IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DAN UJI...
Transcript of IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DAN UJI...
IDENTIFIKASI SENYAWA BIOAKTIF DAN UJI ANTIOKSIDAN
PERASAN BUAH LABU SIAM (Sechium edule (Jacq.) Sw.) UNTUK
TERAPI MENCIT BALB/C DIABETES HASIL INDUKSI
STREPTOZOTOCIN
L.H. Mukminin, B. Lukiati, dan Nugrahaningsih Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Negeri Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK: Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan senyawa
bioaktif, total fenol, aktivitas antioksidan, dan potensi perasan buah labu siam
sebagai alternatif terapi diabetes pada mencit hasil induksi multiple low doze
streptozotocin. Penelitian deskriptif untuk mengidentifikasi senyawa bioaktif
dengan pereaksi warna dan kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa perasan
buah labu siam mengandung senyawa flavonoid jenis rutin dengan nilai Rf 0,25
dan polifenol jenis peonidin dengan nilai Rf 0,63, sedangkan uji alkaloid
menunjukkan reaksi negatif. Perasan buah labu siam mengandung kadar total
fenol mencapai 154,4 µg asam galat/g dan memiliki aktivitas antioksidan tinggi
dengan nilai IC50 sebesar 34,35567 µg/mL. Penelitian eksperimental dilakukan
menggunakan RAL dengan perlakuan (5x4) dan dianalisis dengan ANAKOVA.
Hasil perhitungan rerata kadar glukosa darah menunjukkan bahwa perasan buah
labu siam dengan dosis 121, 242, 363, dan 484 mg/20 gBB, dapat menurunkan
kadar glukosa darah dengan penurunan paling besar pada pemberian perasan
dosis 242 mg/ 20 gBB, sedangkan analisis secara statistik menunjukkan tidak
berpengaruh terhadap penurunan glukosa darah mencit. Penelitian dengan hewan
model diabetes, sebaiknya dilakukan pengukuran kadar glukosa darah sebelum
aklimatisasi dan menggunakan metode stratified doze streptozotocin (SD-STZ)
untuk memperoleh hewan model diabetes dengan kondisi hiperglikemia yang
lebih stabil.
Kata kunci: perasan buah labu siam, senyawa bioaktif, antioksidan,
streptozotocin, diabetes mellitus, mencit (Mus musculus).
ABSTRACT: The aim of this research to determining the content of bioactive
compound, phenolic total, antioxidant activity, and potency of chayote fruit juice
as a diabetic therapy for diabetic mice Balb/c induced by Multiple Low Doze
Streptozotocin (MLD-STZ).Descriptive research for bioactive compound
identification shows that chayote fruit juice contains flavonoid compound, rutin
with Rf value 0,25 and polyphenol compound, peonidin with Rf value 0,63,
however the alkaloid test shows negative which means that there is no alkaloid
found in chayote fruit juice. Phenolic total in chayote fruit juice is 154,4 µg
Galic Acid/g and IC50 value is 34,35567 µg/mL which indicates that antioxidant
activity of chayote fruit juice is high. Experimental research used completely
randomized design (5x4) and analyzed by ANAKOVA. Measurement of blood
glucose level shows that chayote fruit juice with dose 121, 242, 363, and 484
mg/20 gram of body weight can decrease blood glucose level. Chayote fruit juice
with dose 242 mg/20 gram of body weight shows highest decreasing blood
glucose level. However, statistically chayote fruit juice does not decrease blood
glucose level of type 1 diabetic mice significantly. This study uses diabetic mice
model, measurement of blood glucose level before acclimatization is important
to determine first physiological condition in each diabetic mice model and
Stratified Doze Streptozotocin (SD-STZ) method is used to get diabetic mice
model with much more stable hyperglycemic condition.
Keywords: chayote fruit juice, bioactive compound, antioxidant, diabetes
mellitus, streptozotocin, mice (Mus musculus).
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit fisiologis dengan
karakteristik gangguan pada metabolisme glukosa akibat penurunan sekresi
insulin, kerja insulin, atau keduanya. Gangguan tersebut menyebabkan
peningkatan kadar glukosa dalam darah (ADA, 2015). DM menjadi salah satu
masalah kesehatan dunia termasuk Indonesia. Wild, et al (2004) menyatakan
bahwa jumlah penderita DM di Indonesia menempati urutan keempat terbanyak di
dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. Jumlah ini akan meningkat
diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita DM di Indonesia mencapai 21,3
juta orang.
