I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67500/potongan/S2-2014... ·...

3
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gelatin adalah senyawa turunan kolagen yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat hewan yang dihidrolisis dengan asam atau basa (Tazwir dkk., 2008). Peranginangin (2004), menyatakan dalam industri pangan gelatin sangat bermanfaat (miracle food) karena peranannya yang sulit tergantikan. Sebagian besar dari total produksi gelatin diaplikasikan pada industri makanan dalam bentuk edible gelatin. Dalam pembuatan bakery, gelatin digunakan sebagai bahan penstabil dan pengisi. Pemanfaatan gelatin pada produk non pangan adalah industri farmasi, teknik dan kosmetik. Pada bidang farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul, berperan sebagai agen pengikat untuk tablet dan pastilles, penyamar rasa pada pil, pengganti serum, mikroenkapsulasi vitamin, dan penstabil emulsi. Pada industri teknik gelatin digunakan dalam bahan pembuatan lem, kertas, cat yang berperan sebagai pengikat, dan penstabil emulsi. Dalam industri kosmetik digunakan dalam lipstik, shampo dan sabun. Permintaan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan pada tahun 2010 mengindikasikan produksi gelatin dunia mencapai angka 326.000 ton per tahun (See dkk., 2010). Gelatin yang berasal dari kulit babi yaitu 46%, kulit sapi 29,4%, tulang sapi 23,1%, dan sumber lainnya hanya 1,5% (Harianto dkk., 2008). Sedangkan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengimpor 2000-3000 ton gelatin (tahun 2007-2011, kenaikan 20,26%) atau senilai US$ 25.036,10 dari berbagai negara (Cina, Jepang, Prancis, Australia, dan Selandia baru) (Anonim, 2012). Adanya hukum syariat Islam yang mewajibkan pengikutnya untuk mengkonsumsi sesuatu yang jelas kehalalannya serta isu-isu lain dari hewan mamalia terutama sapi tentang maraknya berita tentang penyakit sapi gila (mad cow disease) atau Bovine Spongioform Encephalopathy (BSE), maka ditelitilah gelatin yang diekstrak dari ikan sebagai salah satu bahan aditif alternatif yang dapat diterima seluruh masyarakat. Salah satu bahan baku yang berpotensi adalah kulit ikan lemadang. Ikan lemadang merupakan ikan laut yang hasil tangkapannya tinggi. Berdasarkan Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2012), produksi ikan lemadang di Indonesia mencapai jumlah 9.160 ton (kenaikan 15,25%), tetapi pemanfaatan limbah kulitnya kurang.

Transcript of I. PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67500/potongan/S2-2014... ·...

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gelatin adalah senyawa turunan kolagen yang terdapat pada kulit, tulang dan

jaringan ikat hewan yang dihidrolisis dengan asam atau basa (Tazwir dkk., 2008).

Peranginangin (2004), menyatakan dalam industri pangan gelatin sangat bermanfaat

(miracle food) karena peranannya yang sulit tergantikan. Sebagian besar dari total

produksi gelatin diaplikasikan pada industri makanan dalam bentuk edible gelatin.

Dalam pembuatan bakery, gelatin digunakan sebagai bahan penstabil dan pengisi.

Pemanfaatan gelatin pada produk non pangan adalah industri farmasi, teknik dan

kosmetik. Pada bidang farmasi, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul, berperan

sebagai agen pengikat untuk tablet dan pastilles, penyamar rasa pada pil, pengganti

serum, mikroenkapsulasi vitamin, dan penstabil emulsi. Pada industri teknik gelatin

digunakan dalam bahan pembuatan lem, kertas, cat yang berperan sebagai pengikat,

dan penstabil emulsi. Dalam industri kosmetik digunakan dalam lipstik, shampo dan

sabun.

Permintaan gelatin telah meningkat selama bertahun-tahun. Laporan pada

tahun 2010 mengindikasikan produksi gelatin dunia mencapai angka 326.000 ton per

tahun (See dkk., 2010). Gelatin yang berasal dari kulit babi yaitu 46%, kulit sapi

29,4%, tulang sapi 23,1%, dan sumber lainnya hanya 1,5% (Harianto dkk., 2008).

Sedangkan kebutuhan dalam negeri, Indonesia mengimpor 2000-3000 ton gelatin

(tahun 2007-2011, kenaikan 20,26%) atau senilai US$ 25.036,10 dari berbagai

negara (Cina, Jepang, Prancis, Australia, dan Selandia baru) (Anonim, 2012).

