II. LUNG DISEASES - draguscn.com · ... Laporan Bulanan Puskesmas LED : ... Penyakit ISPA...

109

Transcript of II. LUNG DISEASES - draguscn.com · ... Laporan Bulanan Puskesmas LED : ... Penyakit ISPA...

Katalog Dalam Terbitan, Kementerian Kesehatan RI

616.24

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan

Petunjuk teknis penerapan pendekatan praktis

Kesehatan paru di Indonesia.-

Jakarta : Kementerian

Kesehatan RI. 2015

ISBN 978-602-235-753-7

1.

Judul I. RESPIRATORY SYSTEM

II. LUNG DISEASES –

GUIDELINES

III. TUBERCULOSIS IV. PNEUMONIA

V. ASTHMA

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas

Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Petunjuk Teknis Pendekatan

Penerapan Kesehatan Paru di Indonesia dapat diselesaikan tepat waktu.

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan yang

berpusat pada pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas penemuan

terduga TB, penatalaksanaan Penumonia �5 tahun, Asma dan Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK) diintegrasikan dalam pelaksanaannya di

fasilitas kesehatan.

Petunjuk Teknis ini direkomendasikan untuk menjadi pegangan petugas di

fasilitas kesehatan dan dinas kesehatan, agar dapat mempermudah

petugas di fasilitas kesehatan dalam penerapan Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru.

Akhirnya kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada tim

penyusun, narasumber dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam

penyusunan petunjuk teknis Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan

Paru. Petunjuk Teknis ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam

penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

Jakarta, Januari 2015

Direktur Jenderal

Dr. H. Mohamad Subuh, MPPM

NIP 196201191989021001

Daftar Isi

Pengantar

Daftar Isi

Daftar Singkatan

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………1

A. Latar Belakang………………………………………………… 1

B. Tujuan……………………………………………………………2

C. Sasaran………………………………………………………….3

D. Ruang Lingkup………………………………………………….3

E. Landasan Hukum………………………………………………3

F. Pengertian……………………………………………………….4

BAB II. PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………...6

A. Tujuan……………………………………………………………6

B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru………......6

C. Kebijakan Operasional……………………………………….. 6

D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru…………….. 7

E. Pengorganisasian…………………………………………….. 8

F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan…………… 9

BAB III. TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN

PRAKTIS KESEHATAN PARU ………………………………….11

A. Penilaian……………………………………………………….11

B. Pengelompokkan……………………………………………. 11

C. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut…………………….. 37

BAB IV. PEMANTAUAN DAN EVALUASI………………………………. 63

A. Pencatatan dan Pelaporan………………………………… 63

B. Indikator………………………………………………………..65

BAB V. PENUTUP………………………………………………………….69

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….70

LAMPIRAN …………………………………………………………………

Daftar Singkatan

ABPA : Allergic Bronchopulmonary Aspergilosis

ACT : Asthma Control Test

AI : Avian Inuenza

AP : Akhir Pengobatan

APE : Arus Puncak Ekspirasi

BB/U : Berat badan/ Umur

BCG : Bacillus Calmate Guerin

BKB : Batuk Kronik Berulang

BTA : Basil Tahan Asam

CAT : COPD Assessment Test

COPD : Chronic Obstructive Pulmonary Disease

DM : Diabetes Mellitus

DOT : Directly Observed Treatment (=PMO)

DOTS : Directly Observed Treatment Shortcourse

DPI : Dry Powder Inhaler

DPT : Diphteri Pertusis Tetanus

FEV1 : Force Expiratory Volume in 1 second (Volume

Ekspirasi Paksa Detik)

FKTP : Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

FKRTL : Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut

GINA : Global Initiative for Asthma

HB : Haemoglobin

HRZE : Isoniazid(H), Rifampicin(R), Pyrazinamide(Z),

Etambutol(E)

Ht : Hematokrit

IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia

IDT : Inhalasi Dosis Terukur

IGD : Instalasi Gawat Darurat

ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

KIE : Komunikasi Informasi Edukasi

KMS : Kartu Menuju Sehat

KTS : Konseling dan Testing Sukarela

LB 01-04 : Laporan Bulanan Puskesmas

LED : Laju Endap Darah

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

M&E : Monitoring dan Evalusi

MDG’s : Millenium Development Goals

MDI : Metered Dose Inhaler

MDR TB : Multi Drug Resistant Tuberculosis

NaCl : Natrium Chlorida

NAPZA : Narkotika Psikotropika Zat Adiktif

OAT – KDT : Obat Anti Tuberkulosis - Kombinasi Dosis Tetap

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

ODHA : Orang Dengan HIV AIDS

PAL : Practical Approach to Lung Health

PCP : Pneumocytis Carinii Pneumonia

PEF : Peak Expiratory Flow

PEFR : Peak Expiratory Flow Rate

PFM : Peak Flow Meter

PHBS : Perilaku Hidup Bersih Sehat

POKJA : Kelompok Kerja

PPM : Public Private Mix

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

PRGE : Penyakit Reuks Gastroesofageal

RHZ : Rifampicin(R), Isoniazid (H), Pyrazinamide(Z)

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RJ : Rawat Jalan

RRS : Ruang Rawat Sehari

RTL : Rencana Tindak Lanjut

SP2TP : Sistem Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas

SPO : Standard Prosedur Operasional

S-P-S : Sewaktu- Pagi- Sewaktu

TB : Tuberkulosis

TB/HIV : Tuberkulosis/ Human Immunodeciency Virus

TMP : Trimetoprime

Uji BD : Uji Bronkodilator

UPK : Unit Pelayanan Kesehatan

VEP : Volume Ekspirasi Paksa

WHO : World Health Organization

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di beberapa negara termasuk Indonesia, tatalaksana pasien

gangguan saluran pernapasan yang diselenggarakani fasilitas

kesehatan tingkat pertama (faskes tingkat pertama) atas dasar

sekumpulan gejala tanpa indikasi yang sistematik dan jelas. Indonesia

pada umumnya, situasi pelayanan penyakit pernapasan pada

umumnya menunjukkan gejala yang sama seperti Tuberkulosis (TB),

Pneumonia, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).

Berdasarkan data WHO tahun 2008, di dunia sekitar 20%-30%

pengunjung fasilitas kesehatan tingkat pertama yang berusia � 5 tahun mencari pengobatan karena gangguan saluran pernapasan.

Riskesdas 2013 menunjukan bahwa: terdapat 25% kasus gangguan

pernapasan dari semua golongan umur yang berkunjung ke fasilitas

kesehatan.

World Health Organization (WHO) telah memperkenalkan strategi

Practical Approach to Lung Health (PAL) / Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru yang telah dituangkan dalam strategi kelima dari

Rencana Strategis Program Pengendalian TB di Indonesia tahun 2011

– 2014.

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan

yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas

penatalaksanaan Penemuan terduga TB,Pneumonia 5 tahun, Asma

dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang terintegrasikan

dalam pelaksanaannya di fasilitas kesehatan.

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru telah dilaksanakan dan

diterapkan di 3 provinsi (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Lampung) di

PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Indonesia sebagai pilot project (thn 2010 – 2014) dengan dana

bantuan GF ATM. tahun 2010 hingga tahun 2014.

Pendekatan ini dilaksanakan dengan pertimbangan:

1. TB dan Pneumonia merupakan penyebab kesakitan dan kematian

pada orang dewasa muda di negara-negara berpendapatan rendah

dan menengah. Namun di Indonesia, Pneumonia dewasa belum

ada pembakuan penatalaksanaannya;

2. PPOK merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker di dunia tahun 2002. Sementara di

Indonesia PPOK merupakan program yang baru dikembangkan

dan penerapannya belum merata di sarana pelayanan terdepan;

3. Asma menyerang sekitar 150 juta penduduk dunia. Di Indonesia

berdasarkan data Sistem Informasi Rumah sakit (SIRS), Asma

cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

4. Hasil pilot project penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

di 3 provinsi bahwa jumlah pasien dengan gangguan pernapasan

sekitar 25%-38% dari seluruh/total kunjungan ke Fasilitas

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), dan proporsi pasien 4

penyakit Pendekatan Praktis Kesehatan Paru tersebut sekitar

1,7%-1,9% terhadap seluruh gangguan pernapasan. Dari 4

penyakit tersebut, proporsi kasus TB baru per total gangguan

pernapasan meningkat dari 0,68% pada tahun 2010 menjadi 0,72

tahun 2013 dan 0,69% pada tahun 2014. Untuk kasus asma, PPOK

dan pneumonia (diatas 5 tahun) yang sebelumnya belum pernah

dilaporkan ternyata jumlah kasusnya cukup banyak di temukan di

FKTP. Proporsi Asma 0,59% -0,66%, PPOK 0,09%-0,14% dan

pneumonia 0,11%-0,13%. Penerapan Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru di 3 provinsi dapat menemukan kasus TB baru

yang lebih tinggi.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Buku ini disusun sebagai acuan bagi tenaga kesehatan dalam

penerapan pendekatan praktis kesehatan paru.

2. Tujuan Khusus

a. Tersedianya acuan dalam Penemuan terduga TB

2 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

b. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Pneumonia

c. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana Asma

d. Tersedianya acuan dalam Tatalaksana PPOK

C. Sasaran

Sasaran buku ini untuk tenaga kesehatan di:

1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

3. Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota

4. Dinas Kesehatan Provinsi

D. Ruang lingkup

Ruang lingkup buku panduan ini adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru,

2. Kebijakan Operasional Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

3. Tatalaksana Penyakit Terkait Pendekatan P raktis Kesehatan Paru

4. Monitoring dan Evaluasi

E. Landasan Hukum

1. Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor

125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

4. Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian

Negara (Lembaran Negara Nomor 166, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4916);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3495);

3 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

6. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996

Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 3637);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antar Pemerintah, Pemerintah Daerah

Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota;

8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan,

Tugas, Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi

,Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013

Tentang Jaminan Kesehatan;

10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;

11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

1537A/Menkes/SK/XII/2002 tentang Pedoman Pemberantasan

Penyakit ISPA Penanggulangan Pnemoni pada Balit a;

12. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1022/Menkes/SK/XI/2008

tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik ;

13. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008

tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma;

14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009

tentang Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.

F. Pengertian

1. Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan suatu pendekatan

yang berpusat pada pasien untuk meningkatkan kualitas diagnosis

dan pengobatan penyakit pernapasan di tingkat fasilitas kesehatan

2. Terduga TB adalah seseorang dengan gejala utama batuk

berdahak selama �2 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan

gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak

nafas badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun,

rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat pada malam hari

tanpa kegiatan sik, demam meriang lebih dari satu bulan.

3. Pneumonia adalah infeksi akut pada jaringan paru

4. Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang

melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya

4 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan

gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di

dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau

menjelang pagi.

5. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu penyakit

yang dapat dicegah dan diobati dan mempunyai beberapa

pengaruh kelainan ekstra paru yang mempengaruhi tingkat

keparahan penyakit. Kelainan paru ditandai dengan hambatan

aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif (makin

lama makin berat) dan berhubungan dengan respons inamasi

terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya.

Eksaserbasi dan komorbiditas (penyakit kardiavaskular,

osteoporosis, depresi, Diabetes Melitus, sindrom metabolik,

infeksi saluran napas, kanker paru) berkontribusi terhadap

tingkat keparahan untuk setiap pasien.

5 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

BAB II

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru adalah suatu pendekatan pelayanan

kesehatan paru untuk meningkatkan penemuan terduga TB, kasus

Pneumonia � 5 tahun, Asma dan PPOK, dan kualitas tatalaksana ke 4

penyakit gangguan pernapasan di fasilitas kesehatan.

A. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk memperkuat sistem kesehatan dalam melakukan diagnosis

dan pengobatan kasus gangguan pernapasan.

2. Tujuan khusus:

a. Meningkatkan esiensi pelayanan di fasilitas kesehatan dalam

menangani kasus-kasus gangguan pernapasan.

b. Meningkatkan kualitas penatalaksanaan kasus gangguan

pernapasan dalam sistem pelayanan kesehatan.

c. Meminimalisasi beban kesakitan dan kematian akibat gangguan

pernapasan.

B. Komponen Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Komponen yang perlu diperhatikan dalam penerapan Pendekatan

Praktis Kesehatan Paru di suatu wilayah adalah:

1. Diprioritaskan pada 4 penyakit gangguan pernapasan yaitu TB,

Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.

2. Standarisasi penanganan gangguan saluran pernapasan 4 penyakit

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di Puskesmas.

3. Koordinasi antar tingkat pelayanan kesehatan umum, dan antar

program pengendalian TB dengan pengendalian gangguan

pernapasan lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Akut/ ISPA d an

Pengendalian Penyakit Tidak Menular/ PPTM).

C. Kebijakan Operasional

1. Mengembangkan dan memperkuat kegiatan Program Pengendalian

TB, ISPA, Asma dan PPOK.

6 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

2. Mengoptimalkan deteksi dini (skrining) penyakit TB, Pneumonia �5

tahun, Asma dan PPOK.

3. Meningkatkan tatalaksana Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

sesuai standar.

4. Memantau dan mengevaluasi penerapan kegiatan Pendekatan

Praktis Kesehatan Paru.

5. Meningkatkan manajemen deteksi dini penyakit terkait gangguan

pernapasan secara optimal.

6. Meningkatkan peran petugas kesehatan dalam melakukan KIE yang

benar tentang penyakit TB, Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.

7. Mengembangkan sistem informasi Pendekatan Praktis Kesehatan

Paru.

8. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam kebijakan dan

pembiayaan penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

9. Mengembangkan dan memperkuat jejaring kerja Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru.

D. Prinsip Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

1. Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru merupakan

pendekatan praktis terhadap 4 jenis penyakit gangguan pernapasan,

yaitu TB, Pneumonia �5 tahun, Asma dan PPOK.

2. Pendekatan fungsional yang memadukan program yang sudah ada

(TB, ISPA, dan PPTM), bukan secara struktural.

3. Pendekatan praktis terhadap gejala penyakit, bukan pada

penyakitnya, karena seorang pasien dapat mengalami lebih dari 1

gangguan pernapasan.

4. Tatalaksana terintegrasi pada pasien dengan mengacu pada

standar tatalaksana masing-masing penyakit.

5. Pembentukan dan pengembangan jejaring kerja Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru.

6. Pemantauan dan penilaian penerapan pelaksanaan kegiatan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilaksanakan secara berkala

dan berkesinambungan.

7 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

E. Pengorganisasian

Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru perlu dibentuk

Kelompok Kerja (Pokja) pada semua tingkat, mulai dari tingkat

nasional, provinsi, kabupaten/kota yang beranggotakan unsur dari

unit teknis yaitu Program Pengendalian TB, Program Pengendalian

ISPA, Program Pengendalian Penyakit Asma dan PPOK

(Pengendalian Penyakit Tidak Menular), Program Bina Upaya

Kesehatan, Tim Ahli Klinis (TAK), Organisasi profesi, WHO,

Perwakilan LSM dan donor.

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan Fasilitas Kesehatan Rujukan

Tingkat Lanjut, Tim beranggotakan :

1. Pimpinan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Komite Medik

Rumah Sakit

2. Dokter fungsional

3. Perawat/bidan

4. Petugas laboratorium

5. Petugas farmasi

6. Petugas pencatatan & pelaporan

Pimpinan Fasilitas Kesehatan menunjuk seorang Koordinator

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru yang mempunyai akses ke unit

DOTS maupun ke Poli PTM/Poli PAL/Penyakit Dalam/Poli Paru.

Pimpinan Puskesmas dapat menjadi koordinator Penerapan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru di wilayah kerjanya.

Tugas dan Fungsi Pokja:

1. Pusat

a. Menyusun panduan teknis dan rencana aksi nasional Penerapan

Praktis Kesehatan Paru.

b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.

d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.

e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik

lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.

8 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

9 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

2. Provinsi dan Kabupaten/kota

a. Menyusun rencana kerja Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

b. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia.

c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan.

d. Membentuk jejaring kerja dan melakukan koordinasi.

e. Menyediakan dukungan program (anggaran, sarana, dan logistik

lainnya) sesuai tugas dan fungsi program terkait.

f. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan.

3. Fasilitas Kesehatan

a. Menyusun rencana kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan

Paru

b. Melakukan tatalaksana kasus gangguan pernapasan terkait

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

c. Membangun jejaring internal dan eksternal melalui koordinasi

dengan wasor TB, pengelola program PTM dan pengelola

program ISPA dinas kesehatan kabupaten/kota

d. Memantau dan melaksanakan mekanisme rujukan terkait

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

e. Melakukan pencatatan dan pelaporan.

F. Pelaksanaan Kegiatan di Fasilitas Kesehatan

1. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :

a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan

b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala

c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya

d. Merujuk pasien yang membutuhkan perawatan lebih lanjut

e. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan

f. Melaksanakan pertemuan jejaring internal dan eksternal

g. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)

2. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut :

a. Menilai keadaan pasien gangguan pernapasan

b. Mengelompokkan penyakit berdasarkan gejala

c. Menegakkan diagnosis penyakit dan penanganannya

d. Melakukan perawatan pasien yang dirujuk

e. Memberikan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi)

f. Melakukan rujuk balik

g. Melaksanakan pencatatan dan pelaporan bagi pasien rujuk balik

h. Meningkatkan jejaring internal dan eksternal

10 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

BAB III

TATALAKSANA PENYAKIT TERKAIT PENDEKATAN PRAKTIS

KESEHATAN PARU

Langkah-langkah Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan mulai dari

penilaian, pengelompokkan berdasarkan gejala penyakit, penegakan

diagnosis, penatalaksanaan, dan tindak lanjut

A. Penilaian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penilaian:

1. Pengisian Identitas Pasien

Setiap pasien harus dilengkapi Kartu Identitas Pasien (dengan

menggunakan formulir PAL 01 dan PAL 02).