Diabetes mellitus umumnya dibedakan menjadi dua tipe, tipe 1 dan tipe 2
(ADA, 2015). DM tipe 2 merupakan DM yang menyebabkan penderita resisten
terhadap hormon insulin. DM tipe 2 dapat diobati dengan memperbaiki pola
makan, pengobatan oral, dan injeksi insulin jika diperlukan. DM tipe 1 diderita
oleh 5—10% dari seluruh penderita diabetes dan mayoritas penderitanya anak-
anak dan remaja. DM tipe 1 disebabkan oleh kerusakan sel β-pankreas sehingga
pankreas hanya sendikit atau tidak memproduksi insulin (ADA, 2015). Terapi
untuk DM tipe 1 selama ini hanya dilakukan dengan injeksi insulin. Injeksi insulin
menyebabkan ketergantungan karena injeksi insulin tidak dapat memperbaiki
kerusakan sel β-pankreas. Penderita juga berisiko lebih tinggi mengalami
hipoglikemia akut, alergi, dan lipoatrophy (Bhatia dan Aggrawal, 2007).
Labu siam merupakan salah satu tanaman yang memiliki potensi sebagai
agen antidiabetik alternatif pengganti terapi insulin. Lukiati, et al. (2014)
menjelaskan bahwa ekstrak etanol buah labu siam dapat menurunkan kadar
glukosa darah tikus DM hasil induksi MLD-STZ. Maity et al. (2013) juga
menyatakan bahwa ekstrak etanol buah labu siam dapat menurunkan kadar
glukosa darah, kadar total kolesterol, trigliserol, Low-Density Lipoprotein
Cholesterol (LDL-C), dan Very Low Density Lipoprotein (VLDL-C) mencit yang
diinduksi aloksan. Ekstrak buah labu siam menurut Tiwari, et al (dalam Ragasa et
al. 2014) juga dapat menurunkan stress oksidatif, memperbaiki hiperglikemia, dan
mencegah komplikasi hiperglikemia pada tikus Wistar DM hasil induksi aloksan.
Aini et al. (2014) menyatakan bahwa ekstrak etanol buah labu siam
mengandung senyawa aktif golongan flavonoid, alkaloid, dan polifenol. Senyawa
aktif tersebut terbukti menunjukkan aktivitas antioksidan. Aktivitas antioksidan
pada buah labu siam berpotensi untuk terapi penyakit DM yang disebabkan oleh
rusaknya sel β-pankreas. Ekstrak etanol buah labu siam mengandung senyawa
flavonoid, alkaloida, dan polifenol, namun dalam bentuk perasan labu siam belum
diteliti. Masyarakat umumnya memanfaatkan tanaman sebagai obat dalam bentuk
perasan.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan senyawa aktif, kadar total fenol, aktivitas antioksidan, dan
potensi perasan buah labu siam sebagai alternatif terapi penyakit DM tipe 1 pada
mencit Balb/c jantan yang diinduksi Multiple Low Dose Streptozotocin (MLD-
STZ). Potensi perasan buah labu siam sebagai antidiabetes dapat diketahui dengan
menguji adanya pengaruh kandungan senyawa aktif dalam perasan buah labu siam
terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit diabetes.
METODE
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dan eksperimental. Identifikasi
senyawa aktif dengan skrining dan KLT termasuk penelitian deskriptif kualitatif
sedangkan uji kadar total fenol dan uji antioksidan termasuk penelitian deskriptif
kuantitatif. Pengujian adanya pengaruh perasan buah labu siam terhadap kadar
glukosa darah mencit galur Balb/c jantan DM hasil induksi STZ termasuk
penelitian eksperimental. Penelitian eksperimental dilakukan dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari lima taraf
perlakuan dan setiap taraf perlakuan diulang sebanyak empat kali.
Persiapan Buah Labu Siam
Buah labu siam dibelah menjadi dua bagian, ditimbang seberat 100 gram,
diparut, diperas, disaring dan disentrifuge dengan kecepatan 2000 rpm selama 10
menit dilakukan dua kali. Supernatan diambil untuk diuji.
Skrining Fitokimia (Aini et al., 2014)
Uji Alkaloid
Perasan buah labu siam sebanyak 1 mL dimasukkan ke 3 tabung reaksi,
setiap tabung reaksi ditambahkan satu reagen. Reagen yang digunakan Mayer,
Wagner, dan Dragendorff. Hasil positif ditunjukkan jika terdapat endapan putih
terbentuk dengan penambahan reagen Mayer, endapan berwarna coklat terbentuk
dengan penambahan reagen Wagner dan endapan berwarna jingga terbentuk
dengan penambahan reagen Dragendorff.
