III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis · sekitarnya sebagai modal sehingga...

12
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi usahatani tomat. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi haruslah sesuai dengan teori-teorinya, sehingga dibutuhkan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai usahatani dan fungsi produksi, untuk membimbing peneliti serta sebagai batasan agar pembahasan mengenai objek penelitian tidak keluar dari koridor teori yang berlaku. 3.1.1 Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009). Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim dan Hastuti (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian, yaitu : 1) Lahan pertanian Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap atau ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Pengusahaan pertanian selalu didasarkan pada luasan lahan pertanian tertentu, walaupun akhir-akhir ini pengusahaan pertanian tidak semata-mata

Transcript of III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis · sekitarnya sebagai modal sehingga...

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui

tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang

mempengaruhi usahatani tomat. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani dan

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi haruslah sesuai dengan teori-teorinya,

sehingga dibutuhkan suatu kerangka pemikiran teoritis mengenai usahatani dan

fungsi produksi, untuk membimbing peneliti serta sebagai batasan agar

pembahasan mengenai objek penelitian tidak keluar dari koridor teori yang

berlaku.

3.1.1 Konsep Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam

sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari

cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan

penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga

usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).

Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah berlahan sempit, modal relatif

kecil, pengetahuan petani terbatas, kurang dinamis sehingga berakibat pada

rendahnya pendapatan usahatani (Soekartawi et al, 1986). Menurut Rahim dan

Hastuti (2008), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi produksi pertanian,

yaitu :

1) Lahan pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi

komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap

atau ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan

tersebut. Pengusahaan pertanian selalu didasarkan pada luasan lahan pertanian

tertentu, walaupun akhir-akhir ini pengusahaan pertanian tidak semata-mata

didasarkan pada luasan lahan tertentu, tetapi pada sumberdaya lain seperti media

air atau lainnya. Pentingnya faktor produksi lahan bukan saja dilihat dari segi luas

atau sempitnya lahan, tetapi juga segi yang lain, misalnya aspek kesuburan tanah,

macam penggunaan lahan (tanah sawah, tegalan, dan sebagainya) dan topografi

(tanah dataran pantai, rendah dan dataran tinggi).

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu

diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus

mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi

inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian

komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat

dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya

tenaga kerja efektif yang dipakai.

Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut

usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain

halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar

keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan

dalam hari orang kerja (HOK), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan

standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria

(HKSP).

3) Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal, apalagi

kegiatan proses produksi komoditas pertanian. Dalam kegiatan proses tersebut,

modal dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal tetap dan modal tidak tetap.

Modal tetap terdiri atas tanah, bangunan, mesin, dan peralatan pertanian dimana

biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses

produksi, sedangkan modal yang tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida,

dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

Besar kecilnya skala usaha pertanian atau usahatani tergantung dari skala

usahatani, macam komoditas dan tersedianya kredit. Skala usahatani sangat

menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Makin besar skala usahatani,

makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas

tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar

kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan

usahatani.

4) Manajemen

Faktor produksi manajemen menjadi semakin penting jika dikaitkan

dengan efisiensi. Artinya walaupun faktor produksi tanah, tenaga kerja dan modal

cukup baik, tetapi kalau tidak dikelola dengan baik (miss management), maka

produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan tercapai. Kurang seringnya

variabel manajemen dipakai dalam analisa disebabkan karena sulitnya melakukan

pengukuran terhadap variabel tersebut. Dalam usahatani modern, peranan

manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi pertanian, mulai

dari perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian

(controlling), dan evaluasi (evaluation).

5) Pupuk

Seperti halnya manusia selain mengkonsumsi makanan pokok, dibutuhkan

pula konsumsi nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Tanaman pun

demikian, selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan

dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Jenis pupuk yang sering

digunakan adalah pupuk organik dan anorganik.

