ICOR 2008.pdf

57
Katalog BPS : 1119.3204 INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 Kerjasama : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung dengan Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung

description

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO(ICOR)KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

Transcript of ICOR 2008.pdf

Katalog BPS : 1119.3204

INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO

(ICOR)

KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

Kerjasama :

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung

dengan

Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bandung

ICOR Kabupaten Bandung 2008

i

BUPATI BANDUNG Kata Sambutan

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur kita panjatkan ke Hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya, buku publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kabupaten Bandung Tahun 2008 dapat diterbitkan. Perencanaan Pembangunan Daerah merupakan hal yang sangat penting dalam menghasilkan pembangunan perekonomian yang berkualitas, yang pada akhirnya akan membawa kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu dalam melakukan perencanaan diperlukan data makro terukur yang menggambarkan kinerja pembangunan yang telah dilakukan sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan pembangunan yang berkelanjutan. Publikasi ini memuat data tentang Koefisien ICOR menurut lapangan usaha Kabupaten Bandung dalam periode tahun 2007. Dengan demikian diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam penentuan kebijakan pembangunan di Kabupaten Bandung, khususnya sebagai bahan perencanaan dan evaluasi pembangunan di bidang ekonomi. Akhirnya kami sampaikan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya publikasi Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Kabupaten Bandung Tahun 2008 ini. Diharapkan publikasi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Soreang, Desember 2008

BUPATI BANDUNG

H. OBAR SUBARNA, S.Ip

ICOR Kabupaten Bandung 2008

ii

P E N G A N T A R

Di era globalisasi yang bercirikan liberalisasi perdagangan dan persaingan antar bangsa yang semakin sengit, segenap sektor ekonomi harus mampu menghasilkan barang dan jasa berdaya saing tinggi. Sebagai Kabupaten yang besar di Jawa Barat, Kabupaten Bandung memiliki potensi pembangunan yang besar dan beragam. Pengelolaan yang baik terhadap sektor-sektor tersebut dapat mengembangkan produk-produk unggulan.

Peranan Kabupaten Bandung cukup dominan terhadap perekonomian Jawa Barat oleh karena itu diperlukan perencanaan yang memadai untuk pembangunan pada semua sektor yang terarah dan sebaik-baiknya. Untuk itu hasil-hasil pembangunan seluruh sektor perlu dievaluasi dan dianalisa untuk kemudian dijadikan masukan bagi perencanaan pembangunan berikutnya. Salah satu indikator yang biasa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan terutama yang berkaitan dengan investasi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR) untuk mengukur efisiensi dari suatu investasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) berupaya menjadi bagian dari upaya peningkatan pembangunan ekonomi makro. Disadari bahwa data tidak dapat diperoleh dengan mudah, tetapi sangat penting dilakukan pemutakhiran setiap waktu. Untuk itu BPS bekerjasama dengan BAPEDA Kabupaten Bandung menyediakan data ICOR Kabupaten Bandung tahun 2008 dalam bentuk publikasi.

Publikasi ini berisi besaran ICOR dari setiap sektor yang menjadi ukuran kinerja investasi yang diciptakan pada setiap lapangan usaha perekonomian. Sektor industri pengolahan yang mempunyai peranan terbesar dalam Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung, sehingga perlu dibagi kedalam sub sektor industri pengolahan untuk melihat ICOR lebih rinci.

Semoga publikasi ini dapat berguna untuk bahan perencanaan dan pengambilan kebijakan dalam pembangunan perekonomian Kabupatan Bandung. Terima kasih kami ucapkan kepada kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran publikasi ini sehingga bisa terbit tepat waktu.

Bandung, Desember 2008 BPS Kabupaten Bandung

Kepala,

Soegiri Soetardi, MANIP 340010736

ICOR Kabupaten Bandung 2008

iii

DAFTAR ISI

SAMBUTAN........................................................................................ i

PENGANTAR...................... ….........………………………………….. ii

DAFTAR ISI ……………………………………….........………......…... iii

BAB I. PENDAHULUAN …………………….......……………...... 1

1.1. Pendahuluan ……………………………………................ 1

1.2. Tujuan Penelitian ….…………………………….………… 5

1.3 Alokasi Sampel………………….….………………………. 5

1.4 Persiapan Lapang……………………….…………………. 6

1.5 Sistematika Penulisan……………………….…………….. 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………….……………….…… 7

2.1. Pengertian Incremental Capital Output Ratio…………… 8

2.2 Pengertian Kapital dan Investasi..………….…………..… 9

2.3 Pengertian Output…………………………….……………. 11

2.4 Pengertian Nilai Tambah….…………………….………… 12

2.5 Industri Pengolahan dan Perusahaan Industri..………… 13

2.6 Penelitian Yang Pernah Dilakukan …… …………..……. 14

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …………………………….. 18

3.1. Data dan Keterbatasan…………………………..………… 18

3.2. Rumus dan Asumsi yang Digunakan ……………..……... 20

3.2.1 Rumus Standar…………………………………….……….. 21

3.2.2 Rumus Akumulasi Investasi……………............................ 29

3.2.3 Asumsi Dasar..…………………………………..…………. 30

3.3 Tahap-tahap Penyusunan ICOR Sektor Industri……….... 31

3.3.1 Penyesuaian Output……………………………..………….. 31

ICOR Kabupaten Bandung 2008

iv

3.3.2 Penyesuaian Data Investasi………………………………... 31

3.3.3 Penyesuaian Untuk Harga Konstan……………………….. 32

3.3.4 Penghitungan Nilai ICOR dengan Komputer…………….. 33

3.3.5 Penyesuaian Tahap Akhir Dalam Penyusunan ICOR...... 34

3.3.6 Pemilihan Lag Investasi…………………………………….. 34

BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………… 36

4.1 Tinjauan Ekonomi dari Sisi Penggunaan………….......…. 36

4.2 Koefisien ICOR Akumulasi periode 2000-2007………….. 39

4.3 Koefisien ICOR Akumulasi periode 2000-2004 dan 2005-

2007……………................................................................ 42

4.4 Koefisien ICOR Lag 0,Lag 1 serta Lag 2 Kab Bandung

periode 2000-2004 dan 2005-2007……………………… 44

4.4.1 Koefisien ICOR Lag 0, Kab Bandung periode 2000-2004

dan 2005-2007…............................................................... 45

4.4.2 Koefisien ICOR Lag 1, Kab Bandung periode 2000-2004

dan 2005-2007…............................................................... 47

4.4.3 Koefisien ICOR Lag 2, Kab Bandung periode 2000-2004

dan 2005-2007…............................................................... 49

BAB V KESIMPULAN………...…………………………………… 51

ICOR Kabupaten Bandung 2008

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya

pertumbuhan ekonomi, yakni melalui investasi yang didukung

oleh produktivitas yang tinggi. Investasi akan memperkuat

pertumbuhan ekonomi dengan mendatangkan lebih banyak input

ke dalam proses produksi. Oleh karenanya memperbaiki iklim

investasi merupakan suatu tugas yang penting bagi setiap

pemerintah, terutama negara-negara yang memiliki daya saing

investasu yang rendah seperti Indonesia. Dalam beberapa tahun

terakhir, kondisi iklim investasi di Indonesia dinilai masih

memprihatinkan. Beberapa hasil survei lembaga internasional,

memperlihatkan bahwa posisi peringkat daya saing investasi

Indonesia masih berada pada kelompok peringkat bawah dan

selalu beradadi bawah negara-negara di sekitar kita, seperti

Thailand dan Malaysia. Peringkat ini juga cenderung mengalami

penurunan secara signifikan. Hal ini menunjukkan seriusnya

persoalan iklim investasi di Indonesia yang harus segera

disikapi.

Perbaikan iklim investasi bukan hanya tanggungjawab

pemerintah pusat, namun seluruh lapisan pemerintahan dan

masyarakat secara umum, agar perekonomian Indonesia segera

pulih dari krisis yang berkepanjangan. Kebijakan desentralisasi

pemerintahan di Indonesia yang mulai diterapkan sejak tahun

2001 telah mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk

turut berperan besar dalam upaya penciptaan iklim investasi

ICOR Kabupaten Bandung 2008

2

yang kondusif di daerahnya. Dengan kewenangan di bidang

pemerintahan yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah

untuk lebih leluasa dalam menciptakan iklim investasi di

daerahnya masing-masing. Proses pengambilan kebijakan

pembangunan yang sebelumnya lebih banyak dikendalikan oleh

pemerintah pusat, selanjutnya menjadi lebih dekat dengan

masyarakat di daerah. Kesiapan dan kemampuan daerah dalam

berkreasi, merupakan salah satu penentu keberhasilan

pembangunan di daerah termasuk dalam menciptakan iklim

investasi yang kondusif.

Sejalan dengan kondisi iklim investasi nasional yang

memburuk, otonomi daerah diterapkan mulai tahun 2001.

Selama 5 tahun pelaksanaan otonomi daerah telah terjadi

beberapa perubahan dalam tata pemerintahan di tingkat lokal.

Banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk

pembenahan, mulai dari tata kelembagaan pemerintahan,

perencanaan perekonomian daerah dan kemasyarakatan serta

lain sebagainnya. Disisi lain dengan berbagai alasan tidak sedikit

justru dijumpai praktik-praktik negatif dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan pelayanan publik, yang justru mengurangi

daya saing investasi daerah. Keterbatasan pemda dalam

melakukan pembiayaan pembangunan perekonomian daerah,

sering dijadikan alasan mengeluarkan kebijakan yang justru

kontraproduktif terhadap penciptaan daya saing investasi.

Padahal dalam konteks pembangunan regional, investasi

memegang peran penting untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi daerah. Pemerintah daerah harus berupaya keras

mendorong agar sebanyak mungkin investasi dapat masuk ke

ICOR Kabupaten Bandung 2008

3

daerahnya. Yang menjadi persoalan adalah investasi tidak selalu

datang ke setiap daerah. Hanya daerah-daerah yang memiliki

daya saing investasi yang baik yang akan mendapatkan peluang

investasi yang lebih besar. Di era otonomi daerah, daerah-

daerah harus bersaing dengan daerah lainnya untuk menarik

investasi.

Investasi yang akan masuk ke suatu daerah bergantung

kepada daya saing investasi yang dimiliki oleh daerah yang

bersangkutan. Daya saing investasi suatu daerah tidak terjadi

dengan serta merta. Pembentukan daya saing investasin

berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu dan

dipengaruhi oleh banyak faktor. Pelaku utama investasi adalah

kalangan dunia usaha. Dengan demikian untuk mengetahui

faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi daya saing investasi

suatu daerah, penelitian ini mempertimbangkan persepsi dunia

usaha dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi

di suatu daerah. Persepsi ini juga perlu dipahami oleh Pemda.

Sama halnya ketika ketika Pemda perlu mengetahui bagaimana

kerangka berfikir investor dalam menentukan pilihan lokasi untuk

investasi.

Dari berbagai literatur dan pendapat para pelaku usaha,

faktor ekonomi, infrastruktur, politik dan kelembagaan, sosial dan

budaya diyakini merupakan beberapa faktor pembentuk daya

saing investasi suatu negara atau daerah. Secara umum

investasi atau penanaman modal, baik dalam bentuk

penanaman modala dalam negeri (PMDN) maupun penanaman

modal asing (PMA) membutuhkan adanya iklim yang sehat dan

kemudahan serta kejelasan prosedur penanaman modal. Iklim

ICOR Kabupaten Bandung 2008

4

investasi daerah juga dipengaruhi juga oleh kondisi makro

ekonomi daerah yang bersangkutan.

Keberhasilan daerah untuk meningkatkan daya saing

terhadap investasi salah satunya bergantung kepada

kemampuan daerah dalam merumuskan kebijakan yang

berkaitan dengan investasi dan dunia usaha, serta peningkatan

kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Hal yang juga penting

untuk diperhatikan dalam upaya menarik investor, selain

makroekonomi yang kondusif juga adanya pengembangan

sumber daya manusia dan infrastruktur dalam arti luas. Kondisi

inilah yang mampu menggerakan sektor swasta untuk ikut serta

dalam menggerakkan roda ekonomi.

Bagi investor, informasi mengenai potensi investasi dan

iklim investasi daerah sangat diperlukan sebagai bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan lokasi untuk

investasi. Tetapi hal ini tidak cukup samapi sebatas ketersediaan

informasi saja. Diperlukan rangkaian upaya untuk memberikan

gambaran yang lebih komprehensif mengenai iklim investasi di

berbagai daerah, untuk membantu para investor dalam membuat

keputusan lokasi investasinya. Pemeringkatan daya saing

investasi daerah yang dilakukan oleh KPPOD salah satunya

adalah untuk menjawab permasalahan di atas, disamping juga

untuk membantu pemerintah daerah dalam melihat daya

saingnya terhadap investasi dibandingkan dengan daerah

lainnya.

Pemerintah Kabupaten Bandung perlu menjalin

kerjasama dengan Badan Pusat Statistik untuk mengetahui data

tentang investasi di wilayah Kabupaten. Hasil dari kerjasama ini

ICOR Kabupaten Bandung 2008

5

menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan pemerintah

kabupaten dalam hal investasi.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan publikasi ini antara lain untuk:

a. Menghitung ICOR seluruh sektor lapangan usaha

menurut pengelompokan 1 digit berdasarkan

International Standard Industrial Classification if All

Economic Activities (ISIC) .

b. Menghitung ICOR sektor industri menurut

pengelompokan 2 digit menurut pengelompokan ISIC.

c. Menggolongkan nilai ICOR menurut kelompok lapangan

usaha berdasarkan lag investasi.

d. Menganalisis perbandingan nilai ICOR pada periode

penelitian tahun 2007

1.3 Alokasi Sampel

Untuk memperoleh gambaran atau rasio invesatsi yang

dilakukan institusi, maka dilakukan pencacahan secara sampel

dengan jumlah sebanyak 700 responden di Kabupaten Bandung

dengan sebaran sebagai berikut:

a. Jumlah sampel Survey Khusu ICOR 2007 sebanyak 700

responden, yang dialokasikan ke dalam seluruh

sekto/kegiatan ekonomi yang tersebar di seluruh

Kecamatan

b. Asumsi dasar yang dipakai adalah setiap karakteristi dari

elemen sampel mempunyai sifat homogenitas.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

6

c. Aloksi jumlah sampel menurut Kecamatan berdasarkan

besarnya peranan PDRB

d. Penentuan alokasi sampel ke masing-masing sektor

dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah unit

usaha.

1.4. Persiapan Lapang

Petugas lapang pencacahan adalah staf/ KSK BPS

Kabupaten Bandung dan mitra statistik yang sudah biasa

melakukan penelitian. Pelatihan petugas dilakukan untuk

menyamakan persepsi petugas mengenai konsep dan definisi

serta tata cara pengisian daftar isian sesuai dengan pedoman

pencacahan yang telah disusun. Pelatihan petugasdilaksanakan

selama tiga hari agar isi materi serta sasaran survei dapat

dipahami dengan baik. Selama pelatihan petugas diberikan

fasilitas, akomodasi dibawah bimbingan instruktur.

1.5. Sitematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan di dalam publikasi ini

adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Pembahasan

Bab V Kesimpulan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Incremental Capital Output Ratio

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) adalah suatu

besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital

(investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah

satu unit output. Besaran ICOR diperoleh dengan

membandingkan besarnya tambahan kapital dengan tambahan

output. Karena unit kapital bentuknya berbeda-beda dan

beraneka ragam sementara unit output relatif tidak berbeda,

maka untuk memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam

bentuk uang (nominal).

Pengkajian mengenai ICOR menjadi sangat menarik

karena ICOR dapat merefleksikan besarnya produktifitas kapital

yang pada akhirnya menyangkut besarnya pertumbuhan

ekonomi yang bisa dicapai. Secara teoritis hubungan ICOR

dengan pertumbuhan ekonomi dikembangkan pertama kali

oleh R. F. Harrod dan Evsey Domar (1939 dan 1947). Namun

karena kedua teori tersebut banyak kesamaannya, maka

kemudian teori tersebut lebih dikenal sebagai teori Harrod-

Domar.

Pada dasarnya teori tentang ICOR dilandasi oleh dua

macam konsep Rasio Modal-Output yaitu:

(i) Rasio Modal-Output atau Capital Output Ratio (COR) atau

yang sering disebut sebagai Average Capital Output

Ratio (ACOR), yaitu perbandingan antara kapital

yang digunakan dengan output yang dihasilkan pada

ICOR Kabupaten Bandung 2008

8

suatu periode tertentu. COR atau ACOR ini bersifat statis

karena hanya menunjukkan besaran yang menggambarkan

perbandingan modal dan output.

(ii) Ratio Modal-Output Marginal atau Incremental Capital

Output Ratio (ICOR) yaitu suatu besaran yang

menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru

yang dibutuhkan untuk menaikkan /menambah satu unit

output baik secara fisik maupun secara nilai (uang).

Konsep ICOR ini Iebih bersifat dinamis karena

menunjukkan perubahan kenaikan/ penambahan output

sebagai akibat langsung dari penambahan kapital.

Dari pengertian pada butir (ii), maka ICOR bisa diformulasikan

sebagai berikut:

ICOR = K / Y..................................(1)

dimana K = perubahan kapital

Y = perubahan output

Dari rumus (1) didapatkan pengertian bahwa ICOR merupakan

statistik yang menunjukkan kebutuhan perubahan stok kapital

untuk menaikkan satu unit output.

Dalam perkembangannya, data yang digunakan untuk

menghitung ICOR bukan lagi hanya penambahan barang modal

baru atau perubahan stok kapital melainkan Investasi (I) yang

ditanam balk oleh swasta maupun pemerintah sehingga

rumusan ICOR dimodifikasi menjadi:

ICOR = I / Y ............................ (2)

ICOR Kabupaten Bandung 2008

9

dimana I = Investasi

Y = perubahan output

Rumus (2) dapat diartikan sebagai banyaknya kebutuhan

investasi yang diperlukan untuk mendapatkan 1 unit output.

Sebagai contoh, misalnya besarnya investasi pada suatu tahun di

negara A adalah sebesar Rp 300 miliar, sedangkan tambahan

output yang diperoleh dari hasil penanaman investasi itu

adalah sebesar Rp 60 miliar, maka nilai ICOR negara A adalah

sebesar 5 (300 miliar / 60 miliar). Angka ini menunjukkan bahwa

untuk menaikkan 1 unit output diperlukan investasi sebesar 5 unit.

Pada kenyataannya pertambahan output bukan hanya

disebabkan oleh investasi, tetapi juga oleh faktor-faktor lain di

luar investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan

teknologi dan kemampuan kewiraswastaan. Dengan demikian

untuk melihat peranan investasi terhadap output berdasarkan

konsep ICOR, maka peranan faktor-faktor selain investasi

diasumsikan konstan (ceteris paribus).

2.2. Pengertian Kapital dan Investasi

Secara umum kapital atau yang sering disebut sebagai

"Gross Capital Stock' merupakan akumulasi/penumpukan

pembentukan modal bruto dari tahun ke tahun yang digunakan

untuk menghasilkan produk baru. Kapital secara fisik adalah

seluruh barang modal yang digunakan dalam proses produksi

seperti mesin, bangunan, kendaraan dan lainnya. Dalam sistem

pembukuan neraca perusahaan, yang dimaksud dengan kapital

adalah harta tetap (fixed assests) suatu badan usaha.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

10

Sementara itu menurut konsep ekonomi nasional yang

mengacu pada A System of National Account (UN, 1968)

investasi adalah selisih antara stok kapital pada tahun (t)

dikurangi dengan stok kapital pada tahun (t-1). Sehingga setiap

terjadi penambahan atau penimbunan kapital (modal) selalu

dianggap sebagai investasi. Oleh karena itu besarnya

investasi secara fisik yang direalisasikan pada suatu tahun

tertentu dicerminkan oleh besarnya Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) yang mencakup pengadaan, pembuatan dan

pembelian barang modal baru dari dalam negeri dan pembuatan

dan pembelian barang modal baru maupun bekas dari luar

negeri. Termasuk dalam PMTB ini adalah perbaikan besar

barang modal yang mengakibatkan menambah umur pemakaian

atau meningkatkan kemampuan barang modal tersebut,

dikurangi dengan penjualan barang modal bekas.

Konsep barang modal sendiri adalah seluruh peralatan

dan prasarana fisik yang digunakan di dalam proses produksi.

Ciri-ciri barang modal adalah:

Umur kegunaannya lebih dari 1 tahun atau mempunyai unsur

ekonomis lebih dari satu tahun.

Nilai belinya relatif besar.

Manfaatnya akan dirasakan dalam jangka panjang atau dapat

digunakan berulangkali di dalam proses produksi.

Dalam penghitungan ICOR, konsep investasi yang

digunakan mengacu pada konsep ekonomi nasional. Pengertian

investasi yang dimaksud di sini adalah fixed capital

formation/pembentukan barang modal tetap yang terdiri dari

tanah, gedung/konstruksi, mesin dan perlengkapannya,

ICOR Kabupaten Bandung 2008

11

kendaraan dan barang modal lainnya. Sementara itu nilai yang

diperhitungkan mencakup:

Pembelian barang baru/bekas

Pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan pihak lain

Pembuatan/perbaikan besar yang dilakukan sendiri

Penjualan barang modal bekas

Fixed Capital Formation/Pembentukan Barang Modal Tetap dalam hal ini

adalah Pembentukan BArang Modal Tetap Bruto (PMTB)

Total nilai investasi diperoleh dari penjumlahan seluruh

pembelian barang modal baru/bekas, pembuatan/perbaikan

besar yang dilakukan oleh pihak lain dan sendiri dikurangi oleh

penjualan barang modal bekas.

2.3. Pengertian Output

Output adalah hasil yang diperoleh dari pendayagunaan

seluruh faktor produksi balk berbentuk barang atau jasa seperti

tanah, tenaga kerja, modal dan kewiraswastaan. Dari segi

ekonomi nasional, output merupakan nilai dari seluruh barang

dan jasa yang dihasilkan oleh faktor-faktor domestik dalam

negeri dalam suatu periode tertentu.

Dari segi perusahaan, output mencakup nilai barang

(komoditi) jadi yang dihasilkan selama suatu periode tertentu

ditambah nilai perubahan stok barang (komoditi) yang masih

dalam proses. Output yang dimaksud adalah:

Barang-barang yang dihasilkan.

Tenaga listrik yang dijual.

Selisih nilai stok setengah jadi.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

12

Output ini dihitung atas dasar harga produsen, yaitu harga

yang diterima oleh produsen pada tingkat transaksi pertama.

Karena masih mengandung nilai penyusutan barang modal,

output ini masih bersifat bruto. Untuk mendapatkan output neto

atas harga pasar, output bruto atas harga pasar harus

dikurangi dengan penyusutan barang modal.

Dalam pengertian ICOR, output adalah tambahan (flow)

produk dari hasil kegiatan ekonomi dalam suatu periode atau

nilai-nilai yang merupakan hasil pendayagunaan faktor produksi.

Output ini merupakan seluruh nilai tambah atas dasar biaya

faktor produksi yang dihasilkan dari seluruh kegiatan usaha.

Untuk itu dalam penghitungan ICOR sektor industri dipakai

konsep Gross Value Added (nilai tambah) bukan konsep output

secara umum.

2.4. Pengertian Nilai Tambah

Nilai tambah adalah suatu tambahan nilai input antara

yang digunakan dalam proses menghasilkan barang/jasa.

Penambahan nilai input antara ini terjadi karena input antara

tersebut telah mengalami proses produksi yang mengubahnya

menjadi barang yang nilainya lebih tinggi. Input antara sendiri

mencakup nilai seluruh komoditi yang habis atau dianggap habis

dalam suatu proses produksi, seperti: bahan baku, bahan

bakar, pemakaian listrik dan sebagainya. Barang yang

digunakan sebagai alat dalam suatu proses produksi dan

umurnya kurang dari setahun dan habis dipakai dimasukkan

sebagai input antara bukan barang modal.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

13

Nilai tambah bisa berupa nilai tambah bruto maupun nilai

tambah neto. Nilai tambah bruto dari suatu unit produksi dihitung

dari output bruto atas harga produsen dikurangi input antara atas

dasar harga pasar. Sedangkan nilai tambah neto atas harga

pasar dihitung dari nilai tambah bruto atas harga pasar dikurangi

pajak tak langsung dan penyusutan. Karena keterbatasan data

penyusutan dan pajak tak- langsung, maka konsep nilai

tambah yang digunakan dalam penghitungan ICOR dalam

publikasi ini adalah nilai tambah bruto atas dasar harga pasar.

2.5. Industri Pengolahan dan Perusahaan Industri

Industri pengolahan adalah kegiatan yang mengubah

barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari

barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi

nilainya. Termasuk di dalamnya adalah perusahaan yang

melakukan kegiatan jasa industri dan pekerjaan perakitan

(assembling) dari suatu industri.

Perusahaan industri adalah suatu unit usaha yang

melakukan kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang

jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya

menjadi barang yang lebih tinggi nilainya yang terletak di suatu

bangunan atau lokasi tertentu yang mempunyai catatan

administrasi sendiri mengenai produksi dan struktur biaya serta

ada orang yang bertanggungjawab terhadap resiko usaha.

Sektor industri dikelompokkan ke dalam empat golongan

berdasarkan banyaknya pekerja yaitu:

Industri besar, dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih

Industri sedang, dengan tenaga kerja 20-99 orang

Industri kecil, dengan tenaga kerja 5-19 orang

ICOR Kabupaten Bandung 2008

14

Industri rumahtangga, dengan tenaga kerja 1-4 orang.

Karena keterbatasan data yang tersedia maka dalam

penyusunan ICOR sektor industri pengolahan hanya digunakan

data industri pengolahan yang berskala besar dan sedang.

2.6. Penelitian yang Pernah Dilakukan

Badan Pusat Statistik telah melakukan penghitungan

Incremental Capital Output Ratio (ICOR) sektor industri

pengolahan sebanyak tiga kali. Dua penghitungan

pertama (1983 dan 1993) tidak dipublikasikan sementara

penghitungan yang ketiga (1994) telah dipublikasikan. Pada

penghitungan yang pertama (1983) digunakan series data

hasil survei tahunan industri besar dan sedang tahun 1975-

1981 dan survei khusus barang-barang modal yang dilakukan oleh

Biro Pusat Statistik (sekarang menjadi Badan Pusat Statistik).

Sementara pada penghitungan kedua (1993) digunakan

series data hasil survei Tahunan Industri Besar dan

Sedang tahun 1985-1990. Selanjutnya pada penghitungan

ketiga (1994) digunakan data hasil Survei Tahunan

Industri Besar dan Sedang tahun 1980-1990. Ketiga

penghitungan tersebut masing-masing dilakukan untuk 2

dan 3 digit ISIC.

Sebelum tahun 1985, Survei Tahunan Industr i

Besar dan Sedang mengalami lewat cacah sehingga

terjadi "under coverage" untuk jumlah perusahaan.

Dalam mengatasi hal tersebut BPS telah melakukan

backcasting terhadap jumlah perusahaan sehingga

cakupannya lebih lengkap. Pada penghitungan ICOR

kedua (periode 1985-1990) telah digunakan nilai output

ICOR Kabupaten Bandung 2008

15

sektor industri yang di-backcast sesuai dengan jumlah

perusahaannya. Namun nilai investasi yang digunakan

belum disesuaikan dengan cakupan yang lebih lengkap

sehingga nilai ICOR yang diperoleh sangat rendah yang

berkisar antara 1 sampai 2. Sebaliknya pada penghitungan

ICOR ketiga (periode 1980-1990) telah dilakukan

backcasting terhadap nilai output dan investasi sehingga

cakupan datanya sama. Hal ini berpengaruh pada besaran

ICOR yang dihasilkan relative lebih baik.

Untuk memperoleh satu nilai ICOR yang dapat

mewakili suatu kurun waktu unttik masing-masing

kiasifikasi industri digunakan penghitungan dengan rata-

rata sederhana. Rumus yang digunakan pada

penghitungan ICOR pertama dan kedua sebanyak 12

rumus standar. Sedangkan pada penghitungan ICOR

sektor industri yang ketiga digunakan sebanyak 15

rumus standar yang juga digunakan pada penghitungan

ICOR dalam publikasi ini (untuk rumus lebih jelas dapat

dilihat pada bab III). Sebagai pembanding pada

penghitungan ICOR ketiga dilakukan pula penghitungan

berdasarkan akumulasi investasi dengan lag 1 yang pada

dasarnya menerapkan prinsip rata-rata tert imbang.

Selain itu pada penghitungan ICOR ket iga in i jugs

di lakukan penghitungan ICOR yang memperhitungkan

selisih stok bahan baku, barang jadi, dan barang setengah

jadi.

Pada penghitungan ICOR yang pertama dan kedua

digunakan nilai output dan nilai investasi sektor industri

ICOR Kabupaten Bandung 2008

16

pengolahan sebagai data dasar. Namun pada

penghitungan ICOR ketiga digunakan nilai tambah sebagai

proksi dari variabel output dan fixed capital formation

(pembentukan modal tetap bruto) sebagai proksi dari

variabel investasi. Penggunaan variabel nilai tambah

sebagai proksi dari input dilakukan untuk menghindari

double counting karena output suatu kegiatan bisa

merupakan input dari kegiatan yang lainnya. Nilai tambah

yang digunakan dalam penghitungan ini adalah seluruh

nilai output yang telah dikurangi dengan seluruh

input/biaya antara. Selanjutnya komponen nilai tambah yang

bukan merupakan hasil pendayagunaan barang modal

dikeluarkan dari seluruh nilai tambah.

Data sektor industri pengolahan skala besar dan

sedang yang digunakan dalam penghitungan ICOR ini

merupakan data menurut harga berlaku sehingga masih

terpengaruh oleh faktor harga. Oleh karena itu untuk

mendapatkan data/nilai menurut harga konstan digunakan

suatu indeks sebagai deflator.

Pada penghitungan ICOR pertama digunakan Indeks

Harga Perdagangan Besar (IHPB) sebagai deflator untuk

nilai output pada masing-masing kode industri.

Sementara deflator untuk nilai investasi pada

penghitungan ICOR pertama adalah IHPB barang-barang

modal yang dihitung berdasarkan data yang dikumpulkan melalui

Survei Khusus Barang Modal.

Pada penghitungan ICOR kedua dan ketiga, deflator

yang digunakan untuk nilai output masih sama dengan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

17

penghitungan ICOR pertama yaitu dengan menggunakan Indeks

Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk masing-masing kode

ISIC industr i. Sedangkan deflator untuk investasi

adalah rata-rata tertimbang IHPB dari kode ISIC 382

(industri mesin bukan mesin listrik), 383 (industri mesin

listrik dan perlengkapannya), 384 (industri alat angkutan),

dan 390 (industri Iainnya dengan penimbang output dari

masing-masing kode di atas.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

18

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pada Bab II telah dijelaskan beberapa konsep

yang dipakai dalam penyusunan ICOR sektor industri

pengolahan. Penjelasan tersebut masih sangat teoritis

dengan anggapan bahwa data yang tersedia sesuai

dengan kebutuhan untuk penghitungan. Namun pada

kenyataannya tidak semua asumsi terpenuhi sehingga

perlu dilakukan adjustment atau penyesuaian terhadap

data yang digunakan. Pada bab III ini dijelaskan tentang

data dan keterbatasannya, rumus-rumus yang digunakan dan

metode penghitungannya.

3.1. Data dan Keterbatasannya

Data yang digunakan dalam penyusunan angka

ICOR sektor industri pengolahan bersumber dari hasil Survei

Tahunan Industri Besar dan Sedang yang pengumpulan

datanya dilakukan dengan pencacahan lengkap sejak tahun

1975. Selain data Survei Tahunan Industri Besar dan

Sedang, digunakan juga Indeks Harga Perdagangan Besar

(IHPB) sektor industri pengolahan menurut subsektor dan

IHPB barang modal.

Dalam penghitungan ICOR sektor industri ini

terdapat keterbatasan cakupan data. Data yang dicakup

di sini hanya meliputi data industri besar dan sedang tanpa

memperhitungkan data industri kecil dan kerajinan rumah

tangga. Se la in i tu data indust r i pengo lahan minyak

juga t idak d icakup da lam penghitungan ini. Jika

ICOR Kabupaten Bandung 2008

19

industri pengolahan minyak dicakup di sini maka angka

ICOR yang dihasilkan akan berbeda karena industri ini

merupakan industri yang padat modal dan berteknologi tinggi.

Di samping itu beberapa penyesuaian juga dilakukan terhadap

data output, nilai tambah dan investasi. Penyesuaian yang

dilakukan antara lain adalah dengan men-deflate nilai investasi

dan output/nilai tambah menjadi harga konstan.

Beberapa karakteristik data industri besar dan sedang

yang disertakan dalam penghitungan ICOR ini adalah:

a. Nilai Tambah Bruto (Value Added) merupakan selisih

antara nilai output dan nilai input antara.

b. Nilai Investasi yang digunakan dalam penghitungan ICOR

ini adalah data Fixed Capital Formation/Pembentukan Modal

Tetap Bruto berupa:

tanah,

gedung,

mesin dan perlengkapannya,

kendaraan,

modal tetap lainnya.

Karakteristik data yang dikumpulkan berkaitan dengan

masing-masing komponen modal tetap ini mencakup:

(1). Pembelian/penambahan,

(2). Pembuatan/perbaikan besar barang modal tetap yang

dilakukan sendiri,

(3). Pembuatan/perbaikan besar barang modal tetap yang

dilakukan yang dilakukan pihak lain,

(4). Penjualan/pengurangan barang modal tetap.

Total investasi yang dipakai dalam penghitungan ICOR

ICOR Kabupaten Bandung 2008

20

ini meliputi penjumlahan butir (1), (2) dan (3) dikurangi butir

(4). Konsep investasi yang dipakai di sini didasarkan pada

pendekatan mikro dimana perusahaan

diasumsikan tid4 melakukan penimbunan atau akumulasi

stok baik bahan baku, barang setengah jadi maupun bahan

jadi.

c. Nilai selisih stok yang dicakup meliputi nilai selisih stok

bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Nilai

selisih stok ini akan ditambahkan pada nilai investasi

pada penghitungan ICOR yang telah mempertimbangkan

kondisi ekonomi makro.

3.2. Rumus dan Asumsi yang Digunakan

Secara matematis rumus yang digunakan untuk

menghitung ICOR sektor industri adalah:

.................(1)

dimana:

K = penambahan barang modal baru/kapasitas

terpasang

Y = Perubahan/pertambahan output

Dalam praktek, data yang diperoleh bukan merupakan

penambahan barang modal baru atau kapasitas

terpasang melainkan besarnya investasi yang

ditanamkan. Sehingga dengan mengasumsikan K = I

(Investasi) maka rumus

ICOR Kabupaten Bandung 2008

21

(1) dapat dimodifikasi menjadi.

.................(2)

dimana:

I = Investasi

Y = Perubahan output

Rumus ke (2) diatas disebut Gross ICOR yaitu suatu rasio yang

menunjukkan besarnya tambahan unit kapital yang diperlukan

untuk memperoleh tambahan satu unit output pada suatu

periode tertentu. Karena ketersediaan data yang diperlukan

untuk rumus ini lebih lengkap maka rumus ini lebih sering

dipakai dalam penghitungan ICOR.

3.2.1. Rumus Standar

Pada kenyatannya, investasi yang ditanamkan

kadang-kadang memerlukan waktu yang cukup lama untuk

dapat menghasilkan output yang diinginkan. Lama waktu yang

dibutuhkan untuk memperoleh output dari investasi yang

ditanamkan disebut lag. Dengan mempertimbangkan periode

waktu ini dan karena data yang digunakan adalah time series

data, maka untuk memperoleh suatu nilai ICOR yang mewakili

dilakukan penghitungan simple average (rata-rata sederhana).

Rumus penghitungan ICOR sektor industri dapat

diperluas menjadi 15 persamaan standar yang dibuat

berdasarkan prinsip rata-rata sederhana. Kelima belas rumus

standar tersebut adalah sebagai berikut:

a. Rumus dalam persamaan 1 sampai 5 mengasumsikan

bahwa penambahan output pada tahun tertentu terjadi

ICOR Kabupaten Bandung 2008

22

karena adanya investasi yang ditanamkan selama satu

tahun.

Persamaan 1

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Arti dari rumus ini adalah investasi yang ditanamkan pada tahun

ke t (It) akan menghasilkan output pada tahun ke t juga. Dengan

demikian tidak diperlukan waktu (lag time) sampai investasi

dapat memberikan tambahan output.

Persamaan 2

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa investasi yang ditanamkan pada

tahun ke t (It) baru akan menghasilkan tambahan output

pada tahun ke t+1. Dengan demikian terdapat lag satu

tahun sampai investasi yang ditanamkan menghasilkan

tambahan output.

Persamaan 3

dimana:

ICOR Kabupaten Bandung 2008

23

n = t2 - (t1 - 1)

Arti dari rumus ini adalah investasi yang ditanamkan pada tahun

t (It) akan menghasilkan tambahan output pada tahun ke t+2. Hal

ini berarti bahwa

investasi yang ditanamkan pada tahun ke t baru akan

menghasilkan tambahan output setelah 2 tahun kemudian (t+2).

Persamaan 4

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Arti dari rumus ini adalah investasi yang ditanamkan pada tahun

ke t (It) akan menghasilkan output pada tahun ke t+3. Dengan

demikian diperlukan waktu 3 tahun sampai investasi yang

ditanamkan bisa menghasilkan tambahan output.

Persamaan 5

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Arti dari rumus ini adalah investasi yang ditanamkan pada tahun

t (It) akan menghasilkan output pada tahun ke t+4. Hal ini berarti

bahwa investasi tahun ke t baru akan menghasilkan tambahan

output pada tahun t+4.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

24

b. Rumus lain yang digunakan dalam penghitungan ICOR

adalah dengan memodifikasi investasi (It ) menjadi bagian-

bagian investasi tahun ke (t-1) dan tahun ke (t). Modifikasi

ini dapat dilihat dalam persamaan 6 sampai 10. Dalam hal

ini diasumsikan bahwa tambahan output pada tahun

tertentu merupakan hasil penanaman investasi tahun ke t

dan tahun ke t-1 dengan proporsi 0,1 untuk tahun ke t-1

dan 0,9 untuk tahun ke t. Hal ini terjadi bila investasi yang

ditanamkan pada tahun ke t-1 belum dimanfaatkan secara

optimal, maka investasi itu bisa dimanfaatkan untuk tahun

berikutnya atau bahwa investasi pada tahun ke t-1 belum

full capacity sehingga masih bisa dimanfaatkan untuk tahun

berikutnya.

Persamaan 6

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa selain investasi yang ditanamkan

pada tahun ke t, investasi yang ditanamkan pada tahun t-1

masih mempunyai kontribusi pada tambahan output tahun t.

Hal ini terjadi karena investasi tahun t-1 (It-1) pada tahun t-1

tidak full capacity, sehingga ketika pada tahun t mencapai full

capacity It-i tersebut masih bisa menambah output tahun t.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

25

Persamaan 7

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa tambahan output pada tahun tertentu

ditentukan oleh investasi yang ditanamkan dua tahun

sebelumnya secara berturut-turut. Hal ini terjadi karena investasi

yang ditanamkan pada tahun t-1 dan t belum mencapai

kapasitas penuh sehingga masih memberikan kontribusi pada

output tahun t+1.

Persamaan 8

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun

ke t dan tahun t-1 (It-1) masih mempunyai kontribusi pada

tambahan output tahun t+2. Hal ini terjadi karena investasi

tahun t-1 (It-1) pada tahun t-1 tidak full capacity, sehingga ketika

pada tahun t mencapai full capacity It_i tersebut masih bisa

menambah output tahun t.

Persamaan 9

ICOR Kabupaten Bandung 2008

26

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun

ke t dan tahun t-1 (It-1) masih mempunyai kontribusi pada

tambahan output tahun t+3. Hal ini terjadi karena investasi tahun

t-1 (It-1) pada tahun t-1 tidak full capacity, sehingga ketika pada

tahun t mencapai full capacity It-1 tersebut masih bisa

menambah output tahun t.

Persamaan 10

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa investasi yang ditanamkan pada tahun

ke t dan tahun t1 (It-1) masih mempunyai kontribusi pada

tambahan output tahun t+4. Hal ini terjadi karena investasi

tahun t-1 (It-1) pada tahun t-1 tidak full capacity, sehingga ketika

pada tahun t mencapai full capacity tersebut masih bisa

menambah output tahun t.

c. Modifikasi Rumus ICOR berikutnya adalah dengan

memodifikasi investasi menjadi bagian-bagian investasi

tahun ke t-2, t-1 dan t. Rumus-rumus ini dapat dilihat dalam

persamaan 11 sampai 15. Dalam rumus ini diasumsikan

bahwa pertambahan output tahun tertentu merupakan hasil

dari penanaman investasi tiga tahun berturut-turut (tahun

ke t-2, tahun t-1 dan tahun t). Besarnya proporsi investasi

ICOR Kabupaten Bandung 2008

27

tahun t-2, t-1 dan t berturut-turut diasumsikan sebesar 0,1,

0,2 dan 0,7.

Persamaan 11

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa tidak ada lag sampai suatu investasi

bisa menghasilkan karena sebagian investasi yang ditanamkan

pada tahun t akan menghasilkan tambahan output pada tahun t

juga. Selain itu tambahan output pada tahun ke t juga

dipengaruhi oleh investasi yang ditanamkan pada tahun ke t-1

(It-1)'dan ke t-2 (It-2).

Persamaan 12

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa sebagian investasi yang ditanamkan

tahun ke t baru bisa menghasilkan tambahan output pada tahun

t+1. Selain itu tambahan output pada tahun t+1 juga merupakan

hasil dari investasi yang ditanamkan pada tahun t-1 dan t-2.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

28

Persamaan 13

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa selain investasi yang ditanamkan pada

tahun t (It), investasi yang ditanamkan pada tahun t-1 (It-1) dan t-

2 (It-2) masih mempunyai kontribusi pada tambahan output tahun

t+2. Dengan demikian diperlukan waktu sedikitnya dua tahun

sampai suatu investasi bisa menambah output. Karena tidak

semua investasi yang ditanamkan bisa dimanfaatkan secara

penuh pada tahun itu juga.

Persamaan 14

dimana:

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa selain investasi yang ditanamkan pada

tahun t, investasi yang ditanamkan pada tahun t-1 (It-1) dan t-2 (It-

2) masih mempunyai kontribusi pada tambahan output tahun t+3.

Persamaan 15

dimana:

ICOR Kabupaten Bandung 2008

29

n = t2 - (t1 - 1)

Rumus ini berarti bahwa selain investasi yang ditanamkan pada

tahun t, investasi yang ditanamkan pada tahun t-1 (It_i) dan t-2

(It_2) masih mempunyai kontribusi pada tambahan output tahun

t+4.

3.2.2. Rumus Akumulasi Investasi

Penghitungan dengan kelima belas rumus di atas

menerapkan prinsip rata-rata sederhana sehingga dimungkinkan

terjadinya bias yang disebabkan karena fluktuasi yang cukup

ekstrim pada tahun tertentu. Untuk itu sebagai pembanding

dilakukan juga penghitungan ICOR menggunakan metode

akumulasi investasi yang menerapkan prinsip rata-rata tertimbang

untuk periode 1990-2002, 1990-1997, dan 1999-2002. Untuk

masing-masing periode digunakan Iag=1 sehingga rumus yang

digunakan untuk kedua periode tersebut adalah:

a. Periode 1990-2002

dimana:

I = investasi

Y = nilai tambah

t = 1990, 1991, ..., 2001

b. Periode 1990-1997

dimana:

ICOR Kabupaten Bandung 2008

30

I = investasi

Y = nilai tambah

t = 1990, 1991, ..., 1996

Melalui rumus ini dapat dilihat sejauh mana investasi yang

ditanamkan sejak tahun 1990 sampai tahun 1996 dapat

berpengaruh terhadap penambahan output sejak tahun 1991

sampai 1997.

c. Periode 1999-2002

dimana:

I = investasi

Y = nilai tambah

t = 1999, 2000, ..., 2002

Dengan rumus ini dapat dilihat sejauh mana investasi yang

ditanamkan sejak tahun 1999 sampai tahun 2001 dapat

berpengaruh terhadap penambahan output sejak tahun 2000

sampai 2002.

3.2.3. Asumsi dasar

Dalam penghitungan ICOR dengan metode standar

maupun akumulasi investasi terdapat asumsi bahwa

perubahan output semata-mata hanya disebabkan oleh

perubahan kapital/adanya investasi. Faktor-faktor lain di luar

investasi seperti pemakaian tenaga kerja, penerapan teknologi

dan kemampuan kewiraswastaan diasumsikan konstan.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

31

3.3. Tahap-Tahap Penyusunan ICOR Sektor Industri

Penyusunan nilai ICOR sektor industri dilakukan dalam

beberapa tahap meliputi penyesuaian output dan investasi,

penyesuaian harga konstan dan penghitungan dengan komputer.

3.3.1. Penyesuaian Output

Dalam kegiatan ekonomi output suatu kegiatan bisa

menjadi input untuk kegiatan ekonomi lainnya (input antara).

Sehingga untuk menghindari double counting, dalam

penghitungan ICOR ini tidak digunakan nilai output melainkan

nilai tambah. Nilai tambah yang dihitung di sini adalah nilai output

dikurangi biaya antara atau sering juga disebut nilai tambah

bruto. Namun karena ICOR hanya memperhitungkan komponen

nilai tambah yang dihasilkan dari pendayagunaan barang modal

maka dilakukan beberapa penyesuaian yaitu komponen nilai

tambah yang bukan merupakan pendayagunaan barang modal

dikeluarkan dari seluruh nilai tambah. Dalam hal ini nilai

pendapatan dari jasa industri, keuntungan barang yang tidak

diproses, penerimaan jasa angkutan dan jasa-jasa non industri

lainnya dan penerimaan dad penjualan limbah/sampah produksi

akan dikeluarkan dari nilai tambah bruto. Dengan demikian

komponen nilai tambah yang dicakup hanya meliputi barang

yang dihasilkan, listrik yang dijual dan selisih stok barang

setengah jadi.

3.3.2. Penyesuaian data investasi.

Dalam konsep ICOR, investasi yang dimaksud adalah

fixed capital formation atau pembentukan barang modal tetap

seperti tercantum dalam butir 3.1.b. Nilai total investasi

ICOR Kabupaten Bandung 2008

32

diperoleh dari penjumlahan seluruh pembelian barang

modal/perbaikan besar dikurangi penjualan barang modal bekas.

Sebenarnya nilai investasi ini masih merupakan investasi bruto

karena belum dikurangi nilai penyusutan. Namun karena adanya

beberapa keterbatasan mengenai data penyusutan, maka data

penyusutan tidak digunakan. Keterbatasan pertama adalah

pada umumnya perusahaan cenderung melebihkan nilai

penyusutan dengan alasan pajak. Sementara yang perlu kita

perhitungkan disini adalah nilai penyusutan riil atas barang

modal. Disamping itu data penyusutan yang ada merupakan nilai

akumulasi, sementara data investasi yang digunakan adalah

tambahan investasi yang terjadi pada tahun yang

bersangkutan. Akibatnya, apabila nilai penyusutan

diperhitungkan, maka nilainya bisa jauh lebih besar dari investasi

itu sendiri.

3.3.3. Penyesuaian untuk harga konstan

Nilai output dan investasi dalam butir 3.3.1 dan 3.3.2 di

atas masih merupakan nilai yang berdasarkan pada harga

berlaku. Untuk mendapatkan nilai output dan nilai investasi

(pembentukan modal tetap bruto) yang terlepas dari pengaruh

harga (menurut harga konstan), maka digunakan Indeks Harga

Perdagangan Besar (IHPB) sebagai deflator.

Perkembangan riil dari nilai tambah pada masing-masing

kode industri antar waktu (series data) dapat dilihat dari nilai

tambah menurut harga konstan. Untuk mendapatkan nilat

tambah menurut harga konstan dilakukan dengan men-deflate

nilai tambah harga berlaku dengan Indeks Harga Perdagangan

Besar (IHPB) masing-masing sub sektor industri. Karena

ICOR Kabupaten Bandung 2008

33

ketersediaan data IHPB sektor industri ini hanya pada beberapa

subsektor industri saja, maka untuk sub sektor (3 digit ISIC) yang

tidak mempunyai data IHPB maka digunakan IHPB sektornya.

Misalnya jika IHPB kode ISIC 313 tidak tersedia maka digunakan

IHPB kode ISIC Sementara itu untuk mendapatkan nilai investasi

menurut harga konstan dihitung dengan men-deflate nilai

investasi menurut harga berlaku dengan menggunakan Indeks

Harga Perdagangan Besar (IHPB) untuk barang modal.

Berhubung data IHPB untuk barang modal tidak tersedia, maka

sebagai deflator nilai investasi digunakan rata-rata tertimbang

IHPB dari kode ISIC 382 (industri mesin bukan mesin listrik), 383

(industri mesin listrik dan perlengkapannya), 384 (industri alat

angkutan), dan 390 (industri lainnya) dengan penimbang output

dari masing-masing kode di atas.

3.3.4. Penghitungan Nilai ICOR dengan komputer

Penghitungan nilai ICOR sektor Industri ini

di lakukan dengan menggunakan program SAS. Kelima belas

rumus dibuat dan diterapkan untuk mendapatkan nilai ICOR

menurut 2 dan 3 digit ISIC sektor Industri selain nilai ISIC total

sektor industri.

a. Nilai ICOR 3 digit ISIC

Data nilai tambah untuk 3 digit ISIC diperoleh dengan

cara menjumlahkan nilai tambah harga konstan untuk 5 digit

ISIC yang mempunyai 3 angka depan yang sama untuk masing-

masing tahun. Metode ini juga dilakukan untuk data investasi

untuk masing-masing tahun. Dari penjumlahan 5 digit ISIC ini

didapatkan 31 jenis ISIC 3 digit. Selanjutnya penghitungan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

34

ICOR 3 digit ISIC dilakukan dengan selisih maupun tanpa

selisih stok bahan baku, bahan mentah dan bahan setengah jadi.

Penghitungan ICOR ini dilakukan dengan menggunakan kelima

belas rumus standar dan rumus Akumulasi Investasi lag=1.

b. Nilai ICOR 2 digit ISIC.

Untuk mendapatkan nilai ICOR 2 digit ISIC digunakan

cara yang sama dengan cara yang terdapat pada butir a.

3.3.5. Penyesuaian Tahap Akhir Dalam Penyusunan ICOR

Dalam penghitungan ICOR masih ditemukan beberapa

nilai ICOR yang bernilai negatif. Hal ini terjadi karena ada series

data nilai tambah untuk beberapa ISIC yang masih berfluktuasi.

Oleh karena itu untuk beberapa ISIC yang memiliki nilai tambah

berfluktuasi dilakukan perapihan dengan cara menghitung rata-

rata pertumbuhan nilai tambah per tahun untuk masing-masing

ISIC. Selanjutnya angka pertumbuhan ini diterapkan pada

perusahaan-perusahaan yang memiliki ten nilai tambah

menurun. Dengan demikian didapatkan suatu series nilai

tambah yang lebih balk. Selain itu dilakukan juga perapihan nilai

investasi yang ekstr im dengan menghi tung rata-rata

pertumbuhannya atau t idak mengikutsertakannya dalam

penghitungan. Selanjutnya nilai ICOR untuk masingmasing ISIC

bersangkutan dihitung kembali.

3.3.6. Pemilihan lag investasi

Data yang digunakan dalam penghitungan ICOR

adalah data series waktu. Dalam penentuan lag investasi

ICOR Kabupaten Bandung 2008

35

digunakan analisis Cross Correlation Function (CCF). Analisis

CCF dapat digunakan untuk melihat hubungan antara satu

observasi dengan observasi yang lain untuk variabel yang

berbeda. Dengan menggunakati analisis CCF dapat dilihat

hubungan antara investasi yang ditanamkan pada sektor

industri pengolahan dengan tambahan output untuk masing-

masing tahun untuk setiap jenis industri. Atau dengan kata lain

dengan CCF dapat diketahui kapan waktu pengembalian

investasi yang tepat untuk masing-masing jenis industri.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

36

BAB IV P E M B A H A S A N

4.1. Tinjauan Ekonomi dari sisi Penggunaan

Perekonomian Kabupaten Bandung selama periode 2000

sampai dengan 2007 mengalami trend pertumbuhan yang

sangat baik. Jika dibahas dari sisi penggunaan porsi terbesar

PDRB digunakan untuk konsumsi rumahtangga. Pada periode

2000-2004 rata-rata konsumsi rumahtangga per tahun di

Kabupaten Bandung sebesar Rp. 10.793,49 milyar sedangkan

pada periode 2005-2007 meningkat menjadi sebesar Rp.

17.954,86 milyar. Namun jika dilihat peranannya cenderung

menurun yaitu dari rata-rata per tahun 62,53 persen pada

periode 2000-2004 menjadi 61,04 persen pada periode 2005-

2007. Berikutnya adalah konsumsi lembaga non profit, nilai rata-

rata pertahunnya meningkat dari Rp. 65,68 milyar pada periode

2000-2004 meningkat menjadi 126,06 milyar pada periode 2005-

2007. Seiring dengan nlainya, peranannya pun meningkat dari

0,38 persen menjadi 0,43 persen. Demikian halnya dengan

konsumsi pemerintah, nilai rata-rata per tahun meningkat dari

Rp. 943,70 milyar pada periode 2000-2004 menjadi Rp. 1.909,44

milyar pada periode 2005-2007. Perananya pun meningkat dari

5,47 persen menjadi 6,49 persen.

Selain digunakan untuk konsumsi akhir, PDRB juga

digunakan untuk Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau

disebut juga investasi fisik yang sifatnya lebih produktif. Nilai

rata-rata PMTB meningkat cukup signifikan dari Rp.2.438,25

milyar pada periode 2000-2004 meningkat menjadi Rp. 4.021,03

milyar pada periode 2005-2007. Namun jika dilihat rata-rata

ICOR Kabupaten Bandung 2008

37

peranannya per tahun justru menurun, yaitu dari 14,13 persen

pada periode 2000-2004 menjadi 13,67 persen pada periode

2005-2007. Berikutnya adalah componen ekspor netto yang

merupakan selisih nilai dari kegiatan ekspor dikurangi impor.

Pada periode 2000-2004 nilai rata-rata per tahunnya meningkat

dari Rp. 2.001,60 milyar menjadi Rp. 3.698,34 milyar pada

periode 2005-2007. Peranannya pun meningkat dari 11,60

persen menjadi 12,57 persen.

Berikutnya adalah perubahan stok (inventori) yang

didalamnya termasuk nilai selisih statistik. Pada periode 2000-

2004 nilai rata-rata per tahun Rp. 1.018,22 milyar meningkat

menjadi Rp. 1.705,24 milyar pada periode 2005-2007. Namun

peranannya menurun dari 5,90 persen menjadi 5,80 persen.

Tabel. 1. Nilai Rata-rata PDRB Menurut Penggunaan atas dasar harga berlaku per tahun dan Peranannya Kabupaten

Bandung Periode 2000 – 2004 dan 2005 - 2007

Periode Peranan Komponen

2000-2004 2005-2007 2000-2004 2005-2007

[1] [2] [3] [4] [5]

Konsumsi Rumahtangga 10.793,49 17.954,86 62,53 61,04

Konsumsi LNPRT 65,68 126,04 0,38 0,43

Konsumsi Pemerintah 943,70 1.909,44 5,47 6,49

PMTB 2.438,25 4.021,03 14,13 13,67

Perubahan Stok 1.018,22 1.705,24 5,90 5,80

Ekspor Netto 2.001,60 3.698,34 11,60 12,57

PDRB per tahun 17.260,96 29.414,95 100,00 100,00

Jika kita bahas rata-rata laju pertumbuhan komponen

PDRB menurut penggunaan Kabupaten Bandung ditampilkan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

38

pada tabel berikut. Komponen konsumsi rumahtangga yang

merupakan kontributor terbesar mengalami peningkatan rata-

rata laju pertumbuhan per tahun yang signifikan yaitu dari 3,45

persen pada periode 2000-2004 menjadi 6,36 persen pada

periode 2005-2007. Sebaliknya rata-rata laju pertumbuhan per

tahun konsumsi lembaga non profit menurun dari 7,18 persen

menjadi 5,94 persen. Konsumsi pemerintah mengalami

peningkatan rata-rata laju pertumbuhan yaitu dari 7,09 persen

pada periode 2000-2004 menjadi 8,38 persen pada periode

2005-2007.

Tabel. 2. Rata-rata Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Penggunaan per tahun Kabupaten Bandung

Periode 2000 – 2004 dan 2005 - 2007

Laju Pertumbuhan Komponen

2000 - 2004 2005 - 2007

[1] [2] [3]

Konsumsi Rumahtangga 3,45 6,36

Konsumsi LNPRT 7,18 5,94

Konsumsi Pemerintah 7,09 8,38

PMTB 5,26 5,45

Perubahan Stok 9,62 4,51

Ekspor Netto 12,62 3,89

PDRB per tahun 5,16 5,83

Komponen PMTB cenderung tidak mengalami perubahan

rata-rata laju pertumbuhan yaitu 5,26 persen pada periode 2000-

2004 menjadi 5,45 persen pada periode 2005-2007. Komponen

ekspor netto mengalami penurunan yang cukup tajam, yaitu

dengan rata-rata laju pertumbuhan per tahun 12,62 persen pada

periode 2000-2004 menjadi hanya 3,89 persen pada periode

ICOR Kabupaten Bandung 2008

39

2005-2007. Demikian halnya dengan komponen perubahan

stok, rata-rata laju pertumbuhannya menurun dari 9,62 persne

menjadi 4,51 persen.

4.2. Koefisien ICOR Akumulasi periode 2000-2007

Sebagaimana diketahui koefisien ICOR Incremental Capital

Output Ratio adalah suatu besaran yang menunjukkan besarnya

tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk

menaikkan/menambah satu unit output. Dalam pembahasan ini

tambahan kapital (investasi) baru adalaha Pembentukan Modal

Tetap Bruto (PMTB). Besaran ICOR diperoleh dengan

membandingkan besarnya PMTB dengan tambahan output.

Karena unit PMTB bentuknya berbeda-beda dan beraneka

ragam sementara unit output relative tidak berbeda, maka untuk

memudahkan penghitungan keduanya dinilai dalam bentuk uang

(nominal).

Berikut adalah pembahasan koefisien ICOR secara

akumulasi periode 2000-2007 di Kabupaten Bandung. Besaran

koefisien ICOR Akumulasi selama periode 2000-2007 secara

total 3,07; hal ini menggambarkan untuk memperoleh

penambahan satu unit output dalam rentang periode tersebut

dibutuhkan investasi fisik (PMTB) sebanyak 3,07 unit. Besaran

koefisien ICOR merefleksikan produktivitas PMTB yang pada

akhirnya menyangkut pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai.

Semakin kecil koefisien ICOR menunjukkan semakin efisien

pembentukan modal yang terjadi.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

40

Tabel 3. Koefisien ICOR Akumulasi Periode 2000 – 2007 Kabupaten Bandung

Sektor Pengguna ICOR Akumulasi

2000 - 2007

[1] [2]

1. Pertanian 2.75

2. Pertambangan & Penggalian 1.91

3. Industri Pengolahan 2.33

3.1. Ind. Mkn, Mnm & Tbk 1.39

3.2. Ind. Tekstil & Kulit 2.92

3.3. Ind. Kayu, bambu dsb 1.89

3.4. Industri Kertas & Percetakan 4.82

3.5. Industri Kimia 1.17

3.6. Industri Mineral non logam 2.44

3.7. Industri Logam Dasar 1.16

3.8. Industri Brg dr Logam 1.49

3.9. Industri lainnya 4.13

4. Listrik, Gas & Air Bersih 20.30

5. Bangunan 0.28

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.92

7. Pengangkutan & Komunikasi 5.38

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Pers 2.24

9. Pemerintahan Umum 13.39

10. Jasa-jasa 4.09

Jumlah 3.07

Tabel di bawah ini menunjukkan besaran koefisien ICOR

Akumulasi periode 2000-2007 di Kabupaten Bandung menurut

sektor. Sektor-sektor yang mempunyai koefisien ICOR paling

kecil adalah sektor bangunan, dengan koefisien ICOR hanya

0,28. Artinya setiap penambahan Rp.1 milyar output hanya

memerlukan PMTB sebesar Rp.280 juta. Hal ini menunjukkan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

41

bahwa produktifitas PMTB pada sektor bangunan sangat tinggi,

karena hampir sebagian besar ouputnya menjadi investasi fisik

(PMTB). Berikutnya sektor dengan koefisien ICOR kurang dari 2

adalah sektor pertambangan dan penggalian (1.91), serta sektor

perdagangan, hotel dan restoran (1.92). PMTB pada kedua

sektor tersebut sangat efisien. Sedangkan sektor dengan

koefisien ICOR antara 2 dan 3 adalah sektor pertanian (2.75),

sektor industri pengolahan (2.33), serta sektor keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan (2.24). Sektor pengangkutan

dan komunikasi serta sektor jasa-jasa masing-masing

mempunyai koefisien ICOR 5.38 dan 4.09. Bisa dikatakan PMTB

pada kedua sektor tersebut kurang efisien jika dibandingkan

dengan sektor-sektor yang tersebut di atas. Sedangkan sektor

listrik, gas dan air bersih serta sektor jasa pemerintahan umum

mempunyai koefisien ICOR yang besar yaitu 20.30 dan 13.39.

Artinya PMTB pada kedua sektor tersebut tidak efisien, karena

ditangani langsung oleh pemerintah menyangkut kebijakan yang

bersifat kepentingan publik.

Khusus untuk sektor industri pengolahan akan dibahas

secara rinci berdasarkan kelompok komoditi. Kelompok komoditi

dengan koefisien ICOR kurang dari 2 adalah Industri makanan,

minuman dan tembakau (1.39); industri kayu, bambu dsb (1.89);

industri kimia (1.17); industri logam dasar (1.16) serta industri

barang dari logam (1.49). Sedangkan kelompok komoditi dengan

koefisien ICOR antara 2 dan 4 adalah industri tekstil & kulit

(2.92); serta industri mineral non logam (2.44). Kelompok

komoditi industri kertas & percetakan serta industri lainnya

ICOR Kabupaten Bandung 2008

42

mempunyai koefisien ICOR di atas 4 yaitu masing-masing 4.82

dan 4.13.

4.3. Koefisien ICOR Akumulasi periode 2000-2004 dan 2005-2007

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun

2005 berpengaruh besar terhadap perekonomian pada seluruh

sektor, terutama sektor yang muatan bahan baku BBM-nya

cukup dominan. Walaupun pengaruh kenaikan harga BBM tidak

berkaitan langsung dengan PMTB namun dalam pembahasan ini

akan melihat pengaruhnya terhadap perubahan besaran

koefisien ICOR. Berikut adalah pembahasan koefisien ICOR

akumulasi jika dipecah dalam dua periode yaitu periode 2000-

2004 dan 2005-2007. Secara total koefisien ICOR akumulasi

mengalami peningkatan dari 3.56 menjadi 3.77, peningkatan ini

mengindikasikan adanya penurunan produktivitas PMTB pada

periode 2005-2007. Jika ditelaah lebih jauh berdasarkan sektor,

hanya sektor perdagangan, hotel & restoran dan sektor jasa-jasa

yang koefisien ICOR akumulasinya menurun. Koefisien ICOR

sektor perdagangan, hotel & restoran pada periode 2000-2004

sebesar 2.22 menurun menjadi 2.17, sedangkan sektor jasa-jasa

dari 5.68 menjadi 3.77.

Khusus pada sektor pertanian terjadi perubahan koefisien

ICOR yang cukup signifikan yaitu dari 2.50 menjadi 9.01.

Perubahan ini lebih disebabkan oleh berkurangnya penambahan

output yang terbentuk pada periode 2005-2007. Pada periode

tersebut terjadi pergeseran musim yang menyebabkan

kegagalan panen di hampir seluruh kegiatan pertanian. Hal ini

ICOR Kabupaten Bandung 2008

43

menyebabkan pembentukan modal pada sektor pertanian yang

terjadi dalam periode tersebut menjadi tidak efisien.

Tabel 4. Koefisien ICOR Akumulasi periode Tahun 2000 – 2004, dan 2005 – 2007 Kabupaten Bandung

ICOR Akumulasi Sektor Pengguna

2000 - 2004 2005 - 2007

[1] [2] [3]

1. Pertanian 2.50 9.01

2. Pertambangan & Penggalian 2.09 2.29

3. Industri Pengolahan 2.70 2.94

3.1. Ind. Mkn, Mnm & Tbk 2.11 1.80

3.2. Ind. Tekstil & Kulit 2.93 3.80

3.3. Ind. Kayu, bambu dsb 2.78 2.57

3.4. Industri Kertas & Percetakan 4.48 8.55

3.5. Industri Kimia 1.72 1.33

3.6. Industri Mineral non logam 3.74 2.25

3.7. Industri Logam Dasar 1.50 1.52

3.8. Industri Brg dr Logam 1.92 2.44

3.9. Industri lainnya 6.11 5.79

4. Listrik, Gas & Air Bersih 21.46 26.46

5. Bangunan 0.26 0.43

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 2.22 2.17

7. Pengangkutan & Komunikasi 5.84 6.13

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Pers 2.52 2.71

9. Pemerintahan Umum 15.22 16.20

10. Jasa-jasa 5.68 3.77

Jumlah 3.56 3.77

Pada sektor industri pengolahan beberapa kelompok

komoditi mengalami penurunan koefisien ICOR, yaitu industri

makanan, minuman & tembakau; industri kayu, bambu dsb;

industri kimia; industri mineral non logam serta industri lainnya.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

44

Sedangkan industri yang mengalami peningkatan koefisien

ICOR adalah industri tekstil & kulit; industri kertas & percetakan;

industri logam dasar serta industri barang dari logam.

4.4. Koefisien ICOR Lag 0, Lag 1 serta Lag 2 Kabupaten Bandung periode 2000-2004 dan 2005-2007

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab

sebelumnya, investasi yang ditanamkan kadang-

kadang memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat

menghasilkan output yang diinginkan. Lama waktu yang

dibutuhkan untuk memperoleh output dari investasi yang

ditanamkan disebut lag. Dengan mempertimbangkan periode

waktu ini dan karena data yang digunakan adalah time series

data, maka untuk memperoleh suatu koefisien ICOR yang

mewakili dilakukan penghitungan simple average (rata-rata

sederhana). Berikut adalah hasil penghitungan koefisien ICOR

berdasarkan lag waktu 0 tahun, 1 tahun serta 2 tahun.

Tabel 5. Koefisien ICOR Kabupaten Bandung berdasarkan Lag waktu (Time Lag) Periode 2001 - 2007

Tahun Lag 0 Lag 1 Lag 2

[1] [2] [3] [4]

2001 3.06 2.87

2002 3.01 2.91 2.74

2003 2.98 2.84 2.75

2004 2.68 2.52 2.40

2005 2.61 2.49 2.33

2006 2.64 2.46 2.34

2007 2.55 2.45 2.28

Akumulasi 3.07 2.94 0.90

Standar 2.79 2.63 2.47

ICOR Kabupaten Bandung 2008

45

Pada tabel di atas terlihat koefisien ICOR dengan metode

akumulasi dari lag 0 sampai dengan lag 2 terlihat semakin

mengecil. Pada periode 2001-2007 dengan lag 0 koefisien ICOR

akumulasi sebesar 3.07 yang artinya untuk mendapatkan

penambahan 1 unit output setiap tahunnya diperlukan PMTB

sebanyak 3.07 unit per tahun; dengan asumsi PMTB pada tahun

tertentu akan langsung menghasilkan output yang diinginkan

pada tahun yang sama. Tetapi jika dengan asumsi PMTB pada

tahun tertentu baru akan menghasilkan output yang diinginkan

setelah ditanam selama 1 tahun koefisien ICOR nya lebih kecil

yaitu 2.94. Jika lag-nya 2 maka koefisien ICOR nya lebih kecil

lagi yaitu hanya 0.90.

Koefisien ICOR periode 2000-2007 dengan menggunakan

metode standar adalah 2.79 dengan lag 0; 2.63 dengan lag 1;

2.47 dengan lag 2. Jika kita telusuri lebih rinci setiap tahunnya

untuk lag waktu 0 dari tahun 2001 sampai 2007 nilainya semakin

mengecil, artinya produktivitas PMTB semakin baik dengan

asumsi investasi yang ditanamkan pada tahun tertentu akan

langsung dapat menghasilkan output yang diinginkan di tahun

yang sama. Jika dengan menggunakan asumsi time lag 1 tahun

nilainya lebih kecil lagi, demikian halnya jika time lag-nya 2.

4.4.1. Koefisien ICOR Lag 0, Kabupaten Bandung periode 2000-2004 dan 2005-2007

Pada tabel berikut menampilkan koefisien ICOR menurut

sektor dengan time lag 0 periode 2000-2004 dan periode 2005-

2007. Pembahasan berikut dengan menggunakan asumsi

bahwa investasi yang digunakan pada tahun tertentu akan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

46

langsung menghasilkan output yang diinginkan pada tahun yang

sama. Pada periode 2000-2004 koefisien ICOR secara total

adalah sebesar 2.93. Secara sektoral nilai yang paling kecil

adalah sektor bangunan yaitu 0.23. Berikutnya adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran dengan koefisien ICOR 1.84.

Sedangkan yang nilainya antara 2 dan 3 adalah sektor industri

pengolahan (2.25) dan sektor keuangan, persewaan & jasa

perusahaan (2.75). Sektor-sektor dengan koefisien ICOR yang

cukup besar adalah sektor pertanian (7.42); Listrik, gas dan air

bersih (22.07); sektor pengangkutan & komunikasi (4.78); sektor

pemerintahan umum (24.96) serta sektor jasa-jasa (11.07)

Tabel 6. Koefisien ICOR Lag 0 Kabupaten Bandung Periode 2000 – 2004 dan 2005 - 2007

PeriodeSektor Pengguna

2000 - 2004 2005 - 2007 [1] [2] [3]

1. Pertanian 7.42 19.05

2. Pertambangan & Penggalian -0.01 1.68

3. Industri Pengolahan 2.25 2.00

3.1. Ind.Mkn,Mnm & tbk 1.86 1.10

3.2. Ind. Tekstil & kulit 2.44 3.02

3.3. Ind.Kayu,bambu dsb 2.80 2.50

3.4. Ind.Kertas & percetakan 9.58 5.58

3.5. Ind.Kimia 2.08 0.90

3.6. Ind.Mineral non logam 8.95 2.11

3.7. Ind.Logam Dasar 1.83 0.97

3.8. Ind.Brg dari logam 1.93 1.38

3.9. Ind. Lainnya 9.88 3.40

4. Listrik, Gas & Air Bersih 22.07 19.03

5. Bangunan 0.23 0.34

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.84 1.69

7. Pengangkutan & Komunikasi 4.78 5.24

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Persh. 2.75 1.95

9. Pemerintahan Umum 24.96 11.16

10. Jasa – jasa 11.07 3.21

Jumlah 2.93 2.60

ICOR Kabupaten Bandung 2008

47

Koefisien ICOR industri pengolahan lag 0 jika ditelusuri

menurut kelompok komoditi yang nilainya antara 1 dan 2 adalah

industri makanan, minuman & tembakau (1.86); industri logam

dasar (1.83); serta industri barang dari logam (1.93). Sedangkan

industri yang koefisien ICOR nya antara 2 dan 3 adalah industri

tekstil & kulit (2.44); industri kayu, bambu dsb (2.80); serta

industri kimia (2.08). Koefisien ICOR pada industri kertas &

percetakan dan industri mineral non logam serta industri lainnya

nilainya cukup besar masing-masing sebesar 9.58; 8.95 serta

9.88.

Pada periode 2005-2007 koefisien ICOR secara total

menurun yaitu dari 2.93 menjadi 2.60. Penurunan ini

mengindikasikan adanya peningkatan produktivitas PMTB.

Beberapa industri memiliki koefisien ICOR yang semakin besar

pada periode 2005-2007 yaitu sektor pertanian, sektor

bangunan, serta sektor pengangkutan & komunikasi. Hal ini

menggambarkan semakin menurunnya produktivitas PMTB. Tapi

beberapa sektor yang lain mengalami peningkatan produktivitas

PMTB dengan indikasi semakin mengecilnya koefisien ICOR.

Pada industri pengolahan hanya indsutri tekstil yang mengalami

peningkatan koefisien ICOR.

4.4.2. Koefisien ICOR Lag 1, Kabupaten Bandung periode 2000-2004 dan 2005-2007

Berikut adalah pembahasan koefisien ICOR dengan

asumsi PMTB pada tahun tertentu baru akan menghasilkan

output yang diinginkan setelah satu tahun berikutnya. Secara

total koefisian ICOR dengan time lag 1 mengalami penurunan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

48

yaitu dari 2.79 menjadi 2.46, hal ini mengindikasikan

produktivitas kapital yang semakin meningkat.

Tabel 7. Koefisien ICOR Lag 1 Kabupaten Bandung Periode 2000 – 2004 dan 2005 - 2007

PeriodeSektor Pengguna

2000 - 2004 2005 - 2007 [1] [2] [3]

1. Pertanian 5.59 13.73

2. Pertambangan & Penggalian 0.04 1.68

3. Industri Pengolahan 2.11 1.84

3.1. Ind.Mkn,Mnm & tbk 1.75 0.96

3.2. Ind. Tekstil & kulit 2.30 2.80

3.3. Ind.Kayu,bambu dsb 2.60 2.36

3.4. Ind.Kertas & percetakan 9.27 5.34

3.5. Ind.Kimia 1.92 0.76

3.6. Ind.Mineral non logam 8.87 1.94

3.7. Ind.Logam Dasar 1.68 0.84

3.8. Ind.Brg dari logam 1.81 1.25

3.9. Ind. Lainnya 8.28 3.24

4. Listrik, Gas & Air Bersih 21.66 18.74

5. Bangunan 0.22 0.33

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.69 1.65

7. Pengangkutan & Komunikasi 4.52 5.20

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Persh. 2.66 2.03

9. Pemerintahan Umum 24.70 10.86

10. Jasa – jasa 10.40 3.24

Jumlah 2.79 2.46

Koefisien ICOR jika dibandingkan antara periode 2000-

2004 dengan 2005-2007 menurut sektor terlihat beberapa yang

cenderung mengecil. Sektor industri pengolahan dari 2.11

menjadi 1.84; sektor listrik, gas dan air bersih dari 21.66 menjadi

18.74; sektor perdagangan, hotel & restoran dari 1.69 menjadi

1.65; sektor keuangan, persewaan & jasa perusahaan dari 2.66

menjadi 2.03; sektor pemerintahan umum dari 24.70 menjadi

10.86 serta sektor jasa-jasa dari 10.40 menjadi 3.24. Keenam

ICOR Kabupaten Bandung 2008

49

sektor tersebut mengalami peningkatan produktivitas kapital.

Sedangkan sektor yang mengalami penurunan produktivitas

kapital yang diindikasikan dengan peningkatan koefisien kapital

adalah sektor pertanian, sektor pertambangan & penggalian,

sektor bangunan; serta sektor pengangkutan dan komunikasi.

Jika sektor industri pengolahan dilihat secara lebih rinci

hanya industri tekstil dan kulit yang mengalami peningkatan dari

2.30 menjadi 2.80. Makna dari angka tersebut adalah penurunan

produktivitas kapital pada sektor industri tekstil dan kulit pada

periode 2005-2007.

4.4.3. Koefisien ICOR Lag 2, Kabupaten Bandung periode 2000-2004 dan 2005-2007

Jika investasi yang dilakukan baru menghasilkan output

yang diharapkan setelah 2 tahun ditanam secara total menurun

dari 2.63 menjadi 2.32. Secara sektoral, hanya lima sektor yang

mengalami penurunan koefisien dalam periode 2000-2004 dan

2005-2007. Kelima sektor tersebut adalah sektor industri

pengolahan dari 2.01 menjadi 1.73; sektor listrik, gas dan air

bersih dari 25.08 menjadi 18.32; sektor perdagangan, hotel &

restoran dari 1.63 menjadi 1.48; sektor pemerintahan umum dari

15.73 menjadi 10.83 serta sektor jasa-jasa dari 3.31 menjadi

2.86. Makna dari angka-angka tersebut adalah, pada periode

2005-2007 kelima sektor tersebut mengalmai peningkatan

produktivitas kapital jika diasumsikan PMTB pada tahun tertentu

baru bisa menghasilkan output pada dua tahun berikutnya.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

50

Tabel 8. Koefisien ICOR Lag 2 Kabupaten Bandung Periode 2000 – 2004 dan 2005 - 2007

PeriodeSektor Pengguna

2000 - 2004 2005 - 2007 [1] [2] [3]

1. Pertanian 1.99 12.54

2. Pertambangan & Penggalian 1.24 1.73

3. Industri Pengolahan 2.01 1.73

3.1. Ind.Mkn,Mnm & tbk 1.75 0.85

3.2. Ind. Tekstil & kulit 2.18 2.71

3.3. Ind.Kayu,bambu dsb 2.27 2.00

3.4. Ind.Kertas & percetakan 9.99 5.75

3.5. Ind.Kimia 1.25 0.66

3.6. Ind.Mineral non logam 2.33 1.81

3.7. Ind.Logam Dasar 1.07 0.72

3.8. Ind.Brg dari logam 1.15 1.09

3.9. Ind. Lainnya 9.58 3.24

4. Listrik, Gas & Air Bersih 25.08 18.32

5. Bangunan 0.23 0.33

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.63 1.48

7. Pengangkutan & Komunikasi 4.25 4.71

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Persh. 1.81 2.06

9. Pemerintahan Umum 15.73 10.83

10. Jasa – jasa 3.31 2.86

Jumlah 2.63 2.32

Sedangkan sektor yang mengalami peningkatan koefisien

adalah sektor pertanian dari 1.99 menjadi 12.54; sektor

pertambangan & penggalian dari 1.24 menjadi 1.73; sektor

bangunan dari 0.23 menjadi 0.33; sektor pengangkutan &

komunikasi dari 4.25 menjadi 4.71 serta sektor keuangan,

persewaan & jasa perusahaan dari 1.81 menjadi 2.06.

ICOR Kabupaten Bandung 2008

51

BAB V

K E S I M P U L A N

Investasi dalam hal ini PMTB atas dasar harga berlaku

Kabupaten Bandung periode 2000-2007 mengalami

kenaikan sebesar 144,75 persen yaitu dari Rp. 1.845,93

milyar pada tahun 2000 menjadi Rp. 4.517,95 milyar pada

tahun 2007.

Dilihat dari stuktur investasi selama periode tahun 2000-

2007 investasi terbesar ditanamkan pada sektor Industri

Tekstil yaitu rata-rata 36,21 persen.

ICOR pada periode tahun 2000-2007 Kabupaten

Bandung sebesar 3,07. Artinya untuk meningkatkan satu

unit output dibutuhkan investasi 3,07 unit.

Tidaklah mudah mengatakan bahwa apabila suatu sektor

dengan koefisien ICOR lebih rendah dari pada sektor lain

berarti sektor yang disebut pertama lebih efisien

dibandingkan sektor lain. Karena karakteristik dari setiap

sektor berbeda. Mungkin lebih relevan kalau

perbandingan itu dilakukan untuk sektor yang sama tetapi

untuk waktu dan tempat yang berbeda.

Penentuan suatu nilai ICOR setoral yang mewakili untuk

perkiraan investasi dimasa akan datang masih bisa

dikembangkan, tergantung kebutuhan perencanaan.

Namun demikian, koefisien dianggap mewakili perilaku

investasi dan produksi di setiap sektor. Untuk itu tidak

berlebihan bila angka yang sudah ditentukan dapat

dijadikan sebagai acuan perencanaan dalam menentukan

ICOR Kabupaten Bandung 2008

52

kebutuhan investasi secara makro pada masa yang akan

datang

Sektor paling efisien di Kabupaten Bandung pada periode

2000-2007 adalah sektor bangunan, industri Logam

Dasar, Industri kimia dan industri makanan &minuman.

Sedangkan sektor paling tidak efisien adalah sektor listrik,

Gas & Air bersih dan Pemerintahan umum. Dimana

output dari kedua sektor tersebut adalah barang publik

yang nilainya tidak bisa dinilai dengan harga pasar. Di

samping itu investasi pada kedua sektor tersebut

memerlukan proses waktu yang lama untuk dapat

menghasilkan output yang diinginkan.

ICOR pada lima tahun pertama setelah OTDA dan paska

krisis yaitu tahun 2000 sampai dengan 2004, sebesar

3,56.

ICOR pada lima tahun kedua yang ditandai dengan

beberapa kali kenaikan BBM, meningkat menjadi 3,77.