Uji Flavonoid
Perasan buah labu siam sebanyak 5 mL dipanaskan selama lima menit di
dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl pekat,
selanjutnya ditambahkan bubuk Mg secukupnya. Hasil positif ditunjukkan dengan
timbulnya warna merah tua setelah didiamkan selama 3 menit.
Uji Polifenol
Perasan buah labu siam sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan FeCl3
1%, jika terjadi warna hijau, merah, ungu, biru tua, biru kehitaman atau hitam
kehijauan menunjukkan adanya senyawa fenol.
Kromatografi Lapis Tipis
Uji alkaloid perasan buah labu siam menggunakan eluen metanol:
kloroform: air = 12 : 8 : 12 (Jork, 1990). Uji flavonoid menggunakan etil asetat:
asam formiat: air = 85 : 10 : 15 (Jork, 1990). Uji tanin menggunakan asam asetat
glasial : akuades : asam klorida = 30 : 10 : 3 (Harborne, 2006). Hasil KLT
discanning pada panjang gelombang 365 nm.
Kadar Total Fenol
Kandungan total fenolik perasan buah labu siam (Sechium edule (Jacq)
Sw.) ditentukan menggunakan metode Folin Ciocalteu yang dimodifikasi
(Vermerris dan Nicholson, 2006). Perasan buah labu siam 0,1 mL dimasukkan
dalam tabung reaksi dan ditambahkan 0,1 mL reagen Folin Ciocalteu 50%.
Campuran tersebut divortex, lalu ditambahkan 2 mL larutan natrium karbonat 2%.
Campuran diinkubasi dalam ruang gelap maksimum selama 60 menit.
Absorbansinya dibaca pada panjang gelombang 750 nm dengan spektrofotometer
UV-Vis. Perhitungan total fenol menggunakan persamaan garis dari kurva standar
asam galat dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L.
Penentuan Aktivitas Antioksidan
1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) digunakan sebagai radikal bebas
untuk menguji aktivitas antioksidan perasan buah labu siam. Konsentrasi perasan
buah labu siam yang digunakan 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/L. Perasan
diambil sebanyak 2 mL dan ditambahkan 2 mL DPPH. Campuran larutan
diinkubasi selama 30 menit dalam keadaan gelap, kemudian diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang gelombang 517 nm.
Berdasarkan nilai absorbansi kemudian dihitung persentase peredaman dengan
rumus berikut (Joyeux, 1995).
Persiapan STZ
Dosis Multiple Low Dose Streptozotocin (MLD-STZ) yang digunakan
dalam penelitian Dewi et al. (2013) yaitu 20 mg/kg BB. Penelitian ini dilakukan
dengan menyuntikkan MLD-STZ selama sepuluh hari berturut-turut untuk
membuat mencit mengalami DM tipe 1.
Perlakuan Hewan Uji
Sebanyak 20 ekor mencit (Mus musculus) jantan galur Balb/c dalam
keadaan sehat, berat 20±2 gram, umur 8—10 minggu, diadaptasi selama satu
minggu. Hewan uji diberi makan dan minum secara rutin dan ad libitum. Hewan
uji dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok untuk 4 ulangan yaitu:
P1: kontrol negatif = tanpa perlakuan STZ dan pemberian 0 mg/20 gBB perasan
labu siam (plasebo menggunakan akuades).
P2: Dosis 1= perlakuan STZ dan pemberian 121 mg/20 gBB perasan labu siam
P3: Dosis 2 = perlakuan STZ dan pemberian 242 mg/20 gBB perasan labu siam
P4: Dosis 3 = perlakuan STZ dan pemberian 363 mg/20 gBB perasan labu siam
P5: Dosis 4 = perlakuan STZ dan pemberian 484 mg/20 gBB perasan labu siam
Terapi perasan buah labu siam dilakukan secara sonde lambung. Kadar
glukosa darah mencit sebelum perlakuan pada hari kelima dan kesepuluh diukur
menggunakan glukometer. Mencit diberi perlakuan untuk tiap kelompok selama
14 hari setelah mencit mengalami DM (kadar glukosa darah puasanya ≥ 126
mg/dl). Glukosa darah mencit diukur kembali menggunakan glukometer pada hari
kelimabelas dari awal perlakuan pemberian perasan buah labu siam. Darah mencit
diambil dari vena ekor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Senyawa Bioaktif
Identifikasi dengan skrining fitokimia diperoleh hasil yang disajikan pada
Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa perasan buah labu siam berdasarkan hasil
skrining fitokimia mengandung flavonoid dan polifenol, sedangkan pada uji
alkaloid menunjukkan reaksi negatif. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Aini et al., (2014) dan Maity et al., (2013) yang menyebutkan bahwa
ekstrak etanol buah labu siam mengandung alkaloid. Purba (2001) menjelaskan
bahwa alkaloid mengandung nitrogen pada bagian sikliknya serta memiliki ikatan
dengan gugus yang bervariasi dapat berupa gugus amina, amida, fenol, dan
metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar. Sifat semipolar dari alkaloid
menyebabkan senyawa ini lebih larut dalam pelarut yang bersifat semipolar.