6) Pestisida

Pestisida sangat dibutuhkan tanaman untuk mencegah serta membasmi

hama dan penyakit yang menyerangnya. Pestisida merupakan racun yang

mengandung zat-zat aktif sebagai pembasmi hama dan penyakit pada tanaman.

7) Bibit

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul

biasanya tahan terhadap penyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi

dibandingkan dengan komoditas lain sehingga hasilnya dapat bersaing di pasar.

8) Teknologi

Penggunaan teknologi dapat menciptakan rekayasa perlakuan terhadap

tanaman dan dapat mencapai tingkat efisiensi yang tinggi. Sebagai contoh,

tanaman padi dapat dipanen dua kali dalam setahun, tetapi dengan adanya

perlakuan teknologi terhadap komoditas tersebut, tanaman padi dapat dipanen tiga

kali setahun.

3.1.1.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya

biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat

dibagi dalam dua golongan. Pertama adalah faktor internal dan eksternal, dan

kedua adalah faktor manajemen. Faktor internal dan eksternal akan bersama-sama

mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Faktor internal yang akan

mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani yaitu: (1) umur petani, (2)

pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, (3) jumlah tenaga kerja

keluarga, (4) luas lahan, dan (5) modal. Sedangkan faktor eksternal yang

mempengaruhi dari segi input adalah ketersediaan dan harga input, sedangkan dari

segi output adalah permintaan dan harga jual.

Menurut Soekartawi (2002), penerimaan usahatani adalah perkalian antara

produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang

dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih

antara penerimaan dan pengeluaran. Menurut Soekartawi et al. (1986), terdapat

beberapa istilah yang digunakan dalam melihat pendapatan usahatani yaitu

pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor

usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani

dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Dalam

menaksir pendapatan kotor, semua komponen yang tidak dijual harus dinilai

berdasarkan harga pasar. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah

selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan

bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari

penggunaan faktor-faktor produksi tenaga kerja, pengelolaan dan modal milik

sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani.

Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua input

yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk

tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai

dan tidak tunai. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang

sehingga segala pengeluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam dalam

bentuk benda tidak temasuk dalam pengeluaran tunai.

3.1.1.2 Analisis R-C Rasio

Menurut Soekartawi (2002), analisis return cost (R-C) ratio merupakan

perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis, apabila nilai

R-C rasio lebih dari satu maka usahatani tersebut menguntungkan. Sebaliknya,

jika nilai R-C rasio kurang dari satu maka usahatani tersebut tidak

menguntungkan, dan apabila nilai R-C rasio sama dengan satu artinya kegiatan

usahatani tidak untung dan tidak rugi.

3.1.2 Konsep Fungsi Produksi

Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor

produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output

usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macam input

yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini

dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986),

fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi.

Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu

mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Apabila bentuk fungsi

produksi ini diketahui maka informasi harga dan biaya dapat dimanfaatkan untuk

menentukan kombinasi masukan yang terbaik. Namun hal tersebut sulit dilakukan

oleh petani karena (1) adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan

penyakit tanaman; (2) data yang dipakai untuk melakukan pendugaan fungsi

produksi mungkin tidak benar; (3) pendugaan fungsi produksi hanya dapat

diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan; (4) data harga dan biaya

yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti;

dan (5) setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Menurut Soekartawi et al. (1986), dalam bentuk matematika sederhana,

fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3, …, Xm)

Dimana :

Y = hasil produksi

Xm = faktor-faktor produksi yang digunakan

Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh

sejumlah m masukan, dimana masukan X1, X2, X3, …, Xm dapat dikategorikan

menjadi dua, yaitu (1) yang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah

pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan (2) yang tidak dapat dikuasai petani seperti

iklim. Menurut Soekartawi (2002), untuk mengukur tingkat produktivitas dari

suatu produksi, terdapat dua tolak ukur yaitu: (1) produk marjinal (PM) dan (2)

produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuan input yang

dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output, sedangkan

produk rata-rata (PR) adalah perbandingan antara produksi total per jumlah input.

Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan yang disebabkan

oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi.

Elastisitas produksi menurut Rahim dan Hastuti (2008) adalah persentase

perbandingan dari hasil produksi atau output sebagai akibat dari persentase

perubahan dari input atau faktor produksi. Elastisitas produksi dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Dimana : Ep = elastisitas produksi

∆Y = perubahan hasil produksi

Y = hasil produksi

∆X = perubahan penggunaan faktor produksi

X = faktor produksi

Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam

tiga daerah (Gambar 1), yaitu sebagai berikut :

1. Daerah produksi I dengan Ep > 1. Merupakan daerah yang tidak rasional,

karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan

menyebabkan penambahan produksi yang selalu lebih besar dari satu

persen. Pada daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang

maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian

input variabel dinaikkan.

2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep < 1. Pada daerah ini penambahan input

sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi

sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini

akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan

daerah produksi rasional.

3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini penambahan

pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini

disebut dengan daerah yang tidak rasional.

Ep>1 1>Ep>0 Ep<0

Gambar 1. Kurva Produk Total, Marginal dan Rata-Rata

Sumber : Lipsey et al. (1993)

Y

Produksi PT

PM

PR

X Input

X Input

3.1.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglass

Fungsi produksi yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi

usahatani tomat di Desa Lebak Muncang adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

Menurut Soekartawi (2002), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu

fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu

disebut dengan variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan

variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa

output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi

Cobb- Douglas lebih banyak di pakai karena tiga alasan, yaitu :

a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan

dengan fungsi lain, misalnya fungsi kuadratik

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan

koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menggambarkan tingkat besaran

return to scale.

Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis

sebagai berikut :

Y = aX1 b1

X2 b2

X3 b3

. . . Xn bn

eu

Dimana:

Y = Variabel yang dijelaskan

X = Variabel yang menjelaskan

a,b = Besaran yang akan diduga

u = kesalahan

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier,

maka model fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut :

Ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + . . . + bn ln Xn + u

Selain kemudahan, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kesulitan yang

meliputi :

a. Adanya spesifikasi variabel yang keliru, dan hal ini akan menghasilkan

elastisitas produksi yang negatif, atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil.

Spesifikasi yang keliru juga mengakibatkan terjadinya multikolinearitas pada

variabel independen yang dipakai.

b. Kesalahan pengukuran variabel yang terlatak pada validitas data. Kesalahan

pengukuran ini akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi

atau terlalu rendah.

c. Bias terhadap variabel manajemen, namun variabel ini kadang sulit diukur

dan sulit dipakai sebagai variabel independen.

d. Multikolinearitas, yang pada umumnya telah diusahakan agar nilai besaran

korelasi antara variabel independen tidak terlalu tinggi, namun dalam

prakteknya hal ini sulit dihindarkan.

Menurut Heady dan Dillon (1964) kelemahan fungsi Cobb-Douglas

meliputi : (1) model menganggap elastisitas produksi tetapsehingga tidak

mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; (2) nilai

pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan berbias apabila faktor

produksi yang digunakan tidak lengkap; (3) model tidak dapat digunakan untuk

menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaannya

adalah nol; dan (4) apabila digunakan untuk peramalan produksi pada taraf input

diatas rata-rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias keatas.

Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi

(output) digunakan analisis numeric menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS). Menurut Gujarati (1993), metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi

asumsi-asumsi bahwa :

1. variasi unsur sisa menyebar normal

2. harga rata-rata dan unsure sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai

yang diharapkan bersyarat (conditional expected value)

3. homoskedastisitas atau ragam merupakan bilangan tetap

4. tidak ada korelasi diri (multikolinearitas)

5. tidak ada hubungan linear sempurna antara peubah bebas

6. tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan

3.1.2.2 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale)

Menurut Rahim dan Hastuti (2008), skala usahatani dapat diketahui

dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu :

β1 + β2 + ….. + βn

Dengan mengikuti kaidah return to scale (RTS), yaitu:

1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing

return to scale), bila β1 + β2 + ….. + βn >1. Berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang

proporsinya lebih besar.

