IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI...

40
1 IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH LAHAN BASAH KABUPATEN BANJAR Prof. Dr. H. Wahyu,MS Mariatul Kiptiah, S.Pd., M.Pd

Transcript of IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI...

Page 1: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

1

IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI

DAERAH LAHAN BASAH KABUPATEN BANJAR

Prof. Dr. H. Wahyu,MS

Mariatul Kiptiah, S.Pd., M.Pd

Page 2: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

2

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agraria

2.2 Sosiologi Pedesaan

2.2.1 Desa

2.2.2 Pengertian Desa

2.2.3 Pemahaman Masyarakat Desa

2.2.4 Konflik dalam Perkembangan Desa

2.2.5 Pencegahan dan Penyelesaian Konflik

2.2.6 Karakteristik Ekosistem Pertanian Lahan Basah

2.2.6.1 Kendala dan Faktor Pembatas

2.2.6.2 Potensi Lahan Rawa

2.3 Peta Jalan Penelitian

BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

3.2 Manfaat Penelitian

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

4.2 Lokasi Penelitian

4.3 Populasi dan Sampel

4.4 Sumber Data Penelitian

4.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Temuan

5.2 Pembahasan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Page 3: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbicara tanah tentu berbicara tentang bagaimana setiap manusia bisa

bertahan hidup karena tanah sesungguhnya menjadi tempat bagi setiap manusia

untuk melakukan aktualisasi diri (UU Agraria No. 5/1960). Dari tanahlah,

manusia kemudian membangun kehidupan. Dari tanah pulalah, manusia mampu

mempertahankan kehidupannya. Tanah menjadi tempat berpijak sehingga ini pun

harus dipertahankan keberlangsungannya. Tentunya, tanah yang diperbincangkan

ini pun juga tidak akan lepas dari perbincangan seputar agraria yang sudah lama

menjadi pembahasan dari masa ke masa. Konflik agraria dalam setiap peradaban

manusia menjadi warna tersendiri yang menentukan sebuah perjalanan bangsa.

Konflik agraria berjalin kelindan dengan bagaimana lahan menjadi ajang

kontestasi (Suhendar dan Winarni, 1998). Dengan kata lain, perebutan lahan terus

menerus bermunculan. Tanah, dalam konteks ini, kemudian menjadi rebutan dan

perebutan sehingga kondisi inilah yang melahirkan konflik. Umumnya, konflik

tentang perebutan tanah muncul ketika ada pihak yang merasa kuat ingin

menguasai tanah padahal lahan tersebut menjadi milik bersama.

Data menunjukkan bahwa di Kalimantan Timur (Kaltim) konflik agraria

umumnya didominasi oleh konflik sektor perkebunan dengan jumlah 30 konflik,

kemudian konflik di sektor kehutanan dengan jumlah 26 konflik, dan konflik

pertambangan sebanyak 5 konflik. Konflik di sektor kehutanan, misalnya, terjadi

akibat perampasan hutan adat oleh perusahaan hutan tanaman industri, padahal

Kementerian Kehutanan telah menyutujui adanya hutan adat seluas 700 Ha dari

11.667 Ha di Masyarakat Adat Modang. Sementara di Kalimantan Selatan

(Kalsel) konflik didominasi oleh konflik di sektor pertambangan dan perkebunan

dengan skala besar dengan masing-masing 7 konflik, kemudian sektor kebijakan

penataan ruang dengan 3 konflik dan 1 konflik di sektor kehutanan. Salah satu

konflik perkebunan besar adalah rencana pembukaan lahan rawa secara besar-

besaran di daerah rawa di beberapa kabupaten seperti Hulu Sungai Utara, Hulu

Sungai Selatan, Tanah Laut dan Tapin. Ekspansi perkebunan besar selain

mengancam pengurangan lahan pertanian juga mengancam mata pencaharian

Page 4: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

4

masyarakat di sektor perikanan air tawar. Industri ekstraktif pertambangan batu

bara cukup masif di Kalimantan Selatan walaupun hanya tercatat hanya 7 konflik

tapi diperkirakan jumlahnya mungkin jauh lebih besar. Salah satu konflik dengan

pertambangan adalah di komunitas Dayak Deyah di Kabupaten Tabalong.

Perusahaan pertambangan telah merampas lahan milik masyarakat padahal di sana

terdapat setidaknya ada 6 lokasi makam leluhur mereka. Kini apapun nama

konflik yang memicu tersebut, maka ketika rakyat ingin merebut kembali

tanahnya yang akan dirampas para perampok, hal tersebut sebetulnya dinamakan

konflik restoratif (Sadikin dan Samandawai, 2007).

Selanjutnya hasil penelitian berjudul “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah

Adat di Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar” oleh Wahyu, Acep Supriadi, dan

Mariatul Kiptiah (2014) yang merupakan penelitian tahun ke-1 menunjukkan

bahwa konflik tanah yang terkait dengan lahan basah secara lebih persisnya

berada di Kelurahan Gambut dan umumnya mengenai sertifikat berlapis. Yang

mendasari kemunculan konflik tanah dan adanya sertifikat berlapis adalah karena

adanya akses jalan yang sebelumnya tidak ada. Tanah di daerah lahan basah

kelurahan Gambut yang sebelumnya hanya merupakan lahan tidur atau dapat juga

disebut Hutan Galam kemudian bernilai ekonomi tinggi pasca dibukanya akses

jalan. Tanah dengan sertifikat berlapis berlokasi di sepanjang jalan A. Yani di

antara Km. 7 sampai dengan Km. 18 dan Lingkar Utara.

Dengan pertimbangan itulah, maka menjadi penting untuk mendesain pola

penanganan konflik tanah di daerah lahan basah di Kabupaten Banjar dalam

rangka mengantisipasi konflik-konflik laten tentang tanah yang dimungkinkan

muncul suatu waktu tertentu.

1.2 Rumusan Penelitian

Atas dasar tersebut, maka rumusan penelitiannya adalah

1. Bagaimana upaya penanganan konflik tanah di daerah lahan basah

Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan Gambut?

2. Bagaimana model penanganan konflik tanah di daerah lahan basah

Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan Gambut?

Page 5: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agraria

Tujuan pembangunan agraria adalah untuk menata kembali struktur

pemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan sumber-sumber agraria/sumber daya

alam menuju terciptanya pengelolaan sumber-sumber agraria yang adil,

berkelanjutan, dan menyejahterakan masyarakat (Sumardjono, 2008). Tujuan

pembangunan agraria selanjutnya dapat dikelompokkan dalam tiga sentrum:

a) Tujuan politik

1) Penghapusan penumpukan sumber daya alam secara berlebihan

kepada kelompok tertentu;

2) Memberdayakan petani atau masyarakat setempat dalam

pengelolaan sumber daya alam;

3) Mengurangi ketidakadilan dalam pemilikan/penguasaan tanah dan

sumber-sumber agraria lainnya.

b) Tujuan ekonomi

1) Peningkatan produksi pertanian dan mobilisasi potensi produksi;

2) Mengembangkan peluang pasar lokal dalam pembangunan usaha

mandiri;

3) Diversifikasi produksi;

4) Menciptakan peluang kerja tambahan.

c) Tujuan sosial

1) Pembagian pendapatan dan pemilikan sumber daya alam secara

lebih adil kepada masyarakat pedesaan;

2) Mewujudkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, termasuk

peningkatan status sosialnya.

Oleh karenanya dalam rangka menciptakan pembaruan agraria yang

berpihak kepada kepentingan publik, maka berbagai persyaratan untuk

keberhasilan program pembaruan agraria sebagai berikut perlu dilakukan:

a. Pembaruan agraria harus dilaksanakan tepat waktu (tidak tertunda-

tunda);

Page 6: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

6

b. Restrukturisasi pemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah dan

sumber-sumber agraria lainnya perlu disertai dengan berbagai upaya

lain, yakni tersedianya kredit, pengembangan pemasaran, ketersediaan

tenaga kerja dan modal atau akses pada pasar produksi;

c. Reformasi peraturan perundang-undangan sektoral dalam rangka

mencapai harmonisasi hukum tentang sumber-sumber agraria;

d. Reformasi kelembagaan, yakni penguatan organisasi-organisasi petani,

nelayan, dan sebagainya.

2.2 Sosiologi Pedesaan

Sosiologi berasal dari dua kata, yakni socius dan logos. Socius berarti

berteman dan logos berarti ilmu. Dengan demikian, sosiologi adalah ilmu yang

mempelajari hidup dalam kebersamaan. Sementera menurut August Comte,

sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan perubahan sosial.

Dengan kata lain, sosiologi kemudian mengupas secara tuntas tentang bagaimana

sebuah kehidupan masyarakat dijalin dengan sedemikian rupa dalam sebuah

bangunan bermasyarakat dinamis. Menarik apa yang disampaikan oleh Emile

Durkheim, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari fakta (kenyataan) sosial.

Sementara Max Weber berujar, sosiologi itu dekat dengan ilmu yang mempelajari

dan memahami tindakan-tindakan sosial. Selo Soemardjan mengatakan bahwa ia

adalah ilmu yang mempelajari kemasyarakatan yang berkenaan dengan struktur

sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan sosial itu sendiri (Nain dan

Yusoff, 2003). Ilmu sosiologi berjalin kelindan dengan perdebatan bagaimana

bangunan berpikir masyarakat sebuah komunitas tertentu harus dibentuk dan

berproses. Tatkala sosiologi dibenturkan dalam sebuah keadaan masyarakat

tertentu yang mengalami perubahan cara pandang hidup akibat pengaruh keadaan

baik dari dalam diri maupun dari luar, maka cara berpikir masyarakat kemudian

akan pasti mengalami sebuah perubahan. Sebut saja, bagaimana masyarakat

bertindak, bersikap serta berpikir akan menjadi sebuah hal niscaya. Oleh sebab

itu, dalam rangka membaca kondisi pergerakan kehidupan masyarakat di sebuah

tempat tertentu, sosiologi menjadi kata kunci mendasar yang harus dipedomani.

