Hukum Perbankan

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Awal kelahiran Perbankan Syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan Renaissance Islam Modern: Neorevivalis dan Modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah. Upaya awal penerapan sistem Profit dan Loss Sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rulal Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan islam yang beroperasi di seluruh dunia baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika. Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konfrensi Islam di Kirachi, pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan Bank Syariah. Proposal yang disebut Studi Tentang Pendirian Bank Islam Internasional Untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam dikaji para ahli delapan belas negara islam. Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan sekema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut di terima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam. IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara, untuk pengembangan sistem ekonomi syariah,

description

Hukum Perbankan

Transcript of Hukum Perbankan

Page 1: Hukum Perbankan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Awal kelahiran Perbankan Syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan Renaissance Islam Modern: Neorevivalis dan Modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.

Upaya awal penerapan sistem Profit dan Loss Sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara nonkonvensional. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rulal Bank di desa Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir.

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank Islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari dua ratus lembaga keuangan islam yang beroperasi di seluruh dunia baik di negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika.

Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konfrensi Islam di Kirachi, pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan Bank Syariah. Proposal yang disebut Studi Tentang Pendirian Bank Islam Internasional Untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam dikaji para ahli delapan belas negara islam.

Proposal tersebut pada intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan sekema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut di terima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam.IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai negara, untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah institut riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi Islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI (Islamic Research and Training Institute).

Berdirinya IDB telah memotivasi banyak Islam untuk mendirikan lembaga keuangan Syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan, dan pengawasan bank Syariah. Kerja keras mereka menimbulkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, Bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki.

Berkembangnya Bank-bank Syariah di negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia, pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai Bank Syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil – Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan, yakni Koperasi Ridho Gusti.

Page 2: Hukum Perbankan

Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil Lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia.

Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut di atas, Akte Pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen saham sebanyak Rp 84 miliar.

Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syaraih ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini halnya dikategorikan sebagai “Bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan ini sangat jelas tercermin dari UUNo. 7 Tahun 1992, dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan” belaka.Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya undang-undang No.10 tahun 1998. dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan di implementasikan oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkoversi diri secara total menjadi bank syariah.

Peluang tersbut teryata disambut antusias oleh masyarakat perbankan. Sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya. Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang syariah dalam institusinya. Sebagian lainnya bahkan berencana mengkoversi diri sepenuhnya menjadi bank syariah. Hal ini demikian diantisipasi oleh Bank Indonesia dengan mengadakan “pelatihan perbankan syariah” bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung seperti DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan), kredit, pengawasan, akuntansi, riset, dan moneter.

Salah satu bank milik pemerintah yang pertama kali melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah adalah Bank Syariah Mandiri (BSM). Secara struktural BSM berasal dari Bank Susila Bakti, sebagai salah satu anak perusahaab di lingkup Bank Mandiri (eks BDN). Yang kemudian dikonversi menjadi bank syariah secara penuh.

B. Ruang Lingkup Masalah

Bank syariah secara resmi telah diperkenalkan kepada masyarakat sejak tahun 1992, yaitu dengan diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Undang-undang iniyang selanjutnya di interpretasikan dalam berbagai ketentuan pemerintah, telah memeberikan peluang seluas-luasnya untuk pembukaan bank-bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil/syariah. Perkembangan perbankan syariah

Page 3: Hukum Perbankan

hingga saat ini masih menunjukan pertumbuhan yang belum mengembirakan, baik jaringan maupun volume usaha, dibandingkan dengan pertumbuhan bank konvensional. Hal ini ditunjukan dengan populasi bank syariah yang masih kecil. Hingga pertengahan tahun 1999, hanya ada 1 bank umum syariah dan 78 bank perkreditan rakyat syariah, sedangkan populasi bank konvensional sejumlah 206 bank umum dan 2.231 bank perkreditan rakyat.Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dengan sistem yang dominan dan telah berkembang pesat di indonesia.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah Pengertian Bank Syariah2. Apa yang Menjadi Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia.3. Apa Yang Menjadi Ketentuan Pelaksanaan Bank Indonesia bagi Perbankan

Syariah Sejak Diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998.

Page 4: Hukum Perbankan

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah Secara Umum.