2. Anamnesis

Anamnesis pada kunjungan pertama kali ditanyakan keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat

pekerjaan dan sosial, dan riwayat penyakit keluarga.

Tujuan kunjungan awal dan kunjungan ulang dapat berbeda.

Kunjungan ulang bisa dilakukan untuk memenuhi janji atau

karena serangan penyakit (Asma atau PPOK) diluar jadwal

kunjungan ulang. Jika kunjungan ulang, tanyakan

p e r k e m b a n g a n setelah mendapat pengobatan sebelumnya.

Bila kunjungan karena keadaan yang memburuk/berat

pertimbangkan adanya kegawatan dan segera dirujuk ke Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan sik yang diukur adalah tanda vital (nadi, frekuensi

napas, suhu badan dan tekanan darah) dan menilai keadaan

umum (kesadaran pasien).

4. Penilaian Keadaan Pasien dan Tindak Lanjut

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan sik selanjutnya

keadaan pasien dikelompokkan berdasarkan gejala/tanda atau

diagnosis. Dalam situasi kegawatdaruratan pasien harus segera

ditatalaksana.

11 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

5. Pengisian Rekam Medis dengan Benar dan Lengkap

Catat semua informasi yang berkaitan dengan batuk dan sesak

napas, ditambah informasi lain bila ada.

B. Pengelompokkan

Kelompokkan pasien berdasarkan gejala dan tanda yang

sama/menyerupai untuk menegakkan diagnosis. Pasien dengan gejala

sedang dan ringan ditatalaksana di Fasilitas Kesehatan Tingkat

Pertama sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang ada.

1. Gejala dan Tanda Berdasarkan Gangguan Pernapasan

Identikasi gejala dan tanda berdasarkan gangguan pernapasan,

yaitu:

a. Batuk.

b. Sesak.

Atas dasar gejala utama tersebut digali informasi tambahan

untuk dilakukan penatalaksanaan lebih lanjut. Adapun gejala

lain yang mungkin menyertai dapat berupa nyeri dada dan batuk

darah (lihat Bagan 1.).

12 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Bagan 1. Gejala Gangguan Pernapasan

a. Batuk

Bila pasien datang dengan keluhan batuk, maka tanyakan:

1) Sudah berapa lama? Lama batuk dapat di bedakan menjadi �2

minggu dan < 2 minggu.

2) Apakah memburuk pada malam atau dini hari?

3) Apakah ada pencetus?

4) Bagaimana pola batuknya (menetap atau tidak)?

5) Apakah berdahak, bila ya bagaimana kekentalan dan warna

dahak?

6) Apakah dahak bercampur darah?

7) Adakah keluhan saluran napas atas, seperti sakit tenggorok,

hidung tersumbat, pilek, dan bersin?

8) Adakah keluhan pernapasan, seperti sesak napas, nyeri dada,

Gejala Gangguan Pernapasan

Batuk

Sesak Napas

Gejala Lain

• Tuberkulosis

• Asma • Pertusis • Sinusitis • Bronkitis kronis • Bronkiektasis

• PRGE

• Pneumonia • Faringitis • Laringitis • Tonsilitis • Sinusitis • Bronkitis Akut

• Pleuritis

• Efusi pleura • Pneumo-toraks • PRGE

• TB • Bronkiektasis • Tumor Paru

≥ 2 minggu

< 2 minggu

• Asma

• PPOK • Pneumotoraks • Efusi Pleura • PRGE (Penyakit

Reuks Gastro Esofagus)

Nyeri Dada Batuk Darah

13 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

dan mengi?

9) Adakah keluhan yang lainnya, seperti demam, nyeri epigastrium,

dan mual?

Bila batuk �2 minggu, disertai demam, pikirkan kemungkinan

adanya infeksi kronik saluran pernapasan seperti TB dan Bronkitis

Kronik.

Bila batuk < 2 minggu disertai demam, pikirkan kemungkinan

adanya infeksi akut saluran pernapasan sebagai berikut:

1) Pneumonia.

2) Tonsil itis.

3) Sinusitis.

4) Laringitis.

5) Bronkitis akut.

b. Sesak napas

Dapat disebabkan oleh gangguan pernapasan dan bukan

gangguan pernapasan (misalnya kelainan jantung dan pembuluh

darah, gangguan metabolik-endokrin, hematologi, tumor pada

saluran pernapasan dan psikis).

Tanda-tanda sesak napas yang bukan disebabkan oleh gangguan

pernapasan adalah:

1) Umumnya tidak disertai gejala pernapasan lainnya (batuk,

berdahak).

2) Terdapat tanda dan gejala dari organ atau sistem terkait.

c. Gejala lain

1) Nyeri dada (yang lokasinya bukan di daerah jantung), dapat

disertai demam atau batuk dan terlokalisir, pikirkan pleuritis.

Berikan anti-inamasi, analgetik dan antibiotika jika bersifat

akut. Rujuk jika tidak ada perbaikan. Umumnya nyeri dada

disertai gejala pernapasan lainnya (sesak napas dan batuk).

2) Batuk darah mungkin disebabkan oleh Tuberkulosis,

Bronkiektasis dan Tumor Paru. Jika terlihat tanda-tanda

14 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

kegawatdaruratan, segera rujuk pasien ke Fasilitas Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjut.

2. Tanda-tanda Kegawatdaruratan untuk Pasien yang Perlu

Dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

Tanda-tanda kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan

segera dan lebih cepat adalah salah satu dibawah ini:

a. Kesadaran menurun: sangat gelisah dan bingung;

b. Bernafas menggunakan seluruh otot bantu pernapasan;

c. Sesak nafas pada saat berbicara atau istirahat;

d. Batuk darah;

e. Tekanan sistolik < 90 mm Hg dan diastolik < 60 mm Hg;

f. Frekuensi pernapasan 30/ menit;

g. Frekuensi nadi 120/menit;

h. Suhu Badan > 39ºC (Aksila).

Bagan 2. Mekanisme Rujukan Pasien PAL dari Fasilitas Kesehatan

ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

Catatan : Fasilitas Kesehatan mengisi rekap Formulir PAL 06 setelah menerima jawaban rujukan formulir PAL 04 dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut • Penatalaksanaan sesuai SOP • Pengisian Formulir PAL 04 (jawaban rujukan) • Mengirimkan Formulir PAL 04 yang terisi ke Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer

• Penilaian Keadaan Pasien

• Penatalaksanaan Kegawatdaruratan

• Pengisian Formulir PAL 04

• Pengisian rekap Formulir PAL 06

Ru

jukan

Ru

jukan

Ba

lik

15 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

C. Penegakan diagnosis

Penegakan Diagnosis berdasarkan pengelompokan gejala, tanda

dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pasien yang mengalami

kegawatdaruratan segera dilakukan tindakan awal atau dirujuk ke

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut. Pemeriksaan

penunjang dilakukan sesuai kebutuhan untuk menegakkan

diagnosis berdasarkan Tabel 1. dan Tabel 2. pada halaman berikut.

16 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Ta

be

l

1.

T

ata

lak

sa

na

P

as

ien

G

an

gg

ua

n

Pe

rnap

as

an

(P

en

dek

ata

n P

rak

tis

Kes

eh

ata

n P

aru

)

Geja

la

Uta

ma

G

eja

la

Ta

mb

ah

an

P

em

eri

ksa

an

Fis

is P

em

eri

ksa

an

P

enu

nja

ng

Kla

si

ka

si/

D

iag

no

sis

Ba

tuk

≥�2

min

gg

u

·

Berd

ahak

·

B

erd

ara

h

·

Nye

ri

da

da

·

S

esa

k

nap

as

·

N

afs

u

maka

n

men

uru

n

·

Bera

t

ba

da

n

menuru

n

·

Keri

ng

at

m

ala

m

·

Suh

u

Su

bfe

bri

s

·

Ba

da

n

lesu

Ausk

ulta

si

berv

ari

asi

sesu

ai

lu

as

le

si (b

isa

norm

al

ata

u

de

ng

an

kela

ina

n)

· P

eriks

a B

TA

SP

S

Tu

be

rku

los

is

Pa

ru

17 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Batu

k

<2

m

ing

gu

·

D

em

am

·

S

esa

k

napas

·

N

yeri

d

ad

a

ple

uri

tik

·

Da

hak

berw

arn

a

·

Pik

irka

n

Av

ian

In

u

en

za

(AI)

bila

ada

riw

aya

t

kon

tak

de

ng

an

u

ng

ga

s

yan

g

saki

t/m

ati.

Su

hu

>

3

7.5

0C

·

Fre

kue

nsi

nap

as

:

o

Um

ur

5-1

2

tahu

n:

30x/

menit

o

U

mur

≥13

ta

hu

n:

20x/

menit

·

F

reku

ensi

nadi

ce

pat

(>

100x/

menit)

·

Sia

nosi

s

(jik

a

bera

t) ·

A

usk

ulta

si ro

nki

basa

h

· P

em

eri

ksaa

n G

ram

S

putu

m ·

Pem

eri

ksaa

n dara

h

tepi ditem

uka

n le

uko

sito

sis

· P

ad

a A

I pem

eri

ksaa

n dara

h

tepi ditem

uka

n le

uko

pe

nia

Pn

eu

mo

nia

18 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Geja

la

Uta

ma

G

eja

la T

am

ba

ha

n P

em

eri

ksa

an

Fis

is

Pe

me

rik

saan

P

en

un

jan

g

Dia

gn

os

is/

K

las

ik

as

i

Batu

k

den

ga

n

kara

kteri

stik

:

·

Be

rula

ng

ata

u

hila

ng

timbul

·

Ad

a

fakt

or

p

encetu

s

Mem

buru

k

pa

da

m

ala

mhari

S

esa

k

napas

d

eng

an

ka

rakt

eri

stik

:

·

Be

rula

ng

ata

u

hila

ng

timbul

·

A

da

fa

ktor

pe

nce

tus

Da

pat

dis

ert

ai:

·

Men

gi

·

S

esa

k napas

·

Dad

a te

rasa

bera

t/te

rteka

n ·

B

erd

aha

k ·

R

iwaya

t

ato

pi

·

Riw

aya

t

kelu

arg

a (A

sma/a

topi)

Be

rvari

asi

dari

norm

al

sa

mpai

terd

eng

ar

w

he

ezi

ng.

Di s

aat s

era

ngan

bis

a

dite

mukan:

· P

em

aka

ian

oto

t bantu

na

pas

· M

enin

gka

tnya

Fre

kuensi

n

ap

as

· N

ad

i da

pa

t m

en

ingka

t

· Te

rde

ngar

whee

zing

· Spir

om

etr

i

· Uku

r

Aru

s

Pu

nca

k

Eks

pir

asi

(A

PE

)

Asm

a

19 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Sesa

k

Na

pas

de

ng

an

ka

rakt

eri

stik

:

·

Teru

s

me

neru

s

dan

bert

am

bah

bera

t

bila

bera

ktiv

itas

·

M

aki

n

lam

a

maki

n

bera

t

(pro

gre

sif)

·

Ada r

iwaya

t m

ero

kok

lam

a a

tau

terp

aja

n z

at

polu

tan

/irita

n

·

Batu

k berd

ahak

yan

g

maki

n b

anyak

·

Dem

am

·

Men

gi

·

U

sia >

45

tah

un

Da

pat d

item

ukan:

·

Tam

pila

n ‘d

ada t

on

g’

·

Pem

aka

ian o

tot

bantu

na

pas

· F

reku

ensi

nap

as

menin

gka

t ·

Whe

ezi

ng

·

Ro

nki

keri

ng

·

Purs

e-l

ip b

reath

ing

(e

kspir

asi

mela

lui m

ulu

t se

pert

i ora

ng m

eniu

p)

· Spir

om

etr

i

· Uku

r A

rus

Puncak

Eks

pir

asi

(A

PE

)

· Foto

tora

ks

PP

OK

20 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

1. Tuberkulosis (TB)

Gejala Utama Tuberkulosis Paru:

a. Batuk 2 minggu.

b. Berdahak.

Gejala Tambahan Tuberkulosis Paru:

a. Batuk berdarah

b. Nyeri dada

c. Sesak napas

d. Nafsu makan menurun

e. Berat badan menurun

f. Keringat malam tanpa kegiatan

g. Badan lesu

h. Demam yang tidak tinggi (subfebris)

Bila dari hasil pengelompokan gejala pasien dinyatakan sebagai

terduga TB, maka pasien dirujuk ke unit DOTS untuk

pemeriksaan lebih lanjut. Bila dari hasil pemeriksaan di unit

DOTS dinyatakan bukan TB maka pasien dirujuk kembali ke poli

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (pikirkan kemungkinan

penyakit Pneumonia, Asma atau PPOK), tetapi bila hasil

pemeriksaan dinyatakan TB maka penatalaksanaan

selanjutnya oleh unit DOTS dan menginformasikan ke poli yang

merujuk.

21 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

TB pada Anak

Pengegakkan diagnosis pada TB anak menggunakan sistem

skoring.

Tabel 3. Sistem Skoring Gejala dan Pemeriksaan Penunjang TB

Parameter 0 1 2 3 Jumlah

Kontak TB Tidak jelas

Laporan keluarga, BTA negatif atau tidak tahu, BTA tidak jelas

BTA positif

Uji tuberculin Negatif Positif ( 10 mm atau 5 mm pada keadaan imunosupresi)

Berat badan/ keadaan gizi

Bawah garis merah (KMS) atau BB/U <80%

Klinis gizi buruk (BB/U < 60%)

Demam tanpa sebab jelas

> 2 minggu

Batuk 2 minggu

Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal

>1 cm, jumlah >1, tidak nyeri

Pembengkakan sendi, panggul, lutut, falang

Ada pembengkakan

Foto toraks Toraks

Normal / tidak jelas

Kesan TB

Jumlah

Catatan : · Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter. · Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab

batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain. · Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien

dapat langsung didiagnosis tuberkulosis. · Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname).-->

22 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

lihat lampiran tabel berat badan anak. · Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak · Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7

hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

· Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 13) · Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk evaluasi lebih lanjut.

Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

1.Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk • penurunan kesadaran • kegawatan lain, misalnya sesak napas 2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi

pleura 3. Gibbus, koksitis

Sumber penularan dan Case Finding TB Anak (sumber IDAI)

Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB, maka harus

dicari sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular

TB. Sumber penularan adalah pasien dewasa dengan TB aktif

dan kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan sumber infeksi

dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan BTA sputum

(pelacakan sentripetal).

Bila telah ditemukan sumbernya, perlu pula dilakukan pelacakan

sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitarnya yang mungkin juga

tertular, dengan cara uji tuberkulin. Bila hasil uji tuberkulin negatif

berarti anak belum terinfeksi atau masih dalam masa inkubasi.

Anak tersebut diberikan profilaksis.

2. Pneumonia

Gejala dan Tanda

Gejala klinis utama Pneumonia adalah batuk dan atau sukar

bernapas, disertai minimal dua gejala tambahan sebagai berikut :

23 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

a. Demam > 38OC.

b. Napas cepat.

1. Umur 5 -12 th : frekuensi napas >30 kali/menit.

2. Umur >13 th : frekuensi napas >20 kali/menit.

c. Nyeri dada pleuritik (nyeri dada pada waktu menarik napas).

d. Pemeriksaan auskultasi: terdengar ronki saat menarik napas.

Diagnosis Pneumonia didasarkan pada anamnesis,

pemeriksaan sik, foto toraks dan laboratorium. Pneumonia

diklasikasi berdasarkan derajat keparahannya yaitu

Pneumonia dan Pneumonia berat. Pneumonia dapat dilakukan

rawat jalan, Pneumonia berat dirujuk ke Fasilitas Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjut, baik pada anak 5 tahun maupun orang

dewasa.

Pemeriksaan Foto Toraks

Pada fasilitas yang memiliki alat rontgen dapat dilakukan

pemeriksaan foto toraks untuk melihat gambaran inltrat atau

konsolidasi.

Pneumonia Anak

Pneumonia bisa disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian

besar episode yang serius disebabkan oleh bakteria. Sulit

menentukan penyebab spesik melalui gambaran klinis atau

gambaran foto toraks. Secara epidemiologi penyebab utama

bakterial pada Pneumonia anak usia >5 tahun adalah

Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, dan

Chlamydia pneumoniae.

Gambaran klinis pneumonia pada anak yang lebih besar (>5

tahun) umumnya timbul secara tiba-tiba, didahului dengan

demam mendadak tinggi sampai menggigil, batuk, dan sakit

Pneumonia

Kriteria Pneumonia yang dirujuk

Kriteria Pneumonia yang harus dirujuk ke Fasilitas Kesehatan

Rujukan Tingkat Lanjut adalah jika ditemukan:

a. Pneumonia Berat.

1) Untuk kelompok umur 5-12 tahun dengan gejala:

24 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Sesak napas .> 30 kali/menit

· Napas cuping hidung.

· Retraksi suprasternal.

· Sianosis.

· Mungkin terdapat ancaman gagal napas.

2) Untuk kelompok umur >13 tahun dengan salah satu gejala

dibawah ini:

· Sesak napas dengan frekuensi >20x/menit.

· Foto toraks menunjukkan inltrate mokulobus.

· Tekanan sistolik <90 mmHg.

· Tekanan diastolik <60 mmHg.

b. Pneumonia pada pengguna NAPZA.

c. Pneumonia dengan batuk darah.

d. Pneumonia pada pasien HIV.

e. Pneumonia pada orang tua.

f. Pneumonia pada pasien DM.

Klasikasi berdasarkan derajat keparahan Pneumonia dibagi

menjadi Pneumonia berat yang harus di rawat inap dan

Pneumonia ringan yang bisa rawat jalan.

a. Pneumonia

Diagnosis

Gambaran klinis Pneumonia:

1) demam, batuk sakit dada

2) sakit kepala, gelisah, malaise,

3) penurunan nafsu makan,

4) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah atau diare,

5) napas anak cepat ( 30 kali/menit).

