IDENTIFIKASI BEBERAPA BAKTERI FILOSFER PADA PADI PULU...
Transcript of IDENTIFIKASI BEBERAPA BAKTERI FILOSFER PADA PADI PULU...
IDENTIFIKASI BEBERAPA BAKTERI FILOSFER PADA PADI PULU
MANDOTI DARI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN
FATMAWATI SAMAD
H41108251
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
IDENTIFIKASI BEBERAPA BAKTERI FILOSFER PADA PADI
PULU MANDOTI DARI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI
SELATAN
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat
untuk mencapai gelar sarjana sains biologi
FATMAWATI SAMAD
H411 08 251
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
LEMBAR PENGESAHAN
IDENTIFIKASI BEBERAPA BAKTERI FILOSFER PADA PADI PULU
MANDOTI DARI KABUPATEN ENREKANG SULAWESI SELATAN
Disetujui oleh:
Pembimbing Utama
Drs. As’adi Abdullah, M. Si.
NIP.19620303 198903 1007
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua
Dr. Nur Haedar Nawir, M. Si. Dr. Hj. A. Masniawati, M. Si.
NIP. 19680129 199702 1 001 NIP. 19700213 199603 2 001
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam
yang telah memberikan kemudahan sehingga penelitian ini selesai. Shalawat dan
salam tak lupa terkirim untuk Muhammad Rasulullah SAW., sebagai teladan
terbaik sepanjang masa.
Penulisan skripsi yang berjudul “Identifikasi Beberapa Bakteri Filosfer
Pulu’ Mandoti dari Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan” adalah salah satu syarat
ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Sains Jurusan Biologi pada Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin.
Ucapan terima kasih kepada Ayahanda Abdul Samad dan Ibunda Halima
atas segala kasih sayang, dukungan, dan doa dari beliau yang tak henti-hentinya
mereka berikan. Kepada kakak saya Muhajir yang telah membiayai kuliah saya
sampai selesai, saya ucapkan banyak terima kasih, serta om Syaharuddin, kakakku
Achmad Syarif, dan adikku Ardiansyah Samad, dan seluruh keluarga yang juga
selalu memberikan semangat kepada saya.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan pula kepada
Bapak Drs. As’adi Abdullah, M. Si. selaku pembimbing utama, Ibu Dr. Nur
Haedar Nawir, M. Si. selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Hj. A. Masniawati
M. Si. selaku pembimbing kedua yang telah memberi pengalaman berharga,
dorongan, semangat, waktu, tenaga, dan pikiran, selama penyusunan hingga
terselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya dan
penghargaan setinggi-tingginya kepada:
- Ketua dan Sekertaris Jurusan serta Staf Dosen Jurusan Biologi Fakultas
MIPA Universitas Hasanuddin atas ilmu dan petunjuknya selama ini.
- Bapak Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Hasanuddin beserta staf yang telah memberikan bantuan dan
kemudahan selama mengikuti perkuliahan.
- Ibu Dra. Eva Johannes, M. Si. selaku penasehat akademik yang telah
banyak membantu penulis selama masa perkuliahan.
- Ibu Dr. Elis Tambaru, M. Si., Ibu Dr. Irma Andriani, M. Si., Ibu Dr. Hj.
Zohra Hasyim, M. Si., dan Ibu Dr. Magdalena Litaay, M. Sc. selaku tim
penguji yang telah membantu memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam
penulisan skripsi.
- Rekan-rekan MASTOIDEUS yang telah mengisi hari-hari selama masa-
masa perkuliahan, kalian tak akan saya lupakan.
- Partner kerja selama penelitian : Iin Kusmawati, Fatmawaty B., Marini
Fitrianty M., Risnawaty R., dan Widiya Astuti.
- Rekan-rekan di Fakultas MIPA Unhas angkatan 2008 yang bersama-sama
melalui berbagai proses pengkaderan selingkup universitas.
- Rekan-rekan di Himpunan Mahasiswa Biologi, FMIPA Unhas.
- Penghuni pondok Nirwana 2 yang memberikan motivasi dan
dukungannya.
- Rekan-rekan komunitas SIGI Makassar yang juga memberikan motivasi
dan dukungannya.
- Kakak Ahmad dan Kakak Anto yang telah membantu penulis selama
mengerjakan penelitian di PKP (Pusat Kegiatan Penelitian).
- Seluruh pihak yang tidak sempat saya sebut satu-persatu, terima kasih
untuk doa dan semangatnya.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan
pengembangan ilmu pengetahuan kelak.
Makassar, Juni 2013
Penulis
ABSTRAK
Penelitian mengenai identifikasi beberapa bakteri filosfer Pulu Mandoti dari
Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan. Penelitian bertujuan untuk mengisolasi dan
mengetahui jenis-jenis bakteri filosfer yang dijumpai pada daun tanaman padi lokal
seperti Pulu Mandoti dari Kabupaten Enrekang. Pengamatan dilakukan terhadap
morfologi koloni dan morfologi sel, termasuk sifat gram isolat bakteri dan
pengamatan endospora. Isolat ditumbuhkan pada 4 medium spesifik yaitu medium
King’s B, medium SPA (Sucrose Peptone Agar), medium TSA (Tryptic Soy Agar),
dan medium NFMA (Nitrogen Free Manitol Agar). Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat 3 jenis bakteri yang bersifat gram negatif dan 1 bersifat gram
positif. Terdapat 1 jenis bakteri yang membentuk endospora. Bakteri yang
teridentifikasi yaitu berasal dari genus Xanthomonas, Azotobacter, Pseudomonas,
dan Bacillus.
Kata Kunci: Bakteri Filosfer, Pulu Mandoti, Padi Lokal, Enrekang
ABSTRACT
The research on the identification of several bacterial phyllosphere Pulu Mandoti
of Enrekang regency, South Sulawesi had been done. The research aim to isolate
and to determine the types of bacteria that were found on the phyllopshere area at
local rice plants as Pulu Mandoti of Enrekang. Data were collected for colony
morphology and cell morphology, including of the bacterial isolates gram and
observations endospores. There are 4 isolates were grown on the specific medium
that are King's B medium, SPA (Sucrose Peptone Agar) medium, TSA (Tryptic
Soy Agar) medium, and NFMA (Nitrogen Free Mannitol Agar) medium. The
results showed that there are 3 types of bacteria that are negative gram and 1
character positive gram. There is one type of bacteria that form endospores.
Bacteria identified from the genus Xanthomonas, Azotobacter, Pseudomonas, and
Bacillus.
Key words: Phyllosphere Bacteria, Pulu Mandoti, local rice, Enrekang
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ......................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................... vi
ABSTRACT ........................................................................................ vii
DAFTAR ISI ....................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... .... xii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
I.2 Tujuan Penelitian..................................................................... 3
I.3 Manfaat Penelitian ................................................................... 3
I.4 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5
II.1 Tinjauan Umum Padi ............................................................. 5
II.2 Ekologi Filosfer .................................................................... 6
II.3 Bakteri Filosfer ..................................................................... 9
II.4 Teknik Isolasi ....................................................................... 13
BAB III. METODE PENELITIAN ..................................................... 17
III.1 Alat ...................................................................................... 17
III.2 Bahan .................................................................................. 17
III.3 Prosedur Kerja ..................................................................... 17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................ 24
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 30
V.1 Kesimpulan ........................................................................... 30
V.2 Saran ..................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 31
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Filosfer dari Daun Padi Pulu’ Mandoti
dari Kabupaten Enrekang yang Ditumbuhkan Pada Medium Spesifik…..24
2. Pengamatan Morfologi Sel, Pewarnaan, dan Uji Endospora…………..27
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Padi (Oryza sativa L.) ..................................................................... 6
2. Hasil Pengamatan di Bawah Mikroskop ........................................... 28
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Kerja Isolasi Bakteri Secara Umum……………………37
2. Gambar Isolat Bakteri………………………………………....38
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunitas mikroba pada daun beragam dan mencakup berbagai genera
bakteri, jamur, ragi, alga, kadang protozoa dan nematode. Bakteri merupakan
mikroorganisme yang paling banyak menghuni filosfer. Populasi bakteri filosfer
cukup bervariasi disebabkan sebagian besar oleh fluktuasi kedaan fisik tanaman,
fase, dan umur tanaman. Populasi mikroorganisme filosfer terutama dipengaruhi
oleh lingkungan fisik yang fluktuatif dibandingkan dengan habitat di bawah
permukaan tanah. Sebagai contoh, bakteri berpigmen jarang ditemukan di rizosfer,
melainkan mendominasi permukaan daun, hal ini dikarenakan sinar matahari
memengaruhi ekologi dari filosfer tersebut (Fradzan, 2009).
