II. TINJAUAN PUSTAKA TANAMAN JAGUNG · Pada kondisi yang wajar biji jagung matang setelah 50 hari...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA TANAMAN JAGUNG · Pada kondisi yang wajar biji jagung matang setelah 50 hari...
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN JAGUNG
1. Taksonomi dan Botani
Jagung diklasifikasikan ke dalam kingdom plantae, sub divisio
angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo poaceae, famili graminae,
genus zea dan spesies mays L (Rukmana, 2001). Tanaman jagung
termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Menurut Leonard dan Martin
(1963), jagung merupakan tanaman berumah satu (monocotile) dan
termasuk famili rumput – rumputan (Graminae). Jagung adalah tanaman
yang berasal dari daratan Amerika Serikat kemudian menyebar ke daerah
subtropik dan tropik termasuk Indonesia.
Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah
sepanjang 25 cm. Sistem perakaran berfungsi sebagai alat untuk
menghisap air serta garam – garam yang terdapat dalam tanah,
mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan
sebagai alat pernafasan. Batang tanaman jagung beruas – ruas dengan
jumlah ruas bervariasi antara 8 sampai 10 ruas (Hoseney, 1998).
Daun tanaman jagung terlihat pada sisi kanan atau kiri dari masing –
masing ruas batang pohon jagung. Tanaman jagung terdiri dari bunga
jantan dan betina yang terletak di bagian yang berbeda namun dalam
pohon yang sama. Hal ini memungkinkan terjadinya penyerbukan silang.
Pada kondisi yang wajar biji jagung matang setelah 50 hari penyerbukan
(Hoseney, 1998).
Jagung tongkol lengkap terdiri dari kelobot, tongkol jagung, biji
jagung, dan rambut. Kelobot merupakan kelopak atau daun buah yang
berguna sebagai pembungkus atau pelindung biji jagung. Jumlah kelobot
dalam satu tongkol jagung pada umumnya 12 – 15 lembar. Semakin tua
umur jagung semakin kering kelobotnya (Effendi dan Sulistiati, 1991).
Tongkol jagung merupakan gudang penyimpanan cadangan makanan.
Selain sebagai tempat pembentukan lembaga, tongkol juga merupakan
tempat menyimpan pati, protein, minyak/lemak dan hasil – hasil lain untuk
4
persediaan makanan dan pertumbuhan biji. Panjang tongkol bervariasi
antara 8 – 42 cm dan biasanya dalam satu tongkol mengandung sekitar 300
– 1000 biji jagung (Effendi dan Sulistiati, 1991).
Biji jagung melekat pada tongkol jagung dan berbentuk bulat.
Susunan biji jagung pada tongkol jagung berbentuk spiral. Biji jagung
selalu terdapat berpasangan, sehingga jumlah baris atau deret biji selalu
genap. Biji jagung berbentuk bulat – bulat atau gigi kuda tergantung
varietasnya. Warna biji jagung juga bervariasi dari putih sampai kuning.
Jagung putih lebih disukai dalam industri pangan, sedangkan jagung
kuning banyak dipakai untuk pakan ternak (Effendi dan Sulistiati, 1991).
Rambut merupakan tangkai putik yang sangat panjang yang keluar ke
ujung kelobot melalui sela – sela biji. Rambut mempunyai cabang –
cabang yang halus sehingga dapat menangkap tepung sari pada saat
pembuahan (Effendi dan Sulistiati, 1991). Bentuk tanaman jagung dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman jagung
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung)
2. Klasifikasi Jagung
Jagung dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok berdasarkan bentuk
dan kandungan pati dari biji jagung (Johnson, 1991). Jenis – jenis jagung
dan sifatnya disajikan pada Tabel 1. Sedangkan bentuk varietas jagung
dapat dilihat pada Gambar 2.
5
Tabel 1. Jenis jagung dan sifat - sifatnya
Jenis jagung Sifat - sifat
Jagung gigi kuda / Dent corn (Zea mays identata)
Biji berbentuk gigi dan memiliki lekukan pada bagian atas. Lekukan dikarenakan pengerutan lapisan tepung yang lunak ketika biji mengering. Pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ke ujung. Dent corn memiliki dua warna, yaitu kuning dan putih
Jagung mutiara / Flint corn (Zea mays indurata)
Biji tebal dan sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras. Bagian atas biji berbentuk bulat dan tidak berlekuk.
Jagung bertepung / Flour corn (Zea mays amylaceae)
Endosperm hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji mudah dibuat tepung, biji yang sudah kering permukaanya berkerut.
Jagung manis / Sweet corn (Zea mays saccharata)
Endosperm berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut dan memiliki rasa manis jika dimasak.
Jagung polong / Pod corn (Zea mays tunicata)
Tiap butiran biji diselubungi oleh kelobot, membentuk tongkol yang juga diselubungi kelobot, merupakan keajaiban genetik dan hanya dimanfaatkan sebagai tanaman hiasan.
Jagung berlilin / Waxy corn (Zea mays ceratina)
Biji bewarna buram, endosperm lunak, pati mengandung amilopektin lebih dari 99%, sebagai bahan baku instant pudding mixes, lem dan pakan ternak.
Jagung berondong / Pop corn (Zea mays everta)
Butir biji sangat kecil dan agak meruncing, keras seperti pada tipe mutiara, proporsi pati lunak lebih kecil dibandingkan pada tipe mutiara.
Sumber: Jugenheimer (1976)
Gambar 2. Tipe – tipe jagung (kiri ke kanan: dent, flint, pop, flour,
sweet, dan pod) (Sumber: Delorit, 1974)
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam
di Indonesia adalah
pop corn.Tipe
C-1. Sedangkan tipe
Indonesia yang memiliki budaya konsumsi jagung adalah Madura, Pantai
Selatan Jawa Timur, Pantai Selatan Jawa Tengah,
Barat, Yogyakarta, Sulawesi Selatan Bagian Timur, Kendari, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Bolaang, Mongondow, Maluku Utara, Karo, Dairi,
Simalungun, NTT, dan sebagian NTB.
3. Morfologi dan Anatomi Biji Jagung
Menurut Leonard dan Martin (
terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Beberapa tipe biji jagung (Leonard dan Martin, 1963)
Tipe biji jagung berhubungan dengan letak pati lunak dan pati keras
dalam endosperm biji jagung. Pati lunak yaitu pati
protein dalam bentuk matriks dan terpecah selama pengeringan sehingga
membentuk rongga
bercampur dengan protein tersusun secara matriks tebal dan tidak terpecah
selama pengeringan
Inglett (1970) menyatakan bahwa biji jagung tersusun atas empat
komponen utama yaitu kulit (
endosperm (82%) dan tudung pangkal biji (
jagung dapat dilihat pada Gambar
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam
di Indonesia adalah dent corn, flint corn, semiflint corn, sweet corn,
Tipe semiflint corn seperti jagung Harapan, Pioneer
1. Sedangkan tipe flint corn seperti jagung Arjuna. Daerah
Indonesia yang memiliki budaya konsumsi jagung adalah Madura, Pantai
Selatan Jawa Timur, Pantai Selatan Jawa Tengah, Pantai Selatan Jawa
Barat, Yogyakarta, Sulawesi Selatan Bagian Timur, Kendari, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Bolaang, Mongondow, Maluku Utara, Karo, Dairi,
Simalungun, NTT, dan sebagian NTB.
