II.tinjauan Pustaka
-
Upload
rio-hasibuan -
Category
Documents
-
view
143 -
download
0
description
Transcript of II.tinjauan Pustaka
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pengertian Pasang Surut
Pasang Surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda
– benda di langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi
(Triatmodjo, 1999). Pengaruh benda-benda angkasa lainnya dapat diabaikan
karena jaraknya lebih jauh dan ukurannya kecil. Selain itu faktor non astronomis
yang turut mempengaruhi pasang surut terutama di perairan semi tertutup (teluk)
antara lain adalah bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan. Respon
perairan yang sebagian tertutup seperti teluk terhadap gaya penggerak pasang
surut laut yang masuk dipengaruhi oleh bentuk teluk dan resonansinya dengan
periode pasang surut (Dadang dalam Ongkosongo, 1989).
Permukaan air senantiasa berubah setiap saat karena gerakan pasang surut.
Periode selama permukaan air laut naik disebut air pasang atau air naik (flood
tide), sedangkan kedudukan pada waktu permukaan air laut mencapai puncaknya
disebut air tinggi (high water). Keadaan saat permukaan air menurun akibat gaya
pasang surut disebut air surut (ebb tide) atau air turun dan kedudukan terendah
permukaan air disebut air rendah (low water). Perbedaan antara air rendah dan air
tinggi disebut tunggang pasang (tidal range) yang besarnya tergantung pada
tempat dan karakteristik daerah setempat (Rawi, 2010).
Kenaikan dan penurunan pasang surut menghasilkan pergerakan arus pasut
dan kecepatan serta arahnya dipengaruhi oleh geometri cekungan dan massa tanah
penghambatnya. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut
terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat di mana arus berbalik
7
antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air
tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol
(Pariwono, 1989 dalam Anggriany, 2004).
Pasang surut erat hubungannya dengan siklus perjalanan matahari dan bulan
dalam keadaan relatifnya terhadap bumi. Keadaan pasang surut di suatu tempat
digambarkan oleh konstanta harmonik. Sehingga yang dimaksud dengan analisis
harmonik pasang surut adalah suatu cara untuk mengetahui sifat dan karakter
pasang surut di suatu tempat dari hasil pengamatan pasang surut dalam kurun
waktu tertentu (Sugiyono, 1990 dalam Kurniawan, 2000 dalam Hidayat, 2010).
2. 2. Teori Pembangkit Pasang Surut
2. 2. 1. Teori Kesetimbangan Pasang Surut
Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton
(1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori
terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh
kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya
permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966).
Sedangkan gaya yang bekerja pada sistem bumi-bulan yaitu:
a) Gaya sentrifugal
Besarnya gaya sentrifugal di atas permukaan bumi adalah sama, yaitu:
FN = Me ω2 re
Dimana:
Me : massa bumi
ω : kecepatan sudut bumi-bulan mengelilingi sumbu bersama
re : jarak pusat bumi ke sumbu bersama
8
b) Gaya Tarik Bulan
Setiap titik di permukaan bumi juga mengalami gaya tarik bulan. Hal ini
dapat kita ketahui dari gambar di bawah ini .
Gambar 2. Gaya pembangkit pasang surut sebagai resultan dari gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal (Ningsih, 2002).
Besarnya gaya tarik bulan ini tergantung pada jarak titik ke pusat bulan,
yaitu:
Fg = {G (Me Mm)} / r2
Dimana:
G : konstanta gravitasi
Mm : massa bulan
r : jarak titik di permukaan bumi ke pusat bulan
Resultan dari kedua gaya tersebut menghasilkan gaya pembangkit pasang
surut (tide generating force). Gaya pembangkit pasang surut inilah yang
bertanggung jawab terhadap pembentukan pasang surut (Ningsih,2002).