Karena sosiologi dilahirkan untuk memotret kehidupan masyarakat, maka menjadi

Page 7: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

7

sebuah hal niscaya tatkala apapun kondisi masyarakat dengan segala variannya

menjadi sesuatu yang mesti serta perlu dideskripsikan secara lengkap dan jelas.

Selanjutnya bagaimana tentang kata “pedesaan” itu sendiri? Yang jelas,

pembahasan seputar pedesaan adalah sebuah wadah bagaimana sebuah kelompok

masyarakat tertentu melakukan interaksi diri dengan lingkungannya. Pedesaan

yang kemudian lebih dikenal sebagai golongan masyarakat yang berada dalam

kondisi buta aksara tentunya adalah mereka yang kemudian mengalami kesulitan

dalam membangun akses untuk kepentingan kehidupannya yang lebih baik baik.

Masyarakat pedesaan selalu dekat dan lekat dengan cara berpikir yang masih

sangat terbatas serta tradisional (Habib, 2004). Segala hal yang berjalin kelindan

dengan kehidupannya, apakah itu baik dan tidak selalu diserahkan kepada Tuhan

Yang Pencipta. Kondisi demikian tentunya melahirkan sebuah keadaan

masyarakat yang terbelakang dan tak akan mampu menjadi masyarakat maju

sebab cara berpikirnya lebih sangat kolot. Cara berpikirnya yang masih sektarian

atau sektoral tentu sangat menghambat pergerakannya dalam bersosialisasi diri

dan merespon pelbagai kehidupan yang berada di sekitar. Dengan pertimbangan

itulah, penelitian tentang identifikasi konflik perebutan tanah adat antara

masyarakat setempat dan pihak penguasa kemudian perlu diteliti. Dasar teori yang

dibahas inilah menjadi sebuah kerangka dasar bagaimana masyarakat di pedesaan

harus ditinggikan dan dibangun kedaulatannya.

2.2.1 Desa

Masyarakat sebagai sebuah komponen dengan berbagai peranan masing-

masing anggotanya, dengan sendirinya memiliki permasalahan tersendiri.

Perjalanan sebuah masyarakat ibarat perahu layar yang menyinggahi bandar dan

pelabuhan jua, bukan tanpa ombak dan batu karang melintang, tentu saja.

Demikianlah perjalanan dan perkembangan sebuah masyarakat desa. Oleh sebab

itu, adalah keliru bila ada pendapat yang mengatakan bahwa masyarakat pedesaan

itu statis, tetap, dan tak berkembang.

Perkembangan dan perubahan dalam masyarakat justru merupakan salah

satu ciri masyarakat itu sendiri, termasuk masyarakat desa. Untuk masyarakat

desa di Indonesia misalnya, tidak terkecuali terjamah pula perkembangan dan

Page 8: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

8

perubahan-perubahan; apalagi pada dekade terakhir baru-baru ini melalui

pembangunan dan modernisasi.

Dalam kaitan itulah, maka pemahaman terhadap masyarakat desa menjadi

semakin perlu sebab dengan pemahaman yang benar akan terjadi penanganan

yang benar pula. Melalui pemahaman dan penanganan yang benar itu,

pembangunan masyarakat pedesaan dapat kita lakukan secara benar.

Pembangunan pedesaan secara benar berarti tidak bertentangan dengan

pemahaman masyarakat itu sendiri, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang

ada dalam masyarakat itu.

Dalam pembangunan masyarakat desa, banyak pihak harus dilibatkan

secara aktif, misalnya para pemimpin baik pemimpin formal maupun pemimpin

informal. Tetapi juga anggota masyarakat desa itu sendiri harus terlibat secara

aktif dalam proses pembangunan dan modernisasi.

2.2.2 Pengertian Desa

Desa dapat diberikan pengertian dengan dasar pemikiran dan karakteristik

yaitu aspek morfologi, aspek jumlah penduduk, aspek ekonomi, dan aspek sosial

budaya serta aspek hukum (Asy’ari, 1993). Menurut aspek morfologi, desa ialah

pemanfaatan lahan atau tanah oleh penduduk atau masyarakat yang bersifat

agraris, serta bangunan rumah tinggal yang terpancar (jarang). Dari aspek jumlah

penduduk, desa didiami oleh sejumlah kecil penduduk dengan kepadatan yang

rendah. Dari Aspek ekonomi, desa ialah wilayah yang penduduk atau

masyarakatnya bermatapencaharian pokok di bidang pertanian, bercocok tanam

atau agraria, atau nelayan. Aspek segi sosial budaya, desa itu tampak dari

hubungan sosial antar penduduknya yang bersifat khas, yakni hubungan

kekeluargaan, bersifat pribadi, tidak banyak pilihan dan kurang tampak adanya

pengkotaan, atau dengan kata lain bersifat homogen, serta bergotong-royong. Jika

dilihat dari aspek hukum, desa merupakan kesatuan wilayah hukum tersendiri

(P.J.M.Nas, 1979 dan Soetardjo, 1984).

Menurut Soetardjo (1984), kesatuan hukum masyarakat Indonesia terdiri

dari:

1. Faktor genealogis;

Page 9: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

9

2. Faktor teritorial; dan

3. Faktor campuran, yakni faktor genealogis dan teritorial.

Istilah desa menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979, yakni Undang-

Undang tentang Pemerintahan Desa, maka istilah “Desa” menjadi seragam untuk

seluruh wilayah tanah air Indonesia. Jadi desa telah menjadi istilah Nasional,

untuk menunjukkan “kesatuan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk

sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat,

dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia”, (Pasal I huruf a, UU No. 5 Tahun 1979).

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, ialah unsur-unsur

desa. Menurut Bintarto (1984), unsur-unsur desa adalah sebagai berikut:

1. Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta

penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang

merupakan lingkungan geografi setempat;

2. Penduduk adalah hal yang meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan,

persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat;

3. Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan

pergaulan warga desa. Jadi, menyangkut seluk beluk kehidupan

masyarakat desa (rural society).

Ketiga unsur desa ini tidak lepas satu sama lain dan ini berarti tidak berdiri

sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan. Unsur daerah, penduduk dan tata

kehidupan merupakan suatu kesatuan hidup atau “living unit”. Daerah

menyediakan kemungkinan hidup, penduduk menggunakan kemungkinan yang

disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata kehidupan, dalam

artian yang baik memberikan jaminan akan ketentraman dan keserasian hidup

bersama di desa (Bintarto, 1984).

2.2.3 Pemahaman Masyarakat Desa

Masyarakat desa biasanya juga dianggap sebagai masyarakat yang masih

tergolong kalangan bawah atau kelas bawah, maka mereka belum dianggap

sebagai masyarakat yang seperti sering dimaksudkan banyak orang. Orang desa

Page 10: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

10

adalah mereka yang kolot, tertinggal, bodoh, dan memalukan. Oleh sebab itu,

berbicara tentang mereka sebenarnya tidak menguntungkan dan tidak perlu.

Begitulah pendapat yang seringkali muncul.

Tanpa memandang remeh beberapa kenyataan akan kebenaran pendapat

tersebut, maka pemahaman tentang masyarakat desa secara lebih simpatik akan

dipaparkan di bawah ini. Sastrosupono dan Siswo Pangripto (1984)

menggambarkannya sebagai berikut:

a. Masyarakat Beradat

Salah satu ciri masyarakat desa adalah keeratan dan kepatuhan mereka

terhadap adat-istiadat masyarakatnya. Mereka adalah masyarakat yang

terikat erat oleh kebiasaan sebagai salah satu ciri masyarakat desa yang

harus pula dimengerti dan dipahami. Dengan demikian, kita menjadi sadar

bahwa memahami masyarakat desa harus pula memahami adat-istiadat

mereka dan tradisi mereka. Siapapun yang ingin mengerti siapakah

masyarakat desa tertentu, ia harus mau mengerti lebih dahulu kebiasaan

dan kebudayaan masyarakat itu. Memahami kebiasaan dan kebudayaan

masyarakat desa itu, berarti mengerti apa yang dipercaya dan yang

dianggap baik serta tak baik oleh masyarakat tersebut.

Apabila kita dapat mengerti hal-hal tersebut di atas, maka jangan khawatir,

kita akan mampu pula menangkap masyarakat tersebut. Katakanlah kita

akan dapat mendekati mereka, memahami mereka secara lebih simpatik,

diterima mereka dan dapat bersahabat dengan mereka pula.

Ingatlah sekali lagi: “masyarakat desa adalah masyarakat beradat”, artinya

masyarakat yang memegang adat secara teguh. Maka dari itu, kalau kita

ingin diterima mereka dan ingin mengarahkan mereka, kita harus berlaku

dan melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Pendek kata janganlah

kita menentang dan menyakitkan hati mereka dengan perkara adat dan

tradisi mereka itu.

Itu berarti agar kita tidak melanggar adat mereka, bila ingin agar mereka

mau mendengar kata-kata kita, nasehat kita ataupun usaha kita

mempengaruhi dan mengarahkan mereka. Melanggar adat memang sebuah

pantangan besar bagi siapapun yang ingin mendekati masyarakat desa,

Page 11: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

11

kalaupun tidak menyetujui adat tertentu, lebih baik datanglah dengan cara

seolah menyetujui adat secara umum lebih dahulu, kemudian setelah

mereka mau kita dekati, maka kita baru buka kartu secara pelan-pelan

tentang ketidaksetujuan kita terhadap adat tertentu itu. Tentu saja harus

dengan alasan kuat, memberikan contoh dan melaksanakannya sendiri.

Adat-istiadat sebuah masyarakat memang erat sekali hubungannya dengan

kehidupan seluruh masyarakat itu sendiri. Bukankah kita tahu bahwa adat

menyentuh seluruh eksistensi (keberadaan) hidup kita sebagai manusia?

Sejak kita masih di dalam perut sang ibu, adat telah menyentuh kita,

demikianlah sepanjang hidup manusia di dunia ini bahkan setelah

meninggalkan dunia, adat masih tetap menyertai kita. Ini sungguh sebuah

realitas dalam kehidupan masyarakat desa;

b. Masyarakat Bertutur

Ciri lain di samping adat-istiadat yang kokoh dalam masyarakat desa ialah

tradisi bertutur atau tradisi lisannya. Sebuah masyarakat desa hampir pasti

lebih banyak memegang teguh tradisi lisannya dari pada tradisi menulis.