Morfologi dan Anatomi Biji Jagung
Menurut Leonard dan Martin (1963) ada empat tipe biji jagung seperti
terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Beberapa tipe biji jagung (Leonard dan Martin, 1963)
Tipe biji jagung berhubungan dengan letak pati lunak dan pati keras
dalam endosperm biji jagung. Pati lunak yaitu pati yang bercampur dengan
protein dalam bentuk matriks dan terpecah selama pengeringan sehingga
membentuk rongga – rongga kosong. Sedangkan pati keras yaitu pati yang
bercampur dengan protein tersusun secara matriks tebal dan tidak terpecah
selama pengeringan (Munarso et al, 1988)
Inglett (1970) menyatakan bahwa biji jagung tersusun atas empat
komponen utama yaitu kulit (pericarp) (5%), lembaga (
endosperm (82%) dan tudung pangkal biji (tip cap) (1%). Struktur biji
jagung dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
6
Menurut Suprapto dan Marzuki (2005), jagung yang banyak ditanam
dent corn, flint corn, semiflint corn, sweet corn, dan
seperti jagung Harapan, Pioneer-2, Hibrida
seperti jagung Arjuna. Daerah – daerah di
Indonesia yang memiliki budaya konsumsi jagung adalah Madura, Pantai
Pantai Selatan Jawa
Barat, Yogyakarta, Sulawesi Selatan Bagian Timur, Kendari, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Bolaang, Mongondow, Maluku Utara, Karo, Dairi,
1963) ada empat tipe biji jagung seperti
Gambar 3. Beberapa tipe biji jagung (Leonard dan Martin, 1963)
Tipe biji jagung berhubungan dengan letak pati lunak dan pati keras
yang bercampur dengan
protein dalam bentuk matriks dan terpecah selama pengeringan sehingga
rongga kosong. Sedangkan pati keras yaitu pati yang
bercampur dengan protein tersusun secara matriks tebal dan tidak terpecah
Inglett (1970) menyatakan bahwa biji jagung tersusun atas empat
) (5%), lembaga (germ) (12%),
) (1%). Struktur biji
Gambar 4. Penampang melintang biji jagung
Gambar 5. Penampang membujur biji jagung
Gambar 4. Penampang melintang biji jagung
(Sumber: Hoseney, 1998)
Gambar 5. Penampang membujur biji jagung
(Sumber: Hoseney, 1998)
7
8
4. Komposisi kimia biji jagung
Komposisi kimia jagung bervariasi tergantung pada varietas, cara
menanam, iklim dan tingkat kematangan. Kandungan gizi utama yang
terdapat pada jagung adalah karbohidrat, lemak dan protein. Kandungan
karbohidrat jagung terdiri dari pati, pentosan, dan serat kasar (Muchtadi
dan Sugiyono, 1989). Komposisi kimia rata – rata biji jagung dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia rata – rata biji jagung
Komponen Jumlah (%)
Pati Protein Lemak Serat Lain - lain
Endosperm 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4
Germ 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4
Pericarp 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4
Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1
Sumber : Lorenz dan Karel (1991)
Pati merupakan komponen yang terbesar dimana sekitar 85% dari
total pati terdapat pada endosperm. Pati jagung terdiri atas 27% amilosa
dan 73 % amilopektin. Sedangkan kandungan gulanya sekitar 1-3% terdiri
dari 57% sukrosa yang terdapat dalam lembaga dan sisanya terdapat dalam
endosperm (Leonard dan Martin, 1963)
Jenis protein yang terkandung dalam jagung adalah albumin (larut
dalam air), globulin (larut dalam garam), prolamin/zein (larut dalam
etanol), skleoprotein (tidak larut dalam pelarut non-organik) dan glutelin
(larut dalam NaOH).
Lemak dalam jagung sebagian besar terdapat pada lembaga, sehingga
jagung yang mengandung lemak tinggi cenderung mempunyai lembaga
yang berukuran lebih besar dengan endosperm berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan jagung dengan kadar protein standar. Asam lemak
penyusunnya terdiri atas lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat
serta asam lemak tak jenuh seperti oleat dan linoleat (Jugenheimer, 1976).
Selain serat, jagung juga mengandung vitamin, seperti thiamin, niasin,
riboflavin dan piridoksin serta mineral, akan tetapi jumlah ketersediaannya
9
sangat kecil di dalam jagung. Jagung kuning mengandung vitamin A dan
berhubungan kuantitatif dengan jumlah pigmen kuning – karoten di dalam
endosperm (Berger, 1962)
Varietas jagung juga mempengaruhi komposisi kimia yang
dikandungnya. Komposisi kimia beberapa jenis biji jagung dapat dilihat
pada Tabel. 3.
Tabel 3. Komposisi kimia beberapa jenis biji jagung
Jenis Jagung
Komposisi
Pati
(%)
Lemak
(%)
Protein
(%)
Abu
(%)
Serat
(%)
Dent corn 71.7 4.3 9.5 1.4 9.5
Flint corn 60,2 4.7 11.1 1.3 1,8
Pop corn 62.3 5.3 11.9 1.9 2.6
Sweet corn 54.1 8.4 12.7 2.1 3.5
Sumber : Johnson (1991)
B. JAGUNG VARIETAS UNGGUL NASIONAL
Jagung hibrida adalah tanaman jagung yang tergolong spesies yang
mempunyai variabilitas genetik yang sangat besar dan mampu menghasilkan
genotip baru yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang bervariasi
(Sudjana et al,1991). Menurut Syuryawati (2005), sejak tahun 1956, Indonesia
telah melepas jagung unggul sebanyak 72 varietas, yang terdiri dari 28 jenis
bersari bebas dan 44 jenis hibrida. Beberapa jagung varietas unggul nasional
yang telah dikembangkan adalah Bisma, Arjuna, Lamuru, dan Sukmaraga
sebagai jagung berbiji kuning dan sebagai varietas unggul protein tinggi adalah
Srikandi Kuning dan Srikandi Putih. Deskripsi beberapa varietas unggul jagung
nasional dapat dilihat pada Lampiran 1.
Komposisi kimia jagung dipengaruhi oleh faktor varietas jagung. Tabel 4
menunjukkan bahwa varietas jagung yang berbeda akan memberikan jagung
dengan komposisi kimia yang berbeda.
