Identitas, Pernikahan, Pengakuan Pernikahan, Pengakuan Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay...

49
Identitas, Pernikahan, Pengakuan Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay Generasi Sekarang di Yogyakarta Joanna Therese Maning #r> oa Tugas Studi Lapangan yang diajukan untuk memenuhi persyaratan Program Studi Lapangan ACICIS atas kerjasama antara: FISIP ACICIS Universitas Muhammadiyah Australian Consortium for Malang, Indonesia In Country Indonesian Studies MALANG Juni 2000

Transcript of Identitas, Pernikahan, Pengakuan Pernikahan, Pengakuan Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay...

Identitas, Pernikahan, Pengakuan

Cerita, Kekuatiran dan Harap HatiKaum Gay

Generasi Sekarangdi Yogyakarta

Joanna Therese Maning

#r> oa

Tugas Studi Lapangan yang diajukan untuk memenuhi persyaratanProgram Studi Lapangan ACICIS

atas kerjasama antara:

FISIP ACICISUniversitas Muhammadiyah Australian Consortium forMalang, Indonesia InCountry Indonesian Studies

MALANG

Juni 2000

Daftar Isi

Kata Pengantar iii

Abstraksi v

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.1.1 Gerakan Gay Liberation dan Akarnya 'Gaya Gay Barat' Modern.... 1

1.1.2 Pemakaian Model Barat dan Keterorganisasian Kaum Gay di

Indonesia 3

1.1.3 Mitos Globalisasi 'Gaya Gay Barat' 5

1.1.3.1 Pengaruh Mitos Globalisasi pada Rumusan Masalah 7

1.2 Tujuan Studi Lapangan 8

1.3 Kegunaan Studi Lapangan 9

1.4 Metode Penelitian 9

1.5 Batasan Studi Lapangan 10

BAB II Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay Generasi Sekarang 12

2.1 Hal-hal Identitas 12

2.1.1 Pengaruh 'gaya gay Barat' 13

2.2 Kekuatiran terhadap Terpaksa Menikah 17

2.3 Harapan untuk Masa Depan 18

BAB HI Pengaruh Budaya Jawa: memenuhi norma sosial dengan transformasi

bentuk tradisional 21

3.1 Pentingnya Pemikahan dalam SiklusHidup 21

3.2 Pentingnya Prinsip Kerukunan 21

3.3 Perlanjutan dan Transformasi Norma Tradisional 24

BAB IV Penutup 26

4.1 Kesimpulan 26

4.2 Saran-saran 27

Daftar Pustaka 29

Lampiran A Angket 30Lampiran B Cerita-cerita 35

ii

Kata Pengantar

Selama proses mengerjakan penelitian dan penulisan untuk studi lapangan ini saya

menerima bantuan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Saya berhutang budi dan

mengucapkanterima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Semua laki-laki yang saya wawancarai dan yang mengisi angket saya; yang

menceritakan pengalaman, kekuatiran dan harapan mereka. Untuk kejujuran dan

keterbukaan mereka saya sangat berterima kasih. Khususnya kepada Uki, Oki, Jimmy,

Robert, Amin dan Joe: saya senang sekali bercakap, bercanda dan mengopi bersama

kalian di Excelso! Saya memang kenikmatan perkenalan kalian.

2. Bapak Drs. H.A. Habib M.A., Ketua Program ACICIS di Malang dan dosen

pembimbing saya, atas segala bantuan Bapak baik dalam hal akademis maupun dalam

hal birokratis dan administratif.

3. Keenam kawan yang sesama mahasiswa 'Program Malang' serta teman-teman lain

yang dengan kesabaran dan baik hati mendengarkan ide, keluhan dan masalah saya;

dan memberikan pandangan, saran dan kritik yang sangat saya hargai.

4. Sam Wolyniec yang tercinta atas pengertian, pendukungan dan pertolongannya.

Kasih-sayanglah kamu yang memungkinkan aku mengatasi masalah awal dan

menyelesaikan studi lapangan ini.

Yang saya simpulkan dalam laporan ini merupakan pendapat dan pandangan penulis

sendiri. Saya mengharap informan-informan saya tidak tersinggung oleh karena kesimpulan

yang tidak mereka setujui. Tujuan saya adalah menawarkan sesuatu opini yang memberikan

perspektif baru. Mudah-mudahan wawasan yang ditawarkan bisa membantu dalam proses

in

merubah opini masyarakat terhadap kaum gay sehingga pengakuan dan penerimaan orang

gay bisa tercapai. Paling sedikit yang saya harapkan hasil laporan ini dapat menyebabkan

orang berpikir lebih dalam mengenai hal-hal kaum gay. Kalau sesudah membaca laporan ini

seorangpun yang ganti pendapat dan mulai baik mengakui maupun menerima orang gay,

keberhasilan dalam tujuan saya sudah tercapai.

Yogyakarta, 5 Juni 2000

Joanna Maning

IV

Abstraksi

Bab I: Pendahuluan

Studi lapangan ini merupakan pembahasan persoalan yang menyangkut kaum gay

generasi sekarang pada masa kini. Penelitiannya dilakukan di Yogyakarta dan difokuskan

pada satu grup teman gay terdiri dari sekitar 10 orang yang berusia 20 sampai 30 tahun. Yang

saya bahas dalam studi ini hanya laki-laki yang menganggap diri 'gay' atau 'homoseksual'

bukan perempuan atau waria.

Belakangan ini sesuatu pandangan telah muncul terhadap 'gaya gay' yang modern dan

berasal dari negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat. Menurut pandangan yang

tersebut 'gaya gay Barat' itu sudah mulai menyebar di seluruh dunia, dan masuk ke dalam

budaya-budaya non-Barat sampai kategori-kategori asli yang mungkin bisa dikatakan bersifat

'homoseksual' diganti dengan kategori 'gay' atau terpengaruh oleh ide-ide yang termasuk

'gaya gay Barat modern' itu.

Berhubungan dengan pandangan itu, bagaimana keadaannya di Indonesia? Memang

ada organisasi seperti GAYa NUSANTARA yang didirikan oleh Dede Oetomo yang sudah

mengakui bahwa dia sangat dipengaruhi 'gaya gay Barat' dan dengan sengaja menggunakan

'model Barat' untuk mendirikan organisasi itu. Memang kaum gay generasi sekarang

mempunyai kesadaran yang cukup tinggi mengenai apa itu 'gaya gay Barat' dan

mempercayai nilai-nilai 'gaya gay Barat' seperti keterbukaan, kebanggaan atas identitas 'gay'

dan pentingnya memperjuangkan hak-hak gay.

AKAN TETAPI menurut pendapat saya bukti seperti yang tersebut di atas agak

menyesatkan. Penelitian yang lebih dalam menunjukkan bahwa pandangan tradisional dan

norma-norma sosial tetap mempermainkan peranan yang penting. Kalau kaum gay generasi

sekarang dipengaruhi 'gaya gay Barat', itu tidak berarti bahwa mereka sama sekali

mempercayai ide-ide Barat atau ingin membuang saja nilai-nilai budaya sendiri. Menurut

saya, kaum gay generasi sekarang pada masa kini berusaha untuk memenuhi norma-norma

tertentu yang masih mereka anggap penting dalam batasan menjalani kehidupan sebagai

laki-laki yang gay.

Oleh karena itu, studi ini bertujuan: 1) berlaku sebagai ruang khusus di mana suara

dan cerita laki-laki dari kaum gay generasi sekarang di Yogyakarta sempat didengarkan; 2)

meragu-ragukan pandangan populer mengenai penyebaran secara global 'gaya gay Barat' dan

identitas 'gay' Barat; 3) memberi pandangan berbeda yang tidak menyoroti perbedaan

melainkan menunjukkan kesamaan di antara kaum gay dan masyarakat umum. Yang saya

harapkan wawasan itu dapat membantu kaum gay dalam perjuangan untuk pengakuan dan

penerimaan dalam masyarakat Indonesia.

Bab II: Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay Generasi Sekarang

Dalam bab ini saya memperlihatkan cerita-ceritapara informan saya dalam kata-kata

mereka sendiri. Saya membahas tiga hal utama: 1) identitas, 2) kekuatiran terhadap terpaksa

menikah, 3) harapan untuk masa depan.

Identitas

Dengan menggunakan informasi dari hasil wawancara dan angket saya mengusulkan

bahwa identitas 'gay' para informan saya berdasarkan unsur-unsur dari 'gaya gay Barat'

secara dangkal saja. Maksud saya, unsur-unsur yang paling berpengaruh (yaitu keterbukaan

dan penuntutan penerimaan dan pengakuan dalam masyarakat) menunjukkan keinginan

untuk diperlakukan secara baik dan adil; dan keinginan itu bukan ciri khas budaya Barat

tetapi merupakan keinginan dasar manusia dandapat ditemukan di budaya apapun.

VI

Kekuatiran terhadap terpaksa menikah

Untuk laki-laki yang belum memberitahu orang tua bahwa dia gay, hal yang paling

menguatirkan adalah kemungkinan orang tua nanti akan menyuruh dia menikah dengan

perempuan. Walaupun kaum gay generasi dulu kebanyakan mengambil keputusan untuk

menikah dengan perempuan daripada mengecewakan atau memalukan orang tua;

kebanyakan generasi sekarang sama sekali menolak kemungkinan menikah dengan

perempuan. Oleh karena itu para informan saya semua sudah memutuskan untuk "suatu

saat" memberitahu orang tua bahwa mereka gay.

Harapan untuk masa depan

Walaupun tidak mau menikah dengan perempuan mereka masih mempunyai harapan

untuk berjodoh. Semua informan saya mengucapkan keinginan yang dalam untuk mencari

pasangan laki-laki dan tinggal satu rumah bersama dia, dalam hubungan yang mirip

hubungan pernikahan. Selain itu mereka juga mengharapkan pengakuan dalam masyarakat

tentang adanya kaum gay itu dan status kaum gay sebagai minoritas yang tidak akan

menghilang. Para informan saya kelihatannya berpuas hati menerima pengakuan saja sebagai

tahap pertama. Walaupun menginginkan "terns tingkat berikutnya... seperti membuat

undang-undang" yang mengakui hak-hak kaum gay secara legal, mereka sudah menerima

kenyataan bahwa perjuangan itu untuk jangka panjang dan tidak dapat tercapai dengan

segera.

Bab HI: Perlanjutan dan Transformasi Norma Tradisional

Pandangan bahwa 'gaya gay Barat' sudah mulai menyebar secara global, sampai

vn

memainkan peranan yang lebih penting untuk orang gay non-Barat daripada pandangan

budaya asli mereka diragu-ragukan kalau kitamemperhatikan lebihdalam konteks setempat.

Menurut kebudayaan Jawa, pernikahan merupakan peristiwa yang penting sekali

dalam siklus hidup. Menurut informan saya masyarakat bersedia mengabaikan perbuatan

'homoseksual' yang dilakukan seseorang asalkan orang itu berlaku secara tertutup dan pada

akhirnya memenuhi kewajiban sosial yang diharapkan, yaitu menikah dengan perempuan dan

beranak.