Mihardja, 1994 dalam ongkosongo, 1989 menyatakan bahwa pasang surut
setimbang adalah pasang surut semu (frictitious tides) yang terjadi di permukaan
laut, dimana pada setiap saat pada seluruh permukaan bumi memiliki potensial
Ketgaya pembangkit pasut
gaya tarik bulan
gaya sentrifugal
9
gravitasi yang konstan dan sama besar. Pasang surut setimbang akan terjadi di
permukaan bumi, hanya bila bumi memenuhi syarat-syarat kondisi bumi ideal.
Akan tetapi kenyataannya permukaan bumi tidaklah menunjukkan keadaan ideal
seperti itu, karena :
1. Permukaan bumi tidaklah sepenuhnya tertutupi oleh air. Adanya
permukaan daratan di bumi mengurangi aliran horizontal air laut
sehingga mempengaruhi kondisi pasang surut.
2. Massa air yang menutupi permukaan bumi bukannya tidak memiliki
gaya inertial. Adanya gaya ini mempengaruhi amplitudo dan phasa
dari respon muka laut terhadap gaya pembangkit pasang surut.
3. Adanya gaya gesekan antara massa air laut maupun massa air dengan
gaya dasar laut yang mempengaruhi kondisi pasang surut setimbang.
4. Kedalaman air laut yang menutupi bumi tdaklah merata dan umumnya
jauh lebih kecil dari kedalaman yang diperlukan untuk menghasilkan
kondisi pasang surut setimbang.
Menurut Pariwono dalam Ongkosongo dan Suyarso (1989), ada tiga
gerakan utama yang sangat berpengaruh terhadap gaya pembangkit pasut, yaitu :
1. Revolusi bulan terhadap bumi, dimana orbitnya berbentuk elips dan
periode yang diperlukan untuk menyelesaikan revolusi itu adalah 29,5
hari.
2. Revolusi bumi terhadap matahari dengan orbitnya berbentuk elips dan
periode yang diperlukan untuk itu adalah 365,25 hari.
3. Perputaran bumi terhadap sumbunya sendiri dan waktu yang
diperlukannya adalah 24 jam.
10
Dalam sistem matahari, benda yang paling besar adalah matahari
dengan diameter 109 kali diameter bumi dan massanya 333.000 kali massa bumi.
Diameter bulan adalah 3.476 km (2.159 mil) atau kurang lebih ¼ besar bumi,
sedangkan massanya kurang lebih 1% massa bumi. Orbit bulan adalah elips
dengan bumi pada salah satu fokus. Jarak bulan – bumi terjauh (apogee, bahasa
yunani ap : jauh dan ge : bumi) adalah 253.000 mil, sedang jarak terdekatnya
(perigee, bahasa Yunani peri : dekat dan ge : bumi) adalah 222.000 mil. Jarak rata
– rata bulan – bumi adalah 238.860 mil, atau 384.330 km (Tjasyono, 2009).
Beberapa posisi yang penting untuk diketahui yang mempengaruhi
pasang surut adalah:
1. Matahari–bulan–bumi terletak pada satu sumbu yang berupa garis
lurus. Pada posisi ini bumi menghadapi sisi bulan yang tidak kena sinar
matahari (sisi gelap), jadi bulan tidak dapat dilihat dari bumi.
Karenanya keadaan tersebut sering dikatakan “bulan mati”. Posisi
seperti ini akan mengakibatkan adanya gaya tarik bulan dan matahari
terhadap bumi yang saling menguatkan. Menurut Hukum newton
bahwa posisi lurus ini menyebabkan gaya pembangkit pasang surutnya
maksimal.
2. Bulan terletak menyiku (membuat sudut 900) dari sumbu bersama
matahari – bumi. Pada posisi semacam ini, maka gaya tarik bulan akan
diperkecil oleh gaya tarik matahari terhadap massa air di bumi.
Hasilnya terjadi pasang yang kecil, yang disebut pasang perbani.
Menurut Hukum newton bahwa posisi membentuk sudut 900 ini
menyebabkan gaya pembangkit pasang surutnya minimum.
