IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

79
IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019: DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh Yohanes Juan Antony Sijabat 164114004 PRODI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Januari 2021 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

Page 1: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO

DI TAHUN 2019: DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Yohanes Juan Antony Sijabat

164114004

PRODI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Januari 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

i

IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO

DI TAHUN 2019: DEKONSTRUKSI JACQUES DERRIDA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Yohanes Juan Antony Sijabat

164114004

PRODI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Januari 2021

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

vi

PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan ini untuk kedua orang tua saya,

Yustina Prihantini dan Nestor Simon Sijabat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

vii

MOTO

He who fears death will never do anything worth of a man who is alive.

-Seneca-

That’s the other thing I learned that day, that the truth, however shocking or

uncomfortable, in the end leads to liberation and dignity.

-Ricky Gervais-

That which does not kill us makes us stronger.

-Friedrich Nietzsche-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

x

ABSTRAK

Sijabat, Yohanes Juan Antony, 2020. “Ideologi Tiga Cerpen Indra Tranggono

di Tahun 2019: Dekonstruksi Jacques Derrida”. Skripsi Strata Satu (S-

1). Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas

Sanata Dharma.

Penelitian ini berisi dekonstruksi cerpen karya Indra Tranggono di tahun

2019. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji ideologi tiga cerpen karya Indra

Tranggono di tahun 2019 dan mendeskripsikan proses decentering dan diseminasi

dalam cerpen tersebut.

Paradigma penelitian ini menggunakan paradigma M. H. Abrams dengan

pendekatan diskursif. Penelitian ini merupakan penelitian post-struktural yang

menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Penelitian ini menggunakan

metode analisis teks dengan teknik double reading. Penelitian ini menghasilkan dua

hal utama. Pertama adalah ideologi teks yang disimpulkan dari hierarki metafisik

dan oposisi biner yang ada dalam teks. Kedua, proses dekonstruksi yang berupa

proses decentering dan diseminasi.

Proses pertama dekonstruksi menghasilkan ideologi yang terdapat di dalam

teks. Ideologi teks dalam cerpen “Profesor Pogob” adalah (i) keberanian Profesor

Pogob dalam membela koruptor. Ideologi teks dalam cerpen “Elegi Ampas Kopi”

adalah (ii) ketabahan Bangsa Kopi dalam menghadapi penderitaan. Ideologi teks

dalam cerpen “Di Atas Tanah Retak” adalah (iii) kemalangan Maruti dalam

hidupnya. Proses kedua dekonstruksi menghasilkan ideologi baru dan makna-

makna baru yang terdapat di dalam teks. Cerpen “Profesor Pogob” memiliki

ideologi baru yaitu keegoisan Profesor Pogob. Makna baru yang dihasilkan adalah

(i) tidak tahu malu, (ii) Profesor Pogob bermulut besar, (iii) kepengecutan. Cerpen

“Elegi Ampas Kopi” memiliki ideologi baru yaitu keluhan Bangsa Kopi terhadap

nasibnya. Makna baru yang dihasilkan adalah (i) sikap narsis menimbulkan

kekecewaan, (ii) Penderitaan diperlukan untuk meraih potensi, (iii) Jeritan adalah

tindakan yang sia-sia. Cerpen “Di Atas Tanah Retak” memiliki ideologi baru yaitu

ketakutan Maruti terhadap Dargo. Makna baru yang dihasilkan adalah (i) Stigma

dari masyarakat membatasi ekspresi diri, (ii) Tindakan nekat menyebabkan

kemalangan, (iii) Kepasrahan hanya memperparah masalah. Dari hasil dekonstruksi

tersebut, ideologi kerakyatan merupakan ideologi yang ingin dicapai di dalam tiga

teks cerpen. Ketiga cerpen tersebut menggambarkan bagaimana penindasan dan

pragmatisme bisa dilawan dengan ideologi kerakyatan yang mementingkan

kepentingan bersama.

Kata kunci: dekonstruksi, hierarki metafisik, ideologi teks, decentering,

diseminasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

xi

ABSTRACK

Sijabat, Yohanes Juan Antony, 2020. “The Ideology of Indra Tranggono’s

Three Short Stories in 2019: Jacques Derrida’s Deconstruction”.

Bachelor Degree. Indonesian Letters Study Program. Faculty of

Letters. Sanata Dharma University.

This research discusses deconstructions on three short stories of Indra

Tranggono in 2019. The purpose of this research is to explain the ideology of Indra

Tranggono’s three short stories in 2019 and to describe the decentering process and

dissemination from that three short stories.

This research uses M. H. Abrams paradigm with a discursive approach. This

research is post-structural research using Jacques Derrida deconstruction theory.

This research uses text analysis method with the double reading technique. This

research has two main results. First is text ideology is concluded from metaphysics

hierarchy and the binary oppositions inside the text. Second, the deconstruction

process that including decentering process and dissemination.

The first deconstruction process produces the ideology contained in the text.

Text ideology from “Profesor Pogob” short story are (i) Profesor Pogob’s bravery

in defending corruptor. Text ideology from “Elegi Ampas Kopi” short story is (ii)

Bangsa Kopi fortitude in facing the suffering. Text ideology from “Di Atas Tanah

Retak” short story is (iii) Maruti’s misfortune in her life. The second process of

deconstruction produces new ideologies and new meanings contained in the text.

“Profesor Pogob” short story has a new ideology. The ideology is Profesor Pogob’s

selfishness. The new produced meanings are (i) no shame, (ii) Profesor Pogob’s big

mouth, (iii) cowardice. “Elegi Ampas Kopi” has a new ideology. The ideology is

Bangsa Kopi complaints about their fate. The new produced meanings are (i)

narcissism causes disappointment, (ii) suffering is a necessary to reach potential,

(iii) screaming is a futile act. “Di Atas Tanah Retak” has a new ideology. The

ideology is Maruti’s fear of Dargo. The new produced meanings are (i) society's

stigma is self-limiting, (ii) reckless action leads to misfortune, (iii) resignation only

makes matters worse. From the results of the deconstruction, the populist ideology

is the ideology to be achieved in the three short story texts. The three short stories

illustrate how oppression and pragmatism can be countered by a popular ideology

that emphasizes common interests.

Keywords: deconstruction, hierarchy metaphysics, text ideology, decentering,

dissemination

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

xii

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN PENGESAHAN PENDAMPING ..................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v

HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

MOTO... ................................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

ABSTRAK .............................................................................................................. x

ABSTRACK .......................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 7

1.5 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 7

1.6 Pendekatan Penelitian .......................................................................................... 9

1.7 Landasan Teori .................................................................................................. 10

1.8 Metode Penelitian .............................................................................................. 14

1.8.1 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 14

1.8.2 Metode Analisis Data ................................................................................ 15

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ...................................................... 15

1.8 Sistematika Penyajian ........................................................................................ 15

BAB II HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS DALAM TIGA

CERPEN INDRA TRANGGONO TAHUN 2019 .............................. 17

2.1 Pengantar ........................................................................................................... 17

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

xiii

2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Profesor Pogob” .................... 18

2.2.1 Alur ........................................................................................................... 18

2.2.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable, dan Hierarki Metafisik ..................... 19

2.2.3 Ideologi Teks ............................................................................................ 24

2.3 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi” ............... 25

2.3.1 Alur ........................................................................................................... 25

2.3.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable dan Hierarki Metafisik ...................... 26

2.3.3 Ideologi Teks ............................................................................................ 32

2.4 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak” ........... 33

2.4.1 Alur ........................................................................................................... 33

2.4.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable, dan Hierarki Metafisik ..................... 36

2.4.3 Ideologi Teks Cerpen “Di Atas Tanah Retak” .......................................... 41

2.5 Rangkuman ........................................................................................................ 42

BAB III DECENTERING DAN DISEMINASI DALAM TIGA CERPEN

INDRA TRANGGONO TAHUN 2019 ............................................... 44

3.1 Pengantar ........................................................................................................... 44

3.2 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Professor Pogob” ........................ 44

3.2.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru ................................... 45

3.2.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru .............................................................. 46

3.3 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi” .................... 49

3.3.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru ................................... 49

3.3.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru .............................................................. 51

3.4 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak” ................ 54

3.4.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru ................................... 55

3.4.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru .............................................................. 57

3.5 Rangkuman ........................................................................................................ 60

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 63

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 63

4.2 Saran ....................................................................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................ 69

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Oposisi Biner Cerpen “Profesor Pogob”...................................................19

Tabel 2 Oposisi Biner Cerpen “Elegi Ampas Kopi”..............................................27

Tabel 3 Oposisi Biner Cerpen “Di Atas Tanah Retak”..........................................36

Tabel 4 Hierarki Metafisik dan Ideologi Teks.......................................................63

Tabel 5 Proses Decentering dan Diseminasi..........................................................64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Profesor Pogob”...........45

Gambar 2 Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi”......50

Gambar 3 Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak”..55

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra merupakan sebuah seni bahasa sehingga karya sastra bisa

dinikmati oleh para pembaca dan dengan pemahaman yang dalam akan karya

tersebut karya sastra tidak hanya suatu hal untuk dinikmati, tetapi dimaknai. Sastra

sebagai suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia

dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1988: 8).

Karya sastra mengandung perasaan, semangat, keprihatinan, keyakinan dan banyak

lagi karena sastra tidak terbatas.

Karya sastra memang adalah hal fiksi yang muncul dari imajinasi penulis,

tetapi tidak hanya sekadar imajinasi dalam bentuk kata-kata yang indah, ada juga

tuangan jiwa dan pengalaman yang bisa dipelajari oleh penikmat karya tersebut

(Taum, 1997: 13). Cerita dalam karya sastra merupakan realitas alternatif yang

tanpa belenggu. Hal itu bisa menjadi sebuah keresahan penulis terhadap realitas

sebenarnya yang ada di dunia. Keresahan tersebut bisa meliputi banyak hal seperti

keresahan sosial, lingkungan, keadilan sehingga karya sastra merupakan suara

untuk mengajak para pembaca untuk turut peduli dan bersama-sama menyelesaikan

permasalahan tersebut.

Kritik sastra Indonesia merupakan sebuah disiplin yang belum berkembang

secara maksimal. Hampir semua pakar sastra mengungkapkan kekecewaannya

terhadap perkembangan teori kritik sastra di Indonesia. Kritik sastra di Indonesia

cenderung mendewakan unsur-unsur intrinsik di dalam teks, dan terbatas pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

2

kajian teks dan konteks, tema, alur, dan latar, padahal perkembangan ilmu

pengetahuan dan paragdimanya sudah berkembang pesat (Taum, 2017). Hal

tersebut menyebabkan kritik sastra tidak mendapatkan apresiasi yang layak.

Perkembangan paradigma kritik sastra sudah meliputi objek kajian pengarang,

pembaca, dan teks. Bahkan saat ini kritik sastra sudah memasuki masa

poststruktural dengan menggunakan pendekatan diskursif. Kritik sastra makin

meluas dan tidak lagi terjebak pada pengarang, pembaca, dan teks, tetapi juga

mengenai hal-hal aktual, aliran tertentu, dan paradigma yang baru.

Penelitian ini menggunakan teori dekonstruksi dari Jacques Derrida.

Derrida lahir di kota El-Biar, Aljazair sebagai seorang Yahudi Sefradis. Dia besar

di sana dan akhirnya pindah ke Prancis. Setelah menyelesaikan pendidikannya

Derrida menjadi seorang filsuf. Teori Dekonstruksi dari Derrida memberikan

kebebasan interpretasi dalam mempermainkan kata-kata dan selalu

mempertanyakan kebenaran absolut (Al-Fayddl, 2011: 8). Awalnya teori ini

digunakan dalam pembacaan filsafat, tetapi dalam perkembangannya digunakan

juga untuk menganalisis berita, wacana, hingga teks-teks sastra.

Teori Dekonstruksi dari Jacques Derrida pada awalnya dianggap absurd.

Derrida berpendapat bahwa tidak ada apa-apa di luar teks. Dekonstruksi adalah

sebuah cara untuk menggeser ideologi teks yang berperan sebagai acuan dan

membuka peluang pada pemikiran-pemikiran yang dikesampingkan untuk berperan

(Sudiarja: 2005). Dekonstruksi sendiri dilakukan karena setiap teks retak dan tidak

imbang, sehingga selalu terjadi diseminasi/atau penyebaran makna. Dekonstruksi

diawali dengan pembacaan kritis. Setelah membaca pertama dilakukan kembali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

3

pembacaan dengan melihat keberpihakan yang kemudian hierarkinya dibongkar

dengan melihat oposisi biner teks. Kemudian dilakukan pembalikan teks

(decentering) dengan meletakkan oposisi biner ke tempat semula. Teks akan

berhasil jika pemaknaan baru tampak asing dan jauh dari pemaknaan sebelumnya.

Pada tahun 2019, terdapat 4 cerpen karya Indra Tranggono yang

dipublikasikan oleh koran di Indonesia. Penelitian ini menggunakan objek material

berupa tiga cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019, yaitu “Profesor Pogob”,

“Elegi Ampas Kopi”, dan “Di Atas Tanah Retak”. Penulis tidak memasukkan

cerpen “Bilik Suara” yang juga dipublikasikan pada tahun 2019 karena cerpen

tersebut memiliki tema yang sama dengan cerpen “Profesor Pogob”, yaitu tema

politik. Cerpen “Bilik Suara” tidak penulis jadikan objek penelitian karena

penggambaran akan politik di Indonesia sudah diwakilkan oleh cerpen “Profesor

Pogob”

Ketiga objek material tersebut dimuat pada tiga koran yang berbeda.

Cerpen “Profesor Pogob” dimuat di koran Kedaulatan Rakyat pada tanggal 27

Oktober 2019, cerpen “Elegi Ampas Kopi” dimuat di koran Jawa Pos pada tanggal

27 Januari 2019, dan cerpen “Di Atas Tanah Retak” dimuat di koran Kompas pada

tanggal 23 Juni 2019. Penulis memilih cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019

karena cerpen ini mewakili gambaran tiga hal di tahun 2019, yaitu politik, gaya

hidup, dan budaya.

Cerpen harus berbentuk padat, di dalamnya pengarang menciptakan

karakter-karakter, semesta mereka, dan tindakan-tindakannya sekaligus secara

bersamaan (Stanton, 2012: 76). Cerpen memiliki semestanya dan kebenarannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

4

sendiri. Cerpen bisa menjadi sebuah media menyampaikan sebuah gagasan tertentu

yang secara sadar maupun tidak akan mempengaruhi cara pandang pembaca

terhadap suatu peristiwa. Keberpihakan teks akan menggiring opini tertentu kepada

pembaca. Hal ini menjadi sangat efektif karena cerpen cepat dibaca, ditambah lagi

dengan penyebaran yang luas karena banyak cerpen yang dimuat di dalam koran-

koran.

Cerpen-cerpen tersebut sudah dimuat di dalam koran di Indonesia. Hal itu

menunjukkan kualitas cerpen Indra Tranggono, bahkan sudah banyak cerpen

karangan dia yang dimuat di dalam koran. Sebelum dimuat di koran, setiap cerpen

yang masuk akan diseleksi oleh redaksi koran tersebut. Cerpen yang lolos adalah

cerpen yang kualitasnya sudah sesuai dengan standar redaksi dan juga memiliki

ideologi yang sesuai yang dimiliki oleh koran tersebut. Cerpen karangan Indra

Tranggono adalah salah satunya, karena itu penulis ingin tahu ideologi apa yang

dimuat di dalam cerpen lalu mendekonstruksinya untuk menambah sudut pandang

dalam melihat cerpen itu.

Ketiga cerpen tersebut dipilih karena banyak alasan. Salah satunya adalah

karena cerpen tersebut tidak hanya menarik dibaca, tetapi memiliki plot yang tragis.

Ketiganya juga selalu memenangkan sang penguasa di akhir cerita sedangkan para

korban hanya pasrah dengan keadaan. Selain itu, cerita di dalam cerpen-cerpen

tersebut juga memiliki hegemoni yang kuat, sehingga teks memiliki keberpihakan

dan kebenaran tunggal yang cocok untuk didekonstruksi. Penulis tertarik untuk

menggali lebih dalam lagi tentang ideologi dan makna-makna yang tersembunyi di

dalam teks akibat adanya logosentrisme.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

5

Ketiga cerpen yang penulis pilih memiliki tema besar yang sama, yaitu

tentang kekuasaan dan kepasrahan. Cerpen “Profesor Pogob” bercerita tentang

seorang profesor yang dipanggil presiden untuk menenangkan keadaan negara yang

kacau akibat sebuah kebijakan kontroversial. Profesor itu akhirnya malah

memprovokasi rakyat sehingga menimbulkan kekacauan di mana-mana. Cerpen

ke-dua yang berjudul “Elegi Ampas Kopi” bercerita tentang personifikasi bangsa

kopi ketika akan diseduh oleh seorang penyair. Pengarang memberikan gambaran

betapa tersiksanya biji-biji kopi itu dari tahap mereka dipanen hingga diseduh

dengan air panas. Cerpen ke-tiga “Di Atas Tanah Retak” bercerita tentang seorang

gadis yang mati tergantung di pohon. Orang-orang menyangka dia bunuh diri

karena sering berbicara demikian, tetapi kenyataannya dia dibunuh oleh

sekelompok orang karena hamil setelah diperkosa oleh orang yang berpengaruh di

desanya.