Kenyataan itu menunjukkan salah satu "...kaidah yang paling menentukan pola

pergaulan dalam masyarakat Jawa" (Magnis-Suseno 1999: 38)1. Kaidah itu mengatakan

"...bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak

sampai menimbulkan konflik" (Magnis-Suseno 1999: 38). Penulis Magnis-Suseno, dalam

karyanya EtikaJawa menyebut kaidah itu 'prinsip kerukunan'. Berlaku sesuai dengan prinsip

kerukunan itu "berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara

pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan sosial tetap kelihatan selaras dan baik-baik....

[Prinsip kerukunan itu mengatur] permukaan hubungan-hubungan sosial yang kentara... [dan

mencegah] konflik-konflik yang terbuka" (Magnis-Suseno 1999: 39-40).

Menurut saya prinsip kerukunan itu berlaku dalam hubungan di antara beberapa dari

para informan saya dan orang tuanya. Hal itu dapat kita lihat dari pernyataan informan yang

berikut:

1. "Saya rasa orang tua tahu kalau saya gay, tapi mereka tidak berani bertanya

pada saya."

1Magnis-Suseno, F. 1999 Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa Jakarta:Pustaka Utama Gramedia.

Vlll

2. "Saya selalu berpikir mereka tahu keadaan saya, tetapi kami tidak pernah

membahasnya... sejauh ini mereka diam-diam saja."

3. "Sepengetahuan saya mereka tahu, tetapi tidak pernah bertanya tentang itu."

4. "Ya, mereka sudah tahu, tetapi mereka hanya diam dan sebenarnya mereka

tidak menerima kalau saya gay tetapi mereka hanya diam!"

Saya mengira orang tuanya merasa kecewa karena anaknya tidak 'normal' dan tidak mau

menikah. Mungkin juga memalukan kalau anak tidak menikah, karena tetangga-tetangga

dapat tahu dari keadaan itu bahwa anaknya tidak 'normal'. Tetapi untuk menetapkan

kerukunan orang tua diam-diam saja dan berlaku seolah-olah keadaan benar-benar 'normal'.

Pada masa yang lalu, orang gay mengikuti prinsip kerukunan dengan mengorbankan

keinginan mereka sendiri dan menikah untuk mencegah konflik yang bisa muncul karena

orang tua kecewa, marah atau malu. Tetapi menurut informan saya, kebanyakan orang gay

yang telah menikah secaratertutup tetap berhubungan dengan laki-laki.

Kalau kaum gay generasi sekarang, merekatidak bersedia menerima keadaan seperti

yang tersebut di atas. Informan saya membicarakan teman gay yang sudah dipaksa menikah

dan mereka berkata bahwa 'tidak bahagia'. Kata informan saya teman gay yang menikah

merasa tersiksa dalam hidupnya, terutama pada saat mereka melakukan hubungan seks

dengan istri mereka. Informan itu mengatakan walaupun menghormati jalan tujuan yang

dipilih orang gay yang menikah, untuk dia pribadi, lebih baik terus terang memberitahu orang

tua bahwa dia tidak akan menikah. Semua informan saya mengatakan tidak akan menikah.

Kalau beberapa dari informan saya yang belum memberitahu orang tua bahwa mereka gay,

mereka sangat menguatirkan saat orang tua akan mereka beritahu dan semua mengatakan

belum siap berbicara dengan orang tua. Para informan saya belum menghadapi keadaan

IX

dipaksa memberitahu orang tua oleh karena semua masih kuliah dan belum dapat perkerjaan

jadi belum pantas kalau orang tua menyuruh mereka menikah. Walaupun begitu, informan-

informan saya sudah memutuskan untuk memberitahu orang tua jauh sebelum orang tua

sempat membicarakan hal pernikahan. Menurut saya putusan itu merupakan cara

menetapkan kerukunan yang lain. Kaum gay generasi sekarang memang tidak mau menikah,

tetapi mereka sudah tersosialisasi dalam prinsip kerukunan dan tidak mau melanggar

peraturan sosial itu. Jadi, mereka mencoba menetapkan kerukunan dengan memakai dua cara

yang diharapakan mencegah masalah muncul: 1) pada suatu saat menyinggung hal

pernikahan dan memberi peringatan bahwa pada masa depan ada kemungkinan mereka tidak

akan menikah; 2) dengan terus terang memberitahu orang tua bahwa mereka gay jauh

sebelum saat hal pernikahan dibicarakan.

Meskipun kenyataan bahwa kaum gay generasi sekarang sama sekali menolak

pernikahan, seperti yang dulu saya bicarakan mereka benar-benar ingin berjodoh. Menurut

saya keinginan untuk mencari pasangan laki-laki dan tinggal dalam hubungan yang mirip

hubungan pernikahan menunjukkan bahwa kaum gay tetap menghormati dan menganggap

penting norma tradisional itu yang mengharapkan semua orang menikah. Meskipun para

informan saya tidak mau menikah dengan perempuan mereka masih ingin memenuhi norma

itu, sejauh mungkin dalam batasan kenyataan bahwa mereka laki-laki yang gay. Sebenarnya,

bisa dikatakan bahwa kaum gay tidak ingin melanggar norma pernikahan itu, hanya

melakukan transformasi. Memang benar bahwa hubungan di antara dua laki-laki tidak

mungkin menghasilkan anak-anak, tetapi ada suami-istripun yang terkena kemandulan dan

tidak dapat beranak. Yang saya usulkan, laki-laki gay yang ingin berjodoh dan tinggal dalam

hubungan yang mirip pernikahan sudah membuktikan bahwa mereka mempercayai dan

bersetia pada norma-norma yang sama dihormati masyarakat umum. Kenyataan bahwa

jodohnya sesama jenis seharusnya tidak dianggap masalah - yang penting diakui bahwa

dalam hal nilai-nilai budaya kaum gay tidakbegitu berbeda daripada masyarakat umum; dan

demi kepentingan keadilan sosial masyarakat seharusnya mencoba mengerti keadaan kaum

gay danmemperhatikan kesamaan daripada perbedaan di antara yang gay danyang tidakgay.

Bab IV: Penutup

Pandangan populer mengenai penyebaran global 'gaya gay Barat' sangat

menyesatkan. Meskipun orang gay non-Barat dipengaruhi aspek-aspek 'gaya gay' itu dan

mungkin mengangkat beberapa pelajaran dari pengalaman kaum gay Barat, itu tidak berarti

bahwa 'gaya gay Barat' dan ide-ide Barat mengenai identitas 'gay' sama sekali diterima

sebagai pengganti nilai-nilai budaya setempat.

Di Indonesia, selain penerimaan aspek-aspek 'gaya gay Barat' yang agak dangkal

(misalnya yang berhubungan dengan mode) unsur-unsur utama yang sudah diterima adalah

kepercayaan mengenai pentingnya: 1) memperjuangkan hak-hak kaum gay, dan 2)

penerimaan dan pengakuan oleh masyarakat. Hal-hal itu memang merupakan unsur penting

'gaya gay Barat'. Oleh karena kaum gay Barat merupakan grup yang paling lama melakukan

perjuangan atas kepentingan kaum gay jelaslah 'gaya gay Barat' mengandung cara-cara yang

tepat dan terjamin untuk meningkatkan kesadaran politis dalam kaum gay dan sebagainya.

Selain itu, dengan mengikuti cara-cara yang didukung aktivis gay Barat, aktivis gay dari

negara-negara non-Barat dapat bertindak di panggung international (di mana orang

diharapkan berlaku sesuai dengan peraturan Barat). Demikianlah sebagian kaum gay di

Indonesia sudah mengangkat beberapa aspek 'gaya gay Barat' dan memang pantas mereka

dipengaruhi begitu.

xi

Akan tetapi, harus ditekankan bahwa (dalam kata satu informan saya) "kesadaran

untuk berorganisasi, atau kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak kaum gay...

[masih] minim sekali". Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa 'gaya gay Barat'

berpengaruh secara dalam di Indonesia. Lagi pula, hasil yang diharapkan aktivis gay di

Indonesia (misalnya penerimaan dalam masyarakat dan pengakuan secara legal) walaupun

diperjuangkan dengan memakai strategi yang dipelajari dari 'gaya gay Barat' tidak

merupakan tujuan yang khas budaya Barat. Semua manusia ingin diperlakukan dengan baik

dan adil.

Pandangan bahwa 'gaya gay Barat' mulai diangkat di seluruh dunia memang salah.

Meskipun orang gay di Indonesia dipengaruhi 'gaya gay' itu, menurut pendapat saya nilai-

nilai tradisional masih dihormati dan sampai sekarang lebih mempengaruhi perbuatan kaum

gay daripada 'gaya gay Barat'.

Menurut saya keinginan kaum gay untuk memenuhi norma pernikahan dalam bentuk

mencari jodoh benar dan hidup dalam hubungan yang mirip pernikahan menunjukkan bukan

keinginan untuk melanggarnorma sosial tetapi untuk menghormati nilai-nilai tradisional.

Saran-saran

Yang saya harapkan begini: pandangan yang saya berikan - bahwa dalam hal nilai-

nilai budaya orang gay tidak begitu berbeda daripada masyarakat umum - dapat membantu

kaum gay dalam perjuangan untuk pengakuan sosial. Mudah-mudahan masyarakat umum

pada akhirnya akan menyadari kaum gay itu mempercayai nilai-nilai yang sama dan berhak

mendapat penerimaan dan pengakuan yang benar.

Xll

Bab Satu Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Aktivitas homoseksual dan hubungan homoerotis memang sudah lama sekali

dilakukan dan bisa ditemukan di seluruh dunia dan di dalam semua kebudayaan (Sanders

1996: 76). Di negara-negara Barat konsep identitas 'gay' atau 'homoseksual' sudah cukup

biasa dan dapat dimengerti pada umumnya. Akan tetapi banyak orang, khususnya dari

negara-negara non-Barat, belum begitu mengetahui tentang konsep 'gay' itu. Keadaan ini

berada oleh karena konsep 'gay' atau 'homoseksual' sebagai identitas berasal dari Barat dan

tidak mungkin muncul dalam budaya Baratpun sebelum akhirnya Abad Kesembilan waktu

istilah 'homoseksual' dan 'heteroseksual' baru tercipta (Sanders 1996: 75).

Di Barat ciri-ciri yang dulu berkaitan dengan orang-orang gay dan lesbian, makin

lama makin diterima atau diubah. Misalnya, stereotip laki-laki gay yang keperempuan-

perempuanan sekarang diganti dengan kesan maskulin dan gaya berambut dan berpakaian

yang dulu berkaitan dengan lesbian sudah banyak diterima oleh perempuan umum. Yang

ditunjukkan perubahan seperti itu adalah terjadinya 'normalisasi' di mana kesan-kesan dan

pola-pola kehidupan orang gay dan lesbian menjadi tidak khusus lagi dan lebih banyak

diasimilasi ke dalam norma-norma sosial (Sanders 1996: 76).

Oleh karena konsep 'gay' itu begitu biasa di Barat tersembunyilah bahwa 'konsep gay

modern' dan 'gaya gay Barat modern' yang saya bahas dalam laporan ini agak baru dan

masih belum banyak diketahui oleh kebanyakan orang dari masyarakat non-Barat.