11
Gambar 3. Pasang Purnama dan Pasang Perbani (Rise, 2008 dalam Tanto, 2009)
2. 2. 2. Teori Dinamika Pasang Surut
Dalam teori pasang surut seimbang dianggap bahwa permukaan laut
memberikan respon terhadap potensial pasang surut. Tetapi pada kenyataannya
tidaklah demikian, hal ini dikarenakan beberapa hal seperti adanya daratan, efek
dari inersia massa air, pengaruh gesekan baik dalam massa air sendiri maupun
gesekan dengan dasar perairan, serta kedalaman perairan untuk mendukung
penjalaran gelombang panjang (Mira, 1989).
Berbeda dengan teori pasang surut seimbang yang hanya meninjau gaya
pembangkit pasang surut dan gravitasi, di dalam teori dinamika pasang surut juga
meninjau faktor-faktor non-astronimis yang mempengaruhi tinggi pasang surut,
yaitu: kedalaman perairan dan keadaan meteorologi serta faktor hidrografis
(Mira, 1989).
12
a. Tekanan Atmosfer
Menurut Lisitzin (1974) dalam Ongkosongo (1989), secara teori,
kenaikan tekanan udara 1,005 mbar akan menurunkan permukaan air laut sebesar
1 cm. Perubahan rata-rata muka laut di Indonesia dan sekitarnya sebesar 1-2 cm.
Berdasarkan hukum hidrostatika diperoleh hubungan antara elevasi permukaan
laut dengan tekanan udara, yaitu
ξ = - (Pa/g)
b. Angin
Pengaruh tekanan tangensial dari pada muka laut mengakibatkan
kenaikan atau penurunan dari paras laut. Perubahan paras laut akibat angin ini
disebut juga pasut angin (wind tide). Gradien permukaan laut (δξ / δx) sebagai
akibat tekanan angin (ξ) tetap, yang bekerja pada muka laut, dirumuskan sebagai
berikut:
(δξ / δx) = (γ τ) / (g ρw h)
Dimana ξ adalah elevasi muka air, x koordinat horizontal dalam arah angin, g
percepatan gravitasi bumi, ρw densitas air dan h adalah kedalaman laut. Besaran γ
adalah konstanta yang harganya bervariasi antara 1 sampai dengan 3/2.
Hubungan empiris antara tekanan tangensial angin dengan kecepatannya
(W) adalah:
Τ = r ρa w2
Dimana r adalah konstanta numerik yang berharga 0.0026 dan ρa adalah densitas
udara. Kecepatan angin W diukur 15 meter di atas muka laut.
13
c. Pengaruh Kedalaman
Pasang surut di laut lepas sangat sulit diamati secara kasat mata. Hal ini
dikarenakan selain luas area laut yang sangat luas, kedalaman perairan turut
mempengaruhi kondisi pasang surut. Pada perairan lepas (laut dalam), besaran
gaya gesek antara massa air dengan dasar perairan mendekati nol.
Kondisi tersebut berbanding terbalik jika gelombang pasang surut
bergerak menuju ke lereng benua dan paparan atau perairan pantai. Gelombang
pasang surut tersebut akan mengalami perubahan ketinggian akibat berkurangnya
kedalaman (Mihardja dalam Ongkosongo, 1989).
2.3. Pasang Surut di Sungai dan Estuaria
Sebagian besar sungai-sungai di dunia mengalami pasang surut sebagian,
karena permukaan air laut telah mengalami kenaikan sejak periode glasial
terakhir. Untuk kasus demikian, lembah sungai yang lebih rendah menjadi banjir
oleh air laut, membentuk estuari atau ria. Pasang surut kemudian menyebar ke
estuari, dan pada keadaan tertentu ke bagian sungai yang lebih dalam. Perbedaan
antara estuari dan pasang surut yang mencapai suatu sungai tidak terlalu jelas, dan
untuk tujuan penjelasan pada bagian ini keduanya dianggap sama. Kecepatan
penjalaran pasang surut ke dalam estuari tergantung pada kedalaman air. Dengan
demikian puncak gelombang (air tinggi) akan bergerak lebih cepat dari lembah
gelombang (air surut). Sehingga siklus pasang surut bersifat asimetris, dengan
interval waktu yang relatif lama antara pasang surut naik dan pasang surut rendah
berikutnya, dan interval yang lebih pendek antara pasang surut rendah dengan
pasang naik berikutnya (Supamgat. 2000).
