Gunadarmabsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/5429/... · iii SUSUNAN PANITIA Seminar...
Transcript of Gunadarmabsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/5429/... · iii SUSUNAN PANITIA Seminar...
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL TEKNIK SIPIL
“INOVASI & INTEGRASI DALAM PERKEMBANGAN INFRASTRUKTUR”
12 Maret 2019
Universitas Gunadarma
Kampus Graha Simatupang, Tower A
Jakarta- Indonesia
ISBN : 978-602-0764-08-5
Copyright @2019 by Penerbit Gunadarma
In Colaboration with:
Jl. Margonda Raya 100 Pondok Cina
Depok, 16424
Phone: +62-21-78881112
Fax: +62-21-7872829
ii
DEWAN REDAKSI
PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNIK SIPIL
“Inovasi & Integrasi Dalam Perkembangan Infrastruktur”
Penasehat : Prof. Dr. E. S. Margianti, SE, MM
Prof. Suryadi Harmanto, SSi, MMSI
Agus Sumin, Drs, MMSI
Penanggung Jawab : Dr. Raziq Hasan, Ir, M.Arch
Ketua : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, MSc.
Editor : Dr. Bertalya, S.Kom., DEA.
Dr. Nurlaila
Lilis Setyowati, ST., MT
Vega Valentine, ST., MSc
Evan Winanda Wirga, ST., MT
Reviewer
1 Prof. Dr. Saleh Palu
2 Prof.Ir. Iwan Kridasantausa M.Sc.,Ph.D.
3 Prof. Ir. Sakti Adji Adisasmita, M.Eng.Sc, Ph.D
4 FX Suryadi, Ph.D., MSc.
5 Dr. Heri Suprapto
6 Dr. Sri Wulandari, ST., MT
Cover: Muhamad Daniel Rivai
Copyright @2019 by Penerbit Gunadarma
Cetakan Pertama, Maret 2019, ISBN : 978-602-0764-08-5
Alamat Redaksi:
Bagian Publikasi Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424
Telp. (021) 78881112 ext. 455
iii
SUSUNAN PANITIA
Seminar Nasional Teknik Sipil “Inovasi dan Integrasi Dalam Perkembangan Infrastruktur”, Kampus
Graha Simatupang, Tower A, tanggal 12 Maret 2019
KETERANGAN NAMA
Penasehat : Prof. Dr. E. S. Margianti, SE., MM.
Prof. Suryadi Hermanto, SSi, MMSI.
Drs. Agus Sumin, MM.
Penanggungjawab : Prof. Dr. Didin Mukodim, SE., MM.
Prof. Dr. Ir. Budi Hermana, MM.
Ketua Pelaksana : Dr. Heri Suprapto
Dr. Arief Rahman, ST., MT.
Kerjasama : Prof. Dr. -Ing. Adang Suhendara, SSi,S.Kom,MSc.
Dr. Misdiyono, SE., MM.
Bendahara : Dr. Trini Saptariani, S.Kom, MM.
Dr. Dwi Asih Haryanti, SE., MM.
Sekretariat: : Dr. Anacostia Kowanda
Dr. Widya Silfianti
Dr. Ruddy J Suhatril
Gaffar, ST., MMSI.
Reza Chandra, S.Kom, MMSI.
P Joko Slameto, ST., MT.
Febry Mandasari, ST., MT.
Acara & Protokoler : Erntianti Hasibuan, S.Kom, MSc.
Dr. Renny
Publikasi : Dr. Ir. Tety Elida Siregar, MM.
Dr. Sri Wulandari, ST., MT.
Dr. Sri Murtiasih
Dr. Veronica Ernita
Denis Aprila Cristie, ST., MSc.
Prosiding dan Flyer Call For Paper : Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, MSc.
Dr. Bertalya, S.Kom., DEA.
Dr. Nurlaila
Lilis Setyowati, ST., MT.
Vega Valentine, ST., MSc.
Evan Winanda Wirga, ST. MMSI
Perlengkapan & Akomodasi : Dr. Irwandaru D., SE., MM.
Remigius Harry S., ST., MT.
M. Daniel Rivai, S.Kom, MMSI.
iv
Moderator : Dr. Raziq Hasan, Ir, M.Arch
Dr. Haryono Putro, ST., MT.
Dr. Budi Santosa, ST., MT.
Dr. Agus Dharma, ST., MT.
Dr. Irina Mildawati
Dr. Relly Andayani
Dr. Andi Tenrisuki T
Reviewer Artikel
Prof. Dr. Ir. M. Saleh Pallu, M.Eng
Prof.Ir. Iwan Kridasantausa M.Sc.,Ph.D.
Prof. Ir. Sakti Adji Adisasmita, M.Eng.Sc, Ph.D
FX Suryadi, Ph.D., MSc.
Dr. Heri Suprapto
Dr. Sri Wulandari
Webcontent dan Dokumentasi : Dr. Nur Yuliani
Ivan Maurits, S.Kom, MMSI.
Dr. Widyo Nugroho
Sandi Pradjaka, S.Kom, M.I.Kom.
Neti Aktini
Konsumsi : Feny Fidyah, SE., MMSI
Tri Handayani, ST., MT.
Transportasi : Remi Senjaya, ST., MMSI
Endang Trikora
v
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatNya bagi kita
khususnya bagi penyelenggaraan seminar nasional ini. Seminar nasional Teknik Sipil yang
bertemakan “Inovasi & Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” telah dilaksanakan dan
menghasilkan buku ini, yang merupakan kumpulan makalah yang dipaparkan dalam acara
seminar tersebut.
Seminar ini diikuti beberapa pemakalah dari Perguran Tinggi dan Institusi, seperti FTSP
Universitas Gunadarma, FTSP Univesitas Hasanuddin, Magister Rekayasa Keselamatan
Konstruksi (MRKK), Fakultas Teknik Departemen Sipil Univeritas Hasanuddin, PTSL ITB,
PPSDP ITB, dan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XVIII Papua, Jalan
Abepantai – Tanah Hitam Kompleks Bina Marga Jayapura.. Makalah yang dimuat buku ini
terlebih dahulu diseleksi oleh dua orang reviewer dengan teknik blind review. Makalah yang
lolos seleksi diundang presentasi sehingga mendapatkan masukan dari preserta lain dan dari
pakar dalam acara seminar. Makalah juga sudah mendapatkan saran perbaikan dari reviewer.
Kami telah berusaha menjaga kualitas penerbitan ini, baik dari sisi substansi maupun dari desain
kreatif. Namun demikian kami menyadari tidak ada pekerjaan yang sempurna; untuk itu dengan
segala kerendahan hati kami meminta maaf akan kesalahan yang terjadi dan mengharapkan
masukan yang berharga dari para pembaca dan penulis untuk perbaikan di masa mendatang.
Depok, 13 Maret 2019
Kepala Editor
vi
SAMBUTAN KETUA PANITIA
Assalamualaikum Warahmatulahhi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Buat Kita Semua,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga acara “Seminar Nasional &
Call paper dengan tema Inovasi dan Integrasi Dalam Perkembangan Infrastruktur” telah
terlaksana dengan baik. Seminar Nasional & Call paper dengan tema Inovasi dan Integrasi
Dalam Perkembangan Infrastruktur merupakan seminar yang diselenggarakan oleh Universitas
Gunadarma bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin, Univesitas Bosowa dan Prodi Teknik
dan Pengelolaan Sumber Daya Air Institut Teknologi Bandung.
Sejalan dengan misi Penyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran di perguruan tinggi
Seminar Nasional & Call paper dengan tema Inovasi dan Integrasi Dalam Perkembangan
Infrastruktur ini merupakan bentuk kegiatan untuk menggali potensi dan sebagai media
informasi/deseminasi mengenai hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti, dosen,
mahasiswa dan penggiat di bidang infrastruktur dan dengan Seminar ini diharapkan mampu
memberikan manfaat dan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa.
Atas nama Panitia, saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah berkontribusi atas terselenggaranya Seminar Nasional & Call paper dengan tema
Inovasi dan Integrasi Dalam Perkembangan Infrastruktur ini, terutamakepada:
1. Prof. Dr. E.S., Margianti, SE., MM Rektor Universitas Gunadarma
2. Prof Suryadi Hs., SSi., MMSI, Wakil Rektor II Universitas Gunadarma
3.Pembicara dan moderator
4 Jajaran panitia
5.Para peserta seminar
Akhir kata, jika ada yang kurang berkenan selama penyelenggaraan kegiatan seminar maupun
dalam penerbitan buku prosiding ini mohon dimaafkan. Semoga apa yang telah kita lakukan ini
bermanfaat bagi kemajuan kita di masa depan. Amin
Kegiatan ini dapat berlangsung dengan sukses berkat usaha dan partisipasi peserta seminar dan
kontribusi makalah oleh para peserta.
Dr. Heri Suprapto
vii
SAMBUTAN REKTOR
Assalamualaikum Wr Wb.
Merupakan suatu kehormatan bagi saya memberikan sambutan dalam acara seminar nasional
yang diadakan oleh program studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Kegiatan seminar menjadi wacana bagi para akademisi dan ilmuwan untuk saling bertukar
informasi dan mendiseminasikan penelitian dan pemikirannya. Hasil pemikiran dan diskusi
selama seminar dipublikasikan melalui prosiding ini sehingga dapat dibaca oleh siapa saja yang
tertarik dengan tema seminar yang diketengahkan.
Seminar ini bertemakan “Inovasi & Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur”. Tema ini
sangat menarik dan penting dalam era dimana Indonesia sedang giat-giatnya membangun
infrastruktur. Pembangunan infrastruktur sangat penting untuk mendukung program Sustainable
Development Goals dalam menyediakan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Pembangunan infrastruktur diharapkan mampu menekan ketimpangan antar-wilayah di
seluruh Indonesia. Untuk mencapai pembangunan yang berkualitas, proyek infrastruktur harus
mengadopsi prinsip operational excellence.
Berbagai teknologi canggih dan terbaru didiskusikan dalam seminar ini. Teknologi big data
misalnya dapat dimanfaatkan dalam proyek infrastruktur di Indonesia untuk mengontrol
pelaksanaan pengerjaan. Tema “Inovasi & Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” masih
akan penting sampai beberapa dekade ke depan. Karena itu seminar serupa diharapkan dapat
dilaksanakan secara berkesinambungan baik setahun sekali atau sekali dalam 2 tahun.
Acara ini berlangsung dengan baik atas kerja sama panitia. Untuk itu saya berikan apresiasi yang
tinggi bagi panitia yang telah melaksanakan acara ini dengan sukses. Semoga kegiatan yang
dilakukan ini bermanfaat bagi para peserta dan mampu memberikan masukan berharga bagi
pemerintah dalam melangsungkan pembangunan infrastruktur yang inovatif dan terintegrasi.
Depok, 12 Maret 2019
Prof. E.S. Margianti, S.E., MM.
viii
DAFTAR ISI
Dewan Redaksi ii
Susunan Panitia iii
Kata Pengantar v
Sambutan Ketua Panitia vi
Sambutan Rektor vii
Daftar Isi viii
ARTIKEL 1 Uji Model Unconfined Compression Test (UCT) Dan Shear Strength Tanah Lunak Akibat Induksi Thermal Maraden Panjaitan, Lawalenna Samang, Achmad Bakri Muhiddin,Tri Harianto
1 – 8
ARTIKEL 2 Pengaruh Gradasi Zeolit Terhadap Kuat Tekan Bebas Tanah Laterit Aktivasi Waterglass Marthen M.Tangkeallo, Lawalenna Samang, Rachman Djamaluddin
dan Achmad Bakri Muhiddin
9 – 15
ARTIKEL 3 Karakteristik Stabilitas Campuran AC-WC Yang Menggunakan Agregat Lokal Kalimantan Timur Eswan, Sakti Adji Adisasmita, Muh. Isran Ramli , Syafruddin Rauf
16 – 26
ARTIKEL 4 Kuat Tekan Bebas Stabilisasi Tanah Semen Dengan Menggunakan Bahan Aditif Difa (Studi Kasus : Preservasi Rehabilitasi Jalan Muting – Bupul 2018) Frangky E.P. Lapian
27 – 35
ARTIKEL 5 Kajian Street Furniture Pada Pedestrian Di Jalan Braga, Bandung Rizky Astria, Rehulina Apriyanti
36 – 48
ARTIKEL 6 Efektivitas Reservoir Guna Penurunan Hidrograf Puncak Banjir Sungai Ciliwung Fani Yayuk Supomo, Muh. Saleh Pallu, Rita Tahir Lopa, Muhammad Arsyad Thaha
49 – 57
ARTIKEL 7 Morfologi Sungai Ciliwung Segmen Mesjid Istiqlal Sebelum Dan Sesudah 5 Tahun Restorasi Diyanti, Muh. Saleh Pallu, Rita Tahir Lopa, Muhammad Arsyad Thaha
58 – 65
ARTIKEL 8 Analisis Anggaran Biaya Antara Metode SNI dan Kontraktor Pada Proyek Pembangunan Rumah Sakit di Tangerang Andi Asnur Pranata MH, Ellysa
66 – 75
ix
ARTIKEL 9 Analisis Hidrodinamika Teluk Parepare dan Pengaruhnya Terhadap Manuver Kapal Arnold Malingkas Ratu, Muh. Arsyad Thaha, Rita Tahir Lopa
76 – 92
ARTIKEL 10 Analisis Jenis Tanah Dan Perencanaan Pondasi Berdasarkan Data Sondir Tri Handayani, Asri Wulan
93 – 98
ARTIKEL 11 Stabilisasi Tanah Gambut Dengan Abu Boiler Kelapa Sawit Fenny Bernavida, Sri Wulandari
99 – 110
ARTIKEL 12 Ketersediaan Infrastruktur Pertanian Pada Kawasan Agropolitan Belajen Kabupaten Enrekang Haeruddin Saleh
111 – 119
ARTIKEL 13 Conceptual Framework Analisa Biaya K3 Pada Pekerjaan Konstruksi: Studi Kasus Pekerjaan Konstruksi Di Kementerian PUPR Eko Kusumo Friatmojo, Rosmariani Arifuddin, Syarif Burhanuddin
120 – 126
ARTIKEL 14 Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai Dengan Bangunan Dasar Pantai Sudarman, Arsyad Thaha, Mukhsan Putra Hatta
127 – 132
ARTIKEL 15 Perubahan Morfologi Hilir Sungai Akibat Perubahan Tata Guna Lahan Pada Sungai Maruni Popo Asi Jono, Rita Tahir Lopa, Mukhsan Putra Hatta
133 – 137
ARTIKEL 16 Studi Dampak Perubahan Morfologi Segara Anakan Terhadap Salinitas Perairan Estuari Feril Hariati, Iwan K. Hadihardaja, Harman Ajiwibowo, Joko Nugroho
138 – 146
ARTIKEL 17 Kajian Pengamanan Pantai Terhadap Gelombang Di Pantai Sole, Kabupaten Seram Barat, Provinsi Maluku Study Of Coastal Protection Against Wave On Sole Beach, West Seram District, Maluku Province Novaldy Agnial Fikri, Mohammad Bagus Adityawan, Iwan Kridasantausa Hadihardaja
147 – 161
ARTIKEL 18 Penerapan Lapis Pondasi Agregat Semen Dengan Material Lokal Untuk Lapis Pondasi Jalan (Studi Kasus Di Ruas Tanah Merah – Mindiptana) Frangky E.P. Lapian
162 – 170
ARTIKEL 19 Implementasi Rencana Umum Nasional Keselamatan (Runk) Pada Transportasi Multimoda Komuter Di Wilayah Suburban Doddy Ari Suryanto
171 – 177
x
ARTIKEL 20 Analisis Kapasitas Saluran Drainase Primer Pada Kali Sitamu Kecamatan Cilodong, Kota Depok Theta Margaritifera, Heri Suprapto
178 – 188
ARTIKEL 21 Analisis Kapasitas Saluran Drainase Kelurahan Gedong Pasar Rebo Dengan Menggunakan Hec-Ras Uni Handayani , Haryono Putro
189 – 196
ARTIKEL 22 Analisis Kapasitas Inlet Jalan Komjen Pol. M. Jasin Kelapa Dua, Depok Nurhidayah Tinia Lestari , Haryono Putro
197 – 204
ARTIKEL 23 Analisis Efisiensi Rancang Bangun Pompa Hidraulik Ram Andi Kusuma Herlan , Budi Santosa
205 – 215
ARTIKEL 24 Analisis Stabilitas Lereng Dengan Kemiringan 80° Melalui Perkuatan Akar Vetiver Nurul Badriyah, Sri Wulandari
216 – 221
ARTIKEL 25 Pengaruh Akivitas Lempung Terhadap Nilai Cbr Soaked Anastasia Maya Widya Ekaputri, Sri Wulandari
222 – 229
ARTIKEL 26 Perencanaan Pengendalian Biaya Dan Waktu Dengan Konsep Earned Value (Studi Kasus : Apartement Bintaro Plaza – Breeze Tower) Putri Agustina Hidayat, Andi Tenrisuki Tenrianjeng
230 – 236
ARTIKEL 27 Perencanaan Pemeliharaan Perkerasan Jalan Menggunakan Hasil Falling Weight Deflectometer Metode Bina Marga 2017 Ninche Evinda , Nahdalina
237 – 245
ARTIKEL 28 Perencanaan Saluran Drainase Di Perumahan Taman Arcadia Mediterania Depok Jawa Barat Muhammad Irzal Dwi Putra, Diyanti
246 – 253
ARTIKEL 29 Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Bangunan Gedung Perkantoran 31 Lantai Di Jakarta Pusat Dea Eka Pratama , Ellysa
254 – 261
ARTIKEL 30 Penerapan Aplikasi Hec-Ras Pada Perencanaan Penampang Saluran Drainase Utama Perumahan Muhammad Irfan , Heri Suprapto
262 – 269
ARTIKEL 31 Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Jembatan Merdy Evalina Silaban, Sri Wulandari
270 – 276
xi
ARTIKEL 32 Perencanaan Perbaikan Tanah Dengan Metode Prefabricated Vertical Drain Pada Jembatan Tabalong Kalimantan Selatan Abdul Muis, Asri Wulan
277 – 285
ARTIKEL 33 Perencanaan Fondasi Gedung Dengan Tiang Pancang Pada Tanah Pasir Berlempung Di Kalimantan Timur Dyna Prasetya Riani, Sri Wulandari
286 – 292
ARTIKEL 34 Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Gedung Apartemen 34 Lantai Di Tangerang Selatan Pangeran Holong Sitorus, Asri Wulan
293 – 300
ARTIKEL 35 Perencanaan Struktur Gedung Tahan Gempa Dengan Base Isolation Tipe High Damping Rubber Bearing Hardiyanto Purnomo, Relly Andayani
301 – 308
ARTIKEL 36 Perencanaan Struktur Box Girder (Studi Kasus: Jembatan Kereta Manggarai) Kartika Setiawati , Tri Handayani
309 – 315
ARTIKEL 37 Perencanaan Kolam Retensi Pada Pembangunan Perumahan Graha Kartika Beringin Menggunakan Prinsip Zero Delta Q Policy Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto
316 – 322
ARTIKEL 38 Perencanaan Gedung Baja 10 Lantai Dengan Sistem Rangka Bresing Konsentris Khusus Sri Oktaviani, Relly Andayani
323 – 329
ARTIKEL 39 Evaluasi Saluran Drainase Pada Jalan Arif Rahman Hakim Kota Depok Abdul Wahab , Haryono Putro
330 – 337
ARTIKEL 40 Perencanaan Penampang Sungai Dengan Menggunakan Aplikasi Hec-Ras Ekky Nur Fajriyah, Heri Suprapto
338 – 347
ARTIKEL 41 Perencanaan Fondasi Raft-Pile Pada Gedung Raga Siwi Ardhani, Ellysa
348 – 354
ARTIKEL 42 Perancangan Struktur Gedung Apartemen 34 Lantai Dengan Metode Dual System Ridhwan Ariq Darmawan, Tri Handayani
355 – 364
ARTIKEL 43 Pengendalian Banjir Dengan Konsep Zero Delta Q Policy Menggunakan Sumur Resapan Pada Perumahan Taman Arcadia Mediterania Amsor Chairuddin, Budi Santosa
365 – 372
xii
ARTIKEL 44 Analisis Sistem Dewatering Menggunakan Metode Predrainage Pada Konstruksi Basement Proyek Apartment Gayanti City, Jakarta Selatan Retno Dwi Wulandari, Budi Santosa
373 – 386
ARTIKEL 45 Perencanaan Kinerja Simpang Bersinyal Stagger Menggunakan Software Vissim (Studi Kasus : Simpang Manunggal, Kota Bogor) Nisatun Muslimah, Nahdalina
387 – 393
ARTIKEL 46 Perencanaan Kapasitas Tampungan Embung Air Baku Menggunakan Metode Ripple Pada Das Tugurara Kota Ternate Maluku Utara Maria Ulfa, Haryono Putro
394 – 400
ARTIKEL 47 Perencanaan Percepatan Pekerjaan Basement dengan Metode Time Cost Trade Off (Studi Kasus: Proyek Apartemen Synthesis Residence) Hendra Firmansyah, Andi Tenrisukki T.
401 – 408
ARTIKEL 48 Komparasi Biaya Dan Waktu Pelaksanaan Penggunaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding Dan Sistem Aluma Pada Lantai Tipikal Rizky Zulkarnaen, Ida Ayu Ari Anggraeni
409 – 415
ARTIKEL 49 Analisa Indikator Penilaian Kinerja Penerapan Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (Smk3) Pada Proyek Konstruksi Badan Usaha Jasa Konstruksi Kualifikasi Kecil Riko Hadiyanto Prasetio, Rosmariani Arifuddin, Farouk Maricar
416 – 422
ARTIKEL 50 Integrasi Sistem Manajemen Mutu, Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, dan Lingkungan Badan Di Badan Usaha Milik Negara PT. Wijaya Karya Aji Hafid Laksana, Rosmariani Arifuddin, Syarif Burhanuddin
423 – 428
ARTIKEL 51 Pola Distribusi Hujan Dominan di Das Citarum Hulu Jawa Barat Enung, Iwan K. Hadihardaja, M. Syahril Badri Kusuma, Hadi Kardhana
429 – 436
ARTIKEL 52 Pengembangan Algoritma Sand Tracker 1dengan Menggunakan Citra Digital Sri Wulandari, Febry Mandasari
437 – 443
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 1
PENGARUH INDUKSI PANAS TERHADAP NILAI KUAT TEKAN
BEBAS TANAH LUNAK PADA ZONA RADIAL
Maraden Panjaitan1, Lawalenna Samang
2,
Achmad Bakri Muhiddin3, Tri Harianto
4 1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanudin
2,3,4Dosen Departemen Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin
Jalan Perintis Kemerdekaan KM-10
e-mail:[email protected],
Abstrak
Problem utama pembangunan infrastruktur pada tanah lempung lunak (soft soil)
adalah daya dukung tanah dasarnya yang relatif. Metoda perbaikan yang tersedia
adalah preloading dengan cara Prefabricated vertical drain, electro- osmosis, vacuum
consolidation, lightweight fill, stone column, jet grouting, lime columns, fracture
grouting, ground freezing, vitrification, electrokinetic treatment dan electroheating.
Dalam metode penelitian ini dilakukan preloading dengan kombinasi heating. Lokasi
Pengambilan sampel tanah lunak di Takalar-Sulawesi Selatan. Tujuan dari penelitian
ini mendapatkan nilai hubungan kuat tekan bebas (unconfined compression test) dan
korelasinya dengan temperatur dan beban pada tanah lunak. Selanjutnya
mendapatkan nilai pengaruh kuat tekan bebas pada zona radial akibat diinduksi
panas. Pada pengujian ini membuat variasi suhu mulai dari 1000 C, 200
0 C, 300
0 C
,sampai dengan 4000 C dan dan beban 0,20 kg/cm. Sampel yang diuji UCT pada zona
radial yang sudah dimodelkan dengan radius 10 ,20 cm, 30 cm, 40 cm. Metode
unconfined compression test (UCT) dengan temperatur 4000
menunjukkan hasil kuat
tekan bebas pada radial Ro/center sebesar 0,467 kg/cm2 dan pada R1 sebesar 0,250
kg/cm2 , R2 sebesar 0,155 kg/cm
2 .Pada suhu 200
0 C menunjukkan Ro/center sebesar
0,247 kg/cm2 dan pada R1 sebesar 0,154 kg/cm
2 , R2 sebesar 0,107 kg/cm
2. Hasil
grafik tersebut kecenderungan pada titik tertentu akan sama pada temperatur dan
radia yabg berbedal .Pengujian pemodelan ini menghasilkan kuat tekan bebas yang
dapat dipakai menjadi parameter model pondasi pada tanah lunak dan terapannya
bisa dipakai pada pondasi.
Kata kunci: Tanah lunak, Zona radial, Induksi, Kuat tekan, Temperatur
PENDAHULUAN Menanggulangi problema pembangunan infrastruktur pada tanah lempung lunak, terlebih tanah
lunak menempati area sebesar 20 juta hektar atau sekitar sepuluh persen dari daratan
Indonesia. Metoda perbaikan yang tersedia adalah preloading dengan cara Prefabricated
vertical drain, electro- osmosis, vacuum consolidation, lightweight fill, stone column, jet
grouting, lime columns, fracture grouting, ground freezing, vitrification, electrokinetic
treatment dan metode penelitian ini dengan cara induksi panas dengan kombinasi beban.
Pemanasan induksi (Induction heating) pada prinsipnya dapat dijelaskan dengan prinsip kerja
transformator. Besarnya arus pada kumparan sekunder (I2) ditentukan dari besarnya arus pada
kumparan primer (I1) dan perbandingan lilitan antara kumparan primer dan skunder (N1/N2).
Pada masa lalu, pemanas induksi menggunakan teknologi yang sederhana. Pada umumnya
produk tersebut berdimensi yang besar dan mahal. Dengan berkembangnya teknologi
elektronika daya, pemanas induksi dapat dibuat dengan dimensi yang kecil, compact, dan lebih
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 2
murah[4]. Prinsip pemanasan induksi secara sederhana yaitu ketika sebuah kumparan
yangdialiri arus bolak-balik berada disekitar bahan konduktif, maka keduanya akan
dihubungkanoleh medan magnet bolak-balik. Medan magnet ini akan menginduksikan arus
listrik bolak- balik yang disebut arus eddy yang mengalir pada permukaan bahan konduktif
dan kemudian akan memanaskan bahan konduktif tersebut[7].
Konstruksi yang didirikan di atas tanah lunak seringkali mengalami penurunan karena pengaruh
dari beban berat beban konstruksi itu sendiri. Metode konstruksi untuk mengatasi masalah
pembangunan di atas tanah lunak yaitu dengan menggunakan pondasi cerucuk sebagai material
loka yang melimpah. Pondasi Cerucuk adalah pondasi yang didesain untuk membangun diatas
kondisi tanah yang kurang daya dukung dan kurang stabil dimana elevasi muka air tanah yang
cukup tinggi. Pondasi Cerucuk dari kayu diameter 8 -15 sentimeter,dipasang dengan vertikal
dan miring. Pondasi ini sebenarnya memiliki konsep yang sama dengan pondasi pancang,
dimana pilar-pilar harus ditancapkan ke dalam tanah untuk memberikan daya dukung tanah dan
sebelum dilakukan pemasangan pondasi biasanya dilakukan pengukuran tekanan air tanah
menggunakan alat Piezometer. [14
].
Pembebanan dapat mempengaruhi penurunan konsolidasi pada tanah lunak. Karakteristik
penurunan akibat preloading,selanjutnya akan dilakukan beban statis dan induksi panas dari
tiang tembaga yang di induksi thermal dengan bantuan tenaga listrik. Metode unconfined
compression test untuk menganalisis kuat tekan bebas dimana sudut geser dalam (Ø ) = 0 dan
tidak ada tegangan sel (σ 3=0), jadi yang ada hanya beban vertikal (σ 1) menyebabkan tanah
menjadi retak dibagi satuan luas yang dikoreksi ( A) Compression Strength (qu) [5].
Tujuan dari penelitian ini karena lemahnya daya dukung tanah lunak ,maka dengan pengaruh
heating induction memberi nilai tambah daya dukung. Kombinasi heating induction dan
preloading beban statis salah satu solusi perbaikan mengatasi tanah lunak,mengacu pada luasnya
tanah lunak di Indonesia yang berpotensi dipakai sarana dan prasarana infrastuktur[12].
PROGRAM PENGUJIAN
Lokasi Sampel Tanah Lunak
Lokasi objek sampel penelitian terletak di kabupaten Takalar provinsi Sulawesi selatan dengan
koordinat -5°26’54.79”S 119°82’85.71”T (Gambar 1). Pengujian dilakukan di laboratorium
riset geoteknik dan lingkungan universitas Hasanuddin Makassar.
Rekonstitusi dan Pembebanan
Penyiapan sampel rekonstitusi dan preloading dilakukan sebelum tahapan induksi thermal
dengan beban 0,20 kg/cm2. Proses rekonstitusi. Pengambilan sampel pada kedalaman 1 meter
setara beban kompresi dengan 0,16 kg/cm2
hingga mencapai t90 atau konsolidasi mendekati
90%.
Model Uji Induksi Panas pada Tanah Lunak
Hukum konduksi panas disebut juga Hukum Fourier, menyatakan bahwa tingkat (rate)
perpindahan panas melalui sebuah material adalah berbanding lurus dengan gradien negatif
pada suhu dan luas, pada sudut siku pada gradien tersebut, melalui dimana panas mengalir[6].
Pemodelan tanah lunak pada bak uji dimensi 50 x70 x 150 cm kondisi undrained pasca
rekonstitusi. Batang logam induksi thermal panjang 40 cm dengan regulator suhu sampai
4000 C .Pengambilan sampel unconfined compression strength (UCS) tanah lunak dilakukan
pada zona radial R(cm) sebagaimana ditampilkan pada gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 3
Gambar 1. Lokasi objek sampel penelitian
a. Model pembebanan
q=0,20 kg/cm2
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 4
b. Lay out sampel UCS pada zona radial
Gambar 2. Model pembebanan dengan induksi thermal dan zona radial tanah lunak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Tanah Lunak Dan Klasifikasinya Hasil penelitian didapatkan bahwa jenis tanah adalah lanau dengan sifat properties fisis dan
mekanis dengan klasifikasi tanah berdasarkan Unifield Soil Classification System (USCS)
adalah CH dan berdasarkan American Association of state Highway and Transportation
Officials (AASHTO). adalah A-7-5 sebgaimana pada gambar 3.
Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium diperoleh data karakteristik fisik,sifat index tanah
ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil uji index propertis tanah
Jenis parameter Nilai Standarisasi
pengujian
1. Volumetrik Parameter
- Specific Gravity
- Kadar air,w(%)
- Berat isi, y(kg/cm3)
2. Gradasi Tanah
- Lempung, (%)
- Lanau, (%)
- Pasir, (%)
- Gravel , (%)
2.71
73,55
1,66
50,42
41,37
8,21
0,00
SNI -1743.2008
SNI -3424-1994
2. Atterberg Limit
- Liquid Limit,LL(%)
- Plastic Limit,PL(%)
- Plasticity Index,PI(%)
69.90
33,30
36.60
SNI -1966.88
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 5
Gambar 2. Klasifikasi tanah metode USCS dan AASTHO
Kuat Tekan Bebas Variasi Temperatur Arah Radial
Hasil yang diharapakan dari penelitian unconfined compression test dengan kombinasi loading
dan penambahan induksi thermal pada tanah lunak menghasilkan nilai hubungan kuat tekan
bebas (UCT) dan variasi temperatur sehingga mendapatkan nilai kuat tekan bebas pada zona
radial.
Pada gambar 2 menunjukkan hasil dengan induksi thermal 2000 C niai kuat tekan bebas(UCT)
arah radial terdekat (R0) sebesar 0,277 kg/cm2 dan R1 sebesar 0,154 kg/cm
2 dan R3 sebesar
0,107 kg/.
Hasil uji kuat tekan bebas menunjukkan pada temperatur tertentu, makin jauh jarak radial dari
titik induksi thermal makin kecil nilai daya dukung. Jelas dari Gambar 7 bahwa dengan
induksi thermal 4000 C niai kuat tekan bebas(UCT) arah radial terdekat (R0) sebesar 4,67
kg/cm2 dan R1 sebesar 0,251 kg/cm
2 dan R3 sebesar 0,155 kg/cm
2
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 6
Gambar 3. Kuat tekan bebas arah radial temperatur 2000 C
Gambar 4. Kuat tekan bebas arah radial temperatur 400
0 C
Nilai optimum kuat tekan bebas pengaruh temperatur arah radial
Konduksi panas di tanah menyebabkan perpindahan kelembaban, peningkatan suhu, dan
kemudian perubahan kondisi air, yang juga mempengaruhi induksi panas secara terbalik.
Pengujian adalah proses termal-hidro yang digabungkan dalam tanah. Perilaku tanah dibawah
beban umumnya bersifat non-linier. Perilaku ini dapat dimodelkan dengan berbagai
persamaan, yaitu model Mohr coulomb, Hardening soil model, Soft soil model, dan
Soft soil creep model.
Nilai kuat tekan bebas optimum dan rasio kekuatan menunjukan kecenderungan menurun
seperti gambar 5 menunjukkan nilai titik temu pada jarak radial tertentu sesuai dengan variasi
temperatur.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 7
Gambar 5. Kuat tekan bebas optimum temperatur 200
0 C dan 400
0 C arah radial
Tabel 3.Hasil kuat tekan bebas optimum dan rasio pada suhu 200
0C
dan 400
0 C
Jarak radial Nilai kuat tekan bebas Rasio Kekuatan R(cm) (kg/cm2) qul. Q0.
2000C 4000C 2000 4000
5
20
40
0,247
0,154
0,107
0,467
0,250
0,155
2,6 4,9
1,6 2,6
1,1 1,6
SIMPULAN
Percobaan unconfined compression test dengan kombinasi induksi thermal dan beban ini dapat
diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Tanah yang digunakan dalam penelitian tergolong dalam tanah jenis lempung atau
kategori CH , dimana perubahan kadar air sangat menentukan kuat tekan
2. Kuat tekan bebas optimum menunjukan kecenderungan nilai titik temu pada jarak
radial menurun sesuai dengan variasi temperatur.
3. Kuat tekan bebas mencapai sebesar 0,467 kg/cm2 pada suhu 400 derajat celsius dari
yang semula temperatur 100 derajat C hanya mencapai kuat tekan bebas 0,11 kg/cm2
4. Rasio kekuatan kuat tekan bebas pada temperatur 2000C paling tinggi 2,6 dan
temperatur 4000C paling tinggi 4,9
5. Dalam penelitian ini berlaku Poisson Ratio, dimana tanah mengalami regangan pada
arah lateral (pertambahan luas) dan regangan pada arah aksial.
DAFTAR PUSTAKA
Abuel-Naga, H.M., Bergado, D.T., Bouazza, A., Pender, M.J., 2017. Thermal conductivity of
soft Bangkok clay from laboratory and field measurements. Eng. Geol. 105, 211–219.
Bai, Bing, Chen, X., 2011. Test apparatus for preloading thermal consolidation of saturated
soils and its application. Chin. J. Geotech. Eng. 33 (6), 896– 900 (in Chinese).
Bai, Bing, Su, Zhongqin, 2012. Thermal responses of saturated silty clay during repeated
heating-cooling processes. Transp. Porous Media 93 (1), 1–11.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Maraden Panjaitan dkk., Pengaruh Induksi Panas... 8
Baldi, G., Hueckel, T., Pellegrini, R., 1988. Thermal volume change of mineral water systems
in low porosity clay soils. Can. Geotech. J. 25 (4), 807–825.
Campanella, R.G., Mitchell, J.K., 1968. Influence of temperature variations on soil behavior. J.
Soil Mech. Found. Div. 94 (3), 709–734.
Cekerevac, C., Laloui, L., Vulliet, L., 2005. A novel triaxial apparatus for thermo-mechanical
testing of soils. Geotech. Test. J. 28 (2), 161–170
Cui, Y.J., Lu, Y.F., Delage, P., 2005. Field simulation of in situ water content and temperature
changes due to ground-atmospheric interactions. Geotechnique 55 (7), 557–567.
Delage, P., Sultan, N., Cui, Y.J., 2000. On the thermal consolidation of Boom clay. Can.
Geotech. J. 37 (4), 343–354.
Francois, B., Laloui, L., Laurent, C., 2009. Thermo-hydro-mechanical simulation of ATLAS in
situ large scale test in Boom clay. Comput. Geotech. 36, 626–640.
Ghabezloo, S., Sulem, J., 2010. Temperature induced pore fluid pressurization in geomaterials.
Ital. Geotech. J. 1, 29–43.
Graham, J., Tanaka, N., Crilly, T., Alfaro, M., 2011. Modified Cam-clay modelling of
temperature effects in clays. Can. Geotech. J. 38 (3), 608–621.
Hasriana, Lawalenna Samang, Tri Haryanto, M. Natsir Djide, 2018 Bearing capacity
improvement of soft soil subgrade layer with Bio Stabilized Bacillus
Subtilis, Hasanuddin University, Department of Civil Engineering, Makassar, Indonesia
Khalili, N., Uchaipichat, A., Javadi, A.A., 2010. Skeletal thermal expansion coefficient and
thermo-hydro-mechanical constitutive relations for saturated homogeneous porous
media. Mech. Mater. 42, 593–598.
Suheriyatna,Lawalenna Samang,Trihariyanto,2016 Uji model skala penuhperkuatan tanah pada
deposisi anah lunak dengan kombinasi cerucuk miring.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 9
PENGARUH GRADASI ZEOLIT TERHADAP NILAI KUAT TEKAN
BEBAS TANAH LATERIT AKTIVASI WATERGLASS
Marthen M.Tangkeallo
1, Lawalenna Samang
2,
Rachman Djamaluddin3, Achmad Bakri Muhiddin
4
1Program Studi Doktoral, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin,
Makassar, Sulawesi Selatan 2,3,4
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan
e-mail: [email protected]
Abstrak
Pengujian ini untuk mengetahui pengaruh gradasi zeolite dan waktu pemeraman
terhadap nilai kuat tekan bebas tanah laterit stabilisasi zeolite aktivasi waterglas.
Material tanah laterit mengandung ±59,96% senyawa besi FeO berwarna merah bata
kecoklatan . Bahan stabilisasi zeolit memiliki mineral kristal alumina silikat ±81,83%
berpori terhidrat yang mempunyai mikrostruktur struktur kerangka 3-D tetrahedral,
sedangkan waterglass atau sodium silikat adalah garam yang larut dalam air dengan
komposisi sodium meta silikat. Stabilisasi dilakukan dengan 20% zeolit alam dan
bergradasi #10, #40 dan #100 terhadap berat tanah dan waterglass sebesar 6% dari
berat tanah. Spesimen diuji diperam 0, 7, 14, dan 28 hari. Hasil pengujian
menunjukkan peningkatan nilai kuat tekan tanah laterit stabilisasi seolit dengan
aktivasi waterglassmeningkat sejalan dengan gradasi zeolite proporsional linear dengan
meningkatnya gradasi. Hal ini mengindikasikan kapasitas dukung tanah laterit
stabilisasi zeolite dengan aktivasi waterglass mengklasifikasikan 21 sampai 26 kali
rasio peningkatan sebesar 21.26, 25.17 26,32 kg/cm2 pada masa peram 28 hari. Nilai
kuat tekan gradasi 100 lebih tinggi dibandingkan dengan gradasi lolos saringan Nomor
10 dan 40.
Kata Kunci: Kuat Tekan, Tanah Laterit, Waterglass, Zeolit
PENDAHULUAN Tanah merupakan dasar suatu struktur atau konstruksi, baik itu konstruksi bangunan
gedung, konstruksi jalan, maupun konstruksi yang lainnya. Dalam pengertian teknik, tanah
adalah akumulasi partikel mineral yang tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain yang
terbentuk akibat pelapukan dari batuan. Proses penghancuran dalam pembentukan tanah dari
batuan terjadi secara fisis dan kimiawi. Secara fisis dapat diakibatkan dengan erosi oleh air,
angin atau perpecahan akibat pembekuan dan pencairan es dalam batuan. Sedangkan cara
kimiawi, mineral batuan induk diubah menjadi mineral-mineral baru melalui reaksi kimia. Air
dan karbon dioksida dari udara membentuk asam-asam karbon yang kemudian bereaksi dengan
mineral-mineral batuan dan membentuk mineral-mineral baru ditambah garam-garam terlarut.
Akibat dari pembentukan tanah secara kimiawi, maka tanah mempunyai struktur dan sifat-sifat
yang berbeda ( Gusti I A A I L, 2014).
Salah satu tanah yang dapat dikembangkan adalah tanah laterit yang sangat berpotensi di
daerah Toraja Utara. Daerah ini memilki kondisi tanah laterit dengan kandungan logam besi
oksida relatif tinggi. Upaya pemanfaatan tanah laterit ini khususnya merupakan salah satu
solusi untuk menyelesaikan masalah keterbatasan material yang memenuhi syarat teknis pada
daerah-daerah tertentu dengan potensi tanah laterit yang melimpah seperti di Toraja Utara
168.480.000 ton pada daerah seluas 360.000 m² ( Katawa W, 2010). Penyebaran tanah laterit di
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 10
Indonesia diperkirakan 8.085 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian
Jaya, dan Jawa.
Kandungan yang pertama yang ada di dalam tanah laterit adalah berupa zat besi. Itulah
alasan mengapa tanah laterit ini mempunyai warna merah bata atau agak kecoklatan. Hal ini
karena kandungan zat besi di tanah ini sangat banyak. Tanah laterit memilki variasi yang luas
dari warna merah, coklat sampai kuning, tanah residual berukuran butir halus dengan tektur
ringan memiliki bentuk butiran nodular dan tersementasi dengan baik [Achampong. F
dkk.,2013]. Sifat-sifat fisik tanah laterit sangat bervariasi tergantung pada komposisi
minerologi dan distribusi ukuran partikel tanah, granulometri dapat bervariasi dari halus
sampai kerikil tergantung asal dan proses pembentukannya sehingga akan mempengaruhi sifat-
sifat geoteknik seperti plastisitas dan kuat tekan. Salah satu kelebihan tanah leterit adalah tidak
mudah mengembang oleh air, tergantung pada kandungan mineral lempung didalamnya [Yves,
2010]. Penyebaran tanah ini di Indonesia diperkirakan 8.085 juta ha yang tersebar di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan Jawa. Masing-masing seluas 4,016, 2,449, 0,789, 0,296
dan 0,135 juta ha [Saing, 2017].
Zeolit telah dikenali selama lebih dari 200 tahun, namun baru pada pertengahan abad ke-
20 mereka menarik perhatian para ilmuwan dan insinyur yang menunjukkan pentingnya
teknologi mereka di beberapa bidang [Cincotti dkk., 2006]. Zeolit adalah mineral kristal
alumina silikat berpori terhidrat yang mempunyai struktur kerangka tiga dimensi terbentuk dari
tetrahedral [SiO4]4-
dan [AlO4]5-
. Kedua tetrahedral di atas dihubungkan oleh atom-atom
oksigen, menghasilkan struktur tiga dimensi terbuka dan berongga yang didalamnya diisi oleh
atom-atom logam biasanya logam-logam alkali atau alkali tanah dan molekul air yang dapat
bergerak bebas [Demirbas.G (2009]. Kegunaan Zeolit antara lain untuk industri kertas,
pengeringan makanan, pemurnian oksigen, pengontrol polusi (limbah radioaktif, rumah tangga,
penangkap gas SO2, imbuh makanan ternak, penghilang bau), pembebasan nitrogen ammonia
dari pabrik, pembebasan ion logam dari air, perikanan/tambak ikan/udang, pertanian dan
industri-industri lainnya [Bell, R.G. 2001]. Material tanah laterit mengandung ±59,96%
senyawa besi FeO berwarna merah bata kecoklatan . Bahan stabilisasi zeolite memiliki mineral
kristal alumina silikat SiO2 ±81,83% [Tangkeallo.M.M dkk. 2018]
Waterglass atau sodium silikat adalah garam yang larut dalam air dengan komposisi sodium
meta silikat (Na2SiO3 atau NaSiO39H2O). Dalam bentuk padat terlihat seperti kristal, larut
dalam air panas dan meleleh pada temperatur 1018oC. Stabilisasi tanah secara kimiawi dengan
waterglass adalah suatu usaha perbaikan sifat-sifat tanah asli agar dapat digunakan untuk suatu
tujuan tertentu. Perbaikan tanah asli pada dasarnya untuk meningkatkan daya dukung tanah
atau dapat meningkatkan kekuatan dan mengurangi permeabilitas tanah, meningkatkan rekatan
antar butiran tanah, memperkecil daya rembes air. Waterglass dengan wujudnya yang berupa
cairan maka pori tanah dapat terisi dengan mengikatnya menjadi lebih kuat. Walaupun pada
suhu kamar, wujudnya berupa gel tetapi dengan penambahan air yang sesuai maka pergerakan
untuk masuk ke dalam pori tanah menjadi lebih mudah [Desiana, 2012]. Dengan
memperhatikan potensi ini maka penelitian ini dimaksudkan untuk menguji tanah laterit
distabilisasi zeolite pada gradasi lolos saringan 10, 40 dan 100 dengan aktivator waterglass.
METODE PENELITIAN
Lokasi
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Departemen Teknik Sipil
Universitas Hasanuddin, Gowa, Sulawesi Selatan. Tanah Laterit dan zeolite alam didatangkan
dari Toraja Utara, Sulawesi Selatan pada koordinat 1570-158
015’ BT dan 2
050’45”-2
052”LS
dan bahan aktivasi digunakan sodum silica merek waterglass.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 11
Program Pengujian
Karakteristik tanah laterit diuji sesuai standar pengujian dan klasifikasi tanah mengaju
pada metode USCS dan AASTHO. Nilai kuat tekan bebas tanah laterit stabilisasi zeolite
dengan aktivasi waterglass dari berbagai ukuran gradasi Zeolit lolos saringan #10, #40, #100
pada masa peram tertentu. Waterglass dicampurkan pada tanah laterit dan zeolit sebesar 6%
dari berat tanah. Selanjutnya akan diamati pengaruh gradasi Zeolit terhadap nilai kuat tekan
tanah laterit stabilisasi zeolit aktivasi waterglass. Pengujian dilakukan pada masa peram 0, 7,
14 dan 28 hari. Uji labratorium untuk mengatahui sifat-sifat fisik yang meliputi kadar air,
batas-batas konsistensi, distribusi ukuran butir, sedangkan uji sifat mekanis meliputi uji
pemadatan, uji kuat tekan. Pengujian batas-batas konsistensi tanah dilakukan dengan uji
Atterberg Limit, untuk pengujian pemadatan dilakukan dengan pemadatan Proctor standar, uji
kuat tekan dilakukan dengan pengujian Unconfined Compression Test
.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis dan Mekanis Dasar Tanah Laterit
Berdasarkan hasil pengujian, maka Tanah Laterit yang digunakan dalam penelitian ini
tergolong lanau tak organik dikarenakan nilai berat jenis sebesar 2,68. Butiran tanah
didominasi oleh fraksi lanau sebesar 58,10%. Nilai kuat tekan bebas sebesar 0,998 kg/cm2
menunjukkan bahwa tanah laterit tergolong konsistensi menengah/medium.
Analisa distribusi ukuran butir tanah laterit dilakukan dengan analisa saringan dan analisa
hydrometer. Uji pemadatan dilakukan untuk memperoleh karakteristik kepadatan tanah
maksimum dan kadar air optimum, yang selanjutnya digunakan untuk menentukan kondisi
awal sampel uji kekuatan tanah dan daya dukung tanah. Pengujian menggunakan uji Proctor
Standard tanah laterit. Hasil analisis dari pemadatan , diperoleh kadar air optimum dan
berat isi kering tanah adalah 25,24 % dan 1.512 gr/cm3.
Hasil dari pengujian sifat fisis dan mekanis dasar Tanah Laterit ditunjukkan pada tabel
berikut.
Gambar 1. Lokasi pengambilan sampel tanah laterit dan zeolit
PULAU SULAWESI
PROV. SULSEL
KAB. TORAJA UTARA
Tanah Laterit Zeolite bongkahan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 12
Tabel 1. Karakteristik fisik dan mekanis tanah laterit
No
Karakteristik Tanah
Hasil Pengujian Standar
Pengujian Satuan Nilai
A.Sifat fisis tanah
1 Berat Jenis (Gs) - 2,68 D-126
2 Kadar air (w) % 32,42 D 2216-98
3 Analisa saringan C-136-06
a. Gravel % 15,20
b. Sand % 10,20
c. Silt % 58,10
d. Clay % 16,50
4 Batas-batas konsistensi
a. Batas cair (LL) % 59,75 D – 423-66
b. Batas plastis (PL) % 47,35 D – 424-74
c. Indeks plastis (PI) % 12,40 D – 424-74
B.Sifat mekanis tanah
1 Pemadatan Standard
Proctor
D – 698
a. Berat kering
maksimum ( d maks)
gr/cm3 1.512
b. Kadar air optimum
(wopt)
% 25,00
2 Kuat Tekan Bebas (qu) kg/cm2 0.998 D–633-1994
Kuat Tekan Bebas Tanah Laterit Stabilisasi Zeolit Aktivasi Waterglass
Pengaruh gradasi Zeolit terhadap Kuat Tekan Bebas Tanah Laterit stabilisasi Zeolit
aktivasi Waterglass dapat diamati setelah campuran dicetak dalam bentuk sampel silindris
dengan dimensi diameter 5,5 cm dan tinggi 11 cm. Sampel kemudian diperam untuk
mengamati perubahan kuat tekan setelah campuran dianggap telah bereaksi dengan baik.
Pengujian kuat tekan bebas dimaksudkan untuk mengetahui nilai kekuatan dukung tanah
(qu) tanah laterit, dengan 3 variasi material zeolit bahan stabilisasi gradasi lolos no #10, #40
dan #100 dengan penambahan zeolite 20% dan waterglass 6% dengan waktu peram 7, 14, dan
28 hari. Campuran tanah laterit dengan bahan stabilisasi zeolit dan aktivator waterglass
didasarkan pada kondisi optimum proctor, yaitu pada kondisi berat isi kering maksimum
dan kadar air optimum. Hasil pengujian kuat tekan bebas untuk tanah laterit stabilisasi zeolit
dan aktivator waterglass dirangkum seperti Gambar 2. Perubahan kuat tekan bebas (qu) tanah
laterit dengan stabilisasi zeolite dan waterglass mengalami peningkatan signifikan 26 kali lipat
lebih besar dari tanah asli seiring penambahan stabilisasi zeolite serta penambahan bahan
aktivator waterglass dan peningkatan waktu peram, terjadi peningkatan kuat tekanan tanah
pada masa peram 28 hari yang lolos saringan #10,#40,#100 sebesar masing-masing
21,62kg/cm2, 25,17 kg/cm2 dan 26,32 kg/cm2.
Berdasarkan gambar 3 hubungan nilai kuat tanah laterit stabilisasi zeolite pada variasi
gradasi yang diaktivasi dengan waterglass terlihat bahwa peningkatan kuat tekan bebas dari
waktu pemeraman 0 hari sampai 7 hari terjadi peningkatan yang signifikan sekitar 13 kali, tapi
dari waktu pemeraman dari 7 hari sampai dengan 28 hari sedikit sekali peningkatannya sekitar
1 kali.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 13
Gambar 2. Nilai Kuat Tekan Bebas dengan Variasi Gradasi 10, 40 dan 100
Gambar 4. Nilai Kuat Tekan Bebas dengan Waktu Pemeraman Tertentu terhadap Gradasi Zeolit
Gambar 3. Pengaruh Gradasi Zeolit Terhadap Kuat Tekan Pada Waktu Peram Tertentu
13.00
16.00
19.00
22.00
25.00
28.00
10 40 100
Ku
at T
eka
n B
eb
as (
kg/c
m2
)
Gradasi
7 hari
14 hari
28 hari
0
4
8
12
16
20
24
28
32
0 0.5 1
Kuat
Teka
n Beb
as qu
(kg/
cm2 )
Regangan ε (%)
Gradasi No. 10
Gradasi No. 40
Gradasi No. 100
b)14 hari
0
5
10
15
20
25
30
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30
Ku
at T
eka
n B
eb
as (
kg/c
m2
Waktu Peram (hari)
Tanah Laterit
Lolos Saringan 10
Lolos Saringan 40
Lolos Saringan 100
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 14
Berdasarkan gambar 4 hubungan nilai kuat bebas dengan waktu pemeraman terhadap
gradasi zeolite yang diaktivasi dengan waterglass terlihat bahwa peningkatan kuat tekan
bebas dari gradasi 10 ke gradasi 40 terjadi peningkatan kuat tekan bebas sekitar 4, sedangkan
dari garasi 40 ke gradasi 100 terjadi peningkatan lebih kecil sebesar 1 kali.
Hubungan nilai kuat tekan tanah terjadi karena partikel-partikel lempung memiliki
muatan permukaan tinggi yang dapat menarik kation (ion bermutan positif). Terjadi dua reaksi,
yaitu pertukaran kation dan flokulasi agglomerasi, berlangsung cepat dan langsung
menghasilkan perkuatan pada plastisitas tanah, kemampuan, kekuatan yang awet, dan sifat-
sifat beban-deformasi. Pengaruh langsung penambahan zeolit pada tanah diperoleh tanpa
pemeraman dan selama tahapan konstruksi, yang berhubungan dengan reaksi pertukaran
kation dan flokulasi agglomerasi yang terjadi bila zeolit pada tanah. Pengaruh stabilisasi
jangka panjang terjadi selama dan setelah pemeraman dan sangat penting untuk daya dan
kekuatan . Bila pengaruh ini dihasilkan sampai batas tertentu akibat pertukaran kation dan
flokulasi-agglomerasi, utamanya akan dihasilkan pozzolanic strength gain.
Berdasarkan Gambar 2, 3 dan 4 diatas, terlihat bahwa peningkatan waktu peram pada
tanah laterit meningkatkan kuat tekan tanah karena terjadi pertukaran kation pada partikel-
partikel lempung membuat ukuran partikel menjadi bertambah besar dan mengurangi indeks
plastisitas tanah yang kemudian diikuti oleh penurunan potensi pengembangan tanah;
peningkatan derajat keasaman (pH) tanah yang berakibat pada peningkatan kapasitas
pertukaran ion-ion positif (kation); bercampurnya silica (SiO2), dan alumina (Al2O3) dari
zeolit dengan air membentuk pasta yang mengikat partikel lempung dan menutupi pori-pori
tanah, rongga-rongga pori yang dikelilingi bahan sementasi yang lebih sulit ditembus air akan
membuat campuran tanah- zeolit lebih tahan terhadap penyerapan air sehingga menurunkan
sifat plastisitasnya; meningkatnya kepadatan maksimum tanah akibat reaksi posolanik yang
semakin meningkat karena unsur-unsur SiO2, Al2O3, dan Fe2O3 yang terdapat oleh zeolit,
proses pozzolan ini terjadi antara kalsium hidroksida dari tanah bereaksi dengan silikat (SiO2)
dan aluminat (Al2O3) dari zeolit membentuk material pengikat yang terdiri dari kalsium silikat
atau aluminat silikat; reaksi ion Ca2+ dengan silikat (SiO2), dan aluminat (Al2O3) dari
permukaan partikel lempung membentuk pasta sehingga mengikat partikel-partikel tanah.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Karakteristik tanah laterit tergolong jenis lanau, studi mengidentifikasikan dengan
konsistensi medium. Perbedaan gradasi Zeolit mempengaruhi nilai kuat tekan, semakin halus
gradasi maka akan lebih tinggi kuat tekan. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Zeolite dapat
menjadi filler yang baik pada stabilisasi tanah dan waterglass dapat meningkatkan kekuatan
dan mengurangi permeabilitas tanah. Nilai kuat tekan tertinggi diperoleh pada gradasi Zeolit
lolos saringan #100 dengan masa pemeraman 28 hari, yaitu sebesar 26,32 kg/cm2
atau 26 kali
lipat dari daya dukung tanah tanpa stabilisasi.
Saran
Diharapkan untuk mendapatkan hasil nilai kuat tekan bebas sebagai pembanding maka
seharusnya ada variasi zeolite terhadap waterglass setiap gradasi zeolite yang lolos saringan
#10, #40, dan #100.
DAFTAR PUSTAKA
Achampong. F, R Adjetey R A, Boadu F, Boso N. D, L.P. Chegbele L.P. (2013) Chemical
Stabilization of Laterite Soils for Road construction, International Journal of Scientific &
Engineering Research, Volume 4, Issue 11, November-2013 ISSN 2229-5518
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 15
Alfian R, Lusmeilia A, Iswan (2015) Studi Analisis Daya Dukung Tanah Lempung
Berplastisitas Tinggi yng Dicampur Zeolit, JRSDD, Edisi Juni 2015, Vol. 3, No. 2,
Hal:221 – 236 (ISSN:2303-0011)
Bell, R.G. (2001), “What are Zeolite?”, http://www.bza.org/zeolites.html. Tanggal 15 Januari
2007
Demirbas.G (2009) Stabilization Of Expansive Soils Using Bigadic Zeolite, Thesis,
https://etd.lib.metu.edu.tr/upload/12610671/index.pdf
Cincotti. A., Mameli. A., Locci. A. M., Orru. R., Cao. G., Heavy Metals Uptake by Sardinian
Natural Zeolites: Experiment and Modeling, Ind. Eng. Chem. Res., Vol. 45, No. 3, pp.
1074-1084, 2006
Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah. (Prinsip – prinsip Rekayasa Geoteknis). Jilid I Penerbit
Erlangga, Jakarta
I Gusti Agung Ayu Istri Lestari, Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif, GaneÇ Swara Vol.
8 No.2 September 2014
Kartawa W. Kusumh,D.K Potensi Zeolit Di Daerah Sangkaropi-Mendila, Tana Toraja,
Sulawesi Selatan, Jurnal Geologi Dan Sumberdaya Mineral , 2010
Saing Z, Samang L, Harianto.T and Patanduk J . 2017. “Study on Characteristic of Laterite
Soil with Lime Stabilization as a Road Foundation” International Journal of Applied
Engineering Research ISSN 0973-4562 Volume 12, Number 14 (2017) pp. 4687-4693
Sera Desiana, Danar S. W,. Budi H, Pengaruh Variasi Waterglass Terhadap Kadar Air Dan
Kadar Lempung Pada Pasir Cetak, NOSEL Vol. 1 No. 1, Juli 2012
Tangkeallo.M.M, Samang L, Djmaluddin A.R. and Muhiddin.A.B . 2018. “Experimental
Study Of Laterite Soil Stabilized With Zeolite” ”The 4th
International Symposium on
infrastruktur Development. Manado Indonesia October 12, 2018
Tardy, Yves (1997), Petrology of Laterites and Tropical Soils. ISBN90-5410-678-6. Retrieved
April 17,2010
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 16
KARAKTERISTIK STABILITAS CAMPURAN AC-WC YANG
MENGGUNAKAN AGREGAT LOKAL KALIMANTAN TIMUR
Eswan1, Sakti Adji Adisasmita
2,
Muh. Isran Ramli3, Safruddin Rauf
4
1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipi, Universitas Hasanuddin,
2,3,4Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Hasanuddin.
e-mail : [email protected],
Abstrak
Sebagai material utama dalam perkerasan jalan, agregat mempunyai peranan yang sangat
penting, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran yang umumnya berkisar
antara 75% - 85% dari volume total campuran. Salah satu daerah yang kekurangan agregat
adalah Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik
stabilitas campuran AC-WC yang menggunakan agregat lokal Kalimantan Timur. Karakteristik
stabilitas yang dimaksud berdasarkan Spesifikasi Umum Revisi 3 Tahun 2010 dan SNI 06-2489-
1991 adalah stabilitas, flow dan hasil bagi Marshall (Marshall Quetiont). Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah eksperimental di laboratorium. Kadar aspal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0% dan 6,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai stabilitas semakin meningkat seiring dengan peningkatan kadar aspal hingga mencapai nilai
optimum dan menurun ketika melewati nilai optimum.
