Hukum Laut

31
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Semenjak berakhirnya Perang Dunia II, hukum laut mengalamai revolusi atau perubahan-perubahan mendalam sesuai dengan perkembangan-perkembangan dan tuntutan- tuntutan zaman. Dewasa ini peran hukum laut sangat menonjol dalam mengatur sejauh mana kekuasaan suatu negara terhadap laut dan tentang kekayaan yang ada di dalamnya. Pada awalnya hukum laut hanya mengurus kegiatan- kegiatan di atas permukaan laut, tetapi sekarang ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. Justru untuk menggunakan kekayaan laut itulah, hukum laut semenjak beberapa dekade terakhir telah berupaya keras bukan saja untuk menentukan sampai berapa jauh kekuasaan suatu negara teradap laut yang menggenangi pantainya, sampai sejauh mana negara-negara pantai dapat mengambil kekayaan-kekayaan yang terdapat di dasar laut dan di atasnya, tetapi juga untuk mengatur eksploitasi daerah-daerah dasar laut yang telah dinyatakan sebagai warisan bersama umat manusia. 1

description

hubungan internasional

Transcript of Hukum Laut

Page 1: Hukum Laut

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Semenjak berakhirnya

Perang Dunia II, hukum laut mengalamai revolusi atau perubahan-perubahan

mendalam sesuai dengan perkembangan-perkembangan dan tuntutan-tuntutan zaman.

Dewasa ini peran hukum laut sangat menonjol dalam mengatur sejauh mana

kekuasaan suatu negara terhadap laut dan tentang kekayaan yang ada di dalamnya.

Pada awalnya hukum laut hanya mengurus kegiatan-kegiatan di atas

permukaan laut, tetapi sekarang ini perhatian juga telah diarahkan pada dasar laut dan

kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya.

Justru untuk menggunakan kekayaan laut itulah, hukum laut semenjak

beberapa dekade terakhir telah berupaya keras bukan saja untuk menentukan sampai

berapa jauh kekuasaan suatu negara teradap laut yang menggenangi pantainya, sampai

sejauh mana negara-negara pantai dapat mengambil kekayaan-kekayaan yang

terdapat di dasar laut dan di atasnya, tetapi juga untuk mengatur eksploitasi daerah-

daerah dasar laut yang telah dinyatakan sebagai warisan bersama umat manusia.

1

Page 2: Hukum Laut

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definis Laut

Laut adalah keseluruhan rangkaian air asin yang menggenangi permukaan bumi.

Laut menurut definisi hukum adalah keseluruhan air laut yang berhubungan secara bebas

di seluruh permukaan bumi. Jadi, Laut Mati, Laut Kaspia, dan Great Salt Lake yang ada

di Amerika Serikat dari segi hukum tidak dapat dikatakan laut karena laut-laut tersebut

tertutup dan tidak mempunyai hubungan dengan bagian-bagian laut lainnya di dunia.

2.2. Pentingnya hukum laut

Pentingnya laut dalam hubungan antarbangsa menyebabkan pentingnya pula arti

hukum laut internasional. Tujuan hukum ini adalah untuk mengatur kegunaan rangkap

dari laut, yaitu sebagai jalan raya dan sebagai sumber kekayaan serta sebagai sebagai

sumber tenaga. Karena laut hanya dapat dimanfaatkan dengan kendaraan-kendaraan

khusus, yaitu kapal-kapal, maka hukum laut harus menetapkan status kapal-kapal

tersebut. Di samping itu, hukum laut juga harus mengatur kompetisi antara negara-

negara dalam mencari dan menggunakan kekayaan yang diberikan laut, terutama sekali

antara negara-negara maju dan berkembang.

2.3. Sumber-sumber hukum laut

Hukum kebiasaan adalah ketentuan-ketentuan umum mengenai hukum laut yang

dipakai, terutama sampai tahun 1958. Hukum kebiasaan ini lahir atas perbuatan yang

sama yang dilakukan secara terus-menerus atas dasar kesamaan kebutuhan di laut.

Sumber-sumber hukum laut yang sah adalah hasil konferensi PBB pada tahun 1958

di Jenewa. Konferensi yang dilaksanakan pada 24 Februari sampai dengan 29 April 1958

itu dinamakan Konferensi PBB I tentang Hukum Laut, berhasil menelorkan 4 konvensi,

yaitu:

1. Convention on the Territorial Sea and Contiguous zone (Konvensi mengenai

Laut Wilayah dan Zona Tambahan), mulai berlaku 10 September 1964.

2. Convention on the High Seas (Konvensi mengenai Laut Lepas), mulai berlaku

30 September 1962.

3. Convention on Fishing and Convention of the Living Resources of the High

Seas (Konvensi mengenai Perikanan dan Perlindungan Kekayaan Hayati Laut

Lepas), Mulai berlaku 20 Maret 1966.

2

Page 3: Hukum Laut

4. Convetion on the Continental Shelf (Konvensi mengenai Landas Kontinen),

mulai berlaku 10 Juli 1964.

A. Konferensi PBB III Tentang Hukum Laut

Konferensi ini menghasilkan beberapa kesepakatan dan pendapat, diantaranya:

1. Declaration of Principles Governing the Sea-bed and Ocean Floor, and the Subsoil

Thereof Beyond the Limits of National Jurisdiction, memutuskan bahwa daerah

dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya dinyatakan sebagai warisan bersama

umat manusia.