Itulah sebabnya di mana-mana yang namanya desa lebih banyak

menggunakan kebiasaan bertutur, bercerita dan berkata-kata secara lisan

dalam pengajaran dan pewarisan budayanya.

Lihatlah betapa banyak dan tersebar cerita rakyat dan petuah-petuah lisan

dalam masyarakat desa, sehingga kita hampir dibikin pusing untuk

mengerti yang manakah petuah pokok dan yang mana yang

menyekitarinya. Tetapi berbahagialah mereka yang mampu menelusuri

pandangan masyarakat desa melalui cerita rakyat yang ada, melalui

pepatah dan ungkapan-ungkapan budaya yang ada. Sebab hanya melalui

itu, kita akan ditolong lebih paham dan lebih tepat dalam mengerti

masyarakat desa. Maka jangan sepelekan cerita-cerita dan omongan rakyat

desa, bila kita ingin bergaul dengan mereka.

Berdasarkan pemahaman ini, maka tidak benar pula kalau kita hendak

mendekati masyarakat desa tetapi tidak mau menggunakan kebiasaan

mereka yakni bertutur kata, berbincang-bincang dan bergaul. Meskipun

kita datang dari latarbelakang kota yang lebih cenderung bersikap

Page 12: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

12

individualistis, tetapi kita harus segera merubah sikap itu dengan terbuka

dan lebih memperhatikan sesama, lebih ramah, banyak berbicara dengan

siapa saja yang dipertemukan dengan kita.

Lebih bagus lagi, kalau kita bertutur kata dengan mereka menggunakan

pengertian atau konsepsi yang ada dalam masyarakat desa itu sendiri, agar

dengan demikian kita menjadi lebih dekat, akrab dengan mereka dan tak

perlu ada jurang pemisahnya. Ini lebih penting bagi mereka yang diberi

tugas sebagai juru penerang, penyuluh atau petugas pedesaan lainnya.

Masyarakat desa tidak membutuhkan kata-kata muluk dan kata-kata asing,

yang mereka butuhkan adalah kata-kata sederhana, yang mereka dengar

sehari-hari dan dengan cara pengungkapan mereka sendiri. Lebih senang

lagi, kalau mereka menerima kata-kata itu melalui cara dan sikap yang

mereka pahami dan mereka anggap baik dalam masyarakat mereka.

Katakanlah, kita akan berhasil berhubungan atau berkomunikasi dengan

mereka kalau kita menggunakan budaya mereka.

Masyarakat bertutur berarti masyarakat yang memegang tradisi lisan

sebagai tradisi utama. Oleh sebab itu, apa-apa yang terjadi dalam

masyarakat itu cenderung dimengerti dan diselesaikan dengan banyak

menggunakan pembicaraan dan pertemuan anggota masyarakatnya.

Mereka amat menjunjung tinggi peranan pertemuan atau rapat-rapat desa.

Itulah sebabnya “rembug desa” (bahasa menterengnya rapat desa)

merupakan lembaga resmi yang bernilai tinggi, dengan demikian maka

rembug desa menjadi lembaga desa, bahkan lembaga desa tertinggi;

c. Masyarakat Berkerohanian

Di muka telah disinggung bahwa masyarakat desa seringkali disebut

sebagai masyarakat beradat, dan di dalam beradat lekat di sana kait-

mengkait antara adat dan agama maupun kepercayaan kerohanian pada

umumnya.

Masyarakat desa adalah masyarakat berkerohanian, barangkali ungkapan

ini memang tepat dan cukup memberi bobot. Berkerohanian, itu berarti

bahwa masyarakat desa pada umumnya memiliki perhatian yang cukup

terhadap masalah yang berhubungan dengan kerohanian, umpama saja:

Page 13: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

13

kepercayaan, kerohanian, kebatinan, dan agama. Katakanlah, bahwa

masyarakat desa relatif lebih rohaniah daripada masyarakat yang tinggal

jauh dari pedesaan.

Oleh sebab itu, bila kita memperhatikan masyarakat desa, kita akan

mendapatkan suasana yang cukup tebal kerohaniannya, kepercayaan

tentang kuasa-kuasa dan roh-roh, misalnya kehidupan keagamaan dan

kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sangat kentara adanya di

sana. Orang desa tidak akan begitu saja mau berubah kepercayaannya

terhadap apa-apa yang selama ini dianutnya. Begitulah, maka

menyadarkan mereka akan ketahayulan (tahyul) pun bukan perkara

mudah. Salah-salah, kita bisa dituduh mengacau masyarakat. Untuk tidak

jatuh ke dalam bahaya itu, maka kita harus mengenal suasana kehidupan

kerohanian di pedesaan.

2.2.4 Konflik dalam Perkembangan Desa

Pembangunan pedesaan khususnya dan pembangunan masyarakat pada

umumnya, tentu disambut dengan rasa syukur dan gembira. Demikianlah, sebagai

suatu realitas yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia sekarang ini.

Kegembiraan itu tentu saja beralasan sebab kenyataannya memang dengan adanya

pembangunan pedesaan nampak kemajuan di sana-sini. Ada suatu perkembangan

yang tak dapat dipungkiri bahwa dengan pembangunan di desa, ada kemajuan

dalam berbagai bidang. Bidang politik terutama dalam hal kesadaran hukumnya,

di bidang ekonomi terutama ekonomi pertaniannya, di bidang sosial budaya

terutama bidang sosialnya, demikian pula di bidang pertahanan dan keamanan.

Kenyataan pembangunan di desa telah menyadarkan mata hati masyarakat

tentang perlunya memahami hidup dan kehidupan ini secara benar. Masyarakat

desa diingatkan kembali tentang bagaimana seharusnya hidup, baik di tengah

pergaulan dengan sesama anggota masyarakat maupun dengan alam dan

lingkungannya. Pada sebelah lain, pembangunan pedesaan memberi tanda awas

terhadap bahaya latent yang selama ini bisa timbul, yaitu kurang diperhatikannya

bidang kerohanian dan kejiwaan. Jadi sekali lagi, adalah wajar kalau masyarakat

menyambutnya secara gegap gempita.

Page 14: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

14

Demikianlah, kemajuan demi kemajuan telah kita saksikan keberadaannya

di bumi desa kita. Orang yang dahulu tak melek huruf kini telah tahu merah hijau

dunia melalui media massa cetak yang ada. Orang yang dahulu buta pengetahuan

kini telah makin arif dalam hidupnya. Orang yang dahulu miskin dan papa kini

sudah mampu hidup secara layak. Orang dahulu teramat menderita kini mulai

merasakan apa arti hidup. Cukup banyak daftar keberhasilan yang bisa disodorkan

dalam daftar kita tentu saja.

Perkembangan desa memang tidak pernah tanpa konflik, bagaimanapun

kecilnya konflik itu. Demikianlah juga dengan adanya pembangunan pedesaan, di

sana juga ada konflik. Beberapa konflik di dalam hubungannya dengan perubahan

dan perkembangan masyarakat desa, menurut pendapat Sastrosupono dan Siswo

Pangripto (1984), antara lain seperti di bawah ini:

1. Kemajuan fisik dan kemajuan bidang non fisik

Di pedesaan makin hari, makin nampak jurangnya. Pembangunan

gedung dan rumah-rumah sedemikian megahnya nampak di mana-

mana, tetapi pembangunan mental seringkali nampak tersendat-sendat.

Kemegahan sarana fisik dan kejayaan materi di desa ternyata telah

mengakibatkan beberapa akibat negatif yakni merosotnya akhlak atau

moral manusia. Mengapa demikian? Orang sudah terlalu percaya pada

kemampuan pikir dan kemampuan perhitungan akalnya, terlalu percaya

pada kemampuan ekonomi, sehingga lupa akan aspek rohani.

Walaupun memang tak boleh kita tarik kesimpulan seolah karena

kemajuan ekonomi lantas mengakibatkan kemerosotan mental, tetapi

memang kecenderungan manusia maju selalu begitu. Materi naik dan

maju, rohani mundur dan ditinggalkan. Dalam beberapa hal, maka

konflik itu akan muncul dalam bentuk krisis mental, krisis moralitas

sosial, dan keadaan tak menentu tentang nilai-nilai kebenaran, keadilan

dan kesucian di mata masyarakat;

2. Konflik antara mentalitas lama dengan kemajuan

Masyarakat desa kini dengan adanya rumah yang memiliki WC dan

kamar mandi sendiri, ternyata menjadi kebingungan dan ketagihan

untuk berkerumun lagi ke kali atau sumur di tepi sungai karena ingin

Page 15: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

15

bercanda, omong-omong dan mendengar kabar berita masyarakat dan

lingkungan sekitar. Meskipun mereka kini memiliki radio dan bahkan

televisi sekalipun. Lebih nampak lagi ialah perkara bangunan gedung

baru, dengan menggunakan peralatan modern, katakanlah urinoar

(tempat kencing). Dalam prakteknya, kebiasaan jorok masyarakat masih

terbawa. Lihatlah di tempat yang baik itu muncul puntung-puntung

rokok, kertas-kertas bekas, bungkus permen dan lain-lainnya lagi.

Padahal di sebelahnya ada juga tempat sampah, atau tempat kertas-

kertas bekas yang sudah tak digunakan lagi. Dasar mentalitas kita

memang masih dalam taraf berkembang dan mulai maju;

3. Konflik antara tradisi dan budaya omong dengan tradisi dan budaya

tulis dan baca

Konflik antara tradisi dan budaya omong dengan tradisi dan budaya

tulis dan baca. Masyarakat kita memang hebat kalau soal sopan santun

dan keramahtamahannya, demikianlah kata orang. Oleh sebab itu,

kebudayaan kita menjadi kebudayaan omong dan tradisi lisan

memegang peranan cukup besar. Orang tak akan merasa puas dan

selesai kalau belum bertemu dan omong mengenai sesuatu, meskipun

ada sarana komunikasi telepon misalnya. Meskipun kita dibenarkan

angkat telepon saja untuk keperluan tertentu di kantor terhadap

Pimpinan; namun kita merasa belum baik kalau kita hanya omong-

omong lewat telepon saja. Maka dari itu, biasanya kita lalu datang

menghadap kepada Pimpinan, atau sebaliknya, datang menghadap dulu

baru kemudian bertanya atau memperjelas lewat telepon.