Penulis memilih topik “Ideologi Tiga Cerpen Indra Tranggono di Tahun

2019: Dekonstruksi Jacques Derrida” karena beberapa alasan. Pertama,

penggunaan teori dekonstruksi masih sedikit, padahal teori ini memiliki manfaat

yang besar. Pengaplikasian teori dekonstruksi sangat luas, tidak hanya terbatas pada

teks sastra saja, tetapi pada setiap teks. Teori dekonstruksi juga sangat sesuai di era

postmodern, karena kemudahan informasi yang tidak terbatas memerlukan

kebijakan pembaca untuk memahami dan mengambil sebuah kesimpulan terhadap

suatu teks.

Kedua, cerpen karya Indra Tranggono sudah dimuat di dalam koran-koran

sejak tahun awal tahun 2000, tetapi hanya sedikit penelitian yang menggunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

6

cerpen-cerpen karya Tranggono. Hal ini mendorong penulis untuk menjadikan

cerpen karya Indra Tranggono sebagai objek material, dan mencari tahu ideologi-

ideologi apa saja yang terdapat dalam karyanya.

Dekonstruksi pada cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019 penting

untuk dilakukan, karena cerpen tersebut merupakan salah satu gambaran keresahan

pengarang terhadap keadaan sosialnya. Keresahan pengarang tidak sepenuhnya bisa

dipahami dengan sempurna karena ketidakhadiran pengarang saat seseorang

membaca, dan itulah kekuatan sekaligus kelemahan dari teks cerpen. Setiap latar

belakang pembaca terhadap jejak-jejak tiap kata pada teks akan berbeda, dan untuk

lebih mendalaminya perlu dibongkar dan disusun kembali dengan menggunakan

teori dekonstruksi. Setelah didekonstruksi makna pada tiap cerpen akan menyebar,

memperkaya, dan memperdalam pembaca dalam melihat sebuah kejadian.

1.2 Perumusan Masalah

a. Bagaimana hierarki metafisik dan ideologi teks yang terdapat pada tiga

cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019?

b. Bagaimana proses decentering dan diseminasi pada tiga cerpen karya Indra

Tranggono di tahun 2019?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Menjabarkan hierarki metafisik dan ideologi teks yang terdapat pada tiga

cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019.

b. Menjabarkan proses decentering dan diseminasi pada tiga cerpen karya

Indra Tranggono di tahun 2019.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara teoritis hasil

penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memperkaya kajian teks sastra dengan

menggunakan teori dekonstruksi. Kajian ini juga diharapkan bisa memperkaya

kajian sastra menggunakan pendekatan diskursif. Penelitian ini diharapkan bisa

digunakan sebagai referensi penelitian dengan objek material tiga cerpen karya

Indra Tranggono. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat sebagai referensi

penelitian dengan objek formal teori dekonstruksi Jacques Derrida.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan menambah aset dalam hal

studi teks dalam ilmu sastra. Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi bacaan

oleh para kurator dan juri dalam menilai sebuah karya sastra. Penelitian ini

diharapkan juga bermanfaat dalam memberikan sudut pandang lain dalam sebuah

karya sastra, sehingga membuat pembaca menjadi lebih kritis dalam melihat sebuah

karya sastra dan tidak terperangkap dengan satu pemaknaan.

1.5 Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa penelitian lain yang digunakan penulis sebagai referensi

untuk melakukan penelitian ini. Penelitian yang digunakan sebagai referensi karena

memiliki objek formal yang sama adalah skripsi dari Respati (2018) dengan judul

“Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan Kompas Tahun 2013 : Klub Solidaritas Suami

Hilang : Perspektif Jacques Derrida”. Penelitian tersebut menjelaskan ideologi yang

ada dalam tiga cerpen pilihan kompas tahun 2013 dan menjelaskan hasil diseminasi

pada tiap cerpennya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

8

Penelitian selanjutnya adalah artikel berjudul “Analisis Dekonstruksi

Derrida pada Tokoh Margio dalam Novel Lelaki Harimau” karya Hajar dan Wazib

(2018). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa tokoh Margio dalam novel Lelaki

Harimau digambarkan sebagai protagonis dan ditempatkan sebagai titik ordinat

dalam penceritaan. Pembunuhan yang dilakukan Margio terhadap Anwar sadat

menggambarkan sebuah sikap heroisme dan patriotisme.

Penelitian selanjutnya berasal dari artikel dalam jurnal karya Ghofur (2014)

dengan judul “Analisis Dekonstruksi Tokoh Takeshi dan Mitsusaburo Dalam Novel

Silent Cry Karya Kenzaburo Oe: Perspektif Jacques Derrida”. Penelitian tersebut

berfokus pada oposisi biner dan membongkar sisi dalam novel Silent Cry, dan

menghasilkan makna lain yang berbeda dari teks yang sebenarnya.

Penelitian selanjutnya adalah artikel jurnal karya Asmarani (2008) dengan

judul “Pendekatan Feminis Dekonstruktif-Kultural Terhadap Anna and the King”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan dekonstruksi dengan perspektif feminis

untuk menganalisis dua budaya yang berbeda, yaitu Inggris dan Siam yang

mempunyai interaksi panjang dalam novel Anna and the King.

Penelitian lain yang digunakan sebagai referensi adalah penelitian yang

memiliki objek material dari pengarang yang sama, yaitu cerpen Tikus karya Indra

Tranggono. Penelitian tersebut ialah artikel jurnal berjudul “Formasi Ideologi

Dalam Cerpen Tikus Karya Indra Tranggono” karya Rokhmansyah (2019).

Penelitian tersebut bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana hubungan

ideologi-ideologi yang terdapat dalam cerpen Tikus. Penelitian tersebut

menggunakan teori Hegemoni Gramsci.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

9

Kelima penelitian tersebut membantu penulis sebagai referensi penggunaan

teori dekonstruksi dalam berbagai karya sastra. Penelitian dengan objek material

yang sama juga membantu penulis dalam memahami lebih dalam mengenai

ideologi cerpen yang terdapat pada karya Indra Tranggono. Penelitian ini berjudul

“Ideologi Tiga Cerpen Indra Tranggono di Tahun 2019: Dekonstruksi Jacques

Derrida”. Penelitian ini ditulis untuk mengungkapkan hierarki metafisik yang

terkandung di dalam teks dan mendekonstruksinya dengan melakukan proses

decentering. Penelitian ini juga akan mengungkapkan makna-makna lain yang

tersembunyi di dalam novel, sehingga bisa diketahui penyebaran maknanya

(diseminasi). Hasil penelitian ini juga bisa digunakan sebagai referensi pemaknaan

teks dan menambah kajian poststruktural dalam teks sastra.

1.6 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan

paradigma penelitian M. H. Abrams. Paraigma M. H. Abrams memiliki empat

pendekatan yaitu pendekatan objektif, pendekatan ekspresif, pendekatan mimetik,

dan pendekatan pragmatik (Taum, 1997: 17) untuk melihat karya sastra secara

menyeluruh. Terdapat dua pendekatan lain hasil reposisi oleh Taum, yaitu

pendekatan ekletik dan pendekatan diskursif. Pendekatan diskursif sendiri adalah

pendekatan objektif yang direposisi oleh Taum yang menjadikan teks sebagai

sumber penelitian. Pendekatan diskursif juga menyertakan hasil pemikiran peneliti

terhadap teks tersebut. Istilah diskursif berasal dari “wacana”. Kritik sastra diskursif

membuat karya sastra yang dikaji menjadi bagian dari wacana itu sendiri. Hal ini

memperluas objek penelitian sastra yang belum diteliti oleh teori kritik sastra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

10

lainya, yaitu teks-teks sastra dan teks-teks nonsastra sebagai perwakilan kekuasaan

berdasarkan praktik-praktik diskursif (Taum, 2017: 5).

Pendekatan diskursif bisa digunakan pada teori-teori postmodern. Penelitian

ini menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida. Inti teori Derrida adalah

mengkaji persebaran makna (polisemi) dalam sebuah teks. Dekonstruksi bertujuan

membongkar ideologi yang kaku.

1.7 Landasan Teori

Dekonstruksi adalah sebuah teori yang diciptakan oleh Jacques Derrida

yaitu seorang pemikir besar dalam filsafat. Dekonstruksi adalah cara membaca teks

(sastra maupun filsafat) menurut pandangan filsafat Derrida, yang terpengaruh oleh

pandangan fenomenologi (Heidegger) dan skeptisisme (Nietzche). Derrida

menciptakan teori ini untuk menentang teori-teori struktural-semiotik Ferdinand de

Saussure yang menganggap bahwa sebuah teks memiliki makna yang utuh di dalam

sistem bahasa tertentu. Hal ini membuat teori dekonstruksi Derrida termasuk

Poststructuralism (Taum,1997: 42).

Dekonstruksi adalah pembelaan terhadap makna lain yang terepresi oleh

kuasa kepengarangan. Dekonstruksi mempertanyakan segala sesuatu yang telah

disetujui secara masif tanpa a priori (yang membentuk pemahaman manusia).

Derrida tahu sadar atas hal yang disetujui tersebut bersifat tidak netral, karena lahir

dari kuasa (sosial-kultural-politis) yang hegemonik dan intoleran terhadap

perbedaan. Dekonstruksi adalah testimoni terbuka kapada mereka yang kalah dan

terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Maka, sebuah dekonstruksi

adalah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri (Al-Fayyadl, 2012: 232).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

11

Setiap teks meninggalkan residu, serpihan-serpihan debu, sisa-sisa dari

kehadiran yang telah sirna dan tertunda. Karena itu, tak ada lagi yang perlu

dilakukan selain memungut residu itu – tinggal abu, il y a la cendre. (Al-Fayyadl,

2012: 109). Pemikiran tersebut muncul atas ketidaksetujuan Derrida terhadap

sistem pemikiran yang meminggirkan dan merepresi dampak-dampak bahasa yang

dianggap oleh para filsuf mengganggu. Oleh karena itu, tujuan Derrida adalah

menunjukkan dampak-dampak ini dengan melakukan pembacaan kritis yang

mendalam, untuk memahami detail terkecil yang tersembunyi. Menurut Derrida,

Dekonstruksi dilakukan untuk menghilangkan ide-ide ilusif yang menguasai

metafisika Barat, yaitu nalar bisa lepas dari bahasa dan sampai pada kebenaran

(logos) (Norris, 2006: 56).

Derida menemukan bahwa upaya Saussure untuk memperkenalkan konsep

“tulisan fonetis” hendak menegaskan bahwa tulisan tetap berinduk pada bunyi dan

tidak dapat memisahkan diri dari unsur-unsur tuturan. Tulisan tidak mungkin

menjadi sistem tersendiri yang otonom dari bunyi (Al-Fayydl, 2012: 49). Posisi

bunyi dalam pemikiran Saussure sangat sentral. Menurutnya unsur terpenting

dalam kegiatan berbahasa adalah adanya citra akustik yang memungkinkan seorang

penutur menyampaikan gagasannya (Al-Fayydl, 2012: 43). Hal tersebut membuat

peran punutur sangatlah besar dan menjadi tidak sesuai jika diimplementasikan ke

dalam tulisan. Ketika membaca tulisan, penutur tidak bisa hadir selain di dalam

imajinasi pembaca. Saussure meletakkan bunyi di atas tulisan sehingga

menghadirkan fonosentrisme yang sangat kental dengan logos.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

12

Kebenaran yang mutlak adalah hal yang ingin dilawan oleh dekonstruksi.

Logos sendiri muncul bila bahasa dilihat secara struktural. Bahasa ada karena

sistem perbedaan yang berintikan oposisi biner. Oposisi antara penanda/petanda,

tuturan/tulisan, langue/parole. Oposisi biner hadir secara berdampingan dan

menyebabkan superioritas suatu oposisi. Setiap makna dalam teks tidak utuh dan

retak. Meskipun begitu Derrida mengganggap tulisan lebih istimewa daripada

tuturan. Tulisan dalam sudut pandang lain merupakan prakondisi dari bahasa, dan

bahkan telah ada sebelum oral. Tulisan adalah bentuk permainan bebas unsur-unsur

bahasa dan komunikasi. Tulisan selalu mengalami perubahan makna, dan hal ini

yang membuat tulisan tidak masuk di dalam kebenaran mutlak (logos) (Norris,

2006: 9-10).

Sebuah oposisi akan bermasalah jika sebuah istilah menjadi lebih unggul.

Misalnya, istilah motor akan menjadi inferior jika disandingkan dengan istilah

mobil. Sebaliknya, istilah mobil akan menjadi lebih superior dibandingkan istilah

motor. Makna istilah motor akan mengalami krisis dan degradasi makna. Mobil

tampak lebih bergengsi dibanding dengan motor. Oposisi biner yang seperti ini

yang ingin dibongkar oleh Derrida karena memunculkan hierarki. Derrida

menganggap hubungan tersebut sebagai hierarki yang brutal (Respati, 2018).

Semakin banyak oposisi dalam sebuah teks, maka semakin kuat logos di dalamnya.

Hal tersebut membuat dekonstruksi semakin diperlukan untuk menetralkan teks.

Langkah awal dalam dekonstruksi adalah menemukan pusat dari teks.

Langkah ini dinilai problematis karena operasi teks menolak penunggalan.

Dekonstruksi menetralkan teks dengan cara melakukan proses decentering, yaitu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

13

membalikkan oposisi-oposisi biner yang ada di dalam teks. Pusat teks akan

mengalami desentralisasi; pusat-pusat teks akan menyebar ke segala arah,

membiak, dan memroduksi tanda-tanda yang membangun teksnya sendiri (Al-

Fayydl, 2012: 77-78).

Dalam dekonstruksi, penyebaran makna disebut dengan diseminasi. Makna

di dalam teks tidak mungkin ditemukan, kecuali jika teks dilihat sebagai sebuah

permainan yang selalu berubah-ubah dan berkembang dari penanda lama ke

penanda baru. Dengan mempermainkan tanda, maka referens yang hendak

disimpulkan dalam teks dengan sendirinya tertunda. Penyebaran ini membuat

seluruh tatanan teks yang ingin distabilkan menjadi berantakan (Al-Fayadll, 2012:

79).

Di dalam teks hanya terdapat residu, abu, atau jejak-jejak kehadiran yang

selalu tertunda maknanya. Jejak-jejak dalam teks tersebut disebut oleh Derrida

sebagai differance. Derida mengakui bahwa differance bukanlah kata-kata maupun

konsep, karena kata-kata dan konsep memiliki referens yang tetap. Karena itu,

differance tidak memiliki eksistensi, melainkan hanya sebuah strategi untuk

menunjukkan perbedaan implisit sekaligus menantang totalitas makna di dalam

teks. Differance dapat ditemukan dalam setiap sistem pemikiran yang berusaha

memberikan tafsiran tunggal terhadap realitas yang ada di dalam teks. Selama itu

dipahami sebagai teks, maka teks tersebut bisa dibaca, dibongkar, dan ditafsirkan

ulang secara tidak terhingga (Al-Fayyadl, 2012: 111).

Maka Derrida dengan tajam membalik prioritas tuturan menjadi tulisan.

Dengan tulisan, makna berkembang dalam permainan teks yang tak terhingga, akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

14

selalu mengalami lompatan tafsir-tafsir yang tak terduga, sebuah pembukaan diri

terhadap yang tak teramalkan. Sesuatu yang teramalkan akan menjadi oposisi biner,

mendamba kejelasan dan keutuhan yang baku. Hal yang demikian akan mustahil

direngkuh, karena diterpa différance. Sebuah momen kematian makna dari

pengarang, tuturan yang mendominasi filsafat Barat dibalik menjadi permainan-

permainan teks yang terbuka pada ambiguitas, dan ketidakpastian makna. Makna

jatuh dalam pembacaan dan tafsir yang terus bergerak dan tak teramalkan. Sebuah

momen runtuhnya hierarki metafisik yang tersirat dalam oposisi biner, momen

merayakan kematian dan keruntuhan metafisika. (Muther, 2018)

Untuk mengganti makna-makna tersembunyi teks, teks bisa didekonstruksi

melalui tangkah-tangkah sederhana sebagai berikut: Pertama, mengidentifikasi

oposisi biner (op-bin) yang dihadirkan teks. Kemudian mengganti asumsi yang

melandasi op-bin tersebut. Setelah itu dilakukan 'sous roture' (pemberian tanda

silang) secara imaginer pada bagian tertentu untuk mengkritisi maknanya.