Pastikan bahwa anak tidak mempunyai tanda-tanda

Pneumonia berat.

b. Pneumonia Berat

Diagnosis:

Terdapat gejala seperti Pneumonia ditambah keadaan seperti

di bawah ini:

Napas cuping hidung,

1) Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (retraksi

25 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

epigastrium),

2) Napas cepat: 30 kali/menit,

3) Ronki basah,

4) Suara pernapasan menurun,

5) Suara pernapasan bronkial,

6) Foto toraks menunjukkan gambaran Pneumonia (inltrat

luas, konsolidasi).

Tanda-tanda bahaya yang mungkin dijumpai:

a) Kejang, letargis atau tidak sadar

b) Tidak dapat minum/makan, atau memuntahkan

semuanya.

c) Sianosis.

d) Distres pernapasan berat.

26 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Pneumonia Komunitas Pada Dewasa

Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas

dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang

terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis

pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,

foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia

komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat

inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di

bawah ini:

· Sesak napas

· Batuk

· Perubahan karakteristik sputum/ purulen

· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam

· Nyeri dada

· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda

konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

· Leukosit �10.000 atau < 4.500

Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat

dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity

Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu

Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas �30x permenit,

tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,

dan usia � 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah

pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1

atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.

Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit

a.l:

· Kesadaran menurun

· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit

· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus

· Tekanan sistolik < 90 mmHg

· Tekanan diastolik < 60 mmHg

· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.

Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan

suportif-simptomatik, al:

27 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Istirahat di tempat tidur

· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat

penurun panas

· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran

· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin

Antibiotik Empiris yang Digunakan

· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat

pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya

o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase

ATAU

o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)

· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat

pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.

o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg,

moksioksasin)

ATAU

o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase

o β laktam ditambah makrolid

Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat

mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan

menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat

penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,

mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit

kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10

mg per hari dan gizi kurang.

3. Asma

Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang

melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya

sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan

gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di

dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau

menjelang pagi.

28 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Episode munculnya gejala tersebut berhubungan dengan

obstruksi saluran respiratori pada berbagai tingkatan, dapat

hilang spontan maupun dengan pengobatan

a. Gejala dengan karakteristik

1) Berulang atau hilang timbul.

2) Ada faktor pencetus.

3) Memburuk pada malam hari.

4) Dapat mereda spontan atau dengan pengobatan pelega

(reversibel).

Gejalanya dapat berupa:

1) Sesak napas.

2) Batuk.

3) Berdahak.

4) Riwayat atopi.

5) Riwayat keluarga (Asma/atopi).

b. Klasikasi

Klasikasi berdasarkan GINA 2003:

1) Asma Intermitten

a. Gejala < 1x seminggu

b. Gejala Asma malam < 2x sebulan

c. Serangan singkat tidak mengganggu aktitas

d. Nilai VEP1 atau APE 80% nilai prediksi

e. Variabilitas APE < 20%

2) Asma Persisten Ringan

a. Gejala 1x seminggu serangan tapi < 1x sehari

b. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur

c. Gejala Asma malam > 2x sebulan

d. Nilai VEP1 atau APE > 80% nilai prediksi

e. Variabilitas APE 20 – 30 %

3) Asma Persisten Sedang

a. Gejala setiap hari

b. Gejala Asma malam > 1x seminggu

c. Eksaserbasi dapat mengganggu aktitas dan tidur

d. Nilai VEP1 atau APE 60 - 80% nilai prediksi

e. Variabilitas APE > 30 %

29 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

4) Asma Persisten Berat

a. Gejala berkepanjangan

b. Eksaserbasi sering

c. Gejala Asma malam sering

d. Aktiftas sik terbatas

e. Nilai VEP1atau APE 60% nilai prediksi

f. Variabilitas APE > 30 %

Klasikasi berdasarkan GINA 2012:

Klasikasi Asma dalam keadaan tidak serangan

berdasarkan kondisi terkontrolnya Asma. Penilaian kontrol

Asma dengan menggunakan Asma Control Test (ACT).

Keterangan selanjutnya pada bagian penilaian kontrol

Asma.

Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:

1) Asma terkontrol penuh.

2) Asma terkontrol sebagian.

3) Asma tidak terkontrol.

Klasikasi berdasarkan GINA 2014:

Gejala tipikal asma:

1) Lebih dari satu gejala berikut: mengi, sesak napas,

batuk, dada terasa berat, terutama pada orang dewasa.

2) Gejala sering memburuk malam hari atau menjelang pagi

3) Gejala bervariasi dari waktu ke waktu dan intensitasnya

4) Ada faktor pencetus

30 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel 4. Penilaian Kontrol Asma untuk dewasa, remaja dan anak

usia 6-11 tahun

A. KONTROL G E J AL A ASMA Dalam 4 minggu terakhir, apakah pasien mempunyai:

Terkontrol (semua kriteria)

Terkontrol Sebagian (didapatkan 1-2 kriteria dibawah ini)

Tidak Terkontrol

Gejala harian asma Tidak ada atau 2x/ mgg

>2x/mgg Didapatkan 3-4 gambaran Asma terkon trol sebagian

Terbangun malam hari karena sesak napas (asma malam/nokturnal)

Tidak ada ada

Keterbatasan aktivitas karena asma

Tidak ada ada

Kebutuhan pelega sesak napas

Tidak ada

>2x/mgg

B. FAKTOR RISIKO ASMA PERBURUKAN (risk factors for poor asthma outcomes)

Nilai faktor risiko saat mendiagnosis dan secara periodik, terutama pada pasien yang pernah eksaserbasi. Pengukuran FEV1 pada saat memulai pengobatan asma, 3-6 bulan setelah pengobatan, dan setelahnya secara periodik untuk menilai risiko selanjutnya. Faktor risiko independen yang dimodikasi untuk terjadinya eksaserbasi: · Gejala asma tidak terkontrol · Penggunaan SABA yang berlebihan (>1

x 200 dosis mdi/bulan) · Penggunaan ICS inadequat, tidak ada

peresepan ICS, kurang patuh berobat, teknik penggunaan inhaler tidak tepat

· VEP1 rendah, terutama bila <60% prediksi

· Masalah psikologis atau sosioekonomi yang besar

· Terpajan asap rokok, atau allergen · Komorbid: obesitas, rhinosinusitis, alergi

makanan · Eosinolia sputum atau darah

≥1 dari faktor risiko ini akan meningkatkan risiko eksaserbasi bahkan pada pasien yang terkontrol dengan baik.

31 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Kehamilan Faktor risiko independen lainnya yang utama: · Riwayat intubasi atau ICU karena asma · Riwayat ≥1 eksaserbasi berat dalam 12

bulan terakhir Sumber: Global Initiative for Asthma (GINA) 2014

Serangan Asma:

Serangan Asma adalah perburukan kondisi penyakit, ditandai

dengan bertambahnya gejala sesak napas, batuk, dan mengi.

Gejala ini timbul disebabkan oleh faktor pencetus. Serangan

Asma dapat bervariasi dari ringan sampai berat bahkan sampai

mengancam jiwa.

Tabel 5. Klasifikasi Asma Berdasarkan Derajat Serangan

Gejala dan Tanda

Berat Serangan Akut Ancaman Henti nafas

Ringan Sedang Berat

Sesak napassaat

Berjalan · Berbicara · Pada bayi,

suara tangis lebih pelan dan pendek

· Kesulitan

Istirahat Pada bayi, berhenti makan

Posisi Dapat tidur terlentang

Duduk Duduk membungkuk

Cara berbicara

Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata

Kesadaran Mungkin gelisah Gelisah Gelisah · Mengantuk,· Gelisah, · Kesadaran

menurun Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata

Mengi Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi

Sangat nyaring, terdengar tanpa

Sulit/tidak terdengar

32 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Penggunaan otot bantu napas

Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakanparadok torakoabdominal

Retraksi Dangkal, retraksi sela iga

Sedang, ditambah

retraksi

suprasterna

Dalam, dan napas cuping hidung

Dangkal/ hilang

Frekuensi napas

Takipnu Dewasa : 20

Takipnu Dewasa : 20 - 30

Takipnu Dewasa : > 30

Bradipnu

Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar : Usia frekuensi napas normal per menit 5 – 14 thn < 30 15 thn < 20

Frekuensi nadi

Dewasa : 100 Dewasa :100 - 120

Dewasa : >120

Bradikardi

Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak : Usia frekuensi nadi normal per menit 2-12 bln <160 1-5 thn <120 6-8 thn <110

Pulsus paradoksus

Tidak ada <10 mmHg

Ada 10-20 mmHg

ada >20

mmHg

· Tidak ada, · Kelelahan otot

respiratorik

Saturasi Oksigen

>95% 91-95% <90% <90%

Sumber: GINA (Global Initiative for Asthma) 2012

Asma Anak

Kecurigaan awal seorang anak menderita Asma adalah gejala

mengi dan/atau batuk yang terjadi secara kronik dan/atau

berulang disebut sebagai BKB (Batuk Kronik Berulang). Tidak

sulit mengidentikasi BKB karena Asma. Batuk karena Asma,

akan timbul bila terpajan dengan faktor pencetus. Sebagian

besar orang tua biasanya dapat menandai hal-hal apa saja yang

menjadi pencetus batuk Asma pada anaknya.

Batuk pada Asma mempunyai ciri khusus yaitu lebih berat pada

malam atau dini hari. Biasanya perbedaan intensitas antara

batuk siang dan malam hari sangat nyata. Pada siang hari

33 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

batuk hanya sesekali, bahkan tidak batuk, sedangkan pada

malam hari anak batuk demikian hebat sehingga anak tidak

dapat tidur atau berulang kali terbangun dari tidurnya karena

batuk. Gejala nokturnal ini menunjukkan adanya variabilitas

yaitu perbedaan intensitas antara siang dan malam hari.

Gejala batuk ini timbul secara berulang atau dapat timbul pada

waktu/musim tertentu. Keadaan ini menunjukkan adanya

periodisitas atau episodisitas. Sebagian besar Asma

dasarnya adalah alergi. Pada penelusuran keluarga secara teliti

biasanya terdapat gejala alergi pada keluarga. Diagnosis Asma

akan lebih kuat bila pasien menunjukkan respons yang baik

terhadap pemberian obat Asma yang ditandai dengan

meredanya batuk. Hal ini menunjukkan adanya reversibilitas.

Gejala mengi pada pasien dewasa hampir selalu

disebabkan oleh Asma. Pada anak gejala mengi dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau keadaan klinis lain.

Sebaliknya anak Asma dapat tanpa gejala mengi namun

dengan gejala batuk dengan karakteristik yang khas.

Diagnosis yang tepat sangat diperlukan pada asma agar

pengobatan yang diberikan tepat pula. Gejala asma bersifat

intermiten sehingga yang lebih sering melihat langsung adalah

orangtua atau pasiennya sendiri. Pada anak diagnosis mengi

sering tertukar dengan penyakit saluran respiratori lain seperti

TB, sindrom croup, bronkiolitis. Diagnosis asma anak

berdasarkan anamnesis (riwayat penyakit), pemeriksaan sik,

dan pemeriksaan penunjang.

1) Anamnesis riwayat penyakit

Untuk diagnosis asma pada anak ada 6 pertanyaan penting

yang perlu diajukan:

· Apakah pasien pernah mengalami mengi atau mengi

berulang?

· Apakah pasien mengalami batuk yang mengganggu tidur

pada malam hari?

34 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Apakah pasien mengalami mengi atau batuk setelah

melakukan aktivitas sik?

· Apakah pasien mengalami mengi, batuk, atau rasa dada

tertekan setelah terpajan allergen inhalan atau polutan?

· Apakah bila mengalami “common cold” terasa sampai di

dada atau memerlukan waktu >10 hari untuk sembuh?

· Apakah gejala membaik setelah pemberian obat asma

(bronkodilator)?

2) Pemeriksaan sik

Karena gejala asma pada anak sangat bervariasi,

maka pemeriksaan sik dapat menunjukkan keadaan

yang normal bila tidak mengalami serangan

(eksaserbasi). Mengi mungkin tidak ditemukan,

namun sering didapatkan ekspirasi yang

memanjang atau mengi saat melakukan ekspirasi

yang panjang. Perbaikan gejala dalam waktu cepat

setelah pemberian salbutamol inhalasi di poliklinik

sangat menyokong diagnosis asma pada anak.

3) Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis Asma memerlukan pemeriksaan uji fungsi paru,

dengan alat Peak Flow Rate Meter dan Spirometer. Namun

pada penerapannya tidak mudah karena memerlukan

koordinasi/manuver yang sulit.

Cara pemberian obat yang utama dalam Asma adalah

dengan inhalasi atau obat hirupan. Anak-anak umumnya

juga mengalami kesulitan untuk menggunakan obat dengan

cara inhalasi, terutama dengan alat Dry Powder Inhaler (DPI)

dan Metered Dose Inhaler (MDI) sehingga menilai respons

pengobatan inhalasi untuk membantu menegakkan

diagnosis, harus berhati-hati.

Bila sudah mampu laksana, anak juga perlu menjalani

berbagai pemeriksaan penunjang selengkap mungkin. Jika

diagnosis masih meragukan maka anak perlu dirujuk ke

35 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

fasilitas yang lebih lengkap untuk evaluasi lebih lanjut.

Kriteria rujukan adalah bila ditemukan berbagai temuan

yang mengarah ke diagnosis lain seperti dapat dilihat pada

tabel diagnosis banding.

Untuk mendukung diagnosis Asma anak dipakai batasan:

1) Variabilitas pada APE atau VEP1 > 15%

Variabilitas harian adalah perbedaan nilai (peningkatan

atau penurunan) hasil APE dalam satu hari. Penilaian

yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas mingguan

yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.

2) Kenaikan > 15% pada APE atau VEP1 setelah pemberian

inhalasi bronkodilator. Terjadi reversibilitas (perbedaan

nilai) setelah pemberian inhalasi bronkodilator.

3) Penurunan > 15% pada APE atau VEP1 setelah uji

provokasi bronkus.

Keterangan :

APE : Arus Puncak Ekspirasi

VEP1 : Volume Ekspirasi Paksa pada detik pertama

Penilaian yang baik dapat dilakukan dengan variabilitas

mingguan yang pemeriksaannya berlangsung > 2 minggu.

Klasikasi Asma Anak

Asma merupakan penyakit kronik yang dapat mengalami

serangan akut, dengan demikian Asma mempunyai dua aspek

yaitu aspek akut (penilaian saat ini) dan aspek kronik

(penilaian jangka panjang). Klasikasi Asma Anak dapat dilihat

dari aspek kronik dan aspek akut.

Pada aspek kronik derajat Asma dibagi 3 yaitu :

1) Asma episodik jarang: Gejala / serangan jarang timbul,

interval antar gejala > 1 bulan.

2) Asma episodik sering: Gejala / serangan sering timbul, interval

antar gejala < 1 bulan.

3) Asma persisten: Gejala hampir selalu ada.

Selain klasikasi diatas, pada aspek kronik diperlukan pula

36 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

klasikasi derajat kontrol (tingkat kendali) asmanya terutama

bila pasien telah mendapat pengobatan jangka panjang

menggunakan obat pengendali asma (kortikosteroid inhalasi).

Klasikasi tingkat kendali asma dapat dilihat pada tabel 4.

Pada aspek akut (serangan atau eksaserbasi), asma anak dibagi

menjadi:

1) Asma serangan ringan.

2) Asma serangan sedang.

3) Asma serangan berat.

4) Ancaman henti napas (lihat tabel 5)

Bila mendiagnosis seorang anak sebagai Asma (Pendekatan

Praktis Kesehatan Paruing tidak untuk pertama kalinya) maka

perlu disebutkan kedua aspek yaitu kronik dan akut. Misalnya,

Asma episodik sering - serangan ringan, atau Asma episodik

jarang - serangan berat. Dapat juga dijumpai pasien yang pada

penilaian saat ini tidak ada gejala sama sekali (Asma

terkontrol), atau ada gejala ringan yang tidak sampai memenuhi

kriteria serangan Asma. Jika pasien sudah menjalani tata

laksana Asma secara jangka panjang dan teratur berkonsultasi

maka kita menilai apakah Asmanya terkontrol atau tidak.

4. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dapat dicegah dan

diobati. Penyakit ini merupakan kelainan paru ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversibel, yang bersifat progresif, berhubungan

dengan respons inamasi terhadap partikel atau gas yang

beracun atau berbahaya. Eksaserbasi dan penyakit penyerta

(penyakit kardiavaskular, osteoporosis, depresi, Diabetes

Melitus, sindrom metabolik, infeksi saluran napas, kanker paru)

dapat mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Penyakit ini

mempunyai beberapa pengaruh kelainan ekstra paru yang

mempengaruhi tingkat keparahan penyakit.

Dalam perjalanan penyakit PPOK, ada fase PPOK stabil dan

37 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

PPOK eksaserbasi akut.

Kriteria PPOK stabil adalah:

a. Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas

kronik

b. Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil

analsis gas darah menunjukan PH normal PC)2 > 60 mmHg

dan PO2 < 60 mmHg

c. Sputum tidak berwarna atau jernih

d. Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat

PPOK (hasil spirometri)

e. Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan

f. Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

Eksaserbasi adalah suatu keadaan akut yang ditandai

dengan perburukkan gejala pernapasan dari keadaaan sehari-

hari yang mengakibatkan pada perubahan penatalaksanaan.