Kata Kunci: stabilitas, AC-WC, agregat lokal
PENDAHULUAN
Sebagai material utama dalam perkerasan jalan, agregat mempunyai peranan yang sangat
penting, dimana agregat menempati proporsi terbesar dalam campuran yang umumnya berkisar
antara 75% - 85% dari volume total campuran (Rondonuwu, 2013), sehingga salah satu
pertimbangan dalam perencanaan, desain dalam pelaksanaan pekerjaan jalan adalah
ketersediaan agregat, harga agregat dan kualitas agregat yang memenuhi persyaratan, dimana
agregat standar yang berasal dari alam seperti batu dan pasir umumnya digunakan sebagai
bahan untuk lapis pondasi jalan atau campuran beraspal.
Pada umumnya tidak semua daerah memiliki cadangan agregat yang cukup secara kuantitas
dan sesuai dengan standar mutu yang berlaku, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan
jalan yang semakin meningkat dilakukan dengan cara mendatangkan agregat dari tempat lain,
seperti yang terjadi di Provinsi Kalimantan Timur selama ini, dimana agregat yang digunakan
dalam pekerjaan jalan dan konstruksi lainnya, didatangkan dari Provinsi Sulawesi Tengah.
Mendatangkan agregat dari luar daerah untuk campuran aspal, akan menambah biaya produksi
campuran aspal yang disebabkan oleh jarak antara lokasi quarry material dengan lokasi
produksi campuran aspal akan dipengaruhi oleh biaya pengangkutan agregat yang sangat
tergantung dari jarak tempuhnya. Untuk mengatasi masalah penggunaan agregat dari luar
daerah, perlu dicari beberapa alternatif seperti pemakaian agregat lokal sebagai pilihan yang
paling ekonomis atau melakukan perbaikan kualitas agregat lokal yang tidak memenuhi standar
(substandar).
Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi dengan wilayah yang sangat luas di
Indonesia, dimana menurut data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA)
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2018, bahwa Provinsi Kalimantan Timur memiliki luas
wilayah daratan 127.267,52 km2 dan luas pengelolaan laut 25.656 km
2. Selain itu, menurut
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 17
data BAPPEDA Tahun 2013, Provinsi Kalimantan Timur memiliki 3.300.517 jiwa penduduk
yang tersebar di 10 Kabupaten dan Kota.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2015, Provinsi Kalimantan Timur
mempunyai panjang ruas Jalan Negara yaitu, 1.493,68 km yang terdiri dari 1.357,25 km jalan
beraspal, 63,27 km jalan dengan perkerasan kaku dan 73,16 km jalan beragregat atau tanah.
Data ini tentu saja terus mengalami peningkatan dan berlum termasuk jalan yang dikelola oleh
Kabupaten dan Kota.
Sebagai salah satu Provinsi yang sedang berkembang, salah satu indikator dan faktor yang
dapat menunjang pemerataan pembangunan adalah tersediaanya infrastruktur dan prasarana
transportasi darat yang baik, sehingga pergerakan arus orang dan barang dapat lebih cepat dan
baik. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik stabilitas
campuran AC-WC yang menggunakan agregat lokal Kalimantan Timur.
LITERATURE REVIEW
Agregat
Agregat merupakan batu pecah, kerikil dan pasir, baik yang langsung diambil di alam maupun
dari hasil olahan. Agregat merupakan komponen utama lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90%–95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75%–85% agregat
berdasarkan persentase volume.
Dalam pemakaian untuk perkerasan jalan, secara umum agregat terdiri atas :
a. Agregat Kasar, dimana fungsi agregat kasar adalah memberikan stabilitas campuran, dengan
kondisi saling mengunci dari masing – masing partikel agregat kasar dari batu pecah atau
kerikil pecah. Agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan ayakan no.8
(2,36 mm), dan harus bersih, keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak
dikehendaki lainnya dan memenuhi ketentuan.
b. Agregat Halus, dimana fungsi utama agregat halus adalah untuk memberikan stabilitas dan
mengurangi deformasi permanen campuran melalui friksi dan prilaku, yaitu dengan
memperkokoh sifat saling mengunci dan mengisi rongga antar butir agregat kasar serta
menaikkan luas permukaan dari agregat yang dapat diselimuti aspal, sehingga menambah
keawetan perkerasan. Agregat halus adalah agregat yang lolos saringan No.8 (2,36 mm),
dan tertahan pada saringan No.200 (0,075 mm) yaitu fraksi agregat halus hasil pecah mesin,
atau pasir.
c. Filler, dimana fungsi dari bahan pengisi (filler) adalah untuk mengurangi kepekaan
campuran terhadap temperatur. Penggunaan bahan pengisi harus dibatasi, jika terlalu
banyak menyebabkan campuran getas dan mudah retak akibat beban lalu lintas. Sebaliknya
jika terlalu rendah akan menghasilkan campuran lunak dan tidak tahan cuaca. Bahan pengisi
atau filler adalah agregat yang lolos saringan No.200 (0,075 mm). Bahan pengisi atau filler
yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapur (Limestone Dust), semen Portland, abu
terbang, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya.
Karakteristik Stabilitas
Li et al (1999) telah melakukan pengujian campuran aspal dengan metode marshal
dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik dari campuran aspal panas, dimaksudkan untuk
mendapatkan stabilitas dan flow dibaca langsung dengan dial. Metode ini pertama kali
diperkenalkan oleh Bruce Marshall dari Misisipi State Highway Department sekitar tahun
1940-an. Selain mendapatkannilai stabilitas dan flow akan didapatkan pula nilai VIM, VMA,
density campuran aspal dan Marshall quotient. Dalam penelitian elastic modulus campuran
aspal beton, design campuran aspal yang digunakan melibatkan metode Marshall.
Gul et al (2014) mengatakan bahwa karakteristik deformasi permanen dari campuran aspal
dapat dipelajari dengan menggunakan benda uji silinder dipadatkan yanga dapat dibuat baik
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 18
dari superpave atau perangkat pemadat marshall, terlepas dari metode campuran aspal desain
dan jenis agregat. Sedangkan Xiang et al (2008) mengatakan untuk mengevaluasi karakteristik
retak pada campuran aspal digunakan metode Marshall dalam mendesain campuran aspal.
Kinerja campuran beraspal sangat ditentukan oleh volumetrik campuran dalam keadaan padat
yang terdiri dari: rongga udara dalam campuran (VIM), rongga di antara agregat (VMA), dan
rongga terisi aspal (VFA). Adapun persyaratan campuran beraspal dingin dengan Asbuton
butir menurut Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga tahun 2006 No :
001 – 05 /BM/2006 tentang pemanfaatan Asbuton, campuran beraspal dingin dengan Asbuton
butir peremaja emulsi. Persyaratan briket hasil pemadatan dengan 2 × 50 tumbukan sedangkan
pada SNI 06-2489-1991 tentang metode pengujian campuran aspal dengan alat marshall 2 × 75
tumbukan untuk lalu lintas berat.
1. Stabilitas (Stability)
Kemampuan menahan beban dengan deformasi yang kecil diperlihatkan dengan nilai stabilitas
yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Affandi (2006) menunjukkan bahwa dengan
menggunakan Asbuton murni pada campuran aspal dapat meningkat stabiltas campuran aspal.
Sedangkan penelitian oleh Hermadi, (2006) mengatakan bahwa bertambahnya mineral Asbuton
dalam campuran aspal memberi dampak pada rendahnya density campuran aspal sebab berat
jenis mineral asbuton yang lebih rendah.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Affandi (2006) memperlihatkan bahwa stabilitas
campuran aspal AC WC yang mengadung asbuton murni sebesar 1230 kg. Kurniadji (2006)
mengemukakan bahwa penggunaan Asbuton tipe 20/25 pada campuran aspal beton sebesar
1310 kg.
2. Kelelehan (Flow)
Kelelehan (Flow) merupakan besarnya deformasi vertikal yang dinyatakan dalam satuan
millimeter (mm) yang terjadi pada benda uji padat dari campuran aspal hingga mencapai titik
beban maksimum pada saat pengujian stabilitas Marshall. Hal ini menunjukkan besarnya
deformasi yang terjadi pada lapis perkerasan aspal akibat menahan beban yang berada
diatasnya. Nilai flow ini sangat dipengaruhi oleh viscositas atau kekentalan dan persentase
aspal yang digunakan, gradasi agregat, jumlah dan terperatur pemadatan.
Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai campuran beraspal diantaranya oleh Affandi
dan Kurniadji (2006) mengenai campuran beraspal yang mengatakan bahwa nilai flow dari
campuran aspal AC-WC (Asphalt Concrete Wearing Course) yang murni menggunakan aspal
Buton murni yaitu sebesar 3,7 mm dan 3,3 mm pada campuran aspal beton yang menggunakan
Asbuton butir dengan tipe 20/25.
3. Marshall Quotient
Dikatakan oleh Ahmedzade et al (2008) bahwa Marshall Quotient (MQ) adalah sebagai
karakteristik harga modulus daya tekan atau kekakuan. Nilai MQ merupakan indikator bahwa
campuran aspal tahan terhadap deformasi, nilai MQ yang tinggi menunjukkan bahwa campuran
aspal memiliki kekakuan yang tinggi. Nilai MQ yang tinggi menunjukkan bahwa campuran
aspal bersifat kaku, berarti campuran cukup padat dengan stabilitas yang tinggi. MQ yang
rendah menunjukkan campuran aspal yang lembek dan kurang cukup stabilitasnya dengan
suatu resiko yang memungkinkan terjadinya retak permukaan campuran aspal dan pergerakan
horizontal pada arah perjalanan (Tayfur et al 2007). Sehingga campuran aspal dengan Marshall
Quotient yang tinggi lebih tahan terhadap retak akibat depormasi permanen.
Menurut Hermadi (2008), nilai Marshall Quotient campuran aspal AC WC menggunakan
asbuton Lawele sebesar 260 kg/mm. Menurut (Affandi, 2008), nilai Marshall Quotient
campuran aspal yang yang menggunakan Asbuton murni sebesar 347 kg/mm.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 19
Analisa rumus MQ berdasarkan Buku 5 pemanfaatan Asbuton campuran beraspal dingin
dengan asbuton butir peremaja emulsi adalah:
MQ = (1)
Dimana :
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
S = Stabilitas (kg)
F = Nilai flow (mm)
METODOLOGI
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mekanika Tanah, Bahan, Aspal dan Ilmu Ukur
Tanah Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda. Adapun
waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2019 sampai bulan Februari 2019.
Pengambilan Material Penelitian
Adapun bahan/material yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Material agregat kasar diambil dari lokasi quarry agregat kasar lokal yang digunakan dalam
penelitian ini diambil dari quarry Senoni di Kabupaten Kutai Kartanegara.
2. Material agregat halus merupakan pasir lokal yaitu pasir Tenggarong/pasir Samarinda.
3. Aspal minyak dengan penetrasi 60/70 diperoleh dari salah satu produsen aspal minyak di
Indonesia.
Rancangan Penelitian
Persiapan penelitian yang dilakukan dengan studi pustaka, yaitu untuk mendapatkan gambaran
tentang penelitian-penelitian penggunaan Asbuton yang sudah pernah dilakukan sebelumnya.
Adapun penelitian ini menggunakan metode eksperimental di laboratorium diawali dengan
melakukan persiapan peralatan dan material yang akan digunakan, dilanjutkan dengan
penelitian karakteristik bahan berupa agregat dan aspal Buton modifikasi tipe Retona Blend 55
sebagai bahan pengikat.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan sampel (briket) untuk mendapatkan Kadar Aspal
Optimum (KAO). Dibuat sampel benda uji menggunakan gradasi AC-WC menggunakan
agregat lokal Provinsi Kalimantan Timur dengan bahan pengikat berupa aspal minyak
penetrasi 60/70. Selanjutnya dilakukan pengujian karakteristik Marshall (Spesifikasi 2010
Revisi 3; SNI 06-2489-1991).
Pemeriksaan Karakteristik Agregat
Agregat yang akan diuji berupa agregat kasar berupa batu pecah dan agregat halus berupa abu
batu dan filler yang pengambilan materialnya berasal dari lokasi quarry agregat kasar lokal
yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari quarry Senoni di Kabupaten Kutai
Kartanegara. Adapun pengujian dan metode pengujian yang digunakan dalam penelitian ini
dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Metode pengujian karakteristik agregat
Pengujian Metode Pengujian
Agregat Kasar Agregat Halus
Analisa Saringan SNI 03-1968-1990
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 20
Berat jenis dan penyerapan agregat SNI 03-1969-2008 SNI 03-1970-2008
Kadar lumpur SNI 03-4142-1996
Keausan agregat kasar dengan
mesin Los Angeles SNI 2417-2008
Indeks Kepipihan SNI 03-4137-1996
Sand Equivalent SNI 03-4428-1997
Sumber : Spesifikasi Umum Kemen PU Dirjen Bina Marga, 2010
Pemeriksaan Karakteristik Aspal Minyak Penetrasi 60/70
Pengujian aspal diperlukan untuk mengetahui karakteristik aspal yang digunakan. Pengujian
karakteristik Asbuton modifikasi meliputi : penetrasi, titik lembek, titik nyala, titik bakar, dan
berat jenis aspal. Pemeriksaan dan metode pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini
ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode pengujian karakteristik aspal Buton modifikasi
Pengujian Metode Pengujian
Penetrasi aspal SNI 06-2456-1991
Titik lembek SNI 06-2434-1991
Daktalitas SNI 06-2432-1991
Titik nyala SNI 06-2433-1991
Berat jenis SNI 06-2441-1991
Sumber : Spesifikasi Umum Kemen PU Dirjen Bina Marga, 2010
Pengujian Stabilitas Marshall
Salah satu metode untuk menghasilkan design yang baik adalah Marshall Test. Metode
pengujian campuran aspal dengan alat marshall mengacu pada Standar Nasional Indonesia
(SNI 06-2489-1991) tentang metode pengujian campuran aspal dengan alat Marshall.
Pengujian ini dilakukan untuk mengukur stabilitas dan flow (kelelahan plastis) sehingga dapat
menunjukkan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban yang ada. Stabilitas
menunjukkan ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban. Stabilitas terdiri dari
stabilitas kering dan stabilitas basah. Stabilitas kering merupakan ukuran ketahanan benda uji
dalam menerima beban dalam kondisi kering udara. Sementara stabilitas basah merupakan
ukuran ketahanan suatu benda uji dalam menerima beban dalam kondisi jenuh. Parameter
marshall yang lain selain stabilitas, flow dan marshall quetiont adalah VIM (Voids in Mix),
VMA (Voids in Mineral Aggregate) dan VFB (Voids Filled Bitument).
Pengujian Stabilitas Marshall (SNI-06-2489-1991) merupakan salah satu cara untuk
mengetahui karaktersitik benda uji campuran aspal. Melalui pengujian stabilitas Marshall
didapat beberapa nilai karakteristik yaitu :
a. Rongga didalam campuran (VIM).
b. Rongga yang terisi aspal (VFB).
c. Rongga di dalam mineral agregat (VMA).
d. Stabilitas.
e. Kelelehan (Flow).
f. Hasil bagi Marshall (Marshall Quetiont).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 21
Gambar 1. Alat uji Marshall
Stabilitas merupakan kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban sampai terjadi
kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound. Flow (Kelelehan) adalah
perubahan bentuk plastis suatu campuran aspal yang terjadi akibat beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,01″. Gambar 1 memperlihatkan alat pengujian Marshall.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Sifat Fisik Agregat
Tabel 3 sampai dengan Tabel 5 masing-masing memperlihatkan karakteristik agregat kasar,
karakteristik agregat halus (abu batu) dan karakteristik filler dari abu batu yang telah
dilakukan.
Tabel 3. Karakteristik sifat fisik agregat kasar
No. Pemeriksaan Hasil uji Spesifikasi
Satuan Min Max
1
Penyerapan air
Batu pecah 5 – 10 mm 2,26 - 3,0 %
Batu pecah 1 - 2 cm 2,28 - 3,0 %
2
Berat Jenis
Batu pecah 0,5 - 1 cm
Berat Jenis Bulk 2,67 2,5 - -
Berat Jenis SSD 2,69 2,5 - -
Berat Jenis Semu 2,80 2,5 - -
Batu Pecah 1 - 2 cm
Berat Jenis Bulk 2,67 2,5 - -
Berat Jenis SSD 2,69 2,5 - -
Berat Jenis Semu 2,80 2,5 - -
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 22
3
Indeks Kepipihan
Batu Pecah 0,5 - 1 cm 22,10 - 25 %
Batu pecah 1 - 2 cm 11,38 - 25 %
4
Keausan Agregat
Batu Pecah 0,5 - 1 cm 20,92 - 40 %
Batu Pecah 1 - 2 cm 18,56 - 40 %
Tabel 4. Hasil pemeriksaan karakteristik pasir Mahakam
No. Pemeriksaan Hasil Uji Spesifikasi
Satuan Min Max
1 Penyerapan Air 2,87 - 3,0 %
2
Berat Jenis Bulk 2,48 2,5 - -
Berat Jenis SSD 2,56 2,5 - -
Berat Jenis Semu 2,66 2,5 - -
3 Sand Equivalent 90,63 50 - %
Tabel 5. Hasil pemeriksaan karakteristik filler
No. Pemeriksaan Hasil Uji Spesifikasi
Satuan Min Max
1 Penyerapan Air 2,48 - 3,0 %
2
Berat Jenis Bulk 2,64 2,5 - -
Berat Jenis SSD 2,70 2,5 - -
Berat Jenis Semu 2,79 2,5 - -
3 Sand Equivalent 79,59 50 - %
Berdasarkan dari hasil pengujian karakteristik agregat kasar (batu pecah), abu batu, serta filler
yang ditampilkan terlihat bahwa agregat yang digunakan memenuhi Spesifikasi Umum Tahun
2010 Bina Marga untuk bahan jalan yang disyaratkan.
Karakteristik Sifat Fisik Aspal Minyak Penetrasi 60/70
Tabel 6 memperlihatkan hasil pengujian Asbuton modifikasi yang telah dilakukan. Tabel 6. Hasil pemeriksaan karakteristik aspal minyak penetrasi 60/70
No Pengujian Hasil Spesifikasi
Min Max
1 Penetrasi sebelum kehilangan berat (mm) 77,3 60 79
2 Titik Lembek (°C) 56 48 58
3 Daktalitas pada 25°C, 5cm/menit (cm) 119 100 -
4 Titik nyala (°C) 310 200 -
5 Berat jenis 1,14 1 -
6 Penurunan berat (%) 0,2 - 0,8
7 Penetrasi Setelah Kehilangan Berat (mm) 89 54 -
Hasil pemeriksaan karakteristik aspal minyak penetrasi 60/70 yang ditampilkan pada Tabel 6
menunjukkan bahwa aspal yang digunakan pada penelitian ini telah memenuhi spesifikasi
yang telah disyaratkan oleh Spesifikasi Umum 2010 Revisi 3, seksi 6 tentang perkerasan
beraspal.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 23
Gradasi Agregat Gabungan Campuran AC-WC
Gambar 2 terlihat bahwa rancangan agregat gabungan atau gradasi agregat gabungan yang
dibuat telah berada dalam interval spesifikasi standar sesuai dengan Spesifikasi Umum
Pekerjaan Jalan oleh Bina Marga Tahun 2010 dan telah memenuhi persyaratan untuk lapis
permukaan sehingga dapat diperoleh rancangan campuran atau mix design yang optimal.
Gambar 2. Gradasi agregat gabungan
Mix Design Campuran AC-WC
Pada penelitian ini komposisi campuran asphalt concrete wearing course mengacu pada
Pedoman Konstruksi dan Bangunan No: 001-03-/BM/2006 Pemanfaatan Asbuton Buku 3
Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan. Berdasarkan hasil sebelumnya bahwa
secara analisa diperoleh kadar aspal optimum adalah 5,10% maka didesainlah komposisi
campuran (mix design) untuk membuat benda uji dengan kadar kandungan aspal minyak yang
divariasikan, yaitu 4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0% dan 6,5% dari berat campuran. Komposisi agregat
dan kadar kandungan Asbuton Modifikasi tersebut merupakan variabel perubah. Benda uji
dibuat dengan menggunakan alat penumbuk Marshall sebanyak 75 tumbukan di tiap sisi. Tabel
7 memperlihatkan komposisi material dalam berat yang didapatkan dari proporsi agregat
berdasarkan dari hasil analisa saringan. Pembuatan benda uji dilakukan berdasarkan Pedoman
Konstruksi dan Bangunan No: 001-03-/BM/2006 Pemanfaatan Asbuton Buku 3 Campuran
Beraspal Panas dengan Asbuton Olahan dengan berat benda uji 1200 gram.
Tabel 7. Komposisi material dalam berat untuk 1200 gram benda uji (diameter mould 10 cm)
Kadar
Aspal Agregat (gram)
Aspal
minyak Jumlah
(%) Batu pecah 1-2
cm
Batu pecah 0.5-1
cm
Pasir
Mahakam
Abu
batu (gram) (gram)
4,5 343,8 458,4 229,2 114,6 54 1200
5,0 342,0 456,0 228,0 114,0 60 1200
5,5 340,2 453,6 226,8 113,4 66 1200
6,0 338,4 451,2 225,6 112,8 72 1200
6,5 336,6 448,8 224,4 112,2 78 1200
Hasil Pengujian Karakteristik Stabilitas Campuran AC-WC
Stabilitas
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar aspal minyak dengan nilai
stabilitas yang ditunjukkan pada Gambar 3. Hasil pengujian memperlihatkan ketika kandungan
kadar aspal meningkat maka nilai stabilitas juga meningkat hingga mencapai suatu nilai
optimum ketika kandungan kadar aspal berada pada kandungan kadar aspal optimum maka
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 24
nilai stabilitas tertinggi terjadi pada campuran tersebut, dan ketika kandungan kadar aspal
melewati kandungan kadar aspal optimum maka secara perlahan nilai stabilitas juga menurun.
Gambar 3. Hubungan kandungan kadar aspal minyak terhadap nilai stabilitas
Nilai stabilitas yang diperoleh tidak memenuhi semua spesifikasi yang ditetapkan oleh
Spesifikasi 2010 Revisi 3, Bina Marga divisi 6 campuran beraspal, yaitu sebesar ≥ 800 kg.
Nilai stabilitas terendah yaitu pada campuran dengan kadar aspal minyak 4,5%, dengan nilai
stabilitas 680,22 kg dan nilai stabilitas tertinggi pada campuran dengan kadar aspal minyak
5,5% dengan nilai stabilitas 1184,48 kg. Campuran dengan kandungan kadar aspal minyak
6,5% memiliki nilai stabilitas 1055,56 kg yang hampir sama dengan kandungan aspal minyak
5,0% dengan nilai stabilitas 1133,56 kg dan campuran dengan kandungan kadar aspal minyak
6,0% dengan nilai stabilitas 1075,44 kg.
Flow
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar aspal minyak dengan flow
ditunjukkan pada Gambar 4. Hubungan kandungan kadar aspal minyak dengan flow didapatkan
hubungan yang kuat.
Gambar 4. Hubungan kandungan kadar aspal minyak terhadap nilai flow
Nilai flow yang diperoleh belum memenuhi semua spesifikasi yang ditetapkan oleh Bina
Marga, yaitu 2 mm sampai 4 mm. Nilai flow terendah yaitu pada campuran dengan kadar aspal
minyak 4,5%, dengan nilai flow 1,95 mm dan nilai flow tertinggi pada campuran dengan kadar
aspal minyak 6,0% dan 6,5% dengan nilai flow masing-masing sebesar 3,23 mm dan 3,47 mm.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 25
Campuran dengan kandungan kadar aspal minyak 5,0% memiliki nilai flow 3,20 mm yang
relatif lebih besar dibanding campuran dengan kandungan aspal minyak 5,5% dengan nilai flow
3,13 mm. Bertambahnya rongga antar campuran dan penggunaan kandungan kadar aspal
minyak yang tinggi dapat menyebabkan nilai kelelehan plastis (flow) meningkat.
Marshall Quetiont
Berdasarkan hasil pengujian Marshall, hubungan antara kadar aspal minyak dengan marshall
quetiont yang ditunjukkan pada Gambar 5 hubungan kandungan kadar aspal minyak dengan
marshall quetiont didapatkan hubungan yang kuat.
Gambar 5. Hubungan kandungan kadar aspal minyak terhadap nilai Marshall quetiont
Nilai Marshall quetiont yang diperoleh sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan oleh Bina
Marga, yaitu minimal 250 kg/mm. Nilai Marshall quetiont terendah yaitu pada campuran
dengan kadar kandungan aspal minyak 6,5% sebesar 304,20 kg/mm, dan nilai Marshall
quetiont tertinggi pada campuran dengan kadar kandungan aspal minyak 5,5% sebesar 378,43
kg/mm. Campuran dengan kandungan kadar aspal minyak 4,5% memiliki nilai Marshall
quetiont 348,83 kg/mm sedangkan kandungan aspal minyak 6,0% dengan nilai Marshall
quetiont 332,95 kg/mm dan campuran dengan kandungan kadar aspal minyak 5,0% dengan
nilai Marshall quetiont 354,24 kg/mm.
Rendahnya nilai Marshall Quetiont campuran AC-WC dikarenakan stabilitas yang terjadi kecil
serta flow yang besar dan agregat yang terselimuti menjadi tebal dan perubahan mudah terjadi
pada akhirnya akan mengurangi daya ikat antar agregat dalam campuran pada saat dibebani.
Berkurangnya ikatan antar agregat akan mengurangi stabilitas campuran yang mengarah pada
nilai flow yang naik.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa nilai karakteristik stabilitas (stabilitas, flow
dan MQ) yang didapatkan pada campuran AC-WC yang menggunakan agregat lokal
Kalimantan Timur memenuhi spesifikasi umum Revisi 3 Tahun 2010. Dengan demikian,
agregat lokal Kalimantan Timur dapat digunakan sebagai material dalam campuran beraspal
sehingga hasil penelitian ini dapat mendorong percepatan pembangunan di Kalimantan Timur
tanpa mendatangkan agregat dari luar Kalimantan Timur dan dapat menghemat anggaran biaya
pembangunan jalan akibat mendatangkan agregat dari luar.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eswan dkk., Karakteristik Stabilitas Campuran... 26
DAFTAR PUSTAKA
Affandi F. (2006). Hasil pemurnian Asbuton Lawele sebagai bahan pada campuran aspal untuk
perkerasan jalan.Jurnal jalan – jembatan, Vol. 23 No. 3, hal. 6 – 28.
Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Bina Marga (2006). Buku 1. Pemanfaatan
Asbuton. Umum No:001-01/BM/2006. Direktorat Jenderal Bina Marga, 2006.
Gul. W. A., Guler M., 2014. Rutting susceptibility of asphalt concrete with recycled concrete
aggregate using revised Marshall procedure Construction and building materials, 55 hal.
341 – 349
Hermadi M, 2006, Pengaruh Penambahan Asbuton Butir Terhadap Karakteristik Beton Aspal
Campuran Panas, PUSLITBANG PU.
Kurniadji (2006).“Asbuton (Aspal Buton) sebagai bahan perkerasan jalan.Pusat Penelitian
Jalan dan Jembatan, Bandung.
Li G., Yongqi Y., Metcalf J. B., Su-Seng P. 1999. Elastic modulus prediction of asphalt
concrete. Journal of material in civil engineering, hal. 236 - 241.
Madi Hermadi, and M. Sjahdanulirwan (2008). Usulan Spesifikasi Campuran Beraspal Panas
Asbuton Lawele Untuk Perkerasan Jalan. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Rondonuwu, Fernando, 2013. Pengaruh Sifat Fisik Agregat terhadap Rongga dalam Campuran
Beraspal Panas, Jurnal Sipil Statik 1 (3): 1–6.
RSNI T-01-2005 Pengujian Indeks Kepipihan dan Kelonjongan.
SNI 03-1968-1990 Pengujian Analisa Saringan Agregat Kasar dan Agregat Halus.
SNI 03-1971-1991 Pengujian Kadar Air Agregat Halus.
SNI 03-2417-1991 Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles.
SNI 03-2439-1991 Pengujian Kelekatan Agregat terhadap Aspal.
SNI 03-2816-1992 Pengujian Kadar Organik Pasir.
SNI 03-4428-1997 Metode Pengujian Agregat Halus atau Pasir yang Mengandung Bahan
Plastik dengan Cara Setara Pasir.
SNI 03-4804-1998 Pengujian Rongga Udara dalam Agregat.
SNI 03-6441-2000 Pengujian Viskositas Aspal Minyak dengan Alat Brookfield Termosel.
SNI 06-2432-1991 Pengujian Daktalitas Aspal.
SNI 06-2433-1991 Pengujian Titik Nyala Aspal.
SNI 06-2434-1991 Pengujian Titik Lembek Aspal.
SNI 06-2438-1991 Pengujian Kelarutan Aspal dalam C2HCl3.
SNI 06-2440-1991 Pengujian Kehilangan Berat Aspal.
SNI 06-2441-1991 Pengujian Berat Jenis Aspal.
SNI 06-2456-1991 Pengujian Penetrasi Aspal.
SNI 06-2489-1991, Metode Pengujian Campuran Aspal Dengan Alat Marshall.
SNI 06-2489-1991, Metode Pengujian Campuran Aspal Dengan Alat Marshall, Badan Standar
Nasional Jakarta.
SNI 1969-2008 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar.
SNI 1970-2008 Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus.
SNI 4798:2011, Spesifikasi Aspal Emulsi Kationik, Badan Standar Nasional Jakarta.
Tayfur S., Ozen H., & Aksoy A. (2007). Investigation of rutting performance of asphalt
mixtures, containing polymer modifiers. Construction and Building Material: 328– 337
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 27
KUAT TEKAN BEBAS STABILISASI TANAH SEMEN DENGAN
MENGGUNAKAN BAHAN ADITIF DIFA
(Studi Kasus : Preservasi Rehabilitasi Jalan Muting – Bupul 2018)
Frangky E.P. Lapian
Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XVIII Papua,
Jalan Abepantai – Tanah Hitam Kompleks Bina Marga Jayapura.
e-mail : [email protected]
Abstrak
Terdapat beberapa persoalan penting yang sering menjadi hambatan, ketika melaksanakan
pembangunan jalan, diantaranya adalah tidak tersedianya material lokal yang cukup untuk
dimanfaatkan sebagai material pada daerah-daerah tertentu seperti di wilayah Papua. Untuk
memenuhi kebutuhan material untuk konstruksi jalan seperti batu pecah untuk agregat kasar harus
didatangkan dari luar Papua. Jika dilihat dari aspek struktur geoteknisnya, ruas jalan terdiri dari
berbagai unsur lapisan perkerasan jalan bukan hanya dari bahan pelapis permukaan teratas saja
tetapi terdapat pula lapis pondasi atas, lapis pondasi bawah dan tanah dasar (subgrade). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis nilai kuat tekan bebas stabilisasi tanah semen dengan menggunakan
bahan aditif DIFA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental di
laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kuat tekan bebas sebanyak 5 buah
benda uji yang didapatkan pada campuran tanah laterit dengan kadar semen sebesar 10% dan kadar
bahan aditif DIFA 2% adalah sebesar 2,39 MPa atau sebesar 24,40 kg/cm2.
Kata Kunci: stablisasi tanah semen, kuat tekan bebas, bahan aditif, DIFA
PENDAHULUAN Kinerja perkerasan lentur yang berada pada daerah-daerah yang memiliki muka air tanah relatif
tinggi sering mengalami kerusakan dini sehingga tidak dapat diatasi melalui program
pemeliharaan rutin dan periodik. Kerusakan yang terjadi umumnya sebagai akibat lemahnya
daya dukung pada bagian bawah konstruksi perkerasan. Permasalahan tersebut dapat dipahami
bahwa daerah dengan muka air yang relatif tinggi dapat memperlemah daya dukung tanah
dasar dan lapis pondasi agregat, baik lapis pondasi atas maupun lapis pondasi bawah.
Lemahnya daya dukung lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah adalah akibat naiknya
butiran halus dari tanah dasar ke lapis pondasi bawah bahkan sampai ke lapis pondasi atas.
Untuk itu penggunaan alternatif lapis pondasi selain agregat sangatlah diperlukan, baik untuk
pondasi jalan baru maupun untuk memperbaiki lapis pondasi jalan lama dengan daya dukung
rendah.
Pulau Papua adalah pulau yang tidak banyak terdapat material untuk bahan baku konstruksi
jalan. Pembangunan jalan selama ini pada umumnya menggunakan material agregat yang
didatangkan dari luar pulau Papua, misalnya dari Palu-Sulawesi Tengah. Material yang banyak
di Papua umumnya berupa tanah lateritis. Pemanfaatan tanah ini sebagai bahan jalan apalagi
sebagai lapis pondasi akan menimbulkan masalah. Jenis tanah ini memiliki daya dukung yang
baik jika dalam kondisi kering, tetapi kekuatannya akan turun secara drastis bila dalam kondisi
basah.
Batasan-batasan dalam penelitian ini adalah penelitian ini berupa penelitian yang berbentuk
eksperimental di laboratorium, dimana tanah lataerit (tanah lunak) yang digunakan berasal dari
Kabupaten Merauke. Semen yang digunakan adalah semen dengan jenis semen portland
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 28
komposit. Selanjutnya menggunakan bahan aditif DIFA sebagai bahan tambah untuk
meningkatkan kinerja stabilisasi tanah semen.
Hasil yang akan didapatkan pada penelitian ini adalah memberikan gambaran mengenai nilai
kuat tekan bebas stabilisasi tanah semen dengan menggunakan bahan aditif DIFA.
LITERATURE REVIEW
Sebagian wilayah Papua pada daerah Jayapura dan Merauke merupakan tanah laterit atau
laterictic. Pada daerah Jayapura, Sorong, Fak-Fak, Manokwari dan Biak mengandung batuan
kapur dalam jumlah yang besar. Pembangunan jalan di atas tanah laterit memiliki kekurangan
yakni tidak tahan terhadap pengaruh perubahan cuaca, untuk itu dibutuhkan perlakuan khusus
terhadap tanah laterit yang ada sehingga layak diaplikasikan sebagai bahan perkerasan jalan.
Lapisan tanah dasar atau subgrade merupakan lapisan tanah yang paling bawah dimana
struktur lapisan perkerasan jalan (subbase, base dan surface course) diletakkan. Sifat lapisan
tanah dasar sangat mempengaruhi tebal dan mutu perkerasan secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, dalam perencanaan tebal perkerasan jalan, data mengenai kondisi tanah dasar adalah
penting dan mutlak untuk diketahui.
Dash S.K., dkk., 2012, melakukan penelitian tentang penggunaan kapur untuk menstabilisasi
tanah. Pengaruh stabilisasi kapur (CaO) terhadap tanah dievaluasi dengan menentukan
karakteristik geoteknik dan salah satu diantaranya adalah uji kuat tekan bebas.Hasil pengujian
kuat tekan pada tanah ekspansis menunjukkan bahwa ada nilai optimum untuk kandungan
kapur. Pada umur 7 hari, tanah ekspansif yang dicampur kapur 9% dan 13% memiliki kuat
tekan sebesar 2200 kPa dan 1500 kPa. Penggunaan kapur yang berlebihan harus dihindari
untuk tanah yang mengandung banyak silika.
Suksun Horpibulsuk, dkk., 2005 memanfaatkan uji kuat tekan dan regangan vertikal akibat
beban tekan pada tanah lempung jenuh air yang dicampur semen. Pengujian kuat tekan bebas
dilakukan oleh pada contoh tanah lempung dari Ariake, Saga Jepang. Batas Atterberg tanah
adalah wL= 120% dan wP = 57%, dengan berat jenis G, pH dari larutan dalm pori serta
konsentrasi sodium klorida adalah masing-masing sebesar 2.61, 8.8, and 3.2 g/L. Pada kondisi
asli kandungan airnya adalah 130%. Pada penelitian tersebut kandungan airnya, wc sekitar
120–250%. Kandungan semennya adalah sekitar 8–33%, menghasilkan pernabingan air dengan
semen wc /C sebesar 7.5, 10, and 15%. Hasil pengujian kuat tekan pada umur 28 hari
menunjukkan kuat tekan pada wc /C sebesar 7.5% sebesar 1900-2200 kPa dengan regangan
vertikal sebesar 1-1,5%.
F.H.M. Portelinha, dkk., (2012), melakukan penelitian dengan mencampurkan semen dan
kapur (hydrated lime) pada tanah laterit (red-yellow latosol) sebesar 1%, 2% dan 3% untuk
meningkatkan kapasitas tanah pada aplikasi konstruksi jalan. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa kuat tekan tanah asli pada umur 7 dan 28 hari adalah sebsar 300 kPa dan kuat tekan
tanah pada umur 7 hari dengan kandungan semen 3% adalah 1100 kPa dan dengan kapur 3%
sekitar 600 kPa.
Penelitian yang dilakukan oleh Consoli N.C., dkk., 2001 memanfaatkan abu terbang kelas F
dan kapur (carbide lime) untuk meningkatkan kapasitas lempung berpasir tidak plastis (non
plastic silty sand). Salah satu instrumen pengujian yang dilakukannya adalah kuat tekan bebas.
Hubungan tegangan dan regangan akibat beban tekan dievaluasi untuk memahami respons
tanah yang distabilisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh bahan pozzolan dari
abu terbang akan memberikan pengaruh yang optimal pada peningkatan kuat tekan setelah
waktu lebih 90 hari.
Kajian eksperimental yang dilakukan oleh S. Horpibulsuk, (2003) menggunakan uji tekan
bebas untuk menilai perkembangan kekuatan lempung yang dicampur dengan semen dan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 29
kandungan air yang tinggi. Hukum Abram yang digunakan paada beton diterapkan untuk
menentukan hubungan kuat tekan dengan jumlah air.
Yaolin Yi, dkk., 2014, memanfaatkan berbagai variasi jumlah dan campuran terak tanur tinggi
(ground granulated blast furnace slag, ggbs), MgO, kapur dan semen Portland (jenis CEMI
berdasarkan BS EN 197-1) untuk meningkatkan kapasitas mekanik tanah. Dua jenis tanah yang
digunakan yaitu slightly clayey silty sand dan clayey silt. Salah satu uji mekanik yang
dilakukan adalah uji kuat tekan. Hasil pengujian kuat tekan menunjukkan komposisi terak
tanur tinggi dan MgO lebih efisien sebagai bahan pengikat dengan kandungan MgO sekitar 5-
20% dan jumlah campuran. Pada umur 28 hari, campuran yang mengandung terak tanur tinggi-
MgO memiliki kuat tekan empat kali lebih besar dibandingkan campuran yang mengandung
semen Portland.
N. Latifi, dkk., (2015) melakukan penelitian terhadap tanah laterit yang dapat ditemukan di
daerah tropis dan tanah laterit tersebut memiliki komposisi SiO2, Al2O3, Fe2O3 dan CO2
masing masing sebesar 25.46%, 31.10%, 35.53% dan 7.91 %. Bahan stabilsasi cair (liquid-
stabilized) TX-85 yang yang dapat diperoleh dipasaran di Malaysia digunakan untuk
meningkatkan kemampuan tanah laterit yang telah disaring dengan saringan no. 2. Pengujian
kuat tekan bebas dilaksanakan sebagai salah satu metode yang digunakan untuk mengevaluasi
peningkatan kemampuan tanah laterit yang telah dicampur dengan bahan stabilisasi cair. Hasil
uji kuat tekan bebas campuran yang mengandung 9% bahan stabilisasi adalah 984 kPa setelah
umur 7 hari. Nilai ini sekitar empat kali lebih besar dari kekuatan tanah yang tidak
mengandung bahan stabilisasi liquid.
C. Tang et al (2007) melakukan penelitian menggunakan semen untuk meningkatkan
kemampuan tanah lempung (clayed soil). Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa
semen mampu bekerja sama dengan serat PP untuk meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik
langsung tanah lempung (clayed soil). Setelah umur 28 hari, campuran tanah berlempung tanpa
semen memiliki kuat tekan sebesar 0.2 MPa dan penambahan semen 5% serta 8% akan
menghasilkan campuran dengan kuat tekan sebesar 0.4 MPa dan 0.64 MPa.
D. K. Paul dkk (2013) menggunakan bahan pozzolan yaitu terak tanur tinggi dan abu terbang.
Ada dua campuran yang diuji, yang pertama semen dan abu terbang serta campuran kedua
yaitu terak tanur tinggi dan kapur padam digunakan dalam jumlah hingga 3% dari berat
campuran untuk menstabilisasi material granular berupa batu pecah. Hasil pengujian kuat tekan
menunjukan bahan pozzolan dan bahan abu terbang dan terak tanur tinggi yang dicampur
dengan bahan pengikat kapur padam dan semen mampu menyatukan material granular. Pada
umur 28 hari kuat tekan campuran yang mengandung semen dan abu terbang dapat mencapai
4,2 MPa sedang campuran yang menggunakan kapur dan terak tanur tinggi dapat mencapai 3
MPa.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai kuat tekan bebas stabilisasi tanah semen
dengan menggunakan bahan aditif difa (studi kasus : preservasi rehabilitasi jalan muting –
bupul 2018).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan Laboratorium Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional, Abepura Jayapura dengan waktu penelitian selama tiga bulan. Dengan lokasi
pengambilan sampel yaitu pada proyek preservasi rehabilitasi jalan muting – bupul 2018.
Gambar 1 memperlihatkan lokasi penelitian.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 30
Gambar 1. Lokasi penelitian
Metode Pengujian
1. Persiapan benda uji
Pemeriksaan karakteristik tanah laterit dilakukan untuk menentukan kelayakan tanah laterit
digunakan dalam penelitian, mengingat tanah laterit merupakan material utama dalam
penelitian ini. Penelitian ini menggunakan tanah laterit yang berasal dari proyek preservasi
rehabilitasi jalan muting – bupul 2018. Tabel 1 dan Tabel 2 masing-masing memperlihatkan
hasil pengujian karakteristik fisik tanah laterit yang digunakan dalam penelitian ini.
Hasil pengujian analisa saringan menunjukan tanah yang lolos saringan No. 200 (0.075 mm)
lebih besar dari 76,03%, maka tanah dapat diklasifikasikan kedalam kelompok A-4; A-5; A-
6; A-7. Batas cair (LL) = 46,10%; > 41% maka tanah tersebut masuk ke dalam kelompok
A-5. Indeks pastisitas (PI) = 21,79 % maka masuk ke dalam kelompok A-5 (PI<10%) dan
A-7 (PI>11%). Tanah tersebut dapat diklasifikasikan kedalam kelompok A-7-5 (PL>30%)
dan A-7-6 (PL<30%). Dengan batas plastis (PL) = 24,31%; <30% maka tanah tersebut
masuk kedalam kelompok A-7-5. Tanah laterit yang digunakan dalam penelitian ini berada
pada kelompok A-7-5 dan termasuk klasifikasi tanah lempung dengan plastisitas tinggi.
Berdasarkan buku 7 Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan (Lapis Pondasi Tanah Kapur) Dirjen
Bina Marga Tahun 2006 bahwa tanah yang digunakan untuk pondasi tanah yang
distabilisasi dengan kapur adalah tanah yang tergolong sebagai tanah lempung dan termasuk
tanah ekspansif. Dengan demikian tanah yang digunakan dalam penelitian ini harus
distabilisasi dengan kapur.
Tabel 1. Karakteristik fisik tanah laterit
No. Karakteristik Fisik Hasil
Pemeriksaan
1 Berat jenis 2,58
2 Analisa saringan >30% lolos no.200
3
Batas-batas Atterberg
a. Batas cair (LL) 46,10%
b. Batas plastis (PL) 24,31%
c. Indeks plastisitas (PI) 21,79%
4 Klasifikasi tanah A-7-5
Karakteristik Mekanik
1
Pemadatan
a. ɤdry 1,60 gr/cm3
b. Wopt 21,64%
2 Kuat tekan 0,44 MPa
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 31
Tabel 2. Sifat kimia tanah laterit
Unsur Kandungan (%)
SiO2 73,74
Al2O3 17,49
Fe2O3 5,61
TiO2 1,82
MgO 0,70
ZrO2 0,23
K2O 0,14
SO3 0,10
Cl 0,05
Pemeriksaan sifat kimia tanah laterit dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur kimia yang
terkandung dalam tanah laterit yang berasal dari Merauke-Mindiptana. Unsur utama dalam
tanah laterit ini adalah SiO2 sebanyak 73,74%, Al2O3 sebanyak 17,49% dan Fe2O3 sebanyak
5,61%.
Tanah dengan tipe ini merupakan tanah berlempung yang memiliki sifat butiran yang sangat
halus, mudah dibentuk dan mempunyai daya lekat. Gambar 2 memperlihatkan grafik analisa
saringan. Dari hasil pengujian gradasi yang dilakukan pada tanah merah dengan analisa
saringan diperoleh hasil tanah tersebut lebih dari 36% lolos saringan No. 200 yaitu 76,03%.
Tanah tersebut merupakan tanah berbutir halus. Menurut AASHTO tanah ini termasuk
dalam tipe A-7-5, jenis tanah berlempung. Peninjauan klasifikasi tanah yang mempunyai
ukuran butir lebih besar dari 0,075 mm, lebih didasarkan secara langsung pada gradasinya
sehingga penentuan klasifikasinya lebih didasarkan pada batas-batas Atterbergnya.
Gambar 2. Grafik analisa saringan
2. Pengujian Kuat Tekan Bebas
Pengujian kuat tekan mengacu pada SNI 03-6887-2002. Pengujian kuat tekan yaitu
memberi beban monoton secara terus menerus dengan laju yang konstan pada benda uji di
antara dua batang pembebanan yang akan menciptakan tegangan tekan. Pada pengujian
kuat tekan posisi benda uji yang berbentuk selinder pada saat dibebani yaitu dalam
keadaan berdiri/tegak. Tegangan tekan yang dialami benda uji lama kelamaan akan
menyebabkan benda uji runtuh/hancur. Kuat tekan adalah tegangan tekan pada
pembebanan maksimum yang menyebabkan benda uji mengalami runtuh/hancur. Benda
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 32
uji berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi 10 cm yang telah mencapai umur
uji dikeluarkan dari plastik. Prosedur pengujian kuat tekan dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine (Tokyo Testing Machine Inc.) kapasitas 1000 kN
yang disambungkan ke Data Logger serta satu set komputer. Alat Universal Testing
Machine (UTM) yang digunakan dengan kecepatan penurunan yang tetap (constant strain)
yaitu 0,1 ft/min. Gambar 3 memperlihatkan alat pengujian kuat tekan yang digunakan
dalam penelitian ini.
Gambar 3. Alat pengujian kuat tekan (SNI 03-6887-2002)
3. DIFA Stabilisasi Tanah
Dengan mengandalkan soil stabilizer impor tentu mengandung beberapa konsekuensi yang
harus ditanggung, diantaranya :
a. Harga yang jauh lebih mahal
b. Komposisi soil stabilizer yang belum tentu pas dengan kondisi di Indonesia.
c. Sulit menentukan kandungan yang ideal dari soil stabilizer dalam satu campuran
semen komposit, karena tanah di lokasi perkerasaan jalan tidak diuji terlebih dahulu,
serta produsen yang jauh dari lokasi.
Disisi lain masih ada satu pertanyaan penting, kenapa selama ini kita tidak punya produk
stabilisasi tanah sendiri dan hanya bergantung dari luar negeri? Alasan inilah yang
membuat PT. Difa Mahakarya, melakukan riset untuk membuat produk stabilisasi tanah
dengan kualitas yang lebih baik, komposisi yang lebih tepat untuk diaplikasikan di
Indonesia serta harga yang jauh lebih murah.
Soil stabilization adalah metode perbaikan tanah untuk dapat memenuhi spesifikasi teknis
material dalam aplikasi ketekniksipilan. Stabilisasi tanah dapat dilakukan ecara mekanis
dan kimiawi.
Stabilisasi secara mekanis adalah dengan memperbaiki sifat tanah secara fisik. Ini biasanya
dilakukan dengan mengurangi volume rongga udara pada kadar air yang optimum saat
pemadatan (compaction) di lakukan. Sedangkan stabilisasi secara kimiawi dilakukan
dengan memperbaiki gaya ikatan secara mikro antara butir tanah dan bahan pembantu.
Salah satu stabilasasi kimiawi adalah dengan cara ion exchange, inilah yang
dikembangkan oleh PT. Difa Mahakarya dengan nama produk DIFA Soil Stabilizer. Difa
merupakan bahan aditif yang berfungsi memadatkan (solidifikasi dan menstabilkan
(stabilizer). Prinsip kerja komponen DIFA adalah dengan menyisihkan materi yang berada
pada permukaan tanah.
Jika kita lihat partikel tanah dengan mikroskop maka pada permukaan tanah tersebut
terdapat lapisan air yang tipis. Lapisan ini memiliki kekuatan yang luar biasa, untuk
memindahkan lapisan air ini, dibutuhkan energi yang besar. Air ini dapat bergerak dengan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 33
Gambar 4. Keuntungan DIFA SS
arah horizontal tetapi tidak dapat bergerak secara vertikal. Air inilah yang menghambat semen
menjadi keras. Dengan menggunakan DIFA hambatan itu bisa dihilangkan.
Hal ini bisa dilakukan karena kandungan dari DIFA dipilih dari material anorganik yang
memiliki energy ikatan ion lebih besar dibandingkan dengan materi logam yang berada pada
permukaan butiran tanah. Untuk mendapatkan hasil yang baik kami berkali-kali melakukan
pengujian terhadap formula DIFA yang kami teliti dan hasilnya sangat memuaskan.
Sebagai perbandingan, untuk campuran semen tanah mampu meningkatkan kuat tekan hingga
200% dibandingkan dengan kuat tekan tanah tanpa campuran semen. Sedangkan jika pada
campuran semen tanah itu diberi komponen DIFA, yang terjadi adalah meningkatnya kuat
tekan hingga 600% dibandingkan dengan kuat tekan tanah asli, tanpa campuran semen. Ini
artinya, jika dibandingkan dengan campuran semen-tanah saja maka peningkatannya bisa
mencapai 300%.
Kinerja yang cukup baik, juga ditunjukan dari nilai kuat tekan maksimal yang bisa didapat oleh
campuran dengan menggunakan DIFA. Ini bisa dilihat dari nilai CBR (parameter daya dukung
lapis perkerasan jalan) yang bisa dicapai. Nilai CBR dapat diatur sesuai dengan desain yang
dibutuhkan. Metode yang dilakukan pada pengaturan nilai CBR adalah dengan mensimulasi
konsentrasi semen dan memperbaiki gradasi tanah. Nilai CBR maksimum yang tercapai
dengan menggunakan DIFA Soil Stabilizer bisa dicapai hingga 200%. Dengan kemampuan
seperti ini sudah cukup untuk membuktikan betapa DIFA berpengaruh cukup besar dalam
peningkatan kualitas jalan. Tidak hanya itu, harganya yang ekonomis cukup untuk memangkas
biaya pembangunan proyek jalan secara signifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas Stabilisasi Tanah Semen Menggunakan Bahan Aditif
DIFA
Pengujian kuat tekan bebas dilakukan pada campuran tanah laterit (tanah lunak) yang telah
distabilisasi dengan semen pada kadar 10% dan bahan aditif DIFA pada kadar 2%.
Pengambilan sampel penelitian yaitu pada proyek preservasi rehabilitasi jalan muting – bupul
2018. Pengambilan sampel penelitian dilakukan pada 4 STA yaitu STA 201+200, STA
200+900, STA 207+750 dan STA 207+65. Hasil pengujian kuat tekan bebas diperlihatkan
pada Tabel 4.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 34
Tabel 4. Hasil pengujian kuat tekan bebas
No. STA
Berat
benda uji
(gr)
Berat isi
(gr/cm3)
Kuat tekan
(MPa) (kg/cm2)
1 201+200 2851,0 1,816 2,96 30,18
2 200+900 2816,7 1,794 1,78 18,15
3 207+750 2723,2 1,735 2,32 23,66
4 207+65 2810,0 1,790 2,51 25,59
Rata-Rata 2,39 24,40
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa berat benda uji yang diambil pada STA 201+200, STA
200+900, STA 207+750 dan STA 207+65 adalah masing-masing sebesar 2851,0 gr, 2816,7 gr,
2723,2 gr dan 2810,0 gr sedangkan nilai berat isi yaitu masing-masing sebesar 1,816 gr/cm3,
1,794 gr/cm3, 1,735 gr/cm
3 dan 1,790 gr/cm
3. Untuk pengujian kuat tekan bebas pada masing-
masing STA yaitu sebesar 2,96 MPa, 1,78 MPa, 2,32 MPa dan 2,51 MPa dengan nilai kuat
tekan bebas rata-rata adalah sebesar 2,39 MPa. Melihat nilai kuat tekan bebas tanah laterit yaitu
sebesar 0,44 MPa (Tabel 2) terlihat bahwa nilai kuat tekan bebas meningkat sebesar 4,43%
dengan menggunakan stabilisasi tanah semen dengan kadar 10% ditambah bahan aditif DIFA
sebesar 2%.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur nasional
berbasis penggunaan material lokal, khususnya di Papua yang selanjutnya diharapkan mampu
meningkatkan penerapan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan dapat mengurangi
biaya (cost) dibandingkan bila material harus didatangkan dari Sulawesi. Rata-rata nilai kuat
tekan bebas yang didapatkan pada campuran tanah laterit dengan kadar semen sebesar 10% dan
kadar bahan aditif DIFA 2% adalah sebesar 2,39 MPa atau sebesar 24,40 kg/cm2.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM, Annual Books of ASTM Standards, Volume 04.08 Soil and Rock (I): D420-D5611,
2004.
Chaosheng Tang, Bin Shi, Wei Gao, Fengjun Chen, Yi Ca, Strength and mechanical behavior
of short polypropylene fiber reinforced and cement stabilized clayey soil, Geotextiles and
Geomembranes 25 (2007) 194–202.
D. K. Paul & C. T. Gnanendran (2013) Stress–strain behaviour and stiffness of lightly
stabilised granular materials from UCS testing and their predictability, International Journal
of Pavement Engineering, 14:3, 291-308.
F.H.M. Portelinha, D.C. Lima, M.P.F. Fontes, C.A.B. Carvalho (2012), Modification of a
Lateritic Soil with Lime and Cement : An Economical Alternative for Flexible Pavement
Layers, Soils and Rocks, São Paulo, 35(1): 51-63.
Nilo Cesar Consoli , Pedro Prietto , J. Antonio H. Carraro dan Karla Salvagni Heineck, (2001),
Behavior of Compacted Soil-Fly Ash-Carbide Lime Mixtures, Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering , pp. 774-782.
Nima Latifi, Aminaton Marto and Amin Eisazadeh, Analysis of strength development in non-
traditional liquid additive-stabilized laterite soil from macro and micro-structural
considerations, Environ Earth Sci (2015) 73:1133–1141.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Kuat Tekan Bebas... 35
Penuntun Praktikum Mekanikah Tanah, Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin
S. Horpibulsuk, N. Miura dan T. S. Nagaraj, (2003), Assessment of strength development in
cement-admixed high water content clays with Abrams’ law as a basis, Ge´otechnique 53,
No. 4, pp. 439–444.
S. Horpibulsuk, N. Miura, dan T. S. Nagaraj, (2005), Clay–Water/Cement Ratio Identity for
Cement Admixed Soft Clays, Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
Vol. 131, No. 2, pp. 187-192.
SNI 03-1742-1989. Panduan pengujian kepadatan ringan untuk tanah. Standar Nasional
Indonesia. Bahan Konstruksi Bangunan Dan Rekayasa Sipil.SNI 03-1743-1989. Panduan
pengujian kepadatan berat untuk tanah. Standar Nasional Indonesia. Bahan Konstruksi
Bangunan Dan Rekayasa Sipil.
SNI 03-1967-1990. “Metode pengujian batas cair tanah dengan alat Cassagrande”.
SNI 03-6887-2002. “Metode pengujian kuat tekan bebas campuran tanah-semen”.
SNI 1964:2008. “Cara uji berat jenis tanah tanah”. Revisi dari SNI 03-1964-1990.
SNI 1966:2008. “Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah”. Revisi dari
SNI 03-1966-1990
SNI 3423:2008. “Cara uji analisis ukuran butir tanah”. Revisi dari SNI 03-3423-1994.
Sujit Kumar Dash dan Monowar Hussain, 2012, Lime Stabilization of Soils: Reappraisal,
Journal rials iof l Engineering, Vol. 2Maten Civi4, No. 6, pp. 707-714.
Yaolin Yi, S.M., Martin Liska, and Abir Al-Tabbaa, (2014), Properties of Two Model Soils
Stabilized with Different Blends and Contents of GGBS, MgO, Lime, and PC, Journal of
Materials in Civil Engineering, Vol. 26, No. 2, pp. 267-274.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 36
KAJIAN STREET FURNITURE PADA PEDESTRIAN DI JALAN
BRAGA, BANDUNG
Rizky Astria1, Rehulina Apriyanti
2
1,2
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
e-mail: [email protected]
Abstrak
Jalan Braga adalah salah satu nama jalan utama di kota Bandung yang merupakan salah satu
kawasan pariwisata warisan budaya, sehingga dituntut untuk segera membenahi diri dalam hal
pelayanan publik dan akses umum. Hal inilah yang mendasari diperlukannya kajian tentang elemen
pada street furniture yang ada di jalur pedestrian Jalan Braga agar dapat memberikan kenyamanan
bagi penggunanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jalur pedestrian Jalan Braga
untuk fungsi dari pedestriannya tidak hanya digunakan untuk jalur pejalan kaki saja, tetapi dijadikan
tempat berkumpul maupun berinteraksi. Berdasarkan aktivitas yang terjadi pada jalur pedestrian di
Jalan Braga, dan permasalahan yang ada dari hasil pengamatan terhadap aktivitas serta perilaku
pengguna jalur pedestrian ini maka dapat dibuatkan matrik dan rekomendasi desain street furniture
yang dapat meningkatkan kenyamanan bagi penggunannya.
