II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan,...

19
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Kayu dan Mainan Anak-anak 2.1.1. Limbah Kayu Limbah kayu dapat diartikan sebagai kayu yang tidak dimanfaatkan lagi, sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi (Darusman, 1998), biasanya terjadi di areal eksploitasi dan di lokasi industri. Kayu-kayu bekas (limbah) yang berserakan di pabrik pengolahan kayu dan furniture dibuang dan dibakar begitu saja, yang bakhan dapat menimbulkan polusi. Selanjutnya hasil penelitian Darusman (1998), memperlihatkan bahwa limbah industri dengan angka rendemen di suatu kilang penggergajian di Kalimantan Timur sebesar 58 % atau limbah 42 %, sebagian besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk gergajian. Limbah kayu atau kayu-kayu bekas yang berserakan di pabrik pengolahan kayu dan furniture yang biasanya dibuang dan dibakar begitu saja, sehingga menimbulkan polusi, dapat digunakan untuk menghasilkan produk-produk bermanfaat, baik masih dalam wujud kayu maupun non-kayu seperti : papan balok partikel, papan serat, papan wol, gagang sapu, mainan anak-anak yang yang memiliki unsur pendidikan dan sebagainya. Pemanfaatan limbah kayu berarti membuka kesempatan pada industri pengolahan yang dapat memberi dampak ganda manfaat keuntungan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat. Di Pulau Jawa pemanfaatan limbah kayu jauh lebih besar dari pada luar Jawa, karena di Pulau Jawa, bahan baku kayu semakin langkah, dan akibatnya pemanfaatan limbah kayu menjadi penting (Departemen Kehutanan, 2008). Di provinsi Jawa Barat pemanfaatan kayu limbah dari industri pengergajian, meubel, dan furniture dimanfaatkan untuk membuat aneka mainan anak-anak. PT. STB merupakan salah satu perusahaan di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan limbah industri penggergajian, industri meubel dan industri furniture lainnya menjadi bahan baku produk mainan anak-anak. 2.1.2. Mainan Anak-anak Mainan anak-anak yang terbuat dari kayu (for wooden toys) merupakan salah satu core business (usaha utama) industri mainan anak-anak termasuk PT. STB

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan,...

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Kayu dan Mainan Anak-anak

2.1.1. Limbah Kayu

Limbah kayu dapat diartikan sebagai kayu yang tidak dimanfaatkan lagi,

sehingga tidak mempunyai nilai ekonomi (Darusman, 1998), biasanya terjadi di

areal eksploitasi dan di lokasi industri. Kayu-kayu bekas (limbah) yang berserakan

di pabrik pengolahan kayu dan furniture dibuang dan dibakar begitu saja, yang

bakhan dapat menimbulkan polusi. Selanjutnya hasil penelitian Darusman (1998),

memperlihatkan bahwa limbah industri dengan angka rendemen di suatu kilang

penggergajian di Kalimantan Timur sebesar 58 % atau limbah 42 %, sebagian

besar limbah tersebut terdiri dari bentuk sebetan, potongan ujung dan serbuk

gergajian.

Limbah kayu atau kayu-kayu bekas yang berserakan di pabrik pengolahan

kayu dan furniture yang biasanya dibuang dan dibakar begitu saja, sehingga

menimbulkan polusi, dapat digunakan untuk menghasilkan produk-produk

bermanfaat, baik masih dalam wujud kayu maupun non-kayu seperti : papan balok

partikel, papan serat, papan wol, gagang sapu, mainan anak-anak yang yang

memiliki unsur pendidikan dan sebagainya. Pemanfaatan limbah kayu berarti

membuka kesempatan pada industri pengolahan yang dapat memberi dampak

ganda manfaat keuntungan usaha dan lapangan kerja bagi masyarakat.

Di Pulau Jawa pemanfaatan limbah kayu jauh lebih besar dari pada luar Jawa,

karena di Pulau Jawa, bahan baku kayu semakin langkah, dan akibatnya

pemanfaatan limbah kayu menjadi penting (Departemen Kehutanan, 2008). Di

provinsi Jawa Barat pemanfaatan kayu limbah dari industri pengergajian, meubel,

dan furniture dimanfaatkan untuk membuat aneka mainan anak-anak. PT. STB

merupakan salah satu perusahaan di Kabupaten Bogor yang memanfaatkan limbah

industri penggergajian, industri meubel dan industri furniture lainnya menjadi

bahan baku produk mainan anak-anak.

2.1.2. Mainan Anak-anak

Mainan anak-anak yang terbuat dari kayu (for wooden toys) merupakan salah

satu core business (usaha utama) industri mainan anak-anak termasuk PT. STB

7

karena selain membantu pemerintah dalam penggunaan limbah kayu menjadi

bernilai ekonomis, juga mengandung unsur pendidikan yang dapat membantu

dalam mencerdaskan anak-anak, karena pada tahap pertumbuhan, anak butuh

stimulasi untuk mempercepat dan menguatkan berbagai kemampuan anak, seperti

kemampuan motorik anak, konsentrasi, mengenal bentuk dan warna serta

kreativitas anak.

Banyak cara anak anak bermain, ada yang memilih bermain di mall, di

tempat wisata dan lain sebagainya. Berbeda dengan education toys, merupakan

istilah di mana mainan yang dimainkan anak-anak mengandung suatu unsur

pendidikan, sehingga anak tidak hanya sekedar bermain tetapi secara tidak sengaja

juga mempelajari sesuatu, sehingga dapat dikatakan mereka bermain sambil belajar

(learning by doing).