Akhirnya, membatik struktur hierarkis op-bin tersebut untuk menghasilkan makna

baru. Dalam dekonstruksi Derridean ini kreativitas untuk menggali makna yang

berbeda yang tersembunyi sangatlah diperlukan (Asmarani, 2008: 18).

1.8 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan tiga tahap, yaitu : (i) pengumpulan data,

(ii) analisis data, (iii) penyajian data.

1.8.1 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode studi pustaka.

Penulis mengumpulkan data dengan mengadakan studi terhadap buku-buku,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

15

literatur-literatur, dan catatan-catatan yang berhubungan dengan topik penelitian

ini, baik dari objek formal maupun objek material.

1.8.2 Metode Analisis Data

Metode atau teknik yang digunakan dalam penelitian dekonstruksi adalah

double reading. Double reading adalah teknik pembacaan cermat sebuah teks dua

kali. Pembacaan pertama adalah memahami teks dan menyimpulkan tafsiran

dominan yang berupa ideologi teks. Tahap ini mengidentifikasi hierarki metafisik

beserta oposisi binernya. Tahap selanjutnya adalah mejauhi tafsiran dominan yang

pertama dengan melakukan decentering. Tahap ini ideologi teks dibalik dan

hierarki metafisik dihancurkan (Critchley Via A. Sumarwan 2005: 14). Setiap

oposisi biner yang terdapat dalam teks menjadi netral. Makna teks pun menjadi

tersebar dan pusat teks digeser (disseminasi). Proses ini dianggap berhasil jika

mampu mengubah pandangan pembaca terhadap teks. Teks yang tidak diubah sama

sekali menjadi memiliki makna yang berbeda.

1.8.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam menyajikan

hasil analisis data. Penulis menyajikan hasil analisis dari penelitan ini dengan

mendeskripsikan data-data secara sistematis.

1.8 Sistematika Penyajian

Bab I berisikan tentang pendahuluan penelitian, dimulai dengan (1) latar

belakang masalah yang menjelaskan alasan penelitian ini dilaksanakan. (2)

Rumusan masalah yang menjelaskan permasalahan apa yang akan diteliti. (3)

Tujuan Penelitian yang menjelaskan tujuan penelitian ini. (4) Manfaat hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

16

penelitian untuk menjelaskan dampak dari penelitian ini baik secara teoritis maupun

praktis. (5) Tinjauan pustaka menjabarkan penelitian yang mirip dan digunakan

sebagai referensi. (6) Landasan teori, menjabarkan teori-teori yang akan digunakan

dalam penelitian. (7) Metode penelitian, menjelaskan metode serta teknik yang

digunakan. (8) Sistematika penyajian, menguraikan sistem penyajian dalam tiap

bab.

Bab II berisikan tentang deskripsi ideologi teks pada tokoh Bodhi yang

terdapat dalam tiga cerpen Indra Tranggono di tahun 2019.

Bab III berisikan deskripsi proses decentering dan diseminasi pada tokoh

Bodhi dalam tiga cerpen Indra Tranggono di tahun 2019.

Bab IV berisikan penutup, kesimpulan dari penelitian, serta saran kepada

peneliti, penulis dan masyarakat berdasarkan penelitian ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

17

BAB II

HIERARKI METAFISIK DAN IDEOLOGI TEKS

DALAM TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO TAHUN 2019

2.1 Pengantar

Di Bab II ini penulis akan menganalisis ideologi dan hierarki metafisik yang

terdapat dalam tiga cerpen karya Indra Tranggono di tahun 2019. Cerpen tersebut

meliputi “Profesor Pogob”, “Elegi Ampas Kopi”, dan “Di Atas Tanah Retak”.

Ketiga cerpen ini mempunyai kesamaan tema, yaitu mengenai penindasan yang

dilakukan oleh penguasa.

Penulis menentukan ideologi dalam teks dengan melakukan double reading.

Seperti yang sudah dijelaskan pada landasan teori, double reading pada tahap

pertama dilakukan untuk menemukan tafsiran dominan. Hal tersebut didapatkan

dengan memahami alur cerita, konflik, dan tokoh dalam kesan pertama. Setelah itu

dilanjutkan dengan mengidentifikasi hierarki metafisik yang ada di dalam cerita.

Hierarki metafisik ditemukan dengan melihat oposisi biner dari tiap kata, yaitu

kata-kata yang memiliki makna berlawanan dan melihat keberpihakan dari kata-

kata tersebut. Meskipun memang mungkin ditemukan kata-kata yang undecidable

atau tidak bisa ditentukan keberpihakannya. Ideologi pun akan terlihat setelah

oposisi biner ditemukan, karena ideologi terbentuk dari alur dan keberpihakan

cerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

18

2.2 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Profesor Pogob”

2.2.1 Alur

Cerita dimulai dengan Profesor Pogob yang tersenyum melihat umpatan,

cacian, dan kutukan di media sosial miliknya. Menurutnya, hal tersebut diperlukan

dalam demokrasi. Hal ini bermula dari pernyataan Profesor Pogob yang membela

para koruptor. Pernyataan tersebut berkaitan dengan pengesahan undang-undang

tindak pidana korupsi oleh Pemerintah Republik Bragallbaz dan Dewan Perwakilan

Tinggi Rakyat, dimana setiap kebijakan tersebut menguntungkan para koruptor.

Kebijakan tersebut menyebabkan kekacauan. Jalan-jalan penuh dengan

kerusuhan. Presiden pun memanggil Profesor Pogob untuk mendinginkan suasana.

Pada jumpa pers di istana, Profesor Pogob justru mengeluarkan pernyataan yang

memprovokasi. Dia menyatakan bahwa memanusiakan para koruptor itu penting

karena jasa yang telah mereka lakukan terhadap Republik Bragallbaz. Uang-uang

yang mereka korupsi bukanlah masalah besar.

Dampak dari ucapan Profesor Pogob memperparah emosi para demonstran.

Fasilitas-fasilitas umum pun rusak dan korban-korban berjatuhan. Dr Gizza

Arlittea, anggota staf ahli presiden, mempertanyakan alasan dari pernyataan

Profesor Pogob yang bisa menyebabkan terjadinya revolusi. Profesor Pogob

menjawab bahwa revolusi tidak akan terjadi dan kemarahan rakyat memang

diperlukan.

Berkali-kali Profesor Pogob melakukan hal seperti ini. Dengan tersenyum,

para koruptor pun rela mengirim uang ke rekening Profesor Pogob. Para koruptor

pun semakin berkobar-kobar untuk korupsi. Gembong-gembong koruptor terus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

19

mengasah pisau untuk merobek urat nadi jutaan orang miskin yang pontang-panting

dihajar penderitaan karena negara sangat jarang hadir dalam hidup mereka.

2.2.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable, dan Hierarki Metafisik

Sebelum menentukan hierarki yang terdapat dalam teks, perlu ditemukan

oposisi biner pada tiap makna kata di dalam teks cerpen. Penentuan ini dilakukan

untuk membuktikan bahwa setiap kata yang beroposisi di dalam teks memiliki

keunggulan tersendiri. Ada makna kata yang lebih kuat dibandingkan makna kata

yang lain. Hal ini yang membuat teks menjadi tidak stabil karena pembelaan

terhadap kubu tertentu. Berikut adalah tabel yang berisikan oposisi biner pada

cerpen “Profesor Pogob”.

Tabel 1

Oposisi Biner Cerpen “Profesor Pogob”

Kubu Profesor Pogob Kubu Demonstran

Berkobar Lelah

Tinggi Rendah

Rela Marah

Ringan Berat

Pemerintah Rakyat

Polisi Demonstran

Mendinginkan Ngompori

Tabel tersebut adalah bukti dari ketidakstabilan dalam teks cerpen “Profesor

Pogob”. Kata berkobar yang seakan lebih baik dibandingkan dengan lelah. Kata

berkobar digambarkan sebagai sebuah tindakan yang penuh dengan semangat

dalam melakukan sesuatu sedangkan lelah sebuah keputusasaan. Padahal kata

berkobar bisa saja bermakna suatu tindakan yang terlalu ambisius dan impulsif

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

20

sedangkan kata lelah bisa bermakna sebagai sebuah dampak dari usaha yang

dilakukan terus-menerus.

Kata tinggi dalam teks juga seakan lebih baik dibandingkan kata rendah.

Kata tinggi digambarkan sebagai sifat yang lebih agung dibandingkan kata rendah.

Padahal kata tinggi juga bisa berkesan muluk dan rendah bisa dimaknai sebagai

kesederhanaan. Kemudian kata rela seakan superior dibandingkan kata marah. Rela

digambarkan sebagai kebaikan hati dan marah sebagai kedengkian. Padahal rela

juga bisa dilihat sebagai tindakan menyerah dan kata marah juga bisa dilihat sebagai

rasa tidak terima terhadap ketidakadilan.

Kata ringan di dalam teks cerpen juga terlihat lebih baik daripada kata berat.

Kata ringan digambarkan sebagai kemurahan hati dan kata berat bermakna

sebaliknya. Padahal kata ringan juga bisa bermakna rapuh dan kata berat bermakna

kuat dan kokoh. Kata pemerintah digambarkan lebih baik dibandingkan dengan

kata rakyat. Kata pemerintah seakan bermakna berkuasa dan bertanggungjawab

sedangkan kata rakyat seakan berkesan orang-orang yang banyak menuntut dan

mudah tersulut. Padahal kata pemerintah juga bisa berkesan semena-mena dan kata

rakyat sebagai orang kecil dan tidak berdaya.

Kata polisi di dalam teks juga berkesan lebih baik dibanding kata

demonstran. Kata polisi seakan memiliki makna orang yang menjaga ketertiban dan

melindungi masyarakat sedangkan kata demonstran sebagai orang-orang yang

rusuh dan perusak. Padahal kata polisi juga bisa dilihat sebagai pekerjaan yang

sewenang-wenang dan demonstran adalah kelompok pembela kepentingan rakyat.

Kata mendinginkan di dalam teks juga terlihat lebih baik dibandingkan kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

21

ngompori. Kata mendinginkan berkesan menenangkan dan kata ngompori

bermakna sebaliknya. Padahal kata mendinginkan bisa bermakna mengacuhkan

sedangkan ngompori bisa bermakna memberikan semangat.

Tabel 1 berisi oposisi biner dari cerpen “Profesor Pogob”. Bagian kiri tabel

menunjukkan kata-kata yang menggambarkan kubu pertama dan bagian kanan

adalah kubu kedua. Bagian kiri menunjukkan bahwa struktur di dalam teks

cenderung berpihak kepada pihak dari kubu pertama. Keberpihakan ini terlihat dari

makna yang terdapat pada bagian kiri tabel memiliki keunggulan tersendiri

terhadap makna yang berada di bagian kanan tabel. Keberpihakan itulah yang

mengakibatkan goyahnya pemaknaan di dalam cerpen.

Meskipun pemaknaan kata di dalam teks cerpen sudah teridentifikasikan,

tetapi masih ada kata yang tidak bisa ditentukan keberpihakannya. Kata tersebut

ialah kata koruptor. Hal tersebut terlihat pada dua kutipan berikut.

“...Tidak semua koruptor harus dihukum berat. Sangat banyak dari

mereka adalah aset bangsa. Kalau mereka semua masuk penjara, negara kita

akan macet. Perkara mereka korup satu atau dua miliar, ya tidak masalah.

Uang segitu terlalu rendah dibanding jasa-jasa tinggi mereka terhadap

Republik Bragallbaz!...” (Tranggono, 2019)

“...Sementara itu, gembong-gembong koruptor terus mengasah

pisau untuk merobek urat nadi jutaan orang miskin yang pontang-panting

dihajar penderitaan karena negara sangat jarang hadir dalam hidup mereka.”

(Tranggono, 2019)

Kutipan pertama dan kedua memiliki makna yang berbeda terhadap kata

koruptor. Pada kutipan pertama dijelaskan bahwa koruptor memiliki peran yang

penting terhadap Negara Republik Bragallbaz. Ketidakhadiran para koruptor

memiliki dampak yang besar terhadap negara. Kutipan tersebut juga menjelaskan

bahwa koruptor harus diselamatkan demi kepentingan negara.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

22

Berbeda dengan kutipan pertama, kutipan kedua menggambarkan

kekejaman para koruptor. Kutipan itu memperlihatkan bahwa koruptor adalah

orang yang jahat karena rela menyengsarakan orang miskin yang sudah menderita.

Hal tersebut membuat pemaknaan kata koruptor pada kutipan pertama dan kedua

berlawanan. Pemaknaan kata koruptor tidak pasti antara orang yang penting dan

harus diselamatkan demi kepentingan negara atau orang yang kejam dan sadis yang

rela menindas orang lemah. Hal tersebut membuat kata koruptor undecidable dan

tidak utuh.

Setelah menemukan oposisi biner di dalam teks, dapat disimpulkan bahwa

cerpen “Profesor Pogob” memiliki dua kubu beserta hierarki metafisiknya. Kubu

pertama adalah kubu yang memihak koruptor, yaitu Profesor Pogob, Pemerintah

Negara Republik Bragallbaz, Dewan Perwakilan Tinggi Rakyat, dan para koruptor.

Kubu ini mendukung undang-undang tersebut karena mendapatkan keuntungan dan

tujuan tertentu. Hal tersebut terlihat dalam kutipan-kutipan berikut.

“SENYUM Profesor Pagob berulang kali mengembang, saat

menatap dada monitor handphone android-nya. Di medsos, kata-kata kasar,

umpatan, caci-maki, bahkan kutukan bertaburan menghajar dirinya. Juga

foto dan gambar yang merendahkan martabatnya. Namun, dia tetap

tersenyum. “Dalam demokrasi rakyat punya hak marah. Demokrasi semakin

cepat matang di tangan rakyat yang progesif.” Dia membatin. (Tranggono,

2019)

“Undang-undang tindak pidana korupsi yang berlaku sekarang ini

justru bagus. Memanusiakan koruptor. Tidak semua koruptor harus

dihukum berat. Sangat banyak dari mereka adalah aset bangsa. Kalau

mereka semua masuk penjara, negara kita akan macet. Perkara mereka

korup satu atau dua miliar, ya tidak masalah. Uang segitu terlalu rendah

dibanding jasa-jasa tinggi mereka terhadap Republik Bragallbaz!” ujar Prof

Pagob dalam jumpa pers di Istana.” (Tranggono, 2019)

“Berkali-kali Prof Pagob berani pasang badan demi membela rezim

berkuasa. Ia pun rela jadi sansak. Dipukuli. Dimaki. Diludahi. “Aku

memang bukan idealis seperti para pemimpi tolol,” Prof Pagob tertawa.”

(Tranggono, 2019)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

23

Kutipan pertama merupakan paragraf pembuka di dalam cerpen. Kutipan

itu langsung menunjukkan sifat dan gambaran Profesor Pogob di dalam cerita.

Profesor terlihat sabar dalam menghadapi berbagai makian, bahkan dia justru

tersenyum melihat makian itu. Menurut Profesor Pogob, amarah merupakan hak

rakyat untuk menjadi rakyat yang progesif dan mematangkan demokrasi. Hal ini

menunjukkan kepandaian Profesor Pogob dalam memandang sesuatu, karena dia

memikirkan beberapa langkah ke depan. Selain itu, kutipan itu juga menunjukkan

sisi heroik dari Profesor Pogob, yaitu ketika dia rela dimaki demi kemajuan

demokrasi di negara itu.

Kutipan kedua menceritakan pembelaan Profesor Pogob terhadap undang-

undang tindak pidana korupsi. Profesor Pogob berpedapat bahwa memanusiakan

koruptor lebih penting daripada menghukumnya dengan hukuman berat. Menurut

dia, koruptor mempunyai jasa yang besar terhadap Republik Bargallbaz dibanding

dengan milyaran uang yang dikorupsi.

Kutipan ketiga menceritakan tentang Profesor Pogob yang berani

melindungi rezim penguasa, bahkan dia rela mengorbankan fisik dan

kehormatannya. Profesor Pogob juga menjelaskan sendiri bahwa dirinya bukan

orang yang idealis dan pemimpi. Dari keseluruhan cerita bisa disimpulkan bahwa

Profesor Pogob bersifat sebaliknya. Dia adalah orang yang praktis dan realistis.