Adanya hukum syariat Islam yang mewajibkan pengikutnya untuk mengkonsumsi

sesuatu yang jelas kehalalannya serta isu-isu lain dari hewan mamalia terutama sapi

tentang maraknya berita tentang penyakit sapi gila (mad cow disease) atau Bovine

Spongioform Encephalopathy (BSE), maka ditelitilah gelatin yang diekstrak dari

ikan sebagai salah satu bahan aditif alternatif yang dapat diterima seluruh

masyarakat.

Salah satu bahan baku yang berpotensi adalah kulit ikan lemadang. Ikan

lemadang merupakan ikan laut yang hasil tangkapannya tinggi. Berdasarkan Statistik

Perikanan Tangkap Indonesia (2012), produksi ikan lemadang di Indonesia mencapai

jumlah 9.160 ton (kenaikan 15,25%), tetapi pemanfaatan limbah kulitnya kurang.

2

Pada umumnya industri pengolahan ikan menghasilkan limbah dalam jumlah yang

besar (sekitar 37,9% dari berat tubuh) diantaranya adalah: 10-12% kepala; 11,7%

tulang; 3,4% sirip; 4,0% kulit; 2,0% duri; 4,8% isi perut. Bagian tersebut merupakan

limbah yang masih mempunyai nilai ekonomi tinggi di antaranya kulit (Tazwir dkk.,

2010).

Produksi gelatin yang bermutu tergantung pada penggunaan metode ekstraksi

yang tepat seperti metode asam dan basa. Perbedaan kedua metode ini terletak pada

proses perendamannya. Asam mampu mengubah serat kolagen triple helix menjadi

untaian tunggal, sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan

untaian ganda (Ward dan Courts, 1977 cit. Tazwir dkk., 2008). Hal ini menyebabkan

pada waktu yang sama jumlah kolagen yang terhidrolisis oleh larutan asam lebih

banyak dari pada larutan basa (Tazwir dkk., 2008). Peranginangin (2005)

melaporkan bahwa pembuatan gelatin dengan proses asam umumnya berasal dari

bahan baku yang relatif lunak (kulit). Menurut Hakiki (2006) pembuatan gelatin dari

kulit ikan kakap merah menunjukkan bahwa perendaman kulit dalam larutan asam

asetat pH 3 selama 24 jam menghasilkan gelatin terbaik. Wijaya (2001) melakukan

pembuatan gelatin dari kulit ikan pari, gelatin terbaik dihasilkan dari perendaman

dalam larutan asam asetat konsentrasi 4% selama 24 jam. Sedangkan Soleh (2004),

gelatin terbaik dihasilkan dari perendaman larutan asam asetat dengan konsentrasi

2% selama 36 jam. Pengaturan waktu perendaman dan konsentrasi asam asetat yang

dilakukan mempengaruhi karakteristik (sifat kimia dan fisik) gelatin kulit ikan yang

dihasilkan.

Guna meningkatkan ekstraksi gelatin, beberapa enzim (protease) diharapkan

mampu mendegradasi protein non kolagen (mudah larut) sehingga kolagen yang

tersisa akan terekstraksi lebih sempurna. Beberapa penelitian terkait penggunaan

enzim protease antara lain, Sari (2008) melakukan pembuatan gelatin dari kulit

tengiri, gelatin terbaik dihasilkan dari perendaman dalam larutan papain 4%. Harto

(2008) melakukan pembuatan gelatin dari kulit nila merah, gelatin terbaik dihasilkan

dari perendaman dalam larutan papain 4%. Sehingga penelitian ini menggunakan

larutan papain 4%, dan psroses isolasi gelatin dari kulit ikan lemadang pada

penelitian ini menggunakan perlakuan variasi konsentrasi asam asetat (0,5 N; 1,0 N;

dan 1,5 N) dan waktu perendaman (12, 24, dan 36 jam), dengan harapan dari

3

berbagai variasi perlakuan ini dapat dihasilkan gelatin kulit lemadang dengan mutu

terbaik sehingga bisa menjadi nilai tambah dari limbah kulit ikan lemadang.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh lama perendaman dan konsentrasi asam asetat

(CH3COOH) terhadap mutu gelatin kulit lemadang.

2. Mengetahui mutu gelatin kulit lemadang sebagai bahan baku produk pangan.

C. Manfaat

1. Mendapatkan informasi mengenai perlakuan lama perendaman dan konsentrasi

asam asetat yang tepat dalam produksi gelatin ikan.

2. Mendapatkan informasi mengenai karakteristik gelatin ikan lemadang untuk

dijadikan sebagai bahan baku produk pangan.