1.1.1 Gerakan GayLiberation dan Akarnya *Gaya Gay Barat9 Modern

Ciri-ciri yang termasuk konsep 'gaya gay' yang modern1 berasal dari ide-ide yang

1Ciri-ciri itu dan masalah menggambarkan sifat 'gaya gay Barat' yang modern saya bicarakan dalam Bab II

sama juga mempengaruhi gerakan modern gay dan lesbian. Bisa dikatakan bahwa gerakan itu

mulai pada bulan Juni 1969 waktu segrup laki-laki gay berkelahi dengan polisi yang

menggerebak bar Stonewall Inn di kota New York, di Amerika Serikat. Peristiwa itu

diperingati sebagai mulainya gerakan GayLiberation (pembebasan orang gay) internasional

(Sanders 1996: 77). Salah satu ciri gerakan itu adalah gaypride march (berbaris di jalan-jalan

kota untuk mempertunjukan kebanggaan atas identitas 'gay'). Gay pride march yang pertama

diadakan di New York padatahun 1970. Sekarang gay pride march itu diadakan setiap tahun

di banyak kota baik di Amerika Serikat maupun di negara-negara lain. Gay pride march yang

pertama untuk Argentina diadakan pada tahun 1992, untuk Afrika Selatan pada tahun 1993

dan untuk Jepang pada tahun 1994 (Sanders 1996: 77). Kenyataan bahwa identitas 'gay' itu

belum diterima atau diakui pada umumnya bisa dilihat dari apa yang terjadi pada bulan Juli

1993 waktu orang-orang gay berusaha untuk mengadakan gay pride march yang pertama

untuk Istanbul. Polisi Turki memaksa pembatalan march itu dengan menangkap para

organisator dan mendeportasikan orang asing yang datang untuk ikut baris (Sanders 1996:

77).

Ide-ide mengenai bagaimana identitas 'gay' itu, pantasnya mempunyai kebanggaan

atas identitas sebagai gay dan bagaimana orang gay yang cukup berbangga seharusnya

berlaku merupakan unsur-unsur 'gaya gay Barat' yang penting sekali. Di negara-negara

Barat, 'gaya gay Barat' itu sudah lama dianggap sebagai budaya atau subkultur yang jelas dan

nyata. Salah satu ciri 'gaya gay Barat' itu adalah kesadaran politis dan perjuangan untuk

penerimaan dan pengakuan kaum gay baik oleh masyarakat maupun secara legal. Aktivis-

aktivis gay memperjuangkan supaya kaum gay dianggap sebagai minoritas yang sampai

sekarang terkena pelanggaran hak asasi manusia. Mereka berusaha supaya orang gay tidak

lagi terkena diskriminasi atau menjadi korban tindakan jelek misalnya dalam bentuk

kekerasan atau ejekan yangdisebabkan kebencian dan kebodohan (Sanders 1996).

1.1.2 Pemakaian Model Barat dan Keterorganisasian Kaum Gay di Indonesia

Pada tahun 1987 GAYa NUSANTARA, salah satu organisasi gay yang terpenting di

Indonesia, didirikan oleh Dede Oetomo bersama pasangannya Ruddy Mustapha (Gaya

Nusantara B: l)2. Organisasi 'GN' itu berkedudukan di Surabaya, Jawa Timur. Pernyataan

misinya diucapkan sebagai berikut:

.... GN bertujuan menyediakan wadah kontak dan komunikasi, informasi,pendidikan, dan penelitian untuk dan mengenai kaum gay serta tentangkeaneka ragaman gender dan seksualitas pada umumnya, khususnya diNusantara.... Semua [layanan GN]... bertujuan mengajak gay di Nusantarauntuk bangga akan seksualitas kita. Saat ini GN bertindak sebagai BadanKoordinasi Nasional Jaringan Gay Indonesia, yang terdiri dari organisasi danaktivis/koresponden individu gay di pelbagai penjuru Nusantara. Banyakorganisasi dalam jaringan kita juga beranggotakan waria, serta berkontakdengan organisasi maupun aktivis/koresponden individu lesbian maupunwaria (Gaya Nusantara A: 1).

Pendiri GN Dede Oetomo itu ialah aktivis gay yang terkenal di Indonesia. Selain menjadi

dosen yang sangat dihormati di Universitas Airlangga Surabaya (Gaya Nusantara C: 1), Dede

Oetomo juga memainkan peranan politis yang cukup penting, baik secara aktivis untuk hak-

hak kaum gay maupun dalam Partai Rakyat Demokratik yang merupakan satu-satunya partai

politik di Indonesia yang siap mewakili dan membela hak-hak kaum gay (Gaya Nusantara C:

1). Dalam peranan sebagai aktivis gay Oetomo sangat dipengaruhi 'gaya gay Barat' dan

model Barat terhadapbagaimana perjuangan atas hak-hak kaum gayseharusnya dilakukan.

Oetomo pernah menceritakan tentang adanya di Negarabagian New York pas waktu

Gay Liberation (gerakan pembebasan oranggay) bermulapersis di Kota New York. Oetomo

ada di AS untuk berkuliah di Universitas Cornell; dan pada waktu itulah dia baru come out

Semua referensi 'Gaya Nusantara' merupakan dokumen internet yang tidak bertanggal. Dalam laporan inidokumen Gaya Nusantara yang lain dibedakan dengan disebut 'Gaya Nusantara A', 'Gaya Nusantara B' Iain-lainterus.

(memulai menjalani kehidupan sebagai gay secara terbuka; mengakui secara umum bahwa

dia gay) (Oetomo 1996: l)3. Literatur sewaktu mengenai gay liberation banyak diterbitkan

dan selama di AS Oetomo menjadi tertarik pada dan sangat terpengaruh oleh tulisan dalam

bidang itu segala-galanya. Olehkarena dua alasan: 1)pengaruh literatur gay AS yang tersebut

di atas; dan 2) keanggotaannya dalam suatu kelompok gay di kampus Cornell, Oetomo

mengangkat konsep-konsep yang Baratmengenai identitas 'gay' (Oetomo 1996: 1).

Pada tahun 1982 Oetomo bersama dua orang lain mendirikan organisasi gay yang

pertama di Indonesia yang dinamakan 'Lambda Indonesia' dan mulai menerbitkan sebuah

surat berkala (Oetomo 1996: 1). Dari awalpun juga waktu Oetomo baru saja mulai

melakukan kegiatan organisatoris yang tersebut itu, dia dikritik keras-keras pertama oleh

orang-orang gay Barat yang ahli Indonesia dan kemudian oleh profesor antropologi di

Surabaya. Yang ingin para pengritik ketahui, mengapa dia memutuskan untuk memakai

model Barat? Jika masalah apapun belum muncul di banyak daerah Indonesia itu yang sudah

mengetahui tradisi kuno akan laki-laki berhubungan sesama laki-laki - baik untuk hubungan

benarmaupun untuk seks saja - untuk apa mengikuti pola Barat dan menjadikan organisasi

formal seperti 'Lambda Indonesia'? Oetomo menjawabi kritikan itu begini: segera setelah

kami mengumumkan alamat 'Lambda Indonesia', kami menerima puluhan, dua puluhan,

kadang-kadang sampai empat puluhan surat seminggu dari orang-orang di daerah-daerah

berbeda. Balasan sebanyak itu mempertunjukkan sejelas-jelasnya baik keperluan organisasi

dan surat berkala seperti yang kami adakan maupun keperluan orang gay untuk berkenalan

satu sama lain (Oetomo 1996: 1).

Harap diingatkan bahwa semua referensi halaman untuk Oetomo 1996 menunjukkan urutan halaman cetakandokumen internet oleh penulis ini sendiri dan mungkin berbeda dengan urutan halaman artikel asli yang dimuatmajalah Inside Indonesia. Oleh karena itu ada kemungkinan bahwa dalam berbagai referensi nomor halaman yangdisebut sebagai sumber kutipan salah. Dalam bentuk asli artikel itu, kutipan yang saya angkat mungkinsebenarnya terletak dihalaman yang berikut atau sebelum yang disebut dalam referensi dilaporan ini.

Oetomo sangat mempercayai pentingnya pandangan Barat terhadap identitas 'gay'

dan kegunaanya model Barat yang mencontohkan bagaimana berorganisasi untuk

kepentingan kaum gay. Pelajaran yang sangat berguna dapat diambil dari pengalaman kaum

gay Barat, yaitu kelompok gay yang pertama-tama memunculkan konsep 'hak-hak gay' dan

pentingnya perjuangan yang melawan pelanggaran hak-hak itu. Pelajaran-pelajaran yang

tersebut itu dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah-masalah khusus yang dihadapi

kaum gay di Indonesia. Masalah itu termasuk: 1) pemerasan oleh polisi; 2) diskriminasi oleh

Departemen Kesehatan Indonesia yang secara informal mendorong badan-badan yang

membiayai proyek yang bertujuan pencegahan AIDS supaya tidak membagikan dana kepada

proyek yang terarah pada kaum gay; dan 3) Kesalahfahaman oleh masyarakat umum

mengenai artinya istilah 'gay' (misalnya 'gay' itu sering disamakan dengan banci atau waria

saja) yang mempersulit hal-hal penerimaan dan pengakuan yang diharapkan kaum gay

(Oetomo 1996: 3,4, 5).

Kesadaran oleh kaum gay Indonesia terhadap apa itu 'gaya gay Barat' dan bagaimana

model atau strategi Barat itu memang penting dan sangat berguna, khususnya dalam

melakukan kegiatan politis atau organisatoris. Oetomo tidak salah waktu mengatakan bahwa

organisasi yang berdasarkan model Barat diperlukan di Indonesia - jelaslah organisasi

seperti itu berguna dan berharga oleh karena jasa yang diberikan kepada kaum gay4. Akan

tetapi, Oetomo tidak menjawabi persoalan kategori 'homoseksual' asli yang dikemukakan

para pengritiknya. Menurut saya, penting sekali untuk tidak dilupakan unsur-unsur budaya

setempat. Saya berpikir bahwa keterlaluan memperhatikan pengaruh 'gaya gay Barat' di

Indonesia dapat mengakibatkan kelupaan pandangan tradisional yang masih terpenting. Kita

Kegiatan GAYa NUSANTARA termasuk ".... mengadakan atau memfasilitasi pemberian informasi, konselingdan penyadaran untuk mencegah HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual)..." (Gaya Nusantara A: 1).

seharusnya tidak membesar-besarkan pentingnya aspek-aspek 'gaya gay Barat' yang,

walaupunmenonjol, bisa dikatakan dangkal saja.

1.1.3 Mitos Globalisasi 'Gaya Gay Barat'

Belakangan ini sudah banyak dibicarakan baik di bidang akademis maupun di

masyarakat Barat umum, bagaimana 'gaya gay Barat' dan konsep 'gay' yang berasal dari

Barat itu sekarang mulai menyebar di seluruh dunia dan masuk ke dalam budaya-budaya non-

Barat sampai kategori-kategori asli yang mungkin bisa dikatakan bersifat 'homoseksual'

diganti dengan kategori 'gay' atau terpengaruh oleh ide-ide yang termasuk 'gaya gay Barat

modern' itu (Sanders 1996; Connors 1997: 44; The Economist 1999: 85).

