IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED ... DNA mikrosatelit. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa...
Transcript of IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED ... DNA mikrosatelit. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa...
i
IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED
MENGGUNAKAN MIKROSATLIT
ILSTS017 DAN ILSTS089
SKRIPSI
DINDA FEBRIANTI ADAM
I111 13 533
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
2
IDENTIFIKASI GEN PENCIRI SAPI BALI POLLED
MENGGUNAKAN MIKROSATLIT
ILSTS017 DAN ILSTS089
SKRIPSI
Oleh :
DINDA FEBRIANTI ADAM
I111 13 533
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
3
PERNYATAAN KEASLIAN
1. Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : DINDA FEBRIANTI ADAM
NIM : I111 13 533
menyatakan dengan sebenarnya bahwa :
a. Karya Skripsi saya adalah asli
b. Apabila sebagian atau seluruhnya dari karya skripsi ini, terutama dalam
Bab Hasil dan Pembahasan, tidak asli atau plagiasi maka bersedia
dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku.
2. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, November 2017
DINDA FEBRIANTI ADAM
4
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Idetifikasi Gen Penciri Sapi Bali Polled
Menggunakan Mikrosatelit ILSTS017 dan
ILSTS089
Nama : Dinda Febrianti Adam
Nomor Induk Mahasiswa : I111 13 533
Fakultas : Peternakan
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui oleh:
Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt., M.Si Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco. M.Sc Prof. Dr. drh. Hj. Rahmawati Malaka, M.Sc
Dekan Fakultas Peternakan Ketua Program Studi Peternakan
Tanggal Lulus : November 2017
5
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, segala puji syukur patut penulis haturkan kehadirat
ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir / Skripsi ini dengan judul “Identifikasi
Gen Penciri Sapi Bali Polled Menggunakan Mikrosateit ILSTS017 dan
ILSTS089” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan
pada Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan dan kerendahan hati
penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Kedua Orang tua yang telah banyak memberi cinta, kasih sayang dan
mengiringi setiap langkah penulis dengan doa restu yang tulus serta tak
henti-hentinya memberikan dukungan baik secara moril maupun materil
selama ini, ayahanda H. Heri Husary Adam dan Ibunda Hj. Fauziah
As’ad, beserta saudara-saudara tercinta Ahmad Fariza Adam, Charisma
Alwiyah Adam, Fadia Auliyah Adam, dan Gauza Kamilia Adam, terima
kasih atas segala bantuan, motivasi dan doanya. Penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya untuk seluruh keluarga yang selalu
mendoakan dan dukungan yang tak henti-hentinya.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Lellah Rahim, M.Sc selaku pembimbing utama dan
bapak Dr. Muhammad Ihsan Andi Dagong, S.Pt., MS selaku pembimbing
6
anggota yang telah memberikan nasehat, arahan, petunjuk dan
bimbingan serta dengan sabar dan penuh tanggung jawab meluangkan
waktunya mulai dari penyusunan hingga selesainya skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Syamsuddin Garantjang, M.Agr, Prof. Dr. Ir. H.
Sudirman Baco, M.Sc, Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt, dan Ibu Prof.
Rr. Sri Rachma A. Bugiwati, M.Sc, Ph.D selaku dosen pembahas mulai
dari seminar proposal hingga seminar hasil penelitian, terima kasih telah
berkenan mengarahkan dan memberi saran dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Ramadhan Siregar, MS selaku penasehat
akdemik yang terus memberikan arahan, nasihat dan motivasi selama ini.
5. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Palubuhu, M.A, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
6. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sudirman Baco, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Peternakan, Bapak Wakil Dekan I, II, III dan seluruh Staf Pegawai Fakultas
Peternakan, terima kasih atas segala bantuan kepada penulis selama menjadi
mahasiswa.
7. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yusuf, S.Pt selaku Ketua Jurusan Produksi
Ternak, bapak Dr. Muhammad Ihsan A. Dagong, S.Pt., MS sebagai
Sekertaris Jurusan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bimbingan,
dukungan dan bantuannya kepada Penulis.
8. Semua Dosen-Dosen Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin yang
telah memberi ilmunya kepada penulis.
7
9. Seluruh Staf dalam lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddi
nyang selama ini telah banyak membantu dan melayani penulis selama
menjalani kuliah hingga selesai.
10. Terima kasih kepada Sahabat HIMABEBS, Chairunnisa Idrus Assegaf,
Radinda Dwi Choirunnisa, Andi Jeniwari Elvina, Majdah Pratiwi, Indra
Adighuna, Widi Mashoeri, Nawawi Arfan, Fulki Alen, Dwi Suprapto,
Wahyu, dan Gabriel mulai dari Maba selalu bersama, terima kasih atas
kebersamaan, bantuannya dan telah menjadi bagian dari penulis serta
menemani hari-hari penulis selama ini sampai mendapatkan Gelar S.Pt
11. Keluarga besar Larfa 13, kalian keluarga yang tak akan pernah penulis
lupakan, terima kasih untuk semua kenangan indah yang mengantarkan
penulis meraih gelar sarjana.
12. Sahabat AW Room, Nyii, Suke, Racil, Uli, Naya, Ilha, Meno, Obhel,
dian, Ichong dan Icha, terima kasih yang setinggi-tingginya serta
penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala cinta, pengorbanan, bantuan,
pengertian, candatawa serta kebersamaan selama ini, waktu yang dilalui
sungguh merupakan pengalaman hidup yang berharga dan tak mungkin
untuk terlupakan dan terima kasih telah memberiku sedikit tempat di hatimu
untuk menjadikanku sahabat dan teriring dengan doa semoga rekan dan
sahabatku sukses selalu.
13. Kepada Tim Penelitian Genetika Molekuler, Radinda Dwi, Erwin Jufri,
Hasman, Arman, dan Husni. Terima kasih atas segala kebaikan serta
bantuan yang kalian berikan kepada penulis selama penelitian.
8
14. Kepada angkatan Merpati 09, L10N, Solandeven 11, FM 12, dan ANT 14.
15. Kakanda Abdullah Magfirah Irfan, Muh. Haekal Pratama, Ibnu Hajar,
Agung Perdana dan Candra Arsandi, terima kasih atas segala perhatian,
bantuan, dukungan dan doanya.
16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, terima kasih atas
bantuannya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan
dan kesalahan. Penulis mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas segala
kebaikan semua yang penulis telah sebutkan diatas maupun yang belum sempat
ditulis. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan menitip harapan
semoga tugas akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin yaa robbal a’lamin
Wassalamualaikum Wr.Wb
Makassar, November 2017
Penulis
Dinda Febrianti Adam
9
ABSTRAK
DINDA FEBRIANTI ADAM (I111 13 533). Identifikasi Gen Penciri Sapi Bali
Polled Menggunakan Mikrosatelit ILSTS017 dan ILSTS089. Dibawah bimbingan
Lellah Rahim sebagai Pembimbing Utama dan Muhammad Ihsan A. Dagong
sebagai Pembimbing Anggota.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gen penciri sifat tanpa tanduk
(Polled) pada sapi Bali dengan menggunakan mikrosatelit lokus ILSTS017 dan
ILSTS089. Sampel yang digunakan terdiri dari 11 sampel darah sapi Bali Polled
dan 89 sampel darah sapi Bali bertanduk. Variasi genetik diidentifikasi
menggunakan DNA mikrosatelit. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa lokus
ILSTS017 dan ILSTS089 mengahasilkan pita/alel yang beragam (polimorfik).