Keragaman bakteri bisa dilihat dari berbagai sudut pandang seperti
morfologi, fisiologi, dan genetik dimana tiap-tiap habitat yang berbeda memberikan
keragaman yang berbeda pula. Habitat yang sering dihuni oleh bakteri adalah daun,
dimana tiap tanaman mempunyai daun yang berbeda, baik dari segi bentuk, ukuran,
maupun eksudat yang dikeluarkannya. Perbedaan tersebut menyebabkan bakteri
yang menghuninya juga berbeda, walaupun pada tanaman tertentu ditemukan
populasi bakteri yang sama (Abhy, 2010).
Bakteri filosfer pada dasarnya berasal dari tanah, air, udara, tanaman lain,
atau dibawa oleh binatang khususnya insekta. Bakteri filosfer ditemukan pada
stomata, di sepanjang tulang daun dan dinding sel epidermis, hidup pada daun
karena adanya senyawa organik seperti fruktosa, sukrosa, asam organik, asam
amino, dan vitamin yang dijadikan sebagai sumber karbon, energi dan senyawa
pemicu tumbuh (Beattie dan Lindow, 1999).
Penelitian tentang mikroba pada filosfer yang dilakukan sampai saat ini
masih terbatas pada teknik pengkulturan. Meskipun demikian, sebanyak 78 species
yang berada dalam 37 genus telah dilaporkan sebagai bakteri filosfer (Beattie dan
Lindow, 1999).
Filosfer memiliki keragaman bakteri sebagai populasi penghuni terbanyak.
Populasi bakteri sangat berbeda dalam satu atau antar spesies tanaman. Terdapatnya
variasi dalam populasi dan keberadaan bakteri tersebut disebabkan terutama oleh
fluktuasi lingkungan fisik dan kondisi nutrisi di permukaan daun tersebut. Bakteri
yang ditemukan pada filosfer di antaranya Psuedomonas sp., Xanthomonas sp.,
Bacillus sp., dan Azotobacter sp. (Lindow dan Brandl, 2006; Beatty dan Susan
2002, Zhu et al. 2000; Munir, 2006).
Kabupaten Enrekang adalah salah satu Kabupaten yang terletak di sebelah
timur dari Provinsi Sulawesi Selatan. Kondisi sektor pertanian yang menonjol
dalam struktur ekonomi Kabupaten Enrekang sangat relevan apabila sektor
pertanian dikembangkan sebagai sektor unggulan yang dapat memberikan
kontribusi positif bagi perkembangan ekonomi daerah. Memperhatikan potensi
yang ada seperti luas lahan pertanian, mata pencaharian sebagian besar penduduk
adalah petani, serta memberikan kontribusi terbesar dalam perekonomian daerah
(Anonim, 2009).
Pulu’ Mandoti salah satu beras lokal jenis ketan wangi yang langka. Hanya
dapat tumbuh di wilayah pegunungan berketinggian 700 dpl, Desa Salukanan,
Kecamatan Baraka, sekitar 60 km dari Kota Enrekang, ibukota Kabupaten
Enrekang, Sulawesi Selatan. Diduga tanah-tanah di Desa Salukanan memiliki unsur
hara yang spesifik memberikan nilai tambah dalam bentuk rasa maupun aroma
terhadap berbagai jenis tanaman padi di daerah ini (Zhalabe, 2009).
Bakteri filosfer ini dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan yang
didukung oleh serangkaian proses mikroba seperti pelarutan nutrien, produksi
hormon tumbuh, dan mengantisipasi serangan OPT (organisme penganggu
tanaman) (Bottini et al. 2004; Compant et al. 2005).
Banyaknya peranan besar bakteri fiolsfer dalam pertumbuhan tanaman,
maka dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis bakteri filosfer pada padi Pulu
Mandoti sebagai salah satu plasma nutfah di kabupaten Enrekang.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengisolasi dan mengetahui jenis-
jenis bakteri filosfer yang dijumpai pada daun tanaman padi lokal seperti Pulu’
Mandoti dari Kabupaten Enrekang.
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu untuk memberikan informasi kepada
masyarakat tentang species bakteri filosfer pada tanaman padi Pulu’ Mandoti untuk
dikaji lebih lanjut.
1.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Nopember 2012 sampai bulan Pebruari
2013 di Laboratorium Bioteknologi Pertanian, Pusat Kegiatan Penelitian (PKP) dan
Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Pengambilan sampel tanaman dilakukan di Desa Salukanan, Kabupaten Enrekang,
Sulawesi Selatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1 Tinjauan Umum Tanaman Padi
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya
terpenting dalam peradaban. Padi mengacu pada jenis tanaman budidaya juga
digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang
biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan
masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia
sekitar 1500 SM (Wikipedia, 2011).
Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae
atau Glumiflorae). Terna semusim, berakar serabut; batang sangat pendek, struktur
serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang; daun
sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga
hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang; bunga
tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak
pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah tipe bulir atau kariopsis yang
tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong,
ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa
sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang dimakan
orang (Wikipedia, 2011).
Gambar 1. Tanaman Padi (sumber: http://www.rumahusaha.com, 2010 )
Klasifikasi tanaman padi (Tjitrosoepomo, 2007) adalah:
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae
Genus : Oryza
Species : Oryza sativa L.
II. 2 Ekologi Filosfer
Kata ekologi berasal dari Oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal dan
Logos yang berarti telaah atau studi. Jadi, ekologi adalah ilmu tentang rumah atau
tempat tinggal organisme atau rumah tangga mahluk hidup. Ekologi juga dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme
dengan sesamanya dan dengan benda-benda mati di sekitarnya (lingkungannya)
(Soeriaatmadja, 1981).
Daun merupakan organ yang paling mendominasi dari seluruh bagian
tanaman. Hal ini sangat menguntungkan tanaman sebab dapat digunakan sebagai
relung atau habitat bagi mikroorganisme yang mampu hidup di daerah filosfer.
Lingkungan tropis sangat baik untuk pertumbuhan filosfer organisme sebab luas
permukaan daun lebih besar, produksi primer tiga kali lipat, dan fiksasi nitrogen
bisa 10 kali lebih banyak dibandingkan dengan daun tanaman di iklim sedang
(Gardner, 1991).
Filosfer merupakan daerah pada daun yang dihuni oleh mikroorganisme.
Pada daerah ini mikroorganisme-mikroorganisme mungkin mati, tetap hidup, atau
bahkan berkembang biak di atas permukaan daun, tergantung dari sejauh mana
pengaruh dari bahan-bahan di dalam daun berdifusi atau merembes keluar. Hasil
difusi keluar atau pembocoran keluar dari daun telah dianalisis kandungan
kimiawinya yang berupa faktor nutritif seperti asam amino, glukosa dan sukrosa
(Rao, 1986).