Islam melarang riba karena ketidak adilan yang melekat di dalamnya. Alternatifnya, Islam menawarkan berbagai bentuk transaksi alternatif, yang sarat dijiwai oleh fiqih muamalah.

Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengacu kepada ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits.

Mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits maka diharapkan bank syariah dapat menghindari praktek-praktek yang mengandung unsur-unsur riba dan melakukan usaha dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan landasan dasar bagi operasional bank Islam secara keseluruhan. Secara syariah, prinsipnya berdasarkan kaidah al-mudharabah yaitu kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan kerja sama mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Berdasakan prinsip ini, Bank Islam akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung, bank akan bertindak sebagai mudharib ‘pengelola’, sedangkan penabung bertindak sebagai shahibul mall ‘penyandang dana’. Antara keduanya diadakan akad mudharabah yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.

Al-mudharabah terdiri atas dua jenis, yakni yang bersifat tidak terbatas (muthalaqah, unrestricted) dan yang bersifat terbatas (muqayyadah, restricted).Pada jenis yang pertama, pemilik dana memberikan otoritas dan hak sepenuhnya kepada mudharib (pengelola) untuk menginvestasikan atau memutar uangnya. Pada jenis yang kedua, pemilik dana memberi batasan kepada mudharib. Di antara batasan itu, misalnya, adalah jenis investasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang dibolehkan terlibat dalam investasi. Pada jenis ini shahibul maal (penyandang dana) dapat pula mensyaratkan kepada mudharib untuk tidak mencampurkan hartanya dengan dana al-mudharabah. Adapula faktor yang mempengaruhi bagi hasil yaitu :1. Faktor Langsung

Di antara faktor-faktor langsung (direct factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investement rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).

a. Investment rate merupakan persentase aktual dana yang diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investement rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.

b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini:

Page 5: Hukum Perbankan

1) Rata-rata saldo minimum bulanan,2) Rata-rata total saldo harian

Investment rate dikalikan dengan jumlah dana yang tersedia untuk di investasikan, akan menghasilkan jumlah dana aktual yang digunakan.

c. Nisbah (profit sharing ratio)1) Salah satu ciri al-mudharabah adalah nisbah yang harus ditentukan dan

disetujui pada awal perjanjian.2) Nisbah antara satu bank dan bank lainnya dapat berbeda3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank,

misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan.4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dan account lainnya sesuai

dengan besarnya dana jatuh temponya.2. Faktor Tidak Langsung

a. Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah.1) Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (profit

and sharing). Pendapatan yang “dibagihasilkan” merupakan pendapatan yang diterima dikurangi biaya-biaya.

2) Jika semua biaya ditanggung bank, hal ini disebut renvenue sharing.b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akunting)

Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.

B. Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia

Bank Syariah di tanah air mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga. Termasuk nol persen.Walaupun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan PAKTO (Paket kebijaksanaan Pemerintah Bulan Oktober) Tahun 1988 yang berisi tentang liberalisasi yang memungkinkan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi bank syariah semakin pasti setelah untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan-keuntungan bagi hasil.

Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa “bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiata usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha, berdasarkan prinsip bagi hasil (pasal 6), maka jalan bagi operasional Perbankan Syariah semakin luas.

Undang-undang No. 10 tahun 1998 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No.72/1992 yang melarang dual sistem. Dengan tegas pasal 6 Undang-undang No.10/1998 memperbolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui :

1. Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang baru

Page 6: Hukum Perbankan

2. Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menkaji kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Walaupu demikian bank syariah yang berada di tanah air tetap harus tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlaku pada umumnya antara lain:

1. Ketentuan perizinan dalam pengembangang usaha2. Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia3. Pengawasan intern4. Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan

faktor lainnya5. Pengenaan sanksi atas pelanggaran.

Di samping ketentuan-ketentuan di atas bank syariah di indonesia juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh dewan pengawas ayariah mendapatkan persetujuan dari dewan pengawasan syariah terlebih dahulu di perkenalkan kepada masyarakat.

Adanya tuntutan perkembangan maka undang-undang perbankan No.7/1992 kemudian di revisi menjadi undang-undang No. 10/1998 tentang perbankan. Undang-undang ini melakukan revisi beberapa pasal yang dianggap penting, dan merupakan peraturan hukum secara leluasa menggunakan istilah syariah dengan tidak lagi menggunakan istilah bagi hasil. Diantara perubahan yang berkaitan langsung dengan keberadaan Bank Syariah sebagai beriku:

1. Pasal 1 ayat 12 menyatakan : “pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan itu atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang di biayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.