Berbeda dengan kutipan mengenai Profesor Pogob, para koruptor di cerita

justru memiliki peran yang tidak begitu banyak. Akan tetapi, diceritakan bahwa

para koruptor adalah orang yang juga tahu cara membalas budi. Hal tersebut

terbukti dari kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

24

“Para koruptor tersenyum. Mereka rela mengirim uang ke rekening

Prof Pagob...” (Tranggono, 2019)

Kubu kedua adalah kubu yang berisikan demonstran dan mahasiswa. Kubu

yang melawan undang-undang tindak pidana korupsi. Cerita di dalam cerpen

menunjukkan bahwa rakyat beserta mahasiswa adalah orang-orang yang mudah

tersulut emosi dan merusak. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan-kutipan

berikut.

“Amuk massa, terutama mahasiswa, tumpah di jalan-jalan. Ratusan

korban jatuh disambar timah panas atau dihajar polisi.” (Tranggono, 2019)

“Emosi para demonstran terbakar. Mereka ngamuk. Merusak

fasilitas umum. Polisi bergerak. Terjadi gesekan. Korban-korban pun

berjatuhan.” (Tranggono, 2019)

Berdasarkan kutipan pertama, demonstran mengamuk atas undang-undang

tindak pidana korupsi. Hal itu menyebabkan polisi turun dan menyambar mereka

dengan peluru dan menghajarnya. Kutipan kedua juga menunjukkan amukan

demonstran akibat pernyataan Profesor Pogob. Hal tersebut menunjukkan betapa

mudahnya emosi mereka tersulut dan berakhir dengan kekerasan. Tindakan itu pula

yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.

2.2.3 Ideologi Teks

Ideologi teks perlu diketahui karena akan digunakan sebagai dasar

pembalikan makna dalam dekonstruksi. Penentuan ideologi ditentukan dengan

menganalisis hierarki metafisik, oposisi biner, dan unsur undecidable dalam teks

dengan momen klimaks di dalam cerita. Cerpen “Profesor Pogob” karya Indra

Tranggono memiliki momen klimaks ketika tokoh Profesor Pogob menyatakan

bahwa dirinya bukan seorang idealis dan pemimpi tolol. Hal tersebut bisa dilihat

dari kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

25

“Berkali-kali Prof Pagob berani pasang badan demi membela rezim

berkuasa. Ia pun rela jadi sansak. Dipukuli. Dimaki. Diludahi. “Aku

memang bukan idealis seperti para pemimpi tolol,” Prof Pagob tertawa

“Para koruptor tersenyum. Mereka rela mengirim uang ke rekening

Prof Pagob. Kakek 38 cucu itu pun semakin berkobar-kobar membela

koruptor. Sementara itu, gembong-gembong koruptor terus mengasah pisau

untuk merobek urat nadi jutaan orang miskin yang pontang-panting dihajar

penderitaan karena negara sangat jarang hadir dalam hidup mereka.”

(Tranggono, 2019)

Kutipan tersebut adalah dua paragraf akhir cerpen. Dari situ bisa

disimpulkan bahwa ideologi teks adalah keberanian Profesor Pogob dalam

membela koruptor. Tindakan pembelaan yang dilakukan oleh Profesor Pogob

memiliki risiko, bahkan hal itu menyebabkan dia dipukuli, dimaki, dan diludahi.

Akan tetapi pada bagian akhir, Profesor Pogob mendapatkan kiriman uang dari

koruptor yang membuatnya semakin semangat melakukan tindakkannya. Ideologi

yang ditemukan akan dibalik pada proses dekonstruksi selanjutnya. Pemaknaan

akan keberanian Profesor Pogob yang menjadi objek akan dibalik dan dimaknai

ulang dalam proses decentering.

2.3 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi”

2.3.1 Alur

Cerita bermula dengan curhatan para ampas kopi yang menderita dan

menunggu waktu untuk dibuang. Para ampas kopi mempertanyakan hasil dari sari-

sari kopinya yang diminum oleh seorang penyair. Mereka ingin tahu, apakah setelah

meminum kopi penyair itu menghasilkan sebuah puisi.

Cerita pun mundur di pagi hari. Pagi itu bangsa kopi bertemu kembali

dengan penyair. Penyair itu kesiangan karena semalaman dia beribadah puisi.

Penyair bersiap membuat secangkir kopi. Para kopi pun tersiksa ketika penyair

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

26

mengguyur mereka dengan air panas. Air panas menghancurkan tiap butir kopi dan

meleburkan jiwa mereka. Setiap harum uap kopi yang penyair hirup merupakan

jeritan jiwa mereka.

Nenek moyang kopi bercerita bahwa sejarah kopi merupakan sejarah

penderitaan. Kedaulatan mereka sebagai pohon direnggut ketika buah-buah yang

menyatu di dalam tubuh pohon dipetik para petani. Pohon kopi kesakitan karena

buah-buahnya diambil paksa. Tak berhenti di situ, buah-buah mereka pun dikuliti,

lalu dijemur berhari-hari sampai kering. Setelah itu mereka berhadapan dengan

panas wajan penggorengan ketika tubuh mereka disangrai. Lalu tubuh mereka

ditumbuk. Tubuh dan jiwa mereka remuk dan hancur. Jeritan mereka pun dilibas

deru mesin penggiling atau talu besi penumbuk. Para kopi mempertanyakan alasan

Tuhan menciptakan manusia yang begitu kejam. Para kopi ingin mundur sebagai

bangsa kopi. Tuhan yang mendengar jeritan mereka hanya tersenyum. Para kopi

pun paham, bahwa mereka harus tetap teguh menjadi bangsa kopi selamanya dan

melanjutkan penderitaan mereka selanjutnya.

2.3.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable dan Hierarki Metafisik

Setelah menentukan unsur hierarki metafisik yang terdapat di dalam cerpen,

langkah pertama adalah menentukan oposisi binernya. Oposisi biner di dalam teks

akan menunjukkan bagaimana setiap kata di dalam teks cerpen saling berlawanan.

Terjadi pelemahan makna kata maupun penguatan makna kata yang tersebar dalam

teks. Untuk menunjukannya, penulis membuat tabel untuk menunjukkan kata mana

saja yang saling beroposisi di dalam teks cerpen “Elegi Ampas Kopi”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

27

Tabel 2

Oposisi Biner cerpen “Elegi Ampas Kopi”

Kubu Bangsa Kopi Kubu Manusia

Rela Paksa

Bertemu Pergi

Jiwa Tubuh

Teguh Remuk

Menyatu Melebur

Hangat Panas

Membawa Dibuang

Melanjutkan Mengundurkan

Tabel 2 di atas menunjukkan kata-kata yang beroposisi di dalam cerpen

“Elegi Ampas Kopi”. Oposisi dalam kata tersebut menunjukkan bahwa makna yang

ada di dalam teks tidak stabil. Kata rela dan paksa memiliki sifat pemaknaan yang

seakan berbeda. Kata rela lebih berkesan baik dibandingkan paksa. Padahal kata

paksa juga bisa berarti melakukan sesuatu dengan melampai batasan-batasan. Kata

bertemu juga seakan lebih baik dibanding kata pergi. Kata bertemu berkesan sebuah

harapan sedangkan kata pergi bisa berkesan melarikan diri dari tanggung jawab.

Kata jiwa memiliki makna yang lebih baik dibandingkan tubuh. Kata jiwa

berkesan suci dan kekal sedangkan tubuh berkesan fana. Padahal kata jiwa juga bisa

bersifat kotor dan tubuh bisa bersifat suci. Kemudian kata teguh juga terlihat lebih

baik dibandingkan kata remuk. Kata teguh berkesan kuat sedangkan remuk

sebaliknya. Padahal kata teguh juga bisa terkesan kaku dan kata remuk sebagai

dampak dari sebuah pengorbanan.

Kemudian kata menyatu terlihat lebih kuat dibandingkan kata melebur,

padahal yang menyatu belum tentu menghasilkan sesuatu yang harmoni yang mana

bisa dicapai dalam hal yang melebur. Kata hangat juga memiliki kesan lebih baik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

28

dibandingkan kata panas. Kata hangat bisa dilihat sebagai kondisi yang

memberikan kenyamanan sedangkan kata hangat sebagai perusak. Padahal kata

panas juga bisa dilihat sebagai hal yang tanggung dan tidak maksimal sedangkan

kata panas bisa dilihat sebagai hal yang mematangkan.

Kata membawa dilihat lebih baik dibandingkan dengan kata dibuang. Kata

membawa di dalam teks digambarkan sebagai tindakan yang mendatangkan hal

baik sedangkan dibuang sebagai tindakan menelantarkan. Padahal kata membawa

bisa juga mendatangkan hal-hal buruk dan dibuang sebagai tindakan untuk

menjauhkan diri terhadap hal-hal buruk. Kata melanjutkan terlihat lebih baik

dibandingkan kata mengundurkan. Kata melanjutkan digambarkan sebagai

tindakan yang penuh perjuangan sedangkan kata mengundurkan adalah tindakan

menyerah. Padahal kata melanjutkan juga bisa berkesan memaksakan dan kata

mengundurkan bisa sebagai tindakan untuk mengganti hal yang baru.

Sisi kiri pada tabel 2 menunjukkan penggambaran teks terhadap bangsa

kopi. Kata-kata tersebut melemahkan oposisi maknanya, sehingga memperlihatkan

penderitaan yang dialami bangsa kopi lebih dominan di dalam teks cerpen. Padahal

kedua oposisi kata tersebut berada di dalam satu teks. Hal ini berdampak dengan

penggambaran kubu Penyair dan Petani yang hanya diceritakan sedikit dengan

kata-kata yang berkesan tidak lebih baik dengan gambaran kata-kata pada kubu

Bangsa Kopi. Kubu ini menjadi terlihat sebagai kelompok yang menindas.

Meskipun sudah dianalisis oposisi biner dari teks ini, tetapi masih

ditemukan kata yang undecidable, yaitu kata penderitaan. Kata penderitaan tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

29

bisa ditentukan posisinya dalam tabel di atas. Konsep penderitaan di dalam teks

memiliki beberapa makna yang ditunjukan dalam tiga kutipan berikut.

“Sejarah bangsa kopi adalah sejarah penderitaan. Begitu nenek

moyang kopi pernah bilang. Ya, penderitaan...” (Tranggono, 2019)

“Ternyata itu baru penderitaan awal. Buah-buah kami pun dikuliti,

lalu dijemur berhari-hari hingga kering. Setelah itu kami harus menghadapi

panasnya wajan penggorengan ketika tubuh-tubuh kami disangrai. Kami

pikir penderitaan itu sudah selesai. Ternyata kami pun harus tabah untuk

digiling atau ditumbuk...” (Tranggono, 2019)

“...Kami pun paham. Kami harus tetap teguh menjadi bangsa kopi,

selamanya. Dan harus melanjutkan episode-episode penderitaan kami.”

(Tranggono, 2019)

Pada kutipan pertama diceritakan bahwa penderitaan adalah hal yang terjadi

di masa lampau leluhur mereka. Kutipan kedua menceritakan bahwa penderitaan

adalah pengalaman yang tidak menyenangkan dan diharap untuk segera usai.

Kutipan pertama dan kedua memiliki pemaknaan yang tidak berlawanan dan bisa

digabungkan, yaitu Bangsa kopi mengharapkan penderitaan yang mereka alami

sejak dahulu kala hingga sekarang segera usai.

Pemaknaan konsep penderitaan tersebut berbeda di kutipan ketiga. Kutipan

ketiga menjelaskan penderitaan sebagai hal yang akan terjadi selamanya dan

Bangsa Kopi harus teguh menjalaninya. Hal ini lah yang membuat pemaknaan dari

konsep penderitaan bertabrakan di dalam teks dan tidak bisa ditentukan

keberpihakannya. Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa kata

penderitaan di dalam teks cerpen Elegi Ampas Kopi merupakan unsur undecidable

dan tidak utuh dalam menemukan makna tentang penderitaan itu sendiri.

Setelah menemukan oposisi biner dan unsur undecidable dalam cerpen

Elegi Ampas Kopi, bisa disimpulkan bahwa terdapat dua kubu yang saling

berlawanan di dalam cerita. Kubu pertama adalah Bangsa kopi, baik saat dia masih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

30

menjadi pohon hingga menjadi Ampas Kopi. Di dalam cerpen, kubu pertama ini

digambarkan menjadi pihak yang menderita karena tindakan dari kubu kedua yaitu

Penyair dan Petani.

Hierarki Metafisik yang terdapat dalam cerpen Elegi Ampas Kopi sudah

terlihat dari paragaraf pertama. Dalam paragraf tersebut pembaca dibuat bersimpati

dengan kondisi ampas kopi. Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan berikut.

“Sekarang kami hanyalah adonan ampas kopi. Tak ada lagi puja-puji

lewat lagu atau lirik puisi. Kami tak lebih dari residu yang ngilu dirajam air

mendidih tinggi suhu. Dibuang pun hanya menunggu waktu.” (Tranggono,

2019)

Kutipan tersebut menceritakan penderitaan yang dialami ampas kopi.

Ampas kopi tidak hanya disiksa dengan air panas tetapi juga dibuang oleh Penyair.

Di sisi lain, hal tersebut menunjukkan kekejaman Penyair terhadap ampas kopi

sehingga posisi antara Ampas kopi dan Penyair saling berlawanan. Ampas kopi

yang berkedudukan sebagai korban dan Penyair sebagai pelaku. Tidak hanya

kutipan itu saja, terdapat banyak kutipan lain yang semakin mempertegas

penderitaan dari kubu pertama. Berikut kutipan tersebut.

“Penyair itu tak pernah membayangkan betapa pedihnya tubuh-

tubuh kami diguyur air mendidih 100 derajat Celsius dalam cangkir mungil

itu. Tanpa permisi, genangan air panas itu menghajar setiap butiran kopi

kami hingga hancur dan menjelma jadi bubur. Lalu mereka pun tanpa

ampun mengisap dan melebur jiwa rasa kami. Maka, ketika engkau

mencium aroma sedap harum uap kopi, sadarlah bahwa yang kaucium itu

sesungguhnya jeritan jiwa kami.” (Tranggono, 2019)

“...Kami yang semula memiliki kedaulatan sebagai pohon harus rela

ketika buah-buah kami dipetik para petani. Sangat menyakitkan ketika

buah-buah kami yang menyatu dengan tubuh kami harus diambil paksa.

Bayangkan jika hidung, daun telinga, atau apa saja yang tumbuh di tubuhmu

mendadak direnggut. Sakit. Sangat sakit.” (Tranggono, 2019)

“...Kami pikir penderitaan itu sudah selesai. Ternyata kami pun

harus tabah untuk digiling atau ditumbuk. Tubuh kami remuk. Jiwa kami

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

31

hancur. Kami menjerit, tapi jeritan kami dilibas deru mesin penggiling atau

talu besi penumbuk.” (Tranggono, 2019)

Ketiga kutipan di atas memperlihatkan ketidakberdayaan Bangsa Kopi.

Pada kutipan pertama, Bangsa Kopi tidak bisa melawan dan hanya bisa menahan

rasa sakit diguyur air panas. Dalam kutipan kedua, pohon kopi juga tidak bisa

melawan ketika buah-buahnya diambil paksa. Kutipan ketiga menceritakan rasa

sakit Bangsa Kopi yang tetap digiling atau ditumbuk meskipun mereka sudah

menjerit kesakitan. Dari ketiga kutipan tersebut bisa disimpulkan bahwa

penderitaan yang dialami oleh bangsa kopi beragam bentuknya dan terjadi pada

setiap tahap dalam hidup Bangsa Kopi. Bangsa kopi tidak bisa melawan dan hanya

bisa pasrah terhadap nasib.

Di sisi lain, kutipan di atas juga menunjukkan bagaimana sikap kubu kedua,

yaitu Penyair dan Petani terhadap kubu pertama. Kutipan kedua dan ketiga

memperlihatkan kekejaman dari tokoh Petani. Dalam kutipan kedua petani terlihat

semena-mena terhadap pohon kopi. Petani langsung mencabut biji-biji kopi tanpa

ijin dan mempedulikan rasa sakit yang dialami pohon kopi. Di kutipan ketiga,

petani tetap menggiling atau menumbuk biji-biji kopi yang sudah menjerit. Hal

tersebut menunjukkan bahwa petani tidak punya kepedulian sedikit pun terhadap

bangsa kopi.

Tidak hanya petani, penyair juga berperilaku sama kejamnya. Dalam

kutipan pertama, Penyair dengan kejam mengguyur biji-biji kopi dengan air panas.

Tidak hanya sampai disitu, Penyair juga menikmati aroma uap kopi yang

merupakan jeritan jiwa Bangsa Kopi. Hal itu menunjukkan perilaku sadis dari

Penyair.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

32

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kubu pertama adalah kubu

yang ditindas oleh kubu kedua. Pembaca dibuat bersimpati terhadap penderitaan

yang Bangsa kopi alami. Sebaliknya, pembaca merasa kubu kedua adalah kubu

yang kejam. Kubu yang melakukan tindak kekerasan demi mendapatkan

keuntungan. Keuntungan penyair adalah cita rasa dari secangkir kopi, dan

keuntungan Petani adalah uang-uang dari hasil penjualan kopi olahan. Pembaca pun

merasa bahwa kubu kedua adalah kubu yang jahat.