14
Kecepatan maksimum arus pasang surut dihubungkan dengan pasang surut
estuari tidak selalu dalam fase dengan puncak dan lembah pasang surut. Sehingga
pada mulut estuari, kecepatan maksimum dari kondisi saat pasang akan bersamaan
dengan air naik, sedangkan air pasang naik pada bagian hulu sungai akan terjadi
bersamaan dengan air tenang (yakni arus nol).
Namun demikian, arus surut akan bertahan lebih lama secara tetap dari
pada pasang, sebagian sebagai hasil dari siklus pasang surut yang asimetris yang
telah disebutkan sebelumnya, dan sebagian karena pengeluaran air tawar ke
sungai yang menghasilkan pengeluaran air ke laut dalam jumlah yang sama.
Banyak desa dan kota yang berlokasi dekat dengan estuari mengandalkan arus ke
lautuntuk membawa endapan.
Pada beberapa sungai pasang surut, di mana saluran sungai terlihat
menyempit, atau gradien dasar sungai sangat curam, pasang surut jenuhakan
terjadi. Pembentukan pasang surut jenuh memiliki gejala-gejala yang sama
dengan penyebaran gelombang terhadap arus yang berlawanan. Air pasang naik
akan mendorong gelombang pasang surut muka untuk bergerak lebih cepat
daripada gelombang perairan dangkal menyebar ke dalam air dengan kedalaman
tersebut. Bila hal ini terjadi, gelombang kejutan akanterbentuk, yang bergerak ke
arah hulu sebagai dinding air yang menggelinding atau air pasang surut jenuh. Hal
tersebut dapat dianalogikan dengan ledakan sonik yang terjadi ketika gangguan
tekanan dipaksa untuk bergerak lebih cepat dari pada kecepatan suara. Sebagian
besar air pasang surut jenuh relatif kecil, dengan ketinggian 0,5 m namun ada pula
yang mencapai ketinggian sampai sepuluh kali lipat.
15
2.4. Analisis Harmonik Pasang Surut
Posisi bulan dan matahari terhadap bumi berubah - ubah, maka resultan
gaya pasut yang dihasilkan dari gaya tarik kedua benda angkasa tersebut tidak
sesederhana yang diperkirakan. Akan tetapi karena rotasi bumi, revolusi bumi
terhadap matahari, dan revolusi bulan terhadap bumi sangat teratur, maka resultan
gaya penggerak pasang surut yang rumit ini dapat diuraikan sebagai hasil
gabungan sejumlah komponen harmonik pasut. Komponen harmonik ini dapat
dibagi menjadi tiga komponen yaitu komponen pasang surut tengah harian,
pasang surut harian dan pasang surut periode panjang (Zakaria, 2009).