2. Pasal 1 ayat 13 berbunyi: “Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain nuntuk menyimpan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);

3. Ketentuan pasal 6 huruf m diubah, sehingga pasal 6 huruf m berbunyi : “menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh bank syariah”

4. Ketentuan pasal 13 huruf c diubah, sehingga berbunyi : “menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.Untuk menjalankan undang-undang tersebut selanjutnya dikeluarkan surat

keputusan Direksi BI No. 32/34.KEP/DIR tanggal 12 mei 1999 tentang bank umum dan bank perkereditan rakyat tahun 1999 dilengkapi bank umum berdasarkan prinsip syariah dan bank perkereditan rakyat berdasarkan prinsip syariah. Prinsip syariah diatur dalam surat keputusan direksi BI No. 32/34/KEP/DIR yaitu :

Page 7: Hukum Perbankan

1. Pasal 1 huruf a menyatakan : “Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 3 UU No. 7/1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10/1998, yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah”.

2. Pasal 1 huruf g menyatakan : “kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan usaha perbankan yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13 UU No. 7/1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.10/1998.

3. Bab VI kegiatan usaha, pasal 28 menyatakan bahwa “bank wajib menerapkan prinsip syariah dalam melakukan kegiatan usahanya meliputi:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi: Giro berdasarkan prinsi Wadi’ah

Giro Wadi’ah adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu bonus tertentu kepada nasabah

Tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah atau mudharabahTabungan mudharabah adalah simpanan mudharabah dalam

bentuk tabungan sehingga dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sehingga dilakukan perhitungan rata-rata untuk dapat membagi hasil secara proporsional.

Tabungan Mudharabah MuamalahTabungan ini merupakan suatu tabungan dengan pembagian laba

yabg dihitung secara presentasi yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata. Dalam waktu tertentu.

Deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah Deposito mudharabah adalah suatu jenis deposito atau simpanan

yang penarikannya dilakukan pada suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara kedua belah pihak, dengan membagi hasil oleh bank kepada nasabah sesuai dengan porsi bagian laba yang ada.

Deposito Karya MudharabahIni merupakan deposito mudharabah dengan jumlah minimal

tertentu dan untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuai dengan proporsi yang telah disepakati bersama.

Bentuk lain berdasarkan prinsip wadiah atau mudharabahb. Melakukan penyaluran melalui :

1) Transaksi jual beli berdasarkan prinsip(a) Murabahah

Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati(b) Istishna

Merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang.(c) Ijarah

Perjanjian antara bank sebagai pemilik dengan nasabah sebagai penyewa(d) Salam

Page 8: Hukum Perbankan

Berarti pembelian barang yang disarankan di kemudian hari sementara pembayaran dilakukan dimuka(e) Jual beli lainnya2) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip(a) Mudharabah(b) Musyaraah(c) Bagi hasil lainnya3) Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip(a) HiwalahAdalah memindahkan utang dari tanggung muhil (yang berutang/debitur menjadi tanggungan muhal’alaih (yang melakukan pembayaran/pihak ketiga). Sedangkan yang mengutangkan disebut muhal (kreditur)(b) RahnYaitu gadai berarti menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan hukum sebagai jaminan utangsehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil sebagian manfaat dari barangnya itu.(c) QardhYaitu pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.c. Membeli, menjual dan atau menjamin atas resiko sendiri surat-surat berharga pihak ketiga yang ditertibkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip jual beli atau hiwalahd. Membeli surat-surat berharga pemerintah dan atau Bank Indonesia yang diterbitkan atas prinsip Syariah.e. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan atau nasabah berdasarkan prinsip wakalah.f. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip wakalahg. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang atau surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah.h. Melakukan kegiatan penitipan termasuk penata usahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalahi. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lain dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek berdasarkan prinsip Ujrj. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip wakalah, murabahah, mudharabah, musyarakah, dan wadiah serta memberikan garansi bank berdasarkan prinsip kafalah.k. Melakukan kegiatan usaha kartu debet berdasarkan prinsip ujr.l. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan prinsip wakalah.m. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank umum syariah sepanjang disetujui oleh dewan syariah nasional.4. Pasal 29 menyatakan : selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, bank dapat pula :a. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan prinsip sharf