Pada lokus ILSTS017 terdapat 4 jenis alel yaitu D, I, G ,J dan lokus ILSTS089
terdapat 3 jenis alel yaitu A, B, D. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa alel
yang ditemukan tidak dapat digunakan sebagai gen penciri sifat Polled pada sapi
Bali
Kata Kunci : Sapi Bali Polled, ILSTS017, ILSTS089, Keragaman Genetik.
10
ABSTRACT
DINDA FEBRIANTI ADAM (I111 13 533). Identification of The Gene
Identifier of Bali Polled Cattle Using ILSTS017 and ILSTS089 Microsatellite.
Under the guidance of Lellah Rahim as the Main Supervisor and Muhammad
Ihsan A. Dagong as the co main Supervisor.
The aim of this study to determine the nature of the gene identifier of
polled trait in Bali cattle used ILSTS017 and ILSTS089 microsatellite locus. In
total, 100 heads of samples consist of 11 heads of polled Bali and 89 heads horned
Bali. Genetic variation was identified by using microsatellite DNA. The results
showed that the ILSTS017 and ILSTS089 loci gave various bands / alleles
(polymorphs). At ILSTS017 locus there are 4 types of alleles, namely D, I, G, J
and ILSTS089 locus alleles there are 3 types namely A, B, D. The Results of this
research conclude that alleles found can not be used as a genetic identifier of
polled Bali cattle.
Keywords : Bali Polled Cattle, ILSTS017, ILSTS089, Genetic Diversity
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali ............................................................... 3
Potensi Kekhasan pada Sapi Bali ...................................................... 4
Karakteristik Sifat Polled pada Sapi .................................................. 5
Keunggulan Sifat Polled dari Segi Manajemen Pemeliharaan .......... 6
Identifikasi Potensi Genetik Sapi Bali Polled ................................... 6
Identifikasi Gen Pengontrol Sifat Polled ........................................... 9
Keragaman Genetik....................... .................................................... 9
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat ............................................................................. 11
Alat dan Bahan .................................................................................. 11
Tahapan Penelitian............................................................................. 12
Analisis Data ...................................................................................... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA Mikrosatelit .......................................................... 17
Frekuensi Genotipe dan Alel ............................................................. 19
Nilai Heterozigositas ......................................................................... 20
KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 23
LAMPIRAN ................................................................................................ 28
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Urutan Basa dan Ukuran Mikrosatelit ...................................................... 13
2. Frekuensi Genotipe dan Alel Lokus ILSTS017 ........................................ 19
3. Frekuensi Genotipe dan Alel Lokus ILSTS089 ........................................ 20
4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas .................... 21
Harapan (He) Lokus ILSTS017 .................................................................
5. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas
Harapan (He) Lokus ILSTS089 ................................................................. 21
1
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan keanekaragaman hayati dan
salah satunya adalah kekayaan berbagai macam ternak, termasuk sapi. Salah satu
bangsa sapi lokal Indonesia adalah sapi Bali yang memiliki populasi cukup besar.
Hal ini menunjukkan posisi sapi Bali dalam pemenuhan kebutuhan daging
nasional sangat strategis sehingga upaya peningkatan populasi dan peningkatan
mutu genetik tetap harus diupayakan.
Sapi Polled adalah ternak sapi yang tanduknya tidak tumbuh secara alami.
Sapi Bali tanpa tanduk (Polled) ini memiliki keunggulan dari aspek manajemen
pemeliharaan. Salah satu aspek manajemen yakni kemudahan dalam pemeliharaan
yang memiliki dampak terhadap produktivitas dagingnya. seperti mengurangi
resiko terluka yang sering terjadi pada ternak yang disebabkan oleh tanduk, dapat
mencegah memar pada karkas dan kerusakan pada kulit. Seleksi terhadap sapi
Polled menjadi sangat penting terutama pada manajemen budidaya ternak yang
modern (Brockmann et al., 2000)
Kemajuan teknologi genetika molekuler memberikan peluang untuk
melakukan seleksi berdasarkan gen yang mengontrol sifat-sifat tertentu.
Perkembangan sejumlah penanda molekuler memungkinkan untuk melakukan
identifikasi terhadap perubahan-perubahan genetik yang terjadi dalam suatu
persilangan serta hubungan dengan sifat kuantitatif dan kualitatif ternak. Selain
itu, penanda molekuler juga dapat digunakan untuk membedakan antara suatu ras
ternak dengan yang lain terutama kaitannya dalam upaya pelestarian dan menjaga
2
kemurnian dari ras tersebut. Salah satu penanda molekuler yang sangat populer
saat ini adalah mikrosatelit.
Mikrosatelit merupakan alat bantu yang sangat akurat untuk membedakan
genotipe, evaluasi kemurnian benih, pemetaan, dan seleksi genotipe untuk
karakter yang diinginkan. Mikrosatelit tergolong sebagai penanda molekuler yang
sangat efektif, yakni sekuen DNA yang bermotif pendek dan diulang secara
tandem dengan dengan 2 sampai 5 unit basa nukleotida (dikenal sebagai motif)
yang tersebar dan meliputi seluruh genom (Lumban dkk., 2013). Analisis
mikrosatelit merupakan salah satu penciri genetik yang sudah diaplikasikan secara
meluas dalam bidang peternakan. Identifikasi penciri genetik sebagai alat penanda
pembeda bangsa merupakan langkah penting sebagai ciri khusus yang bersifat
khas pada bangsa ternak tertentu.
Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan suatu penelitian mengenai
identifikasi gen penciri sapi Bali Polled menggunakan mikrosatelit ILSTS017 dan
ILSTS089.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gen penciri sifat tanpa
tanduk (Polled) pada sapi Bali dengan menggunakan mikrosatelit lokus ILSTS017
dan ILSTS089. Kegunaan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi
kepada peneliti terkait gen penciri sapi Bali Polled yang dapat digunakan untuk
menentukan keunggulannya, juga kepada peternak dan pemegang kebijakan
dalam pengembangan sapi potong lokal khususnya pada sapi tanpa tanduk
(Polled).
3
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Sapi Bali
Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia. Keaslian sapi Bali telah
dibuktikan oleh Mohamad et al. (2009) menggunakan pendekatan genetika
molekuler berupa analisa DNA mitokondria yang mempunyai potensi genetik dan
nilai ekonomis yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai ternak potong.
Sapi Bali adalah domestikasi dari banteng (Bibos banteng Syn. Bos sondaicus)
yang telah terjadi sejak zaman prasejarah (Purwantara et al., 2012). Namun ada
juga yang menduga bahwa sapi Bali adalah asli berasal dari pulau Bali yang
dalam perkembangan selanjutnya dapat dipertahankan kemurniannya (Gunawan et
al., 2004).