2. Konferensi ini menghasilkan beberapa konvensi tentang hukum laut (konvensi

hukum laut) yang harus diutamakan dari konvensi-konvensi sebelumnya.

B. Laut Lepas

Pasal 86 Konvensi PBB tentang hukum laut menyatakan bahwa Laut Lepas

merupakan semua bagian dari laut yang tidak termasuk dalam zona ekonomi

eksklusif, dalam laut teritorial atau dalam perairan pedalaman suatu negara, atau

dalam perairan kepulauan suatu negara kepulauan. Prinsip hukum yang mengatur

rezim laut lepas adalah prinsip kebebasan.

Penelitian mengenai laut lepas terdiri atas tiga bagian, yaitu:

i. Prinsip kebebasan di laut lepas

ii. Status hukum kapal-kapal di laut lepas

iii. Pengawasan-pengawasan di laut lepas.

1. Prinsip Kebebasan di Laut Lepas

a. Pengertian prinsip kebebasan

Menurut pasal 87 Konvensi, kebebasan di laut lepas berarti bahwa laut lepas

dapat digunakan oleh negara manapun. Kebebasan-kebebasan yang dimaksud

dalam pasal 87 adalah:

1) Kebebasan berlayar;

2) Kebebasan penerbangan;

3) Kebebasan untuk memasang kabel dan pipa bawah laut;

4) Kebebasan untuk membangun pulau buatan dan instalasi-instalasi lainnya

yang diperbolehkan berdasarkan hukum internasional

5) Kebebasan menangkap ikan

6) Kebebasan riset ilmiah

3

Page 4: Hukum Laut

b. Dasar dan Lahirnya Prinsip Kebebasan

Dari zaman purbakala sampai abad pertengahan, pelayaran di laut adalah

bebas bagi semua bangsa dan dan setiap orang. Celsius dari Italy menyatakan the

sea like the air is common to all mankind (laut bagaikan udara adalah milik

bersama semua umat manusia). Lebih tegas lagi Ulpian mengatakan “the sea is

open to everybody by nature (pada dasarnya laut bebas untuk semua orang).

Prinsip kebebasan juga muncul ketika Ratu Elisabeth I mengumumkan tentang

kebebasan di laut. Menurutnya penggunaan laut dan udara adalah bebas bagi

semua orang dan oleh karena jenisnya yang khusus, laut tidak akan dimiliki oleh

siapapun dan oleh negara manapun.

Selain itu, timbul apa yang dinamakan doktrin grotius sebagai bentuk sikap

belanda terhadap tuntutan kedaulatan spanyol. Grotius adalah ahli hukum muda

negeri Belanda yang mempertahankan prinsip kebebasan di laut. Alasan Grotius

mempertahankan prinsip kebebasan di laut adalah:

1) Menurut Grotius, laut adalah suatu unsur yang bergerak dengan cair.

Orang-orang yang menggunakan laut tidak tinggal menetap di laut (hanya

singgah sebentar) dalam rangka keperluan tertentu. Tempat tinggal

permanen manusia adalah di daratan. Oleh karena laut tak dapat dimiliki

(res extra commercium) maka laut tak dapat berada di bawah kedaulatan

negara manapun dan karena itu bebas untuk dilayari oleh siapapun.

2) Menurut Grotius, Tuhan menciptakan bumi ini sekalian dengan lautnya

dan ini berarti agar bangsa-bangsa di dunia dapat berhubungan satu sama

lain untuk kepentingan bersama. Ia menambahkan bahwa angin yang

berhembus dari segala arah dan membawa kapal ke seluruh pantai. Artinya

bahwa laut itu bebas dan dapat digunakan oleh siapapun.

c. Natur Yuridik Laut Lepas

1) Res Nullius

Sebagai res nullius, laut lepas adalah bebas karena tidak ada yang

memilikinya. Akibat negatif dari teori ini adalah bila laut bukan milik suatu

negara, maka kebebasan yang terdapat di laut dapat berakibat ekstrim,

misalnya negara dapat memiliki laut tersebut karena ia mempunnyai kekuatan

4

Page 5: Hukum Laut

teknik untuk itu. Namun menurut pasal 87 Konvensi Hukum Laut 1982,

kebebasan di laut dilakukan atas syarat-syarat tertentu.

2) Res Communis

Res communis berarti bahwa laut adalah milik bersama, karena itu

negara bebas menggunakannya. Kalau milik bersama berarti bahwa laut lepas

itu berada di bawah kedaulatan bersama negara-negara dan diatur melalui

pengelolaan internasional.

Solusi terbaik mengenai laut lepas adalah menganggapnya sebagai

suatu domaine publik internasional. Jadi, yang diutamakan adalah

kegunaanlaut tersebut untuk kepentingan bersama masyarakat internasional.

Artinya, laut lepas tidak dapat dimiliki oleh siapapun tetapi dapat digunakan

bersama untuk kepentingan masyarakat internasional.

2. Status Hukum Kapal-kapal di Laut Lepas

a. Perbedaan antara kapal-kapal publik dan Kapal-kapal swasta.