10
Tabel 4. Komposisi kimia jagung varietas unggul nasional
Komposisi Kimia
Varietas
Arjuna Bisma Lamuru Srikandi
Kuning
Srikandi
Putih Sukmaraga
Air (%) 7,73 7,77 7,92 8,09 7,34 7,66
Abu (%bk) 1,23 1,34 1,44 1,43 1,45 1,31
Lemak (%bk) 9,78 9,93 5,68 6,69 6,49 8,39
Protein (%bk) 10,29 9,60 9,11 10,01 10,77 9,93
Serat kasar (%bk) 1,83 1,27 1,64 1,53 0,36 1,81
Karbohidrat (%bk) 76,88 77,86 82,12 80,34 80,94 78,56
Pati (%bk) 54,87 54,17 64,68 60,04 58,59 49,93
Sumber: Permatasari (2007)
C. BERONDONG JAGUNG / POPCORN
Popcorn berasal dari salah satu jenis jagung (Zea mays everta) dimana
kernelnya dapat meletup dan mengembang ketika dipanaskan. Proses
pembuatan popcorn pertama kali ditemukan ribuan tahun lalu oleh penduduk
asli Amerika yang percaya bahwa suara letupan popcorn adalah suara dewa
yang marah yang melarikan diri dari kernel (Smith, 1999).
Di Amerika, popcorn merupakan makanan ringan dengan tingkat
konsumsi terbesar mencapai 16 miliar quarts atau setara dengan empat miliar
kilogram pertahunnya (Smith, 1999). Sedangkan di Indonesia, popcorn
banyak dijual di bioskop – bioskop. Popcorn identik dengan kegiatan
menonton film sehingga terbentuklah budaya popcorn. Hal ini merupakan
dampak dari masuknya budaya barat. Selain di bioskop, popcorn juga banyak
dijual di toko – toko kecil dengan harga yang relatif mahal. Popcorn
menggunakan biji jagung varietas impor maka harganya cenderung mahal.
Endosperma matang terbagi menjadi dua bagian yaitu lapisan lunak (floury
endosperm) dan lapisan keras (horny endosperm). Bagian endosperma yang
lunak mengandung pati yang lebih banyak dan susunan pati tersebut tidak
serapat pada bagian yang keras. Sel endosperma ditutupi oleh granula pati
yang membentuk matriks dengan protein. Lapisan keras mengandung lebih
banyak matriks
pengeringan. Lapisan keras memiliki 1.5% sampai 2 %, kandungan protein
lebih besar dibandingkan lapisan lunak. Pada lapisan terluar endosperma,
tepatnya di bawah aleuron mengandung protein dalam jumlah
28% (Inglett, 1970). Distribusi endosperma pada jagung tipe
mays everta) dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi endosperma pada
Kemampuan pop corn
lemak yang ada pada setiap kernelnya.
13.5 – 14% (BK) untuk dapat membuatnya meletup.
kernel pop corn
corn dipanaskan, air dan minyak mulai mencapai titik didihnya.
terus menerus p
berubah menjadi
pati yang ada di dalam biji akan m
Tekanan dalam kernel akan terus meningkat hingga mencapai titik retak
kulit kernel sekitar 135 psi atau 930 kPa dan suhu
kernel akan menghasilkan pecahan yang rapat yang disebabkan oleh
penurunan tekanan dalam kernel yang mendadak dan pemuaian uap air .
Penurunan tekanan dan pemuaian uap air menyebabkan pati dan protein yang
terkandung dalam endosperma mengembang menyerupai b
mempunyai tekstur yang mengembang dan renyah yang disebabkan oleh
protein daripada lapisan lunak dan tidak rusak selama
pengeringan. Lapisan keras memiliki 1.5% sampai 2 %, kandungan protein
lebih besar dibandingkan lapisan lunak. Pada lapisan terluar endosperma,
tepatnya di bawah aleuron mengandung protein dalam jumlah
28% (Inglett, 1970). Distribusi endosperma pada jagung tipe
dapat dilihat pada Gambar 6.
Keterangan :
Gambar 6. Distribusi endosperma pada Zea mays everta
(www.ontariocorn.org)
pop corn untuk meletup dipengaruhi oleh kandungan air dan
yang ada pada setiap kernelnya. Pop corn membutuhkan air sekitar
14% (BK) untuk dapat membuatnya meletup. Lapisan
cukup kuat dan tidak mudah tertembus oleh
dipanaskan, air dan minyak mulai mencapai titik didihnya.
terus menerus pada suhu 100 0C menyebabkan cairan di dalam biji akan
berubah menjadi superheated pressurized steam. Dalam kondisi bersamaan
pati yang ada di dalam biji akan mengental, melembut, dan melunak.
Tekanan dalam kernel akan terus meningkat hingga mencapai titik retak
kulit kernel sekitar 135 psi atau 930 kPa dan suhu 175 0C
ernel akan menghasilkan pecahan yang rapat yang disebabkan oleh
penurunan tekanan dalam kernel yang mendadak dan pemuaian uap air .
Penurunan tekanan dan pemuaian uap air menyebabkan pati dan protein yang
terkandung dalam endosperma mengembang menyerupai b
mempunyai tekstur yang mengembang dan renyah yang disebabkan oleh
11
protein daripada lapisan lunak dan tidak rusak selama
pengeringan. Lapisan keras memiliki 1.5% sampai 2 %, kandungan protein
lebih besar dibandingkan lapisan lunak. Pada lapisan terluar endosperma,
tepatnya di bawah aleuron mengandung protein dalam jumlah besar sekitar
28% (Inglett, 1970). Distribusi endosperma pada jagung tipe pop corn (Zea
mays everta
untuk meletup dipengaruhi oleh kandungan air dan
membutuhkan air sekitar
Lapisan paling luar
oleh air. Ketika pop
dipanaskan, air dan minyak mulai mencapai titik didihnya. Pemanasan
cairan di dalam biji akan
. Dalam kondisi bersamaan
melunak.
Tekanan dalam kernel akan terus meningkat hingga mencapai titik retak
C. Lapisan kulit
ernel akan menghasilkan pecahan yang rapat yang disebabkan oleh
penurunan tekanan dalam kernel yang mendadak dan pemuaian uap air .