Page 9: Hukum Perbankan

b. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan/ atau mudharabah pada bank atau perusahaan lain yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.c. Melakukan kegiatan peryertaan modal sementara berdasarkan prinsip musyarakah dan/atau meudharabah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya.d. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlakue. Dapat bertindak sebagai lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah atau dana sosial dalam bentuk santunan dan pinjaman kebajikan (qardhul hasa).Dasar-dasar hukum positif inilah yang dijadikan pijakan bagi bank islam di Indonesia dalam mengembangkan produk-produk dan operasionalnya. Berdasarkan hukum positif tersebut, bank syariah di Indonesia memilki keleluasaan dalam mengembangkan produk dan aktivitas operasionalnya.Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 merupakan ketentuan yang memberikan landasan hukum yang kuat terhadap pengembangan sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Hal ini lah yang merupakan suatu perubahan yang signifikan terhadap UU perbankan sebelumnya, telah kita lihat bahwa pada undang-undang No. 7 tahun 1992 istilah perbankan syariah masih belum dinyatakan secara eksplisit, melainkan hanya dinyatakan dengan menggunakan istilah bank dengan prinsip bagi hasil, sebagaimana diatur dalam pasal 6 dan pasal 13.Penegertian Bank dengan bagi hasil yang dimaksudkan dalam undang-undang tersebut belum mencangkup secara tepat pengertian bank syariah atau “Islamic Bank” yang memilki cankupan yang lebih luas dari bagi hasil, meskipun UU tersebut talah memungkinkan berdirinya bank umum syariah yang pertama di Indonesia. Demikian pula peraturan pelaksanaan yang ada pada masa itu dirasakan belum banyak membuka ruang gerak bagi operasional Perbankan Syariah di Indonesia. Dengan dikeluarkan UU No. 10 Tahun 1998 yang mengubah UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan serta peraturan-peraturan pelaksanaannya ini, maka Indonesia telah memasuki periode baru yaitu periode perkembangan sistem perbankan syariah dengan munculnya bank-bank Syariah baru.Salah satu prinsip yang dipegang dalam pengaturan tentang Bank Syariah dalam UU No. 10 Tahun 1998 ini adalah kegiatan usaha bank. Jadi sifatnya bukan merupakan jenis kelembagaan melainkan cara menjalankan kegiatan usaha bank. Sejalan dengan itu, istilah bank syariah tidak didefinisikan sebagai jenis bank tersendiri, sehingga jenis bank di indonesia tetap hanya dua, yakni Bank Umum (BU) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).Pada prinsipnya Undang-undang ini mengatur masalah-masalah hukum yang menyangkut kelembagaan dan operasional Bank Syariah. Permasalahan hukum tersebut antara lain meliputi :1. Macam Bank Syariah2. Pendirian Bank Syariah3. Konvensi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah

Page 10: Hukum Perbankan

4. Pembukaan Kantor Cabang, yang meliputi sisi keuangan dan modal kerja5. Badan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional (DPS), yang menyangkut mengenai fungsi DPS sebagai Penasihat, Mediator, dan Perwakilan6. Kegiatan usaha dan produk-produk Bank Syariah7. Pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank Indonesia8. Sanksi-sanksi pidana dan administratifDalam undang-undang No. 10 Tahun 1998 ini terdapat hal baru yaitu dicantumkan secara tegas mengenai ketentuan pidana dan sanksi admiistratif dalam rangka penegakan hukum kegiatan usaha perbankan yang bersifat lebih tegas dan mengikat. Ketentuan pidana yang mengatur kegiatan perbankan diatur dalam pasal sebagai berikut: pasal 46, 47, 47A. 48, 49, 50, dan 50A. Sedangkan ketentuan sanksi administratif diatur dalam pasal 52 dan 53 undang-undang ini.Mengenai sanksi pidana dalam pengaturan perbankan ini memiliki ciri tersendiri di mana di sini ditetapkan jumlah minimal dan maksimal sanksi yang dapat dijatuhkan kepada terdakwa. Ketentuan hukum demikian tentunya tidak terlepas dari pentingnya lembaga perbankan sebagai lembaga penghimpun dana masyarakat. Ketentuan hukum tersebut berlaku pula untuk Bank Syariah. Dengan adanya sanksi tersebut juga memberi peringatan kepada para bankir untuk senantiasa bertindak profesional dan memilki integritas yang tinggi dalam menjalankan kegiatan usahanya.Sejak berlakunya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka segala ketentuan pelaksanaan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah di bidang perbankan yang semula dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah kini telah dialihkan pada kebijaksanaan Bank Indonesia (BI) sebagai Bank Sentral. Ketentuan yang mencabut peraturan pelaksanaan di bidang perbankan tersebut dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) yang secara lengkap berjudul Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1998, Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat, dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Melalui pencabutan ini keseluruhan PP tersebut dinyatakan tidak berlaku lagi dimulai sejak dikeluarkannya ketentuan perundangan yang baru oleh Bank Indonesia.Peraturan kebijakasanaan Bank Indonesia yang menggantikan kedudukan Peraturan Pemerintah di Bidang Perbankan tersebut pada prinsipnya merupakan penyempurnaan atas ketentuan yang mendukung operasional Perbankan Syariah di Indonesia. Perangkat ketentuan-ketentuan yang diperlukan bagi operasional Perbankan secara umum dibagi dalam empat kelompok, yaitu peraturan yang terkait dengan:1. Kelembagaan yang melipuit pengaturan mengenai tata cara pendirian, kepemilikan, kepengurusan, dan kegiatan usaha bank, Peraturan yang

Page 11: Hukum Perbankan

telah diterbitkan Bank Indonesia adalah:a. SK Direksi Bank Indonesia No. 32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum. Kemudian diganti dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah jo. PBI No. 7/35/PBI/2005 tentang Perubahan atas PBI No. 6/24/PBI/2004.b. SK Direksi Bank Indonesia No. 23/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip syariah. Kemudoan diganti dengan PBI No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip syariah.c. PBI No. 7/17/PBI/2005 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.2. pengaturan yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah.a. Peraturan Bank Indonesia No. 2/7/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Giro Wajib Minimum, yang kemudian diganti dengan PBI No. 6/21/PBI/2004 tanggal 3 Agustus 2004.b. Peraturan Bank Indonesia No. 2/4/PBI/2000 tanggal 11 Februari 2000 tentang Perubahan atas PBI No. 1/3/PBI/1999 tanggal 13 agustus 1999 tentang Penyelenggaraan kliring Lokal dan Penyelesaian Akhir Transaksi Pembayaran Antarbank Atas Hasil Kliring Lokal.c. PBI No. 2/8/PBI/2000 tanggal 23 februari 2000 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah jo. PBI No. 7/26/PBI/2005 tanggal 8 Agustus 2005 tentang Perubahan Atas PBI No. 2/8/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang PUAS.d. PBI No. 2/9/PBI/2000 tanggal 23 Februari 2000 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Kemudian diganti dengan PBI No. 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia.e. PBI No. 5/3/PBI/2003 tanggal 4 Februari 2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah yang kemudian diubah oleh PBI no. 7/23/PBI/2005 tanggal 7 Agustus 2005 tentang Perubahan Atas PBI No. 5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah.f. PBI No. 7/24/PBI/2005 tentang Fasilitas Likuiditas Intrahari bagi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.3. Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian (Pudential Banking Regulation)Pengaturan yang diperlukan bagi Bank Syariah untuk melaksanakan prinsip kegiatan usaha yang berhati-hati dan berdasarkan praktik-praktik usaha yang sehat, (dewasa ini penerapan prinsip kehati-hatian masih mengacu kepada Standar Internasional Perbankan Umum yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement (BIS) yang berkedudukan di Basle Swiss).4. Peraturan lainnya merupakan peraturan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia atau Lembaga laisebagai pendukung operasi Bank syariah. Peraturan ini meliputi:a. Ketentuan berkaitan dengan pelaksanaan tugas Bank Sentral,b. Ketentuan Standar Akuntansi dan Audit,c. Ketentuan pengaturan perselisihan perdata antara bank dengan nasabah

Page 12: Hukum Perbankan

(arbitrase Muamalah),d. Ketentuan mengenai standarisasi fatwa produk Bank Syariah,e. Dan peraturan pendukung lainnya.Ketentuan-ketentuan yang disebutkan terakhir di atas merupakan ketentuan pendukung yang sangat penting dalam operasional Bank Syariah yang menjadi bagian dari strategi pengembangan sistem Perbankan Syariah yang telah digariskan oleh Bank Indonesia. Di sampin itu, sejak 1 juni 2001 Bank Indonesia telah membuka Biro Perbankan Syariah yang akan menangani pengaturan, pengawasan, dan perizinan Bank Syariah.