2.3.3 Ideologi Teks

Langkah selanjutnya setelah menentukan oposisi biner adalah mencari

ideologi teks. Dalam dekonstruksi, ideologi akan dibalik untuk menemukan makna-

makna baru. Ideologi ditemukan dengan melihat momen puncak yang ada di dalam

cerpen. Momen puncak yang ada di dalam cerpen “Elegi Ampas Kopi” adalah

ketika Bangsa Kopi ingin menyerah dari identitasnya. Momen puncak tersebut

berada pada kutipan berikut.

Ya Tuhan, kenapa Engkau harus menciptakan manusia yang begitu

kejam? Rasanya kami ingin mengundurkan diri dari bangsa kopi.

Mendengar jeritan kami, Tuhan hanya tersenyum. Kami pun paham. Kami

harus tetap teguh menjadi bangsa kopi, selamanya. Dan harus melanjutkan

episode-episode penderitaan kami. (Tranggono, 2019)

Setelah mengungkapkan perasaan mereka kepada Tuhan, bangsa kopi pun

paham bahwa mereka harus teguh menjalani penderitaan mereka. Penderitaan yang

banyak ditampilkan di dalam teks meneguhkan bahwa ideologi dari cerita adalah

ketabahan Bangsa Kopi dalam menghadapi penderitaan. Penderitaan yang Bangsa

Kopi terjadi sejak mereka masih berupa buah hingga ampas yang dibuang.

Penderitaan itu sudah lama terjadi dan akan terus berlanjut selamanya. Di akhir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

33

cerita bangsa kopi memilih untuk menerima nasibnya dan meneguhkan diri dalam

menghadapi kelanjutan dari penderitaan mereka.

2.4 Hierarki Metafisik dan Ideologi dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak”

2.4.1 Alur

Cerita dibuka dengan ditemukannya mayat Maruti oleh warga Desa Sela

Cengkar di pagi hari. Mayat gadis itu tergantung di dahan pohon dengan leher yang

terikat tali tambang. Keluarga Maruti menangis. Warga pun menurunkan mayat

Maruti. Warga tidak heran karena sudah berkali-kali Maruti inging gantung diri.

Mayat Maruti pun dibawa pulang untuk disucikan.

Cerita lalu mundur ke masa kecil Maruti. Maruti hanya seorang gadis desa

biasa. Sepulang sekolah ia selalu bejalan berkilo-kilo meter untuk mencari air

karena desanya mengalami kekeringan. Selebihnya dia menunggu pengumuman

dari kelurahan mengenai datangnya truk tangki air dari kota. Ketika ada

pengumuman, Maruti dan gadis-gadis lain berlari ke kelurahan dan mengantri

pembagian air. Maruti baru akan kembali ke rumah ketika sore tiba, dan dia

melakukan hal tersebut setiap hari selama musim kemarau datang hingga dia

tumbuh menjadi perawan.

Meskipun sering berpanas-panasan, kulit Maruti tidak terlalu gelap. Dia

tumbuh menjadi gadis yang cantik. Setelah lulus SMA, Maruti bekerja sebagai

pelayan toko besi dekat pasar. Meskipun gajinya pas-pasan, Maruti masih

memberikan sedikit uangnya pada ibunya yang bekerja sebagai penari tayub

pimpinan Widarso, seorang tokoh adat di Desa Sela Cengkar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

34

Ibu Maruti mendadak menyuruh Maruti untuk menari tayub minggu depan.

Maruti disuruh menggantikan Darsi yang sedang mengurus perceraiannya. Ibu

Maruti langsung mengeluarkan pakaian tari, kain, kebaya, dan selendang. Maruti

hanya terdiam dan tidak membantah ibunya.

Pentas ledek tayub disambut hangat. Tarian itu disukai oleh para penonton,

petinggi desa dan kecamatan. Akan tetapi hal yang paling menjadi perhatian utama

adalah kecantikan Maruti. Tarian Maruti membuat para tamu terhormat turun dan

ikut ngibing (menari) silih berganti bersama Maruti. Dargo sejak awal tarian selalu

mengamati Maruti. Tangan kanannya memutar-mutar tasbih dengan mulut komat-

kamit. Namun matanya tak pernah lepas dari tubuh Maruti yang bergoyang.

Pak Kepala Desa mengajak Dargo untuk ikut menari, tetapi Dargo menolak

karena orang seperti dirinya tabu untuk ikut menari. Dargo takut orang-orang marah

karena dia sudah dicap sebagai pendoa dan jadi panutan. Dargo pun akhirnya

meminta Pak Kades untuk mengenalkan dirinya dengan Maruti.

Setelah pentas tayub selesai, seluruh rombongan penari dan pemusik makan

di ruang depan kelurahan, kecuali Maruti yang makan di dalam kamar bersama

Dargo dan Pak Kades. Dargo tampak bergairah berbicara dengan Maruti yang lelah.

Beberapa ucapan nakal terlontar dari mulut Dargo, tetapi maruti hanya

membalasnya dengan senyuman.

Alur cerita pun maju kembali. Kematian Maruti menambah deretan kasus

gantung diri di desa Sela Cengkar. Orang-orang menghubungkan kasus itu dengan

mitos pulung gantung. Pulung gantung akan muncul di saat tertentu dan jatuh di

pemukiman warga. Rumah yang kejatuhan pulung gantung akan memilih mati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

35

dengan cara gantung diri. Untuk menghindari musibah itu, setiap pulung gantung

muncul di langit, warga akan memukul kentungan. Namun tetap saja ada orang

bunuh diri. Biasanya orang yang gantung diri punya masalah di hidupnya.

Di acara selamatan 40 hari kematian Maruti, nenek Maruti berkata bahwa

sudah lama Maruti inging gantung diri. Tiba-tiba tubuh nenek Maruti menegang.

Dia berteriak-teriak sambil mengayunkan kerisnya lalu tumbang. Warga pun

menghampiri untuk menolong.

Beberapa hari setelah kematian Maruti, nenek Maruti bercerita bahwa tiap

malam Maruti didatangi raksasa berwajah api. Raksasa itu menyerang dan

meringkus tubuh Maruti. Nenek Maruti langsung mengibaskan kerisnya hingga

jeritan Maruti hilang.

Cerita kembali ke latar waktu sebelum kematian Maruti. Saat Maruti tertidur

sendirian di kamar, mendadak tubuhnya disekap sosok hitam dengan wajah dibebat

kain. Maruti mencoba melawan, tetapi sosok itu lebih kuat. Sosok itu pun melucuti

pakaian Maruti dan memperkosanya. Setelah sosok itu puas, Maruti membuka

paksa kain yang membebat wajah sosok itu. Setelah terbuka, Maruti lantas

mengumpat dan menyebut nama Dargo.

Maruti tak berani lapor polisi karena Dargo merupakan orang kuat di desa

itu dengan pengikut yang banyak dan sangar. Dia hanya berani bercerita kepada

bapak, ibu, dan neneknya. Beberapa bulan kemudian, dokter puskesmas

menyatakan bahwa Maruti hamil. Maruti pun nekat menemui Dargo yang hanya

menyeringai. Maruti pun marah dan meludahi wajah Dargo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

36

Pada suatu malam, empat sosok lelaki mengendap-endap. Mereka membuka

paksa pintu rumah Maruti. Mereka melihat Maruti tertidur dan langsung mumukul

tengkuk Maruti dengan lonjoran besi. Maruti pun tewas seketika. Lalu mereka pun

membawa tubuh Maruti ke hutan. Paginya orang-orang menemukan tubuh Maruti

tergantung di dahan pohon randu alas yang terkenal angker. Orang-orang pun

menghubungkan peristiwa itu dengan pulung gantung yang melesat di rumah

Maruti.

2.4.2 Oposisi Biner, Unsur Undecidable, dan Hierarki Metafisik

Sebelum menemukan hierarki metafisik dalam teks, oposisi biner yang

terdapat dalam teks perlu untuk ditemukan. Oposisi biner di dalam teks akan

menunjukkan penggambaran antar kubu yang berlawanan. Kata-kata di dalam teks

saling berlawanan, saling menguatkan dan melemahkan. Di bawah ini adalah tabel

yang menunjukkan oposisi biner yang terdapat didalam cerpen Di Atas Tanah

Retak.

Tabel 3

Oposisi Biner Dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak”

Kubu Maruti Kubu Dargo

Gadis Laki-laki

Berisi Gemuk

Lemah Kuat

Kijang Serigala

Penari Pendoa

Lugu Nakal

Diam Tertawa

Kata yang berada di dalam kiri tabel menunjukkan kata yang

mengggambarankan tokoh Maruti dan sebelah kanan adalah kata yang

menggambarkan tokoh Dargo. Terjadi pertentangan makna antara kata yang berada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

37

di dalam kiri dan kanan tabel. Kata yang berada di dalam kiri tabel seolah memiliki

makna yang lebih baik dibandingkan dengan kata yang ada di kanan tabel. Kata

gadis yang di dalam teks dimaknai dengan gender yang lebih lembut dan indah

dibandingkan laki-laki. Padahal kata kata gadis juga bisa dimaknai sebagai

kelemahan dan ketidakberdayaan.

Kata berisi dianggap lebih baik karena menggambarkan keindahan yang

tidak berlebihan dan tidak kurang, sedangkan gemuk adalah kondisi badan yang

berlebihan. Padahal kata berisi bisa dimaknai sebagai kondisi yang biasa saja dan

tidak unik. Kata lembut juga dilihat seakan lebih baik dibandingkan kata kuat. Kata

lembut digambarkan sebagai sifat yang lembut sedangkan kata kuat digambarkan

cenderung seenaknya. Padahal lemah juga bisa dilihat sebagai kemalasan untuk

berusaha berkembang sedangkan kuat sebagai hasil dari usaha keras.

Kata kijang terlihat lebih baik dibandingkan kata serigala. Kata kijang

digambarkan memiliki sifat yang menawan sedangkan serigala bersifat bengis.

Padahal kata kijang juga bisa menjadi simbol keangkuhan dan kata serigala sebagai

kekompakkan. Kata selanjutnya adalah pemaknaan dari kata penari dengan pendoa.

Pemaknaan kata penari lebih bebas. Penari digambarkan sebagai orang-orang yang

bebas mengeskpresikan diri mereka lewat tarian di depan banyak orang, tidak

seperti pemaknaan kata pendoa yang terbatas untuk melakukan sesuatu. Padahal

kata penari juga bisa dilihat sebagai pekerjaan rendahan dibanding kata pendoa

yang lebih tinggi derajatnya dan terhormat.

Kata lugu juga digambarkan lebih baik di dalam teks dibandingkan kata

nakal. Teks menggambarkan kata lugu sebagai kemurnian sedangkan nakal adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

38

perbuatan yang kurang baik. Padahal lugu juga bisa dilihat sebagai hal yang

monoton dan kata nakal dilihat sebaliknya. Kata diam terlihat lebih baik

dibandingkan tertawa. Kata diam terlihat sebagai tindakan yang santun sedangkan

kata tertawa terlihat sebagai tindakan meremehkan. Padahal kata diam bisa dilihat

sebagai ketidakberanian dan ketidakpedulian sedangkan kata tertawa sebagai

sebuah kebahagiaan.

Setelah menentukan oposisi biner di dalam teks, ternyata masih ada kata

yang tidak bisa ditentukan keberpihakkannya. Kata tersebut ialah kata tubuh. Kata

tubuh memiliki beberapa pemaknaan seperti yang ditunjukan dalam beberapa

kutipan berikut.

“Pentas ledek tayup itu disambut hangat. Para penonton dan petinggi

desa dan kecamatan sangat suka. Terutama melihat kecantikan Maruti.

Dengan rias tipis, tanpa bulu mata palsu, wajah gadis itu tampak ayu.

Tubuhnya bersih. Lumayan padat dan berisi...” (Tranggono, 2019)

“Dargo, laki-laki gemuk berpeci hitam, sejak awal pertunjukan

selalu mengamati Maruti. Tangan kanannya tampak memutar-mutar tasbih.

Mulutnya komat-kamit. Namun, matanya tak pernah lepas membidik tubuh

Maruti yang bergoyang. Beberapa kali Dargo menahan napas.” (Tranggono,

2019)

“Beberapa hari setelah kematian Maruti, nenek Maruti bercerita,

cucunya itu setiap malam didatangi raksasa berwajah api. Raksasa itu

menyerang dan meringkus tubuh Maruti.” (Tranggono, 2019)

”..Dalam sekejap ada tangan berkelebat, memukul tengkuk Maruti

dengan lonjoran besi. Maut merenggut nyawa Maruti dengan sangat tenang.

Lalu, mereka langsung membawa tubuh Maruti keluar. Menembus malam.

Masuk hutan di pinggir desa.” (Tranggono, 2019)

“Paginya, orang-orang menemukan mayat Maruti tergantung di

dahan pohon randu alas yang terkenal angker. Lidahnya menjulur.

Tubuhnya bergenteyongan...” (Tranggono, 2019)

Kutipan pertama dan kedua memperlihatkan pemaknaan bahwa tubuh yang

indah adalah sesuatu yang dikagumi oleh banyak orang. Tubuh memiliki sebuah

kenikmatan tersendiri saat dipandang. Tubuh adalah sesuatu yang mengundang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

39

gairah. Kutipan ketiga memiliki pelebaran makna dari kedua kutipan sebelumnya.

tubuh tidak hanya dinikmati dengan dipandang, tetapi juga untuk dimiliki.

Berbeda dengan kutipan sebelumnya, kutipan keempat dan kelima

mempunyai makna bahwa tubuh juga bisa menjadi sesuatu yang tidak diingkan.

Tubuh Maruti yang sudah tidak bernyawa sudah tidak lagi mengundang gairah,

sehingga tubuhnya pun dibuang di tengah hutan dengan kondisi menggantung. Kata

tubuh tidak bisa ditentukan keberpihakannya di dalam teks. Dari hasil penjelasan

tersebut bisa disimpulkan bahwa kata tubuh termasuk sebagai unsur undicidable

dan tidak bisa menemukan maknanya sendiri.

Setelah menentukan oposisi biner dan unsur undecidable, bisa disimpulkan

bahwa cerpen “Di Atas Tanah Retak” memiliki dua kubu yang memiliki kedudukan

berbeda di dalam teks. Kubu pertama adalah kubu dari Maruti. Teks

menggambarkan Maruti sebagai seorang gadis dari keluarga yang miskin. Meski

begitu Maruti adalah orang yang pekerja keras dan patuh terhadap orangtuanya. Hal

ini membuat Maruti mendapatkan simpati yang lebih dari pembaca. Hal tersebut

dibuktikan dengan kutipan berikut.

“Maruti masih diam. Tak bereaksi ketika ibunya mengeluarkan

pakaian tari, kain, dan kebaya. Juga selendang.

“Aku yakin kamu bisa. Minggu depan rombongan kita ditanggap di

kelurahan. Katanya, untuk bersih desa dan upacara minta hujan. Kamu harus

ikut nari.”

Maruti tak membantah.” (Tranggono, 2019)

“Beberapa ucapan nakal pun sempat terlontar, tapi Maruti

menanggapinya dengan tersenyum. Dari ibunya, Maruti pernah mendengar,

kebanyakan laki-laki itu berubah nakal bila ada kesempatan. Kamu mesti

hati-hati, Maruti.” (Tranggono, 2019)

“Maruti tak berani lapor polisi karena Dargo orang kuat di desa itu.

Pengikutnya pun banyak dan sangar. Ia hanya berani mengungkapkan

peristiwa naas itu kepada bapak, ibu, dan neneknya.” (Tranggono, 2019)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

40

“Beberapa bulan kemudian, jantung Maruti terasa berhenti berdetak

setelah mendengar ucapan dokter puskesmas bahwa dia hamil. Jiwa Maruti

terasa dihantam martil besar dan berat. Ia pun nekat menemui Dargo.

Namun, Dargo hanya menyeringai. Pamer taring. Kemarahan Maruti tak

terkendali.

Ia meludahi wajah Dargo.” (Tranggono, 2019)

Beberapa kutipan tersebut menunjukkan bagaimana teks membentuk tokoh

Maruti dan perilaku tokoh-tokoh lain terhadap Maruti. Kutipan pertama

memperlihatkan bagaimana Maruti adalah anak yang taat. Dia menuruti ibunya dan

tidak membantah sama sekali. Kutipan kedua memperlihatkan Maruti yang tidak

melawan kata-kata nakal yang dilontarkan oleh Dargo. Maruti hanya tersenyum dan

tidak melawan ucapan yang melecehkan dia karena dia mengikuti ajaran ibunya,

yaitu untuk berhati-hati terhadap lelaki. Hal tersebut memperlihatkan Maruti

sebagai tokoh yang tertindas dan membuat pembaca menjadi kasihan dengan

nasibnya.