Proses domestikasi sapi Bali terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia.
Banteng liar saat ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di
Pulau Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia (Payne and Rollinson, 1973).
Ciri khas sapi Bali (Bos sondaicus) adalah warna bulunya merah bata dan
mempunyai garis belut di sepanjang punggungnya (Guntoro, 2002). Sapi Bali juga
mudah beradaptasi di lingkungan yang buruk dan tidak selektif terhadap makanan.
Selain itu, sapi Bali cepat beranak, jinak, mudah dikendalikan dan memiliki daya
cerna terhadap makanan serat yang baik (Batan, 2006).
Perkembangan sapi Bali di Indonesia sangat cepat dibanding dengan
bangsa sapi potong lainnya, hal tersebut menyebabkan bangsa sapi ini lebih
diminati oleh petani kecil karena beberapa keunggulan yang dimiliki antara lain,
tingkat fertilitas dan reproduksi tinggi, yang ditandai dengan angka konsepsi dapat
4
mencapai 85,9% dan persentase beranak sekitar 70-81% (Murtidjo, 1990 ;
Handiwirawan dan Subandriyo, 2004).
Potensi Kekhasan Sapi Bali
Sapi Bali merupakan ternak tipe potong atau pedaging dan sebagai ternak
pekerja. Sapi Bali merupakan penghasil daging utama untuk ruminansia besar di
Indonesia. Sapi Bali memiliki bentuk tubuh yang relatif lebih kecil jika
dibandingkan bangsa sapi potong yang ada (Bos indicus dan Bos taurus). Bentuk
tubuh yang kecil diduga disebabkan oleh faktor genetik dan manajemen
pemeliharaan yang diberikan oleh peternak (Masudana, 1990).
Sapi Bali memiliki karakteristik fenotipe yang unik dibandingkan dengan
sapi lainnya. Menurut Pane (1986) anak sapi jantan hingga sekitar umur 6 bulan
berwarna sama dengan sapi betina yaitu merah bata kecoklatan, tetapi dengan
semakin tua umurnya akan mulai berubah menjadi coklat kehitaman mulai dari
bagian depan tubuh ke belakang, terdapat warna putih pada bagian belakang paha
(pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di
atas kuku, bagian dalam telinga, dan pinggiran bibir atas pada sapi Bali jantan dan
betina (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Kemampuan sapi Bali beradaptasi pada lingkungan menjadi hal yang
penting, karena kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh beberapa bangsa sapi
lainnya. Sapi Bali dapat memanfaatkan pakan dengan kualitas rendah
(Sastradipraja, 1990), mempunyai fertilitas dan conception rate yang sangat baik
(Oka dan Dramadja, 1996), dan memiliki daging berkualitas baik dengan kadar
lemak rendah (Bugiwati, 2007).
5
Keunggulan yang dimiliki oleh sapi Bali dari segi pertumbuhan yakni,
bobot lahir yang dapat mencapai 18,37 Kg untuk jantan dan 18,27 Kg untuk
betina. Berat sapih pedet jantan 93,53±21,00 kg dan pedet betina 87,66±12,04 kg,
dengan waktu sapih 205 hari. Keunggulan lainnya yakni laju pertumbuhan bobot
badan yang cukup tinggi dengan persentase karkas sebesar 51,22%. Berdasarkan
keunggulan dari segi pertumbuhan, sapi Bali menjadi pilihan sebagai ternak
potong penghasil daging di daerah tropis khususnya di Indonesia (Ismail dan
Nuraini, 2014).
Karakteristik Sifat Polled pada Sapi
Tanduk memiliki fungsi sebagai alat perlindungan sapi dari predator dan
pada persaingan dalam mencari pakan, terutama pada kehidupan liar. Sebagian
pihak memiliki hipotesis bahwa fungsi lain tanduk berhubungan dengan
efektivitas reproduksi, dimana ternak betina cenderung memilih sapi yang
bertanduk. Ternak sapi yang tanduknya tidak tumbuh secara alami diistilahkan
sebagai sapi Polled. Polled merupakan sebuah sifat yang diturunkan melalui pola
autosomal dominan (Cargill et al., 2008).
Fenomena tidak tumbuhnya tanduk pada sapi dikategorikan dalam dua
kondisi, 1) dikatakan Polled jika tanduk tidak tumbuh secara alami dan 2) kondisi
scurs yakni tidak tumbuhnya tanduk yang disebabkan oleh kegagalan
penggabungan antara inti tulang tanduk dengan tengkorak. Kondisi scurs dapat
juga dikatakan sebagai pertengahan antara kondisi sapi bertanduk dengan tidak
bertanduk, disebabkan sapi yang bersifat scurs tetap memiliki tanduk namun tidak
6
tumbuh secara sempurna. Hal tersebut menjadi penting untuk membedakan ternak
sapi yang bersifat Polled dengan sifat scurs.
Keunggulan Sifat Polled pada Sapi
Keunggulan dari sifat Polled, yakni generasi homozigot pada sapi Polled
mengurangi biaya dan waktu untuk pemotongan tanduk dan menghilangkan stres
pada ternak. Beberapa negara telah memberlakukan animal walfare terkait
dehorning, sehingga pemuliabiakan terhadap sapi Polled menjadi lebih
menguntungkan. Pada sapi Simmental, telah banyak upaya yang dilakukan untuk
menghasilkan bangsa murni Simmental Polled melalui seleksi fenotifik
tradisional. Upaya tersebut telah menghabiskan waktu selama 25 tahun
(Brockmann et al., 2000).
Beberapa keunggulan lain pada sapi Polled dari segi manajemen
pemeliharaan, seperti mengurangi resiko terluka yang sering terjadi pada peternak
yang disebabkan oleh tanduk, dapat mencegah memar pada karkas dan kerusakan
pada kulit. Seleksi terhadap sapi Polled menjadi sangat penting terutama pada
manajemen budidaya ternak yang modern (Brockmann et al., 2000). Dampak
paling jelas dari keberadaan tanduk, terlihat pada saat pengangkutan menuju
rumah potong hewan, yaitu ditemukan banyak memar pada ternak yang
bertanduk, disebabkan oleh adanya persaingan dan persinggungan antar ternak
yang terjadi di atas alat angkut (mobil pengangkut sapi).
Identifikasi Potensi Genetik Sapi Bali Polled
Sapi Bali merupakan hasil domestikasi langsung dari Banteng liar
(Namikawa et al., 1980; Payne dan Hodges, 1997; Martojo, 2003), pendapat
7
tersebut diperkuat oleh ciri khas (fenotipe) sapi Bali yang sangat mirip dengan
Banteng. Sapi Bali yang dikenal saat ini diistilahkan sebagai Bos javanicus
(Zulkharnaim et al., 2010). Fenomena sifat Polled pada sapi Bali seharusnya
memiliki dasar ilmiah yang menerangkan keabsahan jenis bangsanya. Hasil
pengkajian awal menunjukkan bahwa sapi Bali Polled masih sebangsa dengan
sapi Bali pada umumnya, sehingga dibutuhkan pengkajian secara molekuler
terhadap potensi genetik yang terekspresi pada sifat fenotipe dari sapi Bali Polled.
