Ikan Pelagis
-
Upload
andry-purnama-putra -
Category
Documents
-
view
39 -
download
2
description
Transcript of Ikan Pelagis
kan Pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan perairan hingga kedalaman 200m. Ikan pada pelagis umumnya berenang berkelompok dalam jumlah yang sangat besar. Sumberdaya ikan pelagis dibagi berdasarkan ukuran, yaitu Ikan Pelagis Besar seperti kelompok Tuna (Thunidae) dan Cakalang (Katsuwonus pelamis), kelompok Marlin (Makaira sp), kelompok Tongkol (Euthynnus spp) dan Tenggiri (Scomberomorus spp),
Nama Indonesia: Pelagis Besar
Nama Internasional: Big Pelagic Fish
Contoh Spesies: Albakora, Alu-alu/ Manggilala/Pucul, Cakalang, Cucut anjing/cakilan, Cucut aron, Cucut bangbara.
Nama Indonesia: AlbakoraNama Internasional: AlbacoreNama Latin: Thunnus alalunga (Bonnaterre, 1788)
Nama Indonesia: Alu-alu/ Manggilala/PuculNama Internasional: Great barracudaNama Latin: Sphyraena barracuda (Walbaum, 1792)
Nama Indonesia: CakalangNama Internasional: Skipjack tunaNama Latin: Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758)
Nama Indonesia: Cucut anjing/cakilanNama Internasional: Shortfin MakoNama Latin: Isurus oxyrinchus
Nama Indonesia: Cucut aronNama Internasional: Grey reef sharkNama Latin: Carcharhinus amblyrhynchos
Nama Indonesia: Cucut bangbaraNama Internasional: Silvertip sharkNama Latin: Carcharhinus albimarginatus
Nama Indonesia: Cucut bangbara tunggulNama Internasional: Blacktip sharkNama Latin: Carcharhinus limbatus
Nama Indonesia: Cucut baster/monasNama Internasional:
Longfin MakoNama Latin: Isurus paucus
Nama Indonesia: Cucut beuritNama Internasional: Tawny nurse sharkNama Latin: Nebrius ferrugineus
Nama Indonesia: Cucut botolNama Internasional: Longnose velvet dogfishNama Latin: Centrocymnus crepidater
Jenis jenis ikan pelagis yang terdapat di perairan lautan indonesia
dan mempunyai nilai ekonomi penting, meliputi:
No.Nama Indonesia
Nama Ilmiah Nama Umum
1Ikan mata besar
Thunnus obesus Bigeyed tun
2Ikan Madidihang
Thunnus albacores
Yellowfin tuna
3Ikan Albakora
Thunnus alalungaAlbacore
4Ikan Cakalang
Katsuwonus pelamis
Skipjack tuna
5Ikan Tongkol
Euthynnus affinisEastern little tuna
6Ikan TOngkol
Auxis thazard Frigate mackerel
7Ikan abu-abu
Thunnus tonggol Long tail tuna
8Ikan Alu-alu
Sphyrena sp Barracuda
9Ikan Layang
Decapterus russelli
Mackerel scad
10Ikan selar bentong
Selar crumenopthalmus
Bigeye scad
11Ikan selar kuning
Selaroides leptocepis
Yellows tripe trevally
12 Ikan KuweCaranx sexfasciatus
trevally
13Ikan Talang-talang
Chorinemus tala Deep leatherskin
14Ikan terbang
Cypsilurus poecilopterus
Spotted flying fish
15Ikan belanak
Valamugil speigleri
Mullet
16Ikan Julung-julung
Hemirhamphus var
Barred garfish
17 Ikan teriStolephorus commersonii
Anchovies
18 Ikan japuhDussumieria acuta
Round herring
19Ikan Tembang
Sardinella vimbriata
Fringescale sardine
20Ikan Lemuru
Sardinella longiceps
Indonesian oil sardine
21Ikan Golok-golok
Chirocentrus dorab
Wolf herring
22Ikan terubuk
Hilsa toli Chinese herring
23Ikan kembung perempuan
rastrelliger neglectus
indo pacific short bodied
24Ikan kembung laki-laki
Restrelliger kanagurta
Indo pacific striped mackerel
25Ikan tenggiri
Scomberomorus comersoni
Barre spanish mackerel
26Ikan gtenggiri papan
Scomberomurus gutatus
Spotted spanish mackerel
27Ikan layaran
Istiophorus orientalis
Sailfish
Pengaruh Global Warming Terhadap Ikan Pelagis
I. PENDUHULUAN1.1 Latar Belakang
Kita tahu bahwa laut di permukaan bumi ini menempati sebagian besar permukaan
bumi, ini menampakkan betapa pentingnya laut bagi keseimbangan kehidupan di bumi.