Kita sudah terbiasa dengan omong dan omong, kini kita dihadapkan

dengan kebiasaan lain, yakni kebiasaan membaca dan menulis.

Kebudayaan dan tradisi manusia maju membaca dan menulis. Kalau

mau bicara, silahkan asal jangan lama-lama. Kalau mau lebih rinci,

silahkan saja tuliskanlah apa maksudnya dan mau bagaimana, agar

cepat-cepat tulisannya lebih dahulu. Begitu pembicaraan antara Bos

dengan pegawai atau bawahannya. Untunglah masih ada kemungkinan

jembatan yaitu adanya sarana radio dan televisi yang masih

Page 16: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

16

menggunakan tradisi lama itu. Masyarakat desa kini sudah lari

mengejar ketinggalannya dari masyarakat kota, kalau tidak mereka akan

tidak lagi dapat mengerti komunikasi dengan lingkungan sekitarnya.

Konflik itu tentu saja mempunyai kaitan dengan tradisi lisan lainnya.

Orang akan merasa kikuk dan lucu kalau bekerja di kantor hanya

berbicara seperlunya saja. Demikianlah, kita merasa menjadi orang

asing kalau kita tidak mengadakan komunikasi lisan. Konflik ini akan

terus berlanjut juga di bidang pendidikan. Seorang siswa atau bahkan

mahasiswa, akan merasa kaku belajar di perpustakaan bila tidak dengan

omong. Maka jangan heran kalau putra-putri kita belajar bersama,

pastilah omong-omongnya lebih banyak dari belajarnya;

4. Konflik antara kepentingan individu dan kepentingan bersama

Konflik antara kepentingan individu dan kepentingan bersama. Dalam

masyarakat desa yang kini sudah kenal pembangunan, ternyata mulai

ada kegelisahan yang menyangkut pemikiran kepentingan diri sendiri

dan kepentingan sesamanya. Orang desa sudah sadar akan hal diri

sendiri dan sadar akan hak milik pribadi. Oleh sebab itu, seringkali kita

tergoda untuk berpikir dan berbuat hanya demi kepentingan diri kita

sendiri dan tidak memperhatikan kepentingan sesama kita. Kita menjadi

amat egoistis dan individualistis dalam kenyataannya sekarang ini.

Konflik antara individu dan sesamanya, konflik antara kepentingan

individu dan kepentingan sosial menjadi semakin nyata di pedesaan

juga. Lihatlah sekarang betapa susahnya mencari tenaga pekerja untuk

suatu program atau pekerjaan yang sifatnya sosial dan gratisan. Orang

cenderung memilih bekerja untuk diri sendiri daripada bekerja untuk

orang lain jika tak ada apa-apanya. Jadi dengan demikian, maka

manusia desapun kini sudah menjadi semakin materialistis. Maka

jangan harapkan proyek padat karya berhasil baik jika tanpa ada apa-

apanya. Bisa saja terlaksana dengan keterpaksaan tentu saja.

Konflik itu menyentuh juga kepada penghargaan dan penyapaan

terhadap orang lain. Kini sedang berkembang kebiasaan baru: orang

tidak lagi perlu mengurus orang lain, uruslah diri sendiri. Maka di

Page 17: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

17

desapun omong-omong dalam arti bertandang dan berjamu ke tempat

orang sudah mulai jarang, bila tidak sungguh penting. Hubungan antar

manusia makin tipis dan cenderung menghilang. Padahal, hati nurani

manusia desa masih menuntut hal itu. Inipun sebuah konflik yang besar

dan harus kita perhatikan secara serius;

5. Peranan pemimpin desa

Walaupun pada dasarnya masyarakat itu akan berkembang dan terus

berkembang, akan tetapi ada perubahan dan perkembangan yang asal

berjalan, ada yang direncanakan bahkan dirancang secara cermat.

Dalam hal demikian, maka peranan pemimpin desa sangat menentukan,

paling tidak ikut menentukan.

Pemimpin desa terdiri dari orang-orang yang terpilih secara formal,

biasanya menduduki jabatan-jabatan pemerintah desa; juga para

pemimpin informal seperti para pemuka masyarakat, tokoh agama dan

adat. Mereka semua adalah para pemimpin desa, merekalah yang

seringkali harus dianggap sebagai panutan, tempat bertanya dan

mengikut. Itulah sebabnya, peranan mereka tidak kecil untuk tidak

mengatakan terbesar.

Peranan mereka dapat dalam bentuk formal maupun informal, dapat

dalam bentuk lisan maupun tertulis, resmi ataupun tidak, lewat jalur

pemerintahan maupun tidak. Pemimpin informal misalnya, tentu saja

dapat menyalurkan gagasan dan pendapatnya melalui rembug desa

(rapat desa) atau melalui para pemimpin formal, begitupun sebaliknya.

Banyak hal malahan nampaknya memang harus disalurkan lewat para

pemimpin informal, seperti para ulama, guru, pengusaha, dan tokoh

desa lainnya. Banyak program pemerintah yang juga baru dapat

berjalan kalau para pemimpin informal menyetujuinya, umpama saja

program keluarga berencana (KB), inovasi pertanian dan peternakan

maupun perikanan, masalah perkreditan dan banyak lagi.

Harus diakui bahwa masyarakat desa pada umumnya baru merasa aman

dan mantap untuk melakukan sesuatu yang baru kalau mereka melihat

bukti kebenaran dan kebaikan hal yang baru itu melalui praktek yang

Page 18: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

18

sudah ada. Mereka juga menunggu para pemimpin desa berbuat lebih

dahulu, sebab merekapun takut untuk begitu saja berbuat kalau-kalau

melanggar adat yang ada dan perintah-perintah agama misalnya. Itulah

sebabnya mereka lebih suka menunggu sampai para pemimpin berbuat

dahulu, atau menunggu mereka menyerukan dan mengundangkan

bahwa hal baru itu baik dan tidak apa-apa.

2.2.5 Pencegahan dan Penyelesaian Konflik

Konflik dengan segala warna-warninya memiliki ciri khas tersendiri

bagaimana sebuah konflik yang terjadi dala suatu daerah tertentu harus ditangani.

Konflik yang berlandaskan agama tentu akan berbeda penanganannya dengan

konflik yang berlatar belakang suku. Konflik yang bersumber dari politik akan

berbeda pendekatannya dengan konflik yang berakar masalah dari hukum, dan

begitu seterusnya. Pada prinsipnya, para pengambil kebijakan dan masyarakat

yang memiliki kepedulian sangat tinggi terhadap persoalan konflik serta

dampaknya pun harus memiliki pendekatan dan cara pandang tersendiri

bagaimana seharusnya merumuskan upaya-upaya pencegahan serta penyelesaian

konfliknya.

Tentu, menjadi menarik apabila dari sekian konflik yang selama ini

berkembang dan merealitas di republik ini, kita perlu mengambil contoh konflik

yang terjadi di Kalimantan. Konflik yang terjadi saat itu adalah berjalin kelindan

dengan SARA. Keunikan masyarakatnya pun harus menjadi perhatian bagaimana

harus mendekati masyarakat setempat agar tidak terjadi potensi konflik baru.

Berikut ini merupakan pandangan Smith tentang upaya penanggulangan konflik

yang memiliki pendekatan berbeda dalam mencegah dan menyelesaikannya.

Pandangan Smith ini juga diterapkan di Kalimatan:

1. Perlu adanya upaya insitusi pemerintah sebagai bentuk kekuatan

negara;

2. Keterlibatan kelompok-kelompok berbasiskan masyarakat pun harus

dilakukan sebab ia lebih dengan kehidupan masyarakat, yang tentunya

lebih banyak melakukan interaksi dan komunikasi. Kelompok

masyarakat setempat lebih peka dan mampu membaca setiap denyut

Page 19: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

19

nadi warga masyarakat setempat yang berkonflik. Kelompok

masyarakat dalam konteks ini lebih mampu memiliki banyak waktu

bergerak dengan pertimbangan karena kedekatan dan sudah lebih

memiliki kekuatan jaringan sipil;

3. Forum keagamaan pun juga harus bergerak dan melebur dalam

kehidupan masyarakat. Diakui maupun tidak, forum keagamaan

berperan penting dalam rangka membangun pandangan hidup terkait

bagaimana mereka harus beragama. Bentuk agama dan beragama

yang dilakukan forum keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan

menjadi nilai tersendiri bagaimana seharusnya masyarakat memiliki

bentuk mental yang lebih sabar dan lain sejenisnya. Forum keagamaan

dalam konteks ini bertugas untuk menyisipkan dan memasukkan nilai-

nilai spiritual bagaimana seharusnya masyarakat beradaptasi dan

berinteraksi dengan lingkungan;

4. Forum tradisional/adat. Forum ini berfungsi untuk memupuk kekuatan

sosial dalam rangka terikat dalam kearifan lokal sehingga masyarakat

pun lebih mampu menghargai keutuhan bersama yang dibangun dari

kearifan lokal;

5. Advokasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Keberadaan LSM

berperan untuk menegakkan dan memperkuat kekuatan sipil.

Sementara menurut Benedict Bunker (2006), ada delapan prinsip dalam

proses kelompok besar dalam rangka menyelesaikan persoalan:

1. Melakukan fokus terhadap akar persoalan, mencari titik kesepakatan

dari perbedaan atau kepentingan masing-masing;

2. Merasionalisasi konflik. Ini berarti melakukan klarifikasi konflik,

membentuk kata setuju menuju area setuju untuk menyelesaikan

konflik;

3. Memperluas pandangan diri terhadap pelbagai pandangan beragama

kelompok untuk bersama menyelesaikan tugas dan mengembangkan

semangat kelompok;

4. Mempromosikan pengembangan hubungan personal;

Page 20: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

20

5. Memberikan ruang waktu untuk bersama menyampaikan masa pahit

masin-masing sehingga dari sinilah dijumpai nilai nurani masing-

masing untuk bersatu;

6. Mengelola pendangan publik tentang perbedaan dan konflik.

Memperlakukan setiap pandangan dengan penuh hormat. Semua

berhak untuk mengungkap secara masing-masing tanpa ada yang

mendominasi;

7. Mengelola konflik dengan menghindari isu-isu sensitif;

8. Mengurangi hirarki. Mendorong tanggung jawab bersama untuk

menurun konflik dalam sebuah organisasi agar semunya bertanggung

jawab terhadap tugas masing-masing.