Kata kunci : Pedestrian, Jalan Braga, Street furniture
Braga street is one of the main street names in Bandung City which is one of the cultural
heritage tourism areas, so it’s required to improve itself as public services and public access. This is
what underlies the drives for a study of elements in street furniture that is on the pedestrian path of
Braga street in order to provide comfort for its users. The method used in this research is descriptive
method with a qualitative approach. Based on the study results showed that the Braga street
pedestrian lane function is not only used for pedestrian paths, but is used as a gathering place and
interaction. Based on the activities that occur in the pedestrian lane, and the problems that arise from
observing the activities and behavior of pedestrian lane users, a matrix and recommendations for
street furniture designs can be made that can improve comfortness for its users.
Key Words : Pedestrian, Braga Street, Street furniture
PENDAHULUAN
Pedestrian berasal dari kata pedos (bahasa Yunani) yang berarti kaki sehingga pedestrian
dapat diartikan sebagai orang yang berjalan kaki. Perencanaan akan kebutuhan jalur
pedestrian harus direncanakan dengan baik sesuai ketentuan dan standar aturan perencanaan
jalur pedestrian dengan mempertimbangkan dan mengutamakan aspek keselamatan dan
kenyamanan pedestrian.
SNI 03-2443-1999 menegaskan fungsi utama pedestrian adalah memberikan pelayanan yang
optimal kepada pejalan kaki baik dari segi keamanan dan kenyamanan. Kenyamanan jalur
pedestrian harus dijadikan prioritas dalam perencanaan transportasi perkotaan. Pembangunan
jalur pedestrian yang baik sesuai perencanaan jalur pejalan kaki pada jalur umum akan
meningkatkan kenyamanan dan kuantitas pejalan kaki dan kualitas lingkungan perkotaan
yang berdampak pada penurunan emisi gas rumah kaca, polusi udara, dan konsumsi energi.
Selain itu jalur pedestrian juga dapat meningkatkan kesehatan pejalan kaki dan kualitas
lingkungan perkotaan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 37
Jalan Braga Bandung adalah nama sebuah jalan utama di kota Bandung. Nama jalan ini
cukup dikenal sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda. Sampai saat ini nama jalan tersebut
tetap dipertahankan sebagai salah satu maskot dan salah satu obyek wisata kota Bandung
yang dahulu dikenal sebagai Parijs van Java (Sumber: Wikipedia).
Pada saat ini setiap akhir pekan kawasan Jalan Braga Bandung menjadi sentra kunjungan
wisatawan. Jalur pedestrian di Jalan Braga telah dibongkar dan diganti dengan batu granit dan
gorong-gorong beton (culvert box). Jalan Braga telah menjadi kawasan percontohan yang
trotoarnya menjadi lebih baik. Dengan pembenahan jalur pedestrian tersebut telah
memberikan kenyamanan lebih untuk Kota Bandung sendiri.
Latar belakang inilah yang mendasari diperlukannya kajian tentang elemen pada street
furniture yang ada di jalur pedestrian Jalan Braga sehingga dapat diketahui elemen apa saja
yang membuat jalur pedestrian di Jalan Braga dapat memberikan kenyamanan bagi
penggunanya.
LITERATURE REVIEW
Pengertian Jalur Pedestrian
Dharmawan (2003) mengatakan bahwa pedestrian berasal dari bahasa latin, yaitu pedestres,
yang berarti orang yang berjalan kaki. Dalam berjalan kaki, Shirvani (1985) mengatakan
bahwa pengguna memerlukan jalur khusus yang disebut dengan pedestrian, yang merupakan
salah satu dari elemen- elemen perancangan kawasan yang dapat menentukan keberhasilan
dari proses perancangan di suatu kawasan kota. Menurut Iswanto (2006), suatu ruas jalan
perlu dilengkapi dengan adanya jalur pedestrian apabila disepanjang jalan terdapat
penggunaan lahan yang memiliki potensi menimbulkan pedestrian.
Dari beberapa studi yang sudah dilakukan terkait jalur pedestrian, ada beberapa prinsip
perancangan yang harus dipertimbangkan untuk mendesain jalur pedestrian yang baik :
1. Berfungsi dengan baik sebagai jalur pejalan kaki .
2. Memberi perlindungan dan keamanan bagi pejalan kaki .
3. Memberikan kemudahan pada pejalan kaki .
4. Menghubungkan dengan baik satu tempat dengan tempat lain
5. Memberi kenyamanan saat berjalan bagi pejalan kaki .
6. Memberi ruang yang cukup luas untuk berjalan kaki, baik saat sendiri atau apabila harus
berhadapan dengan pejalan kaki dari arah berlawanan.
7. Peduli atau perhatian pada budaya pengguna jalur pedestrian (pejalan kaki ).
8. Peduli terhadap pejalan kaki yang memiliki keterbatasan (penyandang cacat).
9. Memperhatikan iklim setempat (misal pada iklim tropis; rimbunnya pepohonan
membantu melindungi pejalan kaki dari teriknya matahari atau rintiknya hujan).
10. Merespon terhadap konteks lingkungan dimana jalur pedestrian tersebut berada. Jalur
pedestrian dapat dirancang mengikuti tema 29 kawasan/lingkungan.
11. Menarik atau atraktif dalam membuat rancangan jalur pedestrian dimana permukaan
bidang jalur pedestrian dapat dibuat pola-pola tertentu. Pada beberapa tempat diberi
ruang-ruang untuk beristirahat sejenak sebelum meneruskan perjalanan dengan pola yang
berbeda sehingga tidak membosankan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 38
Tabel 1. Lebar Pedestrian Berdasarkan Tata Guna Lahan
Sumber : Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pedestrian di
Perkotaan, 2014
Dari table diatas, dapat diketahui bahwa ukuran untuk lebar jalur pedestrian minimum dengan
lebar 2-4 meter dan kebutuhan ruang gerak minimum tersebut di atas harus memperhatikan
kondisi perilaku pedestrian dalam melakukan pergerakan.
Gambar 1. Kebutuhan Ruang Per-Orang secara Individu, Membawa Barang,
dan Kegiatan Berjalan Bersama
Sumber : Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pedestrian di
Perkotaan, 2014
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy
Moleong (1990) penelitian kualitatif berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,
mengandalkan manusia sebagai alat penelitian, memanfaatkan metode kualitatif dan
mengadakan analisis data secara induktif.
Metode Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini tidak berkenaan dengan angka-angka, tetapi mendiskripsikan, menguraikan dan
menggambarkan tentang pemanfaatan fungsi sarana dan kenyamanan jalur pedestrian
kawasan Jalan. Braga, Bandung. Selain itu peneliti juga menggambarkan keadaan daerah
yang diteliti yang meliputi lingkungan fisik, pemanfaatan jalur pedestrian dari para pengguna
jalur pedestrian dan keadaan kawasan tersebut dari waktu ke waktu.
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dengan melakukan pengamatan (observasi)
secara langsung pada obyek penelitian dan teknik kuesioner yang terkait dengan fungsi jalur
pedestrian kawasan Jalan. Braga, Bandung. Sebelum dilakukan penelitian, perlu dilakukan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 39
survey data di lapangan untuk melihat data yang diperlukan dan pemecahan masalah yang
tepat dengan data yang diperlukan melalui beberapa pertanyaan yang disajikan dalam
kuesioner terlampir.
Tabel 2. Variabel Penelitian
Tujuan Variabel Sub Variabel Indikator
Deskripsi
Pelaku
Dan Eksisting
Pelaku
(Manusia) Jumlah Pejalan Kaki Sendiri
Berpasangan
Jenis Pemanfaatan Berjalan
Berhenti
Waktu Pemanfaatan Pagi
Siang
Malam
Karakteristik Pergerakan Asal
Tujuan
Sarana Tempat Dimensi Jalur Pejalan
kaki
Lebar
Tinggi
Perkerasan Jenis
Motif
Elemen Pendukung Jenis
Letak
Bentuk
Aktivitas Berjalan
Beristirahat/duduk
Kenyamanan
Jalur Pejalan
Kaki
Rute
Langsung
Jalur langsung bebas
hambatan
Jalur langsung, tidak
memaSuki area
gedung lain
Jalur tidak terputus
Keamanan Selamat dari kendaraan,
kondisi jalan
Tidak terserempet
kendaraan
Tidak tersandung
karena ketinggian
jalur pejalan kaki
dan jalan kendaraan
Tidak terjatuh
karena (kondisi jalan
yang berlubang)
Kejelasan Kejelasan jalur pejalan kaki Jalur pejalan kaki
jelas
Memiliki perbedaan
dengan jalur
kendaraan
Jalur terarah
Sumber : Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang Pedestrian di
Perkotaan, 2014
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Jalan Braga
Berdasarkan PERDA Kota Bandung tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Tahun 2012-2025, kawasan Jalan Braga Bandung ini, merupakan suatu kawasan
pariwisata warisan budaya. Dimana wilayah Jalan Braga ini menjadi favorit wisatawan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 40
Biasanya kondisi Jalan Braga akan tampak sangat ramai ketika akhir pekan atau liburan anak
sekolah. Jalan Braga Bandung saat ini merupakan kawasan yang berkonsep gabungan dari
beberapa pusat keramaian seperti Shopping Mall, Kondominium, maupun Hotel. Pedestrian
Jalan Braga Bandung ini di batasi oleh :
Gambar 2. Batasan Jalan Braga, (a) Pertokoan, (b) Pertokoan dan Café, (c) Bank BNI, (d) Taman
Braga dan Bank Jabar
Sumber: Data Lapangan, 2016
Dari hasil pengamatan (observasi) terhadap jalur pedestrian di Jalan Braga dapat diuraikan
aktivitas yang terjadi pada saat hari kerja (weekdays) dan hari libur (weekend) yang dibagi
menjadi 3 waktu pagi, siang-sore dan malam, untuk lebih jelasnya dapat diuraikan pada table
dibawah ini.
Tabel 3. Data Aktivitas pada jalur pedestrian di Jalan Braga, Bandung
No. Waktu Aktivitas Keterangan
A. Hari Kerja (weekdays)
1. Pagi
(07.00 – 12.00)
Aktivitas pedestrian di
Jalan Braga pada Pagi
hari terlihat masih belum
dijumpai adanya
pengguna jalur pedestrian
ini
2. Siang - Sore
(12.00 – 18.00
Aktivitas pedestrian pada
siang hari mulai dijumpai
adanya pengguna jalan
braga yang melintas dan
aktivitas pertokoan yang
mulai buka
3. Malam
(18.00 – 24.00)
Aktivitas pada malam hari
semakin padat khususnya
kendaraan yang melintas
di Jalan Braga dan jalur
pedestrian mulai hidup
oleh pengguna pejalan
(a) (b)
(c) (d)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 41
No. Waktu Aktivitas Keterangan
kaki yang melintas
B. Hari Libur (weekend)
1. Pagi
(07.00 – 12.00)
Aktivitas pada hari libur
di jam pagi lebih
meningkat dibandingkan
pada hari kerja dengan
adanya pengguna pejalan
kaki yang melintas di
jalur pedestrian
2. Siang - Sore
(12.00 – 18.00
Pada siang hari aktivitas
pengguna jalur pedestrian
Jalan Braga ini mulai
padat dikarenakan adanya
kegiatan yang hidup pada
bangunan di sekitar Jalan
Braga dan adanya
kegiatan musiman di jalur
pedestrian ini seperti
music jalanan
3.
Malam
(18.00 – 24.00)
Aktivitas pada malam hari
mulai berkurang
keramainya dibandingkan
dengan aktivitas pada
siang hari, tetapi kondisi
jalur pedestrian ini masih
tetap hidup sepanjang
malam karena adanya
kegiatan musiman
tersebut.
Sumber : Data Lapangan, dianalisis, 2016
Dari hasil pengamatan terhadap aktivitas yang terjadi di jalur pedestrian Jalan Braga, dapat
diidentifikasi secara lokasi tingkat kepadatan yang terjadi pada jalur tersebut, untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 42
Titik Keramaian pada hari kerja
(weekdays)
Titik keramaian pada hari libur
(weekend)
Gambar 3. Titik Keramaian di jalur pedestrian Jalan Braga, Bandung
Sumber : Data Lapangan, dianalisis, 2016
Fungsi jalur pedestrian di kawasan Jalan Braga ini seharusnya diutamakan untuk dipakai oleh
pejalan kaki, tetapi pada saat tertentu digunakan oleh beberapa pengguna yaitu kegiatan
pameran, acara live music, kuliner maupun kegiatan lainnya.
Gambar 4. Kegiatan yang sering terjadi di Jalan Braga maupun di pedestriannya
Sumber: Data Lapangan, Analisis, 2016
Keterangan
= Keramaian Sedang
= Keramaian Kecil = Keramaian Tinggi
Keterangan
= Keramaian Sedang
= Keramaian Kecil
Komunitas berkumpul
Acara Musik, Pameran, Kuliner
Jalur keramaian
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Rizky Astria, dkk., Kajian Street Furniture
43
Tabel 4. Rekomendasi Desain Street Furniture pada Jalur Pedestrian Di Jalan Braga, Bandung
No. Sarana
Pedestrian
Potret Sarana Keterangan Rekomendasi Desain Street Furniture untuk
jalur pedestrian di Jalan Braga
1. Jalur Hijau
Di pedestrian Jalan Braga
terdapat pepohonan dan
tumbuhan di dalam pot
pada bagian sisi pedestrian,
pepohonan ini berfungsi
sebagai pembatas antara
pedestrian dengan jalur
kendaraan dan juga
sebagai pengarah Jalan.
Jarak antar pohon yaitu
sekitar 2-3 meter. Jenis
vegetasi yang banyak
dijumpai adalah jenis poho
tabebuya. Kondisi Vegetasi
saat ini belum memberikan
keteduhan bagi
penggunanya
Sebaiknya ada pemerataan vegetasi di jalur
pedestrian ini, karena hal ini bisa meningkatkan
keindahan dan kenyaman pejalan kaki agar tidak
kepanasan;
Untuk menambah keindahan pada jalur hijau,
sebaiknya pot yang ada saat ini bisa diganti
dengan tanaman-tanaman yang mudah
perawatannya, dan tidak memerlukan banyak
air;
Tanaman jenis sukulen bernama sansevieria atau
lidah mertua dapat digunakan sebagai salah satu
jenis tanaman yang mampu menyerap
kandungan zat berbahaya seperti CO2, benzene,
formaldehyde, dan trichioroethylene;
Tanaman ini difungsikan sebagai tanaman
pembersih udara, perawatan yang mudah dan
tidak memerlukan banyak air;
Sedangkan vegetasi bunga yang ada di bawah
lampu sebaiknya menggunakan bunga pukul
Sembilan (bombay sutra) untuk menambah
keindahan dari jalur pedestrian di Jalan Braga
ini.
Jalan
Braga
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 44
No. Sarana
Pedestrian
Potret Sarana Keterangan Rekomendasi Desain Street Furniture untuk
jalur pedestrian di Jalan Braga
2. Lampu
Penerangan
Lampu penerangan di
pedestrian Jalan Braga
terletak sejajar dengan
pepohonan di jalur
pedestrian dengan jarak
antar tiang lampu
penerangan yaitu 5 meter.
Lampu penerangan dibuat
dengan tinggi sekitar 4
meter dengan
menggunakan material
metal, serta bentuknya yang
klasik menyesuaikan
dengan konsep bangunan di
Jalan Braga. Berdasarkan
pengamatan, kondisi lampu
penerangan ada beberapa
yang tidak aktif semua saat
malam hari.
Jarak antar lampu penerangan sudah memenuhi
standar yang ada, hanya saja diperlukan
pemeliharaan berkala terutama untuk pergantian
lampu yang mati;
Penerangan ini sangat dibutuhkan khususnya
pada saat malam hari agar dapat memberikan
keamanan;
3. Tempat Duduk
Tempat duduk terletak di
samping bangunan, dan
masih berada di sisi
pedestrian sehingga tidak
mengurangi kenyamanan
pejalan kaki. Jarak antar
tempat duduk yaitu 3m -
5m. Tempat duduk dibuat
dengan dimensi lebar 0,4-
0,5 meter dan panjang 1,5
meter, serta menggunakan
material metal pada rangka,
Jarak antar bangku sudah sesuai dengan standar,
hanya saja ditemukan material yang digunakan
untuk bangku dari kayu sehingga mudah rusak
karena kondisi iklim;
Diperlukan desain material untuk bangku taman
yang terbuat dari bahan metal (logam) dengan
desain klasik yang mengikuti fungsi kawasan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Rizky Astria, dkk., Kajian Street Furniture
45
No. Sarana
Pedestrian
Potret Sarana Keterangan Rekomendasi Desain Street Furniture untuk
jalur pedestrian di Jalan Braga
dan kayu pada tempat
duduk dan sandaran.
Bentuk tempat duduknya
yang berdesain klasik.
4. Tempat Sampah
Tempat sampah terletak di
samping pedestrian sejajar
dengan pepohonan.Tempat
sampah dibuat dengan
dimensi sesuai kebutuhan,
serta menggunakan
material fiber glass dan
dibuat portable. Dilihat dari
pengamatan, banyak tempat
sampah yang sudah rusak.
Jarak antar tempat sampah tidak berarturan,
karena tempat sampah yang digunakan jenis
portable sehingga mudah dipindahkan;
Material tempat sampah yang mudah rusak
sehingga keberadaan tempat sampah ini dapat
mengganggu pandangan baik pada citra
kawasannya
5.
Pagar Pengaman
Di pedestrian Jalan Braga
ini tidak menggunakan
pagar pengamanan. Hanya
saat kita berjalan di
pedestrian Jalan Braga, kita
akan banyak menemukan
seperti batu yang berbentuk
bulat. Batu bulat ini bisa
juga berfungsi sebagai
pagar pengamanan
walaupun belum maksimal.
Posisi antara pepohonan, pot-pot dan batu bulat
belum teratur;
Sebaiknya ada pengaturan ulang dalam
memposisikan antara pohon, pot-pot dan batu
bulat;
Keteraturan pada peletakkan pagar dapat
memberikan dimensi ruang yang lebih jelas bagi
penggunanya
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Rizky Astria dan Rehulina Apriyanti, Kajian Street Furnitur... 46
No. Sarana
Pedestrian
Potret Sarana Keterangan Rekomendasi Desain Street Furniture untuk
jalur pedestrian di Jalan Braga
Jarak antar batu sekitar 2-3
meter. Batu bulat ini
berbahan dasar beton,
sehingga kuat dan tahan
terhadap cuaca.
6. Papan Informasi Papan informasi terletak
sejajar dengan pepohonan,
sehingga tidak mengganggu
jalur pejalan kaki. Papan
informasi disediakan sesuai
dengan kebutuhan, serta
menggunakan material
yang memiliki durabilitas
tinggi dan tidak
menimbulkan efek silau.
Papan informasi yang ada
di pedestrian Jalan Braga
ini berupa peta/petunjuk
jalan daerah sekitar Jalan
Braga,
Keberadaan papan informasi harus diletakkan
pada lokasi yang dapat dengan mudah dilihat
oleh pengguna;
View terhalang oleh keberadaan vegetasi
sehingga perlu pemeliharaan yang baik
7. Lajur Pemandu Pedestrian di Jalan Braga
telah tersedia lajur
pemandu, yang berfungsi
untuk memudahkan bagi
pedestrian yang
berkebutuhan khusus
(difable) untuk memberi
arah jalan atau untuk
peringatan.
Perpindahan platform ke trotoar, strip ubin
peringatan masih kurang lebar dan ada pula yang
terhalangi oleh pot dan batu bulat.
penempatan pada ujung pedestrian platform
dengan lebar minimal strip ubin peringatan
adalah 600 mm, untuk memperjelas perpindahan
antara pedestrian platform dan trotoar.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Rizky Astria, dkk., Kajian Street Furniture
47
No. Sarana
Pedestrian
Potret Sarana Keterangan Rekomendasi Desain Street Furniture untuk
jalur pedestrian di Jalan Braga
Berdasarkan pengamatan,
ditemukan beberapa titik
jalur pemandu yang rusak.
Hal ini bisa mengganggu
pengguna pejalan kaki yang
berkebutuhan khusus
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018
Marthen M.Tangkeallo dkk., Pengaruh Gradasi Zeloit… 48
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Kondisi street furniture yang ada pada jalur pedestrian di Jalan Braga telah memenuhi standar
elemen yang ada pada Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Ruang
Pedestrian di Perkotaan, 2014. Hanya saja terdapat beberapa kerusakan pada elemen street
furniture di jalur pedestrian Jalan Braga yang disebabkan oleh perilaku dan aktivitas dari
pengguna dan juga disebabkan oleh kondisi cuaca. Kerusakan dan ketidaksesuaian yang
terdapat dari elemen street furniture ini harus segera dapat diselesaikan dengan memberikan
saran berupa desain yang disesuaikan dengan kondisi citra kawasan Braga dan juga perilaku
serta cuaca yang ada diwilayah tersebut.
SARAN
Dalam menambah tingkat kenyamanan dan keindahan pada jalur pedestrian di Jalan Braga,
maka dapat disarankan sebagai berikut:
1. Dilihat dari kondisi di lapangan, pepohonan yang ada saat ini belum cukup besar,
sehingga belum berfungsi sebagai peneduh dari terik matahari. Sebaiknya setiap
pertokoan tersedianya kanopi, agar pejalan kaki yang melewatinya tidak merasa
kepanasan, dan juga bisa melindungi dari hujan. Dan bangku-bangku yang sudah tersedia
bisa diletakkan di bawah kanopi tersebut.
2. Untuk keindahan pedestrian dilihat dari hasil pengamatan di lapangan untuk kondisi jalur
hijau yang ada masih kurang terawat. dan juga beberapa kondisi street furniture yang
rusak. Sebaiknya untuk vegetasi bisa diganti dengan tanaman-tanaman yang tahan
terhadap matahari dan mudah perawatannya. Dan untuk kondisi street furniture yang
rusak bisa dicari penggantinya dengan material yang cukup kuat dan awet.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, Edy. 2003. Teori dan Implementasi Perancangan Kota. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Fruin, John J. 1979. Pedestrian Planning and Design. Metropolitan Association Of Urban
Designer and Environmental Planner, Inc., New York
Iswanto, Danoe. 2006. Pengaruh Elemen- Elemen Pelengkap Jalur Pedestrian
Terhadap Kenyamanan Pejalan Kaki (Studi Kasus: Penggal Jalan
Pandanaran, Dimulai dari Jalan Randusari Hingga Kawasan Tugu Muda). Artikel
Jurnal Ilmiah Perancangan Kota dan Permukiman, Volume 5 Nomor 1Edisi Maret 2006,
Bandung.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk., Efektivitas Reservoir Guna 49
EFEKTIVITAS RESERVOIR GUNA PENURUNAN HIDROGRAF
PUNCAK BANJIR SUNGAI CILIWUNG
Fani Yayuk Supomo1, Muh. Saleh Pallu
2
Rita Tahir Lopa3, Muhammad Arsyad Thaha
4
1,2,3,4
Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km 6, Gowa-Makasar
e-mail : [email protected]
Abstrak Infrastruktur pengendalian banjir saat ini sangat dibutuhkan khususnya di wilayah DKI Jakarta.
Kejadian banjir yang sudah tidak bisa diprediksi lagi sudah harus dijadikan wacana rutin dalam
pengelolaan DAS Sungai Ciliwung yang mengalir mulai dari Bogor (hulu) sampai pada Pantai Utara
Jakarta (hilir). Proses pengolahan data curah hujan dilakukan dengan analisis distribusi frekuensi
untuk hujan rancangan. Setelah didapatkan nilai hujan rancangan, dilakukan perhitungan debit banjir
dengan metode rasional dan HSS Nakayasu untuk analisis hidrograf. Penentuan wilayah ini didasarkan
atas peta tata guna lahan pada wilayah DAS Ciliwung Tengah. Reduksi debit banjir yang diharapkan
adalah sebesar 5% untuk masing-masing reservoir. Data curah hujan harian maksimum yang
didapatkan dari dua stasiun hujan yaitu stasiun hujan Cibinong dan stasiun Fakultas Teknik Kampus
UI akan dianalisis distribusi frekuensi hujan rancangan. Debit banjir rencana yang dialirkan sebesar
26.93 m3/detik dengan perpanjangan waktu pada grafik hidrograf selama 4 jam. Efektivitas reservoir
pada keempat wilayah tersebut memberikan dampak penurunan hidrograf puncak banjir pada aliran
tengah sebesar 15% yaitu 80.8 m3/detik.
Kata Kunci : Efektivitas, Reservoir, Hidrograf Puncak, Curah hujan rata-rata
PENDAHULUAN Kejadian banjir pada daerah perkotaan seperti DKI Jakarta untuk saat ini memiliki waktu yang
sudah tidak dapat ditentukan kembali. Aliran Sungai Ciliwung yang mengalir tepat di tengah
kota Jakarta merupakan sumber utama terjadinya genangan pada saat musim penghujan. Hal
ini didasarkan karena daerah sempadan sungai dijadikan daerah pemukiman sehingga lebar
sungai utama menjadi mengecil. Kepedulian masyarakat sekitar terhadap lingkungan seperti
membuang sampah pada badan sungai juga menjadi salah satu faktor terjadinya banjir.
Parameter yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengendalian banjir adalah landscape,
lingkungan, penggunaan, dan keselamatan (Lopa, 2013)
Komponen pertama yang harus diketahui dalam manajemen catchment area adalah kondisi
hidrologi daerah sekitar (lokal daerah) tangkapan tersebut (Musa, 2013). Kondisi banjir yang
terjadi juga disebabkan perubahan tata guna lahan yang terjadi baik di hulu Daerah Aliran
Sungai (DAS) maupun di bagian hilir sehingga besar debit aliran sepanjang Sungai Ciliwung
mengalami peningkatan diatas 24%. Penelitian ini dilakukan pada aliran tengah Sungai
Ciliwung sebelum menuju Pintu Air Manggarai sebagai titik input wilayah hilir. Berdasarkan
data dari BPDAS Citarum-Ciliwung, debit rata-rata pada Pintu Air Manggarai tahun 2017
adalah sebesar 18.43 m3/detik. Walaupun mengalami penurunan debit rata-rata sebesar 5.35%
dari tahun 2016, akan tetapi debit ini tetap memiliki potensi mengalami limpasan. Selain data
ketinggian muka air, data yang sangat penting dalam penentuan grafik hidrograf ini adalah
curah hujan yang menjadi faktor utama proses pengalihragaman hujan (Pratomo, 2014).
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendapatkan nilai efektivitas dari beberapa reservoir (side
chanel) yang terpasang sepanjang sub DAS Ciliwung Tengah guna penurunan hidrograf banjir.
Pemilihan lokasi side chanel didasarkan pada tata guna lahan wilayah tersebut dan besar debit
masukkan pada sungai utama. Nilai debit aliran di sungai Ciliwung hanya memperhitungkan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk.,Efektivitas Reservoir Guna 50
debit yang didapatkan dari besaran curah hujan tanpa masukkan debit lain seperti sub sungai
maupun limbah buangan domestik.
LITERATURE REVIEW
Debit banjir pada suatu aliran sungai didapatkan dengan penerapan dan pemahaman ilmu
hidrologi. Penentuan besaran debit ini juga memberikan indikasi luas wilayah aliran, topografi
aliran, serta tata guna lahan pada Sungai Ciliwung. Hidrograf adalah grafik yang
menggambarkan variasi dari besaran debit atau tinggi permukaan air terhadap waktu.
Sedangkan hidrograf satuan merupakan limpasan langsung yang diakibatkan oleh volume
hujan efektif yang terbagi dalam ruang dan waktu. Hidrograf memberikan gambaran terhadap
karakteristik DAS yang ada, sehingga apabila karakteristik DAS berubah maka grafik hidrograf
juga akan berubah pula (Parlindungan, 2014). Komponen hidrograf terdiri dari (1) aliran
permukaan langsung, (2) aliran antara (inter flow), (3) aliran dasar (base flow), dan (4)
presipitasi pada saluran air. Bentuk hidrograf dapat ditandai dengan tiga bentuk dasar yang
terdiri dari waktu naik (time of rise), debit puncak (peak discharge) dan waktu dasar (base
time). (Sri Harto, 1993). Pada penelitian ini diharapkan besaran penurunan grafik hidrograf
dapat mengurangi besaran debit banjir pada aliran tengah DAS Ciliwung.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan bertujuan untuk mendapatkan nilai debit banjir rencana dan wilayah
yang memiliki potensial untuk diberikan reservoir (side chanel) berdasarkan kondisi tata guna
lahan dan debit yang mengalir di wilayah tersebut.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di DAS Ciliwung Tengah dengan luas 157 km2 dengan dua anak sungai
yang dimulai dari Bendung Katulampa pada titik koordinat 6039
’54
”LS dan 106
051
’49
”BT
sampai Pintu Air Manggarai pada titik koordinat 6012
’28
”LS dan 106
050
’54
”BT. Berdasarkan
buku onlimo DAS Ciliwung BPPT, wilayah yang termasuk kedalam DAS Ciliwung Tengah
adalah wilayah kabupaten Bogor (kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis),
kota madya Bogor (kecamatan kota Bogor Timur, kota Bogor Tengah, kota Bogor Utara dan
Tanah Sereal) dan kota administratif Depok (kecamatan Pancoranmas, Sukmajaya dan
Beji).Secara topografi, DAS Ciliwung terdiri dari pegunungan (variasi ketinggian 300-3000
m), bergelombang dan datar. Wilayah DAS Ciliwung Tengah memiliki topografi
bergelombang serta berbukit dengan variasi ketinggian antara 100-300 m. Bagian DAS
Ciliwung Tengah memiliki kemiringan lereng rata-rata 0-8% sebesar 46.6% dari total wilayah
DAS Ciliwung Tengah (Laporan Tahunan : BPDASHL Citarum-Ciliwung, 2011). Pembagian
segmen DAS Ciliwung terbagi atas 6 segmen, dimana penelitian ini dilakukan pada segmen 2,3
dan 4 yang ditunjukkan pada gambar 1.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk., Efektivitas Reservoir Guna 51
Gambar 1. Segmentasi DAS Ciliwung (Master Plan KLH 2008)
Alat dan Bahan Debit banjir rencana yang didapatkan diolah dengan bantuan microsoft excel. Data yang
digunakan adalah data tinggi muka air di Stasiun Bendung Katulampa, data curah hujan
Stasiun Cibinong dan Stasiun Fak. Teknik Kampus UI. Penentuan lokasi reservoir (side
chanel) didapatkan dengan cara melihat peta tata guna lahan dan wilayah sub DAS Ciliwung
Tengah.
Analisis Frekuensi Hujan Rancangan Analisis frekuensi ini digunakan untuk mendapatkan nilai hujan rancangan untuk berbagai kala
ulang 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun. Analisis ini didasarkan pada kesesuaian antara distribusi
hujan secara teoritik dengan distribusi hujan secara empirik. Persamaan hujan rancangan
adalah (Sri Harto, 1993),
(1)
dimana :
Xt = Hujan rancangan (mm)
= Hujan rata-rata (mm)
K = Faktor frekuensi
SD = Standar deviasi
Parameter statistik (Sri Harto, 1993) yang akan diurutkan mulai dari yang terbesar yaitu,
1. Nilai rata-rata
(2)
2. Standar Deviasi
(3)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk.,Efektivitas Reservoir Guna 52
3. Koefisien Variasi
(4)
4. Koefisien Swekness
(5)
5. Koefisien Kurtosis
(6)
dimana :
Xi = Hujan harian (mm)
n = Jumlah data
Parameter statistik tersebut akan disesuaikan dengan beberapa metode berdasarkan persyaratan
masing-masing distribusi frekuensi diantaranya Distribusi Log Normal, Distribusi Gumbel dan
Distribusi Log Pearson III.
Uji Smirnov-Kolomogorov
Pada uji sebaran curah hujan ini, akan dihitung nilai max yaitu perbedaan maksimum fungsi
kumulatif sampel dan fungsi probabilitas kumulatif. Kemudian nilai max tersebut akan
dibandingkan dengan nilai o dengan syarat max < o, maka nilai distribusi curah hujan
tersebut diterima (Upomo, 2016). Uji Smirnov-Kolmogorov merupakan uji simpangan secara
mendatar/horizontal (Soewarno, 1995)
Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Intensitas hujan
tergantung dari lama dan besarnya hujan. Semakin lama hujan berlangsung maka intensitasnya
akan cenderung makin tinggi, begitu juga sebaliknya semakin pendek lamanya hujan maka
semakin kecil juga intensitasnya. Intensitas ditinjau berdasarkan kala ulang juga akan
berbanding lurus, semakin lama waktu kala ulangnya maka akan semakin tinggi pula
intensitasnya (hendri, 2015). Perhitungan intensitas curah hujan pada DAS Ciliwung Tengah
digunakan persamaan Dr. Mononobe (Joesron Loebis, 1992) sebagai berikut,
(7)
dimana :
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = lamanya curah hujan (jam)
Analisis Debit Banjir Rencana Metode Rasional
Analisis debit banjir yang paling sering digunakan adalah metode Rasional. Pada dasarnya,
besarnya debit yang mengalir pada sungai utama dalam hal ini Sungai Ciliwung, merupakan
fungsi dari luas DAS, intensitas hujan, keadaan pemukaan tanah yang dinyatakan dalam
koefisien limpasan dan kemiringan sungai (Joesron Loebis,1992). Persamaan debit banjir
rencana metode rasional adalah,
(8)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk., Efektivitas Reservoir Guna 53
dimana :
Q = debit banjir rencana (m3/detik)
C = koefisien limpasan
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah aliran sungai (km2)
Hidrograf Satuan Sintesis (HSS) Nakayasu
Persamaan HSS Nakayasu adalah,
9)
dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/detik)
C = koefisien pengaliran
A = luas daerah tangkapan sampai outlet (km2)
R0 = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai pada puncak banjir (jam)
T0.3 = waktu yang diperlukan untuk penurunan debit, dari puncak sampai pada 30% dari debit
puncak.
Untuk menentukan Tp dan T0.3 diperlukan pendekatan dengan rumus sebagai berikut,
(10)
(11)
(12)
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung
dengan ketentuan sebagai berikut :
syarat L > 15 km (13)
syarat L <15 km (14)
dimana :
tr
= satuan waktu hujan (jam)
= parameter hidrograf untuk : >2 pada daerah pengaliran biasa; >1.5 pada bagian naik
hidrograf lambat dan turun cepat; =3 pada bagian naik hidrograf cepat, turun lambat.
Analisis Data
Tahapan analisis data dalam penelitian ini yaitu :
1. Data curah hujan jam-jaman pada dua stasiun hujan yaitu stasiun hujan Cibinong dan
stasiun hujan Fakultas Teknik Kampus UI ditabelkan untuk mendapatkan curah hujan
maksimum.
2. Dilakukan analisis distribusi frekuensi hujan rancangan sehingga didapatkan lima
parameter yaitu curah hujan rata-rata, standar deviasi, koefisien variansi, koefisien
skewness dan koefisien kurtosis dengan mengurutkan dari data terbesar.
3. Metode yang memenuhi diambil nilai curah hujan rata-ratanya untuk digunakan dalam
perhitungan intensitas curah hujan dengan menggunakan persamaan Dr. Mononobe.
4. Besaran intensitas curah hujan tersebut digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana
dengan Metode Rasional.
5. Debit banjir terhitung di buat grafik hidrograf dengan persamaan HSS Nakayasu.
6. Menentukan wilayah di DAS CIliwung Tengah guna penempatan reservoir (side chanel)
berdasarkan peta tata guna lahan.
7. Membuat grafik hidrograf berdasarkan debit banjir yang sudah dikurangi dengan debit pada
reservoir.
8. Memprosentasikan penurunan debit puncak pada grafik hidrograf.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk.,Efektivitas Reservoir Guna 54
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh berupa curah hujan rata-rata, intensitas curah hujan dan debit banjir
rancangan. Besaran debit yang akan dialirkan ke masing-masing reservoir (side chanel) akan
memberikan besaran penurunan debit puncak pada grafik hidrograf.
Hasil Analisis Frekuensi Hujan Rancangan
Data curah hujan yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari dua stasiun hujan yaitu
Stasiun hujan Cibinong dan stasiun hujan Fakultas Teknik UI selama 15 tahun dari tahun
2002-2016. Hujan rancangan dengan berbagai kala ulang tahun ditetapkan dengan analisis
guna mendapatkan distribusi frekuensi yang sesuai dari data curah hujan maksimum pada dua
stasiun hujan pengamatan. Hasil perhitungan kelima parameter statistik ditunjukkan pada tabel
1. Tabel 1. Hasil Parameter Statistik
No Parameter Statistik Nilai
1 Rata-rata 132.47
2 Standar Deviasi 16.26
3 Cv 0.123
4 Cs -0.367
5 Ck -0.715
Hasil uji Smirnov-Kolomogorov pada penelitian ini ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Smirnov-Kolmogorof
No Distribusi Gumbel Log Normal Log Pearson III
1 Nilai maks 11.47 27.63 34.99
2 Nilai 0 34 34 2.33
3 Status diterima diterima ditolak
Besaran debit banjir rencana setelah dilakukan perhitungan dengan Metode Rasional disajikan
pada tabel 3.
Tabel 3. Debit Banjir Rencana dengan Metode Rasional
Parameter Kala Ulang T (Tahun)
2 5 10 25 50 100
Tc (jam) 12 12 12 12 12 12
I (mm/jam) 8.61 9.80 10.59 11.59 12.33 13.07
Q (m3/detik) 473 538.64 582.11 637.02 677.76 718.19
Penentuan Lokasi Reservoir (side chanel)
Perubahan tata guna lahan DAS Ciliwung memberikan pengaruh yang besar dalam penentuan
lokasi reservoir (side chanel) tersebut. Area yang dijadikan lokasi reservoir dipilih dengan
kemiringan tertentu dan prosentase ruang terbuka hijau yang ada.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk., Efektivitas Reservoir Guna 55
Gambar 2. Peta Tata Guna Lahan sub DAS Ciliwung Tengah (Konservasi DAS Ciliwung, 2011
Pada gambar 2 ditampilkan bahwa wilayah yang dapat dijadikan penempatan reservoir adalah
area yang berwarna hijau untuk kategori wilayah pertanian kering yaitu wilayah Ciparigi, K.
Baru 2, Cikumpa dan K. Sugutamu dengan kemiringan lahan 8-10%. Luas wilayah masing-
masing sub DAS Ciliwung Tengah disajikan pada tabel 4.
Tabel 4. Luas Sub DAS Ciliwung Tengah
Wilayah Sub DAS Area (Ha)
Tengah Cijantung 3154.2
K. Baru 2 1192.1
K. Sugutamu 1518.3
Cikumpa 3305.2
Ciliwung Tengah (Cibinong, Bogor
Timur)
3192.3
Ciluar 1430.6
Ciparigi 608.7
Cibuluh 1304.7
Gambar 3. Lokasi penempatan Reservoir (side chanel)
Penempatan keempat reservoir tersebut, ditunjukkan pada gambar 3 dengan kapasitas/volume
tampungan masing-masing. Reduksi debit banjir yang diinginkan pada masing-masing reservoir
adalah 5% dari debit banjir yang mengalir pada Sungai Ciliwung. Jika diambil nilai debit banjir
pada kala ulang 5 tahunan yaitu 538.64 m3/detik, maka besaran debit banjir yang harus dialirkan
ke reservoir yang ada adalah sebesar 26.93 m3/detik atau setara dengan 26,932 lt/detik.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk.,Efektivitas Reservoir Guna 56
Reservoir dibuat dengan asumsi berbentuk persegi panjang yang memiliki volume maksimum
96,956 m3 yang akan terisi penuh dalam jangka waktu 1 jam.
Penurunan Grafik Hidrograf Puncak
Grafik hidrograf yang dibuat terdiri dari grafik hidrograf perbandingan tinggi muka air dengan
waktu dan HSS Nakayasu. Nilai penurunan debit banjir yang sudah dikurangi dengan reduksi
debit pada reservoir di 4 wilayah sub DAS Ciliwung Tengah akan dijadikan perbandingan untuk
mengetahui efektivitas reservoir tersebut. Penempatan reservoir pada keempat wilayah diatas
memberikan dampak penurunan grafik hidrograf puncak sebesar 15%, hal ini menandakan
bahwa reservoir (side chanel) memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengendalian
banjir dengan cara memperlambat waktu tempuh dan debit yang mengalir pada sungai utama.
Gambar 4. Grafik Hidrograf Nakayasu Sebelum dan Sesudah Side Chanel
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rencana untuk kala ulang 5 tahunan, didapatkan nilai
debit banjir sebesar 538.64 m3/detik yang akan dialirkan menuju reservoir (side chanel) pada
empat wilayah sub DAS Ciliwung Tengah. Presentase pengurangan debit banjir rencana yang
diharapkan adalah sebesar 5% sehingga besaran debit banjir menuju reservoir sebesar 26.93
m3/detik yang akan terisi penuh dalam jangka waktu 1 jam dengan volume 96,956 m
3 sehingga
terjadi penurunan debit puncak pada grafik hidrograf sebesar 15% yaitu 80.8 m3/detik.
Saran
Penurunan grafik hidrograf pada aliran tengah DAS Ciliwung selain dengan reservoir yang
telah dihitung pada penelitian ini, juga dapat dicoba dengan menghitung dan memaksimalkan
setu-setu yang berada sepanjang aliran Sungai Ciliwung dengan cara mengalirkan dan membagi
sebagian debit aliran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Andy Hendri, 2015, Analisis Metode Intensitas Hujan Pada Stasiun Hujan Pasar Kampar
Kabupaten Kampar, Annual Civil Engineering Seminar 2015, Pekanbaru
Anonim, 2011. Konservasi DAS Ciliwung
Anonim, 2007-2011. Laporan Tahunan : BPDASHL Citarum Ciliwung
Joesron Loebis, 1992, Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta
Master Plan Kementrian Lingkungan Hidup, 2008
May Parlindungan, Analisis Jaringan Sungai Ciliwung Hulu untuk Menentukan Hidrograf
Banjir, Repositori IPB, 2014
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fani Yayuk Supomo dkk., Efektivitas Reservoir Guna 57
Muhammad Iqbal Tias Pratomo, Sobriyah, Agus Hari Wahyudi, 2014, Analisis Hidrograf
Aliran Daerah Aliran Sungai Keduang Dengan Beberapa Metode Hidrograf Satuan
Sintetis, e-Jurnal Matriks Teknik Sipil, September 2014
Ratna Musa, Muhammad Saleh Pallu, Lawalenna Samang, Mukhsan Putra, 2013, Experimental
Study of Estimation Model for Direct Run-off Volume with Soil Conservation Service
(SCS) Model (Case Study of Bantimurung Catchment Area in Maros Regency of South
Sulawesi), IJCEE- IJENS, Vol:13 No:03
Rita Lopa, Shimatani, Maricar, 2013, Belajar dari Pengalaman Jepang dalam Upaya
Mengendalikan Banjir dengan Restorasi Sungai, PIT XXX HATHI - Jakarta, 8-10
November 2013
Soewarno, 1991, Hidrologi Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai, PT. Nova
Bandung
Sri Harto, 1993, Analisis Hidrologi, PT. Gramedia Jakarta
Togani Cahyani Upomo, Rini Kusumawardani, 2016, Pemilihan Distribusi Probabilitas Pada
Analisa Hujan Dengan Metode Goodness of Fit Test, Jurnal Teknik Sipil&Perencanaan,
No. 2 Vol. 18, Juli 2016
Utami Sylvia Lestari, 2016, Kajian Metode Empiris untuk Menghitung Debit Banjir Sungai
Negara di Ruas Kecamatan Sungai Pandan (Alabio), Jurnal POROS TEKNIK, Vol.8 No.
2, Desember 2016:55-103
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk.,Morfologi Sungan Ciliwung... 58
MORFOLOGI SUNGAI CILIWUNG SEGMEN MESJID ISTIQLAL
SEBELUM DAN SESUDAH 5 TAHUN RESTORASI
Diyanti1, Muh. Saleh Pallu
2,
Rita Tahir Lopa3,
M. Arsyad Thaha
4
1,2,3,4
Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin
Jl. Poros Malino Km 6, Gowa-Makasar
e-mail: [email protected]
Abstrak Sungai Ciliwung adalah salah satu dari ketiga belas sungai yang melewati wilayah administrasi
DKI Jakarta. Sungai Ciliwung merupakan sungai besar yang keberadaannya berkontribusi terhadap
banjir yang terjadi di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis morfologi dan
menganalisis reduksi banjir dengan dilakukannya restorasi sungai di Segmen Mesjid Istiqlal. Restorasi
sungai yang dilakukan di segmen ini sepanjang 470meter dengan restorasi yang dilakukan terkait
dengan morfologi sungai. Metode pada penelitian ini menggunakan metode survei lapangan.
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan analisis morfologi sungai, dengan bantuan program hec ras
dan analisis debit banjir dengan metode rasional. Hasil dari penelitian ini didapatkan model geometrik
dari morfologi sungai sesuai dengan penampang melintang sebelum dan setelah 5 tahun restorasi yang
menghasilkan reduksi sedimentasi sebesar 46,67%. Analisis debit banjir rancangan untuk periode
ulang 10 tahunan sebesar 7,41%.
Kata Kunci: Morfologi, Restorasi Sungai Ciliwung, Reduksi Banjir
PENDAHULUAN Empat puluh persen atau sekitar 24.000 Ha dari seluruh wilayah DKI Jakarta adalah dataran
yang letaknya lebih rendah dari permukaan laut. Setiap tahun Kota Jakarta selalu terjadi banjir
dengan tingkat debit yang berbeda-beda. Banjir yang terjadi di DKI Jakarta tidak hanya berasal
dari DAS Sungai Ciliwung saja. DAS Sungai Ciliwung hanya memasok 24% banjir Jakarta.
Pada DAS Ciliwung, wilayah yang mempunyai tingkat kerawanan banjir tinggi (rentan) dan
sangat tinggi (sangat rentan) terbesar dijumpai pada wilayah Jakarta Timur (45%) dan Jakarta
Selatan (17%), (Sumber: Irfan Budi Pramono, 2016). Hal lain yang menyebabkan banjir di
DKI Jakarta, karena kota ini memiliki jumlah penduduk dengan kepadatan tinggi, sehingga
banyak terdapat bantaran sungai yang digunakan sebagai tempat tinggal. Penyebab banjir di
Sungai Ciliwung berasalah dari hujan wilayah aliran dari hulu, dan ROB.
Pada saat ini usaha yang sudah dilakukan untuk mengurangi debit banjir di Sungai Ciliwung
dengan melakukan normalisasi, sudetan, pembangunan waduk, dan restorasi sungai. Restorasi
sungai adalah harmonisasi dari seni dan teknik untuk meningkatkan keindahan dan fungsi
sungai (Rita Lopa, 2012). Restorasi sungai sebagai salah satu upaya dalam pengendalian
banjir. Belajar dari pengalaman Jepang dalam upaya mengendalikan banjir dengan restorasi
sungai (Rita Lopa, 2013). Pada penelitian ini dilakukan Analisis Perubahan Morfologi Sungai
Sebelum dan 5 Tahun Setelah Restorasi. Tujuan Penelitian ini adalah menganalisis perubahan
morfologi sungai dan menganalisis debit banjir pada segmen restorasi.
LITERATURE REVIEW
Sungai adalah badan air alamiah tempat mengalirnya air hujan dan air buangan menuju laut
dan tempat bersemayamnya biotik dan abiotik (Rita Lopa, 2013). Dataran banjir yaitu dataran
yang sepanjang kiri dan atau kanan sungai yang tergenang air pada saat banjir (PU,
2011).Morfologi sungai selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh debit
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk., Morfologi Sungai Ciliwung... 59
yang mengalir, sedimen yang terangkut serta material pembentuk dasar dan tebing sungai
(Minarni, 2003). Menurut Christopher J. Walsh
(2016) Perpindahan daerah tangkapan
mempengaruhi perubahan morfologi sungai dengan meningkatkan limpasan, mengubah
sedimen, dan membatasi ruang untuk perubahan saluran.
Sejarah restorasi sungai dimulai di Negara Eropa dan Amerika (Sungai Rhain, Sungai Danube,
Sungai Misisipi, dll) (Maryono, 2007). Restorasi sungai merupakan upaya memulihkan
kawasan sungai yang mengalami kerusakan (degraded) atau terganggu (disturbed) akibat
aktivitas manusia atau gangguan alam (Basyuni, 2002).
METODE PENELITIAN
Gambaran Umum
Sungai Ciliwung adalah salah satu sungai yang mengalir melewati wilayah administrasi DKI
Jakarta. Aliran Sungai Ciliwung melintas di DKI Jakarta dibagi menjadi 3 (tiga) sistem aliran,
dimana sistem aliran tersebut adalah Aliran Barat, Aliran Tengah, dan Aliran Timur. Luas
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung 377 Km2, dengan panjang sungai utama 109,7 Km, dan
kemiringan rata-rata 0,0014 (Sumber: BBWS Ciliwung-Cisadane, 2017).
Sungai Ciliwung Hilir Segmen Mesjid Istiqlal yang direstorasi sepanjang 470 meter. Secara
geografis, segmen Mesjid Istiqlal Sungai Ciliwung terletak di titik koordinat 6.171400S dan
106.83108
0E.
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Sungai Ciliwung Segmen Mesjid Istiqlal yang terletak di
Wilayah Jakarta Pusat DKI Jakarta, seperti yang terlihat pada gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Sungai Ciliwung Hilir Segmen Mesjid Istiqlal
Gambar 2. Kondisi Sungai Ciliwung Segmen Mesjid Istiqlal Sebelum dan Sesudah di Restorasi
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini, yaitu menggunakan metode survei
lapangan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk.,Morfologi Sungan Ciliwung... 60
Data Yang Digunakan
Data Primer yang digunakan berupa data hasil pengukuran topografi sungai yaitu data elevasi
Sungai Ciliwung, data memanjang Sungai Ciliwung, data penampang melintang Sungai
Ciliwung, dan elevasi muka air Sungai Ciliwung. Data Sekunder yang digunakan berupa data
curah hujan, data luas DAS, data topografi, dan data sungai lainnya (Dinas PUPR DKI Jakarta,
2017).
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dimulai 15 Desember 2016 sampai dengan 28 Desember 2018. Pelaksanaan
penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan sebagai berikut:
Analisis Morfologi Sungai
Pada tahap analisis fisik sungai ini, dilakukan analisis terkait dengan perubahan dasar Sungai
Ciliwung sebelum dilakukan restorasi dan setelah 5 tahun restorasi dengan bantuan software
hec ras. Data yang diperlukan dalam analisis morfologi sungai, yaitu data penampang sungai,
potongan melintang sungai, dan data elevasi muka air sebelum dan setelah 5 tahun restorasi.
Analisis Hidrologi
Tahapan analisis hidrologi dimulai dengan mengolah data curah hujan dari dua stasiun
terdekat. Kemudian menentukan parameter statistik ( x ,Sd, Cs, Ck, dan Cv) untuk memilih
metode distribusi frekuensi curah hujan yang sesuai. Distribusi frekuensi curah hujan yang
dimaksud dalam hal ini adalah metode normal, log normal, log person tipe III, dan gumbel tipe
I. Setelah diperoleh satu metode distribusi frekuensi curah hujan yang sesuai kriteria, langkah
selanjutnya menguji keakuratan hasil dari metode tersebut dengan menggunakan metode Chi
Kuadrat dan mencari distribusi hujan jam-jaman dengan menggunakan metode mononobe.
Kemudian hasil tersebut digunakan untuk mencari debit banjir rencana dengan metode
rasional.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Morfologi Sungai
Berdasarkan hasil survei pada Bulan Agustus 2018 didapatkan data dimensi sungai, koordinat,
dan kondisi eksisting sungai. Di bawah ini gambar 3 merupakan hasil analisis morfologi 5
tahun setelah dilakukan restorasi pada segmen Mesjid Istiqlal berdasarkan simulasi
menggunakan program hec ras.
0 2 4 6 8 10 12 14 160
5
10
15
20
Saluran Sebelum Restorasi Plan: Plan 01 ST A 0+000
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 2 4 6 8 10 12 14 160
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Saluran Setelah Restorasi Plan: ST A 0 + 00
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 5 10 15 20 25 300
5
10
15
20
Saluran Sebelum Restorasi Plan: Plan 01 ST A 0 + 141
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 5 10 15 20 25 300
5
10
15
20
Saluran Setelah Restorasi Plan: ST A 0 + 141
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk., Morfologi Sungai Ciliwung... 61
Gambar 4. Material Penyusun Dasar Sungai
Analisis Hidrologi
Curah Hujan Rata-rata Wilayah
Pada analisis ini data curah hujan yang digunakan dari 2 stasiun pengamatan terdekat lokasi,
yaitu stasiun Manggarai dan Stasiun Istana. Dari data curah hujan maksimum setiap tahunnya
kemudian dengan metode aljabar, diperoleh nilai curah hujan maksimum tahunan.
Tabel 1. Curah Hujan Maksimum Tahunan
Tahun Sta. Manggarai (mm) Sta. Istana (mm) Curah Hujan Rata-Rata (mm)
2008 182.5 150 166
2009 92 140 116
2010 114 105 110
2011 97 85 91
2012 90 102 96
2013 153 218 186
2014 138 153 146
2015 214 137 176
2016 120 114 117
2017 166 120 143
0 5 10 15 20 25 300
5
10
15
20
Saluran Setelah Restorasi Plan: ST A 0 + 188
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 5 10 15 20 25 300
5
10
15
20
Saluran Sebelum Restorasi Plan: Plan 01 ST A 0 + 188
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 5 10 15 20 25 30 350
5
10
15
20
Saluran Sebelum Restorasi Plan: Plan 01 ST A 0 + 470
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
0 5 10 15 20 25 30 350
5
10
15
20
Saluran Setelah Restorasi Plan: ST A 0 + 470
Station (ft)
Ele
vatio
n (ft
)
Legend
Ground
Bank Sta
.02
Gambar 3. Entrenchment Ratio Tipe Sungai Sebelum dan 5 Tahun Sesudah Restorasi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk.,Morfologi Sungan Ciliwung... 62
Perhitungan Dispersi
Perhitungan disperse, meliputi menghitung Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Koefisien Variasi,
Koefisien Skewness, dan Koefisien Kurtosis.
1. Nilai Rata-Rata
2. Standar Deviasi
1-n
)X - (Xi S
2_
3. Koefisien Variasi
4. Koefisien Kemencengan
3
3_
S2-n1-n
)X - (Xin Cs
5. Koefisien Kurtosis
4
4_
2
KS3-n 2-n1-n
)X - (Xi n C
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk., Morfologi Sungai Ciliwung... 63
Berdasarkan hasil perhitungan dispersi, didapat nilai Cs sebesar 0,2497 dan nilai Ck
sebesar 2,66. Kemudian tahap selanjutnya dilihat syarat distribusi untuk masing-masing jenis
distribusi frekuensinya. Hasil pemilihan jenis distribusi dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:
Tabel 3. Hasil Pemilihan Jenis Distribusi
Jenis Distribusi Frekuensi Hasil
Distribusi Normal Tidak memenuhi
Distribusi Log Normal Tidak memenuhi
Distribusi Gumbel Tidak memenuhi
Distribusi Log Person III Memenuhi
Perhitungan Curah Hujan Maksimum Periode Ulang dengan Metode Log Person Type
III
Metode Perhitungan Log Person Type III untuk menganalisis hujan rencana, pada metode ini
telah diperhitungkan nilai rata-rata ( x ) dan Standar Deviasi (S), dan nilai K (Koefisien Log
Person Type III), maka besarnya curah hujan rencana untuk periode T tahun dapat dihitung
dengan rumus dibawah ini:
ST
KXT
X
Tabel 4. Nilai Curah Hujan Rencana Distribusi Log Person III
Periode Ulang KT x Sd XT (mm)
2 -0.0415
134,0,2787 33,55
133,30
5 0.827 162,44
10 1.305 178,48
25 1,833 196,19
50 2,185 208,00
100 2,508 218,84
Uji Kesesuaian Distribusi
Uji kesesuaian distribusi yang digunakan, yaitu keselarasan Chi Kuadrat. Berikut hasil
perhitungan uji keselarasan dengan metide Chi Kuadrat:
Tabel 5. Hasil Perhitungan dengan Metode Chi Kuadrat Nilai Batas Tiap Kelas Ei Oi Oi-Ei ((Oi-Ei)^
2)/ Ei
186 <Xi< 167 2 2 0 0
167 <Xi< 148 2 1 -1 0,5
148 <Xi< 129 2 2 0 0
129 <Xi< 110 2 2 0 0
110 <Xi< 91 2 3 1 0,5
Jumlah 10 10 1
Chi Square (c^2) = 1
Dengan derajat kebebasan yang diperoleh 2, kemudian menggunakan signifikasi a= 0,05, maka
didapat nilai Chi-Kuadrat Kritis sebesar 5,99. Hasil Perhitungan diatas diperoleh Chi Square <
Chi Kritis = 1 < 5,99, maka dapat disimpulkan bahwa Distribusi Log Person Type III diterima.
Intensitas Curah Hujan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk.,Morfologi Sungan Ciliwung... 64
Tabel 6 . Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Periode Ulang
2 5 10 25 50 100
Tc (jam) 6 6 6 6 6 6
I (mm/jam) 14,00 17,06 18,74 20,60 21,84 22,98
Debit Banjir Rencana
Perhitungan debit banjir rencana dengan metode rasional dengan luas DAS 300 km2
dan
panjang sungai 106,44 km, maka periode ulang yang digunakan dapat 5 – 20 tahun. Pada
penelitian ini periode ulang yang digunakan, yaitu 10 tahun. Di bawah ini hasil perhitungan
Debit banjir pada Sungai Ciliwung Segmen Mesjid Istiqlal untuk masing-masing periode ulang
dapat dilihat pada tabel 7: Tabel 7. Hasil Perhitungan Debit Banjir Pada Sungai Ciliwung Segmen Mesjid Istiqlal
Periode Ulang Debit Sesudah Restorasi
(m3/detik)
2 350,19
5 426,73
10 468,86
25 515,40
50 546,42
100 574,89
Gambar 5. Grafik Perbandingan Debit Banjir Sebelum dan Setelah 5 Tahun Restorasi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dari penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan
morfologi sungai sebelum dan setelah 5 tahun dilakukan restorasi. Perubahan yang terjadi
disebabkan oleh kondisi kemiringan yang landai 0,0084 dan kecepatan aliran 0,06 m/detik,
dengan dasar sungai material lumpur alluvial dengan ketinggian sedimen 0,7 meter, jika
dibandingkan sebelum restorasi setinggi 1,5 meter, sehingga restorasi sungai dapat mereduksi
sedimen sebesar 46,67%. Hasil analisis hidrologi didapatkan debit banjir setelah dilakukan
restorasi dengan periode ulang 10 tahun sebesar 468,86 m3/detik, sedangkan debit banjir
sebelum restorasi 506 m3/detik, sehingga restorasi yang dilakukan, jika dilihat debit banjir
periode ulang 10 tahun dapat mereduksi banjir sebesar 7,41%.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Diyanti dkk., Morfologi Sungai Ciliwung... 65
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait dengan model pengaruh morfologi sungai sebelum
dan setelah dilakukan restorasi, guna untuk evaluasi mengetahui tingkat efektivitas restorasi
sungai terhadap reduksi banjir.