Penurunan tekanan dan pemuaian uap air menyebabkan pati dan protein yang
terkandung dalam endosperma mengembang menyerupai busa. Popcorn
mempunyai tekstur yang mengembang dan renyah yang disebabkan oleh
12
kandungan pati dan proteinnya (Woodside, 1980). Berbagai macam bentuk
popcorn dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Bentuk popcorn
(http://id.wikipedia.org/wiki/Popcorn)
Popcorn varietas impor dapat mengembang hingga 40 sampai 50 kali dari
ukuran semula (Woodside, 1980). Sedangkan berdasarkan penelitian yang
berjudul Evaluasi Sifat Fisika Kimia Berondong dari Beberapa Varietas dan
dilakukan oleh Burlis Han pada tahun 2008 menyatakan bahwa
pengembangan volume paling tinggi dari jagung pop corn varietas lokal yaitu
16,835 kali dan rendemen sekitar 82,58%. Perubahan bentuk dan perbedaan
ukuran popcorn dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Perubahan bentuk dan perbedaan ukuran popcorn
(http://id.wikipedia.org/wiki/Popcorn)
Popcorn adalah makanan ringan yang memiliki kandungan nutrisi yang
baik. Satu cup popcorn mengandung 31 kalori, satu gram protein, enam gram
karbohidrat, dan satu gram serat. National Cancer Institute (NCI), the
American Dental Association (ADA) dan the American Dietetic Association
(ADA) menyatakan bahwa popcorn sangat cocok dijadikan makanan ringan
yang menyehatkan dan baik untuk program diet. Hal ini dikarenakan popcorn
mengandung serat yang diperlukan tubuh sehari – hari dalam program diet.
13
Selain itu, kandungan kalori popcorn rendah yaitu 31 sampai 55 kalori untuk
yang tidak ditambahkan mentega dan 133 kalori untuk yang ditambahkan
mentega. Popcorn tidak mengandung zat aditif dan bebas gula.
D. PENGERINGAN ALAMI / PENJEMURAN
Dalam sektor pertanian, pengeringan yang umum digunakan adalah
pengeringan tenaga surya. Uap air yang terjadi dipindahkan dari tempat
pengeringan melalui aliran udara. Proses aliran udara ini terjadi karena terdapat
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan udara ini dapat terjadi secara konveksi
bebas maupun konveksi paksa. Konveksi bebas berarti terjadi tanpa bantuan
luar melalui pengaliran udara yang bergantung pada perbedaan tekanan. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan densitas udara, sedangkan pada konveksi secara
paksa digunakan kipas untuk memaksa gerakan udara.
Effendi (1980) berpendapat pengeringan dengan panas matahari
merupakan cara yang terbaik, karena dengan penurunan kadar air secara
berangsur – angsur tidak menurunkan kualitas biji. Hal ini terutama terlihat
pada warna biji, dimana pengeringan dengan sinar matahari membuat warna
biji tidak berubah (mengkilat). Sedangkan dengan mesin pengering pada suhu
pengeringan 38 – 43 0C membuat warna biji memudar. Namun dengan proses
pengeringan yang tepat, pengeringan secara mekanis juga dapat menurunkan
kadar air secara perlahan – lahan sehingga kualitas biji tetap baik. Pengeringan
dilakukan untuk menurunkan kadar air biji sampai 12 – 14%.
Pengeringan dengan panas matahari mempunyai kelemahan yaitu sangat
bergantung dengan cuaca sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama dan
jagung banyak yang kotor. Pengeringan dengan panas buatan banyak
diaplikasikan di daerah-daerah yang kurang mendapatkan panas matahari atau
daerah yang mempunyai curah hujan tinggi. Selain itu pengeringan dengan
cara diangin-anginkan dilakukan dengan meletakkan bahan di atas alas jemur
akantetapi tidak dalam keadaan matahari terik.
E. Glass Transition
Karakteristik transisi gelas yang dihubungkan dengan perilaku air dalam
bahan pangan mulai mendapat perhatian pada tahun 1987 setelah Henry
Levine dan Louis Slade mengemukakan teori dinamika air yang dilihat dari
kacamata ilmu polimer melalui pendekatan parameter transisi gelas.
1. Pengertian
Fase secara umum telah dikenal terdiri dari tiga jenis yaitu padat, cair dan
gas. Titik peralihan ketiga fase tersebut dikenal dengan istilah titik kritis.
Gambar 9 adalah diagram fase air dengan titik kritis pada tekanan 612 Pa
dan suhu 273 0K (0.01
Transisi gelas adalah fenomena perubahan fase suatu bahan diantara fase
cair dan padat. Konsep ini telah lama dikenal di dunia polimer dan pada
tahun – tahun terakhir ini fenomena tersebut
pangan untuk memprediksi sifat mekanis dan stabilitas bahan pangan.
Transisi gelas biasanya dikaitkan dengan air di dalam sistem.
Berdasarkan respon terhadap panas, polimer dibedakan menjadi amorf
dan kristalin. Perbedaan antara p
pola transisi termodinamis pada Gambar
transisi ordo satu yaitu pada suhu tertentu terjadi transfer panas antara
sistem dengan lingkungan dan bahan mengalami perubahan volume sec
mendadak dengan suhu yang tetap. Kondisi tersebut dinamakan titik leleh
(melting point
suatu transisi dimana tidak terjadi
Glass Transition (Transisi Gelas)
Karakteristik transisi gelas yang dihubungkan dengan perilaku air dalam
bahan pangan mulai mendapat perhatian pada tahun 1987 setelah Henry
Levine dan Louis Slade mengemukakan teori dinamika air yang dilihat dari
kacamata ilmu polimer melalui pendekatan parameter transisi gelas.
Fase secara umum telah dikenal terdiri dari tiga jenis yaitu padat, cair dan
gas. Titik peralihan ketiga fase tersebut dikenal dengan istilah titik kritis.
adalah diagram fase air dengan titik kritis pada tekanan 612 Pa
K (0.01 0C) (Chaplin, 2002).
Gambar 9. Diagram fase air (Chaplin, 2002)
Transisi gelas adalah fenomena perubahan fase suatu bahan diantara fase
cair dan padat. Konsep ini telah lama dikenal di dunia polimer dan pada
tahun terakhir ini fenomena tersebut diaplikasikan pada bahan
pangan untuk memprediksi sifat mekanis dan stabilitas bahan pangan.
Transisi gelas biasanya dikaitkan dengan air di dalam sistem.
Berdasarkan respon terhadap panas, polimer dibedakan menjadi amorf
dan kristalin. Perbedaan antara polimer amorf dan kristalin dapat dilihat dari
pola transisi termodinamis pada Gambar 10. Polimer kristalin mengalami
transisi ordo satu yaitu pada suhu tertentu terjadi transfer panas antara
sistem dengan lingkungan dan bahan mengalami perubahan volume sec
mendadak dengan suhu yang tetap. Kondisi tersebut dinamakan titik leleh
melting point = Tm). Polimer amorf mengalami transisi ordo dua yaitu
suatu transisi dimana tidak terjadi transfer panas tetapi terjadi perubahan
14
Karakteristik transisi gelas yang dihubungkan dengan perilaku air dalam
bahan pangan mulai mendapat perhatian pada tahun 1987 setelah Henry
Levine dan Louis Slade mengemukakan teori dinamika air yang dilihat dari
kacamata ilmu polimer melalui pendekatan parameter transisi gelas.