2.2.6 Karakteristik Ekosistem Pertanian Lahan Basah

Pemanfaatan lahan basah (wetlands) secara tradisional untuk kegiatan

pertanian sudah dilakukan masyarakat selama berabad-abad. Pemanfaatan secara

tradisional itu, walaupun masih bersifat spontan, berskala kecil, dan swadaya,

umumnya dicirikan oleh bobot keberlanjutan (sustainability) yang menonjol.

Barangkali fase awal dari pemanfaatan lahan basah ini berupa sistem ladang

berpindah basah (wet shifting cultivation) dengan budidaya padi rawa (swamp

rice) seperti yang diterapkan oleh Suku Dayak di Kalimantan (lihat Dove, 1980).

Fase berikutnya adalah sistem pertanian tradisional lahan basah seperti yang

dipraktikkan oleh para petani Banjar dan Bugis. Beberapa pakar menyebut sistem

pertanian tradisional yang dilakukan petani Banjar itu sebagai Sistem Orang

Banjar (Banjarese System atau Banjarese Rice Cultivation). Sistem Orang Banjar

tersebut merupakan sistem pertanian lahan basah tradisional yang disesuaikan,

memperhatikan dan memanfaatkan fenomena dan karakter alam lahan basah

seperti dinamika hidrologis pasang surut yang terjadi di lahan rawa pesisir.

2.2.6.1 Kendala dan Faktor Pembatas

Lahan basah merupakan salah satu contoh lahan marjinal, yaitu lahan yang

mempunyai potensi rendah sampai sangat rendah untuk menghasilkan suatu

tanaman pertanian. Namun dengan menerapkan suatu teknologi dan sistem

Page 21: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

21

pengelolaan yang tepat guna, potensi lahan tersebut dapat ditingkatkan menjadi

lebih produktif dan berkelanjutan dari sebelumnya (Djaenuddin, 1993 dalam

Noor, 1996). Potensi produksi pertanian lahan basah dibatasi oleh sejumlah

kendala berbentuk agrofisik, biologis dan sosial-ekonomik (Rifani, 1998).

Kendala agrofisik lahan rawa itu dapat berupa tanah yang masam, kesuburan

tanah yang rendah, kemungkinan terjadinya keracunan aluminium dan besi,

lapisan pirit yang terdapat pada permukaan tanah, gambut terlalu tebal, fluktuasi

air pasang dan surut (lama dan kedalaman genangan air kadang-kadang

berlebihan), terjadinya perubahan pola kuantitas dan kualitas air dalam musim

hujan dan musim kemarau, dalam musim kemarau ada ancaman intrusi air laut

yang berdampak buruk terhadap tanaman pertanian.

Kendala biologik mencakup serangan hama, penyakit dan gulma. Kendala

sosial-ekonomi meliputi keterbatasan modal dan tenaga kerja (pada saat tanam,

penyiangan gulma dan panen), rendahnya tingkat pendidikan petani, rendahnya

tingkat adopsi teknologi baru, tidak memadainya mutu dan jumlah prasarana yang

ada, serta lembaga pemasaran hasil pertanian yang lambat berkembang. Lahan ini

sering (walaupun tidak selalu) terletak jauh dari pusat pemerintahan dan

keramaian. Penduduk yang menetap di sana umumnya miskin, bermodal kecil dan

mempunyai kesulitan akses untuk memperoleh kredit, masukan dan bantuan

teknis.

Masalah utama di lahan lebak antara lain keadaan iklim yang sulit

diramalkan, tata air belum sepenuhnya dapat dikendalikan sehingga terjadi

ketidakpastian datang dan keluarnya air dari lahan lebak, perkembangan tinggi

genangan yang sering terjadi mendadak, akibatnya luas panen dan rata-rata hasil

tidak stabil setiap tahunnya. Masalah lainnya berupa: lahan usaha tani yang jauh

dari tempat pemukiman, transportasi yang sulit, tenaga kerja yang terbatas dan

serangan hama yang berat (Rifani, 1998).

2.2.6.2 Potensi Lahan Rawa

Menurut Definisi Ramsar (Rifani, 1998) lahan rawa tercakup dalam

pengertian lahan basah. Indonesia memiliki lahan rawa seluas 39,42 juta ha. Dari

luasan tersebut, 14,93 juta ha dinilai berpotensi (sesuai) untuk dijadikan lahan

Page 22: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

22

pertanian. Termasuk dalam pengertian lahan rawa adalah lahan pasang surut

(20,1-24,7 juta ha) dan lahan bukan pasang surut (lebak) dengan luas antara 13,3-

14,7 juta ha (Rifani, 1998). Beberapa “keunggulan” yang dimiliki lahan rawa bila

diusahakan sebagai lahan pertanian antara lain (Rifani, 1998):

1. Lokasinya biasanya terdapat di sepanjang tepi sungai utama atau dalam

delta, lahannya luas dan datar;

2. Suhu sesuai untuk pertumbuhan tanaman dataran rendah;

3. Mendapat cukup sinar matahari;

4. Tersedianya bahan organik dan pemupukan berkala oleh air laut yang telah

diencerkan. Yang terakhir ini hanya terjadi pada daerah pesisir yang masih

menerima pengaruh pasang surut air laut secara langsung,;

5. Air terdapat melimpah hampir sepanjang tahun, sehingga dengan

mekanisme pasang surut, pengairan dapat dilakukan tanpa pembuatan

bangunan irigasi yang mahal. Pada musim kemarau yang panjang, lahan

dapat mengalami kekeringan seperti yang terjadi di kawasan Delta Pulau

Petak;

6. Tak terdapat bahaya erosi seperti yang sering terjadi di lahan kering;

7. Saluran-saluran yang ada dapat berfungsi sebagai sarana transportasi yang

murah, membantu pengembangan wilayah, dan pemerataan penyebaran

penduduk.

Walaupun merupakan lahan marjinal, lahan basah penting peranannya dalam

menyangga swasembada pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui

penerapan teknologi yang tepat dan sistem pengelolaan yang sesuai, lahan rawa

pasang surut cukup produktif bagi pengembangan pertanian. Keberhasilan

pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut ditentukan oleh interaksi

ketersediaan teknologi yang sesuai, sarana dan prasarana penunjang, partisipasi

masyarakat serta kebijaksanaan dan program aksi pemerintah. Inventarisasi dan

karakterisasi lahan yang meliputi potensi, kendala dan peluang agrofisik dan

sosial-ekonomi perlu dilakukan secara tuntas untuk keperluan perencanaan,

pemilihan teknologi serta cara dan pengembangannya (Puslitbangtan, 1992).

Terdapat berbagai cara untuk mengelompokkan lahan basah. Secara

sederhana, lahan basah dapat dikelompokkan menjadi lahan basah alami (natural

Page 23: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

23

wetlands) dan lahan basah buatan (artificial wetlands, man-made wetlands)

(Rifani, 1998). Menurut Davis (Rifani, 1998) ada 5 (lima) sistem lahan basah

alami utama:

1. Kawasan laut (marine), meliputi kelompok lahan basah pesisir yang berair

asin, termasuk pantai berbatu, terumbu karang dan padang lamun;

2. Kawasan muara/kuala (estuarine), mencakup muara sungai, delta, rawa

pasang surut yang berair payau dan hutan bakau (rawa mangrove);

3. Kawasan danau (lacustrine), meliputi semua lahan basah yang berasosiasi

dengan danau, dan biasanya berair tawar;

4. Kawasan sungai (riverine), meliputi lahan basah yang terdapat di

sepanjang sungai atau perairan yang mengalir;

5. Kawasan rawa (palustrine), meliputi tempat-tempat yang bersifat

“merawa” (berair tergenang atau lembab), misalnya hutan rawa air tawar,

hutan rawa gambut, dan rawa rumput.

Lahan basah buatan terdapat dalam bentuk seperti sawah, tambak ikan/udang,

kolam budidaya, lahan pertanian beririgasi, waduk, dan kanal.

2.3 Peta Jalan Penelitian

Tahun 1 pertama sudah menghasilkan temuan konflik tanah terkait

sertifikat berlapis, maka pada tahun kedua, yakni memberikan solusi atas

terjadinya konflik perebutan tanah. Berikut di bawah ini merupakan roadmap

penelitian untuk tahun kedua:

Hasil penelitian berjudul Tanah Adat dan

Potensi Konflik dalam Komuniti Adat:

Studi Kasus pada Masyarakat Adat

Sentani, Kabupaten Jayapura Propinsi

Papua yang dilakukan Chairil Anwar

(Tanpa Tahun) menunjukkan bahwa akar

konflik sesungguhnya adalah karena

faktor belum terbentuk pranata sosial dan

norma hukum yang menjembatani

kepentingan publik dan masyarakat

setempat

Hasil penelitian berjudul konflik

pemanfaatan sumberdaya tanah ulayat Baduy

pada kawasan hutan lindung oleh Yuliya

Hasanah (2008) menunjukkan bahwa

konflik tentang tanah muncul akibat tidak

mampunya penguasa menghargai alam

serta budaya setempat

Page 24: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

24

Melakukan pendampingan terhadap

masyarakat korban akibat konflik tanah

dengan sertifikat berlapis secara

personal dan kolektif melalui komunitas

lintas sektor

Desain pendekatan sosial untuk

daerah yang berada di lahan basah

dalam penyelesaian konflik tanah

dengan sertifikat berlapis

Menyebarluaskan hasil desain

pendekatan sosial tersebut kepada

daerah-daerah lain yang terletak di

daerah lahan basah untuk konflik

serupa

Permasalahan penelitian terjawab dalam hasil temuan dan pembahasan

penelitian

Membentuk Komunitas

Lintas Sektor dalam Upaya

Menjaga Harmoni Sosial

di Kelurahan Gambut

Evaluasi dan penyempurnaan

terhadap desain pendekatan sosial

yang sudah dilakukan

Hasil penelitian berjudul “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di Daerah Lahan

Basah Kabupaten Banjar” oleh Wahyu, Acep Supriadi, dan Mariatul Kiptiah (2014)

menunjukkan bahwa konflik tanah yang terkait dengan lahan basah secara lebih persisnya

berada di Kelurahan Gambut dan umumnya mengenai sertifikat berlapis. Yang mendasari

kemunculan konflik tanah dan adanya sertifikat berlapis adalah karena adanya akses jalan

yang sebelumnya tidak ada. Tanah di daerah lahan basah kelurahan Gambut yang

sebelumnya hanya merupakan lahan tidur atau dapat juga disebut Hutan Galam kemudian

bernilai ekonomi tinggi pasca dibukanya akses jalan. Tanah dengan sertifikat berlapis berlokasi di sepanjang jalan A. Yani di antara Km. 7 sampai dengan Km. 18 dan Lingkar

Utara.