Tabel 1. Komponen harmonik pasang surut (Rawi, 1986 dalam Nurisman, 2011)
Komponen
Keterangan Kecepatan Sudut Periode
DiurnalK1 Komponen ini dipengaruhi
oleh deklinasi bulan dan deklinasi matahari
15,0411 23,33
O1 Komponen ini dipengaruhi oleh deklinasi bulan
13,943 25,82
P1 Komponen ini dipengaruhi oleh deklinasi matahari
14,9589 24,07
Semi DiurnalS2 Komponen ini dipengaruhi
oleh matahari30 12
M2 Komponen ini dipengaruhi oleh bulan
28,9841 12,42
N2 Komponen ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan bulan yang berbentuk ellips
28,4397 12,66
K2 Komponen ini dipengaruhi oleh perubahan jarak, akibat lintasan matahari yang berbentuk ellips
30,0821 11,97
Perairan DangkalM4 Kecepatan sudutnya 2 kali
kecepatan sudut M2
57,9680 6,21
MS4 Dihasilkan oleh interaksi M2
dan S2. 58,0840 6,2
16
2. 5. Tipe - Tipe Pasang Surut
Dalam pengolahan pasang surut ada kurva pasang surut yang dapat
digunakan untuk menginterpretasikan bagaimana tipe pasang surut di suatu
perairan. Kurva Pasang surut menunjukkan hasil pencatatan muka air laut sebagai
fungsi waktu dalam bentuk kurva. Periode pasang surut adalah waktu yang
diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata keposisi yang sama
berikutnya. Periode pasang surut bisa 12 jam 25 menit atau 24 jam50 menit, yang
tergantung pada tipe pasang surut (Triatmodjo, 1999).
Bilangan Formzhal merupakan salah satu cara yang digunakan untuk
mengetahui tipe pasang surut yang terjadi diperairan (Mahatmawati, 2009).
Menurut (Ilahude, 1999 dalam Siswanto, 2007), klasifikasi tipe pasang surut
didasarkan pada perbandingan antara jumlah amplitudo konstanta-konstanta
diurnal (K1 dan O1) dengan jumlah amplitudo konstanta-konstanta semi diurnal
(M2 dan S2).
Untuk menentukan nilai bilangan Formzahl digunakan rumus dibawah ini :
Dimana :
F = Formzahl atau konstanta pasang surut.
AK1 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal rata-
rata yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari.
AO1 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal yang
dipengaruhi oleh deklinasi bulan.
F =
AK1+ AO1
AM 2+ AS2
17
AM2 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata
yang dipengaruhi oleh bulan.
AS2 = Amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata
yang dipengaruhi oleh matahari
Dimana hasil dari nilai F akan menentukan tipe pasang surutnya, dengan
klasifikasi sebagai berikut :
0 < F ≤ 0,25 : Pasang surut harian ganda (semidiurnal)
0,25 < F ≤ 1,50 : Pasang surut campuran condong ke harian ganda
1,50 < F ≤ 3,00 : Pasang surut campuran condong ke harian tunggal
F > 3,0 : Pasang surut harian tunggal (diurnal)
Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit
pasang surut,sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir.
Sedangkan untuk di Indonesia sendiri, Wyrtki (1961) membaginya menjadi empat
tipe :
2. 5. 1. Tipe pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Tipe Pasang surut tunggal (diurnal tide) adalah pasang surut yang
ditandai dengan adanya satu kali pasang dan satu kali surut dalam sehari. Periode
pasang surut tipe ini adalah 24 jam 50 menit. Di Indonesia, pasang surut tipe ini
terjadi di perairan Selat Karimata antara Sumatra dan Kalimantan.
Tipe Pasang Surut Tunggal
Hari ke...
Keti
nggi
an (m
)
Gambar 5. Kurva Tipe Pasang surut Tunggal ( Surbakti, 2003)
18
2. 5. 2. Tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed Tide Prevailing Diurnal)
Tipe Pasang surut campuran dominan tunggal adalah pasang surut yang
ditandai dengan adanya satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi pada suatu
waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang
sangat berbeda. Pasang surut tipe ini terdapat di selat Kalimantan dan Pantai utara
Jawa Barat.
Gambar 6. Kurva Tipe pasang surut campuran dominan tunggal ( Surbakti, 2003)
2. 5. 3. Tipe Pasang surut campuran dominan ganda (Mixed Tide Prevailing Semidiurnal)
Tipe Pasang surut campuran dominan ganda adalah pasang surut yang
ditandai dengan adanya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, tetapi
tinggi dan periodenya berbeda. Pasang surut tipe ini banyak terjadi di perairan
Indonesia Timur seperti Perairan Bandar lampung, Pantai Kalianda.Teluk
Simeuleu dll.