DAFTAR PUSTAKA
Egi. 2013 “Kearifan Lokal dalam Pengendalian Banjir DiJakarta”. https://issuu.com/
docs/egi_2013_single_rev_. Diakses tanggal 9 Desember 2016.
Kondolf M.G. 2000. Learning from River Restoration Project.
Khoirun Nikmah, Siti.2010 “Studi Sungai Ciliwung”. Infid. Jakarta
Maulina Megawati, Yuneri. “Evaluasi Kapasitas Tampungan Maksimum Sungai Dan Saluran
Drainase Terhadap Banjir Maksimum (Studi Kasus DAS Way Kuala Garuntang Bandar
Lampung). Jurnal Teknik Pertanian Universitas Lampung. Lampung
R.D. Hy. 2004. Applicability of Geomorphological Procedures for River Restoration
Rita Lopa, 2012. An Evaluation of River Restoration Effectiveness in a Housing Land
Development Area, Kyushu University, Japan.
Rita Lopa, 2013. Belajar dari Pengalaman Jepang dalam upaya Mengendalikan Banjir dengan
Restorasi Sungai, Proceeding HATHI.
Sulianti, Ika. 2008. Perbandingan Beberapa Metode Penelusuran Banjir Secara Hidrologi
(Studi Kasus Sungai Belitang di Sub DAS Komering). Jurnal Silip Vol.3. No.1
Triatmodjo, Bambang, 2008. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta
Waryono Tarsoeh. 2002. Konsepsi Restorasi Ekologi Kawasan Penyangga Sempadan Sungai
di DKI Jakarta. Jakarta
Zamroni, Fahmi. 2013. “Analisa Pengendalian Banjir Kali Ciliwung” Jurnal Teknik Pengairan
Universitas Brawijaya. Malang
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk.,Analisis Anggaran Biaya... 66
ANALISIS ANGGARAN BIAYA ANTARA METODE SNI DAN
KONTRAKTOR PADA PROYEK PEMBANGUNAN RUMAH SAKIT DI
TANGERANG
Andi Asnur Pranata1, Ellysa
2
1,2
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jalan Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail : [email protected],
Abstrak Keuntungan finansial yang diperoleh kontraktor tergantung pada kecakapannya membuat
perkiraan biaya. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan gedung dan
bangunan di bidang konstruksi, diperlukan suatu sarana dasar perhitungan harga satuan yaitu Analisa
Biaya Konstruksi. Analisa biaya konstruksi yang selama ini dikenal di antaranya analisa SNI 2007 dan
kontraktor. Dalam penyusunan harga satuan pekerjaan diperlukan data yang mendukung di antaranya
Gambar Rencana, RAB penawaran kontraktor, Rencana Kerja dan Syarat-Syarat, Daftar Harga Bahan
dan Upah pada daerah penelitian. Dari perhitungan analisa harga satuan yang dilakukan didapatkan
perbandingan harga satuan dengan metode SNI 2007 dan kontraktor. Anggaran biaya yang ekonomis
dengan menggunakan metode kontraktor yaitu sebesar Rp. 10,910,553,058.825, sedangkan hasil
anggaran biaya dengan metode SNI yaitu sebesar Rp. 11,158,461,104.427.
Kata Kunci : RAB, SNI, Kontraktor, Harga Satuan Pekerjaan
PENDAHULUAN
Estimasi biaya awal sangat perlu dilakukan, karena digunakan untuk studi kelayakan, alternatif
desain yang mungkin, dan pemilihan desain yang optimal untuk sebuah proyek. Hal yang
penting dalam melakukan estimasi biaya awal haruslah akurat, mudah, dan tidak mahal dalam
penggunaannya. Estimasi biaya konstruksi merupakan hal penting dalam dunia industri
konstruksi. Ketidak akuratan estimasi dapat memberikan efek negatif pada seluruh proses
konstruksi dan semua pihak yang terlibat. Estimasi biaya berdasarkan spesifikasi dan gambar
kerja yang disiapkan owner harus menjamin bahwa pekerjaan akan terlaksana dengan tepat dan
kontraktor dapat menerima keuntungan yang layak. Estimasi biaya konstruksi dikerjakan
sebelum pelaksanaan fisik dilakukan dan memerlukan analisis detail dan kompilasi dokumen
penawaran dan lainnya. Estimasi biaya mempunyai dampak pada kesuksesan proyek dan
perusahaan pada umumnya. Keakuratan dalam estimasi biaya tergantung pada keahlian dan
ketelitian estimator dalam mengikuti seluruh proses pekerjaan dan sesuai dengan informasi
terbaru.
Proses analisis biaya konstruksi adalah suatu proses untuk mengestimasi biaya langsung yang
secara umum digunakan sebagai dasar penawaran. Salah satu metode yang digunakan untuk
melakukan estimasi biaya konstruksi adalah menghitung secara detail harga satuan pekerjaan
berdasarkan nilai indeks atau koefisien untuk analisis biaya bahan dan upah kerja. Hal lain
yang perlu dipelajari pula dalam kegiatan ini adalah pengaruh produktivitas kerja dari para
tukang yang melakukan pekerjaan sama yang berulang. Hal ini sangat penting dan tentu saja
dapat mempengaruhi jumlah biaya konstruksi yang diperlukan apabila tingkat ketrampilan
tukang dan kebiasaan tukang berbeda.
Tujuan dari penulisan ini adalah menganalisis anggaran biaya dengan metode SNI dan
kontraktor serta mengetahui perbandingan anggaran biaya antara SNI dan kontraktor yang
paling ekonomis.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk., Analisis Anggaran Biaya... 67
Untuk mempermudah pembahasan maka penulis memberikan batasan – batasan masalah dalam
penulisan ini, diantaranya yaitu :
a. Penyusunan anggaran biaya hanya difokuskan pada pekerjaan struktural.
b. Nilai koefisien yang digunakan adalah nilai koefisien yang ada pada SNI 2007, serta
menghitung nilai koefisien dengan cara estimasi kontraktor.
c. Dalam perhitungan anggaran biaya ini, daftar harga bahan, tenaga, dan alat disamakan
untuk setiap metode berdasarkan di daerah tempat penelitian yang dilakukan oleh penulis
yaitu wilayah Tangerang.
LITERATURE REVIEW
Estimasi biaya merupakan salah satu faktor utama dalam proses pembangunan konstruksi dan
dasar untuk membuat sistem pembiayaan dan jadwal pelaksanaan konstruksi. Fungsi dari
estimasi biaya adalah untuk mengetahui perkiraan biaya konstruksi yang digunakan dengan
biaya yang ada, mengatur pendanaan pelaksanaan konstruksi, serta berkompetisi pada saat
penawaran.
Menurut Bachtiar Ibrahim dalam bukunya Rencana dan Estimate Real of Cost, 1993, yang
dimaksud rencana anggaran biaya (begrooting) suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan
banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah, serta biaya – biaya lain yang
berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut.
Menurut Sugeng Djojowirono, 1984, rencana anggaran biaya merupakan perkiraan biaya yang
diperlukan untuk setiap pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi sehingga akan diperoleh
biaya total yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek.
Adapun menurut John W. Niron dalam bukunya Pedoman Praktis Anggaran dan Borongan
Rencana Anggaran Biaya Bangunan, 1992, rencana anggaran biaya mempunyai pengertian
sebagai berikut :
a. Rencana : Himpunan planning termasuk detail dan tata cara pelaksanaan
pembuatan sebuah bangunan.
b. Angaran : Perhitungan biaya berdasarkan gambar bestek (gambar rencana) pada
suatu bangunan.
c. Biaya : Besarnya pengeluaran yang ada hubungannya dengan borongan yang
tercantum dalam persyaratan yang ada.
Anggaran biaya merupakan harga dari bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan
memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda – beda di masing –
masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja.
Biaya (anggaran) adalah jumlah dari masing – masing hasil perkiraan volume dengan harga
satuan pekerjaan yang bersangkutan. Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian dalam melakukan estimasi anggaran biaya dengan Metode SNI 2007
dan Kontraktor adalah sebagai berikut :
a. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah salah satu proyek pembangunan rumah sakit yang
berada di kota tanggerang.
b. Obyek Penelitian
Objek pada penelitian ini adalah menganalisis anggaran biaya dengan menggunakan
metode SNI 2007 dan Kontraktor.
c. Data Yang Diperlukan
RAB = ∑ (Volume) x Harga Satuan Pekerjaan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk.,Analisis Anggaran Biaya... 68
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :
1) Gambar rencana arsitek dan struktur (gambar bestek).
2) Daftar harga satuan bahan untuk di daerah penelitian.
3) Daftar harga satuan upah untuk di daerah penelitian.
4) Daftar harga satuan alat berat untuk di daerah penelitian.
5) Rencana Anggaran Biaya pada proyek pembangunan Rumah Sakit di Tangerang.
6) Rencana Anggaran Pelaksanaan pada proyek pembangunan Rumah Sakit di
Tangerang.
d. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data penelitian berdasarkan gambar rencana, peraturan dan syarat –
syarat yang berlaku (RKS) dan RAB dari proyek.
e. Pengolahan Data
Sebelum dilakukan pengolahan data dengan menggunakan komputer, terlebih dahulu
melewati tahapan – tahapan sebagai berikut :
1) Studi pustaka dari berbagai buku – buku literatur.
2) Merangkum teori yang saling berhubungan antara manajemen konstruksi dan hal –
hal yang terkait.
3) Mengumpulkan data dan penjelasan yang di dapat dari kontraktor pelaksana proyek
pembangunan Rumah Sakit di Tangerang.
4) Mengumpulkan data yang di dapat dari pedoman analisa.
5) Menghitung harga satuan bahan, upah dan pekerjaan.
6) Menganalisa harga satuan pekerjaan tiap jenis pekerjaan yang diteliti.
7) Mendapatkan perbandingan harga satuan pekerjaan tiap jenis pekerjaan yang
diteliti.
f. Tahapan Penelitian
Tahapan – tahapan penelitian yang dilakukan diwujudkan dalam bentuk flowchart
berikut Gambar 3.1.
PEMBAHASAN DAN HASIL
Data Proyek
Proyek : Gedung Rumah Sakit
Lokasi Proyek : Ciputat, Tangerang
Pemilik Proyek : Swasta
Kontraktor Pelaksana : Swasta
Waktu Pelaksanaan : Agustus 2009 s/d Juni 2010
Luas Bangunan : + 12.223 m2
Jumlah Lantai : 5 Lantai + Lantai Atap
Jenis Pondasi : Tiang Pancang
Jenis Bangunan : Beton
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk., Analisis Anggaran Biaya... 69
Gambar 3.1 Proses Estimasi Anggaran Biaya
Perhitungan Volume Pekerjaan
Perhitungan volume pekerjaan adalah menghitung jumlah banykanya besar pekerjaan
dalam satu satuan. Contoh hasil perhitungan volume pekerjaan pada lantai 1 adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Volume Pekerjaan di Lantai 1
D LT - 1 (Satu)
1 Balok
Beton K-350 m
3 296,27
Bekisting m
2 2.167,13
Besi (U-40) Kg 44.840,93
2 Plat Lantai t=12
Beton K-350 m
3 451,82
Bekisting m
2 3.490,00
Besi (U-40) Kg 45.182,00
3 Kolom
Beton K-350 m
3 85,85
Mulai
Hasil Estimasi Biaya
(RAB)
Menghitung Volune Pekerjaan
Analisa
Harga Satuan
Pekerjaan
Selesai
SNI
Kontraktor
Pengumpulan Data –
Data
Kesimpulan :
Mendapatkan hasil perbandingan
RAB antara SNI, dan Kontraktor
Pengumpulan Daftar Harga Bahan, Tenaga,
Upah Bahan, Upah, dan Alat
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk.,Analisis Anggaran Biaya... 70
D LT - 1 (Satu)
Bekisting m
2 563,20
Besi (U-40) Kg 13.926,00
4 Tangga type 1 & 2 (Prov - Sum)
Beton K-350 m
3 7,42
Bekisting m
2 72,43
Besi (U-24) Kg 647,69
Besi (U-40) Kg 574,12
Penentuan Nilai Koefisien
a. Indeks Koefisien SNI
Indeks koefisien yang digunakan pada SNI berdasarkan koefisien – koefisien yang ada pada
SNI tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan. Tata cara perhitungan harga satuan
pekerjaan ini disusun berdasarkan pada hasil penelitian Analisis Biaya Konstruksi di Pusat
Litbang Permukiman 1988 – 1991. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
dengan melakukan pengumpulan data sekunder analisis biaya yang diperoleh dari beberapa
BUMN, Kontraktor dan data yang berasal dari analisis yang telah ada sebelumnya yaitu BOW.
Dari data sekunder yang terkumpul dipilih data dengan modus terbanyak. Tahap kedua adalah
penelitian lapangan untuk memperoleh data primer sebagai cross check terhadap data sekunder
terpilih pada penelitian tahap pertama. Penelitian lapangan berupa penelitian produktifitas
tenaga kerja lapangan pada beberapa proyek pembangunan gedung dan perumahan serta
penelitian laboratorium bahan bangunan untuk komposisi bahan yang digunakan pada setiap
jenis pekerjaan dengan pendekatan kinerja/performance dari jenis pekerjaan terkait. Dibawah
ini merupakan alur penelitian dalam penyusunan SNI tata cara perhitungan harga satuan
pekerjaan.
Yang menjadi acuan dalam penyusunan SNI tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini
adalah standar ini disusun mengacu kepada hasil pengkajian dari beberapa analisa pekerjaan
yang telah diaplikasikan oleh beberapa kontraktor dengan pembanding adalah analisa BOW
1921 dan penelitian analisa biaya konstruksi. Contoh penetapan indeks koefisien yang telah
disediakan dalam SNI tata cara perhitungan harga satuan pekerjaan ini salah satunya adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.2 Koefisien Harga Satuan Pekerjaan pada SNI 2007
Sumber : SNI Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaann 2007
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk., Analisis Anggaran Biaya... 71
b. Indeks Koefisien Kontraktor
Indeks koefisien yang digunakan oleh kontraktor adalah berdasarkan pada buku BOW dan
SNI. Dalam penentuan nilai koefisien kontraktor terkadang juga mempertimbangkan dengan
melihat pengalaman – pengalaman terdahulu, maka biasanya kontraktor dapat memperkecil
nilai koefisien yang ada dengan bebarapa pertimbangan – pertimbang dari kontraktor. Yang
menjadi dasar pertimbangan seorang kontraktor, antara lain :
1) Sumber informasi, pengalaman masa lampau.
2) Data – data proyek terdahulu dan laporan yang akurat.
3) Laporan maupun standar yang berlaku.
4) Kondisi perekonomian, baik dalam skala makro maupun mikro.
5) Kondisi sosial yang sedang terjadi di sekitar.
6) Kondisi lingkungan, khususnya lingkungan di sekitar proyek yang bersangkutan.
7) Beberapa variabel yang digunakan dalam menyusun estimasi biaya, seperti
produktivitas proyek, cuaca, dan sebagainya.
Namun dalam menentukan koefisien, kontraktor biasanya menghitung koefisien tersebut secara
manual berdasarkan jumlah bahan dan upah yang digunakan. Dari perhitungan tersebut
kontraktor membandingkan koefisien yang ada pada BOW dan SNI. Dan dengan melihat
pengalaman – pengalaman kontraktor terdahulu dalam mengerjakan proyek – proyek
sebelumnya.
Tabel 4.3 Koefisien Harga Satuan Pekerjaan pada Kontraktor
Bekisting Kolom / m2
Plywood 15 mm fenol 0,370 lbr
Rangka kayu 5/7 0,029 m3
Pipa dia 1.5" 10,400 m1
Pipa suport 1,733 bh
Form tie 5,200 set
U head 3,467 bh
Upah bekisting 1,000 m2
Alat bantu Bekisting 1,000 ls
Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan
Harga satuan pekerjaan adalah jumlah harga bahan dan upah tenaga kerja atau harga yang
harus dibayar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan konstruksi berdasarkan perhitungan
analisis.
Dibawah ini adalah contoh perhitungan harga satuan untuk pekerjaan bekisting dinding / m2,
sebagai berikut : Tabel 4.4 Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bekisting Kolom
Bekisting Kolom / m2
Plywood 15 mm fenol 0,370 lbr 267.860,00 19.796,16
Rangka kayu 5/7 0,029 m3 2.069.280,00 12.051,49
Pipa dia 1.5" 10,400 m1 2.850,00 5.928,00
Pipa suport 1,733 bh 14.140,00 4.901,87
Form tie 5,200 set 9.770,00 10.160,80
U head 3,467 bh 4.250,00 2.946,67
Harga Satuan Pekerjaan = H. S. Bahan + H. S. Upah + H. S. Alat
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk.,Analisis Anggaran Biaya... 72
Bekisting Kolom / m2
Upah bekisting 1,000 m2 29.890,00 29.890,00
Alat bantu Bekisting 1,000 ls 570,00 570,00
Jumlah 86.244,98
Perhitungan Anggara Biaya
Biaya (anggaran) adalah jumlah dari masing – masing hasil perkiraan volume dengan harga
satuan pekerjaan yang bersangkutan. Contoh perhitungan anggaran biaya untuk pekerjaan pada
lantai 1, sebagai berikut :
Tabel 4.5 Contoh Perhitungan Anggaran Biaya
D LT - 1 (Satu)
1 Balok
Beton K-350 m
3 296,27 801.149,80 237.356.651,25
Bekisting m
2 2.167,13 68.320,23 148.058.823,60
Besi (U-40) Kg 44.840,93 7.359,00 329.984.403,87
2 Plat Lantai t=12
Beton K-350 m
3 451,82 801.149,80 361.975.502,64
Bekisting m
2 3.490,00 51.197,18 178.678.151,69
Besi (U-40) Kg 45.182,00 7.359,00 332.494.338,00
3 Kolom
Beton K-350 m
3 85,85 801.149,80 68.778.710,33
Bekisting m
2 563,20 86.244,98 48.573.171,05
Besi (U-40) Kg 13.926,00 7.359,00 102.481.434,00
4 Tangga type 1 & 2 (Prov -
Sum)
Beton K-350 m
3 7,42 801.149,80 5.944.531,52
Bekisting m
2 72,43 66.478,44 4.815.033,73
Besi (U-24) Kg 647,69 7.359,00 4.766.350,71
Besi (U-40) Kg 574,12 7.359,00 4.224.949,08
SUB TOTAL D
1.828.132.051,46
Persentase Bobot Pekerjaan
Prosentase bobot pekerjaan merupakan besarnya nilai prosentase tiap item-item pekerjaan,
berdasarkan perbandingan antara anggaran biaya pekerjaan dengan harga bangunan. Secara
skematis dapat digambarkan sebagai berikut :
Volume x Harga Satuan Persentase Bobot Pekerjaan (PBP) = x 100 %
Harga Bangunan
Sumber : Adminstrasi Kontrak dan Anggaran Borongan, 2004
RAB = ∑ (Volume) x Harga Satuan Pekerjaan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk., Analisis Anggaran Biaya... 73
Tabel 4.6 Hasil Persentase Bobot Pekerjaan dengan Metode SNI
No. Item Pekerjaan Harga Pekerjaan(Rp) Total Bobot Pekerjaan
A Pekerjaan Persiapan 1,455,825,149.000 13.05%
B Pekerjaan Tanah & Urugan 304,015,106.566 2.72%
C Lt - Basement 2,225,687,868.473 19.95%
D Lt - 1 (Satu) 1,828,132,051.457 16.38%
E Lt - 2 (Dua) 1,243,317,517.366 11.14%
F Lt - 3 (Tiga) 809,554,168.453 7.26%
G Lt - 4 (Empat) 808,182,904.695 7.24%
H Lt - 5 (Lima) 843,844,013.380 7.56%
I Lt – Atap 534,069,842.901 4.79%
J R. Mesin & R. Pompa 178,013,106.051 1.60%
K Ramp 167,981,378.885 1.51%
L Ground Water Tank (Gwt) 149,068,809.292 1.34%
M Sumpit, 3 Bh 31,985,943.134 0.29%
N Grease Trap, 2bh 46,650,270.973 0.42%
O Kanopi dan Rumah Genset 532,132,973.800 4.77%
Total 11,158,461,104.427 100.00%
Tabel 4.7 Hasil Persentase Bobot Pekerjaan dengan Metode Kontraktor
No. Item Pekerjaan Harga Pekerjaan(Rp) Total Bobot Pekerjaan
A PEKERJAAN PERSIAPAN 1,455,825,149.000 13.34%
B PEKERJAAN TANAH & URUGAN 304,015,106.566 2.79%
C LT - BASEMENT 2,225,687,868.473 20.40%
D LT - 1 (Satu) 1,828,132,051.457 16.76%
E LT - 2 (Dua) 1,243,317,517.366 11.40%
F LT - 3 (Tiga) 561,646,122.851 5.15%
G LT - 4 (Empat) 808,182,904.695 7.41%
H LT - 5 (Lima) 843,844,013.380 7.73%
I LT - ATAP 534,069,842.901 4.89%
J R. Mesin & R. Pompa 178,013,106.051 1.63%
K Ramp 167,981,378.885 1.54%
L Ground Water Tank (GWT) 149,068,809.292 1.37%
M Sumpit, 3 bh 31,985,943.134 0.29%
N Grease Trap, 2bh 46,650,270.973 0.43%
O Kanopi dan Rumah Genset 532,132,973.800 4.88%
Total 10,910,553,058.825 100.00%
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk.,Analisis Anggaran Biaya... 74
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu hasil
estimasi anggaran biaya yang lebih ekonomis adalah dengan metode kontraktor. Dibandingkan
dengan metode SNI, metode kontraktor mempunyai hasil anggran biaya yang lebih ekonomis
yaitu sebesar Rp. 10,910,553,058.825, sedangkan hasil anggaran biaya dengan metode SNI
yaitu sebesar Rp. 11,158,461,104.427.
Hal ini terjadi karena nilai koefisien untuk metode kontraktor lebih rendah dibandingkan
dengan metode SNI. Untuk nilai koefisien tersebut tergantung pada tingkat produktivitas
bahan, tenaga, dan alat yang digunakan. Untuk metode kontraktor lebih banyak produktivitas
bahan, tenaga, dan alat yang lebih efisien dibandingkan dengan metode SNI, dan kontraktor.
Produktivitas dari metode SNI, dan kontraktor tersebut tergantung pada umur tenaga, umur
alat, dan kualitas dari bahan yang digunakan, cuaca juga dapat mempengaruhi produktivitas
bahan, tenaga, dan alat, dan sebagainya.
Komponen dominan yang menjadi persamaan dan perbedaan dalam penyusunan harga satuan
pekerjaan adalah komponen dominan yang menjadi persamaan dalam perhitungan harga satuan
yaitu dalam menentukan indeks bahan didasarkan pada banyaknya bahan yang digunakan tiap
satuan pekerjaan dan indeks tenaga kerja didasarkan pada upah harian kerja dan serta
produktivitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan per satuan hari. Dari perbandingan harga
satuan pekerjaan antara metode SNI dan kontraktor, terlihat bahwa komponen dominan yang
menjadi perbedaaan yaitu harga satuan upah. Dari hasil penelitian pada pekerjaan pembesian
dan bekisting menunjukkan bahwa perbandingan antara kedua metode tersebut yang paling
dominan adalah harga satuan upah.
Saran
Di dalam menghitung harga satuan pekerjaan sebaiknya dilakukan perhitungan dengan lebih
teliti, khususnya pemilihan metode perhitungan yang tepat sehingga didapatkan anggaran biaya
yang ekonomis serta dapat dipertanggung jawabkan. Dalam menghitung RAB proyek
sebaiknya tetap yang menjadi acuan adalah SNI dengan pertimbangan efesiensi dan efektivitas
kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Aistra Aris Nogroho, 1998, ”Aplikasi Manajemen Konstruksi Murni Pada Pelaksanaan
Konstruksi Bangunan”, Universitas Indonesia, Jakarta.
Austen A.D. dan Neale R.H., 1991, Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit PT Pustaka
Binaman Pressindo, Jakarta.
Awaludin Zakaria, “Cara Cepat Mengestimasi Biaya Proyek”, Jurnal Ilmiah Teknik Sipil, Vol.
28, pp. 22-02-2008.
Dewa Ketut Sidarsana, “Biaya dan Jadwal Terpadu Pada Proyek Konstruksi”, Jurnal Ilmiah
Teknik Sipil, Vol. 12, pp. 02-07-2008.
H. Bachtiar I, Rencana dan Estimate real of Cost, penerbit Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Harry Hartawan, 1999, Manajemen Konstruksi (Perencanaan dan Pengendalian Proyek),
Penerbit ISTN, Jakarta.
KBK Manajemen Konstruksi, 2001, “Manajemen Konstruksi”, Penerbit Universitas Islam
Indonesia, Yogjakarta.
Keputusan Menteri Permukiman Dan Prasarana Wilayah Nomor: 332/Kpts/M/2002, Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara, Jakarta, Agustus 2002.
Muhammad Khalid Hmstudi, 2008, Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pada Konstruksi Gedung
Dengan Metode BOW, SNI dan Lapangan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Andi Asnur Pranata dkk., Analisis Anggaran Biaya... 75
Redaksi Bumi Aksara, 2003, Analisa BOW, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Soeharto, I., Manajemen Proyek Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta 1998.
Tenriajeng. A. T., Administrasi Konrtrak dan Anggaran Borongan, Penerbit Gunadarma,
Depok, 2004.
Wiwik Wiyanti, 2007, “Manajemen Waktu Penjadwlan Proyek Pembanguan Gedung”,
Universitas Negeri Semarang.
Wulfram I. Ervianto, 2002, Manajemen Proyek Konstruksi, Penerbit Andi, Jakarta.
Yanto Irawan, ST., 2007, Panduan Membangun Rumah (Desain, Anlisis Harga, dan Rencana
Anggaran Biaya), Penerbit PT Kawan Pustaka, Jakarta.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 76
ANALISIS HIDRODINAMIKA TELUK PAREPARE DAN
PENGARUHNYA TERHADAP MANUVER KAPAL
Arnold Malingkas Ratu1,
Muh. Arsyad Thaha2, Rita Tahir Lopa
3
1Mahasiswa Program Doktor Teknik Sipil, Universitas Hasanudin
2,3Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jalan Poros Malino KM.6
Bontomarannu 92171 Gowa Sulawesi Selatan
e-mail:1 [email protected]
Abstrak Pelabuhan Nusantara yang merupakan bagian dari Teluk Parepare terletak ±3,6 km dari
mulut teluk yang secara hidrodinamika masih dipengaruhi oleh arus pasang surut dan gelombang.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis karakateristik kondisi perairan Teluk Parepare
terhadap pergerakan (manuver) kapal yang disebabkan oleh pengaruh arus pasang surut dan
gelombang. Untuk mengetahui karakteristik kondisi perairan Pelabuhan Nusantara digunakan
model SMS sub program RMA2 yang dibangun dari persamaan elemen beda hingga. Resources
Management Associates-2 mampu menghitung perubahan elevasi permukaan perairan dan
komponen kecepatan arus horizontal untuk aliran permukaan bebas sub-kritis dalam medan
aliran dua dimensi. Sementara untuk analisis transformasi gelombang menggunaka STWAVE.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi perairan di sekitar Pelabuhan Nusantara Teluk
Parepare pada waktu-waktu tertentu terjadi rotasi arus, gerak acak maupun pertemuan arus yang
disebabkan oleh perubahan kecepatan yang relatif signifikan. Perubahan dari kecepatan yang
tinggi 0,07 – 0,20 m/dtk ke kecepatan yang cukup rendah 0,003 – 0,005 m/dtk. Ini terjadi pada
kondisi arus menuju pasang dan arus menuju surut. Selanjutnya kondisi perairan Pelabuhan
Nusantara mendapat pengaruh gelombang dari laut dalam khususnya gelombang dari arah barat
dan barat laut. Sepanjang jalur kapal dipengaruhi oleh transformasi gelombang dengan tinggi
gelombang 0,25 – 1,13 m. Sehingga kondisi karakteristik perairan Teluk Parepare demikian dapat
dianggap dapat mempengaruhi olah gerak (manuver) kapal.
Kata kunci: SMS, kondisi perairan, manuver kapal, Teluk Parepare
PENDAHULUAN
Pelabuhan Nusantara terletak di Teluk Parepare Kota Parepare yang melayani pelayaran pada
skala regional, nasional dan bahkan internasional. Aktivitas Pelabuhan Nusantara relatif cukup
tinggi karena merupakan pintu gerbang keluar masuknya penumpang dan barang dari wilayah
timur Indonesia dan sebagai lintas negara.
Letak geografis Teluk Parepare berbatasan langsung dengan Selat Makassar. Kondisi ini
menjadikan perairan di Teluk Parepare sangat berkaitan dengan mekanisme sirkulasi di Selat
Makassar. Menurut Gordon et al., 1999 dalam Wisha dan Heriati, 2016, berpendapat bahwa
selat makassar merupakan salah satu wilayah perairan yang sensitif terhadap perubahan iklim
dan proses dinamika laut. Perairan Selat Makassar sering terjadi proses pengadukan atau
pergolakan yang dibangkitkan oleh gaya pasang surut dan pengaruh ENSO (El Nino –
Southern Oscillaton). Sehingga kondisi hidrooseanografi perairan Teluk Parepare dianggap
masih dipengaruhi oleh sistem angin muson.
Pelabuhan Nusantara yang merupakan bagian dari Teluk Parepare terletak ±3,6 km dari mulut
teluk secara hidrodinamika masih dipengaruhi oleh kondisi perairan laut dalam. Sehingga
pelabuhan ini dianggap masih dipengaruhi oleh gelombang laut. Selain itu di sekitar Pelabuhan
Nusantara tepatnya sebelah barat dan barat laut terdapat kontur yang menjorok ke dalam
(submarine canyon). Kondisi topografi kedalaman ini diduga dapat mempengaruhi pola
sirkulasi arus laut. Khususnya arah dan kecepatannya.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 77
Model hidrodinamika adalah salah satu bentuk simulasi untuk memodelkan kondisi
hidrodinamika pada suatu perairan. Simulasi ini dapat memberikan gambaran kondisi yang
sebenarnya di lapangan. Pemodelan ini dilakukan karena beberapa data kurang representatif
sehingga hasil dari simulasi dapat memberikan hasil yang maksimal, termasuk proses-proses
dinamika perairan khususnya perairan Pelabuhan Nusantara yang termasuk salah satu perairan
yang sangat kompleks karena memiliki variasi kedalaman laut dengan topografi pantai landai
hingga curam. Untuk memudahkan hal tersebut dapat digunakan bantuan komputer dengan
menggunakan perangkat lunak SMS (Surface-water Modelling System).
Selanjutnya sirkulasi arus yang tidak seragam (acak) tentunya dapat mempengaruhi kondisi
perairan di sekitar pelabuhan. Salah satu indikasinya adalah pada waktu-waktu tertentu di
Pelabuhan Nusantara kerap terjadi manuver kapal.
LITERATURE
Tinjauan Pasang Surut
Pasang surut adalah gerak naik turunnya permukaan lautan secara periodik sebagai akibat
hubungan gravitasional antara bumi, bulan dan matahari (Setiyono, 1996). Gaya pasang surut
dapat menyebabkan pembentukan morfologi pantai namun tidak terlalu besar dibandingkan
dengan pengaruh ombak dan arus laut. Meskipun demikian, pasang surut laut mempengaruhi
dinamika air sekitar pantai karena berlaku harian sehingga dinamika arus disekitar pantai dan
transpor sedimen sangat dipengaruhi oleh keadaan ini. Arus pasang surut yang terjadi
umumnya tidak terlalu kuat untuk mengangkat sedimen berbutir kasar kecuali sedimen berbutir
halus (lempung). Dahuri,dkk (2004) menyatakan bahwa di perairan-perairan pantai, utamanya
di teluk-teluk atau selat-selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan menimbulkan
arus pasang surut (tidal current) di pantai dan di sekitar muara sungai.
Fluktuasi muka air laut dapat diperkirakan dari nilai konstanta harmonik GPP di wilayah Teluk
Parepare dengan metode analisis harmonik tertentu. Faktor lokal yang dapat mempengaruhi
pasang surut seperti topografi dasar laut, lebar dan bentuk teluk (Adibrata, 2007).
Tinjauan Arus
Arus merupakan pergerakan massa air laut yang diakibatkan oleh adanya tiupan angin yang
berhembus di atas permukaan air laut atau karena perbedaan densitas dalam air laut, atau dapat
juga disebabkan oleh gerakan gelombang yang panjang atau disebabkan oleh pasang surut
(Nontji, 1987).
Tinjauan Gelombang
Pembangkit utama gelombang adalah angin yang bertiup di atas permukaan laut, bentuk
gelombang yang dihasilkan cenderung tidak tentu tergantung pada tinggi, periode dan daerah
terbentuknya. Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang dapat dihasilkan
dalam pembangkitan gelombang. (Hutabarat dan Evans, 1984 dalam Darmawan, 2018).
Klasifikasi gelombang laut berdasarkan kedalaman relatif d/l terbagi atas tiga yaitu: d/L<0,05
gelombang perairan dangkal, 0,05<d/L>0,5 gelombang perairan menengah, d/L>0,5
gelombang perairan dalam(gelombang pendek). Suatu deretan gelombang yang menuju pantai
akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh pendangkalan gelombang, proses
refraksi, difraksi, refleksi dan gelombang pecah (Triatmodjo, 1999 dalam Darmawan, 2018).
Gerakan Kapal
Menurut Putranto & Sulisetyono, 2015 berpendapat bahwa kapal yang beroperasi di perairan
bergelombang akan berpengaruh pada olah gerak kapal. Selain dipengaruhi oleh gelombang
yang mengenai badan kapal, gerakan kapal juga dipengaruhi oleh pergerakan muatan, angin,
arus, baik di perairan dangkal maupun dalam.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 78
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2018 dengan lokasi berada di Pelabuhan Nusantara
Teluk Parepare yang secara geografis terletak pada 03° 57’ 39” LS - 119°43’ 40” BT.
Gambar 1. Pelabuhan Nusantara
Sumber : Google earth dalam Dokumen DED, 2014
Kawasan penelitian dilakukan di sepanjang area sekitar pelabuhan yang terdiri dari: sebelah
utara dan selatan dengan panjang kawasan ± 800 m dan panjang di sebelah barat Pelabuhan
Nusantara ± 500 m. Sementara kedalamannya antara 0 – 25 m.
Sifat dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer
berupa data kondisi fisik wilayah penelitian, data arus, dan data gelombang. Data tersebut
diperoleh dari hasil survey lapangan. Sementara data sekunder berupa data kedalaman, pasang
surut, data iklim, data arah dan kecepatan angin. Data tersebut diperoleh dari instansi terkait
seperti BMKG dan instansi swasta lainnya.
Pengolahan Data
1. Data pasang surut
Data pasang surut diperoleh dengan menggunakan software Tide Prediction dengan input
konstanta harmonis pasang surut tahun 2016 yaitu amplitudo dan fase pasang surut.
Selanjutnya dari hasil pengkonversian ini berupa data numerik prediksi pasang surut pertanggal
1 – 15 Desember 2018 dan 1 – 15 Juli 2019.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 79
2. Data angin dan gelombang
Data angin diperlukan untuk peramalan tinggi dan periode gelombang. Frekuensi kejadian
angin pada tiap arah mata angin dan kelas kecepatan angin pada lokasi dan waktu tertentu di
Parepare
a) Prosedur peramalan (Hindcasting); salah satu cara peramalan gelombang adalah dengan
melakukan pengolahan data angin. Prediksi gelombang yang dihitung berdasarkan kondisi
meteorologi yang telah lampau disebut hindcasting. Gelombang laut yang akan diramal
adalah gelombang di laut dalam suatu perairan yang dibangkitkan oleh angin, kemudian
merambat ke arah pantai dan pecah seiring dengan mendangkalnya perairan di dekat pantai.
Hasil peramalan gelombang berupa tinggi dan perioda gelombang signifikan untuk setiap data
angin.
b) Koreksi faktor tegangan angin (Wind stress factor) merupakan data kecepatan angin yang
dimodifikasi. Sebelum merubah kecepatan angin menjadi wind stress factor, koreksi dan
konversi terdahap data kecepatan angin perlu dilakukan.
c) Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisis dengan formula- formula empiris yang
diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore
Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi jarak
pembangkitan gelombang terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi durasi terbatas.
Tahap Pengambilan Data Primer
1. Tahap pengambilan data arus
Pengukuran arus dilakukan dengan menggunakan layang-layang arus yang dipaketkan dengan
GPS, layang layang arus dengan bahan dasar seng dan bola pelampung yang diikat bersama
GPS untuk menentukan posisi dan waktu. Pengamatan dilakukan dengan melepas layang-
layang arus dalam waktu dua jam dengan bebas dan diambil setelahnya di tempat terakhir
layang layang arus berada. Pengamatan dilakukan pada stasiun yang sama sebanyak 4 kali
dengan mengambil kondisi saat surut, menuju pasang, pasang, dan menuju surut.
Kecepatan arus dihitung dengan menggunakan persamaan umum sebagai berikut :
V (1)
Keterangan:
V = Kecepatan arus (meter/dtk)
S = Jarak (meter)
T = Waktu tempuh (dtk)
E. Analisis Data
Dalam proses analisis data penelitian merujuk pada analisis pemodelan hidrodinamika
berdasarkan persamaan-persamaan yang membangun software Surface Water Modeling System
(SMS) 8.1 sub program RMA2.
Resources Management Associates-2 mampu menghitung perubahan elevasi permukaan
perairan dan komponen kecepatan arus horizontal untuk aliran permukaan bebas sub-kritis
dalam medan aliran dua dimensi.
Sebagai persamaan pengatur, modul ini menggunakan persamaan konservasi massa dan
momentum yang diintegrasikan terhadap kedalaman.
Persamaan konservasi massa :
0
y
hv
x
hu
y
v
x
uh
t
h (2)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 80
Persamaan konservasi momentum :
arah x
x
h
x
agh
y
uE
x
uE
h
y
uhv
x
uhu
t
uh xyxx 2
2
2
2
0sin2sin486,1
22/122
26/1
2
vhVvuh
guna
(3)
arah y
y
h
y
agh
y
vE
x
vE
h
y
vhv
x
vhu
t
vh xyxx 2
2
2
2
0sin2sin
486,1
22/122
26/1
2
vhVvuh
gvna
(4)
Dimana:
h = kedalaman perairan
t = waktu
vu, = komponen kecepatan arah x dan y
= kerapatan fluida
g = percepatan gravitasi
E = koefisien kekentalan turbulen
xx, dalam arah normal terhadap bidang x
yy, dalam arah normal terhadap bidang y
xy dan yx, masing-masing berimpit dengan bidang x dan y
a = elevasi dasar perairan
n = koefisien kekasaran Manning
= koefisien tegangan geser angin empiris
aV = kecepatan angin
= arah angin
= kecepatan rotasi bumi
= posisi lintang geografis
Persamaan kekekalan massa dan kekekalan momentum tersebut di atas diselesaikan
dengan metode elemen hingga dengan menggunakan metode residu berbobot Galerkin.
1. Verifikasi Model
Verifikasi dilakukan dengan membandingkan hasil model dengan hasil pengukuran lapangan
dengan uji statistik maupun perhitungan. Besar kesalahan yang terjadi dihitung dengan mencari
nilai MRE (Mean Relatif Error). Perhitungan untuk mencari nilai tersebut adalah (King D,
2003 dalam Dharmawan, A. A, 2018):
MRE = (5)
Dimana hc = besar nilai hasil model
Ho = besar nilai hasil pengukuran lapangan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Arus
Model sirkulasi arus daerah kajian menggunakan software SMS 8.1 dengan sub program
GFGEN dan RMA2. Software yang dibangun dari persamaan numerik elemen beda hingga
(finite element method). Program ini selanjutnya menghasilkan data dalam bentuk visualisasi
gambar 2D berupa sirkulasi arus pasang surut perairan. Informasi ini penting untuk mengetahui
karakteristik/kondisi arus derah kajian. Pola sirkulasi arus tersebut dimodelkan dalam dua
kondisi yakni dapat dilihat pada gambar berikut.
1. Model sirkulasi arus saat muson timur
Analisis arus dimodelkan 2 kondisi, yakni pada saat muson timur dan muson barat. Model
sirkulasi arus pada saat muson timur merupakan model sirkulasi arus pada kondisi musim
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 81
kemarau. Pada wilayah kajian kondisi kemarau dengan jumlah curah hujan paling sedikit
terjadi pada bulan Juli. Pada kondisi ini dinilai pengaruh debit aliran sungai kurang
mempengaruhi dibanding dengan musim hujan. Untuk mengetahui kondisi tersebut dapat
dilihat pada gambar 2 sampai gambar 6 berikut ini.
Gambar 2. Pola arus pada saat menuju surut terendah
Sumber : Hasil model, 2018
Gambar 2 menunjukkan bahwa pada saat menuju surut terendah kecepatan arus rata-rata
sebesar 0,015 m/dtk dengan elevasi muka air laut sebsar 1,046 m. Kondisi ini terjadi pada saat
time step 73 jam. Sementara terlihat jelas bahwa pada model kondisi perairan bagian utara
Pelabuhan Nusantara kecepatan arus menujukkan adanya kekuatan arus yang cukup besar,
yakni berkisar 0,069 – 0,129 m/dtk. pergerakan arus bergerak menuju laut dalam.
Gambar 3. Pola arus pada saat menuju pasang maksimum
Sumber : Hasil model, 2018
Gambar 3 menunjukkan bahwa pola arus menuju pasang tertinggi terjadi pada time step 233
jam dengan kecepatan arus rata-rata 0,010 m/dtk. Kondisi ini terjadi dengan elevasi muka air
laut sebesar 2,098 m. pada kondisi dimana arus menuju pasang kondisi perairan sekitar
Pelabuhan Nusantara arah sirkulasi arus serempak bergerak menuju pantai. Pada kolam
perairan Pelabuhan Nusantara vector arus dari laut dalam melewati mulut teluk dsn terus
bergerak serempak melewati kolam polabuhan. Sementara Pada bagian utara Pelabuhan
Nusantara terjadi percepatan arus dengan kecepatan berkisar 0,039 – 0,099 m.
2. Model arus pada saat muson barat
Pada kondisi muson barat atau musim hujan perairan Teluk Parepare sangat dipengaruh oleh
aliran debit sungai. Khususnya Sungai Karajae. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum
Parepare 2014, besarnya debit rata-rata harian aliran maksimal pada musim hujan sebesar
1.084,25 m3/detik. Selanjutnya aliran tersebut tentunya dapat mempengaruhi kondisi
hidrodinamika perairan Teluk Parepare khususnya kondisi pasang surut.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 82
Gambar 4. Kondisi perairan pada saat arus menuju pasang dengan kecepatan arus rata- rata tertinggi
Sumber : Hasil model, 2018
Gambar 4 menunjukkan bahwa kondisi perairan di sekitar Pelabuhan Nusantara dengan
kecepatan rata-rata tertinggi sebesar 0,024 m/dtk. kondisi ini terjadi pada time step 27 jam (hari
ke-2). Dengan elevasi muka air sebesar 1,696 m. Setelah dua jam berikutnya elevasi muka air
pasang surut mencapai puncak maksimum sebesar 2,257 m dengan kecepatan arus rata-rata
menurun sebesar 0,017 m.
Gambar 5. Kondisi perairan pada saat menuju surut terendah dengan kecepatan arus rata-rata
tertinggi
Sumber : Hasil model, 2018
Gambar 5 menunjukkan bahwa kondisi peraiaran di sekitar Pelabuhan Nusantara pada saat air
menuju surut terendah kecepatan rata-rata 0,016 m/dtk dengan elevasi muka air laut 1,281 m.
Kondisi ini terjadi pada time step 45 jam (hari ke-2). Yakni pada waktu surut kedua. Massa air
laut bergerak terus menuju laut dalam dengan perlambatan kecepatan hingga 0,010 m/dtk
dengan durasi waktu selama 2 jam sehingga mencapai puncak surut paling rendah dengan
elevasi sebesar 1,127 m.
Gambar 6. Kondisi arus pelabuhan ketika terjadi arus turbulensi
Sumber : Hasil model, 2018
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 83
Gambar 6 menunjukkan bahwa pada time step 123 jam dengan kecepatan arus rata-rata 0,030
m/dtk. Pada kondisi ini dimana terjadi perlamabatan kecepatan arus terjadi gerakan turbulensi.
Ini terjadi salah satunya dipengaruhi oleh perubahan topografi kedalaman laut. Sekitar 200 m
ke arah barat dari Pelabuhan Nusantara terdapat cekungan kedalaman yang menyebabkan
kondisi tertentu dapat menyebabkan adanya sirkulasi air laut. Terutama terjadi pada kondisi
surut. Dimana sifat dari zat cair massa air akan mencari posisi yang lebih rendah dalam artian
bahwa massa air akan bergerak menuju pada tingkat topografi kedalaman yang lebih tinggi.
Pada kondisi terjadi ketika arus menuju surut dengan kecepatan yang relatif rendah berkisar
0,002 – 0,004 m/dtk pada saat ini terjadi pelepasan energi.
Gambar 7. Grafik perbandingan kecepatan arus rata-rata muson barat dan timur
Sumber : Hasil model, 2018
Gambar 7 merupakan grafik perbandingan kecepatan arus rata-rata muson barat dan timur,
yakni pada musim hujan (bulan Desember (12)) dan musim kemarau (bulan Juli (7)). Dua
kondisi memperlihatkan adanya perbedaan yang jelas antara kecepatan arus pada saat musim
hujan (barat) dan kemarau (timur). Pada muson barat (bulan 12) kecepatan arus cenderung
tidak stabil. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh bertambahkan debit air dari sungai
karajae sehingga massa air lebih besar tekanannya. Lain halnya dengan muson timur (bulan 7),
kecepatan arus pada saat ini relatif stabil. Dimana kecepatan untuk setiap harinya tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan. Kondisi ini disebabkan oleh besarnya
debit sungai relatif konstan. Sehingga tidak berpengaruh terhadap kenaikan massa air ke
perairan laut.
Model Transformasi Gelombang
Pola transformasi gelombang di perairan Pelabuhan Nusantara Teluk Parepare dibuat dengan
menggunakan software SMS sub program STWAVE yang digunakan untuk memodelkan
gelombang steady-state spectral, dan divisualisasikan dalam bentuk gambar. Gambar 8 – 10
memperlihatkan transformasi gelombang dari laut lepas yang dibangkitkan oleh angin dari arah
barat, barat daya, barat laut dan dari arah selatan.
1. Model transformasi gelombang dari arah barat
Gambar 8. Pola transformasi gelombang dari arah barat
Sumber : Hasil model, 2018
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 84
Pola transformasi gelombang perairan Teluk Parepare dari laut dalam secara garis orthogonal
tidak mengalami perubahan bentuk. Tetapi ketika di laut dangkal arah gelombang akan
mengalami perubahan bentuk berdasarkan karakteristik kedalamannya. Begitu pula yang ada di
Pelabuhan Nusantara. Pola transformasi gelombang di sekitar Pelabuhan Nusantara
Di bagian barat Pelabuhan Nusantara yang memiliki kontur yang menjorok ke dalam
(submarine canyon), arah penjalaran gelombang dari arah barat tegak lurus terhadap pantai
tetapi ketika mendekati daerah pantai arah perambatan gelombangnya mengalami pembelokan
arah yang membentuk sudut terhadap garis kontur. Tinggi gelombang disekitar pelabuhan
berkisar antara 0,159 – 0,200 m pada kedalaman 10 - 12 m.
2. Model transformasi gelombang dari arah barat laut
Gambar 9. Pola transformasi gelombang dari arah barat laut
Sumber : Hasil model, 2018
Gelombang yang merambat dari arah barat laut masuk ke dalam teluk dan bergerak terus
melewati kolom perairan Pelabuhan Nusantara dengan tinggi gelombang sebesar 0,030 m dan
kedalaman 10 – 20 m. Pada kondisi tidak terjadi perubahan tinggi gelombang secara signifikan
dan pada kondisi ini juga Pelabuhan Nusantara relatif kecil pengaruhnya dari gelombang.
3. Model transformasi gelombang dari arah barat daya
Gambar 10. Pola transformasi gelombang dari arah barat daya
Sumber : Hasil model, 2018
Berdasarkan gambar 10 menunjukkan bahwa pada kondisi ini di semua sisi selatan
hingga utara Pelabuhan Nusantara mendapat pengaruh langsung gelombang dengan tinggi
gelombang mencapai 0,70 m sampai 1,13 m.
4. Model transformasi gelombang dari arah selatan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 85
Gambar 11
Pola transformasi gelombang dari arah selatan
Sumber : Hasil model, 2018
Berdasarkan gambar 11 menunjukkan bahwa transformasi gelombang dari arah selatan,
gelombang yang merambat dari laut dalam bergerak sejajar garis pantai. Pada kolam perairan
Pelabuhan Nusantara gelombang bergerak serempak dengan tinggi gelombang 0,20 – 0,40 m.
selanjutnya tinggi gelombang mulai menurun ketika setelah melewati pelabuhan. Dan ketika
melewati area dengan kedalaman yang dangkal maka gelombang merambat arah dan tingginya
berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nybakken (1992) yaitu ketika
gelombang memasuki perairan dangkal dan mulai mengalami hambatan gesek dari dasar
perairan, maka gerakan maju gelombang terhambat dan panjang gelombang semakin
berkurang, sehingga ketinggian gelombang akan semakin terjal dan pada akhirnya akan pecah
dan melepaskan energinya ke pantai.
Analisis penyebab manuver kapal
Kecenderungan penyebab terjadinya olah gerak kapal salah satunya dapat dilihat dengan
menganalisis pola sirkulasi arus dan gelombang. Adanya pada kondisi tertentu dimana perairan
di sekitar Pelabuhan Nusantara terjadi sirkulasi arus (rotasi) maupun pertemuan arus. Rotasi
arus disebabkan adanya perubahan kecepatan arus secara siginifikan. Kondisi ini kerap terjadi
pada saat perubahan arah aliran seperti pada saat menuju pasang atau menuju surut. Selain itu
didukung oleh topografi kedalaman laut (adanya pendangkalan atau jurang laut). Setelah
dilakukan pemodelan maka diperoleh gambaran sirkulasi arus seperti yang terlihat pada
gambar 12
1. Analisis penyebab manuver kapal oleh arus
Berdasarkan hasil model yang di timpa pada peta kontur kedalaman (gambar 12), terlihat
jelas bahwa terjadi gerakan arus yang acak membentuk sirkulasi arus yang berotasi (pusaran
arus). Gerakan sirkulasi tersebut disebabkan oleh adanya variasi kedalaman laut yang relative
ekstrim dan tidak seragam, seperti pendangkalan dan jurang laut di tengah-tengah kolom
perairan. Kontur ini menyebabkan ketidakseimbangan arah dan kecepatan arus dalam gerakan
massa airnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wibisono (2011) bahwa pengerakan arus
secara horizontal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, angin dan pasang surut. Kondisi
tersebut menyebabkan tingginya kecepatan arus permukaan yang arahnya menjadi lebih tidak
teratur.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 86
Gambar 12. Sirkulasi arus pada saat terjadi turbulensi
Sumber : Hasil model, 2018
Gerakan massa air yang tidak seimbang (rotasi arus/acak) dianggap mampu mempengaruhi
gerakan kapal ketika melewatinya. Dan pada saat gaya berat kapal lebih besar dari gaya apung
atau ketika kapal berbelok terlalu ekstrim dapat memicu terjadinya kapal karam atau terbalik
karena kurang keseimabangan. Hal ini sesuai dengan pendapat Putranto & Sulisetyono (2015),
bahwa gerakan kapal dipengaruhi oleh pergerakan muatan, angin, arus, baik di perairan
dangkal maupun dalam. Selain itu, area dimana terjadinya pertemuan arus ataupun pembelokan
arah sirkulasi arus yang ekstrim yang diakibatkan oleh perubahan kecepatan juga dapat
menjadi faktor penyebab gerakan kapal. Seperti yang terlihat pada gambar 6 dan 12.
Penelitian ini menggunakan simulasi dengan satu siklus selama 15 hari. Dan diperoleh
waktu-waktu tertentu terjadi gerakan massa air yang acak hingga berotasi. Berikut merupakan
hasil model disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Kondisi arus saat terjadi gerakan arus (acak, pusaran, tubulen)
Sumber: Hasil Olah data Model, 2018
Dari tabel 1 menunjukkan bahwa 1 kali siklus pasang surut selama 15 hari terjadi 9 kali terjadi
arus berotasi. Dimana kondisi terjadi ketika terjadi perubahan kecepatan arus rata-rata yang
relatif signifikan. Seperti pada kala ulang 254 jam. Pada kondisi ini terjadi arus surut dengan
kecepatan sebesar 0,007 m/dtk. Selanjutnya pada kala ulang berikutnya pada saat arus menuju
pasang terjadi penurunan kecepatan arus rata-rata sebesar 0,003 m/dtk. Kondisi ini juga terjadi
kala ulang lainnya seperti yang nampak pada tabel 1. Arah sirkulasi arus yang acak dan
berotasi kerap terjadi di area-area tertentu seperti area pendangkalan, jurang laut ataupun
daerah diantara keduanya.
Pada kondisi daerah pendangkalan yang terjadi rotasi arus, hal ini sesuai dengan pendapat
Wisha (2015) yang mengatakan bahwa semakin ke atas gerakan arus mulai di pengaruhi oleh
faktor lain, yaitu angin dan pasang surut, sehingga gerakan arus menjadi semakin cepat di
permukaan dan sudah tidak ada lagi hambatan seperti gesekan dasar dan densitas air laut.
Time Step
(jam)
Vrata-rata
(m/dtk) Elevasi (m) Kondisi Pasang Surut Air Laut
23 0.004 1.188 Menuju pasang
30 0.004 2.245 Menuju surut
37 0.005 2.262 Menuju surut
103 0.004 2.131 Menuju surut
164 0.004 1.924 Menuju pasang
194 0.003 1.563 Menuju pasang
213 0.003 1.835 Menuju pasang
245 0.003 1.872 Menuju pasang
254 0.003 1.197 Menuju pasang
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 87
Karakteristik kondisi sirkulasi arus yang terdapat di sekitar Pelabuhan Nusantara Kota
Parepare, dapat dinilai bahwa kecenderungan olah gerak kapal (manuver) yang kerap terjadi
pada waktu tertentu adalah adanya sirkulasi arus (rotasi air laut) pada waktu dimana terjadi
perubahan kecepatan yang relatif signifikan. Dan ini kerap terjadi pada saat menuju pasang dan
menuju surut.
2. Analisis penyebab manuver kapal oleh gelombang
Pelabuhan Nusantara sangat dipengaruhi gelombang dominan dari arah Barat. Sekitar 55%
arah angin berhembus dari arah Barat. Pada kondisi ini Pelabuhan Nusantara dipengaruhi oleh
gelombang dengan tinggi 0,20 m sampai 0,25 m pada kedalaman 5 m sampai 20 m. Dari
gambar 13 tampak arah gelombang dari laut dalam bergerak sejajar garis pantai menuju pantai
dan Pelabuhan Nusantara. Pada jalur alur pelayaran kapal (gambar 14 (a)) arah gelombang
bergerak serentak menuju arah utara dengan tinggi gelombang berkisar 0,25 m sampai 0,35 m
Gambar 13. Pengaruh gelombang dari arah barat (α=270
o)
Sumber : Hasil model, 2018
Solusi Alternatif Alur Pelayaran Terhadap Manuver Kapal
Untuk menentukan solusi alternatif alur pelayaran terhadap manuver kapal, maka harus
diketahui terlebih dahulu alur pelayaran kondisi eksisiting terhadap kondisi hidrodinamika
perairan Teluk Parepare. Selanjutnya di timpa dalam bentuk peta seperti gambar 14 sehingga
memudahkan dalam menganalisis dan menentukan solusi alternatif yang dianggap tepat.
Gambar 14. Alur pelayaran kapal di Pelabuhan Nusantara
Sumber : Data peta hidros dan hasil model, 2018
Ket: (a) Peta alur pelayaran (garis putus-putus warna hijau merupakan jalur pelayaran kapal ke
Pelabuhan Nusantara.
(b) hasil timpa peta alur pelayaran terhadap pola sirkulasi arus
(a) (b)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 88
Gambar 14 menunjukkan alur pelayaran kapal di Pelabuhan Nusantara dari berbagai wilayah
Indonesia. Berdasarkan gambar 14 (b) tampak bahwa terdapat kondisi dimana terjadi
perubahan arah arus yang dilalui oleh jalur alur pelayaran. Di sebelah barat laut Pelabuhan
Nusantara dan barat daya jalur pelayaran terdapat pusaran arus. Sementara pada jalur
pelayaran terdapat pertemuan arus dari sisi timur dan barat. Selain itu terdapat pula gerak
acak/random. Kondisi ini dapat menjadi indikasi salah satu penyebab gerakan (manuver)
kapal.
1. Solusi alternatif manuver kapal berdasarkan kondisi Arus Pasang surut
Alur pelayaran digunakan untuk mengarahkan kapal yang akan masuk ke kolam pelabuhan.
Alur pelayaran dan kolam pelabuhan harus cukup tenang dari terhadap pengaruh arus.
Perencanaan alur pelayaran dan kolam pelabuhan ditentukan oleh kapal terbesar yang akan
masuk ke pelabuhan dan kondisi meteorologi dan oseanografi (Triadmodjo, 2016)
Berdasarkan kondisi eksisting gambar 14 (a), bahwa terdapat alur pelayaran yang dekat
sirkulasi arus turbulen sehingga dirumuskan model alur pelayaran alternatif yang dianggap
aman dari segi sirkulasi arus. Rumusan model alur tersebut dapat dilihat pada gambar 15 (b).
Alur pelayaran alternatif tersebut dapat pula menjadi alternatif jalur keluar kapal. Karena
dinilai aman dari pengaruh arus dari debit Sungai Karajae. Menurut pendapat Triadmodjo,
2016 bahwa sebuah kapal yang mengalami/menerima arus dari depan akan dapat mengatur
gerakannya (manuver), tetapi apabila arus berasal dari belakang kapal akan menyebabkann
gerakan yang tidak baik. Sehingga berdasarkan karakteristik perairan Pelabuhan Nusantara
yang dipengaruhi oleh aliran debit sungai Karajae maka dapat dirumuskan alur pelayaran
alternatif demikian.
(a) (b) Gambar 15 (a) kondisi eksisiting alur pelayaran (b) alur pelayaran alternatif
Sumber : Hasil model, 2018
2. Solusi alternatif manuver kapal berdasarkan kondisi gelombang
Alur pelayaran dan kolam pelabuhan juga harus cukup tenang dari pengaruh gelombang.