Gejala PPOK eksaserbasi akut:

a. Batuk makin sering / hebat

b. Produksi sputum bertambah banyak

c. Sputum berubah warna

d. Sesak napas bertambah

e. Keterbatasan aktivitas bertambah

f. Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik

g. Kesadaran menurun

Faktor Risiko

1) Faktor risiko pejamu

- Genetik

- Hiper responsif jalan napas

- Pertumbuhan paru

2) Faktor risiko Pajanan

- Asap rokok (perokok aktif dan pasif)

- Polusi tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

- Polusi udara

· Polusi di dalam ruangan: asap rokok, asap tungku

38 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

masak

· Polusi di luar ruangan: gas buang kendaraan bermotor,

debu jalanan

- Infeksi saluran napas bawah berulang

- Kondisi sosial ekonomi

Langkah-Langkah Menegakkan Diagnosis

Pertimbangkan PPOK jika ditemukan :

1. Riwayat pajanan faktor risiko

2. Sesak napas kronik progresif

3. Batuk kronik

4. Berdahak kronik

Tabel 6. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak yaitu:

Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu) Bertambah berat dengan aktivitas Persistent (menetap sepanjang hari) Dijelaskan oleh bahasa pasien sebagai "Perlu usaha untuk bernapas," Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak. Batuk kronik berdahak:

Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK.

Riwayat terpajan factor resiko, terutama Riwayat keluarga dengan PPOK

Asap rokok. Debu dan bahan kimia di tempat kerja Asap dapur

39 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

*Pemeriksaan sik : a) Normal b) Kelainan

- Bentuk dada : barrel chest - Penggunaan otot bantu napas - Pelebaran sela iga - Hipertro otot bantu napas - Femitus melemah, sela iga melebar - Hipersonor - Suara napas vesikuler melemah atau normal - Ekspirasi memanjang

Gambaran foto toraks pada PPOK dapat bervariasi dari normal sampai ditemukan kelainan. Kelainan berupa:

- Hiperinflasi - Hiperlusen - Diafragma Mendatar - Corakan Bronkovaskuler Meningkat - Bulla - Jantung Pendulum

Bagan 3. Alur Diagnosis PPOK

Faktor risiko

- Usia- Riwayat pajanan : asap rokok, polusi udara, polusi tempat kerja

Gejala :- Sesakl napas- Batuk kronik- Berdahak kronik- Keterbatasan aktivitas

Pemeriksaan fisik*

Curiga PPOK Curiga Penyakit Paru Lain

Spirometri Foto ToraksPenanganan sesuai

dugaan penyakit

PPOK Derajat I / II / III / IV

NormalVEP1/KVP <70% (setelahbronkodilator)

40 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Diagnosis Banding PPOK

Diagnosis

Gambaran

klinis

1.

Onset

usia pertengahan

PPOK

2.

Gejala progresif

lambat

3.

Riwayat merokok

(lama

&

jumlah)

4.

Sesak

saat aktivitas

5.

Hambatan aliran

udara

umumnya

ireversibel

Asma

1.

Onset usia dini

2.

Gejala bervariasi

dari

hari

ke

hari

3.

Gejala

pada waktu

malam/dini hari

lebih

menonjol

4. Dapat ditemukan alergi,rinitis dan atau eksim

5. Riwayat asma dalam keluarga

6. Hambatan aliran udara umumnya reversible

Gagal jantung 1. Riwayat hipertensi

Kongestif 2. Ronki basah halus di basal paru

3. Gambaran foto toraks pembesaran jantung dan edema paru

4. Pemeriksaan faal paru restriksi, bukan obstruksi Bronkiektasis 1. Sputum purulen dalam jumlah banyak

2. Sering berhubungan dengan infeksi bakteri

3. Ronki basah kasar dan jari tabuh

4.

Gambaran foto

toraks

tampak

honeycomb

appearence

5.

Penebalan dinding

bronkus

Tuberkulosis

1.

Onset

semua usia

2.

Gambaran foto

toraks

Inltrat

3.

Konrmasi mikrobiologi

(Basil

Tahan Asam

/

BTA)

Sindrom

1.

Riwayat pengobatan

anti

tuberkulosis

adekuat

Obstruksi

Pasca

2.

Gambaran foto

toraks

bekas

TB

:

brotik

dan

klasikasi

minimal TB

(SOPT)

3.

Pemeriksaan

faal

paru

menunjukkan

obstruksi

yang

tidak

reversible

41 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Klasikasi Berdasarkan Beratnya Penyakit

Tabel 7. Klasikasi PPOK Berdasarkan GOLD 2010

Derajat Klinis Faal Paru Keterangan Derajat I: PPOK Ringan

Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering

VEP1/ KVP < 70 % VEP1 80% prediksi

Pasien sering tidak menyadari bahwa faal paru mulai menurun

Derajat II: PPOK Sedang

Gejala sesak mulai dirasakan saat aktitas dan kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum

VEP1/KVP < 70 % 50% VEP1 < 80% prediksi

Pada kondisi ini pasien mulai menurun kesehatannya

Derajat III: PPOK Berat

Gejala sesak lebih berat Penurunan aktitas, Rasa lelah dan serangan, eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup pasien

VEP1/KVP < 70 % 30% VEP1 < 50% prediksi

Mulai memeriksakan kesehatannya

Gejala diatas ditambah tanda-tanda gagal napas atau tanda-tanda gagal jantung kanan dan ketergantungan oksigen

VEP1/ KVP < 70 % VEP1 < 30% prediksi VEP1 < 50% prediksi dengan gagal napas kronik

Pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.

Keterangan: VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 KVP = Kapasitas Vital Paksa

Penilaian Kelompok Pasien PPOK dan pengobatan ditentukan berdasar

gejala, nilai spirometri dan faktor risiko (riwayat frekuensi eksaserbasi).

Gejala diukur berdasarkan skor mMRC atau CAT.

42 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

43 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Populasi C: Risiko tinggi, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10

Populasi D: Risiko tinggi, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium III dan IV, ekseserbasi pertahunnya > 2 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10

Populasi A: Risiko rendah, gejala sedikit, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC 0-1 dan skor CAT < 10

Populasi B: Risiko rendah, gejala banyak, termasuk kelompok PPOK stadium I dan II, ekseserbasi pertahunnya 0-1 kali, skor mMRC ≥ 2 dan skor CAT ≥ 10

D. Penatalaksanaan dan Tindak Lanjut

Pasien yang sudah dikelompokkan menurut gejala dan tanda tertentu,

segera dilakukan penatalaksanaan dan tindak lanjut yang sesuai

algoritma Penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

44 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

a. perlu dipikirkan kemungkinan adanya penyakit lain yang

diderita pasien (dalam 1 pasien bisa ≥ 2 diagnosis).

b. Pemberian obat sesuai dengan diagnosis.

c. Pasien dengan kondisi kegawatdaruratan harus dirujuk ke

Rumah Sakit.

d. Merujuk pasien dengan kondisi tertentu yang membutuhkan

pemeriksaan penunjang atau pengobatan lanjutan ke Rumah

Sakit.

2. Penetapan Obat yang Akan Diberikan Baik untuk Jangka

Pendek Maupun Jangka Panjang serta Tindak Lanjut

Pengobatan dan tindak lanjut disesuaikan dengan

pengelompokan dan diagnosis yang telah ditegakkan.

a. Penatalaksanaan/pengobatan TB

Apabila pasien sudah dinyatakan sebagai terduga TB,

maka dirujuk ke Poli DOTS.

b. Penatalaksanaan/pengobatan Pneumonia

Pengobatan medikamentosa pada pasien dewasa:

1) Beri antibiotik spektrum luas selama 5-7 hari:

a) Pilihan 1: Amoksisilin-asam klavulanat 3 x 500 mg (bila

tersedia di Puskesmas).

b) Pilihan 2: Amoksisilin 3 x 500 mg : 25-50mg/kgBB/hari.

c) Pilihan 3: Eritromisin 3 x 500 mg : 30mg/kgBB/hari.

d) Pilihan 4: Doksisiklin 2 x 100 mg (bila tersedia di

Puskesmas).

2) Beri obat simtomatis sesuai keluhan:

a) Analgetik-antipiretik.

b) Ekspektoran/Mukolitik.

3) Pengobatan Non-medikamentosa:

a) Tirah baring (bedrest).

b) Banyak minum.

c) Etika batuk (sesuai Universal Infection Precaution).

d) Kunjungan ulang 2-3 hari.

e) Jika berat dirujuk ke Rumah Sakit.

1. Prinsip dalam Penatalaksanaan Pasien

45 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Bila pasien dengan HIV (+), pikirkan Pneumocystis Carinii

Pneumonia (PCP) dan tambahkan terapi dengan Kotrimoksasol

untuk PCP Ringan sampai Sedang: 2 x 960 mg selama 21 hari

dilanjutkan 1 x 960 mg selama 6 bulan.

Tatalaksana Pneumonia pada pasien anak usia ≥ 5 tahun

Pada rawat jalan:

1) Medikamentosa

Beri antibiotik:

a) Kotrimoksasol (4 mg Trimetoprim/kgBB - 20mg

Sulfametoksazole /kgBB/hari). Dosis oral 2 kali

sehari selama 5 hari, atau

b) Amoksisilin (25 - 50 mg/kgBB/hari). Dosis oral 3

kali sehari selama 5 hari.

c) Bila diduga kuat penyebab pneumonia mikoplasma,

berikan golongan makrolid (eritromisin 50

mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis atau klaritromisin 15-20

mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis)

d) Untuk pasien HIV antibiotik diberikan selama 7 hari.

Bila dicurigai infeksi PCP dosis kotrimoksasol

diberikan 8 mg/kg BB/kali (TMP) diberikan tiga kali

sehari selama 3 minggu.

2) Non medikamentosa

Nasihat:

a) Anjurkan untuk memberi makan anak walaupun anak

dalam keadaan sesak napas, namun harus berhati-hati

agar tidak tersedak.

b) Anjurkan untuk membawa kembali anaknya setelah 2

hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak memburuk

atau tidak bisa minum.

Jika ditemui tanda Pneumonia berat:

1) Te ra p i oksigen 2 liter/menit dengan nasal

prong/nasal kanul.

2) A n a k dirujuk ke Rumah Sakit dengan

menggunakan Form PAL 04 dan direkapitulasi

menggunakan Form PAL 06.

Ketika anak kembali:

Catatan :

46 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

1) Jika pernapasann ya membaik (melambat),

demam berkurang, nafsu makan membaik,

lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.

2) Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu

makan tidak ada perubahan, rujuk ke Rumah

Sakit.

c. Penatalaksanaan/pengobatan Asma

Tujuan Penatalaksanaan

Mencapai Asma terkontrol, sehingga pasien Asma dapat hidup

normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari.

Kriteria Asma terkontrol anak dan dewasa

1) Tidak ada gejala atau gejala minimal.

2) Tidak ada serangan Asma malam hari.

3) Tidak ada pemakaian obat-obat pelega atau minimal.

4) Nilai APE normal atau mendekati normal.

5) Tidak ada keterbatasan aktivitas.

6) Tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat.

Penatalaksanaan meliputi 4 komponen

1) KIE dan hubungan dokter-pasien.

2) Identikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor

risiko.

3) Penilaian, pengobatan dan monitor Asma.

4) Penatalaksanaan Asma eksaserbasi akut.

Pada prinsipnya penatalaksanaan Asma dibagi menjadi 2,

yaitu: penatalaksanaan Asma jangka panjang dan

penatalaksanaan Asma akut/saat serangan.

1) Tatalaksana Asma jangka panjang

Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi,

obat Asma (pengontrol dan pelega) dan menjaga

kebugaran.

a) Edukasi:

Edukasi yang diberikan mencakup:

· Kapan pasien berobat/mencari pertolongan.

47 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Mengenali gejala serangan Asma secara dini.

· Mengetahui obat-obat pelega dan pengontrol serta

cara dan waktu penggunaannya.

· Mengenali dan menghindari faktor pencetus.

· Kontrol teratur.

b) Obat:

Terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega

diberikan pada saat serangan, obat pengontrol dengan

tujuan untuk mencegah serangan dan diberikan dalam

jangka panjang secara terus menerus. (lihat Lampiran

1.)

· Bila Asma tidak terkontrol diberikan obat pengontrol

(inhalasi budesonid), dievaluasi setiap bulan.

· Bila dalam satu bulan belum juga terkontrol, dosis

obat ditingkatkan.

· Bila Asma sudah terkontrol dan berlangsung selama

3 bulan dosis obat diturunkan.

· Dosis obat dapat dinaikkan atau diturunkan sesuai

dengan keadaan Asma pasien sudah terkontrol

atau belum.

· Antibiotik diberikan bila terjadi infeksi bakteri

(Pneumonia, bronkitis akut, sinusitis), ditandai

dengan sputum purulen, demam dan leukositosis.

Antibiotik yang diberikan adalah amoksisilin dosis

50mg/kgBB/hari selama minimal 5 hari.

· Pasien dianjurkan untuk kontrol teratur/terjadwal

tidak hanya bila terjadi serangan akut. Hal tersebut

untuk meyakinkan bahwa Asma tetap terkontrol

dengan mengupayakan penurunan terapi

seminimal mungkin.

c) Menjaga kebugaran:

Selain edukasi dan obat-obatan diperlukan juga

menjaga kebugaran antara lain dengan melakukan

senam Asma. Pasien diberi tahu tempat yang

menyelenggarakan senam asma.

48 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Bila pengobatan tidak berhasil, dirujuk ke Rumah Sakit.

Kriteria pasien yang dirujuk adalah:

a) Pada serangan akut yang mengancam jiwa.

b) Tidak respons dengan pengobatan.

c) Tanda dan gejala tidak jelas atau adanya komplikasi

atau penyakit penyerta (komorbid): seperti sinusitis,

polip hidung, aspergilosis (ABPA), rhinitis berat,

disfungsi pita suara, penyakit refluks gastroesofagus

(PRGE) dan PPOK.

d) Dibutuhkan pemeriksaan/uji lainnya di luar

pemeriksaan standar seperti uji kulit (uji alergi),

pemeriksaan faal paru lengkap, uji provokasi bronkus,

uji latih (Cardiopulmonary Exercise Test), bronkoskopi

dan sebagainya.

Alasan/kemungkinan Asma tidak terkontrol:

a) Obat tidak adekuat (rejimen atau dosis).

b) Ketidakpatuhan dan ketidaktepatan menggunakan obat.

c) Cara pemakaian obat inhalasi yang salah (teknik

inhalasi).

d) Efek samping obat.

e) Pajanan pencetus terus menerus.

f) Terdapat penyakit penyerta (sinusitis, rhinitis, PRGE,

bronkitis dan lain-lain).

g) Masalah psikososial.

h) Kurangnya edukasi mengenai penyakitnya,

pengobatan dan pencegahan

2) Tatalaksana Serangan Asma Akut/Saat Serangan.

Tujuan:

· Mengatasi gejala serangan Asma.

· Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum

serangan.

· Mencegah terjadinya kekambuhan.

· Mencegah kematian karena serangan Asma.

Tatalaksana Serangan Asma Akut pada Orang Dewasa:

49 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Lakukan pemeriksaan kesadaran dan tanda-tanda vital

(frekuensi pernapasan, frekuensi denyut nadi dan

temperatur), ukur saturasi oksigen dengan pulseoxymeter

kemudian ukur arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak

flow rate meter.Tentukan klasifikasi berat serangan.

· Bila saturasi 90-95% berikan oksigen dengan kanula

hidung 1-2 ltr/menit. Bila < 90% berikan oksigen 4-6

ltr/menit dengan face mask, sehingga saturasi oksigen >

95%.

· Beri Bronkodilator Salbutamol inhalasi 1 kali nebul (2,5

mg/2,5 ml untuk sediaan ventolin nebul) atau injeksi

adrenalin 0,1-0,2 ml subkutan atau inhalasi Salbutamol dan

Ipratropium Bromida setiap 20 menit selama 1 jam.

· Bila serangan berat atau pasien telah memakai obat

steroid sehari-hari beri kortikosteroid sistemik (berikan

prednisone 1 tablet atau bila tidak bisa minum, suntikkan

deksametason 1-2 ampul Intra Vena).

· Setelah pemberian obat 1 jam, nilai kembali gejala dan

saturasi oksigen. Bila tidak membaik rujuk ke Rumah

Sakit. Pemberian oksigen disesuaikan dengan respons

pengobatan.

50 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Ruang rawat inap

§ Oksigen teruskan. § Atasi dehidrasi/asidosis jika

ada. § Steroid i.v. tiap 6-8 jam. § Nebulisasi tiap 1-2 jam. § Aminolin i.v. awal, lanjutkan

rumatan. § Jika membaik dalam 4-6x

nebulisasi, interval jadi 4-6 jam.

§ Jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang.

§ Jika dengan steroid dan aminolin parenteral tidak membaik, bahkan timbul ancaman henti napas, alih rawat ke ICU.

Boleh pulang § Bekali obat β-agonis

(hirupan/oral). § Jika sudah ada obat

pengontrol, teruskan. § Jika infeksi virus

sebagai pencetus, dapat diberi steroid oral.

§ Dalam 24-48 jam kontrol ke poliklinik untuk evaluasi.

Ruangan rawat sehari/kontrol Fasilitas Kesehatan § Oksigen teruskan. § Berikan steroid oral. § Nebulisasi tiap 2 jam. § Bila dalam 8-12 jam

perbaikan klinis stabil, boleh pulang.

§ Jika dalam 12 jam klinis tetap belum membaik, alih rawat ke ruang rawat inap.

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal Nebulisasi β-agonis 3x, interval 20 menit

Serangan sedang (nebulisasi 2-3x, responsparsial) § Berikan oksigen § Nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dengan serangan sedang, observasi di ruangan rawat sehari.

§ Pasang infus

Serangan berat (nebulisasi 3x, respons buruk) § Sejak awal berikan oksigen

saat/di luar nebulisasi. § Pasang infus. § Nilai ulang klinisnya, jika

sesuai dengan serangan berat, rawat inap.

§ Foto toraks.

Serangan ringan (nebulisasi 1x, respons baik, gejala hilang) Observasi 1-2 jam. Jika efek bertahan, boleh pulang.Jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan sedang.