Salah satu unsur penting dalam produk mainan anak-anak adalah rancangan

atau desain yang menarik bagi anak-anak, murah dan bermutu (tidak mudah rusak).

Namun sampai saat ini aneka ragam produk mainan anak-anak masih sangat

terbatas dan tidak memperhatikan mutu (mudah rusak), rancangan (desain) dan

nilai keunikan atau kekhasan dari mainan tersebut.

Menurut Andri (2000), designer toys adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan mainan yang diproduksi secara terbatas (limited edition) dan

dibuat oleh seniman dan desainer. Designer toys menggunakan beragam material

seperti plastik, kayu dan logam. Pencipta/pembuat dari designer toys biasanya

memiliki latar belakang dalam bidang desain grafis, illustrator, seniman; sebagian

lagi memang dilatih dalam bidang seni dan desain, sementara yang lainnya belajar

dengan otodidak. Designer toys pertama muncul pada 1990-an di Hongkong dan

berkembang pesat hingga sekarang. Designer Toys, atau yang biasa dikenal dengan

istilah urban toys, mulai mewabah di Indonesia dari awal tahun 2000.

Pada umumnya orang tua akan senang membeli mainan bagi anak-anaknya,

namun seringkali orangtua lupa akan aspek pendidikan yang bakal diperoleh si

anak dari mainan tersebut, mereka lupa bahwa mainan bagi anak tidak sekedar

mainan namun berkaitan dengan unsur pendidikan atau edukatif yang dapat

menstimulasi kecerdasan dan konsentrasi anak yang menggunakannya (Hasuki,

2010).

Rancangan disain mainan bagi anak-anak harus disesuaikan dengan umur

anak-anak, misalnya permainan memasang/atau merakit mainan yang didisain

8

terlalu tinggi pada umur anak usia 2 – 6 tahun dapat mengakibatkan anak menjadi

malas menggunakan mainan dimaksud. Lebih lanjut Hurluck (1990),

mengemukakan perancang mainan anak-anak sebaiknya mengerti aspek psikologi,

sehinga produk mainan yang dihasilkan sesuai dengan umur anak.

Hurluch (1990), pada bukunya yang berjudul psikologi perkembangan anak,

menyatakan bahwa anak usia 2 - 6 tahun adalah anak yang baru memasuki dunia

pendidikan. Kondisi psikologis anak usia 2 - 6 tahun cenderung rawan, karena

pada usia ini adalah awal dimulainya tahap pertumbuhan karakter. Anak pada usia

ini mempunyai kecenderungan untuk mengetahui hal-hal baru, senang bermain dan

berimajinasi.

Anak pada usia 2 -6 tahun sangat tertarik pada bentuk dan warna yang cerah

suatu benda. Selain tertarik akan warna yang cerah, anak pada usia ini juga senang

mencoba hal yang baru. Ketertarikan anak pada usia 2 sd 6 tahun akan warna cerah

bersifat murni sebagai rangsangan mata.

Disain mainan anak-anak sebaiknya aman bagi anak-anak, sehingga orangtua

tidak cemas tentang mainan yang dipakai anak-anak mereka. Muliawan (2009),

berpendapat, disain mainan anak-anak sebaiknya memuat kriteria-kriteria tertentu

yang menggabungkan antara psikologi anak dengan umur, misalnya memiliki

bentuk yang tidak mempunyai sisi-sisi tajam, tidak mengandung bahan kimia,

mainan dapat dilepas pasang sesuai keinginan anak, produk harus ringan. Lebih

lanjut Muliawan mengemukakan dalam memilih mainan anak-anak harus

dilibatkan, namun peranan orang tua juga penting dalam memilih mainan.

2.2. Pemasaran

2.2.1. Bauran Pemasaran

Konsep pemasaran berkembang sangat dinamis. Hal ini dapat dimengerti

mengingat setiap karasteristik produk tidak persis sama metode pemasarannya.

Misalnya produk jasa berbeda cara memasarkannya dengan produk pabrikasi

(manufacturing), namun secara umum dapat digunakan konsep pemasaran

marketing mix dari Kotler (2008), meskipun sekarang telah berkembang sangat

pesat sesuai dengan tantangan pemasaran itu sendiri.

Menurut Kotler (2008), aktivitas pemasaran meliputi 4 (empat) aspek yaitu

produk (product), harga (price), tempat/distribusi produk (place), dan promosi

(promotion). Selanjutnya Kotler (2008) menggambarkan bauran pemasaran seperti

pada Gambar 1 dibawah ini.

9

Gambar 1. Empat unsur dalam bauran pemasaran (Kotler, 2008)

Keempat aspek dalam pemasaran ini disebut dengan bauran pemasaran

(marketing mix) yang sering disebut dengan 4P. Bauran pemasaran adalah

seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan

pemasarannya dalam pasar sasaran. Dalam hal ini, analisis pemasaran mainan

anak-anak yang terbuat dari limbah kayu berkaitan dengan keempat unsur bauran

pemasaran tersebut.

a. Produk

Produk merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang

memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Konsumen tidak hanya membeli

fisik dari produk tersebut, tetapi membeli manfaat dan nilai dari produk tersebut.

Menurut Kotler (2008), lima tingkat produk dimulai dari yang paling mendasar,

yaitu :

1) Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau mamfaat dasar yang

sesungguhnya dibeli oleh konsumen.