Menurut Triadmodjo, 2016 bahwa tinggi gelombang kritis yang direkomendasikan berdasarkan
ukuran kapal dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Tabel 2. Tinggi gelombang kritis di pelabuhan
Ukuran Kapal Tinggi gelombang kritis untuk bongkar muat
(H1/3)
Kapal Kecil 0,3 m
Kapal sedang dan besar 0,5 m
Kapal sangat besar 0,7 – 1,5 m
Sumber: Triatmodjo, 2016
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 89
Nampak bahwa pada tabel 2, tinggi gelombang kritis untuk aktivitas bongkar muat barang pada
skala kapal kecil yang diperobolehkan sebesar 0,30 m. Sementara kapal sedang hingga besar
tinggi gelombang kritis yang diirekomendasikan sebesar 0,50 m. Untuk tinggi gelombang 0,70
– 1,50 m diperbolehkan oleh kapal-kapal ukuran sangat besar. Kapal yang dikategorikan kecil
berukuran dibawah 500 GT dan lebih dari itu merupakan kapal skala besar hingga sangat besar.
Selanjutnya pada kondisi eksisting Pelabuhan Nusantara Teluk Parepare besarnya tinggi
gelombang yang melewati area perairan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Tinggi gelombang sekitar Pelabuhan Nusantara
Arah datang gelombang Tinggi gelombang signifikan rata-rata (m)
Barat 0,200 – 0,600
Barat laut 0,003 – 0,008
Barat daya 0,700 – 1,130
Selatan 0,200 – 0,400
Sumber: Olah data eksisting dari hasil model, 2018
Tabel 3 memperlihatkan bahwa tinggi gelombang signifikan rata-rata bervariasi berdasarkan
arah sudut datang gelombang. Tinggi gelombang terbesar berasal dari arah barat daya, yakni
sebesar 0,70 – 1,13 m. Pada kondisi ini tidak hanya kapal kecil dan sedang, tetapi kapal besar
harus lebih memperhatikan pada pola manuver kapal.
Mengacu kepada analisis gelombang pada tabel 2 dan 3 bahwa kategori kapal kecil dengan
ukuran di bawah 500 GT harus lebih memperhatikan tinggi gelombang kritis untuk bongkar
muat dari arah barat dan barat daya. Sementara untuk kapal sedang dan besar harus lebih
memperhatikan tinggi gelombang kritis dari arah barat dan barat daya. Untuk ukuran kapal
sangat besar, tinggi gelombang kritis untuk kegiatan bongkar muat harus lebih memperhatikan
gelombang dari arah barat daya dengan tinggi gelombang rata-rata eksisting berkisar antara
0,70 – 1,13 m.
Merujuk pada kondisi hidrodinamika tersebut maka solusi alternatif dapat dilakukan dengan
mengefektifkan fasilitas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) di kolam pelabuhan sekitar
alur masuk kapal.
Berdasarkan kondisi hidrodinamika tersebut maka perlu dilakukan upaya alternatif sebagai
solusi untuk menghindari kecelakaan pada saat terjadinya manuver kapal. Solusi tersebut dapat
dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Muatan kapal tidak boleh melebihi dari beban kapal. Karena bisa menyebabkan ketidak
seimbangan antara gaya apung dan gaya muatan.
2. Mengurangi kecepatan pada saat arus menuju surut dan menuju pasang. Hal ini dilakukan
untuk proses penyeimbangan antara kecepatan arus perairan dan kecepatan kemudi kapal.
Meskipun pada saat ini sepanjang jalur pelayaran kecepatan arus relative kecil, yakni
berkisar 0,0003 m/dtk sampai 0,0015 m/s akan tetapi pada kondisi ini terjadi pelepasan
energi. Sehingga harus tetap diperhatikan.
3. Tidak melakukan pembelokan kapal secara ekstrim pada saat-saat arus menuju surut
terendah dan menju pasang tertinggi. Pada kondisi ini terjadi rotasi arus, gerak acak dan
pertemuan arus di sepanjang/sekitar jalur alur pelayaran.
4. Menghindari jalur area terjadinya rotasi arus saat kemudi dengan tidak mengambil jalur
alternatif arah ke arah barat, karena arah barat dari jalur pelayaran kerap terjadi pusaran
arus. Disarankan ke arah timur.
5. Harus lebih memperhatikan pengaruh gelombang dari arah barat dengan tinggi gelombang
signifikan rata-rata 0,20 – 0,45 m dan barat daya dengan tinggi gelombang yang dilalui
oleh alur pelayaran berkisar 0,50 – 1,13 m dengan gerakan gelombang menuju timur laut.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 90
6. Refleksi yang terjadi di daerah pelabuhan akan menyebabkan ketidak-tenangan di dalam
perairan pelabuhan. Fluktuasi muka air ini akan menyebabkan gerakan pada kapal-kapal
yang ditambat dan dapat menimbulkan tegangan yang besar pada tali penambat
(Triatmodjo, 1996). Untuk mendapatkan ketenangan di kolam pelabuhan diperlukan
adanya bangunan yang berfungsi sebagai penyerap/penghancur energi gelombang.
E. Verifikasi Hasil Model
1. Verifikasi kecepatan arus
Hasil pengukuran kecepatan arus rata-rata secara langsung untuk verifikasi model diambil pada
lokasi pengamatan. Kecepatan arus rata-rata yang tidak digunakan sebagai kondisi batas
pemodelan, yaitu lokasi pengukuran di sekitar Pelabuhan Nusantara dengan kedalaman 2 – 10
m. Hasil perbandingan antara pengukuran kecepatan arus rata-rata secara langsung di perairan
Pelabuhan Nusantara dengan hasil simulasi disajikan pada gambar 16.
Gambar 16. Kalibrasi data lapangan dan hasil model
Sumber : Hasil perhitungan, 2018
Gambar 16 menunjukkan bahwa Kecepatan arus rata-rata hasil simulasi memberikan hasil
yang tidak signifikan berbeda, sehingga diasumsikan bahwa validitas parameter-parameter
model control serta referensi kondisi batas kecepatan arus rata-rata yang diaplikasikan pada
pemodelan telah mendekati kebenaran sesuai kondisi pengukuran lapangan.
Verifikasi kecepatan arus dilakukan dengan mengambil 6 stasiun daerah sampel. Setiap stasiun
di ambil pada posisi dan kedalaman yang relatif sama. Perhitungan nilai Error didapatkan nilai
RME (%) rata-rata sebesar 5,00%. Nilai RME tersebut dibawah standar yang diperbolehkan
yaitu sebesar 20%.
2. Verifikasi tinggi gelombang
Hasil pengukuran tinggi gelombang secara langsung untuk verifikasi model diambil pada
lokasi pengamatan tinggi gelombang yang tidak digunakan sebagai kondisi batas pemodelan,
yaitu lokasi pengukuran di perairan sekitar Pelabuhan Nusantara Teluk Parepare dengan
kedalaman 2 m sampai 10 m. Hasil perbandingan antara pengukuran tinggi gelombang secara
langsung di perairan sekitar Pelabuhan Nusantara dengan hasil simulasi disajikan pada gambar
17.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk., Analisis Hidrodinamika Teluk... 91
Gambar 17. Kalibrasi data lapangan dan hasil model (gelombang)
Sumber : Hasil perhitungan, 2018
Gambar 17 menunjukkan tinggi gelombang hasil simulasi memberikan hasil yang tidak
berbeda secara signifikan, sehingga diasumsikan validitas parameter-parameter model kontrol
serta referensi kondisi batas tinggi gelombang yang diaplikasikan pada pemodelan telah
mendekati kebenaran sesuai kondisi pengukuran lapangan.
Verifikasi tinggi gelombang dilakukan dengan mengambil 6 stasiun daerah cuplik. Setiap
stasiun di ambil pada posisi dan kedalaman yang relatif sama. Perhitungan nilai Error
didapatkan nilai RME (%) rata-rata sebesar 14,12%. Nilai RME tersebut masih dalam kategori
diperbolehkan dengan nilai RME maksimum sebesar 20%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Karakteristik kondisi arus pada saat musim barat (hujan) kecepatan arus lebih besar dan
lebih fluktuatif (tidak stabil) dibandingkan dengan kecepatan arus rata-rata pada musim
timur (kemarau). Sementara untuk kondisi gelombang, Pelabuhan Nusantara di Teluk
Parepare dominan (55%) dipengaruhi oleh angin dari arah barat. Arah gelombang dominan
bergerak ke arah timur laut dengan tinggi gelombang rata-rata 0,20 m sampai 0,40 m.
2. Penyebab manuver kapal yang kerap terjadi di sekitar perairan Teluk Parepare (Pelabuhan
Nusantara) diduga disebabkan oleh adanya karakteristik sirkulasi arus yang membentuk
rotasi (pusaran arus) maupun pertemuan arus yang acak pada saat perubahan kecepatan
yang relatif signifikan pada saat arus menuju pasang dan menuju surut.
3. Salah satu solusi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kecelakaan pada
saat terjadi manuver kapal adalah dengan mengurangi kecepatan pada saat arus menuju
surut dan menuju pasang. Selain itu tidak melakukan pembelokan kapal secara ekstrim
pada saat-saat arus menuju surut terendah atau menuju pasang tertinggi.
Saran Ada beberapa hal yang menjadi saran dari hasil kajian ini :
1. Saran untuk pelabuhan (Pemerintah)
1) Sebaiknya mengadakan Studi Kelayaan terhadap peningkatan fasilitas Pelabuhan
Nusantara (Fasilitas Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, SBNP).
2) Sebaiknya melakukan kajian terhadap kondisi eksisting alur pelayaran.
3) Sebaiknya melakukan kajian terhadap kondisi eksisting kolam tunggu.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Arnold Malingkas Ratu dkk.,Analisis Hidrodinamika Teluk... 92
4) Sebaiknya dilakukan pengerukan pada perairan bagian barat yang dinilai
tersedimentasi.
2. Saran untuk pengguna pelabuhan
Sebaiknya untuk kapal-kapal kecil yang berukuran 500 GT ke bawah. Disarankan untuk
memperhatikan gelombang dari arah barat dan barat daya. Sementara untuk kapal yang
berukuran besar lebih dari 500 GT lebih memperhatikan arah gelombang dari barat daya.
3. Saran untuk peneliti
1) Perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang analisis sirkulasi arus yang disebabkan oleh
angin
2) Perlunya informasi rekam jejak waktu dan lokasi terjadinya kapal tenggelam di lokasi
kajian. Hal ini dimaksudkan untuk mempertajam analisis dan sebagai bukti ilmiah.
3) Perlu dilakukan lebih lanjut tentang keseimbangan kecepatan kemudi kapal terhadap
kecepatan rotasi arus yang terjadi di sekitar jalur kapal Pelabuhan Nusantara yang
menyebabkan manuver kapal.
4) Perlu dikaji lebih lanjut tentang keseimbangan gaya apung dan gaya muatan kapal
sehingga tidak melebihi beban kapal.
DAFTAR PUSTAKA
Adibrata, S. (2007). Analisis pasang surut di Pulau Karampuang, Provinsi Sulawesi Barat. J.
akuatik, 1(1), 1-6.
Dahuri, H. Rokmin. dkk. 2004. Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Laut. PT. Pradnya
Paramita. Jakarta
Dharmawan, A. A. 2018. Pengaruh Kondisi Hidrodinamika Pantai Tarowang Terhadap
Penentu Tipe Pengaman Pantai. Tesis. Universitas hassanuddin. Makassar
Komar, P.D. (1984), CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion, CRC, Florida.
Nontji A., 1987. Laut Nusantara. Djambatan, Jakarta.
Nybakken, J W., 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT. Gramedia.
Jakarta
Putranto, T & Sulisetyono, A. 2015. Analisa Numerik Gerakan Dan Kekuatan Kapal Akibat
Beban Slamming Pada Kapal Perang Tipe Corvette. J. Kapal, Vol. 12, No.3
Semedi, B., B. H. Husain, N. Hidayati. (2016). Analyzing coastal vulnerability index using
integrated satellite remote sensing and geographic information system: a case study of
Denpasar coastal zone. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 6:
35-40.
Triatmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.
Triatmodjo, B., 2016. Perencanaan Pelabuhan. Beta Offset. Yogyakarta.
Wibisono, S,M. 2011. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo, Jakarta.
Wisha, U. J., Husrin, S., & Prihantono, J. 2015. Hydrodynamics Banten Bay during
Transitional Seasons (August-September). Ilmu kelautan: Indonesian Journal of
Marine Sciences, 20(2), 101-112.
Wisha. U.J dan Heriati. A. (2016). Analisis Julat Pasang Surut (Tidal Range) Dan
Pengaruhnya Terhadap Sebaran Total Sedimen Tersuspensi (Tss) Di Perairan Teluk
Pare. Jurnal kelautan. Vol 9 No. 1
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 93
ANALISIS JENIS TANAH DAN PERENCANAAN PONDASI
BERDASARKAN DATA SONDIR
Tri Handayani1, Asri Wulan
2
1,2 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100 Depok16424, Jawa Barat
e-mail : [email protected],
Abstrak Pembangunan gedung bertingkat di kota Depok memerlukan perencanaan pondasi yang sesuai
dengan jenis tanahnya agar menghasilkan gedung yang aman dan kuat, tujuan dari penelitian ini
adalah merencanakan jenis pondasi tiang yang dibutuhkan untuk menerima beban dari struktur atas
bangunan gedung bertingkat dengan menghitung daya dukung pondasi. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian tentang data yang
dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka. Analisis daya dukung ijin tiang menggunakan
data sondir yang diperoleh dari hasi uji lapangan dan uji laboratorium. Pengujian di lapangan dengan
sondir hingga mencapai kedalaman tanah keras, dilakukan pada 5 titik pengujian yaitu S1 sampai S5
dengan kedalaman tanah keras tercapai pada kedalaman 10 meter - 18 meter, Berdasarkan hasil uji
lapangan dengan sondir berdasarkan tekanan konus diketahui tanah memiliki konsistensi padat
(Hard) yaitu dengan nilai qc rata-rata lebih dari 40 kg/cm2, dan termasuk dalam jenis tanah lempung
kelanauan dengan hambatan setempat fs 1.0 – 3.0 kg/cm2
. Pengujian tanah dilaboratorium
menunjukkan kadar air rata-rata berkisar 32,39 % -50,99 %, , berat isi kerig tanah berkisar 1058,91
Kg/m3 - 1277,89 Kg/m
3, derajat kejenuhan berkisar 80,74 % - 99,70 %, berdasarkan uji geser
langsung menghasilkan kohesi 0,19 -0,24,dengan sudut geser 1,21 ° - 7,25 °, dan koefisien konsolidasi
senilai 0,22 – 0,38. Berdasarkan uji laboratorium disimpulkan bahwa jenis tanah dilokasi penyelidikan
adalah berjenis tanah lempung. Berdasarkan nilai sudut geser digolongkan tanah berjenis lempung
kelanauan karena nilai sudut gesernya dibawah 25 °. Hasil perhitungan diperoleh perencanaan jenis
pondasi dalam dengan nilai daya dukung izin tekan 38 ton – 218 ton dan daya dukung izin tarik
berkisar 4 ton – 7 ton. Penentuan daya dukung izin tiang ini menggunakan persamaan Guy Sanglerat
dan Mayerhoff.
Kata kunci : Daya dukung, pondasi, Sondir, Depok
PENDAHULUAN Bangunan struktur gedung sipil terdiri dari struktur atas dan struktur bawah. Bangunan struktur
atas terdiri dari konstruksi kolom, balok, plat, dan lain-lain. Sedangkan untuk struktur bawah
terdiri dari konstruksi pondasi. Pondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang
berhubungan langsung dengan tanah, atau bagian bangunan yang terletak dibawah permukaan
tanah yang mempunyai fungsi memikul beban bagian bangunan lain diatasnya (Joseph E.
Bowles, 1997).
Daerah Depok yang berkembang pesat pembangunan gedung bertingkat nya memerlukan
perencanaan pondasi yang sesuai dengan jenis tanahnya, maka dilakukan perencanaan pondasi
dalam hal ini pondasi dalam berupa pondasi tiang.
Tujuan dari penelitian ini adalah merencanakan jenis pondasi berdasarkan data tanah yang
diperoleh dari hasil uji lapangan yaitu uji sondir dan hasil uji laboratorium yang hasil
keluarannya adalah daya dukung izin dari perencanaan gedung .
LITERATURE REVIEW
Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif
yaitu penelitian tentang data yang dikumpulkan dan dinyatakan dalam bentuk angka-angka
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 94
hasil uji tanah di lapangan dan analisis daya dukung ijin tiang dengan menggunakan data
sondir yang diperoleh dari hasi uji lapangan.
Berikut ini merupakan bagan alir dari penelitian yang dapat ditunjukkan Gambar 1.
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Pengujian Tanah Lapangan (Uji Sondir) dan
Handbor
Pengujian Laboratorium hasil dari Uji Handbor
Pengolahan Data Sondir
Perencanaan Pondasi
Selesai
Gambar 1. Diagram alir penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi bahwa tanah yang di uji dan akan dilakukan
perencanaan pondasi terletak di lokasi Depok. Adapun uji tanah yang dilakukan adalah dengan
uji sondir (Dutch Cone Penetrometer test pada 5 titik di lokasi penyelidikan .Dibawah ini
adalah hasil uji sondir yang diperoleh :
Tabel 3. Hasil Uji Sondir pada lokasi pengujian
No No.
TITIK
SONDIR
KEDALAMAN
MAKSIMUM
(m)
qC
(kg/cm2)
JHP
(kg/cm)
1 S1 18,00 25 174
2 S2 17,40 160 179,81
3 S3 17,80 175 207,57
4 S4 10,00 90 104,97
5 S5 10,00 125 107,75
Dimana qc= nilai tahanan qonus (kg/cm2)
JHP = jumlah hambatan pelekat (kg/cm)
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa jenis tanah dilokasi penyelidikan memiliki
kosistensi padat (Hard) yaitu dengan nilai qc rata-rata lebih dari 40 kg/cm2
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 95
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa jenis tanah dilapangan berdasarkan uji sondir
diperoleh nilai qc rata-rata 115 kg/cm2 diklasifikasikan jenis tanah lempung kelanauan dengan
hambatan setempat fs 1.0 – 3.0 kg/cm2
Pengujian tanah di laboratorium
Pengujian laboratorium dilakukan pada sampel tak terganggu yang diambil pada saat
pelaksanaan bor tangan. Pengujian dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanik
dari tanah. Adapun hasil uji laboratorium ditampilkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji tanah berdasarkan uji di laboratorium
No Pengujian Satuan S1 S2 S3 S4 S5
1 Kadar Air % 32,39 50,99 37,64 42,01 40,66
2 Berat Isi
Berat Isi Kering Kg/m3
1277,89 1058,91 1242,23 1245,72 1252,70
Derajat
Kejenuhan
% 80,74 90,56 88,84 99,70 99,45
3 Berat Jenis gr/cm3
2,622 2,568 2,069 2,050 2,491
4 Uji Geser
Langsung
Kohesi Kg/cm2 0,25 0,05 0,24 0,19 0,23
Sudut Geser ° 4,97 7,25 6,06 1,21 3,64
5 Koefisien
Konsolidasi
0,30 0,38 0,22 0,36 0,24
Berdasarkan nilai sudut geser digolongkan tanah berjenis lempung kelanauan karena nilai
sudut gesernya dibawah 25 °,
Perhitungan daya dukung izin tekan tiang dan daya dukung izin tarik tiang dilakukan pada ke 5
data sondir yang diperoleh dari hasil uji lapangan, dan hasi perhitungan tersebut ditampilkan
dalam bentuk tabel dibawah ini.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil perhitungan daya dukung izin tekan dan daya dukung izin tarik pada titik
S1 kedalaman tanah keras pada 18 m dan titik S2 pada kedalaman tanah keras 17 m
S1 S2
Depth qc Tf Pall Pta qc Tf Pall Pta
(m) (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton
0,00 0 0 0 0 0 0 0 0
-1,00 20 7 24 1 16 5 19 1
-2,00 20 16 25 1 12 14 15 1
-3,00 15 27 19 2 22 25 28 2
-4,00 35 41 44 2 17 40 22 2
-5,00 25 60 33 3 17 55 23 3
-6,00 18 68 25 3 21 64 28 3
-7,00 6 75 11 3 24 74 32 3
-8,00 6 79 11 4 16 79 23 4
-9,00 5 81 10 4 14 82 21 4
-10,00 75 91 94 4 35 98 47 4
-11,00 65 98 83 4 42 108 56 4
-12,00 65 105 83 4 23 121 33 5
-13,00 65 111 83 5 30 129 42 5
-14,00 65 118 84 5 18 137 28 5
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 96
-15,00 65 125 84 5 12 147 21 6
-16,00 25 141 37 6 72 155 94 6
-17,00 25 158 38 6 98 175 126 7
-18,00 25 174 38 7
Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa tanah keras pada titik S1 adalah pada kedalaman `18
meter dengan daya dukung izin tekannya 38 ton dan daya dukung izin tariknya adalah 7 ton,.
Pada titik S2 adalah pada kedalaman `17 meter dengan daya dukung izin tekannya 126 ton dan
daya dukung izin tariknya adalah 7 ton.
Tabel 6. Rekapitulasi Hasil perhitungan daya dukung izin tekan dan daya dukung izin tarik pada titik
S3, dan S4
S3 S4
Depth qc Tf Pall Pta qc Tf Pall Pta
(m) (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton
0,00 0 0 0 0 0 0 0 0
-1,00 27 7 33 1 39 7 47 1
-2,00 24 16 30 1 31 32 39 2
-3,00 18 27 23 2 22 45 29 2
-4,00 21 41 27 2 21 55 28 3
-5,00 23 60 30 3 18 61 25 3
-6,00 18 68 25 3 20 69 27 3
-7,00 35 75 46 3 22 76 30 3
-8,00 20 79 28 4 13 83 20 4
-9,00 25 81 34 4 27 89 37 4
-10,00 75 91 94 4 90 105 113 4
-11,00 62 98 79 4
-12,00 31 105 42 4
-13,00 20 111 29 5
-14,00 18 118 27 5
-15,00 13 125 22 5
-16,00 16 141 26 6
-17,00 20 158 32 6
-18,00
Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa tanah keras pada titik S3 adalah pada kedalaman `17
meter dengan daya dukung izin tekannya 32 ton dan daya dukung izin tariknya adalah 6 ton,.
Pada titik S4 adalah pada kedalaman `10 meter dengan daya dukung izin tekannya 113 ton dan
daya dukung izin tariknya adalah 4 ton.
Tabel 7. Rekapitulasi Hasil perhitungan daya dukung izin tekan dan daya dukung izin tarik pada titik S5
S5
Depth qc Tf Pall Pta
(m) (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton
0,00 0 0 0 0
-1,00 20 7 24 1
-2,00 20 16 25 1
-3,00 15 27 19 2
-4,00 35 41 44 2
-5,00 25 60 33 3
-6,00 45 80 58 4
-7,00 85 85 106 4
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 97
Berdasarkan tabel 7 diketahui bahwa tanah keras pada titik S5 adalah pada kedalaman
`10 meter dengan daya dukung izin tekannya 137 ton dan daya dukung izin tariknya adalah 4
ton. Tabel 8 . Rekapitulasi Hasil perhitungan daya dukung izin tarik dan tekan
Kedalaman Depth qc Tf Pall Pta
(m) (kg/cm² ) (kg/cm) Ton Ton
S1 -18,00 25 174 38 7
S2 -17,40 160 180 201 7
S3 -17,80 175 171 218 7
S4 -10,00 90 105 113 4
S5 -10,20 125 99 155 4
Berdasarkan tabel 8 diperoleh hasil bahwa kedalaman tanah keras berada pada kedalaman
diatas 10 meter, dengan nilai qc rata-rata lebih dari 115 kg/cm², jumlah hambatan pelekat Tf
rata-rata lebih dari 145 kg/cm, daya dukung izin tekannya 38 ton sampai 218 ton, dan daya
dukung izin tariknya rata-rata 4 ton sampai 7 ton.
SIMPULAN DAN SARAN
Pengujian tanah dilakukan dengan menggunakan dua uji yaitu uji lapangan dan uji
laboratorium, pengujian dilapangan dilakukan dengan sondir pada 5 titik pengujian yaitu S1
sampai S5 dengan kedalaman tanah keras tercapai pada kedalaman 10 meter - 18 meter,
dengan nilai daya dukung izin tekan 38 ton – 218 ton dan daya dukung izin tarik berkisar 4 ton
– 7 ton. Berdasarkan hasil uji dilapangan dengan sondir di korelasikan pada tabel 1 yaitu tabel
hubungan antar konsistensi dengan tekanan konus diketahui bahwa tanah memiliki konsistensi
padat (Hard) yaitu denga nilai qc rata-rata lebih dari 40 kg/cm2, dan dari tabel 2 klasifikasi
tanah dari data sondir dapat disimpulkan bahwa jenis tanah yang ada di lapangan termasuk
dalam jenis tanah lempung kelanauan dengan hambatan setempat fs 1.0 – 3.0 kg/cm2
dengan
nilai qc rata-rata 115 kg/cm2
Berdasarkan uji laboratorium disimpulkan bahwa jenis tanah dilokasi penyelidikan adalah
berjenis tanah lempung.
Nilai daya dukung izin tekan 38 ton – 218 ton dan daya dukung izin tarik berkisar 4 ton – 7
ton. Penentuan daya dukung izin tiang ini menggunakan persamaan Guy Sanglerat dan
Mayerhoff.
Saran dari penulisan ini adalah untuk menghitung daya dukung izin pondasi sebaiknya
dilakukan dengan beberapa data lapangan misalnya data N SPT dengan menggunakan metode
meyerhoff dan berdasarkan kekuatan material serta metode lainnya yang dapat digunakan
sebagai data tambahan untuk memperkuat analisis dalam perencanaan pondasi. Sebagai
penelitian selanjutnya bisa dilakukan dengan penentuan jumlah kebutuhan tiang fondasi
dengan berdasarkan beban struktur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Bowles Joseph E., “Sifat-sifat fisis dan Geoteknis Tanah:, 2 nd Edition, Erlangga, Jakarta ,
1985
Anugerah pamungkas, Erni harianti, “Desain Pondasi Tahan Gempa”, Andi Yogyakarta, , 2013
-8,00 70 88 88 4
-9,00 70 92 88 4
-10,00 110
137 4
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Tri Handayani dan Asri Wulan, Analisis Jenis Tanah... 98
Andi Yusti, Fera fahriani “Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Diverifikasi dengan
Hasil Uji Pile Driving Analyzer test dan Capwap”,
http://media.neliti.com/media/publications/61239-ID-analisis-daya-dukung-pondasi-
tiang-pancang.pdf
Das, Braja M “ Mekanika Tanah”, Jilid 1, Erlangga, Jakarta, 1998
Das, Braja M” Mekanika Tanah”, Jilid 2, Erlangga, Jakarta, 1998
Das, Braja M “ Principle of Foundation Engineering 7th”, Erlangga, Jakarta, 2011
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 99
STABILISASI TANAH GAMBUT DENGAN ABU BOILER KELAPA
SAWIT
Fenny Bernavida1, Sri Wulandari
2
1,2 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100 Depok16424, Jawa Barat
e-mail:1 [email protected],
Abstrak Abu boiler kelapa sawit merupakan limbah hasil pembakaran boiler sawit yang mengandung
banyak silikat. Selain itu, abu boiler kelapa sawit juga mengandung Kation Anorganik seperti
Kalium dan Natrium. Abu boiler kelapa sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu material yang
tidak mengikat seperti semen, namun mengandung senyawa Silika Oksida (SiO2) aktif yang apabila
bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida (Ca(OH2)) dan air akan membentuk
material seperti semen yaitu kalsium Silika Hidrat. Dalam penelitian ini akan dilakukan
menggunakan limbah abu boiler kelapa sawit yang telah dikemukakan memiliki hasil perbaikan
tanah cukup baik sebagai bahan campuran perbaikan tanah gambut dengan harapan
mendapatkan hasil perbaikan yang lebih baik dari penelitian sebelumnya ditinjau dari nilai CBR.
Abu boiler yang akan digunakan adalah variasi campuran 0%, 5%, 10% dan 15% terhadap berat
sampel tanah dan menggunakan pemeraman 28 hari. Nilai CBR pada tanah asli yaitu 0,2475%,
pada presentase 5% meningkat menjadi 0,43338%, pada presentase 10% sebesar 0,629% dan
pada presentase 15% sebesar 0,729%.
Kata Kunci: Tanah Gambut, Stabilisasi, California Bearing Ratio, Abu Boiler Kelapa Sawit, Silika
PENDAHULUAN Tanah gambut terbentuk dari timbunan bahan organik, sehingga kandungan karbon pada tanah
gambut sangat besar. Karakteristik kimia tanah gambut di Indonesia sangat beragam dan
ditentukan oleh kandungan mineral, ketebalan, jenis tanaman penyusun gambut, jenis mineral
pada substratum (di dasar gambut), dan tingkat dekomposisi gambut. Polak (1975)
mengemukakan bahwa gambut yang ada di Sumatera dan Kalimantan umumnya didominasi
oleh bahan kayu-kayuan.
Kadar air tanah gambut berkisar 100 – 1.300% dari berat keringnya (Mutalib et al., 1991).
Artinya bahwa gambut mampu menyerap air sampai 13 kali bobotnya, sehingga gambut
dikatakan bersifat hidrofilik. Kadar air yang tinggi menyebabkan BD menjadi rendah, gambut
menjadi lembek dan daya menahan bebannya rendah (Nugroho et al., 1997; Widjaja-Adhi,
1988).
Perkembangan industri kelapa sawit yang terus meningkat berdampak pada limbah padat yang
dihasil dan pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah sisa produksi sawit kasar
tandan kosong, sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah padat berupa cangkang digunakan
sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk menghasilkan energi mekanik dan panas. Masalah
yang kemudian timbul adalah sisa pembakaran pada ketel (boiler) berupa abu boiler sawit
dengan jumlah yang terus meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih kurang
termanfaatkan. Limbah ini terus berkembang pesat seiring dengan perkembangan sektor
agribisnis kelapa sawit di Indonesia terutama di provinsi Jambi.
Untuk meningkatkan kekuatan dan kekakuan tanah gambut maka dilakukan stabilisasi tanah
gambut dengan campuran abu boiler kelapa sawit. Abu boiler kelapa sawit merupakan limbah
yang banyak mengandung silikat dan sangat berpotensi tinggi yang dapat digunakan sebagai
limbah pengganti semen. Kandungan abu boiler kelapa sawit adalah SiO2 67,4%, CaO
1,5422%, MgO 3,024%, Fe2O3 0,0014% dan Al2O3 10,9985% (Endriani, 2012).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 100
Abu boiler kelapa sawit merupakan bahan pozzolanic, yaitu mengandung senyawa Silika
Oksida (SiO2) aktif yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium hidroksida
(Ca(OH2)) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu kalsium Silika Hidrat.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya pemanfaatan limbah tersebut. Penelitian ini akan
dilakukan menggunakan limbah abu boiler kelapa sawit yang telah dikemukakan memiliki
hasil perbaikan tanah cukup baik sebagai bahan campuran perbaikan tanah gambut dengan
harapan mendapatkan hasil perbaikan yang lebih baik dari penelitian sebelumnya. Abu boiler
yang akan digunakan adalah variasi campuran 0%, 5%, 10% dan 15% terhadap berat sampel
tanah dan menggunakan pemeraman 28 hari.
LITERATURE REVIEW
Penelitian yang dilakukan Gatot Rusbintardjo, Mohd. Rosli Hainin dan Norhafizah (2008) di
Malaysia, mereka mencampurkan limbah abu cangkang kelapa sawit pada tanah lempung
dengan persen campuran 0 %, 2%, 4 % dan 6%, campuran abu cangkang kelapa sawit dan
semen masing-masing 2% dan 2% dengan masa pemeraman 0, 7, 14, dan 28 hari terhadap nilai
kuat tekan bebas, perilaku yang terjadi adalah nilai kuat tekan bebas cenderung tidak
memberikan peningkatan kekuatan secara signifikan pada penambahan limbah abu cangkang
kelapa sawit 0%, 2 % dan 4% , sedangkan penambahan limbah abu cangkang kelapa sawit
pada 6% masa pemeraman 0 hari nilai kuat tekan bebas cenderung meningkat dan pada
penambahan limbah abu cangkang kelapa sawit dengan semen 2% dan 2% masa pemeraman 28
hari nilai kuat tekan bebas memberikan hasil yang lebih baik diantara yang lainnya.
George R. Otoko, Isoteim Fubara Manuel, Ibekwe S. Chinweike dan Oluwadare Joshua
Oyebode (2016) melalukan penelitian dengan mengkombinasikan penambahan abu cangkang
kelapa sawit dan kapur pada tanah gambut dengan variasi presentase campuran kadar 0%, 2%,
3%, 4% dan 5% dengan masing-masing 5% kapur. Hasil menunjukkan campuran 3% abu
kelapa sawit dengan 5% kapur merupakan kadar optimum untuk perbaikan pada tanah gambut
tersebut. Sehingga digunakan campuran 3% abu kelapa sawit dengan penambahan variasi
kadar kapur 5% dari berat total campuran. Campuran 3% abu cangkang kelapa sawit dan 5%
kadar kapur menghasilkan nilai CBR rendaman sebesar 33,63% nilai CBR tanpa rendaman
64,55%.
METODE PENELITIAN
Sampel Tanah
Penelitian dimulai dengan melakukan pengambilan sampel tanah gambut di lokasi Provinsi
Jambi dan dibawa ke laboratorium. Tanah gambut yang digunakan diambil pada kedalaman 1
meter dengan permukaan yang sudah dibersihkan. Uji analisis gradasi butiran menunjukkan
bahwa ukuran butiran tanah lebih dari 65% tertahan saringan no. 200. Berdasarkan Unified
Soil Classification System (USCS), tanah ini merupakan Pt soil. Tanah ini memiliki berat jenis
tanah 1,425, kadar air tanah sebesar 276,71%,
Abu Boiler Kelapa Sawit
Hayward (1995) menyatakan, dalam bahan pozzolan ada 2 senyawa utama yang mempunyai
peranan penting dalam pembentukan semen yaitu SiO2 dan Al2O3 dan melebur menjadikan
kedua senyawa tersebut reaktif terhadap kapur bebas (Ca(OH2)). Abu boiler kelapa sawit
merupakan bahan pozzolanic, yaitu material yang mengikat seperti semen, namun mengandung
senyawa Silika Oksida (SiO2) aktif yang apabila bereaksi dengan kapur bebas atau kalsium
hidroksida (Ca(OH2)) dan air akan membentuk material seperti semen yaitu kalsium Silika
Hidrat.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 101
Tabel 1. Kompisisi Abu Boiler Kelapa Sawit
Oxide
Chemical
composition (%)
Palm Oil Ash
K2O (Kalium)
MgO (Magnesium)
CaO (Calsium)
SiO2 (Silika)
7,4
3,19
5,32
52,2
Persiapan Sampel
Tanah gambut diambil di lokasi Provinsi Jambi dan dibawa ke laboratorium. Setelah itu
dilakukan uji indeks properties tanah asli dan pembuatan sampel variasi tanah gambut dan
limbah abu boiler kelapa sawit dengan kadar masing-masing 0%, 5%, 10% dan 15% dengan
masa pemeraman setiap sampel adalah 28 hari. Masa pemeraman diambil selama 28 hari
berdasarkan studi literatur yang sudah ada dan beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
28 hari adalah masa pemeraman paling optimum. Selanjutnya, setiap sampel akan diuji nilai
CBR nya. Dari hasil penelitian laboratorium tersebut, akan dianalisis hasil dan dibandingkan
dengan sampel tanah asli. Setelah dianalisis, maka dapat disimpulkan variasi yang memberikan
hasil paling optimal untuk perbaikan tanah gambut.
Metodologi
Uji yang dilakukan setelah sampel tanah asli siap adalah uji indeks properties tanah. Tanah
gambut akan dilakukan uji kadar air tanah, uji berat jenis tanah, uji berat isi tanah dan uji
analisis gradasi butiran tanah. Setelah itu, pada variasi campuran 5%, 10% dan 15% yang
diperam selama 28 hari akan dilakukan uji indeks properties yang sama kecuali uji analisis
gradasi butiran.
Selanjutnya melakukan uji pemadatan tanah dan uji CBR Laboratorium. Uji pemadatan
dilakukan untuk mendapatkan nilai kadar air optimum pada tanah gambut yang masing-masing
variasi disiapkan 5 sampel dengan jenis kadar air yang berbeda. Setelah didapatkan nilai kadar
air optimum, maka dilakukan uji CBR Laboratorium.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Indeks Properties
Tanah Gambut Asli
Sampel tanah gambut yang diperoleh dari Muaro Jambi masih berupa tanah gambut asli, yaitu
tanah gambut yang kondisinya kurang lebih sama seperti kondisi di lokasi asal. Tanah ini
kemudian diuji indeks properties dan engineering properties.
Berdasarkan hasil uji diatas bahwa tanah gambut yang diuji memiliki kadar air <300%
sehingga diklarifikasikan sebagai slightly absorbent (ASTM D2980).
Tanah Gambut dan Abu Boiler Kelapa Sawit
Tanah gambut asli dicampurkan dengan abu boiler kelapa sawit untuk dilihat pengaruhnya
terhadap nilai CBR tanah gambut. Terdapat 3 variasi campuran tanah yaitu variasi pertama
adalah tanah gambut asli + 5% abu boiler kelapa sawit, variasi kedua adalah tanah gambut asli
+ 10% abu boiler kelapa sawit, dan variasi ketiga adalah tanah gambut asli + 15% abu boiler
kelapa sawit sehingga ketiga variasi tersebut dilakukan pengujian indeks properties dan
engineering properties.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 102
MULAI
Pengambilan Data
Pemeriksaan :
- Indeks Properties Tanah
- Uji Pemadatan
- Uji CBR Laboratorium
Hasil dan Analisis: - % Kadar Air
- Berat Jenis (gr/cm2)
- Berat Isi (kg/cm3)
- % AGB
- Uji Pemadatan (Berat Isi Kering gr/
cm3)
- CBR : % Nilai CBR dan % Swelling
Kesimpulan
SELESAI
Tanah Gambut AsliPemeriksaan :
- Indeks Properties
Tanah
- Uji Pemadatan
- Uji CBR Laboratorium
Tanah Gambut + Abu
Boiler - Tanah dicampur dengan
variasi kadar abu boiler 0%,
5%, 10% dan 15%
- Masa pemeraman : 28 hari
Gambar 1. Flowchart Metodologi
Tabel 2. Hasil Uji Indeks Properties
Parameter
Pengujian Hasil
Kadar Air 276,71 %
Berat Jenis 1,425
Berat Isi 417,470 Kg/m3
AGB Pasir Kasar
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 103
Gambar 3. Kadar Air Tanah Gambut Asli (0%), Variasi 5%, Variasi 10% dan Variasi 15%
Kadar Air awal pada tanah asli adalah sebesar 276,71% dan terjadi penurunan signifikan
menjadi 209,40% pada kadar abu boiler kelapa sawit 10%. Pada kadar abu boiler kelapa sawit
15% kadar air kembali mengalami penurunan namun tidak signifikan menjadi 186,50%.
Gambar 4. Berat Jenis Tanah Gambut Asli (0%), Variasi 5%, Variasi 10% dan Variasi 15%
Meningkatnya berat jenis dikarenakan sifat abu boiler kelapa sawit yang memiliki berat jenis
2,270 (Edison, 2003) yang dimana lebih tinggi dari tanah gambut, sehingga pemcampurannya
akan meningkatkan berat jenis campuran. Meningkatnya nilai berat jenis ini akan berpengaruh
pada nilai berat isi kering dari tanah. Secara teori, semakin kecil berat jenis tanah, maka
semakin kecil pula berat isi keringnya. Begitu pula sebaliknya.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 104
Gambar 5. Berat Isi Kering Tanah Gambut Asli (0%), Variasi 5%, Variasi 10% dan Variasi 15%
Gambar 6. Analisis Gradasi Butiran Tanah Gambut Asli, Variasi 5%, Variasi 10%, Variasi 15%
Berdasarkan hasil tersebut maka tanah gambut termasuk dalam berbutir halus atau pasir dengan
presentase 68,551%.
Uji Pemadatan Tanah
Hasil pengujian pemadatan tanah pada 4 jenis sampel benda uji dapat dilihat dalam grafik pada
gambar berikut :
Gambar 7. Hubungan Kadar Air dan Berat Isi Kering Tanah Asli
Pada sampel tanah asli diperoleh berat isi kering maksimum (γd maks) 0,456 gr/cm3 dan kadar
air optimum (wopt) 199,061 %.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 105
Gambar 8. Hubungan Kadar Air dan Berat Isi Kering Variasi 5%
Pada sampel tanah asli diperoleh berat isi kering maksimum (γd maks) 0,520 gr/cm3 dan kadar
air optimum (wopt) 153,266 %.
Gambar 9. Hubungan Kadar Air dan Berat Isi Kering Variasi 10%
Pada sampel tanah asli diperoleh berat isi kering maksimum (γd maks) 0,628 gr/cm3 dan kadar
air optimum (wopt) 94,397 %.
Gambar 10. Hubungan Kadar Air dan Berat Isi Kering Variasi 15%
Pada sampel tanah asli diperoleh berat isi kering maksimum (γd maks) 0,712 gr/cm3 dan kadar
air optimum (wopt) 65,010 %.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 106
Gambar 11. Pengaruh Penambahan Abu Boiler Kelapa Sawit Terhadap Berat Isi Kering Tanah Asli
Dari hasil tersebut didapat nilai Berat Isi Kering Optimum Tanah paling optimum diantara 3
variasi yaitu variasi ketiga dengan kadar abu 15%.
California Bearing Ratio (CBR)
Hasil pengujian pemadatan tanah pada 4 jenis sampel benda uji dapat dilihat pada gambar
berikut :
Gambar 12. Hubungan CBR dan Berat Isi Kering Tanah Asli
Pada gambar terdapat persamaan yang akan digunakan untuk menghitung besar presentase
nilai CBR Laboratoriumnya. Maka untuk tanah asli, didapatkan nilai CBR sebesar 0,24758 %.
Gambar 13. Hubungan CBR dan Berat Isi Kering Variasi 5%
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 107
Pada gambar terdapat persamaan yang akan digunakan untuk menghitung besar presentase
nilai CBR Laboratoriumnya. Maka untuk tanah variasi 5%, didapatkan nilai CBR sebesar
0,43338 %.
Gambar 14. Hubungan CBR dan Berat Isi Kering Variasi 10%
Pada gambar terdapat persamaan yang akan digunakan untuk menghitung besar presentase
nilai CBR Laboratoriumnya. Maka untuk tanah variasi 10%, didapatkan nilai CBR sebesar
0,6296819 %.
Gambar 15. Hubungan CBR dan Berat Isi Kering Variasi 15%
Pada gambar terdapat persamaan yang akan digunakan untuk menghitung besar presentase
nilai CBR Laboratoriumnya. Maka untuk tanah variasi 15%, didapatkan nilai CBR sebesar
0,7290873 %.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 108
Gambar 16. Pengaruh Penambahan Abu Boiler Kelapa Sawit Terhadap Nilai CBR Tanah Asli
CBR Tanah tanah asli adalah 0,24758% dan terjadi peningkatan menjadi 0,43338% pada kadar
abu 5%, pada kadar abu 10% terjadi peningkatan lagi menjadi 0,6296819%, dan kemudian
pada kadar abu 15% terjadi peningkatan menjadi 0,7290873%.
Analisis dan Pembahasan
Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit menurunkan kadar air yang cukup signifikan.
Kadar air tanah asli sebesar 276,71% menurun menjadi 249,51% pada variasi 5%, menurun
menjadi 209,40% pada variasi 10% dan menurun menjadi 186,50% pada variasi 15%. Kadar
air terendah terjadi pada variasi ketiga yaitu campuran tanah + 15% abu boiler kelapa sawit
dan secara umum setiap variasi berhasil menurunkan kadar air tanah asli.
Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit meningkatkan berat jenis tanah. Berat jenis tanah
asli sebesar 1,4250, meningkat menjadi 1,5870 pada variasi 5%, meningkat menjadi 1,7301
pada variasi 10%, meningkan menjadi 1,8462 pada variasi 15%. Peningkatan ini terjadi karena
berat jenis abu boiler kelapa sawit lebih besar daripada berat jenis tanah gambut. Secara umum
pada setiap variasi berhasil meningkatkan berat jenis tanah.
Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit meningkatkan berat isi tanah. Berat isi tanah asli
sebesar 250,652 kg/m3 meningkat menjadi 336,306 kg/m3 pada variasi 5%, meningkat
menjadi 417,470 kg/m3 pada variasi 10% dan meningkat menjadi 422,323 kg/m3 pada variasi
15%. Penambahan ini berhasil meningkatkan berat isi tanah gambut.
Hasil pengujian analisis butiran pada tanah asli yaitu didapat presentase tanah terbanyak yaitu
pada kategori pasir kasar (tertahan saringan no.200) sebesar 68,551%. Presentase kedua
terbesar adalah lanau yaitu 9,702%.
Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit meningkatkan berat isi kering pemadatan. Berat
isi kering pada tanah asli sebesar 0,456 gr/m3 meningkat menjadi 0,502 gr/m3 pada variasi 5%,
meningkat menjadi 0,628 gr/m3 pada variasi 10% dan meningkat menjadi 0,712 gr/m3.
Peningkatan berat isi kering dikarenakan berat jenis abu boiler kelapa sawit lebih tinggi
daripada tanah sehingga menaikkan nilai berat isinya.
Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit meningkatkan nilai CBR namun tidak signifikan.
CBR pada tanah asli sebesar 0,24758% meningkat menjadi 0,43338% pada variasi 5%,
kemudian meningkat lagi menjadi 0,62968% pada variasi 10% dan meningkat lagi menjadi
0,72908% pada variasi 15% dan secara umum setiap variasi berhasil meningkatkan CBR tanah
asli walaupun tidak signifikan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilisasi Tanah Gambut... 109
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini telah menganalisis peningkatan kekuatan tanah dengan penambahan abu boiler
kelapa sawit. Berikut ini adalah kesimpulan yang didapatkan dari proses penelitian ini :
1. Penambahan limbah abu boiler kelapa sawit pada tanah gambut memberikan penurunan
kadar air yang signifikan. Kadar air terendah terjadi pada variasi 15% yaitu sebesar
276,71% menjadi 186,50%.
2. Peningkatan nilai berat jenis tanah terjadi paling tinggi pada variasi 15% yaitu sebesar
1,8462. Abu boiler kelapa sawit berhasil meningkatkan nilai berat jenis tanah.
3. Tanah gambut yang diuji dapat dikategorikan pasir kasar berdasarkan hasil uji analisis
gradasi butiran.
4. Abu boiler kelapa sawit meningkatkan nilai berat isi kering pemadatan tanah gambut. Nilai
berat isi kering paling tinggi sebesar 0,712 gr/m3 pada variasi 15%.
5. Abu boiler kelapa sawit juga meningkatkan nilai CBR tanah asli sebesar 0,24758%
menjadi 0,72908% pada variasi 15%. Namun peningkatan yang terjadi tidak signifikan dan
masih jauh dikategorikan baik.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai campuran efektif untuk tanah gambut ini
yaitu penambahan abu boiler kelapa sawit.
2. Perlu diperhatikan cara pencampuran yang efektif abu boiler kelapa sawit pada tanah
gambut.
DAFTAR PUSTAKA
Aazokhi Waruwu. 2013. Peningkatan Nilai Kuat Tekan Tanah Gambut Akibat Preloading.
Prosiding Seminar Nasional Peran Teknologi di Era Globalisasi ke 2. Institut Teknologi
Medan: Medan.
Afriwan Toni, Muhardi dan Gunawan Wibisono. 2017. Stabilitas Tanah Gambut dengan
Kapur dan Abu Terbang untuk Mengurangi Kebakaran Lahan. Jom FTeknik. Volume: 4
No 1. Universitas Riau: Pekan Baru.
Ahmad Refi dan Elvanisa. 2016. Pengaruh Variasi Abu Cangkang Sawit Terhadap Kembang
Susut Tanah Lempung. Volume 3, No. 2 ISSN: 2354-8452. Institut Teknologi Padang:
Padang
Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk
Pertanian dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah . Badan Pertanian dan
Pengembangan Pertanian : Bogor
Emeka Segun, Olumide M, dan Opeyemi E. 2017. Effects Of Palm Kernel Shell Ash On Lime-
Stabilized Lateritic Soil. Slovak Journal of Civil Engineering. Volume 25, No. 3, 1-7:
Nigeria
Endriani, Debby. 2012.Pengaruh Penambahan Abu Cangkang Sawit Terhadap Daya Dukung
dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau dari Uji UCT dan CBR Laboratorium.
Universitas Sumatera Utara: Medan
Gatot, Rusbiantardjo, Hainin, Rosli Mohd dan Nurhafizah. 2008. Stabilization of S-grade by
Using of Oil Palm Fruit Ash (OPFASH). Proceedings of the International Graduate on
Engineering and Scinece: Malaysia
George R, Otoko, Fubara Isoteim dan Manuel, Ibekwe. 2016.Soft Soil Stabilization Using Palm
Oil Fibre Ash.Journal of Multidisciplinary Engineering Science and Technology. ISSN:
2458-9403 Volume 3 Issue 5: Nigeria
Rama Indera Kusuma, Enden Mina dan Rudy Bonar O M. 2015. Stabilisasi Tanah Lempung
Dengan Menggunakan Abu Sawit Terhadap Nilai Kuat Tekan Bebas (Studi Kasus Jalan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Fenny Bernavida dan Sri Wulandari, Stabilitas Tanah Gambut... 110
Desa Cibeulah, Pandeglang). Jurnal Fondasi Volume 4 No.2. Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa: Banten.
Sarifah Jupriah dan Pasaribu Bangun. 2017. Pengaruh Penggunakaan Abu Cangkang Kelapa
Sawit Guna Meningkatkan Stabilitas Tanah Lempung. Buletin Utama Teknik. ISSN:
1440-4520. Universitas Islam Sumatera Utara: Medan.
Sim H Plew dan Shakrl M Shariff. 2016. Effects of POFA and Lime On Soft Soil Stabilization.
Science International Lahore; ISSN 1013-5316. Universitas SEGi: Malaysia.
Luhur, Beni, Ariyanto Anton dan Rismalinda. 2016. Stabilisasi Tanah Gambut dengan
Campuran Portland Cement Ditinjau dari Nilai California Bearing Ratio (CBR). Jurnal
UPP.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 111
KETERSEDIAAN INFRASTRUKTUR PERTANIAN PADA KAWASAN
AGROPOLITAN BELAJEN KABUPATEN ENREKANG
Haeruddin Saleh
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Bosowa Makassar
e-mail : [email protected]
Abstrak Penelitian ini dilakukan pada kawasan agropolitan Belajen Kabupaten Enrekang dengan
menganalisis ketersediaan infrastruktur dalam pengembangan kawasan agropolitan. Metode penelitian
yang dipilih adalah studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan pendekatan
tersebut, yaitu; (i) tulisan ini ditujukan untuk mendeskripsikan potensi ekonomi lokal terkait dengan
pengembangan kawasan agopolitan Belajen, dan (ii) kawasan agropolitan Belajen sepenuhnya
belum dikembangkan secara optimal melalui dukungan sarana dan prasarana, peran kelembagaan
masyarakat dan penciptaan hasil produksi komoditi holtikultura berbasis agribisnis perdesaan. Hasil
penelitian memberi gambaran bahwa implementasi kawasan agropolitan dengan pendekatan botton up
dalam hal ini adalah proses perumusan kebijakan public yang dimulai dari bawah, artinya segala
permasalahan yang ada di kalangan bawah (daerah) selanjutnya dibahas oleh pemerintah untuk
dicari solusi alternative kebijakan yang sesuai, melalui pendekatan ini kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah efektif karena sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat, penyediaan
sarana dan prasarana produksi, kegiatan agribisnis dan pengembangan sumber daya manusia, namun
sarana dan prasarana (infrastruktur) yang ada pada kawasan agropolitan belum banyak tersedia
sehingga kawasan agropolitan Belajen belum bekerbang, infraktur pertanian yang banyak tersedia
dapat meningkatkan produktivitas kawasan.
Kata Kunci : Kawasan agropolitan, infrastruktur dan produktivitas.
PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi dalam suatu wilayah tidak dapat berjalan dengan lancar jika prasarana
(infrastruktur) tidak tersedia dalam kondisi yang baik (Valerio Mendoza, O. 2017), setiap
aspek kegiatan ekonomi seperti pertanian mempunyai prasarana sendiri, yang merupakan
satuan terbesar dan alat utama dalam berbagai kegiatan. Oleh karena itu, dalam mengsukseskan
pembangunan ekonomi setiap daerah harus memperhatikan infrastrukturnya. Berdasarkan
pengalaman yang ada pembangunan sering terjadi tidak efisien dan efektif karena tidak sesuai
dengan aspirasi daerah, tidak sesuai dengan potensi daerah dan permasalahan daerah, serta
peyimpangan bersifat teknis maupun non teknis yang tentu saja menimbulkan berbagai dampak
pada pembangunan ekonomi di daerah.
Dalam teori ekonomi pembangunan yang paling dasar, infrastruktur adalah salah satu
lokomotif perekonomian, karena mampu menjadi penggerak sektor-sektor lain dalam ekonomi
suatu daerah, apabila sebuah proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan atau irigasi
dibangun. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utamafungsi-fungsi system social
ekonomi dalam kehiduapn mayarakat. Sistem infrastruktur dapat didefenisikan sebagai
fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peraatan, instalasi-instalasi yang
dibangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya system social dan system ekonomi masyarakat
(Grigg, 1988), hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur dalam suatu system ekonomi dalam
suatu daerah sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dari pada kawasan seperti
kawasan agropolitan yang berbasis pertanian.
Proses pembangunan ekonomi daerah adalah bagian dari proses pertumbuhan ekonomi
nasional, meyadari pentingnya infrastruktur dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, para
pakar infrastruktur sepakat bahwa dalam mendorong pembangunan infrastruktur, pemerintah
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 112
sebagai pemain utama dalam sector infrastruktur selayaknya menjaga kesinambungan dalam
pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan memprioritaskan infrastruktur dalam rencana
pembangunan nasional. Pembangunan infrastruktur juga sepatutnya melibatkan pihak swasta
dan masyarakat demi tercapainya pembangunan pertanian yang berkelanjutan (Ghosh, M.
2017). Untuk itu perlu pendekatan lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur sesuai
dengan kebutuhan daerah khusunya pada daerah pertanian.
Sektor pertanian sebagai landasan pembangunan ekonomi mampu menjadi pengganda tenaga
kerja (employment multiplier) karena menciptakan keterkaitan yang sangat tinggi dengan sector
lain, serta mampu menjadi pengganda pendapatan (income multiplier) karena menstimulasi
terciptanya nilai tambah yang tinggi yang sekaligus memacu peningkatan produktivitas sumber
daya manusia. Proses transformasi pembangunan ekonomi, dengan meletakkan sector
pertanian sebagai basis ekonomi (Simon, N. S., & Natarajan, P. 2017). Pengembangan usaha
pertanian tidak hanya berupa pengembangan suatu komoditas unggulan di daerah, tetapi jauh
lebih strategis dari itu karena mengedepankan suatu system budaya, organisasi dan manajemen
yang amat rasional. Pengembangan usaha pertanian harus dirancang sedemikian rupa untuk
meningkatkan nilai tambah (komersial) yang dapat disebar dan dinikmati oleh seluruh pelaku
ekonomi secara adil, dari petani produsen, pedagang dan konsumen dari segenap lapisan
masyarakat. Usaha pertanian mencakup sub-sistem sarana produksi atau bahan baku di hulu,
proses produksi ditingkat bisnis atau usahatani, aktivitas transformasi berbagai fungsi bentuk
(pengolahan), waktu (penyimpanan dan pengawetan), dan tempat pergudangan, serta
pemasaran dan perdagangan di hilir, dan sub-sistem pendukung lain seperti infrastruktur fisik
sector jasa, permodalan dan perbankan.
Guna mewujudkan komitmen Pemerintah untuk melaksanakan pemerataan pembangunan dan
penyeimbangan pembangunan desa-kota, maka pemerintah mengembangkan kawasan
pedesaan, dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan percepatan
pengembangan wilayah yang berbasis pada potensi lokal dan pemberdayaan masyarakat, yang
pada gilirannya upaya tersebut akan berujung pada peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat.
Pengembangan kawasan pedesaan melalui pengadaan infrastruktur penunjang ekonomi yang
memadai, dan melibatkan masyarakat setempat dalam mengembangkan dan mengelola potensi
daerahnya. Dengan demikian, kawasan ini mampu menjadikan kegiatan utama masyarakatnya
sebagai sektor penggerak perekonomian lokal dan regional. Seiring dengan berkembangnya
ragam konsepsi penyelenggaraan pembangunan pedesaan maka, program pengembangan
kawasan pedesaan ini menjadi kawasan pusat pertumbuhan yang didalamnya mencakup
kawasan Agropolitan. Integrasi yang kuat antar kelembagaan dan masyarakat pada
pengembangan kawasan Agropolitan telah membuahkan hasil dan membawa perubahan bagi
kawasan zona inti (pusat pertumbuhan) maupun desa-desa hinterland. Program ini diharapkan
dapat menjadi campur tangan positif pemerintah dalam memanfaatkan, mengelola, sekaligus
melestarikan potensi dan kekayaan alam pedesaan, melalui pengembangan kawasan
agropolitan di kabupaten Enrekang.
Program pengembangan kawasan agropolitan Belajen di Kabupaten Enrekang yang dilakukan
sejak tahun 2008 sebenarnya dimaksudkan untuk memacu pembangunan bidang pertanian di
kawasan tersebut, sehingga diharapkan mampu mendorong laju pembangunan kawasan
sekitarnya. Namun demikian dalam implementasinya masih belum berjalan secara maksimal.
Data tahun 2017 konstribusi sektor pertanian terhadap PDRB kabupaten Enrekang sebesar
49,62 % jika dibandingkan dengan tahun 2016 yaitu konstribusi terhadap PDRB sebesar 51,45
% ini menunjukkan bahwa sektor pertanian kontribusinya mengalami penurunan, dengan
demikian peranan dari pada pengembangan kawasan agropolitan sangat diharapkan untuk
memberi konstribusi yang besar terhadap pembangunan ekonomi di Kabupaten Enrekang.
Dengan mengetahui faktor yang mendorong keberhasilan dan penyebab pelaksanaan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 113
agropolitan, maka dalam penelitian ini adalah menganalisis bagaimana ketersediaan
infrastruktur dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan di Kabupaten Enrekang.
METODOLOGI
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan
tujuan dan kegunaan tertentu, Sugiyono (2011). Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada
pertimbangan; (a) bahwa Kecamatan Alla merupakan lokasi sentra produksi dan penghasil
komoditi holtikultura yang cukup potensil, (b) kegiatan utama penduduk dominan bekerja pada
sektor pertanian atau 29,44%, dari total penduduk. Tulisan ini diarahkan untuk mengkaji dan
menganalisis infrastruktur yang ada pada kawasan agropolitan dan potensi hasil produksi
komoditi holtikultura sebagai sektor basis yang dapat dikembangan dalam rangka mendukung
kawasan agropolitan Belajen. Dengan demikian, maka jenis penelitian yang dipilih adalah studi
kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Alasan pendekatan tersebut, yaitu; (i) tulisan
ini ditujukan untuk mendeskripsikan potensi ekonomi lokal terkait dengan pengembangan
kawasan agopolitan Belajen, dan (ii) kawasan agropolitan Belajen sepenuhnya belum
dikembangkan secara optimal melalui dukungan sarana dan prasarana, peran kelembagaan
masyarakat dan penciptaan hasil produksi komoditi holtikultara berbasis agribisnis
perdesaan. Aminuddin., (2017), menyebutkan bahwa penelitian kualitatif akan mampu
menangkap berbagai informasi kualitatif dengan deskripsi, yang lebih berharga dari pada
sekedar pernyataan jumlah ataupun frekuensi dalam bentuk angka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Agropolitan Belajen
Kabupaten Enrekang salah satu daerah yang ditetapkan sebagai kawasan agropolitan
berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Selatan No 9 tahun 2009 dalam RTRW
tahun 2009-2029 serta Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang No 14 tahun 2008 dalam RPJPD
tahun 2008-2028. Kawasan tersebut berada di kecamatan Alla yaitu “Kawasan Agropolitan
Belajen khususnya pada produk hortikultura.
Gambar 1. Peta Orientasi Kawasan Agropolitan Belajen Kecamatan Alla Sebagai Obyek Penelitian
(Sumber: Bappeda Kabupaten Enrekang, 2018)
Sejak ditetapkan tahun 2009 sebagai Kawasan Agropolitan hingga pada tahun 2018, kabupaten
ini adalah salah satu penghasil hortikultura di Sulawesi Selatan, untuk jelasnya dapat dilihat
potensi luas lahan dan produksi hortikultura yang dihasilkan pada kawasan agropolitan sebagi
berikut : Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Tanaman Hortikultura Di Kecamatan Alla Tahun 2018
No Jenis Sayur Luas Panen
(Ha)
Jumlah Produksi (Ton)
1. Kentang 12 19
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 114
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
Kol/Kubis
Sawi
Tomat
Bawang Merah
Bawang Putih
Lombok/Cabe
Buncis
Wortel
Labu Siam
Bunga Kol
343
40
278
60
278
67
14
12
5
12
13.720
1.092
2.103
471
2.560
384
149
204
40
184
Sumber : BPS Kabupaten Enrekang, 2018
Produk-produk pertanian berupa hortikultura ini melimpah pada saat musim panen, melampaui
kebutuhan lokal. Lebih dari itu, penduduk di sejumlah kawasan yang ada di wilayah
kabupaten ini adalah para petani yang dikenal handal dalam urusan budidaya pertanian dalam
arti luas, dan antara lain karena alasan itu, Pemda Kabupaten Enrekang berkeyakinan bahwa di
daerah ini sebenarnya dapat dikembangkan potensi pertanian dengan model agropolitan yang
lebih maju, dengan kawasan agropolitan yang berbasis hortikultura.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana wilayah
1) Sarana Perdagangan dan Jasa
Ketersediaan sarana perdagangan dan jasa di Kecamatan Alla’ sudah memadai, ini dapat dilihat
dari tersedianya sarana-sarana perdagangan dan jasa di setiap Desa/Kelurahan. Tercatat
Kelurahan Kambiolangi memiliki pertokoan yang paling banyak, sebanyak 146 unit serta
dilengkapi seunit mini market dan pasar, tak heran karena Kelurahan ini merupakan pusat dari
Kecamatan Alla’. Sementara dibidang jasa, terdapat koperasi di tiap Desa/Kelurahan yang
dapat membantu masyarakat sekitar. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah sarana
perdagangan dan jasa dapat dilihat pada tabel 2:
Tabel 2. Jumlah Sarana Perdagangan dan Jasa di Kecamatan Alla
No Desa/
Kelurahan
Jenis Sarana Perdagangan dan Jasa (%)
Toko Warung MM KM Pasar Bank Pg Kp
1. Mata Allo 17 0 - 5 - - - 1 3,17
2. Kalosi 62 96 - 19 - - - 2 24,83
3. Kambiolangi 146 198 1 70 1 3 1 3 57,93
4. Buntu Sugi 3 14 - 30 - - - 2 7,17
5. Sumillan 0 8 - 4 1 - - 1 1,93
6. Pana 0 11 - 3 - - - 2 2,21
7. Bolang 0 3 - 1 - - - 1 0,69
8. Taulo 0 10 - 3 - - - 1 1,93
Jumlah 228 340 1 135 2 3 1 13 100
Sumber : Kecamatan Alla’ Dalam Angka Tahun 2017
Keterangan : MM = Mini Market
KM = Kedai Makan
Pg = Pegadaian
Kp = Koperasi
Dari tabel 2. dapat dilihat bahwa di Kecamatan Alla terdapat 2 unit pasar umum yang
memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, pasar ini menjadi salah satu kegiatan pergerakan
roda ekonomi, hasil pertanian yang dihasilkan oleh masyarakat dipasarkan pada pasar tersebut.
Pasar ini terletak di Kelurahan Kambiolangi dan di Desa Sumillan.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 115
2) Jaringan Jalan
Transportasi sebagai suatu proses pemindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat yang
lain, yang berkembang sejalan dengan aktifitas pengangkutan, sistem jaringan dan potensi
penggunaan lahannya. Sarana transportasi yang ada di Kecamatan Alla berupa jaringan jalan.
Prasarana jalan merupakan prasarana yang sangat penting untuk menunjang kelancaran
perhubungan darat dan akan menentukan dalam pengembangan struktur kelurahan.
Jaringan jalan yang ada di wilayah tersebut merupakan suatu bagian dari kesatuan sistem
jaringan yang terdiri dari jaringan jalan primer, kolektor dan sekunder dalam suatu hubungan
hirarki. Jalan pada Kecamatan Alla memiliki fungsi pelayanan sebagai penghubung antara
Kecamatan Alla dengan daerah lain yang berada atau berdampingan dengannya. Di Kecamatan
Alla jalan Arteri Primer merupakan poros utama untuk masuk dan keluar di wilayah tersebut.
Lebar badan jalan yang ada di Kecamatan Alla berkisar 3 – 5 meter dengan jenis jalan berupa
aspal, beton dan perkerasan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat fungsi, kondisi serta jenis
beberapa ruas jalan di Kecamatan Alla pada tabel 3.
Tabel 3. Prasarana Jalan Kecamatan Alla
No Nama Jalan Fungsi Kondisi Jenis Panjang
(Km)
1 Jl.Sultan Hasanudin Arteri Baik Aspal 15
2 Jl.Balai Kota Kolektor Baik Beton 6
3 Jl.Ahmad Yani Lokal Buruk Pengerasan 7
4 Jl.Sugi Lingkungan Buruk Pengerasan 0,5
Sumber : Survey Lapangan Tahun 2018
3) Kondisi Tata Guna Lahan
Berdasarkan hasil survey dan pemetaan spasial tutupan lahan kawasan agropolitan Belajen di
dominasi oleh lahan pertanian yakni, sawah dan ladang sebesar 124,89 Ha dan 107,69 Ha.
Khusus untuk Kawasan Terminl Agro seluas 4,31 Ha atau 0,94 % dari luas Kawasan Kota
Belajen. Untuk lebuh jelasnya dapat dilihat pada tabel penggunaan lahan berikut : Tabel 4. Penggunaan Lahan Kawasan Agropolitan Belajen
No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)
1 Fasilitas Militer 0,14 0,03
2 Fasilitas Olahraga 0,09 0,02
3 Kesehatan 0,26 0,06
4 Ladang/Tegalan 107,69 23,53
5 Open Space 0,00 0,00
6 Pelayanan Jasa 2,89 0,63
7 Pendidikan 0,60 0,13
8 Perdagangan 3,42 0,75
9 Peribadatan 0,62 0,13
10 Perkantoran 0,82 0,18
11 Permukiman 79,83 17,44
12 Peternakan 0,31 0,07
13 Pinus 23,25 5,08
14 Sawah 124,89 27,29
15 Semak 84,21 18,40
16 Sungai 9,28 2,03
17 Terminal Agro 4,31 0,94
18 Lain-Lain 15,08 3,29
Jumlah 457,70 100,00
Sumber: Kantor Biro Pusat Statistik Kab. Enrekang , 2017
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 116
Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Enrekang
Setiap implementasi kebijakan akan menimbulkan dampak positip (intended) maupun
negatif (unintended) dari masing-masing kegiatan yang dilaksanakan, (Sitorus, 2010). Begitu
juga kebijakan pengembangan kawasan agropolitan Belajen Kecamatan Alla Kabupaten
Enrekang yang dalam pelaksanaan dari masing-masing kegiatan program kebijakannya
menimbulkan dampak dan tingkat ketercapaian yang berbeda-beda. Dampak dari masing-
masing kategori kegiatan pembangunan agropolitan Belajen pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Kinerja Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Agropolitan Belajen Kabupaten Enrekang
No Indikator Kegiatan Out Come Penilaian
1. Pengelolaan sarana prasarana
pengelolaan pertanian
holtikultura
Mempermudah masyarakat
dalam proses produksi
holtikultura
Tersedia sarana
pasar, gudang
dan tempat
penyuluh
2. Pengembangan bibit unggul Meningkatkan ketersediaan dan
penggunaan bibit unggul oleh
masyarakat
Tersedia dari
pemerintah
tetapi belum
maksimal
3. Bantuan modal Terbantunya petani yang
membutuhkan modal
Tersedia
lembaga
keuangan Bank
dan koperasi
4. Program peningkatan
pendapatan petani
Meningkatkan pendapatan petani
kecil
Dilakukan
pelatihan
terhadap petani
5. Pengadaan sarana prasarana
produksi
Meningkatkan kualitas lahan dan
mempermudah masyarakat
dalam pengelolaan pertanian
Tersedianya
alat-alat
pertanian dan
masih kurang
6. Pengadaan sarana prasarana
irigasi
Mempercepat proses kegiatan
pertanian
Masih kurang
7. Pengembangan infrastruktur Memperlancar kegiatan ekonomi
masyarakat
Tersedianya
infrastruktur
jalan
8. Pengembangan sarana
prasarana pemasaran
Memperlancar proses pemasaran
hasil produk pertanian
Tersedianya
pusat
pemasaran hasil
pertanian
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Representasi keberhasilan target atau sasaran implementasi program agropolitan adalah
pembangunan prasarana dan sarana, sistem dan usaha agribisnis dan pengembangan sumber
daya manusia (Calderón C. And Luis Servén. 2006) . Agar representasi keberhasilan target atau
sasaran di atas dan upaya pemantapan, pemenuhan harapan dan optimalisasi pencapaian
dampak serta manfaatnya, maka program agropolitan seyogianya disinergikan dengan konsep
pengembangan ekonomi lokal. Implementasinya, eksistensi aset program agropolitan harus
dimanfaatkan secara optimal guna menunjang konsep pengembangan ekonomi lokal.
Tabel 5, di atas menunjukkan bahwa sebagaian besar fasilitas pendukung pelaksanaan
program agropolitan secara umum telah dilaksanakan dan mencapai target ditetapkan akan
tetapi belum maksimal karena masih diperlukan upaya khusus dalam mempercepat
pengembangan kawasan agropolitan Belajen. Beberapa faktor yang menyebabkan belum
optimalnya pengembangan kawasan agropolitan Belajen antara lain; (a) pengadaan bibit masih
sangat terbatas, artinya petani dalam mendapatkan bibit terkendala dengan harga, hal ini terjadi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 117
karena didatangkan dari luar daerah dan pengadaannya dilaksanakan oleh pihak swasta dari
segi harga masih tinggai bagi petani, diharapkan pemerintah dapat menghadirkan pusat-pusat
pembibitan dalam pemenuhan bibit bagi petani yang bada pada kawasan agropolitan (b)
kelembagaan koperasi yang ada belum diberdayakan dalam hal pengadaan faktor-faktor
produksi pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan sarana pertanian lainnya. (c). Petani
holtikultura pada kawasan agropolitan dalam usaha budidaya pertanian masih menggunakan
metode tradisional, sehingga perlu dilakukan pelatihan bagaimana melakukan budidaya
pertanian dengan menggunakan teknologi, sehingga produksi hasil pertanian dapat meningkat
dari segi kuantitas maupun kualitasnya. (c) sistem pemasaran hasil produksi belum optimal,
artinya dalam proses pemasaran produk yang dilakukan pasar lelang belum terbangun sistem
yang baik, sehingga produk yang berasal dari luar dapat mematikan produk yang ada pada
kawasan agropolitan karena adanya permainan harga. (d) agribisnis perdesaan belum
berkembang sesuai yang diharapkan, artinya masyarakat petani yang ada pada kawasan
agropolitan belum diolah hasil pertanian yang dapat meningkatkan nilai tambah dari produk
yang dihasilkan, misalnya produk dapat diberikan kemasan yang baik sehingga dapat
dipasarkan pada pasar yang lebih luas seperti ke supermaket. (e) dukungan modal usaha masih
terbatas, kelembagaan keuangaan sudah tersedia namun pengetahuan petani masih sangat
terbatas untuk mendapatkan modal usaha, sehingga mempengaruhi pengembangan usahatani
masyarakat dan pengembangan hasil produksi juga terbatas, (f) inovasi ekonomi masyarakat
belum dikembangkan secara optimal dan (g) dukungan irigasi pertanian untuk mendukung
peningkatan hasil produksi pertanian sudah ada, hanya masih terbatas, usaha pertanian sangat
tergantung pada air sehingga irigasi sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi pertanian.
Pengembangan kawasan agropolitan dapat berhasil dengan baik dan memberi manfaat terhadap
masyarakat dan pembagunan ekonomi daerah apabila dukungan dan komitmen dari pejabat,
hal terkait dengan permasalahan sumber dana yang masih dirasakan kurang dalam
pelaksanaan program agropolitan. Untuk kondisi sosio-ekonomi dan teknologi yang ada,
dukungan public (masyarakat lokal), serta sikap dan sumberdaya yang dimiliki oleh
masyarakat, melihat peran positif masyarakat dalam mendukung program agropolitan yang
dilaksankan seperti membangun sarana jalan penghubung antar dusun secara swadaya karena
belum tersentuh oleh pembangunan pemerintah secara swadaya yang dilakukan oleh
masyarakat.
Analisis Ketersediaan Infrastruktur Pertanian Kawasan Agropolitan Belajen
Teknik analisis yang digunakan untuk mengevaluasi ketersediaan infrastruktur pertanian yang
telah ada secara eksiting pada kawasan agropolitan Belajen sebagai bentuk dukungan terhadap
pengembangan kawasan agropolitan yaitu menggunakan teknik analisis pembobotan dimana
pembobotan merupakan pemberian bobot pada masing-masing variabel yang digunakan dalam
mengevaluasi ketersediaan infrastruktur pertanian untuk melihat bentuk dukungan terhadap
kawasan agropolitan yang ada. Penentuan variabel di dasarkan pada persyaratan kawasan
sentra produksi pangan (agropolitan) yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil survey penentuan untuk skor indicator tiap variabel
yang tersedia di kawasan agropolitan Belajen untuk mendukung pengembangan kawasan
berdasarkan variabel kementerian pertanian berupa jalan, saluran irigasi, sarana produksi,
infrastruktur pendukung serta fasilitas umum dapat dilihat pada table berikut :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 118
Tabel 6. Evaluasi Ketersediaan Infrastruktur Pertanian Pada Kawasan Agropolitan Belajen No Variabel Bob
ot
Nilai
Indikat
or
Jumlah
Nilai
Indikator
Penilai
Indikator
(%)
Bobot
Variab
el
Nilai
Bobot
Variabel
(%)
1 Prasarana Jalan
a. Jalan usaha tani
b. Jalan lingkar
kecamatan
c. Jalan penghubung
kecamatan
40
%
30
%
30
%
3
3
5
120
90
150
72
30
21,8
2. Sarana Irigasi Pengairan
a. Luas pelayanan irigasi
b. Kondisi irigasi
c. Intensitas saluran
40
%
30
%
30
%
5
4
3
200
120
90
82
30
24,6
3 Sarana produksi hasil
pertanian
a. Traktor
b. Sarana industry
(pengolahan)
50
%
50
%
3
2
150
100
50
20
10
4 Infrastruktur Pendukung
Lainnya
a. Gudang penyimpanan
b. Bak penampungan air
50
%
50
%
5
4
250
200
90
10
9
5 Fasilitas Umum
a. Tingkat pelayanan
b. Jangkauan pelayanan
50
%
50
%
5
4
250
200
90
10
9
Jumlah 100 74,4
Sumber : Hasil olahan
Berdasarkan hasil pembobotan evaluasi ketersediaan infrastruktur di kawasan agropolitan
Belajen dengan data antar variabel memperoleh nilai sebesar 74,4 % dukungan terhadap
pengembangan kawasan agropolitan yang ada pada kawasan tersebut. Dengan melihat hasil
analisis dari ketersediaan infrastruktur pertanian yang telah ada secara eksisting di kecamatan
Alla sebagai bentuk dukungan terhadap kawasan agropolitan Belajen. Adapun kategori
penilain :
Baik = jika memiliki tingkat kesesuaian 75 % - 100 %
Cukup = jika memiliki tingkat kesesuaian 50 % - 74 %
Kurang = jika memiliki tingkat kesesuaian < 50%
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan infrastruktur pertanian yang telah ada
secara eksisting di kecmatan Alla sebagai bentuk dukungan terhadap kawasan agropolitan
belajen berada pada kategori cukup. Artinya pengembangan agropolitan belum dapat
berkembang dengan baik karena dukungan infrastruktur masih kurang, diharapakn kedepannya
infrastruktur pertanian lebih banyak sehingga kawasan agropolitan dapat meningkatkan
produktivitasnya.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Haeruddin Saleh, Ketersediaan Infrastruktur Pertanian... 119
KESIMPULAN
Sebagai kesimpulan dengan melihat hasil peelitian dari evaluasi ketersediaan infrastruktur
pertanian yang telah ada secara eksisting di kecamatan Alla sebagai bentuk dukungan terhadap
kawasan agropolitan Belajen berada pada kategori cukup dengan nilai 74,4 % artinyamasih
sangat terbatas infrastruktur dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan. Beberapa
yang tetap harus dikembangkan adalah jalan usahatani, beberapa irigasi, sarana penyimpanan
produk hortikultura dan tidak kalah pentingnya adalah industry pengolahan hasil pertanian
belum ada. Industri pengolagan hasil pertanian dapat meningkatkan nilai tambah dari produk
hasil pertanian yang di hasilkan petani pada kawasan agropolitan Belajen.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin., (2017), Metodeologi Penelitian, Ghalia, Jakarta.
Calderón C. And Luis Servén. (2006). The Effects of Infrastructure Development on Growth
and Income Distribution. Working Paper . 3400.
Comhar. (2007). Principles for sustainable development. Comhar – The National evelopment
Partnership. Dublin.
Douglass, Mike. (1998) A Regional Network Strategy for Reciprocal Rural-Urban Linkages:
An Agenda for Policy Research with Reference to Indonesia. Third World Planning
Review 20 (1).
Ghosh, M. (2017). Infrastructure and development in rural India. Margin: The Journal of
Applied Economic Research, 11(3), 256–289. doi: 10.1177/ 0973801017703499.
Grigg N., (1988). Infrastucture Enginnering and Management, John Wiley & Sons.
Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.,(2016), Mengidentifikasi Salah Satu
Infrastrutur Pertanian Yaitu Saluran Irigasi Yang Tercatat Sudah Ada Sekitar 7,3 Juta
Hektare Yang Beroperasi.
Kodoatie, R J., (2003), Pengantar Manajemen Infrastruktur. Yogyakarta.
Simon, N. S., & Natarajan, P. (2017). Nonlinearity between infrastructure inequality and
growth: Evidence from India. Review of Market Integration, 9(1–2), 66–82.
doi:10.1177/0974929217721764
Sitorus. (2010). Model kebijakan pembangunan infrastruktur berkelanjutan dalam mendukung
pengembangan kawasan agropolitan. IPB Bogor.
Soenarno., (2013), Pengembangan Kawasan Agropolitan dalam Rangka Pengembangan
Wilayah, Jakarta.
Sugiyono,. (2013). Metode Penelitian (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D
Alfabeta. Bandung.
Valerio Mendoza, O. (2017). Infrastructure development, income inequality and urban
sustainability in the People’s Republic of China (ADBI Working Paper 713). Tokyo.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 120
CONCEPTUAL FRAMEWORK ANALISA BIAYA K3 PADA PEKERJAAN
KONSTRUKSI
(Studi Kasus Pekerjaan Konstruksi Di Kementerian PUPR)
Eko Kusumo Friatmojo1
Rosmariani Arifuddin2
Syarif Burhanuddin3
1Mahasiswa S2, Magister Rekayasa Keselamatan Konstruksi (MRKK), Fakultas Teknik Departemen
Sipil Universitas Hasanuddin 2,3
Dosen, Fakultas Teknik Departemen Sipil Universitas Hasanuddin
e-mail: [email protected]
Abstrak
Penerapan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam pelaksanaan proyek
konstruksi keciptakaryaan wajib diterapkan mengacu pada peraturan perundang-undangan
yang telah ditetapkan. Data beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa salah satu
permasalahan dalam pelaksanaan K3 di proyek konstruksi adalah aspek pembiayaan.
Pendekatan yang efektif dalam penyusunan pembiayaan K3 masih memerlukan studi
mendalam untuk mendapatkan model penyusunan biaya K3 yang sesuai. Penelitian ini
mencoba menawarkan gambaran kerangka konseptual (conceptual framework) dalam
mengembangkan model perhitungan analisa besaran biaya kesehatan dan keselamatan kerja
mengacu model perhitungan analisa harga satuan pekerjaan yang sudah ada yaitu Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Analisa
Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Metodologi penelitian yang digunakan
adalah dengan pendekatan model perhitungan sederhana yang berbasis pada pembagian
struktur pekerjaan Work Breakdown Structure (WBS) yang dibagi sampai pada level pekerjaan
paling dasar yaitu item/satuan pekerjaan. Kemudian dianalisa menggunakan pendekatan
Hazard Identification Risk Assesment Determining Control (HIRADC) yang melekat pada
pekerja dan metode kerja pada masing-masing item/satuan pekerjaan. Penelitian ini
menghasilkan kerangka konseptual baru sebagai acuan penyusunan formula perhitungan
analisis biaya K3 pada proyek konstruksi.
Kata Kunci: Proyek Konstruksi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Biaya K3
PENDAHULUAN Seiring dengan pertumbuhan tenaga kerja sektor konstruksi yang terus bertambah tiap
tahunnya dimana data dari International Labour Organization (ILO) pada bulan Februari 2014
menyebutkan bahwa 7,21 juta orang atau 6,1% dari angkatan kerja secara keseluruhan bekerja
pada sektor konstruksi dimana jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, maka
angka kecelakaan kerja pun cenderung bertambah setiap tahunnya dimana angka kecelakaan
kerja di tahun 2017 mengalami peningkatan sebesar 11,8% dari tahun 2015 (BPJS
Ketenagakerjaan, 2017).
Investasi terkait kesehatan dan keselamatan kerja berupa pengalokasian sumber daya (biaya,
tenaga, waktu, sistem dan regulasi) dalam sebuah proyek konstruksi terhitung tertinggal
dibandingkan bidang infrastruktur lainnya seperti migas dan manufaktur. Industri migas telah
memberlakukan regulasi pengaturan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada pemegang
konsesi migas sejak 1960 melalui Undang-Undang No 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi yang diperkuat pada tahun 1979 dengan adanya PP Nomor 11 Tahun
1979 tentang Keselamatan Kerja pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi yang
kemudian diperbarui tahun 2001 pada melalui peraturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengamanatkan kepada badan usaha wajib
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 121
menjamin standar dan mutu, menerapkan kaidah keteknikan yang baik, keselamatan dan
kesehatan kerja serta pengelolaan lingkungan hidup, mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja
setempat dan produk dalam negeri.
Di sektor manufaktur telah mengadopsi regulasi untuk melindungi tenaga kerja dari bahaya
kesehatan dan keselamatan kerja sejak tahun 1970 melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1970 tentang Ketenagakerjaan yang diperkuat dengan dengan diterbitkannya PP Nomor 50
Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Sementara pada sektor konstruksi melalui Kementerian Pekerjaan Umum baru menetapkan
peraturan operasional khusus terkait K3 di tahun 2014 melalui Peraturan Menteri Perumahan
Rakyat Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Hal ini dibuktikan dengan tingkat kecelakaan kerja di bidang konstruksi masih sangat tinggi
dibandingkan industri lainnya dengan jumlah mencapai 32% dari total laporan kecelakaan
kerja pada tahun 2017 saja (BPJS Ketenagakerjaan, 2017).
Hal ini diperparah dengan tingkat penerapan regulasi tentang SMK3 pada proyek-proyek
konstruksi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang masih
terbilang cukup rendah dan belum menyeluruh dilaksanakan oleh para pelaksana pekerjaan
konstruksi dari seluruh direktorat teknis di Kementerian PUPR dimana direktorat Cipta Karya
dilaporkan paling rendah dibandingkan direktorat teknis lainnyaseperti dituangkan dalam
Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Monitoring dan Evaluasi Penerapan SMK3 Konstruksi pada dilingkungan
Kementerian PUPR Tahun 2016 (Laporan DirJen Bina Konstruksi, Kementerian PUPR, 2016)
Mengacu pada laporan kajian Direktorat Jenderal Bina Konstruksi, Kementerian PUPR (2016)
menyimpulkan bahwa salah satu penyebabnya rendahnya implementasi SMK3 tersebut adalah
tidak dialokasikannya biaya K3 didalam penawaran yang disampaikan penyedia jasa pada saat
proses lelang berlangsung. Sementara Peraturan Tentang Analisa Harga Satuan Pekerjaan yaitu
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 28 Tahun 2016 yang telah mensyaratkan bahwa
biaya K3 harus dimasukkan kedalam biaya overhead dan profit yang termuat dalam analisa
harga satuan pekerjaan. Persoalan yang sering ditemukan di level implementasi regulasi
tersebut adalah belum menjelaskan formula perhitungan biaya K3 yang jelas dan terinci. Lebih
lanjut Kementerian PUPR mencoba mengantisipasi ketiadaan model perhitungan biaya K3
dengan menetapkan kisaran persentase alokasi biaya K3 dalam sebuah proyek yaitu sebesar 1-
2,5% seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pemberlakuan Standar Dokumen Pemilihan Pengadaan Jasa
Konstruksi Dalam Rangka Lelang Dini di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat untuk Tahun Anggaran 2019. Hal inilah yang menyebabkan lemahnya tingkat telaahan
: baik
: kurang
: minim
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 122
aspek keselamatan kerja karena dari tahapan perencanaan proyek saja biaya penyelenggaraan
SMK3 tidak dikalkulasi dengan jelas.
Berdasarkan hal diatas menunjukkan pentingnya sebuah analisa harga satuan pekerjaan yang
memuat rincian perhitungan biaya K3 yang jelas dan sesuai dengan item pekerjaan yang
dilaksanakan di lapangan sehingga amanat peraturan K3 yang disebutkan diatas dapat dipenuhi
dan kecelakaan kerja di proyek konstruksi dapat diantisipasi dari awal karena biaya K3 telah
dianggarkan.
Penelitian ini lebih jauh akan membahas permasalahan di atas dimana laporan ini adalah
menjelaskan konsep kerangka penelitian ini dalam mengembangkan model perhitungan
besaran biaya kesehatan dan keselamatan kerja mengacu model perhitungan analisa harga
satuan pekerjaan yang sudah ada. Dimana hasil temuan kebijakan mengusulkan sebuah model
perhitungan yang sederhana, mudah dipahami dan mengacu pada bagian struktur pekerjaan
yang paling dasar yaitu masing-masing item pekerjaan yang kemudian dianalisa berdasarkan
pendekatan Hazzard Identification Risk Assesment Determining Control (HIRADC). Kontribusi
dari penelitian ini akan memberikan masukan kepada para penyedia jasa (kontraktor/konsultan)
maupun para pengguna jasa (Ka Satker/PPK) dalam menyusun analisa satuan pekerjaan yang
mengandung unsur biaya K3 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
LITERATURE REVIEW
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengatur
tentang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di pekerjaan konstruksi melalui berbagai macam
peraturan mulai dari undang-undang sampai peraturan di tingkat operasional. Pengaturan ini
melalui Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Sistem
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
adalah salah satunya. Salah satu poin penting dari peraturan ini termuat pada pasal 7 ayat 1
yaitu “Rancangan Konseptual (Studi Kelayakan, Survei dan Investigasi) wajib memuat
telaahan aspek K3” dan pasal 8 ayat 9 yaitu “Rencana Biaya K3 harus dihitung berdasarkan
kebutuhan seluruh pengendalian risiko K3 Konstruksi sesuai dengan RK3K Penawaran”. Hal
ini direspon Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat selaku pembina jasa
konstruksi nasional dengan menetapkan regulasi terkait pengadaan barang dan jasa di bidang
konstruksi serta regulasi penyelenggaraan jasa konstruksi yang mengakomodir unsur kesehatan
dan keselamatan kerja, salah satunya adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang
Pekerjaan Umum. Sayangnya sampai dengan saat ini belum ada formula perhitungan yang
spesifik terkait besaran biaya K3 dalam sebuah proyek konstruksi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait biaya K3 dalam sebuah proyek konstruksi
dengan berbagai metode yang telah dikembangkan antara lain pemodelan dengan beberapa
variabel dari keselamatan kerja yang didapat dari kajian literature, interview dan kuesioner,
peneliti mendapatkan analisa dari perkiraan biaya keselamatan yang diperlukan (Toutounchian,
dkk, 2018), selanjutnya tentang manfaat dari investasi keselamatan serta penerapan biaya
pencegahan kecelakaan dalam sebuah proyek serta studi kasus yang memperlihatkan besarnya
penghematan yang didapat dari penerapan investasi keselamatan (Elias, dkk, 2012), serta
tentang penilaian risiko berbasis aktivitas yang berfokus pada risiko sangat tinggi dan risiko
tinggi pada keseluruhan proyek dapat menyediakan informasi penting untuk perencanaan dan
penganggaran biaya K3 baik pada kontraktor maupun ahli K3 (Gurcanli, dkk, 2015). Lebih
jauh penelitian tentang analisa biaya K3 diperhitungkan dari jumlah total biaya pengendalian
resiko terhadap sumber resiko manusia, peralatan, organisasi, manajemen dan lingkungan
dengan tingkat penilaian tertinggi juga telah dikembangkan melalui penelitian Wiyaksono dan
Singgih (2011). Sementara penelitian Jawat, dkk (2018) menyimpulkan bahwa estimasi biaya
K3 pada proyek dihitung dari biaya peralatan keamanan,bangunan-bangunan pengaman,
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 123
termasuk rambu-rambu, fasilitas kesehatan, dan biaya lain-lain yang berkaitan dengan upaya-
upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan. Dan penelitian Rawis (2016)
menyimpulkan total biaya K3 dari proyek sebesar 2,109% dari nilai keseluruhan kontrak
dimana variabel K3 dibatasi hanya kepada penyediaan alat pelindung diri (APD).
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian relevan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada
umumnya penelitian tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu (i) penelitian yang
berbasis tingkat resiko setiap item pekerjaan yang telah diklasifikasikan sebelumnya mengacu
pada teori risk management (severity x frequency) yang kemudian diurutkan berdasarkan
tingkat resiko paling tinggi sampai dengan paling rendah; (ii) penelitian yang berbasis pada
analisa persentase besaran biaya K3 dibandingkan dengan besaran biaya proyek keseluruhan;
dan (iii) penelitian yang berbasis pada analisa manfaat pengalokasian biaya K3 sebagai biaya
tidak langsung dalam sebuah pelaksanaan proyek sebagai bentuk antisipasi terhadap terjadinya
kecelakaan kerja dibandingkan dengan nilai investasi proyek secara keseluruhan.
Penelitian-penelitian tersebut dan peraturan tentang analisa harga satuan pekerjaan eksisting
saat ini tidak memberikan gambaran normatif yang jelas dan rinci mengenai formula
perhitungan biaya K3 sehingga belum dapat dijadikan acuan yang baku baik kepada pengguna
(PPK) maupun penyedia jasa (konsultan/kontraktor) dalam menghitung kebutuhan biaya K3
dalam proyek.
Sementara didalam lampiran peraturan tersebut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang
Pekerjaan Umum menyebutkan bahwa biaya K3 dimasukkan kedalam komponen biaya umum
(overhead) tanpa model perhitungan yang pasti. Direktorat Jenderal Bina Marga sebagai salah
satu direktorat teknis dibawah Kementerian PUPR yang pertama kali menetapkan
penghitungan mata pembayaran untuk komponen kesehatan dan keselamatan kerja (K3) proyek
serta pengendalian lingkungan kedalam perencanaan anggaran proyek melalui Surat Edaran
Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 02/SE/db/2018 Tentang Spesifikasi Umum 2018 Untuk
Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan namun penghitungan mata pembayaran tersebut
hanya berlaku untuk proyek-proyek konstruksi jalan dan jembatan dan belum berlaku di proyek
direktorat teknis lainnya.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah dengan melakukan kajian literatur yang sudah ada serta dan
diskusi serta validasi hasil kajian tersebut dengan para pakar dan ahli di bidang analisa harga
satuan pekerjaan dan K3 konstruksi.
Penelitian ini mengusulkan batasan variabel yang dipergunakan dalam penyusunan kerangka
konseptual ini, sehingga topik pembahasan menjadi fokus dan mudah dipahami oleh pihak lain
yang terkait dengan tulisan ini. Variabel ini dikhususkan hanya kepada regulasi normatif yang
menjadi acuan utama dibuatnya kerangka konseptual ini yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2016 Tentang Analisa Harga Satuan
Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Fokus penelitian pada contoh-contoh proyek konstruksi
keciptakaryaan di lingkungan Kementerian PUPR antara lain meliputi bangunan gedung,
instalasi pengolahan limbah instalasi air minum, penyehatan masyarakat serta renovasi fasilitas
sosial dan fasilitas umum lingkungan tertinggal. Adapun batasan variabel yang ditawarkan
penulis dalam kerangka konseptual seperti dituangkan dalam Tabel 1:
Tabel 1. Gambaran batasan variabel proyek konstruksi keciptakaryaan
Komponen Variabel Sub Variabel
Biaya K3 yang melekat pada
pekerja
Alat
pelindung
Helm masker
Kacamata, pelindung wajah & telinga
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 124
diri Rompi Pelindung telinga
Sarung tangan dan sepatu
Biaya K3 yang melekat pada
metode kerja
Alat
pelindung
kerja
Jaring dan tali pengaman
Rambu dan pagar pengaman/pembatas
area
Penahan jatuh
Peralatan atau bahan lain terkait metode
kerja
Dari batasan variabel diatas akan menjadi rujukan dalam penelitian lanjut untuk mengusulkan
konsep perhitungan biaya K3 yang sederhana yaitu berupa penjumlahan variabel perlindungan
K3 yang bersifat langsung dalam bentuk alat pelindung diri dan yang bersifat tidak langsung
berupa alat pelindung kerja. Untuk melengkapi kebutuhan penelitian maka dibutuhkan data-
data pendukung. Gambaran umum data-data yang akan dikumpulkan dalam penelitian lanjut
beserta metode pengumpulannya seperti dituangkan dalam Tabel 2:
Tabel 2. Gambaran usulan jenis data dan teknik pengumpulan data
Jenis data yang
dibutuhkan Asumsi contoh data Teknik pengumpulan data
Data primer Metode kerja pelaksanaan Wawancara pakar
Observasi lapangan
Dokumentasi on-site
Pembagian klasifikasi
pekerjaan
Wawancara pakar
Klasifikasi batasan resiko Wawancara pakar
Data sekunder Tingkat penerapan SMK3 Studi literatur
Penelitian terdahulu
Spesifikasi teknis alat dan
bahan
Studi literatur (SNI, spek teknis,
dll)
Koefisien item pekerjaan Studi literatur (SNI, spek teknis,
dll)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebutuhan akan model perhitungan biaya K3 pada perencanaan anggaran proyek konstruksi
yang praktis dan mudah dipahami menjadi acuan yang dibahas bersama dalam diskusi antara
penulis dan pakar yang terkait dalam bidang K3 ini. Tentunya model perhitungan satuan biaya
K3 tersebut nantinya haruslah bersifat praktis, mudah dipahami, lengkap (memuat analisa upah
bahan dan peralatan serta K3) dan mengacu kepada regulasi normatif resmi yang dijadikan
acuan bersama baik kontraktor/konsultan maupun pengguna jasa dalam merencanakan biaya
pekerjaan yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun
2016 Tentang Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.
Konsep perhitungan ini dimulai dari bagian struktur pekerjaan yang paling dasar yaitu masing-
masing item pekerjaan khusus pada pekerjaan keciptakaryaan. Item pekerjaan dipilih sebagai
permulaan perhitungan dikarenakan item pekerjaan merupakan level struktur pekerjaan yang
paling dasar dari pembagian struktur pekerjaan konstruksi. Dan dari tingkat item pekerjaanlah
alokasi sumber daya terkait pekerjaan yaitu upah, tenaga material dan sumberdaya K3 dapat
dihitung. Sehingga diharapkan dengan basis level pekerjaan yang paling dasar tersebut formula
perhitungan yang ditemukan nantinya dapat lebih mudah dipahami dan dipraktekkan dalam
perencanaan anggaran konstruksi berbasis K3 oleh para pihak-pihak terkait.
Dari uraian di atas maka pertanyaan mendasar yang akan dijawab melalui penelitian lanjutan
yang dituangkan dalam pembahasan kerangka konseptual ini yaitu (i) Bagaimana model
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 125
pembagian struktur pekerjaan (WBS) bidang keciptakaryaan yang termuat dalam AHSP sesuai
Permen PU 28/2016; (ii) Bagaimana analisa tingkat resiko pada masing-masing item pekerjaan
sesuai WBS tersebut?; dan (iii) Bagaimana formula perhitungan analisa harga satuan pekerjaan
berbasis batasan resiko pada masing-masing item pekerjaan yang termuat dalam AHSP
tersebut?
Tiga pertanyaan dasar tersebut menjadi acuan dalam penelitian lanjut yang akan dilakukan
antara lain (i) menguraikan model pembagian struktur pekerjaan sesuai dengan konsep Work
Breakdown Structure; (ii) menguraikan analisa tingkat resiko dan metode pengendalian resiko
mengacu pada lampiran Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2014 Tentang
Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum tentang SMK3 Bidang Pekerjaan Umum dan pendekatan Hazard Identification Risk
Assesment Determining Control (HIRADC) yang terdapat pada masing-masing item pekerjaan
sesuai hasil pembagian struktur pekerjaan; dan (iii) mensimulasikan perhitungan biaya K3
berdasarkan hasil analisa tingkat resiko dan analisa metode pengendalian resiko tersebut
sehingga didapatkan gambaran estimasi biaya K3 yang sesuai.
Untuk mempermudah pemahaman terhadap gagasan kerangka konseptual ini penulis mencoba
menjabarkan sebagai berikut seperti tertuang dalam Tabel 3:
Tabel 3. Gambaran model operasional penelitian
Rumusan masalah Input Proses Output
Bagaimana model
pembagian klasifikasi
pekerjaan/WBS yang
termuat dalam AHSP
- Analisa lampiran
Permen PU
28/2016
- Acuan teori WBS
Komparasi pola WBS
pada teori dengan
model WBS pada
lampiran analisa
harga satuan
Hasil analisa work
breakdown structure
(WBS) pada model
analisa harga satuan
pekerjaan
Bagaimana analisa
tingkat resiko pada
masing-masing item
pekerjaan
Hasil analisa (WBS)
pada model analisa
harga satuan
pekerjaan cipta karya
Analisa batasan
resiko menggunakan
teori risk
management
Hasil analisa batasan
resiko pada masing-
masing item
pekerjaan
Bagaimana formula
perhitungan analisa
harga satuan
pekerjaan berbasis
batasan resiko pada
item pekerjaan
Hasil analisa batasan
resiko pada masing-
masing item
pekerjaan pada
analisa harga satuan
pekerjaan
Simulasi perhitungan
cost of safety (biaya
K3) menggunakan
aplikasi Microsoft
excel
Formula perhitungan
analisa harga satuan
pekerjaan yang sudah
ditambah dengan
analisa biaya K3
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan model
perhitungan analisa harga satuan pekerjaan yang praktis, sederhana dan mudah dipahami baik
oleh pengguna jasa (PPK) maupun penyedia jasa (kontraktor/konsultan) sangat dibutuhkan
dalam penerapan regulasi SMK3 untuk menjawab kebutuhan regulasi normatif tentang
kewajiban pencantuman estimasi biaya K3 dalam perencanaan anggaran dan biaya sebuah
pekerjaan konstruksi. Model perhitungan baru ini adalah komponen penting yang diyakini
dapat merubah pola perencanaan anggaran dan biaya sebuah proyek konstruksi yang lebih
berpihak kepada keselamatan dan kesehatan kerja.
Laporan ini merupakan kerangka konseptual yang mencoba memberikan gambaran bagi
penelitian lebih lanjut dalam pemodelan biaya K3 pada proyek keciptakaryaan dan membuka
lebar ruang untuk diskusi, masukan, kritik dan saran agar kerangka konseptual ini dapat
diwujudkan menjadi hasil nyata. Namun disadari masih jauh dari pemenuhan ekspektasi dalam
menjawab seluruh persoalan dilapangan sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Eko Kusumo dkk., Conceptual Framework Analisa... 126
menggali potensi dari metode-metode yang inovatif dalam mengembangkan model perhitungan
harga satuan pekerjaan yang memuat analisa biaya K3 dalam item pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Elias, Ikpe. Hammon, F. Oloke, D. “Cost-benefit analysis for accident prevention in
construction projects”. Journal of Construction Engineering and Management Vol 138.
2012
Gurcanli, E. Bilir, S. Sevim M. “Activity based risk assessment and safety cost estimation for
residential building construction projects”. Safety Science Vol 80. Elsevier. 2015
Jawat, I Wayan. Suwitanujaya. I Nyoman. “Estimasi biaya pencegahan dan pengawasan K3
pada proyek konstruksi”. Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa Vol 7. 2018
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28 Tahun 2016 Tentang
Analisa Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 05 Tahun 2014 Tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
Project Management Institute. 2017. “A guide to the project management body of knowledge
(PMBOK guide) – Sixth Edition”. Project Management Institute. Pennsylvania. 156-
162
Rawis, Desi T. Tjakra, J. Arsjad, Tj. “Perencanaan biaya K3 pada proyek konstruksi bangunan
(Studi Kasus : Sekolah St. Ursula Kotamubago)”. Jurnal Teknik Sipil Universitas Sam
Ratulangi Vol 4. 2016
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 02/SE/db/2018 Tentang Spesifikasi Umum
2018 Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan
Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2018 Tentang
Pemberlakuan Standar Dokumen Pemilihan Pengadaan Jasa Konstruksi Dalam Rangka
Lelang Dini di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk Tahun
Anggaran 2019
Toutounchian, S. Abbaspour, M. Dana, T. Abedi, Z. “Design of a safety cost estimation
parametric model in oil and gas engineering, procurement and construction contracts”.
Safety Science Vol 106. Elsevier. 2018
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi
Wicaksono, I. Singgih, M. “Manajemen resiko K3 pada proyek pembangunan Apartemen
Puncak Permai Surabaya”. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIII.
2011
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 127
REKAYASA POLA ALIRAN DI MUARA SUNGAI
DENGAN BANGUNAN DASAR PANTAI
Sudarman
1
Arsyad Thaha2
Mukhsan Putra Hatta 3
1Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil Unhas
2Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
e-mail: [email protected], [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh setiap paramater aliran terhadap pola aliran dimuara
sungai dengan bangunan dasar pantai. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan
model fisik di laboratorium dan pengambilan datanya dilakukan variasi dari beberapa variabel, yaitu
Panjang Bangunan ( L ), Tinggi Bangunan ( H ), dan Periode gelombang ( t ). Hasil penelitian yang
dilakukan, dengan percobaan kecepatan arus rata-rata tanpa adanya bangunan diperoleh kecepatan
rata-rata 19,4 cm/s. Untuk model H10 cm dari dari tiga model bangunan L1=45 cm ( ¼ Panjang
Gelombang ), L2 = 85 cm ( ½ Panjang Gelombang ) dan L3=170 cm (Panjang Gelombang) dari hasil
percobaan menujukkan bahwa model L1=45 cm yang menghasilkan kecepatan arus paling besar yaitu
rata-rata 23.4 cm/detik. Model H15 cm dari hasil percobaan menunjukkan bahwa perbandingan antara
model L1 = 45 cm, menghasilkan kecepatan arus paling besar yaitu rata-rata 24.1 cm/detik. Model
H20 cm dari hasil percobaan menujukkan bahwa perbandingan antara model L1 = 45 cm,
menghasilkan kecepatan arus rata-rata 29.1 cm/detik. Jadi model L1 = 45 cm atau ¼ Panjang
Gelombang memiliki kecepatan arus rata-rata lebih besar dibandingkan dengan model L2 = 85 cm dan
model L3 = 170 cm. Dari perbandingan nilai kecepatan tiap model pada variasi tinggi bangunan yaitu
H = 10 cm , H = 15 cm ,dan H= 20 cm, nilai H =15 cm atau 3/5 dari kedalaman air yang
menghasilkan recidual current maksimal.
Kata Kunci : Muara Sungai, Arus Sisa, Gelombang, dan Bangunan Dasar Pantai
PENDAHULUAN Wilayah estuari juga dapat dikatakan sebagai wilayah yang sangat dinamis karena selalu terjadi
proses dan perubahan, baik lingkungan fisik maupun biologis (Leeder & Allen 1982). Secara
sederhana estuaria didefinisikan sebagai tempat pertemuan air tawar dan air asin (Nybakken &
James,1988). Bagian dari estuari terdiri dari bagian kepala estuari yang berada pada batas atas
arus dan bagian mulut yang berbatasan dengan laut (Ohrel & Register, 2006). Secara umum,
perairan estuaria memiliki fungsi ekologis dan ekonomi ( Tiwow, 2003).
Muara sungai secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam, sesuai dengan faktor dominan
yang mempengaruhi muara. Ketiga macam tipe muara tersebut adalah adalah gelombang, debit
sungai, dan pasang surut ( Yuwono, 1994 ).
Setelah ditinjau permasalahan yang sering terjadi di perairan estuari (semi-enclosed coastal)
yaitu pendangkalan dan pencemaran air di daerah pantai, diakibatkan tidak adanya sirkulasi air
yang terjadi di estuari. Apabila proses ini terus menerus terjadi maka lambat laun mulut muara
sungai akan tertutup oleh sedimentasi dan, pencemaran air di sekitar pantai. Oleh karena itu
maka perlu dilakukan kajian uji laboratorium pada penempatan model bangunan dasar pantai
yang efektif, untuk mengatasi permasalahan yang ada pada estuari dan muara sungai.
LITERATURE REVIEW
Gelombang laut adalah gerakan dari setiap partikel air laut yang berupa gerak longitudinal dan
orbital secara bersamaan disebabkan oleh transmisi energy serta waktu ( Momentum ) dalam
artian impuls vibrasi melalui berbagai ragam bentuk materi. (Wibisono, 2005). Gelombang laut
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 128
adalah bentuk permukaan laut yang berupa punggung atau puncak gelombang dan palung atau
lembah gelombang oleh gerak ayun (oscillatory movement) akibat tiupan angin, erupsi gunung
api, pelongsoran dasar laut, atau lalu lintas kapal (Sunarto, 2003).
Pasang surut air laut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda di
langit ( Triatmojo,1999 ). Secara sederhana arus dapat diartikan sebagai sirkulasi massa air dari
satu tempat ke tempat lain (Trujillo & Thurman 2008). Pasang surut merupakan gerak fluktuasi
massa air secara periodik dan harmonik, yang disebabkan oleh adanya gaya tarik benda-benda
langit terutama matahari dan bulan terhadap bumi (Park, 2006).
Kanawo et al (2006), Characteristics Of Wave-Induced Residual Currents In The One-Way
Pipe. Bahwa One Way Pipe dapat digunakan sebagai alat sirkulasi air pada daerah enclosed
coastal area dengan memanfaatkan Wave induce residual current.
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hidraulika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Makassar.
Jenis Penelitian dan Sumber Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental. Pada penelitian ini
sumber data digunakan berupa data primer yaitu data langsung dari hasil simulasi model fisik
dilaboratorium dan data sekunder yang didapat dari dari literatur dan hasil penelitian yang
sudah ada, baik yang telah dilakukan di Laboratorium maupun yang dilakukan di tempat lain
yang berkaitan dengan penelitian pola aliran pada muara sungai.
Pengumpulan Data
Pencatatan data dilakukan pada setiap kondisi, yaitu awal sebelum running, dan setelah
running. Sebelum running perlu di catat Model Bangunan, jarak posisi alat dan ketinggian alat
sedangkan pencatatan data setelah running adalah data nilai kecepatan arus dari model.
Alat dan Bahan Penelitian
Adapun jenis Alat yang digunakan adalah Electro magnetic current meter main unit model
VM2201, Mistar, Komputer, Detector VMT2-200-04P. Dan Bahan yang digunakan adalah
Model saluran terbuka dengan lebar saluran 30 cm, tinggi saluran 50 cm, panjang saluran 12 m
( Gambar 1 ), Pengatur stroke untuk mengatur periode gelombang, Pola gerak flap pembangkit
gelombang, Model Bangunan Dinding saluran terbuat dari akrilit, Peredam gelombang, Air.
Variabel yang Diteliti Variabel yang diteliti adalah panjang model, tinggi model, panjang gelombang, periode
gelombang, dan kecepatan aliran (V).
Perancangan Model PenelitianModel bangunan air berupa model persegi panjang dan
tenggelam ( Gambar 2 ). Di dalam model tersebut, terdapat panghambat aliran dengan model
selinder ¼ untuk menghasilkan arus residu searah yang diletakkan dibawa medan gelombang
dekat kedua sisi dinding saluran (flume) dengan tiga variasi ukuran sebagai berikut : Model
bangunan air yang pertama yaitu: Panjang model (l1 ) = 45 cm, Model bangunan air yang
kedua yaitu : Panjang model (l2 ) = 85 cm, Model bangunan air yang ketiga yaitu : Panjang
model (l3 ) = 127 cm. Dengan diameter masing-masing model (d) = 10 cm dan kedalaman air
(h) =25 cm.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 129
Langkah-langkah Penelitian
Kalibrasi semua peralatan yang akan digunakan, khususnya alat ukur kecepatan (electro
magnetic current meter), memasang alat pengukur kecepatan didepan dan belakang model ,
melakukan running tanpa ada bangunan. Meletakkan model bangunan air dibawah medan
gelombang tepat di dasar saluran. Pengambilan data dilakukan dengan empat titik, titik satu
tepat didepan model, titik dua 10 cm dari depan model, titik tiga tepat di belakang model, titik
empat 10 cm dari belakang model, atau dua di depan model dan dua di belakang model. Dan
alat yang digunakan adalah Electro magnetic current meter. Data direkam dengan memasang
kamera anti air di saluran untuk mengetahui perubahan pola aliran ( gambar 1 dan Gambar 2 )
Gambar 1. Model penampang flume/saluran.
Gambar 2. Tampak samping Model Bangunan
HASIL PENELITIAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, dengan percobaan kecepatan arus rata-rata tanpa
adanya bangunan diperoleh kecepatan rata-rata 19,4 cm/s. Untuk model H10 cm dari hasil
L
20 H
T= 1
cm cm
2 T
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 130
percobaan menujukkan bahwa perbandingan antara model satu L1, menghasilkan kecepatan
arus rata-rata 23.4 cm/detik, sedangkan model L2 menghasilkan kecepatan arus rata-rata 21.3
cm/detik dan model L3 menghasilkan kecepatan arus rata-rata 19.2 cm/detik. Jadi model L1
memiliki kecepatan arus rata-rata lebih besar dibandingkan dengan model L2 dan model L3
(tabel 1).
Tabel 1. Kecepatan Arus rata-rata pada Model H1= 10 cm
Titik Kedalaman
Air ( h ) cm
Periode
( t)
Kecepatan
Arus Model
L1D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L2D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L3D1
(cm/s)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
25 1.2
21,2
22,2
22,1
22,7
22,6
22,7
22,5
23,6
25,0
24,6
24,4
24,0
23,6
24,0
24,5
24,3
24,3
24,0
24,4
24,0
23,7
20,3
21,46
21,20
21,21
21,29
21,48
21,38
21,75
21,83
21,26
20,69
20,36
20,49
21,36
21,44
21,26
21,37
21,39
21,41
21,39
21,41
20,69
23,03
19,75
19,79
19,63
19,36
19,41
19,42
19,12
19,06
18,84
18,40
18,71
19,37
19,38
19,45
19,40
19,38
19,20
19,14
19,09
19,13
19,13
23,51
Rata-rata (cm/s) 23.4 21.3 19.2
Model H2 cm dari hasil percobaan menunjukkan bahwa perbandingan antara model depan satu
L1, menghasilkan kecepatan arus rata-rata 24.1 cm/detik, sedangkan model L2 menghasilkan
kecepatan arus rata-rata 22.1 cm/detik dan model L3 menghasilkan kecepatan arus rata-rata
16.9 cm/detik. Jadi model L1 memiliki kecepatan arus rata-rata lebih besar dibandingkan
dengan model L2 dan model L3 ( tabel 2).
Tabel 2. Kecepatan arus rata-rata di depan Model Titik satu pada H2 =15 cm.
Titik Kedalaman
Air ( h ) cm
Periode
( t)
Kecepatan
Arus Model
L1D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L2D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L3D1
(cm/s)
1
2
3
4
5
6
25 1.2
19,15
22,61
23,19
23,37
24,31
24,41
28,40
27,14
26,29
26,88
26,84
23,21
20,38
21,35
23,32
22,75
22,34
21,99
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 131
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
24,67
24,45
24,44
24,83
25,04
25,49
25,89
24,32
24,14
24,61
25,01
25,39
25,92
23,96
22,65
23,37
22,76
22,86
22,44
22,23
20,18
19,61
20,19
20,70
20,09
18,85
18,44
18,44
18,98
19,87
20,77
20,90
20,61
13,95
11,03
11,09
11,63
13,44
18,10
15,67
13,55
14,21
14,78
15,52
16,07
16,56
15,85
18,11
Rata-rata (cm/s) 24.1 22.1 16.9
Model H3 cm dari hasil percobaan menujukkan bahwa perbandingan antara model depan satu
L1 menghasilkan kecepatan arus rata-rata 29.1 cm/detik, sedangkan model L2 menghasilkan
kecepatan arus rata-rata 21.2 cm/detik dan model L3 menghasilkan kecepatan arus rata-rata
16.0 cm/detik. Jadi model L1 cm memiliki kecepatan arus rata-rata lebih besar dibandingkan
dengan model L2 dan model L3, (tabel 3).
Tabel 3. Kecepatan arus rata-rata di depan Model Titik satu pada H3 =20 cm.
Titik Kedalaman
Air ( h ) cm
Periode
( t)
Kecepatan
Arus Model
L1D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L2D1
(cm/s)
Kecepatan
Arus Model
L3D1
(cm/s)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
25 1.2
29,16
30,71
29,87
29,44
30,37
30,72
28,45
29,72
28,01
28,76
30,41
31,45
31,16
31,72
30,12
28,42
28,94
29,69
29,12
27,08
23,77
23,77
26,63
27,49
26,34
24,69
23,61
22,31
22,89
21,42
22,18
21,84
19,92
19,15
18,83
17,79
17,25
17,21
18,35
19,59
20,23
20,44
20,24
17,04
21,49
21,83
20,31
20,22
19,02
18,87
17,78
17,91
14,86
15,91
15,74
12,82
13,64
13,64
12,29
11,87
12,38
14,33
14,44
13,84
14,13
15,43
Rata-rata (cm/s) 29.1 21.2 16.0
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Sudarman dkk., Rekayasa Pola Aliran Di Muara Sungai 132
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa model bangunan air yang diteliti dapat meningkatkan
kecepatan arus, hal ini dapat dilihat dengan percobaan kecepatan arus rata-rata tanpa adanya
bangunan diperoleh kecepatan rata-rata 19,4 cm/s dan dengan model variasi panjang model
L1,L2 dan L3 dan Variasi Tinggi Model H1,H2,dan H3. Dari hasil percobaan dapat
menghasilkan residual current (arus sisa) dengan meletakkan bangunan air persegi panjang dan
menggunakan periode gelombang 1.2 T. menghasilkan residual current yang yang maksimal
adalah L1=45 Cm atau ¼ panjang gelombang. Sedangkang untuk tinggi model yang
menghasilkan residual curent maksimal adalah H2 = 15 cm atau 3/5 dari kedalaman air.
Dari hasil ini model bangunan air yang diteliti dengan memanfaatkan arus pasang surut air laut
untuk mensirkulasi air pada daerah estuari ( semi tertutup ) sehingga kualitas air pada daerah
itu tetap terjaga.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa Besar residual current
yang dihasilkan model bangunan air pada muara sungai sebesar 20,6% dari kecepatan arus
tanpa model. Panjang bangunan yang efektif yang mengasilkan residual current maksimal
adalah Panjang L1 atau ¼ dari panjang gelombang.Tinggi bangunan yang efektif yang
mengasilkan residual current maksimal adalah H15 atau 3/5 dari kedalaman air. Saran-saran
dari peneliti, masih perlu diadakan penelitian lanjutan, baik berupa perbandingan tinggi model
maupun perbandingan jarak model untuk menghasilkan residual current (arus sisa) yang besar
guna mencegah pencemaran air di perairan pesisir semi tertutup.
DAFTAR PUSTAKA Kawano T., Hatta M.P., Fujita K., Mastuda J, Oshikawa H., & Komatsu T.(2006).
Characteristics of Wave-Induced Residual Currents in One Way Pipe. Annual Journal of
Hydraulic Engineering. Japanese.
Leeder M.R., & Allen G.(1982). Sedimentology Process and Product. George Allen and Unwin
Ltd. London
Nybakken., & James W.,(1988). Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : Gramedia
Ohrel R.I.,Jr. & Register K.M. (2006). Volunteer Estuary Monitoring : A Methods Manual,2nd
end. EPA-842-B-06-003,U.S Environmental Protection Agency, Office of Water.
Washington,DC.
Park D. (2006) . Waves, Tides and Shallow Water Processes. The Open University.England
Sunarto.(2003). Geomorfologi dan Dinamika Pantai. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Tiwow C. (2003). Kawasan pesisir penentu stok ikan di laut.Makalah Pengantar Sains.IPB
Triatmodjo, B. (1996). Teknik Pelabuhan.Yogyakarta : Betta Offset
Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Yogyakarta : Betta Offset
Trujillo A.P., & Thurman H.(2008). Essentials of Oceanography. Pearson Prentice Hall,
Pearson Education Inc. New Jersey.
Wibisono M.S.( 2005). Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta : Grasindo
Yuwono N. (1994). Perancangan Bangunan Jetti, Laboratorium Hidrulika dan Hidrologi.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Popo Asi Jono dkk., Perubahan Morfologi Hilir Sungai... 133
PERUBAHAN MORFOLOGI HILIR SUNGAI
AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN PADA SUNGAI MARUNI
Popo Asi Jono1
Rita Tahir Lopa2
Mukhsan Putra Hatta3
1Mahasiswa Pasca Sarjana Teknik Sipil Unhas
2Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
e-mail: [email protected], [email protected])
Abstrak Perubahan tata guna lahan pada kawasan hilir sungai menunjukan pergesaran dalam pola
pemanfaatan lahan. Sungai Maruni terletak di Kabupaten Manokwari yang sering mengakibatkan
banjir pada saat hujan dengan durasi dan intensitas tertentu. Karasteristik fisik geometrik sungai dapat
mempercepat aliran hingga ke hilir. Kajian tentang aliran Sungai Maruni pada bagian hilir dan
perubahan gemetrik sungai akibat debit banjir dianalisis dengan menggunakan aplikasi IRIC. Hasil
simulasi memperlihatkan jika terjadi banjir dengan periode ulang (T) lima tahun maka kedalaman
genangan banjir rata rata antara 0.01 m sampai 1.14 m. Pada titik titik tertentu bisa mencapai
kedalaman genangan akibat banjir sebesar 2.27 m. Debit banjir hasil simulasi ini telah mengakibatkan
luapan air Sungai Maruni bergerak ke sisi kanan sungai dan berpotensi untuk terjadinya alur baru dari
Sungai Maruni. Pada pengaliran dengan debit Q5 menghasilkan perubahan pola kecepatan antara
0.611 m/s sampai 1.22 m/s. Dan pada bagian tertentu dapat mencapai I,83 m/s.
Kata kunci- iric, debit banjir, geometrik sungai
PENDAHULUAN Perubahan tata guna lahan pada kawasan hilir sungai menunjukan pergesaran dalam pola
pemanfaatan lahan. Semakin berkembangnya lahan permukiman dan industri diikuti dengan
menyusutnya wilayah hilir. Pengaruh campur tangan manusia dapat mengakibatkan perubahan
hidrologi kawasan yang jauh lebih cepat daripada pengaruh alami. Perubahaan penggunaan
lahan secara lansung menyebabkan terjadinya perubahaan tutupan lahan. Sungai adalah badan
air alamiah tempat mengalirnya air hujan dan air buangan menuju laut dan tempat
bersemayamnya biotik dan abiotik ( Rita Lopa,2013 ).
Sungai Maruni sebagai salah satu sungai di Kabupaten Manokwari yang sering mengakibatkan
banjir pada saat hujan dengan durasi dan intensitas tertentu. Karasteristik fisik geometrik
sungai dapat mempercepat aliran hingga ke hilir Sungai Maruni. Dari permasalahan di atas
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui perubahan morfologi hilir sungai akibat
perubahan tata guna lahan sungai Maruni Kab. Manokwari Provinsi Papua Barat.
Hartanto (2009) menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS pada
dasarnya bersifat dinamis mengikuti perkembangan penduduk dan pola pembangunan wilayah,
namun perubahan pola penggunaan lahan yang tidak terkendali dan terencana dapat
berpengaruh buruk terhadap daya dukung DAS terutama jika terjadi pada daerah hulu. Dampak
yang ditimbulkan tidak hanya pada bagian hulu tersebut, tetapi juga pada bagian hilir. Dampak
yang paling mendasar adalah perubahan aliran permukaan atau limpasan permukaan yang
meliputi perubahan karaktersitik debit puncak aliran dan perubahan volume limpasan.
Suripin (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan adalah faktor
meteorologis yang terdiri dari intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi curah hujan serta
faktor karakteristik DAS yang terdiri dari luas dan bentuk DAS, topografi, dan jenis tataguna
lahan. Jika hujan yang jatuh jumlahnya lebih besar dari jumlah air yang dibutuhkan untuk
evaporasi, intersepsi, infiltrasi, simpanan depresi, dan cadangan depresi, maka akan terjadi
limpasan permukaan (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Popo Asi Jono dkk., Perubahan Morfologi Hilir Sungai... 134
Maryono (2005) berpendapat ada lima faktor penting penyebab banjir di Indonesia, yaitu faktor
hujan, faktor hancurnya retensi DAS, kesalahan perencanaan pembangunan alur sungai,
pendangkalan sungai, dan faktor kesalahan tata wilayah serta pembangunan sarana-prasarana.
LITERATURE REVIEW
Semakin sedikit luas ruang terbuka hijau dan kawasan lindung pada suatu DAS maka
perubahan nilai debit puncak akan semakin besar ,Suroso dan Susanto (2006) dan Fieni
Yuniarti (2010).
Perubahan penggunaan lahan erat kaitannya dengan limpasan yang dapat menimbulkan
genangan. Suripin (2004) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan
adalah faktor meteorologis yang terdiri dari intensitas hujan, durasi hujan, dan distribusi curah
hujan serta faktor karakteristik DAS yang terdiri dari luas dan bentuk DAS, topografi, dan jenis
tataguna lahan.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan adalah studi kasus pada Sungai Maruni dengan titik koordinat
S 00o 99’ 41,6” E 134
o 02’ 75,3” di Kabupaten Manokwari Propinsi Papua Barat . (Gambar 1).
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat kuantitatif dengan menggunakan software I-
RIC.
Gambar 1. Lokasi Studi pada Sungai Maruni
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hidrologi yang dilakukan adalah melakukan analisis curah hujan dan kemudian
melakukan analisis besarnya debit banjir akibat perubahan pola penggunaan lahan. Besarnya
debit ini untuk mengetahui potensi perubahan morfologi sungai akibat karakteristik pola aliran
yang ditimbulkan. Tabel 1 Curah Hujan Maksimum Tahunan
Tahun Rmaks (mm)
2008 60
2009 150
2010 105
2011 150
2012 112
2013 156
2014 129
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Popo Asi Jono dkk., Perubahan Morfologi Hilir Sungai... 135
2015 175
2016 82
2017 78
Analisis terhadap debit banjir rencana denagn menngunakan metode Gama I, seperti yang
tersaji pada tabel 2. Dan gambar 2.
Tabel 2. Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan Metode Gama I
Kala Ulang
( Tahun )
Debit Banjir Rencana
( m3/detik )
2 141,41
5 183,67
10 206,09
25 229,55
50 244,21
100 256,89
200 268,04
1000 277,31
Gambar 2. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Gama I.
Pola Aliran pada bagian Hilir Sungai Maruni
1. Kedalaman aliran dan Sebaran Banjir
Hasil simulasi memperlihatkan jika terjadi banjir dengan periode ulang (T) lima tahun maka
kedalaman genangan banjir rata rata antara 0.01 m sampai 1.14 m. Pada titik titik tertentu bisa
mencapai kedalaman genangan akibat banjir sebesar 2.27 m. Debit banjir hasil simulasi ini
telah mengakibatkan luapan air Sungai Maruni bergerak ke sisi kanan sungai dan berpotensi
untuk terjadinya alur baru dari Sungai Maruni. Hasil simulasi dengan debit ini
memperliahatkan adanya perubahan geometrik Sungai Maruni pada Zona Hilir.
Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.
a. Pola kedalaman Aliran Q5
b.
c. a. Pola kedalaman Aliran Q5 b. Pola kedalaman Aliran Q25
Gambar 3. Pola kedalaman Aliran.
2. Kecepatan Aliran
Pada pengaliran debit akan mengakibatkan beban sedinen yang makin bertambah, sehingga
terjadi proses pengendapan dan dasar sungai naik akibatmya kemiringan dasar sungai juga
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Popo Asi Jono dkk., Perubahan Morfologi Hilir Sungai... 136
bertambah. Bertambahnya kemiringan dasar, maka kecepatan air akan naik dan selanjutnya
akan terbentuk beberapa alur (alur bercabang), sehingga secara keseluruhan sungai akan
menjadi lebih lebar., seperti yang diperlihatkan pada hasil simulasi.
Pada pengaliran dengan debit Q5 menghasilkan perubahan pola kecepatan antara 0.611 m/s
sampai 1.22 m/s. Dan pada bagian tertentu dapat mencapai I,83 m/s, seperti yang diperlihatkan
pada gambar 4a . Untuk pengaliran dengan Q25 rata- rata kecepatan aliran 0.822 m/s sampai
1.64 m/s, Pada penampang yang sempit kecepatan aliran ada yang mencapai 2.4 m/s, hal ini
disebabkan oleh bentuk geometri dan kemiringan dari Sungai Maruni, hasil simulasi juga
memperlihatkan terbentuknya alur baru pada Sungai Maruni, seperti yang diperlihatkan pada
gambar 4b.
a. Pola kecepatan akibat aliran Q5 b. Pola kecepatan akibat Aliran Q25
Gambar 4. Pola Kecepatan Aliran.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil sumulasi menunjukkan indikasi bahwa pengaruh fisiografi atau bentuk geometric fisik
Sungai Maruni seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah pengaliran sungai (DPS),
kemiringan sungai, geometrik hidrolik (bentuk penampang meliputi lebar, kedalaman,
potongan memanjang, material dasar sungai) lokasi sungai merupakan faktor yang
mempengaruhi pola aliran psda Sungai Maruni pada saat banjir.
1. Hasil simulasi memperlihatkan jika terjadi banjir dengan periode ulang (T) lima tahun
maka kedalaman genangan banjir rata rata antara 0.01 m sampai 1.14 m. Pada titik titik
tertentu bisa mencapai kedalaman genangan akibat banjir sebesar 2.27 m. Debit banjir
hasil simulasi ini telah mengakibatkan luapan air Sungai Maruni bergerak ke sisi kanan
sungai dan berpotensi untuk terjadinya alur baru dari Sungai Maruni. Debit banjir hasil
simulasi ini telah mengakibatkan luapan air Sungai Maruni bergerak ke sisi kanan sungai
dan berpotensi untuk terjadinya alur baru dari Sungai Maruni. Hasil simulasi dengan
debit ini memperliahatkan adanya perubahan geometric Sungai Maruni pada Zona Hilir
2. Pada pengaliran dengan debit Q5 menghasilkan perubahan pola kecepatan antara 0.611
m/s sampai 1.22 m/s. Dan pada bagian tertentu dapat mencapai I,83 m/s.
3. Untuk pengaliran dengan Q25 rata- rata kecepatan aliran 0.822 m/s sampai 1.64 m/s,
Pada penampang yang sempit kecepatan aliran ada yang mencapai 2.4 m/s, hal ini
disebabkan oleh bentuk geometri dan kemiringan dari Sunagai Maruni, hasil simulasi
juga memperlihatkan terbentuknya alur baru pada Sungai Maruni.
Saran
Dalam penelitian ini terdapat beberapa saran sehubungan dengan studi pada derah hilir Sungai
Maruni dengan menngunakan aplikasi Iric yaitu :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Popo Asi Jono dkk., Perubahan Morfologi Hilir Sungai... 137
1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih detail maka jarak grid diperkecil, namun hal ini
perlu didukung dengan kemampuan computer dalam merunning.
2. Untuk melihat lebih jelas hasil running iric dalam hal berubahnya profil atau morfologi
sungai akibat pengaliran dengan debit Q, maka perlu mengsimulasikannya dengan debit
yg lebih besar.
3. Dalam melakukan input data topografi perlu memperhatikan koordinat area studi
dengan teliti
4.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia Nurhayati, Very Dermawan, Heri Suprijanto, 2010 uji model fisik gerusan lokal di hilir
bukaan pintu pada dasar saluran pasir bertanah liat (loamy sand)
Arifin, MS, 2010. Modul klimatologi. Jawa Timur: Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Arbimusa A. Cenne, 2016 , Study karakteristik sedimen dan morfologi dasar muara Sungai
Jeneberang
Cooke, R.U., Doornkamp, J.C ( 1977 ) Applied Geomorphologi.
Dinas PU dan PP No. 35 Tahun 1995 Tentang Sungai.
Imam Suhardjo,2008 degradasi dasar Sungai.
Karamma,R.,Sukri,AS.Asseng B.2018.Study of Surface Run off By Using Geographic
Information System. International Journal of Engineering Sciences &Research
Technology, IJSRT
Karamma R.,Pallu S, 2018, Comparation of Model Hidrograf Syntetic Units with the Model of
Hydrograf Observations on DAS Jeneberang Gowa Regency, Indonesia, International
Journal of Innovative Science and Research Technology,IJISRT
Muhammad Multazam dan Ahmad Perwira. 2012, Studi Muatan sedimen di Muara Sungai
Krueng Aceh
Noor Dinda Febrianingrum. 2013 Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap sedimen.
Rita Lopa, 2013. Belajar dari pengalaman Jepang dalam upaya Mengendalikan Banjir dengan
Restorasi Sungai, HATHI, Jakarta.
Swary Aristi, Mudjiatko, Rinaldi, 2011, pengaruh pola aliran terhadap perubahan morfologi
sungai (studi kasus Sungai Kampar Segmen Rantau Berangin – Kuok)
Tiny Mananoma. 2006, Manajemen Sungai torrential guna pengendalian kerusakan DAS
jurnal Teknik sipil Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Tony karim, 2010, Pengaruh penataan bantaran sungai Bau-Bau terhadap pola hunian
masyarakat di kelurahan Tomba dan Bataraguru Kota Bau-Bau
Trimida Suryani & Danang Sri Hadmoko, 2012, Pendekatan morfologi sungai untuk analisis
luapan lahar akibat erupsi Merapi tahun 2010 di Sungai Putih, Kabupaten Magelang
Wisafri, 2014, Gerusan Lokal yang Terjadi Di Hilir Bendung dan Upaya, Pengendaliannya.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
F eril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 138
STUDI DAMPAK PERUBAHAN MORFOLOGI SEGARA ANAKAN
TERHADAP SALINITAS PERAIRAN ESTUARI
Feril Hariati1, Iwan K. Hadihardaja
2, Harman Ajiwibowo
3, Joko Nugroho
4
1Kelompok Keilmuan Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung 2,3,4
Kelompok Keilmuan Teknik Pantai, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung
e-mai: [email protected]
Abstrak Estuari merupakan salah satu sumber daya air pesisir. Estuari Segara Anakan merupakan sistem
estuari terbesar yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa. Saat ini, ekosisten dan lingkungan
estuari mengalami penurunan, dengan masalah utamayang dihadapi oleh pengelola adalah
penurunan luas permukaan air, dan intrusi air laut di Sungai Citanduy yang semakin jauh ke arah
darat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak perubahan morfologi
estuari terhadap salinitas perairan, yang dipusatkan pada pola salinitas di perairan estuari dan
panjang intrusi di sungai. Karena keterbatasan data, penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
simulasi numerik dengan bantuan perangkat lunak SMS 8.0. Model intrusi diterapkan pada empat
kondisi morfologi; tahun 1944, 1978, 1996, dan 2017, dan simulasi dilakukan dalam tiga skenario
debit sungai. Hasil simulasi menunjukkan penurunan luas permukaan air mempengaruhi kondisi
salinitas perairan estuari, dengan kondisi morfologi tahun 1944 menghasilkan kondisi variasi
salinitas perairan yang kecil, dan intrusi yangpendek, meskipun dalam kondisi debit yang berbeda.
Untuk kondisi morfologi lainya, salinitas dan panjang intrusi yang berbeda untuk setiap skenario.
Pengurangan luas permukaan air estuari mengakibatkan kondisi variasi salinitas sangat
tergantung pada suplai air tawar.
Kata Kunci: morfologi, salinitas, intrusi, Segara Anakan
PENDAHULUAN
Segara Anakan merupakan sistem estuari terbesar di pesisir selatan Pulau Jawa, dan ditetapkan
sebagai Kawasan Strategis Nasional melalui PP No. 26 Tahun 2008, berdasarkan kepentingan
fungsi dan daya dukung lingkungan hidup. Kondisi morfologi Segara Anakan sangat unik
dengan banyaknya sungai yang bermuara di estuari ini, antara lain Citanduy, Cibeureum,
Cimeneng, Cikonde, Cijolang, Cikawung, dan Ciseel (Gambar 1). Bagi masyarakat, perairan
Segara Anakan memiliki nilai ekonomi tinggi. Perairannya berpotensi tinggi untuk
dikembangkan sebagai kawasan industri dan budidaya perikanan. Di sepanjang alur sungai-
sungai yang bermuara di Segara Anakan terdapat lahan pertanian padi masyarakat, serta
permukiman warga.
Selama puluhan tahun, Segara Anakan menyediakan sumber kehidupan bagi masyarakat yang
tinggal di sekitarnya. Bahkan, Segara Anakan pernah menjadi tempat perkembangbiakan
kerang mutiara pada masa kolonial. Setelah itu, kerang hanya dijadikan sebagai bahan
makanan sampai sekitar tahun 1970. Sampai hari ini, kerang menjadi biota yang sulit
ditemukan di perairan estuari, akibat proses sedimentasi yang sangat besar (Manez, 2010).
Proses sedimentasi yang sangat besar mengakibatkan perubahan morfologi estuari, salah
satunya adalah semakin berkurangnya luas perairan estuari. Salah satu dampak yang dirasakan
oleh warga adalah semakin sulitnya mendapatkan ikan, dan mendapatkan air tawar saat musim
kemarau. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan
morfologi Estuari Segara Anakan, terhadap salinitas perairan. Karena keterbatasan data,
pendekatan simulasi numerik diterapkan dalam penelitian ini.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Feril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 139
LITERATURE REVIEW
Estuari merupakan salah satu sumber daya air pesisir. Berdasarkan bentuk morfologinya,
estuari didefinisikan sebagai perairan semi tertutup yang berada di kawasan pesisir, dan
memiliki alur bebas menuju lautan lepas. Di dalamnya air laut dalam jumlah yang besar
bercampur dengan air tawar yang berasal dari sungai (Cameron dan Pritchard, 1963; Savenije,
2005). Lingkungan suatu estuari dibatasi oleh parameter salinitasnya, yang dipengaruhi oleh
aliran sungai, pasang surut, serta proses percampuran di dalam muara. National Oceanic and
Atmospheric Administration (NOAA), mendefinisikan estuari sebagai suatu zona percampuran
antara air laut dengan air tawar, dan memiliki kadar salinitas antara 0,5 sampai 25 ppt. Di
bawah nilai 0,5 ppt merupakan zona air tawar, dan di atas 25 ppt merupakan zona air laut.
Intrusi air laut adalah pergerakan air laut ke arah darat dan masuk kedalam badan air atau
akuifer (Savenije, 2005). Meskipun intrusi air laut merupakan fenomena alam di estuari, akan
tetapi sangat mempengaruhi kualitas perairan. Analisis intrusi air laut di estuari dapat
diselesaikan dengan pendekatan analitis maupun numerik. Secara analitis, intrusi air laut ke
dalam badan sungai dapat dianalogikan sebagai aliran air balik (backwater) yang diakibatkan
muka air laut lebih tinggi dibandingkan dengan muka air sungai. Cara ini cukup sederhana,
akan tetapi keluaran yang dihasilkan dari analisis ini hanyaa berupa panjang intrusi saja tanpa
melihat nilai salinitas yang diakibatkan oleh masuknya air laut ke dalam badan sungai. Metode
numerik dapat menghasilkan keluaran yang lebih detail, selain panjang intrusi juga nilai
salinitasnya. Dalam metode numerik, intrusi air laut dianalogikan sebagai suatu model
transportasi massa. Transportasi massa ini sangat dipengaruhi oleh distribusi kecepatan dari
fluida, yang merupakan tempat dari massa tersebut. Oleh karena itu, dalam melakukan analisis
panjang intrusi air laut di sungai, dilakukan dua tahap. Pertama adalah pemodelan sirkulasi
Gambar 1. Peta Estuari Segara Anakan
Gambar 2. Batasan zona estuari berdasarkan kadar salinitas air
(sumber: https://oceanservice.noaa.gov /education/kits/estuaries/media/supp_estuar10c.html)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
F eril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 140
aliran, dengan output berupa tinggi muka air dan distribusi kecepatan. Kedua adalah
pemodelan transportasi massa, dengan output berupa pola pergerakan massa dan nilai
konsentrasinya di dalam fluida.
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, simulasi dilakukan dengan menggunakan software Surface-Water
Modelling System (SMS), yaitu prosesor pra dan pasca untuk pemodelan elemen hingga dan
elemen beda hingga. Di dalam SMS terdapat kumpulan modul-modul (program) seperti
GFGEN, RMA-2, RMA-4, RMA-10, HIVEL, SED2D dan FESWMS. Untuk keperluan simulasi
hidrodinamika yang dilakukan pada penelitian ini cukup digunakan dua buah modul yaitu
RMA-2 dan RMA-4 dimana versi yang digunakan adalah SMS versi 8.0. Diagram alir kerja
dari penelitian ini disajikan pada Gambar 3.
Modul RMA-2 digunakan untuk menyelesaikan persamaan hidrodinamik dengan persamaan
depth integrated untuk kekekalan massa dan momentum cairan dalam dua arah horizontal.
Modul RMA-4 digunakan untuk menghitung sebaran konsentrasi suatu partikel dalam aliran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Model intrusi air laut diaplikasi pada sistem Estuari Segara Anakan, dengan empat kondisi
morfologi, yaitu tahun 1942, 1971, 1996, dan 2017. Data pasang surut, batimetri, koefisien
kekasaran dasar estuari dan sungai, geometri sungai, dan debit sungai diasumsikan sama.
Bentuk morfologi untuk setiap tahun disajikan pada gambar 4.
Gambar 3. Diagram alir kerja simulasi panjang intrusi
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Feril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 141
Gambar 4. Perubahan morfologi dan luas perairan Segara Anakan
Tabel 1. Perubahan luas permukaan air, lebar outlet dan lebar mulut sungai
Analisis dan validasi tinggi muka air
Estuari Segara Anakan memiliki dua outlet, maka analisis tinggi muka air dipusatkan pada
kedua outlet tersebut. Untuk outlet di bagian barat, analisis tinggi muka air dilakukan dengan
menggunakan alat perangkat lunak NAO Tide, yang dapat memodelkan fluktuasi muka air
vertikal. Data yang dimasukkan dalam model NAO Tide berupa posisi geografis dari lokasi
yang ditinjau serta waktu prediksi yang diinginkan. Sedangkan untuk outlet bagian timur, data
tinggi muka air diperoleh dari DISHIDROS. Kedua data tersebut akan dibandingkan dengan
data muka air hasil pemodelan RMA-2, yang memodelkan hidrodinamika aliran dengan
memasukkan parameter kedalaman dasar estuari, bentuk morfologi, angin, dan koefisien
kekasaran. Karena keterbatasan data, maka untuk setiap bentuk morfologi parameter estuari,
dan hidrooseanografinya diasumsikan sama. Morfologi estuari pada tahun 2017 dijadikan
sebagai acuan dalam melalukan analisis hidrodinamik. Hasil kalibrasi tinggi muka air di outlet
barat dan timur disajikan pada Gambar 5.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
F eril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 142
Gambar 5. Kalibrasi tinggi muka air
Hasil kalibrasi di outlet barat, pola pasang surut antara model NAO Tide dan RMA-2
cenderung sama, dengan besar penyimpangan sebesar 0,3%. Hasil pemodelan tinggi muka air
RMA-2 cenderung lebih tinggi 0,3 cm dibandingkan model yang dihasilkan NAO Tide. Di area
outlet timur, margin error antara data DISHIDRO dengan RMA-2 cukup signifikan, yaitu
sebesar 6,1%. Sama halnya dengan kondisi di outlet barat, hasil pemodelan RMA-2 lebih tinggi
6,1 cm dibandingkan dengan data pasang surut DISHIDROS. Dengan mempertimbangkan
bahwa fluktuasi tinggi muka air di lautan sangat dipengaruhi oleh kondisi alami, seperti angin,
surge, tekanan atmosfer, dan lain sebagainya, maka margin error sebesar 6.1% masih dapat
diterima. Dengan demikian hasil pemodelan RMA-2 secara keseluruhan dapat diterima.
Ditinjau dari pola pasang surut, tidak terdapat perbedaan antara hasil pemodelan RMA-2, NAO
Tide, dan DISHIDROS. Pola pasang surut di kedua outlet merupakan pasang surut campuran
dengan kecenderungan semi-diurnal, yaitu pada satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali
surut dengan elevasi muka air yang berbeda. Pola pasang surut ini, merupakan tipikal pola
pasang surut di perairan selatan Pulau Jawa.
Analisis dan Validasi Arus
Karena estuari merupakan tempat pertemuan antara aliran air sungai dan air laut, maka
pemodelan arus memasukkan parameter debit sungai, dan tinggi muka air. Karena keterbatasan
data, maka simulasi hanya memasukkan tiga kondisi debit, yaitu saat debit tertinggi, debit
rata-rata, dan debit terendah dari rating curve Sungai Citanduy pada tahun 2017. Karena
terdapat 7 sungai yang masuk ke dalam Segara Anakan, dan data yang diperoleh terbatas,
maka besarnya debit dihitung secara proposional, berdasarkan luasnya. Luas DAS sungai-
sungai yang bermuara di Segara Anakan, disajikan pada Tabel 2.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Feril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 143
Gambar 6. Sebaran debit sungai
Meskipun data lapangan sangat terbatas, akan tetapi hasil pemodelan arus dengan RMA-2 dengan hasil
pengukuran di lapangan tidak menyimpang terlalu jauh. Dengan demikian, hasil pemodelan arus dapat
diterima.
Gambar 7. Hasil pemodelan dan kalibrasi arus
Analisis Intrusi Air Laut
Analisis intrusi air laut dilakukan dengan menggunakan modul RMA-4. Dengan parameter
masukkan elevasi muka air dan nilai salinitas pada outlet Plawangan Barat. Karena elevasi
muka air di kedua outlet serupa, maka untuk melakukan simulasi ditetapkan tinggi muka air
untuk simulasi setinggi 1,00 m dari muka air laut rata-rata, yang merupakan rata-rata muka air
tinggi di oulet barat dan timur. Sedangkan, untuk parameter salinitas, karena tidak tersedia data
salinitas perairan Estuari Segara Anakan, maka untuk keperluan simulasi, salinitas di outlet
barat dan timur ditetapkan sebesar 35,0 ppt yang merupakan besar salinitas untuk kawasan
perairan Samudera India. Sedangkan untuk debit, ditetapkan 3 skenario seperti Tabel 3 dan
hasil analisis disajikan pada Gambar 8.
Untuk melihat pengaruh perubahan morfologi terhadap distribusi dan intrusi air laut, maka
ditempatkan pada sumbu x garis yang memotong jarak 5,5 km, yang merupakan batas antara
estuari dengan mulut sungai yang merupakan muara Sungai Citanduy. Pada sumbu y
Hasil pemodelan arus dikalibrasi dengan hasil pengukuran arus di lapangan. Karena waktu
pengukuran sudah memasuki musim penghujan dan gelombang tinggi, hasil pengukuran
lapangan tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pengukuran dilakukan pada dua titik, yaitu
di outlet Plawangan Barat dan mulut Sungai Citanduy. Hasil kalibrasi disajikan pada Gambar 7.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
F eril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 144
ditempatkan garis yang memotong nilai salinitas 25,0 ppt yang merupakan batas perairan
muara.
Pada skenario I, dengan kondisi debit sungai tinggi, menghasilkan garis kemiringan salinitas
yang sangat curam sampai batas mulut sungai. Garis kemiringan salinitas yang curam
menunjukkan bahwa perairan estuari memiliki variasi nilai salinitas yang besar. Demikian
halnya dari mulut sungai ke arah daratan, perbedaan salinitas di mulut sungai dengan sungai
memiliki perbedaan yang cukup besar. Kondisi perairan estuari payau, akan tetapi muara
Sungai Citanduy cenderung tawar.
Pada skenario II, dengan kondisi debit sungai sedang, kecuraman garis kemiringan salinitas
berkurang, yang menandakan bahwa variasi salinitas antara estuari dengan sungai semakin
mengecil. Karakteristik muara Sungai Citanduy cenderung menjadi payau. Pada skenario III,
dengan kondisi sungai rendah, kecuraman garis kemiringan salinitas semakin landai, akan
tetapi karakteristik air di badan sungai semakin menjadi payau.
Gambar 8. Grafik salinitas perairan untuk 3 skenario simulasi
Pengecualian terdapat pada kondisi morfologi pada tahun 1944. Untuk ketiga skenario,
kemiringan garis salinitas tetap curam, yang menandakan bahwa variasi salinitas antara
perairan estuari dengan perairan sungai sangat besar. Terjadi stratifikasi horisontal antara
perairan estuari dan perairan muara Sungai Citanduy, terutama pada skenario I.
Perubahan bentuk morfologi dan debit juga mempengaruhi kondisi batas perairan payau di
muara serta panjang intrusi di sungai. Batas perairan payau cenderung mundur dengan
semakin berkurangnya debit, dan mengakibatkan karakteristik perairan estuari cenderung
menjadi perairan air asin. Pada morfologi 1944 dan 1978, perubahan debit air sungai tidak
banyak berpengaruh terhadap batas perairan payau. Pada morfologi 1996 dan 2017 perubahan
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Feril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 145
debit sungai sangat mempengaruhi batas perairan payau. Pada saat debit sungai rendah, batas
perairan payau menjadi lebih jauh ke arah darat. Akan tetapi untuk kondisi debit sungai tinggi,
batas air payau makin dekat dengan outlet barat dibandingkan dengan kondisi morfologi tahun
1944 dan 1978 (Gambar 9)
Intrusi air laut ke badan sungai menunjukkan kecenderungan kenaikan panjang intrusi dengan
semakin berkurangnya debit. Pada Gambar 10., kondisi morfologi 1944 menghasilkan panjang
intrusi ke dalam sungai yang paling minimum dengan perbedaan panjang intrusi yang tidak
terlalu besar sama untuk setiap skenario, dengan panjan intrusi maksimum mencapai ± 6,0 km
dari mulut sungai pada kondisi debit maksimum. Untuk kondisi morfologi tahun 1978, 1996,
dan 2017 menunjukkan pola yang sama. Besar debit memberikan pengaruh besar pada panjang
intrusi, dengan panjang mencapai ± 20,0 km dari mulut sungai ke arah darat. Pola yang unik
terdapat pada morfologi tahun 1996, yang cenderung menghasilkan panjang intrusi yang paling
tinggi dibandingkan morfologi 1978 dan 2017. Mencermati bentuk morfologi seperti yang
disajikan pada Tabel 1, morfologi 1996 memiliki lebar mulut sungai yang paling sempit
dibandingkan dengan bentuk morfologi lainnya.
Gambar 9. Jarak batas kondisi air laut di estuari diukur dari outlet barat
Gambar 10. Panjang intrusi air laut di sungai, diukur dari mulut sungai
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
F eril Hariati dkk., Studi Dampak Perubahan... 146
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis, penurunan luas permukaan air estuari berdampak pada kondisi
salinitas di perairan estuari maupun sungai. Meskipun demikian, bentuk morfologi dari estuari
dan mulut sungai juga berpengaruh besar terhadap salinitas. Morfologi 1944 menghasilkan
kondisi salinitas perairan estuari yang cenderung sama meskipun dalam kondisi debit air tawar
fluktuatif. Sedangkan kondisi morfologi 1978, 1996, dan 2017, menghasilkan kondisi salinitas
yang sangat fluktuatif yang sangat dipengaruhi oleh debit air tawar. Pada lingkungan esturi,
perubahan kondisi salinitas sangat mempengaruhi ekosistem muara, karena ada beberapa jenis
ikan dan biota laut yang rentan terhadap perbedaan salinitas yang sangat tinggi. Pada
lingkungan sungai, intrusi air laut yang semakin jauh ke arah daratan, mempengaruhi
ketersediaan air tawar dan pertanian di kawasan pesisir. Berdasarkan hasil studi, perlu diupayakan untuk mengurangi laju pengurangan luas air permukaan di
dalam estuari. Pengurangan luas permukaan sangat mempengaruhi kondisi salinitas, yang merupakan
parameter penting bagi ekosistem muara. Studi lebih mendalam diperlukan untuk mendapatkan
solusi terbaik dalam pengelolaan kawasan Estuari Segara Anakan.
DAFTAR PUSTAKA
Cameron, W. M. and Pritchard, D. W. (1963). Estuaries, In: M. N. Hill (editor) The Sea. Vol.
2, John Wiley and Sons, New York, 306-324.
Manez, S. Kathleen. (2010). Java's forgotten pearls: The history and disappearance of pearl
fishing in the Segara Anakan lagoon, South Java, Indonesia. Journal of Historical
Geography - J HIST GEOGR. 36. 367-376. 10.1016/j.jhg.2010.03.004. Savenije, H.G. (2005). Salinity and Tide in Alluvial Estuary. Elsevier. https://doi .org/10.1016/B978-0-
444-52107- 1.X5000-X.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 147
KAJIAN PENGAMANAN PANTAI TERHADAP GELOMBANG DI
PANTAI SOLE, KABUPATEN SERAM BARAT, PROVINSI MALUKU
Novaldy Agnial Fikri1, Mohammad Bagus Adityawan
2, Iwan Kridasantausa Hadihardaja
3
1Pusat Pengembangan Sumber Daya Air, Institut Teknologi Bandung
2,3Kelompok Keilmuan Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan,
Institut Teknologi Bandung
e-mail: [email protected], [email protected]
3
Abstrak
Kajian ini secara umum untuk menentukan pengamanan pantai yang tepat diterapkan di
Pantai Sole, Kabupaten Seram. Dalam kajian ini, perencanaan pengamanan pantai
dikhususkan untuk melindungi pantai dari gelombang. Beberapa bagian seawall yang sudah
dibangun rusak dan berpotensi mengancam permukiman warga di sekitar pantai.
Permasalahan yang terjadi di lokasi studi perlu mendapat perhatian karena bisa saja
menyebabkan kehilangan harta benda bahkan jiwa. Dalam mengidentifikasi permasalahan
tersebut dilakukan analisis terhadap data – data angin, batimetri, dan pasang – surut sehingga
tepat ketika menentukan alternatif bangunan. Untuk evaluasi dan perencanaan bangunan
pantai juga menggunakan pemodelan gelombang dan pasang surut. Hasil kajian ini
menunjukkan bahwa bangunan seawall dengan material tetrapod tepat diterapkan untuk
melindungi pantai. Sebagai tambahan, kebijakan untuk mendukung upaya mitigasi diusulkan
sejalan dengan sistem pengamanan pantai yang baru.
Kata kunci : pengamanan pantai, mitigasi, gelombang, seawall, pemodelan gelombang
PENDAHULUAN
Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku terkenal sebagai daerah pertanian dan daerah
nelayan/perikanan. Jumlah penduduk di pulau ini terus berkembang. Perkembangan penduduk
menyebabkan berbagai kegiatan dialihkan ke daerah pantai. Kondisi daerah pantainya memiliki
potensi untuk wisata alam. Potensi pengembangan lahan pantai Kabupaten Seram Bagian Barat
baik pada perairan pantai maupun pada perairan lepas pantai belum terlihat adanya
pemanfaatan secara khusus. Sejalan dengan semakin berkembangnya daerah ini, berbagai
permasalahan mulai timbul, antara lain: penempatan lahan permukiman, bangunan
pemerintah/swasta, dan rumah ibadat yang semakin dekat dengan garis pantai sehingga daerah
tersebut terancam oleh gelombang laut.
Pada umumnya gelombang terjadi karena hembusan angin di permukaan air laut. Daerah di
mana gelombang itu dibentuk disebut daerah pembangkitan gelombang (wave generating
area).
Menurut Triatmodjo (1999), apabila suatu deret gelombang bergerak menuju pantai,
gelombang tersebut akan mengalami perubahan bentuk yang disebabkan oleh proses refraksi
dan pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah. Refraksi dan pengaruh
pendangkalan gelombang, difraksi, refleksi dan gelombang pecah akan menentukan tinggi
gelombang dan pola (bentuk) garis puncak gelombang di suatu tempat di daerah pantai.
Perilaku gelombang berpotensi merusak dan merubah bentuk daerah pesisir. Salah satu bentuk
upaya pencegahan dan pengamanan pantai dari perilaku gelombang tersebut adalah dengan
merencanakan bangunan pengaman pantai.
Terdapat berbagai jenis bangunan pengaman pantai. Bangunan pengaman pantai untuk
melindungi daerah pesisir dari perilaku gelombang dapat berbentuk Groin, Breakwater, Jetty,
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 148
dan Seawall. Groin adalah bangunan struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif
tegak lurus terhadap arah pantai. Fungsi utamanya adalah untuk mengurangi laju angkutan
sedimen sejajar pantai. Breakwater atau pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan
yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Pemecah gelombang
dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai terhadap erosi dengan menghancurkan
energi gelombang sebelum sampai ke pantai, sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan.
Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakan di kedua sisi muara sungai yang
berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai. Dinding pantai (seawall)
adalah bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, yang terutama berfungsi
sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan limpasan gelombang (overtopping) ke darat.
Permasalahan di daerah pantai khususya di Indonesia yang sering terjadi antara lain gelombang
tinggi, erosi/abrasi dan sedimentasi, serta permasalahan lingkungan seperti pencemaran air.
Permasalahan pantai dan penanggulangannya di daerah pesisir Kecamatan Tugu dan Genuk,
Kota Semarang akibat dampak perubahan iklim sehingga dibangun bangunan pelindung pantai
yaitu alat penahan ombak (APO)/breakwater. (Hartati, 2016)
Selanjutnya, ancaman erosi dan abrasi di Pantai Sigandu, Batang yang mengakibatkan
kerusakan pantai dan daratan yang sudah tertutupi air laut melebihi 2 m. Upaya
penanggulangannya adalah dengan membangun pemecah gelombang tipe ambang rendah
(Pegar)/Geotube. (Widhianto, 2014)
Permasalahan berikutnya adalah pencemaran lingkungan yang hampir terjadi di seluruh pantai
di Indonesia akibat sampah/bahan organik memberikan solusi dengan Program Pemantauan
Wilayah Pesisir antara lain kualitas buangan, penataan hukum dan peraturan, dampak dari
buangan limbah, abrasi di pantai, dan penurunan tanah serta kenaikan muka air laut.
(Supriyanto, 2017)
Oleh karena itu, untuk menanggulangi permasalahan di Pantai Sole diperlukan suatu
perencanaan bangunan pengaman pantai untuk melindungi pantai dari gelombang.
Maksud dari perencanaan bangunan pengaman pantai adalah memahami hidrodinamika dan
morfologi pantai serta membuat perencanaan teknis bangunan pengamanan pantai maupun
bangunan penahan gelombang/pengamanan pantai dan bangunan pelengkap lainnya.
Tujuannya adalah untuk melindungi kawasan yang berada di sempadan pantai yang terancam
oleh gelombang.
LOKASI STUDI
Gambar 1. Peta Kabupaten Seram Barat (Sumber Google Maps)
Sesuai UU RI No. 40 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Seram Bagian Timur
(SBT), Seram Bagian Barat (SBB), dan Kepulauan Aru maka wilayah Kabupaten Maluku
Tengah yang tersisa memiliki perbatasan sebagai berikut :
3 4
2 1
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 149
Sebelah utara : Berbatasan dengan Laut Seram
Sebelah selatan : Berbatasan dengan Laut Banda
Sebelah barat : Berbatasan dengan Laut Buru
Sebelah timur : Berbatasan dengan Kabupaten Maluku
Letak Geografis Kabupaten Seram Bagian Barat a dalah 1˚19’-1˚16’LS dan 129˚1’- 127˚20’BT
dengan batasan sebagai berikut:
Luas wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat adalah 85.953,40 km² terdiri dari:
Luas daratan: 6.948,40 km² (8,08%)
Luas lautan: 79.005 km² (91,92%)
Panjang garis pantai adalah 719,20 km (Hasil Verifikasi Penamaan Pulau LAPAN
Bakorsutanal, 16 Juli 2007)
Secara administrasi Kabupaten Seram Bagian Barat terdiri 11 (sebelas) kecamatan, 92
(sembilan puluh dua) desa dan 115 (seratus lima belas) dusun. Jumlah penduduk Kabupaten
Seram Bagian Barat berdasarkan data BPS Kab. Seram Bagian Barat tahun 2011 adalah
178.020 Jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 2,77 persen. Karateristik wilayah
Kabupaten Seram Bagian Barat secara umum dikelompokan menjadi 5 (lima) kawasan yaitu:
1. Kawasan pertanian lahan basah meliputi Kecamatan Kairatu (Desa Waimital dan
Waihatu) dan Kecamatan Seram Barat (Desa Kawa). Kawasan lahan kering meliputi
hampir seluruh wilayah Kecamatan Seram Barat, Taniwel dan Kecamatan Kairatu.
(Gambar 1 -1)
2. Kawasan perikanan yaitu seluruh Kecamatan Waesala, Kecamatan Seram Barat (Eti,
Kaibobo, Ariate) dan Kecamatan Huamual. (Gambar 1 -2)
3. Kawasan pemukiman meliputi hamparan dari Piru- Eti Dataran Huamual di Kecamatan
Seram Barat dan Dataran Waeruapa di Kecamatan Kairatu yang menghubungkan Pulau
Seram kota, provinsi, dan pulau-pulau sekitarnya. (Gambar 1 -3)
4. Kawasan pegunungan meliputi Kecamatan Kairatu dan Hunitetu (Desa Hunitetu,
Rambatu, Rumberu, Manusa, Hukuanakota, Huku kecil, Watui, Abio, Buria, Riring,
Ahiolo, Ohiasapalewa, Neniari, Rumahsoal, Laturake) merupakan daerah yang
memiliki potensi pengembangan komoditi dataran tinggi seperti sayuran dan buah -
buahan. Kawasan pantai yaitu meliputi hampir seluruh kecamatan dengan potensi
budidaya perikanan dan pariwisata. (Gambar 1 -4)
Gambar 2. Pantai Sole (Google Earth)
A
B
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 150
Gambar 3. Seawall Eksisting yang Rusak Bagian Utara
Pada Gambar 3. disajikan gambar seawall yang sudah ada rusak akibat gelombang tinggi pada
bagian utara Pantai Sole. (Gambar 2 – A)
Gambar 4. Seawall Eksisting yang Rusak Bagian Selatan
Pada Gambar 4. disajikan gambar seawall yang sudah ada rusak akibat gelombang tinggi pada
bagian selatan Pantai Sole. Dari gambar – gambar tersebut dapat dilihat bahwa lokasi
permukiman sudah sangat dekat dengan garis pantai sehingga diperlukan upaya pengamanan
pantai. (Gambar 2 – B)
Untuk menganalisis gelombang diperlukan data batimetri, pasang surut, dan angin. Data
batimetri didapat melalui metode pengukuran langsung di lapangan dan ditampilkan melalui
software Delft 3D. Berikut adalah tampilan kedalaman batimetri Pantai Sole seperti disajikan
pada Gambar 5.
Gambar 5. Batimetri Perairan Pantai Sole
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 151
Data angin yang diambil dari Data Angin Online NOAA per jam. Data angin yang digunakan
dalam perhitungan ini didapat dari stasiun Pattimura, Ambon. Dengan menggunakan software
WRplot, distribusi kecepatan angin dan data angin maksimum di Ambon dapat dilihat pada
Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi Kecepatan Angin Ambon Pada Tahun 2003 – 2012
Pada Gambar 6 disajikan arah angin yang dominan adalah dari arah utara sehingga gelombang
yang datang dari arah tersebut sesuai dengan kondisi eksisting di lapangan akan berpotensi
merusak bagian seawall di bagian utara Pantai Sole.
Sedangkan data pasang surut Perairan Pantai Sole diambil dari Data Dishidros pada Bulan
Desember 2011 seperti disajikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Data Pasang Surut Ambon Desember 2011
METODOLOGI
Kajian ini menggunakan metodologi seperti disajikan pada Gambar 7 berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 152
Gambar 7. Metodologi Kajian
Peramalan Gelombang (Hindcasting)
1. Konversi Kecepatan Angin
Untuk memperkirakan pengaruh kecepatan angin terhadap pembangkitan gelombang maka
kecepatan angin harus diukur pada ketinggian 10 m diatas permukaan air. Apabila angin
tidak diukur pada elevasi 10 m, maka kecepatan angin harus dikonversi pada elevasi tersebut
dengan menggunakan rumus berikut:
Dengan:
U (10) : Kecepatan angin pada elevasi 10 m
U (y) : Kecepatan angin pada elevasi (y) m
y : Elevasi terhadap permukaan air
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 153
2. Fetch
Fetch adalah panjang daerah di mana angin dapat berhembus dengan kecepatan dan arah
konstan. Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi oleh daratan
yang mengelilingi laut. Di dalam pembentukan gelombang, gelombang tidak hanya
dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi juga dalam berbagai sudut
terhadap arah angin. Fetch rerata efektif diberikan oleh persamaan berikut:
Dengan: Feff : Fetch rata - rata efektif
Xi : Panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung akhir
fetch
α : Deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan 60
sampai 420 pada kedua sisi dari arah angin.
3. Tinggi dan Periode Gelombang Signifikan
Berdasarkan SPM (1984), langkah – langkah untuk menentukan tinggi dan periode
gelombang signifikan disajikan pada Gambar 8 sebagai berikut:
Gambar 8. Langkah Perhitungan Hs dan Ts 4. Gelombang Rencana untuk Seawall
Apabila pantai relatif datar, maka tinggi gelombang pecah dapat ditentukan dengan rumus
(CERC, 1984):
Dimana:
Hb : Tinggi gelombang pecah (m)
ds : Kedalaman air dilokasi bangunan (m)
Dengan demikian tinggi gelombang rencana (HD) dapat ditentukan dengan rumus: HD = Hb
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 154
Analisis Pasang Surut
Data pasang surut didapat dari data pasang surut 15 hari Dishidros Ambon untuk perairan
Ambon dan sekitarnya. Data yang digunakan adalah pada tanggal 1 sampai tanggal 15 Bulan
Desember tahun 2011 analisis pasang surut dilakukan dengan software ERGTIDE. ERGTIDE
merupakan software peramalan pasang surut dengan metode least square. Sedangkan rumus
yang di gunakan dalam metode least square ini adalah Y = a + b X.
Dimana :
Y : persamaan trend dalam fungsi (Y)
a : Σy / n.
b : ΣXY / ΣX²
X : parameter sehingga ΣX = 0
n : jumlah data yang menjadi trend
Pemodelan Gelombang Delft 3D
Delft3D adalah salah satu software yang dikembangkan oleh Deltares sebagai suite perangkat
lunak komputer terpadu yang unik untuk Multi-Disiplin. Pendekatan dan perhitungan di daerah
pesisir, sungai dan muara dapat dilakukan simulasi gelombang. Para ahli dan non-ahli
merancang Suite Delft3D tersusun dari beberapa modul yang sementara mampu berinteraksi.
Adapun Delft3D-FLOW manual salah satu dari modul ini adalah simulasi hidronamika multi
dimensi (2D dan 3D), program yang menghitung fenomena aliran dan arus yang dihasilkan dari
pasang surut dan meteorolgi yang memaksa pada persegi panjang atau lengkung, grid yang
dipasang batas untuk mencapai pendekatan koordinat.
Jenis pemodelan yang dilakukan menggunakan software Delft 3D adalah pemodelan hanya
untuk gelombang atau wave standalone. Jenis pemodelan ini tidak memperhitungkan arus.
Tujuan pemodelan adalah untuk mengetahui tinggi gelombang di pantai yang akan dilindungi.
Data input yang diperlukan adalah arah, tinggi, dan periode gelombang.
Perhitungan Mercu Seawall
Elevasi mercu bangunan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
DWL :Design Water Level (m) (elevasi muka air rencana)
Runup : Run-up gelombang (m)
Freeboard : freeboard = 0,5-1,5 m
Perhitungan Dimensi Seawall
1. Berat Butir Lapis Lindung
Berat batu lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson berikut ini:
i. Berat (W) lapis pelindung luar (armour stone)
Tebal lapis pelindung (t)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 155
ii. Lapis pelindung kedua (secondary stone)
Tebal lapis pelindung (t2)
iii. Lapis core layer
Dimana:
γr : berat jenis batu (2,65 t/m3)
γa : berat jenis air laut (1,03 t/m3)
Sr : Specific Grafity dari armour unit
KD : koefisien stabilitas lengan bangunan
H : tinggi gelombang rencana (m)
θ : sudut kemiringan struktur dihitung dari
horizontal (°)
Untuk lapis lindung dari batu pecah bersudut kasar, jumlah lapis (n) = 2
K∆ : Koefisien lapis
2. Lebar Puncak Seawall Lebar puncak (B) Seawall dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Dimana:
γr : berat jenis batu (2,65 t/m3)
W1 : berat lapis luar (ton)
K∆ : Koefisien lapis
3. Jumlah Batu Pelindung Jumlah butir batu pelindung (N) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Dimana:
γr : berat jenis batu (2,65 t/m3)
P : porositas
W : berat lapis lindung (ton)
Untuk lapis lindung dari batu pecah bersudut kasar, jumlah lapis (n) = 2
K∆ : Koefisien lapis
A : Luas permukaan yang ditinjau (m2)
4. Toe Protection Dari hasil perhitungan tebal lapis batu pelindung dan tinggi gelombang rencana diatas, maka
perhitungan toe protection adalah sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 156
Harga NS3
dapat dicari dengan menggunakan Gambar 9 berikut:
Gambar 9. Angka Stabilitas Ns untuk Pondasi Pelindung Kaki (SPM, 1984)
Dengan persamaan :
Dimana :
d1 : diameter lapis pertama/luar (m)
ds : diameter nominal (m)
ttoe : tebal batu lapis lindung (m)
Acuan untuk elevasi struktur bangunan yang direncanakan diambil acuan berdasarkan muka air surut
terendah (LWS). Elevasi puncak struktur akan diperhitungkan terhadap elevasi muka air tertinggi
(HWS) ditambah run up, wave set up dan tinggi kebebasan. Sedangakan elevasi dasar struktur bagian
bawah akan diperhitungkan kondisi elevasi dasar tanah keras di lokasi penempatan bangunan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pemodelan Pasang Surut Berikut hasil pemodelan menggunakan ERGTIDE disajikan pada Gambar 10 :
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 157
Gambar 10. Hasil Pemodelan Pasang Surut ERGTIDE
Hasil Wave Hindcasting Data Gelombang Signifikan beserta periodenya sebanyak data angin yang dimiliki dari tahun 2003
sampai 2012 didapatkan dari proses hindcasting ini. Data tinggi maksimum tahunan di lepas Pantai Sole
dapat dilihat pada Tabel 2 dan lengkap berdasarkan arah mata angina pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 2. Tinggi Gelombang Maksimum (m) dan Periode Gelombang (detik) Perairan Pantai Sole
Tabel 3. Gelombang (m) dan Periode (m) Maksimum Tahun 2003 -2012
No TAHUN Hmax Tmax ARAH
1 2003 1,256373 6,980659 340
2 2004 0,852888 6,244944 200
3 2005 1,394012 5,604865 20
4 2006 1,083374 6,536322 350
5 2007 0,840854 5,710395 360
6 2008 2,843532 7,249295 20
7 2009 1,45915 6,536322 300
8 2010 1,012964 5,604865 320
9 2011 2,072873 7,310187 330
10 2012 1,834529 7,303453 180
Tabel 4. Gelombang (m) Maksimum Per Arah Mata Angin
No. ARAH Hmax Tmax
1 UTARA 2,843532 7,249295
2 TIMUR LAUT 0,068706 0,751596
3 TIMUR 0,277109 1,484381
4 TENGGARA 0,256758 2,037654
5 SELATAN 1,834529 7,303453
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 158
6 BARAT DAYA 0,091807 0,828831
7 BARAT 0,067729 0,787927
8 BARAT LAUT 2,072873 7,310187
Dari hasil di atas dapat disimpulkan gelombang tertinggi datang dari arah utara dengan tinggi 2,84 m.
Selanjutnya dihitung tinggi dan periode gelombang rencana menggunakan metode Log Normal untuk
arah angin yang berpotensi menimbulkan gelombang tinggi di atas 1 m yaitu utara, selatan, dan barat
laut.
Untuk arah mata angin selatan dan barat laut dilakukan hal yang sama untuk menentukan periode ulang.
Analisis tersebut menghasilkan tinggi dan peride gelombang untuk masing-masing periode ulang seperti
pada Tabel 5.
Tabel 5. Periode Ulang Arah Utara, Selatan, dan Barat Laut
Hasil Pemodelan Gelombang Delft 3D Ditentukan empat titik segmen pengamatan yaitu titik A, B, C, dan D serta X adalah titik fetch. Gambar
11 menunjukkan hasil run menggunakan delft untuk arah utara dengan periode ulang 2 tahun.
Pemodelan dilakukan untuk masing – masing arah yang sudah ditentukan periode ulangnya, tinggi, dan
periode gelombang. Pemodelan ini memerlukan grid batimetri yang sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pemodelan ini sudah mempertimbangkan refraksi dan difraksi. Hasil pemodelan tinggi gelombang pada
pantai yang akan dilindungi dapat dilihat pada Gambar 11, 12, dan 13 dan hasil keseluruhan disajikan
pada Tabel 6.
Gambar 11. Hasil Pemodelan Arah Utara Periode Ulang 50 Tahun
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 159
Gambar 12. Hasil Pemodelan Arah Selatan Periode Ulang 50 Tahun
Gambar 13. Hasil Pemodelan Arah Barat Laut Periode Ulang 50 Tahun
Tabel 6. Tinggi Gelombang di Pantai yang Dilindungi
Dari tabel di atas dapat diambil kesimpulan bahwa gelombang tertinggi di pantai adalah 2 m dan datang
dari arah utara.
Alternatif Bangunan Pantai Jenis bangunan pantai yang dipilih adalah Seawall karena
Dapat melindungi daerah pelayaran nelayan
Konstruksi memiliki nilai estetika yang baik
Kemampuan meredam gelombang lebih baik
Kemungkinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil
Seawall yang dibangun menggunakan tetrapod karena memiliki dimensi yang lebih kecil untuk berat
yang sama jika dibandingkan dengan quarrystone. Hasil perhitungan dimensi seawall berbahan material
tetrapod disajikan seperti pada Gambar 14 berikut:
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 160
Gambar 14. Ilustrasi Seawall Hasil Perhitungan untuk Tetrapod.
Kebijakan dan Upaya Mitigasi
Pembangunan bangunan pantai di lokasi studi akan menimbulkan perubahan sosial dan budaya
masyarakat di daerah sekitar. Perubahan sosial dan budaya ini tentu akan memengaruhi
kebiasaan masyarakat seperti kegiatan berlayar nelayan, perdagangan, serta aktivitas sehari-
hari lainnya. Masalah seperti ini perlu diselesaikan dengan kebijakan-kebijakan dan upaya
mitigasi setelah kontruksi dibangun. Tujuannya adalah agar masyarakat menjadi paham dengan
aturan yang diterapkan khususnya apabila terjadi bencana alam atau hal-hal yang tidak
diinginkan seperti keruntuhan bangunan. Kebijakan yang harus diterapkan antara lain;
1. Jam operasional lalu lintas seawall
2. Pemberitahuan muka air pasang surut dan tinggi gelombang
3. Pembagian zona aman dan zona bahaya
4. Papan dan rambu peringatan
5. Pemeliharaan lingkungan dari sampah dan bahan berbahaya
6. Mengikutsertakan masyarakat sekitar bangunan pantai dalam pemeliharaan
Sedangkan upaya mitigasi apabila terjadi bencana alam atau hal-hal yang tidak diinginkan;
1. Peringatan dini (Early Warning System)
2. Jalur evakuasi
3. Titik kumpul (assembly point)
4. Pelatihan dan penyuluhan tanggap bencana
5. Penyediaan peralatan mitigasi seperti helm pelindung, rompi/pelampung, obat – obatan,
dll.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengelolaan dan analisis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan dari keadaan Pantai Sole, yaitu:
Pantai Sole terletak di Kabupaten Seram Barat Provinsi Maluku memiliki tinggi
gelombang maksimum kala ulang 50 tahun, yaitu setinggi 3,39 meter. Setelah dimodelkan,
gelombang tersebut memiliki tinggi 2 meter pada pantai.
Berdasarkan hasil pemodelan ERGTIDE peramalan pasang surut 20 tahun, karakteristik
perairan Pantai Sole sangat dipengaruhi oleh tingginya perbedaan pasang surut, dimana
tinggi pasang (HHWL) mencapai + 2,39 meter dari elevasi tanah dasar, sedangkan surut
(LLWL) mencapai - 0,13 meter dari elevasi tanah dasar.
Elevasi mercu + 5,3 meter. Lapis pelindung paling luar (armour layer) yang menghadap ke
laut dan darat direncanakan menggunakan tetrapod dengan W = 580 kg. Lapis pelindung
kedua (secondary armour layer) menggunakan batu dengan W = 116 kg. Lapisan inti
menggunakan campuran batu W = 3 kg. Seawall ini juga dilindungi dengan Toe Protection
dari tetrapod dengan W = 290 kg.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Novaldy Agnial Fikri, Kajian Pengamanan Pantai... 161
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan terkait dengan kajian ini adalah :
1. Pencatatan data angin setiap jam yang digunakan harus lebih lengkap dan akurat sesuai
dengan durasinya.
2. Pemilihan bahan material dapat dipertimbangkan lagi agar lebih efektif terhadap biaya
pekerjaan.
3. Kajian lebih lanjut mengenai arus perlu dilakukan sebagai pertimbangan dalam
menentukan alternatif bangunan pantai.
UCAPAN TERIMAKASIH
Kajian ini merupakan bagian dari Riset P3MI KK TSA ITB.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik Kabupaten Seram Barat.2012. Kabupaten Seram Bagian BaratDalam
Angka. Seram : BPS Kabupaten Seram.
CERC.1984. Shore Protection Manual Volume I. Washington : US Army Coastal Engineering
Research Center.
CERC.1984. Shore Protection Manual Volume II. Washington : US Army Coastal Engineering
Research Center.
Hartati, Retno. 2016. Kajian Pengamanan dan Perlindungan Pantai di Wilayah Pesisir
KEcamatan Tugu dan Genuk Kota Semarang. Undip.
Supriyanto. 2017. Strategi Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Kawasan Pesisir
Pantai. AMNI, Semarang.
Triadmojo, Bambang. 1999. Teknik Pantai Edisi Kedua. Yogyakarta: Beta Offset.
Widhianto, Sidiq Leonanda . 2014. Kajian Struktur Pengaman Pantai. Undip.
Yuwono, Nur. 1992. Dasar-dasar Perencanaan Bangunan Pantai Volume II.
Yogyakarta: Biro Penerbit Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 162
PENERAPAN LAPIS PONDASI AGREGAT SEMEN DENGAN
MATERIAL LOKAL UNTUK LAPIS PONDASI JALAN
(Studi Kasus di Ruas Tanah Merah – Mindiptana)
Frangky E.P. Lapian Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XVIII Papua, Jalan Abepantai – Tanah Hitam
Kompleks Bina Marga Jayapura
e-mail: [email protected]
Abstrak Salah satu program percepatan pembangunan era Jokowi-JK saat ini adalah menggalakkan
pemanfaatan material-material lokal yang ada di setiap daerah, khususnya pada pembangunan jalan.