Seperti yang dipaparkan oleh Prager dan Earle, 2000 dalam Dahuri R., 2003, Secara global
laut meliputi dua pertiga dari permukaan bumi dan menyediakan sekitar 97% dari
keseluruhan ruang kehidupan di bumi, dan laut telah membentuk dan mendukung keberadaan
serta kehidupan umat manusia di bumi sejak munculnya mahluk hidup pertama dari laut.
Geografi Indonesia sebagai negara maritim bukan hanya memberikan makna yang
besar bagi penduduknya, namun juga berperan penting dalam dimensi kepentingan global.
Sisi lain dari kekayaan hayati dan nirhayati yang besar adalah bahwa lautan Indonesia
memegang peranan penting dalam pengaturan sistim cuaca dan iklim dunia terutama sejak
issue global warming diungkap, (Harsono, G.,2010).
Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu
sumberdaya perikanan yang paling melimpah dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan
konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan, sedangkan ikan pelagis besar seperti
tuna merupakan sebagian besar produk unggulan ekspor di Indonesia. Ikan pelagis kecil
umumnya hidup di daerah neritik dan membentuk schooling juga berfungsi sebagai
konsumen antara dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan besar), (Suyedi R.,
2001).
Dengan karakter oseanografinya negara Indonesia yang sangat dinamis ini, perairan
ini menjadi subur dengan kelimpahan hayati yang cukup tinggi. Melimpahnya kekayaan
hayati ini bahkan menurut Harsono, G.,2010 menjadi daya tarik bagi para nelayan asing
untuk mencari ikan pelagis bernilai ekonomi tinggi seperti tuna, cakalang, tongkol, tenggiri
dan setuhuk.
1.2 Perumusan masalah
Dari fakta-fakta yang diuraikan sebelumnya maka diperoleh batasan masalah yaitu
“Apakah pemanasan global (global warming) dapat mempengaruhi ikan pelagis di wilayah
lautan Indonesia “.
1.3 Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk membahas pengaruh pemanasan global
(global warming) terhadap ikan pelagis di lautan Indonesia.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemanasan Global
Pemanasan global (Global Warming) adalah meningkatnya jumlah emisi gas rumah
kaca (GRK) di atmosfer yang akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata
permukaan bumi. Berubahnya komposisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, dimana
konsentrasi gas rumah kaca tersebut menurut mbojo.wordpress.com/2008 meningkat secara
global akibat kegiatan manusia dan menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat
terhambat oleh GRK tadi.
Proses terjadinya pemanasan global seperti yang dijelaskan oleh
mbojo.wordpress.com/2008, bahwa sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi
akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali
berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi
panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan
gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya
lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau
adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama,
sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi
lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata
dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu
parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim
secara global.
Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous
Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur
hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama
yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti
pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu
GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan
peternakan. GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan
nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer
(mbojo.wordpress.com/2008).
Energi dari matahari memacu cuaca dan iklim bumi serta memanasi permukaan bumi;
sebaliknya bumi mengembalikan energi tersebut ke angkasa. Gas rumah kaca pada atomsfer
(uap air, karbondioksida dan gas lainnya) menyaring sejumlah energi yang dipancarkan,
menahan panas seperti rumah kaca. Tanpa efek rumah kaca natural ini maka suhu akan lebih
rendah dari yang ada sekarang dan kehidupan seperti yang ada sekarang tidak mungkin ada.