2) Produk dasar (basic product), penerjemahan manfaat dalam bentuk produk

3) Produk yang diharapkan (expected product), yaitu suatu sel atribut dan

kondisi yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli, ketika membeli

suatu produk.

4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang

ditawarkan melebihi harapan pelanggan

5) Produk potensial (potential product), yaitu cakupan semua potensi

peningkatan dan transformasi suatu produk dimasa yang akan datang.

Dalam pemasaran produk kreatif, termasuk mainan anak-anak, biasanya

dilakukan dengan cara job order, artinya pembeli (buyers) memesan aneka

Bauran Pemasaran

emasaranemasaran

Produk Harga Promosi Tempat

10

ragam produk sesuai dengan keinginan pasar di negaranya, dengan demikian

buyers telah menentukan disain, dan spesifikasi lainnya (ukuran, berat, dll).

Menurut Sulianta (2009), dalam pemasaran produk industri kreatif, seperti ini

peranan pemasaran melalui internet menjadi penting.

b. Harga

Harga merupakan sejumlah uang yang harus dibayar konsumen untuk

produk dan jasa yang ditawarkan produsen. Harga merupakan komponen dalam

bauran pemasaran yang mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Menurut

Kotler (2008), tujuan ditetapkannya harga adalah untuk menetapkan upah dasar

bagi pekerja serta keuntungan yang dicapai suatu perusahaan. Penetapan harga

dapat dilakukan dengan menambah sejumlah keuntungan tertentu terhadap biaya

produksi (mark up on cost). Besar kecilnya keuntungan yang akan ditambahkan

sangat tergantung dari struktur pasar yang menggambarkan kondisi persaingan

dalam suatu industri (Pappas, 1982).

c. Tempat

Cara menyampaikan barang dan jasa kepada konsumen dan diusahakan

pada lokasi strategis. Paling tidak, ada tiga pihak yang terlibat berkaitan dengan

tempat, yaitu penyedia barang/jasa, perantara dan konsumen.

Dalam kenyataanya, di dunia bisnis pengertian tempat (place), jauh lebih

kompleks, menurut Drucker (1998), distribusi barang dan jasa melibatkan

banyak pihak. istilah distribusi (distribution) mengacu pada aktivitas

penempatan (placing) suatu produk agar sampai pada konsumen. Oleh karena

itu, salah satu aspek terpenting dalam analisis distribusi adalah analisis saluran

distribusi. Dalam ilmu pemasaran saluran distribusi (distribution channel) juga

dikenal dengan istilah rantai tata niaga (marketing chain) atau analisis saluran

pemasaran (marketing channel). Pengertian dari saluran distribusi adalah

individu atau suatu struktur unit organisasi (entitas) baik yang berada di dalam

perusahaan maupun di luar perusahaan yang dilalui oleh suatu produk sehingga

produk yang dihasilkan oleh produsen sampai di tangan konsumen. Dengan

saluran distribusi konsumen mengetahui tempat untuk mendapatkan mainan

anak-anak yang diinginkan.

d. Promosi

Promosi sangat penting dalam suatu bisnis baik jasa maupun pabrikasi.

Meskipun cara berpromosi berbeda-beda pada setiap jenis produk, namun secara

11

ringkas promosi dapat diartikan, segala usaha produsen untuk membujuk

konsumen agar membeli barang dan atau jasa produksinya (David, 2006).

Promosi dimaksudkan agar konsumen mengetahui informasi tentang suatu

produk dan pada gilirannya, diharapkan mau membeli produk yang

dipromosikan tersebut. Tentu saja promosi dilakukan melalui alat promosi,

menurut Kotler (2008) ada 5 (lima) alat utama promosi, yaitu iklan, promosi,

hubungan masyarakat, personal selling, dan direct marketing.

1) Iklan

Iklan merupakan semua bentuk penyajian non personal, seperti promosi

ide, promosi produk yang dilakukan oleh sponsor yang dibayar. Tujuan

periklanan untuk mempengaruhi perasaan, pemahaman, kepercayaan, sikap

dan kesan konsumen terhadap suatu produk atau jasa yang ditawarkan

produsen.

2) Promosi Penjualan

Merupakan insentif jangka panjang untuk merangsang pembelian suatu

produk atau jasa melalui alat promosi seperti hadiah, kemasan khusus, atau

contoh produk. Tujuan promosi penjualan adalah untuk meningkatkan

volume pembelian yang lebih besar dan membangun loyalitas pelanggan.

Promosi mempunyai pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan

iklan. Dalam ilmu pemasaran, kegiatan promosi memiliki pengertian yang

sebangun dengan komunikasi pemasaran. Oleh karena itu dasar

pengembangan kegiatan promosi adalah komunikasi. Sama halnya dengan

distribusi pemasaran, konsep promosi sangat cepat berkembang, terutama

dalam era global sekarang ini.

3) Hubungan Masyarakat dan Publisitas

Suatu stimulasi personal terhadap permintaan suatu produk atau jasa

dengan menyediakan berita-berita komersial yang penting mengenai

kebutuhan produk tertentu di suatu media yang disebarkan di radio, atau

panggung yang tidak dibayar oleh sponsor.

4) Personal Selling

Merupakan kegiatan yang melibatkan secara langsung interaksi personal

antara tenaga penjual dengan konsumen potensial. Personal selling

menggunakan banyak tenaga penjual.