Perbedaan ini didasarkan atas bentuk penggunaan bukan atas kualitas pemilik

kapal. Kapal-kapal publik adalah kapal-kapal yang digunakan untuk dinas

pemerintahan dan bukan untuk tujuan swasta. Yang termasuk kapal-kapal publik

adalah kapal perang, kapal-kapal publik non-militer (kapal-kapal pemerintahan,

kapal-kapal riset, kapal-kapal pengawasan pantai dan lain-lain), kapal organisasi-

organisasi internasional (PBB). Yang termasuk kapal-kapal swasta adalah kapal-

kapal dagang yang dipakai untuk tujuan komersial. Sebuah kapal negara yang

dipakai untuk tujuan komersial adalah kapal swasta.

b. Wewenang Penuh Ketentuan-ketentuan Negara Bendera

Kapal-kapal yang ada di laut lepas sepenuhnya tunduk pada peraturan-

peraturan atau ketentuan negara bendera (pasal 92 konvensi). Ketentuan ini dibuat

agar terdapat kesatuan hukum untuk menjamin ketertiban dan disiplin di atas

kapal. Undang-undang negara bendera berlaku berlaku bagi semua perbuatan

hukum yang terjadi di atas kapal.

Dasar dari ketentuan ini adalah adanya anggapan bahwa kapal sebagai floating

portion of the flag stage, yaitu bagian terapung wilayah negara bendera. Karena

negara mempunyai wewenang absolut terhadap wilayah, maka negara tesebut

berwenang pula terhadap kapal-kapalnya yang berlayar di laut lepas.

5

Page 6: Hukum Laut

Namun, tidak berlaku di setiap tempat. Misalnya kapal-kapal swasta yang

telah meninggalkan laut lepas dan masuk ke laut wilayah suatu negara, tidak

berlku ketentuan negara bendera tersebut.

c. Akibat Wewenang Eksklusif Negara Bendera

1) Pemberian kebangsaan, yaitu dengan mendaftarkan kapal dalam wilayah dan

memberikan hak untuk mengibarkan benderanya.

2) Bukti kebangsaan, dengan menunjukan bendera (untuk kapal perang) disertai

bukti-bukti lain ( kebangsaan, identitas kapal, surat jalan, dan muatan kapal),

ini berlaku bagi kapal swasta.

Mengenai kekebalan kapal perang di laut lepas, pasal 95 konvensi menyatakan

bahwa kapal perang laut lepas memiliki kekebalan penuh dari yuridiksi negara

manapun selain negara bendera. Artinya hanya tunduk pada wewenang

negaranyadan bebas dari kekuasaan negara asing. Sebaliknya, bagi kapal-kapal

swasta wewenang negara bendera tidak absolut lagi tetapi telah menjadi relatif.

3. Pengawasan di Laut Lepas

a. Pengawasan umum

Pengawasan umum ini terdiri dari pengawasan biasa, inspeksi, dan bahkan

tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menjamin keamanan umum lalu lintas

laut. Pengawasan umum termasuk juga pemeriksaan kapal. Pemeriksaan ini dapat

dilakukan dengan penghentian kapal dengan memeriksa surat-surat kapal dan

muatannya (right of visit, pasal 110 Konvensi)

b. Pengawasan khusus, ada bermacam-macam:

1) Pemberantasan Perdagangan Budak Belian

2) Pemberantasan Bajak laut

3) Pengawasan Penangkapan Ikan

4) Pengawasan untuk Melindungi kabel-kabel dan pipa bawah laut

5) Pemberantasan pencemaran laut

6) Pengawasan untuk kepentingan sendiri negara-negara, yang terbagi atas hak

pengejaran seketika dan ha bela diri. Hak pengejaran seketika merupakan hak

suatu negara di laut lepas untuk mengejar, menangkap dan membawa ke

pelabuhannya suatu kapal swasta asing yang telah melakukan suatu perbuatan

melanggar hukum di laut wilayah atau di perairan pendalamannya. Syarat

pengejaran terus menerus harus terus-menerus dan dihentikan apabila kapal

6

Page 7: Hukum Laut

yang dikejar memasuki laut wilayahnya atau laut wilayah negara lain. Hak

pengejaran ini diatur dalam pasal 111 Konvensi.

7) Kebebasan yang dibatasi di laut lepas

C. Landas Kontinen

1. Landas Kontinen dari Segi Geologis/Ekonomis

Landas kontinen adalah daerah dasar laut yang terletak antara dasar air rendah

dan titik dimana dasar laut menurun secara tajam, dan dimana mulai daerah dasar

laut yang baru (lereng kontinen). Biasanya penurunan dasar laut secara tajam

terjadi pada kedalaman sekitar 200 meter. Lebar landas kontinen berbeda-beda

dari 1-1.300 km dari pantai, tapi ukuran ini tidak sama di seluruh bumi.

Landas kontinen bukan saja fenomena geografis tetapi juga suatu fenomena

ekonomis karena kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya. Kekayaan yang

ada di dalamnya, antara lain; emas, berlian, sumber minyak dan gas bumi, pospor,

logam dan sebagainya.

2. Landas Kontinen dari Segi Hukum

Kekayaan-kekayaan mineral yang terdapat di Landas Kontinen menjadi persoalan

yang perlu dipecahkan oleh hukum. Hukum internasional mengatur tentang siapa

yang dapat memiliki landas kontinen tersebut, siapa yang berhak mengeksploitir

kekayaan-kekayaan alamnya atau melindunginya.

a. Praktek Negara-negara Sebelum 1958

Peraturan mengenai landas kontinen pertama kali terjadi pada 29

September 1915. Tuntutan yang datang dari pemerintah Rusia itu mengenai

status pulau-pulau di sebelah utara siberia. Perjanjian lain adalah antara

Inggris dan Venezuela mengenai daerah dasar laut Teluk Persia pada 26

September 1942. Pernyataan unilateral yang berpengaruh di bidang landas

kontinen adalah pernyataan presiden Truman pada 28 September 1945.