Gambar 7. Kurva Tipe pasang surut campuran dominan ganda ( Surbakti, 2003)
Tipe pasang surut campuran dominan tunggal
19
2.5.4. Tipe Pasang surut ganda (Semidiurnal tide)
Tipe Pasang surut ganda (semidiurnal tide) adalah pasang surut yang
ditandai dengan adanya dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, dengan
ketinggian pasang surut yang hampir sama. Periode pasang surut rata-rata adalah
12 jam 24 menit. Di Indonesia, jenis pasang surut ini terjadi di daerah Selat
Malaka , Lautan Hindia, Lautan Pasifik dan perairan Indonesia bagian timur, Laut
jawa, Laut Arafura, Laut Banda, Selat Makkasar sampai Laut Andaman.
Gambar 8. Kurva Tipe pasang surut ganda (Surbakti, 2003)
Tipe pasang surut di berbagai perairan tidak sama. Di suatu daerah
dalam sehari dapat terjadi satu atau dua kali pasang surut. Sebaran pasang
surut di perairan Indonesia dan sekitarnya dapat dilihat seperti gambar
dibawah :
Gambar 10. Sebaran pasang surut di Perairan Indonesia dan sekitarnya (Wyrtki, 1961 dalam Nontji, 2007)
20
Gambar diatas menjelaskan tentang sebaran pasang surut di Perairan
Indonesia dan sekitarnya. Tipe pasang surut dapat berubah tergantung terutama
pada kondisi perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai setempat.
Di perairan sebelah barat dan baratdaya Lampung, tipe pasang surut yang ditemui
akan mirip dengan tipe pasang surut Samudera Hindia yaitu tipe pasut camuran
dengan dominansi pasang surut ganda (Pariwono, 1985). Pengaruh pasut dari
lautan Hindia ini diperkirakan merambat memasuki perairan territorial Indonesia
melalui selat sunda. Karena kondisi geografis di Selat Sunda dan Laut Jawa yang
dangkal, pasut merambat masuk mengalami perubahan dari pasut bertipe
campuran dengan dominansi ganda menjadi tipe pasut campuran dengan
dominansi tunggal di Laut Jawa.
Menuju kearah selatan, di Selat Sunda pasutnya mempunyai tipe sama
dengan tipe pasut di Lampung Barat dan di Samudera Hindia yaitu tipe campuran
dengan dominansi ganda. Memasuki Teluk Semangka, tipe pasut masih tetap
bertipe campuran dengan dominansi ganda.
Memasuki perairan laut Jawa, tipe pasutnya berubah menjadi tipe
campuran dengan dominansi tunggal. Menurut Pariwono, (1985) lebih jauh
ketimur (menuju kearah kepulauan seribu) pasut di perairan ini berubah menjadi
tipe pasang surut tunggal.
Pasang surut tunggal di dominasi perairan Indonesia sebelah barat
sedangkan pasang surut ganda didominasi perairan Indornesia sebelah timur
( Pariwono, 1985 dalam Ongkosongo, 1989 ).
21
2. 7. Pengertian Peramalan
Peramalan adalah suatu disiplin ilmu yang bertujuan menduga keadaan
masa depan yang tidak pasti (Makridakis et al, 1999). Peramalan adalah bagian
integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen. Peramalan juga
diartikan merupakan alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan
efisien (Makridakis et al, 2002).
Peramalan akan berjalan dengan efisien jika ada data. Data merupakan
bagian penting dalam peramalan. Berikut adalah empat kriteria yang dapat
digunakan sebagai acuan agar data dapat digunakan dalam peramalan.
1. Data harus dapat dipercaya dan akurat. Data yang diseleksi berasal dari
sumber yang dapat dipercaya dengan perhatian yang diberikan untuk
keakuratan.
2. Data harus relevan. Data harus mewakili keadaan.
3. Data harus konsisten.
4. Data harus secara berkala.
Pada umumnya, ada dua tipe data yang penting untuk peramal. Pertama
adalah data yang dipilih pada titik tunggal suatu waktu, misal satu jam, satu hari,
satu minggu, satu bulan, dan sebaginya. Kedua adalah observasi data dari waktu
ke waktu.