Page 25: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

25

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian mencakup dua hal sebagai berikut:

1. Untuk melakukan pemetaan tahapan upaya-upaya dalam penanganan

konflik tanah di daerah lahan basah Kabupaten Banjar, khususnya

Kecamatan Gambut;

2. Untuk membuat model penanganan konflik tanah di daerah lahan basah

Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan Gambut.

3.2 Manfaat Penelitian

Kebermanfaatan penelitian ini setidaknya mencakup dua aspek baik dalam

konteks teoritis maupun praktis:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sebuah pandangan

baru terkait pemetaan tahapan upaya-upaya dalam penanganan konflik

tanah di daerah lahan basah Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan

Gambut;

2. Secara praktis, hasil penelitian ini memberikan sumbangan konkret bagi

pemerintah daerah dan pusat tentang model penanganan konflik tanah di

daerah lahan basah Kabupaten Banjar, khususnya Kecamatan Gambut.

Page 26: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

26

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bermaksud untuk mengindentifikasi persoalan yang dihadapi

masyarakat di daerah lahan basah di Kabupaten Banjar terkait perebutan tanah

adat. Oleh karenanya, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Fraenkel dan Wallen,

studi ini merupakan penelitian empirik guna mengetahui dan mengamati akar

konflik yang mendasari perebutan tanah adat di daerah lahan basah Kabupaten

Banjar (Fraenkel & Wallen, 2006).

Sebagaimana yang disampaikan pada proposal penelitian sebelumnya

bahwa penelitian ini dilakukan dua tahap, yakni tahap 1 dimana di tahap ini

adalah melakukan identifikasi masalah di lahan basah terkait konflik perebutan

tanah adat, dan tahap kedua mencoba memberikan solusi atas persoalan yang

terjadi dan terpetakan di penelitian pertama, maka penelitian ini kemudian disebut

multi-tahun. Tahun pertama adalah memetakan persoalan dan tahun kedua adalah

memberikan solusi atas terjadinya konflik perebutan tanah adat. Pada hasil

penelitian tahun 1 menunjukkan bahwa konflik tanah yang terkait dengan lahan

basah secara lebih persisnya berada di Kelurahan Gambut dan umumnya

mengenai sertifikat berlapis. Yang kemudian mendasari kemunculan konflik tanah

dan adanya sertifikat berlapis adalah karena adanya akses jalan yang sebelumnya

tidak ada. Tanah di daerah lahan basah kelurahan Gambut yang sebelumnya hanya

merupakan lahan tidur atau dapat juga disebut Hutan Galam kemudian bernilai

ekonomi tinggi pasca dibukanya akses jalan. Tanah dengan sertifikat berlapis

berlokasi di sepanjang jalan A. Yani di antara Km. 7 sampai dengan Km. 18 dan

Lingkar Utara.

4.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di daerah lahan basah Kabupaten Banjar yang

sedang terjadi konflik perebutan tanah adat.

Page 27: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

27

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua warga dengan tanah adatnya

yang sedang menjadi lahan perebutan oleh pihak penguasa di daerah lahan basah

Kabupaten Banjar, sedangkan teknik sample yang digunakan dalam penelitian ini

adalah purposive sampling.

4.4 Sumber Data Penelitian

Data yang diambil dalam penelitian ini berasal dari daerah lahan basah

Kabupaten Banjar yang sedang mengalami konflik perebutan tanah adat. Dalam

rangka menghasilkan sample yang representatif, sample yang diperoleh pun juga

mempertimbangkan pertimbangan dari para tokoh masyarakat setempat.

4.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

1) Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam ini dilakukan dalam rangka mendapatkan

permasalahan secara lebih akurat, tajam, dan terpercaya. Tentu, melakukan

validasi hasil wawancara mendalam sebanyak tiga kali dalam rangka

menyamakan persepsi tentang sebuah akar persoalan terkait konflik perebutan

tanah adat kemudian perlu ditunaikan.

b. Observasi langsung

Observasi langsung diperlukan untuk memberikan sebuah validitas data

setelah melakukan wawancara langsung. Observasi langsung ditujukan untuk

menjawab kebenaran dari sebuah hasil wawancara langsung. Tujuannya adalah

mengindentifikasi secara langsung akar-akar konflik perebutan tanah adat.

2) Teknik Analisis Data

Setelah data berupa hasil wawancara mendalam dan observasi langsung

berhasil diperoleh, maka peneliti kemudian melakukan analisa dengan

menggunakan deskriptif-analitis, yakni menggambarkannya dan kemudian

menganalisa obyek penelitian tersebut secara kritis. Setelah itu, dilakukan teknik

Page 28: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

28

analisis isi (content analysis), yaitu suatu analisis terhadap isi yang diperoleh.

Menurut Berelson, content analysis is search technique for the objective,

systematic and quatitative description of the manifest content of communication

(Berelson dalam Valerine J.L Kriekkhoff, tt:85). Analisis konten ini diartikan

Valerine J.L Kriekhoff dengan suatu teknik penelitian yang bertujuan guna

mendeskripsikan secara obyektif, sistematis dan kualitatif isi pesan komunikasi

yang tersurat. Di bawah ini adalah alir penelitian dalam bentuk fishbone diagram:

Alir Penelitian

Temuan Penelitian di Tahun

Pertama

Pembentukan tim penelitian

Penyusunan konsep

penelitian (proposal

penelitian) Pengajuan proposal

penelitian

Perizinan penelitian ke

Polsek Kecamatan

Gambut dan Kelurahan

Gambut

Pelaksanaan penelitian:

1. Kelurahan Gambut sebagai

subyek;

2. Diseminasi hasil ke daerah-

daerah lain yang dikategorikan

sebagai lahan basah. Analisis dan pengolahan data

penelitian Laporan akhir data penelitian:

terjawabnya permasalahan yang

diajukan dalam penelitian untuk

tahun kedua

Luaran penelitian:

1. Artikel jurnal ilmiah nasional; dan

2. Modul penyuluhan sosial untuk konflik tanah di daerah lahan basah;

Page 29: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

29

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Temuan

Latar belakang konflik tanah di Kabupaten Banjar, terutama di Kelurahan

Gambut adalah terkait dengan dua hal, yakni waris dan pembangunan di bidang

ekonomi. Untuk konflik tanah yang bersumber dari perebutan tanah warisan,

maka dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan dimana kelurahan memfasilitasi

kedua belah dalam konteks mencari jalan tengah dengan tujuan agar bisa

mendamaikan dan mencari titik temu yang menyejukkan. Dengan kata lain, lurah

dan atau pembakal mengundang saudara sekandung dari bapak atau ibu untuk

duduk bersama dalam rangka menemukan jalan keluar. Dalam konflik perebutan

tanah warisan, jalan tempuh lebih berorientasi kepada semangat bersama dan

harmoni untuk tetap mempertahankan keutuhan keluarga. Oleh sebab itu, langkah

pertama dengan mengundang saudara sekandung menjadi awal untuk membuka

dialog. Pintu pembuka dialog tersebut kemudian diteruskan dengan meminta

kedua belah pihak untuk saling menceritakan permasalahan yang ada, memulai

dari sumber masalah itu muncul. Dengan menceritakan masalahnya, ini kemudian

diarahkan kepada apa yang menyebabkan masalah atau pemicu kemunculan

masalah tersebut.

Langkah selanjutnya adalah mendudukkan setiap persoalan secara

proporsional dan memberikan tanggapan atas penyampaian kedua belah pihak

juga proporsional, tidak mengundang keberpihakan karena faktor pertimbangan

tertentu. Setelah memberikan umpan balik atau tanggapan balik dari pihak

kelurahan atau pembakal kepada kedua belah pihak yang berkonflik dalam satu

keluarga tersebut, maka kedua belah pihak selanjutnya memberikan penyampaian

ulang. Langkah dan pendekatan dialog tersebut dilakukan secara berulang-ulang

dalam satu kegiatan pem-fasilitasi-an hingga akar persoalan menjadi jelas serta

terukur dan semua pihak bisa saling menerima pendapat masing-masing. Satu

kegiatan pem-fasilitasi-an selesai, maka kedua belah pihak yang berkonflik

dipersilahkan untuk melakukan perenungan secara mendalam demi kepentingan

bersama. Agenda selanjutnya adalah meminta kedua belah pihak untuk

Page 30: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

30

menentukan jadwal pertemuan kembali. Selama masa jedah untuk menuju

pertemuan selanjutnya, dipersilahkan agar kedua belah pihak membahasnya

bersama keluarga terkait dengan melaporkan apa yang sudah dimusyawarahkan

bersama kelurahan. Mendiskusi hasil pertemuan dengan kelurahan dalam keluarga

tentunya diharapkan bisa memberikan titik terang arah penyelesaian konflik

tersebut.