Fase secara umum telah dikenal terdiri dari tiga jenis yaitu padat, cair dan
gas. Titik peralihan ketiga fase tersebut dikenal dengan istilah titik kritis.
adalah diagram fase air dengan titik kritis pada tekanan 612 Pa
Gambar 9. Diagram fase air (Chaplin, 2002)
Transisi gelas adalah fenomena perubahan fase suatu bahan diantara fase
cair dan padat. Konsep ini telah lama dikenal di dunia polimer dan pada
diaplikasikan pada bahan
pangan untuk memprediksi sifat mekanis dan stabilitas bahan pangan.
Transisi gelas biasanya dikaitkan dengan air di dalam sistem.
Berdasarkan respon terhadap panas, polimer dibedakan menjadi amorf
olimer amorf dan kristalin dapat dilihat dari
. Polimer kristalin mengalami
transisi ordo satu yaitu pada suhu tertentu terjadi transfer panas antara
sistem dengan lingkungan dan bahan mengalami perubahan volume secara
mendadak dengan suhu yang tetap. Kondisi tersebut dinamakan titik leleh
= Tm). Polimer amorf mengalami transisi ordo dua yaitu
transfer panas tetapi terjadi perubahan
15
kapasitas panas. Suhu dimana terjadi transisi tersebut dinamakan suhu
transisi gelas (Tg) (Duxbury, 2004).
Gambar 10. Hubungan antara suhu dengan volume spesifik pada bahan
amorf dan kristalin (Kumar dan Gupta, 1998)
Menurut Kumar dan Gupta (1998), polimer amorf pada suhu rendah
(dibawah suhu transisi gelasnya) merupakan material yang keras seperti
gelas dan ketika dipanaskan akan membentuk cairan yang kental atau
viscous dan rubbery (seperti karet) sebelum bahan mencair. Suhu dimana
polimer keras seperti gelas tersebut menjadi material seperti karet disebut
suhu transisi gelas. Karakteristik ini tidak teramati pada senyawa dengan
berat molekul rendah seperti air dan etanol karena langsung transisi terjadi
dari keadaan padatan menjadi cair dan tidak melalui fase rubber.
2. Hubungan Antara Air dengan Suhu Transisi Gelas Dalam Bahan
Pangan
Adanya air dalam bahan pangan menyebabkan terjadinya perubahan
tekstur menjadi lebih plastis. Hal tersebut berhubungan dengan terjadinya
perubahan fase dari gelas menjadi fase rubber. Efek plastisasi yang
disebabkan oleh bertambahnya kandungan air bahan secara langsung
menurunkan nilai Tg. Semakin tinggi kadar air di dalam bahan pangan maka
suhu transisi gelas semakin menurun, contohnya pada komponen gluten,
lignin dan pati yang dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Pengaruh kadar air terhadap suhu transisi gelas gluten,
lignin dan pati gandum (Chirife dan Buera, 1994)
3. Pengaruh Transisi Gelas Terhadap Sifat Fisik
Perubahan kondisi bahan amorf dari gelas menjadi
berhubungan dengan terjadinya transformasi struktural. Bahan dalam
keadaan rubbery
mengalir. Transformasi struktural pada bahan yang terjadi pada s
melewati suhu transisi gelasnya meliputi penurunan kerenyahan dan
kekerasan, terjadinya pengempalan (
kristalisasi. Hal ini sering terjadi pada penyimpanan produk pangan.
Kerenyahan bahan pangan berkadar air rendah ak
plastisasi struktur fisik akibat adanya air. Hilangnya kerenyahan selama
penyimpanan terjadi ketika kadar air kritis terlewati dan menurunkan Tg
bahan sampai dibawah suhu penyimpanan (suhu kamar). Nelson dan Labuza
(1993) yang dikut
memiliki tekstur yang renyah dalam keadaan gelas, tetapi adanya plastisasi
akibat peningkatan kadar air atau penurunan Tg meyebabkan terjadinya
perubahan keadaan material menjadi seperti karet atau
produk menjadi lembek (
Gambar 11. Pengaruh kadar air terhadap suhu transisi gelas gluten,
lignin dan pati gandum (Chirife dan Buera, 1994)
3. Pengaruh Transisi Gelas Terhadap Sifat Fisik
Perubahan kondisi bahan amorf dari gelas menjadi
berhubungan dengan terjadinya transformasi struktural. Bahan dalam
rubbery bersifat viskoelastis dan memiliki kemampuan untuk
mengalir. Transformasi struktural pada bahan yang terjadi pada s
melewati suhu transisi gelasnya meliputi penurunan kerenyahan dan
kekerasan, terjadinya pengempalan (caking), kelengketan (
kristalisasi. Hal ini sering terjadi pada penyimpanan produk pangan.
Kerenyahan bahan pangan berkadar air rendah akan hilang karena adanya
plastisasi struktur fisik akibat adanya air. Hilangnya kerenyahan selama
penyimpanan terjadi ketika kadar air kritis terlewati dan menurunkan Tg
bahan sampai dibawah suhu penyimpanan (suhu kamar). Nelson dan Labuza
(1993) yang dikutip oleh Ross (1995) menyatakan bahwa sereal kering
memiliki tekstur yang renyah dalam keadaan gelas, tetapi adanya plastisasi
akibat peningkatan kadar air atau penurunan Tg meyebabkan terjadinya
perubahan keadaan material menjadi seperti karet atau rubbery
produk menjadi lembek (sogginess).
16
Gambar 11. Pengaruh kadar air terhadap suhu transisi gelas gluten,
lignin dan pati gandum (Chirife dan Buera, 1994)
Perubahan kondisi bahan amorf dari gelas menjadi rubberry
berhubungan dengan terjadinya transformasi struktural. Bahan dalam
bersifat viskoelastis dan memiliki kemampuan untuk
mengalir. Transformasi struktural pada bahan yang terjadi pada saat
melewati suhu transisi gelasnya meliputi penurunan kerenyahan dan
), kelengketan (sticking) dan
kristalisasi. Hal ini sering terjadi pada penyimpanan produk pangan.
an hilang karena adanya
plastisasi struktur fisik akibat adanya air. Hilangnya kerenyahan selama
penyimpanan terjadi ketika kadar air kritis terlewati dan menurunkan Tg
bahan sampai dibawah suhu penyimpanan (suhu kamar). Nelson dan Labuza
ip oleh Ross (1995) menyatakan bahwa sereal kering
memiliki tekstur yang renyah dalam keadaan gelas, tetapi adanya plastisasi
akibat peningkatan kadar air atau penurunan Tg meyebabkan terjadinya
rubbery sehingga
17
Perubahan kondisi bahan amorf dari gelas menjadi rubbery menginduksi
terjadinya pengempalan dan kelengketan. Pengempalan terjadi ketika
partikel bubuk amorf mengalami plastisasi (penurunan Tg) yang
menyebabkan peningkatan mobilitas zat terlarut dan mampu membentuk
jembatan antar partikel yang cukup kuat sehingga mengakibatkan terjadinya
kelengketan. Bahan yang berada dalam keadaan gelas memiliki viskositas
sangat tinggi, dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membentuk
jembatan antar partikel. Adanya penurunan viskositas yang dramatis pada
daerah transisi gelas menyebabkan pembentukan jembatan antar partikel
terjadi dalam waktu singkat dan menyebabkan kelengketan atau
pengempalan (Ross et al, 1996).