Penelitian ini menggunakan perasan dan tidak ada proses ekstraksi dengan pelarut
tertentu, sehingga alkaloid yang terkandung dalam perasan buah labu siam dapat
tidak terdeteksi saat pengujian karena kelarutannya pada perasan rendah. Perasan
buah labu siam memiliki kandungan air yang tinggi mencapai 90% (Dalimartha,
2000). Kandungan air yang tinggi menyebabkan perasan cenderung memiliki
polaritas yang tinggi.
Tabel 1 Hasil Skrining Fitokimia Perasan Buah Labu Siam
No. Senyawa Reagen Hasil Keterangan
1. Alkaloid Mayer Tidak terdapat endapan putih Negatif
Wagner Tidak terdapat endapan cokelat Negatif
Dragendroff Tidak terdapat endapan jingga Negatif
2. Flavonoid Bubuk Mg
HCl pekat
Terjadi perubahan warna dari putih menjadi kuning
kemerahan
Positif
3. Polifenol FeCl3 1% Terjadi perubahan warna dari putih menjadi hijau Positif
Golongan senyawa flavonoid terdeteksi dalam perasan buah labu siam.
Markham (1988) menjelaskan bahwa flavonoid memiliki ikatan dengan gugus
gula sehingga bersifat polar. Senyawa yang bersifat polar mudah terlarut dalam
pelarut yang polaritasnya tinggi. Hasil positif golongan senyawa flavonoid
ditandai dengan adanya perubahan warna perasan buah labu siam dari putih
menjadi kuning kemerahan, setelah penambahan magnesium dan asam klorida
pekat. Perubahan warna menjadi warna merah disebabkan adanya reaksi antara
flavonoid dengan magnesium dan asam klorida pekat menghasilkan warna merah
(kompleks garam flavilium) pada golongan senyawa flavonol, flavonon,
flavononol, dan xanton (Robinson, 1995). Reaksi perubahan warna pada uji
flavonoid ditunjukkan pada Gambar 1.
Keberadaan senyawa polifenol pada perasan buah labu siam diuji
menggunakan reagen FeCl3 menunjukkan perubahan warna dari putih menjadi
hijau. Harborne (2006) menjelaskan bahwa senyawa tanin (senyawa fenolik)
bersifat lebih larut dalam air dan pelarut polar. Perubahan warna menjadi hijau,
merah, ungu, biru tua, biru kehitaman, atau hijau kehitaman menunjukkan
keberadaan golongan senyawa polifenol. Perubahan warna dari putih menjadi
hijau pada perasan buah labu siam disebabkan oleh gugus hidroksil pada polifenol
yang bereaksi dengan reagen FeCl3.
Gambar 1 Reaksi yang Terjadi Ketika Penambahan Reagen Asam Klorida pada Uji
Flavonoid (Achmad dalam Marliana et al., 2005).
Identifikasi senyawa bioaktif kemudian dilanjutkan dengan KLT untuk
mempertegas hasil skrining fitokimia. Data KLT perasan buah labu siam disajikan
pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa perasan buah labu siam berdasarkan
hasil uji kromatografi lapis tipis yang dilanjutkan dengan scanning diketahui
bahwa perasan buah labu siam mengandung flavonoid dan polifenol. Hasil
pembacaan elusi KLT untuk senyawa flavonoid dengan scanner diperoleh nilai Rf
0,25. Senyawa flavonoid yang memiliki rentangan nilai Rf antara 0,25—0,30
tergolong senyawa rutin (Jork et al., 1990). Hasil uji polifenol perasan buah labu
siam diperoleh nilai Rf 0,63. Harborne (2006) menyebutkan bahwa nilai Rf 0,63
termasuk golongan senyawa polifenol, yaitu peonidin. Uji alkaloid menunjukkan
hasil negatif karena senyawa yang terdeteksi memiliki nilai Rf yang tidak
termasuk dalam rentangan nilai Rf senyawa alkaloid. Senyawa alkaloid memiliki
rentangan nilai Rf 0,20—0,25 (Morfin); 0,35—0,40 (6-monoacetylmorphine);
0,50—0,55 (Heroin) (Jork et al., 1990).