Selanjutnya pada pertemuan berikut dimana kelurahan melakukan fasilitasi

terhadap kedua belah pihak, maka kedua belah pihak yang berkonflik tersebut

menyampaikan ulang atas hasil musyawarah dengan keluarga. Umumnya, ada dua

hasil atas fasilitasi kelurahan, yakni sepakat untuk sepakat mengakhiri konflik

secara kekeluargaan dimana konflik tanah dianggap selesai setelah sama-sama

sepakat atas kesepakatan bersama di antara kedua belah pihak dan sepakat untuk

tidak sepakat dimana konflik yang tidak bisa diselesaikan di tingkat kelurahan

diteruskan ke meja pengadilan agama. Ketika sudah masuk ke pengadilan agama,

maka pendekatan hukum positif kemudian menjadi jalan terakhir dengan

mendasarkan diri kepada ilmu waris yang kemudian lebih dikenal disebut ilmu

faraidh.

Selanjutnya mengenai konflik perebutan tanah yang didasarkan pada

sertifikat tumpang tindih, segel dengan sertifikat, surat kepemilikan tanah (SKT)

dan sertifikat tanah yang berorietansi kepada pembangunan ekonomi dimana

sepanjang Jl. A. Yani Gambut di antara Km. 7 sampai dengan Km. 18 dan

Lingkar Utara sudah menjadi bagian dari posisi strategis, maka umumnya, ketika

ada konflik tanah, hal ini kemudian diselesaikan secara kekeluargaan yang

awalnya difasilitasi aparat kelurahan, yakni Lurah dan Ketua RT setempat. Dalam

status ini, kedua belah pihak yang bersengketa kemudian dihadap-hadapkan dan

diajak melakukan dialog dengan kemudian menunjukkan surat tanah yang

dimiliki, misalnya segel atau sertifikat tanah dan surat-surat lain yang bisa

mendukung untuk menguatkan kepemilikan. Tak hanya itu saja, proses dialog

untuk menjembatani ketidakjelasan menuju kejelasan status tanah yang sedang

menjadi konflik juga dilakukan dengan melakukan pengukuran ulang batas tanah

dengan menghadirkan tetangga terdekat yang kebetulan atau tidak dekat dengan

tanah yang sedang menjadi bahan konflik tersebut. Para saksi tersebut adalah

Page 31: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

31

tetangga kanan, kiri, depan, dan belakang yang mengitari tanah berkonflik

tersebut. Dengan menggunakan pendekatan tersebut, ini diharapkan bisa

memberikan upaya penjelasan. Selain itu, umur surat tanah pun kemudian menjadi

pertimbangan, apakah segel, surat keterangan tanah, sertifikat tanah, dan

saporadik yang lebih muncul. Dengan kondisi kemunculan yang lebih awal, ini

dapat memperjelas status kepemilikan tanah dan begitu seterusnya.

Tentunya, dialog tahap satu selesai dilaksanakan dan semua pihak yang

berkonflik diharapkan melakukan perenungan diri sebelum melakukan dialog

kekeluargaan atas tanah konflik. Harapannya adalah di dialog tahap kedua ini

kedua belah pihak sudah menemukan titik terang, apakah sepakat untuk

mengakhir konflik dengan mengakui status tanah yang dimiliki oleh surat tanah,

yang lebih awal muncul dan begitu seterusnya. Dengan kata lain, sepakat untuk

sepakat menyelesaikan perdebatan mengenai tanah di tingkat kelurahan saja.

Apabila hasil di dialog tahap kedua kemudian menjadi buntu, maka biasanya akan

mengundang pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan

pengukuran ulang serta mengecek status surat tanah, manakah yang lebih kuat

baik secara hukum maupun secara usia surat keluarnya tanah.

Selanjutnya, yang biasa dilakukan pasca dialog kekeluargaan ketika tidak

mencapai titik temu, ini kemudian dilanjutkan dengan jalur hukum, yakni

pengadilan negeri. Di dalam pengadilan negeri, maka baik penggugat maupun

tergugat harus mengikuti peraturan yang berlaku dalam persidangan,

menunjukkan fakta-fakta hukum demi kepentingan hukum yang berlaku.

Umumnya, ada beberapa hal yang dilakukan ketika sudah masuk jalur hukum.

Pertama, baik tergugat maupun penggugat harus menyiapkan berkas-berkas

terkait untuk saling menguatkan bukti kepemilikan tanah. Bukti-bukti

kepemilikan tanah tersebut kemudian dilakukan verifikasi secara administratif

melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum dikembangkan dan

dilanjutkan dengan survei lapangan. Kedua, baik tergugat maupun penggugat juga

harus menghadirkan para saksi yang bisa menguatkan bukti kepemilikan tanah.

Para saksi tentunya adalah orang yang paling dekat dengan daerah tanah tersebut

menjadi bahan konflik. Saksi adalah yang tinggal di bagian kiri, kanan, depan, dan

belakang tanah yang menjadi sengketa konflik. Ketiga, menunggu hasil dari

Page 32: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

32

proses hukum yang berlangsung di pengadilan negeri, siapakah yang menang

(bukan dimenangkan) dengan mempertimbangkan bukti-bukti yang sudah

ditunjukkan di sidang pengadilan.

5.2 Pembahasan

Berdasarkan sejumlah temuan yang diperoleh dari hasil Focus Group

Discussion (FGD) selama dua kali kegiatan, selanjutnya menjadi penting untuk

membangun konsep baru tentang upaya-upaya dan langkah-langkah yang dapat

digunakan dalam menyelesaikan konflik tanah, baik yang merupakan konflik

tanah warisan, tanah ulayat, maupun konflik tanah demi kepentingan umum.

Konflik tanah dalam rentang sejarah dari waktu ke waktu tidak akan

pernah hilang dan terus menerus akan menjadi bagian tak terpisahkan dari

perjalanan kehidupan manusia. Manusia tanpa konflik tidak akan mampu

melakukan adaptasi diri dan melakukan gerak langkah untuk terus melakukan

pembenahan diri demi kepentingan kehidupan yang lebih baik baik diri maupun

lingkungan sekitar. Menurut Limbong (2012), konflik pertanahan di dalam

masyarakat pada umumnya memiliki hubungan tiga hal, yakni:

1) Proses ekspansi dan perluasan skala akumulasi modal, baik modal

domestik maupun internasional.

2) Watak otoriternya negara dalam menyelesaikan kasus agraria.

3) Berubahnya strategi dan orientasi pembangunan masyarakat

menjadi kapitalistik.

Berikut di bawah ini merupakan beberapa model yang dilakukan dalam

penyelesaian konflik tanah yang dapat menjadi acuan:

1. Penyelesaian Melalui Pengadilan

Penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pengadilan dilakukan dalam

beberapa tahap sebagai berikut:

a) Pengadilan Negeri

Masa berlangsungnya perkara adalah enam (6) bulan dan bisa lebih.

Oleh karenanya, perkara tanah di tingkat pengadilan negeri sudah

dipastikan memakan waktu yang cukup lama yang kemudian dapat

menggantungkan perkara.

Page 33: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

33

b) Pengadilan Tinggi

Masa berlangsungnya perkara di pengadilan tinggi juga tidak jauh

berbeda dengan di pengadilan negeri dan ini kemudian semakin

menambah mandeknya penyelesaian perkara.

c) Tingkat Kasasi

Pada tingkat kasasi sering juga terjadi keterlambatan dalam pemeriksaan.

Gautama mengatakan bahwa untuk dapat diperiksa harus menunggu

bertahun-tahun lamanya dan biasanya tidak kurang dari tiga (3) tahun

sebelum akhirnya diputus dalam kasasi. Ini juga terjadi akibat antrean

pemeriksaan dalam acara kasasi karena banyaknya perkara kasasi yang

ditangani.

d) Peninjauan Kembali (PK)

Pada peninjauan kembali, waktu yang diperlukan umumnya mencapai 8-

9 tahun sebelum perkara ini tiba pada taraf dapat dilakukan eksekusi oleh

pengadilan negeri.

2. Penyelesaian di Luar Pengadilan

a) Musyawarah (negotiation)

Negosiasi merupakan fact of life dan setiap orang melakukan negosiasi

untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh orang lain. Negosiasi

berasal dari kata bahasa Inggris, negotiation yang berarti berunding,

bermusyawarah atau bermufakat. Penyelesaian secara musyawarah

mufakat juga dapat dikenal dengan sebutan penyelesaian secara bipartit,

yakni penyelesaian yang dilakukan oleh para pihak yang sedang

berselisih dan orang yang mengadakan perundingan disebut negotiator.

Menurut Goodpaster, negosiasi adalah suatu proses interaksi dan

komunikasi dinamis serta beragam dengan tujuan menyelesaikan atau

mengurangi persengketaan atau perselisihan. Sedangkan Kanowitz

sebagaimana dikutip Wijaya mengatakan bahwa negosiasi itu sendiri

dapat berjalan sukses ketika melibatkan beberapa hal penting: 1)

kekuatan dari pengetahuan dan keterampilan; 2) kekuatan dari hubungan

yang baik; 3) kekuatan dari alternatif yang baik dalam negosiasi; 4)

Page 34: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

34

kekuatan untuk mencapai penyelesaian yang elegan; 5) kekuasaan

legitimasi; dan 6) kekuatan komitmen.

b) Konsiliasi

Konsiliasi merupakan bentuk pengendalian konflik sosial utama.

Pengendalian ini terwujud melalui lembaga tertentu yang

memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan.