12

5) Direct Marketing

Merupakan kegiatan promosi yang menggunakan surat, faksimili, dan

atau penghubung non personal lainnya, untuk berkomunikasi secara langsung

dengan pembeli, sehingga dapat memperoleh tanggapan langsung dari

pembeli tersebut.

2.2. 2 Strategi Pemasaran

David (2007) dan Rangkuti (2008), berpendapat strategi adalah cara untuk

mencapai tujuan. Dalam konteks bisnis, strategi menggambarkan arah bisnis yang

mengikuti lingkungan yang dipilih dan merupakan pedoman untuk mengalokasikan

sumber daya dan usaha suatu organisasi (Tjiptono, 2008). Setiap organisasi

membutuhkan strategi manakala menghadapi situasi ketidakpastian dalam

meningkatkan kekuatan bersaing perusahaan, menghadapi keterbatasan

sumberdaya, membuat keputusan-keputusan antar bagian sepanjang waktu (Jain,

1990 dalam Tjiptono, 2008).

Berdasarkan tipenya, strategi dikelompokkan menjadi 3 tipe yaitu strategi

manajemen, strategi investasi dan strategi pemasaran (Rangkuti, 2008). Dua

variabel yang sangat penting untuk pelaksanaan strategi adalah segmentasi pasar

dan produk, kedua hal tersebut berkontribusi penting bagi strategi pemasaran

(David, 2007). Menurut Rangkuti (2008), segmentasi pasar penting diperhatikan

dalam menyusun suatu strategi pemasaran. Segmentasi pasar merupakan tindakan

mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen secara terpisah.

Selanjutnya Targeting adalah suatu tindakan memilih suatu atau lebih segmen pasar

yang akan dimasuki, sedangkan positioning merupakan penetapan posisi pasar, yang

bertujuan untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk

yang ada di pasar ke dalam pikiran konsumen. Konsep ini disebut dengan

segmentation, targeting dan positioning (STP).

Produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan

kebutuhan dan keinginan. Defenisi lain dari produk adalah barang atau jasa yang

dibuat dan ditambah gunanya atau nilaianya dalam proses produksi dan menjadi

hasil akhir dari proses produksi (Nitisusastro, 2009). Dari defenisi maka produk

merupakan keseluruhan konsep obyek atau proses yang memberikan sejumlah nilai

kepada konsumen.

13

Sutojo (2009) menyebutkan bahwa produk merupakan titik berangkat

keberhasilan pemasaran. Jumlah penjualan produk yang tidak dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan pembeli secara optimal, tidak dapat dipacu dengan strategi

promosi penjualan. Hal yang sama, produk yang terlalu sedikit manfaatnya bagi

pembeli juga tidak laku dengan strategi harga dan distribusi. Konsumen/pembeli

tidak hanya membeli fisik dari produk tersebut, tetapi membeli manfaat dan nilai

dari produk tersebut. Selanjutnya Sutojo (2009) menyebutkan bahwa terdapat 3

(tiga) elemen manfaat yang menjadi pertimbangan pembeli dalam membeli suatu

produk, yaitu : 1) manfaat yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan utama,

disebut dengan manfaat inti (core benefit); 2) manfaat yang dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan tambahan (expected product); 3) manfaat yang dibutuhkan

untuk memenuhi keinginan pembeli (augmented product). Sedangkan Kotler

(2008) membagi elemen manfaat dalam 5 (lima) tingkat produk dimulai dari yang

paling mendasar, yaitu :

1) Manfaat inti (core benefit), yaitu jasa atau mamfaat dasar yang sesungguhnya

dibeli oleh konsumen.

2) Produk dasar (basic product), penerjemahan manfaat dalam bentuk produk

3) Produk yang diharapkan (expected product), yaitu suatu sel atribut dan kondisi

yang biasanya diharapkan dan disetujui pembeli, ketika membeli suatu produk.

4) Produk yang ditingkatkan (augmented product), yaitu produk yang ditawarkan

melebihi harapan pelanggan

5) Produk potensial (potential product), yaitu cakupan semua potensi

peningkatan dan transformasi suatu produk dimasa yang akan datang.

Secara lengkap elemen manfaat yang dijabarkan Sutojo (2009) disajikan pada

Gambar 1. Kemampuan perusahaan menyajikan manfaat yang dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan konsumen menjadi tanggungjawab seluruh bagian

organisasi perusahaan.

Sutojo (2009), mengatkan terdapat 3 (tiga) faktor yang harus diperhatikan

dalam pengambilan keputusan dalam menyusun strategi produk, yaitu :

1) Atribut produk (product attributes), mempunyai pengaruh besar pada persepsi

pembeli terhadap produk karena secara fisik atribut produk membawa berbagai

manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan konsumen. Atibut produk yang paling

besar peranannya dalam menciptakan persepsi konsumen adalah a) mutu; b)

corak dan pernak pernik produk serta c) desain produk;

14

2) Penggunaan merek dagang (branding atau trade mark);

3) Kemasan produk (packaging).

Atibut produk yang paling besar peranannya dalam menciptakan persepsi

konsumen adalah a) mutu; b) corak/bentuk dan pernak-pernik produk serta c)

desain produk. Selanjutnya Sutojo (2009) menjabarkan tinggi rendahnya mutu

produk di mata konsumen ditentukan oleh : a) panjang-pendeknya jangka waktu

pemakaian produk tanpa gangguan yang berarti; b) tingkat rendahnya nilai

manfaat yang disajikan produk; c) cara penggunaan produk yang mudah dan d)

biaya reperasi yang tidak memberatkan pemilik produk yang bersangkutan.