Bagan 5. Alur Tatalaksana Asma Berdasarkan Nilai Derajat Serangan

51 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Catatan: 1. Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung

dengan β- agonis + antikolinergik 2. Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin

subkutan 0,01 mg/kgBB/kali, maksimal 0,3 ml/kal 3. Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit

diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi 4. Dosis aminolin loading dose 4-6 mg/KgBB i.v perlahan, jika terdapat

riwayat pemberian golongan xantin (aminolin atau teolin) sebelumnya maka dosis aminolin loading dose diturunkan menjadi 50% (2-3 mg/KgBB). Selanjutnya dilanjutkan dosis rumatan yaitu 0,5-1 mg/kgBB/jam i.v

52 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tatalaksana serangan Asma pada anak

GINA membagi tatalaksana serangan Asma pada anak menjadi

dua, yaitu tatalaksana di rumah dan di FKRTL.

1) Tatalaksana di Rumah

Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang

tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien

yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan teratur dan

mempunyai pendidikan yang cukup. Pada panduan

pengobatan di rumah, disebutkan bahwa terapi awal

adalah inhalasi β-agonis kerja pendek sebanyak < 3x

dalam satu jam.

2) Tatalaksana di FKRTL

a. Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau Klinik

Pasien Asma yang datang dalam keadaan serangan ke

IGD langsung dinilai derajat serangannya menurut

klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.

Tatalaksana awal terhadap pasien adalah pemberian β-

agonis kerja singkat secara nebulisasi.

Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan interval

20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan

obat antikolinergik (ipratropium bromid). Tatalaksana

awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis,

yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena

penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat

dilakukan dengan cepat dan jelas

Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas dalam

keadaan serangan berat, langsung diberikan nebulisasi

β-agonis kerja singkat dikombinasi dengan

antikolinergik (ipratropium bromid). Pasien dengan

serangan berat yang disertai dehidrasi dan asidosis

metabolik, mungkin akan mengalami takifilaksis atau

refrakter, yaitu respons yang kurang baik terhadap

nebulisasi β-agonis kerja singkat. Pasien seperti ini

cukup dinebulisasi satu kali, kemudian secepatnya

53 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

dirawat agar dapat diberikan obat intravena serta

diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya atau dirujuk

ke rumah sakit.

Serangan Asma Ringan

Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan

respons yang baik (complete response), berarti derajat

serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2

jam, jika respons tersebut bertahan, pasien dapat

dipulangkan. Pasien dibekali obat β-agonis (hirupan

atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam. Pasien

kemudian dianjurkan kontrol ke klinik rawat jalan dalam

waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang tatalaksana.

Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah

mendapat obat pengontrol, obat tersebut diteruskan

hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat

jalan. Namun, jika setelah observasi 2 jam gejala timbul

kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan Asma

sedang.

Serangan Asma Sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali

pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete

response), kemungkinan derajat serangannya sedang.

Jika serangannya memang termasuk serangan

sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di

ruang rawat sehari (RRS). Pada serangan Asma

sedang, diberikan kortikosteroid sistemik (oral)

metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari

selama 3-5 hari. Apabila belum ada perbaikan harus

dirujuk ke Rumah Sakit.

b) Tatalaksana di Ruang Rawat Sehari (RRS), bila

tersedia

Pemberian oksigen sejak dari IGD dilanjutkan. Setelah

di IGD menjalani nebulisasi 3 kali dalam 1 jam dengan

respons parsial, di RRS diteruskan pemberian

nebulisasi β-agonis + antikolinergik setiap 2 jam.

Kemudian, diberikan steroid sistemik oral

(metilprednisolon, prednison, atau triamsinolon). Jika

dalam 8-12 jam keadaan klinis tetap baik, pasien

dipulangkan dan dibekali obat seperti pasien serangan

ringan yang dipulangkan dari klinik/IGD. Bila dalam 12

jam responsnya tetap tidak baik, pasien dirujuk ke

Rumah Sakit. Pemberian kortikosteroid dilanjutkan

sampai 3-5 hari.

3) Pemberian Obat Pengontrol/Pengendali pada Asma Anak

Obat pengontrol/pengendali pada asma anak diberikan pada

asma episodik sering dan asma persisten. Pilihan pertama

adalah pemberian steroid hirupan dalam bentuk tunggal.

Pada kasus yang demikian sebaiknya pasien dirujuk ke

rumah sakit.

4) Kontrol Lingkungan pada Asma anak

Pada pasien Asma dewasa, makanan bukan merupakan

faktor pencetus penting, keadaan ini berbeda dengan

pasien Asma anak. Orang tua pasien Asma sering kali

melaporkan eratnya kaitan makanan tertentu dengan

timbul atau memburuknya gejala Asma pada anaknya.

Selain zat makanannya itu sendiri bisa menjadi

pencetus, suhu dingin dari makanan/minuman juga

dapat menjadi pencetus. Misalnya air putih tidak dingin

tidak menjadi faktor pencetus, tapi air putih dingin dapat

menjadi pencetus.

Adapun jenis-jenis pencetus sebagai berikut.

a) Es, makanan-minuman dingin, termasuk air dingin,

buah dingin.

54 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

55 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

b) Permen, dengan segala variasinya .

c) Coklat, dalam segala macam bentuknya: susu

coklat, kue coklat, wafer, misis, selai, dan semua

makanan / minuman yang mengandung coklat.

d) Vetsin, semua makanan bervetsin: snack gurih,

fried chiken, mie instan, nugget, sosis, dan lain-lain.

e) Kacang tanah, dalam segala macam bentuknya:

selai, biskuit, somay, sate, pecal, gado-gado,

ketoprak.

f) Gorengan, terutama yang menggunakan minyak

goreng bekas pakai.

g) Buah tertentu, anggur, tomat, klengkeng, rambutan.

h) Zat pewarna, zat pengawet. Makanan anak-anak

seringkali dibuat dalam warna warni mencolok

untuk menarik perhatian. Seringkali pewarna atau

pengawet dalam makanan menjadi faktor pencetus.

d. Penatalaksanaan PPOK

Tujuan penatalaksanaan PPOK :

1) Mengurangi gejala

2) Mencegah progresitas penyakit

3) Meningkatkan toleransi latihan

4) Meningkatkan status kesehatan

5) Mencegah dan menangani komplikasi

6) Mencegah dan menangani eksaserbasi

7) Menurunkan kematian

Komponen penanganan PPOK:

1) Evaluasi dan monitor penyakit

2) Menurunkan faktor risiko: berhenti merokok, hindari polusi

udara dalam dan luar ruangan serta pajanan di

lingkungan kerja

3) Tatalaksana PPOK stabil (lihat alur di bawah)

4) Tatalaksana PPOK eksaserbasi

56 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel 8. Penatalaksanaan menurut derajat beratnya PPOK

(Dikutip dari: PDPI 2011, GOLD 2010)

DERA

JAT I

VEP1

DERAJAT II**

VEP1/KVP <

70%

DERAJAT III

VEP1 /KVP 70% 30

% VEP1 50%

DERAJAT IV

VEP1 /KVP < 70% VEP1

< 30 %

· Hindari faktor risiko: BERHENTI MEROKOK, PAJANAN KERJA

· Dipertimbangkan pemberian vaksinasi inuenza

· Berikan bronkodilator kerja pendek (bila diperlukan)

· Berikan pengobatan rutin dengan satu atau lebih

bronkodilator kerja lama

· Rehabilitasi paru (latihan, nutrisi, edukasi, psikososial)

· Tambahkan pengobatan inhalasi

glukokortikosteroid jika terjadi eksaserbasi

berulang-ulang

· Pemberian oksigen

jangka panjang jika

indikasi

· Lakukan tindakan

Invasif jika perlu

Tujuan Penatalaksanaan pada keadaan stabil:

1) Mempertahankan faal paru

2) Meningkatakan kualitas hidup

3) Mencegah eksaserbasi

Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik

sebagai evaluasi berkala atau di rumah untuk

mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah

eksaserbasi.

Penatalaksanaan rawat jalan di poliklinik meliputi:

1) Menjaga eksaserbasi ringan sampai sedang

2) Menjaga tidak terjadi gagal napas akun pada gagal napas

kronik

3) Mengatasi komplikasi ringan

57 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Penatalaksanaan di rumah:

Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk

mempertahankan PPOK stabil. Beberapa hal yang perlu

diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri

maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan

juga dari pasien PPOK berat yang harus menggunakan

oksigen atau ventilasi mekanis.

Tujuan penatalaksanan di rumah:

1) Menjaga PPOK tetap stabil

2) Melaksanakan pengobatan pemeliharaan jangka panjang

3) Mengevaluasi dan mengatasi eksaserbasi dini

4) Mengevaluasi dan mengatasi efek samping pengobatan

5) Menjaga penggunaan ventilasi mekanis

6) Meningkatkan kualitas hidup

Penatalaksanaan di rumah meliputi:

1) Penggunaan obat-obatan dengan tepat

Obat-obatan sesuai klasikasi. Pemilihan obat dapat

dalam bentuk dishaler, nebuhaler, turbuhaler, atau

breezhaler karena pasien PPOK biasanya berusia

lanjut, koordinasi neurologis, dan kekuatan otot sudah

berkurang. Penggunaan bentuk Inhalasi Dosis Terukur

(IDT) menjadi kurang efektif. Nebuliser sebaiknya tidak

digunakan secara terus menerus, hanya bila timbul

eksaserbasi.

2) Terapi oksigen

Dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada

PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila

timbul sesak yang disebabkan pertambahan aktivitas.

Pada PPOK derajat berat yang menggunakan terapi

oksigen di rumah pada waktu aktivitas atau terus

menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur.

Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter.

3) Penggunaan mesin bantu napas dan pemeliharaannya

58 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Sebagian pasien PPOK dapat menggunakan mesin bantu

napas di rumah

4) Rehabilitasi

- Menyesuaikan aktivitas

- Latihan ekspektorasi atau batuk yang efektif (huff

cough) “pursed-lips breathing”

- Latihan ekstremitas atas dan otot bantu napas

5) Evaluasi dan monitor

- Tanda eksaserbasi

- Efek samping obat

- Kecukupan dan efek samping penggunaan oksigen

Bagan 4. Penatalaksanaan PPOK Stabil

Keterangan:

1. SABA : Short Acting β2 Agonist 2. LABA : Long Acting β2 Agonist 3. LABACS : Long Acting β2 Agonist + kortikosteroid

Algoritme PPOK Stabil

Edukasi Farmakolog Non farmakologi

Rehabilitasi

· Latihan Pernapasan dan sik

· Fisioterapi dada · Nutrisi

· Bronkodilator kerja singkat bila perlu - Anti kolinergik - β2 agonist - Xantin

· Kombinasi LABA + kortikosteroid (LABACS)

· Antioksidan · Dipertimbangkan

mukolitik

· Berhenti merokok · Pengetahuan dasar

PPOK · Obat-obatan · Pencegahan perburukan

penyakit · Menghindari pencetus · Penyesuaian aktivitas

59 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel . Pengobatan PPOK berdasarkan kelompok pasien (GOLD 2013)

Kelompok

pasien

Obat pilihan pertama

Obat pilihan alternatif Obat pilihan lain

A Antikolinergik kerja cepat atau β2 agonis kerja cepat

Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama atau β2 agonis kerja singkat dan antikolinergik kerja singkat

Teolin Salbutamol

B Antikolinergik kerja lama atau β2 agonis kerja lama

Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama

β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol

C Kortikosteroid inhalasi + β2

agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama

Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE4 inhibitor atau β2 agonis kerja lama dan PDE 4 inhibitor

β2 agonis kerja singkat dan/atau Antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol

D Kortikosteroid inhalasi + β2

agonis kerja lama dan /atau Antikolinergik kerja lama

Kortikosteroid inhalasi dan antikolinergik kerja lama dan/atau β2 agonis kerja lama atau Kortikosteroid inhalasi + β2

agonis kerja lama dan PDE4 Inhibitor atau Antikolinergik kerja lama dan β2 agonis kerja lama atau Antikolinergik kerja lama dan PDE 4 Inhibitor

Carbocystein β2 agonis kerja singkat dan/atau antikolinergik kerja singkat Teolin Salbutamol

60 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi

Penatalaksanaan eksaserbasi akut dapat dilakukan di :

1) Poliklinik rawat jalan

2) Unit gawat darurat

3) Ruang rawat inap

4) Ruang ICU

Prinsip penatalaksanaan eksaserbasi PPOK

1) Optimalisasi penggunaan obat-obatan

a) Bronkodilator

· β2 Agonis kerja singkat kombinasi dengan

antikolinergik perinhalasi (nebuliser)

· Xantin intravena (bolus dan drip)

b) Kortikosteroid sistemik

c) Antibiotik

· Golongan makrolid baru (Azitromisin, Roksitromisin,

Klaritromisin)

· Golongan kuinolon respirasi

· Sefalosporin generasi III/IV

d) Mukolitik

e) Ekspektoran

2) Terapi oksigen sesuai Sa O2 (pulsoksimetri)

3) Terapi nutrisi

4) Evaluasi progresitas penyakit

5) Edukasi

6) Pemeriksaan penunjang: foto toraks, EKG, sputum

mikroorganisme, elektrolit, darah tepi lengkap, gula darah

sewaktu

Indikasi rawat inap :

1) Eksaserbasi sedang dan berat

2) Terdapat komplikasi

3) Infeksi saluran napas berat

4) Gagal napas akut pada gagal napas kronik

5) Gagal jantung kanan

61 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Indikasi rawat ICU:

1) Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat

darurat atau ruang rawat

2) Kesadaran menurun, letargi, atau kelemahan otot-otot

respirasi

3) Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau

perburukan PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg,

memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau non invasif)

Evaluasi Penatalaksanaan Kasus

PPOK merupakan penyakit progresif, artinya fungsi paru akan

menurun seiring dengan bertambahnya usia.

Monitor penting yang dilakukan adalah gejala klinis, fungsi paru

dan keterbatasan aktitas:

- Keluhan terutama sesak napas

- Kenaikan Berat badan/ IMT (Indeks Massa Tubuh)

- Penyempitan jalan napas (VEP1/KVP)

- Keterbatasan aktitas (uji jalan 6 menit)

3. Penggunaan Alat Pengukuran dalam Tatalaksana

a. Penggunaan Inhalasi Dosis Terukur (IDT).

1) Jika tersedia, gunakan placebo (air distilasi) untuk

mengajarkan dan memantau penggunaan inhalasi dosis

terukur.

2) Sebaiknya pada pasien yang menggunakan IDT

diberikan bersamaan dengan spacer. Pada saat pasien

mengalami sesak napas berat gunakan spacer dengan

masker.

3) Minta pasien untuk menunjukkan cara menggunakan

inhalasi (setiap kunjungan). Jika belum tepat,

demonstrasikan teknik yang tepat lalu minta pasien

untuk mengulangnya.

4) Pastikan pasien memiliki koordinasi yang baik antara

mengambil napas dan menekan inhaler.

62 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel 9. Prosedur IDT dengan Spacer

Cara menggunakan inhaler dengan katup

1. Buka tutup inhaler 2. Kocok inhaler dan masukkan ke dasar spacer 3. Motivasi pasien untuk mengeluarkan napas secara pelan

4. Pasien memastikan bibirnya menutupi seluruh bagian mulut spacer

5. Tekan inhaler 2-3 kali sesuai dosis untuk melepaskan salbutamol dalam dosis yang tepat ke

spacer.

Setiap menekan inhaler beri jarak 1-2 detik sebelum menekan lagi.

6. Pasien

menarik napas

dalam

melalui

mulutnya

secara

perlahan.

63 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

b. Penggunaan Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test =

ACT) Kartu Kontrol Asma (Asma Control Test = ACT)

ACT adalah suatu alat/perangkat untuk menilai apakah

seorang pasien Asma dalam keadaan terkontrol atau tidak.

ACT merupakan suatu perangkat yang terdiri dari 5

pertanyaan yang diajukan pada pasien untuk mengetahui

keadaan Asmanya.

Perangkat ini sudah terbukti mempunyai korelasi dengan

kondisi pasien serta hasil pemeriksaan faal paru. Tujuan

pengobatan Asma adalah mencapai keadaan Asma

terkontrol. Dengan menggunakan ACT kita bisa mengetahui

apakah seorang pasien Asma, sudah terkontrol atau belum

Asmanya. Setiap pertanyaan mempunyai nilai 1-5. Apabila

semua pertanyaan dijawab dengan skor total adalah 25

maka dinyatakan Asma terkontrol penuh. Bila jumlah nilai

skor antara 20-24 maka dikatakan Asma terkontrol

sebagian. Sedangkan bila jumlah nilai skor berjumlah 19

atau kurang, berarti Asma tidak terkontrol.

Setiap kali pasien berkunjung ke dokter, hendaklah

dilakukan pemeriksaan ACT untuk mengetahui apakah

sudah tercapai Asma terkontrol atau belum. Bila Asma

sudah terkontrol maka pengobatan dipertahankan dengan

dosis yang sama. Sedangkan bila pengendalian Asma

7. Pasien menahan napas selama 10 detik lalu mengeluarkan napas dengan pelan. Tarik

spacer sebelum pasien mengeluarkan napas.

8. Berkumur dengan air setelah penggunaan inhaler.

9. Setelah digunakan, spacer dicuci dengan air bersih dan dikeringkan.

Keterangan: Untuk Pasien anak: Lakukan penghirupan 6-8 kali siklus napas dengan cara

seperti di atas,

64 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

sudah tidak terkontrol, maka pasien dirujuk ke Fasilitas

Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut dan dosisnya perlu

ditingkatkan.

Penilaian Kondisi Asma

Sesuai yang dijelaskan di atas yaitu menilai kondisi Asma

dalam pengobatan yang sedang berlangsung sehingga

dapat menetapkan pengobatan yang tepat kepada pasien.