F. PUFFING
1. Pengertian
Puffing merupakan salah satu proses pengolahan bahan pangan dimana
bahan pangan tersebut mengalami pengembangan atau ekspansi volume
sebagai akibat pengaruh perlakuan suhu dan tekanan sehingga
mengakibatkan terjadinya proses perubahan pada struktur bahan tersebut.
Salah satu produk puffing adalah breakfast cereal atau ready to eat
cereal. Produk yang sudah populer di daerah Jawa Barat dan juga banyak
dijual di Supermarket adalah puffed jagung atau popcorn dan puffed beras
yang produknya dikenal dengan nama jipang. Teknologi puffing serelia
telah dikembangkan oleh A.P. Anderson pada awal tahun 1900. Menurut
Matz (1959), proses puffing dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu:
1. Atmospheric pressure procedures. Cara ini bertumpu pada aplikasi
panas yang tinggi dan mendadak untuk memperoleh penguapan air
yang cepat.
2. Pressure drop processes. Cara ini menyangkut perubahan tekanan dari
partikel basah yang telah sangat panas ke ruang pada tekanan yang
lebih rendah seperti yang terjadi pada proses ekstrusi pangan. Dalam
kasus ini penurunan tekanan dapat dicapai dengan melepaskan tutup
egel pada vessel yang berisi produk yang telah disetimbangkan dengan
18
uap bersuhu tinggi atau dapat juga dilakukan dengan memindahkan
material panas yang berada dalam ruang bertekanan.
2. Prinsip Teknik Puffing
Fenomena puffing merupakan hasil dari ekspansi yang tiba – tiba dari
uap air dalam celah – celah suatu granula. Berdasarkan cara pembuatanya,
puffed serelia dapat dibuat dengan tiga cara, yaitu menggunakan puffing
gun, oven dan ekstruksi (Matz, 1959; Maxwell dan Holahan, 1974). Pada
cara Anderson, umumnya biji – biji dimasak tanpa penambahan bahan
lainnya, kemudian diatur pada kadar air yang tepat dan ditutup rapat dalam
puffing gun.
Puffing gun terdiri dari sebuah silinder horisontal yang diputar pada
sumbunya, pembakar gas atau pemanas lainnya yang diletakkan untuk
memanaskan bagian luar silinder dan alat – alat pembuka silinder serta alat
–alat untuk memasukkan dan mengeluarkan bahan/produk. Massa biji –
bijian yang jatuh berserakan dalam silinder yang berputar menjadi panas
dalam beberapa menit dan didesak oleh udara panas dan uap air bahan. Bila
tekanan yang diharapkan telah tercapai (pada kisaran 90 – 250 psi), tutup
dibuka dan isinya akan meledak dengan bunyi nyaring dan butir serelia akan
terekspansi oleh penguapan air internal yang tiba – tiba.
Kondisi yang tepat dari tahap – tahap puffing mempunyai pengaruh
penting pada rasa dan stabilitas produk. Waktu pembakaran harus dikontrol
dalam selang beberapa detik untuk menghindari kurangnya ekspansi
maupun terjadinya kegosongan produk (Maxwell dan Holahan, 1974).
Produk puffing harus dipertahankan pada kadar air sekitar 3% atau kurang
untuk memperoleh suatu kerenyahan yang diinginkan.
3. Kualitas Produk Puffing
Kualitas atau mutu diartikan sebagai kumpulan kriteria dari suatu
produk yang mempengaruhi penerimaan produk oleh konsumen. Mutu
dinilai dengan parameter – parameter baik terhadap sifat yang dapat dilihat,
misalnya keutuhan, keseragaman hasil, daya kembang, dan sifat – sifat yang
tersembunyi seperti nilai gizi dan rasa (Sofiah, 1991).
19
Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap
produk puffing adalah kerenyahan/tekstur produk puffing.
Kerenyahan/tekstur produk puffing berkorelasi terhadap volume
pengembangan (volume ekspansi) produk puffing (Muliawan, 1991;
Jugenheimer, 1976).
4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Volume Pengembangan dan
Kerenyahan Produk Puffing (Popcorn)
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi volume pengembangan
dan kerenyahan produk puffing yaitu komposisi pati, gelatinisasi pati, kadar
air, dan suhu awal proses puffing (Jugenheimer, 1976).
a. Komposisi Pati
Endosperma biji jagung terbagi menjadi dua bagian yaitu lapisan
lunak (floury endosperm) yang mengandung pati lunak dan lapisan
keras (horny endosperm) yang mengandung pati keras. Sel endosperma
ditutupi oleh granula pati yang membentuk matriks dengan protein.
Lapisan keras memiliki kandungan protein 1,5% sampai 2 % lebih
besar dibandingkan lapisan lunak dan tidak rusak selama pengeringan
(Inglett, 1970).
Dalam hubungannya dengan fenomena puffing pada jagung,
Weatherwax sebagaimana yang dikutip oleh Jugenheimer (1976)
mengatakan bahwa kemampuan untuk mengembang ditentukan oleh
proporsi relatif dari vitreous endospremnya. Menurut Jugenheimer
(1976), sifat – sifat puffing kelihatannya mengikuti proporsi dari pati
keras.
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.
Tiap jenis pati mempunyai sifat yang berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh
panjang rantai karbonnya dan perbandingan antara molekul yang lurus
dan bercabang. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama,
yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara seperti lipid dan protein.
Umumnya pati mengandung 15-30% amilosa, 70-85% amilopektin, dan
5-10% bahan antara. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji –
20
bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibanding pati batang
dan pati umbi (Greenwood, 1976).
b. Pengembangan Granula dan Gelatinisasi Pati
Pati bersifat tidak larut dalam air dingin, tetapi bila dibasahkan atau
dibiarkan dalam keadaan lembab granula akan menyerap air dan
membengkak. Pembengkakan ini bersifat dapat kembali kepada kondisi
semula (reversible) (Wurzburg, 1968). Meyer (1973) menyatakan
bahwa granula pati dapat menyerap air dingin 20 – 25 persen dari
beratnya. Sedangkan apabila suhu air 650C granula mengembang dan
menyerap air 300 – 2500 persen, pengembangan ini bersifat
irreversible. Struktur molekul granula pati dapat dilihat pada Gambar
12.
Gambar 12. Struktur molekul granula pati
Pada suhu yang lebih tinggi, granula akan mengalami penguraian
karena panas. Karakteristik pengembangan dapat berubah tergantung
pada intensitas pengeringan. Adanya permukaan yang keras (case
hardening) akibat pengeringan cepat dengan suhu tinggi menyebabkan
pati sukar menyerap air (Collison, 1968).