Jadi gas rumah kaca menyebabkan suhu udara di permukaan bumi menjadi lebih nyaman
sekitar 60°F/15°C, (Anonymous, 2002).
2.2 Sumberdaya Ikan Pelagis
Sumberdaya ikan merupakan sumberdaya yang dapat pulih (renewable resources) dan
berdasarkan habitatnya di laut secara garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
jenis ikan pelagis dan ikan demersal. Ikan pelagis adalah kelompok ikan yang berada pada
lapisan permukaan hingga kolom air dan mempunyai ciri khas utama, yaitu dalam
beraktivitas selalu membentuk gerombolan (schooling) dan melakukan migrasi untuk
berbagai kebutuhan hidupnya. Sedangkan ikan demersal adalah ikan-ikan yang berada pada
lapisan yang lebih dalam hingga dasar perairan, dimana umumnya hidup secara soliter dalam
lingkungan spesiesnya, (Nelwan A.,2004).
Ikan pelagis berdasarkan ukurannya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu ikan
pelagis besar, misalnya jenis ikan tuna, cakalang, tongkol, dan lain-lain, serta ikan pelagis
kecil, misalnya ikan layang, teri, kembung, dan lain-lain. Penggolongan ini lebih
dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan, karena karakter
aktivitas yang berbeda kedua kelompok jenis ikan tersebut, (Nelwan A.,2004).
Menurut Fauziya et al., (2010), school atau kawanan merupakan struktur paling
penting dalam kehidupan beberapa populasi ikan pelagis. Untuk alasan tersebut maka ikan
pelagis tidak dapat hidup sendiri contohnya ikan sardine, namun manusia memanfaatkan
schooling untuk menangkap ikan pelagis (contoh alat tangkap trawl dan purse seine) dalam
jumlah yang banyak karena ikan dalam kondisi berkelompok nilai kepadatannya akan
berbeda dibandingkan jika dalam kondisi scatter atau terpencar. Pembentukan kelompok pada
ikan dipengaruhi oleh tingkah laku migrasi ikan dalam kolom perairan sehingga tujuan
pengelolaan dan pendugaan stok ikan secara praktis, informasi mengenai karakteristik
migrasi sangatlah penting.
Zona potensi ikan ditentukan dengan kombinasi data/peta sebaran suhu permukaan
laut, kandungan klorofil, pola arus laut, cuaca, serta karakter toleransi biologis ikan terhadap
suhu air. Dari hasil pengamatan secara multitemporal dapat diketahui bahwa sebaran suhu
permukaan laut di wilayah perairan laut Indonesia berubah dengan cepat (Hasyim B., 2004).
2.1.1 Sumberdaya ikan pelagis kecil
Ikan pelagis kecil hidup pada daerah pantai yang relatif kondisi
lingkungannya tidak stabil menjadikan kepadatan ikan juga berfluktuasi dan cenderung muda
mendapat tekanan akibat kegiatan pemanfaatan, karena daerah pantai mudah dijangkau oleh
aktivitas manusia. Jenis ikan pelagis kecil yang dimaksudkan adalah ikan layang, kembung,
tembang, teri, dan lain-lain.
Sumberdaya ikan pelagis kecil diduga merupakan salah satu sumberdaya perikanan
yang paling melimpah di perairan Indonesia dan mempunyai potensi sebesar 3,2 juta
(Widodo et al, 1998 dalam Nelwan A., 2004). Sumberdaya ini merupakan sumberdaya
neritik, karena terutama penyebarannya adalah di perairan dekat pantai, di daerah-daerah
dimana terjadi proses penaikan air (upwelling) dan sumberdaya ini dapat membentuk
biomassa yang sangat besar (Csirke, 1988 dalam Nelwan A., 2004).
Penyebaran ikan pelagis kecil di Indonesia merata di seluruh perairan, namun ada
beberapa yang dijadikan sentra daerah penyebaran seperti Lemuru (Sardinella Longiceps)
banyak tertangkap di Selat Bali, Layang (Decapterus spp) di Selat Bali, Makassar, Ambon
dan Laut Jawa, Kembung Lelaki (Rastrelinger kanagurta) di Selat Malaka dan Kalimantan,
Kembung Perempuan (Rastrelinger neglectus) di Sumatera Barat, Tapanuli dan Kalimantan
Barat, (Suyedi R., 2001).
