HUKUM MEMAKAI CADAR (STUDI KOMPARATIF TERHADAP...
Transcript of HUKUM MEMAKAI CADAR (STUDI KOMPARATIF TERHADAP...
HUKUM MEMAKAI CADAR (STUDI KOMPARATIF TERHADAP
PUTUSAN HUKUM LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL
ULAMA DENGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID
MUHAMMADIYAH)
SKRIPSI
DISUSUN DAN DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU
HUKUM ISLAM
OLEH:
SILMI FITROTUNNISA
14360023
PEMBIMBING:
1. Prof. Dr. H. SUSIKNAN AZHARI, M.A.
2. FUAD MUSTAFID, M.Ag.
PRODI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
i
HUKUM MEMAKAI CADAR (STUDI KOMPARATIF TERHADAP
PUTUSAN HUKUM LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL
ULAMA DENGAN MAJELIS TARJIH DAN TAJDID
MUHAMMADIYAH)
SKRIPSI
DISUSUN DAN DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT
MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU DALAM ILMU
HUKUM ISLAM
OLEH:
SILMI FITROTUNNISA
14360023
PEMBIMBING:
1. Prof. Dr. H. SUSIKNAN AZHARI, M.A.
2. FUAD MUSTAFID, M.Ag.
PRODI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2018
ii
ABSTRAK
Cadar merupakan suatu problematika di Indonesia yang ramai
diperbincangkan oleh antar masyarakat. Terjadi perbedaan pendapat dalam hukum
memakai cadar ini, ada kelompok yang membolehkan pemakaiannya, dan adapula
yang menolak pemakaian cadar itu sendiri. Perbedaan itu terjadi karena terdapat
perbedaan pandangan dalam memahami dan menggunakan suatu nash. Di
kalangan fuqaha sendiri sudah ada perdebatan mengenai batas aurat perempuan,
perdebatan tersebut berkisar antara wajah dan telapak tangan apakah termasuk
aurat atau bukan. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah merupakan dua lembaga
terbesar di Indonesia yang pengikutnya cukup banyak dan putusan hukumnya
dapat diikuti oleh masyarakat Indonesia, dalam hal ini Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah berbeda pendapat dalam mengeluarkan suatu putusan tentang
hukum memakai cadar.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan
masalah hukum normatif. Sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah
deskriptif analisis komparatif. Dalam metode pengumpulan data penyusun
melakukan pengumpulan datanya secara literer dengan meneliti buku-buku dan
sumber-sumber yang memiliki kaitan dengan penelitian ini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah menggunakan metode dan penggunaan dalil yang berbeda dalam
mengeluarkan fatwa hukum memakai cadar. Nahdlatul Ulama menggunakan
metode qauliy, yaitu mengikuti pendapat-pendapat ulama mazhab dengan
merujuk kepada kitab Maraqil Falah Syarh Nurul Idhah dan kitab Bajuri
Hasyiyah Fathul Qarib yang akhirnya memutuskan dua pendapat mengenai
hukum memakai cadar yakni mewajibkan dan tidak mewajibkan memakai cadar,
sedangkan Muhammadiyah menggunakan metode ijtihad bayani, yang mana
ijtihad ini berdasarkan kepada dalil yang ditafsirkan oleh akal manusia
berdasarkan dalil al-Qur’an dan Hadis, sehingga memutusakan bahwa tidak ada
suatu nash yang menyebutkan tentang hukum memakai cadar, maka hukum
memakai cadar menjadi tidak wajib.
Kata kunci: cadar, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, istinbath hukum.
iii
iv
vii
MOTTO
Jangan memandang sesuatu dengan kacamatamu sendiri, coba
lepas dan pakailah kacamata dari sudut yang lain.
viii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penyusun persembahkan kepada:
Ayah Didin Kurniadin Maskar dan Umi Nelly Maryani yang tak
pernah berhenti memberikan nasehat dan bimbingan, Abang
Muhammad Sayid Sabiq dan Adik Silvy Ima Khumaeroh
Jurusan Perbandingan Mazhab UIN Sunan Kalijaga serta teman-
teman seperjuangan di manapun berada
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi adalah pengalihan tulisan dari satu bahasa ke dalam tulisan
bahasa lain. Dalam skripsi ini transliterasi yang dimaksud adalah pengalihan
tulisan Bahasa Arab ke Bahasa Latin. Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam
skripsi ini menggunakan transliterasi berdasarkan Surat Keputusan Bersama
Menteri Agama Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor: 158 Tahun 1987 dan Nomor: 0543 b/U/1987. Secara
garis besar uraiannya adalah sebagai berikut:
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
ا
ب
ت
ث
ج
ح
خ
د
ذ
ر
ز
س
ش
ص
ض
ط
ظ
ع
Alif
Ba>’
Ta>’
Sa>’
Jim
Ha>’
Kha>’
Da>l
Za>l
Ra>’
Zai
Sin
Syin
Sa>d
Da>d
Ta>’
Za>’
‘Ain
tidak dilambangkan
b
t
s\
j
h}
kh
d
z\
r
z
s
sy
s}
d}
t}
z}
‘
tidak dilambangkan
be
te
es (dengan titik di atas)
je
ha (dengan titik di bawah)
ka dan ha
de
zet (dengan titik di atas)
er
zet
es
es dan ye
es (dengan titik di bawah)
de (dengan titik di bawah)
te (dengan titik di bawah)
zet (dengan titik di bawah)
koma terbalik di atas
x
غ
ف
ق
ك
ل
م
ن
و
ه
ء
ي
Gain
Fa>’
Qa>f
Ka>f
La>m
Mi>m
Nu>n
Wa>wu>
Ha>’
Hamzah
Ya>’
g
f
q
k
l
m
n
w
h
’
y
ge
ef
qi
ka
el
em
en
w
ha
apostrof
ye
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah
متعددة
عدة
ditulis
ditulis
muta’addidah
‘iddah
C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata
1. Bila dimatikan tulis h
حكمة
علة
ditulis
ditulis
hikmah
‘illah
(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap
dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila diikuti dengan kata sandang al serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h.
<ditulis Kara>mah al-Auliya كرامة األولياء
xi
3. Bila ta’ marbutah hidup atau dengan harakat fathah kasrah dan
dammah ditulis t atau h.
ditulis Zaka>h al-Fit}ri زكاة الفطر
D. Vokal Pendek
فعل
ذكر
يذهب
fathah
kasrah
dammah
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
a
fa’ala
i
z\ukira
u
yaz\habu
E. Vokal Panjang
1.
2.
3.
4.
Fathah + alif
جاهلية
Fathah + ya’ mati
تنسى
Kasrah + ya’ mati
كريم
Dammah + wawu mati
فروض
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
a>
ja>hiliyah
a>
tansa>
i>
kari>m
u>
furu>d}
F. Vokal Rangkap
1.
2.
Fathah + ya’ mati
بينكم
Fathah + wawu mati
قول
ditulis
ditulis
ditulis
ditulis
ai
bainakum
au
qaul
xii
G. Vokal Pendek Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan
Apostrof
أأنتم
لئن شكرتم
ditulis
ditulis
a’antum
la’in syakartum
H. Kata Sandang Alif + Lam
Kata sandang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan huruf ال, namun
dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas kata sandang yang
diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti huruf
qamariyah.
1. Bila diikuti Huruf Qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh Huruf Qamariyah ditransliterasi sesuai
dengan bunyinya.
القرآن
القياس
ditulis
ditulis
al-Qur’a>n
al-Qiya>s
2. Bila diikuti Huruf Syamsiyah ditulis dengan menggandakan Huruf
Syamsiyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el)
nya.
السماء
الشمس
ditulis
ditulis
as-Sama>’
asy-Syams
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
Ditulis menurut penulisannya.
ذوي الفروض
أهل السنة
ditulis
ditulis
Z}awi> al-Furu>d}
Ahl as-Sunnah
J. Huruf Kapital
xiii
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf
kapital seperti yang berlaku dalam EYD, di antaranya, huruf kapital
digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.