C. Kebijakan Pemerintah Dalam Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir sejak diberlakukannya UU No.7 Tahun 1992 tentang perbankan yang memberikan peluang didirikannya bank syariah, perkembangan bank syariah, dipandang dari sisi jumlah jaringan kantor dan volume kegiatan usaha, masih belum memuaskan. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai keinginan untuk lebih mendorong perkembangan bank syariah di Indonesia.Upaya mendorong pengembangan bank syariah dilaksankan dengan memperhatikan bahwa sebagian masyarakat muslim Indonesia pada saat ini sangat menantikan suatu sistem perbankan syariah yang sehat dan terpercaya untuk mengakomodasi kebutuhan mereka terhadap layanan jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah. Pengembangan prinsip perbankan syariah juga dutujukan untuk meningkatkan mobilisasi dana masyarakat yang selama ini belum terlayani oleh sistem perbankan konvensional. Selain itu, sejalan dengan upaya-upaya restrukturisasi perbankan, pengembangan bank syariah merupakan suatu alternatif sistem pelayanan jasa bank dengan sebagai kelebihan yang dimilikinya.1. Pengembangan Bank Syariah.Dengan diberlakukannya Undang-undang no.10 Tahun 1998, perbankan syariah telah mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk menyelenggarakan kegiatan usaha, termasuk pemberian kesempatan kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang yang khusus melaksanakan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Pemberian kesempatan pembukaan kantor cabang syariah ini adalah sebagai upaya meningkatkan jaringan perbankan syariah yang tentunya akan dilakukan bersamaan dengan uprya pemberdayaan perbankan syariah. Upaya tersebut diharapkan akan mendorong perluasan jaringan kantor, pengembangan pasar uang antarbank syariah, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan kinerja bank syariah, yang pada intinya akan menunjang pembentukan landasan perekonomian rakyat yang lebih kuat dan tangguh. Berikut ini dikemukakan beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan pengembangan perbankan syariah.a. Pemahaman Masyarakat yang Belum Tepat terhadap kegiatan Operasional Bank Syariah.Karena masih dalam tahap awal pengembangan, dapat dimaklumi bahwa pada saat ini pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan

Page 13: Hukum Perbankan

prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang memperaktikkan riba serta akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Akan tetapi, secara praktis, bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih sangat perlu disosialisasikan secara luas.Adanya perbedaan karakteristik produk bank konvensional denganbank syariah telah menimbulkan adanya keengganan bagi pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara lain disebabkan oleh hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari simpanan. Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa penempatan dana pada bank syariah juga dapat memeberikan keuntungan finansial yang kompetitif. Disampin itu, salah satu karakteristik khusus dari hubungan bank dengan nasabah dalam sistem perbankan syariah adalah moral force dann tuntutan terhadap etika usaha yang tinggi dari semua pihak. Hal ini selanjutnya akan mendukung prinsip kehati-hatian dalam usaha bank maupun nasabah.b. Peraturan Perbankan yang Berlaku Belum Sepenuhnya Mengakomodasi Operasioanal Bank Syariah.Karena adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional antara bank syariah dan bank konvensional, ketentuan-ketentuan perbankan perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah sehingga bank syariah dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Ketentuan-ketentuan teresbut antara lain adalah hal-hal yang mengatur :1) Instrumen yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas,2) Instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral,3) Standar ukuntansi, audit, dan pelaporan,4) Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai prinsip kehati-hatian, dan sebagainya.Ketentuan-ketentuan tersebut sangat diperlukan agar perbankan syariah menjadi elemen dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik dan mampu berkembang pesat bersaing dengan bank konvensional.c. Jaringan Kantor Bank Syariah yang Belum LuasPengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan kerja sama antarbank-syariah. Kerja sama yang sangat diperlukan antara lain berkenaan dengan penempatan dana antarbank dalam hal mengatasi masalah likuiditas. Sebagai suatu badan usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan sekala yang ekonomis. Karenanya, jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha. Berkembangnya jaringan bank syariah juga diharapkan dapat menungkatkan kompetisi ke arah peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa perbankan syariah.d. Sumber Daya Manusia yang Memiliki Keahlian dalam Bank Syariah Masih Sedikit