2.1.2 Sumberdaya ikan pelagis besar
Ikan pelagis besar hidup pada laut lepas dengan
kondisi lingkungan relatif stabil, disamping itu ikan pelagis besar umumnya melakukan
migrasi sepanjang tahun dengan jarak jauh. Secara biologis kelompok cakalang, tuna, dan
tongkol termasuk kedalam kategori ikan yang mempunyai tingkah laku melakukan migrasi
dengan jarak jauh (highly migratory species) melampaui batas-batas yuridiksi suatu negara.
Keadaan tersebut akan menyebabkan penambahan dan pengurangan stok di suatu perairan
yang berperan penting dalam sediaan lokal pada saat terjadi musim penangkapan (Nelwan
A., 2004).
Ikan Pelagis besar menyebar di perairan yang relatif dalam, bersalinitas tinggi,
kecuali ikan tongkol yang sifatnya lebih kosmopolitan dapat hidup di perairan yang relatif
dangkal dan bersalinitas lebih rendah. Sifat epipelagis dan oseanis menjadikan penyebaran
sumberdaya ikan pelagis besar secara vertikal sangat dipengaruhi lapisan thermoklin yang
juga adalah struktur lapisan massa air yang terbentuk akibat perbedaan suhu. Demikian pula
penyebaran secara horizontal yang dipengaruhi oleh faktor perbedaan suhu dan juga
ketersediaan makanan, (Nelwan A., 2004).
III. PEMBAHASAN
Pemanasan global telah banyak mempengaruhi kehidupan mahluk hidup yang ada
didunia ini, baik kehidupan yang ada di daratan maupun kehidupan yang ada di lautan, begitu
juga dengan ikan pelagis. Riberu P., (2002) mengatakan populasi yang hidup pada suatu
habitat dalam lingkungan, dapat memenuhi kebutuhannya karena lingkungan mempunyai
kemampuan untuk mendukung kelangsungan hidupnya. Kemampuan lingkungan untuk
mendukung kehidupan populasi disebut daya dukung (carrying capacity). Daya dukung
lingkungan tersebut merupakan sumber daya alam lingkungan. Sementara itu kemampuan
lingkungan mempunyai batas, sehingga apabila keadaan lingkungan berubah maka daya
dukung lingkungan juga berubah. Hal ini karena daya dukung lingkungan dipengaruhi oleh
faktor pembatas, seperti: cuaca, iklim, pembakaran, banjir, gempa, dan kegiatan manusia.
Ikan pelagis juga termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi, baik migrasi untuk
mencari makan (feeding migration) maupun migrasi untuk tujuan memijah (spawning
ground). Ikan pelagis dalam melakukan migrasi selalu mencari suhu yang dapat ditolerir
dengan kehidupannya. Ini berarti bahwa ketersediaan (stok) ikan pelagis memang dibatasi
oleh suhu. Bahri, T. and P. Freon, (2000) dalam Fauziya et al., (2010) menjelaskan bahwa
pembentukan schooling ikan umumnya dipengaruhi oleh stimuli atau rangsangan dari luar
seperti menghindari predator atau mencari lingkungan yang sesuai dan stimuli internal seperti
memijah, mencari makanan dan sifat/tingkah laku ikan tersebut.
Menurut Hasyim B., (2004), keadaan lingkungan perairan akan menentukan
keberadaan suatu organisme di dalam lingkungan tersebut, dimana setiap kelompok
organisme mempunyai kesenangan/toleransi yang berbeda-beda. Misalnya suhu optimal
untuk Yellow fin adalah 20-28° C, Albacore 14-22° C, Cakalang 26-29° C, Blue fin tuna 10-
28° C dan Big eye tuna 17-23° C. Demikian pula pada daerah upwelling dimana produktifitas
primernya cukup tinggi, sering didapatkan kelimpahan kelompok ikan yang lebih tinggi
daripada daerah lainnya.