Nama diri yang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan
huruf kapital adalah huruf awal nama diri bukan huruf awal kata
sandangnya. Contoh:
Syahru Ramad}a>n al-laz}i> unzila fi>h al-Qur’a>n شهر رمضان الذى أنزل فيه القران
K. Pengecualian
Sistem transliterasi ini tidak berlaku pada:
a. Konsonan kata Arab yang lazim dalam Bahasa Indonesia dan terdapat
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, misalnya hadis, lafaz, shalat,
zakat dan sebagainya.
b. Judul buku yang menggunakan kata Arab, namun sudah di-Latin-kan
oleh penerbit, seperti judul buku Al-Hijab, Fiqh Mawaris, Fiqh Jinayah
dan sebagainya.
c. Nama pengarang yang menggunakan nama Arab, tetapi berasal dari
negara yang menggunakan huruf Latin, misalnya Quraish Shihab,
Ahmad Syukri Soleh dan sebagainya.
Nama penerbit di Indonesia yang menggunakan kata Arab, misalnya Mizan,
Hidayah, Taufiq, Al-Ma’arif dan sebagainya
xiv
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرمحن الرحمي
ن امحلد هلل حنمده ونس تعينه ونس تغفره ونعوذ ابهلل من رشور انفس نا ومن س يأ ت أ معلنا من ا
ال هللا وحده الرشيك هل و هل ا هيده هللا فال مضل هل ومن يضلل فال هادي هل أ شهد أ ن ال ا
أدأ أ ما دعدعىل س يدان محمد وعىل أ هل س يدان محم د أ ن محمدا عبده ورسوهل اللهم صلأ شه
Atas rahmat Allah dan seluruh pihak yang membantu dan mendoakan,
akhirnya penyusun dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul, “HUKUM
MEMAKAI CADAR (STUDI KOMPARATIF TERHADAP PUTUSAN
HUKUM LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA DENGAN
MAJELIS TARJIH & TAJDID MUHAMMADIYAH)”, sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1) pada program studi
Perbandingan Mazhab Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, secara
langsung atau tidak langsung, materil atau non-materil, maka izinkanlah penyusun
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. KH.
Yudian Wahyudi, Ph.D.
2. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta Dr. H. Agus Moh. Najib, M.Ag. beserta staf dan
jajarannya.
3. Ketua Prodi Perbandingan Mazhab Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta Bapak H. Wawan
Gunawan, S.Ag, M.Ag. beserta staf dan jajarannya.
4. Dosen Pembimbing Akademik Bapak Dr. H. Fuad, M.A.
5. Pembimbing Skripsi Bapak Prof. Dr. H. Susiknan Azhari, M.Ag. dan Bapak
Fuad Mustafid, M.Ag. (semoga Allah menjaga keduanya) yang telah sabar
membimbing, memberi saran dan kritik kepada penyusun.
6. Seluruh dosen di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan ilmu kepada penyusun.
xv
7. Orang tua penyusun ayah Didin Kurniadin Maskar dan umi Nelly Maryani
yang telah susah payah mendidik dan membesarkan penyusun hingga
sampai saat ini, kepada abang tersayang Muhammad Sayid Sabiq dan adik
tercinta Silvy Ima Khumaeroh dan seluruh keluarga besar penyusun.
8. Para guru yang dengan sabar mendidik dan mengajar penyusun baik di SDN
Karang Anyar I Indramayu, SMPN 2 Sindang Indramayu, dan MA Husnul
Khotimah Kuningan, khususnya kepada Ust. Fahmi Mubarak yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penyusun.
9. Kepada sahabat dan teman-teman alumni Husnul Khotimah, Iffah, Gendys,
Arkani, Sumayyah dan teman-teman seperjuangan lainnya yang tak bisa
disebutkan satu-persatu yang telah memberikan semangat dan doa-doa
terbaiknya demi kelancaran penyusun dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman KKN angkatan 93 Dusun Jambean Utara, Shofa, Rahma,
Hani, Salsa, Rinata, Ira, Mas Riza, Mas Kiki dan Qorib yang pernah
membersamai dalam suka dan duka selama KKN.
11. Teman-teman perantauan yang selalu menemani canda dan tawa ketika di
tempat peristirahatan Kos Elite, Rima, Uni Aria, Ka Ajeng, Asyis, dan
Marta semoga Allah mudahkan segala urusannya. Kepada teman-teman
Perbandingan Mazhab 2014 yang menjadi tempat bercerita dan membantu
proses penulisan ini khususnya, Fikri Maulana, Humaira, Atika, Iis, Hanik,
Yeni, Darti, Nurma, Yuga, Nasih, Melyssa dan teman-teman yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu-persatu. Terimakasih atas bantuan dan
semangatnya.
Yogyakarta, 19 April 2018 M
3 Sya’ban 1439 H.
Penyusun,
Silmi Fitrotunnisa
14360023
xvi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
ABSTRAK ...................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ........................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................... vi
MOTTO .......................................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ............................................ ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... xiv
DAFTAR ISI ................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pokok Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ................................. 7
D. Telaah Pustaka .............................................................................. 8
E. Kerangka Teoritik ........................................................................ 12
F. Metode Penelitian ......................................................................... 16
1. Jenis Penelitian ........................................................................ 16
2. Sifat Penelitian ......................................................................... 17
3. Objek Penelitian ...................................................................... 18
4. Pendekatan Masalah ................................................................ 18
5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .................................. 19
G. Sistematika Pembahasan .............................................................. 20
xvii
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG CADAR ................................. 22
A. Pengertian Cadar .......................................................................... 22
B. Sejarah Cadar Pra Islam dan Setelah Kedatangan Islam .............. 23
C. Dalil-dalil yang Berkaitan dengan Cadar ..................................... 29
1. Ayat al-Qur’an yang Berkaitan dengan Pemakaian Cadar ...... 29
2. Hadis Nabi yang Berkaitan dengan Pemakaian Cadar ............ 37
D. Pendapat Empat Mazhab tentang Cadar ....................................... 42
1. Mazhab Hanafi ........................................................................ 42
2. Mazhab Maliki ......................................................................... 43
3. Mazhab Syafi’i ........................................................................ 44
4. Mazhab Hanbali ....................................................................... 45
BAB III PANDANGAN LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL
ULAMA DAN MAJELIS TARJIH & TAJDID
MUHAMMADIYAH TENTANG HUKUM MEMAKAI CADAR
........................................................................................................ 47
A. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ................................ 47
1. Sejarah Terbentuknya Nahdlatul Ulama ............................. 47
2. Sejarah Terbentuknya Lajnah Bahstul Masail .................... 52
3. Metode Istinbath Hukum Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama ................................................................................... 57
4. Fatwa Memakai Cadar Menurut Lajnah Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama ................................................................. 62
B. Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ............................. 64
1. Sejarah Terbentuknya Muhammadiyah .............................. 64
2. Sejarah Terbentuknya Majelis Tarjih dan Tajdid ............... 67
3. Metode Istinbath Hukum Majelis Tarjih dan Tajdid .......... 70
4. Fatwa Memakai Cadar Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah .................................................................. 83
xviii
BAB IV ANALISIS HUKUM MEMAKAI CADAR DALAM PUTUSAN
HUKUM LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA
DAN MAJELIS TARJIH & TAJDID MUHAMMADIYAH ... 85
A. Penggunaan Metode atau Istinbath Hukum yang Digunakan . 85
B. Perbedaan Dalil yang Digunakan ............................................ 91
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 97
A. Kesimpulan ................................................................................... 97
B. Saran ............................................................................................. 98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 106
Lampiran I Terjemahan al-Qur’an, Hadis dan Istilah Asing ............... 106
Lampiran II Biografi Ulama ................................................................ 110
1. Abu Hanifah .................................................................................. 110
2. Malik bin Anas .............................................................................. 110
3. Abu Abdullah Muhammad asy-Syafi’i ......................................... 111
4. Ahmad bin Hanbal ........................................................................ 113
5. Wahbah az-Zuhaili ........................................................................ 114
Lampiran III Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-8 di Jakarta pada
tanggal 12 Muharram 1352 H./7 Mei 1933 M. tentang hukum keluarnya
wanita dengan wajah terbuka dan kedua tangannya ........................... 115
Lampiran IV Putusan Muhammadiyah yang disidangkan pada hari Jum’at
10 Rajab 1430 H./3 Juli 2009 M. tentang hukum memakai cadar ...... 116
CURRICULUM VITAE ............................................................................... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengajarkan agar kaum wanita menjaga martabatnya dengan
sebaik-baiknya, salah satu caranya yaitu dengan berpakaian sebaik mungkin.