Untuk aktivis-aktivis gay mengangkatnya aspek-aspek 'gaya gay Barat' oleh orang

gay yang non-Barat sangat menyenangkan oleh karena beberapa alasan. Persebaran konsep

'gay' dan ide-ide yang bersangkutan ke negara-negara non-Barat berarti bahwa perjuangan

kaum gay Baratuntuk penerimaan dan pengakuan sedikit demi sedikit dapatberhasil - kalau

konsep-konsep 'gay' dan 'hak-hak kaum gay' dapat menyebar ke negara non-Barat, sampai

pandangan itu mulai diangkat orang gay non-Barat, ini berarti bahwa penyebaran informasi

tentang identitas 'gay' itu cukup berhasil juga. Organisasi gay yang sudah biasa di Barat

sekarang mulai dibentuk di daerah-daerah lain termasuk Eropa Timur, Amerika Selatan,

Afrika dan Asia Tenggara. Keadaan itu didukung sepenuhnya oleh aktivis gay Barat. Untuk

para aktivis gay Barat, pendirian organisasi gay di daerah non-Barat merupakan kemajuan

yang penting bukan hanya untuk orang gay non-Barat tetapi untuk kaum gay di seluruh dunia.

Pandangan Barat yang tersebut di atas menunjukkan suatu pandangan yang lebih

dalam mengenai adanya 'kaum gay' yang global, yang harus bersatu padu dalam

memperjuangkan hak-hak kaum gay. Kalau orang gay non-Barat bersedia mengangkat aspek-

aspek 'gaya gay Barat', khususnya identitas 'gay' yang berasal dari budaya Barat, itu

merupakan 'bukti' bahwa 'gaya gay Barat' itu memang menyebar secara global pada masa

kini. Kepercayaan atas adanya gerakan gay yang global atau globalisasi aspek-aspek 'gaya

gay Barat' membesarkan hati aktivis gay Barat yang: 1) senang kalau unsur-unsur 'gaya gay

Barat' menyebar di seluruh dunia, oleh karena pengetahuan yang luas tentang persoalan

kaum gay adalah tahap pertama dalam perjuangan untuk penerimaan dan pengakuan; dan 2)

tambah yakin mengenai pantasnya perjuangan kaum gay, oleh karena aspek 'gaya gay Barat'

dapat menyebar dan diangkat orang non-Barat.

Mitos globalisasi 'gaya gay Barat' mudah diterima dan sangat menyesatkan. Akan

tetapi, pandangan itu bahwa 'gaya gay Barat' sudah mulai menyebar secara global, sampai

memainkan peranan yang lebih penting untuk orang gay non-Barat daripada pandangan

budaya asli mereka diragu-ragukan kalau kita memperhatikan lebih dalam konteks setempat.

Hal itu akan saya bahas dalam Bab III.

1.1.3.1 Pengaruh Mitos Globalisasi pada Rumusan Masalah

Sayapun juga ikut mempercayai pandangan globalisasi itu dan mengira 'gaya gay

Barat' sudah mulai diangkat orang gay di Indonesia dan banyak mempengaruhi gaya gay

setempat. Dengan melakukan studi lapangan ini saya menyadari rumusan masalah yang pada

awalnya saya rencanakan terlalu banyak menekankan pengaruh 'gaya gay barat' pada orang

gay di Yogyakarta. Sebetulnya, pengaruh budaya atau adat masih terasa dan walaupun orang

gay generasi sekarang ingin menjalani kehidupan yang menurut opini umum bisa dikatakan

luar biasa, mereka tetap bersetia pada norma-norma dan harapan sosial yang masih mereka

hormati. Lain dengan yang pada awalnya saya duga beban kaum gay generasi sekarang bukan

bagaimana norma-norma dapat dipenuhi sedangkan 'gaya gay Barat' yang modern tetap

diikuti; tetapi bagaimana unsur-unsur kehidupan gay yang bertentangan dengan 'kehidupan

normal' bisa disesuaikan dengan pola norma yang tradisional.

Dugaan awal saya berdasarkan observasi pertama yang sebenarnya dangkal saja: 1)

saya melihat grup teman ini muda, memperhatikan mode dan berkumpul di kafe yang

bergaya Barat; 2) waktu berbicara dengan beberapa orang yang menjadi informan saya

mereka menceritakan sumber informasi 'gaya gay Barat' seperti filem Barat dan pacar yang

dari luar negeri. Dengan bukti sesedikit itu, dan sebelum banyak berbicara dengan anggota-

anggota grup itu saya merumuskan masalah penelitian pokok yang tergantung pada

percayaan bahwa grup itu sangat dipengaruhi 'gaya gay Barat' dan ingin menjalani

kehidupan sesuai dengan pola-pola Barat. Lihat saja Lampiran laporan ini — sebuah angket

yang ditulis pada waktu saya masih memeluk pandangan yang tersebut itu dan menunjukkan

bahwa saya mengira grup laki-laki gay yang muda itu sudah mengangkat identitas 'gay' yang

mencerminkan ide-ide yang berasal dari Barat daripada ide-ide asli dan pandangan

tradisional. Masalah penelitian pokok disusun begini:

... bisakah dan bagaimana menghadapi tekanan sosial untuk memenuhinorma-norma dan tetap mendapatkan kepuasan pribadi sebagai laki-laki yangsenang mengikuti 'Gaya Gay' modern itu? (Lampiran, hal. 31)

Sesudah membaca jawaban angket, sering bergaul dengan mereka dan melakukan

wawancara, saya terpaksa mengubah pola pikiran saya. Dalam pola pikiran yang baru saya

menyimpulkan walaupun terpengaruh oleh ide Barat pengalaman pribadi grup teman ini

seharusnya dianggap lain daripada pengalaman 'gay' di Barat. Penelitian yang lebih dalam

menunjukkan bahwa pandangan tradisional dan norma-norma sosial tetap mempermainkan

peranan yang penting. Kalau kaum gay generasi sekarang dipengaruhi 'gaya gay Barat', itu

tidak berarti bahwa mereka sama sekali mempercayai ide-ide Barat atau ingin membuang

saja nilai-nilai budaya sendiri. Menurut saya, kaum gay generasi sekarang pada masa kini

berusaha untuk memenuhi norma-norma tertentu yang masih mereka anggap penting dalam

batasan menjalani kehidupan sebagai laki-laki yang gay.

1.2 Tujuan Studi Lapangan

Berhubungan dengan hal-hal 'Latar Belakang Masalah' yang tersebut di atas, studi ini

bertujuan:

1. Berlaku sebagai ruang khusus di mana suara dan cerita laki-laki dari kaum gay

generasi sekarang di Yogyakarta sempat didengarkan.

2. Meragu-ragukan pandangan populer mengenai penyebaran secara global 'gaya gay

Barat' dan identitas 'gay' Barat.

3. Memberi pandangan berbeda yang tidak menyoroti perbedaan melainkan

menunjukkan kesamaan di antara kaum gay dan masyarakat umum.

1.3 Kegunaan Studi Lapangan

Saya mengharapkan studi lapangan ini bermanfaat sebagai berikut:

1. Dengan memberi ruang di mana suara dan cerita kaum gay sempat didengarkan, akan

meningkatlah baik penyadaran maupun pengertian mengenai persoalan kaum gay

sehingga kesalahfahaman terhadap oranggaydapat dihapuskan.

2. Wawasan yang ditawarkan dapat membantu dalam proses merubah opini negatif

terhadap kaum gay; dan membantu kaum gay dalam perjuangan untuk pengakuan dan

penerimaan dalam masyarakat Indonesia.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian untuk studi lapangan ini dilakukan di Yogyakarta selama 7 minggu pada

bulan Maret dan Mei. Fokus penelitian adalah satu grup teman gay terdiri dari sekitar 10

orang yang berusia 20 sampai 30 tahun. Metode yang dipakai sebagai berikut:

1. Membaca buku dan artikel mengenai 'Gaya Gay barat', persoalan kaum gay barat,

persoalan kaum gay non-Barat dan budaya Jawa; membaca buku seri GAYa

NUSANTARA dan informasi yang disediakan di website GAYa NUSANTARA.

2. Pengamatan langsung atau observasi: Sering bertemu dengan grup laki-laki gay yang

berkumpul setiap sore di Cafe Excelso di Malioboro Mai untuk berkenalan orang itu

dengan mengopi dan mengobrol dan membicarakan hal-hal penelitian saya; yaitu

mendapat informasi untuk studi lapangan secara informal.

3. Teknik angket: Membuat angket untuk grup laki-laki gay yang menjadi fokus studi

lapangan ini dengan tujuan mendapat baik informasi dasar (nama, umur, berapa lama

menjalani kehidupan sebagai orang gay dan sebagainya) maupun informasi sesuai

dengan rumusan masalah. Angket diberikan di Cafe Excelso di Malioboro Mai, dan

diisi oleh 11 orang.

4. Teknik wawancara: Mewawancarai empat orang secara semi-formal untuk mendapat

informasi dan pengertian lebih dalam mengenai hal-hal pokok. Wawancara juga

bertujuan mendapat cerita pengalaman, kekuatiran dan harapan dalam kata-kata

informan sendiri.

1.5 Batasan Studi Lapangan

Sebelum memulai studi lapangan ini saya sudah menyadari waktu penelitian 10

minggu saja merupakan masalah yang cukup besar. Untuk saya sendiri waktu itu lebih

singkat lagi oleh karena saya sakit selama 3 minggu dan tidak dapat melakukan penelitian

apapun selama ketiga minggu itu. Selain dari kehilangan waktu, kesakitan saya juga berarti

bahwa sayatidak dapat ke Ponorogo untuk melakukan penelitian di sana sesuai dengan yang

pada awalnya saya rencanakan. Oleh karena itu studi lapangan saya harus diubah menjadi

topik penelitianyang dapat dilakukandi Yogyakarta saja.

Pada awalnya saya juga mengira akan sulit untuk menemukan jalan masuk,

10

mendekati grup laki-laki gay yang ingin saya jadikan fokus penelitian. Ternyata, mereka

sangat ramah dan langsung menerima saya. Mereka senang berbicara, mendukung tujuan

saya dan ingin membantu.

Kalau topik penelitian yang saya bahas hanya orang 'gay' laki-laki bukan perempuan

atau waria. Yang saya bicarakan bukan laki-laki siapa saja yang pernah melakukan kegiatan

yang bisa dikatakan 'homoseksual' (yaitu berhubungan seks sesama jenis) tetapi orang yang

dengan jelas menganggap diri 'gay' atau 'homoseksual' dan senang menyebut diri 'gay'.

11

Bab Dua Cerita, Kekuatiran dan Harap Hati Kaum Gay GenerasiSekarang

Dalam bab ini saya memperlihatkan cerita-cerita para informan saya dalam kata-kata

mereka sendiri. Saya membahas tiga hal utama: 1) identitas, 2) kekuatiran terhadap terpaksa

menikah, 3) harapan untuk masa depan. Dalam pembahasan saya membicarakan baik

'responden' maupun 'informan'. Sebutan 'responden' dipakai untuk orang yang mengisi

angket saya, sebutan 'informan' dipakai untuk orang yang selain mengisi angket,

diwawancarai atau termasuk grup teman yang merupakan fokus khusus studi ini. Kesimpulan

yang ditawarkan mengenai 'para informan' saya mungkin tidak benar untuk 'responden' yang

tidak termasuk grup teman yang saya soroti.