Paul Peter dalam Sutojo (2009) menyatakan agar dapat bersaing di pasar secara

berhaasil, produk harus memiliki mutu yang superior (yaitu mempunyai manfaat

lebih banyak jenisnya dan lebih tinggi nilainya kepada konsumen) dibandingkan

dengan produk saingan yang setingkat.

Layanan Purna Jual

Pengiriman

cepatMANFAAT INTI

Pembelian

Dengan Kredit

Kebutuhan Utama

Jaminan Suku

Cadang

Keinginan

Gambar 2. Diagram manfaat barang di mata pembeli

Kebutuhan

TambahanKemasan

Harga

Merek

Mutu

Jaminan Reprasi

Dalam penjualan produk kreatif, termasuk mainan anak-anak, biasanya

dilakukan dengan cara job order, artinya pembeli (buyers) memesan aneka ragam

produk sesuai dengan keinginan pasar di negaranya, dengan demikian buyers telah

menentukan disain, dan spesifikasi lainnya (ukuran, berat, dan lain-lain). Menurut

15

Sulianta (2009), dalam pemasaran produk industri kreatif, seperti ini peranan

pemasaran melalui internet menjadi penting.

Pendekatan umum yang dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi

segmen pasar adalah pengelompokan berdasarkan usia, jenis kelamin dan keadaan

ekonomi konsumen. Sedangkan variabel dalam melakukan segmentasi pasar bisnis

adalah demografis, operasional, pendekatan pembelian, situasi dan karakteristik

pribadi (Purnomo dan Zulkieflimansyah, 1999).

Para pemasar wajib memahami keragaman dan kesamaan konsumen atau

perilaku konsumen agar mereka mampu memasarkan produknya dengan baik. Para

pemasar harus memahami mengapa dan bagaimana konsumen mengambil

keputusan konsumsi, sehingga dapat merancang strategi produk dengan lebih baik.

2.3. Konsumen

2.3.1. Perilaku Konsumen

Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung dari laku-tidaknya barang

dagangan. Pemasaran dapat berhasil apabila dapat memahami konsumennya

dengan baik. Pemahaman mendalam tentang konsumen akan memungkinkan

produsen dapat mempengaruhi keputusan konsumen, sehingga mau membeli

produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen.

Engel et al (1994) mendefenisikan perilaku konsumen (consumer behavior),

sebagai tindakan langsung konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan

menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan

menyusuli tindakan tersebut. Sedangkan menurut Schiffman-Kanuk dalam

Nitisusastro (2009) perilaku konsumen adalah seluruh rangkaian kegiatan yang

dilakukan konsumen pada saat akan memutuskan untuk membeli produk guna

memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

Mempelajari perilaku konsumen berarti mempelajari bagaimana konsumen

membuat keputusan untuk menggunakan sumber daya yang diinginkan. Model

perilaku konsumen terjadi dan dibentuk oleh perubahan-perubahan yang

mempengaruhinya. Sebagai kerangka dasar dalam memahami perilaku konsumen

adalah model perilaku konsumen yang dikenal dengan Engel, Blackwell dan

Miniard (EBM). Model tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.

Dari model pada Gambar 3, terlihat bahwa proses pengambilan keputusan

dipengaruhi oleh pengaruh eksternal/lingkungan, perbedaan induvidu dan proses

16

psikologis. Menurut Engel et al (1994), perspektif konsumen sangat dipengaruhi

oleh faktor-faktor kebudayaan, kelas sosial, pribadi dan psikologis. Faktor

kebudayaan mengacu pada nilai, gagasan, dan simbol-simbol lain yang bermakna

membantu individu berkomunikasi, melakukan penafsiran dan melakukan evaluasi

sebagai anggota masyarakat, yang meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor sosial

meliputi kelompok referensi, keluarga, peranan dan status, di mana faktor sosial

merupakan faktor yang memberikan motivasi bagi konsumen dalam

mengkomunikasikan suatu produk.

Keluarga merupakan unit pengambilan keputusan utama dan anggota keluarga

membentuk preferensi yang paling berpengaruh dalam membentuk perilaku

konsumen.

Gambar 3. Model perilaku pengambilan keputusan konsumen dan faktor –

faktor yang mempengaruhi (Engel et al. 1994)

Ada dua alasan mengapa keluarga menjadi penting dalam perilaku konsumen, yaitu

pertama adalah banyak konsumsi diikuti oleh konsumen ganda yang bertindak

sebagai unit keluarga. Kedua adalah ketika pembelian dibuat oleh individu,

keputusan pembelian dipengaruhi oleh anggota keluarga.

Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan

ekonomi, kepribadian, gaya hidup serta konsep diri. Kepribadian pada perilaku

merupakan respon konsumen terhadap stimulasi lingkungan dan hal ini penting

diketahui untuk membantu evaluasi tindakan pemasaran sebelum dilaksanakan di

pasar, sehingga pihak pemasar dapat merencanakan target dan pangsa pasarnya.

Faktor eksternal (lingkungan) adalah faktor yang mempengaruhi proses pembelian

Pengaruh Eksternal

(Pengaruh Lingkungan)

Budaya

Kelas sosial

Pengaruh pribadi

Keluarga

Situasi

Perbedaan Individu

Motivasi

dan keterlibatan

Pengetahuan

Sikap

Kepribadian dan gaya

hidup

Demografi

Proses Pengambilan

Keputusan

Pengenalan

kebutuhan

Pencarian informasi

Evaluasi alternatif

Pembelian

Evaluasi setelah

Pembelian (Hasil)

Proses Psikologis

Pengolahan

informasi

Pencarian informasi

Evaluasi alternatif

Pembelian

Evaluasi setelah

pembelian

17

konsumen dalam pembelian produk mainan anak dari limbah kayu terdiri dari kelas

sosial, keluarga, pengaruh pribadi, pengaruh keluarga dan pengaruh situasi.

Faktor internal terdiri dari individu dan proses psikologis, faktor individu

mempengaruhi keputusan konsumen adalah motivasi dan keterlibatan,

pengetahuan, sikap, gaya hidup dan demografi. Sedangkan proses psikologis yang

mempengaruhi adalah faktor-faktor yang mengakibatkan perubahan sikap dan

perilaku konsumen (Engel et al. 1994).

2.3.2. Proses Pengambilan Keputusan

Ada dua elemen penting konsumen, yaitu (1) proses pengambilan keputusan

dan (2) kegiatan fisik, yang semua ini melibatkan individu dalam menilai,

mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa ekonomis (Engel at

al. 1994).

Menurut Engel et al (1994), proses pengambilan keputusan konsumen dapat

dibagi dua bagian besar, yaitu keputusan rasional (keputusan yang didasari atas

pertimbangan yang cermat dan evaluasi produk yang ultilarian) dan keputusan

hedonik, (keputusan yang berdasarkan atas pertimbangan simbolis, emosi,

kesenangan indra, lamunan dan estetika).

Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan, dapat juga dikatakan

perilaku konsumen merupakan tindakan yang dilakukan konsumen dalam proses

pengambilan keputusan untuk mendapatkan dan menggunakan barang-barang atau

jasa, dengan pertimbangan (1) pengenalan kebutuhan (2) pencarian informasi; (3)

evaluasi alternatif; (4) proses pembelian dan (5) evaluasi hasil pembelian. Kelima

proses pengambilan keputusan konsumen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pengenalan kebutuhan

Tahapan pengenalan kebutuhan mulai dirasakan konsumen ketika adanya

ketidak sesuaian situasi konsumen sekarang dan keadaan yang diinginkan. Jika

tingkat ketidaksesuaian yang dirasakan itu berada di bawah tingkat ambang,

maka pengenalan kebutuhanpun tidak terjadi. Sebaliknya apabila tingkat

kesesuaian yang dirasakan itu berada di atas ambang, maka terjadi pengenalan

kebutuhan. Pengenalan kebutuhan akan tergantung kepada dua faktor yaitu 1)

kebutuhan yang dikenali harus cukup penting dan 2) konsumen harus percaya

bahwa solusi bagi kebutuhan tersebut ada dalam batas kemampuan. Suatu

kebutuhan sebelum dikenali dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (a) keadaan

18

yang berubah yaitu kebutuhan yang diakibatkan oleh perubahan di dalam

kehidupan seseorang, (b) pemerolehan produk (kebutuhan akan produk baru) ,

(c) konsumsi produk yaitu suatu kebutuhan hanya dikenal karena ada situasi

kehabisan persediaan dan (d) pengaruh pemasaran

b. Pencarian informasi

Pencarian informasi didefinisikan sebagai suatu aktivitas yang termotivasi

dari pengetahuan yang tersimpan di dalam ingatan (pencarian internal) atau

perolehan informasi dari lingkungan (pencarian eksternal). Pencarian informasi

yang dilakukan seseorang tergantung pada kekuatan dorongannya, jumlah

informasi yang diberikan pada informasi tambahan dan keputusan yang

diperoleh dari pencarian tersebut. Jika pencarian informasi secara internal tidak

memadai untuk memberikan arah tindakan yang memuaskan, maka pencarian

akan beralih kepada pencarian eksternal.

Pencarian informasi oleh konsumen dicirikan 3 (tiga) dimensi utama yaitu

(1) Kadar, yang menggambarkan jumlah total pencarian yang dicerminkan

dengan banyaknya merek, toko, atribut, sumber informasi dan waktu yang

digunakan untuk melakukannya, (2) Arah, menggambarkan isi spesifik dari

pencarian dengan penekanan pada merek dan toko tertentu yang terlibat dalam

pencarian informasi, (3) Urutan, menggambarkan urutan di mana aktivitas

pencarian informasi terjadi.

Berdasarkan Kotler (2008), ada 4 (empat) sumber informasi yang

diperoleh konsumen, yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber

pengalaman dan sumber umum. Dalam kajian ini sumber informasi yang

digunakan adalah sumber pribadi yang terdiri dari keluarga, teman, tetangga dan

kenalan. Sumber-sumber konsumen dapat dilihat pada Gambar 4. Selain itu,

Kotler (2008) mengklasifikasikan sumber informasi berdasarkan bentuk dan

jenisnya sebagaimana digambarkan pada Tabel 1.

19

Gambar 4. Sumber-sumber informasi yang diperoleh konsumen (Kotler, 2008)

Tabel 1. Klasifikasi sumber informasi berdasarkan bentuk dan jenis

Bentuk

Jenis Impersonal Personal

Komersial

Iklan

Informasi dalam toko

Wiraniaga

Nonkomersial

Media umum Orang lain

Engel et al (1995) membagi pencarian informasi menjadi dua bagian yaitu

pencarian informasi internal dan pencarian informasi eksternal. Pencarian

informasi internal didasarkan pada ingatan untuk melihat pengetahuan yang

relevan, sedangkan informasi eksternal terdiri dari pengumpulan informasi dari

pasar. Secara rinci proses pencarian informasi internal digambarkan

sebagaimana Gambar 5.

c. Evaluasi Alternatif

Evaluasi alternatif adalah konsumen mengevaluasi berbagai alternatif dan

membuat pertimbangan nilai yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan. Pada

tahapan ini konsumen harus (1) menentukan kriteria evaluasi yang digunakan,

(2) memutuskan alternatif mana yang akan dipertimbangkan, (3) menilai kinerja

dari alternatif yang dipertimbangkan dan (4) memilih dan menerapkan kaidah

keputusan untuk membuat suatu pilihan akhir.

Sumber Informasi

Konsumen

Sumber

Pribadi ­ Keluarga

­ Teman

­ Tetangga

­ Kenalan

Sumber

Komersial ­ Iklan

­ Sales

­ Grosir

­ Agen

Sumber

Pengalaman ­ Penanganan

­ Pemeriksaan

­ Penggunaan

produk

Sumber

Umum ­ Media

massa

­ Organisasi

­ Penilaian

konsumen

20

Gambar 5. Proses pencarian informasi internal (Engel et al. 1995)

Dalam evaluasi alternatif, konsumen menggunakan dimensi atas atribut

tertentu yang disebut dengan kriteria evaluasi yang terdiri dari harga, mutu,

kemudahan memperoleh produk, merek desain dan keunikan/kekhasan serta

promosi. Penentuan kriteria evaluasi tertentu yang akan digunakan oleh

konsumen selama pengambilan keputusan akan bergantung pada beberapa

faktor, diantaranya adalah pengaruh situasi, kesamaan alternatif pilihan,

motivasi, keterlibatan dan pengetahuan.

Setelah merumuskan kriteria evaluasi dan menentukan alternatif pilihan

yang akan digunakan, maka sebelum konsumen memutuskan alternatif mana

yang akan dipertimbangkan untuk diterapkan terlebih dahulu konsumen

melakukan penilaian terhadap kinerja alternatif dimaksud, baru setelah itu

konsumen menerapkan kaidah keputusan (Engel et al. 1995). Komponen dasar

proses evaluasi alternative digambarkan pada Gambar 6.

Ya

Pengenalan

Kebutuhan

Pencarian

Internal

Pencarian

Internal

Berhasil ?

Lanjutkan

dengan

keputusan

Jalankan

Pencarian

Eksternal

Derterminan

Pencarian Internal

Pengetahuan yang

sudah ada

Kemampuan

untuk

mengoperasikan

kembali informasi

Tidak

21

Gambar 6. Komponen dasar evaluasi alternatif (Engel et al. 1995)

d. Keputusan Membeli

Konsumen harus mengambil keputusan mengenai kapan akan membeli,

di mana membeli dan bagaimana membayar. Kotler (2008) menerangkan bahwa

terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi suatu pembelian dan keputusan

pembelian. Faktor pertama adalah sikap atau pendirian orang lain. Sejauhmana

pendirian orang lain dapat mempengaruhi proses alternatif yang disukai

seseorang tergantung pada dua hal, yaitu (1) intensitas dari pendirian negatif

orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan (2) motivasi

konsumen untuk memenuhi keinginan orang lain. Semakin kuat sikap negatif

orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka

konsumen akan semakin menyesuaikan maksud pembeliannya. Sebaliknya,

preferensi seseorang terhadap suatu merek akan meningkat, jika orang yang

disenangi juga menyukai keputusan yang sama. Faktor kedua yang

mempengaruhi maksud pembelian dan keputusan pembelian adalah faktor

situasi yang tidak diantisipasi. Adanya faktor ini akan dapat mempengaruhi

rencana pembelian suatu produk yang akan dilakukan konsumen. Tahapan

antara evaluasi alternatif dan keputusan pembelian dapat dilihat pada Gambar 7.

Menentukan Kriteria

Evaluasi Menentukan Alternatif

Pilihan

Menilai Kinerja

Alternatif

Menerapkan Kaidah

Keputusan

22

Gambar 7. Tahap-tahap antara evaluasi alternatif dan keputusan

pembelian (Kotler, 2008)

e. Evaluasi Setelah Pembelian

Setelah pembelian terjadi, konsumen akan mengevaluasi hasil pembelian

yang dilakukannya. Hasil evaluasi setelah pembelian dapat berupa kepuasan atau

ketidakpuasan. Menurut Rangkuti (2009), kepuasan merupakan perasaan senang

atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara pengalaman atas

kinerja suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan merupakan fungsi dari

kinerja dan harapan pembeli, sedang ketidakpuasan digambarkan dengan kinerja

dibawah harapan sehingga dapat menyebabkan keluhan, komunikasi lisan yang

negatif. Analisis kepuasan pelanggan merupakan keseimbangan antara harapan

pelanggan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman pembelian sebelumnya,

nasehat teman, keluarga, serta janji dan informasi yang diberikan oleh pemasar

dan pesaingnya.

Selain perilaku konsumen, persepsi konsumen juga merupakan faktor

yang perlu dipertimbangkan dalam mempengaruhi pasar. Persepsi konsumen

merupakan aktivitas penting yang menghubungkan konsumen individu dengan

kelompok, situasi dan pengaruh pemasar. Persepsi konsumen didefinisikan

sebagai proses di mana individu memilih, mengorganisasi dan

Evaluasi alternatif

Nilai pembelian

Sikap orang

lain

Situasi yang

tidak diantisipasi

Keputusan pembelian

23

menginterprestasikan stimuli ke dalam gambaran yang mempunyai arti dan

masuk akal sehingga dapat dimengerti. Persepsi konsumen meliputi semua proses

yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya.

Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, penyentuhan perasaan

dan penciuman.

Dalam pengembangan usaha, diperlukan strategi pemasaran yang baik

guna menarik lebih banyak konsumen maupun meningkatkan penjualan produk.

Untuk itu, 5 (lima) tahap perlu dikaji proses perilaku pembelian konsumen yang

terdiri dari tahap pengenalan kebutuhan, tahap pencarian informasi, tahap

evaluasi alternatif, tahap keputusan pembelian dan tahap perilaku setelah

pembelian, di mana tiap keputusan yang dilakukan dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang mendukungnya seperti faktor eksternal (faktor lingkungan) dan

faktor internal (faktor individu dan proses psikologis), serta faktor bauran

pemasaran.

2.3.3. Proses Adopsi Konsumen

Adopsi adalah keputusan individu untuk menjadi pengguna teratur produk

tertentu, melalui proses penggunaan konsumen (consumer adoption process)

yaitu calon pelanggan mempelajari produk baru, mencobanya, serta

menggunakannya. Saat ini orang-orang yang melakukan pemasaran produk baru

dengan membidik konsumen yang merupakan pengguna awal.

Inovasi adalah setiap barang, jasa, atau gagasan yang dianggap seseorang

sebagai sesuatu yang baru. Gagasan tersebut mungkin sudah mempunyai sejarah

yang lama, tetapi hal ini tetap merupakan inovasi bagi orang yang

memandangnya sebagai hal baru. Proses penyebaran inovasi (innovation

diffusion process) sebagai “perpencaran gagasan baru dari sumber penemuan dan

penciptaannya ke pengguna atau pemakai akhir. Proses penggunaan konsumen

terfokus pada proses mental dan melalui proses ini seseorang beralih dari

mendengarkan pertama kali tentang inovasi hingga akhirnya menggunakannya.

Menurut Kotler dan Keller (2008), dalam penggunaan suatu produk, konsumen

mempertimbangkan 5 (lima) tahap, yaitu :

a. Keadaan (awareness) – Konsumen menyadari inovasi tersebut, tetapi masih

kekurangan informasi mengenai hal ini.

24

b. Minat (interest) – Konsumen merangsang untuk mencari informasi mengenai

inovasi tersebut.

c. Evaluasi (evaluation) – Konsumen mempertimbangkan apakah harus

mencoba inovasi tersebut.

d. Uji coba (trial) – Konsumen mencoba inovasi tersebut untuk meningkatkan

perkiraannya tentang nilai inovasi tersebut.

e. Penggunaan (adoption) – Konsumen memutuskan untuk memakai inovasi

tersebut sepenuhnya dan secara teratur.

Pemasar produk seharusnya memudahkan pergerakan melalui tahap-tahap

ini. Menurut Engel et al (1994), pemasar dalam mengenali ciri-ciri proses

penggunaan produk dipengaruhi oleh faktor kesiapan orang untuk mencoba

produk baru dan pengaruh pribadi.

Kesiapan mencoba produk baru dan pengaruh pribadi didefenisikan sebagai

keinovatifan seseorang “sejauh mana seseorang relatif lebih awal menggunakan

gagasan baru dibandingkan dengan anggota-anggota sistem sosialnya.” Engel et

al (1994) mengelompokkan pengguna dalam 5 (lima) kelompok, yaitu : 1)

Pelopor (inovator) adalah orang yang senang dengan teknologi; mereka senang

berpetualang dan senang mengutak-atik produk baru dan menguasai

kerumitannya. Untuk mendapatkan harga murah, mereka senang melakukan

testing dan melaporkan kelemahan-kelemahan secara dini. 2). Pengguna awal

(early adopter) adalah pemimpin opini yang secara cermat mencari teknologi

baru yang mungkin memberi mereka keuntungan bersaing yang dramatis.

Mereka kurang peka terhadap harga dan berkeinginan untuk mengadopsi produk

jika diberi dukungan layanan yang baik. 3). Mayoritas awal (early majority)

adalah kaum pragmatis yang melakukan pertimbangan matang yang mengadopsi

teknologi baru jika manfaatnya terbukti dan sudah banyak yang mengadopsi.

Mereka membentuk pasar arus utama (main stream). 4). Mayoritas akhir (late

mayority) adalah kaum konservatif yang skeptis yang menentang resiko, segan

terhadap teknologi, dan peka terhadap harga. 5). Lelet (Leggards) adalah orang

yang terikat tradisi dan menolak inovasi sampai mereka menemukan bahwa

status quo tidak lagi dapat dipertahankan.

Masing-masing dari kelima kelompok ini harus dibedakan dengan jenis

pemasaran yang berbeda jika perusahaan ingin menggerakan motivasinya di

seluruh siklus hidup produk.