Kisaran suhu antara 28,1 - 29,10 C diduga sebagai batas toleransi ikan pelagis dapat
beradaptasi dengan lingkungannya. Pada umumnya ikan-ikan akan memilih perairan dengan
nilai suhu tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan pergerakan
ikan ( Fauziya et al., 2010).
Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30°C
adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu perairan
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang dominan adalah
suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap spesies ikan akan memilih
suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan, memijah dan aktivitas lainnya. Seperti
misalnya di daerah barat Sumatera, musim ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada
musim timur dimana SPL 24-26°C, Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C
(Ayanfirdaus.wordpress.com).
Keberadaan ikan pelagis juga akan terancam apabila makanannya berkurang seperti
yang dikatakan oleh Dahuri R., (2003) hilangnya spesies tertentu akan mengakibatkan
spesies lain yang menjadi predatornya ikut mengalami kepunahan, hal ini terkait dengan
sistem rantai makanan di perairan laut.
Indra, (2010) menceritakan, konsep Lotka Volterra (Lotka ahli fisika dari Amerika
dan Volterra ahli matematika dari Italia) pernah diterapkan pada perikanan di Italia setelah
Perang Dunia II. Ketika itu masyarakat Itali ramai-ramai menangkap ikan pelagis kecil yang
ada di sekitar perairan pesisir. Karena input atau effort yang cukup tinggi, sehingga lama-
kelamaan terjadi tangkap lebih (overfishing) dan degradasi sumber daya ikan di tempat
tersebut. Setelah setahun kemudian, ternyata hasil tangkapan pelagis besar dari laut lepas
mengalami penurunan secara signifikan. Setelah diteliti diketahui bahwa ada hubungan
rantai makanan antara pelagis kecil yang ada di perairan pesisir dan pelagis besar yang ada di
laut lepas. Karena ketersediaan pelagis kecil (sebagai prey) telah terdegradasi akibat
overfishing, maka ikan pelagis besar (sebagai predator) kekurangan makan, sehingga mereka
pindah (migrasi) ke tempat lainnya yang masih tersedia cukup makanan.
IV. KESIMPULANSetelah dilakukan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa kenaikan suhu
permukaan laut yang diakibatkan oleh pemanasan global (global warming) dapat
mempengaruhi secara fisiologis karena mempunyai kemampuan toleransi suhu tertentu yang
dominan antara 200 – 300 C dan juga dapat mempengaruhi kehidupan ikan pelagis terkait
dengan rantai makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Fauziyah et al., 2010. Densitas Schooling Ikan Pelagis pada Musim Timur Menggunakan Metode Hidroakustik di Perairan Selat Bangka ; Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 2(D) 13210
Harsono G., 2010 Prakarsa Strategi “Rumpon Belt” Dan Implikasinya Terhadap Pertahanan Wilayah Laut Indonesia; http://buletinlitbang. dephan.go.id/index.asp?vnomor=22&mnorutisi=9 diunduh Nopember 2010.
Hasyim B. 2004. Penerapan Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (Zppi) Untuk Mendukung Usaha Peningkatan Produksi Dan Efisiensi Operasi Penangkapan Ikan; Makalah pribadi; Pengantar ke Falsafah Sains (PPS702); Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.
Indra 2010, Interaksi Mangrove dan Sumber Daya IkanIrwanto, 2006., Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove. Yogyakarta
Nelwan A., 2004 Pengembangan Kawasan Perairan Menjadi Daerah Penangkapan Ikan; Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.
Riberu P. 2002 Pembelajaran Ekologi Jurnal Pendidikan Penabur - No.01 / Th.I Pascasarjana UNJ, Jakarta.
Surakusumah W., Perubahan Iklim Dan Pengaruhnya Terhadap Keanekaragaman Hayati; Makalah Perubahan Lingkungan Global ; Jurusan Biologi Universitas Pendidikan Indonesia.