2.1 Hal-hal Identitas

Dengan menggunakan informasi dari hasil wawancara dan angket saya mengusulkan

bahwa identitas 'gay' para informan saya berdasarkan unsur-unsur dari 'gaya gay Barat'

secara dangkal saja. Maksud saya, unsur-unsur yang paling berpengaruh (yaitu keterbukaan

dan penuntutan penerimaan dan pengakuan dalam masyarakat) menunjukkan keinginan

untuk diperlakukan secara baik dan adil; dan keinginan itu bukan ciri khas budaya Barat

tetapi merupakan keinginan dasarmanusia dandapat ditemukan di budaya apapun.

Dari 11 responden angket, 7 mengatakan mereka 'terbuka' sebagai orang gay pada

umumnya, 1 mengatakan dia 'tertutup', dan yang lain tidak menunjukkan kalau 'terbuka'

atau 'tertutup'. Walaupun kebanyakan responden mengatakan mereka tahu bahwa mereka

gay "sejak kecil", "sejak masa puber" atau waktu di SMP / SMA; mayoritasnya mulai

menjalani kehidupan sebagai gay sesudah lulus dari SMA atau mulai universitas, mungkin 7

sampai 9 tahun sesudah menyadari merekagay.

12

Waktu saya menanyakan sifat orang gay di Yogyakarta, satu informan menjawab

sebagai berikut:

Biasanya sih, ah, yang jelas agak-agak queen*/, ya, ya agak gueeny,jelas. Kemudian, ah, biasanya orang, ya tuh rapi, ah,... ini tidak,tidak untuk general, ya, tapi biasanya orang tuh rapi, ah, penampilanitu nomor satu, ya, fashionable begitu.... Kemudian, ah, ya, mata ituagak lincah kalau melihat... sejenis atau melihat laki-laki yang agakcute atau gimana itu biasanya itu langsung 'Hei! Itu, itu!'

2.1.1 Pengaruh 'gaya gay Barat'

Sulit sekali untuk menggambarkan ciri-ciri atau sifat 'gaya gay Barat' yang saya

bicarakan dalam laporan ini. Oleh karena itu gambaran yang saya tawarkan di bawah adalah

pandangan saya sendiri, terdiri dari unsur yang paling kelihatan dan tentu saja merupakan

stereotip yang tidak mewakili kepercayaan atau perlakuan orang gay Barat semua. Menurut

saya ciri pokok yang termasuk 'gaya gay Barat' adalah: 1) keterbukaan dan kebanggaan atas

identitas 'gay'; 2) kesadaran politis dan keinginan untuk memperjuangkan hak-hak kaum

gay; 3) bersenang bergaul; 4) bersenang modis; dan 5) bersenang bertindak dengan semarak

dan sebagai 'perempuan' secara 'dibesar-besarkan' (yaitu bertindak sebagai dragqueen).

Kalau para responden angket saya, mereka mempunyai pandangan sendiri mengenai

apa itu 'gaya gay Barat'. Satu responden memberi gambaran sebagaiberikut:

Gaya Gay modern berasal dari San Fransisco dan Sydney.~ Bersifat "Modis" -> konsumerisme.

—Club Minded / Diskoteque—drugs— Free life

-- KAFE society (coffee shop)— groupy / organisasi

Kata 'queeny' itu diambil dari kataBahasa Inggeris drag queen. Artinya 'queeny', bersifat keperempuan-perempuanan.

13

Kalau ditanyakan "Apakah anda dipengaruhi / aspek-aspek 'Gaya Gay' [Barat]...?"

(Lampiran, hal. 31), jawabannya tergantungpada pandangan pribadi terhadap sifat 'gaya gay

Barat'. Kalau pandangannya negatif, maka responden mengatakan tidak terpengaruh.

Misalnya, salah satu responden mengatakan "... unsur yang masuk di kehidupan Gay

Barat Sangat Vulgar...". Kemudian dia mengatakan dia tidak dipengaruhi aspek 'gayagay

Barat' dan "sejauh ini... masih mengambil aspek-aspek dalam Negeri..." Satu

responden lain yang mengatakan tidak terpengaruh menggambarkan 'gaya gay Barat' sebagai

berikut: "Gay berpusat p[a]d[a] unsur seks saja." Akan tetapi, 6 dari kesebelas

responden itu mempunyai pandangan yang positif terhadap 'gaya gay Barat' dan mengakui

bahwa mereka dipengaruhi aspek 'gaya gay Barat' yang mereka ceritakan. Yang penting,

unsur-unsur yang mereka anggap paling berpengaruh adalah keterbukaan dan perjuangan atas

kepentingan kaum gay. Menurut salah satu responden:

... Gaya gay yang modern sangat bagus, mereka bisa terbuka padasiapa saja, termasuk orang tua. Mereka bisa meng-expresikan diridengan bebas, diakui keberadaannya dan berorganisasi denganbebas u[n]t[u]k kepentingan kaum gay sendiri.

Responden itu mengatakan dia dipengaruhi 'gaya gay Barat' yang dia gambarkan dan senang

mengambil aspek-aspek "Keterbukaan, [dan] perjuangan u[n]t[u]k mengangkat hak-

hak kaum gay".

Menurut saya respons seperti itu menunjukkan keinginan untuk diperlakukan secara

baik dan adil dan, seperti yang saya katakan di atas, keinginan itu bukan ciri khas budaya

Barat tetapi merupakan keinginan dasar manusia dan dapat ditemukan di budaya apapun.

Mungkin pengaruh yang terbesar 'gaya gay Barat' pada kaum gay generasi sekarang adalah

pandangan bahwa identitas 'gay' itu tidak salah dan pantas untuk menuntut penerimaan dan

14

pengakuan oleh masyarakat dan secara legal. Akan tetapi, orang gay di Indonesia menerima

dan mempunyai kesabaran atas keadaan nyata. Seperti yang saya bahas di bagian 2.3 di

bawah, pada saat ini informan saya berpuas hati menerima pengakuan sosial saja. Menurut

saya hal itu mencerminkan perbedaan di antara orang gay Barat dan gay non-Barat. Yaitu,

kalau aspek pandangan kaum gay generasi sekarang di Yogyakarta mirip pandangan kaum

gay Barat itu tidak berarti bahwa aspek itu diterima langsung dengan utuhnya. Pengaruh

budaya setempat masih kuat dan kelihatan dalam cara orang gay generasi sekarang di

Yogyakarta 'mengangkat' unsur-unsur 'gaya gay Barat'.

Informanpun sendiri mengatakan bahwa gaya gay di Yogyakarta itu lain daripada

'gaya gay Barat' yang tidak sama sekali diterima saja:

Ada perbedaan dengan gaya gay di Yogya dengan mungkin sana[negara Barat].... Gay di Yogya itu, jelas mereka agak tertutup,...bukan komunitas... ada yang... tertutup,... yang belum berani untuk...'mengekspresikan diri' di luar itu. Sementara kalau di sana [Barat],kita sudah lihat semua, ya, pengakuannya bagaimana, itu salah satupokoknya. Kemudian, kesadaran untuk berorganisasi, atau kesadaranuntuk memperjuangkan hak-hak kaum gay di Yogya, itu sangat minimsekali, masih rendah. Jadi, mereka [di Yogyakarta] bisa dikatakankelihatannya cukup puas dengan keadaan yang ada saat ini. Jadimereka belum berpikir lebih jauh lagi bahwa eksistensi mereka itupingin diakui, gitu — harus diakui pemerintah, harus ada misalnyapersamaan hak juga dengan kaum yang lain, gitu. Jadi belum,mereka belum... pikiran ke situ, gitu. Sementara kalau di Barat toh,sudah, ya? Sudah bertahun-tahun yang lalu mereka memperjalanhaknya. Gitu yang pokok aja. Ah, perbedaan-perbedaan lainnya sihada juga, ya. Seperti misalnya, ya... ndak begitu menonjol sih,seperti yang dibilang juga bahwa mereka lebih konsumerisme, ya.Terus, ah... sementara kalau gay di sini lebih 'grupis' menurut saya.Menurut saya, itu yang lebih... itu mungkin sifat 'natural' dari orangAsia yang dekat satu sama yang lain, gitu. Sedangkan di sana... ah,...ndak begitu 'grupis' lagi. Mereka selebih, atau 'personal'-nya itulebih 'independent'.

15

Kalau informan yang mengakui dia dipengaruhi 'gaya gay Barat', ada yang

mengatakan

... saya tidak... peduli... [kalau] ya, mereka [masyarakat] mau bilangsaya gay, mau bilang saya apa. Terserah mereka, itu kehidupansaya.... Dan kalau... mereka menggangu saya akan berontak gitu. Sayaakan membela diri saya... ya, saya tidak peduli.

Kutipan itu mencerminkan kepercayaan yang dalam atas aspek 'gaya gay Barat' yang

terbuka, yang bangga atas identitas 'gay', yang menunjukkan pada masyarakat: 'Saya gay,

dan tidak peduli kalau orang tidak menyetujui kehidupan yang ingin saya jalani'. Informan

itu menjelaskan pengaruh 'gaya gay Barat' sebagai berikut:

... ya saya terpengaruh mungkin dari kehidupan gay barat yang tadi[saya bicarakan]. Mereka selalu bisa terbuka... mungkin sesamasemua orang, ya? Mengatakan bahwa dia gay, ya. ban mereka, kalauorang barat berbicara secara terus terang, ya, to the point Danmereka tidak mau, apa... berkata bohong, ya... kita harus jujur, ya.Kalau orang barat tidak suka kalau kita berkata bohong, ya. Sayasuka itu. Saya terpengaruh, ya, seperti itu. Ya, saya terpengaruhjuga untuk berbicara kepada mungkin semua orang, ya, kalau... sayagay.

Informan lain mengatakan:

Ada beberapa [aspek 'gaya gay Barat' yang saya ambil]... Ya, ituketerbukaan... keterbukaan ini, ya, saya pingin... [tetapi] sampai saatsekarang belum saya lakukan itulah keterbukaan pada orang tuasendiri, berani mengatakan bahwa 'Bapak, Ibu, saya gay1, gitu. Itu,sampai sekarang saya belum berani tapi saya pingin melakukan itusatu hari. Kemudian yang kedua itu, adalah... kesadaran untukberorganisasi, untuk berkumpul dan untuk, ah, apa selainnyamemperjuangkan hak-hak kaum gay yang begitu bisa dijuang untukkepentingan kita di masa yang akan datang ~ pengakuan pemerintahdan segala macamnya itu, persamaan hak kaum kita terhadap, ah,kepada kaum... yang lain itu sama, gitu.

Walaupun banyak informan menyetujui aspek 'gaya gay Barat' seperti keterbukaan, banyak

16

juga yang mengakui belum siap memberitahu orangtua bahwa mereka gay:

... saya belum berkata terus terang sama mereka [orang tua] tapisaya akan... akan berbicara sama mereka kalau saya gay... betul.Mungkin, ya, saya belum tahu waktunya mungkin belum... mungkinbelum waktu tepat...

Keadaan informan yang dikutip di atas itu sebenamya mewakili keadaan para

informan saya. Walaupun mereka semua 'tidak peduli' kalau masyarakat umum tidak

menyetujui kehidupan gay, dalam artian lain mereka memang peduli, khususnya akan

pendapat orang tua. Kalau yang belum memberitahu orang tua bahwa mereka gay, sangat

menguatirkan saat orang tua akan mereka beritahu. Kalau yang orang tuanya sudah tahu,

mereka sangat menginginkan penerimaan dan pembicaraan secara terus terang.