Bila suspensi pati dipanaskan sampai suhu dimana ikatan hidrogen
menjadi cukup lemah sehingga air dapat diabsorpsi oleh granula, maka
granula akan mengembang dan pada saat yang sama granula akan
kehilangan sifat birefringentnya. Proses ini dikenal sebagai gelatinisasi,
dimana kerusakan pada granula bersifat irreversible dan suhu pada saat
pati kehilangan sifat birefringentnya disebut sebagai suhu gelatinisasi
(Glicksman, 1969; Banks et al, 1973; Greenwood, 1976; Smith, 1982).
21
Pembengkakan pati menyebabkan masing – masing granula akan
saling bergesekan satu sama lain sehingga meningkatkan viskositas
pasta pati. Pembengkakan akan berlanjut dengan naiknya suhu sampai
daya kohesi di dalam struktur granula menjadi sangat lemah, dan
akhirnya granula akan pecah serta pasta pati menjadi menurun kembali
viskositasnya dengan hilangnya integritas granula. (Banks et al, 1973;
Greenwood, 1976)
Gelatinisasi dimulai dari daerah amorphous, dimana ikatan
hidrogennya lebih lemah. Derajat asosiasi (kekuatan ikatan hidrogen)
pada daerah ini berbeda untuk setiap jenis pati sehingga masing –
masing pati akan tergelatinisasi pada suhu yang berbeda – beda
(Glicksman, 1969). Pati dengan kandungan amilosa tinggi mempunyai
kekuatan ikatan hidrogen yang lebih besar karena jumlah polimer
berantai lurus yang besar di dalam granula, sehingga membutuhkan
energi yang lebih besar untuk tergelatinisasi (Smith, 1982). Selain itu,
gelatinisasi juga dipengaruhi oleh ukuran granula pati. Granula pati
yang berukuran kecil lebih tahan terhadap gelatinisasi dibandingkan
dengan granula berukuran besar (Banks dan Greenwood, 1973).
Peningkatan kandungan amilosa menyebabkan daya tahan molekul
di dalam granula cenderung meningkat. Hal ini dapat dilihat pada waxy
maize yang mengandung amilopektin tinggi mengembang lebih besar
sedangkan pati yang mengandung amilosa tinggi tidak menunjukkan
adanya pengembangan granula pada semua suhu. Dengan lemahnya
gaya intermolekuler di dalam granula pati waxy maize, maka granula
akan lebih mudah pecah selama pemanasan dan memberikan struktur
pasta yang lemah.
c. Kadar Air Bahan
Pada proses puffing biji jagung ternyata kadar air awal sangat
berpengaruh terhadap volume pengembangan. Biji jagung
membutuhkan air sekitar 13,5 – 14% untuk dapat membuatnya meletup.
Lapisan paling luar biji jagung cukup kuat dan tidak mudah tertembus
22
oleh air. Ketika biji jagung dipanaskan, air dan minyak mulai mencapai
titik didihnya.
Pada suhu 1000C air dan minyak akan melewati titik didihnya yang
menyebabkan cairan di dalam kernel akan berubah menjadi superheated
pressurized steam. Dalam kondisi ini, pati yang ada di dalam kernel
akan mengental, melembut dan melunak. Hasil puffing beberapa serelia
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan hasil puffing beberapa serelia
Komoditi Ekspansi volume Referensi
Gandum 8 – 16 kali Matz, 1959
Jagung (Popcorn) 20 – 30 kali Jugenheimer, 1976
Beras 10 – 15 kali Bhattacharya, 1979
Sorgum 6 – 23 kali Desikachar dan
Chandrashekar, 1982
d. Suhu Awal Proses Puffing
Pengembangan produk puffing juga dipengaruhi oleh suhu awal
proses puffing. Sebagai contoh pembandingnya adalah kerupuk.
Kerupuk adalah jenis makanan kering yang terbuat dari bahan – bahan
yang mengandung pati cukup tinggi (Wiriano, 1984). Berdasarkan
pengamatan sehari – hari pada saat penggorengan kerupuk terlihat
bahwa bila kerupuk digoreng dalam minyak yang kurang panas dalam
jangka waktu yang lama maka akan menghasilkan pengembangan yang
kurang baik.
Sedangkan bila suhu penggorengan yang terlalu panas, walaupun
waktu yang dibutuhkan untuk mengembang lebih cepat akan tetapi
kerupuk goreng akan mudah hangus (Lavlinesia, 1995). Oleh karena
itu, penetapan suhu pada alat puffing untuk proses berlangsungnya
puffing sangat menentukan volume pengembangan biji jagung.
23
G. TEKNOLOGI OVEN GELOMBANG MIKRO
1. Gelombang Mikro
Gelombang mikro adalah suatu bentuk gelombang elektro magnet
sebagaimana cahaya dan bergerak di udara setara dengan kecepatan cahaya
(c = 2.9979 x 108 m/s). Frekuensi gelombang mikro menurut Industrial
Science and Medical Frequence (ISM) berkisar antara 900 MHz dan 2450
MHz + 50 MHz, yang merupakan batas frekuensi yang aman bagi manusia
(Copson, D.A., 1975). Frekuensi 2450 MHz secara umum digunakan secara
luas di seluruh dunia, di Amerika digunakan pula frekuensi 896 MHz.
Panjang gelombang dari frekuensi – frekuensi tersebut masing – masing
12.24 cm, 32.77 cm dan 33.46 cm.
Gelombang mikro ini banyak diaplikasikan sebagai radio komunikasi,
radar dan pemanas serta banyak digunakan pada industri makanan.
Gelombang mikro adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 300
MHz – 300 GHz. Skala frekuensi radiasi elektromagnetik termasuk pada
kisaran gelombang radio dan inframerah. Kecepatan rambatnya berkisar
antara 300 juta sampai 300 milyar perdetik (Buffler, 1993).
Gelombang mikro memiliki radiasi 2450 MHz dan bersifat non-
ionizing. Dengan intensitas cukup akan menyebabkan molekul di dalam
untuk bergetar, dengan demikian menyebabkan friksi, yang mana
menghasilkan panas yang memasak makanan. Oleh karena frekuensi yang
lebih rendah dan hemat energi, radiasi ini tidak memiliki kemampuan
kumulatif dan daya rusak yang sama seperti radiasi pengion.
2. Oven Gelombang Mikro (Microwave Oven)
Microwave oven merupakan salah satu piranti dalam proses
pengolahan pangan. Menurut Gallawa (2007), oven gelombang mikro
pertama kali ditemukan pada tahun 1964 oleh Dr. Percy L. Spencer
bekerjasama dengan Raytheon Corporation ketika mereka melakukan
penelitian yang berhubungan dengan radar. Oven ini merupakan alat
pemasak dengan menggunakan gelombang mikro yang dapat memanaskan
produk dalam waktu singkat dan sangat efisien karena hanya memanaskan
produk dan tidak memanaskan yang lain. Hal ini karena gelombang mikro
24
tidak diserap oleh plastik, gelas dan keramik akantetapi diserap oleh air dan
logam. Oleh karena itu bahan dari logam tidak diperkenankan digunakan
untuk oven ini.