Tujuan dari pemanfaatan material lokal ini adalah dapat menekan biaya pembangunan jalan akibat
mendatangkan material dari luar daerah. Salah stu daerah yang memanfaatkan material lokal pada
pembangunan jalan adalah Papua yang menggunakan material lokal sebagai lapis pondasi agregat
semen. Penelitian ini berbentuk penelitian eksperimental di laboratorium. Pengujian yang dilakukan
berupa pengujian karakteristik fisik dan mekanik dari campuran material lokal untuk lapis pondasi
agregat semen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kuat tekan rata-rata Lapis Pondasi
Agregat Semen menggunakan material lokal Papua yaitu sirtu Tanah merah yang dicuci dengan
kadar semen 3%, yaitu sebesar 22 kg/cm2, 5% yaitu sebesar 39 kg/cm
2, 7% yaitu sebesar 54 kg/cm
2
dan 9% yaitu sebesar 78 kg/cm2 atau meningkat seiring dengan penambahan kadar semen sebesar
77,27%, 38,46% dan 44,44%.
Kata Kunci: lapis pondasi agregat semen, lapis pondasi jalan, material lokal
PENDAHULUAN Jalan merupakan sarana yang menghubungkan antar wilayah atau daerah, berupa sebuah
struktur yang dapat dilalui diatasnya. Struktur jalan dirancang untuk dapat menahan beban
diatasnya dan diteruskan kebawah sampai dengan tanah dasarnya. Sebuah jalan dirancang
supaya kuat dan nyaman bagi penggunanya.
Perkerasan jalan merupakan bagian struktur dari jalan yang diperkeras dengan lapisan
konstruksi tertentu yang memiliki ketebalan, kekakuan, kekuatan dan kestabilan tertentu
sehingga mampu menahan beban lalu lintas yang melintas di atasnya dan meneruskan ke
lapisan tanah dasar.
Di Indonesia terdapat beberapa batuan yang mengandung senyawa karbonat, antara lain : batu
kapur, batu kapur kerang dan batu kapur magnesia. Batu kapur merupakan salah satu bahan
galian industri yang potensinya sangat besar dengan cadangan diperkirakan lebih dari 28
milyar ton yang tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Menurut Data dan Informasi
Pertambangan Propinsi Papua Tahun 2001, Provinsi Papua sendiri memiliki potensi batu
kapur, dan masih tersisa sekitar Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Fak-Fak
Provinsi Papua.
Kondisi tanah dasar di kabupaten Tanah Merah (Bovendigul) didominasi oleh tanah lempung
lunak (soft clay). Hal tersebut membuat masalah yang sering dijumpai apabila harus
membangun konstruksi sipil di atas tanah lempung lunak karena kemampuan mampatan yang
tinggi. Untuk menanggulangi masalah tersebut, metode yang umum digunakan adalah
perbaikan tanah.
Metode perbaikan tanah yang telah banyak dikenal dan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua)
kelompok, yaitu perbaikan cara mekanis dan cara kimia. Metode perbaikan tanah cara mekanis
telah banyak dikembangkan adalah pemberian beban awal (preloading) dan pemasangan
cerucuk (micropile), stone column, dan geotextile. Metode secara kimiawi adalah dengan
kapur, semen, abu sekam, dan abu terbang (fly ash).
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 163
Batu kapur sebagai bahan stabilisasi (stabilizing agent) tanah dasar telah lama digunakan untuk
pembuatan jalan raya seperti: di Roma, Yunani, India, Cina (Oglesby dan Hicks,1996). Selain
sebagai bahan stabilisasi tanah, batu kapur dapat juga digunakan sebagai bahan pondasi,
urugan, dan bahan campuran dalam pembuatan semen portland.
Di Bali, batu kapur digunakan sebagai lapisan pondasi bawah pada konstruksi jalan raya, tanah
urugan untuk membangun rumah, dan tembok. Karena batuan kapur dengan mudah diperoleh
dan harganya yang relatif murah di daerah Papua sehingga besar kesempatan untuk
memanfaatkan batuan kapur tersebut dalam perbaikan tanah dasar.
Penggunaan batu kapur untuk keperluan struktur harus mempertimbangkan persyaratan teknis
seperti : daya dukung, keawetan,dan keausan. Menurut Modul Praktikum Bahan Perkerasan
Jalan Raya, tes kekuatan tumbukan merupakan salah satu tes yang dapat memberi petunjuk
tentang kekuatan relatif suatu agregat terhadap beban tekan yang akan digunakan untuk
konstruksi jalan raya.
Kajian eksperimental yang dilakukan oleh Suksun Horpibulsuk, (2003) menggunakan uji tekan
bebas untuk menilai perkembangan kekuatan lempung yang dicampur dengan semen dan
kandungan air yang tinggi. Hukum Abram yang digunakan di beton diterapkan untuk
menentukan hubungan kuat tekan dengan jumlah air.
Contoh perkerasan jalan yang dapat diterapkan, khususnya pada jalan-jalan yang ada di Kab.
Merauke dan Kab. Boven Digoel adalah aplikasi Semen dengan Material Lokal, dalam hal ini
Material Sirtu Setempat. Lapis Pondasi Agregat Semen dengan Material Lokal adalah istilah
umum untuk campuran material sirtu dan/atau agregat dengan jumlah semen portland dan air
tertentu yang mengeras setelah pemadatan dan perawatan untuk membentuk material lapis
fondasi yang kuat dan tahan lama
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis nilai kuat tekan bebas penerapan lapis pondasi
agregat semen dengan menggunakan material lokal untuk lapis pondasi jalan (studi kasus : ruas
Tanah merah - Mindiptana).
LITERATUR REVIEW
Lapis Pondasi (Base Course)
Fungsi lapis pondasi antara lain :
1. Sebagai bagian perkerasan, yang menahan beban roda.
2. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet sehingga dapat
menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan untuk digunakan sebagai bahan
pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan
dengan persyaratan teknik. Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤
4%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan
stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.
Lapis Pondasi Agregat Semen dengan Material Lokal
adalah sirtu alam, bahan Kapur atau material local lainnya yang memenuhi persyaratan dalam
spesifikasi, yang dicampur dengan semen PC. Karena semen PC bisa mengeras seperti batu
maka kualitas atau kekuatan dari Lapis Pondasi Agregat Semen dengan Material Lokal adalah
jauh lebih baik dari pada base biasa dengan filler debu atau tanah liat, sehingga Lapis Pondasi
Agregat Semen ini dapat memberikan nilai struktur lebih tinggi dari pada base dari bahan batu
pecah biasa, namun demikian masih di bawah base dari lean concrete yang mempunyai
kandungan semen PC sedikit lebih tinggi.
Kelebihan Lapis Pondasi Agregat Semen dengan Material Lokal
a. Nilai CBR yang dihasilkan > 100% lebih tinggi dari agregat biasa
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 164
b. Dapat dilaksanakan meskipun di daerah dengan kondisi curah hujan yang tinggi.
c. Masa pelaksanaan yang relative sangat cepat sehingga terciptanya efisiensi waktu. Lapis
Pondasi Agregat Semen dengan Material Lokal hanya membutuhkan masa curing 3 hari
d. Tidak membutuhkan cetakan dan tulangan.
e. Tidak membutuhkan siar detalasi maupun construction joint.
f. Dapat mengakomodasi penurunan setempat.
g. Dicampur di tempat atau dicampur di instalasi pencampur
h. Sifat dan kekuatan struktural Lapis Pondasi Agregat Semen tergantung pada material
sirtu/agregat, kuantitas semen, kondisi dan umur perawatan.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan Laboratorium Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional, Abepura Jayapura dengan waktu penelitian selama tiga bulan. Dengan lokasi
pengambilan sampel yaitu pada proyek pembangunan jalan ruas Tanah merah - Mindiptana
2018. Gambar 1 memperlihatkan lokasi penelitian.
Gambar 1. Lokasi penelitian
Metode Pengujian
1. Persyaratan dan Ketentuan Saringan Agregat
Tabel 1 dan Tabel 2 masing-masing memperlihatkan persyaratan agregat kasar dan
persyaratan agregat halus untuk digunakan sebagai material dalam lapis pondasi agregat
semen sebagai lapis pondasi jalan. Tabel 1. Persyaratan agregat kasar
Saringan (ASTM) Lolos (%)
50 100
37,5 95 – 100
19 45 - 80
Tabel 2. Persyaratan agregat halus
Saringan (ASTM) Lolos (%)
4,75 25 - 50
2,35 8 – 30
1,18 0 – 8
0,075 0 – 5
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 165
Untuk mengurangi jumlah pemakaian semen untuk Lapis Pondasi Agregat Semen,
direkomen-dasikan untuk menggunakan tanah/agregat bergradasi baik dengan ukuran
maksimum nominal tidak melebihi 3 inci (75 mm) untuk membantu meminimalkan
segregasi dan menghasilkan permukaan jadi halus. Sirtu atau agregat tidak boleh
mengandung akar-akar, tidak boleh topsoil atau bahan lain yang mengganggu reaksi semen.
Sirtu atau agregat yang digunakan harus 100% lolos ayakan 3 in (75 mm), minimum 95%
lolos ayakan 2 in (50 mm), dan minimum 55% lolos ayakan No. 4 (4.75 mm), yang
diperlihatkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Ketentuan agregat sirtu lapis pondasi agregat semen
2. Pemadatan di Laboratorium
Proctor Test. Kedua tes pemadatan tersebut pada prinsipnya adalah sama kecuali tenaga,
jumlah tumbukan, berat hammer dan tinggi jatuh yang diperlukan untuk pemadatan.
Penentuan jumlah tumbukan dari benda uji bentuk silinder 15 x 30 cm dilakukan dengan
pedoman energi pemadatan dari modified proctor yang sudah umum digunakan dalam
perencanaan jalan. Energi pemadatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus energi
pemadatan yang diperlihatkan pada persamaan 1.
E =(N. W. S)/V (1) Di mana :
E = Energi (ft lb/cu ft)
N = Jumlah tumbukan
V = Volume (cu ft)
S = Tinggi jatuh hamer (ft)
3. Pengujian Kuat Tekan Bebas
Pengujian kuat tekan mengacu pada SNI 03-6887-2002. Pengujian kuat tekan yaitu
memberi beban monoton secara terus menerus dengan laju yang konstan pada benda uji di
antara dua batang pembebanan yang akan menciptakan tegangan tekan. Pada pengujian
kuat tekan posisi benda uji yang berbentuk selinder pada saat dibebani yaitu dalam
keadaan berdiri/tegak. Tegangan tekan yang dialami benda uji lama kelamaan akan
menyebabkan benda uji runtuh/hancur. Kuat tekan adalah tegangan tekan pada
pembebanan maksimum yang menyebabkan benda uji mengalami runtuh/hancur. Benda
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 166
uji berbentuk silinder dengan diameter 5 cm dan tinggi 10 cm yang telah mencapai umur
uji dikeluarkan dari plastik. Prosedur pengujian kuat tekan dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine (Tokyo Testing Machine Inc.) kapasitas 1000 kN
yang disambungkan ke Data Logger serta satu set komputer. Alat Universal Testing
Machine (UTM) yang digunakan dengan kecepatan penurunan yang tetap (constant strain)
yaitu 0,1 ft/min. Gambar 3 memperlihatkan alat pengujian kuat tekan yang digunakan
dalam penelitian ini.
Gambar 3. Alat pengujian kuat tekan (SNI 03-6887-2002)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian Penggunaan Material Lokal Papua Untuk Lapis Pondasi Agregat Semen
Dengan Matlok (Pusjatan Kementerian PU-PR)
Tabel 3 memperlihatkan hasil penelitian yang telah dirilis oleh Pusjatan Kementerian PU-PR
berbagai material lokal Papua untuk lapis pondasi agregat semen.
Tabel 3. Hasil penelitian penggunaan material lokal Papua untuk lapis pondasi agregat semen dengan
matlok (Pusjatan Kementerian PU-PR)
Ukuran
ayakan
Persen Lolos Ayakan
Keterangan Sirtu
Mentawai
Batu Kapur
(Damato)
Pulutan,
Talaud
Batu
Kapur
Ayamaru,
Maybrat
Batu
Kapur
Kambuaya,
Maybrat
Batu
Kapur
Patah
Hati,
Maybrat
Batu
Kapur
Moswaren,
Maybrat
Sirtu
Tanah
Merah
Sirtu
Tanah
Merah
(Dicuci)
No.1 No. 2 No. 3 No. 4 No. 5 No. 6 No. 7 No. 8
Abrasi
62 62 63 76 50,5
PI NP NP NP NP NP NP NP NP
1 in 100 100 100 100 100 100 100 100 Dibatasi
¾ in 96 86 96 97 95 96 92 85
No. 4 69 51 78 84 68 70 69 48
No. 10 48 34 68 69 55 58 64 40
No. 40 25 20 50 47 41 44 56 31
No. 200 12 12 35 29 21 33 29 6
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 167
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa berbagai material-material lokal Papua yang digunakan
dalam penelitian ini diantaranya yaitu sirtu Mentawai, Batu Kapur (Domato) Pulutan. Talaud,
Batu Kapur Ayamaru, Maybrat, Batu Kapur Kambuaya, Maybrat, Batu Kapur Patah Hati,
Maybrat, Batu Kapur Moswaren, Maybrat, Sirtu Tanah Merah dan Sirtu Tanah Merah (dicuci).
Gambar 4 memperlihatkan hubungan antara ukuran butir dan lolos ayakan untuk seluruh
material-material lokal Papua.
Gambar 4. Ukuran butir dan lolos ayakan untuk seluruh material-material lokal Papua
Terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 4 beberapa material lokal berada di luar batas spesifikasi,
namun masih menghasilkan kuat tekan yang cukup tinggi (>25 kg/cm2).
Hasil Pengujian Kuat Tekan Material Lokal Papua Untuk Lapis Pondasi Agregat Semen
Dengan Berbagai Variasi Semen Yang Diberikan
Tabel 4 memperlihatkan hasil pengujian kuat tekan material lokal papua untuk lapis pondasi
agregat semen dengan berbagai variasi semen yang diberikan.
Tabel 4. Hasil pengujian kuat tekan material lokal Papua untuk lapis pondasi agregat semen
Semen, % Kuat Tekan, kg/cm
2
No. 1 No. 2 No. 3 No. 4 No. 5 No. 6 No. 7 No. 8
3
22
4
17
5
29 21 17 12 27 39
6 25 21
7
34 27 23 23 32 54
8
26
9
36 39 26 25 40 78
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan dengan berbagai variasi kadar semen yang digunakan,
terlihat bahwa nilai kuat tekan yang dihasilkan bervariasi. Semakin tinggi kadar semen maka
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 168
nilai kuat tekan pun semakin meningkat untuk semua jenis material lokal Papua. Kuat tekan
yang tertinggi terlihat pada material sirtu Tanah merah yang telah dicuci dengan kadar semen
9% yaitu sebesar 78 kg/cm2.
Spesifikasi Material Lokal Papua
Mengacu pada hasil penelitian maka diusulkan spesifikasi Lapis Pondasi Agregat Semen
dengan material lokal Papua yang diperlihatkan pada Tabel 5 dan Gambar 5.
Tabel 5. Spesifikasi lapis pondasi agregat semen dengan material lokal Papua
Uraian Minimum Maksimum
Abrasi Tidak Dibatasi
PI 0 10
Lolos Ayakan, %
- 1 ½ in 100 100
- 1 in 90 100
- ¾ in 80 100
- No. 4 45 90
- No. 200 0 35
UCS, kg/cm2 25 40
Gambar 6 memperlihatkan hasil pengujian batas-batas Atterberg material lokal Papua sebagai
lapis pondasi agregat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai LL = 21,60; PL =
18,11 dan PI = 3,49.
Gambar 5. Spesifikasi lapis pondasi agregat semen dengan material lokal Papua
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 169
Gambar 6. Hasil pengujian batas-batas Atterberg
Gambar 7 dan Gambar 8 masing-masing memperlihatkan pelaksanaan pekerjaan yaitu
penghamparan/pemadatan sirtu dan pencampuran sirtu dengan semen.
Gambar 7. Penghamparan/pemadatan sirtu
Gambar 8. Pencampuran sirtu dengan semen
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Frangky E.P. Lapian, Penerapan Lapis Pondasi... 170
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, nilai kuat tekan rata-rata Lapis Pondasi
Agregat Semen menggunakan material lokal Papua yaitu sirtu Tanah merah yang dicuci dengan
kadar semen 3%, yaitu sebesar 22 kg/cm2, 5% yaitu sebesar 39 kg/cm
2, 7% yaitu sebesar 54
kg/cm2 dan 9% yaitu sebesar 78 kg/cm
2 atau meningkat seiring dengan penambahan kadar
semen sebesar 77,27%, 38,46% dan 44,44%.
DAFTAR PUSTAKA
ASTM, Annual Books of ASTM Standards, Volume 04.08 Soil and Rock (I): D420-D5611,
2004.
Chaosheng Tang, Bin Shi, Wei Gao, Fengjun Chen, Yi Ca, Strength and mechanical behavior
of short polypropylene fiber reinforced and cement stabilized clayey soil, Geotextiles and
Geomembranes 25 (2007) 194–202.
D. K. Paul & C. T. Gnanendran (2013) Stress–strain behaviour and stiffness of lightly
stabilised granular materials from UCS testing and their predictability, International Journal
of Pavement Engineering, 14:3, 291-308.
F.H.M. Portelinha, D.C. Lima, M.P.F. Fontes, C.A.B. Carvalho (2012), Modification of a
Lateritic Soil with Lime and Cement : An Economical Alternative for Flexible Pavement
Layers, Soils and Rocks, São Paulo, 35(1): 51-63.
Nilo Cesar Consoli , Pedro Prietto , J. Antonio H. Carraro dan Karla Salvagni Heineck, (2001),
Behavior of Compacted Soil-Fly Ash-Carbide Lime Mixtures, Journal of Geotechnical and
Geoenvironmental Engineering , pp. 774-782.
Nima Latifi, Aminaton Marto and Amin Eisazadeh, Analysis of strength development in non-
traditional liquid additive-stabilized laterite soil from macro and micro-structural
considerations, Environ Earth Sci (2015) 73:1133–1141.
Penuntun Praktikum Mekanikah Tanah, Laboratorium Mekanika Tanah Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin
S. Horpibulsuk, N. Miura dan T. S. Nagaraj, (2003), Assessment of strength development in
cement-admixed high water content clays with Abrams’ law as a basis, Ge´otechnique 53,
No. 4, pp. 439–444.
S. Horpibulsuk, N. Miura, dan T. S. Nagaraj, (2005), Clay–Water/Cement Ratio Identity for
Cement Admixed Soft Clays, Journal of Geotechnical and Geoenvironmental Engineering,
Vol. 131, No. 2, pp. 187-192.
SNI 03-1742-1989. Panduan pengujian kepadatan ringan untuk tanah. Standar Nasional
Indonesia. Bahan Konstruksi Bangunan Dan Rekayasa Sipil.SNI 03-1743-1989. Panduan
pengujian kepadatan berat untuk tanah. Standar Nasional Indonesia. Bahan Konstruksi
Bangunan Dan Rekayasa Sipil.
SNI 03-1967-1990. “Metode pengujian batas cair tanah dengan alat Cassagrande”.
SNI 03-6887-2002. “Metode pengujian kuat tekan bebas campuran tanah-semen”.
SNI 1964:2008. “Cara uji berat jenis tanah tanah”. Revisi dari SNI 03-1964-1990.
SNI 1966:2008. “Cara uji penentuan batas plastis dan indeks plastisitas tanah”. Revisi dari
SNI 03-1966-1990
SNI 3423:2008. “Cara uji analisis ukuran butir tanah”. Revisi dari SNI 03-3423-1994.
Sujit Kumar Dash dan Monowar Hussain, 2012, Lime Stabilization of Soils: Reappraisal,
Journal rials iof l Engineering, Vol. 2Maten Civi4, No. 6, pp. 707-714.
Yaolin Yi, S.M., Martin Liska, and Abir Al-Tabbaa, (2014), Properties of Two Model Soils
Stabilized with Different Blends and Contents of GGBS, MgO, Lime, and PC, Journal of
Materials in Civil Engineering, Vol. 26, No. 2, pp. 267-274.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto, Implementasi Rencana Umum... 171
IMPLEMENTASI RENCANA UMUM NASIONAL KESELAMATAN
(RUNK) PADA TRANSPORTASI MULTIMODA KOMUTER DI
WILAYAH SUBURBAN
Doddy Ari Suryanto
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100 Depok
Abstrak Keselamatan merupakan salah satu faktor terpenting yang menjadi pertimbangan dalam
pemilihan moda untuk semua aktivitas transportasi. Program RUNK merupakan Program
Pemerintah untuk meningkatkan keselamatan perjalanan di Indonesia. Penelitian ini penting
dilakukan mengingat keselamatan menjadi visi utama dalam transportasi di Indonesia. Tujuan
penelitian ini adalah 1) mendapatkan indikator dimensi keselamatan transportasi, 2)
mendapatkan sensitivitas program perbaikan keselamatan terhadap perilaku pemilihan moda
di Kota Depok. Metode yang digunakan adalah metode survei untuk pengambilan data dan
analisis faktor dan stated preference untuk analisis data. Hasil yang didapatkan adalah 1)
pengendalian tepi jalan lokasi transit,, penyediaan fasilitas pelindung pejalan kaki, terutama,
penegakkan hukum terhadap penggunaan telpon seluler yang dapat membahayakan dan
peningkatan perbaikan jalan. 2) prioritas perbaikan keselamatan transportasi, perbaikan
dengan memberikan perlindungan terhadap pejalan kaki di lokasi transit dan perbaikan jalan
menjadi penting yang memberikan probabilitas terbesar pengguna moda pribadi berpindah ke
moda angkutan umum.
Kata kunci: indikator keselamatan transportasi, pilihan moda, perpindahan moda.
PENDAHULUAN Di negara berkembang, lebih dari 1 juta korban jiwa dan lebih dari 40 juta orang terluka akibat
kecelakaan di jalan raya per tahun. Indonesia lebih dari 32 ribu pengguna jalan tewas dalam
kecelakaan setiap tahun dengan 1 juta lebih terluka dan tingkat fatalitas 5,1 kematian per 10
ribu kendaraan.Pada tahun 2020 angka ini diperkirakan akan meningkat 50 persen, kecuali ada
tindakan tertentu yang dilakukan. Terjadinya perkembangan di kawasan perkotaan yang
memiliki variasi lapangan pekerjaan lebih dengan kawasan pinggiran di sekitarnya. Aktivitas
kaum migran yang melakukan pergerakan dari wilayah pinggiran ke kota induk dapat
dikelompokkan sebagai migrasi ulang alik yaitu pergerakan yang dilakukan oleh migran
dengan tidak ada niatan untuk menetap di wilayah tujuan dan aktivitas tersebut dilakukan
secara rutin dalam jangka waktu yang pendek dan dapat terjadi dalam satu hari. Proses tersebut
dikenal dengan istilah commuting (Indrareni & Ratnasari, 2013). Meningkatnya mobilitas
perkotaan berarti memusatkan perhatian pada lalu lintas manusia dan barang, bukan lalu lintas
kendaraan. Tujuannya adalah menciptakan sistem mobilitas perkotaan yang efisien, fleksibel,
memperhatikan kepentingan pengguna jalan, aman dan terjangkau, dengan jumlah lalu lintas,
perjalanan dan upaya sesedikit mungkin sambil tetap menjaga kelestarian. Meningkatnya
mobilitas para pekerja selalu diiringi oleh peningkatan jumlah kendaraan yang digunakan
terutama kendaraan dengan tingkat keselamatan yang kecil tetapi penggunaannya sangat besar,
seperti sepeda motor (Tabel 1).
RUNK merupakan salah satu program keselamatan nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah
untuk mewujudkan perjalanan komuter yang aman. Hasil Survei komuter di Jabodetabek BPS
tahun 2014 juga menunjukkan bahwa, dari 28 juta penduduk Jabodetabek berumur 5 tahun ke
atas, sebanyak 2.907.932 orang (13%) merupakan pekerja komuter (BPS, 2015). Dengan
dikeluarkannya Program RUNK sebagai pedoman perbaikan keselamatan jalan di Indonesia,
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto., Implementasi Rencana Umum... 172
maka diperlukan sebuah analisis implementasi rencana aksi RUNK dengan pendekatan
pengguna jalan, terutama dalam perjalanan komuter untuk kepentingan bekerja di wilayah
suburban.
Tujuan penelitian ini adalah (i) mendapatkan jenis kebijakan yang diinginkan oleh para
komuter dalam melakukan aktivitasnya dilihat dari perbaikan aspek keselamatan di jalan
selama melakukan perjalanan dari rumah menuju tempat kerja baik dengan perjalanan satu
moda maupun multimoda; (ii) mendapatkan nilai sensitivitas kebijakan perbaikan keselamatan
terhadap jenis moda yang digunakan terhadap keinginan berpindah dari moda pribadi ke moda
angkutan umum. Penelitian ini penting untuk mendapatkan data empiris langsung dari para
pengguna jalan sehingga kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam perbaikan keselamatan
di wilayah suburban dapat lebih efektif dan efisien.
Tabel 1. Jumlah pekerja menurut jenis moda yang digunakan.
Moda Jenis Kelamin
Total laki-laki perempuan
Sepeda motor 1.409.253 322.061 1.731.314
Mobil 276.299 11.842 387.171
Kendaraan umum 199.75 243.742 443.492
kereta api 140.663 95.74 236.403
APTB/Busway 24.055 41.293 65.348
lainnya 29.124 15.204 44.204
Sumber: BPS, 2015
MULTIMODA KOMUTER
Perjalanan komuter di Jabodetabek dibagi menjadi dua, yaitu perjalanan dengan multimoda
yang biasanya dilakukan dengan menggunakan beberapa angkutan umum atau campuran antara
angkutan pribadi seperti sepeda motor, mobil atau berjalanan kaki pada zona akses dilanjutkan
dengan angkutan umum utama dan angkutan umum pada zona egres. Sedangkan model kedua
adalah perjalanan dengan unimoda, yaitu perjalanan dengan moda pribadi seperti sepeda motor
atau mobil pribadi. Salah satu aspek penting dalam mobilitas komuter, yaitu keselamatan
menjadi pendekatan dalam penelitian ini terutama dalam implementasi program RUNK untuk
perbaikan tingkat keselamatan perjalanan komuter.
Tujuan dari sistem antarmoda adalah mendorong terjadinya transportasi tanpa hambatan
(seamless), efisien dan berlanjut (sustainable), mencakup: 1) pengurangan biaya dan
peningkatan pelayanan pada masing-masing moda, 2) pengurangan beban dari infrastruktur dan
meningkatkan efisiensi dengan berganti moda yang memiliki kapasitas lebih besar, 3)
pengurangan biaya dan waktu serta ketidaknyamanan berkaitan dengan perpindahan
antarmoda, 4) peningkatan produktifitas dan efisiensi, sehingga meningkatkan nilai kompetitif
dari jasa yang diberikan, dan 5) pengurangan penggunaan energi, serta peningkatan kualitas
lingkungan (Ortuzar, 2011).
Banyak penelitian yang dilakukan tentang variabel berpengaruh terhadap pemilihan moda,
seperti Yanez et al (2010) memasukkan variabel aksesibilitas dan keselamatan, Paulssen et al
(2014) memasukkan variabel kenyamanan dan fleksibilitas, variabel konektivitas telah
dimasukkan dalam penelitian Puello & Geurs (2015).
RUNK
Pada tanggal 11 Mei 2011 PBB mencanangkan program Decade of Action (DoA) for Road
Safety 2011-2020. Wakil Presiden Boediono menyatakan komitmen Indonesia pada Dekade
Aksi Keselamatan Jalan di Indonesia dengan meluncurkan RUNK LLAJ sesuai dengan amanat
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto, Implementasi Rencana Umum... 173
dalam Pasal 203 UU No. 22/2009 tentang LLAJ. Rencana Umum Nasional Keselamatan
(RUNK) Jalan yang akan menjadi pedoman, arah kebijakan dan strategi bagi seluruh
Pemangku Kepentingan dalam mewujudkan keselamatan di jalan dengan mengurangi fatalitas
kecelakaan hingga 50% (Gambar 1). Pendekatan system keselamatan pada RUNK telah
disesuaikan dengan persoalan dan kondisi lalu lintas yang ada Indonesia.
Gambar 1. Prediksi Fatalitas Kecelakaan Lalu Lintas (Siregar, 2013)
Sebuah sistem keselamatan mempersyaratkan kerjasama yang solid dan pembagian tanggung
jawab diantara para pemangku kepentingan, mitra-mitra keselamatan lalu lintas dan seluruh
pengguna jalan. Konsep tentang penyelenggaraan system keselamatan jalan ini
menggabungkan 5 unsur terkait dalam keselamatan jalan, yaitu:
a. Manajemen keselamatan jalan (Road safety management)
b. Jalan yang berkeselamatan (Safer road)
c. Kendaraan yang berkeselamatan (Safer vehicle)
d. Pengguna Jalan yang berkeselamatan (Safer people)
e. Respon Pasca Kecelakaan (Post crash response).
Beberapa penelitian terakhir telah banyak memasukkan variabel keselamatan sebagai variabel
laten yang memiliki beberapa indikator seperti intensitas kecelakaan dan dampak kecelakaan
(Marquez, 2016). Tetapi hanya sedikit penelitian yang khusus membahas hubungan antara
keselamatan dengan pemilihan moda (Pirdavani, 2016).
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian dilakukan disepanjang Jalan Jendral Sudirman Jakarta Pusat. Data didapatkan
dengan metode survei terhadap responden dengan kriteria responden, yaitu (i) bekerja di
sepanjang Jalan Jendral Sudirman Jakarta Pusat; (ii) bertempat tinggal di Kota Depok; (iii)
memiliki kendaraan pribadi; (iv) waktu bekerja antara jam 08.00 – 17.00; (v) melakukan
perjalanan komuter minimal 5 hari setiap pekan; (vi) menggunakan 1-3 moda dalam perjalanan
komuternya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah (i) Penelitian awal terhadap 30
responden dengan survei menggunakan kuisioner terbuka dengan pertanyaan yang diajukan
adalah: Apa yang Saudara ingin perbaiki supaya tingkat keselamatan perjalanan komuter
anda meningkat?; (ii) analisis data dengan metode faktor eksploratori; (iii) klasifikasi
indikator berdasarkan 5 pilar Program Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK); (iv)
survei dengan sampel acak terhadap 400 responden dengan menggunakan kuisioner tertutup
dengan indikator didasarkan pada hasil studi awal dan dianalisis dengan metode konfirmatori
faktor; (v) analisis sensitivitas kebijakan perbaikan keselamatan terhadap moda komuter yang
digunakan dengan metode stated preference terhadap 169 pengguna moda pribadi.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto., Implementasi Rencana Umum... 174
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil studi awal dilakukan analisis faktor eksploratori terhadap 30 responden didapatkan
24 indikator yang merupakan persepsi para komuter terhadap untuk meningkatkan
keselamatan perjalanan bekerja. Indikator yang didapat diklasifikasi menjadi 5
pengelompokkan sesuai dengan 5 pilar pada RUNK. Setelah mendapatkan klasifikasi
tersebut, dilakukan survei terhadap 400 responden dan dilakukan analisis dengan faktor
konfirmatori. Gambar 2 memberikan gambaran karakteristik demografi dan karakteristik
perjalanan terhadap 400 responden. Pada grafik tersebut didapatkan sebagian besar
responden adalah laki-laki, sedangkan usia terbanyak adalah antara 26-35 tahun, tingkat
pendidikan yang terbanyak adalah sarjana, jenis pekerjaan yang terbanyak adalah swasta
formal yaitu bekerja di kantor swasta bukan pengusaha atau wiraswasta, sedangkan untuk
karakteristik perjalanan terbanyak memiliki rumah tinggal berjarak 1-5 km dari lokasi
transit, baik terminal maupun stasiun KRL.
Gambar 2. Grafik Karakteristik Demografi dan Perjalanan Responden
Hasil analisis faktor konfirmatori (Tabel 2) didapatkan: (i) indikator yang paling
berpengaruh terhadap perbaikan sistem manajemen keselamatan adalah indikator
manajemen fasilitas bagi pejalanan kaki di lokasi transit. Hal ini memperlihatkan bahwa di
wilayah suburban keruwetan di zona transit baik stasiun KRL maupun terminal belum
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto, Implementasi Rencana Umum... 175
memberikan ruang yang cukup bagi pejalan kaki untuk melakukan aktifitasnya dari zona
park and ride ataupun zona perpindahan moda; (ii) indikator yang paling berpengaruh
terhadap perbaikan sistem jalan yang berkeselamatan adalah perbaikan kerusakan jalan.
Hal ini memperlihatkan masih perlu dilakukan perbaikan terhadap jalan akses di wilayah
Kota Depok untuk meningkatkan keselamatan dalam perjalanan; (iii) indikator yang
berpengaruh terhadap perbaikan sistem kendaraan yang berkeselamatan adalah standarisasi
angkutan umum, hal ini terlihat jika banyak angkutan umum di wilayah Kota Depok yang
masih belum standar terutama dari sisi teknis, sehingga perlu dilakukan sosialisasi
terhadap pemilik angkutan untuk melakukan standarisasi tidak hanya pada saat cek KIR,
tetapi pada saat operasional sehari-hari. Penggunaan telpon seluler juga sangat
mempengaruhi kondisi keselamatan, baik bagi pengemudi maupun bagi penumpang,
sehingga menjadi salah satu indikator yang penting dalam perbaikan pengguna yang
berkeselamatan, dan pada Pilar ke-5 dalam RUNK, ketersediaan fasilitas kesehatan pada
wilayah akses juga mempengaruhi menjadi prioritas penting dalam perbaikan pasca
kecelakaan menurut para responden.
Tabel 2. Hasil analisis faktor konfirmatori
Indikator
Faktor
Loading
Faktor: Sistem Manajemen Keselamatan
Manajemen fasilitas bagi pejalan kaki lokasi transit .934
Pengembalian fungsi jalan .925
Manajemen hambatan samping lokasi transit .911
Manajemen pembagian zona moda dan pejalan kaki .909
Peningkatan koordinasi penanganan kecelakaan .832
Pemasangan kamera pengawas pada wilayah rawan .824
Perbaikan pendataan kecelakaan .766
ketersediaan peraturan yang mendukung peningkatan
keselamatan .759
Faktor: Sistem Jalan yang Keselamatan
Perbaikan kerusakan jalan .956
Perbaikan lampu jalan .933
Pengendalian ruang tepi jalan .895
Perbaikan rambu jalan .782
Perbaikan prasarana jalan .755
Faktor: Kendaraan yang Berkeselamatan
Penurunan jumlah angkutan umum tidak standar .893
Perbaikan penerangan angkutan .857
Peningkatan kapasitas peron .811
Pembatasan kecepatan angkutan .796
Pembatasan umur angkutan . 776
Faktor: Pengguna Jalan yang Berkeselamatan
Pelanggaran penggunaan telpon seluler .981
syarat kesehatan pengguna kendaraan .976
Perbaikan sistem pembuatan SIM .896
Penindakan pelanggaran LL yang berpotensi penyebab
kecelakaan .795
Faktor: Post Crash Response
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto., Implementasi Rencana Umum... 176
Indikator
Faktor
Loading
Ketersediaan fasilitas kesehatan di lokasi transit .911
Peningkatan sarana kesehatan di wilayah akses .835
Analisis Sensitivitas Kebijakan RUNK terhadap Pilihan Moda.
Analisis ini dilakukan dengan penyesuaian antara 5 pilar RUNK dengan variabel keselamatan
transportasi yang dihasilkan dari penelitian Rosolino (2014), Pirdavani (2016) dan Marquez
(2016) berkaitan dengan dimensi keselamatan transportasi terhadap persepsi pengguna dalam
pemilihan moda komuter yang digunakan.
Analisis ini menggunakan metode stated preference. Atribut kebijakan RUNK yang terpilih
berdasarkan studi awal adalah 5 atribut, yaitu 1) Variabel perilaku pengguna dengan indikator
persentase syarat kesehatan pengguna kendaraan, 2) Variabel kondisi Jalan dengan indikator
persentase pelaksanaan pekerjaan jalan, 3) Variabel kondisi moda dengan indikator penurunan
persentase kendaraan umum yang tidak memenuhi standar, 4) Variabel Fasilitas Lalu lintas
dengan indikator ketersediaan peraturan yang mendukung peningkatan keselamatan, 5)
Variabel Kondisi transit dengan indikator persentase penjaminan keselamatan penumpang.
Survei sensitivitas dilakukan terhadap pengguna responden yang menggunakan single moda
untuk perjalanan komuternya sejumlah 400 responden. Hasil grafik sensitivitas dapat dililihat
pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Sensitivitas Kebijakan RUNK terhadap Perpindahan dari Single Moda ke Intermoda
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Doddy Ari Suryanto, Implementasi Rencana Umum... 177
SIMPULAN DAN SARAN
Penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat beberapa jenis perbaikan yang menjadi prioritas para responden untuk
peningkatan keselamatan perjalanan komuter, antara lain pengendalian tepi jalan
terutama di lokasi transit, penyediaan fasilitas pelindung bagi pejalan kaki, terutama
dilokasi transit, penegakkan hukum terhadap penggunaan telpon seluler yang dapat
membahayakan keselamatan pribadi dan orang lain dan terlaksananya perbaikan jalan.
2. Diantara beberapa indikator yang menjadi prioritas perbaikan keselamatan transportasi,
perbaikan dengan memberikan perlindungan terhadap pejalan kaki di lokasi transit dan
perbaikan jalan menjadi penting yang memberikan probabilitas terbesar pengguna moda
pribadi berpindah ke moda angkutan umum.
Saran dari penelitian ini adalah penambahan lokasi penelitian, tidak hanya di Kota Depok saja
tapi akan lebih general jika dilakukan di wilayah lain di Jabodetabek.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Provinsi DKI Jakarta, (2015), Statistik Transportasi DKI Jakarta 2015, BPS Provinsi
DKI Jakarta.
Dachlan Usman, (2014), Panduan Lengkap SEM. Lentera Ilmu
Hamed, M. M. & Al Rousan, T. M, (1998), The impact of perceived risk on urban commuters’
route choice. Road and Transport Research 7 (4), 46-63
Indrareni, A dan Ratnasari, A. (2013). Pengaruh Pergerakan Pekerja Commuter Terhadap Pola
Konsumsi di Kecamatan Kaliwungu. Jurnal Teknik PWK, Vol. 2, No.4, Hal. 927-937.
Marquez, L, (2016), Safety Perception in transportation choices: progress and research lines,
Ingenieria y Competitividad Volumen 18, 2, p. 11-24.
Ortuzar, J. de D. dan Willumsen, L. G, (2011), Modelling Transport (4th Edition). John Wiley
& Sons Ltd., Chichester.
Paulssen, M., Temme, D., Vij, A. & Walker, J. (2014). Values, Attitudes and Travel Behavior:
A Hierarchical Latent Variable Mixed Logit Model of Travel Mode Choice.
Transportation 41, 873-888
Pirdavani Ali, (2016), Traffic Safety Perception and Its Potential Impact on Travel Demand
Choices, Road safety on Five Continent Hasselt University.
Puello & Geurs, (2014), Puello, L.L.P. & Geurs, K. (2015). Modelling observed and
unobserved factors in cycling to railway stations: Application to transit-
orienteddevelopments in the Netherlands. European Journal of Transport and
Infrastructure Research 15 (1), 27-50.
Rosolino et. Al, (2014), Road safety performance assesment: a new road network risk index
for info mobility, Procedia-social and Behavioral Science 111 p. 624-633.
Siregar Aswin, (2013), Membangun masa depan keselamatan lalu lintas Indonesia,
https://www.researchgate.net/publication/256366052
Yanez et. Al, (2010), Yáñez, M.F., Raveau, S. & Ortúzar, JdD. (2010). Inclusion of latent
variables in Mixed Logit models: Modelling and forecasting. Transportation Research
Part A: Policy and Practice 44 (9), 744-753.
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 178
ANALISIS KAPASITAS SALURAN DRAINASE PRIMER
PADA KALI SITAMU KECAMATAN CILODONG, KOTA DEPOK
Theta Margaritifera1
Heri Suprapto2
1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat
e-mail: [email protected]
Abstrak Kali Sitamu merupakan salah satu wilayah terjadinya banjir di Kota Depok. Penyebab terjadinya
banjir pada wilayah tersebut disebabkan oleh volume air yang mengalir pada saluran drainase tidak
sebanding dengan kapasitas tampungan saluran drainase utama yang ada akibat adanya sedimentasi
dan sampah yang menumpuk pada dasar saluran, serta kurangnya perhatian Pemerintah Daerah
setempat dalam melakukan pembangunan saluran drainase secara merata pada seluruh wilayah kota.
Pada hasil analisis kapasitas saluran drainase eksisting dengan metode manual maupun dengan
program HEC-RAS 4.1.0 untuk debit yang direncanakan dalam kala ulang 10 tahun ke depan terdapat
5 segmen terjadinya banjir dari total 15 segmen saluran. Segmen tersebut terdiri atas S1, S9, S13, S14,
dan S15.
Kata Kunci: Kali Sitamu, saluran drainase, banjir, HEC-RAS 4.1.0
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Secara
umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan
dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin, 2004). Sistem drainase yang
berfungsi dengan tidak baik tidak akan mampu menyalurkan air hujan, sehingga salah satunya
akan menyebabkan banjir.
Salah satu penyebab terjadinya banjir yaitu adanya volume air yang mengalir pada sungai tidak
sebanding dengan kapasitas tampungan saluran drainase utama yang ada akibat adanya
sedimentasi dan sampah yang menumpuk pada dasar saluran, seperti yang terdapat pada
saluran drainase primer Kali Sitamu Kecamatan Cilodong, Kota Depok. Kali Sitamu kerap
melimpas saat musim hujan tiba dan menyebabkan terendamnya beberapa rumah warga di
sekitar saluran drainase tersebut hingga ketinggian pinggang orang dewasa atau sekitar 80-100
cm (Survey Lapangan, 2017). Jurnal ini membahas mengenai segmen saluran drainase yang
berpotensi mengalami limpasan banjir yang terjadi pada Kali Sitamu
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan segmen saluran yang memiliki potensi banjir dari
perhitungan debit banjir rencana dan kapasitas saluran drainase eksisting serta melakukan
analisis hidrolika saluran drainase menggunakan program HEC-RAS 4.1.0 pada saluran
drainase primer Kali Sitamu.
LITERATURE REVIEW
Analisis Hidrologi
Curah Hujan Rencana
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 179
Perhitungan curah hujan rencana menggunakan Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan
Log Pearson Tipe III. Pada tiap sebaran dilakukan pengukuran dispersi, kemudian hasil
pengukuran tersebut dilakukan dengan membandingkan syarat-syarat parameter statistik guna
menentukan jenis sebaran yang digunakan. Hasil perbandingan yang memenuhi persyaratan
kemudian dilakukan uji keselarasan dengan Uji Chi-Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
Intensitas Curah Hujan
Perhitungan intensitas curah hujan dilakukan dengan menggunakan rumus Mononobe berikut
ini:
3
2
c
24
t
24
24
RI
--------------------------------------------------------------------------------- (1)
dimana:
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan maskimum harian dalam 24 jam (mm)
tc = waktu konsentrasi (jam)
(Sumber: Suyono, 1981)
Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana (Qrencana) dihitung dengan menggunakan Metode Rasional Modifikasi
dengan persamaan berikut.
AICC0,278 Q s ---------------------------------------------------------------------- (2)
dimana:
Q = debit banjir maksimum (m3/dt)
Cs = koefisien penampungan = 2tc/(2tc + td)
tc = waktu konsentrasi (menit)
td = lama pengaliran dalam saluran (menit)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas curah hujan rata-rata selama waktu tiba dari banjir (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
(Sumber: Subarkah, 1980)
Adapun debit banjir rencana yang digunakan pada saluran drainase primer sebagai pengendali
banjir adalah debit banjir dengan kala ulang 10 tahun (Peraturan Menteri Pekerja Umum
Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan).
Analisis Hidrolika
Analisa Penampang Eksisting dengan Metode Perhitungan Manual
Pada analisa ini terlebih dahulu melakukan perhitungan koefisien kekasaran Manning
Ekuivalen dengan menggunakan Metode Horton dan Einstein, kemudian melakukan
perhitungan debit kapasitas penampang eksisting dengan metode perhitungan manual
menggunakan persamaan Manning untuk saluran terbuka dengan aliran steady, di mana kedua
persamaan tersebut terdapat pada persamaan (3) sampai (6) dan Tabel 4 berisi hasil
perhitungan tersebut.
3
2
N
1i
ii
eP
P
n
n ------------------------------------------------------------------------------ (3)
VAQ -------------------------------------------------------------------------------------- (4)
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 180
2
1
3
2
IR1
V n
-------------------------------------------------------------------------------- (5)
P
AR ------------------------------------------------------------------------------------------ (6)
dimana:
ne = angka kekasaran manning ekuivalen
ni = angka kekasaran manning bagian i
Pi = keliling basah
N = jumlah bagian pias
Q = debit (m3/detik)
V = kecepatan aliran (m/detik)
n = koefisien kekasaran manning
I = kemiringan dasar saluran
R = jari-jari hidrolis (m)
A = luas penampang basah (m2)
P = keliling penampang basah (m)
Langkah selanjutnya setelah debit kapasitas penampang diperoleh yaitu membandingkan debit
kapasitas penampang saluran eksisting dengan debit banjir yang direncanakan dengan syarat
Qkapasitas < Qrencana = saluran drainase “Limpas”.
Analisa Penampang Eksisting dengan Program HEC-RAS
Analisa penampang eksisting dengan menggunakan Program HEC-RAS 4.1.0 dilakukan
dengan memasukkan data geometri saluran atau cross section saluran (terdiri atas geometri alur
atau memanjang dan geometri penampang atau melintang saluran) serta data debit aliran steady
atau debit rencana yang akan dianalisis (pada penelitian ini menggunakan kala ulang 10 tahun).
METODE PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini terdapat pada Kali Sitamu, dimana inlet saluran drainase ini terdapat di
Kelurahan Pabuaran, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor dan outlet saluran ini bermuara
hingga di Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Peta
lokasi penelitian terdapat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Lokasi Penelitian
Sumber: Aplikasi Google Earth, 2017
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 181
Pengumpulan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan 2 jenis data, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder
terdiri atas data curah hujan harian untuk 11 tahun periode (2006 – 2016) yang diperoleh dari
Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Ciliwung-Cisadane dan peta topografi melalui aplikasi
Google Earth. Sedangkan data primer berupa hasil interview dan observasi, di mana data ini
terdiri atas pengukuran dimensi saluran serta dokumentasi secara langsung di lapangan
(drainase eksisting) dan pengumpulan informasi lapangan tentang daerah genangan dan arah
aliran pada Kali Sitamu. Pada hasil survey lapangan yang dilakukan, Kali Sitamu terbagi dalam
15 segmen saluran yang ditinjau dalam penelitian ini.
Analisis Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu analisis hidrologi dan
hidrolika. Analisis hidrologi dimulai dengan mengumpulkan data curah hujan yang diperlukan,
kemudian menghitung curah hujan maksimum setiap tahunnya, melakukan analisis frekuensi
dan probabilitas dengan Metode Distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, dan Log Pearson
Tipe III. Kemudian memilih distribusi yang cocok digunakan melalui Uji Kecocokan Smirnov-
Kolmogorov dan Chi-Kuadrat, melakukan perhitungan intensitas curah hujan dengan rumus
Mononobe yang terlebih dahulu menghitung waktu konsentrasi. Tahap selanjutnya yaitu
melakukan perhitungan koefisien pengaliran yang diperoleh melalui peta tata guna lahan pada
aplikasi Google Earth dan kemudian menghitung debit banjir rencana (Qrencana) dengan Metode
Rasional Modifikasi dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun.
Pada analisis hidrolika diperoleh dari data dimensi dan karakteristik saluran drainase eksisting
hingga menghasilkan debit eksisting saluran (Qeksisting) yang kemudian dilakukan perbandingan
antara Qrencana dengan Qeksisting. Apabila Qrencana > Qeksisting maka saluran dinyatakan memiliki
potensi banjir atau melimpas, dimana perhitungan antara debit rencana dengan debit kapasitas
saluran dilakukan pada tiap segmen saluran. Analisis hidrolika saluran drainase juga dilakukan
dengan menggunakan program HEC-RAS versi 4.1.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Hidrologi
Curah Hujan Rencana
Hasil perhitungan dan perbandingan dengan menggunakan beberapa distribusi menunjukkan
bahwa Distribusi Normal dan Log Pearson Tipe III memenuhi persyaratan. Kedua distribusi
tersebut kemudian dilakukan uji keselarasan dengan Uji Chi-Kuadrat dan Smirnov-
Kolmogorov, di mana pada hasil pengujian disimpulkan bahwa Uji Log Pearson Tipe III dapat
diterima. Adapun hasil perhitungan curah hujan rencana untuk berbagai kala ulang terdapat
pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Curah Hujan Rancangan Metode Distribusi Log Pearson III
No. Kala
Ulang
Log
X S Kt Log Xt Xt
1 2 2,046 0,094 0,003 2,046 111,225
2 5 2,046 0,094 0,826 2,123 132,820
3 10 2,046 0,094 1,280 2,166 146,470
4 25 2,046 0,094 1,745 2,209 161,914
5 50 2,046 0,094 2,042 2,237 172,622
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 182
Selesai
Tidak
Mulai
Pengumpulan data-data
Data Sekunder:
a. Data curah hujan harian 11 tahun terakhir.
b. Peta topografi
Data Primer:
1. Kondisi saluran eksisting 2. Dimensi saluran eksisting 3. Dokumentasi lapangan
Curah Hujan Rancangan
Menentukan Catchment Area
Menghitung Intensitas Curah Hujan
Perhitungan Q Banjir Rancangan Kala
Ulang 2, 5, dan 10 tahun
Qrencana ˃ Qsaluran
Perhitungan Kapasitas Saluran Drainase
Ya
Pemodelan Saluran Drainase dengan
HEC-RAS
Kesimpulan
Gambar 2. Flowchart Analisis Kapasitas Tampungan Saluran Drainase
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 183
Intensitas Curah Hujan
Hasil perhitungan intensitas curah hujan pada setiap segmen saluran drainase dengan berbagai
kala ulang terdapat dalam Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe
No. Nama
Saluran
I2 I5 I10 I25 I50
(mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam) (mm/jam)
1 S1 6,45 7,70 8,49 9,39 10,01
2 S2 6,41 7,66 8,45 9,34 9,95
3 S3 5,86 7,00 7,72 8,53 9,10
4 S4 5,44 6,50 7,16 7,92 8,44
5 S5 5,70 6,80 7,50 8,29 8,84
6 S6 5,29 6,31 6,96 7,70 8,20
7 S7 8,09 9,66 10,65 11,77 12,55
8 S8 5,72 6,83 7,53 8,33 8,88
9 S9 5,52 6,59 7,27 8,03 8,56
10 S10 5,71 6,82 7,52 8,31 8,86
11 S11 5,76 6,88 7,59 8,39 8,94
12 S12 5,72 6,83 7,53 8,33 8,88
13 S13 5,37 6,41 7,07 7,82 8,33
14 S14 6,74 8,05 8,88 9,82 10,47
15 S15 7,52 8,98 9,90 10,95 11,67
Debit Banjir Rencana
Tabel 3 berikut ini merupakan hasil perhitungan debit banjir rencana dengan kala ulang 10
tahun.
Tabel 3. Debit Banjir Rencana Kali Sitamu Kala Ulang 10 Tahun
No. Nama
Saluran Cs C
I10 A Q10
(mm/jam) (km2) (m
3/detik)
1 S1 0,860 0,73 8,49 0,29 0,435
2 S2 0,862 0,73 8,45 0,47 1,137
3 S3 0,901 0,73 7,72 0,33 1,609
4 S4 0,940 0,73 7,16 0,18 1,850
5 S5 0,915 0,73 7,50 0,25 2,198
6 S6 0,957 0,73 6,96 0,09 2,323
7 S7 0,794 0,73 10,65 0,94 3,939
8 S8 0,912 0,73 7,53 0,17 4,183
9 S9 0,932 0,73 7,27 0,17 4,424
10 S10 0,913 0,73 7,52 0,19 4,693
11 S11 0,909 0,73 7,59 0,19 4,961
12 S12 0,912 0,73 7,53 0,06 5,049
13 S13 0,947 0,73 7,07 0,10 5,184
14 S14 0,844 0,73 8,88 0,26 5,583
15 S15 0,812 0,73 9,90 0,44 6,308
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 184
Analisis Hidrolika
Analisa Penampang Eksisting dengan Metode Perhitungan Manual
Hasil perbandingan debit kapasitas penampang saluran drainase primer Kali Sitamu terhadap
debit banjir rencana dengan kala ulang 10 tahun terdapat dalam Tabel 5.
Tabel 4. Debit Kapasitas Penampang Saluran Drainase Primer Kali Sitamu
Nama
Saluran
A P R n I
V Qkap
(m2) (m) (m) (m/detik) (m
3/detik)
S1 0,126 1,012 0,125 0,050 0,003 0,273 0,034
S2 5,640 7,009 0,805 0,050 0,003 0,948 5,345
S3 9,750 9,021 1,081 0,050 0,003 0,824 8,035
S4 5,175 6,241 0,829 0,050 0,003 0,454 2,348
S5 5,100 6,227 0,819 0,050 0,003 0,959 4,891
S6 7,125 7,625 0,934 0,050 0,003 1,047 7,460
S7 10,563 8,980 1,176 0,050 0,003 0,872 9,209
S8 9,400 8,445 1,113 0,050 0,003 0,767 7,213
S9 7,730 7,690 1,005 0,050 0,003 0,550 4,248
S10 6,773 7,157 0,946 0,050 0,003 1,196 8,097
S11 11,100 9,110 1,218 0,050 0,003 0,590 6,547
S12 13,200 9,961 1,325 0,050 0,003 0,541 7,138
S13 5,165 6,248 0,827 0,050 0,003 0,965 4,984
S14 3,479 4,979 0,699 0,050 0,003 0,863 3,001
S15 3,150 5,102 0,617 0,050 0,003 0,794 2,502
Tabel 5. Perbandingan Debit Kapasitas terhadap Debit Banjir Rencana
Nama
Saluran
Qkapasitas Qrencana Keterangan
(m3/detik) (m
3/detik)
S1 0,034 0,435 Limpas
S2 5,345 1,137 Tidak Limpas
S3 8,035 1,609 Tidak Limpas
S4 2,348 1,850 Tidak Limpas
S5 4,891 2,198 Tidak Limpas
S6 7,460 2,323 Tidak Limpas
S7 9,209 3,939 Tidak Limpas
S8 7,213 4,183 Tidak Limpas
S9 4,248 4,424 Limpas
S10 8,097 4,693 Tidak Limpas
S11 6,547 4,961 Tidak Limpas
S12 7,138 5,049 Tidak Limpas
S13 4,984 5,184 Limpas
S14 3,001 5,583 Limpas
S15 2,502 6,308 Limpas
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 185
Analisa Penampang Eksisting dengan Program HEC-RAS
Hasil run program untuk analisis aliran menunjukkan 5 segmen saluran yang mengalami
limpasan dari total 15 segmen saluran. Berikut ini merupakan hasil analisis debit kapasitas
penampang eksisting yang mengalami limpasan.
Gambar 3. Penampang Saluran Eksisting Kali Sitamu S1 yang Melimpas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 4. Penampang Saluran Eksisting Kali Sitamu S9 yang Melimpas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 5. Penampang Saluran Eksisting Kali Sitamu S13 yang Melimpas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 186
Gambar 6. Penampang Saluran Eksisting Kali Sitamu S14 yang Melimpas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Gambar 7. Penampang Saluran Eksisting Kali Sitamu S15 yang Melimpas
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Tabel 6 menunjukkan perbandingan antara analisis penampang eksisting saluran drainase
dengan perhitungan manual serta dengan menggunakan Program HEC-RAS 4.1.0 sebagai
berikut. Tabel 6. Hasil Analisa Penampang Eksisting Kali Sitamu
Nama
Saluran
Hasil Analisa
Manual HEC-RAS
S1 Limpas Limpas
S2 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S3 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S4 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S5 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S6 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S7 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019
Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 187
S8 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S9 Limpas Limpas
S10 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S11 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S12 Tidak
Limpas
Tidak
Limpas
S13 Limpas Limpas
S14 Limpas Limpas
S15 Limpas Limpas
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pembahasan dan pengolahan data diperoleh kesimpulan bahwa analisis hidrolika
saluran drainase dilakukan melalui perbandingan antara debit banjir rencana yang memiliki
nilai lebih tinggi dibandingkan dengan debit kapasitas saluran yang menghasilkan potensi
banjir pada suatu segmen saluran yang ditinjau. Selain itu, analisis hidrolika saluran drainase
juga dilakukan dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1.0 dengan memasukkan data
geometri sungai atau saluran (terdiri atas geometri memanjang dan geometri melintang saluran)
serta data debit rencana kala ulang 10 tahun. Pada metode analisis keduanya diperoleh 5
segmen saluran yang mengalami limpasan, segmen tersebut terdiri atas S1, S9, S13, S14, dan
S15.
Saran
Adapun saran yang dapat digunakan untuk meminimalisir terjadinya limpasan serta untuk
penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya penyuluhan dari Pemerintah Daerah setempat dan mengajak peran serta
masyarakat untuk tidak membuang sampah pada saluran ataupun sungai, dan agar tidak
menutup saluran-saluran tersier (yang lebih kecil). Sebaliknya diperlukan kesadaran
masyarakat untuk berperan aktif serta menjaga dan memperbaiki saluran secara rutin, agar
saluran drainase dapat berfungsi dengan benar.
2. Kepada pengembang agar benar-benar mematuhi tata guna lahan atau rencana tata ruang
kota yang telah dibuat oleh Bappeda, terutama dalam rangka melindungi daerah tampungan
air.
3. Perlunya studi lebih lanjut tentang bangunan pengendali banjir sebagai bentuk upaya dalam
mengurangi limpasan, genangan, dan banjir yang terjadi pada saluran drainase.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hydraulic Reference Manual HEC-RAS 4.1.0. Army Corps of Engineers.
California.
Chow, Ven Te. 1992. Hidrolika Saluan Terbuka. Penerbit Erlangga. Bandung.
Chow, Ven Te & Maidment, David R. & Mays, Larry W. 1988. Applied Hydrology. Penerbit
McGraw-Hill Book Company. Singapura.
Istiarto. 2011. “Modul Pelatihan Simulasi Aliran 1-Dimensi dengan Bantuan Paket Program
Hidrodinamika HEC-RAS”. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Kamiana, I Made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Penerbit Graha
Ilmu. Yogyakarta.