Suyedi R., 2001 Sumber Daya Ikan Pelagis Makalah Falsafah Sains (PPs 702) Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor.
http://mbojo.wordpress.com/2008/07/17/hubungan-efek-rumah-kaca-pemanasan-global-dan-perubahan-iklim/Hubungan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, 17 Juli 2008 — La An diunduh Nopember 2010.Manyung 301,00 1.288,00 - -
Cendro 1,00 8,00 - -
Ikan Sebelah 210,00 184,00 - -
Ekor Kuning/Pisang-pisang 72,00 348,00 - -
Lolosi biru - - - -
Selar 163,00 531,00 - -
Kuwe 182,00 365,00 - -
Layang28.511,0
032.873,0
0- -
Sunglir - 2,00 - -
Tetengkek 4,00 9,00 - -
Bawal Hitam 106,00 118,00 - -
Bawal putih 36,00 54,00 - -
Daun Bambu/Talang-Talang
- 3,00 - -
Bentong 37,00 31,00 - -
Kakap Putih 139,00 476,00 - -
Golok-Golok 9,00 48,00 - -
Selanget - 42,00 - -
Siro - - - -
Japuh - 40,00 - -
Tembang 211,00 902,00 - -
Lemuru24.150,0
012.459,0
0- -
Terubuk - - - -
Lemadang 136,00 314,00 - -
Beloso/Buntut Kerbo 15,00 101,00 - -
Ikan Lidah 155,00 119,00 - -
Teri 2.206,00 1.754,00 - -
Ikan terbang - 88,00 - -
Julung-Julung 17,00 25,00 - -
Gerot-gerot 28,00 39,00 - -
Ikan gaji - - - -
Ikan Nomei/lomei - - - -
Ikan Layaran 34,00 84,00 - -
Setuhuk Hitam 13,00 39,00 - -
Setuhuk Biru - - - -
Setuhuk Loreng - - - -
Ikan Pedang - - - -
Ikan Napoleon - - - -
Kapas-kapas - 36,00 - -
Peperek 270,00 249,00 - -
Lencam - 24,00 - -
Kakap Merah 174,00 393,00 - -
pinjalo - - - -
Belanak 370,00 1.109,00 - -
Biji nangka karang - - - -
Kuniran 165,00 496,00 - -
Biji nangka - - - -
Kurisi 38,00 119,00 - -
Kurau - - - -
Kuro/Senangin 2,00 16,00 - -
Swanggi/Mata besar 11,00 13,00 - -
Serinding tembakau - - - -
Gulamah/Tiga waja 76,00 235,00 - -
Lisong - - - -
Tongkol krai16.464,0
025.311,0
0- -
Tongkol komo 5.007,00 6.470,00 - -
Cakalang 6.350,00 6.431,00 - -
Kembung 1.208,00 1.729,00 - -
Banyar 2,00 363,00 - -
Kenyar - 9,00 - -
Slengseng 223,00 1.998,00 - -
Tenggiri 547,00 532,00 - -
Tenggiri papan 1,00 1,00 - -
Albakora 1.865,00 31,00 - -
Madidihang 3.551,00 3.975,00 - -
Tuna sirip biru selatan - - - -
Tuna mata besar 662,00 2.863,00 - -
Tongkol abu-abu 1.998,00 - - -
Kerapu karang 123,00 351,00 - -
Kerapu bebek - 240,00 - -
Kerapu balong 2,00 107,00 - -
Kerapu lumpur 12,00 124,00 - -
Kerapu sunu - 42,00 - -
Beronang lingkis - - - -
Ikan beronang - - - -
Beronang kuning - - - -
Rejung - - - -
Alu-alu/Manggilala/Pucul - 6,00 - -
Senuk - 23,00 - -
Kerong-kerong - 97,00 - -
Layur 1.920,00 2.876,00 - -
Cucut tikus/Cucut monyet 2,00 446,00 - -
Cucut lanyam 588,00 12,00 - -
Mako - 3,00 - -
Ikan gergaji - 6,00 - -
Cucut martil/Capingan 12,00 3,00 - -
Cucut Botol 18,00 5,00 - -
Pari kembang/Pari macan 444,00 517,00 - -
Pari kelelawar - 3,00 - -
Pari burung - 24,00 - -
Pari hidung sekop - - - -
Pari kekeh - 1,00 - -
Ikan lainnya 2.759,00 570,00 -