungan,

embung, sumur resapan dan lain-lain.

Mengatasi masalah kualitas air sungai:

Buruknya kualitas air sungai, pada umumnya akibat buangan limbah rumah tangga.

Berdasarkan laporan instansi lingkungan setempat, diperkirakan 80% pencemaran

air sungai akibat limbah rumah tangga, khususnya di Sungai Ciliwung, Cisadane

dan Citarum. Selain limbah rumah tangga, masih banyak pula kasus-kasus

pencemaran air sungai akibat buangan limbah pabrik/industri skala besar maupun

skala rumah tangga. Buruknya kualitas air sungai juga akibat limbah pertanian dan

sampah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas air sungai, harus dilakukan

langkah-langkah pengendalian, seperti:

Page 128: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 8

1. Setiap industri penghasil limbah cair, harus memiliki IPAL. Bagi sentra-sentra

industri rumah tangga, pemerintah daerah harusnya bisa membangun IPAL

Komunal.

2. Sementara itu, limbah domestik atau buangan rumah tangga dikelola dengan

membangun IPAL Komunal, dalam hal ini selama masyarakat tidak mampu,

dapat dibangunkan oleh pemerintah. Pembangunan perumahan baru, sebaiknya

diatur masalah pengelolaan limbahnya, bisa saja diwajibkan untuk membangun

sarana pengolah limbah.

3. Limbah pertanian juga penting untuk dikurangi. Penggunaan pupuk kimia dan

obat pembasmi hama harus dibatasi, dan lebih digalakan penggunaan pupuk

organik.

Untuk mempermudah perencanaan pembangunan sarana pengolah limbah, terlebih

dahulu harus dipetakan tempat-tempat penghasil/sumber limbah, dan dihitung

besarnya limbah yang tertumpah ke lingkungan, supaya dapat disusun perencanaan

yang tepat.

• Mengatasi masalah sampah:

Sampah yang dominan terhanyut bersama aliran air sungai dan akhirnya

menyumbat di badan-badan air, adalah sampah plastik. Oleh karena itu yang harus

dilakukan oleh pemerintah bersama masayarakat adalah:

1. Sampah diupayakan dikeloloa sejak dari sumbernya.

2. Giatkan 3R dan perbanyak Bank Sampah.

3. Pembangunan TPA dengan sistem sanitary landfill modern.

4. Kebijakan pengurangan penggunaan kantong-kantong plastik harus dilakukan

oleh pemerintah pusat maupun daerah.

• Mengatasi masalah keterancaman keanekaragaman hayati.

Bagaimana mungkin keanekaragaman hayati akan aman, jika kawasan hutan milik

negara yang berstatus sebagai Hutan Lindung dan Kawasan Konservasi (Taman

Nasional, Taman Hutan Raya, Kebun Raya, Swaka Margasatwa, Cagar Alam) saja

banyak diganggu oleh masyarakat. Disatu sisi, luas kawasan hutan negara dalam

tiap-tiap DAS kurang dari 30% dari luas wilayah DAS tersebut, di lain pihak

kawasan hutan itu sendiri juga tidak sepenuhnya merupakan kawasan yang

Page 129: IKLH 9 DAS PRIORITAS JAWAp3ejawa.menlhk.go.id/get2.php?file=28597iklh9...Dokumen Laporan 2013 PUSAT PENGELOLAAN EKOREGION JAWA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2013 IKLH 9 DAS PRIORITAS

V - 9

berhutan. Padahal harapan satu-satunya keamanan kehati ada di dalam hutan

lindung dan kawasan konservasi. Oleh karena itu upaya pengamanan hutan harus

terus ditingkatkan, hukum harus ditegakkan bagi masyarakat yang merusak hutan.

Juga perlu penambahan luas wilayah koservasi, misalnya dengan mengembangkan

huta-hutan kota, Taman Kehati, Taman Wisata Alam, dll.