Page 14: Hukum Perbankan

Kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Di samping itu, lembaga-lembaga akademik dan pelatihan di bidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman di bidang perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank sentral (pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit. Pengembangan sumber daya manusia di bidang perbankan syariah sangat perlu karena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas menejemen dan tingkat pengetahuan serta keterampilan pengelola bank. Sumber daya manusia dalam perbankan syariah harus memilki pengetahuan yang luas di bidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktik perbankan, serta mempunyai komitmen kuat untuk menerapkannya secara konsisten. Dalam hal pengembangan bank syariah dengan cara mengkonversi bank konvensional menjadi bank syariah atau membuka kantor cabang syariah oleh bank umum konvensional, permasalahan ini menjadi lebih penting karena diperlukan suatu perubahan pola pikirdari sistem usaha bank yang beroperasi secra konvensional ke bank yang beroperasi dengan prinsip syariah.

2. Tujuan Pengembangan SyariahLangkah yang diambil pemerintah untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan dan pemberdayaan ekonomi nasional, selain restrukturisasi perbankan, adalah dengan pengembangan sistem perbankan syariah. Tujuan pengembangan perbankan syariah adalah untuk memenuhi hal-hal berikuta. Kebutuhan Jasa Perbankan bagi Masyarakat yang Tidak Dapat Menerima Konsep BungaDengan diterapkan sistem perbankan syariah yang berdampingan dengan sistem perbankan konvensional, mobilisasi dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen masyarakat yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional.b. Peluang Pembiayaan bagi Pengembangan Usaha Berdasarkan prinsip KemitraanDalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan antarinvestor yang harmonis (mutual investor relationship). Adapun dalam sistem konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur yang antagonis (debtor to creditor relationship).c. Kebutuhan Akan Produk dan Jasa Perbankan UnggulanSistem perbankan syariah memilki beberapa keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur moral (halal).

3. Strategi Pengembangan Bank SyariahStrategi pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk meningkatkan kompetensi usaha yang sejajar dengan sistem perbankan konvensional

Page 15: Hukum Perbankan

yang dilakukan secara komprehensif dengan mengacu pada analisis kekuatan dan kelemahan perbankan syariah di indonesia saat ini. Upaya tersebut dilakukan melalui peningkatan keahlian sumber daya manusia, penyempurnaan ketentuan, dan program sosialisasi. Fokus utama strategi pengembangan sistem perbankan syariah meliputi hal-hal sebagai berikut.a. Penyempurnaan KetentuanUpaya yang dilakukan adalah penyesuaian perangkat dasar Undang-undang Bank Sentral, Undang-undang Perbankan, dan penyusunan perangkat-perangkat ketentuan pendukung kegiatan operasional bank syariah, dalam undang-undang No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, telah diterapkan pasal-pasal yang membuka peluang pengembangan yang lebih luas tentang bank syariah, pasal-pasal dalam undang-undang tersebut yang berhubungan dengan syariah, selanjutnya akan dituangkan dalam surat-surat keputusan Direksi Bank Indonesia yang mengatur seluruh kegiatan operasional bank syariah. Dengan adanya ketentuan yang mendukung, diharapkan bank syariah akan dapat beroperasi secara optimal dan memilki daya saing yang tinggi.Strategi pengembangan pengaturan bank syariah diarahkan untuk menciptakan sistem perbankan syariah yang sehat dan dapat berperan sebagai lembaga intermediasi secara optimal dengan dukungan hal-hal berikut.1) Struktur perbankan syariah yang dapat mengakomodasi sisi penghimpunan dana dan pembiayaan secara harmonis. Untuk itu, pengembangan ketentuan mengenai struktur perlu senantiasa mengacu pada analisis risiko yang meliputi:a) Struktur permodalan yang kuat, tetapi tidak terkonsentrasi pada satu pihak atau kelompok tertentu;b) Struktur organisasi dengan sumber daya yang tangguh;c) Struktur operasional dengan kebijakan dan pelaksanaan usaha yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan praktik perbankan yang sehat.2) Sistem pengawasan dan pembinaan yang efektif dalam rangka mewujudkan iklim yang kondusif serta dapat melindungi kepentingan masyarakat.b. Pengembangan Jaringan Bank SyariahPengembangan jaringan perbankan syariah, terutama ditujukan untuk menyediakan akses yang lebih luas kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan jasa bank syariah. Selain itu, dengan semakin berkembangnya jaringan bank syariah, akan mendukung pembentukan pasar uang antarbank yang sangat penting dalam mekanisme operaisonal perbankan syariah sehingga dapat berkembang secara sehat.Pengembanganjaringan perbankan syariah dilakukan melalui cara-cara berikut.1) Peningkatan kualitas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang telah beroperasi.2) Perubahan kegiatan usaha bank konvensional (total convertion) yang memilki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.

Page 16: Hukum Perbankan

3) Pembukaan kantor cabang syariah (full branch) bagi bank konvensional yang memilki kondisi usaha yang baik dan berminat untuk melakukan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah. Pembukaan kantor cabang syariah dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :(a) Pembukaan kantor cabang dengan mendirikan kantor cabank baru;(b) Perubahan kantor cabang yang ada menjadi kantor cabang syariah;(c) Peningkatan status kantor cabang pembantu menjadi kantor cabang syariah.c. Pengembangan Piranti MoneterPenyusunan piranti moneter dilakukan dalam rangka mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah. Dalam kaitannya dengan kegiatan usaha bank syariah maka pembentukan piranti ini diharapkan dapat membantu pengembangan pasar uang antarbank syariah.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengacu kepada ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits.2. Yang menjadi dasar hukum bank syariah di indonesia yaitu undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia. 3. Yang menjadi ketentuan Pelaksanaan Bank Indonesia terhadap Bank syariah di indonesia sejak diberlakukannya UU No. 10 Tahun 1998 adalah :a. PBI No. 2/7/PBI/2000 tentang Giro Wajib Minimum dalam Rupiah dan

Page 17: Hukum Perbankan

Valuta Asing bagi Bank umum yang Melakukan kegiatan Usaha berdasarkan prinsip syariah.b. PBI No. 28/PBI/2000 tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah.c. PBI No. 2/9/PBI/2000 tentang Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesiad. PBI No. 4/1/PBI/2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Berdasarkan Syariah dan pembukaan Kantor Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensionale. PBI No. 5/3/PBI/2003 tentang Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek Bagi Bank Syariah, Berikut Prnjrlasannya.f. PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah.g. PBI No. 5/7/PBI/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva bagi Bank Syariah.

B. Saran1. Kepada Pemerintah dan Bank Indonesia, dalam mengembangkan bank syariah hendaknya melaksanakan kegiatan sosialisasi mengenai perbankan syariah kepada kalangan perbankan, masyarakat umum, dan ulama. Upaya sosialisasi ini sangat penting mengingat masih sangat terbatasnya informasi mengenai prinsip dan operasional bank syariah yang dimiliki masyarakat, bahkan dikalangan perbankan sekalipun.2. Dalam proses pengembangan Bank Syariah hendaknya memperhatikan sumber daya manusia karena sumber daya manusia merupakan tulang punggung keberhasilan program pengembangan bank syariah jadi hendaknya kepada Bank Indonesia untuk melakukan kegiatan pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia di bidang perbankan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala. Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Cet. 3. Jakarta: Kencana, 2006.Kuncoro, Mudrajad. dan Suhardjono. Manajemen Perbankan Teori dan aplikasi, Cet. 1. Yogyakarta: BPFE, 2002.Saeed, Abdullah. Penerjemah Maftuhin, Arif. Menyoal Bank Syariah : kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis. Jakarta: Paramadina, 2004.Syafii Antonio, Muhammad. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Cet. 1. jakarta: Gema Insani Press, 2001Umam, Khaerun. Diktat Hukum Perbankan. Tarakan. Universitas Borneo, 2006.

Diposkan oleh DENIDA di Sabtu, Juli 17, 2010