Tabel 2 Hasil KLT Perasan Buah Labu siam (Sechium edule (Jacq) Sw.).
Golongan Senyawa Rf Keterangan
Alkaloid
0,17
1,11
1,42
1,50
Senyawa tidak teridentifikasi
Flavonoid 0,25 Teridentifikasi senyawa
flavonoid jenis rutin
Polifenol 0,63 Teridentifikasi senyawa
polifenol jenis peonidin
Identifikasi senyawa bioaktif secara kuantitatif dilakukan dengan
penentuan kadar total fenol menggunakan kurva standar asam galat yang disajikan
pada Gambar 2 dan rerata hasil pengukuran absorbansi sampel perasan buah labu
siam mencapai 0,79. Berdasarkan hasil perhitungan perasan buah labu siam
mengandung kadar total fenol sebesar 154,4 µgGAE/g. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa setiap gram perasan buah labu siam memiliki kadar total
fenol yang setara atau ekuivalen dengan 154,4 µg asam galat. Kadar total fenol
dapat diketahui setelah terjadi reaksi antara reagen Folin-Ciocalteu dengan
senyawa fenolik dari perasan buah labu siam. Reaksi tersebut akan menghasilkan
warna biru.
Gambar 2 Kurva Standar Larutan Asam Galat
y = 0,0059x + 0,0188
R² = 0,9946
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0 20 40 60 80 100 120 Nil
ai
Ab
sorb
an
si p
ad
a
75
0 n
m
Konsentrasi Larutan Standar Asam Galat (μg/ml)
Warna biru dihasilkan dari reaksi antara gugus hidroksil senyawa fenolik
yang dapat mereduksi fosfomolibdat fosfotungstat dalam reagen Folin-Cioucalteu
membentuk molibdenum yang berwarna biru (Hardiana, Rudiyansyah, dan
Zaharah, 2012). Reaksi pembentukan warna biru ditunjukkan pada Gambar 3.
Reaksi tersebut hanya terjadi pada kondisi basa. Nely (2007) menjelaskan bahwa
penambahan natrium karbonat pada uji senyawa fenolik bertujuan untuk
membentuk suasana basa agar terjadi reaksi reduksi Folin-Ciocalteu oleh gugus
hidroksil dari senyawa fenolik dalam sampel. Warna biru yang teramati
berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa fenolik yang terdapat dalam bahan
uji, sehingga semakin besar konsentrasi senyawa fenolik dalam bahan uji semakin
pekat pula warna biru yang dihasilkan.
Gambar 3 Reaksi yang Terjadi antara Reagen Folin-Ciocalteu dengan Senyawa Fenolik
(Hardiana, Rudiyansyah, dan Zaharah, 2012).
Penentuan Aktivitas Antioksidan
Hasil analisis penentuan aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa nilai
IC50 dari perasan buah labu siam sebesar 34,35567 µg/mL, sehingga aktivitas
antioksidan perasan buah labu siam termasuk kategori antioksidan sangat kuat.
Supiyanti et al. (2010) menjelaskan bahwa suatu bahan uji dikatakan memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat kuat jika mempunyai nilai IC50 kurang dari 50
μg/mL, kuat jika nilai IC50
bernilai 50—100 μg/mL, rendah jika IC50
bernilai
100—150 μg/mL, dan lemah jika IC50
bernilai 151—200 μg/mL.
Aktivitas antioksidan perasan buah labu siam diperoleh dari hasil
pengukuran absorbansi larutan sampel, kemudian berdasarkan nilai absorbansi
diperoleh persentase peredaman radikal bebas DPPH oleh perasan buah labu siam.
Berdasarkan persentase peredaman dan konsentrasi perasan buah labu siam
diperoleh kurva standar yang disajikan pada Gambar 4 untuk menentukan nilai
IC50 perasan buah labu siam terhadap DPPH. Berdasarkan perhitungan nilai IC50
dari perasan buah labu siam sebesar 34,35567 µg/mL.