2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to

scale), bila β1 + β2 + ….. + βn = 1. Berarti bahwa dalam keadaan

demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan

penambahan produksi yang diperoleh.

3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing

return to scale), bila β1 + β2 + ….. + βn < 1. Berarti bahwa proporsi

penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Dinas Pertanian Kabupaten Bandung menyatakan bahwa potensi pertanian

dan perkebunan di Kabupaten Bandung cukup besar dengan meliputi tanaman

bahan pangan, sayur- sayuran, perkebunan dan buah-buahan pemanfaatan lahan di

pegunungan berupa kawasan hutan lindung, hutan produksi, hutan wisata dan

perkebunan sedangkan di wilayah kaki bukit dimanfaatkan untuk budi daya

tanaman hortikultura (terutama sayuran). Potensi sumber daya alam yang

mendukung sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bandung hingga saat

ini sangat memadai. Tomat adalah salah satu jenis komoditas unggulan di

Kabupaten Bandung, yang sentra produksinya terdapat di daerah Kecamatan

Pangalengan, Pacet dan Ciwidey.

Desa Lebak Muncang adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan

Ciwidey, dimana mata pencaharian sebagian besar warganya adalah sebagai

petani baik petani padi maupun petani sayuran. Luas desa Lebak Muncang ini

adalah 845 hektar (Ha), merupakan desa yang paling luas di Kecamatan Ciwidey.

Namun terdapat permasalahan yang dihadapi oleh para petani di daerah ini,

diantaranya adalah kondisi harga yang tidak stabil atau fluktuasi harga yang tidak

dapat diprediksi pada komoditas tomat, yang menyebabkan adanya ketidakpastian

pendapatan bagi para petani dari usahatani tomat yang dilakukan, dan tidak jarang

petani mengalami kerugian pada saat penjual hasil panennya, karena harga jual

lebih rendah dibandingkan dengan biaya produksi. Selain itu juga penggunaan

faktor-faktor produksi (input-input usahatani) yang dirasakan kurang efisien,

sehingga berpengaruh terhadap produksi dan pendapatan usahatani dari petani

tomat di Desa Lebak Muncang.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini

dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapatan usahatani dari

petani tomat dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

produksi tomat di Desa Lebak Muncang. Analisis yang dilakukan berupa analisis

pendapatan dan analisis fungsi produksi. Analisis pendapatan digunakan untuk

mengatahui apakah kegiatan usahatani tomat yang dilakukan selama ini

menguntungkan bagi petani. Analisis fungsi produksi yang gunakan adalah

analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil dari analisis ini dapat digunakan

sebagai rekomendasi serta informasi kepada para petani yang berada di Desa

Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung. Bagan alur kerangka

pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan dan Faktor-

Faktor Produksi yang mempengaruhi Usahatani Tomat di Desa

Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung.

Harga jual tomat di Desa Lebak Muncang, Kecamatan

Ciwidey, Kabupaten Bandung cukup berfluktuasi, dan

tidak dapat diprediksi sehingga mempengaruhi pendapatan

petani tomat.

Penggunaan input-input produksi dirasakan kurang efisien,

sehingga mempengaruhi biaya dan pendapatan petani dari

usahatani tomat.

Menganalisis pendapatan petani dari

usahatani tomat di Desa Lebak Muncang

Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi tomat di Desa

Lebak Muncang

Analisis pendapatan usahatani

Analisis usahatani

- Penerimaan usahatani

- Biaya usahatani

- Pendapatan Usahatani

- R/C ratio

Rekomendasi dan Informasi kepada para petani

Faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi tomat:

Bibit

Tenaga kerja

Pupuk kandang

Pupuk N, Pupuk P, Pupuk K

Pestisida Cair dan Padat

Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas