II. TINJAUAN PUSTAKA · 2013-02-11 · (solid), cairan (liquid), dan gas udara (air ......
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA · 2013-02-11 · (solid), cairan (liquid), dan gas udara (air ......
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanah Gleisol
Tanah adalah tubuh alam (natural body) yang terbentuk dan berkembang
sebagai akibat bekerjanya gaya – gaya alam (natural force) terhadap bahan –
bahan alam (natural material) di permukaan bumi. Tanah terbentuk dari bahan
mineral dan organik, air serta udara yang tersusun dalam ruangan yang
membentuk tubuh tanah. Akibat berlangsungnya proses pembentukan tanah, maka
terjadilah perbedaan morfologi, kimia, fisis dan biologi dari tanah – tanah
tersebut. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan
(solid), cairan (liquid), dan gas udara (air). Fase padatan terdiri dari bahan
mineral, bahan organik dan organisme hidup (Hakim et al., 1986).
Menurut Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian (2006), gleisol
kelabu gelap merupakan suatu istilah yang digunakan di Kanada untuk
menjelaskan suatu kelompok intrazonal dari tanah – tanah hutan yang berdrainase
jelek yang mempunyai horison A kelabu gelap. Tanah ini biasanya mengandung
bahan organik tinggi dan mempunyai horison mineral yang berbercak kelabu atau
berbercak kelabu kecoklatan. Tanah tersebut umumnya memiliki perbedaan
tekstur yang rendah.
Tanah gleisol biasanya terdapat di daerah dataran rendah atau cekungan,
yang hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga
kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif,
konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 - 6.0), dan mengandung bahan organik.
Menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor (1982), tanah gleisol selalu
jenuh air sehingga berwarna kelabu atau menunjukkan sifat-sifat hidromorfik lain.
B. Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah merupakan sifat tanah yang berhubungan dengan
bentuk/kondisi asli tanah. Sifat tanah diantaranya tekstur, struktur, porositas, berat
isi, berat jenis partikel, potensial air tanah (pF) dan permeabilitas.
1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah merupakan penampakan visual suatu tanah berdasarkan
komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu
(Bowles,1989). Menurut Soepardi (1983), kelas tekstur tanah dibagi ke dalam
tiga kelas dasar, yaitu pasir, lempung, dan liat. Golongan pasir meliputi tanah
yang mengandung sekurang – kurangnya 70% dari bobot/beratnya adalah pasir.
Golongan liat merupakan tanah yang mengandung mengandung paling sedikit
35% liat. Selama persentase liat lebih dari 40%, sifat tanah tersebut ditentukan
oleh kandungan liatnya dan dibedakan atas liat berpasir dan liat berdebu.
Kelompok lempung sendiri secara ideal terdiri dari pasir, debu, dan liat yang
memperlihatkan sifat – sifat ringan dan berat dalam perbandingan yang sama.
Tanah dengan fraksi pasir yang tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi yang
tinggi, sebaliknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki kemampuan
menyerap air yang rendah.
Jenis tekstur tanah dapat ditetapkan dengan sistem klasifikasi Departemen
Pertanian Amerika Serikat (United States Department of Agriculture, USDA)
dan Unified Soil Classification (USC). Klasifikasi tanah USDA umumnya pakai
dalam bidang pertanian dan klasifikasi tanah USC biasanya digunakan untuk
sipil. Diagram segitiga tekstur menurut USDA (Hillel, 1998) dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Diagram segitiga tekstur menurut USDA
Menurut klasifikasi tekstur tanah USC, tanah diklasifikasikan berdasarkan
nilai-nilai konsistensi tanah yaitu batas cair dan indeks plastisitas tanah. Sistem
klasifikasi ini paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknis pondasi seperti
bendungan, bangunan, dan konstruksi sejenis. Gambar 2 memperlihatkan grafik
penentuan klasifikasi tanah berdasarkan sistem USC (Terzaghi dan Peck, 1987).
Gambar 2. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem USC
2. Kadar Air Tanah
Kadar air tanah atau kelembaban tanah (soil moisture) adalah
perbandingan antara massa air dengan massa padatan dalam tanah. Kadar air
dapat ditentukan dari nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis
kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau
nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air
yang umum digunakan adalah basis kering dan basis volume (Kalsim dan
Sapei,2003).
3. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah bentuk tertentu dari gabungan sekelompok partikel –
partikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi struktur lepas
(single grained), masif, dan agregat. Suatu penampang tanah dapat didominasi
oleh suatu corak struktur tertentu. Sifat aerasi, permeabilitas dan kapasitas
menahan air, sifat drainase serta sifat – sifat mekanik tanah sangat dipengaruhi
oleh strukturnya (Kalsim dan Sapei, 2003). Tanah dengan struktur yang baik
(granular, remah) mempunyai tata udara yang baik, sehingga unsur-unsur hara
lebih mudah tersedia dan lebih mudah diolah.
4. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas adalah sifat bahan berpori yang memungkinkan terjadinya
rembesan aliran baik berupa air atau minyak lewat rongga porinya. Pori – pori
tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat
mengalir dari titik yang mempunyai tinggi energi lebih tinggi ke titik yang
mempunyai energi yang lebih rendah. Pada tanah, permeabilitas digambarkan
sebagai sifat tanah melewatkan air melalui tubuh tanah. Tahanan terhadap aliran
bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, serta
bentuk geometri rongga porinya. Suhu juga sangat mempengaruhi tahanan
alirannya, karena merubah kekentalan dan tegangan permukaan (Hardiyatmo,
1992).
Permeabilitas atau daya rembesan merupakan kemampuan tanah untuk
dapat melewatkan air. Air yang dapat melewati tanah hampir selalu berjalan
linier, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk
garis yang teratur (smooth curve) (Wesley, 1973). Bahan yang memiliki rongga
disebut berpori dan bila rongga tersebut saling berhubungan maka akan
memiliki sifat permeabilitas. Bahan dengan rongga yang lebih besar biasanya
mempunyai angka pori yang lebih besar pula, dan karena itu tanah yang padat
sekalipun permeabilitasnya lebih besar dari pada bahan seperti batuan dan
beton. Karena itu, permeabilitas tanah penting untuk mengevaluasi jumlah
rembesan (seepage) dan gaya/daya rembesan, menyediakan kontrol terhadap
kecepatan rembesan, dan studi tentang laju penurunan (konsolidasi) yang terjadi
pada suatu gradien tertentu, dimana perubahan volume tanah terjadi saat air
tersingkir dari rongga tanah (Bowles, 1989). Klasifikasi permeabilitas tanah
disajikan pada Tabel 1.
Permeabilitas akan menurun dengan naiknya tingkat kepadatan dan akan
mencapai nilai terkecil pada kadar air optimum (Sumarno, 2003). Pada kondisi
kadar air setelah optimum, permeabilitas cenderung mengalami sedikit kenaikan
dengan menurunnya tingkat kepadatan. Kondisi ini disebabkan tanah kering
kepadatannya relatif kecil karena kekurangan air sehingga cenderung lebih
banyak menyerap air, sedangkan pada kadar air optimum tingkat kepadatan
tanah mencapai maksimum sehingga air yang terserap sangat sedikit. Setelah
kadar air optimum, air akan terserap lagi tetapi dalam jumlah yang sangat
sedikit karena kondisi tanah sudah basah/jenuh.
Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas (cm/jam)
Sangat rendah < 0.125
Rendah 0.125-0.500
Agak rendah 0. 5-2.0
Sedang 2.00-6.35
Agak cepat 6.35-12.70
Cepat 12.7-25.4
Sangat cepat >25.4 Sumber : Sitorus (1980) dalam Praja (2007)
Gambar 3. Falling head permeameter
Menurut Herlina (2003), bertambahnya kadar air, berat isi kering tanah
semakin bertambah besar dan koefisien permeabilitas semakin kecil. Pada saat
pemadatan maksimum (kadar air optimum), berat isi kering tanah mencapai
maksimum dan permeabilitas mencapai minimum. Bila dilakukan penambahan
air melebihi optimum pada pemadatan tanah maka berat isi kering tanah
semakin kecil dan permeabilitas menjadi semakin besar.
Permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dengan constan
head test, sedangkan untuk tanah berbutir halus digunakan falling head test. Uji
tersebut telah distandarisasi pada suhu 200C, karena viskositas air bervariasi dari
suhu 40C sampai 30
0C (Craig, 1991). Gambar 3 merupakan alat untuk mengukur
permeabilitas.
5. Berat Jenis Partikel Tanah
Berat jenis partikel (specific gravity) tanah (Gs) adalah perbandingan
antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw) pada suhu
40C (Hardiyatmo, 1992). Nilai berat jenis partikel tanah dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Berat jenis tanah
Jenis Tanah Berat Jenis (Gs)
Kerikil 2.65-2.68
Pasir 2.65-2.68
Lanau tak organik 2.62-2.68
Lanau organik 2.58-2.65
Lempung tak organik 2.68-2.75
Humus 1.37
Gambut 1.25-1.80 Sumber : Hardiyatmo (1992)
6. Berat Isi Tanah (Bulk Density)
Berat isi tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat tanah total
dengan volume tanah total (Wesley, 1973). Berat isi tanah merupakan salah satu
indikator kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah, maka nilai berat isi tanah
semakin besar, sehingga tanah makin sulit untuk melewatkan air atau ditembus
akar tanaman. Berat isi tanah dapat dinyatakan sebagai berat isi kering (dry bulk
density) atau sebagai berat isi basah (wet bulk density) (Hakim, et al.,1986).
Kalsim dan Sapei (2003) menyatakan nilai berat isi kering selalu lebih
kecil dari pada nilai berat isi basah. Nilai berat isi kering bervariasi dari 1000
sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi
kandungan bahan organik maka bulk density akan semakin rendah. Akan tetapi
jika tanah mengalami pemadatan maksimal maka tanah bertekstur halus
menunjukkan berat isi kering yang lebih besar dari pada bertekstur kasar.
7. Porositas (n)
Menurut Terzaghi dan Peck (1987) porositas didefinisikan sebagai rasio
ruang pori terhadap volume total agregat tanah. Porositas juga merupakan
perbandingan antara volume pori dan volume total, yang dinyatakan sebagai
suatu butiran. Pori - pori adalah bagian tanah yang tidak terisi oleh padatan
tanah (solid), sehingga memungkinkan masuknya unsur gas dan cairan.
Porositas tanah umumnya antara selang 0.30 - 0.75, tetapi untuk tanah gambut
nilai n dapat lebih besar dari 0.8 (Terzaghi, 1947 dalam Hardiyatmo, 1992).
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan
tekstur tanah (Hardiyatmo, 1992). Lebih penting dari porositas adalah sebaran
ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas
yang hampir sama, akan tetapi sifat-sifatnya yang berhubungan dengan
simpanan air, ketersediaan air dan aliran air tanah sangat berbeda, karena pada
tanah pasir diameter pori relatif besar dari pada tanah liat.
Ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori mikro. Pori makro berisi
udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah hilang oleh gaya gravitasi,
sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah pasir mempunyai pori
– pori makro yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah liat. Diameter pori
menurut Kalsim dan Sapei (2003) dapat diklasifikasikan sebagai:
a. Pori makro (> 100 µm), dapat dilihat dengan mata telanjang sangat
penting untuk aerasi dan drainase (aliran gravitasi) tanah
b. Pori meso (30-100 µm), efektif dalam gerakan air baik vertikal ke atas
maupun ke bawah (aliran kapiler)
c. Pori mikro (< 30 µm), dapat menahan air pada periode kering dan
melepaskannya dengan sangat lambat.
8. Angka Pori (e)
Angka pori adalah rasio ruang pori terhadap volume bahan padat
(Terzaghi dan Peck, 1987). Angka pori merupakan perbandingan antara volume
pori dan volume butiran padat. Angka pori juga merupakan rasio antara volume
pori dan volume bahan padat, yang dinyatakan dalam bentuk desimal (Dunn, et
al., 1979). Angka pori merupakan fungsi dari kepadatan tanah.
9. Potensial Air Tanah (pF)
Muka airtanah (water table) atau phreatic surface adalah bidang batas atas
dari kondisi tanah jenuh air. Daerah di atas muka air tanah disebut zona tak
jenuh. Air dalam tanah baik jenuh maupun tidak secara umum disebut lengas
tanah (soil moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) menunjukkan
air yang dikandung oleh tanah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei,
2003).
Tingkat energi airtanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat energi
airtanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zona ke zona yang
lainnya dalam tanah. Airtanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat energi
yang tinggi (misalnya muka air tanah) ke tempat energi yang lebih rendah
(misalnya tanah kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa
tempat di dalam profil tanah, maka dapat diprediksi pergerakan airtanah
(Hakim, et al.,1986). Potensial airtanah menurun dengan meningkatnya
kandungan air (makin banyak airtanah, makin berkurang energi yang diperlukan
untuk menahan air dalam tanah).
Daya ikat tanah terhadap air (pF) setelah pemadatan lebih kecil
dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pF) tanah dalam kondisi kapasitas
lapang (Herlina, 2003). Hal ini ditunjukkan dengan kadar air unuk pF yang sama
pada kedalaman sama antara tanah pada kondisi kapasitas lapang dengan tanah
yang sudah mengalami pemadatan, dimana terlihat kadar airtanah yang telah
dipadatkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah pada kondisi kapasitas
lapang. Pemadatan menurunkan pori makro dan pori total sehingga energi yang
diperlukan untuk menahan air lebih kecil, tetapi cenderung menaikkan pori
berukuran sedang.
C. Sifat Mekanik Tanah
Sifat mekanik tanah merupakan sifat yang berhubungan dengan pergerakan
tanah. Sifat mekanik tanah terdiri atas konsistensi tanah dan pemadatan tanah.
1. Konsistensi Tanah
Istilah konsistensi berhubungan dengan derajat adhesi antara partikel tanah
dan tahanan yang muncul guna melawan gaya yang cenderung berubah atau
meruntuhkan agregat tanah. Konsistensi digambarkan dengan istilah-istilah
seperti keras, kaku, rapuh, lengket, plastik, dan lunak. Konsistensi tanah
tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid inorganik dan organik,
struktur dan terutama kandungan airtanah. Dengan berkurangnya kandungan air,
umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melekatnya (stickness) dan
plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friable) dan lunak (soft) dan
akhirnya jika kering menjadi coherent (Hakim, et al,,1986).
Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (IP) beberapa fraksi tanah
Fraksi Tanah Plastisitas IP (%)
Pasir (sand) Nonplastis 0
Debu (silt) Plastisitas rendah < 7
Liat berlanau (loamy clay) Plastisitas sedang 7 – 17
Liat (clay) Plastisitas tinggi >17
Sumber: Hardiyatmo (1992)
Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis
(disebut juga batas-batas Atterberg). Atterberg (1991) dalam Hardiyatmo
(1992) memberikan cara untuk menggambarkan batas – batas konsistensi dari
tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya.
Pengukuran batas-batas ini dilakukan secara rutin untuk sebagian besar
penelitian yag meliputi tanah berbutir halus. Karena batas-batas ini tidak
merupakan sifat fisika yang jelas, maka dipakai cara empiris untuk
menentukannya (Wesley, 1973). Tabel 3 menyajikan nilai indeks plastisitas
beberapa fraksi tanah.
2. Pemadatan Tanah
Pemadatan adalah usaha sebanyak mungkin mengeluarkan udara dari
celah – celah di antara butiran – butiran tanah, agar dapat dicapai tingkat
kerapatan butiran – butiran bahan tanah yang semaksimal mungkin
(Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Pemadatan tanah juga merupakan suatu
proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara
mekanis. Proses pemadatan berbeda dengan proses konsolidasi. Konsolidasi
adalah pemampatan tanah oleh beban statis di atasnya dalam waktu yang lama,
sedangkan pemadatan merupakan peristiwa bertambah beratnya volume kering
oleh beban dinamis dalam waktu yang relatif singkat. Pemadatan tanah
bertujuan untuk memperbesar kekuatan geser tanah, mengurangi sifat mudah
mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas, dan mengurangi
perubahan volume tanah sebagai akibat perubahan kadar air (Hardiyatmo,
1992). Ada empat variabel pemadatan tanah, yaitu usaha/energi pemadatan,
jenis tanah (gradasi, kohesif/tidak kohesif, ukuran partikel, dsb), kadar air, dan
berat isi kering (Bowles, 1989).
Wesley (1973) berpendapat bahwa semakin rendah kadar air maka tanah
akan semakin keras dan kaku sehingga sulit dipadatkan. Apabila kadar air
ditambah maka air tersebut akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah akan
lebih mudah dipadatkan. Pada kadar air yang tinggi, kepadatannya akan
menurun karena pori-pori tanah terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan
cara pemadatan. Kepadatan tanah biasanya diukur dengan menentukan berat isi
keringnya, bukan dengan menentukan angka porinya. Lebih tinggi berat isi
kering berarti tanah tersebut lebih padat.
Terzaghi dan Peck (1987) berpendapat bahwa tingkat pemadatan tertinggi
terjadi pada kadar air tertentu yang disebut kadar kelembaban optimum
(optimum moisture content). Prosedur untuk mempertahankan agar kadar air
mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai
kontrol kadar kelembaban (moisture content control).
Pengujian pemadatan di laboratorium dapat dilakukan dengan beberapa
metode yang didasarkan pada perbedaan cara pelaksanaan pemadatannya antara
lain adalah (Sosrodarsono dan Takeda, 1977) :
a. Pemadatan tumbuk yaitu dengan menjatuhkan sebuah penumbuk di atas
contoh bahan
b. Pemadatan tekan yaitu pemadatan yang didasarkan pada prinsip
pengoperasian pada contoh bahan dengan dongkrak hidrolis
c. Pemadatan getar yaitu pemadatan yang menggunakan daya getaran mesin
vibrasi.
Dari ketiga metode pengujian tersebut, yang paling luas penggunannya
dan dianggap sebagai pemadatan standar adalah metode penumbukan. Hal
tersebut disebabkan karena peralatan dan pelaksanaannya cukup sederhana serta
hasilnya juga cukup baik.
D. Tanggul
Pembuatan tanggul merupakan salah satu usaha dalam konservasi tanah dan
air. Menurut DPU (1986) tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari
banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuang yang besar atau laut. Tanggul
merupakan salah satu jenis bendungan urugan homogen karena semua tanggul
dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya hampir seragam.
Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda,
yaitu sebagai penyangga aliran air sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono
dan Takeda, 1977).
Tabel 4. Nilai kemiringan talud tanggul tanah homogen
Klasifikasi Tanah Kemiringan Sungai Kemiringan Talud
GW, GP, SW, SP Lulus air, tidak dianjurkan
GC, GM, SC, SM 1 : 2.5 1 : 2.0
CL, ML 1 : 3.0 1 : 2.5
CH, MH 1 : 3.5 1 : 2.5
Sumber : DPU (1986)
Keterangan : G (gravel = kerikil), S (sand = pasir), C (clay = lempung), M (silt = lanau), L
(plastisitas rendah), H (plastisitas tinggi), W (gradasi baik).
DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul
harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap
masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang
dapat merusak stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan-bahan halus dapat
menyebabkan erosi bawah tanah (piping). Jika erosi bawah tanah sudah terjadi,
maka terbentuk jalur rembesan bagian hulu dan bagian hilir tanggul.
Untuk pembuatan model tanggul, tanah terlebih dahulu dipadatkan dengan
sebuah alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah
lapisan dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Tabel 4 menunjukkan
nilai – nilai kemiringan talud menurut The Unified Soil Classification System.
Penggunaan nilai – nilai tersebut disarankan untuk tanah homogen pada pondasi
stabil yang tingginya kurang dari 5 m. DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi Tanggul (Hd)
Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah
dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau
dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona
kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan
antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan
pondasi alas tanggul tersebut. Mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul
yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.
2. Tinggi Jagaan (Hf)
Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum
rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan
maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Pada saat-saat
tertentu air meluap melebihi tinggi rata-rata, dalam keadaan demikian yang
disebut elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling
tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut.
3. Kemiringan Lereng (Talud)
Kemiringan lereng tanggul adalah perbandingan antara panjang garis
vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit
masing-masing lereng tersebut. Kemiringan lereng dirancang sedemikian rupa
tergantung pada jenis bahan.
E. Rembesan Air
Perembesan air secara lateral (seepage) dan secara vertikal (perkolasi)
dipengaruhi oleh permeabilitas, porositas, tekstur, kedalaman pori, kelembaban
dan muka air tanah. Perkiraan rembesan penting dalam pembangunan bendungan
baik jenis urugan, termasuk tanggul, maupun beton. Pada sebagian besar
bendungan dapat terjadi rembesan baik melalui tubuh bendungan itu sendiri (jenis
bendungan urugan) maupun melalui dasarnya (untuk bendungan urugan maupun
beton). Apabila material dasar dan pinggirnya merupakan batuan, maka batuan
tersebut biasanya disuntik dengan adukan encer (grouting) untuk mengisi retakan-
retakan dan mengurangi permeabilitas. Suntikan adukan encer kadang-kadang
juga digunakan untuk mengurangi permeabilitas pada bendungan yang material
dasarnya berupa tanah (Bowles, 1989).
Gambar 4. Garis rembesan dalam tubuh tanggul
Garis rembesan disebut juga garis freatik (phreatic line). Garis freatik sama
dengan muka air tanah, yaitu batas paling atas dari daerah dimana rembesan
berjalan, seperti terlihat pada Gambar 4 (Bowles, 1989). Garis freatik dimulai
pada posisi A’ dan berakhir hingga B. Jarak antara titik B dan ujung tanggul
bagian hilir (C) merupakan panjang zona basah (a). Rembesan air berjalan searah
dengan garis freatik sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran
(Wesley, 1973). Garis aliran adalah suatu garis di sepanjang butir-butir air yang
akan bergerak dari bagian hulu ke bagian hilir melalui media tanah yang
permeable (Das dkk, 1988).
Garis rembesan disebut juga garis freatik (phreatic line) (Schwab, et al.,
1981 dalam Praja, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi garis rembesan:
a. Permeabilitas bahan timbunan dan pondasi
b. Posisi dan aliran air di lapangan
c. Tipe dan desain tubuh tanggul
d. Penggunaan saluran pembuangan (drainage devices) untuk membuang
rembesan di lereng bagian hilir.
Garis ekupotensial adalah garis – garis yang mempunyai tinggi tekanan yang
sama (Hardiyatmo, 1992). Kemiringan garis ekuipotensial adalah tegak lurus
terhadap garis aliran. Pada tanah yang homogen dapat digambarkan deretan garis
aliran yang saling berpotongan secara tegak lurus. Gambar seperti ini disebut
jaringan aliran (flow net). Gambar 5 merupakan ilustrasi jaringan aliran dalam
tubuh tanggul. Garis aliran berpotongan tegak lurus dengan garis ekuipotensial
membentuk jaringan yang jumlahnya dinyatakan dengan Nf. Dua buah garis
ekuipotensial membentuk interval ( h) dengan jumlah tertentu yang dinotasikan
dengan Nd.
Bentuk umum dari suatu jaringan aliran akan ditentukan oleh kondisi batas
(boundary conditions) dalam sebagian besar kasus, kecuali pada titik-titik tanggul,
dimana jaringan aliran dapat menentukan kondisi batas. Untuk menggambarkan
jaringan aliran, maka prosedur yang dapat diikuti (Hardiyatmo, 1992) adalah:
a. Garis freatik digambarkan sesuai dengan prosedur.
b. Garis-garis ekuipotensial digambarkan pada penampang melintang tanggul
dengan interval antar garis ekuipotensial ( h) yang sama (Bowles, 1989), h
diperoleh dengan membagi tinggi tekanan air (perbedaan elevasi antara
permukaan air dalam waduk dan permukaan air di bagian hilir bendungan)
dengan suatu bilangan bulat (Sosrodarsono dan Takeda, 1977).
c. Garis jaringan aliran digambarkan berdasarkan ketentuan bahwa garis
ekuipotensial dan garis aliran berpotongan tegak lurus.
Jaringan aliran di dalam tanggul juga dapat digambarkan dengan berbagai
metode yang telah dikembangkan dari persamaan Laplace (Dunn, et al., 1979),
yaitu:
a. Penyelesaian matematis langsung
b. Penyelesaian secara numeris
c. Penyelesaian secara analogi elektrik
d. Penyelesaian secara grafis.
Gambar 5. Jaringan aliran dalam tubuh tanggul
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1977) untuk menggambarkan jaringan
trayektori aliran rembesan melalui tubuh tanggul perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a. Trayektori aliran rembesan dengan garis ekuipotensial berpotongan secara
tegak lurus, sehingga akan membentuk bidang – bidang yang mendekati
bentuk bujur sangkar atau persegi panjang.
b. Apabila dibagi – bagi dengan bentuk yang besar hanya mendekati bentuk
bujur sangkar, akan tetapi bila dibagi – bagi lagi menjadi bagian yang lebih
kecil, maka bentuk bujur sangkar akan semakin nyata.
c. Pada bidang di bawah tekanan atmosfer, dimana aliran rembesan tampak
dari luar bukan merupakan trayektori aliran rembesan, karena tidak akan
membentuk bidang – bidang persegi panjang dan trayektori aliran rembesan
dengan permukaan tersebut tidak akan berbentuk potongan secara vertikal.
d. Titik perpotongan antara garis-garis ekuipotensial dengan garis depresi
adalah nilai interval h. Panjang zona basah a dapat dihitung dengan
persamaan:
2
2
2
2
sincoscos
Hpdda ………………………………….. (1)
dimana:
a = panjang zona basah (cm)
d = jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir (cm)
H = tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan hilir) (m)
= sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul.
Garis freatik merupakan parabola, sehingga digunakan persamaan berikut:
y = x2…………………………………………………………………. (2)
untuk nilai y = yo, maka besarnya nilai K dapat ditentukan dengan persamaan:
2
o
o
x
yK ……………………………………………………………… (3)
dimana:
y = jarak vertikal pada garis freatik (cm)
K = koefisien
x = jarak horizontal pada garis freatik (cm).
F. Program Geo-Slope
Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-
environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002.
Program Geo-Slope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W, Sigma/W, Quake/W,
Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya saling berhubungan sehingga
dapat dianlisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program
yang sesuai untuk tiap – tiap masalah yang berbeda. Pengertian untuk tiap
program tersebut:
1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan
stabilitas lereng.
2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah.
3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan
masalah deformasi.
4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang
berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, kemiringan lereng.
5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal.
6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan
Seep/W untuk model pengangkutan zat – zat pencemar.
Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisis
rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material
menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam
menganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil, hidrogeologika dan
proyek pembangunan tambang. Program Seep/W mampu memecahkan hampir
semua masalah yang berhubungan dengan air tanah, meliputi:
1. Penghilangan tekanan air pori setelah kondisi waduk drawndown (muka air
surut tiba – tiba).
2. Jumlah rembesan yang mengalir pada permukaan.
3. Drawndown dari suatu permukaan air di bawah tanah dalam kaitannya
dengan pemompaan dari suatu aquifer.
4. Pengaruh dari saluran di bawah permukaan tanah dan sumur – sumur injeksi
(injection wall).
Adapun keunggulan yang dimiliki oleh program Seep/W diantaranya adalah:
1. Jenis analisa meliputi kondisi aliran steady state (mantap), aliran transient
(tidak mantap), aliran 2D, dan aliran 3D.
2. Jenis boundary conditions (kondisi batas) meliputi total head, pressure
head, dan lain sebagainya. Kondisi batas dapat diatur dan dibatalkan untuk
mengetahui bentuk kondisi rembesan.
3. Volume air dan fungsi konduktivitas dapat diperkirakan dari parameter dasar
dan fungsi grain size (ukuran butiran).
4. Dapat melakukan penggambaran aliran air.
5. Membatalkan dan mengulangi perintah-perintah pada program Seep/W.
Data-data yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas
(konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head pressure), pF, fluks, atau dengan
kombinasi data-data yang tersedia tersebut. Dalam hal ini, data yang dipergunakan
untuk penggambaran garis aliran dengan pogram Seep/W adalah nilai
permeabilitas dan pF.
Program Seep/W ditampilkan dalam format windows sehingga memudahkan
di dalam penggunaannya. Adapun tahap-tahap penggambaran dari persiapan,
input data sampai running semua tersedia pada menu bar dan tools bar. Tahapan
penggambaran dengan program Seep/W adalah sebagai berikut:
1. Atur skala dan grid untuk membatasi daerah penggambaran dan menentukan
ukuran terkecil dari dimensi tersebut.
2. Sketsa model tanggul digambarkan berdasarkan dimensi yang sudah ada
dengan menggunakan metode penggambaran dua dimensi.
3. Masukkan data konduktivitas hidrolik dan pF ke dalam persamaan (key in).
4. Bagi sketsa model menjadi beberapa elemen melalui perintah draw lalu
lanjutkan ke elements. Maka sketsa model tanggul yang sudah ada telah
terbagi menjadi beberapa bagian.
5. Tentukan kondisi batas (boundary conditions) dengan cara klik menu draw
lalu lanjutkan ke boundary conditions. Kemudian klik pada bagian hulu data
pressure head (p) sedangkan pada bagian hilir klik data debit (Q).
6. Untuk menentukan flux section maka klik menu draw lalu lanjutkan ke flux
section kemudian klik bagian sketsa tanggul dari bawah sampai atas.
7. Periksa dan pisahkan data dengan menu verify/sort data, apabila masih
terjadi error maka periksa ulang data yang dimasukkan melalui key in,
elemen, maupun boundary conditions.
8. Setelah itu pecahkan permasalahan dengan menggunakan menu tools
kemudian klik solve untuk mendefinisikan data tiap elemen agar tergambar
dalam hasil running.
9. Melihat hasil running dengan cara klik menu tools pada bagian atas
kemudian klik contour.
Hasil akhir yang diperoleh adalah diketahuinya arah/vektor aliran, garis rembesan,
pola aliran air (flow net), dan debit rembesan.