Aktivitas antioksidan yang tinggi dipengaruhi oleh kandungan senyawa
yang terdapat pada buah labu siam. Perasan buah labu siam mengandung kadar
total senyawa fenolik yang cukup tinggi mencapai 154,4 µg GAE/g. Aktivitas
antioksidan berbanding lurus dengan total fenol. Kandungan total fenol yang
semakin tinggi pada suatu bahan uji, semakin tinggi pula aktivitas antioksidannya
(Huang et al., 2005). Senyawa fenolik yang terdapat pada perasan buah labu siam
berupa flavonoid dan polifenol yang diketahui mampu berperan menangkap
radikal bebas atau berfungsi sebagai antioksidan alami (Lugasi et al., 2003).
Gambar 4 Kurva Hubungan antara Konsentrasi Perasan Buah Labu Siam (µg/mL) dengan
Persentase Aktivitas Peredamannya terhadap DPPH.
Peredaman radikal bebas oleh antioksidan terjadi ketika antioksidan
mendonorkan atom hidrogennya sehingga elektron radikal bebas yang tidak
berpasangan menjadi berpasangan dan menjadi lebih stabil. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pereaksian antara perasan buah labu siam dan DPPH dapat
menurunkan intensitas warna ungu dari DPPH. Penurunan intensitas warna ungu
secara kualitatif membuktikan bahwa senyawa pada perasan buah labu siam
memiliki aktivitas antioksidan (Molyneux, 2004). Penurunan intensitas warna
ungu disebabkan senyawa pada perasan buah labu siam dapat mereduksi senyawa
radikal bebas Diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) menjadi senyawa yang lebih stabil
(Diphenylpicrylhydrazine). Mekanisme reaksi antara DPPH dan antioksidan
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Reaksi yang Terjadi antara Diphenylpicrylhydrazil (Radikal Bebas) dengan
Antioksidan Membentuk Diphenylpicrylhydrazine (Nonradikal) (Liang dan
Kitts, 2014).
Pengaruh Pemberian Perasan Buah Labu Siam terhadap Penurunan Kadar
Glukosa Darah Mencit Balb/c Model DM Hasil Induksi STZ Hasil pengukuran kadar glukosa darah sebelum dan setelah pemberian
berbagai dosis perasan buah labu siam diperoleh rerata kadar glukosa darah untuk
setiap perlakuan yang disajikan pada Gambar 6. Berdasarkan hasil perhitungan
rerata kadar glukosa darah diketahui bahwa pemberian perasan buah labu siam
dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan dosis 121, 242, 363, dan 484
y = 0,0388x + 48,667
R² = 0,7677
52
54
56
58
60
62
64
0 100 200 300 400 %
per
ed
am
an
DP
PH
Konsentrasi Perasan Buah Labu Siam (µg/mL)
(Diphenylpicrylhydrazyl) (Diphenylpicrylhydrazyl)
mg/20 gBB. Penurunan kadar glukosa darah paling besar terjadi pada pemberian
perasan buah labu siam dengan dosis 242 mg/20 gBB. Hasil analisis secara
statistik menunjukkan bahwa pemberian perasan buah labu siam tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan glukosa darah mencit model
DM tipe 1. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Lukiati et al., (2014) yang
menyatakan bahwa ekstrak etanol buah labu siam dapat menurunkan kadar
glukosa darah secara signifikan.
Gambar 6 Hasil Perhitungan Rerata Kadar Glukosa Darah Mencit Balb/c Setelah Induksi
STZ dan Setelah Perlakuan Pemberian Perasan Buah Labu Siam. Tanda panah
hitam sebagai batas nilai kadar glukosa darah diabetes lebih dari sama dengan 126
mg/dl. Kontrol negatif (K-) tidak diinduksi STZ dan tidak diberi perlakuan perasan
(normal).
Perbedaan hasil penelitian disebabkan penggunaan penyari semipolar
seperti etanol memungkinkan diperoleh lebih banyak senyawa, baik yang bersifat
polar maupun semipolar. Perasan buah labu siam memiliki kandungan air yang
tinggi sekitar 90% (Dalimartha, 2000). Kandungan air yang tinggi tersebut
menyebabkan senyawa yang larut lebih sedikit daripada senyawa yang larut dalam
pelarut semipolar karena senyawa yang bersifat semipolar kelarutannya rendah
dalam air. Senyawa polar dan semipolar yang telarut dalam pelarut semipolar
dapat bersinergi sehingga meningkatkan aktivitas antioksidan alami. Grassmann
(2005) menyebutkan bahwa kombinasi antara senyawa antioksidan yang bersifat
polar, semipolar, dan nonpolar dapat memicu efek sinergis. Senyawa tersebut
dapat pula menjadi aktivator antioksidan endogen yang memiliki kemampuan
untuk melindungi dan meregenerasi sel. Antioksidan endogen yang terdapat
dalam tubuh antara lain enzim superoxide dismutase (SOD), katalase, dan
peroksidase (Mates, 1999). Hiperglikemia dapat menyebabkan penurunan
aktivitas antioksidan endogen karena akumulasi radikal bebas yang melampaui
batas (Akinola et al., 2010), sehingga adanya kombinasi antara antioksidan
endogen dan eksogen dapat meningkatkan aktivitasnya dalam meredam radikal
bebas.
Respon fisiologis dari setiap individu mencit yang berbeda ketika
diinduksi dengan STZ maupun ketika terapi pemberian perasan buah labu siam
sangat berpengaruh pada hasil penelitian ini. Kondisi fisiologis awal dari setiap
mencit pada penelitian ini diasumsikan sama dengan indikator bobot dan kondisi
fisik yang hampir sama. Kondisi fisik tersebut ternyata berbeda dengan respon
fisiologis dari setiap individu mencit. Berdasarkan pengukuran kadar glukosa
darah setelah induksi STZ diketahui bahwa pada beberapa individu mencit ada
yang mengalami penurunan dan ada pula yang mengalami peningkatan kadar
glukosa darah. Hikmah et al. (2015) juga menyebutkan bahwa induksi STZ
dengan metode MLD-STZ kurang stabil dan masih dapat bersifat reversible,
sehingga kadar glukosa darah mencit dapat mengalami peningkatan kemudian
mengalami penurunan kembali tergantung dari kondisi fisiologis dari individu
mencit yang diinduksi STZ.
Hikmah et al. (2015) menjelaskan bahwa peningkatan kadar glukosa darah
yang disebabkan oleh metode MLD-STZ lebih tidak stabil dibandingkan dengan
metode Stratified Dose Streptozotocin (SD-STZ). SD-STZ menunjukkan kondisi
hiperglikemia yang lebih stabil karena dosis induksi yang diberikan lebih besar
dan diberikan bertingkat menuju ke dosis yang lebih kecil yaitu dari dosis 40
mg/KgBB, 35 mg/KgBB, 30 mg/KgBB, 25 mg/KgBB, hingga dosis 20
mg/KgBB. Pemberian dengan metode SD-STZ akan menyebabkan respon
adaptasi pada hewan uji sehingga kondisi hiperglikemia menjadi lebih stabil.
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa.
1. Perasan buah labu siam (Sechium edule (Jacq) Sw.) terdeteksi mengandung
rutin yang termasuk senyawa flavonoid dan peonidin yang termasuk
senyawa polifenol, tetapi tidak terdeteksi senyawa alkaloid,
2. Kadar total fenol perasan buah labu siam sebesar 154,4 µgGAE/gram,
3. Perasan buah labu siam memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dengan
nilai IC50 sebesar 34,35567 µg/mL, dan
4. Perasan buah labu siam dengan dosis 121, 242, 363, dan 484 mg/20 gBB
tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar glukosa darah mencit Balb/c
jantan model DM hasil induksi MLD-STZ.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan.
1. Pengukuran kadar glukosa darah mencit sebelum aklimatisasi sebaiknya
dilakukan,
2. Metode yang digunakan untuk induksi STZ sebaiknya menggunakan SD-
STZ, agar kondisi diabetes dari mencit model diabetes lebih stabil.
DAFTAR RUJUKAN
Aini, K., Lukiati, B., dan Balqis. 2014. Skrining Fitokimia dan Penentuan
Aktivitas Antioksidan serta Kandungan Total Fenol Ekstrak Buah Labu
Siam (Sechium edule (Jacq.) Sw.). Prosiding dan Seminar Workshop
Nasional Biologi/IPA dan Pembelajarannya. 1004—1009. Malang:
FMIPA UM.
Akinola, O.B., Dosumu, O.O., Akinola, O.S., Zatta, L., Dini, L., dan Martins,
E.A.C.. 2010. Azadirachta indica Leaf Extract Ameliorates Hyperglicemia
and Hepatic Glycogenosis in Streptozotocin-induced Diabetic Wistar Rats.
International Journal of Phytomedicine, 2: 320—331.
American Diabetes Association (ADA). 2015. Classification and Diagnosis of
Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 38(1): 8—16.
Bhatia, E. dan Aggrawal, A., 2007. Insulin Therapy for Patients with Type 1
Diabetes. Supplement of JAPI. 55:29—40.
Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Bogor: Trubus Agriwidya.
Dewi, D.R. Aulanni'am, dan Roosdiana, A. 2013. Studi Pemberian Ekstrak
Rumput Laut Coklat (Sargassum prismaticum) terhadap Kadar MDA dan
Histologi Jaringan Pankreas pada Tikus Rattus norvegicus Diabetes
Melitus Tipe 1 Hasil Induksi MLD-STZ (Multiple Low Dose-
Streptozotocin). Kimia Student Journal, 2(1): 351—357.
Grassmann, J. 2005. Terpenoids as Plant Antioxidants. Vitamins and Hormones,
72: 505—535.
Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Hardiana, R., Rudiyansyah, dan Zaharah, T.A. 2012. Aktivitas Antioksidan
Senyawa Golongan Fenol dari Beberapa Jenis Tumbuhan Famili
Malvaceae. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 1(1):8—13.
Hikmah, N., Shita, ADP., dan Maulana, H. 2015. Rat Diabetic Blood Glucose
Level Profile with Stratified Dose Streptozotocin (SD-STZ) and Multi
Low Dose Streptozotocin (MLD-STZ) Induction Methods. The Journal of
Tropical Life Science, 5(1): 30—34.
Huang, D., Ou, B., dan Prior, R.L., 2005. The Chemistry Behind Antioxidant
Capacity Assays. Journal of Agricultural and Food Chemistry.53: 1841—
1856.
Joyeux, M., Lobstein, A., Anton, R., dan Mortier, F. 1995. Comparative
Antiliproperoxidant, Antinecrotic and Scavenging Properties of Terpenes
and Biflafones from Ginkgo and Some Flavonoids. Planta Medica.
61:126—129.
Jork, H., Funk, W., Fischer, W., dan Wimmer H. 1990. Thin-Layer
Chromatography: Reagen and Detection Methods. USA: VCH Publishers.
Liang, N. dan Kitts, D. 2014. Antioxidant Property of Coffee Components:
Assessment of Methods that Define Mechanisms of Action. Molecules, 19:
19180—19208.
Lugasi, A., Hovari, J., Sagi, K.V. dan Biro, L. 2003. The Role of Antioxidant
Phytonutrients In The Prevention of Disease. Acta Biologica Szegediensis,
47: 119—125.
Lukiati, B., Nugrahaningsih, dan Maslikah, S.I. 2014. Potensi Ekstrak Etanol
Labu Siam (Sechium edule) untuk Terapi Tikus Wistar DM Hasil Induksi
Streptozotocin. 1st National Research Symposium: 35—40.
Maity, S., Firdous, S.M, dan Debnath, R. 2013. Evaluation of Antidiabetic
Activity of Ethanolic Extract of Sechium Edule Fruits in Alloxan-Induced
Diabetic Rats. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science.
2(5): 3612—3621.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Bandung: Penerbit IPB.
Mates, J.M. Perez-Gomez, C., dan De Castro, I. N. 1999. Antioxidant Enzymes
and Human Diseases. Clinical Biochemistry, 32(8): 595—603.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stabil Free Radical Diphenylpicrilhydrazyl
(DPPH) For Estimating Antioxidant Activity. Journal of Science
Technology. 26: 211—219.
Nely, F. 2007. Aktivitas Antioksidan Rempah Pasar dan Bubuk Rempah Pabrik
dengan Metode Polifenol dan Uji AOM (Active Oxygen Method). Skripsi.
Bogor: IPB.
Purba, R.D. 2001. Analisis Komposisi Alkaloid Daun Handeuleum
(Graptophyllum pictum (Linn) Griff) yang Dibudidayakan dengan Taraf
Nitrogen yang Berbeda. Skripsi. Bogor: IPB.
Ragasa, C.Y., Biona, K., dan Shen, C. 2014. Chemical Constituents of Sechium
edule (Jacq.) Swartz. Der Pharma Chemica, 6(5): 251—255.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
Supiyanti, W., Wulansari, E.D., dan Kusmita, L. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan
dan Penentuan Kandungan Antosianin Total Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.). Majalah Obat Tradisional. 15(2):64—70.
Vermerris, W. dan Nicholson, R. 2006. Phenolic Compound Biochemistry. USA:
Springer.
Wild, S., Roglic, G., Green, A., Sicree, R., dan King, H. 2004. Global Prevalence
of Diabetes: Estimates for the Year 2000 and Projections for
2030. Diabetes Care. 27(5): 1047—1053.