2. 7. 1. Peramalan Dengan Metode Least Square
Menurut Ali, et al, (1994) dalam Atmodjo, (2000) metode Least Square
menghasilkan peramalan pasang surut yang lebih baik karena komponen pasang
yang dihasilkan lebih banyak. Pada Metode Least Square dengan mengabaikan
22
suku yang mempengaruhi oleh faktor meteorologis, kita dapat menuliskan
persamaan sebagai berikut:
η (tn) = So + ∑i=1
n
A i cos (ωitn - Pi) (1)
dengan :
η (t) = elevasi pasang surut fungsi dari waktu (m)
Ai = amplitudo komponen ke-i (m)
ω i = 2π/Ti, Ti = periode komponen ke-i (o)
Pi = fase komponen ke-i (o)
So = duduk tengah (mean sea level) (m)
t = waktu (jam)
n = jumlah komponen
Dalam bentuk lain seperti berikut:
η (tn) = So + ∑i=1
n
ai cos ωi tn + ∑i=1
n
bi sin ω i tn (2)
ai dan bi adalah konstanta harmonik ke-i, n merupakan jumlah komponen pasut, tn
menunjukkan waktu pengamatan tiap jam (tn = -n, n +1, ...., n).
Nilai ai, bi, (i = 1,2,3,.......,n) ditentukan dengan operasi matriks elemasi
Gauss seperti berikut:
H1 = A ai (3)
H2 = B bi (4)
dengan H1 = Matrik pengamatan, yaitu:
23
H1[ ∑t=−n
n
η tncosw1t
∑t=−n
n
ηtn cosw2t
.
.
.
¿ ∑t=−n
n
ηtncos wn t](5)
H2 = [ ∑t=−n
n
η tnsin w1 t
∑t=−n
n
η tnsin w2 t
.
.
.
¿ ∑t=−n
n
ηtnsin wnt](6)
A = [α1,1 α 1,2. . . α 1 ,n
α2,1 α 2,2. . . α 2 ,n
.
.
.¿α n ,1 αn ,2 . . . α n ,n
](7)
B = [ᵦ1,1 ᵦ1,2 . . . ᵦ1 ,n
ᵦ2,1 ᵦ2,2 . . . ᵦ2 ,n
.
.
.¿ ᵦn , 1 ᵦ n ,2 . . . ᵦn ,n
](8)
α i , j=sin (2 n+1 )(ωj−ωi) /2
2sin (ωj−ωi ) /2+
sin (2n+1 )(ω j+w i)/22sin (ωj+ωi ) /2
(9)
ᵦ i , j=sin (2 n+1 )(ωj−ωi)/2
2 sin (ωj−ωi ) /2−
sin (2n+1 )(ω j+w i)/22sin ( ωj+ωi ) /2
(10)
Dari persamaan di atas untuk i = j, ditentukan :
24
sin (2n+1 )(ωj−ωi)/22sin ( ωj−ωi )/2
=2 n+1
2(11)
dan nilai ai dan bi akan ditentukan dengan,
ai = (inv A) H1 (12)
bi = (inv B) H2 (13)
ai = [a1
a2
.
.
.an
] (14)
bi = [b1
b2
.
.
.bn
] (15)
Setelah dihitung besaran parameter (a1, a2,....., an) dan besaran parameter (
b1,b2,.........,bn). Maka dapat ditentukan nilai komponen pasang surut, yaitu dengan
menentukan:
1. Duduk tengah permukaan laut (mean sea level)
So = ∑i=1
n
η(t n)
n (16)
2. Amplitudo tiap komponen pasang surut.
Ai = √ai2+b i
2 (17)
3. Fasa tiap komponen pasang surut.
Pi = Arc tan [ b i
ai] (18)
25
(Mihardja dan Setiadi dalam Ongkosongo, 1989).