Kutipan ketiga menceritakan tentang Maruti yang tidak berani melaporkan

tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh Dargo karena kekuatan sosial yang

dimiliki oleh Dargo. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan Maruti dan

superioritas yang dimiliki oleh Dargo. Sedikit berbeda di kutipan terakhir, Maruti

akhirnya berani mendatangi Dargo dan berani melawan dengan meludahinya. Akan

tetapi, perlawanan yang dilakukan oleh Maruti berakhir dengan hilangnya nyawa

Maruti. Hal ini menunjukkan kelemahan Maruti dan kekuasaan Dargo yang

kembali unggul.

Kubu selanjutnya adalah kubu dari Dargo. Dargo merupakan kubu yang

lebih berkuasa dibandingkan dengan kubu Maruti. Hal tersebut dikarenakan Dargo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

41

memiliki kekuatan sosial dan gender yang berada di atas Maruti. Hal tersebut

dibuktikan dengan kutipan-kutipan berikut.

“Dargo tertawa kecil. “Orang macam saya ini mana pantas nari

tayup? Tidak ilok. Tabu.”” (Tranggono, 2019)

“Usai pentas tayup, seluruh rombongan penari dan pemusik makan

di ruang depan kelurahan. Hanya Maruti yang diperbolehkan makan di

dalam kamar bersama Dargo dan Pak Kades. Dargo punya kesempatan

untuk mengamati kecantikan Maruti. Juga menikmati suara, tutur katanya

yang halus. Beberapa kali Dargo menahan napas. Mereka pun ngobrol.

Dargo tampak bergairah bicara tanpa peduli pada Maruti yang lelah.”

(Tranggono, 2019)

Kutipan pertama menunjukkan keengganan Dargo untuk ikut ngibing

karena Dargo menganggap hal itu tabu. Ungkapan tersebut dilontarkan Dargo untuk

mempertegas statusnya sebagai seorang pendoa dan panutan di desa. Dargo takut

mencoreng namanya di tempat umum. Berbeda dengan kutipan kedua. Dargo lebih

berani melakukan apa yang dia mau karena berada di tempat yang lebih privat.

Dargo pun terlihat egois karena tidak memedulikan Maruti yang masih kelelahan.

Dari setiap penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa kubu Dargo memiliki

hierarki yang lebih tinggi dari kubu Maruti. Hal tersebut diakibatkan status Dargo

sebagai panutan desa dan kekuatan sosialnya yang tinggi. Berbeda dengan Maruti

yang hanya gadis desa biasa. Dargo dengan semena-mena memanfaatkan

kekuasaanya terhadap Maruti. Pembaca menjadi jengkel dan membenci Dargo. Hal

ini makin menguatkan simpati pembaca terhadap maruti yang menderita di akhir

hidupnya.

2.4.3 Ideologi Teks

Langkah selanjutnya setelah menentukan oposisi biner adalah mencari

ideologi teks. Dalam dekonstruksi, ideologi akan dibalik untuk menemukan makna-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

42

makna baru. Ideologi ditemukan dengan melihat momen puncak yang ada di dalam

cerpen. Momen puncak yang ada di dalam cerpen Di Atas Tanah Retak adalah

ketika Maruti terbunuh. Momen puncak tersebut berada pada kutipan berikut.

“Malam tanpa bulan. Tanpa bintang. Empat sosok lelaki

mengendap-endap. Membuka paksa pintu rumah Maruti. Mereka melihat

Maruti tergolek di atas ranjang kayu. Dalam sekejap ada tangan berkelebat,

memukul tengkuk Maruti dengan lonjoran besi. Maut merenggut nyawa

Maruti dengan sangat tenang. Lalu, mereka langsung membawa tubuh

Maruti keluar. Menembus malam. Masuk hutan di pinggir desa.”

(Tranggono, 2019)

Kematian Maruti menunjukkan betapa malangnya nasib dia. Maruti

meninggal dengan keadaan hamil. Kehamilan dia pun karena diperkosa Dargo.

Orang-orang mengira Maruti menggantung dirinya sendiri, padahal kenyataannya

dia dibunuh. Maruti dibunuh tanpa melakukan kesalahan. Hidup Maruti yang

sederhana, dan ketaatan dia pada ibu dan keluarganya berakhir tragis dengan

kematian dirinya. Hal ini menegaskan bahwa ideologi yang ada di dalam cerpen ini

adalah kemalangan Maruti dalam hidupnya.

2.5 Rangkuman

Dalam Bab II ini telah dilakukan pengkajian struktural terhadap tiga cerpen

yaitu “Profesor Pogob”, “Elegi Ampas Kopi”, dan “Di Atas Tanah Retak”. Hasil

dari pengkajian tersebut ialah alur cerita, hierarki metafisik, oposisi biner, dan

ideologi teks. Pengkajian ini diperlukan untuk melakukan tahap selanjutnya, yaitu

proses decentering dan diseminasi di bab selanjutnya.

Dalam cerpen “Profesor Pogob”, hierarki metafisik terbangun oleh dua

kubu yaitu tokoh Profesor Pogob yang berusaha membela koruptor dengan para

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

43

demonstran. Ideologi dalam teks ini adalah keberanian Profesor Pogob dalam

membela koruptor.

Dalam cerpen “Elegi Ampas Kopi”, hierarki metafisik terbangun oleh dua

kubu yaitu Bangsa Kopi yang nasibnya tertindas dan manusia (Penyair dan Petani).

Ideologi dalam teks ini adalah ketabahan Bangsa Kopi dalam menghadapi

penderitaan.

Dalam cerpen “Di Atas Tanah Retak”, hierarki metafisik terbangun oleh dua

kubu yaitu Maruti yang malang dengan Dargo yang semena-mena. Ideologi dalam

teks ini adalah kemalangan Maruti dalam hidupnya.

Di Bab selanjutnya akan dilakukan proses decentering dan diseminasi.

Proses decentering akan membalik hierarki metafisik yang sudah terbangun di

dalam teks sehingga memunculkan perspektif dan pemaknaan baru. Kemudian akan

dilakukan proses diseminasi, yaitu menyebarkan pemaknaan baru tersebut ke dalam

struktur cerita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

44

BAB III

DECENTERING DAN DISEMINASI

DALAM TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO TAHUN 2019

3.1 Pengantar

Dalam Bab ini akan dibahas langkah selanjutnya dalam melakukan

dekonstruksi, yaitu decentering dan diseminasi. Proses decentering akan membalik

hierarki dan ideologi yang sudah didapat dalam bab sebelumnya. Pembalikan ini

akan mengangkat hierarki yang sebelumnya ada di bawah dan menguatkan

ideologi-ideologi yang tertimbun oleh pemaknaan ideologi sebelumnya. Tahapan

itu juga berdampak dengan penggambaran tokoh di dalam cerita, karena setelah

dilakukan decentering tokoh yang sebelumnya tersingkirkan akan memiliki porsi

yang lebih dominan. Hal itu dilakukan untuk memberikan sebuah pandangan lain

terhadap teks cerpen.

Proses decentering akan memunculkan pemaknaan-pemaknaan baru yang

menyebar, atau biasa disebut dengan diseminasi. Pemaknaan ini akan muncul

karena terjadinya penundaan makna terhadap makna sebelumnya. Tahap ini

dilakukan untuk menetralkan teks dari pemaknaan tunggal. Teks yang sebelumnya

terkesan mendukung sebuah ideologi akan menjadi teks lebih beragam, karena

memiliki banyak makna yang berbeda.

3.2 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Professor Pogob”

Proses decentering memiliki dua tahap. Tahap pertama adalah mencari

ideologi baru yang terdapat di dalam teks. Tahap selanjutnya adalah mencari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

45

penyebaran makna baru yang tersebar di dalam teks. Berikut penjelasan dari tiap

tahap tersebut.

3.2.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru

Pembacaan pertama pada teks cerpen memperlihatkan bahwa hierarki

metafisik yang lebih tinggi ada pada kubu Profesor Pogob. Profesor Pogob terlihat

sebagai orang yang disalahpahami meskipun dia rela berkorban demi kemajuan

bangsa. Hal itu berbeda dengan kubu demonstran yang meliputi mahasiswa dan

rakyat. Para demonstran terlihat sebagai orang yang mudah tersulut emosi dan

pengrusak. Hierarki tersebut akan dihapuskan dan dibalik. Tindakan Profesor

Pogob akan dipertanyakan ulang dan sentimen terhadap para demonstran akan

dihilangkan. Hal itu akan memperbarui cara pandang teks dan memunculkan

pemaknaan-pemaknaan baru. Berikut ilustrasi dari pembalikan hierarki yang ada di

dalam teks.

Gambar 1

Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Profesor Pogob”

Profesor Pogob adalah pusat dari inti teks. Perjuangan Profesor Pogob

membela para koruptor selalu disalahkan oleh rakyat, bahkan dimaki-maki. Dalam

tahap ini, para demonstran akan menjadi pusat dari teks menggantikan Profesor

Pogob.

Profesor Pogob

(Koruptor, Pemerintah)

Demostran

(rakyat)

Profesor Pogob

(Koruptor, Pemerintah)

Demostran

(rakyat)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

46

Dalam Bab II ditemukan bahwa ideologi cerpen “Profesor Pogob” adalah

keberanian Profesor Pogob dalam membela koruptor. Ideologi ini muncul karena

tokoh Profesor Pogob adalah pusat di dalam teks. Dalam pembahasan ini, pusat

tersebut akan digantikan oleh para demonstran. Lewat kutipan ini bisa dibuktikan

bahwa pusat teks merupakan para demonstran.

“Namun bukannya dingin, suasana justru bertambah panas. Emosi

para demonstran terbakar. Mereka ngamuk. Merusak fasilitas umum. Polisi

bergerak. Terjadi gesekan. Korban-korban pun berjatuhan.” (Tranggono,

2019)

Kutipan tersebut menunjukkan perjuangan yang dilakukan oleh para

demonstran. Mereka mengamuk karena ketidakadilan pada undang-undang terbaru.

Perjuangan mereka pun berakhir dengan tindakan represi yang dilakukan oleh

polisi. Tindakan perusakan yang dilakukan oleh para demonstran hanya dilihat

sekadar itu saja.

Pembelaan yang dilakukan oleh Profesor Pogob terhadap para koruptor pun

menjadi hal yang dipertanyakan, karena menyebabkan banyaknya korban

berjatuhan. Profesor Pogob membela koruptor atas dasar kemanusiaan, tetapi dia

tidak memedulikan rakyat yang menjadi korban koruptor. Berdasarkan penjelasan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa ideologi dari teks ini adalah keegoisan Profesor

Pogob.

3.2.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru

Pada tahap ini, ideologi lama sudah digantikan dengan ideologi baru. Proses

decentering memunculkan makna-makna baru, karena tergesernya pusat dari teks.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

47

Profesor Pogob bukan lagi dilihat sebagai seseorang yang pemberani tetapi egois.

Selanjutnya penyebaran makna baru akan dijelaskan di bawah.

3.2.2.1 Tidak Tahu Malu

Pembalikan pusat menyebabkan keberanian dari tokoh Profesor Pogob

sudah tidak berlaku. Senyum Profesor Pogob saat membaca umpatan terhadap

dirinya di media sosial bukan lagi dilihat sebagai kesabaran, tetapi sebuah sikap

tidak tahu malu. Tindakan Profesor Pogob menimbulkan banyak korban, tetapi dia

menolak bahwa hal tersebut dampak dari tindakannya dan malah beranggapan

bahwa kemarahan tersebut dibutuhkan demi kamajuan rakyat. Hal tersebut

dibuktikan dalam kutipan berikut.

“SENYUM Profesor Pagob berulang kali mengembang, saat

menatap dada monitor handhone android-nya. Di medsos, kata-kata kasar,

umpatan, caci-maki, bahkan kutukan bertaburan menghajar dirinya. Juga

foto dan gambar yang merendahkan martabatnya. Namun, dia tetap

tersenyum. “Dalam demokrasi rakyat punya hak marah. Demokrasi semakin

cepat matang di tangan rakyat yang progesif.” Dia membatin.” ( Tranggono,

2019)

Sampai di akhir cerita, Profesor Pogob tetap membela rezim penguasa.

Profesor Pogob tidak pernah malu, bahkan dia dengan bangga mengakui dirinya

bukan lah idealis dan pemimpi tolol. Profesor Pogob hanya mementingkan apa yang

dia dapatkan dari rezim penguasa. Hal itulah yang menyebabkan rakyat marah dan

memaki dia di sosial media, tetapi hal tersebut juga diacuhkan oleh Profesor Pogob.

Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa Profesor Pogob adalah orang yang

tidak tahu malu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

48

3.2.2.2 Profesor Pogob Bermulut Besar

Melalui pembacaan dekonstruksi, tokoh Profesor Pogob sudah bukan

menjadi tokoh yang dominan. Hal ini membuat setiap ucapannya tidak mutlak

mengandung kebenaran, bahkan dipertanyakan. Profesor Pogob bukanlah orang

yang jenius, dia hanya bermulut besar dan tidak bertanggung jawab. Hal tersebut

terbukti dalam kutipan berikut.

““Kenapa Prof Pagob malah ngompori demonstran? Ini bahaya.

Sangat bahaya. Bisa memicu revolusi!!” ujar Dr Gizza Arlittea, anggota staf

ahli presiden.

“Tenang, nona cantik. Tidak akan terjadi revolusi! Ini hanya riak-

riak demokrasi.”

“Tapi kerusakan semakin meluas. Sangat banyak fasilitas publik

hancur, Prof…”

“Biarkan mereka merusak agar mereka katarsis. Sekali-sekali

pemerintah mesti keluarkan duit untuk membiayai kemarahan rakyat. Nanti

rakyat lelah sendiri..”

“Saya tak paham logika Anda…” ujar Gizza pergi.” (Tranggono,

2019)

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa setiap jawaban dari Profesor Pogob

hanyalah bualan saja. Dia menganggap enteng dan tidak memberikan sebuah solusi

yang dibutuhkan. Dr Gizza tidak mengerti logika Profesor Pogob karena memang

ucapan tersebut adalah logika bebal yang tidak memedulikan dampak terhadap

orang lain. Profesor Pogob selalu berkata bahwa setiap amarah dan perusakan yang

dilakukan oleh rakyat merupakan hal yang dibutuhkan untuk kemajuan demokrasi.

kenyataannya hal tersebut tidak terbukti. Rakyat tidak menjadi seperti apa yang

Profesor Pogob katakan, tetapi malah makin menjadi menderita.

3.2.2.3 Kepengecutan

Pada pembacaan pertama pada teks, Profesor Pogob terlihat berani pasang

badan untuk pemerintah. Akan tetapi setelah didekonstruksi, tindakan tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

49

terjadi bukan karena keberanian melainkan kepengecutan. Risiko dari tindakan

Profesor Pogob hanyalah umpatan di media sosial dan orang-orang yang Profesor

Pogob bela adalah para penguasa. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.

“Berkali-kali Prof Pagob berani pasang badan demi membela rezim

berkuasa. Ia pun rela jadi sansak. Dipukuli. Dimaki. Diludahi. “Aku

memang bukan idealis seperti para pemimpi tolol,” Prof Pagob tertawa.”

(Tranggono, 2019)

Pembelaan yang dilakukan oleh Profesor Pogob akan sangat berbeda jika

orang yang dia bela adalah rakyat. Risiko yang dialami akan menjadi lebih besar

karena orang yang akan dia hadapi adalah para penguasa. Risikonya tidak hanya

berupa makian di sosial media, tetapi hal-hal yang lebih menakutkan seperti

pembunuhan. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa Profesor

Pogob adalah seorang pengecut. Dia hanya berani melakukan sesuatu atas perintah

dari penguasa untuk mencari aman.

3.3 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi”

Proses decentering memiliki dua tahap. Tahap pertama adalah mencari

ideologi baru yang terdapat di dalam teks. Tahap selanjutnya adalah mencari

penyebaran makna baru yang tersebar di dalam teks. Berikut penjelasan dari tiap

tahap tersebut.

3.3.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru

Pembacaan pertama pada teks cerpen memperlihatkan bahwa hierarki

metafisik yang lebih tinggi ada pada kubu Bangsa Kopi. Bangsa Kopi diperlihatkan

sebagai kelompok yang tertindas dan menderita. Berbeda dengan Penyair dan

Petani yang diperlihatkan menindas Bangsa Kopi demi keuntungan pribadi. Dalam

tahap ini, hierarki tersebut akan dibalik. Penderitaan yang dialami oleh Bangsa Kopi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

50

akan dilihat kembali dan sentimen terhadap Penyair dan Petani akan dihilangkan.