Kemurnian genetik merupakan suatu individu dimana individu tersebut
memiliki alel untuk gen yang menduduki lokus pada suatu kromosom yang sama
dengan tetuanya. Analisa kemurnian sapi Bali telah dilakukan dengan
menggunakan beberapa penanda molekuler (DNA marker), salah satu penanda
molekuler yang sangat populer dewasa ini adalah mikrosatelit (Maskur, 2007).
Pada saat sekarang ini mikrosatelit adalah pilihan terbaik dan penting untuk
karakterisasi rumpun sapi atau populasi (Metta et al., 2004; Rincon et al., 2007).
Marka genetik tersebut juga sering digunakan untuk menjawab pertanyaan terkait
dengan keragaman genetik dan hubungan genetik diantara populasi sapi (Rincon
et al., 2007; Sun et al., 2008; Chaudhari et al., 2009).
Lokus mikrosatelit disukai karena polimorfisme yang tinggi (banyak alel
dalam populasi), kodominan (segregasi homozigot dan heterozigot), relatif
melimpah dalam genom (Rincon et al., 2007; Karthickeyan et al., 2008).
Mikrosatelit disebut juga sebagai sequence repeats (SSR's), short tandem repeats
(STR's), simple sequence tandem repeats (SSTR), variable number tandem
repeats (VNTR), simple sequence length polymorphisms (SSLP), simple sequence
8
repeats (SSR), dan sequence tagged microsatellites (STMS) (Teneva, 2009).
Mikrosatelit merupakan runtutan DNA pendek berulang dengan panjang antara 1-
5 bp serta memiliki panjang total sekitar 10-100 bp. Runutan DNA yang berulang
meliputi DNA satelit, DNA mini satelit dan DNA mikrosatelit yang dalam genom
memiliki jumlah total 15 %. DNA mikrosatelit ditemukan pada prokariot dan
eukariot termasuk pada mamalia (Bennet, 2000). Motif yang berulang pada
mikrosatelit biasanya adalah di-nucleotide, misalnya ATATAT (Karthickeyan et
al., 2008). Informasi mengenai keragaman DNA mikrosatelit pada sapi-sapi lokal
Indonesia telah dilaporkan sebelumnya (Satriani dkk., 2002; Sarbaini 2004;
Winaya dkk., 2007; Abdullah, 2008).
Mikrosatelit cenderung terpusat pada daerah inisiasi transkripsi, dan tidak
ditemukan pada posisi intergene dan dalam pseudogenes (Maskur, 2007).
Mikrosatelit yang kaya akan basa purin dan pirimidin seperti (CA) n, dapat
membentuk Z-Dna di bawah kondisi-kondisi fisiologis (Comings, 1998).
Berdasarkan dari fakta-fakta tersebut, didapatkan informasi yang menunjukkan
peran yang potensial dari mikrosatelit dalam regulasi gen. Beberapa penelitian
menunjukkan adanya asosiasi yang signifikan antara lokus mikrosatelit dengan
sifat kuantitatif seperti sifat produksi susu (Kantanen et al., 2000), lemak karkas
(Fitzsimmons et al., 1998), perbedaan tingkat fertilitas (Oliveira et al., 2002) dan
efisiensi reproduksi (João et al., 2005) pada beberapa bangsa sapi.
Microsatellite typing juga dapat dilakukan dengan cara yang sederhana
dan dapat diinterpretasikan dengan mudah dengan menggunakan teknologi PCR
(Polymerase Chain Reaction). PCR atau reaksi berantai polimerase adalah teknik
9
amplifikasi in vitro fragmen gen tertentu yang terletak di antara pasangan
oligonukleotida primer spesifik. PCR mampu mempermudah teknologi yang ada
dan mempercepat perkembangan teknik baru yang tidak mungkin dilakukan
sebelumnnya. Teknik ini secara umum dapat mengurangi sejumlah tahap analisis
sehingga memenuhi karakter ekonomisnya (Newton and Graham, 1994).
Identifikasi Gen Pengontrol Sifat Polled
Sifat Polled pada sapi merupakan sebuah sifat autosomal dominan.
Lauwerier (2015) berpendapat sifat Polled terjadi disebabkan oleh terjadinya
mutasi yang ditentukan oleh sebuah gen tunggal (gen Polled). Lebih lanjut, sifat
Polled dikodekan dengan alel Polled (P), bertanduk (p). Sifat Polled bersifat
dominan terhadap sifat bertanduk. Sapi-sapi tanpa tanduk selalu dalam bentuk
homozigot dominan (PP) atau heterozigot (Pp). Sedangkan pada sifat bertanduk
hanya akan muncul jika dalam bentuk homozigot resesif (pp). Sehingga untuk
menghasilkan sapi Polled, hanya membutuhkan satu pejantan atau induk untuk
menghasilkan keturunan Polled. Penelitian mengenai lokus spesifik yang
mengontrol kejadian Polled pada beberapa bangsa sapi telah banyak dilakukan.
Sebagian besar penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kejadian Polled
disebabkan oleh terjadinya mutasi yang merubah asam basa DNA sehingga terjadi
perubahan asam amino yang terbentuk pada saat proses transkripsi DNA.
Keragaman Genetik
Keragaman genetik adalah variasi karakteristik yang ada diwariskan pada
populasi spesies yang sama. Hal tersebut berperan penting dalam evolusi yang
memungkinkan spesies beradaptasi dengan lingkungan baru dan untuk
10
menghindari parasit. Hal ini berlaku untuk terak, yang biasanya memiliki tingkat
keragaman rendah (Dianti, 2014).
Hendrick (2000) menyatakan bahwa keragaman genetik adalah perbedaan
antara individu dalam suatu populasi, antara individu dalam populasi yang
berbeda dalam spesies yang sama atau dalam spesies yang berbeda. Keragaman
genetik dalam suatu populasi banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
seleksi, inbreeding, mutasi dan migrasi. Mutasi dianggap selalu meningkatkan
jumlah keragaman genetik, sedangkan migrasi dan inbreeding selalu mengurangi
keragaman genetik. Faktor seleksi bisa meningkatkan atau menurunkan
keragaman genetik suatu ternak dalam suatu populasi. Bloot et al. (1998)
menyatakan bahwa keragaman genetik sangat penting baik pada studi populasi
maupun evolusi. Mempertahankan keanekaragaman genetik berarti
mempertahankan bangsa-bangsa dalam populasi yang mempunyai sifat khusus
dan apabila semua hewan seragam maka keamanan, ketersediaan pangan dan
hayati akan terancam punah. Nei (1987) menyatakan bahwa keragaman genetik
populasi secara kuantitatif dapat menggunakan lokus polimorfik dan rataan
heterozigositas. Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa derajat heterozigositas
merupakan rataan persentase lokus heterozigot tiap individu atau rataan persentase
individu heterozigot di dalam populasi.