Pernyataan Truman ini menegaskan tentang keharusan untuk

menentukan batas-batas landas kontinen antara negara-negara tetangga atas

dasar persetujuan bersama, dan menegaskan pula bahwa hak-hak pengawasan

dan perlindungan negara pantai terhadap landas kontinennya tidak boleh

mengganggu kebebasan berlayar di laut yang menutup landas kontinen

tersebut.

b. Konvensi Jenewa 1958 tentang Landas Kontinen

Pasal 1 Konvensi Jenewa mendefinisikan landas kontinen sebagai:

7

Page 8: Hukum Laut

Dasar dan lapisan tanah di bawah laut yang berbatasan dengan pantai

tetapi berada di luar daerah laut wilayah sampai kedalaman 200 meter

atau daerah yang lebih dalam lagi dimana dalam airnya memungkinkan

eksploitasi sumber-sumber alam daerah tersebut.

Dasar dan lapisan tanah di bawah laut seperti di atas yang berbatasan

dengan pantai kepulauan.

Pasal 2 Konvensi Jenewa manyatakan: negara pantai mempunnyai hak-hak

berdaulat atas landas kontinen untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber-

sumber alamnya.

Pasal 3 konvensi menyatakan bahwa hak negara pantai atas landas

kontinen tidak akan mempengaruhi status yang sah dari lautan bebas pada

perairan itu dan udara di atasnya.

Pasal 5 ayat (1) konvensi menyatakan bahwa:Eksplotasi pada dataran

kontinen eksploitasi sumber alamnya harus dilakukan sebegitu rupa, sehingga

tidak mengakibatkan terjadinya suatu gangguan terhadap pelayaran, perikanan

atau pencadangan sumber hayati di laut, dan tidak boleh pula menggangu

penyelidikan oceanografi dan penyelidikan ilmiah yang dilakukan untuk

kepentingan pengetahuan

Pasal 6 mengatur tentang penetapan batas landas kontinen antara negara-

negara yang berdekatan, baik yang saling berhadapan maupun yang

berdampingan.

c. Praktek negara-negara sesudah tahun 1958

Sesudah Konferensi Jenewa 1958, negara-negara pada umumnya

menyatakan kedaulatannya atas landas kontinen mereka dengan menentukan

sekaligus apa-apa saja hak mereka serta cara-cara pelaksanaan hak-hak

tersebut. Pada umumnya, negara-negara memiliki undang-undang tersendiri

mengenai pengaturan mengenai landas kontinen.

d. Ketentuan-ketentuan konvensi 1982

Konvensi 1982 adalah ketentuan untuk menyempurnakan ketentuan-

ketentuan Konvensi Jenewa. Ketentuan pasal 76 Konvensi tahun 1982

mengatur bahwa lebar landas kontinen adalah:

8

Page 9: Hukum Laut

Negara-negara yang pinggiran luar tepi kontinennya kurang

dari 200 mil, lebar landas kontinen negara tersebut

diperbolehkan sejauh 2000 mil dari pantai.

Negara-negara yang pinggiran tepi kontinennya lebih lebar dari

200 mil dari garis pangkal dapat memperoleh landas kontinen

sejauh pinggiran luar tepi kontinen tersebut.

Undang-undang Lantas Kontinen Indonesia

Peraturan atau kebiaksanaan Indonesia mengenia landas kontinen

diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen

Indonesia yang disahkan oleh presiden pada 6 Januari 1973. Pasal 2 UU

tersebut menyatakan bahwa kekuasaan penuh dan hak eksklusif atas kekayaan

alam di lantas kontinen adalah milik negara. Selanjutnya eksplorasi dan

eksploitasi sumber kekayaan alam di landas kontinen hanya dapat dilakukan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 4). Aturan

mengenai pencegahan pencemaran lingkungan juga diatur oleh pemerintah

melalui Pasal 8. Pasal 9 mengatur tentang yuridiksi terhadap semua kegiatan

di landas kontinen. Pasal 10 mengatur tentang kegaitan eksplorasi dan

eksploitasi harus memperhatikan perlindungan terhadap ketahanan dan

keamanan nasional, perhubungan, telekomunikasi, perikanan,

penyelidikan oceanografi dan cagar alam. Bahkan pemerintah juga megatur

tentang ketentuan-ketentuan hukum terhadap perselisihan antara kepentingan

di landas kontinen, yang diatur dalam pasal 11.

e. Delimitasi Landas Kontinen

Penetapan garis batas landas kontinen adalah suatu yang sangat

penting untuk menghindar terjadinya tumpah tindih klaim. Masalah delimitasi

diatur dalam pasal 83 Kovensi dimana penetapan garis batas landas kontinen

antara negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus dilakukan

dengan persetujuan atas dasar hukum internasional.

Pasal 6 Konvensi Jenewa 1958 meletakan garis batas landas kontinen

antarnegara yang berhadapan atau berdampingan adalah garis tengah kecuali

jika ada situasi-situasi khusus.

9

Page 10: Hukum Laut

Ada dua pendapat yang muncul pada saat perumusan pasal 83

Konferensi Hukum Laut, yaitu Prinsip equidistance yang menggunakan

prinsip garis tengah sebagai prinsip umum dan akan menyesuaikan prinsip

tengah itu jika terdapat situasi-situasi khusu. Pendapat kedua menggunakan

prinsip equitable, yaitu perlu ditekankan bahwa garis batas itu dinilai adil oleh

kedua pihak.

D. Zona Ekonomi Ekslusif

1. Historis

Zona ekonomi eksklusif adalah suatu manifestasi dari usaha-usaha negara-

negara pantai untuk melakukan pengawasan dan penguasaan terhadap segala

macam sumber kekayaan yang terdapat di Zona laut yang terletak diluar atau

berbatasan dengan laut wilayahnya. Pemahaman ini berangkat dari sejarah bahwa

kebebasan di laut yang digembar-gemborkan oleh negara-negara maritim besar

hanyalah semata-mata unutk mempertahankan kepentingan negara tersebut.

2. Lebarnya Zona Ekonomi Eksklusif

Lebar zona ekonomi eksklusif adalah 200 mil atau 370,4 km. Semenjak

dikemukakannya gagasan zona ekonomi, angka 200 mil dari garis pangkal tetap

dijadikan pegangan. Pasal 57 Konvensi 1982 manyatakan bahwa lebar zona

ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dari mana

lebar laut wilayah diukur.

3. Prinsip-prinsip Hukum Zona Ekonomi Eksklusif

Dalam pasal 56 konvensi, terhadap zona ekonomi eksklusif negara

memberikan hak-hak berdaulat kepada negara pantai untuk keperluan

eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber kekayaan alam

baik hayati maupun nonhayati, dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar

laut dan tanah di bawahnya dan berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan

eksplorasi dan eksploitasi zona tersebut, seperti produksi energi dari air, arus, dan

angin.

Selanjutnya, dalam melaksanakan hak-hak berdaulat tersebut, negara-negara

pantai juga sebagaimana ditetapkan pasal 73 konvensi, dapat mengambil

tindakan-tindakan yang dianggap perlu seperti pemeriksaan, penangkapan

kapal-kapal yang melanggar ketentuan-ketentuan yang dibuat negara pantai.

Di indonesia, UU mengenai zona ekonomi eksklusif diatur dalam UU No. 5

tahun 1983 dan dilengkapi oleh Peraturan Pemerintah No. 15 tahun 1984 tentang

10

Page 11: Hukum Laut

Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati Laut di Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia.

4. Delimitasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Prinsip hukum delimitasi ZEE diatur tersendiri dalam pasal 74 Konvensi Hukum

Laut.

E. Laut Wilayah

1. Natur Yuridik Laut Wilayah

a. Doktrin hak milik

b. Doktrin hak kedaulatan

Dokrin ini diterima oleh Institut de Droit Internasional:

1) Dalam sidangnya di Paris 1894, Institut menerima resolusi yang berisi:

Negara pantai mempuyai kedaulatan terhadap laut wilayah selebar

6 mil dari pantai.

Lebar laut wilayah tidak perlu sama untuk suatu keperluan dengan

keperluan lainnya.

2) Konferensi Institut de Droit Internasional di Stockholm tahun 1928, juga

menegaskan teori in; Negara-negara mempunyai kedaulatan atas bagian

laut yang menggenangi pantainya dengan kelebaran 3 mil atau lebih.

c. Yurisprudensi internasional

Keputusan tanggal 29 Juni 1933 oleh suatu komisi Amerika Serikat,

Panama dalam sengketa la compania de navigacion nacional. Bahwa

the completeness of the sovereignity yang dimiliki negara pantai

selebar 3 mil di atas laut yang berbatasan dengan pantai

Keputusan 18 Desember 1951, menyinggung hubungan erat antara

daratan dan lautan.

Pasal 1 konvensi Jenewa 1958 menyatakan bahwa kedaulatan suatu

negara dapat melampaui daratan dan perairan pendalamannya sampai

kepada suatu jalur laut yang berbatasan dengan pantai negara tersebut

yang dinamakan laut wilayah.

2. Lebar Laut Wilayah

a. Praktik Internasional

Konferensi Hukum Laut III yang dimulai tahun 1973 merumuskan lebar laut

wilayah yang termuat dalam Pasal 3 Konvensi, setiap negara berhak menetapkan

11

Page 12: Hukum Laut

lebar laut wilayahnya hingga batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari

garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi.

b. Cara Penarikan Garis Pangkal

Menurut Pasal 3 Konvensi Jenewa dan Pasal 5 Konvensi 1982 menentukan:

garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah

sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta skala besar yang diakui resmi

oleh negara pantai tersebut.

Ketentuan penarikan garis lurus menurut Pasal 7 Konvensi 1982.

Penarikan garis pangkal lurus tidak boleh menyimpang terlalu jauh

dari arah umum pantai dan bagian-bagian laut yang terletak di dalam

garis pangkal itu harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk

dapat tunduk pada rezim perairan pedalaman

Garis pangkal lurus tidak boleh ke dan dari elevasi surut, kecuali jika

di atasnya didirikan mercusuar atau instalasi serupa yang secara

permanen ada di atas permukaan laut.

Sistem penarikan garis pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh suatu

negara dengancara yang demikian rupa sehingga memotong laut

teritorial negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.

c. Delimitasi Laut Wilayah

Menurut Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982, delimitasi laut wilayah

menggunakan prinsip garis tengah dalam menetapkan garis batas laut wilayah,

kecuali jika ada alasan hak historis atau keadaan lain. Selain itu, UU No. 6

tahun 1996 tentang Perairan Indonesia juga telah mengatur tentang masalah

delimitasi laut wilayah. Pasal 10 menyatakan bahwa dalam hal pantai

Indonesia letaknya berhadapan atau berdampingan dengan negara lain, kecuali

ada persetujuan yang sebaliknya, garis batas laut teritorial antara Indonesia

dengan negara tersebut adalah garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya

dari titik-titik terdekat pada garis pangkal darimana lebar laut teritorial

masing-masing negara diukur.

3. Wewenang Negara Pantai

Negara pantai mempunyai wewenang penuh bukan saja terhadap udara di atas

laut wilayah tetapi juga atas semua sumber-sumber kekayaan yang terdapat di

dalam laut, di dasar laut dan lapisan tanah di bawahnya.

Menurut pasal 25 konvensi 1982, wewenang negara pantai adalah:

12

Page 13: Hukum Laut

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam laut wilayahnya

untuk mencegah lintas yang tidak damai

Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegak

pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang telah ditentukan bagi

masuknya kapal ke perairan pedalaman atau untuk melakukan

persinggahan di pelabuhan

Menangguhkan sementara bagian tertentu laut teritorialnya bagi lintas

damai kapal asing apabila penangguhan demikian sangat diperlukan

untuk perlindungan keamananya.

Wewenang negara pantai juga adalah hak lintas damai dan hak menangkap

ikan.

4. Zona Tambahan

Zona tambahan merupakan zona transisi transisi antara laut lepas dan laut

wilayah. Zona tambahan ini berfungsi untuk mengurangi kontras antara laut

wilayah yang rezimnya tunduk seluruhnya pada kedaulatan negara pantai dan laut

bebas dimana terdapat rezim kebebasan.

Menurut pasal 33 ayat 2Konvensi, zona tambahan tidak dapat lebih dari 24 mil

laut dari garis pangkal darimana lebar laut wilayah diukur. Lebar zona tambahan

adalah 12 mil.

F. Konsepsi Negara Kepulauan

1. Hukum Laut Indonesia di Zaman Kolonial

Di masa lampau, perairan Indonesia diatur dalam oleh Teritoriaal Zee en

Maritieme Kringen Ordonnantie tahun1939, tercantum dalam staatsblad 1939 No.

442 dan yang mulai berlaku tanggal 25 September 1939. Mengenai laut laut

wilayah, pasal 1 ordonansi tersebut menyatakan bahwa lebar laut wilayah

Indonesia adalah 3 mil laut, diukur dari garis air rendah dari pulau-pulau yang

termasuk dalam daerah Indonesia.

2. Lahirnya Konsepsi Negara Kepulauan

Pada tanggal 13 Desember 1957, pemerintah mengeluarkan ketentuan dalam

bentuk pengumuman yang dikenal dengan nama Deklarasi Djuanda, yang berisi:

Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-

pulau yang termasuk daratan Negara Republik Indonesia dengan tidak

memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari pada

13

Page 14: Hukum Laut

wilayah daratan negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan

bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak dari

Negara Republik Indonesia.

Lalu lintas damai di perairan pedalaman ini bagi kapal asing terjamin selama

dan sekadar tidak bertentangan dengan kedaulatan dan keselamatan negara

Indonesia. Penentuan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang diukur dari

garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang terluar pada pulau-pulau Negara

Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-undang.

Inilah yang dinamakan Wawasan Nusantara, Konsepsi Nusantara yang

bertujuan untuk menjamin kepentingan-kepentingan nasional dan keutuhan

wilayah indonesia. Undang-undang No. 4 Prp. 1960 menyatakan bahwa seluruh

kepulauan dan perairan Indonesia adalah suatu kesatuan dimana dasar laut,

lapisan tanah di bawahnya, udara di atasnya serta seluruh kekayaan alamnya

berada di bawah kedaulatan Indonesia.

Selain itu, UU No. 4 Prp 1960 juga mengatur tentang Perairan Indonesia,

yakni:

Perairan Indonesia ialah laut wilayah Indonesia beserta perairan

pedalaman Indonesia.

Laut wilayah Indonesia ialah lajur laut selebar 12 mil laut yang garis

luarnya diukur tegak lurus atas garis dasar atau titik pada garis dasar

yang terdiri dari garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik

terluar pada garis air rendah daripada pulau-pulau atau bagian pulau-

pulau yang terluar dalam wilayah indonesia dengan ketentuan bahwa

jika ada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil laut dan negara

Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, garis batas laut

wilayah Indonesia ditarik pada tengah selat.

Perairan pedalaman Indonesia ialah semua perairan yang terletak pada

sisi dalam dari garis dasar

Lalu lintas laut damai dalam perairan pedalaman Indonesia terbuka

bagi kendaraan asing.

3. Persoalan Pelayaran di Selat Malaka

Persoalan yang terjadi di Selat Malaka adalah mengenai status Selat tersebut

berkaitan dengan adanya perbedaan dalam menentukan ukuran. Pasal 1 UU. No. 4

Prp 1960 tentang perairan Indonesia, menyatakan bahwa lebar laut Indonesia

14

Page 15: Hukum Laut

adalah 12 mil dan pada selat yang lebarnya tidak melebihi 24 mil dan bila negara

Indonesia tidak merupakan satu-satunya negara tepi, maka garis batas wilayah

laut Indonesia adalah ditarik pada tengah selat tersebut.

Karena adanya bagian-bagian laut di Selat Malaka yang lebarnya kurang dari

24 mil, maka perlu ditarik garis batas yang akan menentukan laut wilayah masing-

masing negara pantai yaitu Indonesia dan Malaysia. Sebagai akibat dari perjanjian

garis batas laut wilayah masing-masing negara yang lebarnya 12 mil ini, ialah

bahwa pada bagian-bagian yang tertentu dari laut yang dulunya merupakan laut

bebas sekarang telah menjadi laut-laut wilayah Indonesia dan Malaysia. Ini berarti

bahwa bagian-bagian laut yang telah menjadi laut wilayah ini akan berlaku

kedaulatan negara-negara pantai tersebut.

Jadi, kapal-kapal asing yang melalui Selat Malaka harus mematuhi ketentuan-

ketentuan lintas damai agar keselamatan lalulintas dan kepentingan-kepentingan

negara pantai itu tidak terancam.

4. Perjuangan Wawasan Nusantara

Dalam rangka perjuangan di forum-forum internasional, Indomesia beruang

agar Wawasan Nusantara dijadikan ketentuan hukum internasional dan

memperuangkan konsepsi negara kepulauan. Bagi Indonesia, Wawasan Nusantara

didasarkan atas dasar suatu undang-undang nasional yaitu undang-undang No. 4

Prp 1960. Bagi Indonesia, di bagian-bagian laut yang terletak pada sisi dalam

garis pangkal yang dinamakan perairan pedalaman, diakui hak lintas damai bagi

kapal-kapal asing.

Pengakuan internasional terhadap konsepsi Wawasan Nusantara melalui

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, merupakan

kulminasi perjuangan Indonesia selama 25 tahun.

5. Implementasi Konvensi Hukum Laut 1982

a) Di Bidang Penentuan Garis Pangkal

Menurut pasal 5 ayat (3) UU 1996, garis pangkal lurus kepulauan adalah

garis-garis lurus yang menghubungkan titik-titik terluar pada garis air rendah

pulau-pulau dan karang-karang yang terluar dari kepulauan Indonesia.

Selanutnya, sesuai pasal 6 UU 1996 haruslah dibuat daftar titik-titik terluar

dan garis-garis pangkal tersebut serta mencantumkannya dalam peta dengan

skala-skala yang memadai dan mendepositkannya pada sekretariat jenderal

PBB.

15

Page 16: Hukum Laut

b) Mengenai Hak Lintas Damai

Sebagaimana yang terdapat dalam pasal 21 Konvensi dan Ketentuan-

ketentuan yang terdapat dalam Bab III UU 1996, mengenai hak lintas damai,

Indonesia harus meninjau kembali atau membuat ketentuan-ketentuan yang

terperinci tentang lintas damai tersebut yang didasarkan atas 8 butir yang

terdapat dalam pasal 21 Konvensi.Pemerintah juga telah mengeluarkan PP No.

36 tanggal 28 Juni 2002, yang mengatur hak lintas damai di perairan

Indonesia.

c) Mengenai Hak Lintas Transit

Pasal 42 Konvensi dan Bab III UU 1996, mengizinkan negara-negara yang

dipisahkan selat untuk membuat peraturan perundang-undangan mengenai

lintas transit melalui selat-selat bertalian dengan keselamatan pelayaran,

pencegahan polusi, peratuaran penangkapan ikan, dll.

d) Penentuan Batas Perairan Pedalaman

Sesuai pasal 50 Konvensi 1982, Negara Nusantara dapat menarik garis-garis

penutup untuk menetapkan perairan pedalaman.

e) Zona Ekonomi Eksklusif

Pasal 55-75 Konvensi mengatur hak-hak, kewajiban, yurisdiksi negara-negara

pantai, luas Zona ekonomi serta pemanfaatan dan perlindungan kekayaan

hayati laut. Indonesia sudah dilengkapi dengan UU NO. 5 1983 dan PP No. 15

tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumber Hayati Laut di Zona Ekonomi

Eksklusif.

f) Landas Kontinen

Untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, Indonesia telah

mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai landas kontinen Indonesia

tanggal 17 Februari 1969 dan UU No. 1 tanggal 6 Januari 1973.

g) Penentapan Alur Laut Kepulauan Indonesia

Undang-undang No. 6 tahun 1996 berisikan ketentuan penetapan lintas alur

laut kepulauan.

6. Undang-undang No. 6 tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia.

Menurut pasal 2 UU 1996, Negara RI adalah negara kepulauan, yang berarti:

segala perairan di sekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau atau

bagian pulau-pulau yang termasuk daratan negara RI dengan tidak

16

Page 17: Hukum Laut

memperhitungkan luas atau lebarnya merupakan bagian inegral dari wilayah RI

sehingga merupakan bagian dari perairan Indonesia yang berada di bawah

kedaulatan Negara RI.

Mengenai hak lintas damai, pasal 11 UU 1996 menyatakan bahwa Kapal

semua negara, baik negara pantai maupun tak berpantai menikmati hak lintas

damai melalui laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia.

Selanjutnya pasal 23 UU 1996 berisikan ketentuan mengenai pemanfaatan,

pengelolaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan perairan Indonesia yang

dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undang yang berlaku dan hukum

internasional.

7. Implikasi Pemisahan Timor-Timur terhadap Perairan Indonesia

Status hukum Timor-Timur telah berubah dan bukan lagi merupakan

bagian dari wilayah kesatuan RI

Terjadinya perubahan konfigurasi kepulauan Indonesia, dan oleh karena

itu dilakukan penyesuaian yakni penyesuaian titik dasar untuk garis

pangkal, penyesuaian alur-alur laut kepulauan dan perjanjian-perjanjian

batas maritim.

G. Kawasan Dasar Laut Internasional

Majelis umum PBB dalam resolusinya tanggal 17 Desember 1970 menyatakan

bahwa dasar-dasar laut dan samudera beserta lapisan tanah di bawahnya yang berada

di luar batas yurisdiksi nasional dengan segala macam kekayaannya adalah milik

bersama umat manusia.Persoalan pokok yang harus diselesaikan ialah dimana

berhentinya kedaulatan nasional dan kapan mulainya kawasan dasar laut internasional

tersebut.

Kekayaan-kekayaan dasar samudera dimanfaatkan untuk kesejahteraan

keseluruhan umat manusia sesuai dengan resolusi-resolusi majelis umum PBB. Tetapi

harus ditentukan terlebih dahulu bagian-bagian mana dari laut permukaan bumi ini

yang dapat dijadikan kawasan dasar laut internasional, siapa atau organisasi mana

yang harus mengadakan eksplotasi kekayaan-kekayaan tersebut, bagaimana status dan

fungsinya serta bagaimana cara-cara eksploitasi dan pembagian dari kekayaan laut

tersebut.

Pada umumnya negara pantai menuntut yurisdiksi nasioal untuk menguasi

sumber kekayaan di daerah laut dan untuk menjamin kepentingan nasional lainnya.

17

Page 18: Hukum Laut

Sementara negara-negata tidak berpantai menuntut yurisdiksi yang sekecil mungkin

bagi negara-negara pantai atas laut di sekitarnya.

Pengelolaan kekayaan dasar laut internasional bukanlah hal yang mudah. Oleh

karena itu harus dibentuk beberapa organ dan mekanisme, diantaranya:

1) Mekanisme Kelembagaan

2) Ketentuan-ketentuan Eksploitasi

3) Persetujuan Implementasi 1994

H. Penyelesaian Sengketa Menurut Konvensi Hukum Laut

Sengketa hukum laut diselesaikan melalui mekanisme-mekanisme dan

institusi-institusi peradilan internasional yang telah ada seperti Mahkamah

Internasional. Sistem peradilan internasional merupakan yang pertama kali yang

dapat mengarahkan negara-negara peserta untuk menerima prosedur memaksa.

Jika melalui prosedur di atas para pihak tetap belum dapat menyelesaikan

sengketanya, maka diterapkan prosedur selajutnya yaitu menyampaikan ke salah satu

badan peradilan yang disediakan oleh konvensi, yaitu:

Tribunal Internasional untuk hukum laut

Mahkamah internasional

Tribunal Arbitrasi

Tribunal Arbitrasi Khusus

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

18

Page 19: Hukum Laut

Hukum laut merupakan cabang hukum internasional. Hukum laut mengatur tentang

kegiatan-kegiatan di atas permukaan laut juga kegiatan-kegiatan pada dasar laut, misalnya

mengatur tentang eksplorasi dan eksploitasi kekayaan mineral yang terkandung di dalamnya.

Oleh karena itu hukum laut sangat penting dalam mengatur tentang masalah yang ada di laut

baik di permukaan, di bawah permukaan laut maupun di atas permukaan laut.

Hukum laut tersebut bersumber dari berbagai konvensi yang dibuat oleh dunia

internasional, organisasi internasional dan kesepakatan internasional. Konvensi-konvensi itu

diantaranya ada yang mengatur tentang prinsip kebebasan di laut, tentang status hukum

kapal-kapal yang ada di laut, dan mengenai pengawasan terhadap aktivitas yang dilakukan di

laut.

Hukum laut juga mengatur tentang pembagian laut (Laut Lepas, landas kontinen, dan

Zona Ekonomi Eksklusif) dan ketentuan-ketentuan hukum terhadap laut-laut tersebut.

Ketentuan hukum itu misalnya mengenai cara penarikan garis pangkal dan garis batas atas

laut-laut tersebut.

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai kedudukan strategis di dalam

hubungan internasional. Setelah diakuinya Indonesia secara resmi sebagai negara kepulauan

oleh negara-negara luar, maka kedudukan Indonesia di dunia internasional sangat penting,

khususnya dalam bidang pelayaran.

Jika terjadi perselisihan atau sengketa yang terjadi dalam bidang hukum laut maka

dunia internasional menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa yang sangat kreatif.

Sistem penyelesaian sengketa dilakukan melalui peradilan internasional, mahkamah

internasional, tribunal internasional dan tribunal arbitrasi.

Daftar Pustaka

Mauna, Boer. Hukum Internasional. 2011. Bandung: PT. Alumni

19

Page 20: Hukum Laut

20