Gambar 13. Perangkat sistem gelombang mikro (Jones dan Rowley,1996)
Menurut Jones dan Rowley (1996), bagian dalam microwave terdiri
dari magnetron (tuba daya), komponen trial dikombinasikan dengan tombol
kontrol yang mengatur periode maupun lamanya kerja magnetron. Daya
berasal dari energi listrik melewati jalur sekering menuju microwave. Untuk
mencegah pemantulan energi dari ruang microwave ke magnetron yang
akan menimbulkan kerusakan maka dipasang sirkulator dan sebuah alat
penyetel (tunning device) yang ditempatkan antara pengarah gelombang
(wave guide) dan rongga microwave. Hal ini untuk meminimalkan energi
yang dipantulkan dan memastikan bahwa sistem tersebut bekerja dengan
efisiensi tinggi. Gelombang yang digunakan adalah gelombang
elektromagnetik dengan frekuensi 2500 MHz (2,5 GHz). Pada selang ini
gelombang tidak bisa diserap oleh plastik, gelas dan keramik.
Sumber tenaga bagi microwave oven adalah magnetron. Pada frekuensi
2450 MHz, magnetron dapat menghasilkan daya antara 500- 2000 W,
bahkan dapat mencapai tingkat maksimum 6 – 10 kW. Magnetron
membangkitkan unit antena yang kemudian akan meneruskan tenaga unit
sistem yang lain (Gallawa, 2007). Bentuk oven gelombang mikro dapat
dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Oven gelombang mikro tipe EM
Keterangan :
1. Ruang untuk memasak
2. Jendela untuk memeriksa bahan saat oven sedang bekerja
3. Pintu oven, pintu harus ditutup rapat saat oven bekerja
4. Kait pengunci
5. Panel kontrol
6. Poros penggerak tadah putar
7. Poros gerak dan tadah putar (
meletakkan bahan yan
8. Penyangga tadah putar
9. Lubang uap air
10. Kertas pembungkus biji jagung
3. Prinsip Pemanasan Oven Gelombang Mikro
Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui
dari dua mekanisme, yaitu rotasi dua kutub (dipolar) dan konduksi i
Sehingga hanya dua kutub dan molekul ionik yang dapat berinteraksi
dengan gelombang mikro dan menghasilkan panas.
Rotasi dua kutub terjadi apabila molekul yang mempunyai struktur
dua kutub ditempatkan dalam medan osilasi listrik. Molekul tersebut aka
mendapat energi rotasional sesuai dengan arah medan. Ketika medan
tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai dengan arah medan
awal. Ketika medan dibalikkan maka molekul akan berputar terbalik dan
menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan molek
Energi tumbukkan ini akan menimbulkan peningkatan temperatur molekul.
Gambar 14. Oven gelombang mikro tipe EM-S1563 dan perlengkapannya
Ruang untuk memasak
untuk memeriksa bahan saat oven sedang bekerja
Pintu oven, pintu harus ditutup rapat saat oven bekerja
Kait pengunci
Poros penggerak tadah putar
Poros gerak dan tadah putar (turn table) terbuat dari kaca tahan panas untuk
meletakkan bahan yang akan dimasak
Penyangga tadah putar
Lubang uap air
Kertas pembungkus biji jagung
3. Prinsip Pemanasan Oven Gelombang Mikro
Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui
dari dua mekanisme, yaitu rotasi dua kutub (dipolar) dan konduksi i
Sehingga hanya dua kutub dan molekul ionik yang dapat berinteraksi
dengan gelombang mikro dan menghasilkan panas.
Rotasi dua kutub terjadi apabila molekul yang mempunyai struktur
dua kutub ditempatkan dalam medan osilasi listrik. Molekul tersebut aka
mendapat energi rotasional sesuai dengan arah medan. Ketika medan
tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai dengan arah medan
awal. Ketika medan dibalikkan maka molekul akan berputar terbalik dan
menimbulkan tumbukan lebih lanjut dengan molekul yang ada di sekitarnya.
Energi tumbukkan ini akan menimbulkan peningkatan temperatur molekul.
25
S1563 dan perlengkapannya
) terbuat dari kaca tahan panas untuk
Perubahan energi gelombang mikro menjadi panas dapat diketahui
dari dua mekanisme, yaitu rotasi dua kutub (dipolar) dan konduksi ionik.
Sehingga hanya dua kutub dan molekul ionik yang dapat berinteraksi
Rotasi dua kutub terjadi apabila molekul yang mempunyai struktur
dua kutub ditempatkan dalam medan osilasi listrik. Molekul tersebut akan
mendapat energi rotasional sesuai dengan arah medan. Ketika medan
tersebut dipasang, seluruh molekul akan berada sesuai dengan arah medan
awal. Ketika medan dibalikkan maka molekul akan berputar terbalik dan
ul yang ada di sekitarnya.
Energi tumbukkan ini akan menimbulkan peningkatan temperatur molekul.
26
Adapun pada konduksi ionik, pemanasan biji jagung adalah energi
dari medan listrik ke agitasi partikel. Energi oksilasi medan listrik yang
dihasilkan akan menyebabkan agitasi partikel, yang mengakibatkan suhu
partikel naik dan menyebabkan partikel berinteraksi dengan partikel di
sekitarnya sehingga partikel tersebut mengalami kenaikan suhu (Buffler,
1993).
Gambar 15. Mekanisme interaksi gelombang mikro. (A) Interaksi ionik,
(B) Interaksi Bipolar (Buffler, 1993)
Energi panas yang dihasilkan relatif tinggi, molekul - molekul air pada
bahan makanan dapat berfungsi sebagai penyerap energi dan energi yang
dihasilkan lebih efektif. Pemanasan dengan microwave merupakan akibat
dari interaksi kimia kandungan biji jagung dengan medan elektromagnetik.
Pada saat gelombang mengenai biji jagung akan terjadi satu atau tiga
kemungkinan yaitu: energi diserap, energi yang dipantulkan, dan energi
yang tidak dipantulkan.
Oven gelombang mikro juga sangat dipengaruhi oleh ketebalan bahan
yang dipanaskan. Ketebalan ini berhubungan dengan besarnya daya tembus
gelombang mikro yang mengakibatkan daya tembusnya tidak merata di
setiap titik ketebalan bahan, sehingga pemanasan pun tidak sama antara titik
bahan. Jumlah sampel akan sangat berpengaruh, semakin besar sampel yang
dipanaskan oleh oven gelombang mikro maka semakin besar pula daya dan
waktu yang dibutuhkan.