11
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Agustus 2017.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ternak Potong, Ranch Maiwa
Breeding Center dan Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan 100 ekor sapi Bali yang terdiri dari 89 sampel
darah sapi Bali bertanduk dan 11 sapi Bali Polled dari Laboratorium Ternak
Potong dan Ranch Maiwa Breeding Center Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin.
Bahan pendukung antara lain: Primer, bahan ekstraksi DNA (Kit DNA
ekstraksi (Thermo Scientific), Proteinase K, ethanol 96% ), bahan PCR (dNTP
mix, Enzim Taq DNA polymerase, 10x buffer, 10x TBE buffer), bahan
elektoforesis (agarose, Ethidium bromide, Marker DNA 100pb, Loading dye),
tissue dan plastik mika.
Alat yang digunakan yaitu : venoject, tabung vakuttainer, mesin PCR
(Sensor Quest Germany), centrifuge, alat pendingin, tabung eppendorf besar kecil,
gel documention, mikropipet, tip, rak tabung, elektroforesis, autoclave,
timbangan, sarung tangan.
12
Tahapan Penelitian
Koleksi sampel darah
Sampel darah diperoleh dari Laboratorim Ternak Potong dan Ranch
Maiwa Breeding Center Fakultas peternakan. Pengambilan darah melalui vena
jugularis ditampung pada tabung vakuttainer yang telah berisi antikoagulan
EDTA untuk mencegah penggumpalan darah.
Ekstraksi DNA
Ekstraksi DNA dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan.
DNA diisolasi dan dimurnikan dengan menggunakan Kit DNA ekstraksi Genjet
Genomic DNA Extraction (Thermo Scientific) dengan mengikuti protocol
ekstraksi yang disediakan. Sebanyak 200 µl sampel darah dilisiskan dengan
menambah 400 µl larutan lysis buffer dan 20 µl proitenase K (10 mg/ml),
dicampurkan kemudian diinkubasi pada suhu 56 ºC selama 60 menit di dalam
waterbath shaker. Setelah inkubasi larutan kemudian ditambahkan 200 µl
Ethanolabsolute 96% dan disentrifugasi 6.000 x g selama 1 menit.
Pemurnian DNA kemudian dilakukan dengan metode spin column dengan
penambahan 500 µl larutan pencuci wash buffer I yang kemudian dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada 8.000 x g selama 1 menit. Setelah supernatannya
dibuang, DNA kemudian dicuci lagi dengan 500 µl wash buffer II dan
disentrifugasi pada 12.000 x g selama 3 menit. Setelah supernatannya dibuang,
DNA kemudian dilarutkan dalam 200 µl elution buffer dan disentrifugasi pada
8.000 x g untuk selanjutnya DNA hasil ekstraksi ditampung dan disimpan pada
suhu -20 ºC.
13
Analisis PCR dengan Penciri DNA Mikrosatelit
Komposisi reaksi PCR dikondisikan pada volume reaksi 25 μl yang terdiri
atas 2 μl DNA, 0,3 μl masing – masing primer, 1 μl dNTP, 1 μl Mg2+, 0,1 μl Taq
DNA polymerase, 1x buffer dan 15,1 μl H2O. Kondisi mesin PCR dimulai dengan
denaturasi awal pada suhu 94oC selama 2 menit, diikuti dengan 35 siklus
berikutnya masing – masing denaturasi 94oC selama 45 detik, dengan suhu
annealing lokus DNA mikroatelit lokus ILSTS017 dan ILSTS089 yaitu 60°C
selama 30 detik yang dilanjutkan dengan ekstensi : 72°C selama 60 detik, yang
kemudian diakhiri dengan satu siklus ekstensi akhir pada suhu 72°C selama 5
menit dengan menggunakan mesin PCR (SensoQuest, Germany).
Analisis produk PCR dan deteksi terhadap alel mikrosatelit dilakukan
dengan elektroforesis pada gel poliakrilamida dan pewarnaan dengan perak
mengikuti metode Tegelstrom (1992).
Primer Mikrosatelit
Penelitian ini menggunakan Lokus ILSTS017 dan ILSTS089 sebagai
penciri mikrosatelit pada penanda DNA. Urutan basa mikrosatelit untuk penanda
tersebut disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Urutan Basa dan Ukuran Mikrosatelit
Lokus Urutan Basa Primer
Suhu
Anneling
(°C)
Ukuran (bp)
ILSTS017 F: 5’-GTCCCTAAAATCGAAATGCC-3’
R: 5’-GCATCTCTATAACCTGTTCC-3’ 60 105-125
ILSTS089 F: 5’-AATTCCGTGGACTGAGGAGC-3’
R: 5’-AAGGAACTTTCAACCTGAGG-3’ 60 128
Sumber : Kemp et al., 1995
F = Forward, R = Reverse
14
- Elektroforesis pada Gel Poliakrilamid
Komponen gel poliakrilamida terdiri atas campuran 30% acrylamida dan
bis-akrilamida sebanyak 6 ml, 10 x TBE sebanyak 6 ml, H2O sampai mencapai
volume 30 ml, temed sbanyak 20 μl, 10% APS 200 μl. Sampel DNA tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam sumur gel setelah gel diletakkan pada tangki
elektroforesis yang telah berisi larutan penyangga 1 x TBE. Elektroforesis
dilakukan pada voltase konstan 250 V selama 120 menit pada suhu ruang.
- Silver stainning (Pewarnaan Perak)
Pewarnaan dengan perak dilakukan melalui serangkaian proses yaitu
pewaraan gel dengan larutan stainning dengan merendam gel dalam larutan yang
terdiri atas 0,2 g AgNO3 ; 80 μl NaOH 10 N ; 0,8 ml NH4OH ; 200 ml akuades
selama selama 15 menit. Gel kemudian dicuci kembali dengan aquades selama 20
menit sambil digoyang untuk menghilangkan perak yang tidak berikatan dengan
DNA. Fragmen DNA yang berikatan dengan perak dapat dideteksi dengan
merendam gel dalam larutan NaOH 0,03 g/ml dan formalin yang dipanaskan pada
suhu 45 oC sampai fragmen pita DNA tampak. Setelah fragmen DNA tampak,
reaksi kemudian dihentikan dengan menggunakan asam asetat glasial (200 μl /
200 ml aquades).
- Penentuan posisi pita DNA
Penentuan posisi pita DNA pada gel poliakrilamida dilakukan secara
manual. Pita DNA yang muncul pada gel poliakrilamida diasumsikan sebagai alel
mikrosatelit. Ukuran dan jumlah dari alel yang muncul pada gel ditentukan
berdasarkan asumsi bahwa semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama
15
adalah homolog (Leung et al., 1993), sedangkan alel dengan migrasi paling cepat
ditetapkan sebagai alel A, berikutnya adalah alel B dan seterusnya.