Hal tersebut akan memperbarui pandangan terhadap teks dan memunculkan

pemaknaan baru. Berikut adalah ilustrasi pembalikan hierarki.

Gambar 2

Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Elegi Ampas Kopi”

Pada pembacaan pertama, Bangsa Kopi terlihat sebagai pihak yang lemah

sedangkan Penyair dan Petani adalah pihak yang semena-mena. Setelah

membalikkan hierarki teks, Bangsa Kopi tidak lagi dilihat sebagai pusat dalam teks.

Pusat teks akan digantikan oleh Penyair dan Petani. Hal tersebut menyebabkan

Bangsa Kopi tidak lagi dilihat sebagai pihak yang harus dikasihani.

Dalam Bab II disimpulkan bahwa ideologi dari cerpen “Elegi Ampas Kopi”

adalah ketabahan Bangsa Kopi dalam menjalani penderitaan. Hal tersebut muncul

karena pusat di dalam teks adalah Bangsa Kopi. Pada tahap ini Bangsa Kopi

bukanlah pusat dari teks, pusat teks adalah Penyair dan Petani. Hal tersebut

dibuktikan pada kutipan berikut.

“Sekarang kami hanyalah adonan ampas kopi. Tak ada lagi puja-puji

lewat lagu atau lirik puisi. Kami tak lebih dari residu yang ngilu dirajam air

mendidih tinggi suhu. Dibuang pun hanya menunggu waktu….”

(Tranggono, 2019)

Bangsa Kopi

Manusia

(Penyair dan Petani)

Bangsa Kopi

Manusia

(Penyair dan Petani)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

51

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa kondisi Bangsa Kopi sudah menjadi

ampas yang sudah tidak memiliki fungsi lagi, akan tetapi Bangsa Kopi masih

mengharapkan pujian. Selanjutnya Bangsa Kopi pun mengeluh tentang nasib yang

dia alami. Hal tersebut membuat posisi Penyair seakan-akan kejam, padahal

memang Bangsa Kopi sudah tidak memiliki kepentingan lagi bagi Penyair.

Pembacaan dekonstruksi memunculkan perspektif baru, sehingga terlihat

bahwa penderitaan yang dialami oleh Bangsa Kopi adalah hal lalu yang dilebih-

lebihkan. Bangsa Kopi merasa bahwa mereka adalah makhluk yang paling

menderita dan menunjukkan dirinya sebagai korban. Hal ini membuat ideologi teks

bergeser. Ideologi teks bukan lagi tentang ketabahan yang dialami oleh Bangsa

Kopi, akan tetapi keluhan Bangsa Kopi terhadap nasibnya.

3.3.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru

Pada tahap ini, ideologi lama sudah digantikan dengan ideologi baru. Proses

decentering memunculkan makna-makna baru, karena tergesernya pusat dari teks.

Cerita tidak lagi mengenai ketabahan Bangsa Kopi tetapi keluhannya. Selanjutnya

penyebaran makna baru akan dijelaskan di bawah.

3.3.2.1 Sikap Narsis Menimbulkan Kekecewaan

Setelah dilakukan decentering, ideologi di dalam teks bukan lagi mengenai

ketabahan yang dialami bangsa kopi. Perspektif yang baru pun muncul, begitu pula

dengan makna baru. Salah satu makna yang muncul adalah mengenai sikap narsis

yang dimiliki oleh Bangsa Kopi. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.

“Ke mana para pencinta kopi itu pergi membawa seluruh kekayaan

cita rasa kami? Apakah mereka di rumah menyeduh kami menjadi puisi?

Lalu tersaji secangkir kopi hangat yang terbuat dari remah-remah rindu dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

52

dipersembahkan bagi kerabat, handai tolan, dan kekasih.” (Tranggono,

2019)

Bangsa Kopi terlihat percaya diri terhadap cita rasa mereka. Pertanyaan

mereka menunjukkan bagaimana mereka melihat diri mereka. Bangsa Kopi

menganggap bahwa cita rasa mereka adalah hal yang istimewa karena mereka

disajikan untuk sebuah karya puisi atau untuk orang yang istimewa. Padahal kopi

bisa saja dilihat sebagai sekadar minuman saja.

Bangsa Kopi terlihat melebih-lebihkan nilai mereka, sehingga

menghilangkan nilai praktis dan fungsi dari kopi itu sendiri. Penyair meminum kopi

saat menulis puisi bukan untuk sebuah inspirasi, tetapi untuk menahan rasa kantuk.

Kopi yang diminum bersama kerabat, handai tolan, dan kekasih bukan untuk

menunjukkan rindu, tetapi sebagai pelengkap bahkan formalitas semata.

Sikap narsis Bangsa Kopi lah yang membuat setiap tindakan yang dilakukan

oleh Penyair dan Petani terkesan salah. Bangsa Kopi selalu ingin diperlakukan

istimewa. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut.

“Sekarang kami hanyalah adonan ampas kopi. Tak ada lagi puja-puji

lewat lagu atau lirik puisi. Kami tak lebih dari residu yang ngilu dirajam air

mendidih tinggi suhu. Dibuang pun hanya menunggu waktu….”

(Tranggono, 2019)

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa Bangsa Kopi sudah menjadi ampas

kopi. Mereka kecewa mengetahui bahwa mereka akan dibuang. Mereka masih haus

akan pujian, padahal mereka tidak memiliki manfaat lagi bagi Penyair. Hal ini

menunjukkan sikap narsis Bangsa Kopi. Mereka ingin selalu mendapatkan pujian

dan diutamakan, bukan dibuang. Kekecewaan itu pun berlanjut dengan berbagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

53

keluhan. Dari penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa sikap narsis

menyebabkan kekecewaan.

3.3.2.2 Penderitaan Diperlukan untuk Meraih Potensi

Sebelum dilakukan decentering, penderitaan yang dialami oleh Bangsa

Kopi terlihat sebagai hal-hal yang menyedihkan. Proses pembalikan pusat dari

Bangsa Kopi ke Penyair dan Petani memberikan perspektif baru dalam melihat

penderitaan tersebut. Sentimen terhadap tindakan yang disebut penderitaan oleh

Bangsa Kopi dihilangkan. Hal tersebut memunculkan sebuah pemaknaan baru,

yaitu tindakan yang dilakukan oleh Penyair dan Petani bukan merupakan

penyiksaan tetapi sebagai sebuah proses untuk mencapai potensi rasa dari Bangsa

Kopi. Hal tersebut dibuktikan dalam kutipan berikut.

“Ternyata itu baru penderitaan awal. Buah-buah kami pun dikuliti,

lalu dijemur berhari-hari hingga kering. Setelah itu kami harus menghadapi

panasnya wajan penggorengan ketika tubuh-tubuh kami disangrai. Kami

pikir penderitaan itu sudah selesai. Ternyata kami pun harus tabah untuk

digiling atau ditumbuk.” (Tranggono, 2019)

“Penyair itu tak pernah membayangkan betapa pedihnya tubuh-

tubuh kami diguyur air mendidih 100 derajat Celsius dalam cangkir mungil

itu. Tanpa permisi, genangan air panas itu menghajar setiap butiran kopi

kami hingga hancur dan menjelma jadi bubur. Lalu mereka pun tanpa

ampun mengisap dan melebur jiwa rasa kami. Maka, ketika engkau

mencium aroma sedap harum uap kopi, sadarlah bahwa yang kaucium itu

sesungguhnya jeritan jiwa kami.” (Tranggono, 2019)

Kutipan pertama memperlihatkan proses yang dilakukan oleh Petani kepada

Bangsa Kopi. Petani menguliti kulit buah kopi, menjemur, menyangrai, dan

menggiling untuk mengubah biji kopi menjadi bubuk kopi. selanjutnya

memperlihatkan bagaimana Penyair menyeduh bubuk kopi. Proses tersebut

membuat kopi menjadi memiliki rasa yang nikmat dan aroma yang sedap. Tanpa

melalui proses tersebut bangsa kopi hanya akan menjadi buah biasa di pohon.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

54

Proses tersebutlah yang membuat bangsa kopi menjadi istimewa dan memiliki

tujuan serta manfaat, yaitu untuk dinikmati. Dari penjelasan tersebut bisa

disimpulkan bahwa penderitaan diperlukan untuk mendapatkan potensi.

3.3.2.3 Jeritan adalah Tindakan yang Sia-Sia

Pada Bab II dijelaskan bahwa ideologi dari cerpen “Elegi Ampas Kopi”

adalah ketabahan bangsa kopi menghadapi penderitaan. Pembalikan pusat teks

menyebabkan ideologi tersebut tidak berlaku. Ketabahan yang dimiliki oleh Bangsa

Kopi pun dipertanyakan ulang, sehingga memunculkan pemaknaan baru. Bangsa

Kopi tidak memiliki ketabahan, akan tetapi selalu mengeluh terhadap hal-hal yang

mereka alami. Hal tersebut terlihat pada kutipan berikut.

“...Maka, ketika engkau mencium aroma sedap harum uap kopi, sadarlah

bahwa yang kaucium itu sesungguhnya jeritan jiwa kami.” (Tranggono, 2019)

“...Ternyata kami pun harus tabah untuk digiling atau ditumbuk. Tubuh

kami remuk. Jiwa kami hancur. Kami menjerit, tapi jeritan kami dilibas deru mesin

penggiling atau talu besi penumbuk...” (Tranggono, 2019)

Dari dua kutipan tersebut terlihat bahwa dalam menghadapi penderitaannya,

Bangsa Kopi hanya menjerit. Jeritan dan keluhan selalu muncul pada tiap

penderitaan. Mereka hanya menjerit dan menyerah. Bangsa Kopi tidak mencoba

menggunakan cara lain seperti mencoba berkomunikasi atau melawan Penyair dan

Petani. Dari penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa jeritan tidak

menyelesaikan permasalahan.

3.4 Decentering dan Diseminasi dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak”

Proses decentering memiliki dua tahap. Tahap pertama adalah mencari

ideologi baru yang terdapat di dalam teks. Tahap selanjutnya adalah mencari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

55

penyebaran makna baru yang tersebar di dalam teks. Berikut penjelasan dari tiap

tahap tersebut.

3.4.1 Pembalikan Hierarki Metafisik dan Ideologi Baru

Pembacaan pertama pada teks cerpen memperlihatkan bahwa hierarki

metafisik yang lebih tinggi ada pada kubu Maruti. Maruti diperlihatkan sebagai

orang yang tertindas dan menderita sehingga simpati pembaca terpusat pada Maruti.

Hal tersebut bertolak belakang dengan tokoh Dargo yang diperlihatkan sebagai

orang yang mesum dan tidak bertanggung jawab. Dalam tahap ini hierarki tersebut

akan dibalik. Tokoh Maruti akan dilihat kembali, dan sentimen terhadap tokoh

Dargo akan dihilangkan. Hal ini akan memunculkan perspektif dan pemaknaan baru

terhadap teks. Berikut adalah ilustrasi pembalikan hierarki teks.

Gambar 3

Ilustrasi Pembalikan Hierarki dalam Cerpen “Di Atas Tanah Retak”

Pada pembacaan pertama, Maruti terlihat sebagai pihak yang lemah

sedangkan Dargo adalah pihak yang semena-mena. Setelah membalikkan hierarki

teks, Maruti tidak lagi dilihat sebagai pusat dalam teks. Pusat teks akan digantikan

oleh Dargo sehingga Maruti tidak lagi dilihat sebagai pihak yang harus dikasihani.

Dalam Bab II disimpulkan bahwa ideologi dari cerpen “Di Atas Tanah

Retak” adalah kemalangan Maruti dalam hidupnya. Hal tersebut muncul karena

Maruti

Dargo

Maruti

Dargo

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

56

pusat di dalam teks adalah Maruti. Pada tahap ini Maruti bukanlah pusat dari teks,

pusat teks adalah Dargo. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.

“Usai pentas tayup, seluruh rombongan penari dan pemusik makan

di ruang depan kelurahan. Hanya Maruti yang diperbolehkan makan di

dalam kamar bersama Dargo dan Pak Kades. Dargo punya kesempatan

untuk mengamati kecantikan Maruti. Juga menikmati suara, tutur katanya

yang halus. Beberapa kali Dargo menahan napas. Mereka pun ngobrol.

Dargo tampak bergairah bicara tanpa peduli pada Maruti yang lelah.

Beberapa ucapan nakal pun sempat terlontar, tapi Maruti menanggapinya

dengan tersenyum. Dari ibunya, Maruti pernah mendengar, kebanyakan

laki-laki itu berubah nakal bila ada kesempatan. Kamu mesti hati-hati,

Maruti.” (Tranggono, 2019)

Kutipan di atas menceritakan bagaimana Dargo tertarik dengan Maruti.

Dargo yang bergairah pun menggoda Maruti dengan ucapan nakal. Rasa tertarik

yang dimiliki oleh Dargo tidak bisa disalahkan. Kata nakal yang diucapkan Dargo

juga bisa dilihat sebagai menggoda dan bermain-main bukan untuk melecehkan.

Maruti hanya menanggapi Dargo dengan senyuman, sehingga Dargo jadi

menganggap bahwa apa yang ia lakukan tidak mengganggu Maruti.

Maruti mau untuk diajak makan di kamar bersama Dargo dan Pak Kades.

Hal ini menunjukkan bahwa Maruti hanya pasrah saja terhadap tindakkan orang

lain. Kepasrahan inilah yang menyebabkan dia menjadi sasaran empuk Dargo. Jika

saja Maruti berani melawan dengan menceritakan perbuatan Dargo ke masyarakat,

mungkin saja Dargo tidak akan mengganggu Maruti karena Dargo sangat

mementingkan nama baiknya. Hal tersebut dibuktikan dengan kutipan berikut.

“Ya, ndak bisa…. Nanti orang-orang bisa marah. Saya kan telanjur

dicap sebagai pendoa dan jadi panutan….” (Tranggono, 2019)

Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa ideologi teks yang baru

adalah tentang ketakutan Maruti dalam menghadapi Dargo. Dalam pembahasan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

57

selanjutnya, pusat teks adalah tokoh Dargo. Segala macam pemaknaan akan

berporos pada tokoh Dargo.

3.4.2 Diseminasi dan Pemaknaan Baru

Pada tahap ini, ideologi lama sudah digantikan dengan ideologi baru. Proses

decentering memunculkan makna-makna baru, karena tergesernya pusat dari teks.

Ideologi di dalam teks bukan lagi mengenai kemalangan Maruti tetapi ketakutan

Maruti. Pusat teks juga sudah tergeser, sehingga menimbulkan perspektif baru.

Selanjutnya penyebaran makna baru akan dijelaskan di bawah.

3.4.2.1 Stigma dari Masyarakat Membatasi Ekspresi Diri

Dargo memiliki posisi kuat di desa akan tetapi hal itu juga mengakibatkan

dirinya tidak bisa mengekspresikan dirinya. Masyarakat melihat Dargo sebagai

pendoa dan panutan sehingga Dargo memiliki batasan-batasan yang

membelenggunya. Hal tersebut dibuktikan pada kutipan berikut.

““Ya, ndak bisa…. Nanti orang-orang bisa marah. Saya kan telanjur

dicap sebagai pendoa dan jadi panutan….”” (Tranggono, 2019)

“Dargo, laki-laki gemuk berpeci hitam, sejak awal pertunjukan

selalu mengamati Maruti. Tangan kanannya tampak memutar-mutar tasbih.

Mulutnya komat-kamit. Namun, matanya tak pernah lepas membidik tubuh

Maruti yang bergoyang. Beberapa kali Dargo menahan napas.” (Tranggono,

2019)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa Dargo juga memiliki ketakutan. Dia

takut nama baiknya rusak. Hal itulah yang menyebabkan Dargo memilih untuk

duduk saja, seperti yang terlihat pada kutipan kedua. Kutipan di atas juga

menunjukkan bagaimana Dargo yang selalu membidik tubuh Maruti. Hal ini juga

bisa diartikan bahwa Dargo menikmati goyangan yang Maruti lakukan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

58

3.4.2.2 Tindakan Nekat Menyebabkan Kemalangan

Sebelum dilakukan pembalikan pusat teks, Maruti terlihat sebagai tokoh

yang tidak mempunyai celah. Setelah dilakukan decentering kesalahan yang

dilakukan oleh Maruti pun terlihat di dalam teks, terbukti dengan kutipan berikut.

“Maruti tak berani lapor polisi karena Dargo orang kuat di desa itu.

Pengikutnya pun banyak dan sangar. Ia hanya berani mengungkapkan

peristiwa naas itu kepada bapak, ibu, dan neneknya.

Beberapa bulan kemudian, jantung Maruti terasa berhenti berdetak

setelah mendengar ucapan dokter puskesmas bahwa dia hamil. Jiwa Maruti

terasa dihantam martil besar dan berat. Ia pun nekat menemui Dargo.