Dalam bentuk konsiliasi, konflik pertanahan diselesaikan melalui

parlemen dimana kedua belah pihak berdiskusi dan berdebar secara

terbuka untuk mencapai kesepakatan. Orang yang berkonsiliasi disebut

konsiliator dan yang bersangkutan terdaftar di kantor yang berwenang

menangani masalah pertanahan. Konsiliator harus dapat menyelesaikan

perselisihan tersebut paling lama tiga puluh hari kerja sejak menerima

permintaan penyelesaian konflik. Sehubungan dengan penyelesaian

konflik melalui konsiliasi, maka lembaga konsiliasi harus memenuhi

hal-hal sebagai berikut: 1) bersifat otonom dan independen; 2) bersifat

monopolistis atau hanya lembaga itulah yang berfungsi menyelesaikan

konflik demikian; 3) mampu mengikat kepentingan semua golongan;

dan 4) bersifat demokratis.

c) Mediasi

Mediasi merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara

membuat konsensus di antara dua pihak yang berkonflik untuk mencari

pihak ketiga yang berkedudukan netral sebagai mediator dalam

penyelesaian konflik. Mediator wajib menyelesaikan tugasnya paling

lama 30 hari kerja sejak menerima pendaftaran konflik dari para pihak

d) Arbitrase

Arbitrase merupakan pengendalian konflik yang dilakukan dengan cara

kedua belah pihak yang bertentangan sepakat untuk menerima atau

terpaksa akan hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan keputusan

bagi mereka dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam penyelesaian

secara arbitrase, kedua belah pihal sepakat untuk mendapatkan

keputusan yang bersifat legal sebagai jalan keluar. Selayaknya kasus

perdata di pengadilan, arbitrase termasuk penyelesaian kasus

Page 35: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

35

pertanahan, ada Penggugat dan Tergugat. Bedanya adalah disebut

Pemohon dan Termohon. Secara umum, proses persidangan arbitrase

dapat melalui beberapa tahap, yakni mulai dari upaya damai, jawaban

Termohon, tanggapan Pemohon, pemeriksaan bukti, keterangan saksi

dan ahli, kesimpulan akhir para pihak dan terakhir adalah pembacaan

putusan. Putusan arbitrase bersifat final, mempunyai kekuatan hukum

tetap serta mengikat para pihak. Dengan demikian, putusan arbitrase

tidak dapat diajukan banding, kasasi atau peninjauan kembali.

3. Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat

Konflik tanah hak ulayat pada prinsipnya dapat diselesaikan melalui cara

non litigasi atau penyelesaian sengketa alternatif. Secara umum, terbagi

menjadi tiga bagian penting:

1) Tahap Musyawarah

a. Menentukan siapa yang akan menjadi juru penengah yang bertugas

untuk melakukan pemahaman terhadap sengketa yang terjadi,

penentuan tempat penyelesaian, waktu dan pihak-pihak lain yang

akan dilibatkan serta hal-hal lain untuk mendukung musyawarah.

b. Meminta keterangan dari pihak Pemohon/Penggugat dan

Termohon/Tergugat berkaitan dengan sengketa serta mendengar

keterangan dari pasa saksi yang berasal dari pihak Pemohon dan

Termohon.

c. Menyimpulkan pembicaraan, membuat surat pernyataan damai,

penandatanganan kesepakatan oleh para pihak yang bersengketa

(bila sudah disepakati), saksi dan penutupan musyawarah.

2) Tahap Pelaksanaan Hasil Musyawarah

Para pihak akan melaksanakan kesepakatan yang sudah dibuat

secara suka rela.

3) Tahap Penutupan Musyawarah

Musyawarah akan ditutup oleh pihak yang berkompeten dan

biasanya dilakukan oleh pemimpin musyawarah.

Page 36: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

36

4. Penyelesaian Sengketa Tanah untuk Kepentingan Umum

Konflik tanah terkait kepentingan umum sering melahirkan dampak sosial

yang tidak sedikit baik secara ekonomi, sosial dan lain sejenisnya. Oleh

karenanya, diperlukan strategi untuk mereduksi dampak negatif dari

konflik tanah untuk kepentingan umum. Ini harus diawali dari perubahan

cara pandang yang biasanya selalu menyebut ganti rugi menjadi

kompensasi. Ganti rugi selama ini dimaknai bahwa pemilik hak atas tanah

telah merugi sebelum melepaskan tanahnya untuk kepentingan umum.

Sementara kompensasi lebih bermaknai positif, yakni balasan atau imbalan

untuk tanah yang dibebaskan. Ada dua bentuk kompensasi yang umumnya

dilakukan, yakni uang dan non uang atau bersifat non fisik. Untuk uang

sesuai dengan jumlah yang harus diterima, hal tersebut merupakan sesuatu

yang bisa dihitung secara matematis dengan pendekatan ekonomi. Namun

untuk non fisik, ini lebih dekat dengan pendekatan sosiologis. Bentuk

kompensasi non fisik adalah sebagai berikut: 1) pembangunan

infrastruktur pemukiman baru yang memadai seperti jalan dan transportasi

umum, pelistrikan, dan lain-lain; 2) pembangunan sarana rekreasi seperti

taman umum, tempat pertemuan umum, dan lain sejenisnya; 3) akses ke

tempat strategis, seperti terminal, pasar, sekolah, dan lain sejenisnya; 4)

pembangunan daerah tangkapan air yang meliputi pengelolaan sumber

DAS, penghutanan kembali, dan lain sejenisnya.

Page 37: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

37

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Secara umum, Focus Group Discussion (FGD) selama dua kali kegiatan

menjadi dasar dalam memformulasi model penanganan konflik tanah di daerah

lahan basah. Konflik tanah yang berakar dari sertifikat tumpang tindih, sertifikat

dan segel baik untuk kepentingan pribadi serta umum serta tanah ulayat sudah

mengarah pada penyelesaian baik litigasi maupun non litigasi. Berikut di bawah

ini merupakan hasil akhir yang kemudian disampaikan:

1) Penyelesaian Konflik Tanah Melalui Pengadilan

a) Pengadilan Negeri

b) Pengadilan Tinggi

c) Tingkat Kasasi

d) Peninjauan Kembali (PK)

2) Penyelesaian di Luar Pengadilan

a) Musyawarah (negotiation)

b) Konsiliasi

c) Mediasi

d) Arbitrase

3) Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat

a) Tahap Musyawarah

b) Tahap Pelaksanaan Hasil Musyawarah

c) Tahap Penutupan Musyawarah

4) Penyelesaian Sengketa Tanah untuk Kepentingan Umum dalam bentuk

kompensasi non fisik sebagaiman berikut:

a) Pembangunan infrastruktur pemukiman baru yang memadai seperti

jalan dan transportasi umum, pelistrikan, dan lain-lain;

b) Pembangunan sarana rekreasi seperti taman umum, tempat

pertemuan umum, dan lain sejenisnya;

c) Pembangunan akses ke tempat strategis, seperti terminal, pasar,

sekolah, dan lain sejenisnya; dan

Page 38: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

38

d) Pembangunan daerah tangkapan air yang meliputi pengelolaan

sumber DAS, penghutanan kembali, dan lain sejenisnya.

6.2 Saran

Untuk kepentingan penyempurnaan, maka model penanganan konflik

tanah dengan mendasarkan diri pada temuan dan hasil pembajasan selanjutnya

perlu perlu dikaji secara lebih komprehensif dan matang bersama oleh sejumlah

pihak yang berkepentingan sebagaimana berikut:

1) Para pemangku kepentingan di kelurahan Gambut, termasuk tokoh

masyarakat setempat.

2) Pejabat di tingkat kecamatan yang menangani langsung pertanahan.

3) Pejabat tingkat Kabupaten, termasuk di dalamnya Badan

Pertanahan Nasional (BPN) yang berkantor di Martapura.

Page 39: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

39

DAFTAR PUSTAKA

Asy’ari, Sapari Imam, 1993. Sosiologi Kota dan Desa. Surabaya: Usaha Nasional.

Bintarto, R, 1984. Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Fraenkel, Jack R, dan Norman E. Wallen. 2006. How to Design and Evaluate

Research in Education. Cet. Ke-6. New York: McGraw-Hill.

Focus Group Discussion (FGD) “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di

Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar”, 2015.

Focus Group Discussion (FGD) “Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di

Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar”, 25 Mei 2015.

Gautama, Sudargo. 1999. Undang-Undang Arbritase Baru 1999. Bandung:

Penerbit Citra Aditya Bakti.

Goodpaster, Garry. 1993. Negosiasi dan Mediasi: sebuah Pedoman Negosiasi dan

Penyelesaian Sengketa Melalui Negosiasi. Jakarta: Penerbit Elips Project.

Habib, Achmad. 2004. Konflik Antaretnik di Pedesaan: Pasang Surut Hubungan

Cina-Jawa. Yogyakarta: LKiS.

http://geodata-cso.org/index.php/page/index/6, diakses tanggal 5 Mei 2013.

Kartohadikusumo, Sutardjo, 1984. Desa. Yogyakarta: Balai Pustaka.

Limbong, Bernhard. 2012. Konflik Pertanahan. Jakarta: Pustaka Margaretha.

Nain, Ahmad Shukri Mohd Nain dan Rosman MD Yusoff. 2003. Konsep, Teori,

Dimensi & Isu Pembangunan. Malaysia: Universitas Teknologi

Malaysia.

Noor, M, 1996. Padi Lahan Marjinal. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nasikun. 2003. Sistem Sosial Indonesia. Cet. 12. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada.

Puslitbangtan, 1992. Prospek dan Langkah Pengembangan Pertanian Lahan

Rawa Pasang Surut. Bogor: IPB (Seminar).

Rifani, M, 1998. Karakteristik Ekosistem Pertanian Lahan Basah. Jakarta: Dikti-

Depdikbud.

Sadikin dan Sofwan Samandawai. 2007. Konflik Kesehariaan di Pedesaan Jawa.

Bandung: AKATIGA.

Page 40: IDENTIFIKASI KONFLIK PEREBUTAN TANAH ADAT DI DAERAH …eprints.ulm.ac.id/3283/6/NASKAH STRATEGI PENANGANAN... · Industri ekstraktif pertambangan batu ... Tujuan pembangunan agraria

40

Suhendar, Endang dan Yohana Budi Winarni. Petani dan Konflik Agraria.

Bandung: AKATIGA.

Sumardjono, Maria S.W. 2008. Tanah dalam Perspektif Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya. Jakarta: Kompas.

Sastrosupono, Suprihadi dan M. Soehartono Siswo Pangripto, 1984. Desa Kita

(Sosiologi Pedesaan). Bandung: Alumni.

Undang Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.

Wijaya, Mahendra. 2001. Mediasi dan Negosiasi yang Efektif dalam Resolusi

Konflik, Makalah Pelatihan ADR yang diselenggarakan Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup, Lembaga Penelitian UNS, Sukarakarta, 9 Oktober-

5 Nopember.