Bakteri yang dapat hidup dan melakukan aktivitasnya pada permukaan daun
disebut bakteri epifit (Beattie dan Lindow, 1999). Menurut Hirano dan Upper
(2000), bakteri epifit tidak hanya menempati permukaan daun saja (epidermis),
tetapi juga menempati ruang intraselular pada mesofil (apoplas), sedangkan bakteri
yang hidup pada jaringan vaskular disebut bakteri endofit. Filosfer menyediakan
lingkungan yang esktrim bagi kehidupan bakteri epifit. Perubahan kondisi
lingkungan sering terjadi pada permukaan daun sejalan dengan perubahan siang dan
malam. Suhu di permukaan berkisar 40-55 oC pada penyinaran yang intensif,
sedangkan di malam hari suhu mencapai 5-10 o
C. Radiasi ultra violet yang cukup
tinggi dan lingkungan yang miskin nutrisi (oligotropik) menyumbangkan kondisi
yang cekaman bagi bakteri yang hidup pada habitat tersebut. Keunikan yang ada
pada permukaan daun adalah bahwa kondisi tersebut terjadi sepanjang dan setiap
hari. Mungkin ini tidak seekstrim kondisi yang terjadi pada sumber-sumber air
panas atau lingkungan ekstrim lainnya. Pada filosfer terjadi fluktuasi suhu dan
penyinaran yang begitu cepat, sering, dan berulang-ulang sehingga dapat
menyebabkan cekaman bagi bakteri-bakteri tertentu. Pada kelembapan tinggi
seperti di daerah tropis dan sedang, berbagai mikroflora daun banyak ditemukan di
sana (Madigan et al. 2000).
Menurut Beattie dan Lindow (1999), bakteri pada permukaan daun tidak
berada pada tempat yang seragam dan merata, melainkan berkoloni pada situs-situs
tertentu. Studi yang dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)
menunjukkan bahwa bakteri berkoloni di trikoma, stomata, lekukan-lekukan tulang
di daun, kutikula, serta hidatoda dan pada lubang stomata (stomata pits) dari
tanaman oleander dan di rambut-rambut halus pada daun zaitun. Secara umum
populasi bakteri ditemukan lebih banyak di bawah daun (abaxial) dari pada di
bagian atas (adaxial). Hal ini karena bagian abaxial lebih banyak mengandung
stomata dan trikoma, di samping itu lapisan kutikula bagian abaxial lebih tipis
dibandingkan dengan bagian adaxial.
Penelitian yang dilakukan Beattie (2002), menunjukkan bahwa ketebalan
kutikula mempengaruhi populasi bakteri pada habitat tersebut. Kontak pertama
antara bakteri imigran dengan permukaan daun terjadi di lapisan kutikula. Kutikula
berupa lapisan lilin, memiliki struktur kristal dalam bentuk tiga dimensi. Struktur
kristal tersebut dapat berbeda pada spesies tanaman dan berubah sesuai dengan
umur daun (diduga sebagian disebabkan oleh modifikasi yang dilakukan bakteri).
Kutikula membatasi difusi pasif nutrisi dan uap air ke permukaan daun serta
menyebabkan hidrofobisitas pada daun. Percobaan yang dilakukan pada jagung
mutan yang memiliki lapisan lilin yang berbeda-beda densitas dan kompisisi
struktur kristalnya, menunjukkan bahwa mutan dengan lapisan lilin yang struktur
kristalnya jarang, dihuni oleh bakteri epifit dengan populasi rendah. Hasil penelitian
ini masih merupakan skala kecil dari interaksi bakteri dan tanaman yang belum
dapat dijelaskan.
II. 3 Bakteri Filosfer
Menurut Lindow dan Brandl (2006) bakteri filosfer merupakan bakteri yang
menghuni sekitar permukaan daun. Bakteri sejauh ini diketahui sebagai penghuni
terbanyak di filosfer. Bakteri yang mendiami permukaan daun jumlahnya sangat
melimpah diperkirakan mencapai 6,4 x 108 koloni. Bahkan daerah tropis dan sedang
diperkirakan jumlahnya lebih besar. Jelas bahwa dengan jumlah tersebut, bakteri
filosfer cukup besar untuk berkontribusi dalam berbagai proses penting kehidupan,
terutama pada tumbuhan tempat bakteri filosfer hidup.
Bakteri filosfer dikelompokkan sebagai bakteri endofit, epifit (atau filosfer),
dan fitopatogen (Azevado et al. 2000). Mikroba endofit adalah mikroba yang
berkoloni pada jaringan tanaman sehat (Bills, 1996), terutama hidup pada jaringan
vaskular tanaman (Klopper et al. 1999). Menurut Leveau (2001), filosfer adalah
habitat alami bagi mikroba epifit sehingga mikrobanya disebut mikroba filosfer.
Bakteri filosfer merupakan bakteri yang berada di sekitar permukaan daun.
Awalnya permukaan daun diperkirakan sebagai suatu lingkungan yang tidak
bersahabat untuk koloni bakteri karena pada permukaan daun terjadi perubahan
kelembaban (RH) dan suhu yang cepat, serta terkena langsung sinar matahari, air,
hujan,dan embun. Permukaan daun juga menyediakan nutrisi yang terbatas untuk
koloni bakteri bahkan juga dapat terekspos kondisi ekstrim seperti kekeringan, dan
lain-lain. Beberapa faktor dapat mempengaruhi mikrohabitat untuk adaptasi bakteri
di permukaan daun. Pertama, daun tersusun berlapis oleh suatu lapisan sangat tipis
dimana air dapat meresap melalui stomata sehingga dapat mengurangi bakteri dari
tekanan air. Kedua, populasi bakteri terutama populasi patogen dapat masuk ke
beberapa sel dalam daun. Beberapa bakteri di permukaan daun tersebut masuk ke
bagian dalam daun untuk menghindari tekanan di bagian luar daun dengan
menempati substomata atau tempat bagian dalam lain. Beberapa fitopatogen
mempunyai cara dalam menghindari tekanan, begitupun hampir semua bakteri di
permukaan daun atau epifit dengan berbagai caranya akan lebih beradaptasi
(Lindow dan Brandl, 2006).
Bakteri filosfer tersebut memiliki kemampuan beradaptasi lebih baik bila
tereskpos pada kondisi lingkungan yang ekstrim. Beberapa bakteri yang mendiami
permukaan daun terbukti membentuk populasi besar tanpa menyebabkan efek
samping bagi tanaman (Beattie dan Lindow, 1999). Bakteri-bakteri ini terbukti
lebih tahan atau toleran terhadap tekanan dari luar di atas permukaan tanaman, serta
terbukti tidak bersifat patogen (Wilson et al. 1999).
Warner (1992) melaporkan bahwa spesies bakteri yang paling sering
dijumpai pada filosfer adalah Pseudomonas, Xanthomonas, Flavobacterium,
Archromobacterium, Bacillus, Mycobacterium, Beijerinckia, dan Azotobacter.
Berbagai spesies bakteri filosfer ini menghasilkan hormon yang dapat memperbaiki
pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh tanaman berinteraksi dengan
hormon Indoleacetic Acid yang dihasilkan oleh bakteri filosfer. Bakteri tumbuh
dengan baik, sedangkan IAA (Indoleacetic Acid) yang dihasilkan bakteri
memperbaiki pertumbuhan tanaman.
Sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman, Pseudomonas banyak
dilaporkan menghasilkan fitohormon dalam jumlah besar khususnya IAA
(Indoleacetic Acid) untuk merangsang pertumbuhan yaitu asam giberelin, sitokinin
dan etilen serta melarutkan fosfat, kalium atau nutrien lain sehingga tersedia bagi
tanaman (Dey et al. 2004).
Pada beberapa galur Pseudomonas sp. dapat membantu tanaman
menghadapi cekaman lingkungan seperti kekurangan air dan nutrien serta
pencemaran senyawa toksin (Shen, 1997). Selain sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman, Pseudomonas sp. juga mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol
terhadap serangan fungi patogen tanaman. Mekanisme dalam menekan
pertumbuhan fungi patogen tanaman diantaranya karena Pseudomonas sp. mampu
menghasilkan senyawa siderofor, β-1,3 glukanase, kitinase, antibiosis dan sianida
(Chermin dan Chet, 2002; Selitrennikoff 2001). Pseudomonas sp. juga
menghasilkan senyawa antibiotik antara lain bakteriosin, pioluteorin, pirolnitril,
fenazin, 2,4-diasetil floroglusinol dan fusarisidin (Beatty dan Susan, 2002; Dwivedi
dan Johri, 2003).
Bacillus sp. mempunyai kemampuan sebagai biokontrol penyakit tanaman
dengan memproduksi antibiotik yang disekresikan saat kultur memasuki fase
stasioner dan memproduksi metabolit sekunder seperti enzim kitinase, mycobacilin,
bacitrasin, dan zwittermicin (Madigan et al. 2000). Xanthomonas sp. diketahui
mampu menghambat pertumbuhan patogen pada tanaman (Zhu et al. 2000)
Azotobacter diketahui mampu mensintesis substansi yang secara biologis
aktif dapat meningkatkan perkecambahan biji, tegakan dan pertumbuhan tanaman
seperti vitamin B, asam indol asetat, giberelin, dan sitokinin (Wedhastri, 2002;
Ahmad et al. 2005; Husen, 2003; Adiwiganda et al. 2006). Azotobacter juga
memiliki kemampuan dalam metabolisme senyawa fenol, halogen, hidrokarbon,
dan juga berbagai jenis pestisida (Munir, 2006). Selain itu, Azotobacter sp. juga
dikenal sebagai pengendali penyakit tanaman karena kemampuannya menghasilkan
senyawa anti antibiotik, antifungi yang juga membantu perkecambahan benih
(Shende et al. 1977).
Keragaman bakteri ini sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan kecepatan
angin, kelembaban dapat diperoleh dari hujan dan embun. Kelembapan ini dapat
hilang disebabkan oleh temperatur, angin, dan aktivitas sel tanaman. Kelembaban
dan kecepatan angin dapat mempengaruhi mobilitas bakteri, yang akhirnya dapat
menentukan keberadaan bakteri. Hal lain yang dapat menentukan keberadaan
bakteri filosfer, yaitu nutrisi. Kelimpahan nutrisi pada daun dapat mengindikasikan
keberadaan mikroorganisme, terutama sumber karbon dan nitrogen (Lindow, 2006;
Wilson, 1994).
II. 4 Teknik Isolasi
Sturz dan Nowak (2000) menyatakan bahwa dalam mengeksplorasi bakteri
endofitik perlu suatu strategi yang dimulai dari isolasi dan purifikasi mikroba
endofitik yang bersifat menguntungkan dari mikroba penyebab penyakit, menguji
kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, memperbanyak, dan
mengaplikasikan pada tanaman sedini mungkin agar mendominasi populasi
mikroba pada jaringan tanaman yang diinokulasi.
- Teknik Preparasi Suspensi
Sampel yang telah diambil kemudian disuspensikan dalam akuades steril.
Tujuan dari teknik ini pada prinsipnya adalah melarutkan atau melepaskan mikroba
dari substratnya ke dalam air sehingga lebih mudah penanganannya. Macam-
macam preparsi bergantung kepada bentuk sampel (Pradhika, 2008) :
a. Ulas (Swab) dilakukan menggunakan cotton bud steril pada sampel yang
memiliki permukaan luas dan pada umumnya sulit dipindahkan atau sesuatu
pada benda tersebut. Contohnya adalah meja, batu, batang kayu dan lain-lain.
Caranya dengan mengusapkan cotton bud memutar sehingga seluruh permukaan
kapas dari cotton bud kontak dengan permukaan sampel. Swab akan lebih baik
jika cotton bud dicelupkan terlebih dahulu ke dalam larutan atraktan semisal
pepton water.
b. bilas (Rinse) ditujukan untuk melarutkan sel-sel mikroba yang menempel pada
permukaan substrat yang luas tapi relatif berukuran kecil, misalnya daun bunga
dan lain-lain. Rinse merupakan prosedur kerja dengan mencelupkan sampel ke
dalam akuades dengan perbandingan 1 : 9 (w/v). Contohnya sampel daun
diambil dan ditimbang 5 g kemudian dibilas dengan akuades 45 ml yang
terdapat dalam beaker glass.
c. Pengancuran (maseration) sampel yang berbentuk padat dapat ditumbuk dengan
mortar dan pestle sehingga mikroba yang ada di permukaan atau di dalam dapat
terlepas kemudian dilarutkan ke dalam air.
- Teknik Penanaman
Beberapa teknik penanaman mikroba yaitu (Pradhika, 2008):
a. Teknik penanaman dari suspensi
Teknik penanaman ini merupakan lanjutan dari pengenceran bertingkat.
Pengambilan suspensi dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya
untuk tujuan isolasi (mendapatkan koloni tunggal) diambil beberapa tabung
pengenceran terakhir.
b. Teknik Penanaman dengan Goresan (Streak)
Bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau
meremajakan kultur ke dalam medium baru.
- Teknik Pewarnaan
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, begitu pula dengan bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak
berwarna dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan.
Salah satu cara untuk mengamati bentuk sel bakteri, sehingga mudah untuk
diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau pewarnaan. Hal tersebut juga
berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui reaksi dinding sel
bakteri melalui serangkaian pengecatan (Jawetz, 1986).
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik
dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan
kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar dan Chan, 1986).
Zat warna adalah senyawa kimia berupa garam-garam yang salah satu
ionnya berwarna. Garam terdiri dari ion bermuatan positif dan ion bermuatan
negatif. Senyawa-senyawa kimia ini berguna untuk membedakan bakteri-bakteri
karena reaksinya dengan sel bakeri akan memberikan warna berbeda. Perbedaan
inilah yang digunakan sebagai dasar pewarnaan bakteri. Sel-sel warna dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu asam dan basa. Warna terletak pada muatan positif dari
zat warna, maka disebut zat warna basa. Warna terdapat pada ion negatif, maka
disebut zat warna asam. Contoh zat warna basa adalah methylen blue, safranin,
netral red, dan lain-lain. Anionnya pada umumnya adalah Cl-, SO4
-, CH3COO
-,
COOHCOO‑. Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi,
peluntur warna, substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna
penutup (Sutedjo, 1991).
Metode pengecatan pertama kali ditemukan oleh Christian Gram pada tahun
1884. Metode ini, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram
positif dan Gram negatif yang didasarkan dari reaksi atau sifat bakteri terhadap cat
tersebut. Reaksi atau sifat bakteri tersebut ditentukan oleh komposisi dinding
selnya, sehingga pengecatan gram tidak bisa dilakukan pada mikroorganisme yang
tidak mempunyai dinding sel (Tryana, 2008).
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cawan petri (Pyrex), labu
Erlenmeyer (Pyrex), tabung reaksi (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), mikroskop,
inkubator (Heraeus), oven, neraca analitik (O’hauss), gelas objek, gelas penutup,
batang L, sendok tanduk, autoklaf (American), enkas, pipet tetes, batang pengaduk,
ose lurus dan bulat, kantong plastik, ice box, rak tabung, Laminary Air Flow (Esco),
kamera, dan bunsen.
III. 2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daun padi Pulu Mandoti,
bactopepton, ekstrak ragi, beef ekstrak, bacto agar, sukrosa, pepton, K2HPO4,
MgSO4.7H2O, agar, proteose pepton, manitol, yeast ekstrak, CaCO3, glycerol,
tripton, soya pepton, NaCl, kristal violet, minyak imersi, aluminium foil, safranin,
alkohol 70%, kapas, kasa steril, NaCl fisologis 0,97%, tissue roll, cling wrap,
spiritus, korek api, kertas label, dan aquades.
III. 3 Prosedur Kerja
III. 3.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel daun dilakukan secara aseptis. Sampel daun yang
diambil adalah daun yang sehat terletak relatif jauh dari permukaan tanah agar tidak
terkontaminasi mikroba yang berasal dari tanah. Jumlah daun yang diambil 5 helai
dan selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik. Selanjutnya sampel daun
disimpan dalam ice box selama perjalanan untuk menghindari pembusukan.
III. 3.2 Sterilisasi
Semua alat yang digunakan dibersihkan terlebih dahulu. Alat-alat terutama
dari bahan gelas yang akan digunakan dalam penelitian ini harus disterilkan lebih
dahulu untuk menghindari terjadinya kontaminasi dari berbagai jenis
mikroorganisme yang dapat menggagalkan penelitian. Alat yang terbuat dari gelas
atau kaca disterilkan dengan menggunakan oven dengan suhu 180 0C selama 2 jam.
Sedangkan alat-alat yang terbuat dari logam misalnya ose dicuci dengan alkohol
70% kemudian dipijarkan di atas api bunsen sampai membara. Sterilisasi medium
dengan menggunakan panas basah bertekanan dengan menggunakan autoklaf
dengan pada suhu 121 0C dengan tekanan 2 atm selama 15-30 menit.
III. 3.3 Pembuatan Medium
a. Medium Kompleks Padat (Nutrient Agar)
Bahan-bahan yang digunakan adalah air akuades 1000 ml, bactopepton 5 g,
ekstrak ragi 5 g, dan bacto agar 20 g. Semua bahan-bahan ditimbang sesuai dengan
yang diperlukan kemudian dilarutkan dalam air aquades dengan pemanasan
sehingga semua bahan larut. Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf selama
15 menit, tekanan 2 atm dengan suhu 121oC.
b. Medium King’s B
Bahan-bahan yang digunakan adalah proteose peptone No.3 20 g, glycerol
15 ml, K2HPO4 1,5 g, MgSO4. 7H2O 1,5 g, agar 20 g, dan air aquades 1000 ml.
Semua bahan-bahan ditimbang sesuai dengan yang diperlukan kemudian dilarutkan
ke dalam akuades dengan pemanasan kemudian disterilkan dalam autoklaf pada
tekanan 2 atm suhu 121ºC selama 15 menit.
c. Medium SPA (Sucrose Peptone Agar)
Bahan-bahan yang digunakan adalah sukrosa 20 g, pepton 5 g, K2HPO4 0,5
g, MgSO4. 7H2O 0,25 g, agar 15 g, air akuades 1000 ml. Semua bahan-bahan
ditimbang sesuai dengan yang diperlukan kemudian dilarutkan ke dalam aquades
dengan pemanasan. Setelah itu disterilkan ke dalam otoklaf pada tekanan 2 atm
suhu 121ºC selama 15 menit.
d. Medium TSA (Tryptic Soy Agar)
Bahan-bahan yang digunakan adalah tripton 15 g, soya pepton 5 g, NaCl 5
g, dan agar 15 g untuk 1000 ml akuades. Semua bahan-bahan ditimbang sesuai
dengan yang diperlukan kemudian dilarutkan ke dalam air aquades dengan
pemanasan. Setelah itu disterilkan ke dalam autoklaf pada tekanan 2 atm suhu
121ºC selama 15 menit.
e. Pembuatan NaCl 0.97%
Sebanyak 9 g NaCl ditimbang lalu dilarutkan dalam 1 liter aquades steril.
Selanjutnya larutan dihomogenkan dan disterilkan dengan autoklaf pada suhu
121oC tekanan 2 atm selama 15 menit.
f. Pembuatan Nutrien Cair (Nutrient Broth)
Bahan-bahan yang diperlukan adalah air aquades 1000 ml, baktopepton 5 g,
dan ekstrak ragi 5 g. Semua bahan-bahan ditimbang sesuai dengan yang diperlukan
kemudian dilarutkan dalam aquades dengan pemanasan sehingga semua bahan
larut. Selanjutnya disterilkan menggunakan autoklaf selama 15 menit, tekanan 2
atm dengan suhu 121oC.
g. Medium Nitrogen Free Manitol Agar
Bahan-bahan yang digunakan adalah manitol 10 g, yeast ekstrak 0,2 g,
K2HPO4 0,5 g, MgSO4.7H2O 0,4 g, NaCl 0,1 g, CaCO3 5 g, agar-agar 18 g, dan
aquades 1000 ml. Bahan ditimbang sebanyak yang dibutuhkan lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer kemudian dilarutkan dalam aquades 1000 ml dan diatur pH-nya
menjadi 7, lalu dipanaskan sampai semua bahan larut, sebagian dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer dan tabung reaksi sebanyak 9 ml kemudian ditutup dengan
kapas. Diseterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit dengan
tekanan 2 atm. Setelah steril tabung reaksi tersebut kemudian diletakkan pada posisi
miring hingga memadat.
III. 3.4 Isolasi Bakteri Secara Umum (Wahyudi, dkk., 2011)
Daun tanaman padi dipisahkan dari batangnya kemudian dipotong-potong
kecil dan ditimbang sebanyak 5 gram. Setelah dipotong-potong kemudian direndam
dalam 45 ml larutan garam fisiologis 0,97%. Suspensi dimasukkan ke dalam
medium NB (nutrient broth) kemudian ditanam pada medium spesifik. Selanjutnya
dilakukan pemurnian koloni dengan metode gores kuadran pada medium spesifik
hingga diperoleh koloni tunggal.
III. 3.5 Isolasi Bakteri
- Bakteri Pseudomonas (Rukayadi, 1995)
Isolat kultur bakteri digoreskan ke dalam medium King’s B 10%. Cawan
diinkubasi selama 2-3 hari, kemudian mengamati koloni bakteri Pseudomonas.
Koloni bakteri berbentuk bulat, tepi rata, fluidal dan mengeluarkan pigmen
berwarna kuning kehijauan pada medium King’s B (Arwiyanto, dkk., 2007).
- Bakteri Xanthomonas (Fahy dan Hayward, 1983)
Isolasi bakteri dari ditumbuhkan pada medium SPA (Sucrose Peptone
Agar), isolat bakteri digoreskan pada medium SPA, diinkubasi selama 48-72 jam
sampai didapatkan koloni. Koloni bakteri Xanthomonas berwarna kuning dan
berbentuk bulat (Djatmiko, dkk., 2011).
- Bakteri Bacillus (Eliza, dkk., 2007)
Isolat bakteri ditumbuhkan pada medium TSA. Isolat bakteri digoreskan ke
dalam cawan petri yang berisi medium TSA (Tryptic Soy Agar). Setelah itu
diinkubasi selama 48 jam. Koloni bakteri warnanya putih, bentuk koloni bundar,
tepi koloni licin, elevasinya timbul serta sifat koloninya tebal, berlendir dan sedikit
transparan (Maryanto dan Hari, 2011).
- Bakteri Azotobacter
Pencarian inokulum dilakukan dengan menumbuhkannya pada medium
NFMA (Nitrogen Free Manitol Agar). Koloni Azotobacter sp. dalam medium
Nitrogen Free Manitol Agar yaitu licin, mengkilap, pada awalnya berwarna putih
kemudian berkembang menjadi lendir yang berlimpah dan berwarna coklat jika
diinkubasi dalam jangka waktu yang lama (Astuti, 2006).
III. 3.6 Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri dan Sel
Untuk identifikasi bakteri meliputi bentuk koloni, warna koloni, tengah
koloni, permukaan koloni, dan tepi koloni.
III. 3. 7 Uji Gram
Pengujian ini dilakukan dengan terlebih dahulu membuat olesan isolat pada
kaca preparat. Kemudian dikeringkan dengan pembakar spiritus. Kemudian
preparat ditetesi dengan kristal violet dan didiamkan selama 30 detik. Setelah itu,
preparat dicuci dengan etil alkohol 95%. Selanjutnya, preparat dicuci dengan
aquades kemudian dikeringanginkan.Selanjutnya, preparat ditetesi dengan safranin
dan didiamkan selama 30 detik kemudian dicuci dengan aquades mengalir dan
dikeringanginkan. Selanjutnya preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 1000 kali untuk mengetahui reaksi uji gramnya.
III. 3. 8 Uji Endospora
Identifikasi bakteri juga dilakukan dengan cara uji endospora dengan
metode Scaeffer Fulton. Pengujian ini dilakukan dengan terlebih dahulu
membersihkan preparat dengan alkohol kemudian dipanaskan di atas nyala api
pembakar spiritus. Kemudian diambil 1 ose aquades steril secara aseptis dan
diletakkan di atas gelas objek. Selanjutnya diambil secara aseptis 1 ose biakan
bakteri dan dicampur hingga menjadi suspensi yang homogen dan rata lalu difiksasi
di atas pembakar spiritus. Objek gelas lalu ditetesi dengan malachite green selama
10 menit sambil dipanaskan di atas pembakar spiritus, pemanasan diatur jangan
sampai mendidih atau kering. Kemudian gelas objek dicuci dengan aquades
mengalir selama 30 detik lalu dibubuhkan cat safranin selama 1 menit. Dicuci
dengan air mengalir lalu dikeringanginkan, setelah itu diamati di bawah mikroskop
dengan bantuan minyak imersi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Pertumbuhan Pada Medium Spesifik
Isolat-isolat bakteri yang diperoleh disuspensikan ke dalam NaCl fisiologis
kemudian ditumbuhkan ke dalam medium Enrichment (medium diperkaya). Hasil
pertumbuhan pada medium Enrichment selanjutnya diinokulasikan pada medium
spesifik untuk mendapatkan isolat bakteri yang lebih spesifik dengan menggunakan
metode goresan kuadran. Hal ini dilakukan berkali-kali sampai diperoleh isolat
yang murni (kultur murni).
Hasil pengamatan morfologi koloni bakteri meliputi warna koloni, bentuk
koloni, tepi koloni dan elevasi koloni ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengamatan Morfologi Koloni Bakteri Filosfer dari Daun Padi Pulu’
Mandoti dari Kabupaten Enrekang yang Ditumbuhkan Pada Medium
Spesifik
Isolat Medium
Spesifik
Pengamatan ciri morfologi koloni
Warna Bentuk Permukaan Tepi Elevasi
A Medium
King’s B
Kekuningan circular Halus
mengkilap
entire Convex
B Medium
SPA
Putih
kekuningan
circular Halus
mengkilap
entire Convex
C Medium
NFMA
Putih circular Halus
mengkilap
entire Convex
D Medium
TSA
Putih circular Halus
mengkilap
entire Convex
Keterangan: Medium SPA (Sucrose Peptone Agar), Medium NFMA (Nitrogen Free
Manitol Agar), dan Medium TSA (Tryptic Soy Agar)
Medium spesifik yang digunakan adalah medium King’s B untuk
mengamati bakteri Pseudomonas, medium SPA (Sucrose Peptone Agar) untuk
mengamati bakteri Xanthomonas, medium TSA (Tryptic Soy Agar) untuk
mengamati bakteri Bacillus, dan medium NFMA (Nitrogen Free Manitol Agar)
untuk mengamati bakteri Azotobacter.
Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada medium King’s B memiliki ciri
dengan warna kekuningan, pada medium SPA (Sucrose Peptone Agar) memiliki
ciri dengan warna putih kekuningan, pada medium NFMA (Nitrogen Free Manitol
Agar) memiliki ciri dengan warna koloni putih, dan pada medium TSA (Tryptic
Soy Agar) memiliki ciri dengan warna koloni putih.
Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada medium King’s B memiliki ciri
dengan bentuk koloni bulat (circular), pada medium SPA (Sucrose Peptone Agar)
memiliki ciri dengan bentuk circular (bulat), pada medium NFMA (Nitrogen Free
Manitol Agar) memiliki ciri dengan bentuk koloni bulat (circular), pada medium
SPA (Sucrose Peptone Agar) memiliki ciri dengan bentuk circular (bulat).
Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada medium King’s B, medium SPA
(Sucrose Peptone Agar), medium NFMA (Nitrogen Free Manitol Agar), dan
medium SPA (Sucrose Peptone Agar) memiliki ciri bentuk dengan tepi koloni
yang entire.
Isolat bakteri yang ditumbuhkan pada medium King’s B memiliki ciri
dengan tepi koloni halus mengkilap dan memiliki elevasi convex (cembung), pada
medium SPA (Sucrose Peptone Agar) memiliki ciri dengan permukaan koloni halus
mengkilap dan memiliki elevasi yang convex (cembung), pada medium NFMA
(Nitrogen Free Manitol Agar) memiliki ciri permukaan koloni halus mengkilap dan
memiliki elevasi convex, pada medium TSA (Tryptic Soy Agar) memiliki
permukaan koloni halus mengkilap dan memiliki elevasi yang convex.
Menurut Arwiyanto, dkk. (2007) koloni bakteri Pseudomonas sp.yang
ditumbuhkan pada medium King’s B berbentuk bulat, tepi rata, fluidal dan
mengeluarkan pigmen berwarna kuning kehijauan pada medium King’s B. Menurut
Djatmiko, dkk. (2011) koloni bakteri Xanthomonas sp. yang ditumbuhkan pada
medium SPA (Sucrose Peptone Agar) berwarna kuning dan berbentuk bulat.
Menurut Maryanto dan Hari (2011) koloni bakteri Bacillus sp. yang ditumbuhkan
pada medium TSA (Tryptic Soy Agar) warnanya putih, bentuk koloni bundar, tepi
koloni licin, elevasinya timbul serta sifat koloninya tebal, berlendir dan sedikit
transparan. Menurut Astuti (2006) koloni Azotobacter sp. dalam medium Nitrogen
Free Manitol Agar yaitu licin, mengkilap, pada awalnya berwarna putih kemudian
berkembang menjadi lendir yang berlimpah dan berwarna coklat jika diinkubasi
dalam jangka waktu yang lama.
IV. 2 Pengamatan Morfologi Sel, Pewarnaan, dan Uji Endospora
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar dan
struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-sifat fisik
dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta meningkatkan
kontras mikroorganisme dengan sekitarnya (Pelczar dan Chan, 1986).
Dari hasil pengamatan pada uji gram dan endospora diperoleh hasil seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengamatan Morfologi Sel, Pewarnaan, dan Uji Endospora
Isolat Medium
Spesifik
Warna Bentuk Sifat Gram Endospora Dugaan Genera
A SPA merah Batang Negatif - Xanthomonas
B TSA ungu batang Positif + Bacillus
C NFMA merah bulat Negatif - Azotobacter
D King’s B merah batang Negatif - Pseudomonas
Keterangan: Endospora : - (tidak membentuk endospora)
+ (membentuk endospora)
Medium SPA (Sucrose Peptone Agar), Medium TSA (Tryptic Soy
Agar), dan Medium NFMA (Nitrogen Free Manitol Agar)
Isolat bakteri A yang ditumbuhkan pada medium SPA (Sucrose Peptone
Agar) memiliki ciri bentuk batang (basil), berwarna merah, Gram negatif dan tidak
memiliki spora. Isolat bakteri B yang ditumbuhkan pada medium TSA (Tryptic Soy
Agar) memiliki ciri bentuk batang (basil), berwarna ungu, Gram positif, dan
memiliki endospora. Isolat bakteri C yang ditumbuhkan pada medium NFMA
(Nitrogen Free Manitol Agar) memiliki ciri bentuk bulat (coccus), berwarna merah,
Gram negatif, dan tidak memiliki spora. Isolat bakteri D yang ditumbuhkan pada
medium King’s B memiliki ciri bentuk batang (basil), berwarna merah, Gram
negatif, dan tidak memiliki spora. Hasil pengamatan bakteri di bawah mikroskop
seperti pada Gambar 2.
a b
c d
Gambar 2. Hasil Pengamatan di Bawah Mikroskop
Keterangan: a. Bacillus b. Pseudomonas c. Xanthomonas d. Azotobacter
(perbesaran 1000x)
Pseudomonas merupakan bakteri Gram negatif yang memiliki ciri-ciri
berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap sel bakteri 0,5-0.11 μm x 1,5-4,0
μm, motil dengan satu atau beberapa flagel, aerob dan tidak membentuk spora
(Madigan et al., 2000). Bacillus merupakan bakteri Gram positif, sel berbentuk
batang dengan ukuran 0,6-0,8 μm x 2-5 μm, motil dan membentuk endospora pada
kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga bakteri dapat bertahan
hidup (Madigan et al. 2000). Azotobacter merupakan bakteri berbentuk kokus yang
berukuran 1,5-2,0 μm. tidak membentuk endospora tapi kista (Holt et al. 1994).
Xanthomonas termasuk bakteri Gram negatif dengan bentuk sel batang pendek dan
motil. Hal ini sesuai dengan deskripsi menurut Holt et al. (1994) dalam Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology.
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Buckley (2002) bahwa
bakteri yang banyak ditemukan pada daerah filosfer adalah bakteri Bacillus,
Xanthomonas, Pseudomonas, Azotobacter dimana bakteri-bakteri tersebut
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan melindunginya dari
beberapa serangan hama. Menurut Lindow dan Brandl (2006), keragaman populasi
bakteri filosfer disebabkan oleh besarnya fluktuasi kondisi fisik dan kelimpahan
nutrisi seperti tersedianya sumber karbon, asam-asam organik, dan asam-asam
amino yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V. 1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa bakteri
filosfer yang diidentifikasi dari Pulu’ Mandoti yang berasal dari kabupaten
Enrekang yaitu Xanthomonas, Azotobacter, Pseudomonas, dan Bacillus.
V. 2 Saran
Disarankan untuk melakukan penelitian mengenai bakteri filosfer agar
diperoleh informasi yang lebih banyak pemanfaatan dalam bidang ilmu
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Abhy, 2010. Bakteri Filosfer. http://abhysayangmama.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 28 April 2012.
Adiwiganda, Y. T., B., Tarigan, dan B., Purba, 2006. Effect of Biofertilizer on
Mature oil Palm in North Sumatera and Riau. Indonesian Journal of
Agricultural Science.7(1) 2006: 20-26.
Ahmad, F., Ahmad, I, & M. S., Khan, 2005. Indole Acetic Acid production by
the indigenous Isolates of Azotobacter and Flourescent pseudomonas in
the Presence and Absence of Tryptophan. India : Departement of
Agricultural Microbiology, Faculty of Agricultural Sciences, Aligarh
Muslim University. Vol.29, 29-34.
Alfian, N., M., P., 2011. Penentuan Jumlah dan Ukuran Mikroba.
http://biologipedia.blogspot.com. Diakses pada tanggal 16 April 2013.
Anonim, 2009. Varietas Padi Lokal Unggul. http://cybex.deptan.go.id. Diakses
pada tanggal 15 Mei 2012.
Arwiyanto, T., YMS, Maryudani, dan N. A. Nining, 2007. Sifat-Sifat Fenotipik
Pseudomonas fluoresen, Agensia Pengendalian Hayati Penyakit Lincat
Pada Tembakau Temanggung. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Vol. 8 no. 2, hal: 147-151.
Astuti, D., 2006. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pengikat Nitrogen Non-
Simbiotik pada Daerah Rhizosfer Tanaman Murbei (Morus alba L.). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Azevado, J. L., W. Maccheroni Jr, and J. O. Pareira, 2000. Endophitic
Microorganisms: A Review on Insect Control and Recent Advances on
Tropical Plants. Biotech, 3 (1):http.//www.ejb.org.
Bacon, C. W., A. E. Glenn, and D. M. Hinton, 2002. Isolation In Planta Detection
and Culture of Endophytic and Fungi. In: C. J. Hurst, R. L. Crawford, M.
J. Mcineraey, G. R. Knudsen and L. D Stetzenbach (Eds). Manual of
Environmental.
Beattie, G. A., 2002. Leaf Surface Waxes and the Process of Leaf Colonization
by Microorganisms. Di dalam: Lindow SE, editor. Phyllosphere
Microbiology. Minnesota: APS Pr. Hlm: 3-26.
Beatty, P., H., and E. J. Susan, 2002. Paenibacillus Polymyxa Produce
Fusaricidin – Type Antifungal Antibiotics Active Against Leptospaeria
Maculans, the Causative Agent of Blackleg Disease of Canola. Can J
Microbiol 48: 159-169.
Beattie, G. A and S. Lindow, 1999. Bacterial Coloniztaion of Leaves: A
Spectrum of Strategies. Phytopathol. 89. 353-359.
Bell, C. R., G. A. Dickie, W. L. G. Harvey and J. W. Y. F. Chan, 1995.
Endophytic Bacteria in Grapevine. Can J. Microbiol. 41, 46-53.
Bottini, R., F. Cassan, and P. Piccoli, 2004. Gibberellin Production by Bacteria
and Its Involvement in Plant Growth Promotion and Yield Increase.
Appl. Microbiol. Biotechnol. 65, 497-503.
Buckley, M. R., 2002. Micobial Communities: From Life Apart to Life
Together. American Academy of Microbiology. Washington.
Compant, S., B. Duffy, J. Nowak, C. Clement, and E. A. Barka, 2005. Use of Plant
Growth-Promoting for Biocontrol of Plant Disease: Principles,
Mechanisms of Action, and Future Prospects. Appl. Environ. Microbiol.
71, 4951-4959.
Cottyn, B., M.T. Cerez and T. W. Mew, 1994. Bacteria, p. 29-46. In: T.W. Mew
andnJ.K. Misra (Eds). A Manual of Rice Seed Health Testing. IRRI.
Philipines.
Dey, R., K. K. Pal, D. Bhatt, M., S. M. Chauhan, 2004. Growth Promotion and
Yield Enhancement of Peanut (Arachis hypogeal L.) by application of
plant growth promoting rhizobacteria. Microbiol Res 159: 371-394.
Djatmiko, A. H., P. Budi, dan P. Nur, 2011. Penentuan Patotipe dan Keragaman
Xanthomonas oryzae pv. oryzae Pada Tanaman Padi di Wilayah
Kersidenan Banyumas. Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto. Vol. 11, no.1. Hal: 35-46.
Dwivedi, D., B. N. Johri, 2003. Antifungals from Fourescens Pseudomonads:
Biosynthesis and Regulation. Curr Sci 85: 1693-1703.
Eliza, A. Munif, I. Djatnika, dan Widodo, 2007. Karakter Fisiologis dan Peranan
Antibiosis Bakteri Perakaran Graminae Terhadap Fusarium dan
Pemacu pertumbuhan Tanaman Pisang. J. Hort 17 (2): 150-160.
Fahy, E. M. and G. J. Persley, 1983. Plant Bacterial Disease a Diagnostic Guide.
Academic Press. Australia: 303.
Feng, Y. D. Shen, and W. Song, 2006. Rice Endophyte Pantoea agglomerons Y19
Promotes Host Plant Growth and Affect Allocation of Host
Photosynthetic. J. Appl. Microbiol. 100, 983-945.
Fradzan, R., 2009. Filosfer. http://www.scribd.com/rfradzan. Diakses pada tanggal
15 Mei 2012.
Gardner, F. B., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerbit UI. Jakarta.
Hallman, J., A. Quadt-Hallmann, W. F. Mahaffe, and J. W. Klopper, 1997.
Bacterial Endophytes in Agricultural Crops. Can J. Microbiol. 43, 895-
914.
Hirano, S. S., and C. D. Upper, 2000. Bacteria in the Leaf Ecosystem with
Emphasis on Pseudomonas syringae, a Pathogen, Ice Nucleus, and
Epyphite. Micobiol Mol Biol Rev. 65: 624-653.
Holland, M. A., 1997. Methylobacterium and Plants. Recents Res Devel Plant
Physiol. I: 207-213.
Holt, J. G., N. R. Krieg, P. Sneath, J. T. Staley, dan S. T. Williams, 1994. Bergey’s
Manual of Determinative Bacteriology 9th Edition. USA: Williams and
Wilkins Pub.
Husen, E., 2003. Screening of Soil Bacteria for Plant Growth Promotion
Activities In Vitro. Indonesian Journal of Agricultural science.4(1) 2003:
27-31.
Jaweta, E., 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan. EGC. Jakarta.
Klopper, J. W., R. Rodriquez, M. S. Ubana, J. F. Zehnder, E. Murphy, Sikora, and
C. Fernandez, 1999. Plant Root Bacterial Inetractions in Biological
Control of Soilborne Disease and Potential Existention to Systemic and
Foliar Disease. Aust. Plant Pathol. 28. 21-26
Leveau, J., 2001. Nutrient Ecology of Bacterial Colonizers of the Phyllosphere.
Univ. of California. Barkeley.
Lindow, S. E. and M. T. Brandl, 2006. Microbiology of the Phyllosphere. Apl
Environt Microbiol. 69 (4): 1875-1883.
Madigan, M. T., Martinko, J. M., Parker, S., 2000. Brock Biology of
Microorganism, Eight Edition. Prentice Hall International Inc.
Maryanto, I., dan S. Hari, 2011. Ekologi Ternate. Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Jakarta.
Mc Chang M. R., A. A. Padheye, and L. Ajella, 1999. Storage of Stock Culture of
Filamentous Fungi and Yeast in Sterile Distillated Water. Applied
Microbiology 35, 218-222.
Munir, E., 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi
Alternatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan, 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta.
Pradhika, I. E., 2008. Teknik isolasi Mikroba. http://ekmonsaurus.blogspot.com.
Diakses pada tanggal 30 April 2012.
Rao, S. N. S., 1986. Biofertilizer in Agriculture. Oxford and Publishing co. New
Delhi.
Reiter, B., U. Pfeifer, H. Schwab, and A. Sessitcsh, 2002. Response Endophytic
Bacterial Communities in Potato Plants to Infection with Erwinia
corotovora subsp. Atroseptica. Appl. Environ. Microbiol. 68, 2261-2268.
Rukayadi, Y., 1995. Analisis Profil DNA Genom Sejumlah Isolat Xanthomonas
campestris pv. glycines Dengan Menggunakan Elektroforesis Gel Medan
Berpulsa. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ruly. 2009. Media Pertumbuhan Mikroba. http://ruly’s.wordpress.com. Diakses
pada tanggal 21 April 2010.
Selitrennikoff, C. P., 2001. Antifungal Protein. Appl Environ Microbiol 67: 2883-
2894.
Serena, 2010. Belajar Berproses dari Tanaman Padi.
http://www.rumahusaha.com. Diakses pada hari Kamis, 23 Mei 2013.
Shende, S. T., R. G. Apte, and T. Singh, 1977. Influence of Azotobacter on
Germination of Rice and Cotton Seeds. Curr. Sci. 46:675-679.
Shen D., 1997. Microbial Diversity and Application of Microbial Product for
Agricultural Purposes in China. Agric Ecosyst Environ 62: 237-245.
Soeriaatmadja, R. E. S., 1981. Ilmu lingkungan. Penerbit ITB, Bandung.
Struz, A. V. and J. Nowak, 2000. Endophytic Communities of Rhizobacteria and
Strategies Required to Create Yield Enhancing Association with Crops. Applied Soil Ecology, 15: 183-190.
Sutedjo, M., 1991. Mikrobiologi Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Tjitrosoepomo, G., 2007. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada
University Press. Jogjakarta.
Tryana. 2008. Teknik Pewarnaan Mikroba. http://tryanablog.wordpress.com.
Diakses pada tanggal 28 April 2010.
Wahyudi, A. T., S. Meliah, dan A. A. Nawangsih. 2011. Xanthomonas oryzae pv.
Bakteri Penyebab Hawar Daun Pada Padi: Isolasi, Karakterisasi, dan
Telaah Mutagenesis Dengan Transposon. Institut Pertanian Bogor.
Makara, SainsVol 15: 89-96.
Warner, D., 1992. Symbiosis of Plant and Microbes. Chapman Hall. London.
Wedhastri, S., 2002. Isolasi dan seleksi Azotobacter spp.Penghasil Faktor
Tumbuh dan Penambat Nitrogen dari Tanah Masam. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan. 3, (1), 45-51.
Wikipedia, 2011. Padi. http://wikipedia.or.id. Diakses pada tanggal 29 April 2012.
Wilson, M., 1994. Ecological Similarity and Coexistense of Apiphytic Ice-
nucleating (Ice) P. syringae Strain and Non-nucleating (Ice) Biological
Control Agent. Appl. Environ. Microbiol. 60: 3128-3137.
Zhalabe, 2009. Beras Ketan Termahal itu Pulut Mandoti. http://
zhaLabe.blogspot.com. Diakses pada tanggal 15 Mei 2012.
Zhu, W. M., M. Magbanua, F. F. White, 2000. Endophitic Microorganisms. J.
bacterial 182.
Zinniel, D. K., P. Lambrecht, N. B. Harris, Z. Feng, D. Kuczmasski, and P. Higley,
2002. Isolation and Characterization of Endophytic Colonizing Bacteria
from Agronomic Crops. And Prairie Plants. Appl. Environ. Microbiol.
68, 2198-2208.
LAMPIRAN
Lampiran I. Skema Kerja Isolasi Bakteri Filosfer Secara Umum
0,1 ml
Inkubasi 2-3 hari
Ditimbang
sebanyak 5 gram
Daun dipotong-
potong kecil
Disuspensikan ke dalam
larutan NaCl sebanyak 45
ml
Medium Enrichment
(Nutrient Broth)
Medium spesifik
Pemurnian koloni
dengan metode
gores kuadran
Lampiran 2. Gambar Isolat Bakteri
Xanthomonas Azotobacter
Bacillus Pseudomonas
Pewarnaan Endospora
Bacillus sp.