Penilaian meliputi menilai rejimen pengobatan yang

digunakan, kepatuhan pengobatan, ketepatan cara

menggunakan terutama obat inhalasi, kondisi Asma

pasien/kontrol dalam pengobatan tersebut). Penilaian kondisi

Asma dilakukan melalui penilaian klinis, kuesioner dengan

ACT. Sedangkan penilaian pengobatan meliputi obat

pengontrol yang digunakan, keteraturan menggunakan,

cara menggunakan serta masalah lainnya jika ada seperti

alasan ketidakpatuhan, faktor penyerta (komorbid) yang

memberatkan penyakit Asma, psikososial, dll.

Alat dan Instrumen Penilaian Kontrol Asma

Asma diklasikasikan berdasarkan kondisi kontrol Asma:

1) Asma terkontrol penuh.

2) Asma terkontrol sebagian.

3) Asma tidak terkontrol.

Untuk menentukan klasikasi dipakai ‘Asthma Control Test’

(ACT). ACT terdiri dari 5 (lima) pertanyaan untuk pasien

Asma.

Daftar pertanyaan ACT dapat dilihat pada tabel berikut:

65 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel 10. Daftar Pertanyaan ACT

66 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

c. Penggunaan CAT

d. Penggunaan Peak Flow Meter dan Menginterpretasi Hasil

APE

Tata Cara Penggunaan Peak Flow Meter lihat lampiran

Pengukuran Fungsi Paru

Alat pengukur fungsi paru adalah peak flow meter.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi dengan Peak flow

67 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

meter

Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah ekspirasi maksimum

selama satu manuver ekspirasi paksa yang diukur dengan

satu peak flow meter. Ini bisa digunakan pada pasien Asma

yang stabil dan selama serangan.

Pengukuran APE bisa dilakukan sebelum dan sesudah

memakai suatu bronkodilator. Yang pertama pada pagi hari

(ketika nilai-nilai biasanya dekat dengan yang terendah) dan

terakhir pada malam hari (ketika nilai-nilai biasanya

Pendekatan Praktis Kesehatan Paruing tinggi). Nilai terbaik

perorangan dari pasien dan variabilitas yang kecil harus

ditetapkan ketika pasien dalam pengobatan.

Teknik pengukuran APE

Bahan

Peak flow rate meter (tipe mini Wright) dengan perangkat

mulut yang disposibel (yang sekali pakai) atau perangkat

mulut plastik (yang dapat dibersihkan setiap habis pakai).

Pengukuran APE

Pasangkan perangkat mulut ke peak flow rate meter dan

geser panah/penanda pada garis 0 (dasar dari skala pada

alat).

1) Pasien berdiri dan memegang peak flow rate meter

secara mendatar tanpa menghalangi gerakan dari

penanda/ panah.

2) Jelaskan kepada pasien rincian dari manuver yang harus

dilakukan:

a) Tarik napas panjang melalui hidung.

b) Katupkan bibir mengelilingi perangkat mulut.

c) Tiup secepat mungkin sekali (jangan meletakkan

lidah pada perangkat mulut) seperti memadamkan

lilin atau meniup balon.

3) Catatlah hasilnya sesuai posisi baru penanda/panah.

4) Ulangi pengukuran ini dua kali. Pilihlah yang tertinggi

dari ketiga pembacaan sebagai nilai APE untuk

pengukuran ini (liter/menit).

68 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Jika ada keraguan tentang cara pasien melakukan manuver,

jelaskan lagi dan ulangi setelah 30 menit.

Menginterpretasi hasil APE

Hasil yang didaftar dibandingkan dengan nilai yang

diramalkan yang tercantum dalam tabel pada halaman

berikut. Nilai yang diramalkan bervariasi sesuai umur,

tinggi badan dan jenis kelamin pada orang dewasa.

Tabel 11. Nilai APE yang Normal pada Laki-laki (liter / menit)

TB

UMUR DALAM TAHUN

13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

150 cm 449 462 491 515 532 539 538 524 497 456 399 325 233 152 cm 463 475 505 529 545 553 551 537 511 469 413 338 246

154 cm 476 489 518 542 559 566 564 550 524 483 426 352 259

156 cm 489 502 532 556 572 580 578 564 537 496 440 365 273

158 cm 503 515 545 569 585 593 591 577 551 509 453 379 286

160 cm 516 529 559 582 599 607 604 590 564 523 466 392 299

162 cm 529 542 572 596 612 620 618 604 577 536 480 406 313

164 cm 543 556 585 609 625 634 631 617 591 550 493 419 326

166 cm 556 569 599 622 639 647 644 631 604 563 506 433 340

168 cm 569 583 612 636 652 660 658 644 617 577 520 446 353

170 cm 583 596 625 649 665 674 671 658 631 590 533 459 367

172 cm 596 610 639 662 679 687 685 671 644 604 547 473 380

Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia

69 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Tabel 12. Nilai APE yang Normal pada Perempuan (liter / menit)

TB

UMUR DALAM TAHUN

13 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

150 cm 376 382 394 401 404 403 397 387 373 353 330 302 271

152 cm 385 391 402 410 413 411 406 395 381 362 338 311 279

154 cm 393 399 410 419 421 419 414 404 389 370 347 319 287

156 cm 401 407 419 426 429 428 422 412 398 379 355 328 296

158 cm 410 416 427 434 437 436 431 421 406 387 364 336 304

160 cm 418 424 436 443 446 445 439 429 414 395 372 344 313

162 cm 427 433 444 451 454 453 447 437 422 404 380 353 321

164 cm 435 441 452 460 463 461 455 446 431 412 389 361 329

166 cm 443 449 461 468 471 470 464 454 439 421 397 370 338

168 cm 452 457 469 476 479 478 472 462 448 429 406 378 346

170 cm 460 466 478 485 488 487 481 470 456 437 414 386 355

172 cm 469 474 486 493 496 495 489 479 464 446 422 395 363

Sumber : Proyek Pneumobile Indonesia

70 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Reversibilitas bronkodilator yang diuji dengan peak flow

meter (Salbutamol atau Fenoterol)

Pada pasien yang APE menurun dibandingkan dengan nilai

yang diramalkan (kurang dari 80% dari nilai yang

diramalkan) uji reversibilitas dengan suatu bronkodilator

(salbutamol atau fenoterol) membantu membedakan antara

hambatan bronkial yang reversibel (dalam hal diagnosis

Asma) dan hambatan bronkus yang tidak atau sedikit

reversibel (dalam hal diagnosis PPOK).

Prosedur yang perlu dilakukan adalah sbb:

1) Mengukur APE dalam liter/menit sebelum inhalasi suatu

bronkodilator.

2) Kocoklah inhaler dosis terukur yang mengandung

bronkodilator dan buka tutupnya.

3) Pasien harus menyemprot dan menghisap dua kali dengan

interval 1-5 menit:

a) Secara langsung dari inhaler dosis terukur atau

b) Melalui suatu spacer (spacer paten atau lokal) jika

pasien tidak dapat atau tidak tahu menggunakan

inhaler dosis terukur.

4) Jelaskan kepada pasien bahwa ia harus menarik napas

lambat dan dalam.

5) Menahan napas selama 10 detik sebelum mengeluarkan.

6) Tunggu 10 menit, lalu mengukur kembali APE (dalam

liter/menit) dengan teknik yang sama dan mencatat nilai

tertinggi.

Jika APE membaik sebanyak 15% atau lebih setelah

memakai bronkodilator, hasil tes reversibilitas bronkus

adalah positif.

Jika perbaikan APE kurang dari 15%, pasien harus dirujuk

ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut untuk

dilakukan uji fungsi paru dengan spirometri.

71 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

e. Penggunaan Nebulizer dan Penentuan Dosis Obat

Gambar 1. Cara Melakukan Terapi Dengan Nebulizer

72 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

73 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Gambar 2. Cara Perawatan Nebulizer

Catatan :

Manual penggunaan Nebulizer lebih lengkap lihat di Lampiran 4

Nebulizer adalah alat untuk memberikan obat inhalasi ke jalan

napas pada pasien dengan gangguan pernapasan.

Langkah-langkah penggunaan alat ini adalah sebagai berikut:

1) Masukkan obat ke dalam tempat obat pada nebulizer.

2) Pasang mouth piece atau masker inhalasi. untuk pasien anak

memakai masker yang kecil

Untuk lanjut usia dan pasien tidak sadar/gelisah dianjurkan

memakai masker.

74 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

1) Nyalakan nebulizer.

2) Pasien bernapas seperti biasa.

3) Obat diberikan sampai aerosol dari nebulizer habis.

4) Prosedur :

Pada anak penilaian respons nebulisasi dilakukan pada

menit ke 20, bila respons baik (gejala hilang) lihat alur

tatalaksana Asma anak serangan ringan. Bila respons

tetap/tidak ada perubahan nebulisasi diulang dan nilai

kembali pada menit 40 dan 60 (lihat alur tatalaksana Asma

anak serangan sedang dan berat). Pada serangan berat

pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat

Lanjut.

Tabel 13. Nama dan Dosis Obat Nama Obat Dosis Obat Salbutamol Anak : 1 nebul/kali ditambah NaCl 0.9%

hingga memenuhi ll volume sesuai spesikasi alat (umumnya 4-6 ml untuk jet nebuliser)

Beklometason

50 mgr, 250 mgr/ semprot

– 2 semprot / kali, – 4 kali / hari

Budesonid 100 mgr, 250 mgr, 400

mgr/ semprot

200 – 400 mgr, 2kali / hari maks 2400 mgr/hari

Flutikason

125 mgr/ semprot 125 – 250 mgr, 2kali / hari maks 1000 mgr / hari

f. Penggunaan Pulse Oxymeter

Digunakan untuk pengukuran saturasi oksigen dalam tubuh. Caranya cukup sederhana :

1) Nyalakan alat Pulse oxymeter

2) Jepit ujung ibu jari atau telunjuk dengan alat Pulse oxymeter

3) Baca hasil saturasi oksigen yang tertera di layar alat tersebut.

75 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

BAB IV

PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Penerapan Praktis Kesehatan Paru di Fasilitas Kesehatan diperlukan

pemantauan dan evaluasi penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan

Paru. Dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi diperlukan sumber data

yang valid, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang baik

sehingga data yang dikumpulkan, dapat diolah, dianalisa dan mudah

dalam interpretasinya.

A. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu e lemen yang

sangat penting dalam s istem informasi Pendekatan Praktis

Kesehatan Paru. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan harus dapat

melaksanakan sistem pencatatan pelaporan yang standar dan baku.

Fungsi pencatatan dan pelaporan adalah untuk memastikan seluruh

kegiatan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru berjalan dengan baik.

1. Pencatatan

Format pencatatan dan pelaporan Pendekatan Praktis Kesehatan

Paru di Fasilitas Kesehatan :

a. Kartu PAL 01: Kartu Pengobatan Pasien dengan Gangguan

Pernafasan.

b. Kartu PAL 02: Kartu Identitas Pasien

c . Register PAL 03: Register Harian F askes dengan Gangguan

Pernapasan

d. Formulir PAL 04: Surat Rujukan Pasien

e. Formulir PAL 0 6 : Fo rmu l i r Rekapitulasi Pasien Rujukan

f. Formulir PAL 05 A: Formulir Laporan bulanan Penemuan

Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur dan jenis

Kelamin ditingkat Faskes.

g. Formulir PAL 05 B: Formulir Rekapitulasi Laporan Tr iwu lan

Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur

dan jenis Kelamin ditingkat Kab/Kota.

h. Formulir PAL 05 C: Formulir Rekapitulasi Laporan Semester

Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan PAL menurut Umur

dan jenis Kelamin ditingkat Provinsi.

76 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

2. Pelaporan :

Laporan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dilakukan secara

berjenjang mulai dari fasilitas kesehatan sampai ke pusat.

Petugas kesehatan provinsi sesuai fungsinya diwajibkan melakukan

umpan balik dan pembinaan ke petugas kabupaten/kota. Petugas

kesehatan kabupaten/kota sesuai fungsinya diwajibkan melakukan

umpan balik dan pembinaan ke petugas fasilitas kesehatan dalam

penerapan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

Laporan hasil kegiatan pelayanan kesehatan melalui pendekatan

Praktis Kesehatan Paru berisi jumlah kunjungan pasien dengan

gangguan pernapasan menurut kelompok umur dan jenis kelamin.

Laporan dilaksanakan pada masing-masing tingkatan :

a. Tingkat Fasilitas Kesehatan

· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s

K e s e h a t a n P a r u berkoordinasi dengan pengelola

program TB, Pneumonia, Asma, PPOK, dan petugas SP2TP

(Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu

Puskesmas).

· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 A berisi data dari PAL

03 dan LB.01. serta rekapitulasi rujukan (PAL.06).

· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setiap bulan.

Catatan :

Kasus Pneumonia ≥�5 tahun yang ditemukan berdasarkan PAL.01

dicatat juga pada laporan program ISPA bulanan.

b. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

· Laporan dibuat oleh koordinator Pendekatan P r a k t i s

K e s e h a t a n P a r u Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

· Laporan menggunakan Formulir PAL 05 B yang merupakan

rekapitulasi PAL 05.

· Laporan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi setiap 3

bulan.

77 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Pneumonia Komunitas Pada Dewasa

Pada dewasa, pneumonia dibagi menjadi pneumonia komunitas

dan pnemonia yang didapat di rumah sakit. Pada umumnya yang

terjadi di masyarakat adalah pneumonia komunitas. Diagnosis

pneumonia didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan sis,

foto toraks, dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia

komunitas ditegakkan apabila pada foto toraks terdapat

inltrat/air bronchogram ditambah dengan beberapa gejala di

bawah ini:

· Sesak napas

· Batuk

· Perubahan karakteristik sputum/ purulen

· Suhu tubuh > 380C aksila atau riwayat demam

· Nyeri dada

· Pada pemeriksaan sis dapat ditemukan tanda-tanda

konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

· Leukosit ≥�10.000 atau < 4.500

Penilaian derajat keparahan pneumonia komunitas dapat

dilakukan dengan sistem skor menurut Pneumonia Severity

Index (PSI) atau menggunakan kriteria CURB-65 yaitu

Confusion, Ureum > 40 mg/dl, frekuensi napas ≥�30x permenit,

tekanan sistolik < 90 mmHg, dan tekanan diastolik < 60 mmHg,

dan usia ≥� 65 tahun. Hal ini dapat mengindentikasi apakah

pasien dapat dirawat inap atau tidak. Bila CURB-65 skor 0-1

atau PSI < 70, maka pasien dapat dirawat jalan.

Pasien dengan kriteria di bawah ini segera dirujuk ke rumah sakit

a.l:

· Kesadaran menurun

· Frekuensi napas lebih dari 30x per menit

· Foto toraks menunjukkan Inltrat Multilobus

· Tekanan sistolik < 90 mmHg

· Tekanan diastolik < 60 mmHg

· Pneumonia pada Napza dirujuk ke rumah sakit.

Apabila pasien dirawat jalan, perlu diberikan pengobatan

suportif-simptomatik, al:

78 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

· Istirahat di tempat tidur

· Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

· Bila panas tinggi, perlu dikompres atau diberikan obat

penurun panas

· Bila perlu diberikan mukolitik dan ekspetoran

· Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin

Antibiotik Empiris yang Digunakan

· Pasien yang sebelumnya sehat atau tanpa riwayat

pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya

o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase

ATAU

o Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)

· Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat

pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya.

o Fluorokuinolon respirasi (levooksasin 750 mg,

moksioksasin)

ATAU

o Golongan β laktam ditambah anti β laktamase

o β laktam ditambah makrolid

Pasien dengan faktor komorbid yang memiliki faktor yang dapat

mempegaruhi kecendurang terhadap jenis kuman tertentu dan

menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan, seperti riwayat

penggunaan antibiotik dalam 3 bulan terakhir, pecandu alkohol,

mempunyai penyakit kelainan dasar paru, mempunyai penyakit

kelainan yang multiple, pengobatan dengan kortikosteroid > 10

mg per hari dan gizi kurang.

3. Asma

Asma adalah penyakit inamasi kronik saluran respiratori yang

melibatkan berbagai macam sel dalam mekanismenya

sehingga terjadi hiperresponsif bronkus yang menyebabkan

gejala episodik berulang berupa mengi, sesak, rasa berat di

dada dan batuk yang timbul terutama pada malam atau

menjelang pagi.

79 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

4. Proporsi kasus Pneumonia diantara seluruh kasus dengan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Sumber Data PAL 03 dan PAL 05 (2 dan 5A)

Numerator Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan pendekatan PAL (PAL 05 no 2)

Denominator Jumlah seluruh kasus dengan PAL (PAL 05, dan 5A)

Rumus Jumlah Pneumonia yang ditemukan dengan PAL

Jumlah seluruh kasus dengan PAL

Manfaat Mengetahui penemuan kasus Pneumonia melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru.

5. Proporsi kasus Asma diantara seluruh kasus dengan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Sumber Data PAL 03 (kolom 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 5A)

Numerator Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan

PAL (PAL 05 no 3A)

Denominator Jumlah seluruh kasus gangguan pernapasan dengan PAL

(PAL 05, 5A)

Rumus

Jumlah kasus Asma (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL .

Jumlah seluruh kasus dengan PAL

Manfaat Mengetahui upaya penemuan kasus Asma (kasus baru)

melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

6. Proporsi kasus PPOK diantara seluruh kasus gangguan

pernafasan dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Sumber Data PAL 03 dan PAL 05 (4A dan 5A)

Numerator Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL (PAL 05 no 4A)

Denominator Jumlah seluruh kasus dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru (PAL 05, dan 5A)

x100%

X 100%

80 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Rumus

Jumlah kasus PPOK (kasus baru) yang ditemukan dengan PAL

Jumlah seluruh kasus dengan PAL

Manfaat Mengetahui upaya penemuan kasus PPOK melalui Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

7. Proporsi kunjungan kasus Asma yang mendapat

pengobatan inhalasi

Sumber Data PAL 03 (kolom 10, 14 – 17) dan PAL 05 (3A dan 3B)

Numerator Jumlah kunjungan kasus Asma yang mendapatkan pengobatan inhalasi (PAL 05 no 3A yang inhalasi saja)

Nominator Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan kunjungan ulang/serangan) (PAL 05 no 3A + 3B)

Rumus

Jumlah kunjungan kasus Asma yang Mendapatkan pengobatan Inhalasi

Jumlah seluruh kunjungan kasus Asma (kasus baru dan ulang/serangan)

Manfaat

1) Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.

8. Proporsi kun jungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan

inhalasi.

Sumber Data PAL 03 (kolom 10) dan PAL 05 (4A dan 4B)

Numerator Jumlah kunjungan kasus PPOK yang mendapat pengobatan inhalasi (PAL 05 no 4A yang inhalasi saja)

Denominator Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) (PAL 05 no 4A + 4B)

Rumus

Jumlah kunjungan kasus PPOK yang Mendapat pengobatan Inhalasi .

Jumlah seluruh kunjungan kasus PPOK (kasus baru dan ulang/serangan) yang ditemukan dengan PAL

X 100%

X 100%

X 100%

81 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Manfaat

1) Mengetahui penatalaksanaannya sudah sesuai standar. 2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan

Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial dan kualitas pelayanan.

9. Proporsi penyakit dengan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

yang berhasil dirujuk dan mendapat umpan balik

Sumber Data PAL 03, PAL 05 (5B) dan PAL 06

Numerator Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik

Denominator Jumlah seluruh kasus yang dirujuk

Rumus

Jumlah kasus yang dirujuk dan mendapat umpan balik .

Jumlah seluruh kasus yang dirujuk

Manfaat

1) Menggambarkan keberhasilan sistem rujukan (jejaring eksternal).

2) Indikator ini dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru dari segi manajerial.

X 100%

82 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

BAB V

PENUTUP

Dengan tersusunnya Petunjuk Teknis Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

atau disebut juga Practical Approach to Lung Health (PAL), maka upaya

meningkatkan penemuan terduga TB melalui penjaringan pasien gangguan

pernapasan dapat dilaksanakan, demikian juga dalam penemuan kasus

Pneumonia ≥� 5 tahun, Asma dan PPOK, serta peningkatan kualitas

penatalaksanaan Pneumonia ≥ 5 tahun, Asma dan Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK) dapat dilaksanakan di semua fasilitas kesehatan tingkat

pertama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian

Kesehatan RI, Ditjen P2PL, 2011.

2. Petunjuk Teknis Upaya Berhenti Merokok pada Fasilitas Pelayanan

Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan RI, 2013

3. Pedoman Pengendalian Asma, Kementerian Kesehatan RI, 2013

4. PNPK Tuberkulosis (Pedoman Nasional Pelayanan Kesehatan),

Kemkes 2013

5. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak, Dirjen P2PL Kemkes RI 2013

6. Hospital Care for Children Guidelines for the Management of

Common Illness with Limited Resourced, WHO, 2007

7. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak untuk Respirologi, IDAI 2012

8. Konsensus Nasional Asma Anak, UKK Respirologi IDAI 2004

9. Asma. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di

Indonesia.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta 2004.

10. Global Initiative for Asthma (GINA). Revised 2014

11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Updated

2014.

83 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

84 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN KARTU PENGOBATAN PASIEN DENGAN

GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 01)

Nama : Tulis Lengkap

L/P : Di beri tanda dengan dilingkari

Umur : Di isi dengan umur dalam tahun

Alamat : Di isi lengkap

Pekerjaan : Di isi lengkap

Jika WUS : Di lingkari keterangan yang sesuai kondisi pasien

Keluhan Utama : Di isi keluhan batuk dan atau sesak

KB/KU : di lingkari apakah Kunjungan Ulang atau Kunjungan

Baru

Kartu Pasien diawa : di lingkari keterangan yang sesuai

KAB/KOTA : di isi nama Kabupaten /Kota

Kecamatan : di isi nama Kecamatan

Fasilitas Kesehatan : di isi nama Fasilitas Kesehatan

Tanggal : di isi tanggal pertama kali penderita datang ditangani

dengan strategi Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

No. Reg. PAL : di isi no reg.PAL untuk kunjungan pertama karena

gangguan pernafasan penyakit terkait Pendekatan

Praktis Kesehatan Paru, saat ini, terdiri dari 4 digit

mulai berlaku selama satu tahun, contoh :

0001/1/2013, khusus untuk suspek TB dibelakang no

digitnya ditambah huruf (s), contoh : 0001(s)/1/2013

No. RM : di isi no Rekam Medik Fasilitas Kesehatan

Batuk : di isi berapa hari mulai terjadinya keluhan utama.

Pertanyaan selanjutnya diisi sesuai dengan

85 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

keterangan yang didapat dari pasien dengan cara

lingkari yang sesuai

Jika Batuk 2-3 : di isi dengan tanda v pada kotak yang tersedia sesuai

jawaban minggu atau lebih pasien.

Batuk Berdahak : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai

dan dijelaskan warna dahak dan atau perubahan

warna dahak, dan berapa lama telah ada keluhan

perubahan warna dahak tersebut.

Batuk Berdahak : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai

keluhan dan diisi berapa banyak jumlah darah dalam

ml

Riw.kontak dengan : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai

keluhan unggas mati mendadak

Sesak : di isi dengan beraoa hari keluhan sesak dirasakan

oleh pasien, keterangan selanjutnya di isi dengan cara

dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan mengisi

dengan keterangan lain sesuai jawaban yang

dirasakan oleh pasien.

Nyeri dada : dilingkari keterangan yang sesuai keluhan dan

dijelaskan keluhan nyeri dada tersebut sesuai dengan

keluhan pasien, misalnya rasa nyeri terus menerus di

dada sebelah kiri.

Riwayat penyakit : di isi dengan cara dilingkari keterangan yang sesuai

keluhan terdahulu

Apakah ada obat : obat yang diminum adalah obat yang diminum dalam

jangka 24 jam yang diminum sebelum pasien datang

berobat saat ini, dan jika ya diisi dengan nama, dosis,

dan frekeuensi obat yang diminum.

Jika diketahui PPOL : di isi dengan keterangan ya atau tidak, dan

perubahan warna dahak

Merokok : di coret keterangan yang tidak sesuai dan jika

jawaban ya, dijelaskan berapa lama merokok,

86 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

banyaknya menghisap rokok dalam satuan

batang/bungkus setiap harinya

Jika diduga HIV : Jika ditemukan pasien termasuk resiko tinggi terkena

HIV dengan adanya batuk berulang yang tidak

sembuh-sembuh, berat badan turun drastis, maka

dirujuk ke pelayanan VCT.

Pemeriksaan : Di isi dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan saat

ini.

Pengelompokan : Di isi sesuai dengan pengelompokan gejala dan atau

bila telah ditegakkan diagnosa pasti oleh dokter maka

di isi dengan diagnosa sesuai ICD-10

Tindakan : Di isi dengan Tatalaksana yang akan diberikan sesuai

pengelompokan penyakit/diagnosa, dan hasil dari

pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan ,

misalnya hasil APE 1, hasil SPS, dan rencana

pengobatan.

Lembar Kunjungan : Di isi dengan tanggal kedatangan untuk kunjungan

ulang, hasil ulang pemeriksaan, kesimpulan dan tidak

lanjut yang akan dilakukan kepada pasien.

87 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Fo

rmat

1K

AR

TU

PE

NG

OB

ATA

N P

AS

IEN

DE

NG

AN

GA

NG

GU

AN

PE

RN

AP

AS

AN

PE

ND

EK

ATA

N P

RA

KT

IS K

ES

EH

ATA

N P

AR

U (

PA

L 0

1)

IDE

NT

ITA

S P

AS

IEN

NA

MA

PE

KE

RJA

AN

Ka

rtu

Pa

sie

n d

iba

wa

: Y

a /

Tid

ak

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

UM

UR

JIK

A W

US

L/P

:

....

....

....

....

....

....

....

:

ha

mil

/ tid

ak

AL

AM

AT

Ke

luh

an

uta

ma

:

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

.:

..

....

....

....

....

....

....

...

KB

/ K

U*

Ba

tuk

: .

....

...h

ari. A

pa

ka

h s

eb

elu

mn

ya

An

da

me

ng

ala

mi b

atu

k?

Jik

a y

a:

- A

pa

ka

h

me

mb

ua

t A

nd

a t

erb

an

gu

n t

en

ga

h m

ala

m a

tau

din

i h

ari?

Ya

/ T

ida

k-

Ap

aka

h t

imb

ul se

tela

h la

tih

an

sik

: Y

a /

Tid

ak

Jik

a b

atu

k >

2 m

ing

gu

, ta

nya

ka

n :

- G

eja

la la

inn

ya

:

Ya

T

dk

Y

a T

dk

K

erin

ga

t m

ala

m

BB

me

nu

run

N

afs

u m

aka

n b

erk

ura

ng

PE

NIL

AIA

N

Riw

aya

t ko

nta

k (

BTA

+)

Ya

T

ida

k

Ba

tuk

be

rda

ha

k:

Ya

/ T

ida

kJik

a y

a,

ba

ga

ima

na

wa

rna

nya

? .

....

....

....

....

....

....

ap

aka

h ju

mla

hn

ya

be

rta

mb

ah

? Y

a /

Tid

ak

Jik

a y

a,

su

da

h b

era

pa

la

ma

? .

....

....

....

....

....

Ba

tuk b

erd

ara

h: Y

a /

Tid

ak,

Jik

a Y

a,

be

rap

a b

an

ya

k?

...

....

....

....

....

....

.ml

Riw

ay

at

ko

nta

k d

en

ga

n u

ng

ga

s s

ak

it /

ma

ti m

en

da

da

k :

Y

a /

Tid

ak

(bila

ya

(+

)

k

oo

rdin

asi d

en

ga

n s

urv

eile

ns A

I)

Se

sa

k:

....

....

....

....

....

....

....

.. H

ari

Ap

aka

h s

eb

elu

mn

ya

An

da

me

ng

ala

mi s

es

ak

na

pa

s?

Y

a /

Tid

ak,

Jik

a y

a:

- A

pa

ka

h e

pis

od

e t

ers

eb

ut

me

mb

ua

t a

nd

a t

erb

an

gu

n t

en

ga

h m

ala

m a

tau

din

i h

ari?

Ya

/ T

ida

k*

- A

pa

ka

h e

pis

od

e in

i tim

bu

l se

tela

h la

tih

an

sik

? Y

a /

Tid

ak

- A

pa

ka

h a

da

pe

nce

tus la

in?

Ny

eri

da

da

: Y

a /

Tid

ak,

Jik

a y

a,

ura

ika

n .

....

....

....

....

...

Riw

ay

at

pe

ny

ak

it t

erd

ah

ulu

T

B: Y

a /

Tid

ak

A

sm

a :

Ya

/ T

ida

k

P

PO

K: Y

a /

Tid

ak

G

ag

al Ja

ntu

ng

: Y

a /

Tid

ak

Ap

aka

h a

da

ob

at

ya

ng

dim

inu

m d

ala

m 2

4 ja

m s

eb

elu

mn

ya

: Y

a /

Tid

ak

Jik

a y

a,

ura

ika

n .

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

...

Jik

a d

ike

tah

ui P

PO

K,

tan

ya

ka

n:

- A

pa

ka

h d

ah

ak b

ert

am

ba

h b

an

ya

k ?

- A

pa

ka

h w

arn

a d

ah

ak b

eru

ba

h m

en

jad

i ku

nin

g a

tau

hija

u?

Me

rok

ok

: Y

a /

Tid

ak,

Jik

a y

a,

-

La

ma

: ..

....

....

.

- B

an

ya

kn

ya

: ..

....

....

....

..b

ata

ng

/bu

ng

ku

s/h

r-

A

da

ka

h w

arn

a B

B m

en

uru

n d

ala

m 3

bu

lan

te

rakh

ir?

Y

a /

Tid

ak

- Te

rpa

jan

as

ap

/ b

ah

an

la

in: Y

a /

Tid

ak

Jik

a d

ari w

aw

an

ca

ra d

idu

ga

ad

a H

IV (

fakto

r risik

o t

ing

gi, b

atu

k b

eru

lan

g,

tid

ak s

em

bu

h-s

em

bu

h,

BB

turu

n d

rastis)

ru

juk

ke

pe

lay

an

an

VC

T

Riw

aya

t P

en

ya

kit K

elu

arg

a

Ca

tata

n:

* lin

gka

ri y

an

g s

esu

ai

pa

da

ko

tak y

an

g s

esu

ai

LIH

AT

da

n D

EN

GA

RK

AN

:-

Lih

at

tin

gka

t ke

sa

da

ran

:

L

eta

rgi

Bin

gu

ng

Ge

lisa

h-

Fre

k.n

ap

as .

....

...x

/me

nit

-

Fre

k.n

ad

i: .

....

..x/m

en

it-

Su

hu

: ..

....

....

....

...

C

-

TD

: .

....

....

....

..m

mH

g-

BB

: ..

....

....

....

....

....

Kg

-

TB

: .

....

....

....

.. c

mJ

ika

did

ug

a T

B:

- A

nju

rka

n &

pe

riksa

da

ha

k S

PS

H

asil

: ..

....

....

/ ..

....

....

/ ..

....

....

Bila

ko

nta

k :

(+

)

la

ca

k k

on

tak &

m

ula

i p

rose

sp

en

jarin

ga

n

PE

ME

RIK

SA

AN

KL

AS

IFIK

AS

I

- W

he

ezin

g /

me

ng

i:

Ya

/ T

ida

k

nila

i u

lan

g s

ete

lah

1 ja

m p

en

go

ba

tan

aw

al

Am

ati

pe

rna

pa

sa

n

se

sa

k n

ap

as

Ya

/ t

ida

k,

jika

ya

, ka

pa

n:

- w

aktu

istira

ha

t

-

wa

ktu

bic

ara

- sa

at

be

rja

lan

liha

t p

en

gg

un

aa

n o

tot

ba

ntu

pe

rna

pa

sa

n

D

en

ga

rka

n:

pe

mb

ica

raa

n p

asie

n

T

ida

k b

isa

bic

ara

Bis

a b

ica

ra s

atu

-sa

tu k

ata

sa

ja

B

isa

bic

ara

da

lam

fra

sa

Bis

a b

ica

ra d

ala

m k

aim

at

Lih

at:

Ed

em

a p

ad

a k

ed

ua

ka

ki:

Ad

a / t

idak

Ya

T

ida

k

Ya

Tdk

KA

B/K

OTA

KE

CA

MA

TA

NFA

SK

ES

TA

NG

GA

LN

O. R

EG

PA

LN

O. R

M

: .

....

....

....

....

....

....

....

.:

...

....

....

....

....

....

....

...

: .

....

....

....

....

....

....

....

.:

...

....

....

....

....

....

....

...

: .

....

....

....

....

....

....

....

.:

...

....

....

....

....

....

....

...

TIN

DA

KA

N

88 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

LEM

BA

R K

UN

JUN

GA

N U

LAN

G/F

OLL

OW

-UP

PA

SIE

N P

AL

Ku

nju

nga

n U

lan

g :

TA

NG

GA

L P

EM

ER

IKS

AA

N H

AS

IL

KE

SIM

PU

LAN

TIN

DA

K L

AN

JUT

K

linis

A

PE

SP

IRO

ME

TR

I A

CT

Lab

/ P

eme

riks

aan

lain

K

linis

A

PE

SP

IRO

ME

TR

I A

CT

Lab

/ P

eme

riks

aan

lain

K

linis

A

PE

SP

IRO

ME

TR

I A

CT

Lab

/ P

eme

riks

aan

lain

K

linis

A

PE

SP

IRO

ME

TR

I A

CT

Lab

/ P

eme

riks

aan

lain

89 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN FORMAT KARTU IDENTITAS PASIEN

(PAL 02)

No. RM : Di isi nomor rekam medik Puskesmas

No. Reg PAL : Di isi no register PAL pasien sesuai dengan No Register

PAL pada PAL 01

Nama : Di isi lengkap

L/P : Di lingkari keterangan yang sesuai

Umur : Di isi umur dalam tahun

Pekerjaan : Di isi lengkap

Alamat : Di isi lengkap

Jadwal kontrol : Di isi no, tanggal dan keterangan kapan pasien datang

kembali untuk kontrol terkait gangguan pernafasan

kasus PAL

90 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Format 2.

KARTU IDENTITAS PASIEN

LEMBAR DEPAN

LEMBAR BELAKANG

Jadwal Kontrol/ periksa ulang

No Tanggal Ket

Ketarangan : se�ap pasien dengan gangguan pernapasan yang berkunjung ke Puskesmas akan mendapat no register PAL yang digunakan seterusnya sebagai tanda pengenal pasien PAL

KARTU IDENTITAS PASIEN PAL

No. RM : ………………………………………………………………………. No. Reg PAL : ………………………………………………………………………. Nama : ………………………………………………………………………. L/P Umur : ………………………………………………………………………. Pekerjaan : ………………………………………………………………………. Alamat : ………………………………………………………………………. ……………………………..……Tlpn/Hp …………….……..