Islam telah mewajibkan kepada wanita muslimah untuk menutup aurat, sesuai
dengan firman Allah dalam surat al-Ahza>b (33): 59.
لك أدنى أن هن ذمن جالبيب يهنقل ألزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عل يها النبييا أ
1.يعرفن فال يؤذين وكان للاه غفورا رحيما
Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir al-Wasith menjelaskan bahwa Allah
memerintahkan Nabi saw. menyampaikan kepada istri-istri, anak-anak perempuan
dan istri-istri kaum mukminin agar menggunakan penutup dengan hijab syar’i,
yaitu jilbab. Maksudnya pakaian yang menutup seluruh badan kecuali wajah dan
kedua telapak tangan.2
Dalam konsep berpakaian bagi wanita para ulama sepakat bahwa wanita
wajib menutup seluruh auratnya. Hanya saja, ada perbedaan pendapat tentang
hukum menutup wajah dan telapak tangan.3
1 Al-Ah}za>b (33): 59.
2 Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al-Wasith (Al-Qashash-An-Naas), alih bahasa Muhtadi,
(Jakarta: Gema Insani, 2013), III: 152-153.
3 Abdul Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk Wanita, alih bahasa Asep
Sobari, (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007), hlm. 527.
2
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan batasan aurat dalam shalat yang sesuai
dengan tuntutan syara’ sebagaimana kalangan ulama Hanafi dan para fuqaha lain,
yang dituntut adalah menutup sekeliling aurat. Maka, tidak wajib menutup di
sebelah bawah atau bagian atas baju. Jika ada sesuatu yang hanya dapat menutup
sebagian aurat saja, maka wajib menggunakannya untuk menutup aurat, sekalipun
dengan tangan sebagaimana pendapat yang asha>h di kalangan ulama Syafi’i.
Karena dengan cara itu tercapailah tujuan menutup aurat.4
Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa diperintahkannya kaum wanita
mengenakan jilbab, tujuannya agar mereka tidak dikenali. Yaitu menutup wajah
atau menutup wajah dengan cadar. Jadi ketika itu kedudukan wajah dan tangan
termasuk zi}nah (perhiasan) yang diperintahkan supaya tidak diperlihatkan kepada
lelaki lain (aja>nib). Dengan begitu, maka tidak ada bagian lain yang tertinggal,
yang dihalalkan bagi kaum lelaki lain untuk memandangnya kecuali pakaian yang
tampak di luar.5
Ibnu Abbas mengatakan, Allah memerintahkan wanita-wanita mukmin
jika keluar rumah karena suatu keperluan, hendaknya menutup wajah dengan
jilbab dari bagian ujung kepala terus ke bawah. Tafsir para sahabat dapat menjadi
hujjah, bahkan di antara ulama mengatakan bahwa persoalan itu berada dalam
hukum yang dimarfu’kan kepada Nabi saw. Ibnu Abbas juga berpendapat bahwa
yang tampak hanya bagian mata sebelah, sesungguhnya lebih memahamkan pada
4 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, alih bahasa Abdul Hayyie al-Kattani,
(Jakarta: Darul Fikir, 2010), I: 615-616.
5 Ibnu Taimiyah, dkk, Jilbab dan Cadar dalam al-Quran dan as-Sunnah, alih bahasa Abu
Said al-Anshori, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), hlm. 5.
3
bentuk keringanan dalam masalah itu, karena darurat dan adanya kebutuhan untuk
melihat jalan. Jika tidak ada kebutuhan maka tidak berkewajiban membuka mata.6
Dalam hal ini, cadar telah menjadi isu yang sangat kontroversial dalam
Islam. Sebagian umat Islam menganggapnya sebagai perintah Allah yang terdapat
di dalam al-Qur’an, sementara sebagian muslim yang lain dan juga umat non-
muslim, khususnya orang-orang Barat, menganggapnya sebagai praktik yang
aneh, kalau tidak malah dikatakan barbar. Belakangan ini di Indonesia cadar
diidentikkan sebagai pakaian yang berasal dari budaya Arab, banyak orang
beranggapan bahwa pemakaian cadar dinilai sebagai pakaian yang berlebihan dan
orang yang memakainya dianggap menutup diri dari pergaulan sosial, serta
dikhawatirkan adanya penyalahgunaan cadar untuk kepentingan-kepentingan yang
tidak baik. Banyak umat Islam berpendapat bahwa apa pun justifikasi terhadap
purdah (yakni, cadar) di masa lalu, hal itu tidak mempunyai relevansi sama sekali
dengan zaman modern. Kalangan umat Islam ortodoks, khususnya ulama, di sisi
yang lain menganggap cadar bagi perempuan sebagai kebutuhan yang absolut,
dengan penggunaannya menjadi kebiasaan yang biasa dilakukan.7
Secara umum, hukum memakai cadar terjadi perbedaan di kalangan ulama,
terdapat dua pendapat ulama, yaitu ulama yang membolehkan terbukanya wajah
dan ulama yang tidak memperbolehkan terbukanya wajah. Ulama yang
membolehkan terbukanya wajah adalah Yusuf al-Qaradhawi dan Nasiruddin al-
Albani yang menyatakan bahwa aurat wanita tidak mencakup wajah dan telapak
6 Ibid., hlm. 84.
7 Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, alih bahasa Agus Nuryanto,
(Yogyakarta: LKiS, 2003), hlm. 83.
4
tangan maka pemakaian cadar menjadi tidak wajib dan ulama yang tidak
memperbolehkan terbukanya wajah adalah Sa’id Ramadhan al-Buti, Abdul Aziz
bin Abdullah bin Baz dan Abu al-A’la al-Maududi.
Problematika cadar di Indonesia pun sudah menjadi sesuatu yang
diperdebatkan antar masyarakat. Banyak masyarakat yang masih memandang
negatif terhadap orang yang memakai cadar. Mereka beranggapan bahwa orang
yang bercadar termasuk anggota teroris, pengikut Wahhabi, Syiah, maupun ISIS.
Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa orang yang bercadar cenderung
fanatik dalam urusan agama, seperti mudah mengharamkan suatu perbuatan.
Dipandang dari segi sosialnya, masyarakat cenderung menilai bahwa orang yang
bercadar sulit bersosialisasi cenderung menutup diri dari orang-orang yang bukan
kelompoknya, mereka juga merupakan orang yang egois karena mereka dapat
melihat wajah orang lain namun orang yang tidak memakai cadar tidak dapat
melihat wajah orang yang memakai cadar serta sulit untuk mengenalinya.
Sementara itu, jika dipandang dari segi budaya, cadar bukan budaya masyarakat
Indonesia, namun cadar merupakan budaya yang berasal dari bangsa Arab yang
kemudian masuk ke Indonesia dan diikuti oleh masyarakat Indonesia. Perdebatan
dan perbedaan hukum dalam memakai cadar juga terjadi antar dua organisasi
besar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama8 dan Muhammadiyah9.
8 NU atau Nahdlatul Ulama didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 31 Januari 1926.
NU itu sendiri berarti kebangkitan para ulama, kelahirannya berkaitan erat dengan sejarah
masuknya Islam dan perkembangannya yang khas, berbaur dengan kebudayaan pra Islam,
sembilan bintang pada lambang NU melambangkan Wali Sanga. Lihat Einar M. Sitompul,
Nahdlatul Ulama dan Pancasila, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1989), hlm. 64-67.