2.2 Kekuatiran terhadap Terpaksa Menikah

... kalau saya datang ke pernikahan teman saya yang sudah menikah,pasti banyak orang bertanya 'Kamu menikah kapan?'.

Untuk laki-laki yang belum memberitahu orang tua bahwa dia gay, hal yang paling

menguatirkan adalah kemungkinan orang tua nanti akan menyuruh dia menikah dengan

perempuan. Walaupun kaum gay generasi dulu kebanyakan mengambil keputusan untuk

menikah dengan perempuan daripada mengecewakan atau memalukan orang tua;

kebanyakan generasi sekarang sama sekali menolak kemungkinan menikah dengan

perempuan. Satu informan saya menceritakan teman gay yang dipaksa menikah:

... semuanya, semuanya teman saya yang dipaksa menikah ataumenikah itu, bilang 'tidak bahagia'. Ya, tidak bahagia... dalam artianbegini: ah... merasa, gimana ya, tersiksa dalam hidupnya karena,terutama pada saat... mereka melakukan hubungan seks dengan istrimereka, gitu. Karena mereka bilang [itu] benar-benar satu... [hal]yang berat bagi mereka untuk bisa memberi kepuasan pada sih,pada istri mereka. Itu bukan sebagian sesemuanya yang, ya temansaya, itu yang menikah atau dipaksa menikah itu mereka bilang'tidak, tidak bahagia'.

17

Daripada menerima keadaan 'tidak bahagia' seperti yang tersebut di atas para informan saya

semua sudah memutuskan untuk "suatu saat" memberitahu orang tua bahwa mereka gay:

... kalau kami bicara... memang itu suatu kekuatiran ketika nantidisuruh menikah. Tapi, terus saya tanya, Terus, kamu akan bilangapa?' 'Ya, saya tidak nikah, dong. Saya tidak bisa menikah'. Iya kan,mereka sudah siap dengan jawaban-jawaban yang akan diberikankepada orang tuanya.

... saya sudah putuskan saya tidak akan menikah sama perempuan.Itu sudah saya putuskan sudah lama sekali, ya.... Mungkin saya kalaubisa menikah sama lelaki, saya akan menikah sama lelaki.

... saya pikir jauh sebelum [saya disuruh menikah]..., saya sudahmemberitahukan [bahwa saya gay] kepada mereka [orang tua].

2.3 Harapan untuk Masa Depan

Walaupun tidak mau menikah dengan perempuan mereka masih mempunyai harapan

untuk berjodoh. Semua informan saya mengucapkan keinginan yang dalam untuk mencari

pasangan laki-laki dan tinggal satu rumah bersama dia, dalam hubungan yang mirip

hubungan pernikahan.

Saya sudah bermimpi kalau saya ingin menikah sama lelaki danpindah satu rumah sama... ah, suami saya..., ya itu sudah jadi impiansaya. Mungkin, ya, mungkin saya sudah menemukan jodoh, sekarangmungkin saya sudah menemukan jodoh yang saya cari, ya. Dansekarang, ya, kita... mungkin dalam waktu dekat mungkin kalau bisakita mungkin akan menikah.

Selain itu mereka juga mengharapkan pengakuan dalam masyarakat tentang adanya

kaum gay itu dan status kaum gay sebagai minoritas yang tidak akan menghilang.

Mungkin kalau saya sudah berbicara terus terang sama mereka, ya,mereka... mereka akan bisa menerima saya, apa yang... mungkin... 'itukehidupan kamu', ya... ya, ya, saya berharap seperti itu, ya, apa yangsaya harapkan, ya, mungkin mereka bisa terima saya: 'kalau memang

18

itu kehidupan kamu, ya silakan jalankan.... Dan saya pikir kalau cumanuntuk mereka cari keturunan, ya dari kakak-kakak saya sudah,mereka sudah punya cucu, ya. Dari saya, mungkin, ya, ya tidak perlulagi, kalau saya pikir, kalau memang, ah, saya tidak menikah, ya, sayapikir mereka tidak keberatan, gitu. Ya, saya pikir mereka tidak akanmendesak saya untuk menikah sama perempuan kalau saya sudahbercerita kalau saya gay. Saya berharap mereka, ah, apa, ya...menerima keadaan saya seperti ini.

Ya, saya ingin [menikah] secara legal. Saya ingin status saya gitu.Tidak cuman kalau [pernikahan] lelaki sama perempuan. Harusstatus lelaki sama lelaki. Ya itu, sudah lama sekali saya harap. Inginseperti itu.

Para informan saya kelihatannya berpuas hati menerima pengakuan saja sebagai tahap

pertama. Walaupun menginginkan "terus tingkat berikutnya... seperti membuat

undang-undang" yang mengakui hak-hak kaum gay secara legal, mereka sudah menerima

kenyataan bahwa perjuangan itu untuk jangka panjang dan tidak dapat tercapai dengan

segera.

kalau bisa saya akan berjuang untuk saya besok-besok, besok kalauada laki-laki, bisa diterima. Bisa diterima di negara pribadi. Oke,saya akan berjuang sekuat tenaga saya selagi saya mampu, toh kalausaya cuma berjuang dan saya tidak bisa [berhasil]..., toh merekamasih bisa 'oh, iya, dia perjuangan segini', bisa mengaku bahwa dia,keberadaan gay telah diakui.

Sebetulnya [saya ingin memperjuang untuk hak-hak gay] pertama[untuk] kepuasan saya. Untuk pengakuan saja.... Pengakuan saja dimasyarakat bahwa... bahwa kelompok sosial. Bahwa kaum gay iniyang minority ini memang ada. Pengakuan saja.... Terus tingkatberikutnya saya ingin, tapi itu masih mungkin jangka panjang, ya,seperti membuat undang-undang atau seperti itu.

... saya ingin seluruh masyarakat itu tahu [tentang gay], karenakenapa kalau tidak tahu? Kalau mereka tidak tahu, mungkin merekaakan punya masalah besar di keluarganya, ya, seperti ada satukeluarga yang tidak tahu-menahu tentang gay, orang gay.

19

Sedangkan kemungkinan nanti di keluarganya itu ada salah satuanaknya yang menjadi, yang memangnya anaknya gay. Dan itu akanmuncul masalah di keluarga itu. Mungkin pernah dialami orang lainjuga yang masalah seperti itu. Kalau seluruh masyarakat bisa tahudan... dapat informasi tentang bagaimcina, ya tentang adanya kaumgay itu, mungkin masalah itu bisa diperkecil.

20

Bab Tiga Pengaruh Budaya Jawa: memenuhi norma sosialdengan transformasi bentuk tradisional

3.1 Pentingnya Pernikahan dalam Siklus Hidup

Pandangan bahwa 'gaya gay Barat' sudah mulai menyebar secara global, sampai

memainkan peranan yang lebih penting untuk orang gay non-Barat daripada pandangan

budaya asli mereka diragu-ragukan kalau kita memperhatikan lebih dalam konteks setempat.

Menurut kebudayaan Jawa, pernikahan merupakan peristiwa yang penting sekali

dalam siklus hidup. Sanders (1996:75) mengatakan bahwa "In some societies homosexual

activity is tolerated as long as the men and women involved marry and have children."

Menurut informan saya masyarakat Jawa bersedia mengabaikan perbuatan 'homoseksual'

yang dilakukan seseorang asalkan orang itu berlaku secara tertutup dan pada akhirnya

memenuhi kewajiban sosial yang diharapkan, yaitu menikah dengan perempuan dan beranak.

Kenyataan itu menunjukkan salah satu "...kaidah yang paling menentukan pola pergaulan

dalam masyarakat Jawa" (Magnis-Suseno 1999: 38). Kaidah itu saya bicarakan di bagian 3.2

yang berikut.

3.2 Pentingnya Prinsip Kerukunan

Kaidah ini mengatakan "...bahwa dalam setiap situasi manusia hendaknya bersikap

sedemikian rupa hingga tidak sampai menimbulkan konflik" (Magnis-Suseno 1999: 38).

Penulis Magnis-Suseno, dalam karyanya Etika Jawa menyebut kaidah itu 'prinsip

kerukunan'. Berlaku sesuai dengan prinsip kerukunan itu "berarti menghilangkan tanda-tanda

ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan-hubungan

sosial tetap kelihatan selaras dan baik-baik.... [Prinsip kerukunan itu mengatur] permukaan

hubungan-hubungan sosial yang kentara... [dan mencegah] konflik-konflik yang terbuka"

21

(Magnis-Suseno 1999: 39-40).

Menurut saya prinsip kerukunan itu berlaku dalam hubungan di antara beberapa dari

para informan saya dan orang tuanya. Hal itu dapat kita lihat dari pernyataan informan yang

berikut:

1. "Saya rasa orang tua tahu kalau saya gay, tapi mereka tidak berani bertanya

padasaya."

2. "Saya selalu berpikir mereka tahu keadaan saya, tetapi kami tidak pernah

membahasnya... sejauh ini mereka diam-diam saja."

3. "Sepengetahuan saya mereka tahu, tetapi tidak pernah bertanya tentang itu."

4. "Ya, mereka sudah tahu, tetapi mereka hanya diam dan sebenarnya mereka

tidak menerima kalau saya gay tetapi mereka hanya diam!"

Saya kira orang tuanya merasa kecewa karena anaknya tidak 'normal' dan tidak mau

menikah. Kalau orang tua tidak kecewa karena anaknya gay, bisa juga malu karena

pandangan negatif terhadap orang gay dalam masyarakat umum. Misalnya kalau anak tidak

menikah, tetangga-tetanggadapat tahu dari keadaan itu bahwa anaknya tidak 'normal'. Akan

tetapi untuk menetapkan kerukunan orang tua diam-diam saja dan berlaku seolah-olah

keadaan benar-benar 'normal'.

... ini aneh untuk keluarga saya karena kalau dalam pikiran saya,mereka sebenarnya sudah tahu [bahwa saya gay], cuma merekadiam saja dan saya sudah selalu pancing untuk diskusi ke arah sanadan tidak pernah jalan. Sebetulnya saya ingin terbuka, tapi melihatkondisi orang tua saya yang sudah terlalu tua dan... dia atau merekasebetulnya bisa dibilang tokoh masyarakat di Yogya, ya. Kalau orangtahu keluarga saya atau bapak saya atau kakak saya, biasanya orangdi Yogya sama tokoh masyarakat di dalam agama. Itu juga dansebetulnya saya ingin terbuka kepada mereka, ingin membicarakan

22

tentang itu. Tapi selalu tidak bisa terbuka. Tapi saya yakin merekatahu.

Pada masa yang lalu, orang gay mengikuti prinsip kerukunan dengan mengorbankan

keinginan mereka sendiri dan menikah untuk mencegah konflik yang bisa muncul karena

orang tua kecewa, marah atau malu.

Ada sebeberapa teman saya yang gay juga dipaksa sama orangtuanya untuk menikah gitu, ya. Kemudian ada juga teman saya yangtidak dipaksa tapi karena merasa tidak enak, karena merasa untukberbalas budi kepada orang tua mereka, mereka terpaksa harusmenikah gitu, ya.

Menurut informan saya, kebanyakan orang gay yang telah menikah secara tertutup tetap

berhubungan dengan laki-laki.

Kalau kaum gay generasi sekarang, kebanyakan tidak bersedia menerima keadaan

seperti yang tersebut di atas. Informan saya membicarakan teman gay yang sudah dipaksa

menikah dan mereka berkata bahwa 'tidak bahagia'. Kata informan saya teman gay yang

menikah merasa tersiksa dalam hidupnya, terutama pada saat mereka melakukan hubungan

seks dengan istri mereka. Informan itu mengatakan walaupun menghormati jalan tujuan yang

dipilih orang gay yang menikah, untuk dia pribadi, lebih baik terus terang memberitahu orang

tua bahwa dia tidak akan menikah. Semua informan saya mengatakan tidak akan menikah.

Kalau beberapa dari informan saya yang belum memberitahu orang tua bahwa mereka

gay, mereka sangat menguatirkan saat orang tua akan mereka beritahu dan semua

mengatakan belum siap berbicara dengan orang tua. Para informan saya belum menghadapi

keadaan dipaksa memberitahu orang tua oleh karena semua masih kuliah dan belum dapat

perkerjaan jadi belum pantas kalau orang tua menyuruh mereka menikah. Walaupun begitu,

informan-informan saya sudah memutuskan untuk memberitahu orang tua jauh sebelum

orang tua sempat membicarakan hal pernikahan. Menurut saya putusan itu merupakan cara

23

menetapkan kerukunan yang lain. Kaum gay generasi sekarang memang tidak mau menikah,

tetapi mereka sudah tersosialisasi dalam prinsip kerukunan dan tidak mau melanggar

peraturan sosial itu. Jadi, mereka mencoba menetapkan kerukunan dengan memakai dua cara

yang diharapakan mencegah masalah muncul. Yang pertama, pada suatu saat menyinggung

hal pernikahan dan memberi peringatan bahwa pada masa depan ada kemungkinan mereka

tidak akan menikah:

Saya... pernah menyinggung [hal pernikahan] waktu... dengankeluarga, dengan ibu, dengan mama, dengan kakak saya, gitu ya,saya cerita-cerita gitu, terus saya bilang, pernah bilang bahwa'jangan harapkan saya untuk menikah' saya pernah begitu. ban, ah...mereka bilang 'kenapa?', ya, saya bilang 'jangan harapkan saya untukmenikah1, saya bilang gitu, 'karena mungkin saya tidak akan menikahselamanya', saya bilang. ban mereka kayaknya bisa menerima.Karena saya bilang begitu, mengeluarkan statement itu, saya bisakasih alasan-alasan gitu bahwa kehidupan untuk berbahagia itubukan... kayak bahwa pernikahan itu tidak selalu membawakebahagiaan juga, ya... tapi saya belum bilang bahwa 'saya tidakmenikah, oh, saya ini gay', atau 'saya ini tidak bisa sama perempuan'gitu, tapi cuma saya cuma sudah sempat bilang itu dan... tanggapanmereka sih, oke-oke aja, oke-oke aja. Ya, ya... mereka tidak begituterkejut dan mereka bisa menerima, saya yakin mereka bisamenerima itu.

Yang kedua, dengan terus terang memberitahu orang tua bahwa mereka gay jauh sebelum

saat hal pernikahan dibicarakan. Salah satu informan saya persis mengatakan bahwa kaum

gay generasi sekarang masih berpendapat penting untuk menetapkan kerukunan dan dengan

sengaja mencoba tidak menyebabkan konflik:

Ya, saya kira untuk generasi sekarang masih seperti itu [pentingmenetapkan kerukunan]. Kalau yang, kalau saya lihat atau sayadengar generasi-generasi sebelum saya yang saya tahu anak-anakitu sebetulnya gay, mereka melakukan seperti pernikahan atau apaitu untuk menutupi mereka. Tapi untuk generasi sekarang mereka...sebetulnya sudah di atas itu. Ah, berusaha di atas itu, tapi belum

24

sampai, belum sampai untuk memaksa orang untuk menerimakehidupan gay.

3.3 Perlanjutan dan Transformasi Norma Tradisional

Meskipun kenyataan bahwa kaum gay generasi sekarang sama sekali menolak

pernikahan, seperti yang dulu saya bicarakan mereka benar-benar ingin berjodoh. Menurut

saya keinginan untuk mencari pasangan laki-laki dan tinggal dalam hubungan yang mirip

hubungan pernikahan menunjukkan bahwa kaum gay tetap menghormati dan menganggap

penting norma tradisional itu yang mengharapkan semua orang menikah. Meskipun para

informan saya tidak mau menikah dengan perempuan mereka masih ingin memenuhi norma

itu, sejauh mungkin dalam batasan kenyataan bahwa mereka laki-laki yang gay. Sebenarnya,

bisa dikatakan bahwa kaum gay tidak ingin melanggar norma pernikahan itu, hanya

melakukan transformasi. Memang benar bahwa hubungan di antara dua laki-laki tidak

mungkin menghasilkan anak-anak, tetapi ada suami-istripun yang terkena kemandulan dan

tidak dapat beranak. Yang saya usulkan, laki-laki gay yang ingin berjodoh dan tinggal dalam

hubungan yang mirip pernikahan sudah membuktikan bahwa mereka mempercayai dan

bersetia pada norma-norma yang sama dihormati masyarakat umum. Kenyataan bahwa

jodohnya sesama jenis seharusnya tidak dianggap masalah — yang penting diakui bahwa

dalam hal nilai-nilai budaya kaum gay tidak begitu berbeda daripada masyarakat umum; dan

demi kepentingan keadilan sosial masyarakat seharusnya mencoba mengerti keadaan kaum

gay dan memperhatikan kesamaan daripada perbedaan di antara yang gay dan yang tidak gay.

25

Bab Empat Penutup

4.1 Kesimpulan

Pandangan populer mengenai penyebaran global 'gaya gay Barat' sangat

menyesatkan. Meskipun orang gay non-Barat dipengaruhi aspek-aspek 'gaya gay' itu dan

mungkin mengangkat beberapa pelajaran dari pengalaman kaum gay Barat, itu tidak berarti

bahwa 'gaya gay Barat' dan ide-ide Barat mengenai identitas 'gay' sama sekali diterima

sebagai pengganti nilai-nilai budaya setempat.

Di Indonesia, selain penerimaan aspek-aspek 'gaya gay Barat' yang agak dangkal

(misalnya yang berhubungan dengan mode) unsur-unsur utama yang sudah diterima adalah

kepercayaan mengenai pentingnya: 1) memperjuangkan hak-hak kaum gay, dan 2)

penerimaan dan pengakuan oleh masyarakat. Hal-hal itu memang merupakan unsur penting

'gaya gay Barat'. Oleh karena kaum gay Barat merupakan grup yang paling lama melakukan

perjuangan atas kepentingan kaum gayjelaslah 'gaya gay Barat' mengandung cara-carayang

tepat dan terjamin untuk meningkatkan kesadaran politis dalam kaum gay dan sebagainya.

Selain itu, dengan mengikuti cara-cara yang didukung aktivis gay Barat, aktivis gay dari

negara-negara non-Barat dapat bertindak di panggung international (di mana orang

diharapkan berlaku sesuai dengan peraturan Barat). Demikianlah sebagian kaum gay di

Indonesia sudah mengangkat beberapa aspek 'gaya gay Barat' dan memang pantas mereka

dipengaruhi begitu.

Mungkin pengaruh yang terbesar 'gaya gay Barat' pada kaum gay generasi sekarang

adalah pandangan bahwa identitas 'gay' itu tidak salah dan pantas untuk menuntut

penerimaan dan pengakuan oleh masyarakat dan secara legal. Akan tetapi, harus ditekankan

bahwa (dalam kata satu informan saya) "kesadaran untuk berorganisasi, atau

26

kesadaran untuk memperjuangkan hak-hak kaum gay... [masih] minim sekali". Oleh

karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa 'gaya gay Barat' berpengaruh secara dalam di

Indonesia. Lagi pula, hasil yang diharapkan aktivis gay di Indonesia (misalnya penerimaan

dalam masyarakat dan pengakuan secara legal) walaupun diperjuangkan dengan memakai

strategiyang dipelajari dari 'gaya gay Barat' tidak merupakan tujuan yang khas budaya Barat.

Semua manusia ingin diperlakukan dengan baik dan adil.

Waktu saya mulai melakukan studi lapangan ini saya sudah menduga bahwa laporan

saya akan membahas 'perubahan sosial' yang dalam, di mana kaum gay generasi sekarang

berusaha menyeimbangkan kewajiban baik secara sosial / tradisional maupun kepada

komunitas gay dan identitas 'gay' sendiri. Akan tetapi yang pada akhirnya saya sadari, laki-

laki gay generasi muda lebih dipengaruhi budaya setempat daripada 'gaya gay Barat'. Tidak

susahlah untuk kaum gay memutuskan mana yang lebih penting, nilai-nilai asli atau nilai-

nilai gaya hidup yang asing itu.

Pandangan bahwa 'gaya gay Barat' mulai diangkat di seluruh dunia memang salah.

Meskipun orang gay di Indonesia dipengaruhi 'gaya gay' itu, menurut pendapat saya nilai-

nilai tradisional masih dihormati dan sampai sekarang lebih mempengaruhi perbuatan kaum

gay daripada 'gaya gay Barat'.

Menurut saya keinginan kaum gay untuk memenuhi norma pernikahan dalam bentuk

mencari jodoh benar dan hidup dalam hubungan yang mirip pernikahan menunjukkan bukan

keinginan untuk melanggarnorma sosial tetapi untukmenghormati nilai-nilai tradisional.

4.2 Saran-saran

Yang saya harapkan begini: pandangan yang saya berikan - bahwa dalam hal nilai-

nilai budaya orang gay tidak begitu berbeda daripada masyarakat umum ~ dapat membantu

27

kaum gay dalam perjuangan untuk pengakuan sosial. Mudah-mudahan masyarakat umum

pada akhirnya akan menyadari kaum gay itu mempercayai nilai-nilai yang sama dan berhak

mendapat penerimaan dan pengakuan yang benar.

28

Daftar Pustaka

Connors, M. 1997 "Prefacing Research On The Global Gay" Melbourne Journal ofPoliticsAnnual 24(24): 44.

Gaya NusantaraA "Visi & Misi GayaNusantara" http://welcome.to/gaya

B "12 Tahun PerjalananGayaNusantara"http://welcome.to/gaya

C "Siapa di Balik GN?" http://welcome.to/gaya

Magnis-Suseno, F. 1999 Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan HidupJawa Jakarta: Pustaka Utama Gramedia.

Oetomo, D. 1996"Gay identities"Inside Indonesia 46 (March)http://www.insideindonesia.org/edit46/dede.htm

Sanders, D. 1996 "Getting Lesbian and Gay Issues on the International Human RightsAgenda" Human Rights Quarterly 18(1): 67-106.

The Economist 1999 "Living la vida loca" The Economist December 18-30, 353(8150): 85-7.

29

Lampiran A Angket

30

Generasi Muda Kaum Gay di Yogya

Angket

Penulis: Jo ManingTelp: 561-659

Email: [email protected]

Belakangan ini 'Gaya Gay' yang modern dan berasal dari negara-negara Barat(khususnya Amerika Serikat) mulai menyebar di seluruh dunia termasukIndonesia. Masuknya unsur-unsur Style itu ke dalam budaya-budaya non-Baratsangat menarik, apalagi kalau masyarakat setempat belum banyak mengetahuitentang 'Saya Gay' itu.

Yang ingin saya teliti bagaimana kaum gay generasi sekarang di Yogyakartamenyeimbangkan kewajiban baik secara sosial/tradisional (kepada orang tua,adat...) maupun kepada komunitas gay dan identitas sendiri.

YAITU, bisakah dan bagaimana menghadapi tekanan sosial untukmemenuhi norma-norma dan tetap mendapatkan kepuasan pribadisebagai laki-laki yang senang mengikuti 'Gaya Gay' modern itu?

Di belakang ini ada sebuah angket. Saya mohon anda bisa membantu saya mengisiformulir tersebut. Kalau anda mungkin ingin bertatap muka dengan saya untukwawancara silakan menghubungi saya.

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas bantuan anda.

Jo Maning

31

KALAU ADA YANG INGIN ANDA TAMBAHKAN SILAKAN TULIS DI BELAKANG KERTAS INI

Nama:

-mau diberi alias dalam laporan? (tolongmenyarankan alias!)

Nomor Telepon:

Alamat Email:

Usia:

Berapa saudara?

-anda nomor berapa?- berapa laki-laki /perempuan?

Agama:

-taat atau abangan?

Asli mana?

-kapan datang ke Yogya, untukapa?

Tinggal di mana?

-anda tinggal bersama orang tua atau sendiri?

Tingkat pendidikan:

-kalau sedang kuliah: di mana, ambil apa?

Pekerjaan:

Sebagai gay anda terbuka atau tertutup pada umumnya?

(1) Sejak kapan dan bagaimana anda tahu bahwa anda gay / mulai menganggap diri gay?

(2) Sejak kapan dan bagaimana anda mulai menjalani kehidupan sebagai gay / ikut komunitas gay?

PENULIS: Jo Maning TELP: 561-659 EMAIL: [email protected] 32

KALAU ADA YANG INGIN ANDA TAMBAHKAN SILAKAN TULIS DI BELAKANG KERTAS INI

(3) Apakah orang tua atausaudara tahu andagay? Sebagai orangyang gay andaditerima mereka atautidak?

(4) Apakah anda anggota organisasi gay / menganggap diri aktivis untuk kepentingan kaum gay?Bagaimana kegiatan anda?

(5) Menurut anda bagaimana 'Gaya Gay' yang modern dan berasal dari negara-negara Barat itu?Bagaimana sifat-sifat, style, unsur-unsur dll yang termasuk atau terdapat dalam gaya hidup itu?

(6) Apakah anda dipengaruhi / senang mengambil aspek-aspek 'Gaya Gay' yang tersebut di atas?Bagaimana terpengaruh, ambil aspek- aspek mana?

(7) Bagaimana anda tahu tentang adanya dan bagaimana 'Gaya Gay' yang tersebut itu (menceritakansumber-sumber informasi tentang 'Gaya Gay' Barat)?

PENULIS: Jo Maning TELP: 561-659 EMAIL: [email protected] 33

KALAU ADA YANG INGIN ANDA TAMBAHKAN SILAKAN TULIS DI BELAKANG KERTAS INI(8) Apakah kaum gay di Yogya bisa dianggap sebagai satu komunitas yang bersatu padu?

(9) Apakah ada grup-grup yang nyata dan berbeda daiam kaumada)?

(10) [Kalau ada grup-grup berbeda] Apakah grup-grup semua bergaui atau ra^Pernah ada konflik / perselisihan apapun di antara grup-grup itu (tolong dijelaskan)?

(11) Kira-kira berapa orang dalam lingkungan kawan-kawan andai" (teman-tOTbertemu). Dari jumlah teman itu kira-kira berapa yang gay?

(12) Dalam satu minggu biasanya berapa kali anda bertemu grup> teman'yang gay?

(13) Biasanya grup teman anda bertemu kapan (hari apa, pagi/siang/sore/maiam^^^^^

(14) Kalau bersama teman yang gay, main-main ice mana? Senang dengan ^

PENULIS: Jo Maning TELP: 561-659 EMAIL: [email protected]

Lampiran B Cerita-cerita

Salah satu tujuan laporan ini adalah untuk berlaku sebagai ruang khusus di mana

suara dan cerita laki-laki dari kaum gay generasi sekarang di Yogyakarta sempat

didengarkan. Oleh karena itu saya memperlihatkan cerita-cerita yang berikut, sehingga

pengalaman dan pandangan yang penting dimengerti dapat dibaca. Dengan memperlihatkan

cerita ini saya bertujuan meningkatkan pengertian dan penyadaran dalam masyarakat atas

persoalan kaum gay generasi sekarang.

35

... saya 'coming out'... [waktu di] SMA, tapi... [diakui] pada diri sendiri dulu,itu saya sudah 'coming out' itu saya sudah SMA. Tapi saya berani gabung denganteman-teman gay... sejak saya kuliah, jadi masuk komunitas. Nan, dari di situ,saya punya dua macam teman: teman di luar yang di luar universitas, di luarlingkungan kampus yang mayoritas kebanyakan itu gay; dan teman dalam kampusyang semuanya seratus persen itu 'straight'. Baik itu cewek atau cowok, ya,'straight'. Nah... kadang saya merasa tersiksa waktu bermain dengan teman-teman saya yang di kampus, yang 'straight' itu, karena mereka belum mengertikalau saya itu gay gitu, ya, mereka belum mengerti. Jadi, saya harus like, like'straight-acting, something like that you know. Saya kadang-kadang harus'straight-acting', harus menjaga, 'behave1, ya, supaya orang tidak tahu, temansaya itu di kampus, kok saya itu gay. Tapi, lama-lama saya merasa tersiksa dansaya tidak, tidak kuat dengan situasi seperti itu. Kemudian, saya... mereka waktuitu saya kumpulkan yang benar-benar saya anggap sebagai teman dekat dilingkungan kampus yang "straight itu, saya... ada lima orang yang benar-benarteman dekat saya.... Semua laki-laki dan mereka semua 'straight, saya yakin itu.Kemudian, saya bilang kepada mereka satu per satu.... Saya terangkan bahwasaya ini seorang gay atau saya seorang homoseksual..., gitu. Ah, ya itunya sayaterangkan... saya 'gay'.... Dari kelima pertama mereka agak 'shocked, semuanya.'Shocked terus, beberapa minggu itu bahkan sampai dua bulanan itu, merekamenjauh dari saya, mereka menjauh dari saya. Terus, saya tidak tahu kenapa,gitu kan, terus saya tanya pada mereka: 'Kenapa?' saya bilang. Setiap sayamendekat mereka itu agak, selalu menghindar gitu kok. Terus, katanya 'kenapa?',terus 'alasannya kenapa?', terus mereka bilang 'Ya, karena kamu begini, karenakamu gay, begini, begini, begini, begini' terus. Saya bilang 'Ya, ya itulah saya...saya tidak bisa merubah jalan itu kan. Dan saya mau menjalani kehidupan ini',saya bilang. 'Kalau memang kamu tu benar-benar teman saya, kamu harusnya bisamenerima keadaan saya', gitu. 'Jadi, ya, sorry aja, tapi kalau memang kamu tidakbisa menerima keadaan saya, ya, oke... mungkin lebih baik kita tidak berteman'.Setelah itu, baru, baru kemudian, dari kelima orang itu hanya empat orang yangmasih sampai sekarang masih suka, masih berteman sama saya. Yang satu itubenar-benar menjauh gitu, tidak mau berteman sama saya gitu. Tapi kalaupengaruh dari teman untuk merubah, atau untuk... supaya saya jadi 'straight',nggak pernah mereka, nggak pernah mereka mempengaruh saya atau mengasihnasihat... supaya saya untuk 'Ayo, saudara, straight aja, gini, gini'. Nggak pernah,kalau jadi teman saya nggak pernah.

36

... Begini, kalau misalkan saya berteman dengan gay, kan dengan easymereka juga memahami saya, yang saya sebenarnya dan saya juga memahamimereka. Jadi saya berteman sama gay kayaknya tidak perlu saya memberipenjelasan. Tapi kalau saya berteman dengan orang yang tidak gay, saya harusmemberi penjelasan 'apa itu gay, apakah gay itu penyakit? Apakah gay menular'begitu. Dan saya mengatakan 'gay itu bukan penyakit dan gay itu tidak menular.Itu bagian dari sifat.... Semua orang bisa terkena, semua orang bisa gay. Gay itundak, ndak bisa jauh dari orang'.

... Mereka [masyarakat umum] tidak mengetahui kalau gay itu memangsalah satu sifat manusia yang juga perlu mereka tahan. Jadi mereka masih, adasih yang menanggap bahwa gay itu cuman... penyakit.... Saya rasa nggak benarkalau gay itu cuman penyakit. Saya menganggap bahwagay itu sifat dari manusia.

... jadi misalkan kita kumpul-kumpul dengan teman-teman, kita mengadakansatu acara, mau pergi ke mana, bagaimana, toh. Saya merasa lebih enak sayaberteman dengan sama gay. Alasannya mereka juga paham apa yang saya lakukanitu. Jadi kalau berteman dengan lelaki normal, saya harus menjelaskan bahwayang saya lakukan ini ndak salah, ini benar.

... Saya rasa untuk keadaan gay itu dimengerti sama pemerintah, kayaknyabelum. Di Indonesia sampai sini belum, belum.... Tapi memang keberadaan gay diIndonesia memang.

Saya belum pernah mendengar \arangan di adat Jawa kalau berhubungansama jenis tidak. Dan agama... saya pernah mendiskusi dengan orang dari forumagama Islam.... Dia bicara... ada yang bertanya 'Bagaimana dengan agama?'. Dan[dia mengambil contoh cerita]... Sodom dan Gomorrah[.]... dia bicara panjang danpunya alasan bagus sekali... dia punya alasan yang kuat dari cerita itu sepertiSodom dan Gomorrah.... Akhirnya dia menyimpulkan bahwa di semua agama itusebetulnya hanya membicarakan [hubungan seks di antara] 'orang-orang'. Merekasebetulnya tidak menceritakan laki-laki dan perempuan. Sebetulnya equal, daridua equal seperti hak mencintai... itu equal, hidup sama rata. Tapi, kemudiansetelah... dia... berbicara tentang... dogma, dan setelah nabi atau prophet itumeninggal, ayatnya diterima oleh masyarakat dan masyarakat itu hanya menerimaajaran yang diberikan oleh prophet tadi dengan disesuaikan dengan kebiasaanmereka yang akhirnya menjadi suatu norma. Dan norma di situ hanya ada laki-lakidan perempuan, kebiasaan mereka menikah antara laki-laki dan perempuan tapisebetulnya menurut dia di agama aslinya itu tidak disebutnya seperti itu, merekabisa melakukan apa saja.

... Ide... diterima manusia, manusia menjadikan itu suatu norma, aturanmasyarakat.

...Ya itu kalau agama sudah menjadi norma, itu sulit.

37