91 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN REGISTER PAL HARIAN PUSKESMAS UNTUK PASIEN DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN (PAL 03)

Kolom 1 : Diisi dengan nomor urut kunjungan pasien pada bulan berjalan Kolom 2 : Tanggal berkunjung Kolom 3 : Diisi dengan no rekam medik Puskesmas Kolom 4 : Diisi dengan no reg PAL. Untuk kunjungan pertama diisi

pada kolom KB (Kunjungan Baru)

Nomor register PAL terdiri dari 4 digit mulai dari nomor urut pasien/bulan/tahun/PAL Nomor urut berlaku selama satu (1) tahun (1 Januari – 31 Desember). Contoh : 0001 Khusus untuk TB bila pasiennya masih suspek TB (baru), di belakang no digitnya ditambah huruf S. contoh : 0001 (S) Untuk suspek TB yang telah terdiagnosis sebagai pasien baru TB (BTA+, BTA neg Ro+ atau anak > 5 th) diisi di kolom 11 sesuai kode dalam ICD-10

Kolom 5 : Isilah no reg PAL untuk kunjungan ulang terkait kunjungan sebelumnya atau kunjungan untuk mendapat hasil pemeriksaan tambahan atau kunjungan ulang untuk penyakit PAL lainnya. Untuk kunjungan ulang diisi pada kolom KU (Kunjungan Ulang)

Khusus untuk suspek TB yang berkunjung ulang setelah mendapat pengobatan AB spectrum luas non OAT tetapi belum mengalami perbaikan dicatat di sini dengan no register suspek sebelumnya.

Kolom 6 : Diisi dengan nama lengkap pasien Kolom 7 : Diisi dengan usia pasien dalam tahun Kolom 8 : Diisi dengan jenis kelamin pasien. L = Laki-laki; P = Perempuan Kolom 9 : Tulis selengkap mungkin agar mudah untuk melacak,

termasuk nomer telp/HP

92 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Kolom 10 : Catatlah klasifikasi/diagnosis dan derajat keparahan penyakit yang dibuat dokter dalam PAL 01. Jika ada pemeriksaan spesialis�k/tambahan yang diperlukan, tuliskan pada kolom keterangan.

Kolom 11 : Tuliskan kode ICD-10 yang sesuai untuk diagnosis yang dimaksud Kolom 12-17 : Diisi dengan nama obat yang diberikan, frekuensi pemberian,

dan lama pemberian Kolom 18 : Diisi dengan jenis perawatan pasien (rawat jalan/inap).

Tuliskan RI bila pasien dirawat inap, tuliskan RJ bila dirawat jalan.

Kolom 19 : Berikan tanda rumput (V) bila dirujuk ke Rumah Sakit. Kolom 20 : Diisi dengan tanggal pasien dirujuk balik dari Rumah Sakit Kolom 21 : Diisi dengan nama Rumah Sakit

93 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Petunjuk Pengisian Laporan Bulanan Penemuan Penyakit Gangguan Pernapasan Pendekatan Praktis Kesehatan Paru

Menurut Umur (PAL 05) A. Tingkat Fasilitas Kesehatan (PAL 05)

Sumber data adalah dari formulir PAL 01, PAL 03, dan LB. 01 Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Kecamatan : Di isi nama Kecamatan Fasilitas Kesehatan : Di isi nama Fasilitas Kesehatan Bulan : Di isi bulan Data yang dicatat Tahun : Di isi tahun data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data pasien batuk ≥� 2 minggu disertai

gejala respiratori dan sistemik sesuai kelompok umur dan jenis kelamin - Semua Kasus Baru : Diisi data semua kasus Baru TB Paru

(termasuk didalamnya adalah BTA positif, BTA negative foto toraks proses spesik TB dan TB anak >5 th) sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

- Kasus baru BTA pos : Diis data kasus baru TB dengan BTA pos sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

Catatan : Untuk ketiga denisi di atas, untuk pengisian lakukan koordinasi dengan pengelola program TB Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data seluruh kasus baru pneumonia

sesuai kelompok umur dan jenis kelamin Asma - Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru Asma sesuai

kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan ulang : Diisi data kasus serangan yang mendapat

inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai umur dan jenis kelamin

PPOK - Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru PPOK sesuai

kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan ulang : Diisi kasus eksaserbasi yang mendapat

inhalasi bukan kasus yang datang untuk kontrol sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4

Dengan Gangguan penyakit PAL (penjumlahan dari kasus Pernapasan baru TB, kasus baru Pneumonia, Kasus (4 Penyakit PAL) baru Asma dan Kasus baru PPOK) sesu- ai kelompok umur dan jenis kelamin

- Jumlah Total : Diisi data seluruh kunjungan 4 penyakit Kunjungan (penjumlahan dari kasus baru TB, Kasus Gangguan Baru Pneumonia, kasus baru + Kunju- Pernapasan ngan ulang Asma dan Kasus Baru + (4 Penyakit PAL) Kunjungan ulang PPOK) sesuai

kelompok umur dan jenis kelamin - Jumlah Total : Diisi data total seluruh kunjungan

Kunjungan gangguan pernapasan di faskes yang

94 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Gangguan termasuk gangguan saluran pernapasan Pernapasan atas, saluran pernapasan bawah, TB dan (termasuk Saluran) PPOK sesuai umur dan jenis kelamin Pernapasan Atas, Saluran Pernapasan Bawah, TB & PPOK

Data diambil dari Laporan Bulanan Fasilitas Kesehatan (LB 1) yang sudah dilatih PAL tidak termasuk kunjungan ke Puskesmas Pembantu (Pustu). Pengisian menyesuaikan dengan Format LB 1 masing-masing Kab/Kota penerapan PAL. Total kunjungan gangguan pernapasan (berdasarkan format LB1 Fasilitas Kesehatan di kab/kota penerapan PAL) merupakan penjumlahan dari :

DKI Jakarta (ICD-10) : - Tuberkulosis meliputi TB paru saja - Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi tonsilitis, infeksi

akut saluran pernapasan bag atas, penyakit lain pada saluran pernapasan bag atas.

- Penyakit Lain pada Saluran Pernapasan Bawah meliputi Penumonia, Bronkitis, Asma, Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah.

- Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) →� apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori gangguan pernapasan dalam LB1

Jawa Barat (ICD-10) - Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos dengan atau tanpa

pemeriksaan biakan, TB Paru Klinis, TB Paru lainnya, TB Alat napas lainnya

- Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut meliputi nasofaringitis akut/common cold, sinusitis akut, faringitis akut, tonsillitis akut, laringitis akut, penyakit infeksi saluran pernapasan atas akut tidak spesik)

- Inuensa/Pneumonia meliputi Suspek AI, Inuensa, Broncho Pneumonia tidak spesik, Pneumonia

- Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Lainnya (Infeksi Saluran Pernapasan Bawah Akut Tidak Spesik)

- Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Alergi Rhinitis akibat Kerja, Sinusitis Kronikm Penyakit Saluran Pernapasan Bagian Atas Lainnya, Bronchitis, Asma, Status Asmatikus, Bronkiektasis, Bronkiolektasis, Penyakit Jaringan Interstitial Paru Lainnya)

- Ditambahkan PPOK (dari reg PAL) →� Apabila PPOK belum dimasukkan dalam salah satu kategori LB1

Lampung (ICD-9) - Tuberkulosis meliputi TB paru BTA pos tanpa biakan, TB Paru BTA

neg, TB Paru Klinis - Infeksi Akut Saluran Pernapasan Bagian Atas meliputi nasofaringitis

akut/common cold, sinusitis akut, pharyngitis akut, tonsillitis akut, laryngitis akut, tracheitis akut, epiglottis akut

- Inuenza/Pneumonia meliputi Inuensa, pneumonia - Infeksi Akut lain Saluran Pernapasan Bagian Bawah meliputi

Bronchitis Akut, Bronchiolitis Akut.

95 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

- Penyakit Saluran Pernapasan Lainnya meliputi Rinitis Kronis, Sinusitis Kronis, Nasal Polip, Transilitis Kronis, Laryngitis Kronis.

- Penyakit Saluran Pernapasan Bawah Kronik meliputi Bronchitis Kronis, PPOK, Asma Bronchiale, Status Asmatikus’

Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan yang Kunjungan semua terdapat di fasilitas Kesehatan yang sudah Penyakit dilatih PAL sesuai kelompok umur dan

jenis kelamin (Fasilitas Kesehatan dibawah koordinasi Fasilitas Kesehatan yang dilatih PAL, Jumlah kunjungannya tidak dimasukkan ke dalam total kunjungan Fasilitas Kesehatan)

B. Tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (PAL 05B)

Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Kabupaten/Kota : Di isi nama Kabupaten/Kota Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tahun : Diisi tahun data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua fasilitas

kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. - Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru

semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin. - Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan

BTA pos semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

Asma - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,

semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin - Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua

fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin PPOK

- Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK, semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit

dengan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit

Kunjungan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

96 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit Kunjungan Gangguan PAL semua fasilitas kesehatan sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan Kunjungan semua semua Fasilitas Kesehatan sesuai Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin

C. Tingkat Dinas Kesehatan Provinsi/Kota (PAL 05C)

Sumber data adalah dari formulir PAL 05A semua Fasilitas Kesehatan di Kabupaten/Kota di Provinsi tersebut. Provinsi : Di isi nama Provinsi Bulan : Diisi bulan Data yang dicatat Tuberkulosis - Terduga TB : Diisi data jumlah terduga TB semua Dinkes

Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

- Semua Kasus Baru : Diisi data jumlah semua kasus Baru TB Paru semua Dinkes Kab/Kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

- Kasus Baru BTA pos : Diisi data jumlah kasus baru TB Paru dengan BTA pos semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin.

Pneumonia ≥�5 tahun : Diisi data jumlah seluruh kasus baru pneumonia senua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

Asma - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru Asma,

semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

PPOK - Kasus Baru : Diisi data jumlah seluruh kasus baru PPOK,

semua Dinkes Kab/kota sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

- Kunjungan Ulang : Diisi data jumlah kunjungan ulang semua fasilitas kesehatan sesuai kelompok umur dan jenis kelamin

Gangguan Pernapasan - Jumlah Kasus Baru : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit

dengan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit

Kunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

97 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

- Jumlah Total : Diisi data seluruh kasus baru 4 penyakit Kunjungan Gangguan PAL semua Dinkes Kab/kota sesuai Pernapasan kelompok umur dan jenis kelamin (4 Penyakit PAL)

Jumlah Total : Diisi data jumlah seluruh kunjungan Kunjungan semua semua Dinkes Kab/Kota sesuai Penyakit Penyakit kelompok umur dan jenis kelamin

La

po

ran

Bu

lan

an

Pe

ne

mu

an

Pe

ny

ak

it G

an

gg

ua

n P

ern

ap

as

an

PA

L m

en

uru

t U

mu

rT

ing

ka

t F

as

ilit

as

Ke

se

ha

tan

(P

AL

05

A)

(dia

mb

il d

ari

Re

gis

ter

Ha

ria

n P

AL

03

/TB

06

/TB

04

/TB

03

/LB

1 F

as

ilit

as

Ke

se

ha

tan

)P

rovi

nsi

Bula

nK

eca

mata

nF

asili

tas K

ese

hata

nB

ula

n

: .....................................................................

: .....................................................................

: ....................................................................

: ....................................................................

: ....................................................................

Tahun : .................................................

No.

Kunju

ngan P

enya

kit Te

rkait P

AL

Sum

ber

Data

1 2 3 4 5 6

Tuberk

ulo

sis

A. Te

rduga T

BB

. S

em

ua K

asus B

aru

C. K

asu

s B

aru

BTA

pos

Pneum

onia

> 5

tahun

Asm

aA

.Kasu

s B

aru

B. K

unju

ngan U

lang (

sera

ngan)

PP

OK

A. K

asu

s B

aru

B. K

unju

ngan U

lang (

eksa

serb

asi)

Gangguan P

ern

apasa

nA

. Ju

mla

h K

asu

s B

aru

dengan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enyakit

PA

L)

B. Ju

mla

h T

ota

ll K

unju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enyakit

PA

L)

C. Jum

lah T

ota

l K

unju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

term

asuk S

alu

ran P

ern

apasa

n A

tas,

S

alu

ran P

ern

apasan B

aw

ah, T

B d

an P

PO

K)

Jum

lah T

ota

l Kunju

ngan (

Sem

ua P

enya

kit)

PA

L 0

3P

AL 0

3P

AL 0

3P

AL 0

3

PA

L 0

3P

AL 0

3P

AL 0

3

PA

L 0

3

1B

+2+

3A

+4A

1B

+2+

3A

3B

+4A

+4B

LB

1

LB

1

Kelo

mpok

Um

ur

dan J

enis

Kela

min

L P

15 -

44

45 -

49

60 -

69

> 7

0JU

MLA

H5 -

14

L P

L P

L

P

L

P

L

P

Men

geta

hui

(

)

Yang m

ela

po

rka

n,

(

)

....

....

....

....

....

..,

....

..,

....

....

....

....

....

....

....

....

98 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

La

po

ran

Bu

lan

an

Pe

ne

mu

an

Pe

ny

ak

it G

an

gg

ua

n P

ern

ap

as

an

PA

L m

en

uru

t U

mu

rT

ing

ka

t D

ina

s K

es

eh

ata

n K

ab

up

ate

n/K

ota

(P

AL

05

B)

(dia

mb

il d

ari

La

po

ran

Bu

lan

an

PA

L 0

5A

se

ma

Fa

sil

ita

s K

es

eh

ata

n)

Pro

vin

siK

abupate

n/K

ota

Bula

n

: .....................................................................

: .....................................................................

: .....................................................................

Tahun : .................................................

No.

Kunju

ngan P

enya

kit Te

rkait P

AL

Sum

ber

Data

1 2 3 4 5 6

Tuberk

ulo

sis

A. Te

rduga T

BB

. S

em

ua K

asu

s B

aru

C. K

asus

Baru

BTA

pos

Pneum

onia

> 5

tahun

Asm

aA

.Kasu

s B

aru

B. K

unju

ngan U

lang (

sera

ngan)

PP

OK

A. K

asu

s B

aru

B. K

unju

ngan U

lang (

eks

aserb

asi

)G

angguan P

ern

apasan

A. Jum

lah K

asus

Baru

dengan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enya

kit P

AL)

B. Ju

mla

h T

ota

ll K

unju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enya

kit P

AL)

C. Ju

mla

h T

ota

l Kunju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

term

asu

k S

alu

ran P

ern

apasan A

tas,

S

alu

ran P

ern

apasa

n B

aw

ah, T

B d

an P

PO

K)

Jum

lah T

ota

l Kunju

ngan (

Sem

ua P

enyakit)

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

PA

L 0

5A

Kelo

mpok

Um

ur

dan J

enis

Kela

min

L P

15 -

44

45 -

49

60 -

69

> 7

0JU

MLA

H5 -

14

L P

L P

L

P

L

P

L

P

Mengeta

hui

(

)

Yang m

ela

po

rka

n,

(

)

....

....

....

....

....

..,

......

, ..

....

....

....

....

....

....

....

..

99 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

La

po

ran

Bu

lan

an

Pe

ne

mu

an

Pe

ny

ak

it G

an

gg

ua

n P

ern

ap

as

an

PA

L m

en

uru

t U

mu

rT

ing

ka

t D

ina

s K

es

eh

ata

n P

rov

ins

i (P

AL

05

C)

(dia

mb

il d

ari

La

po

ran

Bu

lan

an

PA

L 0

5B

se

mu

a D

ina

s K

es

eh

ata

n K

ab

up

ate

n/K

ota

)P

rovi

nsi

Bula

n: .....................................................................

: .....................................................................

Tahun : .................................................

No.

Kunju

ngan P

enya

kit T

erk

ait P

AL

Sum

ber

Data

1 2 3 4 5 6

Tuberk

ulo

sis

A. Te

rduga T

BB

. S

em

ua K

asu

s B

aru

C. K

asu

s B

aru

BTA

pos

Pneum

onia

> 5

tahun

Asm

aA

.Kasu

s B

aru

B. K

unju

ngan U

lang (

sera

ngan)

PP

OK

A. K

asus

Baru

B. K

unju

ngan U

lang (

eks

aserb

asi)

Gangguan P

ern

apasa

nA

. Ju

mla

h K

asu

s B

aru

dengan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enyaki

t P

AL)

B. Ju

mla

h T

ota

ll K

unju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

4 P

enyaki

t P

AL)

C. Jum

lah T

ota

l Kunju

ngan d

engan G

angguan

P

ern

apasa

n (

term

asuk

Salu

ran P

ern

apasan A

tas,

S

alu

ran P

ern

apasa

n B

aw

ah, T

B d

an P

PO

K)

Jum

lah T

ota

l Kunju

ngan (

Sem

ua P

enya

kit)

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

PA

L 0

5B

Kelo

mpok

Um

ur

dan J

enis

Kela

min

L P

15 -

44

45 -

49

60 -

69

> 7

0JU

MLA

H5 -

14

L P

L P

L

P

L

P

L

P

Mengeta

hui

( )

Yang m

ela

po

rka

n,

(

)

....

....

....

....

....

..,

....

..,

....

....

....

....

....

....

....

....

100 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA

Re

ka

pit

ula

si

Pa

sie

n Y

an

g D

iru

juk

Ke

Fa

sil

ita

s K

es

eh

ata

n R

uju

ka

n T

ing

ka

t L

an

jut

(PA

L 0

6)

Fa

silit

as

Ke

seh

ata

nK

ab

up

ate

n/K

ota

Pro

vin

siB

ula

nTa

hu

n

: .

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

..:

...

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

: .

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

..:

...

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

: .

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

....

..

No

Ta

ng

ga

lN

o R

eg

PA

LN

am

a P

as

ien

Um

ur

LP

Dia

gn

os

isA

wa

lD

iru

juk

ke

Dir

uju

k/D

iru

juk

Ba

lik

da

riD

iag

no

si A

kh

irK

ete

ran

ga

nTa

ng

ga

lP

KR

TL

Me

ng

eta

hu

i

(

)

Ya

ng

me

lap

ork

an

,

(

)

....

....

....

....

....

..,

....

..,

....

....

....

....

....

....

....

....

101 PETUNJUK TEKNIS PENERAPAN PENDEKATAN PRAKTIS KESEHATAN PARU DI INDONESIA