9 Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan,
diberi nama Muhammadiyah diharapkan setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan
5
Sebagai sebuah ormas agama yang sama-sama memiliki lembaga fatwa,
baik NU maupun Muhammadiyah sering kali berbeda dalam memutuskan suatu
permasalahan. Hal tersebut disebabkan karena pemahaman masing-masing
berkaitan dengan banyak faktor yang mungkin berbeda antara kedua organisasi
ini. Salah satu perbedaan tersebut adalah penetapan fatwa pada hukum memakai
cadar.
Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama memiliki dua pendapat terhadap
hukum memakai cadar atau terbukanya wajah dan telapak tangannya, yaitu
pendapat yang mengharamkan terbukanya wajah dan telapak tangan dan pendapat
yang membolehkan terbukanya wajah dan telapak tangan dengan keterangan yang
diambil dari kitab Maraqil Falah Syarh Nurul Idhah dan kitab Bajuri Hasyiyah
Fathul Qarib.10 Lain halnya dengan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah
yang menyebutkan bahwa wanita diperbolehkan memperlihatkan wajah dan kedua
tangannya, menurut Muhammadiyah tidak ada dalil yang menyebutkan wanita
harus menutup wajah dan kedua tangannya, yang ada adalah perintah memakai
jilbab sebagaimana dalam firman Allah surat al-Ahza>b (33): 59, yang berbunyi:11
beragama dan bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi saw. dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Lihat Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan
Pengembangan Bekerja Ssama dengan Lembaga Informasi PP Muhammadiyah, 1 Abad
Muhammadiyah, (Jakarta: Penerbit Kompas, 2010), hlm. 26.
10 Imam Ghazali Said dan A. Ma’ruf Asrori (ed.), Ahkamul Fuqaha; Solusi Problematika
Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999),
alih bahasa M. Djamaluddin Miri, (Surabaya: Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur,
2004), hlm. 129-130.
11 Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-fatwa Tarjih:
Tanya-Jawab Agama 4 cet. VII, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013), hlm. 238-239.
6
لمؤمنين يدنين عليهن من جالبيبهن ذلك أدنى أن بي قل ألزواجك وبناتك ونساء ايا أيها الن
12 .يؤذين وكان للاه غفورا رحيمايعرفن فال
Kemudian firman Allah yang lain menjelaskan dalam surat an-Nu>r (24):
31.
13.امنه رن إال ما ظههال يبدين زينتو
Perbedaan pendapat antara kedua lembaga besar di Indonesia ini cukup
menarik untuk diteliti, karena kedua lembaga ini menetapkan hukum yang
berbeda dalam masalah yang sama dikarenakan berbeda dalam metode dan
penggunaan dalil yang digunakan sehingga menghasilkan putusan hukum yang
berbeda dan keduanya memiliki jumlah masa yang banyak serta memiliki
pengaruh yang kuat bagi para pengikutnya yang fanatik, oleh karenanya setiap
putusan hukum yang dikeluarkan dijadikan sebagai rujukan oleh warganya.
Sehingga jika dikatakan haram maka pengikutnya akan mengikutinya, begitupula
sebaliknya.
B. Pokok Masalah
Dari latar belakang yang telah penyusun kemukakan di atas, dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana metode istinbath hukum yang digunakan oleh Lajnah Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah dalam
menentukan fatwa hukum memakai cadar?
12 Al-Ahza>b (33): 59.
13 An-Nu>r (24): 31.
7
2. Mengapa Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih &
Tajdid berbeda dalam penggunaan dalil hukum memakai cadar?
C. Tujuan dan Kegunaan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui metode istinbath hukum apa yang yang digunakan oleh
Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid
Muhammadiyah dalam menentukan fatwa hukum memakai cadar.
2. Untuk mengetahui perbedaan dalil yang digunakan oleh Lajnah Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah dalam
hukum memakai cadar.
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang metodologi hukum yang
digunakan oleh Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih &
Tajdid Muhammadiyah dalam mengeluarkan fatwa tentang hukum mamakai
cadar.
2. Memberikan sumbangan wawasan dan keilmuan baik dalam dunia akademik
maupun dalam praktik kehidupan.
3. Memperluas khazanah keilmuan dalam memetakan pemikiran dua organisasi
besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dengan harapan hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai titik tolok untuk dikembangkan lebih jauh dan
mendalam untuk penelitian yang lain.
8
D. Telaah Pustaka
Tema yang membahas tentang pemakaian cadar bukanlah pembahasan
yang baru, setidaknya penyusun menemukan skripsi, jurnal dan beberapa buku
yang berkaitan dengan penggunaan cadar, sebagai berikut:
Skripsi yang ditulis oleh Lutfiyah Azizah, yang berjudul “Perempuan
Bercadar: Antara Ideologi dan Tradisi (Studi Kasus Pada Mahasiswi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta).”14 Skripsi ini membahas kegiatan dan peranan mahasiswi
yang bercadar serta pengaruh mahasiswi bagi lingkungan masyarakat dalam
pengembangan ideologi dan tradisi bagi mahasiswi bercadar. Skripsi ini
menjelaskan bahwa mahasiswi memakai cadar karena keinginannya sendiri dan
tidak ada paksaan dari pihak manapun, serta mereka meyakini bahwa wajah
merupakan bagian dari aurat wanita. Selain itu, yang menjadi tolok ukur mereka
dalam memakai cadar adalah lingkungan keluarga mereka sendiri, mahasiswi
tersebut lahir dan dibesarkan dari keluarga Islami dan memakai cadar. Adapun
perbedaan dengan penelitian yang akan disusun ini adalah lebih fokus kepada
penetapan hukum memakai cadar menurut fatwa Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
Selanjutnya, skripsi yang ditulis oleh Isnaining Wahyuni yang berjudul
“Jilbab dan Cadar Muslimah Menurut al-Qur’an dan Sunnah (Studi Perbandingan
14 Lutfiyah Azizah, “Pandangan Perempuan Bercadar: Antara Ideologi dan Tradisi (Studi
Kasus pada Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)”, Skripsi Fakultas Adab dan Ilmu
Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
9
atas Pemikiran al-Baniy dan al-Usaimin).”15 Skripsi ini membahas tentang syariat
jilbab dan cadar muslimah menurut al-Qur’an dan Sunnah, serta mengkaji
perbandingan pendapat dari al-Baniy dan al-Usaimin yang memperdebatkan
hukum penggunaan jilbab dan cadar bagi muslimah. Skripsi ini menjelaskan
pendapat dari al-Baniy yang dengan tegas menyatakan bahwa hukum cadar dan
menutup wajah bagi wanita adalah sunnah dan mustahab, sedangkan al-Usaimin
berpendapat bahwa hukum menutup wajah bagi wanita adalah wajib, karena
menurut al-Usaimin syari’at cadar tidak dapat dilepaskan dari syari’at jilbab itu
sendiri. Walaupun memiliki kesamaan dari subjek penelitian dengan apa yang
ditulis oleh penyusun, setidaknya memiliki perbedaan seperti, dalam penelitian
yang dilakukan oleh Isnaining Wahyuni yang memaparkan konsep jilbab dan
cadar muslimah atas pemikiran al-Baniy dan al-Usaimin. Adapun perbedaan
dengan penelitian ini adalah lebih spesifik pada hukum penggunaan cadar
menurut fatwa Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
Skripsi yang ditulis oleh Heriyanti yang berjudul “Aspek Hukum
Penggunaan Jilbab dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Pemikiran Wahdah
Islamiyah).”16 Skripsi ini membahas tentang konsep penggunaan jilbab model
cadar menurut Wahdah Islamiyah yang lebih menjelaskan kepada bagaimana
seorang wanita menggunakan jilbab dalam keadaan nyaman dan lebih ditekankan
15 Isnaining Wahyuni, “Jilbab dan Cadar Muslimah Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
(Studi Perbandingan atas Pemikiran al-Abaniy dan al-Usaimin)”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
16 Heriyanti, ”Aspek Hukum Penggunaan Jilbab dalam Perspektif Hukum Islam (Studi
Pemikiran Wahdah Islamiyah)”, Skripsi Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar,
2017.
10
dalam penggunaan yang tertutup, tidak teransparan, tidak membentuk lekuk
tubuh, tidak menyerupai orang kafir, bukan untuk berbangga dan tidak
menyerupai laki-laki. Walaupun memiliki persamaan dalam subjek penelitian
dengan apa yang ditulis oleh penyusun, dalam penelitian yang dilakukan oleh
Heriyanti hanya berfokus kepada aspek penggunaan jilbab studi pemikiran
Wahdah Islamiyah.
Jurnal yang ditulis oleh Mutiara Sukma Novri yang berjudul “Konstruksi
Makna Cadar Oleh Wanita Bercadar Jamaah Pengajian Masjid Umar Bin Khattab
Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Pekanbaru.”17 Jurnal ini membahas
tentang pemaknaan wanita bercadar di pengajian masjid Umar bin Khattab
Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Pekanbaru dan pengalaman komunikasi
yang dialami oleh wanita bercadar dengan lingkungan tempat tinggalnya. Jurnal
ini menjelaskan bahwa menurut anggota pengajian di masjid Umar bin Khattab
cadar adalah sebagai perintah agama yang hukumnya boleh dimaknai sebagai hal
yang wajib dan juga sunnah, tergantung pada keyakinan dari individu yang
memakainya dan interaksi yang dilakukan oleh wanita bercadar di dalam
kelompoknya terdapat dua respon, yaitu positif dan negatif, dalam hal ini ada
sebagian masyarakat yang menerima dan mendukung wanita bercadar dan ada
juga masyarakat yang belum menerima wanita yang bercadar dikarenakan adanya
tanggapan-tanggapan negatif terhadap wanita yang bercadar. Penelitian ini
17 Mutiara Sukma Novri, “Konstruksi Makna Cadar Oleh Wanita Bercadar Jamaah
Pengajian Masjid Umar Bin Khattab Kelurahan Delima Kecamatan Tampan Pekanbaru,” Jom
Fisip, Vol. 3 Nomor 1 Februari 2016.
11
menghasilkan temuan bahwa masih adanya perbedaan pandangan dari masyarakat
tentang pemaknaan cadar dan cara menyikapi wanita yang bercadar.
Buku karya Syaikh Ibnu Taimiyah dkk, Jilbab dan Cadar dalam al-
Qur’an dan as-Sunnah yang diterjemahkan oleh Abu Said al-Anshori. Ibnu
Taimiyah berpandangan bahwa kaum wanita berkewajiban menjaga dan
memelihara auratnya dengan mengenakan busana seperti yang dikenakan sewaktu
shalat yang tidak diwajibkan penggunaannya terhadap laki-laki, dalam hal ini
khususnya mengenai jilbab dan cadar. Hal ini menurutnya, semua bagian aurat
perempuan menjadi pemicu timbulnya fitnah yang besar.18 Penyusun merujuk
pada buku tersebut karena terdapat persamaan dalam penelitian ini mengenai
hukum memakai cadar.
Dari beberapa skripsi jurnal dan buku yang telah disebutkan di atas yang
telah dijadikan telaah pustaka dan dapat menjadikan sebuah rujukan bagi
penyusun. Memang telah banyak yang membahas permasalahan cadar akan tetapi
objek penelitian yang berbeda, begitu juga skripsi yang disusun oleh penyusun
juga memunyai objek yang berbeda, dalam skripsi ini penyusun menitik tekankan
penelitian pada fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah. Dalam pandangan penyusun
terhadap putusan hukum yang dikeluarkan Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah itulah salah satu
pemasalahan dalam penelitian ini.
18 Ibnu Taimiyah dkk, Jilbab dan Cadar dalam Al-Quran dan As-Sunnah, alih bahasa
Abu Said al-Anshori, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994.
12
E. Kerangka Teoritik
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah selanjutnya dalam
proses penelitian adalah mencari teori-teori, konsep-konsep dan generalisasi-
generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk
pelaksanaan penelitian. Teori itu sendiri adalah seperangkat konstruk, definisi,
dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara sistematik, melalui
spesifikasi hubungan antar variabel, sehingga dapat berguna untuk menjelaskan
dan meramalkan fenomena.19
Dalam usul fikih untuk mengetahui hukum-hukum Allah (hukum
perbuatan mukallaf) adalah dengan menggunakan dalil-dalil dan isyarat yang
disyari’atkan untuk istinbath hukum. Dari sinilah para ulama menyusun pola
penalaran, baik berupa kaidah-kaidah penafsiran maupun metode istinbath
hukum. Secara umum pola penalaran tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu penalaran
bayany (berdasarkan aspek kebahasaan), ta’lily (berdasarkan ‘illat hukum), dan
istislahy (berdasarkan kemaslahatan yang terkandung dalam hukum).20
Penalaran bayany adalah metode penalaran (penafsiran) yang bertumpu
pada arti kata (dilalat) dan kaidah kebahasaan. Dalam pola ini dibahas kapan
suatu kata (lafaz) dianggap ‘am (universal), khas (partikular), atau musytarak
19 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabet,
2011), hlm. 52.
20 Ali Sodiqin, Fiqh Ushul Fiqh; Sejarah, Metodologi dan Implemtasinya di Indonesia,
(Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012), hlm. 133-134.
13
(ambiguitas). Kapan suatu lafaz dianggap wad}ih (jelas artinya), serta berbagai
persoalan lainnya.
Penalaran ta’lily adalah pola penafsiran yang dilakukan dengan cara
menemukan ‘illat (alasan penetapan hukum, kausa efektif, ratio legis/tambatan
hukum) yang terkandung dalam nash, tetapi terkadang ditemukan oleh mujtahid
melalui ijtihadnya. Penalaran jenis ini dilakukan oleh para ulama ketika penalaran
yang pertama (bayany) tidak dapat dilakukan, dalam arti tidak dapat dipahami
hanya berdasar arti bahasannya. Termasuk dalam pola penalaran ta’lily adalah
metode qiyas dan istihsan. Kedua metode istinbath hukum tersebut bertumpu
pada kekuatan ‘illat sebagai dasar penetapan sebuah hukum.
Penalaran istislahy adalah pola penalaran yang bertumpu pada
kemaslahatan yang terkandung dalam nash. Pola ini dilakukan dengan cara
menghimpun berbagai ayat dan hadis-hadis yang saling berkaitan kemudian
ditarik sebuah prinsip umum. Prinsip umum ini didedukasikan kepada kasus-kasus
yang tidak bisa diselesaikan melalui nash spesifik. Penalaran jenis ini digunakan
setelah penalaran bayany dan ta’lily tidak mungkin dilakukan. Dalam beberapa
kasus baru, para ulama sering menetapkan hukum suatu persoalan berdasarkan
pertimbangan kemaslahatan. Termasuk dalam penalaran ini adalah metode
istislah, ‘urf, dan saddudz dzari’ah.21
Di kalangan ulama NU, istinbath hukum diartikan bukan mengambil
hukum secara langsung dari sumber hukum yang asli, yakin al-Qur’an dan Hadis,
21 Ibid., hlm. 134-135.
14
tetapi dilakukan dengan mentabi’kan secara dinamis nash-nash yang telah diteliti
oleh para fuqaha kepada persoalan (waqi’yah) yang dicari hukumnya.
Lajnah Bahtsul Masail menggunakan tiga macam metode istinbath hukum
yang diterapkan secara berjenjang, yaitu:
1. Metode Qauliy adalah suatu cara istinbath hukum yang digunakan oleh
ulama NU dalam Lajnah Bahtsul Masail dengan mempelajari masalah
yang dihadapi, kemudian mencari jawabannya pada kitab-kitab fiqh
empat mazhab dengan mengacu dan merujuk secara langsung pada
nash teksnya, atau dengan kata lain, mengikuti pendapat-pendapat
yang sudah ada dalam lingkup mazhab tertentu.
2. Metode Ilhaqiy, apabila metode qauliy tidak dapat dilaksanakan karena
tidak ditemukan jawaban tekstual dari suatu kitab mu’tabarah, maka
untuk menyelesaikan persoalan akan dilakukan dengan menyamakan
hukum suatu kasus atau masalah yang belum dijawab oleh kitab
(belum ada ketetapan hukumnya) dengan kasus atau masalah serupa
yang telah dijawab oleh kitab (yang telah ada ketetapan hukumnya),
atau dengan kata lain menyamakan dengan pendapat yang sudah ada.
3. Metode Manhajiy adalah suatu cara menyelesaikan masalah
keagamaan yang ditempuh Lajnah Bahtsul Masail dengan mengikuti
jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun Imam
Mazhab.22
22 Soeleiman Fadeli, M. Subhan, Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah, Uswah, cet. Ke-
1, (Surabaya: Khalista, 2007), hlm. 127.
15
Dalam melaksanakan ijtihad-nya Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah juga menggunakan beberapa pendekatan:
1. Ijtihad bayani, yaitu usaha penggalian hukum dan nash dzanni dengan
mencari dasar-dasar interpretasi atau tafsir.
2. Ijtihad qiyasi, yaitu upaya yang sungguh-sungguh untuk memberikan
solusi hukum bagi suatu masalah yang tidak ada ketentuan nashnya
berdasarkan kesamaan ‘illat.
3. Ijtihad istishlahi, yaitu mencari solusi hukum bagi suatu masalah yang
tidak ditemukan ketentuan hukumnya dalam nash al-Quran ataupun Hadis,
dengan mendasarkan kemashlahatan yang akan dicapai.23
Perbedaan dalam ranah fikih adalah hal yang lumrah terjadi. Kesemuanya
merupakan tanda betapa luwes dan fleksibelnya ajaran Islam, serta menunjukkan
bahwa Islam adalah agama yang tidak kolot dengan perubahan kondisi disetiap
zamannya. Ulama-ulama berbeda perpendapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Perbedaan fikih mereka terjadi karena empat sebab secara umum yaitu:
1. Perbedaan pengertian fikih.
2. Hukum perbedaan dalam masalah fikih, dalil-dalil, dan apa yang
menyebabkan perbedaan itu ada.
3. Jenis-jenis perbedaan dalam fikih.
23 M. Mukhsin Jamil, Musahadi, Choirul Anwar, Abdul Kholiq, Nalar Islam Nusantara;
Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis, dan NU, (Cirebon: FahminaInstitue, 2008),
hlm. 98-99.
16
4. Faedah mempelajari perbedaan-perbedaan fikih dan adab dalam perbedaan
di antara para ulama.
Adapun sebab-sebab mengapa para ulama berbeda pendapat, terdapat
empat sebab:
1. Perbedaan dalam kaidah ushul dan sebagian sumber pengambilan hukum.
2. Perbedaan memaknai suatu lafadz yang berakibat pada perbedaan
memahami suatu nash yang terdapat di dalamnya lafadz tersebut.
3. Perbedaan dalam ijtihad di ulumul hadis Nabi saw.
4. Perbedaan cara dalam menggabungkan dan mentarjihkan antara dua dalil
yang dzohirnya terlihat bertentangan.
Adapun perbedaan mazhab fikih, terdapat dua sebab:
1. Rentetan dalam urutan mujtahid mazhabnya.
2. Perbuatan fuqaha dalam mazhab ulama-ulama mereka.24
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penyusun menggunakan metode penelitian:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah library research atau penelitian kepustakaan,
dilakukan dengan melakukan kajian terhadap literatur, penelitian sebelumnya,
jurnal dan sumber-sumber lainnya yang ada.25 Adapun objek penelitiannya
24 Mahmu>d Isma>’i>l Muhammad, As\aru al-Khila>fu al-Fiqhi> fi> al-Qawa>’idi al-Mukhtalif
fi>ha> wa mada> tat}bi>qiha> fi> al-furu>’i al-Mu’a>s}irah, (Kairo: Dar al-Salam, 2007), hlm. 22-23.
25 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), hlm. 18.
17
adalah mengenai hukum menggunakan cadar menurut Lajnah Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisis-komparatif. Deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,
suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat
deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang
diselidiki.26 Analisis adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan ilmiah dengan mengadakan pemerincian terhadap objek yang
diteliti dengan jalan memilih-milih antara pengertian satu dengan pengertian
yang lain untuk memperoleh kejelasan mengenai objeknya.27 Sedangkan
komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari jawab
secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor
penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.28 Dalam
hal ini penyusun menggambarkan secara rinci serta menguraikan dan
mengkomparasikan metodologi hukum yang digunakan oleh Lajnah Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah dalam
26 Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 54.
27 Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 59.
28 Moh. Nazir, Metode Penelitian, hlm. 54.
18
mengeluarkan fatwa serta menganalisis dalil yang digunakan dalam
mengeluarkan fatwa hukum memakai cadar.
3. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, akan
tetapi yang menjadi bidikan penyusun bukan pada Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah secara kelembagaan, tetapi pada kultural keilmuan yang
dikaji oleh Lajnah Bahtsul Masail sebagai lembaga Nahdlatul Ulama dan
Majelis Tarjih & Tajdid sebagai lembaga Muhammadiyah dalam
mengeluarkan fatwa mengenai hukum memakai cadar.
4. Pendekatan Masalah
Dalam menjelaskan permasalahan ini, dibutuhkan pendekatan masalah
dengan menggunakan pendekatan hukum normatif, yaitu dengan
menggunakan sistem kaidah atau aturan. Maka, penelitan hukum normatif
adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan
hukum. Penelitian normatif meneliti kaidah atau aturan hukum sebagai suatu
bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Penelitian ini
dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum sebagai
dasar penentu apakah sesuatu peristiwa sudah benar atau salah serta
bagaimana sebaiknya peristiwa itu menurut hukum,29 dalam hal ini untuk
mengetahui metodologi hukum Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah dalam
29 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
& Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 36.
19
penetapan hukum dan mengkaji hasil keputusannya menggunakan
pendekatan hukum normatif.
5. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian library research, maka
pengumpulan datanya dilakukan secara literer, yakni dengan meneliti buku-
buku dan sumber-sumber yang memiliki kaitan dengan penelitian ini. Adapun
pengumpulan bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah:
a. Bahan Primer
Sumber ini memuat segala hal yang berkaitan dengan penelitian
ini. Adapun data-data yang dijadikan sebagai rujukan utama penyusun
antara lain: Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-8 nomor 135 yang
diterbitkan oleh Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan
buku Tanya Jawab Jilid 4 Tim PP Muhammadiyah Majelis Tarjih yang
diterbitkan oleh Suara Muhammadiyah, keduanya adalah hasil dari fatwa
tentang hukum memakai cadar yang telah dibukukan.
b. Bahan Sekunder
Sumber bahan sekunder diantaranya diambil dari kitab-kitab fikih,
karya ilmiah berupa jurnal, buku-buku, dan karya lain yang membahas
tentang cadar dan metode istinbath Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji dan menelaah berbagai referensi
yang mempunyai relevansi dengan pokok pembahasan.
20
G. Sistematika Pembahasan
Untuk lebih memudahkan pemahaman isi dan esensi dari skripsi ini,
penyusun membaginya menjadi beberapa bab dengan bahasan sebagai berikut:
Bab pertama adalah pendahuluan, sebagai pengantar umum kepada isi
tulisan, yang mencangkup latar belakang, pokok masalah, telaah pustaka,
kerangka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Pada bab kedua diuraikan pandangan umum tentang cadar. Bab ini
mencangkup pengertian cadar, dalil-dalil yang berkaitan dengan pemakaian cadar,
pendapat ulama mengenai hukum memakai cadar.
Pada bab ketiga dibahas tentang bagaimana Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang penggunaan cadar. Bab ini dimulai
dari sejarah singkat lembaga yang membuat fatwa dalam kedua organiasasi
tersebut, dalam hal ini Lajnah Bathsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih
& Tajdid Muhammadiyah, bagaimana kedua organisasi terbesar di Indonesia itu
dalam mengeluarkan fatwa mengenai cadar.
Dalam bab keempat, dipaparkan lebih rinci analisis komparatif antara
Lajnah Bathsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah dalam mengeluarkan fatwa hukum memakai cadar yang
diuraikan pada bab sebelumnya. Analisis ini maka akan menimbulkan
pemahaman secara lebih jelas dan gamblang serta dapat melihat apa yang
melatarbelakangi timbulnya perbedaan antara hukum memakai cadar yang
dikeluarkan oleh Lajnah Bathsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih dan
Tajdid Muhammadiyah. Dengan begitu akan membukakan pemahaman
21
masyarakat bahwa perbedaan itu bukan merupakan sesuatu yang salah dan dapat
memicu konflik.
Bab kelima merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari pembahasan-
pembahasan sebelumnya, juga berisi tentang saran-saran dan kritikan terkait
tentang kajian di dalamnya, sehingga ada jalan keluar yang nantinya perlu untuk
diteruskan oleh para peneliti berikutnya.
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dibahas dan dianalisis dari bab-bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid
Muhammadiyah berbeda pendapat terhadap masalah hukum memakai
cadar. Lajnah Bahtsul Masail dalam Keputusan Muktamar Nahdlatul
Ulama ke-8 di Jakarta pada tanggal 12 Muharram 1352 H./7 Mei 1933
M., tentang hukum memakai cadar yang menganjurkan wanita
muslimah yang hendak keluar rumah untuk menutup wajah dan telapak
tangannya, pendapat pertama menyatakan bahwa kewajiban untuk
memakai cadar adalah kewajiban syari’at dan pendapat kedua bahwa
memakai cadar tidak diwajibkan kepada wanita muslimah, yang
menjadi rujukan dalam keputusan Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul
Ulama ialah kitab Maraqil Falah Syarh Nurul Idhah dan kitab Bajuri
Hasyiyah Fathul Qarib. Dalam keputusannya, dengan menggunakan
metode qauliy, yaitu mengikuti pendapat-pendapat ulama dalam
lingkup empat mazhab, sehingga kedua pendapat tersebut boleh
dipegangi oleh masyarakat Nahdlatul Ulama. Berbeda dengan Majelis
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sebagaimana dengan putusan
Muhammadiyah yang disidangkan pada hari Jum’at 10 Rajab 1430
H./3 Juli 2009 M., bahwa pemakaian cadar tidak disyaria’atkan dan
98
2. tidak diperintahkan untuk memakainya karena tidak ada dalil atau
nash yang menyebutkan hukumnya.
3. Dalam hal ini, perbedaan yang terjadi di dalam penggunaan dalil antara
Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah dalam mengeluarkan hukum memakai cadar karena
perbedaan dalam pengambilan sumber hukumnya. Lajnah Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama yang lebih mengutamakan pengambilan
hukum kepada pendapat ulama dengan pernyataan dari kitab Maraqil
Falah Syarh Nurul Idhah dan kitab Bajuri Hasyiyah Fathul Qarib
sebagai kitab yang mu’tabarah, sedangkan Majelis Tarjih dan Tajdid
Muhammadiyah yang lebih mengutamakan al-Qur’an dan Sunnah
sebagai sumber hukumnya tanpa merujuk kepada kitab manapun.
Dalam hal ini Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama masih
menggunakan pendapat yang memperbolehkan menggunakan cadar,
sedangkan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menggunakan
nash al-Qur’an dan Sunnah dengan tidak menganjurkan pemakaian
cadar, karena dalam nashnya tidak disebutkan secara langsung
penggunaan cadarnya sendiri.
B. Saran
1. Hendaknya masyarakat Indonesia dapat memahami dengan baik dan
benar terhadap hukum memakai cadar, agar tidak adanya lagi
perdebatan yang terjadi antar kelompok maupun antar individual, dan
dapat melihat dari sisi yang berbeda terhadap orang yang memakai
99
cadar, cadar pula bukan merupakan suatu hal yang buruk meskipun
tidak ada nash atau dalil yang menyebutkan kewajiban untuk
menggunakannya.
2. Masyarakat diharapkan tidak menilai cadar merupakan suatu hal yang
buruk, isu yang terjadi di Indonesia mengenai orang yang bercadar
adalah teroris penyusun harapkan agar tidak menilai dari cadarnya,
karena wanita muslimah yang memakai cadar tidak bisa dihukumi
sebagai pelaku teroris, melainkan yang harus dipertanyakan adalah
individunya masing-masing.
3. Dalam hal penetapan hukum cadar perlu adanya pengkajian ulang
terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah untuk memberikan pemahaman yang sama kepada
masyarakat sehingga tidak adanya perdebatan dan saling menyalahkan
satu dengan yang lainnya.
4. Penyusun berharap dengan adanya penelitian ini dapat menjadi awal
pergerakan semangat untuk melakukan kajian-kajian perbandingan
hukum. Sebagai mahasiswa yang masih banyak dengan kekurangan
dan keterbatasan dengan harapan penelitian ini tidak hanya berhenti
disini dengan adanya penelitian lanjutan tentang istinbath hukum
memakai cadar yang digunakan oleh Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatu
Ulama dan Majelis Tarjih & Tajdid Muhammadiyah.
100
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Qur’an/Tafsir Al-Qur’an
Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya,
Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur'an,
2009.
Jawi, Muhammad Nawawi Al-, Tafsir Al-Muni>r (Mara>h Labi>d) Al-Kahf
75 s.d. Al-‘Ankabu>t 44, jilid 4, alih bahasa Bahrun Abu Bakar,
Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung, 2016.
Rifa’i, Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, alih
bahasa Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani, 2012.
Shabuni, Muhammad Ali Ash-, Shafwatut Tafa>sir; Tafsir-Tafsir Pilihan
(Ar-Ra’d-An-Naml), jilid 3, alih bahasa KH. Yasin, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2011.
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah Volume 10, Jakarta: Lentera Hati,
2002.
Zuhaili, Wahbah Az-, Tafsir al-Wasith (Al-Qashash-An-Naas), jilid 3, alih
bahasa Muhtadi, Jakarta: Gema Insani, 2013.
2. Hadis/Syarah Hadis/Ulumul Hadis
Asqalani, Ibnu Hajar Al-, Fath}ul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Bukhari
buku 10, alih bahasa Amiruddin, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
‘Asqala>ni, Ibn H{ajar al-, Fath} al-Ba>ri: sarh} sah}i>h} al-Buha>ri, jilid 1, Beirut:
Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2009.
Qazwiniy, Abi Abdullah Muhammad ibn Yazi}d al-, Shabuddin al-Busayri,
al-Sunan ibn Majah; Misbah al-Zujajah fi Zawaid Ibn Majah,
Riyad: Maktabah al-Ma’arif, 1998.
Rahman, Fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: Al-Ma’arif,
1981.
Sajasta>ni, Abi} Da>ud Sulaima>n ibn al-Asy’as al-, Sunan Abi> Da>ud, jilid 1,
Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011.
101
----------------------------------------------------------, Sunan Abi> Da>ud, jilid 3,
Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2011.
Thahhan, Mahmud, Ulumul Hadis; Studi Kompleksitas Hadis Nabi, alih
bahasa Zainul Muttaqin, Yogyakarta: Titian Ilahi Press & LP2KI,
1997.
3. Fiqh/Usul Fiqh
‘Ali>, Hasan ibn Uma>r ibn, Maraqi> al-Fala>h bi is}da>di al-Fatta>h, Beirut: Dar
al-Kotob al-Ilmiyah, 2004.
Djazuli, A., Kaidah-Kaidah Fikih; Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-masalah yang Praktis, Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group, 2006.
Ghazzi>, Ibn al-Qa>sim al-, Ha>syiyah: as-Syaikh Ibra>hi>m al-Bajuri>, Beirut:
Dar al-Kotob al-Ilmiyah, 1999
Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqh: Metode Istinbath dan Istidlal,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Khoir, Alim, Fiqih Busana; Telaah Kritis Pemikiran Muhammad Syahrur,
Yogyakarta: Kalimedia, 2016.
Mahfudh, Sahal, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKiS, 1994.
Muhammad, Mahmu>d Isma>’i>l, As\aru al-Khila>fu al-Fiqhi> fi> al-Qawa>’idi al-Mukhtalif fi>ha> wa mada> tat}bi>qiha> fi> al-furu>’i al-Mu’a>s}irah,
Kairo: Dar al-Salam, 2007.
Sadat, Anwar, ‘Ikhtilaf di Kalangan Ulama al-Mujtahidin,’ ar-Risalah,
Volume 15 Nomor 2. Nopember 2015.
Salim, Abdul Malik Kamal bin Sayyid, Fiqih Sunah Untuk Wanita, alih
bahasa Asep Sobari, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007.
Sodiqin, Ali, Fiqh Ushul Fiqh; Sejarah, Metodologi dan Implemtasinya di
Indonesia, Yogyakarta: Beranda Publishing, 2012.
Zuhaili, Wahbah Az-, Fiqih Islam wa Adillatuhu, jilid 1, alih bahasa Abdul
Hayyie al-Kattani, Damaskus: Darul Fikir, 2010.
102
4. Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
Abdurrahman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan
Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Anwar, Ali, Avonturisme NU: Menjejaki Akar Konflik-Kepentingan Politik
Kaum Nahdhiyyin, Bandung: Humaniora, 2004.
Amin, M. Masyhur, NU & Ijtihad Politik Kenegaraannya, Yogyakarta: al-
Amin, 1996.
Asmani, Jamal Ma’mur, Menatap Masa Depan NU; Membangkitkan Spirit
Taswirul Afkar Nahdlatul Wathan dan Nahdlatut Tujjar,
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016.
Bruinessen, Martin van, NU; Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian
Wacana Baru, Yogyakarta: LKiS, 1994.
Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah,
Jakarta: Logos Publishing House, 1995.
Fadeli, Soeleiman, M. Subhan, Antologi NU; Sejarah, Istilah, Amaliah,
Uswah, cet. Ke-1, Surabaya: Khalista, 2007.
Haidar, M. Ali, Nahdatul Ulama dan Islam di Indonesia: Pendekatan
Fikih dalam Politik, Jakarta: Gramedia, 1998.
Halim, Abdul, Aswaja Politisi Nahdlatul Ulama: Prespektif Hermeneutika
Gadamer, Jakarta: Pustaka LP3ES, 2014.
Ida, Laode, NU Muda: Kaum Progresif dan Sekularisme Baru, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2004.
Jamil, M. Mukhsin, Musahadi, Choirul Anwar, Abdul Kholiq, Nalar Islam
Nusantara; Studi Islam ala Muhammadiyah, al-Irsyad, Persis,
dan NU, Cirebon: Fahmina Institue, 2008.
Jurdi, Syarifuddin, dkk, 1 Abad Muhammadiyah, Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2010.
Karim, Rusli (ed.), Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar, Jakarta:
Rajawali, 1986.
Misrawi, Zuhairi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi, Keumatan,
dan Kebangsaan, Jakarta: Buku Kompas, 2010.
103
Mu’arif, Meruwat Muhammadiyah; Kritik Seabad Gerakan Pembaruan
Islam di Indonesia, Yogyakarta: Pilar Religia, 2005.
Pasha, Musthafa Kamal, Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah sebagai
Gerakan Islam (dalam Prespektif Historis dan Ideologis),
Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI),
2000.
Ridwan, Nur Khalik, NU dan Neoliberalisme; Tantangan dan Harapan
Menjelang Satu Abad, Yogyakarta: LKiS, 2008.
Said, Imam Ghazali dan A. Ma’ruf Asrori (ed.), Ahkamul Fuqaha; Solusi
Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas
dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999), alih bahasa M.
Djamaluddin Miri, Surabaya: Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU
Jawa Timur, 2004.
Sairin, Weinata, Gerakan Pembaruan Muhammadiyah, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 1995.
Syamsuddin, Din (ed.), Muhammadiyah Kini dan Esok, Jakarta: Penerbit
Pustaka Panjimas, 1990.
Tim Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fatwa-
fatwa Tarjih: Tanya-Jawab Agama 4 cet. VII, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2013.
Zahro, Ahmad, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-
1999, Yogyakarta: LKiS, 2004.
5. Hijab dan Perempuan
Azizah, Lutfiyah, “Pandangan Perempuan Bercadar: Antara Ideologi dan
Tradisi (Studi Kasus pada Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta)”, Skripsi Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.
Bahtiar, Deni Sutan, Berjilbab dan Tren Buka Aurat, Yogyakarta: Mitra
Pustaka, 2009.
Engineer, Asghar Ali, Pembebasan Perempuan, alih bahasa Agus
Nuryanto, Yogyakarta: LKiS, 2003.
Hamdani, Amamur Rohman, “Pandangan Dosen UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Terhadap Penggunaan Cadar (Studi Komparatif
Dosen di Lingkungan Pusat Studi Wanita dan Pusat
104
Pengembangan Bahasa”, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018.
Heriyanti, ”Aspek Hukum Penggunaan Jilbab dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Pemikiran Wahdah Islamiyah)”, Skripsi Fakultas
Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, 2017.
Hidayatullah, Syarif, Teologi Feminisme Islam, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010.
Khotimah, Siti Nur, “Analisis Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah Nomor 08 Tahun 2006 tentang Fatwa
Hukum Bunga Bank”, Skripsi Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang (2010).
Novri, Mutiara Sukma, “Konstruksi Makna Cadar Oleh Wanita Bercadar
Jamaah Pengajian Masjid Umar Bin Khattab Kelurahan Delima
Kecamatan Tampan Pekanbaru,” Jom Fisip, Vol 3 No. 1 Februari
2016.
Mut}ahhari, Murtad}a, Hijab Gaya Hidup Wanita Islam, alih bahasa Agus
Efendi, Alwiyah Abdurrahman, Bandung: Mizan, 1994.
Shahab, Husein, Jilbab Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah, Bandung:
Penerbit Mizan, 1992.
Shihab, M. Quraish, Jilbab, pakaian Wanita Muslimah: Pandangan Ulama
Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer, Jakarta: Lentera Hati,
2004.
Syuqqah, Abdul Halim Abu, Kebebasan Wanita, Jakarta: Gema Insani
Press, 1997.
Taimiyah, Ibnu, dkk, Jilbab dan Cadar dalam Al-Quran dan As-Sunnah,
alih bahasa Abu Said al-Anshori, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1994.
Wahyuni, Isnaining, “Jilbab dan Cadar Muslimah Menurut Al-Qur’an dan
Sunnah (Studi Perbandingan atas Pemikiran al-Abaniy dan al-
Usaimin), Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2004.
Zaqzu>q, Mahmu>d Hamdi>, An-Niqa>b ‘a>dah wa Laisa ‘iba>dah, al-Qa>hirah:
Da>r al-Kutub al-Mas}riyyah, 2008.
105
6. Kamus dan Bahasa
Makluf, Lois, Al-Munjid Fi al-Lughah wa Al-A’lam, Beirut: Matbaa’ah
Kasulikiyah, 1973.
7. Lain-lain
Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian
Hukum Normatif & Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Nazir, Moh., Metode Penelitian, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2011.
Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.
Sudarto, Metode Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabet, 2011.