Analisis Data
1. Frekuensi Alel
Frekuensi gen penentu sifat Polled diperoleh dari analisis penciri PCR-
RLFP dihitung menggunakan rumus (Nei, 1987) :
Keterangan :
xi = frekuensi alel ke-i
nii = jumlah individu bergenotipe ii (homozigot)
nij = jumlah individu bergenotipe ij (heterozigot)
N = jumlah total sampel
2. Nilai Heterozigositas Pengamatan
Keragaman genetik (genetic variability) dilakukan melalui estimasi nilai
heterozigositas pengamatan (Ho), heterozigositas harapan (He) dan standar eror
heterozigositas harapan (Weir, 1996) :
Keterangan :
Ho = nilai heterozigositas pengamatan
N1ij = jumlah individu heterozigositas pada lokus ke-1
N = jumlah individu yang dianalisis
16
3. Nilai Heterozigositas Harapan
Keterangan :
Ho = Nilai heterozigositas harapan
P1i = frekuensi alel ke-I pada lokus 1
n = jumlah alel pada lokus ke-1
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Amplifikasi DNA Mikrosatelit
Hasil amplifikasi PCR terhadap lokus ILSTS017 dan ILSTS089 pada 100
sampel DNA genom sapi Bali yang terdiri dari 11 sampel darah sapi Bali Polled
dan 89 sampel darah sapi Bali bertanduk menghasilkan pita/alel
sebagaimanaditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Visualisasi hasil amplifikasi mikrosatelit lokus ILSTS017 pada mesin
PCR (M) Marker; 1-11 Sapi Bali Bertanduk; 12-16 Sapi Polled.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Gambar 1
memperlihatkan lokus ILSTS017 dapat mengamplifikasi sampel DNA sapi Bali
dengan baik. Dalam proses amplifikasi, suhu annealing sangat menentukan
keberhasilan. Beberapa hal yang umum dilakukan untuk optimasi PCR
diantaranya adalah suhu annealing (penempelan primer), konsentrasi Mg2+,
konsentrasi primer dan konsentrasi DNA target (Viljoen et al., 2005). Suhu
annealing adalah suhu yang memungkinkan terjadinya penempelan primer pada
18
DNA cetakan selama proses PCR. Suhu annealing yang digunakan pada
penelitian ini untuk kedua lokus tersebut adalah 60ºC.
Hasil visualisasi menunjukkan bahwa panjang fragmen dapat menentukan
genotip masing-masing ternak. Pada lokus ILSTS017 terdapat 4 jenis alel yang
ditemukan, DNA dengan panjang fragmen 113 pb di identifikasi sebagai alel D,
panjang fragmen 123 pb sebagai alel I, panjang fragmen 119 pb sebagai alel G
dan panjang fragmen 125 pb sebagai alel J. Dengan demikian ternak dengan
panjang kedua fragmen 113 pb dan 123 pb bergenotip DI dan ternak dengan
panjang fragmen 119 pb dan 125 pb bergenotip GJ. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Utomo et al. (2011) bahwa alel yang teramplifikasi
melalui proses PCR pada lokus ILSTS017 menghasilkan total alel sebanyak 4 alel
dengan macam alel D, I, G dan J dengan kisaran panjang alel dari 113-125 pb.
Gambar 3. Visualisasi hasil amplifikasi mikrosatelit lokus ILSTS089 pada mesin
PCR (M) Marker ; 1-8 Sapi Bali Polled ; 9-16 Sapi Bali Bertanduk.
Adapun pada lokus ILSTS089 ditemukan 3 jenis alel, dimana panjang
fragmen 120 pb di identifikasi sebagai alel A, panjang fragmen 146 pb sebagai
alel B dan panjang fragmen 158 pb sebagai alel D. Ternak dengan panjang kedua
fragmen 120 pb dan 146 pb bergenotip AB dan ternak dengan panjang kedua
19
fragmen 146 pb dan 158 pb bergenotip BD. Lokus ILSTS089 menghasilkan total
alel sebanyak 3 alel dengan macam alel A, B dan D dengan kisaran panjang 120-
158 pb. Sedangkan pada penelitian Kemp et al. (1995) yang menghasilkan
panjang fragmen 128 pb.
Hasil amplifikasi tersebut menunjukkan bahwa amplifikasi DNA
mikrosatelit bersifat polimorfik pada semua lokus. Nei dan Kumar (2000)
menyatakan bahwa variasi genetik terjadi jika terdapat dua alel atau lebih dalam
satu populasi dan biasanya lebih dari 1%.
Frekuensi Genotipe dan Alel
Keragaman genetik dari populasi dapat di evaluasi diantaranya melalui
jumlah alel per lokus, rata-rata jumlah alel untuk semua lokus dan heterozigositas
(Sun et al., 2008). Nei dan Kumar (2000) menyatakan bahwa variasi genetik
terjadi jika terdapat dua alel atau lebih dalam satu populasi dan biasanya lebih dari
1%. Hasil analisis frekuensi genotipe dan alel pada lokus ILSTS017 dan
ILSTS089 pada sapi Bali dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Frekuensi Genotip dan Alel Lokus ILSTS017
Hasil identifikasi genotipe sapi Bali pada lokus ILSTS017 pada Tabel 2
menunjukkan bahwa sapi Bali Polled mempunyai 1 jenis genotipe yaitu genotipe
DI sebanyak 11 ekor, dan sapi Bali bertanduk mempunyai 2 jenis genotipe yaitu
genotipe DI sebanyak 60 ekor dan genotipe GJ sebanyak 29 ekor, sedangkan
Rumpun N Genotipe
Frekuensi
Genotipe Frekuensi Alel
DI GJ DI GJ D G I J
Polled 11 11 0 1,000 0,000 0,500 0,000 0,500 0,000
Bertanduk 89 60 29 0,674 0,326 0,337 0,163 0,337 0,163
20
genotipe DD, II, GG, dan JJ tidak ditemukan pada sapi Bali Polled maupun yang
bertanduk.
Tabel 3. Frekuensi Genotipe dan Alel Lokus ILSTS089
Adapun hasil identifikasi pada lokus ILSTS089 pada Tabel 3
menunujukkan bahwa sapi Bali Polled mempunyai 1 jenis genotipe yaitu genotipe
BD sebanyak 11 ekor, dan sapi Bali bertanduk mempunyai 2 jenis genotipe yaitu
genotipe AB sebanyak 5 ekor dam genotipe BD sebanyak 84 ekor. Dari hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa setiap populasi dari tiap lokus bersifat
polimorfik atau beragam. Sifat polimorfik ini ditentukan dengan mengidentifikasi
jumlah alel pada suatu populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Nei dan Kumar
(2000) yang menyatakan bahwa gen dikatakan polimorfik apabila salah satu
alelnya kurang dari 99%. Keragaman dapat ditunjukkan dengan adanya dua alel
atau lebih dalam populasi. keragaman genetik terdapat di dalam suatu individu
bilamana ada dua alel untuk gen yang sama merupakan perbedaan konfigurasi
DNA yang menduduki lokus yang sama pada suatu kromosom (Indrawan et al.,
2007).
Nilai Hetorozigositas
Pendugaan nilai heterozigositas sangat penting untuk diketahui sebagai
gambaran variabilitas genetik (Marson et al., 2008). Nilai heterozigositas
pengamatan (Ho) dan heterozigositas harapan (He) pada lokus ILSTS017 dan
ILSTS089 dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.
Rumpun N Genotipe Frekuensi Genotipe Frekuensi Alel
AB BD AA AB BD A B D
Polled 11 0 11 0,000 0,000 1,000 0,000 0,500 0,500
Bertanduk 89 5 84 0,000 0,056 0,944 0,028 0,500 0,472
21
Tabel 4. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas Harapan (He)
Lokus ILSTS017
Rumpun N H pengamatan H harapan
Polled 11 1,000 0,750
Bertanduk 89 1,000 0,860
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada lokus ILSTS017 pada sapi Bali
Bertanduk dan Sapi Bali Polled masing-masing memiliki nilai heterozigositas
pengamatan (He) yaitu 1,000. Sedangkan nilai heterozigositas harapan (Ho) pada
sapi Bali Polled yaitu 0,750 dan pada sapi Bali bertanduk yaitu 0,860.
Tabel 5. Nilai Heterozigositas Pengamatan (Ho) dan Heterozigositas Harapan (He)
Lokus ILSTS089
Rumpun N H pengamatan H harapan
Polled 11 1,000 0,500
Bertanduk 89 1,000 0,527
Adapun pada lokus ILSTS089 dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa, nilai
heterozigositas pengamatan (He) pada sapi Bali bertanduk dan sapi Bali polled
yaitu 1,000. Sedangkan nilai heterozigositas harapan (Ho) pada sapi Bali Polled
yaitu 0,500 dan pada sapi Bali bertanduk yaitu 0,527.
Perhitungan nilai heterozigositas berdasarkan kaidah Nei (1987) bahwa
nilai heterozigositas berkisar antara 0-1, apabila nilai heterozigositas sama dengan
0 (nol) maka diantara populasi yang diukur memiliki hubungan genetik sangat
dekat dan apabila nilai heterozigositas sama dengan 1 (satu) maka diantara
populasi yang diukur tidak terdapat hubungan genetik atau pertalian genetik sama
sekali.
22
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Hasil amplifikasi mikrosatelit terhadap lokus ILSTS017 dan ILSTS089
menghasilkan pita/alel yang beragam (polimorfik)
2. Pada lokus ILSTS017 terdapat 4 jenis alel yang ditemukan yaitu alel D, I, G,
dan J bergenotipe DI dan GJ, sedangkan pada lokus ILSTS089 terdapat 3
jenis alel yang ditemukan yaitu alel A, B, dan D bergonotipe AB dan BD,
3. Pada Lokus ILSTS017 dan ILSTS089, alel yang ditemukan tidak dapat
digunakan sebagai gen penciri sifat Polled pada sapi Bali.
Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian tersebut maka disarankan untuk
melakukan penlitian identifikasi kemurnian sapi Bali Polled menggunakan
metode yang lain.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M.A.N. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis
keragaman fenotipik, daerah D-Loop DNA mitokondria dan DNA
mikrosatelit [disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Batan, I.W. 2006. Sapi Bali dan Penyakitnya. Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana. Denpasar.
Bennet, P. 2000. Microsatellites. J. Clin. Pathol. Mol. Pathol. 53: 177-183.
Bloot, S. C., J. L. Williams, and C. S. Haley. 1998. Genetics relationship among
European cattle breeds. Anim Genet. 29: 273-282.
Brockmann, G. A., Martin, J., Teuscher, F., and Schwerin, M. 2000. Marker
controlled inheritance of the polled locus in Simmental cattle. Arch. Tierz.,
43(3), 207–212.
Bugiwati S.R.A. 2007. Pertumbuhan dimensi tubuh pedet jantan sapi Bali di
Kabupaten Bone dan Barru Sulawesi Selatan. J Sains Teknol 7(2):103-108.
Cargill, E.J., Nissing, N.J. and Grosz, M.D., 2008. Single nucleotide
polymorphisms concordant with the horned / polled trait in Holsteins. BMC
Research Notes, 9(1), pp.1–9.
Chaudhari, MV., Parmar S.N.S, Joshi C.G, Bhong C.D, Fatima S, Thakur MS,
and Thakur SS. 2009. Moleculer characterization of Kenkatha and Gaolao
(Bos indicus) cattle breeds using microsatellite markers. Anim Biodiv and
Conserv 32(2): 71-78.
Comings, D.E. 1998. Polygenic inheritance and micro minisatellites. Molecular
Psychiatry 3:21-31.
Dianti. 2014. Pengertian Keragaman Genetik. http://www. Sridianti
.com/pengertian-keragaman-genetik.html.Diakses pada tanggal 7 Oktober
2017.
Fitzsimmons, C.J., S.M. Schmutz, R.D. Bergen and J.J. McKinnon. 1998. A
potential association between the BM1500 microsatellite and fat deposition in
beef cattle. Mamm. Genome 9:432-434.
Gunawan, D., Pamungkas dan L. Affandhy. 2004. Sapi Bali, Potensi,
Produktivitas dan Nilai Ekonomi. 6 Ed. Kanisius. Yogyakarta.
Guntoro, S. 2002. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
24
Handiwirawan, E. dan Subandriyo. 2004. Potensi dan keragaman sumberdaya
genetik sapi bali. Lokakarya Nasional Sapi Potong. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Hlm. 50-60.
Hardjosubroto, W. dan J.M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta: Pt
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hendrick, P. W. 2000. Genetics of Population. 2nd Ed. Jones and Barlett
Publishers. Sudbury. Massachussetts.
Indrawan, M., R.B. Primack dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan
Obor Indonesia. Jakarta.
João F.C. de Oliveira, J.P. Neves, E.A. Almeida, C.S. Steigleder, J.C.F. Moraes,
P.B.D. Gonçalves and T.A. Weimer. 2005. Association between reproductive
traits and four microsatellites in Brangus-Ibagé cattle. Genetics and
Molecular Biology, 28: 54-59.
Kantanen, J., I. Olsaker, L. E. Holm, S. Lien, J. Vilkki, K. Brusgaard, E.
Eythorsdottir, B. Danell and S. Adalsteinsson. 2000. Genetic diversity and
population structure of 20 North European cattlebreeds. Journal of Heredity
91: 446–57.
Karthickeyan SMK, Kumarasamy P, Sivaselvam SN, Selvam R, and Thangareju
P. 2008. Analysis of microsatellite markers in Ongole breed of cattle. Indian
J Biotech 7:113-116.
Kemp, S.J., O. Hishida, J. Wambugu, A. Rink, A.J. Teale, M.L. Longeri, R. Z.
MA, Y. DA, H.A. Lewin, W. Barendse and A.J. Teale. 1995. A panel of
polymorphic bovine, ovine and caprine microsatellite markers. Anim. Genet.
26: 299-306.
Lauwerier, R.C.G.M., 2015. Polled cattle in the Roman Netherlands. Livestock
Science, 179, pp.71–79.
Lumban Gaol, A. D., Suatha, I. K., dan Wandina, I. N. 2013. Struktur Genetika
Populasi Kambing Menggunakan Marka Molekul Mikrosatelit D18S536.