Namun, Dargo hanya menyeringai. Pamer taring. Kemarahan Maruti tak

terkendali.

Ia meludahi wajah Dargo.” (Tranggono, 2019)

Awalnya Maruti tidak berani melawan Dargo karena Dargo merupakan

orang kuat di desa. Akan tetapi ketika mengetahui tentang kehamilan dirinya,

Maruti langsung nekat menemui Dargo. Pertimbangan awal yang dia

pertimbangkan mengenai posisi Dargo dilupakan begitu saja. Maruti datang

menghampiri Dargo tanpa persiapan dan rencana. Amarahnya pun menyebabkan

Maruti juga nekat meludahi Dargo. Hal tersebut jelas membuat Dargo naik pitam.

Tindakan yang dilakukan Maruti juga membuat Dargo menjadi tahu

kehamilan dirinya. Dargo menghamili Maruti bukan dari pernikahan, tetapi

pemerkosaan. Hal tersebut pasti akan membuat nama baik Dargo hancur bahkan

berakhir dengan tindak pidana. Untuk menutupi aibnya tersebut, Dargo mengirim

anak buahnya untuk mengakhiri hidup Maruti.

3.4.2.3 Kepasrahan Hanya Memperparah Masalah

Pada pembacaan pertama Maruti diperlihatkan sebagai orang yang taat dan

polos, tetapi hasil dari pembacaan dekonstruksi Maruti terlihat sebagai orang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

59

pasrah dan tak mau memperjuangkan keinginnannya. Hal tersebut dibuktikan

dengan beberapa kutipan berikut.

““Aku yakin kamu bisa. Minggu depan rombongan

kita ditanggap di kelurahan. Katanya, untuk bersih desa dan upacara minta

hujan. Kamu harus ikut nari.”

Maruti tak membantah.” (Tranggono, 2019)

“Beberapa ucapan nakal pun sempat terlontar, tapi Maruti

menanggapinya dengan tersenyum. Dari ibunya, Maruti pernah mendengar,

kebanyakan laki-laki itu berubah nakal bila ada kesempatan. Kamu mesti

hati-hati, Maruti.” (Tranggono, 2019)

“Maruti tak berani lapor polisi karena Dargo orang kuat di desa itu.

Pengikutnya pun banyak dan sangar. Ia hanya berani mengungkapkan

peristiwa naas itu kepada bapak, ibu, dan neneknya.” (Tranggono, 2019)

Dalam kutipan pertama terlihat bahwa Maruti hanya terdiam mendengar

permintaan ibunya. Maruti tidak mempunyai kewajiban untuk ikut menari, akan

tetapi dia hanya terdiam. Dia tidak mengiyakan maupun menolak. Pada kutipan

selanjutnya Maruti juga melakukan hal yang sama. Dia hanya tersenyum

menghadapi perilaku Dargo, padahal Maruti juga bisa melawan.

Kutipan ketiga juga memperlihatkan kepasrahan Maruti setelah dia

diperkosa oleh Dargo. Maruti memang sudah menghadapi Dargo untuk meminta

pertanggungjawaban, tetapi Dargo menolak. Setelah itu Maruti tetap tidak

melaporkan Dargo ke polisi.

Setiap kali Maruti hanya terdiam, dia mendapatkan nasib sial. Tidak hanya

Maruti saja, keluarga Maruti juga hanya pasrah menghadapi kematian Maruti.

Hingga mati Maruti tidak mendapatkan keadilan karena memang dia tidak

memperjuangkannya. Sikap pasrah dan diam tersebutlah yang menyebabkan

kemalangan mengerubungi diri Maruti.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

60

3.5 Rangkuman

Dalam Bab III ini sudah dilakukan proses decentering dan diseminasi pada

tiga cerpen, yaitu cerpen “Profesor Pogob”, “Elegi Ampas Kopi”, dan “Di Atas

Tanah Retak”. Hasil dari kajian tersebut adalah pembalikan hierarki metafisik dan

poros cerita yang memunculkan ideologi baru di dalam cerita. Ideologi baru ini

memunculkan perspektif baru di dalam cerpen, sehingga menetralkan oposisi biner

yang lama dan menghasilkan pemaknaan baru yang tersebar untuk membangun

struktur makna dalam teks (diseminasi).

Dalam cerpen “Profesor Pogob” ideologi baru yang muncul adalah

keegoisan Profesor Pogob. Dari ideologi baru tersebut muncul tiga makna baru

dalam teks yakni 1) Tidak tahu malu, 2) Profesor Pogob bermulut besar, 3)

Kepengecutan.

Dalam cerpen “Elegi Ampas Kopi” ideologi baru yang muncul adalah

keluhan Bangsa Kopi terhadap nasibnya. Dari ideologi baru tersebut muncul tiga

makna baru dalam teks yaitu 1) Sikap narsis menimbulkan kekecewaan, 2)

Penderitaan diperlukan untuk meraih potensi, 3) Jeritan adalah tindakan yang sia-

sia.

Dalam cerpen “Di Atas Tanah Retak” ideologi baru yang muncul adalah

ketakutan Maruti terhadap Dargo. Dari ideologi baru tersebut muncul tigak makna

baru dalam teks yaitu 1) Stigma dari masyarakat membatasi ekspresi diri, 2)

Tindakan nekat menyebabkan kemalangan, 3) Kepasrahan hanya memperparah

masalah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

61

Makna-makna baru di atas adalah hasil dari dekonstruksi teks. Meskipun

begitu, dekonstruksi tidak bisa dikatakan selesai, karena dekonstruksi tidak pernah

selesai. Hal tersebut terjadi karena hasil dekonstruksi pun juga bisa didekonstruksi.

Dekonstruksi pun menjadi tidak terhingga. Hal ini sesuai dengan tujuan dari

dekonstruksi, yaitu menghindar dari logosentrisme.

Dari ketiga cerpen tersebut ditemukan kesamaan yaitu mengenai bagaimana

para tokoh menghadapi penindasan. Dari hasil ideologi yang sudah didekonstruksi,

cerpen tidak lagi menceritakan tentang kekalahan para orang kecil tetapi mengenai

hal-hal yang harus dihindari untuk menghadapi penindasan. Ideologi lama teks

sangat kental dengan pragmatisme. Hal tersebut terlihat dari alasan tokoh Profesor

Pogob memilih membela koruptor karena lebih menguntungkan dirinya sendiri,

penyair dan petani yang mengeksploitasi kopi, dan Maruti yang takut menghadapi

Dargo yang terpandang.

Dalam ideologi baru ketiga cerpen tersebut, diperlihatkan bahwa tindakan-

tindakan yang dilakukan para tokoh merupakan hal yang perlu dihindari. Ideologi

pragmatisme perlu dihindari dan diganti dengan ideologi kerakyatan. Keegoisan

Profesor Pogob, keluhan Bangsa Kopi, dan ketakutan dari Maruti adalah hal yang

perlu dihindari untuk mencapai kepentingan bersama. Keegoisan Profesor Pogob

perlu diubah menjadi empati dan kepedulian terhadap rakyat. Keluhan Bangsa Kopi

perlu diubah menjadi keteguhan dalam menghadapi proses yang sulit demi

kepentingan bersama. Ketakutan Maruti perlu diubah menjadi keberanian melawan

Dargo yang menyalahgunakan pengaruhnya supaya tidak ada korban-korban

selanjutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

62

Dari hasil dekonstruksi tersebut, ideologi kerakyatan merupakan ideologi

yang ingin dicapai di dalam tiga teks cerpen tersebut. Ketiga cerpen tersebut

menggambarkan bagaimana penindasan dan pragmatisme bisa dilawan dengan

ideologi kerakyatan yang mementingkan kepentingan bersama.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

63

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan metode double reading dalam penerapan teori

dekonstruksi. Metode double reading digunakan karena seusai dengan teori

dekonstruksi yang memerlukan pembacaan dengan perspektif yang berbeda. Tahap

pembacaan pertama diterapkan untuk mengidentifikasi hierarki metafisik dan

oposisi biner yang kemudian menjadi ideologi teks. Pembacaan tahap kedua

diterapkan untuk mengidentifikasi ideologi baru yang muncul akibat decentering.

Dari dua tahap tersebut didapatkan makna-makna baru yang sebelumnya

tersembunyi di dalam teks.

Pembacaan pertama menghasilkan oposisi biner, hierarki metafisiki, dan

ideologi teks. Hasil dari pembacaan pertama dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4

Hierarki Metafisik dan Ideologi Teks

No Judul Teks Hierarki Metafisik Ideologi Teks

1. Profesor Pogob 1. Profesor Pogob (koruptor

dan pemerintah)

2. Demonstran (rakyat)

Keberanian Profesor

Pogob dalam membela

koruptor

2. Elegi Ampas

Kopi

1. Bangsa Kopi

2. Manusia (Penyair dan

Petani)

Ketabahan Bangsa

Kopi dalam

menghadapi

penderitaan

3. Di Atas Tanah

Retak

1. Maruti

2. Dargo

Kemalangan Maruti

dalam hidupnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

64

Pembacaan kedua mempunyai hasil yang berbeda karena pembacaan ini

merupakan pembacaan yang sudah didekonstruksi. Hasil pembacaan ini adalah

ideologi baru yang terdapat di dalam teks dan makna-makna baru. Hasil pembacaan

kedua dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5

Proses Decentering dan Diseminasi

No Judul Teks Ideologi Lama Ideologi Baru Makna-Makna

Baru

1. Profesor Pogob Keberanian

Profesor Pogob

dalam membela

koruptor

Keegoisan

Profesor

Pogob

1) Tidak tahu malu

2) Profesor Pogob

bermulut besar

3) Kepengecutan

2. Elegi Ampas

Kopi

Ketabahan

Bangsa Kopi

dalam

menghadapi

penderitaan

Keluhan

Bangsa Kopi

terhadap

nasibnya

1) Sikap narsis

menimbulkan

kekecewaan

2) Penderitaan

diperlukan untuk

meraih potensi

3) Jeritan adalah

tindakan yang sia-

sia

3. Di Atas Tanah

Retak

Kemalangan

Maruti dalam

hidupnya

ketakutan

Maruti

terhadap

Dargo

1) Stigma dari

masyarakat

membatasi ekspresi

diri

2) Tindakan nekat

menyebabkan

kemalangan

3) Kepasrahan

hanya

memperparah

masalah

Dalam cerpen “Profesor Pogob” ideologi baru yang muncul adalah

keegoisan Profesor Pogob. Dari ideologi baru tersebut muncul tiga makna baru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

65

dalam teks yakni 1) Tidak tahu malu, 2) Profesor Pogob bermulut besar, 3)

Kepengecutan.

Dalam cerpen “Elegi Ampas Kopi” ideologi baru yang muncul adalah

keluhan Bangsa Kopi. Dari ideologi baru tersebut muncul tiga makna baru dalam

teks yaitu 1) Sikap narsis menimbulkan kekecewaan, 2) Penderitaan diperlukan

untuk meraih potensi, 3) Jeritan tidak menyelesaikan masalah.

Dalam cerpen “Di Atas Tanah Retak” ideologi baru yang muncul adalah

ketakutan Maruti terhadap Dargo. Dari ideologi baru tersebut muncul tigak makna

baru dalam teks yaitu 1) Cap dari masyarakat membatasi ekspresi diri, 2) Tindakan

nekat menyebabkan kemalangan, 3) Kepasrahan hanya memperparah masalah.

Dari hasil dekonstruksi tersebut, ideologi kerakyatan merupakan ideologi

yang ingin dicapai di dalam tiga teks cerpen tersebut. Ketiga cerpen tersebut

menggambarkan bagaimana penindasan dan pragmatisme bisa dilawan dengan

ideologi kerakyatan yang mementingkan kepentingan bersama.

4.2 Saran

Dari hasil penelitian ini, penulis memiliki beberapa saran kepada peneliti-

peneliti selanjutnya yang akan menggunakan teori dekonstruksi. Derrida tidak

pernah menuliskan bentuk metode yang digunakan dalam melakukan dekonstruksi,

sehingga sangat disarankan untuk banyak membaca penelitian-penelitan

dekonstruksi lain sebagai referensi. Cerpen karya Indra Tranggono banyak yang

menggambarkan kondisi sosial budaya di Indonesia, sehingga juga cocok untuk

dikaji dengan teori lain seperti sosiologi sastra, dan kritik sastra feminis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

66

Teori dekonstruksi merupakan teori yang fleksibel dalam pemilihan objek

material. Penulis menyarankan untuk memilih objek material yang berupa sastra

kanon karena berkemungkinan memiliki unsur logosentrisme yang kuat. Selain itu,

peneliti selanjutnya juga bisa mencoba menggunakan objek material selain cerpen,

seperti puisi, naskah drama, dan film sehingga akan memperkaya perspektif dalam

karya-karya tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

67

DAFTAR PUSTAKA

Al-Fayyadl, Muhammad. 2011. Derrida. Yogyakarta : LkiS

Asmarani, Ratna. “Pendekatan Feminis Dekonstruktif-Kultural Terhadap Anna and

the King”. Dalam Jurnal Ilmiah Kajian Sastra, Vol.32.No. 1, Januari 2008,

hlm. 18.

Ghofur, Abd. 2014. “Analisis Dekonstruksi Tokoh Takeshi dan Mitsusaburo Dalam

Novel Silent Cry Karya Kenzaburo Oe Perspektif Jacques Derrida”. Dalam

Jurnal Ilmiah Jurnal Okara, Vol. I. Madura: Pusat Pengembangan Bahasa

IAIN Madura.

Hajar, Ibnu dan Abdul Wazib. 2018. “Analisis Dekonstruksi Derrida pada Tokoh

Margio dalam Novel “Lelaki Harimau”” Jurnal Al-Khitabah, Vol. IV, No.

1. Makasar: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Alauddin.

Haryatmoko. 2016. Membongkar Rezim Kepastian : Pemikiran Kritis Post-

Strukturalis. Yogyakarta : Kanisius.

Muther, Ridwanul Hakim Authonul. “Derrida, Teks, dan Hantu-hantu Ke-pernah-

hadir-an”. https://lsfdiscourse.org/derrida-teks-dan-hantu-hantu-ke-pernah-

hadir-an/#_ftn12 Diakses pada tanggal 21 November jam 12.39 WIB

Norris, Christopher. 2006. Membongkar Teori Dekonstruksi : Jacques Derrida.

Yogyakarta: Gajah Mada Unitversity Press

Respati, Agustinus Rangga. 2018. “Dekonstruksi Tiga Cerpen Pilihan Kompas

Tahun 2013 : Klub Solidaritas Suami Hilang : Perspektif Jacques Derrida”

Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma

Rokhmansyah, Alfian. 2019. “Formasi Ideologi Dalam Cerpen Tikus Karya Indra

Tranggono”. Artikel dalam jurnal Lingua Vol. XV, No.2, Juli 2019, hlm.

146-153.

Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (Terjemahan Sugihastuti dan

Rosi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudiarja, A. 2005. Jacques Derrida: Setahun Sesudah Kematiannya pada majalah

BASIS edisi November-Desember 2005

Sumarwan, A. 2005. Membongkar yang Lama Menenun yang Baru pada majalah

BASIS edisi November-Desember 2005

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Ende: Penerbit Nusa Indah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

68

-----------------------. 2017. Kritik Sastra Diskursif: Sebuah Reposisi. Makalah

Seminar Nasional Kritik Sastra “Kritik Sastra yang Memotivasi dan

Menginspirasi” yang diselenggarakan Badan Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa, Jakarta, 15-16 Agustus 2017

Wellek, Rene & Austin Warren. 2016. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: IDEOLOGI TIGA CERPEN INDRA TRANGGONO DI TAHUN 2019 ...

69

BIOGRAFI PENULIS

Yohanes Juan Antony Sijabat. Penulis lahir 16 Januari

1998 di Bekasi. Penulis merupakan anak pertama dari

pasangan Nestor Simon Sijabat dan Yustina Prihantini.

Menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 3

Jumapolo dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di

SMPN 1 Jumapolo. Kemudian penulis melanjutkan

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMAN 1

Karanganyar hingga akhirnya menjadi mahasiswa Sastra

Indonesia di Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Pada tahun 2017, mengikuti UKM PT Radio Masdha sebagai penyiar

selama dua tahun sekaligus sebagi wakil general manager di tahun 2017-2018, dan

general manager di tahun 2018-2019. Pada tahun 2019, menjadi aktor dalam

pertunjukan Lakon Dua Dekade yang diadakan oleh Bengkel Sastra. Pada tahun

2020, menjadi penulis naskah dan sutradara bersama Daur Lingkar, dan mengikuti

beberapa festival film tingkat nasional. Penulis berjejaring lewat akun Instagram

@juanesia dan surel [email protected].

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI