I. PENDAHULUAN - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/119/skripsi...
Transcript of I. PENDAHULUAN - repository.unhas.ac.idrepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/119/skripsi...
1
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Budidaya ikan bandeng telah lama dikenal oleh petani tambak dan saat ini
telah berkembang di hampir seluruh wilayah perairan Indonesia, utamanya di
daerah Sulawesi Selatan dengan memanfaatkan perairan payau dan pasang surut.
Teknologi budidaya ikan ini juga telah mengalami perkembangan yang begitu pesat
mulai dari pemeliharaan tradisional yang hanya mengandalkan pasokan benih dari
alam pada saat pasang sampai ke teknologi intensif yang membutuhkan
penyediaan benih, pengelolaan air, dan pakan secara terencana (Anonim, 2010).
Budidaya ikan bandeng tidak hanya berkembang di air payau, namun saat
ini juga sedang berkembang di air tawar maupun laut dengan sistem keramba jaring
apung (KJA). Ikan bandeng sebagai komoditas budidaya mempunyai beberapa
kelebihan jika dibandingkan dengan komoditas budidaya lainnya dalam hal
teknologi perbenihannya telah dikuasai dengan baik sehingga pasok benih tidak lagi
bergantung kepada musim dan benih dari alam, mampu hidup dalam kondisi yang
padat di KJA (100-300 ekor/m3), jaminan pasar baik dalam maupun luar negeri
masih terbuka, dan bersifat eurihalin (Kordi, 2009).
Dalam kegiatan budidaya ikan, pakan memiliki peranan penting dalam
peningkatan produksi. Pada budidaya intensif, kultivan bergantung pada pakan
buatan yang disuplai oleh pembudidaya. Pakan yang diberikan harus berkualitas
tinggi, bergizi dan memenuhi syarat untuk dikonsumsi kultivan yang dibudidayakan,
serta tersedia secara terus menerus sehingga tidak mengganggu proses produksi
dan dapat memberikan pertumbuhan yang optimal. Pada budidaya intensif, lebih
dari 60% biaya produksi tersedot untuk pengadaan pakan (Kordi, 2009).
2
Tepung maggot atau tepung lalat hijau (Calliphora sp.) merupakan salah
satu bahan baku alternatif yang memenuhi persyaratan tersebut, antara lain dapat
diproduksi secara massal, harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan tepung
ikan yaitu, hanya Rp. 1500/kg dibandingkan dengan tepung ikan impor yang
harganya mencapai Rp. 15000/kg dan tepung ikan lokal Rp. 12000/kg serta
mempunyai kandungan protein sekitar 45,01% (Hadadi dkk., 2007). Harga pakan
saat ini mencapai Rp. 7000 sampai Rp. 7500/kg, sementara harga pakan berbahan
baku maggot dengan kandungan protein sekitar 25-30% hanya Rp. 3500/kg
(Anonim, 2010).
Penelitian tentang penambahan atau penggantian bahan bahan baku pakan
untuk melihat komposisi kimia tubuh telah dilakukan pada beberapa jenis ikan.
Adelina, dkk (2000) melakukan penelitian tentang pemberian kadar protein yang
bervariasi menghasilkan kandungan protein tubuh ikan cenderung menurun,
sedangkan kandungan lemak tubuh semakin meningkat pada ikan bawal air tawar
Colossoma macropomum, sedangkan Suwirya, dkk (2005) melaporkan makin tinggi
substitusi minyak ikan dengan minyak kedelei dalam pakan maka kandungan n-3
Higher Unsaturated Fatty Acid (HUFA) dalam lemak pakan akan menurun.
Penurunan kadar n-3 HUFA dalam pakan menyebabkan penurunan kadar n-3
HUFA dalam lemak tubuh benih ikan kerapu lumpur Epinephelus coioides.
Penelitian Zainuddin (2010) melaporkan penambahan P dalam pakan sebesar 6
g/kg dan 0 g/kg pakan berpengaruh nyata terhadap komposisi kimia tubuh ikan
kerapu macan Epinephelus fucoguttatus.
Informasi tentang kemungkinan dapat dimanfaatkannya tepung maggot
sebagai pengganti sumber protein asal tepung ikan pada budidaya ikan bandeng
dan pengaruhnya terhadap komposisi kimia tubuh dan pakan sampai saat ini belum
ada, oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan.
3
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat subtitusi tepung ikan
dengan tepung maggot sebagai sumber protein yang dapat menghasilkan kualitas
pakan dan kualitas daging ikan bandeng yang baik. Sedangkan kegunaan dari
penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta
sebagai acuan serta bahan informasi dalam kegiatan pemanfaatan tepung belatung
sebagai bahan pakan ikan bandeng dalam menghasilkan kualitas pakan dan daging
tertinggi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan bandeng pertama kali ditemukan oleh Dane Forsskal di laut merah
pada tahun 1925 (Martosudarmo dkk, 1981 dalam Sukmawati, 2006). Taksonomi
dan klasifikasi ikan bandeng adalah:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Bilateria
Filum : Chordata
Grad : Pisces
Subgrad : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Order : Gonorynchiformes
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos Forsskal
Ciri Fisik
Bandeng mempunyai badan memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor
bercabang sebagai tanda bahwa bandeng tergolong ikan perenang cepat. Kepala
bandeng tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, dan lunang
hidung terletak di depan mata. Mata diselaputi oleh selaput bening (subcutaneus).
Warna tubuh putih keperak-perakan dengan punggung biru kehitaman.
Bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh dibelakang tutup insang,
dengan 14 sampai 16 jari-jari pada sirip punggung, 16 sampai 17 jari-jari pada sirip
dada, 11 sampai 12 jari-jari pada sirip perut, 10 sampai 11 jari-jari pada sirip anus,
5
dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Sisik pada garis susuk
berjumlah 75 sampai 80 sisik (Kordi, 2009).
Gambar 1. Morfologi Ikan Bandeng
Pertumbuhan dan Perkembangan
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin. Oleh karena itu,
ikan bandeng dapat hidup di air tawar, air payau, dan air laut. Induk bandeng baru
bisa memijah setelah mencapai umur 5 tahun dengan ukuran panjang 0.5-1.5 m
dan berat badan 3-12 kg. Jumlah telur yang dikeluarkan induk bandeng berkisar
0.5-1.0 juta butir tiap kg berat badan.
Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1.1-1.7 % bobot badan/hari.
Pada tahap pendederan ikan bandeng, penambahan bobot per hari berkisar antara
40-50 mg. Ikan bandeng dengan bobot awal 1-2 g membutuhkan waktu 2 bulan
untuk mencapai bobot 40 g.
Ikan bandeng memiliki kandungan gizi per 100 gram daging ikan yang terdiri
dari energi 129 kkal, protein 20 g, lemak 4.8 g, kalsium 20 mg, fosfor 150 mg, zat
besi 2 mg, vitamin A 150 SI serta vitamin B1 0.05 mg (Anonim, 2010).
Budidaya Bandeng
Keunggulan ikan bandeng sebagai komoditas andalan pengembangan
budidaya laut dibandingkan dengan spesies lainnya adalah teknik pembenihannya
telah dikuasai, teknik budidayanya relatif mudah dan dapat diadopsi oleh petani,
tahan terhadap perubahan lingkungan yang cukup ekstrim (salinitas), tanggap
terhadap pakan buatan yang telah tersedia secara komersial, dapat dipelihara
6
dengan kepadatan tinggi dan tidak bersifat kanibalisme, memiliki rasa yang lezat
dan aroma yang lebih baik dibandingkan bandeng tambak (bebas bau lumpur)
sehingga memenuhi kriteria kualitas ekspor dan bandeng dapat dijadikan umpan
bagi kebutuhan industri perikanan tuna-cakalang.
Kekurangan budidaya bandeng di tambak yaitu apabila teknologi budidaya
yang dilakukan tidak tepat maka sering dihasilkan rasa ikan yang berbau lumpur
sehingga tidak memenuhi kriteria kualitas ekspor. Bau lumpur atau off flavor
disebabkan oleh adanya senyawa geosmin (C12H22O) yang disintesis dan
diekskresikan ke air oleh Actinomycetes dan blue green algae. Dalam budidaya
intensif ikan bandeng di tambak, bau lumpur juga bisa terjadi karena pemberian
pakan yang tidak tepat. Pakan yang tidak dikonsumsi yang menumpuk di dasar
tambak dan tidak dapat dikeluarkan dengan baik akan menimbulkan bau tersebut
(Boyd, 1982). Off flavor dapat dihilangkan dengan cara perlakuan air mengalir yang
bebas senyawa penyebab off flavor. Lamanya waktu atau hari yang dibutuhkan
untuk perlakuan tersebut bergantung pada suhu dan tingkat off flavor
(Rachmansyah, 2004).
Dari segi nutrisi ikan bandeng, diperoleh kandungan EPA dan DHA masing-
masing 1.76 dan 1.39 (g/100 g edible portion), untuk bandeng laut dan lebih tinggi
dibandingkan bandeng tambak, yaitu masing-masing 1.44 EPA dan 0.44 DHA
(Rachmansyah dkk, 2002 dalam Rachmansyah, 2004). Jika dibandingkan dengan
kandungan Omega-3 dari beberapa jenis ikan laut yang berkisar antara 0.2-3.29
g/100 g edible portion (Tabel 1), maka ikan bandeng yang dipelihara dilaut memiliki
kandungan omega-3 sebesar 3.15 g/100 g edible portion relatif sama dengan jenis
ikan sardine, mackerel dan salmon.
7
Tabel 1. Kandungan Omega-3 dari Beberapa Jenis Ikan Laut
Jenis Ikan Omega-3 (g/100 g edible portion)
Bandeng hasil produksi KJA di laut*
Bandeng hasil produksi tambak*
Sardines
Mackerel
Salmon
Herring
Cod
Tuna
3.15 (EPA 1.76; DHA 1.39)
1.88 (EPA 1.44; DHA 0.44)
3.90
3.60
2.60
2.30
0.30
0.20
Sumber: Fridman (1998) dalam Rachmansyah dkk. (2004)
Kebutuhan Nutrisi Ikan Bandeng
Keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng secara intensif antara lain
ditentukan oleh kualitas pakan yang diberikan. Protein merupakan salah satu zat
makanan yang dibutuhkan ikan dan perlu dipenuhi guna mencapai pertumbuhan
yang optimal. Zat makanan ini merupakan bagian terbesar dari daging. Protein
harus selalu tersedia cukup dalam pakan yang diberikan pada ikan. Selanjutnya
dikatakan bahwa kebutuhan akan protein dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
ukuran ikan, suhu air, tingkat pemberian pakan, ketersediaan dan kualitas pakan,
energi yang dikandung dalam pakan dan kualitas proteinnya. Menurut Zoenevel , et
al (1991) dalam Sukmawati (2006), kebutuhan energi ikan dipengaruhi pula oleh
beberapa faktor antara lain spesies ikan, umur atau ukuran ikan, aktivitas ikan, suhu
dan jenis makanan. Ikan karnivor membutuhkan tingkat protein yang lebih tinggi dari
pada ikan herbivor. Ikan pada stadia larva membutuhkan protein yang lebih tinggi
dari ikan dewasa (Sukmawati, 2006).
8
Lim, et al. (1979) mengemukakan bahwa kadar protein optimal untuk
pertumbuhan benih bandeng dengan bobot rata-rata 40 mg yang dipelihara di laut
sebesar 40%. Menurut Lovell (1989) dalam Kordi (2009), tingkat protein optimum
dalam pakan untuk pertumbuhan ikan berkisar antara 25-50%. Pertumbuhan ikan
bandeng muda yang terbaik adalah dengan pemberian pakan buatan dengan
komposisi protein 60% (Lee dan Livia, 1976). Penambahan bobot benih ikan yang
dicapai sebesar 0,135 gram dan tingkat kelangsungan hidup 60% selama 30 hari
masa pemeliharaan. Jumlah kebutuhan protein pakan untuk setiap stadia biasanya
berbeda, pada stadia larva dan benih dibutuhkan protein yang tinggi, tetapi
sebaliknya rendah pada stadia pembesaran (Lovell, 1980, Roonyaratpalin, 1991;
Boonyaratpalin, 1997). Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian (Tabel 2)
yang dikutip oleh Boonyaratpalin (1997).
Tabel 2. Kebutuhan Protein Pakan Ikan Bandeng
Ukuran Ikan (g) Kebutuhan Protein (%pakan)
0.01-0.035
0.04
0.5-0.8
52-60
40
30-40
Sumber: Boonyaratpalin (1997).
Ikan membutuhkan lemak sebagai sumber asam lemak dan energi
metabolisme, untuk struktur seluler dan pemeliharaan integritas
membran.Kebutuhan lemak total untuk pertumbuhan juvenil ikan bandeng sebesar
7-10% (Borlongan dan Coloso, 1992). Juvenil ikan bandeng membutuhkan asam
lemak esensial omega-3 sebesar 1.0-1.5% (Borlongan, 1992). Kadar lemak yang
terlalu tinggi akan menyebabkan pengaruh sampingan, yaitu penurunan konsumsi
makanan dan pertumbuhan, serta degradasi hati. Sedangkan Yamada (1983 dalam
Kordi 2009) menjelaskan bahwa kelebihan lemak akan menimbulkan penyakit
9
nutrisi, seperti pengendapan lemak pada usus dan otot yang menyebabkan kualitas
ikan menurun dan mengurangi bobot tubuh (Kordi, 2009).
Borlongan dan Coloso (1992) telah melakukan percobaan tentang
kebutuhan asam amino essensial pada juvenil ikan bandeng seperti disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Kebutuhan AsamAmino Essensial (% protein) bagi Pertumbuhan Juvenil Bandeng (Chanos chanos Forsskal)
Asam Amino Essensial % Protein
Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin+kistin
Fenillalanin+tirosin
Treonin
Triptopan
Valin
5.2
2.0
4.0
5.1
4.0
3.2
5.2
4.6
0.6
3.6
Sumber: Borlongan dan Coloso (1992).
Karbohidrat merupakan sumber energi yang relatif murah. Karbohidrat
terdapat dalam pakan dalam bentuk serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN). Kebutuhan karbohidrat untuk setiap ikan berbeda. Kadar karbohidrat yang
optimum pada ikan yang bersifat omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan
karnivora 10-20% (Watanabe, 1988 dalam Kordi, 2009). Berdasarkan penelitian
Wilson (1994 dalam Kordi, 2009), kadar karbohidrat untuk ikan yang hidup di
daerah tropis antara 25-40%. Watanabe (1988 dalam Kordi, 2009) menyebutkan
10
bahwa tingkat pemanfaatan karbohidrat oleh tubuh ikan dipengaruhi oleh
kemampuan mencerna karbohidrat dan memanfaatkan glukosa. Ikan karnivor
memiliki toleransi glukosa lebih rendah dibandingkan ikan omnivor (Kordi, 2009).
Vitamin dan mineral adalah zat organik dan bahan anorganik yang
dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit tetapi sangat penting untuk mempertahankan
pertumbuhan dan pemeliharaan kondisi tubuh. Menurut Lee dan Liao (1976) dalam
Sukmawati (2006), komposis vitamin mix dan mineral mix dalam pakan yang sesuai
untuk benih ikan bandeng adalah vitamin mix yaitu 4% dan 10% mineral mix
(Sukmawati, 2006).
Maggot
Maggot adalah larva lalat hijau (Calliphora sp.) yang mudah
dibudidayakan secara massal. Tepung maggot mempunyai kualitas yang cukup
baik. Hasil penelitian Hadadi dkk (2007) menunjukkan bahwa tepung maggot
mengandung protein, lemak, serat kasar, dan BETN berturut-turut adalah 45.01%,
16.78%, 21.97% dan 0.15% dalam bobot kering.
Maggot berasal dari telur lalat yang mengalami metamorfosis pada fase
kedua setelah fase telur dan sebelum fase pupa yang kemudian berubah menjadi
lalat dewasa. Larva itu hidup pada daging yang membusuk. Kadang juga
menginvestasi pada luka hewan yang masih hidup, termasuk pada manusia.
Sumber: http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id (2010). Gambar 2. Siklus Hidup Maggot
11
Hasil penelitian menunjukkan, maggot bisa dikembangbiakkan pada media
tertentu, salah satunya limbah tahu. Dengan menambahkan ikan asin, ampas tahu
cukup efektif menjadi media pembiakan maggot. Ikan asin berfungsi sebagai
penarik lalat agar bertelur pada media yang kemudian menjadi maggot. Pembiakan
paling efektif dengan menambahkan 20 % ikan asin dari berat ampas tahu.
Ikan asin atau ikan rucah berfungsi sebagai makanan maggot yang telah
jadi. Keberadaannya juga diperlukan sebagai daya tarik lalat untuk bertelur pada
media tersebut. Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran
lingkungan, khususnya perairan, pada tepung ampas tahu masih terdapat
kandungan gizi. Yaitu, protein 23,55 %, lemak 5,54 %, karbohidrat 26,92 %, abu
17,03 %, serat kasar 16,53 %, dan air 10,43 % (Anonim, 2010).
Penelitian pemanfaatan tepung maggot sebagai sumber protein sebagai
pengganti tepung ikan telah dilakukan pada ikan hias balashark. Tingkat subtitusi
yang dicobakan yaitu 10, 20, 30 dan 40%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tepung ikan dengan tepung maggot sebesar 20% memperlihatkan pertambahan
bobot mutlak, laju pertumbuhan mutlak dan penambahan panjang tertinggi yaitu
berturut-turut 2.07 g, 0.024 g/hari dan 1.05 cm dan terendah pada perlakuan
subtitusi 40% yaitu berturut-turut 1.17 g, 0.014 g/hari dan 0.65 cm. berdasarkan
percobaan ini dapat disimpulkan bahwa subtitusi tepung maggot sebagai sumber
protein penganti tepung ikan hanya direkomendasikan tidak lebih dari 20%. Hasil
penelitian tersebut merekomendasikan adanya penelitian lebih lanjut unsur
pembatas (khitin) dalam maggot yang menyebabkan subtitusi sangat terbatas
walaupun kandungan protein maggot tinggi (Priyadi, dkk, 2008).
Hadadi, dkk (2007) telah melakukan penelitian pemanfaatan maggot
pada ikan lele. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan lele dumbo yang diberi
pakan kombinasi antara maggot dan pakan buatan masing-masing sebesar 50%
menghasilkan pertumbuhan dan rasio konversi pakan yang lebih baik dibandingkan
12
hanya diberi maggot atau pakan buatan. Hal ini diduga dengan dikombinasikan
kedua jenis pakan tersebut komposisi nutrisinya semakin lengkap.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut nampak bahwa tepung
maggot dapat digunakan sebagai pengganti tepung ikan, khususnya pada
pemeliharan ikan-ikan air tawar. Pada pemeliharan ikan-ikan air laut harus dikaji
lebih lanjut, khususnya kandungan asam lemak essensial omega-3 HUFA yang
merupakan asam lemak essensial bagi ikan-ikan air laut.
Komposisi Kimia Tubuh Ikan
Komposisi kimia tubuh ikan dipengaruhi oleh pakan dan lingkungan.
Komposisi kimia tubuh organisme akuatik berhubungan erat dengan kualitas daging
komoditi tersebut. Untuk meningkatkan kualitas daging tersebut, salah satu cara
yang dapat dilakukan adalah dengan aplikasi pakan dengan nutrisi yang berimbang.
Adapun komposisi kimia dari daging ikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel. 4 Komposisi Kimia Daging Ikan
Sumber: http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikan-bandeng.html (2010).
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Komposisi Kimia Tubuh
Ikan yang diberi pakan dengan kandungan energi yang lebih tinggi dari level
optimum, kelebihan energi kemungkinan akan ditransfer dan diakumulasi dalam
bentuk lemak. Pakan dengan rasio protein dan energi yang tidak berimbang, seperti
pakan dengan kandungan protein rendah dan kandungan karbohidratnya tinggi,
karbohidrat yang berlebih tersebut kemungkinan menstimuler aktivitas enzim
lipogenik baik di hati maupun di mesenteric adipose tissue (Ding et al, 1989).
Komposisi Jumlah Kandungan (%) Air
Protein Lemak
Karbohidrat Vitamin dan mineral
60-84 18-30
0,1-0,2 0,0-1,0 Sisanya
13
Akumulasi lemak juga akan terjadi apabila ikan diberi pakan dengan
kandungan protein yang rendah dan kandungan lemak yang tinggi. pakan yang
berimbang tercermin dari keseimbangan antara antara kandungan protein dan
energi, serta keseimbangan asam amino. Pakan dengan kandungan nutrien yang
tidak berimbang dapat menyebabkan akumulasi lemak dan kandungan air di otot
(Ding et al, 1989).
Komposisi lemak tubuh sangat nyata dipengaruhi oleh lemak didalam pakan,
walaupun penambahan lemak dengan kualitas tinggi yang berkisar antara 5-25%
tidak pernah menunjukkan gejala sakit pada ikan rainbow trout dan ikan mas,
peningkatan kandungan lemak pada isi rongga perut (visceral) terjadi pada
pemberian pakan dengan kandungan energi yang berlebihan, namun kandungan
lemak di hati tidak dipengaruhi oleh kadar lemak. Pada ikan rainbow trout,
penyimpanan lemak dalam tubuh secara langsung berhubungan dengan kadar
lemak pakan (Ding et al, 1989).
Komposisi asam lemak dari lemak tubuh merefleksi lemak pakan. Lemak
pakan berpengaruh terhadap komposisi asam lemak dari fosfolipid. Komposisi
asam lemak pada ikan yang hidup di air tawar juga berbeda jika dibandingkan
dengan ikan yang hidup di air laut (Gusrina, 2008).
Secara umum ada kecenderungan bahwa total asam lemak tidak jenuh pada
ikan air tawar agak lebih tinggi dibandingkan ikan air laut. Ikan-ikan air tawar juga
mempunyai level asam lemak monoenoic rantai sedang lebih tinggi dibandingkan
dengan ikan-ikan air laut. Sebaliknya, ikan-ikan air laut mempunyai level asam
lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA) lebih tinggi dibandingkan ikan-ikan air
tawar. Rasio antara omega 3 dan omega 6 pada ikan air laut juga lebih tinggi
dibandingkan dengan ikan air tawar (Benitez, 1989).
14
Komposisi asam lemak tubuh juga berubah pada saat ikan bermigrasi dari
perairan tawar ke laut dan sebaliknya. Perubahan salinitas nampaknya
menyebabkan perubahan profil asam lemak (Benitez, 1989).
Temperatur merupakan faktor yang menyebabkan perbedaan komposisi
asam lemak. Ikan-ikan yang hidup didaerah warmer waters mengandung lebih
banyak asam lemak jenuh dibandingkan dengan ikan-ikan yang hidup di daerah
cold waters. Menurunnya temperatur akan meningkatkan tingkat ketidakjenuhan
lemak pada ikan (Benitez, 1989).
Ikan dan udang diduga dapat memanipulasi ketidakjenuhan asam lemak
untuk menjaga integeritas membran dan fungsinya di daerah dingin. Pengaruh
temperatur terhadap komposisi asam lemak telah diteliti dengan menggunakan
pakan yang sama tetapi dipelihara pada temperatur yang berbeda (Benitez,1989).
Tabel 5. Komposisi Asam Amino Esenssial pada Tubuh Juvenil dan Kebutuhan
Juvenil Bandeng (dalam g/100 g protein kasar)
Asam amino Tubuh juvenil bandeng Kebutuhan juvenil bandeng Arginin
Histidin
Isoleusin
Leusin
Lisin
Metionin
Fenillalanin
Treonin
Triptopan
Valin
5.2
2.0
4.0
5.1
4.0
3.2
5.2
4.6
0.6
3.6
6.23
2.50
4.44
7.95
7.90
2.30
4.35
4.70
1.05
4.80
Sumber: Borlongan dan Coloso (1992).
15
Penelitian mengenai penambahan atau penggantian sumber nutrien dalam
pakan untuk melihat komposisi kimia tubuh ikan telah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Hasil penelitian Adelia dkk, (2000) pada ikan bawal air tawar menunjukkan
bahwa penambahan kadar protein yang bervariasi dalam pakan sebesar 30%
(kadar protein 30.4%), 37% (kadar protein 30.22%), dan 45% (kadar protein
28.92%), menghasilkan kandungan protein tubuh ikan cenderung menurun,
sedangkan kandungan lemak tubuh semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena
kandungan protein di dalam tubuh ikan diimbangi dengan kandungan lemak.
Adanya penyimpanan lemak tubuh yang tinggi dan penyimpanan protein tubuh
pada batas tertentu sesuai kemampuan ikan untuk mensintesis protein tubuh, maka
akan menyebabkan kandungan protein tubuh cenderung menurun.
Penelitian mengenai tingkat subtitusi minyak ikan dengan minyak kedelai
sebagai sumber lemak dalam pakan ikan juga telah dilakukan pada ikan kerapu
lumpur. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur yang
diberi pakan dengan lemak yang mengandung n-3 HUFA sebesar 17,87%, 11,84%;
9,03%; 6,12%; dan 0,0% selama 10 minggu, kandungan n-3 HUFA lemak tubuhnya
berturut-turut 14,62%; 6,48%; 3,54%; 2,16%; dan 1,64%. Hal tersebut jelas tampak
bahwa kandungan n-3 HUFA dalam tubuh ikan sebagai refleksi dari asam lemak n-
3 HUFA pakan yang diberikan pada benih kerapu lumpur (Suwirya dkk., 2005).
Zainuddin (2010) telah melakukan penelitian pengaruh kalsium dan fosfor
terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan, kandungan mineral dan komposisi tubuh
juvenil ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan P sebesar 6 g/kg dan 0 g/kg ke dalam pakan
secara nyata berpengaruh terhadap kompisisi prosimat dan kandungan mineral
tubuh juvenil ikan kerapu macan.
16
III. MATERI DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember 2010 sampai Desember
2010 di Unit Hatchery Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin, Makassar. Analisis proksimat pakan uji dilaksanakan di Laboratorium
Nutrisi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar, sedangkan analisis
kandungan asam lemak dan asam amino dilakukan di Laboratorium Bioteknologi
LIPI, Bogor.
Materi Penelitian
Materi penelitian yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelondongan
bandeng yaitu berukuran 0.84 - 0.87 gram/ekor. Padat penebaran yang digunakan
yaitu 15 ekor per 45 liter air media.
Wadah Percobaan
Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium dengan ukuran panjang
x lebar x tinggi adalah 50 cm x 40 cm x 35 cm sebanyak 15 buah, tiap wadah diisi
air media sebanyak 45 liter. Air media yang digunakan salinitasnya adalah 30 ppt,
mewakili kondisi salinitas air laut,
Pakan Uji
Pakan yang digunakan berbentuk pellet dengan komposisi bahan baku
seperti terlihat pada Tabel 6, sedangkan hasil proksimat dari tepung ikan dan
maggot tersaji pada Tabel 7.
17
Tabel 6. Komposisi Bahan Baku Penyusun Pakan pada Setiap Perlakuan (%)
Bahan Baku A B C D E
Tepung Ikan
Tepung Maggot
Tepung Kedelai
Tepung Dedak
Tepung Terigu
Minyak Ikan
Vitamin mix (1)
Mineral (2)
28
0
30
20
18
1
2
1
21
7
30
20
18
1
2
1
14
14
30
20
18
1
2
1
7
21
30
20
18
1
2
1
0
28
30
20
18
1
2
1
Keterangan : (1) Vit A, D3,E, K3, B1, B2, B6, B12, C, Folyc Acid, Nicotid Acid, dan Biotin (2) Ca, P, Sc, Mn, I2, Cu, Zn, Vit12, dan Vit B3
Tabel 7. Hasil Analisis Proksimat Tepung Ikan dan Maggot Jenis bahan
Magot Tepung ikan
Komposisi Nutrisi (%) K Kal Air
14.25
9.2
Protein Kasar 43.23 66.72
Lemak Kasar 19.83 6.01
Serat Kasar 5.87 3.6
BETN
26.3 10.86
Abu
4.77 12.81
Energi
5260 4662
Ikan diberi pakan sebanyak 10% dari biomassa ikan per hari, pemberian pakan
dilakukan tiga kali per hari yaitu pada pukul 07:00, 12:00, dan 17:00 WITA.
Metode Penelitian
Persiapan bahan baku pakan
Persiapan pakan uji diawali dengan menyiapkan bahan baku yang terdiri
atas tepung ikan yang diimpor, tepung kedelai, dan tepung maggot sebagai sumber
protein, tepung terigu dan dedak halus sebagai sumber karbohidrat, minyak ikan
sebagai sumber lemak, vitamin mix sebagai sumber vitamin dan mineral mix
sebagai sumber mineral.
18
Pembuatan pakan uji
Bahan pakan yang kering diayak terlebih dahulu sehingga diperoleh bahan
pakan yang sangat halus, kemudian menimbang semua bahan yang dibutuhkan
dan menempatkannya didalam kantong plastik. Semua bahan pakan yang kering
dicampur rata. Lalu memasukkan minyak, vitamin, dan mineral ke campuran bahan
kering tadi, kemudian menambahkan air hangat kedalam adonan tersebut. Aduk
adonan pakan sampai tidak melengket ditangan. Adonan tersebut dimasukkan
kedalam alat pencetak pakan, dicetak sampai menjadi pellet.
Pakan yang sudah berbentuk pellet ditebar secara teratur diatas nampan.
Kemudian menjemur pakan tersebut hingga kering. Pakan yang sudah kering
disimpan didalam kantong plastik yang telah diberi label dan simpan dalam tempat
yang kering.
Adaptasi hewan uji
Sebelum pakan diberikan secara kontinyu, terlebih dahulu dilakukan
adaptasi ikan terhadap pakan uji berupa pakan yang sumber proteinnya berasal dari
100% tepung ikan selama tujuh hari dengan frekuensi pemberian pakan tiga kali
sehari. Adaptasi ini bertujuan menghindari hewan uji agar tidak stress saat diberikan
pakan baru dan untuk membiasakan hewan uji terhadap pakan buatan baru, agar
nantinya hewan uji berada pada kondisi normal saat penelitian berlangsung.
Setelah tahap adaptasi, dilakukan penimbangan hewan uji untuk mengetahui bobot
hewan uji awal pengamatan.
Sampling
Penimbangan terhadap hewan uji dilakukan setiap sepuluh hari sekali. Hal
ini bertujuan untuk mengetahui penambahan bobot dari hewan uji dan penyesuaian
terhadap jumlah pakan yang diberikan.
19
Pergantian Air
Pergantian air sebanyak 80% dilakukan setiap sepuluh hari bersamaan
dengan sampling hewan uji.
Rancangan Percobaan
Rancangan percoban yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima
perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan yaitu tingkat subtitusi
tepung ikan dengan tepung maggot sebanyak 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%,
sehingga diperoleh lima belas unit percobaan.
Gambar 3. Tata Letak Akuarium Percobaan
Parameter Penelitian
Kualitas Daging
Kualitas daging dievaluasi dengan menganalisis kandungan protein, lemak,
BETN, serat kasar, abu, energi dan asam lemak.
Kualitas Pakan
Kandungan protein, lemak, serat kasar dan BETN dianalisis dengan
menggunakan analisis proksimat. Selain itu, komposisi asam amino dan asam
lemak juga dianalisis. Kandungan protein dianalisis dengan menggunakan metode
Kjeldahl, kandungan lemak dengan ekstraksi Soxlet. Komposisi asam amino
esensial diukur dengan menggunakan kolom kromatografi, sedangkan komposisi
asam lemak diukur dengan menggunakan kromatografi gas.
A1 A2
B3
C1
C3
D3 E3 A3
D1
E1
D2
E2
C2
B2 B1
20
Analisis Proksimat
Analisis Bahan Kering Bebas Air
Prinsip Analisis
Bahan kering adalah bahan yang tersisa atau tertinggal setelah kandungan
air yang terdapat pada sampel (bahan pakan) dihilangkan atau diuapkan
seluruhnya dengan pemanasan 105°C (Ekasari dkk, 2009).
Analisis Kadar Abu
Prinsip Analisis
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan
mineral yang terdapat dalam sampel. Menurut Sudarmadji dkk (1989) dalam
Ekasari dkk (2009), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
organik. Abu berasal dari suatu bahan yang dibakar atau dipanaskan pada suhu
500–6000C selama beberapa waktu. Penentuan kadar abu berhubungan erat
dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta
kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Ekasari dkk, 2009).
Analisis Protein Kasar
Prinsip Analisis
Asam sulfat pekat dengan katalisator dapat memecah ikatan N organik
dalam bahan makanan menjadi ammonium sulfat, kecuali ikatan N=N; NO; dan
NO2. Ammonium sulfat dalam suasana basa akan melepaskan NH3 yang kemudian
akan didestilasi atau disuling. Hasil sulingan di tampung dalam bekerglass yang
berisi H3BO3 yang telah diberi indikator. Setelah selesai destilasi, larutan
penampung di titrasi dengan H2SO4 0.1 N sampai warna berubah.
21
Definisi
Kadar protein kasar adalah hasil kali total nitrogen amonia dengan faktor
6.25 (100/16) atau nilai hasil bagi total nitrogen ammonia dengan faktor 16%
(16/100). Faktor 16% berasal dari asumsi bahwa protein mengandung nitrogen
sebanyak 16% (Ekasari dkk, 2009).
Analisis Lemak Kasar
Defenisi
Lemak kasar adalah campuran beberapa senyawa yang tidak larut dalam
air tetapi larut dalam pelarut lemak (ether, petroleum benzene, karbon tetra khorida
dsb). Lemak mengandung unsur C, H dan O. Dalam perbandingan lemak lebih
banyak mengandung C dan H daripada O. Lemak memberikan 2.25 kali energi
lebih banyak dibanding dengan karbohidrat apabila mengalami metabolisme
karena lemak mengandung unsur H lebih banyak daripada unsur O.
Prinsip Analisis
Melarutkan (ekstrasi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelarut
lemak (ether,) selama beberapa waktu (3-8 jam). Ekstrasi menggunakan alat
soxhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan petroleum benzene, karbon tetra
khorida, heksana, aseton, dsb. Lemak yang terekstrasi dalam (larutan dan pelarut)
akan terakumulasi dalam wadah pelarut (labu Soxhlet) kemudian dipisahkan dari
pelarutnya dengan cara dipanaskan dengan oven 105 . Pelarut akan menguap
sedangkan lemak tidak karena titik didih lemak lebih tinggi dari 105 , sehingga
menguap dan tinggal dalam wadah. Lemak dalam wadah ditentukkan beratnya
(Ekasari dkk, 2009).
22
Analisis Serat Kasar
Prinsip Analisis
Serat kasar adalah senyawa organik yang tidak larut dalam perebusan
berturut-turut dengan menggunakan larutan asam lemah dan basa lemah. Tujuan
penambahan H2SO4 untuk menguraikan senyawa N dalam pakan. Penambahan
NaOH untuk menguraikan atau penyabunan senyawa lemak dalam pakan sehingga
mudah larut. Sisa dari bahan pakan tidak tercerna setelah proses perebusan
kemudian ditimbang dan diabukan. Perbedaan berat residu pertama dan berat
residu setelah diabukan menunjukan jumlah serat yang terdapat dalam suatu bahan
(Ekasari dkk, 2009).
Analisis BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)
Prinsip Analisis
Merupakan senyawa organik yang termasuk dalam karbohidrat yang mudah
larut dalam perebusan dengan menggunakan larutan asam lemah dan asam basah
(Ekasari dkk, 2009).
Pengukuran Energi
Prinsip Analisis
Prinsip kerja pengukuran energi adalah jumlah kalor (nilai kalori) yang
dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) bahan makanan.
Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung beroksigen yang tercelup dalam
medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel akan terbakar oleh api listrik dari
kawat logam terpasang dalam tabung. Sejumlah sampel dalam suatu ruang
bernama bomb dan dinyalakan atau dibakar dengan sistem penyalaan elektris
sehingga sampel tersebut terbakar habis dan menghasilkan panas (Anonim, 2011).
23
Analisis Asam Amino
Prinsip Analisis
Hasil analisia asam amino bisa ditingkatkan dengan memanfaatkan reaksi
prakolom gugus asam amino dengan pereaksi tertentu membentuk suatu devirat
yang dapat menyerap sinar UV atau berfluoresensi. Dalam kegiatan ini devirat yang
terbentuk adalah devirat yang berfluoresensi. Salah satu pereaksi pra kolom yang
sangat popular dalam analisis asam amino adalah ortoftalaldehia (OPA). Pereaksi
OPA akan bereaksi dengan asam amino primer dalam suasana basa yang
mengandung merkaptoetanol membentuk senyawa yang berfluoresensi sehingga
deteksinya dapat dilakukan dengan detektor fluoresensi (Haryati, 2008).
Analisis Asam Lemak
Prinsip Analisis
Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponen-
komponen dari suatu cairan diantara fase gerak berupa gas dan fase dian berupa
zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan
pendukung inert.
Komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan
yang dilakukan sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan
biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap.
Dalam analisis asam lemak, mula-mula lemak atau minyak dihidrolisis
menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang
bersifat lebih mudah menguap. Dalam metode ini, transformasi dilakukan dengan
cara metilasi sehingga diperoleh metal ester asam lemak (FAME), selanjutnya
FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas.
Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu
retensinya dengan standar, pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung
24
pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut
sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.
Penentuan kandungan komponen dalam contoh dapat dilakukan dengan
teknik internal dan eksternal. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah
berbandng lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh (Haryati, 2008).
Prosedur kerja untuk setiap analisis kimia pakan maupun daging ikan
disajikan dalam Lampiran 1.
Parameter Kualitas Air
Selain itu untuk mengetahui kelayakan kualitas air media dievaluasi
berdasarkan sifat fisik dan kimia air media. Sifat fisik air media yang diukur yaitu
suhu dan salinitas. Suhu air diukur setiap hari dua kali per hari yaitu jam 07.00 dan
14.00 WITA. Salinitas juga diukur setiap hari. Sifat kimia air media dievaluasi
berdasarkan kandungan oksigen terlarut, pH, dan ammonia, pengukuran dilakukan
pada awal penelitian, selanjutnya setiap sepuluh hari sekali sebelum penggantian
air.
Analisis Data
Data komposisi kimia tubuh ikan dianalisis dengan menggunakan analisis
ragam. Apabila dari analisis tersebut terbukti bahwa perlakuan berpengaruh nyata
maka dilanjutkan dengan uji W Tukey untuk menentukan tingkat subtitusi tepung
ikan dengan tepung maggot yang menghasilkan respon terbaik terhadap parameter-
parameter yang diukur. Sedangkan komposisi kimia pakan, komposisi asam amino
pakan, komposisi asam lemak pakan dan daging ikan serta kualitas air media
dianalisis secara diskriptif.
25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Pakan
Nilai komposisi kimia pakan yang digunakan selama pemeliharaan, meliputi
kandungan protein, lemak kasar, serat kasar, BETN, abu, dan energi disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Proksimat Pakan dari Berbagai Perlakuan
Tingkat subtitusi tepung ikan
dengan tepung maggot (%)
Komposisi Nutrisi (%) KKal
Air Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
BETN Abu Energi
0 25 50 75 100
11.01 10.13 12.88 12.56 11.87
35.21 33.38 32.52 32.31 31.20
5.28 6.67 7.85 9.49
11.42
5.47 5.83 5.58 5.96 6.62
41.52 42.74 42.74 43.75 44.11
12.51 11.48 10.03 8.49 6.65
4119 4195 4308 4434 4564
Keterangan: data dalam % bobot kering
Boonyaratpalin (1997) mengestimasi kebutuhan protein di dalam pakan
untuk pertumbuhan ikan bandeng yang berukuran 0.5-0.8 g berkisar antara 30-40%.
Berdasarkan pendapat tersebut disimpulkan kandungan protein dalam pakan sesuai
dengan kebutuhan. Semakin tinggi tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung
maggot, maka semakin rendah pula kandungan protein. Hal ini disebabkan karena
maggot hanya memiliki kandungan protein 43.23% dibandingkan tepung ikan yang
memiliki kandungan protein sebesar 66.72%.
Semakin tinggi tingkat subtitusi tepung ikan terhadap tepung maggot, maka
kandungan lemak pada pakan semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena
maggot sendiri mempunyai kandungan lemak yang tinggi, yaitu 19.83%. Kandungan
lemak ini masih dalam kisaran kebutuhan lemak dalam pakan ikan bandeng yaitu 7-
10%, hanya saja kandungan lemak yang terdapat dipakan E lebih tinggi dari
kebutuhan, karena pakan E merupakan pakan yang dibuat dengan 100% tepung
maggot tanpa menggunakan tepung ikan.
26
Pakan buatan (practical feed) dengan konsentrasi lemak lebih dari 12%
dapat dimanfaatkan oleh catfish secara efisien pada suhu 28° C, sementara pakan
dengan kadar lemak 5% cukup efisien dicerna pada suhu 23° C. Kadar lemak lebih
dari 15% dalam pakan semipttrified akan memperlihatkan peningkatan
pertumbuhan atau efek penghematan protein (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Karbohidrat yang terdapat dalam pakan terdapat dalam bentuk serat kasar
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Kandungan serat kasar dari setiap
tingkat subtitusi relatif sama, yaitu pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut
adalah 5.47%, 5.83%, 5.58%, 5.96%, dan 6.62%. Nilai ini adalah nilai yang baik
untuk kandungan serat kasar dalam pakan. Menurut Afrianto dan Liviawaty (2005),
kandungan serat kasar dalam pakan dianjurkan tidak lebih dari 21%, karena bila
terlalu tinggi, justru dapat mengganggu daya cerna dan daya serap dalam sistem
pencernaan ikan. Ikan herbivora dianjurkan untuk memberikan serat dengan kadar
5 – 10 % (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Kandungan BETN pada pakan A, B, C, D, dan E adalah 41.52%, 42.74%,
42.74%, 43.75%, dan 44.11%. Nilai ini memenuhi kebutuhan karbohidrat untuk ikan
bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Masyamsir (2001) yang menyatakan
bahwa ikan herbivora membutuhkan karbohidrat sampai 50% dalam pakannya. Ikan
herbivora mampu menghasilkan enzim amilase (pemecah karbohidrat) di sepanjang
saluran pencernaannya. Oleh karena itu , ikan herbivora lebih mampu dan lebih
efesien dalam memanfaatkan karbohidrat (Masyamsir, 2001).
Kebutuhan karbohidrat berkaitan dengan aktivitas protein. Apabila terjadi
kekurangan karbohidrat dalam formulasi pakan, maka protein dapat diubah menjadi
energi. Dengan demikian, penggunaan karbohidrat lebih diarahkan sebagai sumber
energi, walaupun diketahui bahwa sebenarnya karbohidrat termasuk dalam
golongan nutrient non esensial.
27
Protein dibutuhkan dalam pakan untuk menyediakan asam amino esensial
dan nitrogen untuk menyintesis asam amino non esenaial. Berkurangnya satu atau
lebih asam amino dalam protein akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan
maupun nafsu makan (Buwono, 2000).
Kualitas protein berkorelasi dengan asam amino esensial. Ketidak
seimbangan asam amino akan menyebabkan rendahnya ketersediaan satu atau
lebih asam amino esensial dalam pakan, bersamaan dengan rendahnya retensi
protein dan tingginya ekskresi amonia (Cowey, Mackey dan Bell, 1985 serta Murai
Daozun dan Ogata, 1989).
Komposisi asam amino pada setiap pakan dan kebutuhan juvenil bandeng
disajikan pada Tabel 8. Kebutuhan asam amino arginin pada ikan bandeng adalah
6.23% protein. Arginin bersama dengan sentrolin terlibat dalam sintesis ureum dalam
hati. Kandungan arginin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 7.30%,
9.39%, 8.63%, 8.74%, dan 6.28% protein pakan. Nilai ini menunjukkan bahwa semua
pakan memenuhi kebutuhan arginin untuk ikan bandeng.
Histidin merupakan asam amino esensial bagi pertumbuhan larva dan anak-
anak ikan. Histidin diperlukan untuk menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh.
Kebutuhan asam amino histidin pada ikan bandeng adalah 2.50% protein. Kandungan
histidin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 1.52%, 1.35%, 1.45, 1.80%,
dan 1.42% protein pakan. Kandungan ini menunjukkan bahwa dalam setiap pakan
kekurangan histidin.
Isoleusin dibutuhkan dalam produksi dan penyimpanan protein oleh tubuh
dan pembentukan hemoglobin, juga berperan dalam metabolisme dan fungsi
kelenjar pituitari. Kebutuhan isoleusin untuk ikan bandeng adalah 4.44% protein
pakan. Kandungan isoleusin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah
4.27%, 4.61%, 4.64%, 4.62%, dan 4.89% protein pakan. Kandungan terendah
hanya terdapat pada pakan A dan kekurangnya tersebut tidak mencapai setengah
28
dari nilai kebutuhan, tetapi kandungan isoleusin untuk pakan lainnya memunuhi
kebutuhan dari ikan bandeng.
Ikan bandeng membutuhkan leusin dalam pakan sebesar 7.95% protein
pakan. Leusin berperan penting dalam proses produksi energi tubuh, terutama
dalam mengontrol sintesa protein. Kandungan leusin pada pakan A, B, C, D, dan E
berturut-turut adalah 5.96%, 6.78%, 6.33%, 6.22%, dan 6.61% protein pakan. Nilai
yang didapat menandai bahwa setiap jenis pakan kekurangan akan leusin.
Kandungan lisin yang dibutuhkan ikan bandeng adalah 7.90%. Kandungan
lisin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut adalah 6.63%, 6.02%, 6.37%,
6.60%, dan 6.88% protein pakan. Seperti halnya leusin, lisin dalam setiap jenis
pakan ini juga mengalami kekurangan. Defisiensi lisin dalam ransum ikan dapat
menyebabkan kerusakan pada sirip ekor (nekrosis), yang apabila berkelanjutan
dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. Tingkat penggunaan lisin
dipengaruhi oleh kadar arginin, urea. dan amonia. Ketika terjadi degradasi arginin,
maka penggunaan lisin akan meningkat (Buwono, 2000).
Perubahan-perubahan konsentrasi isoleusin, leusin, dan valin dalam serum
dipengaruhi oleh peningkatan kadar protein ransum. Peningkatan konsentrasi dari
salah satu asam amino berantai cabang ini. misalnya leusin, akan memberikan
pengaruh pada konsentrasi isoleusin dan valin dalam serum. Pengamatan ini
memberikan indikasi bahwa leusin mungkin mampu mempermudah jaringan tubuh
dalam menyerap asam-asam amino berantai cabang. Beberapa hasil penelitian
juga memperkuat pernyataan adanya keterkaitan antara iso- leusin-leusin-valin.
Konsentrasi leusin dan valin dalam serum tampaknya paralel dengan konsentrasi
isoleusin dalam serum. Interaksi hubungan paralel ketiga asam amino berantai
cabang ini dapat ditunjukkan dalam suatu hasil percobaan bahwa ketika kebutuhan
isoleusin pada chinnoksalmon ditingkatkan, maka akan diikuti dengan peningkatan
penggunaan leusin (Buwono, 2000).
29
Metionin diperlukan tubuh dalam pembentukan asam nukleat dan jaringan
serta sintesa protein. Juga menjadi bahan pembentuk asam amino lain (sistein) dan
vitamin (kolin). Metionin bekerja sama dengan vitamin B12 dan asam folat dalam
membantu tubuh mengatur pasokan protein berlebihan dalam diet tinggi protein.
Selain itu, fungsi penting lain metionin adalah membantu menyerap lemak dan
kolesterol. Ikan bandeng membutuhkan metionin dalam pakan sebesar 2.30%
protein pakan. Kandungan metionin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut yaitu
1.96%, 1.92%, 1.71%, 2.01%, dan 2.18% protein pakan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa semua pakan kekurangan asam amino metionin. Kekurangan
ini dapat diatasi dengan adanya asam amino non esensial sisten yang dapat
mengganti metionin sampai 60% (Buwono, 2000).
Fenilalanin berfungsi sebagai prekursor tirosin dan bersama membentuk
hormon-hormon tiroksin dan epineprin. Ikan bandeng membutuhkan fenilalanin
dalam pakan sebesar 4.35% protein pakan. Kandungan fenillanin pada pakan A, B,
C, D, dan E berturut-turut yaitu 4.43%, 5.14%, 5.02%, 4.81%, dan 5.11% protein
pakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semua pakan memenuhi
kebutuhan fenilalanin.
Ikan bandeng membutuhkan treonin sebesar 4.70%. Dari hasil penelitian
yang diperoleh kandungan treonin pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut
adalah 4.58%, 5.31%, 5.19%, 5.21%, dan 3.31% protein pakan. Pakan E memiliki
kandungan treonin paling rendah diantara pakan-pakan yang lain yaitu 3.31%
protein pakan.
Valin berfungsi dalam pertumbuhan, terutama dalam sistem pencernaan dan
saraf. Kandungan valin yang terdapat pada pakan A, B, C, D, dan E berturut-turut
adalah 5.09%, 6.29%, 5.25%, 4.65%, dan 4.71% protein pakan. Nilai ini
menandakan bahwa semua pakan memenuhi kebutuhan untuk ikan bandeng yang
membutuhkan valin sebesar 4.80% protein pakan.
30
Tabel 9. Kandungan Asam Amino dalam Pakan dan Kebutuhan Juvenil Bandeng (dalam g/100g Protein Kasar)
Jenis asam
amino Pakan Kebutuhan
Juvenil Bandeng A B C D E
Arginin Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin
Treonin Valin
7.30
1.52
4.27
5.96
6.63
1.96
4.43
4.58
5.09
9.39
1.35
4.61
6.78
6.02
1.92
5.14
5.31
6.29
8.62
1.45
4.64
6.33
6.37
1.71
5.02
5.19
5.25
8.74
1.80
4.62
6.22
6.60
2.01
4.81
5.21
4.65
6.28
1.42
4.89
6.61
6.88
2.18
5.11
3.37
4.71
6.23
2.50
4.44
7.95
7.90
2.30
4.35
4.70
4.80
Rasio antara kandungan asam amino pada setiap pakan dengan kebutuhan
juvenil bandeng disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan gambar tersebut dapat
dilihat bahwa ketersediaan asam amino treonin pada pakan E paling rendah
(71.70%), sedangkan kandungan asam amino lainnya tidak jauh berbeda antar
setiap perlakuan pakan. Asam amino yang difesiensi dialam setiap perlakuan pakan
dapat di atasi dengan penambahan asam amino mono ke dalam pakan.
Gambar 4. Rasio Kandungan Asam Amino dalam Pakan dan Kebutuhan Ikan Bandeng
0.0020.0040.0060.0080.00
100.00120.00140.00160.00
Rasi
o EA
A d
alam
pak
an/k
ebut
uhan
ik
an (%
)
Asam amino esensial
pakan A
pakan B
pakan C
pakan D
pakan E
31
Asam lemak yang termasuk golongan HUFA merupakan asam lemak
esensial. Asam lemak tak jenuh dari kelompok n-3, seperti linolenat merupakan
asam lemak esensial bagi ikan laut. Dalam percobaan ini kandungan n-3 HUFA
disetiap pakan hampir sama. Pakan A, B, C, D, dan E memiliki kandungan n-3
HUFA berturut-turut adalah 1.69%, 2.26%, 2.46%, 3.36%, dan 3.76% (Tabel 10).
Menurut Borlongan (1992) ikan bandeng membutuhkan asam lemak omega 3
sebesar 1.0 sampai 1.5% di dalam pakan. Berdasarkan pendapat tersebut,
kandungan n-3 HUFA yang terdapat dalam semua pakan memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh bandeng.
Ikan yang hidup di daerah dingin membutuhkan asam lemak esensial dari
kelompok n-3 yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan
tropis. Gejala kekurangan EFA akan lebih tampak pada ikan laut daripada ikan yang
hidup di perairan tawar, karena kadar garam mempunyai pengaruh terhadap
kebutuhan EFA. Asam-asam lemak seperti linoleat, asam lemak linolenat, dan
asam lemak arakhidonat penting untuk mempertahankan sterol yang merupakan
hormon pertumbuhan pada ikan.
Tabel 10. Kandungan Asam Lemak (% Lemak Pakan) dalam Pakan pada Berbagai Perlakuan
Asam Lemak Karbon Pakan
A B C D E
Laurat C12:0 0.33 0.51 0.49 0.62 0.63
Miristat C14:0 0.01 0.05 0.05 0.06 0.07
Palmitat C16:0 0.5 0.54 0.59 0.82 1.04
Stearat C18:0 0.03 0.04 0.04 0.07 0.07
Oleat C18:1 1.55 1.7 1.84 2.7 2.64
Linoleat C18:2 0.42 0.37 0.56 0.79 0.86
Linolenat C18:3 1.63 2.18 2.37 3.24 3.61
EPA C20:5 0.05 0.05 0.06 0.08 0.1
DHA C22:6 0.01 0.02 0.03 0.04 0.04
32
Komposisi Kimia Tubuh Ikan Bandeng
Hasil perhitungan komposisi kimia yang terdapat dalam tubuh ikan bandeng
yang diberi pakan dengan subtitusi tepung maggot yang berbeda pada awal dan
akhir penelitian disajikan pada tabel berikut:
Tabel 11. Komposisi Kimia Tubuh Ikan Bandeng (% bobot basah) pada Saat Awal dan Akhir Penelitian dari Berbagai Perlakuan
Keterangan: Huruf yang sama pada baris yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat subitusi tepung ikan
dengan tepung maggot yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air,
protein kasar, serat kasar, BETN, dan energi, tetapi berpengaruh sangat nyata
terhadap lemak kasar dan berpengaruh nyata pada kadar abu dalam tubuh ikan
bandeng.
Tabel 11 menunjukkan bahwa kandungan protein dalam tubuh ikan bandeng
menurun sejalan dengan menurunnya kandungan protein dalam pakan, tetapi
mengalami peningkatan pada perlakuan C dan D sera menurun kembali pada
perlakuan E, meskipun tidak berbeda secara signifikan. Tetapi kandungan protein
dalam tubuh meningkat jika dibandingkan pada saat awal penelitian. Menurut
Adelina, dkk (2000), komposisi kandungan protein di dalam tubuh ikan diimbangi
Parameter Awal
A B C D E
Air Protein kasar Lemak kasar Serat kasar BETN Abu Energi
70.62
52.53
12.52
2.55
16.73
15.68
4442
71.31±6.65a
58.38±5.42a
10.54±0.52a
1.19±1.05a
15.76±4.85a
14.12±0.13a
5143.67±50.00a
73.40±6.25a
56.38±2.73a
11.73±0.14a
2.24±0.81a
15.54±1.68a
14.12±1.39a
5111±67.36a
76.97±1.39a
59.34±1.98a
14.42±2.48a
0.97±0.51a
12.71±1.52a
12.53±0.99a
5120.33±27.65a
76.49±2.06a
59.17±1.27a
17.6±0.77bc
1.94±0.31a
8.12±2.52bc
13.17±1.93a
5171.00±91.99a
72.57±4.55a
57.56±2.56a
16.49±3.09b
2.48±1.16a
11.28±1.75b
12.19±1.56a
5208.67±86.64a
33
dengan kandungan lemak. Adanya penyimpanan lemak tubuh yang tinggi dan
penyimpanan protein tubuh pada batas tertentu sesuai kemampuan ikan untuk
mensintesis protein tubuh, maka akan menyebabkan kandungan protein tubuh
cenderung menurun.
Hasil analisis terhadap komposisi proksimat tubuh ikan bandeng (Tabel 11)
juga menunjukkan bahwa kadar lemak tubuh ikan semakin meningkat dengan
meningkatnya lemak pakan, kecuali pada perlakuan E terlihat relatif rendah.
Meningkatnya lemak tubuh ikan disebabkan oleh adanya peningkatan lemak yang
dikonsumsi sebagai akibat meningkatnya lemak di dalam pakan. Tingginya lemak
yang dikonsumsi ikan dan yang tidak digunakan sebagai sumber energi kemudian
disimpan sebagai lemak tubuh. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nematipour,
Brown dan Gatlin (1992 dalam Adelina, dkk 2000) bahwa lemak yang berkadar
tinggi di dalam pakan dan tidak digunakan sebagai sumber energi oleh ikan akan di
deposit sebagai lemak tubuh ikan. Rendahnya lemak tubuh ikan pada perlakuan E
diduga karena pakan yang dikonsumsi ikan tersebut mempunyai imbangan protein
dan non-protein yang memenuhi kebutuhan ikan, sehingga lemak dapat
dimanfaatkan dengan efisien sebagai energi, akibatnya lemak yang dideposit di
dalam tubuh tidak tinggi. hubungan antara kandungan lemak dalam pakan dengan
kandungan lemak dalam tubuh disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Grafik Hubungan antara Lemak yang ada di Pakan dengan yang ada di dalam Tubuh Ikan Bandeng.
y = 1.136x + 4.905R² = 0.817
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
0 2 4 6 8 10 12
Lem
ak tu
buh
(%)
Lemak pakan (%)
34
Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi kandungan lemak yang
terdapat pada pakan maka komposisi lemak dalam tubuh ikan bandeng semakin
tinggi pula, tetapi menurun pada perlakuan E. Hal ini sesuai dengan pendapat
Afrianto dan Liviawaty (2005) menyatakan bahwa secara alami lemak daging ikan
dipengaruhi oleh lemak di dalam pakan.
Energi yang dihasilkan dari pemberian pakan E menunjukkan angka yang
paling tinggi dibandingakan dengan pemberian pakan A, B, C, dan D walaupun
tidak berbeda secara signifikan. Hal ini terjadi akibat kandungan lemak yang tinggi
yang terdapat dalam pakan E, karena lemak menghasilkan energi paling tinggi
dibandingkan dengan nutrien yang lain, seperti protein dan lemak.
Tingkat pemberian energi optimum dapat ditentukan dengan melihat
perbandingan antara nilai energi dan nilai kadar protein dalam ransum. Apabila hasil
perbandingan nilai energi dan kadar protein dalam ransum ternyata lebih kecil atau
lebih rendah dari pada nilai energi optimal (DE/P<8),ini menunjukkan bahwa kadar
energi (karbohidrat dan lemak) dalam ransum pakan tidak mencukupi kebutuhan
tubuh. Dengan demikian, protein (asam amino) terpaksa tidak lagi digunakan dalam
sintesa jaringan tubuh (untuk pertumbuhan), namun melalui proses
glukoneogenesis diubah menjadi glukosa dan lemak sebagai sumber energi.
Digunakannya sebagian protein sebagai sumber energi, akan menyebabkan sintesa
jaringan tubuh terhambat. Apabila pertumbuhan terhambat, maka laju penambahan
berat tubuh ikan juga terhambat. Keadaan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan
protein dalam ransum tidak efisien lagi.
Apabila hasil perbandingan nilai energi dan kadar protein dalani
ransumternyata lebih tinggi daripada nilai energi pertumbuhan (DE/P>9), ini
menunjukkan bahwa kadar energi (karbohidrat dan lemak) dalam ransum/pakan
sangat tinggi. Ikan akan cepat merasa kenyang, sehingga akan segera
menghentikan makannya. Kelebihan energi ini akan disimpan dalam bentuk lemak.
35
Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka jumlah protein yang dikonsumsi oleh
ikan relatif sedikit dan proses pertumbuhan terhambat. Terhambatnya proses
pertumbuhan tersebut, berarti terhambatnya pula laju penambahan berat tubuh ikan
(Buwono, 2000).
Kandungan asam lemak esensial dalam daging ikan disajikan dalam tabel
12. Kandungan asam lemak esensial yang umum dilihat adalah kandungan asam
lemak linoleat, asam lemak linolenat, EPA dan DHA.
Tabel 12. Kandungan Asam Lemak (% Lemak Tubuh Ikan) pada Daging Ikan Bandeng dengan Berbagai Perlakuan Pemberian Pakan
Asam Lemak Karbon Ikan
A B C D E Laurat C12:0 3.13 4.2 3.57 2.5 1.24 Miristat C14:0 5.81 6.04 5.17 5.76 4.3 Palmitat C16:0 13.78 14.7 14.32 12.89 11.68 Stearat C18:0 1.43 1.59 1.66 1.53 1.53 Oleat C18:1 29.66 32.02 32.14 32.27 32.9 Linoleat C18:2 6.55 7.29 5.83 6.53 7.03 Linolenat C18:3 34.66 30.22 34.04 34.29 35.64 EPA C20:5 2.36 2.12 2.02 2.46 2.73 DHA C22:6 0.52 0.6 0.43 0.42 0.6
Kandungan asam lemak linoleat tertinggi pada daging ikan bandeng yang
diberi pakan B yaitu 7.29 %, dan terendah pada daging ikan bandeng yang diberi
pakan C yaitu 5.83%. Kandungan asam lemak linolenat tertinggi pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan E yaitu 35.64 %, dan terendah pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan B yaitu 30.22%. Kandungan EPA tertinggi pada daging
ikan bandeng yang diberi pakan E yaitu 2.73 %, dan terendah pada daging ikan
bandeng yang diberi pakan C yaitu 2.02%. Sesangkan untuk kandungan DHA
tertinggi pada daging ikan bandeng yang diberi pakan B dan E yaitu 0.60% dan
terendah pada daging ikan bandeng yang diberi pakan D yaitu 0.42 %. Keragaman
komposisi asam lemak ikan dipengaruhi oleh faktor pakan yang diberikan kepada
36
ikan tersebut, walaupun nilai kandungan asam lemak yang didapat tidak jauh
berbeda (Ozogul 2005 dalam Rahardjo, 2008).
Gambar 6. Komposisi Asam Lemak Tak Jenuh Rata-rata Daging Ikan Bandeng pada Berbagai Perlakuan Pakan
Komposisi asam lemak tak jenuh dengan atom C rangkap lebih dari satu
yang terkandung dalam daging ikan bandeng pada berbagai jenis pakan dapat
dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, asam lemak tak jenuh
dengan atom C rangkap lebih dari satu (PUFA) terdiri dari linoleat, linolenat EPA
dan DHA. Asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) ikan bandeng didominasi oleh
linolenat (C18:3, n-3) untuk semua perlakuan yaitu 34.66%, 30.22%, 34.04%,
34.29%, dan 35.64%. Kandungan linoleat (C18:2, n-6) yang terdapat pada tubuh
ikan bandeng untuk semua perlakuan yaitu 6.55%, 7.29%, 5.83%, 6.53%, dan
7.03%, sedangkan untuk kandungan EPA dan DHA yang terdapat pada tubuh ikan
bandeng untuk semua perlakuan yaitu 2.36%, 2.12%, 2.02%, 2.46%, 2.73% dan
0.52%, 0.60%, 0.43%, 0.42%, 0.60%.
Kandungan EPA dan DHA dalam ikan bandeng yang didapat dalam
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmansyah (2004). Pada penelitian
0
10
20
30
40
A B C D E
Ikan
Kada
r asa
m le
mak
rata
-rat
a (%
)C18:2
C18:3
C20:5
C22:6
Pakan
37
sebelumnya, kandungan EPA dan DHA pada ikan bandeng yang dipelihara di
tambak dan di KJA, yaitu 1.44 ; 0.44 dan 1.76 ; 1.39.
Kadar asam lemak-ω3 dan ω6 pada tubuh ikan dapat mempengaruhi sifat
fluiditas membran sel yang selanjutnya dapat menunjang metabolisme sel secara
keseluruhan sehingga dapat mempengaruhi penyimpanan protein dan lemak pada
tubuh ikan (Mokoginta et al. 1989, Ibeas el al. 1994, Verret et al.1994 dalam
Supriatna, dkk, 1999).
Kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi pada ikan bandeng
seperti linolenat, linoleat, EPA dan DHA sangat berguna bagi tubuh manusia
apabila mengkonsumsinya karena asam lemak tak jenuh yang berasal dari ikan
memiliki berbagai fungsi yang bermanfaat bagi tubuh. Asam lemak memiliki fungsi
yang penting bagi tubuh, asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-
bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti
hormon (hormonlike) yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur
tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah dan respon imun
terhadap luka dan infeksi. Asam lemak n-3 merupakan kelompok Long Chain
Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam
perkembangan otak dan fungsi penglihatan. Oleh karena itu, defisiensi n-3 dapat
berisiko menderita penyakit pembuluh darah dan jantung (Muchtadi et al. 1993
dalam Rahardjo, 2008).
Kualitas Air
Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran kualitas air media
pemeliharaan ikan bandeng meliputi suhu, oksigen terlarut, pH dan amoniak.
Kisaran nilai parameter kualitas air yang diperoleh selama penelitian disajikan pada
Tabel 13.
38
Tabel 13. Kisaran Nilai Pengukuran Parameter Kualitas Air Selama Penelitian
Parameter Perlakuan A B C D E
Suhu (0C) pH DO (ppm) NH3 (ppm)
25-27 6.62-8.42
4.2-5 0.002-0.02
25-27 6.69-8.42
4.8-5 0.003-0.02
25-27 6.73-8.42
3.5-5 0.004-0.02
25-27 6.76-8.42
4.5-5 0.014-0.02
25-27 6.80-8.42
3.8-5 0.0070.02
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa suhu selama penelitian
berkisar antara 25-27 °C. Kisaran ini layak untuk pemeliharaan dan pertumbuhan
ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi dan Tancung (2005) bahwa
suhu optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng berkisar antara 23-32°C. Tingkat
keasaman (pH) yang diperoleh berkisar antara 6.62-8.42, kisaran ini tergolong layak
untuk kehidupan ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat Kordi (2009) bahwa
ikan bandeng masih dapat tumbuh optimal pada 6.5-9.
Kandungan oksigen terlarut yang didapat selama penelitian berkisar antara
3.5-5 ppm. Nilai ini kurang optimal untuk pemeliharaan ikan bandeng secara
berkelanjutan, dimana nilai oksigen terlarut yang optimal adalah 4-7 ppm.
Rendahnya nilai oksigen yang didapat dikarenakan sistem resirkulasi memiliki
kelemahan yaitu akumulasi bahan organik yang berasal dari sisa pakan, kotoran
apabila tidak dikeluarkan dari sistem Tetapi masalah ini dapat di atasi dengan
dengan mengganti air dan penyifonan secara rutin.
Kandungan amoniak yang diperoleh berkisar 0.002-0.02 ppm. Kiasaran ini
tergolong layak untuk pemeliharaan ikan bandeng. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kordi dan Tancung (2005), bahwa dalam pemeliharaan ikan bandeng kandungan
amoniaknya tidak boleh lebih dan 0.1 ppm, sebab apabila kadar amoniak yang
terlalu tinggi akan menyebabkan rusaknya jaringan insang, dimana lempeng insang
membengkak sehingga fungsinya sebagai alat pernafasan akan terganggu.
39
V. PENUTUP
Kesimpulan
Dari kegiatan penelitian pemberian pakan terhadap ikan bandeng dengan
tingkat subtitusi tepung ikan dengan tepung maggot yang berbeda, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Komposisi kimia semua jenis pakan dengan tingkat subtitusi tepung maggot
yang berbeda memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan bandeng.
2. Komposisi kimia pakan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
komposisi lemak dan BETN pada tubuh ikan bandeng.
Saran
Pemberian pakan dengan subtitusi tepung maggot sebesar 100% dapat
digunakan untuk pemeliharaan ikan bandeng ukuran gelondongan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, Mokoginta, I., Affandi, R., dan Jusadi, D. 2000. Pengaruh Kadar Protein dan Rasio Energi Protein Pakan Berbeda Terhadap Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Bawal Air Tawar (Colossoma macropomum). J.II. Pert. Indo. Vol. 9(2)
Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Kanisius. Yogyakarta
Anonim. 2010. Alternatif Pakan Ternak Ikan. Diakses dari (http://kotakediri.2.forumer.com/index.php?showtopic=556.html)
Anonim. 2010. Maggot Pakan Alternatif. Diakses dari (http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=113:maggot-pakan-alternatif&catid=117:berita&Itemid=126)
Anonim. 2010. Ikan Bandeng Potensial Dibudidayakan Dalam KJA di Laut. Diakses dari (http://ikanmania.wordpress.com/2007/12/31/ikan-bandeng-potensial-dibudidayakan-dalam-kja-di-laut/.html)
Anonim. 2010. Budidaya Ikan Bandeng. Diakses dari (http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikan-bandeng.html)
Anonim. 2011. Cara Menghitung Kalori pada Briket. Diakses dari http://tech.groups.yahoo.com/group/Teknik-Kimia/message/12306.
Anonim. 2010. Maggot Pakan Alternatif. Diakses dari (http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id)
Benitez, L. V. 1989. Amino Acid and Fatty Acid Profiles in Aquaculture Nutrition Studies
Boonyaratpalin, M. 1997. Nutrient Requiretments of Marine Food Fish Cultured in South Asia.
Borlongan, I. G, and Coloso R. M. 1992.Lipid and Patty Acid Composition of Milkfish (Chanos chanos Forsskal) Grown in Freswater and Seawater.
Boyd, C.E., 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam the Netherland.
Buwono, I. B. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Ding, L., Yongqing, M., dan Xianghua, L. 1989. Improvement of Meat Quality of Grass Carp Ctenopharyngodon idellus
41
Ekasari, Jannah, R., Tunggal. E, Rizki, A., Kurnia, S., M. Hirzul Amani, Herta, N., Affandi, F. 2009. Laporan Resmi Praktikum Nutrisi. Universitas Airlangga. Surabaya.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 2. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Kordi, Ghufran. 2008. Budi Daya Perairan Jilid 1. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Kordi, Ghufran. 2009. Budi Daya Perairan Jilid 2. PT Citra Aditya Bakti. Bandung
Kordi, G. dan Tancung, A. B., 2005. Penelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta
Hadadi, A., Herry, Setyorini, Surahman, A., Ridwan, E. 2007.Pemanfaatan Limbah Sawit untuk Pakan Ikan.
Haryati. 2002. Respon Larva Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) Terhadap Pakan Buatan dalam Sistem Pembenihan [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Haryati. 2008. Modul Domestic Non Degree Training (DNDT). Univeritas Hasanuddin, Makassar.
http://www.perikanan-budidaya.dkp.go.id (2010). Diakses pada 20 Nopember 2010 di Makassar.
http://hobiikan.blogspot.com/2009/04/budidaya-ikan-bandeng.html (2010). Diakses pada 18 Nopember 2010 di Makassar.
Masyamsir. 2001. Membuat Pakan Ikan Buatan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
Priyadi, A., Azwar, Z. I., Subamia, I.W., dan Hem, S. 2008.Pemanfaatan Maggot Sebagai Pengganti Tepung Ikan Dalam Pakan Buatan Untuk Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus Melanopterus Bleeker).
Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange
Kabupaten Barru Sulawesi Selatan bagi Pengembangan Budidaya Bandeng dalam Keramba Jaring Apung [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Rahardjo, A. P. 2008. Pengaruh Umur Panen Terhadap Komposisi Asam Lemak Daging Ikan Gurami (Osphronemus gouram) [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Sukmawati. 2006. Pertumbuhan dan Sintasan Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsskal) pada Berbagai Kadar Karbohidrat-Protein Pakan yang di Inokulasikan dengan Carnobacterium sp. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Supriatna. Mokoginta, I., Affandi, R., Bintang, M. J. 1999. Pengaruh Kadar Asam Lemak-ω3 yang Berbeda dan Kadar Asam Lemak-ω6 Tetap Pakan terhadap
42
Pertumbuhan dan Komposisi Asam Lemak Ikan Bawal Air Tawar. Hayati., Vol. 6, NO.4 hal. 98-102.
Suwirya, K., Marzugi. M, Prijono. A, dan Giri, N.A. 2005. Pengaruh Substitusi
Minyak Ikan dengan Minyak Kedelei Dalam Lemak Pakan Terhadap Pertumbuhan Benih Kerapu Lumpur (Epinephelus coioides). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Volume 11 Nomor 5
Zainuddin. 2010. Pengaruh Calsium dan Fosfor Terhadap Pertumbuhan, Efisiensi Pakan, Kandungan Mineral dan Komposisi Tubuh Juvenil Ikan Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis,Vol. 2 No. 2:1-9