Jurnal Indonesia Medicus Veterinus 2(1): 32-42.
Marson EP, Ferraz JBS, Meirelles FV, and Baliero JCC. 2008. Effect of
polymorphisme of LHR and FSHR genes on sexual precocity in a Bos taurus
x Bos Indicus beef composite population. Gen Mol Res 7:243-251.
Martodjo H. 2003. A Simple Selection Program for Smallholder Bali Cattle
Farmers. In : Strategies to Improve Bali Cattle in Eastren Indonesia. K.
Entwistle and D.R . Lindsay (Eds). ACIAR Proc. No. 110. Canberra.
25
Maskur, M. dan B. T. 2007. Identifikasi Genetik Menggunakan Marker
Mikrosatelit dan Hubungannya dengan Sifat Kuantitatif pada Sapi. Media
Peternakan, 30(3), 147–155.
Masudana, I W. 1990. Perkembangan Sapi Bali di Bali dalam Sepuluh Tahun
Terakhir (1980- 1990). Proceeding Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar,
20-22 September 1990. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Hlm A-11-A-30.
Metta M, Kanginakudru S, Gudisewa S, and Nagaraju J. 2004. Genetic
characterization of the Indian cattle breeds, Ongole and Deoni (Bos indicus),
using microsatellite markers – a preliminary study. BMC Genetics 5(16):1-5.
Mohamad, K., M. Olsson, H.T.A. Van Tol, S. Mikko, B.H. Vlamings, G.
Andersson, H.R. Martinez, B. Purwantara, R.W, and Paling, B.
Colenbranderand J. A. Lenstra. 2009. On the origin of Indonesia cattle. Plos
One 4(5): e5490.
Ismail. M, dan Nuraini, R.P., 2014. Perlemakan pada Sapi Bali dan Sapi Madura
Meningkatkan Bobot Komponen Karkas dan Menurunkan Persentase
Komponen Nonkarkas. Jurnal Veteriner, 15(3), pp.417–424.
Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Kanisius Yogyakarta.
Namikawa T, Otsuka J, and Martojo H. 1980. Coat colour variations of
Indonesian cattle. The origin and phylogeny of Indonesian native livestock
(Part III): Morphological and genetically investigations on the
interrelationship between domestic animals and their wild forms in Indonesia.
The Research Group of Overseas Scientific Survey 31-34.
Nei, M. 1987. Molecular Evolution and Genetics. Columbia University Press,
New York.
Nei, M. and Kumar S. 2000. Molecular Evolutionery And Phylogenetics. Oxford
University Press, New York.
Newton, C.R., and Graham. 1994. Polymerase Chain Reaction. Bios Scientific
Publishers.
Oka, I.G.L. and D. Darmadja. 1996. History and development of Bali Cattle.
Proceedings seminar on Bali cattle, a special spesies for the dry tropics, held
by Indonesia Australia Eastern University Project (IAEUP), 21 September
1996. Udayana University Lodge, Bukit Jimbaran, Bali.
Oliveira, J.F.C., J.P. Neves, J.C.F. Moraes, P.B.D. Gonçalves, J.M. Barr, A.G.V.
Hernandez and G. Bonotto. 2002. Follicular population and steroid levels in
Brangus Ibagé with distinct levels of fertility. Anim. Reprod. Sci. 73:1-10.
26
Pane, I. 1986. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT. Gramedia, Jakarta.
Payne WJA, and Hodges J. 1997. Tropical Cattle: Origin, Breeds and Breeding
Policies. Blackwell Science.
Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali Cattle. World Anim. Rev. 7: 13-
21.
Purwantara, B., R.R. Noor, G. Anderson, and H. Rodriguez-Martinez. 2012.
Banteng and Bali cattle in Indonesia: status and forecast. Reprod Dom Anim,
47: 2-6.
Rincon AMS, Montiel HP, and Bracamonte GMP. 2007. Assessment of genetic
structure in Mexican charolais herds using microsatellite markers. Mol Biol
and Gen 10(4):1-7.
Sarbaini. 2004. Kajian keragaman karakteristik eksternal dan DNA mikrosatelit
sapi pesisir Sumatera Barat [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Sastradipradja, D. 1990. Potensi internal sapi Bali sebagai salah satu sumber
plasma nutfah untuk menunjang pembangunan peternakan sapi potong dan
ternak kerja secara nasional. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali. Denpasar, 20-
22 September. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Hlm A-
47–A54.
Satriani N, Farajallah A, dan Muladno. 2002. Keragaman genetik Sapi Peranakan
Ongole (PO) berdasarkan uji DNA mikrosatelit. Med Pet (25)3:84-91.
Sun W, Chen H, Lei C, Lei X, and Zhang Y. 2008. Genetic variation in eight
Chinese cattle breeds based on the analysis of microsatellite markers. Genet
Sel Evol 40:681-692.
Tegelstrom, H. 1992. Mithocondrial DNA in natural population: An improved
routine for screening of genetic bariation breed on sensitive silver staining.
Electrophoresis. 7:226-22.
Teneva A. 2009. Molecular markers in animal genome analysis. Biotech Anim
Husb 25(5-6):1267-1284.
Utomo, B.N., R.R. Noor, C. Sumantri, I. Supriatna, dan E.D. Gurnardi. 2010.
Keragaman morfometrik dan fenotipik sapi Katingan di Kalimantan Tengah.
JITV. 15.
Viljoen, G. J., L. H. Nel and J. R. Crowther. 2005. Molecular Diagnostic PCR
Handbook. Springer, Dordrecht, Netherland.
Weir BS. 1996. Genetic Data Analysis : Mthod for Discrete Population Genetic
Data. Second ed. Sunderland, MA USA. Sinauer Associates.
27
Winaya A, Muladno, dan Tappa B. 2007. Panel 16 lokus mikrosatelit untuk
deteksi polimorfisme dan hubungan filogenetik pada genom sapi. Med Pet
24(2): 81-88.
Zulkharnaim, Jakaria, dan D.Ronny.R.N., 2010. Identifikasi Keragaman Genetik
Gen Reseptor Hormon Pertumbuhan (GHR). Media Peternakan, 33(2), pp.81–87.
1
LAMPIRAN
28
Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian
29
RIWAYAT HIDUP
DINDA FEBRIANTI ADAM, lahir di Jakarta pada tanggal
03 Februari 1995, sebagai anak pertama dari lima bersaudara
dari pasangan bapak H. Heri Husary Adam dan ibu Hj.
Fauziah. Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari SD
Negeri 11 Pangkajene Sidrap ,lulus tahun 2007. Setelah lulus
di SD, kemudian malanjutkan di SMP Ramatul Asri Enrekang, lulus tahun 2010,
dan SMA Ummul Mukminin Makassar, lulus pada tahun 2013. Setelah
menyelesaikan SMA, penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pada Program
Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makasssar.
Selama kuliah penulis pernah menjadi Asisten di Laboratorium Ternak Potong.
Penulis juga merupakan anggota Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak
Universitas Hasanuddin (HIMAPROTEK-UH),